Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
LARUTAN<br />
(Re-New by: Mikha :)<br />
I. PENDAHULUAN<br />
A. DEFINISI<br />
Definisi Larutan:<br />
• FI III, hal 32<br />
Larutan adalah <strong>sediaan</strong> cair yang mengandung bahan kimia terlarut, kecuali dinyatakan<br />
lain, sebagai pelarut digunakan air suling.<br />
• FI Ed IV hal 15-16<br />
Larutan adalah <strong>sediaan</strong> cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia terlarut, misal :<br />
terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling<br />
bercampur.<br />
Bentuk <strong>sediaan</strong> larutan digolongkan menurut cara pemberiannya. Misalnya Larutan oral,<br />
Larutan topical, Larutan otik, Larutan optalmik atau penggolongan didasarkan pada sistem<br />
pelarut dan zat terlarut seperti Spirit, Tingtur, dan Larutan air.<br />
Larutan oral adalah <strong>sediaan</strong> cair yang dibuat untuk pemberian oral, mengandung satu atau<br />
lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis, atau pewarna yang larut<br />
dalam air atau campuran kosolven-air.<br />
Sediaan zat padat atau campuran zat padat yang harus dilarutkan dalam pelarut sebelum<br />
diberikan secara oral disebut “…. Untuk Larutan Oral”, misalnya Kalium Klorida untuk<br />
Larutan Oral.<br />
Larutan Topikal adalah larutan yang biasanya mengandung air tetapi seringkali<br />
mengandung pelarut lain, seperti etanol dan poliol, untuk penggunaan topikal pada<br />
kulit / dalam hal ini larutan lidokain oral topical untukk penggunaan pada permukaan<br />
mukosa mulut. Istilah Lotio adalah larutan atau suspensi yang digunakan secara<br />
topikal.<br />
Larutan Otik adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain<br />
dan bahan pendispersi, untuk pengunaan dalam telinga luar.<br />
Spirit adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol dari zat mudah<br />
menguap, umumnya merupakan larutan tunggal atau campuran bahan.<br />
Tingtur adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol dibuat dari bahan<br />
tumbuhan atau senyawa kimia.<br />
Air aromatik adalah larutan jernih dan jenuh dalam air, dari minyak mudah menguap /<br />
senyawa aromatik/ bahan mudah menguap lain ; yang dibuat secara destilasi atau<br />
dari larutan senyawa aromatik dengan / tanpa menggunakan bahan pendispersi.<br />
• BP 2002, hal 1881-1884<br />
Cairan oral<br />
Cairan oral adalah <strong>sediaan</strong> cair yang biasanya merupakan larutan, suspensi atau<br />
emulsi dengan satu atau lebih zat aktif didalam pembawa yang cocok. Namun demikian,<br />
dapat pula dipergunakan zat pembawa dimana zat aktifnya adalah pembawanya tersebut.
Cairan oral dapat mengandung bahan-bahan pembantu termasuk pengawet<br />
antimikroba, antioksidan, bahan pendispersi, bahan pensuspensi, bahan pengemulsi,<br />
bahan penstabil, bahan peningkat viskositas, bahan peningkat kelarutan, buffer, bahan<br />
penambah rasa, bahan pewarna dan bahan pemanis. Pembawa untuk partikel cairan oral<br />
seharusnya dipilih yang baik untuk zat aktif atau bahan-bahan lain sehingga memiliki<br />
karakteristik organoleptik yang cocok untuk digunakan dalam <strong>sediaan</strong> sesuai dengan tujuan<br />
penggunaan.<br />
Cairan oral dapat diencerkan hanya jika pelarut direkomendasikan oleh produsen<br />
pembuatnya. Didalam kasus dimana cairan oral berbentuk granul atau serbuk, maka<br />
<strong>sediaan</strong> harus dilengkapi dengan <strong>sediaan</strong> lain sebagai pelarut. Cairan oral yang<br />
dicairkan digunakan antara dua minggu setelah disiapkan, dan periode waktu setelah itu<br />
tidak dimaksudkan untuk digunakan lagi. Seperti diterangkan dalam masing-masing<br />
monografi, pengenceran dalam cairan oral harus selalu disediakan segar, terlepas dari<br />
sifat pelarut yang digunakan. Jika tidak ada pernyataan lain dalam masing-masing<br />
monografi, pengenceran cairan oral harus disediakan segar, kecuali pelarut<br />
mengandung pengawet antimikroba yang cocok. Sediaan cairan oral yang dicairkan memiliki<br />
stabilita fisik dan kimia yang lebih kecil dari <strong>sediaan</strong> cairan oral yang sama yang tidak<br />
dicairkan.<br />
Larutan oral<br />
adalah cairan oral yang mengandung satu atau lebih zat terlarut dalam pembawa yang<br />
cocok.<br />
Definisi sirup:<br />
• FI Ed III, hal 31<br />
Sirup adalah <strong>sediaan</strong> cair berupa larutan yang mengandung sakarosa, kecuali dinyatakan<br />
lain, kadar sakarosa, C 12 H 22 O 11 , tidak kurang dari 64,0% dan tidak lebih dari 66,0%.<br />
Pembuatan Sirup<br />
Kecuali dikatakan lain, sirup dibuat sebagai berikut :<br />
Buat cairan untuk sirup, panaskan, tambahkan gula, jika perlu didihkan hingga larut.<br />
Tambahkan air mendidih secukupnya hingga diperoleh bobot yang dikehendaki, buang<br />
busa yang terjadi, serkai.<br />
Pada pembuatan sirop dari simplisia yang mengandung glikosida antrakinon, ditambahkan<br />
natrium karbonat sejumlah 10% dari bobot simplisia. Kecuali dinyatakan lain, pada<br />
pembuatan sirop simplisia untuk per<strong>sediaan</strong> ditambahkan metal paraben 0,25% b/v atau<br />
pengawet lain yang cocok.<br />
• FI Ed IV, hal 15<br />
Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain dengan kadar<br />
tinggi. Larutan sukrosa hampir jenuh dalam air dikenal sebagai Sirup atau Sirup Simpleks.<br />
• BP, 2002, hal 1881-1883<br />
Sirup tidak mengandung zat aktif, bukan merupakan suatu bentuk <strong>sediaan</strong>, tetapi<br />
merupakan campuran yang seringkali digunakan sebagai pelarut atau zat pembawa<br />
karena rasa dan sifat manisnya. Sebaiknya dibuat segar kecuali apabila ditambahkan<br />
zat pengawet. Dikarakterisasi dengan rasa manis dan memiliki konsistensi yang viscous,<br />
mengandung sukrosa paling tidak 45 % b/b.
• Pembuatan sirupus simplex (Fornas, 1978, hal 273)<br />
Sirop Gula<br />
Komposisi : tiap 100 ml mengandung :<br />
Saccharum album<br />
65 g<br />
Methylis parabenum 250 mg<br />
Aqua destilata hingga 100 ml (%b/v) *<br />
* Dalam kuliah, diterangkan bahwa penggunaan aqua destilata hingga 100 g (%b/b)<br />
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam <strong>sediaan</strong> larutan :<br />
1. Kelarutan zat aktif<br />
2. Kestabilan zat aktif dalam larutan<br />
3. Dosis takaran<br />
4. Penyimpanan<br />
5. Penampilan menarik (rasa,warna, viskositas)<br />
Untuk meningkatkan kecepatan proses melarut : (Ansel, hal 316-317)<br />
• Menggunakan panas perlu diperhatikan kestabilan senyawa terhadap panas<br />
• Mengurangi ukuran partikel zat terlarut (menghaluskan) peningkatan luas permukaan<br />
terhadap pelarut<br />
• Menggunakan bahan pembantu pelarut contohnya siklodekstrin, gliseril monostearat,<br />
lesitin, dan asam stearat (HOPE 2003 hal 186, 264, 340, 615)<br />
• Pengadukan<br />
Cara yang baik melarutkan bahan padat (zat aktif atau bahan lain) ke dalam sirup, adalah bahan<br />
padat dilarutkan terlebih dulu dalam sejumlah minimal air murni, kemudian larutan<br />
tersebut digabungkan dengan sirup. Bila senyawa padat ditambahkan langsung ke sirup,<br />
senyawa tersebut dilarutkan pelan-pelan (kecepatan pelarutan lambat) karena sifat kental<br />
sirup tidak memungkinkan senyawa padat tersebat cepat ke seluruh sirup untuk pelarut<br />
yang tersedia dan karena terbatasnya air yang tersedia dalam sirup pekat tersebut (Ansel,<br />
hal 338).<br />
Cara pembuatan larutan (Ansel, hal 335-341)<br />
Tergantung pada sifat kimia dan fisika bahan-bahan<br />
1. Larutan yang dibuat dengan bantuan panas<br />
Digunakan bila dibutuhkan untuk membuat sirup secepat mungkin dan komponen<br />
sirup tidak rusak atau menguap oleh panas.<br />
Caranya: gula ditambahkan ke air yang dimurnikan, dan panas digunakan sampai<br />
larutan terbentuk. Komponen lain yang tahan panas ditambahkan ke sirup panas, dicampur<br />
dan dibiarkan sampai dingin, dan volume disesuaikan sampai jumlah yang tepat dengan<br />
penambahan air murni. Bila terdapat zat-zat yang tidak tahan panas / ada senyawa<br />
menguap, ditambahkan ke sirup setelah larutan gula yang terbentuk oleh pemanasan dan<br />
larutan cepat-cepat didinginkan sampai dengan temperatur ruang.<br />
Contoh : sirup akasia, sirup coklat<br />
2. Larutan yang dibuat dengan diaduk, tanpa bantuan panas<br />
Digunakan untuk menghindari panas yang dapat menyebabkan inversi sukrosa. Pada skala<br />
kecil, sukrosa dan zat formula lain, ditempatkan dalam botol yang kapasitasnya lebih<br />
besar daripada volume sirup yang akan dibuat, kemudian dilarutkan dalam air murni<br />
dan memungkinkan pengadukan campuran dengan seksama. Namun proses ini memakan<br />
waktu lebih lama (daripada bantuan panas), tapi produk memiliki kestabilan yang<br />
maksimum.<br />
Contoh : Sirup ferro sulfat<br />
3. Penambahan sukrosa ke dalam cairan obat atau ke dalam pemberi rasa<br />
Cairan obat (bentuk tingtur atau ekstrak cair) ditambahkan sukrosa dalam <strong>sediaan</strong> sirup.
Contoh : sirup senna<br />
4. Perkolasi<br />
Air murni / larutan air dari cairan obat, atau cairan pemberi rasa dibiarkan untuk melewati<br />
kolom kristal sukrosa dengan lambat untuk melarutkannya. Hasil perkolasi (perkolat)<br />
ditampung dan dikembalikan ke dalam alat perkolasi sesuai kebutuhan sampai semua<br />
sukrosa telah dilarutkan.<br />
Contoh : sirup ipecac<br />
B. Penggolongan (jenis) (Ansel, hal 318-319)<br />
Digolongkan menjadi larutan oral dan campuran kering untuk larutan oral.<br />
• Larutan oral<br />
Larutan yang dimaksudkan untuk pemberian oral, mengandung flavouring agent dan<br />
pewarna (untuk membuat obatlebih menarik dan enak bagi pasien), stabilisator (untuk<br />
menjaga stabilitas fisika dan kimia dari zat aktif) dan bahan pengawet (untuk<br />
mencegah pertumbuhan jasad renik dalam larutan). Sudah diformulakan sehingga<br />
pasien dapat langsung mengkonsumsinya, dengan dosis lazim obat dalam suatu<br />
pemberian yang menyenangkan, seperti 5 ml (satu sendok teh) atau 15 ml (satu sendok<br />
makan). Selain itu juga tersedia dalam bentuk larutan oral tetes, yang digunakan<br />
untuk pasien anak-anak yang memerlukan konsumsi dalam dosis kecil, dengan<br />
menggunakan alat penetes yang sudah disediakan.<br />
• Campuran kering untuk larutan<br />
Berupa campuran bubuk kering, yang mengandung semua komponen formulasi termasuk<br />
zat aktif, flavouring agent, pewarna, dapar, dan lain-lain, kecuali pelarut-nya. Sebelum<br />
disampaikan pada pasien, terlebih dulu diracik dengan sejumlah air suling yang<br />
dicantumkan jumlahnya. Setelah diracik, hasilnya akan stabil selama 7-14 hari, tergantung<br />
pada pembuatannya merupakan suatu periode waktu yang cukup bagi pasien untuk<br />
menghabiskan semua volume obat yang ditulis dalam resep, tapi jika obat tersisa, bagian<br />
yang tersisa tersebut harus dibuang karena sudah tidak layak untuk digunakan.<br />
Umumnya digunakan untuk antibiotika tertentu yang tidak memiliki stabilitas yang<br />
cukup dalam larutan berair, untuk memenuhi periode shelf-life yang diperpanjang.<br />
Contoh-nya :<br />
- Acetaminophen, untuk larutan effervescent, USP<br />
- Cloxaxillin sodium, untuk larutan oral, USP<br />
- Methenamine mandelate, untuk larutan oral, USP<br />
- Oxacillin sodium, untuk larutan oral, USP<br />
- Penicillin G potassium, untuk larutan oral, USP<br />
- Penicillin V potassium, untuk larutan oral, USP<br />
- Clindamycin palmitate HCl, untuk larutan oral, USP<br />
- Potassium chloride, untuk larutan oral, USP<br />
C. Keuntungan dan Kerugian Bentuk <strong>sediaan</strong> Sirup (Larutan)<br />
(Pharmaceutics, The Science of dosage Form Design, Aulton, 254-255 & TPC, 1994, hal 31)<br />
Keuntungan bentuk <strong>sediaan</strong> sirup :<br />
1. Lebih mudah ditelan dibanding bentuk padat sehingga dapat digunakan untuk bayi,<br />
anak-anak, dan usia lanjut.<br />
2. Segera diabsorpsi karena sudah berada dalam bentuk larutan (tidak mengalami peroses<br />
disintegrasi dan pelarutan).<br />
3. Obat secara homogen terdistribusi ke seluruh <strong>sediaan</strong>.<br />
4. Mengurangi resiko iritasi pada lambung oleh zat-zat iritan (ex. Aspirin, KCl), karena
larutan akan segera diencerkan oleh isi lambung.<br />
Kerugian bentuk <strong>sediaan</strong> sirup :<br />
1. Larutan bersifat voluminous, sehingga kurang menyenangkan utnuk diangkut dan<br />
disimpan. Apabila kemasan rusak, keseluruhan <strong>sediaan</strong> tidak dapat dipergunakan.<br />
2. Stabilitas dalam bentuk larutan biasanya kurang baik dibandingkan bentuk <strong>sediaan</strong><br />
tablet atau kapsul, terutama jika bahan mudah terhidrolisis.<br />
3. Larutan merupakan media ideal untuk pertumbuhan mikroorganisme, oleh karena itu<br />
memerlukan penambahan pengawet.<br />
4. Ketepatan dosis tergantung kepada kemampuan pasien untuk menakar.<br />
5. Rasa obat yang kurang menyenangkan akan lebih terasa jika diberikan dalam larutan<br />
dibandingkan dalam bentuk padat. Walaupun demikian, larutan dapat diberi pemanis<br />
dan perasa agar penggunaannya lebih nyaman.<br />
II. FORMULA<br />
R/ Zat aktif<br />
Pelarut / pembawa<br />
Pemanis<br />
Pengental<br />
Anti cap-locking agent<br />
Pengawet<br />
Flavouring agent (pewangi /<br />
perasa)<br />
Pewarna (dye)<br />
Pembasah jika perlu<br />
Solubilizer jika perlu<br />
Antioksidan jika perlu<br />
Pengatur pH (dapar) jika perlu<br />
A. Bahan Pembantu (Eksipien)<br />
1. Pelarut / pembawa<br />
Pelarut / pembawa yang biasa digunakan adalah air, air aromatik, sirup, juice (dari buah,<br />
dimana<br />
pemilihannya tergantung tujuan penggunaan <strong>sediaan</strong> dan sifat fisika-kimia zat aktif),<br />
spirits, dan minyak (TPC, 1994, hal 32-34). Selain itu dapat juga digunakan: air murni<br />
USP, alcohol USP, alkohol encer NF, gliserin USP, propilen glikol USP (Ansel, hal 312-<br />
316).<br />
2. Anticaplocking agent<br />
Untuk mencegah kristalisasi gula pada daerah leher botol (cap locking), maka<br />
umumnya digunakan alkohol polyhydric seperti sorbitol, gliserol, atau propilenglikol.<br />
(Aulton, 1988, 254-267). Yang paling umum digunakan adalah sorbitol sebanyak 15-<br />
30%. (Handbook of Pharmaceutical Excipient, second ed, hal 477)<br />
3. Flavouring agent (TPC,1994, hal 36)<br />
Flavour digunakan untuk menutupi rasa tidak enak dan membuat agar obat dapat<br />
diterima oleh pasien terutama anak-anak. Dalam pemilihan pewangi harus<br />
dipertimbangkan, untuk siapa obat diberikan dan berapa usia pengkonsumsinya. Anakanak<br />
lebih menyukai rasa manis atau buah-buahan sedangkan orang dewasa lebih<br />
menyukai rasa asam.<br />
Pertimbangan untuk pemilihannya : (Ansel, hal 334-335)<br />
• Harus mempunyai kelarutan dalam air yang cukup<br />
Kadang-kadang sejumlah kecil alkohol ditambahkan ke sirup untuk menjamin<br />
kelarutan flavouring agent yang kelarutannya dalam air buruk.<br />
• Disesuaikan dengan tujuan pemberian<br />
Yaitu untuk anak-anak atau dewasa ; juga berhubungan dengan zat pewarna yang
digunakan.<br />
Flavour<br />
Sifat Obat (rasa obat)<br />
Buah-buahan<br />
Asam<br />
Butterscotch, liquorice, cinnamon<br />
Asin<br />
Coklat, anisi, sirup buah-buahan, orange, gentian Pahit<br />
Flavour seperti asam sitrat, garam, dan monosodium glutamate kadang-kadang juga<br />
digunakan. Ada juga yang sudah khusus dikombinasikan dengan obat antasid.<br />
Flavouring agent dapat tidak stabil secara kimiawi karena : oksidasi, reduksi, hidrolisis,<br />
dan adanya pengaruh pH.<br />
The Theory and Practice of Industrial Pharmacy Ed III, hal 470<br />
Rasa<br />
Flavour<br />
Garam (asin)<br />
Pahit<br />
Manis<br />
Sour (asam)<br />
Maple, apricot, peach, vanili, butterscotch, wintergreen mint<br />
Wild cherry, walnut, coklat, anisi, mint combination, passion<br />
fruit, mint spice<br />
Buah-buahan, vanili, berry<br />
Citrus, licorice, root beer, raspberry<br />
Konsentrasi yang digunakan: qs. Selain itu, perlu diperhatikan stabilitas flavouring agent<br />
dan konsentrasi terhadap pembawa (Aulton, 1988, hal 263).<br />
4. Zat Pewarna (TPC, 1994, hal 36-37)<br />
Zat pewarna ditambahkan ke dalam <strong>sediaan</strong> oral cair untuk menutupi penampilan<br />
yang tidak menarik atau meningkatkan penerimaan pasien. Zat warna yang ditambahkan<br />
harus sesuai dengan flavour <strong>sediaan</strong> tersebut. Zat warna harus nontoksik, non-iritan, dan<br />
dapat tersatukan dengan zat aktif serta zat tambahan lainnya. Dalam pemilihan zat warna<br />
harus dipertimbangkan juga masalah:<br />
• Kelarutan larut dalam air.<br />
• Stabilitas warnanya stabil pada kisaran pH, di bawah cahaya yang intensif dan<br />
masa penyimpanan.<br />
• Ketercampuran tidak bereaksi dengan komponen lain dari sirup.<br />
• Konsentrasi zat warna dalam <strong>sediaan</strong><br />
Stabilitas warna biasanya tergantung pada pH.<br />
Contoh : Sunset yellow FCF, stabil pada pH asam dan berubah warna atau<br />
terjadi pengendapan pada pH basa.<br />
Zat warna yang digunakan adalah zat warna yang diizinkan untuk obat oral<br />
Kebanyakan pewarna yang biasa digunakan pada <strong>sediaan</strong> farmasi mempunyai Nomor E<br />
100-180 dan Nomor FD & C, contoh :<br />
• Tartrazine (E 102 dan FD & C yellow no 5)<br />
• Citrus red no 2 (Aulton, 1988, 262-263)<br />
Beberapa zat warna yang dilarang di beberapa negara eropa, diantaranya : tartrazine<br />
(menimbulkan reaksi alergi), amaranth, dan lisamin hijau.<br />
Zat warna dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kategori (TPC, 1994, hal 36-37) :<br />
• Pigmen mineral<br />
Pigmen mineral seperti besi oksida terutama digunakan untuk <strong>sediaan</strong> padat dan<br />
untuk pemakaian luar. Penggunaannya untuk <strong>sediaan</strong> oral dilarang karena kelarutannya<br />
sangat kecil dalam air.
• Zat warna alam<br />
Zat warna alam dapat diperoleh dari isolasi atau ekstraksi tumbuh-tumbuhan atau<br />
hewan. Contoh at warna alam : antosiamin, karotenoid, klorofil, xantofil, riboflavin,<br />
saffron, ekstrak bit merah, cochineal, dan caramel. Kelemahan dari zat warna alam<br />
adalah komposisi dan warnanya tiap batch berbeda. Beberapa zat warna alam<br />
biasanya digunakan untuk produk minyak atau lemak.<br />
Beberapa larutan dari pewarna alam mempunyai kestabilan terbatas terhadap cahaya<br />
dan pH<br />
dan terhadap senyawa pengoksidasi dan pereduksi.<br />
• Zat warna sintetik<br />
Zat warna sintetik celup lebih disukai dibanding zat warna alam untuk <strong>sediaan</strong> oral cair<br />
karena zat warna ini mempunyai aneka warna yang lebih luas dan warnanya lebih<br />
reprodusibel dan intensitas warna yang seragam dan warna lebih stabil. Ada 2 tipe zat<br />
warna sintetik celup :<br />
♠ zat warna celup asam, yang membentuk garam dengan basa bermuatan negative<br />
♠ zat warna calup basa, yang membentuk garam dengan asam bermuatan positif<br />
kebanyakan zat warna sintetik yang digunakan untuk <strong>sediaan</strong> oral cair adalah<br />
bentuk asam, kebanyakan adalah garam Na dari asam sulfonat dan banyak yang berupa<br />
campuran azo. Zat warna ini tidak tercampurkan dengan banyak alkaloid, turunan<br />
fenotiazin, dan antihistamin.<br />
5. Pengawet<br />
Pada umumnya <strong>sediaan</strong> sirup merupakan <strong>sediaan</strong> dengan dosis berulang (multiple dose),<br />
sehingga<br />
terdapat kemungkinan yang sangat besar mengalami kontaminasi mikroorganisme. Oleh<br />
sebab itu,<br />
diperlukan pengawet yang merupakan salah satu bahan pembantu yang ditambahkan,<br />
untuk mengurangi kontaminasi mikroorganisme. Adanya mikroorganisme di dalam<br />
<strong>sediaan</strong> akan mempengaruhi stabilita <strong>sediaan</strong> / potensi zat aktif. (Diktat Teknologi<br />
Sediaan Likuida dan Semi Solida, hal 14)<br />
Alasan penggunaan bahan pengawet secara kombinasi adalah dalam rangka untuk<br />
meningkatkan kemampuan spektrum antimikroba, efek yang sinergis memungkinkan<br />
penggunaan pengawet dalam jumlah kecil, sehingga kadar toksisitasnya menurun pula,<br />
dan mengurangi kemungkinan terjadinya resistensi.<br />
Kriteria untuk pengawet adalah :<br />
a. Harus efektif melawan mikroorganisme spektrum luas<br />
b. Harus stabil secara fisik, kimia, dan secara mikrobiologikal, selama Lifetime produk<br />
c. Harus nontoksik, nonsensitizing, cukup larut, dapat tercampurkan dengan komponen<br />
formula lain, pada konsentrasi yang digunakan mempunyai rasa dan bau yang dapat<br />
diterima pengguna (Aulton, 1988, hal 486).<br />
Pengawet yang banyak digunakan untuk oral diantaranya (TPC, 1994, hal 34-35) :<br />
• Kloroform : karsinogen dan mempunyai beberapa kekurangan seperti: cepat<br />
menguap, bereaksi dengan plastik sehingga bisa menyebabkan distorsi wadah.<br />
• Etanol seringkali digunakan dalam pembuatan sirup untuk membantu kelarutan<br />
bahan-bahan yang larut alkohol. Tapi secara normal, kandungan alkohol dalam<br />
produk akhir tidak berada dalam jumlah yang cukup untuk dianggap sebagai<br />
pengawet (15-20%) (Ansel, hal 334).
• Asam benzoat (aktif pada pH rendah)<br />
• Asam sorbat (aktif pada pH rendah)<br />
• Ester hidroksibenzoat<br />
• Syrup, dengan konsentrasi sukrosa lebih dari 65 %<br />
• asam dan garam benzoate untuk larutan oral: 0,01-0,1% ; untuk sirup oral: 0,15%<br />
(HOPE, 2003, hal 50)<br />
• asam dan garam sorbat 0,05-0,2 % (umumnya digunakan kombinasi dengan pengawet<br />
lain, contoh : glikol) (HOPE, 2003, hal 588)<br />
• methylparaben : 0,015-0,2% (HOPE, 2003, hal 390) ; 0,1–0,25 % (RPS, 2005, 748)<br />
• propylparaben : 0,01-0,02% (HOPE, 2003, hal 526) ; 0,1–0,25 % (RPS, 2005, 748)<br />
• methylparaben 0,18% dan propylparaben 0,02% b/v kombinasi tersebut digunakan<br />
untuk berbagai formulasi <strong>sediaan</strong> parenteral (HOPE, 2003, hal 526)<br />
6. Antioksidan (TPC, 1994, hal 35)<br />
Antioksidan di dalam <strong>sediaan</strong> larutan berfungsi sbg proteksi terhadap bahan aktif<br />
yang mudah teroksidasi oleh oksigen (Diktat Teknologi Sediaan Likuida dan Semi Solida,<br />
hal 14). Antioksidan yang ideal bersifat : nontoksik, noniritan, efektif pada konsentrasi<br />
rendah (pada kondisi tertentu penggunaan dan penyimpanan), larut dalam fase pembawa,<br />
stabil, tidak berbau dan tidak berasa.<br />
Contoh antioksidan adalah :<br />
• asam askorbat (pH stabilita 5,4 ; penggunaan 0,01-0,1% b/v) (HOPE, 2003, hal 32)<br />
• asam sitrat 0,3 – 2,0 % sebagai sequestering agent dan antioxidant sinergist<br />
(HOPE, 2003, hal 158)<br />
• Na-metabisulfit 0,01 – 1,0 % b/v untuk formulasi <strong>sediaan</strong> oral, parenteral,<br />
topikal (HOPE, 2003, hal 571)<br />
• Na sulfite<br />
7. Pemanis (Sweetening Agent) (TPC, 1994, hal 35)<br />
Pemanis yang umum digunakan adalah glukosa, sukrosa, sirup, dan madu.<br />
a. Sukrosa<br />
Sukrosa membentuk larutan tidak berwarna yang stabil di pH 4-8, konsentrasi<br />
tinggi memberikan rasa manis yang dapat menutupi rasa pahit / asin dari<br />
beberapa senyawa obat, tidak hanya dapat meningkatkan viskositas, tapi juga<br />
memberi tekstur yang menyenangkan di mulut.<br />
Pemakaian sukrosa sering dikombinasikan dengan sorbitol, gliserin, dan poliol<br />
yang lain untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kristal gula dalam penyimpanan.<br />
Sediaan sirup itu banyak digunakan untuk obat batuk. Namun kekurangannya<br />
adalah, pada obat yang bergula yang digunakan dalam jangka waktu lama pada anakanak<br />
bisa merusak gigi. Hati-hati untuk penderita diabetes, penggunaan fruktosa atau<br />
hydrogen glucose syrup, karena fruktosa juga akan diubah menjadi glukosa!<br />
b. Sorbitol, manitol, xylitol<br />
Pada dosis tinggi bisa menyebabkan diare.<br />
c. Sirup adalah <strong>sediaan</strong> pekat dalam air dari gula / pengganti gula dengan atau tanpa<br />
penambahan<br />
bahan pewangi dan zat aktif obat. Contoh : sirup akasia, sirup cerri, sirup coklat,<br />
sirup eriodiktion aromatik, sirup jeruk, sirup, sirup tolu balsam. (Ansel, hal 327)<br />
d. Pemanis sintetik yang sering digunakan :<br />
• Garam Na dan Ca dari sakarin<br />
Pemanis ini digunakan untuk larutan. Sakarin larut di air, stabil pada range<br />
pH yang luas. Dosis kecil bisa memberikan rasa manis. Kadar kemanisan 250-500<br />
kali sukrosa, penggunaan terbatas karena memberikan rasa pahit setelah pemakaian.<br />
• Aspartam
Umum digunakan untuk makanan dan minuman. Aspartam ini bisa<br />
terhidrolisis ketika dipanaskan pada suhu tinggi sehingga rasa manisnya bisa<br />
hilang. Penggunaan aspartam tidak boleh berlebihan untuk pasien yang<br />
mengalami fenilketonuria. Kadar kemanisan 200 kali sukrosa, tanpa rasa pahit<br />
setelah pemakaian.<br />
• K-acesulfam (jarang digunakan) → tidak terpengaruh oleh panas.<br />
• Thaumatin<br />
Senyawa ini merupakan senyawa paling manis, penggunaannya kadang<br />
dikombinasikan dengan gula karena suka terasa sedikit rasa pahit dan rasa<br />
logam setelah mengkonsumsi pemanis ini.<br />
8. Pembasah<br />
Contoh pembasah (humektan) antara lain : (HOPE 2003 hal 257, 521, 596)<br />
• Gliserin : < 30 %<br />
• Propilen glikol<br />
• Sorbitol<br />
: 10-25 % (larutan oral)<br />
: 20-35 % (larutan oral)<br />
70 % (suspense oral)<br />
9. Dapar<br />
Zat yang range pH stabilitasnya kecil maka harus didapar dengan dapar yang sesuai<br />
dengan memperhatikan :<br />
- ketercampuran dengan kandungan larutan<br />
- inert<br />
- tidak toksik<br />
- kapasitas dapar yang bersangkutan<br />
Larutan yang mengandung asam kuat atau basa kuat adalah larutan yang<br />
mempunyai kapasitas dapar. Kebanyakan dapar terdiri dari campuran asam lemah dan<br />
garamnya atau basa lemah dan garamnya. Larutan dapar seharusnya disiapkan segar.<br />
Harus disimpan pada wadah gelas bebas alkali dan tidak lebih dari tiga bulan setelah<br />
tanggal pembuatan. (Untuk contoh perhitungan dapar dapat dilihat pada <strong>sediaan</strong><br />
suspense)<br />
(Lachman, The Theory and practice of Industrial Pharmacy, hal 460)<br />
Buffer atau dapar adalah suatu material, yang ketika dilarutkan dalam suatu pelarut,<br />
senyawa ini mampu mempertahankan pH ketika suatu asam atau basa ditambahkan.<br />
Pemilihan buffer yang cocok tergantung dari pH dan kapasitas buffer yang diinginkan.<br />
Buffer ini harus dapat tercampurkan dengan senyawa lain dan mempunyai toksisitas<br />
yang rendah. Buffer yang sering digunakan adalah: karbonat, sitrat, glukonat, laktat,<br />
fosfat/tartrat. Borat umumnya digunakan untuk penggunaan luar.<br />
Kriteria untuk buffer adalah :<br />
a. mempunyai kapasitas yang cukup dalam range pH yang diinginkan<br />
b. secara biologikal harus aman untuk penggunaan jangka panjang<br />
c. hanya memiliki sedikit atau tidak ada efek yang mengganggu stabilitas <strong>sediaan</strong> jadi<br />
d. dapat menerima flavouring dan pewarna dari produk.<br />
B. Masalah dan Pemecahan Masalah<br />
Beberapa masalah yang timbul dalam pengembangan formula larutan dan pemecahan<br />
masalahnya: (Catatan Kuliah dan Diskusi Praktikum)<br />
1. Dalam dosis yang digunakan, zat aktif dapat larut sempurna dalam air sehingga<br />
dapat dibuat <strong>sediaan</strong> sirup.<br />
2. Zat aktif dengan rasa pahit atau rasa tidak enak lainnya dalam keadaan terlarut akan lebih<br />
terasa, sehingga kurang dapat diterima oleh pasien, maka ditambahkan pemanis dan<br />
pewangi yang sesuai untuk memperbaiki rasa dan bau.
3. Zat aktif stabil pada pH tertentu oleh karena itu diperlukan dapar untuk<br />
mempertahankan pH <strong>sediaan</strong>. Ingat jangan menggunakan dapar asam borat dan turunannya<br />
karena karsinogen.<br />
4. Sebagai pemanis dapat digunakan sirupus simplek yang juga berfungsi sebagai<br />
pengental serta pengawet. Konsentrasi sirupus simplek yang digunakan terbatas,<br />
biasanya tidak lebih dari 30%, karena apabila lebih akan menyebabkan terjadinya<br />
caplocking sehingga tutup botol akan sulit dibuka akibat terjadinya kristalisasi sukrosa<br />
pada tutup botol.<br />
5. Untuk mencegah caplocking karena sirupus simplek maka<br />
ditambahkan sorbitol/gliserin/propilenglikol 10%. Bahan tambahan ini dapat juga berfungsi<br />
sebagai pengental.<br />
6. Perlu diperhatikan penggunaan panas untuk membantu melarutkan gula dengan cepat,<br />
namun dapat terjadi reaksi inversi, yaitu sukrosa (disakarida) yang terurai menjadi<br />
monosakarida, dekstrosa (glukosa) dan fruktosa (levulosa). Bila terjadi inversi,<br />
kemanisan sirup berubah dan warna menjadi semakin gelap, karena efek panas pada<br />
bagian levulosa dari gula invert. Bila sirup dipanaskan berlebihan, akan menjadi<br />
berwarna kuning coklat karena pembentukan karamel dari sukrosa. (Ansel, hal 336)<br />
7. Sediaan sirup mengandung air dan gula sehingga merupakan media yang sangat baik<br />
bagi pertumbuhan mikroorganisme sehingga harus ditambahkan pengawet. Pengawet ini<br />
ditambahkan dalam pembuatan sirupus simplek. Pengawet yang dapat digunakan antara<br />
lain nipagin dan nipasol dengan perbandingan 0,18 : 0,02 (dalam <strong>sediaan</strong> parenteral).<br />
Penggunaan pengawet kombinasi ini lebih efektif karena nipagin bersifat fungistatik dan<br />
nipasol lebih bersifat bakteriostatik, sehingga kombinasi ini efektif untuk pencegahan<br />
terjadinya pertumbuhan bakteri dan jamur.<br />
8. Untuk zat aktif yang mudah teroksidasi maka ditambahkan antioksidan<br />
9. Penampilan <strong>sediaan</strong> harus menarik maka perlu ditambahkan pewarna yang sesuai<br />
pewangi yang digunakan dan disesuaikan dengan yang menggunakan (orang tua atau anakanak),<br />
dan zat warna yang digunakan tidak boleh mengganggu penetapan kadar zat aktif.<br />
(Van Duin, 88-109)<br />
10. Suatu solution harus jernih. Oleh karena itu hampir selalu bekerja dengan zat-zat<br />
kimia yang murni yang biasanya mengandung sedikit kotoran mekanis, maka sering<br />
kali perlu untuk menyaring dengan sedikit sumbat kapas, yang sebelumnya telah<br />
dicuci didalam sebuah corong, untuk menghilangkan serat kapas.<br />
11. Larutan-larutan dari senyawa-senyawa yang mudah teroksidasi tidak boleh disaring dengan<br />
kapas atau kertas saring, untuk itu perlu dilakukan penyaringan dengan penyaring asbes<br />
atau bulu kaca atau dengan penyaring G3.<br />
12. Menyaring larutan-larutan yang sangat encer pada umumnya tidak diperbolehkan<br />
karena adanya adsorpsi pada kapas atau penyaring maka sebagian besar dari zat<br />
yang terlarut akan hilang dari larutan dan jumlah persen zat yang teradsorpsi makin<br />
besar, jika larutan makin encer. Dalam hal yang demikian, penyaringan hanya<br />
diperkenankan jika kita menyaring larutan yang berlebihan dan bagian pertama dari<br />
saringan dibuang.<br />
13. Larutan yang mengandung zat dengan BM yang tinggi, tidak boleh disaring. Demikian pula<br />
bila mengandung minyak atsiri.<br />
14. Untuk sebagian besar senyawa organik, daya melarutkan sirup agak besar. Hal ini<br />
tidak mengherankan karena sirup mengandung gula kurang lebih 60 %, jadi sirup<br />
tersebut melarutkannya mendekati pelarut organik yang mengandung air 40 %, misalnya<br />
etanol 60%.<br />
15. Jika sirup mengandung lendir, maka penambahan harus dilakukan dengan sangat<br />
hati-hati untuk mencegah pembentukan busa yang terlalu banyak.<br />
16. Dalam <strong>sediaan</strong> oral terdapat senyawa yang peka terhadap cahaya, maka digunakan botol<br />
berwarna coklat. Hampir semua senyawa organik peka terhadap cahaya, sehingga<br />
kebanyakan <strong>sediaan</strong> oral cair harus dikemas dalam botol berwarna coklat.<br />
17. Dalam pemilihan bahan peningkat viskositas, perlu diperhatikan konsentrasi dan viskositas<br />
akhir <strong>sediaan</strong>. Viskositas akhir <strong>sediaan</strong> diusahakan tidak terlalu tinggi.<br />
18. CO 2 dapat mempengaruhi pH <strong>sediaan</strong> karena dapat terlarut ke dalam air dan membentuk<br />
ion H + sehingga dapat mengubah pH <strong>sediaan</strong>. Oleh karena itu, dalam pembuatan larutan
digunakan air bebas CO 2 .<br />
19. Agar volume terpindahkan sesuai dengan yang tertera pada etiket, volume pengisian<br />
dilebihkan : 2% untuk cairan yang encer dan 3 % untuk cairan yang kental (berdasarkan<br />
Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah , FI IV hal 1044)<br />
Masalah-masalah manufaktur dari Diktat Kuliah Liquida & Semi Solida :<br />
1. Larutan bersifat voluminus, oleh sebab itu kurang menyenangkan untuk diangkut dan<br />
disimpan, jika wadah penyimpan pecah, keseluruhan obat jadi tidak dapat digunakan.<br />
2. Stabilitas komponen formulasi pada umumnya dalam bentuk larutan lebih jelek<br />
dibandingkan dengan bentuk <strong>sediaan</strong> padat seperti tablet dan kaplet, terutama jika<br />
bahan mudah terhidrolisis. Pada umumnya usia simpan <strong>sediaan</strong> berbentuk larutan<br />
lebih singkat dari bahan obat yang sama berbentuk padat.<br />
3. Bentuk larutan sering merupakan media ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan<br />
mikroorganisme dan oleh karena itu perlu penambahan pengawet.<br />
4. Ketepatan dosis selama pengobatan tergantung kepada kemampuan pasien untuk<br />
dapat menakar secara benar dosis obat dalam bentuk sendok the, sendok makan dan<br />
sebagainya.<br />
5. Rasa obat yang kurang / tidak menyenangkan akan lebih terasa jika obat diberi<br />
dalam bentuk larutan dibandingkan obat berbentuk tablet. Untuk meningkatkan rasa dan<br />
penampilan obat diberi bahan tambahan pemanis dan bahan ciri rasa (flavour).<br />
C. Formula Pustaka (Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Ansel, hal 334)<br />
• Sirup Antihistamin<br />
Chlorpheniramine maleate, USP<br />
0,4 g<br />
Glycerin, USP<br />
25,0 ml<br />
Sirup, NF<br />
83,0 ml<br />
Sorbitol solution, USP<br />
282,0 ml<br />
Sodium benzoate, NF<br />
1,0 g<br />
Alcohol, USP<br />
60,0 ml<br />
Pewarna dan pemberi rasa<br />
q.s.<br />
Purified water, USP<br />
ad. 1000,0 ml<br />
• Sirup Ferro Sulfat<br />
Ferrous sulfate, USP<br />
Citric acid, USP<br />
Sorbitol solution, USP<br />
Glycerin, USP<br />
Sodium Benzoate, NF<br />
Pemberi rasa<br />
Purified water, USP<br />
• Sirup Ferro Sulfat (RPS hal 755)<br />
Ferrous sulfate<br />
40,0 g<br />
Citric acid<br />
2,1 g<br />
Peppermint spirit 2 ml<br />
Sucrose<br />
825 g<br />
Purified water to make 1000,0 ml<br />
• Amantadine HCl syrup (RPS hal 755)<br />
135,0 g<br />
12,0 g<br />
350,0 ml<br />
50,0 ml<br />
1,0 g<br />
q.s.<br />
ad. 1000,0 ml<br />
III. PEMBUATAN SEDIAAN LARUTAN<br />
A. Alat-alat yang digunakan<br />
1. Mortir dan stamper<br />
2. Gelas ukur<br />
3. gelas piala<br />
4. madkan<br />
5. kaca arloji<br />
6. cawan penguap<br />
7. spatel<br />
8. zalfcard
9. timbangan analitik<br />
10. piknometer<br />
12. pH meter<br />
11. viscometer<br />
B. Prosedur pembuatan (Diktat Teknologi Sediaan Likuida dan Semi Solida, hal 15)<br />
1. Air sebagai pelarut atau pembawa harus dididihkan, kemudian didinginkan dalam<br />
keadaan tertutup.<br />
2. Penimbangan zat aktif dan bahan pembantu yang diperlukan.<br />
3. Pembuatan sirupus simpleks sebagai pengental dan pemanis (sukrosa yang telah<br />
ditimbang dilarutkan dalam sebagian air, panaskan hingga larut, kemudian disaring)<br />
4. Zat aktif dan bahan pembantu berbentuk serbuk dihaluskan dalam mortir.<br />
5. Melarutkan zat aktif dengan cara penambahan zat aktif sedikit-sedikit ke dalam<br />
sejumlah volume pelarut, sambil diaduk sampai larut sempurna.<br />
6. Bahan pembantu dilarutkan dengan cara yang sama ke dalam sebagian pelarut<br />
yang diperlukan, volume pelarut ditentukan berdasarkan kelarutan eksipien yang<br />
ditambahkan.<br />
7. Campurkan bahan-bahan yang sudah larut satu per satu, dan aduk sampai homogen.<br />
8. Penambahan flavour dalam keadaan terlarut dalam pelarut yang dapat bercampur<br />
dengan pelarut yang digunakan.<br />
9. Tambahkan sisa pelarut sampai volume <strong>sediaan</strong> yang dibuat.<br />
10. Masukkan ke dalam botol coklat yang telah ditara sebelumnya, penambahan<br />
volume larutan yang ditara di dalam botol disesuaikan dengan kekentalan larutan yang<br />
dibuat. Botol <strong>sediaan</strong> diberi etiket, brosur, dikemas dan disimpan di tempat yang<br />
terlindung dari cahaya.<br />
IV. EVALUASI SEDIAAN LARUTAN<br />
A. Evaluasi Fisika (Diktat Teknologi Sediaan Likuida dan Semi Solida, hal 18-19)<br />
1. Evaluasi organoleptik <strong>sediaan</strong> : bau, rasa, warna.<br />
2. Evaluasi <strong>sediaan</strong> : etiket, brosur, wadah dan peralatan pelengkap seperti sendok, no batch dan<br />
leaflet.<br />
3. Evaluasi kejernihan : FI IV hal 998 , dibutuhkan 5 mL<br />
4. Penentuan pH larutan : FI IV hal 1039 , dibutuhkan 1 botol.<br />
5. Penentuan Berat jenis larutan dengan Piknometer : FI IV hal 1030 , dibutuhkan 10 mL<br />
6. Penentuan Viskositas (sifat aliran) larutan dengan alat Hoppler : Petunjuk paktikum Farmasi<br />
Fisika hal 9, 12 ; Farmasi Fisika, Martin hal 463) → Alat viscometer Hoppler membutuhkan<br />
±120mL (2 botol)<br />
7. Penentuan Volume terpindahkan : FI IV hal 1089 , dibutuhkan 30 wadah (dapat<br />
dipakai untuk uji-uji lain)<br />
8. Penentuan stabilita <strong>sediaan</strong> dengan menyimpan Retained Sample pada temperatur<br />
kamar.<br />
B. Evaluasi Kimia<br />
Identifikasi dan Penetapan kadar zat aktif dan <strong>sediaan</strong> (sesuai monografi)<br />
C. Evaluasi Biologi<br />
i. Jumlah cemaran mikroba (Uji Batas Mikroba) : FI IV hal 847 - 854 <br />
i. Untuk <strong>sediaan</strong> antibiotik dilakukan Penetapan potensi Antibiotik secara Mikrobiologi : FI IV<br />
hal 891- 899 <br />
ii. Uji Efektivitas Pengawet : FI IV hal 854 – 855
LAMPIRAN EVALUASI<br />
1. Organoleptik<br />
Evaluasi meliputi uji kejernihan, bau, rasa dan warna<br />
2. Penetapan kadar<br />
Tergantung dari zat aktif yang digunakan (sesuai dengan monografi).<br />
3. Kejernihan Larutan (FI IV hal 998)<br />
Lakukan penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar diameter 15 mm hingga 25 mm,<br />
tidak berwarna, transparan dan terbuat dari kaca netral. Masukkan ke dalam dua tabung<br />
reaksi masing-masing larutan zat uji dan Suspensi Padanan yang sesuai secukupnya, yang<br />
dibuat segar dengan cara seperti yang tertera di bawah sehingga volume larutan di dalam<br />
tabung reaksi terisi setinggi tepat 40 mm. Bandingkan kedua isi tabung setelah 5 menit<br />
pembuatan suspensi padanan, dengan latar belakang hitam. Pengamatan dilakukan di<br />
bawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus ke arah bawah tabung. Difusi cahaya harus<br />
sedemikian rupa sehingga suspensi padanan I dapat langsung dibedakan dari air dan dari<br />
suspensi padanan II.<br />
Baku opelesen. Larutkan 1 g hidrazina sulfat P dalam air secukupnya sampai 100<br />
ml, biarkan selama 4 hingga 6 jam. Pada 25 mL larutan ini ditambahkan larutan 2,5 g<br />
heksamina P dalam 25 mL air, campur dan biarkan selama 24 jam. Suspensi ini stabil<br />
selama 2 bulan jika disimpan dalam wadah kaca yang bebas dari cacat permukaan.<br />
Suspensi tidak boleh menempel pada kaca dan harus dicampur dengan baik sebelum<br />
digunakan. Untuk membuat baku opalesen, encerkan 15 mL suspensi dengan air hingga<br />
1000mL. Suspensi harus digunakan dalam waktu 24 jam setelah pembuatan.<br />
Suspensi padanan. Buatlah suspensi padanan I sampai dengan suspensi padanan IV<br />
dengan cara seperti yang tertera pada tabel. Masing-masing suspensi harus tercampur<br />
baik dan dikocok sebelum digunakan.<br />
Suspensi Padanan<br />
I II III IV<br />
Baku opalesen (mL) 5,0 10,0 30,0 50,0<br />
Air (mL) 95,0 90.0 70,0 50,0
Pernyataan kejernihan dan derajat opalesen<br />
Suatu cairan dinyatakan jernih jika kejernihannya sama dengan air atau pelarut yang<br />
digunakan bila diamati di bawah kondisi seperti tersebut di atas atau jika opalesensinya<br />
tidak lebih nyata dari suspensi padanan I. persyaratan untuk derajat opalesensi<br />
dinyatakan dalam suspensi padanan I, suspensi padanan II, dan suspensi padanan III.<br />
4. Pengukuran viskositas <strong>sediaan</strong> (Farmasi Fisika, hal 1100-1101)<br />
Alat : Viskometer Hoeppler / bola jatuh<br />
Cara :<br />
- Isi tabung dengan cairan yang akan diukur viskositasnya (jangan sampai penuh)<br />
- Masukkan bola yang sesuai<br />
Cara memilih bola-nya untuk mendapatkan yang terbaik, harus digunakan sebuah<br />
bola yang menghasilkan t (waktu) tidak kurang dari 30 detik.<br />
- Tambahkan cairan sampai penuh dan tabung ditutup (jangan sampai ada gelembung<br />
udara)<br />
- Pengukuran dilakukan dengan menghitung waktu yang dibutuhkan oleh bola untuk<br />
menempuh jarak tertentu melalui cairan tabung<br />
- Hitung bobot jenis cairan dengan menggunakan piknometer<br />
- Viskositas cairan dihitung dengan rumus :<br />
η = B (ρ1 -ρ 2) t<br />
Keterangan : η = viskositas cairan<br />
B = konstanta bola<br />
ρ 1 = bobot jenis bola<br />
ρ 2 = bobot jenis cairan<br />
t = waktu yang dibutuhkan bola untuk menempuh jarak tertentu (detik)<br />
5. Penetapan bobot jenis cairan (FI IV, hal 1030)<br />
- Gunakan piknometer yang bersih dan kering (dicuci terlebih dahulu dengan<br />
larutan sulfokromik dan bilas dengan etanol lalu aseton)<br />
- Timbang piknometer kosong (w1) lalu isi dengan air suling, bagian luar<br />
piknometer dilap sampai kering dan ditimbang (w2)<br />
- Buang air suling tersebut, keringkan piknometer lalu isi dengan cairan yang akan diukur<br />
bobot jenisnya pada suhu yang sama pada saat pemipetan, dan timbang (w3)
- Hitung bobot jenis cairan dengan rumus :<br />
dt = w3 – w1<br />
w2 – w1<br />
Keterangan : dt = bobot jenis pada suhu t<br />
w1 = bobot piknometer kosong<br />
w 2 = bobot piknometer + air suling<br />
w3 = bobot piknometer + cairan<br />
6. Pengukuran pH larutan (FI IV, hal 1039)<br />
- pH meter dikalibrasi menggunakan buffer standar<br />
- ukur pH cairan menggunakan pHmeter yang telah dikalibrasi<br />
7. Volume terpindahkan (FI IV, hal 1089)<br />
Uji berikut dirancang sebagai jaminan bahwa larutan oral dan suspensi yang dikemas<br />
dalam wadah dosis ganda. Dengan volume yang tertera dalam etiket tidak lebih dari<br />
250 mL, yang tersedia dalam bentuk <strong>sediaan</strong> cair atau <strong>sediaan</strong> cair yang dikonstitusi<br />
dari bentuk padat dengan penambahan bahan pembawa tertentu dengan volume yang<br />
ditentukan, jika dipindahkan dari wadah asli, akan memberikan volume <strong>sediaan</strong> seperti<br />
yang tertera pada etiket.<br />
Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan selanjutnya<br />
ikuti prosedur berikut untuk bentuk <strong>sediaan</strong> tersebut.<br />
Larutan oral, suspensi oral, dan sirup dalam wadah dosis ganda, kocok isi 10 wadah satu<br />
persatu.<br />
Serbuk dalam wadah dosis ganda yang mencantumkan penandaan volume untuk larutan<br />
oral atau suspensi oral yang dihasilkan dikonstitusi dengan sejumlah pembawa seperti<br />
tertera pada etiket, konstitusi 10 wadah dengan volume pembawa seperti tertera pada etiket<br />
diukur secara seksama dan dicampur.<br />
Prosedur. Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah<br />
dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang diukur dan telah<br />
dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukan gelembung udara pada<br />
waktu penuangan dan diamkan selama tidak lebih 30 menit. Jika telah bebas dari<br />
gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran : volume rata-rata larutan, suspensi, atau
sirup yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100% dan tidak satupun volume<br />
wadah yang kurang dari 95% dari volume yang dinyatakan pada etiket. Jika A adalah<br />
volume rata-rata kurang dari 100% dari yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu<br />
wadah pun volumenya kurang dari 95%, dari volume yang tertera pada etiket dari volume<br />
yang tertera pada etiket, lakukan pengujian terhadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata<br />
larutan, suspensi, atau sirup yang diperoleh 30 wadah tidak kurang dari 100% dari volume<br />
yang tertera pada etiket, dan tidak lebih dari 30 wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak<br />
kurang dari 90% seperti yang tertera pada etiket.
V. CONTOH SEDIAAN LARUTAN DI PUSTAKA<br />
FI IV<br />
Indii 111 In oxyquinolini solutio, 460<br />
Solutio, 15<br />
Lidocaini hydrochloridi solutio orale topicalis,<br />
Acetylcystein solutio, 30<br />
498<br />
Acidi valproici sirupus,56<br />
Metoclopramidi hydrochloridi solutio oralis, 558<br />
Albumin humani solutio, 69<br />
Natrii iodide 123 I solutio, 590<br />
Calcii hydroxidi solutio topicalis, 164<br />
Natrii iodide 131 I solutio, 592<br />
Chloramphenicoli solutio oralis, 193<br />
Paracetamoli solutio oralis, 651<br />
Chlorhexidine gluconatis solutio,204<br />
Piperazini citrates sirupus, 681<br />
Clotrimazoli solutio topicalis, 249<br />
Cyanocobalamini 37 Povidoni iodii solutio topicalis, 688<br />
Co solutio, 265<br />
Proteini plasma solutio, 716<br />
Cyclosporini solutio oralis, 271<br />
Dextromethorphani hydrobromidi sirupus, 300<br />
Hydrogeni peroxydi solutio topicalis, 439<br />
FI III (yang sudah dihapus di FI IV)<br />
Chlorpromazini hydrochloridi sirupus, 158<br />
Chlorpheniramini maleas sirupus, 155<br />
Cyproheptadini hydrochloridi sirupus, 189<br />
Glucosi natrii citratis solutio, 270<br />
Isoniazidi sirupus, 321<br />
Methdilanizi hydrochloridi sirupus, 372<br />
Methoxaleni solutio, 377<br />
Radiocyanocobalamini ( 57 Co) solutio, 551<br />
Prometazini hydrochloridi sirupus, 528<br />
Fornas 1978<br />
Aethyl morphini ephetonini sirupus, hal 17<br />
Bromidi thymi sirupus, hal 112<br />
Chlorpheniramini sirupus, hal 70<br />
Chlorpromazini sirupus, hal 72<br />
Cyproheptadini sirupus, hal 92<br />
Dexchlopheniramini sirupus, hal 97<br />
Dextromethorphani sirupus, hal 100<br />
Dimethindeni sirupus, hal 110<br />
Diphenhydramini sirupus, hal 113<br />
Ephetonini sirupus, hal 120<br />
Glycerilis guaiacolatis sirupus, hal 142<br />
Hydroxyzini sirupus, hal 159<br />
Isoniazidi sirupus, hal 167<br />
Lincomycini sirupus, hal 178<br />
Neomycini sirupus, hal 209<br />
Piperazini citratis sirupus, hal 248<br />
Triamcinoloni diacetatis sirupus, hal 294<br />
USP 27<br />
Acetaminophen, 17<br />
Acetylcystein, 46<br />
Aluminum acetate, 83<br />
Aluminum chlorohydrate, 84<br />
Aluminum dichlorohydrate, 86<br />
Aluminum sesquichlorohydrate, 90<br />
Aluminum subacetate, 92<br />
Amantadine HCl, 107<br />
Aminobenzoate potassium, 116<br />
Aminobenzoic acid, 118<br />
Aminocaproic acid, 119<br />
Aminophylline, 124<br />
Ammonium citrate, 1524<br />
Amprolium, 152<br />
Ascorbic acid, 169, 1973<br />
Benzalkonium chloride, 2829<br />
Benzethonium chloride, 219<br />
Benzocaine, 219<br />
Betamethasone, 231<br />
Bromodiphenhydramine HCl, 270<br />
Brompheniramine maleate, 271<br />
Butabarbital sodium, 285<br />
Carbamide peroxide, 325<br />
Cholecalciferol, 441<br />
Chloral hydrate, 404<br />
Chloramphenicol, 408<br />
Chlorpheniramine maleate, 428<br />
Docusate sodium, 657<br />
Doxepin HCl, 665<br />
Dyclonine HCl, 677<br />
Dyphylline, 680<br />
Ephedrine sulfate, 709<br />
Ergocalciferol, 718, 1995<br />
Ergoloid mesylates, 720<br />
Erythromycin, 732<br />
Ethosuximide, 764<br />
Ferric ammonium citrate, 134<br />
Ferrous gluconate, 791<br />
Ferrous sulfate, 791<br />
Flucinolone acetonide, 810<br />
Flucinonide, 812<br />
Fluorouracil, 821<br />
Fluoxetine, 823<br />
Fluphenazine HCl, 830<br />
Furosemide, 845<br />
Gentian violet, 866<br />
Glycerin, 876<br />
Guaifenesin, 888<br />
Halcinonide, 901<br />
Haloperidol, 902<br />
Hydralazine HCl, 916<br />
Hydroxyzine HCl, 944<br />
Hyoscyamine sulfate, 950<br />
Isoniazid, 1035<br />
Isosorbide, 1045
Clindamycin HCl, 469<br />
Clindamycin palmitate HCl, 470<br />
Cloxacillin sodium, 497<br />
Clobetasol propionate, 478<br />
Clotrimazole, 493<br />
Colistin sulfate, 511<br />
Cyanocobalamin Co 57, 500<br />
Cyclosporine, 533<br />
Dextromethorphan HBr, 581<br />
Dexamethasone, 560<br />
Dexchlorpheniramine maleate, 568<br />
Dextroamphetamine sulfate, 578<br />
Diatrizoate sodium, 586<br />
Dicyclomine HCl, 599<br />
Digoxin, 616<br />
Dihydrotachysterol, 621<br />
Dimenhydrinate, 629<br />
Diphenhydramine HCl, 639<br />
Lidocaine, 1087<br />
Lincomycin, 1092<br />
Lithium, 1100<br />
Loperamide HCl, 1103<br />
Magnesium citrate, 1122, 1123<br />
Meperidine HCl, 1161<br />
Mesoridazine besylate, 1176<br />
Metaproterenol sulfate, 1181<br />
Methadon HCl, 1186<br />
Methdilazine HCl, 1190<br />
Methenamine, 1192<br />
Phenylpropanolamine HCl, 1477<br />
Piperazine citrate, 1498<br />
Ranitidine, 1626<br />
Teophylline, 1814<br />
Thiamine HCl, 1824<br />
Vancomycin HCl, 1932<br />
BP 2002<br />
ORAL DROPS<br />
Sodium fluoride<br />
Vitamin A, C & D oral drops, paediatric<br />
ORAL SOLUTION (OS)<br />
Alimemazine OS, Paed/Trimeprazine OS,<br />
Paed.<br />
Alimemazine OS, Strong Paed/Trimeprazine<br />
OS, Strong Paed.<br />
Amantadine<br />
Atenolol<br />
Baclofen<br />
Bumetanide<br />
Chlorpheniramine<br />
Chlorpromazine<br />
Cimetidine<br />
Clemastine<br />
Clomethiazole<br />
Codein phosphat<br />
Diazepam<br />
Dicycloverine/Dicyclomine<br />
Digoxin OS, Paed.<br />
Dihydrocodein<br />
Diphenhydramine<br />
Docusate<br />
Docusate OS, Paed.<br />
Ethosuximide<br />
SYRUP<br />
Black currant<br />
Invert<br />
Lemon<br />
Orange<br />
Syrup<br />
Tolu<br />
Ferrous sulphate OS, Paed.<br />
Flucloxacillin<br />
Fluoxetine<br />
Haloperidol<br />
Haloperidol OS, Strong<br />
Iodine IS, aqueous<br />
Lithium citrate<br />
Methadone OS (1 mg per ml)<br />
Metoclopramide<br />
Neomycin<br />
Orciprenaline<br />
Paracetamol OS, Paed.<br />
Phenoxymethylpenicillin<br />
Prochlorperazin<br />
Promethazine<br />
Ranitidine<br />
Selegiline<br />
Sodium feredetate<br />
Sodium valproate<br />
Temazepam<br />
Thioridazine<br />
Triclofos
ELIKSIR<br />
(Re-New by: Mikha :)<br />
I. PENDAHULUAN<br />
A. Definisi<br />
• Farmakope Indonesia Ed. III. 1976, hal 8<br />
Eliksir adalah <strong>sediaan</strong> berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau sedap,<br />
mengandung selain obat juga zat tambahan seperti gula dan atau pemanis lainnya,<br />
zat warna, zat wewangi dan zat pengawet; digunakan sebagai obat dalam.<br />
Sebagai pelarut utama digunakan etanol yang dimaksudkan untuk mempertinggi<br />
kelarutan obat. Dapat ditambahkan gliserol, sorbitol dan propilenglikol; sebagai<br />
pengganti gula dapat digunakan sirop gula.<br />
• Farmakope Indonesia Ed. IV. 1995, hal. 15<br />
Larutan adalah <strong>sediaan</strong> cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang<br />
terlarut, misal : terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran<br />
pelarut yang saling bercampur. Karena molekul – molekul dalam larutan terdispersi secara<br />
merata, maka penggunaan larutan sebagai bentuk <strong>sediaan</strong>, umumnya memberikan jaminan<br />
keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang baik jika larutan diencerkan atau dicampur.<br />
Bentuk <strong>sediaan</strong> larutan digolongkan menurut cara pemberiannya, misalnya larutan<br />
oral, mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis atau<br />
pewarna yang larut dalam air atau campuran kosolven air.<br />
Pengenceran larutan oral dengan air yang mengandung kosolven seperti etanol, dapat<br />
menyebabkan pengendapan bahan terlarut.<br />
Larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain kadar tinggi, dinyatakan<br />
sebagai sirup. Larutan sukrosa hampir jenuh dalam air dikenal sebagai sirup atau<br />
sirup simpleks. Penggunaan istilah sirup juga digunakan untuk bentuk <strong>sediaan</strong> cair<br />
lain yang dibuat dengan pengental dan pemanis, termasuk suspensi oral.<br />
Disamping sukrosa dan gula lain, senyawa poliol tertentu seperti sorbitol dan gliserin<br />
dapat digunakan dalam larutan oral untuk menghambat penghabluran dan untuk<br />
mengubah kelarutan, rasa dan sifat lain zat pembawa. Umumnya juga ditambahkan<br />
anti mikroba untuk mencegah pertumbuhan bakteri, jamur dan ragi. Larutan oral yang<br />
mengandung etanol sebagai kosolven dinyatakan sebagai eliksir.<br />
• Fornas Ed. II, hal. 313 :<br />
Eliksir adalah <strong>sediaan</strong> berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau yang sedap,<br />
mengandung selain obat juga zat tambahan seperti gula dan atau zat pemanis lainnya, zat<br />
pengawet, zat warna dan zat pewangi, untuk digunakan sebagai obat dalam. Sebagai<br />
pelarut utama digunakan etanol 90% yang dimaksudkan untuk mempertinggi kelarutan<br />
obat. Dapat ditambahkan gliserol, sorbitol dan propilen glikol.sebagai pengganti gula dapat<br />
ditambahkan sirup simpleks.<br />
Eliksir merupakan produk yang kurang umum. Eliksir umumnya mengandung obat<br />
yang poten seperti antibiotik, antihistamin dan sedatif, dan diformulasikan dengan rasa<br />
yang enak dan biasanya sangat stabil. Jika perlu rasa pahit dan rasa yang<br />
memabukkan (nauseous) ditutupi dengan flavour, dan pewarna buatan dapat<br />
ditambahkan untuk memberikan penampilan yang menarik.<br />
Eliksir merupakan produk yang jernih, tidak seperti mixtura yang seringkali keruh<br />
akibat dari minyak atau bahan tumbuhan lain yang tersuspensi. Kejernihan dapat
dicapai dengan pemilihan pembawa yang tepat dan beberapa hal dalam pembuatannya.<br />
Beberapa zat aktif yang dibuat eliksir (contoh: pheneticillin dan phenoxy methipenisilin)<br />
ditandai dengan bentuk bubuk atau granul karena zat aktif itu tidak stabil dalam<br />
larutan. Zat itu ditambahkan sejumlah volume tertentu dalam botol dan kocok hingga<br />
terlarut sempurna. Sediaan ini diberi label, disimpan ditempat yang dingin dan umur<br />
<strong>sediaan</strong> hanya 7 hari.<br />
Contoh eliksir adalah Chloral eliksir, untuk pengobatan anak (paediatric) harus dibuat<br />
segera tetapi stabil, dikemas dan disimpan yang cocok, shelf life dapat dianggap kira – kira<br />
2 tahun.<br />
• BP 2002, hal. 1882 - 1883 :<br />
Cairan oral adalah sedian cair yang homogen, biasanya terdiri dari larutan, suspensi<br />
atau emulsi dengan satu atau lebih zat aktif dalam pembawa yang cocok. Mereka<br />
dimaksudkan untuk diminum dengan diencerkan atau setelah dilarutkan terlebih dahulu.<br />
Pembawa untuk partikel cairan oral seharusnya dipilih yang baik untuk zat aktif atau<br />
bahan–bahan lain sehingga memiliki karakteristik organoleptik yang cocok untuk<br />
digunakan dalam <strong>sediaan</strong>.<br />
Eliksir adalah larutan oral yang jernih dan memiliki rasa dan bau yang enak,<br />
mengandung satu atau lebih zat aktif yang dilarutkan dalam pembawa yang biasanya<br />
mengandung sukrosa yang tinggi atau polihidrik alkohol atau alkohol yang cocok, dan<br />
dapat juga mengandung etanol (96%) atau pelarut etanol.<br />
• Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Ansel) hal 304 :<br />
Larutan adalah <strong>sediaan</strong> cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut,<br />
biasanya<br />
dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaanya<br />
tidak dimasukkan ke dalam golongan produk lainnya. Larutan obat-obatan dalam air yang<br />
mengandung gula digolongkan sebagai sirup, larutan yang mengandung hidroalkohol<br />
yang diberi gula (kombinasi dari air dan etil alkohol) disebut eliksir.<br />
Larutan oral, sirup dan eliksir dibuat dan digunakan karena efek tertentu dari zat obat<br />
yang ada. Dalam <strong>sediaan</strong> ini zat obat umumnya diharapkan dapat memberikan efek<br />
sistemik. Kenyataan bahwa obat-obat itu diberikan dalam bentuk larutan biasanya<br />
berarti bahwa absorbsinya dalam sistem saluran cerna ke dalam sirkulasi sistemik<br />
dapat diharapkan terjadi lebih cepat daripada dalam bentuk <strong>sediaan</strong> suspensi atau padat<br />
dari zat obat yang sama.<br />
Dalam larutan yang diberikan oral biasanya terdapat zat-zat selain bahan obat.<br />
Bahan-bahan tambahan ini biasanya meliputi pemberi warna, pemberi rasa, pemanis,<br />
penstabil larutan. Dalam penyusunan formula atau pencampuran larutan farmasi, ahli<br />
farmasi harus memanfaatkan keterangan tentang kelarutan dan kestabilan dari masingmasing<br />
zat terlarut yang ada dengan memperhatikan pelarut atau sistem pelarut yang<br />
digunakan. Harus memperhatikan kombinasi bahan-bahan yang menimbulkan interaksi<br />
kimia atau fisika yang akan pengaruhi mutu terapeutik atau stabilitas farmaseutik produk.<br />
Eliksir yang mengandung >10-12 % alkohol, bersifat sebagai pengawet sendiri dan<br />
tidak membutuhkan penambahan zat antimikroba untuk pengawetnya.
• RPS 2005 hal 746<br />
Konsentrasi alkohol yang terdapat dalam <strong>sediaan</strong> OTC oral berdasarkan FDA :<br />
Anak < 6 tahun : maksimal 0,5 %<br />
Anak 6-12 tahun : maksimal 5 %<br />
Anak > 12 tahun dan dewasa : maksimal 10 %<br />
Pada RPS 2005 hal 756, disebutkan bahwa eliksir termasuk ke dalam golongan larutan nonaqueous<br />
dengan kandungan alcohol bervariasi mulai dari 3-5 % sampai 21-23 %.<br />
• British Pharmaceutical Codex 1973<br />
Dalam contoh <strong>sediaan</strong> eliksir yang terdapat dalam pustaka tersebut, digunakan etanol 90<br />
dan 95 % v/v. Konsentrasi etanol dalam <strong>sediaan</strong> bervariasi; ada <strong>sediaan</strong> yang mengandung<br />
etanol 90 % v/v sampai 40 %.<br />
B. Tujuan Pembuatan Sediaan Elixir (Catatan kuliah)<br />
1. Mempertinggi kelarutan zat berkhasiat<br />
2. Agar homogenitas lebih terjamin<br />
3. Zat berkhasiat lebih mudah terabsorbsi dalam keadaan terlarut<br />
4. Sediaan berasa manis dan aroma lebih sedap<br />
5. Dapat digunakan oleh orang yang sukar menelan obat seperti anak-anak dan orang tua<br />
(geriatrik).<br />
C. Keuntungan Dan Kekurangan Elixir<br />
Keuntungan :<br />
1. Lebih mudah ditelan daripada bentuk padat, sehingga dapat digunakan untuk bayi, anakanak,<br />
dan geriatri.<br />
2. Segera diabsorbsi karena sudah dalam bentuk larutan<br />
3. Obat secara homogen terdistribusi dalam seluruh <strong>sediaan</strong><br />
(ANSEL hal 341-342)<br />
4. Bersifat hidroalkohol sehingga eliksir lebih mampu mempertahankan komponen larutan yang<br />
larut dalam air dan larut dalam alkohol dibandingkan daripada sirup<br />
5. Stabilitas yang khusus dan kemudahan dalam pembuatan (lebih disukai darpada sirup)<br />
6. Kemudahan penyesuaian dosis dan pemberian terutama pada anak-anak.<br />
(Dispensing of Pharmaceutical Student, hal 67;Disp of med, hal 502)<br />
7. Dosis selalu seragam (bentuk larutan) sehingga tidak perlu pengocokan.<br />
8. Dosis dapat diubah sesuai penyediannya<br />
9. Absorbsi lebih cepat maka kerja obat lebih cepat, tidak butuh desintegrasi dahulu.<br />
10. Sifat mengiritasi obat bisa diatasi dengan <strong>sediaan</strong> bentuk larutan karena adanya faktor<br />
pengenceran. Contoh: KI dan KBr dalam keadaan kering menyebabkan iritasi.<br />
11. Anak-anak dan beberapa ornag dewasa yang sukar menelan tablet atau kapsul lebih<br />
mudah menelan <strong>sediaan</strong> larutan.<br />
12. Penampilan menarik <strong>sediaan</strong> dalam botol memberikan pengaruh psikologis dalam<br />
penyembuhan<br />
13. Sediaan larutan dapat dengan mudah diberi bahan pewangi, pemanis, atau pewarna<br />
untuk meningkatkan penampilan.<br />
Kekurangan :<br />
1. Voluminus, susah untuk diangkut atau disimpan<br />
2. Stabilitas dalam bentuk larutan lebih jelek dibanding dalam bentuk tablet atau kapsul<br />
terutama bila zat mudah terhidrolisis<br />
3. Larutan mudah ditumbuhi mikroorganisme<br />
4. Ketepatan dosis tergantung pada kemampuan pasien menakar<br />
5. Rasa obat yang kurang enak akan lebih terasa dalam bentuk larutan dibanding dalam<br />
bentuk tablet. (ANSEL hal 341)<br />
6. Dibandingkan dengan sirup, eliksir biasanya kurang manis dan kurang kental karena<br />
mengandung kadar gula yang lebih rendah sehingga kurang efektif dalam menutupi rasa<br />
obat dibanding dengan sirup. (Dispensing of Pharmaceutical Student, hal 67;Disp of med, hal<br />
502)<br />
7. Beberapa obat yang mengandung bau yang kurang menyenangkan sukar ditutupi.
8. Memerlukan alat sendok untuk pemberian dosisnya<br />
9. Jika terjadi wadah obat bentuk larutan pecah maka isi akan terbuang semua.<br />
D. Cara-cara Meningkatkan Kelarutan Suatu Zat :<br />
a. Menggunakan pelarut campur (kosolven)<br />
Penggunaan pelarut campur dapat meningkatkan kelarutan suatu zat dengan melihat<br />
kelarutan<br />
maksimum pada masing masing pelarut. Pemilihan pelarut campur untuk <strong>sediaan</strong><br />
farmasi cukup sulit, karena sifat toksisitas dan iritasinya. Penting diperhatikan<br />
konsentrasi maksimum komponen pelarut campur yang masih diperbolehkan. Untuk<br />
memperkirakan kelarutan suatu zat dalam pelarut campur harus dilihat harga<br />
konstanta dielektriknya. Suatu pelarut campur yang ideal mempunyai harga<br />
konstanta dielektrik antara 25 sampai 80. kombinasi pelarut campur yang banyak<br />
digunakan dalam <strong>sediaan</strong> farmasi adalah campuran air-alkohol atau pelarut lain<br />
yang sesuai antara lain sorbitol, gliserin, propilen glikol, dan sirupus simpleks.<br />
(The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, hal.460-461)<br />
b. Pengontrolan pH<br />
Suatu senyawa yang bersifat asam atau basa lemah akan berubah kelarutannya dalam air<br />
dengan mengubah pH larutan. Perubahan pH dapat merubah bentuk senyawa asam atau<br />
basa lemah menjadi bentuk garamnya yang lebih mudah larut. Parameter yang perlu<br />
diketahui adalah harga pKa dan pKb senyawa tersebut.<br />
Berapa pH yang harus dimiliki <strong>sediaan</strong> untuk membuat sejumlah X zat A terlarut dapat<br />
dihitung dengan rumus :<br />
[H + ] = K s K a<br />
S T - K s<br />
Ks = Konstanta kelarutan zat A<br />
Ka = Konstanta disosiasi asam lemah<br />
ST = Kelarutan total zat A (yang diinginkan)<br />
Penggunaan harga Ks dan harga Ka atau Kb suatu zat harus diperhatikan dalam elixir,<br />
terutama bila kadar zat nya tinggi, karena kosolven yang digunakan seperti alkohol atau<br />
gliserin secara umum memiliki efek meningkatkan harga Ks dan menurunkan konstanta<br />
disosiasi suatu zat bila kadar zatnya tinggi.<br />
Pertimbangan lain dalam menentukan pH yang dipilih :<br />
• pH tidak mempengaruhi kebutuhan lain dari produk seperti stabilitas dan<br />
kompatibilitas fisiologis<br />
• Jika pH yang diperlukan untuk mempertahankan kelarutan zat cukup kritis (misal:<br />
rentangnya sempit), maka diperlukan sistem dapar<br />
(The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, hal.458-459)<br />
c. Solubilisasi miselar<br />
Penambahan bahan yang bersifar aktif permukaan dapat meningkatkan kelarutan<br />
suatu zat. Salah satu contoh adalah penambahan surfaktan. Mekanismenya adalah<br />
karena terjadi asosiasi senyawa yang bersifat non polar dengan misel yang terbentuk<br />
dalam larutan setelah tercapai konsentrasi misel kritik (KMK) surfaktan.<br />
Konsentrasi surfaktan yang ditambahkan tidak boleh terlalu besar, karena selain<br />
sifatnya yang toksik dan harganya yang mahal juga akan terjadi busa pada saat<br />
pembuatan <strong>sediaan</strong> yang sukar dihilangkan. Beberapa penelitian menunjukkan<br />
bahwa pada konsentrasi surfaktan tertentu dapat mengurangi keter<strong>sediaan</strong> hayati obat<br />
karena terjadinya adsorpsi yang kuat di dalam misel. Harga HLB surfaktan dapat<br />
dipakai untuk memperkirakan kelarutan dan kemampuan tercampurnya dalam pelarut<br />
yang digunakan.<br />
Beberapa surfaktan yang umum digunakan dalam <strong>sediaan</strong> farmasi adalah tween,<br />
ester-ester asam lemak, monoester sukrosa, ester lanolin. (The Theory and
Practice of Industrial Pharmacy, hal.462-464)<br />
d. Kompleksasi<br />
Mekanisme meningkatkan kelarutan suatu zat berdasarkan adanya interaksi dari<br />
senyawa yang tidak larut dengan senyawa yang larut baik dapat membentuk kompleks<br />
intramolekuler yang larut. (The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, hal.464-466)<br />
E. Hal- hal yang dianggap perlu dalam pembuatan eliksir<br />
1. Pertumbuhan kristal yang disebabkan oleh perubahan suhu, keseragaman ukuran, dll<br />
2. Ketercampuran zat aktif dengan pelarut campur ataupun zat tambahan untuk<br />
menghindari terjadinya pengendapan. Dasar pemilihan pelarut campur: toksisitas,<br />
kelarutan, konstanta dielektrik pelarut, ketercampuran bahan.<br />
3. Untuk penambahan sirupus simpleks lebih dari 30% harus diperhatikan terjadinya cap<br />
locking pada tutup botol <strong>sediaan</strong>. Karena itu perlu diberikan anti cap locking. Gliserin<br />
sebagai anti cap locking, penambahan gliserin harus diperhatikan karena gliserin<br />
dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan diare.<br />
4. Peningkat rasa seperti pemanis perlu diberikan untuk meningkatkan penerimaan,<br />
ditambahkan juga rasa dan warna yang sesuai (antara warna dan essens yang<br />
ditambahkan harus ada kesesuaian).<br />
5. Untuk <strong>sediaan</strong> oral, pemilihan zat aktif perlu memperhatikan pemerian (rasa dan bau).<br />
6. Pemanis yang dapat digunakan : gula, sirupus simpleks, sorbitol, siklamat, aspartam.<br />
7. Karena ada komponen air dalam <strong>sediaan</strong> maka perlu ditambahkan pengawet, pengawet<br />
yang dapat digunakan:<br />
- Asam & garam benzoat 0,1-0,3% ( <strong>teori</strong> dan praktek industri Hal 963)<br />
- Kombinasi metil paraben 0,18% dan propil paraben 0,02%. (Excipients edisi 4 hal 390 )<br />
8. Sediaan eliksir yang baik harus mempunyai viskositas yang cukup untuk<br />
memudahkan penuangan. Pelarut campur yang digunakan: etanol, propilen glikol, gliserol,<br />
sorbitol.<br />
Pemilihan pelarut campur didasarkan:<br />
- kelarutan, misal: alkohol 10 %, propilen glikol x %, air 90-x %<br />
- Kd (jika diketahui Kd zat aktif)<br />
- Kd campuran = (%air x Kd air) + (% alk x Kd air) + (% prop Gli x Kd prop Gli)<br />
Misal:<br />
Untuk zat yang ke arah polar: Kd camp > Kd zat aktif<br />
Untuk zat yang ke arah non polar: Kd camp < Kd zat aktif
II. FORMULA<br />
A. Formula Umum Eliksir<br />
R/ : - zat berkhasiat<br />
- pelarut utama (etanol dan air perbandingan tertentu sesuai dengan daya<br />
melarut zat berkhasiat)<br />
- pelarut tambahan (gliserol, sorbitol, propilen glikol)<br />
- bahan pembantu (pemanis, pewangi, pewarna, pengawet, antcaplocking agent,<br />
penstabil kimia seperti pendapar, pengkomples, antioksidan)<br />
B. Cara Perhitungan Konstanta Dielektrik<br />
Cara menghitung konstanta dielektrik adalah:<br />
Jumlah dari hasil perkalian masing-masing Kd pelarut dengan fraksi (%) dari masing-masing<br />
pelarut.<br />
Misal:<br />
Pelarut Jumlah Konstanta<br />
dielektrik<br />
Etanol A% 25,7<br />
Gliserol B% 42,5<br />
Propilenglikol C% 33,0<br />
Air D% 78,5<br />
Maka KD pelarut campur adalah:<br />
25,7A + 42,5B + 33C + 78,5D<br />
100<br />
Nilai Konstanta Dielektrik Beberapa Zat<br />
Zat Aktif<br />
Konstanta dielektrik<br />
As. Asetil Salisilat<br />
2,583<br />
Metil Salisilat<br />
9,41<br />
Androsteron<br />
2,214<br />
Barbital<br />
2,256<br />
Kolesterol<br />
2,213<br />
Dehidrokolesterol<br />
2,211<br />
Metiltestoteron<br />
2,213<br />
Fenobarbital<br />
2,247<br />
Sulfanilamide<br />
2,349<br />
Testoteron<br />
2,217<br />
Gliserol<br />
42,5<br />
Metanol<br />
32,6<br />
(Martin, Physical Pharmacy, hal.87)<br />
Solvent Solut Perkiraan KD<br />
Air<br />
Garam organik & anorganik, gula 80<br />
tanin<br />
Glikol Sugar, tannins 50<br />
Metanol dan etanol Castor oil, wax 30<br />
Aldehid, keton, alkohol BM Resin, minyak atsiri,<br />
20<br />
tinggi, ester, eter, dan oksida barbituirat, alkaloid, fenol<br />
Heksan, benzen, CCl, etil eter,<br />
Fixed oil, lemak padat, vaselin,<br />
5-0<br />
PAE, minyak mineral, fixed<br />
parafin, & hidrokarbon lain<br />
vegetable oil<br />
(Sumber : Martin : physical Pharmacy, hal 214)
Data Konstanta Dielektrik Bahan Pelarut<br />
Nama Bahan ∑ Nama<br />
Bahan<br />
N-<br />
metilformamid<br />
Air<br />
Gliserin<br />
Metil alkohol<br />
Etil alkohol<br />
n-propil<br />
alkohol<br />
Aseton<br />
Benzaldehid<br />
Amil alkohol<br />
Benzil<br />
alkohol<br />
Fenol<br />
Etil asetat<br />
190<br />
78,5<br />
42,5<br />
32,6<br />
25,7<br />
21,8<br />
21,4<br />
17,8<br />
15,8<br />
13,1<br />
9,7<br />
6,4<br />
Kloroform<br />
Asam<br />
hidroklorida<br />
Etil eter<br />
Minyak<br />
zaitun<br />
Minyak biji<br />
kapas<br />
Asam oleat<br />
Toluen<br />
Benzen<br />
Dioksan<br />
Minyak<br />
lemon<br />
Karbon<br />
tetraklorida<br />
∑<br />
4,8<br />
4,6<br />
4,34<br />
3,1<br />
3<br />
2,45<br />
2,39<br />
2,28<br />
2,26<br />
2,25<br />
2,24<br />
(Sumber : Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika, 2002, hal 35)<br />
Pembawa<br />
Pembawa eliksir berbeda dengan pembawa mixtura karena:<br />
a. Produksi larutan yang jernih<br />
Kekeruhan dari bahan pewangi (flavour) yang terdiri dari minyak essensial dan pengendapan dari<br />
ekstrak tumbuhan tidak boleh ada dalam eliksir. Kira-kira 10-20 % alkohol digunakan untuk melarutkan<br />
minyak termasuk gliserol yang juga sebagai pelarut pewangi berminyak.<br />
b. Larutan medicarrent dengan kelarutan yang rendah dalam air<br />
Kadang-kadang jika suatu medicarrent yang poten memiliki kelarutan rendah harus diberikan maka<br />
dibuat sebagai larutan dengan pelarut campur yang akan melarutkan dengan sempurna, contoh:<br />
- fenobarbital sukar larut dalam air tetapi dapat menghasilkan larutan yang jernih jika dibuat<br />
dengan melarutkan alkohol dan kemudian dilarutkan dalam gliserol dan air.<br />
- Satu bagian parasetamol larut dalam 70 bagian air, 7 bagian alkohol, 9 bagian propilen<br />
glikol dan 40 bagian gliserol. Dalam eliksir parasetamol digunakan alkohol, propilen glikol dan<br />
gliserol sebagai pelarut campur.<br />
Alkohol bila digunakan dengan konsentrasi cukup rendah mempunyai aktivitas fisiologis dan<br />
dalam konsentrasi yang tinggi memberikan rasa membakar. Alkohol juga menekan<br />
ketidaknyamanan rasa asin dari bromida, garam iodida dan yang lainnya. Bila memungkinkan<br />
eliksir untuk anak-anak diformulasikan mengandung sedikit alkohol atau tidak sama sekali, sebab<br />
alkohol tidak dianjurkan untuk diberikan kepada anak-anak sebagai pelarut. Propilen glikol<br />
digunakan sebagai pelarut minyak essensial dari bahan kimia organik yang tidak larut air. Propilen glikol<br />
memberikan rasa manis seperti gliserol.<br />
c. Produksi <strong>sediaan</strong> yang berasa enak<br />
Kandungan utama dari eliksir adalah sirup atau sirup yang mengandung flavour (syrop flavour).<br />
Jenis-jenis bahan pembawa adalah sebagai berikut: Sebagai pelarut utama digunakan etanol 90%, dapat<br />
ditambahkan gliserol, sorbitol, dan propilen glikol.(Fornas ed.II hal 313)
Etanol<br />
Gliserin<br />
Sorbitol<br />
Propilenglikol<br />
Konstanta dielektrik 25,7<br />
Konsentrasi >10% :mencegah pertumbuhan mikroba<br />
Pelarut untuk oral liquid: bervariasi (
Catatan : Larutan gula encer merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan cendawan,<br />
ragi dan jasad renik lain, karena itu semua alat yang dipakai dalam pembuatan sirup harus<br />
benar-benar bersih. Pertumbuhan jasad renik umumnya diperlambat jika kadar sakarosa<br />
lebih besar dari 65%, tetapi kepekatan ini memungkinkan terjadinya penghabluran sukrosa.<br />
Selain itu dapat menyebabkan caplocking pada tutup botol. Oleh karena itu kadar yang<br />
dipakai sekitar 20-35% saja.<br />
4. Pewangi/Flavour<br />
Untuk <strong>sediaan</strong> eliksir, bahan pemanis dan pewangi rasa buah lebih banyak digunakan<br />
daripada pembawa aromatik dan ekstrak cairan liquorice. Pewangi rasa buah yang<br />
sering digunakan adalah:<br />
- Black currant syrups dalam Eliksir Chloral paed.<br />
- Juice Raspberry pekat dengan sirup invert dalam Parasetamol Eliksir.<br />
- Lemon spirit dengan sirup dan sirup invert dalam Ephedrin Eliksir.<br />
- Compound Orange Spirit dengan gliserol dalam Phenobarbital Eliksir.<br />
Raspberry dan black currant sangat dikenal oleh anak-anak, dan sangat baik untuk menutupi<br />
rasa pahit obat. Flavour orange efektif untuk menutupi rasa agak pahit barbiturat, sedangkan<br />
asam sitrat dan natrium sitrat membantu menutupi rasa sedikit pahit dari<br />
streptomisin. (Coopers & Gunn’s hlm 76)<br />
Contoh Flavour (The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, hal.470)<br />
Rasa<br />
Flavour<br />
Asin<br />
Vanila, maple, peach,<br />
Pahit<br />
apricot<br />
Manis<br />
Asam<br />
Cherry, walnut, coklat<br />
Buah-buahan, vanila, berry<br />
Jeruk, rootbeer, rasberry<br />
Catatan : Konsentrasi q.s dengan memperhatikan stabilitas dan konsentrasi dalam<br />
pembawa.<br />
USP XVIII<br />
Aromatic elixir<br />
Cherry syrup<br />
Citric acid syrup<br />
Cocoa syrup<br />
Glycyrrhizae syrup<br />
Orange syrup<br />
Raspberry syrup<br />
Wild cherry syrup<br />
NF XIII<br />
Acacia syrup<br />
Aromatic Eriodictyon<br />
syrup<br />
High alkoholic elixir<br />
Iso-alkoholic elixir<br />
Low alkoholic elixir<br />
Tolu balsam syrup<br />
Tolu balsam tincture<br />
Flavours & Perfumes (USP 27/NF 22 hlm 2810)<br />
Anethole<br />
Benzaldehide<br />
Ethyl vanillin<br />
Mentol<br />
Metil salisilat<br />
Monosodium Glutamat<br />
Peppermint oil<br />
Peppermint spirit<br />
Rose oil<br />
Rose water, stronger<br />
Thymol<br />
Vanillin<br />
Monte-Bove peppermint air (mengandung minyak pedas) pekat mempunyai formula sebagai<br />
berikut:<br />
Peppermint oil USP 7,5<br />
Tween 20 42,5<br />
Aquadest ad 100<br />
Ambil 1 mL minyak pekat, encerkan hingga 100 mL, maka larutan peppermint air setara<br />
dengan aromatic air yang dibuat berdasarkan USP.
Bahan terapeutik yang khas dan penggolongan bahan pewangi mempunyai nama khas<br />
dengan formulasi tertentu. Flavour orange mint secara khusus berpengaruh dalam<br />
menutupi rasa difenhidramin pada formulasi ekspektoran. Penggunaan spice vanila<br />
flavour untuk <strong>sediaan</strong>fenilefrin dan klorfeniramin maleat (CTM) telah diajukan<br />
sebagai pertimbangan. Rasa strawberry sangat sesuai untuk formulasi transquilizer.<br />
Kombinasi rasa apel dengan butterscotch sangat sesuai untuk mengurangi rasa<br />
adsorben dari kaolin dan pektin, juga dianjurkan untuk aminofilin dan teofilin.<br />
E. Pengawet<br />
Pertumbuhan jamur/cendawan dan fermentasinya dalam eliksir dapat dihambat jika<br />
pembawa mengandung lebih dari 20% alkohol, gliserol dan propilen glikol. Jumlah<br />
sirup yang besar menyebabkan tekanan yang tinggi sehingga menghambat<br />
mikroorganisme (Coopers & Gunn’s hlm 76). Sirup yang mengandung kurang lebih<br />
dari 85% gula dapat menahan pertumbuhan mikroba oleh pengaruh tekanan osmotik<br />
terhadap pertumbuhan mikroba. Sirup dengan kadar kurang dari 85% dengan<br />
penambahan poliol (seperti sorbitol, gliserin, propilen glikol atau PEG) juga memiliki efek<br />
yang sama. Tekanan uap fenol lebih besar dari tekanan uap normal cairan dan daerah<br />
penutup area (cap area) permukaan sehingga dapat mengurangi potensial pertumbuhan<br />
mikroba sebagai hasil pengenceran permukaan. (The Theory and Practice of Industrial<br />
Pharmacy, hal.467-468)<br />
Konsentrasi pengawet untuk <strong>sediaan</strong> oral (Handbook of Exipient,hal 50, 390, 521, 526, 588)<br />
:<br />
- Metil paraben 0,015-0,2%<br />
- Propil paraben 0,01-0,02%<br />
- Asam benzoat 0,01-0,10% untuk oral solution, dan 0,15% untuk oral sirup.<br />
- Asam dan garam sorbat 0,05-0,2%<br />
Konsentrasi pengawet yang dapat digunakan (RPS 2005 hal 748) :<br />
- Alcohol > 15 %<br />
- Propilenglikol 15-30%<br />
- Metil paraben 0,1-0,25%<br />
- Propil paraben 0,1-0,25%<br />
- Asam benzoate 0,1-0,5%<br />
Kriteria pengawet yang ideal (Lachman, Teori dan praktek industri hal 962 atau The Theory<br />
and Practice of Industrial Pharmacy, hal.467) :<br />
- Efektif terhadap mikroba dan berspektrum luas<br />
- Stabil secara fisik, kimia dan mikrobiologi terhadap life time produk.<br />
- Tidak toksik, tidak peka, cukup melarut, tersatukan dengan komponen formula<br />
lainnya, rasa dan bau dapat diterima pada konsentrasi yang digunakan.<br />
Sebagai pengawet dapat digunakan turunan hidroksi-benzoat, misalnya metil p-<br />
hidroksibenzoat dan propil p-hidroksibenzoat. Pemakaian pengawet ini didasarkan atas<br />
rentang kerja pengawet tersebut pada pH 4-8. Kombinasi keduanya sering digunakan,<br />
karena dapat memperluas spektrum kerja menjadi anti jamur dan anti bakteri.<br />
Konsentrasi kombinasi :<br />
- Metil paraben 0,18% (fungistatik)<br />
- Propil paraben 0,02% (bakteriostatik)<br />
Propil paraben kurang larut air, sehingga dilarutkan dahulu dalam etanol.<br />
(Sumber : Handbook of Exipient ed.4 hal 390,391,527)<br />
F. Anti-Caplocking Agent<br />
Biasanya digunakan gliserin dan sorbitol yang berfungsi juga sebagai pemanis, karena<br />
sirupus simpleks yang digunakan hanya sekitar 20-35%.
III. PEMBUATAN SEDIAAN ELIKSIR<br />
Contoh formula :R/ Zat aktif<br />
Sorbitol solution<br />
Alkohol<br />
Propilenglikol<br />
Metil paraben<br />
Propil paraben<br />
Pewangi<br />
Pewarna<br />
Aquades<br />
100 mg<br />
30 %<br />
10 %<br />
5 %<br />
0,2 %<br />
0,03 %<br />
q.s<br />
q.s<br />
ad 5 mL<br />
% b/v dari volume 5mL<br />
Misalkan : akan dibuat <strong>sediaan</strong> eliksir, dengan kekuatan <strong>sediaan</strong> : 100 mg/5mL sebanyak 10<br />
botol.<br />
Jumlah yang akan diserahkan sebanyak 10 botol ditambah untuk uji mutu <strong>sediaan</strong> akhir<br />
dibutuhkan :<br />
Penentuan bobot jenis<br />
1 botol<br />
Penetapan pH<br />
Penetapan viskositas dan rheologi(visk Brookfield) 120 mL 2 botol<br />
Volume terpindahkan (tidak destruktif)<br />
Identifikasi<br />
Penetapan kadar<br />
30 botol<br />
3 botol<br />
3 botol<br />
Penetapan potensi antibiotika (jika zat aktifnya antibiotika) .... botol<br />
JUMLAH 30 botol<br />
Karena dari seluruh uji diatas ada uji yang tidak destruktif sehingga dapat digunakan<br />
untuk uji evaluasi yang lain. Jadi jumlah eliksir yang akan dibuat adalah 10 + 30 = 40<br />
botol.<br />
Perhitungan<br />
Jumlah yang akan diserahkan sebanyak 10 botol ditambah untuk uji mutu <strong>sediaan</strong><br />
akhir dibutuhkan 30 botol. Maka akan dibuat total : 40 botol.<br />
Volume tiap botol dilebihkan 3% untuk menjamin ketepatan volume <strong>sediaan</strong> setelah<br />
dituang dari botol. Persentase penambahan volume mengacu pada FI IV , hal<br />
1044. Volume <strong>sediaan</strong> tiap botol = 100 ml + (3 % x 100 ml) = 103 ml<br />
Total volume <strong>sediaan</strong> yang akan dibuat : 40 botol x 103 ml = 4120 ml<br />
Untuk mencegah kehilangan selama pembuatan maka total <strong>sediaan</strong> dilebihkan 10%<br />
sehingga volume total yang dibuat = 4120 ml + (10% x 4120) ml = 4532 ml.<br />
Penimbangan<br />
N Bahan yang Untuk volume 5 ml Untuk volume 4532 ml<br />
o ditimbang<br />
1 Zat aktif<br />
100 mg/ 5ml x 4532 ml =<br />
100 mg<br />
90640 mg<br />
2 Sorbitol solution<br />
1,5 mg/ 5ml x 4532 ml =<br />
30% b/v x 5 ml = 1,5 g<br />
1359,6 mg<br />
3 Alkohol<br />
10% b/v x 4532 ml = 453,2<br />
10% b/v x 5 ml = 0,5 g<br />
g<br />
4 Propilen glikol 5%b/v x 5 ml = 0,25 g 5% b/v x 4532 ml = 226,6 g<br />
5 Metil paraben<br />
0,2% b/v x 4532 ml = 9,064<br />
0,2% b/v x 5 ml = 0,01 g<br />
g<br />
6 Propil paraben<br />
0,03% b/v x 4532 ml =<br />
0,03% b/v x 5 ml = 0,0015<br />
0,0015
7 Pewangi qs (sebaiknya dalam<br />
bentuk persen juga)<br />
8 Pewarna qs (sebaiknya dalam<br />
bentuk persen juga)<br />
9 Aquadest Ad 5 ml Ad 4532 ml<br />
PROSEDUR PEMBUATAN<br />
1. Air sebagai pembawa harus dididihkan kemudian didinginkan.<br />
2. Bahan aktif dan bahan pembantu (jumlah yang diminta + evaluasi) ditimbang.<br />
3. Pembuatan larutan sakarosa (FI. III. 567). Larutkan 65 bagian sakarosa dalam<br />
larutan metil paraben 0,25 % b/v hingga terbentuk 100 bagian sirupus simpleks yang<br />
berfungsi sebagai pengental dan pemanis.<br />
4. Bahan aktif dihaluskan dalam mortar kemudian dilarutkan dalam satu pelarut yang<br />
paling melarutkan zat-zat tersebut. Apabila kelarutan bahan berkhasiat di dalam masingmasing<br />
pelarut yang akan dikombinasikan tidak tinggi, maka zat aktif dilarutkan<br />
sedikit demi sedikit ke dalam pelarut campur tersebut.<br />
5. Bahan pembantu dihaluskan dalam mortar kemudian dilarutkan dalam pelarut yang<br />
paling melarutkan zat-zat tersebut.<br />
6. Tambahkan berturut-turut larutan pengawet, larutan pewangi, larutan pewarna kedalam<br />
larutan zat aktif. (Sedapat mungkin penambahan zat-zat pembantu dalam keadaan terlarut)<br />
7. Tambahkan sisa pelarut campur<br />
8. Masukkan pemanis.<br />
9. Genapkan dengan air sampai volume yang diinginkan.<br />
10. Masukkan kedalam wadah, tutup dan beri etiket.<br />
(Sumber : Modul Praktikum Semisolida, 2003, hal 15,18).<br />
IV. EVALUASI DAN PENYIMPANAN<br />
A. Evaluasi<br />
1. Evaluasi Fisika<br />
• Evaluasi organoleptik : bau, rasa, warna, kejernihan, selain itu juga diperiksa<br />
kelengkapan etiket, brosur dan penandaan pada kemasan.<br />
• Evaluasi kejernihan FI IV hal 998 (881) : 5 ml<br />
Lakukan penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar diameter 15 mm, dan terbuat<br />
dari kaca netral. Masukkan ke dalam dua tabung reaksi masing-masing larutan zat<br />
uji dan Suspensi Padanan yang sesuai secukupnya, yang dibuat segar dengan cara<br />
seperti yang tertera di bawah sehingga volume larutan di dalam tabung reaksi<br />
terisi setinggi tepat 40 mm. Bandingkan kedua isi tabung setelah 5 menit<br />
pembuatan suspensi padanan, dengan latar belakang hitam. Pengamatan dilakukan<br />
di bawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus ke arah bawah tabung. Difusi cahaya<br />
harus sedemikian rupa sehingga suspensi padanan I dapat langsung dibedakan dari<br />
air dan suspensi padanan II.<br />
Baku opelesen. Larutkan 1 g hidrazina sulfat P dalam air secukupnya sampai 100 ml,<br />
biarkan selama 4 – 6 jam. Pada 25 mL larutan ini ditambahkan larutan 2,5 g heksamina<br />
P dalam 25 mL air, campur dan biarkan selama 24 jam. Suspensi ini stabil selama 2<br />
bulan jika disimpan pada wadah kaca yang bebas dari cacat permukaan. Suspensi tidak<br />
boleh menempel pada kaca dan harus dicampur dengan baik sebelum digunakan. Untuk<br />
membuat baku opalesen, encerkan 15 mL suspensi dengan air hingga 1000mL.<br />
Suspensi harus digunakan dalam waktu 24 jam setelah pembuatan.<br />
Suspensi padanan. Buatlah suspensi padanan I sampai dengan suspensi padanan<br />
IV dengan cara seperti yang tertera pada tabel. Masing-masing suspensi harus<br />
tercampur baik dan dikocok sebelum digunakan.
Suspensi Padanan<br />
I II III IV<br />
Baku opalesen (mL) 5,0 10,0 30,0 50,0<br />
Air (mL) 95,0 90.0 70,0 50,0<br />
Interpretasi hasil : sesuatu cairan dikatakan jernih jika kejernihannya sama<br />
dengan air atau pelarut yang digunakan bila diamati di bawah kondisi seperti<br />
tersebut di atas atau jika opalesensinya tidak lebih nyata dari suspensi padanan I.<br />
Persyaratan untuk derajat oplesensi dinyatakan dalan suspensi padanan I, II, dan III.<br />
• Berat jenis FI IV hal 1030 (981) : 10 ml<br />
Prinsip : Kecuali dinyatakan lain penetapan bobot jenis hanya untuk caiaran, dan<br />
didasarkan pada perbandingan bobot zat diudara pada suhu 25 o C terhadap bobot air<br />
dengan volume dan suhu yang sama. Bila suhu ditetapkan di monografi, bobot<br />
jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu yang telah ditetapkan<br />
terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bila pada suhu 25 o C zat<br />
berbentuk padat, tetapkan bobot jenis pada suhu yang telah tertera pada masingmasing<br />
monografi, dan mengacu pada air pada suhu 25 o C.<br />
Prosedur :<br />
• Gunakan piknometer yang bersih dan kering (dicuci terlebih dahulu dengan<br />
larutan sulfokromik dan bilas dengan etanol lalu aseton)<br />
• Timbang piknometer kosong (w1) lalu isi dengan air suling, bagian luar piknometer<br />
dilap sampai kering dan ditimbang (w2)<br />
• Buang air suling tersebut, keringkan piknometer lalu isi dengan cairan yang akan<br />
diukur bobot jenisnya pada suhu yang sama pada saat pemipetan, dan timbang (w3)<br />
• Hitung bobot jenis cairan dengan rumus :<br />
dt = w3 – w1<br />
w 2 – w 1<br />
Keterangan : dt = bobot jenis pada suhu t<br />
w 1 = bobot piknometer kosong<br />
w2= bobot piknometer + air suling<br />
w 3 = bobot piknometer + cairan<br />
• pH FI IV hal 1039 (1071) : 1 botol<br />
Prinsip : Harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat pH meter yang sesuai,<br />
yang telah dibakukan sebagaimana mestinya, yang mamapu mengukur harga pH<br />
samapai 0,02 unit pH menggunakan elektrode indikator yang peka terhadap aktivitas<br />
ion hidrogen, elektroda kaca, dan elektroda kpembanding yang sesuai seperti elektrode<br />
kalomel atau perak-perak klorida.<br />
Prosedur :<br />
• pH meter dikalibrasi menggunakan buffer standar<br />
• ukur pH cairan menggunakan pHmeter yang telah dikalibrasi<br />
• Pengukuran dilakukan pada suhu 25 o + 2 o , kecuali dinyatakan lain pada<br />
masing-masing monografi.<br />
• Skala pH ditetapkan dengan persamaan sebagai berikut :<br />
pH = pHs + (E-Es)<br />
k<br />
Keterangan :<br />
E = petensial terukur dengan sel galvani berisi larutan uji, dinyatakan sebagai pH<br />
Es = Larutan dapar untuk pembakuan yang tepat, dinyatakan sebagai pHs.<br />
k = perubahan dalam potensial perperubahan unit dalam pH, dan secara <strong>teori</strong>tis<br />
sebesar [0,05916+0,000198 (t-25 o )] volt pada suhu t.<br />
• Volume terpindahkan FI IV hal 1089 (1261) : 30 wadah (tetapi dapat dipakai untuk
uji-uji lainnya)<br />
Uji berikut dirancang sebagai jaminan bahwa larutan oral dan suspensi yang dikemas<br />
dalam wadah dosis ganda. Dengan volume yang tertera dalam etiket tidak lebih dari<br />
250 mL, yang tersedia dalam bentuk <strong>sediaan</strong> cair atau <strong>sediaan</strong> cair yang<br />
dikonstitusi dari bentuk padat dengan penambahan bahan pembawa tertentu<br />
dengan volume yang ditentukan, jika dipindahkan dari wadah asli, akan<br />
memberikan volume <strong>sediaan</strong> seperti yang tertera pada etiket.<br />
Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan<br />
selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk bentuk <strong>sediaan</strong> tersebut.<br />
Larutan oral, suspensi oral, dan sirup dalam wadah dosis ganda, kocok isi 10 wadah<br />
satu persatu. Serbuk dalam wadah dosis ganda yang mencantumkan penandaan<br />
volume untuk larutan oral atau suspensi oral yang dihasilkan bila serbuk<br />
dikonstitusi dengan sejumlah pembawa seperti tertera pada etiket, konstitusi 10 wadah<br />
dengan volume pembawa seperti tertera pada etiket diukur secara seksama dan dicampur.<br />
Prosedur. Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering<br />
terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang<br />
diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukan<br />
gelembung udara pada waktu penuangan dan diamkan selam tidak lebih dari 30 menit.<br />
Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran : volume ratarata<br />
larutan, suspensi, atau sirup yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari<br />
100% dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95% dari volume yang<br />
dinyatakan pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100% dari yang<br />
tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satupun wadah volumenya kurang dari<br />
95%, tetapi tidak kurang dari 90% dari volume yang tertera pada etiket, lakukan<br />
pengujian terhadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata larutan, suspensi, atau sirup<br />
yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100% dari volume yang tertera pada<br />
etiket, dan tidak lebih dari 30 wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari<br />
90% seperti yang tertera pada etiket.<br />
• Viskositas (petunjuk prak farmasi fisika hal 9-12 atau Physical Pharmacy, Martin, hal.<br />
463).<br />
Viskosimeter Hoeppler membutuhkan kurang lebih 120 ml (2 botol).<br />
Alat : Viskometer Hoeppler<br />
Cara :<br />
- Isi tabung dengan cairan yang akan diukur viskositasnya (jangan sampai penuh)<br />
- Masukkan bola yang sesuai<br />
- Tambahkan cairan sampai penuh dan tabung ditutup (jangan sampai ada gelembung<br />
udara)<br />
- Pengukuran dilakukan dengan menghitung waktu yang dibutuhkan oleh bola<br />
untuk menempuh jarak tertentu melalui cairan tabung<br />
- Hitung bobot jenis cairan dengan menggunakan piknometer<br />
- Viskositas cairan dihitung dengan rumus :<br />
η = B (ρ1-ρ2) t<br />
Keterangan : η = viskositas cairan<br />
B = konstanta bola<br />
ρ 1 = bobot jenis bola<br />
ρ 2 = bobot jenis cairan<br />
t = waktu yang dibutuhkan bola untuk menempuh jarak tertentu<br />
2. Evaluasi kimia<br />
• Identifikasi (sesuai menografi)<br />
• Penetapan kadar ( sesuai monografi)
3. Evaluasi Biologi<br />
Penetapan potensi antibiotik untuk eliksir dengan zat aktif antibiotika (FI. IV hal<br />
891-899). (Prosedur evaluasi sama dengan larutan)<br />
B. Penyimpanan<br />
Karena eliksir mengandung alkohol dan biasanya juga mengandung beberapa minyak mudah<br />
menguap yang rusak oleh adanya udara dan sinar, maka paling baik disimpan pada wadah tertutup<br />
rapat dan tahan cahaya untuk menjaga terhadap temperatur yang berlebihan. (Ansel hal.<br />
343)<br />
V. CONTOH ELIKSIR DI PASARAN<br />
1. Eliksir parasetamol<br />
contoh : dapyrin, decadol elixir<br />
2. Eliksir teofilin<br />
contoh : bronchophylin, bufabron, brodilex, tusapres<br />
3. Eliksir piperazin sitrat<br />
contoh : ascari, combantrinneo ultraxon<br />
4. Eliksir ambroxol HCl<br />
contoh : mucopect<br />
BP 2002 hal 1883.<br />
1. Ephedrine Elixir<br />
2. Phenobarbital Elixir<br />
3. Piperazin Citrate Elixir<br />
Contoh Formula Pustaka :<br />
Eliksir Fenobarbital<br />
R/ Fenobarbital<br />
Orange Oil<br />
Propilenglikol<br />
Alkohol<br />
Sorbitol solution<br />
Pewarna<br />
Aquadest<br />
4 g<br />
0,25 mL<br />
100 mL<br />
200 mL<br />
600 mL<br />
q.s<br />
ad 1000 mL<br />
Eliksir Teofilin<br />
R/ Teofilin<br />
5,3 g<br />
Asam sitrat<br />
10 g<br />
Liquid glukosa<br />
44 g<br />
Syrup<br />
132 mL<br />
Glycerin<br />
50 mL<br />
Sorbitol Solution<br />
324 mL<br />
Alkohol<br />
200 mL<br />
Sodium saccharin<br />
5 g<br />
Lemon oil<br />
0,5 g<br />
FDC yellow No. 5<br />
0,1 g<br />
Aquadest<br />
ad 1000 mL<br />
(Lachman Teori dan Praktek Industri hal 342)<br />
Eliksir Teofilin (RPS hal 758)<br />
R/ Teofilin 5,3 g<br />
Asam sitrat<br />
10,0 g<br />
Syrup<br />
132,0 g<br />
Glycerin<br />
50,0 g<br />
Sorbitol Solution 324,0 g
Alkohol<br />
200,0 ml<br />
Flavour<br />
q.s<br />
Purified water to make 1000 ml<br />
Eliksir Asetaminofen (Fornas Hal 300)<br />
Komposisi : Tiap 5 mL mengandung :<br />
Asetaminofen<br />
Gliserol<br />
Propilenglikol<br />
Sorbitol Solution 70%<br />
Etanol<br />
Zat tambahan yang cocok<br />
Aquadest ad<br />
Eliksir Difenhidramin (Fornas Hal 112)<br />
Komposisi : Tiap 5 mL mengandung :<br />
Difenhidramin HCl<br />
Etanol<br />
Sirupus simplex<br />
Zat tambahan<br />
Aquadest<br />
Zat tambahan yang cocok<br />
120 mg<br />
2,5 mL<br />
500 µL<br />
1,25 mL<br />
500 µL<br />
q.s<br />
5 mL<br />
12,5 mg<br />
750 µL<br />
4,75 mL<br />
q.s<br />
ad 5 ml
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
SUSPENSI<br />
(Re-New by: Anggit L)<br />
I. PENDAHULUAN<br />
A. Definisi<br />
• Farmakope Indonesia IV, 1995, hal 17<br />
Suspensi adalah <strong>sediaan</strong> cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase<br />
cair.<br />
• Farmakope Indonesia IV, 1995, hlm 18<br />
Suspensi Oral : sediaaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair<br />
dengan bahan pengaroma yang sesuai, dan ditujukan untuk penggunaan oral.<br />
• Fornas Edisi 2, 1978 hal 333<br />
Suspensi adalah <strong>sediaan</strong> cair yang mengandung obat padat, tidak melarut dan terdispersikan<br />
sempurna dalam cairan pembawa, atau <strong>sediaan</strong> padat terdiri dari obat dalam bentuk serbuk halus,<br />
dengan atau tanpa zat tambahan, yang akan terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa yang<br />
ditetapkan. Yang pertama berupa suspensi jadi, sedangkan yang kedua berupa serbuk untuk<br />
suspensi yang harus disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan.<br />
B. Keuntungan dan Kekurangan Sediaan (RPS ed. 18, vol 3, 1538-1539)<br />
Keuntungan :<br />
1. Baik digunakan untuk pasien yang sukar menerima tablet / kapsul, terutama anak-anak.<br />
2. Homogenitas tinggi tergantung jenis suspensinya<br />
3. Lebih mudah diabsorpsi daripada tablet / kapsul (karena luas permukaan kontak antara zat aktif dan<br />
saluran cerna meningkat).<br />
4. Dapat menutupi rasa tidak enak / pahit obat (dari larut / tidaknya)<br />
5. Mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air.<br />
Kekurangan :<br />
1. Kestabilan rendah (pertumbuhan kristal jika jenuh, degradasi, dll)<br />
2. Jika membentuk “cacking” akan sulit terdispersi kembali sehingga homogenitasnya turun.<br />
3. Alirannya menyebabkan sukar dituang<br />
4. Ketepatan dosis lebih rendah daripada bentuk <strong>sediaan</strong> larutan<br />
5. Pada saat penyimpanan, kemungkinan terjadi perubahan sistem dispersi (cacking, flokulasideflokulasi)<br />
terutama jika terjadi fluktuasi / perubahan temperatur.<br />
6. Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk memperoleh dosis yang diinginkan.<br />
C. Macam-macam Suspensi<br />
1. Berdasarkan Penggunaan (FI IV, 1995, hal 18)<br />
a. Suspensi oral, <strong>sediaan</strong> cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair<br />
dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan untuk penggunaan oral.<br />
b. Suspensi topikal, <strong>sediaan</strong> cair mengandung partikel-partikel padat yang terdispersi dalam<br />
pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan kulit.<br />
c. Suspensi tetes telinga, <strong>sediaan</strong> cair mengandung partikel-partikel halus yang ditujukan untuk<br />
diteteskan pada telinga bagian luar.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
d. Suspensi optalmik, <strong>sediaan</strong> cair steril yang mengandung partikel-partikel yang terdispersi dalam<br />
cairan pembawa untuk pemakaian pada mata.<br />
Syarat suspensi optalmik (hal 14):<br />
− Obat dalam suspensi harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi dan<br />
atau goresan pada kornea.<br />
− Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi massa yang mengeras atau<br />
penggumpalan.<br />
2. Berdasarkan Istilah<br />
a. Susu, untuk suspensi dalam pembawa yang mengandung air yang ditujukan untuk pemakaian<br />
oral. (contoh : Susu Magnesia)<br />
b. Magma, suspensi zat padat anorganik dalam air seperti lumpur, jika zat padatnya mempunyai<br />
kecenderungan terhidrasi dan teragregasi kuat yang menghasilkan konsistensi seperti gel dan<br />
sifat reologi tiksotropik (contoh : Magma Bentonit).<br />
c. Lotio, untuk golongan suspensi topikal dan emulsi untuk pemakaian pada kulit (contoh : Lotio<br />
Kalamin)<br />
3. Berdasarkan Sifat (Diktat kuliah Likuida dan Semisolida, hal 102-104)<br />
a. Suspensi Deflokulasi<br />
• Partikel yang terdispersi merupakan unit tersendiri dan apabila kecepatan sedimentasi<br />
bergantung daripada ukuran partikel tiap unit, maka kecepatannya akan lambat.<br />
• Gaya tolak-menolak di antara 2 partikel menyebabkan masing-masing partikel menyelip<br />
diantara sesamanya pada waktu mengendap.<br />
• Supernatan sistem deflokulasi keruh dan setelah pengocokan kecepatan sedimentasi partikel<br />
yang halus sangat lambat.<br />
• Keunggulannya : sistem deflokulasi akan menampilkan dosis yang relatif homogen pada<br />
waktu yang lama karena kecepatan sedimentasinya yang lambat.<br />
• Kekurangannya : apabila sudah terjadi endapan sukar sekali diredispersi karena terbentuk<br />
masa yang kompak.<br />
• Sistem deflokulasi dengan viskositas tinggi akan mencegah sedimentasi tetapi tidak dapat<br />
dipastikan apakah sistem akan tetap homogen pada waktu paruhnya.<br />
b. Suspensi Flokulasi<br />
• Partikel sistem flokulasi berbentuk agregat yang dapat mempercepat terjadinya sedimentasi.<br />
Hal ini disebabkan karena setiap unit partikel dibentuk oleh kelompok partikel sehingga<br />
ukuran agregat relatif besar.<br />
• Cairan supernatan pada sistem flokulasi cepat sekali bening yang disebabkan flokul-flokul<br />
yang terbentuk cepat sekali mengendap dengan ukuran yang bermacam-macam.<br />
• Keunggulannya :sedimen pada tahap akhir penyimpanan akan tetap besar dan mudah<br />
diredispersi.<br />
• Kekurangannya : dosis tidak akurat dan produk tidak elegan karena kecepatan<br />
sedimentasinya tinggi.<br />
• Flokulasi dapat dikendalikan dengan :<br />
− Kombinasi ukuran partikel<br />
− Penggunaan elektrolit untuk kontrol potensial zeta.<br />
− Penambahan polimer mempengaruhi hubungan/ struktur partikel dalam suspensi.<br />
D. Syarat Suspensi<br />
• FI IV, 1995, hal 18<br />
1. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara iv dan intratekal<br />
2. Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan dengan cara tertentu harus mengandung zat<br />
antimikroba.<br />
3. Suspensi harus dikocok sebelum digunakan<br />
4. Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat.<br />
• F I I I I , 1979, hal 32<br />
1. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap<br />
2. Jika dikocok, harus segera terdispersi kembali
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
3. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi<br />
4. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar <strong>sediaan</strong> mudah dikocok dan dituang.<br />
5. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga tetap konstan untuk penyimpanan dalam<br />
jangka waktu yang lama.(Ansel, 356)<br />
• Fornas Edisi 2, 1978, hal 333<br />
Pada pembuatan suspensi, untuk mencegah pertumbuhan cendawan, ragi dan jasad renik lainnya,<br />
dapat ditambahkan zat pengawet yang cocok terutama untuk suspensi yang akan diwadahkan dalam<br />
wadah satuan ganda atau wadah dosis ganda.<br />
E. Penggunaan Suspensi dalam Farmasi<br />
(Pharmaceutics, The Science of Dosage Form Design, Michael E. Aulton, hlm 270 : Diktat Teknologi<br />
Farmasi Liquida dan Semisolid, DR. Goeswin Agoes, hlm 89 – 90)<br />
1. Beberapa orang terutama anak-anak sukar menelan obat yang berbentuk tablet / zat padat. Oleh<br />
karena itu diusahakan dalam bentuk larutan. Kalau zat berkhasiat tidak larut dalam air, maka bentuk<br />
suspensi-dimana zat aktif tidak larut-terdispersi dalam medium cair merupakan suatu alternatif.<br />
2. Mengurangi proses penguraian zat aktif didalam air. Untuk zat yang sangat mudah terurai dalam air,<br />
dibuat bentuk yang tidak larut. Dengan demikian, penguraian dapat dicegah.<br />
3. Kontak zat padat dengan medium pendispersi dapat dipersingkat dengan mengencerkan zat padat<br />
medium dispersi pada saat akan digunakan. Contoh : Ampisilin dikemas dalam bentuk granul,<br />
kemudian pada saat akan dipakai disuspensikan dahulu dalam medim pendispersi. Dengan demikian<br />
maka stabilitas ampisilin untuk 7 hari pada temperatur kamar masih dapat dipenuhi.<br />
4. Apabila zat aktif sangat tidak stabil dalam air, maka digunakan medium non-air sebagai medium<br />
pendispersi. Contoh : Injeksi Penisilin atau Phenoxy penisilin dalam minyak kelapa untuk oral.<br />
5. Sediaan suspensi yang terdiri dari partikel halus yang terdispersi dapat menaikkan luas permukaan<br />
di dalam saluran pencernaan, sehingga dapat mengabsorpsi toksin-toksin atau menetralkan asam<br />
yang diproduksi oleh lambung. Contoh Kaolin, Mg-Karbonat, Mg-Trisilikat. (antasida/Clays)<br />
6. Sifat adsorpsi daripada serbuk halus yang terdispersi dapat digunakan untuk <strong>sediaan</strong> yang berbentuk<br />
inhalasi. Zat yang mudah menguap seperti mentol, Ol. Eucaliptus, ditahan dengan menambah Mg-<br />
Karbonat yang dapat mengadsorpsi tersebut.<br />
7. Dapat menutup rasa zat berkhasiat yang tidak enak atau pahit dengan lebih baik dibandingkan dalam<br />
bentuk larutan. Untuk suspensi Kloramfenikol dipakai Kloramfenikol Palmitas yang rasanya tidak<br />
pahit.<br />
8. Suspensi BaSO4 untuk kontras dalam pemeriksaan X-Ray.<br />
9. Suspensi untuk <strong>sediaan</strong> bentuk aerosol.<br />
F. Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Suspensi (Lachman Practice, 479-491)<br />
1. Kecepatan sedimentasi (Hk. Stokes)<br />
Untuk <strong>sediaan</strong> farmasi tidak mutlak berlaku, tetapi dapat dipakai sebagai pegangan supaya suspensi<br />
stabil, tidak cepat mengendap, maka :<br />
a. Perbedaan BJ antara fase terdispersi dan fase pendispersi harus kecil, untuk meningkatkan BJ<br />
medium dapat digunakan sorbitol atau sukrosa.<br />
b. Diameter partikel diperkecil, dapat dihaluskan dengan blender / koloid mill<br />
c. Memperbesar viskositas dengan menambah suspending agent.<br />
2. Pembasahan serbuk<br />
Untuk menurunkan tegangan permukaan, dipakai wetting agent atau surfaktan, misal : span dan<br />
tween.<br />
3. Floatasi (terapung), disebabkan oleh :<br />
a. Perbedaan densitas<br />
b. Partikel padat hanya sebagian terbasahi dan tetap pada permukaan<br />
c. Adanya adsorpsi gas pada permukaan zat padat. Hal ini dapat diatasi dengan penambahan<br />
humektan.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
Humektan ialah zat yang digunakan untuk membasahi zat padat. Mekanisme humektan : mengganti<br />
lapisan udara yang ada di permukaan partikel sehingga zat mudah terbasahi. Contoh : gliserin,<br />
propilenglikol.<br />
4. Pertumbuhan kristal<br />
Larutan air suatu suspensi sebenarnya merupakan larutan jenuh. Bila terjadi perubahan suhu dapat<br />
terjadi pertumbuhan kristal. Ini dapat dihalangi dengan penambahan surfaktan.<br />
Adanya polimorfisme dapat mempercepat pertumbuhan kristal.<br />
Hal-hal yang memicu terbentuknya kristal (Disperse system, Vol. I, 158)<br />
− keadaan super jenuh<br />
− pendinginan yang ekstrim dan pengadukan yang cepat<br />
− sifat aliran pelarut yang dapat mengkristalkan zat aktif, dalam ukuran dan bentuk yang<br />
bervariasi<br />
− keberadaan cosolutes, cosolvent, dan absorbent<br />
− kondisi saat proses pembuatan.<br />
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kristalisasi (Disperse system, Vol. I, 158)<br />
− gunakan partikel dengan range ukuran yang sempit<br />
− pilih bentuk kristal obat yang stabil<br />
− cegah penggunaan alat yang membutuhkan energi besar untuk pengecilan ukuran partikel<br />
− gunkan pembasah<br />
− gunakan colloidal pelindung seperti gelatin, gums, dan lain-lain yang akan membentuk lapisan<br />
pelindung pada partikel<br />
− viskositas ditingkatkan<br />
− cegah perubahan suhu yang ekstrim<br />
5. Pengaruh gula (sukrosa)<br />
a. Suspending agent dengan larutan gula : viskositas akan naik<br />
b. Adanya batas konsentrasi gula dalam campuran dengan suspending agent. Bila batas ini dilalui<br />
polimer akan menurun.<br />
c. Konsentrasi gula yang besar juga dapat menyebabkan kristalisasi yang cepat<br />
d. Gula cair 25 % mudah ditumbuhi bakteri, sehingga perlu pengawet dan hati-hati cap locking.<br />
e. Hati-hati jika ada alkohol dalam suspensi<br />
6. Metode dispersi : Deflokulasi dan Flokulasi<br />
7. Pengaruh alat-alat pendispersi, menyebabkan :<br />
a. Variasi pada ukuran partikel berhubungan dengan RPM Shearing Force<br />
b. Variasi pada sifat-sifat suspensi<br />
c. Variasi pada viskositas pembawa, berhubungan dengan hidratasi suspending agen.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
II. FORMULA<br />
A. Sifat Fisik Untuk Formulasi Suspensi yang Baik<br />
(Aulton, hlm. 269; Diktat Tek. FA Liquid & Semisolid, DR Goeswin Agoes, hlm. 88)<br />
1. Suspensi harus tetap homogen pada suatu perioda, paling tidak pada perioda antara pengocokan dan<br />
penuangan sesuai dosis yang dikehendaki.<br />
2. Pengendapan yang terjadi pada saat penyimpanan harus mudah didispersikan kembali pada saat<br />
pengocokan.<br />
3. Suspensi harus kental untuk mengurangi kecepatan pengendapan partikel yang terdispersi.<br />
Viskositas tidak boleh terlalu kental sehingga tidak menyulitkan pada saat penuangan dari wadah.<br />
4. Partikel suspensi harus kecil dan seragam sehingga memberikan penampilan hasil jadi yang baik<br />
dan tidak kasar.<br />
Yang Harus Diperhatikan :<br />
1. Untuk membuat <strong>sediaan</strong> suspensi dibutuhkan beberapa bahan pembantu. Pemilihan bahan pembantu<br />
didasarkan pada kesesuaian dan juga bentuk fisik campuran serbuk yang dibutuhkan.<br />
2. Bahan pembantu yang digunakan sebaiknya seminimal mungkin. Semakin banyak jenis bahan<br />
pembantu, semakin banyak masalah yang timbul, seperti masalah inkompatibilitas. Karena itu<br />
sedapat mungkin eksipien yang digunakan benar-benar dibutuhkan dalam formulasi. Akan lebih<br />
baik jika menggunakan eksipien yang dapat berfungsi lebih dari satu macam.<br />
B. Formula Umum<br />
(Disperse System, vol 2, Lieberman, hal. 232)<br />
R/ Zat aktif<br />
Bahan tambahan :<br />
− bahan pensuspensi (suspending agent)<br />
− bahan pembasah (wetting agent)/humektan<br />
− pemanis<br />
− pewarna flavour<br />
− pewangi<br />
− pengawet<br />
− dapar atau acidifer<br />
− antioksidan<br />
− anticaking<br />
− floculating agent<br />
− antibusa (antifoaming)<br />
Bahan pembawa : air, sirup, dll<br />
C. Bahan Tambahan<br />
1. Bahan Pensuspensi / Suspending Agent (Art of Compounding, hlm. 300)<br />
Fungsi: Memperlambat pengendapan, mencegah penurunan partikel, dan mencegah penggumpalan<br />
resin dan bahan berlemak.<br />
Cara kerja: Meningkatkan kekentalan. Kekentalan yang berlebihan akan mempersulit rekonstitusi<br />
dengan pengocokan. Suspensi yang baik mempunyai kekentalan yang sedang dan partikel yang<br />
terlindung dari gumpalan/aglomerasi. Hal ini dapat dicapai dengan mencegah muatan partikel,<br />
biasanya muatan partikel ada pada media air atau <strong>sediaan</strong> hidrofil.<br />
Faktor pemilihan suspending agent:<br />
a. Penggunaan bahan (oral / topikal)<br />
b. Komposisi kimia<br />
c. Stabilitas pembawa dan waktu hidup produk (shelf life)<br />
d. Produk, sumber, inkompatibilitas dari suspending agent.<br />
Contoh :<br />
a. Golongan Polisakarida<br />
Acacia gum, Asam alginat, Dextrin, Sodium alginat, Starch, sukrosa, Tragakan, Xanthan gum
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
(The Science of Dosage Form Design, Aulton, hal.275-276; Excipients 2006, hal.1, 21,228, 656,<br />
725, 744; Pharmaceutical Practise, Aulton, hal.100-101).<br />
b. Golongan selulosa larut air (Water soluble celluloses)<br />
Karboksimetil selulose sodium/Na. CMC, Selulose, Metil selulosa, Hidroksietilmetil selulosa,<br />
Hidroksipropil selulosa/Avicel.<br />
(The Science of Dosage Form Design, Aulton, hal. 275-276; Excipients 2006, hal.120, 136, 334,<br />
336; Pharmaceutical Practise, Aulton, hal. 101)<br />
c. Golongan tanah liat (Clays)<br />
Bentonit, Alumunium magnesium silikat, Hectocrite, Veegum<br />
(The Science of Dosage Form Design, Aulton, hal.277; Excipients 2006, hal. 58, 418;<br />
Pharmaceutical Practise, Aulton, hal. 101-102)<br />
d. Golongan sintetik<br />
Carbomer (carboxyvinyl polymer), Carboxymethylcellulose calsium, Carboxymethylcellulose<br />
sodium, Colloidal silicon dioxide<br />
(The Science of Dosage Form Design, Aulton, hal.277; Excipients 2006, hal. 111, 118, 120, 188;<br />
Pharmaceutical Practise, Aulton, hal.102)<br />
* Penjelasan tiap suspending agent dapat dilihat di bagian kit - eksipien suspensi<br />
** Tabel suspending agent yang umum digunakan dapat dilihat di bagian kit - eksipien suspensi<br />
2. Bahan Pembasah (Wetting agent) / Humektan<br />
Fungsi: menurunkan tegangan permukaan bahan dengan air (sudut kontak) dan meningkatkan<br />
dispersi bahan yang tidak larut. (Art of Compounding, hlm 300)<br />
Bahan pembasah yang biasa digunakan adalah : surfaktan yang dapat memperkecil sudut kontak<br />
antara partikel zat padat dan larutan pembawa. Surfaktan kationik dan anionik efektif digunakan<br />
untuk bahan berkhasiat dengan zeta potensial positif dan negatif. Sedangkan surfaktan nonionik lebih<br />
baik untuk pembasah karena mempunyai range pH yang cukup besar dan mempunyai toksisitas yang<br />
rendah. Konsentrasi surfaktan yang digunakan rendah karena bila terlalu tinggi dapat terjadi<br />
solubilisasi, busa dan memberikan rasa yang tidak enak.<br />
Cara kerja: Menghilangkan lapisan udara pada permukaan zat padat, sehingga zat padat + humektan<br />
lebih mudah kontak dengan pembawa. Contoh : gliserin, propilenglikol, polietilenglikol, dll.<br />
* Penjelasan tiap bahan pembasah dapat dilihat di bagian kit - eksipien suspensi<br />
3. Pemanis<br />
Fungsi : untuk memperbaiki rasa dari <strong>sediaan</strong><br />
Masalah yang perlu diperhatikan pada perbaikan rasa obat adalah :<br />
Usia dari pasien. Anak-anak lebih suka sirup dengan rasa buah-buahan, orang dewasa lebih suka<br />
sirup dengan rasa asam, orang tua lebih suka sirup dengan rasa agak pahit seperti kopi, dsb.<br />
Keadaan kesehatan pasien, penerimaan orang sakit tidak sama dengan orang sehat. Rasa yang dapat<br />
diterima untuk jangka pendek mungkin saja jadi tidak bisa diterima untuk pengobatan jangka<br />
panjang.<br />
Rasa obat bisa berubah dengan waktu penyimpanan. Pada saat baru dibuat mungkin <strong>sediaan</strong> berasa<br />
enak, akan tetapi sesudah penyimpanan dalam jangka waktu tertentu kemungkinan dapat berubah.<br />
Zat pemanis yang dapat menaikkan kadar gula darah ataupun yang memiliki nilai kalori tinggi tidak<br />
dapat digunakan dalam formulasi <strong>sediaan</strong> untuk pengobatan penderita diabetes.<br />
Catatan :<br />
• Pemanis yang biasa digunakan : sorbitol 70 %, sukrosa 20 – 25 %<br />
• Sebagai kombinasi dengan pemanis sintetis : siklamat 0,5 %; sakarin 0,05 %<br />
• Kombinasi sorbitol : sirupus simplex = 30 % b/v : 10 % b/v add 20 – 25 % b/v total<br />
• pH > 5 dipakai sorbitol, karena sukrosa pada pH ini akan terurai dan menyebabkan perubahan<br />
volume.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
• Sukrosa dapat menyebabkan kristalisasi sehingga untuk mereduksi kristalisasi sukrosa<br />
dikombinasi dengan sorbitol, gliserin, dan polyol lain. Sukrosa stabil pada pH 4-8. (Lachman<br />
Practice hal:468)<br />
* Penjelasan tiap bahan pemanis dapat dilihat di bagian kit - eksipien suspensi<br />
4. Pewarna dan Pewangi (flavor)<br />
Pewarna dan pewangi harus serasi<br />
Asin : Butterscoth, Mafile, Apricot, Peach, Vanili, Wintergreen mint.<br />
Pahit : Wild cherry, Walnut, Chocolate, Mint combination, Passion fruit, Mint spice anisi<br />
Manis : Buah-buahan berry, Vanili.<br />
Asam : Citrus, Licorice, Root beer, Raspberry.<br />
(Lachman Practise, hlm 470)<br />
5. Pengawet<br />
Pengawet sangat dianjurkan jika didalam <strong>sediaan</strong> tersebut mengandung bahan alam, atau bila<br />
mengandung larutan gula encer (karena merupakan tempat tumbuh mikroba). Selain itu, pengawet<br />
diperlukan juga bila <strong>sediaan</strong> dipergunakan untuk pemakaian berulang (multiple dose).<br />
(Pharmaceutical Codex 1994, hlm 516 – 520)<br />
Pengawet yang ideal harus memenuhi 3 kriteria:<br />
a. Harus efektif menyerang pada “spectrum broad” mikroorganisme<br />
b. Secara fisika, kimia, dan mikrobiologi stabil dalam produk untuk jangka waktu yang panjang<br />
c. Tidak toksis dan sensitif, harus larut dan kompatibel dengan komponen lain dalam formula<br />
(Lachman Practise, hlm 470)<br />
Pengawet yang sering digunakan antara lain :<br />
• Metil / propil paraben ( 2 : 1 add 0,1 – 0,2 % total)<br />
• Asam benzoat / Na-benzoat<br />
• Chlorbutanol / chlorekresol<br />
• Senyawa amonium (amonium klorida kuarterner); benzalkonium klorida OTT dengan metil<br />
selulosa<br />
(Pharmaceutical Codex 1994, hlm 516 – 520)<br />
* Penjelasan tiap bahan pengawet dapat dilihat di bagian kit - eksipien suspensi<br />
6. Antioksidan<br />
(Diktat Teknologi Farmasi Sediaan Liquida dan Semisolid, 143 – 147)<br />
Antioksidan jarang digunakan pada <strong>sediaan</strong> suspensi, kecuali untuk zat aktif yang mudah terurai<br />
karena teroksidasi. Antioksidan bekerja efektif pada konsentrasi rendah.<br />
Cara kerja : memblokir reaksi oksidatif yang berantai pada tahap awal dengan memberikan atom<br />
hidrogen. Hal ini akan merusak radikal bebas dan mencegah terbentuknya peroksida.<br />
Hal yang perlu diperhatikan dalam memilih antioksidan :<br />
a. Efektif dalam konsentrasi rendah<br />
b. Tidak toksik, tidak merangsang dan tidak membentuk hasil antara (<strong>sediaan</strong>) yang berbahaya<br />
c. Segera larut atau terdispersi pada medium<br />
d. Tidak menimbulkan warna, bau, dan rasa yang tidak dikehendaki.<br />
e. Dapat bercampur (compatible) dengan konstituen lain pada <strong>sediaan</strong>.<br />
Beberapa antioksidan yang lazim digunakan :<br />
− Golongan kuinol (ex: hidrokuinon, tokoferol, hidroksikroman, hidroksi kumeran, BHA, BHT).<br />
− Golongan katekhol (ex : katekhol, pirogalol, NDGA, asam galat)<br />
− Senyawa mengandung nitrogen (ex: ester alkanolamin turunan amino dan hidroksi dari<br />
fenilamin diamin, difenilamin, kasein, edestin)<br />
− Senyawa mengandung belerang (ex: sisteina hidroklorida)<br />
− Fenol monohidrat (ex: timol)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
7. Pendapar<br />
(Pharmaceutics, The Science of Dosage Form Design, ME. Aulton, hlm 277)<br />
Fungsi :<br />
a. Mengatur pH<br />
b. Memperbesar potensial pengawet<br />
c. Meningkatkan kelarutan<br />
Dapar yang dibuat harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk mempertahankan pH. Pemilihan<br />
pendapar yaitu dengan pendapar yang pKa-nya berdekatan dengan pH yang diinginkan Pemilihan<br />
pendapar harus mempertimbangkan inkompatibilitas dan toksisitas. Dapar yang biasa digunakan<br />
antara lain dapar sitrat, dapar posfat, dapar asetat.<br />
DAPAR FARMASETIK<br />
Jenis Dapar pKa Penggunaan<br />
Dapar Fosfat<br />
pKa1 = 2.12<br />
Sediaan oral, parenteral<br />
pKa2 = 7.21<br />
dan optalmik<br />
Dapar Sitrat<br />
pKa1 = 3.15<br />
Sediaan oral, parenteral<br />
pKa2 = 4.78<br />
dan optalmik<br />
pKa3 = 6,40<br />
Dapar asetat pKa = 4,76 Sediaan oral<br />
Dapar karbonat pKa1 = 6,37 Sediaan oral<br />
pKa2 = 10,33<br />
(Martin, Edisi 4,147-148)<br />
8. Acidifier<br />
Fungsi :<br />
a. Mengatur pH<br />
b. Meningkatkan kestabilan suspensi<br />
c. Memperbesar potensial pengawet<br />
d. Meningkatkan kelarutan<br />
Acidifier yang biasa digunakan pada suspensi adalah asam sitrat.<br />
9. Flocculating agent<br />
(Disperse System, vol 2, hal: 249)<br />
Floculating agent adalah bahan yang dapat menyebabkan suatu partikel berhubungan secara bersama<br />
membentuk suatu agregat atau floc. Floculating agent dapat menyebabkan suatu suspensi cepat<br />
mengendap tetapi mudah diredispersi kembali. Flokulating agent dapat dibagi menjadi empat<br />
kelompok yaitu:<br />
a. Surfaktan<br />
Surfaktan ionik dan nonionik dapat digunakan sebagai floculating agent. Konsentrasi yang<br />
digunakan berkisar 0.001 sampai 1%b/v. Surfaktan nonionik lebih disukai karena secara kimia<br />
lebih kompatibel dengan bahan-bahan dalam formula yang lain. Konsentrasi yang tinggi dan<br />
surfaktan dapat menghasilkan rasa yang buruk, busa dan caking.<br />
b. Polimer hidrofilik<br />
Senyawa-senyawa ini memiliki bobot molekul tinggi dengan rantai karbon panjang termasuk<br />
beberapa bahan yang pada konsentrasi besar berperan sebagai suspending agent. Hal ini<br />
disebabkan adanya percabangan rantai polimer yang membentuk struktur seperti gel dalam<br />
sistem dan dapat teradsorpsi pada permukaan partikel padat serta mempertahankan kedudukan<br />
mereka dalam bentuk sistem flokulasi. Polimer baru seperti xantin gum digunakan sebagai<br />
flokulating agent dalam pembuatan sulfaguanidin, bismut sub karbonat, serta obat lain. Polimer<br />
hidrofilik yang berperan sebagai koloid hidrofil yang mencegah caking dapat juga berfungsi<br />
untuk membentuk flok longgar (floculating agent). Penggunaan tunggal surfaktan atau bersama<br />
koloid protektif dapat membentuk suatu sistem flokulasi yang baik. Pada proses pembuatan<br />
perlu diperhatikan bahwa pencampuran tidak boleh terlalu berlebihan karena dapat
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
menghambat pengikatan silang antara partikel dan menyebabkan adsoprsi polimer pada<br />
permukaan satu partikel saja kemudian akan terbentuk sistem deflokulasi.<br />
c. Clay<br />
Clay pada konsentrasi sama dengan atau lebih besar dari 0.1% dilaporkan dapat berperan sebagai<br />
floculating agent pada pembuatan obat yang disuspensikan dalam sorbitol atau basis sirup.<br />
Bentonite digunakan sebagai floculating agent pada pembuatan suspensi bismut subnitrat pada<br />
konsentrasi 1,7%.<br />
d. Elektrolit<br />
Penambahan elektrolit anorganik (Na. Asetat, fosfat, sitrat) pada suspensi dapat menurunkan<br />
potensial zeta partikel yang terdispersi dan menyebabkan flokulasi. Pernyataan Schulzhardy<br />
menunjukkan bahwa kemampuan elektrolit untuk memflokulasi partikel hidrofobik tergantung<br />
dari valensi counter ionnya. Meskipun lebih efektif elektrolit dengan valensi tiga lebih jarang<br />
digunakan dari mono. Di-valensi disebabkan adanya masalah toksisitas. Penambahan elektrolit<br />
berlebihan atau muatan yang berlawanan dapat menimbulkan partikel memisah masingmasing<br />
dan terbentuk sistem flokulasi dan menurunkan kebutuhan konsentrasi surfaktan. Penambahan<br />
NaCl dapat meningkatkan flokulasi. Misalnya suspensi sulfamerazin diflokulasi dengan natrium<br />
dodesil polioksi etilen sulfat, suspensi sulfaguanidin dibasahi oleh surfaktan dan dibentuk sistem<br />
flokulasi oleh AlCl3. Elektrolit sebagai flokulating agent jarang digunakan di indusri<br />
Floculating Agent<br />
Bahan Tipe Muatan ion<br />
Natrium lauril sulfat<br />
Dokusat natrium<br />
Benzalkonium klorida<br />
Cetylpiridinum klorida<br />
Polisorbat 80<br />
Sorbitan monolaurat<br />
Surfaktan<br />
Anion<br />
Anion<br />
Kation<br />
Kation<br />
Non-ionik<br />
Non-ionik<br />
CMC-Na<br />
Xantan gum<br />
Tragakan<br />
Metil selulosa<br />
PEG<br />
Magnesium aluminium<br />
Silikat<br />
Attapulgit<br />
Bentonit<br />
Kalium dihidrogen fosfat<br />
AlCl3<br />
NaCl<br />
Polimer hidrofil<br />
Clay<br />
Elektrolit<br />
Anion<br />
Anion<br />
Anion<br />
Non-ionik<br />
Non-ionik<br />
Anion<br />
Anion<br />
Anion<br />
Anion<br />
Anionik/kationik
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
D. Contoh Formula Suspensi<br />
R/ Zat aktif R/ Asetaminofen 120 mg<br />
Sirupus simplek 30 % Sirupus simpleks 30 %<br />
CMC Na 0,25 % CMC Na 0,25 %<br />
Buffer fosfat pH 6 Buffer fosfat pH 6<br />
Na-sakarin 0,01 % Na-sakarin 0,01 %<br />
Sorbitol 20 % Sorbitol 20 %<br />
Metil paraben 0,2 % Metil paraben 0,2 %<br />
Propil paraben 0,03 % Propil paraben 0,03 %<br />
Zat warna qs Vanila 0,4 %<br />
Flavouring agent qs Aquadest ad 5 ml<br />
Aquadest ad 5 ml<br />
E. Perhitungan Dapar<br />
Definisi Kapasitas Dapar (Analytical Chemistry, J. G. Dick, 1973, hlm 108) :<br />
Kapasitas dapar ialah jumlah mol asam / basa kuat yang dibutuhkan untuk mengubah pH 1 liter larutan<br />
sebanyak 1 unit (satuan pH).<br />
Persamaan (Farmasi Fisik, Martin, 1993, hlm. 456, 464-468)<br />
1. Persamaan Henderson – Hasselbach (Persamaan untuk buffer)<br />
Untuk asam lemah & garamnya :<br />
2. Persamaan Van Slyke untuk kapasitas dapar (Pers. Van Slyke, Farmasi Fisik, Martin, 1993, hlm<br />
466).
III. PEMBUATAN SEDIAAN SUSPENSI<br />
Contoh formula : R/ Zat aktif<br />
Sirupus simplek<br />
Na - CMC<br />
Metil paraben<br />
Propil paraben<br />
Pewangi<br />
Pewarna<br />
Aquadest<br />
100 mg<br />
30 %<br />
0,25 %<br />
0,2 %<br />
0,03 %<br />
q.s<br />
q.s<br />
ad 5 mL<br />
% b/v dari volume 5mL<br />
Misalkan : akan dibuat <strong>sediaan</strong> suspensi, dengan kekuatan <strong>sediaan</strong> : 100 mg/5mL sebanyak 10 botol.<br />
Jumlah yang akan diserahkan sebanyak 10 botol ditambah untuk uji mutu <strong>sediaan</strong> akhir dibutuhkan :<br />
Jumlah<br />
No<br />
Jenis Uji Mutu<br />
Diperlukan<br />
(Botol)<br />
1 Homogenitas<br />
2 Distribusi ukuran partikel<br />
3 Penentuan bobot jenis<br />
4 Penetapan pH<br />
5 Volume sedimentasi 1<br />
6 Kemampuan redispersi 1<br />
7 Penetapan viskositas dan rheologi<br />
(viskmeter Brookfield)min 250 ml<br />
....<br />
1
sbg kapasitas minimal alat Brookfield<br />
8 Volume terpindahkan ( nondestruktif) 30<br />
9 Identifikasi 3<br />
10 Penetapan kadar 3<br />
11 Penetapan Potensi Antibiotika<br />
1<br />
(jika ZA antibiotika)<br />
12 Uji efektifitas pengawet 5<br />
13 Penetapan kapasitas penetralan asam<br />
(khusus untuk suspensi antasid)<br />
14 Uji batas mikroba (khusus untuk<br />
suspensi antasid)<br />
1
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
Karena dari seluruh uji diatas ada uji yang tidak destruktif sehingga dapat digunakan untuk<br />
uji evaluasi yang lain. Jadi jumlah suspensi yang akan dibuat adalah 10 + 30 = 40 botol.<br />
Perhitungan<br />
• Jumlah yang akan diserahkan sebanyak 10 botol ditambah untuk uji mutu <strong>sediaan</strong> akhir<br />
dibutuhkan 30 botol. Maka akan dibuat total : 40 botol.<br />
• Volume tiap botol dilebihkan 3% untuk menjamin ketepatan volume <strong>sediaan</strong> setelah<br />
dituang dari botol. Persentase penambahan volume mengacu pada FI IV , hal<br />
1044. Volume <strong>sediaan</strong> tiap botol = 100 ml + (3 % x 100 ml) = 103 ml<br />
• Total volume <strong>sediaan</strong> yang akan dibuat : 40 botol x 103 ml = 4120 ml<br />
• Untuk mencegah kehilangan selama pembuatan maka total <strong>sediaan</strong> dilebihkan 10%<br />
sehingga volume total yang dibuat = 4120 ml + (10% x 4120) ml = 4532 ml.<br />
Keterangan : Masih terjadi perdebatan mengenai dilebihkannya volume <strong>sediaan</strong> total<br />
10% pada <strong>sediaan</strong> liquid. Menurut bu ninet hal tsb tidak perlu. Dan memang sebaiknya<br />
untuk <strong>sediaan</strong> liquid tidak perlu dilebihkan 10%, cuman dibulatkan saja. Misal untuk<br />
contoh di atas: Total volume <strong>sediaan</strong> yang akan dibuat tanpa dilebihkan 10 % = 4120 ml,<br />
maka <strong>sediaan</strong> yang dibuat dibulatkan menjadi 4150 ml.<br />
Penimbangan<br />
No. Bahan yang<br />
Untuk volume 5 ml<br />
Untuk volume 4532 ml<br />
Ditimbang<br />
1. Zat aktif 100 mg 100 mg/ 5ml x 4532 ml = 90640 mg<br />
2. Sirupus simplek 30% b/v x 5 ml = 1,5 g 1,5 mg/ 5ml x 4532 ml = 1359,6 mg<br />
3. Na – CMC 0,25% b/v x 5 ml = 0,0125 g 0,25% b/v x 4532 ml = 11,33 g<br />
4. Metil paraben 0,2% b/v x 5 ml = 0,01 g 0,2% b/v x 4532 ml = 9,064 g<br />
5. Propil paraben 0,03% b/v x 5 ml = 0,0015 0,03% b/v x 4532 ml = 0,0015<br />
6. Pewangi qs sebaiknya dalam bentuk<br />
persen juga.<br />
7. Pewarna qs sebaiknya dalam bentuk<br />
persen juga.<br />
8. Aquadest Ad 5 ml Ad 4532 ml<br />
Prosedur Lengkap Pembuatan Suspensi :<br />
• Aquades yang akan digunakan sebagai fase pendispersi dididihkan, kemudian didinginkan<br />
dalam keadaan tertutup.<br />
• Bahan aktif dan eksipien ditimbang.<br />
• Bahan pensuspensi yang akan digunakan (yang dalam formula contoh adalah Na CMC)<br />
dikembangkan dengan cara : dibuat dispersi stok hidrokoloid dengan menaburkan serbuk<br />
CMC Na secara perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit ke dalam mortir yang telah diisi<br />
air panas. Setelah semua serbuk CMC Na terbasahi, lalu aduk dengan cepat.<br />
• Pemanis yang digunakan berupa sirupus simpleks maka sirupus simpleks yang dibuat dengan jalan<br />
(FI III hal 567) melarutkan 65 bagian sukrosa dalam larutan metil paraben 0,25% b/v hingga<br />
terbentuk 100 bagian sirupus simpleks yang berfungsi sebagai pengental dan pemanis.<br />
• Jika digunakan pembasah, maka bahan aktif dihaluskan dengan penambahan sedikit demi sedikit<br />
pembasah sampai homogen dalam mortir dan pindahkan ke dalam matkan.<br />
• Suspending agent yang telah dikembangkan, ditimbang sesuai dengan jumlah yang tertera dalam<br />
formula kemudian ditambahkan ke dalam bahan aktif yang telah dibasahi kemudian diaduk sampai<br />
homogen dengan stirer di dalam matkan.<br />
• Ke dalam campuran tersebut di atas, dimasukkan eksipien lain (pendapar, pengawet, antioksidan, dll<br />
yang telah dilarutkan dalam beberapa bagian air sesuai dengan kelarutannya) sambil terus diaduk<br />
sampai homogen.<br />
• Setelah itu, sirupus simpleks, pewarna, flavour ditambahkan dan ad-kan dengan air sampai dengan<br />
4532 mL (untuk eksipien berupa bahan pewarna dan flavour dibuat larutan stok terlebih dahulu<br />
sebelum ditambahkan pada campuran bahan dalam matkan).<br />
• Suspensi dimasukkan ke dalam botol yang telah dicuci, dikeringkan dan ditara 103 mL.
