02.02.2023 Views

MLC RITMA

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

PELAKSANAAN PENERAPAN MARITIME LABOUR

CONVENTION (MLC) DI ATAS KAPAL SV KITTIWAKE

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

Program Pendidikan Diploma III Pelayaran

DANDI PRATAMA

NIT 05.17.032.1.41

AHLI NAUTIKA TINGKAT III

PROGRAM DIPLOMA III PELAYARAN

POLITEKNIK PELAYARAN SURABAYA

TAHUN 2021


PELAKSANAAN PENERAPAN MARITIME LABOUR

CONVENTION (MLC) DI ATAS KAPAL SV KITTIWAKE

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

Program Pendidikan dan Pelatihan Pelaut Diploma III

DANDI PRATAMA

NIT 05.17.032.1.41 / N

AHLI NAUTIKA TINGKAT III

PROGRAM DIPLOMA III PELAYARAN

POLITEKNIK PELAYARAN SURABAYA

TAHUN 2021

i


PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama

: Dandi Pratama

Nomor Induk Taruna : 05.17.032.1.41/N

Program Diklat : Ahli Nautika Tingkat III

Menyatakan bahwa Karya Ilmiah Terapan (KIT) yang saya tulis dengan judul :

PELAKSANAAN PENERAPAN MARITIME LABOUR CONVENTION

(MLC) DI ATAS KAPAL SV KITTIWAKE

Merupakan karya asli seluruh ide yang ada dalam Karya Ilmiah Terapan (KIT)

tersebut, kecuali tema dan yang saya nyatakan sebagai kutipan, merupakan ide saya

sendiri.

Jika pernyataan di atas terbukti tidak benar, maka saya sendiri menerima sanksi

yang di tetapkan oleh Politeknik Pelayaran Surabaya.

SURABAYA, ......................... 2021

Materai 6000

DANDI PRATAMA

ii




KATA PENGANTAR

Kami memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena

atas penelitian Pelaksanaan Penerapan Maritime Labour Convention Di Atas

Kapal SV Kittiwake dapat dilaksanakan dan tugas ini ditunjukkan untuk

memenuhi persyaratan sebelum penulis melakukan PRALA.

Penelitian ini dilaksanakan karena ketertarikan peneliti pada masalah yang

sering terjadi dan di anggap menjadi masalah. Masalah ini menjadi salah satu

faktor yang menghambat terwujudnya kegiatan operasional. Penelitian ini

menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini mendalami tentang penerapan

kesejahteraan pelaut di atas kapal. Peneliti telah melakukan pengumpulan data

kemudian melakukan interprestasi dan menyusun simpulan sehingga tersaji fakta

komprehensif sesuai tujuan penelitian. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa

dalam penyelesaian tugas akhir ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari

segi bahasa, susunan kalimat, maupun cara penulisan serta pembahasan materi

akibat keterbatasan penulis dalam penguasaan materi, waktu dan data-data yang

diperoleh.

Untuk itu penulis senantiasa menerima kritikan dan saran yang bersifat

membangun demi kesempurnaan tugas akhir ini. Penulisan karya tulis ilmiah ini

dapat terselesaikan karena adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu

penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, khususnya kepada

kedua orang tua dan saudara tercinta serta senior–senior yang selalu memberi

dukungan baik moril maupun material serta kepada:

1. Bapak Capt. Dian Wahdiana,M.M selaku Direktur Politeknik Pelayaran

Surabaya.

v


2. Bapak Capt. Tri Mulyatno Budhi H,S.Si.T.M. selaku Ketua Jurusan Nautika.

3. Ibu Capt.Upik Widyaningsih, M.Pd,M.Mar selaku dosen pembimbing

4. Bapak Dyah Ratnaningsih, S.S., M.Pd selaku dosen pembimbing

5. Bapak dan Ibu Dosen Politeknik Pelayaran Surabaya

6. Kedua orang tua tercinta Bapak Capt. Dedy Suryanto dan ibu Wiwi Damilah

7. Rekan-rekan taruna/i Politeknik Pelayaran Surabaya dan pihak yang

membantu dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

Terima kasih kepada beliau dan semua pihak yang telah membantu, semoga

semua amal dan jasa baik mereka mendapat imbalan dari Allah SWT. Akhir kata

penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan didalam

penulisan karya tulis ilmiah ini. Penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini

dapat bermanfaat untuk menambah wawasan bagi penulis serta berguna bagi

pembaca.

Surabaya ................... 2021

DANDI PRATAMA

vi


ABSTRAK

DANDI PRATAMA, Pelaksanaan Penerapan Maritime Labour Convention

(MLC) Di Atas Kapal Kittiwake. Dibimbing oleh Ibu Capt. Upik Widyaningsih, M.Pd,

M.Mar. dan Ibu Dyah Ratnaningsih, S.S., M.Pd.

Pemerintah Indonesia meratifikasi Maritime Labour Convention 2006 (MLC 2006)

pada tanggal 6 Oktober 2016 melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2016 tentang

Pengesahan Maritime Labour Convention, 2006. Perusahaan pelayaran Indonesia saat ini

masih sangat kurang dalam penanganan berbagai masalah contohnya pada perusahaan PT.

Tampok Sukses Perkasa pada kapal Tug Boat (TB). Virgo mengalami tenggelam di

perairan tanjung karawang. 7 crew kapal dinyatakan hilang dan masih belum diketemukan

dan 5 orang selamat.

Maka dari itu penulis membuat rumusan masalah yaitu bagaimana penerapan

maritime labour convention (MLC) di atas kapal dan bagaimana penerapan maritime

labour convention (MLC) bagi kesejahteraan pelaut indonesia. Tujuan penelitian penulis

yaitu bagaimana penerapan MLC apakah sudah diberlakukan atau belum, karena sangat

penting bagi para pelaut untuk mendapatkan hak yang layak pada saat bekerja di atas

kapal.

Metode penelitian penulis menggunakan metode kualitatif yang dapat melakukan

interview dengan objek yang peneliti tulis, deskriptif kualitatif adalah memberikan

prediket pada variable yang diteliti sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Perlunya

sumber data yang akan memberikan informasi diantaranya yaitu sumber data primer,

dalam penelitian ini adalah melalui kuisioner dan hasil wawancara dengan perwira di atas

kapal pada saat praktek laut di laksanakan. Sumber data sekunder dalam penelitian ini

adalah artikel dan buku panduan Maritime labour convention (MLC)

Penelitian ini di laksanakan di SV. Kittiwake Milik PT. Baruna Raya Logistics

cabang Balikpapan yang berpusat di Jakarta. Bertujuan untuk fokus mengetahui dan

memahami penerapan MLC sebagai konvensi hak asasi pelaut yang baru, yang harus di

terapkan di kapal internasional maupun di kapal domestik. Dengan menggunakan Metode

Kualitatif dan Interview. Hasil yang di dapatkan adalah bahwa tingkat kesejahteraan awak

kapal yang bekerja di atas kapal SV. Kittiwake, masih berada dalam keadaan kurang

sejahtera.

