17.03.2019 Views

teori sediaan-terkunci

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

LARUTAN<br />

(Re-New by: Mikha :)<br />

I. PENDAHULUAN<br />

A. DEFINISI<br />

Definisi Larutan:<br />

• FI III, hal 32<br />

Larutan adalah <strong>sediaan</strong> cair yang mengandung bahan kimia terlarut, kecuali dinyatakan<br />

lain, sebagai pelarut digunakan air suling.<br />

• FI Ed IV hal 15-16<br />

Larutan adalah <strong>sediaan</strong> cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia terlarut, misal :<br />

terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling<br />

bercampur.<br />

Bentuk <strong>sediaan</strong> larutan digolongkan menurut cara pemberiannya. Misalnya Larutan oral,<br />

Larutan topical, Larutan otik, Larutan optalmik atau penggolongan didasarkan pada sistem<br />

pelarut dan zat terlarut seperti Spirit, Tingtur, dan Larutan air.<br />

Larutan oral adalah <strong>sediaan</strong> cair yang dibuat untuk pemberian oral, mengandung satu atau<br />

lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis, atau pewarna yang larut<br />

dalam air atau campuran kosolven-air.<br />

Sediaan zat padat atau campuran zat padat yang harus dilarutkan dalam pelarut sebelum<br />

diberikan secara oral disebut “…. Untuk Larutan Oral”, misalnya Kalium Klorida untuk<br />

Larutan Oral.<br />

Larutan Topikal adalah larutan yang biasanya mengandung air tetapi seringkali<br />

mengandung pelarut lain, seperti etanol dan poliol, untuk penggunaan topikal pada<br />

kulit / dalam hal ini larutan lidokain oral topical untukk penggunaan pada permukaan<br />

mukosa mulut. Istilah Lotio adalah larutan atau suspensi yang digunakan secara<br />

topikal.<br />

Larutan Otik adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain<br />

dan bahan pendispersi, untuk pengunaan dalam telinga luar.<br />

Spirit adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol dari zat mudah<br />

menguap, umumnya merupakan larutan tunggal atau campuran bahan.<br />

Tingtur adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol dibuat dari bahan<br />

tumbuhan atau senyawa kimia.<br />

Air aromatik adalah larutan jernih dan jenuh dalam air, dari minyak mudah menguap /<br />

senyawa aromatik/ bahan mudah menguap lain ; yang dibuat secara destilasi atau<br />

dari larutan senyawa aromatik dengan / tanpa menggunakan bahan pendispersi.<br />

• BP 2002, hal 1881-1884<br />

Cairan oral<br />

Cairan oral adalah <strong>sediaan</strong> cair yang biasanya merupakan larutan, suspensi atau<br />

emulsi dengan satu atau lebih zat aktif didalam pembawa yang cocok. Namun demikian,<br />

dapat pula dipergunakan zat pembawa dimana zat aktifnya adalah pembawanya tersebut.


Cairan oral dapat mengandung bahan-bahan pembantu termasuk pengawet<br />

antimikroba, antioksidan, bahan pendispersi, bahan pensuspensi, bahan pengemulsi,<br />

bahan penstabil, bahan peningkat viskositas, bahan peningkat kelarutan, buffer, bahan<br />

penambah rasa, bahan pewarna dan bahan pemanis. Pembawa untuk partikel cairan oral<br />

seharusnya dipilih yang baik untuk zat aktif atau bahan-bahan lain sehingga memiliki<br />

karakteristik organoleptik yang cocok untuk digunakan dalam <strong>sediaan</strong> sesuai dengan tujuan<br />

penggunaan.<br />

Cairan oral dapat diencerkan hanya jika pelarut direkomendasikan oleh produsen<br />

pembuatnya. Didalam kasus dimana cairan oral berbentuk granul atau serbuk, maka<br />

<strong>sediaan</strong> harus dilengkapi dengan <strong>sediaan</strong> lain sebagai pelarut. Cairan oral yang<br />

dicairkan digunakan antara dua minggu setelah disiapkan, dan periode waktu setelah itu<br />

tidak dimaksudkan untuk digunakan lagi. Seperti diterangkan dalam masing-masing<br />

monografi, pengenceran dalam cairan oral harus selalu disediakan segar, terlepas dari<br />

sifat pelarut yang digunakan. Jika tidak ada pernyataan lain dalam masing-masing<br />

monografi, pengenceran cairan oral harus disediakan segar, kecuali pelarut<br />

mengandung pengawet antimikroba yang cocok. Sediaan cairan oral yang dicairkan memiliki<br />

stabilita fisik dan kimia yang lebih kecil dari <strong>sediaan</strong> cairan oral yang sama yang tidak<br />

dicairkan.<br />

Larutan oral<br />

adalah cairan oral yang mengandung satu atau lebih zat terlarut dalam pembawa yang<br />

cocok.<br />

Definisi sirup:<br />

• FI Ed III, hal 31<br />

Sirup adalah <strong>sediaan</strong> cair berupa larutan yang mengandung sakarosa, kecuali dinyatakan<br />

lain, kadar sakarosa, C 12 H 22 O 11 , tidak kurang dari 64,0% dan tidak lebih dari 66,0%.<br />

Pembuatan Sirup<br />

Kecuali dikatakan lain, sirup dibuat sebagai berikut :<br />

Buat cairan untuk sirup, panaskan, tambahkan gula, jika perlu didihkan hingga larut.<br />

Tambahkan air mendidih secukupnya hingga diperoleh bobot yang dikehendaki, buang<br />

busa yang terjadi, serkai.<br />

Pada pembuatan sirop dari simplisia yang mengandung glikosida antrakinon, ditambahkan<br />

natrium karbonat sejumlah 10% dari bobot simplisia. Kecuali dinyatakan lain, pada<br />

pembuatan sirop simplisia untuk per<strong>sediaan</strong> ditambahkan metal paraben 0,25% b/v atau<br />

pengawet lain yang cocok.<br />

• FI Ed IV, hal 15<br />

Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain dengan kadar<br />

tinggi. Larutan sukrosa hampir jenuh dalam air dikenal sebagai Sirup atau Sirup Simpleks.<br />

• BP, 2002, hal 1881-1883<br />

Sirup tidak mengandung zat aktif, bukan merupakan suatu bentuk <strong>sediaan</strong>, tetapi<br />

merupakan campuran yang seringkali digunakan sebagai pelarut atau zat pembawa<br />

karena rasa dan sifat manisnya. Sebaiknya dibuat segar kecuali apabila ditambahkan<br />

zat pengawet. Dikarakterisasi dengan rasa manis dan memiliki konsistensi yang viscous,<br />

mengandung sukrosa paling tidak 45 % b/b.


• Pembuatan sirupus simplex (Fornas, 1978, hal 273)<br />

Sirop Gula<br />

Komposisi : tiap 100 ml mengandung :<br />

Saccharum album<br />

65 g<br />

Methylis parabenum 250 mg<br />

Aqua destilata hingga 100 ml (%b/v) *<br />

* Dalam kuliah, diterangkan bahwa penggunaan aqua destilata hingga 100 g (%b/b)<br />

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam <strong>sediaan</strong> larutan :<br />

1. Kelarutan zat aktif<br />

2. Kestabilan zat aktif dalam larutan<br />

3. Dosis takaran<br />

4. Penyimpanan<br />

5. Penampilan menarik (rasa,warna, viskositas)<br />

Untuk meningkatkan kecepatan proses melarut : (Ansel, hal 316-317)<br />

• Menggunakan panas perlu diperhatikan kestabilan senyawa terhadap panas<br />

• Mengurangi ukuran partikel zat terlarut (menghaluskan) peningkatan luas permukaan<br />

terhadap pelarut<br />

• Menggunakan bahan pembantu pelarut contohnya siklodekstrin, gliseril monostearat,<br />

lesitin, dan asam stearat (HOPE 2003 hal 186, 264, 340, 615)<br />

• Pengadukan<br />

Cara yang baik melarutkan bahan padat (zat aktif atau bahan lain) ke dalam sirup, adalah bahan<br />

padat dilarutkan terlebih dulu dalam sejumlah minimal air murni, kemudian larutan<br />

tersebut digabungkan dengan sirup. Bila senyawa padat ditambahkan langsung ke sirup,<br />

senyawa tersebut dilarutkan pelan-pelan (kecepatan pelarutan lambat) karena sifat kental<br />

sirup tidak memungkinkan senyawa padat tersebat cepat ke seluruh sirup untuk pelarut<br />

yang tersedia dan karena terbatasnya air yang tersedia dalam sirup pekat tersebut (Ansel,<br />

hal 338).<br />

Cara pembuatan larutan (Ansel, hal 335-341)<br />

Tergantung pada sifat kimia dan fisika bahan-bahan<br />

1. Larutan yang dibuat dengan bantuan panas<br />

Digunakan bila dibutuhkan untuk membuat sirup secepat mungkin dan komponen<br />

sirup tidak rusak atau menguap oleh panas.<br />

Caranya: gula ditambahkan ke air yang dimurnikan, dan panas digunakan sampai<br />

larutan terbentuk. Komponen lain yang tahan panas ditambahkan ke sirup panas, dicampur<br />

dan dibiarkan sampai dingin, dan volume disesuaikan sampai jumlah yang tepat dengan<br />

penambahan air murni. Bila terdapat zat-zat yang tidak tahan panas / ada senyawa<br />

menguap, ditambahkan ke sirup setelah larutan gula yang terbentuk oleh pemanasan dan<br />

larutan cepat-cepat didinginkan sampai dengan temperatur ruang.<br />

Contoh : sirup akasia, sirup coklat<br />

2. Larutan yang dibuat dengan diaduk, tanpa bantuan panas<br />

Digunakan untuk menghindari panas yang dapat menyebabkan inversi sukrosa. Pada skala<br />

kecil, sukrosa dan zat formula lain, ditempatkan dalam botol yang kapasitasnya lebih<br />

besar daripada volume sirup yang akan dibuat, kemudian dilarutkan dalam air murni<br />

dan memungkinkan pengadukan campuran dengan seksama. Namun proses ini memakan<br />

waktu lebih lama (daripada bantuan panas), tapi produk memiliki kestabilan yang<br />

maksimum.<br />

Contoh : Sirup ferro sulfat<br />

3. Penambahan sukrosa ke dalam cairan obat atau ke dalam pemberi rasa<br />

Cairan obat (bentuk tingtur atau ekstrak cair) ditambahkan sukrosa dalam <strong>sediaan</strong> sirup.


Contoh : sirup senna<br />

4. Perkolasi<br />

Air murni / larutan air dari cairan obat, atau cairan pemberi rasa dibiarkan untuk melewati<br />

kolom kristal sukrosa dengan lambat untuk melarutkannya. Hasil perkolasi (perkolat)<br />

ditampung dan dikembalikan ke dalam alat perkolasi sesuai kebutuhan sampai semua<br />

sukrosa telah dilarutkan.<br />

Contoh : sirup ipecac<br />

B. Penggolongan (jenis) (Ansel, hal 318-319)<br />

Digolongkan menjadi larutan oral dan campuran kering untuk larutan oral.<br />

• Larutan oral<br />

Larutan yang dimaksudkan untuk pemberian oral, mengandung flavouring agent dan<br />

pewarna (untuk membuat obatlebih menarik dan enak bagi pasien), stabilisator (untuk<br />

menjaga stabilitas fisika dan kimia dari zat aktif) dan bahan pengawet (untuk<br />

mencegah pertumbuhan jasad renik dalam larutan). Sudah diformulakan sehingga<br />

pasien dapat langsung mengkonsumsinya, dengan dosis lazim obat dalam suatu<br />

pemberian yang menyenangkan, seperti 5 ml (satu sendok teh) atau 15 ml (satu sendok<br />

makan). Selain itu juga tersedia dalam bentuk larutan oral tetes, yang digunakan<br />

untuk pasien anak-anak yang memerlukan konsumsi dalam dosis kecil, dengan<br />

menggunakan alat penetes yang sudah disediakan.<br />

• Campuran kering untuk larutan<br />

Berupa campuran bubuk kering, yang mengandung semua komponen formulasi termasuk<br />

zat aktif, flavouring agent, pewarna, dapar, dan lain-lain, kecuali pelarut-nya. Sebelum<br />

disampaikan pada pasien, terlebih dulu diracik dengan sejumlah air suling yang<br />

dicantumkan jumlahnya. Setelah diracik, hasilnya akan stabil selama 7-14 hari, tergantung<br />

pada pembuatannya merupakan suatu periode waktu yang cukup bagi pasien untuk<br />

menghabiskan semua volume obat yang ditulis dalam resep, tapi jika obat tersisa, bagian<br />

yang tersisa tersebut harus dibuang karena sudah tidak layak untuk digunakan.<br />

Umumnya digunakan untuk antibiotika tertentu yang tidak memiliki stabilitas yang<br />

cukup dalam larutan berair, untuk memenuhi periode shelf-life yang diperpanjang.<br />

Contoh-nya :<br />

- Acetaminophen, untuk larutan effervescent, USP<br />

- Cloxaxillin sodium, untuk larutan oral, USP<br />

- Methenamine mandelate, untuk larutan oral, USP<br />

- Oxacillin sodium, untuk larutan oral, USP<br />

- Penicillin G potassium, untuk larutan oral, USP<br />

- Penicillin V potassium, untuk larutan oral, USP<br />

- Clindamycin palmitate HCl, untuk larutan oral, USP<br />

- Potassium chloride, untuk larutan oral, USP<br />

C. Keuntungan dan Kerugian Bentuk <strong>sediaan</strong> Sirup (Larutan)<br />

(Pharmaceutics, The Science of dosage Form Design, Aulton, 254-255 & TPC, 1994, hal 31)<br />

Keuntungan bentuk <strong>sediaan</strong> sirup :<br />

1. Lebih mudah ditelan dibanding bentuk padat sehingga dapat digunakan untuk bayi,<br />

anak-anak, dan usia lanjut.<br />

2. Segera diabsorpsi karena sudah berada dalam bentuk larutan (tidak mengalami peroses<br />

disintegrasi dan pelarutan).<br />

3. Obat secara homogen terdistribusi ke seluruh <strong>sediaan</strong>.<br />

4. Mengurangi resiko iritasi pada lambung oleh zat-zat iritan (ex. Aspirin, KCl), karena


larutan akan segera diencerkan oleh isi lambung.<br />

Kerugian bentuk <strong>sediaan</strong> sirup :<br />

1. Larutan bersifat voluminous, sehingga kurang menyenangkan utnuk diangkut dan<br />

disimpan. Apabila kemasan rusak, keseluruhan <strong>sediaan</strong> tidak dapat dipergunakan.<br />

2. Stabilitas dalam bentuk larutan biasanya kurang baik dibandingkan bentuk <strong>sediaan</strong><br />

tablet atau kapsul, terutama jika bahan mudah terhidrolisis.<br />

3. Larutan merupakan media ideal untuk pertumbuhan mikroorganisme, oleh karena itu<br />

memerlukan penambahan pengawet.<br />

4. Ketepatan dosis tergantung kepada kemampuan pasien untuk menakar.<br />

5. Rasa obat yang kurang menyenangkan akan lebih terasa jika diberikan dalam larutan<br />

dibandingkan dalam bentuk padat. Walaupun demikian, larutan dapat diberi pemanis<br />

dan perasa agar penggunaannya lebih nyaman.<br />

II. FORMULA<br />

R/ Zat aktif<br />

Pelarut / pembawa<br />

Pemanis<br />

Pengental<br />

Anti cap-locking agent<br />

Pengawet<br />

Flavouring agent (pewangi /<br />

perasa)<br />

Pewarna (dye)<br />

Pembasah jika perlu<br />

Solubilizer jika perlu<br />

Antioksidan jika perlu<br />

Pengatur pH (dapar) jika perlu<br />

A. Bahan Pembantu (Eksipien)<br />

1. Pelarut / pembawa<br />

Pelarut / pembawa yang biasa digunakan adalah air, air aromatik, sirup, juice (dari buah,<br />

dimana<br />

pemilihannya tergantung tujuan penggunaan <strong>sediaan</strong> dan sifat fisika-kimia zat aktif),<br />

spirits, dan minyak (TPC, 1994, hal 32-34). Selain itu dapat juga digunakan: air murni<br />

USP, alcohol USP, alkohol encer NF, gliserin USP, propilen glikol USP (Ansel, hal 312-<br />

316).<br />

2. Anticaplocking agent<br />

Untuk mencegah kristalisasi gula pada daerah leher botol (cap locking), maka<br />

umumnya digunakan alkohol polyhydric seperti sorbitol, gliserol, atau propilenglikol.<br />

(Aulton, 1988, 254-267). Yang paling umum digunakan adalah sorbitol sebanyak 15-<br />

30%. (Handbook of Pharmaceutical Excipient, second ed, hal 477)<br />

3. Flavouring agent (TPC,1994, hal 36)<br />

Flavour digunakan untuk menutupi rasa tidak enak dan membuat agar obat dapat<br />

diterima oleh pasien terutama anak-anak. Dalam pemilihan pewangi harus<br />

dipertimbangkan, untuk siapa obat diberikan dan berapa usia pengkonsumsinya. Anakanak<br />

lebih menyukai rasa manis atau buah-buahan sedangkan orang dewasa lebih<br />

menyukai rasa asam.<br />

Pertimbangan untuk pemilihannya : (Ansel, hal 334-335)<br />

• Harus mempunyai kelarutan dalam air yang cukup<br />

Kadang-kadang sejumlah kecil alkohol ditambahkan ke sirup untuk menjamin<br />

kelarutan flavouring agent yang kelarutannya dalam air buruk.<br />

• Disesuaikan dengan tujuan pemberian<br />

Yaitu untuk anak-anak atau dewasa ; juga berhubungan dengan zat pewarna yang


digunakan.<br />

Flavour<br />

Sifat Obat (rasa obat)<br />

Buah-buahan<br />

Asam<br />

Butterscotch, liquorice, cinnamon<br />

Asin<br />

Coklat, anisi, sirup buah-buahan, orange, gentian Pahit<br />

Flavour seperti asam sitrat, garam, dan monosodium glutamate kadang-kadang juga<br />

digunakan. Ada juga yang sudah khusus dikombinasikan dengan obat antasid.<br />

Flavouring agent dapat tidak stabil secara kimiawi karena : oksidasi, reduksi, hidrolisis,<br />

dan adanya pengaruh pH.<br />

The Theory and Practice of Industrial Pharmacy Ed III, hal 470<br />

Rasa<br />

Flavour<br />

Garam (asin)<br />

Pahit<br />

Manis<br />

Sour (asam)<br />

Maple, apricot, peach, vanili, butterscotch, wintergreen mint<br />

Wild cherry, walnut, coklat, anisi, mint combination, passion<br />

fruit, mint spice<br />

Buah-buahan, vanili, berry<br />

Citrus, licorice, root beer, raspberry<br />

Konsentrasi yang digunakan: qs. Selain itu, perlu diperhatikan stabilitas flavouring agent<br />

dan konsentrasi terhadap pembawa (Aulton, 1988, hal 263).<br />

4. Zat Pewarna (TPC, 1994, hal 36-37)<br />

Zat pewarna ditambahkan ke dalam <strong>sediaan</strong> oral cair untuk menutupi penampilan<br />

yang tidak menarik atau meningkatkan penerimaan pasien. Zat warna yang ditambahkan<br />

harus sesuai dengan flavour <strong>sediaan</strong> tersebut. Zat warna harus nontoksik, non-iritan, dan<br />

dapat tersatukan dengan zat aktif serta zat tambahan lainnya. Dalam pemilihan zat warna<br />

harus dipertimbangkan juga masalah:<br />

• Kelarutan larut dalam air.<br />

• Stabilitas warnanya stabil pada kisaran pH, di bawah cahaya yang intensif dan<br />

masa penyimpanan.<br />

• Ketercampuran tidak bereaksi dengan komponen lain dari sirup.<br />

• Konsentrasi zat warna dalam <strong>sediaan</strong><br />

Stabilitas warna biasanya tergantung pada pH.<br />

Contoh : Sunset yellow FCF, stabil pada pH asam dan berubah warna atau<br />

terjadi pengendapan pada pH basa.<br />

Zat warna yang digunakan adalah zat warna yang diizinkan untuk obat oral<br />

Kebanyakan pewarna yang biasa digunakan pada <strong>sediaan</strong> farmasi mempunyai Nomor E<br />

100-180 dan Nomor FD & C, contoh :<br />

• Tartrazine (E 102 dan FD & C yellow no 5)<br />

• Citrus red no 2 (Aulton, 1988, 262-263)<br />

Beberapa zat warna yang dilarang di beberapa negara eropa, diantaranya : tartrazine<br />

(menimbulkan reaksi alergi), amaranth, dan lisamin hijau.<br />

Zat warna dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kategori (TPC, 1994, hal 36-37) :<br />

• Pigmen mineral<br />

Pigmen mineral seperti besi oksida terutama digunakan untuk <strong>sediaan</strong> padat dan<br />

untuk pemakaian luar. Penggunaannya untuk <strong>sediaan</strong> oral dilarang karena kelarutannya<br />

sangat kecil dalam air.


• Zat warna alam<br />

Zat warna alam dapat diperoleh dari isolasi atau ekstraksi tumbuh-tumbuhan atau<br />

hewan. Contoh at warna alam : antosiamin, karotenoid, klorofil, xantofil, riboflavin,<br />

saffron, ekstrak bit merah, cochineal, dan caramel. Kelemahan dari zat warna alam<br />

adalah komposisi dan warnanya tiap batch berbeda. Beberapa zat warna alam<br />

biasanya digunakan untuk produk minyak atau lemak.<br />

Beberapa larutan dari pewarna alam mempunyai kestabilan terbatas terhadap cahaya<br />

dan pH<br />

dan terhadap senyawa pengoksidasi dan pereduksi.<br />

• Zat warna sintetik<br />

Zat warna sintetik celup lebih disukai dibanding zat warna alam untuk <strong>sediaan</strong> oral cair<br />

karena zat warna ini mempunyai aneka warna yang lebih luas dan warnanya lebih<br />

reprodusibel dan intensitas warna yang seragam dan warna lebih stabil. Ada 2 tipe zat<br />

warna sintetik celup :<br />

♠ zat warna celup asam, yang membentuk garam dengan basa bermuatan negative<br />

♠ zat warna calup basa, yang membentuk garam dengan asam bermuatan positif<br />

kebanyakan zat warna sintetik yang digunakan untuk <strong>sediaan</strong> oral cair adalah<br />

bentuk asam, kebanyakan adalah garam Na dari asam sulfonat dan banyak yang berupa<br />

campuran azo. Zat warna ini tidak tercampurkan dengan banyak alkaloid, turunan<br />

fenotiazin, dan antihistamin.<br />

5. Pengawet<br />

Pada umumnya <strong>sediaan</strong> sirup merupakan <strong>sediaan</strong> dengan dosis berulang (multiple dose),<br />

sehingga<br />

terdapat kemungkinan yang sangat besar mengalami kontaminasi mikroorganisme. Oleh<br />

sebab itu,<br />

diperlukan pengawet yang merupakan salah satu bahan pembantu yang ditambahkan,<br />

untuk mengurangi kontaminasi mikroorganisme. Adanya mikroorganisme di dalam<br />

<strong>sediaan</strong> akan mempengaruhi stabilita <strong>sediaan</strong> / potensi zat aktif. (Diktat Teknologi<br />

Sediaan Likuida dan Semi Solida, hal 14)<br />

Alasan penggunaan bahan pengawet secara kombinasi adalah dalam rangka untuk<br />

meningkatkan kemampuan spektrum antimikroba, efek yang sinergis memungkinkan<br />

penggunaan pengawet dalam jumlah kecil, sehingga kadar toksisitasnya menurun pula,<br />

dan mengurangi kemungkinan terjadinya resistensi.<br />

Kriteria untuk pengawet adalah :<br />

a. Harus efektif melawan mikroorganisme spektrum luas<br />

b. Harus stabil secara fisik, kimia, dan secara mikrobiologikal, selama Lifetime produk<br />

c. Harus nontoksik, nonsensitizing, cukup larut, dapat tercampurkan dengan komponen<br />

formula lain, pada konsentrasi yang digunakan mempunyai rasa dan bau yang dapat<br />

diterima pengguna (Aulton, 1988, hal 486).<br />

Pengawet yang banyak digunakan untuk oral diantaranya (TPC, 1994, hal 34-35) :<br />

• Kloroform : karsinogen dan mempunyai beberapa kekurangan seperti: cepat<br />

menguap, bereaksi dengan plastik sehingga bisa menyebabkan distorsi wadah.<br />

• Etanol seringkali digunakan dalam pembuatan sirup untuk membantu kelarutan<br />

bahan-bahan yang larut alkohol. Tapi secara normal, kandungan alkohol dalam<br />

produk akhir tidak berada dalam jumlah yang cukup untuk dianggap sebagai<br />

pengawet (15-20%) (Ansel, hal 334).


• Asam benzoat (aktif pada pH rendah)<br />

• Asam sorbat (aktif pada pH rendah)<br />

• Ester hidroksibenzoat<br />

• Syrup, dengan konsentrasi sukrosa lebih dari 65 %<br />

• asam dan garam benzoate untuk larutan oral: 0,01-0,1% ; untuk sirup oral: 0,15%<br />

(HOPE, 2003, hal 50)<br />

• asam dan garam sorbat 0,05-0,2 % (umumnya digunakan kombinasi dengan pengawet<br />

lain, contoh : glikol) (HOPE, 2003, hal 588)<br />

• methylparaben : 0,015-0,2% (HOPE, 2003, hal 390) ; 0,1–0,25 % (RPS, 2005, 748)<br />

• propylparaben : 0,01-0,02% (HOPE, 2003, hal 526) ; 0,1–0,25 % (RPS, 2005, 748)<br />

• methylparaben 0,18% dan propylparaben 0,02% b/v kombinasi tersebut digunakan<br />

untuk berbagai formulasi <strong>sediaan</strong> parenteral (HOPE, 2003, hal 526)<br />

6. Antioksidan (TPC, 1994, hal 35)<br />

Antioksidan di dalam <strong>sediaan</strong> larutan berfungsi sbg proteksi terhadap bahan aktif<br />

yang mudah teroksidasi oleh oksigen (Diktat Teknologi Sediaan Likuida dan Semi Solida,<br />

hal 14). Antioksidan yang ideal bersifat : nontoksik, noniritan, efektif pada konsentrasi<br />

rendah (pada kondisi tertentu penggunaan dan penyimpanan), larut dalam fase pembawa,<br />

stabil, tidak berbau dan tidak berasa.<br />

Contoh antioksidan adalah :<br />

• asam askorbat (pH stabilita 5,4 ; penggunaan 0,01-0,1% b/v) (HOPE, 2003, hal 32)<br />

• asam sitrat 0,3 – 2,0 % sebagai sequestering agent dan antioxidant sinergist<br />

(HOPE, 2003, hal 158)<br />

• Na-metabisulfit 0,01 – 1,0 % b/v untuk formulasi <strong>sediaan</strong> oral, parenteral,<br />

topikal (HOPE, 2003, hal 571)<br />

• Na sulfite<br />

7. Pemanis (Sweetening Agent) (TPC, 1994, hal 35)<br />

Pemanis yang umum digunakan adalah glukosa, sukrosa, sirup, dan madu.<br />

a. Sukrosa<br />

Sukrosa membentuk larutan tidak berwarna yang stabil di pH 4-8, konsentrasi<br />

tinggi memberikan rasa manis yang dapat menutupi rasa pahit / asin dari<br />

beberapa senyawa obat, tidak hanya dapat meningkatkan viskositas, tapi juga<br />

memberi tekstur yang menyenangkan di mulut.<br />

Pemakaian sukrosa sering dikombinasikan dengan sorbitol, gliserin, dan poliol<br />

yang lain untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kristal gula dalam penyimpanan.<br />

Sediaan sirup itu banyak digunakan untuk obat batuk. Namun kekurangannya<br />

adalah, pada obat yang bergula yang digunakan dalam jangka waktu lama pada anakanak<br />

bisa merusak gigi. Hati-hati untuk penderita diabetes, penggunaan fruktosa atau<br />

hydrogen glucose syrup, karena fruktosa juga akan diubah menjadi glukosa!<br />

b. Sorbitol, manitol, xylitol<br />

Pada dosis tinggi bisa menyebabkan diare.<br />

c. Sirup adalah <strong>sediaan</strong> pekat dalam air dari gula / pengganti gula dengan atau tanpa<br />

penambahan<br />

bahan pewangi dan zat aktif obat. Contoh : sirup akasia, sirup cerri, sirup coklat,<br />

sirup eriodiktion aromatik, sirup jeruk, sirup, sirup tolu balsam. (Ansel, hal 327)<br />

d. Pemanis sintetik yang sering digunakan :<br />

• Garam Na dan Ca dari sakarin<br />

Pemanis ini digunakan untuk larutan. Sakarin larut di air, stabil pada range<br />

pH yang luas. Dosis kecil bisa memberikan rasa manis. Kadar kemanisan 250-500<br />

kali sukrosa, penggunaan terbatas karena memberikan rasa pahit setelah pemakaian.<br />

• Aspartam


Umum digunakan untuk makanan dan minuman. Aspartam ini bisa<br />

terhidrolisis ketika dipanaskan pada suhu tinggi sehingga rasa manisnya bisa<br />

hilang. Penggunaan aspartam tidak boleh berlebihan untuk pasien yang<br />

mengalami fenilketonuria. Kadar kemanisan 200 kali sukrosa, tanpa rasa pahit<br />

setelah pemakaian.<br />

• K-acesulfam (jarang digunakan) → tidak terpengaruh oleh panas.<br />

• Thaumatin<br />

Senyawa ini merupakan senyawa paling manis, penggunaannya kadang<br />

dikombinasikan dengan gula karena suka terasa sedikit rasa pahit dan rasa<br />

logam setelah mengkonsumsi pemanis ini.<br />

8. Pembasah<br />

Contoh pembasah (humektan) antara lain : (HOPE 2003 hal 257, 521, 596)<br />

• Gliserin : < 30 %<br />

• Propilen glikol<br />

• Sorbitol<br />

: 10-25 % (larutan oral)<br />

: 20-35 % (larutan oral)<br />

70 % (suspense oral)<br />

9. Dapar<br />

Zat yang range pH stabilitasnya kecil maka harus didapar dengan dapar yang sesuai<br />

dengan memperhatikan :<br />

- ketercampuran dengan kandungan larutan<br />

- inert<br />

- tidak toksik<br />

- kapasitas dapar yang bersangkutan<br />

Larutan yang mengandung asam kuat atau basa kuat adalah larutan yang<br />

mempunyai kapasitas dapar. Kebanyakan dapar terdiri dari campuran asam lemah dan<br />

garamnya atau basa lemah dan garamnya. Larutan dapar seharusnya disiapkan segar.<br />

Harus disimpan pada wadah gelas bebas alkali dan tidak lebih dari tiga bulan setelah<br />

tanggal pembuatan. (Untuk contoh perhitungan dapar dapat dilihat pada <strong>sediaan</strong><br />

suspense)<br />

(Lachman, The Theory and practice of Industrial Pharmacy, hal 460)<br />

Buffer atau dapar adalah suatu material, yang ketika dilarutkan dalam suatu pelarut,<br />

senyawa ini mampu mempertahankan pH ketika suatu asam atau basa ditambahkan.<br />

Pemilihan buffer yang cocok tergantung dari pH dan kapasitas buffer yang diinginkan.<br />

Buffer ini harus dapat tercampurkan dengan senyawa lain dan mempunyai toksisitas<br />

yang rendah. Buffer yang sering digunakan adalah: karbonat, sitrat, glukonat, laktat,<br />

fosfat/tartrat. Borat umumnya digunakan untuk penggunaan luar.<br />

Kriteria untuk buffer adalah :<br />

a. mempunyai kapasitas yang cukup dalam range pH yang diinginkan<br />

b. secara biologikal harus aman untuk penggunaan jangka panjang<br />

c. hanya memiliki sedikit atau tidak ada efek yang mengganggu stabilitas <strong>sediaan</strong> jadi<br />

d. dapat menerima flavouring dan pewarna dari produk.<br />

B. Masalah dan Pemecahan Masalah<br />

Beberapa masalah yang timbul dalam pengembangan formula larutan dan pemecahan<br />

masalahnya: (Catatan Kuliah dan Diskusi Praktikum)<br />

1. Dalam dosis yang digunakan, zat aktif dapat larut sempurna dalam air sehingga<br />

dapat dibuat <strong>sediaan</strong> sirup.<br />

2. Zat aktif dengan rasa pahit atau rasa tidak enak lainnya dalam keadaan terlarut akan lebih<br />

terasa, sehingga kurang dapat diterima oleh pasien, maka ditambahkan pemanis dan<br />

pewangi yang sesuai untuk memperbaiki rasa dan bau.


3. Zat aktif stabil pada pH tertentu oleh karena itu diperlukan dapar untuk<br />

mempertahankan pH <strong>sediaan</strong>. Ingat jangan menggunakan dapar asam borat dan turunannya<br />

karena karsinogen.<br />

4. Sebagai pemanis dapat digunakan sirupus simplek yang juga berfungsi sebagai<br />

pengental serta pengawet. Konsentrasi sirupus simplek yang digunakan terbatas,<br />

biasanya tidak lebih dari 30%, karena apabila lebih akan menyebabkan terjadinya<br />

caplocking sehingga tutup botol akan sulit dibuka akibat terjadinya kristalisasi sukrosa<br />

pada tutup botol.<br />

5. Untuk mencegah caplocking karena sirupus simplek maka<br />

ditambahkan sorbitol/gliserin/propilenglikol 10%. Bahan tambahan ini dapat juga berfungsi<br />

sebagai pengental.<br />

6. Perlu diperhatikan penggunaan panas untuk membantu melarutkan gula dengan cepat,<br />

namun dapat terjadi reaksi inversi, yaitu sukrosa (disakarida) yang terurai menjadi<br />

monosakarida, dekstrosa (glukosa) dan fruktosa (levulosa). Bila terjadi inversi,<br />

kemanisan sirup berubah dan warna menjadi semakin gelap, karena efek panas pada<br />

bagian levulosa dari gula invert. Bila sirup dipanaskan berlebihan, akan menjadi<br />

berwarna kuning coklat karena pembentukan karamel dari sukrosa. (Ansel, hal 336)<br />

7. Sediaan sirup mengandung air dan gula sehingga merupakan media yang sangat baik<br />

bagi pertumbuhan mikroorganisme sehingga harus ditambahkan pengawet. Pengawet ini<br />

ditambahkan dalam pembuatan sirupus simplek. Pengawet yang dapat digunakan antara<br />

lain nipagin dan nipasol dengan perbandingan 0,18 : 0,02 (dalam <strong>sediaan</strong> parenteral).<br />

Penggunaan pengawet kombinasi ini lebih efektif karena nipagin bersifat fungistatik dan<br />

nipasol lebih bersifat bakteriostatik, sehingga kombinasi ini efektif untuk pencegahan<br />

terjadinya pertumbuhan bakteri dan jamur.<br />

8. Untuk zat aktif yang mudah teroksidasi maka ditambahkan antioksidan<br />

9. Penampilan <strong>sediaan</strong> harus menarik maka perlu ditambahkan pewarna yang sesuai<br />

pewangi yang digunakan dan disesuaikan dengan yang menggunakan (orang tua atau anakanak),<br />

dan zat warna yang digunakan tidak boleh mengganggu penetapan kadar zat aktif.<br />

(Van Duin, 88-109)<br />

10. Suatu solution harus jernih. Oleh karena itu hampir selalu bekerja dengan zat-zat<br />

kimia yang murni yang biasanya mengandung sedikit kotoran mekanis, maka sering<br />

kali perlu untuk menyaring dengan sedikit sumbat kapas, yang sebelumnya telah<br />

dicuci didalam sebuah corong, untuk menghilangkan serat kapas.<br />

11. Larutan-larutan dari senyawa-senyawa yang mudah teroksidasi tidak boleh disaring dengan<br />

kapas atau kertas saring, untuk itu perlu dilakukan penyaringan dengan penyaring asbes<br />

atau bulu kaca atau dengan penyaring G3.<br />

12. Menyaring larutan-larutan yang sangat encer pada umumnya tidak diperbolehkan<br />

karena adanya adsorpsi pada kapas atau penyaring maka sebagian besar dari zat<br />

yang terlarut akan hilang dari larutan dan jumlah persen zat yang teradsorpsi makin<br />

besar, jika larutan makin encer. Dalam hal yang demikian, penyaringan hanya<br />

diperkenankan jika kita menyaring larutan yang berlebihan dan bagian pertama dari<br />

saringan dibuang.<br />

13. Larutan yang mengandung zat dengan BM yang tinggi, tidak boleh disaring. Demikian pula<br />

bila mengandung minyak atsiri.<br />

14. Untuk sebagian besar senyawa organik, daya melarutkan sirup agak besar. Hal ini<br />

tidak mengherankan karena sirup mengandung gula kurang lebih 60 %, jadi sirup<br />

tersebut melarutkannya mendekati pelarut organik yang mengandung air 40 %, misalnya<br />

etanol 60%.<br />

15. Jika sirup mengandung lendir, maka penambahan harus dilakukan dengan sangat<br />

hati-hati untuk mencegah pembentukan busa yang terlalu banyak.<br />

16. Dalam <strong>sediaan</strong> oral terdapat senyawa yang peka terhadap cahaya, maka digunakan botol<br />

berwarna coklat. Hampir semua senyawa organik peka terhadap cahaya, sehingga<br />

kebanyakan <strong>sediaan</strong> oral cair harus dikemas dalam botol berwarna coklat.<br />

17. Dalam pemilihan bahan peningkat viskositas, perlu diperhatikan konsentrasi dan viskositas<br />

akhir <strong>sediaan</strong>. Viskositas akhir <strong>sediaan</strong> diusahakan tidak terlalu tinggi.<br />

18. CO 2 dapat mempengaruhi pH <strong>sediaan</strong> karena dapat terlarut ke dalam air dan membentuk<br />

ion H + sehingga dapat mengubah pH <strong>sediaan</strong>. Oleh karena itu, dalam pembuatan larutan


digunakan air bebas CO 2 .<br />

19. Agar volume terpindahkan sesuai dengan yang tertera pada etiket, volume pengisian<br />

dilebihkan : 2% untuk cairan yang encer dan 3 % untuk cairan yang kental (berdasarkan<br />

Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah , FI IV hal 1044)<br />

Masalah-masalah manufaktur dari Diktat Kuliah Liquida & Semi Solida :<br />

1. Larutan bersifat voluminus, oleh sebab itu kurang menyenangkan untuk diangkut dan<br />

disimpan, jika wadah penyimpan pecah, keseluruhan obat jadi tidak dapat digunakan.<br />

2. Stabilitas komponen formulasi pada umumnya dalam bentuk larutan lebih jelek<br />

dibandingkan dengan bentuk <strong>sediaan</strong> padat seperti tablet dan kaplet, terutama jika<br />

bahan mudah terhidrolisis. Pada umumnya usia simpan <strong>sediaan</strong> berbentuk larutan<br />

lebih singkat dari bahan obat yang sama berbentuk padat.<br />

3. Bentuk larutan sering merupakan media ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan<br />

mikroorganisme dan oleh karena itu perlu penambahan pengawet.<br />

4. Ketepatan dosis selama pengobatan tergantung kepada kemampuan pasien untuk<br />

dapat menakar secara benar dosis obat dalam bentuk sendok the, sendok makan dan<br />

sebagainya.<br />

5. Rasa obat yang kurang / tidak menyenangkan akan lebih terasa jika obat diberi<br />

dalam bentuk larutan dibandingkan obat berbentuk tablet. Untuk meningkatkan rasa dan<br />

penampilan obat diberi bahan tambahan pemanis dan bahan ciri rasa (flavour).<br />

C. Formula Pustaka (Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Ansel, hal 334)<br />

• Sirup Antihistamin<br />

Chlorpheniramine maleate, USP<br />

0,4 g<br />

Glycerin, USP<br />

25,0 ml<br />

Sirup, NF<br />

83,0 ml<br />

Sorbitol solution, USP<br />

282,0 ml<br />

Sodium benzoate, NF<br />

1,0 g<br />

Alcohol, USP<br />

60,0 ml<br />

Pewarna dan pemberi rasa<br />

q.s.<br />

Purified water, USP<br />

ad. 1000,0 ml<br />

• Sirup Ferro Sulfat<br />

Ferrous sulfate, USP<br />

Citric acid, USP<br />

Sorbitol solution, USP<br />

Glycerin, USP<br />

Sodium Benzoate, NF<br />

Pemberi rasa<br />

Purified water, USP<br />

• Sirup Ferro Sulfat (RPS hal 755)<br />

Ferrous sulfate<br />

40,0 g<br />

Citric acid<br />

2,1 g<br />

Peppermint spirit 2 ml<br />

Sucrose<br />

825 g<br />

Purified water to make 1000,0 ml<br />

• Amantadine HCl syrup (RPS hal 755)<br />

135,0 g<br />

12,0 g<br />

350,0 ml<br />

50,0 ml<br />

1,0 g<br />

q.s.<br />

ad. 1000,0 ml<br />

III. PEMBUATAN SEDIAAN LARUTAN<br />

A. Alat-alat yang digunakan<br />

1. Mortir dan stamper<br />

2. Gelas ukur<br />

3. gelas piala<br />

4. madkan<br />

5. kaca arloji<br />

6. cawan penguap<br />

7. spatel<br />

8. zalfcard


9. timbangan analitik<br />

10. piknometer<br />

12. pH meter<br />

11. viscometer<br />

B. Prosedur pembuatan (Diktat Teknologi Sediaan Likuida dan Semi Solida, hal 15)<br />

1. Air sebagai pelarut atau pembawa harus dididihkan, kemudian didinginkan dalam<br />

keadaan tertutup.<br />

2. Penimbangan zat aktif dan bahan pembantu yang diperlukan.<br />

3. Pembuatan sirupus simpleks sebagai pengental dan pemanis (sukrosa yang telah<br />

ditimbang dilarutkan dalam sebagian air, panaskan hingga larut, kemudian disaring)<br />

