Republik Ceko Buka Peluang - ScraperOne
Republik Ceko Buka Peluang - ScraperOne
Republik Ceko Buka Peluang - ScraperOne
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Hal06(106-13)nangs 6/12/12 11:18 PM Page 6<br />
6<br />
“Kejahatan politik ini sengaja<br />
dilakukan bertujuan untuk<br />
menjatuhkan nama Hary<br />
Tanoesoedibjo yang saat ini<br />
menjadi politisi Partai Nas-<br />
Dem. Dia juga meyakini upaya<br />
penjatuhan nama baik ini<br />
dilakukan oleh lawan politik<br />
yang memiliki kekuatan besar,”<br />
kata Direktur Pusat Studi<br />
Sosial Politik (Puspol) Indonesia<br />
Ubedilah Badrun.<br />
Menurut dia, fenomena tersebut<br />
menunjukkan bahwa penegakan<br />
hukum telah diintervensi<br />
oleh kepentingan politik.<br />
Pola politik seperti ini tidak sehat,<br />
serang-menyerang yang tidak<br />
berbasis pada data objektif.<br />
“Saya berharap ke depan<br />
politik lebih sehat dan perlu<br />
menumbuhkan etika politik<br />
dan objektivitas politik,” kata<br />
Ubed di Jakarta kemarin.<br />
Pengamat politik dari Universitas<br />
Negeri Jakarta (UNJ)<br />
ini berharap agar Komisi Pemberantasan<br />
Korupsi (KPK) tidak<br />
terjebak pada kepentingan<br />
politik saling serang. Sebagai<br />
institusi hukum KPK tidak<br />
boleh terjebak permainan politik<br />
sebab dalam menangani<br />
kasus, KPK harus mengedepankan<br />
sikap netral dan<br />
independen.<br />
Hal senada juga diungkapkan<br />
Anggota Komisi III DPR<br />
Ahmad Yani. Dia mengingatkan<br />
agar pimpinan KPK tidak<br />
terjebak dalam permainan politik<br />
untuk kepentingan partai<br />
MEJA HIJAU<br />
POLITIK & HUKUM<br />
JAKARTA – Upaya melibatkan PT Bhakti<br />
Investama (BHIT) Tbk atas kasus tangkap<br />
tangan Kepala Seksi Pengawasan dan<br />
Konsultan KPP Sidoarjo Selatan Tommy<br />
Hindratno (TH) dan seorang pengusaha<br />
bernama James Gunardjo (JG) oleh KPK<br />
merupakan kejahatan politik.<br />
Mantan Dirut<br />
Bank Riau<br />
Kepri Ditahan<br />
JAKARTA – Direktorat III Tindak<br />
Pidana Korupsi Badan<br />
Reserse Kriminal (Bareskrim)<br />
Polri sedang menyidik kasus<br />
dugaan korupsi di Bank<br />
Pembangunan Daerah (BPD)<br />
Riau (kini Bank Riau Kepri),<br />
yang merugikan negara<br />
hingga Rp35,2 miliar. Dalam<br />
kasus ini, polisi menahan<br />
mantan Direktur Utama BPD<br />
Riau berinisial ZT.<br />
Kepala Divisi Humas<br />
Mabes Polri Irjen Pol Saud<br />
Usman Nasution mengungkapkan,<br />
ZT menyalahgunakan<br />
wewenangnya untuk<br />
memberikan kredit kepada<br />
nasabahnya. Dugaan tindak<br />
korupsi ini dilaporkan oleh<br />
pihak bank pada 21 April<br />
tahun lalu. Setelah melalui<br />
serangkaian penyelidikan<br />
dan penyidikan, polisi<br />
menetapkan ZT sebagai<br />
tersangka dan menahannya<br />
sejak 30 Mei lalu.<br />
Saud menjelaskan, kasus<br />
ini terjadi pada 2003. ZT,<br />
yang saat itu menjabat sebagai<br />
direktur utama, menyalurkan<br />
kredit sebesar<br />
Rp35,2 miliar untuk seorang<br />
pengusaha di Batam. Namun,<br />
penyaluran kredit itu<br />
tidak sesuai dengan prosedur<br />
di bank itu. Tersangka, kata<br />
Saud, tidak memenuhi<br />
ketentuan pemberian kredit<br />
