RH7yFQ
RH7yFQ
RH7yFQ
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Puisi Pelarian Wiji Thukul<br />
Stanley Adi Prasetyo<br />
Abstract<br />
Wiji Thukul is the most wanted artist-cum-activist by the New Order regime. He<br />
was abducted by the New Order regime and up till now his whereabout is<br />
unknown. As a poet, his works were feared by the rulers at that time. This article<br />
discusses Wiji Thukul's description in his unreleased poems about his own<br />
conditions just before he was forcefully dissapeared.<br />
Keywords: Abduction; Authoritarian Regime; Human Rights Violation<br />
Orang memanggilnya Wiji Thukul, nama yang dalam bahasa Jawa berarti<br />
”biji tumbuh”. Pemilik nama lengkap Wiji Widodo ini lahir di Kampung<br />
Sorogenen, Jebres, Solo, pada 24 Agustus 1963. Penampilannya sangat<br />
sederhana, tak sebagaimana seniman pada umumnya yang kerap<br />
berpenampilan ”sok seniman”. Malah penampilannya lebih sering<br />
terlihat ”kampungan” dalam arti tampil alamiah sebagai orang kampung.<br />
Suatu hari pada 1984, Wiji Thukul membaca puisi di kampus tempat saya<br />
kuliah, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga. Setelah<br />
selesai, dia kemudian berdiskusi dengan gaya santai, duduk dengan kaki<br />
sebelah diangkat sambil makan singkong rebus dan menyeruput kopi.<br />
Ya, itulah dia, Wiji Thukul yang pertama kali saya kenal melalui seorang<br />
budayawan asal Solo yang lebih suka dipanggil sebagai pekerja seni,<br />
Halim HD, sekitar 1983.<br />
Thukul besar dari lingkungan keluarga kelas bawah. Bapaknya<br />
penarik becak, sebagaimana mayoritas profesi para tetangga di tempat<br />
tinggalnya. Pendidikan formal Thukul adalah Sekolah Menengah<br />
Karawitan Indonesia (SMKI) Solo Jurusan Tari, tapi tak pernah<br />
ditamatkannya. Pada 1982 dia drop out dan memilih bekerja mencari uang<br />
buat membantu bapaknya. Dia pernah berjualan koran di Semarang, jadi<br />
89