4. Zat aktif dan bahan pembantu berbentuk serbuk dihaluskan dalam mortir.<br />

5. Melarutkan zat aktif dengan cara penambahan zat aktif sedikit-sedikit ke dalam<br />

sejumlah volume pelarut, sambil diaduk sampai larut sempurna.<br />

6. Bahan pembantu dilarutkan dengan cara yang sama ke dalam sebagian pelarut<br />

yang diperlukan, volume pelarut ditentukan berdasarkan kelarutan eksipien yang<br />

ditambahkan.<br />

7. Campurkan bahan-bahan yang sudah larut satu per satu, dan aduk sampai homogen.<br />

8. Penambahan flavour dalam keadaan terlarut dalam pelarut yang dapat bercampur<br />

dengan pelarut yang digunakan.<br />

9. Tambahkan sisa pelarut sampai volume <strong>sediaan</strong> yang dibuat.<br />

10. Masukkan ke dalam botol coklat yang telah ditara sebelumnya, penambahan<br />

volume larutan yang ditara di dalam botol disesuaikan dengan kekentalan larutan yang<br />

dibuat. Botol <strong>sediaan</strong> diberi etiket, brosur, dikemas dan disimpan di tempat yang<br />

terlindung dari cahaya.<br />

IV. EVALUASI SEDIAAN LARUTAN<br />

A. Evaluasi Fisika (Diktat Teknologi Sediaan Likuida dan Semi Solida, hal 18-19)<br />

1. Evaluasi organoleptik <strong>sediaan</strong> : bau, rasa, warna.<br />

2. Evaluasi <strong>sediaan</strong> : etiket, brosur, wadah dan peralatan pelengkap seperti sendok, no batch dan<br />

leaflet.<br />

3. Evaluasi kejernihan : FI IV hal 998 , dibutuhkan 5 mL<br />

4. Penentuan pH larutan : FI IV hal 1039 , dibutuhkan 1 botol.<br />

5. Penentuan Berat jenis larutan dengan Piknometer : FI IV hal 1030 , dibutuhkan 10 mL<br />

6. Penentuan Viskositas (sifat aliran) larutan dengan alat Hoppler : Petunjuk paktikum Farmasi<br />

Fisika hal 9, 12 ; Farmasi Fisika, Martin hal 463) → Alat viscometer Hoppler membutuhkan<br />

±120mL (2 botol)<br />

7. Penentuan Volume terpindahkan : FI IV hal 1089 , dibutuhkan 30 wadah (dapat<br />

dipakai untuk uji-uji lain)<br />

8. Penentuan stabilita <strong>sediaan</strong> dengan menyimpan Retained Sample pada temperatur<br />

kamar.<br />

B. Evaluasi Kimia<br />

Identifikasi dan Penetapan kadar zat aktif dan <strong>sediaan</strong> (sesuai monografi)<br />

C. Evaluasi Biologi<br />

i. Jumlah cemaran mikroba (Uji Batas Mikroba) : FI IV hal 847 - 854 <br />

i. Untuk <strong>sediaan</strong> antibiotik dilakukan Penetapan potensi Antibiotik secara Mikrobiologi : FI IV<br />

hal 891- 899 <br />

ii. Uji Efektivitas Pengawet : FI IV hal 854 – 855


LAMPIRAN EVALUASI<br />

1. Organoleptik<br />

Evaluasi meliputi uji kejernihan, bau, rasa dan warna<br />

2. Penetapan kadar<br />

Tergantung dari zat aktif yang digunakan (sesuai dengan monografi).<br />

3. Kejernihan Larutan (FI IV hal 998)<br />

Lakukan penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar diameter 15 mm hingga 25 mm,<br />

tidak berwarna, transparan dan terbuat dari kaca netral. Masukkan ke dalam dua tabung<br />

reaksi masing-masing larutan zat uji dan Suspensi Padanan yang sesuai secukupnya, yang<br />

dibuat segar dengan cara seperti yang tertera di bawah sehingga volume larutan di dalam<br />

tabung reaksi terisi setinggi tepat 40 mm. Bandingkan kedua isi tabung setelah 5 menit<br />

pembuatan suspensi padanan, dengan latar belakang hitam. Pengamatan dilakukan di<br />

bawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus ke arah bawah tabung. Difusi cahaya harus<br />

sedemikian rupa sehingga suspensi padanan I dapat langsung dibedakan dari air dan dari<br />

suspensi padanan II.<br />

Baku opelesen. Larutkan 1 g hidrazina sulfat P dalam air secukupnya sampai 100<br />

ml, biarkan selama 4 hingga 6 jam. Pada 25 mL larutan ini ditambahkan larutan 2,5 g<br />

heksamina P dalam 25 mL air, campur dan biarkan selama 24 jam. Suspensi ini stabil<br />

selama 2 bulan jika disimpan dalam wadah kaca yang bebas dari cacat permukaan.<br />

Suspensi tidak boleh menempel pada kaca dan harus dicampur dengan baik sebelum<br />

digunakan. Untuk membuat baku opalesen, encerkan 15 mL suspensi dengan air hingga<br />

1000mL. Suspensi harus digunakan dalam waktu 24 jam setelah pembuatan.<br />

Suspensi padanan. Buatlah suspensi padanan I sampai dengan suspensi padanan IV<br />

dengan cara seperti yang tertera pada tabel. Masing-masing suspensi harus tercampur<br />

baik dan dikocok sebelum digunakan.<br />

Suspensi Padanan<br />

I II III IV<br />

Baku opalesen (mL) 5,0 10,0 30,0 50,0<br />

Air (mL) 95,0 90.0 70,0 50,0


Pernyataan kejernihan dan derajat opalesen<br />

Suatu cairan dinyatakan jernih jika kejernihannya sama dengan air atau pelarut yang<br />

digunakan bila diamati di bawah kondisi seperti tersebut di atas atau jika opalesensinya<br />

tidak lebih nyata dari suspensi padanan I. persyaratan untuk derajat opalesensi<br />

dinyatakan dalam suspensi padanan I, suspensi padanan II, dan suspensi padanan III.<br />

4. Pengukuran viskositas <strong>sediaan</strong> (Farmasi Fisika, hal 1100-1101)<br />

Alat : Viskometer Hoeppler / bola jatuh<br />

Cara :<br />

- Isi tabung dengan cairan yang akan diukur viskositasnya (jangan sampai penuh)<br />

- Masukkan bola yang sesuai<br />

Cara memilih bola-nya untuk mendapatkan yang terbaik, harus digunakan sebuah<br />

bola yang menghasilkan t (waktu) tidak kurang dari 30 detik.<br />

- Tambahkan cairan sampai penuh dan tabung ditutup (jangan sampai ada gelembung<br />

udara)<br />

- Pengukuran dilakukan dengan menghitung waktu yang dibutuhkan oleh bola untuk<br />

menempuh jarak tertentu melalui cairan tabung<br />

- Hitung bobot jenis cairan dengan menggunakan piknometer<br />

- Viskositas cairan dihitung dengan rumus :<br />

η = B (ρ1 -ρ 2) t<br />

Keterangan : η = viskositas cairan<br />

B = konstanta bola<br />

ρ 1 = bobot jenis bola<br />

ρ 2 = bobot jenis cairan<br />

t = waktu yang dibutuhkan bola untuk menempuh jarak tertentu (detik)<br />

5. Penetapan bobot jenis cairan (FI IV, hal 1030)<br />

- Gunakan piknometer yang bersih dan kering (dicuci terlebih dahulu dengan<br />

larutan sulfokromik dan bilas dengan etanol lalu aseton)<br />

- Timbang piknometer kosong (w1) lalu isi dengan air suling, bagian luar<br />

piknometer dilap sampai kering dan ditimbang (w2)<br />

- Buang air suling tersebut, keringkan piknometer lalu isi dengan cairan yang akan diukur<br />

bobot jenisnya pada suhu yang sama pada saat pemipetan, dan timbang (w3)


- Hitung bobot jenis cairan dengan rumus :<br />

dt = w3 – w1<br />

w2 – w1<br />

Keterangan : dt = bobot jenis pada suhu t<br />

w1 = bobot piknometer kosong<br />

w 2 = bobot piknometer + air suling<br />

w3 = bobot piknometer + cairan<br />

6. Pengukuran pH larutan (FI IV, hal 1039)<br />

- pH meter dikalibrasi menggunakan buffer standar<br />

- ukur pH cairan menggunakan pHmeter yang telah dikalibrasi<br />

7. Volume terpindahkan (FI IV, hal 1089)<br />

Uji berikut dirancang sebagai jaminan bahwa larutan oral dan suspensi yang dikemas<br />

dalam wadah dosis ganda. Dengan volume yang tertera dalam etiket tidak lebih dari<br />

250 mL, yang tersedia dalam bentuk <strong>sediaan</strong> cair atau <strong>sediaan</strong> cair yang dikonstitusi<br />

dari bentuk padat dengan penambahan bahan pembawa tertentu dengan volume yang<br />

ditentukan, jika dipindahkan dari wadah asli, akan memberikan volume <strong>sediaan</strong> seperti<br />

yang tertera pada etiket.<br />

Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan selanjutnya<br />

ikuti prosedur berikut untuk bentuk <strong>sediaan</strong> tersebut.<br />

Larutan oral, suspensi oral, dan sirup dalam wadah dosis ganda, kocok isi 10 wadah satu<br />

persatu.<br />

Serbuk dalam wadah dosis ganda yang mencantumkan penandaan volume untuk larutan<br />

oral atau suspensi oral yang dihasilkan dikonstitusi dengan sejumlah pembawa seperti<br />

tertera pada etiket, konstitusi 10 wadah dengan volume pembawa seperti tertera pada etiket<br />

diukur secara seksama dan dicampur.<br />

Prosedur. Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah<br />

dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang diukur dan telah<br />

dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukan gelembung udara pada<br />

waktu penuangan dan diamkan selama tidak lebih 30 menit. Jika telah bebas dari<br />

gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran : volume rata-rata larutan, suspensi, atau


sirup yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100% dan tidak satupun volume<br />

wadah yang kurang dari 95% dari volume yang dinyatakan pada etiket. Jika A adalah<br />

volume rata-rata kurang dari 100% dari yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu<br />

wadah pun volumenya kurang dari 95%, dari volume yang tertera pada etiket dari volume<br />

yang tertera pada etiket, lakukan pengujian terhadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata<br />

larutan, suspensi, atau sirup yang diperoleh 30 wadah tidak kurang dari 100% dari volume<br />

yang tertera pada etiket, dan tidak lebih dari 30 wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak<br />

kurang dari 90% seperti yang tertera pada etiket.


V. CONTOH SEDIAAN LARUTAN DI PUSTAKA<br />

FI IV<br />

Indii 111 In oxyquinolini solutio, 460<br />

Solutio, 15<br />

Lidocaini hydrochloridi solutio orale topicalis,<br />

Acetylcystein solutio, 30<br />

498<br />

Acidi valproici sirupus,56<br />

Metoclopramidi hydrochloridi solutio oralis, 558<br />

Albumin humani solutio, 69<br />

Natrii iodide 123 I solutio, 590<br />

Calcii hydroxidi solutio topicalis, 164<br />

Natrii iodide 131 I solutio, 592<br />

Chloramphenicoli solutio oralis, 193<br />

Paracetamoli solutio oralis, 651<br />

Chlorhexidine gluconatis solutio,204<br />

Piperazini citrates sirupus, 681<br />

Clotrimazoli solutio topicalis, 249<br />

Cyanocobalamini 37 Povidoni iodii solutio topicalis, 688<br />

Co solutio, 265<br />

Proteini plasma solutio, 716<br />

Cyclosporini solutio oralis, 271<br />

Dextromethorphani hydrobromidi sirupus, 300<br />

Hydrogeni peroxydi solutio topicalis, 439<br />

FI III (yang sudah dihapus di FI IV)<br />

Chlorpromazini hydrochloridi sirupus, 158<br />

Chlorpheniramini maleas sirupus, 155<br />

Cyproheptadini hydrochloridi sirupus, 189<br />

Glucosi natrii citratis solutio, 270<br />

Isoniazidi sirupus, 321<br />

Methdilanizi hydrochloridi sirupus, 372<br />

Methoxaleni solutio, 377<br />

Radiocyanocobalamini ( 57 Co) solutio, 551<br />

Prometazini hydrochloridi sirupus, 528<br />

Fornas 1978<br />

Aethyl morphini ephetonini sirupus, hal 17<br />

Bromidi thymi sirupus, hal 112<br />

Chlorpheniramini sirupus, hal 70<br />

Chlorpromazini sirupus, hal 72<br />

Cyproheptadini sirupus, hal 92<br />

Dexchlopheniramini sirupus, hal 97<br />

Dextromethorphani sirupus, hal 100<br />

Dimethindeni sirupus, hal 110<br />

Diphenhydramini sirupus, hal 113<br />

Ephetonini sirupus, hal 120<br />

Glycerilis guaiacolatis sirupus, hal 142<br />

Hydroxyzini sirupus, hal 159<br />

Isoniazidi sirupus, hal 167<br />

Lincomycini sirupus, hal 178<br />

Neomycini sirupus, hal 209<br />

Piperazini citratis sirupus, hal 248<br />

Triamcinoloni diacetatis sirupus, hal 294<br />

USP 27<br />

Acetaminophen, 17<br />

Acetylcystein, 46<br />

Aluminum acetate, 83<br />

Aluminum chlorohydrate, 84<br />

Aluminum dichlorohydrate, 86<br />

Aluminum sesquichlorohydrate, 90<br />

Aluminum subacetate, 92<br />

Amantadine HCl, 107<br />

Aminobenzoate potassium, 116<br />

Aminobenzoic acid, 118<br />

Aminocaproic acid, 119<br />

Aminophylline, 124<br />

Ammonium citrate, 1524<br />

Amprolium, 152<br />

Ascorbic acid, 169, 1973<br />

Benzalkonium chloride, 2829<br />

Benzethonium chloride, 219<br />

Benzocaine, 219<br />

Betamethasone, 231<br />

Bromodiphenhydramine HCl, 270<br />

Brompheniramine maleate, 271<br />

Butabarbital sodium, 285<br />

Carbamide peroxide, 325<br />

Cholecalciferol, 441<br />

Chloral hydrate, 404<br />

Chloramphenicol, 408<br />

Chlorpheniramine maleate, 428<br />

Docusate sodium, 657<br />

Doxepin HCl, 665<br />

Dyclonine HCl, 677<br />

Dyphylline, 680<br />

Ephedrine sulfate, 709<br />

Ergocalciferol, 718, 1995<br />

Ergoloid mesylates, 720<br />

Erythromycin, 732<br />

Ethosuximide, 764<br />

Ferric ammonium citrate, 134<br />

Ferrous gluconate, 791<br />

Ferrous sulfate, 791<br />

Flucinolone acetonide, 810<br />

Flucinonide, 812<br />

Fluorouracil, 821<br />

Fluoxetine, 823<br />

Fluphenazine HCl, 830<br />

Furosemide, 845<br />

Gentian violet, 866<br />

Glycerin, 876<br />

Guaifenesin, 888<br />

Halcinonide, 901<br />

Haloperidol, 902<br />

Hydralazine HCl, 916<br />

Hydroxyzine HCl, 944<br />

Hyoscyamine sulfate, 950<br />

Isoniazid, 1035<br />

Isosorbide, 1045


Clindamycin HCl, 469<br />

Clindamycin palmitate HCl, 470<br />

Cloxacillin sodium, 497<br />

Clobetasol propionate, 478<br />

Clotrimazole, 493<br />

Colistin sulfate, 511<br />

Cyanocobalamin Co 57, 500<br />

Cyclosporine, 533<br />

Dextromethorphan HBr, 581<br />

Dexamethasone, 560<br />

Dexchlorpheniramine maleate, 568<br />

Dextroamphetamine sulfate, 578<br />

Diatrizoate sodium, 586<br />

Dicyclomine HCl, 599<br />

Digoxin, 616<br />

Dihydrotachysterol, 621<br />

Dimenhydrinate, 629<br />

Diphenhydramine HCl, 639<br />

Lidocaine, 1087<br />

Lincomycin, 1092<br />

Lithium, 1100<br />

Loperamide HCl, 1103<br />

Magnesium citrate, 1122, 1123<br />

Meperidine HCl, 1161<br />

Mesoridazine besylate, 1176<br />

Metaproterenol sulfate, 1181<br />

Methadon HCl, 1186<br />

Methdilazine HCl, 1190<br />

Methenamine, 1192<br />

Phenylpropanolamine HCl, 1477<br />

Piperazine citrate, 1498<br />

Ranitidine, 1626<br />

Teophylline, 1814<br />

Thiamine HCl, 1824<br />

Vancomycin HCl, 1932<br />

BP 2002<br />

ORAL DROPS<br />

Sodium fluoride<br />

Vitamin A, C & D oral drops, paediatric<br />

ORAL SOLUTION (OS)<br />

Alimemazine OS, Paed/Trimeprazine OS,<br />

Paed.<br />

Alimemazine OS, Strong Paed/Trimeprazine<br />

OS, Strong Paed.<br />

Amantadine<br />

Atenolol<br />

Baclofen<br />

Bumetanide<br />

Chlorpheniramine<br />

Chlorpromazine<br />

Cimetidine<br />

Clemastine<br />

Clomethiazole<br />

Codein phosphat<br />

Diazepam<br />

Dicycloverine/Dicyclomine<br />

Digoxin OS, Paed.<br />

Dihydrocodein<br />

Diphenhydramine<br />

Docusate<br />

Docusate OS, Paed.<br />

Ethosuximide<br />

SYRUP<br />

Black currant<br />

Invert<br />

Lemon<br />

Orange<br />

Syrup<br />

Tolu<br />

Ferrous sulphate OS, Paed.<br />

Flucloxacillin<br />

Fluoxetine<br />

Haloperidol<br />

Haloperidol OS, Strong<br />

Iodine IS, aqueous<br />

Lithium citrate<br />

Methadone OS (1 mg per ml)<br />

Metoclopramide<br />

Neomycin<br />

Orciprenaline<br />

Paracetamol OS, Paed.<br />

Phenoxymethylpenicillin<br />

Prochlorperazin<br />

Promethazine<br />

Ranitidine<br />

Selegiline<br />

Sodium feredetate<br />

Sodium valproate<br />

Temazepam<br />

Thioridazine<br />

Triclofos


ELIKSIR<br />

(Re-New by: Mikha :)<br />

I. PENDAHULUAN<br />

A. Definisi<br />

• Farmakope Indonesia Ed. III. 1976, hal 8<br />

Eliksir adalah <strong>sediaan</strong> berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau sedap,<br />

mengandung selain obat juga zat tambahan seperti gula dan atau pemanis lainnya,<br />

zat warna, zat wewangi dan zat pengawet; digunakan sebagai obat dalam.<br />

Sebagai pelarut utama digunakan etanol yang dimaksudkan untuk mempertinggi<br />

kelarutan obat. Dapat ditambahkan gliserol, sorbitol dan propilenglikol; sebagai<br />

pengganti gula dapat digunakan sirop gula.<br />

• Farmakope Indonesia Ed. IV. 1995, hal. 15<br />

Larutan adalah <strong>sediaan</strong> cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang<br />

terlarut, misal : terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran<br />

pelarut yang saling bercampur. Karena molekul – molekul dalam larutan terdispersi secara<br />

merata, maka penggunaan larutan sebagai bentuk <strong>sediaan</strong>, umumnya memberikan jaminan<br />

keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang baik jika larutan diencerkan atau dicampur.<br />

Bentuk <strong>sediaan</strong> larutan digolongkan menurut cara pemberiannya, misalnya larutan<br />

oral, mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis atau<br />

pewarna yang larut dalam air atau campuran kosolven air.<br />

Pengenceran larutan oral dengan air yang mengandung kosolven seperti etanol, dapat<br />

menyebabkan pengendapan bahan terlarut.<br />

Larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain kadar tinggi, dinyatakan<br />

sebagai sirup. Larutan sukrosa hampir jenuh dalam air dikenal sebagai sirup atau<br />

sirup simpleks. Penggunaan istilah sirup juga digunakan untuk bentuk <strong>sediaan</strong> cair<br />

lain yang dibuat dengan pengental dan pemanis, termasuk suspensi oral.<br />

Disamping sukrosa dan gula lain, senyawa poliol tertentu seperti sorbitol dan gliserin<br />

dapat digunakan dalam larutan oral untuk menghambat penghabluran dan untuk<br />

mengubah kelarutan, rasa dan sifat lain zat pembawa. Umumnya juga ditambahkan<br />

anti mikroba untuk mencegah pertumbuhan bakteri, jamur dan ragi. Larutan oral yang<br />

mengandung etanol sebagai kosolven dinyatakan sebagai eliksir.<br />

• Fornas Ed. II, hal. 313 :<br />

Eliksir adalah <strong>sediaan</strong> berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau yang sedap,<br />

mengandung selain obat juga zat tambahan seperti gula dan atau zat pemanis lainnya, zat<br />

pengawet, zat warna dan zat pewangi, untuk digunakan sebagai obat dalam. Sebagai<br />

pelarut utama digunakan etanol 90% yang dimaksudkan untuk mempertinggi kelarutan<br />

obat. Dapat ditambahkan gliserol, sorbitol dan propilen glikol.sebagai pengganti gula dapat<br />

ditambahkan sirup simpleks.<br />

Eliksir merupakan produk yang kurang umum. Eliksir umumnya mengandung obat<br />

yang poten seperti antibiotik, antihistamin dan sedatif, dan diformulasikan dengan rasa<br />

yang enak dan biasanya sangat stabil. Jika perlu rasa pahit dan rasa yang<br />

memabukkan (nauseous) ditutupi dengan flavour, dan pewarna buatan dapat<br />

ditambahkan untuk memberikan penampilan yang menarik.<br />

Eliksir merupakan produk yang jernih, tidak seperti mixtura yang seringkali keruh<br />

akibat dari minyak atau bahan tumbuhan lain yang tersuspensi. Kejernihan dapat


dicapai dengan pemilihan pembawa yang tepat dan beberapa hal dalam pembuatannya.<br />

Beberapa zat aktif yang dibuat eliksir (contoh: pheneticillin dan phenoxy methipenisilin)<br />

ditandai dengan bentuk bubuk atau granul karena zat aktif itu tidak stabil dalam<br />

larutan. Zat itu ditambahkan sejumlah volume tertentu dalam botol dan kocok hingga<br />

terlarut sempurna. Sediaan ini diberi label, disimpan ditempat yang dingin dan umur<br />

<strong>sediaan</strong> hanya 7 hari.<br />

Contoh eliksir adalah Chloral eliksir, untuk pengobatan anak (paediatric) harus dibuat<br />

segera tetapi stabil, dikemas dan disimpan yang cocok, shelf life dapat dianggap kira – kira<br />

2 tahun.<br />

• BP 2002, hal. 1882 - 1883 :<br />

Cairan oral adalah sedian cair yang homogen, biasanya terdiri dari larutan, suspensi<br />

atau emulsi dengan satu atau lebih zat aktif dalam pembawa yang cocok. Mereka<br />

dimaksudkan untuk diminum dengan diencerkan atau setelah dilarutkan terlebih dahulu.<br />

Pembawa untuk partikel cairan oral seharusnya dipilih yang baik untuk zat aktif atau<br />

bahan–bahan lain sehingga memiliki karakteristik organoleptik yang cocok untuk<br />

digunakan dalam <strong>sediaan</strong>.<br />

Eliksir adalah larutan oral yang jernih dan memiliki rasa dan bau yang enak,<br />

mengandung satu atau lebih zat aktif yang dilarutkan dalam pembawa yang biasanya<br />

mengandung sukrosa yang tinggi atau polihidrik alkohol atau alkohol yang cocok, dan<br />

dapat juga mengandung etanol (96%) atau pelarut etanol.<br />

• Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Ansel) hal 304 :<br />

Larutan adalah <strong>sediaan</strong> cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut,<br />

biasanya<br />

dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaanya<br />

tidak dimasukkan ke dalam golongan produk lainnya. Larutan obat-obatan dalam air yang<br />

mengandung gula digolongkan sebagai sirup, larutan yang mengandung hidroalkohol<br />

yang diberi gula (kombinasi dari air dan etil alkohol) disebut eliksir.<br />

Larutan oral, sirup dan eliksir dibuat dan digunakan karena efek tertentu dari zat obat<br />

yang ada. Dalam <strong>sediaan</strong> ini zat obat umumnya diharapkan dapat memberikan efek<br />

sistemik. Kenyataan bahwa obat-obat itu diberikan dalam bentuk larutan biasanya<br />

berarti bahwa absorbsinya dalam sistem saluran cerna ke dalam sirkulasi sistemik<br />

dapat diharapkan terjadi lebih cepat daripada dalam bentuk <strong>sediaan</strong> suspensi atau padat<br />

dari zat obat yang sama.<br />

Dalam larutan yang diberikan oral biasanya terdapat zat-zat selain bahan obat.<br />

Bahan-bahan tambahan ini biasanya meliputi pemberi warna, pemberi rasa, pemanis,<br />

penstabil larutan. Dalam penyusunan formula atau pencampuran larutan farmasi, ahli<br />

farmasi harus memanfaatkan keterangan tentang kelarutan dan kestabilan dari masingmasing<br />

zat terlarut yang ada dengan memperhatikan pelarut atau sistem pelarut yang<br />

digunakan. Harus memperhatikan kombinasi bahan-bahan yang menimbulkan interaksi<br />

kimia atau fisika yang akan pengaruhi mutu terapeutik atau stabilitas farmaseutik produk.<br />

Eliksir yang mengandung >10-12 % alkohol, bersifat sebagai pengawet sendiri dan<br />

tidak membutuhkan penambahan zat antimikroba untuk pengawetnya.


• RPS 2005 hal 746<br />

Konsentrasi alkohol yang terdapat dalam <strong>sediaan</strong> OTC oral berdasarkan FDA :<br />

Anak < 6 tahun : maksimal 0,5 %<br />

Anak 6-12 tahun : maksimal 5 %<br />

Anak > 12 tahun dan dewasa : maksimal 10 %<br />

Pada RPS 2005 hal 756, disebutkan bahwa eliksir termasuk ke dalam golongan larutan nonaqueous<br />

dengan kandungan alcohol bervariasi mulai dari 3-5 % sampai 21-23 %.<br />

• British Pharmaceutical Codex 1973<br />

Dalam contoh <strong>sediaan</strong> eliksir yang terdapat dalam pustaka tersebut, digunakan etanol 90<br />

dan 95 % v/v. Konsentrasi etanol dalam <strong>sediaan</strong> bervariasi; ada <strong>sediaan</strong> yang mengandung<br />

etanol 90 % v/v sampai 40 %.<br />

B. Tujuan Pembuatan Sediaan Elixir (Catatan kuliah)<br />

1. Mempertinggi kelarutan zat berkhasiat<br />

2. Agar homogenitas lebih terjamin<br />

3. Zat berkhasiat lebih mudah terabsorbsi dalam keadaan terlarut<br />

4. Sediaan berasa manis dan aroma lebih sedap<br />

5. Dapat digunakan oleh orang yang sukar menelan obat seperti anak-anak dan orang tua<br />

(geriatrik).<br />

C. Keuntungan Dan Kekurangan Elixir<br />

Keuntungan :<br />

1. Lebih mudah ditelan daripada bentuk padat, sehingga dapat digunakan untuk bayi, anakanak,<br />

dan geriatri.<br />

2. Segera diabsorbsi karena sudah dalam bentuk larutan<br />

3. Obat secara homogen terdistribusi dalam seluruh <strong>sediaan</strong><br />

(ANSEL hal 341-342)<br />

4. Bersifat hidroalkohol sehingga eliksir lebih mampu mempertahankan komponen larutan yang<br />

larut dalam air dan larut dalam alkohol dibandingkan daripada sirup<br />

5. Stabilitas yang khusus dan kemudahan dalam pembuatan (lebih disukai darpada sirup)<br />

6. Kemudahan penyesuaian dosis dan pemberian terutama pada anak-anak.<br />

(Dispensing of Pharmaceutical Student, hal 67;Disp of med, hal 502)<br />

7. Dosis selalu seragam (bentuk larutan) sehingga tidak perlu pengocokan.<br />

8. Dosis dapat diubah sesuai penyediannya<br />

9. Absorbsi lebih cepat maka kerja obat lebih cepat, tidak butuh desintegrasi dahulu.<br />

10. Sifat mengiritasi obat bisa diatasi dengan <strong>sediaan</strong> bentuk larutan karena adanya faktor<br />

pengenceran. Contoh: KI dan KBr dalam keadaan kering menyebabkan iritasi.<br />

11. Anak-anak dan beberapa ornag dewasa yang sukar menelan tablet atau kapsul lebih<br />

mudah menelan <strong>sediaan</strong> larutan.<br />

12. Penampilan menarik <strong>sediaan</strong> dalam botol memberikan pengaruh psikologis dalam<br />

penyembuhan<br />

13. Sediaan larutan dapat dengan mudah diberi bahan pewangi, pemanis, atau pewarna<br />

untuk meningkatkan penampilan.<br />

Kekurangan :<br />

1. Voluminus, susah untuk diangkut atau disimpan<br />

2. Stabilitas dalam bentuk larutan lebih jelek dibanding dalam bentuk tablet atau kapsul<br />

terutama bila zat mudah terhidrolisis<br />

3. Larutan mudah ditumbuhi mikroorganisme<br />

4. Ketepatan dosis tergantung pada kemampuan pasien menakar<br />

5. Rasa obat yang kurang enak akan lebih terasa dalam bentuk larutan dibanding dalam<br />

bentuk tablet. (ANSEL hal 341)<br />

6. Dibandingkan dengan sirup, eliksir biasanya kurang manis dan kurang kental karena<br />

mengandung kadar gula yang lebih rendah sehingga kurang efektif dalam menutupi rasa<br />

obat dibanding dengan sirup. (Dispensing of Pharmaceutical Student, hal 67;Disp of med, hal<br />

502)<br />

7. Beberapa obat yang mengandung bau yang kurang menyenangkan sukar ditutupi.


8. Memerlukan alat sendok untuk pemberian dosisnya<br />

9. Jika terjadi wadah obat bentuk larutan pecah maka isi akan terbuang semua.<br />

D. Cara-cara Meningkatkan Kelarutan Suatu Zat :<br />

a. Menggunakan pelarut campur (kosolven)<br />

Penggunaan pelarut campur dapat meningkatkan kelarutan suatu zat dengan melihat<br />

kelarutan<br />

maksimum pada masing masing pelarut. Pemilihan pelarut campur untuk <strong>sediaan</strong><br />

farmasi cukup sulit, karena sifat toksisitas dan iritasinya. Penting diperhatikan<br />

konsentrasi maksimum komponen pelarut campur yang masih diperbolehkan. Untuk<br />

memperkirakan kelarutan suatu zat dalam pelarut campur harus dilihat harga<br />

konstanta dielektriknya. Suatu pelarut campur yang ideal mempunyai harga<br />

konstanta dielektrik antara 25 sampai 80. kombinasi pelarut campur yang banyak<br />

digunakan dalam <strong>sediaan</strong> farmasi adalah campuran air-alkohol atau pelarut lain<br />

yang sesuai antara lain sorbitol, gliserin, propilen glikol, dan sirupus simpleks.<br />

(The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, hal.460-461)<br />

b. Pengontrolan pH<br />

Suatu senyawa yang bersifat asam atau basa lemah akan berubah kelarutannya dalam air<br />

dengan mengubah pH larutan. Perubahan pH dapat merubah bentuk senyawa asam atau<br />

basa lemah menjadi bentuk garamnya yang lebih mudah larut. Parameter yang perlu<br />

diketahui adalah harga pKa dan pKb senyawa tersebut.<br />

Berapa pH yang harus dimiliki <strong>sediaan</strong> untuk membuat sejumlah X zat A terlarut dapat<br />

dihitung dengan rumus :<br />

[H + ] = K s K a<br />

S T - K s<br />

Ks = Konstanta kelarutan zat A<br />

Ka = Konstanta disosiasi asam lemah<br />

ST = Kelarutan total zat A (yang diinginkan)<br />

Penggunaan harga Ks dan harga Ka atau Kb suatu zat harus diperhatikan dalam elixir,<br />

terutama bila kadar zat nya tinggi, karena kosolven yang digunakan seperti alkohol atau<br />

gliserin secara umum memiliki efek meningkatkan harga Ks dan menurunkan konstanta<br />

disosiasi suatu zat bila kadar zatnya tinggi.<br />

Pertimbangan lain dalam menentukan pH yang dipilih :<br />

• pH tidak mempengaruhi kebutuhan lain dari produk seperti stabilitas dan<br />

kompatibilitas fisiologis<br />

• Jika pH yang diperlukan untuk mempertahankan kelarutan zat cukup kritis (misal:<br />

rentangnya sempit), maka diperlukan sistem dapar<br />

(The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, hal.458-459)<br />

c. Solubilisasi miselar<br />

Penambahan bahan yang bersifar aktif permukaan dapat meningkatkan kelarutan<br />

suatu zat. Salah satu contoh adalah penambahan surfaktan. Mekanismenya adalah<br />

karena terjadi asosiasi senyawa yang bersifat non polar dengan misel yang terbentuk<br />

dalam larutan setelah tercapai konsentrasi misel kritik (KMK) surfaktan.<br />

Konsentrasi surfaktan yang ditambahkan tidak boleh terlalu besar, karena selain<br />

sifatnya yang toksik dan harganya yang mahal juga akan terjadi busa pada saat<br />

pembuatan <strong>sediaan</strong> yang sukar dihilangkan. Beberapa penelitian menunjukkan<br />

bahwa pada konsentrasi surfaktan tertentu dapat mengurangi keter<strong>sediaan</strong> hayati obat<br />

karena terjadinya adsorpsi yang kuat di dalam misel. Harga HLB surfaktan dapat<br />

dipakai untuk memperkirakan kelarutan dan kemampuan tercampurnya dalam pelarut<br />

yang digunakan.<br />

Beberapa surfaktan yang umum digunakan dalam <strong>sediaan</strong> farmasi adalah tween,<br />

ester-ester asam lemak, monoester sukrosa, ester lanolin. (The Theory and


Practice of Industrial Pharmacy, hal.462-464)<br />

d. Kompleksasi<br />

Mekanisme meningkatkan kelarutan suatu zat berdasarkan adanya interaksi dari<br />

senyawa yang tidak larut dengan senyawa yang larut baik dapat membentuk kompleks<br />

intramolekuler yang larut. (The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, hal.464-466)<br />

E. Hal- hal yang dianggap perlu dalam pembuatan eliksir<br />

1. Pertumbuhan kristal yang disebabkan oleh perubahan suhu, keseragaman ukuran, dll<br />

2. Ketercampuran zat aktif dengan pelarut campur ataupun zat tambahan untuk<br />

menghindari terjadinya pengendapan. Dasar pemilihan pelarut campur: toksisitas,<br />

kelarutan, konstanta dielektrik pelarut, ketercampuran bahan.<br />

3. Untuk penambahan sirupus simpleks lebih dari 30% harus diperhatikan terjadinya cap<br />

locking pada tutup botol <strong>sediaan</strong>. Karena itu perlu diberikan anti cap locking. Gliserin<br />

sebagai anti cap locking, penambahan gliserin harus diperhatikan karena gliserin<br />

dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan diare.<br />

4. Peningkat rasa seperti pemanis perlu diberikan untuk meningkatkan penerimaan,<br />

ditambahkan juga rasa dan warna yang sesuai (antara warna dan essens yang<br />

ditambahkan harus ada kesesuaian).<br />

5. Untuk <strong>sediaan</strong> oral, pemilihan zat aktif perlu memperhatikan pemerian (rasa dan bau).<br />

6. Pemanis yang dapat digunakan : gula, sirupus simpleks, sorbitol, siklamat, aspartam.<br />

7. Karena ada komponen air dalam <strong>sediaan</strong> maka perlu ditambahkan pengawet, pengawet<br />

yang dapat digunakan:<br />

- Asam & garam benzoat 0,1-0,3% ( <strong>teori</strong> dan praktek industri Hal 963)<br />

- Kombinasi metil paraben 0,18% dan propil paraben 0,02%. (Excipients edisi 4 hal 390 )<br />

8. Sediaan eliksir yang baik harus mempunyai viskositas yang cukup untuk<br />

memudahkan penuangan. Pelarut campur yang digunakan: etanol, propilen glikol, gliserol,<br />

sorbitol.<br />

Pemilihan pelarut campur didasarkan:<br />

- kelarutan, misal: alkohol 10 %, propilen glikol x %, air 90-x %<br />

- Kd (jika diketahui Kd zat aktif)<br />

- Kd campuran = (%air x Kd air) + (% alk x Kd air) + (% prop Gli x Kd prop Gli)<br />

Misal:<br />

Untuk zat yang ke arah polar: Kd camp > Kd zat aktif<br />

Untuk zat yang ke arah non polar: Kd camp < Kd zat aktif


II. FORMULA<br />

A. Formula Umum Eliksir<br />

R/ : - zat berkhasiat<br />

- pelarut utama (etanol dan air perbandingan tertentu sesuai dengan daya<br />

melarut zat berkhasiat)<br />

- pelarut tambahan (gliserol, sorbitol, propilen glikol)<br />

- bahan pembantu (pemanis, pewangi, pewarna, pengawet, antcaplocking agent,<br />

penstabil kimia seperti pendapar, pengkomples, antioksidan)<br />

B. Cara Perhitungan Konstanta Dielektrik<br />

Cara menghitung konstanta dielektrik adalah:<br />

Jumlah dari hasil perkalian masing-masing Kd pelarut dengan fraksi (%) dari masing-masing<br />

pelarut.<br />

Misal:<br />

Pelarut Jumlah Konstanta<br />

dielektrik<br />

Etanol A% 25,7<br />

Gliserol B% 42,5<br />

Propilenglikol C% 33,0<br />

Air D% 78,5<br />

Maka KD pelarut campur adalah:<br />

25,7A + 42,5B + 33C + 78,5D<br />

100<br />

Nilai Konstanta Dielektrik Beberapa Zat<br />

Zat Aktif<br />

Konstanta dielektrik<br />

As. Asetil Salisilat<br />

2,583<br />

Metil Salisilat<br />

9,41<br />

Androsteron<br />

2,214<br />

Barbital<br />

2,256<br />

Kolesterol<br />

2,213<br />

Dehidrokolesterol<br />

2,211<br />

Metiltestoteron<br />

2,213<br />

Fenobarbital<br />

2,247<br />

Sulfanilamide<br />

2,349<br />

Testoteron<br />

2,217<br />

Gliserol<br />

42,5<br />

Metanol<br />

32,6<br />

(Martin, Physical Pharmacy, hal.87)<br />

Solvent Solut Perkiraan KD<br />

Air<br />

Garam organik & anorganik, gula 80<br />

tanin<br />

Glikol Sugar, tannins 50<br />

Metanol dan etanol Castor oil, wax 30<br />

Aldehid, keton, alkohol BM Resin, minyak atsiri,<br />

20<br />

tinggi, ester, eter, dan oksida barbituirat, alkaloid, fenol<br />

Heksan, benzen, CCl, etil eter,<br />

Fixed oil, lemak padat, vaselin,<br />

5-0<br />

PAE, minyak mineral, fixed<br />

parafin, & hidrokarbon lain<br />

vegetable oil<br />

(Sumber : Martin : physical Pharmacy, hal 214)


Data Konstanta Dielektrik Bahan Pelarut<br />

Nama Bahan ∑ Nama<br />

Bahan<br />

N-<br />

metilformamid<br />

Air<br />

Gliserin<br />

Metil alkohol<br />

Etil alkohol<br />

n-propil<br />

alkohol<br />

Aseton<br />

Benzaldehid<br />

Amil alkohol<br />

Benzil<br />

alkohol<br />

Fenol<br />

Etil asetat<br />

190<br />

78,5<br />

42,5<br />

32,6<br />

25,7<br />

21,8<br />

21,4<br />

17,8<br />

15,8<br />

13,1<br />

9,7<br />

6,4<br />

Kloroform<br />

Asam<br />

hidroklorida<br />

Etil eter<br />

Minyak<br />

zaitun<br />

Minyak biji<br />

kapas<br />

Asam oleat<br />

Toluen<br />

Benzen<br />

Dioksan<br />

Minyak<br />

lemon<br />

Karbon<br />

tetraklorida<br />

∑<br />

4,8<br />

4,6<br />

4,34<br />

3,1<br />

3<br />

2,45<br />

2,39<br />

2,28<br />

2,26<br />

2,25<br />

2,24<br />

(Sumber : Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika, 2002, hal 35)<br />

Pembawa<br />

Pembawa eliksir berbeda dengan pembawa mixtura karena:<br />

a. Produksi larutan yang jernih<br />

Kekeruhan dari bahan pewangi (flavour) yang terdiri dari minyak essensial dan pengendapan dari<br />

ekstrak tumbuhan tidak boleh ada dalam eliksir. Kira-kira 10-20 % alkohol digunakan untuk melarutkan<br />

minyak termasuk gliserol yang juga sebagai pelarut pewangi berminyak.<br />

b. Larutan medicarrent dengan kelarutan yang rendah dalam air<br />

Kadang-kadang jika suatu medicarrent yang poten memiliki kelarutan rendah harus diberikan maka<br />

dibuat sebagai larutan dengan pelarut campur yang akan melarutkan dengan sempurna, contoh:<br />

- fenobarbital sukar larut dalam air tetapi dapat menghasilkan larutan yang jernih jika dibuat<br />

dengan melarutkan alkohol dan kemudian dilarutkan dalam gliserol dan air.<br />

- Satu bagian parasetamol larut dalam 70 bagian air, 7 bagian alkohol, 9 bagian propilen<br />

glikol dan 40 bagian gliserol. Dalam eliksir parasetamol digunakan alkohol, propilen glikol dan<br />

gliserol sebagai pelarut campur.<br />

Alkohol bila digunakan dengan konsentrasi cukup rendah mempunyai aktivitas fisiologis dan<br />

dalam konsentrasi yang tinggi memberikan rasa membakar. Alkohol juga menekan<br />

ketidaknyamanan rasa asin dari bromida, garam iodida dan yang lainnya. Bila memungkinkan<br />

eliksir untuk anak-anak diformulasikan mengandung sedikit alkohol atau tidak sama sekali, sebab<br />

alkohol tidak dianjurkan untuk diberikan kepada anak-anak sebagai pelarut. Propilen glikol<br />

digunakan sebagai pelarut minyak essensial dari bahan kimia organik yang tidak larut air. Propilen glikol<br />

memberikan rasa manis seperti gliserol.<br />

c. Produksi <strong>sediaan</strong> yang berasa enak<br />

Kandungan utama dari eliksir adalah sirup atau sirup yang mengandung flavour (syrop flavour).<br />

Jenis-jenis bahan pembawa adalah sebagai berikut: Sebagai pelarut utama digunakan etanol 90%, dapat<br />

ditambahkan gliserol, sorbitol, dan propilen glikol.(Fornas ed.II hal 313)


Etanol<br />

Gliserin<br />

Sorbitol<br />

Propilenglikol<br />

Konstanta dielektrik 25,7<br />

Konsentrasi >10% :mencegah pertumbuhan mikroba<br />

Pelarut untuk oral liquid: bervariasi (


Catatan : Larutan gula encer merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan cendawan,<br />

ragi dan jasad renik lain, karena itu semua alat yang dipakai dalam pembuatan sirup harus<br />

benar-benar bersih. Pertumbuhan jasad renik umumnya diperlambat jika kadar sakarosa<br />

lebih besar dari 65%, tetapi kepekatan ini memungkinkan terjadinya penghabluran sukrosa.<br />

Selain itu dapat menyebabkan caplocking pada tutup botol. Oleh karena itu kadar yang<br />

dipakai sekitar 20-35% saja.<br />

4. Pewangi/Flavour<br />

Untuk <strong>sediaan</strong> eliksir, bahan pemanis dan pewangi rasa buah lebih banyak digunakan<br />

daripada pembawa aromatik dan ekstrak cairan liquorice. Pewangi rasa buah yang<br />

sering digunakan adalah:<br />

- Black currant syrups dalam Eliksir Chloral paed.<br />

- Juice Raspberry pekat dengan sirup invert dalam Parasetamol Eliksir.<br />

- Lemon spirit dengan sirup dan sirup invert dalam Ephedrin Eliksir.<br />

- Compound Orange Spirit dengan gliserol dalam Phenobarbital Eliksir.<br />

Raspberry dan black currant sangat dikenal oleh anak-anak, dan sangat baik untuk menutupi<br />

rasa pahit obat. Flavour orange efektif untuk menutupi rasa agak pahit barbiturat, sedangkan<br />

asam sitrat dan natrium sitrat membantu menutupi rasa sedikit pahit dari<br />

streptomisin. (Coopers & Gunn’s hlm 76)<br />

Contoh Flavour (The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, hal.470)<br />

Rasa<br />

Flavour<br />

Asin<br />

Vanila, maple, peach,<br />

Pahit<br />

apricot<br />

Manis<br />

Asam<br />

Cherry, walnut, coklat<br />

Buah-buahan, vanila, berry<br />

Jeruk, rootbeer, rasberry<br />

Catatan : Konsentrasi q.s dengan memperhatikan stabilitas dan konsentrasi dalam<br />

pembawa.<br />

USP XVIII<br />

Aromatic elixir<br />

Cherry syrup<br />

Citric acid syrup<br />

Cocoa syrup<br />

Glycyrrhizae syrup<br />

Orange syrup<br />

Raspberry syrup<br />

Wild cherry syrup<br />

NF XIII<br />

Acacia syrup<br />

Aromatic Eriodictyon<br />

syrup<br />

High alkoholic elixir<br />

Iso-alkoholic elixir<br />

Low alkoholic elixir<br />

Tolu balsam syrup<br />

Tolu balsam tincture<br />

Flavours & Perfumes (USP 27/NF 22 hlm 2810)<br />

Anethole<br />

Benzaldehide<br />

Ethyl vanillin<br />

Mentol<br />

Metil salisilat<br />

Monosodium Glutamat<br />

Peppermint oil<br />

Peppermint spirit<br />

Rose oil<br />

Rose water, stronger<br />

Thymol<br />

Vanillin<br />

Monte-Bove peppermint air (mengandung minyak pedas) pekat mempunyai formula sebagai<br />

berikut:<br />

Peppermint oil USP 7,5<br />

Tween 20 42,5<br />

Aquadest ad 100<br />

Ambil 1 mL minyak pekat, encerkan hingga 100 mL, maka larutan peppermint air setara<br />

dengan aromatic air yang dibuat berdasarkan USP.


