RH7yFQ
RH7yFQ
RH7yFQ
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Ikhtiar Mencuci<br />
”Karpet Martti” di Aceh<br />
Otto Syamsuddin Ishak<br />
Abstract<br />
The conflict between GAM and RI ended with the Helsinki MoU agreement on<br />
15 August 2005. The hope to deal with past human rights violations in Aceh<br />
appeared several times, but always ended in failures. This article explores the<br />
failures to deal with past human rights violations in Aceh inspite of the political<br />
change occured in the region<br />
Keywords: Aceh, Human Rights, Past Human Rights Violation<br />
Pendahuluan<br />
Harapan pertama penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia di Aceh<br />
muncul dalam perundingan Gerakan Aceh Merdeka (GAM)-RI di<br />
Helsinki (2005), tapi gagal. Harapan kedua muncul ketika pembahasan<br />
draf RUU Pemerintahan Aceh (2006), tapi gagal lagi. Harapan ketiga<br />
sempat bangkit paska pemilukada gubernur (2006) yang dimenangkan<br />
oleh golongan politik yang dahulunya pejuang, tetapi gagal juga.<br />
Paska Pemilu 2009 muncul lagi harapan ketika kursi parlemen<br />
provinsi didominasi oleh Partai Aceh (2009), tapi masih gagal juga.<br />
Harapan kelima timbul manakala kandidat gubernur/wakil gubernur<br />
dari Partai Aceh menang dalam pemilukada (2012), dan kini draft qanun<br />
KKR dijanjikan akan dibahas di parlemen provinsi Aceh. Apakah<br />
nantinya akan muncul qanun KKR sebagai instrumen untuk mencuci<br />
sebagian ”Karpet Martti” yang masih bersimbah darah?<br />
Hal yang sudah dapat dipastikan bahwa tidak ada elite politik,<br />
militer, gerilyawan dan milisi—baik secara sendiri-sendiri maupun<br />
secara bersama-sama—yang berani mengatakan atau sebaliknya<br />
membantah di depan publik perihal adanya pelanggaran HAM yang<br />
terjadi selama hampir tiga dasawarsa konflik GAM-RI di Aceh. Semua<br />
25