11.01.2013 Views

Republik Ceko Buka Peluang - ScraperOne

Republik Ceko Buka Peluang - ScraperOne

Republik Ceko Buka Peluang - ScraperOne

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Hal09(2521)opijims 1/1/70 10:42 AM Page 9<br />

SEPUTAR INDONESIA<br />

RABU 13 JUNI 2012<br />

SUARA MAHASISWA<br />

Cost and Benefit<br />

Keberadaan Wamen<br />

AZIZON<br />

Mahasiswa Fakultas<br />

Ekonomi Universitas<br />

Indonesia, Peserta<br />

Universitas Indonesia<br />

Student Development<br />

Program (UISDP) 2011<br />

“Besar pasak daripada tiang”. Itulah salah<br />

satu pepatah yang sangat cocok untuk<br />

menjadi dasar analisis dalam mengambil<br />

keputusan tentang kehadiran wakil menteri<br />

(wamen) yang banyak menjadi perdebatan<br />

saat ini.<br />

Nah,di sini bisa kita lihat bahwa terjadi<br />

pro-kontra kehadiran wamen ini bisa<br />

dikaitkan dengan pepatah ini. Namun,<br />

bukan berarti di sini secara serta-merta<br />

kita menganggap bahwa kehadiran wamen<br />

itu ibaratkan pepatah di atas.Tapi,pepatah<br />

ini kita jadikan sebagai parameter<br />

untuk menentukan perlukah wamen itu.<br />

Bagi kalangan yang kontra dengan<br />

kehadiran wamen menganggap bahwa kehadiran mereka tidak<br />

berguna,hanya menambah pengeluaran negara.Sebaliknya,bagi<br />

orang-orang yang pro (pemerintah), beranggapan bahwa<br />

kehadiran wamen itu sangat membantu dalam menjalankan tugas<br />

menteri.<br />

Sebagai warga negara yang bijak seharusnya kita harus<br />

bersikap bijak juga.Jangan mengecap segala sesuatu itu sebelum<br />

kita bisa menilai hal tersebut secara mutlak dan menyeluruh.<br />

Dalam teorinya segala sesuatu yang ingin didapatkan itu tidak<br />

akan bisa diraih hanya dengan berdiam diri tanpa mengorbankan<br />

apa pun.<br />

Anggaran atau dana yang mencapai miliaran rupiah,tambahan<br />

fasilitas yang diperlukan ini adalah “cost”yang dikeluarkan untuk<br />

menghadirkan wamen dalam kabinet,dan keringanan kerja serta<br />

peningkatan kualitas kementrian itulah yang disebut “benefit”.<br />

Nah, dalam realita yang kita temui saat ini berapa besarnya “cost”<br />

yang dikeluarkan itu belum diketahui secara pasti dan “benefit”<br />

yang diperoleh dari adanya menteri juga belum kita rasakan<br />

secara menyeluruh.<br />

Jikalau seandainya “cost” yang dikeluarkan itu lebih besar<br />

daripada “benefit” yang didapatkan atau sesuai kata pepatah di<br />

atas: “besar pasak daripada tiang”,sebagai seorang yang rasional<br />

tentu negara ini tidak usah mengangkat yang namanya wamen.<br />

Namun, seperti yang telah dijelaskan di atas, belum ada<br />

pengukuran secara pasti yang menyebutkan berapa biaya yang dikeluarkan<br />

dan keuntungan yang didapatkan. Dengan begitu,<br />

tentulah tidak bijak sekali jikalau kita terlebih dahulu menghukum<br />

bahwa kehadiran wamen itu tidak ada gunanya.Perlu langkah<br />

lebih lanjut untuk menganalisis ini secara lebih mendalam agar<br />

didapatkan keputusan yang benar-benar tepat.<br />

Kita tidak menginginkan pemborosan negara di tengah<br />

banyaknya problema bangsa yang membutuhkan dana untuk<br />

menyelesaikannya. Kita juga tidak ingin satu langkah lebih maju<br />

menuju perbaikan terhenti karena pikiran negatif yang kita<br />

punya. Mari menjadi warga negara yang bijak dan dingin dalam<br />

menyelesaikan sesuatu.●<br />

Preseden Buruk<br />

Pengangkatan Wamen<br />

AGUS PRIYONO<br />