Bahan terapeutik yang khas dan penggolongan bahan pewangi mempunyai nama khas<br />

dengan formulasi tertentu. Flavour orange mint secara khusus berpengaruh dalam<br />

menutupi rasa difenhidramin pada formulasi ekspektoran. Penggunaan spice vanila<br />

flavour untuk <strong>sediaan</strong>fenilefrin dan klorfeniramin maleat (CTM) telah diajukan<br />

sebagai pertimbangan. Rasa strawberry sangat sesuai untuk formulasi transquilizer.<br />

Kombinasi rasa apel dengan butterscotch sangat sesuai untuk mengurangi rasa<br />

adsorben dari kaolin dan pektin, juga dianjurkan untuk aminofilin dan teofilin.<br />

E. Pengawet<br />

Pertumbuhan jamur/cendawan dan fermentasinya dalam eliksir dapat dihambat jika<br />

pembawa mengandung lebih dari 20% alkohol, gliserol dan propilen glikol. Jumlah<br />

sirup yang besar menyebabkan tekanan yang tinggi sehingga menghambat<br />

mikroorganisme (Coopers & Gunn’s hlm 76). Sirup yang mengandung kurang lebih<br />

dari 85% gula dapat menahan pertumbuhan mikroba oleh pengaruh tekanan osmotik<br />

terhadap pertumbuhan mikroba. Sirup dengan kadar kurang dari 85% dengan<br />

penambahan poliol (seperti sorbitol, gliserin, propilen glikol atau PEG) juga memiliki efek<br />

yang sama. Tekanan uap fenol lebih besar dari tekanan uap normal cairan dan daerah<br />

penutup area (cap area) permukaan sehingga dapat mengurangi potensial pertumbuhan<br />

mikroba sebagai hasil pengenceran permukaan. (The Theory and Practice of Industrial<br />

Pharmacy, hal.467-468)<br />

Konsentrasi pengawet untuk <strong>sediaan</strong> oral (Handbook of Exipient,hal 50, 390, 521, 526, 588)<br />

:<br />

- Metil paraben 0,015-0,2%<br />

- Propil paraben 0,01-0,02%<br />

- Asam benzoat 0,01-0,10% untuk oral solution, dan 0,15% untuk oral sirup.<br />

- Asam dan garam sorbat 0,05-0,2%<br />

Konsentrasi pengawet yang dapat digunakan (RPS 2005 hal 748) :<br />

- Alcohol > 15 %<br />

- Propilenglikol 15-30%<br />

- Metil paraben 0,1-0,25%<br />

- Propil paraben 0,1-0,25%<br />

- Asam benzoate 0,1-0,5%<br />

Kriteria pengawet yang ideal (Lachman, Teori dan praktek industri hal 962 atau The Theory<br />

and Practice of Industrial Pharmacy, hal.467) :<br />

- Efektif terhadap mikroba dan berspektrum luas<br />

- Stabil secara fisik, kimia dan mikrobiologi terhadap life time produk.<br />

- Tidak toksik, tidak peka, cukup melarut, tersatukan dengan komponen formula<br />

lainnya, rasa dan bau dapat diterima pada konsentrasi yang digunakan.<br />

Sebagai pengawet dapat digunakan turunan hidroksi-benzoat, misalnya metil p-<br />

hidroksibenzoat dan propil p-hidroksibenzoat. Pemakaian pengawet ini didasarkan atas<br />

rentang kerja pengawet tersebut pada pH 4-8. Kombinasi keduanya sering digunakan,<br />

karena dapat memperluas spektrum kerja menjadi anti jamur dan anti bakteri.<br />

Konsentrasi kombinasi :<br />

- Metil paraben 0,18% (fungistatik)<br />

- Propil paraben 0,02% (bakteriostatik)<br />

Propil paraben kurang larut air, sehingga dilarutkan dahulu dalam etanol.<br />

(Sumber : Handbook of Exipient ed.4 hal 390,391,527)<br />

F. Anti-Caplocking Agent<br />

Biasanya digunakan gliserin dan sorbitol yang berfungsi juga sebagai pemanis, karena<br />

sirupus simpleks yang digunakan hanya sekitar 20-35%.


III. PEMBUATAN SEDIAAN ELIKSIR<br />

Contoh formula :R/ Zat aktif<br />

Sorbitol solution<br />

Alkohol<br />

Propilenglikol<br />

Metil paraben<br />

Propil paraben<br />

Pewangi<br />

Pewarna<br />

Aquades<br />

100 mg<br />

30 %<br />

10 %<br />

5 %<br />

0,2 %<br />

0,03 %<br />

q.s<br />

q.s<br />

ad 5 mL<br />

% b/v dari volume 5mL<br />

Misalkan : akan dibuat <strong>sediaan</strong> eliksir, dengan kekuatan <strong>sediaan</strong> : 100 mg/5mL sebanyak 10<br />

botol.<br />

Jumlah yang akan diserahkan sebanyak 10 botol ditambah untuk uji mutu <strong>sediaan</strong> akhir<br />

dibutuhkan :<br />

Penentuan bobot jenis<br />

1 botol<br />

Penetapan pH<br />

Penetapan viskositas dan rheologi(visk Brookfield) 120 mL 2 botol<br />

Volume terpindahkan (tidak destruktif)<br />

Identifikasi<br />

Penetapan kadar<br />

30 botol<br />

3 botol<br />

3 botol<br />

Penetapan potensi antibiotika (jika zat aktifnya antibiotika) .... botol<br />

JUMLAH 30 botol<br />

Karena dari seluruh uji diatas ada uji yang tidak destruktif sehingga dapat digunakan<br />

untuk uji evaluasi yang lain. Jadi jumlah eliksir yang akan dibuat adalah 10 + 30 = 40<br />

botol.<br />

Perhitungan<br />

Jumlah yang akan diserahkan sebanyak 10 botol ditambah untuk uji mutu <strong>sediaan</strong><br />

akhir dibutuhkan 30 botol. Maka akan dibuat total : 40 botol.<br />

Volume tiap botol dilebihkan 3% untuk menjamin ketepatan volume <strong>sediaan</strong> setelah<br />

dituang dari botol. Persentase penambahan volume mengacu pada FI IV , hal<br />

1044. Volume <strong>sediaan</strong> tiap botol = 100 ml + (3 % x 100 ml) = 103 ml<br />

Total volume <strong>sediaan</strong> yang akan dibuat : 40 botol x 103 ml = 4120 ml<br />

Untuk mencegah kehilangan selama pembuatan maka total <strong>sediaan</strong> dilebihkan 10%<br />

sehingga volume total yang dibuat = 4120 ml + (10% x 4120) ml = 4532 ml.<br />

Penimbangan<br />

N Bahan yang Untuk volume 5 ml Untuk volume 4532 ml<br />

o ditimbang<br />

1 Zat aktif<br />

100 mg/ 5ml x 4532 ml =<br />

100 mg<br />

90640 mg<br />

2 Sorbitol solution<br />

1,5 mg/ 5ml x 4532 ml =<br />

30% b/v x 5 ml = 1,5 g<br />

1359,6 mg<br />

3 Alkohol<br />

10% b/v x 4532 ml = 453,2<br />

10% b/v x 5 ml = 0,5 g<br />

g<br />

4 Propilen glikol 5%b/v x 5 ml = 0,25 g 5% b/v x 4532 ml = 226,6 g<br />

5 Metil paraben<br />

0,2% b/v x 4532 ml = 9,064<br />

0,2% b/v x 5 ml = 0,01 g<br />

g<br />

6 Propil paraben<br />

0,03% b/v x 4532 ml =<br />

0,03% b/v x 5 ml = 0,0015<br />

0,0015


7 Pewangi qs (sebaiknya dalam<br />

bentuk persen juga)<br />

8 Pewarna qs (sebaiknya dalam<br />

bentuk persen juga)<br />

9 Aquadest Ad 5 ml Ad 4532 ml<br />

PROSEDUR PEMBUATAN<br />

1. Air sebagai pembawa harus dididihkan kemudian didinginkan.<br />

2. Bahan aktif dan bahan pembantu (jumlah yang diminta + evaluasi) ditimbang.<br />

3. Pembuatan larutan sakarosa (FI. III. 567). Larutkan 65 bagian sakarosa dalam<br />

larutan metil paraben 0,25 % b/v hingga terbentuk 100 bagian sirupus simpleks yang<br />

berfungsi sebagai pengental dan pemanis.<br />

4. Bahan aktif dihaluskan dalam mortar kemudian dilarutkan dalam satu pelarut yang<br />

paling melarutkan zat-zat tersebut. Apabila kelarutan bahan berkhasiat di dalam masingmasing<br />

pelarut yang akan dikombinasikan tidak tinggi, maka zat aktif dilarutkan<br />

sedikit demi sedikit ke dalam pelarut campur tersebut.<br />

5. Bahan pembantu dihaluskan dalam mortar kemudian dilarutkan dalam pelarut yang<br />

paling melarutkan zat-zat tersebut.<br />

6. Tambahkan berturut-turut larutan pengawet, larutan pewangi, larutan pewarna kedalam<br />

larutan zat aktif. (Sedapat mungkin penambahan zat-zat pembantu dalam keadaan terlarut)<br />

7. Tambahkan sisa pelarut campur<br />

8. Masukkan pemanis.<br />

9. Genapkan dengan air sampai volume yang diinginkan.<br />

10. Masukkan kedalam wadah, tutup dan beri etiket.<br />

(Sumber : Modul Praktikum Semisolida, 2003, hal 15,18).<br />

IV. EVALUASI DAN PENYIMPANAN<br />

A. Evaluasi<br />

1. Evaluasi Fisika<br />

• Evaluasi organoleptik : bau, rasa, warna, kejernihan, selain itu juga diperiksa<br />

kelengkapan etiket, brosur dan penandaan pada kemasan.<br />

• Evaluasi kejernihan FI IV hal 998 (881) : 5 ml<br />

Lakukan penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar diameter 15 mm, dan terbuat<br />

dari kaca netral. Masukkan ke dalam dua tabung reaksi masing-masing larutan zat<br />

uji dan Suspensi Padanan yang sesuai secukupnya, yang dibuat segar dengan cara<br />

seperti yang tertera di bawah sehingga volume larutan di dalam tabung reaksi<br />

terisi setinggi tepat 40 mm. Bandingkan kedua isi tabung setelah 5 menit<br />

pembuatan suspensi padanan, dengan latar belakang hitam. Pengamatan dilakukan<br />

di bawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus ke arah bawah tabung. Difusi cahaya<br />

harus sedemikian rupa sehingga suspensi padanan I dapat langsung dibedakan dari<br />

air dan suspensi padanan II.<br />

Baku opelesen. Larutkan 1 g hidrazina sulfat P dalam air secukupnya sampai 100 ml,<br />

biarkan selama 4 – 6 jam. Pada 25 mL larutan ini ditambahkan larutan 2,5 g heksamina<br />

P dalam 25 mL air, campur dan biarkan selama 24 jam. Suspensi ini stabil selama 2<br />

bulan jika disimpan pada wadah kaca yang bebas dari cacat permukaan. Suspensi tidak<br />

boleh menempel pada kaca dan harus dicampur dengan baik sebelum digunakan. Untuk<br />

membuat baku opalesen, encerkan 15 mL suspensi dengan air hingga 1000mL.<br />

Suspensi harus digunakan dalam waktu 24 jam setelah pembuatan.<br />

Suspensi padanan. Buatlah suspensi padanan I sampai dengan suspensi padanan<br />

IV dengan cara seperti yang tertera pada tabel. Masing-masing suspensi harus<br />

tercampur baik dan dikocok sebelum digunakan.


Suspensi Padanan<br />

I II III IV<br />

Baku opalesen (mL) 5,0 10,0 30,0 50,0<br />

Air (mL) 95,0 90.0 70,0 50,0<br />

Interpretasi hasil : sesuatu cairan dikatakan jernih jika kejernihannya sama<br />

dengan air atau pelarut yang digunakan bila diamati di bawah kondisi seperti<br />

tersebut di atas atau jika opalesensinya tidak lebih nyata dari suspensi padanan I.<br />

Persyaratan untuk derajat oplesensi dinyatakan dalan suspensi padanan I, II, dan III.<br />

• Berat jenis FI IV hal 1030 (981) : 10 ml<br />

Prinsip : Kecuali dinyatakan lain penetapan bobot jenis hanya untuk caiaran, dan<br />

didasarkan pada perbandingan bobot zat diudara pada suhu 25 o C terhadap bobot air<br />

dengan volume dan suhu yang sama. Bila suhu ditetapkan di monografi, bobot<br />

jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu yang telah ditetapkan<br />

terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bila pada suhu 25 o C zat<br />

berbentuk padat, tetapkan bobot jenis pada suhu yang telah tertera pada masingmasing<br />

monografi, dan mengacu pada air pada suhu 25 o C.<br />

Prosedur :<br />

• Gunakan piknometer yang bersih dan kering (dicuci terlebih dahulu dengan<br />

larutan sulfokromik dan bilas dengan etanol lalu aseton)<br />

• Timbang piknometer kosong (w1) lalu isi dengan air suling, bagian luar piknometer<br />

dilap sampai kering dan ditimbang (w2)<br />

• Buang air suling tersebut, keringkan piknometer lalu isi dengan cairan yang akan<br />

diukur bobot jenisnya pada suhu yang sama pada saat pemipetan, dan timbang (w3)<br />

• Hitung bobot jenis cairan dengan rumus :<br />

dt = w3 – w1<br />

w 2 – w 1<br />

Keterangan : dt = bobot jenis pada suhu t<br />

w 1 = bobot piknometer kosong<br />

w2= bobot piknometer + air suling<br />

w 3 = bobot piknometer + cairan<br />

• pH FI IV hal 1039 (1071) : 1 botol<br />

Prinsip : Harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat pH meter yang sesuai,<br />

yang telah dibakukan sebagaimana mestinya, yang mamapu mengukur harga pH<br />

samapai 0,02 unit pH menggunakan elektrode indikator yang peka terhadap aktivitas<br />

ion hidrogen, elektroda kaca, dan elektroda kpembanding yang sesuai seperti elektrode<br />

kalomel atau perak-perak klorida.<br />

Prosedur :<br />

• pH meter dikalibrasi menggunakan buffer standar<br />

• ukur pH cairan menggunakan pHmeter yang telah dikalibrasi<br />

• Pengukuran dilakukan pada suhu 25 o + 2 o , kecuali dinyatakan lain pada<br />

masing-masing monografi.<br />

• Skala pH ditetapkan dengan persamaan sebagai berikut :<br />

pH = pHs + (E-Es)<br />

k<br />

Keterangan :<br />

E = petensial terukur dengan sel galvani berisi larutan uji, dinyatakan sebagai pH<br />

Es = Larutan dapar untuk pembakuan yang tepat, dinyatakan sebagai pHs.<br />

k = perubahan dalam potensial perperubahan unit dalam pH, dan secara <strong>teori</strong>tis<br />

sebesar [0,05916+0,000198 (t-25 o )] volt pada suhu t.<br />

• Volume terpindahkan FI IV hal 1089 (1261) : 30 wadah (tetapi dapat dipakai untuk


uji-uji lainnya)<br />

Uji berikut dirancang sebagai jaminan bahwa larutan oral dan suspensi yang dikemas<br />

dalam wadah dosis ganda. Dengan volume yang tertera dalam etiket tidak lebih dari<br />

250 mL, yang tersedia dalam bentuk <strong>sediaan</strong> cair atau <strong>sediaan</strong> cair yang<br />

dikonstitusi dari bentuk padat dengan penambahan bahan pembawa tertentu<br />

dengan volume yang ditentukan, jika dipindahkan dari wadah asli, akan<br />

memberikan volume <strong>sediaan</strong> seperti yang tertera pada etiket.<br />

Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan<br />

selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk bentuk <strong>sediaan</strong> tersebut.<br />

Larutan oral, suspensi oral, dan sirup dalam wadah dosis ganda, kocok isi 10 wadah<br />

satu persatu. Serbuk dalam wadah dosis ganda yang mencantumkan penandaan<br />

volume untuk larutan oral atau suspensi oral yang dihasilkan bila serbuk<br />

dikonstitusi dengan sejumlah pembawa seperti tertera pada etiket, konstitusi 10 wadah<br />

dengan volume pembawa seperti tertera pada etiket diukur secara seksama dan dicampur.<br />

Prosedur. Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering<br />

terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang<br />

diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukan<br />

gelembung udara pada waktu penuangan dan diamkan selam tidak lebih dari 30 menit.<br />

Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran : volume ratarata<br />

larutan, suspensi, atau sirup yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari<br />

100% dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95% dari volume yang<br />

dinyatakan pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100% dari yang<br />

tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satupun wadah volumenya kurang dari<br />

95%, tetapi tidak kurang dari 90% dari volume yang tertera pada etiket, lakukan<br />

pengujian terhadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata larutan, suspensi, atau sirup<br />

yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100% dari volume yang tertera pada<br />

etiket, dan tidak lebih dari 30 wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari<br />

90% seperti yang tertera pada etiket.<br />

• Viskositas (petunjuk prak farmasi fisika hal 9-12 atau Physical Pharmacy, Martin, hal.<br />

463).<br />

Viskosimeter Hoeppler membutuhkan kurang lebih 120 ml (2 botol).<br />

Alat : Viskometer Hoeppler<br />

Cara :<br />

- Isi tabung dengan cairan yang akan diukur viskositasnya (jangan sampai penuh)<br />

- Masukkan bola yang sesuai<br />

- Tambahkan cairan sampai penuh dan tabung ditutup (jangan sampai ada gelembung<br />

udara)<br />

- Pengukuran dilakukan dengan menghitung waktu yang dibutuhkan oleh bola<br />

untuk menempuh jarak tertentu melalui cairan tabung<br />

- Hitung bobot jenis cairan dengan menggunakan piknometer<br />

- Viskositas cairan dihitung dengan rumus :<br />

η = B (ρ1-ρ2) t<br />

Keterangan : η = viskositas cairan<br />

B = konstanta bola<br />

ρ 1 = bobot jenis bola<br />

ρ 2 = bobot jenis cairan<br />

t = waktu yang dibutuhkan bola untuk menempuh jarak tertentu<br />

2. Evaluasi kimia<br />

• Identifikasi (sesuai menografi)<br />

• Penetapan kadar ( sesuai monografi)


3. Evaluasi Biologi<br />

Penetapan potensi antibiotik untuk eliksir dengan zat aktif antibiotika (FI. IV hal<br />

891-899). (Prosedur evaluasi sama dengan larutan)<br />

B. Penyimpanan<br />

Karena eliksir mengandung alkohol dan biasanya juga mengandung beberapa minyak mudah<br />

menguap yang rusak oleh adanya udara dan sinar, maka paling baik disimpan pada wadah tertutup<br />

rapat dan tahan cahaya untuk menjaga terhadap temperatur yang berlebihan. (Ansel hal.<br />

343)<br />

V. CONTOH ELIKSIR DI PASARAN<br />

1. Eliksir parasetamol<br />

contoh : dapyrin, decadol elixir<br />

2. Eliksir teofilin<br />

contoh : bronchophylin, bufabron, brodilex, tusapres<br />

3. Eliksir piperazin sitrat<br />

contoh : ascari, combantrinneo ultraxon<br />

4. Eliksir ambroxol HCl<br />

contoh : mucopect<br />

BP 2002 hal 1883.<br />

1. Ephedrine Elixir<br />

2. Phenobarbital Elixir<br />

3. Piperazin Citrate Elixir<br />

Contoh Formula Pustaka :<br />

Eliksir Fenobarbital<br />

R/ Fenobarbital<br />

Orange Oil<br />

Propilenglikol<br />

Alkohol<br />

Sorbitol solution<br />

Pewarna<br />

Aquadest<br />

4 g<br />

0,25 mL<br />

100 mL<br />

200 mL<br />

600 mL<br />

q.s<br />

ad 1000 mL<br />

Eliksir Teofilin<br />

R/ Teofilin<br />

5,3 g<br />

Asam sitrat<br />

10 g<br />

Liquid glukosa<br />

44 g<br />

Syrup<br />

132 mL<br />

Glycerin<br />

50 mL<br />

Sorbitol Solution<br />

324 mL<br />

Alkohol<br />

200 mL<br />

Sodium saccharin<br />

5 g<br />

Lemon oil<br />

0,5 g<br />

FDC yellow No. 5<br />

0,1 g<br />

Aquadest<br />

ad 1000 mL<br />

(Lachman Teori dan Praktek Industri hal 342)<br />

Eliksir Teofilin (RPS hal 758)<br />

R/ Teofilin 5,3 g<br />

Asam sitrat<br />

10,0 g<br />

Syrup<br />

132,0 g<br />

Glycerin<br />

50,0 g<br />

Sorbitol Solution 324,0 g


Alkohol<br />

200,0 ml<br />

Flavour<br />

q.s<br />

Purified water to make 1000 ml<br />

Eliksir Asetaminofen (Fornas Hal 300)<br />

Komposisi : Tiap 5 mL mengandung :<br />

Asetaminofen<br />

Gliserol<br />

Propilenglikol<br />

Sorbitol Solution 70%<br />

Etanol<br />

Zat tambahan yang cocok<br />

Aquadest ad<br />

Eliksir Difenhidramin (Fornas Hal 112)<br />

Komposisi : Tiap 5 mL mengandung :<br />

Difenhidramin HCl<br />

Etanol<br />

Sirupus simplex<br />

Zat tambahan<br />

Aquadest<br />

Zat tambahan yang cocok<br />

120 mg<br />

2,5 mL<br />

500 µL<br />

1,25 mL<br />

500 µL<br />

q.s<br />

5 mL<br />

12,5 mg<br />

750 µL<br />

4,75 mL<br />

q.s<br />

ad 5 ml


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

SUSPENSI<br />

(Re-New by: Anggit L)<br />

I. PENDAHULUAN<br />

A. Definisi<br />

• Farmakope Indonesia IV, 1995, hal 17<br />

Suspensi adalah <strong>sediaan</strong> cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase<br />

cair.<br />

• Farmakope Indonesia IV, 1995, hlm 18<br />

Suspensi Oral : sediaaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair<br />

dengan bahan pengaroma yang sesuai, dan ditujukan untuk penggunaan oral.<br />

• Fornas Edisi 2, 1978 hal 333<br />

Suspensi adalah <strong>sediaan</strong> cair yang mengandung obat padat, tidak melarut dan terdispersikan<br />

sempurna dalam cairan pembawa, atau <strong>sediaan</strong> padat terdiri dari obat dalam bentuk serbuk halus,<br />

dengan atau tanpa zat tambahan, yang akan terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa yang<br />

ditetapkan. Yang pertama berupa suspensi jadi, sedangkan yang kedua berupa serbuk untuk<br />

suspensi yang harus disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan.<br />

B. Keuntungan dan Kekurangan Sediaan (RPS ed. 18, vol 3, 1538-1539)<br />

Keuntungan :<br />

1. Baik digunakan untuk pasien yang sukar menerima tablet / kapsul, terutama anak-anak.<br />

2. Homogenitas tinggi tergantung jenis suspensinya<br />

3. Lebih mudah diabsorpsi daripada tablet / kapsul (karena luas permukaan kontak antara zat aktif dan<br />

saluran cerna meningkat).<br />

4. Dapat menutupi rasa tidak enak / pahit obat (dari larut / tidaknya)<br />

5. Mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air.<br />

Kekurangan :<br />

1. Kestabilan rendah (pertumbuhan kristal jika jenuh, degradasi, dll)<br />

2. Jika membentuk “cacking” akan sulit terdispersi kembali sehingga homogenitasnya turun.<br />

3. Alirannya menyebabkan sukar dituang<br />

4. Ketepatan dosis lebih rendah daripada bentuk <strong>sediaan</strong> larutan<br />

5. Pada saat penyimpanan, kemungkinan terjadi perubahan sistem dispersi (cacking, flokulasideflokulasi)<br />

terutama jika terjadi fluktuasi / perubahan temperatur.<br />

6. Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk memperoleh dosis yang diinginkan.<br />

C. Macam-macam Suspensi<br />

1. Berdasarkan Penggunaan (FI IV, 1995, hal 18)<br />

a. Suspensi oral, <strong>sediaan</strong> cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair<br />

dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan untuk penggunaan oral.<br />

b. Suspensi topikal, <strong>sediaan</strong> cair mengandung partikel-partikel padat yang terdispersi dalam<br />

pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan kulit.<br />

c. Suspensi tetes telinga, <strong>sediaan</strong> cair mengandung partikel-partikel halus yang ditujukan untuk<br />

diteteskan pada telinga bagian luar.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

d. Suspensi optalmik, <strong>sediaan</strong> cair steril yang mengandung partikel-partikel yang terdispersi dalam<br />

cairan pembawa untuk pemakaian pada mata.<br />

Syarat suspensi optalmik (hal 14):<br />

− Obat dalam suspensi harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi dan<br />

atau goresan pada kornea.<br />

− Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi massa yang mengeras atau<br />

penggumpalan.<br />

2. Berdasarkan Istilah<br />

a. Susu, untuk suspensi dalam pembawa yang mengandung air yang ditujukan untuk pemakaian<br />

oral. (contoh : Susu Magnesia)<br />

b. Magma, suspensi zat padat anorganik dalam air seperti lumpur, jika zat padatnya mempunyai<br />

kecenderungan terhidrasi dan teragregasi kuat yang menghasilkan konsistensi seperti gel dan<br />

sifat reologi tiksotropik (contoh : Magma Bentonit).<br />

c. Lotio, untuk golongan suspensi topikal dan emulsi untuk pemakaian pada kulit (contoh : Lotio<br />

Kalamin)<br />

3. Berdasarkan Sifat (Diktat kuliah Likuida dan Semisolida, hal 102-104)<br />

a. Suspensi Deflokulasi<br />

• Partikel yang terdispersi merupakan unit tersendiri dan apabila kecepatan sedimentasi<br />

bergantung daripada ukuran partikel tiap unit, maka kecepatannya akan lambat.<br />

• Gaya tolak-menolak di antara 2 partikel menyebabkan masing-masing partikel menyelip<br />

diantara sesamanya pada waktu mengendap.<br />

• Supernatan sistem deflokulasi keruh dan setelah pengocokan kecepatan sedimentasi partikel<br />

yang halus sangat lambat.<br />

• Keunggulannya : sistem deflokulasi akan menampilkan dosis yang relatif homogen pada<br />

waktu yang lama karena kecepatan sedimentasinya yang lambat.<br />

• Kekurangannya : apabila sudah terjadi endapan sukar sekali diredispersi karena terbentuk<br />

masa yang kompak.<br />

• Sistem deflokulasi dengan viskositas tinggi akan mencegah sedimentasi tetapi tidak dapat<br />

dipastikan apakah sistem akan tetap homogen pada waktu paruhnya.<br />

b. Suspensi Flokulasi<br />

• Partikel sistem flokulasi berbentuk agregat yang dapat mempercepat terjadinya sedimentasi.<br />

Hal ini disebabkan karena setiap unit partikel dibentuk oleh kelompok partikel sehingga<br />

ukuran agregat relatif besar.<br />

• Cairan supernatan pada sistem flokulasi cepat sekali bening yang disebabkan flokul-flokul<br />

yang terbentuk cepat sekali mengendap dengan ukuran yang bermacam-macam.<br />

• Keunggulannya :sedimen pada tahap akhir penyimpanan akan tetap besar dan mudah<br />

diredispersi.<br />

• Kekurangannya : dosis tidak akurat dan produk tidak elegan karena kecepatan<br />

sedimentasinya tinggi.<br />

• Flokulasi dapat dikendalikan dengan :<br />

− Kombinasi ukuran partikel<br />

− Penggunaan elektrolit untuk kontrol potensial zeta.<br />

− Penambahan polimer mempengaruhi hubungan/ struktur partikel dalam suspensi.<br />

D. Syarat Suspensi<br />

• FI IV, 1995, hal 18<br />

1. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara iv dan intratekal<br />

2. Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan dengan cara tertentu harus mengandung zat<br />

antimikroba.<br />

3. Suspensi harus dikocok sebelum digunakan<br />

4. Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat.<br />

• F I I I I , 1979, hal 32<br />

1. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap<br />

2. Jika dikocok, harus segera terdispersi kembali


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

3. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi<br />

4. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar <strong>sediaan</strong> mudah dikocok dan dituang.<br />

5. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga tetap konstan untuk penyimpanan dalam<br />

jangka waktu yang lama.(Ansel, 356)<br />

• Fornas Edisi 2, 1978, hal 333<br />

Pada pembuatan suspensi, untuk mencegah pertumbuhan cendawan, ragi dan jasad renik lainnya,<br />

dapat ditambahkan zat pengawet yang cocok terutama untuk suspensi yang akan diwadahkan dalam<br />

wadah satuan ganda atau wadah dosis ganda.<br />

E. Penggunaan Suspensi dalam Farmasi<br />

(Pharmaceutics, The Science of Dosage Form Design, Michael E. Aulton, hlm 270 : Diktat Teknologi<br />

Farmasi Liquida dan Semisolid, DR. Goeswin Agoes, hlm 89 – 90)<br />

1. Beberapa orang terutama anak-anak sukar menelan obat yang berbentuk tablet / zat padat. Oleh<br />

karena itu diusahakan dalam bentuk larutan. Kalau zat berkhasiat tidak larut dalam air, maka bentuk<br />

suspensi-dimana zat aktif tidak larut-terdispersi dalam medium cair merupakan suatu alternatif.<br />

2. Mengurangi proses penguraian zat aktif didalam air. Untuk zat yang sangat mudah terurai dalam air,<br />

dibuat bentuk yang tidak larut. Dengan demikian, penguraian dapat dicegah.<br />

3. Kontak zat padat dengan medium pendispersi dapat dipersingkat dengan mengencerkan zat padat<br />

medium dispersi pada saat akan digunakan. Contoh : Ampisilin dikemas dalam bentuk granul,<br />

kemudian pada saat akan dipakai disuspensikan dahulu dalam medim pendispersi. Dengan demikian<br />

maka stabilitas ampisilin untuk 7 hari pada temperatur kamar masih dapat dipenuhi.<br />

4. Apabila zat aktif sangat tidak stabil dalam air, maka digunakan medium non-air sebagai medium<br />

pendispersi. Contoh : Injeksi Penisilin atau Phenoxy penisilin dalam minyak kelapa untuk oral.<br />

5. Sediaan suspensi yang terdiri dari partikel halus yang terdispersi dapat menaikkan luas permukaan<br />

di dalam saluran pencernaan, sehingga dapat mengabsorpsi toksin-toksin atau menetralkan asam<br />

yang diproduksi oleh lambung. Contoh Kaolin, Mg-Karbonat, Mg-Trisilikat. (antasida/Clays)<br />

6. Sifat adsorpsi daripada serbuk halus yang terdispersi dapat digunakan untuk <strong>sediaan</strong> yang berbentuk<br />

inhalasi. Zat yang mudah menguap seperti mentol, Ol. Eucaliptus, ditahan dengan menambah Mg-<br />

Karbonat yang dapat mengadsorpsi tersebut.<br />

7. Dapat menutup rasa zat berkhasiat yang tidak enak atau pahit dengan lebih baik dibandingkan dalam<br />

bentuk larutan. Untuk suspensi Kloramfenikol dipakai Kloramfenikol Palmitas yang rasanya tidak<br />

pahit.<br />

8. Suspensi BaSO4 untuk kontras dalam pemeriksaan X-Ray.<br />

9. Suspensi untuk <strong>sediaan</strong> bentuk aerosol.<br />

F. Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Suspensi (Lachman Practice, 479-491)<br />

1. Kecepatan sedimentasi (Hk. Stokes)<br />

Untuk <strong>sediaan</strong> farmasi tidak mutlak berlaku, tetapi dapat dipakai sebagai pegangan supaya suspensi<br />

stabil, tidak cepat mengendap, maka :<br />

a. Perbedaan BJ antara fase terdispersi dan fase pendispersi harus kecil, untuk meningkatkan BJ<br />

medium dapat digunakan sorbitol atau sukrosa.<br />

b. Diameter partikel diperkecil, dapat dihaluskan dengan blender / koloid mill<br />

c. Memperbesar viskositas dengan menambah suspending agent.<br />

2. Pembasahan serbuk<br />

Untuk menurunkan tegangan permukaan, dipakai wetting agent atau surfaktan, misal : span dan<br />

tween.<br />

3. Floatasi (terapung), disebabkan oleh :<br />

a. Perbedaan densitas<br />

b. Partikel padat hanya sebagian terbasahi dan tetap pada permukaan<br />

c. Adanya adsorpsi gas pada permukaan zat padat. Hal ini dapat diatasi dengan penambahan<br />

humektan.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

Humektan ialah zat yang digunakan untuk membasahi zat padat. Mekanisme humektan : mengganti<br />

lapisan udara yang ada di permukaan partikel sehingga zat mudah terbasahi. Contoh : gliserin,<br />

propilenglikol.<br />

4. Pertumbuhan kristal<br />

Larutan air suatu suspensi sebenarnya merupakan larutan jenuh. Bila terjadi perubahan suhu dapat<br />

terjadi pertumbuhan kristal. Ini dapat dihalangi dengan penambahan surfaktan.<br />

Adanya polimorfisme dapat mempercepat pertumbuhan kristal.<br />

Hal-hal yang memicu terbentuknya kristal (Disperse system, Vol. I, 158)<br />

− keadaan super jenuh<br />

− pendinginan yang ekstrim dan pengadukan yang cepat<br />

− sifat aliran pelarut yang dapat mengkristalkan zat aktif, dalam ukuran dan bentuk yang<br />

bervariasi<br />

− keberadaan cosolutes, cosolvent, dan absorbent<br />

− kondisi saat proses pembuatan.<br />

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kristalisasi (Disperse system, Vol. I, 158)<br />

− gunakan partikel dengan range ukuran yang sempit<br />

− pilih bentuk kristal obat yang stabil<br />

− cegah penggunaan alat yang membutuhkan energi besar untuk pengecilan ukuran partikel<br />

− gunkan pembasah<br />

− gunakan colloidal pelindung seperti gelatin, gums, dan lain-lain yang akan membentuk lapisan<br />

pelindung pada partikel<br />

− viskositas ditingkatkan<br />

− cegah perubahan suhu yang ekstrim<br />

5. Pengaruh gula (sukrosa)<br />

a. Suspending agent dengan larutan gula : viskositas akan naik<br />

b. Adanya batas konsentrasi gula dalam campuran dengan suspending agent. Bila batas ini dilalui<br />

polimer akan menurun.<br />

c. Konsentrasi gula yang besar juga dapat menyebabkan kristalisasi yang cepat<br />

d. Gula cair 25 % mudah ditumbuhi bakteri, sehingga perlu pengawet dan hati-hati cap locking.<br />

e. Hati-hati jika ada alkohol dalam suspensi<br />

6. Metode dispersi : Deflokulasi dan Flokulasi<br />

7. Pengaruh alat-alat pendispersi, menyebabkan :<br />

a. Variasi pada ukuran partikel berhubungan dengan RPM Shearing Force<br />

b. Variasi pada sifat-sifat suspensi<br />

c. Variasi pada viskositas pembawa, berhubungan dengan hidratasi suspending agen.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

II. FORMULA<br />

A. Sifat Fisik Untuk Formulasi Suspensi yang Baik<br />

(Aulton, hlm. 269; Diktat Tek. FA Liquid & Semisolid, DR Goeswin Agoes, hlm. 88)<br />

1. Suspensi harus tetap homogen pada suatu perioda, paling tidak pada perioda antara pengocokan dan<br />

penuangan sesuai dosis yang dikehendaki.<br />

2. Pengendapan yang terjadi pada saat penyimpanan harus mudah didispersikan kembali pada saat<br />

pengocokan.<br />

3. Suspensi harus kental untuk mengurangi kecepatan pengendapan partikel yang terdispersi.<br />

Viskositas tidak boleh terlalu kental sehingga tidak menyulitkan pada saat penuangan dari wadah.<br />

4. Partikel suspensi harus kecil dan seragam sehingga memberikan penampilan hasil jadi yang baik<br />

dan tidak kasar.<br />

Yang Harus Diperhatikan :<br />

1. Untuk membuat <strong>sediaan</strong> suspensi dibutuhkan beberapa bahan pembantu. Pemilihan bahan pembantu<br />

didasarkan pada kesesuaian dan juga bentuk fisik campuran serbuk yang dibutuhkan.<br />

2. Bahan pembantu yang digunakan sebaiknya seminimal mungkin. Semakin banyak jenis bahan<br />

pembantu, semakin banyak masalah yang timbul, seperti masalah inkompatibilitas. Karena itu<br />

sedapat mungkin eksipien yang digunakan benar-benar dibutuhkan dalam formulasi. Akan lebih<br />

baik jika menggunakan eksipien yang dapat berfungsi lebih dari satu macam.<br />

B. Formula Umum<br />

(Disperse System, vol 2, Lieberman, hal. 232)<br />

R/ Zat aktif<br />

Bahan tambahan :<br />

− bahan pensuspensi (suspending agent)<br />

− bahan pembasah (wetting agent)/humektan<br />

− pemanis<br />

− pewarna flavour<br />

− pewangi<br />

− pengawet<br />

− dapar atau acidifer<br />

− antioksidan<br />

− anticaking<br />

− floculating agent<br />

− antibusa (antifoaming)<br />

Bahan pembawa : air, sirup, dll<br />

C. Bahan Tambahan<br />

1. Bahan Pensuspensi / Suspending Agent (Art of Compounding, hlm. 300)<br />

Fungsi: Memperlambat pengendapan, mencegah penurunan partikel, dan mencegah penggumpalan<br />

resin dan bahan berlemak.<br />

Cara kerja: Meningkatkan kekentalan. Kekentalan yang berlebihan akan mempersulit rekonstitusi<br />

dengan pengocokan. Suspensi yang baik mempunyai kekentalan yang sedang dan partikel yang<br />

terlindung dari gumpalan/aglomerasi. Hal ini dapat dicapai dengan mencegah muatan partikel,<br />

biasanya muatan partikel ada pada media air atau <strong>sediaan</strong> hidrofil.<br />