IV. EVALUASI DAN PENYIMPANAN<br />
A. Evaluasi Fisika<br />
a. Distribusi ukuran partikel (Martin, “Physical Pharmacy ”, hal 430-431)<br />
b. Homogenitas (Goeswin Agus, tekonologi farmasi liquida dan semisolida, 127).<br />
c. Volume sedimentasi dan kemampuan redispersi (Teori dan Praktek Farmasi Industri<br />
Lachman, 3 rd ed. Hal 492-493)<br />
d. Bj <strong>sediaan</strong> dengan piknometer (FI IV , hal 1030)<br />
e. Sifat aliran dan viskositas dengan Viskosimeter Brookfield (Modul Praktikum Farmasi Fisika,<br />
2002, hal 17-18 )<br />
f. Volume terpindahkan (FI IV hal 1089)<br />
g. Penetapan pH (FI IV , hal 1039)<br />
h. Kadar air (hanya untuk suspensi kering : Lihat evaluasi granul pada TS Solida)<br />
i. Penetapan waktu rekonstitusi ( hanya untuk suspensi kering : Modul Praktikum Liquida &<br />
Semisolid)<br />
B. Evaluasi Kimia<br />
a. Keseragaman <strong>sediaan</strong> (FI IV , hal 999)<br />
b. Penetapan kadar (sesuai monografi masing-masing)<br />
c. Identifikasi (sesuai monografi masing-masing)<br />
d. Penetapan kapasitas penetralan asam (KPA) hanya untuk <strong>sediaan</strong> suspensi antasida (FI IV<br />
, hal 942)<br />
C. Evaluasi Biologi<br />
a. Uji potensi (untuk antibiotik) (FI IV , hal 891-899)<br />
b. Uji batas mikroba (untuk suspensi antasida) (FI IV , hal 847-854)<br />
c. Uji efektivitas pengawet (FI IV , hal 854-855)<br />
URAIAN EVALUASI FISIKA<br />
a. Distribusi Ukuran Partikel (Martin, “Physical Pharmacy”, hal 430 - 431)<br />
Beberapa metode yang digunakan untuk menentukan ukuran partikel :<br />
a.1 Metode mikroskopik<br />
a.2 Metode pengayakan<br />
a.3 Metode sedimentasi<br />
a.4 Metode penentuan volume partikel<br />
a.1 Metode Mikroskopik<br />
Mikroskopik merupakan metode langsung yang sering digunakan pada penentuan ukuran<br />
partikel terutama <strong>sediaan</strong> suspensi dan emulsi.<br />
Cara 1 :<br />
Dapat digunakan mikroskop biasa untuk menentukan ukuran partikel antara 0,2-1,00 mm.<br />
• Pada metode ini suspensi (yang sebelumnya diencerkan ataupun tidak) diteteskan pada<br />
slide (semacam objek glass). Kemudian besarnya akomodasi mikroskop diatur sehingga<br />
partikel terlihat dengan jelas.<br />
• Frekuensi ukuran yang diperoleh diplot terhadap range ukuran partikel sehingga diperoleh<br />
kurva distribusi ukuran partikel.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
• Jumlah partikel yang harus dihitung untuk memperoleh data yang baik adalah antara 300-<br />
500 partikel. Yang penting jumlah partikel yang ditentukan harus cukup sehingga<br />
diperoleh data yang representatif. British standard bahkan menetapkan pengukuran<br />
terhadap 625 partikel.<br />
• Jika distribusi ukuran partikel luas, dianjurkan untuk menentukan ukuran partikel dengan<br />
jumlah yang lebih besar lagi. Sedangkan, jika distribusi ukuran partikel sempit, 200<br />
partikel sudah mencukupi.<br />
• Untuk memudahkan pengerjaan dan perhitungan akan lebih baik bila dilakukan<br />
pemotretan. Metode ini membutuhkan ketelitian, konsentrasi dan waktu yang cukup lama.<br />
Jika partikel yang ada dalam larutan lebih dari satu macam, sebaiknya tidak digunakan<br />
metode ini.<br />
Penafsiran Hasil : distribusi ukuran partikel yang baik adalah distribusi normal pada<br />
kurvanya.<br />
F<br />
Ket: F = frekuensi, Z = ukuran<br />
Z<br />
partikel<br />
Cara 2 :<br />
• Larutkan sejumlah sampel yang cocok dengan volume yang sama dengan gliserol dan<br />
kemudian encerkan lebih lanjut. Bila perlu dengan campuran sejumlah volume yang sama<br />
dari gliserol dan air, sebagai alternatif digunakan parafin sebagai pelarutnya (sesuai<br />
monografinya).<br />
• Teteskan cairan yang telah diencerkan tadi pada kaca objek. Periksalah sebaran acaknya<br />
secara mikroskopik dengan menggunakan mikroskop resolusi yang cukup untuk<br />
mengobservasi partikel yang kecil.<br />
• Observasi dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada partikel atau tidak lebih dari<br />
beberapa partikel di atas ukuran maksimum yang diperbolehkan pada monografinya dan<br />
karena itu hitunglah presentasi partikel yang mempunyai diameter maksimum dalam batas<br />
yang ditetapkan.<br />
• Persentase harus dikalkulasi dari observasi paling sedikit 1000 partikel.<br />
a.2 Metode Pengayakan<br />
Metode ini menggunakan 1 seri ayakan standar yang telah dikalibrasi oleh National Bureau of<br />
Standards. Ayakan sering digunakan untuk pengklasifikasian/membagi-bagi ukuran partikel.<br />
Ayakan yang tersedia dengan ukuran 90 µm – 5 µm, dibuat dengan teknik photoetching &<br />
electroforming.<br />
Berdasarkan US Pharmacopoeia untuk menguji kelembutan serbuk, sejumlah massa tertentu<br />
ditempatkan pada ayakan dalam pengocok mekanik (mechanical shaker). Serbuk ini dikocok<br />
selama waktu tertentu, dan material yang melewati ayakan dan ditahan pada ayakan berikutnya<br />
(next finer sieve) dikumpulkan kemudian ditimbang. Mengasumsikan distribusi logaritma<br />
normal, presentase kumulatif berat serbuk yang tertahan pada ayakan diplot dalam skala<br />
probabilitas terhadap logaritma aritmetik rata-rata ukuran partikel.<br />
a.3 Metode Sedimentasi<br />
Ukuran partikel pada subsieve range dapat diperoleh melalui sedimentasi gravitasi berdasarkan<br />
hukum Stokes sebagai berikut:<br />
V = h/t = d 2 (ρ1 – ρ2) g / 18η
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
ρ1 = massa jenis partikel<br />
ρ2 = massa jenis medium<br />
g = percepatan gravitasi<br />
η = viskositas medium<br />
h = j arak<br />
v = kecepatan sedimentasi ( rate of settling )<br />
d = diameter rata-rata partikel<br />
Persamaan di atas hanya berlaku untuk partikel yang jatuh bebas tanpa gangguan dan pada<br />
kecepatan yang tetap. Hukum ini berlaku untuk partikel yang memiliki bentuk yang tidak<br />
beraturan dengan berbagai ukuran selama disadari bahwa diameter partikel yang didapat<br />
merupakan ukuran partikel relatif terhadap partikel dengan bentuk dan ukuran baku pada<br />
kecepatan yang sama.<br />
a.4 Metode Penentuan Volume Partikel<br />
Instrumen yang populer digunakan untuk penentuan volume partikel adalah Coulter counter.<br />
b. Homogenitas (Goeswin Agus, tekonologi farmasi liquida dan semisolida, 127)<br />
Homogenitas dapat ditentukan berdasarkan jumlah partikel maupun distribusi ukuran partikelnya<br />
dengan pengambilan sampel pada berbagai tempat (ditentukan menggunakan mikroskop untuk hasil<br />
yang lebih akurat).<br />
Jika sulit dilakukan atau membutuhkan waktu yang lama, homogenitas dapat ditentukan secara<br />
visual, prosedurnya adalah sebagai berikut :<br />
• Sampel diambil pada bagian atas, tengah, atau bawah setelah suspensi dikocok terlebih dahulu.<br />
• Sampel diteteskan pada kaca objek kemudian diratakan dengan kaca objek lain sehingga<br />
terbentuk lapisan tipis.<br />
• Susunan partikel yang terbentuk atau ketidakhomogenan diamati secara visual. Penafsiran hasil :<br />
suspensi yang homogen akan memperlihatkan jumlah atau distribusi ukuran partikel yang relatif<br />
hampir sama pada berbagai tempat pengambilan sampel.<br />
c. Volume Sedimentasi dan Kemampuan Redispersi<br />
Karena kemampuan meredispersi kembali merupakan salah satu pertimbangan utama dalam menaksir<br />
penerimaan pasien terhadap suatu suspensi dan karena endapan yang terbentuk harus dengan mudah<br />
didispersikan kembali dengan pengocokan sedang agar menghasilkan sistem yang homogen, maka<br />
pengukuran volume endapan dan mudahnya mendispersikan kembali mempunyai dua prosedur yang<br />
paling umum.<br />
c.1 Volume Sedimentasi (Teori dan Praktek Farmasi Industri Lachman, 3rd ed. Hal 492-493)<br />
Prinsip : Perbandingan antara volume akhir (Vu) sedimen dengan volume asal (Vo) sebelum<br />
terjadi pengendapan. Semakin besar nilai Vu, semakin baik suspendibilitasnya.<br />
Cara :<br />
a. Sediaan dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi yang berskala.<br />
b. Volume yang diisikan merupakan volume awal (Vo)<br />
c. Setelah beberapa waktu/hari diamati volume akhir dengan terjadinya sedimentasi. Volume<br />
terakhir tersebut diukur (Vu).<br />
d. Hitung volume sedimentasi (F)<br />
e. Buat kurva/grafik antara F (sumbu Y) terhadap waktu (sumbu X)<br />
Penafsiran hasil :
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
• Bila F=1 dinyatakan sebagai “Flocculation equilibrium”, merupakan <strong>sediaan</strong> yang baik.<br />
Demikian apabila F mendekati 1.<br />
• Bila F>1 terjadi “Floc” sangat longgar dan halus sehingga volume akhir lebih besar dari<br />
volume awal. Maka perlu ditambahkan zat tambahan.<br />
• Formulasi suspensi lebih baik jika dihasilkan kurva garis yang horizontal atau sedikit curam.<br />
Parameter sedimentasi terdiri dari (Lieberman, Disperse System Vol2, hal 303)<br />
1. Volume sedimentasi (F)<br />
F dapat dinyatakan dalam % yaitu dengan F = Vu/Vo x 100%<br />
F= volume sedimentasi<br />
Vu = volume endapan atau sedimen<br />
Vo = volume keseluruhan<br />
2. Tingkat Flokulasi<br />
= (Vol sedimentasi yang terflokulasi)/(Vol sedimentasi yang terdeflokulasi)<br />
= F / Fu<br />
Catatan : Untuk pengukuran volume sedimentasi suspensi yang berkonsentrasi tinggi<br />
yang mungkin sulit untuk membandingkannya karena hanya ada cairan<br />
supernatan yang minimum maka dilakukan dengan cara berikut : Encerkan<br />
suspensi dengan penambahan pembawa yaitu dengan formula total semua bahan<br />
kecuali fasa yang tidak larut. Misal 50 mL suspensi menjadi 100 mL.<br />
Hu = volume sedimentasi dalam sampel yang diencerkan<br />
Ho = volume awal sampel sebelum pengenceran<br />
Rasio Hu/Ho mungkin lebih dari 1.<br />
c.2 Kemampuan Redispersi (Lachman, Teori dan Praktek Farmasi Industri hal 493; Lieberman,<br />
Disperse System Vol 2 hal 304)<br />
Penentuan redispersi dapat ditentukan dengan cara:<br />
a. Mengocok <strong>sediaan</strong> dalam wadahnya atau dengan menggunakan pengocok mekanik.<br />
Keuntungan pengocokan mekanik ini dapat memberikan hasil yang reprodusibel bila<br />
digunakan dengan kondisi terkendali.<br />
b. Suspensi yang sudah tersedimentasi (ada endapan) ditempatkan ke silinder bertingkat 100<br />
mL. Dilakukan pengocokan (diputar) 360 0 dengan kecepatan 20 rpm. Titik akhirnya adalah<br />
jika pada dasar tabung sudah tidak terdapat endapan.<br />
Penafsiran hasil :<br />
Kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi sempurna dengan pengocokan tangan<br />
maksimum 30 detik.<br />
d. Bj Sediaan dengan Piknometer (FI IV , hal 1030)<br />
Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, penetapan bobot jenis digunakan hanya<br />
untuk cairan, dan kecuali dinyatakan lain, didasarkan pada perbandingan bobot zat di udara pada<br />
suhu 25 0 C terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bila suhu ditetapkan dalam<br />
monografi, bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada volume dan suhu yang sama.<br />
bila pada suhu 25 0 C zat berbentuk padat, tetapkan bobot jenis pada suhu yang telah tertera pada<br />
masing-masing monografi, dan mengacu pada air pada suhu 25 0 C.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
• Gunakan piknometer bersih, kering, dan telah dikalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer<br />
dan bobot air yang baru dididhkan, pada suhu 25 0 C.<br />
• Atur hingga suhu zat uji lebih kurang 20 0 C, masukkan ke dalam piknometer.<br />
• Atur suhu pikometer yang telah diisi hingga suhu 25 0 C.<br />
• Buang kelebihan zat uji dan timbang.<br />
• Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah diisi.<br />
• Bobot jenis adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat dengan bobot air, dalam<br />
piknometer. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi, keduanya ditetapkan pada suhu 25 0 C.<br />
• Singkatnya :<br />
− Bobot piknometer kosong ditimbang : w0<br />
− Bobot piknometer yang telah diisi dengan air : w1<br />
− Bobot piknometer yang telah diisi dengan <strong>sediaan</strong> : w2<br />
− Bobot jenis ditentukan dengan rumus : (w2-w0)/(w1-w0)<br />
e. Sifat Aliran dan Viskositas Dengan Viskosimeter Brookfield (Modul Praktikum Farmasi<br />
Fisika, 2002, hal 17-18)<br />
Viskosimeter Brookfield merupakan viskosmeter banyak titik dimana dapat dilakukan<br />
pengukuran pada beberapa harga kecepatan geser sehingga diperoleh rheogram yang sempurna.<br />
Viskosimeter ini dapat pula digunakan baik untuk menentukan viskositas dan rheologi cairan<br />
Newton maupun non-Newton.<br />
Prosedur :<br />
1. Penyiapan sampel<br />
Sampel yang akan diukur ditempatkan pada gelas piala dengan permukaan rata (sedapat<br />
mungkin penuh) dan tidak boleh ada gelembung udara didalamnya<br />
2. Orientasi spindel<br />
Jenis spindel : TA, TB, TC, TD, TE, TF (diurut dari yang besar sampai yang kecil). Semakin<br />
kental sampel yang akan diuji, gunakan spindel yang semakin kecil. Salah satu spindel dipilih,<br />
dicoba pada 4 kecepatan (rpm) yaitu 0.5 ; 1; 2.5; dan 5 RPM. Jika masing-masing RPM<br />
memberikan harga diantara 30-80 maka spindel dapat digunakan, jika diluar rentang harga<br />
tersebut maka spindel diganti dengan yang lain<br />
3. Pengukuran<br />
• Dilakukan pada suhu kamar<br />
• Pembacaan skala dilakukan pada rentang waktu tertentu misalnya 2 menit. Setiap formula<br />
dapat dilakukan 2-3 x pengukuran. Pembacaan dilakukan dengan menyatakan jenis spindel<br />
dan kecepatan putarnya.<br />
4. Cara kerja :<br />
• • • Kocok suspensi lalu masukkan ke dalam beker gelas sebanyak ± 400-500 ml.<br />
Pasang spindel pada gantungan spindel.<br />
Turunkan spindel sedemikian rupa sehingga batas spindel tercelup ke dalam cairan yang<br />
akan diukur viskositasnya.<br />
• Pasang stop kontak.<br />
• Nyalakan motor sambil menekan tombol.<br />
• Biarkan spindel berputar dan lihatlah jarum merah pada skala.<br />
• Bacalah angka yang ditunjukkan oleh jarum tersebut. Untuk menghitung viskositas, maka<br />
angka pembacaan tersebut dikalikan dengan suatu faktor yang dapat dilihat pada tabel<br />
yang terdapat pada brosur alat.<br />
• Dengan mengubah-ubah RPM, maka didapat viskositas pada berbagai RPM.<br />
• Untuk mengetahui sifat aliran, dibuat kurva antara RPM dan usaha yang dibutuhkan untuk<br />
memutar spindel. Usaha dapat dihitung dengan mengalikan angka yang terbaca pada skala<br />
dengan 7,187 dyne cm (untuk viskometer Brookfield tipe RV)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
f. Volume Terpindahkan (FI IV hal 1089)<br />
Uji ini dilakukan sebagai jaminan bahwa larutan oral dan suspensi yang dikemas dalam wadah<br />
dosis ganda, dengan volume yang tertera pada etiket tidak lebih dari 250 mL, yang tersedia dalam<br />
bentuk <strong>sediaan</strong> cair atau <strong>sediaan</strong> cair yang dikonstitusi dari bentuk padat dengan penambahan bahan<br />
pembawa tertentu dengan volume yang ditentukan, jika dipindahkan dari wadah asli, akan<br />
memberikan volume <strong>sediaan</strong> seperti yang tertera pada etiket.<br />
• Pilih tidak kurang dari 30 wadah.<br />
• Untuk suspensi oral, kocok isi 10 wadah satu persatu.<br />
• Untuk suspensi rekonstitusi, serbuk dikonstitusikan dengan sejumlah pembawa seperti yang<br />
tertera pada etiket, konstitusi 10 wadah dengan volume pembawa seperti yang tertera pada<br />
etiket diukur secara seksama dan campur.<br />
• Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah dengan kapasitas<br />
gelas ukur tidak lebih dari 2,5 kali volume yang diukur.<br />
• Penuangan dilakukan secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukkan gelembung udara<br />
pada waktu penuangan dan diamkan selama 30 menit.<br />
• Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran : volume rata-rata yang<br />
diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100% dan tidak satupun volume wadah yang kurang<br />
dari 95%.<br />
• Jika A : adalah volume rata-rata kurang dari 100%, tetapi tidak ada satupun wadah yang<br />
volumenya kurang dari 95%.<br />
• Jika B : adalah tidak lebih dari satu wadah volume kurang dari 95% tetapi tidak kurang dari<br />
90% dari volume yang tertera pada etiket, lakukan pengujian terhadap 20 wadah tambahan.<br />
• Volume rata-rata yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100% dan tidak lebih dari<br />
satu dari 30 wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari 90%.<br />
g. Penetapan pH (FI IV , hal 1039-1040)<br />
Nilai pH adalah nilai yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH meter) yang telah dibakukan<br />
sebelumnya sebagaimana mestinya, yang mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH<br />
menggunakan elektroda indikator yang peka terhadap aktivitas ion hidrogen, elektroda kaca dan<br />
elektroda pembanding yang sesuai seperti elektroda kalomel atau elektroda perak-perak klorida.<br />
Cara kerja:<br />
• Sebelum digunakan, periksa elektroda dan jembatan garam jika ada, jika perlu isi kembali<br />
larutan jembatan garam.<br />
• Untuk pembakuan pH meter, pilih dua larutan dapar untuk pembakuan yang mempunyai<br />
perbedaan pH tidak lebih dari 4 unit sehingga pH larutan uji diharapkan terletak diantaranya.<br />
• Isi sel dengan salah satu larutan dapar untuk pembakuan pada suhu yang larutan ujinya akan<br />
diukur<br />
• Pasang kendali suhu pada suhu larutan, dan atur kontrol kalibrasi<br />
• Bilas elektroda dan sel beberapa kali dengan larutan dapar untuk pembakuan yang kedua,<br />
kemudian isi sel dengan larutan tersebut pada suhu yang sama dengan larutan uji.<br />
• Bilas kembali elektroda dan sel beberapa kali dengan larutan uji, isi sel dengan sedikit larutan<br />
uji dan baca harga pH<br />
• Gunakan air bebas karbondioksida P untuk pelarutan atau pengenceran larutan uji. Jika hanya<br />
diperlukan harga pH perkiraan dapat digunakan indikator dan kertas indikator.<br />
h. Kadar Air (hanya untuk Suspensi Kering :Mengacu pada Evaluasi Granul TS Tablet Umum)<br />
Evaluasi Granul Mengacu pada Evaluasi Granul TS Solida<br />
i. Penetapan Waktu Rekonstitusi (hanya untuk Suspensi Kering : (Modul Praktikum Likuida dan<br />
Semisolida)<br />
• Ke dalam botol kering dan bersih, dimasukkan serbuk rekonstitusi.<br />
• Lalu masukkan air sampai batas<br />
• Botol dikocok sampai terdispersi dalam air.<br />
• Waktu rekonstitusi adalah mulai dari air dimasukkan sampai serbuk terdispersi sempurna.<br />
Waktu rekonstitusi yang baik adalah
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
URAIAN EVALUASI KIMIA<br />
a. Keseragaman Sediaan (FI IV , hal 999-1000)<br />
Keseragaman <strong>sediaan</strong> yang dilakukan adalah berupa uji keseragaman kandungan untuk suspensi<br />
dalam wadah dosis tunggal.<br />
Cara kerja:<br />
• Buat campuran contoh yang cukup untuk penetapan kadar dalam masing-masing monografi dan<br />
jumlah untuk prosedur uji keseragaman kandungan sampai diperoleh campuran yang homogen.<br />
• Lakukan penetapan kadar secara terpisah, ukur seksama sejumlah larutan contoh seperti yang<br />
tertera pada penetapan kadar masing-masing monografi dan menggunakan prosedur khusus yang<br />
tertera dalam keseragaman kandungan dalam monografi.<br />
• Hitung bobot zat aktif setara dengan rata-rata satu <strong>sediaan</strong> dengan menggunakan hasil uji yang<br />
diperoleh pada prosedur penetapan kadar dan dengan menggunakan hasil uji yang diperoleh dari<br />
prosedur khusus.<br />
• Hitung faktor koreksi F, dengan rumus:<br />
F= A/ P<br />
A= bobot zat aktif setara dengan satu satuan <strong>sediaan</strong> rata-rata diperoleh dari penetapan kadar. P=<br />
bobot zat aktif setara dengan satu satuan <strong>sediaan</strong> rata-rata yang diperoleh dari prosedur khusus.<br />
Jika (100 [A-P])/ A > 10, penggunaan faktor koreksi tidak absah<br />
• Koreksi yang absah dapat digunakan hanya jika F tidak kurang dari 1,03 juga tidak lebih dari<br />
1,01 atau tidak kurang dari 0,900 juga tidak lebih dari 0,970 atau jika F antara 0,970 dan 1,030<br />
tidak diperlukan koreksi.<br />
• Jika F terletak antara 1,03 dan 1,10 atau antara 0,900 dan 0,970, hitung bobot zat aktif dalam<br />
setiap satuan <strong>sediaan</strong> dengan mengalihkan tiap bobot yang diperoleh menggunakan prosedur<br />
khusus dengan F.<br />
b. Penetapan Kadar (dalam monografi zat aktif masing-masing)<br />
c. Identifikasi(dalam monografi zat aktif masing-masing)<br />
d. Penetapan (Kapasitas Penetralan Asam) hanya untuk <strong>sediaan</strong> suspensi antasid FI IV<br />
, hal 942 :<br />
(Catatan : Seluruh pengujian dilakukan pada suhu 37±3 0 C)<br />
Standardisasi pH meter Lakukan kalibrasi pH meter dengan menggunakan Larutan dapar baku<br />
kalium biftalat 0,05 M dan kalium tetraoksalat 0,05 M seperti yang tertera pada penetapan pH<br />
.<br />
Pengaduk magnetik Masukkan 100 mL air ke dalam gelas piala 250 mL yang berisi batang<br />
pengaduk magnetik 40 mm x 10 mm yang dilapisi perfluorokarbon padat dan mempunyai cincin<br />
putaran pada pusatnya. Atur daya pengaduk magnetik hingga menghasilkan kecepatan pengadukan<br />
rata-rata 300±30 putaran per menit, bila batang pengaduk terpusat dalam gelas piala, seperti yang<br />
ditetapkan oleh takometer optik yang sesuai.<br />
Larutan uji<br />
• Kocok wadah sampai isinya homogen dan tetapkan bobot jenisnya.<br />
• Timbang seksama sejumlah campuran tersebut yang setara dengan dosis terkecil dari yang<br />
tertera pada etiket.<br />
• Masukkan ke dalam gelas piala 250 mL, tambahkan air hingga jumlah volume lebih kurang 70<br />
mL dan campur menggunakan Pengaduk magnetik selama 1 menit.<br />
Prosedur<br />
1. Pipet 30 mL asam klorida 1 N LV ke dalam Larutan uji sambil diaduk terus menggunakan<br />
Pengaduk magnetik. (Catatan Bila kapasitas penetralan asam zat uji lebih besar dari 25mEq,<br />
gunakan 60 mL asam klorida 1 N LV).<br />
2. Setelah penambahan asam, aduk selama 15 menit tepat, segera titrasi.<br />
3. Titrasi kelebihan asam klorida dengan natrium hidroksida 0,5 N LV dalam waktu tidak lebih<br />
dari 5 menit sampai dicapai pH 3,5 yang stabil (selama 10 detik sampai 15 detik).<br />
4. Hitung jumlah mEq asam yang digunakan tiap g zat uji. Tiap mL asam klorida 1 N setara<br />
dengan 1 mEq asam yang digunakan.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
URAIAN EVALUASI BIOLOGI<br />
a. Uji potensi (untuk antibiotik) (FI IV , hal 891-899)<br />
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses pembuatan sirup.<br />
Aktivitas antibiotik dapat dilihat dengan dua kriteria yaitu konsentrasi hambat minimum<br />
(KHM) dan diameter hambat. Harga KHM berlainan untuk setiap mikroorganisme,<br />
tergantung pada kepekaan masing-masing mikroba. Makin rendah harga KHM, makin kuat<br />
potensinya. Pada umumnya antibiotik yang berpotensi tinggi mempunyai KHM yang<br />
rendah dan diameter hambat yang besar.<br />
Ada 2 metode umum yang digunakan:<br />
1. Penetapan dengan lempeng silinder atau lempeng<br />
Metode ini berdasarkan metode antibiotik dari silinder yang dipasang tegak lurus pada lapisan<br />
agar padat dalam cawan petri atau lempeng sehingga mikroba yang dihasilkan dihambat<br />
pertumbuhannya pada daerah berupa lingkaran atau “zona” di sekeliling silinder yang berisi<br />
larutan antibiotik.<br />
2. Penetapan dengan cara tabung atau turbidimetri<br />
Metode ini berdasarkan atas hambatan pertumbuhan biakan mikroba dalam larutan serba sama<br />
antibiotik, dalam media cair yang dapat menumbuhkan mikroba dengan cepat bila tidak terdapat<br />
antibiotik.<br />
b. Uji batas mikroba (untuk suspensi antasida) (FI IV , hal 847-854)<br />
Tujuan: untuk memperkirakan jumlah mikroba aerob viabel di dalam semua jenis perbekalan<br />
farmasi, mulai dari bahan baku hingga <strong>sediaan</strong> jadi dan untuk menyatakan perbekalan<br />
farmasi tersebut bebas dari spesies mikroba tertentu.<br />
c. Uji efektivitas pengawet (FI IV , hal 854-855)<br />
Tujuan: untuk menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada <strong>sediaan</strong> dosis<br />
ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk-produk<br />
parenteral, telinga, hidung, dan mata yang dicantumkan pada etiket produk bersangkutan.<br />
Mikroba uji untuk biakan mikroba:<br />
Candida albican, Aspergillus niger, Pseudomonas aerugenosa, Staphylococcus aureus. Selain<br />
mikroba yang disebut di atas dapat digunakan mikroba lain sebagai tambahan terutama jika dianggap<br />
mikroba bersangkutan dapat merupakan kontaminan selama penggunaan <strong>sediaan</strong> tersebut.<br />
Media untuk biakan awal mikroba uji dipilih media agar yang sesuai untuk pertumbuhan yang subur<br />
mikroba uji, seperti Soybean-Casein Digest Agar medium.<br />
PENYIMPANAN DAN PENANDAAN<br />
Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat. (FI IV hal 18)<br />
(Catatan: wadah tertutup rapat harus melindungi isi terhadap masuknya bahan cair, bahan padat atau uap<br />
dan mencegah kehilangan, merekat, mencair atau menguapnya bahan selama penanganan, pengangkutan<br />
dan distribusi dan harus dapat ditutup rapat kembali. Wadah tertutup rapat dapat diganti dengan wadah<br />
tertutup kedap untuk bahan dosis tunggal)<br />
Penyimpanan : Disimpan di tempat sejuk (FI III hal 32).<br />
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat atau wadah tertutup kedap, di tempat sejuk (Fornas Edisi 2<br />
th.1978 hal 333)<br />
Penandaan : pada etiket harus tertera “Kocok Dahulu” (FI III, hal 32).<br />
Pada etiket <strong>sediaan</strong> Suspensi Rekonstitusi harus tertera (Fornas edisi 2 th.1978 hal 333):<br />
1. Volume cairan pembawa yang diperlukan<br />
2. Sebelum digunakan, dilarutkan dalam cairan pembawa yang tertera pada etiket.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
I . PENDAHULUAN<br />
SUSPENSI KERING (REKONSTITUSI)<br />
(Re-New by: Anggit L)<br />
A. Definisi<br />
• FI IV hlm. 17 : Suspensi dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu suspensi yang siap digunakan atau<br />
yang direkonstitusikan dengan sejumlah air untuk injeksi atau pelarut lain yang sesuai sebelum<br />
digunakan. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara intravena dan intratekal.<br />
• BP 2002 hal. 1181-1184 : Serbuk dan granul untuk larutan dan suspensi oral : Serbuk oral<br />
adalah preparat yang mengandung zat padat longgar (loose), partikel kering yang bervariasi<br />
dalam derajat kehalusannya. Dapat mengandung satu atau lebih zat aktif, dengan atau tanpa<br />
bahan pembantu, dan jika perlu, zat warna yang diizinkan serta zat pemberi rasa. Disuspensikan<br />
dalam air atau pembawa lain sebelum diberikan oral.<br />
• Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hal 318, hlm 326 : Suatu suspensi yang<br />
direkonstitusikan adalah campuran sirup dalam keadaan kering yang akan didispersikan dengan<br />
air pada saat akan digunakan dan dalam USP tertera sebagai “for oral suspension”. Bentuk<br />
suspensi ini digunakan terutama untuk obat yang mempunyai stabilitas terbatas di dalam pelarut<br />
air, seperti golongan antibiotika.<br />
B. Alasan Pembuatan Suspensi Kering (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hal<br />
318, hlm 317)<br />
Umumnya, suatu <strong>sediaan</strong> suspensi kering dibuat karena stabilitas zat aktif di dalam pelarut air<br />
terbatas, baik stabilitas kimia atau stabilitas fisik. Umumnya antibiotik mempunyai stabilitas yang<br />
terbatas di dalam pelarut air.<br />
C. Persyaratan Sediaan Suspensi Rekonstitusi (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2,<br />
hal 318)<br />
1. Campuran serbuk/granul haruslah merupakan campuran yang homogen, sehingga<br />
konsentrasi/dosis tetap untuk setiap pemberian obat.<br />
2. Selama rekonstitusi campuran serbuk harus terdispersi secara cepat dan sempurna dalam<br />
medium pembawa.<br />
3. Suspensi yang sudah direkonstitusi harus dengan mudah didispersikan kembali dan dituang oleh<br />
pasien untuk memperoleh dosis yang tepat dan homogen.<br />
4. Produk akhir haruslah menunjukkan penampilan, rasa, dan aroma yang menarik.<br />
D. Keuntungan Sediaan Suspensi Rekonstitusi (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol<br />
2, hal 318, hlm 317; Diktat Tek. Likuid & Semsol, Goeswin 1993, hlm. 89)<br />
Untuk zat aktif yang tidak stabil dalam pembawa air, kestabilan zat aktif dapat dipertahankan karena<br />
kontak zat padat dengan medium pendispersi dapat dipersingkat dengan mendispersikan zat padat<br />
dalam medium pendispersi pada saat akan digunakan.<br />
E. Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan Dalam Pengolahan Campuran Kering (Pharm.Dosage<br />
Forms:Disperse System, 1989, Vol 2, hal 318, hlm 325)<br />
1. Gunakan pengaduk yang efisien. Evaluasi prosesing skala batch pada alat skala pilot. Jadi,<br />
bukan menggunakan peralatan laboratorium.<br />
2. Tentukan waktu pengadukan yang sesuai.<br />
3. Hindari pengumpulan panas dan kelembaban selama pengadukan.<br />
4. Batasi variasi suhu dan kelembaban. Umumnya adalah 70 o C dengan RH >40%.<br />
5. Batch yang sudah selesai diolah harus disimpan terlindung dari kelembaban. Simpan dalam<br />
wadah tertutup rapat yang dilengkapi dengan kantong pengering silika gel.<br />
6. Ambil sample untuk menguji keseragaman batch. Lakukan pengujian pada bagian atas, tengah,<br />
dan bawah dari campuran kering.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
Ada masalah potensial akibat terjadinya perubahan sifat aliran dari campuran kering, yaitu dapat<br />
menyebabkan demixing, pemisahan dan penyerapan kelembaban selama pengolahan atau pada<br />
serbuk yang sudah kering sempurna.<br />
Aliran yang tidak baik atau caking sering terjadi apabila individu partikel bergabung. Penyebabnya<br />
antara lain :<br />
− Tidak stabil terhadap suhu tinggi<br />
− Muatan permukaan<br />
− Variasi kelembaban<br />
− Kristalisasi<br />
− Pemampatan karena berat serbuk.<br />
Contoh yang tidak baik :<br />
− Anti foam mengambang pada permukaan, tidak membentuk lapisan tipis.<br />
− Masa kental Na CMC lengket pada leher botol.<br />
− Zat warna tidak homogen, terlihat sebagian warna pekat.<br />
F. Jenis Sediaan Suspensi Rekonstitusi (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hal<br />
318, hlm 323-325)<br />
Ada 3 jenis <strong>sediaan</strong> suspensi rekonstitusi, yaitu :<br />
1. Suspensi rekonstitusi yang berupa campuran serbuk<br />
Formulasi berupa campuran serbuk merupakan cara yang paling mudah dan sederhana. Proses<br />
pencampuran dilakukan secara bertahap apabila ada bahan berkhasiat dalam komponen yang berada<br />
dalam jumlah kecil. Penting untuk diperhatikan, alat pencampur untuk mendapatkan campuran yang<br />
homogen.<br />
Keuntungan formulasi bentuk campuran serbuk :<br />
• Alat yang dibutuhkan sederhana, hemat energi dan tidak banyak<br />
• Jarang menimbulkan masalah stabilitas dan kimia karena tidak digunakannya pelarut dan<br />
pemanasan saat pembuatan.<br />
• Dapat dicapai keadaan kelembaban yang sangat rendah<br />
Kerugian formulasi bentuk campuran serbuk :<br />
• Homogenitas kurang baik. Sulit untuk menjamin distribusi obat yang homogen ke dalam<br />
campuran.<br />
• Kemungkinan adanya ketidakseragaman ukuran partikel.<br />
• Aliran serbuk kurang baik.<br />
Variasi ukuran partikel yang terlalu banyak berbeda dapat menyebabkan pemisahan dalam bentuk<br />
lapisan dengan ukuran berbeda. Aliran yang tidak baik dapat menimbulkan pemisahan.<br />
2. Suspensi rekonstitusi yang digranulasi<br />
Pembuatan dengan cara digranulasi terutama ditujukan untuk memperbaiki sifat aliran serbuk dan<br />
pengisian dan mengurangi volume <strong>sediaan</strong> yang voluminous dalam wadah.<br />
Dengan cara granulasi ini, zat aktif dan bahan-bahan lain dalam keadaan kering dicampur sebelum<br />
diinkorporasi atau disuspensikan dalam cairan penggranulasi. Granulasi dilakukan dengan<br />
menggunakan air atau larutan pengikat dalam air. Dapat juga digunakan pelarut non-air untuk bahan<br />
berkhasiat yang terurai dengan adanya air.<br />
Keuntungan cara granulasi :<br />
a. Memiliki penampilan yang lebih baik daripada campuran serbuk.<br />
b. Memiliki sifat aliran yang lebih baik.<br />
c. Tidak terjadi pemisahan.<br />
d. Tidak terlalu banyak menimbulkan debu selama pengisian.<br />
Kerugian cara granulasi :<br />
a. Melibatkan proses yang lebih panjang serta dibutuhkan peralatan yang lebih banyak.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
b. Adanya panas dan kontak dengan pelarut dapat menyebabkan terjadinya resiko instabilitas zat<br />
aktif.<br />
c. Sulit sekali menghilangkan sesepora cairan penggranul dari bagian dalam granul dimana dengan<br />
adanya sisa cairan penggranul kemungkinan dapat menurunkan stabilitas cairan.<br />
d. Eksipien yang ditambahkan harus stabil terhadap proses granulasi.<br />
e. Ukuran granul diusahakan sama karena bagian yang halus akan memisah sebagai fines.<br />
3. Suspensi rekonstitusi yang merupakan campuran antara granul dan serbuk<br />
Pada cara ini komponen yang peka terhadap panas seperti zat aktif yang tidak stabil terhadap panas<br />
atau flavor dapat ditambahkan sesudah pengeringan granul untuk mencegah pengaruh panas. Pada<br />
tahap awal dibuat granul dari beberapa komponen, kemudian dicampur dengan serbuk (fines).<br />
Kerugian dari cara ini :<br />
a. Meningkatnya resiko tidak homogen.<br />
b. Untuk menjaga keseragaman, ukuran partikel harus dikendalikan.<br />
Perbandingan Ketiga Jenis Suspensi Rekonstitusi (Pharm.Dosage Forms : Disperse System, 1989,<br />
Vol 2, hal 318, hlm 326)<br />
Jenis Suspensi Keuntungan Kerugian<br />
Campuran serbuk Lebih ekonomis; resiko Terjadi mixing dan segregasi;<br />
ketidakstabilan lebih rendah. kehilangan selama proses.<br />
Campuran granul Penampilan lebih baik;<br />
karakteristik aliran lebih baik;<br />
segregasi dan debu dapat<br />
ditekan.<br />
Harga lebih mahal; efek panas dan<br />
cairan penggranulasi pada obat dan<br />
eksipien.<br />
Kombinasi antara Harga lebih murah; dapat Dapat terjadi segregasi campuran<br />
serbuk dan granul menggunakan senyawa yang<br />
tidak tahan panas.<br />
yang granular dan non-granular.<br />
II. FORMULA<br />
A. Formulasi Umum Suspensi Rekonstitusi (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2,<br />
hlm. 319)<br />
Aspek formulasi yang harus diperhatikan dalam merancang bentuk <strong>sediaan</strong> suspensi: ukuran partikel,<br />
pemakaian zat pembasah (jika diperlukan), suspensi yang akan dibentuk (flokulasi/deflokulasi)<br />
Kriteria pemilihan komponen didasarkan pada kesesuaian untuk rekonstitusi dan jenis bentuk fisik<br />
campuran serbuk yang dibutuhkan.<br />
Di dalam mengembangkan formulasi, bahan yang digunakan sebaiknya seminimal mungkin karena<br />
makin banyak bahan akan makin menimbulkan masalah seperti masalah inkompatibilitas akan<br />
meningkat dengan makin banyaknya bahan yang dicampurkan.<br />
Oleh karena itu, sedapat mungkin eksipien yang digunakan adalah yang benar-benar dibutuhkan<br />
dalam formulasi. Sangat dianjurkan menggunakan eksipien yang dapat berfungsi lebih dari satu<br />
macam saja. Semua eksipien harus sesegera mungkin terdispersi pada saat direkonstitusi.<br />
B. Komponen yang Terdapat Dalam Suspensi Rekonsitusi Terdiri Dari :<br />
1. Zat aktif<br />
Zat aktif dengan kelarutan yang relatif kecil di dalam fasa pendispersi. Sifat partikel yang harus<br />
diperhatikan adalah ukuran partikel dan sifat permukaan padat-cair (hidrofob/hidrofil).<br />
2. Bahan Pensuspensi (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 320) Bahan<br />
ini digunakan untuk memodifikasi viskositas dan menstabilkan zat yang tidak larut dalam<br />
medium pendispersi.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
Bahan pensuspensi yang digunakan harus mudah terdispersi dan mengembang dengan<br />
pengocokan secara manual selama rekonstitusi. Zat pensuspensi yang membutuhkan hidrasi,<br />
suhu tinggi atau pengadukan dengan kecepatan tinggi untuk pengembangannya tidak dapat<br />
digunakan, misalnya agar, karbomer, metilselulosa. Walaupun metilselulosa dan Al Mg silikat<br />
tidak dianjurkan digunakan, tetapi ternyata baik sekali untuk formula cephalexin dan eritromisin<br />
etil suksinat.<br />
Bahan pensuspensi yang sering digunakan dalam suspensi rekonstitusi antara lain:<br />
Nama Zat<br />
Muatan Listrik<br />
Akasia -<br />
CMC Na<br />
-<br />
Iota karagen -<br />
Mikrokristalin selulosa dengan CMC Na<br />
-<br />
Povidon<br />
0<br />
Propilenglikol alginat<br />
-<br />
Silikon dioksida, koloidal<br />
0<br />
Na starch glycolate<br />
-<br />
Tragakan<br />
-<br />
Xanthan gum<br />
-<br />
Tragakan akan menghasilkan campuran yang kental dan digunakan untuk mensuspensikan<br />
partikel yang tebal. Alginat akan menghasilkan campuran yang kental. Iota karagenan akan<br />
menghasilkan dispersi tiksotropik. Tetapi, kelemahan penggunaan ketiga zat tersebut yang<br />
merupakan gum alam adalah terjadinya variasi atau perbedaam dalam warna, kekentalan,<br />
kekuatan gel, dan kecepatan hidrasi.<br />
3. Pemanis (Pharm.Dosage Forms : Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 321-322) Obat umumnya<br />
pahit dan rasanya tidak enak. Untuk mengatasi hal ini sukrosa selain digunakan sebagai pemanis,<br />
berperan pula sebagai peningkat viskositas dan pengencer padat. Sukrosa dapat pula dihaluskan<br />
untuk meningkatkan luas permukaan dan dapat pula digunakan sebagai pembawa untuk<br />
komponen yang berbentuk cair misalnya minyak atsiri. Pemanis lain yang dapat digunakan:<br />
manitol, aspartam, dekstrosa, dan Na sakarin. Aspartam cukup stabil tetapi tidak tahan panas.<br />
4. Wetting agent (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 322) Wetting agent<br />
ini dipakai jika zat aktif bersifat hidrofob. Zat yang hidrofob menolak air, untuk mempermudah<br />
pembasahan ditambahkan wetting agent. Wetting agent ini harus efektif pada konsentrasi kecil.<br />
Wetting agent yang berlebihan akan mengakibatkan pembentukan busa dan rasa yang tidak<br />
menyenangkan. Yang lazim digunakan adalah Tween 80, non ionik, kebanyakan kompatibel<br />
dengan eksipien kationik dan anionik dari obat. Konsentrasi yang biasa digunakan adalah
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
8. Pewarna (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 323)<br />
Pewarna digunakan untuk meningkatkan estetika. Penggunaan pewarna ini harus diperhatikan,<br />
karena dapat terjadi inkompatibilitas dengan zat lain karena faktor ionik, misalnya FD&C Red<br />
No.3 yang merupakan garam dinatrium, merupakan senyawa anionik dan inkompatibel dengan<br />
wetting agent kationik.<br />
9. Anti caking (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 323)<br />
Digunakan amorphous silica gel. Masalah umum yang terjadi dalam pencampuran serbuk adalah<br />
aliran yang jelek dan caking, karena terjadi aglomerasi akibat lembab. Sebagai pengering, bahan<br />
ini dapat menarik kelembaban dari campuran serbuk kering untuk mempermudah aliran serbuk<br />
dan mencegah caking. Selain itu zat ini akan memisahkan partikel tetap kering untuk mencegah<br />
penyatuan, juga berfungsi sebagai isolator termal, menghalangi dan mengisolasi kondisi muatan<br />
dan secara kimia bersifat inert.<br />
C. Eksipien (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 319)<br />
Eksipien yang Biasa<br />
Ditambahkan<br />
Suspending agent<br />
Wetting agent<br />
Pemanis<br />
Pengawet<br />
Flavor<br />
Dapar<br />
Pewarna<br />
Eksipien yang Tidak Biasa<br />
Ditambahkan<br />
Anticaking<br />
Flocculating agent<br />
Solid diluent<br />
Antibusa<br />
Desintegran granul<br />
Antioksidan<br />
Lubrikan<br />
III. PEMBUATAN SEDIAAN SUSPENSI REKONSTITUSI<br />
A. Prosedur Lengkap Pembuatan Suspensi Rekonstitusi<br />
(Modul praktikum Tek. Sediaan Likuid & Semisolid, 2003, hal 30-32)<br />
1. Cara tanpa granulasi :<br />
• Zat aktif dan eksipien ditimbang sejumlah yang dibutuhkan.<br />
• Masing-masing zat digerus dan dicampurkan sampai homogen.<br />
• Botol ditara sesuai volume yang akan dibuat dan dikeringkan.<br />
• Masing-masing zat digerus kemudian dicampurkan, campuran <strong>sediaan</strong> ditimbang dan<br />
dimasukkan ke dalam botol yang sudah ditara dan dikocok sampai homogen.<br />
• Air ditambahkan sampai volume yang sudah ditentukan (bila langsung direkonstitusi).<br />
• Hitung waktu rekonstitusi.<br />
2. Cara granulasi :<br />
• Masing-masing zat ditimbang sejumlah yang dibutuhkan.<br />
• Botol ditara sesuai dengan volume yang akan dibuat dan dikeringkan.<br />
• Masing-masing zat dihaluskan.<br />
• Masa granulasi dibuat dengan mencampurkan zat aktif, pemanis, pewarna, pengawet, pengikat<br />
kemudian ditambahkan pelarut untuk membuat granul sedikit demi sedikit dengan pipet sampai<br />
terbentuk masa yang dapat dikepal.<br />
• Masa granulasi diayak lalu dikeringkan sampai kadar air kurang dari 2%.<br />
• Ke dalam masa granul yang telah dikeringkan ditambahkan fines (zat aktif dan atau suspending<br />
agent).<br />
• Bila diperlukan pembasah untuk zat yang hidrofob, maka ditambahkan zat pembasah dengan<br />
jalan disemprotkan ke dalam masa granul.<br />
• Campuran masa granul dan fines ditimbang dan dimasukkan ke dalam botol yang telah ditara,<br />
ditambahkan air sampai volume yang sudah ditentukan (jika langsung direkonstitusi).<br />
• Hitung waktu rekonstitusi.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
B. Perhitungan dan Penimbangan<br />
1. Perhitungan<br />
Akan dibuat <strong>sediaan</strong> suspensi kering …X… dengan volume a ml per botol. Kekuatan <strong>sediaan</strong> yang<br />
dibuat adalah ...........mg/5ml, dengan jumlah Z botol, dengan metoda ……..<br />
Jumlah <strong>sediaan</strong> yang akan dibuat Z botol @ a ml. Untuk keperluan uji mutu <strong>sediaan</strong> akhir sebagai<br />
berikut :<br />
Homogenitas<br />
Distribusi ukuran partikel<br />
Penentuan bobot jenis<br />
Penetapan pH<br />
Penentuan kelembaban<br />
Sifat aliran granul (tidak destruktif)<br />
Volume sedimentasi<br />
Kemampuan redispersi<br />
Penetapan viskositas dan rheologi(min 250 ml sbg<br />
kapasitas min visk Brookfield)<br />
Volume terpindahkan (tidak destruktif)<br />
Identifikasi<br />
Penetapan kadar<br />
Penetapan potensi antibiotika (klo ZA-nya antibiotik)<br />
Uji efektifitas pengawet (Klo pake Pengawet)<br />
1 botol<br />
4 botol<br />
1 botol<br />
1 botol<br />
.... botol<br />
30 botol<br />
3 botol<br />
3 botol<br />
... botol<br />
5 botol<br />
Karena dari seluruh uji diatas ada uji yang tidak destruktif sehingga dapat digunakan untuk uji evaluasi<br />
yang lain. Jadi jumlah suspensi kering yang akan dibuat adalah Z + 30 = Y botol<br />
Volume tiap botol dilebihkan 3% untuk menjamin ketepatan volume <strong>sediaan</strong> setelah dituang dari botol.<br />
Persentase penambahan volume mengacu pada FI IV , hal 1044. Volume <strong>sediaan</strong> tiap botol = a<br />
ml + (3 % x a ml) = d ml<br />
Total volume <strong>sediaan</strong> yang akan dibuat : Y botol x d ml = b ml<br />
Untuk mencegah kehilangan selama pembuatan maka total <strong>sediaan</strong> dilebihkan 10 % , sehingga volume<br />
total yang dibuat = b ml + (10% x b) ml = c ml.<br />
2. Penimbangan<br />
Formula yang akan dibuat :<br />
Tiap 5 ml mengandung :<br />
R/ zat aktif m mg<br />
Zat tambahan 1 n %<br />
Dll<br />
Penimbangan : (untuk mudahnya, diurutkan berdasarkan formula <strong>sediaan</strong>)<br />
No. Bahan yang ditimbang Untuk volume 5 ml Untuk volume c ml<br />
m mgx c ml<br />
1. Zat aktif m mg<br />
5 ml<br />
2. Zat tambahan 1 n % x 5 ml n % x c ml<br />
3. Dll<br />
• Contoh perhitungan fines bila menggunakan metoda semi granulasi :<br />
Formula :<br />
Eritromisin stearat<br />
346,91 mg *)<br />
(setara dengan eritromisin 250 mg)<br />
Sukrosa 20 %<br />
Nipagin 0,18 %<br />
Nipasol 0,02 %<br />
Flavour 0.02 %<br />
PVP 1 %<br />
Etanol<br />
qs
Aerosil 0,8 %<br />
CMC Na FSH 0,5 %<br />
Aquadest untuk rekonstitusi Ad 5 ml<br />
*) BM eritromisin stearat = 1018,4<br />
BM eritromisin = 733,9<br />
250 mg eritromisin setara dengan = (1018,4/733,9) x 250 mg = 346,91 mg<br />
Misalkan akan dibuat <strong>sediaan</strong> sirup kering eritromisin stearat dengan kekuatan <strong>sediaan</strong>:<br />
eritromisin stearat setara dengan eritromisin 250 mg/ 5ml, dengan volume per botol 60 ml.<br />
Jumlah yang akan dibuat 45 botol (sudah termasuk jumlah yang diserahkan dan jumlah untuk<br />
evaluasi).<br />
Maka :<br />
Volume tiap botol = 60 ml + (60 x 3%) = 61,8 ml<br />
Untuk 45 botol = 45 x 61,8 ml = 2781 ml<br />
Untuk mencegah kehilangan selama pembuatan maka total <strong>sediaan</strong> dilebihkan 10 % sehingga<br />
volume total yang dibuat = 2781 ml + (10% x 2781) ml = 3059,1 ml dibulatkan 3060 ml.<br />
Keterangan: Kalau untuk suspensi rekon, menurut bu Jessie total <strong>sediaan</strong> dilebihkan 10%<br />
Perhitungan dan penimbangan<br />
Bahan Formula Untuk 5 ml Untuk 3060 ml<br />
Eritromisin stearat 346,91 mg 346,91 mg 212,31 g<br />
Sukrosa 20 %<br />
1 g 612 g<br />
Nipagin 0,18 %<br />
0,009 g 5,51 g<br />
Nipasol 0,02 %<br />
0,001 g 0,612 g<br />
Flavour 0.02 %<br />
0,001 g 0,612 g<br />
PVP 1 %<br />
0,05 g 30,6 g<br />
Etanol<br />
qs<br />
qs<br />
qs<br />
Aquadest untuk rekonstitusi Ad 5 ml<br />
Fasa Luar :<br />
CMC Na FSH<br />
Aerosil<br />
0,5 %<br />
0,8 %<br />
Ad 5 ml<br />
3060 ml<br />
Untuk total volume 3060 ml, maka jumlah <strong>sediaan</strong> yang akan dibuat adalah :<br />
3060 / 61,8 ml = 49,51 botol<br />
Bahan-bahan yang akan digranulasi adalah eritromisin stearat, sukrosa, nipagin, nipasol,<br />
flavour, dan PVP. Jadi jumlahnya:<br />
(212.31+612 + 5,51 + 0,612 + 0,612 + 30,6) g = 861,644g<br />
Misal : Setelah granul dikeringkan, diperoleh bobot granul menjadi 840 g dengan kadar air 1%.<br />
Maka :<br />
Jumlah botol suspensi yang diperoleh (kadar air 0%) = 0,99 x 840 x 49,51 botol = 47,78botol.<br />
861,644<br />
Perhitungan jumlah fine yang ditambahkan :<br />
CMC Na FSH (0,5%) dari total massa granul yang akan dibuat = 0,5% x 861,644 = 4,31 g<br />
Aerosol (0,8%) dari massa granul yang dihasilkan = 0,8 % x 840 g = 6,72 g<br />
Total bobot = granul + fines = 840 g + 4,31 g + 6,72 g = 851,03 g<br />
Bobot <strong>sediaan</strong> yg dimasukkan pada tiap botol = 851,03 / 47,78 botol = 17,81 g<br />
C. Catatan Untuk Suspensi Rekonstitusi<br />
Pada etiket serbuk untuk suspensi jadi harus juga tertera : (Fornas ed. 2, Th.1978 hal 333)<br />
Pada etiket suspensi harus tertera “KOCOK DAHULU”<br />
1. Volume cairan pembawa yang diperlukan<br />
2. Sebelum digunakan, dilarutkan dalam cairan pembawa yang tertera pada etiket.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
IV. EVALUASI SEDIAAN SUSPENSI REKONSTITUSI<br />
A. Evaluasi Fisika (Modul prak Likuida & Semsol, 2003, hal. 32)<br />
1. Organoleptik<br />
Dilakukan pengamatan terhadap warna (intensitas warna), bau (terjadinya perubahan bau),<br />
rasa (perubahan mouthfeel).<br />
2. Penentuan volume sedimentasi (Lihat Bab III – Evaluasi dan Penyimpanan)<br />
3. Penentuan waktu rekonstitusi (Lihat Bab III – Evaluasi dan Penyimpanan)<br />
4. Penentuan viskositas dan sifat aliran (Lihat Bab III – Evaluasi dan Penyimpanan)<br />
5. Penentuan homogenitas (Lihat Bab III – Evaluasi dan Penyimpanan)<br />
6. Penentuan pH (Lihat Bab III – Evaluasi dan Penyimpanan)<br />
7. Penetapan kadar air (Lihat TS solida)<br />
8. Ukuran partikel & distribusi ukuran partikel zat yang terdispersi<br />
9. Berat jenis <strong>sediaan</strong><br />
10. Penentuan volume terpindahkan<br />
B. EvaluasiKimia<br />
1. Penetapan kadar (dalam monografi zat aktif masing-masing)<br />
2. Identifikasi (dalam monografi zat aktif masing-masing)<br />
C. Evaluasi Biologi<br />
1. Penetapan potensi antibiotika(FI IV , hal 891-899)<br />
2. Pengujian efektivitas pengawet antimikroba (FI IV hal 854)<br />
V. CONTOH FORMULA SUSPENSI REKONSTITUSI<br />
(Pharm.Dosage Forms : Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 331-332)<br />
a. SULFAMETHAZIN<br />
R/ Sulfamethazine 5 %<br />
Sukrosa 60 %<br />
Na Alginat 1,75 %<br />
Na sitrat 0,88 %<br />
Asam sitrat 0,4 %<br />
Na benzoat 0,2 %<br />
Tween 80 0,08 %<br />
Keterangan :<br />
• Dosis sulfamethazine setelah direkonstitusi = 250 mg/5 mL.<br />
• Sukrosa sebagai pemanis dan solid diluent<br />
• Na alginat sebagai suspending agent. Na benzoat sebagai pengawet.<br />
• Asam sitrat dan Na sitrat sebagai dapar agar suspensi setelah direkontitusi pH=5.<br />
• Tween 80 sebagai wetting agent, yang membantu dispersi dari sulfametazin.<br />
Volume sedimentasi suspensi ini setelah 10 hari pada suhu 30 o C adalah 0,95.<br />
b. ERITROMISIN STEARAT<br />
R/ Eritromisin stearat 6,94 %<br />
Sukrosa 60 %<br />
Na alginat 1,5 %<br />
Na benzoat 0,2 %<br />
Tween 80 0,12 %<br />
c. TETRASIKLIN HCl<br />
R/ Tetrasiklin HCl<br />
Sukrosa<br />
Sterculia gum<br />
Na bikarbonat<br />
Na benzoat<br />
Tween 80<br />
5,41 %<br />
60 %<br />
1 %<br />
0,76 %<br />
0,2 %<br />
0,8 %
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
I . PENDAHULUAN<br />
SUSPENSI ANTASID<br />
(Re-New by: Anggit L)<br />
Ada dua jenis suspensi antasida yaitu :<br />
1. Antasida<br />
2. Clay atau lempung seperti yang digunakan di formasi berfungsi untuk mengadsorpsi, biasanya<br />
digunakan untuk obat diare. Hampir sama dengan tablet seperti attapulgid.<br />
A. Antasida (Pharm Dosage Form, Disperse System, vol 2, 1989 hal 205-206)<br />
Antasida digunakan untuk menetralkan asam lambung. Jika asam lambung terlampau asam atau pH<br />
sangat rendah dapat menyebabkan ulcer atau luka sehingga pH tidak boleh terlalu rendah.<br />
Antasida adalah :<br />
1. Zat yang bereaksi dengan asam didalam lambung dan ideal sekali dapat menarik pH isi lambung<br />
antara 4 - 5<br />
2. Semua produk antasida mengandung sekurangnya salah satu dari bahan untuk neutralizer primer yang<br />
merupakan senyawa-senyawa dari NaHCO3, CaCO3, garam Al dan Mg. Kemudian dicampur dengan<br />
zat-zat lain agar memenuhi syarat antasida. Fungsi antasida yaitu untuk menetralkan kelebihan asam<br />
lambung. Syarat-syarat ideal antasida yaitu :<br />
- Efisien : hanya dibutuhkan sejumlah kecil <strong>sediaan</strong> antasida untuk mampu menetralkan kelebihan<br />
asam.<br />
- Efektif : efek harus diperpanjang atau diperlama tanpa terjadinya pengikatan kembali / rebound /<br />
pelepasan CO2 setelah terjadinya reaksi antara HCl dan antasida.<br />
- Aman : produk tidak boleh mengganggu kesetimbangan elektrolit atau glukosa darah /<br />
menyebabkan diare / konstipasi (hampir semua antasida primer menyebabkan konstipasi<br />
sehingga dicampur dengan yang lain/tidak murni).<br />
- Harga : tidak mahal karena penderita menggunakan antasida ini dalam jangka waktu lama.<br />
- Palatable: rasa menyenangkan atau dapat diterima oleh mulut.<br />
Persyaratan tersebut menunjukkan tidak satupun produk yang memenuhi syarat ini.<br />
Contoh : Al(OH)CO3 menyebabkan konstipasi<br />
Mg(OH)2 laksatif<br />
NaHCO3 alkalosis sistematik dan mengikat lagi asam juga melepas CO2<br />
CaCO3 hipersekresi gastric dan melepas CO2<br />
Al(OH)3 konstipasi<br />
Dalam antasida potensi tinggi perlu penambahan senyawa-senyawa yang termasuk kelompok heksitrol<br />
(senyawa-senyawa polialkohol seperti manitol, sorbitol dsb).<br />
Kunci dalam pembuatan antasida yaitu :<br />
1. Harus teknik aseptis. Melalui pensterilan semua alat dengan klorinace (air + NaH4Cl) untuk<br />
desinfektan dan semua direndam. Senyawa desinfektan yang digunakan adalah Cl2.<br />
2. Sifat Al(OH)3 di dalam larutan atau suspensi merupakan dispersi koloidal dan terjadi polimerisasi<br />
sehingga akan membentuk kristal dan memadat. Hal ini akan menghilangkan kapasitas penetralan<br />
asamnya, dengan heksitrol akan teradsorpsi pada permukaan Al dan mencegah polimerisasi dari Al.<br />
Penambahan heksitrol penting agar tidak terjadi polimerisasi atau tidak terbentuk gel. Masalahmasalah<br />
yang berhubungan dengan antasida adalah:<br />
a. Sorbitol jika banyak digunakan akan melanjutkan efek laksan.<br />
b. Rasa dari antasida dipengaruhi oleh zat aditif.<br />
c. Rasa antasida seperti kapur, pasir. Bagaimana agar palatable?<br />
d. Kalium sitrat yang dapat digunakan sebagai dapar dapat menunjukkan rasa tidak enak.<br />
e. Pengawet paraben akan memberikan rasa ikutan tidak enak karena merupakan senyawa fenolik.<br />
3. Sifat Al(OH)3 koloidal atau Al(OH)3 pada umumnya adalah partikel sangat halus dan mempunyai<br />
sifat adsorben. Sehingga jika ada mikroba akan mengadsorpsi pada permukaannya. Dan jika<br />
menggunakan pengawet akan teradsorpsi sebagian dipermukaan sehingga tidak efektif. Jika salah<br />
formula dan ditambah medium ideal bagi mikroba maka kosentrasi pengawet akan turun dan yang
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
bebas tidak cukup menetralkan mikroba. Selanjutnya mikroba akan berkembang dan hasil<br />
fermentasinya dapat menyebabkan bau tidak enak.<br />
4. pH pengawet efektif pada pH tertentu oleh sebab itu sangat tergantung pada pH <strong>sediaan</strong> antasida.<br />
Hanya pengawet-pengawet tertentu yang dapat digunakan untuk <strong>sediaan</strong> ini. Seperti Kalium<br />
sorbat, Kalium salisilat, Na salisilat semua tidak dapat digunakan sebagai pengawet antasida.<br />
5. Rasa tidak enak seperti kapur atau pasir yang tidak mudah ditutup.<br />
6. Suatu antasida harus memenuhi syarat atau kriteria kapasitas penetralan asam / acid netralized<br />
capacity (ANC).<br />
7. Antasida harus bebas dari mikroba patogen dan mempunyai batas/limit cemaran mikroba.<br />
Suspensi antasid Al(OH)3 cenderung memadat /membentuk gel selama masa penyimpanan. Pemadatan<br />
ini berlangsung lebih cepat bila suspensi disimpan pada kondisi suhu yang tinggi (30-40° C). Pemadatan<br />
secara drastis juga ditemukan pada suspensi antasid dengan potensi tinggi yang mengandung banyak gel<br />
Al(OH)3. Untuk mengatasi hal ini maka dilakukan penambahan heksitol (sorbitol atau manitol) dengan<br />
konsentrasi 0.5-7%, tergantung pada konsentrasi Al(OH)3 dalam suspensi tersebut. Pembentukkan gel ini<br />
juga dapat dihambat/dicegah dengan penambahan 0.1-0.5% kalium sitrat/natrium sitrat. Kalium sitrat<br />
lebih banyak digunakan karena konsumen biasanya lebih suka menggunakan antasid yang rendah<br />
natrium. Mekanisme kerjanya adalah sebagai berikut, partikel Al(OH)3 mempunyai kelebihan muatan<br />
positif dari ion Al 3+ . Dengan penambahan kalium sitrat pada suspensi antasid Al(OH)3 maka nilai<br />
potensial zeta akan menurun sampai pada titik dimana sistem suspensi meningkatkan agregasi<br />
maksimum sehingga didapat efek pengenceran.<br />
Yang banyak digunakan sebagai antasida dalam campuran adalah Al(OH)CO3 dan Mg(OH)2 karena<br />
Al(OH)3 memiliki efek konstipasi sedangkan Mg(OH)2 memiliki efek laksan. Suspensi akan stabil jika<br />
ukuran partikel dan pH diatur atau dikontrol. Untuk perbandingan yang baik akan diperoleh kurang lebih<br />
pH 4 - 5. Jika ditambahkan buffer fosfat maka pH akan menjadi 5. Tetapi efisiensi tidak baik sehingga<br />
formulasi dan harga dapat dioptimasi.<br />
Berikut ini adalah formula umum dari suspensi antasid:<br />
Bahan<br />
Persentase dalam formula<br />
A<br />
B<br />
AHLT-LW, gel AlOH3 23.33 28.75<br />
Pasta MgOH2 13.11 16.4<br />
Larutan sorbitol (70%) USP - 10<br />
Kalium sitrat, USP 0.6 -<br />
Metilparaben, NF 0.2 0.2<br />
Propilparaben, NF 0.02 0.02<br />
Sakarin, NF 0.1 0.05<br />
Minyak peppermint, NF (Flavor) 0.005 0.005<br />
Alkohol, USP 1 1<br />
Aquades, USP q.s 100 100<br />
Rasa dari antasid harus dipertimbangkan karena mempunyai rasa yang tidak enak. Kalium sitrat atau<br />
sorbitol digunakan untuk mencegah pemadatan suspensi, kalium sitrat mempunyai rasa yang tidak enak<br />
sementara sorbitol memiliki rasa yang manis. Paraben juga memiliki rasa yang tidak enak sehingga<br />
konsentrasinya dikurangi untuk menghindari rasa tidak enak tersebut. Untuk mengatasi berkurangnya<br />
paraben, dapat digunakan pengawet yang bersifat antioksidan atau dengan pasteurisasi produk akhir.<br />
B. Clay<br />
Ada lima kelompok yang dibahas, yaitu : kaolin, bentonit, heptapurin, atapulgid, MgAl silikat (antasida<br />
yang spesifik).<br />
Senyawa clay:<br />
1. Kimia inert sering digunakan sebagai obat OTC/obat bebas dan obat diare.<br />
2. Sering diformulasikan dalam dosis tinggi.<br />
3. Diformulasi dalam suspensi dengan penambahan flavour, untuk meningkatkan palatability.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
Clay yang sering digunakan adalah hidrokoloid dan adsorben, yaitu senyawa-senyawa silikat yang hanya<br />
berbeda pada komposisi logamnya. Clay ada dua jenis, yaitu :<br />
1. Clay dengan daya adsorpsi tinggi.<br />
2. Clay dengan daya adsorpsi rendah.<br />
Kedua jenis diatas hanya berbeda pada kation-kation senyawa silikat.<br />
Clay ada dua bentuk :<br />
1. Bentuk serat (fiber)<br />
2. Bentuk plat (platy)<br />
Pada bentuk plat ada muatan + pada sisi-sisinya dan bermuatan - pada kedua permukaannya, yang<br />
bergantung pada pH. Pada pH tertentu terjadi zero point, dimana muatan atas dan bawah sama. Jika<br />
pH suspensi lebih rendah dari pada zero point maka sisi plat akan bermuatan positif. Hal ini<br />
menyebabkan permukaan menarik partikel sehingga menghasilkan rumah tiga dimensi dari jaringan<br />
kartu. Suspensi akan sangat tiksotropik bila didiamkan. Partikel akan saling tolak-menolak dan<br />
tidak membentuk jaringan tiga dimensi/tidak tiksotropik. Viskositas kurang jika muatan berbeda.<br />
Yang penting dari clay dan antasida adalah struktur dan muatan elektrik. Sifat-sifat koloid berbedabeda,<br />
ada yang elektropositif dan elektronegatif. Sesuai dengan sifat elektromagnet, muatan yang<br />
sama akan tolak menolak dan muatan yang berbeda akan tarik menarik. Maka struktur clay akan<br />
membentuk bangunan seperti rumah. Sehingga sifat aliran berbeda jika muatannya berbeda.<br />
C. Proses Pengembangan Sediaan (Pharm Dosage Form, Disperse System, vol 2, 1989 hal 207-208)<br />
Semua antasida dan clay menunjukkan muatan permukaan sehingga pH sangat berperan. Jika salah pada<br />
pengaturan pH dapat terlalu encer seperti air atau kental.<br />
Contoh :<br />
1. R/ Malgadarat (yang banyak digunakan sebagai antasida)<br />
Bentonit<br />
Secara permanent ada muatan permukaan karena adanya substitusi isomorf.<br />
2. R/ Al(OH)CO3<br />
Mg (OH)3<br />
Mempunyai muatan permukaan yang selalu tergantung pada pH karena terjadinya ionisasi hidroksil<br />
permukaan dengan karbonat (ada CO3 - teradsorpsi : sangat mempengaruhi stabilitas koloid Al(OH)3).<br />
Jadi Al(OH)3 terkontaminasi oleh CO3 -.<br />
Secara prinsip harus hati-hati dalam pengembangan formulasi <strong>sediaan</strong> cair yang mengandung muatan<br />
elektrik. Al 3+ mempengaruhi flokulasi. Besarnya efek muatan permukaan sangat terlihat jelas pada sifatsifat<br />
biologi <strong>sediaan</strong> terutama bentonit. Contoh : aliran bentonit dan kombinasi bentonit dan Al berbeda.<br />
Contoh efek muatan permukaan terhadap reaktivitas asam. Dari suspensi antasida akan ditemukan pada<br />
pembuatan produk dengan campuran Al(OH)3 dan Mg(OH)2. Zero point dari Mg(OH)2 pada pH kurang<br />
lebih 10, sedangkan zero point dari Al(OH)3 pH 6,5. Suspensi dari keduanya memeliki pH 8. Dalam hal<br />
ini Mg(OH)2 bermuatan negatif. Sehingga ada gaya tarik elektrostatik antara dua bahan aktif. Jika diberi<br />
dapar artinya kita memberi muatan elektrik. Sehingga mengubah komposisi muatan sistem yang<br />
menimbulkan masalah-masalah lain.<br />
D. Tipe-tipe Suspensi Antasid (Pharm Dosage Form, Disperse System, vol 2, 1989 hal 219)<br />
Terdapat empat tipe suspensi antasid yaitu :<br />
a. Single strength suspension, yaitu suspensi antasid yang memiliki kapasitas penetralan 10-15 mekiv<br />
terhadap HCl setiap 5 ml dosis.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
b. Double strength suspension, yaitu suspensi antasid yang memiliki kapasitas penetralan 20-30<br />
mekiv terhadap HCl setiap 5 ml dosis.<br />
c. Antasid mengandung antiflatulen atau anti kembung. Antasid ini dapat single strength atau<br />
double strength, pada umumnya mengandung 20-40 mg simeticone setiap 5 ml dosis<br />
d. Floating antasid suspension. Merupakan antasid yang memiliki kapasitas penetralan asam yang<br />
rendah. Pada umumnya juga mangandung alginate dan antasid berisi karbonat yang berkontak<br />
dengan asam lambung, membentuk lapisan dengan kerapatan rendah dan melapisi permukaan<br />
lambung.<br />
II. FORMULA<br />
Formula Umum Suspensi Antasid dan Clay<br />
a. Zat aktif (antasid, antiflatulen=anti kembung : untuk antasida yang melepaskan CO2 atau kembung<br />
perlu ditambahkan antiflatulen, dan clay).<br />
b. Suspending agent penting diperhatikan karena peranan muatan dalam formulasi.<br />
c. Pemanis (mencegah kontaminasi mikroba dan mencegah polimerisasi).<br />
d. Pengawet. Perlu diperhatikan sifat adsorpsi dan pH efektif.<br />
e. Anticacking dan antigelling agent dari <strong>sediaan</strong>.<br />
f. Flavour.<br />
g. Mouth feel : mempengaruhi rasa mulut agar tidak terasa pasir.<br />
h. Colouring agent<br />
A. Zat Aktif Suspensi Antasida (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 209-213)<br />
1. Antasida<br />
a. Al(OH)3<br />
Biasa digunakan dalam bentuk tunggal atau campuran reaksi. Agar reaksi berjalan pada gastric<br />
pH rendah maka digunakan Al(OH)3 dalam bentuk amorf. Al(OH)3 akan mengalami polimerisasi<br />
cepat membentuk kristalin. Dikenal dengan nama gibbsite (bentuk kristalin). Bentuk gibbsite<br />
bereaksi lemah dan lama dengan HCl. Dalam kebanyakan <strong>sediaan</strong> antasida Al(OH) CO3 yang<br />
digunakan. Dimana CO3 akan memberikan stabilisasi reaktivitas asam pada polimerisasi. Al(OH)3<br />
mempunyai kemampuan dapar lambung pada pH 3-4 (uji Rosset Rise Test/RRT). Antasida ideal<br />
mampu mendapar pada pH 3-5 (lambung). Dengan meningkatnya pH lebih dari 3 sebagian pepsin<br />
akan diinaktifkan. Sedangkan bila pH lebih dari 5 kemungkinan terjadi pengikatan kembali<br />
asam/acid rebound. Al(OH)3 adalah antasida non sistemik. Reaksi Al(OH)3 dengan HCl secara<br />
stoikiometri adalah :<br />
Al(OH)3 + 3HCl AlCl3 + 3H2O<br />
Ekivalensi 1 gram Al(OH)3 kering mampu menetralkan 29,4 mekiv HCl. Sehingga bisa single<br />
strength atau double strength.<br />
• Kelemahannya :<br />
− akan mengadsorpsi pepsin PO4 dan garam-garam empedu<br />
− pada dosis tinggi akan menyebabkan konstipasi<br />
− akan memperlama pengosongan lambung.<br />
• Kelebihan : karena kandungan Na rendah maka dapat digunakan untuk penderita hipertensi.<br />
Untuk suspensi biasanya digunakan bentuk gel atau cairan.<br />
b. Mg(OH)2<br />
Mg(OH)2 jarang digunakan sendiri, lazim campuran dengan Al(OH)3 karena keuntungankeuntungan<br />
tadi. Mg(OH)2 berbentuk kristal “brussite” : yang bereaksi dengan cepat dengan HCl<br />
meningkatkan pH lebih cepat pada pH>3. Reaksinya adalah sebagai berikut :<br />
Mg(OH)2 + 2 HCl Mg Cl2 + 2 H2O<br />
Berbeda dengan Al(OH)3, Mg(OH)2 tidak mampu mendapar lambung hingga pHnya 3-5 tetapi<br />
pada pH 8-9. pH tinggi ini akan menimbulkan pengikatan kembali asam. Merupakan antasida<br />
non sistemik. Muatan permukaan tergantung pada pH. Ekivalensinya 1 gr Mg(OH)3 mampu<br />
menetralkan 34,3 mekiv HCl. Mengandung Na rendah sehingga dapat digunakan pada penderita<br />
hipertensi. Menunjukkan efek laksatif, mengikat beberapa garam empedu tapi tidak
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
semudah Al(OH)3. Mg(OH)3 jika dikombinasi dengan Al(OH)3 suspensi bereaksi dengan HCl<br />
secara cepat dan mendapar lambung pada pH lambung 3-5. Bisa membentuk gel tiksotropik<br />
sehingga memerlukan penambahan antigelling agent (Al menyebabkan polimerisasi, Mg<br />
menyebabkan tiksotropik jadi bentuk dodol).<br />
c. CaCO3<br />
CaCO3 digunakan sendiri atau campuran dengan Al atau Mg(OH). CaCO3 adalah mineral bentuk<br />
kristalin “calcite”. CaCO3 kristalin bereaksi cepat dengan HCl yaitu secara cepat meningkatkan<br />
pH lambung >3. Reaksi yang terjadi secara stoikiometri :<br />
CaCO3 + 2HCl CaCl2 + CO2 + H2O<br />
Menurut RRT secara invitro : pH tetap terjaga pada pH 7 yang merangsang acid rebound.<br />
Merupakan antasida nonsistemik. Penggunaan kronik dapat mengakibatkan gagal ginjal. Dalam<br />
dosis tinggi dapat menyebabkan efek konstipasi, dapat meyebabkan perut kembung karena<br />
membebaskan CO2. Tersedia dalam berbagai macam grade yang berbeda dalam ukuran<br />
partikelnya. Dalam suspensi dengan grade yang ringan, digunakan ukuran partikel 1-4 μm.<br />
d. Magnesium trisilikat<br />
Mg trisilikat : 2MgO. 3SiO2. XH2O merupakan antasida yang lemah. Kerja onset lambat. Tidak<br />
mampu memenuhi syarat <strong>sediaan</strong> untuk obat bebas. Oleh sebab itu selalu dikombinasi dengan<br />
antasida lain. Di dalam lambung, Mg trisilikat yang belum atau tidak dapat bereaksi dapat<br />
teradhesi pada ulcer yaitu memproteksi ulcer terhadap pengaruh-pengaruh asam lambung.<br />
Merupakan antasida non sistemik. Acid consuming capacity : setelah empat jam pada 37 º C<br />
mampu menetralisir 15 mekiv HCl, disamping juga protektif. Tidak menginaktifkan pepsin<br />
pH5 dan dapat menyebabkan acid rebound. Dosis moderat tinggi dapat menyebabkan efek<br />
laksan, flatulensi karena melepaskan CO2. Ada dalam bentuk serbuk ringan, serbuk berat. BJ<br />
tergantung pada kosentrasi reaktan dan temperatur selama pengendapan. Terjadi aging selama<br />
manufaktur. Untuk antasida digunakan bentuk ringan/light.<br />
(MgCO3)4 . Mg(OH)2 5H2O + 10 HCl 5MgCl2 + 4CO2 + 4H2O<br />
f. Magaldrat<br />
Magaldrat merupakan kelompok hidrotalcite. Struktur seperti MgOH pada mana ion Al<br />
menggantikan setiap 3 Mg dalam lactice prucid (struktur ruangnya). Hal ini menyebabkan lactice<br />
bermuatan positif dimana anion terletak antara lapisan Mg dan Al secara bergantian. Dalam<br />
malgadrat sebagian anion adalah SO4 2- . Struktur malgadrat adalah Mg4Al2(OH).12 SO4. Kerja<br />
cepat dengan kemampuan mendapar pada pH 3-5 (uji in vitro). Kapasitas penetralan asam 1 gram<br />
serbuk malgadrat sebanding dengan 25, 6 mekiv HCl. Sifat antara laksan dan konstipasi relatif<br />
seimbang. Kadar Na rendah. Tersedia dalam bentuk serbuk dan suspensi. Na dapat berasal dari<br />
impurities dari pendaparan, sisa pijar/abu.<br />
Mg4Al2(OH)12 SO4 + H2O + 2HCl MgSO4 + 3MgCl2 + 2AlCl3 + 13 H2O<br />
2. Clay<br />
a. Kaolin<br />
Kaolin adalah alumunium silikat hidrat dengan rumus kimia Al2O3.2SiO2.2H2O. merupakan<br />
senyawa yang berasal dari alam. Untuk memurnikan kaolin digunakan HCl atau asam sulfat.<br />
Kaolin memiliki sedikit muatan pada permukaan partikelnya dan pada ujung partikelnya dia<br />
bermuatan negatif. Kaolin tidak mengembang dalam air. Kaolin mengadsorpsi senyawa-senyawa<br />
toksik. Ukuran partikelnya berkisar 0,5-1 m. Kaolin mengandung 0,2% natrium,
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
memiliki luas permukaan yang kecil (7-30 m 2 /gm gm). Karena kemampuan adsorpsinya, maka<br />
ada obat-obat yang dapat diadsorpsi oleh kaolin.<br />
b. Bentonit<br />
Bentonit memiliki rumus kimia Al2O3.4SiO2.H2O. Secara struktur, bentonit mirip dengan<br />
hectorite. Bentonit mengandung besi oksida, kalsium karbonat, dan magnesium karbonat sebagai<br />
pengotor. Bentonit mengandung 1,5% natrium. Bentonit tidak larut dalam air tetapi mengembang<br />
menjadi 12 kali dalam air. Bentonit membentuk suspensi tiksotropik. Bersifat higroskopik<br />
sehingga harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat. Bentonit dapat mengendap oleh asam.<br />
Bentonit ini digunakan sebagai suspending agent, stabilizer emulsi, dan absorben. pH suspensi<br />
bentonit sekitar 10. Memiliki luas permukaan partikel yang besar (600-800 m 2 /gm). Bentonit ini<br />
inkompatibel dengan elektrolit kuat dan partikel dengan muatan positif yang kuat. Kemampuan<br />
membentuk gel dari bentonit ini dikurangi dengan adanya asam dan dapat ditingkatkan dengan<br />
alkali seperti magnesium oksida.<br />
c. Attapulgit<br />
Attapulgit ini merupakan alumunium silikat hidrat. Rumus kimianya MgO.Al2O3.SiO2.H2O.<br />
Memiliki luas permukaan yang menengah (125-160 m 2 /gm) sehingga memiliki kemampuan<br />
adsorpsi yang lebih tinggi dari kaolin. Suspensi yang dihasilkannya bersifat tiksotropik dan<br />
memiliki pH sekitar 8,5. Viskositas maksimum dicapai pada pH 6-8,5. Attapulgit ini tersedia<br />
dalam dua grade, yaitu : bentuk aktif yang regular (ukuran partikel 2,9 m) dimana memiliki<br />
kemampuan adsorpsi yang baik tetapi kemampuan koloidalnya rendah; dan bentuk aktif koloidal<br />
(ukuran partikel 0,14 m) dimana memiliki kemampuan koloidal dan adsorpsi yang baik.<br />
d. Magnesium Alumunium Silikat<br />
Magnesium Alumunium Silikat merupakan bentonit magnesium, dimana magnesium<br />
menggantikan tempat alumunium dalam struktur bentonit. Kemampuan mengembangnya dalam<br />
air lebih besar daripada bentonit. Membentuk suspensi tiksotropik pseudoplastik dan dapat<br />
dibasahi dan dikeringkan secara berulang tanpa kehilangan kemampuan mengembangnya.<br />
Suspensi yang dibentuknya memiliki pH 9 dan stabil pada pH 3,5-11. Viskositas suspensinya<br />
meningkat dengan adanya panas, lama penyimpanan, dan penambahan elektrolit. Mg Al silikat<br />
ini mencegah terjadinya caking, mengandung 1,5% natrium.<br />
3. Antiflatulen (Antikembung)<br />
Zat aktif antiflatulen ini adalah simetikon. Simetikon ini memiliki kemampuan antifoam karena<br />
dapat mengurangi tekanan permukaan gas busa. Biasanya dikombinasikan dengan antasid sebagai<br />
antiflatulen. Konsentrasi simetikon dalam suspensi antasid berkisar 20-40 mg per 5 mL.<br />
B. Suspending Agent Untuk Suspensi Antasid<br />
(Pharm.Dosage Form : Disperse System, vol 2, 1989, hal 213-215)<br />
Tujuan penggunaan suspending agent pada formula antasid adalah untuk mencegah pengendapan<br />
dan mencegah pembentukan caking dari beberapa bahan baku antasid. Suspending agent juga dapat<br />
memperbaiki raba mulut <strong>sediaan</strong> antasid yang pada umumnya berpasir dan berkapur. Suspending<br />
agent yang dapat digunakan untuk <strong>sediaan</strong> antasid adalah suspending agent yang stabil pada pH<br />
tinggi (7,5 - 9,5). Suspending agent yang dapat menyebabkan ikatan silang dengan adanya kation<br />
polivalen harus dihindari.<br />
Suspending agent yang biasa ditemui dalam <strong>sediaan</strong> antasid :<br />
1. Avicell RC 591<br />
Avicel RC 591 terdiri dari 89% selulosa mikrokristalin dan 11% Na CMC yang stabil pada<br />
rentang pH luas. Avicel RC 591 membentuk gel yang bersifat tiksotropik pada kosentrasi rendah<br />
yang menunjukkan geseran tipis dengan pengadukan sedang dapat diflokulasi dengan<br />
menggunakan polimer kationik dan surfaktan.<br />
2. Alginat<br />
Alginat merupakan polisakarida anion hidrofil dengan bobot molekul besar. Viskositas larutan<br />
akan menurun dengan peningkatan suhu tetapi hal ini bersifat reversible. Alginat stabil pada
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
pH 4-10 dan membentuk aliran pseudoplastik. Alginat akan mengendap dengan adanya kation<br />
polivalen dan inkompatibel dengan senyawa nitrogen quartener.<br />
3. Metilselulosa-HPMC<br />
Larut dalam air dingin dan tidak larut dalam air panas, membentuk aliran pseudoplastik dan<br />
nontiksotropik, viskositas larutan akan menurun dengan meningkatnya suhu dengan titik gel<br />
dicapai. Dapat berfungsi emulsifier tetapi dapat menyebabkan busa. Stabil pada pH 3-11.<br />
4. Guar gum<br />
Merupakan polimer polisakarida non ionik produk netral dengan bobot molekul besar, dapat<br />
mengembang dalam air dingin. Guar gum membentuk aliran pseudoplastik nontiksotropik,<br />
viskositas akan menurun dengan meningkatnya suhu secara reversible. Pemanasan yang terlalu<br />
lama dapat menimbulkan hilangnya viskositas secara irreversible. Guar gum memiliki stabilitas<br />
pH yang baik, rentan terhadap mikroba..<br />
5. HPC<br />
Merupakan polimer polisakarida non ionik dengan pH stabilitas 6-8, larut dalam air pada suhu <<br />
40 o C dan akan mengendap pada suhu > 45 o C, dapat membentuk aliran pseuodoplastik.<br />
Nontiksotropik, dapat menimbulkan busa, serta inkompatibel dengan pengawet paraben.<br />
6. Xanthan gum<br />
Merupakan polimer polisakarida anionik dengan bobot molekul tinggi, membentuk aliran<br />
pseudoplastik, memiliki stabilitas yang baik, tetapi larutannya dapat membentuk gel pada pH<br />
tinggi dengan adanya kation divalent, dan membentuk gel dengan adanya kation trivalent pada<br />
pH netral. Meningkatnya temperatur dapat sedikit merubah viskositasnya.<br />
7. CMC<br />
Merupakan polimer polisakarida anionik dengan bobot molekul besar. Larutannya dapat<br />
mengendap dengan keberadaan kation trivalen, larutan karboksi metil selulosa akan kehilangan<br />
viskositasnya pada peningkatan suhu. Stabil pada pH 5-9 serta membentuk aliran pseudoplastik<br />
dan tiksotropik.<br />
8. Mg Al Trisilikat<br />
Merupakan clay yang dapat digunakan pada formula antasid unuk memperbaiki disperse bahan<br />
dan mencegah pengendapan serta pembentukan cake. Penggunaannya pada <strong>sediaan</strong> antasid harus<br />
diperhatikan terhadap kemungkinan terjadinya interaksi dengan bahan aktif antasid yang<br />
berhubungan dengan muatan permukaan masing-masing bahan.<br />
C. Pemanis (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 215 - 21 6)<br />
Pemanis digunakan untuk memperbaiki keberterimaan rasa dan raba mulut <strong>sediaan</strong> antasid. Beberapa<br />
pemanis dapat terabsoprsi pada permukaan alumunium hidroksida sehingga dapat mengurangi<br />
kemampuan polimerisasi alumunium hidroksida sehingga dapat menstabilkan kapasitas penetralan<br />
asam. Tetapi beberapa pemanis juga dapat mencegah interaksi samping antara alumuniummagnesium.<br />
Interaksi ini berupa peningkatan viskositas atau bahan pembentukan gel yang dapat<br />
menurunkan kapasitas penetralan asam. Dalam pemilihan pemanis yang harus dipertimbangkan<br />
adalah keseimbangan keberterimaan rasa, harga, kandungan kalori, efek laksatif dan lain-lain.<br />
Pemanis yang digunakan untuk <strong>sediaan</strong> antasid :<br />
1. Sukrosa<br />
Memilki rasa baik serta dapat menambah konsistensi dan raba mulut suspensi, kandungan kalori<br />
4 kal/g, dapat menyebabkan karang gigi, harus diperhatikan pada penderita diabetes dapat juga<br />
menimbulkan cap-locking hingga pengkristalan pada leher botol.<br />
2. Sorbitol<br />
Memilki kemanisan setengah dari sukrosa, dapat memperbaiki raba mulut, mengandung 4<br />
kalori/g yang terabsorpsi sebagian maka sering dipertimbangkan menjadi nonkalori, merupakan<br />
diuretik osmotik dengan mencegah polimerisasi selama proses. Lambat laun dapat menimbulkan<br />
caplocking .Dapat menyebabkan diare.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
3. Manitol<br />
Memiliki efek mendinginkan, mengandung 4 kal/g yang terabsorpsi sebagian maka sering<br />
dipertimbangkan menjadi nonkalori, merupakan diuretik osmotik dan dapat menyebabkan diare.<br />
Dapat menstabilkan alumunium hidroksida dengan mencegah polimerisasi selama proses.<br />
4. Sakarin<br />
Merupakan pemanis sintetik dengan derajat kemanisan 500 kali sukrosa, memilki aftertaste pahit.<br />
Kelarutannya rendah di dalam air tetapi garam natrium dan kalsiumnya lebih mudah larut dalam<br />
air. Tidak mengandung kalori.<br />
5. Gliserin<br />
Merupakan pemanis yang memiliki aftertaste baik dan dapat memperbaiki raba mulut.<br />
Mengandung 4,3 kal/g dan dapat diberikan pada penderita diabetes, merupakan diuretik osmotik<br />
dan dapat menyebabkan diare, dapat mengurangi kemungkinan terjadinya caplocking. Dapat<br />
menstabilkan alumunium hidroksida dengan mencegah polimerisasi selam proses.<br />
6. Gliserizinat<br />
Ammonium glisirizinat dan monoammonium glisirizinat merupakan pemanis alam dengan<br />
derajat kemanisan 50 kali lebih manis dari sukrosa. Dapat digunakan untuk menutupi rasa pahit<br />
dari bahan tetapi pemanis ini dapat menimbulkan busa.<br />
D. Pengawet (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 216-217)<br />
Berkaitan dengan tingginya pH <strong>sediaan</strong> antasid maka dalam memformulasikan <strong>sediaan</strong> antasid harus<br />
dipilih bahan-bahan pembantu yang dapat bekerja efektif pada rentang pH tersebut. Untuk pengawet<br />
terdapat beberapa pilihan pengawet yang dapat digunakan dalam <strong>sediaan</strong> antasid. Pada pH 8<br />
pengawet seperti benzoate dan sorbat tidak efektif karena akan terjadi ionisasi.<br />
Beberapa pengawet yang dapat digunakan untuk <strong>sediaan</strong> antasid misalnya:<br />
1. Klorin (Natrium Hipoklorit)<br />
Efektif membunuh bakteri, beberapa yeast, fungi dan protozoa. Stabil pada pH alkali, lebih<br />
efektif pada pH asam. Hanya efektif untuk jangka pendek (short-term) dan dapat berpengaruh<br />
pada rasa produk.<br />
2. Hidrogen Peroksida<br />
Efektif untuk melawan sebagian besar mikroorganisme, efeknya tidak lama (short term) dan<br />
penggunaannya harus dikombinasi dengan pengawet lain.<br />
3. Paraben<br />
Paraben yang sering digunakan: metil, etil, propil dan butil ester. Efektif untuk molds, yeast dan<br />
fungi. Inaktif untuk bakteri gram positif dan kurang efektif untuk bakteri gram negatif. Efek<br />
paraben meningkat jika dikombinasi dengan yang lain. Menimbulkan rasa pahit.<br />
4. Pasteurisasi<br />
Dengan proses koagulasi protein dari mikroorganisme, short term, dan harus dikombinasi<br />
dengan pengawet lain.<br />
5. Ozonisasi<br />
Short term, dengan kombinasi pengawet lain dan dapat berpengaruh terhadap rasa produk.<br />
E. Anticaking dan antigelling agent (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 217)<br />
Bahan-bahan ini digunakan untuk dapat mempermudah redispersi padatan yang mengendap serta<br />
mencegah pembentukan gel dari <strong>sediaan</strong> antasid.<br />
1. EDTA<br />
Dapat menyebabkan ikatan silang beberapa suspending agent yang dapat menyebabkan<br />
peningkatan viskositas.<br />
2. Asam sitrat dan Kalium sitrat<br />
Digunakan dalam <strong>sediaan</strong> antasid yang mengandung alumunium hidroksida untuk menurunkan<br />
viskositas dan mencegah interaksi antara Al(OH)3 dengan senyawa magnesium.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
3. Kalium Fosfat<br />
Digunakan sebagai dapar dan sequestran agen.<br />
4. Silika<br />
Cab-o-sil, aerosil dan quso adalah bentuk komersil dari silika, efektif sebagai anticaking agent,<br />
walaupun pada konsentrasi tinggi dapat mempengaruhi baik viskositas maupun raba mulut.,<br />
silika juga dapat mengurangi derajat sedimentasi suspensi.<br />
F. Flavour-mouthfeel system (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 217-218)<br />
Pemilihan flavour yang akan digunakan untuk <strong>sediaan</strong> antasid harus mempertimbangkan stabilitas<br />
flavour pada pH tinggi, stabilitas dalam botol plastik dan gelas, kemampuan untuk menutupi rasa<br />
tidak enak dari flavour.<br />
Flavour yang biasa digunakan dalam suspensi antasid antara lain : 1. Mint (pepermint, spearmint,<br />
dan wintergreen), 2. Citrus (lemon, lime, dan orange), 3. Cream (Vanilla), dan 4.Anise. Senyawa<br />
yang ditambahkan yang tidak memiliki rasa dan digunakan untuk memperbaiki mouthfeel dalam<br />
antasid antara lain minyak mineral, milk solids, glisin, dan gum alami dan buatan..<br />
G. Pewarna (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 218)<br />
Semua pewarna yang larut air memiliki muatan listrik dan dapat berinteraksi dengan senyawa yang<br />
muatannya berlawanan yang terdapat dalam antasid dan clay. Hal ini akan menyebabkan warna<br />
yang dihasilkan tidak merata. Jadi, untuk mencegah terjadi interaksi tersebut maka gunakan<br />
pewarna lake (pewarna yang tidak larut air).<br />
H. Air (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 218)<br />
Air merupakan konstituen utama dalam semua suspensi antasid dan clay. Pengotor dalam air ini<br />
antara lain kalsium, magnesium, besi, silika, dan natrium. Kation-kation tersebut biasanya disertai<br />
oleh anion karbonat, bikarbonat, sulfat, dan klorida. Deionisasi dapat dicapai dengan destilasi,<br />
pertukaran ion atau reverse osmosis. Untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme dilakukan<br />
proses klorinasi, ozonisasi, sinar UV, pemanasan, dan filtrasi.<br />
III. PEMBUATAN SUSPENSI ANTASIDA<br />
A. Contoh formula (Jurnal Praktikum Sediaan Semi Solid &RPS)<br />
Tiap 60 ml mengandung :<br />
R/ Al(OH)3 300 mg/5ml % w/w<br />
Gel Al(OH)3 kering<br />
4,7059 g<br />
Na CMC 5,00%<br />
Gliserin 20,00%<br />
Sorbitol 25,00 %<br />
Sukrosa 5,00 %<br />
Sakarin 0,02%<br />
Na Benzoat 0,10%<br />
Minyak peppermint 0,01%<br />
Aquadest<br />
ad 60,00 ml<br />
B. Penimbangan<br />
1. Al(OH)3<br />
Gel Al(OH)3 kering mengandung tidak kurang dari 76,5% Al(OH)3.<br />
Al(OH)3 yang dibutuhkan adalah 300 mg/5ml<br />
Jumlah gel Al(OH)3 kering yang dibutuhkan :<br />
Al(OH)3<br />
= 100/76,5 x 300 mg<br />
= 392,1569 mg/5 ml<br />
Untuk 60 ml = 60,0 ml/5,0 ml x 392,1569 mg<br />
= 4705,8826 = 4,7059 g
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
2. Na CMC<br />
Na CMC yang dibutuhkan adalah 5,00% (BJ = 0,75 g/cm 3 )<br />
Na CMC = 5/100 x 60 ml = 3 ml NaCMC<br />
yang ditimbang adalah Na CMC = 0,75 g/cm3 x 3 ml<br />
= 0,0225 g = 22,5 mg<br />
3. Gliserin<br />
Gliserin yang dibutuhkan adalah 20%<br />
Gliserin = 20/100 x 60 ml = 12 ml<br />
4. Sorbitol<br />
Sorbitol yang dibutuhkan adalah 25% (BJ = 1,49 g/cm 3 )<br />
Sorbitol = 25/100 x 60 ml = 15 ml<br />
Banyaknya sorbitol yang ditimbang :<br />
Sorbitol = 15 ml x 1,49 g/cm 3<br />
= 0,2235 g = 223,5 mg<br />
5. Sukrosa<br />
Sukrosa yang dibutuhkan adalah 25% (BJ = 1,56 g/cm 3 )<br />
Sukrosa = 25/100 ml x 60 ml = 15 ml<br />
Banyaknya sukrosa yang ditimbang :<br />
Sukrosa = 15 ml x 1,56 g/cm 3<br />
= 0,234 g = 234 mg<br />
6. Sakarin<br />
Sakarin yang dibutuhkan adalah 0,02% (BJ = 0,7 g/cm 3 )<br />
Sakarin = 0,02/100 x 60 ml = 0,012 ml<br />
Sakarin yang ditimbang :<br />
Sakari = 0,012 ml x 0,7 g/cm 3<br />
= 0,000084 g = 0,084 mg<br />
7. Na benzoate<br />
Na benzoate yang dibutuhkan 0,1% (BJ = 1,15 g/cm 3 )<br />
Na benzoate = 0,1/100 x 60 ml = 0,06 ml Na<br />
benzoate yang ditimbang<br />
Na benzoate = 0,06 ml x 1,15 g/cm 3<br />
= 0,00069 g = 0,69 mg<br />
8. Minyak peppermint<br />
Minyak peppermint yang dibutuhkan adalah 0,01%<br />
Minyak peppermint = 0,01/100 x 60 ml = 0,006 ml<br />
C. Prosedur pembuatan<br />
1. Aquadest sebagai pelarut dididihkan, kemudian dinginkan dalam keadaan tertutup.<br />
2. Timbang gel Al(OH)3 kering beserta bahan-bahan pembantu yang lain.<br />
3. Haluskan bahan-bahan padat yang digunakan atau diayak sampai rentang ukuran partikel tertentu.<br />
4. Ke dalam mortir yang lain, masukkan Na CMC kemudian tambahkan aquadest sebanyak bobot Na<br />
CMC, gerus sampai terbentuk massa jernih.<br />
5. Di dalam mortar lain, masukkan gel Al(OH)3 kering tambahkan gliserin sebagai pembasah, gerus<br />
kuat sampai homogen.<br />
6. Tambahkan zat pensuspensi, Na CMC ke dalam campuran (5), aduk sampai homogen.<br />
7. Larutkan sorbitol, sukrosa dan sakarin dalam air, kemudian tambahkan ke dalam campuran (6), aduk<br />
sampai homogen.<br />
8. Larutkan Na benzoate dalam air (1:1,18) kemudian tambahkan ke dalam campuran ( 4) aduk sampai<br />
homogen.<br />
9. Tambahkan minyak peppermint ke dalam campuran (5), aduk sampai homogen.<br />
10. Tambahkan aquadest sedikit demi sedikit aduk sampai homogen kemudian masukkan ke dalam botol<br />
yang telah ditara terlebih dahulu (60 mL).
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
IV. EVALUASI SEDIAAN SUSPENSI ANTASIDA<br />
A. Evaluasi Fisika<br />
1. Organoleptik<br />
Dilakukan pengamatan terhadap warna (intensitas warna), bau (terjadinya perubahan bau),<br />
rasa (perubahan mouthfeel), penampilan (perubahan tekstur).<br />
2. Penentuan Volume sedimentasi<br />
3. Penentuan Redispersibilitas<br />
4. Penentuan distribusi ukuran partikel<br />
5. Penentuan viskositas dan sifat aliran<br />
6. Penentuan BJ<br />
7. Penentuan homogenitas<br />
8. Penentuan pH<br />
B. Evaluasi Kimia<br />
1. Penetapan KPA (Kapasitas Penetralan Asam)<br />
2. Penetapan kadar (dalam monografi zat aktif masing-masing)<br />
3. Identifikasi (dalam monografi zat aktif masing-masing)<br />
C. Evaluasi Biologi<br />
1. Penetapan uji batas mikroba (FI IV hal 847-854)<br />
2. Pengujian efektivitas pengawet (FI IV hal 854)<br />
D. Evaluasi Wadah<br />
1. Pengamatan apakah terjadi pengembangan wadah atau tidak.<br />
2. Pengamatan terjadinya penghilangan warna wadah.<br />
3. Pengamatan terhadap stabilitas penutup wadah.<br />
V. CONTOH FORMULA SUSPENSI ANTASID<br />
(Pharmaceutical Dosage Forms : disperse system, Vol 2, hal 220)<br />
1. Formula Antasid<br />
% w/w<br />
Alumunium hidroksida gel (8,9%) Al2O3) 24,0<br />
Magnesium hidroksida pasta (29.5% Mg(OH)2 12,9<br />
Sorbitol 2,0<br />
Mannitol 0,25<br />
Metil paraben 0,10<br />
Flavors 0,10<br />
Asam sitrat anhidrat 0,06<br />
Propil paraben 0,05<br />
Na Sakarin 0,03<br />
Air 60,5<br />
2. Formula Antiflatulen/Antasid<br />
% w/w<br />
R/ Alumunium hidroksida gel (8,9% Al2O3) 21,0<br />
Magnesium hidroksida pasta (29,5% Mg(OH)2) 12.9<br />
Sorbitol 6,0<br />
Simethicone (90,5%simethicone) 0,37<br />
HPC 0,33<br />
Metiparaben 0,16<br />
Flavors 0,12<br />
Avicell,RC-591 0,11<br />
Asam Sitrat anhidrat 0,06<br />
Metilselulosa 0,03<br />
Propilparaben 0,03
Na sakarin 0,02<br />
Air 58,87<br />
3. Formula Alumunium Hidroksida<br />
R/ Alumunium hidroksida (300 mg Al(OH) 3 /5ml 362,8 g<br />
Larutan sorbitol<br />
282,0 ml<br />
Syrup<br />
93,0 ml<br />
Gliserin<br />
25,0 ml<br />
Metil paraben<br />
0,9 ml<br />
Propil paraben<br />
0,3 ml<br />
Flavour<br />
q.s<br />
Air<br />
ad 1000 ml<br />
4. Formula Clay<br />
% w/v<br />
R/ Attapulgite koloidal 14<br />
Sakarin 0,09<br />
Metil paraben 0,2<br />
Propil paraben 0,05<br />
Flavour<br />
q.s<br />
Air
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
EMULSI<br />
(Re-New by: Kakat)<br />
I . PENDAHULUAN<br />
Telah menjadi ketentuan umum bahwa yang disebut sebagai <strong>sediaan</strong> ‘emulsi’ adalah menunjukkan pada<br />
<strong>sediaan</strong> cair yang dimaksudkan untuk penggunaan oral. Emulsi untuk pengunaan eksternal biasanya<br />
langsung disebut sebagai cream (<strong>sediaan</strong> semisolid), lotion atau liniment (<strong>sediaan</strong> liquid). (TPC, hal 82).<br />
A. Definisi<br />
• FI IV, Hal 6: Emulsi adalah sistem dua fasa, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang<br />
lain, dalam bentuk tetesan kecil.<br />
• Ansel, Hal 376:<br />
Emulsi adalah suatu dispersi dimana fasa terdispersi terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat cair yang<br />
terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur. Dalam batasan emulsi, fasa terdispersi<br />
dianggap sebagai fasa dalam dan medium pendispersi dianggap sebagai fasa luar atau fasa kontinu.<br />
• Lachman ( The Theory and Practice of Industrial Pharmacy), Hal 502:<br />
Secara kimia fisika: emulsi adalah campuran yang secara termodinamika tidak stabil, yang terdiri<br />
dari dua cairan yang tidak tercampurkan.<br />
Secara teknologi farmasi: emulsi adalah campuran homogen yang terdiri dari dua cairan yang tidak<br />
tercampurkan yang stabil pada sekitar suhu kamar.<br />
• Martin, Physical Pharmacy ,Hal 509:<br />
Emulsi adalah sistem yang secara termodinamika tidak stabil dan mengandung paling sedikit dua<br />
cairan yang tidak bercampur, dimana salah satu cairan terdispersi (fase terdispersi) dalam cairan<br />
lainnya (fase kontinu/pendispersi) dalam bentuk globul-globul dan distabilkan oleh emulgator.<br />
• RPP (Remington Pharmaceutical Practice): hlm : 242 Emulsi adalah sistem heterogen yang terdiri<br />
dari tetesan-tetesan cairan yang terdispersi dalam cairan lain.<br />
• RPS (Remington Pharmaceutical Science ed. 21 th ), Hal 325:<br />
Emulsi adalah sistem 2 fase yang merupakan gabungan 2 cairan yang tidak tercampurkan, dimana<br />
salah satunya terdispersi dalam cairan lainnya dalam bentuk globul-globul yang mempunyai ukuran<br />
sama atau lebih besar daripada partikel koloidal terbesar.<br />
Emulsi adalah sistem 2 fase dimana satu cairan terdispersi dalam bentuk droplet-droplet kecil dalam<br />
cairan lainnya lainnya. Cairan yang terdispersi disebut fase internal/ diskontinu, sedang medium<br />
pendispersinya disebut fase eksternal/ kontinu.<br />
B. Keuntungan Sediaan<br />
Keuntungan bentuk emulsi (Ansel, Hal 377 & Art of Compounding, Hal 314)<br />
a. Pemakaian oral (biasanya tipe M/A). Tipe M/A bertujuan untuk:<br />
• Menutupi rasa minyak yang tidak enak.<br />
• Lebih mudah dicerna dan diabsorpsi karena ukuran minyak diperkecil.<br />
• Meningkatkan efikasi minyak mineral sebagai katalisator bila diberikan dalam emulsi (minyak<br />
mineral sebagai katartik).<br />
• Keter<strong>sediaan</strong> hayati lebih baik karena sudah dalam bentuk terlarut. (mudah diabsorpsi ukuran<br />
partikel minyak kecil).<br />
b. Memperbaiki penampilan <strong>sediaan</strong> karena merupakan campuran yang homogen secara visual.<br />
c. Meningkatkan stabilitas obat yang lebih mudah terhidrolisa dalam air.<br />
d. Pembuatan <strong>sediaan</strong> yang depoterapi (RPS)<br />
• Penetrasi dan absorpsi dapat dikontrol<br />
• Kerja emulsi lebih lama
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
e. Tujuan khusus : Radiopaque emmuls (X Ray)<br />
Pemakaian pada kulit sebagai obat luar. Tipe emulsi yang digunakan adalah M/A atau A/M<br />
tergantung pada berbagai faktor:<br />
• Sifat terapeutik zat yang akan dimasukan dalam emulsi.<br />
• Keinginan untuk mendapatkan efek pelembut (emolient).<br />
• Keadaan permukaan kulit.<br />
Catatan:<br />
• Zat obat yang mengiritasi kulit umumnya akan kurang mengiritasi kulit jika pada fasa luar yang<br />
langsung kontak dengan kulit.<br />
• Pada kulit yang tidak luka, emulsi A/M biasanya dapat dipakai lebih rata karena kulit akan<br />
dilapisi oleh suatu lapisan sebum.<br />
• Jika akan membuat preparat yang mudah tercuci air dipilih M/A.<br />
• Absorpsi melalui kulit (perkutan) bila ditambah dengan mengurangi ukuran partikel dari fasa<br />
dalam.<br />
C. Tipe Emulsi<br />
Berdasarkan fasa terdispersinya emulsi terbagi (Art of Compounding, hal 31 5):<br />
a. Emulsi minyak dlm air (M/A atau O/W): fasa minyak terdispersi dlm fasa air.<br />
b. Emulsi air dlm minyak (A/M atau W/O): fasa air terdispersi dlm fasa minyak.<br />
Multiple emultion adalah: jika sebagai emulgator digunakan surfaktan dapat terjadi emulsi dengan sistem<br />
kompleks, dimana sistem tersebut mirip jenis emulsi A/M atau M/A/M.<br />
Dual emulsian adalah: emulsi yang strukturnya tidak dapat dikenali karena fasa air dan fasa minyak<br />
sangat homogen.<br />
Mikroemulsion (emulsi miselar/micelles) adalah: umumnya dengan ukuran globul kurang dari 0,15<br />
mikron dan berpenampilan transparan (umumnya berpenampilan seperti susu).<br />
• Ukuran Globul Emulsi<br />
TPC, hal 82 : 0,1 mikrometer - 100 mikrometer<br />
Martin 487 : 0,1 – 10 mikrometer;<br />
meskipun demikian ukuran < 0,01 dan > 100 mikrometer juga ada untuk<br />
<strong>sediaan</strong> tertentu.<br />
Microemulsion<br />
TPC, hal 82 : 0,1 mikrometer<br />
Martin, hal 495 : 10-200 nm<br />
• Penentuan Tipe Emulsi (TPC, 89)<br />
Ada 7 cara penentuan tipe emulsi :<br />
1. Uji Kobal Klorida (CoCl)<br />
Basahi kertas saring dengan larutan kobal klorida dan biarkan kering. Untuk emulsi minyak<br />
dalam air akan terjadi perubahan dari biru ke merah muda. Uji ini tidak dapat dipakai pada<br />
emulsi yang tidak stabil atau adanya elektrolit. (+ Lachman dysp, hal 201)<br />
2. Uji Konduktivitas<br />
Emulsi diuji terhadap penghantaran listrik. Emulsi M/A dapat menghantarkan arus listrik,<br />
sedangkan emulsi A/M tidak dapat menghantarkan arus listrik. Uji ini dapat memberikan hasil<br />
palsu pada emulsi M/A non ionik.<br />
3. Uji Pengenceran<br />
Hanya dapat digunakan untuk menguji emulsi cair saja. (Lachman dysp hal 201). Emulsi M/A<br />
dapat diencerkan dengan pelarut aqueous (dapat terlarut dalam pelarut aqueous), sedangkan<br />
emulsi A/M tidak dapat diencerkan dengan pelarut aqueous. Pengujian ini harus dilakukan<br />
dengan hati-hati karena inversi fasa dapat terjadi.<br />
4. Uji Arah Creaming<br />
Uji ini dapat dilakukan apabila densiti dari fasa air dan fasa minyak telah diketahui. Emulsi<br />
A/M akan terjadi creaming pada arah ke bawah (karena biasanya minyak mempunyai densitas<br />
yang lebih rendah dari air). Emulsi M/A akan terjadi creaming pada arah ke atas.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
5. Uji Pewarnaan<br />
Emulsi M/A : jika dicampur dengan pewarna larut air (mis. Amaranth) lalu dilihat di bawah<br />
mikroskop, maka akan fasa kontinunya (fasa pendispersinya) akan terlihat berwarna. Emulsi<br />
A/M : jika dicampur dengan pewarna larut minyak (mis. Sudan III) lalu dilihat di bawah<br />
mikroskop, maka fasa kontinu/fasa pendispersinya akan terlihat berwarna. Pengujian ini dapat<br />
memberikan hasil palsu jika terdapat emulgator ionik. (+ Lachman dysp, hal 201)<br />
6. Uji Kertas Saring<br />
M/A : akan menyebar dengan cepat ketika setitik emulsi M/A diletakkan dalam kertas saring.<br />
Sebaiknya tidak digunakan untuk cream yang terlalu kental .<br />
7. Uji Fluoresensi<br />
Setitik sample emulsi yang akan diuji dipaparkan pada sinar UV dan dilihat di bawah<br />
mikroskop. Karena kebanyakan minyak berfluoresensi di bawah lampu UV, maka emulsi A/M<br />
menunjukkan fluoresensi pada fase kontinunya dan emulsi M/A berfluoresensi hanya pada<br />
globulnya saja.<br />
D. Stabilitas Sediaan Emulsi<br />
Emulsi dikatakan stabil jika: (TPC, hal 82)<br />
• Tidak ada perubahan yang berarti dalam ukuran partikel atau distribusi partikel dari globul fasa<br />
dalam selama life time produk.<br />
• Distribusi globul yang teremulsi adalah homogen.<br />
• Memiliki aliran tiksotropik (mudah mengalir atau tersebar tetapi memiliki viskositas yang tinggi<br />
untuk meningkatkan stabilitas fisiknya)<br />
Emulsi dikatakan stabil jika tidak terjadi koalesen fasa internal, creaming dan perubahan penampilan,<br />
bau, warna, serta sifat fisik yang lain.<br />
1. Flokulasi dan creaming<br />
Martin, Physical Pharmacy, hal 513:<br />
Flokulasi adalah suatu peristiwa terbentuknya kelompok-kelompok globul yang posisinya tidak<br />
beraturan.<br />
Creaming adalah suatu peristiwa terjadinya lapisan-lapisan dengan konsentrasi yang berbeda-beda di<br />
dalam emulsi.<br />
Laju creaming tergantung pd parameter Hukum Stokes (Martin, 479):<br />
v =<br />
2g (ρ1 – ρ2) r 2<br />
9η<br />
V = laju sedimentasi<br />
R = jari -jari droplet<br />
η = viskositas cairan<br />
1 = bobot jenis droplet<br />
2 = bobot jenis cairan<br />
:<br />
Jika ρ1 < ρ2 maka V menjadi negatif terjadi creaming. Pada keadaan ini fase pendispersinya<br />
lebih berat daripada fase terdispersi, biasanya ini terjadi di emulsi minyak air.<br />
Jika ρ1 > ρ2 terjadi creaming ke bawah pada keadaan ini fase terdispersinya lebih berat daripada fase<br />
pendispersinya, maka globulnya akan kebawah. Biasanya terjadi diemulsi air minyak.<br />
Tambahan :<br />
d2 (ρs – ρo) g<br />
v =<br />
18ηo<br />
d = diameter partikel (m)<br />
g = gravitasi<br />
ηo = viskositas (poise)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
TPC, hal 83:<br />
Emulsi M/A: creaming terjadi ke arah atas (globul terakumulasi di atas). Emulsi A/M: creaming<br />
terjadi ke arah bawah (globul terakumulasi di bawah). Ketidakstabilan ini dapat terdispersi merata<br />
kembali dengan pengocokkan.<br />
Teknik untuk mencegah creaming:<br />
• Reduksi ukuran partikel.<br />
Pada penurunan ukuran partikel hingga di bawah 2-5 mikrometer pada suhu kamar akan terjadi<br />
efek Gerak Brown yang cukup mempengaruhi stabilitas di mana creaming akan terjadi lebih<br />
lambat daripada yang diprediksi sesuai dengan Hukum Stokes. (Martin, hal 491)<br />
• Peningkatan viskositas, dengan cara:<br />
− homogenisasi<br />
− meningkatkan konsentrasi fasa terdispersi<br />
− menambah emulgator<br />
− menambah thickening agent atau viscocity improver<br />
2. Coalesence dan breaking (Martin, Physical Pharmacy, hal 514):<br />
Coalecence merupakan proses bergabungnya droplet yang akan diikuti dengan breaking yaitu<br />
pemisahan fasa terdispersi dari fasa kontinu. Prosesnya irreversibel karena lapisan emulgator yang<br />
mengelilingi cairan sudah tidak ada.<br />
3. Inversi fasa (TPC, hal 83)<br />
Inversi fasa adalah proses perubahan, dimana fasa terdispersi berubah fungsi menjadi medium<br />
pendispersi dan sebaliknya (emulsi tipe M/A menjadi tipe A/M, dan sebaliknya). Penyebab<br />
ketidakstabilan ini adalah:<br />
• Adanya perubahan suhu<br />
• Adanya penambahan bahan yang mengubah kelarutan emulgator<br />
• Pembuatan emulsi menggunakan peralatan yang kotor<br />
• Dibuat dengan prosedur pencampuran yang tidak sesuai<br />
• Perubahan komposisi fase terdispersi dan fase pendispersi. Fase terdispersi > 74% dapat<br />
mengakibatkan inversi.<br />
Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi:<br />
a. Ukuran partikel.<br />
b. Perbedaan bobot jenis kedua fasa.<br />
c. Viskositas fasa kontinu.<br />
d. Muatan partikel (berkaitan dengan <strong>teori</strong> DLVO).<br />
e. Sifat efektivitas dan jumlah emulgator yang digunakan.<br />
f. Kondisi penyimpanan: suhu (dengan berubahnya suhu, emulgator rusak emulsi rusak), ada/tidaknya<br />
agitasi dan vibrasi.<br />
g. Penguapan atau pengenceran selama penyimpanan.<br />
h. Adanya kontaminasi dan pertumbuhan mikroorganisme (bakteri akan menghasilkan produkproduk<br />
yang akan bisa merusak emulsi).<br />
Bukti-bukti ketidakstabilan emulsi:<br />
a. Fasa internal cenderung membentuk agregat.<br />
b. Globul yang besar (agregat) naik ke permukaan atau turun ke dasar dan membentuk lapisan yang<br />
tebal (koalesensi).<br />
Faktor-faktor yang sedapat mungkin dihindari dalam upaya mempertahankan kestabilan emulsi adalah:<br />
a. Cahaya.<br />
b. Suhu yang ekstrim menyebabkan emulsi menjadi kasar dan kadang-kadang breaking.<br />
c. Oksidasi dan hidrolisis menyebabkan minyak menjadi tengik.<br />
d. Pembekuan dan pengenceran emulsi menjadi kasar dan kadang-kadang breaking.<br />
E. HLB (Hidrophyl-Lipophyl-Balance)<br />
HLB adalah karakteristik (ukuran) surfaktan yang menunjukkan keseimbangan bagian hidrofil dan<br />
lipofil. Harga HLB makin besar berarti surfaktan makin bersifat hidrofil. Apabila surfaktan
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
dimasukkan ke dalam sistem minyak-air, maka gugus polar (hidrofil) akan terarah ke fasa air sedangkan<br />
gugus nonpolar (lipofil) terarah ke fasa minyak.<br />
Perhitungan HLB surfaktan:<br />
a. Cara griffin<br />
• Untuk surfaktan yang merupakan ester polialkohol dengan asam lemak:<br />
S<br />
HLB = 20 1<br />
A<br />
Dimana,<br />
S = angka penyabunan ester<br />
A = angka keasaman asam lemak<br />
• Untuk surfaktan yang esternya sukar disabunkan (S sukar ditentukan):<br />
HLB = E + P<br />
Dimana, E = % b/b gugus etilen oksid<br />
P = % b/b gugus polialkohol<br />
• Untuk surfaktan yang bagian hidrofilnya hanya terdiri dari gugus etilen oksida:<br />
E<br />
HLB =<br />
S<br />
Cara Griffin tidak berlaku untuk:<br />
• Surfaktan nonionik yang mempunyai gugus propilen oksida serta unsur N dan S.<br />
• Surfaktan anionik.<br />
b. Cara kasar<br />
Cara: surfaktan dimasukkan ke dalam air dan dikocok. (Lachman hlm. 515 th 1986).<br />
c. Cara Moore dan Bell<br />
Untuk surfaktan tipe nonionik:<br />
Dimana, H/L = HLB<br />
Eo = Σ etilen oksida dalam molekul.<br />
E =<br />
H<br />
L<br />
Penentuan HLB butuh minyak didapat dari percobaan. Caranya:<br />
• Dibuat satu seri emulsi (HLB 4-13) dengan formula sederhana, misal:<br />
R/ Minyak 20%<br />
Emulgator 3%<br />
Air ad 100%<br />
• Emulsi yang sudah jadi dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi yang ditempeli kertas grafik.<br />
Tinggi endapan yang terj adi diukur.<br />
• Setelah diperoleh HLB pada emulsi yang stabil, ulangi percobaan pada range yang lebih kecil,<br />
misal HLB 9 stabil, maka dibuat range: 8 ; 8,25 ; 8,5<br />
Pada pembuatan emulsi emulgator yang digunakan harus memiliki HLB yang sama dengan HLB<br />
butuh minyak. Umumnya dipakai kombinasi 2 emulgator dengan harga HLB rendah dan HLB tinggi.<br />
(HLB butuh minyak ada diantara 2 emulgator yang akan dipakai). Kombinasi 2 emulgator akan<br />
memberikan hasil yang lebih baik karena dapat terbentuk film yang lebih rapat serta diperoleh harga<br />
HLB yang sama dengan HLB butuh minyak.<br />
Perhitungan:<br />
misal R/ Minyak 20% HLB butuh = 7 (misal)<br />
Emulgator 3%<br />
Air ad 100%<br />
Emulgator yang dipakai: Tween 80 HLB = 16<br />
Span 80 HLB = 4,3
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2008/2009<br />
LIKUIDA<br />
Misal, Tween 80 = X, maka Span 80 = (3 – X)<br />
Jadi: 16 x x + 4,3 (3 – x) = 7 x 3<br />
x = 0,692<br />
Maka : Tween 80 = 0,692 Span 80 = 2,308<br />
Perhitungan Emulgator (Cara Aligasi) :<br />
Diket : misal R/ Minyak 20% HLB butuh = 7 (misal)<br />
Emulgator 3%<br />
Air ad 100%<br />
Emulgator yang dipakai: Tween 80 HLB = 16 2,7<br />
7<br />
Span 80 HLB = 4,3 9<br />
11,7<br />
Maka emulgator yang ditimbang : Twen 80 : 2,7 x 3 gram = 0,692 gram<br />
11,7<br />
Span 80 :<br />
9 x 3 gram = 2,308 gram<br />
11,7<br />
Emulsi steril (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril, hal 169)<br />
Pemakaian bentuk ini jarang, karena sangat sukar membuat <strong>sediaan</strong> emulsi parenteral stabil dengan<br />
diameter < 1µm, agar tak terjadi emboli pada aliran darah.<br />
Formula emulsi oral/internal:<br />
Formula emulsi topikal/eksternal:<br />
a. Zat aktif a. Zat aktif<br />
b. Pembawa (air dan minyak) b. Pembawa (air dan minyak)<br />
c. Emulgator c. Emulgator<br />
d. Pengawet d. Pengawet<br />
e. Bahan pembantu: Antioksidan e. Bahan pembantu: Antioksidan<br />
Pemanis<br />
Emolient<br />
Flavor<br />
Pewangi<br />
Pewarna<br />
Pewarna<br />
Formula emulsi parenteral:<br />
a. Zat aktif<br />
b. Pembawa (air dan minyak)<br />
c. Emulgator<br />
d. Pengawet<br />
e. Antioksidan
Umumnya <strong>sediaan</strong> parenteral berbentuk emulsi ditujukan untuk:<br />
a. Sediaan emulsi untuk mencegah alergi, berupa emulsi A/M diberikan secara subkutan.<br />
b. Sediaan emulsi lepas lambat, diberikan secara intramuskular, berupa emulsi M/A.<br />
c. Sediaan emulsi untuk menambah makanan, berupa emulsi M/A, diberikan secara intravena.<br />
Keterbatasan <strong>sediaan</strong> parenteral bentuk emulsi yaitu:<br />
a. Pemilihan stabilisator dan zat pengemulsi sangat terbatas.<br />
b. Lebih besar kemungkinan terjadi reaksi pirogen dan hemolisa.<br />
II. FORMULA<br />
Sebelum menyusun formula harus diketahui dahulu:<br />
a. Sifat-sifat fisika dan kimia zat berkhasiat.<br />
b. Penggunaan emulsi (obat luar atau obat dalam).<br />
c. Tipe emulsi (M/A atau A/M).<br />
d. Konsistensi emulsi.<br />
Formula umum <strong>sediaan</strong> emulsi:<br />
a. Zat aktif<br />
Harus memperhatikan:<br />
• Sifat fisika (kelarutan, titik leleh, sifat aktif permukaan,pH).<br />
• Sifat kimia (antaraksi kimia).<br />
• Stabilita (cahaya, panas, oksidasi-reduksi, hidrolisa).<br />
b. Pembawa (minyak dan air)<br />
Pemilihan fase minyak tergantung pada pertimbangan:<br />
• Jenis minyak: minyal alam/sintetik<br />
• Konsistensi minyak: encer/padat<br />
• Rasa<br />
c. Emulgator<br />
d. Zat pengawet<br />
e. Bahan pembantu sesuai kebutuhan: antioksidan, pemanis, pewangi, pewarna, dapar, anticaplocking,<br />
anti busa, dll.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />
LIKUIDA<br />
A. Bahan Pembantu<br />
Hal yang perlu diperhatikan dalam penambahan bahan pembantu:<br />
• Elektrolit: penambahan elektrolit akan menurunkan potensial zeta sehingga emulsi tidak stabil.<br />
• Zat bersifat asam: penambahan zat bersifat asam harus diperhatikan karena dapat menyebabkan<br />
emulsi menjadi pecah.<br />
• Penambahan zat yang menyebabkan perubahan emulgator dapat menyebabkan terjadinya inversi<br />
fasa. Contoh: emulsi M/A yang distabilkan dengan emulgator natrium stearat akan berubah menjadi<br />
emulsi A/M bila ditambah CaCl2.<br />
• Emulgator: konsentrasi emulgator yang tidak sesuai akan mempengaruhi kestabilan emulsi. Pilih<br />
emulgator yang sesuai dengan tujuan pemakaian emulsi dan toksisitasnya.<br />
• Pengawet: pada pembuatan emulsi perlu ditambahkan pengawet untuk mencegah pertumbuhan<br />
mikroba yang hidup dalam fase air dan yang dapat menyebabkan kerusakan atau penguraian<br />
emulgator alam atau minyak alam sehingga emulsi pecah. Beberapa bahan pembantu yang akan<br />
diuraikan lebih lanjut adalah:<br />
1. Emulgator<br />
2. Pengawet<br />
3. Anti oksidan<br />
4. Flavor atau pemanis<br />
1. Emulgator<br />
Untuk mencegah penggabungan kembali globul-globul diperlukan suatu zat yang dapat membentuk<br />
lapisan film diantara globul-globul tersebut sehingga proses penggabungan menjadi terhalang, zat<br />
tersebut adalah zat pengemulsi (emulgator).<br />
Emulgator yang dipilih harus memenuhi persyaratan:<br />
a. Dapat tercampurkan dengan bahan formulatif lain.<br />
b. Tidak mengganggu stabilitas atau efikasi dari zat terapetik.<br />
c. Harus stabil.<br />
d. Harus tidak toksik pada penggunaan yang dimaksud jumlahnya.<br />
e. Harus berbau, berasa, dan berwarna lemah.<br />
Dasar pemilihan dalam menggunakan zat pengemulsi :<br />
(Lachman, The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, 1970, hlm. 469)<br />
a. Toksisitas yang mungkin timbul bila dipaparkan.<br />
b. OTT kimia.<br />
c. Harga<br />
d. Tipe emulsi yang diinginkan<br />
e. Stabilitas (shelf life yang diinginkan)<br />
f. Tujuan penggunaan / rute pemberian.<br />
Emulgator dapat dibedakan berdasarkan Mekanisme kerja dan sumbernya.<br />
a. Berdasarkan mekanisme kerjanya:<br />
i. Golongan surfaktan<br />
Memiliki mekanisme kerja menurunkan tegangan permukaan/antar permukaan minyak-air serta<br />
membentuk lapisan film monomolekuler ada permukaan globul fase terdispersi. Film yang<br />
terbentuk idealnyabersifat fleksibel (lentur), sehingga tahan benturan dan mudah kembali ke<br />
keadaan semula bila terjadi benturan. Surfaktan juga membentuk lapisan film yang bermuatan<br />
yang dapat menimbulkan gaya tolak-menolak antara sesama globul.<br />
Jenis-jenis surfaktan (TPC, 84-86):<br />
‣ Berdasarkan Jenis surfaktan<br />
Secara kimiawi surfaktan terdiri dari gugus hidrofilik dan lipofilik dengan bagian lipofilik<br />
dari molekul menyebabkan aktivitas permukaan dari molekul tersebut. (Ansel text book, hal<br />
243)<br />
- Surfaktan Anionik<br />
Gugus lipofilik : negatif<br />
Contoh<br />
: Na-lauril sulfat, Na-oleat, Na-stearat.<br />
- Surfaktan Kationik<br />
Gugus lipofilik : positif
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />
LIKUIDA<br />
Contoh<br />
- Surfaktan Non Ionik<br />
Gugus lipofilik<br />
Contoh<br />
- Surfaktan Amfoterik<br />
Contoh<br />
: Zehiran klorida, Setil trimetil amonium bromida.<br />
: non ionik (tidak bermuatan)<br />
: Tween-80, Span-80<br />
: Amonium Kwaterner<br />
‣ Berdasarkan HLB (Hidrophyl-Lipophyl-Balance)<br />
Klasifikasi fungsi surfaktan menurut HLB-nya (Martin, Alfred, Farmasi Fisik, ed.3, vol2,<br />
Jakarta, UI-Press,1993, 941)<br />
HLB<br />
Penggunaan<br />
1-3 Anti busa<br />
3-8 Emulgator emulsi air dalam minyak<br />
7-9 Zat pembasah (wetting agent)<br />
8-16 Emulgator emulsi minyak dalam air<br />
13-16 Detergen<br />
16-19 “Solubilizing agent” (meningkatkan kelarutan zat)<br />
Klasifikasi fungsi surfaktan menurut HLB-nya (The Pharmaceutical Codex, 12 th ed,<br />
London, The Pharmaceutical Press, 1994, hal 86)<br />
HLB<br />
Penggunaan<br />
1-3 Anti busa<br />
4-6 Emulgator emulsi air dalam minyak<br />
7-9 Zat pembasah (wetting agent)<br />
8-18 Emulgator emulsi minyak dalam air<br />
13-15 Detergen<br />
10-18 “Solubilizing agent” (meningkatkan kelarutan zat)<br />
Nilai HLB butuh beberapa minyak (Lachman hlm 516 tahun 1986)<br />
Minyak O/W Emulsion (Fluid) W/O Emulsion (Fluid)<br />
Cetyl alcohol 15 -<br />
Stearyl alcohol 14 -<br />
Stearic acid 15 -<br />
Lanolin anhydrous 10 8<br />
Mineral oil, light and heavy 12 -<br />
Cotton seed oil 10 5<br />
Pecidatum 12 5<br />
Beeswax 12 4<br />
Parafin wax 11 4<br />
Nb: Castrol oil (Codex,87) 14 -<br />
Nilai HLB butuh beberapa minyak (Martin, 1993, Physical Pharmacy, hal.372):<br />
Minyak o/w emulsion w/o emulsion<br />
Cottonseed oil<br />
Petrolatum<br />
Beeswax<br />
Paraffin wax<br />
Mineral oil<br />
Methyl silicone<br />
Lanolin, anhydrous<br />
Carnauba wax<br />
Lauryl alcohol<br />
Castor oil<br />
6-7<br />
8<br />
9-11<br />
10<br />
10-12<br />
11<br />
12-14<br />
12-14<br />
14<br />
14<br />
-<br />
-<br />
5<br />
4<br />
5-6<br />
-<br />
8<br />
-<br />
-<br />
-
Kerosene<br />
Cetyl alcohol<br />
Stearyl alcohol<br />
Carbon tetrachloride<br />
Lauric acid<br />
Oleic acid<br />
Stearic acid<br />
12-14<br />
13-16<br />
15-16<br />
16<br />
16<br />
17<br />
17<br />
-<br />
-<br />
-<br />
-<br />
-<br />
-<br />
-<br />
Martin, 1993, hal. 490:<br />
In general, o/w emulsion are formed when the HLB of emulsifier is within the range about 9<br />
to 12, and w/o emulsions are formed when the range is about 3 to 6.<br />
RPS, 21 st ed., hal. 760-761:<br />
HLB value<br />
1-3<br />
7-10<br />
13-20<br />
13-15<br />
8-16<br />
3-8<br />
Function<br />
Antifoaming agent<br />
Wetting agent<br />
Solubilizers<br />
Detergent<br />
o/w emulsion<br />
w/o emulsion<br />
Nilai HLB beberapa emulgator: (Modul Praktikum Farmasi Fisika, hlm. 53-54)<br />
Emulgator<br />
HLB<br />
Parsial ester asam lemak dari sorbitan:<br />
Sorbitan mono laurat (Span 20) 8,6<br />
Sorbitan mono palmitat (Span 40) 6,7<br />
Sorbitan mono stearat (Span 60) 4,7<br />
Sorbitan tri stearat (Span 65) 2,1<br />
Sorbitan mono oleat (Span 80) 4,3<br />
Sorbitan tri oleat (Span 85) 1,8<br />
Parsial ester asam lemak dari polioksi etilensorbitan:<br />
Polioksietilen sorbitan (20) mono laurat (Tween 20) 16,7<br />
Polioksietilen sorbitan (4) mono laurat (Tween 21) 13,3<br />
Polioksietilen sorbitan (20) mono palmitat (Tween 40) 15,6<br />
Polioksietilen sorbitan (20) mono stearat (Tween 60) 14,9<br />
Polioksietilen sorbitan (4) mono oleat (Tween 61) 9,6<br />
Polioksietilen sorbitan tri stearat (Tween 65) 10,5
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />
LIKUIDA<br />
Polioksietilen sorbitan (20) mono oleat (Tween 80) 15,0<br />
Polioksietilen sorbitan (5) mono oleat (Tween 81) 10,0<br />
Polioksietilen sorbitan (20) tri oleat (Tween 85) 11,0<br />
Natrium lauril sulfat 40,0<br />
Natrium oleat 18,0<br />
Asam oleat 1,0<br />
Setostearil alkohol 1,2<br />
Eter alkohol lemak dari polioksietilen:<br />
Polioksietilen eter laurat (Brij 30) 9,7<br />
Polioksietilen eter laurat (Brij 35) 16,9<br />
Polioksietilen eter setil (Brij 52) 5,3<br />
Polioksietilen eter setil (Brij 56) 12,9<br />
Polioksietilen eter setil (Brij 58) 15,7<br />
Polioksietilen eter stearat (Brij 72) 4,9<br />
Polioksietilen eter stearat (Brij 76) 12,4<br />
Polioksietilen eter stearat (Brij 78) 15,3<br />
Polioksietilen eter oleat (Brij 92) 4,9<br />
Polioksietilen eter oleat (Brij 96) 12,4<br />
Polioksietilen eter oleat (Brij 98) 15,3<br />
Sorbitan seskui oleat (Arlacel 83) 3,7<br />
Gliseril mono stearat 3,8<br />
Ester asam lemak dari polioksietilen:<br />
Polioksietilen eter stearat (Myrij 45) 11,1<br />
Polioksietilen eter stearat (Myrij 49) 15,0<br />
Polioksietilen eter stearat (Myrij 51) 16,0<br />
Polioksietilen eter stearat (Myrij 52) 16,9<br />
Polioksietilen eter stearat (Myrij 53) 17,9<br />
Polioksietilen eter stearat (Myrij 59) 18,8<br />
Polioksietilen eter -400-mono-stearat (Cremophor AP padat) 11,6<br />
Polioksietilen eter risinoleat (remophor EL) 13,3<br />
Nb: Trietanol oleat (Martin,942) 12<br />
ii. Golongan koloid hidrofil<br />
Emulgator ini membentuk lapisan film multimolekuler disekeliling globul yang terdispersi.<br />
Lapisan film yang dibentuk bersifat rigid dan kuat. Selain itu golongan ini juga bersifat<br />
mengembang dalam air sehingga dapat meningkatkan viskositas <strong>sediaan</strong> yang sekaligus akan<br />
meningkatkan kestabilan emulsi.<br />
Contoh : acasia, tragakan, CMC, tylosa.<br />
iii. Golongan zat terbagi halus<br />
Emulgator ini membentuk lapisan film mono dan multimolekuler, oleh adanya partikel halus<br />
yang teradsorpsi pada antar permukaan kedua fasa.<br />
Contoh: bentonit, veegum.<br />
Codex, 88: Veegum dapat mengabsorbsi air sehingga dapat membentuk gel. Pada konsentrasi 2-<br />
5%, veegum dapat menjadi emulgator sistem M/A. Bentonit dapat digunakan sebagai stabilisator<br />
emulsi M/A dan A/M.<br />
Lapisan film yang mengelilingi globul fase terdispersi membantu mencegah pengelompokkan<br />
globul dan idealnya lapisan tersebut bersifat fleksibel sehingga dapat dibentuk kembali denagn<br />
cepat jika terganggu atau sedikit pecah.<br />
b. Berdasarkan sumbernya:<br />
i. Bahan alam (Natural Product)<br />
− Polisakarida: acasia (gom arab), tragakan, Na-alginat, Starch/amilum, caragen, pektin dan<br />
agar.<br />
− Senyawa yang mengandung sterol: Beeswax, Wool-fat.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />
LIKUIDA<br />
• Gom Arab<br />
Keuntungan: Penampilan bagus, rasa enak, relatif stabil pada pH 2-11.<br />
Kerugian : Mahal, pada penyimpanan musilago gom arab akan bersifat asam karena adanya<br />
aktifitas enzim yaitu enzim oksidase yang akan menguraikan zat aktif yang sensitif terhadap<br />
oksidase.<br />
Penggunaan:<br />
a. Bentuk serbuk<br />
1 gr serbuk dalam 4 mL minyak biasa<br />
1 gr serbuk dalam 2 mL minyak atsiri<br />
Menghasilkan emulsi yang lebih stabil<br />
b. Bentuk musilago<br />
1 gr musilago dalam 2 mL (umum)<br />
• Tragakan<br />
− Jarang digunakan sendiri karena membentuk emulsi yang keruh karena globul minyak<br />
akan besar.<br />
− Menyebabkan meningkatnya viskositas,sehingga menjadi lebih stabil<br />
− Digunakan perbandingan 1 : 50 dengan minyak (lebih murah dari gom arab).<br />
− Penambahan alkali, natrium borat, alkohol dan larutan garam alkali harus ditambahkan<br />
secara hati-hati, untuk mencegah cracking.<br />
− Biasanya emulgator golongan karbohidrat membentuk emulsi minyak dalam air.<br />
− Emulsi stabil dalam asam, netral dan tidak dalam alkali.<br />
− Penggunaan utama sebagai pengental dengan akasia dengan perbandingan 0,1 gr<br />
tragakan untuk 1 gr akasia.<br />
• Agar<br />
− Terkadang dipakai sebagai emulgator untuk minyak mineral<br />
− Sebagai pengental dan biasa digunakan bersama akasia untuk meningkatkan stabilitas<br />
dan mencegah creaming<br />
− Agar musilago disiapkan dengan melarutkan agar pada air mendidih.<br />
Caranya :<br />
1. emulsi utama yang mengandung minyak mineral, akasia dibentuk dahulu<br />
2. dengan stirring konstan, 2 % agar musilago ditambah untuk membentuk 30-50% dari<br />
volume akhir.<br />
• Male Extract<br />
Terutama untuk emulsi cod-liver oil<br />
Minyak ditambah perlahan-lahan dengan triturasi konstan, untuk membentuk ekstrak<br />
semisolid pada mortar hangat.<br />
Akan menghasilkan emulsi bewarna coklat yang bisa terpisah menjadi lapisan tapi tidak<br />
menjadi crack bila minyak telah diemulsikan secara baik.<br />
ii. Polisakarida Semisintetik<br />
Contoh: Metyl selulosa, Na-Carboxymethylselulosa (CMC).<br />
• Metyl Selulosa<br />
− Terutama digunakan dan efektif untuk penstabil emulsi minyak dalam air.<br />
− pH optimum 3-11.<br />
− Bersifat nonionik.<br />
− Larut baik dalam air dingin.<br />
− Terkoagulasi oleh elektrolit dengan konsentrasi tinggi.<br />
• CMC<br />
− Viskositas sangat tinggi sehinggga digunakan untuk penstabil emulsi.<br />
− Konsentrasi yang digunakan 0,5-1%.<br />
− pH 5-10.<br />
− Stabil pada air dingin.<br />
iii. Emulgator sintetik : Surfaktan, sabun &alkali (kerugian : inkompatibel terhadap asam), alkohol<br />
(cetyl alkohol, glyceril), carbowaxes (PEG), lesitin (fosfolipid)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />
LIKUIDA<br />
2. Pengawet<br />
Pengawet diperlukan dalam <strong>sediaan</strong> emulsi karena:<br />
− Fasa air merupakan media tumbuh yang baik bagi bakteri/mikroorganisme<br />
Pengawet terutama diperlukan pada saat <strong>sediaan</strong> M/A, karena air merupakan fasa yang jumlahnya<br />
lebih besar (fasa eksternal).<br />
Semua emulsi memerlukan bahan antimikroba karena fase air mempermudah pertumbuhan<br />
mikroorganisme….(FI IV hal 7)<br />
− Penggunaan emulgator alam yang mudah terurai oleh mikroorganisme.<br />
− Kontaminasi dari mikroba selama proses, baik dari udara, peralatan, maupun dari personel.<br />
− Menghindari perubahan yang tidak diinginkan dari <strong>sediaan</strong> emulsi (seperti perubahan warna,<br />
terbentuknya gas dan bau, perubahan sifat rheologi, pecah ) yang disebabkan oleh<br />
organisme (stabiltas) <br />
− Bakteri dapat menguraikan emulgator non ionik dan anionik, gliserin, gum tumbuhan sebagai<br />
pengental (Martin, 1161)<br />
Persyaratan pengawet (codex,300)<br />
− Larut dalam kedua fasa (terutama dalam fasa air).<br />
− Tercampurkan dengan komponen lain dalam <strong>sediaan</strong> dan material pengemas (wadah)<br />
− Efektif dalam konsentrasi rendah, stabil pada rentang pH dan suhu yang luas.<br />
− Tidak toksik dan tidak merangsang/tidak mengiritasi.<br />
− Tidak menimbulkan rasa, warna, dan bau yang tidak enak/tidak sesuai.<br />
Tambahan dari Martin, 1161<br />
− Pengawet terbagi lebih banyak dalam fase air<br />
− Pengawet harus dalam keadaan tidak terionisasi agar dapat berpenetrasi ke dalam membran bakteri<br />
− Tidak terikat oleh komponen lain karena pengawet efektif dalam bentuk bebas<br />
Pemilihan pengawet tergantung (codex, 300)<br />
− Rute, dosis, dan frekuensi pemberian<br />
− Sifat fisika dan kimia pengawet, zat aktif, dan bahan pembantu lain, serta material<br />
pengemas(wadah)<br />
Adanya kemungkinan antaraksi antar pengawet dan komponen lain, terutama surfaktan, menyebabkan<br />
harus dilakukan pemilihan konsentrasi yang tepat. Keefektifan pengawet lebih ditentukan dari<br />
konsentrasi pengawet yang tidak terikat/bebas yang terdapat dalam fasa air.<br />
Contoh pengawet:<br />
Menurut FI IV, hal 7, pengawet yang biasa digunakan dalam emulsi adalah: metil-, etil-, propil-, dan<br />
butil paraben, asam benzoat, dan senyawa amonium quartener.<br />
a. Asam organik<br />
• Asam benzoat, digunakan pada pH 5, konsentrasi 0,1% digunakan CHCl3 untuk emulsi parafin<br />
cair.<br />
• Asam sorbat, digunakan pada pH 6,5, dapat mengiritasi kulit dan kurang efektif, konsentrasi<br />
0,1 – 0,2%. (Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida dan Semisolid, revisi 2003: Asam<br />
sorbat digunakan dalam <strong>sediaan</strong> yang mengandung surfaktan non ionik)<br />
b. Ester dari asam p-hidroksi benzoat<br />
Stabil, inert, tidak toksik, tidak berasa, efektif pada pH 7 – 9, terdispersi pada kedua fasa, konsentrasi<br />
0,1 – 0,2%. Contoh metil paraben, etil paraben, propil paraben, butil paraben, dan garam-garam<br />
natriumnya.<br />
Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida dan Semisolid, revisi 2003:<br />
Metil-p-hidroksibenzoat dengan konsentrasi 0,1-0,2% untuk tipe M/A. Untuk bentuk ester yang lebih<br />
tinggi (propil dan butil) digunakan konsentrasi mendekati larutan jenuhnya. Aktivitas pengawet<br />
berkurang dengan adanya surfaktan non ionik atau di dalam <strong>sediaan</strong> krim dengan konsentrasi minyak<br />
tinggi. Dapat diatasi dengan meningkatkan konsentrasi pengawet. Kombinasi pengawet dapat<br />
digunakan untuk meningkatkan kelarutan pengawet, konsentrasi total meningkat, dan efektif<br />
terhadap range mikroorganisme yang lebih besar. Kombinasi metil paraben dan propil paraben yaitu<br />
dengan rasio 2:1 (konsentrasi 0,06% dan 0,03%).