seperti yang tertuang dalam<br />
Surat Keputusan Direksi<br />
Nomor 35 tanggal 29 Mei<br />
2001 tentang Pedoman<br />
Pemberian Kredit Investasi,<br />
Surat Keputusan Direksi BPD<br />
Riau Nomor 48 tentang<br />
Komite Kredit Bank Pembangunan<br />
Daerah Riau, serta<br />
Surat Keputusan Nomor 19<br />
tertanggal 26 Maret 2001<br />
tentang Wewenang Pemberian<br />
Kredit. “Seharusnya<br />
pemberian kredit itu atas persetujuan<br />
beberapa pihak.<br />
Namun, dia memutuskan<br />
mencairkan kredit tanpa persetujuan<br />
pihak-pihak itu,”<br />
jelas Saud. (krisiandi s)<br />
politik tertentu terkait kasus<br />
tertangkapnya TH dan JG.<br />
“Saya berharap lima pimpinan<br />
KPK tidak terjebak permainan<br />
politik, harus menjelaskan secara<br />
transparan soal temuannya<br />
itu.Jangan sampai ada politisasi,<br />
jangan sampai pembunuhan<br />
karakter. Usut juga pejabat<br />
pajak,”kata Yani.<br />
Dia mendukung pemberantasan<br />
mafia pajak, tetapi jangan<br />
sekadar asumsi. KPK harus<br />
menemukan bukti yang<br />
lain. Menurut dia, KPK seharusnya<br />
dapat dengan mudah<br />
menanyakan kepada TH dan<br />
JG perusahaan mana saja yang<br />
diurus,apa betul pengusaha JG<br />
itu bagian dari perusahaan<br />
Bhakti.“Kalau bukan,ini pembunuhan<br />
karakter. Lihat dari<br />
keputusan tersebut apakah<br />
ada SK atau tidak, apakah direksi<br />
apa bukan.Kasihan dunia<br />
usaha bisa anjlok,”katanya.<br />
Sementara itu,PT BHIT Tbk<br />
membantah pihaknya terkait<br />
penangkapan TH dan JG.BHIT<br />
juga menegaskan JG bukan<br />
karyawan BHIT dan tidak pernah<br />
menjadi karyawan di perusahaan<br />
itu. Sampai saat ini,<br />
BHIT mengaku sama sekali belum<br />
pernah dimintai keterangan<br />
atas kasus tersebut secara<br />
langsung oleh KPK.<br />
Menurut BHIT, akibat pernyataan<br />
dan tindakan penggeledahan<br />
yang dilakukan KPK<br />
ke kantor BHIT,serta pemberitaan<br />
di media massa, seolah-<br />
olah terindikasi tindakan suap<br />
yang dilakukan JG dan TH terkait<br />
dengan dugaan kecurangan<br />
restitusi pajak BHIT sebesar<br />
Rp3,4 miliar. Padahal tuduhan<br />
itu sama sekali tidak benar.<br />
Lebih jauh,BHIT menjelaskan<br />
selama ini perseroan selalu<br />
tertib membayar pajak. Sebagai<br />
perusahaan publik yang besar,<br />
jumlah pajak yang disetorkan<br />
ke negara oleh grup BHIT,<br />
termasuk di dalamnya PPh 21,<br />
PPh 25, PPN, dan lain-lain setiap<br />
tahun sejumlah Rp1 triliun<br />
lebih. ”Karena itu, sangat<br />
tidak mungkin dan tidak masuk<br />
akal bilamana BHIT dikatakan<br />
melakukan kecurangan<br />
pajak senilai Rp3,4 miliar,yang<br />
porsinya sangat kecil dibandingkan<br />
dengan nilai pajak<br />
yang disetor BHIT ke kas negara,”jelas<br />
BHIT dalam pernyataannya<br />
di Jakarta, kemarin.<br />
Apalagi pada kenyataannya<br />
BHIT memang tidak pernah<br />
melakukan kecurangan pajak.<br />
BHIT menekankan bahwa<br />
dugaan kecurangan restitusi<br />
pajak yang dilakukan BHIT sebagaimana<br />
diberitakan media<br />
massa dengan nilai restitusi sebesar<br />
Rp3,4 miliar adalah<br />
tidak benar. Faktanya, nilai<br />
restitusi sebesar Rp3,4 miliar<br />