Faktor pemilihan suspending agent:<br />

a. Penggunaan bahan (oral / topikal)<br />

b. Komposisi kimia<br />

c. Stabilitas pembawa dan waktu hidup produk (shelf life)<br />

d. Produk, sumber, inkompatibilitas dari suspending agent.<br />

Contoh :<br />

a. Golongan Polisakarida<br />

Acacia gum, Asam alginat, Dextrin, Sodium alginat, Starch, sukrosa, Tragakan, Xanthan gum


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

(The Science of Dosage Form Design, Aulton, hal.275-276; Excipients 2006, hal.1, 21,228, 656,<br />

725, 744; Pharmaceutical Practise, Aulton, hal.100-101).<br />

b. Golongan selulosa larut air (Water soluble celluloses)<br />

Karboksimetil selulose sodium/Na. CMC, Selulose, Metil selulosa, Hidroksietilmetil selulosa,<br />

Hidroksipropil selulosa/Avicel.<br />

(The Science of Dosage Form Design, Aulton, hal. 275-276; Excipients 2006, hal.120, 136, 334,<br />

336; Pharmaceutical Practise, Aulton, hal. 101)<br />

c. Golongan tanah liat (Clays)<br />

Bentonit, Alumunium magnesium silikat, Hectocrite, Veegum<br />

(The Science of Dosage Form Design, Aulton, hal.277; Excipients 2006, hal. 58, 418;<br />

Pharmaceutical Practise, Aulton, hal. 101-102)<br />

d. Golongan sintetik<br />

Carbomer (carboxyvinyl polymer), Carboxymethylcellulose calsium, Carboxymethylcellulose<br />

sodium, Colloidal silicon dioxide<br />

(The Science of Dosage Form Design, Aulton, hal.277; Excipients 2006, hal. 111, 118, 120, 188;<br />

Pharmaceutical Practise, Aulton, hal.102)<br />

* Penjelasan tiap suspending agent dapat dilihat di bagian kit - eksipien suspensi<br />

** Tabel suspending agent yang umum digunakan dapat dilihat di bagian kit - eksipien suspensi<br />

2. Bahan Pembasah (Wetting agent) / Humektan<br />

Fungsi: menurunkan tegangan permukaan bahan dengan air (sudut kontak) dan meningkatkan<br />

dispersi bahan yang tidak larut. (Art of Compounding, hlm 300)<br />

Bahan pembasah yang biasa digunakan adalah : surfaktan yang dapat memperkecil sudut kontak<br />

antara partikel zat padat dan larutan pembawa. Surfaktan kationik dan anionik efektif digunakan<br />

untuk bahan berkhasiat dengan zeta potensial positif dan negatif. Sedangkan surfaktan nonionik lebih<br />

baik untuk pembasah karena mempunyai range pH yang cukup besar dan mempunyai toksisitas yang<br />

rendah. Konsentrasi surfaktan yang digunakan rendah karena bila terlalu tinggi dapat terjadi<br />

solubilisasi, busa dan memberikan rasa yang tidak enak.<br />

Cara kerja: Menghilangkan lapisan udara pada permukaan zat padat, sehingga zat padat + humektan<br />

lebih mudah kontak dengan pembawa. Contoh : gliserin, propilenglikol, polietilenglikol, dll.<br />

* Penjelasan tiap bahan pembasah dapat dilihat di bagian kit - eksipien suspensi<br />

3. Pemanis<br />

Fungsi : untuk memperbaiki rasa dari <strong>sediaan</strong><br />

Masalah yang perlu diperhatikan pada perbaikan rasa obat adalah :<br />

Usia dari pasien. Anak-anak lebih suka sirup dengan rasa buah-buahan, orang dewasa lebih suka<br />

sirup dengan rasa asam, orang tua lebih suka sirup dengan rasa agak pahit seperti kopi, dsb.<br />

Keadaan kesehatan pasien, penerimaan orang sakit tidak sama dengan orang sehat. Rasa yang dapat<br />

diterima untuk jangka pendek mungkin saja jadi tidak bisa diterima untuk pengobatan jangka<br />

panjang.<br />

Rasa obat bisa berubah dengan waktu penyimpanan. Pada saat baru dibuat mungkin <strong>sediaan</strong> berasa<br />

enak, akan tetapi sesudah penyimpanan dalam jangka waktu tertentu kemungkinan dapat berubah.<br />

Zat pemanis yang dapat menaikkan kadar gula darah ataupun yang memiliki nilai kalori tinggi tidak<br />

dapat digunakan dalam formulasi <strong>sediaan</strong> untuk pengobatan penderita diabetes.<br />

Catatan :<br />

• Pemanis yang biasa digunakan : sorbitol 70 %, sukrosa 20 – 25 %<br />

• Sebagai kombinasi dengan pemanis sintetis : siklamat 0,5 %; sakarin 0,05 %<br />

• Kombinasi sorbitol : sirupus simplex = 30 % b/v : 10 % b/v add 20 – 25 % b/v total<br />

• pH > 5 dipakai sorbitol, karena sukrosa pada pH ini akan terurai dan menyebabkan perubahan<br />

volume.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

• Sukrosa dapat menyebabkan kristalisasi sehingga untuk mereduksi kristalisasi sukrosa<br />

dikombinasi dengan sorbitol, gliserin, dan polyol lain. Sukrosa stabil pada pH 4-8. (Lachman<br />

Practice hal:468)<br />

* Penjelasan tiap bahan pemanis dapat dilihat di bagian kit - eksipien suspensi<br />

4. Pewarna dan Pewangi (flavor)<br />

Pewarna dan pewangi harus serasi<br />

Asin : Butterscoth, Mafile, Apricot, Peach, Vanili, Wintergreen mint.<br />

Pahit : Wild cherry, Walnut, Chocolate, Mint combination, Passion fruit, Mint spice anisi<br />

Manis : Buah-buahan berry, Vanili.<br />

Asam : Citrus, Licorice, Root beer, Raspberry.<br />

(Lachman Practise, hlm 470)<br />

5. Pengawet<br />

Pengawet sangat dianjurkan jika didalam <strong>sediaan</strong> tersebut mengandung bahan alam, atau bila<br />

mengandung larutan gula encer (karena merupakan tempat tumbuh mikroba). Selain itu, pengawet<br />

diperlukan juga bila <strong>sediaan</strong> dipergunakan untuk pemakaian berulang (multiple dose).<br />

(Pharmaceutical Codex 1994, hlm 516 – 520)<br />

Pengawet yang ideal harus memenuhi 3 kriteria:<br />

a. Harus efektif menyerang pada “spectrum broad” mikroorganisme<br />

b. Secara fisika, kimia, dan mikrobiologi stabil dalam produk untuk jangka waktu yang panjang<br />

c. Tidak toksis dan sensitif, harus larut dan kompatibel dengan komponen lain dalam formula<br />

(Lachman Practise, hlm 470)<br />

Pengawet yang sering digunakan antara lain :<br />

• Metil / propil paraben ( 2 : 1 add 0,1 – 0,2 % total)<br />

• Asam benzoat / Na-benzoat<br />

• Chlorbutanol / chlorekresol<br />

• Senyawa amonium (amonium klorida kuarterner); benzalkonium klorida OTT dengan metil<br />

selulosa<br />

(Pharmaceutical Codex 1994, hlm 516 – 520)<br />

* Penjelasan tiap bahan pengawet dapat dilihat di bagian kit - eksipien suspensi<br />

6. Antioksidan<br />

(Diktat Teknologi Farmasi Sediaan Liquida dan Semisolid, 143 – 147)<br />

Antioksidan jarang digunakan pada <strong>sediaan</strong> suspensi, kecuali untuk zat aktif yang mudah terurai<br />

karena teroksidasi. Antioksidan bekerja efektif pada konsentrasi rendah.<br />

Cara kerja : memblokir reaksi oksidatif yang berantai pada tahap awal dengan memberikan atom<br />

hidrogen. Hal ini akan merusak radikal bebas dan mencegah terbentuknya peroksida.<br />

Hal yang perlu diperhatikan dalam memilih antioksidan :<br />

a. Efektif dalam konsentrasi rendah<br />

b. Tidak toksik, tidak merangsang dan tidak membentuk hasil antara (<strong>sediaan</strong>) yang berbahaya<br />

c. Segera larut atau terdispersi pada medium<br />

d. Tidak menimbulkan warna, bau, dan rasa yang tidak dikehendaki.<br />

e. Dapat bercampur (compatible) dengan konstituen lain pada <strong>sediaan</strong>.<br />

Beberapa antioksidan yang lazim digunakan :<br />

− Golongan kuinol (ex: hidrokuinon, tokoferol, hidroksikroman, hidroksi kumeran, BHA, BHT).<br />

− Golongan katekhol (ex : katekhol, pirogalol, NDGA, asam galat)<br />

− Senyawa mengandung nitrogen (ex: ester alkanolamin turunan amino dan hidroksi dari<br />

fenilamin diamin, difenilamin, kasein, edestin)<br />

− Senyawa mengandung belerang (ex: sisteina hidroklorida)<br />

− Fenol monohidrat (ex: timol)


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

7. Pendapar<br />

(Pharmaceutics, The Science of Dosage Form Design, ME. Aulton, hlm 277)<br />

Fungsi :<br />

a. Mengatur pH<br />

b. Memperbesar potensial pengawet<br />

c. Meningkatkan kelarutan<br />

Dapar yang dibuat harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk mempertahankan pH. Pemilihan<br />

pendapar yaitu dengan pendapar yang pKa-nya berdekatan dengan pH yang diinginkan Pemilihan<br />

pendapar harus mempertimbangkan inkompatibilitas dan toksisitas. Dapar yang biasa digunakan<br />

antara lain dapar sitrat, dapar posfat, dapar asetat.<br />

DAPAR FARMASETIK<br />

Jenis Dapar pKa Penggunaan<br />

Dapar Fosfat<br />

pKa1 = 2.12<br />

Sediaan oral, parenteral<br />

pKa2 = 7.21<br />

dan optalmik<br />

Dapar Sitrat<br />

pKa1 = 3.15<br />

Sediaan oral, parenteral<br />

pKa2 = 4.78<br />

dan optalmik<br />

pKa3 = 6,40<br />

Dapar asetat pKa = 4,76 Sediaan oral<br />

Dapar karbonat pKa1 = 6,37 Sediaan oral<br />

pKa2 = 10,33<br />

(Martin, Edisi 4,147-148)<br />

8. Acidifier<br />

Fungsi :<br />

a. Mengatur pH<br />

b. Meningkatkan kestabilan suspensi<br />

c. Memperbesar potensial pengawet<br />

d. Meningkatkan kelarutan<br />

Acidifier yang biasa digunakan pada suspensi adalah asam sitrat.<br />

9. Flocculating agent<br />

(Disperse System, vol 2, hal: 249)<br />

Floculating agent adalah bahan yang dapat menyebabkan suatu partikel berhubungan secara bersama<br />

membentuk suatu agregat atau floc. Floculating agent dapat menyebabkan suatu suspensi cepat<br />

mengendap tetapi mudah diredispersi kembali. Flokulating agent dapat dibagi menjadi empat<br />

kelompok yaitu:<br />

a. Surfaktan<br />

Surfaktan ionik dan nonionik dapat digunakan sebagai floculating agent. Konsentrasi yang<br />

digunakan berkisar 0.001 sampai 1%b/v. Surfaktan nonionik lebih disukai karena secara kimia<br />

lebih kompatibel dengan bahan-bahan dalam formula yang lain. Konsentrasi yang tinggi dan<br />

surfaktan dapat menghasilkan rasa yang buruk, busa dan caking.<br />

b. Polimer hidrofilik<br />

Senyawa-senyawa ini memiliki bobot molekul tinggi dengan rantai karbon panjang termasuk<br />

beberapa bahan yang pada konsentrasi besar berperan sebagai suspending agent. Hal ini<br />

disebabkan adanya percabangan rantai polimer yang membentuk struktur seperti gel dalam<br />

sistem dan dapat teradsorpsi pada permukaan partikel padat serta mempertahankan kedudukan<br />

mereka dalam bentuk sistem flokulasi. Polimer baru seperti xantin gum digunakan sebagai<br />

flokulating agent dalam pembuatan sulfaguanidin, bismut sub karbonat, serta obat lain. Polimer<br />

hidrofilik yang berperan sebagai koloid hidrofil yang mencegah caking dapat juga berfungsi<br />

untuk membentuk flok longgar (floculating agent). Penggunaan tunggal surfaktan atau bersama<br />

koloid protektif dapat membentuk suatu sistem flokulasi yang baik. Pada proses pembuatan<br />

perlu diperhatikan bahwa pencampuran tidak boleh terlalu berlebihan karena dapat


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

menghambat pengikatan silang antara partikel dan menyebabkan adsoprsi polimer pada<br />

permukaan satu partikel saja kemudian akan terbentuk sistem deflokulasi.<br />

c. Clay<br />

Clay pada konsentrasi sama dengan atau lebih besar dari 0.1% dilaporkan dapat berperan sebagai<br />

floculating agent pada pembuatan obat yang disuspensikan dalam sorbitol atau basis sirup.<br />

Bentonite digunakan sebagai floculating agent pada pembuatan suspensi bismut subnitrat pada<br />

konsentrasi 1,7%.<br />

d. Elektrolit<br />

Penambahan elektrolit anorganik (Na. Asetat, fosfat, sitrat) pada suspensi dapat menurunkan<br />

potensial zeta partikel yang terdispersi dan menyebabkan flokulasi. Pernyataan Schulzhardy<br />

menunjukkan bahwa kemampuan elektrolit untuk memflokulasi partikel hidrofobik tergantung<br />

dari valensi counter ionnya. Meskipun lebih efektif elektrolit dengan valensi tiga lebih jarang<br />

digunakan dari mono. Di-valensi disebabkan adanya masalah toksisitas. Penambahan elektrolit<br />

berlebihan atau muatan yang berlawanan dapat menimbulkan partikel memisah masingmasing<br />

dan terbentuk sistem flokulasi dan menurunkan kebutuhan konsentrasi surfaktan. Penambahan<br />

NaCl dapat meningkatkan flokulasi. Misalnya suspensi sulfamerazin diflokulasi dengan natrium<br />

dodesil polioksi etilen sulfat, suspensi sulfaguanidin dibasahi oleh surfaktan dan dibentuk sistem<br />

flokulasi oleh AlCl3. Elektrolit sebagai flokulating agent jarang digunakan di indusri<br />

Floculating Agent<br />

Bahan Tipe Muatan ion<br />

Natrium lauril sulfat<br />

Dokusat natrium<br />

Benzalkonium klorida<br />

Cetylpiridinum klorida<br />

Polisorbat 80<br />

Sorbitan monolaurat<br />

Surfaktan<br />

Anion<br />

Anion<br />

Kation<br />

Kation<br />

Non-ionik<br />

Non-ionik<br />

CMC-Na<br />

Xantan gum<br />

Tragakan<br />

Metil selulosa<br />

PEG<br />

Magnesium aluminium<br />

Silikat<br />

Attapulgit<br />

Bentonit<br />

Kalium dihidrogen fosfat<br />

AlCl3<br />

NaCl<br />

Polimer hidrofil<br />

Clay<br />

Elektrolit<br />

Anion<br />

Anion<br />

Anion<br />

Non-ionik<br />

Non-ionik<br />

Anion<br />

Anion<br />

Anion<br />

Anion<br />

Anionik/kationik


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

D. Contoh Formula Suspensi<br />

R/ Zat aktif R/ Asetaminofen 120 mg<br />

Sirupus simplek 30 % Sirupus simpleks 30 %<br />

CMC Na 0,25 % CMC Na 0,25 %<br />

Buffer fosfat pH 6 Buffer fosfat pH 6<br />

Na-sakarin 0,01 % Na-sakarin 0,01 %<br />

Sorbitol 20 % Sorbitol 20 %<br />

Metil paraben 0,2 % Metil paraben 0,2 %<br />

Propil paraben 0,03 % Propil paraben 0,03 %<br />

Zat warna qs Vanila 0,4 %<br />

Flavouring agent qs Aquadest ad 5 ml<br />

Aquadest ad 5 ml<br />

E. Perhitungan Dapar<br />

Definisi Kapasitas Dapar (Analytical Chemistry, J. G. Dick, 1973, hlm 108) :<br />

Kapasitas dapar ialah jumlah mol asam / basa kuat yang dibutuhkan untuk mengubah pH 1 liter larutan<br />

sebanyak 1 unit (satuan pH).<br />

Persamaan (Farmasi Fisik, Martin, 1993, hlm. 456, 464-468)<br />

1. Persamaan Henderson – Hasselbach (Persamaan untuk buffer)<br />

Untuk asam lemah & garamnya :<br />

2. Persamaan Van Slyke untuk kapasitas dapar (Pers. Van Slyke, Farmasi Fisik, Martin, 1993, hlm<br />

466).


III. PEMBUATAN SEDIAAN SUSPENSI<br />

Contoh formula : R/ Zat aktif<br />

Sirupus simplek<br />

Na - CMC<br />

Metil paraben<br />

Propil paraben<br />

Pewangi<br />

Pewarna<br />

Aquadest<br />

100 mg<br />

30 %<br />

0,25 %<br />

0,2 %<br />

0,03 %<br />

q.s<br />

q.s<br />

ad 5 mL<br />

% b/v dari volume 5mL<br />

Misalkan : akan dibuat <strong>sediaan</strong> suspensi, dengan kekuatan <strong>sediaan</strong> : 100 mg/5mL sebanyak 10 botol.<br />

Jumlah yang akan diserahkan sebanyak 10 botol ditambah untuk uji mutu <strong>sediaan</strong> akhir dibutuhkan :<br />

Jumlah<br />

No<br />

Jenis Uji Mutu<br />

Diperlukan<br />

(Botol)<br />

1 Homogenitas<br />

2 Distribusi ukuran partikel<br />

3 Penentuan bobot jenis<br />

4 Penetapan pH<br />

5 Volume sedimentasi 1<br />

6 Kemampuan redispersi 1<br />

7 Penetapan viskositas dan rheologi<br />

(viskmeter Brookfield)min 250 ml<br />

....<br />

1


sbg kapasitas minimal alat Brookfield<br />

8 Volume terpindahkan ( nondestruktif) 30<br />

9 Identifikasi 3<br />

10 Penetapan kadar 3<br />

11 Penetapan Potensi Antibiotika<br />

1<br />

(jika ZA antibiotika)<br />

12 Uji efektifitas pengawet 5<br />

13 Penetapan kapasitas penetralan asam<br />

(khusus untuk suspensi antasid)<br />

14 Uji batas mikroba (khusus untuk<br />

suspensi antasid)<br />

1


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

Karena dari seluruh uji diatas ada uji yang tidak destruktif sehingga dapat digunakan untuk<br />

uji evaluasi yang lain. Jadi jumlah suspensi yang akan dibuat adalah 10 + 30 = 40 botol.<br />

Perhitungan<br />

• Jumlah yang akan diserahkan sebanyak 10 botol ditambah untuk uji mutu <strong>sediaan</strong> akhir<br />

dibutuhkan 30 botol. Maka akan dibuat total : 40 botol.<br />

• Volume tiap botol dilebihkan 3% untuk menjamin ketepatan volume <strong>sediaan</strong> setelah<br />

dituang dari botol. Persentase penambahan volume mengacu pada FI IV , hal<br />

1044. Volume <strong>sediaan</strong> tiap botol = 100 ml + (3 % x 100 ml) = 103 ml<br />

• Total volume <strong>sediaan</strong> yang akan dibuat : 40 botol x 103 ml = 4120 ml<br />

• Untuk mencegah kehilangan selama pembuatan maka total <strong>sediaan</strong> dilebihkan 10%<br />

sehingga volume total yang dibuat = 4120 ml + (10% x 4120) ml = 4532 ml.<br />

Keterangan : Masih terjadi perdebatan mengenai dilebihkannya volume <strong>sediaan</strong> total<br />

10% pada <strong>sediaan</strong> liquid. Menurut bu ninet hal tsb tidak perlu. Dan memang sebaiknya<br />

untuk <strong>sediaan</strong> liquid tidak perlu dilebihkan 10%, cuman dibulatkan saja. Misal untuk<br />

contoh di atas: Total volume <strong>sediaan</strong> yang akan dibuat tanpa dilebihkan 10 % = 4120 ml,<br />

maka <strong>sediaan</strong> yang dibuat dibulatkan menjadi 4150 ml.<br />

Penimbangan<br />

No. Bahan yang<br />

Untuk volume 5 ml<br />

Untuk volume 4532 ml<br />

Ditimbang<br />

1. Zat aktif 100 mg 100 mg/ 5ml x 4532 ml = 90640 mg<br />

2. Sirupus simplek 30% b/v x 5 ml = 1,5 g 1,5 mg/ 5ml x 4532 ml = 1359,6 mg<br />

3. Na – CMC 0,25% b/v x 5 ml = 0,0125 g 0,25% b/v x 4532 ml = 11,33 g<br />

4. Metil paraben 0,2% b/v x 5 ml = 0,01 g 0,2% b/v x 4532 ml = 9,064 g<br />

5. Propil paraben 0,03% b/v x 5 ml = 0,0015 0,03% b/v x 4532 ml = 0,0015<br />

6. Pewangi qs sebaiknya dalam bentuk<br />

persen juga.<br />

7. Pewarna qs sebaiknya dalam bentuk<br />

persen juga.<br />

8. Aquadest Ad 5 ml Ad 4532 ml<br />

Prosedur Lengkap Pembuatan Suspensi :<br />

• Aquades yang akan digunakan sebagai fase pendispersi dididihkan, kemudian didinginkan<br />

dalam keadaan tertutup.<br />

• Bahan aktif dan eksipien ditimbang.<br />

• Bahan pensuspensi yang akan digunakan (yang dalam formula contoh adalah Na CMC)<br />

dikembangkan dengan cara : dibuat dispersi stok hidrokoloid dengan menaburkan serbuk<br />

CMC Na secara perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit ke dalam mortir yang telah diisi<br />

air panas. Setelah semua serbuk CMC Na terbasahi, lalu aduk dengan cepat.<br />

• Pemanis yang digunakan berupa sirupus simpleks maka sirupus simpleks yang dibuat dengan jalan<br />

(FI III hal 567) melarutkan 65 bagian sukrosa dalam larutan metil paraben 0,25% b/v hingga<br />

terbentuk 100 bagian sirupus simpleks yang berfungsi sebagai pengental dan pemanis.<br />

• Jika digunakan pembasah, maka bahan aktif dihaluskan dengan penambahan sedikit demi sedikit<br />

pembasah sampai homogen dalam mortir dan pindahkan ke dalam matkan.<br />

• Suspending agent yang telah dikembangkan, ditimbang sesuai dengan jumlah yang tertera dalam<br />

formula kemudian ditambahkan ke dalam bahan aktif yang telah dibasahi kemudian diaduk sampai<br />

homogen dengan stirer di dalam matkan.<br />

• Ke dalam campuran tersebut di atas, dimasukkan eksipien lain (pendapar, pengawet, antioksidan, dll<br />

yang telah dilarutkan dalam beberapa bagian air sesuai dengan kelarutannya) sambil terus diaduk<br />

sampai homogen.<br />

• Setelah itu, sirupus simpleks, pewarna, flavour ditambahkan dan ad-kan dengan air sampai dengan<br />

4532 mL (untuk eksipien berupa bahan pewarna dan flavour dibuat larutan stok terlebih dahulu<br />

sebelum ditambahkan pada campuran bahan dalam matkan).<br />

• Suspensi dimasukkan ke dalam botol yang telah dicuci, dikeringkan dan ditara 103 mL.


IV. EVALUASI DAN PENYIMPANAN<br />

A. Evaluasi Fisika<br />

a. Distribusi ukuran partikel (Martin, “Physical Pharmacy ”, hal 430-431)<br />

b. Homogenitas (Goeswin Agus, tekonologi farmasi liquida dan semisolida, 127).<br />

c. Volume sedimentasi dan kemampuan redispersi (Teori dan Praktek Farmasi Industri<br />

Lachman, 3 rd ed. Hal 492-493)<br />

d. Bj <strong>sediaan</strong> dengan piknometer (FI IV , hal 1030)<br />

e. Sifat aliran dan viskositas dengan Viskosimeter Brookfield (Modul Praktikum Farmasi Fisika,<br />

2002, hal 17-18 )<br />

f. Volume terpindahkan (FI IV hal 1089)<br />

g. Penetapan pH (FI IV , hal 1039)<br />

h. Kadar air (hanya untuk suspensi kering : Lihat evaluasi granul pada TS Solida)<br />

i. Penetapan waktu rekonstitusi ( hanya untuk suspensi kering : Modul Praktikum Liquida &<br />

Semisolid)<br />

B. Evaluasi Kimia<br />

a. Keseragaman <strong>sediaan</strong> (FI IV , hal 999)<br />

b. Penetapan kadar (sesuai monografi masing-masing)<br />

c. Identifikasi (sesuai monografi masing-masing)<br />

d. Penetapan kapasitas penetralan asam (KPA) hanya untuk <strong>sediaan</strong> suspensi antasida (FI IV<br />

, hal 942)<br />

C. Evaluasi Biologi<br />

a. Uji potensi (untuk antibiotik) (FI IV , hal 891-899)<br />

b. Uji batas mikroba (untuk suspensi antasida) (FI IV , hal 847-854)<br />

c. Uji efektivitas pengawet (FI IV , hal 854-855)<br />

URAIAN EVALUASI FISIKA<br />

a. Distribusi Ukuran Partikel (Martin, “Physical Pharmacy”, hal 430 - 431)<br />

Beberapa metode yang digunakan untuk menentukan ukuran partikel :<br />

a.1 Metode mikroskopik<br />

a.2 Metode pengayakan<br />

a.3 Metode sedimentasi<br />

a.4 Metode penentuan volume partikel<br />

a.1 Metode Mikroskopik<br />

Mikroskopik merupakan metode langsung yang sering digunakan pada penentuan ukuran<br />

partikel terutama <strong>sediaan</strong> suspensi dan emulsi.<br />

Cara 1 :<br />

Dapat digunakan mikroskop biasa untuk menentukan ukuran partikel antara 0,2-1,00 mm.<br />

• Pada metode ini suspensi (yang sebelumnya diencerkan ataupun tidak) diteteskan pada<br />

slide (semacam objek glass). Kemudian besarnya akomodasi mikroskop diatur sehingga<br />

partikel terlihat dengan jelas.<br />

• Frekuensi ukuran yang diperoleh diplot terhadap range ukuran partikel sehingga diperoleh<br />

kurva distribusi ukuran partikel.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

• Jumlah partikel yang harus dihitung untuk memperoleh data yang baik adalah antara 300-<br />

500 partikel. Yang penting jumlah partikel yang ditentukan harus cukup sehingga<br />

diperoleh data yang representatif. British standard bahkan menetapkan pengukuran<br />

terhadap 625 partikel.<br />

• Jika distribusi ukuran partikel luas, dianjurkan untuk menentukan ukuran partikel dengan<br />

jumlah yang lebih besar lagi. Sedangkan, jika distribusi ukuran partikel sempit, 200<br />

partikel sudah mencukupi.<br />

• Untuk memudahkan pengerjaan dan perhitungan akan lebih baik bila dilakukan<br />

pemotretan. Metode ini membutuhkan ketelitian, konsentrasi dan waktu yang cukup lama.<br />

Jika partikel yang ada dalam larutan lebih dari satu macam, sebaiknya tidak digunakan<br />

metode ini.<br />

Penafsiran Hasil : distribusi ukuran partikel yang baik adalah distribusi normal pada<br />

kurvanya.<br />

F<br />

Ket: F = frekuensi, Z = ukuran<br />

Z<br />

partikel<br />

Cara 2 :<br />

• Larutkan sejumlah sampel yang cocok dengan volume yang sama dengan gliserol dan<br />

kemudian encerkan lebih lanjut. Bila perlu dengan campuran sejumlah volume yang sama<br />

dari gliserol dan air, sebagai alternatif digunakan parafin sebagai pelarutnya (sesuai<br />

monografinya).<br />

• Teteskan cairan yang telah diencerkan tadi pada kaca objek. Periksalah sebaran acaknya<br />

secara mikroskopik dengan menggunakan mikroskop resolusi yang cukup untuk<br />

mengobservasi partikel yang kecil.<br />

• Observasi dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada partikel atau tidak lebih dari<br />

beberapa partikel di atas ukuran maksimum yang diperbolehkan pada monografinya dan<br />

karena itu hitunglah presentasi partikel yang mempunyai diameter maksimum dalam batas<br />

yang ditetapkan.<br />

• Persentase harus dikalkulasi dari observasi paling sedikit 1000 partikel.<br />

a.2 Metode Pengayakan<br />

Metode ini menggunakan 1 seri ayakan standar yang telah dikalibrasi oleh National Bureau of<br />

Standards. Ayakan sering digunakan untuk pengklasifikasian/membagi-bagi ukuran partikel.<br />

Ayakan yang tersedia dengan ukuran 90 µm – 5 µm, dibuat dengan teknik photoetching &<br />

electroforming.<br />

Berdasarkan US Pharmacopoeia untuk menguji kelembutan serbuk, sejumlah massa tertentu<br />

ditempatkan pada ayakan dalam pengocok mekanik (mechanical shaker). Serbuk ini dikocok<br />

selama waktu tertentu, dan material yang melewati ayakan dan ditahan pada ayakan berikutnya<br />

(next finer sieve) dikumpulkan kemudian ditimbang. Mengasumsikan distribusi logaritma<br />

normal, presentase kumulatif berat serbuk yang tertahan pada ayakan diplot dalam skala<br />

probabilitas terhadap logaritma aritmetik rata-rata ukuran partikel.<br />

a.3 Metode Sedimentasi<br />

Ukuran partikel pada subsieve range dapat diperoleh melalui sedimentasi gravitasi berdasarkan<br />

hukum Stokes sebagai berikut:<br />

V = h/t = d 2 (ρ1 – ρ2) g / 18η


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

ρ1 = massa jenis partikel<br />

ρ2 = massa jenis medium<br />

g = percepatan gravitasi<br />

η = viskositas medium<br />

h = j arak<br />

v = kecepatan sedimentasi ( rate of settling )<br />

d = diameter rata-rata partikel<br />

Persamaan di atas hanya berlaku untuk partikel yang jatuh bebas tanpa gangguan dan pada<br />

kecepatan yang tetap. Hukum ini berlaku untuk partikel yang memiliki bentuk yang tidak<br />

beraturan dengan berbagai ukuran selama disadari bahwa diameter partikel yang didapat<br />

merupakan ukuran partikel relatif terhadap partikel dengan bentuk dan ukuran baku pada<br />

kecepatan yang sama.<br />

a.4 Metode Penentuan Volume Partikel<br />

Instrumen yang populer digunakan untuk penentuan volume partikel adalah Coulter counter.<br />

b. Homogenitas (Goeswin Agus, tekonologi farmasi liquida dan semisolida, 127)<br />

Homogenitas dapat ditentukan berdasarkan jumlah partikel maupun distribusi ukuran partikelnya<br />

dengan pengambilan sampel pada berbagai tempat (ditentukan menggunakan mikroskop untuk hasil<br />

yang lebih akurat).<br />

Jika sulit dilakukan atau membutuhkan waktu yang lama, homogenitas dapat ditentukan secara<br />

visual, prosedurnya adalah sebagai berikut :<br />

• Sampel diambil pada bagian atas, tengah, atau bawah setelah suspensi dikocok terlebih dahulu.<br />

• Sampel diteteskan pada kaca objek kemudian diratakan dengan kaca objek lain sehingga<br />

terbentuk lapisan tipis.<br />

• Susunan partikel yang terbentuk atau ketidakhomogenan diamati secara visual. Penafsiran hasil :<br />

suspensi yang homogen akan memperlihatkan jumlah atau distribusi ukuran partikel yang relatif<br />

hampir sama pada berbagai tempat pengambilan sampel.<br />

c. Volume Sedimentasi dan Kemampuan Redispersi<br />

Karena kemampuan meredispersi kembali merupakan salah satu pertimbangan utama dalam menaksir<br />

penerimaan pasien terhadap suatu suspensi dan karena endapan yang terbentuk harus dengan mudah<br />

didispersikan kembali dengan pengocokan sedang agar menghasilkan sistem yang homogen, maka<br />

pengukuran volume endapan dan mudahnya mendispersikan kembali mempunyai dua prosedur yang<br />

paling umum.<br />

c.1 Volume Sedimentasi (Teori dan Praktek Farmasi Industri Lachman, 3rd ed. Hal 492-493)<br />

Prinsip : Perbandingan antara volume akhir (Vu) sedimen dengan volume asal (Vo) sebelum<br />

terjadi pengendapan. Semakin besar nilai Vu, semakin baik suspendibilitasnya.<br />

Cara :<br />

a. Sediaan dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi yang berskala.<br />

b. Volume yang diisikan merupakan volume awal (Vo)<br />

c. Setelah beberapa waktu/hari diamati volume akhir dengan terjadinya sedimentasi. Volume<br />

terakhir tersebut diukur (Vu).<br />

d. Hitung volume sedimentasi (F)<br />

e. Buat kurva/grafik antara F (sumbu Y) terhadap waktu (sumbu X)<br />

Penafsiran hasil :


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

• Bila F=1 dinyatakan sebagai “Flocculation equilibrium”, merupakan <strong>sediaan</strong> yang baik.<br />

Demikian apabila F mendekati 1.<br />

• Bila F>1 terjadi “Floc” sangat longgar dan halus sehingga volume akhir lebih besar dari<br />

volume awal. Maka perlu ditambahkan zat tambahan.<br />

• Formulasi suspensi lebih baik jika dihasilkan kurva garis yang horizontal atau sedikit curam.<br />

Parameter sedimentasi terdiri dari (Lieberman, Disperse System Vol2, hal 303)<br />

1. Volume sedimentasi (F)<br />

F dapat dinyatakan dalam % yaitu dengan F = Vu/Vo x 100%<br />

F= volume sedimentasi<br />

Vu = volume endapan atau sedimen<br />

Vo = volume keseluruhan<br />

2. Tingkat Flokulasi<br />

= (Vol sedimentasi yang terflokulasi)/(Vol sedimentasi yang terdeflokulasi)<br />

= F / Fu<br />

Catatan : Untuk pengukuran volume sedimentasi suspensi yang berkonsentrasi tinggi<br />

yang mungkin sulit untuk membandingkannya karena hanya ada cairan<br />

supernatan yang minimum maka dilakukan dengan cara berikut : Encerkan<br />

suspensi dengan penambahan pembawa yaitu dengan formula total semua bahan<br />

kecuali fasa yang tidak larut. Misal 50 mL suspensi menjadi 100 mL.<br />

Hu = volume sedimentasi dalam sampel yang diencerkan<br />

Ho = volume awal sampel sebelum pengenceran<br />

Rasio Hu/Ho mungkin lebih dari 1.<br />

c.2 Kemampuan Redispersi (Lachman, Teori dan Praktek Farmasi Industri hal 493; Lieberman,<br />

Disperse System Vol 2 hal 304)<br />

Penentuan redispersi dapat ditentukan dengan cara:<br />

a. Mengocok <strong>sediaan</strong> dalam wadahnya atau dengan menggunakan pengocok mekanik.<br />

Keuntungan pengocokan mekanik ini dapat memberikan hasil yang reprodusibel bila<br />

digunakan dengan kondisi terkendali.<br />

b. Suspensi yang sudah tersedimentasi (ada endapan) ditempatkan ke silinder bertingkat 100<br />

mL. Dilakukan pengocokan (diputar) 360 0 dengan kecepatan 20 rpm. Titik akhirnya adalah<br />

jika pada dasar tabung sudah tidak terdapat endapan.<br />

Penafsiran hasil :<br />

Kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi sempurna dengan pengocokan tangan<br />

maksimum 30 detik.<br />

d. Bj Sediaan dengan Piknometer (FI IV , hal 1030)<br />

Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, penetapan bobot jenis digunakan hanya<br />

untuk cairan, dan kecuali dinyatakan lain, didasarkan pada perbandingan bobot zat di udara pada<br />

suhu 25 0 C terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bila suhu ditetapkan dalam<br />

monografi, bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada volume dan suhu yang sama.<br />

bila pada suhu 25 0 C zat berbentuk padat, tetapkan bobot jenis pada suhu yang telah tertera pada<br />

masing-masing monografi, dan mengacu pada air pada suhu 25 0 C.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

• Gunakan piknometer bersih, kering, dan telah dikalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer<br />

dan bobot air yang baru dididhkan, pada suhu 25 0 C.<br />

• Atur hingga suhu zat uji lebih kurang 20 0 C, masukkan ke dalam piknometer.<br />

• Atur suhu pikometer yang telah diisi hingga suhu 25 0 C.<br />

• Buang kelebihan zat uji dan timbang.<br />

• Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah diisi.<br />

• Bobot jenis adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat dengan bobot air, dalam<br />

piknometer. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi, keduanya ditetapkan pada suhu 25 0 C.<br />

• Singkatnya :<br />

− Bobot piknometer kosong ditimbang : w0<br />

− Bobot piknometer yang telah diisi dengan air : w1<br />

− Bobot piknometer yang telah diisi dengan <strong>sediaan</strong> : w2<br />

− Bobot jenis ditentukan dengan rumus : (w2-w0)/(w1-w0)<br />

e. Sifat Aliran dan Viskositas Dengan Viskosimeter Brookfield (Modul Praktikum Farmasi<br />

Fisika, 2002, hal 17-18)<br />

Viskosimeter Brookfield merupakan viskosmeter banyak titik dimana dapat dilakukan<br />

pengukuran pada beberapa harga kecepatan geser sehingga diperoleh rheogram yang sempurna.<br />

Viskosimeter ini dapat pula digunakan baik untuk menentukan viskositas dan rheologi cairan<br />

Newton maupun non-Newton.<br />

Prosedur :<br />

1. Penyiapan sampel<br />

Sampel yang akan diukur ditempatkan pada gelas piala dengan permukaan rata (sedapat<br />

mungkin penuh) dan tidak boleh ada gelembung udara didalamnya<br />

2. Orientasi spindel<br />

Jenis spindel : TA, TB, TC, TD, TE, TF (diurut dari yang besar sampai yang kecil). Semakin<br />

kental sampel yang akan diuji, gunakan spindel yang semakin kecil. Salah satu spindel dipilih,<br />

dicoba pada 4 kecepatan (rpm) yaitu 0.5 ; 1; 2.5; dan 5 RPM. Jika masing-masing RPM<br />

memberikan harga diantara 30-80 maka spindel dapat digunakan, jika diluar rentang harga<br />

tersebut maka spindel diganti dengan yang lain<br />

3. Pengukuran<br />

• Dilakukan pada suhu kamar<br />

• Pembacaan skala dilakukan pada rentang waktu tertentu misalnya 2 menit. Setiap formula<br />

dapat dilakukan 2-3 x pengukuran. Pembacaan dilakukan dengan menyatakan jenis spindel<br />

dan kecepatan putarnya.<br />

4. Cara kerja :<br />

• • • Kocok suspensi lalu masukkan ke dalam beker gelas sebanyak ± 400-500 ml.<br />

Pasang spindel pada gantungan spindel.<br />

Turunkan spindel sedemikian rupa sehingga batas spindel tercelup ke dalam cairan yang<br />

akan diukur viskositasnya.<br />

• Pasang stop kontak.<br />

• Nyalakan motor sambil menekan tombol.<br />

• Biarkan spindel berputar dan lihatlah jarum merah pada skala.<br />

• Bacalah angka yang ditunjukkan oleh jarum tersebut. Untuk menghitung viskositas, maka<br />

angka pembacaan tersebut dikalikan dengan suatu faktor yang dapat dilihat pada tabel<br />

yang terdapat pada brosur alat.<br />

• Dengan mengubah-ubah RPM, maka didapat viskositas pada berbagai RPM.<br />

• Untuk mengetahui sifat aliran, dibuat kurva antara RPM dan usaha yang dibutuhkan untuk<br />

memutar spindel. Usaha dapat dihitung dengan mengalikan angka yang terbaca pada skala<br />

dengan 7,187 dyne cm (untuk viskometer Brookfield tipe RV)


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

f. Volume Terpindahkan (FI IV hal 1089)<br />

Uji ini dilakukan sebagai jaminan bahwa larutan oral dan suspensi yang dikemas dalam wadah<br />

dosis ganda, dengan volume yang tertera pada etiket tidak lebih dari 250 mL, yang tersedia dalam<br />

bentuk <strong>sediaan</strong> cair atau <strong>sediaan</strong> cair yang dikonstitusi dari bentuk padat dengan penambahan bahan<br />

pembawa tertentu dengan volume yang ditentukan, jika dipindahkan dari wadah asli, akan<br />

memberikan volume <strong>sediaan</strong> seperti yang tertera pada etiket.<br />

• Pilih tidak kurang dari 30 wadah.<br />

• Untuk suspensi oral, kocok isi 10 wadah satu persatu.<br />

• Untuk suspensi rekonstitusi, serbuk dikonstitusikan dengan sejumlah pembawa seperti yang<br />

tertera pada etiket, konstitusi 10 wadah dengan volume pembawa seperti yang tertera pada<br />

etiket diukur secara seksama dan campur.<br />

• Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah dengan kapasitas<br />

gelas ukur tidak lebih dari 2,5 kali volume yang diukur.<br />

• Penuangan dilakukan secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukkan gelembung udara<br />

pada waktu penuangan dan diamkan selama 30 menit.<br />

• Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran : volume rata-rata yang<br />

diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100% dan tidak satupun volume wadah yang kurang<br />

dari 95%.<br />

• Jika A : adalah volume rata-rata kurang dari 100%, tetapi tidak ada satupun wadah yang<br />

volumenya kurang dari 95%.<br />

• Jika B : adalah tidak lebih dari satu wadah volume kurang dari 95% tetapi tidak kurang dari<br />

