10.01.2013 Views

RH7yFQ

RH7yFQ

RH7yFQ

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

dignitas<br />

Volume VIII No. 1 Tahun 2012<br />

maghrib. Mengikuti menit-menit penantian itu aku menjalin pikiran,<br />

ingatan dan perasaan sebisanya tentang serpih fakta kekerasan masa lalu<br />

yang beterbangan di kota Jakarta. Kekerasan puluhan tahun lalu<br />

memang tinggal debu politik. Namun debu itu menempel lengket. Sama<br />

lengketnya dengan lelehan darah membeku di seragam Letjen S Parman<br />

yang dipajang di museum Lubang Buaya. Debu itu mestinya bisa<br />

dibersihkan. Anehya, tak satupun melakukannya.<br />

Dalam tragedi politik, tak mudah bagi kita menghapus jejaknya,<br />

seberapapun jauh usaha menenggelamkannya. Tiap sudut kota, orangorangnya<br />

berelasi dengan masa lalu, baik dengan kekuasaannya maupun<br />

penghancurannya. Ingatan yang telanjur kolektif terpelihara dari<br />

generasi ke generasi, dengan cara dan tujuan yang berbeda. Tidak ada<br />

masa lalu yang benar masa lalu, meskipun masalah datang silih berhanti,<br />

orang hidup dan mati, menetap dan pindah.<br />

Kenangan Politik<br />

Akhir-akhir ini kerap terdengar lontaran ”Ah, masyarakat sekarang<br />

sudah pragmatis.” Artiya masyarakat hanya peduli pada uang, persetan<br />

dengan nilai kejujuran dan keadilan. Survai kompas bulan lalu<br />

mengamini lontaran ini dengan angka-angka hasil survai. Masyarakat<br />

Indonesia bukan agen perubahan, tetapi motor konservatisme kultural<br />

dan politik.<br />

Suasana tak ingin berubah juga diberkati oleh pandangan dari<br />

Istana Negara. Presiden berhenti bicara soal masa lalu. Kunci<br />

rekonsiliasi, menurut SBY, adalah melupakan masa lalu. Ini dilontarkan<br />

di hadapan tokoh-tokoh dunia yang malang melintang memerangi<br />

kekerasan termasuk penerima hadiah Nobel, mantan presiden Timor<br />

Leste, Jose Ramos Horta. Mengingat masa lalu sama dengan<br />

menyandera diri pada masa lalu dan berhenti menatap masa depan.<br />

Presiden SBY cukupkan dengan bersyukur bahwa di masa<br />

pemerintahannya tidak terjadi pelanggaran HAM.<br />

Pendapat ini berbalik ketika Jokowi menang pada putaran<br />

pertama sebesar 42, 60 persen dengan dana minim melawan gubernur<br />

Jakarta yang menguasai hampir semua lini kehidupan ibu kota. Setelah<br />

berdebat tanpa kata sepakat untuk menjelaskan kejutan ini, akhirnya<br />

baik ahli politik maupun supir taksi sama beranggapan bahwa Jokowi<br />

menang karena rakyat Jakarta menginginkan perubahan.<br />

11

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!