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />
LIKUIDA<br />
c. Senyawa amonium quarterner<br />
Konsentrasi 0,002 – 0,01%. Contoh: benzal konium klorida, setilpiriinium klorida, dll.<br />
d. Senyawa merkuri organik<br />
Konsentrasi 0,004 – 0,01%<br />
e. Pengawet lainnya (Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida dan Semisolid, revisi 2003)<br />
Fenol 0,5% dan klorokresol 0,1%. Keduanya digunakan juga pada pembuatan krim.<br />
Catatan:<br />
Untuk setiap penggunaan 1% emulgator non ionik sangat menguntungkan bila dilakukan penambahan<br />
0,01% nipagin (metil paraben) dan 0,05% nipasol (propil paraben).<br />
3. Antioksidan<br />
Antioksidan diperlukan terutama untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi bahan berkhasiat dan<br />
oksidasi fese minyak yang menimbulkan ketengikan dari fasa minyak (konsentrasi 0,01-0,1%). Syarat<br />
antioksidan:<br />
− Dapat segera terdispersi pada <strong>sediaan</strong>.<br />
− Syarat lain sama dengan pengawet.<br />
Contoh: BHT (butil hidroksi toluat), BHA (butil hidroksi anisol), tokoferol/vit E, dodesil galat, alkil<br />
galate, natrium metabisulfit.<br />
Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida dan Semisolid, revisi 2003:<br />
Untuk ion logam berat yang dapat mengkatalisasi terjadinya reaksi oksidasi, dapat diikat dengan<br />
”sequestering agent” seperti asam sitrat dan asam tartrat.<br />
Berikut konsentrasi yang dapat digunakan untuk beberapa antioksidan (Codex, 291):<br />
Antioksidan<br />
Air<br />
Alko<br />
hol<br />
Kelarutan C<br />
Minyak Lainnya (%)<br />
Keterangan tambahan<br />
Antioksidan sejati<br />
α-tokoferol asetat insol sol sol s.d 0,001 Hingga 10 ppm<br />
sebaiknya<br />
ditambahkan pada<br />
parafin likuid<br />
d- α tokoferol insol Sol Sol sol dlm aseton, 0,05-0,05 ADI=max 2mg/kg<br />
(natural) kloroform. Eter BB. Stabil terhadap<br />
panas dan basa.<br />
BHA insol Sol Sol Sol dlm arakis, 0,005- ADI=max 0,5mg/kg<br />
minyak, 0,02 BB. Memiliki<br />
kloroform, eter<br />
aktivitas antimikroba.<br />
propilen glikol<br />
Cahaya dan logam<br />
dapat merubah warna<br />
dan mengurangi<br />
aktivitas antioksidan.<br />
Digunakan untuk<br />
memperlambat dan<br />
mencegah oksidasi<br />
lemak dan minyak<br />
serta mencegah<br />
menurunnya aktivitas<br />
vitamin larut minyak.<br />
BHT insol Sol Sol Sol dlm 0,005- ADI=max 125µg/kg<br />
kloroform, 0,02 BB.Memiliki aktivitas<br />
eter, parafin<br />
likuid<br />
antimikroba.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />
LIKUIDA<br />
Propil galat sl sol Sol Sl sol Sol dlm eter, 0,001- ADI=max 2,5 mg/kg<br />
propilen glikol 0,15 BB.Mencegah<br />
ketengikan minyal<br />
atau lemak.<br />
Agen pereduksi<br />
Asam askorbat Sol Sol Insol Sol dlm 0,01-0,5 Tidak stabil dalam<br />
gliserol,<br />
larutan, stabilitas<br />
propilan glikol<br />
maksimum dari<br />
larutan pada pH<br />
5,4.Oksidasi<br />
dipercepat dengan<br />
cahaya, panas dan<br />
dikatalisasi dengan<br />
besi dan tembaga.<br />
Aseton sodium<br />
bisulfit<br />
0,2-0,4<br />
Potasium<br />
metabisulfit<br />
Sol<br />
Insol<br />
Sodium metabisulfit Sol Sl sol Insol Sol dlm 0,01-1,0 ADI=max 700 µg /kg<br />
gliserol<br />
BB.Inkompatibel<br />
dengan komponen<br />
simpatomimetik dan<br />
kloramfenikol.<br />
Stabilitas berkurang<br />
dengan adanya<br />
glukosa. Memiliki<br />
aktivitas animikroba.<br />
Terdekomposisi di<br />
udara.<br />
Sodium thiosulphate Sol Insol<br />
0,1-1,0 ADI=max 700 µg /kg<br />
BB.Tidak stabil dalam<br />
larutan.<br />
Thioglycerol<br />
Sol<br />
Sl sol<br />
Sinergis<br />
antioksidan<br />
Asam sitrat Sol Sol 0,005- Inkompatibel dengan<br />
0,01 potasium tartrat, basa,<br />
asetat, dan sulfit.<br />
EDTA dan garam<br />
Sl sol<br />
0,002-0,1 Inkompatibel dengan<br />
ion logam polivalen,<br />
tembaga, besi, dan<br />
mangan.<br />
Hydroquinolin sulfat<br />
Sol<br />
Sl sol<br />
Asam fosfat Sl sol Sl sol 0,005-<br />
0,01<br />
Natrium sitrat Sol Insol<br />
Asam tartrat sol sol 0,01-0,02
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />
LIKUIDA<br />
4. Flavor/Pemanis<br />
Pemanis perlu ditambahkan untuk menutup bau yang tidak enak, oleh karena itu dipilih bau yang tahan<br />
lama tetapi tidak terlalu merubah fasa <strong>sediaan</strong>. Flavour ditambahklan pada fasa luar setelah <strong>sediaan</strong> jadi.<br />
Contoh: sorbitol (pemanis fasa air), vanilin (fasa air).<br />
B. Permasalahan Yang Dihadapi Dalam Penyusunan Formula<br />
1. Pemilihan emulgator<br />
2. Mendapatkan konsistensi yang tepat<br />
Konsistensi suatu <strong>sediaan</strong> emulsi kadang-kadang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.<br />
Untuk meningkatkan konsistensi emulsi cair, yaitu:<br />
− Meningkatkan kekentalan fasa luar.<br />
− Meningkatkan persentase volume fasa terdispersi.<br />
− Memperkecil ukuran partikel, meningkatkan homogenitasnya.<br />
− Menambah jumlah emulgator.<br />
− Menambah pengental atau emulagator hidrofob.<br />
3. Persiapan mengatasi kemungkinan terjadinya oksidasi atau reaksi mikrobiologi (pemilihan<br />
antioksidan dan pengawet yang cocok)<br />
4. Cara pembuatan, termasuk alat yang digunakan.<br />
5. Pemilihan wadah<br />
III. PEMBUATAN SEDIAAN EMULSI<br />
Sebelum membuat <strong>sediaan</strong> emulsi harus diperhatikan hal-hal berikut ini:<br />
1. Sediaan yang akan dibuat adalah emulsi oral ....... dengan kekuatan <strong>sediaan</strong>……..<br />
2. Sediaan emulsi akan dikemas dalam botol kaca dengan volume masing-masing botol adalah<br />
3. Jumlah <strong>sediaan</strong> yang dibuat sebanyak....botol (untuk dikumpulkan + untuk evaluasi). Jadi jumlah<br />
volume emulsi yang dibuat sebanyak = (....botol X volume @ botol)<br />
4. Semua bahan yang diperlukan ditimbang sebanyak yang dibutuhkan.<br />
5. Didihkan air yang akan digunakan sebagai pembawa, dinginkan sebelum digunakan.<br />
6. Lanjutkan sesuai metode pembuatan emulsi yang dipilih.<br />
A. Prosedur pembuatan <strong>sediaan</strong> diantaranya dijelaskan pada dua pustaka:<br />
1. The art of Compounding, 1957, 9 th ed., Hlm 327-329 & Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi,<br />
Howart C. Ansel, ed. 4, 1989<br />
2. RPS, 18 th ed., Hlm. 1535-1536<br />
1. Menurut The art of Compounding, 1957, 9 th ed., Hlm 327-329 & Pengantar Bentuk Sediaan<br />
Farmasi, Howart C. Ansel, ed. 4, 1989<br />
Ada 3 cara, yaitu:<br />
a. Metode Kontinental (Gom kering) prosesnya cepat<br />
• Membuat emulsi primer/awal/utama terlebih dahulu dengan perbandingan minyak : air :<br />
emulgator = 4 : 2 : 1. Cara membuatnya sbb : Masukkan emulgator/gom dalam mortir,<br />
tambahkan minyak. Aduk hingga tercampur baik. Tambahkan sekaligus air, aduk cepat<br />
hingga terbentuk emulsi utama yang encer, stabil dan mengeluarkan bunyi khas pada<br />
pergerakan alu.<br />
• Tambahkan bahan formulatif lain (zat pengawet, penstabil, perasa, dll dilarutkan dahulu<br />
dalam sedikit fase luar baru dicampur dengan emulsi utama).<br />
• Zat yang mengganggu stabilitas emulsi ditambahkan terakhir (misalnya elektrolit, garam<br />
logam, alkohol).<br />
• Bila semua bahan sudah ditambahkan, emulsi dipindahkan ke gelas ukur dan sisa fase luar<br />
ditambah hingga volume yang diinginkan.<br />
b. Metode Inggris (Gom basah) prosesnya lama<br />
Cocok untuk membuat emulsi dari minyak-minyak yang sangat kental.<br />
• Emulgator (misal CMC, Tilosa, Veegum, Bentonit) sebanyak.... dikembangkan terlebih<br />
dahulu sesuai dengan sifat masing-masing emulgator.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />
LIKUIDA<br />
• membuat emulsi primer/awal/utama terlebih dahulu dengan perbandingan minyak : air :<br />
emulgator = 4 : 2 : 1. Cara membuatnya sbb: 1 bagian emulgator/gom dicampur dengan 2<br />
bagian air hingga terbentuk mucilage. Tambahkan minyak sedikit demi sedikit, aduk cepat<br />
dan kekentalan dijaga dengan menambahkan air. Setelah terbentuk emulsi primer, teruskan<br />
pengocokan selama 1-3 menit.<br />
• Bahan formulatif lainnya (zat pengawet, perasa, dll) ditambahkan dengan cara dilarutkan<br />
terlebih dahulu ke dalam sedikit fasa luar baru kemudian dicampurkan dengan emulsi<br />
utama.<br />
• Zat yang mengganggu stabilitas emulsi ditambahkan terakhir (misalnya elektrolit, garam<br />
logam, alkohol).<br />
• Sisa air ditambahkan sedikit demi sedikit sambil diaduk cepat sampai mencapai volume<br />
yang diinginkan.<br />
c. Metode Botol<br />
• Cocok untuk membuat emulsi minyak yang mudah menguap (minyak atsiri) dan mempunyai<br />
viskositas rendah (minyak yang tidak kental karena percikan/semburan dapat dicegah.<br />
• Satu bagian emulgator kering dimasukkan dalam botol dan tambahkan 2 bagian minyak<br />
atsiri. Kocok hingga tercampur baik. Kemudian tambahkan 2 bagian air sekaligus, kocok<br />
hingga terbentuk emulsi. Tambahkan fase luar sisa sedikit demi sedikit, kocok setiap<br />
penambahan.<br />
• Catatan :<br />
Pengocokan yang tidak teratur lebih baik daripada pengocokan yang teratur.<br />
Penimbangan bahan (terutama air/minyak) harus akurat dan menggunakan wadah yang<br />
kering, demikian juga mortir yang digunakan harus kering.<br />
2. Menurut RPS, 18 th ed., Hlm. 1535-1536, 21 st ed., hlm. 762<br />
Tujuan dalam membuat emulsi adalah mengurangi ukuran fase internal menjadi droplet-droplet kecil<br />
dan dapat terdispersi dalam fase external. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan<br />
mortir dan stamper atau dengan emulsifier kecepatan tinggi. Penambahan emulgator tidak hanya<br />
untuk tujuan diatas, tetapi juga untuk menstabilkan emulsi.<br />
Emulsi dapat dipersiapkan dengan 4 metoda:<br />
a. Penambahan fase internal kedalam fase eksternal<br />
Jika fase internal air dan fase eksternal minyak (A/M)<br />
• Larutkan bahan larut air dalam air secukupnya<br />
• Larutkan bahan larut minyak dalam minyak<br />
• Masukkan fase minyak kedalam fase air sambil diaduk<br />
• Masukkan sisa air kedalam emulsi yang telah terbentuk<br />
b. Penambahan fase eksternal kedalam fase internal<br />
Misal: emulsi M/A<br />
Penambahan fase air (fase eksternal) kedalam fase minyak (fase internal) akan membentuk<br />
emulsi A/M, karena fase minyak lebih banyak. Setelah sisa fase air ditambahkan akan terjadi<br />
inversi sehingga terbentuk emulsi M/A. Metoda ini terutama digunakan pada penggunaan<br />
emulgator hidrofilik seperti akasia, tragakan, atau metilselulosa yang awalnya dicampur dengan<br />
fase minyak. Jadi mempengaruhi dispersi tanpa pembasahan.<br />
Teknik dry gum ini merupakan metoda yang cepat untuk pembuatan emulsi dalam jumlah kecil.<br />
Perbandingan minyak: air: gom adalah 4:2:1. Emulsi dapat dicairkan dan ditriturasi dengan air<br />
untuk konsentrasi yang tepat.<br />
Contoh: pembuatan emulsi minyak mineral.<br />
c. Pencampuran 2 fase setelah masing-masing fase dipanaskan<br />
Metoda ini digunakan untuk wax atau bahan lain yang membutuhkan peleburan/ pelelehan dalam<br />
penggunaannya. Metoda ini sering digunakan dalam pembuatan salep, krim.<br />
• Emulgator larut minyak, minyak, dan wax dicampur dan dilelehkan bersama<br />
• Bahan larut air dilarutkan dalam air dan dipanaskan sampai dengan temperatur sedikit<br />
diatas temperatur fase minyak
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />
LIKUIDA<br />
• Kemudian campur kedua fase dan stirer hingga dingin<br />
• Untuk penampilan yang lebih baik (tapi tidak selalu), fase air dapat ditambahkan ke<br />
campuran fase minyak<br />
d. Penambahan 2 fase secara bergantian ke emulgator<br />
Misal: emulsi M/A<br />
• Sebagian fase minyak dimasukkan dan dicampur dalam emulgator larut minyak<br />
• Fase air (dalam jumlah yang sama dengan fase minyak) yang mengandung emulgator larut<br />
air ditambahkan kedalam fase minyak. Stirer sampai terbentuk emulsi<br />
• Sisa air dan minyak ditambahkan secara bergantian sampai terbentuk produk akhir<br />
Metoda ini cocok pada penggunaan emulgator sabun.<br />
B. Permasalahan Pada Teknik Pembuatan<br />
1. Pemanasan (suhu)<br />
Pada saat fasa minyak dan fasa air akan dicampur, keduanya harus mempunyai suhu yang sama. Hal<br />
ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya fluktuasi suhu yang dapat mengakibatkan terjadinya<br />
pemisahan fasa pada emulsi.<br />
Pada pembentukan emulsi metode dispersi dengan peningkatan suhu, sukar menentukan suhu yang<br />
paling baik untuk proses emulsifikasi. Suhu tinggi akan menyebabkan tegangan permukaan dan<br />
viskositas turun sehingga proses emulsifikasi menjadi lebih mudah. Tetapi kenaikan suhu akan<br />
meningkatkan energi kinetik globul sehingga kemungkinan untuk bertumbukan. Tabrakan antar<br />
globul ini dapat menyebabkan lapisan monolayer molekular menjadi rusak dan menyebabkan<br />
bersatunya globul-globul dan terjadilah koalesensi menjadi lebih besar. Umumnya suhu<br />
pencampuran yang baik 60-70 o C.<br />
Pengaruh suhu juga dapat mengakibatkan terjadinya inversi fasa, bila suhu ditingkatkan, kelarutan<br />
surfaktan dalam air berkurang akibatnya misel-misel tersebut pecah dan ukuran-ukuran globulglobul<br />
yang teremulsi mulai meningkat. Kelarutan surfaktan dalam air berkurang dikarenakan putusnya<br />
ikatan hidrogen oleh panas dan adanya elektrolit. Kenaikan suhu yang lebih tinggi lagi<br />
mengakibatkan pemisahan antara fasa minyak, surfaktan dan fasa air.<br />
2. Waktu dan kecepatan pengadukan<br />
Pada proses disrupsi dilakukan pemecahan fase internal sehingga lebih mudah terdispersi dalam fase<br />
pendispersi. Proses ini dilakukan dengan cara pengocokan atau dengan pengadukan mekanik Pada<br />
waktu mula-mula diaduk, globul akan terbentuk. Pada pengadukan selanjutnya yang terlalu lama,<br />
kesempatan dua globul bergabung akan lebih besar dan terjadilah koalesensi karena perubahan<br />
diameter yang semakin kecil akan menghasilkan energi bebas permukaan yang tinggi sehingga<br />
sistem menjadi tidak stabil (W = γ x ∆A). Oleh karena itu harus dicari waktu pengadukan yang<br />
optimum.<br />
Tambahan : Setelah proses disrupsi adalah proses stabilisasi, yang dilakukan dengan menurunkan<br />
energi bebas permukaan dan memberikan pelindung pada globul dengan zat pengemulsi atau<br />
emulgator.<br />
Pengadukan yang terlalu lama dan kecepatan pengadukan yang terlalu tinggi akan menyebabkan<br />
terjadinya turbulensi. Turbulensi ini dapat menyebabkan ukuran globul yang terdispersi menjadi<br />
tidak rata, dan hal ini akan mempengaruhi penampilan dari emulsi yang dihasilkan. Pengadukan<br />
yang terlalu lama juga akan meningkatakan energi kinteik akibat panas yang ditimbulkan, sehingga<br />
tubrukan antar globul juga dapat meningkat.<br />
3. Peralatan mekanik yang digunakan<br />
Jenis alat yang digunakan akan mempengaruhi diameter globul yang terbentuk. Jika menggunakan<br />
mortir, akan dihasilkan globul berdiameter besar sehingga creaming lebih cepat terjadi. Jika<br />
menggunakan stirer, diameter globul yang dihasilkan cukup kecil, tetapi akan terbentuk busa yang<br />
cukup banyak karena adanya emulgator. Dengan timbulnya busa, udara yang terperangkap dalam<br />
cairan makin banyak. Udara yang terperangkap tersebut dapat menyebabkan :
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />
LIKUIDA<br />
a. Udara memiliki sifat non-polar sehingga cenderung melakukan kontak dengan minyak, sehingga<br />
dapat menjadi "perantara" bagi globul-globul minyak untuk bersatu kembali dan menyebabkan<br />
emulsi tersebut cepat memisah.<br />
b. Bentuk emulsi yang tidak baik dan tidak homogen akibat adanya adanya gelembunggelembung<br />
udara<br />
c. Terjadinya reaksi oksidasi untuk zat yang mudah teroksidasi (fasa minyak) sehingga perlu<br />
ditambahkan anti oksidan pada fasa minyak.<br />
d. Dapat mengakibatkan tumbuhnya mikroorganisme karena dengan adanya air dan udara yang<br />
terperangkap (oksigen) merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Untuk<br />
mennghindari masalah ini dapat digunakan pengawet pada fasa air.<br />
Pembentukan busa dapat dicegah dengan cara pengadukan yang dilakukan pada sistem tertutup atau<br />
sistem vakum tetapi lebih efektif lagi jika dilakukan penambahan antibusa. Anti busa yang banyak<br />
dipakai adalah golongan silikon dan alkohol berantai panjang. Penggunaan zat-zat anti busa pada<br />
umumnya dapat menyebabkan ketidakcampuran secara kimia sehingga penggunaannya sebaiknya<br />
dihindari.<br />
Keuntungan pengadukan dengan menggunakan ultra turax adalah terbentuknya ukuran globul yang<br />
lebih kecil, untuk formula emulsi dengan kadar minyak yang tinggi, dan juga dapat mengurangi<br />
turbulensi dibandingkan stirer. Kerugian penggunaan ultra turax adalah lebih banyaknya udara yang<br />
terperangkap dibandingkan dengan stirer.<br />
4. Viskositas<br />
Meningkatnya viskositas medium pensdispersi meningkatkan pula viskositas <strong>sediaan</strong> emulsi<br />
secara signifikan, namun ini tidak berlaku untuk emulsi tipe air dalam minyak.<br />
C. Kegagalan Emulsi<br />
Kegagalan emulsi antara lain disebabkan oleh:<br />
a. Pemilihan emulgator yang kurang tepat.<br />
b. Emulgator terurai karena reaksi kimia atau rusak oleh faktor: oksigen, cahaya, elektrolit, suhu<br />
c. Proses pengerjaan tidak tepat.<br />
d. Apabila zat pengemulsi peka terhadap perubahan suhu, adanya perubahan suhu akan<br />
menyebabkan pemisahan fasa, sebaliknya penurunan suhu akan merangsang pembentukan<br />
kristal.<br />
e. Adanya elektrolit dalam jumlah yang tidak tepat.<br />
f. Perbandingan volume antara kedua fasa tidak tepat. Kondisi yang baik untuk fasa terdispersi<br />
antara 40-60%.<br />
g. Ukuran globul yang tidak seragam, sehingga globul – globul kecil mengisi ruang – ruang<br />
diantara globul yang besar dan karena adanya gaya kohesi yang kuat maka globul – globul akan<br />
bergabung menjadi globul yang lebih besar.<br />
h. Penyimpanan tidak sesuai. Kerja oksidasi air terhadap logam-logam meningkat dengan adanya<br />
surfaktan dan ini dapat menyerang logam. Benturan mekanik juga dapat merusak film interaksi<br />
dan akibatnya memecahkan emulsi atau membalikan fasa.<br />
i. Ketengikan minyak.<br />
j. Terjadinya thickening atau menjadi kristal (viskositas meningkat) setelah disimpan Penyebab:<br />
pengembangan emulgator yang tidak maksimal, terlalu banyaknya zat-zat pada fasa eksternal,<br />
malam atau wax, atau zat pengemulsi.<br />
Pembuatan emulsi dengan emulsi cara basah memiliki keuntungan terutama bila yang digunakan<br />
sebagai emulgator adalah bahan yang mengembang seperti kebanyakan koloid hidrofilik karena<br />
pengembangannya akan maksimal (masih dipertanyakan?)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />
LIKUIDA<br />
IV. EVALUASI SEDIAAN EMULSI<br />
Beberapa evaluasi yang perlu dilakukan terhadap <strong>sediaan</strong> emulsi adalah (modul praktikum Teknologi<br />
Sediaan Liquid dan Semisolid, revisi 2003, hal 38) :<br />
A. pemeriksaan organoleptik<br />
B. penentuan efektivitas pengawet<br />
C. penentuan tipe emulsi<br />
D. penentuan ukuran globul<br />
E. penentuan sifat aliran dan viskositas <strong>sediaan</strong><br />
F. penentuan berat jenis<br />
G. penentuan volume terpindahkan<br />
H. penentuan tinggi sendimentasi<br />
I. pengujian stabilita dipercepat<br />
J. pengujian lain yang dipersyaratkan pada monografi bahan aktif<br />
Sebelum membuat <strong>sediaan</strong> emulsi harus diperhatikan hal-hal berikut ini:<br />
7. Sediaan yang akan dibuat adalah emulsi oral ....... dengan kekuatan <strong>sediaan</strong>……..<br />
8. Sediaan emulsi akan dikemas dalam botol kaca dengan volume masing-masing botol adalah<br />
9. Jumlah <strong>sediaan</strong> yang dibuat sebanyak....botol (untuk dikumpulkan + untuk evaluasi). Jadi jumlah<br />
volume emulsi yang dibuat sebanyak = (....botol X volume @ botol)<br />
Di jurnal ditulis :<br />
‘’akan dibuat <strong>sediaan</strong> emulsi …X…., dengan volume a ml per botol. Kekuatan <strong>sediaan</strong> yang dibuat<br />
adalah .........., dengan jumlah Z botol (coklat).”<br />
PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN<br />
1. Perhitungan<br />
Jumlah <strong>sediaan</strong> yang akan dibuat Z botol @ a ml, ditambah untuk keperluan uji mutu <strong>sediaan</strong><br />
akhir sebagai berikut :<br />
Penetapan tipe emulsi<br />
penentuan ukuran globul<br />
1 botol<br />
Penetapan pH<br />
Penentuan bobot jenis<br />
Evaluasi stabilitas fisik emulsi<br />
2 botol<br />
Penetapan viskositas dan rheologi<br />
… botol<br />
Volume terpindahkan (tidak destruktif)<br />
30 botol<br />
Identifikasi<br />
3 botol<br />
Penetapan kadar<br />
3 botol<br />
Uji efektifitas pengawet<br />
5 botol<br />
Karena dari seluruh uji diatas ada uji yang tidak destruktif sehingga dapat digunakan untuk uji<br />
evaluasi yang lain. Jadi jumlah emulsi yang akan dibuat adalah Z + 30 = Y botol<br />
Volume tiap botol dilebihkan 3% untuk menjamin ketepatan volume <strong>sediaan</strong> setelah dituang dari<br />
botol. Persentase penambahan volume mengacu pada FI IV , hal 1044. Volume <strong>sediaan</strong> tiap<br />
botol = a ml + (3 % x a ml) = d ml<br />
Total volume <strong>sediaan</strong> yang akan dibuat : Y botol x d ml = b ml<br />
Untuk mencegah kehilangan selama pembuatan maka total <strong>sediaan</strong> dilebihkan 10 % , sehingga<br />
volume total yang dibuat = b ml + (10% x b) ml = c ml.<br />
2. Penimbangan<br />
Formula yang akan dibuat :<br />
Tiap 5 ml mengandung :<br />
R/ zat aktif m mg<br />
Zat tambahan 1 n %<br />
Dll
Penimbangan : (untuk mudahnya, diurutkan berdasarkan formula <strong>sediaan</strong>)<br />
No. Bahan yang ditimbang Untuk volume 5 ml Untuk volume c ml<br />
1. Zat aktif m mg<br />
m mg<br />
x c ml<br />
5 ml<br />
2. Zat tambahan 1 n % x 5 ml n % x c ml<br />
3. Dll<br />
A. Pemeriksan Organoleptik<br />
Secara organoleptik, <strong>sediaan</strong> emulsi yang disimpan pada temperatur kamar diperiksa warna, bau, dan<br />
rasanya. Selama disimpan pada temperatur kamar tidak boleh terjadi perubahan terhadap bentuk fisik<br />
(warna, rasa, dan bau) <strong>sediaan</strong> emulsi, yang dapat menyebabkan berkurangnya penampilan dan<br />
penerimaan pasien (acceptabilitas).<br />
B. Penentuan Efektivitas Pengawet<br />
Semua emulsi memerlukan bahan anti mikroba karena fase air mempermudah pertumbuhan<br />
mikroorganisme. Kesulitan muncul pada pengawetan sistem emulsi, sebagai akibat dari memisahnya<br />
bahan anti mikroba dari fasa air yang sangat memerlukannya, atau terjadinya kompleksasi dengan bahan<br />
pengemulsi yang akan mengurangi efektivitas. Oleh karena itu, efektivitas sistem pengawetan harus<br />
selalu diuji pada <strong>sediaan</strong> akhir. (FI IV, hal 7)<br />
Efektivitas pengawet pada <strong>sediaan</strong> emulsi dilakukan sesuai dengan ketentuan pada Uji Efektivitas<br />
Pengawet Antimikroba pada FI IV, hal 854-855.<br />
Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba (FI IV, hal 854-855)<br />
Pengawet antimikroba adalah zat yang ditambahkan pada <strong>sediaan</strong> obat untuk melindungi <strong>sediaan</strong><br />
terhadap kontaminasi mikroba.<br />
Pengawet digunakan terutama pada wadah dosis ganda untuk menghambat pertumbuhan mikroba yang<br />
dapat masuk secara tidak sengaja selama atau setelah proses produksi. Zat antimikroba tidak boleh<br />
digunakan semata-mata untuk menurunkan jumlah mikroba viabel sebagai pengganti cara produksi yang<br />
baik. Bagaimanapun juga dapat timbul keadaan yang memerlukan penggunaan pengawet untuk menekan<br />
perkembangbiakan mikroba. Harus diakui bahwa adanya mikroba yang telah mati atau hasil metabolisme<br />
mikroba yang hidup dapat menimbulkan efek negatif pada orang yang peka.<br />
Setiap zat antimikroba dapat bersifat pengawet, meskipun demikian semua zat atimikroba adalah zat<br />
yang beracun. Untuk melindungi konsumen secara maksimum, pada penggunaan harus diusahakan agar<br />
pada kemasan akhir kadar pengawet yang masih efektif lebih rendah dari kadar yabg dapat menimbulkan<br />
keracunan pada manusia.<br />
Pengujian berikut dimaksudkan untuk menunjukkan efektivitas pengawet antimikroba yang ditambahkan<br />
pada <strong>sediaan</strong> dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk-produk<br />
parenteral, telinga, hidung dan mata yang dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan. Pengujian<br />
dan persyaratan hanya berlaku pada produk di dalam wadah asli belum dibuka yang didistribusikan oleh<br />
produsen.<br />
Mikroba uji<br />
Gunakan biakan mikroba berikut: Candida albicaus (ATCC No. 10231), Aspergillus niger (ATCC No.<br />
16404), Escherichia coli (ATCC No. 8739), Pseudomonas aeruginosa (ATCC No. 9027) dan<br />
Staphylococcus aureus (ATCC No. 6538). Selain mikroba yang disebut di atas, dapat digunakan mikroba<br />
lain sebagai tambahan terutama jika dianggap mikroba bersagkutan dapat merupakan kontaminan selama<br />
penggunaan <strong>sediaan</strong> tersebut.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />
LIKUIDA<br />
Media<br />
Untuk biakan awal mikroba uji, pilih media agar yang sesuai untuk pertumbuhan yang subur mikroba uji,<br />
seperti Soybean-Casein Digest Agar Medium yang tertera pada Uji Batas Mikroba .<br />
Pembuatan Inokula<br />
Sebelum pengujian dilakukan, inokulasi permukaan media agar bervolume yang sesuai, dengan biakan<br />
per<strong>sediaan</strong> segar mikroba yang akan digunakan. Inkubasi biakan bakteri pada suhu 30 0 -35 0 selama 18<br />
jam-24 jam, biakan Candida albicans pada suhu 20 0 -25 0 selama 48 jam dan biakan Aspergillus niger<br />
pada suhu 20 0 -25 0 selama 1 minggu.<br />
Gunakan larutan natrium klorida P 0,9% steril untuk memanen biakan bakteri dan Candida albicans,<br />
dengan mencuci permukaan pertumbuhan dan hasil cucian dimasukkan ke dalam wadah yang sesuai dan<br />
tambahkan larutan NaCl P 0,9% steril secukupnya untuk mengurangi angka mikroba hingga lebih<br />
kurang 100 juta per mL. Untuk memanen Aspergiillus niger, lakukan hal yang sama menggunakan<br />
larutan NaCl P 0,9% steril yang mengandung polisorbat 80 P 0,05% dan atur angka spora hingga lebih<br />
kurang 100 juta per mL dengan penambahan larutan NaCl P 0,9% steril.<br />
Sebagai alternatif,mikroba dapat ditumbuhkan di dalam media cair yang sesuai, dan panenan sel<br />
dilakukan dengan cara sentrifugasi, dicuci dan diuspensikan kembali dalam larutan NaCL P 0,9% steril<br />
sedemikian rupa hingga dicapai angka mikroba atau spora yang dikehendaki.<br />
Tetapkan jumlah satuan pembentuk kolini tiap mL dari setiap suspensi dan angka ini digunakan untuk<br />
menetapkan banyaknya inokula yang digunakan pada pengujian. Jika suspensi yang telah dibakukan<br />
tidak segera digunakan, suspensi dipantau secara berkala dengan metode lempeng Angka Mikroba Aerob<br />
Total seperti yang tertera pada Uji Batas Mikroba untuk memetapkan penurunan viabilitas.<br />
Untuk memantau angka lempeng <strong>sediaan</strong> uji yang telah diinokulasi, gunakan media agar yang sama<br />
seperti media untuk biakan awal mikroba yang bersangkutan. Jika tersedia inaktivator pengawet yang<br />
khas, tambahkan sejumlah yang sesuai ke dalam media lempeng agar.<br />
Prosedur<br />
Jika wadah <strong>sediaan</strong> dapat ditembus secara aseptik menggunakan jarum suntik melalui sumbat karet,<br />
lakukan pengujian pada 5 wadah asli <strong>sediaan</strong>. Jika wadah <strong>sediaan</strong> tidak dapat ditembus secara aseptik,<br />
pindahkan 20 mL sampel ke dalam masing-masing 5 tabung bakteriologik bertutup, berukuran sesuai dan<br />
steril. Inokulasi masing-masing wadah atau tabung denagn salah satu suspensi mikroba baku,<br />
menggunakan perbandingan 0,10 mL inokula setara dengan 20 mL <strong>sediaan</strong>, dan campur. Mikroba uji<br />
dengan jumlah yang sesuai harus ditambahkan sedemikian rupa sehingga jumlah mikroba di dalam<br />
<strong>sediaan</strong> uji segera setelah inokulasi adalah antara 100.000 dan 1.000.000 per mL. Tetapkan jumlah<br />
mikroba viabel di dalam tiap suspensi inokula, dan hitung angka awal mikroba tiap mL <strong>sediaan</strong> yang<br />
diuji dengan metode lempeng. Inkubasi wadah atau tabung yang telah diinokulasi pada suhu 20 0 -25 0 .<br />
Amati wadah atau tabung pada hari ke 7, 14, 21, dan ke 28 sesudah inokulasi. Catat tiap perubahan yang<br />
terlihat dan tetapkan jumlah mikroba viabel pada tiap selang waktu tersebut dengan metode lempeng.<br />
Dengan menggunakan bilangan <strong>teori</strong>tis mikroba pada awal pengujian, hitung perubahan kadar dalam<br />
persen tiap mikroba selama pengujian.<br />
Penafsiran Hasil<br />
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:<br />
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke 14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari jumlah awal.<br />
b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang dari jumlah awal.<br />
c. Jumlah mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau kurang dari bilangan<br />
yang disebut pada a dan b.<br />
C. Penentuan Tipe Emulsi<br />
Dilakukan dengan salah satu prosedur pada point I.C. Penentuan Tipe Emulsi.<br />
D. Penetapan pH (FI IV , hal 1039)<br />
Harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH meter) yang sesuai, yang telah<br />
dibakukan, yang mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan elektrode indikator
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />
LIKUIDA<br />
yang peka terhadap aktivitas ion hidrogen, elektrode kaca, dan elektrode pembanding yang sesuai seperti<br />
elektrode kalomel atau elektroda perak klorida.<br />
Alat harus mampu menunjukkan potensial dari pasangan elektroda dan untuk pembakuan pH<br />
menggunakan potensial dari pasangan elektroda dan untuk pembakuan pH menggunakan potensial yang<br />
dapat diatur ke sirkuit dengan menggunakan “pembakuan”, “nol”, “asimetri”, atau “kalibrasi” dan harus<br />
mampu mengontrol perubahan dalam milivolt per perubahan unit pada pembacaan pH melalui kendali<br />
“suhu” dan/atau kemiringan. Pengukuran dilakukan pada suhu 25 0 ± 2 0 , kecuali dinyatakan lain dalam<br />
masing-masing monografi.<br />
Skala pH ditetapkan dengan persamaan sebagai berikut:<br />
(E – Es)<br />
pH = pHs +<br />
k<br />
E dan Es berturut-turut adalah potensial terukur dengan sel galvanik berisi larutan uji, dinyatakan sebagai<br />
pH dan Larutan dapar untuk pembakuan yang tepat, dinyatakan sebagi pHs; harga k adalah perubahan<br />
dalam potensial per perubahan unit dalam pH dan secara <strong>teori</strong>tis sebesar {0,05916+0,000198 (t-25 0 )}<br />
volt pada suhu t.<br />
E. Penentuan Ukuran Globul (Martin hal 430431; Lachman Practice ed III, hal 531)<br />
Metode ini cukup banyak digunakan untuk evaluasi emulsi. Yang ditetapkan adalah ukuran droplet ratarata<br />
berikut distribusinya pada selang waktu waktu tertentu. Diasumsikan terjadi pembesaran ukuran<br />
droplet. Analisis ukuran droplet ini dapat dilakukan dengan mikroskop (mengukur diameter) atau<br />
penghitung elektronik (electronic counter), yang mengukur volume droplet.<br />
Caranya: untuk mempermudah penentuan ukuran droplet, <strong>sediaan</strong>nya diencerkan dulu dengan gliserin.<br />
Dari <strong>sediaan</strong> yang telah diencerkan tadi, diambil 1-2 tetes, disimpan di atas kaca objek, lalu diberi<br />
beberapa tetes larutan Sudan III, diaduk sampai rata. Setelah diberi kaca penutup, dilihat di bawah<br />
mikroskop bermikrometer. Partikel yang diukur paling sedikit berjumlah 300.<br />
Studi menggunakan emulsi yang stabil menunjukkan bahwa pada awalnya akan terjadi perubahan ukuran<br />
droplet yang sangat cepat, yang menunjukkan kekurangsempurnaan pelapisan permukaan droplet oleh<br />
emulgator selama proses emulsifikasi. Selanjutnya perubahan ukuran droplet yang lambat menunjukkan<br />
adanya koalesensi droplet sampai tercapai kondisi yang relatif lebih stabil.<br />
F. Penentuan Sifat Aliran dan Viskositas Sediaan<br />
Pendekatan untuk mengetahui stabilitas <strong>sediaan</strong> yang banyak digunakan adalah penetapan sifat aliran<br />
(rheologi) dan viskositas <strong>sediaan</strong>. Hal ini bermanfaat karena salah satu faktor yang mempengaruhi<br />
stabilitas fisik <strong>sediaan</strong> emulsi adalah viskositas (sesuai hukum Stokes). Emulsi yang baik memiliki aliran<br />
tiksotropik (mudah mengalir atau tersebar, tetapi memiliki viskositas cukup tinggi untuk meningkatkan<br />
stabilitas fisiknya). Emulsi harus mempunyai viskositas yang tinggi pada shear yang dapat diabaikan<br />
yakni selama penyimpanan dan mempunyai viskositas yang rendah pada laju shearing yang tinggi yakni<br />
harus bebas mengalir selama pengocokan, penuangan, dan penyebaran.<br />
Hampir seluruh sistem dispersi (termasuk <strong>sediaan</strong>-<strong>sediaan</strong> farmasi yang berbentuk emulsi, suspensi, dan<br />
<strong>sediaan</strong> semi solid) mempunyai sifat aliran yang tidak mengikuti hukum newton (non-newtonion)<br />
(Modul praktikum Farmasi Fisika 2002, hal 6).<br />
Shelf-life produk emulsi dapat diprediksi dengan cara mengukur viskositasnya pada selang waktu<br />
tertentu (0,04-400 hari). Berkurangnya viskositas merupakan indikator bertambahnya diameter partikel<br />
(terjadi koalesensi). Makin cepat terjadi perubahan viskositas berarti makin pendek shelf-life produk<br />
tersebut.<br />
Untuk mengetahui sifat aliran emulsi dapat dilakukan dengan pengukuran viskositas pada berbagai rate<br />
of shear. Aspek flokulasi diamati pada rate of shear yang rendah, sedangkan kehilangan viskositas dapat<br />
diamati pada rate of shear yang tinggi.<br />
Metode yang dianjurkan untuk dipilih:<br />
a. Viskometer Stormer. (Modul Praktikum Farmasi Fisika, 2002, hal 6)<br />
b. Viskometer Brookefield. (Modul Praktikum Teknologi Sediaan Liquid dan Semi Solid, revisi<br />
2003, hal 38)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />
LIKUIDA<br />
Viskometer Stormer (Modul Praktikum Farmasi Fisika, 2002, hal16)<br />
Cara kerja :<br />
1. Isi mangkuk dengan cairan yang akan diukur viskositasnya.<br />
2. Naikkan alas sedemikian rupa sehingga silinder berada tepat di tengah-tengah<br />
mangkuk.<br />
3. atur skala sehingga menunjukkan angka nol.<br />
4. berikan beban tertentu dan lepaskan kunci sehingga bandul turun dan mengakibatkan<br />
silinder berputar sampai mencapai skala tertentu.<br />
5. catat waktu yang diperlukan oleh bandul untuk mencapai skala tersebut. Hitung RPM.<br />
6. dengan menaikkan dan menurunkan beban maka di dapat pengukuran pada berbagai<br />
RPM.<br />
Perhatian : setiap kali pengukuran harus dimulai dari skala nol.<br />
Untuk menghitung viskositas digunakan persamaan sebagai berikut :<br />
Aliran Newton: η = Kv x<br />
Aliran Plastik: η = Kv x<br />
W<br />
RPM<br />
W - W f<br />
RPM<br />
Kv = konstanta<br />
W = beban yang diberikan<br />
W f = beban pada yield value<br />
RPM = jumlah putaran per menit<br />
Untuk menghitung K biasanya digunakan cairan pembanding yang telah diketahui<br />
viskositasnya. Untuk mengetahui sifat alirannya, digambarkan kurva antara RPM vs beban<br />
yang diberikan.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />
LIKUIDA<br />
Viskometer Brookfield (Modul Praktikum Farmasi Fisika, 2002, hal 17)<br />
Cara kerja :<br />
1. Pasang spindel pada gantungan spindel.<br />
2. Turunkan spindel sedemikian rupa sehingga batas spindel tercelup ke dalam cairan yang<br />
akan diukur viskositasnya.<br />
3. pasang stop kontak.<br />
4. nyalakan motor sambil menekan tombol.<br />
5. biarkan spindel berputar dan lilatlah jarum merah pada skala.<br />
6. bacalah angka yang ditunjukkan oleh jarum tersebut. Untuk menghitung viskositas,<br />
maka angka pembacaan tersebut dikalikan dengan suatu faktor yang dapat dilihat pada<br />
tabel yang terdapat pada brosur alat.<br />
7. dengan mengubah-ubah RPM, maka didapat viskositas pada berbagai RPM. Untuk<br />
mengetahui sifat aliran, dibuat kurva antara RPM dan usaha yang dibutuhkan untuk memutar spindel.<br />
Usaha dapat dihitung dengan mengalikan angka yang terbaca pada skala dengan 7,187 dyne cm (untuk<br />
viskometer Brookfield tipe RV)<br />
G. Penentuan Berat Jenis Dilakukan sesuai dengan prosedur Penetapan Bobot<br />
Jenis , FI IV, hal 1030.<br />
Penetapan Bobot Jenis (FI IV hal 1030)<br />
Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, penetapan bobot jenis digunakan hanya untuk<br />
cairan dan kecuali dinyatakan lain, didasakran pada perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25 0<br />
terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bila pada suhu 25 0 zat berbentuk padat, tetapkan<br />
bobot jenis pada suhu yang telah tertera pada masing-masing monografi dan mengacu pada air pada suhu<br />
25 0 .<br />
Prosedur<br />
Gunakan piknometer bersih, kering dan telah dikalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer dan bobot<br />
air yang baru dididihkan, pada suhu 25 0 . Atur hingga suhu zat uji lebih kurang 20 0 , masukkan ke dalam<br />
piknometer. Atur suhu piknometer yang telah diisi hingga suhu 25 0 , buang kelebihan zat uji dan timbang.<br />
Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah diisi.<br />
Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat dengan bobot air, dalam<br />
piknometer. Kecuali dinyatakan lain alam monografi, keduanya ditetapkan pada suhu 25 0 .<br />
H. Penentuan Volume Terpindahkan Dilakukan sesuai dengan prosedur Volume<br />
Terpindahkan , FI IV, hal 1089.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />
LIKUIDA<br />
Volume terpindahkan penting untuk <strong>sediaan</strong> emulsi oral. Emulsi yang kental volumenya dilebihkan<br />
sebesar 3 % (Farmakope Indonesia edisi III). Penentuan volume terpindahkan bertujuan untuk menjamin<br />
bahwa <strong>sediaan</strong> yang dikemas dalam wadah jika dipindahkan dari wadah asli akan memberikan volume<br />
<strong>sediaan</strong> seperti yang tertera pada etiket.<br />
Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan selanjutnya ikuti prosedur<br />
berikut untuk bentuk <strong>sediaan</strong> tersebut.<br />
Larutan oral, suspensi oral, dan sirup dalam wadah dosis ganda, kocok isi 10 wadah satu persatu.<br />
Serbuk dalam wadah dosis ganda yang mencantumkan penandaan volume untuk lautan oral atau<br />
suspensi oral yang dihasilkan bila serbuk dikonstitusi dengan jumlah pembawa seperti tertera pada etiket,<br />
konstitusi 10 wadah dengan volume pembawa seperti tertera pada etiket diukur secara seksama dan<br />
campur.<br />
Prosedur<br />
Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah dengan kapasitas gelas ukur<br />
tidak lebih dari dua setengah kali volume yang diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk<br />
menghindarkan pembentukan gelembung udara pada waktu penuangan dan diamkan selama tidak lebih<br />
dari 30 menit. Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran: volume rata-rata<br />
larutan, suspensi atau sirup yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100% dan tidak satupun<br />
volume wadah yang kurang dari 95% dari volume yang dinyatakan pada etiket.<br />
Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100% dari yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu<br />
wadahpun volumenya kurang dari 95% dari volume yang tertera pada etiket, atau B tidak lebih dari satu<br />
wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari 90% volume dari volume yang tertera pada<br />
etiket, lakukan pengujian terhadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata larutan, suspensi, atau sirup<br />
yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100% dari volume yang tertera pada etiket dan tidak<br />
lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95% tetapi tidak kurang dari 90% seperti yang tertera<br />
pada etiket.<br />
I. Penentuan Tinggi Sendimentasi<br />
Pengamatan terhadap emulsi akibat pengaruh waktu dan temperatur merupakan hal yang rutin dilakukan<br />
untuk memprediksi shelf life produk emulsi.<br />
Caranya:<br />
Sediaan emulsi yang diuji disimpan dalam tabung sedimentasi selama beberapa waktu pada temperatur<br />
kamar dan temperatur di atas temperatur kamar. Selang waktu tertentu dilakukan pengamatan terhadap<br />
<strong>sediaan</strong> emulsi yang diuji dengan melihat terjadinya pembentukan lapisan seperti susu. Stabilitas fisik<br />
emulsi ditentukan dengan berdasarkan perbandingan harga Hu dan Ho selama penyimpanan.<br />
Hu = tinggi lapisan seperti susu<br />
Ho = tinggi seluruh <strong>sediaan</strong><br />
Ho<br />
Emulsi dikatakan stabil jika harga = 1 atau mendekati 1<br />
Hu<br />
Efek penyimpanan pada temperatur tinggi adalah percepatan laju koalesensi atau creaming, yang<br />
lazimnya juga diikuti dengan berkurangnya viskositas. Kebanyakan emulsi akan menjadi encer jika<br />
disimpan pada temperatur tinggi dan akan menjadi keras jika dikembalikan pada temperatur kamar.<br />
Pengerasan ini akan lebih intensif jika pendinginan tersebut tidak disertai dengan pengadukan.<br />
Umumnya pendinginan akan lebih cepat merusak emulsi dibandingkan dengan pemanasan, karena<br />
lazimnya kelarutan emulsi lebih sensitif terhadap pendinginan.<br />
Beberapa emulsi diketahui sangat stabil pada temperatur 40-45 o C, tetapi tidak dapat mentoleransi<br />
temperatur di atas 50 o C atau di atas 60 o C selama beberapa jam.<br />
Perubahan temperatur dapat menimbulkan efek terhadap: viskositas, partisi emulgator, inversi fasa dan<br />
kristalisasi jenis lipid tertentu. (Catatan kuliah Farfis bu Jessie)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />
LIKUIDA<br />
J. Pengujian Stabilita Dipercepat<br />
Stabilitas <strong>sediaan</strong> emulsi dapat dilihat setelah penyimpanan <strong>sediaan</strong> selama waktu simpannya (shelflife);<br />
namun cara ini membutuhkan waktu yang lama. Sehingga digunakan pengujian stabilita dipercepat untuk<br />
memperoleh data stabilitas jangka panjang. Pengujian stabilita dipercepat dilakukan dengan cara<br />
memberikan tekanan tertentu pada <strong>sediaan</strong>; dengan agitasi, sentrifugasi, atau teknik manipulasi suhu.<br />
(The Pharmaceutical Codex, 12th ed, hal 83)<br />
Agitasi dapat meningkatkan kecepatan dimana globul bertemu sehingga menurunkan skala waktu<br />
stabilitasnya. Sentrifugasi dapat menginduksi creaming atau koalesensi pada sistem yang tidak stabil.<br />
Kondisinya harus dipertimbangkan baik-baik untuk mencegah distorsi globul atau kerusakan lapisan<br />
film. Manipulasi suhu, seperti merubah suhu tinggi ke suhu rendah dan sebaliknya terus menerus, adalah<br />
metode yang paling sering digunakan. Suhu yang ekstrim harus dihindari. Beberapa parameter fisika<br />
termasuk fase pemisahan, viskositas, electrophoretic, ukuran partikel, dan jumlah partikel biasanya<br />
digunakan untuk memantau stabilitas emulsi selama uji ini dilakukan. (The Pharmaceutical Codex, 12th<br />
ed, 83)<br />
Metode yang dianjurkan : dengan sentrifugasi (Modul Praktikum Teknologi Sediaan Liquid dan Semi<br />
Solid, revisi 2003, hal 38). Sentrifugasi pada 3750 RPM dalam tabung sentrifuga setinggi 10 cm selama<br />
5 jam dapat dikatakan ekivalen dengan pengaruh gravitasi selama + 1 tahun. Sedangkan sentrifugasi pada<br />
kecepatan yang sangat tinggi (25.000 RPM) dapat memprediksi penyebab ketidakstabilan emulsi, yang<br />
tidak terlihat pada penyimpanan normal.<br />
.<br />
V. CONTOH SEDIAAN EMULSI DI PUSTAKA<br />
1. Formula Standar Fornas 78<br />
a. Emulsi minyak ikan (Hal: 217)<br />
R/ Oleum lecoris Aselli<br />
Glycerolum<br />
Gummi Arabicum<br />
Oleum Cinnamomi<br />
Aqua destillata hingga<br />
100g<br />
10 g<br />
30 g<br />
gtt VI<br />
21 g<br />
b. Emulsi parafin (Hal: 227)<br />
R/ Tiap 100 ml mengandung :<br />
Paraffinum liquidum<br />
Gummi Aabicum<br />
Sirupus simplex<br />
Vanillinum<br />
Aethanolum 90 %<br />
Aqua destilata hingga<br />
c. Emulsi Parafin Fenolftalein<br />
(Emulsi pencahar) (Hal: 228)<br />
R/ Tiap 100 ml mengandung :<br />
Phenolphthaleinum<br />
Paraffinum liquidum<br />
Gummi Aabicum<br />
Saccharinum Natricum<br />
Acidi Benzoici solutio<br />
Vanillinum<br />
Aqua destilata hingga<br />
50 ml<br />
12,5 mg<br />
10 ml<br />
4 mg 6<br />
ml<br />
1 ml<br />
300 mg<br />
50 ml<br />
12,5 mg<br />
5 mg<br />
2,5 ml<br />
4 mg<br />
100 ml<br />
2. USP XXII th 90, Hal: 155<br />
R/ Benzyl Benzoat 200 ml<br />
TEA<br />
5 g<br />
Oleic acid<br />
20g<br />
Purified water<br />
750 ml<br />
To make about<br />
1000 ml
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />
LIKUIDA<br />
3. Lachman<br />
Emulsi Oral (Hal: 203)<br />
R/ Cottonseed oil winterrized<br />
Sulfadiazin<br />
Sorbitan monostearat<br />
Polyoxyetylene (20) sorbitan<br />
Monostearat<br />
Sweetener<br />
Water potebel<br />
Flavour oil<br />
460,0 g<br />
200,0 g<br />
84,0 g<br />
2,0 g<br />
qs<br />
1000g<br />
qs<br />
4. Art of Compounding, Hal: 233-237<br />
Ada di lampiran<br />
5. BP 2001 Liquid paraffin (2298) Liquid paraffin and<br />
Magnesium hidroksida (22999)<br />
Emulsi Peruvian II (balsam buah dada) (Hal: 234)<br />
R/ Tiap 100 g mengandung :<br />
Balsamun Peruvianum<br />
2 g<br />
Oleum Arachidis<br />
8 g<br />
Gummi Arabicum<br />
6 g<br />
Acidum boricum<br />
2 g<br />
Aq. Rosarum hingga<br />
100g<br />
Lotio Benzil Benzoat<br />
R/ Tiap 100 ml mengandung :<br />
Benzylis benzoas<br />
Triethanolaminum<br />
Acidum oleinicum<br />
Aquades hingga<br />
25 ml<br />
500 mg<br />
2 g<br />
100 ml<br />
Emulsi Parenteral<br />
R/ Cotton seed oil 15,0 g<br />
PEG 200 monopalmitat<br />
1,2 g<br />
Ester asam tartrat<br />
0,3 g<br />
Polyoxyetylene polyoxypropyllen<br />
blok polimer<br />
0,3 g<br />
Isotonis glukosa<br />
83,2 g<br />
TAMBAHAN dari MODUL PRAKTIKUM : Praktikum Teknologi Sediaan Liquida dan<br />
Semisolid<br />
Pada prinsipnya pembuatan <strong>sediaan</strong> emulsi terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:<br />
1. Tahap destruksi : Dalam tahap ini dilakukan pemecahan fasa minyak menjadi globul-globul<br />
kecil,sehingga fase terdispersi tersebut dapat lebih mudah terdispersi dalam fase<br />
pendispersi.<br />
2. Tahap stabilitas : Dalam tahap ini dilakukan stabilisasi globul2 yang terdispersi dalam medium<br />
pendispersi dengan menggunakan emulgator dan bahan pengental.<br />
Pembuatan korpus emulsi cara kering (hal:32)<br />
‣ Didihkan air yang akan digunakan sebagai pembawa,dinginkan sebelum dipakai.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />
LIKUIDA<br />
‣ Dibuat korpus emulsi dengan perbandingan Minyak:Emulgator:Air = 4:2:1<br />
‣ Aduk cepat dengan menggunakan stirer selama 2 menit hingga terbentuk masa ”opaque”<br />
yang menandakan bahwa korpus telah terbentuk.<br />
‣ Tambahkan sisa air sedikit demi sedikit diaduk cepat hingga volume yangdiminta.<br />
Pembuatan korpus emulsi cara basah<br />
‣ Didihkan air yang akan digunakan sebagai pembawa, dinginkan sebelum dipakai.<br />
‣ Emulgator seperti CMC, Tilosa, Veegum, Bentonit sebelum digunakan sebagai emulgator<br />
terlebih dahulu<br />
‣ Emulsi dapat dibuat dengan membuat korpus emulsi terlebih dahulu seperti cara kering<br />
hanya dengan menggunakan emulgator yang telah dikembangkan<br />
‣ Atau langsung dibuat emulsi dengan cara mencampurkan minyak, air dan emulgator yang telah<br />
dikembangkan dan dikocok dengan menggunakan stirer pada kecepatan tinggi selama 2<br />
menit<br />
Cara pembuatan emulsi dengan menggunakan emulgator surfaktan (hal:37)<br />
‣ Dihitung jumlah surfaktan dengan perhitungan aligasi sesuai dengan HLB butuh minyak<br />
yang dipakai<br />
‣ Bahan yang larut minyak dicampurkan dengan fase minyak dalam bahan yang larut air<br />
dicampurkan dengan fase air<br />
‣ Panaskan masing2 fase pada suhu 60°-70°C, kemudian dicampurkan kedua fasa sambil<br />
distirer dengan kecepatan tinggi selama waktu tertentu<br />
‣ Masukkan ke dalam tabung sedimentasi<br />
Prosedur pengembangan pengental (Skripsi bu Heni Rachmawati, 1993) :<br />
1. CMC Na<br />
Ditaburkan pada air mendidih (100°C) digoyangkan perlan-lahan & dibiarkan semalaman,<br />
aduk ad homogen.<br />
2. Metolosa<br />
Ditaburkan pada air bersuhu 70°C (sebanyak dari jumlah total yang digunakan) aduk ad<br />
homogen. Diamkan sampai dingin sampai larutan kelihatan bening. Tambahkan air biasa<br />
sebanyak kekurangannya.<br />
3. Alginat Na<br />
Taburkan pada air biasa dalam mortir, goyang perlan-lahan dan diamkan ad mengembang<br />
kemudian diaduk (triturasi) ad homogen dan diperoleh larutan bening.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />
LIKUIDA<br />
Metode<br />
Kering<br />
Basah<br />
Didihkan air<br />
Dinginkan<br />
M:E:A = 4:2:1<br />
Emulgator<br />
Kembangkan<br />
Lebih dulu<br />
Campur dan<br />
Minyak<br />
gerus<br />
Air<br />
Emulgator<br />
Korpus Emulsi<br />
Campur dan<br />
+ air sedikit- Kocok (alat gerus<br />
Sedikit, Kocok<br />
homodispers)<br />
(alat Homodispers)<br />
Emulsi<br />
Emulsi
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />
LIKUIDA<br />
Emulsi Sistem HLB<br />
Tipe<br />
Inversi fase<br />
M/A A/M M/A A/M<br />
BLA BLM Fase air Fase minyak<br />
Masing2 Dipanaskan<br />
Fase Minyak<br />
Fase air<br />
Fase Minyak Fase air A/M M/A<br />
Fase air Fase minyak + air>>> + minyak>>><br />
Emulsi<br />
Emulsi<br />
A/M/A<br />
M/A/M<br />
BLA = Bahan Larut Air<br />
BLM = Bahan Larut Minyak
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />
LIKUIDA<br />
EMULGATOR UNTUK EMULSI<br />
Codex h.84: Jenis – Jenis Surfaktan Untuk Emulsi<br />
1. Surfaktan anionik<br />
Surfaktan jenis ini sebaiknya tidak digunakan untuk emulsi untuk pemakaian internal karena<br />
rasanya yang tidak enak dan dapat mengiritasi mukosa.<br />
a. Asam lemak, co: asam stearat<br />
Digunakan setelah netralisasi sebagian dengan basa organik/inorganik<br />
b. Logam alkali dan sabun amonium, co: natrium stearat<br />
Bagus untuk emulsi M/A (khususnya dengan sabun alkali), tapi tidak stabil pada pH>10.<br />
Inkompatibel dengan asam dan inorganik polivalen dan kation organik rantai panj ang.<br />
c. Sabun divalen dan logam trivalen, co:kalsium stearat<br />
Surfaktan jenis ini yang mengandung Ca, Mg, Zn, dan Al tidak larut dalam air dan baik<br />
untuk membuat emulsi A/M<br />
d. Sabun amin<br />
Akan menghasilkan emulsi M/A (pH sekitar 8). Tahan terhadap perubahan pH dan<br />
adanya ion Ca.<br />
e. Alkil sulfat, co: sodium lauril sulfat, sodium cetostearyl sulfat, trietanol amin lauril<br />
sulfat<br />
Akan menghasilkan emulsi M/A (pH sekuer 7). Dipakai sebagai pembasah.Biasanya<br />
membutuhkan emulgator sekunder agar mencapai stabilitas yang cukup baik. Sedikit<br />
terpengaruh oleh pH dan cenderung terhidrolisis sehingga memerlukan kontrol pH.<br />
f. Alkil fosfat<br />
Idem alkil sulfat.<br />
g. Alkil sulfonat, co: docusate sodium<br />
Digunakan sebagai pembasah. Akan menghasilkan emulsi M/A jika dikombinasi dengan<br />
emulgator sekunder.<br />
h. Carbomer<br />
Baik untuk emulsi M/A untuk penggunaan internal maupun eksternal tetapi sebaiknya<br />
dikombinasi dengan emulgator sekunder.<br />
2. Surfaktan kationik, co: gol. Amonium kuartener : cetrimide, benzalkonium klorida, domiphen<br />
bromide<br />
− Agar efektif perlu diionisasi terlebih dahulu<br />
− Digunakan dalam pembuatan emulsi M/A (pH 3-7), untuk penggunaan eksternal<br />
− Kompatibel dengan anion inorganik divalen<br />
− Inkompatibel dengan anion inorganik dengan valensi >2 dan dengan anion organik rantai<br />
panj ang.<br />
3. Surfaktan non-ionik<br />
Bisa untuk emulsi A/M ataupun M/A tergantung harga HLB dan emulsi yang dihasilkan<br />
dapat digunakan baik internal maupun eksternal. Keuntungan penggunaan surfaktan<br />
non-ionik : resisten terhadap efek elektrolit, kompatibel dengan surfaktan lain, stabil<br />
pada pH 4-9, emulsi yang terbentuk tidak terlalu iritan jika dibandingkan dengan<br />
surfaktan ionik. Kekurangan surfaktan non ionik : jika jumlah yang digunakan berlebih,<br />
akan mengikat/menginaktivasi pengawet yang memiliki gugus fenol dan asam<br />
karboksilat. Surfaktan non-ionik yang memiliki gugus ester dapat menghidrolisis dengan<br />
cepat pada pH.9. Surfaktan polisorbat dan ester sorbitan cocok untuk emulsi oral.<br />
a. Ester alkohol polihidrik<br />
Meliputi :<br />
− Glikol ester, co: propylene glycol (PG) monostearat,PG alginate, PG diacetate<br />
− Gliserol ester, co: gliseril monostearat
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />
LIKUIDA<br />
Lebih dominan lipofilik dan tidak larut air. Merupakan emulgator yang lemah tetapi<br />
efektif sebagai stabilisator emulsi.<br />
b. Macrogol ester, co: polyoxyl 8 stearat, polyoxyl 40 stearat, polyoxyl 50 stearat<br />
Angka 8,40,50 menunjuk pada banyaknya subunit oxyethylene yang membentuk<br />
polimer. Biasa dikombinasi dengan cetostearyl alkohol sebagai stabilisator sistem emulsi<br />
yang menggunakan makrogol.<br />
c. Sorbitan ester, co: span<br />
Predominan lipofilik. Menghasilkan emulsi A/M. Sering dikombinasi dengan<br />
polysorbate untuk menstabilisasi sistem A/M atau M/A.<br />
d. Polysorbat, co: Polysorbate 20 = polioksietilen 20 sorbitan monolaurat = tween 20<br />
Menghasilkan emulsi M/A dengan stabilitas yang bail dan tidak banyak terpengaruh<br />
perubahan pH.<br />
e. Macrogol eter (polyoxyethylene alkyl ethers), co: cetomacrogol 1000 polyoxyl 20<br />
cetostearyl ether<br />
Menghasilkan emulsi stabil, tahan asam dan basa. Sering dikombinasi dengan alkohol<br />
rantai panjang.<br />
f. Alkohol rantai panjang, co: cetostearyl alkohol, etil alkohol, stearyl alkohol<br />
Merupakan emulgator A/M yang lemah. Fungsi utamanya adalah menstabilisasi sistem<br />
emulsi M/A.<br />
g. Poloxamer (macrogol-polyoxypropylene-macrogol copolymers)<br />
h. Polyvinyl alcohols<br />
Berfungsi menstabilisasi emulsi.<br />
4. Surfaktan amphoterik/ zwitter ion<br />
Tidak untuk emulgator. Berfungsi sebagai bakterisidal dalam detergen ataupun sampo<br />
yang tidak iritan terhadap mata.<br />
Bila < pH asam, bersifat kationik<br />
Bila > pH basa, bersifat anionic<br />
Codex h.87-88 : Emulgator Alam untuk Emulsi<br />
Emulgator alam lebih bekerja sebagai peningkat viskositas daripada sebagai surfaktan.<br />
Keterbatasan : kontaminasi mikroba (harus ditambah cukup pengawet)<br />
1. Polisakarida (Gom)<br />
a. Tragakan, akasia, agar, starch, pektin<br />
Baik untuk emulsi internal. Akasia stabil pada viskositas tidak terlalu tinggi dan<br />
biasanya dikombinasi dengan gom lain seperti tragakan atau agar. Emulsi tragakan<br />
kurang stabil dan memiliki tekstur yang lebih kasar daripada emulsi akasia. Agar<br />
merupakan emulgator lemah tapi dapat menghasilkan mucilago ataupun gel yang kental<br />
jika dikombinasi dengan emulsi akasia 1%. Starch merupakan emulgator lemah tapi<br />
bekerja sebagai stabilisator emulsi dengan membentuk fase dengan kekentalan tinggi.<br />
Pektin memiliki sifat yang sama dengan starch.<br />
b. Karagenan<br />
Lebih efektif sebagai peningkat viskositas daripada sebagai emulgator primer.<br />
Karagenan dengan konsentrasi 1% digunakan sebagai pengental dan stabilisator emulsi<br />
tetapi akan terpresipitasi pada pH
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />
LIKUIDA<br />
Campuran untuk emulgator (dengan melarutkan parafin cair). Menghasilkan emulsi A/M<br />
tetapi bisa digunakan juga sebagai stabilisator emulsi M/A.<br />
c. Kolesterol<br />
Bersama asam empedu dan cairan pankreatik akan mengemulsi substansi lemak<br />
2. Gliserid, co: monogliserid, digliserid<br />
Digunakan sebagai emulgator.<br />
3. Fosfolipid<br />
Bekerja aktif pada permukaan (memiliki sifat surfaktan), memiliki aktivitas antioksidan,<br />
mudah rusak jika pada emulsi tidak terdapat pengawet.<br />
Protein, co: gelatin, kasein<br />
Memiliki keterbatasan sebagai emulgator. Gelatin tipe A digunakan untuk emulsi<br />
dengan pH 3, gelatin tipe B digunakan untuk emulsi pH>8.<br />
5. Saponin<br />
Memiliki keterbatasan: iritan dan hemolitik.<br />
Kombinasi emulgator<br />
Codex h.89<br />
Untuk mendapatkan lapisan film yang lebih kompak dikombinasi antara :<br />
1. Surfaktan ionik dan surfaktan non ionik<br />
Surfaktan non ionik digunakan sebagai emulgator sekunder atau sebagai stabilisator. Surfaktan<br />
non ionik yang biasa digunakan :<br />
− Alkohol rantai panjang<br />
− Material steroid<br />
− Surfaktan non ionik HLB rendah<br />
Jenis surfaktan tersebut merupakan emulgator A/M. Contoh surfaktan yang termasuk jenis ini<br />
yaitu cetostearyl alkohol, beeswax, dan gliseril monostearat.<br />
2. Surfaktan non ionik HLB tinggi dengan surfaktan non ionik HLB rendah<br />
Hasil terbaik dapat dicapai jika keduanya memiliki panjang rantai karbon yang sama.<br />
Contoh kombinasi :<br />
a. Emulsifying wax BP (anionic emulsifying wax)<br />
Cetostearyl alkohol 90 g<br />
Natrium lauryl sulfat<br />
10 g<br />
Purified water<br />
4 mL<br />
b. Cetomacrogol emulsifying wax BP (non ionic emulsifying wax)<br />
Cetostearyl alkohol 800 g<br />
Cetomacrogol 1000 200 g<br />
Martin, Farfis ed.3 vol.2, UI-Press hal. 1149-1151<br />
Kombinasi setil sufat dan kolesterol: membentuk lapisan kompleks sehinga emulsi baik. Kombinasi setil<br />
sulfat dan oleik alkohol : membentuk lapisan tidak kompak sehingga emulsi jelek. Kombinasi setil<br />
alkohol dan natrium oleat : membentuk lapisan yang tertutup rapat tapi tidak kompleks sehingga emulsi<br />
jelek.<br />
Emulsi yang baik dapat dicapai dengan mengkombinasikan emulgator hidrofilik dengan emulgator<br />
lipofilik agar lapisan antar muka diperkuat dan kestabilan emulsi M/A dapat ditingkatkan melawan<br />
pengelompokkan partikel terdispersi. Contoh kombinasi :<br />
− span 80 dan tween 40<br />
− natrium stearat dan kolesterol<br />
− natrium lauril sulfat dan gliseril monostearat<br />
− tragakan dan span<br />
65
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />
solida<br />
TABLET<br />
‐ Secara Umum ‐<br />
(Re‐New by: Vici & Nila)<br />
I . PENDAHULUAN<br />
A. Definisi<br />
Tablet adalah <strong>sediaan</strong> bentuk padat yang mengandung substansi obat dengan atau tanpa bahan<br />
pengisi. Berdasarkan metode pembuatannya, dapat diklasifikasikan sebagai tablet atau tablet kompresi.<br />
(USP 26, Hal 2406)<br />
Tablet adalah <strong>sediaan</strong> padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan<br />
metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. (FI IV, Hal 4)<br />
Tablet adalah <strong>sediaan</strong> padat yang mengandung satu dosis dari beberapa bahan aktif dan biasanya<br />
dibuat dengan mengempa sejumlah partikel yang seragam. (BP 2002)<br />
B. Kriteria Tablet<br />
Suatu tablet harus memenuhi kriteria sebagai berikut :<br />
1. Harus mengandung zat aktif dan non aktif yang memenuhi persyaratan;<br />
2. Harus mengandung zat aktif yang homogen dan stabil;<br />
3. Keadaan fisik harus cukup kuat terhadap gangguan fisik/mekanik;<br />
4. Keseragaman bobot dan penampilan harus memenuhi persyaratan;<br />
5. Waktu hancur dan laju disolusi harus memenuhi persyaratan;<br />
6. Harus stabil terhadap udara dan suhu lingkungan;<br />
7. Bebas dari kerusakan fisik;<br />
8. Stabilitas kimiawi dan fisik cukup lama selama penyimpanan;<br />
9. Zat aktif harus dapat dilepaskan secara homogen dalam waktu tertentu;<br />
10. Tablet memenuhi persayaratan Farmakope yang berlaku.<br />
(Proceeding Seminar Validasi, Hal 26)<br />
11. Bobot minimal tablet 50 mg, bobot maksimal tablet 800 mg<br />
(tutorial bu Heni, 24 maret 2008)<br />
C. Keuntungan Sediaan Tablet<br />
Dibandingkan dengan bentuk <strong>sediaan</strong> lain, <strong>sediaan</strong> tablet mempunyai keuntungan, antara lain:<br />
1. Volume <strong>sediaan</strong> cukup kecil dan wujudnya padat (merupakan bentuk <strong>sediaan</strong> oral yang paling<br />
ringan dan paling kompak), memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutan;<br />
2. Tablet merupakan bentuk <strong>sediaan</strong> yang utuh (mengandung dosis zat aktif yang tepat/teliti) dan<br />
menawarkan kemampuan terbaik dari semua bentuk <strong>sediaan</strong> oral untuk ketepatan ukuran serta<br />
variabilitas kandungan yang paling rendah;<br />
3. Dapat mengandung zat aktif dalam jumlah besar dengan volume yang kecil;<br />
4. Tablet merupakan <strong>sediaan</strong> yang kering sehingga zat aktif lebih stabil;<br />
5. Tablet sangat cocok untuk zat aktif yang sulit larut dalam air;<br />
6. Zat aktif yang rasanya tidak enak akan berkurang (tertutupi) rasanya dalam tablet;<br />
7. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah; tidak memerlukan<br />
langkah pekerjaan tambahan bila menggunakan permukaan pencetak yang bermonogram atau<br />
berhiasan timbul;<br />
8. Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di tenggorokan, terutama<br />
bila bersalut yang memungkinkan pecah/hancurnya tablet tidak segera terjadi;<br />
9. Tablet bisa dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus seperti tablet lepas tunda, lepas<br />
lambat, lepas terkendali;<br />
10. Tablet dapat disalut untuk melindungi zat aktif, menutupi rasa dan bau yang tidak enak, dan untuk<br />
terapi lokal (salut enterik);<br />
11. Tablet merupakan bentuk <strong>sediaan</strong> yang paling mudah diproduksi secara besar‐besaran dengan<br />
proses pengemasan yang mudah dan murah sehingga biaya produksi lebih rendah;<br />
1
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />
solida<br />
12. Pemakaian oleh penderita lebih mudah;<br />
13. Tablet merupakan bentuk <strong>sediaan</strong> oral yang memiliki sifat pencampuran kimia, mekanik, dan<br />
stabilitas mikrobiologi yang paling baik.<br />
(Teori dan Praktek Farmasi Industri, Lachman Hal 645 dan Proceeding Seminar Validasi, Hal 26)<br />
D. Kerugian Sediaan Tablet<br />
Di samping keuntungan di atas, <strong>sediaan</strong> tablet juga mempunyai beberapa kerugian, antara lain :<br />
1. Ada orang tertentu yang tidak dapat menelan tablet (dalam keadaan tidak sadar/pingsan);<br />
2. Formulasi tablet cukup rumit, antara lain :<br />
• Beberapa zat aktif sulit dikempa menjadi kompak dan padat, tergantung pada sifat amorf,<br />
flokulasi, atau rendahnya berat jenis;<br />
• Zat aktif yang sulit terbasahi, lambat melarut, dosisnya cukup besar atau tinggi, absorbsi<br />
optimumnya tinggi melalui saluran cerna, atau kombinasi dari sifat tersebut, akan sulit atau<br />
tidak mungkin diformulasi dalam bentuk tablet yang masih menghasilkan bioavaibilitas obat<br />
cukup;<br />
• Zat aktif yang rasanya pahit, zat akrif dengan bau yang tidak dapat dihilangkan, atau zat aktif<br />
yang peka terhadap oksigen atau kelembaban udara, memerlukan pengapsulan atau<br />
penyelubungan atau penyalutan dahulu sebelum dikempa. Dalam keadaan ini <strong>sediaan</strong> kapsul<br />
menjadi lebih baik serta lebih murah daripada tablet.<br />
(Teori dan Praktek Farmasi Industri, Lachman Hal 645‐646)<br />
Kesimpulan dari keuntungan dan kerugian tablet dibandingkan dengan <strong>sediaan</strong> oral lainnya: ternyata<br />
tablet benar‐benar memberi keuntungan dalam bentuk tempat/ruangan yang paling kecil yang<br />
diperlukan untuk penyimpanan. Tablet juga mudah diberikan dan dikontrol, mudah dibawa, dan<br />
ongkosnya rendah. Bagi dokter dosisnya fleksibel (tablet dapat dibelah dua), serta menjamin ketepatan<br />
dosis.<br />
E. Jenis Sediaan Tablet<br />
Berdasarkan metode pembuatannya, tablet terdiri atas :<br />
a. Tablet Kempa<br />
Dibuat dengan cara pengempaan dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk/granul<br />
menggunakan pons/cetakan baja.<br />
b. Tablet Cetak<br />
Dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang<br />
cetakan. Kepadatan tablet tergantung pada pembentukan kristal yang terbentuk selama<br />
pengeringan, tidak tergantung pada kekuatan yang diberikan.<br />
Berdasarkan tujuan penggunaan, tablet terdiri atas :<br />
1. Tablet Kempa Tujuan Saluran Pencernaan<br />
a. Tablet Konvensional Biasa/Tablet Kempa Standar<br />
Tablet yang dibuat atau dikempa dengan siklus kompresi tunggal yang biasanya terdiri dari zat<br />
aktif sendiri atau kombinasi dengan bahan eksipien seperti:<br />
• Pengisi (memberi bentuk), contoh: laktosa<br />
• Pengikat (memberi adhesivitas/kelekatan saat bertemu saluran pencernaan), contoh:<br />
musilago amili, amilum.<br />
• Desintegrator (mempermudah hancurnya tablet)<br />
Tablet ini biasanya dikehendaki untuk memberikan disintegrasi dan pelepasan obat yang cepat.<br />
b. Tablet Kempa Multi/Kempa Ganda<br />
Adalah tablet konvensional yang dikompresi lebih dari satu siklus kompresi tunggal sehingga<br />
tablet akhir tersebut terdiri atas 2 atau lebih lapisan. Disebut juga sebagai tablet berlapis.<br />
Keuntungannya dapat memisahkan zat aktif yang inkompatibel (tidak tersatukan).<br />
c. Tablet Lepas Terkendali atau Tablet Lepas Lambat<br />
Tablet yang pelepasan zat aktifnya dikendalikan atau dimodifikasi sehingga tablet tersebut<br />
melepaskan dosis awal yang cukup untuk efek terapi yang kemudian disusul dengan dosis<br />
pemeliharaan sehingga jumlah zat aktif atau konsentrasi zat aktif dalam darah cukup untuk<br />
2
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />
solida<br />
beberapa waktu tertentu. (Misal tablet lepas lambat 6 jam, 12 jam, dsb).<br />
3
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />
solida<br />
d. Tablet Lepas Tunda (Tablet Salut Enterik)<br />
Tablet yang pelepasan zat aktifnya ditunda pada daerah tertentu. Contoh yang paling umum<br />
adalah tablet salut enterik yaitu tablet yang dikempa yang disalut dengan suatu zat yang tahan<br />
terhadap cairan lambung, reaksi asam, tetapi terlarut dalam usus halus. Contoh lain adalah<br />
tablet veteriner yang ditunda pelepasan zat aktifnya sampai di kolon.<br />
e. Tablet Salut Gula<br />
Adalah tablet kempa yang disalut dengan beberapa lapis lapisan gula baik berwarna maupun<br />
tidak. Tujuan: melindungi zat aktif terhadap lingkungan udara (O2, lembab), menutup rasa dan<br />
bau tidak enak, menaikkan penampilan tablet.<br />
f. Tablet Salut Film<br />
Tablet kempa yang disalut dengan salut tipis, bewarna atau tidak dari bahan polimer yang larut<br />
dalam air yang hancur cepat di dalam saluran cerna.<br />
g. Tablet Effervescent<br />
Tablet kempa yang jika berkontak dengan air menjadi berbuih karena mengeluarkan CO2. Tablet<br />
ini harus dilarutkan dalam air baru diminum. Keuntungan tablet efervesen adalah kemungkinan<br />
penyiapan larutan dalam waktu seketika, yang mengandung dosis obat yang tepat. Kerugiannya<br />
adalah kesukaran untuk menghasilkan produk yang stabil secara kimia.<br />
h. Tablet Kunyah<br />
Tablet kempa yang mengandung zat aktif dan eksipien yang harus dikunyah di mulut sebelum<br />
ditelan. Tujuan dari tablet kunyah adalah untuk memberikan suatu bentuk pengobatan yang<br />
dapat diberikan dengan mudah kepada anak‐anak atau orang tua, yang mungkin sukar menelan<br />
obat utuh.<br />
2. Tablet Kempa Digunakan dalam Rongga Mulut<br />
a. Tablet Bukal<br />
Tablet kempa biasa berbentuk oval yang ditempatkan di antara gusi dan pipi. Biasanya keras<br />
dan digunakan untuk zat aktif hormon. Bekerja sistemik, tererosi atau terdisolusi di tempat<br />
tersebut dalam waktu yang lama (secara perlahan biasanya dalam jangka waktu 15‐30 menit).<br />
b. Tablet Sublingual<br />
Tablet kempa berbentuk pipih yang diletakkan di bawah lidah, contoh: nitrogliserin, untuk obat<br />
penyempitan pembuluh darah ke jantung (angina pectoris) sehingga harus cepat terlarut agar<br />
dapat segera memberi efek terapi. Diabsorbsi oleh selaput lendir di bawah lidah.<br />
c. Troches atau Lozenges (Tablet Hisap)<br />
Adalah bentuk lain dari tablet yang digunakan dalam rongga mulut. Digunakan untuk<br />
memberikan efek lokal pada mulut dan tenggorokan. Bentuk tablet ini umumnya digunakan<br />
untuk mengobati sakit tenggorokan atau megurangi batuk pada influenza. Kedua bentuk ini<br />
dapat mengandung anestetik lokal, berbagai antiseptik dan antibakteri, demulsen, astringen<br />
dan antitusif. Kedua jenis tablet ini dirancang agar tidak hancur di dalam mulut tetapi larut<br />
perlahan dalam jangka waktu 30 menit atau kurang.<br />
d. Dental Cones (Kerucut Gigi)<br />
Yaitu suatu bentuk tablet yang cukup kecil, dirancang untuk ditempatkan di dalam akar gigi<br />
yang kosong setelah pencabutan gigi. Tujuannya biasanya untuk mencegah berkembangbiaknya<br />
bakteri di tempat yang kosong tadi dengan menggunakan suatu senyawa antibakteri yang<br />
dilepaskan secara perlahan‐lahan, atau untuk mengurangi perdarahan dengan melepaskan<br />
suatu astringen atau koagulan. Pembawa yang umum digunakan adalah Na bikarbonat, NaCl<br />
atau suatu asam amino. Tablet dirancang dapat larut atau terkikis secara perlahan dalam j<br />
angka waktu 20 – 40 menit.<br />
3. Tablet Kempa Digunakan Melalui Lubang Tubuh<br />
a. Tablet Rektal<br />
Tablet kempa yang mengandung zat aktif yang digunakan secara rektal (dubur) yang tujuannya<br />
untuk kerja lokal atau sistemik.<br />
b. Tablet Vaginal<br />
Tablet kempa yang berbentuk telur (ovula) untuk dimasukkan dalam vagina yang di dalamnya<br />
terjadi disolusi dan melepaskan zat aktifnya. Biasanya mengandung antiseptik, astringen.<br />
Digunakan untuk infeksi lokal dalam vagina dan mungkin juga untuk pemberian steroid dalam<br />
4
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />
solida<br />
pengobatan sistemik.<br />
4. Tablet Kempa untuk Implantasi<br />
• Tablet Implantasi/Pelet<br />
Tablet implantasi atau tablet depo dibuat berdasarkan teknik aseptik, mesin tablet harus steril.<br />
Dimaksudkan untuk implantasi subkutan manusia atau hewan. Tujuannya untuk mendapatkan<br />
efek obat dalam jangka waktu yang lama, berkisar dari satu bulan sampai satu tahun (Untuk KB,<br />
3‐6 bulan, mencegah kehamilan). Tablet ini biasanya kecil berbentuk silindris/roset dan<br />
panjangnya tidak lebih dari 8 mm.<br />
5. Tablet Cetak untuk Penggunaan Lain (Di Lachman disebutkan Jenis Tablet untuk Membuat<br />
Larutan)<br />
a. Tablet Triturat untuk Dispensing<br />
Adalah tablet yang dihaluskan dulu atau disiapkan untuk penggunaan tertentu.<br />
Tablet kempa atau cetak berbentuk kecil, umumnya silindris, digunakan untuk memberikan<br />
jumlah zat aktif terukur yang tepat untuk peracikan obat (FI IV).<br />
Digunakan sebagai tablet sublingual atau dilepaskan di atas lidah dan ditelan dengan air<br />
minum.<br />
b. Tablet Hipodermik<br />
Tablet cetak/kempa yang dibuat dari bahan mudah larut/melarut sempurna dalam air.<br />
Umumnya digunakan untuk membuat <strong>sediaan</strong> injeksi steril dalam ampul dengan menambahkan<br />
pelarut steril (FI IV)<br />
c. Tablet Dispensing<br />
Tablet yang digunakan oleh apoteker dalam meracik bentuk <strong>sediaan</strong> padat/cair. Dimaksudkan<br />
untuk ditambahkan ke dalam air dengan volume tertentu, oleh ahli farmasi atau konsumen,<br />
untuk mendapatkan suatu larutan obat dengan konsentrasi tertentu. Bahan yang lazim<br />
dimasukkan ke dalam tablet dispensing yaitu perak proteinat, merkuri diklorida, merbromin,<br />
dan berbagai senyawa amonium kuartener.<br />
Berdasarkan Rute Pemberian :<br />
1. Tablet oral (dalam mulut)<br />
2. Tablet rektal<br />
3. Tablet vaginal<br />
4. Tablet implantasi<br />
Berdasarkan Penyalutan :<br />
1. Tablet polos<br />
2. Tablet salut gula<br />
3. Tablet salut film<br />
Berdasarkan Pelepasan Zat Aktif :<br />
1. Tablet pelepasan biasa<br />
2. Tablet lepas lambat atau terkendali<br />
3. Tablet lepas tunda<br />
(Catatan Kuliah P’Charles; Teori dan Praktek Farmasi Industri, Lachman Hal 706‐717; FI IV hal 4‐6)<br />
II. METODE PEMBUATAN TABLET<br />
Sediaan tablet ini dapat dibuat melalui tiga macam metode, yaitu granulasi basah, granulasi kering, dan<br />
kempa langsung. Pemilihan metode pembuatan <strong>sediaan</strong> tablet ini biasanya disesuaikan dengan<br />
karakteristik zat aktif yang akan dibuat tablet, apakah zat tersebut tahan terhadap panas atau lembab,<br />
kestabilannya, besar kecilnya dosis, dan lain sebagainya.<br />
Berikut merupakan penjelasan singkat dari ketiga macam metode tersebut :<br />
a. Granulasi Basah, yaitu memproses campuran partikel zat aktif dan eksipien menjadi partikel yang<br />
lebih besar dengan menambahkan cairan pengikat dalam jumlah yang tepat sehingga terjadi massa<br />
lembab yang dapat digranulasi. Metode ini biasanya digunakan apabila zat aktif tahan terhadap<br />
lembab dan panas. Umumnya untuk zat aktif yang sulit dicetak langsung karena sifat aliran dan<br />
kompresibilitasnya tidak baik. Prinsip dari metode granulasi basah adalah membasahi<br />
5
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />
solida<br />
massa tablet dengan larutan pengikat teretentu sampai mendapat tingkat kebasahan tertentu pula,<br />
kemudian massa basah tersebut digranulasi.<br />
Metode ini membentuk granul dengan cara mengikat serbuk dengan suatu perekat/pengikat<br />
sebagai pengganti pengompakan, teknik ini membutuhkan larutan, suspensi atau bubur yang<br />
mengandung pengikat yang biasanya ditambahkan ke campuran serbuk atau dapat juga bahan<br />
tersebut dimasukan kering ke dalam campuran serbuk dan cairan dimasukan terpisah. Cairan yang<br />
ditambahkan memiliki peranan yang cukup penting dimana jembatan cair yang terbentuk di antara<br />
partikel dan kekuatan ikatannya akan meningkat sampai titik optimal bila jumlah cairan yang<br />
ditambahkan meningkat dalam jumlah yang optimal. Gaya tegangan permukaan dan tekanan<br />
kapiler paling penting pada awal pembentukan granul, bila cairan sudah ditambahkan pencampuran<br />
dilanjutkan sampai tercapai dispersi yang merata dan semua bahan pengikat sudah bekerja. Jika<br />
sudah diperoleh massa basah atau lembab maka massa dilewatkan pada ayakan dan diberi tekanan<br />
dengan alat penggiling atau oscillating granulator tujuannya agar terbentuk granul sehingga luas<br />
permukaan meningkat dan proses pengeringan menjadi lebih cepat. Setelah pengeringan, granul<br />
diayak kembali ukuran ayakan tergantung pada alat penghancur yang dugunakan dan ukuran tablet<br />
yang akan dibuat.<br />
Keuntungan metode granulasi basah :<br />
• Memperoleh aliran yang baik<br />
• Meningkatkan kompresibilitas<br />
• Untuk mendapatkan berat jenis yang sesuai<br />
• Mengontrol pelepasan<br />
• Mencegah pemisahan komponen campuran selama proses<br />
• Distribusi keseragaman kandungan<br />
• Meningkatkan kecepatan disolusi<br />
Kekurangan metode granulasi basah:<br />
• Banyak tahap dalam proses produksi yang harus divalidasi<br />
• Biaya cukup tinggi<br />
• Zat aktif yang sensitif terhadap lembab dan panas tidak dapat dikerjakan dengan cara ini.<br />
Untuk zat termolabil dilakukan dengan pelarut non air<br />
b. Granulasi Kering disebut juga slugging, yaitu memproses partikel zat aktif dan eksipien dengan<br />
mengempa campuran bahan kering menjadi massa padat yang selanjutnya dipecah lagi untuk<br />
menghasilkan partikel yang berukuran lebih besar (granul) dari serbuk semula. Prinsip dari metode<br />
ini adalah membuat granul secara mekanis, tanpa bantuan bahan pengikat dan pelarut, ikatannya<br />
didapat melalui gaya. Teknik ini cukup baik digunakan untuk zat aktif yang memiliki dosis efektif<br />
yang terlalu tinggi untuk dikempa langsung atau zat aktif yang sensitif terhadap pemanasan dan<br />
kelembaban.<br />
Pada proses ini komponen‐komponen tablet dikompakkan dengan mesin cetak tablet lalu ditekan<br />
ke dalam die dan dikompakkan dengan punch sehingga diperoleh massa yang disebut slug,<br />
prosesnya disebut slugging, pada proses selanjutnya slug kemudian diayak dan diaduk untuk<br />
mendapatkan granul yang daya mengalirnya lebih baik dari campuran awal. Bila slug yang didapat<br />
belum memuaskan maka proses diatas dapat diulang. Dalam jumlah besar granulasi kering dapat<br />
juga dilakukan pada mesin khusus yang disebut roller compactor yang memiliki kemampuan<br />
memuat bahan sekitar 500 kg, roller compactor memakai dua penggiling yang putarannya saling<br />
berlawanan satu dengan yang lainnya, dan dengan bantuan teknik hidrolik pada salah satu<br />
penggiling mesin ini mampu menghasilkan tekanan tertentu pada bahan serbuk yang mengalir<br />
dintara penggiling.<br />
Metode ini digunakan dalam kondisi‐kondisi sebagai berikut :<br />
• Kandungan zat aktif dalam tablet tinggi<br />
• Zat aktif susah mengalir<br />
• Zat aktif sensitif terhadap panas dan lembab<br />
6
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />
solida<br />
Keuntungan cara granulasi kering adalah:<br />
• Peralatan lebih sedikit karena tidak menggunakan larutan pengikat, mesin pengaduk berat dan<br />
pengeringan yang memakan waktu<br />
• Baik untuk zat aktif yang sensitif terhadap panas dan lembab<br />
• Mempercepat waktu hancur karena tidak terikat oleh pengikat<br />
Kekurangan cara granulasi kering adalah:<br />
• Memerlukan mesin tablet khusus untuk membuat slug<br />
• Tidak dapat mendistribusikan zat warna seragam<br />
• Proses banyak menghasilkan debu sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi silang<br />
c. Metode Kempa Langsung, yaitu pembuatan tablet dengan mengempa langsung campuran zat aktif<br />
dan eksipien kering.tanpa melalui perlakuan awal terlebih dahulu. Metode ini merupakan metode<br />
yang paling mudah, praktis, dan cepat pengerjaannya, namun hanya dapat digunakan pada kondisi<br />
dimana zat aktif maupun untuk eksipiennya memiliki aliran yang bagus, zat aktif yang kecil<br />
dosisnya, serta zat aktif tersebut tidak tahan terhadap panas dan lembab. Ada beberapa zat<br />
berbentuk kristal seperti NaCl, NaBr dan KCl yang mungkin langsung dikempa, tetapi sebagian<br />
besar zat aktif tidak mudah untuk langsung dikempa, selain itu zat aktif tunggal yang langsung<br />
dikempa untuk dijadikan tablet kebanyakan sulit untuk pecah jika terkena air (cairan tubuh). Secara<br />
umum sifat zat aktif yang cocok untuk metode kempa langsung adalah: alirannya baik,<br />
kompresibilitasnya baik, bentuknya kristal, dan mampu menciptakan adhesifitas dan kohesifitas<br />
dalam massa tablet.<br />
Keuntungan metode kempa langsung yaitu :<br />
• Lebih ekonomis karena validasi proses lebih sedikit<br />
• Lebih singkat prosesnya. Karena proses yang dilakukan lebih sedikit, maka waktu yang<br />
diperlukan untuk menggunakan metode ini lebih singkat, tenaga dan mesin yang dipergunakan<br />
juga lebih sedikit.<br />
• Dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan tidak tahan lembab<br />
• Waktu hancur dan disolusinya lebih baik karena tidak melewati proses granul, tetapi langsung<br />
menjadi partikel. tablet kempa langsung berisi partikel halus, sehingga tidak melalui proses<br />
dari granul ke partikel halus terlebih dahulu.<br />
Kekurangan metode kempa langsung :<br />
• Perbedaan ukuran partikel dan kerapatan bulk antara zat aktif dengan pengisi dapat<br />
menimbulkan stratifikasi di antara granul yang selanjutnya dapat menyebabkan kurang<br />
seragamnya kandungan zat aktif di dalam tablet.<br />
• Zat aktif dengan dosis yang besar tidak mudah untuk dikempa langsung karena itu biasanya<br />
digunakan 30% dari formula agar memudahkan proses pengempaan sehingga pengisi yang<br />
dibutuhkanpun makin banyak dan mahal. Dalam beberapa kondisi pengisi dapat berinteraksi<br />
dengan obat seperti senyawa amin dan laktosa spray dried dan menghasilkan warna kuning.<br />
Pada kempa langsung mungkin terjadi aliran statik yang terjadi selama pencampuran dan<br />
pemeriksaan rutin sehingga keseragaman zat aktif dalam granul terganggu.<br />
• Sulit dalam pemilihan eksipien karena eksipien yang digunakan harus bersifat; mudah<br />
mengalir; kompresibilitas yang baik; kohesifitas dan adhesifitas yang baik.<br />
d. Metode semi granulasi dasar dan Granulasi terpisah<br />
Metode ini dilakukan jika terdapat dua atau lebih zat aktif yang akan dibuat dalam satu <strong>sediaan</strong><br />
tablet dan kedua atau lebih zat aktif tersebut memiliki sifat yang berbeda.<br />
Kesimpulan<br />
Granulasi Basah Granulasi kering Kempa langsung Semi Granulasi basah<br />
dan granulasi terpish<br />
- zat aktif tahan<br />
terhadap lembab<br />
dan panas<br />
- sifat aliran dan<br />
kompresibilitasnya<br />
- zat aktif yang<br />
memiliki dosis efektif<br />
yang terlalu tinggi<br />
untuk dikempa<br />
langsung<br />
7<br />
- zat aktif maupun<br />
untuk eksipiennya<br />
memiliki aliran yang<br />
bagus<br />
- zat aktif yang kecil<br />
‐ kedua atau lebih zat<br />
aktif tersebut memiliki<br />
sifat yang berbeda
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />
solida<br />
tidak baik<br />
- zat aktif yang sensitif<br />
terhadap pemanasan<br />
dan kelembaban<br />
dosisnya<br />
- zat aktif tersebut<br />
tidak tahan terhadap<br />
panas dan lembab<br />
III. BAHAN PEMBANTU (Eksipien) PEMBUATAN TABLET<br />
A. PENGISI<br />
Adalah zat inert yang ditambahkan dalam formula tablet yang ditujukan untuk membuat bobot tablet<br />
sesuai dengan yang diharapkan. Pengisi diperlukan bila dosis obat tidak cukup untuk membuat bulk.<br />
Pada obat yang berdosis dukup tinggi bahan pengisi tidak diperlukan (misal aspirin, antibiotik tertentu).<br />
Tablet oral biasanya berukuran 3/16 sampai ½ inci. Tablet yang lebih kecil dari 3/16 inci sukar dipegang<br />
oleh orang lanjut usia, sedangkan yang lebih besar dari ½ inci sukar ditelan. Berat tablet berkisar antara<br />
120‐700 mg untuk kerapatan standar zat organik. Tablet bentuk oval, lebih mudah ditelan, berat tablet<br />
dapat lebih besar atau sama dengan 800 mg. Pengisi dapat juga ditambah karena alasan kedua yaitu<br />
memperbaiki daya kohesi sehingga dapat dikempa langsung atau untuk memacu aliran. (Lachman; 697)<br />
Bahan pengisi harus memenuhi beberapa kriteria yaitu: (Lachman; 698)<br />
Harus non toksik dan dapat memenuhi peraturan‐peraturan dari negara‐negara dimana produk<br />
akan dipasarkan.<br />
Harus tersedia dalam jumlah yang cukup di sesuai negara tempat produk itu dibuat.<br />
Harganya harus cukup murah.<br />
Tidak boleh saling berkontraindikasi (misalnya sukrosa), atau karena komponen (misalnya,<br />
natrium) dalam tiap segmen/bagian dari populasi.<br />
Secara fisiologis harus inert/netral.<br />
Harus stabil secara fisik dan kimia, baik dalam kombinasi dengan berbagai obat atau komponen<br />
tablet lain.<br />
Harus bebas dari segala jenis mikroba (patogen atau yang ditentukan).<br />
Harus color compatible (tidak boleh mengganggu warna).<br />
Bila obat itu termasuk sebagai makanan (produk‐produk vitamin tertentu), pengisi dan bahan<br />
pembantu lainnya harus mendapat persetujuan sebagai bahan aditif pada makanan.<br />
Tidak boleh mengganggu bioavailabilitas obat.<br />
Pada pengolahan jumlah obat yang sangat sedikit (misalnya alkaloida, hormon, vitamin dan<br />
sebagainya) diperlukan bahan pengisi, untuk akhirnya memungkinkan suatu pencetakan. Bahan pengisi<br />
mengurus untuk itu, bahwa tablet mengandug ukuran atau massa yang dibutuhkan (0,1‐0,8 g).<br />
Disamping netral secara kimia dan fisiologis sebaiknya konstituensia seperti ini dapat dicerna baik.<br />
Digunakan jenis pati (pati kentang, pati gandum, dan pati jagung) dan laktosa (penggunaannya<br />
misalnya pada tablet homeopati, keburukan kehancurannya rendah). Sifat tablet yang lebih baik<br />
diberikan laktosa dikeringsemburkan, setelah penambahan dari bahan pelincir dan pelicin jika perlu<br />
memungkinkan tabletasi langsung. Beberapa farmakope mengarahkan suatu campuran granul dari pati<br />
kentang dan laktosa sebagai granulatum simpleks. (R. Voight, tekfar)<br />
Biasanya tablet yang mengandung zat aktif dengan dosis kecil memerlukan zat pengisi yang banyak.<br />
Jika dosis besar maka pengisi sedikit atau tidak sama sekali.<br />
Jenis ‐jenis pengisi yang lazim digunakan:<br />
1. Avicel (mikrokristalin selulosa) (HOPE, 132‐135)<br />
− Bentuk 103 memiliki keunggulan dibandingkan dengan 101, 102 karena volume spesifiknya<br />
kecil, aliran lebih baik dan waktu hancur lebih singkat.<br />
− Insoluble, non‐reaktif, aliran kurang baik, kapasitas pegang 50%.<br />
− Menghasilkan tablet yang keras dengan tekanan kecil (kompresibilitas baik) dan friabilitas<br />
tablet rendah, waktu stabilitas panjang.<br />
− Menghasilkan pembasahan yang cepat dan rata sehingga mendistribusikan cairan penggranul<br />
ke seluruh massa serbuk; menghasilkan distribusi warna dan obat yang merata.<br />
− Bertindak sebagai pembantu mengikat, menghasilkan granul yang keras dengan sedikit fines.<br />
− Bisa bersifat pengikat kering, disintegran, lubrikan dan glidan.<br />
8
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />
solida<br />
− Berfungsi sebagai self lubrikan sehingga lubrikan yang diperlukan lebih sedikit.<br />
− Penggunaannya membutuhkan lubrikan; penggunaannya dapat dikombinasi dengan laktosa,<br />
manitol, starch, kalsium sulfat.<br />
− Membantu mengatasi zat‐zat yang jika overwetting (terlalu basah) menjadi seperti “clay” yang<br />
sukar digranulasi dan ketika kering granulnya menjadi keras dan resisten terhadap disintegrasi.<br />
Contoh: kaolin, kalsium karbonat.<br />
− Avicel dalam GB memperbaiki ikatan pada pengempaan, mengurangi capping dan friabilitas<br />
tablet.<br />
− Avicel membantu obat larut dengan air agar homogen, mencegah migrasi pewarna larut air<br />
dan membantu agar evaporasi cepat dan seragam.<br />
− Untuk obat dengan dosis kecil, Avicel digunakan sebagai pengisi dan pengikat tambahan.<br />
− 60% avicel PH 101 dan 40% amilum sebagai pasta 10% membuat massa lembab mudah<br />
digranulasi, membentuk granul yang kuat pada pengeringan dengan sedikit fine daripada pasta<br />
yang hanya terbuat dari amilum.<br />
− Bentuk PH 101: serbuk, PH 102: granul, PH 103: serbuk<br />
2. Kalsium sulfat dihidrat (Lachman Tablests, 152)<br />
• Digunakan sebagai pengisi untuk granulasi dengan jumlah zat aktif 20‐30%.<br />
− Sinonim: terra alba, snow white filler.<br />
− Insoluble, non‐higroskopis, serbuk yang sedikit abrasive.<br />
− Semakin tinggi grade‐nya semakin putih, pengisi paling murah, bisa dipakai untuk zat aktif<br />
asam, netral, basa; punya kapasitas absorbsi yang tinggi untuk minyak.<br />
− Pengikat yang disarankan: PVP, MC, starch paste<br />
3. Kalsium fosfat dibasic<br />
− Digunakan sebagai pengisi dan pengikat untuk kempa langsung dengan memiliki ukuran<br />
paling kecil, tidak mahal, tidak dapat digunakan bersama senyawa asam atau garam asam<br />
− Jika digunakan cairan pengikat yang terlalu banyak maka jadi lengket dan keras, tidak dapat<br />
digranul sehingga solusinya dikombinasi dengan starch/Avicel<br />
− Paling baik ditambah avicel<br />
− Tablet dengan pengisi ini biasanya rapuh<br />
− Sifat fragmentasi tinggi sehingga tidak sensitif terhadap lubrikan<br />
− Sifat partikel kurang baik karena partikel sangat halus<br />
(Lachman Tablets ,153):<br />
− bisa digunakan dengan garam dari basa organik seperti anti histamin dan vitamin larut minyak.<br />
− Tidak larut di air, sedikit larut di asam encer<br />
− Non higroskopis, netral, serbuk putih, sedikit abrasive.<br />
− Menghasilkan tablet yang baik dengan penambahan penghancur yang baik dan lubrikan yang<br />
efektif.<br />
− Pengikat yang disarankan seperti pasta pati, PVP, metilselulosa, mikrokristalin selulosa<br />
− Karakteristik mirip Ca sulfat, tapi lebih mahal dan digunakan terbatas dalam granulasi basah<br />
− Jika garam asetat inorganik ada dalam formulasi, tablet cenderung menghasilkan bau asam<br />
pada penyimpanan.<br />
4. Laktosa<br />
(Lachman Tablets, 157)<br />
− Dikenal sebagai milk sugar<br />
− Paling lama digunakan sejak dulu, paling banyak digunakan<br />
− Terdapat dua bentuk isomer, α dan β<br />
− Inkompatibel dengan: senyawa yang sangat basa (berubah warna menjadi coklat), asam<br />
askorbat, salisilamid, pyrilamine maleat, phenilephrine HCl<br />
− Dalam granulasi basah, laktosa larut sebagian sehingga melapisi obat dan memberi sejumlah<br />
proteksi dan pelepasan lambat dimana disolusi cepat tdak diperlukan.<br />
− Granul laktosa hidrat mengandung kadar lembab 4‐5%<br />
− Laktosa adalah gula peredukasi bereaksi dengan amin primer (‐NH2) menghasilkan reaksi<br />
9
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />
solida<br />
Maillard<br />
− Dalam larutan, laktosa cenderung berada dalam kesetimbangan kedua bentuk isomer<br />
− Bentuk spray‐dried digunakan dalam kempa langsung<br />
(Lachman Industri, 699)<br />
− Pengisi yang paling umum, ada 2 bentuk: hidrat dan anhidrat<br />
− Jarang bereaksi dengan obat baik dalam bentuk hidrat dan anhidrat<br />
− Untuk GB pakai laktosa HIDRAT; laktosa anhidrat tidak mengalami reaksi Maillard (dengan<br />
zat aktif mengandung amina dengan adanya logam stearat), tetapi menyerap lembab.<br />
− Secara umum, formulasi tablet menggunakan laktosa menunjukkan release rate yang baik,<br />
granulnya cepat kering, disintegrasi tablet tidak banyak dipengaruhi oleh kekerasan tablet.<br />
(HOPE, 385)<br />
• Keburukan: laktosa dpt berubah warna dengan adanya basa amin dan Mg‐stearat<br />
• Dikenal 4 macam bentuk: granul kasar (60‐80 mesh), granul halus (80‐100 mesh), granul spray<br />
dried (100‐200 mesh), dan laktosa anhidrat<br />
• Dikenal sebagai gula susu.<br />
• Nilai kontaminasi bakteri rendah<br />
• Stabilitas warna baik, kompatibilitas tinggi, derajat kemurnian tinggi<br />
• Laktosa monohidrat tidak sesuai untuk kempa langsung karena fluiditas dan kompresibilitas<br />
kurang<br />
• Untuk kempa langsung pake laktosa spray dried<br />
• Punya sifat fragmentasi rendah (ikatan antar partikel akan putus selama proses rearrangement<br />
pada tekanan punch rendah)<br />
• Inkompatibel dengan asam askorbat, salisil‐amida, pyrilamin maleat, dan fenileprin<br />
hidroklorida.<br />
5. Spray‐dried Laktosa (Lachman Industri, 699)<br />
− Untuk pengisi kempa langsung.<br />
− Sifat aliran baik<br />
− Sifat direct compression‐nya berkurang jika kadar air < 3%; dapat dicampur dengan 20‐25%<br />
zat aktif tanpa kehilangan sifat direct compression‐nya<br />
− Kelemahan: mudah menjadi gelap dengan adanya lembab yang berlebihan, amin, atau<br />
senyawa lain yang mengandung furaldehid<br />
− Gunakan lubrikan netral atau asam<br />
• Kapasitas pegang 20‐25% terhadap zat aktif; punya aliran baik dan karakteristik pengikatan<br />
yang lebih baik dibandingkan laktosa biasa<br />
• Tablet menunjukkan disintegrasi yang cepat, friabilitas baik, dan variasi berat rendah dengan<br />
hilangnya masalah sticking dan capping.<br />
• Umumnya digabung dengan Avicel. Jika tunggal digunakan dalam konsentrasi 40‐50% sebagai<br />
pembawa<br />
6. Sukrosa (HOPE, 744)<br />
• Bisa berfungsi sebagai pengisi/pengikat<br />
• Jika digunakan sebagai pengikat tunggal, sukrosa membentuk granul yang keras dan tablet<br />
lebih cenderung terdisolusi daripada terdisintegrasi. Oleh karena itu banyak dikombinasi<br />
dengan pengisi insoluble lain<br />
• Jika digunakan sebagai pengisi kering, biasanya digranulasi dengan pengikat larut air atau<br />
hidroalkohol. Kekerasan granul tergantung jumlah pengikat yang digunakan. Campuran air dan<br />
alkohol akan menghasilkan granul yang lebih lunak.<br />
• Memiliki banyak bentuk, paling sering digunakan bentuk “confectioner” untuk GB yang<br />
mengandung 3% pati jagung untuk mencegah caking<br />
• Sukrosa digunakan sebagai pemanis dalam tablet kunyah dan digunakan sebagai pengikat<br />
untuk memperbaiki kekerasan tablet<br />
• Kelemahan: tablet yang dibuat dengan komposisi sebagian besar sukrosa akan mengeras pada<br />
penyimpanan. Sukrosa bukan gula pereduksi tetapi dengan bahan bersifat basa menjadi coklat<br />
pada penyimpanan.<br />
10
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />
solida<br />
• Bersifat higroskopis<br />
• Turunan sukrosa yang dapat digunakan untuk kempa langsung:<br />
a. Sugartab : 90‐93% sukrosa, 7‐10% invert sugar<br />
b. Di Pac : 97% sukrosa, 3% modified dekstrin<br />
c. Nu Tab : 95% sukrosa, 4% gula invert, 1% corn starch, Mg stearat<br />
7. Dekstrosa (Lachman Tablets, 159)<br />
− Penggunannya terbatas pada GB sebagai pengisi dan pengikat<br />
− Digunakan dengan cara yang sama dengan sukrosa, cenderung menghasilkan tablet yang keras<br />
terutama jika menggunakan dekstrosa anhidrat<br />
− Menjadi coklat dengan keberadaan bahan bersifat basa dan bereaksi dengan amin menjadi<br />
tidak berwarna.<br />
8. Manitol (Lachman Tablets, 159)<br />
− Pengisi yang baik untuk tablet kunyah karena rasanya enak, sedikit manis, halus, meleleh di<br />
mulut, dingin, negatif heat solution<br />
− Berupa serbuk kristal berbau enak, putih, tidak berbau, inert, non‐higroskopis, membutuhkan<br />
lebih banyak cairan pengikat daripada sukrosa dan laktosa; butuh cairan pengikat yang kurang<br />
lebih sama dengan dekstrosa; tetapi menghasilkan granul yang lebih lembut daripada sukrosa<br />
dan dekstrosa.<br />
− Dapat digunakan untuk formulasi vitamin<br />
− Kadar lembab granul yang dibuat dari sukrosa, dekstrosa, dan manitol setelah pengeringan<br />
semalam pada 140‐150 °F adalah < 0,2% kecuali untuk granulasi dekstrosa dengan 10 % gelatin<br />
dan 50 % glukosa, kadar lembabnya berturut‐turut 1,15% dan 0,2%. Pada granulasi laktosa,<br />
kadar lembabnya 4‐5%<br />
• Hanya sedikit yang terabsorbsi di saluran cerna, jika digunakan banyak dapat bersifat laksatif<br />
9. Emdex dan Celutab (Lachman Industri, 700)<br />
− Dapat bereaksi dengan amin pada suhu dan kelembaban tinggi<br />
− Bebas mengalir dan dapat dikempa langsung, mengandung 8‐10% lembab, kekerasan tablet<br />
dapat meningkat setelah pengempaan<br />
− Starch terhidrolisa mengandung 90‐92% dekstrosa dan 3‐5% maltosaDapat digunakan sebagai<br />
pengganti manitol pada talbet kunyah karena manis dan berasa halus di mulut.<br />
10. Starch 1500 (penjelasan ada di bagian Pengikat)<br />
Ringkasan pengisi: Lachman tablet h.152<br />
Pengisi tidak larut air<br />
Pengisi larut air<br />
Kalsium sulfat, dihidrat<br />
Laktosa<br />
Kalsium fosfat, dibasic<br />
Sukrosa<br />
Kalsium fosfat tribasic<br />
Dextrosa<br />
Kalsium karbonat<br />
Manitol<br />
Starch yang dimodifikasi<br />
Sorbitol<br />
(karboksimetil starch)<br />
Avicel<br />
B. ADSORBEN<br />
• Adsorben harus memiliki titik leleh yang tinggi. Dengan titik leleh tinggi setelah terjadi<br />
lelehan pertama akan terbentuk massa yang bertitik leleh lebih tinggi.<br />
• Manfaat adsorben: mencegah tablet basah oleh lelehan zat aktif, jika tablet basah maka<br />
tablet akan lengket dalam cetakan. Bekerja menyerap lelehan zat aktif.<br />
• Contoh: Avicel, Bolus alba, Kaolin, bentonit, Mg silikat, MgO, trikalsium fosfat, Aerosil.<br />
C. PENGIKAT<br />
− Fungsi : untuk membentuk granul atau menaikkan kekompakan kohesi bagi tablet yang<br />
dicetak langsung (Lachman Industri, 701)<br />
11
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />
solida<br />
− Pengikat bisa berupa gula dan polimer.<br />
− Dikelompokkan menjadi polimer alam dan sintetik.<br />
− Pengikat yang berupa polimer alam: starch, gum (acacia, tragacanth, gelatin)<br />
− Pengikat yang berupa polimer sintetik: PVP, metilselulosa, etilselulosa, hidroksipropilselulosa<br />
− Bisa dengan cara kering/basah. Cara basah membutuhkan lebih sedikit bahan pengikat untuk<br />
menghasilkan kekerasan tablet yang sama dibandingkan dengan cara kering.<br />
− Penambahan plasticizer ( propilenglikol, PEG 400, gliserin, heksilonglikol) ke dalam larutan<br />
pengikat dapat meningkatkan kekerasan, mengurangi efek capping, menurunkan friabilitas<br />
tablet.<br />
− Jumlah larutan pengikat yang dibutuhkan untuk 3 kg pengisi tercantum pada tabel<br />
Pengikat Volume larutan granulasi yang dibutuhkan (ml) untuk beberapa Pengisi<br />
Sukrosa Laktosa Dextrosa Manitol<br />
10% Gelatin 200 290 500 560<br />
50% Glukosa 300 325 500 585<br />
2% Metilselulosa (400 cps) 290 400 835 570<br />
Air 300 400 660 750<br />
10% Akasia 220 400 685 675<br />
10% Musilago Amili 285 460 660 810<br />
50% Alkohol 460 700 1000 1000<br />
10% PVP (dlm air) 260 340 470 525<br />
10% PVP (dlm alkohol) 780 650 825 900<br />
10% sorbitol (dlm air) 280 440 750 655<br />
(Lachman Tablet, 160‐161)<br />
1. Starch (amylum) (Lachman Tablet)<br />
− Dapat digunakan sebagai pengisi, pengikat, dan penghancur<br />
− Dalam bentuk musilago amili 5‐25% (HOPE, 723)<br />
(Lachman Tablet 161):<br />
− Cara: suspensikan starch 1:1/2‐1 dalam air dingin, tambahkan 2‐4 kali air mendidih<br />
dengan pengadukan konstan sampai starch mengembang menjadi transparan yang<br />
dapat diencerkan dengan air dingin sampai konsentrasi yang diinginkan.<br />
− Cara lain: mensuspensikan starch pada air dingin dan panaskan sampai mendidih di atas<br />
penangas dengan pengadukan konstan.<br />
− Mengandung kadar air 11‐14% (Lachman Industri,699)<br />
− Starch akan menyebabkan tablet terdisintegrasi dengan cepat (Lachman Tablet, 161)<br />
• Dosis zat aktif besar, starch diganti dengan penghancur yang lebih baik, yaitu avicel.<br />
• Tablet yang mengandung amilum dengan konsentrasi tinggi menunjukkan tablet yang rapuh<br />
dan sukar dikeringkan.<br />
• Amilum yang tidak dimodifikasi tidak mempunyai sifat kompresibilitas yang baik dan<br />
mempunyai friabilitas yang besar, dan akan terjadinya capping pada tablet jika digunakan<br />
dalam jumlah besar (HOPE, 723).<br />
2. Starch 1500<br />
− Dapat digunakan sebagai pengikat basah, kering, dan disintegran<br />
− Starch 1500 maksimal mengandung 20% fraksi larut air yang berfungsi sebagai pengikat<br />
sedangkan sisanya bersifat sebagai disintegran<br />
− Starch 1500 dibutuhkan ± 3‐4 kali lebih banyak daripada musilago amili untuk menghasilkan<br />
tablet dengan kekerasan yang sama (Lachman Tablet, 161‐63)<br />
• Sebaiknya tidak digunakan sebagai pengisi pada GB karena akan menghasilkan gel yang<br />
berfungsi sebagai pengikat yang sangat kuat<br />
• Sebagai disintegran dapat ditambahkan kering, pada fasa luar.<br />
(Lachman Industri, 700, HOPE, 731):<br />
• Aliran bagus, merupakan directly compressible starch<br />
• Dapat dikempa sendiri, tetapi jika dicampur dengan 5‐10% obat membutuhkan lubrikan<br />
tambahan, meskipun Mg Stearat 0,25 % biasanya digunakan untuk tujuan ini, konsentrasi<br />
12
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />
solida<br />
yang lebih besar daripada ini berefek negatif pada kekuatan tablet dan disolusi tablet. Oleh<br />
karena itu biasanya dipilih asam stearat sebagai lubrikan.<br />
• Mengandung 10% lembab dan menyebabkan tablet menjadi lunak jika dikombinasi dengan<br />
Mg stearat > 0,5%, sebagai pengganti digunakan asam stearat<br />
3. Gelatin (Lachman Tablet, 163)<br />
• Digunakan pada konsentrasi 2‐10% sebanyak 1‐5% dari formula.<br />
− Sudah jarang digunakan, digantikan PVP, MC. Cenderung menghasilkan tablet yang keras dan<br />
memerlukan disintegran yang aktif.<br />
− Dapat digunakan untuk senyawa yang sulit diikat.<br />
− Kelemahan: rentan bakteri dan jamur, butuh pengawet.<br />
− Jika masih diperlukan pengikat yang lebih kuat, dapat digunakan larutan gelatin dalam air<br />
2‐10%, yang dibuat dengan menghidrasi gelatin dalam air dingin selama beberapa jam atau<br />
semalam kemudian dipanaskan sampai mendidih, larutan gelatin harus dipertahankan hangat<br />
sampai saat digunakan karena akan menjadi gel pada pendinginan.<br />
4. Larutan sukrosa (Lachman Tablet, 163‐164)<br />
− Membentuk granul keras, kekerasan diatur dari konsentrasi sukrosa 20‐85%.<br />
− Sangat baik sebagai pembawa soluble dyes karena menghasilkan warna yang seragam.<br />
− Digunakan untuk menggranulasi tribasic fosfat yang umumnya memerlukan pengikat yang<br />
lebih kohesif dari musilago amili; pada tablet ferro sulfat, bertindak sebagai pengikat dan<br />
pelindung ferrosulfat dr oksidasi.<br />
− Senyawa lain yang pengikatnya bisa berupa gula: aminofilin, asetopheretidin, asetaminofen,<br />
meprobamate.<br />
5. Larutan akasia (Lachman Tablet, 164)<br />
− Digunakan pada konsentrasi 10‐25%.<br />
− Cocok sebagai pengikat pada obat dgn dosis besar dan sukar digranulasi (c/ mefenesin).<br />
− Menghasilkan granul yang keras tetapi tidak mengeras pada penyimpanan, hal ini yang<br />
membedakannya dengan gelatin.<br />
− Kelemahan: dapat terkontaminasi mikroba.<br />
− Kadang ditambah lubrikan cair PEG 6000 untuk membantu pencetakan tablet dan disintegrasi<br />
tablet.<br />
6. PVP (Lachman Tablet, 164‐65)<br />
− Nama dagang: Kollidon atau Plasdon<br />
− Inert, larut air dan alkohol, digunakan dalam konsentrasi 3‐15%, sedikit higroskopis, tidak<br />
mengeras selama penyimpanan (baik untuk tablet kunyah)<br />
− Tablet efervesen bisa dibuat menggunakan PVP dalam etanol anhidrat. Jangan menggunakan<br />
isopropanol anhidrat karena meninggalkan bau pada granul.<br />
− Konsentrasi 5% PVP dalam etanol hidrat menghasilkan kompresibilitas yang baik dari serbuk<br />
Natrium bikarbonat dan asam sitrat sehingga tablet bereaksi cepat dan disolusi cepat.<br />
− PVP baik untuk tablet kunyah terutama untuk alumunium hidroksida, Mg(OH)2.<br />
− Kompatibel untuk tablet effervercent yang mengandung campuran Na bikarbonat‐asam sitrat<br />
dalam granulasi basah, menggunakan PVP dalam etanol anhidrat karena reaksi asam basa tidak<br />
muncul dalam medium anhidrat ini.<br />
7. Selulosa<br />
a. Metil selulosa (Lachman Tablet, 165)<br />
− 1‐5% larutan air tergantung grade viskositas; larutan 5% menghasilkan kekerasan yang<br />
mirip dengan 10% musilago amili.<br />
− Dapat digunakan untuk menggranulasi serbuk yang larut atau tidak larut; pengikat yang<br />
baik untuk eksipien laktosa, manitol, dan gula.<br />
− Keuntungan: dapat dikompres segera, tidak mengeras pada penyimpanan.<br />
b. CMC Na (Lachman Tablet, 166)<br />
− Konsentrasi 5‐15% dapat digunakan menggranulasi serbuk yang larut atau tidak larut.<br />
− Inkompatibel dengan Mg, Ca, dan garam Al.<br />
− Menghasilkan granul yang lebih lunak daripada PVP tapi dapat dikompres dengan baik;<br />
13
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />
solida<br />
umumnya tablet mempunyai waktu disintegrasi yang lebih lama.<br />
c. Etil selulosa (Lachman Tablet, 166)<br />
− Tidak larut dalam air; dalam bentuk larutan alkohol. Low‐viscosity grades digunakan<br />
sebagai pengikat pada konsentrasi 2‐10% dalam etanol.<br />
− Dapat digunakan untuk menggranulasi serbuk yang sukar digranulasi(c/ asetaminofen,<br />
kafein, meprobamat, ferofumarat), dan dapat digunakan sebagai pengikat non air untuk<br />
serbuk yang tidak tahan air seperti asam askorbat.<br />
− Dapat memperlambat disintegrasi disolusi bila digunakan granulasi basah (Lachman<br />
Industri, 702).<br />
8. Polivinil alkohol (Lachman Tablet, 166‐67)<br />
− Larut air, mirip akasia tapi tidak terlalu rentan dengan bakteri<br />
− Membentuk granul yang lebih lunak dari acacia, menghasilkan tablet yang disintegrasi lebih<br />
cepat dan tidak mengeras pada penyimpanan<br />
9. PEG 6000 (Lachman Tablet, 167)<br />
− Sebagai pengikat anhidrat, dimana air dan alkohol tidak dapat digunakan<br />
− PEG 6000 merupakan padatan putih hingga kuning terang yang meleleh pada 70‐75 0 C dan<br />
mengeras pada 56‐63 0 C<br />
10. N‐HPC (Nisso‐HPC)<br />
• Merupakan pengikat dengan toughness tinggi (kemampuan menyerap energi tanpa terjadi<br />
fraktur) dan derajat aliran plastik tinggi (friabilitas yang baik < 1%, memudahkan proses<br />
pencetakan dengan kecepatan yang lebih tinggi tanpa masalah capping) dibanding metil<br />
selulosa, PVP, starch (cat bu.Henny)<br />
• Larut dalam air dan pelarut organik alkohol, propilen glikol, metilen klorida, aseton dan<br />
kloroform. Jika digunakan sebagai pelarut pada granulasi basah N‐HPC dilarutkan dalam air<br />
atau alkohol.<br />
• Cara:<br />
a. Melarutkan dalam air<br />
− N‐HPC ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam air sambil diaduk kuat<br />
− 20‐30% air dipanaskan sampai 60 0 C dan N‐HPC ditambahkan perlahan‐lahan sambil<br />
diaduk. Setelah itu ditambahkan sisa air. Dengan cara ini pelarutan lebih cepat.<br />
b. Melarutkan dalam pelarut organik<br />
Pengikat yang biasa digunakan dalam granulasi basah<br />
Pengikat<br />
Konsentrasi<br />
Cornstarch<br />
5‐10% musilago<br />
Pregelatinized cornstarch<br />
5‐10%<br />
Starch 1500<br />
5‐10% musilago<br />
Gelatin<br />
2‐10%<br />
14
Sukrosa<br />
Akasia<br />
PVP<br />
Metilselulosa (berbagai grade viskositas)<br />
CMC-Na (low-viscosity grade)<br />
Etilselulosa (berbagai grade viskositas)<br />
Polivinil alkohol (berbagai grade viskositas)<br />
PEG 6000<br />
10-85%<br />
5-20%<br />
5-20% dalam air, alkohol, atau hidroalkohol<br />
2-10%<br />
2-10%<br />
2-15% dalam alkohol<br />
2-10% dalam air atau hidroalkohol<br />
10-30% dalam air, alkohol, atau hidroalkohol<br />
(Lachman Tablet, 162)<br />
D. FLAVOUR (Lachman Industri, 704)<br />
− Digunakan untuk tablet kunyah atau tablet lainnya yang ditujukan untuk larut di dalam mulut<br />
− Flavour yang larut dalam air j arang dipakai karena stabilitasnya kurang baik<br />
− Flavour larut minyak yang ditambahkan ke dalam pelarut penggranul, didispersikan dalam<br />
kaolin atau adsorben lainnya, atau diemulsikan dalam larutan penggranul<br />
− Jumlah yang digunakan maksimal 0,5‐0,75% (dalam bentuk minyak).<br />
− Penambahan pewangi dapat dilakukan dalam keadaan kering, biasanya sebagai fasa luar,<br />
sedangkan yang cair ditambahkan dengan menyemprotkan ke dalam massa cetak.<br />
E. DISINTEGRAN<br />
Fungsi: untuk memudahkan hancurnya tablet ketika berkontak dengan cairan saluran cerna (Lachman<br />
Industri, 702). Enam klasifikasi disintegran : starches, clays, gums, cellulose, algins, dll<br />
Cara pakai/penambahan disintegran:<br />
− internal addition (saat granulasi) : disintegran dicampur dengan bahan lainnya sebelum ditambah<br />
dengan larutan penggranul<br />
− external addition : disintegran ditambahkan setelah granul terbentuk<br />
Yang paling baik adalah menambahkan disintegran secara kombinasi (internal & external)<br />
1. Starch (amylum) (Lachman Tablet, 175)<br />
− Pemakaian: 3‐15 %, merupakan disintegran yang paling umum digunakan<br />
− Mekanisme kerja disintegrasi oleh starch :<br />
− dengan membentuk pathways dalam matriks tablet sehingga air dapat masuk melalui pori<br />
(kapiler) sehingga menghancurkan tablet<br />
− starch mengembang ketika terekspos oleh air<br />
− saat pengempaan, terjadi distorsi pada bentuk starch; ketika terekspos oleh air, terjadi<br />
rekoveri bentuk starch<br />
− Pemakaiannya disesuaikan dengan jenis starch, tekanan pengempaan, dan kandungan air<br />
massa cetak<br />
− Perhatian: sebelum digunakan, starch harus dikeringkan pada suhu 80‐90°C untuk<br />
menghilangkan air yang terabsorpsi<br />
2. Starch 1500<br />
− Merupakan disintegran yang baik dan ditambahkan dalam campuran kering (dalam fasa dalam<br />
dan atau fasa luar pada metoda granulasi kering atau kempa langsung, atau dalam fasa luar<br />
pada metoda granulasi basah)<br />
− Perhatian: tidak boleh diberikan pada massa basah<br />
3. Sodium starch glycolate (primogel, explotab)<br />
− Pemakaian: 1‐8% dengan konsentrasi optimum 4%. (Lachman Tablet, 175)<br />
− Keuntungan menggunakan pati termodifikasi adalah waktu disintegrasi bisa tergantung pada<br />
gaya kempa. Suhu tinggi dan kondisi lembab bisa meningkatkan waktu dan menurunkan<br />
disolusi tablet yang mengandung pati.<br />
− Digunakan sebagai penghancur pada pembuatan tablet dengan metode kempa langsung atau<br />
granulasi basah.<br />
− Meskipun keefektifan penghancur kebanyakan dipengaruhi oleh eksipien hidrofobik seperti<br />
lubrikan, tetapi efek primogel tidak dipengaruhi.<br />
− Meningkatkan tekanan kompresi tablet juga tidak mempengaruhi waktu hancur.
− Merupakan serbuk yang alirannya baik. (HOE h.581)<br />
4. Selulosa (selulosa, metilselulosa, CMC, CMC‐Na, Avicel, Ac‐Di‐Sol, HPC)<br />
− Avicel jika dikombinasi dengan starch lebih efektif dan cepat daya disintegrasinya.<br />
− Avicel inkompatibel terhadap zat sensitif lembab (c/ aspirin, penisilin, vitamin), kecuali avicel<br />
dikeringkan sampai kandungan lembabnya kurang dari 1 % dan harus diperlakukan di ruangan<br />
dengan kelembaban rendah.<br />
− Kekurangan avicel adalah kecenderungannya untuk membentuk muatan listrik statik dengan<br />
peningkatan kandungan lembab, terkadang menyebabkan pemisahan pada saat granulasi. Hal<br />
ini dapat diatasi sebagian dengan mengeringkan avicel untuk menghilangkan lembab.<br />
− Pada saat digranulasi basah, dikeringkan, kemudian dikompres, tablet yang terbentuk tidak<br />
hancur secepat saat tidak terbasahi. (Lachman Tablet, 175)<br />
− Ac‐Di‐Sol merupakan ikatan silang dari CMC‐Na dan sangat baik untuk digunakan sebagai<br />
disintegran dalam konsentrasi rendah (Lachman Industri, 703) karena larut air dan memiliki<br />
afinitas yang besar pada air.<br />
− Acdisol ini digolongkan pada super disintegran. Penggunaan 2‐5%.<br />
5. Gums (agar, pectin, tragacant, guar gum)<br />
− Nama dagang guar gum : Jaguar.<br />
− Guar Gum berupa polimer netral, aliran baik, sangat larut, digunakan dalam makanan, tidak<br />
sensitif terhadap pH, kelembaban, dan kelarutan dalam matriks tablet. Warnanya tidak benarbenar<br />
putih; hilang warnanya pada tablet yang bersifat basa saat penyimpanan. (Lachman<br />
Tablet, 176)<br />
− Pemakaian: 1‐10%.<br />
− Bukan merupakan disintegran yang baik, karena kapasitas pengembangannya yang relatif<br />
rendah.<br />
6. Solka floc (selulosa kayu murni) (Lachman Tablet, 175)<br />
− Putih, berserat, inert, netral, dapat digunakan tunggal atau kombinasi dengan starch untuk<br />
aspirin, penisilin, dan obat yang sensitif terhadap pH dan lembab.<br />
− Lebih efektif jika dikombinasi dengan clays (c/ kaolin, bentonit dan veegum). Kombinasi itu<br />
efektif untuk formulasi tablet dengan kandungan lembab tinggi, seperti amonium klorida,<br />
natrium salisilat, dan vitamin.<br />
7. Clays (Veegum, bentonit, kaolin) (Lachman Industri, 702)<br />
− Pemakaian: 2‐10%, sifat hilang jika digranulasi<br />
− Penggunaan terbatas hanya pada tablet berwarna, karena warnanya tidak benar‐benar putih<br />
− Daya hancur kaolin lebih lemah daripada polimer‐polimer berwarna dan tepung jenis baru.<br />
8. Alginat (asam alginat dan Na‐alginat) (Lachman Tablet, 175)<br />
− Pemakaian: 1‐5% (asam alginat) atau 2,5‐10% (Na‐alginat)<br />
− Memiliki afinitas terhadap air dan kapasitas sorpsi yang tinggi sehingga sangat baik sebagai<br />
penghancur.<br />
− Tidak larut dalam air, sedikit asam dalam reaksi, dan sebaiknya hanya digunakan pada granulasi<br />
netral atau asam.<br />
− Jika digunakan bersama garam alkali atau garam asam organik dapat membentuk gel alginat<br />
yang larut atau tidak larut dan menunda disintegrasi tablet.<br />
− Kompatibel untuk aspirin, analgesik, asam askorbat, formulasi multivitamin, dan garam asam<br />
dari basa organik.<br />
9. Polyclar AT (polyplasdone XL, polyplasdone XL10) (Lachman Tablet, 176‐77)<br />
− Crosslinked, homopolimer dari vinilpirolidon yang tidak larut.<br />
− Polyplasdone XL meningkatkan disintegrasi dan disolusi, tidak menurunkan kekerasan.<br />
10. Amberlite IPR 88 (ion exchange resin) (Lachman Tablet, 177)<br />
− Dapat mengembang dalam air.<br />
− Harus hati‐hati memilih karena dapat mengabsorbsi obat.<br />
− Resin kationik dan anionic digunakan untuk mengabsorbsi senyawa dan melepaskan senyawa<br />
tersebut jika tegangan berubah.
Disintegran yang biasa digunakan<br />
Disintegran<br />
Konsentrasi (% w/w)<br />
Starch 5‐20<br />
Starch 1500 5‐15<br />
Avicel PH 101, PH 102<br />
5‐15<br />
Solka floc<br />
Asam alginat 5‐10<br />
Explotab 2‐8<br />
Guar gum 2‐8<br />
Polyclar AT (PVP, crosslinked PVP) 0.5‐5<br />
Amberlite IPR 88 0.5‐5<br />
Metilselulosa, CMC‐Na, HPC 5‐10<br />
(Lachman Tablet, 174)<br />
F. LUBRIKAN<br />
Fungsi utama dari lubrikan adalah untuk mengurangi gesekan atau friksi yang terjadi antara<br />
permukaan tablet dengan dinding die selama proses pengempaan dan penarikan tablet. (Lachman<br />
Tablets, 110)<br />
Setiap lubrikan memiliki konsentrasi optimum (tidak lebih dari 1%) untuk menghasilkan kecepatan<br />
aliran yang optimum. (Lachman Tablets, 112)<br />
Klasifikasi: (Lachman Tablets, 112‐113)<br />
a. Water soluble<br />
Banyak digunakan untuk tablet yang harus larut sempurna di dalam air, seperti tablet/ serbuk<br />
effervescent atau jika diinginkan disintegrasi yang unik atau karakteristik disolusi yang umum.<br />
b. Water insoluble<br />
Lubrikan ini umumnya lebih efektif dan digunakan pada konsentrasi rendah.<br />
Mekanisme Kerja: (Lachman Tablets, 111)<br />
a. Fluid type lubricant<br />
Membentuk lapisan cair kontinu antara massa cetak dengan logam cetakan. Dapat<br />
menyebabkan tablet mengandung bercak‐bercak minyak.<br />
Contoh: minyak hidrokarbon.<br />
b. Boundary type lubricant<br />
Ada interaksi atau gaya adheren antara bagian polar dari lubrikan dengan permukaan logam<br />
pada dinding die.<br />
Tipe ini memiliki gaya adheren terhadap cetakan yang lebih baik.<br />
Penggunaan lubrikan cenderung meratakan distribusi tekanan pada saat pengempaan tablet dan<br />
juga meningkatkan kepadatan partikel sebelum dikempa. (Lachman Tablets, 111).<br />
Semakin kecil ukuran partikel granul, maka tablet membutuhkan jumlah lubrikan yang lebih banyak<br />
(%). (Lachman Tablets, 111)<br />
Oleh karena kebanyakan lubrikan bersifat hidrofobik, maka dengan adanya lubrikan akan<br />
meningkatkan waktu disintegrasi dan menurunkan kecepatan disolusi obat. (Lachman Tablets,<br />
111)<br />
Lubrikan akan membentuk lapisan di sekitar granulat pada saat granulasi yang akan mengurangi<br />
resiko kerusakan tablet pada saat dikempa. Oleh karena kekuatan tablet tergantung pada area<br />
kontak di antara partikel, maka adanya lubrikan juga dapat mengganggu ikatan antar partikel dan<br />
menyebabkan berkurangnya daya kohesif sehingga tablet menjadi rapuh. (Lachman Tablets, 111)<br />
Pada penggunaan lubrikan, pembuatan tablet dengan teknik mixing memberikan hasil yang lebih<br />
baik daripada metode inkorporasi pada kekerasan tablet. (Lachman Tablets, 111)<br />
Caping dan laminating serta lemahnya ikatan antar partikel granul dapat terjadi pada tablet yang<br />
kelebihan lubrikan seperti stearat. (Lachman Tablets, 112)<br />
Lubrikan seringkali ditambahkan dalam keadaan kering ketika semuanya telah tercampur<br />
homogen. Biasanya lubrikan dicampurkan pada 2‐5 menit akhir dari total waktu pencampuran 10‐<br />
30 menit.<br />
Pencampuran yang berlebihan (overmixing) dapat mengurangi karakteristik disintegrasi‐disolusi<br />
dan matriks tablet akan kehilangan ikatannya. (Lachman Tablets, 114)
Metode penambahan lubrikan di akhir (sebagai fasa luar‐setelah granul dibentuk) memberikan<br />
hasil yang lebih baik terhadap kekerasan tablet dan kemudahannya untuk dikeluarkan<br />
dibandingkan dengan metode penambahan lubrikan saat dilakukan granulasi. (Lachman Tablets,<br />
114)<br />
Mg‐lauril sulfat dapat menghasilkan tablet yang lebih keras dan campuran yang lebih mudah<br />
dikempa dibandingkan Mg stearat pada kekuatan penarikan yang sama, tapi butuh jumlah Mglauril<br />
sulfat yang lebih banyak untuk memberikan lubrikasi yang sama. (Lachman Tablets, 113)<br />
Lubrikan carbowax seringkali diberikan dalam bentuk larutan alkohol atau dalam bentuk suspensi<br />
dan emulsi dari bahan lubrikan. (Lachman Tablets, 114)<br />
Aspirin tidak stabil dengan adanya senyawa alkalin, misalnya lubrikan alkalin stearat. Penggantinya<br />
dapat digunakan lubrikan talk. (Lachman Tablets, 113)<br />
Water Soluble Lubricant<br />
Water Insoluble Lubricant<br />
Jenis Kadar (%) Jenis Kadar (%)<br />
Asam borat 1 Logam (Mg, Ca, Na) stearat ¼‐2<br />
Sodium klorida 5 Asam stearat ¼‐2<br />
DL‐leusin 1‐5 Sterotex ¼‐2<br />
Carbowax 4000/6000 1‐5 Talk 1‐5<br />
Sodium oleat 5 Waxes 1‐5<br />
Sodium benzoat 5 Stearowet 1‐5<br />
Sodium asetat 5 Gliseril behapate (Compritol<br />
888); dapat digunakan sebagai<br />
lubrikan dan pengikat<br />
Sodium lauril sulfat 1‐5<br />
Mg‐lauril sulfat 1‐2<br />
Sodium benzoat+sodium asetat 1‐5<br />
(Lachman Tablets, 113‐114)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET UMUM<br />
G. GLIDAN<br />
− Fungsi utama dari glidan adalah menunjang karakteristik aliran dari granul atau<br />
meningkatkan aliran granul dari hopper ke dalam die. (Lachman Tablets, 110)<br />
− Glidan dapat meminimalisasi kecenderungan granul untuk memisah/ segregasi selama<br />
tahap vibrasi yang berlebihan (Lachman Tablets, 115)<br />
− Efektivitas starch sebagai glidan telah banyak digunakan dalam formulasi tablet dan<br />
kapsul. (Lachman Tablets, 115)<br />
− Secara umum, efektivitas fine silica > Mg stearat > talk murni.<br />
− Talk mengandung sejumlah kecil Al silikat dan Fe. Harus hati‐hati untuk zat aktif yang<br />
penguraiannya dikatalisis oleh Fe. (Lachman Tablets, 116)<br />
− Mekanisme Kerja: (Lachman Tablets, 116)<br />
1. Dispersi muatan elektrostatik pada permukaan granul.<br />
2. Distribusi glidan pada granul.<br />
3. Adsorpsi gas pada permukaan atas glidan atau granul.<br />
4. Minimalisasi gaya Van der Walls dengan pemisahan granul.<br />
5. Reduksi friksi antara partikel dengan permukaan yang kasar dengan penempelan<br />
glidan pada permukaan granul.<br />
− Starch sebagai glidan sering dikombinasikan dengan lubrikan dengan perbandingan 1:1<br />
hingga 1:4. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi sifat hidrofobik dari lubrikan yang<br />
akan mempengaruhi disintegrasi dan disolusi tablet. (Lachman Tablet, 116)<br />
− Golongan silika adalah glidan yang paling efisien, kemungkinan karena ukuran<br />
partikelnya yang kecil. Golongan silika dapat menunjang aliran granul dengan<br />
meningkatkan bobot tablet dan menurunkan variasi bobot tablet.<br />
Contoh glidan silika adalah silika dioksida. (Lachman Tablets, 115)<br />
Jenis Kadar (%)<br />
Talk 5<br />
Cornstarch 5‐10<br />
Cab‐O‐sil 0,1‐0,5<br />
Siliod 0,1‐0,5<br />
Aerosil 1‐3<br />
H. ANTI ADHEREN<br />
− Fungsi utama dari anti adheren adalah mencegah penempelan tablet pada punch atau<br />
pada dinding die. (Lachman Tablets, 110)<br />
− Bahan yang paling baik adalah yang larut air dan yang paling efisien adalah DL‐leusin.<br />
(Lachman Tablets, 114)<br />
− Biasa digunakan pada produk yang mengandung vitamin E dosis tinggi karena<br />
cenderung terjadi picking. Hal ini diminimalkan dengan koloidal silika seperti Syloid.<br />
Cab‐o‐sil mempunyai struktur kimia yang sama tetaoi hasil tidak sebaik Syloid karena<br />
luas permukaannya yang kecil. (Lachman Tablets, 114)<br />
− Talk, Mg stearat dan pati jagung memberikan punch face dan sifat anti adheren yang<br />
paling bagus.<br />
Jenis Kadar (%) Keterangan<br />
Talk 1‐5 Sifat anti adheren yang baik
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET UMUM<br />
Cornstarch 3‐10 Sifat anti adheren yang baik<br />
Cab‐O‐Sil 0,1‐0,5 Tidak mempunyai sifat anti adheren yang baik<br />
DL‐leusin 3‐10 Larut air, sifat anti adheren yang baik<br />
Sodium lauril sulfat
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET UMUM<br />
Etanol<br />
Amilum kering<br />
Laktosa<br />
PVP)<br />
q.s<br />
10% dari bobot total<br />
(bobot fasa dalam‐bobot ZA‐bobot amilum kering‐bobot<br />
Fase Luar (8%)<br />
Mg Stearat 1%<br />
Talk 2%<br />
Amilum kering 5%<br />
PVP sifatnya higroskopis, sehingga dapat mengakibatkan tablet menjadi basah, tapi<br />
sebenarnya dengan 2% tidak terlalu bermasalah. Penggunaannya dapat dalam<br />
konsentrasi 0,5‐5%. Jika sedikit bermasalah dapat ditambahkan adsorben seperti<br />
aerosil sebanyak 1% sehingga formula fase luar menjadi: Mg Stearat 1%, Talk 1%,<br />
Aerosil 1%, Amilum kering 5%.<br />
3. Amilum kering dapat menjadi penghancur FD yang kurang baik jika saat penggranulan<br />
terlalu banyak air yang masuk. Oleh karena itu, dapat digunakan penghancur lain<br />
seperti ac‐di‐sol (± 3%) untuk memperbaiki waktu hancur. Tetapi karena ac‐di‐sol<br />
mahal harganya maka sebagai alternatif dapat digunakan starch 1500 atau<br />
primogel/eksplotab sebagai penghancur. Dengan PVP digunakan sebagai pengikat,<br />
formula akan menjadi :<br />
Fase Dalam (92%)<br />
Zat aktif A<br />
sesuai dosis<br />
PVP 2%<br />
Etanol<br />
q.s<br />
Amilum kering 10% dari bobot total atau<br />
Ac‐di‐sol 3%<br />
Laktosa<br />
q.s<br />
Fase Luar (8%)<br />
Mg Stearat 1%<br />
Talk 2%<br />
Amilum kering 5% atau<br />
Ac‐di‐sol<br />
3% atau<br />
Eksplotab<br />
5% atau<br />
Starch 1500 5%<br />
Umumnya starch 1500 dan eksplotab digunakan sebagai penghancur luar, jarang<br />
digunakan sebagai penghancur fasa dalam.<br />
4. Laktosa dapat mengalami deformasi plastis (irreversivel) dalam pencetakan sehingga<br />
penggunaannya sebagai pengisi tablet sangat menguntungkan. Alirannya dan<br />
kompresibilitasnya kurang baik sehingga sering digunakan untuk formulasi dengan<br />
granulasi basah (aliran dan kompresibilitasnya turut diperbaiki dengan penggranulan).<br />
Untuk memperoleh tablet yang lebih baik, maka laktosa dapat diganti dengan avicel.<br />
Terdapat tiga jenis avicel yang sering digunakan yaitu : Avicel pH 101 (berbentuk<br />
serbuk, umumnya digunakan dalam formulasi GB), Avicel pH 102 (berbentuk granul,<br />
umumnya digunakan dalam formulasi GK dan KL), Avicel pH 103 (berbentuk granul
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET UMUM<br />
dengan ukuran lebih kecil dan dapat menghasilkan waktu hancur yang lebih cepat).<br />
Dengan PVP digunakan sebagai pengikat dan ac‐di‐sol sebagai penghancur, formula<br />
tablet akan menjadi :<br />
Fase Dalam (92%)<br />
Zat aktif A<br />
sesuai dosis<br />
PVP 2%<br />
Etanol<br />
q.s<br />
Amilum kering 10% dari bobot total atau<br />
Ac‐di‐sol 3%<br />
Avicel<br />
q.s<br />
Fase Luar (8%)<br />
Mg Stearat 1%<br />
Talk 2%<br />
Amilum kering 5% atau<br />
Acdisol<br />
3% atau<br />
Eksplotab<br />
5% atau<br />
Starch 1500 5%<br />
B. Granulasi Kering<br />
1. Digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan lembab, misalnya antibiotik.<br />
Fase Dalam (92%)<br />
Zat aktif A<br />
sesuai dosis<br />
Amilum kering 10%<br />
PVP 5 %<br />
Laktosa<br />
q.s<br />
Fase Luar (8%)<br />
Mg stearat 1%<br />
Talk 2%<br />
Amilum kering 5%<br />
Pembuatan slug : FD + ½ FL ( hanya talk dan mg stearat) = 92% + 1,5% = 93,5%, lalu<br />
dicetak dan dihancurkan (slug) hingga kecepatan aliran 4 gr/dt. Setelah jadi slug<br />
kemudian ditambahkan sisa ½ FL (1,5%) dan amilum kering 5% (harus dilakukan<br />
penimbangan terlebih dahulu terhadap granul yang diperoleh).<br />
2. Karena kompresibilitas laktosa kurang baik dan memiliki sifat aliran yang kurang baik,<br />
maka dapat diganti dengan avicel yang memiliki kompresibilitas lebih baik. Avicel<br />
dapat berfungsi sebagai pengisi sekaligus pengikat. Akan tetapi, jika pengikatan avicel<br />
masih kurang, PVP dapat tetap ditambahkan sebagai pengikat.<br />
Fase Dalam (97%)<br />
Zat aktif A<br />
sesuai dosis<br />
Amilum kering 10%<br />
PVP 5%<br />
Avicel<br />
q.s
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET UMUM<br />
Modifikasi fase luar hampir sama dengan modifikasi fase luar pada formulasi GB.<br />
C. Kempa Langsung<br />
Digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan lembab dan dosisnya kecil. Formulasi<br />
KL dibatasi oleh jumlah fine (serbuk yang tidak mempunyai sifat aliran (seperti talk, mg<br />
stearat, dan zat aktif). Jumlah maksimal dari fine adalah 12‐15% (menurut Martin dan<br />
Hoover), 15% (menurut Tutorial Pharmacy) atau 10‐20% (menurut RPS dan JPS). Umumnya<br />
dosis zat aktif yang digunakan adalah dibawah 50% agar keseragaman kandungan produk<br />
akhir bagus. Jika terlalu besar sebaiknya disluging. Syarat‐syarat bahan‐bahan untuk cetak<br />
langsung adalah : mempunyai sifat aliran yang bagus, kohesif, kompresibilitas baik.<br />
1. Zat aktif A sesuai dosis<br />
Laktosa spray dried q.s<br />
Mg stearat 1%<br />
Talk 2%<br />
Amilum kering 5%<br />
2. Digunakan kombinasi avicel dan eksplotab. Avicel memiliki kompresibilitas yang baik,<br />
tetapi alirannya kurang baik. Untuk memperbaik alirannya maka digunakan eksplotab.<br />
Selain itu eksplotab berfungsi pula sebagai penghancur.<br />
Zat aktif A<br />
sesuai dosis<br />
Avicel : Eksplotab (3:7) q.s<br />
Mg stearat 1%<br />
Talk 2%<br />
3. Digunakan kombinasi starch 1500 dan avicel (3:1) yang dikenal pula sebagai ”running<br />
powder”. Running powder ini memiliki sifat aliran dan kompresibilitas yang baik. Tapi daya<br />
hancur running powder tidak bagus, sehingga dapat ditambahkan penghancur luar<br />
seperti amilum kering, eksplotab, atau ac‐di‐sol.<br />
Zat aktif A<br />
sesuai dosis<br />
Avicel : Starch 1500 (3:1) q.s<br />
Mg stearat 1%<br />
Talk 2%<br />
Amilum kering<br />
5% atau<br />
Eksplotab<br />
5% atau<br />
Ac‐di‐sol 3%<br />
Contoh Perhitungan Tablet<br />
A. Granulasi Basah<br />
Contoh : Zat aktif paracetamol 500 mg<br />
Direncanakan bobot tablet 700 mg, dibuat 1000<br />
tablet Formula : Fase Dalam (92%)<br />
Paracetamol<br />
= 500 g<br />
Amilum 10% dari bobot tablet = 70 g<br />
Musilago amili 10% (1/3 FD) = 21,5 g<br />
Laktosa<br />
= 52,5 g<br />
Total FD 92% x 700 = 644 g
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET UMUM<br />
Fase Luar (8%)<br />
Mg stearat 1%<br />
Talk 2%<br />
Amilum kering 5%<br />
Cara menghitung :<br />
− Musilago amili = 1/3 x 644 g = 215 g<br />
setelah dikeringkan = 10% x 215 g = 21,5 g<br />
− Laktosa = 644 – (500 + 70 + 21,5) = 52,5 g<br />
Permisalan (1):<br />
Granul FD yang diperoleh 600 g dengan kadar air 2%,<br />
Maka untuk kadar air 0%, bobot granulnya = 0,98 x 600 = 588 gram<br />
Jumlah tablet yang diperoleh = 588/644 x 1000 tablet = 913,04 tablet<br />
Fase luar yang ditambahkan:<br />
− Mg stearat 1% = 1/92 x 600 g = 6,52 g<br />
− Talk 2% = 2/92 x 600 g = 13,04 g<br />
− Amilum kering 5% = 5/92 x 600 g = 32,60 g<br />
600g+ 6,52g+ 13,04g+<br />
32,6g<br />
Bobot tablet yang diperoleh =<br />
913,04<br />
= 714,27 mg<br />
Permisalan (2):<br />
Granul FD yg diperoleh 600 g dengan tidak memperhitungkan kadar air (biasanya<br />
perhitungan tidak memperhitungkan kadar air)<br />
Jumlah tablet yang diperoleh = 600/644 x 1000 tablet = 931,68 tablet<br />
Fase luar yang ditambahkan:<br />
− Mg stearat 1% = 1/92 x 600 g = 6,52 g<br />
− Talk 2% = 2/92 x 600 g = 13,04 g<br />
− Amilum kering 5% = 5/92 x 600 g = 32,60 g<br />
600g+ 6,52g+ 13,04g+<br />
32,6g<br />
Bobot tablet yang diperoleh =<br />
931,68<br />
= 699,98 mg<br />
B. Granulasi Kering<br />
Contoh : Zat Aktif A 400 mg<br />
Direncanakan bobot tablet 600 mg; dibuat 1000 tablet<br />
Formula : Fase dalam (92%)<br />
Zat A<br />
PVP 5%<br />
Amilum<br />
10% bobot tablet<br />
Laktosa<br />
Total fasa dalam 92% x 600g<br />
Fase Luar (8%)<br />
Mg stearat 1% = 6 g
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET UMUM<br />
Talk 2% = 12 g<br />
Amilum kering 5% = 30 g<br />
Slug (93,5%) fase dalam + ½ (Mg stearat dan talk)<br />
Zat A<br />
= 400 g<br />
PVP = 30 g<br />
Amilum = 60 g<br />
Laktosa = 32 g<br />
Mg stearat = 3 g<br />
Talk = 6 g __+<br />
531 g<br />
Misalnya:<br />
Slug yang diperoleh = 500 mg,<br />
Jumlah tablet yang diperoleh<br />
= 500/531 x 1000 tablet = 941,62 tablet<br />
Maka sisa FL yang ditambahkan:<br />
− Mg stearat = 0,5/93,5 x 500 g = 2,67 g<br />
− Talk = 1/93,5 x 500 g = 5,35 g<br />
− Amilum kering = 5/93,5 x 500 g = 26,74 g<br />
500g+ 2,67g+ 5,35g+<br />
26,74g<br />
Bobot tablet yang diperoleh =<br />
941,62<br />
= 567,91 mg<br />
C. Kempa Langsung<br />
Contoh : Zat Aktif A 25 mg<br />
Direncanakan bobot tablet 250 mg; dibuat 1000 tablet<br />
Formula : Zat A = 25 g<br />
Pengisi, pengikat, penghancur q.s = 217,5 g<br />
Mg stearat 1% = 2,5 g<br />
Talk 2% = 5 g _+<br />
250 g<br />
Misal pengisi adalah avicel primojel (3:1) yang berfungsi sebagai pengisi, pengikat sekaligus<br />
penghancur, maka penimbangan:<br />
Zat A<br />
= 25 g<br />
Avicel = ¾ x 217,5 = 163,25 g<br />
Primojel = ¼ x 217,5 = 54,375 g<br />
Mg stearat<br />
= 2,5 g<br />
Talk<br />
= 5 g<br />
V. EVALUASI MUTU<br />
Evaluasi massa cetak (In Process Control)<br />
Granulasi Basah:<br />
Penimbangan<br />
<br />
Granulasi kering:<br />
Penimbangan<br />
<br />
Kempa langsung:<br />
Penimbangan
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET UMUM<br />
Pencampuran<br />
<br />
IPC:<br />
Pencampuran<br />
<br />
IPC:<br />
Pencampuran<br />
<br />
IPC:<br />
uji homogenitas<br />
<br />
Granulasi basah<br />
<br />
Pengayakan<br />
<br />
Pengeringan<br />
<br />
IPC:<br />
kandungan lembab<br />
o<br />
o<br />
o<br />
o<br />
<br />
Pengayakan<br />
<br />
IPC:<br />
Kecepatan<br />
aliran<br />
BJ nyata, BJ<br />
mampat dan %<br />
kompresibilitas<br />
Distribusi<br />
ukuran granul<br />
Kadar zat aktif<br />
dalam granul<br />
<br />
Lubrikasi<br />
<br />
Pencetakan<br />
<br />
Pengemasan<br />
<br />
Evaluasi<br />
o<br />
o<br />
o<br />
o<br />
uji homogenitas<br />
<br />
Slugging<br />
<br />
Pengayakan<br />
<br />
IPC:<br />
Kecepatan aliran<br />
BJ nyata, BJ<br />
mampat dan %<br />
kompresibilitas<br />
Distribusi ukuran<br />
granul<br />
Kadar zat aktif<br />
dalam granul<br />
<br />
Lubrikasi<br />
<br />
Pencetakan<br />
<br />
Pengemasan<br />
<br />
Evaluasi<br />
o<br />
o<br />
o<br />
o<br />
Uji homogenitas<br />
Kecepatan aliran<br />
BJ nyata, BJ mampat<br />
dan % kompresibilitas<br />
Distribusi ukuran<br />
granul<br />
<br />
Pencetakan<br />
<br />
Pengemasan<br />
<br />
Evaluasi<br />
A. Evaluasi Granul<br />
Evaluasi granul :<br />
1. Evaluasi destruktif<br />
Bahan uji mengalami kerusakan, baik fisika maupun kimia.<br />
− Penetapan kandungan zat aktif dalam granul<br />
− Uji kandungan lembab
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET UMUM<br />
2. Evaluasi non destruktif<br />
Bahan uji tidak mengalami kerusakan, baik fisika maupun kimia sehingga masih dapat<br />
digunakan untuk uji lain atau proses selanjutnya.<br />
− Uji aliran<br />
− Uji bobot jenis dan persen kompresibilitas<br />
(Sumber : Power point B Heni)<br />
Evaluasi granul terutama dilakukan untuk formula baru atau pada modifikasi formula. Untuk<br />
formula yang sama evaluasi granul tidak perlu dilakukan. Evaluasi granul meliputi: (Sumber :<br />
TS)<br />
1. Uji Homogenitas campuran :<br />
Tujuan : Memastikan bahwa zat aktif terdistribusi merata di dalam campuran<br />
(pilih salah satu dari di bawah ini, sesuaikan dengan <strong>sediaan</strong> kita)<br />
a) Visual, jika serbuk berwarna<br />
Campuran dinyatakan homogen jika warna terdistribusi merata dalam campuran<br />
b) Menetapkan kadar zat aktif dengan cara sampling pada beberapa titik (atas, tengah,<br />
bawah) wadah pencampur<br />
Campuran dinyatakan homogen jika kadar zat aktif pada beberapa titik sama<br />
2. Granulometri<br />
Granulometri adalah analisis ukuran dan repartisi granul (penyebaran ukuran‐ukuran<br />
granul). Dalam melakukan analisis granulometri digunakan susunan pengayak dengan<br />
berbagai ukuran. Mesh terbesar diletakkan paling atas dan dibawahnya disusun pengayak<br />
dengan mesh yang makin kecil.<br />
−<br />
−<br />
−<br />
−<br />
−<br />
Timbang 100 gr granul<br />
Letakkan granul pada pengayak paling atas<br />
Getarkan mesin 5‐30 menit, tergantung dari ketahanan<br />
granul pada getaran<br />
Timbang granul yang tertahan pada tiap‐tiap pengayak<br />
Hitung persentase granul pada tiap‐tiap pengayak<br />
Tujuan granulometri adalah untuk melihat keseragaman dari ukuran granul. Diharapkan<br />
ukuran granul tidak terlalu berbeda. Granulometri berhubungan dengan sifat aliran granul.<br />
Jika ukuran granul berdekatan, aliran akan lebih baik. Diharapkan ukuran granul mengikuti<br />
kurva distribusi normal.<br />
3. Bobot Jenis<br />
Kerapatan granul dapat mempengaruhi kompresibilitas, porositas tablet, kelarutan, dan<br />
sifat‐sifat lainnya.<br />
a. BJ Sejati (Sumber : Terj. Lachmann Industri ed.2 hal. 682)<br />
Ada 2 metode untuk menentukan kerapatan granul, keduanya menggunakan<br />
piknometer. Yang pertama menggunakan air raksa sebagai cairan pengisis sela. Yang<br />
kedua memakai pelarut yang bertekanan permukaan rendah (misal, benzen) dan tidak<br />
melarutkan granul. Ketepatan metode ini tergantung pada kemampuan cairan pengisi
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET UMUM<br />
sela memasuki pori‐pori granul. Kerapatan diukur dari volume cairan pengisi sela yang<br />
dipindahkan oleh sejumlah tertentu granul dalam piknometer.<br />
D = M/(Vp‐Vi)<br />
Ket : D = bobot jenis<br />
Vp = volume cairan pengisi sela yang mengandung granul dalam jumlah<br />
tertentu (M), yang diperlukan untuk mengisi piknometer<br />
b. BJ ruahan granul (BJ nyata) (Sumber : Power point B Heni & TS)<br />
Prosedur :<br />
− Timbang 100 gram serbuk/granul<br />
− Masukkan ke dalam gelas ukur<br />
− Amati volume<br />
− Hitung BJ ruahan:<br />
BJ = bobot/volume<br />
Tujuan penetapan BJ ruahan<br />
− Kecepatan aliran<br />
− Kesesuaian ukuran tablet(diameter/ketebalan)<br />
c. BJ nyata setelah pemampatan (Sumber : TS)<br />
− Perbandingan bobot dengan volume setelah proses pemampatan (ketukan<br />
sebanyak 500 x)<br />
− Ke dalam gelas takar masukkan 100 g granul. Mampatlkan 500 x dengan alat<br />
volumeter.<br />
− Lihat volume setelah pemampatan.<br />
BJ nyata setelah pemampatan = bobot/volume setelah pemampatan<br />
d. Bilangan Hausner<br />
Perbandingan antara BJ mampat dengan BJ nyata (Sumber : Power point B Heni)<br />
Makin meningkat kemampuan untuk dikempa (BJ rendah), makin kurang daya<br />
mengalirnya . Makin berkurang kmampuan untuk dikempa (BJ tinggi), makin besar<br />
daya mengalirnya (Sumber : Terj. Lachmann Industri ed.2 hal. 683)<br />
4. Kadar Pemampatan<br />
%T = (Vo – V500)/Vo x 100%<br />
%T = Kadar pemampatan<br />
Vo = Volume sebelum pemampatan<br />
V500 = Volume setelah pemampatan 500 x<br />
%T < 20 atau ^V< 20 ml granul memiliki aliran yang baik
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET UMUM<br />
Kadar pemampatan dan berat jenis dapat untuk menilai aliran.<br />
5. Kompresibilitas<br />
% K = (BJ mampat – BJ nyata)/BJ mampat x 100%<br />
Jika % K :<br />
5 – 10 % ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ aliran sangat baik<br />
11 – 20 % ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ aliran cukup baik<br />
21 ‐ 25 % ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ aliran cukup<br />
>26 % ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ aliran buruk<br />
6. Aliran<br />
Prinsip : Menetapkan jumlah granul yang mengalir melalui alat selama waktu tertentu<br />
Ada beberapa uji yang dapat digunakan sebagai pengukur aliran. Dua metode yang<br />
paling umum dipakai yaitu:<br />
a. Metode sudut baring/sudut istirahat (Sumber : Terj. Lachmann Industri ed.2 hal. 684‐<br />
685)<br />
≤ 30° bebas mengalir<br />
≥ 40° aliran kurang baik<br />
tan α = H/R atau α = arc tan H/R<br />
b. Metode kecepatan aliran Hopper<br />
Kecepatan aliran dipakai sebagai metode untuk menetapkan kemampuan mengalir.<br />
(Sumber : Terj. Lachmann Industri ed.2 hal. 684‐685)<br />
Dihitung jumlah granul yang mengalir dalam suatu waktu (gram/detik).<br />
− Timbang beker glass kosong (Wo)<br />
− Set skala ke nol<br />
− Masukkan serbuk/granul ke corong<br />
− Hidupkan alat dan amati serbuk/granul<br />
− Catat waktu aliran (T)<br />
− Timbang beker glass berisi serbuk/granul (Wt)<br />
− Hitung aliran serbuk/granul<br />
Aliran = (Wt‐Wo)/T<br />
Tujuan penetapan:<br />
Menjamin keseragaman pengisian ke dalam cetakan (bobot/tablet)<br />
kriteria penerimaan : > 4g/detik memiliki aliran yang bagus<br />
(Sumber : Power point B Heni)<br />
7. Kandungan Lembab (Sumber : Power point B Heni)<br />
Adalah jumlah massa yang hilang (air, komponen yang mudah menguap) selama proses<br />
pemanasan (70°C)<br />
Kandungan lembab diukur dengan pemanasan (gravimetric) menggunakan alat seperti<br />
Moisture Balance.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET UMUM<br />
Prosedur:<br />
− Timbang granul sebanyak 5 g di atas nampan logam (aluminium)<br />
− Nyalakan alat, cek suhu pada 70C<br />
− Penetapan kandungan lembab dapat di atur skalanya pada alat (% hilang atau g hilang)<br />
− Penetapan dihentikan setelah dicapai angka konstant<br />
Tujuan<br />
− Mengontrol kandungan lembab granul sehingga dapat mengantisipasi masalah yang<br />
terjadi selama proses pengempaan tablet, terutama kandungan lembab menjadi faktor<br />
penyebabnya<br />
− Mengontrol K.L granul berkaitan dgn pertumbuhan mikroba, jika granul tidak langsung<br />
dikempa menjadi tablet<br />
−<br />
% KB<br />
% KL<br />
= W 1/W x 100 %<br />
= Wa/W1 x 100 %<br />
% KB<br />
% KL<br />
= Kandungan bobot<br />
= Kandungan lembab<br />
Wa = W – W1 W = bobot mula‐mula<br />
W 1 = bobot setelah<br />
Kadar air yang baik 2‐4 % (kata bu Henny 1‐3%)<br />
B. Evaluasi Sediaan Tablet<br />
Persyaratan dari industri<br />
1. Organoleptik (Teori dan Praktek Farmasi Industri hlm. 650)<br />
Tujuan : Penerimaan oleh konsumen<br />
Pemeriksaan organoleptik meliputi warna, bau dan rasa<br />
Penafsiran hasil : Warna homogen, tidak ada binitk‐bintik/noda, bau sesuai spesifikasi (bau<br />
khas bahan, tidak ada bau yang tidak sesuai), rasa sesuai spesifikasi<br />
2. Bentuk dan ukuran (FI III)<br />
Tujuan : Menjamin penampilan tablet yang baik<br />
− Ketebalan adalah satu‐satunya variabel berkaitan<br />
dengan proses pencetakan<br />
− Ketebalan dipengaruhi oleh: BJ ruah, BJmampat dan sifat aliran<br />
massa cetak<br />
Alat : jangka sorong<br />
Diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1⅓ kali tebal tablet.<br />
3. Kekerasan tablet<br />
Tujuan: menjamin ketahanan tablet terhadap gaya mekanik pada proses: pengemasan,<br />
penghantaran (shipping).<br />
Prosedur:<br />
− 20 tablet diambil secara acak<br />
− Ukur kekerasan masing‐masing tablet<br />
− Catat skala yang terukur<br />
− Kekerasan tablet adalah harga rata2 ke‐20 tablet<br />
− Variasi kekerasan dilihat dari harga SD
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET UMUM<br />
Nilai kekerasan tablet bergantung pada bobot tablet. Makin besar tablet, kekerasan yang<br />
diperlukan juga semakin besar.<br />
− Bobot tablet sampai 300 mg, 4 – 7 kg/cm2.<br />
− Bobot tablet 400 – 700 mg: 7 – 12 kg/cm2<br />
4. Friabilitas<br />
Adalah parameter untuk menguji ketahanan tablet bila dijatuhkan pada suatu ketinggian<br />
tertentu<br />
Tujuan penetapan = untuk mengukur ketahanan permukaan tablet terhadap gesekan yang<br />
dialaminya sewaktu pengemasan dan pengiriman tujuan<br />
Prosedur:<br />
− 20 tablet diambil secara acak<br />
− Tablet dibersihkan dari debu kemudian ditimbang (Wo)<br />
− Masukkan & uji (100 x) putaran<br />
− Bersihkan tablet dan timbang (Wt)<br />
− Hitung % friabilitas tablet<br />
% F = (Wo – Wt)/Wo x 100%<br />
Pada umumnya persen friabilitas yang dapat diterima adalah < 1%<br />
Pada proses pengukuran friabilitas, alat diputar dengan kecepatan 25 putaran per menit<br />
dan waktu yang digunakan adalah 4 menit. Jadi ada 100 putaran.<br />
Hal yang harus diperhatikan dalam pengujian friabilitas adalah jika dalam proses<br />
pengukuran friabilitas ada tablet yang pecah atau terbelah, maka tablet tersebut tidak<br />
diikutsertakan dalam perhitungan. Jika hasil pengukuran meragukan (bobot yang hilang<br />
terlalu besar), maka pengujian harus diulang sebanyak dua kali. Selanjutnya tentukan nilai<br />
rata‐rata dari ketiga uji yang telah dilakukan. (USP & NF 1994)<br />
5. Friksibilitas<br />
Adalah parameter untuk menguji ketahanan tablet jika tablet mengalami gesekan antar<br />
sesame<br />
Tujuan penetapan = untuk mengukur ketahanan permukaan tablet terhadap gesekan yang<br />
dialaminya sewaktu pengemasan dan pengiriman tujuan<br />
Prosedur:<br />
− 20 tablet diambil secara acak<br />
− Tablet dibersihkan dari debu kemudian ditimbang (Wo)<br />
− Masukkan uji (100 x) putaran<br />
− Bersihkan tablet dan timbang (Wt)<br />
− Hitung % friksibilitas tablet<br />
% F = (Wo – Wt)/Wo x 100%<br />
Pada umumnya persen friabilitas yang dapat diterima adalah < 1%<br />
Persyaratan resmi <strong>sediaan</strong> tablet<br />
1. Uji keseragaman <strong>sediaan</strong> (FI IV, halaman 999‐1000)<br />
Meliputi keragaman bobot dan keseragaman kandungan
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET UMUM<br />
Persyaratan keragaman bobot diterapkan untuk tablet yang mengandung zat aktif 50 mg<br />
atau lebih, atau merupakan 50% atau lebih dari bobot total<br />
Prosedur penetapan keragaman <strong>sediaan</strong>:<br />
− Pilih tidak kurang dari 30 tablet.<br />
− Dari 30 tablet tersebut, timbang 10 tablet satu per satu dan hitung bobot rata‐rata<br />
Prosedur penetapan keseragaman <strong>sediaan</strong>:<br />
− Pilih tidak kurang dari 30 tablet.<br />
− Dari 30 tablet tersebut, tetapkan kadar 10 tablet satu per satu sesuai dengan cara yang<br />
tertera pada penetapan kadar dalam monografi, kecuali dinyatakan lain.<br />
Kriteria:<br />
− Kecuali dinyatakan lain dalam masing‐masing monografi, persyaratan keseragaman<br />
dosis dipenuhi jika jumlah zat aktif dalam masing‐masing 10 tablet terletak antara<br />
85.0% hingga 115.0% dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif (SDR)<br />
lebih kecil atau sama dengan 6,0%.<br />
SDR = (SD/rata‐rata) x 100%<br />
Dilakukan uji 20 tablet tambahan jika:<br />
a. 1 tablet terletak di luar rentang 85.0% ‐ 115.0% dan tidak ada tablet yang terletak<br />
antara 75.0% ‐ 125.0%,<br />
b. SDR > 6.0%<br />
c. a dan b tidak dipenuhi<br />
Persyaratan dipenuhi jika:<br />
− tidak lebih dari 1 tablet dari 30 tablet ada di luar 85.0% atau 1125.0%<br />
− tidak ada 1 tabletpun yang di luar rentang 75.0% atau 125.0%<br />
− SDR tidak lebih besar dari 7.8%<br />
−<br />
2. Uji waktu hancur (FI IV, halaman 1086)<br />
Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang tertera dalam<br />
masingmasing monografi, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet atau kapsul<br />
digunakan sebagai tablet isap atau dikunyah atau dirancang untuk pelepasan kandungan<br />
obat secara bertahap dalam jangka waktu tertentu atau melepaskan obat dalam dua<br />
periode berbeda atau lebih dengan jarak waktu yang jelas di antara periode pelepasan<br />
tersebut. Tetapkan jenis <strong>sediaan</strong> yang akan diuji dari etiket serta dari pengamatan dan<br />
gunakan prosedur yang tepat untuk 6 unit <strong>sediaan</strong> atau lebih.<br />
Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa <strong>sediaan</strong> atau bahan aktifnya terlarut sempurna.<br />
Sediaan dinyatakan hancur sempurna bila sisa <strong>sediaan</strong> yang tertinggal pada kasa alat uji<br />
merupakan masa lunak yang tidak mempunyai inti yang jelas, kecuali bagian dari penyalut<br />
atau cangkang kapsul yang tidak larut.<br />
Alat<br />
Alat terdiri atas suatu rangkaian keranjang, gelas piala berukuran 1000 ml, termostat untuk<br />
memanaskan cairan media antara 35 º hingga 39 º dan alat untuk menaikturunkan keranjang<br />
dalam cairan media pada frekuensi yang tetap antara 29 kali hingga 32 kali per menit<br />
melalui jarak tidak kurang dari 5,3 cm dan tidak lebih dari 5,7 cm. Volume cairan dalam
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET UMUM<br />
wadah sedemikian sehingga pada titik tertinggi gerakan ke atas, kawat kasa berada paling<br />
sedikit 2,5 cm di bawah permukaan cairan dan pada gerakan ke bawah ber ‐jarak tidak<br />
kurang dari 2,5 cm dari dasar wadah. Waktu yang diperlukan bergerak ke atas adalah sama<br />
dengan waktu yang diperlukan untuk bergerak ke bawah dan perubahan pada arah<br />
gerakan merupakan perubahan yang halus, bukan gerakan yang tiba‐tiba dan kasar.<br />
Rangkaian keranjang bergerak vertikal sepanjang sumbunya, tanpa gerakan horizontal<br />
yang berarti atau gerakan sumbu dari posisi vertikalnya.<br />
Rangkaian keranjang Rangkaian keranjang terdiri atas 6 tabung transparan yang kedua<br />
ujungnya terbuka, masing‐masing dengan panjang 7,75 cm ± 0,25 cm, diameter dalam<br />
lebih kurang 21,5 mm dan tebal dinding lebih kurang 2 mm, tabung‐tabung ditahan pada<br />
posisi vertikal oleh dua lempengan plastik, masing‐masing dengan diameter 9 cm, tebal 6<br />
mm, dengan enam buah lubang, masing‐masing berdiameter lebih kurang 24 mm dan<br />
berjarak sama dari pusat lempengan maupun antara lubang satu dengan lainnya. Pada<br />
permukaan bawah lempengan dipasang suatu kasa baja tahan karat berukuran 10 mesh<br />
nomor 23 (0,025 inci). Bagian‐bagian alat dirangkai dan dikencangkan oleh tiga buah baut<br />
melalui kedua lempengan plastik. Suatu alat pengait dipasang pada alat yang<br />
menaikturunkan rangkaian keranjang melalui satu titik pada sumbunya, digunakan vntuk<br />
menggantungkan rangkaian keranjang. Rancangan rangkaian keranjang dapat sedikit<br />
berbeda asalkan spesifikasi tabung kaca dan ukuran kasa dipertahankan.<br />
Cakram Tiap tabung mempunyai cakram berbentuk silinder dengan perforasi, tebal 9,5<br />
mm ± 0,15 mm dan diameter 20,7 mm ± 0,15 mm. Cakram dibuat dari bahan plastik<br />
transparan yang sesuai, mempunyai bobot jenis antara 1,18 hingga 1,20. Terdapat lima<br />
lubang berukuran 2 mm yang tembus dari atas ke bawah, salah satu lubang melalui sumbu<br />
silinder, sedangkan lubang lain paralel terhadapnya dengan radius jarak 6 mm. Pada sisi<br />
silinder terdapat 4 lekukan dengan jarak sama berbentuk V yang tegak lurus terhadap<br />
ujung silinder. Ukuran tiap lekukan sedemikian hingga bagian yang terbuka pada dasar<br />
silinder luasnya 1,60 mm persegi dan pada bagian atas silinder lebar 9,5 mm dan dalam<br />
2,55 mm. Seluruh permukaan cakram licin.<br />
Prosedur<br />
Tablet tidak bersalut Masukkan 1 tablet pada masing‐masing tabung dari keranjang,<br />
masukkan satu cakram pada tiap tabung dan jalankan alat, gunakan air bersuhu 37 º ± 2 º<br />
sebagai media kecuali dinyatakan menggunakan cairan lain dalam masing‐masing<br />
monografi. Pada akhir batas waktu seperti yang tertera dalam monografi, angkat<br />
keranjang dan amati semua tablet: semua tablet harus hancur sempurna. Bila 1 tablet atau<br />
2 tablet tidak hancur sempurna, ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16<br />
dari 18 tablet yang diuji harus hancur sempurna.<br />
Tablet bersalut bukan enterik Masukkan 1 tablet pada masing‐masing tabung dari<br />
keranjang, bila tablet mempunyai penyalut luar yang dapat larut, celupkan keranjang<br />
dalam air pada suhu kamar selama 5 menit. Kemudian masukkan cakram pada tiap tabung<br />
dan jalankan alat, gunakan cairan lambung buatan LP bersuhu 37 º ± 2 º sebagai media.<br />
Setelah alat dijalankan telama 30 menit, angkat keranjang dan amati semua tablet. Bila<br />
tablet tidak hancur sempurna, ganti dengan cairan usus buatan LP bersuhu 37 º ± 2 º dan<br />
teruskan pengujian hingga jangka waktu keseluruhan, termasuk pencelupan dalam air dan<br />
cairan lambung buatan LP adalah sama dengan batas waktu yang dinyatakan dalam<br />
masing‐masing monografi ditambah 30 menit, angkat keranjang dan amati semua tablet:<br />
semua tablet harus hancur sempurna. Bila 1 tablet atau 2 tablet tidak hancur sempurna,
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET UMUM<br />
ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16 dari 18 tablet yang diuji harus<br />
hancur sempurna.<br />
Tablet salut enterik Masukkan 1 tablet pada masing‐masing tabung dari keranj ang, bila<br />
tablet mempunyai penyalut luar yang dapat larut, celupkan keranjang dalam air pada suhu<br />
kamar selama 5 menit. Tanpa menggunakan cakram jalankan alat, gunakan cairan<br />
lambung buatan LP bersuhu 37 º ± 2 º sebagai media. Setelah alat dijalankan selama satu<br />
jam, angkat keranjang dan amati semua tablet: tablet tidak hancur, refak atau menjadi<br />
lunak. Kemudian masukkan satu cakram pada tiap tabung dan jalankan alat, gunakan<br />
cairan usus buatan LP bersuhu 37 º ± 2 º sebagai media selama jangka waktu 2 jam ditambah<br />
dengan batas waktu yang dinyatakan dalam masing‐masing monografi atau bila dalam<br />
monografi dinyatakan hanya tablet salut enterik, maka hanya selama batas waktu yang<br />
dinyatakan.dalam monografi. Ajigkat keranjang dan amati semua tablet: semua tablet<br />
harus hancur sempurna. Bila 1 tablet atau 2 tablet tidak hancur sempurna, ulangi<br />
pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16 dari 18 tablet yang diuji harus hancur<br />
sempurna.<br />
Tablet bukal Lakukan pengujian dengan prosedur seperti yang tertera pada Tablet tidak<br />
bersalut, tanpa menggunakan cakram. Setelah 4 jam, angkat keranjang dan amati semua<br />
tablet: semua tablet harus hancur. Bila 1 tablet atau 2 tablet tidak hancur sempurna,<br />
ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16 dari 18 tablet yang diuji harus<br />
hancur sempurna.<br />
Tablet sublingual Lakukan pengujian dengan prosedur seperti yang tertera pada Tablet<br />
iidak bersalut, tanpa menggunakan cakram. Amati tablet dalam batas waktu yang<br />
dinyatakan dalam masing‐masing monografi: semua tablet harus hancur. Bila 1 tablet atau<br />
2 tablet tidak hancur sempurna, ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16<br />
dari 18 tablet yang diuji harus hancur sempurna.<br />
Kapsul gelatin keras Lakukan pengujian dengan prosedur seperti yang tertera pada Tablet<br />
tidak bersalut, tanpa menggunakan cakram. Sebagai pengganti cakram digunakan suatu<br />
kasa berukuran 10 mesh seperti yang diuraikan pada rangkaian keranjang, kasa ini<br />
ditempatkan pada permukaan lempengan atas dari rangkaian keranjang. Amati kapsul<br />
dalam batas waktu yang dinyatakan dalam masing‐masing monografi, semua kapsul harus<br />
hancur, kecuali bagian dari cangkang kapsul. Bila 1 tablet atau 2 kapsul tidak hancur<br />
sempurna, ulangi pengujian dengan 12 kapsul lainnya: tidak kurang 16 dari 18 kapsul yang<br />
diuji harus hancur sempurna.<br />
Kapsul gelatin lunak Lakukan pengujian dengan prosedur seperti yang tertera pada Kapsul<br />
gelatin keras.<br />
3. Uji disolusi <br />
Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera<br />
dalam masing‐masing monografi untuk <strong>sediaan</strong> tablet dan kapsul, kecuali pada etiket<br />
dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul<br />
gelatin lunak kecuali bila dinyatakan dalam masing‐masing monografi. Bila pada etiket<br />
dinyatakan bahwa <strong>sediaan</strong> bersalut enterik, sedangkan dalam masing‐masing monografi, uji<br />
disolusi atau uji waktu hancur tidak secara khusus dinyatakan untuk <strong>sediaan</strong> bersalut<br />
enterik, maka digunakan cara pengujian untuk <strong>sediaan</strong> lepas lambat seperti yang tertera<br />
pada uji Pelepasan Obat , kecuali dinyatakan lain dalam masingmasing monografi. Dari
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET UMUM<br />
jenis alat yang diuraikan disini, pergunakan salah satu sesuai dengan yang tertera dalam<br />
masing‐masing monografi.<br />
Alat 1. Alat terdiri dari sebuah wadah bertutup yang terbuat dari kaca atau bahan<br />
transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor<br />
dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang<br />
sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 37 º<br />
± 0,5 º C selama pengujian berlangsung dan.menjaga agar gerakan air dalam tangas air halus<br />
dan tetap. Bagian dari alat, termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak dapat<br />
memberikan gerakan, goncangan atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat<br />
perputaran alat pengaduk. Penggunaan alat yang memungkinkan pengamatan contoh dan<br />
pengadukan selama pengujian berlangsung. Lebih dianjurkan wadah disolusi berbentuk<br />
silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160 mm hingga 175 mm, diameter dalam 98<br />
mm hingga 106 mm dan kapasitas nominal 1000 ml. Pada bagian atas wadah ujungnya<br />
melebar, untuk mencegah penguapan dapat digunakan suatu penutup yang pas. Batang<br />
logam berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap<br />
titik dari sumbu vertikal wadah berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti.<br />
Suatu alat pengatur kecepatan digunakan sehingga memungkinkan untuk memilih<br />
kecepatan putaran yang dikehendaki dan mempertahankan kecepatan seperti yang tertera<br />
dalam masing‐masing monografi dalam batas lebih kurang 4%.<br />
Komponen batang logam dan keranjang yang me‐rupakan bagian dari pengaduk terbuat<br />
dari baja tahan karat tipe 316 atau yang sejenis sesuai dengan spesifi‐kasi pada Gambar 1.<br />
Kecuali dinyatakan lain dalam masing‐masing monografi, gunakan kasa 40 mesh. Dapat<br />
juga digunakan keranjang berlapis emas setebal 0,0001 inci (2,5 µm). Sediaan dimasukkan<br />
ke dalam keranjang yang kering pada tiap awal pengujian. Jarak antara dasar bagian dalam<br />
wadah dan keranjang adalah 25 mm ± 2 mm selama pengujian berlangsung.<br />
Alat 2. Sama seperti Alat 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari daun<br />
dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya<br />
tidak lebih dan 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan<br />
halus tanpa goyangan yang berarti. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun<br />
dan batang rata. Dayung memenuhi spesifikasi pada Gambar 2. Jarak 25 mm ± 2 mm<br />
antara daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung.<br />
Daun dan batang logam yang merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu<br />
penyalut inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung<br />
mulai berputar. Sepotong kecil bahan yang tidak bereaksi seperti gulungan kawat<br />
berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya <strong>sediaan</strong>.<br />
Uji kesesuaian alat Lakukan pengujian masing‐masing alat menggunakan 1 tablet<br />
Kalibrator Disolusi FI jenis disintegrasi dan 1 tablet Kalibrator Disolusi FI jenis bukan<br />
disintegrasi sesuai dengan kondisi percobaan yang tertera. Alat dianggap sesuai bila hasil<br />
yang diperoleh berada dalam rentang yang diperbolehkan seperti yang tertera dalam<br />
sertifikat dari kalibrator yang bersangkutan.<br />
Media disolusi Gunakan pelarut seperti yang tertera dalam masing‐masing monografi. Bila<br />
Media disolusi adalah suatu larutan dapar, atur pH larutan sedemikian hingga berada<br />
dalam batas 0,05 satuan pH yang tertera pada masing‐masing monografl. [Catatan Gas<br />
terlarut dapat membentuk gelcmbung yang dapat merubah hasil pengujian. Oleh karena<br />
itu, gas terlarut harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum pengujian dimulai.]
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET UMUM<br />
Waktu Bila dalam spesifikasi hanya terdapat satu waktu, pengujian dapat diakhiri dalam<br />
waktu yang lebih singkat bila persyaratan jumlah minimum yang terlarut telah dipenuhi.<br />
Bila dinyatakan dua waktu atau lebih, cuplikan dapat diambil hanya pada waktu yang<br />
ditentukan dengan toleransi ± 2%.<br />
Prosedur untuk kapsul, tablet tidak bersalut dan tablet bersalut bukan enterik<br />
Masukkan sejumlah volume Media disolusi seperti yang tertera dalam masing‐masing<br />
monografi ke dalam wadah, pasang alat, biarkan Media disolusi hingga suhu 37 º ± 0,5 º , dan<br />
angkat termometer. Masukkan 1 tablet atau 1 kapsul ke dalam alat, hilangkan gelembung<br />
udara dari permukaan <strong>sediaan</strong> yang diuji dan segera jalankan alat pada laju kecepatan<br />
seperti yang tertera dalam masing‐masing monografi. Dalam interval waktu yang<br />
ditetapkan atau pada tiap waktu yang dinyatakan, ambil cuplikan pada daerah<br />
pertengahan antara permukaan Media disolusi dan bagian atas dari keranjang berputar<br />
atau daun dari alat dayung, tidak kurang 1 cm dari dinding wadah. Lakukan penetapan<br />
seperti yang tertera dalam masing‐masing monografi. Lanjutkan pengujian terhadap<br />
bentuk <strong>sediaan</strong> tambahan.<br />
Bila cangkang kapsul mengganggu. penetapan, keluarkan isi tidak kurang dari 6 kapsul<br />
sesempuma mungkin, larutkan cangkang kapsul dalam sejumlah volume Media disolusi<br />
seperti yang dinyatakan. Lakukan penetapan seperti yang tertera dalam masing‐masing<br />
monografi. Buat koreksi seperlunya. Faktor koreksi lebih besar 25% dari kadar pada etiket<br />
tidak dapat diterima.<br />
Interpretasi Kecuali dinyatakan lain dalam masing‐masing monografi, persyaratan<br />
dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari <strong>sediaan</strong> yang diuji sesuai dengan tabel<br />
penerimaan. Lanjutkan pengujian sampai tiga tahap kecuali bila hasil pengujian memenuhi<br />
tahap S atau S. Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut seperti yang tertera dalam<br />
masing‐masing monografi, dinyatakan dalam persentase kadar pada etiket, angka 5% dan<br />
15% dalam tabel adalah persentase kadar pada etiket, dengan demikian mempunyai arti<br />
yang sama dengan Q.<br />
Tabel Penerimaan<br />
Tahap Ó yang diuji Kriteria Penerimaan<br />
S1 6 Tiap unit <strong>sediaan</strong> tidak kurang dari Q + 5%<br />
S2<br />
S3<br />
6 Rata‐rata dari 12 unit (S1 +S2) adalah sama dengan atau lebih besar<br />
12 dari Q dan tidak satu unit <strong>sediaan</strong> yang lebih kecil dari Q ‐15%<br />
Rata‐rata dari 24 unit (S1 + S2+ S3) adalah sama dengan atau lebih<br />
besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit <strong>sediaan</strong> yang lebih kecil dari Q ‐<br />
15% dan tidak satu unit pun yang lebih kecil dari Q ‐ 25%.<br />
Evaluasi kimia<br />
1. Identifikasi<br />
Mengacu pada masing‐masing monografi<br />
2. Penetapan kadar<br />
Mengacu pada masing‐masing monografi<br />
Evaluasi biologi<br />
1. Penetapan Potensi Antibiotik (khusus jika zat aktif antibiotik) (FI IV, 891‐899)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET UMUM<br />
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses pembuatan<br />
larutan dan menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.<br />
Prinsip : Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh antibiotik dalam<br />
<strong>sediaan</strong> yang ditambahkan ke dalam media padat atau cair yang mengandung biakan<br />
mikroba berdasarkan metode lempeng atau metode turbidimetri.<br />
Penafsiran hasil :<br />
Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode garis lurus transformasi log<br />
dengan prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linieritas (FI IV,hal 898). Harga KHM<br />
yang makin rendah, makin kuat potensinya. Pada Umumnya antibiotik yang berpotensi<br />
tinggi mempunyai KHM yang rendah dan diameter hambat yang besar.<br />
2. Uji efektivitas pengawet antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan<br />
pengawet) (FI IV , hal 854‐855)<br />
Tujuan: Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada <strong>sediaan</strong><br />
dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk<br />
parenteral yang dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan.<br />
Prinsip: Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam <strong>sediaan</strong> yang<br />
mengandung pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai parameter<br />
efektifitas pengawet dalam <strong>sediaan</strong>. Inokulasi mikroba pada <strong>sediaan</strong> dengan cara<br />
menginkubasi tabung bakteri biologik (Candida Albicans, Aspergillus Niger, Pseudomonas<br />
aeruginosa dan Staphylococcus aureus) yang berisi sampel dari inokula pada suhu 20‐25°C<br />
dalam media Soybean‐Casein Digest Agar.<br />
Syarat/penafsiran hasil:<br />
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:<br />
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke‐14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari<br />
jumlah awal.<br />
b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang<br />
dari jumlah awal.<br />
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau<br />
kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b.<br />
3. Kandungan zat antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet) (FI<br />
IV hal 939‐942)<br />
Khusus Pengawet : MetodeI Kromatografi gas (Benzil alkohol, Klorbutanol, Fenol,<br />
NipaginNipasol)<br />
Metode II Polarigrafi (Fenil Raksa (II) Nitrat, Timerosal)<br />
Tujuan: Menentukan kadar pengawet terendah yang masih efektif dan ditujukan untuk zatzat<br />
yang paling umum digunakan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang<br />
ada, tetapi tidak lebih dari 20% dari jumlah yang tertera di etiket.<br />
Prinsip: Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan kromatografi gas atau<br />
polarografi (sesuaikan dengan pengawet yang digunakan)<br />
Persyaratan : Produk harus mengandung sejumlah zat antimikroba seperti yang tertera<br />
pada etiket ± 20%.<br />
Penafsiran Hasil : kandungan zat antimikroba dinyatakan dalam satuan b/v atau v/v<br />
VI. PERMASALAHAN DALAM TEKNOLOGI SEDIAAN SOLIDA<br />
Permasalahan Dalam Pencetakan Tablet
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET UMUM<br />
Masalah‐masalah yang dapat muncul selama proses pencetakan tablet secara umum, seperti :<br />
• Capping : pemisahan sebagian atau keseluruhan bagian atas/bawah tablet dari badan<br />
tablet<br />
• Laminasi : pemisahan tablet menjadi dua bagian atau lebih lapisan horizontal yang berbeda<br />
• Chipping : pecahnya bagian tepi tablet<br />
• Binding : tablet melekat atau tertinggal sebagian di dalam die.<br />
• Cracking : retakan kecil dan halus pada bagian atas atau bagian bawah permukaan tengah<br />
tablet<br />
• Picking : sejumlah kecil massa tablet terlekat pada permukaan punch<br />
• Sticking : pelengketan massa tablet ke dinding die<br />
• Mottling : keadaan dimana distribusi zat warna pada permukaan tablet tidak merata<br />
• Double impression : hanya melibatkan punch yang mempunyai monogram/ grafiran pada<br />
permukaannya.<br />
Masalah Lain Pada Pencetakan Tablet Secara Khusus<br />
1. Lengket pada Cetakan<br />
Manifestasinya :<br />
• Melekat pada die dan sulit untuk dikeluarkan<br />
• Bunyi keras pada mesin<br />
• Tablet kopak, jelek, sisi tablet kasar, kadang‐kadang hitam<br />
Penyebab :<br />
• Antiadheren kurang<br />
• Lubrikan kurang atau tidak tepat<br />
Contoh : Tablet asetosal dengan Mg stearat lengket, seharusnya digunakan asam<br />
stearat (yang mikronize karena fungsi lubrikan adalah antar partikel sehingga kalau<br />
halus akan terselimuti oleh lubrikan)<br />
• Kandungan air (aspek kadar air) tinggi akan menyebabkan penempelan pada die,<br />
sedangkan kadar air rendah dapat menyebabkan laminating atau capping.<br />
• Kemungkinan karena interaksi kimia atau fisika, contoh interaksi fisika etoksi benzamin<br />
dengan kafein, gliseril guaiakolat dengan prometazin HCl, yaitu terjadinya pelelehan<br />
sehingga adhesivitas tinggi dan akhirnya menjadi lengket.<br />
• Bahan baku dengan titik leleh sangat rendah, sehingga kesulitan dalam masalah<br />
pencetakan, contoh :Ibuprofen, Gliseril guaiakolat, Siprofloksasin (Antibiotik turunan<br />
Imidazol).<br />
Penyelesaian Masalah :<br />
• Meningkatkan antiadheren dan lubrikan<br />
• Penggantian lubrikan yang cocok<br />
• Memperbaiki distribusi lubrikan dengan pengayakan melalui ayakan mesh 30 dan<br />
mencampurnya dengan granul<br />
• Mengurangi jumlah air tapi jangan sampai berada di bawah optimum, karena tablet<br />
menjadi kurang baik. Jika sudah diketahui jumlah pembasah yang paling baik maka<br />
agar pembasahnya pas, dilakukan dengan menambahkan pembasah ke dalam larutan<br />
pengikat, yaitu bahan pembantu yang tidak menguap tapi basah, contoh Propilen<br />
glikol atau gliserin.<br />
• Jika terjadi lengket mungkin karena punch dan die yang rusak, sebab kalau cacat pada<br />
punch, maka akan melekat sehingga ratakan punch dan die.<br />
• Kalau mungkin pencetakan pada suhu rendah dan humiditas rendah karena khusus
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET UMUM<br />
untuk bahan aktif dengan titik leleh rendah atau terjadi campuran eutektik maka zat<br />
campuran eutektik semakin mudah menyerap air. Contoh : Kombinasi ampisilin<br />
dengan asam klavulanat, dimana asam klavulanat mudah hancur dengan kelembaban<br />
dan temperatur yang tinggi. Oleh karena itu, pembuatannya dilakukan dalam suhu dan<br />
RH yang rendah.<br />
• Perubahan bahan pengisi, bahan pengisi dengan titik leleh tinggi dan dapat<br />
mengadsorbsi, seperti SiO2 dan aerosil (adsorben). Penambahan aercsil pada tablet<br />
akan menyebabkan penampilan tablet yang bagus, jernih dan mengkilat, namun waktu<br />
hancur semakin panjang.<br />
2. Lengket pada punch (sticking, picking & filming)<br />
Manifestasi :<br />
Sticking<br />
• Terjadi karena pengeringan/ lubrikan yang tidak sesuai<br />
• Akibatnya permukaan tablet melekat pada bagian muka punch sehingga muka tablet<br />
nampak goresan<br />
Picking<br />
• Adalah lekatan lekatan di mana sebagian kecil granul lengket pada muka punch dan<br />
terus bertambah pada setiap revolusi pengempaan, menimbulkan lekukan‐lekukan<br />
pada muka tablet Filming<br />
• Adalah pembentukan lambat dari picking dan pada sebagian besar dikarenakan<br />
kandungan lembab granul berlebihan, kelembaban dan suhu ruang yang tinggi atau<br />
muka punch aus (hilang pelumasan).<br />
Penanggulangannya :<br />
• Menurunkan ukuran granul<br />
• Mengganti/ mengurangi lubrikan<br />
• Tambah adsorben (silika, avicel, Al(OH)3)<br />
• Memoles muka punch sehingga adhesivitas tablet dan pons sangat kecil<br />
• Membersihkan dan menyalut muka punch dengan minyak mineral<br />
3. Capping/Laminating<br />
Capping : bagian atas tablet terpisah dari bagian utamanya<br />
Laminating : tablet memisah dan menjadi 2 bagian saat proses pengeluaran dari die<br />
Penyebab :<br />
• Terjebaknya udara dalam granul sehingga tertekan dalam die selama pengempaan dan<br />
kemudian mengembang pada saat gaya kempa dilepaskan (Jeratan udara disebabkan<br />
jumlah fine dalam granul)<br />
• Kadar air granul terlalu tinggi<br />
• Terlalu banyak/ terlalu sedikit lubrikan<br />
• Punch dan die masih baru sehingga menyatu sangat rapat pada saat pengempaan<br />
(gaya tekan terlalu besar)<br />
Penanggulangannya<br />
• Tambahkan pengikat kering seperti gom akasia, starch pre gelatinasi, serbuk sorbitol,<br />
PVP, silika hidrofilik atau serbuk gula lainnya<br />
• Meningkatkan jumlah pengikat<br />
• Mengganti prosedur granulasi<br />
• Mengganti atau meningkatkan/ menurunkan jumlah lubrikan
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET UMUM<br />
• Mengurangi diameter punch sampai 0,0005 – 0,002 inchi (bergantung ukurannya)<br />
4. Chipping/ Retakan (Cracking)<br />
Manifestasinya :<br />
Chipping : tablet rusak di bagian tepi<br />
Penyebab: Mesin/ pengaturan stasion tidak tepat<br />
• Masalah mirip dengan capping, laminating<br />
• Retak biasanya pada bagian tengah atas tablet karena pengembangan tablet saat gaya<br />
kompresi dilepaskan<br />
• Terjadi jika menggunakan deep concave punch<br />
Penyelesaian :<br />
• Memoles muka punch<br />
• Untuk ukuran granul yang besar, kurangi partikel granul.<br />
• Mengganti punch<br />
• Tambahkan pengikat kering<br />
• Kurangi jumlah fine<br />
5. Mesin berderit‐derit selama proses pencetakan karena kurang lubrikan/ tingginya gesekan<br />
antara masa cetak dengan dinding die.<br />
6. Totol‐totol pada permukaan tablet terjadi karena terjadi migrasi warna yang tidak<br />
homogen/ hasil reaksi antar komponen dalam formula/ ukuran granul tidak sesuai dengan<br />
bobot tablet.<br />
7. Keseragaman bobot (FI III) tidak memenuhi syarat<br />
Penyebab pertama :<br />
• Aliran kurang baik<br />
• Distribusi ukuran granul yang tidak tepat, sebab dengan demikian mungkin saja timbul<br />
porositas tinggi, yang tidak dapat menjamin keseragaman bobot karena adanya<br />
distribusi baru pada saat pencetakan.<br />
• Sistem pencampuran yang tidak benar, sehingga mesin harus <strong>terkunci</strong> baik terutama<br />
punch bawah karena dapat berubah‐ubah sehingga bobot berbeda‐beda.<br />
Penyelesaian masalah :<br />
• Perbaiki atau ulangi proses pembuatan granul, perbaikan distribusi ukuran granul,<br />
pengikat, granulasi, perbaikan pencampuran massa cetak.<br />
• Perbaikan mesin tablet yaitu validasi mesin tablet.<br />
• Aliran yang tidak baik dapat menyebabkan bobot tablet yang berbeda‐beda. Penyebab<br />
aliran kurang baik: kandungan air tinggi sehingga adesivitas tinggi dan aliran menjadi<br />
kurang ; porositas tinggi, udara terjebak banyak karena fines dan pengikat yang tidak<br />
cocok atau kurang. Jumlah fines meningkat, porositas meningkat, aliran tidak baik.<br />
Penyebab kedua : distribusi granul tidak baik.<br />
Penyelesaian Masalah :<br />
• Kurangi kadar air<br />
• Pembuatan granul baru sehingga menyebabkan porositas kecil, distribusi granul
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET UMUM<br />
optimal sehingga aliran bagus.<br />
8. Keseragaman Kandungan (FI IV hlm.999)<br />
Penyebab jeleknya keseragaman kandungan :<br />
• Karena aliran jelek<br />
• Pencampuran pregranulasi tidak benar maka tentukan dulu homogenitas zat aktif<br />
dalam granul (di pabrik)<br />
• Karena kadar fines tinggi maka porositas tinggi (bobot berbeda‐beda)<br />
• Kandungan air yang tinggi sehingga aliran kurang baik<br />
• Kondisi mesin tidak benar.<br />
Penyelesaian masalah<br />
• Perbaikan ukuran granul meliputi pencampuran, perubahan pengikat, granulasi.<br />
• Kalibrasi mesin.<br />
(yang berwarna jingga ini sumbernya entah dari mana sehingga tidak bisa diklarifikasi<br />
kebenarannya)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
solida<br />
TABLET SALUT<br />
(New by: Vici & Nila)<br />
A. Prinsip‐prinsip penyalutan tablet<br />
Tujuan untuk menyalut tablet biasanya di dasarkan atas salah satu atau beberapa tujuan berikut :<br />
1. Untuk menutupi rasa, bau, atau warna obat.<br />
2. Untuk memberikan perlindungan fisik atau kimia pada obat.<br />
3. Untuk mengendalikan pelepasan obat dari tablet.<br />
4. Untuk melindungi obat dari suasana dalam asam lambung, dengan menyalutnya dengan<br />
salut enterik tahan asam.<br />
5. Untuk menggabungkan obat lain atau membantu formula dalam penyalutan untuk<br />
menghindari tidak tercampurnya obat secara kimia, atau untuk menjamin terselenggaranya<br />
pelepasan obat secara berurutan.<br />
6. Untuk memperbaiki penampilan obat dengan menggunakan warna khusus dan pencetakan<br />
yang kontras.<br />
B. Komponen utama penyalutan tablet<br />
1. Sifat‐sifat tablet<br />
• Tablet harus tahan terhadap abrasi atau gumpil, agar mampu menahan benturan sesama<br />
tablet atau benturan tablet dengan dinding panci karena dalam proses penyalutan tablettablet<br />
bergulir di dalam panci atau berhamburan di dalam aliran udara dari suatu penyalut<br />
suspensi udara ketika proses penyalutan berlangsung.<br />
• Tablet harus memiliki permukaan yang halus.<br />
• Bentuk fisik tablet idealnya bulat yang memungkinkan tablet tersebut bergulir bebas di<br />
dalam panci penyalut, dengan kontak sekecil mungkin antara sesama tablet.<br />
• Permukaan tablet yang hidrofobik sukar disalut dengan penyalut yang bahan dasarnya air,<br />
karena penyalut tersebut tidak membasahi permukaan tablet. Walaupun demikian, susunan<br />
formulasi penyalut dapat disesuaikan dengan penambahan surfaktan yang tepat untuk<br />
mengurangi tegangan permukaan dari campuran penyalut, dan untuk memperbaiki adhesi<br />
bahan penyalut.<br />
2. Proses penyalutan<br />
Prinsip penyalutan tablet adalah pemakaian suatu campuran penyalut pada sejumlah tablet yang<br />
bergerak dengan menggunakan udara panas untuk mempermudah penguapan pelarut.<br />
• Peralatan<br />
Sebagian besar proses penyalutan menggunakan salah satu dari tiga jenis peralatan berikut ini:<br />
(1) Panci penyalut standar<br />
(2) Panci penyalut berlubang dipakai secara luas di industri karena merupakan sistem<br />
pengering yang efisien dengan kapasitas penyalutan yang besar, dan dapat dibuat otomatis<br />
seluruhnya, baik untuk penyalutan gula maupun untuk penyalutan dengan lapisan tipis.<br />
(3) Penyalut bahan cair (Suspensi udara)<br />
• Tolok ukur proses penyalutan<br />
(1) Kapasitas udara<br />
Menggambarkan jumlah air atau pelarut yang dapat dihilangkan selama proses penyalutan,<br />
yang tergantung pada jumlah aliran udara melalui tumpukan tablet, temperatur udara, dan<br />
jumlah air yang terkandung dalam udara masuk.<br />
(2) Komposisi penyalut<br />
Penyalut mengandung bahan yang akan dilekatkan ke permukaan tablet, dan juga<br />
mengandung pelarut yang bertindak sebagai pembawa bahan‐bahan tersebut. Pelarut ini<br />
harus dihilangkan selama proses penyalutan.<br />
(3) Luas permukaan tablet
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
solida<br />
(4) Efisiensi peralatan<br />
C. Proses‐proses penyalutan tablet<br />
Jenis proses yang dipilih tergantung pada jenis penyalut yang akan dipakai, kekerasn inti tablet,<br />
dan kehematan proses.<br />
(1) Penyalutan Gula (Salut Gula)<br />
Proses dasar penyalutan gula :<br />
(a) Seal Coating (Penyalutan lapisan penutup)<br />
Untuk mencegah penyusupan air ke dalam inti tablet, perlu diberikan suatu lapisan<br />
penutup. Contoh Formula larutan lapisan penutup (Sealant) : Selulosa asetat ftalat,<br />
Zein, asam oleat, propilen glikol, propilen glikol 4000, metilen klorida, alkohol.<br />
(b) Sub Coating (Pelapisan dasar)<br />
Digunakan untuk membulatkan tepi tablet dan meningkatkan ukuran tablet. Tahap<br />
pelapisan dasar ini terdiri dari pemakaian larutan pengikat yang lekat, diikuti dengan<br />
penaburan bubuk pelapis dasar secara bergantian, disusul oleh pengeringan. Contoh<br />
formula larutan pelapis dasar : gelatin, akasia, gula, sirup jagung, sirup, air.<br />
(c) Syrup Coating (Smoothing/Color)<br />
Tujuan untuk menutupi dan mengisi cacat pada permukaan tablet yang disebabkan<br />
oleh tahap pelapisan dasar, dan untuk memberikan warna yang diinginkan bagi<br />
tablet. Pelapisan dengan sirup biasanya terdiri dari tiga fase dasar: sirup kasar, sirup<br />
kental, sirup biasa.<br />
(d) Polishing (Pengkilapan)<br />
Tablet dapat dikilapkan di dalam panci penyalut standar yang bersih, atau di dalam<br />
panci pengkilap berlapis kanvas dengan memakai bubuk lilin (lilin lebah atau<br />
karnauba) secara hati‐hati ataupun dengan memakai larutan yang hangat dari lilinlilin<br />
ini di dalam pelarut yang mudah menguap dan sesuai. Contoh formula larutan<br />
pengkilap : wax carnauba yellow, beeswax white, wax parrafin, naphtha.<br />
(2) Penyalutan dengan Lapisan Tipis (Salut Film)<br />
(a) Metode Panci Tuang<br />
(b) Metode Panci Semprot<br />
(c) Proses Fluidized Bed<br />
Bahan‐bahan yang digunakan dalam penyalutan lapis tipis harus mempunyai sifat‐sifat<br />
sebagai berikut :<br />
(1) Larut dalam pelarut yang digunakan untuk persiapan penyalutan.<br />
(2) Larut dalam keadaan tertentu yang dimaksud misalnya kelarutan yang mudah dalam<br />
air, lambat larut dalam air, atau kelarutan yang tergantung pada pH (lapisan enterik).<br />
(3) Kemampuan untuk menghasilkan produk yang tampak anggun.<br />
(4) Stabilitas dalam keadaan panas, cahaya, kelembapan, udara dan substrat yang akan<br />
di salut. Sifat‐sifat lapisan tipis harus tidak berubah dengan berlalunya waktu.<br />
(5) Tidak memiliki warna, rasa, ataupun bau.<br />
(6) Serasi dengan aditif larutan penyalut pada umumnya.<br />
(7) Tidak toksis, tidak mempunyai kegiatan farmakologis, dan mudah dipakai ke partikel<br />
atau tablet.<br />
(8) Tahan retakan dan dilengkapi dengan pelindung obat terhadap kelembapan, cahaya,<br />
dan bau bila perlu.<br />
(9) Tidak ada jembatan ataupun pengisian permukaan tablet yang tidak ditatah oleh<br />
bahan pembentuk lapisan.<br />
(10) Prosedur pencetakan huruf/tanda/merk mudah dilakukan pada peralatan<br />
berkecepatan tinggi.<br />
Komponen Penyalutan dengan Lapisan Tipis
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
solida<br />
(1) Pembentuk lapisan tipis<br />
Klasifikasi Pembentuk Lapisan Tipis:<br />
(a) Bahan non enterik<br />
HPMC, MHC, Etil selulosa, HPC, Povidon, Na‐CMC, PEG, Polimer‐polimer akrilat<br />
(Eudragit®).<br />
(b) Bahan enterik<br />
Selulosa asetat ftalat, polimer‐polimer akrilat (Eudragit L dan Eudragit S), HPMC<br />
ftalat, PVA ftalat.<br />
(2) Pelarut<br />
Fungsi : melarutkan atau mendispersikan polimer‐polimer dan zat tambahan lain, serta<br />
membawanya ke permukaan substrat. Contoh : air, etanol, metanol, isopropanol,<br />
kloroform, aseton, metiletilketon, dan metilen klorida.<br />
(3) Plastisizer<br />
Suatu bahan pembentuk plastik eksternal dapat berupa cairan yang tidak mudah<br />
menguap, atau polimer lain, yang apabila dicampur dengan pembentuk lapisan tipis<br />
polimer utama, mengubah fleksibilitas, kekuatan tegangannya, atau sifat adhesi dari<br />
lapisan yang dihasilkan. Contoh minyak jarak, , Propilen Glikol, gliserin, PEG 200‐400<br />
dengan berat molekul yang kecil, dan surfaktan‐surfaktan seperti tween, span, esterester<br />
asam organik.<br />
(4) Colorants (Bahan pewarna)<br />
Untuk memberikan warna yang jelas/nyata dan bagus pada suatu bentuk obat. Contoh :<br />
zat warna sintetis atau cairan warna yang dapat sertifikat FD&C atau D&C.<br />
(5) Opaquant‐extenders (zat yang memperluas keburaman)<br />
Untuk mendapatkan warna‐warna yang lebih buram dan meningkatkan penutupan<br />
lapisan tipis. Contoh titanium dioksida, silikat (talk, aluminium silikat), karbonat<br />
(magnesium karbonat), sulfat (kalsium sulfat), oksida (magnesium oksida), dan<br />
hidroksida (aluminium hidroksida).<br />
(6) Bahan‐bahan khusus dalam larutan penyalut<br />
Pemberi aroma dan pemberi rasa manis (untuk menutupi bau yang tidak disukai atau<br />
untuk mendapatkan rasa yang diinginkan), surfaktan (untuk melarutkan bahan yang<br />
tidak dapat bercampur atau yang tidak dapat larut, atau untuk memudahkan pelarutan<br />
penyalut dengan lebih cepat), antioksidan (untuk kestabilan sistem zat warna terhadap<br />
oksidasi dan perubahan warna), antimikroba (untuk mencegah tumbuhnya bakteri<br />
dalam komposisi penyalut selama pembuatan dan penyimpanan, dan pada tablet‐tablet<br />
yang di salut).<br />
D. Kerusakan yang terjadi pada salut film<br />
(1) Perlekatan dan penggumpalan<br />
Keadaan lapisan tipis terlalu basah atau terlalu lengket menyebabkan tablet melekat<br />
satu dengan yang lainnya, atau melekat pada panci penyalut.<br />
Solusi : jumlah cairan yang digunakan dikurangi, sehingga dapat mempercepat atau<br />
meningkatkan temperatur udara pengering dan volume udara.<br />
(2) Kekasaran<br />
Terjadi apabila larutan penyalut digunakan dengan penyemprotan. Solusinya dengan<br />
pergerakan pipa‐pipa penutup pada tempat tablet atau pengurangan derajat atomisasi.<br />
(3) Efek kulit jeruk<br />
Penyebaran larutan penyalut yang tidak seimbang sebelum pengeringan menyebabkan<br />
suatu lekukan‐lekukan seperti ”kulit jeruk” pada penyalut. Hal ini menunjukkan bahwa<br />
penyebaran dihalangi oleh pengeringan yang terlalu cepat atau oleh viskositas larutan<br />
yang tinggi.<br />
Solusi : Mengencerkan larutan dengan larutan tambahan.<br />
(4) Bridging dan pengisian
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
solida<br />
(5) Melepuh<br />
(6) Pengabutan<br />
(7) Variasi warna<br />
(8) Pemecahan<br />
Pustaka : Teori dan praktek Farmasi industri, Edisi ketiga jilid 2, Leon Lachman, hal 738‐791.