90% dari volume yang tertera pada etiket, lakukan pengujian terhadap 20 wadah tambahan.<br />

• Volume rata-rata yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100% dan tidak lebih dari<br />

satu dari 30 wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari 90%.<br />

g. Penetapan pH (FI IV , hal 1039-1040)<br />

Nilai pH adalah nilai yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH meter) yang telah dibakukan<br />

sebelumnya sebagaimana mestinya, yang mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH<br />

menggunakan elektroda indikator yang peka terhadap aktivitas ion hidrogen, elektroda kaca dan<br />

elektroda pembanding yang sesuai seperti elektroda kalomel atau elektroda perak-perak klorida.<br />

Cara kerja:<br />

• Sebelum digunakan, periksa elektroda dan jembatan garam jika ada, jika perlu isi kembali<br />

larutan jembatan garam.<br />

• Untuk pembakuan pH meter, pilih dua larutan dapar untuk pembakuan yang mempunyai<br />

perbedaan pH tidak lebih dari 4 unit sehingga pH larutan uji diharapkan terletak diantaranya.<br />

• Isi sel dengan salah satu larutan dapar untuk pembakuan pada suhu yang larutan ujinya akan<br />

diukur<br />

• Pasang kendali suhu pada suhu larutan, dan atur kontrol kalibrasi<br />

• Bilas elektroda dan sel beberapa kali dengan larutan dapar untuk pembakuan yang kedua,<br />

kemudian isi sel dengan larutan tersebut pada suhu yang sama dengan larutan uji.<br />

• Bilas kembali elektroda dan sel beberapa kali dengan larutan uji, isi sel dengan sedikit larutan<br />

uji dan baca harga pH<br />

• Gunakan air bebas karbondioksida P untuk pelarutan atau pengenceran larutan uji. Jika hanya<br />

diperlukan harga pH perkiraan dapat digunakan indikator dan kertas indikator.<br />

h. Kadar Air (hanya untuk Suspensi Kering :Mengacu pada Evaluasi Granul TS Tablet Umum)<br />

Evaluasi Granul Mengacu pada Evaluasi Granul TS Solida<br />

i. Penetapan Waktu Rekonstitusi (hanya untuk Suspensi Kering : (Modul Praktikum Likuida dan<br />

Semisolida)<br />

• Ke dalam botol kering dan bersih, dimasukkan serbuk rekonstitusi.<br />

• Lalu masukkan air sampai batas<br />

• Botol dikocok sampai terdispersi dalam air.<br />

• Waktu rekonstitusi adalah mulai dari air dimasukkan sampai serbuk terdispersi sempurna.<br />

Waktu rekonstitusi yang baik adalah


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

URAIAN EVALUASI KIMIA<br />

a. Keseragaman Sediaan (FI IV , hal 999-1000)<br />

Keseragaman <strong>sediaan</strong> yang dilakukan adalah berupa uji keseragaman kandungan untuk suspensi<br />

dalam wadah dosis tunggal.<br />

Cara kerja:<br />

• Buat campuran contoh yang cukup untuk penetapan kadar dalam masing-masing monografi dan<br />

jumlah untuk prosedur uji keseragaman kandungan sampai diperoleh campuran yang homogen.<br />

• Lakukan penetapan kadar secara terpisah, ukur seksama sejumlah larutan contoh seperti yang<br />

tertera pada penetapan kadar masing-masing monografi dan menggunakan prosedur khusus yang<br />

tertera dalam keseragaman kandungan dalam monografi.<br />

• Hitung bobot zat aktif setara dengan rata-rata satu <strong>sediaan</strong> dengan menggunakan hasil uji yang<br />

diperoleh pada prosedur penetapan kadar dan dengan menggunakan hasil uji yang diperoleh dari<br />

prosedur khusus.<br />

• Hitung faktor koreksi F, dengan rumus:<br />

F= A/ P<br />

A= bobot zat aktif setara dengan satu satuan <strong>sediaan</strong> rata-rata diperoleh dari penetapan kadar. P=<br />

bobot zat aktif setara dengan satu satuan <strong>sediaan</strong> rata-rata yang diperoleh dari prosedur khusus.<br />

Jika (100 [A-P])/ A > 10, penggunaan faktor koreksi tidak absah<br />

• Koreksi yang absah dapat digunakan hanya jika F tidak kurang dari 1,03 juga tidak lebih dari<br />

1,01 atau tidak kurang dari 0,900 juga tidak lebih dari 0,970 atau jika F antara 0,970 dan 1,030<br />

tidak diperlukan koreksi.<br />

• Jika F terletak antara 1,03 dan 1,10 atau antara 0,900 dan 0,970, hitung bobot zat aktif dalam<br />

setiap satuan <strong>sediaan</strong> dengan mengalihkan tiap bobot yang diperoleh menggunakan prosedur<br />

khusus dengan F.<br />

b. Penetapan Kadar (dalam monografi zat aktif masing-masing)<br />

c. Identifikasi(dalam monografi zat aktif masing-masing)<br />

d. Penetapan (Kapasitas Penetralan Asam) hanya untuk <strong>sediaan</strong> suspensi antasid FI IV<br />

, hal 942 :<br />

(Catatan : Seluruh pengujian dilakukan pada suhu 37±3 0 C)<br />

Standardisasi pH meter Lakukan kalibrasi pH meter dengan menggunakan Larutan dapar baku<br />

kalium biftalat 0,05 M dan kalium tetraoksalat 0,05 M seperti yang tertera pada penetapan pH<br />

.<br />

Pengaduk magnetik Masukkan 100 mL air ke dalam gelas piala 250 mL yang berisi batang<br />

pengaduk magnetik 40 mm x 10 mm yang dilapisi perfluorokarbon padat dan mempunyai cincin<br />

putaran pada pusatnya. Atur daya pengaduk magnetik hingga menghasilkan kecepatan pengadukan<br />

rata-rata 300±30 putaran per menit, bila batang pengaduk terpusat dalam gelas piala, seperti yang<br />

ditetapkan oleh takometer optik yang sesuai.<br />

Larutan uji<br />

• Kocok wadah sampai isinya homogen dan tetapkan bobot jenisnya.<br />

• Timbang seksama sejumlah campuran tersebut yang setara dengan dosis terkecil dari yang<br />

tertera pada etiket.<br />

• Masukkan ke dalam gelas piala 250 mL, tambahkan air hingga jumlah volume lebih kurang 70<br />

mL dan campur menggunakan Pengaduk magnetik selama 1 menit.<br />

Prosedur<br />

1. Pipet 30 mL asam klorida 1 N LV ke dalam Larutan uji sambil diaduk terus menggunakan<br />

Pengaduk magnetik. (Catatan Bila kapasitas penetralan asam zat uji lebih besar dari 25mEq,<br />

gunakan 60 mL asam klorida 1 N LV).<br />

2. Setelah penambahan asam, aduk selama 15 menit tepat, segera titrasi.<br />

3. Titrasi kelebihan asam klorida dengan natrium hidroksida 0,5 N LV dalam waktu tidak lebih<br />

dari 5 menit sampai dicapai pH 3,5 yang stabil (selama 10 detik sampai 15 detik).<br />

4. Hitung jumlah mEq asam yang digunakan tiap g zat uji. Tiap mL asam klorida 1 N setara<br />

dengan 1 mEq asam yang digunakan.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

URAIAN EVALUASI BIOLOGI<br />

a. Uji potensi (untuk antibiotik) (FI IV , hal 891-899)<br />

Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses pembuatan sirup.<br />

Aktivitas antibiotik dapat dilihat dengan dua kriteria yaitu konsentrasi hambat minimum<br />

(KHM) dan diameter hambat. Harga KHM berlainan untuk setiap mikroorganisme,<br />

tergantung pada kepekaan masing-masing mikroba. Makin rendah harga KHM, makin kuat<br />

potensinya. Pada umumnya antibiotik yang berpotensi tinggi mempunyai KHM yang<br />

rendah dan diameter hambat yang besar.<br />

Ada 2 metode umum yang digunakan:<br />

1. Penetapan dengan lempeng silinder atau lempeng<br />

Metode ini berdasarkan metode antibiotik dari silinder yang dipasang tegak lurus pada lapisan<br />

agar padat dalam cawan petri atau lempeng sehingga mikroba yang dihasilkan dihambat<br />

pertumbuhannya pada daerah berupa lingkaran atau “zona” di sekeliling silinder yang berisi<br />

larutan antibiotik.<br />

2. Penetapan dengan cara tabung atau turbidimetri<br />

Metode ini berdasarkan atas hambatan pertumbuhan biakan mikroba dalam larutan serba sama<br />

antibiotik, dalam media cair yang dapat menumbuhkan mikroba dengan cepat bila tidak terdapat<br />

antibiotik.<br />

b. Uji batas mikroba (untuk suspensi antasida) (FI IV , hal 847-854)<br />

Tujuan: untuk memperkirakan jumlah mikroba aerob viabel di dalam semua jenis perbekalan<br />

farmasi, mulai dari bahan baku hingga <strong>sediaan</strong> jadi dan untuk menyatakan perbekalan<br />

farmasi tersebut bebas dari spesies mikroba tertentu.<br />

c. Uji efektivitas pengawet (FI IV , hal 854-855)<br />

Tujuan: untuk menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada <strong>sediaan</strong> dosis<br />

ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk-produk<br />

parenteral, telinga, hidung, dan mata yang dicantumkan pada etiket produk bersangkutan.<br />

Mikroba uji untuk biakan mikroba:<br />

Candida albican, Aspergillus niger, Pseudomonas aerugenosa, Staphylococcus aureus. Selain<br />

mikroba yang disebut di atas dapat digunakan mikroba lain sebagai tambahan terutama jika dianggap<br />

mikroba bersangkutan dapat merupakan kontaminan selama penggunaan <strong>sediaan</strong> tersebut.<br />

Media untuk biakan awal mikroba uji dipilih media agar yang sesuai untuk pertumbuhan yang subur<br />

mikroba uji, seperti Soybean-Casein Digest Agar medium.<br />

PENYIMPANAN DAN PENANDAAN<br />

Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat. (FI IV hal 18)<br />

(Catatan: wadah tertutup rapat harus melindungi isi terhadap masuknya bahan cair, bahan padat atau uap<br />

dan mencegah kehilangan, merekat, mencair atau menguapnya bahan selama penanganan, pengangkutan<br />

dan distribusi dan harus dapat ditutup rapat kembali. Wadah tertutup rapat dapat diganti dengan wadah<br />

tertutup kedap untuk bahan dosis tunggal)<br />

Penyimpanan : Disimpan di tempat sejuk (FI III hal 32).<br />

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat atau wadah tertutup kedap, di tempat sejuk (Fornas Edisi 2<br />

th.1978 hal 333)<br />

Penandaan : pada etiket harus tertera “Kocok Dahulu” (FI III, hal 32).<br />

Pada etiket <strong>sediaan</strong> Suspensi Rekonstitusi harus tertera (Fornas edisi 2 th.1978 hal 333):<br />

1. Volume cairan pembawa yang diperlukan<br />

2. Sebelum digunakan, dilarutkan dalam cairan pembawa yang tertera pada etiket.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

I . PENDAHULUAN<br />

SUSPENSI KERING (REKONSTITUSI)<br />

(Re-New by: Anggit L)<br />

A. Definisi<br />

• FI IV hlm. 17 : Suspensi dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu suspensi yang siap digunakan atau<br />

yang direkonstitusikan dengan sejumlah air untuk injeksi atau pelarut lain yang sesuai sebelum<br />

digunakan. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara intravena dan intratekal.<br />

• BP 2002 hal. 1181-1184 : Serbuk dan granul untuk larutan dan suspensi oral : Serbuk oral<br />

adalah preparat yang mengandung zat padat longgar (loose), partikel kering yang bervariasi<br />

dalam derajat kehalusannya. Dapat mengandung satu atau lebih zat aktif, dengan atau tanpa<br />

bahan pembantu, dan jika perlu, zat warna yang diizinkan serta zat pemberi rasa. Disuspensikan<br />

dalam air atau pembawa lain sebelum diberikan oral.<br />

• Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hal 318, hlm 326 : Suatu suspensi yang<br />

direkonstitusikan adalah campuran sirup dalam keadaan kering yang akan didispersikan dengan<br />

air pada saat akan digunakan dan dalam USP tertera sebagai “for oral suspension”. Bentuk<br />

suspensi ini digunakan terutama untuk obat yang mempunyai stabilitas terbatas di dalam pelarut<br />

air, seperti golongan antibiotika.<br />

B. Alasan Pembuatan Suspensi Kering (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hal<br />

318, hlm 317)<br />

Umumnya, suatu <strong>sediaan</strong> suspensi kering dibuat karena stabilitas zat aktif di dalam pelarut air<br />

terbatas, baik stabilitas kimia atau stabilitas fisik. Umumnya antibiotik mempunyai stabilitas yang<br />

terbatas di dalam pelarut air.<br />

C. Persyaratan Sediaan Suspensi Rekonstitusi (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2,<br />

hal 318)<br />

1. Campuran serbuk/granul haruslah merupakan campuran yang homogen, sehingga<br />

konsentrasi/dosis tetap untuk setiap pemberian obat.<br />

2. Selama rekonstitusi campuran serbuk harus terdispersi secara cepat dan sempurna dalam<br />

medium pembawa.<br />

3. Suspensi yang sudah direkonstitusi harus dengan mudah didispersikan kembali dan dituang oleh<br />

pasien untuk memperoleh dosis yang tepat dan homogen.<br />

4. Produk akhir haruslah menunjukkan penampilan, rasa, dan aroma yang menarik.<br />

D. Keuntungan Sediaan Suspensi Rekonstitusi (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol<br />

2, hal 318, hlm 317; Diktat Tek. Likuid & Semsol, Goeswin 1993, hlm. 89)<br />

Untuk zat aktif yang tidak stabil dalam pembawa air, kestabilan zat aktif dapat dipertahankan karena<br />

kontak zat padat dengan medium pendispersi dapat dipersingkat dengan mendispersikan zat padat<br />

dalam medium pendispersi pada saat akan digunakan.<br />

E. Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan Dalam Pengolahan Campuran Kering (Pharm.Dosage<br />

Forms:Disperse System, 1989, Vol 2, hal 318, hlm 325)<br />

1. Gunakan pengaduk yang efisien. Evaluasi prosesing skala batch pada alat skala pilot. Jadi,<br />

bukan menggunakan peralatan laboratorium.<br />

2. Tentukan waktu pengadukan yang sesuai.<br />

3. Hindari pengumpulan panas dan kelembaban selama pengadukan.<br />

4. Batasi variasi suhu dan kelembaban. Umumnya adalah 70 o C dengan RH >40%.<br />

5. Batch yang sudah selesai diolah harus disimpan terlindung dari kelembaban. Simpan dalam<br />

wadah tertutup rapat yang dilengkapi dengan kantong pengering silika gel.<br />

6. Ambil sample untuk menguji keseragaman batch. Lakukan pengujian pada bagian atas, tengah,<br />

dan bawah dari campuran kering.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

Ada masalah potensial akibat terjadinya perubahan sifat aliran dari campuran kering, yaitu dapat<br />

menyebabkan demixing, pemisahan dan penyerapan kelembaban selama pengolahan atau pada<br />

serbuk yang sudah kering sempurna.<br />

Aliran yang tidak baik atau caking sering terjadi apabila individu partikel bergabung. Penyebabnya<br />

antara lain :<br />

− Tidak stabil terhadap suhu tinggi<br />

− Muatan permukaan<br />

− Variasi kelembaban<br />

− Kristalisasi<br />

− Pemampatan karena berat serbuk.<br />

Contoh yang tidak baik :<br />

− Anti foam mengambang pada permukaan, tidak membentuk lapisan tipis.<br />

− Masa kental Na CMC lengket pada leher botol.<br />

− Zat warna tidak homogen, terlihat sebagian warna pekat.<br />

F. Jenis Sediaan Suspensi Rekonstitusi (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hal<br />

318, hlm 323-325)<br />

Ada 3 jenis <strong>sediaan</strong> suspensi rekonstitusi, yaitu :<br />

1. Suspensi rekonstitusi yang berupa campuran serbuk<br />

Formulasi berupa campuran serbuk merupakan cara yang paling mudah dan sederhana. Proses<br />

pencampuran dilakukan secara bertahap apabila ada bahan berkhasiat dalam komponen yang berada<br />

dalam jumlah kecil. Penting untuk diperhatikan, alat pencampur untuk mendapatkan campuran yang<br />

homogen.<br />

Keuntungan formulasi bentuk campuran serbuk :<br />

• Alat yang dibutuhkan sederhana, hemat energi dan tidak banyak<br />

• Jarang menimbulkan masalah stabilitas dan kimia karena tidak digunakannya pelarut dan<br />

pemanasan saat pembuatan.<br />

• Dapat dicapai keadaan kelembaban yang sangat rendah<br />

Kerugian formulasi bentuk campuran serbuk :<br />

• Homogenitas kurang baik. Sulit untuk menjamin distribusi obat yang homogen ke dalam<br />

campuran.<br />

• Kemungkinan adanya ketidakseragaman ukuran partikel.<br />

• Aliran serbuk kurang baik.<br />

Variasi ukuran partikel yang terlalu banyak berbeda dapat menyebabkan pemisahan dalam bentuk<br />

lapisan dengan ukuran berbeda. Aliran yang tidak baik dapat menimbulkan pemisahan.<br />

2. Suspensi rekonstitusi yang digranulasi<br />

Pembuatan dengan cara digranulasi terutama ditujukan untuk memperbaiki sifat aliran serbuk dan<br />

pengisian dan mengurangi volume <strong>sediaan</strong> yang voluminous dalam wadah.<br />

Dengan cara granulasi ini, zat aktif dan bahan-bahan lain dalam keadaan kering dicampur sebelum<br />

diinkorporasi atau disuspensikan dalam cairan penggranulasi. Granulasi dilakukan dengan<br />

menggunakan air atau larutan pengikat dalam air. Dapat juga digunakan pelarut non-air untuk bahan<br />

berkhasiat yang terurai dengan adanya air.<br />

Keuntungan cara granulasi :<br />

a. Memiliki penampilan yang lebih baik daripada campuran serbuk.<br />

b. Memiliki sifat aliran yang lebih baik.<br />

c. Tidak terjadi pemisahan.<br />

d. Tidak terlalu banyak menimbulkan debu selama pengisian.<br />

Kerugian cara granulasi :<br />

a. Melibatkan proses yang lebih panjang serta dibutuhkan peralatan yang lebih banyak.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

b. Adanya panas dan kontak dengan pelarut dapat menyebabkan terjadinya resiko instabilitas zat<br />

aktif.<br />

c. Sulit sekali menghilangkan sesepora cairan penggranul dari bagian dalam granul dimana dengan<br />

adanya sisa cairan penggranul kemungkinan dapat menurunkan stabilitas cairan.<br />

d. Eksipien yang ditambahkan harus stabil terhadap proses granulasi.<br />

e. Ukuran granul diusahakan sama karena bagian yang halus akan memisah sebagai fines.<br />

3. Suspensi rekonstitusi yang merupakan campuran antara granul dan serbuk<br />

Pada cara ini komponen yang peka terhadap panas seperti zat aktif yang tidak stabil terhadap panas<br />

atau flavor dapat ditambahkan sesudah pengeringan granul untuk mencegah pengaruh panas. Pada<br />

tahap awal dibuat granul dari beberapa komponen, kemudian dicampur dengan serbuk (fines).<br />

Kerugian dari cara ini :<br />

a. Meningkatnya resiko tidak homogen.<br />

b. Untuk menjaga keseragaman, ukuran partikel harus dikendalikan.<br />

Perbandingan Ketiga Jenis Suspensi Rekonstitusi (Pharm.Dosage Forms : Disperse System, 1989,<br />

Vol 2, hal 318, hlm 326)<br />

Jenis Suspensi Keuntungan Kerugian<br />

Campuran serbuk Lebih ekonomis; resiko Terjadi mixing dan segregasi;<br />

ketidakstabilan lebih rendah. kehilangan selama proses.<br />

Campuran granul Penampilan lebih baik;<br />

karakteristik aliran lebih baik;<br />

segregasi dan debu dapat<br />

ditekan.<br />

Harga lebih mahal; efek panas dan<br />

cairan penggranulasi pada obat dan<br />

eksipien.<br />

Kombinasi antara Harga lebih murah; dapat Dapat terjadi segregasi campuran<br />

serbuk dan granul menggunakan senyawa yang<br />

tidak tahan panas.<br />

yang granular dan non-granular.<br />

II. FORMULA<br />

A. Formulasi Umum Suspensi Rekonstitusi (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2,<br />

hlm. 319)<br />

Aspek formulasi yang harus diperhatikan dalam merancang bentuk <strong>sediaan</strong> suspensi: ukuran partikel,<br />

pemakaian zat pembasah (jika diperlukan), suspensi yang akan dibentuk (flokulasi/deflokulasi)<br />

Kriteria pemilihan komponen didasarkan pada kesesuaian untuk rekonstitusi dan jenis bentuk fisik<br />

campuran serbuk yang dibutuhkan.<br />

Di dalam mengembangkan formulasi, bahan yang digunakan sebaiknya seminimal mungkin karena<br />

makin banyak bahan akan makin menimbulkan masalah seperti masalah inkompatibilitas akan<br />

meningkat dengan makin banyaknya bahan yang dicampurkan.<br />

Oleh karena itu, sedapat mungkin eksipien yang digunakan adalah yang benar-benar dibutuhkan<br />

dalam formulasi. Sangat dianjurkan menggunakan eksipien yang dapat berfungsi lebih dari satu<br />

macam saja. Semua eksipien harus sesegera mungkin terdispersi pada saat direkonstitusi.<br />

B. Komponen yang Terdapat Dalam Suspensi Rekonsitusi Terdiri Dari :<br />

1. Zat aktif<br />

Zat aktif dengan kelarutan yang relatif kecil di dalam fasa pendispersi. Sifat partikel yang harus<br />

diperhatikan adalah ukuran partikel dan sifat permukaan padat-cair (hidrofob/hidrofil).<br />

2. Bahan Pensuspensi (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 320) Bahan<br />

ini digunakan untuk memodifikasi viskositas dan menstabilkan zat yang tidak larut dalam<br />

medium pendispersi.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

Bahan pensuspensi yang digunakan harus mudah terdispersi dan mengembang dengan<br />

pengocokan secara manual selama rekonstitusi. Zat pensuspensi yang membutuhkan hidrasi,<br />

suhu tinggi atau pengadukan dengan kecepatan tinggi untuk pengembangannya tidak dapat<br />

digunakan, misalnya agar, karbomer, metilselulosa. Walaupun metilselulosa dan Al Mg silikat<br />

tidak dianjurkan digunakan, tetapi ternyata baik sekali untuk formula cephalexin dan eritromisin<br />

etil suksinat.<br />

Bahan pensuspensi yang sering digunakan dalam suspensi rekonstitusi antara lain:<br />

Nama Zat<br />

Muatan Listrik<br />

Akasia -<br />

CMC Na<br />

-<br />

Iota karagen -<br />

Mikrokristalin selulosa dengan CMC Na<br />

-<br />

Povidon<br />

0<br />

Propilenglikol alginat<br />

-<br />

Silikon dioksida, koloidal<br />

0<br />

Na starch glycolate<br />

-<br />

Tragakan<br />

-<br />

Xanthan gum<br />

-<br />

Tragakan akan menghasilkan campuran yang kental dan digunakan untuk mensuspensikan<br />

partikel yang tebal. Alginat akan menghasilkan campuran yang kental. Iota karagenan akan<br />

menghasilkan dispersi tiksotropik. Tetapi, kelemahan penggunaan ketiga zat tersebut yang<br />

merupakan gum alam adalah terjadinya variasi atau perbedaam dalam warna, kekentalan,<br />

kekuatan gel, dan kecepatan hidrasi.<br />

3. Pemanis (Pharm.Dosage Forms : Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 321-322) Obat umumnya<br />

pahit dan rasanya tidak enak. Untuk mengatasi hal ini sukrosa selain digunakan sebagai pemanis,<br />

berperan pula sebagai peningkat viskositas dan pengencer padat. Sukrosa dapat pula dihaluskan<br />

untuk meningkatkan luas permukaan dan dapat pula digunakan sebagai pembawa untuk<br />

komponen yang berbentuk cair misalnya minyak atsiri. Pemanis lain yang dapat digunakan:<br />

manitol, aspartam, dekstrosa, dan Na sakarin. Aspartam cukup stabil tetapi tidak tahan panas.<br />

4. Wetting agent (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 322) Wetting agent<br />

ini dipakai jika zat aktif bersifat hidrofob. Zat yang hidrofob menolak air, untuk mempermudah<br />

pembasahan ditambahkan wetting agent. Wetting agent ini harus efektif pada konsentrasi kecil.<br />

Wetting agent yang berlebihan akan mengakibatkan pembentukan busa dan rasa yang tidak<br />

menyenangkan. Yang lazim digunakan adalah Tween 80, non ionik, kebanyakan kompatibel<br />

dengan eksipien kationik dan anionik dari obat. Konsentrasi yang biasa digunakan adalah


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

8. Pewarna (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 323)<br />

Pewarna digunakan untuk meningkatkan estetika. Penggunaan pewarna ini harus diperhatikan,<br />

karena dapat terjadi inkompatibilitas dengan zat lain karena faktor ionik, misalnya FD&C Red<br />

No.3 yang merupakan garam dinatrium, merupakan senyawa anionik dan inkompatibel dengan<br />

wetting agent kationik.<br />

9. Anti caking (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 323)<br />

Digunakan amorphous silica gel. Masalah umum yang terjadi dalam pencampuran serbuk adalah<br />

aliran yang jelek dan caking, karena terjadi aglomerasi akibat lembab. Sebagai pengering, bahan<br />

ini dapat menarik kelembaban dari campuran serbuk kering untuk mempermudah aliran serbuk<br />

dan mencegah caking. Selain itu zat ini akan memisahkan partikel tetap kering untuk mencegah<br />

penyatuan, juga berfungsi sebagai isolator termal, menghalangi dan mengisolasi kondisi muatan<br />

dan secara kimia bersifat inert.<br />

C. Eksipien (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 319)<br />

Eksipien yang Biasa<br />

Ditambahkan<br />

Suspending agent<br />

Wetting agent<br />

Pemanis<br />

Pengawet<br />

Flavor<br />

Dapar<br />

Pewarna<br />

Eksipien yang Tidak Biasa<br />

Ditambahkan<br />

Anticaking<br />

Flocculating agent<br />

Solid diluent<br />

Antibusa<br />

Desintegran granul<br />

Antioksidan<br />

Lubrikan<br />

III. PEMBUATAN SEDIAAN SUSPENSI REKONSTITUSI<br />

A. Prosedur Lengkap Pembuatan Suspensi Rekonstitusi<br />

(Modul praktikum Tek. Sediaan Likuid & Semisolid, 2003, hal 30-32)<br />

1. Cara tanpa granulasi :<br />

• Zat aktif dan eksipien ditimbang sejumlah yang dibutuhkan.<br />

• Masing-masing zat digerus dan dicampurkan sampai homogen.<br />

• Botol ditara sesuai volume yang akan dibuat dan dikeringkan.<br />

• Masing-masing zat digerus kemudian dicampurkan, campuran <strong>sediaan</strong> ditimbang dan<br />

dimasukkan ke dalam botol yang sudah ditara dan dikocok sampai homogen.<br />

• Air ditambahkan sampai volume yang sudah ditentukan (bila langsung direkonstitusi).<br />

• Hitung waktu rekonstitusi.<br />

2. Cara granulasi :<br />

• Masing-masing zat ditimbang sejumlah yang dibutuhkan.<br />

• Botol ditara sesuai dengan volume yang akan dibuat dan dikeringkan.<br />

• Masing-masing zat dihaluskan.<br />

• Masa granulasi dibuat dengan mencampurkan zat aktif, pemanis, pewarna, pengawet, pengikat<br />

kemudian ditambahkan pelarut untuk membuat granul sedikit demi sedikit dengan pipet sampai<br />

terbentuk masa yang dapat dikepal.<br />

• Masa granulasi diayak lalu dikeringkan sampai kadar air kurang dari 2%.<br />

• Ke dalam masa granul yang telah dikeringkan ditambahkan fines (zat aktif dan atau suspending<br />

agent).<br />

• Bila diperlukan pembasah untuk zat yang hidrofob, maka ditambahkan zat pembasah dengan<br />

jalan disemprotkan ke dalam masa granul.<br />

• Campuran masa granul dan fines ditimbang dan dimasukkan ke dalam botol yang telah ditara,<br />

ditambahkan air sampai volume yang sudah ditentukan (jika langsung direkonstitusi).<br />

• Hitung waktu rekonstitusi.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

B. Perhitungan dan Penimbangan<br />

1. Perhitungan<br />

Akan dibuat <strong>sediaan</strong> suspensi kering …X… dengan volume a ml per botol. Kekuatan <strong>sediaan</strong> yang<br />

dibuat adalah ...........mg/5ml, dengan jumlah Z botol, dengan metoda ……..<br />

Jumlah <strong>sediaan</strong> yang akan dibuat Z botol @ a ml. Untuk keperluan uji mutu <strong>sediaan</strong> akhir sebagai<br />

berikut :<br />

Homogenitas<br />

Distribusi ukuran partikel<br />

Penentuan bobot jenis<br />

Penetapan pH<br />

Penentuan kelembaban<br />

Sifat aliran granul (tidak destruktif)<br />

Volume sedimentasi<br />

Kemampuan redispersi<br />

Penetapan viskositas dan rheologi(min 250 ml sbg<br />

kapasitas min visk Brookfield)<br />

Volume terpindahkan (tidak destruktif)<br />

Identifikasi<br />

Penetapan kadar<br />

Penetapan potensi antibiotika (klo ZA-nya antibiotik)<br />

Uji efektifitas pengawet (Klo pake Pengawet)<br />

1 botol<br />

4 botol<br />

1 botol<br />

1 botol<br />

.... botol<br />

30 botol<br />

3 botol<br />

3 botol<br />

... botol<br />

5 botol<br />

Karena dari seluruh uji diatas ada uji yang tidak destruktif sehingga dapat digunakan untuk uji evaluasi<br />

yang lain. Jadi jumlah suspensi kering yang akan dibuat adalah Z + 30 = Y botol<br />

Volume tiap botol dilebihkan 3% untuk menjamin ketepatan volume <strong>sediaan</strong> setelah dituang dari botol.<br />

Persentase penambahan volume mengacu pada FI IV , hal 1044. Volume <strong>sediaan</strong> tiap botol = a<br />

ml + (3 % x a ml) = d ml<br />

Total volume <strong>sediaan</strong> yang akan dibuat : Y botol x d ml = b ml<br />

Untuk mencegah kehilangan selama pembuatan maka total <strong>sediaan</strong> dilebihkan 10 % , sehingga volume<br />

total yang dibuat = b ml + (10% x b) ml = c ml.<br />

2. Penimbangan<br />

Formula yang akan dibuat :<br />

Tiap 5 ml mengandung :<br />

R/ zat aktif m mg<br />

Zat tambahan 1 n %<br />

Dll<br />

Penimbangan : (untuk mudahnya, diurutkan berdasarkan formula <strong>sediaan</strong>)<br />

No. Bahan yang ditimbang Untuk volume 5 ml Untuk volume c ml<br />

m mgx c ml<br />

1. Zat aktif m mg<br />

5 ml<br />

2. Zat tambahan 1 n % x 5 ml n % x c ml<br />

3. Dll<br />

• Contoh perhitungan fines bila menggunakan metoda semi granulasi :<br />

Formula :<br />

Eritromisin stearat<br />

346,91 mg *)<br />

(setara dengan eritromisin 250 mg)<br />

Sukrosa 20 %<br />

Nipagin 0,18 %<br />

Nipasol 0,02 %<br />

Flavour 0.02 %<br />

PVP 1 %<br />

Etanol<br />

qs


Aerosil 0,8 %<br />

CMC Na FSH 0,5 %<br />

Aquadest untuk rekonstitusi Ad 5 ml<br />

*) BM eritromisin stearat = 1018,4<br />

BM eritromisin = 733,9<br />

250 mg eritromisin setara dengan = (1018,4/733,9) x 250 mg = 346,91 mg<br />

Misalkan akan dibuat <strong>sediaan</strong> sirup kering eritromisin stearat dengan kekuatan <strong>sediaan</strong>:<br />

eritromisin stearat setara dengan eritromisin 250 mg/ 5ml, dengan volume per botol 60 ml.<br />

Jumlah yang akan dibuat 45 botol (sudah termasuk jumlah yang diserahkan dan jumlah untuk<br />

evaluasi).<br />

Maka :<br />

Volume tiap botol = 60 ml + (60 x 3%) = 61,8 ml<br />

Untuk 45 botol = 45 x 61,8 ml = 2781 ml<br />

Untuk mencegah kehilangan selama pembuatan maka total <strong>sediaan</strong> dilebihkan 10 % sehingga<br />

volume total yang dibuat = 2781 ml + (10% x 2781) ml = 3059,1 ml dibulatkan 3060 ml.<br />

Keterangan: Kalau untuk suspensi rekon, menurut bu Jessie total <strong>sediaan</strong> dilebihkan 10%<br />

Perhitungan dan penimbangan<br />

Bahan Formula Untuk 5 ml Untuk 3060 ml<br />

Eritromisin stearat 346,91 mg 346,91 mg 212,31 g<br />

Sukrosa 20 %<br />

1 g 612 g<br />

Nipagin 0,18 %<br />

0,009 g 5,51 g<br />

Nipasol 0,02 %<br />

0,001 g 0,612 g<br />

Flavour 0.02 %<br />

0,001 g 0,612 g<br />

PVP 1 %<br />

0,05 g 30,6 g<br />

Etanol<br />

qs<br />

qs<br />

qs<br />

Aquadest untuk rekonstitusi Ad 5 ml<br />

Fasa Luar :<br />

CMC Na FSH<br />

Aerosil<br />

0,5 %<br />

0,8 %<br />

Ad 5 ml<br />

3060 ml<br />

Untuk total volume 3060 ml, maka jumlah <strong>sediaan</strong> yang akan dibuat adalah :<br />

3060 / 61,8 ml = 49,51 botol<br />

Bahan-bahan yang akan digranulasi adalah eritromisin stearat, sukrosa, nipagin, nipasol,<br />

flavour, dan PVP. Jadi jumlahnya:<br />

(212.31+612 + 5,51 + 0,612 + 0,612 + 30,6) g = 861,644g<br />

Misal : Setelah granul dikeringkan, diperoleh bobot granul menjadi 840 g dengan kadar air 1%.<br />

Maka :<br />

Jumlah botol suspensi yang diperoleh (kadar air 0%) = 0,99 x 840 x 49,51 botol = 47,78botol.<br />

861,644<br />

Perhitungan jumlah fine yang ditambahkan :<br />

CMC Na FSH (0,5%) dari total massa granul yang akan dibuat = 0,5% x 861,644 = 4,31 g<br />

Aerosol (0,8%) dari massa granul yang dihasilkan = 0,8 % x 840 g = 6,72 g<br />

Total bobot = granul + fines = 840 g + 4,31 g + 6,72 g = 851,03 g<br />

Bobot <strong>sediaan</strong> yg dimasukkan pada tiap botol = 851,03 / 47,78 botol = 17,81 g<br />

C. Catatan Untuk Suspensi Rekonstitusi<br />

Pada etiket serbuk untuk suspensi jadi harus juga tertera : (Fornas ed. 2, Th.1978 hal 333)<br />

Pada etiket suspensi harus tertera “KOCOK DAHULU”<br />

1. Volume cairan pembawa yang diperlukan<br />

2. Sebelum digunakan, dilarutkan dalam cairan pembawa yang tertera pada etiket.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

IV. EVALUASI SEDIAAN SUSPENSI REKONSTITUSI<br />

A. Evaluasi Fisika (Modul prak Likuida & Semsol, 2003, hal. 32)<br />

1. Organoleptik<br />

Dilakukan pengamatan terhadap warna (intensitas warna), bau (terjadinya perubahan bau),<br />

rasa (perubahan mouthfeel).<br />

2. Penentuan volume sedimentasi (Lihat Bab III – Evaluasi dan Penyimpanan)<br />

3. Penentuan waktu rekonstitusi (Lihat Bab III – Evaluasi dan Penyimpanan)<br />

4. Penentuan viskositas dan sifat aliran (Lihat Bab III – Evaluasi dan Penyimpanan)<br />

5. Penentuan homogenitas (Lihat Bab III – Evaluasi dan Penyimpanan)<br />

6. Penentuan pH (Lihat Bab III – Evaluasi dan Penyimpanan)<br />

7. Penetapan kadar air (Lihat TS solida)<br />

8. Ukuran partikel & distribusi ukuran partikel zat yang terdispersi<br />

9. Berat jenis <strong>sediaan</strong><br />

10. Penentuan volume terpindahkan<br />

B. EvaluasiKimia<br />

1. Penetapan kadar (dalam monografi zat aktif masing-masing)<br />

2. Identifikasi (dalam monografi zat aktif masing-masing)<br />

C. Evaluasi Biologi<br />

1. Penetapan potensi antibiotika(FI IV , hal 891-899)<br />

2. Pengujian efektivitas pengawet antimikroba (FI IV hal 854)<br />

V. CONTOH FORMULA SUSPENSI REKONSTITUSI<br />

(Pharm.Dosage Forms : Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 331-332)<br />

a. SULFAMETHAZIN<br />

R/ Sulfamethazine 5 %<br />

Sukrosa 60 %<br />

Na Alginat 1,75 %<br />

Na sitrat 0,88 %<br />

Asam sitrat 0,4 %<br />

Na benzoat 0,2 %<br />

Tween 80 0,08 %<br />

Keterangan :<br />

• Dosis sulfamethazine setelah direkonstitusi = 250 mg/5 mL.<br />

• Sukrosa sebagai pemanis dan solid diluent<br />

• Na alginat sebagai suspending agent. Na benzoat sebagai pengawet.<br />

• Asam sitrat dan Na sitrat sebagai dapar agar suspensi setelah direkontitusi pH=5.<br />

• Tween 80 sebagai wetting agent, yang membantu dispersi dari sulfametazin.<br />

Volume sedimentasi suspensi ini setelah 10 hari pada suhu 30 o C adalah 0,95.<br />

b. ERITROMISIN STEARAT<br />

R/ Eritromisin stearat 6,94 %<br />

Sukrosa 60 %<br />

Na alginat 1,5 %<br />

Na benzoat 0,2 %<br />

Tween 80 0,12 %<br />

c. TETRASIKLIN HCl<br />

R/ Tetrasiklin HCl<br />

Sukrosa<br />

Sterculia gum<br />

Na bikarbonat<br />

Na benzoat<br />

Tween 80<br />

5,41 %<br />

60 %<br />

1 %<br />

0,76 %<br />

0,2 %<br />

0,8 %


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

I . PENDAHULUAN<br />

SUSPENSI ANTASID<br />

(Re-New by: Anggit L)<br />

Ada dua jenis suspensi antasida yaitu :<br />

1. Antasida<br />

2. Clay atau lempung seperti yang digunakan di formasi berfungsi untuk mengadsorpsi, biasanya<br />

digunakan untuk obat diare. Hampir sama dengan tablet seperti attapulgid.<br />

A. Antasida (Pharm Dosage Form, Disperse System, vol 2, 1989 hal 205-206)<br />

Antasida digunakan untuk menetralkan asam lambung. Jika asam lambung terlampau asam atau pH<br />

sangat rendah dapat menyebabkan ulcer atau luka sehingga pH tidak boleh terlalu rendah.<br />

Antasida adalah :<br />

1. Zat yang bereaksi dengan asam didalam lambung dan ideal sekali dapat menarik pH isi lambung<br />

antara 4 - 5<br />

2. Semua produk antasida mengandung sekurangnya salah satu dari bahan untuk neutralizer primer yang<br />

merupakan senyawa-senyawa dari NaHCO3, CaCO3, garam Al dan Mg. Kemudian dicampur dengan<br />

zat-zat lain agar memenuhi syarat antasida. Fungsi antasida yaitu untuk menetralkan kelebihan asam<br />

lambung. Syarat-syarat ideal antasida yaitu :<br />

- Efisien : hanya dibutuhkan sejumlah kecil <strong>sediaan</strong> antasida untuk mampu menetralkan kelebihan<br />

asam.<br />

- Efektif : efek harus diperpanjang atau diperlama tanpa terjadinya pengikatan kembali / rebound /<br />

pelepasan CO2 setelah terjadinya reaksi antara HCl dan antasida.<br />

- Aman : produk tidak boleh mengganggu kesetimbangan elektrolit atau glukosa darah /<br />

menyebabkan diare / konstipasi (hampir semua antasida primer menyebabkan konstipasi<br />

sehingga dicampur dengan yang lain/tidak murni).<br />

- Harga : tidak mahal karena penderita menggunakan antasida ini dalam jangka waktu lama.<br />

- Palatable: rasa menyenangkan atau dapat diterima oleh mulut.<br />

Persyaratan tersebut menunjukkan tidak satupun produk yang memenuhi syarat ini.<br />

Contoh : Al(OH)CO3 menyebabkan konstipasi<br />

Mg(OH)2 laksatif<br />

NaHCO3 alkalosis sistematik dan mengikat lagi asam juga melepas CO2<br />

CaCO3 hipersekresi gastric dan melepas CO2<br />

Al(OH)3 konstipasi<br />

Dalam antasida potensi tinggi perlu penambahan senyawa-senyawa yang termasuk kelompok heksitrol<br />

(senyawa-senyawa polialkohol seperti manitol, sorbitol dsb).<br />

Kunci dalam pembuatan antasida yaitu :<br />

1. Harus teknik aseptis. Melalui pensterilan semua alat dengan klorinace (air + NaH4Cl) untuk<br />

desinfektan dan semua direndam. Senyawa desinfektan yang digunakan adalah Cl2.<br />

