RH7yFQ
RH7yFQ
RH7yFQ
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
OASE<br />
Puisi Pelarian Wiji Thukul<br />
sekalipun kalian memiliki 1.000.000 gudang peluru<br />
Dalam pelarian, Thukul terus mengikuti pemberitaan media<br />
massa. Dia membaca koran dan melihat televisi. Dia menemukan<br />
kenyataan bahwa pemberitaan media massa lebih banyak<br />
mempraktikkan jurnalisme omongan. Bukan jurnalisme yang<br />
memberitakan realitas penderitaan rakyat. Semua kebohongan yang<br />
diucapkan penguasa dikutip mentah-mentah oleh media massa. Thukul<br />
mencemaskan bahwa bukan tak mungkin yang akan muncul adalah<br />
nasionalisme model jaman Nazi di Jerman.<br />
Jakarta simpang siur<br />
ormas-ormas tiarap<br />
tiap dengar berita<br />
pasti ada aktivis ditangkap<br />
telepon-telepon disadap<br />
koran-koran disumbat<br />
rakyat was-was dan pengap<br />
diam-diam orang cari informasi<br />
dari radio luar negeri<br />
jangan percaya<br />
pada berita mass media cetak<br />
dan elektronika asing!<br />
Penguasa berteriak-teriak setiap hari<br />
Nasionalismenya mirip Nazi<br />
Thukul juga menulis beberapa kata, tidak dalam bentuk puisi,<br />
tapi lebih merupakan rangkaian kata-kata terpilih. Kata-kata ini lebih<br />
merupakan perasaan Thukul saat membaca, mendengar dan memirsa<br />
tayangan televisi.<br />
berhari-hari – ratusan jam – ratusan kilometer – puluhan kota – bis – colt – truk –<br />
angkutan – asap rokok – uap sampah – tengik wc – knalpot terminal – embun<br />
subuh – baca koran – omongan penguasa – nonton tivi – omongan penipu – presiden<br />
marah-marah – jendral-jendral marah-marah – intelektual bayaran ikut-ikutan –<br />
100