TABLET EFFERVESCENT<br />
(Re-New by Dita)<br />
I. PENDAHULUAN<br />
A. Tablet Effervescent<br />
Effervescent adalah timbulnya gelembung-gelembung gas dari suatu larutan sebagai hasil<br />
reaksi kimia. Gas yang keluar tersebut adalah gas karbondioksida yang dihasilkan dari reaksi<br />
antara asam organik dengan garam turunan karbonat. Gas korbondioksida ini membantu<br />
mempercepat hancurnya tablet dan meningkatkan kelarutan zat aktif. Selain itu gas<br />
korbondiokasida ini juga memberi rasa segar seperti halnya pada minuman kaleng<br />
berkarbonasi. Di samping menghasilkan larutan yang jernih, tablet juga menghasilkan rasa<br />
yang enak karena adanya karbonat yang membantu memperbaiki rasa beberapa obat tertentu.<br />
Kandungan tablet effervescent merupakan campuran asam (asam sitrat, asam tartrat) dan<br />
Natrium bikarbonat, yang jika dilarutkan dalam lingkungan berair akan bereaksi<br />
menghasilkan karbondioksida yang berasal dari penguraian basa bikarbonat akibat penetralan<br />
oleh asam. Reaksinya cukup cepat dan biasanya selesai dalam waktu 1 menit atau kurang.<br />
Tablet effervescent harus disimpan dalam wadah tertutup rapat atau kemasan tahan lembab,<br />
sedangkan pada etiket tertera tidak langsung ditelan.<br />
Contoh jenis <strong>sediaan</strong> selain tablet oral yang menggunakan sistem effervescent:<br />
1. Sediaan untuk keperluan perawatan gigi, termasuk enzim-enzim tertentu<br />
2. Larutan pembersih kontak lens<br />
3. Serbuk-serbuk pencuci<br />
4. Tablet untuk pemanis minuman<br />
5. Larutan pembersih gigi<br />
6. Pensteril alat bedah<br />
7. Sediaan farmasi seperti analgesik, antibiotik, ergotamin, digoksin, metadon, L-dopa<br />
8. Sediaan-<strong>sediaan</strong> untuk veteriner<br />
B. Keuntungan dan Kerugian Tablet Effervescent<br />
Keuntungan yang dimiliki tablet effervescent, antara lain:<br />
1. Bekerja lebih cepat<br />
Absorpsi yang lebih cepat berarti onset yang lebih cepat, penting dalam mengobati<br />
sindrom akut seperti nyeri. Tablet effervescent sampai ke lambung pada pH yang cocok<br />
untuk absorpsi.<br />
2. Lebih mudah untuk dikonsumsi karena tablet dilarutkan terlebih dulu dalam air baru<br />
diminum.<br />
3. Lebih aman pada saluran pencernaan<br />
Zat aktif dalam effervescent terlarut sempurna pada larutan buffer. Pengurangan kontak<br />
di saluran GI bagian atas dapat berarti iritasi yang sedikit dan toleransi yang makin<br />
besar. Larutan buffer juga mencegah asam lambung berinteraksi dengan zat aktif.<br />
4. Rasa menyenangkan karena karbonisasi membantu menutup rasa zat aktif yang tidak enak<br />
5. Tablet biasanya cukup besar dan dapat dikemas secara individual sehingga bisa<br />
menghindari masalah ketidakstabilan zat aktif dalam penyimpanan.<br />
6. Stabilitas dan portabilitas diperoleh dalam formulasi effervescent bila dibandingkan<br />
dalam bentuk cair.<br />
7. Bentuk <strong>sediaan</strong> dengan dosis terukur tepat.<br />
8. Sediaan diberikan dalam bentuk larutan → diharapkan bioavaibilitas obat baik (Dr. Heni<br />
Rachmawati, Bahan Kuliah Tablet, 16 November 2006).<br />
Kerugian yang terdapat pada tablet effervescent, antara lain:
1. zat aktif yang rasanya tidakmenyenangkan dan sulit ditutupi akan bermasalah<br />
2. biaya produksi relatif lebih mahal karena adanya tuntutan kondisi lingkungan<br />
(kelembaban dan suhu) yang terkontrol<br />
3. perlu pengemasan khusus karena tablet berukuran lebih besar dan sensitif terhadap<br />
lembab<br />
4. larutan harus benar-benar jernih dan tentunya menu=imbulkan masalah untuk zat aktif<br />
yang tidak larut air<br />
(Dr. Heni Rachmawati, Bahan Kuliah Tablet, 2007)<br />
II. FORMULASI<br />
Komponen:<br />
1. Bahan aktif (obat yang larut baik dalam air)<br />
2. Eksipien<br />
A. Bahan Aktif (Dr. Heni Rachmawati, bahan kuliahTablet, 2007)<br />
Ada beberapa kategori zat aktif yang diformulasi ke tablet effervescent:<br />
1. Zat aktif yang sulit dicerna atau rusak dalam lambung<br />
Sebagai contoh adalah Ca 2 CO 3 . Dalam bentuk tablet biasa atau serbuk, kalsium karbonat<br />
larut dalam asam lambung dan dapat diabsorpsi ke sistem sirkulasi. Akan tetapi dalam GI,<br />
senyawa ini melepaskan gas CO 2 yang mengganggu. Pada pasien usia lanjut di mana<br />
tingkat keasaman dalam GI berkurang, kalsium karbonat kemungkinan melewati GI tanpa<br />
terdisolusi dan dapat menyebabkan konstipasi. Keuntungan formulasi kalsium karbonat<br />
dalam <strong>sediaan</strong> effervescent yaitu tablet dalam bentuk terlarut sempurna sebelum<br />
digunakan sehingga siap untuk diabsorpsi dan tidak menimbulkan gas CO 2 dalam<br />
lambung yang berisiko terjadinya konstipasi.<br />
2. Zat aktif yang sensitif terhadap pH<br />
Misalnya asam-asam amino dan antibiotik. Dalam pH lambung senyawa tersebut dapat<br />
terdenaturasi, kehilangan aktivitas biologi, atau menyebabkan bentuk tidak aktif.<br />
Komponen tablet effervescent dapat bertindak sebagai buffer sehingga pH GI meningkat.<br />
Efek pendaparan GI melalui karbonasi ini akan menginduksi pengosongan lambung lebih<br />
cepat (normalnya 20 min), sehingga absorpsi zat aktif menjadi maksimum.<br />
3. Zat aktif yang memerlukan dosis besar<br />
Umumnya ukuran tablet effervescent lebih besar dibandingkan tablet konvensional, yaitu<br />
Ø=1 inchi dengan bobot tablet ~ 5 gram<br />
4. Zat aktif yang sensitif terhadap cahaya, oksigen dan lembab<br />
Misalnya vitamin-vitamin. Tablet effervescent mensyaratkan lembab < 0.5%. Untuk<br />
menghindari kontak dengan atmosfer, tablet effervescent dikemas dalam aluminium.<br />
B. Bahan Pembantu (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal.<br />
286-287)<br />
Karakteristik komponen tablet Effervescent:<br />
1. Dalam banyak hal prinsip yang digunakan dalam memproduksi tablet effervescent sama<br />
dengan yang digunakan untuk tablet konvensional. Banyak dari proses dan alat proses<br />
yang sama. Demikian juga sifat umum granul yang diperlukan untuk mendapatkan tablet<br />
yang sesuai persyaratan seperti:<br />
a. Ukuran partikel<br />
b. Bentuk partikel<br />
c. Keseragaman distribusi<br />
d. Aliran bebas granul<br />
2. Parameter penting pemilihan bahan pembantu adalah KANDUNGAN AIR. Komponen<br />
asam dan basa mengalami reaksi secara spontan saat dicampur dengan air. Reaksi ini juga<br />
dapat berlangsung dengan adanya sejumlah kecil air. Saat sudah terjadi reaksi, reaksi akan<br />
berjalan semakin cepat karena produk sampingan reaksi ini adalah air. Untuk alasan ini,<br />
maka bahan pembantu yang dipilih sebaiknya berada dalam bentuk ANHIDRAT,
dengan sedikit atau tanpa lembab yang diadsorpsi, atau dengan molekul air yang terikat<br />
pada bentuk HIDRAT yang STABIL karena air dibutuhkan sedikit untuk kebutuhan<br />
mengikat granul karena granul yang terlampau kering tidak dapat dikempa.<br />
Contoh:<br />
CH 2 COOH<br />
CH 2 COONa<br />
CH 2 COOH + 3NaHCO 3 → CHCOONa + 3 CO 2 + 3 H 2 O<br />
CH 2 COOH<br />
CH 2 COONa<br />
3. KELARUTAN merupakan sifat bahan baku yang penting dalam tablet effervecsent. Jika<br />
komponen tablet tidak larut, reaksi effervescent tidak akan terjadi dan tablet tidak akan<br />
terdisintegrasi secara cepat. Kecepatan kelarutan lebih penting dari kelarutan karena zat<br />
yang terlarut lambat dapat merintangi desintegrasi tablet dan menghasilkan residu yang<br />
tidak disukai setelah tablet terdisintegrasi.<br />
Sumber Asam<br />
Sumber asam yang umumnya digunakan pada tablet effervescent dapat digolongkan menjadi:<br />
a. Asam Makanan<br />
1. Asam Sitrat: BM = 210,14 (C 6 H 8 O 7 .H 2 O)<br />
Merupakan asam yang paling sering digunakan karena harganya yang murah. Asam<br />
sitrat sangat larut, sangat higroskopis kekuatan asamnya tinggi (tripotik), dan tersedia<br />
dalam bentuk granul yang dapat mengalir dengan bebas (Lieberman, Pharmaceutical<br />
Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal. 287). Asam ini sangat mudah larut<br />
dalam air dan tersedia dalam bentuk hablur bening, tidak berwarna/serbuk granular<br />
berwarna putih, tidak berbau, mempunyai rasa sangat asam, bersifat sangat higroskopis<br />
(FI IV, 1995). Asam ini mempunyai rasa asam buah. (Dr.Heni Rachmawati, Bahan<br />
Kuliah Tablet, 2007)<br />
2. Asam Tartrat: BM = 150,09 (C 4 H 6 O 6 )<br />
Asam ini mempunyai kelarutan yang lebih besar dari asam sitrat. Asam tartrat juga<br />
banyak digunakan dalam formulasi tablet effervescent. Asam ini LEBIH LARUT<br />
dalam air dan LEBIH HIGROSKOPIS apabila dibandingkan dengan asam sitrat.<br />
Kekuatan asamnya sama dengan asam sitrat, tetapi jumlah asam yang digunakan lebih<br />
banyak karena asam tartrat bersifat diprotik sedangkan asam sitrat bersifat triprotik<br />
(Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal. 287).<br />
Asam tartrat tersedia dalam bentuk hablur tidak berwarna/ bening, atau serbuk hablur<br />
halus sampai granular berwarna putih, tidak berbau, mempunyai rasa asam, dan stabil<br />
di udara (FI IV, 1995, hal. 53).<br />
Biasanya digunakan kombinasi asam sitrat dan asam tartrat karena asam tartrat saja<br />
akan menyebabkan granul gampang remuk dan asam sitrat saja akan menyebabkan<br />
campuran lengket dan susah digranul (U.S. Patent 6,497,900).<br />
3. Asam Malat<br />
Asam ini bersifat higroskopis dan mudah larut. Asam malat mempunyai kekuatan<br />
yang lebih rendah bila dibandingkan dengan asam sitrat dan asam tartrat, tapi cukup<br />
tinggi untuk menyediakan efervesen ketika dikombinasikan dengan sumber karbonat<br />
(Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal. 287).<br />
4. Asam Fumarat<br />
Mempunyai kekuatan yang sebanding dengan asam sitrat, namun kelarutannya rendah<br />
dalam air dan bersifat non higroskopis (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form:<br />
Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal. 288).<br />
5. Asam Adipat & Asam Suksinat<br />
Kedua asam tersebut bersifat non higroskopis, mempunyai kelarutan yang jauh lebih<br />
rendah dari asam sitrat, kurang tersedia dan kurang ekonomis (Lieberman,<br />
Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal. 288).
. Asam anhidrat<br />
Jika asam anhidrat dilarutkan dalam air maka akan terjadi hidrolisis yang membebaskan<br />
bentuk asamnya dan dapat bereaksi dengan sumber karbondioksida. Tidak bisa digunakan<br />
air karena asam anhidrat dapat bereaksi sebelum digunakan. Contohnya adalah suksinat<br />
anhidrat (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal.<br />
288) dan asam sitrat anhidrat (Dr. Heni Rachmawati, Bahan Kuliah Tablet, 2007).<br />
c. Garam Asam<br />
Merupakan senyawa pereduksi kuat; tidak kompatibel dengan senyawa pengoksidasi.<br />
Contohnya:<br />
• Natrium dihidrogen fosfat (Monosodium fosfat)<br />
Tersedia dalam bentuk granular dan serbuk anhidrat; mudah larut dalam air;<br />
menghasilkan larutan asam dengan pH sekitar 4,5; mudah bereaksi dengan karbonat<br />
atau bikarbonat.<br />
• Dinatrium dihidrogen pirofosfat<br />
Mudah diperoleh dan larut dalam air<br />
• Garam asam sitrat (natrium dihidrogen sitrat dan dinatrium hidrogen sitrat)<br />
• Natrium asam sulfit (Sodium bisulfit) yang sering digunakan untuk effervescent<br />
pembersih toilet<br />
(Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal. 288-289)<br />
Sumber Karbondioksida<br />
Sumber basa yang biasa digunakan sebagai basis effervescent adalah natrium bikarbonat,<br />
natrium karbonat. Natrium bikarbonat lebih dipilih untuk digunakan dalam formula karena<br />
lebih stabil daripada natrium karbonat.<br />
a. Natrium bikarbonat: BM = 84,01<br />
Natrium bikarbonat adalah sumber CO 2 utama dalam sistem effervescent. Tidak bersifat<br />
higroskopis, larut dalam air, harganya murah, mempunyai pH 8,3 dalam larutan 0,85%,<br />
berbentuk serbuk hablur putih yang stabil di udara kering tetapi di udara lembab secara<br />
perlahan-lahan terurai. Natrium bikarbonat bisa menghasilkan kira-kira 52% CO 2 .<br />
Penggunaan secara luas untuk membuat antasid, baik sebagai komponen tunggal atau<br />
sebagai bagian dari komposisi antasid (FI IV, 1995, hal. 601; Lieberman,<br />
Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal. 289).<br />
b. Natrium karbonat: BM = 286,1 (Na 2 CO 3 .10H 2 O)<br />
Memiliki pH 11,5 dalam larutan air konsentrasi 1%. Natrium karbonat mempunyai efek<br />
stabilisasi karena kemampuannya untuk mengabsorbsi lembab, mencegah reaksi awal.<br />
Untuk alasan ini lebih dipilih natrium karbonat bentuk anhidrat (Lieberman,<br />
Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal. 289). Bentuk anhidrat<br />
lebih disukai karena dapat mengabsorpsi lembab dan kurang higroskopis sehingga<br />
mencegah inisiasi reaksi effervescent (Dr. Heni Rachmawati, Bahan Kuliah Tablet,<br />
2007).<br />
c. Kalium bikarbonat atau kalium karbonat<br />
Digunakan terutama apabila ion natrium tidak diinginkan atau perlu untuk dibatasi,<br />
contoh produk antasid dimana dosisnya bergantung pada jumlah natrium yang<br />
disarankan untuk pencernaan. Lebih larut dan lebih mahal daripada bentuk natriumnya<br />
(Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal. 289).<br />
Bahan Tambahan Lainnya<br />
Bahan tambahan lainnya pada tablet effervescent antara lain seperti bahan pengikat, bahan<br />
pengisi, dan lubrikan. Namun bahan-bahan ini penggunaannya dalam jumlah yang terbatas.<br />
Seperti halnya pengisi, hanya digunakan sedikit saja, karena dalam formula tablet<br />
effervescent sudah banyak mengandung karbonat dan asam.<br />
a. Pengikat dan zat penggranul
Untuk pembuatan tablet effervescent dengan metode granulasi, penggunaan pengikat<br />
seperti gelatin, amilum dan gom tidak dapat digunakan karena kelarutan rendah dan<br />
kandungan residu air tinggi yang dapat mempercepat ketidakstabilan tablet effervescent.<br />
Pengikat kering seperti laktosa, dekstrosa, dan manitol dapat digunakan tetapi tidak<br />
efektif pada konsentrasi rendah, juga karena dapat menghambat disintegrasi. Pengikat<br />
efektif untuk tablet effervescent adalah PVP. PVP ditambahkan pada serbuk yang<br />
digranulasi dalam keadaan kering kemudian masa dibasahi oleh cairan penggranulasi<br />
seperti air, isopropanol, etanol atau hidroalkohol, atau dilarutkan dalam cairan<br />
penggranulasi. Alkohol ditambahkan sebagai zat penggranulasi untuk pelarut PVP,<br />
sedangkan air dapat berfungsi sebagai pelarut untuk pengikat kering dan sebagai pengikat<br />
sendiri. Sejumlah kecil air ditambahkan secara hati-hati dan dikontrol untuk mencegah<br />
disolusi awal. Air sangat efektif sebagai pengikat karena adanya disolusi sebagian dari<br />
bahan-bahan pembantu diikuti dengan kristalisasi karena pengeringan. Pelarut organik<br />
seperti isopropanol tidak direkomendasikan sebagai cairan penggranulasi karena bahaya<br />
residu (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal.291).<br />
b. Pengisi<br />
Biasanya hanya dibutuhkan sedikit pengisi karena komposisi zat yang menghasilkan<br />
effervescent sudah cukup besar. Natrium bikarbonat merupakan pengisi yang baik,<br />
menyediakan ekstra effervescent dan efek pH larutan tidak begitu berarti. Pengisi lain<br />
adalah natrium klorida, natrium sulfat. Kedua zat ini relatif padat dan mungkin berguna<br />
untuk menghasilkan kompaksi tablet yang lebih padat (Lieberman, Pharmaceutical<br />
Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal. 291).<br />
Pengisi ditambahkan untuk menggenapkan bobot dan meningkatkan stabilitas <strong>sediaan</strong><br />
terhadap lembab. Kriteria pemilihan pengisi adalah larut baik dalam air, mempunyai<br />
ukran partikel berdekatan dengan komponen lain, dan kompresibel. Contoh pengisi<br />
antara lain adalah spray dried lactose (lebih sering digunakan karena keunggulan sifatnya<br />
untuk kempa langsung), sukrosa, dan manitol (Dr. Heni Rachmawati, Bahan Kuliah<br />
Tablet, 2007).<br />
c. Lubrikan<br />
Lubrikan dapat dibagi dua, yaitu:<br />
- Lubrikan Intrinsik (ditambahkan pada formula)<br />
Lubrikan yang umum digunakan:<br />
◘ Garam stearat (Mg, Ca, Zn), efektif bila digunakan dengan konsentrasi ≤ 1%<br />
karena tidak larut air, dapat mengganggu disintegrasi tablet, dan menghasilkan<br />
larutan yang keruh dengan pembentukan busa pada permukaan larutan.<br />
◘ Talk dan serbuk politetrafluoroetilen → tidak larut air, namun disintegrasi tablet<br />
lebih cepat.<br />
◘ Serbuk natrium benzoat dan PEG 8000 mikronisasi merupakan lubrikan larut air<br />
yang efektif.<br />
◘ Natrium stearat dan natrium oleat → larut dalam konsentrasi rendah;<br />
kombinasi keduanya akan lebih efektif tetapi menghasilkan busa/lapisan busa<br />
pada permukaan larutan.<br />
◘<br />
Lainnya:<br />
Surfaktan dapat juga digunakan untuk menghasilkan larutan bening juga<br />
berguna sebagai lubrikan. Natrium lauril sulfat akan menyediakan efek lubrikasi<br />
tetapi dapat menghambat disintegrasi jika konsentrasinya terlalu besar.<br />
Magnesium lauril sulfat hanya sedikit mempengaruhi waktu disintegrasi.<br />
- Lubrikan Ekstrinsik<br />
Bertujuan untuk lubrikasi permukaan alat/mesin tablet. Contohnya adalah spray<br />
malam/wax yang telah dilelehkan.( Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet,<br />
vol I, 2 nd ed, 1989, hal. 293). Lubrikan ini akan membentuk lapisan tipis lemak. Film<br />
dapat disemprotkan pada permukaan alat cetak sebelum pengisian granul/masa cetak<br />
atau digunakan kuas yang dipasangkan pada bagian bawah punch. Kuas akan mengoles
die pada setiap proses cetak (Dr. HeniRachmawati, Bahan Kuliah Tablet, 2007).<br />
d. Komponen Tambahan Lain (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I,<br />
2 nd ed, 1989, hal. 293-294)<br />
- Flavour<br />
- Pewarna<br />
- Pemanis<br />
III. PEMBUATAN TABLET EFFERVESCENT<br />
Pembuatan tablet effervescent memerlukan kondisi dan metode khusus dalam pembuatannya<br />
karena dalam tablet ini terdapat bahan asam dan bahan basa, di mana dengan adanya air kedua<br />
bahan ini akan bereaksi dan menghasilkan CO 2 . Oleh karena itu, sebelum tablet digunakan tidak<br />
boleh ada air sedikitpun yang kontak dengan tablet. Selain itu suhu yang tinggi juga<br />
mempercepat kerusakan tablet sehingga suhu ruangan juga harus rendah. Syarat kelembaban<br />
relatif ruangan untuk pembuatan tablet effervescent adalah ≤ 25% dan suhu ruangan harus<br />
kurang dari 25 ˚C (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal.<br />
294).<br />
Tablet effervescent dibuat dengan beberapa metode yaitu dengan cara granulasi basah, granulasi<br />
kering, dan dengan metode fluidisasi. Metode fluidisasi dengan metode wurster, menggunakan<br />
suatu alat semprot khusus yang dilengkapi dengan saluran penyemprot bahan pengikat dan<br />
saluran udara pemanas.<br />
A. Granulasi Basah<br />
Umumnya sama dengan tablet konvensional<br />
Dilakukan dengan cara:<br />
1. Cara Pemanasan<br />
Pada metode ini, komponen asam (misalnya asam sitrat monohidrat) dipanaskan. Molekul<br />
air kristal yang terdapat dalam asam sitrat dapat bertindak sebagai pengikat campuran<br />
serbuk setelah pemanasan pada suhu tertentu. Proses ini sangat tidak konstan dan sulit<br />
dikendalikan sehingga jarang digunakan (Penuntun Praktikum Teknologi Sediaan Solida,<br />
2006).<br />
2. Granulasi dengan Cairan Reaktif<br />
Bahan penggranulasi yang efektif adalah air. Proses berdasarkan penambahan sedikit air (0,1-<br />
0,5%) yang disemprotkan pada campuran yang akan digranulasi. Granul yang masih lembab<br />
ditransfer ke mesin tablet kemudian dikempa. Selanjutnya tablet dimasukan ke dalam oven,<br />
terjadi proses pengeringan untuk menghilangkan air atau mengikatnya secara internal sebagai<br />
air kristal sehingga tablet menjadi stabil. Kerugiannya tidak dapat digunakan untuk bahan<br />
yang rentan terhadap lembab/panas (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol<br />
I, 2 nd ed, 1989, hal. 296).<br />
3. Granulasi dengan Cairan Non Reaktif<br />
Cairan yang digunakan adalah etanol atau isopropanol. Cairan ditambahkan perlahanlahan<br />
ke dalam campuran pada mesin pencampur. Pengikat dapat ditambahkan dalam<br />
bentuk kering dan kemudian masa dibasahi. PVP dapat dilarutkan dalam cairan<br />
penggranulasi sebelum penambahan ke dalam masa. Cara ini lebih efektif dan efek<br />
negatifnya lebih sedikit daripada PVP ditambahkan sebagai pengikat kering. Setelah masa<br />
dibasahi semua, masa granul dimasukkan ke dalam oven lalu dikeringkan. Kemudian<br />
ukuran partikel dikurangi lagi baru dicetak (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form:<br />
Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal. 295-296).<br />
B. Granulasi Kering<br />
Dilakukan dengan dua cara:<br />
1. Cara Slugging<br />
Dibuat bongkah-bongkah tablet ukuran besar menggunakan mesin tablet kemudian<br />
tablet dihaluskan menjadi ukuran granul yang dikehendaki.
2. Cara Kompaktor<br />
Menggunakan mesin khusus rol kompaktor yang mengempa serbuk premix menjadi<br />
bentuk pita/lempeng diantara dua rol yang berputar berlawanan. Bahan dihaluskan<br />
menjadi granul dalam mesin granul.<br />
(Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal. 295-296)<br />
IV. CONTOH FORMULA<br />
A. Formula Umum<br />
Zat aktif x %<br />
Asam tartrat<br />
Asam sitrat 100-x-y %= z %<br />
NaHCO3<br />
Pengisi<br />
Pengikat y %<br />
Lubrikan larut air<br />
Contoh:<br />
Satu tablet effervescent dibuat dengan bobot 1,5 gram.<br />
Formula untuk 1 buah tablet effervescent:<br />
Vitamin C<br />
500 mg<br />
Pyridoxine<br />
20 mg<br />
Asam sitrat monohidrat 208 mg<br />
Asam tartrat<br />
222,9 mg<br />
Natrium bikarbonat<br />
249,5 mg<br />
Sukrosa 15%<br />
225 mg<br />
PVP 3%<br />
45 mg<br />
PEG 8000<br />
30 mg<br />
B. Perhitungan<br />
Bobot tablet effervescent<br />
1500 mg<br />
Fasa dalam bobot 98% = 98/100 x 1500 mg = 1470 mg<br />
Fasa luar (terdiri dari lubrikan) bobot 2% = 2/100 x 1500 mg = 30 mg<br />
Fasa dalam terdiri dari zat aktif, asam, basa, pengikat, dan pengisi.<br />
Bobot asam dan basa = 1500 mg – (zat aktif + pengikat + pengisi + lubrikan) mg<br />
= 1500 mg – (520 + 45 + 225 + 30) mg<br />
= 680 mg<br />
Asam sitrat monohidrat: BM = 210,14<br />
Bilangan ekivalen = 3<br />
Bobot ekivalen = 210,14/3 = 70,04<br />
Asam tartrat: BM = 150,09<br />
Bilangan ekivalen = 2<br />
Bobot ekivalen = 150,09/2 = 75,05<br />
Natrium bikarbonat: BM = 84,01<br />
Bilangan ekivalen = 1<br />
Bobot ekivalen = 84,01/1 = 84,01<br />
70,04 mol ekivalen + 75,05 mol ekivalen + 84,01 mol ekivalen = 680 mg<br />
229,1 mol ekivalen = 680 mg<br />
1 mol ekivalen = 2,97<br />
Asam sitrat monohidrat = 70,04 x 2,97 = 208 mg<br />
Asam tartrat = 75,05 x 2,97 = 222,9 mg<br />
Natrium bikarbonat = 84,01 x 2,97 = 249,5 mg
Pertimbangan pemilihan bahan-bahan dalam formula dan metode pembuatan<br />
♦ Bobot tablet yang dipilih 1500 mg karena bobot tersebut cukup untuk bobot tablet<br />
effervescent<br />
♦ Dosis asam askorbat yang dipilih 500 mg/hari karena dosis tersebut dapat digunakan<br />
untuk pengobatan sariawan akibat defisiensi vitamin C.<br />
♦ Jumlah pyridoxine yang dikonsumsi per hari sebanyak 2,2 mg harus terpenuhi untuk lakilaki<br />
dan 2 mg untuk perempuan. Pyridoxine yang digunakan untuk pengobatan anemia<br />
sideroblastik dan untuk merawat kelainan metabolisme akibat defisiensi pyridoxine<br />
memiliki dosis sebesar 100-400 mg per hari. Dosis pyridoxine yang dipilih dalam formula<br />
ini sebesar 20 mg/hari karena masih termasuk rentang dosis yang dapat digunakan untuk<br />
profilaksis dan defisiensi pyridoxine, juga untuk memenuhi bobot tablet effervescent sebesar<br />
1,5 g.<br />
♦ Pengikat yang digunakan dipilih PVP karena PVP merupakan pengikat yang larut air<br />
dan konsentrasi yang dipilih 3% karena PVP yang digunakan sebagai pengikat dalam<br />
formulasi dan teknologi Farmasi sebesar 0,5-5% (Handbook of Pharmaceutical<br />
Excipients, 5 th ed., 2006, hal. 611).<br />
♦ Pengisi yang digunakan adalah sukrosa karena pengisi yang digunakan dalam tablet<br />
effervescent adalah gula. Konsentrasi yang dipilih 15% karena sukrosa yang digunakan<br />
sebagai pengisi pada formulasi dan teknologi Farmasi 2-20%.<br />
♦ Asam yang digunakan adalah kombinasi antara asam sitrat monohidrat dan asam tartrat<br />
karena dengan kombinasi akan diperoleh tablet effervescent yang baik. Bila digunakan<br />
asam sitrat monohidrat tunggal maka granul yang dihasilkan lengket dan lunak sehingga<br />
tidak dapat dikempa, sedangkan bila digunakan asam tartrat tunggal maka akan dihasilkan<br />
granul gampang remuk.<br />
♦ Basa yang digunakan adalah natrium bikarbonat karena basa tersebut biasa digunakan<br />
dalam kombinasi dengan asam tartrat.<br />
♦ Lubrikan yang digunakan harus larut air sehingga dipilih PEG 8000.<br />
♦ Metode pembuatan yang dipilih adalah granulasi kering karena zat aktif merupakan<br />
vitamin yang tidak tahan panas sehingga dengan granulasi kering maka tidak diperlukan<br />
proses pengeringan yang memerlukan panas.<br />
Penimbangan dilakukan untuk membuat 500 buah tablet effervescent<br />
Asam askorbat 500 mg x 500 = 250 g<br />
Pyridoxine 20 mg x 500 = 10 gr<br />
PVP 3% 45 mg x 500 = 22,5 gr<br />
Sukrosa 15% 225 mg x 500 = 112,5 gr<br />
Asam sitrat monohidrat 208 mg x 500 = 104 gr<br />
Asam tartrat 222,9 mg x 500 = 111,45 gr<br />
Natrium bikarbonat 249,5 mg x 500 = 124,75 gr<br />
PEG 8000 30 mg x 500 = 15 gr<br />
Komposisi Slug :<br />
Vitamin C<br />
Piridoksin<br />
PVP<br />
Sukrosa<br />
Asam sitrat monohidrat<br />
Asam tartrat<br />
Natrium bikarbonat<br />
PEG 8000 (1/2 bagian)<br />
250 g<br />
10 g<br />
22,5 g<br />
112,5 g<br />
104 g<br />
111,45 g<br />
124,75 g<br />
7,5 g<br />
742,7 g<br />
Misal :<br />
Slug yang diperoleh adalah 700 g, maka sisa fasa luar (PEG 8000) yang ditambahkan
adalah :<br />
PEG 8000 = 1/99 x 700 g = 7,07 g<br />
Bobot massa cetak = 700 g + 7,07 g = 707,07 g<br />
Jumlah tablet = 700 g/742,7 g x 500 tablet = 471, 25 tablet<br />
Bobot massa per tablet = 707,07 g/471,25 tablet = 1,5 g<br />
C. Prosedur Pembuatan<br />
Metode Granulasi Kering<br />
1. Zat aktif dan eksipien masing-masing dihaluskan dalam tempat yang terpisah.<br />
2. Dicampur menjadi satu kemudian dicampur hingga homogen.<br />
3. Massa serbuk dislugging, kemudian dihancurkan hingga derajat kehalusan tertentu.<br />
4. Diayak dengan pengayak nomor 16 mesh.<br />
5. Dilakukan uji aliran granul yang diperoleh. Aliran yag diperoleh harus sebesar 10<br />
gr/detik (atau sesuai spesifikasi internal). Jika tidak diperoleh aliran sebesar itu, harus<br />
dilakukan slugging kembali hingga diperoleh aliran yang dikehendaki.<br />
6. Setelah granul memiliki aliran 10 gr/detik (atau sesuai spesifikasi internal), pada granul<br />
ditambahkan lubrikan. Granul siap dikempa menjadi tablet dengan bobot ... gr.<br />
D. Evaluasi Granul<br />
Tujuan<br />
Untuk memeriksa apakah granul yang terbentuk memenuhi syarat atau tidak untuk dikempa.<br />
Prosedur<br />
i) Kandungan Air (hanya untuk granul hasil granulasi basah)<br />
a. Penentuan dilakukan dengan menggunakan 5 gr granul yang diratakan pada<br />
piring logam, kemudian dimasukkan dalam alat penentuan kadar air (Moisture<br />
Ballance).<br />
b. Atur panas yang digunakan (70 °C) lalu diamkan beberapa waktu sampai<br />
diperoleh angka yang tetap (dalam bentuk %). Piring logam dipanaskan hingga<br />
bobot tetap sebelum digunakan.<br />
ii) Kecepatan Aliran (Menggunakan Flow Tester)<br />
a. Sejumlah tertentu granul dimasukkan kedalam alat penentuan (corong) penguji<br />
aliran.<br />
b. Alat dijalankan dan dicatat waktu yang dibutuhkan oleh massa granul untuk<br />
melewati corong.<br />
c. Hasil dinyatakan dalam satuan gr/det. Kecepatan aliran yang ideal adalah 10<br />
gr/det (atau sesuai spesifikasi internal).<br />
iii) Kadar Pemampatan<br />
a. Masukkan 100 gr granul dalam gelas ukur 250 mL , Volume mula-mula<br />
dicatat sebagai ketukan 0 (Vo).<br />
b. Lakukan pengetukan, dan volume pada ketukan ke 10, 50, 100, diukur.<br />
c. Timbang bobot granul yang digunakan untuk pengujian ini.<br />
d. Hitung kadar pemampatan dengan persamaan berikut ini:<br />
Kp = [(Vo-Vt)/Vo] x 100 %<br />
Kp = kadar pemampatan ; Vo = volume granul sebelum pemampatan ;<br />
Vt = volume granul pada t ketukan<br />
Penafsiran hasil : Granul memenuhi syarat jika Kp ≤ 20%.<br />
iv) Bobot jenis<br />
a. Bobot jenis nyata<br />
Sejumlah gram granul dimasukkan ke dalam gelas ukur.<br />
Catat volumenya dan timbang bobot granul yang digunakan untuk pengujian<br />
ini.<br />
Hitung bobot jenis nyata dengan persamaan berikut ini :
. Bobot jenis mampat<br />
<br />
P = W/V<br />
P = bobot jenis nyata<br />
W = bobot granul<br />
V = volume granul tanpa pemampatan<br />
Sejumlah gram granul dimasukkan ke dalam gelas ukur pada alat dengan<br />
menggunakan corong panjang. Catat volumenya (Vo).<br />
Gelas ukur diketuk-ketukkan sebanyak 10 dan 500 kali. Catat volumenya (V10<br />
<br />
dan V500).<br />
Timbang bobot granul yang digunakan untuk pengujian ini.<br />
Hitung bobot jenis mampat dengan persamaan berikut ini :<br />
Pn = W/Vn<br />
Pn = bobot jenis mampat<br />
W = bobot granul<br />
Vn = volume granul pada n ketukan<br />
v) Indeks kompresibilitas<br />
Hitung dengan persamaan : [(Pn-P)/Pn] x 100 %<br />
vi)<br />
Perbandingan Haussner<br />
Hitung dengan persamaan berikut ini :<br />
• Angka Haussner = BJ setelah pemampatan/BJ nyata.<br />
• Penafsiran hasil : Granul memenuhi syarat jika angka Haussner > 1.<br />
E. Evaluasi Tablet<br />
Tujuan<br />
Untuk memeriksa apakah tablet memenuhi persyaratan resmi (Farmakope) atau non resmi<br />
(Non Farmakope) atau tidak.<br />
Prosedur<br />
PARAMETER FISIK<br />
i) Pemeriksaan penampilan fisik: Kejernihan larutan.<br />
ii)<br />
iii)<br />
Keseragaman ukuran<br />
20 tablet diambil secara acak, Setiap tablet diukur diameter dan tebalnya dengan<br />
jangka sorong. Diameter tablet tidak boleh lebih dari tiga kali dan tidak kurang dari 1<br />
1/3 tebal tablet.<br />
Keseragaman bobot<br />
Prosedur penetapan keragaman bobot:<br />
• Pilih tidak kurang dari 30 tablet.<br />
• Dari 30 tablet tersebut, timbang 10 tablet satu per satu dan hitung bobot rata-rata.<br />
iv)<br />
Kekerasan tablet<br />
20 tablet diambil secara acak, kemudian diukur kekerasannya dengan alat Stokes<br />
Mensato. Tekanan yang diperlukan untuk memecahkan tablet terukur pada alat<br />
dengan satuan Kg/cm 2 . Kekerasan yang ideal 10 kg/cm 2 (atau sesuai spesifikasi<br />
internal).<br />
v) Friabilitas<br />
a. Bersihkan 20 tablet dari debu kemudian ditimbang (W 0 ). Masukkan tablet ke dalam<br />
alat, kemudian jalankan selama 4 menit dengan kecepatan 25 rpm (100 putaran).<br />
b. Setelah 4 menit, hentikan alat, tablet dikeluarkan, lalu dibersihkan dari debu dan<br />
timbang (W 1 ).<br />
c. Indeks friabilitas (f) = (W 0 –W 1 )/W 0 X 100%<br />
vi)<br />
Friksibilitas
vii)<br />
20 tablet diambil secara acak, bersihkan dari debu, kemudian ditimbang (W 0 ),<br />
kemudian dimasukkan ke dalam friksibilator. Alat diputar 25 rpm selama 4 menit (100<br />
putaran), kemudian tablet dibersihkan dari debu dan ditimbang (W 1 ).<br />
Friksibilitas = (W 0 – W 1 )/W 0 x 100 %.<br />
Uji waktu hancur<br />
Ini adalah parameter paling penting. Biasanya tablet dapat hancur dalam waktu 1-2<br />
menit. Volume dan suhu air yang digunakan untuk uji waktu hancur tablet effervescent:<br />
Tablet Volume Air (mL) Suhu (°C)<br />
Antasida/analgesik<br />
Pembersih gigi<br />
Minuman<br />
Pencuci mulut<br />
Pembersih toilet<br />
120 – 180<br />
120 150<br />
180 – 240<br />
20 – 30<br />
4000 - 6000<br />
15 – 20<br />
40 – 45<br />
10 – 15<br />
25<br />
20 – 25<br />
PARAMETER KIMIA<br />
i) pH larutan<br />
ii) Keseragaman kandungan zat aktif
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />
TABLET KUNYAH<br />
TABLET KUNYAH<br />
(Edited by Nila & Vici)<br />
1. PENDAHULUAN<br />
Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah di mulut sebelum ditelan dan bukan untuk<br />
ditelan utuh. Tujuan dari tablet kunyah adalah untuk memberikan suatu bentuk pengobatan<br />
yang dapat diberikan dengan mudah kepada anak-anak atau orang tua, yang mungkin sukar<br />
menelan obat utuh. Tablet kunyah yang paling umum ditemukan di pasaran adalah tablet<br />
kunyah aspirin (yang dimaksudkan untuk digunakan oleh anak-anak) dan antasid. (Teori dan<br />
Praktek Farmasi Industri,1994, h.712).<br />
Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah, memberikan residu dengan rasa enak dalam<br />
rongga mulut, mudah ditelan dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak. Jenis tablet<br />
ini digunakan dalam formulasi tablet untuk anak, terutama formulasi multivitamin, antasida,<br />
dan antibiotik tertentu. Tablet kunyah dibuat dengan cara dikempa, umumnya menggunakan<br />
sorbitol, manitol atau sukrosa sebagai bahan pengikat dan bahan pengisi, mengandung bahan<br />
pewarna dan bahan pengaroma untuk meningkatkan penampilan dan rasa (FI IV,1995, hal<br />
4). Manitol merupakan bahan pengisi yang biasa digunakan karena menghasilkan sensasi<br />
dingin di dalam mulut dan bekerja efektif sebagai penutup rasa tidak enak. Di dalam<br />
formulasinya bahan pengaroma biasa ditambahkan sedangkan bahan penghancur tidak perlu<br />
digunakan dan bahan-bahan yang digunakan tidak mesti larut air (TPC, 1994,12).<br />
Karakteristik :<br />
1. memiliki bentuk yang halus setelah hancur;<br />
2. mempunyai rasa enak dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak.<br />
Keuntungan :<br />
1. keter<strong>sediaan</strong> hayati lebih baik karena tidak mengalami tahap disintegrasi (dan<br />
kemungkinan dapat meningkatkan disolusinya);<br />
2. kenyamanan bagi penderita dengan meniadakan perlunya air untuk menelan;<br />
3. sebagai pengganti bentuk <strong>sediaan</strong> cair yang memerlukan kerja obat yang cepat;<br />
4. meningkatkan kepatuhan penderita terutama anak-anak dengan rasa yang enak, selain itu<br />
lebih disukai pasien;<br />
5. kestabilan lebih baik<br />
Kekurangan :<br />
Zat aktif yang rasanya tidak baik dan dosis yang tinggi sangat sulit dibuat tablet kunyah.<br />
(Pharmaceutical Dosage Forms, vol I, hal 367)<br />
2. FAKTOR FORMULASI<br />
Beberapa faktor yang terlibat dalam formulasi tablet kunyah diantaranya adalah jumlah zat<br />
aktif, aliran, lubrikan, disintegrasi, kompresibilitas, kompatibilitas-stabilitas, dan<br />
pertimbangan organoleptik. Empat faktor pertama di atas merupakan faktor yang umum<br />
untuk tablet biasa dan juga tablet kunyah, meskipun demikian sifat organoleptik zat aktif<br />
merupakan faktor yang paling utama. Formulator dapat menggunakan satu pendekatan atau<br />
lebih untuk sampai pada penentuan formula dan proses yang menghasilkan produk dengan<br />
sifat organoleptik yang baik. Produk harus mempunyai sifat aliran, kompresibilitas dan<br />
stabilitas yang dapat diterima.<br />
Pada umumnya, jika jumlah zat aktif dalam tablet sedikit dan rasa tidak enaknya sedikit<br />
maka formulasinya lebih mudah. Sebaliknya jika jumlah zat aktif besar dan rasanya tidak<br />
enak sangat sulit diformulasikan menjadi tablet kunyah.<br />
1
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />
TABLET KUNYAH<br />
Faktor aliran, lubrikan, kompresibilitas, dan kompatibilitas sama halnya untuk tablet biasa.<br />
Sedangkan pertimbangan organoleptik adalah sebagai berikut :<br />
• Rasa dan Penyedap<br />
Secara fisiologis, rasa adalah respon panca indera sebagai hasil rangsangan kimiawi pada<br />
ujung rasa di lidah. Ada empat dasar tipe rasa: asin, asam, manis dan pahit. Rasa<br />
asin/asam diperoleh dari zat yang mampu terionisasi dalam larutan. Banyak zat aktif<br />
organik merangsang respon pahit, walaupun tidak mampu terionisasi dalam air.<br />
Kebanyakan disakarida, sakarida, beberapa aldehid dan sedikit alkohol memberikan rasa<br />
manis.<br />
Istilah penyedap (flavor) berkaitan dengan sensasi gabungan rasa dan bau. Contohnya,<br />
gula mempunyai rasa yang manis tetapi tidak mempunyai flavor. Sedangkan madu<br />
mempunyai rasa manis dan bau yang khas. Kombinasi keduanya dinamakan flavor<br />
madu.<br />
• Aroma<br />
Misal tablet kunyah rasa jeruk harus mempunyai rasa manis dan asam dan aroma jeruk<br />
segar.<br />
• Rasa di mulut (mouth feel)<br />
Rasa di mulut adalah tipe sensasi atau sentuhan yang dihasilkan tablet dalam mulut<br />
ketika kita mengunyah. Rasa di mulut sangat penting dalam tablet kunyah. Umumnya<br />
tekstur pasir (contoh: kalsium karbonat) atau bergetah tidak dikehendaki dalam tablet.<br />
Sedangkan sensasi dingin dan sejuk dengan tekstur lembut seperti manitol disukai.<br />
• Efek Akhir (After effect)<br />
Efek akhir yang umum dari banyak senyawa adalah rasa akhir (after taste) yaitu rasa<br />
yang timbul dalam mulut setelah tablet hilang. Misalnya beberapa garam besi<br />
meninggalkan rasa karat, sakarin dalam jumlah besar memberikan rasa pahit dalam<br />
mulut.<br />
Efek akhir umum yang lain adalah sensasi mati rasa sebagian dari permukaan lidah,<br />
misalnya antihistamin yang pahit seperti piribenzamin-HCl dan prometazin-HCl.<br />
• Pengkajian masalah formulasi<br />
Bila memungkinkan dan praktis, langkah pertama dalam formulasi tablet kunyah adalah<br />
memperoleh profil lengkap dari zat aktif. Profil ini biasanya menuntun kepada formulasi<br />
yang paling efisien dari produk yang stabil dan bermutu sebab zat aktif biasanya<br />
menetapkan pemilihan senyawa pengisi, pembawa, pemanis, penyedap, dan lain-lain.<br />
Profil zat aktif secara ideal harus mengandung informasi berikut :<br />
a. Sifat fisik : warna, bau, rasa, rasa akhir, rasa di mulut, bentuk fisik (kristal, serbuk,<br />
padatan amorf, cairan berminyak), suhu mencair, melebur, adanya polimorfisme,<br />
kandungan lembab, kelarutan dalam air, stabilitas zat aktif, kompresibilitas.<br />
b. Sifat kimiawi : – strukutur kimia dan golongan kimia;<br />
− reaksi utama dari golongan kimia tersebut;<br />
− tidak tersatukannya zat aktif.<br />
c. Dosis zat aktif dan batas pada ukuran dosis akhir.<br />
d. Informasi lain yang terkait.<br />
3. TEKNIK FORMULASI<br />
Masalah formulasi mencakup rasa yang tidak dikehendaki, rasa yang tidak enak di mulut<br />
atau rasa akhir. Produk yang diinginkan harus dihindari atau diminimalisasi dari rasa yang<br />
tidak enak dengan menambahkan flavor, pemanis, serta untuk mendapatkan rasa di mulut<br />
2
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />
TABLET KUNYAH<br />
yang enak dan kompresibilitas yang dapat diterima. Beberapa teknik yang digunakan untuk<br />
mengatasi masalah formulasi adalah sebagai berikut :<br />
1. Menyalut dengan granulasi basah<br />
Walaupun proses granulasi basah terutama diperlukan untuk mudah mengalir dan<br />
dikempa pada zat halus di bawah kondisi tertentu, metode granulasi basah dapat berguna<br />
dalam penyalutan partikel zat aktif guna menutupi rasanya.<br />
Contoh formulasi tablet kunyah vitamin C :<br />
Zat<br />
mg/tablet<br />
Asam askorbat (dilebihkan 10%) 275<br />
Ethocel 7 cp, 10% dalam isopropanol q.s.<br />
NuTab 275<br />
Sta-Rx-1500 50<br />
Na-sakarin 1<br />
Lake (FD&C)<br />
q.s.<br />
Penyedap<br />
q.s.<br />
Mg-stearat 5<br />
Pembuatan:<br />
− Granulasikan asam askorbat + Ethocel dalam isopropanol, keringkan semalam pada<br />
suhu 50 °C di oven, diayak dengan ayakan 16 mesh;<br />
− Tambahkan NuTab + Sta-Rx-1500, aduk 15 menit;<br />
− Tambahkan campuran Na-sakarin, lake, penyedap, dan Mg-stearat yang sebelumnya<br />
telah diayak;<br />
− Campur 5 menit kemudian dicetak.<br />
Formula di atas menggunakan ethocel yang merupakan polimer yang tidak larut dalam<br />
air, di mana vitamin C disalut dengan cara granulasi basah. Tujuannya untuk<br />
meningkatkan stabilitas dan membantu dalam menutupi rasa.<br />
Pada umumnya cara ini merupakan pendekatan yang paling sederhana untuk menutupi<br />
rasa. Granulasi basah tertentu dapat dilakukan dengan atau tanpa penambahan eksipien<br />
seperti laktosa, sukrosa, manitol, sorbitol, gula lainnya, atau pati. Walaupun pendekatan<br />
ini serupa dengan granulasi basah pada tablet biasa, ada beberapa hal yang harus<br />
diperhatikan yaitu :<br />
1. Zat penggranulasi harus membentuk lapisan yang fleksibel;<br />
2. Tidak mempunyai rasa dan bau yang tidak enak;<br />
3. Tidak larut dalam saliva;<br />
4. Tidak mempengaruhi disolusi zat aktif setelah ditelan.<br />
Idealnya pengisi yang rasanya manis seperti gula perlu dimasukkan dalam granulasi,<br />
disintegran baik dimasukkan dalam granulasi basah untuk menjamin disolusi granul yang<br />
baik setelah tablet dikunyah. Prosedur tersebut merupakan prosedur konvensional. Saat<br />
ini banyak digunakan metode suspensi udara/ fluidized bed. Dalam teknik tersebut,<br />
partikel zat aktif akan disalut oleh cairan suspensi dalam kondisi terkendali,<br />
berkecepatan tinggi, dan aliran udara hangat disemprot melalui lempeng perforasi dalam<br />
bejana penyalut. Partikel zat aktif mengalami aliran siklik dan disemprotkan<br />
larutan/suspensi zat penyalut oleh penyemprot otomatis. Setelah partikel tersalut, partikel<br />
tersebut dipisahkkan dari daerah semprotan, dikeringkan dengan aliran udara panas dan<br />
disalut ulang. Silus ini berlanjut sampai ketebalan salut yang diinginkan tercapai.<br />
Pengaliran partikel zat aktif meningkatkan pemaparan luas permukaan guna penyalutan<br />
dan pengeringan yang lebih efisien dan merata. Factor-faktor yang perlu diperhatikan<br />
dalam proses penyalutan adalah sidat zat aktif, kekentalan larutan penyalut, desain dan<br />
letak dari penyemprot; juga kecepatan dan suhu dari udara yang mengalir. Walaupun<br />
3
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />
TABLET KUNYAH<br />
perbaikan rasa dengan penyalutan adalah menarik karena sederhana, tetapi metode ini<br />
hanya terbatas untuk zat aktif yang rasanya tidak enaknya ringan sampai sedang.<br />
2. Mikroenkapsulasi<br />
Mikroenkapsulasi adalah suatu metode penyalutan partikel zat aktif atau tetesan-tetesan<br />
cairan dengan polimer yang menyalut rasa (bertujuan diantaranya untuk menutup rasa<br />
obat yang tidak menyenangkan dan mengurangi interaksi bahan yang tidak tersatukan<br />
secara fisik maupun kimia), membentuk mikrokapsul dengan ukuran 5 – 5000 µm., dan<br />
bersifat bebas mengalir. Mikroenkapsulasi dapat dibuat dengan metode pemisahan fasa<br />
atau koaservasi dengan tahapan :<br />
− Pembentukan 3 fasa yang tidak saling bercampur yang terdiri dari fasa pembawa air,<br />
fasa inti obat dan fasa larutan pengikat.<br />
− Pembentukan lapisan polimer melalui penyerapan di sekitar materi inti di bawah<br />
kondisi campuran fisik dari ketiga fasa.<br />
− Pengerasan lapisan penyalut, biasanya dengan crosslink pemanasan atau desolvasi<br />
untuk membentuk mikrokapsul yang rigid.<br />
Zat aktif yang telah dienkapsulasi di kempa langsung bersamaan dengan pengisi lain,<br />
pemanis buatan, flavor dan lubrikan.<br />
Larutan penyalut yang biasanya digunakan untuk mikroenkapsulasi adalah carboxy metil<br />
cellulose, cellulose acetate phtalate, etil selulosa, gelatin, poly vynil alkohol, gelatinacacia,<br />
shellac, dan beberapa lilin malam.<br />
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses enkapsulasi seperti pemilihan zat<br />
penyalut, ukuran partikel (100-120 mesh tidak diharapkan) dan<br />
meminimalkan inkompatibilitas.<br />
Contoh formula : Tablet kunyah Asetaminofen<br />
(Mikroenkapsulasi) Zat __________ mg/tablet<br />
Mikrokapsul (100 mesh)<br />
Asetaminofen 327<br />
Penyalut (selulosa-malam) 35<br />
Eksipien 393<br />
Manitol<br />
Mikrokristalin selulosa (Avicel)<br />
Talk<br />
Sakarin<br />
Gom Guar<br />
Flavor mint<br />
Mg-stearat __________________________<br />
3. Dispersi solida<br />
Zat aktif dengan rasa yang tidak enak dapat dicegah dengan mengadsorpsikannya pada<br />
substrat yang mampu mempertahankan tetap teradsorpsi dalam mulut tetapi setelah di<br />
saluran cerna zat aktif dilepaskan. Contoh Dekstrometorfan hidrobromida dengan<br />
menggunakan substrat Mg-trisilikat. Adsorbat sudah tersedia di perdagangan dalam<br />
bentuk serbuk termikronisasi yang mengandung zat aktif 10% b/b (tinggal dicampur lalu<br />
dicetak). Contoh substrat lain adalah bentonit, veegum dan gel silica.<br />
4
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />
Contoh formula :<br />
Zat<br />
mg/tablet<br />
Adsorbat Dekstrometorfan-HBr 10% (dilebihkan76,5<br />
Benzokain 2,5<br />
Flavor 10<br />
Mg-stearat 10<br />
Sorbitol (kristalin) 1301<br />
TABLET KUNYAH<br />
Pembuatan :<br />
− Sorbitol diayak 10 mesh<br />
− Campur adsorbat, benzokain, flavor dengan ¼ dari jumlah sorbitol yang diperlukan,<br />
diaduk 10 menit<br />
− Tambahkan sisa sorbitol, aduk 10 menit, lalu tambahkan Mg-stearat. Aduk 3 menit<br />
dan cetak sehingga diperoleh tablet kunyah dengan kekerasan 6 kp.<br />
4. Teknik pembuatan adsorbat :<br />
Ada beberapa metode dalam pembuatan adsorbat :<br />
a. Metode pelarut : zat aktif dilarutkan dalam pelarut yang mudah menguap, tambahkan<br />
substrat (zat padat), campur kemudian pelarutnya diuapkan sehingga dihasilkan<br />
molekul obat yang teradsorbsi pada substrat.<br />
Faktor yang mempengaruhi proses ini : pemilihan pelarut, substrat, proporsi dari<br />
setiap komponen, kondisi pencampuran, kecepatan penguapan, dan suhu.<br />
b. Metode pencairan : zat aktif dan pembawa dilebur bersama-sama dengan pemanasan<br />
pada suhu yang cocok (tidak merusak zat aktif). Kemudian campuran didinginkan<br />
dan dipadatkan secara cepat dengan pengadukan yang kuat (dilakukan dalam wadah<br />
berisi es). Kemudian padatan tersebut dihaluskan menjadi partikel dengan ukuran<br />
yang sama.<br />
Metode ini tidak sesuai untuk zat aktif yang thermolabil, mudah menguap dan<br />
terdekomposisi pada pemanasan.<br />
5. Pertukaran ion<br />
Pertukaran ion adalah pertukaran reversibel dari ion-ion antara fasa solida dan cairan<br />
dimana tidak ada perubahan permanen dalam struktur solida. Dalam hal ini, solida<br />
adalah zat penukar ion sedangkan ionnya adalah zat aktif. Apabila digunakan sebagai<br />
pembawa zat aktif, zat penukar ion menjadi suatu sarana untuk mengikat zat aktif pada<br />
matriks polimer yang tidak larut dan dapat secara aktif menutup rasa dan bau dari zat<br />
aktif yang diformulasi menjadi tablet kunyah. Resin pertukaran ion dapat<br />
diklasifikasikan menjadi empat bagian: resin penukar kation asam kuat, kation asam<br />
lemah, anion basa kuat dan anion basa lemah.<br />
6. Pembentukan garam/turunannya<br />
Dilakukan upaya modifikasi komposisi kimia zat aktif sehingga senyawa itu kurang larut<br />
dalam saliva karena itu rangsangannya kurang pada ujung rasa atau memodifikasi zat<br />
aktif menjadi tidak berasa atau kurang pahit. Misalnya kloramfenikol menjadi<br />
kloramfenikol stearat.<br />
7. Penambahan asam amino dan hidrolisat protein<br />
Dengan menggabungkan asam-asam amino dan garam-garamnya atau campuran<br />
keduanya akan mengurangi rasa pahit dari penisilin. Asam amino yang umum digunakan<br />
adalah sarkosin, alanin, taurin, asam glutamat, dan glisin. Misalnya rasa ampisilin<br />
diperbaiki secara nyata dengan menggranulasikannya dengan glisin, kemudian<br />
ditambahkan amilum, lubrikan, glidan, penyedap, pemanis lalu dicetak.<br />
5
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />
TABLET KUNYAH<br />
8. Kompleks inklusi<br />
Pembentukan kompleks inklusi yaitu molekul zat aktif masuk ke dalam rongga-rongga<br />
molekul zat pengompleks membentuk kompleks stabil. Kompleks ini mampu menutup<br />
rasa pahit zat aktif dengan menurunkan jumlah partikel zat aktif yang terpapar sensor<br />
rasa dan/atau mengurangi kelarutan zat aktif pada waktu dikunyah.<br />
Gaya yang terlibat dalam kompleks inklusi adalah gaya Van der Waals dan β-<br />
siklodekstrin (digunakan sebagai zat pengompleks inklusi) merupakan molekul<br />
oligosakarida siklik dari amilum, rasanya manis, dan tidak toksik.<br />
Ada 3 metode utama dalam pembuatan kompleks inklusi dengan siklodekstrin, dua<br />
diantaranya adalah skala laboratorium sedangkan yang lainnya adalah skala industri.<br />
Untuk skala laboratorium adalah sebagai berikut :<br />
a. Siklodekstrin dalam air panas atau dingin dicampurkan dengan senyawa yang larut<br />
air dengan jumlah 10 kali lebih banyak dibandingkan siklodekstrin atau jumlah<br />
equimolar. Setelah pendinginan perlahan dan pengupan, akan terbentuk Kristal<br />
senyawa inklusi.<br />
b. Zat aktif tidak larut air dilarutkan dalam pelarut organik yang tidak bercampur<br />
dengan air, dikocok dengan siklodekstrin dalam air yang pekat, akan terbentuk kristal<br />
senyawa iklusi pada antar muka kedua lapisan atau endapan, kristal dicuci dengan<br />
pelarut untuk menghilangkan zat aktif yang tidak membentuk kompleks, lalu<br />
dikeringkan untuk menghilangkan sisa pelarut.<br />
9. Kompleks molekular<br />
Pembentukan kompleks molekular melibatkan zat aktif dan molekul organik<br />
pengompleks, dan kompleks ini dapat menutup rasa yang pahit atau bau yang tidak<br />
diinginkan. Metode ini menurunkan kelarutan zat aktif dalam air dan jumlah obat yang<br />
terpapar dengan sensor rasa.<br />
10. Semprot beku (Spray congealing) dan semprot salut (spray coating)<br />
Proses dari spray congealing meliputi pendinginan (atau pembekuan) substansi yang<br />
dilelehkan dalam bentuk partikel selama perjalanan dari spray nozzle sampai sekitar<br />
tempat penyemprotan pada temperatur di bawah titik lelehnya. Bobot zat aktif sekitar<br />
satu per tiga dari bahan penyalut.<br />
Contoh vitamin yang disalut dengan metode spray congealing:<br />
• vitamin B1, B2, B6 dengan larutan penyalut mono dan digliserida dari asam lemak<br />
• Niacinamide dengan larutan penyalut asam stearat<br />
Proses dari spray coating meliputi penyemprotan suspense partikel obat ke dalam larutan<br />
penyalut melalui penyemprot otomatis dalam kondisi aliran udara hangat berkecepatan<br />
tinggi. Tetesan-tetesan kasar yang disemprotkan oleh penyemprot otomatis mengandung<br />
partikel zat aktif yang kemudian disalut oleh larutan penyalut. Kemudian pelarut<br />
menguap sehingga bahan penyalut akan mengenkapsulasi partikel zat aktif.<br />
Contoh vitamin yang disalut dengan metode spray coating:<br />
• Antibiotik Na-dikloxacillin dan beberapa teterasiklin dengan larutan penyalut<br />
campuran dari etil selulosa dan spermaceti wax yang dilarutkan dalam metilen<br />
klorida (metilen klorida tidak boleh melebihi 1%)<br />
4. EKSIPIEN<br />
Proses granulasi basah, granulasi kering dan cetak langsung pada tablet konvensional dapat<br />
juga diterapkan pada tablet kunyah. Dalam hal ini, perlu diperhatikan kadar lembab,<br />
kompatibilitas, aliran, kompresibilitas, distribusi ukuran partikel. Selain itu, hal yang perlu<br />
diperhatikan adalah tingkat kemanisan, kemampuan untuk dikunyah, rasa di mulut, dan rasa.<br />
Banyak eksipien yang umum digunakan dalam tablet konvensional dapat juga digunakan<br />
6
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />
TABLET KUNYAH<br />
dalam tablet kunyah. Beberapa eksipien untuk tablet kunyah yang umum digunakan adalah<br />
sebagai berikut :<br />
A. Flavouring/Penyedap<br />
1. Pemanis. Pemanis alam dan pemanis buatan yang paling banyak digunakan adalah<br />
aspartam, siklamat, glizirisin dan sakarin. Dalam penggunaannya perlu diperhatikan<br />
status peraturan atau regulasi dalam negara.<br />
Pemanis<br />
Tingkat kemanisan dibandingkan terhadap sukrosa<br />
Aspartam 200<br />
Siklamat 30-50<br />
Glycyrrhizin 50<br />
Sakarin 450<br />
Dekstrosa (glukosa) 0,7<br />
Fruktosa (levulosa) 1,7<br />
Laktosa 0,2<br />
Maltose 0,3<br />
Manitol 0,5-0,7<br />
Sorbitol 0,5-0,6<br />
Sukrosa 1<br />
2. Flavor<br />
Golongan flavor umum untuk tipe rasa:<br />
− Manis : vanila, stone fruit, anggur, berries, maple, madu<br />
− Asam : citrus, cherry, raspberry, strawberry, rootbeer, anis, kayu manis<br />
− Asin : kacang, buttery, butterscotch, spice, maple, melon, raspberry,<br />
campuran citrus, campuran buah-buahan.<br />
− Pahit : kayu manis, anis, kopi, coklat, wine, mint, grapefruit, cherry, peach,<br />
rasberry, kacang, fennel, spice.<br />
− Basa : mint, coklat, krim, vanila<br />
− Logam : anggur, burgundy, lemon-jeruk nipis.<br />
Pemilihan flavor untuk formulasi perlu diperhatikan umur pengguna, misalnya anakanak<br />
mempunyai toleransi yang tinggi terhadap rasamanis sedangkan orang tua<br />
mempunyai toleransi yang tinggi terhadap rasa pahit.<br />
Beberapa aplikasi flavor yang biasanya direkomendasi<br />
Antasid Obat untuk batuk/ flu Vitamin<br />
Coklat<br />
Mint<br />
(peppermint, spearmint)<br />
Mint anis<br />
Jeruk<br />
Vanila<br />
Bavarian cream<br />
Butterscotch<br />
Cheery cream punch<br />
Anise birch<br />
Blackcurrant<br />
Rum peach<br />
Spice vanila<br />
Cherry liar<br />
Cengkeh<br />
Madu-lemon<br />
Menthol-eukaliptus<br />
Nenas<br />
Anggur<br />
Passion fruit<br />
Raspberry<br />
Strawberry<br />
Almond<br />
Blueberry<br />
Toasted nut<br />
B. Pewarna<br />
Pewarna yang digunakan dalam tablet kunyah bertujuan untuk :<br />
• meningkatkan daya tarik estetika<br />
• memberi identitas pada produk dan membuat perbedaan antar produk<br />
• menutup warna yang kurang menarik atau warna bahan baku yang tidak merata<br />
• mengimbangi dan menyesuaikan penyedap yang digunakan dalam formulasi<br />
7
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />
8<br />
TABLET KUNYAH<br />
3 kategori pewarna, al:<br />
− FD&C : biasanya digunakan pada makanan, obat dan kosmetik.<br />
− D&C : dyes dan pigmen yang cukup aman digunakan untuk obat dan kosmetik<br />
yang kontak dengan membran mukosa atau yang ditelan.<br />
− D&C eksternal : toksik terhadap oral tetapi cukup aman untuk obat luar<br />
Kategori pertama dan kedua bisanya digunakan pada tablet kunyah.<br />
Ada dua bentuk pewarna yang digunakan :<br />
1. Pewarna Celup (dyes)<br />
Adalah senyawa kimia yang menunjukkan pewarnaan apabila dicelupkan dalam<br />
suatu larutan, biasanya mengandung 80-93% pewarna murni.<br />
Pewarna celup untuk tablet kunyah biasanya digunakan 0,01-0,03% dengan ukuran<br />
partikel 12-200 mesh. Pewarna celup yang digunakan pada metode granulasi basah<br />
biasanya dilarutkan dalam cairan granulasi. Pelaksanaan granulasi dan pengeringan<br />
perlu dioptimasi untuk meminimalkan migrasi larutan pewarna celup harus dibuat<br />
dalam besi tahan karat atau wadah kaca untuk menghindari inkompatibilitas antara<br />
zat warna dan wadah. Harus dilakukan penyaringan untuk menghilangkan partikel<br />
yang tidak larut. Larutan pewarna celup dalam air dapat disimpan selama beberapa<br />
jam dan jika lebih dari 24 jam perlu ditambahkan zat pengawet untuk mencegah<br />
pertumbuhan mikroba, misalnya propilenglikol, kombinasi Na-benzoat dengan asam<br />
fosforik atau asam sitrat.<br />
Selama penyimpanan, penggunaan dan proses pewarnaan, pewarna celup harus<br />
dilindungi terhadap :<br />
− zat pengoksidasi terutama klorin dan hipoklorit;<br />
− zat pereduksi terutama gula invert, beberapa penyedap, ion logam (Al, Zn, Fe,<br />
dan Sn), asam askorbat;<br />
− pH yang ekstrim, misalnya FD&C red #3 tidak stabil pada larutan asam sehingga<br />
jangan dilarutkan pada larutan dengan pH < 5.<br />
− mikroba terutama j amur dan bakteri;<br />
− pemanasan dengan suhu yang tinggi dan waktu yang lama (jadi pewarnaan harus<br />
diproses pada suhu rendah dan waktu singkat jika pada suhu tinggi) keculi untuk<br />
FD&C red #3 yang akan meningkatkan kemampuan fading pada temperatur<br />
yang terlalu rendah maupun yang terlalu tinggi sedangkan aktivitas dari agen<br />
pengoksidasi atau pereduksi akan berkurang pada suhu yang tinggi.<br />
− pemaparan cahaya matahari langsung.<br />
FD&C red #40 dan FD&C yellow #5 cukup stabil sedangkan FD&C blue#2 dan<br />
FD&C red #3 stabilitasnya rendah terhadap cahaya.<br />
2. Pewarna Lake<br />
Pewarna lake tidak larut dan biasanya didispersikan. Oleh karena itu yang sangat<br />
penting diperhatikan adalah ukuran partikel harus halus. Umumnya makin kecil<br />
ukuran partikel, makin tinggi daya pewarnaan lake karena bertambahnya luas<br />
permukaan untuk memantulkan cahaya.<br />
Lake dibuat dengan presipitasi dan mengadsorpsikan pewarna celup pada substrat/<br />
basis yang tidak larut. Biasanya sebagai substrat FD&C digunakan Alumina hidrat.<br />
FD&C lake terdiri atas 6 warna: kuning, jingga, merah (merah muda-merah dan<br />
jingga-merah), biru (biru kehijauan dan biru terang). Lake yang digunakan untuk<br />
tablet kunyah cetak langsung : 0,1-0,3%. Stabilitas lake terhadap cahaya dan panas<br />
lebih tinggi dibandingkan warna celup dan kompatibel dengan banyak komponen<br />
yang digunakan dalam tablet kunyah. Lake biasanya digunakan dalam pembuatan<br />
tablet kunyah dengan metode cetak langsung.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />
FD&C<br />
(Nama Umum)<br />
Red no.3<br />
(erithrosine)<br />
Sifat fisika dan kimia dari beberapa jenis pewarna<br />
Kelas<br />
Kimia<br />
Cahaya<br />
Stabilitas<br />
Oksid<br />
asi<br />
9<br />
Peruba<br />
han pH<br />
Kekuata<br />
n<br />
Pewarna<br />
an<br />
TABLET KUNYAH<br />
Warna<br />
Xanthine Poor Fair Poor v. good Merah<br />
muda<br />
kebiruan<br />
Red no.40 Monoazo v. good Fair Good v. good Merah<br />
kekuning<br />
an<br />
Yellow no.6<br />
(Sunset yellow<br />
FCF)<br />
Yellow no.5<br />
(tartrazine)<br />
Green no.3<br />
(Fast green<br />
FCF)<br />
Blue no.1<br />
(Brilliant blue<br />
FCF)<br />
Blue no.2<br />
(indigotine)<br />
Monoazo<br />
Modera<br />
te<br />
Fair Good Good Kemerah<br />
an<br />
pyrazolo<br />
ne<br />
Good Fair Good Good Kuning<br />
lemon<br />
Tripheny Fair Poor Good Excelent Hijau<br />
l<br />
kebiruan<br />
methane<br />
Tripheny Fair Poor Good Excelent Biru<br />
l<br />
kehijaua<br />
methane<br />
n<br />
Indigoid V. poor Poor Poor Poor Biru<br />
gelap<br />
Kelarutan<br />
(g/100mL)<br />
pada 25°C<br />
25%<br />
Air etan<br />
ol<br />
9 8<br />
22 9,5<br />
19 10<br />
20 12<br />
20 20<br />
20 20<br />
1,3 0,5<br />
Aspek terakhir dari psikologis adalah flavor dan pewarna cocok atau berhubungan. Di<br />
bawah ini adalah guideline flavor dan pewarna yang berhubungan<br />
1. Merah muda-merah<br />
Flavor: cherry, cherry liar, tutti-frutti, raspberry, strawberry, apel.<br />
2. Coklat<br />
Flavor: coklat, maple, madu, molasses, butterscotch, walnut, burgundy, kacang,<br />
karamel.<br />
3. Kuning-jingga<br />
Flavor: lemon, jeruk nipis, jeruk, campuran citrus, custard, pisang, cherry,<br />
butterscotch.<br />
4. Hijau<br />
Flavor: jeruk nipis, mint, menthol, peppermint, spearmint, pistachio.<br />
5. Putih pucat-putih<br />
Flavor: vanila, custard, mint, spearmint, peppermint, kacang, pisang, karamel<br />
6. Ungu<br />
Flavor: anggur, plum, kayu manis.<br />
7. Biru<br />
Falvor: mint, blueberry, plum, kayu manis, campuran buah-buahan.<br />
5. PEMBUATAN<br />
Empat aspek yang penting dalam pembuatan tablet kunyah adalah :<br />
• sifat tersatukannya zat aktif dengan zat warna;<br />
• distribusi ukuran partikel;<br />
• kadar lembab yang memenuhi syarat;<br />
• sifat kekerasan tablet.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />
TABLET KUNYAH<br />
a. Antasida<br />
Kebanyakan <strong>sediaan</strong> padat antasida dibuat dalam bentuk tablet kunyah. Antasida yang<br />
umumnya digunakan dalam kombinasi dari 2 atau lebih untuk menghasilkan efek<br />
terapeutik yang baik adalah sebagai berikut : Alumunium hidroksida (80-600 mg), Cakarbonat<br />
(194-850 mg), Mghidroksida/Mg-oksida (65-400 mg), Mg-trisilikat (20-500<br />
mg), dan lain.<br />
Sebagai tambahan digunakan zat lain seperti :simetikon (dimetikon, dimetillpolisiloksan)<br />
dengan dosis 20-40 mg/tablet sebagai antiflatulen; peppermint oil 3 mg/tablet digunakan<br />
sebagai karminatif dan asam alginat 200-400 mg.<br />
Contoh formula : Tablet kunyah antasida dengan metode cetak langsung<br />
Zat<br />
mg/tablet<br />
Al(OH)3 dan Mg-karbonat co-dried gel 325<br />
Di-Pac DTE 675<br />
Avicel 75<br />
Starch 30<br />
Ca-stearat 22<br />
Flavor<br />
q.s.<br />
Pembuatan : campur semua zat, cetak. Tablet kunyah yang diharapkan mempunyai<br />
kekerasan 8-11 SCA unit.<br />
b. Obat batuk/obat flu<br />
Formulasi biasanya digunakan untuk anak-anak. Umumnya dosis kurang dari atau sama<br />
dengan ¼ dosis dewasa. Obat yang umum adalah aspirin, asetaminofen, klorfeniramin,<br />
fenilpropanolamin, pseudoefedrin, dan dekstrometorfan.<br />
Sifat umum yang diperoleh dari zat aktif tersebut adalah rasa tidak enak, misalnya<br />
aspirin berasa asam dan astringent sedangkan yang lain pahit.<br />
Semua zat aktif yang telah disebutkan mempunyai sifat kompresibilitas yang cukup baik,<br />
kecuali asetaminofen. Jadi untuk asetaminofen dipilih metode granulasi basah sedangkan<br />
zat aktif lain digunakan metode cetak langsung karena as[irin mempunyai sifat<br />
kompresibilitas yang cukup baik sedangkan yang lainnya digunakan pada dosis rendah.<br />
Aspirin tidak tercampurkan dengan fenilpropanolamin dan perlu penanganan khusus<br />
sehingga tidak dijadikan sebagai tablet kunyah.<br />
Contoh formula: Tablet kunyah Asetaminofen : metode granulasi basah<br />
Zat<br />
_____________ mg/tablet<br />
Asetaminofen 120<br />
Manitol 720<br />
Na-sakarin 6<br />
Larutan pengikat 21,6 *<br />
Peppermint oil 0,5<br />
Syloid 244 0,5<br />
Banana, Permaseal F-4932 2<br />
Anise, Permaseal F-2837 2<br />
NaCl (serbuk) 6<br />
Mg-stearat ________________ 27,5<br />
* Mengandung 5,4 mg gom arab dan 16,2 mg gelatin<br />
Pembuatan :<br />
• Siapkan larutan pengikat yang terdiri dari gom arab (serbuk) 15 g, gelatin (granul) 45<br />
10
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />
11<br />
TABLET KUNYAH<br />
g, dan air ad 400 ml (dibuat segar)<br />
• Ayak manitol dan Na sakarin dengan ayakan 40 mesh<br />
• Campur dengan Asetaminofen. Tambahkan 180 ml larutan pengikat untuk 1000<br />
tablet<br />
• Granulasi dan keringkan 1 malam pada 140-150 °F. Ayak dengan ayakan 12 mesh<br />
• Adsorpsikan peppermint oil pada syloid 244 dan campur dengan flavor dan NaCl<br />
• Campur granul kering dengan flavor lalu tambahkan Mg stearat<br />
• Cetak tablet dengan kekerasan 12-15 kp<br />
Catatan : pengikat gom arab-gelatin menghasilkan tablet dengan kekerasan yang tinggi.<br />
Larutan pengikat harus dibuat segar untuk menghindari pertumbuhan mikroba.<br />
Tablet kunyah Aspirin untuk anak-anak<br />
Zat<br />
mg/ tablet<br />
AlOH (dried gel) 13<br />
Aspirin kristal, 40mesh 81<br />
Talk 2<br />
Primogel 8<br />
NuTab 93,4<br />
Mafco Magna Sweet 0,6<br />
Flavor Jeruk (F&F no 11598) 2<br />
Pembuatan :<br />
• Campur NuTab dan AlOH, aduk selama 10 menit<br />
• Tambahkan aspirin dan aduk 5 menit (1)<br />
• Campur primogel, talk, flavor, dan Magna Sweet dan ayak 60 mesh (2)<br />
• Tambahkan (2) ke (1), aduk selama 5 menit dan cetak<br />
Kombinasi NuTab dan Magna Sweet sebagai pemanis untuk mengurangi rasa asam dari<br />
aspirin, begitu juga dengan flavor jeruk. Dalam keadaan kering, tidak ada reaksi<br />
inkompatibilitas antara aspirin dengan basa AlOH.<br />
c. Vitamin/Mineral/Food Supplement<br />
Pada bayi, suplement vitamin tersedia dalam bentuk drops sedangkan pada anak-anak<br />
berumur 2-3 tahun dapat diberikan tablet kunyah.<br />
Vitamin dan mineral mempunyai rasa yang tidak enak seperti asam, pahit, asin, rasa<br />
sabun, hambar atau rasa seperti logam. Beberapa cara untuk menutup rasa tersebut :<br />
• Rasa asam ditekan dengan cara menambahkan pemanis, co: manitol, sakarin<br />
• Ferro fumarat dan ferri pirofosfat terasa hambar dibanding besi. Untuk itu dilakukan<br />
proses penyalutan besi dengan monogliserida atau digliserida dari asam lemak<br />
tersaturasi dengan teknik beku semprot<br />
• Rasa pahit seperti vitamin B kompleks disalut (salut tunggal) dengan monogliserida<br />
atau digliserida. Hasil akhir mempunyai rasio vitamin:lemak = 1:3 (vitamin rocoat).<br />
Demikan pula dengan niacinamide.<br />
• Vitamin A dan D dalam bentuk bebas dilindungi dengan matriks gelatin, gula atau<br />
starch dan pengawet (crystalets/ beadlets)<br />
• Vitamin E dalam serbuk kering teradsorpsi (microbeadlets)<br />
Contoh formula vitamin C kunyah<br />
Zat<br />
___________________ mg/tablet<br />
As. Askorbat (dilebihkan 10%) 275<br />
Ethocel 7cps, 10% dalam isopropanol q.s.<br />
Nu tab 275<br />
Sta-Rx 1500 50<br />
Na sakarin 1
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />
FD&C lake<br />
q.s.<br />
Flavor<br />
q.s.<br />
Mg stearat 5<br />
TABLET KUNYAH<br />
Pembuatan :<br />
• Granulasi as askorbat dengan etil selulosa dalam isopropanol<br />
• Keringkan semalaman pada 50°C, ayak dengan ayakan 16 mesh<br />
• Tambahkan Nu tab, Sta-Rx 1500 dan aduk selama 15 menit<br />
• Tambahkan Na sakarin, lake, flevor dan Mg stearat dengan campuran sebelumnya<br />
• Aduk 5 menit<br />
6. EVALUASI<br />
Evaluasi tablet kunyah tidak diatur dalam FI IV. Beberapa parameter yang dievaluasi<br />
mengacu pada evaluasi tablet konvensional.<br />
Evaluasi tablet kunyah, antara lain: (Lachman)<br />
1. Evaluasi organoleptik (IPC)<br />
Berbagai tahap evaluasi organoleptik<br />
a. Evaluasi zat aktif<br />
Meliputi karakterisasi dan perbandingan zat aktif terhadap baku pembanding.<br />
b. Evaluasi zat aktif tersalut (mis, tergranulasi) atau diproses (mis, teradsorbsi)<br />
Meliputi perbandingan antara zat aktif murni terhadap penyalut yang berbeda atau<br />
proses yang berbeda.<br />
c. Evaluasi formulasi dasar yang tidak dicampurkan flavor<br />
Meliputi perbandingan diantara pembawa yang berbeda, komposisi pembawa, dan<br />
variable formulasi lainnya kecuali favor yang terdapat pada obat yang disalut atau<br />
diproses.<br />
d. Evaluasi formulasi dasar yang dicampurkan flavor<br />
Meliputi perbandingan antara berbagai formulasi yang mengandung flavor.<br />
e. Seleksi akhir dan uji penerimaan produk<br />
Meliputi perbandingan antara 2 formula yang merupakan kandidat utama dan/atau<br />
produk kompetitif.<br />
2. Evaluasi Kimia<br />
− Pengujian kemurnian<br />
− Keseragaman dosis<br />
− Evaluasi in vitro dan in vivo (antasid)<br />
2. Evaluasi Fisik<br />
− Penampilan fisik tablet<br />
− Kekerasan tablet<br />
− Friabilitas<br />
− Waktu hancur (data pendukung kalau-kalau tablet ditelan tanpa dikunyah terlebih<br />
dahulu)<br />
− Disolusi<br />
3. Uji Stabilitas<br />
− Stabilitas dipercepat dengan suhu tertentu<br />
− Stabilitas dalam kondisi nyata<br />
Pemeriksaan stabilitas meliputi :<br />
• Pada waktu tertentu, tentukan kadar zat aktif<br />
12
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />
TABLET KUNYAH<br />
• Periksa terhadap adanya perubahan fisik (totol-totol pada tablet, migrasi zat warna,<br />
kristalisasi zat aktif pada permukaan tablet, ada bau)<br />
• Periksa perubahan kekerasan, friabilitas, kecepatan disolusi, waktu hancur<br />
• Kadar lembab tablet<br />
• Stabilitas system lapisan salut<br />
• Stabilitas zat pewarna<br />
DAFTAR PUSTAKA:<br />
− Farmakope Indonesia IV, Depkes RI, 1995, hal 4<br />
− Lund, Walter, The Pharmaceutical Codex, edisi 12, The Pharmaceutical Press, London, hal 12<br />
− Lachman dan Lieberman, Pharmaceutical Dosage Forms, vol I, edisi kedua, Marcel Dekker, inc., New<br />
York, hal 367-415<br />
− Lachman dan Lieberman, Teori dan Praktek Farmasi Industri, vol II, edisi ketiga, 1994, UI Press, hal<br />
712<br />
13
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />
solida<br />
I. DEFINISI<br />
TABLET SUBLINGUAL DAN BUKAL<br />
Tablet sublingual adalah tablet yang penggunaannya diletakkan dibawah lidah dan zat aktif yang<br />
terkandung di dalamnya dilepaskan untuk diabsorpsi secara langsung melalui mukosa mulut. Obat yang<br />
digunakan dengan cara ini ditujukan untuk menghasilkan efek obat secara sistemik dan menghindari efek<br />
metabolisme awal dari hati (first pass metabolism) yang dapat merusak beberapa jenis zat aktif seperti<br />
hormon (misalnya metil testosteron, estradiol, progesteron). Tablet ini harus terlarut dengan cepat, oleh<br />
karena itu biasanya tablet ini diformulasikan sebagai tablet cetak. [1]<br />
Tablet bukal biasanya berbentuk datar, elips, atau kapsul karena untuk memudahkan peletakan tablet di<br />
antara pipi dan gusi. Lokasi ini menyediakan media untuk melarutkan tablet dan untuk pelepasan zat<br />
aktif. [1] Tujuan tablet bukal adalah sama dengan tablet sublingual yaitu absorpsi obat melalui lapisan<br />
mukosa di mulut. [1] Metil testosteron dan testostesron propionat merupakan zat aktif yang paling sering<br />
diberikan dalam bentuk tablet bukal. [1]<br />
Tablet sublingual dan bukal memiliki persamaan antara lain yaitu :<br />
- Diletakkan di permukaan mukosa rongga mulut.<br />
- Diformulasikan untuk zat aktif yang dapat terurai oleh enzim saluran cerna atau yang terganggu<br />
dengan metabolisme lintasan pertama oleh hati.<br />
- Formulasi dirancang khusus agar tidak menstimulasi salivasi akibat faktor rasa, iritasi, dll.<br />
- Tablet dirancang agar tidak mudah hancur, oleh karena itu tidak menggunakan penghancur.<br />
- Obat-obat yang digunakan secara bukal dan sublingual harus memiliki dosis kecil sebagaimana<br />
permukaan absorpsi yang sangat terbatas serta waktu retensi di dalam rongga mulut dapat menjadi<br />
masalah. [4]<br />
Perbedaannya yaitu :<br />
Tablet bukal dirancang agar terkikis atau terlarut perlahan untuk memberikan efek pelepasan lambat;<br />
sedangkan tablet sublingual dirancang untuk melarut atau terdisolusi dengan sangat cepat untuk<br />
menghasilkan efek obat yang cepat (mis: nitrogliserin menghilangkan rasa sakit angina dalam waktu 60-<br />
120 detik setelah menggunakan tablet sublingual). [4]<br />
Perbedaan penghantaran obat melalui sublingual dan bukal<br />
Parameter Sublingual Bukal<br />
Permeabilitas membran Baik Kurang<br />
Absorpsi obat Cepat Lebih lambat<br />
Keter<strong>sediaan</strong> hayati Lebih baik Kurang<br />
Kemampuan penghantaran transmukosa Tidak memungkinkan memungkinkan<br />
gangguan oleh saliva<br />
Kemampuan untuk sustained-release Kecil Sangat memungkinkan<br />
II. TABLET SUBLINGUAL<br />
Penggolongan (macam/jenis)<br />
Berikut ini adalah nama-nama obat yang biasanya diberikan dalam bentuk sublingual :<br />
• Ergoloid mesylat (dosis 0.5 – 1 mg)<br />
• Ergotamin tartrat (2 mg) (BP’02 675, GG 284)<br />
• Eritritil tetranitrat ( 5 – 10 mg) (GG 846t)<br />
• Isoproterenol HCl (10 – 15 mg) (GG 228)<br />
• Isosorbid dinitrat (2.5 – 5 mg) , monografi pada FI IV hlm 475<br />
• Nitrogliserin ( 0.15 – 0.6 mg), monografi nitrogliserin tablet FI IV hlm 619<br />
Keuntungan dan Kerugian<br />
Keuntungan tablet sublingual adalah:<br />
• Aksi yang cepat, obat langsung masuk ke peredaran darah karena membran mukosa yang disuplai<br />
pembuluh darah dan pembuluh limfatik. [1][2]<br />
• Menghindari first -pass metabolism sehingga bioavailabilitas meningkat . [1][2]<br />
• Menghindari variasi bioavailabilitas dikarenakan pelintasan lambung, terutama untuk beberapa
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />
solida<br />
steroid dan hormon (sensitivitas terhadap kondisi asam dan pengosongan lambung). [1][2]<br />
• Terhindar dari pengaruh makanan sebagaimana tablet konvensional. [1][2]<br />
Kerugian tablet sublingual :<br />
Obat-obat yang digunakan sublingual harus memiliki dosis kecil sebagaimana permukaan absorpsi yang<br />
sangat terbatas serta waktu retensi di dalam rongga mulut dapat menjadi masalah. [4]<br />
Kriteria Sediaan yang Baik<br />
Supaya memiliki absorpsi yang baik, tablet sublingual dan bukal sebaiknya:<br />
• Memiliki dosis kecil, biasanya tidak lebih dari 10-15 mg. [1]<br />
• Tidak terionisasi tinggi. [1]<br />
• Dalam beberapa hal khusus tablet sublingual harus dapat hancur secara tiba-tiba jika mengandung<br />
obat (nitrogliserin, eritroltetranitrat) yang bereaksi dalam pengobatan angina pektoris atau asma. [3]<br />
• Tablet sublingual sebaiknya kecil, tidak memiliki sisi-sisi tajam dan menunjukkan permukaan yang<br />
datar, sehingga iritasi selaput lendir dan rangsangan saliva (sehingga transportasi bahan yang tidak<br />
diinginkan ke dalam lambung) dapat dihindari. [3]<br />
• Tablet berbentuk lensa dengan luas permukaan yang lebih besar, memungkinkan kontak yang baik<br />
dengan selaput lendir mulut, akan berpengaruh positif pada resorpsi. [3]<br />
• Tablet bukal dan sublingual harus diformulasi dengan eksipien yang tidak menghasilkan rasa agar<br />
tidak menstimulasi salivasi. [2]<br />
• Tablet ini juga harus didesain sedemikian rupa sehingga tidak terdisintegrasi tetapi melarut perlahan,<br />
dengan durasi sekitar 15-30 menit supaya terjadi absorpsi yang efektif. [2]<br />
Formula Umum<br />
R/ Zat aktif<br />
Pengisi<br />
Pengikat<br />
Glidan<br />
Formula untuk menyusun tablet sublingual dibedakan menjadi 2, yaitu formula untuk tablet cetak dan<br />
tablet kempa.<br />
Formula untuk tablet cetak sublingual hampir sama dengan tablet konvensional bahkan lebih sederhana<br />
karena tidak menggunakan bahan-bahan yang bersifat tidak larut air. Tablet cetak sublingual biasanya<br />
disusun dari bahan-bahan yang larut air sehingga obat melarut secara utuh dan cepat. Untuk<br />
meningkatkan kekerasan tablet dan mengurangi erosi permukaan pinggir tablet selama penanganan,<br />
bahan-bahan seperti glukosa, sukrosa, akasia, atau povidon ditambahkan pada campuran<br />
pelarut. [1]<br />
Tablet kempa sublingual juga dirancang agar terdisintegrasi dengan cepat dan zat aktif melarut dengan<br />
cepat pada saliva-serta mampu diabsorpsi tanpa membutuhkan larutan lengkap dari seluruh komponen<br />
formula. Zat aktif yang biasa dibuat tablet kempa sublingual adalah erythrityl tetranitrat, isosorbid<br />
dinitrat, dan isopreterenol HCL. Tablet kempa sublingual niitrogliserin memiliki formula yang<br />
mengandung jumlah yang besar bahan yang terbuat dari selulosa dan juga mengandung lubrikan, glidan,<br />
perasa, pewarna, dan penstabil. [1]<br />
Dibandingkan dengan tablet cetak, tablet kempa biasanya memiliki lebih sedikit variasi bobot dan<br />
keseragaman kandungan yang lebih baik. [1]<br />
Formula Pustaka<br />
# Tablet cetak<br />
1. Nitrogliserin (0,4mg) [1]<br />
Nitrogliserin triturasi (10% dalam laktosa)<br />
Laktosa (bolted)<br />
PEG 4000<br />
Alkohol-air (60:40)<br />
4,4 mg<br />
32,25 mg<br />
0,35 mg<br />
q.s.<br />
- ayak dan campur semua serbuk, basahkan dengan sejumlah alkohol-air (60:40) yang sudah
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />
solida<br />
ditambahkan PEG 4000, cetak tablet.<br />
2. Kodein Fosfat (30 mg) [1] (monografi: FI IV hlm 253 as codeini fosfas)<br />
Serbuk kodein fosfat<br />
30 mg<br />
Laktosa (bolted)<br />
17,5 mg<br />
Serbuk sukrosa<br />
1,5 mg<br />
Alkohol-air (60:40)<br />
q.s.<br />
- ayak dan campur semua serbuk, basahkan dengan sejumlah alkohol-air (60:40), cetak tablet.<br />
3. Skopolamin Hidrobromida (0,4 mg) [1] (monografi skopolamin hidrobromida tablet FI IV hlm 445)<br />
Skopolamin hidrobromida<br />
0,4 mg<br />
Laktosa (bolted)<br />
35 mg<br />
Sukrosa (sebagai sirup 85%)<br />
0,3 mg<br />
Alkohol-air (60:40)<br />
q.s.<br />
- ayak dan campur semua serbuk, basahkan dengan sejumlah alkohol-air (60:40) yang sudah<br />
ditambahkan sirup sukrosa, cetak tablet.<br />
# Tablet Kempa<br />
1. Tablet nitrogliserin 0,3 mg, kempa-langsung<br />
Nitrogliserin (10% dari mikrokristalin selulosa) 3 mg<br />
Manitol<br />
2 mg<br />
Mikrokristalin selulosa<br />
29 mg<br />
Perasa<br />
q.s.<br />
Pemanis<br />
q.s.<br />
Pewarna<br />
q.s.<br />
- ayak dan campur semua serbuk dan langsung kempa<br />
2. Tablet nitrogliserin 0,3 mg, granulasi<br />
Mikrokristalin selulosa<br />
21 mg<br />
Laktosa anhidrat<br />
5,25 mg<br />
Starch, USP<br />
3 mg<br />
Pewarna<br />
q.s.<br />
Povidon<br />
0,3 mg<br />
Nitrogliserin (sebagai ‘spirit’)<br />
0,3 mg<br />
Kalsium stearat<br />
0,15 mg<br />
- campur eksipien dan pewarna, granulasi menggunakan larutan etanol dari povidon dan<br />
nitrogliserin. Setelah granul dikeringkan dan diayak, dicampur dengan kalsium stearat kemudian<br />
di kempa<br />
Eksipien yang digunakan<br />
Biasanya sebagai pengisi digunakan bahan-bahan yang larut seperti laktosa, dekstrosa, sukrosa,<br />
manitol. [1]<br />
Laktosa yang tersedia di pasaran adalah bentuk atau monohidrat, merupakan eksipien yang paling umum<br />
digunakan. β-laktosa adalah bentuk anhidrat yang dihasilkan dari kristalisasi dengan suhu diatas 93,5 °C,<br />
yang juga digunakan sebagai eksipien yang lebih larut daripada α-laktosa. [1]<br />
Metode yang Digunakan<br />
Metode yang digunakan untuk tablet sublingual terdiri dari dua cara yaitu membuat tablet cetak atau<br />
tablet kempa.<br />
1. Tablet cetak<br />
Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang<br />
cetakan (FI IV, 4) . Pencampuran serbuk harus hati-hati untuk memastikan terbentuk campuran yang<br />
homogen. Tablet cetak dapat dibuat dengan dua cara yaitu :<br />
- Pada skala yang sangat kecil, pencampuran biasanya dilakukan di mortar. Campuran pelarut (airalkohol)<br />
yang ditambahkan ditujukan untuk membuat massa yang bersatu namun tidak terlalu<br />
membasahi serbuk. Cetakan tablet diletakkan diatas alas yang mulus atau di atas kaca, kemudian<br />
massa cetak ditekan ke dalam cetakan dengan tekanan secukupnya, dan berikan secara seragam untuk<br />
memastikan semua tablet memiliki bobot yang sama. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan<br />
spatula. Cetakan dapat terdiri dari 50 hingga ratusan lubang cetak yang terbuat dari logam, karet<br />
keras, atau plastik. Kemudian tablet dikeluarkan dari cetakan dengan menggunakan pasak.<br />
- Pada skala besar menggunakan mesin. Pencampuran serbuk kering dapat dilakukan dengan jenis
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />
solida<br />
pencampur apapun yang mampu menghasilkan campuran homogen serbuk kering. Berdasarkan<br />
ukuran lot, keseluruhan lot atau sebagian dari campuran serbuk kering dapat dilembabkan sekaligus<br />
untuk pencetakan. Mesin cetak yang biasa digunakan diproduksi oleh Colton. Massa cetak yang<br />
lembab diletakkan di dalam hopper yang dilengkapi dengan bilah yang berputar, dan massa cetak di<br />
jatuhkan ke salah satu dari empat bagian bundar yang berada pada alas pengisi bundar yang berputar.<br />
Alas pengisi diletakkan diatas cetakan atau alas pencetak, tetapi mereka berada di pusat yang<br />
berbeda sehingga hanya 30% dari alas pencetak ditutupi oleh alas pengisi. Alas cetak terdiri dari 4<br />
set lubang cetak. Pada tahap pertama pencetakan, massa cetak yang dijatuhkan pada alas pengisi<br />
dipindahkan ke salah satu set cetakan dimana bagian bawah dari pemintal pengepak secara<br />
bersamaan mendorong massa tablet. Pemintal pengepak memiliki pegas yang dapat disesuaikan<br />
untuk menentukan tekanan yang diberikan ke massa tablet (dan juga jumlah massa tablet yang<br />
diisikan ke dalam cetakan), dan hal ini dapat dilakukan untuk mengontrol massa tablet. Alas cetak<br />
kemudian bergerak ke posisi set kedua, dimana permukaan atas tablet di licinkan oleh bagian bawah<br />
pemintal pelicin. Sisa-sisa serbuk dibersihkan dari alas cetak oleh suatu bagian di posisi ketiga. Pada<br />
posisi keempat atau posisi terakhir, tablet dikeluarkan ke ban berjalan oleh sebuah penampung<br />
punch yang disesuaikan dengan hati-hati yang telah dicocokkan dengan lubang cetakan. Tablet jadi<br />
kemudian dikeringkan di udara pada suhu kamar sambil dipindahkan sepanjang sabuk berjalan hingga<br />
ditampung pada baki penampung. Berdasarkan ukuran tablet dan jumlah lubang cetakan yang telah<br />
diatur, hasil produksi bervariasi dari 100.000-150.000 tablet per jam. Sabuk pengering dapat<br />
dipercepat dengan alat pemanas elektrik, arus udara hangat, atau lampu pemanas infra merah yang<br />
diarahkan langsung ke sabuk berjalan.<br />
Pada bagian akhir sabuk berjalan, tablet ditampung pada baki pengering dimana akan dilanjutkan<br />
proses pengeringan. Pada saat ini diambil cuplikan untuk mengecek bobot tablet. Penimbangan<br />
tablet yang masih lembab pada saat tsb memberikan perkiraan berat kering yang akan dihasilkan<br />
setelah pengeringan dan dapat digunakan untuk menentukan penyesuaian pemintal pengepak untuk<br />
mendapatkan bobot tablet yang tepat.<br />
Sisa pelarut pada tablet dapat dihilangkan dengan pengeringan udara, diletakkan di atas baki dan<br />
dimasukkan ke dalam rak pengering atau oven dengan aliran udara pada suhu 100-120 °F selama<br />
kurang lebih 1 jam. Pengeringan dalam microwave selama 1-3 menit dapat digunakan untuk<br />
mengurangi waktu pemaparan selama proses pengeringan. Tablet harus dihilangkan dari debu<br />
dengan menempatkan pada ayakan atau dengan melewatkan pada kasa penahan tablet terhadap alat<br />
pembuangan sebelum dilakukan evaluasi akhir dan pengepakan.<br />
2. Tablet kempa<br />
Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul dengan menggunakan<br />
cetakan baja (FI IV, 4) .<br />
Evaluasi dan Penyimpanan<br />
1. Evaluasi tablet cetak<br />
a. Uji keseragaman kandungan<br />
USP sekarang memperkenalkan keseragaman terpisah dari spesifikasi unit dosis untuk tablet<br />
cetak dan tablet kempa. Standar keseragaman kandungan untuk tablet cetak adalah jika tidak<br />
kurang dari 9 dari 10 tablet yang diambil dari 30 cuplikan yang ditentukan oleh metode<br />
keseragaman kandungan berada di rentang 85-115% dari yang ditentukan, tidak ada satupun<br />
yang berada diluar rentang 75-125% dari yang ditentukan, dan standar deviasi relatif dari 10<br />
tablet kurang dari atau sama dengan 6%. [1]<br />
Jika terdapat 2 atau 3 unit dosis yang berada di luar rentang 85-115% tetapi tidak berada di luar<br />
rentang 75-125%, atau jika standar deviasi relatif tidak lebih besar dari 6%, atau jika kedua<br />
persyaratan tidak dipenuhi, maka ditambahkan 20 unit tablet untuk diuji. Persyaratan<br />
keseragaman didapat jika tidak lebih 3 tablet dari 30 tablet berada diluar rentang 85-115% dari<br />
yang ditentukan, dan tidak satupun yang berada di rentang 75-125%, dan standar deviasi relatif<br />
dari 30 tablet tidak lebih dari 7.8%. [1]<br />
b. Uji waktu hancur<br />
Uji waktu hancur tablet sublingual menggunakan peralatan disintegrasi USP tanpa disk,<br />
menggunakan air 37±2 °C. Semua 6 tablet harus hancur sempurna selama batas waktu yang<br />
ditentukan pada monografi (2 menit untuk tablet nitrogliserin). Jika ada 1 atau 2 tablet yang gagal<br />
hancur sempurna, uji diulangi dengan tambahan 12 tablet, dan tidak kurang dari 16 dari total 18
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />
solida<br />
tablet harus hancur pada waktu yang ditentukan.<br />
Jika tablet cetak ditujukan untuk melarut sempurna, uji disolusi harus dilakukan yang termasuk<br />
kecepatan dan kelengkapan larutan dengan sejumlah air. Uji disolusi telah dilakukan pada banyak<br />
tablet, tetapi biasanya dilakukan dengan volume air yang besar. Untuk tablet sublingual<br />
nitrogliserin, hanya terdapat sedikit volume saliva yang terjadi pd penggunaan sebenarnya,<br />
metode telah ditetapkan dengan menggunakan jumlah media yang sangat sedikit.<br />
[1]<br />
Metode satu tablet menempatkan sebuah tablet pada saringan milipori (0,45 mm) pada bagian<br />
atas chamber yang terbuat dari plastik penahan saringan Millipore Swinnex 25. 1 mL air<br />
disemprotkan ke chamber dengan rentang waktu 30 detik hingga 2 menit, kemudian cuplikan<br />
dari tiap rentang waktu dikumpulkan lalu diuji. [1]<br />
Pada metode detik yang dirancsang khusus untuk nitrogliserin, tablet diletakkan di dalam 5 mL<br />
air yang dimurnikan dengan nitrogen untuk menghilangkan oksigen, yang diletakkan di dalam sel<br />
yang mengandung elektroda platina berputar. Sistem beroperasi hingga tidak ada lagi<br />
peningkatan potensial reduksi yang teramati. Dari data diperoleh jumlah nitrogliserin dalam<br />
larutan pada setiap interval. [1]<br />
c. Uji stabilitas<br />
Uji stabilitas untuk setiap formula diperlukan untuk menentukan waktu simpan produk, baik itu<br />
evaluasi fisika maupun kimia. Prosedur dan metode khusus sudah tercantum di pustaka.<br />
Perubahan potensi akibat waktu harus diamati, dan perhatian khusus harus diberikan untuk<br />
perubahan fisik seperti perubahan warna, penurunan kelarutan tablet, serta perubahan waktu<br />
hancur dan kecepatan disolusi. [1]<br />
2. Evaluasi tablet kempa<br />
a. Uji keseragaman kandungan<br />
Persyaratan USP untuk keseragaman unit dosis dipenuhi jika setiap tablet dari 10 tablet yang<br />
diuji memiliki rentang konsentrasi 85-115% dari yang ditentukan dan standar deviasi relatif<br />
kurang dari atau sama dengan 6%. Jika ada satu unit yang berada di luar rentang 85-115% dan<br />
tidak ada satupun unit yang berada pada rentang75-125% dari yang ditentukan, tambahkan 20<br />
tablet uji, dan persyaratan dipenuhi jika tidak lebih dari satu dari 30 tablet uji berada di luar<br />
rentang 85-115% tapi tidak boleh satupun berada di luar rentang 75-125% dari yang ditentukan<br />
dan standar deviasi relatif dari 30 unit dosis tidak melebihi 7,8%. Tablet kempa juga biasanya<br />
lebih keras dan kurang rapuh, dengan demikian dapat dicegah kehilangan bobot atau kadar oleh<br />
pengikisan pada pinggiran tablet. [1]<br />
b. Uji waktu hancur<br />
Tablet kempa sublingual nitrogliserin dilaporkan memiliki waktu hancur yang singkat yaitu 3-7<br />
detik dengan menggunakan metode yang ditetapkan USP, juga secepat respon yang muncul yang<br />
diukur dengan peningkatan kecepatan denyut jantung 10-13 denyut/menit selama 3 menit pada<br />
sukrelawan. [1]<br />
Masalah dan Pemecahannya<br />
Beberapa permasalahan tablet cetak terletak pada penggunaan pelarut. Penggunaan pelarut yang terlalu<br />
sedikit dapat menghasilkan tablet yang lembek. Sebaliknya, jika terlalu banyak pelarut akan<br />
menyebabkan penyusutan ketika pengeringan, dan juga bagian luar tablet akan mengeras dan menjadi<br />
kurang larut. Permasalahan yang sama juga terjadi jika penggunaan larutan alkohol dengan komposisi<br />
yang tidak tepat. Rentang alkohol yang aman untuk tablet yang menggunakan laktosa sebagai pengisi<br />
adalah 50-60%. Jika kadar air rendah, maka akan menghasilkan tablet yang rapuh (tidak terikat dengan<br />
baik) dan cenderung menjadi serbuk kembali. Kandungan air yang tinggi dapat menyebabkan tablet<br />
menjadi terlalu keras dan kurang larut. [1]<br />
Tablet yang telah dipindahkan dari pasak dan dikeringkan pada aliran udara bebas atau pengeringan dapat<br />
dipercepat dengan menempatkan tablet pada oven tekanan udara. Ketika tablet sudah kering, pelarut<br />
berpindah ke permukaan dan membawa zat aktif dan komponen terlarut lainnya ke permukaan tablet. Hal<br />
ini dapat menyebabkan ketidakhomogenan distribusi zat aktif di dalam tablet. Perpindahan zat aktif yang<br />
diakibatkan oleh pelarut dapat memberikan efek terhadap stabilitas, khususnya jika zat aktif tersebut
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />
solida<br />
bersifat fotosensitif atau mudah teroksidasi. Namun hal in sering luput dari perhatian. Penggantian pelarut<br />
atau campuran pelarut yang berbeda dapat meminimalisasi perpindahan dan dengan cara demikian<br />
menghasilkan tablet yang lebih baik. [1]<br />
III. TABLET BUKAL<br />
Penggolongan (macam/jenis)<br />
Obat yang digunakan dalam bentuk bukal antara lain :<br />
• metil testosteron (dosis 5-20 mg)<br />
• nitrogliserin (1-3 mg)<br />
Keuntungan dan Kerugian<br />
Keuntungan tablet sublingual adalah respon cepat, sedangkan tablet bukal biasanya digunakan untuk<br />
tujuan terapi penggantian hormon. Walaupun diinginkan absorpsi secara keseluruhan, kecepatan absorpsi<br />
yang tinggi tidak diinginkan. [1]<br />
Keuntungan tablet bukal ini didukung oleh kondisi membran mukosa yang memiliki kelebihan sebagai<br />
berikut:<br />
• Disuplai pembuluh darah dan pembuluh limfatik<br />
• Mempunyai aktivitas enzimatik yang lebih rendah dibandingkan dengan aktivitas enzimatik pada<br />
saluran cerna.<br />
• Lebih toleran terhadap sensitizer dibandingkan dengan mukosa nasal dan kulit,<br />
• Membran mukosa memungkinkan teknologi pelepasan obat yang diperlama,<br />
• Absorpsi lebih baik dibandingkan tablet konvensional karena struktur fisiologi,<br />
• Merupakan peluang besar untuk pemberian obat dengan tujuan sistemik, dimana tidak<br />
memungkinkan diberikan secara oral seperti peptida dan protein.<br />
Kerugian tablet bukal antara lain :<br />
• Obat-obat yang digunakan secara bukal (dan sublingual) harus memiliki dosis kecil sebagaimana<br />
permukaan absorpsi yang sangat terbatas serta waktu retensi di dalam rongga mulut dapat menjadi<br />
masalah. [4]<br />
• Penggunaan mikrokristalin selulosa atau dikalsium fosfat sebagai pengikat sering mengakibatkan<br />
rasa berpasir. [4]<br />
• Kesulitan dalam menjaga atau mempertahankan bentuk <strong>sediaan</strong> di dalam rongga pipi. [4]<br />
Kriteria Sediaan yang Baik<br />
• Tablet tidak mudah hancur ketika digunakan, oleh karena itu formula tidak menggunakan<br />
penghancur tetapi zat aktif dapat terabsorpsi dengan baik. [1]<br />
• Dapat diabsorpsi sempurna pada waktu yang cukup lama (sekitar 8 jam), namun tidak terlalu<br />
diinginkan kecepatan absorpsi yang terlalu tinggi. [4]<br />
• Menggunakan eksipien yang nyaman (tidak berpasir), tidak mengiritasi mukosa, serta tidak<br />
menggunakan bahan peningkat cita rasa supaya tidak merangsang pengeluaran saliva. [1]<br />
• Eksipien yang digunakan sebaiknya bersifat mukoadesif seperti Na-poliakrilat dan carbopol 934. [1]<br />
• Memiliki dosis kecil, biasanya tidak lebih dari 10-15 mg. [1]<br />
• Tidak terionisasi tinggi. [1]<br />
Formula Umum<br />
R/ Zat aktif<br />
Pengisi<br />
Pengikat<br />
Glidan / anti adheren<br />
Beberapa formulasi dirancang untuk menghasilkan tablet bukal kerja panjang telah diterbitkan di<br />
beberapa pustaka paten. Dasar formulasi ini adalah penggunaan gum kental yang alami maupun sintetik<br />
atau campuran beberapa gum yang jika digunakan dalam formula dapat dikempa menjadi tablet yang<br />
menyerap lembab perlahan untuk membentuk lapisan permukaan terhidrasi dimana zat aktif akan<br />
berdifusi secara perlahan dan akan diabsorpsi melalui mukosa bukal. Jika tablet tetap terjaga di tempatnya<br />
maka absorpsi dapat memakan waktu sekitar 8 jam. [1]<br />
Beberapa formula paten menyertakan penggunaan hidroksi propil metil selulosa (HPMC) secara tunggal
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />
solida<br />
atau dalam bentuk campuran dengan hidroksi propil selulosa (HPC), etil selulosa (EC), atau karboksi<br />
metil selulosa-natrium (CMC-Na) sebagai pembawa yang sinkron. [1]<br />
Formula Pustaka<br />
Contoh formula: [1]<br />
# Tablet bukal metiltestosteron 10 mg (monografi metiltestosteron tablet FI IV hlm 552).<br />
Metiltestosteron<br />
10 mg<br />
Laktosa, USP<br />
86 mg<br />
Sukrosa, USP<br />
87 mg<br />
Akasia, USP<br />
10 mg<br />
Talk, USP<br />
6 mg<br />
Magnesium stearat, USP 1 mg<br />
Air<br />
q.s.<br />
- ayak zat aktif dan eksipien pada ayakan mesh 60 kemudian campurkan. Basahkan dengan air untuk<br />
membentuk massa yang lengket. Lewatkan pada ayakan mesh 8 dan keringkan pada suhu 40 °C.<br />
Perkecil ukuran partikel dengan melewatkan granul yang kering pada ayakan mesh 10. campur<br />
dengan lubrikan dan kemudian dikempa.<br />
# Tablet bukal nitrogliserin 2 mg [1]<br />
Nitrogliserin dalam laktosa (1:9) 20 mg<br />
HPMC E50<br />
16 mg<br />
HPMC E4M<br />
10 mg<br />
HPC<br />
2 mg<br />
Asam stearat<br />
0,4 mg<br />
Laktosa anhidrat spray-dried q.s. 70 mg<br />
- Eter selulosa di campur dengan laktosa dan kemudian cairan nitrogliserin dan lubrikan<br />
ditambahkan dan dicampur. Campuran serbuk ini kemudian dikempa menjadi tablet.<br />
# Tablet bukal proklorperazin maleat 5 mg (BP’02 1436, GG 500) [1]<br />
Proklorperazin maleat<br />
5mg<br />
Locust bean gum<br />
1,5 mg<br />
Xanthan gum<br />
1,5 mg<br />
Povidon<br />
3 mg<br />
Serbuk sukrosa<br />
47,5 mg<br />
Mg-stearat<br />
0,5 mg<br />
Talk<br />
1 mg<br />
- campuran proklorperazin maleat, gum, dan sukrosa digranulasi dengan larutan povidon dalam<br />
cairan alkohol. setelah granulasi dibentuk dan dicampurkan dengan lubrikan, kemudian dikempa<br />
menj adi tablet.<br />
Eksipien yang digunakan<br />
Beberapa formula paten menyertakan penggunaan hidroksi propil metil selulosa (HPMC) secara tunggal<br />
atau dalam bentuk campuran dengan hidroksi propil selulosa (HPC), etil selulosa (EC), atau karboksi<br />
metil selulosa-natrium (CMC-Na) sebagai pembawa yang sinkron. [1]<br />
Perasa (peppermint atau spearmint) dan pewarna kadang ditambahkan untuk membuat tablet lebih bercita<br />
rasa namun penggunaan zat ini telah banyak dikritisi akibat menyebabkan peningkatan sekresi saliva.<br />
Merupakan hal penting untuk meminimalisasi pengunyahan oleh saliva pada saat tablet bukal diletakkan,<br />
karena zat aktif bersifat tidak diabsorpsi oleh saluran cerna dan atau cepat termetabolisme oleh lintasan<br />
pertama di hati. [1]<br />
Karena tablet bukal diletakkan di rongga mulut untuk waktu yang relatif lama (30-60 menit), perhatian<br />
khusus harus diberikan terhadap bahan-bahan penyusun tablet yang digunakan benar-benar khusus<br />
sehingga tablet tidak terasa seperti berpasir atau mengiritasi. [1]<br />
Siklodekstran larut-air telah digunakan sebagai bahan tambahan untuk meningkatkan absorpsi hormon<br />
steroid dari permukaan mukosa mulut. Untuk menyiapkan bahan-bahan ini, 40% larutan encer 2-<br />
hidroxypropil atau poly- -siklodekstran dijenuhkan dengan steroid, di freeze-dried, kemudian dikempa<br />
menjadi tablet. [1]<br />
Beberapa pembatasan telah ditentukan pada tipe USP, viskositas, atau kadar kelembaban dari HPMC.<br />
HPMC dapat ditangani dengan oksigen atau lembab untuk mengoksidasi atau menghidrolisis sebelum
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />
solida<br />
dimasukkan dalam formulasi atau dapat juga digunakan bentuk yang belum mengalami penanganan awal.<br />
Profil pelepasan obat dari tablet bentuk ini mengikuti kecepatan reaksi orde nol. [1]<br />
Tablet jenis ini dapat juga menggunakan kopolimer poliakrilik (spt Carbapol 934, B.F. Goodrich<br />
Chemical Co.) yang dicampur dengan HPC atau natrium kaseinat untuk absorpsi bukal dengan waktu<br />
kerja jangka panjang. Basis tablet lainnya antara lain Na-poliakrilat (PANA) yang dikombinasikan<br />
dengan pembawa seperti laktosa, mikrokristalin selulosa, dan manitol. Gum alami seperti locust bean<br />
gum, xanthan, dan guar gum juga dapat digunakan. [1]<br />
Beberapa polimer mempunyai sifat mukoadhesif yang dapat membantu tablet bertahan dalam posisi<br />
pada tempat absorpsi diantara gusi dengan pipi atau bibir. PANA dan karbapol 934 telah terbukti<br />
memiliki sifat seperti ini. Tablet dua lapis telah tersedia dalam permukaan adhesif dan non adhesif.<br />
Metoda in vitro untuk mengukur keadhesifan dari beberapa bahan terhadap mukus telah dikembangkan<br />
berdasarkan kebutuhan tekanan untuk melepaskan plat kaca yang disalut dengan bahan uji dari gel<br />
mukus yang diisolasi. Waktu harus diperhatikan untuk menghidrasi bahan supaya mendapatkan evaluasi<br />
yang baik. Carbapol 934, CMC-Na, tragakan, dan Na-Alginat memiliki adhesivitas yang baik terhadap<br />
mukosa, namun povidon dan akasia mempunyai profil yang lemah jika diukur dengan metode ini. [1]<br />
Metode yang Digunakan<br />
Tablet kempa bukal dapat dibuat baik itu dengan prosedur yang digunakan untuk granulasi atau dengan<br />
kempa langsung. Formula yang tidak menggunakan penghancur akan melarut perlahan. [1]<br />
Evaluasi dan Penyimpanan<br />
Keragaman bobot, keseragaman kandungan, kekerasan, dan friabilitas ditentukan dengan prosedur yang<br />
sama untuk tablet kempa. Evaluasi disintegrasi tablet berbeda dengan uji untuk tablet bukal yang<br />
dilakukan dalam air pada suhu 37 °C, berdasarkan metode dari USP untuk tablet tidak bersalut<br />
menggunakan disk. Persyaratannya adalah sebanyak 16 dari 18 tablet harus hancur dalam waktu 4 jam.<br />
Waktu disolusi yang panjang diakibatkan karena tablet bukal secara normal didesain untuk melepaskan<br />
zat aktif secara perlahan. Waktu hancur untuk tablet kempa biasanya antara 30-60menit. [1]<br />
Daftar eksipien yang digunakan untuk tablet sublingual dan bukal:<br />
Laktosa, laktosa anhidrat, laktosa anhidrat spray-dried (HOPE 4, h. 323), (HOPE 5, h 293, 385, 387)<br />
PEG 4000 (HOPE 4, h. 454), [HOPE 5, h. 545]<br />
Sukrosa (HOPE 4, h.622), [HOPE 5, h. 233, 636]<br />
Manitol (HOPE 4, h.373), [HOPE 5, h. 267, 449, 720]<br />
Mikrokristalin selulosa (HOPE 4, h.108), [HOPE 5, h. 132]<br />
Starch = amilum (HOPE 4, h.603), [HOPE 5, h. 731]<br />
Povidon (HOPE 4, h.508), [HOPE 5, h. 452, 611]<br />
Kalsium stearat (HOPE 4, h.80), [HOPE 5, h. 102, 431, 452, 734]<br />
Hidroksi propil metil selulosa = HPMC = hipromellose (HOPE 4, h.297), [HOPE 5, h. 346]<br />
Hidroksi propil selulosa (HOPE 4, h.289), [HOPE 5, h. 336]<br />
Etil selulosa (HOPE 4, h.237), [HOPE 5, h. 145]<br />
Akasia (HOPE 4, h.1), [HOPE 5, h. 1]<br />
Talk (HOPE 4, h.641), [HOPE 5, h. 60, 178, 319, 421, 429, 435]<br />
Mg-stearat (HOPE 4, h.354), [HOPE 5, h. 103, 430, 442, 452]<br />
Asam-stearat (HOPE 4, h.615), [HOPE 5, h. 103, 336, 407, 431]<br />
Locust-bean gum = ceratonia (HOPE 4, h.123), [HOPE 5, h. 148]<br />
Xantan gum (HOPE 4, h.691), [HOPE 5, h. 316, 418]<br />
PUSTAKA<br />
[1]<br />
Lachman, L., Lieberman, H.A., Schwartz, J.B., 1989, Pharmaceutical Dosage Forms, 2 nd ed., Vol. 1,<br />
Marcel Dekker, INC., New York and Basel, 329-359.<br />
[2]<br />
Lachman, L., Lieberman, H., 1986, The Theory and Practise of Industrial Pharmacy, 3 rd ed., Lea &<br />
Febiger, Philadelphia, 333.<br />
[3]<br />
Voigt, R.,1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Terj. Dr. Sundani N.S., Ed. Ke-5, Gadjah Mada<br />
University Press, Jogjakarta, 216-217.<br />
[4]<br />
Banker, G.S., Rhodes, C.T., 1990, Modern Pharmaceutics, Marcel Dekker, INC., New York and<br />
Basel, 427-432.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET LEPAS LAMBAT<br />
TABLET LEPAS LAMBAT<br />
(Edited by:Nila dan Vici)<br />
I. DEFINISI<br />
Sistem obat lepas lambat adalah modifikasi obat atau bentuk <strong>sediaan</strong> obat yang memperpanjang<br />
aktivitas terapetik dari obat. (Sumber: Lachman-Tablets, vol. 3, 201)<br />
Tablet lepas lambat adalah <strong>sediaan</strong> tablet yang dirancang untuk memberikan aktivitas terapetik<br />
diperlama dengan cara pelepasan obat secara terus-menerus selama periode tertentu dalam sekali<br />
pemberian. (Sumber: Powerpoint kuliah DR. Heny R., Phd.)<br />
Tablet lepas lambat adalah tablet yang dibuat sedemikian rupa sehingga zat aktif akan tersedia dalam<br />
jangka waktu tertentu setelah obat diberikan. Istilah lepas lambat digunakan untuk tujuan farmakope<br />
dan persyaratan pelepasan obat dijelaskan dalam masing-masing monografi. (Sumber: FI. IV, 6)<br />
II. KEUNTUNGAN dan KERUGIAN<br />
Keuntungan yang dimiliki tablet lepas lambat, antara lain:<br />
1. Frekuensi pemberian obat untuk mendapatkan efek tertentu berkurang<br />
2. Efek terapetik yang diperoleh lebih lama<br />
3. Lebih disukai dibanding <strong>sediaan</strong> konvensional karena lebih efisien<br />
4. Efek merugikan dari obat dapat ditekan karena berkurangnya frekuensi pemberian obat (tidak<br />
ada fluktuasi kadar obat dalam darah)<br />
Kerugian yang dimiliki tablet lepas lambat, antara lain:<br />
1. Biaya produksi lebih tinggi sehingga harga obat lebih mahal<br />
2. Kemungkinan terjadinya keracunan obat lebih besar dibandingkan <strong>sediaan</strong> konvensional. Hal ini<br />
disebabkan karena absorpsi obat yang diperlama kadang-kadang diikuti dengan eliminasi obat<br />
diperlambat.<br />
3. Kemungkinan zat aktif gagal dilepaskan pada kondisi yang diinginkan sehingga mengakibatkan<br />
konsentrasi toksik dari obat dapat terlampaui.<br />
4. Ukuran tablet kemungkinan lebih besar. Hal ini menyulitkan terutama untuk pasien yang tidak<br />
dapat menelan obat<br />
(Sumber: Powerpoint kuliah DR. Heny R., Phd.)<br />
III. ASPEK-ASPEK PEMBUATAN<br />
Beberapa aspek yang harus dikaji dalam pembuatan tablet lepas lambat antara lain:<br />
a. Aspek farmakodinamik<br />
Tujuan utama pengembangan <strong>sediaan</strong> lepas lambat adalah untuk mempertahankan konsentrasi<br />
zat aktif dalam darah pada konsentrasi efektif.<br />
b. Aspek biofarmasi<br />
Informasi sifat biofarmasi zat aktif merupakan hal penting dalam pengembangan <strong>sediaan</strong> lepas<br />
lambat. Aspek biofarmasi meliputi:<br />
• Lokasi utama di mana obat diabsorpsi,<br />
• Kecepatan absorpsi,<br />
• Waktu paruh eliminasi obat,<br />
• Apakah absorpsi non-linier dikarenakan penjenuhan absorpsi obat, first pass effects, atau<br />
yang lain<br />
• Apakah eliminasi yang tidak linier disebabkan penjenuhan metabolisme,<br />
• Inaktivasi atau metabolisme obat dalam tubuh<br />
(Sumber: Powerpoint kuliah DR. Heny R., Phd.)<br />
IV. MEKANISME LEPAS LAMBAT<br />
(Sumber: Lachman-Tablets, vol. 3, 208-214)<br />
Pelepasan obat yang diperlukan harus mengikuti pelepasan orde 0, yaitu kecepatan pelepasan obat<br />
tidak dipengaruhi oleh konsentrasi obat.<br />
Rumus pelepasan obat orde 0:
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET LEPAS LAMBAT<br />
dC = k<br />
0<br />
r atau dalam jumlah dinyatakan dengan<br />
dt<br />
dM = k<br />
0<br />
r<br />
dt<br />
Kadang-kadang sulit mencapai pelepasan obat konstan, dan seringnya yang terjadi adalah pelepasan<br />
lambat orde 1.<br />
Untuk memperoleh orde 0, dilakukan modifikasi <strong>sediaan</strong> dan beberapa mekanisme pelepasan:<br />
1. Difusi<br />
Beberapa produk tablet lepas lambat bekerja dengan mekanisme difusi yang merupakan proses<br />
perpindahan molekul dari larutan dengan konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Hukum<br />
pertama Fick tentang difusi menyatakan bahwa difusi obat melintas membran sebanding dengan<br />
penurunan konsentrasi di luar membran difusi.<br />
Keterangan:<br />
J = fluks obat (jumlah/ luas-waktu)<br />
D = koefisien difusi (luas/waktu)<br />
C = konsentrasi<br />
X = jarak<br />
dC<br />
J =−D dX<br />
Jika polimer tidak larut air, maka kelarutan obat dalam membran merupakan faktor penting yang<br />
mendorong terjadinya difusi melintas membran.Sedangkan jika membran merupakan polimer<br />
kelarutannya terbatas dalam air atau merupakan kombinasi polimer larut air dan tidak larut air,<br />
maka sebagian polimer yang larut air akan terlarut membentuk saluran-saluran yang merupakan<br />
panjang lintasan difusi yang bersifat konstan.<br />
2. Disolusi<br />
Obat disalut dalam bahan polimerik dan kecepatan disolusi polimer menentukan kecepatan<br />
pelepasan obat. Kontrol disolusi dari pelepasan obat ialah melalui ketebalan barier membran<br />
salut dan kecepatan disolusi.<br />
3. Osmosis<br />
Penempatan membran semipermeabel di sekeliling tablet, partikel atau larutan obat, yang<br />
menyebabkan terbentuknya perbedaan tekanan osmotik antara bagian dalam dan bagian luar<br />
tablet sehingga memompa larutan obat keluar dari tablet melalui celah kecil pada lapisan salut<br />
dan memberikan sifat pelepasan obat yang diperlama.<br />
Faktor penentu mekanisme ini adalah kemampuan larutan obat menarik air melalui membran<br />
semipermeabel dengan cara osmosis. Karena larutan obat terkandung dalam sistem yang cukup<br />
rigid, larutan obat tersebut dapat dipompa keluar dari tablet atau partikel pada tetapan kecepatan<br />
yang terkendali. Jika lubang yang diciptakan pada permukaan salut ukurannya kecil maka<br />
aktivitas obat dapat dipertahankan selama waktu tertentu.<br />
V. JENIS SEDIAAN LEPAS LAMBAT<br />
(Sumber: Lachman-Tablets, vol. 1, 181-190, Powerpoint kuliah DR. Heny R., Phd., others<br />
information about prolonged release or sustained release dosage form are available at: www.<br />
rohmhaas. com)<br />
1. Tablet matriks<br />
Sistem matriks telah lama dipergunakan untuk membuat <strong>sediaan</strong> lepas lambat karena sistem<br />
matriks dipertimbangkan sebagai metode yang sederhana dan relatif tidak mahal. (Sumber:<br />
Wicaksono, Y., E. Hendrardi, Radjaram, A., Seminar Nasional MIPA 2005, 24-26 November<br />
2005)<br />
Dalam sistem matriks, obat dicampur dengan polimer dalam keadaan kering. Kecepatan<br />
pelepasan obat ditentukan oleh jenis dan konsentrasi polimer yang digunakan. Konsep sistem<br />
matriks terutama sesuai untuk obat-obat dosis rendah. Eksipien bersifat hidrofilik maupun<br />
hidrofobik dapat ditambahkan untuk mempengaruhi profil pelepasan obat melalui cara difusi<br />
atau erosi. Contoh polimer yang digunakan dalam sistem matriks misalnya Eudragit ® .<br />
Konsentrasi yang biasa digunakan adalah antara 10-50%.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET LEPAS LAMBAT<br />
Zat aktif yang mudah larut lebih sulit dibuat dalam bentuk tablet sustained release matrics<br />
dibandingkan zat aktif yang sedikit larut karena prinsip sistem lepas lambat secara luas adalah<br />
efek tahan air.<br />
Tablet sistem matriks dapat dibuat dengan:<br />
• Kempa langsung, dengan Eudragit ® S 100 dan Eudragit ® RS PO.<br />
• Granulasi basah melalui dispesi polimer dalam air. Polimer yang dapat digunakan misalnya<br />
Eudragit ® L 30 D-55 dan Eudragit ® NE 30 D.<br />
Mekanisme pelepasan obat dari sistem matriks, a.l.:<br />
a. Difusi<br />
Gerakan ini bergantung pada luas permukaan yang terekspos pada cairan cerna, jalur difusi,<br />
gradien konsentrasi obat dan koefisien difusi sistem.<br />
Dalam prakteknya, pelepasam secara difusi diperoleh:<br />
- Jika obat diformulasikan dalam matrik tidak larut, cairan lambung akan berpenetrasi ke<br />
dalam tablet dan melarutkan obat dan kemudian terjadi pelepasan obat dari tablet.<br />
- Partikel obat disalut dengan polimer dengan ketebalan tertentu sehingga obat akan<br />
berdifusi secara perlahan-lahan melalui polimer mempertahankan konsentrasi dalam<br />
darah secara konstan.<br />
Metode granulasi basah digunakan untuk zat aktif dosis tinggi dan yang larut cepat dalam<br />
air. Pelepasan zat aktif dari tablet matriks dalam cairan lambung mula-mula terjadi melalui<br />
difusi melalui pori, dimana secara bertahap tablet ter-erosi (terkikis) dan selanjutnya hancur<br />
secara perlahan-lahan. Faktor yang mempengaruhi kecepatan pelepasan obat adalah ukuran<br />
partikel, dosis, kelarutan obat, jenis dan konsentrasi matriks, porositas dan perilaku<br />
penghancuran tablet<br />
Beberapa matriks yang digunakan untuk tablet matriks<br />
Karakteristik Bahan<br />
Matriks<br />
Inert dan tidak larut Polietilen, PVC, Kopolimer metil akrilat-metakrilat, Etilselulosa<br />
Erosif dan tidak larut Lemak karnauba<br />
- Stearilalkohol, as.stearat, PEG lemak kastor<br />
- PEG monostearat trigliserida<br />
Hidrofilik<br />
Metilselulosa, HEC, HPMC, Na-CMC, Karboksipolimetilen,<br />
Galaktomanosa, Na-alginat<br />
b. Disolusi<br />
Obat dengan kelarutan rendah (BSC kelas 2 dan 4) menunjukkan pelepasan perlahan-lahan.<br />
Sedangkan untuk obat larut air dapat dibuat <strong>sediaan</strong> sustained release dengan menggunakan<br />
matrik tidak larut untuk mengurangi proses disolusi obat atau dengan menyalutnya dengan<br />
bahan seperti PEG, atau menghindarkan penggunaan penghancur untuk memperlambat<br />
pelepasan obat.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET LEPAS LAMBAT<br />
c. Tekanan osmosis<br />
Obat disalurt dengan membran semipermeabel dengan hole (lubang) pada salah satu ujung<br />
tablet dengan bantuan sinar laser.<br />
Cairan lambung berpenetrasi melalui membran, melarutkan obat dan menyebabkan<br />
peningkatan tekanan internal yang memompa larutan obat ke luar melalui lubang dan<br />
melepaskan obat ke mukosa lambung.<br />
Kecepatan penghantaran obat terjadi secara konstan dimana konsentrasi obat dalam tablet ><br />
dan kecepatan menurun sampai ke nol jika terjadi penjenuhan.<br />
d. Pelepasan yang dikontrol oleh pertukaran ion<br />
Pada saat manufakturing, larutan obat dicampur dengan resin dan dikeringkan untuk<br />
menghasilkan granul yang siap kempa.<br />
Pelepasan obat bergantung pada konsentrasi ion bermuatan dalam GIT, dimana molekul<br />
obat akan bertukar dan berdifusi keluar resin menuju ke cairan cerna.<br />
Pelepasan obat tidak dipengaruhi oleh pH atau enzim di saluran cerna<br />
2. Sediaan partikel ganda (multiparticulate dosage form)<br />
Yaitu <strong>sediaan</strong> lepas lambat yang bahan aktifnya terbagi ke dalam banyak satuan individu, yang<br />
disebut sub-unit. Sepanjang obat yang tidak terlarut masih ada dalam inti, maka pelepasan obat<br />
akan berlangsung pada kecepatan tetap, mengikuti reaksi orde 0. Setelah seluruh obat terlarut,<br />
maka kecepatan pelepasan berubah ke orde 1.<br />
Keuntungan <strong>sediaan</strong> multipartikel adalah dapat mempertahankan keter<strong>sediaan</strong> hayati dan<br />
pelepasan obat sesuai yang diinginkan mikroenkapsulasi, yaitu proses di mana partikel--<br />
partikel kecil atau tetesan-tetesan diselimuti oleh salut homogen (mikrokapsul) atau dengan<br />
matrik polimer (mikrosfer).<br />
Bahan penyalut yang digunakan misalnya polimer golongan metakrilat: Eudragit ® NE 30 D,<br />
Eudragit ® RL 30 D, Eudragit ® RS 30 D.<br />
Mekanisme pelepasan obat dari sistem matriks, a.l.:<br />
a. Reservoir DDS
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET LEPAS LAMBAT<br />
Reservoie device mempunyai lapisan penyalut yang mengontrol kecepatan pelepasan.<br />
Membran yang mengontrol kecepatan pelepasan tersebut mempunyai ketebalan (x), difusi<br />
(D) dan koefisien kelarutan obat yang konstan<br />
b. Biodegradable microparticles<br />
Polimer mengalami erosi atau terdegradasi untuk melepaskan molekul obat.<br />
Persyaratan khusus tablet lepas lambat sistem multipartikel<br />
• Memerlukan pengaturan yang teliti tentang parameter fisikokimia dari bahan inti, formulasi<br />
salut dan eksipien untuk tablet<br />
• Salut film harus cukup elastis terhadap gaya kompresi<br />
• Eksipien yang ditambahkan untuk pencetakan tablet harus punya kompresibilitas tinggi dan<br />
harus mampu mengisi antar-ruang antara partikel-partikel dalam masa tablet dan<br />
mempertahankan bagian-bagian yang menyebabkan penggabungan salut<br />
VII. FAKTOR-FAKTOR PENGEMBANGAN SEDIAAN<br />
(Sumber: Lachman-Tablets, vol. 3, 206-207)<br />
Pertimbangan sifat merugikan dari obat yang mempengaruhi <strong>sediaan</strong> lepas lambat.<br />
a. Sifat fisikokimia<br />
- Ukuran dosis<br />
Jika dosis oral > 0,5 g, maka obat tersebut bukan merupakan kandidat yang baik untuk<br />
dibuat <strong>sediaan</strong> lepas lambat karena ukuran produk akan sangat besar.<br />
- Kelarutan dalam air<br />
Obat yang sangat mudah larut dalam air sangat tidak sesuai untuk <strong>sediaan</strong> lepas lambat<br />
sedangkan obat yang sangat sukar larut air akan sulit dimasukkan ke dalam sistem lepas<br />
lambat. Batas bawah kelarutan obat adalah 0,1 mg/ mL. kelarutan yang tergantung pH<br />
terutama di rentang pH fisiologis juga merupakan masalah karena variasi pH di saluran<br />
cerna menyebabkan variasi kecepatan disolusi.<br />
- Koefisien partisi<br />
Obat yang sangat lipofilik atau hidrofilik (koefisien partisinya sangat ekstrim) akan<br />
memberikan fluks ke dalam jaringan sangat lambat atau sangat cepat (selanjutnya terjadi<br />
penumpukan obat dalam jaringan) merupakan golongan obat yang tidak sesuai untuk lepas<br />
lambat.<br />
- Stabilitas obat<br />
Obat yang tidak stabil dalam GI akan menyulitkan jika dibuat lepas lambat karena obat<br />
tersebut harus berada dalam GI pada waktu cukup lama.<br />
b. Sifat biologi<br />
- Absorpsi<br />
Obat yang absorpsinya lambat atau diabsorpsi dengan kecepatan absorpsi yang bervariasi<br />
merupakan kandidat yang kurang baik untuk <strong>sediaan</strong> lepas lambat. Untuk <strong>sediaan</strong> lepas<br />
lambat oral, batas bawah tetapan kecepatan reaksi adalah 0,25/ jam dengan anggapan waktu<br />
transit dalam GI 10-12 jam).<br />
- Distribusi<br />
Obat dengan volume distribusi nyata tinggi, yang selanjutnya mempengaruhi kecepatan<br />
eliminasi obat, merupakan kandidat yang kurang baik untuk <strong>sediaan</strong> lepas lambat.<br />
- Metabolisme<br />
Obat yang termetabolisme dalam jumlah besar masih dapat dibuat bentuk <strong>sediaan</strong> lepas<br />
lambat jika kecepatan metabolismenya tidak terlalu besar atau tidak ada variasi metabolisme<br />
dengan transit GI.<br />
- Lama aksi<br />
Waktu paruh biologi (lama aksi obat) merupakan faktor utama yang harus dipertimbangkan<br />
jika akan merancang <strong>sediaan</strong> lepas lambat. Obat dengan waktu paruh panjang (>12 jam) dan<br />
dosis efektif besar atau waktu paruh pendek (
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET LEPAS LAMBAT<br />
Beberapa obat yang tidak sesuai diberikan untuk <strong>sediaan</strong> lepas lambat (Sumber: Powerpoint kuliah<br />
DR. Heny R., Phd.)<br />
Obat<br />
- Riboflavin, garam-garam fero<br />
- Penisilin G, furosemid<br />
- Diazepam, fenitoin<br />
- Sulfonamid<br />
- Fenobarbital, digitoksin<br />
- Griseofulvin<br />
Karakteristik<br />
- Tidak efektif diabsorpsi di usus bagian bawah<br />
- Diabsorpsi dan diekskresi cepat, t1/2 pendek (12 jam)<br />
- Dosis besar<br />
- Aksi kumulatif & ES yg tak diinginkan, indeks terapetik rendah<br />
- Tidak jelas keuntungan dengan sistem lepas lambat<br />
VIII. PERHITUNGAN DOSIS<br />
Secara umum dosis dalam <strong>sediaan</strong> lepas lambat terdiri dari:<br />
1. Dosis awal (initial dose), Di Dirumuskan:<br />
D i = D B<br />
B – DM (k 1 r<br />
. Tp)<br />
2. Dosis pemeliharaan (maintenance dose), DM Dirumuskan:<br />
D<br />
M =<br />
( kel. B )<br />
k<br />
D<br />
1<br />
r<br />
Sehingga dosis total = Di + DM<br />
Keterangan:<br />
kel = tetapan kecepatan eliminasi obat<br />
Tp = waktu yang diperlukan untuk mencapai koncentrasi maksimum dalam<br />
darah<br />
BD = konsentrasi terapetik<br />
DB = dosis tunggal yang harus tersedia dalam darah<br />
1<br />
k<br />
r<br />
= konstanta pembebasan dari fase depot<br />
(Sumber: Powerpoint kuliah DR. Heny R., Phd.)<br />
IX. CONTOH FORMULA<br />
Formulasi per tablet<br />
Ferrous sulfat anhidrat<br />
Laktosa<br />
Methocel E 15 LV<br />
Etilselulosa, 50 cps, 15% dalam etanol 95%<br />
Mg-stearat<br />
Cab-O-Sil<br />
325 mg<br />
70 mg<br />
100 mg<br />
35 mg<br />
15 mg<br />
2 mg<br />
Pembuatan<br />
Campurkan besi (II) sulfat dan laktosa kemudian granulasi dengan larutan etilselulosa dan<br />
keringkan pada suhu 120-130 o F; lakukan granulasi beberapa kali untuk memperoleh dosis 25 mg<br />
etilselulosa per tablet. Batch tersebut harus ditimbang setelah setiap penambahan sampai mencapai<br />
berat yang diinginkan. Tambahkan Cab-O-Sil dan aduk selama 5 menit kemudian tambahkan pula<br />
Mg-stearat dan aduk selama 2 menit. Kempa dengan punch 13/32 inci kemudian salut dengan<br />
larutan ftalat selulosa asetat dalam alkohol dan etil asetat.<br />
(Sumber: Lachman-Tablets, vol. 1, 183)<br />
X. EVALUASI<br />
Evaluasi tablet lepas lambat tidak diatur dalam Farmakope Indonesia. Parameter yang dievaluasi<br />
mengacu pada evaluasi tablet konvensional. (lihat Teori Sediaan TABLET: Tablet Umum)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
TABLET LEPAS LAMBAT<br />
Daftar Pustaka<br />
1. Lieberman, H.A., L. Lachman and J. B. Schwartz, Pharmaceutical Dosage Forms: Tablet, Vol.<br />
1, 2 nd edition, Marcel Dekker, Inc., New York, 1989, 181-190.<br />
2. Lieberman, H.A., L. Lachman and J. B. Schwartz (Editor), Pharmaceutical Dosage Forms:<br />
Tablet, Vol. 3, 2 nd edition, Marcel Dekker, Inc., New York, 1990, 199-287.<br />
3. Powerpoint Tablet Lepas Lambat Dr. Heni Rachmawati, Phd.<br />
4. DepKes RI-DirJen POM, Farmakope Indonesia, Edisi IV, DepKes, Jakarta, 1995, 6.<br />
5. www.rohmhaas.com<br />
6. www.roehm.com
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
I. DEFINISI<br />
TABLET SUBLINGUAL DAN BUKAL<br />
(Re-New By: NooR)<br />
Tablet sublingual adalah tablet yang penggunaannya diletakkan dibawah lidah dan zat aktif yang<br />
terkandung di dalamnya dilepaskan untuk diabsorpsi secara langsung melalui mukosa mulut. Obat yang<br />
digunakan dengan cara ini ditujukan untuk menghasilkan efek obat secara sistemik dan menghindari efek<br />
metabolisme awal dari hati (first pass metabolism) yang dapat merusak beberapa jenis zat aktif seperti<br />
hormon (misalnya metil testosteron, estradiol, progesteron). Tablet ini harus terlarut dengan cepat, oleh<br />
karena itu biasanya tablet ini diformulasikan sebagai tablet cetak. [1]<br />
Tablet bukal biasanya berbentuk datar, elips, atau kapsul karena untuk memudahkan peletakan tablet di<br />
antara pipi dan gusi. Lokasi ini menyediakan media untuk melarutkan tablet dan untuk pelepasan zat<br />
aktif. [1] Tujuan tablet bukal adalah sama dengan tablet sublingual yaitu absorpsi obat melalui lapisan<br />
mukosa di mulut. [1] Metil testosteron dan testostesron propionat merupakan zat aktif yang paling sering<br />
diberikan dalam bentuk tablet bukal. [1]<br />
Tablet sublingual dan bukal memiliki persamaan antara lain yaitu :<br />
- Diletakkan di permukaan mukosa rongga mulut.<br />
- Diformulasikan untuk zat aktif yang dapat terurai oleh enzim saluran cerna atau yang terganggu<br />
dengan metabolisme lintasan pertama oleh hati.<br />
- Formulasi dirancang khusus agar tidak menstimulasi salivasi akibat faktor rasa, iritasi, dll.<br />
- Tablet dirancang agar tidak mudah hancur, oleh karena itu tidak menggunakan penghancur.<br />
- Obat-obat yang digunakan secara bukal dan sublingual harus memiliki dosis kecil sebagaimana<br />
permukaan absorpsi yang sangat terbatas serta waktu retensi di dalam rongga mulut dapat menjadi<br />
masalah. [4]<br />
Perbedaannya yaitu :<br />
Tablet bukal dirancang agar terkikis atau terlarut perlahan untuk memberikan efek pelepasan lambat;<br />
sedangkan tablet sublingual dirancang untuk melarut atau terdisolusi dengan sangat cepat untuk<br />
menghasilkan efek obat yang cepat (mis: nitrogliserin menghilangkan rasa sakit angina dalam waktu 60-<br />
120 detik setelah menggunakan tablet sublingual). [4]<br />
Perbedaan penghantaran obat melalui sublingual dan bukal<br />
Parameter Sublingual Bukal<br />
Permeabilitas membran Baik Kurang<br />
Absorpsi obat Cepat Lebih lambat<br />
Keter<strong>sediaan</strong> hayati Lebih baik Kurang<br />
Kemampuan penghantaran transmukosa Tidak memungkinkan memungkinkan<br />
gangguan oleh saliva<br />
Kemampuan untuk sustained-release Kecil Sangat memungkinkan<br />
II. TABLET SUBLINGUAL<br />
Penggolongan (macam/jenis)<br />
Berikut ini adalah nama-nama obat yang biasanya diberikan dalam bentuk sublingual :<br />
• Ergoloid mesylat (dosis 0.5 – 1 mg)<br />
• Ergotamin tartrat (2 mg) (BP’02 675, GG 284)<br />
• Eritritil tetranitrat ( 5 – 10 mg) (GG 846t)<br />
• Isoproterenol HCl (10 – 15 mg) (GG 228)<br />
• Isosorbid dinitrat (2.5 – 5 mg) , monografi pada FI IV hlm 475<br />
• Nitrogliserin ( 0.15 – 0.6 mg), monografi nitrogliserin tablet FI IV hlm 619<br />
Keuntungan dan Kerugian<br />
Keuntungan tablet sublingual adalah:<br />
• Aksi yang cepat, obat langsung masuk ke peredaran darah karena membran mukosa yang disuplai<br />
pembuluh darah dan pembuluh limfatik. [1][2]<br />
• Menghindari first -pass metabolism sehingga bioavailabilitas meningkat . [1][2]<br />
62
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
• Menghindari variasi bioavailabilitas dikarenakan pelintasan lambung, terutama untuk beberapa<br />
steroid dan hormon (sensitivitas terhadap kondisi asam dan pengosongan lambung). [1][2]<br />
• Terhindar dari pengaruh makanan sebagaimana tablet konvensional. [1][2]<br />
Kerugian tablet sublingual :<br />
Obat-obat yang digunakan sublingual harus memiliki dosis kecil sebagaimana permukaan absorpsi yang<br />
sangat terbatas serta waktu retensi di dalam rongga mulut dapat menjadi masalah. [4]<br />
Kriteria Sediaan yang Baik<br />
Supaya memiliki absorpsi yang baik, tablet sublingual dan bukal sebaiknya:<br />
• Memiliki dosis kecil, biasanya tidak lebih dari 10-15 mg. [1]<br />
• Tidak terionisasi tinggi. [1]<br />
• Dalam beberapa hal khusus tablet sublingual harus dapat hancur secara tiba-tiba jika mengandung<br />
obat (nitrogliserin, eritroltetranitrat) yang bereaksi dalam pengobatan angina pektoris atau asma. [3]<br />
• Tablet sublingual sebaiknya kecil, tidak memiliki sisi-sisi tajam dan menunjukkan permukaan yang<br />
datar, sehingga iritasi selaput lendir dan rangsangan saliva (sehingga transportasi bahan yang tidak<br />
diinginkan ke dalam lambung) dapat dihindari. [3]<br />
• Tablet berbentuk lensa dengan luas permukaan yang lebih besar, memungkinkan kontak yang baik<br />
dengan selaput lendir mulut, akan berpengaruh positif pada resorpsi. [3]<br />
• Tablet bukal dan sublingual harus diformulasi dengan eksipien yang tidak menghasilkan rasa agar<br />
tidak menstimulasi salivasi. [2]<br />
• Tablet ini juga harus didesain sedemikian rupa sehingga tidak terdisintegrasi tetapi melarut perlahan,<br />
dengan durasi sekitar 15-30 menit supaya terjadi absorpsi yang efektif. [2]<br />
Formula Umum<br />
R/ Zat aktif<br />
Pengisi<br />
Pengikat<br />
Glidan<br />
Formula untuk menyusun tablet sublingual dibedakan menjadi 2, yaitu formula untuk tablet cetak dan<br />
tablet kempa.<br />
Formula untuk tablet cetak sublingual hampir sama dengan tablet konvensional bahkan lebih sederhana<br />
karena tidak menggunakan bahan-bahan yang bersifat tidak larut air. Tablet cetak sublingual biasanya<br />
disusun dari bahan-bahan yang larut air sehingga obat melarut secara utuh dan cepat. Untuk<br />
meningkatkan kekerasan tablet dan mengurangi erosi permukaan pinggir tablet selama penanganan,<br />
bahan-bahan seperti glukosa, sukrosa, akasia, atau povidon ditambahkan pada campuran<br />
pelarut. [1]<br />
Tablet kempa sublingual juga dirancang agar terdisintegrasi dengan cepat dan zat aktif melarut dengan<br />
cepat pada saliva-serta mampu diabsorpsi tanpa membutuhkan larutan lengkap dari seluruh komponen<br />
formula. Zat aktif yang biasa dibuat tablet kempa sublingual adalah erythrityl tetranitrat, isosorbid<br />
dinitrat, dan isopreterenol HCL. Tablet kempa sublingual niitrogliserin memiliki formula yang<br />
mengandung jumlah yang besar bahan yang terbuat dari selulosa dan juga mengandung lubrikan, glidan,<br />
perasa, pewarna, dan penstabil. [1]<br />
Dibandingkan dengan tablet cetak, tablet kempa biasanya memiliki lebih sedikit variasi bobot dan<br />
keseragaman kandungan yang lebih baik. [1]<br />
Formula Pustaka<br />
# Tablet cetak<br />
1. Nitrogliserin (0,4mg) [1]<br />
Nitrogliserin triturasi (10% dalam laktosa)<br />
Laktosa (bolted)<br />
PEG 4000<br />
Alkohol-air (60:40)<br />
4,4 mg<br />
32,25 mg<br />
0,35 mg<br />
q.s.<br />
63
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
- ayak dan campur semua serbuk, basahkan dengan sejumlah alkohol-air (60:40) yang sudah<br />
ditambahkan PEG 4000, cetak tablet.<br />
2. Kodein Fosfat (30 mg) [1] (monografi: FI IV hlm 253 as codeini fosfas)<br />
Serbuk kodein fosfat<br />
30 mg<br />
Laktosa (bolted)<br />
17,5 mg<br />
Serbuk sukrosa<br />
1,5 mg<br />
Alkohol-air (60:40)<br />
q.s.<br />
- ayak dan campur semua serbuk, basahkan dengan sejumlah alkohol-air (60:40), cetak tablet.<br />
3. Skopolamin Hidrobromida (0,4 mg) [1] (monografi skopolamin hidrobromida tablet FI IV hlm 445)<br />
Skopolamin hidrobromida<br />
0,4 mg<br />
Laktosa (bolted)<br />
35 mg<br />
Sukrosa (sebagai sirup 85%)<br />
0,3 mg<br />
Alkohol-air (60:40)<br />
q.s.<br />
- ayak dan campur semua serbuk, basahkan dengan sejumlah alkohol-air (60:40) yang sudah<br />
ditambahkan sirup sukrosa, cetak tablet.<br />
# Tablet Kempa<br />
1. Tablet nitrogliserin 0,3 mg, kempa-langsung<br />
Nitrogliserin (10% dari mikrokristalin selulosa) 3 mg<br />
Manitol<br />
2 mg<br />
Mikrokristalin selulosa<br />
29 mg<br />
Perasa<br />
q.s.<br />
Pemanis<br />
q.s.<br />
Pewarna<br />
q.s.<br />
- ayak dan campur semua serbuk dan langsung kempa<br />
2. Tablet nitrogliserin 0,3 mg, granulasi<br />
Mikrokristalin selulosa<br />
21 mg<br />
Laktosa anhidrat<br />
5,25 mg<br />
Starch, USP<br />
3 mg<br />
Pewarna<br />
q.s.<br />
Povidon<br />
0,3 mg<br />
Nitrogliserin (sebagai ‘spirit’)<br />
0,3 mg<br />
Kalsium stearat<br />
0,15 mg<br />
- campur eksipien dan pewarna, granulasi menggunakan larutan etanol dari povidon dan<br />
nitrogliserin. Setelah granul dikeringkan dan diayak, dicampur dengan kalsium stearat kemudian<br />
di kempa<br />
Eksipien yang digunakan<br />
Biasanya sebagai pengisi digunakan bahan-bahan yang larut seperti laktosa, dekstrosa, sukrosa,<br />
manitol. [1]<br />
Laktosa yang tersedia di pasaran adalah bentuk atau monohidrat, merupakan eksipien yang paling umum<br />
digunakan. β-laktosa adalah bentuk anhidrat yang dihasilkan dari kristalisasi dengan suhu diatas 93,5 °C,<br />
yang juga digunakan sebagai eksipien yang lebih larut daripada α-laktosa. [1]<br />
Metode yang Digunakan<br />
Metode yang digunakan untuk tablet sublingual terdiri dari dua cara yaitu membuat tablet cetak atau<br />
tablet kempa.<br />
1. Tablet cetak<br />
Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang<br />
cetakan (FI IV, 4) . Pencampuran serbuk harus hati-hati untuk memastikan terbentuk campuran yang<br />
homogen. Tablet cetak dapat dibuat dengan dua cara yaitu :<br />
- Pada skala yang sangat kecil, pencampuran biasanya dilakukan di mortar. Campuran pelarut (airalkohol)<br />
yang ditambahkan ditujukan untuk membuat massa yang bersatu namun tidak terlalu<br />
membasahi serbuk. Cetakan tablet diletakkan diatas alas yang mulus atau di atas kaca, kemudian<br />
massa cetak ditekan ke dalam cetakan dengan tekanan secukupnya, dan berikan secara seragam untuk<br />
memastikan semua tablet memiliki bobot yang sama. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan<br />
spatula. Cetakan dapat terdiri dari 50 hingga ratusan lubang cetak yang terbuat dari logam, karet<br />
keras, atau plastik. Kemudian tablet dikeluarkan dari cetakan dengan menggunakan pasak.<br />
64
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
- Pada skala besar menggunakan mesin. Pencampuran serbuk kering dapat dilakukan dengan jenis<br />
pencampur apapun yang mampu menghasilkan campuran homogen serbuk kering. Berdasarkan<br />
ukuran lot, keseluruhan lot atau sebagian dari campuran serbuk kering dapat dilembabkan sekaligus<br />
untuk pencetakan. Mesin cetak yang biasa digunakan diproduksi oleh Colton. Massa cetak yang<br />
lembab diletakkan di dalam hopper yang dilengkapi dengan bilah yang berputar, dan massa cetak di<br />
jatuhkan ke salah satu dari empat bagian bundar yang berada pada alas pengisi bundar yang berputar.<br />
Alas pengisi diletakkan diatas cetakan atau alas pencetak, tetapi mereka berada di pusat yang<br />
berbeda sehingga hanya 30% dari alas pencetak ditutupi oleh alas pengisi. Alas cetak terdiri dari 4<br />
set lubang cetak. Pada tahap pertama pencetakan, massa cetak yang dijatuhkan pada alas pengisi<br />
dipindahkan ke salah satu set cetakan dimana bagian bawah dari pemintal pengepak secara<br />
bersamaan mendorong massa tablet. Pemintal pengepak memiliki pegas yang dapat disesuaikan<br />
untuk menentukan tekanan yang diberikan ke massa tablet (dan juga jumlah massa tablet yang<br />
diisikan ke dalam cetakan), dan hal ini dapat dilakukan untuk mengontrol massa tablet. Alas cetak<br />
kemudian bergerak ke posisi set kedua, dimana permukaan atas tablet di licinkan oleh bagian bawah<br />
pemintal pelicin. Sisa-sisa serbuk dibersihkan dari alas cetak oleh suatu bagian di posisi ketiga. Pada<br />
posisi keempat atau posisi terakhir, tablet dikeluarkan ke ban berjalan oleh sebuah penampung<br />
punch yang disesuaikan dengan hati-hati yang telah dicocokkan dengan lubang cetakan. Tablet jadi<br />
kemudian dikeringkan di udara pada suhu kamar sambil dipindahkan sepanjang sabuk berjalan hingga<br />
ditampung pada baki penampung. Berdasarkan ukuran tablet dan jumlah lubang cetakan yang telah<br />
diatur, hasil produksi bervariasi dari 100.000-150.000 tablet per jam. Sabuk pengering dapat<br />
dipercepat dengan alat pemanas elektrik, arus udara hangat, atau lampu pemanas infra merah yang<br />
diarahkan langsung ke sabuk berjalan.<br />
Pada bagian akhir sabuk berjalan, tablet ditampung pada baki pengering dimana akan dilanjutkan<br />
proses pengeringan. Pada saat ini diambil cuplikan untuk mengecek bobot tablet. Penimbangan<br />
tablet yang masih lembab pada saat tsb memberikan perkiraan berat kering yang akan dihasilkan<br />
setelah pengeringan dan dapat digunakan untuk menentukan penyesuaian pemintal pengepak untuk<br />
mendapatkan bobot tablet yang tepat.<br />
Sisa pelarut pada tablet dapat dihilangkan dengan pengeringan udara, diletakkan di atas baki dan<br />
dimasukkan ke dalam rak pengering atau oven dengan aliran udara pada suhu 100-120 °F selama<br />
kurang lebih 1 jam. Pengeringan dalam microwave selama 1-3 menit dapat digunakan untuk<br />
mengurangi waktu pemaparan selama proses pengeringan. Tablet harus dihilangkan dari debu<br />
dengan menempatkan pada ayakan atau dengan melewatkan pada kasa penahan tablet terhadap alat<br />
pembuangan sebelum dilakukan evaluasi akhir dan pengepakan.<br />
2. Tablet kempa<br />
Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul dengan menggunakan<br />
cetakan baja (FI IV, 4) .<br />
Evaluasi dan Penyimpanan<br />
1. Evaluasi tablet cetak<br />
a. Uji keseragaman kandungan<br />
USP sekarang memperkenalkan keseragaman terpisah dari spesifikasi unit dosis untuk tablet<br />
cetak dan tablet kempa. Standar keseragaman kandungan untuk tablet cetak adalah jika tidak<br />
kurang dari 9 dari 10 tablet yang diambil dari 30 cuplikan yang ditentukan oleh metode<br />
keseragaman kandungan berada di rentang 85-115% dari yang ditentukan, tidak ada satupun<br />
yang berada diluar rentang 75-125% dari yang ditentukan, dan standar deviasi relatif dari 10<br />
tablet kurang dari atau sama dengan 6%. [1]<br />
Jika terdapat 2 atau 3 unit dosis yang berada di luar rentang 85-115% tetapi tidak berada di luar<br />
rentang 75-125%, atau jika standar deviasi relatif tidak lebih besar dari 6%, atau jika kedua<br />
persyaratan tidak dipenuhi, maka ditambahkan 20 unit tablet untuk diuji. Persyaratan<br />
keseragaman didapat jika tidak lebih 3 tablet dari 30 tablet berada diluar rentang 85-115% dari<br />
yang ditentukan, dan tidak satupun yang berada di rentang 75-125%, dan standar deviasi relatif<br />
dari 30 tablet tidak lebih dari 7.8%. [1]<br />
b. Uji waktu hancur<br />
Uji waktu hancur tablet sublingual menggunakan peralatan disintegrasi USP tanpa disk,<br />
menggunakan air 37±2 °C. Semua 6 tablet harus hancur sempurna selama batas waktu yang<br />
ditentukan pada monografi (2 menit untuk tablet nitrogliserin). Jika ada 1 atau 2 tablet yang gagal<br />
65
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
hancur sempurna, uji diulangi dengan tambahan 12 tablet, dan tidak kurang dari 16 dari total 18<br />
tablet harus hancur pada waktu yang ditentukan.<br />
Jika tablet cetak ditujukan untuk melarut sempurna, uji disolusi harus dilakukan yang termasuk<br />
kecepatan dan kelengkapan larutan dengan sejumlah air. Uji disolusi telah dilakukan pada banyak<br />
tablet, tetapi biasanya dilakukan dengan volume air yang besar. Untuk tablet sublingual<br />
nitrogliserin, hanya terdapat sedikit volume saliva yang terjadi pd penggunaan sebenarnya,<br />
metode telah ditetapkan dengan menggunakan jumlah media yang sangat sedikit.<br />
[1]<br />
Metode satu tablet menempatkan sebuah tablet pada saringan milipori (0,45 mm) pada bagian<br />
atas chamber yang terbuat dari plastik penahan saringan Millipore Swinnex 25. 1 mL air<br />
disemprotkan ke chamber dengan rentang waktu 30 detik hingga 2 menit, kemudian cuplikan<br />
dari tiap rentang waktu dikumpulkan lalu diuji. [1]<br />
Pada metode detik yang dirancsang khusus untuk nitrogliserin, tablet diletakkan di dalam 5 mL<br />
air yang dimurnikan dengan nitrogen untuk menghilangkan oksigen, yang diletakkan di dalam sel<br />
yang mengandung elektroda platina berputar. Sistem beroperasi hingga tidak ada lagi<br />
peningkatan potensial reduksi yang teramati. Dari data diperoleh jumlah nitrogliserin dalam<br />
larutan pada setiap interval. [1]<br />
c. Uji stabilitas<br />
Uji stabilitas untuk setiap formula diperlukan untuk menentukan waktu simpan produk, baik itu<br />
evaluasi fisika maupun kimia. Prosedur dan metode khusus sudah tercantum di pustaka.<br />
Perubahan potensi akibat waktu harus diamati, dan perhatian khusus harus diberikan untuk<br />
perubahan fisik seperti perubahan warna, penurunan kelarutan tablet, serta perubahan waktu<br />
hancur dan kecepatan disolusi. [1]<br />
2. Evaluasi tablet kempa<br />
a. Uji keseragaman kandungan<br />
Persyaratan USP untuk keseragaman unit dosis dipenuhi jika setiap tablet dari 10 tablet yang<br />
diuji memiliki rentang konsentrasi 85-115% dari yang ditentukan dan standar deviasi relatif<br />
kurang dari atau sama dengan 6%. Jika ada satu unit yang berada di luar rentang 85-115% dan<br />
tidak ada satupun unit yang berada pada rentang75-125% dari yang ditentukan, tambahkan 20<br />
tablet uji, dan persyaratan dipenuhi jika tidak lebih dari satu dari 30 tablet uji berada di luar<br />
rentang 85-115% tapi tidak boleh satupun berada di luar rentang 75-125% dari yang ditentukan<br />
dan standar deviasi relatif dari 30 unit dosis tidak melebihi 7,8%. Tablet kempa juga biasanya<br />
lebih keras dan kurang rapuh, dengan demikian dapat dicegah kehilangan bobot atau kadar oleh<br />
pengikisan pada pinggiran tablet. [1]<br />
b. Uji waktu hancur<br />
Tablet kempa sublingual nitrogliserin dilaporkan memiliki waktu hancur yang singkat yaitu 3-7<br />
detik dengan menggunakan metode yang ditetapkan USP, juga secepat respon yang muncul yang<br />
diukur dengan peningkatan kecepatan denyut jantung 10-13 denyut/menit selama 3 menit pada<br />
sukrelawan. [1]<br />
Masalah dan Pemecahannya<br />
Beberapa permasalahan tablet cetak terletak pada penggunaan pelarut. Penggunaan pelarut yang terlalu<br />
sedikit dapat menghasilkan tablet yang lembek. Sebaliknya, jika terlalu banyak pelarut akan<br />
menyebabkan penyusutan ketika pengeringan, dan juga bagian luar tablet akan mengeras dan menjadi<br />
kurang larut. Permasalahan yang sama juga terjadi jika penggunaan larutan alkohol dengan komposisi<br />
yang tidak tepat. Rentang alkohol yang aman untuk tablet yang menggunakan laktosa sebagai pengisi<br />
adalah 50-60%. Jika kadar air rendah, maka akan menghasilkan tablet yang rapuh (tidak terikat dengan<br />
baik) dan cenderung menjadi serbuk kembali. Kandungan air yang tinggi dapat menyebabkan tablet<br />
menjadi terlalu keras dan kurang larut. [1]<br />
Tablet yang telah dipindahkan dari pasak dan dikeringkan pada aliran udara bebas atau pengeringan dapat<br />
dipercepat dengan menempatkan tablet pada oven tekanan udara. Ketika tablet sudah kering, pelarut<br />
berpindah ke permukaan dan membawa zat aktif dan komponen terlarut lainnya ke permukaan tablet. Hal<br />
ini dapat menyebabkan ketidakhomogenan distribusi zat aktif di dalam tablet. Perpindahan zat aktif yang<br />
diakibatkan oleh pelarut dapat memberikan efek terhadap stabilitas, khususnya jika zat aktif tersebut<br />
66
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
bersifat fotosensitif atau mudah teroksidasi. Namun hal in sering luput dari perhatian. Penggantian pelarut<br />
atau campuran pelarut yang berbeda dapat meminimalisasi perpindahan dan dengan cara demikian<br />
menghasilkan tablet yang lebih baik. [1]<br />
III. TABLET BUKAL<br />
Penggolongan (macam/jenis)<br />
Obat yang digunakan dalam bentuk bukal antara lain :<br />
• metil testosteron (dosis 5-20 mg)<br />
• nitrogliserin (1-3 mg)<br />
Keuntungan dan Kerugian<br />
Keuntungan tablet sublingual adalah respon cepat, sedangkan tablet bukal biasanya digunakan untuk<br />
tujuan terapi penggantian hormon. Walaupun diinginkan absorpsi secara keseluruhan, kecepatan absorpsi<br />
yang tinggi tidak diinginkan. [1]<br />
Keuntungan tablet bukal ini didukung oleh kondisi membran mukosa yang memiliki kelebihan sebagai<br />
berikut:<br />
• Disuplai pembuluh darah dan pembuluh limfatik<br />
• Mempunyai aktivitas enzimatik yang lebih rendah dibandingkan dengan aktivitas enzimatik pada<br />
saluran cerna.<br />
• Lebih toleran terhadap sensitizer dibandingkan dengan mukosa nasal dan kulit,<br />
• Membran mukosa memungkinkan teknologi pelepasan obat yang diperlama,<br />
• Absorpsi lebih baik dibandingkan tablet konvensional karena struktur fisiologi,<br />
• Merupakan peluang besar untuk pemberian obat dengan tujuan sistemik, dimana tidak<br />
memungkinkan diberikan secara oral seperti peptida dan protein.<br />
Kerugian tablet bukal antara lain :<br />
• Obat-obat yang digunakan secara bukal (dan sublingual) harus memiliki dosis kecil sebagaimana<br />
permukaan absorpsi yang sangat terbatas serta waktu retensi di dalam rongga mulut dapat menjadi<br />
masalah. [4]<br />
• Penggunaan mikrokristalin selulosa atau dikalsium fosfat sebagai pengikat sering mengakibatkan<br />
rasa berpasir. [4]<br />
• Kesulitan dalam menjaga atau mempertahankan bentuk <strong>sediaan</strong> di dalam rongga pipi. [4]<br />
Kriteria Sediaan yang Baik<br />
• Tablet tidak mudah hancur ketika digunakan, oleh karena itu formula tidak menggunakan<br />
penghancur tetapi zat aktif dapat terabsorpsi dengan baik. [1]<br />
• Dapat diabsorpsi sempurna pada waktu yang cukup lama (sekitar 8 jam), namun tidak terlalu<br />
diinginkan kecepatan absorpsi yang terlalu tinggi. [4]<br />
• Menggunakan eksipien yang nyaman (tidak berpasir), tidak mengiritasi mukosa, serta tidak<br />
menggunakan bahan peningkat cita rasa supaya tidak merangsang pengeluaran saliva. [1]<br />
• Eksipien yang digunakan sebaiknya bersifat mukoadesif seperti Na-poliakrilat dan carbopol 934. [1]<br />
• Memiliki dosis kecil, biasanya tidak lebih dari 10-15 mg. [1]<br />
• Tidak terionisasi tinggi. [1]<br />
Formula Umum<br />
R/ Zat aktif<br />
Pengisi<br />
Pengikat<br />
Glidan / anti adheren<br />
Beberapa formulasi dirancang untuk menghasilkan tablet bukal kerja panjang telah diterbitkan di<br />
beberapa pustaka paten. Dasar formulasi ini adalah penggunaan gum kental yang alami maupun sintetik<br />
atau campuran beberapa gum yang jika digunakan dalam formula dapat dikempa menjadi tablet yang<br />
menyerap lembab perlahan untuk membentuk lapisan permukaan terhidrasi dimana zat aktif akan<br />
berdifusi secara perlahan dan akan diabsorpsi melalui mukosa bukal. Jika tablet tetap terjaga di tempatnya<br />
maka absorpsi dapat memakan waktu sekitar 8 jam. [1]<br />
67
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
Beberapa formula paten menyertakan penggunaan hidroksi propil metil selulosa (HPMC) secara tunggal<br />
atau dalam bentuk campuran dengan hidroksi propil selulosa (HPC), etil selulosa (EC), atau karboksi<br />
metil selulosa-natrium (CMC-Na) sebagai pembawa yang sinkron. [1]<br />
Formula Pustaka<br />
Contoh formula: [1]<br />
# Tablet bukal metiltestosteron 10 mg (monografi metiltestosteron tablet FI IV hlm 552).<br />
Metiltestosteron<br />
10 mg<br />
Laktosa, USP<br />
86 mg<br />
Sukrosa, USP<br />
87 mg<br />
Akasia, USP<br />
10 mg<br />
Talk, USP<br />
6 mg<br />
Magnesium stearat, USP 1 mg<br />
Air<br />
q.s.<br />
- ayak zat aktif dan eksipien pada ayakan mesh 60 kemudian campurkan. Basahkan dengan air untuk<br />
membentuk massa yang lengket. Lewatkan pada ayakan mesh 8 dan keringkan pada suhu 40 °C.<br />
Perkecil ukuran partikel dengan melewatkan granul yang kering pada ayakan mesh 10. campur<br />
dengan lubrikan dan kemudian dikempa.<br />
# Tablet bukal nitrogliserin 2 mg [1]<br />
Nitrogliserin dalam laktosa (1:9) 20 mg<br />
HPMC E50<br />
16 mg<br />
HPMC E4M<br />
10 mg<br />
HPC<br />
2 mg<br />
Asam stearat<br />
0,4 mg<br />
Laktosa anhidrat spray-dried q.s. 70 mg<br />
- Eter selulosa di campur dengan laktosa dan kemudian cairan nitrogliserin dan lubrikan<br />
ditambahkan dan dicampur. Campuran serbuk ini kemudian dikempa menjadi tablet.<br />
# Tablet bukal proklorperazin maleat 5 mg (BP’02 1436, GG 500) [1]<br />
Proklorperazin maleat<br />
5mg<br />
Locust bean gum<br />
1,5 mg<br />
Xanthan gum<br />
1,5 mg<br />
Povidon<br />
3 mg<br />
Serbuk sukrosa<br />
47,5 mg<br />
Mg-stearat<br />
0,5 mg<br />
Talk<br />
1 mg<br />
- campuran proklorperazin maleat, gum, dan sukrosa digranulasi dengan larutan povidon dalam<br />
cairan alkohol. setelah granulasi dibentuk dan dicampurkan dengan lubrikan, kemudian dikempa<br />
menj adi tablet.<br />
Eksipien yang digunakan<br />
Beberapa formula paten menyertakan penggunaan hidroksi propil metil selulosa (HPMC) secara tunggal<br />
atau dalam bentuk campuran dengan hidroksi propil selulosa (HPC), etil selulosa (EC), atau karboksi<br />
metil selulosa-natrium (CMC-Na) sebagai pembawa yang sinkron. [1]<br />
Perasa (peppermint atau spearmint) dan pewarna kadang ditambahkan untuk membuat tablet lebih bercita<br />
rasa namun penggunaan zat ini telah banyak dikritisi akibat menyebabkan peningkatan sekresi saliva.<br />
Merupakan hal penting untuk meminimalisasi pengunyahan oleh saliva pada saat tablet bukal diletakkan,<br />
karena zat aktif bersifat tidak diabsorpsi oleh saluran cerna dan atau cepat termetabolisme oleh lintasan<br />
pertama di hati. [1]<br />
Karena tablet bukal diletakkan di rongga mulut untuk waktu yang relatif lama (30-60 menit), perhatian<br />
khusus harus diberikan terhadap bahan-bahan penyusun tablet yang digunakan benar-benar khusus<br />
sehingga tablet tidak terasa seperti berpasir atau mengiritasi. [1]<br />
Siklodekstran larut-air telah digunakan sebagai bahan tambahan untuk meningkatkan absorpsi hormon<br />
steroid dari permukaan mukosa mulut. Untuk menyiapkan bahan-bahan ini, 40% larutan encer 2-<br />
hidroxypropil atau poly- -siklodekstran dijenuhkan dengan steroid, di freeze-dried, kemudian dikempa<br />
menjadi tablet. [1]<br />
Beberapa pembatasan telah ditentukan pada tipe USP, viskositas, atau kadar kelembaban dari HPMC.<br />
68
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
HPMC dapat ditangani dengan oksigen atau lembab untuk mengoksidasi atau menghidrolisis sebelum<br />
dimasukkan dalam formulasi atau dapat juga digunakan bentuk yang belum mengalami penanganan awal.<br />
Profil pelepasan obat dari tablet bentuk ini mengikuti kecepatan reaksi orde nol. [1]<br />
Tablet jenis ini dapat juga menggunakan kopolimer poliakrilik (spt Carbapol 934, B.F. Goodrich<br />
Chemical Co.) yang dicampur dengan HPC atau natrium kaseinat untuk absorpsi bukal dengan waktu<br />
kerja jangka panjang. Basis tablet lainnya antara lain Na-poliakrilat (PANA) yang dikombinasikan<br />
dengan pembawa seperti laktosa, mikrokristalin selulosa, dan manitol. Gum alami seperti locust bean<br />
gum, xanthan, dan guar gum juga dapat digunakan. [1]<br />
Beberapa polimer mempunyai sifat mukoadhesif yang dapat membantu tablet bertahan dalam posisi<br />
pada tempat absorpsi diantara gusi dengan pipi atau bibir. PANA dan karbapol 934 telah terbukti<br />
memiliki sifat seperti ini. Tablet dua lapis telah tersedia dalam permukaan adhesif dan non adhesif.<br />
Metoda in vitro untuk mengukur keadhesifan dari beberapa bahan terhadap mukus telah dikembangkan<br />
berdasarkan kebutuhan tekanan untuk melepaskan plat kaca yang disalut dengan bahan uji dari gel<br />
mukus yang diisolasi. Waktu harus diperhatikan untuk menghidrasi bahan supaya mendapatkan evaluasi<br />
yang baik. Carbapol 934, CMC-Na, tragakan, dan Na-Alginat memiliki adhesivitas yang baik terhadap<br />
mukosa, namun povidon dan akasia mempunyai profil yang lemah jika diukur dengan metode ini. [1]<br />
Metode yang Digunakan<br />
Tablet kempa bukal dapat dibuat baik itu dengan prosedur yang digunakan untuk granulasi atau dengan<br />
kempa langsung. Formula yang tidak menggunakan penghancur akan melarut perlahan. [1]<br />
Evaluasi dan Penyimpanan<br />
Keragaman bobot, keseragaman kandungan, kekerasan, dan friabilitas ditentukan dengan prosedur yang<br />
sama untuk tablet kempa. Evaluasi disintegrasi tablet berbeda dengan uji untuk tablet bukal yang<br />
dilakukan dalam air pada suhu 37 °C, berdasarkan metode dari USP untuk tablet tidak bersalut<br />
menggunakan disk. Persyaratannya adalah sebanyak 16 dari 18 tablet harus hancur dalam waktu 4 jam.<br />
Waktu disolusi yang panjang diakibatkan karena tablet bukal secara normal didesain untuk melepaskan<br />
zat aktif secara perlahan. Waktu hancur untuk tablet kempa biasanya antara 30-60menit. [1]<br />
Daftar eksipien yang digunakan untuk tablet sublingual dan bukal:<br />
Laktosa, laktosa anhidrat, laktosa anhidrat spray-dried (HOPE 4, h. 323), (HOPE 5, h 293, 385, 387)<br />
PEG 4000 (HOPE 4, h. 454), [HOPE 5, h. 545]<br />
Sukrosa (HOPE 4, h.622), [HOPE 5, h. 233, 636]<br />
Manitol (HOPE 4, h.373), [HOPE 5, h. 267, 449, 720]<br />
Mikrokristalin selulosa (HOPE 4, h.108), [HOPE 5, h. 132]<br />
Starch = amilum (HOPE 4, h.603), [HOPE 5, h. 731]<br />
Povidon (HOPE 4, h.508), [HOPE 5, h. 452, 611]<br />
Kalsium stearat (HOPE 4, h.80), [HOPE 5, h. 102, 431, 452, 734]<br />
Hidroksi propil metil selulosa = HPMC = hipromellose (HOPE 4, h.297), [HOPE 5, h. 346]<br />
Hidroksi propil selulosa (HOPE 4, h.289), [HOPE 5, h. 336]<br />
Etil selulosa (HOPE 4, h.237), [HOPE 5, h. 145]<br />
Akasia (HOPE 4, h.1), [HOPE 5, h. 1]<br />
Talk (HOPE 4, h.641), [HOPE 5, h. 60, 178, 319, 421, 429, 435]<br />
Mg-stearat (HOPE 4, h.354), [HOPE 5, h. 103, 430, 442, 452]<br />
Asam-stearat (HOPE 4, h.615), [HOPE 5, h. 103, 336, 407, 431]<br />
Locust-bean gum = ceratonia (HOPE 4, h.123), [HOPE 5, h. 148]<br />
Xantan gum (HOPE 4, h.691), [HOPE 5, h. 316, 418]<br />
PUSTAKA<br />
[1]<br />
Lachman, L., Lieberman, H.A., Schwartz, J.B., 1989, Pharmaceutical Dosage Forms, 2 nd ed., Vol. 1,<br />
Marcel Dekker, INC., New York and Basel, 329-359.<br />
[2]<br />
Lachman, L., Lieberman, H., 1986, The Theory and Practise of Industrial Pharmacy, 3 rd ed., Lea &<br />
Febiger, Philadelphia, 333.<br />
[3]<br />
Voigt, R.,1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Terj. Dr. Sundani N.S., Ed. Ke-5, Gadjah Mada<br />
University Press, Jogjakarta, 216-217.<br />
[4]<br />
Banker, G.S., Rhodes, C.T., 1990, Modern Pharmaceutics, Marcel Dekker, INC., New York and<br />
Basel, 427-432.<br />
69
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
SUPPOSITORIA<br />
(Re-New by: Hegard)<br />
I. DEFINISI<br />
Menurut Farmakope Indonesia ed. IV suppositoria adalah <strong>sediaan</strong> padat dalam berbagai bobot dan<br />
bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut<br />
pada suhu tubuh. (FI ed.IV hal 1 6)<br />
II. TEORI SEDIAAN<br />
Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa zat terapetik<br />
yang bersifat lokal atau sistemik. Bahan dasar suppositoria yang umum digunakan adalah lemak<br />
coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran polietilen glikol berbagai bobot<br />
molekul, dan ester asam lemak polietilen glikol.<br />
Bahan dasar suppositoria yang digunakan sangat berpengaruh pada pelepasan zat terapetik. Lemak<br />
coklat cepat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan dengan cairan tubuh, oleh karena itu<br />
menghambat difusi obat yang larut dalam lemak pada tempat diobati. Polietilen glikol adalah bahan<br />
dasar yang sesuai untuk beberapa antiseptik. Jika diharapkan bekerja secara sistemik, lebih baik<br />
menggunakan bentuk ionik dari pada nonionik, agar diperoleh keter<strong>sediaan</strong> hayati yang maksimum.<br />
Meskipun obat bentuk nonionik dapat dilepas dari bahan dasar yang dapat bercampur dengan air,<br />
seperti gelatin tergliserinasi dan polietilen glikol, bahan dasar ini cenderung sangat lambat larut<br />
sehingga menghambat pelepasan. Bahan pembawa berminyak seperti lemak coklat jarang digunakan<br />
dalam <strong>sediaan</strong> vagina, karena membentuk residu yang tidak dapat diserap, Sedangkan gelatin<br />
tergliserinasi jarang digunakan melalui rektal karena disolusinya lambat. Lemak coklat dan<br />
penggantinya (lemak keras) lebih baik untuk menghilangkan iritasi, seperti pada <strong>sediaan</strong> untuk<br />
hemoroid internal.<br />
Ovula adalah <strong>sediaan</strong> padat yang dimasukkan ke dalam vagina untuk pengobatan lokal dan harus<br />
hancur dalam sedikit cairan. Dalam pembuatan ovula, banyak digunakan basis kombinasi PEG dengan<br />
berbagai berat molekul. Pada basis ini sering juga ditambahkan surfaktan dan bahan pengawet seperti<br />
turunan paraben. Umumnya pH ovula diatur sampai pH asam (sekitar 4,5) agar sesuai dengan pH<br />
vagina normal. Keasaman ini akan mengurangi pertumbuhan mikroorganisme paotgen. Ovula<br />
umumnya berbentuk bulat telur dan pada kemasannya disertai alat bantu untuk memasukkan ovula ke<br />
dalam vagina. Berat ovula kira-kira 3-5 gram. (Modul Praktikum Teknologi Solida)<br />
Panjang ovula berkisar 1,25 – 1,5 inchi dan diameter 5/8 inchi<br />
1. Tujuan penggunaan (ovula)<br />
Biasanya digunakan untuk lokal dengan efek sebagai antiseptik, kontrasepsi, anastetik lokal,<br />
dan pengobatan penyakit infeksi seperti trichomonal, bakteri dan monilial.<br />
2. Absorpsi Vagina<br />
Absorpsi <strong>sediaan</strong> vaginal terjadi secara pasif melalui mukosa. Proses absorpsi dipengaruhi<br />
oleh fisiologi, pH, dan kelarutan dan kontanta partisi obat. Permukaan vagina dilapisi oleh<br />
lapisan film air (aqueous film) yang volume, pH dan komposisinya dipengaruhi oleh umur,<br />
siklus menstruasi, dan lokasi. pH vagina meningkat secara gradien yaitu pH 4 untuk anterior<br />
formix dan pH 5 di dekat cervix. Pada umumnya ovula digunakan untuk efek lokal. Tapi<br />
beberapa penelitian menunjukkan ada beberapa obat yang dapat berdifusi melalui mukosa dan<br />
masuk dalam peredaran darah. Sebagai contoh, kadar propanolol dalam plasma untuk <strong>sediaan</strong><br />
ovula lebih besar dibandingkan dengan rute oral pada dosis yang sama.(Husa’s,<br />
Pharmaceutical Dispensing, hal. 117)<br />
a. Suppositoria Lemak Coklat<br />
Suppositoria dengan bahan dasar lemak coklat dapat dibuat dengan mencampur bahan obat yang<br />
dihaluskan ke dalam minyak padat pada suhu kamar dan massa yang dihasilkan dibuat dalam<br />
bentuk sesuai, atau dibuat dengan minyak dalam keadaan lebur dan membiarkan suspensi yang<br />
dihasilkan menjadi dingin di dalam cetakan. Sejumlah zat pengeras yang sesuai dapat<br />
ditambahkan untuk mencegah kecenderungan beberapa obat, (seperti kloralhidrat dan fenol)
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
melunakkan bahan dasar. Yang penting, suppositoria meleleh pada suhu tubuh.<br />
Suppositoria dengan bahan lemak coklat harus disimpan dalam wadah tertutup baik, sebaiknya<br />
pada suhu dibawah 30 derajat (suhu kamar terkendali).<br />
Perkiraan bobot suppositoria yang dibuat dengan lemak coklat, dijelaskan dibawah ini.<br />
Suppositoria yang dibuat dari bahan dasar lain, bobotnya lebih berat dari pada bobot yang<br />
disebutkan dibawah ini.<br />
Suppositoria rektal. Suppositoria rektal untuk dewasa berbentuk lonjong pada satu atau kedua<br />
ujungnya dan biasanya berbobot lebih kurang 2 g.<br />
Suppositoria vaginal. Umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan berbobot lebih kurang 5 g,<br />
dibuat dari zat pembawa yang larut dalam air atau yang dapat bercampur dalam air, seperti<br />
polietilen glikol atau gelatin tergliserinasi.<br />
b. Pengganti Lemak Coklat<br />
Suppositoria dengan bahan dasar jenis lemak, dapat dibuat dari berbagai minyak nabati, seperti<br />
minyak kelapa atau minyak kelapa sawit yang dimodifikasi dengan esterifikasi, hidrogenasi, dan<br />
fraksionasi hingga diperoleh berbagai komposisi dan suhu lebur (misalnya minyak nabati<br />
terhidrogenasi dan lemak padat). Produk ini dapat dirancang sedemikian hingga dapat mengurangi<br />
terjadinya ketengikan. Selain itu sifat yang diinginkan seperti interval yang sempit antara suhu<br />
melebur dan suhu memadat dan jarak lebur juga dapat dirancang umtuk penyesuaian berbagai<br />
formulasi dan keadaan iklim.<br />
c. Suppositoria Gelatin Tergliserinasi<br />
Bahan obat dapat dicampur ke dalam bahan dasar gelatin tergliserinasi, dengan menambahkan<br />
sejumlah tertentu kepada bahan pembawa yang terdiri dari lebih kurang 70 bagian gliserin, 20<br />
bagian gelatin dan 10 bagian air. Suppositoria ini harus disimpan dalam wadah tertutup rapat,<br />
sebaiknya pada suhu dibawah 35 derajat.<br />
d. Suppositoria dengan Bahan Dasar Polietilen Glikol<br />
Beberapa kombinasi polietilen glikol mempunyai suhu lebur lebih tinggi dari suhu badan telah<br />
digunakan sebagi bahan dasar suppositoria. Karena pelepasan dari bahan dasar lebih ditentukan<br />
oleh disolusi dari pada pelelehan, maka massalah dalam pembuatan dan penyimpanan jauh lebih<br />
sedikit dibanding massalah yang disebabkan oleh jenis pembawa yang melebur. Tetapi polietilen<br />
glikol dengan kadar tinggi dapat memperpanjang waktu disolusi sehingga menghambat pelepasan.<br />
Pada etiket suppositoria polietilen glikol harus tertera petunjuk “basahi dengan air sebelum<br />
digunakan”, meskipun dapat disimpan tanpa pendinginan, suppositoria ini harus dikemas dalam<br />
wadah tertutup rapat.<br />
e. Suppositoria dengan Bahan Dasar Surfaktan<br />
Beberapa surfaktan nonionik dengan sifat kimia mendekati polietilen glikol dapat digunakan<br />
sebagai bahan pembawa suppositoria. Contoh surfaktan ini adalah ester asam lemak polioksietilen<br />
sorbitan dan polioksietilen stearat. Surfaktan ini dapat digunakan dalam bentuk tunggal atau<br />
kombinasi dengan pembawa suppositoria lain untuk memperoleh rentang suhu lebur yang lebar<br />
dan konsistensi. Salah satu keuntungan utama pembawa ini adalah dapat terdispersi dalam air.<br />
Tetapi harus hati-hati dalam penggunaan surfaktan, karena dapat meningkatkan kecepatan<br />
absorpsi obat atau dapat berinteraksi dengan molekul obat yang menyebabkan penurunan aktivitas<br />
terapetik.<br />
f. Suppositoria Kempa atau Suppositoria Sisipan Suppositoria vaginal dapat dibuat dengan cara<br />
mengempa massa serbuk menjadi bentuk yang sesuai. Dapat juga dengan cara pengkapsulan<br />
dalam gelatin lunak.<br />
(FI ed. IV hal 16-17)<br />
A. TUJUAN PENGGUNAAN<br />
1. Efek Lokal<br />
Pada umumnya digunakan untuk pengobatan wasir, konsipasi, infeksi dubur. Zat aktif yang<br />
biasa digunakan:
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
Anastetik lokal<br />
Adstringen<br />
Vasokonstriktor<br />
Analgesik<br />
Emollient<br />
Konstipasi<br />
Antibiotika untuk infeksi<br />
2. Efek Sistemik<br />
Meringankan penyakit asma<br />
Analgetik dan antiinflamasi<br />
Anti arthritis, radang persendian<br />
Hipnotik & sedatif<br />
Trankuilizer dan anti emetik<br />
Khemoterapetik<br />
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, hal 565)<br />
B. KEKURANGAN DAN KELEBIHAN SUPPOSITORIA<br />
Kelebihan Suppositoria<br />
• Dapat digunakan untuk obat yang tidak bisa diberikan melalui rute oral karena gangguan<br />
saluran cerna seperti mual, pasien dalam keadaan tidak sadar, atau pada saat pembedahan.<br />
• Dapat diberikan pada bayi, anak-anak, lansia yang susah menelan, dan pasien gangguan<br />
mental<br />
• Zat aktif tidak sesuai melalui rute oral, missal karena efek samping pada saluran cerna, atau<br />
mengalami First Pass Effect (FPE)<br />
Kekurangan Suppositoria<br />
• Daerah absorpsinya lebih kecil<br />
• Absorpsi hanya melalui difusi pasif<br />
• Pemakaian kurang praktis<br />
• Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang rusak oleh pH di<br />
rektum (materi kuliah)<br />
C. KARAKTERISASI DOSIS<br />
Umumnya dosis pada pemberian rektal besarnya 1 , 5-2 kali /lebih terhadap dosis oral, kecuali<br />
untuk obat-obat keras. Dosis tergantung pada kecepatan pelepasan obat dari suppo, yakni<br />
ditentukan oleh basis yang digunakan. Bobot suppo rektal untuk orang dewasa sekitar 2 gram<br />
sedangkan untuk anak-anak sekitar 1 gram.Sementara ovula memiliki berat 3-5 g.<br />
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 564).<br />
D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ABSORPSI REKTAL<br />
PEMBERIAN PER REKTAL (Farmasetika 2 Biofarmasi)<br />
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINETIKA PRE DISPOSISI ZA<br />
• Penghancuran Sediaan<br />
− Suhu rektum kurang lebih 37 o C, suppo melebur 32,6-37,6 o C (36,5 o C).<br />
− Jarak lebur maksimal 10 menit.<br />
− Setelah peleburan, suppo akan menjadi massa kental yang melapisi permukaan mukosa, hal<br />
yang berpengaruh pada massa tsb antara lain : konsistensi (massa yg lebih lunak--<br />
pelepasan lebih cepat), kekentalan setelah peleburan (kekentalan meningkat--laju<br />
pelepasan ZA menurun), kemampuan pecah (zat pembawa kental--memperlambat<br />
pelepasan, untuk meningkatkan pelepasan suppo lemak dapat ditambah surfaktan HLB 4-9.<br />
• Transfer ZA dalam cairan rektum<br />
− Sifat ZA dalam suppo (ZA teremulsi tidak memberikan efek ke pelepasan karena ZA<br />
terlarut dalam air yg teremulsi dalam fase lemak, ZA yg lipofil menggunakan basis<br />
hidrofil)
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
−<br />
−<br />
−<br />
kelarutan ZA<br />
koefisien partisi dalam fase lemak dan cairan rektum<br />
ukuran partikel ZA ( partikel kecil--kekentalan meningkat---transfer ZA menurun)<br />
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINETIKA PENYERAPAN ZA YG AKAN<br />
DIBERIKAN PER REKTUM<br />
• kedudukan suppo setelah pemakaian<br />
• waktu tinggal suppo dalam rektum<br />
• pH cairan rektum (penyerapan terjadi dalam mekanisme transpor pasif yang tergantung pada<br />
koefisien partisi, pKa ZA, dan pH cairan rektum)<br />
• konsentrasi ZA dalam cairan rektum(semakin tinggi konsentrasi ZA-laju penyerapan ZA m-).<br />
FAKTOR PATOLOGIS YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN MELALUI REKTUM<br />
• pasien demam---penyerapan lebih baik bila ZA dalam basis lemak<br />
• pasien gangguan transisi saluran cerna dan diare--tidak boleh pengobatan sistemik rektum<br />
• harus diberikan setelah rektum dibersihkan<br />
• lebih disukai pada subjek berpuasa.<br />
Dosis obat yang digunakan melalui rektum mungkin lebih besar atau lebih kecil daripada obat<br />
yang dipakai secara oral, tergantung kepada faktor-faktor seperti keadaan tubuh pasien, sifat fisika<br />
kimia obat dan kemampuan obat melewati penghalang fisiologi untuk absorpsi dan sifat basis<br />
suppositoria serta kemampuannya melepaskan obat supaya siap untuk diabsorpsi. Faktor-faktor<br />
yang mempengaruhi absorpsi obat dalam rektum pada pemberian obat dalam bentuk suppositoria<br />
yaitu :<br />
i) Faktor fisiologis<br />
Antara lain ada tidaknya feses dalam rektum, sirkulasi darah di rektum, beberapa kondisi<br />
patologik seperti diare sehingga terjadi dehidrasi pada tubuh, pH cairan rektal, juga selaput<br />
lendir pada dinding rektum. Untuk memberikan efek yang optimal rektum harus dikosongkan<br />
dulu. Cairan rektal memiliki kapasitas dapar yang rendah, sehingga pH cairan rektal sangat<br />
dipengaruhi pH zat aktif yang ada melarut. Bila diatur pH kritis untuk memperoleh efisiensi<br />
absorpsi yang optimal maka dibutuhkan penambahan dapar ke dalam formula. Selaput lendir<br />
bisa menghambat absorpsi terutama bila selaput lendir tersebut kental dan tebal. Penempatan<br />
suppositoria di dalam rektum, bila terlalu dalam akan menuju vena hemoroidal atas.<br />
ii) Faktor fisikokimia<br />
Antara lain koefisien partisi lemak-air dari zat aktif, kecepatan hancurnya basis, kecepatan<br />
disolusi zat aktif dalam cairan rektal, keadaan zat aktif dalam suppositoria (jika terlarut, maka<br />
dalam basis biasanya proses pelepasan dan disolusi zat aktif menjadi lebih lambat), kelarutan<br />
zat aktif dalam cairan rektal, ukuran partikel zat aktif.<br />
iii) Adanya zat tambahan khusus ke dalam basis<br />
Misalnya surfaktan, dapat merubah tegangan permukaan selaput mukosa pada rektal sehingga<br />
absorpsi zat berkhasiat menjadi lebih baik. Surfaktan dapat memperbesar kelarutan suatu zat<br />
berkhasiat sehingga diabsorpsi lebih cepat, tapi juga dapat membentuk suatu kompleks<br />
senyawa baru yang lambat diabsorpsi.<br />
iv) Faktor aliran darah<br />
Makin banyak pembuluh darah di sekitar suppositoria maka absorpsi obat akan semakin cepat.<br />
Tetapi luas permukaan absorpsi terbatas di daerah kolon dan tidak ada perbedaan luas<br />
permukaan yang mencolok di daerah kolon, baik di pinggir, di tengah maupun di dalam<br />
daerah kolon. Setelah obat diabsorpsi dari usus halus obat dialirkan melalui vena porta<br />
hepatika ke hati. Hati memetabolisme obat tersebut, dapat berupa modifikasi atau mengurangi<br />
efek obat tersebut. di lain pihak jumlah yang lebih banyak dari obat yang sama dengan di atas<br />
akan diabsorpsi melalui anorektal. Vena haemoroid halus yang mengelilingi kolon dan rektum<br />
masuk vena kava inferior sehingga tidak masuk ke hati. Vena haemoroid menuju ke vena<br />
porta dan bermuara di hati. Tetapi lebih dari setengah pemberian melalui rektal diabsorpsi<br />
langsung ke sirkulasi tubuh. Sirkulasi limfa juga membantu absorpsi obat melalui rektal dan<br />
mengalihkannya dari hati. Rektal tidak mempunyai daya kapasitas buffer. Menurut Schumber,
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
asam dan basa lemah lebih cepat diabsorpsi daripada asam / basa kuat dan yang terionisasi<br />
kuat lainnya.<br />
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 565-568)<br />
III. FORMULASI SUPPOSITORIA<br />
A. METODE PEMBUATAN (Lachman, 580)<br />
Suppo dapat dibuat dengan beberapa metode yaitu pencetakan dengan tangan, pencetakan kompresi,<br />
dan pencetakan dengan penuangan.<br />
1. Pencetakan dengan tangan (manual)<br />
Pencetakan dengan tangan (manual) merupakan metode paling sederhana, praktis dan ekonomis<br />
untuk memproduksi sejumlah kecil suppositoria. Caranya dengan menggerus bahan pembawa /<br />
basis sedikit demi sedikit dengan zat aktif, di dalam mortir hingga homogen. Kemudian massa<br />
suppositoria yang mengandung zat aktif digulung menjadi bentuk silinder lalu dipotong-potong<br />
sesuai diameter dan panjangnya. Zat aktif dicampurkan dalam bentuk serbuk halus atau dilarutkan<br />
dalam air. Untuk mencegah melekatnya bahan pembawa pada tangan, dapat digunakan talk.<br />
2. Pencetakan dengan kompresi / cetak kempa / cold compression<br />
Pada pencetakan dengan kompresi, suppositoria dibuat dengan mencetak massa yang dingin ke<br />
dalam cetakan dengan bentuk yang diinginkan. Alat kompresi ini terdapat dalam berbagai<br />
kapasitas yaitu 1,2 dan 5 g. Dengan metode kompresi, dihasilkan suppositoria yang lebih baik<br />
dibandingkan cara pertama, karena metode ini dapat mencegah sedimentasi padatan yang larut<br />
dalam bahan pembawa suppositoria. Umumnya metode ini digunakan dalam skala besar produksi<br />
dan digunakan untuk membuat suppositoria dengan pembawa lemak coklat / oleum cacao.<br />
Beberapa basis yang dapat digunakan adalah campuran PEG 1450 – heksametriol-1,2,6 6% dan<br />
12% polietilen oksida 4000.<br />
3. Pencetakan dengan penuangan / cetak tuang / fusion<br />
Metode pencetakan dengan penuangan sering juga digunakan untuk pembuatan skala industri.<br />
Teknik ini juga sering disebut sebagai teknik pelelehan. Cara ini dapat dipakai untuk membuat<br />
suppositoria dengan hampir semua pembawa. Cetakannya dapat digunakan untuk membuat 6 -<br />
600 suppositoria. Pada dasarnya langkah-langkah dalam metode ini ialah melelehkan bahan<br />
pembawa dalam penangas air hingga homogen, membasahi cetakan dengan lubrikan untuk<br />
mencegah melekatnya suppositoria pada dinding cetakan, menuang hasil leburan menjadi suppo,<br />
selanjutnya pendinginan bertahap (pada awalnya di suhu kamar, lalu pada lemari pendingin<br />
bersuhu 7-10 0 C, lalu melepaskan suppo dari cetakan. Cetakan yang umum digunakan sekarang<br />
terbuat dari baj a tahan karat, aluminium, tembaga atau plastik.<br />
Cetakan yang dipisah dalam sekat-sekat, umumnya dapat dibuka secara membujur. Pada waktu<br />
leburan dituangkan cetakan ditutup dan kemudian dibuka lagi saat akan mengeluarkan<br />
suppositoria yang sudah dingin. Tergantung pada formulasinya, cetakan suppo mungkin<br />
memerlukan lubrikan sebelum leburan dimasukkan ke dalamnya, supaya memudahkan terlepasnya<br />
suppo dari cetakan. Bahan-bahan yang mungkin menimbulkan iritasi terhadap membran mukosa<br />
seharusnya tidak digunakan sebagai lubrikan (Sylvia Nurendah, skripsi)<br />
Metode yang sering digunakan pada pembuatan suppositoria baik skala kecil maupun skala industri<br />
adalah pencetakan dengan penuangan (Ansel, 378)<br />
B. PENDEKATAN FORMULASI<br />
1. Apakah untuk tujuan sistemik atau lokal?<br />
2. Di mana lokasi pemberian suppositoria? Rektal, vaginal, atau uretral?<br />
3. Bagaimana efek yang diinginkan? Cepat atau lambat?<br />
1. Suppositoria untuk tujuan sistemik<br />
• Basis yang digunakan tersedia dan ekonomis.<br />
• Zat aktif harus terdispersi baik dalam basis dan dapat lepas dengan baik (pada kecepatan yang<br />
diinginkan) dalam cairan tubuh di sekitar suppositoria.<br />
• Jika zat aktif larut air, gunakan basis lemak dengan kadar air rendah.