2. Sifat Al(OH)3 di dalam larutan atau suspensi merupakan dispersi koloidal dan terjadi polimerisasi<br />

sehingga akan membentuk kristal dan memadat. Hal ini akan menghilangkan kapasitas penetralan<br />

asamnya, dengan heksitrol akan teradsorpsi pada permukaan Al dan mencegah polimerisasi dari Al.<br />

Penambahan heksitrol penting agar tidak terjadi polimerisasi atau tidak terbentuk gel. Masalahmasalah<br />

yang berhubungan dengan antasida adalah:<br />

a. Sorbitol jika banyak digunakan akan melanjutkan efek laksan.<br />

b. Rasa dari antasida dipengaruhi oleh zat aditif.<br />

c. Rasa antasida seperti kapur, pasir. Bagaimana agar palatable?<br />

d. Kalium sitrat yang dapat digunakan sebagai dapar dapat menunjukkan rasa tidak enak.<br />

e. Pengawet paraben akan memberikan rasa ikutan tidak enak karena merupakan senyawa fenolik.<br />

3. Sifat Al(OH)3 koloidal atau Al(OH)3 pada umumnya adalah partikel sangat halus dan mempunyai<br />

sifat adsorben. Sehingga jika ada mikroba akan mengadsorpsi pada permukaannya. Dan jika<br />

menggunakan pengawet akan teradsorpsi sebagian dipermukaan sehingga tidak efektif. Jika salah<br />

formula dan ditambah medium ideal bagi mikroba maka kosentrasi pengawet akan turun dan yang


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

bebas tidak cukup menetralkan mikroba. Selanjutnya mikroba akan berkembang dan hasil<br />

fermentasinya dapat menyebabkan bau tidak enak.<br />

4. pH pengawet efektif pada pH tertentu oleh sebab itu sangat tergantung pada pH <strong>sediaan</strong> antasida.<br />

Hanya pengawet-pengawet tertentu yang dapat digunakan untuk <strong>sediaan</strong> ini. Seperti Kalium<br />

sorbat, Kalium salisilat, Na salisilat semua tidak dapat digunakan sebagai pengawet antasida.<br />

5. Rasa tidak enak seperti kapur atau pasir yang tidak mudah ditutup.<br />

6. Suatu antasida harus memenuhi syarat atau kriteria kapasitas penetralan asam / acid netralized<br />

capacity (ANC).<br />

7. Antasida harus bebas dari mikroba patogen dan mempunyai batas/limit cemaran mikroba.<br />

Suspensi antasid Al(OH)3 cenderung memadat /membentuk gel selama masa penyimpanan. Pemadatan<br />

ini berlangsung lebih cepat bila suspensi disimpan pada kondisi suhu yang tinggi (30-40° C). Pemadatan<br />

secara drastis juga ditemukan pada suspensi antasid dengan potensi tinggi yang mengandung banyak gel<br />

Al(OH)3. Untuk mengatasi hal ini maka dilakukan penambahan heksitol (sorbitol atau manitol) dengan<br />

konsentrasi 0.5-7%, tergantung pada konsentrasi Al(OH)3 dalam suspensi tersebut. Pembentukkan gel ini<br />

juga dapat dihambat/dicegah dengan penambahan 0.1-0.5% kalium sitrat/natrium sitrat. Kalium sitrat<br />

lebih banyak digunakan karena konsumen biasanya lebih suka menggunakan antasid yang rendah<br />

natrium. Mekanisme kerjanya adalah sebagai berikut, partikel Al(OH)3 mempunyai kelebihan muatan<br />

positif dari ion Al 3+ . Dengan penambahan kalium sitrat pada suspensi antasid Al(OH)3 maka nilai<br />

potensial zeta akan menurun sampai pada titik dimana sistem suspensi meningkatkan agregasi<br />

maksimum sehingga didapat efek pengenceran.<br />

Yang banyak digunakan sebagai antasida dalam campuran adalah Al(OH)CO3 dan Mg(OH)2 karena<br />

Al(OH)3 memiliki efek konstipasi sedangkan Mg(OH)2 memiliki efek laksan. Suspensi akan stabil jika<br />

ukuran partikel dan pH diatur atau dikontrol. Untuk perbandingan yang baik akan diperoleh kurang lebih<br />

pH 4 - 5. Jika ditambahkan buffer fosfat maka pH akan menjadi 5. Tetapi efisiensi tidak baik sehingga<br />

formulasi dan harga dapat dioptimasi.<br />

Berikut ini adalah formula umum dari suspensi antasid:<br />

Bahan<br />

Persentase dalam formula<br />

A<br />

B<br />

AHLT-LW, gel AlOH3 23.33 28.75<br />

Pasta MgOH2 13.11 16.4<br />

Larutan sorbitol (70%) USP - 10<br />

Kalium sitrat, USP 0.6 -<br />

Metilparaben, NF 0.2 0.2<br />

Propilparaben, NF 0.02 0.02<br />

Sakarin, NF 0.1 0.05<br />

Minyak peppermint, NF (Flavor) 0.005 0.005<br />

Alkohol, USP 1 1<br />

Aquades, USP q.s 100 100<br />

Rasa dari antasid harus dipertimbangkan karena mempunyai rasa yang tidak enak. Kalium sitrat atau<br />

sorbitol digunakan untuk mencegah pemadatan suspensi, kalium sitrat mempunyai rasa yang tidak enak<br />

sementara sorbitol memiliki rasa yang manis. Paraben juga memiliki rasa yang tidak enak sehingga<br />

konsentrasinya dikurangi untuk menghindari rasa tidak enak tersebut. Untuk mengatasi berkurangnya<br />

paraben, dapat digunakan pengawet yang bersifat antioksidan atau dengan pasteurisasi produk akhir.<br />

B. Clay<br />

Ada lima kelompok yang dibahas, yaitu : kaolin, bentonit, heptapurin, atapulgid, MgAl silikat (antasida<br />

yang spesifik).<br />

Senyawa clay:<br />

1. Kimia inert sering digunakan sebagai obat OTC/obat bebas dan obat diare.<br />

2. Sering diformulasikan dalam dosis tinggi.<br />

3. Diformulasi dalam suspensi dengan penambahan flavour, untuk meningkatkan palatability.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

Clay yang sering digunakan adalah hidrokoloid dan adsorben, yaitu senyawa-senyawa silikat yang hanya<br />

berbeda pada komposisi logamnya. Clay ada dua jenis, yaitu :<br />

1. Clay dengan daya adsorpsi tinggi.<br />

2. Clay dengan daya adsorpsi rendah.<br />

Kedua jenis diatas hanya berbeda pada kation-kation senyawa silikat.<br />

Clay ada dua bentuk :<br />

1. Bentuk serat (fiber)<br />

2. Bentuk plat (platy)<br />

Pada bentuk plat ada muatan + pada sisi-sisinya dan bermuatan - pada kedua permukaannya, yang<br />

bergantung pada pH. Pada pH tertentu terjadi zero point, dimana muatan atas dan bawah sama. Jika<br />

pH suspensi lebih rendah dari pada zero point maka sisi plat akan bermuatan positif. Hal ini<br />

menyebabkan permukaan menarik partikel sehingga menghasilkan rumah tiga dimensi dari jaringan<br />

kartu. Suspensi akan sangat tiksotropik bila didiamkan. Partikel akan saling tolak-menolak dan<br />

tidak membentuk jaringan tiga dimensi/tidak tiksotropik. Viskositas kurang jika muatan berbeda.<br />

Yang penting dari clay dan antasida adalah struktur dan muatan elektrik. Sifat-sifat koloid berbedabeda,<br />

ada yang elektropositif dan elektronegatif. Sesuai dengan sifat elektromagnet, muatan yang<br />

sama akan tolak menolak dan muatan yang berbeda akan tarik menarik. Maka struktur clay akan<br />

membentuk bangunan seperti rumah. Sehingga sifat aliran berbeda jika muatannya berbeda.<br />

C. Proses Pengembangan Sediaan (Pharm Dosage Form, Disperse System, vol 2, 1989 hal 207-208)<br />

Semua antasida dan clay menunjukkan muatan permukaan sehingga pH sangat berperan. Jika salah pada<br />

pengaturan pH dapat terlalu encer seperti air atau kental.<br />

Contoh :<br />

1. R/ Malgadarat (yang banyak digunakan sebagai antasida)<br />

Bentonit<br />

Secara permanent ada muatan permukaan karena adanya substitusi isomorf.<br />

2. R/ Al(OH)CO3<br />

Mg (OH)3<br />

Mempunyai muatan permukaan yang selalu tergantung pada pH karena terjadinya ionisasi hidroksil<br />

permukaan dengan karbonat (ada CO3 - teradsorpsi : sangat mempengaruhi stabilitas koloid Al(OH)3).<br />

Jadi Al(OH)3 terkontaminasi oleh CO3 -.<br />

Secara prinsip harus hati-hati dalam pengembangan formulasi <strong>sediaan</strong> cair yang mengandung muatan<br />

elektrik. Al 3+ mempengaruhi flokulasi. Besarnya efek muatan permukaan sangat terlihat jelas pada sifatsifat<br />

biologi <strong>sediaan</strong> terutama bentonit. Contoh : aliran bentonit dan kombinasi bentonit dan Al berbeda.<br />

Contoh efek muatan permukaan terhadap reaktivitas asam. Dari suspensi antasida akan ditemukan pada<br />

pembuatan produk dengan campuran Al(OH)3 dan Mg(OH)2. Zero point dari Mg(OH)2 pada pH kurang<br />

lebih 10, sedangkan zero point dari Al(OH)3 pH 6,5. Suspensi dari keduanya memeliki pH 8. Dalam hal<br />

ini Mg(OH)2 bermuatan negatif. Sehingga ada gaya tarik elektrostatik antara dua bahan aktif. Jika diberi<br />

dapar artinya kita memberi muatan elektrik. Sehingga mengubah komposisi muatan sistem yang<br />

menimbulkan masalah-masalah lain.<br />

D. Tipe-tipe Suspensi Antasid (Pharm Dosage Form, Disperse System, vol 2, 1989 hal 219)<br />

Terdapat empat tipe suspensi antasid yaitu :<br />

a. Single strength suspension, yaitu suspensi antasid yang memiliki kapasitas penetralan 10-15 mekiv<br />

terhadap HCl setiap 5 ml dosis.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

b. Double strength suspension, yaitu suspensi antasid yang memiliki kapasitas penetralan 20-30<br />

mekiv terhadap HCl setiap 5 ml dosis.<br />

c. Antasid mengandung antiflatulen atau anti kembung. Antasid ini dapat single strength atau<br />

double strength, pada umumnya mengandung 20-40 mg simeticone setiap 5 ml dosis<br />

d. Floating antasid suspension. Merupakan antasid yang memiliki kapasitas penetralan asam yang<br />

rendah. Pada umumnya juga mangandung alginate dan antasid berisi karbonat yang berkontak<br />

dengan asam lambung, membentuk lapisan dengan kerapatan rendah dan melapisi permukaan<br />

lambung.<br />

II. FORMULA<br />

Formula Umum Suspensi Antasid dan Clay<br />

a. Zat aktif (antasid, antiflatulen=anti kembung : untuk antasida yang melepaskan CO2 atau kembung<br />

perlu ditambahkan antiflatulen, dan clay).<br />

b. Suspending agent penting diperhatikan karena peranan muatan dalam formulasi.<br />

c. Pemanis (mencegah kontaminasi mikroba dan mencegah polimerisasi).<br />

d. Pengawet. Perlu diperhatikan sifat adsorpsi dan pH efektif.<br />

e. Anticacking dan antigelling agent dari <strong>sediaan</strong>.<br />

f. Flavour.<br />

g. Mouth feel : mempengaruhi rasa mulut agar tidak terasa pasir.<br />

h. Colouring agent<br />

A. Zat Aktif Suspensi Antasida (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 209-213)<br />

1. Antasida<br />

a. Al(OH)3<br />

Biasa digunakan dalam bentuk tunggal atau campuran reaksi. Agar reaksi berjalan pada gastric<br />

pH rendah maka digunakan Al(OH)3 dalam bentuk amorf. Al(OH)3 akan mengalami polimerisasi<br />

cepat membentuk kristalin. Dikenal dengan nama gibbsite (bentuk kristalin). Bentuk gibbsite<br />

bereaksi lemah dan lama dengan HCl. Dalam kebanyakan <strong>sediaan</strong> antasida Al(OH) CO3 yang<br />

digunakan. Dimana CO3 akan memberikan stabilisasi reaktivitas asam pada polimerisasi. Al(OH)3<br />

mempunyai kemampuan dapar lambung pada pH 3-4 (uji Rosset Rise Test/RRT). Antasida ideal<br />

mampu mendapar pada pH 3-5 (lambung). Dengan meningkatnya pH lebih dari 3 sebagian pepsin<br />

akan diinaktifkan. Sedangkan bila pH lebih dari 5 kemungkinan terjadi pengikatan kembali<br />

asam/acid rebound. Al(OH)3 adalah antasida non sistemik. Reaksi Al(OH)3 dengan HCl secara<br />

stoikiometri adalah :<br />

Al(OH)3 + 3HCl AlCl3 + 3H2O<br />

Ekivalensi 1 gram Al(OH)3 kering mampu menetralkan 29,4 mekiv HCl. Sehingga bisa single<br />

strength atau double strength.<br />

• Kelemahannya :<br />

− akan mengadsorpsi pepsin PO4 dan garam-garam empedu<br />

− pada dosis tinggi akan menyebabkan konstipasi<br />

− akan memperlama pengosongan lambung.<br />

• Kelebihan : karena kandungan Na rendah maka dapat digunakan untuk penderita hipertensi.<br />

Untuk suspensi biasanya digunakan bentuk gel atau cairan.<br />

b. Mg(OH)2<br />

Mg(OH)2 jarang digunakan sendiri, lazim campuran dengan Al(OH)3 karena keuntungankeuntungan<br />

tadi. Mg(OH)2 berbentuk kristal “brussite” : yang bereaksi dengan cepat dengan HCl<br />

meningkatkan pH lebih cepat pada pH>3. Reaksinya adalah sebagai berikut :<br />

Mg(OH)2 + 2 HCl Mg Cl2 + 2 H2O<br />

Berbeda dengan Al(OH)3, Mg(OH)2 tidak mampu mendapar lambung hingga pHnya 3-5 tetapi<br />

pada pH 8-9. pH tinggi ini akan menimbulkan pengikatan kembali asam. Merupakan antasida<br />

non sistemik. Muatan permukaan tergantung pada pH. Ekivalensinya 1 gr Mg(OH)3 mampu<br />

menetralkan 34,3 mekiv HCl. Mengandung Na rendah sehingga dapat digunakan pada penderita<br />

hipertensi. Menunjukkan efek laksatif, mengikat beberapa garam empedu tapi tidak


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

semudah Al(OH)3. Mg(OH)3 jika dikombinasi dengan Al(OH)3 suspensi bereaksi dengan HCl<br />

secara cepat dan mendapar lambung pada pH lambung 3-5. Bisa membentuk gel tiksotropik<br />

sehingga memerlukan penambahan antigelling agent (Al menyebabkan polimerisasi, Mg<br />

menyebabkan tiksotropik jadi bentuk dodol).<br />

c. CaCO3<br />

CaCO3 digunakan sendiri atau campuran dengan Al atau Mg(OH). CaCO3 adalah mineral bentuk<br />

kristalin “calcite”. CaCO3 kristalin bereaksi cepat dengan HCl yaitu secara cepat meningkatkan<br />

pH lambung >3. Reaksi yang terjadi secara stoikiometri :<br />

CaCO3 + 2HCl CaCl2 + CO2 + H2O<br />

Menurut RRT secara invitro : pH tetap terjaga pada pH 7 yang merangsang acid rebound.<br />

Merupakan antasida nonsistemik. Penggunaan kronik dapat mengakibatkan gagal ginjal. Dalam<br />

dosis tinggi dapat menyebabkan efek konstipasi, dapat meyebabkan perut kembung karena<br />

membebaskan CO2. Tersedia dalam berbagai macam grade yang berbeda dalam ukuran<br />

partikelnya. Dalam suspensi dengan grade yang ringan, digunakan ukuran partikel 1-4 μm.<br />

d. Magnesium trisilikat<br />

Mg trisilikat : 2MgO. 3SiO2. XH2O merupakan antasida yang lemah. Kerja onset lambat. Tidak<br />

mampu memenuhi syarat <strong>sediaan</strong> untuk obat bebas. Oleh sebab itu selalu dikombinasi dengan<br />

antasida lain. Di dalam lambung, Mg trisilikat yang belum atau tidak dapat bereaksi dapat<br />

teradhesi pada ulcer yaitu memproteksi ulcer terhadap pengaruh-pengaruh asam lambung.<br />

Merupakan antasida non sistemik. Acid consuming capacity : setelah empat jam pada 37 º C<br />

mampu menetralisir 15 mekiv HCl, disamping juga protektif. Tidak menginaktifkan pepsin<br />

pH5 dan dapat menyebabkan acid rebound. Dosis moderat tinggi dapat menyebabkan efek<br />

laksan, flatulensi karena melepaskan CO2. Ada dalam bentuk serbuk ringan, serbuk berat. BJ<br />

tergantung pada kosentrasi reaktan dan temperatur selama pengendapan. Terjadi aging selama<br />

manufaktur. Untuk antasida digunakan bentuk ringan/light.<br />

(MgCO3)4 . Mg(OH)2 5H2O + 10 HCl 5MgCl2 + 4CO2 + 4H2O<br />

f. Magaldrat<br />

Magaldrat merupakan kelompok hidrotalcite. Struktur seperti MgOH pada mana ion Al<br />

menggantikan setiap 3 Mg dalam lactice prucid (struktur ruangnya). Hal ini menyebabkan lactice<br />

bermuatan positif dimana anion terletak antara lapisan Mg dan Al secara bergantian. Dalam<br />

malgadrat sebagian anion adalah SO4 2- . Struktur malgadrat adalah Mg4Al2(OH).12 SO4. Kerja<br />

cepat dengan kemampuan mendapar pada pH 3-5 (uji in vitro). Kapasitas penetralan asam 1 gram<br />

serbuk malgadrat sebanding dengan 25, 6 mekiv HCl. Sifat antara laksan dan konstipasi relatif<br />

seimbang. Kadar Na rendah. Tersedia dalam bentuk serbuk dan suspensi. Na dapat berasal dari<br />

impurities dari pendaparan, sisa pijar/abu.<br />

Mg4Al2(OH)12 SO4 + H2O + 2HCl MgSO4 + 3MgCl2 + 2AlCl3 + 13 H2O<br />

2. Clay<br />

a. Kaolin<br />

Kaolin adalah alumunium silikat hidrat dengan rumus kimia Al2O3.2SiO2.2H2O. merupakan<br />

senyawa yang berasal dari alam. Untuk memurnikan kaolin digunakan HCl atau asam sulfat.<br />

Kaolin memiliki sedikit muatan pada permukaan partikelnya dan pada ujung partikelnya dia<br />

bermuatan negatif. Kaolin tidak mengembang dalam air. Kaolin mengadsorpsi senyawa-senyawa<br />

toksik. Ukuran partikelnya berkisar 0,5-1 m. Kaolin mengandung 0,2% natrium,


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

memiliki luas permukaan yang kecil (7-30 m 2 /gm gm). Karena kemampuan adsorpsinya, maka<br />

ada obat-obat yang dapat diadsorpsi oleh kaolin.<br />

b. Bentonit<br />

Bentonit memiliki rumus kimia Al2O3.4SiO2.H2O. Secara struktur, bentonit mirip dengan<br />

hectorite. Bentonit mengandung besi oksida, kalsium karbonat, dan magnesium karbonat sebagai<br />

pengotor. Bentonit mengandung 1,5% natrium. Bentonit tidak larut dalam air tetapi mengembang<br />

menjadi 12 kali dalam air. Bentonit membentuk suspensi tiksotropik. Bersifat higroskopik<br />

sehingga harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat. Bentonit dapat mengendap oleh asam.<br />

Bentonit ini digunakan sebagai suspending agent, stabilizer emulsi, dan absorben. pH suspensi<br />

bentonit sekitar 10. Memiliki luas permukaan partikel yang besar (600-800 m 2 /gm). Bentonit ini<br />

inkompatibel dengan elektrolit kuat dan partikel dengan muatan positif yang kuat. Kemampuan<br />

membentuk gel dari bentonit ini dikurangi dengan adanya asam dan dapat ditingkatkan dengan<br />

alkali seperti magnesium oksida.<br />

c. Attapulgit<br />

Attapulgit ini merupakan alumunium silikat hidrat. Rumus kimianya MgO.Al2O3.SiO2.H2O.<br />

Memiliki luas permukaan yang menengah (125-160 m 2 /gm) sehingga memiliki kemampuan<br />

adsorpsi yang lebih tinggi dari kaolin. Suspensi yang dihasilkannya bersifat tiksotropik dan<br />

memiliki pH sekitar 8,5. Viskositas maksimum dicapai pada pH 6-8,5. Attapulgit ini tersedia<br />

dalam dua grade, yaitu : bentuk aktif yang regular (ukuran partikel 2,9 m) dimana memiliki<br />

kemampuan adsorpsi yang baik tetapi kemampuan koloidalnya rendah; dan bentuk aktif koloidal<br />

(ukuran partikel 0,14 m) dimana memiliki kemampuan koloidal dan adsorpsi yang baik.<br />

d. Magnesium Alumunium Silikat<br />

Magnesium Alumunium Silikat merupakan bentonit magnesium, dimana magnesium<br />

menggantikan tempat alumunium dalam struktur bentonit. Kemampuan mengembangnya dalam<br />

air lebih besar daripada bentonit. Membentuk suspensi tiksotropik pseudoplastik dan dapat<br />

dibasahi dan dikeringkan secara berulang tanpa kehilangan kemampuan mengembangnya.<br />

Suspensi yang dibentuknya memiliki pH 9 dan stabil pada pH 3,5-11. Viskositas suspensinya<br />

meningkat dengan adanya panas, lama penyimpanan, dan penambahan elektrolit. Mg Al silikat<br />

ini mencegah terjadinya caking, mengandung 1,5% natrium.<br />

3. Antiflatulen (Antikembung)<br />

Zat aktif antiflatulen ini adalah simetikon. Simetikon ini memiliki kemampuan antifoam karena<br />

dapat mengurangi tekanan permukaan gas busa. Biasanya dikombinasikan dengan antasid sebagai<br />

antiflatulen. Konsentrasi simetikon dalam suspensi antasid berkisar 20-40 mg per 5 mL.<br />

B. Suspending Agent Untuk Suspensi Antasid<br />

(Pharm.Dosage Form : Disperse System, vol 2, 1989, hal 213-215)<br />

Tujuan penggunaan suspending agent pada formula antasid adalah untuk mencegah pengendapan<br />

dan mencegah pembentukan caking dari beberapa bahan baku antasid. Suspending agent juga dapat<br />

memperbaiki raba mulut <strong>sediaan</strong> antasid yang pada umumnya berpasir dan berkapur. Suspending<br />

agent yang dapat digunakan untuk <strong>sediaan</strong> antasid adalah suspending agent yang stabil pada pH<br />

tinggi (7,5 - 9,5). Suspending agent yang dapat menyebabkan ikatan silang dengan adanya kation<br />

polivalen harus dihindari.<br />

Suspending agent yang biasa ditemui dalam <strong>sediaan</strong> antasid :<br />

1. Avicell RC 591<br />

Avicel RC 591 terdiri dari 89% selulosa mikrokristalin dan 11% Na CMC yang stabil pada<br />

rentang pH luas. Avicel RC 591 membentuk gel yang bersifat tiksotropik pada kosentrasi rendah<br />

yang menunjukkan geseran tipis dengan pengadukan sedang dapat diflokulasi dengan<br />

menggunakan polimer kationik dan surfaktan.<br />

2. Alginat<br />

Alginat merupakan polisakarida anion hidrofil dengan bobot molekul besar. Viskositas larutan<br />

akan menurun dengan peningkatan suhu tetapi hal ini bersifat reversible. Alginat stabil pada


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

pH 4-10 dan membentuk aliran pseudoplastik. Alginat akan mengendap dengan adanya kation<br />

polivalen dan inkompatibel dengan senyawa nitrogen quartener.<br />

3. Metilselulosa-HPMC<br />

Larut dalam air dingin dan tidak larut dalam air panas, membentuk aliran pseudoplastik dan<br />

nontiksotropik, viskositas larutan akan menurun dengan meningkatnya suhu dengan titik gel<br />

dicapai. Dapat berfungsi emulsifier tetapi dapat menyebabkan busa. Stabil pada pH 3-11.<br />

4. Guar gum<br />

Merupakan polimer polisakarida non ionik produk netral dengan bobot molekul besar, dapat<br />

mengembang dalam air dingin. Guar gum membentuk aliran pseudoplastik nontiksotropik,<br />

viskositas akan menurun dengan meningkatnya suhu secara reversible. Pemanasan yang terlalu<br />

lama dapat menimbulkan hilangnya viskositas secara irreversible. Guar gum memiliki stabilitas<br />

pH yang baik, rentan terhadap mikroba..<br />

5. HPC<br />

Merupakan polimer polisakarida non ionik dengan pH stabilitas 6-8, larut dalam air pada suhu <<br />

40 o C dan akan mengendap pada suhu > 45 o C, dapat membentuk aliran pseuodoplastik.<br />

Nontiksotropik, dapat menimbulkan busa, serta inkompatibel dengan pengawet paraben.<br />

6. Xanthan gum<br />

Merupakan polimer polisakarida anionik dengan bobot molekul tinggi, membentuk aliran<br />

pseudoplastik, memiliki stabilitas yang baik, tetapi larutannya dapat membentuk gel pada pH<br />

tinggi dengan adanya kation divalent, dan membentuk gel dengan adanya kation trivalent pada<br />

pH netral. Meningkatnya temperatur dapat sedikit merubah viskositasnya.<br />

7. CMC<br />

Merupakan polimer polisakarida anionik dengan bobot molekul besar. Larutannya dapat<br />

mengendap dengan keberadaan kation trivalen, larutan karboksi metil selulosa akan kehilangan<br />

viskositasnya pada peningkatan suhu. Stabil pada pH 5-9 serta membentuk aliran pseudoplastik<br />

dan tiksotropik.<br />

8. Mg Al Trisilikat<br />

Merupakan clay yang dapat digunakan pada formula antasid unuk memperbaiki disperse bahan<br />

dan mencegah pengendapan serta pembentukan cake. Penggunaannya pada <strong>sediaan</strong> antasid harus<br />

diperhatikan terhadap kemungkinan terjadinya interaksi dengan bahan aktif antasid yang<br />

berhubungan dengan muatan permukaan masing-masing bahan.<br />

C. Pemanis (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 215 - 21 6)<br />

Pemanis digunakan untuk memperbaiki keberterimaan rasa dan raba mulut <strong>sediaan</strong> antasid. Beberapa<br />

pemanis dapat terabsoprsi pada permukaan alumunium hidroksida sehingga dapat mengurangi<br />

kemampuan polimerisasi alumunium hidroksida sehingga dapat menstabilkan kapasitas penetralan<br />

asam. Tetapi beberapa pemanis juga dapat mencegah interaksi samping antara alumuniummagnesium.<br />

Interaksi ini berupa peningkatan viskositas atau bahan pembentukan gel yang dapat<br />

menurunkan kapasitas penetralan asam. Dalam pemilihan pemanis yang harus dipertimbangkan<br />

adalah keseimbangan keberterimaan rasa, harga, kandungan kalori, efek laksatif dan lain-lain.<br />

Pemanis yang digunakan untuk <strong>sediaan</strong> antasid :<br />

1. Sukrosa<br />

Memilki rasa baik serta dapat menambah konsistensi dan raba mulut suspensi, kandungan kalori<br />

4 kal/g, dapat menyebabkan karang gigi, harus diperhatikan pada penderita diabetes dapat juga<br />

menimbulkan cap-locking hingga pengkristalan pada leher botol.<br />

2. Sorbitol<br />

Memilki kemanisan setengah dari sukrosa, dapat memperbaiki raba mulut, mengandung 4<br />

kalori/g yang terabsorpsi sebagian maka sering dipertimbangkan menjadi nonkalori, merupakan<br />

diuretik osmotik dengan mencegah polimerisasi selama proses. Lambat laun dapat menimbulkan<br />

caplocking .Dapat menyebabkan diare.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

3. Manitol<br />

Memiliki efek mendinginkan, mengandung 4 kal/g yang terabsorpsi sebagian maka sering<br />

dipertimbangkan menjadi nonkalori, merupakan diuretik osmotik dan dapat menyebabkan diare.<br />

Dapat menstabilkan alumunium hidroksida dengan mencegah polimerisasi selama proses.<br />

4. Sakarin<br />

Merupakan pemanis sintetik dengan derajat kemanisan 500 kali sukrosa, memilki aftertaste pahit.<br />

Kelarutannya rendah di dalam air tetapi garam natrium dan kalsiumnya lebih mudah larut dalam<br />

air. Tidak mengandung kalori.<br />

5. Gliserin<br />

Merupakan pemanis yang memiliki aftertaste baik dan dapat memperbaiki raba mulut.<br />

Mengandung 4,3 kal/g dan dapat diberikan pada penderita diabetes, merupakan diuretik osmotik<br />

dan dapat menyebabkan diare, dapat mengurangi kemungkinan terjadinya caplocking. Dapat<br />

menstabilkan alumunium hidroksida dengan mencegah polimerisasi selam proses.<br />

6. Gliserizinat<br />

Ammonium glisirizinat dan monoammonium glisirizinat merupakan pemanis alam dengan<br />

derajat kemanisan 50 kali lebih manis dari sukrosa. Dapat digunakan untuk menutupi rasa pahit<br />

dari bahan tetapi pemanis ini dapat menimbulkan busa.<br />

D. Pengawet (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 216-217)<br />

Berkaitan dengan tingginya pH <strong>sediaan</strong> antasid maka dalam memformulasikan <strong>sediaan</strong> antasid harus<br />

dipilih bahan-bahan pembantu yang dapat bekerja efektif pada rentang pH tersebut. Untuk pengawet<br />

terdapat beberapa pilihan pengawet yang dapat digunakan dalam <strong>sediaan</strong> antasid. Pada pH 8<br />

pengawet seperti benzoate dan sorbat tidak efektif karena akan terjadi ionisasi.<br />

Beberapa pengawet yang dapat digunakan untuk <strong>sediaan</strong> antasid misalnya:<br />

1. Klorin (Natrium Hipoklorit)<br />

Efektif membunuh bakteri, beberapa yeast, fungi dan protozoa. Stabil pada pH alkali, lebih<br />

efektif pada pH asam. Hanya efektif untuk jangka pendek (short-term) dan dapat berpengaruh<br />

pada rasa produk.<br />

2. Hidrogen Peroksida<br />

Efektif untuk melawan sebagian besar mikroorganisme, efeknya tidak lama (short term) dan<br />

penggunaannya harus dikombinasi dengan pengawet lain.<br />

3. Paraben<br />

Paraben yang sering digunakan: metil, etil, propil dan butil ester. Efektif untuk molds, yeast dan<br />

fungi. Inaktif untuk bakteri gram positif dan kurang efektif untuk bakteri gram negatif. Efek<br />

paraben meningkat jika dikombinasi dengan yang lain. Menimbulkan rasa pahit.<br />

4. Pasteurisasi<br />

Dengan proses koagulasi protein dari mikroorganisme, short term, dan harus dikombinasi<br />

dengan pengawet lain.<br />

5. Ozonisasi<br />

Short term, dengan kombinasi pengawet lain dan dapat berpengaruh terhadap rasa produk.<br />

E. Anticaking dan antigelling agent (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 217)<br />

Bahan-bahan ini digunakan untuk dapat mempermudah redispersi padatan yang mengendap serta<br />

mencegah pembentukan gel dari <strong>sediaan</strong> antasid.<br />

1. EDTA<br />

Dapat menyebabkan ikatan silang beberapa suspending agent yang dapat menyebabkan<br />

peningkatan viskositas.<br />

2. Asam sitrat dan Kalium sitrat<br />

Digunakan dalam <strong>sediaan</strong> antasid yang mengandung alumunium hidroksida untuk menurunkan<br />

viskositas dan mencegah interaksi antara Al(OH)3 dengan senyawa magnesium.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

3. Kalium Fosfat<br />

Digunakan sebagai dapar dan sequestran agen.<br />

4. Silika<br />

Cab-o-sil, aerosil dan quso adalah bentuk komersil dari silika, efektif sebagai anticaking agent,<br />

walaupun pada konsentrasi tinggi dapat mempengaruhi baik viskositas maupun raba mulut.,<br />

silika juga dapat mengurangi derajat sedimentasi suspensi.<br />

F. Flavour-mouthfeel system (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 217-218)<br />

Pemilihan flavour yang akan digunakan untuk <strong>sediaan</strong> antasid harus mempertimbangkan stabilitas<br />

flavour pada pH tinggi, stabilitas dalam botol plastik dan gelas, kemampuan untuk menutupi rasa<br />

tidak enak dari flavour.<br />

Flavour yang biasa digunakan dalam suspensi antasid antara lain : 1. Mint (pepermint, spearmint,<br />

dan wintergreen), 2. Citrus (lemon, lime, dan orange), 3. Cream (Vanilla), dan 4.Anise. Senyawa<br />

yang ditambahkan yang tidak memiliki rasa dan digunakan untuk memperbaiki mouthfeel dalam<br />

antasid antara lain minyak mineral, milk solids, glisin, dan gum alami dan buatan..<br />

G. Pewarna (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 218)<br />

Semua pewarna yang larut air memiliki muatan listrik dan dapat berinteraksi dengan senyawa yang<br />

muatannya berlawanan yang terdapat dalam antasid dan clay. Hal ini akan menyebabkan warna<br />

yang dihasilkan tidak merata. Jadi, untuk mencegah terjadi interaksi tersebut maka gunakan<br />

pewarna lake (pewarna yang tidak larut air).<br />

H. Air (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 218)<br />

Air merupakan konstituen utama dalam semua suspensi antasid dan clay. Pengotor dalam air ini<br />

antara lain kalsium, magnesium, besi, silika, dan natrium. Kation-kation tersebut biasanya disertai<br />

oleh anion karbonat, bikarbonat, sulfat, dan klorida. Deionisasi dapat dicapai dengan destilasi,<br />

pertukaran ion atau reverse osmosis. Untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme dilakukan<br />

proses klorinasi, ozonisasi, sinar UV, pemanasan, dan filtrasi.<br />

III. PEMBUATAN SUSPENSI ANTASIDA<br />

A. Contoh formula (Jurnal Praktikum Sediaan Semi Solid &RPS)<br />

Tiap 60 ml mengandung :<br />

R/ Al(OH)3 300 mg/5ml % w/w<br />

Gel Al(OH)3 kering<br />

4,7059 g<br />

Na CMC 5,00%<br />

Gliserin 20,00%<br />

Sorbitol 25,00 %<br />

Sukrosa 5,00 %<br />

Sakarin 0,02%<br />

Na Benzoat 0,10%<br />

Minyak peppermint 0,01%<br />

Aquadest<br />

ad 60,00 ml<br />

B. Penimbangan<br />

1. Al(OH)3<br />

Gel Al(OH)3 kering mengandung tidak kurang dari 76,5% Al(OH)3.<br />

Al(OH)3 yang dibutuhkan adalah 300 mg/5ml<br />

Jumlah gel Al(OH)3 kering yang dibutuhkan :<br />

Al(OH)3<br />

= 100/76,5 x 300 mg<br />

= 392,1569 mg/5 ml<br />

Untuk 60 ml = 60,0 ml/5,0 ml x 392,1569 mg<br />

= 4705,8826 = 4,7059 g


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

2. Na CMC<br />

Na CMC yang dibutuhkan adalah 5,00% (BJ = 0,75 g/cm 3 )<br />

Na CMC = 5/100 x 60 ml = 3 ml NaCMC<br />

yang ditimbang adalah Na CMC = 0,75 g/cm3 x 3 ml<br />

= 0,0225 g = 22,5 mg<br />

3. Gliserin<br />

Gliserin yang dibutuhkan adalah 20%<br />

Gliserin = 20/100 x 60 ml = 12 ml<br />

4. Sorbitol<br />

Sorbitol yang dibutuhkan adalah 25% (BJ = 1,49 g/cm 3 )<br />

Sorbitol = 25/100 x 60 ml = 15 ml<br />

Banyaknya sorbitol yang ditimbang :<br />

Sorbitol = 15 ml x 1,49 g/cm 3<br />

= 0,2235 g = 223,5 mg<br />

5. Sukrosa<br />

Sukrosa yang dibutuhkan adalah 25% (BJ = 1,56 g/cm 3 )<br />

Sukrosa = 25/100 ml x 60 ml = 15 ml<br />

Banyaknya sukrosa yang ditimbang :<br />

Sukrosa = 15 ml x 1,56 g/cm 3<br />

= 0,234 g = 234 mg<br />

6. Sakarin<br />

Sakarin yang dibutuhkan adalah 0,02% (BJ = 0,7 g/cm 3 )<br />

Sakarin = 0,02/100 x 60 ml = 0,012 ml<br />

Sakarin yang ditimbang :<br />

Sakari = 0,012 ml x 0,7 g/cm 3<br />

= 0,000084 g = 0,084 mg<br />

7. Na benzoate<br />

Na benzoate yang dibutuhkan 0,1% (BJ = 1,15 g/cm 3 )<br />

Na benzoate = 0,1/100 x 60 ml = 0,06 ml Na<br />

benzoate yang ditimbang<br />

Na benzoate = 0,06 ml x 1,15 g/cm 3<br />

= 0,00069 g = 0,69 mg<br />

8. Minyak peppermint<br />

Minyak peppermint yang dibutuhkan adalah 0,01%<br />

Minyak peppermint = 0,01/100 x 60 ml = 0,006 ml<br />

C. Prosedur pembuatan<br />

1. Aquadest sebagai pelarut dididihkan, kemudian dinginkan dalam keadaan tertutup.<br />

2. Timbang gel Al(OH)3 kering beserta bahan-bahan pembantu yang lain.<br />

3. Haluskan bahan-bahan padat yang digunakan atau diayak sampai rentang ukuran partikel tertentu.<br />

4. Ke dalam mortir yang lain, masukkan Na CMC kemudian tambahkan aquadest sebanyak bobot Na<br />

CMC, gerus sampai terbentuk massa jernih.<br />

5. Di dalam mortar lain, masukkan gel Al(OH)3 kering tambahkan gliserin sebagai pembasah, gerus<br />

kuat sampai homogen.<br />

6. Tambahkan zat pensuspensi, Na CMC ke dalam campuran (5), aduk sampai homogen.<br />

7. Larutkan sorbitol, sukrosa dan sakarin dalam air, kemudian tambahkan ke dalam campuran (6), aduk<br />

sampai homogen.<br />

8. Larutkan Na benzoate dalam air (1:1,18) kemudian tambahkan ke dalam campuran ( 4) aduk sampai<br />

homogen.<br />

9. Tambahkan minyak peppermint ke dalam campuran (5), aduk sampai homogen.<br />

10. Tambahkan aquadest sedikit demi sedikit aduk sampai homogen kemudian masukkan ke dalam botol<br />

yang telah ditara terlebih dahulu (60 mL).


