10.01.2013 Views

RH7yFQ

RH7yFQ

RH7yFQ

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

FOKUS<br />

Drama Abadi Pembajakan Demokrasi<br />

menyiksa mereka di tahun 1998 dan di antara mereka jejaknya tak<br />

berbekas hingga kini. Sementara berbalik ke arah utara, menuju<br />

kampung Melayu-Matraman-Salemba tak satupun bisa menghindar<br />

melewati situs pembakaran pertokoan Ramayana, Jatinegara Mall dalam<br />

kerusuhan Mei 1998, gedung Departemen Pertanian dalam peristiwa 27<br />

Juli 1996, dan markas PKI di Jalan Kramat 81 pada tahun 1966.<br />

Di tengah kampung ini tergelar kembali lembar kejadian demi<br />

kejadian yang sempat kubaca dan kudengar tentang kekerasan politik.<br />

Tak sedikitpun aku pernah mengalaminya. Namun dalam berbagai<br />

sebab dan cara ikut membentuk pikiran, dan cita rasa. Ada komunitas<br />

yang secara sembarangan disebut komunitas korban kekerasan oleh<br />

negara yang aroma penderitaannya belasan tahun terhirup. Jujur, tak<br />

seluruh cerita mereka kurasai sebagai ratapan dan malah sebaliknya aku<br />

lebih suka belajar dari mereka. Kadang bila gairah hilang, kita tenggelam<br />

dalam kehidupan masing-masing.<br />

Mulanya adalah seorang sahabat datang padaku meminta<br />

menulis soal politik yang berurusan dengan korban. Kupikir ini bukan<br />

saatnya. Waktuku habis bersama teman jalanan, para pencoleng, preman<br />

terminal, tukang kayu, pengupas bawang Pasar Induk, serta penganggur<br />

di kampungku, korban pemiskinan. Hitungan matematis mereka<br />

tentang kehidupan ini adalah mendapat hari ini untuk hari ini. Masa<br />

depan cuma akumulasi dari potongan-potongan keberuntungan hari ke<br />

hari. Bagaimanakah caraku mengkalkulasi biaya darah dan derita masa<br />

lalu untuk masa depan ketika kampung ini separuhnya berisi kaum<br />

serabutan?<br />

Tapi ada daya tariknya permintaan temanku itu. Aku harus<br />

menjawab pertanyaan, adakah jalan keluar bagi korban dalam politik<br />

carut-marut saat ini. Aku berhadapan dengan gagahnya kesimpulan<br />

akademik teoritisi politik yang memvonis bahwa transisi di Indonesia<br />

sudah berhenti. Dan hanya ada satu sebab, menurut mereka, sistem dan<br />

institusi demokrasi telah dibajak oleh elit dominan warisan Orde Baru<br />

maupun elit baru. Rasanya tidak ada salahnya pendapat ini. Namun<br />

dalam hati aku ingin tahu, makhluk seperti apakah yang mampu<br />

menunda terselesaikannya masa lalu sekaligus membajak demokrasi<br />

dalam satu tarikan nafas?<br />

Hari menjelang sore. Angin sore merambat menyusup jendela<br />

kamar. Kurasai hawa penantian sekalian orang akan datangnya azan<br />

10

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!