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
• Jika zat aktif larut lemak, gunakan basis larut air. Dapat ditambahkan surfaktan untuk<br />
mempertinggi kelarutannya.<br />
• Untuk meningkatkan homogenitas zat aktif dalam basis sebaiknya digunakan pelarut yang<br />
melarutkan zat aktif atau zat aktif dihaluskan sebelum dicampur dengan basis yang meleleh.<br />
• Zat aktif yang larut sedikit dalam air atau pelarut lain yang tercampur dalam basis, dilarutkan<br />
dulu sebelum dicampur dengan basis.<br />
• Zat aktif yang langsung dapat dicampur dengan basis, terlebih dahulu digerus halus sehingga<br />
100 % dapat melewati ayakan 100 mesh.<br />
2. Suppositoria untuk efek lokal<br />
• Untuk hemoroid, anestetika lokal dan antiseptik (tidak untuk diabsorbsi).<br />
• Basis tidak diabsorpsi, melebur dan melepaskan obat secara perlahan-lahan.<br />
• Basis harus dapat melepas sejumlah obat yang memadai dalam 1/2 jam, dan meleleh<br />
seluruhnya dengan melepas semua obat antara 4-6 jam agar terjadi efek lokal dalam kisaran<br />
waktu tersebut.<br />
• Pilih basis untuk efek lokal<br />
• Obat harus didistribusikan secara homogen dalam basis suppositoria.<br />
(Lachman, “Theory and Practice of Industrial Pharmacy” 3rd ed, 582-583)<br />
C. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM FORMULASI<br />
1. Pemilihan Obat / Zat Aktif<br />
Suatu zat aktif dapat dberikan dalam bentuk suppositoria jika:<br />
a. Dapat diabsorpsi dengan cukup melalui mukosa rektal untuk mencapai kadar terapeutik dalam<br />
darah (absorpsi dapat ditingkatkan dengan bahan pembantu).<br />
b. Absorpsi zat aktif melalui rute oral buruk atau menyebabkan iritasi mukosa saluran<br />
pencernaan, atau zat aktif berupa antibiotik yang dapat mengganggu keseimbangan flora<br />
normal usus.<br />
c. Zat aktif berupa polipeptida kecil yang dapat mengalami proses enzimatis pada saluran<br />
pencernaan bagian atas (sehingga tidak berguna jika diberikan melalui rute oral).<br />
d. Zat aktif tidak tahan terhadap pH saluran pencernaan bagian atas.<br />
e. Zat aktif digunakan untuk terapi lokal gangguan di rektum atau vagina.<br />
Sifat dari zat aktif yang mempengaruhi pengembangan produk suppositoria:<br />
a. Sifat fisik<br />
• Zat aktif dapat berupa cairan, pasta atau solida.<br />
• Penurunan ukuran partikel dapat meningkatkan bioavailabilitas obat (melalui peningkatan<br />
luas permukaan) dan meningkatkan kinetika disolusi pada ampula rektal.<br />
• Penurunan ukuran partikel dapat menyebabkan pengentalan campuran zat aktif/eksipien,<br />
yang menyebabkan aliran menjadi jelek saat pengisian suppositoria ke cetakan, dan juga<br />
memperlambat resorpsi zat aktif.<br />
• Adanya zat aktif berupa kristal kasar (baik karena kondisi zat aktif saat ditambahkan ke<br />
dalam basis atau karena pembentukan kristal) dapat menyebabkan iritasi permukaan<br />
mukosa rektal yang sensitif.<br />
b. Densitas bulk<br />
Jika terdapat perbedaan yang signifikan antara densitas zat aktif dengan eksipien,diperlukan<br />
perlakuan khusus untuk mencapai homogenitas produk. Usaha yang dapat dilakukan untuk<br />
mengatasi hal ini yaitu dengan menurunkan ukuran partikel atau meningkatkan viskositas<br />
produk. Peningkatan viskositas produk dapat dicapai dengan penambahan bahan pengental,<br />
atau dengan menurunkan suhu campuran agar mendekati titik solidifikasi sehingga<br />
fluiditasnya turun.<br />
c. Kelarutan (solubilitas)<br />
• Peningkatan kelarutan zat aktif dalam basis meningkatkan homogenitas produk, tetapi<br />
menyulitkan/mengurangi pelepasan zat aktif jika terjadi kecenderungan yang besar dari<br />
zat aktif untuk tetap berada dalam basis.<br />
• Afinitas zat aktif terhadap basis/eksipien dapat diatur dengan derajat misibilitas dari kedua
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
komponen suppositoria.<br />
3. Pemilihan Basis<br />
Basis suppositoria mempunyai peranan penting dalam pelepasan obat yang dikandungnya. Salah<br />
satu syarat utama basis suppositoria adalah selalu padat dalam suhu ruangan tetapi segera<br />
melunak, melebur atau melarut pada suhu tubuh sehingga obat yang dikandungnya dapat tersedia<br />
sepenuhnya, segera setelah pemakaian (H.C. Ansel, 1990, hal 375).<br />
Peran utama basis suppositoria:<br />
a. Menjadikan zat aktif tertentu dapat dibuat dalam bentuk suppositoria yang tepat dengan<br />
karakteristik fisikokimia zat aktif dan keinginan formulator<br />
b. Basis digunakan untuk mengatur penghantaran pengobatan pada tempat absorpsinya.<br />
Karakteristik basis yang menentukan selama produksi:<br />
a. Kontraksi<br />
Sedikit kontraksi pada saat pendinginan volume suppositoria diinginkan untuk memudahkan<br />
pengeluaran dari cetakan.<br />
b. Ke-inert-an (inertness)<br />
Tidak boleh ada interaksi kimia antara basis dengan bahan aktif.<br />
c. Pemadatan<br />
Interval antara titik leleh dengan titik solidifikasi harus optimal: jika terlalu pendek maka<br />
penuangan lelehan ke dalam cetakan akan sulit; jika terlalu panjang, waktu pemadatan menjadi<br />
lama sehingga laju produksi suppositoria menurun.<br />
d. Viskositas<br />
Jika viskositas tidak cukup, komponen terdispersi dari campuran akan membentuk sedimen,<br />
mengganggu integritas dari produk akhir.<br />
Karakteristik basis yang menentukan selama penyimpanan:<br />
a. Ketidakmurnian (Impurity)<br />
Kontaminasi bakteri / fungi harus diminimalisir dengan basis yang non-nutritif dengan<br />
kandungan air minimal.<br />
b. Pelunakan (softening)<br />
Suppositoria harus diformulasi agar tidak melunak atau meleleh selama transportasi atau<br />
penyimpanan.<br />
c. Stabilitas<br />
Bahan yang dipilih tidak teroksidasi saat terpapar udara, kelembapan atau cahaya.<br />
Karakteristik basis yang menentukan selama penggunaan:<br />
a. Pelepasan<br />
Pemilihan basis yang tepat memberikan penghantaran bahan aktif yang optimal ke tempat<br />
target.<br />
b. Toleransi<br />
Suppositoria akhir toksisitasnya harus minimal, dan tidak menyebabkan iritasi jaringan mukosa<br />
rektal yang sensitif.<br />
Kriteria pemilihan basis berdasarkan karakteristik fisikokimianya:<br />
a. Jarak lebur<br />
Spesifikasi suhu lebur basis suppositoria (terutama basis lemak) dinyatakan dalam jarak lebur<br />
daripada suatu titik lebur. Hal ini karena terdapat suatu rentang suhu antara bentuk stabil dan<br />
tidak stabil, suatu hasil dari polimorfisme bahan tersebut. Penambahan cairan ke dalam basis<br />
umumnya cenderung menurunkan suhu leleh suppositoria, sehingga disarankan penggunaan<br />
basis dengan suhu leleh lebih tinggi. Sedangkan, penambahan sejumlah besar serbuk fine akan<br />
meningkatkan viskositas produk, sehingga diperlukan basis dengan suhu leleh yang lebih<br />
rendah.<br />
b. Bilangan iodin<br />
Rancidifikasi (oksidasi) basis suppositoria dapat menjadi massalah. Karena sensitivitas dari<br />
jaringan mukosa rektal, dan potensinya terpapar lelehan basis suppositoria, maka antioksidan<br />
berpotensi mengiritasi tidak dianjurkan digunakan dalam suppositoria. Untuk mencegah<br />
penggunaan antioksidan, sebaiknya digunakan basis dengan bilangan iodin < 3 (dan lebih
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
diutamakan < 1).<br />
c. Indeks hidroksil<br />
Bahan yang memiliki indeks hidroksil rendah juga memberikan stabilitas yang lebih baik<br />
dalam kasus dimana zat aktif sensitif terhadap adanya radikal hidroksil.<br />
Menurut Farmakope Indonesia IV, basis suppositoria yang umum digunakan adalah lemak coklat,<br />
gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran polietilenglikol (PEG) dengan<br />
berbagai bobot molekul dan ester asam lemak polietilen glikol. Basis suppositoria yang<br />
digunakan sangat berpengaruh pada pelepasan zat terapeutik (FI IV,hlm.16).<br />
Yang perlu diperhatikan untuk basis suppositoria adalah :<br />
a. Asal dan komposisi kimia<br />
b. Jarak lebur/leleh<br />
c. Solid-Fat Index (SFI)<br />
d. Bilangan hidroksil<br />
e. Titik pemadatan<br />
f. Bilangan penyabunan (saponifikasi)<br />
g. Bilangan iodida<br />
h. Bilangan air (jumlah air yang dapat diserap dalam 100 g lemak)<br />
i. Bilangan asam<br />
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 568-569)<br />
Syarat basis yang ideal antara lain :<br />
a. melebur pada temperatur rektal<br />
b. tidak toksik, tidak menimbulkan iritasi dan sensitisasi<br />
c. dapat bercampur (kompatibel) dengan berbagai obat<br />
d. tidak berbentuk metastabil<br />
e. mudah dilepas dari cetakan<br />
f. memiliki sifat pembasahan dan emulsifikasi<br />
g. bilangan airnya tinggi<br />
h. stabil secara fisika dan kimia selama penyimpanan<br />
i. dapat dibentuk dengan tangan, mesin, kompresi atau ekstrusi<br />
Jika basis adalah lemak, ada persyaratan tambahan sebagai berikut :<br />
Bilangan asam < 0,2<br />
Bilangan penyabunan 200 - 245<br />
Bilangan iodine < 7<br />
Interval antara titik lebur dan titik pemadatan kecil (kurva SFI tajam)<br />
(Lachman, teory and Practice of Industrial Pharmacy, 575)<br />
Tipe basis suppositoria berdasarkan karakteristik fisik yaitu (H. C. Ansel, 1990 hal 376) :<br />
a. Basis suppositoria yang meleleh (Basis berlemak)<br />
Basis berlemak merupakan basis yang paling banyak dipakai, terdiri dari oleum cacao, dan<br />
macam-macam asam lemak yang dihidrogenasi dari minyak nabati seperti minyak palem dan<br />
minyak biji kapas.<br />
Menurut USP, oleum cacao merupakan :<br />
• Lemak yang diperoleh dari biji Theobroma cacao yang dipanggang.<br />
• Secara kimia adalah trigliserida yang terdiri dari oleapalmitostearin dan oleo distearin<br />
• Pada suhu kamar, berwarna kekuning-kuningan sampai putih padat sedikit redup, beraroma<br />
coklat<br />
• Melebur pada 30-36 o C<br />
(H. C. Ansel, 1990 hal 376)<br />
• Titik leleh :31-34 o C<br />
• Kelarutan : mudah larut dalam kloroform, eter, petroleum spirit, larut dalam etanol panas,<br />
sedikit larut dalam etanol 95%<br />
• Stabilitas dan penyimpanan : pemanasan diatas 36 o C menyebabkan pembentukan kristal
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
metastabil. Oleum cacao disimpan di suhu < 25 o C<br />
(HOPE , ed. IV hal. 639)<br />
• Bilangan iod 34 - 38<br />
• Bilangan asam 4<br />
• Mudah tengik dan meleleh harus disimpan di tempat sejuk dan kering terhindar dari cahaya.<br />
(Lachman,575)<br />
• Bentuk polimorfisa<br />
1. Bentuk α melebur pada 24 ° C diperoleh dengan pendinginan secara tiba-tiba sampai<br />
0 o C.<br />
2. Bentuk β diperoleh dari cairan oleum cacao yang diaduk pada suhu 18-23 0 C titik<br />
leburnya 28-31 o C<br />
3. Bentuk stabil β diperoleh dari bentuk β’, melebur pada 34-35 0 C diikuti dengan<br />
kontraksi volume<br />
4. Bentuk γ melebur pada suhu 18 o C, diperoleh dengan menuangkan oleum cacao suhu<br />
20 o C sebelum dipadatkan ke dalam wadah yang didinginkan pada suhu yang sangat<br />
dingin. Pembentukan polimorfisa ini tergantung dari derajat pemanasan, proses<br />
pendinginan dan keadaan selama proses. Pembentukan kristal non stabil dapat<br />
dihindari dengan cara :<br />
o Jika massa tidak melebur sempurna, sisa-sisa krsital mencegah pembentukan<br />
krsital non stabil.<br />
o Sejumlah kristal stabil ditambahkan ke dalam leburan untuk mempercepat<br />
perubahan dari bentuk non stabil ke bentuk stabil. (istilahnya “seeding”).<br />
o Leburan dijaga pada temperatur 28-32 0 C selama 1 jam atau 1 hari.<br />
• Hal-hal yang harus diperhatikan :<br />
o Gunakan panas minimal pada proses peleburan, < 40 o C<br />
o Jangan memperlama proses pemanasan<br />
o Jika melekat pada cetakan gunakan lubrikan<br />
o Titik pemadatan oleum cacao terletak 12-13 o C dibawah titik leburnya sehingga dapat<br />
dimanfaatkan dalam pembuatan suppo (menjaga suppo tetap cair tanpa berubah menjadi<br />
bentuk tidak stabil)<br />
o Penambahan emulgator seperti tween 61 sebanyak 5-10 % akan meningkatkan absorpsi<br />
air sehingga menjaga zat-zat yang tidak larut tetap terdispersi/tersuspensi dalam oleum<br />
cacao<br />
o Kestabilan suspensi dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan-bahan seperti Almonostearat<br />
atau silika yang memberikan leburan oleum cacao bersifat tiksotropik.<br />
o Untuk obat-obat yang dapat menurunkan titik lebur oleum cacao seperti minyak atsiri,<br />
creosote, fenol,. Kloralhidrat, digunakan campuran malam atau spermaceti (lemak ikan<br />
paus).(Lachman,576)<br />
b. Basis suppositoria larut air dan basis yang bercampur dengan air<br />
Basis yang penting dari kelompok ini adalah basis gelatin tergliserinasi dan basis polietilen glikol.<br />
Basis gelatin tergliserinasi terlalu lunak untuk dimasukkan dalam rektal sehingga hanya digunakan<br />
melalui vagina (umum) dan uretra. Basis ini melarut dan bercampur dengan cairan tubuh lebih<br />
lambat dibandingkan dengan oleum cacao sehingga cocok untuk <strong>sediaan</strong> lepas lambat. Basis ini<br />
menyerap air karena gliserin yang higroskopis. Oleh karena itu, saat akan dipakai, suppo harus<br />
dibasahi terlebih dahulu dengan air.<br />
Polietilen glikol (PEG) merupakan polimer dari etilen oksida dan air, dibuat menjadi bermacammacam<br />
panjang rantai, berat molekul dan sifat fisik. Polietilen glikol tersedia dalam berbagai<br />
macam berat molekul mulai dari 200 sampai 8000. PEG yang umum digunakan adalah PEG 200,<br />
400, 600, 1000, 1500, 1540, 3350, 4000, 6000 dan 8000. Pemberian nomor menunjukkan berat<br />
molekul rata-rata dari masing-masing polimernya. Polietilen glikol yang memiliki berat molekul<br />
rata-rata 200, 400, 600 berupa cairan bening tidak berwarna dan yang mempunyai berat molekul<br />
rata-rata lebih dari 1000 berupa lilin putih, padat dan kekerasannya bertambah dengan
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
bertambahnya berat molekul. Basis polietilen glikol dapat dicampur dalam berbagai perbandingan<br />
dengan cara melebur, dengan memakai dua jenis PEG atau lebih untuk memperoleh basis suppo<br />
dengan konsistensi dan karakteristik yang diinginkan. PEG menyebabkan pelepasan lebih lambat<br />
dan memiliki titik leleh lebih tinggi daripada suhu tubuh. Penyimpanan PEG tidak perlu di kulkas<br />
dan dapat dalam penggunaan dapat dimasukkan secara perlahan tanpa kuatir suppo akan meleleh di<br />
tangan (hal yang umum terjadi pada basis lemak). (Ansel, hal 377)<br />
Contoh formula basis (Lachman, 578)<br />
a. PEG 1000 96%, PEG 4000 4%<br />
b. PEG 1000 75%, PEG 4000 25%<br />
Basis a) memiliki titik leleh rendah, sehingga membutuhkan tempat dingin untuk<br />
penyimpanan, terutama pada musim panas. Basis ini berguna jika kita ingin disintegrasi yang<br />
cepat. Sedangkan basis b) lebih tahan panas daripada basis a) sehingga dapat disimpan pada<br />
suhu yang lebih tinggi. Basis ini berguna jika kita ingin pelepasan zat yang lambat. (Lachman,<br />
578)<br />
Suppositoria dengan polietilen glikol tidak melebur ketika terkena suhu tubuh, tetapi perlahanlahan<br />
melarut dalam cairan tubuh. Oleh karena itu basis ini tidak perlu diformulasi supaya melebur<br />
pada suhu tubuh. Jadi boleh saja dalam pengerjaannya, menyiapkan suppositoria dengan campuran<br />
PEG yang mempunyai titik lebur lebih tinggi daripada suhu tubuh.<br />
Keuntungannya, bahan ini bukan saja tidak memungkinkan perlambatan pelepasan obat dari basis<br />
begitu suppo dimasukkan, tetapi juga menyebabkan penyimpanan dapat dilakukan di luar lemari es<br />
dan tidak rusak bila terkena udara panas. Suppo dengan basis PEG harus dicelupkan ke dalam air<br />
untuk mencegah rangsangan pada membran mukosa dan rasa “menyengat”, terutama pada kadar air<br />
dalam basis yang kurang dari 20%. (Ansel hal 377)<br />
PEG Titik Leleh (°C)<br />
1000 37 – 40<br />
1500 44 – 48<br />
1540 40 – 48<br />
4000 50 – 58<br />
6000 55 – 63<br />
(HOPE, ed.IV p. 455)<br />
Keuntungan basis PEG :<br />
a. stabil dan inert<br />
b. polimer PEG tidak mudah terurai.<br />
c. Mempunyai rentang titik leleh dan kelarutan yang luas shg memungkinkan formula supo<br />
dgn berbagai derajat kestabilan panas dan laju disolusi yg berbeda<br />
d. Tidak mendukung pertumbuhan jamur<br />
(Teori dan Praktek Industri Farmasi, hal 1174)<br />
Kerugian basis PEG:<br />
1. secara kimia lebih reaktif daripada basis lemak.<br />
2. dibutuhkan perhatian lebih untuk mencegah kontraksi volume yang membuat bentuk<br />
suppo rusak<br />
3. kecepatan pelepasan obat larut air menurun dengan meningkatnya jumlah PEG dgn BM<br />
tinggi.<br />
4. cenderung lebih mengiritasi mukosa drpd basis lemak.<br />
(HOPE, hal 455)<br />
Kombinasi jenis PEG dapat digunakan sbg basis supo dan memberikan keuntungan sbb.:<br />
1. titik lebur supo dapat meningkat shg lebih tahan thd suhu ruangan yg hangat.<br />
2. pelepasan obat tdk tergantung dari titik lelehnya.<br />
3. stabilitas fisik dalam penyimpanan lebih baik.<br />
4. <strong>sediaan</strong> supo akan segera bercampur dengan cairan rektal.<br />
(HOPE, hal 455)
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
c. Basis surfaktan<br />
Surfaktan tertentu disarankan sebagai basis hidrofilik sehingga dapat digunakan tanpa<br />
penambahan zat tambahan lain. Surfaktan juga dapat dikombinasikan dengan basis lain. Basis ini<br />
dapat digunakan untuk memformulasi obat yang larut air dan larut lemak.<br />
Keuntungan :<br />
− Dapat disimpan pada suhu tinggi<br />
− Mudah penanganannya<br />
− Dapat bercampur dengan obat<br />
− Tidak mendukung pertumbuhan mikroba<br />
− Nontoksik dan tidak mensensitisasi<br />
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 575, 578)<br />
3. Pemilihan bahan pembantu yang dapat meningkatkan homogenitas produk, kelarutan, dll<br />
Bahan pembantu digunakan untuk:<br />
a. Meningkatkan penggabungan (inkorporasi) dari serbuk zat aktif<br />
Peningkatan jumlah serbuk zat aktif dapat mengganggu integritas suppositoria dengan<br />
menyebabkan peningkatan viskositas lelehan, sehingga menghambat alirannya ke dalam<br />
cetakan. Ajuvan yang digunakan untuk mengatasi hal ini yaitu: Mg karbonat, minyak netral<br />
(gliserida asam lemak jenuh C-8 hingga C-12 dengan viskositas rendah) 10 % dari bobot<br />
suppositoria, dan air (1 – 2 %).<br />
b. Meningkatkan hidrofilisitas<br />
Penambahan bahan peningkat hidrofilisitas digunakan untuk mempercepat disolusi suppositoria<br />
di rektum, sehingga meningkatkan absorpsi, jika digunakan dengan konsentrasi rendah. Tetapi,<br />
jika digunakan dalam konsentrasi besar, bahan ini malah menurunkan absorpsi. Bahan peningkat<br />
hidrofilisitas juga dapat menyebabkan iritasi lokal.<br />
Contoh bahan ini yaitu:<br />
1. surfaktan anionik, misalnya: garam empedu, Ca oleat, setil stearil alkohol plus 10 % Na<br />
alkil sulfat, Na dioktilsulfosuksinat, Na lauril sulfat (1 %), Na stearat (1 %), dan trietanol<br />
amin stearat (3 – 5 %);<br />
2. surfaktan nonionik dan amfoterik, misalnya: ester asam lemak dari sorbitan (Span &<br />
Arlacel), ester asam lemak dari sorbitan teretoksilasi (Tween), ester dan eter teretoksilasi<br />
(polietilenglikol 400 miristat, Myrj, eter polietilenglikol dari alkohol lemak), minyak<br />
natural termodifikasi (Labrafil M2273, Cremophor EL, lesitin, kolesterol);<br />
3. gliserida parsial, misalnya: mono- dan digliserida mengandung asam lemak tergliserolisasi<br />
(Atmul 84), mono- dan digliserida (gliserin monostearat dan gliserin monooleat),<br />
monogliserida asam stearat dan palmitat, mono- dan digliserida dari asam palmitat dan<br />
stearat.<br />
c. Meningkatkan viskositas<br />
Pengaturan viskositas dari lelehan suppositoria selama pendinginan merupakan titik kritis<br />
untuk mencegah sedimentasi. Bahan yang digunakan yaitu: asam lemak dan derivatnya (Al<br />
monostearat, gliseril monostearat, & asam stearat), alkohol lemak (setil, miristat dan stearil<br />
alkohol), serbuk inert (bentonit & silika koloidal).<br />
d. Mengubah suhu leleh<br />
Contoh bahan yang digunakan: asam lemak dan derivatnya (gliserol stearat dan asam stearat),<br />
alkohol lemak (setil alkohol dan setil stearat alkohol), hidrokarbon (parafin), dan malam<br />
(malam lebah, setil alkohol, dan malam carnauba).<br />
e. Meningkatkan kekuatan mekanis<br />
Pecahnya suppositoria merupakan masalah yang ditemui saat digunakan basis sintetik. Untuk<br />
mengatasinya dapat ditambahkan ajuvan seperti: polisorbat, minyak jarak (castor oil),<br />
monogliserida asam lemak, gliserin, dan propilenglikol.<br />
f. Mengubah penampilan
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
Pewarna dapat digunakan untuk berbagai alasan seperti psikologis, menjamin keseragaman<br />
(uniformitas) warna produk dari lot ke lot, untuk membedakan produk, dan menyembunyikan<br />
kerusakan saat pembuatan seperti eksudasi atau kristalisasi permukaan. Bahan hidrosolubel,<br />
liposolubel dan insolubel serat tidak bersifat mengiritasi mukosa dapat digunakan untuk<br />
mewarnai suppositoria.<br />
g. Melindungi dari degradasi<br />
Agen antifungi dan antimikroba digunakan jka suppositoria mengandung bahan asal tanaman<br />
atau air. Digunakan asam sorbat atau garamnya jika pH larutan zat aktif kurang dari 6.<br />
p-hidroksibenzoat atau garam natriumnya juga dapat digunakan. Tetapi, potensi bahan-bahan<br />
ini menyebabkan iritasi rektal perlu dipertimbangkan.<br />
Antioksidan seperti BHT, BHA, tokoferol dan asam askorbat digunakan untuk mencegah<br />
ketengikan (rancidity) pada formulasi suppositoria yang menggunakan lemak coklat (cocoa<br />
butter).<br />
Sequestering agents seperti asam sitrat dan kombinasi antioksidan digunakan untuk<br />
mengkompleks logam yang mengkatalisis reaksi redoks. Contohnya: campuran tiga bagian<br />
BHT, BHA, dan propilgalat dengan satu bagian asam sitrat memberikan hasil memuaskan pada<br />
penggunaan 0,01 %.<br />
h. Mengubah absorpsi<br />
Pada kasus di mana absorpsi obat di rektal amat terbatas, perlu ditambahkan bahan untuk<br />
meningkatkan uptake obat tersebut. Sejumlah bahan telah digunakan untuk meningkatkan<br />
bioavailabilitas dari zat aktif dalam suppositoria. Sebagai contoh, penambahan enzim<br />
depolimerisasi (mukopolisakarase) telah dipelajari untuk meningkatkan penetrasi beberapa zat<br />
aktif.<br />
(Lieberman, “Disperse System”, thn 1989, vol 2, 537-<br />
54)<br />
IV.PERHITUNGAN SUPPOSITORIA<br />
Dosis Replacement<br />
Jika dosis zat aktif yang digunakan < 100 mg (untuk bobot supo 2 g), maka volume yang ditempati<br />
oleh serbuk tidak berubah secara bermakna sehingga tidak perlu dipertimbangkan.<br />
Jika bobot supo yang akan dibuat < 2 g maka volume serbuk harus diperhitungkan.<br />
Faktor kerapatan (densitas) dari basis dan serbuk harus diketahui.(Slide kuliah bu Heni)<br />
Berikut adalah cara perhitungan jumlah basis yang dapat digunakan oleh sejumlah bahan obat ataupun<br />
bahan pembantu :<br />
1. Density Factor (Dispensing of Medication, 9th, Robert E. King, hal. 96)<br />
Merupakan jumlah gram zat aktif yang setara dengan 1 g basis.<br />
Contoh :<br />
a. Akan dibuat 12 buah suppo yang mengandung aspirin @ 300 mg dan dibuat dalam cetakan<br />
suppo 2 g dengan basis oleum cacao<br />
Maka perhitungan basis oleum cacao yang dibutuhkan untuk suppo tersebut sbb:<br />
− Aspirin yang dibutuhkan (dibuat dengan ditambah 1 buah suppo untuk<br />
cadangan) = 13 x 0,3 g = 3,9 g<br />
− Faktor densitas untuk aspirin<br />
= 1,1 → 3,9 / 1,1 = 3,55 → 3,9 g aspirin setara dengan 3,55 g oleum cacao.<br />
− Oleum cacao <strong>teori</strong>tis yang dibutuhkan untuk membuat suppo (basis saja tanpa<br />
ZA) = 13 x 2 g = 26 g<br />
− Oleum cacao sebenarnya yang dibutuhkan untuk membuat suppo<br />
= 26 g – 3,55 g = 22,45 g<br />
b. R/ Aminofilin 10 % Density factor aminofilin 1,1
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
Fenobarbital 1 % Density factor fenobarbital 0,81<br />
mf Suppositoria no VI @ 2 g<br />
Jawab :<br />
Jika diminta membuat 6 buah Suppositoria maka umumnya dibuat berlebih, misalnya 8 buah.<br />
Langkah pengerjaan :<br />
1. Buat dan timbang 8 Suppositoria yang terbuat dari oleum cacao saja, misal diperoleh bobot total 8<br />
Suppositoria adalah 16, 8 g. Maka bobot rata-rata 1 Suppositoria adalah 16,8 / 8 = 2,1<br />
2. Zat aktif ditimbang :<br />
Aminofilin : 10% x 8 x 2,1 g = 1,68<br />
g<br />
Fenobarbital : 1% x 8 x 2,1 g = 0,168 g<br />
3. Dihitung kesetaraan zat aktif dengan oleum cacao :<br />
− Aminofilin menggantikan : 1,68 / 1,1 = 1,53 g oleum cacao<br />
− Fenobarbital menggantikan : 1,68 / 0,81 = 0,14 g oleum cacao<br />
4. Jumlah total oleum cacao yang ditimbang : 16,8 g – (1,53+0,14) = 15,13 g<br />
5. Buat 8 Suppositoria yang terdiri dari oleum cacao dan bahan obat kemudian lakukan evaluasi<br />
terhadapnya dan serahkan 6 Suppositoria yang baik.<br />
2. Replacement Factor (Lachman,585) / Nilai Tukar (IMO, hal 161)<br />
Replacement factor [faktor penggantian dosis (f)] adalah jumlah basis yang dapat digantikan oleh<br />
bahan obat. Nilai tukar dimaksudkan untuk mengetahui berat lemak (oleum cacao) yang<br />
mempunyai besar volume yang sama dengan 1 gram bahan aktif obat.<br />
Jika f = 0,81 berarti bahwa 0,81 g basis dapat digantikan oleh 1 g bahan obat. f dapat diturunkan<br />
dari persamaan berikut :<br />
( E - G )<br />
f = 100 x ------------ + 1<br />
( G x X )<br />
E : Berat Suppositoria yang hanya terdiri dari basis<br />
G : Berat Suppositoria dengan zat aktif x<br />
% X : % bahan obat<br />
G.X : Jumlah bahan obat dalam Suppositoria<br />
Contoh :<br />
Supositoria mengandung 100 mg fenobarbital, menggunakan oleum cacao sebagai basis.<br />
Bobot supo mengandung 100% ol.cacao = 2 g<br />
Berapa bobot supo yang mengandung 100 mg fenobarbital ?<br />
Jawab :<br />
Karena mengandung 100 mg fenobarbital dalam sekitar 2 g, maka % fenobarbital dalam <strong>sediaan</strong><br />
supo adalah (100 / 2000) mg x 100% = 5%<br />
Bilangan pengganti fenobarbital, f = 0,81<br />
( E - G )<br />
f = 100 x ------------ + 1<br />
( G x X )<br />
( 2 - G )<br />
0,81 = 100 x ------------ + 1<br />
( G x 5)<br />
-0,19 = 200 – 100G<br />
5G<br />
-0,19 = 40 – 20G → G = 2,0095 g<br />
Jadi bobot supo dengan 100 mg fenobarbital = 2,0095 g<br />
Dalam perhitungan apabila diketahui maka f dapat langsung dikalikan dengan jumlah bahan obat.
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
Obat-obat yang umum dibuat dalam <strong>sediaan</strong> Suppositoria, bila dibandingkan dengan oleum cacao<br />
yang memiliki f = 1, memiliki faktor pengganti seperti dalam tabel berikut ini :<br />
Bahan aktif<br />
Faktor pengganti<br />
Asam borat 0,67<br />
Fenobarbital 0,81<br />
Hg protein ringan 0,61<br />
Balsam Peru 0,83<br />
Bismuth subgallat 0,37<br />
Bismuth subnitrat 0,33<br />
Camphora 1,49<br />
Malam putih atau malam kuning 1,0<br />
Spermaseti 1,0<br />
Kloral hidrat 0,67<br />
Kinin hidroklorida 0,83<br />
Serbuk daun digitalis 0,61<br />
Ichthammol 0,91<br />
Minyak jarak 1,0<br />
Fenol 0,9<br />
Prokain hidroklorida 0,8<br />
Resorsin 0,71<br />
Salol 0,71<br />
Sulfanilamida 0,6<br />
Sulfatiazol 0,62<br />
Teofilin Na asetat 0,6<br />
Zink oksida 0,15 - 0,25<br />
(Lachman,585)<br />
Untuk bahan aktif larutan nilai tukarnya adalah 1. (IMO, hal 164)<br />
3. Displacement Value<br />
Adalah jumlah zat aktif yang dapat menggantikan oleum cacao.<br />
Contoh perhitungan :<br />
− Buat dan timbang 6 Suppo oleum cacao tanpa bahan obat, misalnya diperoleh bobot 6,0g.<br />
− Buat Suppositoria dengan 40 % zat aktif diperoleh bobot 8,8 g<br />
Jumlah Oleum Cacao : 60% x 8,8 = 5,28<br />
Jumlah Zat Aktif : 40% x 8,8 = 3,52<br />
Jadi jumlah oleum cacao yang dapat digantikan oleh 3,52 g zat aktif adalah :<br />
(6,0-5,28) g = 0,72 g<br />
3,52<br />
Displacement value zat aktif adalah : ------- = 4,89 = 5 (dibulatkan)<br />
0,72<br />
5 g Zat aktif dapat menggantikan 1 g oleum cacao<br />
Data kesetaraan zat aktif dengan basis tidak diketahui<br />
R/ Vioform 250 mg<br />
mf Suppositoria no VI @ 2 g<br />
Langkah pengerjaan :<br />
1. Buat dan timbang 8 Suppositoria yang terbuat dari oleum cacao saja, misal diperoleh<br />
bobot total adalah 16 g, berarti bobot rata-rata satu Suppositoria adalah 2 g.<br />
2. Kemudian dibuat Suppositoria orientasi dengan 250 mg Vioform dan oleum cacao 1500<br />
mg. Kedua bahan tersebut dicampurkan dan dituangkan ke dalam cetakan (lubang cetakan<br />
98
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
seharusnya belum terisi penuh), sisa volume diisi dengan lelehan oleum cacao lainnya<br />
sampai meluap. Suppositoria yang dihasilkan ditimbang, misal diperoleh bobot 2,2 g.<br />
Maka jumlah oleum cacao adalah : 2,2 - 0,25 g = 1,95 g<br />
Jadi jumlah oleum cacao yang dapat digantikan oleh 250 mg Vioform adalah (2,0 -<br />
1,95)g= 0,05 g<br />
3. Jumlah vioform yang ditimbang adalah : 0,25 g x 8 = 1,5 g<br />
Jumlah oleum cacao yang ditimbang : (2 – 0,05) g x 8 = 16,4 g<br />
4. Campurkan kedua bahan tadi dan tuang ke dalam 8 lubang cetakan. Lakukan evaluasi<br />
terhadapnya dan serahkan Suppositoria yang baik.<br />
4. Metoda Paddock (Penetapan Bilangan Pengganti)<br />
Bilangan pengganti adalah bilangan yang menyatakan jumlah basis yang digantikan oleh zat<br />
aktif, dikarenakan perbedaan BJ antara zat aktif dan basis.<br />
Misal, akan dibuat suppo dengan 10% zat aktif, cara penetapan bilangan pengganti :<br />
a Suppo basis :<br />
− buat basis suppo dan tuang dalam cetakan<br />
− biarkan suppo basis di suhu kamar sampai memadat sempurna<br />
− sempurnakan pemadatan pada suhu dingin (4 o C) selama 30 menit<br />
− keluarkan suppo basis dari cetakan dan tibang, misalnya didapat 2 gram<br />
b Suppo dengan 10% zat aktif :<br />
− buat lelehan basis suppo (90%)<br />
− timbang 10% zat aktif dan masukkan ke dalam lelehan basis suppo yang sudah turun<br />
suhunya sampai nilai tertentu bergantung stabilitas zat aktif<br />
− aduk sampai zat aktif terdispersi rata dalam basis<br />
− tuang ke dalam campuran dan biarkan memadat seperti pada prosedur a.<br />
− keluarkan suppo dan timbang, misalnya didapat 2,2 gram<br />
c Perhitungan :<br />
− bobot suppo 100% basis = 2 g<br />
− bobot suppo 10% zat aktif = 2,2 g<br />
Jadi bobot zat aktif dalam suppo = 0,1 x 2,2 = 0,22 g<br />
bobot basis dalam suppo 10% zat aktif = 2,2 – 0,22 = 1,98 g<br />
Bobot basis yang digantikan oleh 0,22 g zat aktif = 2 – 1,98 = 0,02 g basis<br />
Bobot basis yang digantikan oleh 1 g zat aktif = 0,02 / 0,22 = 0,09 g basis<br />
Jadi bilangan pengganti zat aktif = 0,09<br />
V. PEMBUATAN<br />
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan Suppositoria, sbb:<br />
1. Penyiapan cetakan<br />
• Cetakan dikalibrasi, caranya : Siapkan cetakan supo dengan kondisi kering dan bersih.<br />
Buat lelehan basis supo 6-12 supo. Tuang lelehan, dinginkan dan rapikan. Keluarkan supo<br />
dari cetakan dan timbang. Hitung bobot rata-rata supo. Bobot rata-rata ini sebagai nilai<br />
kalibrasi untuk cetakan tertentu.<br />
• Cetakan sebaiknya dilubrikasi. Cetakan yang baru masih memiliki permukaan yang<br />
mengkilat dan dapat melepaskan suppositoria secara cepat, tetapi setelah beberapa kali<br />
pemakaian dapat timbul goresan yang dapat menghambat pelepasan suppositoria dari<br />
cetakan. Penggunaan lubrikan sesedikit mungkin untuk melapisi semua bagian cetakan<br />
tertutup, jika berlebihan dapat menyebabkan deformasi supo, jika kurang dapat<br />
menyebabkan kesulitan pengeluaran supo dari cetakan.<br />
• Lubrikan yang digunakan tidak bercampur (immisibel) dengan basis. Untuk basis larut<br />
air, digunakan minyak mineral (contoh : parafin cair). Untuk basis larut lemak, digunakan<br />
gliserin, air, air-gliserin, atau PEG 400.<br />
• Teknik lain untuk memudahkan pengeluaran suppositoria akhir dari cetakan adalah dengan
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
mendinginkan cetakan sebentar di freezer setelah suppositoria membeku pada suhu<br />
kamar. Kontraksi tambahan dapat melepaskan suppositoria lebih mudah dari permukaan<br />
logam.<br />
2. Pembuatan basis supo<br />
• Pemanasan berlebihan harus dihindari dan basis yang telah dilelehkan dituang ke dalam<br />
cetakan pada suhu sedikit di atas titik pembekuan untuk:<br />
1.mencegah kristalisasi basis yang dapat menyebabkan suppositoria retak.<br />
2.mencegah presipitasi obat yang tidak larut dalam basis ke ujung suppositoria dan<br />
mencegah patahnya suppositoria.<br />
• Suhu pelehan basis oleum cacao 34-35 o C, jika dipanaskan melebihi suhu ini menyebabkan<br />
pembentukan bentuk α (tidak stabil), jika dipanaskan kurang dari suhu ini menyebabkan<br />
ol.cacao sulit ditangani dan lengket di cetakan.<br />
• PEG merupakan basis yang sangat stabil pada suhu tinggi, pelelehan biasanya pada suhu<br />
60 o C.<br />
3. Penyiapan zat aktif<br />
• Zat aktif sebaiknya digerus menjadi ukuran yang homogen, halus, dan dapat menjamin<br />
distribusi yang merata dalam basis.<br />
• Maksimum zat aktif / zat tambahan lain yang boleh dimasukkan ke dalam basis adalah<br />
30%. Lebih dari 30% menyebabkan kerapuhan supo.<br />
4. pencampuran dan penuangan<br />
• Zat aktif dapat langsung dicampurkan ke dalam lelehan basis, atau dibasahkan dulu<br />
sebelum dimasukkan.<br />
• Waktu pencampuran harus diperhatikan sampai diperoleh distribusi zat aktif yang<br />
homogen. Pencampuran yang terlalu lama dapat menyebabkan penguraian zat aktif atau<br />
basis.<br />
• Campuran dalam lelehan kemudian dituang pada suhu kamar sampai cetakan terpenuhi<br />
sempurna agar tidak terjadi lapisan-lapisan dalam supo. Cetakan dingin tidak digunakan<br />
karena menyebabkan fraktur. Hindarkan gelembung udara terjerat dalam lelehan.<br />
5. pendinginan dan penyempurnaan<br />
• Lelehan dibiarkan dalam suhu kamar 15-30 menit diikuti dengan pendinginan tambahan di<br />
lemari es selama 30 menit.<br />
Pembuatan dan penuangan Suppositoria dengan cara leburan :<br />
1. Cetakan supositoria disiapkan, cetakan harus bersih dan kering.<br />
2. Lubrikan dioleskan ke dalam cetakan, kemudian cetakan ditelungkupkan agar tidak terjadi<br />
penumpukan lubrikan dalam cetakan.<br />
3. Lelehkan basis di dalam mangkok porselin berbibir di atas penangas air pada suhu yang sesuai<br />
(suhu serendah mungkin). Untuk basis oleum cacao , pelelehan dilakukan terhadap sebagian<br />
oleum cacao terlebih dahulu. Setelah oleum cacao sedikit melelh, sisa oleum cacao<br />
ditambahkan ke dalam mangkok porselen tersebut secara geometris dengan memperhatikan<br />
konsistensi lelehan.<br />
4. Tambahkan zat aktif secara geometris hingga homogen (untuk basis oleum cacao<br />
pencampuran basis dengan zat aktif sebaiknya dilakukan dengan cepat agar tidak terjadi<br />
pendinginan selama proses pencampuran zat aktif dengan basis)<br />
5. Lelehan kemudian diisikan ke dalam cetakan (suhu cetakan sebaiknya sama dengan lelehan)<br />
dengan bantuan batang pengaduk.<br />
6. Penuangan dilakukan secara kontinu agar supositoria tidak pecah akibat terjadinya lapisanlapisan.
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
7. Penuangan dilakukan secara berlebih pada permukaan cetakan untuk menghindari terjadinya<br />
penurunan volume akibat pemadatan supositoria.<br />
8. Campuran dibiarkan memadat pada suhu kamar, kurang lebih 15 menit.<br />
9. Campuran dimasukkan ke dalam lemari pendingin (suhu 8-10 o C) selama 10 menit, kemudian<br />
dimasukkan ke dalam frezer selama 5 menit.<br />
10. Setelah memadat kelebihan massa dipotong, kemudian supositoria dikeluarkan dari cetakan.<br />
VI. PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN<br />
A. Pengemasan<br />
• Suppositoria gliserin dan gelatin umumnya dikemas dalam wadah gelas ditutup rapat supaya<br />
mencegah perubahan kelembapan suppositoria.<br />
• Suppo yang diolah dengan basis oleum cacao biasanya dibungkus terpisah-pisah atau<br />
dipisahkan satu sama lainnya pada ceah-celah dalam kotak untuk mencegah terjadinya kontak<br />
antar suppo tersebut dan mencegah perekatan.<br />
• Suppo dengan kandungan obat yang peka terhadap cahaya dibungkus satu persatu dalam<br />
bahan tidak tembus cahaya seperti lembaran logam (alufoil). Sebenarnya kebanyakan<br />
suppositoria yang terdapat di pasaran dibungkus dengan alufoil atau bahan plastik satu per<br />
satu. Beberapa di antaranya dikemas dalam strip kontinu berisi suppositoria yang dipisahkan<br />
dengan merobek lubang-lubang yang terdapat di antara suppositoria tersebut. Suppo ini biasa<br />
juga dikemas dalam kotak dorong (slide box) atau dalam kotak plastik. (Howard. C. Ansel,<br />
1990,hal. 385.)<br />
Suppo yang berbasis gliserin dan gelatin tergliserinasi sebaiknya dikemas dalam wadah botol<br />
bermulut lebar dan tertutup rapat. Suppo berbasis oleum cacao dan polimer PEG biasanya masingmasing<br />
suppo dikemas dalam kotak kardus yang dilapisi bahan kedap air. Suppo dapat dikemas<br />
rapat dengan kertas logam atau wadah berlapis kertas lilin. Suppo yang mengandung bahan mudah<br />
menguap seperti fenol dan mentol harus dikemas dalam wadah kaca yang tertutup rapat. (HUSA’S<br />
Pharmaceutical dispensing, ed. 5, hal. 126)<br />
Labelling<br />
Label <strong>sediaan</strong> harus mengandung:<br />
1. Nama dan jumlah senyawa aktif yang terkandung.<br />
2. Sediaan tidak boleh ditelan.<br />
3. Tanggal <strong>sediaan</strong> tidak boleh digunakan lagi.<br />
4. Kondisi penyimpanan <strong>sediaan</strong>.<br />
(BP 2002, hal.1895)<br />
Petunjuk penyimpanan dalam ruangan dingin disampaikan kepada pasien.<br />
(HUSA’S Pharmaceutical dispensing, ed. 5, hal. 126)<br />
B. Penyimpanan<br />
Karena suppo umumnya dipengaruhi panas, maka perlu menjaga dalam tempat dingin.<br />
• Suppo yang basisnya oleum cacao harus disimpan di bawah 30 0 F (-1,1°C) dan akan lebih baik<br />
apabila disimpan di dalam lemari es.<br />
• Suppo yang basisnya gelatin gliserin baik sekali bila disimpan di bawah 35 0 F (1,6°C).<br />
• Suppo dengan basis polietilen glikol mungkin dapat disimpan pada suhu ruang biasa tanpa<br />
pendinginan.<br />
Suppo yang disimpan dalam lingkungan yang kelembapan nisbinya tinggi mungkin akan menarik<br />
uap air dan cenderung menjadi seperti spon, sebaliknya bila disimpan dalam tempat yang kering<br />
sekali mungkin akan kehilangan kelembapannya sehingga akan menjadi rapuh. (Howard. C. Ansel,<br />
1990, hal. 385.)<br />
VII. EVALUASI SUPPOSITORIA<br />
1. Appearance
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
Tes ini lebih ditekankan pada distribusi zat berkhasiat di dalam basis suppo. Suppo dibelah secara<br />
longitudinal kemudian dibuat secara visual pada bagian internal dan bagian eksternal dan harus<br />
nampak seragam. Penampakan permukaan serta warna dapat digunakan untuk mengevaluasi<br />
ketidakadaan:<br />
− celah<br />
− lubang<br />
− eksudasi<br />
− pengembangan lemak<br />
− migrasi senyawa aktif<br />
(Pharmaceutical Dosage Form Disperse System Volume 2, Herbert A. Lieberman, 1989,hal. 552)<br />
2. Keragaman Bobot<br />
Timbang masing-masing suppo sebanyak 10, diambil secara acak. Lalu tentukan bobot rata-rata.<br />
Tidak lebih dari 2 suppo yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari % deviasi,<br />
yaitu 5 %. Keragaman bobot juga merupakan bagian dari uji keseragaman <strong>sediaan</strong>, dilakukan bila<br />
<strong>sediaan</strong> mengandung zat aktif 50 mg atau lebih yang merupakan 50% atau lebih dari bobot <strong>sediaan</strong>.<br />
Jika tidak, keseragaman <strong>sediaan</strong> ditentukan dengan metode keseragaman kandungan (lihat poin 6).<br />
(BP 2002, Appendix XII H, A.253, FI IV 1995 hal. 999)<br />
3. Waktu Hancur / Disintegrasi<br />
Uji ini perlu dilakukan terhadap suppo kecuali suppo yang ditujukan untuk pelepasan<br />
termodifikasi atau kerja lokal diperlama. Suppo yang digunakan untuk uji ini sebanyak 3 buah.<br />
Suppo diletakkan di bagian bawah ‘perforated disc’ pada alat, kemudian dimasukkan ke silinder<br />
yang ada pada alat. Lalu diisi air sebanyak 4 liter dengan suhu 36-37 o C dan dilengkapi dengan<br />
stirer. Setiap 10 menit balikkan tiap alat tanpa mengeluarkannya dari air. Disintegrasi tercapai<br />
ketika suppo :<br />
a. Terlarut sempurna<br />
b. Terpisah dari komponen-komponennya, yang mungkin terkumpul di permukaan air (bahan<br />
lemak meleleh) atau tenggelam di dasar (serbuk tidak larut) atau terlarut (komponen mudah<br />
larut) atau dapat terdistribusi di satu atau lebih cara ini.<br />
c. Menjadi lunak, dibarengi perubahan bentuk, tanpa terpisah sempurna menjadi komponennya,<br />
massa tidak lagi memiliki inti padatan yang membuatnya tahan terhadap tekanan dari<br />
pengaduk kaca.<br />
Suppo hancur dalam waktu tidak lebih dari 30 menit untuk suppo basis lemak dan tidak lebih dari<br />
60 menit untuk suppo basis larut air, kecuali dinyatakan lain. (BP2002, A237, FI IV hal 1087-<br />
1088)<br />
4. Ketegaran / Kehancuran Suppositoria<br />
Tes ini menentukan ketegaran suppo di bawah kondisi tertentu terhadap pemecahan suppositoria<br />
dan ovula yang diukur dengan menggunakan sejumlah tertentu massa atau beban untuk<br />
menghancurkannya. Tes ini didasarkan untuk suppo dan ovula berbasis lemak. Uji ini tidak sesuai<br />
untuk <strong>sediaan</strong> yang memiliki bahan pembantu hidrofilik, seperti campuran gelatin-gliserol.<br />
Metode<br />
Cek apakah alat yang digunakan sudah dalam keadaan vertikal atau belum. Alat dipanaskan<br />
sampai suhunya 25 o C. Sediaan yang akan diuji telah diletakkan dalam suhu yang sesuai dengan<br />
suhu yang akan digunakan minimal 24 jam. Tempatkan <strong>sediaan</strong> di antara kedua penjepit dengan<br />
bagian ujung menghadap ke atas.<br />
Tunggu selama 1 menit dan tambahkan lempeng 200 g pertama. Tunggu lagi selama 1 menit dan<br />
tambahkan lempeng berikutnya. Hal tersebut diulang dengan cara yang sama sampai <strong>sediaan</strong><br />
hancur. Massa yang dibutuhkan menghancurkan <strong>sediaan</strong> dihitung berdasarkan massa yang<br />
dibutuhkan untuk menghancurkan <strong>sediaan</strong> (termasuk massa awal yang terdapat pada alat). Hal-hal<br />
yang perlu diperhatikan:<br />
− Apabila <strong>sediaan</strong> hancur dalam 20 detik setelah pemberian lempeng terakhir maka massa yang<br />
terakhir ini tidak masuk dalam perhitungan.<br />
− Apabila <strong>sediaan</strong> hancur dalam waktu antara 20 dan 40 detik setelah pemberian lempeng
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
−<br />
terakhir maka massa yang dimasukkan ke dalam perhitungan hanya setengah dari massa yang<br />
digunakan, misal 100 g.<br />
Apabila <strong>sediaan</strong> belum hancur dalam waktu lebih dari 40 detik setelah pemberian lempeng<br />
terakhir maka seluruh massa lempeng terakhir dimasukkan ke dalam perhitungan.<br />
Setiap pengukuran menggunakan 10 <strong>sediaan</strong> dan pastikan tidak terdapat residu <strong>sediaan</strong> sebelum<br />
setiap pengukuran.<br />
(BP2002, A334, Leon Lachman, 1990, hal. 586-587)<br />
5. Berhubungan dengan Pelelehan Suppositoria<br />
a. Kisaran Leleh<br />
Uji ini disebut juga uji kisaran meleleh makro, dan uji ini merupakan suatu ukuran waktu yang<br />
diperlukan suppositoria untuk meleleh sempurna bila dicelupkan ke dalam penangas air dengan<br />
temperatur tetap (37 o C). Sebaliknya uji kisaran meleleh mikro adalah kisaran leleh yang<br />
diukur dalam pipa kapiler hanya untuk basis lemak. Alat yang biasa digunakan untuk<br />
mengukur kisaran leleh sempurna dari suppositoria adalah suatu alat disintegrasi tablet USP.<br />
Suppositoria dicelupkan seluruhnya dalam penangas air yang konstan, dan waktu yang<br />
diperlukan unutk meleleh sempurna atau menyebar dalam air sekitarnya diukur. (Leon<br />
Lachman, 1990, hal. 586)<br />
b. Uji Pencairan atau Uji Melunak dari Suppositoria Rektal<br />
Uji ini mengukur waktu yang diperlukan suppositoria rektal untuk mencair dalam alat yang<br />
disesuaikan dengan kondisi in vivo. Suatu penyaringan melalui selaput semi permeabel diikat<br />
pada kedua ujung kondensor dengan masing-masing ujung pipa terbuka. Air pada 37 o C<br />
disirkulasi melalui kondensor sehingga separuh bagian bawah pipa kempis dan separuh bagian<br />
atas membuka. Tekanan hidrostatis air dalam alat tersebut kira-kira nol ketika pipa tersebut<br />
mulai kempis. Suppositoria akan sampai pada level tertentu (lihat gambar pada buku) dan<br />
waktu tersebut diukur untuk suppositoria meleleh dengan sempurna dalam pipa tersebut. (Leon<br />
Lachman, 1990, hal. 586)<br />
c. Pelelehan dan Pemadatan<br />
Pembebasan senyawa aktif dari basisnya adalah fungsi langsung dari suhu melelehnya. Untuk<br />
mendapatkan efek terapetik yang ideal dari <strong>sediaan</strong> ini maka pemahaman yang baik terhadap<br />
faktor-faktor dalam pembuatan <strong>sediaan</strong>, pada saat pelelehan (atau fusion) dan pemadatan, akan<br />
menentukan bioavailabilitas optimum dari <strong>sediaan</strong> akhir. Metode yang umum digunakan:<br />
− tabung kapiler terbuka<br />
− tabung U<br />
− titik jatuh<br />
(Pharmaceutical Dosage Form Disperse System Vol. 2, Herbert A. Lieberman, 1989, h. 555)<br />
6. Keseragaman Kandungan<br />
Diambil tidak kurang 30 suppo lalu ditetapkan kadar 10 satuan satu per satu. Kecuali dinyatakan<br />
lain, persyaratannya adalah kadar dalam rentang 85,0%-115,0% dari yang tertera pada etiket dam<br />
simpangan baku relatif kurang dari atau sama dengan 6,0%.<br />
Jika satu satuan berada di luar rentang tersebut, tapi dalam rentang 75,0%-125,0% dari yang tertera<br />
dalam etiket, atau simpangan baku relatif lebih besar dari 6,0%, atau jika kedua kondisi tidak<br />
dipenuhi, dilakukan uji 20 satuan tambahan. Persyaratan dipenuhi jika tidak lebih dari satu satuan<br />
dari 30 terletak di luar rentang 85,0%-115,0% dari yang tertera pada etiket dan tidak ada satuan<br />
terletak di luar rentang 75,0%-125,0% dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif dari<br />
30 satuan <strong>sediaan</strong> tidak lebih dari 7,8%. (FI ed.IV hal 999-1000)<br />
7. Penentuan Waktu Pelembekan dari Suppositoria Lipofilik<br />
(Softening time determination of lipophilic suppositories)<br />
Uji ini dilakukan untuk menentukan waktu yang dibutuhkan <strong>sediaan</strong> di dalam air sampai <strong>sediaan</strong><br />
melembek hingga <strong>sediaan</strong> tidak mempunyai ketegaran / ketahanan saat berat tertentu diberikan.<br />
Metode ini dapat menggunakan beberapa alat. (BP 2002, A332)<br />
8. Metode Uji Disolusi Sediaan Suppositoria
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
Belum ada metode atau desain alat yang dijadikan standar untuk digunakan dalam laboratorium<br />
farmasi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi disolusi farmasi dari <strong>sediaan</strong> suppositoria:<br />
pengaruh surfaktan dan kelarutan, pengaruh viskositas, zat tambahan dan ukuran partikel zat aktif.<br />
(Abdou, Dissolution, Bioavalability and Bioequivalence; TA A 673 Leon Lachman, 1990,hal.<br />
567)<br />
VIII. CONTOH-CONTOH SUPPO DI PUSTAKA<br />
1. Suppositoria aminofilin ( Fornas, HC Ansel,593 )<br />
2. Suppositoria aspirin (HC Ansel, 593)<br />
3. Suppositoria bibaza / anusol ( Fornas )<br />
4. Suppositoria bisakodil ( BP 2002 hal. 1895; Fornas )<br />
5. Suppositoria klorpromazin ( BP 2002 hal. 1895)<br />
6. Suppositoria etamifilin ( BP 2001)<br />
7. Suppositoria flurbiprofen ( BP 2002 hal. 1895)<br />
8. Suppositoria gliserol ( BP 2002 hal. 1895)<br />
9. Suppositoria indometasin ( BP 2002 hal. 1895)<br />
10. Suppositoria metronidazol ( BP 2002 hal. 1895)<br />
11. Suppositoria morfin ( BP 2002 hal. 1895)<br />
12. Suppositoria naproxen ( BP 2002 hal. 1895)<br />
13. Suppositoria parasetamol ( BP 2002 hal. 1895)<br />
14. Suppositoria pentazosin ( BP 2002 hal. 1895)<br />
IX. FORMULA DI PUSTAKA<br />
1. Suppositoria Aminofilin (Fornas hal 21)<br />
R/ Aminofilin 250 mg<br />
Suppo dasar yang cocok<br />
q.s.<br />
2. Suppositoria Bibaza / Anusol (Fornas hal 50)<br />
R/ Bismuth Subgallas 75 mg<br />
Balsamum Peruvianum<br />
Acidum Boricum<br />
Zincoxydum<br />
Ultramarinum<br />
Cera flava<br />
Oleum cacao hingga<br />
3. Suppositoria Bisakodil (Fornas hal 51)<br />
R/ Bisakodil 10 mg<br />
Suppo dasar yang cocok q.s<br />
125 mg<br />
360 mg<br />
360 mg<br />
3,4 mg<br />
100 mg<br />
2,6 g<br />
NOTE: Jika tidak dinyatakan lain, sebagai suppo dasar digunakan lemak coklat dan untuk memperoleh<br />
massa suppo yang baik, sebagian lemak coklat dapat diganti dengan malam putih dalam jumlah yang<br />
sesuai. Suppo yang dibuat dengan menggunakan suppo dasar lemak coklat berbobot antara 1-2 g<br />
(Fornas hal 333)<br />
(FORMULA NO. 4 S/D 10 DARI PUSTAKA BPC 1973 HAL. 796-798)<br />
4. Suppositoria Bismuth Subgalat<br />
R/ Bismuth Subgalat 200 mg<br />
Resorsinol<br />
60 mg<br />
ZnO<br />
120 mg<br />
Castor oil<br />
60 mg<br />
Theobroma oil/basis lemak lain hingga 1 g<br />
Bilangan Pengganti (BP): 1 g theobroma oil setara dengan 3 g bismuth subgalat<br />
“ 5 g ZnO<br />
“ 1 g Castor oil
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
5. Suppositoria Chlorpromazine<br />
R/ Chlorpromazine 100 mg<br />
Minyak nabati terhidrogenasi/basis yang cocok<br />
“ 1,5 g resorsinol<br />
6. Suppositoria Cinchocaine<br />
R/ Cinchocaine Hidroklorida 11 mg<br />
Theobroma oil/basis lemak<br />
BP: 1 g Theobroma oil setara dengan 1,5 g Cinchocaine Hidroklorida<br />
7. Suppositoria Hamamelis<br />
R/ Ekstrak kering Hamamelis 200 mg<br />
Theobroma oil/basis lemak yang cocok<br />
BP: 1 g theobroma oil setara dengan 1,5 g ekstrak kering Hamamelis<br />
8. Suppositoria Hamamelis dan ZnO<br />
R/ Ekstrak kering Hamamelis 200 mg<br />
ZnO<br />
600 mg<br />
Theobroma oil / basis lemak yang cocok hingga 2 g<br />
9. Suppositoria Hidrokortison<br />
R/ Hidrokortison/Hidrokortisaon asetat 25 mg<br />
Theobroma oil/basis lemak yang cocok<br />
BP : 1 g Theobroma oil setara dengan 1,5 g hidrokortison / hidrokortison asetat<br />
10. Suppositoria Morphine<br />
R/ Morfin hidroklorida/morfin sulfat 15 atau 30 atau 60 mg<br />
Theobroma oil / basis lemak yang cocok<br />
NOTE: Theobroma oil dapat diganti dengan basis lain yang cocok seperti palm kemel oil<br />
terfraksionasi atau minyak nabati terhidrogenasi lain yang cocok, dimana titik leleh suppo tidak lebih<br />
dari 37 0 C. Jika suppo digunakan pada negara tropis dan subtropis, titik leleh basis dapat ditingkatkan<br />
dengan penambahan white beeswax atau basis yang memiliki titik leleh lebih tinggi. Penggunaan<br />
suppo gliserol sebagai basis terbatas karena gelatin inkompatibel dengan tanin. (BPC 1973 hal. 795)<br />
(FORMULA NO. 11 S/D 20 DARI PUSTAKA LACHMAN PHARMACEUTICAL DOSAGE FORMS<br />
DISPERSE SYTEM HAL 563)<br />
A. Analgesik, antipiretik<br />
11. R/ Aspirin 500 mg<br />
Novata B<br />
1500 mg<br />
12. R/ Parasetamol 200 mg<br />
Kodein Fosfat<br />
20 mg<br />
Aspirin<br />
150 mg<br />
Witepsol H35 hingga<br />
2000 mg<br />
B. Bronkopulmonari, Antitusif<br />
13. R/ Prophythenazone 1250 mg<br />
Theofilin<br />
310 mg<br />
Kafein<br />
625 mg<br />
Efedrin HCl<br />
310 mg<br />
Atropin metilbromida<br />
1 mg<br />
Witepsol H15<br />
hingga 2000 mg<br />
14. R/ Theofilin 400 mg<br />
Fenobarbital<br />
20 mg<br />
Suppocire AML<br />
1580 mg
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
solida<br />
C. Antibiotik<br />
15. R/ Terramycin 200 mg<br />
Suppocire M<br />
1800 mg<br />
D. Kardiovaskular<br />
16. R/ Serbuk daun Digitalis 50 mg<br />
Theobromin Sodium Salisilat 250 mg<br />
Witepsol S55<br />
hingga 2000 mg<br />
17. R/ Phenylethylbarbituric acid 50 mg<br />
Ekstrak Beladon<br />
40 mg<br />
Laktosa<br />
40 mg<br />
Gliserol 78%<br />
80 mg<br />
Witepsol<br />
hingga 2000 mg<br />
E. Antihemorrhoidal<br />
18. R/ Benzokain 50 mg<br />
Metanol<br />
20 mg<br />
Resorcin<br />
10 mg<br />
ZnO<br />
300 mg<br />
Hamamelis (ekstrak cair) 50 mg<br />
Witepsol<br />
hingga 2000 mg<br />
19. R/ Anhydrous Bismuth Oxide 23 mg<br />
Resorsinol<br />
23 mg<br />
Bismuth subgalat<br />
53 mg<br />
Bismuth oxyiodide<br />
1 mg<br />
ZnO<br />
278 mg<br />
Asam borat<br />
477 mg<br />
Peruvian balsam<br />
46 mg<br />
Suppocire<br />
1899 mg<br />
FORMULA DI HUSA’S PHARMACEUTICAL DISPENSING, ED.5. HAL. 126 :<br />
20. R/ Asam asetilsalisilat 1,0 mg<br />
Na fenobarbital<br />
0,1 mg<br />
PEG<br />
hingga 3,0 mg<br />
21. R/ Asam asetilsalisilat 0,4 mg (untuk anak-anak)<br />
Ekstrak Beladona<br />
0,03 mg<br />
22. R/ Aminofilin 0,5 mg<br />
Amobarbital<br />
30 mg
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
KRIM<br />
I. DEFINISI<br />
Krim merupakan istilah yang digunakan dalam dunia farmasi, kedokteran dan kosmetik, sebagai <strong>sediaan</strong><br />
berbentuk emulsi, dan bersifat semi solid. Krim biasanya digunakan untuk pemakaian pada kulit atau<br />
membran mukosa.<br />
Beberapa definisi krim, sebagai berikut :<br />
Krim adalah bentuk <strong>sediaan</strong> setengah padat, mengandung satu atau lebih bahan terlarut atau terdispersi<br />
dalam bahan dasar yang sesuai (FI IV, hal 6).<br />
Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk <strong>sediaan</strong> setengah padat yang mempunyai konsistensi<br />
relatif cair, diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang batasan<br />
tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse<br />
mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air<br />
dan lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian<br />
obat melalui vaginal (FI IV, hal 6)<br />
Krim adalah <strong>sediaan</strong> semi solid kental, umumnya berupa emulsi M/A (krim berair) atau emulsi A/M<br />
(krim berminyak) (The Pharmaceutical Codex 1994, hal 134)<br />
Krim adalah <strong>sediaan</strong> multi fase yang terdiri dari fase lipofil dan fase aqueous yang diformulasi misibel<br />
dengan sekret kulit, dimaksudkan untuk digunakan di kulit atau membran mukosa tertentu dengan<br />
tujuan protektif, terapeutik, atau profilaktik, terutama yang tidak memerlukan efek oklussif (membentuk<br />
lapisan /film diatas permukaan kulit). (BP 2002, hal 1904,1905)<br />
Krim adalah <strong>sediaan</strong> homogen, viscos atau semi solid yang biasanya mengandung larutan atau suspensi<br />
satu atau lebih zat aktif dalam basis yang cukup. Krim diformulasikan menggunakan hidrofilik atau<br />
hidrofobik basis untuk mendapatkan krim yang tersatukan dengan sekret kulit. Krim biasanya<br />
digunakan pada kulit atau membran mukosa untuk perlindungan, pengobatan atau pencegahan. Krim<br />
harus menggunakan pengawet serta mengandung zat tambahan yang cocok seperti anti oksidan,<br />
stabilizer, pengemulsi dan pengental (BP 1988, hal 649)<br />
TEORI<br />
A. Penggolongan Krim<br />
(RPS 18 th ed hal. 1603; Soehaimi Moebin, “Dasar-Dasar Krim”)<br />
Berdasarkan tipe<br />
− Tipe M/A atau O/W (Diktat Kuliah Teknologi Farmasi Likuida dan Semi Solida, Hal 122).<br />
Krim M/A (Vanishing krim) yang digunakan melalui kulit akan hilang tanpa bekas. Pembuatan<br />
krim M/A sering menggunakan zat pengemulsi campuran dari surfaktan (jenis lemak yang<br />
ampifil) yang umumnya merupakan rantai panjang alkohol walaupun untuk beberapa <strong>sediaan</strong><br />
kosmetik pemakaian asam lemak lebih popular.<br />
Contoh : shaving cream, hand cream, foundation cream (RPPS 21 th ed, p. 887)<br />
− Tipe A/M atau W/O (Diktat Kuliah Teknologi Farmasi Likuida dan Semi Solida, Hal 122).<br />
Krim berminyak mengandung zat pengemulsi A/M yang spesifik seperti adeps lanae, wool<br />
alkohol atau ester asam lemak dengan atau garam dari asam lemak dengan logam bervalensi 2,<br />
misal Ca. Krim A/M dan M/A membutuhkan emulgator yang berbeda-beda. Jika emulgator<br />
tidak tepat, dapat terjadi pembalikan fasa. Penggunaan krim jenis ini umumnya pada<br />
penggunaan dengan waktu kontak yang lebih lama, contoh krim malam dan pelembab kaki.<br />
Contoh : cold cream, emollient cream (RPPS 21 th ed, p. 887)<br />
Berdasarkan pemakaian<br />
− Untuk kosmetik, Contoh : Cold cream<br />
− Untuk pengobatan, Contoh : Krim neomisin
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
B. Keuntungan Sediaan Krim<br />
Keuntungan <strong>sediaan</strong> krim adalah :<br />
− Mudah dicuci dan dihilangkan dari kulit dan pakaian<br />
− Tidak lengket (emulsi m/a)<br />
Basis krim mengandung air dalam jumlah banyak sedangkan sel hidup biasanya lembab. Hal ini<br />
akan mempercepat pelepasan obat. Selain itu, tegangan permukaan kulit akan diturunkan oleh<br />
emulgator dan bahan pembantu lain yang terdapat dalam basis krim sehingga absorbsi lebih cepat<br />
(penetrating enhancer). Basis krim yang berair juga dapat memelihara kelembaban sel kulit yang<br />
rusak.<br />
Krim mudah dipakai, memberikan dispersi obat yang baik pada permukaan kulit dan mudah dicuci<br />
dengan air.<br />
Absorbsi obat yang optimal adalah pada obat yang larut air dan larut minyak, maka bentuk<br />
pembawa yang cocok untuk memperoleh absorbsi yang optimal adalah krim atau basis salep emulsi<br />
(RPS, Hal 413).<br />
C. Hal-hal Penting dalam Merancang Suatu Sediaan Krim<br />
Untuk membuat <strong>sediaan</strong> krim yang berkhasiat dan aman, diperlukan data-data sebagai berikut:<br />
− Monografi zat aktif untuk keperluan pemeriksaan bahan baku yang digunakan. Bahan baku<br />
harus memenuhi persyaratan farmakope agar dapat digunakan untuk <strong>sediaan</strong> farmasi.<br />
− Monografi <strong>sediaan</strong> krim zat X untuk mengetahui persyaratan yang harus dipenuhi oleh <strong>sediaan</strong><br />
krim yang meliputi: Identifikasi dan penetapan kadar zat aktif dalam <strong>sediaan</strong> zat dan cara<br />
penetapannya.<br />
Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh <strong>sediaan</strong> krim zat X:<br />
− Data farmakologi untuk menentukan dosis zat aktif dalam <strong>sediaan</strong>, indikasi, kontra indikasi, efek<br />
samping, interaksi dan peringatan pasien.<br />
− Data preformulasi dan bahan baku pembantu untuk menyusun formula <strong>sediaan</strong> krim.<br />
− Undang-undang yang berhubungan, yaitu peraturan-peraturan mengenai penggolongan obat,<br />
penandaan, dan pengemasannya.<br />
Data monografi zat aktif, monografi <strong>sediaan</strong>, data farmakologi dan data preformulasi disesuaikan<br />
dengan zat aktif yang didapat dari soal.<br />
Pembuatan <strong>sediaan</strong> krim membutuhkan beberapa bahan pembantu. Pemilihan bahan pembantu<br />
didasarkan pada kesesuaian dan bentuk fisik jenis campuran serbuk yang dibutuhkan. Bahan<br />
pembantu yang digunakan sebaiknya seminimal mungkin. Semakin banyak bahan yang digunakan,<br />
semakin banyak pula masalah yang timbul, seperti masalah inkompatibilitas. Oleh karena itu,<br />
sedapat mungkin eksipien yang digunakan benar-benar dibutuhkan dalam formulasi. Akan lebih baik<br />
jika menggunakan eksipien yang dapat berfungsi lebih dari satu macam.<br />
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang <strong>sediaan</strong> krim adalah :<br />
1. Pemilihan zat aktif untuk <strong>sediaan</strong> krim harus dalam bentuk aktifnya.<br />
2. Pemilihan basis krim harus disesuaikan dengan sifat atau kestabilan zat aktif yang digunakan.<br />
Bila zat aktif larut lemak, maka sebaiknya tipe emulsi A/M dan demikian pula sebaiknya. Nilai<br />
pH stabilitas zat aktif harus diperhatikan.<br />
OTT zat aktif dengan bahan tambahan maupun basis dalam <strong>sediaan</strong> harus diperhatikan. Sifat<br />
termolabil zat aktif mempengaruhi proses pencampuran zat aktif ke dalam basis. Konsistensi<br />
<strong>sediaan</strong> krim yang diinginkan adalah konsistensi yang cukup kental, untuk menjamin stabilitas<br />
dispersi, tetapi cukup lunak sehingga mudah dioleskan.<br />
3. Pada pembuatan krim perlu ditambahkan pengawet, karena :<br />
- Krim mengandung fase air yang merupakan media yang baik untuk pertumbuhan<br />
mikroorganisme.<br />
- Kontaminasi mikroorganisme yang berasal dari bahan baku, alat maupun selama<br />
penggunaan <strong>sediaan</strong>. (TPC,151), tidak untuk <strong>sediaan</strong> krim steril.<br />
4. Krim mengandung minyak. Jika krim menggunakan minyak nabati, maka perlu ditambahkan<br />
antioksidan untuk mencegah terjadinya ketengikan, akibat terjadi reaksi oksidasi. (TPC,151)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
Jika minyak mineral (contoh: parafin liquidum) yang digunakan dalam krim tidak perlu<br />
penambahan antioksidan<br />
5. Penggunaan emulgator harus disesuaikan dengan jenis krim yang dikehendaki dan tersatukan<br />
dengan zat aktif.<br />
6. Penambahan fasa air dalam krim dilakukan secara hati-hati dan secara sebagian-sebagian untuk<br />
mencegah kontaminasi mikroba. Penambahan dilakukan secara tepat dan terhindar dari efek<br />
panas selama pencampuran. Penambahan air secara berlebihan dapat mempengaruhi stabilitas<br />
dari beberapa krim.<br />
7. Pembuatan krim steril sebaiknya dilakukan secara aseptik, semua alat yang dibutuhkan harus<br />
direbus dalam air dan kemudian didinginkan dan dikeringkan (Fornas, Hal 313).<br />
8. Bila <strong>sediaan</strong> yang terutama ditujukan untuk penggunaan pada luka terbuka yang besar atau kulit<br />
yang parah, maka krim harus steril.<br />
9. Jika krim diwadahkan dalam tube aluminium, maka tidak boleh digunakan pengawet senyawa<br />
raksa organik (Fornas, Hal 313) karena akan terbentuk kompleks pengawet aluminium dan<br />
untuk mengatasinya tube harus dilapisi dengan bahan yang inert. Untuk itu, saat memasukkan<br />
krim ke dalam tube, krim dimasukkan beserta kertas perkamennya, untuk melindungi dari<br />
dinding tube, dan juga bisa ditambahkan zat pengkhelat.<br />
7. Untuk tube yang mudah berkarat, maka bagian tube sebelah dalam harus dilapisi dengan larutan<br />
dammar dalam pelarut mudah menguap (Fornas, Hal 313).<br />
8. Pemberian Etiket:<br />
Pada etiket harus tertera “Obat Luar”, dan untuk antibiotika harus tercantum daluarsanya (FI<br />
II)<br />
Pada etiket tercantum : (BP 2002 hal 1904; BP ’88, Hal 650)<br />
− Bila perlu, dapat ditambahkan pada etiket bahwa krim tersebut steril.<br />
− Tanggal kadaluarsa, dimana krim tidak boleh digunakan lagi.<br />
−<br />
−<br />
Kondisi penyimpanan.<br />
Pada label dicantumkan nama dan konsentrasi antimikroba sebagai pengawet yang<br />
ditambahkan.<br />
Penyimpanan :<br />
Krim sebaiknya disimpan pada suhu tidak leih dari 25 o C, kecuali dinyatakan lain oleh produsen.<br />
Krim tidak boleh didinginkan karena airnya dapat mengkristal. (BP 2002, Hal 1905).<br />
Wadah :<br />
Wadah tertutup rapat, sehingga mencegah penguapan dan kontaminasi dari isinya. Bahan dan<br />
konstruksinya harus tahan terhadap absorpsi atau difusi isinya.<br />
D. Sediaan Krim yang Ideal<br />
Dapat menjamin stabilitas sistem dispersi, tetapi juga cukup lunak sehingga mudah dioleskan.<br />
Bebas dari partikel kasar atau partikel yang tidak larut.<br />
Bioavalabilitas optimal.<br />
II. FORMULASI<br />
A. Basis Krim<br />
Pemilihan basis krim tergantung sifat obat, OTT, absorpsi: sifat kulit, aliran darah dan jenis luka.<br />
Pertimbangan utamanya adalah sifat zat berkhasiat yang digunakan dan konsistensi <strong>sediaan</strong> yang<br />
diharapkan.<br />
Persyaratan basis (RPS 18 th ed. hal 1603) antara lain:<br />
− noniritasi<br />
− mudah dibersihkan<br />
− tidak tertinggal di kulit<br />
− stabil<br />
− tidak tergantung pada pH<br />
− tersatukan dengan berbagai obat
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan basis adalah:<br />
− kualitas dan kuantitas bahan<br />
− cara pencampuran, kecepatan dan tipe pencampurannya<br />
− suhu pembuatan<br />
− jenis emulgator<br />
− dengan konsentrasi yang kecil sudah dapat membentuk emulsi yang stabil dengan tipe emulsi<br />
yang dikehendaki (M/A atau M/A)<br />
Basis krim terdiri atas basis emulsi tipe A/M dan tipe M/A (RPS 18 th ed hal. 1603)<br />
1. Basis emulsi tipe A/M. Contoh: lanolin, cold cream<br />
Sifat : • emolien<br />
• oklusif<br />
• mengandung air<br />
• beberapa mengabsorpsi air yang ditambahkan<br />
• berminyak<br />
2. Basis emulsi tipe M/A. Contoh: hydrophilic ointment (c/ : Cetomacrogol 1000 + Cetostearyl alcohol)<br />
Sifat: • mudah dicuci dengan air<br />
• tidak berminyak<br />
• dapat diencerkan dengan air<br />
• tidak oklusif<br />
Formulasi yang lebih baik adalah krim yang dapat mendeposit lemak dan senyawa pelembab lain<br />
sehingga membantu hidrasi kulit.<br />
Basis emulsi terdiri dari 3 komponen, yaitu fasa minyak, pengemulsi dan fasa air. Fasa minyak biasanya<br />
terbentuk dari petrolatum atau liquid petrolatum dengan satu atau lebih alkohol berbobot molekul tinggi<br />
seperti setil atau stearil alkohol. Stearil alkohol dan petrolatum membentuk fasa minyak yang<br />
mempunyai kegunaan menghaluskan dan membuat nyaman kulit. Stearil alkohol juga berperan sebagai<br />
adjuvan pengemulsi. Fasa air mengandung pengawet, pengemulsi atau bagian dari pengemulsi dan<br />
humektan. Humektan biasanya berupa gliserin, propilen glikol atau polietilenglikol. Fasa air juga bisa<br />
mengandung komponen larut air dari sistem emulsi, bersama dengan zat tambahan lain seperti penstabil,<br />
antioksidan, dapar, dll.<br />
Setelah pemilihan komponen yang tepat, basis emulsi dibuat melalui proses pemanasan dan pengadukan.<br />
Fasa minyak dilelehkan dan dipanaskan dalam kontainer yang dilengkapi dengan agitator (pengaduk)<br />
dengan berbagai kecepatan pengadukan. Fasa air yang mengandung pengemulsi dimasukkan ke dalam<br />
kontainer kedua, kemudian dilarutkan dan dipanaskan sampai suhu 75°C. Fasa air kemudian<br />
ditambahkan perlahan-lahan sambil terus diaduk ke fasa minyak. Penambahan pertama harus dilakukan<br />
perlahan-lahan tapi terus-menerus dan diaduk dengan hatihati, artinya pengemulsi tidak boleh diaduk<br />
dengan laju pengadukan yang menyebabkan terlalu banyak gelembung udara yang terperangkap. Aduk<br />
terus perlahan-lahan selama penambahan fasa air dan sampai suhu mencapai 30°C. Zat aktif (yang tidak<br />
tahan panas) biasanva ditambahkan setelah emulsi terbentuk dan telah banyak fasa air yang<br />
ditambahkan. Senyawa obat ditambahkan secara berkala sebagai konsentrat terdispersi dalam air.<br />
Demikian juga pewarna dan dye. (RPS 18 th ed hal 1603-1605)<br />
Contoh basis krim:<br />
Formula standar untuk krim basis M/A (Van Duin hal.119)<br />
R/ Emulgid 15 %<br />
ol. Sesami 15%<br />
Aquades ad 100%<br />
R/ Emulgid 15%<br />
ol. Arach 15%<br />
Aquades ad 100%
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
Karena oleum Sesami mudah tengik biasanya diganti dengan paraffin liquidum:<br />
R/ Emulgid<br />
Parafin liq<br />
15%<br />
15%<br />
Aquades ad 100%<br />
R/ Emulgid 15%<br />
ol. Sesami 15%<br />
Aquades ad 100%<br />
Formula standar di atas digunakan untuk zat-zat yang tahan terhadap basa. Bila zat aktif tidak tahan basa,<br />
maka basis emulgid dinetralkan dengan NaH2P04 sebanyak 2% dari jumlah emulgid dan ditambah<br />
emulgator surfaktan<br />
1. Van Duin hal. 121<br />
R/ Asam stearat 25 %<br />
Adeps lanae 5 %<br />
TEA 1,5 %<br />
Gliserin 7 %<br />
Aquades ad 100 %<br />
2. Art of Compounding hal. 362<br />
R/ Parafin liq. 20 %<br />
Asam stearat 10 %<br />
Setil alkohol 10 %<br />
TEA 10 %<br />
aquades ad<br />
60 g<br />
3. Martindale ed 28 hal. 45 (Krim TEA)<br />
R/ TEA 1,2 g<br />
Asam stearat 24 g<br />
Gliserol<br />
13,5 g<br />
Aquades<br />
61,3 g<br />
4. AJHP vol 26 Feb 1969 hal. 94<br />
R/ Setil alkohol 20 %<br />
Mineral oil 20 %<br />
Span 80 0,5 %<br />
Tween 80 4,5 %<br />
Metil paraben 0,4 % (Nipagin)<br />
Propil paraben 0,08 % (Nipasol)<br />
Aquades ad 100 %<br />
5. USP26 NF 21 2003 (Hydrophilic ointment) hal. 1349<br />
R/ Metil paraben 0,25 g<br />
Propil paraben 0,15 g<br />
Na-lauril sulfat 10 g<br />
Propilen glikol 120 g<br />
Stearil alkohol 250 g<br />
White petroleum 250 g<br />
Aquades<br />
370 g<br />
Dibuat<br />
1000 g<br />
Cara: lelehkan stearil alkohol dan white petrolatum dalam tangas air sampai suhu 70°C.<br />
Tambahkan bahan-bahan lain yang sebelumnya dilarutkan dalam air dan dihangatkan sampai<br />
suhu 75°C dan aduk campuran krim.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2007/2008<br />
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
SEMISOLIDA<br />
semisolida<br />
6. Fornas 1978 hal. 135 R/<br />
Gentamisin sulfat setara dengan gentamisin 10.000 UI<br />
Setomakrogol 1000<br />
300 mg<br />
Setostearil alkohol<br />
1,2 g<br />
Parafin liq.<br />
1 g<br />
Vaselin album<br />
2,5 g<br />
aquades ad<br />
10 g<br />
7. Skripsi Devi Nurverial 1995<br />
R/ Parafin liq. 3,75 g<br />
Vaselin album 3,75 g<br />
Polisorbat 80 0,775 g<br />
Span 85<br />
0,225 g<br />
Carbopol 934 0,250 g<br />
TEA<br />
0,337 g<br />
Aquades<br />
8,163 g<br />
Cara: • karbopol dikembangkan dengan air suling<br />
• tambahkan TEA, aduk sampai homogen<br />
• tambahkan polisorbat 80<br />
• panaskan pada tangas air hingga 60°C<br />
• vaselin album, parafin liquidum, Span 85 dilelehkan di tangas air sampai suhu 55°C<br />
• tuang fasa minyak ke mortir, tambahkan fasa air sedikit-sedikit, aduk homogen<br />
8. Martin, Dispensing of Medication hal. 827<br />
R/ Asam stearat 7 %<br />
Setil alkohol 2 %<br />
Gliserin 10 %<br />
Light mineral oil 20 %<br />
TEA 2 %<br />
Aquades ad 100 %<br />
9. Keither, The Formulation of Cosmetics and Cosmetics Specialist, hal. 68 (Vanishing cream)<br />
R/ Asam stearat 20 %<br />
Lanolin 2 %<br />
Gliserin 2 %<br />
TEA 0,9 %<br />
Borax 0,5 %<br />
Aquades 74,6 %<br />
10. Pharmaceutical Handbook 19 th ed. Hal. 19<br />
R/ Parafin liq. 35 %<br />
Lemak domba 1 %<br />
Setil alkohol 1 %<br />
Emulgator 7 %<br />
Aquades ad . 100 % (jumlah air 56% lebih lunak)<br />
11. Basis krim<br />
lain R/ GMS<br />
Na-lauril sulfat 15<br />
Parafin liq 15<br />
Aquades ad 100<br />
Basis ini merupakan basis standar yang merupakan kombinasi emulgator HLB kecil (GMS)<br />
dengan emulgator HLB besar (Na-lauril sulfat)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
B. Zat Tambahan dalam Krim<br />
1. Pengawet (Cooper & Guns, p. 137)<br />
Kriteria pengawet yang ideal adalah sebagai berikut :<br />
− Tidak toksik dan tidak mensensitisasi pada konsentrasi yang digunakan<br />
− Lebih mempunyai daya bakterisid daripada bakteriostatik<br />
− Efektif pada konsentrasi yang relatif rendah untuk spektrum luas<br />
− Stabil pada kondisi penyimpanan.<br />
− Tidak berbau dan tidak berasa<br />
− Tidak mempengaruhi (inert)/ dapat bercampur dengan bahan lain dalam formula dan bahan<br />
pengemas.<br />
− Larut dalam konsentrasi yang digunakan.<br />
− Tidak mahal<br />
− Tahan terhadap serangan mikroorganisme<br />
− Aktivitas tetap bertahan walaupun terdapat banyak bakteri<br />
− Aktivitas tidak terpengaruh dengan bahan-bahan pengemulsi<br />
Contoh pengawet dan keterbatasan pemakaiannya : (Cooper & Guns, p. 137-138)<br />
− Senyawa ammonium kuarterner. Senyawa ini dapat diinaktivasi oleh senyawa ionik,<br />
nonionik dan protein. Efektif pada bakteri gram (-) Pseudomonas aeruginosa. Konsentrasi<br />
0,002-0,01 untuk penggunaan eksternal.<br />
− Senyawa organik merkuri. Senyawa ini cenderung toksik dan mensensitisasi kulit.<br />
Pemakaian dibatasi dalam formulasi untuk digunakan dekat atau dalam mata. Phenyl mercuric<br />
nitrat & acetate 0,004-0,01% mengandung emulgator nonionik.<br />
− Formaldehid. Bersifat mudah menguap dan berbau, mengiritasi kulit dan reaktivitas tinggi.<br />
− Fenol terhalogenasi. Senyawa ini berbau, dapat diinaktivasi oleh nonionik, anionik dan protein.<br />
Aktivitas terbatas untuk bakteri Gram negatif. Contoh: Hexachlorophene-o-chloro-m-cresol<br />
(HPCMC), p-chloro-m-xylenol (PCMX), dichloro-m-xylenol (DCMX).<br />
− Asam sorbat. Contoh: Kalium sorbat, untuk formula dengan pH 6,5 -7, pada konsentrasi tinggi<br />
dapat teroksidasi oleh cahaya matahari dan menyebabkan penghilangan warna <strong>sediaan</strong>,<br />
terbatas hanya untuk antibakteri. Konsentrasi 0,1-0,2% untuk mengawetkan musilago akasid<br />
dan tragakan serta emulsi yang terdiri dari surfaktan nonionik.<br />
− Asam benzoat. Contoh: Natrium benzoat, untuk formula dengan pH 5.5 atau kurang, tidak<br />
banyak digunakan lagi karena hanya terbatas untuk antibakteri. Konsentrasi 0,1% b/v (yang<br />
terdiri dari 2% v/v larutan asam benzoat) digunakan bersama 0,25% kloroform untuk emulsi<br />
parafin cair.<br />
− Metilparaben atau propilparaben. Digunakan dengan perbandingan 2 metil (0,1-0,2%) : 1<br />
propil (0,06-0,03%). Senyawa ini umum digunakan. Menurut Fornas edisi II., hlm. 313 untuk<br />
metilparaben sejumlah 0,12%-0,18%, sedangkan untuk propil paraben sejumlah 0,02%-0,05%.<br />
Tetapi penggunaan Tween 80 dan Tween 20 dapat mengikat metil paraben dan propil paraben<br />
sehingga pengawet menjadi tidak aktif. Metil paraben & propil paraben dapat terikat pada<br />
Tween 80 sebanyak 57% dan 90% sehingga agar keduanya tetap efektif sebagai antimikroba,<br />
maka konsentrasinya harus ditingkatkan. (Lachman, Teori & Praktek Ind. Far., 1066). Pada<br />
pembuatan krim, metil paraben dan propil paraben dilarutkan terlebih dahulu dalam alkohol,<br />
lalu ditambahkan ke dalam basis krim yang sudah dingin.<br />
− Pengawet yang lain adalah klorokresol yang mempunyai aktivitas sebagai antifungi dan<br />
antibakteri. Konsentrasi klorkresol yang dipakai 0,1% untuk pemakaian luar.<br />
− Na Benzoat sebagai pengawet antimikroba, potensinya akan turun dengan adanya<br />
makromolekul, tetapi masih lebih baik dibandingkan turunan paraben. Oleh karena itu,<br />
penggunaan Na benzoate biasanya dalam konsentrasi tinggi, bisa mencapai 0,5%. Larut dalam 2<br />
bagian air.<br />
2. Penandaan pengawet ("Pharmaceutical Codex" 12nd ed., hlm. 155)<br />
Bila pada krim ditambahkan pengawet maka nama dan konsentrasi pengawet tersebut harus<br />
ditulis/tertera pada label.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
3. Pendapar<br />
Pertimbangan penggunaan pendapar adalah untuk menstabilkan zat aktif, untuk meningkatkan<br />
bioavailabilitas yang maksimum. Dalam memilih pendapar harus diperhatikan pengaruh pendapar<br />
tersebut terhadap stabilitas krim dan zat aktif. Pertimbangan untuk didapar dilakukan pada <strong>sediaan</strong><br />
dengan rentang stabilitas pH yang kecil, dengan maksud untuk menjaga stabilitas zat aktif dalam<br />
<strong>sediaan</strong>.<br />
4. Humektan atau pembasah<br />
Humektan digunakan untuk meminimalkan hilangnya air dari <strong>sediaan</strong> mencegah kekeringan<br />
(kehilangan air) dan meningkatkan penerimaan terhadap produk dengan meningkatkan kualitas<br />
usapan dan konsistensi secara umum.<br />
Pemilihan humektan didasarkan pada sifatnya untuk menahan air dan efeknya terhadap viskositas<br />
dan konsistensi produk akhir. Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai humektan pada krim dan<br />
gel adalah: gliserol, propilenglikol, sorbitol, dan makrogol dengan BM rendah. ("Pharmaceutical<br />
Codex" 12nd ed., hlm. 150)<br />
Poliol, Gliserin, propilenglikol, sorbitol 70 dan PEG dengan BM yang lebih rendah digunakan<br />
sebagai pelembab (humektan) dalam krim. Bahan-bahan ini mencegah krim menjadi kering,<br />
mencegah pembentukan kerak bila krim dikemas dalam botol, memperbaiki konsistensi dan mutu<br />
terhapusnya suatu krim jika dipergunakan pada kulit sehingga memungkinkan krim dapat menyebar<br />
tanpa digosok. Penambahan kandungan pelembab menyebabkan <strong>sediaan</strong> lebih pekat. Sorbitol 70%<br />
lebih higroskopis daripada gliserin dan digunakan pada konsentrasi yang lebih rendah, umumnya 3%<br />
sorbitol 70% sebanding dengan 10% gliserin. Propilenglikol dan PEG kadang-kadang dikombinasi<br />
dengan gliserin karena kemampuan menyerap lembab keduanya lebih rendah daripada gliserin.<br />
Selain itu, penambahan propilen glikol dalam pembuatan krim sebagai humektan diberikan dengan<br />
konsentrasi 15% (Lachman, Teori dan Praktek Farmasi Industri II, hlm. 1110).<br />
Pembasah diperlukan karena mayoritas obat yang terdispersi adalah hidrofob. Surfaktan berguna<br />
untuk menurunkan tegangan permukaan dan meningkatkan kontak antara zat padat dengan cairan.<br />
Pembasah ditambahkan ke serbuk sebelum masuk ke cairan lainnya.<br />
Surfaktan yang berfungsi sebagai wetting agent memiliki HLB 7-10 dengan konsentrasi 0,05-0,5%.<br />
Surfaktan kurang dari 0,05% akan memberikan pembasahan yang belum sempuma dan apabila<br />
surfaktan lebih dari 0,5% maka akan terjadi penggabungan partikel yang sangat halus, distribusi<br />
ukuran partikel berubah, dan pertumbuhan kristal. HLB tinggi menyebabkan adanya busa. (Dispersi<br />
system Vol I p. 181)<br />
Surfaktan ionik lebih efektif tapi lebih sensitif terhadap pH dan eksipien lain. Umumnya surfaktan<br />
berasa pahit kecuali poloxamers.<br />
Polisorbat 80 (Tween 80) paling banyak digunakan karena toksisitas lebih rendah daripada yang<br />
lain dan kompatibel dengan banyak bahan lain. Tween 80 merupakan surfaktan nonionik yang<br />
kompatibel dengan eksipien kation dan anion, konsentrasi yang digunakan 0,1%.<br />
Nonoxynols dan poloxamers efektif di bawah nilai KMKnya. Penambahan elektrolit netral dalam<br />
jumlah kecil, Kalium klorida menurunkan KMK, menurunkan tegangan permukaan dan<br />
meningkatkan pembasahan suspensi yang dihasilkan lebih cenderung membentuk formasi flokulasi/<br />
agregat. Alkohol 0,008%, 0,1%, 0,26% digunakan sebagai pembasah, dipilih tergantung<br />
kemampuan membasahi permukaan obat hidrofob. (Disperse system, vol.I, hlm. 181).<br />
Suspensi neocolamin, zinc oxide, magnesia magma dengan metil selulosa ditambah 0,1 mL<br />
polysorbate 80 (Tween 80) untuk 60 mL <strong>sediaan</strong> suspensi, penampilannya baik walaupun<br />
viskositasnya turun. Untuk mengkoreksi busa yang muncul, ditambah sorbitan monooleat (Span 60)<br />
dalam jumlah yang sama (AOC, hal.306). Na-lauril sulfat: bersifat anionik dan OTT dengan obat<br />
kationik (Disperse System). Biasa digunakan untuk eksternal (AOC, hal.323).