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

IV. EVALUASI SEDIAAN SUSPENSI ANTASIDA<br />

A. Evaluasi Fisika<br />

1. Organoleptik<br />

Dilakukan pengamatan terhadap warna (intensitas warna), bau (terjadinya perubahan bau),<br />

rasa (perubahan mouthfeel), penampilan (perubahan tekstur).<br />

2. Penentuan Volume sedimentasi<br />

3. Penentuan Redispersibilitas<br />

4. Penentuan distribusi ukuran partikel<br />

5. Penentuan viskositas dan sifat aliran<br />

6. Penentuan BJ<br />

7. Penentuan homogenitas<br />

8. Penentuan pH<br />

B. Evaluasi Kimia<br />

1. Penetapan KPA (Kapasitas Penetralan Asam)<br />

2. Penetapan kadar (dalam monografi zat aktif masing-masing)<br />

3. Identifikasi (dalam monografi zat aktif masing-masing)<br />

C. Evaluasi Biologi<br />

1. Penetapan uji batas mikroba (FI IV hal 847-854)<br />

2. Pengujian efektivitas pengawet (FI IV hal 854)<br />

D. Evaluasi Wadah<br />

1. Pengamatan apakah terjadi pengembangan wadah atau tidak.<br />

2. Pengamatan terjadinya penghilangan warna wadah.<br />

3. Pengamatan terhadap stabilitas penutup wadah.<br />

V. CONTOH FORMULA SUSPENSI ANTASID<br />

(Pharmaceutical Dosage Forms : disperse system, Vol 2, hal 220)<br />

1. Formula Antasid<br />

% w/w<br />

Alumunium hidroksida gel (8,9%) Al2O3) 24,0<br />

Magnesium hidroksida pasta (29.5% Mg(OH)2 12,9<br />

Sorbitol 2,0<br />

Mannitol 0,25<br />

Metil paraben 0,10<br />

Flavors 0,10<br />

Asam sitrat anhidrat 0,06<br />

Propil paraben 0,05<br />

Na Sakarin 0,03<br />

Air 60,5<br />

2. Formula Antiflatulen/Antasid<br />

% w/w<br />

R/ Alumunium hidroksida gel (8,9% Al2O3) 21,0<br />

Magnesium hidroksida pasta (29,5% Mg(OH)2) 12.9<br />

Sorbitol 6,0<br />

Simethicone (90,5%simethicone) 0,37<br />

HPC 0,33<br />

Metiparaben 0,16<br />

Flavors 0,12<br />

Avicell,RC-591 0,11<br />

Asam Sitrat anhidrat 0,06<br />

Metilselulosa 0,03<br />

Propilparaben 0,03


Na sakarin 0,02<br />

Air 58,87<br />

3. Formula Alumunium Hidroksida<br />

R/ Alumunium hidroksida (300 mg Al(OH) 3 /5ml 362,8 g<br />

Larutan sorbitol<br />

282,0 ml<br />

Syrup<br />

93,0 ml<br />

Gliserin<br />

25,0 ml<br />

Metil paraben<br />

0,9 ml<br />

Propil paraben<br />

0,3 ml<br />

Flavour<br />

q.s<br />

Air<br />

ad 1000 ml<br />

4. Formula Clay<br />

% w/v<br />

R/ Attapulgite koloidal 14<br />

Sakarin 0,09<br />

Metil paraben 0,2<br />

Propil paraben 0,05<br />

Flavour<br />

q.s<br />

Air


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

EMULSI<br />

(Re-New by: Kakat)<br />

I . PENDAHULUAN<br />

Telah menjadi ketentuan umum bahwa yang disebut sebagai <strong>sediaan</strong> ‘emulsi’ adalah menunjukkan pada<br />

<strong>sediaan</strong> cair yang dimaksudkan untuk penggunaan oral. Emulsi untuk pengunaan eksternal biasanya<br />

langsung disebut sebagai cream (<strong>sediaan</strong> semisolid), lotion atau liniment (<strong>sediaan</strong> liquid). (TPC, hal 82).<br />

A. Definisi<br />

• FI IV, Hal 6: Emulsi adalah sistem dua fasa, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang<br />

lain, dalam bentuk tetesan kecil.<br />

• Ansel, Hal 376:<br />

Emulsi adalah suatu dispersi dimana fasa terdispersi terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat cair yang<br />

terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur. Dalam batasan emulsi, fasa terdispersi<br />

dianggap sebagai fasa dalam dan medium pendispersi dianggap sebagai fasa luar atau fasa kontinu.<br />

• Lachman ( The Theory and Practice of Industrial Pharmacy), Hal 502:<br />

Secara kimia fisika: emulsi adalah campuran yang secara termodinamika tidak stabil, yang terdiri<br />

dari dua cairan yang tidak tercampurkan.<br />

Secara teknologi farmasi: emulsi adalah campuran homogen yang terdiri dari dua cairan yang tidak<br />

tercampurkan yang stabil pada sekitar suhu kamar.<br />

• Martin, Physical Pharmacy ,Hal 509:<br />

Emulsi adalah sistem yang secara termodinamika tidak stabil dan mengandung paling sedikit dua<br />

cairan yang tidak bercampur, dimana salah satu cairan terdispersi (fase terdispersi) dalam cairan<br />

lainnya (fase kontinu/pendispersi) dalam bentuk globul-globul dan distabilkan oleh emulgator.<br />

• RPP (Remington Pharmaceutical Practice): hlm : 242 Emulsi adalah sistem heterogen yang terdiri<br />

dari tetesan-tetesan cairan yang terdispersi dalam cairan lain.<br />

• RPS (Remington Pharmaceutical Science ed. 21 th ), Hal 325:<br />

Emulsi adalah sistem 2 fase yang merupakan gabungan 2 cairan yang tidak tercampurkan, dimana<br />

salah satunya terdispersi dalam cairan lainnya dalam bentuk globul-globul yang mempunyai ukuran<br />

sama atau lebih besar daripada partikel koloidal terbesar.<br />

Emulsi adalah sistem 2 fase dimana satu cairan terdispersi dalam bentuk droplet-droplet kecil dalam<br />

cairan lainnya lainnya. Cairan yang terdispersi disebut fase internal/ diskontinu, sedang medium<br />

pendispersinya disebut fase eksternal/ kontinu.<br />

B. Keuntungan Sediaan<br />

Keuntungan bentuk emulsi (Ansel, Hal 377 & Art of Compounding, Hal 314)<br />

a. Pemakaian oral (biasanya tipe M/A). Tipe M/A bertujuan untuk:<br />

• Menutupi rasa minyak yang tidak enak.<br />

• Lebih mudah dicerna dan diabsorpsi karena ukuran minyak diperkecil.<br />

• Meningkatkan efikasi minyak mineral sebagai katalisator bila diberikan dalam emulsi (minyak<br />

mineral sebagai katartik).<br />

• Keter<strong>sediaan</strong> hayati lebih baik karena sudah dalam bentuk terlarut. (mudah diabsorpsi ukuran<br />

partikel minyak kecil).<br />

b. Memperbaiki penampilan <strong>sediaan</strong> karena merupakan campuran yang homogen secara visual.<br />

c. Meningkatkan stabilitas obat yang lebih mudah terhidrolisa dalam air.<br />

d. Pembuatan <strong>sediaan</strong> yang depoterapi (RPS)<br />

• Penetrasi dan absorpsi dapat dikontrol<br />

• Kerja emulsi lebih lama


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

e. Tujuan khusus : Radiopaque emmuls (X Ray)<br />

Pemakaian pada kulit sebagai obat luar. Tipe emulsi yang digunakan adalah M/A atau A/M<br />

tergantung pada berbagai faktor:<br />

• Sifat terapeutik zat yang akan dimasukan dalam emulsi.<br />

• Keinginan untuk mendapatkan efek pelembut (emolient).<br />

• Keadaan permukaan kulit.<br />

Catatan:<br />

• Zat obat yang mengiritasi kulit umumnya akan kurang mengiritasi kulit jika pada fasa luar yang<br />

langsung kontak dengan kulit.<br />

• Pada kulit yang tidak luka, emulsi A/M biasanya dapat dipakai lebih rata karena kulit akan<br />

dilapisi oleh suatu lapisan sebum.<br />

• Jika akan membuat preparat yang mudah tercuci air dipilih M/A.<br />

• Absorpsi melalui kulit (perkutan) bila ditambah dengan mengurangi ukuran partikel dari fasa<br />

dalam.<br />

C. Tipe Emulsi<br />

Berdasarkan fasa terdispersinya emulsi terbagi (Art of Compounding, hal 31 5):<br />

a. Emulsi minyak dlm air (M/A atau O/W): fasa minyak terdispersi dlm fasa air.<br />

b. Emulsi air dlm minyak (A/M atau W/O): fasa air terdispersi dlm fasa minyak.<br />

Multiple emultion adalah: jika sebagai emulgator digunakan surfaktan dapat terjadi emulsi dengan sistem<br />

kompleks, dimana sistem tersebut mirip jenis emulsi A/M atau M/A/M.<br />

Dual emulsian adalah: emulsi yang strukturnya tidak dapat dikenali karena fasa air dan fasa minyak<br />

sangat homogen.<br />

Mikroemulsion (emulsi miselar/micelles) adalah: umumnya dengan ukuran globul kurang dari 0,15<br />

mikron dan berpenampilan transparan (umumnya berpenampilan seperti susu).<br />

• Ukuran Globul Emulsi<br />

TPC, hal 82 : 0,1 mikrometer - 100 mikrometer<br />

Martin 487 : 0,1 – 10 mikrometer;<br />

meskipun demikian ukuran < 0,01 dan > 100 mikrometer juga ada untuk<br />

<strong>sediaan</strong> tertentu.<br />

Microemulsion<br />

TPC, hal 82 : 0,1 mikrometer<br />

Martin, hal 495 : 10-200 nm<br />

• Penentuan Tipe Emulsi (TPC, 89)<br />

Ada 7 cara penentuan tipe emulsi :<br />

1. Uji Kobal Klorida (CoCl)<br />

Basahi kertas saring dengan larutan kobal klorida dan biarkan kering. Untuk emulsi minyak<br />

dalam air akan terjadi perubahan dari biru ke merah muda. Uji ini tidak dapat dipakai pada<br />

emulsi yang tidak stabil atau adanya elektrolit. (+ Lachman dysp, hal 201)<br />

2. Uji Konduktivitas<br />

Emulsi diuji terhadap penghantaran listrik. Emulsi M/A dapat menghantarkan arus listrik,<br />

sedangkan emulsi A/M tidak dapat menghantarkan arus listrik. Uji ini dapat memberikan hasil<br />

palsu pada emulsi M/A non ionik.<br />

3. Uji Pengenceran<br />

Hanya dapat digunakan untuk menguji emulsi cair saja. (Lachman dysp hal 201). Emulsi M/A<br />

dapat diencerkan dengan pelarut aqueous (dapat terlarut dalam pelarut aqueous), sedangkan<br />

emulsi A/M tidak dapat diencerkan dengan pelarut aqueous. Pengujian ini harus dilakukan<br />

dengan hati-hati karena inversi fasa dapat terjadi.<br />

4. Uji Arah Creaming<br />

Uji ini dapat dilakukan apabila densiti dari fasa air dan fasa minyak telah diketahui. Emulsi<br />

A/M akan terjadi creaming pada arah ke bawah (karena biasanya minyak mempunyai densitas<br />

yang lebih rendah dari air). Emulsi M/A akan terjadi creaming pada arah ke atas.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

5. Uji Pewarnaan<br />

Emulsi M/A : jika dicampur dengan pewarna larut air (mis. Amaranth) lalu dilihat di bawah<br />

mikroskop, maka akan fasa kontinunya (fasa pendispersinya) akan terlihat berwarna. Emulsi<br />

A/M : jika dicampur dengan pewarna larut minyak (mis. Sudan III) lalu dilihat di bawah<br />

mikroskop, maka fasa kontinu/fasa pendispersinya akan terlihat berwarna. Pengujian ini dapat<br />

memberikan hasil palsu jika terdapat emulgator ionik. (+ Lachman dysp, hal 201)<br />

6. Uji Kertas Saring<br />

M/A : akan menyebar dengan cepat ketika setitik emulsi M/A diletakkan dalam kertas saring.<br />

Sebaiknya tidak digunakan untuk cream yang terlalu kental .<br />

7. Uji Fluoresensi<br />

Setitik sample emulsi yang akan diuji dipaparkan pada sinar UV dan dilihat di bawah<br />

mikroskop. Karena kebanyakan minyak berfluoresensi di bawah lampu UV, maka emulsi A/M<br />

menunjukkan fluoresensi pada fase kontinunya dan emulsi M/A berfluoresensi hanya pada<br />

globulnya saja.<br />

D. Stabilitas Sediaan Emulsi<br />

Emulsi dikatakan stabil jika: (TPC, hal 82)<br />

• Tidak ada perubahan yang berarti dalam ukuran partikel atau distribusi partikel dari globul fasa<br />

dalam selama life time produk.<br />

• Distribusi globul yang teremulsi adalah homogen.<br />

• Memiliki aliran tiksotropik (mudah mengalir atau tersebar tetapi memiliki viskositas yang tinggi<br />

untuk meningkatkan stabilitas fisiknya)<br />

Emulsi dikatakan stabil jika tidak terjadi koalesen fasa internal, creaming dan perubahan penampilan,<br />

bau, warna, serta sifat fisik yang lain.<br />

1. Flokulasi dan creaming<br />

Martin, Physical Pharmacy, hal 513:<br />

Flokulasi adalah suatu peristiwa terbentuknya kelompok-kelompok globul yang posisinya tidak<br />

beraturan.<br />

Creaming adalah suatu peristiwa terjadinya lapisan-lapisan dengan konsentrasi yang berbeda-beda di<br />

dalam emulsi.<br />

Laju creaming tergantung pd parameter Hukum Stokes (Martin, 479):<br />

v =<br />

2g (ρ1 – ρ2) r 2<br />

9η<br />

V = laju sedimentasi<br />

R = jari -jari droplet<br />

η = viskositas cairan<br />

1 = bobot jenis droplet<br />

2 = bobot jenis cairan<br />

:<br />

Jika ρ1 < ρ2 maka V menjadi negatif terjadi creaming. Pada keadaan ini fase pendispersinya<br />

lebih berat daripada fase terdispersi, biasanya ini terjadi di emulsi minyak air.<br />

Jika ρ1 > ρ2 terjadi creaming ke bawah pada keadaan ini fase terdispersinya lebih berat daripada fase<br />

pendispersinya, maka globulnya akan kebawah. Biasanya terjadi diemulsi air minyak.<br />

Tambahan :<br />

d2 (ρs – ρo) g<br />

v =<br />

18ηo<br />

d = diameter partikel (m)<br />

g = gravitasi<br />

ηo = viskositas (poise)


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

TPC, hal 83:<br />

Emulsi M/A: creaming terjadi ke arah atas (globul terakumulasi di atas). Emulsi A/M: creaming<br />

terjadi ke arah bawah (globul terakumulasi di bawah). Ketidakstabilan ini dapat terdispersi merata<br />

kembali dengan pengocokkan.<br />

Teknik untuk mencegah creaming:<br />

• Reduksi ukuran partikel.<br />

Pada penurunan ukuran partikel hingga di bawah 2-5 mikrometer pada suhu kamar akan terjadi<br />

efek Gerak Brown yang cukup mempengaruhi stabilitas di mana creaming akan terjadi lebih<br />

lambat daripada yang diprediksi sesuai dengan Hukum Stokes. (Martin, hal 491)<br />

• Peningkatan viskositas, dengan cara:<br />

− homogenisasi<br />

− meningkatkan konsentrasi fasa terdispersi<br />

− menambah emulgator<br />

− menambah thickening agent atau viscocity improver<br />

2. Coalesence dan breaking (Martin, Physical Pharmacy, hal 514):<br />

Coalecence merupakan proses bergabungnya droplet yang akan diikuti dengan breaking yaitu<br />

pemisahan fasa terdispersi dari fasa kontinu. Prosesnya irreversibel karena lapisan emulgator yang<br />

mengelilingi cairan sudah tidak ada.<br />

3. Inversi fasa (TPC, hal 83)<br />

Inversi fasa adalah proses perubahan, dimana fasa terdispersi berubah fungsi menjadi medium<br />

pendispersi dan sebaliknya (emulsi tipe M/A menjadi tipe A/M, dan sebaliknya). Penyebab<br />

ketidakstabilan ini adalah:<br />

• Adanya perubahan suhu<br />

• Adanya penambahan bahan yang mengubah kelarutan emulgator<br />

• Pembuatan emulsi menggunakan peralatan yang kotor<br />

• Dibuat dengan prosedur pencampuran yang tidak sesuai<br />

• Perubahan komposisi fase terdispersi dan fase pendispersi. Fase terdispersi > 74% dapat<br />

mengakibatkan inversi.<br />

Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi:<br />

a. Ukuran partikel.<br />

b. Perbedaan bobot jenis kedua fasa.<br />

c. Viskositas fasa kontinu.<br />

d. Muatan partikel (berkaitan dengan <strong>teori</strong> DLVO).<br />

e. Sifat efektivitas dan jumlah emulgator yang digunakan.<br />

f. Kondisi penyimpanan: suhu (dengan berubahnya suhu, emulgator rusak emulsi rusak), ada/tidaknya<br />

agitasi dan vibrasi.<br />

g. Penguapan atau pengenceran selama penyimpanan.<br />

h. Adanya kontaminasi dan pertumbuhan mikroorganisme (bakteri akan menghasilkan produkproduk<br />

yang akan bisa merusak emulsi).<br />

Bukti-bukti ketidakstabilan emulsi:<br />

a. Fasa internal cenderung membentuk agregat.<br />

b. Globul yang besar (agregat) naik ke permukaan atau turun ke dasar dan membentuk lapisan yang<br />

tebal (koalesensi).<br />

Faktor-faktor yang sedapat mungkin dihindari dalam upaya mempertahankan kestabilan emulsi adalah:<br />

a. Cahaya.<br />

b. Suhu yang ekstrim menyebabkan emulsi menjadi kasar dan kadang-kadang breaking.<br />

c. Oksidasi dan hidrolisis menyebabkan minyak menjadi tengik.<br />

d. Pembekuan dan pengenceran emulsi menjadi kasar dan kadang-kadang breaking.<br />

E. HLB (Hidrophyl-Lipophyl-Balance)<br />

HLB adalah karakteristik (ukuran) surfaktan yang menunjukkan keseimbangan bagian hidrofil dan<br />

lipofil. Harga HLB makin besar berarti surfaktan makin bersifat hidrofil. Apabila surfaktan


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

dimasukkan ke dalam sistem minyak-air, maka gugus polar (hidrofil) akan terarah ke fasa air sedangkan<br />

gugus nonpolar (lipofil) terarah ke fasa minyak.<br />

Perhitungan HLB surfaktan:<br />

a. Cara griffin<br />

• Untuk surfaktan yang merupakan ester polialkohol dengan asam lemak:<br />

S<br />

HLB = 20 1<br />

A<br />

Dimana,<br />

S = angka penyabunan ester<br />

A = angka keasaman asam lemak<br />

• Untuk surfaktan yang esternya sukar disabunkan (S sukar ditentukan):<br />

HLB = E + P<br />

Dimana, E = % b/b gugus etilen oksid<br />

P = % b/b gugus polialkohol<br />

• Untuk surfaktan yang bagian hidrofilnya hanya terdiri dari gugus etilen oksida:<br />

E<br />

HLB =<br />

S<br />

Cara Griffin tidak berlaku untuk:<br />

• Surfaktan nonionik yang mempunyai gugus propilen oksida serta unsur N dan S.<br />

• Surfaktan anionik.<br />

b. Cara kasar<br />

Cara: surfaktan dimasukkan ke dalam air dan dikocok. (Lachman hlm. 515 th 1986).<br />

c. Cara Moore dan Bell<br />

Untuk surfaktan tipe nonionik:<br />

Dimana, H/L = HLB<br />

Eo = Σ etilen oksida dalam molekul.<br />

E =<br />

H<br />

L<br />

Penentuan HLB butuh minyak didapat dari percobaan. Caranya:<br />

• Dibuat satu seri emulsi (HLB 4-13) dengan formula sederhana, misal:<br />

R/ Minyak 20%<br />

Emulgator 3%<br />

Air ad 100%<br />

• Emulsi yang sudah jadi dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi yang ditempeli kertas grafik.<br />

Tinggi endapan yang terj adi diukur.<br />

• Setelah diperoleh HLB pada emulsi yang stabil, ulangi percobaan pada range yang lebih kecil,<br />

misal HLB 9 stabil, maka dibuat range: 8 ; 8,25 ; 8,5<br />

Pada pembuatan emulsi emulgator yang digunakan harus memiliki HLB yang sama dengan HLB<br />

butuh minyak. Umumnya dipakai kombinasi 2 emulgator dengan harga HLB rendah dan HLB tinggi.<br />

(HLB butuh minyak ada diantara 2 emulgator yang akan dipakai). Kombinasi 2 emulgator akan<br />

memberikan hasil yang lebih baik karena dapat terbentuk film yang lebih rapat serta diperoleh harga<br />

HLB yang sama dengan HLB butuh minyak.<br />

Perhitungan:<br />

misal R/ Minyak 20% HLB butuh = 7 (misal)<br />

Emulgator 3%<br />

Air ad 100%<br />

Emulgator yang dipakai: Tween 80 HLB = 16<br />

Span 80 HLB = 4,3


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2008/2009<br />

LIKUIDA<br />

Misal, Tween 80 = X, maka Span 80 = (3 – X)<br />

Jadi: 16 x x + 4,3 (3 – x) = 7 x 3<br />

x = 0,692<br />

Maka : Tween 80 = 0,692 Span 80 = 2,308<br />

Perhitungan Emulgator (Cara Aligasi) :<br />

Diket : misal R/ Minyak 20% HLB butuh = 7 (misal)<br />

Emulgator 3%<br />

Air ad 100%<br />

Emulgator yang dipakai: Tween 80 HLB = 16 2,7<br />

7<br />

Span 80 HLB = 4,3 9<br />

11,7<br />

Maka emulgator yang ditimbang : Twen 80 : 2,7 x 3 gram = 0,692 gram<br />

11,7<br />

Span 80 :<br />

9 x 3 gram = 2,308 gram<br />

11,7<br />

Emulsi steril (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril, hal 169)<br />

Pemakaian bentuk ini jarang, karena sangat sukar membuat <strong>sediaan</strong> emulsi parenteral stabil dengan<br />

diameter < 1µm, agar tak terjadi emboli pada aliran darah.<br />

Formula emulsi oral/internal:<br />

Formula emulsi topikal/eksternal:<br />

a. Zat aktif a. Zat aktif<br />

b. Pembawa (air dan minyak) b. Pembawa (air dan minyak)<br />

c. Emulgator c. Emulgator<br />

d. Pengawet d. Pengawet<br />

e. Bahan pembantu: Antioksidan e. Bahan pembantu: Antioksidan<br />

Pemanis<br />

Emolient<br />

Flavor<br />

Pewangi<br />

Pewarna<br />

Pewarna<br />

Formula emulsi parenteral:<br />

a. Zat aktif<br />

b. Pembawa (air dan minyak)<br />

c. Emulgator<br />

d. Pengawet<br />

e. Antioksidan


Umumnya <strong>sediaan</strong> parenteral berbentuk emulsi ditujukan untuk:<br />

a. Sediaan emulsi untuk mencegah alergi, berupa emulsi A/M diberikan secara subkutan.<br />

b. Sediaan emulsi lepas lambat, diberikan secara intramuskular, berupa emulsi M/A.<br />

c. Sediaan emulsi untuk menambah makanan, berupa emulsi M/A, diberikan secara intravena.<br />

Keterbatasan <strong>sediaan</strong> parenteral bentuk emulsi yaitu:<br />

a. Pemilihan stabilisator dan zat pengemulsi sangat terbatas.<br />

b. Lebih besar kemungkinan terjadi reaksi pirogen dan hemolisa.<br />

II. FORMULA<br />

Sebelum menyusun formula harus diketahui dahulu:<br />

a. Sifat-sifat fisika dan kimia zat berkhasiat.<br />

b. Penggunaan emulsi (obat luar atau obat dalam).<br />

c. Tipe emulsi (M/A atau A/M).<br />

d. Konsistensi emulsi.<br />

Formula umum <strong>sediaan</strong> emulsi:<br />

a. Zat aktif<br />

Harus memperhatikan:<br />

• Sifat fisika (kelarutan, titik leleh, sifat aktif permukaan,pH).<br />

• Sifat kimia (antaraksi kimia).<br />

• Stabilita (cahaya, panas, oksidasi-reduksi, hidrolisa).<br />

b. Pembawa (minyak dan air)<br />

Pemilihan fase minyak tergantung pada pertimbangan:<br />

• Jenis minyak: minyal alam/sintetik<br />

• Konsistensi minyak: encer/padat<br />

• Rasa<br />

c. Emulgator<br />

d. Zat pengawet<br />

e. Bahan pembantu sesuai kebutuhan: antioksidan, pemanis, pewangi, pewarna, dapar, anticaplocking,<br />

anti busa, dll.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />

LIKUIDA<br />

A. Bahan Pembantu<br />

Hal yang perlu diperhatikan dalam penambahan bahan pembantu:<br />

• Elektrolit: penambahan elektrolit akan menurunkan potensial zeta sehingga emulsi tidak stabil.<br />

• Zat bersifat asam: penambahan zat bersifat asam harus diperhatikan karena dapat menyebabkan<br />

emulsi menjadi pecah.<br />

• Penambahan zat yang menyebabkan perubahan emulgator dapat menyebabkan terjadinya inversi<br />

fasa. Contoh: emulsi M/A yang distabilkan dengan emulgator natrium stearat akan berubah menjadi<br />

emulsi A/M bila ditambah CaCl2.<br />

• Emulgator: konsentrasi emulgator yang tidak sesuai akan mempengaruhi kestabilan emulsi. Pilih<br />

emulgator yang sesuai dengan tujuan pemakaian emulsi dan toksisitasnya.<br />

• Pengawet: pada pembuatan emulsi perlu ditambahkan pengawet untuk mencegah pertumbuhan<br />

mikroba yang hidup dalam fase air dan yang dapat menyebabkan kerusakan atau penguraian<br />

emulgator alam atau minyak alam sehingga emulsi pecah. Beberapa bahan pembantu yang akan<br />

diuraikan lebih lanjut adalah:<br />

1. Emulgator<br />

2. Pengawet<br />

3. Anti oksidan<br />

4. Flavor atau pemanis<br />

1. Emulgator<br />

Untuk mencegah penggabungan kembali globul-globul diperlukan suatu zat yang dapat membentuk<br />

lapisan film diantara globul-globul tersebut sehingga proses penggabungan menjadi terhalang, zat<br />

tersebut adalah zat pengemulsi (emulgator).<br />

Emulgator yang dipilih harus memenuhi persyaratan:<br />

a. Dapat tercampurkan dengan bahan formulatif lain.<br />

b. Tidak mengganggu stabilitas atau efikasi dari zat terapetik.<br />

c. Harus stabil.<br />

d. Harus tidak toksik pada penggunaan yang dimaksud jumlahnya.<br />

e. Harus berbau, berasa, dan berwarna lemah.<br />

Dasar pemilihan dalam menggunakan zat pengemulsi :<br />

(Lachman, The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, 1970, hlm. 469)<br />

a. Toksisitas yang mungkin timbul bila dipaparkan.<br />

b. OTT kimia.<br />

c. Harga<br />

d. Tipe emulsi yang diinginkan<br />

e. Stabilitas (shelf life yang diinginkan)<br />

f. Tujuan penggunaan / rute pemberian.<br />

Emulgator dapat dibedakan berdasarkan Mekanisme kerja dan sumbernya.<br />

a. Berdasarkan mekanisme kerjanya:<br />

i. Golongan surfaktan<br />

Memiliki mekanisme kerja menurunkan tegangan permukaan/antar permukaan minyak-air serta<br />

membentuk lapisan film monomolekuler ada permukaan globul fase terdispersi. Film yang<br />

terbentuk idealnyabersifat fleksibel (lentur), sehingga tahan benturan dan mudah kembali ke<br />

keadaan semula bila terjadi benturan. Surfaktan juga membentuk lapisan film yang bermuatan<br />

yang dapat menimbulkan gaya tolak-menolak antara sesama globul.<br />

Jenis-jenis surfaktan (TPC, 84-86):<br />

‣ Berdasarkan Jenis surfaktan<br />

Secara kimiawi surfaktan terdiri dari gugus hidrofilik dan lipofilik dengan bagian lipofilik<br />

dari molekul menyebabkan aktivitas permukaan dari molekul tersebut. (Ansel text book, hal<br />

243)<br />

- Surfaktan Anionik<br />

Gugus lipofilik : negatif<br />

Contoh<br />

: Na-lauril sulfat, Na-oleat, Na-stearat.<br />

- Surfaktan Kationik<br />

Gugus lipofilik : positif


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />

LIKUIDA<br />

Contoh<br />

- Surfaktan Non Ionik<br />

Gugus lipofilik<br />

Contoh<br />

- Surfaktan Amfoterik<br />

Contoh<br />

: Zehiran klorida, Setil trimetil amonium bromida.<br />

: non ionik (tidak bermuatan)<br />

: Tween-80, Span-80<br />

: Amonium Kwaterner<br />

‣ Berdasarkan HLB (Hidrophyl-Lipophyl-Balance)<br />

Klasifikasi fungsi surfaktan menurut HLB-nya (Martin, Alfred, Farmasi Fisik, ed.3, vol2,<br />

Jakarta, UI-Press,1993, 941)<br />

HLB<br />

Penggunaan<br />

1-3 Anti busa<br />

3-8 Emulgator emulsi air dalam minyak<br />

7-9 Zat pembasah (wetting agent)<br />

8-16 Emulgator emulsi minyak dalam air<br />

13-16 Detergen<br />

16-19 “Solubilizing agent” (meningkatkan kelarutan zat)<br />

Klasifikasi fungsi surfaktan menurut HLB-nya (The Pharmaceutical Codex, 12 th ed,<br />

London, The Pharmaceutical Press, 1994, hal 86)<br />

HLB<br />

Penggunaan<br />

1-3 Anti busa<br />

4-6 Emulgator emulsi air dalam minyak<br />

7-9 Zat pembasah (wetting agent)<br />

8-18 Emulgator emulsi minyak dalam air<br />

13-15 Detergen<br />

10-18 “Solubilizing agent” (meningkatkan kelarutan zat)<br />

Nilai HLB butuh beberapa minyak (Lachman hlm 516 tahun 1986)<br />

Minyak O/W Emulsion (Fluid) W/O Emulsion (Fluid)<br />

Cetyl alcohol 15 -<br />

Stearyl alcohol 14 -<br />

Stearic acid 15 -<br />

Lanolin anhydrous 10 8<br />

Mineral oil, light and heavy 12 -<br />

Cotton seed oil 10 5<br />

Pecidatum 12 5<br />

Beeswax 12 4<br />

Parafin wax 11 4<br />

Nb: Castrol oil (Codex,87) 14 -<br />

Nilai HLB butuh beberapa minyak (Martin, 1993, Physical Pharmacy, hal.372):<br />

Minyak o/w emulsion w/o emulsion<br />

Cottonseed oil<br />

Petrolatum<br />

Beeswax<br />

Paraffin wax<br />

Mineral oil<br />

Methyl silicone<br />

Lanolin, anhydrous<br />

Carnauba wax<br />

Lauryl alcohol<br />

Castor oil<br />

6-7<br />

8<br />

9-11<br />

10<br />

10-12<br />

11<br />

12-14<br />

12-14<br />

14<br />

14<br />

-<br />

-<br />

5<br />

4<br />

5-6<br />

-<br />

8<br />

-<br />

-<br />

-


Kerosene<br />

Cetyl alcohol<br />

Stearyl alcohol<br />

Carbon tetrachloride<br />

Lauric acid<br />

Oleic acid<br />

Stearic acid<br />

12-14<br />

13-16<br />

15-16<br />

16<br />

16<br />

17<br />

17<br />

-<br />

-<br />

-<br />

-<br />

-<br />

-<br />

-<br />

Martin, 1993, hal. 490:<br />

In general, o/w emulsion are formed when the HLB of emulsifier is within the range about 9<br />

to 12, and w/o emulsions are formed when the range is about 3 to 6.<br />

RPS, 21 st ed., hal. 760-761:<br />

HLB value<br />

1-3<br />

7-10<br />

13-20<br />

13-15<br />

8-16<br />

3-8<br />

Function<br />

Antifoaming agent<br />

Wetting agent<br />

Solubilizers<br />

Detergent<br />

o/w emulsion<br />

w/o emulsion<br />

Nilai HLB beberapa emulgator: (Modul Praktikum Farmasi Fisika, hlm. 53-54)<br />

Emulgator<br />

HLB<br />

Parsial ester asam lemak dari sorbitan:<br />

Sorbitan mono laurat (Span 20) 8,6<br />

Sorbitan mono palmitat (Span 40) 6,7<br />

Sorbitan mono stearat (Span 60) 4,7<br />

Sorbitan tri stearat (Span 65) 2,1<br />

Sorbitan mono oleat (Span 80) 4,3<br />

Sorbitan tri oleat (Span 85) 1,8<br />

Parsial ester asam lemak dari polioksi etilensorbitan:<br />

Polioksietilen sorbitan (20) mono laurat (Tween 20) 16,7<br />

Polioksietilen sorbitan (4) mono laurat (Tween 21) 13,3<br />

Polioksietilen sorbitan (20) mono palmitat (Tween 40) 15,6<br />

Polioksietilen sorbitan (20) mono stearat (Tween 60) 14,9<br />

Polioksietilen sorbitan (4) mono oleat (Tween 61) 9,6<br />

Polioksietilen sorbitan tri stearat (Tween 65) 10,5


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />

LIKUIDA<br />

Polioksietilen sorbitan (20) mono oleat (Tween 80) 15,0<br />

Polioksietilen sorbitan (5) mono oleat (Tween 81) 10,0<br />

Polioksietilen sorbitan (20) tri oleat (Tween 85) 11,0<br />

Natrium lauril sulfat 40,0<br />

Natrium oleat 18,0<br />

Asam oleat 1,0<br />

Setostearil alkohol 1,2<br />

Eter alkohol lemak dari polioksietilen:<br />

Polioksietilen eter laurat (Brij 30) 9,7<br />

Polioksietilen eter laurat (Brij 35) 16,9<br />

Polioksietilen eter setil (Brij 52) 5,3<br />

Polioksietilen eter setil (Brij 56) 12,9<br />

Polioksietilen eter setil (Brij 58) 15,7<br />

Polioksietilen eter stearat (Brij 72) 4,9<br />

Polioksietilen eter stearat (Brij 76) 12,4<br />

Polioksietilen eter stearat (Brij 78) 15,3<br />

Polioksietilen eter oleat (Brij 92) 4,9<br />

Polioksietilen eter oleat (Brij 96) 12,4<br />

Polioksietilen eter oleat (Brij 98) 15,3<br />

Sorbitan seskui oleat (Arlacel 83) 3,7<br />

Gliseril mono stearat 3,8<br />

Ester asam lemak dari polioksietilen:<br />

Polioksietilen eter stearat (Myrij 45) 11,1<br />

Polioksietilen eter stearat (Myrij 49) 15,0<br />

Polioksietilen eter stearat (Myrij 51) 16,0<br />

Polioksietilen eter stearat (Myrij 52) 16,9<br />

Polioksietilen eter stearat (Myrij 53) 17,9<br />

Polioksietilen eter stearat (Myrij 59) 18,8<br />

Polioksietilen eter -400-mono-stearat (Cremophor AP padat) 11,6<br />

Polioksietilen eter risinoleat (remophor EL) 13,3<br />

Nb: Trietanol oleat (Martin,942) 12<br />

ii. Golongan koloid hidrofil<br />

Emulgator ini membentuk lapisan film multimolekuler disekeliling globul yang terdispersi.<br />

Lapisan film yang dibentuk bersifat rigid dan kuat. Selain itu golongan ini juga bersifat<br />

mengembang dalam air sehingga dapat meningkatkan viskositas <strong>sediaan</strong> yang sekaligus akan<br />

meningkatkan kestabilan emulsi.<br />

Contoh : acasia, tragakan, CMC, tylosa.<br />

iii. Golongan zat terbagi halus<br />

Emulgator ini membentuk lapisan film mono dan multimolekuler, oleh adanya partikel halus<br />

yang teradsorpsi pada antar permukaan kedua fasa.<br />

Contoh: bentonit, veegum.<br />

Codex, 88: Veegum dapat mengabsorbsi air sehingga dapat membentuk gel. Pada konsentrasi 2-<br />

5%, veegum dapat menjadi emulgator sistem M/A. Bentonit dapat digunakan sebagai stabilisator<br />

emulsi M/A dan A/M.<br />

Lapisan film yang mengelilingi globul fase terdispersi membantu mencegah pengelompokkan<br />

globul dan idealnya lapisan tersebut bersifat fleksibel sehingga dapat dibentuk kembali denagn<br />

cepat jika terganggu atau sedikit pecah.<br />

b. Berdasarkan sumbernya:<br />

i. Bahan alam (Natural Product)<br />

− Polisakarida: acasia (gom arab), tragakan, Na-alginat, Starch/amilum, caragen, pektin dan<br />

agar.<br />

− Senyawa yang mengandung sterol: Beeswax, Wool-fat.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />

LIKUIDA<br />

• Gom Arab<br />

Keuntungan: Penampilan bagus, rasa enak, relatif stabil pada pH 2-11.<br />

Kerugian : Mahal, pada penyimpanan musilago gom arab akan bersifat asam karena adanya<br />

aktifitas enzim yaitu enzim oksidase yang akan menguraikan zat aktif yang sensitif terhadap<br />

oksidase.<br />

Penggunaan:<br />

a. Bentuk serbuk<br />

1 gr serbuk dalam 4 mL minyak biasa<br />

1 gr serbuk dalam 2 mL minyak atsiri<br />

Menghasilkan emulsi yang lebih stabil<br />

b. Bentuk musilago<br />

1 gr musilago dalam 2 mL (umum)<br />

• Tragakan<br />

− Jarang digunakan sendiri karena membentuk emulsi yang keruh karena globul minyak<br />

akan besar.<br />

− Menyebabkan meningkatnya viskositas,sehingga menjadi lebih stabil<br />

− Digunakan perbandingan 1 : 50 dengan minyak (lebih murah dari gom arab).<br />

− Penambahan alkali, natrium borat, alkohol dan larutan garam alkali harus ditambahkan<br />

secara hati-hati, untuk mencegah cracking.<br />

− Biasanya emulgator golongan karbohidrat membentuk emulsi minyak dalam air.<br />

− Emulsi stabil dalam asam, netral dan tidak dalam alkali.<br />

− Penggunaan utama sebagai pengental dengan akasia dengan perbandingan 0,1 gr<br />

tragakan untuk 1 gr akasia.<br />

• Agar<br />

− Terkadang dipakai sebagai emulgator untuk minyak mineral<br />

− Sebagai pengental dan biasa digunakan bersama akasia untuk meningkatkan stabilitas<br />

dan mencegah creaming<br />

− Agar musilago disiapkan dengan melarutkan agar pada air mendidih.<br />

Caranya :<br />

1. emulsi utama yang mengandung minyak mineral, akasia dibentuk dahulu<br />

2. dengan stirring konstan, 2 % agar musilago ditambah untuk membentuk 30-50% dari<br />

volume akhir.<br />

• Male Extract<br />

Terutama untuk emulsi cod-liver oil<br />

Minyak ditambah perlahan-lahan dengan triturasi konstan, untuk membentuk ekstrak<br />

semisolid pada mortar hangat.<br />

Akan menghasilkan emulsi bewarna coklat yang bisa terpisah menjadi lapisan tapi tidak<br />

menjadi crack bila minyak telah diemulsikan secara baik.<br />

ii. Polisakarida Semisintetik<br />

Contoh: Metyl selulosa, Na-Carboxymethylselulosa (CMC).<br />

• Metyl Selulosa<br />

− Terutama digunakan dan efektif untuk penstabil emulsi minyak dalam air.<br />

− pH optimum 3-11.<br />

− Bersifat nonionik.<br />

− Larut baik dalam air dingin.<br />

− Terkoagulasi oleh elektrolit dengan konsentrasi tinggi.<br />

• CMC<br />

− Viskositas sangat tinggi sehinggga digunakan untuk penstabil emulsi.<br />

− Konsentrasi yang digunakan 0,5-1%.<br />

− pH 5-10.<br />

− Stabil pada air dingin.<br />

iii. Emulgator sintetik : Surfaktan, sabun &alkali (kerugian : inkompatibel terhadap asam), alkohol<br />

(cetyl alkohol, glyceril), carbowaxes (PEG), lesitin (fosfolipid)


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />

LIKUIDA<br />

2. Pengawet<br />

Pengawet diperlukan dalam <strong>sediaan</strong> emulsi karena:<br />

− Fasa air merupakan media tumbuh yang baik bagi bakteri/mikroorganisme<br />

Pengawet terutama diperlukan pada saat <strong>sediaan</strong> M/A, karena air merupakan fasa yang jumlahnya<br />

lebih besar (fasa eksternal).<br />

Semua emulsi memerlukan bahan antimikroba karena fase air mempermudah pertumbuhan<br />

mikroorganisme….(FI IV hal 7)<br />

− Penggunaan emulgator alam yang mudah terurai oleh mikroorganisme.<br />

− Kontaminasi dari mikroba selama proses, baik dari udara, peralatan, maupun dari personel.<br />

− Menghindari perubahan yang tidak diinginkan dari <strong>sediaan</strong> emulsi (seperti perubahan warna,<br />

terbentuknya gas dan bau, perubahan sifat rheologi, pecah ) yang disebabkan oleh<br />

organisme (stabiltas) <br />

− Bakteri dapat menguraikan emulgator non ionik dan anionik, gliserin, gum tumbuhan sebagai<br />

pengental (Martin, 1161)<br />

Persyaratan pengawet (codex,300)<br />

− Larut dalam kedua fasa (terutama dalam fasa air).<br />

− Tercampurkan dengan komponen lain dalam <strong>sediaan</strong> dan material pengemas (wadah)<br />

− Efektif dalam konsentrasi rendah, stabil pada rentang pH dan suhu yang luas.<br />

− Tidak toksik dan tidak merangsang/tidak mengiritasi.<br />

− Tidak menimbulkan rasa, warna, dan bau yang tidak enak/tidak sesuai.<br />

Tambahan dari Martin, 1161<br />

− Pengawet terbagi lebih banyak dalam fase air<br />

− Pengawet harus dalam keadaan tidak terionisasi agar dapat berpenetrasi ke dalam membran bakteri<br />

− Tidak terikat oleh komponen lain karena pengawet efektif dalam bentuk bebas<br />

Pemilihan pengawet tergantung (codex, 300)<br />

− Rute, dosis, dan frekuensi pemberian<br />

− Sifat fisika dan kimia pengawet, zat aktif, dan bahan pembantu lain, serta material<br />

pengemas(wadah)<br />

Adanya kemungkinan antaraksi antar pengawet dan komponen lain, terutama surfaktan, menyebabkan<br />

harus dilakukan pemilihan konsentrasi yang tepat. Keefektifan pengawet lebih ditentukan dari<br />

konsentrasi pengawet yang tidak terikat/bebas yang terdapat dalam fasa air.<br />

Contoh pengawet:<br />

Menurut FI IV, hal 7, pengawet yang biasa digunakan dalam emulsi adalah: metil-, etil-, propil-, dan<br />

butil paraben, asam benzoat, dan senyawa amonium quartener.<br />

a. Asam organik<br />

• Asam benzoat, digunakan pada pH 5, konsentrasi 0,1% digunakan CHCl3 untuk emulsi parafin<br />

cair.<br />

• Asam sorbat, digunakan pada pH 6,5, dapat mengiritasi kulit dan kurang efektif, konsentrasi<br />

0,1 – 0,2%. (Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida dan Semisolid, revisi 2003: Asam<br />

sorbat digunakan dalam <strong>sediaan</strong> yang mengandung surfaktan non ionik)<br />

b. Ester dari asam p-hidroksi benzoat<br />

Stabil, inert, tidak toksik, tidak berasa, efektif pada pH 7 – 9, terdispersi pada kedua fasa, konsentrasi<br />

0,1 – 0,2%. Contoh metil paraben, etil paraben, propil paraben, butil paraben, dan garam-garam<br />

natriumnya.<br />

Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida dan Semisolid, revisi 2003:<br />

Metil-p-hidroksibenzoat dengan konsentrasi 0,1-0,2% untuk tipe M/A. Untuk bentuk ester yang lebih<br />

tinggi (propil dan butil) digunakan konsentrasi mendekati larutan jenuhnya. Aktivitas pengawet<br />

berkurang dengan adanya surfaktan non ionik atau di dalam <strong>sediaan</strong> krim dengan konsentrasi minyak<br />

tinggi. Dapat diatasi dengan meningkatkan konsentrasi pengawet. Kombinasi pengawet dapat<br />

digunakan untuk meningkatkan kelarutan pengawet, konsentrasi total meningkat, dan efektif<br />

terhadap range mikroorganisme yang lebih besar. Kombinasi metil paraben dan propil paraben yaitu<br />

dengan rasio 2:1 (konsentrasi 0,06% dan 0,03%).