Mahasiswa Program<br />

Diploma III Keuangan<br />

Spesialisasi Akuntansi,<br />

Sekolah Tinggi<br />

Akuntansi Negara<br />

(STAN)<br />

Jika dilihat dari segi kepentingan, mengangkat<br />

wakil menteri (wamen) guna membantu<br />

penyelesaian tugas kementerian<br />

adalah salah satu hal yang perlu dilakukan.<br />

Mengingat banyaknya tugas berat<br />

kementrian yang harus dipikul menteri<br />

dengan tuntutan hasil kinerja yang baik,<br />

pengangkatan wakil menteri diharapkan<br />

dapat meningkatkan kinerja kementerian<br />

dengan adanya pembagian tugas.<br />

Di sisi lain,jika ditinjau dari segi biaya,<br />

pengangkatan wamen memang terlihat<br />

membebani jumlah APBN dilihat dari<br />

pengadaan hak keuangan serta fasilitasfasilitas<br />

yang harus disediakan guna<br />

mencukupi kebutuhannya.Walaupun wamen diberikan hak di<br />

bawah hak keuangan dan fasilitas-fasilitas menteri, tidak dapat<br />

dipungkiri penyediaan hak dan fasilitas baru memerlukan biaya<br />

yang tidak bisa dibilang murah. Apalagi mengingat keadaan<br />

ekonomi negara yang baru saja sedikit mereda setelah ada perdebatan<br />

pembengkakan anggaran akibat subsidi BBM.Apakah dengan<br />

pengangkatan wamen juga akan menimbulkan perdebatan<br />

pembengkakan anggaran pada periode selanjutnya?<br />

Menurut saya,berbagi tugas-tugas dalam kementerian yang dianggap<br />

berat adalah salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan<br />

hasil kinerja.Tetapi ada baiknya jika berbagai tugas-tugas<br />

yang tidak dapat dilaksanakan oleh menteri dan seharusnya<br />

dilimpahkan kepada wamen dapat dilimpahkan kepada pejabatpejabat<br />

dalam kementerian yang sebelumnya membantu tugas<br />

menteri. Pejabat-pejabat eselon I yang mempunyai tugas membantu<br />

menteri seharusnya dapat lebih dimainkan perannya dalam<br />

menjalankan tugas kementerian seperti sekjen dan dirjen dalam<br />

kementerian terkait.<br />

Seharusnya, sang sutradara lebih mengutamakan segi<br />

kualitas aktor-aktor yang dipilih menjadi menteri dan lebih<br />

memainkan peran krunya ketimbang mencari aktor tambahan<br />

baru, yang seharusnya perannya masih sanggup dimainkan<br />

tanpa tambahan baru. Mengingat dalam segi kuantitas, penambahan<br />

wamen secara spontan akan memengaruhi biaya-biaya<br />

baik berhubungan dengan hak keuangan, fasilitas, biaya operasional,<br />

maupun biaya umum lain. Seharusnya biaya-biaya ini<br />

tidak muncul jika perannya dapat dimainkan pejabat-pejabat<br />

yang telah ada sebelumnya.<br />

Pengangkatan wamen yang belum pernah dilakukan dapat<br />

menjadi preseden buruk suatu kebiasaan baru dalam sebuah<br />

kabinet. Pola ini akan menjadi tradisi-tradisi bagi presiden-presiden<br />

baru dalam menyusun kabinetnya. Biaya penambahan<br />

wamen yang seharusnya bisa dihindari semakin menumpuk dari<br />

periode ke periode dan menjadi salah satu alasan terjadi pembengkakan<br />

anggaran. Apakah tradisi pembengkakan anggaran<br />

juga akan menjadi tradisi baru? ●<br />

Tema Suara Mahasiswa 14 - 20 Juni 2012:<br />

”Kegagalan Negara Menyelesaikan Masalah Energi”<br />

Redaksi SINDO menerima tulisan OPINI dan SUARA MAHASISWA dengan<br />

ketentuan tulisan panjang naskah OPINI maksimal 5.500 karakter(850 kata)<br />

dan SUARA MAHASISWA maksimal 2.500karakter(450 kata). Tulisan harus<br />

disertai identitas, foto diri terbaru, nomor rekening, nomor telepon yang bisa<br />

