10.01.2013 Views

RH7yFQ

RH7yFQ

RH7yFQ

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Wiji Thukul mengungsi meninggalkan rumah tak lama setelah<br />

namanya disebut-sebut di madia massa, termasuk sejumlah televisi.<br />

Berikut ini adalah sejumlah puisi, yang lebih merupakan catatan<br />

pribadinya saat ia pergi bersembunyi dari satu tempat ke tempat lain.<br />

Puisi ini ditulis langsung oleh Wiji Thukul selama persembunyian di<br />

Jakarta dan sekitarnya. Pada masa ini saya bertemu dengan Wiji Thukul<br />

beberapa kali. Saya mendapatkan kumpulan puisi ini saat-saat terakhir<br />

kali sebelum dia memutuskan untuk pindah ke luar kota, mengingat<br />

Jakarta dinilainya sudah tidak aman.<br />

”Tolong ini kamu pegang. Siapa tahu suatu saat ada gunanya,”<br />

ujar Wiji Thukul. Kumpulan puisi ini total berjumlah 27 buah puisi yang<br />

sebagian besar belum ada judulnya. Ditulis dengan pensil di atas kertas<br />

surat putih bergaris sebanyak 13 halaman bolak-balik. Bila dilihat kisah<br />

di balik puisi, tampaknya tulisan ini dibuat setelah sang penulis<br />

menempuh perjalanan Solo, Salatiga, dan Jakarta dengan menumpang<br />

truk dan berpindah-pindah bus. Sebagian tulisan diberi catatan tanggal<br />

penulisan, sebagian tidak. Namun dari catatan yang ada bisa<br />

diperkirakan bahwa puisi ini ditulis antara tanggal 10 sampai 15 Agustus<br />

1996.<br />

Puisi berikut bercerita tentang pelarian Wiji Thukul<br />

meninggalkan kota kelahirannya, Solo. Alasan Wiji Thukul untuk pergi<br />

mengungsi dari kota Solo tak lain karena namanya disebut-sebut dalam<br />

televisi oleh seorang jendral.<br />

Para jendral marah-marah<br />

Pagi itu kemarahannya disiarkan oleh televisi. Tapi aku tidur. Istriku yang<br />

menonton. Istriku kaget. Sebab seorang letnan jendral menyeret-nyeret namaku.<br />

Dengan tergopoh-gopoh selimutku ditarik-tariknya, Dengan mata masih lengket<br />

aku bertanya: mengapa? Hanya beberapa patah kata ke luar dari mulutnya:<br />

”Namamu di televisi .....” Kalimat itu terus dia ulang seperti otomatis.<br />

Aku tidur lagi dan ketika bangun wajah jendral itu sudah lenyap dari televisi.<br />

Karena acara sudah diganti.<br />

Aku lalu mandi. Aku hanya ganti baju. Celananya tidak. Aku memang lebih<br />

sering ganti baju ketimbang celana.<br />

Setelah menjemur handuk aku ke dapur. Seperti biasa mertuaku yang setahun lalu<br />

93<br />

dignitas<br />

Volume VIII No. 1 Tahun 2012

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!