Dari hasil penelitian dan pembelajaran yang penulis alami selama 1 tahun di atas

kapal dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan pelaut ialah

dengan menerapkan aturan-aturan dari Maritime labour convention seperti standard of

wages. Kemudian mengenai bagaimana implementasi diatas kapal ialah belum

sepenuhnya terlaksana seperti upah yang masih dibawah standar.

Kata Kunci : Maritime Labour Conventon (MLC), Pelaut, Hak-Hak Dasar Pelaut.

vii


ABSTRACT

DANDI PRATAMA, The Application of Maritime Labour Convention (MLC) On

Board. Guided by Mrs. Capt. Upik Widyaningsih, M. Pd, M. Mar. and Mrs. Dyah

Ratnaningsih, S.S., M.Pd.

The Indonesian government ratified the 2006 Maritime Labor Convention (MLC

2006) on October 6, 2016 through Law Number 15 of 2016 concerning Ratification of the

Maritime Labor Convention, 2006. Indonesian shipping companies are currently still very

lacking in handling various problems, for example in the PT. Tampok Sukses Perkasa on

the Tug Boat (TB). Virgo has sunk in the waters of Tanjung Karawang. 7 crew members

were declared missing and still not found and 5 people survived.

Therefore the authors formulate a problem that is how the application of the maritime

labor convention (MLC) on board and how the implementation of the maritime labor

convention (MLC) for the welfare of Indonesian seafarers. The author's research objective

is how to apply the MLC whether it has been implemented or not, because it is very

important for seafarers to get proper rights while working on the boat.

The author's research method uses qualitative methods that can conduct

interviews with objects that the researcher wrote, qualitative descriptive is to give a

prediction on the variables studied according to the actual conditions. The need for data

sources that will provide information including primary data sources, in this study is

through questionnaires and the results of interviews with officers on board when sea

practices are carried out. Secondary data sources in this study are articles and guidebooks

of the Maritime Labor Convention (MLC)

This research was carried out at SV. Kittiwake owned by PT. Baruna Raya Logistics

Balikpapan branch headquartered in Jakarta. Aims to focus on knowing and understanding

the application of the MLC as a new convention on the rights of seafarers, which must be

implemented on international ships as well as on domestic ships. By using qualitative and

interview methods. The results obtained are that the level of welfare of the crew who work

on board the SV. Kittiwake, is still not in a good condition.

From the results of research and learning that the author experienced during one

year on the ship, it can be concluded that to improve the welfare of seafarers is to apply

the rules of the Maritime labor convention such as the standard of wages. Then regarding

how the implementation on the ship is not fully implemented, such as wages that are still

below standard

Keywords : MLC, Seafarers, Seafarers' Basic Rights.

viii


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN ............................................................................ i

PENYATAAN KEASLIAN .................................................................................. ii

PERSETUJUAN SEMINAR KEASLIAN............................................................iii

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv

KATA PENGANTAR. .......................................................................................... v

ABSTRAK .......................................................................................................... vii

ABSTACT .......................................................................................................... viii

DAFTAR ISI. ....................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian .................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................ 3

C. Batasan Masalah .................................................................................. 3

D. Tujuan Penelitian ................................................................................. 4

E. Manfaat Penelitian................................................................................4

1. Teoritis ............................................................................................. 4

2. Praktis .............................................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Review Penelitian Sebelumnya ........................................................... 6

B. Landasan Teori .................................................................................... 6

1. Sejarah MLC ( Maritime Labour Convention ) ............................... 6

2. MLC Sebagai Hukum Maritim Internasional ................................. 8

3. Pokok-pokok Aturan Dalam MLC................................................. 10

4. Penerapan Maritime Labour Convention (MLC). .......................... 10

C. Kerangka Penelitian. ........................................................................... 16

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian. .................................................................................. 18

B. Lokasi & Waktu Penelitian. ................................................................ 18

C. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data ..................................... 19

ix


D. Teknik Pengambilan Sampel .............................................................. 21

E. Teknik Analisis Data ........................................................................... 21

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian. ................................................. 24

B. Penyajian Data ................................................................................... 24

C. Analisis Hasil Penelitian. ................................................................... 26

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan. ....................................................................................... 29

B. Saran. .................................................................................................. 30

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 31

x


DAFTAR LAMPIRAN

1. Ship Particular

2. Crew List

3. Pedoman Wawancara

4. Hasil Wawancara

5. Foto-foto


DAFTAR TABEL

Daftar tabel 4 – 1 Peraturan Menteri Perhubungan ................................................... 28

Daftar tabel 4 – 2 Standar PP Kepelautan dan MLC 2006 ........................................ 29

Daftar tabel 4 – 3 Perjanjian kerja laut diatas kapal SV. Kittiwake .......................... 30

Daftar tabel 4 – 4 Penerapan Diatas Kapal ................................................................ 31

Daftar tabel 4 – 5 Standard A2-3 Hours of work and hours of rest .......................... 32

Daftar tabel 4 – 6 Standard gaji yang diberikan ........................................................ 32

Daftar tabel 4 – 7 Penerapan Akomodasi dan Fasilitas ............................................. 33


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pemerintah Indonesia telah meratifikasi 4 (empat) pilar aturan

internasional tersebut yaitu International Convention for the Safety of Life at

Sea, 1974 yang diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun

1980, International Convention on Standards of Training, Certification and

Watchkeeping for Seafarers, 1978 yang diratifikasi dengan Keputusan

Presiden Nomor 60 Tahun 1986, dan International Convention for the

Prevention of Pollution from Ships, 1973 yang diratifikasi dengan Peraturan

Presiden Nomor 29 Tahun 2012 dan Maritime Labour Convention 2006 yang

diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 2016. Maritime

Labour Convention, 2006 (Konvensi Ketenagakerjaan Maritim, 2006).