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
Tipe surfaktan HLB<br />
Anionik Nonionik Keterangan<br />
Clocusate sodium<br />
Pahit, busa<br />
Na-lauril sulfat<br />
Pahit, busa<br />
Polysorbate 65 10,5 Pahit<br />
Octoxynol 9 12,2 Pahit<br />
Nonoxynol 60 13,2 Pahit<br />
Polysorbate 60 14,9 Pahit<br />
Polysorbate 80 15 Biasa digunakan, pahit<br />
Polysorbate 40 15,6 Toksisitas rendah, pahit<br />
Polysorbate 20 16,7 Pahit<br />
Poloxamer 235 10 Toksisitas rendah, rasa baik<br />
Poloxamer 180 19 Busa, pahit<br />
4. Antioksidan<br />
Faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan antioksidan: potensi, sifat iritan, toksisitas,<br />
stabilitas, kompatibilitas, warna, bau. (Pharmaceutical Codex 12nd ed., hlm. 151)<br />
Antioksidan yang dapat ditambahkan ("Teknologi Likuida dan Semisolida", Goeswin A., hlm. 124):<br />
o Antioksidan sejati : tokoferol, alkil galat, BHA, BHT. Mencegah oksidasi dengan cara bereaksi<br />
dengan radikal bebas & mencegah reaksi cincin.<br />
o Antioksidan sebagai agen pereduksi : garam Na dan K dari asam sulfit. Zat-zat ini mempunyai<br />
potensial reduksi lebih tinggi sehingga lebih mudah teroksidasi dibandingkan zat yang lain,<br />
kadang-kadang bekerja dengan cara bereaksi dengan radikal bebas.<br />
o Antioksidan sinergis : asam edetat dan asam-asam organik seperti sitrat, maleat, tartrat atau<br />
fosfat untuk khelat terhadap sesepora logam. Senyawa yang bersifat membentuk kompleks<br />
dengan logam, karena adanya sedikit logam dapat merupakan katalisator reaksi oksidasi.<br />
5. Pengompleks ("Teknologi Likuida dan Semisolida", Goeswin A., hlm. 124)<br />
Pengompleks diperlukan untuk mengomplekskan logam yang ada dalam <strong>sediaan</strong> yang dapat<br />
mengoksidasi. Logam dapat timbul dari proses pembuatan atau pada penyimpanan karena wadah<br />
yang kurang baik. Contoh sitrat, EDTA. Pada penggunaan sitrat, harus diperhatikan untuk <strong>sediaan</strong><br />
suspensi gel atau <strong>sediaan</strong> yang mengandung selulosa akan mengubah viskositas karena memutuskan<br />
ikatan polimer tersebut atau mempengaruhi pelepasan (pelepasan akan menurun jika viskositas<br />
naik).<br />
6. Zat Pengemulsi / Emulgator<br />
Beberapa jenis zat pengemulsi:<br />
a. Asam Lemak dan Alkohol (Lachman Teori dan Praktek Farmasi Industri II,hlm.1104) Asam<br />
stearat digunakan dalam krim yang basisnya dapat dicuci dengan air, sebagai zat pengemulsi<br />
untuk memperoleh konsistensi krim tertentu serta untuk memperoleh efek yang tidak<br />
menyilaukan pada kulit. Jika sabun stearat digunakan sebagai pengemulsi, maka umumnya<br />
kalium hidroksida atau trietanolamin ditambahkan secukupnya agar bereaksi dengan 8-20%<br />
asam stearat. Asam lemak yang tidak bereaksi meningkatkan konsistensi krim. Krim ini bersifat<br />
lunak dan menjadi mengkilap karena adanya pembentukan kristal-kristal asam stearat. Krim<br />
yang dibuat dengan natrium stearat mempunyai konsistensi yang jauh lebih keras. Dalam jumlah<br />
yang cukup, stearil alkohol menghasilkan krim keras yang dapat diperlunak dengan setil alkohol.<br />
b. Zat Pengemulsi<br />
Penambahan zat-zat polar yang bersifat lemak, seperti setil alkohol cenderung menstabilkan<br />
emulsi M/A <strong>sediaan</strong> semipadat. Ion-ion polivalen, seperti Mg, Ca, dan Al cenderung<br />
menstabilkan emulsi A/M dengan membentuk ikatan silang dengan gugus-gugus polar bahan<br />
lemak. Tanah liat, magnesium aluminium silikat. juga membantu menstabilkan emulsi A/M jika<br />
digunakan dengan pengemulsi yang cocok, mungkin dengan efek pengentalnya pada fase<br />
internal sehingga bahan tersebut mencegah penggabungan.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
Magnesium aluminium silikat dapat berpindah ke daerah antarmuka, membentuk suatu lapisan tipis<br />
yang lebih kuat. Jenis emulsi sabun dapat menjadi tidak stabil dengan adanya zat-zat yang bereaksi<br />
asam. Pengemulsi kationik atau nonionik dipilih untuk obat-obat yang memerlukan pH asam.<br />
Senyawa amonium kuarterner setil trimetil amonium klorida dapat membantu menstabilkan emulsi<br />
ini bila dikombinasikan dengan alkohol berlemak seperti setil alkohol. Zat pengemulsi nonionik<br />
digunakan untuk emulsi M/A ataupun A/M, karena zat ini dapat bercampur dengan sebagian besar<br />
bahan-bahan obat. Pengemulsi nonionik dapat digunakan dengan garam-garam asam kuat atau<br />
dengan elektrolit kuat.<br />
Krim yang dibuat dari emulgator anionik seperti sabun dan emulsifying wax BP dapat mengalami<br />
pemisahan bila dicampur dengan krim yang menggunakan emulgator kationik seperti cetrimide<br />
emulsifying wah, penghambatan pelepasan bahan aktif kationik ke jaringan, dan penurunan aktivitas<br />
antimikroba dari pengawet yang bersifat kation Aulton, Pharmaceutical Practice,hlm. 42). Alkil<br />
sulfat dan fosfat seperti Na-lauril sulfat dan Na-setostearil sulfat bila digunakan sendiri<br />
menghasilkan tipe M/A dengan stabilitas yang rendah tetapi ketika dikombinasi dengan lemak<br />
alkohol maka memberikan stabilitas yang baik. (Aulton, Pharmaceutical Practice,hlm. 110).<br />
c. Emulgator<br />
Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa surfaktan anion, kation atau<br />
nonionik. Jenis emulgator yang digunakan ada 3: surfaktan, emulgator alam dan serbuk padat<br />
terbagi halus. Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang<br />
dikehendaki. Untuk krim tipe M/A digunakan zat pengemulsi seperti trietanolaminil stearat<br />
(TEA-stearat) dan golongan sorbitan, polisorbat poliglikol, sabun. Untuk membuat krim tipe A/M<br />
digunakan zat pengemulsi seperti lemak bulu domba, setil, alkohol, stearil alkohol, setaseum dan<br />
emulgida.<br />
Emulgator yang ideal untuk farmaseutika (Pharmaceutical Codex, 12ed, hlm. 84):<br />
− Stabil.<br />
− Inert.<br />
− Bebas dari bahan yang toksik dan iritan.<br />
− Sebaiknya tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna.<br />
− Menghasilkan emulsi yang stabil pada tipe yang diinginkan.<br />
Emulgator mencegah terjadinya koalesen globul berdispersi dalam sistem emulsi dengan<br />
membentuk hambatan permukaan. Gunakan konsentrasi minimum, jika terlalu tinggi dapat<br />
menyebabkan pembentukan busa.<br />
Zat pengemulsi terdiri dari pengemulsi anionik (misalnya ion lauril sulfat, TEA stearat), kationik<br />
(garam amonium kuarterner) dan pengemulsi nonionik (polioksietilenlauril alkohol dsb).<br />
Campuran pengemulsi yang banyak digunakan, adalah :<br />
− Emulsifying wax BP surfaktan anionik (Aulton, Pharmaceutical Practise, Hal 110).<br />
Campuran dari Na-lauril sulfat 10% dengan Cetostearyl Alkohol 90%<br />
− Lannex wax<br />
Campuran etil dan stearil alkohol yang disulfonasi<br />
− Cetrimide emulsifying wax surfaktan kationik (Aulton, Pharmaceutical Practise, Hal 110).<br />
Campuran dari Cetrimide 10% dengan Cetostearyl alkohol 90%<br />
− Emulsifying wah non ionik (Aulton, Pharmaceutical Practise, Hal 110).<br />
80% setostearil alkohol dan 20% macrogol 1000<br />
− Cetomacrogol emulsifying wax.<br />
Sistem campuran pengemulsi ini selain sebagai pengemulsi juga berfungsi sebagai pengatur<br />
konsistensi. Golongan ampifil biasanya adalah lemak alkohol tinggi (C14-C18) dan asam lemak<br />
seperti palmitat dan stearat, dimana keduanya merupakan zat pengemulsi M/A degan lemak.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
−<br />
−<br />
Faktor pemilihan emulgator<br />
− Berdasarkan harga HLB butuh, umumnya kombinasi<br />
− Sifat ionik emulgator:<br />
• Emulgator kationik. Efektif pada pH 3-7 (Dispensing for Pharmaceutical Students,<br />
Cooper & Guns, hlm 128):, digunakan dalam emulsi yang mengandung bahan obat kationik,<br />
konsentrasi elektrolit yang tinggi, keasaman yang tinggi. pH kulit ±5,5 emulgator<br />
kationik cocok untuk tujuan topikal. Memiliki aktivitas antimikroba sehingga tidak perlu<br />
penambahan pengawet. Kompatibel dengan bahan obat katinik dan dengan ion kalsium dan<br />
magnesium, tetapi sensitif pada surfaktan anionik dalam konsentrasi kecil sekalipun <br />
efek pengawet berkurang dan pada surfaktan nonionik konsentrasi tinggi. Sifat-sifat<br />
emulgator kationik: daya pengemulsi lemah dan merupakan eksipien yang dapat<br />
mempertinggi konsistensi. Contohnya senyawa amonium kuarterner seperti cetrimide,<br />
benzalkonium klorida, dan domiphen bromida.<br />
• Emulgator anionik. Efektif pada pH 7-8 digunakan dalam emulsi yang mengandung bahan<br />
obat anionik. Contohnya TEA, Na lauril sulfat<br />
• Emulgator nonionik. Efektif pada pH 3-10, tidak dipengaruhi oleh elektrolit. Emulsi yang<br />
menggunakan emulgator ini biasanya memberikan efek iritasi yang lebih sedikit<br />
dibandingkan dengan emulsi yang menggunakan emulgator ionik. Salah satu kelemahan<br />
dari emulgator nonionik adalah kecenderungan untuk mengikat atau menginaktivasi<br />
pengawet golongan asam karboksilat dan fenolat. Contohnya: gliserin, monostearat,<br />
sorbitan monolaurat, sorbitan menooleat, sorbitan monopalmitat, polioksi 8 stearat, dlll.<br />
Tipe kimia emulgator. Perbedaan tingkat kejenuhan komponen lipofilik dari emulgator<br />
mempengaruhi stabilitas emulsi<br />
Tujuan pemakaian topikal<br />
Yang harus diperhatikan dari emulgator:<br />
Perbandingan gugus hidrofil dan lipofil. HLB adalah ukuran keseimbangan keadaan lipofil dan hidrofil<br />
yang merupakan karakteristik emulgator golongan surfaktan.<br />
a. Cara substitusi<br />
Contoh: polisorbat 80 (HLB= 15) dan sorbitan monooleat (HLB=4,3) digunakan sebagai emulgator<br />
dalam sistem M/A berikut:<br />
Parafin cair (HLB butuh =12) 30 g<br />
Wool fat (HLB butuh = 10) 5 g<br />
Emulgator<br />
5 g<br />
Air ad 100 g<br />
30 5<br />
1) HLB butuh pada fasa minyak = x 12 + x10<br />
= 11, 7<br />
35 35<br />
2) emulgator yang diperlukan, mis: polisorbat x%, sorbitan 100-x%<br />
x 100 − x<br />
11,7 = x15<br />
+ x4,3<br />
100 100<br />
x = 69,16%<br />
Polisorbat yang diperlukan = 69% x 5 g = 3,458g<br />
Sorbitan yang diperlukan = 5- 3,458 = 1,542 g<br />
b. Cara aligasi
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
Emulgator yang sering digunakan:<br />
− Golongan alam: gom arab, tragakan, PGS<br />
− Semi Sintetik: TEA-stearat, TEA-lauril sulfat, Na-stearat, Span/Tween 20,40,60,80,85,<br />
rnacrogol-300, 4000, 1540, setil alkohol, GMS, emulgid.<br />
− Zat terbagi halus: veegum, bentonit.<br />
Contoh emulgator (RPP 12nd ed.):<br />
1. M/A:<br />
− Emulgator campuran dan surfaktan<br />
− Emulsifying wax<br />
− Lanetewax.<br />
− Cetrimide emulsifying wax<br />
− Cetomacrogol<br />
− Alkali metal & ammonium soaps<br />
− Glikol & gliserol ester mengandung soap<br />
− Macrogol ester<br />
− Macrogol eter misal cetomacrogol 1000<br />
2. A/M<br />
− Adeps lanae<br />
− Wool alkohol<br />
− Ester asam lemak dengan sorbitan<br />
− Garam dari asam lemak dengan logam bervalensi 2 misal Ca<br />
− Higher fatty alkohol misal setil alkohol. stearil alkohol<br />
− Setaseum<br />
− Emulgid<br />
− Soap of di & trivalent metal<br />
− Glikol & gliserol ester misal GMS<br />
Beberapa Contoh Emulgator:<br />
− Stearil alkohol<br />
− Asam Stearat<br />
− Trietanolamin<br />
− Setil alkohol<br />
− Polysorbates (Tween)<br />
− Sorbitan esters (Span)<br />
− Na-lauril sulfat<br />
− Cetomacrogol 1000<br />
− Emulgid<br />
PERHATIAN<br />
Dalam <strong>sediaan</strong> topikal untuk penggunaan lokal, zat berkhasiat harus dalam bentuk aktifnya misalnya<br />
Hidrokortison bentuk aktifnya adalah Hidrokortison asetat. Pada label dicantumkan tanggal kadaluarsa<br />
dan kondisi penyimpanan krim tersebut.<br />
TAMBAHAN :<br />
Untuk fase minyak, dapat digunakan minyak nabati. Tetapi, karena minyak nabati mudah tengik, maka<br />
digunakan oksidasi, sehingga tidak diperlukan anti oksidan. Minyak mineral yang dapat digunakan<br />
antara lain minyak mineral yang stabil terhadap parafin liquidum (parafin cair), yang dapat memberikan<br />
sifat emolient. Konsentrasi parafin cair untuk <strong>sediaan</strong> topikal adalah 0,1-95%.<br />
Cetomacrogol 1000 dengan Cetostearyl alkohol merupakan “self emulsifying wax” dengan<br />
perbandingan Cetomacrogol 1000: Cetostearyl alkohol = 1:4.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
IV. PROSEDUR PEMBUATAN<br />
1. Metode in situ (Emulsions and Emulsion Technology, Part I Vol. 6,Lissant, KJ. Hlm. 758)<br />
Yaitu sabun yang digunakan sebagai emulsifier dalam emulsi M/A terbentuk selama proses<br />
emulsifikasi. Contoh: asam stearat dan trietanolamin (TEA) membentuk sabun trietanolamin<br />
stearat.<br />
Cara: - Panaskan air dan TEA hingga suhu 70 o C.<br />
− Lelehkan asam stearat pada suhu 65°C.<br />
− Campurkan keduanya dalam cawan penguap (yang masih panas tersebut).<br />
− Gerus sampai terbentuk basis yang halus dan homogen.<br />
2. RPS 18 hlm. 1606-1607<br />
− Bahan-bahan larut minyak dan lemak dilelehkan dalam suatu wadah hingga suhu 75°C.<br />
− Air dipanaskan bersama komponen-komponen larut air (biasanya termasuk emulgator) dalam<br />
wadah lain dengan suhu diatas 75 o C.<br />
− Keduanya dicampurkan pada suhu yang sama (75 o C) dan dicampur sampai suhu mendekati<br />
35°C.<br />
− Pengadukan dilakukan hingga krim halus terbentuk.<br />
3. Dispensing of Medication (Martin) hlm. 831-832<br />
− Fasa minyak dilelehkan sebagian dimulai dengan bahan yang mempunyai titik leleh paling<br />
tinggi. Fasa minyak yang lain kemudian ditambahkan untuk menurunkan titik leleh.<br />
− Fasa air dipanaskan beberapa derajat diatas suhu titik leleh fasa minyak.<br />
− Kemudian kedua fasa digabungkan. Bila yang akan dibuat adalah sistem A/M maka tambahkan<br />
fasa air ke dalam fasa minyak dan lakukan pengadukan.<br />
− Bahan-bahan yang mudah menguap seperti parfum, mentol, kamfer tambahkan setelah basis<br />
didinginkan ± 40°C.<br />
− Bila bahan obat adalah padatan dan tidak larut dalam basis maka dihaluskan terlebih dulu dan<br />
dicampurkan pada basis melalui cara triturasi.<br />
4. Teknologi Farmasi Likuida dan Semisolida, metode sedian semisolid hlm. 123<br />
Metode pelelehan<br />
− Zat pembawa + zat aktif, dilelehkan dan diaduk hingga membentuk fasa homogen. Perhatikan<br />
stabilitas zat yang berkhasiat terhadap suhu pada saat pelelehan.<br />
Triturasi<br />
−<br />
Zat yang tidak larut didistribusikan dengan sedikit basis atau dengan salah satu zat pembantu,<br />
tambahkan sisa basis. Dapat juga digunakan pelarut organik untuk melarutkan teriebih dulu zat<br />
aktif kemudian dicampurkan dengan basis yang akan digunakan.<br />
5. Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida dan Semisolida hlm. 43<br />
Metode pelelehan (fusion)<br />
− Timbang bahan berkhasiat yang akan digunakan, gerus halus sesuai dengan ukuran partikel<br />
yang dikehendaki.<br />
− Timbang basis semisolida yang tahan pemanasan, panaskan di atas penangas air hingga di atas<br />
suhu leleh (sampai lumer). Pemanasan fasa air dan minyak dilakukan terpisah masing-masing<br />
dilakukan pada suhu 70 o C.<br />
− Setelah dipanaskan masukkan ke dalam mortir hangat (dengan cara membakar alkohol di dalam<br />
mortir), aduk homogen sampai dingin dan terbentuk masa semisolida.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
V. PERMASALAHAN DALAM SEDIAAN<br />
Permasalahan yang terjadi berupa kerusakan krim sebagai akibat dari ketidakstabilan emulsi. Berikut<br />
ini faktor-faktor yang menyebabkan rusaknya <strong>sediaan</strong> krim: (Copper & Gun, Dispensing for<br />
Pharmaceutical Students ed 12, hal 122)<br />
− Cracking, yaitu koalesen dari globul yang terdispersi dan pemisahan fase terdispersi<br />
membentuk lapisan yang terpisah. Penyebab cracking adalah :<br />
• Penambahan emulgator dengan tipe berlawanan, Contoh :<br />
‣ Sabun-sabun dari logam monovalen (soaps of monovalen metals) yang menghasilkan<br />
emulsi M/A ditambahkan ke dalam soaps of divalenmetals yang menghasilkan emulsi<br />
A/M dan begitu pula sebaliknya.<br />
‣ Penggunaan emulgator anionik dan kationik yang tidak kompatibel<br />
• Dekomposisi atau pengendapan emulgator, Contoh :<br />
‣ Sabun alkali dapat terdekomposisi dengan adanya asam kemudian terjadi pembebasan<br />
asam lemak dan garam alkali, yang tidak mempunyai kekuatan sebagai emulgator<br />
sehingga akibat penambahan asam ini terjadi cracking<br />
‣ Terjadinya salting out dari natrium atau kalium soaps oleh adanya NaCl dan elektrolit<br />
tertentu lain sehingga emulgator mengendap<br />
‣ Emulgator anionik yang tidak kompatibel dengan bahan yang mempunyai konsentrasi<br />
kation tinggi, begitu pula sebaliknya, emulgator non ionik tidak kompatibel dengan<br />
fenol<br />
‣ Penambahan gum, protein gelatin, dan kasein yang tidak larut dalam alkohol apabila<br />
alkohol digunakan pada emulsi yang dibuat dengan emulgator maka emulgator akan<br />
mengendap.<br />
− Penambahan larutan dimana fase terdispersi dan pendispersinya dalam bentuk terlarut pada<br />
sistem satu fasa yang merusak emulsi. Contoh: penggunaan castor oil, soft soaps dan air yang<br />
larut atau bercampur alam alkohol sehingga penggunaan alkohol dalam emulsi ini<br />
menyebabkan larutan j jernih<br />
− Aksi mikroba (jamur dan bakteri) oleh karena itu emulsi sebaiknya menggunakan pengawet<br />
yang dapat merusak agen pngemulsi dan menyebabkan cracking<br />
− Inkorporasi dari fase terdispersi yang berlebihan<br />
Jika partikel dari fase terdispersi berbentuk sferis dan seragam maka volumen fase terdispersi<br />
tidak akn melebihi 74% dari volume total emulsi, tetapi kebanyakan bentuk partikel tidak sferis<br />
dan tidak seragam maka volume yang terjadi lebih dari 74% dari volume total sehingga terjadi<br />
cracking.<br />
(Cooper & Gun, Dispensing for Pharmaceutical Students, 12 nd ed p 122)<br />
−<br />
−<br />
Creaming, terjadi emulsi yang terkonsentrasi sehingga membentuk krim pada permukaan emulsi.<br />
Creaming merupakan pergerakan keatas droplet yang terdispersi dalam fase pendispersi. Sedangkan<br />
sedimentasi adalah pergerakan partikel-partikel ke bawah. Kedua hal ini masih dapat diterima<br />
asalkan dapat direkonstitusi saat dikocok. Creaming dapat diukur secara visual, mikroskopik,<br />
dielektrik, analitik, dan teknik radioisotop.( Lieberman, Herbert A, Martin M. Rieger , and Gilbert S.<br />
Banker, Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse Sistem vol 1, 1998, New York, Hlm 237)<br />
Creaming dapat diminimalkan dengan :<br />
• Mengurangi ukuran partikel terdispersi dan distribusi ukuran globul<br />
• Meningkatkan viskositas fase pendispersi untuk mempertahankan pergerakan globul<br />
• Disimpan ditempat sejuk<br />
(Cooper & Gun, Dispensing for Pharmaceutical Students, 12 nd ed, p. 123)<br />
Flokulasi ( agregasi)<br />
• Flokulasi terjadi sebelum, saat, atau setelah creaming. Flokulasi merupakan agregasi yang<br />
reversibel dari droplet fase dalam berbentuk cluster 3 dimensi.<br />
• Penyebab flokulasi : kurang emulgator<br />
• Flokulasi hanya dapat terjadi saat barier mekanik/elektrik tidak cukup mencegah terjadinya<br />
koalesen, droplet<br />
• Flokulasi : partikel-partikel membentuk suatu kumpulan
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
• Coalesence : bersatunya agglomerates menjadi drops yang lebih besar.<br />
• Teknik yang digunakan untuk memeriksa koalesen dan pemisahan fase yaitu secara visual,<br />
photomicrography, dan coutler counter (untuk ukuran partikel).<br />
• Emulsi yang stabil tidak akan menunjukkan koalesen, creaming pada saat self time atau saat<br />
dibekukan dan dicairkan berulang-ulang atau pada suhu tinggi (40-50 o C)<br />
(Lieberman, Herbert A, Martin M. Rieger , and Gilbert S. Banker, Pharmaceutical Dosage Forms :<br />
Disperse Sistem vol 1, 1998, New York, Hlm 237-238)<br />
VI. EVALUASI SEDIAAN<br />
◊ Evaluasi fisik<br />
• Penampilan (nondestruktif) (Diktat Teknologi Farmasi Liquida & Semisolida, hal 127)<br />
Tujuan: Memeriksa kesesuaian bau dan warna di mana sedapat mungkin mendekati dengan<br />
spesifikasi <strong>sediaan</strong> yang telah ditentukan selama formulasi.<br />
Prinsip: pemeriksaan bau dan rasa menggunakan panca indera.<br />
Penafsiran hasil: warna, bau dan warna memenuhi spesifikasi formulasi yaitu …….<br />
(SESUAIKAN DENGAN Spec. Sediaan yang dibuat<br />
• Homogenitas (FI ed III, hal 33; Diktat Teknologi Farmasi Likuida dan Semisolida,hal 127)<br />
Tujuan : Menjamin distribusi bahan aktif yang homogen<br />
Prinsip : Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus<br />
menunjukkan susunan yang homogen<br />
Penafsiran hasil : Distribusi bahan aktif pada lapisan <strong>sediaan</strong> di permukaan kaca terlihat<br />
merata<br />
• Penetapan pH (destruktif) (FI IV hal 1039)<br />
Alat : pH meter<br />
Tujuan : mengetahui pH <strong>sediaan</strong> sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan<br />
Prinsip : pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi<br />
Penafsiran hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi <strong>sediaan</strong> yaitu ...... (Sesuaikan!!)<br />
• Viskositas (destruktif) (Modul Praktikum Farmasi Fisika, 2002, hal 17-18 )<br />
Tujuan : Menjamin kemudahan penggunaan/pengolesan <strong>sediaan</strong><br />
Prinsip : Sediaan semisolid termasuk sistem non-newton, jadi viskositasnya diukur dengan<br />
viskometer Brookfield Helipath stand. Pengukuran konsistensi gel dilakukan pada suhu kamar<br />
dengan menggunakan viskometer Brookfield Helipath stand yang memakai spindel dan pada<br />
kecepatan (RPM) tertentu.<br />
Penafsiran Hasil : Viskositas yang diperoleh adalah ………<br />
• Ukuran partikel (destruktif) (Lacman, Theory & Practice of Industrial Pharmacy, hal 116)<br />
(khusus untuk zat aktif tidak larut dalam basis)<br />
Tujuan : Menentukan distribusi ukuran partikel<br />
Prinsip : Perubahan reflektan pada panjang gelombang dimana fase dalam berwarna<br />
mengabsorpsi sebagian cahaya yang masuk, ternyata berbanding terbalik dengan suatu<br />
kekuatan dari diameter partikel.<br />
Prosedur: Sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop. Lihat<br />
dibawah mikroskop.<br />
Penafsiran hasil : mengikuti kurva distribusi normal<br />
Prosedur :
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
• Sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop<br />
• Lihat di bawah mikroskop<br />
• Suatu partikel tidak dapat ditetapkan bila ukurannya mendekati sumber cahaya<br />
• Untuk cahaya putih, suatu mikroskop bisa dapat mengukur partikel 0,4 – 0,5 µm. Dengan<br />
lensa khusus dan sinar UV, batas yang lebih rendah dapat diperluas sampai 0,1<br />
• Stabilitas krim (destruktif)<br />
Dilakukan uji percepatan dengan :<br />
Agitasi atau sentrifugasi (mekanik) (Lachman, Teori dan Praktek Far. Ind., Hal 1081).<br />
Prosedur : <strong>sediaan</strong> disentrifuga dengan kecepatan tinggi (+ 30000 RPMO). Amati adanya<br />
pemisahan atau tidak.<br />
Menurut Becher : sentrifugasi 3750 rpm, radius 10 cm, 5 jam sebanding dengan efek gravitasi<br />
1 tahun. Ultrasentrifugassi 25000 rpm atau lebih sebanding dengan efek yang tidak diamati<br />
selama umur normal emulsi/krim.<br />
Manipulasi suhu (termik) (Lachman, hal 1081).<br />
Prosedur : krim dioleskan pada kaca objek dan dipanaskan pada suhu 30, 40, 50, 60 dan 70 o C.<br />
Amati dengan bantuan indikator (ex. Sudan merah), mulai suhu berapa terjadi pemisahan.<br />
Makin tinggi suhu, krim makin stabil.<br />
• Isi minimum (nondestruktif) (FI IV , hal 997)<br />
Ambil contoh 10 wadah berisi zat uji, hilangkan etiket yang dapat mempengaruhi bobot saat isi<br />
wadah dikeluarkan. Bersihkan dan keringkan dengan sempurna bagian luar wadah dengan cara<br />
yang sesuai dan timbang satu per satu. Keluarkan isi secara kuantitatif dari masing-masing<br />
wadah, potong ujung wadah, jika perlu cuci dengan pelarut yang sesuai. Hati-hati agar tutup dan<br />
bagian lain wadah tidak terpisah. Keringkan dan timbang kembali masing-masing wadah<br />
kosong dan bagian-bagiannya. Perbedaan antara kedua penimbangan adalah bobot bersih isi<br />
wadah. Bobot bersih rata-rata isi dari 10 wadah tidak kurang dari bobot yang tertera pada etiket<br />
dan tidak satupun yang bobot bersihnya kurang dari 90% bobot yang tertera pada etiket untuk<br />
bobot 60 g atau kurang. Jika persyaratan tidak dipenuhi, tetapkan bobot bersih isi 20 wadah<br />
tambahan. Bobot rata-rata 30 wadah tidak kurang dari bobot yang tertera di etiket dan hanya<br />
satu wadah yang kurang dari 90% untuk bobot 60g atau kurang dan tidak kurang dari 95% harga<br />
yang tertera di etiket untuk bobot lebih dari 60 g dan kurang dari 150 g.<br />
• Penentuan tipe emulsi (destruktif)<br />
Uji kelarutan zat warna (Martin, Farfis, Hal 1144-1145)<br />
Sedikit zat warna larut air, misal metilen biru atau biru brillian CFC diteteskan pada<br />
permukaan emulsi. Jika zat warna terlarut dan berdifusi homogen pada fase eksternal yang<br />
berupa air, maka tipe emulsi adalah M/A. Jika zat warna tampak sebagai tetesan di fase<br />
internal, maka tipe emulsi adalah A/M. Hal yang terjadi adalah sebaliknya jika digunakan<br />
zat warna larut minyak (Sudan III).<br />
Uji pengenceran (Martin, Farfis, Hal 1145)<br />
Uji ini dilakukan dengan mengencerkan emulsi dengan air. Jika emulsi tercampur baik<br />
dengan air, tanpa memperlihatkan ketidakcampuran, maka tipe emulsi adalah M/A. Hal ini<br />
dapat dilakukan dengan mikroskop untuk memberikan visualisasi yang baik tentang tidak<br />
adanya ketidakcampuran.<br />
• Uji pelepasan bahan aktif dari <strong>sediaan</strong> (destruktif) (Tugas Akhir Ivantia, “Uji Pelepasan<br />
Diklofenak dari Sediaan Salep” ;TA Sriningsih “Kecepatan difusi kloramfenikol dari <strong>sediaan</strong><br />
salep)<br />
Prinsip : mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari <strong>sediaan</strong> krim dengan cara mengukur<br />
konsentrasi zat aktif dalam cairan penerima pada waktu tertentu.<br />
Prosedur :<br />
o Sejumlah krim dioleskan pada cawan Petri, permukaan dibuat serata mungkin.<br />
o Cairan penerima disiapkan (dapar, Lar. NaCl 0,9%, dll) dalam gelas kimia 600 ml dengan
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
volume tertentu (ex. 250 mL). Kemudian gelas kimia direndam dalam water bath bersuhu<br />
37 0 C. Pengaduk dipasang tepat ditengah-tengah antara permukaan cairan penerima dengan<br />
krim, dengan kecepatan 60 rpm.<br />
o Cawan Petri yang telah diolesi krim dimasukkan.<br />
o Cairan penerima dipipet pada waktu-waktu tertentu, missal pada menit ke 5, 10, 15, 25, 30,<br />
60, 90, 120, 180 dan 240.<br />
o Cairan yang dipipet diganti dengan cairan penerima yang sama, bersuhu 37 o C.<br />
o<br />
o<br />
Kadar zat aktif dalam sample ditentukan dengan metode yang sesuai, jika perlu diencerkan.<br />
Jika komponen krim mengandung bahan yang dapat bercampur dengan cairan penerima,<br />
maka<br />
pada permukaan krim dipasang membran selofen sehingga krim tidak kontak langsung dengan<br />
cairan penerima.<br />
Penafsiran hasil<br />
Bahan aktif dinyatakan mudah lepas dari <strong>sediaan</strong> apabila pada waktu tunggu (waktu pertama<br />
kali zat aktif ditemukan dalam cairan penerima) semakin kecil. Dalam hal ini tergantung dari<br />
pembawa, penambahan komponen lain dan jenis cairan penerima.<br />
• Uji kebocoran tube (nondestruktif) (Lampiran FI IV Hal. 1096)<br />
Tujuan: memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume serta<br />
kestabilan <strong>sediaan</strong>.<br />
Prinsip: 10 tube <strong>sediaan</strong> dibersihkan dan dikeringkan baik-baik bagian luarnya dengan kain<br />
penyerap. lalu tube diletakkan secara horizontal di atas kain penyerap di dalam oven dengan<br />
suhu diatur pada 60 o ± 3 o selama 8 jam.<br />
Hasil : tidak boleh terjadi kebocoran yang berarti selama atau setelah pengujian selesai.<br />
Abaikan bekas krim yang diperkirakan berasal dari bagian luar dimana terdapat lipatan dari tube<br />
atau dari bagian ulir tutup tube. Jika terdapat kebocoran pada 1 tube tetapi tidak lebih dari 1 tube,<br />
ulangi pengujian dengan 20 tube tambahan. Uji memenuhi syarat jika: tidak ada satu pun<br />
kebocoran diamati dari 10 tube uji pertama, atau kebocoran yang diamati tidak lebih dari 1 dari<br />
30 tube yang diuji.<br />
◊<br />
• Uji difusi bahan aktif dari <strong>sediaan</strong> (Pustaka TA Sriningsih “Kecepatan difusi<br />
kloramfenikol dari <strong>sediaan</strong> salep”)<br />
Tujuan : Mengetahui laju difusi bahan aktif<br />
Prinsip : Menguji difusi bahan aktif dari <strong>sediaan</strong> gel menggunakan suatu sel difusi dengan cara<br />
mengukur konsentrasi bahan aktif dalam cairan penerima pada selang waktu tertentu.<br />
Penafsiran hasil : ?<br />
Evaluasi Kimia<br />
• Identifikasi (destruktif)<br />
• Uji penetapan kadar (destruktif)<br />
Identifikasi zat aktif (sesuai dengan monografi FI IV/kompendia lain) Penetapan kadar zat aktif<br />
(sesuai dengan monografi FI IV/kompendia lain)<br />
◊ Evaluasi Biologi<br />
• Uji penetapan potensi antibiotik (Lampiran FI IV hal 891-899) (khusus jika zat aktif<br />
antibiotik)<br />
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses pembuatan laruta<br />
dan menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.<br />
Prinsip : Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh antibiotik dalam <strong>sediaan</strong><br />
yang ditambahkan ke dalam media padat atau cair yang mengandung biakan mikroba<br />
berdasarkan metode lempeng atau metode turbidimetri.<br />
Penafsiran hasil : Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode garis lurus<br />
transformasi log dengan prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linieritas (FI IV,hal 898).<br />
Harga KHM yang makin rendah, makin kuat potensinya. Pada Umumnya antibiotik yang
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
berpotensi tinggi mempunyai KHM yang rendah dan diameter hambat yang besar<br />
• Uji efektivitas pengawet antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet)<br />
(FI IV , hal 854-855)<br />
Tujuan: Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada <strong>sediaan</strong> dosis<br />
ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk parenteral yang<br />
dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan.<br />
Prinsip: Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam <strong>sediaan</strong> yang mengandung<br />
pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai parameter efektifitas pengawet<br />
dalam <strong>sediaan</strong>. Inokulasi mikroba pada <strong>sediaan</strong> dengan cara menginkubasi tabung bakteri<br />
biologik (Candida Albicans, Aspergillus Niger, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus<br />
aureus) yang berisi sampel dari inokula pada suhu 20-25°C dalam media Soybean-Casein<br />
Digest Agar.<br />
Syarat/penafsiran hasil:<br />
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:<br />
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari jumlah<br />
awal.<br />
b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang dari<br />
jumlah awal.<br />
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau kurang<br />
dari bilangan yang disebut pada a dan b.<br />
• Kandungan zat antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet) (FI<br />
IV hal 939-942)<br />
Tujuan: Menentukan kadar pengawet terendah yang masih efektif dan ditujukan untuk zat-zat<br />
yang paling umum digunakan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang ada, tetapi<br />
tidak lebih dari 20% dari jumlah yang tertera di etiket.<br />
Prinsip: Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan kromatografi gas atau<br />
polarografi (sesuaikan dengan pengawet yang digunakan)<br />
Penafsiran Hasil : kandungan zat antimikroba dinyatakan dalam satuan b/v atau v/v
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
Lampiran 1<br />
Nilai HLB Butuh Minyak dan Lemak<br />
Nilai HLB Butuh<br />
No Nama Bahan M/A A/M<br />
1Minyak jarak/ricinus oil 12 -<br />
2M.biji kapas/cottonseed 12 5<br />
3Metil salisilat 14 -<br />
4Vaselin 12 5<br />
5parafin cair 12 5<br />
6parafin padat 9 4<br />
7adeps lanae/lanolin 10 3<br />
8asam stearat 15 6<br />
9M. kacang/arachis oil 9 -<br />
10stearil alkohol 14 -<br />
11setil alkohol 15 -
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
Tabel Nilai HLB beberapa surfaktan (Copper & Gun, 135)<br />
Nama Generik Nama dagang HLB<br />
Parsial ester asam lemak dari sorbitan<br />
sorbitan mono laurat Span 20 8.6<br />
sorbitan mono palmitat Span 40 6.7<br />
sorbitan mono stearat Span 60 4.7<br />
sorbitan tri stearat Span 65 2.1<br />
sorbitan mono oleat Span 80 4.3<br />
sorbitan tri oleat Span 85 1.8<br />
Parsial ester asam lemak dari polioksi<br />
etilensorbitan<br />
Polioksietilen sorbitan (20) mono laurat Tween 20 16.7<br />
Polioksietilen sorbitan (4) mono laurat Tween 21 13.3<br />
Polioksietilen sorbitan (20) mono palmitat Tween 40 15.6<br />
Polioksietilen sorbitan (20) mono stearat Tween 60 14.9<br />
Polioksietilen sorbitan (4) mono oleat Tween 61 9.6<br />
Polioksietilen sorbitan tri stearat Tween 65 10.5<br />
Polioksietilen sorbitan (20) mono oleat Tween 80 15.0<br />
Polioksietilen sorbitan (5) mono oleat Tween 81 10.0<br />
Polioksietilen sorbitan (20) tri oleat Tween 85 11.0<br />
Natrium lauril sulfat 40.0<br />
Natrium oleat 18.0<br />
Asam oleat 1.0<br />
Setostearil alkohol 1.2<br />
Contoh Formula Pustaka<br />
1. Formularium Nasional I, 1978<br />
a. Krim Betametason, 47<br />
b. Krim Betametason Valerat, 49<br />
c. Krim Deksametason Fosfat,94<br />
d. Krim Deksametason Neomisin, 95<br />
e. Krim Dibukaina, 104<br />
f. Krim Dienestrol,106<br />
g. Krim Gameksan, 134<br />
h. Krim Gentamisin, 135<br />
i. Krim Hidrokortison, 151<br />
j. Krim Iodoklorosikinolina, 77<br />
k. Krim Kliokinolina, 77<br />
l. Krim Kliokinolina Hidrokortisn, 79<br />
m. Krim Sinkokaina, 104<br />
n. Krim Triamsinolon Asetonida, 293<br />
o. Krim Tripelenamina, 297<br />
p. Krim Vioform, 77<br />
2. Drug Formulation Manual (D.P.S. Kohli, D.H. Shah)<br />
a. Bethamethasone, 576<br />
b. Clotrimazole, 586<br />
c. Crocamitone, 588<br />
d. Fluocinolon, 595<br />
e. Gentamycin, 602<br />
f. Hydrocortisone, 604<br />
g. Miconazole, 613<br />
h. Nitrofurazone, 619<br />
i. Sisomicin, 625<br />
j. Tolnaftate, 627
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />
SEMISOLIDA<br />
GEL<br />
(Re-newed by Yolanda)<br />
I. DEFINISI<br />
• Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang<br />
kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. gel kadang – kadang<br />
disebut jeli. (FI IV, hal 7)<br />
• Gel adalah <strong>sediaan</strong> bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawaan<br />
organik atau makromolekul senyawa organik, masing-masing terbungkus dan saling terserap<br />
oleh cairan (Formularium Nasional, hal 315)<br />
II. TEORI<br />
A. Pengolongan (Disperse Sistem, Lachman, hal 496)<br />
1. Berdasarkan sifat fasa koloid :<br />
• Gel anorganik, contoh : bentonit magma<br />
• Gel organik, pembentuk gel berupa polimer<br />
2. Berdasarkan sifat pelarut :<br />
• Hidrogel (pelarut air).<br />
Hidrogel pada umumnya terbentuk oleh molekul polimer hidrofilik yang saling sambung<br />
silang melalui ikatan kimia atau gaya kohesi seperti interaksi ionik, ikatan hidrogen atau<br />
interaksi hidrofobik. Hidrogel mempunyai biokompatibilitas yang tinggi sebab hidrogel<br />
mempunyai tegangan permukaan yang rendah dengan cairan biologi dan jaringan sehingga<br />
meminimalkan kekuatan adsorbsi protein dan adhesi sel; hidrogel menstimulasi sifat<br />
hidrodinamik dari gel biological, sel dan jaringan dengan berbagai cara; hidrogel bersifat<br />
lembut/lunak, elastis sehingga meminimalkan iritasi karena friksi atau mekanik pada<br />
jaringan sekitarnya. Kekurangan hidrogel yaitu memiliki kekuatan mekanik dan kekerasan<br />
yang rendah setelah mengembang. Contoh : bentonit magma, gelatin<br />
• Organogel (pelarut bukan air/pelarut organik). Contoh : plastibase (suatu polietilen dengan<br />
BM rendah yang terlarut dalam minyak mineral dan didinginkan secara shock cooled), dan<br />
dispersi logam stearat dalam minyak.<br />
• Xerogel.<br />
Gel yang telah padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah diketahui sebagai xerogel.<br />
Xerogel sering dihasilkan oleh evaporasi pelarut, sehingga sisa – sisa kerangka gel yang<br />
tertinggal. Kondisi ini dapat dikembalikan pada keadaan semula dengan penambahan agen<br />
yang mengimbibisi, dan mengembangkan matriks gel. Contoh : gelatin kering, tragakan<br />
ribbons dan acacia tears, dan sellulosa kering dan polystyrene.<br />
• Emulgel<br />
Emulgel adalah emulsi baik O/W maupun W/O yang dibuat gel dengan mencampurkannya<br />
dengan gelling agent. Keunggulan emulgel memiliki kelebihan daya hantar obat yang baik<br />
seperti gel maupun emulsi (The APPS jurnal, Optimization of Chlorphenesin Emulgel<br />
Formulation, Magdy I. Mohamed)<br />
3. Berdasarkan bentuk struktur gel: (Diktat Kuliah)<br />
• Kumparan acak: struktur dibentuk oleh gelling agent golongan polimer sintetik dan derivat<br />
selulosa. penambahan selanjutnya akan meningkatkan sifat viskoelastis dan ketegaran masa<br />
gel.<br />
• Heliks: struktur dibentuk oleh gelling agent golongan gom xanthan dan polisakarida<br />
• Batang (egg box):terjadi ikatan silang antara polimer kation dengan polimer divalent.<br />
Contoh: Kalsium alginat<br />
• Bangunan kartu: terbentuk dari partikel anorganik terhidratasi.<br />
4. Berdasarkan jenis fase terdispersi (FI IV; Ansel, hal. 390-391):<br />
• Gel fase tunggal, terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama dalam suatu<br />
1
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />
SEMISOLIDA<br />
cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi<br />
dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik (misal karbomer) atau<br />
dari gom alam (misal tragakan). Molekul organik larut dalam fasa kontinu.<br />
• Gel sistem dua fasa, terbentuk jika masa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah.<br />
Dalam sistem ini, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar, masa gel kadangkadang<br />
dinyatakan sebagai magma. Partikel anorganik tidak larut, hampir secara keseluruhan<br />
terdispersi pada fasa kontinu.<br />
B. Kegunaan (Lachman, Dysperse System, Vol.II, p. 495 – 496)<br />
• Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral, dalam bentuk <strong>sediaan</strong><br />
yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat dari gelatin dan untuk bentuk <strong>sediaan</strong> obat long<br />
– acting yang diinjeksikan secara intramuskular.<br />
• Gel biasa digunakan untuk orang yang memiliki kulit berminyak (pada <strong>sediaan</strong> topikal)<br />
• Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi tablet, bahan pelindung<br />
koloid pada suspensi, bahan pengental pada <strong>sediaan</strong> cairan oral, dan basis suppositoria.<br />
• Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik, termasuk pada<br />
shampo, parfum, pasta gigi, dan kulit – dan <strong>sediaan</strong> perawatan rambut.<br />
• Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non streril) atau dimasukkan ke<br />
dalam lubang tubuh atau mata (gel steril) (FI IV, hal 8)<br />
C. Keuntungan dan Kekurangan Sediaan Gel.<br />
Keuntungan <strong>sediaan</strong> gel :<br />
• Untuk hidrogel : efek pendinginan pada kulit saat digunakan; penampilan <strong>sediaan</strong> yang jernih dan<br />
elegan; pada pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film tembus pandang, elastis, daya<br />
lekat tinggi yang tidak menyumbat pori sehingga pernapasan pori tidak terganggu; mudah dicuci<br />
dengan air; pelepasan obatnya baik; kemampuan penyebarannya pada kulit baik.<br />
Kekurangan <strong>sediaan</strong> gel :<br />
• Untuk hidrogel : harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga diperlukan<br />
penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan<br />
temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan<br />
surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.<br />
• Penggunaan emolien golongan ester harus diminimalkan atau dihilangkan untuk mencapai kej<br />
ernihan yang tinggi.<br />
• Untuk hidroalkoholik : gel dengan kandungan alkohol yang tinggi dapat menyebabkan pedih pada<br />
wajah dan mata, penampilan yang buruk pada kulit bila terkena pemaparan cahaya matahari,<br />
alkohol akan menguap dengan cepat dan meninggalkan film yang berpori atau pecah-pecah<br />
sehingga tidak semua area tertutupi atau kontak dengan zat aktif.<br />
Alasan pemilihan <strong>sediaan</strong> gel:<br />
• Tujuan pengobatan: biasanya <strong>sediaan</strong> gel diberikan untuk <strong>sediaan</strong> dengan cara pemberian topikal<br />
D. Sifat / Karakteristik Gel (Diktat Kuliah; Lachman, Dysperse System, Vol.II, p.496 – 499)<br />
• Zat pembentuk gel yang ideal untuk <strong>sediaan</strong> farmasi dan kosmetik ialah inert, aman dan tidak<br />
bereaksi dengan komponen lain<br />
• Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan yang baik selama<br />
penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika <strong>sediaan</strong> diberikan kekuatan atau daya yang<br />
disebabkan oleh pengocokan dalam botol, pemerasan tube, atau selama penggunaan topikal.<br />
• Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan <strong>sediaan</strong> yang diharapkan.<br />
• Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau BM besar dapat<br />
menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau digunakan).<br />
• Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga pembentukan gel terjadi<br />
satelah pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh polimer seperti MC, HPMC dapat terlarut hanya<br />
pada air yang dingin yang akan membentuk larutan yang kental dan pada peningkatan suhu<br />
larutan tersebut akan membentuk gel.<br />
• Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut<br />
thermogelation<br />
2
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />
SEMISOLIDA<br />
Sifat dan karakteristik gel adalah sebagai berikut:<br />
1. Swelling (Lachman, Dysperse System, Vol.II, p. 497-499; Goeswin, Teknologi Farmasi Likuida<br />
& Semisolida, hal 119)<br />
Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorbsi larutan sehingga<br />
terjadi pertambahan volume. Pelarut akan berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi interaksi<br />
antara pelarut dengan gel. Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi ikatan silang antar<br />
polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan komponen gel berkurang.<br />
2. Sineresis (Lachman, Dysperse System, Vol.II, p. 497-499; Goeswin, Teknologi Farmasi Likuida<br />
& Semisolida, hal 119)<br />
Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel. Cairan yang terjerat akan<br />
keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu pembentukan gel terjadi tekananyang<br />
elastis, sehingga terbentuk massa gel yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan<br />
dengan fase relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya<br />
perubahan pada ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga<br />
memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada hidrogel maupun<br />
organogel.<br />
3. Efek suhu (Goeswin, Teknologi Farmasi Likuida & Semisolida, hal 227)<br />
Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur tapi<br />
dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer separti MC,<br />
HPMC, terlarut hanya pada air yang dingin membentuk larutan yang kental. Pada peningkatan<br />
suhu larutan tersebut membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang<br />
disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation.<br />
4. Efek elektrolit (Goeswin, Teknologi Farmasi Likuida & Semisolida, hal 227)<br />
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik dimana koloid<br />
digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan konsentrasi elektrolit kecil akan<br />
meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah pemberian<br />
tekanan geser. Gel Na-alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion<br />
kalsium yang disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat sebagai kalsium<br />
alginat yang tidak larut.<br />
5. Elastisitas dan rigiditas (Goeswin, Teknologi Farmasi Likuida & Semisolida, hal 226; Martin,<br />
Farmasi Fisik hal.1089)<br />
Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa, selama transformasi dari<br />
bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas dengan peningkatan konsentrasi pembentuk<br />
gel. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran<br />
viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel.<br />
(Gel lebih kental daripada sol, karena gel tersusun oleh kerangka tiga dimensi gel yang memiliki<br />
titik hubung yang banyak antar partikelnya, sedangkan sol memiliki titik hubung /ikatan yang<br />
sedikit sehingga sol akan membentuk sistem yang lebih encer.<br />
6. Rheologi (Lachman, Dysperse System, Vol.II, p. 497-499)<br />
Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi memberikan sifat<br />
aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan jalan aliran non – Newton (menggunakan alat<br />
Brookfield) yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran.<br />
E. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam formulasi (Diktat Kuliah)<br />
1. Penampilan gel : transparan atau berbentuk suspensi partikel koloid yang terdispersi, dimana<br />
dengan jumlah pelarut yang cukup banyak membentuk gel koloid yang mempunyai struktur tiga<br />
dimensi.<br />
3
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />
SEMISOLIDA<br />
2. Inkompatibilitas dapat terjadi dengan mencampur obat yang bersifat kationik pada kombinasi zat<br />
aktif, pengawet atau surfaktan dengan pembentuk gel yang bersifat anionik (terjadi inaktivasi<br />
atau pengendapan zat kationik tersebut).<br />
3. Gelling agents yang dipilih harus bersifat inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain<br />
dalam formulasi.<br />
4. Penggunaan polisakarida memerlukan penambahan pengawet sebab polisakarida bersifat rentan<br />
terhadap mikroba.<br />
5. Viskositas <strong>sediaan</strong> gel yang tepat, sehingga saat disimpan bersifat solid tapi sifat soliditas<br />
tersebut mudah diubah dengan pengocokan sehingga mudah dioleskan saat penggunaan topikal.<br />
6. Pemilihan komponen dalam formula yang tidak banyak menimbulkan perubahan viskositas saat<br />
disimpan di bawah temperatur yang tidak terkontrol.<br />
7. Konsentrasi polimer sebagai gelling agents harus tepat sebab saat penyimpanan dapat terjadi<br />
penurunan konsentrasi polimer yang dapat menimbulkan syneresis (air mengambang diatas<br />
permukaan gel)<br />
8. Pelarut yang digunakan tidak bersifat melarutkan gel, sebab bila daya adhesi antar pelarut dan<br />
gel lebih besar dari daya kohesi antar gel maka sistem gel akan rusak.<br />
F. Komponen Gel<br />
1. Gelling Agents (Lachman, Dysperse System, Vol. II, p. 499-504)<br />
Termasuk dalam kelompok ini adalah gum alam, turunan selulosa, dan karbomer. Kebanyakan<br />
dari sistem tersebut berfungsi dalam media air, selain itu ada yang membentuk gel dalam cairan<br />
nonpolar. Beberapa partikel padat koloidal dapat berperilaku sebagai pembentuk gel karena<br />
terjadinya flokulasi partikel.<br />
Catatan: Pada pemilihan gelling agent perhatikan dengan pH stabilita dan inkompatibilitasnya<br />
Berikut ini adalah beberapa contoh gelling agent :<br />
A. Polimer (gel organik)<br />
a. Gum alam (natural gums)<br />
Umumnya bersifat anionik (bermuatan negatif dalam larutan atau dispersi dalam air),<br />
meskipun dalam jumlah kecil ada yang bermuatan netral, seperti guar gum. Karena<br />
komponen yang membangun struktur kimianya, maka natural gum mudah terurai secara<br />
mikrobiologi dan menunjang pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu, sistem cair yang<br />
mengandung gum harus mengandung pengawet dengan konsentrasi yang cukup.<br />
Pengawet yang bersifat kationik inkompatibel dengan gum yang bersifat anionik<br />
sehingga penggunaannya harus dihindari.<br />
Beberapa contoh gum alam :<br />
i. Natrium alginat (+ HOPE, 5 th ed., p. 656)<br />
• Natrium alginat 5-10% digunakan dalam <strong>sediaan</strong> semisolid.<br />
• Tersedia dalam bebrapa grade sesuai dengan viskositas yang terstandardisasi yang<br />
merupakan kelebihan natrium alginat dibandingkan dengan tragakan.<br />
• Inkompatibel dengan derivat akridin, kristal violet, fenil merkuri asetat dan nitrat,<br />
garam kalsium, logam berat dan etanol dengan konsentrasi lebih dari 5%.<br />
Elektrolit dalam konsentrasi rendah menyebabkan peningkatan viskositas tapi<br />
elektrolit dalam konsentrasi tinggi menyebabkan salting out Na-Alginate. Salting<br />
out muncul jika ada > 4% NaCl.<br />
• Natrium alginat pada pH 4-10, sedangkan pada pH 10 viskositas menurun<br />
ii. Karagenan (+ HOPE, 5 th ed., p. 656-658)<br />
• Fraksi kappa dan iota membentuk gel yang reversibel terhadap pengaruh panas.<br />
4
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />
SEMISOLIDA<br />
• Semua karagenan adalah anionik. Gel kappa yang cenderung getas, merupakan gel<br />
yang terkuat dengan keberadaan ion K. Gel iota bersifat elastis dan tetap j ernih<br />
dengan keberadaan ion K.<br />
• Konsentrasi karagenan yang digunakan 0,3-1%.<br />
• Inkompatibel dengan material kationik<br />
iii. Tragakan (+ HOPE, 5 th ed., p. 785)<br />
• Menurut NF, didefinisikan sebagai ekstrak gum kering dari Astragalus gummifer<br />
Labillardie, atau spesies Asia dari Astragalus.<br />
• Digunakan sebanyak 5% sebagai gelling agent.<br />
• Tragakan kurang begitu populer karena mempunyai viskositas yang bervariasi.<br />
• Inkompatibilitas : Viskositas akan menurun dengan cepat di luar range pH 4,5-7<br />
rentan terhadap degradasi oleh mikroba. Pada pH
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />
SEMISOLIDA<br />
umum, CMC Na menunjukkan viskositas maksimum pada pH 7-9.<br />
Inkompatibel dengan larutan asam, larutan garam, besi, dan beberapa metal<br />
lain (Al, merkuri, zinc)<br />
ii. HPC stabil pada pH 6-8, inkompatibel dengan derivat fenol, seperti metil<br />
paraben dan propil paraben, kehadiran polimer anionik akan meningkatkan<br />
viskositas HPC. Kompatibel dengan garam inorganik<br />
iii. HEC memiliki pH stabilitas 2-12, inkompatibel dengan zinc, inkompatibel<br />
parsial dengan kasein, gelatin, MC,PVA, dan pati<br />
iv. HPMC stabil pada pH 3-11, inkompatibel dengan agen oksidator<br />
c. Polimer sintetis (Karbomer = karbopol) (+ HOPE, 5 th ed., p. 111-115)<br />
• Karbomer merupakan gelling agent yang kuat, membentuk gel pada konsentrasi<br />
sekitar 0,5%. Dalam media air, yang diperdagangkan dalam bentuk asam bebasnya,<br />
pertama-tama dibersihkan dulu, setelah udara yang terperangkap keluar semua, gel<br />
akan terbentuk dengan cara netralisasi dengan basa yang sesuai.<br />
• Dalam sistem cair, basa anorganik seperti NaOH, KOH, dan NH4OH sebaiknya<br />
ditambahkan.<br />
• pH harus dinetralkan karena karakter gel yang dihasilkan dipengaruhi oleh proses<br />
netralisasi atau pH yang tinggi.<br />
• Viskositas dispersi karbomer dapat menurun dengan adanya ion-ion.<br />
• Merupakan gelling agent yang kuat, maka hanya diperlukan dalam konsentrasi<br />
kecil, biasanya 0,5-2 %<br />
• Inkompatibel dengan fenol, polimer kationik, asam kuat, elektrolit kuat<br />
B. Polietilen (gelling oil)<br />
Polietilen merupakan gelling agent yang sesuai dengan cairan hidrokarbon alifatik tapi<br />
kurang kompatibel dengan beberapa macam minyak.<br />
Digunakan dalam gel hidrofobik likuid, akan dihasilkan gel yang lembut, mudah tersebar,<br />
dan membentuk lapisan/film yang tahan air pada permukaan kulit. Untuk membentuk gel,<br />
polimer harus didispersikan dalam minyak pada suhu tinggi (di atas 80 0 C) kemudian<br />
langsung didinginkan dengan cepat untuk mengendapkan kristal yang merupakan<br />
pembentukan matriks.<br />
C. Koloid padat terdispersi<br />
• Mikrokristalin selulosa dapat berfungsi sebagai gellant dengan cara pembentukan<br />
jaringan karena gaya tarik-menarik antar partikel seperti ikatan hidrogen.<br />
• Konsentrasi rendah dibutuhkan untuk cairan nonpolar. Untuk cairan polar diperlukan<br />
konsentrasi yang lebih besar untuk membentuk gel, karena adanya kompetisi dengan<br />
medium yang melemahkan interaksi antar partikel tersebut.<br />
D. Surfaktan<br />
Gel yang jernih dapat dihasilkan oleh kombinasi antara minyak mineral, air, dan konsentrasi<br />
yang tinggi (20-40%) dari surfaktan anionik. Kombinasi tersebut membentuk mikroemulsi.<br />
Karakteristik gel yang terbentuk dapat bervariasi dengan cara meng-adjust proporsi dan<br />
konsentrasi dari komposisinya. Bentuk komersial yang paling banyak untuk jenis gel ini<br />
adalah produk pembersih rambut.<br />
E. Gellants lain<br />
Banyak wax yang digunakan sebagai gellants untuk media nonpolar seperti beeswax,<br />
carnauba wax, setil ester wax.<br />
F. Polivinil alkohol<br />
Konsentrasi yang dianjurkan antara 10 – 20%, bergantung pada grade PVA dan viskositas<br />
yang diinginkan (Aulton, Pharmaceutical Parctice, p. 128). PVA digunakan dalam emulsi<br />
6
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />
SEMISOLIDA<br />
pada konsentrasi 0,5 %. Inkompatibel pada konsentrasi tinggi dengan garam inorganik<br />
terutama sulfat dan fosfat (HOPE hal 491-492). Untuk membuat gel yang dapat mengering<br />
secara cepat. Film yang terbentuk sangat kuat dan plastis sehingga memberikan kontak yang<br />
baik antara obat dan kulit. Tersedia dalam beberapa grade yang berbeda dalam viskositas<br />
dan angka penyabunan.<br />
G. Clays (gel anorganik) (Aulton, Pharmaceutical Parctice, p. 128; Cooper & Gunns,<br />
Dispensing for Pharmaceutical Students, p.216)<br />
Digunakan sebanyak 7-20% sebagai basis. Mempunyai pH 9 sehingga tidak cocok<br />
digunakan pada kulit. Viskositas dapat menurun dengan adanya basa. Magnesium oksida<br />
sering ditambahkan untuk meningkatkan viskositas. Bentonit harus disterilkan terlebih<br />
dahulu untuk penggunaan pada luka terbuka. Bentonit dapat digunakan pada konsentrasi 5-<br />
20%. Contohnya : Bentonit, veegum, laponite<br />
2. Bahan tambahan (Cooper & Gunns, Dispensing for Pharmaceutical Students, p.217)<br />
a. Pengawet<br />
Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba, tetapi semua gel<br />
mengandung banyak air sehingga membutuhkan pengawet sebagai antimikroba. Dalam<br />
pemilihan pengawet harus memperhatikan inkompatibilitasnya dengan gelling agent.<br />
Beberapa contoh pengawet yang biasa digunakan dengan gelling agent :<br />
• Tragakan : metil hidroksi benzoat 0,2 % b/v dgn propil hidroksi benzoat 0,05 % b/v<br />
• Na alginate : metil hidroksi benzoat 0,1- 0,2 % b/v, atau klorokresol 0,1 % b/v atau asam<br />
benzoat 0,2 % b/v<br />
• Pektin : asam benzoat 0,2 % b/v atau metil hidroksi benzoat 0,12 % b/v atau klorokresol<br />
0,1-0,2 % b/v<br />
• Starch glyserin : metil hidroksi benzoat 0,1-0,2 % b/v atau asam benzoat 0,2 % b/v<br />
• MC : fenil merkuri nitrat 0,001 % b/v atau benzalkonium klorida 0,02% b/v<br />
• Na CMC : metil hidroksi benzoat 0,2 % b/v dgn propil hidroksi benzoat 0,02 % b/v<br />
• Polivinil alkohol : klorheksidin asetat 0,02 % b/v<br />
• Carbomer : metil metil hidroksi benzoat 0,15 % b/v dgn propil hidroksi benzoat 0,05 %<br />
b/v<br />
Pada umumnya pengawet dibutuhkan oleh <strong>sediaan</strong> yang mengandung air. Biasanya digunkan<br />
pelarut air yang mengandung metilparaben 0,075% dan propilparaben 0,025% sebagai<br />
pengawet.<br />
b. Penambahan Bahan Higroskopis<br />
Bertujuan untuk mencegah kehilangan air. Contohnya gliserol, propilenglikol dan sorbitol<br />
dengan konsentrasi 10-20 %.<br />
c. Chelating agent<br />
Bertujuan untuk mencegah basis dan zat yang sensitive terhadap logam berat. Contohnya<br />
EDTA<br />
III. FORMULA<br />
A. Formula Umum/Standar<br />
R/ Zat aktif<br />
Basis gel<br />
Zat tambahan<br />
B. Formula Basis Gel<br />
CONTOH BASIS FORMULA GEL<br />
1. R/ Ichtimol 2 g<br />
Tragakan<br />
5 g<br />
7
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />
Alkohol<br />
10 mL<br />
Gliserol<br />
2 g<br />
Air hingga 100 g<br />
SEMISOLIDA<br />
Buat 50 g<br />
Metoda pembuatan:<br />
• Disiapkan untuk 60 g sebagai antisipasi kehilangan dalam proses<br />
• Botol ditara dan siapkan mucilago tragakan dengan 33 mL air<br />
• Ichtimol, gliserol dan 10 mL air dicampurkan, kemudian tambahkan mucilage tragakan, lalu<br />
diaduk/dikocok<br />
• Berat diadjust dengan air, kemudian dikocok kembali, lalu dimasukkan ke dalam wadah<br />
Pembuatan mucilage tragakan :<br />
• Pembawa disiapkan<br />
• Botol bermulut lebar dikalibrasi, dikeringkan di dalam oven kemudian dinginkan<br />
• Alkohol dimasukkan kemudian tambahkan tragakan (jangan terbalik karena akan<br />
mengakibatakan terjadinya pengentalan) kemudian dilakukan pengocokkan untuk<br />
mencampurkan<br />
• Ditungkan kedalam wadah yang berisi pembawa, lalu ditutup dan dikocok segera<br />
• Volume digenapkan, lalu dicampurkan dan dimasukkan kedalam wadah untuk<br />
penyimpanan<br />
2. R/ Na-alginat<br />
Gliserol<br />
Metal hidroksi benzoate<br />
Ca-glukonat<br />
Air hingga<br />
7 g<br />
7 g<br />
0,2 g<br />
0,05 g<br />
100 g<br />
Catatan : basis ini harus disimpan semalam sebelum digunakan<br />
Metoda pembuatan :<br />
• Na-alginat dibasahkan dengan gliserol dalam mortir<br />
• Pengawet dan Ca-glukonat dilarutkan ke dalam 80 mL air dengan bantuan pemanasan,<br />
lalu dinginkan hingga 60°C dan diaduk atau distirer cepat<br />
• Campuran Na-lginat-gliserol ditambahkan ke dalam vorteks dengan jumlah sedikit, lalu<br />
diaduk lebih lanjut hingga homogen, kemudian dimasukkan ke dalam wadah<br />
C. Formula gel<br />
(Pustaka : Liweberman, Herbert A., martin M. R., Gilbert S. B., 1989. Phamaceutical Dosage<br />
Forms Disperse System, Vol II, Macel Dekker Inc., New york. Hal 504-506)<br />
1. Gel minyak mineral<br />
R/ Polietilen 10 %<br />
Minyak mineral 90 %<br />
Cara pembuatan ;<br />
Dicampurkan dan aduk atau kocok. Campuran dipanaskan hingga 90°C campur hingga<br />
homogen, lalu dinginkan dengan cepat melalui pengadukan.<br />
2. Gel efedrin sulfat<br />
R/ Efedrin sulfat 10 g<br />
Tragakan<br />
10 g<br />
Metil salisilat 0,1 g<br />
Eucalyptol<br />
1 mL<br />
Minyak pine needle 0,1 mL<br />
Gliserin<br />
150 g<br />
Air<br />
830 g<br />
Cara pembuatan :<br />
Efedrin sulfat dilarutkan ke dalam air dan ditambahkan gliserin, tragakan, kemudian<br />
komponen lainnya. Campurkan dengan baik dan simpan dalam wadah tertutup baik selama 1<br />
minggu dengan pengadukan.<br />
8
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />
SEMISOLIDA<br />
3. Clear gel<br />
R/ Minyak mineral 10 %<br />
Polioksietilen 10 oleil eter 20,7 %<br />
Polioksietilen fatty gliserida 10,3 %<br />
Propilen glikol 8,6 %<br />
Sorbitol 6,9 %<br />
Air 43,5 %<br />
Cara pembuatan :<br />
Semua komponen dipanaskan kecuali air hingga 90°C, kemudian air dipanaskan secara terpisah<br />
hingga 85°C. Air dicampurkan ke dalam komponen lain tersebut dengan pengadukan, lalu<br />
dinginkan hingga 60°C<br />
4. Gel zinc oksida<br />
R/ Karbomer 934 P (karbopol 934 P) 0,8 %<br />
NaOH (larutan 10 %) 3,2 %<br />
ZnO 20 %<br />
Air 76 %<br />
Cara pembuatan :<br />
Karbomer didispersikan ke dalam air, kemudian ditambahakan NaOH dengan pengadukan yang<br />
lambat untuk menghindari penyerapan /penjerapan udara. Kemudian tambahkan ZnO dan<br />
campurkan hingga homogen.<br />
5. Gel sun screening<br />
R/ Etanol 53 %<br />
Karbomer 940 1 %<br />
Gliseril-p-amino benzoat 3 %<br />
Monoisopropanolamin 0,09 %<br />
Air 52,91 %<br />
Cara pembuatan :<br />
Karbomer 940 didispersikan ke dalam alcohol dan giseril-p-amino benzoat dilarutkan ke dalm<br />
larutan. Secara perlahan Monoisopropanolamin ditambahkan. Kemudian secara perlahanlahan<br />
ditambahkan air dan dikocok dengan seksama untuk menghindari penyerapan udara, larutan<br />
akan jernih dan terbentuk gel.<br />
6. Gel hidroksi peroksida<br />
R/ Poloksamer F-127 25 %<br />
Hidrogen peroksida (larutan 30 %) 10 %<br />
Air murni 65 %<br />
Cara pembuatan :<br />
Air dipanakan hingga 40-50° F dan disimpan pada wadah pencampuran. Poloksamer F-127<br />
ditambahkan secara perlahan dengan pengadukan yang baik kemudian pengadukan dilakukan<br />
kembali hingga larutan terbentuk. Temperatur dijaga pada suhu 50° F. Tambahkan larutan<br />
hydrogen peroksida dingin secara perlahan dengan pengadukan yang baik. Lalu pindahkan ke<br />
dalam wadah dan disimpan dalam temperatur ruangan hingga cairan menjadi gel yang jernih.<br />
7. Basis clear Jelly<br />
R/ Na-alginat 3 g<br />
Metil paraben<br />
0,2 g<br />
Natrium heksametafosfat<br />
5 g<br />
Gliserin<br />
10 g<br />
Air murni<br />
100 g<br />
Cara pembuatan :<br />
Metil paraben dilarutkan ke dalam gliserin dengan penambahan panas. Kemudian ditambahkan<br />
air ke dalm gliserin yang hangat dengan pengadukanm yang cepat, kemudian Natrium<br />
heksametafosfat dilarutkan ke dalam larutan. Lalu ditambahkan Na-alginat dengan pengadukan<br />
cepat yang kontinu hingga terlarut sempurna.<br />
9
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />
SEMISOLIDA<br />
IV. PERHITUNGAN FORMULA<br />
A. Cara I<br />
1. Formula yang diusulkan akan dibuat :<br />
R/<br />
2. Jumlah yang akan dibuat tube ditambah dengan kebutuhan evaluasi sebanyak (Total<br />
perkiraan yang dibutuhkan 20 tube) tube. Jadi total yang akan dibuat tube<br />
3. Jumlah gel yang akan dibuat :<br />
– = tube x Y gram = g + 50 gram untuk evaluasi (IPC?)<br />
* Kapasitas alat pengisi semisolida minimal 250 gram, maka dibuat <strong>sediaan</strong> 250 gram gel.<br />
4. Perhitungan<br />
Jumlah zat aktif selalu ditimbang dalam jumlah 5% berlebih untuk mencegah<br />
kemungkinan berkurangnya kadar dalam <strong>sediaan</strong> akibat proses pembuatan ataupun dalam<br />
penyimpanannya. Basis gel ditimbang 20-25% berlebih.<br />
5. Penimbangan<br />
– Zat aktif = g<br />
– Basis gel = g<br />
Jika merupakan campuran 2 macam basis :<br />
Terdiri atas : a = g ; b = g<br />
– Zat tambahan = g<br />
B. Cara II<br />
Sediaan yang ditugaskan untuk dibuat sebanyak Z tube @ ____ gram. Untuk keperluan uji mutu<br />
<strong>sediaan</strong> akhir sebagai berikut:<br />
Jenis Evaluasi<br />
Jumlah (tube)<br />
Penampilan<br />
Homogenitas<br />
3<br />
Distribusi ukuran partikel<br />
Isi minimum (tidak destruktif) 30<br />
Penetapan pH 3<br />
Uji kecepatan pelepasan zat aktif dari <strong>sediaan</strong> 1<br />
Uji difusi bahan aktif <strong>sediaan</strong> (Jika dipersyaratkan dalam 1<br />
monografi/pustaka <strong>sediaan</strong>)<br />
Uji konsistensi (250 g, kapasitas minimal visko Brookfiled) ....<br />
Identifikasi 3<br />
Uji kebocoran tube 10<br />
Penetapan kadar zat aktif 3<br />
Uji efektifitas pengawet (jika memakai pengawet) 5<br />
Uji potensi antibiotik (bila zat aktifnya antibiotik) ....<br />
Penentuan Kandungan pengawet 1<br />
Total jumlah evaluasi <strong>sediaan</strong><br />
= U<br />
Karena dari seluruh uji diatas ada uji yang tidak destruktif, sehingga dapat digunakan untuk uji<br />
evaluasi yang lain. Maka jumlah <strong>sediaan</strong> yang dibutuhkan untuk evaluasi = U – 30 = T tube.<br />
(Catatan : ini untuk T >30; bila T
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />
SEMISOLIDA<br />
8. Jumlah yang akan dibuat tube ditambah dengan kebutuhan evaluasi sebanyak tube.<br />
Jadi total yang akan dibuat tube.<br />
9. Jumlah gel yang akan dibuat adalah _____ g (kapasitas minimal alat pengisi <strong>sediaan</strong> semisolid<br />
250 g).<br />
Proses pembuatan :<br />
1. Timbang (sejumlah) _____ gram gelling agent (sesuai dengan yang dibutuhkan)<br />
2. Gelling agent dikembangkan dengan cara _____ (sesuai dengan caranya masing-masing)<br />
Nama gelling agent<br />
Konsentrasi<br />
Cara pengembangan<br />
(sering digunakan)<br />
Hidroksi metil selulosa<br />
(HPMC)<br />
HPC<br />
HEC<br />
Karbomer:TEA (1::1)<br />
CMC Na<br />
1-3%<br />
4-6%<br />
0,5-2%<br />
3-6%<br />
HPMC dikembangkan menggunakan air panas (60-<br />
70 o C), serbuk didispersikan secara merata diatas air<br />
panas yang terdapat dalam wadah, kemudian<br />
didiamkan selama satu malam hingga terbasahi<br />
sempurna. HPMC yang telah dikembangkan diaduk<br />
hingga didapatkan basis gel yang homogen<br />
HPC dikembangkan menggunakan air dingin. serbuk<br />
didispersikan merata diatas air dingin yang terdapat<br />
dalam wadah kemudian dibiarkan selama satu malam<br />
hingga serbuk terbasahi sempurna, HPC yang telah<br />
dikembangkan diaduk hingga didapatkan basis gel<br />
yang homogen<br />
Serbuk HEC didispersikan dengan cepat kedalam air<br />
yang sedang diaduk dengan cepat pada suhu kamar,<br />
ketika HEC terbasahi sempurna, temperatur larutan<br />
dinaikkan menjadi 60-70 o C untuk meningkatkan<br />
kecepatan dispersi.<br />
Serbuk karbomer terlebih dahulu didispersikan<br />
kedalam air yang sedang diaduk. kuat, hati-hati jangan<br />
sampai terbentuk gumpalan yang tidak terdispersi,<br />
kemudian netralkan dengan penambahan basa (bisa<br />
KOH, NaOH, TEA, borax, Na bikarbonat)<br />
Serbuk CMC Na didispersikan diatas air dalam mortar<br />
hingga terbasahi semua. aduk larutan CMC Na yang<br />
telah terbasahi hingga terbentuk gel yang homogen<br />
3. Timbang _____ gram zat aktif dan _____ gram zat tambahan lainnya<br />
4. Tambahkan gelling agent yang sudah dikembangkan ke dalam campuran tersebut ke dalam matkan<br />
(atau sebaliknya) sambil diaduk di torax (ultra torax) terus-menerus hingga homogen (tapi jangan<br />
terlalu kuat karena akan menyerap udara sehingga menyebabkan timbulnya gelembung udara dalam<br />
<strong>sediaan</strong> yang nantinya dapat mempengaruhi pH <strong>sediaan</strong>)<br />
5. Gel yang sudah jadi, dimasukkan ke dalam alat pengisi gel dan diisikan ke dalam tube sebanyak yang<br />
dibutuhkan.<br />
Ujung tube ditutup lalu diberi etiket dan dikemas dalam wadah yang dilengkapi brosur dan etiket<br />
Wadah Gel<br />
• Gel lubrikan harus dikemas dalam tube dan harus disterilkan<br />
• Gel untuk penggunaan mata dikemas dalam tube steril.<br />
• Gel untuk penggunaan pada kulit dapat dikemas dalam tube atau pot salep.<br />
• Wadah harus diisi cukup penuh dan kedap udara untuk mencegah penguapan.<br />
VI.<br />
EVALUASI GEL<br />
Evaluasi in process control (IPC)<br />
1. Penampilan (Diktat Teknologi Farmasi Liquida & Semisolida, hal 127)<br />
11
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />
SEMISOLIDA<br />
Tujuan: Memeriksa kesesuaian bau dan warna di mana sedapat mungkin mendekati dengan<br />
spesifikasi <strong>sediaan</strong> yang telah ditentukan selama formulasi.<br />
Prinsip: pemeriksaan bau dan rasa menggunakan panca indera.<br />
Penafsiran hasil: warna, bau dan warna memenuhi spesifikasi formulasi yaitu …….<br />
(SESUAIKAN DENGAN Spec. Sediaan yang dibuat<br />
2. Homogenitas (FI ed III, hal 33; Diktat Teknologi Farmasi Likuida dan Semisolida,hal 127)<br />
Tujuan : Menjamin distribusi bahan aktif yang homogen<br />
Prinsip : Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus<br />
menunjukkan susunan yang homogen<br />
Penafsiran hasil : Distribusi bahan aktif pada lapisan <strong>sediaan</strong> di permukaan kaca terlihat<br />
merata<br />
3. Distribusi ukuran partikel (Lacman, Theory & Practice of Industrial Pharmacy, hal 116)<br />
(khusus untuk zat aktif tidak larut dalam basis)<br />
Tujuan : Menentukan distribusi ukuran partikel<br />
Prinsip : Perubahan reflektan pada panjang gelombang dimana fase dalam berwarna<br />
mengabsorpsi sebagian cahaya yang masuk, ternyata berbanding terbalik dengan suatu<br />
kekuatan dari diameter partikel.<br />
Prosedur: Sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop. Lihat<br />
dibawah mikroskop.<br />
Penafsiran hasil : mengikuti kurva distribusi normal<br />
4. Viskositas (Modul Praktikum Farmasi Fisika, 2002, hal 17-18 )<br />
Tujuan : Menjamin kemudahan penggunaan/pengolesan <strong>sediaan</strong><br />
Prinsip : Sediaan semisolid termasuk sistem non-newton, jadi viskositasnya diukur dengan<br />
viskometer Brookfield Helipath stand. Pengukuran konsistensi gel dilakukan pada suhu kamar<br />
dengan menggunakan viskometer Brookfield Helipath stand yang memakai spindel dan pada<br />
kecepatan (RPM) tertentu.<br />
Penafsiran Hasil : Viskositas yang diperoleh adalah ………<br />
5. Penetapan pH (FI IV hal 1039-1040)<br />
Alat : pH meter<br />
Tujuan : mengetahui pH <strong>sediaan</strong> sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan<br />
Prinsip : pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi<br />
Penafsiran hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi <strong>sediaan</strong> yaitu ...... (Sesuaikan!!)<br />
Evaluasi Mutu Sediaan Akhir<br />
Sediaan akhir yang dihasilkan diuji berdasarkan persyaratan sesuai yang tertera pada farmakope<br />
dan atau buku resmi lainnya.<br />
(Total perkiraan yang dibutuhkan 20 tube)<br />
A. Evaluasi fisik<br />
1. Penampilan (Diktat teknologi likuida dan semisolid hal.127)<br />
Tujuan: Memeriksa kesesuaian bau dan warna di mana sedapat mungkin mendekati<br />
dengan spesifikasi <strong>sediaan</strong> yang telah ditentukan selama formulasi.<br />
Prinsip: pemeriksaan bau dan rasa menggunakan panca indera.<br />
Penafsiran hasil: warna, bau dan warna memenuhi spesifikasi formulasi yaitu …….<br />
(SESUAIKAN DENGAN Spec. Sediaan yang dibuat<br />
2. Homogenitas ( Diktat teknologi likuida dan semisolid hal.127)<br />
12
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />
SEMISOLIDA<br />
Tujuan : Menjamin distribusi bahan aktif yang homogen<br />
Prinsip : Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus<br />
menunjukkan susunan yang homogen<br />
Penafsiran hasil : Distribusi bahan aktif pada lapisan <strong>sediaan</strong> di permukaan kaca terlihat<br />
merata<br />
3. Viskositas/rheologi (Modul Praktikum Farmasi Fisika, 2002, hal 17-18; Lampiran<br />
Martin, Farfis hal 501)<br />
Tujuan : Menjamin kemudahan penggunaan/pengolesan <strong>sediaan</strong><br />
Prinsip : Sediaan semisolid termasuk sistem non-newton, jadi viskositasnya diukur<br />
dengan viskometer Brookfield Helipath stand. Pengukuran konsistensi gel dilakukan pada<br />
suhu kamar dengan menggunakan viskometer Brookfield Helipath stand yang memakai<br />
spindel dan pada kecepatan (RPM) tertentu.<br />
Penafsiran Hasil : Viskositas yang diperoleh adalah ………<br />
4. Distribusi ukuran partikel (Lacman, Theory & Practice of Industrial Pharmacy, hal<br />
116) (khusus untuk zat aktif tidak larut dalam basis)<br />
Tujuan : Menentukan distribusi ukuran partikel<br />
Prinsip : Perubahan reflektan pada panjang gelombang dimana fase dalam berwarna<br />
mengabsorpsi sebagian cahaya yang masuk, ternyata berbanding terbalik dengan suatu<br />
kekuatan dari diameter partikel.<br />
Prosedur: Sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop.<br />
Lihat dibawah mikroskop.<br />
Penafsiran hasil : mengikuti kurva distribusi normal<br />
Prosedur :<br />
• Sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop<br />
• Lihat di bawah mikroskop<br />
• Suatu partikel tidak dapat ditetapkan bila ukurannya mendekati sumber cahaya<br />
• Untuk cahaya putih, suatu mikroskop bisa dapat mengukur partikel 0,4 – 0,5 µm.<br />
Dengan lensa khusus dan sinar UV, batas yang lebih rendah dapat diperluas sampai 0,1<br />
5. Uji Kebocoran (Lampiran FI IV Hal. 1096)<br />
Tujuan : memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume serta<br />
kestabilan <strong>sediaan</strong>.<br />
Prinsip : 10 tube <strong>sediaan</strong> dibersihkan dan dikeringkan baik-baik bagian luarnya dengan<br />
kain penyerap. lalu tube diletakkan secara horizontal di atas kain penyerap di dalam oven<br />
dengan suhu diatur pada 60 o ± 3 o selama 8 jam.<br />
Hasil : tidak boleh terjadi kebocoran yang berarti selama atau setelah pengujian selesai.<br />
Abaikan bekas krim yang diperkirakan berasal dari bagian luar dimana terdapat lipatan<br />
dari tube atau dari bagian ulir tutup tube. Jika terdapat kebocoran pada 1 tube tetapi tidak<br />
lebih dari 1 tube, ulangi pengujian dengan 20 tube tambahan. Uji memenuhi syarat jika:<br />
tidak ada satu pun kebocoran diamati dari 10 tube uji pertama, atau kebocoran yang<br />
diamati tidak lebih dari 1 dari 30 tube yang diuji.<br />
6. Isi minimum (Lihat Lampiran FI IV hal. 997)<br />
Tujuan : Untuk mengetahui kesesuaian bobot dari isi terhadap bobot yang tertera pada<br />
etiket<br />
Prinsip : Selisih antara penimbangan bobot wadah berisi <strong>sediaan</strong> dengan bobot wadah<br />
kosong merupakan bobot bersih isi wadah.<br />
Penafsiran hasil: perbedaan penimbangan adalah bobot bersih wadah<br />
13
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />
SEMISOLIDA<br />
Bobot bersih rata-rata isi dari 10 wadah tidak kurang dari bobot yang tertera di etiket dan<br />
tidak satu wadah pun yang bobot bersih isinya kurang dari: (pilih salah satu, sesuaikan<br />
dengan <strong>sediaan</strong>)<br />
# 90% dari bobot tertera di etiket (jika bobot di etiket 60 g atau kurang)<br />
# 95% dari bobot tertera di etiket (jika bobot di etiket lebih dari 60 gram dan kurang dari<br />
150 gram)<br />
Jika syarat tidak dipenuhi maka ditambahkan 20 wadah lagi.<br />
Bobot bersih rata-rata isi dari 30 wadah tidak kurang dari yang tertera pada etiket dan<br />
hanya 1 wadah yang bobot bersih isinya tidak memenuhhi syarat di atas.<br />
7. Penetapan pH (Lampiran FI IV hal 1039-1040)<br />
Alat : pH meter<br />
Tujuan : mengetahui pH <strong>sediaan</strong> sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan<br />
Prinsip : pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi<br />
Penafsiran hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi <strong>sediaan</strong> yaitu ...... (Sesuaikan!!)<br />
8. Uji pelepasan Bhan aktif dari <strong>sediaan</strong> gel (Pustaka TA Ivantina “Pelepasan<br />
Diklofenak Dari Sediaan Salep ”)<br />
Tujuan : Mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari <strong>sediaan</strong><br />
Prinsip : Mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari <strong>sediaan</strong> gel dengan cara<br />
mengukur konsentrasi zat aktif dalam cairan penerima pada waktu – waktu tertentu.<br />
Penafsiran hasil :bahan aktif dinyatakan mudah terlepas dari <strong>sediaan</strong> apabila waktu<br />
tunggu (waktu pertama kali zat aktif ditemukan dalam cairan penerima) semakin kecil.<br />
Dan ini tergantung dari pembawa, penambahan komponen lain dan jenis cairan penerima.<br />
9. Uji difusi bahan aktif dari <strong>sediaan</strong> gel (Pustaka TA Sriningsih “Kecepatan difusi<br />
kloramfenikol dari <strong>sediaan</strong> salep”)<br />
Tujuan : Mengetahui laju difusi bahan aktif<br />
Prinsip : Menguji difusi bahan aktif dari <strong>sediaan</strong> gel menggunakan suatu sel difusi dengan<br />
cara mengukur konsentrasi bahan aktif dalam cairan penerima pada selang waktu tertentu.<br />
Penafsiran hasil : ?<br />
10. Stabilitas gel (Dosage Form, disperse system vol.2 hal 507) 1 tube<br />
a. Yield value suatu <strong>sediaan</strong> viskoelastis dapat ditentukan dengan menggunakan<br />
penetrometer. Alat ini berupa logam kerucut atau j arum. Dalamnya penetrasi yang<br />
dihasilkan dilihat dari sudut kontak dengan <strong>sediaan</strong> diwawah suatu tekanan. Yield<br />
value ini dapat dihitung dengan rumus :<br />
K1 m.<br />
g<br />
So =<br />
.<br />
p.<br />
n<br />
So = yield value<br />
m = massa kerucut dan fasa gerak (g)<br />
g = percepatan gravitasi<br />
p = dalamnya penetrasi (cm)<br />
n = konstanta material mendekati 2<br />
2<br />
Cos . Cosα<br />
K<br />
1<br />
=<br />
2<br />
π<br />
Yield value antara 100-1000 dines/cm 2 menunjukkan kemampuan untuk mudah<br />
tersebar. Nilai dibawah ini menunjukkan <strong>sediaan</strong> terlalu lunak dan mudah mengalir.,<br />
diatas nilai ini menunjukkan terlalu keras dan tidak dapat tersebar.<br />
14
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />
b. Dilakukan uji dipercepat dengan :<br />
SEMISOLIDA<br />
• Agitasi atau sentrifugasi (Mekanik)<br />
Sediaan disentrifugasi dengan kecepatan tinggi (sekitar 30000 RPM). Amati<br />
apakah terjadi pemisahan atau tidak (Lachman, Theory & Practice of Industrial<br />
Pharmacy, p. 116)<br />
• Manipulasi suhu<br />
Gel dioleskan pada kaca objek dan dipanaskan pada suhu 30, 40, 50, 60, 70°C.<br />
Amati dengan bantuan indicator (seperti sudan merah) mulai suhu berapa<br />
terjadi pemisahan, makin tinggi suhu bearti makin stabil)<br />
B. Evaluasi kimia<br />
Identifikasi zat aktif (sesuai dengan monografi FI IV/kompendia lain) Penetapan kadar zat aktif<br />
(sesuai dengan monografi FI IV/kompendia lain)<br />
C. Evaluasi biologi<br />
• Uji penetapan potensi antibiuotik (Lampiran FI IV hal 891-899) (khusus jika zat aktif<br />
antibiotik)<br />
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses pembuatan<br />
laruta dan menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.<br />
Prinsip : Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh antibiotik dalam<br />
<strong>sediaan</strong> yang ditambahkan ke dalam media padat atau cair yang mengandung biakan<br />
mikroba berdasarkan metode lempeng atau metode turbidimetri.<br />
Penafsiran hasil : Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode garis lurus<br />
transformasi log dengan prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linieritas (FI IV,hal<br />
898). Harga KHM yang makin rendah, makin kuat potensinya. Pada Umumnya antibiotik<br />
yang berpotensi tinggi mempunyai KHM yang rendah dan diameter hambat yang besar<br />
• Uji efektivitas pengawet antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet)<br />
(FI IV , hal 854-855)<br />
Tujuan: Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada <strong>sediaan</strong><br />
dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk parenteral<br />
yang dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan.<br />
Prinsip: Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam <strong>sediaan</strong> yang<br />
mengandung pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai parameter<br />
efektifitas pengawet dalam <strong>sediaan</strong>. Inokulasi mikroba pada <strong>sediaan</strong> dengan cara<br />
menginkubasi tabung bakteri biologik (Candida Albicans, Aspergillus Niger, Pseudomonas<br />
aeruginosa dan Staphylococcus aureus) yang berisi sampel dari inokula pada suhu 20-25°C<br />
dalam media Soybean-Casein Digest Agar.<br />
Syarat/penafsiran hasil:<br />
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:<br />
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari<br />
jumlah awal.<br />
b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang<br />
dari jumlah awal.<br />
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau<br />
kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b.<br />
• Kandungan zat antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet) (FI<br />
IV hal 939-942)<br />
Tujuan: Menentukan kadar pengawet terendah yang masih efektif dan ditujukan untuk<br />
zat-zat yang paling umum digunakan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang<br />
ada, tetapi tidak lebih dari 20% dari jumlah yang tertera di etiket.<br />
15
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />
SEMISOLIDA<br />
Prinsip: Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan kromatografi gas atau<br />
polarografi (sesuaikan dengan pengawet yang digunakan)<br />
Penafsiran Hasil : kandungan zat antimikroba dinyatakan dalam satuan b/v atau v/v<br />
16
SALEP<br />
(Re‐New by: Ichi)<br />
DEFINISI<br />
Salep adalah <strong>sediaan</strong> setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput<br />
lendir. Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam empat kelompok yaitu dasar salep<br />
senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan dasar salep<br />
larut dalam air. Salep obat menggunakan salah satu dari dasar salep tersebut (FI IV, hal. 18).<br />
I. TEORI<br />
A. Penggolongan Salep<br />
1. Berdasarkan Kerja Farmakologi (Art of Compounding, hal 339), ada 3 golongan:<br />
a. Salep Epidermik<br />
• Salep ini dimaksudkan hanya bekerja dipermukaan kulit untuk menghasilkan efek<br />
lokal.<br />
• Diharapkan tidak diserap dan hanya digunakan sebagai pelindung, antiseptik,<br />
astringen, mengatasi iritasi (yaitu sebagai anti radang), enodynes, dan parasitida.<br />
• Dasar salep yang sering dipakai adalah vaselin.<br />
b. Salep Endodermik<br />
• Dimaksudkan untuk melepaskan obat ke kulit tetapi tidak menembus kulit, diserap<br />
sebagian saja.<br />
• Salep ini dapat digunakan sebagai emolien, stimulan dan lokal iritan<br />
• Dasar salep terbaik yang digunakan adalah minyak tumbuhan dan minyak alami.<br />
c. Salep Diadermik<br />
• Salep ini dimaksudkan untuk melepaskan obat menembus kulit dan menimbulkan<br />
efek konstitusi (efek terapi yang diinginkan). Namun hal ini tidak lazim digunakan<br />
dan termasuk pemakaian khusus obat‐obat seperti senyawa raksa, iodida dan<br />
belladona.<br />
• Dasar salep yang terbaik digunakan adalah lanolin/adeps lanae dan oleum cacao.<br />
2. Berdasarkan Penetrasi (RPS 16, 1518‐1519), salep dikelompokkan menjadi :<br />
a. Mempunyai efek permukaan<br />
Mempunyai efek permukaan, memiliki aktivitas membentuk lapisan film yang bertujuan<br />
untuk mencegah hilangnya kelembaban (sebagai protektif), efek membersihkan ataupun<br />
sebagai antibakteri. Pembawa (basis) harus dapat memudahkan kontak dengan<br />
permukaan dan melepaskan zat aktif ke sasaran.<br />
b. Mempunyai efek pada stratum korneum<br />
Contoh salep dengan efek ini adalah <strong>sediaan</strong> sunscreen yang mengandung asam p‐amino<br />
benzoat yang berpenetrasi ke stratum korneum.<br />
c. Mempunyai efek epidermal<br />
Pada salep ini obat/zat aktif dapat penetrasi kelapisan kulit yang paling dalam.<br />
B. Persyaratan Salep (Repetitorium Teknologi Sediaan Steril, Benny Logawa,46)<br />
• Bersifat plastis mudah berubah bentuk dengan adanya energi mekanis, seperti<br />
penggosokan pada saat penggunaannya, sehingga mudah menyesuaikan dengan profil<br />
permukaan tubuh tempat salep digunakan.<br />
• Memiliki struktur gel yang memungkinkan bentuknya stabil saat penyimpanan dan setelah<br />
digosokkan pada kulit<br />
• Ikatan pembentukan struktur gel berupa ikatan van der walls yang bersifat reversibel<br />
secara teknis, sehingga viskositas salep akan menurun dengan meningginya suhu. Hal ini<br />
diharapkan terjadi pada saat salep digosokkan pada kulit.<br />
• Harus memiliki aliran tiksotropik agar setelah digosokkan pada kulit dapat membentuk<br />
kembali viskositas semula, hal ini mencegah mengalirnya salep setelah digosokkan pada
kulit.<br />
C. Aturan Umum Salep<br />
Van Duin hal 115‐122, Ilmu Meracik Obat, hal. 55<br />
• Zat yang dilarutkan dalam dasar salep dilarutkan bila perlu dengan pemanasan rendah.<br />
Pada umumnya kelarutan obat yang ditambahkan dalam salep lebih besar dalam minyak<br />
lemak daripada dalam vaselin misalnya kamfora, mentol, fenolum, timolum dan guayakolum<br />
dilarutkan dengan cara digerus dalam mortir dengan minyak lemak. Bila dasar salep<br />
mengandung vaselin, zat‐zat digerus halus, dan ditambahkan sebagian (kira‐kira sama<br />
banyak) vaselin sampai homogen, baru ditambahkan sisa vaselin dan dasar salep yang lain.<br />
Kamfora dilarutkan dalam spritus fortior secukupnya sampai larut baru ditambah dasar salep<br />
sedikit demi sedikit.<br />
• Zat yang mudah larut dalam air dan stabil, serta dasar salep mampu mendukung/menyerap<br />
air tersebut, dilarutkan dulu dalam air yang tersedia, setelah itu ditambahkan bagian dasar<br />
salep yang lain.<br />
Contoh zat yang melarut dalam air adalah kalium iodide, tanin, natrium penisilin. Dasar salep<br />
yang menyerap air adalah adeps lanae, unguentum simplex, dan dasar salep hidrofilik. Dasar<br />
salep yang sudah mengandung air adalah lanolin (25% air), unguentum liniens (25%),<br />
unguentum cetylicum hydrosum (40%).<br />
• Zat yang tidak cukup larut dalam dasar salep, lebih dulu diserbuk dan diayak dengan derajat<br />
ayakan 100.<br />
Contohnya: ZnO dan Acidum boricum. Zat yang telah diserbuk dicampur dengan dasar salep<br />
(sama banyak), bila perlu dasar salep dilelehkan dahulu (dalam mortir dan stamper panas),<br />
setelah itu ditambahkan bahan‐bahan lain sedikit demi sedikit sambil digerus, untuk<br />
mencegah pengkristalan pada waktu pendinginan seperti Cera flava, Cera alba,<br />
Cetylalcoholum dan Parafinum solidum tidak tersisa dari dasar salep yang cair dan lunak.<br />
Asam borat tidak boleh dengan pemanasan.<br />
• Bila dasar salep dibuat dengan peleburan, maka campuran tersebut harus diaduk sampai<br />
dingin.<br />
Bila bahan‐bahan dari salep mengandung kotoran, maka masa salep yang meleleh perlu<br />
dikolir (disaring dengan kain kasa). Masa kolatur ditampung dalam mortar panas dan diaduk<br />
sampai dingin. Pada pengkoliran ini terjadi masa yang hilang, maka bahan‐bahannya harus<br />
dilebihkan 10‐20%.<br />
D. Tujuan Pembuatan Salep<br />
• Pengobatan lokal pada kulit<br />
• Melindungi kulit (pada luka agar tidak terinfeksi)<br />
• Melembabkan kulit<br />
II. FORMULA<br />
A. Formula umum/standar:<br />
R/ Zat aktif<br />
Basis<br />
Zat tambahan<br />
B. Formula Menurut Buku‐Buku Standar<br />
1. Ilmu Meracik Obat, 2000 (hlm. 52‐53)<br />
a. Dasar salep hidrokarbon<br />
contoh :<br />
• Vaselin putih<br />
• Vaselin kuning<br />
• Campuran vaselin dengan malam putih, malam kuning
• Parafin encer<br />
• Parafin padat<br />
• Jelene<br />
• Minyak tumbuh‐tumbuhan<br />
b. Dasar salep serap (dapat menyerap air)<br />
Contoh:<br />
• Adeps Lanae, Lanolin<br />
• Unguentum simplex: campuran 30 bagian malam kuning dan 70 bagian minyak wijen.<br />
• Hydrophilic petrolatum:<br />
R/ Vaselin album 86<br />
Cera alba 8<br />
Stearyl alcoholi 3<br />
Cholesteroli 3<br />
c. Dasar salep dapat dicuci dengan air :<br />
i. Dasar salep emulsi tipe M/A (Vanishing Cream) :<br />
R/ Lanolini 2<br />
Cetylalcoholi 1<br />
Paraffini Liquidi 5<br />
Acidi Stearinici 9<br />
Kalii Hydroxidi 0,5<br />
Propylene gylcoli 5<br />
Aquadest 77,5<br />
ii. Emulsifying ointment B.P<br />
R/ Emulsifying wax 300<br />
Vaselini albi 500<br />
Paraffini Liquidi 200<br />
Emulsifying wax :<br />
R/ Cetostearylalcoholi 90<br />
Natriilaurysulfat 10<br />
Aquadest<br />
4 ml<br />
iii. Hydrophilic ointment, dibuat dari minyak mineral, Stearylalkohol, Myrj 52 (emulgator tipe<br />
m/a), Aquadest.<br />
d. Dasar salep yang dapat larut dalam air, terdiri dari antara lain PEG atau campuran PEG.<br />
i. PEG ointment USP<br />
R/ PEG 4000 40%<br />
PEG 400 60%<br />
Dibuat dengan peleburan<br />
ii. Tragakan<br />
iii. PGA<br />
2. Fornas 1978, hlm. 334<br />
a. Salep Dasar I<br />
Campuran : Malam putih 50 bg<br />
Vaselin putih 950 bg<br />
Campuran : Malam kuning 50 bg<br />
Vaselin kuning 950 bg<br />
Dapat juga digunakan salep dasar lemak lain seperti lemak nabati, lemak hewan atau<br />
campuran keduanya, atau digunakan campuran parafin cair dan padat.<br />
Salep dasar I sangat lengket, sukar dicuci, agar mudah dicuci ditambahkan surfaktan dalam<br />
jumlah yang sesuai.
. Salep Dasar II<br />
Zat utama : lemak bulu domba terutama kolesterol.<br />
Campuran : Kolesterol 30 bg<br />
Stearilalkohol 30 bg<br />
Malam putih 80 bg<br />
Vaselin putih 860 bg<br />
Dapat juga diganti salep dasar lain yang cocok. Salep dasar II menyerap air.<br />
c. Salep Dasar III<br />
Campuran : Metil paraben 0,25bg<br />
Propil paraben 0,15<br />
Na Laurilsulfat 10 bg<br />
Propilenglikol 120 bg<br />
Stearilalkohol 250 bg<br />
Vaselin putih 250 bg<br />
Air ad 1000<br />
Air dapat diganti salep dasar emulsi lain. Salep dasar III mudah dicuci.<br />
d. Salep Dasar IV<br />
Campuran : Poliglikol 1500<br />
Poliglikol 4000<br />
25 bg<br />
40 bg<br />
Propilen glikol/gliserol ad 100<br />
Propilenglikol dapat diganti salep dasar larut lain.<br />
Hlm.65<br />
Oculentum simplex :<br />
R/ Setilalkohol 2,5<br />
Lemak bulu domba 6<br />
Parafin cair dan vaselin kuning ad 100<br />
Dibuat dengan cara teknik aseptik, disterilkan dengan sterilisasi D.<br />
Keterangan :<br />
• bg = bagian<br />
• Cara Sterilisasi D (FII, Hal 18), pemanasan kering<br />
Sediaan yang akan disterilkan dimasukkan ke dalam wadah kemudian ditutup kedap atau<br />
penutupan ini dapat bersifat sementara untuk mencegah cemaran. Jika volume tiap wadah<br />
tidak lebih dari 30 ml, panaskan pada suhu 150 0 C selama 1 jam. Jika volume tiap wadah<br />
mencapai suhu 150 0 , wadah yang tertutup sementara, kemudian ditutup kedap menurut<br />
teknik aseptik.<br />
3. BP, 2001 (hlm. 1819‐1820)<br />
a. Emulsifying Ointment<br />
R/ Emulsifying wax 300<br />
White soft parafin 500<br />
Liquid parafin 200<br />
Lelehkan bahan, campur dan aduk hingga dingin.<br />
b. Hydrous Ointment/Oily Cream<br />
R/ Wool alcohols ointment 500<br />
Phenoxyethanol 10<br />
Dried magnesium sulfat 5<br />
Purified water ad 1000<br />
Untuk membuat salep putih, gunakan wool alcohol O. yang dibuat dengan white soft parafin,<br />
dan untuk membuat salep kuning, gunakan wool alcohol O. yang dibuat dengan yellow soft<br />
parafin.
Cara pembuatan : larutkan phenoxyethanol dan Mg sulfat kering dalam air hangat hingga<br />
membentuk masa 500g. Lelehkan wool alcohol ointment dan panaskan 60°C, sambil diaduk<br />
hingga diperoleh krim yang halus. Aduk terus hingga dingin, campurkan dengan campuran<br />
phenoxehanol dan Mg sulfat, tambahkan air hingga diperoleh massa 1000 g.<br />
c. Simple Ointment<br />
R/ Wool fat 50<br />
Hard paraffin 50<br />
Cetostearilalcohol 50<br />
White/yellow soft parafin 850<br />
Campurkan bahan, panaskan sambil diaduk hingga homogen, kemudian angkat dan aduk<br />
hingga dingin.<br />
C. Penjelasan dari Formula Umum<br />
1. Zat Aktif<br />
Contoh‐contoh zat aktif yang sering digunakan dalam <strong>sediaan</strong> salep (yang beredar di pasaran ) dapat<br />
dilihat pada tabel berikut :<br />
Ansel, Howard. C., Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, hal 516‐518 (tapi tidak ditulis semua)<br />
Preparat<br />
Steroid adrenokortikoid<br />
Salep Betametason Valerat<br />
Salep Fluosinolon Asetonid<br />
Salep Flurandrenolid<br />
Salep Hidrokortison Asetat<br />
Salep Hidrokortison<br />
Salep Triamsinolon Asetonid<br />
Antibakteri /antiinfeksi<br />
Salep Basitrasin<br />
Salep Eritromisin<br />
Salep Gentamisin Sulfat<br />
Salep Neomisin Sulfat<br />
Salep Neomisin dan<br />
Polimiksin B Sulfat dan Zink<br />
Basitrasin<br />
Produk komersial<br />
Vasoline Ointment<br />
(Schering)<br />
Synalar Ointment<br />
(Syntex)<br />
Cordan ointment<br />
(Dista)<br />
Cortef Acetate<br />
ointment (Upjohn)<br />
Cortril ointment<br />
(Pfizer); eldecort<br />
cream (Elder)<br />
Aristocort ointment<br />
(lederler)<br />
Baciguent ointment<br />
(Upj ohn)<br />
Ilotycin Ointment<br />
(Dista)<br />
Garamycin<br />
ointment Schering<br />
Myciguent<br />
ointment (Upjohn)<br />
Neo‐polycin<br />
ointment (Merrel<br />
dow)<br />
Persentase<br />
lazim zat<br />
aktif<br />
0,1%<br />
0,025%<br />
0,025% dan<br />
0,05%<br />
1% dan 2,5%<br />
1%<br />
0,1% dan<br />
0,5%<br />
500 unit /g<br />
1%<br />
0,17%<br />
0,5%<br />
Polimiksin B<br />
Sulfat 8000<br />
uniy/ g;<br />
Neomisin<br />
Sulfat<br />
0,43%; Zink<br />
Basitrasin<br />
400 unit / g<br />
Keterangan<br />
Preparat ini diindikasikan<br />
untuk mengurangi inflamasi<br />
sebagai manifestasi dari<br />
respon kulit terhadap<br />
kortikosteroid. Biasanya<br />
dipakai pada permukaan kulit .<br />
1 sampai 3 kali sehari<br />
Preparat antibiotic ini<br />
digunakan pada pengobatan<br />
infeksi yang disebabkan oleh<br />
mikroorganisme yang rentan
Salep<br />
Iodoklorhidroksikuinolon<br />
Salep Metilbenzetonium<br />
Klorida<br />
Salep Nitrofurazon<br />
Antienzimatik/antipsoriatik<br />
Salep Antralin<br />
Vioform ointment<br />
(ciba)<br />
Diaperene ointment<br />
(Glenbrook)<br />
Furasin ( Norwich<br />
eaton)<br />
Anthra‐derm<br />
(dermik)<br />
3% Digunakan untuk eksim,<br />
dermatosin, impetigo,<br />
seboreik dermatitis dan<br />
kondisi lain<br />
0,1% Untuk merah‐merah karena<br />
popok, panas yang menyengat<br />
0,2% Untuk antibakteri<br />
diindikasikan untuk terapi<br />
pembantu pada pasien yang<br />
terbakar atau pasien dengan<br />
kulit yang dipindahkan<br />
0,25;0,5 dan<br />
1,0%<br />
Antralin menghambat<br />
metabolisme enzim.<br />
Digunakan pada pengobatan<br />
penyakit kulit kronis<br />
(psoriasis)<br />
Antifungal<br />
Salep Nistatin<br />
Salep campuran Asam<br />
Undeselinat<br />
Anestetik<br />
Salep Siklometikain Sulfat<br />
Salep Dibukain<br />
Salep Mikostatin<br />
(squibb)<br />
Desenex ointment<br />
(pharmacraft)<br />
Surfacaine ointment<br />
(lily)<br />
Nupercainal<br />
ointment (ciba)<br />
100.000 unit<br />
/ g<br />
5% Asam<br />
Undeselinat<br />
dan 20%<br />
Zink<br />
Undeselinat<br />
1%<br />
1%<br />
Antibiotik antifungi untuk<br />
infeksi jamur pada kulit dan<br />
mukosa kulit<br />
Digunakan terutama<br />
Untuk kutu air, kurap<br />
Dipakai pada kulit untuk<br />
mengurangi sakit dan gatal<br />
karena sengatan, gigitan<br />
serangga dan lain lain<br />
Astringent/protektan<br />
Salep Seng Oksida Banyak 20% 20% senk oksida dilevigasi<br />
dengan minyak mineral dan<br />
campuran dan dicampurkan ke<br />
dalam salep putih. Salep<br />
digunakan secara topical<br />
sebagai astringen dan<br />
pelindung pada macammacam<br />
kondisi kulit<br />
Zat penghilang pigmen<br />
Salep Monobenzon<br />
Benequin ointment<br />
(elder)<br />
20% Digunakan dalam pemutih<br />
sementara dari<br />
hiperpigmentasi kulit cacat<br />
yang disebabkan oleh bintikbintik<br />
noda pada usia tua dan<br />
kolasma
2. Basis<br />
Pemilihan dasar salep tergantung pada faktor‐faktor seperti khasiat yang diinginkan, sifat bahan<br />
obat yang dicampurkan, keter<strong>sediaan</strong> hayati, stabilitas dan ketahanan <strong>sediaan</strong> jadi.<br />
Dalam hal‐hal tertentu perlu menggunakan dasar salep yang kurang ideal untuk mendapatkan<br />
stabilitas yang diinginkan. Misalnya : obat‐obat yang mudah terhidrolisis lebih stabil dalam dasar<br />
hidrokarbon daripada yang mengandung air meskipun obat tersebut lebih efektif dalam dasar yang<br />
mengandung air.<br />
Basis Salep digolongkan dalam 4 kelompok besar (Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Howard c.<br />
Ansel, hal 502‐506)<br />
a. Dasar salep hidrokarbon<br />
Dasar salep hidrokarbon ini dikenal sebagai dasar salep berlemak, bebas air, dimana preparat<br />
berair mungkin dapat dicampurkan hanya dalam jumlah sedikit saja. Bila lebih, akan susah<br />
bercampur. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang kontak obat dengan kulit dan<br />
bertindak sebagai pembalut/penutup. Dasar salep ini digunakan sebagai emolien dan sifatnya<br />
sukar dicuci, tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama. Contoh : vaselin<br />
kuning dan putih, salep kuning dan putih, paraffin dan minyak mineral. Vaselin kuning boleh<br />
digunakan untuk mata, sedangkan yang putih tidak boleh karena masih mengandung H2SO4.<br />
• Vaselin Kuning/Flavum (FI IV, 823)<br />
Vaselin kuning adalah campuran yang dimurnikan dari hidrokarbon setengah padat yang<br />
diperoleh dari minyak bumi. Dapat mengandung zat penstabil yang sesuai.<br />
Pemerian: massa seperti lemak, kekuningan hingga amber lemah; berfluoresensi sangat<br />
lemah walaupun setelah melebur, dalam lapisan tipis transparan, tidak atau hampir tidak<br />
berbau dan berasa.<br />
Kelarutan: tidak larut dalam air, mudah larut dalam benzena, dalam karbon disulfida, dalam<br />
kloroform dan dalam minyak terpentin; larut dalam eter, dalam heksana, dan umumnya<br />
dalam minyak lemak dan minyak atsiri; praktis tidak larut dalam etanol dingin dan etanol<br />
panas dan dalam etanol mutlak dingin.<br />
Bobot jenis: antara 0,815 dan 0,880<br />
Jarak lebur: antara 38 o dan 60 o C<br />
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik<br />
Inkompatibilitas: ‐ (HOPE hal 421‐422)<br />
• Vaselin Putih/Album ( FI IV, 822)<br />
Vaselin putih adalah campuran yang dimurnikan dari hidrokarbon setengah padat yang<br />
diperoleh dari minyak bumi dan keseluruhan atau hampir keseluruhan dihilangkan warnanya.<br />
Dapat mengandung zat penstabil yang sesuai.<br />
Pemerian: putih atau kekuningan pucat, massa berminyak transparan dalam lapisan tipis<br />
setelah didinginkan pada suhu 0 o C.<br />
Kelarutan: tidak larut dalam air; mudah larut dalam benzena, dalam karbon disulfida, dalam<br />
kloroform, larut dalam heksana, dan dalam sebagian besar minyak lemak dan minyak atsiri,<br />
sukar larut dalam etanol dingin dan etanol panas dan dalam etanol mutlak dingin.<br />
Bobot jenis: antara 0,815 dan 0,880<br />
Jarak lebur: antara 38 o dan 60 o C. Wadah dan<br />
penyimpanan: dalam wadah tertutup baik<br />
Inkompatibilitas: ‐ (HOPE hal 421‐422)<br />
• Parafin ( FI IV, 652)<br />
Parafin adalah campuran hidrokarbon padat yang dimurnikan, yang diperoleh dari minyak<br />
tanah.<br />
Pemerian: hablur tembus cahaya atau agak buram, tidak berwarna atau putih, tidak berbau,<br />
tidak berasa, agak berminyak.<br />
Kelarutan: tidak larut dalam air dan dalam etanol, mudah larut dalam kloroform, dalam eter,
dalam minyak menguap, dalam hampir semua jenis minyak lemak hangat, sukar larut dalam<br />
etanol mutlak.<br />
Identifikasi:<br />
A. Jika dipanaskan dengan kuat akan menyala dan terjadi pengarangan.<br />
B. Panaskan lebih kurang 500 mg dalam tabung reaksi kering bersama belerang bobot sama.<br />
Campuran akan mengeluarkan hidrogen sulfida dan menjadi hitam sebagai hasil terbebasnya<br />
karbon.<br />
Jarak beku: antara 47 o dan 65 o<br />
Wadah dan penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat dan cegah pemaparan terhadap panas<br />
berlebih<br />
Inkompatibilitas: ‐ (HOPE hal 417‐418)<br />
• Salep Kuning ( USP 27, 1357)<br />
Tiap 1000 g mengandung 50 g lilin (petrolatum) dan 950 g vaselin kuning (yellow wax). Lilin<br />
kuning adalah lilin yang dimurnikan yang dihasilkan dari sarang tawon (Apis mellifera).<br />
Lelehkan lilin kuning dalam steam bath, tambahkan vaselin kuning, hangatkan hingga menjadi<br />
cair. Hentikan pemanasan dan aduk campuran sampai mengental.<br />
Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup baik<br />
• Salep putih (USP 27, 1357)<br />
Tiap 1000 g mengandung 50 g lilin putih dan 950 g vaselin putih. Lilin putih adalah lilin lebah<br />
murni yang diputihkan. Lelehkan lilin putih dalam steam bath, tambahkan vaselin putih,<br />
hangatkan hingga menjadi cair. Hentikan pemanasan dan aduk campuran sampai mengental.<br />
Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup baik.<br />
• Minyak mineral (FI IV, 630)<br />
Minyak mineral adalah campuran hidrokarbon cair yang diperoleh dari minyak tanah. Berguna<br />
untuk menggerus bahan yang tidak larut pada preparat salep dengan dasar berlemak. Dapat<br />
mengandung bahan penstabil yang sesuai<br />
Pemerian: cairan berminyak , jernih, tidak berwarna, bebas atau praktis bebas dari<br />
fluoresensi, dalam keadaan dingin tidak berbau, tidak berasa dan jika dipanaskan berbau<br />
petrolatum lemah.<br />
Kelarutan: tidak larut dalam air dan etanol, larut dalam minyak atsiri, dapat bercampur<br />
dengan minyak lemak, tidak bercampur dengan minyak jarak (castor oil)<br />
Bobot jenis: antara 0,845‐0,905<br />
Kekentalan: kekentalan kinematik tidak kurang dari 34,5 sentistokes pada suhu 40 o C.<br />
Keasaman‐kebasaan: didihkan 10 ml dengan 10 ml etanol, etanol bereaksi netral terhadap<br />
kertas lakmus basah.<br />
Wadah dan penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat.<br />
Inkompatibilitas: oksidator kuat (HOPE ke‐4, h.395‐306)<br />
b. Dasar salep absorpsi<br />
Dibagi dalam 2 kelompok, antara lain :<br />
Yang memungkinkan bercampur dengan air dan membentuk emulsi air dalam minyak. Contoh<br />
: paraffin hidrofilik dan lanolin anhidrat<br />
1. Paraffin hidrofilik (USP 27, 1455)<br />
Formula : Kolesterol<br />
30 g<br />
Stearil alkohol 30 g<br />
White wax<br />
80 g<br />
White petrolatum 860 g<br />
Untuk membuat 1000g dasar salep
Lelehkan alkohol stearat dan lilin putih dalam steam bath, tambahkan kolesterol. Aduk<br />
sampai terlarut sempurna, tambahkan vaselin putih dan aduk. Pindahkan dari bath dan<br />
aduk sampai campuran kental.<br />
Dasar salep untuk pencampuran larutan berair ke dalam larutan berlemak, larutan berair<br />
diabsorpsi ke dalam salep absorpsi, lalu dicampurkan ke dalam dasar salep berlemak.<br />
Dalam melakukan hal ini sejumlah ekuivalen dari dasar salep berlemak dalam formula<br />
digantikan dengan dasar salep absorpsi.<br />
2. Lanolin anhidrida (BP 2002, 1801)<br />
Lanolin anhidrida adalah zat berlemak dimurnikan, anhidrat, diperoleh dari bulu domba.<br />
Terdiri dari tidak lebih dari 200 ppm butilhidroksitoluen. Tidak larut dalam air tetapi<br />
bercampur tanpa berpisah dengan air dua kali beratnya, sukar larut dalam etanol panas.<br />
Pemerian<br />
: kuning pucat, massa salep yang berbau khas, jika dilelehkan<br />
jernih atau nyaris jernih, larutan kuning, praktis tidak larut dalam<br />
air, larut dalam eter dan sedikit larut dalam etanol mendidih.<br />
Drop point<br />
: 38 o C sampai 44 o C<br />
Nilai asam : tidak lebih dari 1<br />
Nilai peroksida : tidak lebih dari 20<br />
Nilai saponifikasi : antara 90‐105<br />
Identifikasi :<br />
A. Larutkan 0,5 g dalam 5 ml kloroform, tambah 1 ml asam anhidrida dan 0,1 ml asam<br />
sulfat. Terbentuk warna hijau.<br />
B. Larutkan 50 mg dalam 5 ml kloroform, tambah 5 ml asam sulfat dan kocok. Terbentuk<br />
warna merah dan terlihat fluoresensi hijau pada lapisan bawah.<br />
Yang sudah menjadi emulsi air‐minyak (dasar emulsi), memungkinkan bercampurnya<br />
sedikit penambahan jumlah larutan berair.<br />
Contoh : lanolin dan cold cream<br />
1. Lanolin/Adeps Lanae (FI IV, 57‐60)<br />
Lanolin adalah zat serupa lemak yang dimurnikan diperoleh dari bulu domba yang<br />
dibersihkan dan dihilangkan warna dan baunya. Mengandung air tidak lebih dari<br />
0,25%.Boleh mengandung antioksidan yang sesuai tidak lebih dari 0,02%. Penambahan air<br />
dapat dicampurkan ke dalam lanolin dengan pengadukan.<br />
Pemerian: massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau khas.<br />
Kelarutan: tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air lebih kurang 2 kali beratnya,<br />
agak sukar larut dalam etanol dingin, lebih larut dalam etanol panas, mudah larut dalam<br />
eter dalam kloroform.<br />
Jarak lebur: antara 38 o dan 44 o .<br />
Wadah dan penyimpanan: dalam wadah tertutup baik, sebaiknya pada suhu kamar<br />
terkendali.<br />
Inkompatibilitas: Lanolin mungkin mengandung prooxidant yg bisa mempengaruhi zat<br />
aktif tertentu (HOPE hal 333‐334)<br />
2. Cold cream<br />
Cold cream merupakan emulsi air dalam minyak, setengah padat, putih, dibuat dengan<br />
lilin setil ester, lilin putih, minyak mineral, natrium borat, dan air murni. Natrium borat<br />
dicampur dengan asam lemak bebas yang ada dalam lilin‐lilin membentuk sabun natrium<br />
yang bekerja sebagai zat pengemulsi. Cold cream digunakan sebagai emolien.<br />
c. Dasar salep yang dapat dicuci air<br />
Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air (sering disebut krim) dan dinyatakan “dapat dicuci<br />
dengan air” karena mudah dicuci dengan air dari kulit dan pakaian sehingga lebih dapat diterima<br />
sebagai dasar kosmetik. Beberapa bahan obat lebih efektif menggunakan dasar salep ini<br />
dibandingkan dasar salep yang lain. Keuntungan: dapat diencerkan dengan air dan mudah<br />
menyerap cairan jika terjadi pada kelainan dermatologis. Contoh: salep hidrofilik.
Salep hidrofilik (USP 27, 1357)<br />
Formula : metil paraben<br />
0,25 g<br />
Propil paraben<br />
0,15 g<br />
Natrium lauril sulfat 10 g<br />
Propilen glikol<br />
120 g<br />
Alkohol stearat<br />
250 g<br />
Vaselin putih<br />
250 g<br />
Air murni<br />
370 g<br />
Untuk membuat 1000 g dasar salep<br />
Lelehkan alkohol stearat dan vaselin putih dalam steam bath,sampai 75 o C tambah bahan yang<br />
lain, terlebih dahulu larutkan dalam air dan hangatkan sampai 75 o C. Aduk campuran sampai<br />
mengental.<br />
Wadah dan penyimpanan : simpan dalam wadah tertutup rapat.<br />
d. Dasar salep yang larut dalam air<br />
Kelompok ini disebut `Dasar Salep Tidak Berlemak` dan terdiri dari konstituen yang larut dalam<br />
air. Karena dasar salep ini mudah melunak dengan penambahan air, maka larutan air tidak efektif<br />
dicampurkan ke dalam bahan dasar ini. Dasar salep ini baik dicampurkan dengan bahan tidak<br />
berair (paraffin, lanolin anhidrat, atau malam) atau bahan padat. Dasar salep ini lebih tepat<br />
disebut gel. Contoh: salep polietilenglikol.<br />
Salep polietilenglikol (USP 27, 2911)<br />
Formula: Pelietilen glikol 3350 (padat) 400 g<br />
Polietilen glikol 400 (cair) 600 g<br />
Untuk membuat 1000g dasar salep<br />
Panaskan bahan‐bahan dalam water bath sampai 65<br />
o C, aduk sampai mengental. Jika<br />
menginginkan <strong>sediaan</strong> yang lebih padat maka ganti 100g PEG 400 dengan jumlah yang sama<br />
dengan PEG 3350. Jika 6‐25% larutan berair dicampurkan ke dalam dasar salep maka ganti 50 g<br />
PEG 3350 dengan jumlah yang sama dengan alkohol stearat agar produk akhir lebih padat.<br />
Wadah dan penyimpanan: simpan dalam wadah tertutup baik.<br />
Inkompatibilitas PEG: ‐ (HOPE hal 454‐459)<br />
3. Bahan Tambahan<br />
Bahan Pengawet<br />
Pengawetan salep (Ansel, 510)<br />
Preparat setengah padat seperti salep sering memerlukan penambahan pengawet kimia sebagai<br />
antimikroba. Pengawet ini termasuk hidroksibenzoat, fenol‐fenol, asam benzoat, asam sorbat, garam<br />
amonium kuartener dan campuran lainnya.<br />
Preparat setengah padat harus dilindungi melalui kemasan dan penyimpanan yang sesuai dari<br />
pengaruh pengrusakan oleh udara, cahaya, uap air (lembab) dan panas, serta kemungkinan<br />
terjadinya reaksi kimia antara preparat dengan wadah (The art of compounding, hal 357)<br />
III. PERHITUNGAN FORMULA<br />
a. Formula yang diusulkan akan dibuat :<br />
R/ ........<br />
b. Jumlah salep yang akan dibuat :<br />
= .........tube x Y gram = ......g + untuk evaluasi 50 gram.<br />
kapasitas alat pengisi salep minimal 250 gram, maka dibuat <strong>sediaan</strong> 250 gram salep.<br />
c. Perhitungan<br />
Jumlah zat aktif selalu ditimbang sesuai jumlah yang dibutuhkan, tidak perlu ditambahkan. Basis<br />
salep ditimbang 20‐30% berlebih (jika metode fusion), lalu ditimbang lagi sesuai dengan jumlah<br />
yang dibutuhkan. Biasanya <strong>sediaan</strong> jadi yang dimasukkan ke dalam tube dilebihkan sekitar 10%
dari bobot netto isi tiap tube, missal bobot netto 10 mg, yang dimasukkan ke dalam tube 11 mg,<br />
bobot tambahan ini jangan lupa diperhitungkan dalam perhitungan dan penimbangan<br />
(berdasarkan tutorial dari bu Ninet 16/4/2009).<br />
d. Penimbangan<br />
Zat aktif = .............. g<br />
Basis salep = ............. g<br />
Terdiri atas a = ........ g<br />
b = ........ g<br />
Zat tambahan = ......... g<br />
IV. PROSEDUR PEMBUATAN<br />
(Ansel, “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi “, hal 506‐510)<br />
Baik dalam ukuran besar maupun kecil, salep dibuat dengan dua metode umum :<br />
a. Pencampuran<br />
Dalam metode pencampuran, komponen dari salep dicampur bersama‐sama dengan segala cara<br />
sampai <strong>sediaan</strong> yang rata tercapai.<br />
• Pencampuran bahan Padat.<br />
• Pencampuran <strong>sediaan</strong>.<br />
b. Peleburan<br />
Dengan metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari salep dicampurkan dengan<br />
melebur bersama dan didinginkan dengan pengadukan yang konstan sampai mengental.<br />
Metode yang dipilih tergantung pada sifat‐sifat bahan (Aulton” Pharmaceutical Practice” 1990,<br />
hal 128‐129)<br />
Prosedur pembuatan salep:<br />
1. Cara pelelehan/fusi<br />
Komponen basis dilelehkan bersama kemudian diaduk hingga homogen dan dingin. Zat aktif<br />
yang tidak larut atau larut sebagian dalam basis sebisa mungkin dicampurkan pada suhu yang<br />
paling rendah yang masih memungkinkan. Dalam hal ini perlu diperhatikan stabilitas zat<br />
berkhasiat terhadap suhu yang tinggi pada saat pelelehan. Zat aktif cair seperti metil salisilat<br />
dan semisolid seperti ichthammol ditambahkan pada saat basis telah mengental (sekitar<br />
suhu 40 o C). Untuk zat aktif padat (misal kalamin, ZnO 2 ) sebaiknya diayak 180µm dan<br />
ditambahkan saat basis masih panas (perhatikan stabilitas zat).<br />
2. Cara triturasi<br />
Zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau dengan salah satu<br />
zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan sisa basis. Ukuran zat aktif<br />
diperhatikan (biasanya 250µm cukup kecuali khusus untuk fine powder (180 µm), dan very<br />
fine powder(125 µm). Dapat juga digunakan pelarut organik untuk melarutkan terlebih dulu<br />
zat aktifnya, kemudian baru dicampur dengan basis yang akan digunakan.<br />
Prosedur pembuatan salep sebagai berikut ;<br />
1. Timbang sejumlah basis yang diperlukan.<br />
2. Timbang zat aktif<br />
3. Masukkan zat aktif ke dalam mortir, digerus halus sambil ditambahkan sedikit basis salep, gerus<br />
lagi agar bercampur homogen. Untuk zat aktif yang larut air dan membentuk larutan stabil,<br />
larutkan dalam volume minimum air. Campuran dicampur secara kontinyu sampai basis<br />
mengental. Untuk zat aktif yang tahan panas dapat segera dicampurkan sedikit demi sedikit<br />
dengan basis salep yang masih cair dalam lumpang. Untuk zat aktif yang tidak tahan panas, basis<br />
salep dituang kedalam lumpang untuk didinginkan terlebih dahulu sambil diaduk sebelum<br />
dicampur.<br />
4. Salep yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat pengisi salep dan diisikan ke dalam tube<br />
sebanyak yang dibutuhkan.
5. Ujung tube ditutup dengan alat penekuk lalu diberi etiket dan dikemas didalam kotak disertai<br />
brosur.<br />
Catatan : Bila zat aktif berada dalam keadaan terdispersi dalam basis, maka setelah digerus<br />
kemudian diayak dengan pengayak mesh 200, ukuran patikel sekitar 74 µm (Lachman, Theory &<br />
Practice Industrial Pharm.,544), baru kemudian ditimbang. Prednisolon dan fluorokotison asetat ada<br />
dalam bentuk polimorfisme sehingga harus berhati‐hati dalam memilih bentuk kristalnya.<br />
V. PERMASALAHAN‐ PERMASALAHAN DALAM SEDIAAN<br />
A. Permasalahan dalam Pembuatan<br />
1. Cara pembuatan salep dengan bahan tertentu:<br />
• Oleum Cacao<br />
Karena adanya sifat polimorfisme, maka bila Oleum cacao dilelehkan sampai mencair<br />
semua pada waktu mendinginkan akan memakan waktu yang lama. Maka bila salep<br />
menganudng lebih dari 10% Oleum Cacao perlu hati‐hati pada waktu melelehkan. Oleum<br />
cacao dilelehkan sampai meleleh, tetapi belum mencair seperti minyak (di atas tangas air),<br />
setelah itu diturunkan dari penangas air lalu ditambahkan minyak dingin atau massa salep<br />
dan digerus. Bila kurang dari 10%, maka dapat dibuat seperti pada pembuatan salep<br />
dengan peleburan. (Ilmu Meracik Obat, hal 64)<br />
• Balsamum Peruvianum<br />
Jangan ikut dipanaskan, ditambahkan pada massa salep yang telah dingin dan dicampur<br />
terakhir. (Ilmu Meracik Obat, p.65)<br />
2. Inkompatibilitas Salep (TPC, p.318‐319)<br />
Secara umum, salep anhydrous dan pasta menunjukkan permasalahan inkompatibilitas yang<br />
lebih kecil dibandingkan <strong>sediaan</strong> topikal lainnya, penanganan khusus harus dilakukan dalam<br />
pencampuran <strong>sediaan</strong> yang mengandung air.<br />
3. Pembuatan Salep (TPC, p.153)<br />
Spatula yang terbuat dari baja cocok digunakan pada hampir seluruh senyawa obat, tetapi<br />
tidak dapat digunakan untuk pembuatan salep yang mengandung garam merkuri, asam<br />
tanat, asam salisilat atau Iodin.<br />
Pelelehan (Fusi) merupakan metode yang biasanya digunakan untuk produksi salep skala<br />
besar dimana malam (wax) atau padatan dengan titik leleh yang tinggi dicampurkan dengan<br />
semi‐solid atau minyak; cara ini juga digunakan apabila akan dilakukan pencampuran air<br />
dalam volume yang cukup besar. Komponen campuran akan meleleh dengan baik pada<br />
penurunan titik leleh dan campuran fluid tersebut diaduk hingga dingin, untuk menghindari<br />
aerasi. Jika tidak diaduk dengan efektif, maka lemak alkohol dan asam mungkin akan<br />
mengkristal pada sistem yang mengandung paraffin. Serbuk yang tidak larut biasanya akan<br />
terpisah saat salep mulai mengental/membeku. Padatan yang bisa terlarut dan tahan panas<br />
dapat dilarutkan pada basis yang dilelehkan sebelum campuran tersebut membeku.<br />
Untuk kuantitas kurang dari 500 g, penanganan lebih jauh terhadap <strong>sediaan</strong> salep untuk<br />
meningkatkan homogenitas mungkin tidak begitu diperlukan, tetapi untuk jumlah yang lebih<br />
besar, roller mills atau colloid mills dapat menambahkan keseragaman distribusi dari padatan<br />
yang tidak larut dan eliminasi partikel dengan ukuran lebih besar dari 50 µm.<br />
B. Permasalahan Khusus<br />
1. Beberapa senyawa aktif tertentu<br />
Basitrasin Salep (TPC, p.752‐753)<br />
Salep basitrasin dan Salep Basitrasin‐Zinc harus disimpan dalam wadah tertutup baik dengan<br />
ukuran tidak lebih dari 60 g, kecuali pada label tertulis untuk penggunaan Rumah Sakit. Lebih<br />
baik disimpan dalam ruangan dengan suhu yang terkontrol. Basitrasin diketahui dapat<br />
memperahankan potensinya sampai 6 bulan jika dicampur dengan basis salep berikut:
Jelene, paraffin putih, lemak, likuid paraffin, white beeswax, Hidrokuinon, askorbil palmitat,<br />
setil alkohol, kalamin, Zinc Oksida dan etil aminobenzoat.<br />
Basitrasin perlahan diinaktivasi pada salep dengan basis Carbowax (Carbowax 4000 dengan<br />
Propilene Glikol), Na‐Lauril Sulfat, beberapa Span, Kolesterol, Stearil Alkohol, dan beberapa<br />
Tween, dan diinaktivasi dengan cepat pada salep yang mengandung air, Macrogol 400,<br />
Ichtannol, Gliserol, asam tanat, fenol dan propylene glikol.<br />
Dithranol Salep (TPC, p.843‐845)<br />
Salep yang mengandung dithranol dengan konsentrasi 0.05%, 0.1%, atau 0.2% dengan asam<br />
salisilat 0.5% dan salep emulsi hingga 100% diketahui tidak stabil secara relatif jika<br />
dibandingkan terhadap salep yang mengandung dithranol 0.5‐1% pada pengamatan selama<br />
112 hari.<br />
Eritromisin salep (TPC, h.855‐860)<br />
Formula yang disarankan berdasarkan studi tentang stabilitas salep eritromisin dalam<br />
berbagai basis yaitu menggunakan basis oleaginous (95% soft paraffin dan 5% hard paraffin)<br />
dengan penambahan span 5%. Dalam basis ini dan penyimpanan pada suhu 20‐25 Ο C zat aktif<br />
akan stabil selama 15 bulan. Basis emulsi dapat menurunkan stabillitas zat aktif.<br />
Penambahan surfaktan pada basis akan meningkatkan pemisahan zat aktif dari basis.<br />
Penambahan gliserol atau etanol ke dalam basis oleaginous dapat meningkatkan pemisahan<br />
zat aktif dar basis ini. Kolesterol, etanol, gliserol, air, bees wax (malam lebah) dapat<br />
menurunkan stabilitas zat aktif pada basis oleaginous dan basis larut air.<br />
2. Beberapa senyawa pembawa tertentu<br />
Vaselin putih adalah bentuk yang dimurnikan/dipucatkan warnanya. Dalam pemucatan<br />
digunakan asam sulfat, maka vaselin putih ini tidak dapat digunakan untuk mata.<br />
Vaseline hanya dapat menyerap air sebanyak 5 %. Dengan penambahan surfaktan seperti<br />
Natrium Lauryl Sulfat, tween, maka akan mampu menyerap air lebih banyak, juga<br />
penambahan kolesterol span kemampuan mendukung air dapat dinaikkan. (Ilmu Meracik<br />
Obat, p.54)<br />
VI. EVALUASI SEDIAAN<br />
(Diktat Teknologi Likuida dan Semisolida: Goeswin Agus dan sasanti Tarini Darijanto, 127)<br />
Evaluasi umum <strong>sediaan</strong> salep:<br />
A. Evaluasi Fisik<br />
1. Homogenitas (FII, hal 33)<br />
Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus menunjukkan<br />
susunan yang homogen.<br />
2. Konsistensi, dengan penetrometer<br />
Tujuan: mudah dikeluarkan dari tube dan mudah dioleskan. Konsistensi/rheologi dipengaruhi<br />
suhu. Sediaan non Newtonian dipengaruhi oleh waktu istirahat, oleh karena itu harus<br />
dilakukan pada keadaan identik.<br />
3. Bau dan warna: untuk melihat terjadinya perubahan fasa.<br />
4. pH: berhubungan dengan stabilitas zat aktif, efektifitas pengawet, keadaan kulit. (Diktat<br />
kuliah likuida dan semisolida, Goeswin A. dan Sasanti T.D., h.127)<br />
5. Isi Minimum (FI IV, hal 997) <br />
Netto 10 <strong>sediaan</strong> lebih atau sama dengan 100% netto yang tertera pada etiket. Berkaitan<br />
tidak langsung dengan dosis atau jumlah zat aktif dalam basis.<br />
6. Pengujian difusi bahan aktif dari <strong>sediaan</strong> salep (Tugas Akhir Sriningsih, Kecepatan Difusi<br />
Kloramfenikol Dari Sediaan Salep)<br />
(Jika dipersyaratkan dalam monografi/pustaka <strong>sediaan</strong>)
Prinsip : Menguji difusi bahan aktif dari <strong>sediaan</strong> salep menggunakan suatu sel difusi dengan<br />
cara mengukur konsentrasi bahan aktif dalam cairan penerima pada selang waktu tertentu.<br />
Prosedur :<br />
• Sejumlah salep dioleskan pada pelat difusi sampai rata, ditutup dengan membran,<br />
diusahakan tidak terjadi rongga udara, antara permukaan salep dan membran.<br />
• Pelat dipasang pada penyangga bawah dan ditutup dengan cincin, kemudian<br />
dihubungkan dengan penyangga atas.<br />
• Sel difusi dimasukkan ke dalam penangas air bersuhu 37 o C, dihubungkan dengan pompa<br />
peristaltic, wadah penerima dan tabung pencegah masuknya udara dengan memakai<br />
selang<br />
• Cairan penerima disirkulasikan dengan kecepatan 10 mL per menit memakai pompa<br />
peristaktik<br />
• Cairan penerima dipipet pada waktu‐waktu tertentu dan diganti dengan cairan yang<br />
sama bersuhu 37 o C<br />
• Kadar zat aktif ditentukan dengan metode yang sesuai.<br />
B. Evaluasi Kimia<br />
• Identifikasi zat aktif<br />
• Penetapan kadar zat aktif<br />
C. Evaluasi Biologi<br />
• Uji penetapan potensi antibiotik (FI IV, hal 891‐899) <br />
Salep mata, salep luka bakar, luka terbuka, penyakit kulit yang parah harus steril. (Diktat<br />
kuliah Likuida&semsol, Goeswin A&Sasanti TD, h.127)<br />
• Pengukuran potensi beberapa zat antibiotik yang dipakai secara topikal
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
INJEKSI<br />
(Re-New by: Anien and Hendra)<br />
I. PENDAHULUAN<br />
A. Definisi dan Penggolongan<br />
1. Injeksi ( FI III, hal 13 ) adalah <strong>sediaan</strong> steril berupa larutan, emulsi, atau suspensi atau serbuk<br />
yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan<br />
dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.<br />
2. Injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah bertanda 100 ml atau kurang<br />
(FI IV, hal 10)<br />
Sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi 5 jenis yang berbeda yaitu (FI IV,<br />
hal 9-10) :<br />
1. Obat atau larutan atau emulsi yang digunakan untuk injeksi, ditandai dengan nama Injeksi …..<br />
2. Sediaan padat, kering, atau cairan pekat tidak mengandung dapar, pengencer, atau bahan<br />
tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang sesuai memenuhi<br />
persyaratan injeksi, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya disebut …. steril.<br />
3. Sediaan seperti tertera pada 2, tetapi mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau bahan<br />
tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama bentuknya, disebut …. untuk injeksi.<br />
4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara iv<br />
atau ke dalam saluran spinal, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya, disebut Suspensi ….<br />
Steril.<br />
5. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi<br />
semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai,<br />
dibedakan dengan nama … steril untuk suspensi.<br />
B. Keuntungan dan Kerugian Sediaan Injeksi<br />
(Diktat Kuliah Teknologi Farmasi Sediaan Steril 10-11)<br />
Keuntungan<br />
• Dapat dicapai efek fisiologis segera, untuk kondisi penyakit tertentu (Jantung berhenti)<br />
• Dapat diberikan untuk <strong>sediaan</strong> yang tidak efektif diberikan secara oral (tidak tahan asam<br />
lambung)<br />
• Baik untuk penderita yang tidak memungkinkan mengkonsumsi oral (Sakit jiwa atau tidak<br />
sadar)<br />
• Pemberian parenteral memberikan kemungkinan bagi dokter untuk mengontrol obat, karena<br />
pasien harus kembali melakukan pengobatan<br />
• Sediaan parenteral dapat menimbulkan efek lokal seperti pada kedokteran gigi/anastesiologi<br />
• Pengobatan parenteral merupakan salah satu cara untuk mengoreksi gangguan serius cairan dan<br />
keseimbangan elektrolit<br />
Kerugian<br />
• Pemberian <strong>sediaan</strong> parenteral harus dilakukan oleh personel yang terlatih dan membutuhkan<br />
waktu pemberian yang lebih lama<br />
• Pemberian obat secara parenteral sangat berkaitan dengan ketentuan prosedur aseptik dengan<br />
rasa nyeri pada lokasi penyuntikan yang tidak selalu dapat dihindari<br />
• Bila obat telah diberikan secara parenteral, sukar sekali untuk menghilangkan/merubah efek<br />
fisiologisnya karena obat telah berada dalam sirkulasi sistemik<br />
• Harganya relatif lebih mahal, karena persyaratan manufaktur dan pengemasan<br />
• Masalah lain dapat timbul pada pemberian obat secara parenteral seperti septisema, infeksi<br />
jamur, inkompatibilias karena pencampuran <strong>sediaan</strong> parenteral dan interaksi obat<br />
• Persyaratan <strong>sediaan</strong> parenteral tentang sterilitas, bebas dari partikulat, bebas dari pirogen, dan<br />
stabilitas <strong>sediaan</strong> parenteral harus disadari oleh semua personel yang terlibat.<br />
Indikasi pemakaian rute parenteral: (Lachman Parenteral Medication vol. 1, 2 nd ed., 1992, 18)<br />
• Untuk memastikan obat sampai ke bagian tubuh atau jaringan yang membutuhkan dengan<br />
6
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
konsentrasi yang mencukupi. Meyakinkan penyampaian konsentrasi obat yang mencukupi ke<br />
bagian tubuh/ jaringan sakit.<br />
• Untuk mencapai parameter farmakologi tertentu yang terkontrol, seperti waktu onset, serum<br />
peak, kecepatan eliminasi obat dari dalam tubuh.<br />
• Untuk pasien yang tidak bisa melakukan self medicate<br />
• Untuk mendapatkan efek biologik yang tidak didapatkan melalui pemakaian oral<br />
• Untuk alternatif bila rute yang diharapkan (oral) tidak tersedia<br />
• Untuk mendapatkan efek lokal, untuk meminimalkan efek toksik sistemik<br />
• Untuk pasien yang tidak sadar, tidak kooperatif, tidak terkontrol<br />
• Untuk pengobatan ketidakseimbangan elektrolit dan cairan untuk supply nutrisi jangka<br />
panjang/pendek<br />
• Untuk mendapatkan efek lokal yang diharapkan<br />
Faktor farmasetikal yang berpengaruh pada pemakaian parenteral: (Lachman Parenteral Medication<br />
vol. 1, 2 nd ed., 1992, 19)<br />
• Kelarutan obat dan volume injeksi<br />
• Karakteristik pembawa<br />
• pH dan osmolalitas larutan injeksi<br />
• bentuk <strong>sediaan</strong> (cth: larutan, suspensi, atau rekonstitusi)<br />
• formulation ingredient (eksipien)<br />
C. Bentuk-Bentuk Sediaan Parenteral (Codex 12 th ed., 1994, 94-97)<br />
1. Larutan Air<br />
Merupakan bentuk yang paling sederhana dan banyak digunakan. Bentuk larutan air dapat<br />
digunakan untuk semua rute pemberian.<br />
2. Suspensi air<br />
Suspensi biasanya diberikan dalam rute intramuscular(IM) dan subkutan (SK). Suspensi tidak<br />
pernah diberikan secara intravena (IV), intraarteri, inraspinal, inrakardiak, atau injeksi<br />
optalmik. Ukuran partikel suspensi biasanya kecil dan distribusi ukuran partikel harus dikontrol<br />
untuk meyakinkan partikel dapat melewati jarum suntik saat pemberian. Ukuran partikel tidak<br />
boleh membesar dan tidak boleh terjadi caking saat penyimpanan.<br />
3. Larutan kering<br />
Untuk <strong>sediaan</strong> yang larut dalam air, tetapi tidak stabil di air.<br />
4. Larutan minyak<br />
Dibuat bila zat aktif tidak larut air tetapi larut dalam minyak dan diberikan melalui IM. Larutan<br />
minyak menimbulkan efek depo, untuk masalah iritasi dan sensitisasi, suspensi air lebih dipilih<br />
dibanding larutan minyak (Lachman Parenteral Medication vol. 1, 2 nd ed., 1992, 192)<br />
5. Suspensi Minyak<br />
Injeksi suspensi bisa juga dibuat dalam pembawa minyak, meskipun pembuatannya lebih<br />
jarang dibanding suspensi air. Suspensi minyak dapat menimbulkan efek depot/lepas lambat<br />
pada rute pemberian IM.<br />
6. Injeksi Minyak<br />
Senyawa yang bersifat lipofilik banyak yang dibuat dalam bentuk injeksi minyak. Sediaan ini<br />
secara umum digunakan dengan rute IM, dan pada keadaan normal tidak digunakan untuk rute<br />
lain.<br />
7. Emulsi<br />
Zat yang bersifat lipofilik juga dapat dibuat dalam bentuk emulsi o/w. Zat dapat dilarutkan<br />
dalam larutan minyak atau zatnya sendiri sudah benbentuk minyak. Droplet minyak harus<br />
dikontrol dengan hati-hati dan pada saat penyimpanan emulsi tidak akan pecah. Ukuran droplet<br />
ideal 3 μm. Biasanya dalam bentuk nutrisi parenteral.<br />
8. Larutan Koloidal<br />
Biasanya diberikan melalui rute IM.<br />
9. Sistem pelarut campur<br />
7
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
Banyak kondisi klinik sangat diperlukan suatu zat dibuat dalam bentuk larutan sejati, agar siap<br />
bercampur dengan larutan IV ketika diberikan. Untuk zat yang sukar larut dalam air, maka<br />
selain digunakan dalam bentuk garam atau diformulasi dalam pH tinggi atau rendah, beberapa<br />
zat dapat pula diformulasi dalam pelarut campur. Kosolvent digunakan untuk menurunkan<br />
polaritas pembawa sehingga zat lebih larut. Pemberian biasanya mengiritasi, toksik dan<br />
menimbulkan rasa nyeri. Pemberian intravena perlu dilakukan perlahan untuk mencegah<br />
presipitasi zat aktif. Pemilihan kosolvent terbatas oleh toksitas.<br />
10. Larutan terkonsentrasi<br />
Berupa konsentrat dan diberikan dengan dilarutkan dahulu di dalam larutan IV.<br />
11. Serbuk untuk injeksi<br />
Beberapa zat yang tidak stabil dalam air, sehingga dibuat dalam bentuk serbuk untuk injeksi.<br />
Sediaan ini bisa berupa serbuk ‘dry filled’ atau serbuk liofilisasi (‘freeze dried’).<br />
12. Implant<br />
Biasanya berupa hormon dan diberikan dengan maksud pemberian lambat, ditunda atau<br />
dikontrol, dimana pemberian tidak dapat dilakukan via oral.<br />
D. Formula Umum Sediaan Injeksi<br />
R/ Zat aktif Pembawa<br />
Zat tambahan<br />
Zat tambahan ini dapat berupa :<br />
♦ Pengatur tonisitas<br />
♦ Pengatur pH ( dapar )<br />
♦ Pengawet<br />
♦ Antioksidan<br />
♦ Anestetik lokal<br />
♦ Zat pengompleks<br />
♦ Suspending agent<br />
ZAT AKTIF<br />
Data zat aktif yang diperlukan (Preformulasi)<br />
a. Kelarutan (Buku Penuntun Praktikum Tek. FA Sed. Steril Benny Logawa 1985, 9) Terutama<br />
data kelarutan dalam air dari zat aktif sangat diperlukan, karena bentuk larutan air paling dipilih<br />
pada pembuatan <strong>sediaan</strong> steril. Data kelarutan ini diperlukan untuk menentukan bentuk <strong>sediaan</strong>.<br />
Zat aktif yang larut air membentuk <strong>sediaan</strong> larutan dalam air, zat aktif yang larut minyak dibuat<br />
larutan dalam pembawa minyak. Sedangkan zat yang tidak larut dalam kedua pembawa<br />
tersebut dibuat <strong>sediaan</strong> suspensi. Jika zat aktif tidak larut dalam air ada beberapa alternatif yang<br />
dapat diambil sebelum memutuskan untuk membuat <strong>sediaan</strong> suspensi atau larutan minyak yaitu<br />
dengan mencari bentuk garam dari zat aktif, melakukan reaksi penggaraman, atau dicari bentuk<br />
kompleksnya.<br />
b. pH stabilita (Buku Penuntun Praktikum Tek. FA Sed. Steril Benny Logawa 1985, 10) pH<br />
stabilita adalah pH dimana penguraian zat aktif paling minimal, sehingga diharapkan kerja<br />
farmakologinya optimal. pH stabilita dicapai dengan menambahkan asam encer (spt: HCl<br />
encer, asam bikarbonat), basa lemah atau dapar isotonis (spt: fosfat, sitrat, dll).<br />
c. Stabilitas zat aktif (Buku Penuntun Praktikum Tek. FA Sed. Steril Benny Logawa 1985, 11)<br />
Data ini membantu menentukan jenis <strong>sediaan</strong>, jenis bahan pembawa, metoda sterilisasi atau<br />
cara pembuatan. Beberapa faktor yang mempengaruhi penguraian zat aktif adalah:<br />
1. Oksigen (Oksidasi)<br />
Pada kasus ini, setelah air dididihkan maka perlu dialiri gas nitrogen dan ditambahkan<br />
antioksidan.<br />
2. Air (Hidrolisis)<br />
Jika zat aktif terurai oleh air dapat dipilih alternatif : (a) Dilakukan penambahan asam/basa<br />
atau buffer untuk mencapai pH stabilitas Z.A; (b) Memilih jenis pelarut dengan polaritas<br />
lebih rendah daripada air, seperti campuran pelarut air-gliserin-propilenglikol atau pelarut<br />
campur lainnya yang cocok; (c) Dibuat dalam bentuk kering dan steril yang dilarutkan saat<br />
8
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
disuntikkan.<br />
3. Suhu<br />
Jika zat aktif tidak tahan panas dipilih metode sterilisasi tahan panas, seperti filtrasi atau<br />
cara aseptis.<br />
4. Cahaya<br />
Pengaruh cahaya matahari dihindari dengan penggunaan wadah berwarna cokelat, dan<br />
disimpan di tempat gelap atau terlindung cahaya.<br />
d. Tak tersatukannya zat aktif , Baik ditinjau dari segi kimia, fisika, atau farmakologi.<br />
e. Dosis, Data ini menentukan tonisitas larutan dan cara pemberian.<br />
f. Rute pemberian (Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2 nd ed., 1992, 174) Rute pemberian<br />
yang akan digunakan akan berpengaruh pada formulasi, dalam hal:<br />
Volume maksimal <strong>sediaan</strong> yang dapat diberikan pada rute tersebut (intraspinal: 10 ml,<br />
intramuskular maks 3 ml, subkutan 2 ml, intradermal 0,2 ml).<br />
Pemilihan pelarut disesuaikan dengan rute pemberian.<br />
Isotonisitas dari <strong>sediaan</strong> juga dipengaruhi oleh rute pemberian. Pada larutan intravena<br />
isotonisitas menjadi kurang penting jika selama pemberian dilakukan dengan perlahan untuk<br />
memberikan waktu pengenceran dan ’adjust’ oleh darah. Injeksi intraspinal mutlak harus<br />
isotonis.<br />
BAHAN PEMBAWA OBAT SUNTIK<br />
Bahan pembawa injeksi dapat berupa air maupun non air<br />
1. Pembawa Air<br />
Sebagian besar produk parenteral menggunakan pembawa air. Hal tersebut dikarenakan oleh<br />
kompatibilitas air dengan jaringan tubuh. Pembawa air dapat digunakan untuk berbagai rute<br />
pemberian. Air mempunyai konstanta dielektrik tinggi sehingga lebih mudah untuk melarutkan<br />
elektrolit yang terionisasi dan ikatan hidrogen yang terjadi akan memfasilitasi pelarutan dari<br />
alkohol, aldehid, keton, dan amin (Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2 nd ed., 1992, 175).<br />
Syarat air untuk injeksi menurut USP (Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2 nd ed., 1992, 192) :<br />
• Harus dibuat segar dan bebas pirogen<br />
• Jumlah zat padat terlarut total tidak boleh lebih dari 10 ppm.<br />
• pH antara 5-7<br />
• Tidak mengandung ion-ion klorida, sulfat, kalsium dan amonium, dan karbondioksida.<br />
• Kandungan logam berat terbatas<br />
• Kandungan material organik (spt: tanin, lignin) terbatas<br />
• Jumlah partikel berada pada batas yang diperbolehkan.<br />
Catatan:<br />
1. Air untuk injeksi harus dibuat segar, artinya: air yang telah selesai diproses, hanya boleh<br />
disimpan pada temperature kamar selama 24 jam (bila tidak langsung digunakan).<br />
Penyimpanan yang lebih lama dapat dilakukan pada temperature kira-kira 5ºC atau pada<br />
suhu tinggi yaitu antara 65-85º untuk mencegah pertubuhan jasad renik dan pembentukan<br />
pirogen.<br />
2. Persyaratan kadar total zat padat terlarut pada air steril untuk injeksi yang terdapat pada<br />
farmakope (FI IV, hal 113) biasanya lebih tinggi kemungkinan terjadinya pelepasan<br />
konstituen wadah gelas selama sterilisasi.<br />
3. Air untuk injeksi yang sudah mengandung zat bakteriostatik tidak boleh dijual dalam<br />
wadah yang lebih besar dari 30 ml untuk mencegah kemungkinan masuknya zat<br />
bakteriostatik yang mungkin toksik dalam jumlah yang besar ke dalam tubuh.<br />
a. Air Pro Injeksi<br />
Aqua steril Pro Injeksi adalah air untuk injeksi yang disterilisasi dan dikemas dengan cara yang<br />
sesuai, tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan lainnya (Monografi aqua p.i<br />
:FI IV hal. 112-113 ).<br />
Cara : Aqua p.i + karbon aktif 0,1% dari volume, dipanaskan 60-100ºC selama 15 menit,<br />
9
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
diaduk, kemudian saring panas-panas dengan kertas saring lapis ganda. Tidak boleh<br />
menggunakan Aqua DM karena ada zat-zat organik yang tidak bermuatan dapat lolos,<br />
ditanggulangi dengan filtrasi karbon adsorben dan filtrasi bakteri.<br />
b. Air Pro Injeksi Bebas CO 2<br />
CO 2 mampu menguraikan garam natrium dari senyawa organic seperti barbiturate dan<br />
sulfonamide kembali membentuk asam lemahnya yang mengendap. Cara pembuatan :<br />
Mendidihkan air p.i selama 20-30 menit lalu dialiri gas nitrogen sambil didinginkan. (Buku<br />
Penuntun Praktikum Tek. FA Sed. Steril Benny Logawa 1985, 3)<br />
c. Air Pro Injeksi bebas O2<br />
Dibuat dengan mendidihkan air p.i selama 30 menit dan pada saat pendinginannya dialiri gas<br />
nitrogen. Dipakai untuk melarutkan zat aktif yang mudah teroksidasi, seperti apomorfin,<br />
klorfeniramin, klorpromazin, ergometrin, ergotamine, metilergotamin, proklorperazin,<br />
promazin, promesatin HCl, sulfamidin, turbokurarin. (Buku Penuntun Praktikum Tek. FA Sed.<br />
Steril Benny Logawa 1985, 3)<br />
2. Pembawa Non Air<br />
Pembawa non air digunakan jika (Rep. Tek Fa. Steril hal 5):<br />
• Zat aktif tidak larut dalam air<br />
• Zat aktif terurai dalam air<br />
• Diinginkan kerja depo dalam <strong>sediaan</strong><br />
Syarat umum pembawa non air (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril Hal 153):<br />
• Tidak toksik, tidak mengiritasi dan tidak menyebabkan sensitisasi<br />
• Dapat tersatukan dengan zat aktif<br />
• Inert secara farmakologi<br />
• Stabil dalam kondisi di mana <strong>sediaan</strong> tersebut biasa digunakan<br />
• Viskositasnya harus sedemikian rupa sehingga dapat disuntikan dengan mudah<br />
• Harus tetap cair pada rentang suhu yang cukup lebar<br />
• Mempunyai titik didih yang tinggi sehingga dapat dilakukan sterilisasi dengan panas<br />
• Dapat bercampur dengan air atau cairan tubuh<br />
a. Pelarut non air yang dapat bercampur dengan air<br />
Pelarut organik yang bercampur dengan air dapat dijadikan kosolven dalam <strong>sediaan</strong> injeksi,<br />
bertujuan untuk meningkatkan kelarutan suatu zat aktif yang kurang larut dalam air serta<br />
meningkatkan stabilitas zat tertentu yang mudah terhidrolisis. Pelarut yang dapat digunakan<br />
adalah : etanol, propilenglikol, polietilenglikol dan gliserin.<br />
Campuran pelarut dapat menyebabkan iritasi atau peningkatan toksisitas, terutama jika<br />
digunakan dalam konsentrasi tinggi. Larutan yang mengandung etanol dengan konsentrasi<br />
tinggi dapat menimbulkan rasa sakit ketika disuntikkan. Yang harus diperhatikan juga,<br />
beberapa produk yang diberikan secara intravena dengan kecepatan injeksi yang terlalu cepat<br />
dapat menyebabkan pengendapan obat di dalam pembuluh darah. (Lachman hal 19)<br />
KONSTANTA DIELEKTRIK PELARUT PADA 25 o C (Lachman Parenteral Medication, vol. 1,<br />
2 nd ed., 1992, 178)<br />
Pelarut<br />
Konstanta dielektrik<br />
Air 78,5<br />
Gliserin a 40,1<br />
N,N-Dimetilasetamid a 37,8<br />
Propilenglikol a 32,01 (30º )<br />
Metanol 31,5<br />
Etanol a 24,3<br />
N-Propanol 20,1<br />
Aseton 19,1<br />
10
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
Benzilalkohol a 13,1<br />
Polietilenglikol 400ª 12,5<br />
Minyak biji kapas a 3,0<br />
Benzen 2,3<br />
Dioxane 2,2<br />
a = larutan yang dipakai dalam <strong>sediaan</strong> injeksi<br />
b. Pelarut non air yang tidak dapat bercampur dengan air<br />
Penggunaan pelarut minyak bertujuan untuk meningkatkan kelarutan zat aktif dan untuk<br />
membuat <strong>sediaan</strong> lepas lambat. Injeksi pembawa minyak hanya dapat diberikan secara IM<br />
(Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril,156). Jenis pembawa non air yang tidak dapat<br />
bercampur dengan air yang dapat digunakan sebagai pembawa <strong>sediaan</strong> injeksi adalah:<br />
a. Minyak lemak (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril, 156):<br />
• Campuran ester asam lemak tidak jenuh dan gliserol<br />
• Pada label <strong>sediaan</strong> harus dicantumkan jenis pembawa minyak yang digunakan karena pada<br />
beberapa orang dapat menimbulkan reaksi alergi.<br />
• Tidak boleh mengandung minyak mineral atau parafin cair (karena tidak dapat<br />
dimetabolisme dalam tubuh dan dapat menimbulkan reaksi terhadap jaringan atau tumor).<br />
• Minyak yang digunakan harus berbentuk cair pada suhu kamar dan tidak boleh menjadi<br />
tengik. Untuk mencegah ketengikan akibat oksidasi maka dalam formula dapat<br />
ditambahkan antioksidan seperti BHA, BHT, tokoferol, propilgalat, dll.<br />
• Minyak wijen (sesame oil) lebih banyak digunakan untuk sebagian besar injeksi pembawa<br />
minyak, karena merupakan minyak yang paling stabil dibandingkan minyak tumbuhan lain<br />
(kecuali terhadap cahaya) dan didalamnya sudah mengandung antioksidan alami.<br />
(Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2 nd ed., 1992, 192)<br />
• Minyak tumbuhan sering menimbulkan rasa nyeri sehingga perlu penambahan benzil<br />
alkohol 0,5 % sebagai anastetik lokal (Rep. Tek Fa. Steril hal 5)<br />
• Minyak nabati yang banyak digunakan : Ol. Arachidis (minyak kacang), Ol. Gossypii, Ol.<br />
Sesami (Minyak Wijen), Ol. Terebinthinae, Ol. Maydis (minyak jagung), Ol. Olivarum<br />
Netral (Minyak Zaitun), Ol. Amigdalarum. (Rep. Tek Fa. Steril hal 5)<br />
[Minyak Lemak] Pembawa non air (FI IV Hal 10)<br />
Minyak lemak berasal dari tanaman, tidak berbau atau hampir tidak berbau, tidak tengik.<br />
Harus memenuhi persyaratan uji Parafin Padat seperti yang tertera pada Minyak Mineral,<br />
tangas pendingin, dipertahankan suhu 10°C, Bilangan Penyabunan antara 185-200, Bilangan<br />
Iodium 79-128 seperti tertera pada Lemak Dan Minyak Lemak dan memenuhi syarat<br />
sebagai berikut :<br />
a. Bahan tak tersabunkan : Memenuhi syarat Bahan Tak Tersabunkan seperti tertera pada<br />
Lemak Dan Minyak Lemak FI IV<br />
b. Asam Lemak Bebas : Tidak lebih dari 2,0 ml NaOH 0,002 N LV diperlukan untuk<br />
menetralkan asam lemak bebas dalam 10 g minyak lemak, seperti yang tertera pada<br />
FI IV<br />
c. Monogliserida dan gliserida sintetik dari asam lemak : Dapat digunakan jika berupa<br />
cairan dan tetap jernih kalau didinginkan pada suhu 10°C dan Bilangan Iodium tidak<br />
lebih dari 140, seperti FI IV<br />
• Isopropil miristat (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril, 157)<br />
- Ester asam lemak yang mempunyai viskositas rendah<br />
- Sebagai pembawa tunggal atau kombinasi dengan minyak lemak<br />
- Digunakan jenis yang bebas peroksida karena mencegah teroksidasinya bahan<br />
berkhasiat dan minyak yang digunakan.<br />
• Benzil benzoat (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril, 157)<br />
Merupakan cairan berminyak yang tidak berwarna dan bau yang khas. Biasanya digunakan<br />
11
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
bersama dengan pembawa lain (sebagai kosolven) misal pada injeksi dimerkapol dan<br />
hidroksiprogesteron.<br />
• Etil oleat (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril Hal 157)<br />
- Viskositas lebih rendah dan lebih mudah diabsorpsi oleh jaringan dibandingkan dengan<br />
minyak lemak.<br />
- Sebagai pembawa tunggal atau kosolven dalam injeksi hormon seperti injeksi<br />
deoksikortison asetat, estradiol monobenzoat, progesteron dan testosteron propionat.<br />
INJEKSI DALAM MINYAK<br />
(Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2 nd ed., 1992, 193)<br />
USP XXII<br />
Ampicillin (suspensi)<br />
Desoxycortison asetat<br />
Dietilstilbestrol<br />
Dimerkapol (suspensi)<br />
Epinefrin (suspensi)<br />
Estradiol benzoate<br />
Estradiol sipionat<br />
Estradiol valerat<br />
Estron<br />
Ethiodized iodine<br />
Flufenazin enanthate<br />
Hidroksiprogesteron kaproat<br />
Menadion<br />
Nandrolone decanota<br />
Penisilin G prokain (suspensi)<br />
Propiliodon (suspensi)<br />
Testosteron sipionat<br />
Testosteron enanthat<br />
Testosteron propionate<br />
MINYAK YANG BIASA DIPAKAI<br />
Sayur<br />
Sesame<br />
Sesame<br />
Kacang<br />
Sesame<br />
Sesame<br />
Biji kapas<br />
Sesame<br />
Sesame<br />
Poppyseed<br />
Sesame<br />
Sesame<br />
Sesame<br />
Sesame<br />
Sayur<br />
Kacang<br />
Biji kapas<br />
Sesame<br />
Sesame<br />
BAHAN PEMBANTU / ZAT TAMBAHAN<br />
Zat tambahan pada <strong>sediaan</strong> steril digunakan untuk :<br />
• Meningkatkan kelarutan zat aktif<br />
• Menjaga stabilitas zat aktif<br />
• Menjaga sterilitas untuk <strong>sediaan</strong> multiple dose<br />
• Mempermudah dan menjaga keamanan pemberian<br />
Syarat bahan tambahan :<br />
• Inert secara farmakologi, fisika, maupun kimia<br />
• Tidak toksik dalam jumlah yang diberikan<br />
• Tidak mempengaruhi pemeriksaan obat<br />
a. Pengatur Tonisitas<br />
Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel darah merah sehingga<br />
tidakterjadi pertukaran cairan di antara keduanya, maka larutan tersebut dikatakan isotonis<br />
(ekivalendengan 0,9% NaCl) (B. Logawa dan S. Noerono, Rep. TekFar Sedian steril )Sel darah<br />
merah dalam larutan:<br />
12
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
hipotonis : mengembang kemudian pecah, karena air berdifusi kedalam sel (hemolisis). Keadaan<br />
hipotonis kurang dapat ditoleransi, karena pecahnya sel bersifat irreversibel.<br />
hipertonis : kehilangan air dan mengkerut (krenasi), keadaan ini cukup dapat ditoleransi.<br />
Larutan perlu isotonis agar:<br />
• Mengurangi kerusakan jaringan dan iritasi<br />
• Mengurangi hemolisis sel darah<br />
• Mencegah ketidakseimbangan elektrolit<br />
• Mengurangi sakit pada daerah injeksi (Lachman, Teori & Praktek, 3 rd ed., 1994, 1302)<br />
Larutan isotonis tidak selalu mungkin karena:<br />
• konsentrasi obat tinggi, tetapi batas volume injeksi kecil<br />
• variasi dosis pemberian<br />
• metode pemberian<br />
• pertimbangan stabilitas produk<br />
Contoh pengatur tonisitas (pada keadaan hipotonis)<br />
NaCl 0,9 %, Glukosa, Natrium Sitrat, Natrium Sulfat 1,6 % , Dekstrosa 5,5 %<br />
Sifat NaCl Sukrosa Glukosa<br />
pH 6,7 -7,3 konstanta disosiasi ; 4-6<br />
pKa = 12,62<br />
Kelarutan 1 dalam 2,8 bagian 1 dalam 0,5 bagian air Bercampur dengan air<br />
air 1 dalam 2,6 1 dalam 0,2 air 100° C<br />
bagian air 100° C<br />
Cara<br />
Sterilisasi<br />
Inkompatibili<br />
tas<br />
Keamanan<br />
Osmolaritas<br />
Oven (padatan),<br />
otoklaf, filtrasi<br />
(larutan)<br />
besi, perak, timbal,<br />
garam merkuri,<br />
oksidator kuat, metil<br />
paraben, HPC<br />
non toksik, non iritan<br />
0,9 % b/v = isoosmosis<br />
Otoklaf dan filtrasi<br />
(larutan)<br />
Asam askorbat akibat<br />
adanya kontaminan<br />
logam berat, penutup<br />
alumunium, asam<br />
lemah atau kuat<br />
tidak untuk penderita<br />
DM atau intoleransi<br />
metabolic sukrosa.<br />
9,25 % b/v = isoosmosis<br />
Otoklaf (larutan)<br />
sianokobalamin;<br />
kanamisin sulfat;<br />
novobiosin natrium;<br />
warfarin natrium;<br />
eritromisin gluseptat pada<br />
pH ,5,05; vitamin B<br />
kompleks terdekomposisi<br />
basa kuat; dalam bentuk<br />
aldehid inkompatibel<br />
dengan amin, amida,<br />
asam amino, peptida dan<br />
protein<br />
5,51 % b/v iso-osmosis,<br />
namun tidak isotonik,<br />
dapat menyebabkan<br />
hemolisis.<br />
(HOPE, ed.5, 2006, 299 – 300,<br />
671-674, 744-747)<br />
b. Pengatur pH ( dapar)<br />
Pengaturan pH <strong>sediaan</strong> dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu adjust pH dan pemakaian dapar.<br />
13
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
(Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2 nd ed., 193-195). Perubahan pH pada penyimpanan dapat<br />
disebabkan:<br />
• Reaksi degradasi produk<br />
• Interaksi dengan komponen wadah (kaca atau tutup karet)<br />
• Absorpsi atau evolusi gas dan uap<br />
Tujuan Dapar (Rep. Tek. Far. Sed. Steril hal 19-20)<br />
• Meningkatkan stabilitas obat<br />
Pada pH tertentu penguraian obat menjadi minimal, misalnya pada zat aktif berikut : antibiotik<br />
(penisilin, tetrasiklin), basa sintetis (adrenalin), polipeptida (insulin,oksitocin,vasopresin),<br />
alkaloida (senyawa ergot), vitamin (B12, vit C).<br />
• Mengurangi rasa nyeri, iritasi, nekrosis saat penggunaanya<br />
Penambahan larutan dapar dalam larutan ini hanya dilakukan untuk larutan obat suntik dengan<br />
pH 5,5 – 7,5. Untuk pH < 3 atau > 10 sebaiknya tidak didapar karena sulit dinetralisasikan.<br />
Peringatan ini ditujukan terutama untuk injeksi IM dan SK.<br />
Untuk <strong>sediaan</strong> parenteral volume kecil ( 9 menyebabkan kematian jaringan<br />
pH < 3 sangat menyakitkan dan menyebabkan flebitis<br />
(Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2nd ed., 1992, 195)<br />
Cara penentuan pH :<br />
• Memakai indikator kertas atau indikator larutan universal baik secara langsung maupun<br />
kolorimetri<br />
• Potensiometri, digunakan untuk larutan berwarna<br />
• Dengan perhitungan<br />
Contoh dapar (konsentrasi yang umum dipakai): Dapar fosfat (0,2-2%), dapar sitrat (1-5%), asam<br />
asetat / garam pH 3,5-5,7 (1-2%); asam sitrat / garam pH 2,5-6 (1-5%); asam glutamate pH 8,2-10,2<br />
(1-2%). ( Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2 nd ed., 1992, 194)<br />
c. Pengawet<br />
Pengawet yang ideal ( Todd R.G Pharmaceutical Handbook ) :<br />
1 Mempunyai aktivitas antimikroba yang tinggi dan spektrumnya luas, bekerja pada temperatur<br />
dan pH yang luas.<br />
2 Mempunyai stabilitas yang tinggi pada range temperatur dan pH yang digunakan<br />
14
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
3 Tidak toksik pada konsentrasi yang digunakan<br />
4 Tersatukan dengan komponen lain dalam <strong>sediaan</strong><br />
5 Cepat larut pada konsentrasi yang digunakan<br />
6 Bebas dari bau, rasa, warna<br />
7 Tidak menyebabkan keracunan, karsinogenik, iritan, dan menyebabkan sensitisasi pada<br />
konsentrasi yang digunakan<br />
Penambahan pengawet dapat dilakukan pada :<br />
• Sediaan multidosis (kecuali yang dilarang oleh monografi). Pada <strong>sediaan</strong> multidosis ada<br />
kemungkinan kontaminasi <strong>sediaan</strong> pada saat pemakaian kembali, dan pengawet bekerja secara<br />
bakteriostatik.<br />
• Sediaan unit dosis jika tidak dilakukan sterilisasi akhir (pembuatan aseptik atau dengan filtrasi<br />
membrane), karena ada kemungkinan kontaminasi pada saat pengisian, dll) sering juga<br />
ditambahkan pengawet.<br />
(Lachman parenteral hal: 204)<br />
Penambahan pengawet tidak dibenarkan pada:<br />
• Sediaan volume besar (>100ml, misalnya infus)<br />
• Volume injeksi >15mL dosis tunggal, kecuali jika dikatakan lain<br />
• Sediaan untuk rute2 tertentu yang tidak boleh ditambahkan antimikroba seperti intra sisternal,<br />
epidural, intra thekal, atau rute lain yang melalui cairan serebrospinal/ retrookulalar (BP 2008,<br />
2367)<br />
Contoh Pengawet : ( Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2 nd ed., 1992, 194)<br />
Pengawet<br />
Konsentrasi yang lazim ( % )<br />
Benzalkonium klorida 0.01<br />
Benzethonium klorida 0.01<br />
Benzil alkohol 1-2<br />
Klorobutanol 0.25-0.5<br />
Klorokresol 0.1-0.3<br />
Metakresol 0.1-0.3<br />
Kresol<br />
0.3 – 0.5 •<br />
Fenol<br />
0.25 -0.5 •<br />
Fenilmerkuri nitrat dan asetat 0.002<br />
Metil -p-hidroksibenzoat 0.1 – 0.2 •<br />
Propil -p-hidroksibenzoat 0.02 – 0.2 •<br />
Butil -p-hidroksibenzoat 0.015<br />
Timerosal 0.01<br />
• : The art science, and technology of Pharmaceutical Compounding, 2002, hal 368<br />
d. Antioksidan<br />
Antioksidan digunakan untuk melindungi zat yang peka terhadap oksidasi. Beberapa antioksidan<br />
berdasarkan mekanisme kerjanya (Lachman, Teori & Praktek, 3 rd ed., 1994, 1301):<br />
1. Agen Pereduksi<br />
Antioksidan ini mempunyai potensial oksidasi rendah sehingga teroksidasi lebih dahulu<br />
dari pada zat aktif.<br />
Contoh : Vitamin C 0,02 – 0,1 %<br />
Natrium bisulfit 0,1 – 0,15 %<br />
Natrium metabisulfit 0,1 – 0,15 %<br />
Tiourea 0,005 %<br />
15
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
2. Agen Pemblokir<br />
Antioksidan ini mencegah oksidasi dengan memutuskan rantai oksidasi.<br />
Contoh : Ester asam askorbat 0,01 – 0,015 %, BHT 0,005 – 0,02 %, Vitamin E 0,05 –<br />
0,075 %<br />
3. Zat Sinergis<br />
Bekerja meningkatkan efek antioksidan lainnya terutama antioksidan agen pemblokir.<br />
Contoh : Vitamin C 0.01 -0.05 %<br />
Asam sitrat 0.005 – 0.01 %<br />
Asam tartrat 0.01 – 0.02 %<br />
Asam fosfat 0.005 – 0.01%<br />
4. Pengompleks<br />
Zat ini membentuk kompleks dengan ion-ion logam yang mengkatalisis reaksi oksidasi<br />
sehingga reaksi dapat diperlambat. Contoh : Garam EDTA 0.01 – 0.075 % Selain itu juga<br />
dapat meningkatkan efektivitas pengawet, seperti benzalkonium klorida dengan EDTA,<br />
serta untuk solubilisasi, misal : Kofein + Na. benzoate Teofilin + Etilendiamin Kinin +<br />
Antipirin<br />
Catatan :<br />
• Natrium meta bisulfit larutan bersifat asam, Natrium bisulfit biasa digunakan untuk<br />
injeksi epineprin, juga digunakan untuk larutan dengan pH sedang, Na sulfit biasa<br />
digunakan untuk <strong>sediaan</strong> pH basa (TPC, 1994, 100)<br />
• Zat antioksidan yang larut lemak ( BHA dan BHT 0,005 % -0,02 % ) digunakan<br />
untuk pelarut minyak ( blocking agent )<br />
e. Suspending Agent ( Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2 nd ed., 1992)<br />
Digunakan untuk <strong>sediaan</strong> injeksi suspensi. Contoh:<br />
1. CMC Na. [0,05 – 0,75 %] (HOPE 5 th ed., 2006, 120)<br />
2. PVP [>5%] (HOPE 5 th ed., 2006, 611)<br />
3. Sorbitol [10 -25%] (HOPE 5 th ed., 2006, 718 untuk IM<br />
4. IM Minyak : Alumunium monostearat (2%) Codex hal 95, gelatin (2%), manitol (50%)<br />
f. Anestetika lokal<br />
Digunakan untuk mengurangi rasa nyeri akibat larutan suntik yang kental dan larutan senyawa obat<br />
yang terlalu asam. Seperti larutan obat suntik streptomycin + 0,5 % prokain HCl. Contoh :<br />
Novokain, Benzil alkohol.<br />
g. Wetting Agent (untuk <strong>sediaan</strong> injeksi suspensi)<br />
Digunakan untuk pembasah dan mencegah pertumbuhan kristal. Bila diperlukan dan hanya untuk<br />
pelarut air. Contoh : Tween 80, Propilen glikol, Lecithin, Polioksietilen – Polioksipropilen,<br />
Polisorbat 80, Silikonantibusa, Silikon Trioleat. (Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2 nd ed.,<br />
214)<br />
h. Solubilizing Agent (untuk <strong>sediaan</strong> injeksi suspensi)<br />
Contoh : PEG 300, Propilenglikol (Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2 nd ed., 214)<br />
16
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
E. Cara Perhitungan ( Benny Logawa, hal. 8)<br />
1. Tonisitas<br />
Perhitungan tonisitas:<br />
Untuk ngitung tonisitas, bisa pake 2 metode: ekivalensi NaCl atau ΔTf . Tergantung data yang ada E atau Δ Tf (zat<br />
aktif dan zat pembawa). E dan Δ Tf yang dipilih adalah yang mendekati % zat yang digunakan pada <strong>sediaan</strong>.<br />
Misal konsentrasi zat X dalam <strong>sediaan</strong> 1.6% maka digunakan data E 2%. Cara perhitungannya bisa dilihat di contoh<br />
perhitungan. Kalau data E /Δ Tf-nya ga ada, baru pake metode Liso buat nyari nilai E /Δ Tf-nya. Kalau dah dapet<br />
harga E dan Δ Tf baru diitung lagi tonisitas pake cara biasa…….<br />
( Benny Logawa, hal. 8)<br />
a. Metode Turunnya Titik Beku<br />
Dengan menggunakan persamaan :<br />
W = Jumlah (g) bahan pembantu isotoni dalam 100 ml larutan<br />
A = Turunnya titik beku air akibat zat terlarut, dihitung dengan memperbanyak nilai untuk larutan<br />
1%<br />
B = Turunnya titik beku air yang dihasilkan oleh 1% b/v bahan pembantu isotoni Atau jika<br />
konsentrasi tidak dinyatakan, a = 0<br />
Keterangan :<br />
Tb = turunnya titik beku larutan terhadap pelarut murninya<br />
K = turunnya titik beku pelarut dalam MOLAR (konstanta Kryoskopik air = 1,86 yang<br />
menunjukkan turunnya titik beku 1 mol zat terlarut dalam 1000g cairan)<br />
m = Zat yang ditimbang (g)<br />
n = jumlah ion<br />
M = berat molekul zat terlarut<br />
L = massa pelarut (g)<br />
b. Ekivalensi NaCl<br />