itu sebagian besar adalah akumulasi<br />
dari jumlah kelebihan<br />
bayar PPN BHIT sejak 2003<br />
sampai 2010 yang berjumlah<br />
sekitar Rp3 miliar. ”Angka ini<br />
telah diperiksa setiap tahun<br />
serta telah dikonfirmasi dan<br />
disetujui oleh kantor pajak<br />
yang berwenang.”<br />
Dengan demikian, kelebihan<br />
bayar PPN yang telah dikonfirmasikan<br />
dan disetujui oleh<br />
kantor pajak yang berwenang<br />
tersebut merupakan hak BHIT.<br />
Terkait restitusi pajak yang diberikan<br />
dan telah disetujui<br />
kantor pajak tersebut,seandainya<br />
dianggap ada urusan perpajakan<br />
BHIT yang ganjil,KPK<br />
seharusnya memverifikasi dahulu<br />
perhitungan dan kewajaran<br />
pajak dimaksud ke kantor<br />
pajak. Dan kalau kantor pajak<br />
merasa ganjil,seharusnya juga<br />
melakukan upaya hukum perpajakan<br />
termasuk menggugat<br />
ke pengadilan pajak.<br />
Dalam kesempatan tersebut,<br />
B uron BLBI Ditangkap di AS<br />
Polri Janji Serius<br />
Sherny Akan Ditahan LP Pondok Bambu<br />
JAKARTA – Pemulangan Sherny<br />
Kojongian, buronan kasus<br />
korupsi Bantuan Likuiditas<br />
Bank Indonesia (BLBI) terkait<br />
Bank Harapan Sentosa (BHS),<br />
yang ditangkap di Amerika Serikat,<br />
diperkirakan sampai di<br />
Jakarta hari ini sekitar pukul<br />
08.00 WIB.<br />
Selanjutnya, Sherny akan<br />
langsung dieksekusi di Lembaga<br />
Pemasyarakatan Wanita<br />
Pondok Bambu,Jakarta Timur.<br />
Pernyataan tersebut disampaikan<br />
Ketua Tim Terpadu Pemulangan<br />
Buronan BLBI, yang<br />
juga menjabat Wakil Jaksa<br />
Agung Darmono, di Jakarta kemarin.Tim<br />
terpadu sendiri beranggotakan<br />
dari berbagai unsur<br />
lembaga,di antaranya kepolisian,<br />
Kementerian Luar Negeri,serta<br />
Kementerian Hukum<br />
dan HAM (Kemenkumham).<br />
Menurut Darmono, sesampainya<br />
di Bandara Soekarno-<br />
Hatta, buronan BLBI tersebut<br />
akan langsung dibawa ke Kejaksaan<br />
Agung. Selanjutnya,<br />
JAKARTA – Komisi Pemberantasan<br />
Korupsi (KPK) menyatakan<br />
kasus tersangka suap Dana<br />
Penyesuaian Infrastruktur<br />
Daerah (DPID) tiga daerah di<br />
Nanggroe Aceh Darussalam<br />
(NAD) dan Tindak Pidana Pencucian<br />
Uang (TPPU) dengan<br />
tersangka Wa Ode Nurhayati,<br />
mulai disidangkan di Pengadilan<br />
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor),Jakarta,hari<br />
ini (13/6).<br />
Juru Bicara KPK Johan Budi<br />
SP mengaku, pihaknya telah<br />
mendapatkan jadwal resmi pelaksanaan<br />
sidang perdana Wa<br />
Ode. Johan mengakui dalam<br />
persidangan pihaknya akan<br />
mencermati fakta-fakta baru<br />
atau keterangan yang disampaikan<br />
oleh terdakwa ataupun saksi-saksi<br />
yang dihadirkan. “Keterangan<br />
ini tentu akan dipakai<br />
untuk mengembangkan kasus<br />
ini. Sejauh mana perkembangannya,<br />
sangat tergantung juga<br />
keterangan dan fakta-fakta di<br />
dimintai keterangan dan diserahkan<br />
ke Kejaksaan Negeri<br />
Jakarta Pusat untuk dilakukan<br />
eksekusi. “Ya, eksekusinya<br />
mungkin di LP wanita,” kata<br />
Darmono.<br />
Kepala Pusat Penerangan<br />
Hukum (Kapuspenkum) Kejagung<br />
Adi Toegarisman menambahkan,<br />