Secara umum, beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan nasional

Indonesia telah sesuai dengan substansi Maritime Labour Convention, 2006

Maritime Labour Convention 2006 ini adalah instrument hukum yang

dibuat oleh Organisasi Pekerja Internasional (International Labour

Organization – ILO) yang di sahkan pada bulan Februari 2006 di Jenewa,

Swiss. sesuai dengan kebiasaan internasional, sebuah konvensi multilateral

tidak dapat diberlakukan seketika, menunggu sampai sejumlah anggota

meratifikasi konvensi tersebut. Menurut salah satu artikel pada Maritime

Labour Convention 2006, konvensi ini baru bias diberlakukan (come into

force) satu tahun setelah 30 negara anggota atau sejumlah negara yang

mewakili 33% gross tonnage armada internasional telah meratifikasinya.

1


2

Pada tanggal 20 Agustus 2012 persyaratan tersebut telah terpenuhi setelah

Rusia dan Philippines meratifikasi konvensi tersebut. Sehingga MLC 2006

dapat diberlakukan mulai tanggal 20 Agustus 2013. Negara yang telah

meratifikasi tersebut yaitu: Croatia, Bulgaria , Canada, Saint Vincent and the

Grenadines, Switzerland, Benin, Singapore, Denmark, Antigua and Barbuda,

Latvia, Luxembourg, Kiribati, Netherlands, Australia, St Kitts and Nevis,

Tuvalu, Togo, Poland, Palau, Sweden, Cyprus, Russian

Federation, Philippines. (Supriyono, 2013)

Maritime Labour Convention 2006 ini sebagai pilar yang ke 4 di sektor

maritim, melengkapi 3 pilar utama instrumen hukum IMO yang telah ada

sebelumnya yaitu: SOLAS 1974, MARPOL 1973/78 dan STCW 1978. E.E.

Metropoulos dalam sambutannya menyampaikan bahwa upaya

meningkatkan keselamatan maritim, keamanan maritim dan pencegahan

pencemaran lingkungan maritim, IMO telah membuat instrumen yang cukup

ketat (stringent) melalui 3 instrumen yaitu SOLAS, MARPOL dan STCW

tersebut. Namun mengingat International Maritime Organization (IMO)

tidak memiliki kapasitas untuk membuat instrumen hukum yang

komprehensive tntang perlindungan terhadap para pelaut, maka sudah tepat

apabila International Labour Organization (ILO) membuat Maritime Labour

Convention 2006 ini sebagai instrumen hukum internasional. Diterimanya

MLC 2006 tersebut juga menjadi inspirator disahkannya tema Hari Maritim

Sedunia (World Maritime Day) pada sidang Dewan IMO tahun 2009 bahwa

pada tahun 2010 dicanangkan sebagai Tahun untuk Pelaut (Year of

Seafarers). (2013)


3

Kewajiban pemerintah untuk mengatur hak para pelaut dapat diatur dalam

berbagai instrumen hukum salah satunya pada Maritime Labour Convention

2006. Untuk memenuhi kewajiban negara dalam menjamin hak bagi pelaut

Indonesia, pemerintah berwenang untuk membuat undang-undang, kebijakan

(policy), dan regulasi sebagai alat untuk melaksanakan kebijakan tersebut.

Kewenangan pemerintah yang sedemikian rupa bertujuan untuk menyediakan

pembangunan hukum yang baik. Pembangunan hukum merupakan upaya

sadar, sistematis, dan berkesinambungan untuk membangun kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang semakin maju, sejahtera,

aman, dan tenteram di dalam bingkai dan landasan hukum yang adil dan pasti.

Karena hal-hal tersebut di atas peneliti tertarik untuk mengambil judul

“Pelaksanaan Penerapan Maritime Labour Convention (MLC) Di Atas

Kapal SV KITTIWAKE”

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat diambil beberapa

perumusan masalah yang kiranya menjadi pernyataan dan membutuhkan

jawaban, yang akan dibahas pada pembahasan bab-bab selanjutnya dalam

Karya Ilmiah Terapan ini. Adapun perumusan masalah itu sendiri, antara lain:

1. Bagaimana cara meningkatkan kesejahteraan pelaut sesuai maritime

labour convention ?

2. Bagaimana penerapan maritime labour convetion di atas kapal ?

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian karya tulis ilmiah ini peneliti membatasi pembahasan

hanya pada pentingnya meningkatkan perlindungan dan keamanan dalam jam

kerja dan jam istirahat dan upah kerja sesuai maritime labour convetion.


4

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian tentang analisa dan penerapan maritime labour

convention di atas kapal SV. KITTIWAKE yaitu:

1. Untuk mengetahui bagaimana implementasi maritime labour convention

diatas kapal apakah sudah diberlakukan atau belum

2. Untuk saran atau masukan tentang meningkatkan kesejahteraan pelaut

E. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, manfaat yang ingin dicapai peneliti dalam

penelitian ini antara lain :

1. Manfaat Secara Teoritis

Untuk dapat menerapkan teori yang diperoleh serta menambah

pengetahuan bagi peneliti tentang penerapan maritime labour convention di

atas kapal SV KITTIWAKE .

a. Menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan para taruna sebagai

calon perwira kapal yang berkompeten di atas kapal.

b. Sebagai perbandingan antara teori dengan praktek nyata dilapangan pada

waktu praktek laut.

2. Manfaat Secara Praktis

a. Membagi pengetahuan dan wawasan khususnya bagi para taruna di

Politeknik Pelayaran Surabaya sebagai calon Perwira, agar dapat

diajadikan sebagai bahan acuan bagi peneliti berikutnya untuk dapat

menyajikan hasil penelitian yang lebih baik dan diharapkan dapat

menambah pengetahuan bagi calon perwira kapal tentang penerapan

Maritime Labour Convention (MLC) di atas kapal.


5

b. Sebagai usulan dan saran agar pada saat melaksanakan pekerjaan dapat

mendapatkan haknya dengan baik sehingga pekerjaan dapat berjalan

dengan lancar dan aman.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pokok-Pokok Aturan Dalam MLC (Maritime Labour Convention)

Meningkatkan adalah suatu adalah suatu perbuatan mempraktekkan suatu

teori, metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk

meningkatkan suatu kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok atau

golongan yang telah terencana dan tersusun sebelumnya. Sesusai dengan isi

pokok-pokok aturan dalam MLC semua yang ditetapkan dalam aturan diatas

kapal-kapal yang negaranya termasuk dalam konvensi ini harus menerapkan

peraturan-peraturan Maritime Labour Convention dengan benar sesuai dengan

apa yang ada dalam isi konvensi ini.

a. Peraturan 2.3 - Jam Kerja dan Jam Istirahat

Untuk memastikan bahwa para awak kapal yang bekerja diatas kapal memiliki

jam kerja atau jam istirahat yang teratur. Setiap negara anggota wajib

memastikan bahwa jam kerja atau jam istirahat awak kapal telah diatur dan

menetapkan jam kerja maksimum atau jam istirahat minimum dalam jangka

waktu tertentu yang konsisten dengan ketentuan yang diatur dalam Kaidah.