dikonfirmasi dan dikirim ke email: redaksi@seputar-indonesia.com.<br />

Judul tulisan ini terinspirasi<br />

dari artikel Yusril<br />

Ihza Mahendra di harian<br />

Seputar Indonesia pada 11 Juni<br />

2012 yang diberi judul “Wamen<br />

Versi Baru Tetap Membingungkan”.<br />

Setelah kami cermati<br />

tulisan tersebut, “kebingungan”<br />

itu tampaknya berakar<br />

pada ketidakpuasan Yusril atas<br />

Putusan Mahkamah Konstitusi<br />

Nomor 79/PUU-IX/2011 yang<br />

menguji konstitusionalitas<br />

Pasal 10 UU Nomor 39 Tahun<br />

2008 tentang Kementerian<br />

Negara.Hal tersebut tercermin<br />

dari pandangan beliau dalam<br />

artikel tersebut yang menyatakan<br />

“...Kebingungan yang disebabkan<br />

oleh pengaturan<br />

yang tidak jelas dalam UU<br />

Kementerian Negara itu diatur<br />

sendiri oleh Perpres 60/2012”.<br />

Hal tersebut dapat dimaklumi<br />

mengingat Prof Dr Yusril<br />

Ihza Mahendra memang terlibat<br />

sebagai saksi ahli pemohon<br />

dalam perkara pengujian<br />

UU Nomor 39 Tahun 2008<br />

terhadap UUD 1945. Pada intinya<br />

beliau berpendapat bahwa<br />

pengangkatan wakil menteri<br />

(wamen) oleh Presiden tidak<br />

sejalan dan bertentangan dengan<br />

Pasal 17 ayat (1), ayat (2),<br />

dan ayat (3), serta Pasal 28D<br />

ayat (3) UUD 1945.<br />

Pendapat saksi ahli tersebut<br />

sudah ditimbangi oleh<br />

Mahkamah Konstitusi (MK).<br />

Namun, MK berkesimpulan<br />

bahwa tidak terdapat masalah<br />

terhadap konstitusionalitas<br />

SURAT PEMBACA<br />

Karung Paket<br />

Hilang di Bus<br />

PO Indonesia<br />

Pada 2 Juni 2012 sekitar pukul<br />

11.00 saya melakukan perjalanan<br />

menggunakan bus PO<br />

Indonesia dari Pati menuju<br />

Rembang,Jawa Tengah.Tanpa<br />

sepengetahuan saya, karung<br />

paket (berisi pakaian batik<br />

Pekalongan) yang ditaruh di<br />

bagian belakang bus dekat<br />

pintu belakang terjatuh<br />

antara Pati-Juwana. Saat itu<br />

saya dan penumpang lain<br />

sudah memperingatkan agar<br />

bus segera berhenti, namun<br />

sopir tidak mengindahkan dan<br />

malah menyalip kendaraan di<br />

depannya. Saat bus berhenti<br />

karung paket sudah terlalu<br />

jauh dan tidak terlihat. Akibatnya,<br />

saat saya mencari dan<br />

menelusuri, karung tersebut<br />

sudah tidak ada (kemungkinan<br />

diangkut kendaraan lain<br />

yang melintas).<br />

Kru bus (sopir, kondektur,<br />

dan kernet) tidak mau bertanggung<br />

jawab atas keteledoran<br />

mereka tersebut dan mengembalikan<br />

uang tiket. Mereka<br />

bahkan membentak-bentak<br />

saat memberi tahu bahwa<br />

karung paket saya terjatuh dan<br />

menyuruh saya segera turun<br />

untuk mencari sendiri. Padahal<br />

bukankah seharusnya kru<br />

bus bertanggung jawab terhadap<br />

keamanan bagasi penumpangnya?<br />

Atas kejadian ini saya dirugikan<br />

secara materi cukup<br />

besar. Kepada yang menemukan<br />

karung paket tersebut dimohon<br />

kesediaannya untuk<br />

mengembalikan atau menghubungi<br />

saya di 081-2281-4664.<br />

Terima kasih.<br />

Siti Syari’ah Thoha<br />

Sundoluhur,Kayen,Pati,<br />

Jawa Tengah<br />

