10.01.2013 Views

RH7yFQ

RH7yFQ

RH7yFQ

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

FOKUS<br />

Drama Abadi Pembajakan Demokrasi<br />

bertahun terdepolitisasi adalah integritas kebangsaan itu sendiri. Bung<br />

Karno ada benarnya:<br />

”perjuanganku lebih mudah dibandingkan perjuangan kalian nanti,<br />

karena sekarang aku berjuang melawan penjajah (bangsa asing), tapi<br />

akan lebih berat lagi perjuangan kalian, karena akan melawan bangsa<br />

kalian sendiri”<br />

Keinginan menghapus mimpi buruk masa lalu dan memelihara<br />

kebebasan masa kini malah membuat perhitungan dengan mantan<br />

penguasa rejim otoritarian kerap berbatas-batas. Hingga kini, tak satu<br />

ulasan tentang peralihan politik di berbagai negeri berani menyimpulkan<br />

bahwa setelah segala tindakan mengadili pimpinan diktator otoritarian,<br />

perhitungan dengan masa lalu selesai. Chile, setelah 20 tahun masih<br />

mengadili anggota junta militer. Demikian pula Argentina.<br />

Setelah 14 tahun menginterogasi mantan penguasa Orde Baru,<br />

kita justru diperhadapkan pada belantara sisa otoritarian yang tidak<br />

berujung. Reformasi 1998 melahirkan pengadilan HAM, suatu<br />

pengadilan paling menyeramkan untuk mengadili kejahatan terhadap<br />

kemanusiaan dan genosida. UU No. 26/2000 memerintahkan Komisi<br />

Nasional HAM membuat laporan pro-justicia yang menjadikannya<br />

lembaga paling prestisius dengan kewenangan mengkalkulasi perbuatan<br />

setingkat pimpinan negara. Namun pengadilan HAM dihadang oleh<br />

prosedur pembuktian yang merujuk pada kitab hukum pidana buatan<br />

pemerintah colonial, yang hanya mengenal kejahatan terorganisir.<br />

Belum sampai ke ranah pengadilan, sejak pagi-pagi Kejaksaan Agung<br />

menolak Komnas HAM, baik laporannya maupun data dan faktanya.<br />

Akhirnya tak satupun pengadilan menghukum pimpinan orkestra<br />

kekerasan Orde Baru.<br />

Selain laporan Komisi Kebenaran dan Persahabatan, komisi<br />

penyelidik dua negara Indonesia dan Timor Leste tahun 2007, tak ada<br />

laporan yang mengungkap kebenaran. Pernyataan komandan militer,<br />

pendapat akademisi, dakwaan Jaksa hingga pertimbangan hakim sama<br />

menyebut peristiwa paling tragis di republik ini sebagai bentrokan antar<br />

kelompok (Agung Putri, 2008). Tragedi 1965 dijelaskan sebagai langkah<br />

aparat keamanan memulihkan ketertiban akibat bentrokan antara<br />

kelompok pro dan anti komunis. Pembunuhan massal Tanjung Priok<br />

1984 dijelaskan sebagai upaya aparat keamanan mempertahankan diri<br />

dari amukan massa. Kekerasan selama jajak pendapat di Timor Leste<br />

16

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!