Dalam aturan ini awak kapal bekerja delapan jam sehari dengan satu hari

istirahat per minggu guna menghindari kelelahan awak kapal yang

menyebabkan kecelakaan dalam pengoprasian kapal dan menjaga keselamatan

dan keamanan kegiatan operasi kapal.

b. Standar A2.3- Jam Kerja dan Jam Istirahat

1) Setiap awak kapal memiliki standar yang menentukan suatu jumlah

maksimum jam kerja yang wajib tidak melebihi jangka waktu yang

6


7

ditetapkan, atau jumlah minimum jam istirahat yang wajib diberikan

dalam suatu jangka waktu yang ditetapkan.

2) Dalam menetapkan, setiap awak kapal wajib memiliki jam kerja yang

didasarkan pada delapan jam sehari dengan satu hari istirahat per minggu

dan istirahat pada hari libur nasional dan mempertimbangkan bahaya yang

diakibatkan oleh kelelahan awak kapal yang menyangkur keselamatan

pelayaran dan keselamatan dan keamanan kegiatan operasional kapal.

3) Batas pada jam kerja atau jam istirahat wajib sebagai berikut:

a. jam kerja maksimum wajib tidak melebihi 14 jam dalam jangka waktu

24 jam dan 72 jam dalam jangka waktu tujuh hari

b. jam istirahat minimum wajib tidak kurang dari sepuluh jam dalam

jangka waktu 24 jam dan 77 jam dalam jangka waktu tujuh hari.

c. Pedoman B2.3- Jam Kerja dan Jam Istirahat

1) Setiap jam kerja awak kapal wajib tidak melebihi delapan jam sehari dan

40 jam per minggu dan lembur wajib dilaksanakan hanya jika terdapat

kondisi yang tidak dapat dihindari untuk alasan keselamatan dan waktu

yang cukup harus diberikan untuk makan, dan waktu istirahat paling

singkat satu jam

2) Pengecualian, yang dimaksud adalah tidak perlu diterapkan untuk awak

kapal muda di anjungan, ruang mesin dan bagian katering yang di tugaskan

untuk melakukan dinas jaga. Kemudian pengecualian terhadap pelatihan

yang efektif bagi awak kapal muda sesuai dengan program dan jadwal yang

ditetapkan akan terganggu. Situasi pengecualian tersebut wajib dicatat,

disertai dengan alasan-alasannya, dan ditandatangani oleh nahkoda.


8

d. Peraturan 2.2 - Upah

Setiap negara anggota wajib memastikan bahwa awak kapal dibayar atas jasa

meraka. Semua awak kapal wajib dibayar atas pekerjaan mereka secara teratur

dan penuh sesuai dengan perjanjian kerja meraka.

e. Standar A2.2 - Upah

1) Setiap warga negara anggota wajib mensyaratkan pembayaran-pembayaran

yang terkait dengan pekerjaan awak kapal yang bekerja dilakukan tidak

lebih lama dari pada jangka waktu satu bulan dan sesuai dengan perjanjian

kerja bersama yang berlaku

2) awak kapal wajib diberikan rekening pembayaran bulanan dan sejumlah

uang yang dibayarkan, termasuk upah, pembayaran tambahan dan nilai

tukar yang digunakan di mana pembayaran tersebut telah dilakukan dengan

suatu mata uang atau dari suatu nilai tukar yang berbeda dari nilai tukar

yang disepakati.

3) Setiap Negara Anggota wajib mensyaratkan bahwa pemilik kapal

mengambil kebijakan, untuk menyediakan awak kapal sarana mengirimkan

seluruh atau sebagian dari pada pendapatan mereka kepada keluarga atau

yang menjadi tanggungannya atau penerima sah.

f. Pedoman B2.2 – Upah

Bagi awak kapal yang memiliki pendapatan meliputi kompensasi yang terpisah

atas kerja lembur:

1) untuk tujuan penghitungan upah, jam kerja normal di laut dan di

pelabuhan tidak boleh melebihi delapan jam per hari;

2) untuk tujuan penghitungan lembur, jumlah jam kerja normal per minggu

yang dicakup oleh gaji pokok atau upah pokok wajib ditetapkan oleh

hukum atau peraturan nasional, apabila tidak ditetapkan dalam perjanjian


9

kerja bersama, tetapi wajib tidak melebihi 48 jam per minggu; perjanjian

kerja bersama dapat memberikan perbedaan tetapi tidak kurang dari

perlakuan yang menguntungkan;

3) tingkat kompensasi untuk lembur, yang tidak boleh kurang dari satu

seperempat kali gaji pokok atau upah pokok per jam, harus ditetapkan oleh

hukum atau peraturan nasional atau oleh perjanjian kerja bersama, apabila

dapat diterapkan; dan

4) catatan seluruh kerja lembur wajib disimpan oleh nakhoda, atau seseorang

yang ditunjuk oleh nakhoda tersebut, dan disetujui oleh awak kapal dan

tidak lebih dari jangka waktu satu bulan.

2. Sejarah Maritime Labour Convention (MLC)

Maritime Labour Convention (MLC) 2006 adalah perjanjian internasional

yang dibentuk pada tanggal 7 Februari 2006 di Jenewa, Swiss. Konvensi ini dari

Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) yang menyadari bahwa pelaut

memiliki hak yang sama seperti pekerja disektor lain. Dengan adanya konvensi

tersebut merupakan awal di bukanya lembaran baru akan hak-hak pekerja yang

bekerja pada sektor kelautan dan persaingan yang adil bagi para pemilik kapal

dalam industri perkapalan global. Maritime Labour Convention ini sangat detail

mengatur bagaimana seharusnya hubungan antara pekerja dalam sebuah kapal

dengan pengusaha kapal tersebut, apa hak dan kewajiban masing-masing pihak

dengan tujuan terjadi sinergi yang baik dalam proses bisnis. Maritime Labour

Convention lebih memperhatikan perjanjian kerjasama, apa kewajiban sebuah

perusahaan agency, masa kerja, K3 serta kejelasan terhadap standard operational

prosedur kerja yang jelas dan terarah.