Janji Solusi<br />

Rumah Holcim<br />

Saya sangat tertarik dengan<br />

promosi Holcim dengan Solusi<br />

Rumah. Akhirnya saya memutuskan<br />

untuk mencoba janji<br />

Pasal 10 (batang tubuh) UU<br />

Kementerian Negara, yang dinyatakan<br />

bertentangan dengan<br />

UUD 1945 adalah Penjelasan<br />

Pasal 10 UU Kementerian<br />

Negara yang berbunyi:<br />

“Yang dimaksud dengan ‘wakil<br />

menteri’ adalah pejabat karier<br />

dan bukan merupakan anggota<br />

kabinet”. Karena itu, Pasal 10<br />

UU Kementerian Negara yang<br />

berbunyi: ”Dalam hal terdapat<br />

beban kerja yang membutuhkan<br />

penanganan secara khusus,<br />

Presiden dapat mengangkat<br />

wakil menteri pada kementerian<br />

tertentu” adalah konstitusional<br />

tidak bertentangan<br />

dengan UUD 1945.<br />

Sebelum sampai pada amar<br />

putusannya, MK dalam pendapatnya<br />

dengan akurat membangun<br />

suatu konstruksi berpikir<br />

yang sistemik tentang kedudukan<br />

Presiden dalam sistem<br />

pemerintahan berdasarkan<br />

UUD 1945. Presiden adalah<br />

pemegang kekuasaan pemerintahan<br />

menurut Pasal 4<br />

ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 17<br />

ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945.<br />

Pasal 4 ayat (1) UUD 1945<br />

berbunyi: “Presiden <strong>Republik</strong><br />

Indonesia memegang kekuasaan<br />

pemerintahan menurut<br />

Undang-Undang Dasar”, sementara<br />

Pasal 17 ayat (2) berbunyi:<br />

“Menteri-menteri itu<br />

diangkat dan diberhentikan<br />

oleh Presiden”.<br />

Bertolak pada Pasal 4 ayat<br />

(1) dan Pasal 17 ayat (2) dari<br />

UUD 1945 tersebut, MK sampai<br />

pada pendapat bahwa<br />

pengangkatan wamen adalah<br />

bagian dari kewenangan Presiden<br />

untuk melaksanakan<br />

tugas-tugasnya. Baik diatur<br />

maupun tidak diatur dengan<br />

UU. Pengangkatan wamen sebenarnya<br />

merupakan bagian<br />

dari kewenangan Presiden sehingga<br />

dari sudut substansi<br />

solusi tersebut untuk pembangunan<br />

rumah saya.<br />

Pertama saya mengajukan<br />

financingke tiga bank rekanan<br />

Holcim, dan dijanjikan dokumen<br />

akan diberikan ke tiga<br />

bank tersebut.Namun,setelah<br />

sebulan berjalan, saya baru<br />

menyadari bahwa hanya satu<br />

bank yang diberikan dokumen<br />

saya. Setelah saya konfirmasi,<br />

pihak Holcim hanya<br />

menjawab dengan alasan klise<br />

mengenai kinerja bank yang<br />

kurang baik.<br />

Saya mulai merasa curiga,<br />

ada apa sebenarnya? Karena<br />

dokumen tersebut adalah dokumen<br />

sangat pribadi,saya meminta<br />

Holcim untuk menyatakan<br />

bahwa dokumen saya tidak<br />

disalahgunakan. Setelah lebih<br />

dari sebulan hal tersebut juga<br />

tidak direspons.<br />

Begitu juga dengan rencana<br />

anggaran biaya (RAB). RAB<br />

awal yang ditawarkan Holcim<br />

untuk pembangunan rumah<br />

saya, sangat berbeda dengan<br />

RAB penawaran dari kontraktor<br />

rekanan Holcim. Ironisnya,<br />

pada saat saya meminta untuk<br />

menggunakan kontraktor lain,<br />

pihak Holcim mengatakan tidak<br />

ada rekanan lain yang bisa<br />

diajukan.<br />

