10.01.2013 Views

RH7yFQ

RH7yFQ

RH7yFQ

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Tak pernah tuntasnya penyelesaian masa lalu menjadi penanda<br />

gagalnya periodisasi yang bernada siklis itu. Kondisi Indonesia saat ini<br />

merupakan kelanjutan dari absennya 'patahan' atau batasan yang jelas<br />

antara masa kini dan masa lalu. Karena kini adalah akibat masa lalu.<br />

Asumsi yang berkembang kemudian telah terjadi pembajakan<br />

demokrasi oleh elit lama yang berganti muka menjadi penguasa baru<br />

dengan menggunakan momentum reformasi yang tak terdisain pro<br />

terhadap korban. Elit-elit lama bermetamorfosis dan melindungi<br />

kekuasaannya melalui serangkaian disain aturan hukum yang tak<br />

mencerminkan keadilan bagi korban.<br />

Prosedur hukum menjadi pertimbangan utama, yang ternyata<br />

tak berpengaruh pada perbaikan substansi keadilan. Elit lama ini<br />

ditengarai masih menguasai ranah penegakan dan proseduralisme<br />

hukum ini. Namun, tesis ini ternyata tak berhenti di sini. Ada fenomena<br />

menarik melihat perkembangan post-reformasi di Indonesia. Pegiat hak<br />

asasi manusia Agung Putri melihat dari sudut pandang lain itu.<br />

Menurutnya, Indonesia mengalami fase unik tatkala periode<br />

paska-reformasi sekarang lebih banyak diwarnai dengan dinamika<br />

interaksi korban dan pelaku secara intensif. Fenomena ini merujuk pada<br />

sejumlah peristiwa, seperti halnya, beberapa korban penculikan tahun<br />

1997/1998 memilih bergabung dengan partai politik yang dikontrol<br />

oleh jenderal yang diduga kuat terlibat dalam penculikan mereka saat itu.<br />

Demikian pula representasi korban kejahatan masa lalu yang<br />

pada akhirnya memiliki jabatan-jabatan strategis paska-reformasi dinilai<br />

gagal mengartikulasikan kepentingan kolektif korban. Mereka<br />

setidaknya memiliki kesempatan untuk mengukir sejarah dengan<br />

membuat pembatasan antara masa kini dan masa lalu.<br />

Namun ternyata kelompok korban yang memiliki kekuasaan<br />

tersebut tak mampu melakukan pembatasan itu. Mereka malah justru<br />

memilih jalan kompromi yang akhirnya keinginan pengungkapan<br />

kejahatan masa lalu pun termoderasi dalam kepentingan pragmatis.<br />

Gambaran ini persis terjadi di Aceh, seperti dianalisis oleh Otto<br />

Syamsuddin Ishak, intelektual Aceh yang lama terlibat dalam gerakan<br />

masyarakat sipil Aceh ini.<br />

Tatkala mantan para pejuang Gerakan Aceh Merdeka (GAM)<br />

4

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!