10

Maritime Labour Convention berusaha mewujudkan semua konvensi

buruh maritim global yang ada dan terekomendasi. Konvensi ini berkaitan

dengan semua kapal yang dioperasikan secara komersial dari 500 GT atau

lebih yang mengatasnamakan salah satu negara dengan ratifikasi efektif.

Kapal-kapal akan diminta harus sesuai dengan konvensi, termasuk bidangbidang

seperti usia minimum, perjanjian kerja pelaut, jam kerja atau istirahat,

pembayaran upah, layanan perawatan medis, penggunaan perekrutan swasta

berlisensi dan layanan penempatan, akomodasi, makanan dan perlindungan

katering, kesehatan dan keselamatan dan pencegahan kecelakaan. Maritime

Labour Convention merupakan kemajuan yang signifikan dalam kampanye

serikat buruh global untuk meningkatkan hak-hak tenaga kerja dan standar

tenaga kerja pelaut. Ini adalah dasar yang benar dalam pelayaran

internasional, yang menambahkan dasar hak buruh untuk standar yang ada

(standar keselamatan dan keamanan). Selanjutnya ada Konvensi

Internasional tentang Standar pelatihan, Sertifikasi dan Pengawasan untuk

pelaut, dan konvensi Internasional untuk Pencegahan Pencemaran di laut.

Federasi Buruh Transport Internasional telah menyetujui berlakunya

Konvensi Buruh Maritim 2006, FTI mengakui Maritime Labour Convention

sebagai pelopor Undang-Undang yang melindungi hak bagi mereka yang

bekerja di laut dan berkomitmen untuk memantau dan membantu pelaksanaan

dan mengajak lebih banyak negara untuk meratifikasinya. Internasional

Maritime Organization (ILO) tidak memiliki kapasitas untuk membuat

instrumen hukum yang komprehensif tentang perlindungan terhadap para

pelaut, sehingga ILO membuat Maritime Labour Convention 2006 ini sebagai

instrumen hukum internasional. Diterimanya Maritime Labour Convention


11

2006 tersebut juga menjadi inspirator disahkannya tema Hari Maritim

Sedunia (World Maritime Day) pada sidang Dewan Internasional Maritime

Organization tahun 2009 bahwa pada tahun 2010 dicanangkan sebagai tahun

untuk pelaut (Year of Seafarers).

3. Maritime Labour Convention Sebagai Hukum Maritim Internasional

Hukum maritim adalah himpunan peraturan-peraturan termasuk perintahperintah

dan larangan-larangan yang bersangkut paut dengan lingkungan

maritim dalam arti luas yang mengurus tata tertib dalam masyarakat maritim dan

oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu. Tujuan hukum maritim antara

lain : Menjaga kepentingan tiap-tiap menusia dalam masyarakat maritim, supaya

kepentingannya tidak dapat diganggu, dan Setiap kasus yang menyangkut

kemaritiman diselesaikan berdasarkan hukum maritim yang berlaku. Maritime

Labour Convention mengakui bahwa pelaut adalah pekerja sebagaimana dengan

pekerja lainnya. Dengan konvensi ini ada hukum baru bagi perlindungan kondisi

kerja pelaut.

Maritime Labour Convention 2006 merupakan pilar keempat dalam hukum

maritim internasional setelah SOLAS 1974, MARPOL 1973/1978 dan STCW

1978. Maritime Labour Convention 2006 ini sebagai pilar yang ke 4 di sektor

maritim, melengkapi 3 pilar utama instrumen hukum IMO yang telah ada

sebelumnya yaitu untuk meningkatkan keselamatan maritim, keamanan maritim

dan pencegahan pencemaran lingkungan maritim, dan Internasional Maritime

Organization telah membuat instrumen yang cukup ketat (stringent) melalui 3

instrumen yaitu SOLAS, MARPOL dan STCW tersebut. Ketentuan Dalam

Maritime Labour Convention Dalam konvensi Maritime Labour Convention

terdapat 5 Peraturan-peraturan yang ditetapkan konvensi ini mengenai hak-hak


12

dasar dan hak normatif pelaut, yaitu :

a. Persyaratan minimum bagi pelaut untuk bekerja di kapal.

b. Kondisi kerja.

c. Akomodasi, fasilitas rekreasi, makanan dan catering.

d. Kesehatan perlindungan, kesejahteraan dan jaminan sosial.

e. Penerapan dan pelaksanaan.

Penerapan Maritime Labour Convention (MLC) Konvensi Pekerja

Maritim (Maritime Labour Convention 2006) berlaku bagi semua pelaut,

baik yang bekerja didalam negeri maupun luar negeri. Namun tidak semua

negara sudah menerapkan konvensi ini. Pada tahun 2015 kapal-kapal yang

berada di bawah bendera Indonesia belum menerapkan Maritime Labour

Convention padahal konvensi ini akan banyak memberikan perlindungan bagi

pelaut jika suatu negara yang telah meratifikasi konvensi tersebut, negara

yang menerapkan konvensi ini pemerintahnya secara formal telah membuat

komitmen untuk menerapkan seluruh kewajiban yang ditetapkan dalam

konvensi tersebut. Setiap negara bendera kapal punya hak untuk menentukan

sendiri bagaimana memenuhi Maritime Labour Convention sehingga

kondisinya akan berbeda dari satu negara bendera ke negara bendera kapal

yang lain. Ini diperbolehkan sepanjang hal-hal yang diminta oleh konvensi

terpenuhi dan kapal tersebut mematuhi standar negara benderanya, yang

harus dijelaskan dalam Declaration of Maritime Labour Compliance

(DMLC). Aturan Declaration of Maritime Labour Compliance setiap kapal

berbobot lebih dari 500 GT yang beroperasi di perairan internasional antar

pelabuhan di negara yang berbeda, harus memiliki sertifikat buruh maritim.


13

Sertifikat tersebut untuk mengkonfirmasi bahwa kapal tersebut telah

memenuhi ketentuan Konvensi. Maritime Labour Certificate dan

Declaration of Maritime Labour Compliance harus dikeluarkan oleh negara

bendera kapal dan dokumen-dokumen tersebut harus berada di atas kapal

pada saat diperiksa dinegara tempat singgahnya kapal.