Saya semakin curiga, saya<br />

coba untuk meminta RAB dari<br />

rekanan non-Holcim,dan hasilnya<br />

sangat jauh lebih murah<br />

dari RAB rekanan Holcim.Saat<br />

saya mengajukan menggunakan<br />

jasa pribadi untuk pembangunannya,<br />

seperti biasa,<br />

hal ini menjadi tidak menarik<br />

untuk Holcim.<br />

Saya tidak tahu ada apa di<br />

antara Holcim dan kontraktor<br />

rekanannya karena setiap saya<br />

konfirmasi, pihak Holcim hanya<br />

mengatakan, mereka hanya<br />

menjual produk Holcim.<br />

Padahal iklan yang ditawarkan<br />

Holcim adalah Solusi Rumah<br />

bukan Solusi Semen.<br />

Saya mohon kepada pihak<br />

Holcim, untuk memperlakukan<br />

data-data pribadi konsumen<br />

sebagai hal yang penting<br />

karena banyak kasus penipuan<br />

yang terjadi belakangan<br />

ini.<br />

Irwanto<br />

Jakarta<br />

tidak terdapat persoalan konstitusionalitas<br />

dalam konteks<br />

ini.<br />

Yusril berpandangan bahwa<br />

wamen tidak memiliki kedudukan<br />

yang jelas karena<br />

tidak ada dalam struktur<br />

organisasi kementerian negara<br />

sebagaimana diatur dalam<br />

Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) UU<br />

Nomor 39 Tahun 2008. Pandangan<br />

ini sebetulnya sudah<br />

tidak relevan karena sudah<br />

terjawab melalui pendapat MK<br />

yang menyatakan bahwa norma<br />

dari Pasal 10 UU Nomor 39<br />

Tahun 2008 merupakan ketentuan<br />

khusus dari Pasal 9 ayat (1)<br />

dan ayat (2) UU a quoyang tidak<br />

mencantumkan wamen dalam<br />

susunan organisasi kementerian<br />

negara. Alasannya, “...oleh<br />

karena UU tidak menjelaskan<br />

mengenai apa yang dimaksud<br />

‘beban kerja yang membutuhkan<br />

penanganan khusus’,<br />

maka menurut MK hal tersebut<br />

menjadi wewenang Presiden<br />

untuk menentukannya”.<br />

Pasal 10 UU Nomor 39<br />

Tahun 2008 yang berbunyi:<br />

“Dalam hal terdapat beban<br />

kerja yang membutuhkan penanganan<br />

secara khusus, Presiden<br />

dapat mengangkat wakil<br />

menteri pada kementerian<br />

tertentu” mengisyaratkan<br />

suatu amanat bahwa jabatan<br />

wamen tidak secara otomatis<br />

terdapat pada seluruh kementerian<br />

negara. Apabila Yusril<br />

memandang keberadaan wamen<br />

tersebut harus merujuk<br />

pada ketentuan Pasal 9 ayat (1)<br />

dan ayat (2) UU Nomor 39<br />

Tahun 2008,hal tersebut dapat<br />

diartikan mendorong pada<br />

situasi agar seluruh kementerian<br />

negara memiliki wamen.<br />

Pertanyaan mengenai di<br />

mana sesungguhnya kedudukan<br />

wamen pascapenerbitan putusan<br />

MK adalah pertanyaan<br />

yang relevan. Pendapat MK<br />

dalam putusan Nomor 79/PUU-<br />

IX/2011 telah memberi isyarat<br />

bahwa jabatan wamen tersebut<br />

bersifat politis karena<br />

sumber rekrutmennya dapat<br />

berasal dari pegawai negeri<br />

sipil, anggota TNI/Polri, bahkan<br />

juga warga negara biasa.<br />

Atas dasar pendapat MK<br />

tersebut, Presiden dengan kewenangannya<br />

mengeluarkan<br />

Perpres Nomor 60 Tahun 2012<br />

tentang Wakil Menteri, yang<br />

menempatkan posisi wamen<br />

tersebut berada di bawah dan<br />

