10.01.2013 Views

RH7yFQ

RH7yFQ

RH7yFQ

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

DISKURSUS<br />

Kerangka Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat<br />

berlangsung panjang dan berliku. Gagasan pembentukan KKR<br />

misalnya, sebagai salah satu mekanisme untuk memper-<br />

tanggungjawabkan pelanggaran HAM masa lalu, telah muncul sejak<br />

2<br />

reformasi mulai bergulir tahun 1998. Pembentukan KKR mendapatkan<br />

basis legalnya dan menunjukkan komitmen negara yang kuat untuk<br />

menyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, ketika Majelis<br />

Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengeluarkan Ketetapan MPR No. V<br />

Tahun 2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan. Ketetapan<br />

tersebut menyatakan telah terjadi pelanggaran HAM masa lalu, dan<br />

menyatakan bahwa di masa lalu telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan<br />

dan pelanggaran hak asasi manusia yang perlu diungkap demi<br />

menegakkan kebenaran. Ketetapan tersebut juga merekomendasikan<br />

3<br />

untuk membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional.<br />

”Membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional sebagai<br />

lembaga ekstra-yudisial yang jumlah anggota dan kriterianya ditetapkan<br />

dengan undang-undang. Komisi ini bertugas untuk menegakkan<br />

kebenaran dengan mengungkapkan penyalahgunaan kekuasaan dan<br />

pelanggaran hak asasi manusia pada masa lampau, sesuai dengan<br />

ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku, dan<br />

melaksanakan rekonsiliasi dalam perspektif kepentingan bersama sebagai<br />

bangsa. Langkah-langkah setelah pengungkapan kebenaran, dapat<br />

dilakukan pengakuan kesalahan, permintaan maaf, pemberian maaf,<br />

perdamaian, penegakan hukum, amnesti, rehabilitasi, atau alternatif lain<br />

yang bermanfaat untuk menegakkan persatuan dan kesatuan bangsa<br />

4<br />

dengan sepenuhnya memperhatikan rasa keadilan dalam masyarakat.”<br />

UU Pengadilan HAM mengatur mekanisme pengadilan untuk<br />

memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang termasuk dalam<br />

pelanggaran HAM berat, yaitu kejahatan genosida dan kejahatan<br />

5<br />

terhadap kemanusiaan. Terhadap kejahatan-kejahatan yang masuk<br />

kategori pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum tahun 2000,<br />

6<br />

dilakukan melalui pengadilan HAM ad hoc.<br />

2 Munculnya gagasan ini juga dipengaruhi oleh pengalaman negara lain misalnya di Afrika Selatan dan<br />

sejumlah negara di Amerika Latin. Lihat Progress Report, ”Pembentukan Komisi Kebenaran dan<br />

Rekonsiliasi” ELSAM, 27 Januari 2006.<br />

3. Lihat Ketetapan MPR No. V/2000.<br />

4. Ketetapan MPR No. V/2000, Hal. 8.<br />

5. Lihat pasal 7, 8 dan 9 UU No. 26/2000. Untuk melengkapi landasan hukum pengadilan HAM, pada tahun<br />

2002, pemerintah menerbitkan 2 Peraturan Pemerintah (PP); 1) PP No. 2/2002 tentang Tata Cara<br />

Perlindungan Saksi dan Korban dalam Pelanggaran HAM yang Berat dan PP No. 3/2002 tentang<br />

Kompensasi, Restitusi dan Rehabilitasi terhadap Korban Pelanggaran HAM yang Berat.<br />

6. Lihat pasal 43 UU No. 26/2000.<br />

52

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!