Sherny menggunakan<br />
pesawat Garuda Indonesia.<br />
Direktur Informasi dan Media<br />
Kementerian Luar Negeri<br />
PLE Priatna juga membenarkan<br />
adanya informasi pemulangan<br />
paksa buronan BLBI<br />
tersebut. Menurut Priatna, penangkapan<br />
Sherny berkat kerja<br />
tim pencari tersangka dan<br />
terpidana tindak pidana korupsi<br />
yang diketuai Wakil Jaksa<br />
Agung Darmono.<br />
“Ini merupakan wujud nyata<br />
implementasi sinergi dan<br />
kerja sama internasional antara<br />
para penegak hukum untuk<br />
memberantas korupsi,”<br />
kata Priatna. Keberhasilan pemulangan<br />
terpidana korupsi<br />
persidangan,”papar dia.<br />
Terkait pernyataan Wa Ode<br />
yang siap membuka peran dan<br />
keterlibatan pihak-pihak lain<br />
dalam kasus suap pemulusan<br />
DPID tersebut, dia menyatakan<br />
KPK mempersilakannya.<br />
Menurut dia, penyidikan<br />
masih terus melakukan pengembangan<br />
untuk tersangka<br />
lainnya dalam kasus itu, yakni<br />
pengusaha Fahd A Rafiq.Pasalnya,<br />
kasus atas tersangka Fahd<br />
belum selesai pemberkasannya.<br />
Johan menuturkan, KPK<br />
telah melakukan pencegahan<br />
ke luar negeri kepada tiga<br />
orang,yakni Fahd A Rafiq sebagai<br />
tersangka serta dua saksi––Haris<br />
Surahman dan Sefa<br />
Yolanda.<br />
Menurut dia, pencegahan<br />
itu untuk pengembangan dan<br />
pengusutan kasus ini.<br />
Kuasa hukum Wa Ode, Arbab<br />
Paproeka, menyatakan siap<br />
menghadapi persidangan ter-<br />
ini juga menunjukkan komitmen<br />
kuat pemerintah. “Tidak<br />
adanya kesan aman bagi para<br />
koruptor dan memastikan para<br />
terpidana korupsi mempertanggungjawabkanperbuatannya,”katanya.<br />
Sherny Kojongian melarikan<br />
diri pada 2002, ketika proses<br />
persidangan kasus korupsi<br />
Bank BHS berlangsung. Pengadilan<br />
Negeri Jakarta Pusat<br />
pada 18 Maret 2002 secara in absentia<br />
menjatuhkan vonis 20 tahun<br />
kepada Sherny Kojongian,<br />
bersama-sama dengan Hendra<br />
Rahardja dan Eko Edi Putranto.<br />
Ketiganya dinilai majelis<br />
sebut. Dalam persidangan, tim<br />
kuasa hukum Wa Ode telah<br />
mempersiapkan pembuktian<br />
terbalik.Apalagi,dua kasus Wa<br />
Ode dijadikan satu berkas oleh<br />
KPK. “Kalau Anda tanya kesiapan<br />
kita bagaimana, tim sudah<br />
dalam kondisi siap,” kata<br />
Arbab saat dihubungi di<br />
Jakarta kemarin.<br />
Dia berharap, dalam pengembangan<br />
kasus DPID,KPK<br />
tidak serta-merta melupakan<br />
informasi-informasi yang disampaikan<br />
kliennya selama<br />
proses penyidikan.Apalagi mengenai<br />
adanya surat menteri<br />
keuangan tertanggal 13 Desember<br />
2010, yang menyatakan<br />
adanya kesesuaian dan ketidaksesuaian<br />
alokasi DPID<br />
untuk daerah-daerah yang sudah<br />
disepakati dalam rapat<br />
Banggar, khususnya penghilangan<br />
129 daerah penerima.<br />
Karena konsekuensi dari hilangnya<br />
daerah yang tidak<br />
hakim terbukti dan sah merugikan<br />
keuangan negara sebesar<br />
Rp1,95 triliun. Ketiganya juga<br />
dihukum mengembalikan kerugian<br />
negara tersebut secara<br />
tanggung renteng.<br />
Vonis pidana tersebut dikuatkan<br />
Pengadilan Tinggi DKI<br />