Didefinisikan sebagai suatu faktor yang dikonversikan terhadap sejumlah tertentu zat terlarut<br />
terhadap jumlah NaCl yang memberikan efek osmotik yang sama. Misalnya ekivalensi NaCl asam<br />
borat 0,55 berarti 1 g asam borat di dalam larutan memberikan jumlah partikel yang sama dengan<br />
0,55 g NaCl.<br />
Oleh karena itu zat aktif dengan tipe ionik yang sama dapat menyebabkan turunnya titik beku molal<br />
yang sama besar, maka Wells mengatasinya dengan menggolongkan zat-zat tersebut menjadi<br />
beberapa<br />
kelompok sesuai dengan jumlah ion yang dihasilkan. Lihat tabel III di Repetitorium Teknologi<br />
Sediaan Steril, hal. 15.<br />
17
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
c. Metode Liso (Diktat Kuliah Steril hal 166, Lachman parenteral hal 209)<br />
Bila tidak ada data E dan ΔTf dipustaka maka bisa digunakan metode ini untuk mencarinya.<br />
Daftar Liso<br />
(Lachman Parenteral, vol. 1, 2 nd ed., 1992, 211; Physical Pharmacy, 1993, Ed. 4 th , 181)<br />
Tipe zat Liso Contoh<br />
Non elektrolit 1.9 Sucrose, glycerin, urea, camphor<br />
Weak elektrolit 2.0 Phenobarbital, cocaine, boric acid<br />
Divalent elektrolit 2.0 Zink sulfat, magnesium sulfate<br />
Univalent elektrolit 3.4 NaCl, cocaine hydrochloride, sodium Phenobarbital<br />
Uni-Divalen elektrolit 4.3 Na sulfat, atropine sulfate<br />
Di-Univalen elektrolit 4.8 Kalsium klorida, kalsium bromide, zinc klorida<br />
Uni-trivalen elektrolit 5.2 Na-fosfat, sodium citrate<br />
Tri-univalen elektrolit 6.0 Alumunium klorida, ferric iodide<br />
Tetraborate elektrolit 7,6 Sodium borate, potassium borate<br />
Daftar Liso untuk beberapa zat dapat dilihat pada Physical Pharmacy, 1993, Ed. 4 th ,. 183-<br />
184<br />
Contoh Perhitungan<br />
a. Cara ekivalensi<br />
R / Ranitidin HCl 27,9 mg<br />
18
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
Na 2 HPO 4 anhidrat 0,98 mg<br />
KH 2 PO 4 1,5 mg<br />
Aqua pro injection ad 1 ml<br />
Ranitidin HCl 27,9 mg/ml = 2,79 g/100 ml = 2,79 %<br />
E 3% = 0,16 (FI Ed. IV Hal. 1255 )<br />
Na 2 HPO 4 anhidrat 0,98 mg/ml ~ (BM Na 2 HPO 4 dihidrat / BM Na 2 HPO 4 anhidrat) x 0,98<br />
= ( 159,96 / 141,96 ) x 0,98<br />
= 1,1 mg/ml<br />
= 0,11 g/100 ml<br />
= 0,11%<br />
E 0,5% = 0,44 (FI Ed. IV)<br />
KH 2 PO 4 1,5 mg/ml = 0,15 g/100 ml<br />
= 0,15 %<br />
E 0,5% = 0,48 (FI Ed. IV)<br />
Zat E Jumlah zat dalam 100 ml (g) Kesetaraan NaCl<br />
Ranitidin HCl 0,16 2,79 0,4464<br />
Na 2 HPO 4<br />
0,44 0,11 0,0484<br />
dihidrat<br />
KH 2 PO 4 0,48 0,15 0,0720<br />
NaCl yang ditambahkan agar isotonis :<br />
= 0,9 – ( 0,4464 + 0,0484 + 0,0720 )<br />
= 0,3332 g/ 100 ml<br />
NaCl yang ditambahkan dalam 1 ml = 3,3 mg/ml<br />
b. Cara penurunan titik beku<br />
Zat Δ Tf 1% Konsentrasi zat Kons. Zat X Δ Tf 1%<br />
(%)<br />
Ranitidin HCl 0.1 2.79 0.279<br />
Na 2 HPO 4 dihidrat 0.24 0.11 0.0264<br />
KH 2 PO 4 0.25 0.15 0.0375<br />
Jumlah 0.3429 ~ 0.34<br />
Δ Tf isotonis = 0,52<br />
agar isotonis, Δ Tf yang ditambahkan = 0,52 – 0,34<br />
= 0,18<br />
Setara dengan NaCl : ( 0,18 / 0,52 x 0,9 g/100 ml )<br />
= 0,31 g/100 ml<br />
= 3,1 mg/ml<br />
Jadi NaCl yang ditambahkan agar larutan isotonis sebanyak 3,1 mg/ml<br />
2. Dapar (lachman, 155-157)<br />
Kapasitas dapar adalah kemampuan tidak berubahnya pH dengan penambahan sedikit asam atau<br />
sedikit basa.<br />
Rumus : β = αB = 2,303 C Ka.[H 3 O + ]<br />
αpH { Ka + [H 3 O + ] } 2<br />
β<br />
= kapasitas dapar<br />
19
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
αB = perubahan konsentrasi asam atau basa<br />
αpH = perubahan pH<br />
C = konsentrasi molar larutan dapar<br />
Ka = konstanta disosiasi larutan dapr<br />
Kapasitas dapar dapat dihitung dengan persamaan Henderson-Hasselbach :<br />
pH = pKa + log [ garam ]<br />
[ asam ]<br />
(Underwood, 674-675)<br />
Tetapan disosiasi (25°C) dapar <strong>sediaan</strong> steril<br />
1. Asam asetat CH 3 CHOOH Ka: 1,8 x 10 -5 pKa: 4,74<br />
2. Asam Sitrat H 3 C 6 H 5 O 7 Ka 1 : 8,4 x 10 -4 pKa 1 : 3,08<br />
Ion dihidrogen nitrat<br />
-<br />
H 2 C 6 H 5 O 7 Ka 2 : 1,8 x 10 -5 pKa 2 : 4,74<br />
Ion monohidrogen nitrat<br />
2-<br />
HC 6 H 5 O 7 Ka 3 : 4 x 10 -6 pKa 3 : 5,40<br />
3. Asam fosfat H 3 PO 4 Ka 1 : 7,5 x 10 -3 pKa 1 : 2,12<br />
Ion dihidrogen fosfat<br />
-<br />
H 2 PO 4 Ka 2 : 6,2 x 10 -8 pKa 2 : 7,21<br />
Ion monohidrogen fosfat<br />
2-<br />
HPO 4 Ka 3 : 4,8 x 10 -13 pKa 3 : 12,32<br />
Contoh Perhitungan<br />
Dalam 1 ml larutan mengandung Ranitidin HCl, pH stabilitas = 6,7-7,3 di dapar pada pH = 7<br />
([H 3 O + ] = 10 -7 )<br />
Dapar pospat pH = 6 – 8,2<br />
pKa 1 = 2,21 pKa 2 = 7,21 pKa 3 = 12,67<br />
Dapar yang baik jika pH = pKa kurang lebih 1, maka dipilih H 2 PO 4 dan HPO 4<br />
pKa 2 = 7,21 (Ka = 6,3 . 10 -8 )<br />
β = 2,303 C Ka.[H 3 O + ]<br />
{ Ka + [H 3 O + ] } 2<br />
0,01 = 2,303 C 6,3 .10 -8 . 10 -7<br />
(6,3 .10 -8 + 10 -7 ) 2<br />
C = 0,018 M<br />
pH = pKa + log [ garam ]<br />
[ asam ]<br />
7 = 7,21 + log [ garam ]<br />
[ asam ]<br />
[garam] = 0,62 [asam]<br />
[asam] + [garam] = 0,018<br />
1,62 [asam] = 0,018<br />
[asam] = 1,1 . 10 -2 mol/L<br />
= 1,1 . 10 -5 mol/ml ( BM asam KH 2 PO 4 = 141,96 )<br />
Massa asam = 1,1 . 10 -5 X 141,96 = 1,5 mg<br />
[garam] = 0,62 [asam] 6,89 . 10 -3 mol/L = 6,89 . 10 -6 mol/ml<br />
(BM Na 2 HPO 4 anhidrat = 136,09)<br />
[garam] = 6,89 . 10 -6 X 136,09 = 0,98 mg<br />
Jadi dapar yang digunakan adalah KH 2 PO 4 1,5 mg/ml dan Na 2 HPO 4 0,98 mg/ml<br />
3. Osmolaritas<br />
(FI Ed. IV hal 1020)<br />
20
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
Etiket pada larutan yang diberikan secara intra vena untuk melengkapi cairan, makanan<br />
bergizi, atau elektrolit dan injeksi manitol sebagai diuretika osmotik, disyaratkan untuk<br />
mencantumkan kadar osmolarnya.<br />
Keterangan kadar osmolar pada etiket suatu larutan parenteral membantu untuk memberikan<br />
informasi pada dokter apakah larutan tersebut hipo-osmotik, iso-osmotik, atau hiper-osmotik.<br />
Satuan kadar osmolar = miliosmol (disingkat mosmol) zat terlarut per liter larutan<br />
Kadar osmolar ideal dapat ditentukan dengan rumus :<br />
Kadar osmolar (mosmol/L) = mosM<br />
mosM = bobot zat (g/L) x jumlah ion (n) x 1000<br />
bobot molekul (g)<br />
Contoh Perhitungan<br />
Penandaan :<br />
Jika keterangan mengenai osmolaritas diperlukan dalam monografi masing-masing, pada etiket hendaknya<br />
disebutkan kadar osmolar total dalam miliosmol per liter. Jika kandungan kurang dari 100 ml atau jika pada<br />
etiket disebutkan bahwa <strong>sediaan</strong> tidak untuk suntikan langsung, tetapi larutan harus diencerkan sebelum<br />
digunakan, etiket dapat menyebutkan kadar osmolar total dalam miliosmol per milliliter.<br />
1. Osmolaritas ideal injeksi natrium klorida 0,9% = 308 miliosmol / L<br />
0,9 % NaCl = 0,9 g/100 ml = 9 g/L<br />
BM NaCl = 58,4 ; n = 2<br />
mosM/L = 9/58,2 x 2 x 1000<br />
= 308<br />
2. Osmolaritas glukosa anhidrat 5%<br />
5 % glukosa anhidrat = 5 g/100 ml = 50 g/L<br />
BM = 180,2 ; n = 1<br />
mosM/L = 50/180,2 x 1 x 1000<br />
= 277,46 ( isotonis )<br />
Hubungan Antara Osmolarita Dan Tonisitas<br />
Osmolarita<br />
Tonisitas<br />
(M osmole / liter)<br />
> 350 Hipertonis<br />
329-350 Sedikit hipertonis<br />
270-328 Isotonis<br />
250-269 Sedikit Hipotonis<br />
0-249 Hipotonis<br />
II. METODE DAN PROSEDUR PEMBUATAN<br />
A. Metode Pembuatan<br />
Ada dua metode pembuatan <strong>sediaan</strong> steril yaitu cara sterilisasi akhir dan cara aseptik.<br />
1. Sterilisasi Akhir<br />
Metode ini merupakan metode yang paling umum dan paling banyak digunakan dalam<br />
pembuatan <strong>sediaan</strong> steril. Persyaratannya adalah zat aktif harus stabil dengan adanya<br />
molekul air dan tingginya suhu sterilisasi. Sediaan disterilkan pada tahap terakhir<br />
pembuatan <strong>sediaan</strong>.<br />
Contoh yang paling banyak digunakan pada metode ini adalah sterilsasi dengan autoklaf<br />
(suhu 121 °C, selama 15 menit).<br />
2. Aseptik<br />
Metode ini biasanya digunakan untuk zat aktif yang sensitif terhadap suhu tinggi yang<br />
21
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
dapat mengakibatkan penguraian dan penurunan kerja farmakologinya. Antibiotika dan<br />
beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya dikerjakan secara aseptik.<br />
Metode aseptik bukanlah suatu cara sterilisasi melainkan suatu cara kerja untuk<br />
memperoleh <strong>sediaan</strong> steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik dan partikulat dalam<br />
<strong>sediaan</strong> jadi.<br />
Keterangan :<br />
• Penimbangan zat aktif<br />
Zat aktif biasanya ditimbang dilebihkan sesuai persyaratan yang ada di monografi untuk<br />
mencegah kemungkinan berkurangnya kadar dalam <strong>sediaan</strong> akibat proses pembuatan ataupun<br />
dalam penyimpanan. (Contoh : persyaratan kadar zat X = 98-102 %, maka penimbangan zat<br />
aktif dilebihkan 2 %)<br />
• Bebas pirogen<br />
Hal ini baru dilakukan jika volume larutan suntik sebanyak 10 ml atau lebih. Pembebasan<br />
pirogen dilakukan dengan penambahan 0,1 % karbon aktif dihitung terhadap volume total (b/v),<br />
kemudian dipanaskan pada suhu 60-70 °C selama 15 menit sambil sesekali diaduk kemudia<br />
disaring menggunakan kertas saring ganda.<br />
• Bebas oksigen atau karbondioksida<br />
Hal ini baru dilakukan jika diperlukan terutama jika zat aktif diketahui peka terhadap kedua gas<br />
tersebut. Pembebasan oksigen atau karbondioksida dilakukan dengan cara memanaskan air<br />
suling selama 30 menit dihitung sejak mendidih kemudian dialiri gas nitrogen sambil<br />
didinginkan.<br />
• Sterilisasi lemari dan ruang<br />
Lemari disterilkan dengan uap formaldehid hasil pemanasan serbuk para-formaldehid dalam<br />
cawan penguap panas yang diletakkan dalam lemari. Ruang disterilkan dengan sinar UV<br />
selama 24 jam sebelum digunakan.<br />
B. Prosedur Pembuatan<br />
Larutan (Sterilisasi akhir)<br />
Jika zat sensitif terhadap cahaya, maka pengerjaan dilakukan pada ruang terlindung cahaya, di<br />
bawah lampu natrium<br />
a. Zat aktif digerus dan ditimbang berlebih sesuai kebutuhan menggunakan kaca arloji,<br />
kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala. Kaca arloji dibilas 2 kali dengan aqua pro<br />
injection (p.i).<br />
b. Zat aktif dilarutkan dalam sejumlah tertentu aqua pro injeksi. Dilakukan hal yang sama bagi<br />
bahan-bahan pembantu.<br />
c. Setelah zat aktif dan semua zat tambahan terlarut, larutan tersebut kemudian dituang ke dalam<br />
gelas ukur sehingga volume tertentu di bawah volume akhir.<br />
d. Kertas saring rangkap 2 yang akan digunakan untuk menyaring dibasahi sejumlah tertentu<br />
aqua pro injeksi terlebih dahulu, kemudian corong dipindahkan ke erlenmeyer lain yang telah<br />
steril<br />
e. Larutan yang ada di gelas ukur disaring ke dalam labu erlenmeyer yang telah disiapkan. IPC<br />
dilakukan dengan mengukur pH <strong>sediaan</strong>. Kekurangan aqua pro injeksi dituangkan sedikit<br />
demi sedikit untuk membilas gelas piala lalu dituang ke gelas ukur. Air bilasan tersebut<br />
kemudian disaring lagi ke dalam erlenmeyer yang telah berisi filtrat larutan hingga volume<br />
total seluruh larutan genap ... mL<br />
f. Larutan yang telah disaring dituang ke dalam kolom reservoir melalui membran filter bakteri<br />
yang diletakkan di atas glass filter G5 (ukuran pori-pori 0,45 µm)<br />
g. Larutan dituang ke dalam buret steril kemudian ujungnya ditutup dengan alumunium foil<br />
h. Sebelum diisikan ke dalam wadah, jarum buret dibersihkan dengan kapas yang telah dibasahi<br />
alkohol 70 %. Setiap wadah diisi dengan larutan ..C.. ml sesuai persyaratan volume FI IV<br />
i. Ampul/vial yang telah berisi zat aktif, bila diperlukan dialiri dengan gas nitrogen<br />
j. (Bila wadah ampul) Ampul ditutup dengan api dan disterilkan menggunakan autoklaf secara<br />
terbalik dalam gelas piala yang telah dialasi kapas (121°C selama 15 menit) atau metode lain<br />
22
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
yang sesuai<br />
(Bila wadah vial) Vial ditutup dengan tutup karet lalu di-seal dengan alumunium cap,<br />
kemudian disterilkan menggunakan autoklaf dalam gelas piala yang telah dialasi kapas (121°C<br />
selama 15 menit) atau metode lain yang sesuai<br />
k. Setelah sterilisasi akhir, dilakukan evaluasi <strong>sediaan</strong><br />
l. Sediaan dikemas dalam dus yang sudah diberi etiket dan disertakan brosur informasi obat<br />
Pencampuran eksipien dilakukan di awal, dengan cara melarutkan dahulu eksipien masing2 baru<br />
ditambahkan ke dalam larutan stok<br />
Larutan (Metode Aseptik)<br />
Semua pengerjaan pembuatan <strong>sediaan</strong> dilakukan di bawah LAF, ruangan kelas 2. Jika zat sensitif<br />
terhadap cahaya, maka pengerjaan dilakukan pada ruang terlindung cahaya, di bawah lampu<br />
natrium<br />
a. Semua bahan baku (zat aktif + eksipien) yang telah ditimbang disterilisasi dengan metode<br />
yang sesuai<br />
b. Prosedur b-f sama dengan yang tercantum pada metode sterilisasi akhir<br />
c. Larutan yang telah disaring, dituang ke dalam kolom reservoir melalui membran filter bakteri<br />
yang diletakkan di atas filter glass G3 (ukuran pori-pori 0,22 µm)<br />
d. Larutan dituang ke dalam buret steril kemudian ujungnya ditutup dengan alumunium foil<br />
e. Sebelum diisikan ke dalam wadah, jarum buret dibersihkan dengan kapas yang telah dibasahi<br />
alkohol 70 %. Setiap wadah diisi dengan larutan C mL sesuai persyaratan volume FI IV<br />
f. Ampul/vial yang telah berisi zat aktif, bila diperlukan dialiri dengan gas nitrogen<br />
g. Dilakukan evaluasi <strong>sediaan</strong><br />
i. Sediaan dikemas dalam dus yang sudah diberi etiket dan disertakan brosur informasi obat<br />
Injeksi Suspensi Kering tanpa granulasi (Sterilisasi Akhir)<br />
Jika zat sensitif terhadap cahaya, maka pengerjaan dilakukan pada ruang terlindung cahaya, di<br />
bawah lampu natrium<br />
a. Zat aktif dan eksipien digerus, kemudian ditimbang sejumlah yang dibutuhkan<br />
b. Masing-masing zat digerus dan dicampurkan sampai homogen dalam mortir<br />
c. Campuran <strong>sediaan</strong> ditimbang dan dimasukkan ke dalam vial dengan bantuan corong dan<br />
zalfkaart<br />
d. Vial ditutup dengan tutup karet lalu di-seal dengan alumunium cap, kemudian disterilkan<br />
dalam autoklaf (121ºC selama 15 menit) atau metode lain yang sesuai<br />
e. Setelah sterilisasi akhir, dilakukan evaluasi <strong>sediaan</strong><br />
f. Sediaan dikemas dalam dus yang sudah diberi etiket dan disertakan brosur informasi obat<br />
Injeksi Suspensi Kering tanpa granulasi (Metode Aseptik)<br />
Semua pengerjaan pembuatan <strong>sediaan</strong> dilakukan di bawah LAF, ruangan kelas 2. Jika zat sensitif<br />
terhadap cahaya, maka pengerjaan dilakukan pada ruang terlindung cahaya, di bawah lampu<br />
natrium<br />
a. Zat aktif dan eksipien digerus kemudian ditimbang sejumlah yang dibutuhkan lalu disterilisasi<br />
dengan metode yang sesuai<br />
b. Campurkan zat aktif dan eksipien dalam mortar steril lalu gerus sampai homogen<br />
c. Campuran diayak melalui ayakan B40<br />
d. Campuran ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam vial dengan bantuan corong dan zalfkart<br />
e. Vial ditutup dengan karet dan alumunium cap<br />
f. Dilakukan evaluasi <strong>sediaan</strong><br />
g. Sediaan dikemas dalam dus yang sudah diberi etiket dan disertakan brosur informasi obat<br />
Injeksi Suspensi dengan Pembawa Air (Metode Aseptik)<br />
a. Suspending agent dikembangkan dengan cara yang sesuai lalu dicampur dengan eksipien<br />
lainnya. Sterilisasi bersama dalam autoklaf (121ºC selama 15 menit)<br />
b. Timbang zat aktif, sterilisasi, gerus dalam mortar yang steril kemudian dicampurkan dengan<br />
23
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
pembawa yang telah disterilkan tadi (dalam keadaan dingin) sedikit demi sedikit sambil digerus<br />
c. Suspensi tersebut dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk dan volume<br />
akhir dicapai dengan penambahan aqua pro injeksi<br />
d. Setelah diaduk homogen, suspensi dituang ke dalam vial steril yang telah dikalibrasi<br />
Injeksi Suspensi dengan Pembawa Minyak (Metode Aseptik)<br />
a. Suspending agent dicampur bersama minyak kemudian disterilkan di dalam oven (170 ºC, 30<br />
menit)<br />
b. Timbang zat aktif, sterilisasi, gerus dalam mortar yang steril kemudian dicampurkan dengan<br />
pembawa yang telah disterilkan tadi (dalam keadaan dingin) sedikit demi sedikit sambil<br />
digerus<br />
c. Suspensi tersebut dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk dan volume<br />
akhir dicapai dengan penambahan minyak steril (tanpa suspending agent)<br />
d. Setelah diaduk homogen, suspensi dituang ke dalam vial steril yang telah dikalibrasi<br />
Injeksi Larutan Minyak (Metode Aseptik)<br />
a. Timbang zat aktif, campurkan ke dalam minyak, kemudian sterilisasi dalam oven (170°C, 30<br />
menit)<br />
b. Campuran tersebut dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk, genapkan<br />
volume dengan penambahan minyak steril<br />
c. Setelah diaduk homogen, suspensi dituang ke dalam vial steril yang telah dikalibrasi<br />
Injeksi Emulsi M/A (Metode Aseptik)<br />
a. Zat-zat larut minyak dicampur dalam minyak dan emulgator minyak, sterilisasi dalam oven<br />
(170ºC, 30 menit)<br />
b. Zat-zat larut air dicampur dalam aqua pro injeksi dan emulgator air, sterilisasi dalam autoklaf<br />
(121ºC, 15 menit)<br />
c. Campur dan gerus kedua campuran tersebut pada suhu yang sama (60-70 ºC) dalam mortar<br />
steril<br />
d. Campuran tersebut dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk, genapkan<br />
volume dengan penambahan aqua pro injeksi<br />
e. Setelah diaduk homogen, suspensi dituang ke dalam vial steril yang telah dikalibrasi<br />
Catatan untuk penimbangan zat ( Benny Logawa )<br />
Volume tiap ampul/vial dilebihkan sesuai dengan kelebihan volume yang dianjurkan dalam FI IV,<br />
p. 1044<br />
Volume yang tertera dalam<br />
Kelebihan volume yang dianjurkan (mL)<br />
penandaan (mL) Untuk cairan encer Untuk cairan kental<br />
0,5<br />
1,0<br />
2,0<br />
5,0<br />
10,0<br />
20,0<br />
30,0<br />
50,0 atau lebih<br />
0,10<br />
0,10<br />
0,15<br />
0,30<br />
0,50<br />
0,60<br />
0,80<br />
2%<br />
0,12<br />
0,15<br />
0,25<br />
0,50<br />
0,70<br />
0,90<br />
1,20<br />
3%<br />
Volume <strong>sediaan</strong> yang harus diisikan ke dalam setiap ampul/vial:<br />
Jika: Volume tiap ampul/vial = a mL<br />
Kelebihan volume yang dianjurkan = b mL<br />
Maka: Volume tiap ampul/vial = a+ b = c mL<br />
Volume <strong>sediaan</strong> yang akan dibuat:<br />
24
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
Ampul : V=(n+2)c+6<br />
Vial : V=n.c+6<br />
Keterangan:<br />
V = volume <strong>sediaan</strong> yang harus dibuat<br />
n = jumlah <strong>sediaan</strong> yang akan dibuat<br />
C = ampul/vial<br />
c = volume <strong>sediaan</strong> yang harus diisikan ke dalam setiap ampul/vial<br />
6 = volume untuk membilas buret: 2 x 3 mL<br />
C. Cara-cara Sterilisasi<br />
(FI IV hal.1112-1116, FI III hal 18-19, TPC ed 12 hlm 538-554, diktat kuliah Tekn. FA<br />
Sediaan Steril 55-58,Principles of Sterile Product Preparation 73-74/PSPP)<br />
1. Sterilisasi uap<br />
Proses sterilisasi termal menggunakan uap jenuh di bawah tekanan berlangsung di<br />
suatu bejana di sebut otoklaf. Suatu siklus otoklaf yang ditetapkan dalam farmakope,<br />
untuk media atau pereaksi adalah selama 15 menit, 121°C, kecuali dinyatakan lain.<br />
Prinsip dasar kerja alat : udara di dalam bejana diganti dengan uap jenuh, dan hal ini<br />
dicapai dengan menggunakan alat pembuka atau penutup khusus. Faktor yang<br />
mempengaruhi desain atau pemilihan suatu siklus utk produk atau komponen tertentul:<br />
ketidakstabilan panas bahan, pengetahuan ttg penetrasi panas ke dalam bahan, faktor<br />
lain yang tercantum dalam program validasi (FI IV, 1112).<br />
Sediaan yang akan disterilkan diisikan ke dalam wadah yang cocok, kemudian ditutup<br />
kedap. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 100 ml, sterilisasi dilakukan<br />
dengan uap air jenuh pada suhu 115°C-116°C selama 30 menit. Jika volume dalam tiap<br />
wadah lebih dari 100 ml, waktu sterilisasi diperpanjang hingga seluruh isi tiap wadah<br />
berada pada 115°C-116°C selama 30 menit (FI III, 18).<br />
Digunakan utk zat yg stabil pd panas, tahan lembab dan dpt ditembus uap air panas.<br />
Reaksi kimia yg mematikan terjadi lebih mudah dengan adanya air & konsekuensinya<br />
akan butuh waktu pemaparan panas lebih sedikit utk membunuh mikroorganisme dlm<br />
keadaan terhidrasi dibandingkan keadaan kering. Inaktivasi panas dlm sel terhidrasi<br />
disebabkan oleh denaturasi dan koagulasi ireversibel enzim dan struktur protein,<br />
kemungkinan melalui proses hidrolisis. Hubungan suhu dan waktu tunggu utk<br />
sterilisasi panas lembab: (TPC, 538)<br />
Suhu °C Wkt tunggu minimum (menit) Fo (menit)<br />
115-118<br />
121-124<br />
126-129<br />
134-138<br />
30<br />
15<br />
10<br />
3<br />
7,5-15<br />
15-30<br />
32-63<br />
60-150<br />
Ikatan hidrogen mudah putus dgn adanya molekul air krn terjadinya ikatan hidrogen<br />
antara masing-masing gugus amino & karboksi dengan molekul air. Fungsi air pd<br />
panas lembab adh dlm proses denaturasi.<br />
Keuntungan: adanya uap jenuh mpnyai aktivitas pembunuhan yg tinggi & dpt<br />
membunuh semua jns mikroorganisme, tmsk spora yg resisten, dlm wkt 15 mnt 121°C,<br />
murah, sederhana, hny membutuhkan pemantauan waktu, suhu&tekanan, cepat (Diktat<br />
Steril, 56)<br />
25
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
2. Sterilisasi panas kering<br />
Proses sterilisasi termal untuk bahan yang tertera di farmakope dengan menggunakan<br />
panas kering biasanya dilakukan dengan suatu proses bets dalam suatu oven yang<br />
didesain khusus untuk tujuan tersebut. Distribusi panas dapat berupa sirkulasi atau<br />
radiasi menggunakan sistem semprotan dengan peralatan sendor, pemantau dan<br />
pengendali parameter kritis (FI IV, 1112).<br />
Sediaan yang akan disterilkan dimasukkan ke dalam wadah kemudian ditutup kedap<br />
atau penutupan ini bersifat sementara untuk mencegah cemaran. Jika volume dalam<br />
tiap wadah tidak lebih dari 30 ml, panaskan pada suhu 150 o C selama 1 jam. Jika<br />
volume dalam tiap wadah lebih dari 30 ml, waktu 1 jam dihitung setelah seluruh isi tiap<br />
wadah mencapai suhu 150 o C. Wadah yang tertutup sementara, kemudian ditutup kedap<br />
menurut teknik aseptik (FI III, 18).<br />
Teknik Aseptik. Cara pengurusan bahan steril menggunakan teknik yang dapat<br />
memperkecil kemungkinan terjadinya cemaran kuman hingga seminimum mungkin.<br />
Teknik aseptik dimaksudkan untuk digunakan dalam pembuatan injeksi yg tidak dapat<br />
dilakukan proses sterilisasi akhir, krn ketidakmantapan zatnya. Teknik ini tidak mudah<br />
diselenggarakan dan tidak ada kepastian bahwa hasil akhir sesungguhnya steril.<br />
Sterilitas hasil akhir hanya dapat disimpulkan, jika hasil itu telah memenuhi syarat Uji<br />
sterilitas yg tertera pd Uji keamanan Hayati. Teknik aseptik mjd hal yg penting sekali<br />
diperhatikan pd waktu melakukan sterilisasi menggunakan cara sterilisasi<br />
penyaringan&pemanasan kering sewaktu memindahkan atau memasukkan bhn steril ke<br />
dlm wadah akhir steril. Dlm hal tertentu, untuk meyakinkan terjadinya cemaran atau<br />
tidak sewaktu memindahkan atau memasukkan carian steril ke dlm wadah steril<br />
menggunakan cara ini, perlu diuji dgn cara sbb: Ke dlm salah satu wadah masukkan<br />
medium biakan bakteri sebagai ganti cairan steril. Tutup wadah&eramkan pd suhu 32 o C<br />
selama 7 hari. Jk tjd pertumbuhan kuman, menunjukkan adanya cemaran yg tjd pd waktu<br />
memasukkan atau memindahkan caran ke dlm wadah akhir. Dlm pembuatan cairan<br />
steril menggunakan proses ini, obat steril dilarutkan atau didispersikan dlm zat<br />
pembawa steril, diwadahkan dlm wadah steril, akhirnya ditutup kedap untuk<br />
melindungi thdp cemaran kuman. Semua alat yg digunakan harus steril. Ruangan yg<br />
digunakan utk melakukan pekerjaan ini harus disterilkan terpisah&tekanan udaranya<br />
diatur positif dgn memasukkan udara yg telah dialirkan melalui penyaring bakteri.<br />
Lagipula, pekerjaan ini hrs dilakukan dgn tabir pelindung atau dlm aliran udara steril.<br />
Pakaian pekerja hrs khusus&steril, dilengkapi dgn penutup muka&topi (FI III, 18-19).<br />
Digunakan utk zat yg stabil pd panas ttp sensitif lembab atau tidak dpt ditembus uap air<br />
panas. Digunakan utk sterilisasi serbuk obat kering, suspensi obat dgn pelarut non air,<br />
minyak, lemak, waxes, liquids, soft&hard parafin, lubrikan spt silikon, injeksi minyak,<br />
implants, basis salep mata, pakaian bedah, wadah gelas&logam, alat operasi. Pd suhu<br />
diatas 250ºC selama minimal 30 menit bisa sterilisasi dan depirogenisasi glassware dan<br />
logam yg resisten panas. Variasi suhu oven tidak boleh lbh dr ±5ºC pd suhu sterilisasi<br />
selama wkt tunggu. Barang-barang dibiarkan dingin dlm oven hgg sekitar 40 ºC sebelum<br />
kmd dipindahkan. Inakivasi oleh panas pd sel terdehidrasi, terutama sbg hasil proses<br />
oksidasi.Hubungan suhu dgn wkt tunggu pd sterilisasi panas kering:<br />
Suhu ºC<br />
160<br />
170<br />
180<br />
Waktu tunggu minimum (menit)<br />
120<br />
60<br />
30<br />
26
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
British Pharmacopoeia 1993 merekomendasikan protokol ini dan menerima hubungan suhu dan<br />
waktu tunggu lain misalnya pd bbrp minyak yg membutuhkan suhu lebih rendah (TPC, 544).<br />
Keuntungan: pd suhu tertentu dpt utk sterilisasi&depirogenisasi, metode aman&terpercaya.<br />
Tingkat pembunuhan & penetrasi tergantung pd enrgi yg digunakan, jika energi panas cukup<br />
dpt berpenetrasi baik&membunuh semua mikroorganisme (Diktat steril, 57)<br />
3. Sterilisasi gas<br />
Pilihan untuk menggunakan sterilisasi gas sebagai alternatif dari sterilisasi termal sering<br />
dilakukan jika bahan yang akan disterilkan tidak tahan terhadap suhu tinggi pada proses<br />
sterilisasi uap atau panas kering. Bahan aktif yang umumnya digunakan pada sterilisasi gas<br />
adalah etilen oksida. Keburukan dari bahan ini adalah sangat mudah terbakar, bersifat mutagen<br />
dan kemungkinan adanya residu toksik dalam bahan yang disterilkan terutama yang<br />
mengandung ion klorida. Proses sterilisasi umumnya berlangsung dalam bejana yang<br />
bertekanan yang didesain sama seperti otoklaf tetapi dengan tambahan bagian khusus yang<br />
hanya terdapat pada alat sterilisasi yang menggunakan gas. Kualifikasi proses sterilisasi gas<br />
etilen oksida lebih luas cakupannya drpd cara sterilisasi lainnya krn selain suhu, kelembaban,<br />
tekanan positif atau hampa udara jg diperlukan pengendalian ketat thdp kadar etilen oksida.<br />
Keterbatasan utama dari proses sterilisasi etilen oksida adalah terbatasnya kemampuan gas<br />
tersebut untuk berdifusi sampai ke daerah yang paling dalam dari bahan yang disterilkan. Jd<br />
desain kemasan&cara pengisisan bejana sterilisasi hrs ditetapkan sedemikian rupa hingga<br />
resistensi minimal thdp difusi gas (FI IV, 1113).<br />
Untuk materi yg kompatibel dgn gas yg digunakan, tidak tahan pd suhu sterilisasi uap, panas<br />
kering, atau dosis radiasi tinggi. Kondisi kritis yg hrs dikontrol: konsentrasi gas, suhu,<br />
kelembaban relatif, dan waktu pemaparan. Dgn melihat faktor kritis pd proses sterilisasi gas mk<br />
metode ini tidak disarankan selama masih ada metode lain yg sesuai.<br />
Gas etilen oksida biasa digunakan utk sterilisasi peralatan medis, jg bisa utk wadah<br />
plastik&serbuk termolabil. Etilen oksida merupakan pengalkilasi kuat dan aktivitas antimikroba<br />
melalui alkilasi gugus sulfhidril, hidroksil, karboksil, amino pd protein&asam nukleat. Tidak<br />
ada siklus standar utk sterilisasi dgn etilen oksida, siklus yg digunakan biasanya pd rentang<br />
kadar gas 250-1500 mg/L, kelembaban relatif 30-90%, suhu 30-65 o ,&wkt pemaparan 1-30 jam.<br />
Gas yang lain yang dapat dipakai yaitu formaldehid (seperti box sterilisasi), hidrogen<br />
peroksida, ozon, klorin dioksida.<br />
Gas formaldehid tdk berwarna, tdk eksplosif, tdk mdh tbakar. kekuatan penetrasinya rendah,<br />
afinitas thd air tinggi, mudah tpolimerisasi pd permukaan pd suhu dibawah 80 o , toksik bg<br />
manusia ttp dibandingkan etilen oksida, dia dpt dideteksi dgn baunya pd konsentrasi yg msh<br />
dibawah kdr toksiknya.<br />
Hidrodgen peroksida, proses sterilisasi pada suhu rendah (4-80 o )& dgn kadar gas rendah (0,5-5<br />
mg/L) yg diklaim tidak korosif, dgn siklus sterilisasi kurang dr 90 menit telah diterima.<br />
Hidrogen Peroksida tdk dapat digunakan utk sterilisasi liquid&inkompatibel dgn material<br />
selulosa berpori tinggi dan nilon.<br />
Ozon merupakan bahan pengoksidasi kuat, aktif melawan endotoksin. Proses sterilisasi pd<br />
kelembaban relatif 75-90%, suhu rendah (25o), kadar gas 2-5mg/L. Kelembaban tinggi pd<br />
prosesnya, sifat pengoksidasinya menyebabkan korosi logam, degradasi karet&bbrp plastik,<br />
sehingga menyebabkan sedikitnya penggunaan utk sterilisasi.<br />
Klorin oksida telah byk digunakan utk pegolahan air. Proses sterilisasi pd kelembaban relatif<br />
tinggi (>80%), suhu rendah (25-30ºC), kadar gas
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
Untuk yg tahan radiasi tinggi, tidak tahan panas & kekhawatiran ttg keamanan etilen oksida.<br />
Keunggulan sterilisasi radiasi meliputi reaktivitas kimia rendah, residu rendah yang dapat<br />
diukur dan kenyataan yang membuktikan bahwa variabel yang dikendalikan lebih sedikit.<br />
Radiasi hny menimbulkan sedikit kenaikan suhu, ttp dpt mpengaruhi kualitas&jenis plastik<br />
atau kaca tertentu. Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif dari<br />
radioisotop (radiasi γ) dan radiasi berkas elektron. Utk sterilisasi radiasi γ hrs dipilih dosis<br />
sterilisasi yg efektif & dpt ditoleransi tanpa menimbulkan kerusakan. Berdasarkan pengalaman<br />
dipilih dosis 2,5 Mrad radiasi yg diserap, ttp dlm bebrapa hal, diinginkan&dpt deterima<br />
penggunaan dosis lbh rendah/tinggi untuk peralatan, bhn obat, dan bentuk sedían akhir (FI IV,<br />
1113).<br />
Radiasi γ adh elektromagnetik energi tinggi dgn λ1-10 -4 nm & energi 10 -6 -10 -9 eV. Absorpsi ke<br />
dlm sel akan menyebabkan ionisasi komponen sel, pembentukan radikal bebas,&eksitasi<br />
molekul yg memicu disorganisasi enzim&DNA serta kematian sel. Resistensi oleh radiasi<br />
berhubungan dgn besarnya kerusakan yg dibutuhkan untuk menyebabkan kematian & kapasitas<br />
organisme utk memperbaiki kerusakan. Kemampuan penetrasi tinggi, kenaikan suhu yg dpt<br />
diabaikan pd objek yg diradiasi dgn dosis normal,& tdk menginduksi radioaktivitas. Umumnya<br />
sumber radiasi γ adh Co-60. Dosis utk sterilisasi berbeda-beda. Di UK& hampir seluruh negara<br />
di Eropa sterilisasi radiasi γ dgn dosis minimum yang terabsorbsi 25kGy. Agen protektif spt<br />
komponen yg mengandung sulfhidril, askorbat & gliserol meningkatkan resistensi. Diskolorasi<br />
mengkin tjd selam iradiasi pd bbrp gelas & plastik spt PVC, politetrafluoroetilen&polipropilen.<br />
Degradasi material oleh radiasi diperbesar dgn adanya air & hal ini membatasi penggunaan<br />
radiasi γ utk sterilisasi larutan obat dgn pelarut air. Penggunaan utama utk sterilisasi peralatan<br />
medis. Dpt utk sterilisasi enzim, vitamin, mineral, antibiotik, antibodi monoklonal,& peptida.<br />
Elektron energi tinggi adh partikel β yg dipercepat oleh energi tinggi dgn menggunakan<br />
potensial voltase tinggi. Penetrasi lbh kecil dibandingkan radiasi γ.<br />
Radiasi UV adlh pd λ 210-328nm. Aktivitas Bakterisidal maksimumnya ditunjukkan pd λ<br />
253,7nm. Radiasi UV adlh energi rendah, tidak mengionisasi, hny meningkatkan eksitasi<br />
molekul. Efek hny pd mikroorganisme yg terpapar langsung oleh radiasi. Sebagian besar<br />
mikroorganisme melalui proses enzimatik dpt memperbaiki kerusakan yg diinduksi oleh UV.<br />
oleh krn itu hny sesuai utk sterilisasi udara dan air dalam lapisan tipis & permukaan keras yg<br />
impermeabel.<br />
Radiasi UV Tidak direkomendasikan utk sterilisasi produk.(TPC, 546-548)<br />
Keuntungan:penetrasi tinggi (radiasi γ), aktivitas pembunuhan tinggi sehingga tingkat<br />
kepercayaan tinggi. (diktat steril, 56)<br />
5. Sterilisasi dengan penyaringan<br />
Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas sering dilakukan dengan penyaringan<br />
menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba, sehingga mikroba yang dikandung dapat<br />
dipisahkan secara fisika. Perangkat penyaring umumnya terdiri dari suatu matriks berpori<br />
bertutup kedap atau dirangkaikan pada wadah yang tidak permeabel. Efektivitas suatu<br />
penyaring media atau penyaring substrat tergantung pada ukuran pori bahan dan dapat<br />
tergantung pada daya absorbsi bakteri pada atau dalam matriks penyaring atau bergantung pada<br />
mekanisme pengayakan. Penyaringan untuk tujuan sterilisasi umumnya dilaksanakan<br />
menggunakan rakitan yang memiliki membran dengan porositas nominal 0,2 µm atau kurang.<br />
Media membran penyaring yg tsedia saat ini: celulosa asetat, celulosa nitrat, fluorokarbonat,<br />
polimer akrilik, polikarbonat, poliéster, polivinil klorida, vinil, nilon, politef, dan jg membran<br />
logam, dan ini dpt diperkuat atau ditunjang oleh bahan berserat internal. Rakitan penyaring<br />
membran harus diuji utk integritas awal sebelum dan sesudah digunakan (FI IV, 1115).<br />
Larutan disaring melalui penyaring bakteri steril, diisikan ke dlm wadah akhir yg steril, kmd<br />
ditutup kedap merurut Teknik aseptik (FI III, 18).<br />
Metode cepat, dan kususnya sesuai utk larutan yg mengandung bahan termolabil yg tdk bisa<br />
28
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
dengan sterilisasi panas walaupun menggunakan protokol dgn waktu singkat & suhu tinggi.<br />
Minyak, cairan kental, pelarut organik dapat disterilisasi dgn cara ini. Tidak dpt membedakan<br />
mikroorganisme/partikel hidup&mati, & akan memisahkn semua tipe partikel dgn ukuran lbh<br />
besar dr ukuran pori membran (TPC, 552).<br />
Filter & perangkatnya harus kompatibel secara fisik&kimia dgn larutan & bisa tahan dgn suhu<br />
& tekanan selama proses. Berbagai pertimbangan pemilihan filter:<br />
a. Ukuran pori maksimum pori 0,22 µm, tetapi utk kepastiannya perlu ditentukan SAL<br />
(sterility assurance level). Batasan Normal SAL utk filter 0,22 µm yg dpt diterima 1:1000<br />
atau dgn kata lain tidak lebih dr 0,1% mikroorganisme yg tertinggal.<br />
b. Kompatibilitas Hati-hati:Pelarut terutama alkohol, glikol, dimetilformamid dpt<br />
menyebabkan polimer mengembang & larut.<br />
c. Volume cairan Utk memperoleh kecepatan aliran yg sesuai perlu filter dgn luas area<br />
permukaan yg sesuai.<br />
d. Beban partikulat Saat sterilisasi dgn filtrasi, proses sterilisasi filtrasi tsb hrs<br />
komplete/sempurna tanpa mengganti filternya. Ketika partikulat dlm larutan tinggi maka<br />
diperlukan satu/lbh prefilter. Bila beban partikulat relatif rendah, bisa digunakan filter<br />
membran 5µm utk prefilternya. (PSPP)<br />
6. Pemanasan dengan bakterisida<br />
Sediaan dibuat dengan melarutkan atau mensuspensi bahan obat dalam larutan klorkresol P<br />
0,2% b/v dalam air untuk injeksi atau dalam larutan bakterisida yang cocok dalam air untuk<br />
injeksi. Isikan ke dalam wadah lalu ditutup kedap. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih<br />
dari 30 ml, panaskan pada suhu 98-100 o C selama 30 menit. Jika volume lebih dari 30 ml<br />
waktunya diperpanjang hingga seluruh isi tiap wadah berada pada suhu 98-100 o C selama 30<br />
menit. Jika dosis tunggal injeksi yang digunakan secara iv lebih dari 15 ml, pembuatan tidak<br />
dilakukan dengan cara ini. Injeksi yang digunakan secara intrateka, intrasisternal, atau peridura<br />
tidak boleh dibuat dengan cara ini (FI III, 18).<br />
***Untuk sedíaan yg tidak dapat disterilkan dgn salah satu cara diatas, pembuatan dilakukan dgn<br />
cara teknik aseptik yg umumnya sbb:<br />
a. Masing-masing bahan dan wadah disterilkan menurut salah satu cara di atas.<br />
b. Pencampuran dilakukan sesempurna mungkin hingga memenuhi syarat Uji bebas jasad renik.<br />
(FI III, 19).<br />
***Dlm prakteknya untuk mengurangi bioburden semua alat dan bahan yang memungkinkan di<br />
sterilisasi terlebih dahulu dan proses aseptik tetap digunakan, baik utk metode pembuatan secara<br />
aseptik maupun sterilisasi akhir.<br />
Metode<br />
Sterilisasi basah<br />
(autoklaf)<br />
Sterilisasi panas<br />
kering (oven)<br />
METODE STERILISASI<br />
Karakteristik zat aktif, eksipien,<br />
wadah<br />
Tahan panas (121ºC selama 15<br />
menit) dan tahan lembab, cairan<br />
bercampur dengan air, wadah dapat<br />
ditembus oleh air<br />
Tahan panas (170 ºC selama 1 jam)<br />
tidak tahan lembab, cairan tidak<br />
bercampur dengan air<br />
Kerugian<br />
Tidak depirogenasi<br />
Tdk bs bhn sensitif panas atau panas lembab,<br />
keterbatasan panas lembab utk berpenetrasi<br />
melalui wadah, perlu penghilangan udara<br />
krn udara dpt menghalangi difusi uap air.<br />
(diktat steril,56)<br />
Dapat depirogenasi Kerugian: waktu&suhu<br />
lbh lama&lbh tinggi dibandingkan panas<br />
lembab, terbatas pd bhn tahan panas. (diktat<br />
steril, 56)<br />
29
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
Filtrasi<br />
menggunakan<br />
membran<br />
Radiasi (gamma,<br />
elektron)<br />
Sterilisasi gas<br />
Tidak tahan panas berbentuk cairan<br />
Tidak dapat digunakan untuk wadah<br />
Memiliki ikatan molekul stabil<br />
terhadap radiasi. Harus dipastikan<br />
tahan radiasi γ(tahan radiasi UV,<br />
blm tentu tahan radiasi γ)<br />
Wadah polimer harus permeabel<br />
terhadap udara,uap air,gas<br />
Tidak depirogenasi, kemungkinan terjadi<br />
absorbsi zat pada membran dan leaching<br />
membran<br />
Tidak depirogenasi, mahal, dapat merusak<br />
ikatan molekul bbrp zat, ongkos kapital awal<br />
tinggi & keamanannya.<br />
Kemungkinan residu<br />
SIFAT ZAT<br />
AKTIF<br />
Zat padat tahan<br />
panas dan tidak<br />
mudah menguap<br />
Larutan tahan panas,<br />
dan lembab<br />
Zat padat sensitif<br />
panas<br />
Cairan sensitif panas<br />
Cairan minyak<br />
(tidak bercampur<br />
dengan air)<br />
METODA STERILISASI<br />
Sterilisasi panas kering<br />
Sterilisasi autoklaf (121 ºC<br />
selama 20 menit)<br />
Sterilisasi gas seperti<br />
formaldehid, atau 10-20% etilen<br />
dioksida dicampur dengan<br />
karbondioksida<br />
Filtrasi menggunakan membran,<br />
secara aseptis<br />
Sterilisasi oven (120-130 ºC<br />
selama 1-2 jam)<br />
KETERANGAN<br />
Zinc oxide, kalamin, talk, bismuth subnitrat,<br />
bismuth subkarbonat, calomel (tahan<br />
pemanasan 160-180 ºC selama 1-2 jam)<br />
Sulfanilamid, sulfadiazin, sulfathiazole,<br />
sulfamerazin (thn pemanasan 3 jam 140-150<br />
ºC)<br />
Minyak mineral, petrolatum cair, gliserin.<br />
Gliserin tidak dapat dipanaskan melebihi<br />
150ºC. Minyak&petrolatum cair tahan<br />
pemanasan sampai 200 ºC<br />
III. EVALUASI DAN PENYIMPANAN<br />
A. Evaluasi<br />
Dilakukan setelah <strong>sediaan</strong> disterilkan dan sebelum wadah dipasang etiket dan dikemas.<br />
EVALUASI FISIKA<br />
1 Penetapan pH (FI IV, 1039-1040)<br />
2 Bahan Partikulat dalam Injeksi ( FI> ed IV, 981-984)<br />
3 Penetapan Volume Injeksi Dalam Wadah (FI ed. IV, 1044)<br />
4 Keseragaman Sediaan (FI IV, 999-1001)<br />
5 Uji Kebocoran (Goeswin Agus, Larutan Parenteral, 191)<br />
6 Uji Kejernihan dan Warna ( Goeswin Agus, Larutan Parenteral, 201)<br />
7 Uji Kejernihan larutan (FI IV, 998)<br />
EVALUASI BIOLOGI<br />
1 Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba (untuk yang mengandung pengawet) (FI IV, 854-<br />
855)<br />
2 Uji Sterilitas (FI IV, 855-863)<br />
3 Uji Endotoksin Bakteri (FI IV, 905-907)<br />
4 Uji Pirogen (Untuk volume > 10 ml) (FI IV, 908-909)<br />
5 Uji Kandungan Antimikroba (untuk yang mengandung pengawet) (FI ed. IV, HAL.<br />
939-942)<br />
6 Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi (Untuk zat aktif antibiotik) (FI IV,<br />
891-899)<br />
30
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
EVALUASI KIMIA<br />
1 Uji Identifikasi (Sesuai dengan monografi <strong>sediaan</strong> masing-masing)<br />
2. Penetapan Kadar (Sesuai dengan monografi <strong>sediaan</strong> masing-masing).<br />
B. Wadah<br />
Wadah untuk injeksi termasuk penutup tidak boleh berinteraksi melalui berbagai cara baik secara<br />
fisik maupun kimiawi dengan <strong>sediaan</strong>, yang dapat mengubah kekuatan, mutu atau kemurnian di<br />
luar persyaratan resmi dalam kondisi biasa pada waktu penanganan, pengangkutan, penyimpanan,<br />
penjualan, dan penggunaan. Wadah terbuat dari bahan yang dapat mempermudah pengamatan<br />
terhadap isi. Tipe kaca yang dianjurkan untuk tiap <strong>sediaan</strong> umumnya tertera dalam masing-masing<br />
monografi. (FI IV, hal 10).<br />
Wadah dan sumbatnya tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan di dalamnya baik secara<br />
kimia maupun secara fisika, yang dapat mengakibatkan perubahan khasiat, mutu dan<br />
kemurniannya. (FI ed. III, hal XXXIV)<br />
Bagaimanapun bentuk dan komposisi wadah, wadah pengemas merupakan sumber dari masalah<br />
stabilitas <strong>sediaan</strong>, bahan partikulat, dan sumber pirogen. (Diktat Steril, 82)<br />
Keuntungan wadah gelas (Diktat steril, 82-99) :<br />
1 Mempunyai daya tahan kimia yang baik sehingga tidak bereaksi dengan kandungan wadah dan<br />
tidak mengabsorbsi atau mengeluarkan senyawa organik.<br />
2 Bersifat tidak permeable sehingga apabila ditutup dengan baik maka pemasukan atau hilangnya<br />
gas-gas dapat diabaikan.<br />
3 Wadah gelas mudah dicuci karena permukannya licin<br />
4 Bersifat transparan sehingga dapat diamati kandungnnya dalam wadah.<br />
5 Mempunyai sifat kaku, kuat dan bentuknya stabil. Tahan terhadap tusukan dapat divakumkan,<br />
dapat dipanaskan pada suhu 121 ºC pada sterilisasi uap dan 260 ºC pada sterilisasi kering tanpa<br />
mengalami perubahan bentuk. Kerugian : mudah pecah dan bobotnya relatif berat.<br />
Wadah yang biasa digunakan untuk sedian injeksi adalah berupa vial atau ampul. Untuk zat aktif<br />
yang mudah teroksidasi biasanya digunakan ampul berwarna gelap (biasanya coklat) untuk<br />
melindungi <strong>sediaan</strong> dari cahaya.<br />
Tipe Gelas: (Diktat Steril, 88-91)<br />
1. Gelas tipe I (borosilikat)<br />
Daya tahan kimia gelas tipe I sangat tinggi, tahan terhadap produk alkali, terutama<br />
disebabkan oleh kandungan Al 2 O 3 yang tinggi. Digunakan untuk membuat wadah tiup<br />
dalam bentuk tabung, misalnya vial, ampul, badan alat suntik (syringe) dan bagian infus<br />
set. Beberapa <strong>sediaan</strong> parenteral volume kecil dikemas dalam alat suntik gelas sekali pakai<br />
(disposable one-trip glass syringe) (Diktat Steril, 88)<br />
2. Gelas tipe II (gelas natrium kalsium modifikasi)<br />
Dibuat dari wadah gelas natrium kalsium yang permukaan dalamnya dibebaskan dari alkali<br />
untuk memperoleh daya tahan kimia yang baik.<br />
3. Gelas tipe III(gelas natrium kalsium)<br />
Pada natrium kalsium gelas harus memberikan hasil yang kecil dan uji serbuk gelas.<br />
Kebanyakan wadah gelas flint memberikan hasil uji yang kecil. Menurut USP, penggunaan<br />
wadah tipe III untuk wadah <strong>sediaan</strong> injeksi tidak akan mengalami kerusakan selama<br />
penyimpanan. Hal ini berlaku untuk <strong>sediaan</strong> volume kecil, dan wadah disterilkan terlebih<br />
dahulu sebelum diisi dengan produk steril secara aseptic.<br />
Wadah gelas disterilkan dengan sterilisasi panas kering. Bila dilakukan sterilisasi wadah<br />
kosong dalam otoklaf 121 °C 20 menit akan terjadi kerusakan permukaan dalam wadah<br />
gelas, dihasilkan alkali. Bila wadah diisi dengan larutan berpelarut air maka alkali yang<br />
dihasilkan akan larut dan kadang-kadang senyawa silicon yang tidak larut juga dapat<br />
masuk ke dalam larutan.<br />
31
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
4. Gelas tipe NP<br />
Wadah ini digunakan secara meluas untuk <strong>sediaan</strong> non-parenteral dengan batasan<br />
spesifikasi minimum. Gelas tipe I, II, III juga memenuhi spesifikasi gelas tipe NP.<br />
Seringkali hasil batasan uji tipe NP dan tipe III hanya sedikit sekali perbedaannya. Jika<br />
produk obat sangat dipengaruhi oleh zat dari wadah natrium kalsium gelas maka harus<br />
digunakan gelas tipe I atau tipe II.<br />
C. Penandaan (FI Ed. IV, hal 11)<br />
Pada etiket tertera nama <strong>sediaan</strong>, untuk <strong>sediaan</strong> cair tertera persentase atau jumlah zat aktif dalam<br />
volume tertentu, cara pemberian, kondisi penyimpanan dan tanggal kadaluarsa, nama pabrik<br />
pembuat dan atau pengimpor serta nomor lot atau bets yang menunjukkan identitas. Nomor lot dan<br />
nomor bets dapat memberikan informasi tentang riwayat pembuatan lengkap meliputi seluruh<br />
proses pengolahan, sterilisasi, pengisian, pengemasan, dan penandaan.<br />
Bila dalam monografi tertera berbagai kadar zat aktif dalam <strong>sediaan</strong> parenteral volume besar, maka<br />
kadar masing-masing komponen disebut dengan nama umum misalnya injeksi Dekstrosa 5% atau<br />
Injeksi Dekstrosa (5%).<br />
Bila formula lengkap tidak tertera dalam masing-masing monografi, Penandaan mencakup<br />
informasi berikut :<br />
1 Untuk <strong>sediaan</strong> cair, persentase isi atau jumlah tiap komponen dalam volume tertentu, kecuali<br />
bahan yang ditambahkan untuk penyesuaian pH atau untuk membuat larutan isotonik, dapat<br />
dinyatakan nama dan efek bahan tersebut<br />
2 Sediaan kering atau <strong>sediaan</strong> yang memerlukan pengenceran sebelum digunakan, jumlah tiap<br />
komponen, komposisi pengencer yang dianjurkan, jumlah yang diperlukan untuk mendapat<br />
konsentrasi tertentu zat aktif dan volume akhir larutan yang diperoleh , uraian singkat pemerian<br />
larutan terkonstitusi, cara penyimpanan dan tanggal kadualarsa.<br />
Pemberian etiket pada wadah sedemikian rupa sehingga sebagian wadah tidak tertutup oleh etiket,<br />
untuk mempermudah pemeriksaan isi secara visual.<br />
D. Pengemasan dan Penyimpanan<br />
Volume injeksi wadah dosis tunggal dapat memberikan jumlah tertentu untuk pemakaian parenteral<br />
sekali pakai dan tidak ada yang memungkinkan pengambilan isi dan pemberian 1 liter. (FI Ed. IV,<br />
Hal 11)<br />
Untuk penyimpanan obat harus disimpan sehingga tercegah cemaran dan penguraian, terhindar<br />
pengaruh udara, kelembaban, panas dan cahaya.<br />
Kondisi penyimpanan tergantung pada <strong>sediaan</strong>nya, misalnya kondisi harus disimpan terlindung<br />
cahaya, disimpan pada suhu kamar, disimpan di tempat sejuk, disimpan di tempat dingin (FI Ed.<br />
III, hal XXXIV)<br />
IV. SEDIAAN DI PUSTAKA<br />
Trissel, 11 th ed.<br />
Alteplase (22)<br />
Aldesleukin (14)<br />
Amikasin Sulfat (30)<br />
Amiodaron HCl (97)<br />
Amtrypin HCl (101)<br />
Asam Folat (594)<br />
Ketolorak Trometamin (773)<br />
Penisilin G Natrium (1024)<br />
Labetalol HCl (775)<br />
32
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
Pentamidin Isetionat (1029)<br />
Levopranol Tartrat (785)<br />
Pentazosin Laktat (1031)<br />
Methotreksat Natrium (851)<br />
Pentobarbital Natrium (1034)<br />
Benztropine Mesylate (167)<br />
Phenilefrin HCl (1049)<br />
Betamethasone Sodium Phosphat (168)<br />
Phenitoin Natrium (1051)<br />
Metronidazole (885)<br />
Piperasilin Natrium (1061)<br />
Calcitriol (191)<br />
Chlordiazepokside HCl (292)<br />
Nafcilin Natrium (940)<br />
Piridoksin HCl (1131)<br />
Chlorpromazine HCl (291)<br />
Nalbuphine HCl (947)<br />
Quinidine Glukonat (1132)<br />
Clindamisin Fosfat (345)<br />
Nalmefen HCl (952)<br />
Ranitidin HCl (1134)<br />
Dexamethasone Sodium Phosphat (387)<br />
Nalokson HCl (952)<br />
Scopolamin HBr (1160)<br />
Neostigmin Metilsulfat (953)<br />
Sodium Acetate (1164)<br />
Diazepam (402)<br />
Netilmisin Sulfat (955)<br />
Sodium Fosfat (1186)<br />
Nikardipin HCl (962)<br />
Streptomisin Sulfat (1190)<br />
Etoposide (516)<br />
Nitrogliserin (963)<br />
Thiethylperazine Malate (1218)<br />
Filgrastim (562)<br />
Norepinefrin bitartrat (974)<br />
Trimethobenzamide HCl (1261)<br />
Noradrenalin Asam Tartrat (974)<br />
Gentamisin Sulfat (624)<br />
Vecuronium Bromida (1246)<br />
Hialuronidase (1257)<br />
Vitamin A (1311)<br />
Hidralazin HCl (694)<br />
Oktreotida Asetat (979)<br />
Warfarin Natrium (1314)<br />
Hidrokortison Natrium Fosfat (697)<br />
Penisilin G Kalium (1024)<br />
V. MASALAH KHUSUS<br />
A. Suspensi Steril<br />
Suspensi <strong>sediaan</strong> steril (diambil dari definisi suspensi obat mata, FI ed. IV, hal 14) adalah <strong>sediaan</strong><br />
steril yang mengandung partikel-partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa. Obat dalam<br />
suspensi harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi.<br />
Sediaan suspensi parenteral adalah zat berkhasiat yang tak larut, terdispersi dalam bentuk multifase<br />
33
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
dengan system heterogen, ditujukan untuk injeksi intramuskular dan subkutan (Diktat Steril, 167).<br />
Suspensi parenteral merupakan salah satu jenis <strong>sediaan</strong> yang paling sulit untuk dibuat. Sediaan<br />
suspensi parenteral tidak boleh mengendap (caking) selama penyimpanan, mudah untuk<br />
diresuspensi pada pemakaian dan ukuran partikelnya harus dapat melewati jarum dengan ukuran<br />
18-21 gauge. Untuk mencapai hal tersebut ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:<br />
• Mengontrol kristalisasi dan reduksi ukuran partikel (mikronisasi)<br />
• Proses sterilisasi zat aktif<br />
• Proses pembasahan dengan surfaktan, disperse dan pencampuran aseptic, pengisian akhir<br />
ke wadah.<br />
• Keseragaman ukuran partikel untuk menjamin ketepatan dosis<br />
• Zat tambahan yang digunakan harus membuat dispersi stabil selama penyimpanan dan<br />
mudah mengalir (tiksotropik)<br />
(Diktat Steril, 167)<br />
Sedian parenteral dibuat dalam bentuk injeksi bila:<br />
• Zat aktif sukar larut dalam air ataupun minyak dan jika digunakan pelarut campur maka<br />
dibutuhkan pelarut campur atau zat penambah kelarutan dalam jumlah yang banyak<br />
(gliserin, etanol, propilen glikol, PEG) (Diktat Steril, 162)<br />
• Jika diinginkan <strong>sediaan</strong> parenteral dengan kecepatan pelepasan lambat (Codex, 12 th ed.,<br />
1994, 98)<br />
FORMULA PUSTAKA<br />
Pembawa air<br />
R/ Zat aktif<br />
Pembawa (air)<br />
Zat tambahan (untuk suspensi parenteral)<br />
Pengawet, antioksidan, zat pengkelat, zat pembasah, zat pensuspensi flokulasi, buffer,<br />
zat pengisotonis (Lachman Disperse system, vol II, 399)<br />
Pembawa minyak<br />
Suspensi parenteral dapat juga dibuat dalam pembawa minyak, untuk memberikan efek depot<br />
(pemberian IM)<br />
R/ Zat aktif<br />
Pembawa (minyak)<br />
Zat tambahan (suspending agent, antioksidan, pengawet)<br />
Suspending agent yang biasa dipakai dalam pembawa minyak : Alumunium monostearat.<br />
Contoh : Injeksi prokain Penisilin<br />
R/ Prokain Penisilin 300.000 UI/ml<br />
Alumunium monostearat 2,0 %<br />
Minyak zaitun<br />
ad 100 ml<br />
Cara Pembuatan : Dapat dilihat pada prosedur pembuatan di BAB II<br />
Zat Tambahan dalam Sediaan Injeksi Suspensi Steril (Lachman Parenteral, vol I, hal 214)<br />
1. PENSUSPENSI<br />
Alumunium monostearat<br />
Gelatin<br />
Manitol<br />
Povidon<br />
Natrium karboksimetilselulosa<br />
Sorbitol<br />
2. SURFAKTAN<br />
Lesitin<br />
Polioksietilen-polioksipropilen eter<br />
Polioksietilen sorbitan monolaurat<br />
Polisorbat 80<br />
34
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
Silikon antifoam<br />
Sorbitan trioleat<br />
3. PELARUT<br />
Polietilenglikol 300<br />
Propilenglikol<br />
4. pH ADJUSMENT<br />
Asam sitrat,<br />
Natrium sitrat<br />
Evaluasi dan Penyimpanan<br />
Evaluasi <strong>sediaan</strong> suspensi steril mengacu pada <strong>sediaan</strong> suspensi nonsteril, hanya perlu dilakukan uji<br />
sterilisasi. Wadah untuk suspensi steril biasanya digunakan vial.<br />
EMULSI STERIL<br />
PENDAHULUAN<br />
Sediaan emulsi parenteral adalah dispersi heterogen dalam satu cairan yang tidak larut denan cairan<br />
lainnya. Untuk membuat <strong>sediaan</strong> stabil dapat ditambahkan zat pengemulsi. [Diktat Kuliah<br />
Teknologi Farmasi Sediaan Steril, 1994, p. 169]<br />
Ketidaklarutan zat aktif tertentu menyebabkan kesulitan pembuatan formula untuk intravena.<br />
Alternatifnya adalah dibuat dalam system kosolven atau emulsi. [Lachman, Pharmaceutical Dosage<br />
Forms: Disperse Systems, vol. 1, 1988, 222]<br />
35
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
Pada emulsi untuk injeksi, zat aktif larut minyak dilarutkan dalam pembawa yang sesuai, kemudian<br />
diemulsikan. Namun, emulsi parenteral jarang dibuat karena keharusan dan kesulitan untuk<br />
mencapai droplet stabil dengan ukuran kurang dari 1 µm untuk mencegah emboli di pembuluh<br />
darah. [Lachman, Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse Systems, vol. 1, 1988, p. 221]<br />
Tujuan Penggunaan Sediaan Parenteral Emulsi<br />
1 Sediaan Emulsi air dalam minyak (A/M) untuk mencegah alergi ( Emulsion of allergenic<br />
extracts), diberikan secara sub kutan<br />
2 Sediaan emulsi lepas lambat minyak dalam air (M/A), diberikan secara intramuskular<br />
(Sustained release depot preparation)<br />
3 Sedian emulsi nutrisi minyak dalam air (M/A), diberikan secara intravena [Diktat Kuliah<br />
Teknologi Farmasi Sediaan Steril, 1994, p. 169]<br />
Keterbatasan pembuatan emulsi parenteral adalah:<br />
1 Pilihan stabilisator dan emulgator yang terbatas<br />
2 Kemungkinan terjadinya reaksi pirogen dan hemolisis lebih besar [Lachman, Pharmaceutical<br />
Dosage Forms: Disperse Systems, vol. 1, 1988, p. 221; Diktat Kuliah Teknologi Farmasi<br />
Sediaan Steril, 1994, p. 169]<br />
Emulsi parenteral dibatasi oleh dua hal penting, yaitu:<br />
1 Ukuran partikel<br />
Untuk intravena, ukuran partikel ≤5 µm, tanpa resiko emboli di kapiler. Ukuran partikel ratarata<br />
untuk emulsi lemak < 1 µm, diperoleh dengan homogenisasi pada temperatur dan tekanan<br />
tinggi.<br />
2 Sterilisasi Metode<br />
Sterilisasi yang digunakan adalah autoklaf pada 110°C selama 40 menit, perlakuan ini tidak<br />
memengaruhi stabilitas, melainkan memperkecil ukuran partikel. Metode sterilisasi alternatif<br />
adalah: filtrasi, selama ukuran partikel (droplet) cukup kecil untuk melewati filter sterilisasi<br />
awal, pembuatan aseptik<br />
Instabilitas emulsi lemak dapat disebabkan beberapa hal:<br />
1 Perubahan ukuran partikel droplet minyak, menyebabkan creaming dan koalesensi<br />
2 Perubahan pH Jika pH emulsi dijaga lebih alkali, stabilitas dapat terjaga dan produk dapat<br />
disimpan di bawah suhu 30°C.<br />
3 Hidrolisis emulgator<br />
4 Oksidasi minyak<br />
5 Penambahan zat aktif atau elektrolit, sehingga formula harus dibuat khusus<br />
Keuntungan emulsi lemak:<br />
a. Targeted Delivery System<br />
Emulsi lemak dapat digunakan sebagai pembawa obat karena kemiripannya dengan<br />
kilomikron<br />
b. Dapat diencerkan in vivo dalam darah atau saluran cerna tanpa menyebabkan presipitasi<br />
partikel obat. Lingkungan pembawa nonair dapat meningkatkan stabilitas [Lachman,<br />
Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse Systems, vol. 1, 1988, p. 246-247]<br />
FORMULASI<br />
Faktor yang harus diperhatikan dalam pengembangan formula <strong>sediaan</strong> emulsi steril:<br />
1 Ukuran globul yang terdispersi dengan rentang ukuran yang cukup kecil melalui proses<br />
destruksi yang spesifik pada saat pembuatan <strong>sediaan</strong> emulsi.<br />
2 Pembawa minyak yang dapat berasosiasi dengan cairan tubuh.<br />
3 Inkompatibilitas antar komponen dalam <strong>sediaan</strong> atau pada saat dicampurkan dengan <strong>sediaan</strong><br />
injeksi lainnya.<br />
4 Wadah primer sesuai dengan cara pemberian : disposable. [Modul Praktikum Teknologi<br />
36
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
Sediaan Likuid & Semisolid, p. 39]<br />
Persyaratan tambahan untuk injeksi emulsi:<br />
• Fisikokimia<br />
Stabilitas fisik<br />
Ukuran partikel kurang dari 2 µm<br />
Dapat disterilisasi<br />
Stabilitas kimia<br />
• Biologi<br />
Efek samping kecil<br />
Nonantigenik<br />
Semua komponen dapat dimetabolisme atau diekskresikan<br />
• Praktik<br />
Stabil pada temperatur yang ekstrem<br />
Harga [Lachman, Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse Systems, vol. 2, 1988, p. 379-<br />
397]<br />
Minyak yang umum dipakai:<br />
Natural oil: cottonseed oil, soybean oil, safflower oil, sesame oil, cod liver oil, linseed oil, coconut<br />
oil, corn oil, peanut oil, cocobutter oil, butter oil.<br />
Sintetik/semisintetik: triolein, etil oleat, dibutil, sebakat, isoamil salisilat.[Lachman, Pharmaceutical<br />
Dosage Forms: Disperse Systems, vol. 2, 1988, p. 380]<br />
Untuk rute intramuskular dapat digunakan munyak paraffin atau minyak tumbuhan, untuk rute<br />
intravena biasanya digunakan minyak tumbuhan murni, seperti soybean oil, safflower oil, dan<br />
cottonseed oil. Minyak-minyak tersebut paling umum digunakan karena reaksi toksik jarang terjadi<br />
dan tahan terhadap oksidasi. [Lachman, Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse Systems, vol. 1,<br />
1988, p. 246]<br />
Minyak teremulsi tidak mempunyai efek osmotik, perlu tambahan untuk membuat kondisi isotonik.<br />
Jika digunakan lesitin sebagai emulgator, NaCl dan gula pereduksi (glukosa) tidak dapat dipakai,<br />
karena berinteraksi menyebabkan warna cokelat dan pemisahan fasa, solusinya adalah penggunaan<br />
gliserin, sorbitol atau xylitol. [Lachman, Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse Systems, vol. 2,<br />
1988, p. 383]<br />
Formula emulsi parenteral:<br />
a. Zat aktif<br />
b. Pembawa (air dan minyak)<br />
c. Emulgator<br />
d. Pengawet<br />
e. Antioksidan<br />
METODE PEMBUATAN<br />
37
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
EVALUASI<br />
Evaluasi fisika, Analisis kimia, Penentuan pH, Penentuan ukuran partikel, Uji sterilitas, Uji<br />
pirogen [Lachman, Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse Systems, vol. 2, 1988, p. 379-397]<br />
Evaluasi <strong>sediaan</strong> sama dengan emulsi nonsteril, hanya perlu dilakukan uji sterilitas<br />
Lihat evaluasi emulsi di TS EMULSI!!! ☺<br />
INJEKSI KERING<br />
Bentuk suatu obat yang dibuat sebagai obat suntik tergantung pada sifat obat itu sendiri dengan<br />
memperhitungkan sifat fisika dan kimia dan juga pertimbangan terapeutik tertentu. Umumnya, bila<br />
obat tidak stabil dalam larutan, ia akan dibuat sebagai bubuk kering yang dimaksudkan untuk<br />
dibentuk dengan penambahan pelarut yang tepat pada waktu akan diberikan, atau dapat dibuat<br />
dalam bentuk suspensi partikel obat dalam pembawa dimana obat tidak larut. (ANSEL ED 4 ,1989,<br />
HAL. 405).<br />
Larutan Terkonstitusi (FI IV HAL 12) Pada <strong>sediaan</strong> steril yang akan dibuat larutan terkonstitusi<br />
diberi nama sesuai bentuknya ....... steril atau ..... untuk injeksi. Karena <strong>sediaan</strong> dikonstitusikan oleh<br />
tenaga medik segera pada saat digunakan, uji dan ketentuan tentang larutan yang dikonstitusi untuk<br />
pemberian tidak dimasukkan dalam masingmasing monografi padatan kering atau cairan pekat<br />
steril. Untuk menjamin mutu <strong>sediaan</strong> injeksi sebagaimana diberikan, uji yang tidak merusak<br />
<strong>sediaan</strong> injeksi seprti berikut ini dilakukan untuk memperlihatkan kesesuaian larutan terkonstituai<br />
pada saat sebelum digunakan.<br />
1. Kesempurnaan dan kejernihan melarut Konstitusikan larutan seperti tertera pada etiket dari<br />
pabrik untuk <strong>sediaan</strong> steril kering.<br />
• Padatan melarut sempurna, tidak terlihat meninggalkan sisa yang tidak melarut<br />
• Kejernihan larutan terkonstitusi tidak kurang jernih secara signifikan dari volume sama<br />
pengencer atau air murni dalam wadah serupa dan diperiksa dengan cara yang sama.<br />
2. Bahan partikulat Konstitusikan larutan dengan cara seperti yang tertera pada etiket <strong>sediaan</strong><br />
steril kering: larutan tidak mengandung partikel bahan asing yang dapat dilihat secara<br />
visual.<br />
38
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
LAMPIRAN EVALUASI SEDIAAN<br />
EVALUASI FISIK<br />
1. PENETAPAN pH (FI IV hal 1039-1040)<br />
Tujuan: Menetapkan pH suatu <strong>sediaan</strong> larutan agar sesuai dengan monografi<br />
Cara pengerjaan: Larutan dapar untuk pembakuan Buat menurut petunjuk sesuai Tabel.<br />
Simpan dalam wadah tahan bahan kimia, tertutup rapat, sebaiknya dari kaca tipe I. Larutan<br />
segar sebaiknya dibuat dengan interval tidak lebih dari 3 bulan. Tabel berikut menujukkan pH<br />
dari larutan dapar sebagai fungsi dari suhu. Petunjuk ini digunakan untuk pembuatan larutan<br />
dapar dengan kadar molal sebagaimana disebutkan. Untukmemudahkan, petunjuk diberikan<br />
dengan pengenceran hingga volume 1000 ml, bukan dengan menyebutkan penggunaan 1000 g<br />
pelarut yang merupakan dasar sistem molalitas dari kadar larutan. Jumlah yang disebutkan<br />
tidak dapat secara sederhana diperhitungkankan tanpa informasi tambahan.<br />
Kalium tetraoksalat 0,05 m Larutkan 12,61 g KH3(C2O4)2.2H2O dalam air hingga 1000 ml.<br />
Kalium biftalat 0,05 m Larutkan 10,12 g KHC8H4O4, yang telah dikeringkan pada suhu 110 o<br />
selama 1 jam, dalam air hingga 1000 ml.<br />
Ekuimolal fosfat 0,05 m Larutkan 3,53 g Na2HPO4 dan 3,39 g KH2PO4, masing-masing telah<br />
dikeringkan pada suhu 120 o selama 2 jam, dalam air hingga 1000 ml.<br />
Natrium tetraborat 0,01 m Lrutkan 3,80 g Na2B4O7.10H2O dalam air hingga 1000 ml. Lindungi<br />
dari penyerapan karbondioksida.<br />
Kalsium hidroksida jenuh pada suhu 25 o Kocok kalsium hidroksida P berlebih dengan air dan<br />
enaptuangkan pada suhu 25o sebelum digunakan. Lindungi dari penyerapan karbondioksida.<br />
Karena adanya variasi dalam sifat maupun cara kerja pH meter, tidak praktis untuk<br />
memberikan petunjuk yang dapat diterapkan secara umum untuk penetapan pH secara<br />
potensiometrik. Prinsip umum yang harus diikuti dalam melakukan petunjuk yang terdapat<br />
pada masing-masing alat oleh pabrik akan diuraikan pada paragraf berikut. Sebelum digunakan,<br />
periksa elektrode, dan jembatan garam jika ada. Jika perlu, isi lagi larutan jembatan garam dan<br />
perhatikan petunjuk lain yang diberikan oleh pabrik alat atau pabrik elektrode. Untuk<br />
pembakuan pH meter, pilih 2 larutan dapar untuk pembakuan yang mempunyai perbedaan pH<br />
tidak lebih dari 4 unit dan sedemikian rupa sehingga pH larutan uji diharapkan terletak<br />
diantaranya. Isi sel dengan salah satu Larutan dapar utnuk pembakuan pada suhu yang larutan<br />
ujinya akan diukur.Pasang kendali suhu pada suhu larutan, dan atur kontrol kalibrasi untuk<br />
membuat pH identik dengan yang tercantum dalam Tabel. Bilas elektrode dan sel beberapa kali<br />
dengan Larutan dapar untuk pembakuan yang kedua, kemudian isi sel dengan larutan tersebut<br />
pada suhu yang sama dengan larutan uji. pH dari larutan dapar kedua ± 0,07 unit pH dari harga<br />
yang tertera dalam Tabel. Jika penyimpangan terlihat lebih besar, periksa elektrode dan jika<br />
terdapat kesalahan, supaya diganti. Atur ”kemiringan” atau ”suhu” hingga pH sesuai dengan<br />
yang tertera pada Tabel. Ulangi pembakuan hingga kedua larutan dapar untuk pembakuan<br />
memberikan harga pH tidak lebih dari 0,02 unit pH dari harga yang tertera pada Tabel, tanpa<br />
pengaturan lebih lanjut dari pengendali. Jika sistem telah berfungsi dengan baik, bilas elektrode<br />
dan sel beberapa kali dengan larutan uji, isi sel dengan sedikit larutan uji dan baca harga pH.<br />
Gunakan air bebas karbon dioksida P untuk pelarutan atau pengenceran larutan uji. Jika hanya<br />
diperlukan harga pH perkiraan dapat digunakan indikator dan kertas indikator.<br />
Suhu<br />
(ºC)<br />
Kalium<br />
tetraoksalat<br />
(0,05 m)<br />
Kalium<br />
biftalat<br />
(0,05 m)<br />
Ekimolal<br />
fosfat<br />
(0,05 m)<br />
Natrium<br />
tetraborat<br />
(0,01 m)<br />
Kalsium<br />
hidroksida jenuh<br />
pada suhu 25 ºC<br />
39
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
10<br />
15<br />
20<br />
25<br />
30<br />
35<br />
40<br />
45<br />
50<br />
55<br />
60<br />
1,67<br />
1,67<br />
1,68<br />
1,68<br />
1,68<br />
1,69<br />
1,69<br />
1,70<br />
1,71<br />
1,72<br />
1,72<br />
4,00<br />
4,00<br />
4,00<br />
4,01<br />
4,02<br />
4,02<br />
4,04<br />
4,05<br />
4,06<br />
4,08<br />
4,09<br />
6,92<br />
6,90<br />
6,88<br />
6,86<br />
6,85<br />
6,84<br />
6,84<br />
6,83<br />
6,83<br />
6,83<br />
6,84<br />
9,33<br />
9,28<br />
9,23<br />
9,18<br />
9,14<br />
9,10<br />
9,07<br />
9,04<br />
9,01<br />
8,99<br />
8,96<br />
13,00<br />
12,81<br />
12,63<br />
12,45<br />
12,29<br />
12,13<br />
11,98<br />
11,84<br />
11,71<br />
11,57<br />
11,45<br />
2. PENETAPAN VOLUME INJEKSI dalam WADAH (FI IV hal 1044)<br />
Tujuan: Menetapkan volume injeksi yang dimasukkan dalam wadah agar volume<br />
injeksi yang digunakan tepat/ sesuai dengan yang tertera pada penandaan. (Volume<br />
injeksinya itu harus dilebihkan.<br />
Kelebihan volume yang dianjurkan dipersyaratkan dalam FI IV)<br />
Cara Pengerjaan: Pilih satu atau lebih wadah, bila volume 10 ml atau lebih, 3 wadah<br />
atau lebih bila volume lebih dari 3 ml dan kurang dari 10 ml, atau 5 wadah atau lebih<br />
bila volume 3 ml atau kurang. Ambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodermik<br />
kering berukuran tidak lebih dari 3 kali volume yang akan diukur dan dilengkapi<br />
dengan jarum suntik nomor 21, panjang tidak kurang dari 2,5 cm. Keluarkan<br />
gelembung udara dari dalam jarum dan alat suntik dan pindahkan isi dalam alat suntik,<br />
tanpa mengosongkan bagian jarum, kedalam gelas ukur kering volume tertentu yang<br />
telah dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40%<br />
volume dari kapasitas tertera (garis-garis penunjuk volume gelas ukur menunjuk<br />
volume yang ditampung, bukan yang dituang). Cara lain, isi alat suntik dapat<br />
dipindahkan kedalam gelas piala kering yang telah ditara, volume dalam ml diperoleh<br />
dari hasil perhitungan berat dalam g dibagi bobot jenis cairan. Isi dari dua atau tiga<br />
wadah 1 ml atau 2 ml dapat digabungkan untuk pengukuran dengan menggunakan<br />
jarum suntik kering terpisah untuk mengambil isi tiap wadah. Isi dari wadah 10 ml atau<br />
lebih dapat ditentukan dengan membuka wadah, memindahkan isi secara langsung ke<br />
dalam gelas ukur atau gelas piala yang telah ditara.<br />
Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji satu persatu, atau<br />
bila wadah volume 1 ml dan 2 ml, tidak kurang dari jumlah volume wadah yang tertera<br />
pada etiket bila isi digabung.<br />
Volume tertera dalam Kelebihan volume yang dianjurkan<br />
penandaan (ml)<br />
Untuk cairan encer (ml) Untuk cairan kental (ml)<br />
0,5 0,10 0,12<br />
1,0 0,10 0,15<br />
2,0 0,15 0,25<br />
5,0 0,30 0,50<br />
10,0 0,50 0,70<br />
20,0 0,60 0,90<br />
30,0 0,80 1,20<br />
50,0 atau lebih 2% 3%<br />
40
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
Bila dalam wadah dosis ganda berisi beberapa dosis volume tertera, lakukan penentuan<br />
seperti di atas dengan sejumlah alat suntik terpisah sejumlah dosis tertera. Volume tiap<br />
alat suntik yang diambil tidak kurang dari dosis yang tertera.<br />
Untuk injeksi mengandung minyak, bila perlu hangatkan wadah dan segera kocok baikbaik<br />
sebelum memindahkan isi. Dinginkan hingga suhu 25 o C sebelum pengukuran<br />
volume.<br />
3. BAHAN PARTIKULAT DALAM INJEKSI (FI IV hal 981-984)<br />
Tujuan: Larutan injeksi, termasuk larutan yang dikonstitusi dari zat padat steril untuk<br />
penggunaan parenteral, harus bebas dari partikel yang dapat diamati pada pemeriksaan<br />
secara visual. Cara Pengerjaan: Dua prosedur untuk penetapan bahan partikulat<br />
dicantumkan berikut ini, berbeda sesuai dengan volume yang tertera pada etiket wadah.<br />
Semua injeksi volume besar untuk infus dosis tunggal, dan injeksi volume kecil yang<br />
ditetapkan dalam persyaratan monografi, harus memenuhi batas bahan partikulat<br />
seperti yang tertera pada uji yang digunakan<br />
INJEKSI VOLUME BESAR UNTUK INFUS DOSIS TUNGGAL [Catatan Selama<br />
melakukan prosedur ini gunakan sarung tangan yang sesuai bebas serbuk pelincir,<br />
peralatan kaca dan perlengkapan yang telah dibersihkan secara cermat dengan<br />
pencucian berturut turut menggunakan larutan deterjen hangat, air panas, air, dan<br />
isopropanol. Semprotkan air berkali-kali dengan kuat pada permukaan alat yang<br />
diletakkan vertikal, lakukan perlahan-lahan dari atas ke bawah. Lakukan pembilasan<br />
dengan isopropanol dalam lemari alir laminer yang dilengkapi dengan penyaring<br />
partikulat udara berefisiensi tinggi, biarkan alat-alat mengering dalam lemari asam.<br />
Sebaiknya letakkan lemari di ruang terpisah yan dilengkapi dengan alat penyaring dan<br />
pendingin udara, dan pertahankan tekanan udara lebih tinggi dari daerah sekitarnya.<br />
Sebelum melakukan uji, bersihkan lemari alir laminer dengan pelarut yang sesuai<br />
kecuali permukaa media penyaring. Pertahankan kecepatan aliran udara pada 0,45 ±<br />
0,1 meter per detik.]<br />
Penyaring membran dan rangkaiannya Dengan menggunakan pinset, angkat penyaring<br />
membran berkisi warna kontras dari wadahnya. Cuci kedua sisi membran dengan aliran<br />
air yang telah dimurnikan dengan penyaringanmelalui membran yang sesuai untuk<br />
menghilangkan bahan partikulat berdimensi linier efektif lebih besar dari 5 µm, dengan<br />
meletakkan penyaring pada posisi vertikal, mulai pada bagian atas dari sisi tidak<br />
berkisi, lewatkan aliran air berkali-kali pada permukaan dengan perlahan-lahan dari<br />
atas ke bawah hingga partikel terbawa ke bawah lepas dari penyaring, dan ulangi<br />
proses pencucian pada sisi yang berkisi. Letakkan membran (sisi yan berkisi<br />
menghadap ke atas) diatas dasr penyangga penyaring dasar tanpa menyentuh penyaring<br />
membran. Balikkan unit rangkaian, cuci bagian dalam corong selama lebih kurang 10<br />
detik denga semprotan air yan telah disaring. Biarkan air mengalir dan letakkan unit<br />
pada labu penyaring.<br />
Larutan uji Campur larutan dengan membalikkan wadah 20 kali. Bersihkan permukaan<br />
luar wadah dengan semprotan air dan angkat tutup hati-hati agar tidak terjadi<br />
pengotoran isi wadah. Masukkan 25 ml larutan yang telah tercampur baik ke dalam<br />
corong, biarkan selama 1 menit, pasang penghisap udar adan saring. Lepaskan<br />
penghisap udara perlahan-lahan dan cuci dinding dalam corong dengan semprotan 25<br />
ml air yang telah disaring sedemikian rupa untuk mencuci dinding corong agar bebas<br />
dari tiap partikel yang mungkin menempel pada dinding, tetapi hindarkan agar<br />
41
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
semprota tidak mengarah ke atas permukaan penyaring. Setelah turbulensi dalam<br />
penyaring reda, bilasan disaring dengan hampa udara. Angkat dengan hati-hati bagian<br />
atas rangkaian penyaring, sambil menjaga tetap dalam keadaan hampa udara. Lepaskan<br />
penghisap dan angkat penyaring membran dengan pinset. Letakkan penyaring pada<br />
lempeng petri plastik, bila perlu gunakan gemuk pelumas kran yan sangat tipis sebagai<br />
pra-lapis, untuk menahan penyaring tetap datar dan tidak bergerak. Biarkan prnyarin<br />
mengering dengan tutup petri sedikit merenggang. Tutup obyek dengan hati-hati, amati<br />
di bawah mikroskop yan dilengkapi dengan mikrometer dan hitung partikel pada<br />
penyaring seperti dibawah ini.<br />
Penetapan Amati seluruh penyaring membran di bawah mikroskop yang sesuai dengan<br />
perbesaran 100 x dengan penyinaran pada sudut 10o hingga 20o terhadap garis<br />
horisontal. Hitung jumlah partikel dengan dimensi linier efektif 10 µm atau lebih dan<br />
sama atau lebih besar dari 25 µm. Lakukan penetapan blangko dengan menggunakan<br />
Penyaring membran dan rangkaiannya seperti yang tertera pada Larutan uji mulai<br />
dengan ”cuci dinding dalam corong dengan semprotan....”. Kurangi jumlah total<br />
partikel yan diperoleh pada Larutan uji dengan jumlah total blangko. [Catatan Untuk<br />
larutan yang mengandung dekstrosa, jangan menghitung partikel dengan morfologi<br />
tidak jelas, yang menunjukkan sedikit atau sama sekali tanpa relief permukaan dan<br />
berbentuk seperti gelatin atau seperti film. Oleh karena dalam larutan bahan tersebut<br />
terdiri dari unit-unit yang ukurannya sama tau kurang dari 1 µm dan hanya dapat<br />
dihitung setelah terjadi agregasi dan atau deformasi pada membran, interpretasi<br />
penghitungan dapat dilaukan dengan mengamati contoh larutan dengan bantuan alat<br />
penghitung partikel elektronik yang sesuai.]<br />
Interpretasi Lakukan penetapan duplo dari Larutan uji dan blangko. Jika penetapan<br />
blangko menghasilkan lebih dari 5 partikel dengan dimensi linier efektif 25 µm atau<br />
lebih, menunjukkan bahwa lingkungan pelaksanaan pekerjaan tidak memuaskan dan uji<br />
tidak absah.<br />
Injeksi volume besar untuk infus dosis tunggal memenuhi syarat uji jika mengandung<br />
tidak lebih dari 50 partikel per ml yang setara atau lebih besar dari 10 µm dan tidak<br />
lebih dari 5 partikel per ml yang setara atau lebih besar dari 25 µm dalam dimensi linier<br />
efektif.<br />
INJEKSI VOLUME KECIL<br />
[Catatan Siapkan contoh, alat kaca, pentutup dan perlengkapan lain yang diperlukan<br />
dalam lingkungan yang terlindung dengan menggunakan penyaring HEPA (udara<br />
partikulat efisiensi tinggi). Selama persiapan, gunakan pakaian bebas partikel dan<br />
sarung tangan bebas serbuk. Sebaiknya lemari pengujian diletakkan di ruang terpisah<br />
yang dialiri udara yang telah dilewatkan penyaring HEPA ( udara partikulat efissiensi<br />
tinggi), penyejuk ruangan serta trekondisi dan dijaga agar tekanan udara positif<br />
terhadap daerah sekitar.]<br />
Gunakan bejana yang tahan tekanan sampai 100 psi dengan pipa tahan tekanan yang<br />
tidak melepas partikel dan pipa semprot yang dipegang tangan serta dilengkapi dengan<br />
penyaring untuk menyaring air pembersih dan pembuatan contoh. Gunakan penyaring<br />
rata atau halus berpori ukuran 5,0 µm atau kurang. Untuk tujuan pembakuan dan<br />
penyiapan contoh, gunakan wadah kaca yang diperkeras dan tidak melepaskan partikel,<br />
dengan lubang-lubang sekecil mungkin untuk mengurangi pengotoran yang timbul<br />
karena tidak hati-hati. Jika menggunakan penutup, pilih yang tidak melepas partikel<br />
42
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
seperti politef.<br />
Pencucian alat kaca dan penutup Cuci alat-alat kaca, penutup dan perlengkapan lain<br />
yang diperlukan dengan meredam dan menyikatnya dalam larutan deterjik nonionik<br />
yang hangat, kemudian bilas dengan air ledeng hangat yang mengalir, lanjutkan<br />
pembilasan dengan mengalirkan air yang telah disaring. Pelarut organik dapat<br />
digunakan untuk memudahkan pencucian. Akhirnya bilas dengan air bertekanan yang<br />
telah disaring menggunakan pipa semprot yang dilengkapi dengan penyaring akhir atau<br />
dengan menggunakan alat lain yang sesuai.<br />
Uji kontrol partikulat Lakukan uji ini untuk menetapkan bahwa lingkungan sesuai<br />
untuk melakukan analisis dan bahwa alat kaca telah benar-benar bersih serta untuk<br />
meyakinkan bahwa air yang digunakan untuk analisis bebas partikel. Gunakan air yang<br />
telah disaring dan alat kaca yang telah dibersihkan untuk mengambil 5 contoh air<br />
secara berurutan, masing-masing 5 ml. Balikkan tiap contoh 20 kali.<br />
Awaudarakandengan ultrasonikasi selama 30 detik atau dengan membiarkan selama 2<br />
menit. Aduk setiap contoh air secara mekanik pada kecepatan yang cukup untuk<br />
menimbulkan pusaran lemah selama analisis. Jika 5 partikel berukuran 25 µm atau 25<br />
partikel berukuran 10 µm atau ukuranlebih besar teramati dalam seluruh 25 ml contoh<br />
air, maka ini menunjukkan bahwa lingkungan tidak sesuai untuk analisis, atau air yang<br />
sudah disaring dan alat kaca tidak dipersiapkan dengan baik. Ulangi langkah persiapan<br />
sampai lingkungan kerja, air dan alat kaca sesuai untuk melakukan uji ini.<br />
Kalibrasi Kalibrasi alat dengan 3 baku, masing-masing terdiri dari bola polistiren<br />
dengan satu ukuran sama lebih kurang 10µm, 20 µm dan 30 µm dalam pembawa<br />
berupa air. Bila menggunakan baku pembanding partikulat, perlu mengurangi<br />
penggumpalan partikel dan memastikan kemurnian partikel. Bila diinginkan, tersedia<br />
metode yang sesuai untuk memeriksa bola-bola komersial. Tetapkan akurasi<br />
penghitungan dan ukuran dari alat penghitung cemaran partikel dalam cairan dengan<br />
menggunakan bahan partikulat berbentuk bola dengan ukuran hampir sama yang<br />
terdispersi untuk mengkalibrasi alat penghitung partikel otomatik.<br />
Larutan uji Siapkan contoh dengan urutan sebagai berikut: Lepaskan penutup luar, pita<br />
segel dan semua etiket kertas lepas, cuci bagian luar wadah seperti cara yang tertera<br />
pada Pencucian alat kaca dan penutup dan keringkan dalam aliran udara bebas<br />
partikel. Keluarkan isi wadah seperti dilakukan pada penggunaan biasa atau sesuai<br />
aturan pada etiket kecuali pada wadah dengan pentutup yang dapat dibuka, contoh<br />
dapat diambil dengan membuka tutup dan menuangkan isi wadah ke dalam wadah lain<br />
yang bersih.<br />
Penetapan<br />
A. Sediaan Cair<br />
(1) Campur isi wadah dengan membolak-balikkan 25 kali dalamwaktu 10 detik.<br />
[Catatan Karena volume beberapa <strong>sediaan</strong> begitu kecil, diperlukan pengocokan<br />
yang lebih kuat untuk mensuspensikan partikel denga sempurna.]<br />
(2) Buka dan kumpulkan isi dari tidak kurang 10 wadah hingga memperoleh volume<br />
tidak kurang dari 20 ml dalam wadah bersih.<br />
(3) Awaudarakan dengan ultrasonikasi selama 30 detik atau diamkan selama 2 menit<br />
(4) Aduk perlahan-lahanmemutar dengan tangan atau secara mekanik, hati-hai jangan<br />
sampai masuk gelembung udara atau cemaran lain. Aduk terus menerus selama<br />
melakukan analisis.<br />
(5) Ambil 3 bagian berturut-turut, tiap bagian tidak kurang dari 5 ml. Buang contoh<br />
pengambilan pertama<br />
43
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
B. Sediaan Kering atau Terliofilisasi<br />
(1) Buka wadah, hati-hati jangan mencemari penutup.<br />
(2) Konstitusikan dengan sejumlah volume air yangtelah disaring atau pelarut yang<br />
tepat dan telah disaring, jika pelarut air tidak sesuai.<br />
(3) Tutup kembali dan kocok seperti pada A<br />
(4) Lakukan analisis seperti pada A.<br />
C. Untuk <strong>sediaan</strong> yang dikemas dalam wadah yang dibuat khusus untuk <strong>sediaan</strong> obat<br />
dan pelarut dalam wadah terpisah, campur tiap unit kemasan seperti tertera pada etiket.<br />
Lakukan analisis seperti yang tertera pada A.<br />
D. Untuk <strong>sediaan</strong> dengan etiket ”Kemasan besar untuk farmasi” Bukan untuk infus<br />
langsung, lakukan seperti tertera pada A atau B. Lakukan uji pada sejumlah unit yang<br />
setara dengan dosis maksimum yang tertera pada etiket. Untuk perhitungan di bawah,<br />
perhatikan kesetaraan bagian ini terhadap seluruh isi wadah.<br />
Perhitungan Rata-ratakan hasil hitungan dari 2 contoh yang dianalisis. Hitung jumlah<br />
partikel dalam tiap wadah, Pc, dengan rumus:<br />
C adalah hitungan partikel rata-rata yang diperoleh dari contoh yang dianalisis; VT adalah<br />
volume dalam ml seluruh contoh yang dianalisis; VP adalah volume dalam ml tiap bagian<br />
contoh dan N adalah jumlah wadah contoh yang digunakan pada analisis.<br />
Interpretasi Injeksi volume kecil memenuhi syarat uji jika jumlah rata-rata partikel yang<br />
dikandung tidak lebih dari 10.000 tiap wadah yang setara atau lebih besar dari 10 µm<br />
diameter sferik efektif dan tidak lebih dari 1000 tiap wadah sama atau lebih besar dari<br />
25 µm diameter sferik spesifik.<br />
4. UJI KEBOCORAN (Goeswin Agoes, Larutan Parenteral hal 191-192)<br />
Tujuan: memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume serta kestabilan<br />
<strong>sediaan</strong>.<br />
Cara Pengerjaan: Pada pembuatan secara kecil-kecilan hal ini dapat dilakukan dengan mata<br />
tetapi dalam jumlah besar hal ini tidak mungkin bisa dikerjakan.<br />
a. Wadah-wadah takaran tunggal yang masih panas, setelah selesai disterilkan<br />
dimasukkan kedalam larutan biru metilena 0,1%. Jika ada wadah-wadah yang bocor<br />
maka larutan biru metilena akan masuk kedalamnya karena perbedaan tekanan<br />
diluar dan di dalam wadah tersebut. Tentu saja cara ini tidak dapat dipakai untuk<br />
larutan-larutan yang sudah berwarna.<br />
b. Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik yaitu dengan ujungnya dibawah.<br />
Ini juga digunakan pada pembuatan dalam skala kecil. Jika ada kebocoran maka<br />
larutan ini dari dalam wadah akan keluar, dan wadah menjadi kosong.<br />
c. Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya harus diperiksa dengan<br />
memasukkan wadah-wadah tersebut dalam eksikator, yang kemudian divakumkan.<br />
Jika ada kebocoran larutan akan diserap keluar. Harus dijaga agar jangan sampai<br />
larutan yang telah keluar, diisap kembali jika vakum dihilangkan.<br />
5. UJI KEJERNIHAN DAN WARNA (Goeswin Agoes, Larutan Parenteral hal 201-<br />
202)<br />
Setiap larutan obat suntik harus jernih dan bebas dari kotoran sehingga diperlukan uji<br />
44
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
kejernihansecara visual.<br />
Prosedur : wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan menyinari<br />
wadah dari sampingdengan latar belakang sehelai papan yang separuhnya di cat<br />
bewarna hitam dan separuh lagi dicatberwarna putih. Latar belakang hitam dipakai<br />
untuk menyelidiki kotoran yang bewarna muda,sedangkan berlatar putih untuk kotorankotoran<br />
berwarna gelap.<br />
Penafsiran : memenuhi syarat jika tidak ditemukan kotoran dalam larutan.<br />
6. KEJERNIHAN LARUTAN (FI IV hal 998)<br />
Tujuan: Sediaan infus atau injeksi yang berupa larutan harus jernih dan bebas dari<br />
kotoran , maka perlu dlakukan uji kejernihan secara visual.<br />
Cara Pengerjaan: Penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar diameter 15 mm<br />
hingga 25 mm, tidak berwarna, transparan, dan terbuat dari kaca netral. Masukkan ke<br />
dalam dua tabung reaksi masing-masing larutan zat uji dan Suspensi padanan yang<br />
sesuai secukupnya, yang dibuat segar dengan cara seperti tertera dibawah sehingga<br />
volume larutan dalam tabung reaksi terisi setinggi tepat 40 mm. Bandingkan kedua isi<br />
tabung setelah 5 menit pembuatan Suspensi padanan, dengan latar belakang hitam.<br />
Pengamatan dilakukan dibawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus kearah bawah<br />
tabung. Difusi cahaya harus sedemikian sehingga Suspensi padanan I dapat langsung<br />
dibedakan dari air dan dari Suspensi padanan II.<br />
Baku opalesen Larutkan 1,0 g hidrazina sulfat P dalam air secukupnya hingga 100,0<br />
ml, biarkan selama 4 jam hingga 6 jam. Pada 25,0 ml larutan ini ditambahkan larutan<br />
2,5 g heksamina P dalam 25,0 ml air, campur dan biarkan selama 24 jam. Suspensi ini<br />
stabil selama 2 bulan jika disimpan dalam wadah kaca yang bebas dari cata permukaan.<br />
Suspensi tidak boleh menempel pada kaca dan harus dicampur dengan baik sebelum<br />
digunakan Untuk membuat Baku opalesen, encerkan 15,0 ml suspensi dengan air<br />
hingga 1000 ml. Suspensi harus digunakan dalam waktu 24 jam setelah digunakan.<br />
Suspensi padanan Buatlah Suspensi padanan I sampai dengan Suspensi padanan IV<br />
dengan cara seperti yang tertera pada Tabel. Masing-masing suspensi harus tercampur<br />
baik dan dikocok sebelum digunakan.<br />
Suspensi<br />
padanan<br />
I II III IV<br />
Baku opalesen (ml) 5,0 10,0 30,0 50,0<br />
Air (ml) 95,0 90,0 70,0 50,0<br />
Pernyataan kejernihan dan derajat opalesen Suatu cairan dinyatakan jernih jika<br />
kejernihannya sama dgn air atau pelarut yang digunakan bila diamati dibawah<br />
kondisi seperti tersebut diatas atau jika opalesensinya tdk lbh nyata dari Suspensi<br />
padanan I. Persyaratan untuk derajat opalesensi dinyatakan dalam Suspensi<br />
padanan I, Suspensi padanan II, dan Suspensi padananIII.<br />
7. UJI KESERAGAMAN SEDIAAN FI IV hal. 999<br />
Ada 2 metode, yaitu keseragaman bobot, dan keseragaman kandungan. Metode diterapkan<br />
tergantung pada jenis <strong>sediaan</strong>.<br />
Keseragaman Bobot<br />
45
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
SEDIAAN PADAT STERIL UNTUK PARENTERAL: Timbang seksama 10 vial, satu<br />
persatu, beri identitas tiap vial. Keluarkan isi dengan cara yang sesuai. Timbang seksama<br />
tiap vial kosong, dan hitung bobot netto dari tiap isi vial dengan cara mengurangkan bobot<br />
vial dari masing-masing bobot <strong>sediaan</strong> (bobot vial yang ada isinya). Dari hasil Penetapan<br />
Kadar, seperti tertera pada masing-masing monografi, hitung jumlah zat aktif dalam tiap<br />
vial, dengan anggapan bahwa zat aktif terdistribusi secara homogen.<br />
Keseragaman Kandungan<br />
SEDIAAN PADAT STERIL DALAM DOSIS TUNGGAL: Tetapkan kadar 10 vial satu<br />
per satu, seperti pada Penetapan Kadar dalam masing-masing monografi kecuali<br />
dinyatakan lain dalam Uji Keseragaman Kandungan. Jika jumlah zat aktif dalam satuan<br />
dosis tunggal kurang dari yang dibutuhkan dalam Penetapan Kadar, atur derajat<br />
pengenceran dari larutan dan atau volume alikuot sehingga kadar zat aktif dalam larutan<br />
akhir lebih kurang sama seperti yang tertera pada prosedur Penetapan Kadar; atau jika<br />
penetapan kadar dilakukan secara titrasi, gunakan titran yang memadaiseperti yang tertera<br />
pada Titrimetri , pada Prosedur dalam Uji dan Penetapan Kadar dalam Ketentuan<br />
dan Persyaratan Umum. Jika dilakukan modifikasi seperti ini dalam prosedur penetapan<br />
kadar dalam masing-masing monografi, buat perubahan yang sesuai dalam rumus<br />
perhitungan dan faktor titrasi. Bila prosedur khusus disebutkan untuk uji keseragaman<br />
kandungan dalam masing-masing monografi, lakukan koreksi.<br />
Kriteria<br />
(A)Jika harga rata-rata dari harga batas (limit) yang tertera pada definisi potensi dalam<br />
tiap monografi adalah 100,0% atau kurang<br />
BAHAN PADAT STERIL DOSIS TUNGGAL DAN UNTUK PARENTERAL: kecuali<br />
dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan kaseragaman dosis dipenuhi,<br />
jika jumlah zat aktif dalam masing-masing dari 10 satuan <strong>sediaan</strong> seperti yang ditetapkan<br />
dari cara Keseragaman Bobot atau dalam Keseragaman Kandungan terletak antara 85-<br />
115% dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif ≤6%. Jika 1 satuan terletak<br />
di luar rentang 85,0-115,0% dan tidak ada satuan terletak antara rentang 75,0-125,0%, atau<br />
jika simpangan baku relatif > 6,0% atau jika kedua kondisi tidak terpenuhi, lakukan uji 20<br />
satuan tambahan. Persyaratan dipenuhi jika tidak > 1 satuan dari 30 terletak di luar rentang<br />
85,0-115,0% dari yang tertera pada etiket dan tidak ada satuan yang terletak di luar rentang<br />
75,0-125,0%, dan simpangan baku relatif dari 30 satuan tidak > 7,8%.<br />
(B) Jika rata-rata dari harga batas potensi pada Ketentuan potensi masing-masing<br />
monografi > 100,0%<br />
1 Jika harga rata-rata satuan <strong>sediaan</strong> yang diuji 100,0% atau kurang, persyaratan seperti<br />
yang tertera pada (A)<br />
2 Jika rata-rata satuan ≥rata-rata batas, persyaratan seperti (A), hanya kata2 ”yang<br />
tertera di etiket” diganti jadi ”seperti tertera pada etiket dikalikan dengan rata-rata<br />
harga batas yang tertera pada ketentuan potensi dalam monografi dibagi dengan 100”<br />
3 Jika rata-rata satuan terletak di antara 100% dan rata-rata harga batas yang tertera pada<br />
ketentuan potensi seperti pada (A), kecuali bahwa kata-kata ”yang tertera di etiket”<br />
diganti jadi ”seperti tertera pada etiket dikalikan dengan harga rata-rata satuan <strong>sediaan</strong><br />
yang diuji (dinyatakan sbg % yang tertera pada etiket) dibagi dengan 100”<br />
EVALUASI BIOLOGI<br />
1. UJI EFEKTIVITAS PENGAWET ANTI MIKROBA (FI IV, hal. 854-855)<br />
Tujuan: Menunjukan efektivitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada <strong>sediaan</strong><br />
dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa air seperti produk-produk<br />
parenteral, telinga, hidung, dan mata yang dicantumkan pada etiket produk yang<br />
46
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
bersangkutan.<br />
Cara Pengerjaan: Jika wadah <strong>sediaan</strong> dapat ditembus secara aseptik<br />
menggunakan jarum suntik melalui sumbat karet, lakukan pengujian pada 5<br />
wadah asli <strong>sediaan</strong>. Jika wadah <strong>sediaan</strong> tidak dapat ditembus secara aseptik,<br />
pindahkan 20 ml sampel ke dalam masing-masing 5 tabung bakteriologik<br />
tertutup, berukuran sesuai dan steril. Inokulasi masing-masing wadah atau<br />
tabung dengan salah satu mikroba baku, menggunakan perbandingan 0,10 ml<br />
inokula setara dengan 20 ml <strong>sediaan</strong>, dan campur. Mikroba uji dengan jumlah<br />
yang sesuai harus ditambahkan sedemikian rupa hingga jumlah mikroba di<br />
dalam <strong>sediaan</strong> uji segera setelah inokulasi adalah antara 100.000 dan 1.000.000<br />
per ml. Tetapkan jumlah mikroba viabel di dalam tiap suspensi inokula, dan<br />
hitung angka awal mikroba tiap ml <strong>sediaan</strong> yang diuji dengan metode lempeng.<br />
Inkubasi wadah atau tabung yang telah diinokulasi pada suhu 20-25º. Amati<br />
wadah atau tabung pada hari ke-7, 14, 21, dan 28 setelah inokulasi. Cata tiap<br />
perubahan yang terlihat dan tetapkan jumlah mikroba viabel pada selang waktu<br />
tersebut dengan metode lempeng. Dengan menggunakan bilangan <strong>teori</strong>tis<br />
mikroba pada awal pengujian, hitung perubahan kadar dalam persen tiap<br />
mikroba selama pengujian. Penafsiran hasil suatu pengawet dinyatakan efektif<br />
dalam contoh yang diuji jika:<br />
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak > 0,1 % dari jumlah<br />
awal.<br />
b. Jumlah kapang atau khamir viabel selama 14 hari adalah tetap atau kurang dari<br />
jumlah awal.<br />
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau<br />
< bilangan yang disebut pada a dan b.<br />
2. UJI KANDUNGAN ZAT ANTIMIKROBA (FI IV HAL 939-942)<br />
Tujuan: untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang ada tetapi tidak lebih dari<br />
20% dari jumlah yang tertera pada etiket.Cara Pengerjaan:<br />
Benzil Alkohol<br />
Larutan Baku internal Larutkan lebih kurang 380 mg fenol P dalam 10 ml metanol P<br />
dalam labu tentukur 200-ml, tambahkan air sampai tanda.<br />
Larutan baku Timbang saksama lebih kurang 180 mg benzil alkohol P, larutkan<br />
dalam 20,0 ml metanol P dalam labu tentukur 100-ml. Tambahkan Larutan baku<br />
internal sampai tanda.<br />
Prosedur Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 5 µl) Larutan<br />
baku dan larutan uji, gunakan parameter operasional kromatograf gas seperti yang<br />
tertera pada Tabel Parameter Operasional Kromatografi Gas (lihat FI IV hal. 940).<br />
Ukur luas puncak benzil alkohol dan fenol Larutan baku, tandai masing-masing dengan<br />
P1 dan P2, dan luas puncak p1 dan p2 dari Larutan uji. Hitng jumlah dalam mg C7H8O, per ml zat<br />
uji yang digunakan dengan rumus<br />
C adalah kadar benzil alkohol dalam mg per ml Larutan baku,<br />
V adalah volume zat uji dalam ml tiap 100 ml Larutan uji.<br />
47
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
Klorobutanol<br />
Larutan baku internal Larutkan lebih kurang 140 mg benzaldehida P dalam 10 ml metanol P<br />
dalam labu tentukur 100-ml, goyang sampai larut, dan encerkan dengan air sampai tanda.<br />
Larutan baku Timbang saksama lebih kurang 125 mg klorobutanol P, masukkan ke dalam<br />
labu tentukur 25-ml. Tambahkan 2 ml metanol P, goyang sampai larut. Encerkan dengan air<br />
sampai tanda. Pipet 5 ml larutan ini dan 5,0 ml Larutan baku internal, masukkan ke dalam labu<br />
tentukur 25ml, campur hingga kadar klorobutanol lebih kurang 2,5 mg per ml.<br />
Larutan uji Ukur saksama sejumlah volume zat uji, jika perlu encerkan dengan metanol P<br />
hingga mengandung klorobutanol tidak lebih dari 5,0 mg per ml. Campur 3,0 ml larutan ini<br />
dengan 3,0 ml Larutan baku internal.<br />
Sistem kromatografi Lakukan seperti yang tertera pada Kromatografi [Catatan Lihat<br />
Tabel Parameter Operasional Kromatografi Gas]. Pertahankan suhu injektor dan detektor<br />
masing-masing pada suhu 180 o dan 220 o. Lakukan kromatografi terhadap Larutan baku,<br />
rekam respons puncak seperti yang tertera pada Prosedur: resolusi, R, antara puncak<br />
benzaldehida dan klorobutanol tidak kurang dari 2,0 dan simpangan baku relatif pada<br />
penyuntikan ulang tidak lebih dari 2,0 %.<br />
Prosedur Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 1 µl) Larutan<br />
baku dan Larutan uji ke dalam kromatograf, ukur respons puncak utama. Waktu retensi<br />
relatif benzaldehida dan klorobutanol masing-masing lebih kurang 0,8 dan 1,0. Hitung<br />
jumlah dalam mg C4H7Cl3O, per ml zat uji yang digunakan dengan rumus :<br />
C adalah kadar klorobutanol dihitung terhadap zat anhidrat dalam mg per ml Larutan baku ; L<br />
adalah jumlah klorobutanol yang tertera pada etiket dalam mg per ml zat uji; D adalah kadar<br />
klorobutanol dalam mg per ml Larutan uji dihitung terhadap volume zat uji yang telah<br />
diencerkan; Ru dan Rs berturut-turut adalah perbandingan puncak klorobutanol dan benzaldehida<br />
dalam Larutan uji dan Larutan baku.<br />
Fenol<br />
Larutan baku internal Pipet 1 ml benzil alkohol P, masukkan ke dalam labu tentukur 500-<br />
ml,tambahkan metanol P sampai tanda.<br />
Larutan baku Timbang saksama lebih kurang 75 mg fenol P, larutkan dalam 7,5 ml metanol<br />
P dalam labu tentukur 100-ml. Tambahkan 20,0 ml Larutan baku internal dan tambahkan air<br />
sampai tanda.<br />
Prosedur Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 3 µl)<br />
Larutan baku dan Larutan uji gunakan parameter operasional kromatograf gas seperti<br />
yang tertera pada Tabel Operasional Kromatografi Gas (lihat FI IV hal 940). Ukur<br />
luas puncak fenol dan benzil alkohol dari Larutan baku, tandai masing-masing<br />
dengan P1 dan P2, dan puncak P1 dan P2 dari Larutan uji. Hitung jumlah dalam mg<br />
C6H6O, dalam per ml zat uji yang digunakan dengan rumus<br />
C adalah kadar fenol dalam mg per ml Larutan baku; V adalah volume zat uji dalam ml per 100<br />
ml Larutan uji.<br />
Metilparaben dan Propilparaben<br />
Larutan baku internal Timbang lebih kurang 200 mg benzofenon P, masukkan ke dalam labu<br />
48
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
tentukur 250-ml, tambahkan eter P sampai tanda.<br />
Larutan baku Timbang saksama masing-masing 100 mg metilparaben P dan 10 mg<br />
propilparaben P, masukkan ke dalam labu tentukur 200-ml, tambahkan Larutan baku internal<br />
sampai tanda. Pipet 10 ml larutan ini, masukkan ke dalam labu Erlenmeyer 25 ml dan lanjutkan<br />
seperti yang tertera pada Larutan uji, mulai dari ”Tambahkan 3 ml piridina P......”<br />
Larutan uji Pipet 10 ml zat uji dan 10 ml Larutan baku internal, masukkan ke dalam corong<br />
pisah kecil. Kocok kuat-kuat, biarkan lapisan memisah, dan pindahkan lapisan eter ke dalam<br />
labu kecil melalui corong yang berisi natrium sulfat anhidrat P. Ekstraksi lapisan air 2 kali,<br />
tiap kali dengan 10 ml eter P, saring ekstrak melalui natrium sulfat anhidrat P. Uapkan<br />
kumpulan ekstrak dengan aliran udara kering hingga volume lebih kurang 10 ml, dan masukkan<br />
residu ke dalam labu Erlenmeyer 25 ml. Tambahkan 3 ml piridina P, uapkan eter hingga<br />
sempurna dan didihkan di atas lempeng panas hingga volume lebih kurang 1 ml. Dinginkan,<br />
dan tambahakn 1 ml zat sililasi yang sesuai, seperti heksametildisilzana P yang sebelumnya<br />
telah ditambahkan trimetilklorosilana P, bis(trimetilsilin)asetamida P, atau<br />
bis(trimetilsilin)trifluoroasetamida P. Campur, dan biarkan tidak kurang dari 15 menit.<br />
Prosedur Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 2 μl) larutan baku<br />
dan larutan uji masing-masing yang telah disilanisasi, gunakan parameter operasional<br />
kromatografi gas seperti yang tertera pada tabel (lihat hal 940). Ukur luas puncak metil<br />
paraben, propil paraben dan benzofenon larutan baku, tandai masing-masing dengan P1, P2,<br />
dan P3 dan luas puncak p1, p2, dan p3 dari larutan uji. Hitung jumlah dalam mikroba C3H8O3,<br />
per ml zat uji dengan rumus:<br />
Lihat rumus hal 941<br />
C M adalah kadar metil paraben dalam μg/ml larutan baku; V adalah volume zat uji dalam ml.<br />
Dengan cara yang sama, hitung jumlah dalam μg propil paraben, C10H12O3, per ml zat uji<br />
dengan rumus<br />
Lihat rumus hal 941<br />
C p adalah kadar propil paraben dalam μg/ml larutan baku. Etil paraben dan butil paraben dapat<br />
ditetapkan dengan cara yang sama.<br />
3. UJI STERILITAS (FI IV hal.855-863)<br />
Tujuan: menetapkan apakah bahan Farmakope yang harus steril memenuhi persyaratan<br />
berkenaan dengan uji sterilitas yang tertera pada masing-masing monografi.<br />
Cara Pengerjaan:<br />
Uji Fertilitas<br />
Tetapkan sterilitas tiap lot media dengan menginkubasi sejumlah wadah yang mewakili, pada suhu<br />
dan selama waktu yang tertera pada uji.<br />
Lakukan uji fertilitas tiap lot media dari tiap otoklaf dengan menginokulasi duplo wadah tiap media<br />
secara terpisah dengan 10 hingga 100 mikroba viabel dari tiap galur yang tertera dalam tabel<br />
berikut, dan inkubasi pada kondisi yang sesuai.<br />
Media Mikroba Uji Inkubasi<br />
Suhu (°) kondisi<br />
Tioglikolat Cair (1)Bacilis subtilis (ATCC 6633)*<br />
(2)Candida albicans (ATCC 10232) 30-35 Aerobik<br />
(3)Bacteroides vulgatus (ATCC 5482)**<br />
Tioglikolat alternatif (1)Bacteroides vulgatus (ATCC 5482)** 30-35 Anaerobik<br />
Soybean-Casein Digest (1)Bacilis subtilis (ATCC 6633)*<br />
(2)Candida albicans (ATCC 10232)<br />
20-25 Aerobik<br />
Media uji memenuhi syarat jika terjadi pertumbuhan yang nyata dalam semua wadah<br />
media yang diinokulasi dalam kurun waktu 7 hari. Penetapan dapat dilakukan simultan<br />
49
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
dengan media uji untuk pengujian uji sterilitas. Uji sterilitas dinyatakan tidak absah jika<br />
media uji menunjukkan respon pertumbuhan yang tidak memadai.<br />
Bakteriostatik dan Fungistatik<br />
Sebelum melakukan uji sterilitas cara inokulasi langsung terhadap suatu bahan, tetapkan<br />
tingkat aktivitas bakteriostatik dan fungistatik dengan prosedur berikut. Buat pengenceran<br />
bakteri dan jamur tidak kurang dari galur mikroba seperti yang tertera pada Uji Fertilitas.<br />
Inokulasi media uji sterilitas dengan 10-100 mikroba viabel, gunakan volume seperti dalam<br />
Tabel Jumlah untuk Bahan Cair pada Pemilihan spesimen uji dan masa inkubasi.<br />
Tambahkan sejumlah tertentu bahan ke dalam setengah dari jumlah wadah yang<br />
mengandung inokulum dan media. Inkubasi wadah pada suhu dan kondisi seperti yang<br />
tertera dalam tabel selama tidak kurang dari 7 hari.<br />
Jika pertumbuhan media uji dalam campuran media bahan secara visual sebanding dengan<br />
pertumbuhan dalam tabung kontrol, gunakan jumlah bahan dan media seperti yang tertera<br />
pada Tabel jumlah untuk bahan cair dalam Pemilihan spesimen uji dan masa inkubasi.<br />
Jika bahan yang diuji dengan cara seperti di atas adalah bakteriostatik dan/atau fungistatik,<br />
gunakan sejumlah zat penetral steril yang sesuai, jika tersedia. Kesesuaian zat penetral<br />
ditetapkan seperti yang tertera pada uji di bawah ini. Jika zat penetral tidak tersedia,<br />
tetapkan jumlah dan media yang sesuai digunakan seperti yang tertera di bawah.<br />
Ulangi pengujian di atas, gunakan sejumlah tertentu bahan dan volume media yang lebih<br />
besar untuk menetapkan perbandingan media dan bahan yang tidak merugikan<br />
pertumbuhan mikroba uji.<br />
Jika sejumlah tertentu bahan dalam 250 ml media masih mempunyai daya bakteriostatik<br />
atau fungistatik, kurangi jumlah bahan hingga diperoleh jumlah maksimum yang tidak<br />
menghambat pertumbuhan mikroba uji dalam 250 ml media. Untuk cairan dan suspensi<br />
yang jumlahnya < 1ml, perbesar jumlah media hingga cukup untuk mengencerkan dan<br />
mencegah hambatan pertumbuhan. Untuk bahan padat yang tidak segera larut atau dapat<br />
terdispersi, jika jumlahnya < 50 mg, perbesar jumlah media hingga cukup untuk<br />
mengencerkan untuk mencegah hambatan pertumbuhan. Dalam tiap kasus, gunakan<br />
perbandingan jumlah bahan dan media yang telah diketahui untuk uji sterilitas.<br />
50
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
Jika digunakan penyaringan membran, buat perbandingan yang sama menggunakan<br />
sejumlah tertentu bahan uji dan cairan pengencer dan pembilas yang sesuai, bilas membran<br />
3 kali, tiap kali dengan 100 ml cairan pengencer dan pembilas. Inokulasikan sejumlah<br />
tertentu mikroba viabel pada cairan pengencer dan pembilas terakhir yang digunakan untuk<br />
menyaring bahan uji dan pada cairan pengencer dan pembilas saja. Pertumbuhan mikroba<br />
uji dari membran yang digunakan untuk menyaring bahan diikuti cairan pengencer dan<br />
pembilas yang telah diinokulasi secara visual sebanding dengan pertumbuhan dari<br />
membran yang hanya digunakan untuk menyaring cairan pengencer dan pembilas yang<br />
telah diinokulasi.<br />
Prosedur pengujian terdiri dari (1) inokulasi langsung ke dalam media uji dan (2) teknik<br />
penyaringan membran. Uji sterilitas untuk bahan Farmakope, jika mungkin mengunakan<br />
penyaringan membran, merupakan metode pilihan. Prosedur ini terutama berguna untuk<br />
cairan dan serbuk yang dapat larut yang bersifat bakteriostatik atau fungistatik, untuk<br />
memisahkan mikroba kontaminan dari penghambat pertumbuhan. Prosedur harus<br />
divalidasi untuk penggunaan tersebut. Dengan alasan yang sama cara ini berguna untuk<br />
bahan seperti minyak, salep atau krim yang dapat melarut ke dalam larutan pengencer<br />
bukan bakteriostatik atau bukan fungistatik. Penggunaannya juga sesuai untuk uji sterilitas<br />
cairan atau serbuk dapat larut bukan bakteriostatik atau bukan fungistatik. Teknik<br />
penyaringan membran dapat juga digunakan untuk uji sterilitas permukaan atau lumen<br />
kritis alat-alat kesehatan.<br />
Penafsiran Hasil Uji Sterilitas<br />
TAHAP PERTAMA Pada interval waktu tertentu dan pada akhir periode inkubasi, amati<br />
isi semua wadah akan adanya pertumbuhan mikroba seperti kekeruhan dan/atau<br />
pertumbuhan pada permukaan. Jika tidak terjadi pertumbuhan, maka bahan uji memenuhi<br />
syarat.<br />
Jika ditemukan pertumbuhan mikroba tetapi peninjauan dalam pemantauan fasilitas<br />
pengujian sterilitas, bahan yang digunakan, prosedur pengujian dan kontrol negatif<br />
menunjukan tidak memadai atau teknik aseptik yang salah digunakan dalam pengujian,<br />
tahap pertama dinyatakan tidak absah dan dapat diulang.<br />
Jika pertumbuhan mikroba teramati tetapi tidak terbukti uji tahap pertama tidak absah,<br />
lakukan tahap ke dua.<br />
TAHAP KEDUA Jumlah spesimen uji yang diseleksi minimum dua kali jumlah Tahap<br />
pertama. Volume minimum tiap spesimen yang diuji dan media dan periode inkubasi sama<br />
sepeti yang tertera pada Tahap pertama. Jika tidak ditemukan pertumbuhan mikroba,<br />
bahan yang diuji memenuhi syarat. Jika ditemukan pertumbuhan, hasil yang diperoleh<br />
membuktikan bahwa bahan uji tidak memenuhi syarat. Jika dapat dibuktikan bahwa uji<br />
pada Tahap kedua tidak absah karena kesalahan atau teknik aseptik yang tidak memadai,<br />
maka Tahap kedua dapat diulang.<br />
(Catatan: Jika pengujian sterilitas digunakan sebagai bagian penilaian terhadap<br />
produksi lot atau bets atau serentak sebagai satu kriteria pengawasan mutu untuk<br />
melepaskan lot atau bets, seperti yang tertera pada Sterilitas dan Jaminan Sterilitas<br />
Bahan Kompendia .)<br />
4. UJI PIROGEN (FI IV, hal. 908)<br />
Tujuan: untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat diterima oleh<br />
pasien pada pemberian <strong>sediaan</strong> injeksi<br />
51
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
Cara Pengerjaan:<br />
Lakukan pengujian dalam ruang terpisah yang khusus untuk uji pirogen dan dengan<br />
kondisi lingkungan ynag sama dengan ruang pemeliharaan, bebas dari keributan yang<br />
menyebabkan kegelisahan. Kelinci tidak diberi makan selama waktu pengujian. Apabila<br />
pengujian menggunakan termistor, masukkan kelinci ke dalam kotak penyekap sedemikian<br />
rupa sehingga kelinci tertahan dengan letak leher yang longgar sehingga dapat duduk<br />
dengan bebas. Tidak lebih dari 30 menit sebelum penyuntikan larutan uji, tentukan ”suhu<br />
awal” masing-masing kelinci yang merupakan dasar untuk menentukan kenaikan suhu.<br />
Beda suhu tiap kelinci tidak boleh lebih dari 1 o dan suhu awal setiap kelinci tidak boleh ><br />
39,8 o.<br />
Kecuali dinyatakan lain pada masing-masing monografi, suntikan 10 ml per kg bobot<br />
badan, melalui vena tepi telinga 3 ekor kelinci dan penyuntikan dilakukan dalam waktu 10<br />
menit. Larutan uji berupa <strong>sediaan</strong> yang bila perlu dikonstitusi seperti yang tertera pada<br />
etiket maupun bahan uji yang diperlakukan seperti yang tertera pada masing-masing<br />
monografi dan disuntikan dengan dosis seperti yang tertera. Untuk uji pirogen alat atau<br />
perangkat injeksi, gunakan sebagai larutan uji hasil cucian atau bilasan dari permukaan alat<br />
yang berhubungan langsung dengan <strong>sediaan</strong> parenteral, tempat penyuntikan atau jaringan<br />
tubuh pasien. Semua larutan harus bebas dari kontaminasi. Hangatkan larutan pada suhu<br />
37±2º sebelum penyuntikan. Rekam suhu berturut-turut antara jam ke-1 dan ke-3 setelah<br />
penyuntikan dengan selang waktu 30 menit.<br />
Penafsiran hasil Setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi syarat apabila<br />
tak seekor kelinci pun menunjukan kenaikan suhu 0,5º atau lebih lanjutkan pengujian<br />
dengan mengunakan 5 ekor kelinci. Jika tidak lebih dari 3 ekor dari 8 ekor kelinci masingmasing<br />
menunjukan kenaikan suhu 0,5º atau lebih dan jumlah kenaikan suhu maksimum 8<br />
ekor kelinci dan tidak > 3,3º <strong>sediaan</strong> dinyatakan memenuhi syarat bebas pirogen.<br />
5. PENETAPAN POTENSI ANTIBIOTIKA (untuk zat aktif antibiotik) (FI IV ,<br />
hlm. 891-899)<br />
Tujuan: untuk mengetahui aktivitas (potensi) antibiotik<br />
Metode : lempeng silinder atau atau "lempeng" dan "tabung" atau turbidimetri.<br />
Prinsip: Metode lempeng silinder berdasarkan difusi antibiotik dari silinder yang dipasang<br />
tegak lurus pada lapisan agar padat dalam cawan Petri atau lempeng, sehingga mikroba<br />
yang ditambahkan dihambat pertumbuhannya pada daerah berupa lingkaran atau "zona" di<br />
sekeliling silinder yang berisi larutan antibiotik. Metode turbidimetri berdasarkan atas<br />
hambatan pertumbuhan biakan mikroba dalam larutan serba sama antibiotik, dalam media<br />
cair yang dapat menumbuhkan mikroba dengan cepat bila tidak terdapat antibiotik.<br />
6. UJI ENDOTOKSIN BAKTERI (FI IV , hlm. 905-907)<br />
Tujuan : untuk memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang mungkin ada didalam atau<br />
pada bahan uji.<br />
Prinsip : pengujian dilakukan menggunakan "Limulus Amebocyte Lysate" (LAL), deteksi<br />
dilakukan dengan metode turbidimetri atau kolorimetri, penetapan titik akhir reaksi<br />
dilakukan dengan membandingkan langsung enceran dari zat uji dengan enceran<br />
endotoksin baku, dan jumlah endotoksin dinyatakan dalam unit Endotoksin (UE).<br />
Sebelumnya dilakukan persiapan :<br />
uji konfirmasi kepekaan pereaksi LAL<br />
uji penghambatan atau pemacuan<br />
pengenceran maksimum yang absah (PMA)<br />
52
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
STERIL<br />
(untuk bentuk <strong>sediaan</strong> yang direkonsitusi atau <strong>sediaan</strong> yang diencerkan) Penafsiran<br />
hasil : dari masing-masing zat aktif X<br />
53
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />
steril<br />
INFUS<br />
(Re-New by: Kalman)<br />
I. PENDAHULUAN<br />
Sediaan parenteral volume besar : <strong>sediaan</strong> cair steril mengandung obat yg dikemas dalam wadah<br />
minimal 100 ml atau lebih dan ditujukan untuk manusia (Diktat Steril,176). Atau larutan produk obat<br />
yang disterilisasi akhir dan dikemas dalam wadah dosis tunggal dengan kapasitas 100 ml atau lebih<br />
dan ditujukan untuk manusia. Parenteral volume besar meliputi infus intravena, larutan irigasi, larutan<br />
dialisis peritonal & blood collecting units with antikoagulant (Lachman Parenteral vol 1 hal 249)<br />
Berdasarkan cara pemberiannya, <strong>sediaan</strong> parenteral volume besar terbagi menjadi 2 macam, yaitu :<br />
1. Secara intravena (Turco hal 163 ) : = infus intravena = venoclysis<br />
2. Non intravena (Turco hal 177) :<br />
a. Larutan dialisis (misal: untuk cuci darah karena keracunan dan transplantasi ginjal), contoh :<br />
Peritoneal Dialysis Solution (Turco,180), Hemodialysis (Turco, 181)<br />
b. Larutan irigasi (misal untuk cuci luka), contoh : Surgical Irrigating Solution (Splash Solution)<br />
= Sodium Chloride for Irrigation (Turco, 178), Urologic Irrigation Solution (Turco, 179),<br />
Glycine Solution (Turco, 179), Sorbitol Solution (Turco, 180), Urologic Solution G / Suby’s<br />
Solution (Turco, 180).<br />
Rute pemakaian secara intravena diindikasikan untuk keadaan : (The Pharmaceutical Codex, ed.12 hal<br />
415)<br />
1. Obat tidak dapat diabsorpsi secara oral<br />
2. Terjadinya absorpsi yang tidak teratur setelah penyuntikan secara intramuskular<br />
3. Obat menjadi tidak aktif dalam saluran pencernaan<br />
4. Perlunya respon yang cepat<br />
5. Pasien tidak dapat mentoleransi obat atau cairan secara oral.<br />
6. Rute pemberian secara intramuskular atau subkutan tidak praktis<br />
7. Obat harus terencerkan secara baik atau diperlukannya cairan pembawa<br />
8. Obat mempunyai waktu paruh yang sangat pendek dan harus diinfus secara terus menerus<br />
9. Diperlukan perbaikan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit<br />
10. Obat hanya bersifat aktif oleh pemberian secara intravena<br />
Keuntungan pemberian secara intravena (Ansel, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, hal 401-402)<br />
1. Dapat digunakan untuk pemberian obat agar bekerja cepat, seperti pada keadaan gawat.<br />
2. Dapat digunakan untuk penderita yang tidak dapat diajak bekerja sama dengan baik, tidak sadar,<br />
tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui oral.<br />
3. Pelepasan obat ke dalam darah dapat diatur.<br />
Di samping keuntungan-keuntungan dari pemberian secara intravena, terdapat pula kemungkinan<br />
terjadinya komplikasi seperti : (The Pharmaceutical Codex, ed.12 hal 415)<br />
1. Emboli udara (gumpalan udara pada pembuluh darah)<br />
2. Inkompatibilitas obat (bisa sebelum dan setelah penyuntikan)<br />
3. Hipersensitivitas<br />
4. Infiltrasi atau ekstravasasi (rasa nyeri pada daerah sekitar)<br />
5. Sepsis (infeksi bakteri sistemik)<br />
6. Thrombosis atau phlebitis (terbentuknya trombus akibat rangsang tusukan jarum pada dinding<br />
vena, Ansel, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, hal 401)<br />
• Kerugian yg lain:<br />
• Pemakaian <strong>sediaan</strong> lebih sulit dan lebih tidak disukai oleh pasien .<br />
• Obat yang telah diberikan secara intravena tidak dapat ditarik lagi. (Ansel, Pengantar Bentuk<br />
Sediaan Farmasi, hal 401)<br />
• Lebih mahal daripada bentuk <strong>sediaan</strong> non sterilnya karena lebih ketatnya persyaratan yang<br />
harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis bebas partikel).<br />
A. DEFINISI<br />
• FI IV hal 10<br />
51
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />
steril<br />
Larutan intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas<br />
dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 ml.<br />
• BP 2002, hal 1889<br />
Infus merupakan <strong>sediaan</strong> steril, berupa larutan atau emulsi dengan air sebagai fase kontinu;<br />
biasanya dibuat isotonis dengan darah. Prinsipnya infus dimaksudkan untuk pemberian dalam<br />
volume yang besar. Infus tidak mengandung tambahan berupa pengawet antimikroba.<br />
Larutan untuk infus, diperiksa secara visible pada kondisi yang sesuai, adalah jernih dan<br />
praktis bebas partikel-partikel. Emulsi pada infus tidak menujukkan adanya pemisahan fase.<br />
• Turco hal 163<br />
Larutan intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas<br />
dalam wadah bertanda volume 100 ml atau lebih. Sediaan ini dapat dikemas dalam wadah<br />
yang dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dikosongkan secara cepat dan dapat<br />
mengandung volume lebih dari 1000 ml. Sediaan ini dikemas dalam unit dosis tunggal, dalam<br />
wadah gelas atau plastik yang sesuai, harus steril, bebas pirogen dan bebas bahan partikulat.<br />
Karena diberikan dalam volume besar, maka tidak ditambahkan bakteriostatik untuk<br />
mencegah keracunan yang dapat dihasilkan dari jumlah total bakteriostatik yang dikandung.<br />
• Repetitorium Teknologi Farmasi Sediaan Farmasi hal 23<br />
Infus adalah larutan dalam jumlah besar (terhitung mulai 50 ml) yang diberikan melalui<br />
intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok. Harus steril dan bebas<br />
pirogen, sebaiknya isotoni dan isohidri, tetapi larutan dengan pH 4,0-7,5 masih bisa diterima.<br />
• RPS ed 21 vol 1 hal 837<br />
Injeksi volume besar yang ditujukan untuk pemberian melalui infus intravena , biasa disebut<br />
cairan intravena dan termasuk golongan produk steril parenteral volume besar yang<br />
merupakan injeksi dosis tunggal dengan volume 100 ml atau lebih dan tidak mengandung zat<br />
tambahan cairan intravena, dikemas dalam wadah dengan kapasitas antara 100-1000 ml.<br />
B. FAKTOR-FAKTOR PENTING<br />
1. Persyaratan Infus Intravena<br />
a. Sediaan steril (FI 4 855)<br />
Injeksi harus memenuhi syarat Uji Sterilitas yang tertera pada Uji Keamanan Hayati.<br />
b. Bebas pirogen (FI 4, 908)<br />
Untuk <strong>sediaan</strong> lebih dari 10 ml, memenuhi syarat Uji Pirogenitas yang tertera pada Uji<br />
Keamanan Hayati.<br />
c. Isotonis<br />
d. Isohidris<br />
e. Larutan untuk infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel<br />
f. Infus intravena tidak mengandung bakterisida dan zat dapar<br />
g. Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal.<br />
h. Volume netto / volume terukur tidak kurang dari nilai nominal<br />
i. Penandaan : (FI Ed. IV hal 1020)<br />
Etiket pada larutan yang diberikan secara intra vena untuk melengkapi cairan, makanan<br />
bergizi, atau elektrolit dan injeksi manitol sebagai diuretika osmotik, disyaratkan untuk<br />
mencantumkan kadar osmolarnya.<br />
Jika keterangan mengenai osmolalitas diperlukan dlm monografi masing-masing, pada etiket<br />
hendaknya disebutkan kadar osmolar total dlm miliosmol per liter.<br />
j. Infus emulsi dibuat dengan air sebagai fase luar, diameter fase dalam tidak lebih dari 1 μm<br />
misal TPN (M/A)<br />
k. Emulsi untuk infus intravena setelah dikocok harus homogen dan tidak menunjukkan<br />
pemisahan fase, diameter globul fase terdispersi untuk infus intravena harus dinyatakan<br />
l. Memenuhi syarat penetapan volume injeksi dalam wadah. Kecuali dinyatakan lain, syarat<br />
injeksi meliputi (FI 4,1044):<br />
• Keseragaman volume.<br />
52
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />
steril<br />
Catatan<br />
Volume isi netto tiap wadah harus sedikit berlebih dari volume yang ditetapkan.<br />
Kelebihan volume yang dianjurkan tertera dalam daftar di bawah ini,<br />
Volume tambahan yang dianjurkan<br />
Volume pada etiket<br />
Untuk cairan<br />
Untuk cairan encer<br />
kental<br />
0,5 ml 0,1 ml 0,12 ml<br />
1 ml 0,1 ml 0,15 ml<br />
2 ml 0,15 ml 0,25 ml<br />
5 ml 0,3 ml 0,5 ml<br />
10 ml 0,5 ml 0,7 ml<br />
20 ml 0,6 ml 0,9 ml<br />
30 ml 0,8 ml 1,2 ml<br />
50 ml atau lebih 2% 3%<br />
Sediaan parenteral volume besar harus steril dan bebas pirogen karena (Diktat Kuliah, 186) :<br />
- Sediaan diinjeksikan langsung pada aliran darah (infus intravena)<br />
- Sediaan ditumpahkan pada tubuh dan daerah gigi (larutan irigasi)<br />
- Sediaan langsung berhubungan dengan darah (hemofiltrasi)<br />
- Sediaan langsung ke dalam tubuh (dialisa peritoneal)<br />
2. Karakteristik Cairan Infus (The Pharmaceutical Codex, ed.12 hal 427)<br />
Karakteristik fisikokimia larutan infus intravena yang paling umum digunakan dan relevan secara<br />
klinik adh parameter aktivitas osmotik yg dinyatakan dalam terminologi osmolalitas (jumlah<br />
osmol zat terlarut per kg pelarut), osmolaritas (jumlah osmol zat terlarut perliter larutan), dan<br />
isotonisitas. Konsentrasi zat terlarut biasa dinyatakan dalam osmol atau miliosmol. Osmolalitas<br />
larutan adalah jumlah osmol zat terlarut per kilogram pelarut (mosmol/kg), sedangkan osmolaritas<br />
larutan adalah jumlah osmol zat terlarut per liter larutan (mosmol/liter). Osmolalitas kurang lebih<br />
sama dgnosmolaritas pada larutan encer tapi tidak pada larutan pekat. Osmolalitas normal plasma<br />
280-295 mosmol/kg.<br />
3. Aspek Klinik (The Pharmaceutical Codex, ed.12 hal 429-430)<br />
Osmolalitas dan tonisitas sangat penting dalam terapi infus secara intravena. Infus isotonik<br />
termasuk diantaranya larutan NaCl 0,9%, glukosa 5,5 %, dan campuran NaCl 0,18% dan glukosa<br />
4%. Larutan-larutan ini ideal untuk pemberian perifer, walaupun pemberian berlebih infus<br />
isoosmotik NaCl 0,9% dapat menyebabkan peningkatan volume carian ekstraseluler yang dapat<br />
menyebabkan berlebihnya cairan dalam sistem sirkulasi terutama pada pasien manula dan anak<br />
kecil. Larutan hipotonis bervolume besar untuk penggunaan parenteral biasa disesuaikan atau<br />
diatur tonisitasnya dengan penambahan NaCl atau glukosa agar diperoleh larutan isotonis. Ada<br />
beberapa kekecualian, misalnya penggunaan larutan NaCl 0,45% (154 mosmol) yang digunakan<br />
untuk penanganan dehidarasi khususnya pada pasien diabetes.<br />
4. Perbedaan infus dan injeksi<br />
(Benny Logawa hlm 23, Di TS 2005 ditulis pustakanya:Wattimena, Dasar-Dasar Pembuatan dan<br />
Resep-Resep Obat suntik, Hal 103 tp buku ini sdh tdk ada di perpus Dep.FA)<br />
No Kriteria Injeksi Infus<br />
1 Pemberian Terapi melalui suntikan Pengganti cairan plasma,<br />
elektrolit, darah, dll,<br />
Memberi tambahan kalori<br />
2 Metode pemberian Suntikan Tetesan<br />
3 Alat Alat suntik Peralatan infus<br />
4 Volume<br />
Maks 20-30 ml (lazim 10 ml) Bisa sampai beberapa liter<br />
pemberian<br />
5 Lama pemberian Maks 15-20 menit (lazim 1<br />
menit)<br />
Bisa beberapa jam<br />
53
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />
steril<br />
6 Pembawa Air, gliserin, propilenglikol, Air<br />
minyak lemak, etil oleat, dll<br />
7 Isohidris Bila memungkinkan baru diperlukan<br />
dilakukan<br />
8 Isotonis Bila memungkinkan baru Mutlak perlu<br />
dilakukan<br />
9 Tekanan osmotik Tidak penting artinya Penting (terutama untuk<br />
larutan yang mengandung<br />
molekul koloid seperti<br />
dekstran, gelatin, PVP, dll<br />
10 Isoioni Tidak penting Pada beberapa infus harus<br />
diperhatikan<br />
11 Bebas pirogen Tidak ditekankan kecuali jika 1 Mutlak perlu<br />
kali suntik lebih dari 10 ml<br />
FI III: berlaku untuk injeksi<br />
dengan pembawa air<br />
12 Wadah Ampul, vial Botol infus/flakon<br />
13 Larutan Dapar BOLEH menggunakan dapar TIDAK BOLEH<br />
menggunakan dapar<br />
Catatan:<br />
Jika pH stabilitas <strong>sediaan</strong> menyimpang jauh dari pH darah (± 7,4) penggunaan dapar tidak dianjurkan<br />
karena cairan tubuh memiliki kapasitas dapar yang besar untuk suntikan IV volume besar (infus)<br />
C. BERBAGAI TUJUAN&PENGGUNAAN<br />
1. Kegunaan Cairan Intravena. Larutan <strong>sediaan</strong> parentral volum besar digunakan utk: (Ansel, 448)<br />
a. Terapi pemeliharaan<br />
Bila penderita tidak dapat menerima nutrisi atau cairan lewat mulut untuk masa yang agak<br />
lebih lama (3-6 hari) maka dapat digunakan larutan yang mengandung kalori tinggi.<br />
Bila penderita dirawat dengan diberi cairan parenteral hanya untuk beberapa hari, maka<br />
digunakan larutan sederhana yang mengandung air dan dextrosa secukupnya. Pada keadaan<br />
dimana pemberian makanan lewat mulut harus tertunda untuk beberapa minggu atau lebih<br />
lama, nutrisi lengkap parenteral harus diberikan. Yang termasuk dalam larutan ini adalah<br />
protein hidrolisat, karbohidrat, vitamin, mineral, elektrolit dan air yang cukup.<br />
b. Terapi pengganti<br />
Pd keadaan tjd kehilangan byk air&elektrolit spt diare berat/muntah, mula-mula dpt diberikan<br />
larutan parenteral dlm jumlah yg lebih besar dr yg lazim kmd diberikan terapi pengganti.<br />
c. Kebutuhan air<br />
Terapi pengganti air untuk orang dewasa, dibutuhkan 70 ml air per kg/hari disamping<br />
kebutuhan air untuk pemeliharaan. Karena pemberian air secara intravena dapat menyebabkan<br />
hemolisis osmotik sel darah merah, dan karena penderita yang menerima air umumnya<br />
memerlukan nutrisi atau elektrolit, maka pemberian air secara parenteral umumnya sebagai<br />
larutan yang mengandung dextrosa atau elektrolit sehingga larutan mempunyai tonisitas yang<br />
cukup untuk mencegah sel darah merah pecah.<br />
d. Kebutuhan elektrolit<br />
Kebutuhan kalium setiap harinya adalah kurang lebih 100 mEq dan kehilangan kalium setiap<br />
harinya kurang lebih 40 mEq, sehingga pada terapi pengganti, harus paling sedikit dikandung<br />
40 mEq ditambah sejumlah yang dibutuhkan untuk pengganti kehilangan tambahan. Natrium<br />
kation merupakan kation utama ekstrasel. Kebutuhan Na rata-rata 135-170 mEq (8-10 gr<br />
NaCl). Tubuh dapat menahan natrium bila ion ini hilang atau jumlahnya kurang dalam<br />
makanan. Bila terjadi kehilangan natrium, pemberian 3-5 gr NaCl (51-85 mEq) setiap harinya<br />
akan mencegah imbangan negatif natrium. Walaupun elektrolit dan mineral lain seperti<br />
kalsium, Mg, dan besi hilang dari tubuh, tetapi umumnya mineral-mineral tersebut tidak<br />
dibutuhkan selama terapi parenteral jangka pendek.<br />
e. Kebutuhan kalori<br />
54
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />
steril<br />
Umumnya penderita yg memerlukan cairan parenteral diberi dextrosa 5% utk memperkecil<br />
kekurangan kalori yg biasa terjadi pd penderita yg mengalami terapi penggantian atau<br />
pemeliharaan. Penggunaan dextrosa juga mengurangi ketosis & kerusakan protein.<br />
f. Hiperalimentasi parenteral<br />
Merupakan infus yang mengandung sejumlah besar nutrisi dasar yang cukup untuk sintesis<br />
jaringan aktif dan pertumbuhan. Digunakan pada pemberian larutan protein jangka panjang<br />
lewat intravena yang mengandung dextrosa kadar tinggi (kurang lebih 20%), elektrolit,<br />
vitamin, dan pada beberapa keadaan mengandung insulin.<br />
2. Parenteral volume besar telah digunakan untuk: (Lachman, Pharmaceutical Dosage<br />
Form:Parenteral, vol I, 1992, hal 250 ; Diktat Steril, 1994, hal 176)<br />
1) Mensuplai kebutuhan air, elektrolit, dan karbohidrat sederhana yang diperlukan oleh tubuh.<br />
2) Bertindak sebagai pembawa untuk obat-obat yang dapat bercampur dengan larutan infus.<br />
3) Mensuplai kebutuhan nutrisi pada saat bahan makanan tidak dapat diberikan secara oral<br />
(TPN=Total Parenteral Nutrition).<br />
4) Sebagai larutan untuk memperbaiki keseimbangan asam-basa tubuh.<br />
5) Bertindak sebagai cairan pengganti plasma.<br />
6) Meningkatkan diuresis pada saat tubuh banyak menahan cairan.<br />
7) Bertindak sebagai agen dialisis pada pasien penderita gagal ginjal.<br />
3. Cairan intravena biasa digunakan pd kondisi klinik tertentu, a.l: (RPS ed.21, hal 838)<br />
1) Memperbaiki keseimbangan elektrolit<br />
2) Memperbaiki gangguan pada cairan tubuh (pengganti cairan tubuh)<br />
3) Memerlukan nutrisi dasar tubuh<br />
4) Dasar untuk keperluan TPN (Total Parenteral Nutrition)<br />
5) Sebagai pembawa bagi obat-obat lain<br />
D. METODE PEMBERIAN INTRAVENA (Turco hal 193)<br />
1. Macam metode pemberian<br />
Perbedaan metode pemberian dilakukan dengan pertimbangan kecepatan pencapaian kadar obat<br />
dalam darah dan untuk meminimumkan tingkat iritasi yang dapat timbul karena pemberian obat.<br />
• Terapi kontinu<br />
a. Infus intravena, obat dilarutkan dalam cairan infus dan diteteskan perlahan-lahan ke dalam<br />
vena. Dengan metoda ini secara simultan dapat menyempurnakan terapi obat dan cairan,<br />
secara kontinu konsentrasi obat dalam darah konstan.<br />
b. Hook-ups, menggunakan sebuah tabung dengan klem yang menghubungkan dua wadah<br />
cairan infus<br />
• Terapi periodik<br />
a. Metode Piggyback, digunakan dalam pemberian dua macam cairan; jarum infus II<br />
diinjeksikan ke karet pada sistem jarum infus I.<br />
b. Pemberian intravena secara langsung (Direct iv Push/Bolus), larutan obat diinjeksikan<br />
secara langsung ke dalam vena dalam selang waktu yang pendek.<br />
2. Laju pemberian (Turco, hal 203-212) “harus dicantumkan di jurnal bagian farmol”<br />
Laju pemberian yang tepat akan menjamin keamanan dan efektivitas obat hingga menimbulkan<br />
respon yang diinginkan. Sebaliknya, laju pemberian yang tidak tepat akan dapat membahayakan<br />
pasien, antara lain (Turco hal 212) :<br />
a. Respon melambat atau mencapai konsentrasi toksik<br />
b. Meningkatkan kemungkinan flebitis dan tromboflebitis<br />
c. Infiltrasi yang rumit<br />
d. Menyebabkan edema pulmonar yang dapat menyebabkan rusaknya fungsi ginjal dan jantung<br />
e. Menyebabkan speed shock<br />
f. Menimbulkan masalah metabolisme<br />
55
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />
steril<br />
Laju pemberian infus intravena didasarkan pada luas area permukaan tubuh dan usia pasien serta<br />
komposisi cairan. Laju dan volume total pemberian seringkali dibatasi oleh kemampuan pasien<br />
untuk menerima cairan tersebut, misalnya pada kasus gagal ginjal dan hati.<br />
Laju pemberian normal/lazim untuk larutan isotonis dengan viskositas rendah (dextrosa 5%, NaCl<br />
fisiologis, ringer laktat) adalah 125 ml/jam = 1 liter tiap 8 jam atau 2 mL/menit. Larutan sangat<br />
hipertonik seperti larutan hiperalimentasi digunakan dengan kecepatan tidak lebih dari 1 L setiap 8<br />
jam atau 3 L setiap 24 jam. Kecuali pada kasus khusus (kehilangan darah, shock, tujuan anestesi)<br />
laju pemberian dapat 1 liter tiap 1,5 jam = 11 ml/menit.<br />
Laju pemberian infus intravena dapat dinyatakan dalam beberapa cara : 1000 ml tiap 8 jam, 1000<br />
ml pada 50 ml/jam, 30 tetes/menit.<br />
Metode yang paling sederhana adalah dengan bantuan gaya gravitasi, dimana agar cairan<br />
mengalir, wadah harus diletakkan di atas pasien, biasanya digantung ± 3 kaki di atas pasien.<br />
Cairan mulai mengalir apabila penjepit klem dibuka yang diikuti dengan masuknya udara ke<br />
dalam wadah (untuk wadah plastik, agar cairan mengalir, tidak dibutuhkan masuknya udara ke<br />
dalam wadah). Dalam hal ini laju dapat diatur dengan menghitung jumlah tetesan yang masuk ke<br />
dalam drip chamber.<br />
Untuk menentukan laju aliran yang diminta, harus diketahui jumlah tetesan/ml yang dihasilkan<br />
oleh infus administration set.<br />
Misal : diketahui set alat menghasilkan 10 tetes/ml, maka :<br />
• untuk cairan 1000 ml yang diberikan selama 480 menit<br />
Laju = 1000 ml = 2,08ml /mnt x 10 tetes/ml = 20,8 tetes/menit ≈ 21 tetes/mnt<br />
480 menit<br />
• untuk cairan R/ diberikan dengan laju 50 ml/jam<br />
Laju = 50 ml/60 mnt = 0,83 ml/menit x 10 tetes/ml = 8,3 tetes/menit ≈ 8 tetes/mnt<br />
II. FORMULASI<br />
A. FORMULA UMUM<br />
R/ Zat berkhasiat<br />
Zat tambahan (pengisotoni, adjust pH)<br />
Pembawa<br />
B. PREFORMULASI<br />
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan <strong>sediaan</strong> infus parenteral :<br />
(Diktat Kuliah Steril, hal 177-181)<br />
1. Parameter Fisiologi<br />
Beberapa komponen yang menunjang fisiologi tubuh dapat diberikan dalam bentuk <strong>sediaan</strong><br />
parenteral volume besar yaitu air, elektrolit, karbohidrat, asam amino, lipida, vitamin, dan mineral.<br />
Dgn cepatnya komponen penunjang fisiologi tubuh diganti maka kesehatan tubuh akan cepat<br />
tercapai. Berikut ini kebutuhan kation dan anion tubuh:<br />
Elektrolit Intravaskular<br />
(m eq / L)<br />
Interstitial<br />
(m eq / L)<br />
Intraseluler<br />
(m eq / L)<br />
Na + 142 145 10<br />
K + 4 4 160<br />
Ca +2 5 5 2<br />
Mg +2 2 2 26<br />
Cl - 102 115 2<br />
HCO3 - 27 30 8<br />
HPO4 -2 2 2 120<br />
SO4 -2 1 1 20<br />
56
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />
steril<br />
Asam organik 6 7 -<br />
Protein 16 1 48<br />
Tekanan Osmosa/Osmolaritas merupakan faktor fisiologi penting yg berpengaruh pd formulasi.<br />
Tekanan osmosa adl perpindahan pelarut dan zat terlarut melalui membran permeabel yang<br />
memisahkan 2 komponen, dinyatakan dalam osmole per kilogram = osmolarita<br />
Daftar osmolarita beberapa <strong>sediaan</strong> parenteral volume besar yang penting :<br />
Larutan BM Kons (g / l) Jumlah ion mosmole/L Tonisitas<br />
Plasma<br />
NaCl<br />
Dekstrosa<br />
-<br />
58,5<br />
198<br />
-<br />
9<br />
50<br />
200<br />
-<br />
2<br />
-<br />
-<br />
306<br />
308<br />
252<br />
1010<br />
Isotonis<br />
Isotonis<br />
Isotonis<br />
hipertonis<br />
2. Faktor Fisikokimia<br />
a. Kelarutan<br />
Pada umumnya obat-obatan yang digunakan untuk membuat <strong>sediaan</strong> parenteral volume besar<br />
mudah larut, jadi kelarutan tidak menjadi hambatan.<br />
Kelarutan menjadi hal yang harus diperhatikan apabila <strong>sediaan</strong> parenteral volume besar<br />
dipakai sebagai pembawa obat lain, atau terjadinya kristal pd beberapa zat (cth : manitol 13 g<br />
dlm 100 ml air pd suhu
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />
steril<br />
c. Pembawa<br />
Pada <strong>sediaan</strong> parenteral volume besar umumnya digunakan pembawa air tetapi dapat juga<br />
dipakai emulsi lemak intravena yang diberikan sendiri atau dikombinasi dengan asam amino<br />
dan atau dekstrosa asalkan partikel tidak boleh lebih besar dari 0,1 µm.<br />
d. Cahaya dan Suhu<br />
Cahaya dan suhu dapat mempengaruhi kestabilan obat misalnya vitamin harus disimpan<br />
dalam wadah terlindung dari cahaya atau larutan mengandung dekstrosa dengan kadar tinggi<br />
harus terlindung dari suhu yang tinggi.<br />
e. Faktor Kemasan<br />
Bahan pembuat wadah sangat berpengaruh terhadap kestabilan obat parenteral volume besar,<br />
seperti gelas, plastic, dan tutup karet.. Harus diusahakan kemasan tidak mempengaruhi<br />
kestabilan obat untuk <strong>sediaan</strong> parenteral volume besar.<br />
3. Stabilisator pada <strong>sediaan</strong> parenteral volume besar<br />
Bahan penambah seperti dapar antioksidan, komplekson jarang ditambahkan pada <strong>sediaan</strong><br />
parentaral volume besar.<br />
C. PERHITUNGAN DAN CONTOH<br />
(Voigt, Rudolf, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,<br />
1995 : 486-489, Repetorium Benny Logawa hlm 8)<br />
• TONISITAS<br />
Lihat di TS injeksi<br />
• OSMOLARITAS<br />
(FI Ed. IV hal 1020)<br />
Etiket pada larutan yang diberikan secara intra vena untuk melengkapi cairan, makanan bergizi,<br />
atau elektrolit dan injeksi manitol sebagai diuretika osmotik, disyaratkan untuk mencantumkan<br />
kadar osmolarnya.<br />
Keterangan kadar osmolar pada etiket suatu larutan parenteral membantu untuk memberikan<br />
informasi pada dokter apakah larutan tersebut hipo-osmotik, iso-osmotik, atau hiper-osmotik.<br />
Satuan kadar osmolar = miliosmol (disingkat mosmol) zat terlarut per liter larutan<br />
Kadar osmolar ideal dapat ditentukan dengan rumus :<br />
m osmole / liter =<br />
g/liter zat terlarut<br />
BM zat terlarut<br />
x 1000 x jumlah ion<br />
CONTOH PERHITUNGAN<br />
1. Diketahui : Larutan 0,9% NaCl, BM = 58,5<br />
NaCl Na+ + Cl- jumlah ion = 2<br />
M osmolarita NaCl = ?<br />
Jawab :<br />
Larutan 0,9% NaCl = 0,9 g/100 ml = 9 g/L<br />
m osmole/liter =<br />
2. Osmolaritas glukosa anhidrat 5%<br />
5 % glukosa anhidrat = 5 g/100 ml = 50 g/L<br />
BM = 180,2 ; n = 1<br />
mosM/L = 50/180,2 x 1 x 1000<br />
= 277,46 ( isotonis )<br />
9 x 1000 x 2 = 307,7 (isotonis)<br />
58,5<br />
Hubungan Antara Osmolarita Dan Tonisitas<br />
Tonisitas<br />
Osmolarita<br />
(m osmole / liter)<br />
58
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />
steril<br />
> 350 Hipertonis<br />
329-350 Sedikit hipertonis<br />
270-328 Isotonis<br />
250-269 Sedikit Hipotonis<br />
0-249 Hipotonis<br />
Isoosmotik: jika suatu larutan memiliki tekanan osmose sama dengan tekanan osmose serum darah,<br />
maka larutan tersebut dikatakan isoosmotik. (0,9% NaCl memiliki tekanan osmose 0 ,86 atm)<br />
III. METODE DAN PROSEDUR PEMBUATAN<br />
A. METODE STERILISASI<br />
Umumnya infus disterilisasi akhir dengan autoklaf, jika ada bahan tidak tahan suhu autoklaf maka<br />
sterilisasi akhir dengan radiasi gamma (jika tahan radiasi gamma) tetapi bila tidak tahan radiasi<br />
gamma maka sterilisasi akhir dengan filtrasi. Untuk mengurangi bioburden, alat & semua bahan<br />
disterilkan dgn cara sterilisasi yg sesuai dan proses aseptik, baik untuk sterilisasi filtrasi maupun<br />
sterilisasi akhir dengan autoklaf/radiasi gamma.<br />
Teori cara sterilisasi lihat pada cara sterilisasi TS injeksi<br />
*Sterilisasi alat lihat pd jurnal siap salin infus hal atau Benny logawa (buku praktikum) ed.2 hal 44<br />
B. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN<br />
Akan dibuat <strong>sediaan</strong> infus .X.., sejumlah..A..botol @..Z...ml dengan kekuatan <strong>sediaan</strong>…W..%<br />
Perhitungan<br />
Sediaan yang ditugaskan untuk dibuat sebanyak .A..botol @ Z..ml ditambah keperluan evaluasi :<br />
Penetapan volume injeksi dalam wadah<br />
1 botol atau lebih<br />
Pemeriksaan bahan partikulat dalam injeksi<br />
1 botol<br />
Penetapan pH<br />
0 botol (setelah penetapan vol)<br />
Uji kebocoran<br />
semua (tidak destruktif)<br />
Uji kejernihan larutan<br />
semua (tidak destruktif)<br />
Identifikasi<br />
3 botol<br />
Penetapan kadar<br />
3 botol<br />
Uji sterilitas<br />
10 botol<br />
Uji endotoksin bakteri<br />
2 botol<br />
Uji pirogen<br />
2 botol<br />
Penetapan potensi antibiotik secara mikroba (bila zat antibiotik) 1 botol +<br />
Total<br />
B botol<br />
Jumlah Sediaan Jumlah Botol Volume Jumlah<br />
Tugas A X ..... ml .....<br />
Evaluasi B X ..... ml .....<br />
Jumlah C X ..... ml P ml<br />
Jadi, total <strong>sediaan</strong> yang akan dibuat adalah…A…botol (yang ditugaskan) ditambah .....B....botol<br />
untuk evaluasi = …C…botol.<br />
Kelebihan volume tiap wadah untuk cairan encer untuk <strong>sediaan</strong> dengan volume lebih dari 50,0 ml<br />
yaitu 2% (FI IV hal 1044)<br />
→ 2% X 500 ml X C botol = ..Q.. ml<br />
Total volume = P ml + Q ml = ...R.. ml<br />
Kelebihan volume total untuk antisipasi kehilangan selama proses = 10%<br />
→ 10% X R ml = S ml<br />
Maka volume total yang dibuat adalah = R ml + S ml = T ml<br />
Kesimpulan : jumlah bulk yang akan dibuat T ml infus....<br />
Penimbangan<br />
Formula yang akan dibuat :<br />
R/ Zat aktif W %<br />
59
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />
steril<br />
Zat Tambahan N %<br />
Aqua pro injeksi ad Z mL<br />
• Zat aktif : ...W..% x T ml = .F..gram<br />
• Zat aktif dilebihkan 5% (Benny Logawa (buku petunjuk praktikum) hlm 28) atau sesuai<br />
monografi <strong>sediaan</strong> (selisih rentang kadar dibagi 2) untuk mengantisipasi kehilangan akibat<br />
absorbsi oleh karbon aktif<br />
Zat aktif : F gram + 5% = G gram<br />
Total jumlah.....(zat aktif) yang digunakan adalah : F gram + G gram = H gram<br />
• Karbon aktif 0,1% b/v (terhadap volume total) = 0,1% X T ml = K gram<br />
• Zat tambahan : N % x T ml<br />
• Aqua pro injeksi ad T ml<br />
Zat dalam formula Bobot dalam formula<br />
(..Z...ml)<br />
Bobot untuk .T...ml<br />
(yang akan dibuat)<br />
Zat aktif ..................... mg ..................... mg<br />
Eksipien 1 ..................... mg ..................... mg<br />
Eksipien 2 ..................... mg ..................... mg<br />
Dst ..................... mg ..................... mg<br />
Kesimpulan :<br />
Untuk membuat <strong>sediaan</strong> infus...% sebanyak C botol, @....ml diperlukan :<br />
• Zat aktif :..H..gram<br />
• Karbon aktif :...K..gram<br />
• dll.....................................<br />
• Aqua pro injectione hingga T ml<br />
C. PROSEDUR UMUM PEMBUATAN<br />
Lebih lanjut lihat di jurnal siap salin infus<br />
1. Penyiapan ruangan<br />
Ruangan disterilisasi dengan penyinaran lampu ultraviolet selama 24 jam.<br />
2. Alat yang dibutuhkan<br />
Pembuatan infus membutuhkan alat dengan volume besar dan bebas pirogen. Gelas piala yang<br />
digunakan dikalibrasi dulu sesuai dengan volume larutan yang dibuat.<br />
Kemasan : Flakon ….. mL (sesuai kebutuhan)<br />
*Sterilisasi alat lihat pd jurnal siap salin infus hal 6 atau Benny Logawa hal 44.<br />
3. PROSEDUR<br />
a. Zat aktif ditimbang dalam kaca arloji (penimbangan dilebihkan 5 %)<br />
b. Masukkan ke dalam gelas piala steril yang sudah dikalibrasi sejumlah volume infus yang akan<br />
dibuat<br />
c. Tuangkan aqua pro injeksi untuk melarutkan zat aktif dan untuk membilas kaca arloji,<br />
tuangkan sampai tanda batas<br />
d. Gerus karbon aktif, timbang sebanyak 0,1 % b/v, masukkan ke dalam larutan (3), gelas piala<br />
ditutupi kaca arloji dan disisipi batang pengaduk<br />
e. Panaskan larutan pada suhu 60-70 O C selama 15 menit (waktu dihitung setelah dicapai suhu<br />
60-70 O C) sambil sesekali diaduk.<br />
f. Siapkan Erlenmeyer, corong, dan kertas saring rangkap 2 yang telah terlipat dan telah<br />
dibasahi air bebas pirogen (air bebas pirogen telah dibuat sebelumnya). Airnya ditampung di<br />
Erlenmeyer lain (disiapkan 2 Erlenmeyer).<br />
g. Saring larutan hangat-hangat ke dalam Erlenmeyer<br />
h. Ukur volume larutan dalam gelas ukur tepat sesuai volume infus per botol. Kekurangan<br />
volume di ad dengan aqua bidestilata bebas pirogen (yang telah disiapkan) yang terlebih<br />
dahulu digunakan untuk membilas gelas piala dan kemudian disaring ke dalam Erlenmeyer.<br />
i. Tuang larutan ke dalam kolom G5 dengan bantuan pompa penghisap (pori-pori kertas<br />
Whattman 0,45 µm) kemudian dimasukkan ke dalam botol infus yang sudah ditara<br />
j. Botol ditutup dengan flakon steril, kemudian diikat dengan simpul champagne<br />
60
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />
steril<br />
k. Sterilisasi akhir dalam autoklaf pada suhu 121 O C selama 15 menit<br />
l. Sediaan diberi etiket dan dikemas dalam dus dan disertakan brosur informasi obat<br />
Catatan :<br />
• Pencampuran eksipien dilakukan di awal, dengan cara melarutkan dahulu eksipien masing2 baru<br />
ditambahkan ke dalam larutan stok<br />
• Aqua pro injeksi maksudnya air yang sudah disterilkan dalam autoklaf<br />
• Air bebas pirogen dibuat sebelumnya untuk menggenapkan <strong>sediaan</strong><br />
• Pembuatan aqua bidestilata yang telah dididihkan 30 menit dari air mendidih, kemudian<br />
didinginkan dan digunakan sebagai pembawa larutan infus yang mengandung air. Jika diperlukan<br />
bebas oksigen maka air tersebut didinginkan sambil dialiri gas nitrogen.<br />
IV. EVALUASI DAN PENYIMPANAN<br />
* Uraian mengenai masing-masing evaluasi dpt dilihat pd TS injeksi<br />
A. EVALUASI FISIKA, KIMIA, DAN BIOLOGI<br />
1. Evaluasi Fisika<br />
• Penetapan pH (FI IV hal 1039-1040)<br />
• Penetapan volume injeksi dalam wadah (FI IV hal 1044)<br />
• Bahan partikulat dalam injeksi (FI IV hal 981-982)<br />
• Uji Kebocoran (GA, Lar.Parenteral hal 191)<br />
• Uji kejernihan dan Warna (GA, Lar.Parenteral hal 201)<br />
2. Evaluasi Kimia<br />
• Penetapan kadar (sesuai monografi)<br />
• Identifikasi (sesuai monografi)<br />
3. Evaluasi Biologi<br />
• Uji sterilitas (FI IV hal 855-863)<br />
• Uji pirogen (FI IV hal 908-909)<br />
• Uji Endotoksin Bakteri (FI IV hal 905-907)<br />
• Penetapan potensi antibiotik (FI IV hal 891-899) khusus untuk <strong>sediaan</strong> infus<br />
antibiotik.<br />
B. Pengemasan dan Penyimpanan<br />
• Infus intravena disimpan dalam wadah dosis tunggal<br />
• Volume injeksi wadah dosis tunggal dapat memberikan jumlah tertentu untuk pemakaian<br />
parenteral sekali pakai dan tidak ada yang memungkinkan pengambilan isi dan pemberian<br />
sebesar 1 liter (FI edisi IV, hal 11).<br />
C. Penandaan (FI edisi IV, hal 11)<br />
Pada etiket tertera nama <strong>sediaan</strong>, untuk <strong>sediaan</strong> cair tertera persentase atau jumlah zat aktif dalam<br />
volume tertentu, cara pemberian, kondisi penyimpanan dan tanggal kadaluarsa, nama pabrik<br />
pembuat dan atau pengimpor serta nomor lot atau bets yang menunjukkan identitas. Nomor lot<br />
dan nomor bets dapat memberikan informasi tentang riwayat pembuatan lengkap meliputi seluruh<br />
proses pengolahan, sterilisasi, pengisian, pengemasan, dan penandaan.<br />
Bila dalam monografi tertera berbagai kadar zat aktif dalam <strong>sediaan</strong> parenteral volume besar,<br />
maka kadar masing-masing komponen disebut dengan nama umum misalnya Injeksi Dekstrosa<br />
5% atau Injeksi Dekstrosa (5%) dan Natrium Klorida (0,2%).<br />
Bila formula lengkap tidak tertera dalam masing-masing monografi, untuk <strong>sediaan</strong> cair penandaan<br />
mencakup informasi sbb; % isi atau jumlah tiap komponen dalam volume tertentu, kecuali bahan<br />
yang ditambahkan untuk penyesuaian pH atau untuk membuat larutan isotonik, dapat dinyatakan<br />
dengan nama dan efek bahan tersebut.<br />
61
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />
steril<br />
Pemberian etiket pada wadah sedemikian rupa sehingga sebagian wadah tidak tertutup oleh<br />
etiket, untuk mempermudah pemeriksaan isi secara visual.<br />
Menurut BP’2001 hal 1805 label pada <strong>sediaan</strong> infus harus mencantumkan jumlah isi atau volume<br />
<strong>sediaan</strong>.<br />
Menurut FI IV hal 1020 jika keterangan mengenai osmolalitas diperlukan dlm monografi masingmasing,<br />
pada etiket hendaknya disebutkan kadar osmolar total dlm miliosmol per liter. Jika<br />
kandungan kurang dari 100 ml, atau jika pada etiket disebutkan bahwa <strong>sediaan</strong> tidak untuk<br />
suntikan langsung, tetapi larutan harus diencerkan sebelum digunakan, etiket dapat menyebutkan<br />
kadar osmolar total dalam miliosmol per liter.<br />
D. Wadah yang Digunakan<br />
1. Wadah Plastik untuk Sediaan Parenteral Volume Besar (Diktat Steril, hal 107-109)<br />
a. Poliolefin<br />
Poliolefin banyak digunakan untuk wadah plastik untuk <strong>sediaan</strong> parenteral volume besar<br />
karena sifatnya yang menguntungkan.<br />
Ada 3 jenis poliolefin yang dipakai, yaitu :<br />
i) Polipropilen<br />
( -CH 2 – CH – CH 2 – CH - )n<br />
⏐ ⏐<br />
CH 3 CH 3<br />
dengan beberapa keuntungan, misalnya :<br />
• Mempunyai titik leleh yang relatif tinggi yaitu 165°C hingga dapat disterilkan<br />
pada 116°C di otoklaf tanpa rusak.<br />
• Tahan terhadap asam kuat atau basa kuat pada temperatur kamar.<br />
• Dapat dipakai untuk <strong>sediaan</strong> gas (aerosol) karena kristal polimernya membuat<br />
plastik tahan terhadap tekanan.<br />
Contoh formula polipropilen :<br />
R/ Polipropilen resin 99,45 – 99,99<br />
Anti oksidan 0,01 – 0,025<br />
Lubrikan 0,05 – 0,3<br />
Pemilihan anti oksidan pada polimer polipropilen sangat penting untuk<br />
mendapatkan kualitas yang baik.<br />
Anti oksidan polipropilen yang dipakai, misalnya :<br />
° Distearilpentaeritritol difosfat<br />
° Trisnonifenil fosfit (TNPP)<br />
° Fenol tersubstitusi<br />
ii) Polietilen<br />
iii) Kopolimer antara propilen dan etilen<br />
b. Polivinil Klorida (PVC)<br />
Polivinil khlorida merupakan gabungan dari vinil dan monokhloro etana, dengan adanya<br />
suatu inisiator (misalnya peroksida organik atau garam persulfat organik).<br />
Polimerisasi dari gas vinil khlorida seperti :<br />
R 1 – O – O – R 2 → R 1 O + R 2 O<br />
H Cl<br />
⏐ ⏐<br />
R – C – C + CH 2 = CHCl<br />
⏐ ⏐<br />
H H<br />
62
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />
steril<br />
H Cl H H<br />
⏐ ⏐ ⏐ ⏐<br />
R – C – C – C – C<br />
⏐ ⏐ ⏐ ⏐<br />
H H H Cl<br />
Plastik dari polivinil khlorida dibagi 2, yaitu :<br />
i) Elastis, sekitar 45% dari polimer polivinil khlorida, lebih jarang dipakai untuk<br />
wadah dalam <strong>sediaan</strong> parenteral terutama untuk <strong>sediaan</strong> parenteral volume besar.<br />
ii) Rigid, sekitar 55% dari polimer polivinil khlorida dan paling banyak dipakai,<br />
terutama karena residu monomer vinil khloridanya < 1 ppm.<br />
Contoh formula polivinil khlorida :<br />
R/ PVC resin 99 – 100<br />
Bahan penambah plastis 30 – 40<br />
Stabilisator 0,25 – 7<br />
Stabilisator yang dipakai misalnya Zn stearat, garam Pb atau bentuk esternya dan garam<br />
logam berat lainnya.<br />
2. Wadah Gelas (Diktat Kuliah Teknologi Farmasi Sediaan Steri, hal 88)<br />
Gelas Borosilikat (tipe I)<br />
Wadah gelas borosilikat mengandung Na 2 O pada jumlah kecil, sedang kandungan Al 2 O 3<br />
sangat tinggi. Oleh karena itu daya tahan kimia gelas tipe I sangat tinggi, yaitu tahan<br />
terhadap produk alkali, terutama disebabkan oleh kandungan Al 2 O 3 yang tinggi. Pemberian<br />
BB2O 3 akan membantu proses pelelehan karena hanya digunakan Na 2 O dalam jumlah kecil.<br />
Gelas tipe I untuk membuat wadah tiup dalam bentuk tabung, misalnya vial, ampul, badan<br />
alat suntik (syringe) dan bagian infus set. Beberapa <strong>sediaan</strong> parenteral volume kecil dikemas<br />
dalam alat suntik gelas sekali pakai (disposable one-trip glass syringe).<br />
V. CONTOH SEDIAAN INFUS YANG ADA DI PUSTAKA<br />
Infus Glukosa 5% / Dekstrosa 5%<br />
♦ Infus Intravena Glukosa (BP’88; Martindale edisi 29 hal 1265) :<br />
Merupakan larutan steril dari glukosa anhidrat atau monohidrat. Potensi dinyatakan<br />
sebagai bentuk glukosa anhidrat. Penyimpanan : pada suhu tidak lebih dari 25°C.<br />
♦ Injeksi Glukosa (USP XXII)<br />
Adalah larutan steril dari glukosa anhidrat atau monohidrat, tidak mengandung<br />
antimikroba. Potensi dinyatakan dalam glukosa monohidrat. pH larutan yang<br />
mengandung tidak lebih dari 5% glukosa adalah 3,5 – 6,5.<br />
♦ Injeksi Glukosa (Fornas 1978, hal 137)<br />
Tiap 500 ml mengandung glucosum 25 g, aqua pro injectione hingga 500 ml.<br />
Penyimpanan : dalam wadah dosis tunggal.<br />
Catatan :<br />
1. pH 3,5 – 6,5<br />
2. Tidak boleh mengandung bakterisida<br />
3. Disterilkan dengan cara sterilisasi A (pemanasan dalam otoklaf), segera setelah dibuat<br />
4. Bebas pirogen<br />
5. Sediaan berkekuatan lain : 50 g, 100 g, 125 g, 250 g<br />
Formula :<br />
Formula usulan :<br />
R/ Glukosa anhidrat 5%<br />
HCl 0,1 N secukupnya hingga pH 5,5<br />
Aqua pro Injectione ad 250 ml<br />
Formula alternatif :<br />
63
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />
steril<br />
R/ Glukosa monohidrat 5%<br />
HCl 0,1 N secukupnya hingga pH 5,5<br />
Aqua pro Injectione ad 250 ml<br />
Perhitungan Tonisitas :<br />
Formula usulan :<br />
E NaCl glukosa anhidrat = 0,18<br />
1 g glukosa anhidrat 0,18 NaCl<br />
5 g glukosa anhidrat 5 x 0,18 = 0,9 (isotonis)<br />
Formula alternatif :<br />
E NaCl glukosa monohidrat = 0,16<br />
1 g glukosa anhidrat 0,16 NaCl<br />
5 g glukosa anhidrat 5 x 0,16 = 0,8 (hipotonis)<br />
Pengisotoni : glukosa yang ditambahkan = (0,9 – 0,8) : 0,16 = 0,625 g<br />
Perhitungan mOsmolarita : (glukosa anhidrat) BM = 180,2<br />
Formula usulan :<br />
Glukosa anhidrat 5% = 5 g/100 ml = 50 g/L = (50/180,2) mol/L<br />
= 277,46 mmol/L = 277,46 mOsmol/L<br />
Goeswin Agoes “Larutan Parenteral”, tahun 1967<br />
Nomor Nama Sediaan<br />
Nomor<br />
Nama Sediaan<br />
Formula<br />
Formula<br />
109 Injeksi glukosa 156 Injeksi NaCl<br />
110 Injeksi glukosa dan NaCl 158 Injeksi NaI<br />
111 Injeksi glukcosi Locke Ringeri 159 Injeksi Na-laktat<br />
126 Injeksi KCL dan glukosa 163 Injeksi Na-p-aminosalisilat<br />
127 Injeksi K-Na-klorida 164 Injeksi Na3PO4 isotoni<br />
138 Injeksi K-Na-laktat 203 Injeksi Ringer dengan glukosa<br />
136 Injeksi Manitol 204 Injeksi ringer laktat<br />
148 Injeksi Na 2 CO 3 asam<br />
Turco hal 174-177<br />
• Injeksi I-Arginine HCl (Turco,p 174)<br />
• Urea (bentuk lyophilized) (Turco,p 174)<br />
• Manitol (Turco,p 175)<br />
• Dekstran 70, Dekstran 40 (Turco,p 176)<br />
• Injeksi Na-bikarbonat 5 % (Turco,p 176)<br />
• Injeksi Na-laktat 1/6 molar (Turco,p 176)<br />
• Injeksi Ammonium klorida 2,14% (Turco,p 177)<br />
BP Martindale 29, hal 1023<br />
1. Ringer Injection<br />
Adalah larutan steril yang mengandung Natrium Klorida 860mg, Kalium Klorida 30mg,<br />
Kalsium Klorida dihidrat 33mg, Aqua PI ad 100ml. tidak mengandung antimikroba, pH 5.0<br />
sampai 7.5.<br />
Tiap liter mengandung kira-kira 147.5 mmol dari Natrium, 156 mml Klorida, 4mmol Kalium<br />
dan 2.25 mmol kalsium.<br />
2. Ringer Irrigation<br />
Larutan steril yang mengandung Ntrium Klorida 860mg, kalium Klorida 30 mg, kalsium<br />
Klorida dihidrat 33 mg, Aqua PI ad 100ml. Tidak mengandung zat antimikroba, pH 5.0-7.5 . it<br />
should be not used for injection or irrigation tahat might result in absorption into the blood.<br />
64
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />
steril<br />
3. Plasma-lyte. 50/30 (travenol, UK).<br />
Infus Intravenus, hipertonik. Glukosa anhidrat 50 g, Kalium Klorida 2.24g,Natrium Asetat<br />
1.63g, NaCl 1.52g, Na Laktat 1.35g, mg Klorid 508mg, Ca Klorid 441mg. Per liter<br />
mengandung kira-kira Na 50mmol, Ca 3mmol, Mg 2.5mmol, Cl 67mmol, asetat 12mmol.<br />
Laktat 12mmol<br />
4. Plasma-Lyte 148 in Water (Travenol, UK)<br />
Infus IV, isotonic, Na Cl 5.26g, Na glukonat 5.02, Na Aset 3.68g, KCl 370mg, MgCl 300mg.<br />
per liter kira-kira mengandung Na 140mmol, K 5mmol, Mg 1.5mmol, Cl 98mmol, asetat<br />
27mmol, glukonat 23mmol.<br />
5. Plasma-lyte 148 with 5% dextrose (Travenol, UK)<br />
Inf. IV, hipertonik. Glukosa anhidrat 50g, NaCl 5.26g, Na glukonat 5.02g, Na asetat 3.68g,<br />
KCl 370mg, MgCl 300mg. per liter kira-kira mengandung Na 140 mmol, K 5mmol, Mg<br />
15mmol, Cl 98mmol, asetat 27mmol, glukonat 23mmol.<br />
6. Plasma-Lyte M in with dextrose ( Travenol, UK)<br />
Inf. IV. Hipertonik. Glukosa anh 50g, Na asetat 1.61g, Na Laktat 1.38 g, KCl 1.19g,<br />
NaCl940mg, CaCl 2, 370mg, MgCl 300mg. per liter kira-kira mengandung Na 40 mmol, K<br />
16mmol, Ca 2.5mmol, Mg 1.5mmol, Cl 40mmol, asetat 12mmol, laktat 12mmol<br />
BP Martindale 29, hal 1028<br />
7. Compound Sodium Lactate I.V Inf (BP)<br />
Larutan steril yng mengandung Na laktat 0.25% (disiapkan dari asam laktat) NaCl 0.6% KCl<br />
0.04%. CaCl2 0.027% dalam Aq. P.I. per liter menmgandung Na 131mmol, K 5 mmol, Ca<br />
2mmol, Bicarbonat (as laktat) 29 mmol, Cl 111 mmol. Sterilisasi dg autoclave pH5-7. simpan<br />
pada temperature tidak lebih dari 25 0 .<br />
8. Laktat Ringer Injection (USP)<br />
Larutan steril dari CaCl, KCl, NaCl dan Na Laktat dalam Aqua PI. Tiap liter mengandung<br />
kira-kira Na 130mmol, K 4mmol, Ca 2.7mmol, Cl 104 sampai 115 mmol dan laktat 26-29<br />
mmol. Tidak mengandung antimikroba. pH 6-7.5<br />
9. Sodium Laktat I.V Infus (BP)<br />
Larutan steril 1.85% larutan Na laktat dalam aq.pi yang dipersiapkan dari asam laktat. Tipa<br />
liter mengandung kira-kira Na 167 mmol, dam bikarbonat (sebagai laktat) 167 mmol, injeksi<br />
kira-kira one-sixth molar. Disterilisasi dengan auticlav pH 5-7. penyimkpanan di tempat<br />
dengan suhu tidak lebi dari 25 0 .<br />
BP Martindale 29, hal 1038<br />
10. Potassium Chlorida and Glocosa IV Infusion (BP)<br />
Larutan steril dari KCl dan Glukosa anhidrat atau glukosa dalam aq. pi. Disterilkan dengan<br />
autoklav pH 3.5-6.5 simpan pada suhu tidak lebih dari 25 0<br />
11. Potassium and Sodium Chlorid IV Infusion (BP)<br />
Larutan steril dari KCl dan Na Cl dalam aq.pi disterilasi denga outoklav pH3.5-6.5 simpan<br />
pada suhu tidak lebih dari 25 0<br />
12. Potassium Chloride, Sodium Chloride and Glucose IV infusion (BP)<br />
Larutan steril dari KCl, NaCl, 0.17-0.19% dan glukosa anhidrqat 3.8-4.2% (atau ekuivalen<br />
dengan glukosa) dalam aq.pi. sterilisaai dengan autoclave. pH3.5-6.5 simpan pada suhu tidak<br />
lebih dari 25 0 . jika menyebabkan pemisahan partikel solid dari wadah gelas; larutan yang<br />
mengandung banyakpartikel jangan dugunakan. ( if may cause the separation of solid particles<br />
