10.01.2013 Views

RH7yFQ

RH7yFQ

RH7yFQ

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

39<br />

dignitas<br />

Volume VIII No. 1 Tahun 2012<br />

Penutup<br />

Berkaca pada kasus Aceh, penyelesaian pelanggaran HAM di Indonesia<br />

memang sudah menjadi satu hal yang kusut. Instrumen-instrumen<br />

hukum yang tersedia—apalagi dengan dibatalkannya UU KKR—tidak<br />

mampu menerobos stagnasi ini. Bahkan, bukan para korban dan ahli<br />

warisnya saja yang semakin sukar untuk memperoleh kebenaran sebagai<br />

haknya, akan tetapi Presiden SBY pun tidak memiliki mekanisme yang<br />

legal ketika dia hendak meminta maaf kepada para korban. Ini suatu<br />

kondisi yang berlaku secara nasional, sementara pelanggaran HAM terus<br />

terjadi dan akumulatif, sebagaimana yang terjadi di Papua (konflik<br />

vertikal) dan kasus-kasus sengketa pertanahan (konflik horizontal).<br />

Untuk konteks Aceh, penyelesaian pelanggaran di masa konflik<br />

dapat dilihat sebagai arena politik di mana terjadi kontestasi antara<br />

persekongkolan elite berhadapan dengan para korban bersama<br />

organisasi masyarakat sipil. Sejak di meja perundingan Helsinki, masalah<br />

kejahatan masa lalu telah dimasukkan dalam laci perundingan oleh<br />

Martti Ahtisaari, dengan persetujuan pihak GAM dan RI. Hal ini lantas<br />

dilegalkan oleh Pansus RUU Pemerintahan Aceh. Apalagi, tidak lama<br />

kemudian MK membatalkan UU KKR. Kondisinya, pengadilan HAM<br />

belum dibentuk dan UU KKR—sebagai tempat sandaran hukum<br />

nasional bagi pembentukan KKR Aceh menurut pandangan elite politik<br />

Aceh dan Jakarta—dicabut.<br />

Namun, para korban dan OMS terus berikhtiar untuk adanya<br />

pembahasan dan pengesahan terhadap draf rancangan Qanun KKR<br />

yang sudah lama mereka formulasikan. Terakhir, dalam konteks<br />

Pemilukada 2012, ada negosiasi politik antara anggota parlemen dari<br />

Partai Aceh dan para pihak untuk membahas draf tersebut sebagai hak<br />

inisiatif DPRA, yang mana hal ini tidak terlepas dari janji politik saat<br />

pemilukada. Namun, korban dan OMS hendaknya tetap bersikap<br />

waspada dan kritis terhadap kemungkinan tindakan politik mereka di<br />

parlemen Aceh untuk mengorientasikan KKR sesuai dengan<br />

kepentingannya sebagai salah satu pihak yang potensial sebagai pelaku<br />

pelanggaran ham.<br />

Meskipun demikian, sebenarnya cukup penting untuk terus<br />

memperluas ikhtiar para korban dalam memonumenkan pelanggaran<br />

HAM, misalnya para korban dan OMS membentuk sebuah komisi<br />

historis, yang merupakan setengah perwujudan dari komisi kebenaran

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!