pada 8 November 2002, namun<br />
tidak dapat segera dieksekusi<br />
karena ketiganya melarikan<br />
diri ke luar negeri. Terhadap<br />
Hendra Rahardja, pemerintah<br />
Indonesia telah mengupayakan<br />
ekstradisi yang bersangkutan<br />
dari pemerintah Australia,<br />
namun Hendra keburu<br />
meninggal dunia pada 2002.<br />
Sebelumnya, Sherny Kojongian<br />
sudah menempuh berbagai<br />
upaya hukum selama pelariannya<br />
di Amerika Serikat.<br />
Namun, dia tetap tidak dapat<br />
bertahan di Negeri Paman Sam<br />
tersebut. ICE (Immigration<br />
and Customs Enforcement)<br />
San Francisco pada 10 November<br />
2010 menangkap Sherny .<br />
● m purwadi<br />
KPK Cermati Fakta yang Diungkap Wa Ode<br />
ISTIMEWA<br />
SHERNY KOJONGIAN<br />
mendapatkan DPID itu, anggarannya<br />
dialihkan ke daerah<br />
lain yang jika dihitung, paling<br />
tidak ada penghilangan Rp1,8<br />
triliun.<br />
Sebelumnya,Wa Ode menuding<br />
keterlibatan empat pimpinan<br />
Badan Anggaran (Banggar)<br />
DPR, yakni Mirwan Amir,<br />
Olly Dondokambey,Tamsil Linrung,dan<br />
Melchias Markus Mekeng,<br />
serta Wakil Ketua DPR<br />
Anis Matta, dalam kasus yang<br />
sama. Dia menegaskan akan<br />
membuka peran-peran pihakpihak<br />
yang disebutkannya selama<br />
ini,apa pun konsekuensinya.Bahkan,dia<br />
siap membuktikan<br />
uang Rp10 miliar yang disita<br />
KPK,bukan sebagai TPPU.<br />
“Itu dari hasil usaha pribadi sebelum<br />
menjadi anggota DPR.<br />
Di pengadilan,saya akan buktikan<br />
keterlibatan pihak-pihak<br />
yang sudah saya sampaikan di<br />
KPK,”kata dia.<br />
● sabur laluhu<br />
Buru Buron BLBI<br />
JAKARTA – Markas Besar Polri<br />
berjanji terus memburu terpidana<br />
kasus pengemplang dana<br />
Bantuan Likuiditas Bank In-donesia<br />
(BLBI) yang berstatus buron.Kepala<br />
Divisi Humas Mabes<br />
Polri Irjen Pol Saud Usman Nasution<br />
mengatakan, Polri terus<br />
berkoordinasi dengan Interpol<br />
untuk mendeteksi keberadaan<br />
para terpidana buron tersebut.<br />
”Kita tunggu informasi dari<br />
Interpol. Bilamana sudah ada<br />
informasi, ya kita akan jemput,”<br />
ujar Saud di Mabes Polri,<br />
Jakarta, kemarin. Saud memaparkan,Polri<br />
juga berkoordinasi<br />
dengan Kejaksaan Agung<br />
(Kejagung) terkait dengan<br />
identitas para terpidana kasus<br />
ini, yang belum dieksekusi karena<br />
kabur ke luar negeri.Para<br />
terpidana tersebut sudah menjadi<br />
buron Interpol dengan<br />
masuk daftar red notice.<br />
Seperti diketahui,ada beberapa<br />
nama terpidana BLBI yang<br />
hingga kini masih menghirup<br />
udara bebas dan belum merasakan<br />
hukuman penjara.<br />
Mereka antara lain Samadikun<br />
Hartono yang divonis empat tahun<br />
penjara dalam putusan kasasi<br />
Mahkamah Agung (MA).<br />
Dia belum dieksekusi karena<br />
diduga keburu kabur ke luar negeri.<br />
Samadikun sempat mengajukan<br />
visa untuk berobat ke<br />
Jepang.Namun dari penelusuran<br />
Kejagung,Samadikun tidak<br />
mempergunakan visanya.<br />
Nama lain yang hingga kini<br />
belum juga dieksekusi adalah<br />
terpidana Bantuan Likuiditas<br />
Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan<br />
