Buku Pegangan Konselor - Komunitas AIDS Indonesia
Buku Pegangan Konselor - Komunitas AIDS Indonesia
Buku Pegangan Konselor - Komunitas AIDS Indonesia
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
<strong>Buku</strong> <strong>Pegangan</strong> <strong>Konselor</strong><br />
HIV / <strong>AIDS</strong> Testing HIV<br />
penekanan yang lebih besar pada keluarga dan masyarakat daripada individu,<br />
dan di mana tidak ada pelayanan, LSM atau bentuk-bentuk dukungan yang lain.<br />
Di beberapa tempat ada pula masalah-masalah di mana orang-orang yang tahu<br />
status HIVnya menginfeksi pasangannya karena mereka menolak<br />
menggunakan kondom. Oleh karena itu, beberapa petugas kesehatan merasa<br />
frustrasi oleh keharusan menjaga kerahasiaan secara ketat.<br />
Untuk alasan-alasan tersebut, program-program di beberapa negara Asia dan<br />
Afrika menawarkan bentuk kerahasiaan yang lebih sesuai dengan budaya<br />
setempat. Hal ini meliputi ‘kerahasiaan yang dibagi’, menggunakan konselor<br />
‘awam’ (orang yang telah dipercaya, yang telah dilatih dalam hal konseling)<br />
daripada konselor profesional, konseling dan testing pasangan, dan konseling<br />
kelompok serta pendidikan masyarakat untuk menghilangkan stigma terhadap<br />
HIV dan <strong>AIDS</strong>.<br />
Kerahasiaan yang dibagi. Kerahasiaan yang dibagi maksudnya meminta<br />
seseorang untuk menentukan orang yang dia percayai dan memberi tahu status<br />
HIVnya kepada orang tersebut, misalnya: dokternya, petugas kesehatan,<br />
pasangan, teman dekat atau anggota keluarga, atau penyembuh tradisional.<br />
Membagi kerahasiaan tidak berarti bahwa kerahasiaan itu tidak penting dan<br />
keputusan untuk membuka status HIV harus tetap dikendalikan oleh orang<br />
dengan HIV itu sendiri.<br />
Namun demikian, memutuskan apakah memberi tahu pasangan atau tidak<br />
dapat menjadi hal yang sulit bagi beberapa orang. Mereka mungkin lebih suka<br />
memberi tahu seorang teman dekat atau anggota keluarga, atau membagi<br />
berita tentang status HIVnya dengan pasangannya melalui seorang mediator<br />
seperti seorang teman atau keluarga. Alasan untuk tidak mau memberi tahu<br />
pasangan mungkin termasuk ketakutan atau tabu tentang diskusi masalahmasalah<br />
seksual. Jika seseorang berada dalam hubungan yang stabil, konselor<br />
dapat memperkenalkan ide-ide tentang ‘kerahasiaan yang dibagi’ selama<br />
konseling pretes.<br />
Beberapa orang mungkin juga menolak untuk memberi tahu keluarganya bahwa<br />
mereka terinfeksi HIV. Hal ini biasanya disebabkan oleh ketakutan untuk ditolak,<br />
meskipun ketakutan ini sering terlalu berlebihan dan konseling dapat membantu<br />
mereka untuk menilai situasi dengan lebih realistis. Jika seseorang masih<br />
menolak untuk memberitahu anggota keluarga, konselor dapat mengan-jurkan<br />
dia untuk memikirkan orang lain yang dapat mereka percayai.<br />
Jika orang itu masih menolak memberi tahu orang lain tentang status HIVnya<br />
setelah konseling postes, konselor dapat memberikan sesi konseling tambahan<br />
sampai orang tersebut siap untuk membagi kerahasiaannya. Hal ini dapat<br />
memakan waktu bulanan. <strong>Konselor</strong> tidak boleh memberikan te-kanan pada klien<br />
untuk membuka statusnya.<br />
Beberapa petugas kesehatan mengatakan bahwa mereka menemukan<br />
kesulitan untuk menerima konsep kerahasiaan, misalnya jika seseorang yang<br />
67