from glass containers; solution containing such particles must not be used)<br />
FORNAS hal 137- 140<br />
13. Injeksi glukosa,<br />
tiap 500 ml mengandung :<br />
glukosum 25 g,<br />
aq.pi<br />
ad 500ml<br />
pH 3.5-6.5. tidak mengandung bakterisida,<br />
disterilsasi dengan sterilasi A. non pirogen<br />
14. Glukosa – NaCl injeksi 15. Injeksi Glukosa – NaCl III<br />
65
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />
steril<br />
Tiap 500 mengandung :<br />
Glukosum 25 g<br />
NaCl<br />
2.25 g<br />
Aq.pi<br />
ad 500ml<br />
pH 3.5-6.5 non bakterisida, mengandung ion<br />
Cl dan ion Na masing-masing 77 meq.<br />
Sterilsasi A/C. non pirogen. Pada etiket<br />
harus tertera banyaknya ion dalam meq/liter.<br />
16. Injeksi Glukosa – NaCl II<br />
Tiap 500ml mengandung :<br />
Glukosum 50 g<br />
NaCl 2.25 g<br />
Aq.pi ad 500ml<br />
pH 3.5-6.5 non bakterisida, mengandung ion<br />
Cl dan ion Na masing-masing 77 meq.<br />
Sterilsasi A/C. non pirogen. Pada etiket<br />
harus tertera banyaknya ion dalam meq/liter.<br />
Tiap 500ml mengandung :<br />
Glukosum 25 g<br />
NaCl 4.5 g<br />
Aq.pi ad 500ml<br />
pH 3.5-6.5 non bakterisida, mengandung ion Cl<br />
dan ion Na masing-masing 154 meq. Sterilsasi<br />
A/C. non pirogen. Pada etiket harus tertera<br />
banyaknya ion dalam meq/liter.<br />
17. Injeksi Glukosa – NaCl IV<br />
Tiap 500 mengandung :<br />
Glukosum 50 g<br />
NaCl 4.5 g<br />
Aq.pi ad 500ml<br />
pH 3.5-6.5 non bakterisida, mengandung ion<br />
Cl dan ion Na masing-masing 77 meq.<br />
Sterilsasi A/C. non pirogen. Pada etiket harus<br />
tertera banyaknya ion dalam meq/liter.<br />
Injeksi Ringer Laktat (Fornas 1978, hal 206)<br />
Komposisi<br />
: Tiap 500 mL mengandung<br />
Acidum Laktikum<br />
Natrii Hidrosikum<br />
Natrii Chloridum<br />
Kalii Chloridum<br />
Calcii Chloridum<br />
1,2 mL<br />
575 mg<br />
3 g<br />
200 mg<br />
135 mg<br />
Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal<br />
Catatan : 1. Ditambahkan Asam Klorida 0,1 N hingga pH 5,0 sampai 7,0<br />
2. Mengandung ion bikarbonat dihitung sebagai laktat 29 mEq, ion Kalium 5<br />
mEq, ion kalsium 8 mEq. Ion florida 111 mEq, dan ion Natrium 131 mEq<br />
per 1<br />
3. Tidak boleh mengandung bactericida<br />
4. Disterilkan dengan Cara Sterilisasi A, segera setelah dibuat<br />
5. Bebas pirogen<br />
6. Pada etiket harus juga tertera :<br />
a. Banyaknya ion bikarbonat dihitung sebagai laktat, ion kalium, ion<br />
kalsium, ion klorida, dan ion natrium dalam mEq per 1<br />
b. Daluarsa<br />
7. Diinjeksikan secara infusi.<br />
Formula Ringer Laktat (Diktat Kuliah Teknologi Farmasi Cedían Steril, hal 179)<br />
Komponen BM Konsentrasi (g/L) Jumlah Ion Mosmol/L<br />
NaCl 58,5 6 2 205<br />
KCl 74,6 0,3 2 8<br />
CaCl 2 111 0,2 3 5<br />
Na Laktat 112 3,1 2 55<br />
Total 273<br />
(isotonis)<br />
MIMS ed 98 th hal 377-378<br />
18. Dextrose in Sodium<br />
Chloride Euro- med<br />
° Per 100ml 5% dekstrose in<br />
19. Euro-ion D5 Water<br />
Per liter mengandung<br />
Dekstrose monohidrat 50 g<br />
66<br />
20. Eurosol – M in D5 water<br />
Per liter mengandung<br />
Dektrose monohidrat 50 g
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />
steril<br />
0.3% NaCl Soln<br />
Dektrose 5 g<br />
NaCl 450 mg<br />
° Per 100 ml 5% dekstrose in<br />
0.45% NaCl soln<br />
Dekstrose 5 gr<br />
NaCl 450 mg<br />
° Per 100 ml 5% dektrose in<br />
0.9% NaCl soln<br />
Dekstrose 5 g<br />
NaCl 900mg<br />
21. Eurosol – R in D5 water<br />
Per liter mengandung<br />
Dektrose monohidrat 50 g<br />
NaCl 5.73 g<br />
Na Asetat anhidrat 3.46<br />
K Asetat 490 g<br />
Mg Asetat 322 mg<br />
Na Metabisulfit 300 mg<br />
24. KA-EN 3A Otsuka<br />
Perliter mengandung<br />
Na 60 meq<br />
Cl 50 meq<br />
K 10 meq<br />
Laktat 20 meq<br />
Glukosa 27 g<br />
27. KA-EN MG 3 Otsuka<br />
Perliter mengandung<br />
Na 50 meq<br />
K 8 meq<br />
Cl 50 meq<br />
Laktat 20 meq<br />
Glukosa 100 g<br />
Na Asetet anhidrat 1.89 g<br />
KCl 1.41 g<br />
Na fosfat monobasic 214 g<br />
Mg klorid 305 mg<br />
K fosfat 150 mg<br />
Na metabisulfit 200mg<br />
22. Glukosa in Ringer’s<br />
Widatra Bakti<br />
Perliter mengandung<br />
Glikosa 50 g<br />
NaCl 8.6 g<br />
KCl 0.3 g<br />
CaCl2 0.33 g<br />
25. KA-EN 4A Otsuka<br />
Perliter mengandung<br />
Na 30 meq<br />
Cl 20 meq<br />
Laktat 10 meq<br />
Glukosa 40 g<br />
28. Dextose in acetated<br />
Ringer’s euro-med<br />
Perliter mengandung NaCl 6g<br />
Dekstrose monohidrat 50 g<br />
Na asetat anhidrat 2.28 g<br />
KCl 300 mg<br />
CaCl 2 dihidrat 200 mg<br />
NaCl 2.34 g<br />
K asetat 1.28 g<br />
Mg asetat 322 mg<br />
Na Metbisulfit 300 mg<br />
23. KA-EN IB Otsuka<br />
Perliter mengandung<br />
Na 38.5 meq<br />
Cl 38.5 meq<br />
Glukosa 37.5 g<br />
26. KA-EN 4B Otsuka<br />
Perliter mengandung<br />
Na 30 meq<br />
Cl 28. meq<br />
K 8 meq<br />
Laktat 10 meq<br />
Glukosa 37.5 g<br />
Cairan-cairan yang umum digunakan dalam pemberian IV (RPS ed 21th vol 1, 838)<br />
(foto)<br />
VI. MASALAH YG SERING TIMBUL DLM PEMBUATAN INFUS<br />
(Pharmaceutical Handbook ed.19, p 107)<br />
1. Kontaminasi mikroba dapat menyebabkan terjadinya resiko reaksi pirogen dan infeksi,<br />
2. Dosis obat dapat berubah atau menjadi tidak akurat apabila kecepatan infus ke dalam vena<br />
berubah.<br />
(Catatan Responsi)<br />
Permasalahan yang timbul dalam pembuatan <strong>sediaan</strong> larutan glukosa 5 % steril<br />
1. Sterilisasi uap menyebabkan larutan glukosa menjadi kuning sampai kuning coklat yang<br />
merupakan hasil urainya dalam bentuk hidroksi metal furfural yang tidak bermanfaat secara<br />
fisiologi. Warna tersebut akan semakin tua dengan semakin tingginya kadar glukosa yang ada.<br />
(Pada pemanasan yang lama glukosa terurai menjadi senyawa furfural (E-hidroksi metil<br />
furfural).<br />
67
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />
steril<br />
2. Sediaan yang akan dibuat adalah <strong>sediaan</strong> infus glukosa yang harus steril dan bebas pirogen<br />
dengan pembawa air, sedapat mungkin isotonis terhadap darah.<br />
3. Infus glukosa dapat merupakan larutan steril glukosa anhidrat atau glukosa monohidrat<br />
dimana masing-masing memiliki harga ekivalensi NaCl yang berbeda. Oleh karena itu apabila<br />
digunakan glukosa monohidrat harus dilakukan kesetaraan terhadap glukosa anhidrat. (E NaCl<br />
glukosa anhidrat = 0,18, E NaCl glukosa monohidrat = 0,16)<br />
4. Stabilitas glukosa baik jika disimpan dalam kondisi kering. Pada kelembaban relative 35-85 %<br />
suhu 25 o C glukosa menyerap lembab dan dalam jumlah yang berarti. Glukosa akan<br />
mengalami penguraian dan pewarnaan coklat dengan adanya alkali.<br />
5. Infus glukosa harus bebas pirogen oleh karena itu harus diperhatikan penanganan bahan baku,<br />
alat-alat, dan air yang akan digunakan (sterilisasi alat, penambahan carbo adsorben).<br />
*** menurut Repetitorium Benny Logawa hal 30 Intensitas warna larutan glukosa saat sterilisasi,<br />
dikurangi dgn mengurangi pengaruh panas kepadanya, dan karena perubahan warna juga<br />
disebabkan pengaruh pH maka pH larutan diatur sampai 3,5 dgn penambahan HCl 0,1 N atau<br />
pemberian gas CO 2 ke dlm larutan.<br />
VII. RANGKUMAN BEBERAPA JURNAL INFUS<br />
Infus Manitol 6 botol @ 250 ml, Apoteker Sept 2003, Dewi Mayasari<br />
Kesimpulan Analisis Farmakologi<br />
Dibuat infus manitol dengan kekuatan manitol 15% (hipertonis) untuk indikasi toksisitas non selektif<br />
(karena sifat diuretik osmotiknya), edema serebral, tekanan intrakranial tinggi atau glukoma.<br />
Preformulasi zat aktif dan solusi:<br />
Kelarutan: mudah larut dlm air tidak akan ada masalah dlm pembuatan infus.<br />
m.p; 165-169 o C dan melunak pada suhu yang lebih rendah tahan panas dan bisa sterlilisasi panas.<br />
pH 4,5-7, pKa 13,5,<br />
Osmolaritas; larutan 5,07% b/v isoosmotik dgn serum,<br />
Inkompatibilitas; penambahan NaCl atau KCl pada larutan 20%atau 25% dapat menyebabkan<br />
pengendapan tidak bisa pakai pengisotonis NaCl, tetapi tidak masalah karena<br />
penggunaan infus manitol dipilih pada konsentrasi untuk indikasi diuretik osmosis<br />
yang sudah hipertonis.<br />
Stabilitas: Stabil dalam larutan berair maupun dalam kondisi kering, dpt disterilisasi secara filtrasi<br />
atau autoklaf dan dapat di oautoklaf berulang ulang tanpa menimbulkan perubahan fisika<br />
maupun kimia. Manitol dlm bentuk larutan tidak diganggu oleh suasana dingin, asam,<br />
maupuun basa, pengaruh oksigen dari atmosfer, dan pengaruh katalis.<br />
Pada larutan manitol konsentrasi 15% atau lebih dapat mengkristal jika terkena suhu<br />
rendah → penyimpanan pada suhu ruang dan dihindarkan penyimpanan dalam lemari<br />
pendingin. Jika terjadi pengkristalan maka disarankan restabilisasi dgn memanaskan<br />
dalam air panas 60-70 o C dgn pengocokan secara periodik.<br />
Formulasi<br />
R/ Manitol 15 %<br />
Aqua pro injectio ad 250 ml<br />
*Larutan yang dibuat akan hipertonis sesuai dengan tujuan penggunaannya.<br />
** untuk persyaratan <strong>sediaan</strong> infus yg sebaiknya isohidris maka dapat dilakukan pengecekan pH<br />
kemudian di adjust pH sesuai monografi dan mendekati pH tubuh.<br />
Kesalahan:<br />
Dalam informasi obat tidak mencantumkan kecepatan infus, tidak ada dosis dalam satuan botol, tidak<br />
mencantumkan kalimat tambahan dalam aturan pakai yaitu ” Atau Sesuai Petunjuk Dokter “<br />
68
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />
steril<br />
Infus Glukosa 6 botol @ 250 ml, Apoteker 2004, I Made Sutama<br />
Kesimpulan Analisis Farmakologi<br />
Dibuat infus gliukosa 5% (isotonis) untuk indikasi menyediakan kalori dan air pada keadaan dehidrasi.<br />
Diberikan secara iv pada individu sehat dgn kecepatan 0,5g/kg/jam tanpa menyebabkan glukosuria<br />
dan kecepatan maksimumnya harus tdk lebih dari 0,8g/kg/jam.<br />
Preformulasi zat aktif dan solusi:<br />
Kelarutan: mudah larut dlm air tidak akan ada masalah dlm pembuatan infus.<br />
m.p; 83 o C (bentuk monohidrat), 146 o C (anhidrat)<br />
pH <strong>sediaan</strong> 3,5-6,5<br />
Tonisitas; larutan 5,% b/v merupakan larutan isotonis.<br />
Stabilitas: Pada larutan konsentrasi rendah, dapat disterilisasi dengan autoklaf tanpa terjdi perubahan<br />
warna, tapi bila konsentrasi makin tinggi, kemungkinan tjd sedikit perubahan warna<br />
selama sterilisasi pada suhu tinggi. mungkin dengan menganggap konsentrasi<br />
glukosa yg dipilih hanya 5% termasuk rendah maka dianggap tidak ada masalah.<br />
Formulasi<br />
R/ Glukosa 5 %<br />
Aqua pro injectio ad 250 ml<br />
*Larutan yang dibuat akan isotonis sesuai dengan tujuan penggunaannya.<br />
** untuk persyaratan <strong>sediaan</strong> infus yg sebaiknya isohidris maka dapat dilakukan pengecekan pH<br />
kemudian di adjust pH sesuai monografi dan mendekati pH tubuh.<br />
*** Glukosa yg dipakai adalah bentuk anhidrat, tetapi beliau tidak mencantumkan alasannya.<br />
Kesalahan:<br />
Dalam informasi obat tidak mencantumkan kecepatan infus, tidak mencantumkan kalimat tambahan<br />
dalam aturan pakai yaitu ” Atau Sesuai Petunjuk Dokter “<br />
Pustaka tambahan:<br />
Logawa, Benny dan Soendani Noerono Soewandhi, 1985, Buku Penuntun Praktikum Teknologi<br />
Farmasi Sediaan Steril, ed.2. Institut Teknologi Bandung.<br />
69
Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />
steril<br />
OBAT TETES MATA<br />
(Re-New by: Desi)<br />
I. PENDAHULUAN<br />
1.1. DEFINISI<br />
♣ Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan <strong>sediaan</strong> yang<br />
dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata. (FI IV hal 13)<br />
♣ Sediaan mata merupakan produk steril, tidak mengandung partikel asing, dalam<br />
campuran dan wadah yang cocok untuk digunakan pada mata (RPS hal 1581)<br />
♣ Suspensi obat mata adalah <strong>sediaan</strong> cair steril yang mengandung partikel-partikel yg<br />
terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada obat mata seperti yg tertera<br />
pada Suspensiones.(FI IV hal 14)<br />
♣ Larutan optalmik adalah larutan steril basis lemak atau air dari alkaloid, garam alkaloid,<br />
antibiotik, atau zat lain yang dimasukkan ke dalam mata. (AOC thn1957 hal 221)<br />
♣ Sediaan mata adalah larutan atau suspensi dengan pembawa air atau minyak steril yang<br />
mengandung satu atau lebih zat aktif yang dibutuhkan untuk digunakan pada mata.<br />
(Codex, 161-165).<br />
1.2. KEUNTUNGAN DAN KEKURANGAN<br />
Keuntungan :<br />
♣ Larutan mata memiliki kelebihan dalam hal kehomogenan, bioavailabilitas dan<br />
kemudahan penangananan.<br />
♣ Suspensi mata memiliki kelebihan dimana adanya partikel zat aktif dapat<br />
memperpanjang waktu tinggal pada mata sehingga meningkatkan waktu<br />
terdisolusinya oleh air mata, sehingga terjadi peningkatan bioavailabilitas dan efek<br />
terapinya.<br />
Kekurangan :<br />
♣ Volume larutan yang dapat ditampung oleh mata sangat terbatas (± 7 μL) maka<br />
larutan yang berlebih dapat masuk ke nasal cavity lalu masuk ke jalur GI<br />
menghasilkan absorpsi sistemik yang tidak diinginkan. Mis. β-bloker untuk<br />
perawatan glaukoma dapat menjadi masalah bagi pasien gangguan jantung atau asma<br />
bronkhial.<br />
♣ Kornea dan rongga mata sangat kurang tervaskularisasi, selain itu kapiler pada retina<br />
dan iris relatif non permeabel sehingga umumnya <strong>sediaan</strong> untuk mata adalah efeknya<br />
lokal/topikal.<br />
1.3. PENGGUNAAN OBAT TETES MATA<br />
Obat-obat yang digunakan pada produk optalmik dapat dikategorikan menjadi : miotik,<br />
midriatik, siklopegik, anti-inflamatory agent, anti infeksi, anti galukoma, senyawa diagnostik<br />
dan anestetik lokal. (Codex hal 160).<br />
1.4. FAKTOR PENTING DALAM SEDIAAN TETES MATA<br />
1.4.1 Syarat <strong>sediaan</strong> tetes mata (Diktat kuliah teknologi steril, 285):<br />
1. Steril<br />
2. Isotonis dengan air mata, bila mungkin isohidris dengan pH air mata.<br />
Isotonis = 0,9% b/v NaCl, rentang yang diterima = 0,7 – 1,4 % b/v (Diktat hal 300)<br />
atau 0,7 – 1,5 % b/v (Codex hal 163). pH air mata = 7,4 (Diktat hal 301)<br />
3. Larutan jernih, bebas partikel asing dan serat halus.<br />
4. Tidak iritan terhadap mata (untuk basis salep mata)<br />
1.4.2 Faktor Penting<br />
Beberapa faktor penting dalam obat tetes mata (Benny Logawa,39-40 ; Modul<br />
praktikum teknologi <strong>sediaan</strong> likuida & semisolida, thn 2003 hal 24 – 25)) :<br />
80
Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />
steril<br />
♣ Sterilitas <strong>sediaan</strong> dan adanya bahan pengawet untuk mencegah kontaminasi<br />
mikroorganisme pada waktu wadah dibuka untuk digunakan.<br />
♣ Jika tidak mungkin dibuat isotonis dan isohiris maka larutan dibuat hipertonis dan<br />
pH dicapai melalui teknik euhidri.<br />
♣ Adanya air mata yang dapat mempersingkat waktu kontak antara zat aktif dengan<br />
mata (perlu penambahan bahan pengental).<br />
♣ pH optimum (pH zat aktif) lebih diutamakan untuk menjamin stabilitas <strong>sediaan</strong>.<br />
♣ Dapar yang ditambahkan mempunyai kapasitas dapar yang rendah (membantu<br />
pelepasan obat dari <strong>sediaan</strong>), tetapi masih efektif menunjang stabilitas zat aktif<br />
dalam <strong>sediaan</strong>. (modul praktikum tek. <strong>sediaan</strong> likuida dan semi solida, 2003, p 24-<br />
25)<br />
♣ Konsentrasi zat aktif berpengaruh pada penetrasi zat aktif yang mengikuti<br />
mekanisme absorpsi dengan cara difusi pasif. (modul praktikum tek. <strong>sediaan</strong><br />
likuida dan semi solida, 2003, p 24-25)<br />
♣ Peningkat viskositas dimaksudkan untuk meningkatkan waktu kontak <strong>sediaan</strong><br />
dengan kornea mata (modul praktikum tek. <strong>sediaan</strong> likuida dan semi solida, 2003,<br />
p 24-25)<br />
♣ Beberapa larutan obat mata perlu hipertonik untuk meningkatkan daya serap dan<br />
menyediakan kadar bahan aktif yang cukup tinggi untuk menghasilkan efek obat<br />
yang cepat dan efektif. Apabila larutan obat seperti ini digunakan dalam jumlah<br />
kecil, pengenceran dengan air mata cepat terjadi sehingga rasa perih akibat<br />
hipertonisitas hanya sementara. (FI IV hal 13)<br />
♣ Pembuatan obat mata dengan sistem dapar mendekati pH fisiologis dapat dilakukan<br />
dengan mencampurkan secara aseptik: larutan obat steril dengan larutan dapar<br />
steril. Walaupun demikian, perlu diperhatikan mengenai kemungkinan<br />
berkurangnya kestabilan obat pada pH yang lebih tinggi, pencapaian dan<br />
pemeliharaan sterilitas selama proses pembuatan. Berbagai obat, bila didapar pada<br />
pH yang dapat digunakan secara terapeutik, tidak akan stabil dalam larutan untuk<br />
jangka waktu yang lama. Sediaan ini dibeku-keringkan dan direkonstitusikan<br />
segera sebelum digunakan (misalnya asetilkolin klorida untuk larutan obat mata).<br />
(FI IV hal 13)<br />
1.4.3 Pemilihan Bentuk Zat Aktif<br />
Sebagian besar zat aktif yang digunakan untuk <strong>sediaan</strong> mata bersifat larut air atau<br />
dipilih bentuk garamnya yang larut air. Sifat-sifat fisikokimia yang harus diperhatikan<br />
dalam memilih garam untuk formulasi larutan optalmik yaitu :<br />
1. Kelarutan<br />
2. Stabilitas<br />
3. pH stabilitas dan kapasitas dapar<br />
4. Kompatibilitas dengan bahan lain dalam formula.<br />
Sebagian besar zat aktif untuk <strong>sediaan</strong> optalmik adalah basa lemah. Bentuk garam yang<br />
biasa digunakan adalah garam hidroklorida, sulfat, dan nitrat. Sedangkan untuk zat<br />
aktif yang berupa asam lemah, biasanya digunakan garam natrium (Codex hal 161).<br />
1.4.4 Suspensi Mata<br />
Suspensi dapat dipakai untuk meningkatkan waktu kontak zat aktif dengan kornea<br />
sehingga memberi kerja lepas lambat yang lebih lama (Ansel, 559). Menurut Codex,<br />
pemilihan bentuk suspensi ( mis. Sediaan kortikosteroid) disebabkan :<br />
• Bioavailabilitas zat aktif yang rendah (karena kelarutan rendah) dalam bentuk<br />
larutannya.<br />
• Ketidakstabilan zat aktif dalam bentuk larutan dapat menhasilkan hasil urai<br />
yang toksik<br />
Karena mata adalah organ yang sangat sensitif, maka partikel-partikel dalam suspensi<br />
dapat mengiritasi dan meningkatkan laju lakrimasi dan kedipan. Maka solusinya,<br />
81
Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />
steril<br />
digunakan partikel yang sangat kecil yaitu dengan memakai zat aktif yang<br />
dimikronisasi (micronized).<br />
Masalah utama suspensi optalmik adalah kemungkinan terjadinya perubahan ukuran<br />
partikel menjadi lebih besar selama penyimpanan (agregasi).<br />
Untuk <strong>sediaan</strong> suspensi, surfaktan diperlukan untuk membasahi zat aktif hidrofob dan<br />
untuk memperlambat pengkristalan.<br />
Pensuspensi yang biasa digunakan biasanya sama dengan bahan peningkat viskositas.<br />
II. FORMULASI<br />
2.1 FORMULA UMUM<br />
R/ Zat aktif<br />
Bahan pembantu : Pengawet Pendapar<br />
Pengisotonis Peningkat viskositas<br />
Anti oksidan<br />
Pensuspensi untuk suspensi<br />
Surfaktan<br />
2.2 TEORI BAHAN PEMBANTU<br />
a. PENGAWET<br />
Larutan obat mata dapat dikemas dalam wadah takaran ganda bila digunakan secara<br />
perorangan pada pasien dan bila tidak terdapat kerusakan pada permukaan mata. Wadah<br />
larutan obat mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada<br />
pemakaian pertama. Sedangkan untuk penggunaan pembedahan, disamping steril, larutan<br />
obat mata tidak boleh mengandung antibakteri karena dapat mengiritasi jaringan mata. (FI<br />
IV hal 13 & 14)<br />
Kontaminasi pada <strong>sediaan</strong> mata dapat menyebabkan kerusakan yang serius, misalnya<br />
menyebabkan radang kornea mata. Kontaminan yang terbesar adalah Pseudomonas<br />
aeruginosa. Pertumbuhan bakteri bacillus Gram negatif ini terjadi dengan cepat pada<br />
beberapa medium dan menghasilkan zat toksin dan anti bakteri. Sumber bakteri terbesar<br />
adalah air destilasi yang disimpan secara tidak tepat yang digunakan dalam pencampuran<br />
(AOC, 223).<br />
Organisme lain yang bisa menghasilkan infeksi kornea seperti golongan proteus yang<br />
telah diketahui sebagai kontaminan dalam larutan metil selulosa. Selain bakteri, fungi juga<br />
merupakan kontaminan misalnya Aspergillus fumigatus. Virus juga merupakan kontaminan<br />
seperti herpes simplex, vaksin, dan moluscum contagiosum. Umumnya pengawet tidak<br />
cocok dengan virus(AOC, 223 - 224).<br />
Mikroorganisme lain yang dapat mengkontaminasi <strong>sediaan</strong> optalmik adalah<br />
Hemophillus influenza, Hemophillus conjunctividis, Neisseria gonorrhoeae, Neisseria<br />
meningitidis,dll (Repetitorium BL, 38).<br />
Pengawet yang dipilih seharusnya mencegah dan membunuh pertumbuhan<br />
mikroorganisme selama penggunaan. Pengawet yang sesuai untuk larutan obat tetes mata<br />
hendaknya memiliki sifat sebagai berikut (AOC, 234) :<br />
1. Bersifat bakteriostatik dan fungistatik. Sifat ini harus dimiliki terutama terhadap<br />
Pseudomonas aeruginosa.<br />
2. Non iritan terhadap mata (jaringan okuler yaitu kornea dan konjungtiva).<br />
3. Kompatibel terhadap bahan aktif dan zat tambahan lain yang dipakai.<br />
4. Tidak memiliki sifat alergen dan mensensitisasi.<br />
5. Dapat mempertahankan aktivitasnya pada kondisi normal penggunaan <strong>sediaan</strong>.<br />
82
Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />
steril<br />
Golongan pengawet pada <strong>sediaan</strong> tetes mata (DOM hal 148; Diktat kuliah teknologi steril,<br />
291-293 ; Codex, 161-165 ; Benny Logawa, 43) :<br />
Jenis Konsentrasi Inkompatibilitas Keterangan<br />
Sabun, surfaktan anionik,<br />
salisilat, nitrat, fluorescein<br />
natrium.<br />
Senyawa amonium<br />
kuartener :<br />
Benzalkonium<br />
klorida<br />
Senyawa merkuri<br />
nitrat :<br />
• Fenil merkuri<br />
nitrat<br />
• Thiomersal<br />
Parahidroksi<br />
benzoat :<br />
Nipagin, Nipasol<br />
Fenol :<br />
Klorobutanol<br />
0,004 – 0,02 %<br />
(biasanya 0,01%)<br />
0,01 – 0,005%<br />
0,005%<br />
Nipagin 0,18% +<br />
Nipasol 0,02%<br />
0,5 – 0,7%<br />
Halida tertentu dengan<br />
fenilmerkuri asetat<br />
Diadsorpsi<br />
oleh<br />
makromolekul, interaksi<br />
dengan surfaktan nonionik<br />
Stabilitasnya pH dependent;<br />
aktivitasnya tercapai pada<br />
konsentrasi dekat kelarutan<br />
max<br />
• Paling banyak dipakai untuk<br />
<strong>sediaan</strong> optalmik.<br />
• Efektivitasnya ditingkatkan<br />
dengan penambahan EDTA<br />
0,02%.<br />
Biasanya digunakan sebagai<br />
pengawet dari zat aktif yang<br />
OTT dengan benzalkonium<br />
klorida<br />
Jarang digunakan; banyak<br />
digunakan untuk mencegah<br />
pertumbuhan jamur, dalam<br />
dosis tinggi mempunyai sifat<br />
antimikroba yang lemah.<br />
Akan berdifusi melalui<br />
kemasan polietilen lowdensity<br />
Alkohol aromatik :<br />
Feniletil alkohol<br />
0,5 - 0,9% or<br />
0,5%<br />
Kelarutan dalam air rendah Akan berdifusi melalui<br />
kemasan polietilen lowdensity,<br />
kadang2 digunakan<br />
dalam kombinasi dengan<br />
pengawet lain.<br />
Kombinasi pengawet yang biasanya digunakan adalah :<br />
• Benzalkonium klorida + EDTA<br />
• Benzalkonium klorida + Klorobutanol/feniletilalkohol/ fenilmerkuri nitrat<br />
• Klorobutanol + EDTA/ paraben<br />
• Tiomerasol + EDTA<br />
• Feniletilakohol + paraben<br />
b. PENGISOTONIS<br />
Pengisotonis yang dapat digunakan adalah NaCl, KCl, glukosa, gliserol dan dapar (Codex,<br />
161-165). Rentang tonisitas yang masih dapat diterima oleh mata :<br />
FI IV : 0,6 – 2,0% RPS dan RPP : 0,5 – 1,8%<br />
AOC : 0,9 – 1,4% Codex dan Husa : 0,7 – 1,5%<br />
Tapi usahakan berada pada rentang 0,6 – 1,5% (Diktat kuliah teknologi steril).<br />
Hati-hati kalau bentuk garam zat aktif adalah garam klorida (Cl) karena jka pengisotonis<br />
yang digunakan adalah NaCl dapat terjadi kompetisi dan salting out.<br />
c. PENDAPAR<br />
Secara ideal, larutan obat mata mempunyai pH dan isotonisitas yang sama dengan air mata.<br />
Hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena pada pH 7,4 banyak obat yang tidak cukup larut<br />
dalam air. sebagian besar garam alkaloid mengendap sebagai alkaloid bebas pada pH ini.<br />
Selain itu banyak obat tidak stabil secara kimia pada pH mendekati 7,4 (FI III, 13). Tetapi<br />
larutan tanpa dapar antara pH 3,5 – 10,5 masih dapat ditoleransi walaupun terasa kurang<br />
nyaman. Di luar rentang pH ini dapat terjadi iritasi sehingga mengakibatkan peningkatan<br />
83
Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />
steril<br />
pH<br />
2,2<br />
2,4<br />
2,6<br />
2,8<br />
3,0<br />
3,2<br />
3,4<br />
3,6<br />
3,8<br />
lakrimasi (Codex, 161-165). Rentang pH yang masih dapat ditoleransi oleh mata menurut<br />
beberapa pustaka : 4,5 – 9,0 menurut AOC; 3,5 – 8,5 menurut FI IV<br />
Syarat dapar (Codex, 161-165) :<br />
1. Dapat menstabilkan pH selama penyimpanan<br />
2. Konsentrasinya tidak cukup tinggi karena konsentrasi yang tinggi dapat mengubah pH<br />
air mata.<br />
Menurut Codex, dapar yang dapat dipakai adalah dapar borat, fosfat dan sitrat. Tapi<br />
berdasarkan Suarat Edaran Dirjen POM tgl 12 Oktober 1999, asam borat tidak boleh<br />
digunakan untuk pemakaian topikal/lokal karena resiko toksisitasnya lebih besar<br />
dibandingkan khasiatnya untuk penggunaan topikal. Jadi, dapar yang boleh digunakan<br />
untuk <strong>sediaan</strong> optalmik hanya dapar fosfat dan sitrat.<br />
Dapar yang digunakan sebaiknya adalah dapar yang telah dimodifikasi dengan penambahan<br />
NaCl yang berfungsi untuk menurunkan kapasitas daparnya.<br />
Dapar sitrat modifikasi Mc Ilvaine (Codex, 68)<br />
Na fosfat<br />
(Na 2 HPO 4 .12H 2 O)<br />
g/L<br />
1,4<br />
4,4<br />
7,8<br />
11,4<br />
14,7<br />
17,7<br />
20,4<br />
23,1<br />
25,4<br />
Asam sitrat<br />
(C 6 H 8 O 7 .H 2 0)<br />
g/L<br />
20,6<br />
19,7<br />
18,7<br />
17,7<br />
16,7<br />
15,8<br />
15,0<br />
14,2<br />
13,6<br />
pH<br />
5,2<br />
5,4<br />
5,6<br />
5,8<br />
6,0<br />
6,2<br />
6,4<br />
6,6<br />
6,8<br />
Na fosfat<br />
(Na 2 HPO 4 .12H 2 O)<br />
g/L<br />
38,4<br />
39,9<br />
41,5<br />
43,3<br />
45,2<br />
47,3<br />
49,6<br />
52,1<br />
55,3<br />
Asam sitrat<br />
(C 6 H 8 O 7 .H 2 0)<br />
g/L<br />
9,7<br />
9,3<br />
8,8<br />
8,3<br />
7,7<br />
7,1<br />
6,5<br />
5,7<br />
4,8<br />
4,0<br />
4,2<br />
4,4<br />
4,6<br />
4,8<br />
5,0<br />
27,6<br />
29,7<br />
31,6<br />
33,5<br />
35,3<br />
36,9<br />
12,9<br />
12,3<br />
11,7<br />
11,2<br />
10,7<br />
10,2<br />
7,0<br />
7,2<br />
7,4<br />
7,6<br />
7,8<br />
8,0<br />
59,0<br />
62,3<br />
65,1<br />
67,1<br />
68,6<br />
69,7<br />
3,7<br />
2,7<br />
1,9<br />
1,3<br />
0,9<br />
0,58<br />
d. PENINGKAT VISKOSITAS<br />
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemilihan bahan peningkat viskositas<br />
untuk <strong>sediaan</strong> optalmik adalah ( Codex, 161-165)<br />
1. Sifat bahan peningkat viskositas itu sendiri. Misal Polimer mukoadhesif (asam<br />
hyaluronat dan turunannya; carbomer) secara signifikan lebih efektif daripada polimer<br />
non mukoadhesif pada konsentrasi equiviscous.<br />
2. Perubahan pH dapat mempengaruhi aktivitas bahan peningkat viskositas.<br />
3. Penggunaan produk dengan viskositas tinggi kadang tidak ditoleransi baik oleh mata<br />
dan menyebabkan terbentuknya deposit pada kelopak mata; sulit bercampur dengan air<br />
mata; atau mengganggu difusi obat.<br />
Penggunaan peningkat viskositas dimaksudkan untuk memperpanjang waktu kontak antara<br />
<strong>sediaan</strong> dengan kornea sehingga jumlah bahan aktif yang berpenetrasi dalam mata akan<br />
semakin tinggi sehingga menambah efektivitas terapinya (Diktat kuliah teknologi steril,<br />
303).<br />
84
Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />
steril<br />
Viskositas untuk larutan obat mata dipandang optimal jika berkisar antara 15-25 centipoise<br />
(cps). Peningkat viskositas yang biasa dipakai adalah metilselulosa 4000 cps sebanyak<br />
0,25% atau 25 cps sebanyak 1%, HPMC, atau polivinil alkohol (Ansel, 548-552). Menurut<br />
Codex, dapat digunakan turunan metil selulosa, polivinil alkohol, PVP, dekstran and<br />
makrogol.<br />
Na CMC jarang digunakan karena tidak tahan terhadap elektrolit sehingga kekentalan<br />
menurun; kadang tidak tercampurkan dengan zat aktif (Diktat kuliah teknologi steril, 303).<br />
Pada umumnya penggunaan senyawa selulosa dapat meningkatkan penetrasi obat dalam<br />
tetes mata, demikian juga dengan PVP dan dekstran. Jadi, pemilihan bahan pengental<br />
dalam obat tetes mata didasarkan pada (Diktat kuliah teknologi steril, 304):<br />
• Ketahanan pada saat sterilisasi,<br />
• Kemungkinan dapat disaring,<br />
• Stabilitas, dan<br />
• Ketidakbercampuran dengan bahan-bahan lain.<br />
Pangental yang sering dipakai adalah : Metilselulosa, HPMC dan PVP.<br />
e. ANTI OKSIDAN<br />
Zat aktif untuk <strong>sediaan</strong> mata ada yang dapat teroksidasi oleh udara. Untuk itu kadang<br />
dibutuhkan antioksidan. Antioksidan yang sering digunakan adalah Na metabisulfit atau Na<br />
sulfit dengan konsentrasi sampai 0,3%. Vitamin C (asam askorbat) dan asetilsistein pun<br />
dapat dipakai terutama untuk <strong>sediaan</strong> fenilefrin.<br />
Degradasi oksidatif seringkali dikatalisa oleh adanya logam berat, maka dapat ditambahkan<br />
pengkelat seperti EDTA. Penggunaan wadah plastik yang permeabel terhadap gas dapat<br />
meningkatkan proses oksidatif selama penyimpanan (Codex, 161-165; RPS, 1590).<br />
f. SURFAKTAN<br />
Pemakaian surfaktan dalam obat tetes mata harus memenuhui berbagai aspek (Diktat kuliah<br />
teknologi steril, 304) :<br />
1. Sebagai antimikroba (Surfaktan golongan kationik seperti benzalkonium klorida, setil<br />
piridinium klorida, dll).<br />
2. Menurunkan tegangan permukaan antara obat mata dan kornea sehingga meningkatkan<br />
aktivitas terapeutik zat aktif.<br />
3. Meningkatkan ketercampuran antara obat tetes mata dengan cairan lakrimal,<br />
meningkatkan kontak zat aktif dengan kornea dan konjungtiva sehingga meningkatkan<br />
penembusan dan penyerapan obat.<br />
4. Tidak boleh meningkatkan pengeluaran air mata, tidak boleh iritan dan merusak<br />
kormea. Surfaktan golongan non ionik lebih dapat diterima dibandingkan dengan<br />
surfaktan golongan lainnya.<br />
Penggunaan surfaktan dalam <strong>sediaan</strong> optalmik terbatas karena bisa melarutkan bagian<br />
lipofil dari mata. Surfaktan non ionik, yang paling tidak toksik dibandingkan golongan lain,<br />
digunakan dalam konsentrasi yang rendah dalam suspensi steroid dan sebagai pembantu<br />
untuk membentuk larutan yang jernih.<br />
Surfaktan dapat juga digunakan sebagai kosolven untuk meningkatkan solubilitas (jarang<br />
dilakukan). Surfaktan non ionik dapat mengadsorpsi senyawa pengawet antimikroba dan<br />
menginaktifkannya. (RPS, 1590)<br />
Menurut Codex, surfaktan non ionik yang sering dipakai adalah Polisorbat 80 (Tween 80).<br />
Sedangkan menurut Diktat kuliah teknologi steril dapat juga digunakan Tween 20,<br />
benzetonium klorida, miristil-gamma-picolinium klorida, polioxil 40-stearat, alkil-arilpolietil<br />
alkohol, dioktil sodium sulfosuksinat, dll.<br />
85
Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />
steril<br />
2.3 PERHITUNGAN<br />
a. Metode Turunnya Titik Beku<br />
Turunnya titik beku serum darah atau cairan lakrimal sebesar -0,52°C yang setara dengan<br />
0,9% NaCl. Makin besar konsentrasi zat terlarut makin besar turunnya titik beku.<br />
a<br />
METODE I (BPC) : W = 0, 52 −<br />
b<br />
W = Jumlah (g) bahan pembantu isotonik dalam 100 ml larutan<br />
a = Turunnya titik beku air akibat zat terlarut, dihitung dengan memperbanyak nilai untuk<br />
larutan 1% b/v<br />
b = Turunnya titik beku air yang dihasilkan oleh 1% b/v bahan pembantu isotoni<br />
jika konsentrasi tidak dinyatakan, a = 0 ( tidak ditambahkan pengisotonis)<br />
K.<br />
m.<br />
n.1000<br />
METODE II : Tb =<br />
M . L.<br />
Keterangan :<br />
Tb = turunnya titik beku larutan terhadap pelarut murninya<br />
K = turunnya titik beku pelarut dalam MOLAR (konstanta Kryoskopik air = 1,86 yang<br />
menunjukkan turunnya titik beku 1 mol zat terlarut dalam 1000 g cairan)<br />
m = Zat yang ditimbang (g)<br />
n = jumlah ion<br />
M = berat molekul zat terlarut<br />
L = massa pelarut (g)<br />
b. Ekivalensi NaCl<br />
Didefinisikan sebagai suatu faktor yang dikonversikan terhadap sejumlah tertentu zat<br />
terlarut terhadap jumlah NaCl yang memberikan efek osmotik yang sama. Misalnya<br />
ekivalensi NaCl asam borat 0,55 berarti 1 g asam borat di dalam larutan memberikan<br />
jumlah partikel yang sama dengan 0,55 g NaCl.<br />
I<br />
METODE WELLS :<br />
L =<br />
C<br />
Keterangan :<br />
L = turunnya titik beku MOLAL<br />
I = turunnya titik beku akibat zat terlarut ( o C)<br />
C = Konsentrasi molal zat terlarut<br />
Oleh karena itu zat aktif dengan tipe ionik yang sama dapat menyebabkan turunnya titik<br />
beku molal yang sama besar, maka Wells mengatasinya dengan menggolongkan zat-zat<br />
tersebut menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah ion yang dihasilkan. Lihat<br />
tabel III di Repetitorium Teknologi Sediaan Steril, hal. 15.<br />
METODE LAIN :<br />
E = 17<br />
Keterangan :<br />
E = ekivalensi NaCl<br />
L = turunnya titik beku molal<br />
M = berat molekul zat.<br />
c. Metode L iso (Diktat Kuliah Steril,166)<br />
L<br />
M<br />
Rumus :<br />
Berat × 1000<br />
Δ Tf = Liso<br />
×<br />
BM × V<br />
86
Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />
steril<br />
Keterangan :<br />
ΔTf = penurunan titik beku<br />
L iso = harga tetapan; non elektrolit =1,86 ; elektrolit lemah =2 ; uni- univalen<br />
=3,4<br />
BM = berat molekul<br />
V = volume larutan dlm ml<br />
Berat = dalam gram zat terlarut<br />
d Metode White – Vincent. (Diktat kuliah steril hal, 167)<br />
Tonisitas yang diinginkan ditentukan dengan penambahan air pada <strong>sediaan</strong> parenteral agar<br />
isotonis. Rumus yang dipakai :<br />
V = w x E x 111,1<br />
Dengan V= volume dalam ml<br />
w = berat dalam gram<br />
E = ekivalensi NaCl<br />
Contoh :<br />
R/ Phenacaine hidroklorida 0,06 gr<br />
Asam borat<br />
0,30 gr<br />
Aqua bidestilata steril ad 100 ml<br />
Maka : v = ( (0,06 x 0,20)+ (0,3 x 0,50)) x 111,1 ml<br />
= 18 ml<br />
Jadi obat dicampur dengan air sampai 18 ml. Lalu tambah pelarut isotonis sampai 100 ml<br />
jadi :<br />
e. Metode Sprowls (Diktat kuliah steril hal 167 )<br />
Merupakan modifikasi dari metode White dan Vincent, dimana w dibuat tetap 0,3 gram,<br />
V = E x 33,33 ml<br />
CONTOH PERHITUNGAN<br />
TONISITAS :<br />
a. Cara ekivalensi<br />
R / Ranitidin HCl 27,9 mg<br />
Na 2 HPO 4 anhidrat 0,98 mg<br />
KH 2 PO 4<br />
1,5 mg<br />
Aqua pro injection ad 1 ml<br />
Ranitidin HCl 27,9 mg/ml = 2,79 g/100 ml = 2,79 %<br />
E 3% = 0,16 (FI Ed. IV Hal. 1255 )<br />
Na 2 HPO 4 anhidrat 0,98 mg/ml ~ (BM Na 2 HPO 4 dihidrat / BM Na 2 HPO 4 anhidrat) x 0,98<br />
= ( 159,96 / 141,96 ) x 0,98<br />
= 1,1 mg/ml<br />
= 0,11 g/100 ml<br />
= 0,11%<br />
E 0,5% = 0,44 (FI Ed. IV)<br />
KH 2 PO 4 1,5 mg/ml = 0,15 g/100 ml<br />
= 0,15 %<br />
E 0,5% = 0,48 (FI Ed. IV)<br />
87
Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />
steril<br />
Zat E Jumlah zat dalam 100 ml (g) Kesetaraan NaCl<br />
Ranitidin HCl 0,16 2,79 0,4464<br />
Na 2 HPO 4<br />
0,44 0,11 0,0484<br />
dihidrat<br />
KH 2 PO 4 0,48 0,15 0,0720<br />
NaCl yang ditambahkan agar isotonis :<br />
= 0,9 – ( 0,4464 + 0,0484 + 0,0720 )<br />
= 0,3332 g/ 100 ml<br />
NaCl yang ditambahkan dalam 1 ml = 3,3 mg/ml<br />
b. Cara penurunan titik beku<br />
Zat Δ Tf 1% Konsentrasi zat Kons. Zat X Δ Tf 1%<br />
(%)<br />
Ranitidin HCl 0.1 2.79 0.279<br />
Na 2 HPO 4 dihidrat 0.24 0.11 0.0264<br />
KH 2 PO 4 0.25 0.15 0.0375<br />
Jumlah 0.3429 ~ 0.34<br />
Δ Tf isotonis = 0,52<br />
agar isotonis, Δ Tf yang ditambahkan = 0,52 – 0,34<br />
= 0,18<br />
Setara dengan NaCl : ( 0,18 / 0,52 x 0,9 g/100 ml )<br />
= 0,31 g/100 ml<br />
= 3,1 mg/ml<br />
Jadi NaCl yang ditambahkan agar larutan isotonis sebanyak 3,1 mg/ml<br />
2.2. KAPASITAS DAPAR (Diktat Kuliah Steril,162-163)<br />
Kapasitas dapar adalah kemampuan tidak berubahnya pH dengan penambahan sedikit asam<br />
atau sedikit basa.<br />
Rumus : β = αB = 2,303 C Ka.[H 3 O + ]<br />
αpH { Ka + [H 3 O + ] } 2<br />
β = kapasitas dapar<br />
αB = perubahan konsentrasi asam atau basa<br />
αpH = perubahan pH<br />
C = konsentrasi molar larutan dapar<br />
Ka = konstanta disosiasi larutan dapar<br />
Kapasitas dapar dapat dihitung dengan persamaan Henderson-Hasselbach :<br />
pH = pKa + log [ garam ]<br />
[ asam ]<br />
CONTOH PERHITUNGAN<br />
Dapar<br />
Dalam 1 ml larutan mengandung Ranitidin HCl, pH stabilitas = 6,7-7,3 di dapar pada pH = 7<br />
([H 3 O + ] = 10 -7 )<br />
Dapar pospat pH = 6 – 8,2<br />
pKa 1 = 2,21 pKa 2 = 7,21 pKa 3 = 12,67<br />
Dapar yang baik jika pH = pKa kurang lebih 1, maka dipilih H 2 PO 4 dan HPO 4<br />
pKa 2 = 7,21 (Ka = 6,3 . 10 -8 )<br />
Catatan : Kapasitas dapar yg umum digunakan 0,01<br />
88
Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />
steril<br />
β = 2,303 C Ka.[H 3 O + ]<br />
{ Ka + [H 3 O + ] } 2<br />
0,01 = 2,303 C 6,3 .10 -8 . 10 -7<br />
(6,3 .10 -8 + 10 -7 ) 2<br />
C = 0,018 M<br />
pH = pKa + log [ garam ]<br />
[ asam ]<br />
7 = 7,21 + log [ garam ]<br />
[ asam ]<br />
[garam] = 0,62 [asam]<br />
[asam] + [garam] = 0,018<br />
1,62 [asam] = 0,018<br />
[asam] = 1,1 . 10 -2 mol/L<br />
= 1,1 . 10 -5 mol/ml ( BM asam KH 2 PO 4 = 141,96 )<br />
Massa asam = 1,1 . 10 -5 X 141,96 = 1,5 mg<br />
[garam] = 0,62 [asam] 6,89 . 10 -3 mol/L = 6,89 . 10 -6 mol/ml<br />
(BM Na 2 HPO 4 anhidrat = 136,09)<br />
[garam] = 6,89 . 10 -6 X 136,09 = 0,98 mg<br />
Jadi dapar yang digunakan adalah KH 2 PO 4 1,5 mg/ml dan Na 2 HPO 4 0,98 mg/ml<br />
III. METODE DAN PROSEDUR PEMBUATAN<br />
METODE PEMBUATAN<br />
Ada dua metode pembuatan <strong>sediaan</strong> steril yaitu cara sterilisasi akhir dan cara aseptik.<br />
1. Cara Sterilisasi Akhir<br />
Cara ini merupakan cara sterilisasi umum dan paling banyak digunakan dalam pembuatan<br />
<strong>sediaan</strong> steril. Zat aktif harus stabil terhadap molekul air dan pada suhu sterilisasi. Sediaan<br />
disterilkan pada tahap terakhir pembuatan <strong>sediaan</strong>. Semua alat setelah lubang-lubangnya<br />
ditutup dengan kertas perkamen, disterilkan dengan cara sterilisasi yang sesuai.<br />
2. Cara Aseptik<br />
Cara ini terbatas penggunaanya pada <strong>sediaan</strong> yang mengandung zat aktif peka suhu tinggi dan<br />
dapat mengakibatkan penguraian atau penurunan kerja farmakologinya. Antibiotika dan<br />
beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya diracik secara aseptik. Cara<br />
aseptik bukanlah suatu metode sterilisasi (Repetitorium Benny Logawa, hal 82) melainkan<br />
suatu cara kerja untuk memperoleh <strong>sediaan</strong> steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik<br />
dalam <strong>sediaan</strong>.<br />
Metode sterilisasi terutama ditentukan oleh sifat <strong>sediaan</strong> tersebut. Jika memungkinkan,<br />
penyaringan dengan penyaring membran steril merupakan metode yang baik. Jika dapat<br />
ditunjukkan bahwa pemanasan tidak mempengaruhi stabilitas <strong>sediaan</strong>, sterilisasi obat dalam<br />
wadah akhir dengan otoklaf juga merupakan pilihan baik. Pendaparan obat tertentu disekitar pH<br />
fisiologis dapat menyebabkan obat tidak stabil pada suhu tinggi. Penyaringan dengan<br />
menggunakan penyaring bakteri adalah suatu cara yang baik untuk menghindari pemanasan,<br />
namun perlu perhatian khusus dalam pemilihan, perakitan dan penggunaan alat-alat. Sedapat<br />
mungkin gunakan penyaring steril 1x pakai. (FI IV hal 13).<br />
89
Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />
steril<br />
Cara-cara Sterilisasi (FI IV hal 1112)<br />
• Sterilisasi uap<br />
Proses sterilisasi termal menggunakan uap jenuh di bawah tekanan berlangsung di suatu<br />
bejana yang disebut otoklaf. Suatu siklus otoklaf yang ditetapkan dalam farmakope, untuk<br />
media atau pereaksi adalah selama 15 menit, 121 o C, kecuali dinyatakan lain. Prinsip dasar<br />
kerja alat: udara di dalam bejana diganti dengan uap jenuh, dan hal ini dicapai dengan<br />
menggunakan alat pembuka atau penutup khusus. (FI IV hal 1112)<br />
• Sterilisasi panas kering<br />
Proses sterilisasi termal untuk bahan yang tertera di farmakope dengan menggunakan panas<br />
kering biasanya dilakukan dengan suatu proses bets dalam suatu oven yang didesain khusus<br />
untuk tujuan tersebut. Distribusi panas dapat berupa sirkulasi atau disalurkan langsung dari<br />
suatu nyala terbuka. Suatu proses berkesinambungan sering digunakan untuk sterilisasi dan<br />
depirogenisasi alat kaca sebagai bagian dari sistem pengisian dan penutupan kedap secara<br />
aseptik yang berkesinambungan dan terpadu. (FI IV hal 1112)<br />
• Sterilisasi gas<br />
Pilihan untuk menggunakan sterilisasi gas sebagai alternatif dari sterilisasi termal sering<br />
dilakukan jika bahan yang akan disterilkan tidak tahan terhadap suhu tinggi pada proses<br />
sterilisasi uap atau panas kering. Bahan aktif yang umumnya digunakan pada sterilisasi gas<br />
adalah etilen oksida. Keburukan dari bahan ini adalah sangat mudah terbakar (walaupun<br />
sudah dicampur dengan gas inert yang sesuai), bersifat mutagenik dan kemungkinan adanya<br />
residu toksik dalam bahan yang disterilkan terutama yang mengandung ion klorida. Proses<br />
sterilisasi umumnya berlangsung dalam bejana yang bertekanan yang didesain sama seperti<br />
pada otoklaf tetapi dengan tambahan bagian khusus yang hanya terdapat pada alat sterilisasi<br />
yang menggunakan gas. Keterbatasan utama dari proses sterilisasi etilen oksida adalah<br />
terbatasnya kemampuan gas tersebut untuk berdifusi sampai ke daerah yang paling dalam<br />
dari bahan yang disterilkan. (FI IV hlm 1112 - 1113)<br />
Gas yang lain yang dapat dipakai yaitu formaldehid (untuk lemari).<br />
• Sterilisasi dengan radiasi ion<br />
Keunggulan sterilisasi iradiasi meliputi reaktivitas kimia rendah, residu rendah yang dapat<br />
diukur dan kenyataan yang membuktikan bahwa variabel yang dikendalikan lebih sedikit.<br />
Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif dari radioisotop (radiasi<br />
γ) dan radiasi berkas elektron.<br />
Iradiasi hanya menimbulkan sedikit kenaikan suhu tetapi dapat mempengaruhi kualitas dan<br />
jenis plastik/kaca tertentu. (FI IV hlm 1113)<br />
• Sterilisasi dengan penyaringan<br />
Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas sering dilakukan dengan penyaringan<br />
menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba, sehingga mikroba yang<br />
dikandung dapat dipisahkan secara fisika. Perangkat penyaring umumnya terdiri<br />
dari suatu matriks berpori bertutup kedap atau dirangkaikan pada wadah yang tidak<br />
permeabel. Efektivitas suatu penyaring media atau penyaring substrat tergantung<br />
pada ukuran pori bahan dan dapat tergantung pada daya absorbsi bakteri pada atau<br />
dalam matriks penyaring atau bergantung pada mekanisme pengayakan.<br />
Penyaringan untuk tujuan sterilisasi umumnya dilaksanakan menggunakan rakitan<br />
yang memiliki membran dengan porositas nominal 0,2 μm atau kurang. ( FI IV hlm<br />
1114 - 1115).<br />
90
Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />
steril<br />
Metode Sterilisasi<br />
Metode Karakteristik zat aktif, eksipien, wadah Kerugian<br />
Sterilisasi basah<br />
(autoklaf)<br />
Tahan panas (121 o C selama 15 menit) dan Tidak depirogenasi<br />
tahan lembab, cairan bercampur dengan air,<br />
wadah dapat ditembus oleh air<br />
Sterilisasi panas kering<br />
(oven)<br />
Filtrasi menggunakan<br />
membrane<br />
Irradiasi (gamma,<br />
elektron)<br />
Sterilisasi gas<br />
Tahan panas (170 o C selama 1 jam) tidak<br />
tahan lembab, cairan tidak bercampur<br />
dengan air<br />
Tidak tahan panas berbentuk cairan tidak<br />
dapat digunakan untuk wadah<br />
Memiliki ikatan molekul stabil terhadap<br />
radiasi<br />
Wasah polimer harus permeabel terhadap<br />
udara,uap air,gas<br />
Dapat depirogenasi<br />
Tidak depirogenasi,<br />
kemungkinan terjadi<br />
absorbsi zat pada membran<br />
dan leaching membran<br />
Tidak depirogenasi, mahal<br />
dan dapat merusak ikatan<br />
molekul beberapa zat<br />
PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN<br />
Akan dibuat <strong>sediaan</strong> tetes mata dengan kekuatan <strong>sediaan</strong> … % dengan volume … mL/botol<br />
Jumlah yang akan dibuat :<br />
1. Untuk keperluan tugas = ……<br />
2. Untuk keperluan evaluasi = ± 60 wadah<br />
Evaluasi fisika : uji kejernihan (3); penetapan bahan partikulat (2); penentuan bobot jenis<br />
dan pH (4); penentuan volume terpindahkan (30); penentuan viskositas dan<br />
aliran (10); volume sedimentasi (10); penampilan, kemampuan redispersi,<br />
penentuan homogenitas dan penentuan distribusi ukuran partikel (1).<br />
Evaluasi kimia : identifikasi dan penetapan kadar (5)<br />
Evaluasi biologi : uji sterilitas (20); uji efektivitas pengawet (5).<br />
Jadi jumlah <strong>sediaan</strong> yang dibuat = …. Botol.<br />
PROSEDUR PEMBUATAN DAN CARA STERILISASI<br />
3.3.1 Prosedur pembuatan bahan pengental dan pensuspensi :<br />
(1) HPMC<br />
HPMC didispersikan dan dihidrasi dalam air sebanyak 20-30% dari jumlah air yang<br />
dibutuhkan. Lalu HPMC yang telah dihidrasi ini ditambahkan ke dalam air sambil<br />
terus diaduk dan dipanaskan pada suhu 80-90 o C. Untuk mencapai volume yang<br />
diinginkan dapat ditambahkan air dingin.<br />
(2) Metilselulosa<br />
Dalam air dingin metilselulosa akan mengembang dan berdispersi perlahan<br />
membentuk dispersi koloid yang opalesence dan kental.<br />
3.3.2 Prosedur pembuatan<br />
Tahap pembuatan <strong>sediaan</strong> tetes mata : (Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida dan<br />
Semisolida, Revisi 2003,hal 25)<br />
1. Timbang semua bahan pada kaca arloji sesuai dengan formula dan segera dilarutkan<br />
dengan menggunakan aquabides secukupnya.<br />
2. Jika terdapat beberapa bahan maka segera larutkan satu bahan sebelum menimbang<br />
bahan berikutnya.<br />
91
Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />
steril<br />
3. Masukkan semua bahan ke dalam gelas piala yang dilengkapi batang pengaduk, dan<br />
tambahkan aquabides hingga larut, bilas kaca arloji dengan aquabides minimal dua<br />
kali.<br />
4. Setelah semua bahan larut, tuang larutan tersebut ke dalam gelas ukur hingga volume<br />
tertentu di bawah volume akhir yang diinginkan (misal akan dibuat larutan 100 mL,<br />
maka larutan dalam gelas ukur diatur tepat 75 mL).<br />
5. Basahi terlebih dahulu kertas saring lipat rangkap 2 dengan menggunakan aquabides.<br />
Air pembasah ditempatkan dalam satu Erlenmeyer.<br />
6. Saring larutan dalam gelas ukur ke dalam Erlenmeyer bersih dan steril melalui<br />
corong dan kertas saring yang telah dibasahi.<br />
7. Bilas gelas piala dengan aquabides, tuang hasil bilasan ke dalam gelas ukur hingga<br />
tepat 25 mL (contoh) dan saring ke dalam Erlenmeyer yang berisi filtrat larutan<br />
sebelumnya.<br />
8. Saring kembali larutan yang telah tersaring melalui saringan G3 ke dalam kolom<br />
reservoir.<br />
9. Pengemasan dilakukan sesuai dengan proses sterilisasi <strong>sediaan</strong><br />
a. Sterilisasi akhir terhadap bahan yang tahan suhu sterilisasi :<br />
• Jika sterilisasi adalah sterilisasi akhir maka larutan hasil penyaringan dengan<br />
saringan G3 diisikan ke dalam botol/vial yang sesuai dengan volumenya.<br />
Botol/vial ditutup dengan tutup karet, diikat dengan simpul champagne<br />
kemudian disterilkan (autoklaf).<br />
• Setelah disterilkan, larutan dituang ke dalam buret steril dan diisikan ke<br />
dalam botol tetes steril yang telah dikalibrasi. Pengisian dilakukan secara<br />
aseptik.<br />
• Pasang tutup botol yang telah disiapkan.<br />
b. Sterilisasi dengan cara filtrasi<br />
• Jika sterilisasi dilakukan dengan cara filtrasi maka setelah ad volume, larutan<br />
langsung difiltrasi dengan penyaring bakteri.<br />
• Setelah filtrasi, larutan diisikan ke dalam botol tetes yang telah dikalibrasi<br />
secara aseptik.<br />
• Pasang tutup botol yang telah disiapkan.<br />
10. Kemas botol/vial dalam dos dan beri etiket luar.<br />
11. Lakukan evaluasi mutu terhadap <strong>sediaan</strong>.<br />
PROSEDUR PEMBUATAN OBAT TETES MATA (SUSPENSI)<br />
Suspensi dengan pembawa air<br />
1. Suspending agent dikembangkan dalam air panas lalu dicampur dengan wetting agent,<br />
bahan pengawet dan bahan pembantu lainnya. Sterilkan bersama dalam otoklaf.<br />
2. zat berkhasiat yang telah ditimbang digerus berturut-turut dalam mortar steril dan<br />
dicampur dengan pembawa yang telah disterilkan tadi (dalam keadaan dingin) sedikit<br />
demi sedikit sambil digerus.<br />
3. suspensi ini dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk dan volume<br />
akhir dicapai dengan menambahkan air steril.<br />
4. Sambil diaduk suspensi yang sudah homogen dituang ke dalam wadah tetes mata yang<br />
telah dikalibrasi.<br />
Catatan :<br />
Pembuatan suspensi obat mata (mikronisasi) : Suspensi obat mata dibuat secara aseptik,<br />
diisikan langsung dari gelas ukur ke dalam botol steril yang telah dikalibrasi. Tutup<br />
dengan pipet tetesnya kemudian dipasang.<br />
Penandaan pada etiket harus tertera “ Tidak boleh digunakan lebih dari 1 bulan setelah<br />
tutup dibuka”<br />
92
Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />
steril<br />
3.3.3 Cara Sterilisasi Alat (Benny Logawa-Buku Penuntun Praktikum hal.44)<br />
Nama alat Cara sterilisasi Waktu<br />
Sendok porselen<br />
Oven 170 o C<br />
1 jam<br />
Spatel logam<br />
Pinset<br />
Batang pengaduk<br />
Krusentang<br />
Erlenmeyer<br />
Gelas ukur<br />
Autoklaf 121˚C<br />
15 menit<br />
Pipet ukur<br />
Pipet tetes<br />
Corong<br />
Kertas saring<br />
Kertas perkamen<br />
Kain kasa<br />
Kapas<br />
Saringan G3<br />
Slang karet buret<br />
Jarum buret<br />
Zalfkaart<br />
Pakaian kerja<br />
masker<br />
sarung tangan<br />
alas kaki<br />
Cawan penguap<br />
Oven 170˚C<br />
1 jam<br />
Kaca arloji<br />
Gelas piala<br />
Erlenmeyer<br />
Kolom<br />
Corong serbuk<br />
Ayakan B40<br />
Buret Larutan fenol 5% 24 jam<br />
Mortir & stemper<br />
Dibakar dengan spiritus<br />
96%<br />
Peralatan bebas pirogen Oven 170˚C 2 jam<br />
IV. EVALUASI DAN PENYIMPANAN<br />
4.1 EVALUASI SEDIAAN<br />
4.1.1. Evaluasi Fisik<br />
a. Uji kejernihan (FI IV hal 998)<br />
b. Penentuan bobot jenis (FI IV , hal 1030)<br />
c. Penentuan pH (FI IV , hal 1039)<br />
d. Penentuan bahan partikulat (FI IV , hal 981)<br />
e. Penentuan volume terpindahkan (FI IV , hal 1089)<br />
f. Penentuan viskositas dan aliran (Diktat praktikum farmasi fisika hal 9, 10, 14)<br />
g. Volume sedimentasi (Lihat <strong>sediaan</strong> suspensi)<br />
h. Kemampuan redispersi (Lihat <strong>sediaan</strong> suspensi)<br />
i. Penentuan homogenitas (Lihat <strong>sediaan</strong> suspensi)<br />
j. Penentuan distribusi ukuran partikel (Lihat <strong>sediaan</strong> suspensi)<br />
Catatan : evaluasi f-j untuk OTM Suspensi!<br />
4.1.2. Evaluasi Kimia<br />
93
Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />
steril<br />
a. Identifikasi<br />
b. Penetapan kadar<br />
c. Penentuan potensi (untuk antibiotik)<br />
4.1.3. Evaluasi Biologi<br />
a. Uji sterilitas (Lihat <strong>sediaan</strong> injeksi)<br />
b. Uji efektivitas pengawet (FI IV , hal 854-855).<br />
4.2 WADAH DAN PENYIMPANAN<br />
(Codex, 166-167)<br />
Saat ini wadah untuk larutan mata yang berupa gelas telah digantikan oleh wadah plastik<br />
feksibel terbuat dari polietilen atau polipropilen dengan built-in dropper.<br />
Keuntungan wadah plastik :<br />
• Murah, ringan, relatif tidak mudah pecah<br />
• Mudah digunakan dan lebih tahan kontaminasi karena menggunakan built-in dropper.<br />
• Wadah polietilen tidak tahan autoklaf sehingga disterilkan dengan iradiasi atau etilen<br />
oksida sebelum dimasukkan produk secara aseptik.<br />
Kekurangan wadah plastik :<br />
• Dapat menyerap pengawet dan mungkin permeabel terhadap senyawa volatil, uap air dan<br />
oksigen.<br />
• Jika disimpan dalam waktu lama, dapat terjadi hilangnya pengawet, produk menjadi<br />
kering (terutama wadah dosis tunggal) dan produk teroksidasi.<br />
Persyaratan kompendial :<br />
• Farmakope Eropa dan BP mensyaratkan wadah untuk tetes mata terbuat dari bahan yang<br />
tidak menguraikan/merusak <strong>sediaan</strong> akibat difusi obat ke dalam bahan wadah atau karena<br />
wadah melepaskan zat asing ke dalam <strong>sediaan</strong>.<br />
• Wadah terbuat dari bahan gelas atau bahan lain yang cocok.<br />
• Wadah <strong>sediaan</strong> dosis tunggal harus mampu menjaga sterilitas <strong>sediaan</strong> dan aplikator sampai<br />
waktu penggunaan.<br />
• Wadah untuk tetes mata dosis ganda harus dilengkapi dengan penetes langsung atau dengan<br />
penetes dengan penutup berulir yang steril yang dilengkapi pipet karet/plastic (BP 2002 vol2<br />
1869).<br />
Penyimpanan (BP 2002 vol2 1869)<br />
• Tetes mata disimpan dalam wadah “tamper-evident”. Kompatibilitas dari komponen<br />
plastik atau karet harus dicek sebelum digunakan.<br />
• Wadah untuk tetes mata dosis ganda dilengkapi dengan dropper yang bersatu dengan<br />
wadah. Atau dengan suatu tutup yang dibuat dan disterilisasi secara terpisah.<br />
4.3 PENANDAAN<br />
Farmakope Eropa dan BP mengkhususkan persyaratan berikut pada pelabelan <strong>sediaan</strong> tetes<br />
mata.<br />
• Label harus mencantumkan nama dan konsentrasi pengawet antimikroba atau senyawa lain<br />
yang ditambahkan dalam pembuatan. Untuk wadah dosis ganda harus mencantumkan batas<br />
waktu <strong>sediaan</strong> tersebut tidak boleh digunakan lagi terhitung mulai wadah pertama kali dibuka<br />
(waktu yang menyatakan <strong>sediaan</strong> masih dapat digunakan setelah wadah dibuka).<br />
• Kecuali dinyatakan lain lama waktunya tidak boleh lebih dari 4 minggu (BP 2002 vol2 1868)<br />
• Wadah dosis tunggal karena ukurannya kecil tidak dapat memuat indikasi dan konsentrasi<br />
bahan aktif.<br />
• Label harus mencantumkan nama dan konsentrasi zat aktif, kadaluarsa dan kondisi<br />
penyimpanan<br />
• Untuk wadah dosis tunggal, karena ukurannya kecil hanya memuat satu indikasi bahan aktif<br />
dan kekuatan/potensi <strong>sediaan</strong> dengan menggunakan kode yang dianjurkan, bersama dengan<br />
94
Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />
steril<br />
persentasenya. Jika digunakan kode pada wadah, maka pada kemasan juga harus diberi kode<br />
(BP 2002 vol2 1869).<br />
• Untuk wadah <strong>sediaan</strong> dosis ganda, label harus menyatakan perlakuan yang harus dilakukan<br />
untuk menghindari kontaminasi isi selama penggunaan (BP 2002 vol2 1869).<br />
Labelling (BP 2002 vol2 1869).<br />
Label harus mencantumkan :<br />
1. Nama dan persentase zat aktif.<br />
2. Tanggal dimana <strong>sediaan</strong> tetes mata tidak layak untuk digunakan lagi.<br />
3. Kondisi penyimpanan <strong>sediaan</strong> tetes mata.<br />
Untuk wadah dosis ganda, label harus menyatakan bahwa harus dilakukan perawatan<br />
tertentu untuk mencegah kontaminasi isi <strong>sediaan</strong> selama penggunaan.<br />
V. SEDIAAN DI PASARAN /PUSTAKA<br />
5.1 NAMA SEDIAAN DI PUSTAKA<br />
a. FI IV<br />
atropine sulfat (hal.116) pilokarpin nitrat(677)<br />
gentamisin sulfat (407) sulfasetamida natrium (764)<br />
homatropin hidrobromida (431) timolol maleat (792)<br />
kloramfenicol (191) tropikamida (808)<br />
pilokarpin HCl (676)<br />
b. FI III<br />
tropikamida (619)<br />
c. Fornas 1978<br />
adrenalina (121) hiosina (159)<br />
antazolina nafasolina (30) homatropina (148)<br />
atropine (32) kloramfenicol (65)<br />
basitrasina neomisina (37) kortison (87)<br />
betametason fosfat (48) sulfasetamida (276)<br />
deksametason neomisina (96) oksitetrasiklina (223)<br />
dwizolina (30) perak proteina (31)<br />
epinefrina (121)<br />
pilokarpina HCl(246)<br />
fenilefrina (241) pilokarpina nitrat (246)<br />
fisostigmina salisilat prednison fosfat (252)<br />
fisostigmina sulfat (243) skopolamina (159)<br />
hidrokortison (151) tropikamida (298)<br />
d. BP 2002<br />
Adrenalin/Epinefrin (1919)<br />
Alkalin (2231)<br />
Atropin (1947)<br />
Betametason (1967)<br />
Betaxolol (lar. 1971, susp 1972)<br />
Carteolol (1995)<br />
Kloramfenikol (2013)<br />
Cyclopentolate (2080)<br />
Dipivefrine (2108)<br />
Fluorescein (2166)<br />
Fluorometholone (2168)<br />
Flurbiprofen (2174)<br />
Fusidic Acid (2185)<br />
Gentamicin (2189)<br />
Homatropine (2213)<br />
Hypromellose (2231)<br />
Idoxuridine (2235)<br />
Levobunolol (2270)<br />
Light liquid paraffin (2370)<br />
Neomycin (2338, 2220)<br />
Norfloxacin (2349)<br />
Oxybuprocaine (2360)<br />
Phenilephrine (2385)<br />
Pilocarpine hydrochloride (2390)<br />
Pilocarpine nitrate (2390)<br />
Prednisolone sodium phosphate (2404)<br />
Proxymetacaine (2421)<br />
Sodium chloride (2447)<br />
Sodium citrate (2449)<br />
Sodium cromoglicate (2450)<br />
95
Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />
steril<br />
Hyoscine (2230) Zinc sulphate (2521)<br />
e. USP 27<br />
Echothiophate iodide (683)<br />
Emedastine (700)<br />
Epinephrine bitartrate (714)<br />
Epinephrine (712)<br />
Epinephryl borate (714)<br />
Eucatropine HCl (775)<br />
Fluorescein sodium & benoxinate HCl<br />
(814)<br />
Fluorometholone (819)<br />
Fluorometholone acetate & tobramycin<br />
(susp 1860)<br />
Flurbiprofen sodium (836)<br />
Gentamycin sulfate (861)<br />
Glycerin (876)<br />
Homatropine HBr (912)<br />
Hydrocortisone acetat (susp 927)<br />
Hydrxyamphetamine HBr (939)<br />
Hypromellose (952)<br />
Idoxuridine (960)<br />
Levobunolol HCl (1077)<br />
Metilselulosa (1208)<br />
Naphazoline HCl (1282)<br />
Natamycin (susp 1287)<br />
Ofloxacin (1356)<br />
Oxymetazoline HCl (1383)<br />
Phenylephrine HCl (1473)<br />
Physostigmine salicylate (1486)<br />
Pilocarpine HCl (1491)<br />
Pilocarpine nitrate (1492)<br />
Prednisolone sodium Phsphate (1543)<br />
5.2 CONTOH FORMULA PUSTAKA UMUM<br />
AULTON<br />
1. Hidrokortison asetat 0.5 Gm<br />
Methocel 15 cps<br />
0.1 Gm<br />
Sodium karboksimetil sellulosa 0.5 Gm<br />
Benzil alcohol<br />
0.5 ml<br />
Benzalkonium klorida 1 : 10,000<br />
Air suling steril ad<br />
100.0 ml<br />
2. Larutan mata terramycin 5 mg<br />
Per ml<br />
5 ml<br />
Terramycin (oxytetraciclyne) hydroclorida cocok pada formula kering dan mengandung 25<br />
mg pada 62.5 mg sodium klorida dan 25 mg sodium borat dan ditambahkan 5 ml air suling<br />
steril. Larutan ini stabil selama 2 hari pada temperatur refrigerator.<br />
3. Pontocaine hydroclorida 0.50 Gm<br />
Potassium asam phosphat 0.43 Gm<br />
Disodium phosphat anhidrat 0.57 Gm<br />
Sodium klorida<br />
0.34 Gm<br />
Larutan zepiran klorida 1 : 10,000 ad 100.00 ml<br />
2 drop pada masing-masing mata selama sakit.<br />
4. Diisopropil fluorophosphat 0.1 %<br />
Minyak kacang steril, ad 4.0 ml<br />
DFP ini sangat tidak stabil pada keadaan lembab dan berair. DFP digunakan sebagai miotik<br />
pada pengobatan glaucoma.<br />
5. Atropin sulfat 1.00 Gm<br />
Sodium asam phosphat anhidrat 0.56 Gm<br />
Disodium phosphat anhidrat 0.28 Gm<br />
96
Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />
steril<br />
Sodium klorida<br />
0.36 Gm<br />
Larutan benzalkonium klorida 1 : 10,000 ad 100.00 ml<br />
0.14 Gm sodium klorida setara dengan 1 Gm atropin sulfat.<br />
6. fluoresen sodium 2 Gm<br />
larutan metiolat 1: 1000<br />
20 ml<br />
buffer phasphat steril 7.4, ad 100 ml<br />
7. ammonium tartrat 5 Gm<br />
air suling steril<br />
100 ml<br />
8. larutan mata paredrin hidrobromida 1 % 4 ml.<br />
9. homatropin hidrobromida 1.00 Gm<br />
sodium asam phosphat anhidrat<br />
97
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
STERIL<br />
OBAT TETES HIDUNG (NASAL DROPS)<br />
(Re-New by: Anien dan Hendra)<br />
I. PENDAHULUAN<br />
DEFINISI<br />
• (BP 2008, 2362)<br />
Sediaan hidung adalah cairan, semisolid atau <strong>sediaan</strong> padat yang digunakan pada rongga<br />
hidung untuk memperoleh suatu efek sistemik atau lokal. Berisi satu atau lebih bahan aktif.<br />
Sediaan hidung sebisa mungkin tidak mengiritasi dan tidak memberi pengaruh yang negatif<br />
pada fungsi mukosa hidung dan silianya. Sediaan hidung yang mengandung air pada<br />
umumnya isotonik dan berisi eksipien, seperti bahan untuk adjust viskositas <strong>sediaan</strong>, untuk<br />
adjust atau stabilisasi pH, untuk meningkatkan kelarutan zat aktif atau kestabilan <strong>sediaan</strong>.<br />
Sediaan hidung tersedia dalam kemasan dosis tunggal atau dosis ganda, diberikan jika perlu<br />
dengan suatu alat yang dirancang untuk menghindari paparan kontaminan.<br />
Kecuali jika dibenarkan dan diijinkan, <strong>sediaan</strong> hidung mengandung air disediakan dalam<br />
kemasan dosis ganda mengandung bahan pengawet antimikroba dalam konsentrasi yang<br />
sesuai, kecuali zat aktif <strong>sediaan</strong> tersebut mempunyai aktivitas antimikroba yang cukup.<br />
Beberapa kategori dari <strong>sediaan</strong> hidung dapat dibedakan sbb:<br />
- Nasal drops dan liquid nasal spray<br />
- Nasal powders/bedak hidung<br />
- Semisolid nasal preparations/<strong>sediaan</strong> hidung semisolid<br />
- Nasal washes/pencuci hidung<br />
- Nasal sticks<br />
• (FI III, 10)<br />
Obat tetes hidung adalah obat tetes yang digunakan untuk hidung dengan cara meneteskan<br />
obat ke dalam rongga hidung; dapat mengandung zat pensuspensi, pendapar, dan pengawet.<br />
• Repetitorium, hal 44<br />
Obat tetes hidung adalah larutan dalam air atau dalam pembawa minyak yang digunakan<br />
dengan jalan meneteskannya atau menyemprotkannya ke dalam lubang hidung pada daerah<br />
nasopharyngeal.<br />
• (BP 2008, 2362)<br />
Tetes hidung dan larutan spray hidung adalah larutan, suspensi atau emulsi yang digunakan<br />
untuk disemprotkan atau diteteskan ke dalam rongga hidung.<br />
Penggunaan OTH :<br />
(Repetitorium)<br />
Pada umumnya mengandung zat aktif seperti antibiotik, sulfonamide, vasokonstriktor, germisid<br />
atau antiseptika dan lokal anestetika.<br />
Bentuk <strong>sediaan</strong><br />
Pada dasarnya <strong>sediaan</strong> obat tetes hidung sama dengan <strong>sediaan</strong> cair lainnya karena bentuknya<br />
larutan atau suspensi.<br />
II. FORMULA<br />
Formula umum:<br />
97
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
STERIL<br />
Bentuk larutan<br />
Zat aktif<br />
Antioksidan (bila perlu)<br />
Pendapar<br />
Pengisotonis<br />
Pelarut<br />
Pengental<br />
Pengawet<br />
Bentuk suspensi<br />
Zat aktif<br />
Pensuspensi<br />
Pengental<br />
Pendapar<br />
Pembawa<br />
Pengawet<br />
Bahan pembantu<br />
a. Cairan pembawa<br />
Umumnya digunakan air. Cairan pembawa sedapat mungkin mempunyai pH antara 5,5 –<br />
7,5; kapasitas dapar sedang, isotonis atau hampir isotonis.<br />
Minyak lemak atau minyak mineral tidak boleh digunakan sebagai cairan pembawa obat<br />
tetes hidung.<br />
(FI III, 10)<br />
Catatan (Repetitorium) :<br />
1. Dalam pembawa minyak yang dulu digunakan untuk aksi depo sekarang tidak lagi digunakan<br />
karena dapat menimbulkan pneumonia lipoid jika masuk mencapai paru-paru.<br />
2. Sediaan OTH tidak boleh mengganggu aksi pembersih cilia ephitelia pada mukosa hidung.<br />
Hidung yang berfungasi sebagai filter yang harus senantiasa bersih. Kebersihan ini dicapai<br />
dengan aktivitas cilia yang secara aktif menggerakkan lapisan tipis mukosa hidung pada bagian<br />
tenggorokan.<br />
3. Agar aktivitas cilia ephitelial tidak terganggu, maka :<br />
viskositas larutan harus seimbang dengan visoksitas mucus hidung (The art of<br />
compounding, hal 253) pH seksresi hidung dewasa sekitar 5,5-6,5 sedangkan anak-anak<br />
sekitar pH 5-6,7<br />
pH <strong>sediaan</strong> sedikit asam mendekati netral.<br />
Larutan isotonis atau larutan sedikit hipertonis.<br />
Cairan pembawa lain : propilen glikol dan paraffin liquid.<br />
4. pH larutan dan zat pendapar (FI, Fornas, Repetitorium)<br />
pH sekresi hidung orang dewasa antara 5,5 - 6,5 dan pH sekresi anak-anak antara 5,0 - 6,7.<br />
Jadi dibuat pH larutan OTH antara pH 5 - 6,7.<br />
Kapasitas dapar OTH sedang dan isotonis atau hampir isotonis.<br />
Disarankan menggunakan dapar fosfat pH 6,5 atau dapar lain yang cocok pH 6,5 dan dibuat<br />
isotonis dengan NaCl.<br />
b. Pensuspensi (FI III, 10)<br />
Dapat digunakan sorbitan (span), polisorbat (tween) atau surfaktan lain yang cocok, kadar tidak<br />
boleh melebihi 0,01 % b/v.<br />
c. Pengental (repetitorium, fornas)<br />
Untuk menghasilkan viskositas larutan yang seimbang dengan viskositas mucus hidung (agar<br />
aksi cilia tidak terganggu) sering digunakan :<br />
metil selulosa (tylosa) = 0,1 – 0,5 %<br />
CMC-Na = 0,5 – 2 %<br />
Larutan yang sangat encer/kental menyebabkan iritasi mukosa hidung<br />
98
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
STERIL<br />
d. Pengawet (FI III, 10)<br />
Pengawet antimikroba digunakan sama dengan yang digunakan dalam pengawet pada larutan<br />
obat tetes mata.<br />
Umumnya digunakan :<br />
benzolkonium klorida = 0,01 – 0,1 % b/v<br />
klorbutanol = 0,5 – 0,7 % b/v<br />
e. Tonisitas (Repetitorium)<br />
Kalau dapat larutan dibuat isotonis (0,9 % NaCl) atau sedikit hipertonis dengan memakai NaCl<br />
atau dekstrosa.<br />
f. Sterilitas<br />
Sediaan hidung steril disiapkan menggunkaan metode dan material yang dirancang untuk<br />
memastikan sterilitas dan untuk menghindari paparan dari kontaminan dan pertumbuhan dari<br />
mikroba; rekomendasi pada aspek ini disiapkan dalam bentuk teks pada Metode Produksi<br />
Sediaan Yang Steril, (BP 2008, 2362).<br />
III. STERILISASI<br />
Cara-cara Sterilisasi (FI IV hal.1112, FI III hal 18), lihat sterilisasi OTM<br />
SUSPENSI DENGAN PEMBAWA MINYAK<br />
a) Suspending agent dicampurkan bersama minyak kemudian disterilkan dalam oven.<br />
b) Zat berkhasiat yang telah ditimbang digerus berturut-turut dalam mortar steril dan dicampur<br />
dengan pembawa yang telah disterilkan tadi (dalam keadaan dingin) sedikit demi sedikit sambil<br />
digerus.<br />
c) Suspensi ini dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk dan volume akhir<br />
dicapai dengan menambahkan minyak steril (tanpa suspending agent).<br />
d) Sambil diaduk suspensi yang sudah homogen dituang ke dalam wadah tetes hidung steril yang<br />
telah dikalibrasi.<br />
IV. EVALUASI DAN PENYIMPANAN<br />
EVALUASI<br />
Evaluasi <strong>sediaan</strong> mengacu pada evaluasi OTM.<br />
Keseragaman bobot dilakukan unutk <strong>sediaan</strong> tetes hidung berupa larutan :<br />
Timbanglah masa <strong>sediaan</strong> tetes hidung secara individu sepuluh wadah dan tentukan rata-rata<br />
bobotnya. Tidak lebih dari dua bobot individu menyimpang dengan lebih dari 10 % dari ratarata<br />
bobot dan sama sekali tidak menyimpang lebih dari 20%.<br />
Keseragaman isi dilakukan untuk <strong>sediaan</strong> tetes hidung berupa emulsi atau suspensi.<br />
WADAH DAN PENYIMPANAN<br />
Penyimpanan dilakukan di dalam suatu wadah yang tertutup baik, jika <strong>sediaan</strong> steril simpanlah di<br />
dalam wadah steril yang kedap udara.<br />
Label <strong>sediaan</strong> tetes hidung harus mengandung hal-hal berikut (BP 2008, 2363) :<br />
nama dan jumlah bahan aktif<br />
instruksi penggunaan <strong>sediaan</strong> tetes hidung<br />
tanggal kadaluarsa<br />
kondisi penyimpanan <strong>sediaan</strong> tetes hidung.<br />
99
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
STERIL<br />
V. SEDIAAN DI PUSTAKA<br />
• Tetes hidung Efedrin (Fornas, hal 118)<br />
Efedrin HCl ............................. 100 mg<br />
NaCl........................................ 50 mg<br />
Klorbutanol.............................. 50 mg<br />
Propilenglikol........................... 500 µL<br />
Aqua destilata hingga.............. 10 mL<br />
• Tetes hidung Antazolin-Nafazolin (Fornas, hal 29)<br />
Antazolin HCl............................... 50 mg<br />
Nafazolin Nitrat............................ 2,5 mg<br />
Aqua destilata.............................. 3 mL<br />
Pelarut hingga 10 mL terdiri dari :<br />
Klorbutanol................................... 60 mg<br />
HPMC-200 cP............................... 140 mg<br />
NaCl............................................. 130 mg<br />
Aqua hingga................................. 10 mL<br />
• Tetes hidung Adrenalin (Fornas h.120)<br />
Adrenalin bitartrat........................... 182 mg<br />
Klorbutanol...................................... 50 mg<br />
Natrium pirosulfit............................. 10 mg<br />
Propilenglikol.................................. 500 mg<br />
Aquadest hingga............................. 10 mL<br />
• Tetes hidung nafazolin K (Fornas h.202)<br />
Nafazolin NO3................................ 5 mg<br />
Benzalkonium klorida...................... 1 mg<br />
NaHPO4......................................... 22 mg<br />
Na2HPO4....................................... 36 mg<br />
NaCl................................................ 70 mg<br />
Aquadest hingga............................. 10 mL<br />
• Tetes hidung antazolin – Fenilefrina (Fornas h.31)<br />
Antazolin HCl................................... 12,5 mg<br />
Phenylephrin HCl............................ 25 mg<br />
Natrium sulfite................................. 1,25 mg<br />
Na 2 HPO4....................................... 33,3 mg<br />
KH2PO4....................................... 16,7 mg<br />
NaCl................................................ 25,8 mg<br />
Metilselulosa-4000cP........................10 mg<br />
Pelarut yang cocok hingga<br />
10 ml<br />
• Tetes hidung Oksimetazolin Hidroklorida (FI IV h. 638, USP 30/NF 25, 2832).<br />
• Tetes hidung Fenilefrina hidroklorida (FI III, 490)<br />
• Tetes hidung Nafazolin Hidroklorida (FI III h.392-393, USP 30/NF 25, 2707)<br />
• Tetes hidung Flunisolide (USP 30/NF 25, 2148)<br />
• Tetes hidung Oxytocin (USP 30/NF 25, 2843)<br />
• Tetes hidung Tetrahydrozoline hydrochloride (USP 30/NF 25, 3316)<br />
100
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
STERIL<br />
• Tetes hidung xylometazoline hydrochloride (USP 30/NF 25, 3848)<br />
• Tetes hidung phenylephrine hydrochloride (USP 30/NF 25, 2933)<br />
• Tetes hidung ephedrine (BP 2008, 2663)<br />
• Tetes hidung xylometazoline (BP 2008, 3160)<br />
101
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
STERIL<br />
OBAT TETES TELINGA<br />
(Re-New by: Sari)<br />
I. PENDAHULUAN<br />
A. DEFINISI<br />
• (FI III , 10)<br />
Tetes telinga adalah obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan cara meneteskan obat ke<br />
dalam telinga. Kecuali dinyatakan lain, tetes telinga dibuat menggunakan cairan pembawa bukan<br />
air.<br />
• (FI IV, 15)<br />
Larutan otik (tetes telinga) adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain<br />
dan bahan pendispersi, untuk penggunaan telinga luar.<br />
Suspensi tetes telinga adalah <strong>sediaan</strong> cair mengandung partikel-partikel halus yang ditujukan<br />
untuk diteteskan pada telinga bagian luar. (FI IV, hal 18)<br />
• The Pharmaceutical Codex, hal 158<br />
Tetes telinga adalah larutan, suspensi, atau emulsi dari satu atau lebih zat aktif dalam air,<br />
dilarutkan dalam etanol, gliserin, propilenglikol, atau pembawa lain yang cocok.<br />
• (BP 2008, 2342)<br />
Tetes telinga adalah larutan, emulsi, atau suspensi dari satu atau lebih bahan aktif dalam cairan<br />
pembawa yang sesuai untuk digunakan pada ‘auditory meatus’ tanpa menghasilkan tekanan<br />
yang berbahaya pada gendang telinga (seperti air, glikol, dan asam lemak).<br />
B. BENTUK SEDIAAN<br />
Bentuk <strong>sediaan</strong> tetes telinga bisa berupa larutan, suspensi, dan emulsi.<br />
Bentuk <strong>sediaan</strong> yang paling banyak digunakan adalah bentuk larutan, tetapi suspense dan salep<br />
masih didapati dalam penggunaannya (Ansel, 567).<br />
C. PENGGUNAAN (Repetitorium hal.45, Husa’s hal. 272-276, Ansel hal. 568-569)<br />
1. Melepaskan/melunakkan kotoran telinga<br />
Kotoran telinga merupakan campuran sekresi kelenjar keringat dan kelenjar sebasea dari<br />
saluran telinga bagian luar. Pengeluaran kotoran ini kalau didiamkan akan menjadi kering,<br />
setengah padat yang lekat dan menahan sel-sel epitel, bulu yang terlepas serta debu atau<br />
benda-benda lain yang masuk telinga. Tumpukan kotoran ini bila berlebihan dapat<br />
menimbulkan gatal, rasa sakit, gangguan pendengaran, dan merupakan penghalang<br />
pemeriksaan otologik.<br />
Bahan yang biasanya digunakan adalah minyak mineral encer, minyak nabati, H2O2,<br />
kondensat TEA polipeptida oleat dalam propilenglikol, dan karbamida peroksida serta<br />
natrium bikarbonat dalam gliserin anhidrat. (Petunjuk Praktikum Steril, 15; Ansel, 567-568)<br />
2. Anti infeksi ringan<br />
Antara lain kloramfenikol, kolistin sulfat, neomisin, polimiksin B sulfat, dan nistatin (Ansel,<br />
hal 567). Umumnya diformulasikan dalam propilenglikol atau gliserin anhidrat dan<br />
dikombinasikan dengan bahan analgetik dan anestesi lokal. Untuk infeksi akut diobati<br />
dengan antibiotika sistemik (Repetitorium, hal 45).<br />
3. Antiseptik dan anestesi<br />
Antara lain fenol, AgNO3, lidokain HCl, dibukain, benzokain (Petunjuk Praktikum Steril,<br />
15; Ansel, 568)<br />
101
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
STERIL<br />
4. Anti radang<br />
Antara lain : hidrokortison dan deksametason natrium fosfat (Ansel, 569)<br />
5. Membersihkan telinga setelah pengobatan<br />
Antara lain spiritus (Petunjuk Praktikum Steril, 15)<br />
6. Mengeringkan permukaan dalam telinga yang berair .Contoh : Al-asetat sebagai adstringen<br />
(Petunjuk Praktikum Steril, 15)<br />
D. FAKTOR PENTING<br />
(Benny Logawa, Buku Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi Sediaan Steril, hal 9-14)<br />
1. Kelarutan<br />
Data kelarutan menentukan jenis <strong>sediaan</strong> yang dibuat, jenis zat aktif yang dipilih, dan<br />
tonisitas larutan (jika pembawanya air).<br />
2. pH stabilita<br />
Beberapa zat aktif akan terurai pada pH larutannya sehingga pH larutan diatur sampai<br />
mencapai pH stabilita zat aktif. pH stabilita adalah pH dimana penguraian zat aktif paling<br />
minimal sehingga diharapkan kerja farmakologi optimal dengan kerja sampingan minimal<br />
tercapai. pH stabilita dicapai dengan menambahkan asam encer seperti HCL encer atau asam<br />
bikarbonat, atau basa lemah.<br />
3. Stabilitas zat aktif<br />
Data ini membantu menentukan jenis <strong>sediaan</strong>, jenis bahan pembawa, metoda sterilisasi atau<br />
cara pembuatan. Zat aktif dapat terurai, diantaranya oleh berbagai faktor seperti oksigen<br />
(oksidasi), air (hidrolisa), suhu (oksidasi), karbondioksida (turunnya pH larutan), cahaya<br />
(oksidasi), pelepasan alkali wadah (naiknya pH larutan), sesepora ion logam berat sebagai<br />
katalisator reaksi oksidasi. Jika zat aktif teroksidasi oleh oksigen, setelah air suling<br />
dididihkan<br />
dialiri gas nitrogen dan ke dalam larutan ditambah antioksidan. Jika zat aktif terurai oleh air<br />
maka alternatifnya :<br />
• dibuat dengan penambahan asam atau basa untuk mencapai pH stabilita atau dengan<br />
penambahan dapar. Jangka waktu penyimpanan sebaikanya diperhatikan.<br />
• Memilih jenis pelarut dengan polaritas lebih rendah daripada air<br />
• Sediaan dibuat dalam bentuk kering<br />
Perlu diperhatikan apakah zat aktif dapat terpengaruh akibat cahaya matahari. Sesepora ion<br />
Logam berat diatasi dengan penambahan zat pengompleks. Jenis wadah pun harus<br />
diperhatikan.<br />
4. Tak tersatukannya zat aktif<br />
Ditinjau secara kimia biasanya disebabkan oleh perbedaan pH stabilitas, keasaman atau<br />
kebasaan. Jika perbedaan > dari 1 skala pH disarankan agar <strong>sediaan</strong> dibuat terpisah.<br />
Secara fisika umumnya berupa campuran eutektik, kristalisasi kembali zat aktif dari larutan<br />
jenuhnya, perbedaan kelarutan (diatasi dengan mensuspensikan salah satu zat aktif ke dalam<br />
zat aktif lainnya dengan asumsi bahwa kombinasi keduanya memang dibutuhkan).<br />
Secara farmol, dapat berupa kerja antagonis atau sinergis dengan kemungkinan tercapainya<br />
efek toksik. 2 zat aktif antagonis terkadang tak perlu dipisahkan pembuatannya jika dosis<br />
keduanya terpaut jauh. Kombinasi antagonis dipisahkan pembuatannya jika dosis yang<br />
diminta sama banyak.<br />
102
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
STERIL<br />
5. Dosis<br />
6. Bahan pembantu<br />
Perlu diperhatikan kelarutan eksipien dimana disesuaikan dengan kelarutan zat aktif. pH<br />
eksipien juga disesuaikan dengan pH stabilita zat aktif agar efek optimal.<br />
II. FORMULASI<br />
A. FORMULA UMUM<br />
R/ Zat aktif<br />
Bahan tambahan :<br />
Pelarut/ cairan pembawa<br />
- pengental<br />
- pensuspensi (untuk bentuk <strong>sediaan</strong> suspensi)<br />
- pengawet<br />
- antioksidan<br />
- dll<br />
B. TEORI BAHAN PEMBANTU<br />
a. Cairan pembawa/pelarut<br />
Digunakan cairan yang mempunyai kekentalan yang cocok agar mudah menempel pada dinding<br />
telinga. Umumnya digunakan propilenglikol atau gliserin. Keuntungan pelarut ini adalah karena<br />
viskositas yang cukup tinggi hingga kontak dengan permukaan mukosa telinga akan lebih lama<br />
(Art of Compounding him 257). Sifat higroskopis dari pelarut ini menyebabkan terjadinya proses<br />
penarikan lembab sehingga mengurangi pembengkakan jaringan dan pertumbuhan<br />
mikroorganisme dengan cara membuang lembab yang tersedia untuk proses kehidupan<br />
mikroorganisme yang ada. Selain itu dapat juga dipakai etanol 90%, heksilen glikol, dan minyak<br />
lemak nabati (Ansel him 569).<br />
(Repetitorium) Ex : kloramfenikol (kelarutan dalam air 1 : 400 dan dalam propilenglikol 1 : 7),<br />
maka dipakai pelarut propilenglikol untuk memperoleh larutan obat tetes telinga yang efektif<br />
dan cukup kental.<br />
b. Pensuspensi (FI III, hal 10)<br />
Dapat digunakan sorbitan (Span), polisorbat (Tween) atau surfaktan lain yang cocok<br />
c. Pengental<br />
Dapat ditambahkan pengental agar viskositas larutan cukup kental. Viskositas larutan yang<br />
meninggi membantu memperkuat kontak antara <strong>sediaan</strong> dengan permukaan yang terkena<br />
infeksi/mukosa telinga.<br />
d. Pengawet<br />
Pengawet umumnya ditambahkan ke dalam <strong>sediaan</strong> tetes telinga, kecuali <strong>sediaan</strong> itu sendiri<br />
memiliki aktivitas antimikroba (The Pharmaceutieal Codex hlm 158). Pengawet yang biasanya<br />
digunakan adalah klorobutanol (0,5%), timerosal (0,01%), dan kombinasi paraben-paraben<br />
(Ansel him 569). Bila aktivitas antinikroba didapat dari Zat Aktif, harus tetap digunakan<br />
pengawet,kecuali aktivitas antimikroba didapat dari eksipient yang lain.<br />
e. Antioksidan (Ansel hal. 569)<br />
Jika diperlukan antioksidan dapat ditambahkan ke dalam <strong>sediaan</strong> tetes telinga, misalnya<br />
Nadisulfida/Na-bisulfit.<br />
f. Keasaman-kebasaan<br />
Kecuali dinyatakan lain pH larutan antara 5,0-6,0. (FI III, hal 10)<br />
103
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
STERIL<br />
Sedangkan pada “The Art of Compound, hal. 257” disebutkan bahwa pH optimum larutan air<br />
untuk pengobatan telinga adalah 5-7,8. Umumnya tidak dikehendaki dalam suasana basa<br />
karena tak fisiologis dan malah memberikan medium optimum untuk pertumbuhan<br />
bakteri/terjadi infeksi.<br />
g. Tonisitas & Sterilisasi<br />
Tidak mutlak diperlukan, sebaiknya steril.<br />
III. METODE DAN PROSEDUR PEMBUATAN<br />
Disesuaikan dengan jenis <strong>sediaan</strong>nya (larutan, suspensi, atau emulsi).<br />
Prosedur pembuatan tetes telinga<br />
1. Semua zat ditimbang pada kaca arloji sesuai dengan formula dan segera dilarutkan dengan aqua<br />
bidestilata (hati-hati bila pembawa OTT yang akan digunakan bukan aquabidest, mungkin<br />
tampak lebih cocok bila dilarutkan dalam pembawa) secukupnya. Jika terdapat beberapa zat,<br />
maka segera dilarutkan sebelum menimbang zat berikutnya. (Sangat tidak memungkinkan pada<br />
ujian praktek coz ruang timbang ada di luar ruangan steril, so tampak harus timbang semua zat<br />
dulu, baru dicampur-campur di ruang steril disesuaikan dengan metide sterilisasi yang akan<br />
digunakan)<br />
2. Semua bahan dimasukkan ke dalam gelas piala yang dilengkapi dengan batang pengaduk, dan<br />
dilarutkan dalam aqua bidestilata. Kaca arloji dibilas dengan aqua bidestilata minimal sebanyak<br />
dua kali.<br />
3. Setelah zat larut, larutan tersebut dituang ke dalam gelas ukur hingga volume tertentu di bawah<br />
volume yang seharusnya dibuat (contoh : jika dibuat 100 mL larutan, larutan dalam gelas ukur<br />
diatur tepat hingga 75 mL _ ini maksudnya + 25mL digunakan untuk membilas-bilas wadah<br />
yang digunakan, sehingga bisa meminimalkan kehilangan zat aktif, misal melekat pada wadah;<br />
selengkapnya bisa dilihat di Buku Petunjuk Praktikum Steril hlm 25)<br />
Suspensi tetes telinga secara aseptis, diisikan langsung dari gelas ukur ke dalam botol steril yang<br />
telah dikalibrasi. Tutup dengan pipet tetesnya kemudian dipasang. (mengacu pada pembuatan<br />
suspensi tetes mata di Petunjuk Praktikum Steril hlm 36). Petunjuk Praktikum Likuida &<br />
Semisolida, hal 34 ; Pembuatan <strong>sediaan</strong> suspensi steril dilakukan secara aseptik, di mana semua<br />
bahan yang akan dibuat <strong>sediaan</strong> disterilisasi dulu dengan cara yang sesuai, kemudian dicampur di<br />
bawah Laminar Air Flow.<br />
Penandaan pada etiket harus juga tertera ’Tidak boleh digunakan lebih dari 1 bulan setelah<br />
tutup dibuka’<br />
IV. EVALUASI DAN PENYIMPANAN<br />
Evaluasi untuk <strong>sediaan</strong> obat tetes telinga disesuaikan dengan bentuk <strong>sediaan</strong>nya, apakah<br />
larutan,suspensi, atau emulsi. Untuk itu dapat dilihat pada evaluasi <strong>sediaan</strong> larutan, suspensi, atau<br />
emulsi. Jika dipersyaratkan steril,maka dilakukan juga uji sterilitas (FI IV hal. 855). Lihat evaluasi<br />
OTM!<br />
WADAH/PENGEMASAN<br />
Preparat telinga biasanya dikemas dalam wadah gelas atau plastik berukuran kecil (5-15mL)<br />
dengan memakai alat penetes. (Ansel, 569)<br />
104
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
STERIL<br />
V. SEDIAAN DI PUSTAKA<br />
A. CONTOH FORMULA<br />
1. Tetes telinga kloramfenikol (Fornas, hal. 64)<br />
Kloramfenikol<br />
1 g<br />
Propilenglikol hingga<br />
10 mL<br />
2. Tetes telinga Natrium subkarbonat (Fornas, hal. 207)<br />
Natrium subkarbonat<br />
500 mg<br />
Gliserin<br />
3 mL<br />
Aquadest hingga<br />
10 mL<br />
3. Tetes telinga fenol (Fornas, hal. 238)<br />
Fenol liq.<br />
800 mg<br />
Gliserin hingga<br />
10 g<br />
4. Tetes telinga Hidrogenperoksida (Fornas, hal 157)<br />
Hidrogen peroksida solutio dilutum 5 g<br />
Etanol 90% hingga<br />
10 mL<br />
5. Tetes telinga Hidrokortison Oksitetrasiklin Polimiksina (Fornas, hal 154)<br />
Oksitetrasiklin hidroklorida<br />
50 mg<br />
Polimiksin B sulfat<br />
100.000 UI<br />
Hidrokortison asetas<br />
150 mg<br />
Pembawa yang cocok secukupnya<br />
6. Tetes telinga Kanamisin (Fornas, hal 171)<br />
Kanamisina Sulfas<br />
200 mg<br />
Pembawa yang cocok hingga 10 mL<br />
7. Tetes telinga Fenol (Husa’s, hal 275)<br />
Fenol 5%<br />
Gliserin q.s<br />
30 cc<br />
8. Tetes telinga Antipirin (Husa’s, hal 275)<br />
Antipirin 6%<br />
Benzokain 1,7%<br />
Gliserol q.s<br />
30 cc<br />
Contoh-contoh dari beberapa preparat telinga dalam perdagangan (Ansel hal. 570)<br />
Nama produk Pabrik Bahan Aktif Pembawa Penggunaan/indikasi<br />
Pembuat<br />
Auralgan Otic<br />
Solution<br />
Ayerst Antipirin,<br />
Benzokain<br />
Gliserin dehidrat Otitis media akut<br />
Cerumenex<br />
Drops<br />
Chloromycetin<br />
Otic<br />
Cortisporin<br />
Otic Solution<br />
Purdue<br />
Frederick<br />
Parke-<br />
Davis<br />
Burroughs<br />
Wellcome<br />
Trietanolamin,<br />
polipeptida<br />
oleatkondensat<br />
Propilenglikol<br />
Unsur cerumenolitik<br />
untuk membersihkan<br />
kotoran telinga yang<br />
terjepit<br />
Kloramfenikol Propilenglikol Antiinfeksi<br />
Polimiksin B<br />
sulfat,<br />
neomisin sulfat,<br />
hidrokortison<br />
Gliserin, propilen<br />
glikol, air untuk<br />
injeksi<br />
Infeksi bakteri<br />
Superficial<br />
105
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />
STERIL<br />
Debrox Drops Marion Karbamid Gliserin anhidrat Pembersih lilin telinga<br />
Peroksida<br />
Metreton Schering Na prednisolon air<br />
Antiinflamasi<br />
Ophthalmic/Otic<br />
Solution<br />
fosfat<br />
Otobiotic Otic<br />
Solution<br />
Schering Polimiksin B<br />
sulfat<br />
Propilenglikol,<br />
gliserin, air<br />
Infeksi bakteri<br />
Superficial<br />
VoSol Otic<br />
Solution<br />
Wallace Asam asetat Propilenglikol Antibakteri/antiifungi<br />
B. DAFTAR MONOGRAFI SEDIAAN TETES TELINGA<br />
1. FI IV<br />
Kloramfenikol, 191<br />
2. BP 2008<br />
Minyak almon, 2402<br />
Aluminium asetat, 2405<br />
Kloramfenikol, 2516<br />
Kolin salisilat, 2532<br />
Hidrokortison asetat + gentamisin, 2737<br />
Olive Oil, 2353<br />
Sodium bikarbonat, 2944<br />
3. USP 30/NF 25 2007<br />
a. Larutan.<br />
Asam asetat, 1295<br />
Asam asetat dan hidrokortison, 2295<br />
Antipirin dan benzokain, 1430<br />
Antipirin, benzokain, dan fenilefrin hidroklorida, 1431<br />
Kloramfenikol, 1707<br />
Hidrokortison, noemisin, dan polimiksin B sulfat, 2734<br />
Hidrokortison dan polimiksin B sulfat, 2970<br />
b. Suspensi.<br />
Kolistin, neomisin sulfat, dan hidrokortison asetat, 1831<br />
Hidrokortison, neomisin, dan polimiksin B sulfat, 2735<br />
106
KRIM STERIL<br />
Krim adalah bentuk <strong>sediaan</strong> setengah padat, mengandung satu atau lebih bahan terlarut atau<br />
terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (FI IV, hal 6).<br />
Krim adalah <strong>sediaan</strong> semi solid kental, umumnya berupa emulsi M/A (krim berair) atau<br />
emulsi A/M (krim berminyak) (The Pharmaceutical Codex 1994, hal 134)<br />
Apabila <strong>sediaan</strong> terutama ditujukan untuk penggunaan pada luka terbuka yang besar atau pada<br />
kulit yang terluka parah, maka krim harus steril. Sediaan harus memenuhi uji sterilitas (BP ’93<br />
hal. 756)<br />
Hal yang harus diperhatikan untuk <strong>sediaan</strong> krim steril antara lain adalah:<br />
• Metode/prosedur pembuatan. (Van Duin).<br />
Pembuatan basis krim steril :<br />
- Semua bahan yang larut air ditempatkan dalam cawan dan disterilkan pada 115-116°C selama<br />
30 menit.<br />
- Semua bahan larut minyak ditempatkan pada cawan dan disterilkan pada suhu 170°C selama 1<br />
jam dalam oven.<br />
- Campur fasa minyak dan air dafam mortir yang sudah disterilkan, gerus hingga terbentuk<br />
basis krim yang homogen.<br />
• Sterilitas : bila krim berlabel steril maka harus memenuhi uji sterilitas (BP ’93 hal.756, lihat<br />
lampiran XVI A)<br />
• Penandaan : bila perlu krim tersebut steril (BP ’88 hal. 650)<br />
• Memilih cara pemecahan masalah:<br />
- Pemilihan basis krim berdasarkan pertimbangan afinitas zat aktif dalam basis digunakan, hal<br />
ini akan mempengaruhi pelepasan zat aktif dari pembawanya.<br />
- Formula basis yang dipilih berdasarkan pertimbangan stabilitas dispers zat aktif dan<br />
kemudahan untuk dioleskan.<br />
- Pemilihan eksipien yang dibutuhkan berdasarkan pertimbangan kompatibilitas eksipien<br />
dengan zat aktif dan basis serta<br />
- Untuk <strong>sediaan</strong> krim steril, dibuat secara aseptik. Zat aktif, basis dan zat pembantu harus<br />
disterilkan.<br />
• Merencanakan pelaksanaan persoalan:<br />
- Formula<br />
- Jumlah krim yang akan dibuat dan ditambah 250 gram untuk uji konsistensi <strong>sediaan</strong><br />
- Penimbangan untuk zat aktif, basis dan zat tambahan<br />
- Cara kerja, perhatikan untuk krim steril dan krim non steril. Lihat cara pembuatan krim<br />
- Evaluasi krim<br />
- Uji mutu <strong>sediaan</strong> akhir krim steril, lihat uji mutu <strong>sediaan</strong> krim + uji sterilitas (tek.far likuid &<br />
semisolid, penuntun prakt. Farfis, lachman teory dan praktek far. Industri, martin farfis, FI<br />
IV)<br />
• Krim steril dibuat dengan cara aseptik (Fornas) dalam laminar air flow (LAF). Sterilisasi akhir<br />
dengan pemanasan tidak dilakukan untuk menghindari rusaknya <strong>sediaan</strong>.<br />
(Pharmaceutical Handbook, 18 th ed., London, The Pharmaceutical Press.): Beberapa hal yang harus<br />
diperhatikan pada proses aseptik, yaitu antara lain udara, operator, perabotan, perlengkapan, dan<br />
peralatan.<br />
1. Udara<br />
Idealnya digunakan udara steril yang dibuat dengan Filtration of Air. Hal ini dapat dicapai dengan<br />
mengatur kecepatan udara masuk sedikit lebih tinggi daripada udara keluar. Udara dalam ruangan<br />
akan berganti 10-20 kali setiap jam sehingga organisme akan terbawa keluar. Tekanan yang tinggi<br />
akan mencegah masuknya udara yang terkontaminasi dari luar. Laminar Air Flow (LAF) cabinet<br />
ideal digunakan untuk proses aseptik. Cabinet diisi udara steril dari filter absolut dari dinding<br />
belakang. Semua area operasi terus menerus dialiri oleh udara steril selama proses sehingga<br />
kontaminasi berlebihan dapat dihindari<br />
.
2. Operator merupakan sumber utama kontaminan.<br />
Sebaiknya jangan menggunakan semua pakaian normal sebelum masuk ke daerah aseptik dan<br />
menggantinya dengan pakaian steril, yaitu pakaian kerja, masker, sarung tangan. Sebaiknya<br />
tidak ada permukaan kulit yang tidak tertutup. Tangan dicuci dengan air panas bersabun dan<br />
menggunakan larutan baktersida yang tepat (misalnya: chlorhexidin, alkohol) sebelum<br />
menggunakan sarung tangan steril.<br />
3. Perabotan dan perlengkapan.<br />
Perabotan yang digunakan hanya bangku kerja yang memiliki permukaan tidak kasar dan<br />
sebaiknya tidak dapat ditembus oleh bakterisida.<br />
4. Peralatan<br />
Semua peralatan yang digunakan disterilisasi dengan menggunakan cara yang sesuai, misalnya<br />
dengan autoclave atau pemanasan kering. Lindungi peralatan dari kontaminan sebelum digunakan<br />
dengan membungkusnya secara dobel. Tidak disarankan untuk mengelap dengan larutan<br />
bakterisida kecuali tidak ada metode lain yang tersedia.<br />
Proses aseptik:<br />
Menyiapkan daerah kerja dan menyusun bahan serta alat yang dibutuhkan. Hal ini termasuk<br />
mensterilkan permukaan atau area dengan baktersida.<br />
Air treatment (ventilation, electrostatic precipitation, dll) untuk mengurangi jumlah kontaminan<br />
yang dapat disebabkan oleh pergerakan.<br />
Proses aseptik dilakukan dengan prinsip menghindari sentuhan yang tidak diperlukan sedapat<br />
mungkin serta mengurangi jumlah dan pergerakan operator untuk mengurangi resiko kontaminasi.<br />
Sampel dipilih dan diuji sterilitasnya.<br />
Sterilisasi mortar:<br />
Tidak diketahui Tanya dosen<br />
Pemanasan mortar dalam laboratorium steril, terkadang dengan membakar mortar (alcohol+ api).<br />
Pembakaran tidak dilakukan di bawah LAF.<br />
5. Wadah (hal. 136-137):<br />
a. Metal<br />
Sterilisasi dengan pemanasan pada suhu 170 o C minimal selama 1 jam. Selain itu juga dapat<br />
digunakan high vacuum autoclaving. Proses “flaming”/pembakaran untuk sterilisasi tidak<br />
dianjurkan kecuali saat darurat. Waktu yang cukup untuk mensterilisasi dapat menyebabkan<br />
terjadinya oksidasi logam dan beberapa bahan yang kecil (fine particles) dapat hancur.<br />
b. Plastik<br />
Polivinil klorida, politetrafloroetilen dan irradiated polyethylene dapat disterilisasi dengan<br />
autoclave dengan cara yang sama dengan karet. Alat yang baru dapat melepaskan sejumlah<br />
material larut air sehingga semua alat baru harus diperlakukan seperti karet sebelum digunakan.<br />
Polistiren bersifat termolabil dan paling baik disterilisasi menggunakan etilen oksida atau radiasi<br />
ion. Polietilen dengan berat jenis rendah dapat mengabsorbsi air jika dididihkan atau di-autoclave<br />
dan akan berubah bentuk. Sedangkan polimetilakrilat (perspex) bersifat termolabil dan sangat<br />
terdegradasi oleh radiasi ion. Keduanya paling baik disterilisasi dengan menggunakan etilen<br />
oksida. Plastik yang bersifat termolabil akan tenggelam dalam larutan bakterisida seperti<br />
chlorhexidina, quarternary ammonium compounds, phenolics, dan hypochlorite. Plastik dapat<br />
mengabsorbsi dan mengikat berbagai jenis larutan kimia sehingga cara sterilisasi dengan<br />
bakerisida tidak dianjurkan kecuali dalam kondisi darurat dan sudah diketahui tidak berefek<br />
terhadap plastik dan produknya.<br />
c. Karet<br />
Karet alam, sintetik dan silicon sebaiknya dicuci dengan detergen yang cocok, dibilas, kemudian<br />
dididihkan dalam air desilata beberapa kali sebelum digunakan sehingga diketahui bahwa bahan<br />
tersebut cukup kuat unuk diperlakukan seperti itu. Pendidihan pada karet yang baru dapat<br />
menghilangkan sebanyak mungkin bahan yang larut air sebelum digunakan. Bagian alat yang<br />
terbuat dari karet dapat disterilisasi dengan autoclave dan tidak dengan pemanasan kering. Selain<br />
itu juga dimasukkan air ke dalam bagian alat yang berbentuk tabung. Beberapa jenis karet silicon<br />
dapat dipanaskan secara kering apabila diperlukan
(Buku penuntun praktikum teknologi farmasi <strong>sediaan</strong> steril, benny logawa):<br />
Sterilisasi wadah<br />
Tube<br />
Tube dan tutupnya (jika terbuat dari logam) dicuci dengan air suling yang dilewatkan saringan G3<br />
(0,22 μm), kemudian diletakkan terbaring dalam kaleng bersih bermulut lebar dan tidak tertutup<br />
rapat, disterilkan dalam oven suhu 170 o C selama 2 jam (untuk apoteker). Tutup tube dari bahan<br />
plastik, disterilkan dengan cara merendamnya dalam alkohol 70% selama 2 jam (untuk apoteker),<br />
kemudian dikeringkan dalam oven (hati-hati jangan sampai meleleh)<br />
Teknik pengisian <strong>sediaan</strong> ke dalam wadahnya.<br />
Pasangkan tutup tube dengan baik. Masa krim ditimbang di atas kertas perkamen persegi panjang,<br />
kemudian digulung dan dimasukkan ke dalam tube dengan bantuan dua pinset steril (untuk<br />
praktikum) atau dihaluskan lebih dahulu dalam three roller mill, kemudian dipindahkan kedalam<br />
zalf filler steril sebelum diisikan ke dalam tube (untuk apoteker). Dasar tube ditekuk dengan alat<br />
penekuk tube.<br />
Pembuatan <strong>sediaan</strong> krim steril dilakukan secara aseptik dalam ruangan bersih lengkap dengan<br />
laminar air flow (LAF)<br />
Sterilisasi <strong>sediaan</strong><br />
zat aktif yang tahan suhu sterilisasi, disterilkan terlebih dahulu, sedangkan basis krim yang terdiri dari<br />
fase air dan fase minyak ditimbang 10% berlebih. Untuk zat hidrofob, disarankan menggunakan<br />
surfaktan.<br />
UJI MUTU SEDIAAN AKHIR KRIM STERIL<br />
Evaluasi Fisik<br />
1. Penampilan (GA, Tek. Far. Likuida & Semisolid, hal.127)<br />
2. Homogenitas (GA, Tek. Far. Likuida & Semisolida, hal.127)<br />
3. Viskositas dan rheologi (Penuntun Praktikum Farfis. Hal.14)<br />
4. Distribusi ukuran partikel (Lachman, Teori dan Praktek Far. Industri, hal.1086/ Theory &<br />
Practice of Industrial Pharmacy, 3th ed., page 531; Prosedur BP’93 mengacu pada evaluasi<br />
untuk salep mata, hal.738)<br />
5. Stabilitas krim (Petunjuk praktikum <strong>sediaan</strong> likuida dan semisolida, hal.38)<br />
6. Dilakukan uji percepatan dengan menggunakan agitasi atau sentrifugasi ( Lachman, Teori dan<br />
Praktek Farmasi Industri, hal.1081)<br />
7. Isi minimum (FI IV, hal.997)<br />
8. Penentuan tipe emulsi (Martin, Far. Fisika, hal.1144-1145)<br />
9. Penetapan pH (PI IV, hal.1039-1040)<br />
10. Uji pelepasan bahan aktif dari <strong>sediaan</strong>(Petunjuk praktikum <strong>sediaan</strong> likuida dan semisolida, hal.38)<br />
11. Uji kebocoran tube (FI IV,hal. 1086)<br />
Evaluasi Kimia<br />
1. Identifikasi (tergantung monografi)<br />
2. Uji penetapan kadar (tergantung monografi)<br />
Keterangan: semua uji-uji tersebut sama dengan pada pengujian krim tidak steril, jadi mengacu<br />
pada keterangan krim sebelumnya.<br />
Evaluasi Biologi<br />
1. Uji efektivitas pengawet antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet) (FI<br />
IV , hal 854-855)<br />
Tujuan: Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada <strong>sediaan</strong> dosis<br />
ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk parenteral yang<br />
dicantumkan pada<br />
Prinsip: Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam <strong>sediaan</strong> yang mengandung<br />
pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai parameter efektifitas pengawet
dalam <strong>sediaan</strong>. Inokulasi mikroba pada <strong>sediaan</strong> dengan cara menginkubasi tabung bakteri biologik<br />
(Candida Albicans, Aspergillus Niger, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus) yang<br />
berisi sampel dari inokula pada suhu 20-25°C dalam media Soybean-Casein Digest Agar.<br />
Syarat/penafsiran hasil:<br />
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:<br />
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari jumlah<br />
awal.<br />
b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang dari jumlah<br />
awal.<br />
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau kurang<br />
dari bilangan yang disebut pada a dan b.<br />
2. Penetapan Potensi Antibiotik (khusus jika zat aktif antibiotik) (FI IV, 891-899)<br />
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses pembuatan laruta dan<br />
menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.<br />
Prinsip : Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh antibiotik dalam <strong>sediaan</strong> yang<br />
ditambahkan ke dalam media padat atau cair yang mengandung biakan mikroba berdasarkan<br />
metode lempeng atau metode turbidimetri.<br />
Penafsiran hasil :<br />
Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode garis lurus transformasi log dengan<br />
prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linieritas (FI IV,hal 898). Harga KHM yang makin<br />
rendah, makin kuat potensinya. Pada Umumnya antibiotik yang berpotensi tinggi mempunyai<br />
KHM yang rendah dan diameter hambat yang besar<br />
3. Uji Sterilitas (FI IV,hal. 855-863)<br />
Tujuan : menetapkan apakah <strong>sediaan</strong> yang harus steril memenuhi syarat berkenaan dengan uji<br />
sterilitas seperti tertera pada masing-masing monografi.<br />
Prinsip : Menguji sterilitas suatu bahan dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan mikroba pada<br />
inkubasi bahan uji menggunakan cara inokulasi langsung atau filtrasi dalam medium Tioglikonat<br />
cair dan Soybean Casein Digest prosedur uji dapat menggunakan teknik inokulasi langsung ke<br />
dalam media pada 30-35 o C selama tidak kurang dari 7 hari.<br />
Hasil : Tahap Pertama: Memenuhi syarat uji jika pada interval waktu tertentu dan pada akhir<br />
periode inkubasi, diamati tidak terdapat kekeruhan atau pertumbuhan mikroba pada permukaan,<br />
kecuali teknik pengujian dinyatakan tidak absah. Jika ternyata uji tidak absah, maka dilakukan<br />
pengujian Tahap Kedua.<br />
Tahap Kedua: Memenuhi syarat uji jika tidak ditemukan pertumbuhan mikroba pada pengujian<br />
terhadap minimal 2 kali jumlah sampel uji tahap<br />
Pengujian sterilitas <strong>sediaan</strong> krim digolongkan menjadi dua bagian, yaitu:<br />
Salep dan minyak yang tidak larut dalam isopropyl miristat (FI IV hal 859-860)<br />
Salep dan minyak yang larut dalam isopropyl miristat (FI IV hal.862)
SALEP MATA<br />
(Re-new by: Putri Y.S)<br />
I. DEFINISI<br />
Definisi salep mata menurut beberapa literatur :<br />
1. FI IV hal 12 salep mata adalah salep yang digunakan pada mata.<br />
2. BP 1993 hal 73 salep mata adalah <strong>sediaan</strong> semisolida steril yang mempunyai penampilan<br />
homogen dan ditujukan untuk pengobatan konjungtiva. Salep mata dapat mengandung satu<br />
atau lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi dalam basis yang sesuai. Basis yang umum<br />
digunakan adalah lanolin, vaselin, dan parafin liquidum serta dapat mengandung bahan<br />
pembantu yang cocok seperti anti oksidan, zat penstabil, dan pengawet.<br />
3. Aulton, Pharmaceutical Practice,hal 267, Salep mata digunakan untuk tujuan terapeutik<br />
dan diagnostik, dan mengandung obat seperti antimikroba (antibakteri dan antivirus),<br />
kortikosteroid, antiinflamasi nonsteroid (NSAID’S) dan midriatik. Basis salep mata seperti<br />
Simple Eye Ointmen BP1988 dapat digunakan untuk memberikan efek lubrikasi. Salep<br />
mata harus steril dan praktis bebas dari kontaminasi partikel dan harus diperhatikan untuk<br />
memelihara stabilitas <strong>sediaan</strong> selama waktu paruhnya dan sterilitas selama pemakaian.<br />
4. Lachman, The Theory of Industrial Pharmacy hal. 230, <strong>sediaan</strong> salep mata yang ideal<br />
adalah :<br />
• Sediaan yang sedemikian sehingga dapat diperoleh efek terapi yang diinginkan dan <strong>sediaan</strong><br />
ini dapat digunakan dengan nyaman oleh penderita.<br />
• Salep mata yang menggunakan semakin sedikit bahan dalam pembuatannya akan<br />
memberikan keuntungan karena akan menurunkan kemungkinan interferensi dengan<br />
metode analitik dan menurunkan bahaya reaksi alergi pada pasien yang sensitif.<br />
II. TEORI<br />
2.1. Keuntungan Sediaan Salep Mata<br />
Sediaan mata umumnya dapat memberikan bioavailabilitas lebih besar daripada <strong>sediaan</strong><br />
larutan dalam air yang ekuivalen. Hal ini disebabkan karena waktu kontak yang lebih lama sehingga<br />
jumlah obat yang diabsorbsi lebih tinggi. Salep mata dapat mengganggu penglihatan, kecuali jika<br />
digunakan saat akan tidur (Remington Pharmaceutical Science, hal.1585).<br />
.<br />
2. 2. Penyiapan Salep Mata<br />
Meskipun salep mata dapat disterilkan dengan radiasi ionisasi, tetapi biasanya dibuat<br />
dengan menggunakan teknik aseptik, dengan mencampurkan zat-zat berkhasiat yang telah<br />
dihaluskan atau larutan pekat steril dari zat berkhasiat ke dalam basis. Alat yang digunakan dalam<br />
pembuatan harus dibersihkan dan disterilkan .<br />
Salep mata disiapkan dengan 2 metode :<br />
a. Zat aktif yang larut dalam air dan membentuk larutan yang stabil, maka zat aktif dilarutkan<br />
dengan air untuk injeksi dalam jumlah minimum. Larutan tersebut diinkorporasikan pada<br />
basis cair dan campuran diaduk hingga dingin.<br />
b. Zat aktif tidak larut dalam air, maka zat aktif dihaluskan bersama dengan sejumlah<br />
basis. Campuran ini diencerkan dengan basis yang tersisa.<br />
2.3 Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Menyediakan Sediaan Salep Mata<br />
(Farmakope Indonesia IV hal. 12)<br />
Perhatian khusus untuk setiap salep mata adalah:<br />
1. Sediaan dibuat dari bahan yang sudah disterilkan dengan perlakuan aseptik yang ketat serta<br />
memenuhi syarat uji sterilitas <br />
2. Bila bahan tertentu yang digunakan dalam formulasi tidak dapat disterilkan dengan cara<br />
biasa, maka dapat digunakan bahan yang memenuhi syarat uji sterilitas dengan pembuatan<br />
secara aseptik. Salep mata harus memenuhi persyaratan uji sterilitas. Sterilitas akhir salep<br />
73
mata dalam tube biasanya dilakukan dengan radiasi sinar gamma. (RPS hal. 1585).<br />
Kemungkinan kontaminasi mikroba dapat dikurangi dengan melakukan pembuatan uji<br />
dibawah aliran udara laminar.<br />
3. Salep mata harus mengandung bahan atau campuran bahan yang sesuai untuk mencegah<br />
pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang mungkin masuk secara tidak sengaja bila<br />
wadah dibuka pada waktu penggunaan. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi atau<br />
formulanya sendiri sudah bersifat bakteriostatik (lihat bahan tambahan seperti yang terdapat<br />
pada uji salep mata .<br />
Zat anti mikroba yang dapat digunakan (RPS hal.1585) :<br />
• klorbutanol<br />
• paraben<br />
• senyawa Hg organik OTT dengan halida<br />
4. Bahan obat yang ditambahkan ke dalam dasar salep berbentuk larutan atau serbuk halus.<br />
5. Salep mata harus bebas dari partikel kasar dan harus memenuhi syarat kebocoran dan<br />
partikel logam pada Uji Salep Mata.<br />
Salep mata tidak boleh mengandung partikel yang dapat mengiritasi mata. Dalam<br />
pembuatan diusahakan untuk meminimalkan kontaminasi dari partikel asing, seperti<br />
pecahan partikel logam dari peralatan yang dipakai untuk membuat <strong>sediaan</strong>. Dan juga perlu<br />
dilakukan pengurangan ukuran partikel sehingga tidak dapat dirasakan kekasaran pada uji<br />
homogenitas. (RPS hal.1585).<br />
6. Wadah salep mata harus dalam keadaan steril pada waktu pengisian dan penutupan. Wadah<br />
salep mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada pemakaian<br />
pertama.<br />
7. Dasar salep yang dipilih tidak boleh mengiritasi mata, memungkinkan difusi obat dalam<br />
cairan mata dan tetap mempertahankan aktivitas obat dalam jangka waktu tertentu dalam<br />
kondisi penyimpanan yang sesuai.<br />
III. FORMULA<br />
3. 1 Formula Umum<br />
Formula umum salep mata sama dengan formula umum salep, hanya berbeda dalam<br />
cara pembuatannya.<br />
3. 2 Formula menurut buku-buku resmi<br />
3.2.1 Formula dari Zat Aktif<br />
• Salep mata Tetrasiklin HCl (Fornas 1978 hal. 286)<br />
• Salep mata Kloramfenikol (Fornas1978 hal 66 dan BP 2002, hal 2013)<br />
• Salep mata Kloramfenikol, hidrokortison asetat (salep hidrokortison, Fornas1978 hal 153)<br />
• Salep mata Neomisina sulfat (Salep Neomisin, Fornas 1978 hal 209 dan BP 2002, hal 2339)<br />
• Salep mata Gentamisina (Fornas 1978 hal 136)<br />
• Salep mata Oksitetrasiklina (Fornas1978 hal 223)<br />
• Aciklovir Eye Ointment (BP 2002, hal 1916)<br />
• Atropine Eye Ointment (BP 2002, hal 1947)<br />
• Chlortetracycline Eye Ointment (BP 2002, hal 2025).<br />
• Hydrocortisone Acetate and Neomycin Eye Ointment (BP 2002, hal 2220).<br />
• Oxyphenbutazone Eye Ointment (BP 2002, hal 2362).<br />
• Polymyxin and Bacitracin Eye Ointment (BP 2002, hal 2397).<br />
• Simple Eye Ointment (BP 2002, hal 2443)<br />
3.2.2 Formula Basis Salep Mata<br />
• Basis salep mata<br />
R/ Wool fat 100 g<br />
Yellow Soft Parafin 800 g<br />
Liquid Parafin ad 1000 g<br />
Cara pembuatan:<br />
74
Lelehkan bersama wool fat dan Yellow Soft Parafin, tambahkan Liquid Parafin, saring<br />
campuran panas melalui kertas saring ”coarse”, ditempatkan dalam ”funnel” panas. Filtrat<br />
disterilisasi dengan panas kering pada minimum 150 0 C selama tidak kurang dari satu jam<br />
dan biarkan dingin.<br />
• Basis yang cocok untuk salep mata (BP) :<br />
R/ Lanolin 10 g<br />
Vaselin flavum 90 g<br />
Cara pembuatan :<br />
Lelehkan bersama lanolin dan vaselin flavum, saring panas-panas dan sterilisasi pada<br />
150°C selama 1 jam dan biarkan dingin. Jika memungkinkan 10% vaselin flavum diganti<br />
dengan sejumlah sama parafin likuidum untuk menghasilkan basis yang lebih halus.<br />
3. 3 Penjelasan dari Formula Umum (Aulton, Pharmaceutical Practice, hal. 267-269)<br />
a. Basis salep mata<br />
Basis salep mata biasanya terdiri atas parafin cair, lanolin, dan parafin kuning lunak<br />
(dengan perbandingan 1: 1 : 8). Lanolin digunakan untuk memfasilitasi pencampuran air.<br />
Perbandingan parafin yang digunakan dapat bervariasi, jika produk digunakan untuk iklim<br />
tropis dan subtropis maka parafin padat dicampurkan , dimana suhu tinggi membuat basis<br />
terlalu lunak untuk memberikan kenyamanan (untuk menjaga konsistensi salep). Alkohol<br />
alifatik (setil alkohol dan stearil alkohol) dan senyawa seperti kolesterol dan beeswax (fasa<br />
minyak) dapat ditambahkan ke dalam basis selain lanolin, untuk memfasilitasi<br />
pencampuran air untuk menghasilkan emulsi minyak dalam air.<br />
Batas ukuran partikel dalam salep mata yang mengandung partikel padat terdispersi<br />
diberikan dalam BP. Standar ini dapat dipenuhi dengan mereduksi semua padatan<br />
terdispersi menjadi serbuk yang sangat halus (< 25 μm) sebelum dicampurkan.<br />
b. Bahan pembantu yang digunakan untuk salep mata<br />
Meskipun formula obat dalam salep mata memiliki kecenderungan yang lebih kecil untuk<br />
mengalami penguraian secara kimia dan oleh mikroba daripada <strong>sediaan</strong> tetes mata, namun<br />
zat antimikroba, antioksidan dan zat penstabil dapat ditambahkan ke dalam formula salep<br />
mata.<br />
c. Antimikroba<br />
Salep mata memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk terkontaminasi daripada tetes<br />
mata karena alasan sebagai berikut :<br />
• Tetes mata mengandung air (pembawa) merupakan lingkungan yang disukai mikroba<br />
sebagai media pertumbuhan daripada parafin yang digunakan dalam basis salep mata.<br />
• Tube untuk salep mata umumnya memiliki lubang yang sangat kecil dan penggunaan salep<br />
mata sendiri langsung dari tube ke mata, sehingga kemungkinan terjadinya kontaminasi<br />
pada salep mata lebih kecil dibandingkan <strong>sediaan</strong> tetes mata, khususnya tetes mata yang<br />
menggunakan pipet.<br />
• Penggunaan collapsible tubes untuk salep mata menjamin bahwa pada tipe ini tidak<br />
terdapat ruang untuk udara, sehingga terhindar dari resiko yang berhubungan dengan<br />
masuknya kontaminasi melalui udara. Sedangkan keuntungan ini tidak ada pada tube<br />
plastik.<br />
Namun demikian, antimikroba tetap dapat ditambahkan ke dalam basis salep mata.<br />
Antimikroba diperlukan jika basis yang digunakan mengandung air dan hal ini<br />
diperbolehkan oleh hukum di USA Chlorbutil, metil-(dan propil-) hidroksibenzoat dan<br />
fenetil alkohol adalah pengawet yang ditambahkan ke dalam salep mata.<br />
75
d. Pengatur pH<br />
Jika pH fase air dari salep mata di luar batas toleransi mata maka akan timbul iritasi.<br />
Contohnya : pH dari fase air pada Sulphacetamide Eye Ointment di BP 1988 diadjust dulu<br />
sebelum dicampurkan ke fase minyak, karena larutan pekat Na-sulfasetamid sangat basa.<br />
e. Penyiapan, klarifikasi dan sterilisasi basis salep<br />
Lanolin, parafin kuning, dan parafin cair dipanaskan bersama dan disaring selagi panas<br />
melalui kain batis ke dalam wadah yang tetap akan bisa mempertahankan proses sterilisasi<br />
kering. Wadah ditutup untuk menghilangkan mikroorganisme dan basis disterilkan dengan<br />
mempertahankan keseluruhan isi wadah selama kombinasi waktu dan suhu efektif untuk<br />
meyakinkan jaminan sterilitas.<br />
f. Pengemasan zat berkhasiat<br />
Tutup ulir harus ditutup dan dilapisi dengan segel tanpa dapat disobek, atau seluruh tube<br />
ditutup dengan kemasan bersegel sehingga tube tidak dapat digerakkan atau dipindahkan<br />
tanpa menyobek segel. Kemasan luar yang cocok termasuk karton dengan klep bersegel dan<br />
kantung tertas bersegel, plastik atau film selulosa.<br />
g. Menurut buku Codex Medicantorum Nederlandicum (CMN)<br />
• Jika obat merupakan garam alkaloida, jumlah diperlukan untuk 100 bagian salep<br />
dimasukkan dalam mortir steril dan dilarutkan dalam sejumlah kecil air kemudian sedikitsedikit<br />
dimasukkan lelehan dasar salep yang masih panas sehingga jumlah 100 bagian<br />
salep. Aduk/geruslah sampai dingin.<br />
• Jika obat bukan garam alkaloida melainkan alkaloida bebas, jumlah daripadanya<br />
dimasukkan dalam mortir steril digerus dengan sebagian kecil lelehan salep dan digerus<br />
hingga rata, kemudian ditambahkan sisa dasar salep dan digerus hingga dingin.<br />
• Presentase obat harus dituliskan kecuali oculenta di bawah ini tanpa ditulis prosentase harus<br />
menurut resep di bawah :<br />
a. Oculentum atropin : 0,25% atropin sulfas dan 1,0% air.<br />
b. Oculentum atropin et hydrargiri oxydum : 0,125% atropin sulfas; 1,0% aqua dan 1,0<br />
hydrargiri oxydum flavum.<br />
c. Oculentum cocaini : 0,25% cocaini HCl dan 1,0% air.<br />
d. Oculentum iodofarm : 4,0% iodofarm.<br />
e. Oculentum hydrargiri oxydum : 1,0% hydrargiri oxydum flavum.<br />
f. Oculntum physostigmini : 0,125% physostigmini sulfas dan 1,0% air.<br />
g. Oculentum scopolamini : 0,125% scopolamini HBr dan 1,0% air.<br />
• Oculentum harus disimpan dalam pot tertutup baik dan kecil, di luar pengaruh cahaya dan<br />
di tempat sejuk.<br />
• Hydrargiri oxydum subsum dalam salep mata, diusulkan diganti dengan yang kuning.<br />
• Adeps suilus benzoatus merangsang mata, diusulkan memakai dasar salep lainnya.<br />
• Dasar salep untuk salep mata tidak boleh hidrofil (o/w) karena dasar salep dapat diencerkan<br />
oleh air mata.<br />
• Teknik pembuatan :<br />
Sediaan salep mata harus steril sesuai dengan persyaratan yang tertera pada<br />
monografi oculenta. Salep mata dibuat dengan teknik aseptis.<br />
3.4 Formula Salep Mata yang Beredar di Pasaran<br />
3.4.1 Buku Ansel, Howard.C., Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, hal 516-518<br />
Preparat Produk komersial Persentase lazim zat aktif Keterangan<br />
Salep mata Atropine Sulfat Salep mata atropine sulfat<br />
(allergen)<br />
0,5 dan 1 % Parasimpatolitik dipakai<br />
untuk memperoleh<br />
midriasis untuk refraksi<br />
Salep mata Kloramfenikol Salep mata kloromisetin 1% Antibakteri<br />
(parke davis)<br />
Salep mata Klortetrasiklin Salep mata aureomisin 1% Antibakteri<br />
HCl<br />
(lederle)<br />
Salep mata Deksametason Salep mata dekadron 0,05% Antiinflamasi<br />
76
Na fosfat<br />
Salep mata Gentamisin<br />
Sulfat<br />
Salep mata Hidrokortison<br />
asetat<br />
Salep mata Idoksuridin<br />
Salep mata Polimiksin B<br />
basitrasin (neomisin)<br />
Salep mata Natrium<br />
Sulfasetamid<br />
Salep mata Sulfisoksazol<br />
Salep mata Tetrasiklin HCl<br />
Salep mata Vidarabin<br />
fosfat (Merck sharp dan<br />
dohme)<br />
Salep mata garamisin<br />
(Schering)<br />
Salep mata hidrokorton<br />
asetat (Merck Sharp dan<br />
Dohme)<br />
Salep mata stoksil (Smith<br />
kline dan french)<br />
Salep mata Neosporin<br />
(Burroughs welcome)<br />
Salep mata natrium<br />
sulamid (Schering)<br />
Salep mata gantrisin<br />
(roche)<br />
Salep mata Akromisin<br />
(Lederle)<br />
Salep mata Vira-A (parke<br />
Davis)<br />
adrenokortikal steroid<br />
0,3% Antibakteri<br />
1,5% Antiinflamasi<br />
adrenokortikal steroid<br />
0,5% Antvirus<br />
Tiap g Polimiksin B Sulfat, Antimikroba<br />
5000 unit; Basitrasin, Zn,<br />
400 unit; Neomisin sulfat 5<br />
mg<br />
10 dan 30 % Antibakteri<br />
4% Antibakteri<br />
1% Antibakteri<br />
3% Antivirus<br />
3.4.2 ISO 2003, vol. 381, 434-444<br />
• Salep mata deksametason<br />
• Salep mata Zink sulfat, asam borat, efedrin HCl, kamfer, vit. A Palmitat, NaBiBorat 5%,<br />
NaSitrat, Oleum Menthae Piperateae.<br />
• Salep mata Tetrasiklin HCl.<br />
• Salep mata Na-Sulfasetamida.<br />
• Salep mata Kloramfenikol.<br />
• Salep mata Kloramfenikol, hidrokortison asetat.<br />
• Salep mata Neomisina sulfat.<br />
• Salep mata Amfoterisina.<br />
• Salep mata Gentamisina.<br />
• Salep mata Oksitetrasiklina.<br />
• Salep mata Tobramicina.<br />
IV. PERHITUNGAN FORMULA<br />
Mengacu pada perhitungan <strong>sediaan</strong> salep.<br />
V. PROSEDUR PEMBUATAN<br />
(Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi Sedian Steril, edisi II, Benny Logawa, Soendani Noerono<br />
Soewandhi, 1985, hal 38, 44).<br />
a. Sterilisasi ruangan dan lemari kerja<br />
Ruangan kerja disterilkan :<br />
• Dengan sinar ultra lembayung sesaat sebelum digunakan<br />
• Dengan sinar uv selama 24 jam<br />
Lemari kerja (box steril)<br />
Disterilkan selama 24 jam dengan formaldehida yang ditaburi ke dalam cawan penguap<br />
yang terlebih dahulu dipanaskan (kedua lubang box ditutup oleh lembar plastik)<br />
b. Pakaian kerja, masker, sarung tangan dan alas kaki disterilkan dalam autoklaf 115-<br />
116°C selama 30 menit.<br />
Revisi : Pakaian kerja dimasukkan plastik tahan panas kemudian diautoklaf. Masker,sarung<br />
tangan dan alas kaki dibeli yang sudah steril (ada di pasaran)<br />
77
c. Sterilisasi alat<br />
Karena pembuatan aseptis, semua alat baru disterilkan pada hari kedua saat pembuatan<br />
sedian.<br />
Spatel<br />
Alat<br />
Cara<br />
sterilisasi<br />
Dibakar dg api bunsen<br />
Keterangan<br />
Waktu<br />
awal<br />
Paraf<br />
Waktu<br />
akhir<br />
Par<br />
af<br />
Pinset<br />
Kaca arloji<br />
Batang pengaduk<br />
gelas<br />
Lumpang & alu<br />
Kartu salep<br />
Gunting<br />
Pipet & balon<br />
Pipet ukur<br />
Kertas perkamen<br />
Gelas ukur<br />
Cawanpenguap<br />
Tube<br />
Tutup tube plastik<br />
Zalf filler<br />
Idem<br />
Idem<br />
Idem<br />
Dibakar dg spiritus<br />
115-116°C slm 0,5 jam<br />
Idem<br />
Idem<br />
Idem<br />
Idem<br />
Idem<br />
170°C,1jam<br />
Idem<br />
Direndam dlm EtOH 70%<br />
slm 24 jam,keringkan dlm<br />
oven sebentar<br />
Diseka dg kapas yg telah<br />
dibasahi EtOH 70%<br />
Dibungkus dg<br />
kertas perkamen<br />
Idem<br />
Idem<br />
Idem<br />
Idem<br />
Mulut dibungkus<br />
Al foil/kertas<br />
perkamen<br />
d. Prosedur kerja :<br />
1. Timbang vaselin flavum di atas cawan penguap yang telah dialasi dengan kain<br />
batis/kasa steril yang telah ditara (berat cawan penguap saja, berat cawan penguap dan<br />
kasa).<br />
2. Timbang dengan cara meneteskan sedikit demi sedikit parafin liq. ke dalam cawan<br />
penguap tadi, sterilkan dalam oven 170°C selama 1 jam.<br />
Data tambahan menurut Remington hal 786 :<br />
Sterilisasi : 160 o C :120-180 menit; 170 o C :90-120 menit; 180 o C :45-60 menit<br />
Depirogenasi : 230 o C :60-90 menit; 250 o C :30-60 menit<br />
3. Setelah 1 jam basis salep diperas panas-panas dengan cara menjepitkan kain batis<br />
dengan pinset steril.<br />
4. Timbang sejumlah basis yang diperlukan.<br />
5. Timbang zat aktif, jika tahan panas perlu disterilkan, jika tak tahan panas tidak usah.<br />
6. Zat aktif ditimbang, masukkan dalam mortir steril, digerus halus sambil ditambahkan<br />
sedikit basis salep, gerus lagi agar bercampur dan homogen. (Zat yang tahan pemanasan<br />
dapat segera dicampurkan sedikit demi sedikit dengan dasar salep yang masih cair<br />
dalam lumpang steril, untuk zat yang tidak tahan pemanasan, dasar salep dituang ke<br />
dalam lumpang untuk didinginkan terlebih dahulu sambil diaduk, sebelum dicampur).<br />
7. Salep mata yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat pengisi salep dan diisikan dalam<br />
tube steril sebanyak 5 gram.<br />
8. Ujung tube ditutup dengan alat penekuk lalu diberi etiket dan dikemas dalam kotak<br />
disertai brosur.<br />
78
VI. WADAH DAN KEMASAN<br />
• Salep mata disimpan dalam tube steril.<br />
• Kemasan <strong>sediaan</strong> salep mata tidak boleh lebih dari 5 gram (TPC, p.167)<br />
• Untuk <strong>sediaan</strong> semisolid yang digunakan pada mata, tube plastik terbukti tidak sesuai<br />
karena tube plastik tidak dapat dilipat sehingga menyebabkan udara dapat masuk ke dalam<br />
tube setelah penggunaan <strong>sediaan</strong>. Karena hal tersebut, tube timah masih sering digunakan<br />
untuk mengemas salep mata, walaupun telah mulai digantikan oleh collapsible tube (tube<br />
yang dapat dilipat) yang terbuat dari plastik, foil logam dan kertas yang dilaminasi. (TPC,<br />
p.166)<br />
• Collapsible tubes harus terbuat dari logam atau plastik yang sesuai. Tube, dengan kapasitas<br />
tidak boleh melebihi 5 g, harus dicocokkan dengan pipa yang ukurannya sesuai untuk<br />
memfasilitasi pemakaian salep tanpa terjadinya kontaminasi. Tube salep mata harus sedapat<br />
mungkin terbebas dari kontaminan, dan kecuali produk akan disterilisasi dengan radiasi<br />
ionisasi, tube juga harus disterilisasi sebelum digunakan.<br />
• Spesifikasi tube logam tercantum dalam The British Standard 1967 : 4230. Standar<br />
ini menspesifikasikan bahwa tube harus terbuat dari aluminium, timah, atau<br />
campuran timah.<br />
VII. PERMASALAHAN-PERMASALAHAN DALAM SEDIAAN<br />
• Penggunaan lemak domba (adeps lanae) sebagai basis salep mata dapat menimbulkan<br />
peradangan atau alergi (Benny logawa, hal.18). Karena hal tersebut, lebih baik adeps lanae<br />
tidak dimasukkan dalam basis salep mata.<br />
• Vaselin putih, dalam pemucatannya menggunakan asam sulfat. Vaselin putih untuk mata,<br />
akan terjadi iritasi mata oleh kelebihan asam yang dikandung kalau tidak dinetralkan dulu<br />
dengan KOH atau basa lain (Ilmu Meracik Obat, hal. 54). Tetapi demi kemanan, lebih<br />
baik menggunakan vaselin kuning sebagai basis salep mata, dan tidak dianjurkan<br />
menggunakan vaselin putih.<br />
• Minyak mineral sering ditambahkan ke dalam petrolatum (bahan pembantu/campuran<br />
basis) untuk menurunkan titik leleh, tetapi sebagai tambahan akan menyebabkan pemisahan<br />
selama penyimpanan. (Lachman: Industry, p.548)<br />
VIII. EVALUASI<br />
Sama dengan salep, ditambah uji kebocoran tube dan uji partikel logam (FI IV )<br />
pada evaluasi fisik (FI IV, 1086). Di tambah dengan uji kontaminasi mikroba pada evaluasi<br />
biologi karena salep mata harus steril, untuk salep luka bakar, luka terbuka dan penyakit kulit yang<br />
parah juga harus steril.<br />
79
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
DEFINISI<br />
PASTA<br />
Ansel, C. Howard., `Pengantar Sediaan Farmasi`, ed IV, penerbit UI,1989, hal 515<br />
Pasta sama dengan salep dimaksudkan untuk pemakaian luar kulit. Namun perbedaannya dengan salep<br />
adalah kandungannya; secara umum persentase bahan padat pada pasta lebih besar dan kurang<br />
berlemak daripada salep yang dibuat dengan komponen yang sama. Di antara pasta yang sering<br />
digunakan saat ini adalah : pasta gigi, preparat anti inflamasi dipakai secara topical pada mukosa di<br />
selaput mulut, pasta zinc oksida. Pasta dibuat dengan cara yang sama dengan salep.<br />
FI IV hal 14<br />
Pasta merupakan <strong>sediaan</strong> semipadat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan<br />
untuk pemakaian topikal.<br />
Husa`s Pharm.Dispensing of Medication, p.110, Eric W. Martin, 5 th ed, 1959<br />
Pasta adalah produk seperti salep untuk penggunaan eksternal yang di karakterisasi dengan adanya<br />
bagian serbuk padat yang lebih banyak. Pasta lebih kental dan keras, serta kurang oklusif<br />
dibandingkan salep.<br />
Fornas 1978, edisi ke-2, Depkes RI, hal 326<br />
Pasta adalah <strong>sediaan</strong> berupa massa lembek yang dimaksudkan untuk pemakaian luar, digunakan<br />
sebagai antiseptikum atau pelindung kulit. Cara pemakaian dengan mengoleskan lebih dahulu pada<br />
kain kasa.<br />
Lachman, The Theory & Practice of Industrial Pharmacy,1986,Philadelphia:Lea&Febiger.p534<br />
Pasta adalah salep dengan ditambahkan bahan padat tidak larut dalam persentase yang tinggi.<br />
p.548: Pasta merupakan disperse serbuk tidak larut dengan konsentrasi tinggi (20-50%) dalam basis<br />
lemak atau basis air. Basis lemak lebih tidak lengket dan juga lebih kaku dibandingkan dengan salep<br />
karena kandungan serbuk yang tinggi.<br />
I. TEORI<br />
A. Penggolongan<br />
Menurut FI IV hal 14<br />
Ada 2 kelompok utama pasta<br />
1. Kelompok pasta yang dibuat dari gel fase tunggal mengandung air<br />
Contoh : pasta Natrium karboksimetilselulosa (CMC)<br />
2. Kelompok pasta berlemak<br />
Contoh : pasta Zinc Oksida (pasta padat, kaku, tidak meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi<br />
sebagai lapisan pelindung bagian yang diolesi.<br />
Menurut Ilmu Meracik Obat 2000, hal 67-70<br />
Ada 3 macam pasta :<br />
1. Pasta berlemak<br />
o Merupakan salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat<br />
o<br />
o<br />
Bahan dasar salep : vaselin, parafin cair<br />
Jumlah lemak yang lebih sedikit dibanding serbuk padatnya harus dilelehkan dulu supaya<br />
homogen<br />
2. Pasta kering<br />
Merupakan pasta bebas lemak mengandung ±60% zat padat (serbuk)<br />
3. Pasta pendingin<br />
Cooper n Gunn`s : Dispensing for Pharm. Student hlm 210,211<br />
1. Hidrokarbon 2. Basis air-misibel 3. Basis larut air<br />
Aulton, Pharmaceutical Pactice, p. 125-126<br />
1. Hidrokarbon 3. Basis air-misibel<br />
2. Basis absorpsi 4. Basis larut air
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
B. Keuntungan dan Kerugian<br />
Ansel, C. Howard.,`Pengantar Sediaan Farmasi`, edisi keempat, Penerbit UI, 1989, hal 107<br />
Pasta mengandunglebih banyak bahan padat dan oleh karena itu lebih kental dan kurang meresap<br />
daripada salep. Pasta biasanya digunakan karena kerjanya melindungi dan kemampuannya menyerap<br />
kotoran seru dari luka-luka di kulit. Jadi bila kerja melindungi lebih dibutuhkan dari terapeutiknya<br />
maka akan lebih dipilih panggunaan pasta, tapi bila yang dibutuhkan kerja terapeutikanya lebih dipilih<br />
bentuk <strong>sediaan</strong> salep dank rim<br />
FI IV hal 14<br />
Pasta berlemak ternyata kurang berminyak dan lebih menyerap dibanding salep kerena tingginya kadar<br />
obat yang mempunyai afinitas terhadap air. Pasta ini cenderung untuk menyerap sekresi seperti serum<br />
dan mempenyai daya penetrasi dan daya maserasi lebih rens=dah daripada salep. Oleh karena itu pasta<br />
digunakan untuk lesi akut yang cenderung membentuk kerak, menggelembung atau mengeluarkan<br />
cairan.<br />
Pasta gigi digunakan untuk pelekatan pada selaput lendir untuk memperoleh efek lokal (misal pasta<br />
gigi Triamsinolon asetonida).<br />
Ansel, C. Howard., `Pengantar Sediaan Farmasi`, ed IV, penerbit UI,1989, hal 515<br />
Pasta mengandung bahan padat yang tinggi. Bahan padatnya yang tinggi secara umum dengan<br />
absorpsi pasta lebih besar dan kurang berlemak daripada salep yang dibuat dengan komponen yang<br />
sama. Kualitas pasta yang keras dan absorptif membuat saat pemakaian pasta tetap tinggal<br />
ditempatnya dengan sedikit kecenderungan untuk melunak dan mengalir, sehingga efektif digunakan<br />
untuk absorpsi sekresi cairan serosal pada tempat pemakaian. Pada luka akut yang cenderung<br />
mengeras, menggelembung ataupun mengeluarkan darah, pasta cenderung lebih disukai daripada<br />
salep. Namun kerena sifatnya yang kaku dan tidak dapat ditembus, pasta umumnya tidak sesuai untuk<br />
pemakaian pada bagian tubuh yang berbulu.<br />
Lachman, The Theory & Practice of Industrial Pharmacy,1986,Philadelphia:Lea&Febiger.p534<br />
Pasta digunakan sebagai pelindung pada kulit, seperti untuk perawatan kemerahan kulit atau<br />
melindungi wajah dan bibir dari matahari.<br />
P 5548 : Pasta menempel baik pada kulit dan memiliki keuntungan dalam perawatan luka kronik atau<br />
lichenified. Pasta dapat membentuk lapisan pelindung jika menggunakan bahan yang tepat sehingga<br />
mencegah pelepasan kulit pada kulit Karen garukan.<br />
II.FORMULA<br />
A. Formula Umum/ Standar<br />
Formula umum pasta :<br />
R/ Zat aktif<br />
Basis<br />
Zat tambahan (pengawet, antioksidan, emolien, emulsifier, surfaktan, zat penstabil, peningkat<br />
penetrasi dll)<br />
B. Formula menurut buku-buku resmi<br />
Menurut Ilmu Meracik Obat (IMO) 2000 hal 67-70 :<br />
1. Pasta berlemak<br />
Pasta asam salisilat seng (juga ada di Fornas 1998 hal 14)<br />
Asam salisilat<br />
ZnO<br />
200 mg<br />
2,5 g<br />
Amylum tritici<br />
2,5 g<br />
Vaselin album ad 10 g<br />
Pasta Seng (juga ada di Fornas 1998 hal 304)<br />
ZnO<br />
2,5 g<br />
Amylum tritici<br />
2,5 g<br />
Vaselin Flavum ad 10 g
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
Pasta resorcinol belerang (juga ada di Fornas 1998 hal 267)<br />
Resorcinol<br />
500 mg<br />
Sulfur<br />
500 mg<br />
Cetomacrogolum 1000 300 mg<br />
Cetostearylalkoholum 1,2 g<br />
ZnO<br />
4 g<br />
Parafin liquid<br />
1 g<br />
Vaselin Flavum ad 10 g<br />
2. Pasta Kering<br />
IMO 2000 hal 67<br />
Bentonit 1<br />
Sulfur pp 2<br />
ZnO 10<br />
Talk 10<br />
Ichtamol 0,5<br />
Gliserin<br />
Aqua aa 5<br />
3. Pasta pendingin<br />
Salep Tiga Dara (IMO 2000 hal 67)<br />
ZnO<br />
Olei olivae<br />
Calcii Hidroxidi sol aa 10<br />
4. Formula pasta lainnya<br />
Pasta ter seng (Fornas 1998 hal 49)<br />
Tiap 10 g mengandung :<br />
Picis solutio<br />
750 mg<br />
Zinci pasta<br />
9,25 g<br />
Keterangan :<br />
Picis solutio = 20 g ter batubara dengan 50 g pasir tercuci dimaserasi dengan 5 g Polisorbat-80<br />
dan 70 ml Etanol 90% selama 7 hari, disaring dan diencerkan dengan etanol 90% hingga 100<br />
mL<br />
Pasta gigi umumnya mengandung : MonofluoroPhosphate, Glycerophosphate, Triclosan<br />
C. Penjelasan Formula<br />
1. Zat aktif<br />
Zat aktif yang sering digunakan misalnya Zinc Oksida, sulrur dan zat aktif lain yang tentunya<br />
dapat dibuat dalam bentuk <strong>sediaan</strong> semisolid. Penggunaan pasta pada umumnya untuk<br />
antiseptik, perlindungan, penyejuk kulit dan absorben sehingga zat aktif yang sering digunakan<br />
ialah zat aktif yang memiliki aktivitas farmakologi seperti yang telah disebut diatas. Sifat zat<br />
aktif yang perlu di[erhatikan ialah zat aktif harus mampu didispersikan secara homogen pada<br />
basis namun dapat lepas dengan baik dari basis dan dapat menembus kulit untuk mencapai<br />
tujuan farmakologisnya<br />
2. Basis<br />
Basis yang digunakan untuk pembuatan pasta ialah basis berlemak atau basis air<br />
Macam-macam basis yang dapat digunakan untuk pembuatan pasta :<br />
• Basis Hidrokarbon (Aulton, Pharmaceutical Prcatice, p 125-126)<br />
Karakteristik dari basis ini yaitu :<br />
- Tidak diabsorbsi oleh kulit - Tidak tercampurkan dengan air<br />
- Inert - Daya Absorpsi air rendah<br />
- Menghambat kehilangan air pada kulit dengan membentuk lapisan tahan air &<br />
meningkatkan hidrasi sehingga meningkatkan absorpsi obat melalui kulit.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
Info tambahan (tidak ada pustaka)<br />
− Diatas permukaan kulit akan sukar dibersihkan<br />
− Lengket<br />
− Akan memperpanjang waktu kontak dengan kulit dan obat, tetapi memberikan rasa<br />
tidak menyenangkan kepada pemakai<br />
Contoh basis : paraffin cair, paraffin lunak, hard paraffin<br />
• Basis absorpsi (Aulton, Pharmaceutical Prcatice, p 125-126)<br />
Karakterstiknya : bersifat hidrofil dan dapat menyerap sejumlah tertentu air dan larutan<br />
cair. Terbagi menjadi 2 kelas, yaitu :<br />
a. Basis non-emulsi<br />
Dapat menyerap air dan larutan cair membentuk emulsi A/M. Mengandung campuran<br />
dari emulgen tipe sterol dengan satu atau lebih parafin. Jika dibandingkan dengan basis<br />
hidrokarbon :<br />
• Kurang bersifat oklusif namun emolien yang baik<br />
• Membantu obat larut minyak untuk penetrasi kulit<br />
• Lebih mudah menyebar/ dioleskan (spread)<br />
Emulgen sterol yang penting adalah :<br />
- Wool fat - Wool alcohol<br />
- Bees wax - Kolesterol<br />
b. Emulsi A/M<br />
Dapat mengabsorpsi air lebih banyak dari basis non emulsi. Terdiri dari :<br />
• Hydrous wool fat (lanolin)<br />
• Oily cream BP<br />
Emulsifying wax merupakan basis pada pasta zinc dan coal tar.<br />
• Basis air-misibel (Aulton, Pharmaceutical Prcatice, p 125-126)<br />
Keuntungannya antara lain :<br />
− Mudah dibersihkan dari kulit<br />
− Misibel/ bercampur dengan eksudat dari luka<br />
− Mengurangi gangguan terhadap fungsi kulit<br />
− Kontak baik dengan kulit karena kandungan surfaktannya<br />
− Penerimaan terhadap kosmetik yang cukup baik<br />
− Mudah dibersihkan dari rambut. Salep dengan basis hidrocarbon/ absorpsi cocok untuk<br />
kondisi Scalp<br />
Contoh: salep beremulsi pasta resorsinol dan sulfur<br />
Tiga salep beremulsi dari basis ini<br />
1. salep beremulsi (anionik)<br />
2. salep beremulsi setomakrogol (non ionik)<br />
3. salep beremulsi setrimid (kationik)<br />
salep-salep ini mengandung parafi dan emulgen M/A dengan formula umum sbb:<br />
Emulgator anionik/kationik/non ionik 30%<br />
White soft paraffin 50%<br />
Parafin cair 20%<br />
• Basis larut air<br />
Beberapa pasta terbuat dari basis macrogol (polietilen glikol).<br />
Keuntungan basis larut air :<br />
- Non oklusif - Absorpsi yang baik oleh kulit<br />
- Bercampur dengan eksudat - Mudah melarutkan bahan lain<br />
- Mudah dibersihkan dengan cara dicuci - Bebas dari rasa lengket<br />
- Tidak berwarna - nyaman digunakan<br />
- Larut air - kompatibel dengan obat-obat dermatologi
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
Kerugian basis larut air :<br />
o Pengambilan (up-take) air yang terbatas<br />
o Kurang lunak jika dibandingkan dengan parafin<br />
o Mengurangi aktivitas beberapa zat antimikroba<br />
o Bereaksi dengan plastic penutup<br />
3. Bahan tambahan<br />
a. Pengawet (TPC, hal 151-152)<br />
Antimikroba tidak umum digunakan pada salep tak berair karena mikroba tidak dapat tumbuh,<br />
tetapi salep yang mengandung air perlu penambahan antimikroba.<br />
Pengawet dapat mempengaruhi respon fisik pada pemakaian topikal. Konsentrasi pengawet perlu<br />
diperhatikan agar tidak timbul efek samping yang tidak diinginkan.<br />
Pengawet sebaiknya tidak toksik, tidak bersifat alergen, memiliki sifat bakterisidal lebih baik<br />
daripada bakteriostatik, dan dapat digunakan untuk spektrum luas. Selain itu pengawet sebaiknya<br />
tidak mal, memiliki potensi, resisten terhadap serangan mikroorganisme, stabil dalam kondisi<br />
penyimpanan, bebas dari bau dan warna yang tidak menyenangkan, dan tidak berinteraksi dengan<br />
bahan yang lain dan wadah.<br />
Pengawet yang paling banyak digunakan pada salep mengandung air adalah kloroform, asam<br />
organik (asam bezoat dan asam sorbat), klorokresol, fenetil alcohol, fenoksietanol, senyawa<br />
amonium kuarterner (setrimid).<br />
b. Antioksidan (TPC, hal 151)<br />
Lemak dan minyak alami mudah teroksidasi oleh oksigen di udara maka diperlukan<br />
penambahan antioksidan untk mencegah dekomposisi. Antioksidan dipilih berdasarkan warna,<br />
bau, potensi, iritasi, toksisitas, stabilitas, dan kompatibilitas. Asam edetat dan asam organik dan<br />
inorganik lainnya (asam sitrat, maleat, tartarat, atau fosforat) dapat ditambahkan ke dalam<br />
formula untuk mengkelat sesepora logam yang dapat mengkatalisis proes oksidasi.<br />
c. Emulsifier (TPC, hal 148)<br />
Pada penggunaaan emulsifier yang harus diperhatikan ialah stabilitas. Penggunaan emulsifier lebih<br />
baik dikombinasikan sehingga diperoleh stabilitas yang lebih baik dan sifat iritan yang lebih<br />
rendah. Macam-macam emulsifier yang dapat digunakan ialah<br />
emulsifier anionik (natrium lauril sulfat, natrium setostearil sulfat, triaetanolamin stearat, kalsium<br />
oleat); pH sistem di adjust sesuai dengan pH kulit manusia (4,5-6,5)<br />
emulsifier kationik (ammonium kuartener, cetrimide); lebih stabil pada pH 3-7 sehingga cocok<br />
untuk produk topical, tetapi dapat menyebabkan iritasi ketika digunakan pada kulit dan mata<br />
emulsifier nonionik (ester glikol, ester gliserol); kompatibel dengan banyak substansi obat dan<br />
elektrolit, stabil dan tidak mengiritasi.<br />
d. Humektan (TPC, hal 150)<br />
Bahan ini digunakan untuk mengurangi <strong>sediaan</strong> semisolid dari kehilangan air. Humektan<br />
mencegah pengeringan dan membantu penerimaan produk dengan meningkatkan kualitas<br />
pengolesan dan konsistensi secara umum. Contohnya gliserol, propilen glikol, sorbitol, dan<br />
makrogol berbobot molekul rendah.<br />
IV. PERHITUNGAN<br />
Perhitungan formula pasta : Mengacu pada salep
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
V. PROSEDUR PEMBUATAN<br />
Modul Praktikum Teknologi Sediaan Liquida dan Semisolida; Dra. Sasanti T. Darijanto, MS; Dept<br />
Farmasi; FMIPA; 2002; hal 43<br />
Aulton, Pharmaceutical practice, p128-129<br />
Metode pembuatan pasta sama dengan salep. Untuk basis semisolid metode fusion (pelelehan) dan/<br />
atau triturasi dapat digunakan. Triturasi sendiri cocok digunakan untuk pembawa liquid.<br />
• Metode Fusion<br />
Disini zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan diaduk sampai membentuk fase<br />
yang homogen. dalam hal ini perlu diperhatikan stabilitas zat berkhaziat terhadap suhu yang tinggi<br />
pada saat<br />
• Metode Triturasi<br />
Digunakan jika bahan aktif tidak larut dalam basis atau larutan yang digunakan delam jumlah<br />
kecil. Zat padat harus berupa serbuk halus.<br />
Zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau dengan salah satu zat<br />
pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan sisa basis. Dapat juga digunakan pelarut<br />
organik untuk melarutkan terlebih dahulu zat aktifnya, kemudian baru dicampur dengan basis<br />
yang akan digunakan.<br />
Teknik dasar pembuatan pasta adalah penimbangan, pengukuran pelarut, pengurangan usuran,<br />
pemisahan usuran, dan pencampuran.<br />
Metode dan cara pembuatan pasta :<br />
1. Sediaan yang akan dibuat adalah pasta……dengan kekuatan <strong>sediaan</strong> ……..<br />
2. Bobot <strong>sediaan</strong> pasta dalam kemasan tube ….g<br />
3. Jumlah yang akan dibuat…..tube ditambah dengan keperluan evaluasi sebanyak….tube. Jadi total<br />
yang akan dibuat adalah….tube.<br />
4. Jumlah pasta yang akan dibuat adalah,,,,g (kapasitas minimal alat pengisi <strong>sediaan</strong> semisolid 250 g)<br />
Prosedur Pembuatan :<br />
1. Timbang sejumlah zat aktif dan eksipien sesuai dengan yang dibutuhkan<br />
2. Tambahkan zat pembawa dan zat berkhasiat kemudian dilelehkan bersama dan diaduk sampai<br />
membentuk fase yang homogen (Fusion)<br />
3. Zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau dengan salah satu zat<br />
pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan sisa basis. Dapat juga digunakan pelarut<br />
organik untuk melarutkan terlebih dahulu zat aktifnya, kemudian baru dicampur dengan basis<br />
yang akan digunakan (triturasi).<br />
4. Pasta yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat pengisi pasta dan diisikan ke dalam tube<br />
sebanyak yang dibutuhkan.<br />
5. Ujung tube ditutup lalu diberi etiket dan dikemas dalam wadah yang dilengkapi brosur dan etiket.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
VI. EVALUASI P ASTA<br />
Evaluasi <strong>sediaan</strong> pasta sama dengan evaluasi <strong>sediaan</strong> salep, meliputi :<br />
A. Evaluasi fisik<br />
1. Penampilan (warna & bau)<br />
Meliputi penampilan organoleptik<br />
Pustaka: Goeswin Agoes, Teknologi Farmasi Liquida & Semisolida, hal 127<br />
Dilihat dengan adanya pemisahan fasa atau pecahnya emulsi, bau tengik dan perubahan warna.<br />
2. Homogenitas (FI ed III, hal 33)<br />
Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus menunjukkan susunan<br />
yang homogen<br />
3. Distribusi ukuran partikel (untuk metode triturasi)<br />
Prinsip: Perubahan reflektan pada panjang krimombang dimana fase dalam berwarna mengabsorpsi<br />
sebagian cahaya yang masuk, ternyata berbanding terbalik dengan suatu kekuatan dari diameter<br />
partikel.<br />
Prosedur: Sebarkan sejumlah salep yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop. Lihat<br />
dibawah mikroskop. (Lacman, Theory & Practice of Industrial Pharmacy, hal 116)<br />
4. Konsistensi/viskositas<br />
Sediaan semisolid termasuk sistem non-newton, jadi viskositasnya diukur dengan viskometer<br />
Brookfield Helipath stand.<br />
Prinsip: melakukan pengukuran konsistensi salep pada suhu kamar dengan menggunakan viskometer<br />
Brookfield Helipath stand yang memakai spindel dan pada kecepatan (RPM) tertentu.<br />
Prosedur:<br />
Penyiapan sampel Sampel yang akan diukur ditempatkan pada gelas piala 150 mL dengan<br />
permukaan rata (sedapat mungkin penuh) dan tidak boleh ada gelembung udara didalamnya.<br />
(pemadatan dapat dilakukan dengan cara diketuk – ketuk).<br />
5. Isi minimum (FI IV hal 997)<br />
Tujuan: Untuk mengetahui kesesuaian bobot dari isi terhadap bobot yang tertera pada etiket<br />
Prosedur:<br />
- ambil 10 tube sampel yang sudah dibersihkan bagian luarnya (etiket dihilangkan) dan<br />
ditimbang<br />
- potong ujung bawah tube, isi dikeluarkan dan cuci tube dengan pelarut yang sesuai<br />
- keringkan tube dan timbang kembali wadah kosong serta bagian tube lainnya<br />
Penafsiran hasil: perbedaan penimbangan adalah bobot bersih wadah<br />
Bobot bersih rata-rata tidak kurang dari bobot yang tertera di etiket dan tidak satu wadah pun yang<br />
beratnya kurang dari:<br />
# 90% dari bobot tertera di etiket (jika bobot di etiket 60 g atau kurang)<br />
# 95% dari bobot tertera di etiket (jika bobot di etiket lebih dari 60 gram dan kurang dari 150<br />
gram)<br />
Jika syarat tidak dipenuhi maka ditambahkan 20 wadah lagi.<br />
Bobot rata-rata 30 wadah (10+20) harus memenuhi syarat diatas.<br />
6. Uji Kebocoran /uji salep mata FI IV hal 1086<br />
Prinsip: untuk mengetahui kebocoran pada wadah yang digunakan (tube)<br />
Prosedur:<br />
- bersihkan dan keringkan 10 tube dengan kain penyerap<br />
- letakkan tube pada kertas penyerap dalam oven dengan suhu 60 + 3°C selama 8 jam<br />
Penafsiran hasil:<br />
- dari 10 tube tidak boleh ada yang bocor<br />
- jika ada satu tube yang bocor lakukan uji tambahan dengan 20 tube dan tidak boleh ada lebih<br />
dari 1 tubE yang bocor (30 tube)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
7. Uji stabilitas<br />
Dilakukan uji dipercepat dengan:<br />
1. Agitasi atau sentrifugasi (mekanik); Sediaan disentrifugasi dengan kecepatan tinggi (sekitar<br />
30.000 RPM), Diamati apakah terjadi sineresis, pemisahan atau tidak. (Lacman, Theory &<br />
Practice of Industrial Pharmacy, hal 116)<br />
2. Manipulasi suhu sampel dioleskan pada kaca objek dan dipanaskan pada suhu 30, 40, 50, 60,<br />
70 o C.Amati dengan bantuan indikator (seperti sudah merah mulai suhu berapa terjadi<br />
pemisahan. Makin tinggi suhu maka makin stabil<br />
8. Uji pelepasan bahan aktif dari <strong>sediaan</strong> salep<br />
Pustaka: Tugas akhir Ivantina tentang pelepasan Diklofenak dari <strong>sediaan</strong> salep<br />
Prinsip: Mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari <strong>sediaan</strong> salep dengan cara mengukur<br />
konsentrasi zat aktif dalam cairan penerima pada waktu – waktu tertentu.<br />
Prosedur:<br />
1. Sejumlah salep dioleskan pada cawan petri, dibuat permukaan serata mungkin.<br />
2. Cairan penerima disiapkan (dapar, larutan NaCl 0,9%, dll) dalam gelas kimia 600 mL dengan<br />
volume tertentu (250 mL). Kemudian gelas direndam dalam water bath bersuhu 37 o C.<br />
Pengaduk dipasang tepat ditengah – tengah antara permukaan cairan penerima dan salep<br />
dengan kecepatan 60 RPM.<br />
3. Cawan petri yang telah diolesi salep dimasukkan<br />
4. Cairan penerima dipipet pada waktu – waktu tertentu, misalnya pada menit 5, 10, 15, 20, 25,<br />
30, 60, 90, 120, 180, dan 240.<br />
Catatan: Pemipetan pada awal diusahakan range waktunya kecil dan semakin lama semakin<br />
besar.<br />
5. Cairan yang dipipet diganti dengan cairan penerima yang sama bersuhu 37 o C.<br />
6. Kadar zat aktif dalam sampel ditentukan dengan metode yang sesuai. Jika perlu dapat<br />
diencerkan.<br />
Catatan : apabila komponen salep mengandung bahan yang dapat bercampur dengan cairan<br />
penerima, maka pada permukaan salep harus dipasang membran selofan (diusahakan antara<br />
permukaan salep dengan membran tidak ada udara), sehingga salep tidak kontak langsung<br />
dengan cairan penerima.<br />
Penafsiran hasil:bahan aktif dinyatakan mudah terlepas dari <strong>sediaan</strong> apabila waktu tunggu (<br />
waktu pertama kali zat aktif ditemukan dalam cairan penerima) semakin kecil. Dan ini<br />
tergantung dari pembawa, penambahan komponen lain dan jenis cairan penerima.<br />
9. Uji difusi bahan aktif dari <strong>sediaan</strong> salep<br />
Pustaka: Tugas akhir Sriningsih, kecepatan difusi kloramfenikol dari <strong>sediaan</strong> salep<br />
Prinsip: Menguji difusi bahan aktif dari <strong>sediaan</strong> salep menggunakan suatu sel difusi dengan cara<br />
mengukur konsentrasi bahan aktif dalam cairan penerima pada selang waktu tertentu.<br />
Prosedur:<br />
1. Sejumlah salep dioleskan pada plat difusi sampai rata, ditutup dengan membran. Diusahakan<br />
tidak terjadi rongga udara antara permukaan salep dan membran<br />
2. Plat dipasang pada penyangga bawah dan ditutup dengan cincin kemudian dihubungkan<br />
dengan penyangga atas.<br />
3. Sel difusi dimasukkan ke dalam penangas air bersuhu 37 o C, dihubungkan dengan pompa<br />
peristaltik, wadah penerima dan tabung pencegah masuknya udara memakai selang.<br />
4. cairan penerima dipipet pada waktu – waktu tertentu dan diganti dengan cairan yang sama<br />
bersuhu 37 o C.<br />
5. Kadar zat aktif ditentukan dengan metoda yang sesuai.<br />
B. Evaluasi Kimia<br />
1. Penetapan Kadar zat Aktif (sesuai monografi)<br />
2. Identifikasi Zat Aktif (sesuai monografi)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
C. Evaluasi biologi<br />
Uji efektivitas pengawet antimikroba (FI IV , hal 854-855)<br />
Tujuan : Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada <strong>sediaan</strong> dosis ganda<br />
yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk parenteral yang dicantumkan<br />
pada etiket produk yang bersangkutan.<br />
Prinsip : Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam <strong>sediaan</strong> yang mengandung<br />
pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai parameter efektifitas pengawet dalam<br />
<strong>sediaan</strong>. Inokulasi mikroba pada <strong>sediaan</strong> dengan cara menginkubasi tabung bakteri biologik (Candida<br />
Albicans, Aspergillus Niger, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus) yang berisi sampel<br />
dari inokula pada suhu 20-25°C dalam media Soybean-Casein Digest Agar.<br />
Syarat/penafsiran hasil:<br />
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:<br />
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari jumlah awal.<br />
b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang dari jumlah<br />
awal.<br />
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau kurang dari<br />
bilangan yang disebut pada a dan b.<br />
Penetapan potensi antibiotik secara mikrobiologi (untuk zat aktifnya antibiotik) (FI IV , hal<br />
891-899)<br />
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses pembuatan larutan dan<br />
menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.<br />
Prinsip : Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh antibiotik dalam <strong>sediaan</strong> yang<br />
ditambahkan ke dalam media padat atau cair yang mengandung biakan mikroba berdasarkan metode<br />
lempeng atau metode turbidimetri.<br />
Penafsiran hasil :<br />
Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode garis lurus transformasi log dengan<br />
prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linieritas (FI IV,hal 898). Harga KHM yang makin<br />
rendah, makin kuat potensinya. Pada Umumnya antibiotik yang berpotensi tinggi mempunyai KHM<br />
yang rendah dan diameter hambat yang besar<br />
Kandungan zat antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet) (FI<br />
IV hal 939-942)<br />
Tujuan: Menentukan kadar pengawet terendah yang masih efektif dan ditujukan untuk zatzat<br />
yang paling umum digunakan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang ada,<br />
tetapi tidak lebih dari 20% dari jumlah yang tertera di etiket.<br />
Prinsip: Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan kromatografi gas atau<br />
polarografi (sesuaikan dengan pengawet yang digunakan)<br />
Penafsiran Hasil : kandungan zat antimikroba dinyatakan dalam satuan b/v atau v/v<br />
Keterangan tambahan untuk evaluasi pasta<br />
(“Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Rudilf Voigt”, edisi ke-5, terjemahan, Gajah Mada University<br />
Press , hal 378-384)<br />
1. Daya mengambil air<br />
Daya mengambil air, diukur sebagai angka air, berlaku untuk karakterisasi salep dari basis<br />
absorpsi.<br />
Angka air dirumuskan sebagai jumlah air maksimal (g), yang mampu mempertahankan 100 air<br />
bebas dasar pada suatu suhu tertentu (umumnya 15-20ºC) terus menerus atau suatu waktu terbatas<br />
(umumnya 24 jam), dimana air digabungkan secara manual. Perolehan kuantitatif dari jumlah air<br />
yang diambil berlangsung melalui penimbangan yang berbeda (sistem mengandung air-sistem<br />
bebas air) atau dengan sebuah penentuan kandungan air (lihat no.2)<br />
Kemampuan air akan berubah, jika larutan digabungkan. Umumnya menyebabkan penurunan
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
angka air. Itu terjadi dalam skala khusus pada peracikan dari larutan dengan fenolik (Fenol,<br />
resorsinol, Pirogalol)<br />
Angka air (AA) dan kandungan air (KA), yang dinyatakan dalam persen tidaklah sama. Sebagai<br />
pedoman untuk angka air berlaku air bebas dari dasar (basis), sedangkan kandungan air<br />
berhubungan dengan salep emulsi mengandung air. Kedua angka ukur dapat dihitung satu sama<br />
lain menurut persamaan :<br />
AA = (100.KA) / (100-KA)<br />
KA = (100.AA) / (100+AA)<br />
2. Kadar air<br />
Ada 3 cara :<br />
a. Penentuan dari kehilangan pengeringan<br />
Dihitung sebagai kandungan massa yang hilang setelah dilakukan pengeringan pada suatu<br />
suhu tertentu (umumnya dengan cara oven pada suhu 100-110ºC). kehilangan massa (%)<br />
diperoleh dari selisih antar bobot awal dengan bobot tetap setelah dioven dan dibandingkan<br />
dengan bobot awal.<br />
Cara ini tidak dapat digunakan jika ada bahan obat atau bahan pembantu yang menguap<br />
(minyak atsiri, fenol,dsb)<br />
b. Cara penyulingan<br />
Dilakukan dengan cara penyulingan menggunakan bahan pelarut menguap yang tidak dapat<br />
bercampur dengan air, seperti trikloretan, Benzen, toluen atau silen, yang disuling sebagai<br />
campuran azeotrop dengan air dan pada pendinginan kembali dapat memisah, sehingga jumlah<br />
air tersuling dapat diketahui volumenya.<br />
Caranya : sampel yang mengadung air dicampur bersama dengan bahan pelarut jenuh ke<br />
dalam labu bundar (pada alat), kemudian disuling sampai diperoleh air, dipisahkan, tidak<br />
bertambah lagi (terlihat pada pipa ukur),<br />
c. Cara titrasi menurut Karl Fischer Penentuannya berdasarkan pada pemindahan belerang<br />
dioksida dan Iod dengan air dengan adanya Piridin dan Metanol menurut persamaan reaksi<br />
berikut :<br />
I 2 + SO 2 + CH 3 OH + H 2 O ↔ 2HI + CH 3 HSO 4<br />
Piridin akan menangkap asam yang terbentuk dan akan terjadi reaksi secara kuantitatif<br />
Penentuannya dilakukan dalam sebuah sistem titrasi tertutup terdiri dari labu titrasi dan buret.<br />
Dalam sistem ini tidak ada kontak dengan udara diluar sistem titrasi, begitu juga dengan<br />
pengaruh kelembaban udara. Sebelum dilakukan penentuan kadar air sampel, larutan reagen<br />
Karl-Fischer dibakukan dengan asam oksalat (2H2O). disamping titrasi sampel, dengan cara<br />
yang sama dilakukan juga terhadap blanko untuk mengetahui pengaruh dari medium larutan<br />
sampel.<br />
Penentuan titik ekivalen dapat dilakukan secara visual, tetapi lebih baik secara elektrometris<br />
(metode-Dead-Stop). Sebagai bahan pelarut untuk digunakan suatu campuran dari<br />
benzen/metanol (9 : 1).<br />
Untuk perhitungan kandungan air berlaku formula berikut :<br />
% Air = {f.100(a-b)}/ Ew<br />
f = nilai aktif/ kadar larutan pentiter (mg air/mL)<br />
a = larutan peniter yang dibutuhkan (mL)<br />
b = larutan peniter yang dibutuhkan untuk blanko (mL)<br />
Ew = penimbangan zat/sampel (mg)<br />
Metode ini sesuai dan cock untuk penentuan jumlah air dengan kadar rendah dalam <strong>sediaan</strong><br />
farmasetik dan lebih baik/tepat dilakukan secara berulang.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />
semisolida<br />
3. Penghamburan<br />
Penghamburan suatu salep diartikan sebagai kemampuannya untuk dapat disebarkan pada kulit.<br />
Penentuannya dilakukan denagn Ekstensometer<br />
Sebuah sampel salep dengan volume tertentu diletakkan ke pusat antara 2 lempeng gelas, lempeng<br />
sebelah atas dalam interval waktu tertentu diberi beban dengan cara diletakkan anak timbangan<br />
diatasnya. Permukaan penyebaran yang dihasilkan dengan menaiknya pemberian beban<br />
menggambarkan suatu karakteristik daya hambur.<br />
Hasil yang lebih detail dapat diperoleh dengan cara menggambarkan pemberian beban (g) dan<br />
penghamburan (mm2) dalam suatu grafik sistem koordinat.<br />
4. Resistensi panas<br />
Resistensi panas dari salep dilakukan dengan tes berayun. Uji ini cocok/sesuai digunakan untuk<br />
mempertimbangkan daya simpannya pada daerah dengan iklim tropen nyata (terj adi perubahan<br />
suhu) secara terus menerus.<br />
Beberapa sampel salep yang dalam sebuah wadah tertutup ditempatkan dalam suatu kondisi<br />
dengansuhu yang berubah secara kontinu dan berbeda-beda (misalnya 20 jam pada 37ºC dan 4 jam<br />
pada 100ºC) dan ditentukan waktunya. Selama ditempatkan pada kondisi suhu yang berubah,<br />
dilakukan pengamatan adanya perubahan konsistensi dan homogenitas. salep yang baik tidak<br />
menunjukkan perubahan konsistensi dan homogenitas.<br />
5. Ukuran partikel<br />
Farmakope tidak menuntut pengujian partikel, tetapi ada batasan ukuran partikel pada 60μm atau<br />
200μm. Selama penyimpanan sebaiknya ukuran partikel secara teratur dikontrol karena pertumbuhan<br />
hablur tidak terelakan. Untuk penelitian orientasi maka dapat digunakan Grindometer yang juga<br />
terpakai delam industri warna