negara hingga Rp1,29<br />
triliun, David Nusa Wijaya. Direktur<br />
Utama Bank Umum Sertivia<br />
(1998-1999) itu disebut-sebut<br />
kabur ke Singapura, sebelum<br />
MA mengeluarkan putusan<br />
kasasi yang menghukumnya<br />
delapan tahun penjara.<br />
Lalu, ada nama mantan wakil<br />
komisaris utama PT Bank<br />
Surya Bambang Sutrisno dan<br />
mantan direktur utama Bank<br />
Surya Adrian Kiki Ariawan.<br />
Bambang dihukum seumur<br />
hidup karena mengemplang<br />
uang negara sebesar Rp1,5 tri-<br />
SEPUTAR INDONESIA<br />
RABU 13 JUNI 2012<br />
Terjadi Politisasi yang Kuat di Kasus BHIT<br />
ANTARA/M RISYAL HIDAYAT<br />
Sejumlah petugas KPK melakukan penggeledahan di rumah milik orang tua Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi KPP Pajak Sidoarjo Tommy Hindratno, di Lempung Baru<br />
5-7, Perumahan Tandes, Surabaya, Jawa Timur, Senin (11/6). Penggeledahan tersebut terkait dugaan suap kasus pajak.<br />
BHIT menegaskan bahwa pemberitaan<br />
yang marak di media<br />
mengenai keterkaitan antara<br />
kasus JG dan TH dengan BHIT<br />
tidak benar. Kasus yang terjadi<br />
terkait JG dan TH sama sekali tidak<br />
relevan dan tidak ada kaitannya<br />
sama sekali dengan BHIT.<br />
”Kami harap agar publik<br />
tidak terpengaruh dengan segala<br />
macam bentuk pemberitaan<br />
yang menyudutkan BHIT dengan<br />
mengkaitkan kasus JG dan<br />
TH dengan BHIT,”tandasnya.<br />
● nurul huda/hermansah/<br />
m purwadi<br />
liun. Dia disidang in absentia.<br />
Bambang diduga kabur ke Singapura,<br />
sementara Kiki ke<br />
Australia.<br />
Skandal dana BLBI ini terjadi<br />
saat Indonesia diguncang<br />
krisis moneter akhir 1997.Agar<br />
tidak mengalami krisis di sektor<br />
perbankan, pemerintah melalui<br />
Bank Indonesia (BI) memberikan<br />
bantuan dalam bentuk<br />
obligasi rekapitulasi senilai<br />
Rp645 triliun. Dari jumlah tersebut,<br />
sebesar Rp144,54 triliun<br />
dalam bentuk obligasi BLBI.<br />
”Kita pantau<br />
terus perkembangan<br />
dan<br />
informasi<br />
dari Interpol.”<br />
SAUD USMAN NASUTION<br />
Kepala Divisi Humas<br />
Mabes Polri<br />
“Kita pantau terus perkembangan<br />
dan informasi dari<br />
Interpol,” ucap Saud. Seperti<br />
diketahui, terpidana pengemplang<br />
dana Kredit Likuiditas<br />
Bank Indonesia (KLBI) Sherny<br />
Kojongian tertangkap di San<br />
Francisco setelah kabur selama<br />
10 tahun. Saud berharap<br />
Sherny juga bisa menginformasikan<br />
keberadaan para terpidana<br />
lain yang melarikan diri ke<br />
luar negeri.<br />
Sherny direncanakan tiba<br />
hari ini melalui Bandara Soekarno-Hatta,<br />
Cengkareng, Jakarta<br />
pukul 08.00 WIB dari San<br />
Francisco, dengan sebelumnya<br />
transit di Singapura. Sherny<br />
menumpang pesawat Garuda<br />
Indonesia. Saud mengatakan,<br />
kepolisian mendampingi Sherny<br />
selama dalam perjalanan.<br />
Setibanya di Tanah Air, Sherny<br />
langsung akan diserahkan kepada<br />
Kejagung. “Untuk dieksekusi,”<br />
kata Saud. Sherny<br />
adalah terpidana BLBI yang<br />
divonis 20 tahun penjara. PN<br />
Jakarta Pusat menyebutkan<br />
Sherny terbukti menyalahgunakan<br />
BLBI.<br />
● krisiandi sacawisasra