4. Dasar-dasar Aturan Dalam Maritime Labour Convention

Dalam Maritime Labour Convention terdapat 5 pokok aturan didalamnya

berikut 5 pokok aturan yang terdapat dalam Maritime Labour Convention

https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public@ed_norm/.@normes/documents

/normativeinstrument/wcms_090250.pdf ( Diakses pada April 2019 )

a. Persyaratan Minimum untuk Pelaut berkerja di atas Kapal

1) Usia Minimum Pelaut

Tujuan ditetapkannya usia minimum pelaut agar bisa memastikan

bahwa tidak ada orang di bawah umur yang bekerja di kapal.

2) Sertifikat Kesehatan

Dengan sertifikat kesehatan ini dapat memastikan bahwa semua

pelaut secara medis layak untuk menjalankan tugasnya di laut.

3) Pelatihan dan Kualifikasi

Dengan diadakannya pelatihan dapat memastikan pelaut dilatih

dan memenuhi syarat untuk melaksanakannya tugas mereka di kapal.

4) Perekrutan dan Penempatan

Peraturan ini memastikan pelaut memiliki akses yang efisien dan

diatur dengan baik dengan sistem perekrutan dan penempatan pelaut.

b. Kondisi Kerja

1) Perjanjian Kerja Pelaut


14

Semua pelaut harus memiliki perjanjian kerja pelaut agar dapat

memastikan bahwa pelaut memiliki perjanjian kerja yang adil.

2) Upah

Peraturan ini bertujuan untuk memastikan pelaut dibayar untuk

layanan mereka.

3) Jam Kerja dan Jam Istirahat

Peraturan ini sangat penting bagi semua pelaut untuk memastikan

bahwa pelaut telah mengatur jam kerja atau jam istirahat.

4) Hak untuk Cuti

Setiap pelaut memiliki hak untuk cuti dari karena itu peraturan ini

dibuat untuk memastikan bahwa pelaut memiliki cuti yang cukup.

5) Repatriasi

Repatriasi atau pemulangan diperberlakukan karena setiap pelaut

punya hak untuk pulang peraturan ini memastikan pelaut bisa kembali

ke rumah.

6) Kompensasi Pelaut yang mengalami Kehilangan Kapal

Setiap pelaut harus diberi kompensasi saat kehilangan kapal

peraturan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pelaut diberi

kompensasi saat kapal hilang atau telah kandas.

7) Manning Level

Manning level, maksud dari manning level ialah setiap kapal harus

memiliki jumlah pelaut yang cukup jadi peraturan ini memastikan

pelaut bekerja di kapal dengan personil yang cukup untuk operasi kapal

yang aman, efisien dan terjamin.


15

8) Pengembangan dan Peluang Karir dan Keterampilan Pelaut

Peraturan ini bertujuan untuk mempromosikan pengembangan

karir dan keterampilan dan kesempatan kerja para pelaut.

c. Akomodasi, Fasilitas Rekreasi, Makanan dan Catering

1) Akomodasi dan Fasilitas Rekreasi

Akomodasi merupakan akomodasi ruangan dan pelayanan lainnya

yang diberikan kepada pelaut yang bekerja di kapal berbendera. Dengan

diratifikasinya Maritime Labour Convention pemilik kapal

berkewajiban untuk menyediakan ruangan laundry, ruang komunal

pekerja, ruang kantor, mosquito infested port, akomodasi ruang sosial

serta melakukan inspeksi kapal internal secara rutin untuk menjaga

kebersihan, keselamatan dan keamanan akomodasi yang ada. Berbeda

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 yang hanya

menyediakan ruang tidur, ruang santai, ruang makan dan pantry, ruang

sanitasi dan ruang kesehatan.

2) Makanan dan Catering

Dibuatnya peraturan ini bertujuan untuk memastikan pelaut

memiliki akses terhadap makanan dan air minum berkualitas yang

disediakan dalam kondisi higienis, serta wajib dikelola oleh staf

katering dan koki pelat terlatih yang memiliki keahlian dalam memasak

makanan praktis, menjaga kebersihan pribadi, memiliki kemampuan

mengelola stok makanan dan bertanggung jawab atas perlindungan

lingkungan, kesehatan dan keamanan katering. Kemudian, Port State

Control wajib untuk mengecek persediaan makanan dan minuman

kapal sebelum berlayar, mengecek ruangan dan alat makan layak pakai,


16

termasuk keadaan dapur dan peralatan dalam pelayanan makanan.

Maritime Labour Convention 2006 juga memberlakukan larangan bagi

koki pelaut muda di bawah 18 tahun, untuk mencegah kelalaian

terhadap pelaut yang belum berpengalaman.

d. Perlindungan Kesehatan, Perawatan Medis, Kesejahteraan, dan

Perlindungan Keamanan Sosial

1) Perawatan Medis di Kapal dan Darat

Setiap manusia mempunyai hak mendapatkan perawatan medis

termasuk juga dengan pelaut dibuatnya aturan ini bertujuan untuk

melindungi kesehatan pelaut dan memastikan akses cepat mereka untuk

perawatan medis di kapal dan darat.

2) Kewajiban Pemilik Kapal

Peraturan ini bertujuan untuk memastikan pelaut asuransikan dari

sakit, luka atau kematian yang terjadi sehubungan dengan pekerjaan

mereka.

3) Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan dan Pencegahan Kecelakaan

Setiap pelaut harus mendapatkan keselamatan kerja dengan aturan

ini memastikan bahwa lingkungan kerja pelaut di kapal menjaga

keselamatan dan kesehatan kerja.

4) Akses Fasilitas Kesejahteraan di Darat

Semua pelaut harus memiliki fasilitas kesehatan termasuk fasilitas

kesehatan di darat dengan aturan ini dapat memastikan bahwa pelaut

yang bekerja di kapal memiliki akses fasilitas dan layanan yang

berbasis di darat untuk menjamin kesehatan dan kesejahteraan mereka.


17

5) Jaminan Sosial

Adanya peraturan ini dapat memastikan bahwa pelaut memiliki jaminan

perlindungan sosial.

3. Kepatuhan dan Penegakan

1) Tanggung Jawab Negara

Memastikan bahwa setiap anggota melaksanakan tanggung

jawabnya berdasarkan Konvensi ini.

2) Tanggung Jawab Negara Pelabuhan

Memungkinkan setiap anggota untuk melaksanakan tanggung

jawabnya berdasarkan konvensi ini mengenai kerja sama internasional

dalam pelaksanaan dan penegakan standar konvensi di kapal asing.

