RH7yFQ
RH7yFQ
RH7yFQ
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
segalanya hingga berdekade kemudian. Anak istri suami tercerai-berai,<br />
hilangnya tulang punggung keluarga, dan mata pencaharian serta status<br />
sosial (Roosa, et.al, ed, 2004). Orang gerah bicara politik sekaligus takut<br />
pada agama atau etnis lain. Bila perempuan angkat bicara, tak akan<br />
mungkin serupa dengan ”satriyo piningit” melainkan wujud ”gerwani”<br />
yang artinya kasar, liar dan nakal. Bila masyarakat punya masalah, jalan<br />
keluarnya berupa obat mujarab tanpa menghiraukan problem<br />
politiknya: minum obat agar sembuh dan bukan membangun sistem<br />
kesehatan agar jangan sakit. Politik kewargaan lenyap, yang ada adalah<br />
aktor-aktor yang lolos litsus. Organisasi politik hanya ada bersama<br />
keluarnya ijin. Berkumpul lebih dari 5 orang juga ijin. Patriotisme cuma<br />
ada di benak orang yang punya rencana makar. Tidak ada hidup gotong<br />
royong dan kepemimpinan warga. Masyarakat muak pada politik<br />
sekaligus takut pada kekuasaan.<br />
Kekerasan tak semata soal kerugian psikis dan fisik. Kekerasan<br />
politik itu penuh makna sosial, bertujuan menghancurkan hubungan<br />
sosial antar individu dan individu dengan masyarakat. Yang hendak<br />
diperlihatkan adalah betapa orang bisa menjatuhkan martabat. (Hamber,<br />
2004)<br />
Politik Kenangan<br />
Masyarakat yang lumpuh kepemimpinannya, dicekam takut, disergap<br />
kenangan akan kekerasan politik masa lalu, menjalani peralihan<br />
kekuasaan yang khas. Bara api semangat menyeret penguasa lama,<br />
sejatinya ikut membakar serumah-rumahnya. Namun bayi demokrasi ini<br />
menghadapi dua soal besar: keharusan menghukum pelaku kekerasan<br />
masa lalu yang disandera oleh kebutuhan konsolidasi komponen bangsa<br />
secara demokratik. Tak ada kenyataan seindah adagium pengadilan atas<br />
kejahatan masa lalu melandasi terbangunnya masyarakat demokratik.<br />
Benar, mantan penguasa rejim otoritarian telah kehilangan<br />
legitimasinya. Tetapi konsolidasi demokrasi bukan perkara hukum<br />
apalagi moral. Dalam politik ada ribuan kemungkinan. Desakan public<br />
untuk pengadilan penghabisan bagi sang diktator, seperti di Mesir<br />
terhadap Hosni Mubarak awal Juni 2012 lalu, seharusnya membuka<br />
jendela demokrasi. Tetapi Mesir malah diguncang krisis dan lahir negara<br />
fundamentalis agama. Belum lagi Libya, Irak dan Hungaria. Pada<br />
bangsa-bangsa pasca kolonial pertaruhan gerakan demokrasi yang<br />
15<br />
dignitas<br />
Volume VIII No. 1 Tahun 2012