bertanggung jawab kepada<br />

menteri (Pasal 1).Wakil menteri<br />

mempunyai tugas membantu<br />

menteri dalam “memimpin”<br />

pelaksana tugas kementerian<br />

negara (Pasal 2 ayat (1)).<br />

Karena tugas wamen adalah<br />

membantu untuk “memimpin”,<br />

berdasarkan Pasal 2 ayat<br />

(1) ini, wamen ditempatkan<br />

pada posisi pimpinan. Tetapi<br />

posisi pimpinan di sini ditempatkan<br />

pada layer “supporting<br />

to the authority of the minister”.<br />

Kedudukan wamen berdasarkan<br />

Perpres Nomor<br />

60/2012 tersebut memang tidaksama<br />

dengan menteri muda<br />

sebagaimana diberikan dalam<br />

contoh perbandingan oleh<br />

Yusril yang merujuk pada<br />

masa pemerintahan Presiden<br />

Seoharto. Dalam pandangan<br />

kami, keberadaan menteri<br />

muda tersebut justru menimbulkan<br />

“matahari kembar”dalam<br />

satu kementerian.<br />

Pendapat-pendapat MK<br />

dalam putusan Nomor 79/PUU-<br />

IX/2011 (dalam dokumen tertulis)<br />

justru menjadi acuan<br />

utama dalam penerbitan Perpres<br />

Nomor 60 Tahun 2012 dan<br />

Keppres Nomor 65/M Tahun<br />

2012. Penyusunan perpres dan<br />

keppres tersebut tidak didasarkan<br />

(dan tidak boleh didasar-<br />

OPINI<br />

Wamen Cukup Jelas<br />

BISTOK<br />

SIMBOLON<br />

Deputi Sekretaris Kabinet (Sekkab)<br />

Bidang Politik, Hukum, dan<br />

Keamanan<br />

9<br />

kan) pada opini yang berkembang<br />

di media massa pascaputusan<br />

MK tersebut.<br />

Sesuai pandangan MK ini,<br />

kami memaknai bahwa jabatan<br />

wamen menjadi bersifat politis<br />

sehingga harus ada jangka<br />

waktu berakhirnya masa jabatan<br />

wamen, yaitu paling lama<br />

sama dengan masa jabatan<br />

atau berakhir bersamaan dengan<br />

berakhirnya masa jabatan<br />

pejabat yang mengangkatnya<br />

(Pasal 4 ayat [1]) Perpres<br />

Nomor 60 Tahun 2012.<br />

Pembatasan masa jabatan<br />

tersebut juga secara eksplisit<br />

disebutkan dalam Keppres<br />

Nomor 65/M Tahun 2012, di<br />

mana masa jabatan para wamen<br />

yang sudah diangkat oleh<br />

Presiden berakhir bersamaan<br />

dengan masa jabatan Presiden<br />

periode 2009-2014. Dengan<br />

Keppres Nomor 65/M Tahun<br />

2012 tersebut, dilakukan perubahan<br />

atas keppres yang<br />

mengangkat para wakil menteri<br />

menurut Keppres Nomor<br />

111/M Tahun 2009,Keppres Nomor<br />

3/P Tahun 2010, Keppres<br />

Nomor 57/P Tahun 2010, dan<br />

Keppres Nomor 159/M Tahun<br />

2011.<br />

Keppres Nomor 65/M Tahun<br />

2012 tersebut tidak memberhentikan<br />

(dan tidak perlu memberhentikan)<br />

para wamen<br />

pascaputusan MK Nomor<br />

79/PUU-IX/2011 dengan alasan<br />

bahwa MK sendiri berpendapat<br />

Presiden mempunyai hak eksklusif<br />

(yang kami maknai hak<br />

prerogatif) untuk mengangkat<br />

wamen, sekalipun ada atau<br />

tidak ada UU yang mengatur<br />

tentang wamen. Dengan demikian,semua<br />

keputusan Presiden<br />

yang mengangkat para wamen<br />

selama ini adalah sah.Tidak diperlukan<br />

pemberhentian atau<br />

pelantikan para wamen yang<br />

telah diangkat.●

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!