3) Tanggung Jawab Penyediaan Tenaga Kerja

Memastikan bahwa setiap anggota melaksanakan tanggung

jawabnya berdasarkan konvensi ini berkaitan dengan perekrutan pelaut

dan penempatan dan perlindungan sosial pelautnya.

e. Hak Dan Kesejahteraan Maritime Labour Convention (MLC)

Hak bekerja merupakan amanat konstitusi sebagaimana tercantum dalam

Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945 yang secara tegas menyatakan, bahwa

“tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak

bagi kemanusiaan”. Ketentuan tersebut mengandung makna bahwa setiap

warga negara berhak untuk mendapatkan pekerjaan sesuai keahlian dan

keterampilan mereka, serta memperoleh imbalan untuk keperluan hidup yang

layak. Hak bekerja termasuk inti dari pemenuhan hak asasi manusia.


18

Hak asasi manusia merupakan hak fundamental yang terdiri dari 3 (tiga)

pokok, yaitu :

1) Hak untuk hidup

2) Hak katas kebebasan

3) Hak untuk memiliki

Bekerja merupakan tujuan dari pemenuhan kebutuhan untuk kondisi hidup

yang layak. Hak bekerja juga dikaitkan dengan hak atas kebebasan seperti

bebas dari perbudakan dan praktek-praktek serupa, bebas dari kerja paksa dan

kerja wajib ( sebagaimana dimaksud dalam Konvensi International Labour

Organization Nomor 29 tentang Kerja Paksa, hak atas layanan kerja yang bebas

yakni menyangkut hak terhadap akses informasi yang bebas dan pendampingan

dan bantuan dari para pencari kerja untuk mendapatkan pekerjaan yang layak,

hak untuk bekerja, hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dalam

pekerjaan, hak perlindungan terhadap pengangguran ). Selanjutnya, hak untuk

memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh pekerjaan.

Pemerintah dalam hal ini bertanggung jawab untuk melindungi hak- hak

individu maupun kelompok, hukum hak-hak dasar atas pekerjaan dapat

ditemukan dalam peraturan perundang-undangan nasional dan internasional.

Untuk memudahkan memahami substansi, pemetaan berikut secara rinci

mengemukakan Pasal-Pasal dan penjelasan yang merujuk pada peraturan

nasional dan internasional terkait hak-hak dasar bekerja pelaut.


19

E. Kerangka Penelitian

Implementasi Maritime Labour Convention di atas kapal, dalam hal ini para

awak kapal banyak yang masih belum memahami sepenuhnya tentang aturanaturan

maritime labour convention yan dapat mengakibatkan banyak crew

yang seharusnya mengetahui standarisasi yang seharusnya dia dapatkan dari

perusahaan dan diatas kapal. Dalam hal ini penulis tertarik untuk meneliti

bagaimana cara meningkatkan kesejahteraan pelaut menurut hasil obeservasi

dengan crew diatas kapal. dan bagaimana implementasi maritime labour

convention diatas kapal, yang mana nantinya di harapakan crew dapat selektif

memilih perusahaan yang menerapkan aturan-aturan maritime labour

convention 2006.


20

Kerangka Penelitian

Penerapan Maritime Labour Convention

(MLC) di Atas Kapal

Kurangnya kesadaran awak kapal untuk

menerapkan aturan MLC 2006

Peraturan-Peraturan yang terdapat dalam

Maritime Labour Convention (MLC)

1. Bagaimana cara meningkatkan kesejahteraan pelaut sesuai MLC 2006 ?

2. Bagaimana Penerapan MLC (Maritime Labour Convention) diatas kapal ?

Analisis Data :

Maritime Labour Convention 2006

1. Maritime Labour Convention (MLC) sebagian terapkan dengan

baik sesuai prosedurnya diatas kapal

2. Kurang terjaminnya kesejahteraan awak kapal

Meningkatkan kesejahteraan pelaut sesuai

prosedur Maritime Labour Convention 2006 di

kapal SV. Kittiwake


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian kualitatif adalah riset yang bersifat deskriptif dan cenderung

menggunakan pendekatan induktif. Proses dan makna (perspektif subyek) lebih

ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Sesuai dengan pengertian tersebut kami

menganalisis data dengan menggunakan pendekatan induktif. Selain itu kami

juga memberikan data-data yang sesuai dengan landasan teori yang kami

gunakan. Sehingga penelitian kami dapat menjadi penelitian yang benar dan

tepat.

Metode ini peniliti dapat memahami dan mengungkapkan tentang masalah

yang peniliti tulis, dan juga metode kualitatif ini peniliti dapat melakukan

interview dengan objek yang peniliti tulis. Dapat dipahami bahwa menganalisa

deskriptif kualitatif adalah memberikan prediket pada variabel yang diteliti

sesuai dengan kondisi sebenarnya (Koentjaraningrat, 1993:89). Maksudnya

adalah untuk memperoleh gambaran yang sebenarnya antara keserasian teori dan

praktek.

Dalam menganalisis dan mendeskripsikan mengenaianalisa penerapan

Maritime Labour Convention di atas kapal untuk kesejahteraan para pelaut.

Penelitian menggunakan landasan teori sebagai pemandu agar fokus penelitian

sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk

memberikan gambaran umum tentang latar penelitian serta bahan pembahasan

hasil penelitian.

21


22

B. Lokasi & Waktu Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan saat di atas kapal SV. Kittiwake ketika penulis

melaksanakan praktek laut mulai tanggal 7 September 2019 sampai dengan

12 September 2020

2. Tempat Penelitian

Untuk penerapan ilmu pengetahuan yang diperoleh di Politeknik Pelayaran

Surabaya, disamping itu juga taruna di wajibkan praktek laut di atas kapal

SV Kittiwake

C. Sumber Data

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data yang bersifat kualitatif

yang mana berdasarkan kualitas dari suatu fenomena. Sumber data dalam

penelitian dibedakan menjadi 2, yaitu sumber dara primer dan sumber data

sekunder (Sugiyono,2015). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah data primer dan data sekunder.

1. Sumber data

a. Data Primer

Pengertian data primer menurut Sugiyono (2015) adalah sumber data

yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data primer di

peroleh dari hasil wawancara dengan crew pada saat praktek laut di

laksanakan. Diharapkan dari sumber tersebut dapat mengetahui manfaat

penerapan Maritime Labour Convention di atas kapal.

b. Data Sekunder

Menurut Sugiyono (2015) data sekunder adalah sumber data yang tidak

langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang


23

lain atau lewat dokumen. Data penelitian sekunder yang diperoleh penulis

adalah melalui catatan log book, catatan perwira kapal atau hasil survey

yang diperoleh dari hasil observasi diatas kapal.

Dalam penyampaian hasil penelitian ke dalam sebuah tulisan tentunya

harus disusun secara sistematis sesuai dengan tujuan penelitian. Masing -

masing bagian dari tulisan tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain.

Oleh sebab itu sangat dibutuhkan data - data yang akurat. Untuk

memperoleh data -data tersebut secara akurat dan bisa dijamin tingkat

validitasnya, maka diperlukan beberapa metode pengumpulan data.

Metode pengumpulan data ada beberapa macam tergantung dari

bagaimana penyampaian hasil penelitian tersebut nantinya.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan peneliti untuk

mendapatkan data dalam suatu penelitian. Maka data yang diperoleh haruslah

mendalam, jelas dan spesifik. Selanjutnya dijelaskan oleh Saritra (2008:213)

cara-cara yang dapat digunakan oleh peniliti untuk mengumpulkan data.

Untuk memperoleh data dilapangan yang sesuai dengan masalah yang akan

diteliti maka peniliti menggunakan teknik sebagai berikut :

a. Metode Observasi

Observasi Menurut Sugiyono (2015:204) merupakan kegiatan

pemuatan penelitian terhadap suatu objek. Observasi pengumpulan data

yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan.

Untuk memperoleh data yang autentik dalam pengumpulan data tentang

penerapan Maritime Labour Convention (MLC) di atas kapal.

Pengumpulan data dengan angket ini peniliti mengajukan daftar


24

pertanyaan secara tertulis kepada responden, dimana jawabannya sudah

disediakan.

b. Dokumentasi

Dokumentasi menurut Sugiyono (2015: 329) adalah suatu cara yang

digunakan untuk memperoleh data dan informasi dalam bentuk buku,

arsip, dokumen, tulisan angka dan gambar yang berupa laporan serta

keterangan yang dapat mendukung penelitian. Dokumentasi digunakan

untuk mengumpulkan data kemudian di telaah.

c. Wawancara

Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan jalan

mengadakan komunikasi dengan sumber data. Komunikasi tersebut

dilakukan dengan dialog (Tanya jawab) secara lisan, baik langsung maupun

tidak langsung (Djumhur dan Surya, 1985).

E. Teknik Pengambilan Sampel

Dalam pengolahan data peniliti akan memahami dan menganalisis dengan

deskriptif kualitatif yang memberikan prediket pada variabel yang diteliti sesuai

dengan kondisi yang sebenarnya, hasil ini akan diperoleh dari pelaksanaan

observasi dan wawancara dianalisis dengan uraian dan penjelasan narasi.

Adapun tahap-tahap analisis data yang peniliti gunakan terdiri dari :

a. Seleksi data, yaitu menyeleksi data yang sudah terkumpul, apakah sudah

terjawab masalah penelitian yang akan disajikan atau belum.

b. Klasifikasi data yaitu mengklasifikasikan data yang telah terkumpul sesuai

dengan masalah yang telah ditetapkan.

c. Menarik kesimpulan yaitu menarik kesimpulan dari data yang ditulis.


25

F. Teknik Analisis Data

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan lebih banyak bersifat

uraian dari hasil wawancara dan studi dokumentasi. Data yang telah diperoleh

akan dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk deskriptif.

Menurut Sugiyono (2017:207) kegiatan dalam analisis data adalah

mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi

data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap

variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan

masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah

diajukan

Prinsip pokok penelitian kualitatif adalah menemukan teori dari

data.Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh Basuki

Cahyadi (2003:71), yaitu sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data (Data Collection)

Pengumpulan data merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data.

Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan wawancara dan studi dokumentasi.

2. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatancatatan

tertulis di lapangan. Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data

dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat

gugus-gugus, menulis memo dan sebagainya dengan maksud menyisihkan

data/informasi yang tidak relevan.


26

3. Display Data

Display data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif.

Penyajiannya juga dapat berbentuk matrik, diagram, tabel dan bagan.

Berdasarkan keterangan di atas, maka setiap tahap dalam proses tersebut

dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data dengan menelaah seluruh

data yang ada dari berbagai sumber yang telah didapat dari lapangan dan

dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya melalui

metode wawancara yang didukung dengan studi dokumentasi.


DAFTAR PUSTAKA

Adela, N.F. Perlindungan Pelaut Indonesia Di Luar Negeri Melalui Ratifikasi Maritime

Labour Convention 2006, (2018) Vol. 1 No. 2 Jurist-Diction.

Cahyadi,B. (2003). Teknik Analisis Data. Bandung: ALFABETA

International Labour Organization, Handbook Guidance on implementing the Maritime

Labour Convention 2006 Model National Provisions (2012).

I. Djumhur dan Surya,M. (1985). Teknik Wawancara, Menurut Catatan Selvi, Jakarta: PT.

Sekar

Kepri, P. (2018). https://ppi.or.id/hak-gaji-asuransi-dan-santuan-kematian-pelaut-takdibayar-ppi-kepri-gugat-perusahaan-pelayaran-di-phi-tanjung-pinang/.

Dipetik

06 20, 2019

Koentjaraningrat. (1993). Deskriptif Kualitatif. Bandung: ALFABETA

Maritime Labour Convention, 2006. PDF e-book.

https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilojakarta/documents/legaldocument/wcms_616425.pdf

Diakses pada tanggal 12 april

2021

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.

Bandung: ALFABETA

Sugiyono. (2017). Analisis Data. Bandung: ALFABETA

Saritra. (2008). Teknik Pengumpulan Data. Bandung: Mandar Maju

Supriyono, C.H.(2013). Dipetik 05 22, 2019, dari

https://infokapal.wordpress.com/2013/05/15/sekilas-maritime-labour-convention-

2006-mlc-2006/.Koentjaraningrat. (1993). Deskriptif Kualitatif. Deskriptif

Kualitatif,

Satya, K. (1989). Teknik Obervasi . Bandung: ALFABETA

http://ilo.org/global/standards/maritime-labour-convention/lang--en/index.htm.

https://www.ilo.org/global/about-the-ilo/newsroom/news/WCMS_650599/lang--

en/index.htm. Dipetik 10 02, 2021

https://internasional.kompas.com/read/2009/02/10/14270694/gaji.6.pelaut.wni.tak.dibay

ar.di.malaysia. (2009, 02 10). Dipetik 05 05, 2019

https://www.antaranews.com/berita/126558/pelayaran-malaysia-tidak-bayar-gajipuluhan-abk-indonesia.

(2008, 12 10). Dipetik 05 05, 2019

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!