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />

LIKUIDA<br />

c. Senyawa amonium quarterner<br />

Konsentrasi 0,002 – 0,01%. Contoh: benzal konium klorida, setilpiriinium klorida, dll.<br />

d. Senyawa merkuri organik<br />

Konsentrasi 0,004 – 0,01%<br />

e. Pengawet lainnya (Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida dan Semisolid, revisi 2003)<br />

Fenol 0,5% dan klorokresol 0,1%. Keduanya digunakan juga pada pembuatan krim.<br />

Catatan:<br />

Untuk setiap penggunaan 1% emulgator non ionik sangat menguntungkan bila dilakukan penambahan<br />

0,01% nipagin (metil paraben) dan 0,05% nipasol (propil paraben).<br />

3. Antioksidan<br />

Antioksidan diperlukan terutama untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi bahan berkhasiat dan<br />

oksidasi fese minyak yang menimbulkan ketengikan dari fasa minyak (konsentrasi 0,01-0,1%). Syarat<br />

antioksidan:<br />

− Dapat segera terdispersi pada <strong>sediaan</strong>.<br />

− Syarat lain sama dengan pengawet.<br />

Contoh: BHT (butil hidroksi toluat), BHA (butil hidroksi anisol), tokoferol/vit E, dodesil galat, alkil<br />

galate, natrium metabisulfit.<br />

Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida dan Semisolid, revisi 2003:<br />

Untuk ion logam berat yang dapat mengkatalisasi terjadinya reaksi oksidasi, dapat diikat dengan<br />

”sequestering agent” seperti asam sitrat dan asam tartrat.<br />

Berikut konsentrasi yang dapat digunakan untuk beberapa antioksidan (Codex, 291):<br />

Antioksidan<br />

Air<br />

Alko<br />

hol<br />

Kelarutan C<br />

Minyak Lainnya (%)<br />

Keterangan tambahan<br />

Antioksidan sejati<br />

α-tokoferol asetat insol sol sol s.d 0,001 Hingga 10 ppm<br />

sebaiknya<br />

ditambahkan pada<br />

parafin likuid<br />

d- α tokoferol insol Sol Sol sol dlm aseton, 0,05-0,05 ADI=max 2mg/kg<br />

(natural) kloroform. Eter BB. Stabil terhadap<br />

panas dan basa.<br />

BHA insol Sol Sol Sol dlm arakis, 0,005- ADI=max 0,5mg/kg<br />

minyak, 0,02 BB. Memiliki<br />

kloroform, eter<br />

aktivitas antimikroba.<br />

propilen glikol<br />

Cahaya dan logam<br />

dapat merubah warna<br />

dan mengurangi<br />

aktivitas antioksidan.<br />

Digunakan untuk<br />

memperlambat dan<br />

mencegah oksidasi<br />

lemak dan minyak<br />

serta mencegah<br />

menurunnya aktivitas<br />

vitamin larut minyak.<br />

BHT insol Sol Sol Sol dlm 0,005- ADI=max 125µg/kg<br />

kloroform, 0,02 BB.Memiliki aktivitas<br />

eter, parafin<br />

likuid<br />

antimikroba.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />

LIKUIDA<br />

Propil galat sl sol Sol Sl sol Sol dlm eter, 0,001- ADI=max 2,5 mg/kg<br />

propilen glikol 0,15 BB.Mencegah<br />

ketengikan minyal<br />

atau lemak.<br />

Agen pereduksi<br />

Asam askorbat Sol Sol Insol Sol dlm 0,01-0,5 Tidak stabil dalam<br />

gliserol,<br />

larutan, stabilitas<br />

propilan glikol<br />

maksimum dari<br />

larutan pada pH<br />

5,4.Oksidasi<br />

dipercepat dengan<br />

cahaya, panas dan<br />

dikatalisasi dengan<br />

besi dan tembaga.<br />

Aseton sodium<br />

bisulfit<br />

0,2-0,4<br />

Potasium<br />

metabisulfit<br />

Sol<br />

Insol<br />

Sodium metabisulfit Sol Sl sol Insol Sol dlm 0,01-1,0 ADI=max 700 µg /kg<br />

gliserol<br />

BB.Inkompatibel<br />

dengan komponen<br />

simpatomimetik dan<br />

kloramfenikol.<br />

Stabilitas berkurang<br />

dengan adanya<br />

glukosa. Memiliki<br />

aktivitas animikroba.<br />

Terdekomposisi di<br />

udara.<br />

Sodium thiosulphate Sol Insol<br />

0,1-1,0 ADI=max 700 µg /kg<br />

BB.Tidak stabil dalam<br />

larutan.<br />

Thioglycerol<br />

Sol<br />

Sl sol<br />

Sinergis<br />

antioksidan<br />

Asam sitrat Sol Sol 0,005- Inkompatibel dengan<br />

0,01 potasium tartrat, basa,<br />

asetat, dan sulfit.<br />

EDTA dan garam<br />

Sl sol<br />

0,002-0,1 Inkompatibel dengan<br />

ion logam polivalen,<br />

tembaga, besi, dan<br />

mangan.<br />

Hydroquinolin sulfat<br />

Sol<br />

Sl sol<br />

Asam fosfat Sl sol Sl sol 0,005-<br />

0,01<br />

Natrium sitrat Sol Insol<br />

Asam tartrat sol sol 0,01-0,02


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />

LIKUIDA<br />

4. Flavor/Pemanis<br />

Pemanis perlu ditambahkan untuk menutup bau yang tidak enak, oleh karena itu dipilih bau yang tahan<br />

lama tetapi tidak terlalu merubah fasa <strong>sediaan</strong>. Flavour ditambahklan pada fasa luar setelah <strong>sediaan</strong> jadi.<br />

Contoh: sorbitol (pemanis fasa air), vanilin (fasa air).<br />

B. Permasalahan Yang Dihadapi Dalam Penyusunan Formula<br />

1. Pemilihan emulgator<br />

2. Mendapatkan konsistensi yang tepat<br />

Konsistensi suatu <strong>sediaan</strong> emulsi kadang-kadang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.<br />

Untuk meningkatkan konsistensi emulsi cair, yaitu:<br />

− Meningkatkan kekentalan fasa luar.<br />

− Meningkatkan persentase volume fasa terdispersi.<br />

− Memperkecil ukuran partikel, meningkatkan homogenitasnya.<br />

− Menambah jumlah emulgator.<br />

− Menambah pengental atau emulagator hidrofob.<br />

3. Persiapan mengatasi kemungkinan terjadinya oksidasi atau reaksi mikrobiologi (pemilihan<br />

antioksidan dan pengawet yang cocok)<br />

4. Cara pembuatan, termasuk alat yang digunakan.<br />

5. Pemilihan wadah<br />

III. PEMBUATAN SEDIAAN EMULSI<br />

Sebelum membuat <strong>sediaan</strong> emulsi harus diperhatikan hal-hal berikut ini:<br />

1. Sediaan yang akan dibuat adalah emulsi oral ....... dengan kekuatan <strong>sediaan</strong>……..<br />

2. Sediaan emulsi akan dikemas dalam botol kaca dengan volume masing-masing botol adalah<br />

3. Jumlah <strong>sediaan</strong> yang dibuat sebanyak....botol (untuk dikumpulkan + untuk evaluasi). Jadi jumlah<br />

volume emulsi yang dibuat sebanyak = (....botol X volume @ botol)<br />

4. Semua bahan yang diperlukan ditimbang sebanyak yang dibutuhkan.<br />

5. Didihkan air yang akan digunakan sebagai pembawa, dinginkan sebelum digunakan.<br />

6. Lanjutkan sesuai metode pembuatan emulsi yang dipilih.<br />

A. Prosedur pembuatan <strong>sediaan</strong> diantaranya dijelaskan pada dua pustaka:<br />

1. The art of Compounding, 1957, 9 th ed., Hlm 327-329 & Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi,<br />

Howart C. Ansel, ed. 4, 1989<br />

2. RPS, 18 th ed., Hlm. 1535-1536<br />

1. Menurut The art of Compounding, 1957, 9 th ed., Hlm 327-329 & Pengantar Bentuk Sediaan<br />

Farmasi, Howart C. Ansel, ed. 4, 1989<br />

Ada 3 cara, yaitu:<br />

a. Metode Kontinental (Gom kering) prosesnya cepat<br />

• Membuat emulsi primer/awal/utama terlebih dahulu dengan perbandingan minyak : air :<br />

emulgator = 4 : 2 : 1. Cara membuatnya sbb : Masukkan emulgator/gom dalam mortir,<br />

tambahkan minyak. Aduk hingga tercampur baik. Tambahkan sekaligus air, aduk cepat<br />

hingga terbentuk emulsi utama yang encer, stabil dan mengeluarkan bunyi khas pada<br />

pergerakan alu.<br />

• Tambahkan bahan formulatif lain (zat pengawet, penstabil, perasa, dll dilarutkan dahulu<br />

dalam sedikit fase luar baru dicampur dengan emulsi utama).<br />

• Zat yang mengganggu stabilitas emulsi ditambahkan terakhir (misalnya elektrolit, garam<br />

logam, alkohol).<br />

• Bila semua bahan sudah ditambahkan, emulsi dipindahkan ke gelas ukur dan sisa fase luar<br />

ditambah hingga volume yang diinginkan.<br />

b. Metode Inggris (Gom basah) prosesnya lama<br />

Cocok untuk membuat emulsi dari minyak-minyak yang sangat kental.<br />

• Emulgator (misal CMC, Tilosa, Veegum, Bentonit) sebanyak.... dikembangkan terlebih<br />

dahulu sesuai dengan sifat masing-masing emulgator.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />

LIKUIDA<br />

• membuat emulsi primer/awal/utama terlebih dahulu dengan perbandingan minyak : air :<br />

emulgator = 4 : 2 : 1. Cara membuatnya sbb: 1 bagian emulgator/gom dicampur dengan 2<br />

bagian air hingga terbentuk mucilage. Tambahkan minyak sedikit demi sedikit, aduk cepat<br />

dan kekentalan dijaga dengan menambahkan air. Setelah terbentuk emulsi primer, teruskan<br />

pengocokan selama 1-3 menit.<br />

• Bahan formulatif lainnya (zat pengawet, perasa, dll) ditambahkan dengan cara dilarutkan<br />

terlebih dahulu ke dalam sedikit fasa luar baru kemudian dicampurkan dengan emulsi<br />

utama.<br />

• Zat yang mengganggu stabilitas emulsi ditambahkan terakhir (misalnya elektrolit, garam<br />

logam, alkohol).<br />

• Sisa air ditambahkan sedikit demi sedikit sambil diaduk cepat sampai mencapai volume<br />

yang diinginkan.<br />

c. Metode Botol<br />

• Cocok untuk membuat emulsi minyak yang mudah menguap (minyak atsiri) dan mempunyai<br />

viskositas rendah (minyak yang tidak kental karena percikan/semburan dapat dicegah.<br />

• Satu bagian emulgator kering dimasukkan dalam botol dan tambahkan 2 bagian minyak<br />

atsiri. Kocok hingga tercampur baik. Kemudian tambahkan 2 bagian air sekaligus, kocok<br />

hingga terbentuk emulsi. Tambahkan fase luar sisa sedikit demi sedikit, kocok setiap<br />

penambahan.<br />

• Catatan :<br />

Pengocokan yang tidak teratur lebih baik daripada pengocokan yang teratur.<br />

Penimbangan bahan (terutama air/minyak) harus akurat dan menggunakan wadah yang<br />

kering, demikian juga mortir yang digunakan harus kering.<br />

2. Menurut RPS, 18 th ed., Hlm. 1535-1536, 21 st ed., hlm. 762<br />

Tujuan dalam membuat emulsi adalah mengurangi ukuran fase internal menjadi droplet-droplet kecil<br />

dan dapat terdispersi dalam fase external. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan<br />

mortir dan stamper atau dengan emulsifier kecepatan tinggi. Penambahan emulgator tidak hanya<br />

untuk tujuan diatas, tetapi juga untuk menstabilkan emulsi.<br />

Emulsi dapat dipersiapkan dengan 4 metoda:<br />

a. Penambahan fase internal kedalam fase eksternal<br />

Jika fase internal air dan fase eksternal minyak (A/M)<br />

• Larutkan bahan larut air dalam air secukupnya<br />

• Larutkan bahan larut minyak dalam minyak<br />

• Masukkan fase minyak kedalam fase air sambil diaduk<br />

• Masukkan sisa air kedalam emulsi yang telah terbentuk<br />

b. Penambahan fase eksternal kedalam fase internal<br />

Misal: emulsi M/A<br />

Penambahan fase air (fase eksternal) kedalam fase minyak (fase internal) akan membentuk<br />

emulsi A/M, karena fase minyak lebih banyak. Setelah sisa fase air ditambahkan akan terjadi<br />

inversi sehingga terbentuk emulsi M/A. Metoda ini terutama digunakan pada penggunaan<br />

emulgator hidrofilik seperti akasia, tragakan, atau metilselulosa yang awalnya dicampur dengan<br />

fase minyak. Jadi mempengaruhi dispersi tanpa pembasahan.<br />

Teknik dry gum ini merupakan metoda yang cepat untuk pembuatan emulsi dalam jumlah kecil.<br />

Perbandingan minyak: air: gom adalah 4:2:1. Emulsi dapat dicairkan dan ditriturasi dengan air<br />

untuk konsentrasi yang tepat.<br />

Contoh: pembuatan emulsi minyak mineral.<br />

c. Pencampuran 2 fase setelah masing-masing fase dipanaskan<br />

Metoda ini digunakan untuk wax atau bahan lain yang membutuhkan peleburan/ pelelehan dalam<br />

penggunaannya. Metoda ini sering digunakan dalam pembuatan salep, krim.<br />

• Emulgator larut minyak, minyak, dan wax dicampur dan dilelehkan bersama<br />

• Bahan larut air dilarutkan dalam air dan dipanaskan sampai dengan temperatur sedikit<br />

diatas temperatur fase minyak


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />

LIKUIDA<br />

• Kemudian campur kedua fase dan stirer hingga dingin<br />

• Untuk penampilan yang lebih baik (tapi tidak selalu), fase air dapat ditambahkan ke<br />

campuran fase minyak<br />

d. Penambahan 2 fase secara bergantian ke emulgator<br />

Misal: emulsi M/A<br />

• Sebagian fase minyak dimasukkan dan dicampur dalam emulgator larut minyak<br />

• Fase air (dalam jumlah yang sama dengan fase minyak) yang mengandung emulgator larut<br />

air ditambahkan kedalam fase minyak. Stirer sampai terbentuk emulsi<br />

• Sisa air dan minyak ditambahkan secara bergantian sampai terbentuk produk akhir<br />

Metoda ini cocok pada penggunaan emulgator sabun.<br />

B. Permasalahan Pada Teknik Pembuatan<br />

1. Pemanasan (suhu)<br />

Pada saat fasa minyak dan fasa air akan dicampur, keduanya harus mempunyai suhu yang sama. Hal<br />

ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya fluktuasi suhu yang dapat mengakibatkan terjadinya<br />

pemisahan fasa pada emulsi.<br />

Pada pembentukan emulsi metode dispersi dengan peningkatan suhu, sukar menentukan suhu yang<br />

paling baik untuk proses emulsifikasi. Suhu tinggi akan menyebabkan tegangan permukaan dan<br />

viskositas turun sehingga proses emulsifikasi menjadi lebih mudah. Tetapi kenaikan suhu akan<br />

meningkatkan energi kinetik globul sehingga kemungkinan untuk bertumbukan. Tabrakan antar<br />

globul ini dapat menyebabkan lapisan monolayer molekular menjadi rusak dan menyebabkan<br />

bersatunya globul-globul dan terjadilah koalesensi menjadi lebih besar. Umumnya suhu<br />

pencampuran yang baik 60-70 o C.<br />

Pengaruh suhu juga dapat mengakibatkan terjadinya inversi fasa, bila suhu ditingkatkan, kelarutan<br />

surfaktan dalam air berkurang akibatnya misel-misel tersebut pecah dan ukuran-ukuran globulglobul<br />

yang teremulsi mulai meningkat. Kelarutan surfaktan dalam air berkurang dikarenakan putusnya<br />

ikatan hidrogen oleh panas dan adanya elektrolit. Kenaikan suhu yang lebih tinggi lagi<br />

mengakibatkan pemisahan antara fasa minyak, surfaktan dan fasa air.<br />

2. Waktu dan kecepatan pengadukan<br />

Pada proses disrupsi dilakukan pemecahan fase internal sehingga lebih mudah terdispersi dalam fase<br />

pendispersi. Proses ini dilakukan dengan cara pengocokan atau dengan pengadukan mekanik Pada<br />

waktu mula-mula diaduk, globul akan terbentuk. Pada pengadukan selanjutnya yang terlalu lama,<br />

kesempatan dua globul bergabung akan lebih besar dan terjadilah koalesensi karena perubahan<br />

diameter yang semakin kecil akan menghasilkan energi bebas permukaan yang tinggi sehingga<br />

sistem menjadi tidak stabil (W = γ x ∆A). Oleh karena itu harus dicari waktu pengadukan yang<br />

optimum.<br />

Tambahan : Setelah proses disrupsi adalah proses stabilisasi, yang dilakukan dengan menurunkan<br />

energi bebas permukaan dan memberikan pelindung pada globul dengan zat pengemulsi atau<br />

emulgator.<br />

Pengadukan yang terlalu lama dan kecepatan pengadukan yang terlalu tinggi akan menyebabkan<br />

terjadinya turbulensi. Turbulensi ini dapat menyebabkan ukuran globul yang terdispersi menjadi<br />

tidak rata, dan hal ini akan mempengaruhi penampilan dari emulsi yang dihasilkan. Pengadukan<br />

yang terlalu lama juga akan meningkatakan energi kinteik akibat panas yang ditimbulkan, sehingga<br />

tubrukan antar globul juga dapat meningkat.<br />

3. Peralatan mekanik yang digunakan<br />

Jenis alat yang digunakan akan mempengaruhi diameter globul yang terbentuk. Jika menggunakan<br />

mortir, akan dihasilkan globul berdiameter besar sehingga creaming lebih cepat terjadi. Jika<br />

menggunakan stirer, diameter globul yang dihasilkan cukup kecil, tetapi akan terbentuk busa yang<br />

cukup banyak karena adanya emulgator. Dengan timbulnya busa, udara yang terperangkap dalam<br />

cairan makin banyak. Udara yang terperangkap tersebut dapat menyebabkan :


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />

LIKUIDA<br />

a. Udara memiliki sifat non-polar sehingga cenderung melakukan kontak dengan minyak, sehingga<br />

dapat menjadi "perantara" bagi globul-globul minyak untuk bersatu kembali dan menyebabkan<br />

emulsi tersebut cepat memisah.<br />

b. Bentuk emulsi yang tidak baik dan tidak homogen akibat adanya adanya gelembunggelembung<br />

udara<br />

c. Terjadinya reaksi oksidasi untuk zat yang mudah teroksidasi (fasa minyak) sehingga perlu<br />

ditambahkan anti oksidan pada fasa minyak.<br />

d. Dapat mengakibatkan tumbuhnya mikroorganisme karena dengan adanya air dan udara yang<br />

terperangkap (oksigen) merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Untuk<br />

mennghindari masalah ini dapat digunakan pengawet pada fasa air.<br />

Pembentukan busa dapat dicegah dengan cara pengadukan yang dilakukan pada sistem tertutup atau<br />

sistem vakum tetapi lebih efektif lagi jika dilakukan penambahan antibusa. Anti busa yang banyak<br />

dipakai adalah golongan silikon dan alkohol berantai panjang. Penggunaan zat-zat anti busa pada<br />

umumnya dapat menyebabkan ketidakcampuran secara kimia sehingga penggunaannya sebaiknya<br />

dihindari.<br />

Keuntungan pengadukan dengan menggunakan ultra turax adalah terbentuknya ukuran globul yang<br />

lebih kecil, untuk formula emulsi dengan kadar minyak yang tinggi, dan juga dapat mengurangi<br />

turbulensi dibandingkan stirer. Kerugian penggunaan ultra turax adalah lebih banyaknya udara yang<br />

terperangkap dibandingkan dengan stirer.<br />

4. Viskositas<br />

Meningkatnya viskositas medium pensdispersi meningkatkan pula viskositas <strong>sediaan</strong> emulsi<br />

secara signifikan, namun ini tidak berlaku untuk emulsi tipe air dalam minyak.<br />

C. Kegagalan Emulsi<br />

Kegagalan emulsi antara lain disebabkan oleh:<br />

a. Pemilihan emulgator yang kurang tepat.<br />

b. Emulgator terurai karena reaksi kimia atau rusak oleh faktor: oksigen, cahaya, elektrolit, suhu<br />

c. Proses pengerjaan tidak tepat.<br />

d. Apabila zat pengemulsi peka terhadap perubahan suhu, adanya perubahan suhu akan<br />

menyebabkan pemisahan fasa, sebaliknya penurunan suhu akan merangsang pembentukan<br />

kristal.<br />

e. Adanya elektrolit dalam jumlah yang tidak tepat.<br />

f. Perbandingan volume antara kedua fasa tidak tepat. Kondisi yang baik untuk fasa terdispersi<br />

antara 40-60%.<br />

g. Ukuran globul yang tidak seragam, sehingga globul – globul kecil mengisi ruang – ruang<br />

diantara globul yang besar dan karena adanya gaya kohesi yang kuat maka globul – globul akan<br />

bergabung menjadi globul yang lebih besar.<br />

h. Penyimpanan tidak sesuai. Kerja oksidasi air terhadap logam-logam meningkat dengan adanya<br />

surfaktan dan ini dapat menyerang logam. Benturan mekanik juga dapat merusak film interaksi<br />

dan akibatnya memecahkan emulsi atau membalikan fasa.<br />

i. Ketengikan minyak.<br />

j. Terjadinya thickening atau menjadi kristal (viskositas meningkat) setelah disimpan Penyebab:<br />

pengembangan emulgator yang tidak maksimal, terlalu banyaknya zat-zat pada fasa eksternal,<br />

malam atau wax, atau zat pengemulsi.<br />

Pembuatan emulsi dengan emulsi cara basah memiliki keuntungan terutama bila yang digunakan<br />

sebagai emulgator adalah bahan yang mengembang seperti kebanyakan koloid hidrofilik karena<br />

pengembangannya akan maksimal (masih dipertanyakan?)


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />

LIKUIDA<br />

IV. EVALUASI SEDIAAN EMULSI<br />

Beberapa evaluasi yang perlu dilakukan terhadap <strong>sediaan</strong> emulsi adalah (modul praktikum Teknologi<br />

Sediaan Liquid dan Semisolid, revisi 2003, hal 38) :<br />

A. pemeriksaan organoleptik<br />

B. penentuan efektivitas pengawet<br />

C. penentuan tipe emulsi<br />

D. penentuan ukuran globul<br />

E. penentuan sifat aliran dan viskositas <strong>sediaan</strong><br />

F. penentuan berat jenis<br />

G. penentuan volume terpindahkan<br />

H. penentuan tinggi sendimentasi<br />

I. pengujian stabilita dipercepat<br />

J. pengujian lain yang dipersyaratkan pada monografi bahan aktif<br />

Sebelum membuat <strong>sediaan</strong> emulsi harus diperhatikan hal-hal berikut ini:<br />

7. Sediaan yang akan dibuat adalah emulsi oral ....... dengan kekuatan <strong>sediaan</strong>……..<br />

8. Sediaan emulsi akan dikemas dalam botol kaca dengan volume masing-masing botol adalah<br />

9. Jumlah <strong>sediaan</strong> yang dibuat sebanyak....botol (untuk dikumpulkan + untuk evaluasi). Jadi jumlah<br />

volume emulsi yang dibuat sebanyak = (....botol X volume @ botol)<br />

Di jurnal ditulis :<br />

‘’akan dibuat <strong>sediaan</strong> emulsi …X…., dengan volume a ml per botol. Kekuatan <strong>sediaan</strong> yang dibuat<br />

adalah .........., dengan jumlah Z botol (coklat).”<br />

PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN<br />

1. Perhitungan<br />

Jumlah <strong>sediaan</strong> yang akan dibuat Z botol @ a ml, ditambah untuk keperluan uji mutu <strong>sediaan</strong><br />

akhir sebagai berikut :<br />

Penetapan tipe emulsi<br />

penentuan ukuran globul<br />

1 botol<br />

Penetapan pH<br />

Penentuan bobot jenis<br />

Evaluasi stabilitas fisik emulsi<br />

2 botol<br />

Penetapan viskositas dan rheologi<br />

… botol<br />

Volume terpindahkan (tidak destruktif)<br />

30 botol<br />

Identifikasi<br />

3 botol<br />

Penetapan kadar<br />

3 botol<br />

Uji efektifitas pengawet<br />

5 botol<br />

Karena dari seluruh uji diatas ada uji yang tidak destruktif sehingga dapat digunakan untuk uji<br />

evaluasi yang lain. Jadi jumlah emulsi yang akan dibuat adalah Z + 30 = Y botol<br />

Volume tiap botol dilebihkan 3% untuk menjamin ketepatan volume <strong>sediaan</strong> setelah dituang dari<br />

botol. Persentase penambahan volume mengacu pada FI IV , hal 1044. Volume <strong>sediaan</strong> tiap<br />

botol = a ml + (3 % x a ml) = d ml<br />

Total volume <strong>sediaan</strong> yang akan dibuat : Y botol x d ml = b ml<br />

Untuk mencegah kehilangan selama pembuatan maka total <strong>sediaan</strong> dilebihkan 10 % , sehingga<br />

volume total yang dibuat = b ml + (10% x b) ml = c ml.<br />

2. Penimbangan<br />

Formula yang akan dibuat :<br />

Tiap 5 ml mengandung :<br />

R/ zat aktif m mg<br />

Zat tambahan 1 n %<br />

Dll


Penimbangan : (untuk mudahnya, diurutkan berdasarkan formula <strong>sediaan</strong>)<br />

No. Bahan yang ditimbang Untuk volume 5 ml Untuk volume c ml<br />

1. Zat aktif m mg<br />

m mg<br />

x c ml<br />

5 ml<br />

2. Zat tambahan 1 n % x 5 ml n % x c ml<br />

3. Dll<br />

A. Pemeriksan Organoleptik<br />

Secara organoleptik, <strong>sediaan</strong> emulsi yang disimpan pada temperatur kamar diperiksa warna, bau, dan<br />

rasanya. Selama disimpan pada temperatur kamar tidak boleh terjadi perubahan terhadap bentuk fisik<br />

(warna, rasa, dan bau) <strong>sediaan</strong> emulsi, yang dapat menyebabkan berkurangnya penampilan dan<br />

penerimaan pasien (acceptabilitas).<br />

B. Penentuan Efektivitas Pengawet<br />

Semua emulsi memerlukan bahan anti mikroba karena fase air mempermudah pertumbuhan<br />

mikroorganisme. Kesulitan muncul pada pengawetan sistem emulsi, sebagai akibat dari memisahnya<br />

bahan anti mikroba dari fasa air yang sangat memerlukannya, atau terjadinya kompleksasi dengan bahan<br />

pengemulsi yang akan mengurangi efektivitas. Oleh karena itu, efektivitas sistem pengawetan harus<br />

selalu diuji pada <strong>sediaan</strong> akhir. (FI IV, hal 7)<br />

Efektivitas pengawet pada <strong>sediaan</strong> emulsi dilakukan sesuai dengan ketentuan pada Uji Efektivitas<br />

Pengawet Antimikroba pada FI IV, hal 854-855.<br />

Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba (FI IV, hal 854-855)<br />

Pengawet antimikroba adalah zat yang ditambahkan pada <strong>sediaan</strong> obat untuk melindungi <strong>sediaan</strong><br />

terhadap kontaminasi mikroba.<br />

Pengawet digunakan terutama pada wadah dosis ganda untuk menghambat pertumbuhan mikroba yang<br />

dapat masuk secara tidak sengaja selama atau setelah proses produksi. Zat antimikroba tidak boleh<br />

digunakan semata-mata untuk menurunkan jumlah mikroba viabel sebagai pengganti cara produksi yang<br />

baik. Bagaimanapun juga dapat timbul keadaan yang memerlukan penggunaan pengawet untuk menekan<br />

perkembangbiakan mikroba. Harus diakui bahwa adanya mikroba yang telah mati atau hasil metabolisme<br />

mikroba yang hidup dapat menimbulkan efek negatif pada orang yang peka.<br />

Setiap zat antimikroba dapat bersifat pengawet, meskipun demikian semua zat atimikroba adalah zat<br />

yang beracun. Untuk melindungi konsumen secara maksimum, pada penggunaan harus diusahakan agar<br />

pada kemasan akhir kadar pengawet yang masih efektif lebih rendah dari kadar yabg dapat menimbulkan<br />

keracunan pada manusia.<br />

Pengujian berikut dimaksudkan untuk menunjukkan efektivitas pengawet antimikroba yang ditambahkan<br />

pada <strong>sediaan</strong> dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk-produk<br />

parenteral, telinga, hidung dan mata yang dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan. Pengujian<br />

dan persyaratan hanya berlaku pada produk di dalam wadah asli belum dibuka yang didistribusikan oleh<br />

produsen.<br />

Mikroba uji<br />

Gunakan biakan mikroba berikut: Candida albicaus (ATCC No. 10231), Aspergillus niger (ATCC No.<br />

16404), Escherichia coli (ATCC No. 8739), Pseudomonas aeruginosa (ATCC No. 9027) dan<br />

Staphylococcus aureus (ATCC No. 6538). Selain mikroba yang disebut di atas, dapat digunakan mikroba<br />

lain sebagai tambahan terutama jika dianggap mikroba bersagkutan dapat merupakan kontaminan selama<br />

penggunaan <strong>sediaan</strong> tersebut.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />

LIKUIDA<br />

Media<br />

Untuk biakan awal mikroba uji, pilih media agar yang sesuai untuk pertumbuhan yang subur mikroba uji,<br />

seperti Soybean-Casein Digest Agar Medium yang tertera pada Uji Batas Mikroba .<br />

Pembuatan Inokula<br />

Sebelum pengujian dilakukan, inokulasi permukaan media agar bervolume yang sesuai, dengan biakan<br />

per<strong>sediaan</strong> segar mikroba yang akan digunakan. Inkubasi biakan bakteri pada suhu 30 0 -35 0 selama 18<br />

jam-24 jam, biakan Candida albicans pada suhu 20 0 -25 0 selama 48 jam dan biakan Aspergillus niger<br />

pada suhu 20 0 -25 0 selama 1 minggu.<br />

Gunakan larutan natrium klorida P 0,9% steril untuk memanen biakan bakteri dan Candida albicans,<br />

dengan mencuci permukaan pertumbuhan dan hasil cucian dimasukkan ke dalam wadah yang sesuai dan<br />

tambahkan larutan NaCl P 0,9% steril secukupnya untuk mengurangi angka mikroba hingga lebih<br />

kurang 100 juta per mL. Untuk memanen Aspergiillus niger, lakukan hal yang sama menggunakan<br />

larutan NaCl P 0,9% steril yang mengandung polisorbat 80 P 0,05% dan atur angka spora hingga lebih<br />

kurang 100 juta per mL dengan penambahan larutan NaCl P 0,9% steril.<br />

Sebagai alternatif,mikroba dapat ditumbuhkan di dalam media cair yang sesuai, dan panenan sel<br />

dilakukan dengan cara sentrifugasi, dicuci dan diuspensikan kembali dalam larutan NaCL P 0,9% steril<br />

sedemikian rupa hingga dicapai angka mikroba atau spora yang dikehendaki.<br />

Tetapkan jumlah satuan pembentuk kolini tiap mL dari setiap suspensi dan angka ini digunakan untuk<br />

menetapkan banyaknya inokula yang digunakan pada pengujian. Jika suspensi yang telah dibakukan<br />

tidak segera digunakan, suspensi dipantau secara berkala dengan metode lempeng Angka Mikroba Aerob<br />

Total seperti yang tertera pada Uji Batas Mikroba untuk memetapkan penurunan viabilitas.<br />

Untuk memantau angka lempeng <strong>sediaan</strong> uji yang telah diinokulasi, gunakan media agar yang sama<br />

seperti media untuk biakan awal mikroba yang bersangkutan. Jika tersedia inaktivator pengawet yang<br />

khas, tambahkan sejumlah yang sesuai ke dalam media lempeng agar.<br />

Prosedur<br />

Jika wadah <strong>sediaan</strong> dapat ditembus secara aseptik menggunakan jarum suntik melalui sumbat karet,<br />

lakukan pengujian pada 5 wadah asli <strong>sediaan</strong>. Jika wadah <strong>sediaan</strong> tidak dapat ditembus secara aseptik,<br />

pindahkan 20 mL sampel ke dalam masing-masing 5 tabung bakteriologik bertutup, berukuran sesuai dan<br />

steril. Inokulasi masing-masing wadah atau tabung denagn salah satu suspensi mikroba baku,<br />

menggunakan perbandingan 0,10 mL inokula setara dengan 20 mL <strong>sediaan</strong>, dan campur. Mikroba uji<br />

dengan jumlah yang sesuai harus ditambahkan sedemikian rupa sehingga jumlah mikroba di dalam<br />

<strong>sediaan</strong> uji segera setelah inokulasi adalah antara 100.000 dan 1.000.000 per mL. Tetapkan jumlah<br />

mikroba viabel di dalam tiap suspensi inokula, dan hitung angka awal mikroba tiap mL <strong>sediaan</strong> yang<br />

diuji dengan metode lempeng. Inkubasi wadah atau tabung yang telah diinokulasi pada suhu 20 0 -25 0 .<br />

Amati wadah atau tabung pada hari ke 7, 14, 21, dan ke 28 sesudah inokulasi. Catat tiap perubahan yang<br />

terlihat dan tetapkan jumlah mikroba viabel pada tiap selang waktu tersebut dengan metode lempeng.<br />

Dengan menggunakan bilangan <strong>teori</strong>tis mikroba pada awal pengujian, hitung perubahan kadar dalam<br />

persen tiap mikroba selama pengujian.<br />

Penafsiran Hasil<br />

Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:<br />

a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke 14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari jumlah awal.<br />

b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang dari jumlah awal.<br />

c. Jumlah mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau kurang dari bilangan<br />

yang disebut pada a dan b.<br />

C. Penentuan Tipe Emulsi<br />

Dilakukan dengan salah satu prosedur pada point I.C. Penentuan Tipe Emulsi.<br />

D. Penetapan pH (FI IV , hal 1039)<br />

Harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH meter) yang sesuai, yang telah<br />

dibakukan, yang mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan elektrode indikator


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />

LIKUIDA<br />

yang peka terhadap aktivitas ion hidrogen, elektrode kaca, dan elektrode pembanding yang sesuai seperti<br />

elektrode kalomel atau elektroda perak klorida.<br />

Alat harus mampu menunjukkan potensial dari pasangan elektroda dan untuk pembakuan pH<br />

menggunakan potensial dari pasangan elektroda dan untuk pembakuan pH menggunakan potensial yang<br />

dapat diatur ke sirkuit dengan menggunakan “pembakuan”, “nol”, “asimetri”, atau “kalibrasi” dan harus<br />

mampu mengontrol perubahan dalam milivolt per perubahan unit pada pembacaan pH melalui kendali<br />

“suhu” dan/atau kemiringan. Pengukuran dilakukan pada suhu 25 0 ± 2 0 , kecuali dinyatakan lain dalam<br />

masing-masing monografi.<br />

Skala pH ditetapkan dengan persamaan sebagai berikut:<br />

(E – Es)<br />

pH = pHs +<br />

k<br />

E dan Es berturut-turut adalah potensial terukur dengan sel galvanik berisi larutan uji, dinyatakan sebagai<br />

pH dan Larutan dapar untuk pembakuan yang tepat, dinyatakan sebagi pHs; harga k adalah perubahan<br />

dalam potensial per perubahan unit dalam pH dan secara <strong>teori</strong>tis sebesar {0,05916+0,000198 (t-25 0 )}<br />

volt pada suhu t.<br />

E. Penentuan Ukuran Globul (Martin hal 430431; Lachman Practice ed III, hal 531)<br />

Metode ini cukup banyak digunakan untuk evaluasi emulsi. Yang ditetapkan adalah ukuran droplet ratarata<br />

berikut distribusinya pada selang waktu waktu tertentu. Diasumsikan terjadi pembesaran ukuran<br />

droplet. Analisis ukuran droplet ini dapat dilakukan dengan mikroskop (mengukur diameter) atau<br />

penghitung elektronik (electronic counter), yang mengukur volume droplet.<br />

Caranya: untuk mempermudah penentuan ukuran droplet, <strong>sediaan</strong>nya diencerkan dulu dengan gliserin.<br />

Dari <strong>sediaan</strong> yang telah diencerkan tadi, diambil 1-2 tetes, disimpan di atas kaca objek, lalu diberi<br />

beberapa tetes larutan Sudan III, diaduk sampai rata. Setelah diberi kaca penutup, dilihat di bawah<br />

mikroskop bermikrometer. Partikel yang diukur paling sedikit berjumlah 300.<br />

Studi menggunakan emulsi yang stabil menunjukkan bahwa pada awalnya akan terjadi perubahan ukuran<br />

droplet yang sangat cepat, yang menunjukkan kekurangsempurnaan pelapisan permukaan droplet oleh<br />

emulgator selama proses emulsifikasi. Selanjutnya perubahan ukuran droplet yang lambat menunjukkan<br />

adanya koalesensi droplet sampai tercapai kondisi yang relatif lebih stabil.<br />

F. Penentuan Sifat Aliran dan Viskositas Sediaan<br />

Pendekatan untuk mengetahui stabilitas <strong>sediaan</strong> yang banyak digunakan adalah penetapan sifat aliran<br />

(rheologi) dan viskositas <strong>sediaan</strong>. Hal ini bermanfaat karena salah satu faktor yang mempengaruhi<br />

stabilitas fisik <strong>sediaan</strong> emulsi adalah viskositas (sesuai hukum Stokes). Emulsi yang baik memiliki aliran<br />

tiksotropik (mudah mengalir atau tersebar, tetapi memiliki viskositas cukup tinggi untuk meningkatkan<br />

stabilitas fisiknya). Emulsi harus mempunyai viskositas yang tinggi pada shear yang dapat diabaikan<br />

yakni selama penyimpanan dan mempunyai viskositas yang rendah pada laju shearing yang tinggi yakni<br />

harus bebas mengalir selama pengocokan, penuangan, dan penyebaran.<br />

Hampir seluruh sistem dispersi (termasuk <strong>sediaan</strong>-<strong>sediaan</strong> farmasi yang berbentuk emulsi, suspensi, dan<br />

<strong>sediaan</strong> semi solid) mempunyai sifat aliran yang tidak mengikuti hukum newton (non-newtonion)<br />

(Modul praktikum Farmasi Fisika 2002, hal 6).<br />

Shelf-life produk emulsi dapat diprediksi dengan cara mengukur viskositasnya pada selang waktu<br />

tertentu (0,04-400 hari). Berkurangnya viskositas merupakan indikator bertambahnya diameter partikel<br />

(terjadi koalesensi). Makin cepat terjadi perubahan viskositas berarti makin pendek shelf-life produk<br />

tersebut.<br />

Untuk mengetahui sifat aliran emulsi dapat dilakukan dengan pengukuran viskositas pada berbagai rate<br />

of shear. Aspek flokulasi diamati pada rate of shear yang rendah, sedangkan kehilangan viskositas dapat<br />

diamati pada rate of shear yang tinggi.<br />

Metode yang dianjurkan untuk dipilih:<br />

a. Viskometer Stormer. (Modul Praktikum Farmasi Fisika, 2002, hal 6)<br />

b. Viskometer Brookefield. (Modul Praktikum Teknologi Sediaan Liquid dan Semi Solid, revisi<br />

2003, hal 38)


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />

LIKUIDA<br />

Viskometer Stormer (Modul Praktikum Farmasi Fisika, 2002, hal16)<br />

Cara kerja :<br />

1. Isi mangkuk dengan cairan yang akan diukur viskositasnya.<br />

2. Naikkan alas sedemikian rupa sehingga silinder berada tepat di tengah-tengah<br />

mangkuk.<br />

3. atur skala sehingga menunjukkan angka nol.<br />

4. berikan beban tertentu dan lepaskan kunci sehingga bandul turun dan mengakibatkan<br />

silinder berputar sampai mencapai skala tertentu.<br />

5. catat waktu yang diperlukan oleh bandul untuk mencapai skala tersebut. Hitung RPM.<br />

6. dengan menaikkan dan menurunkan beban maka di dapat pengukuran pada berbagai<br />

RPM.<br />

Perhatian : setiap kali pengukuran harus dimulai dari skala nol.<br />

Untuk menghitung viskositas digunakan persamaan sebagai berikut :<br />

Aliran Newton: η = Kv x<br />

Aliran Plastik: η = Kv x<br />

W<br />

RPM<br />

W - W f<br />

RPM<br />

Kv = konstanta<br />

W = beban yang diberikan<br />

W f = beban pada yield value<br />

RPM = jumlah putaran per menit<br />

Untuk menghitung K biasanya digunakan cairan pembanding yang telah diketahui<br />

viskositasnya. Untuk mengetahui sifat alirannya, digambarkan kurva antara RPM vs beban<br />

yang diberikan.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />

LIKUIDA<br />

Viskometer Brookfield (Modul Praktikum Farmasi Fisika, 2002, hal 17)<br />

Cara kerja :<br />

1. Pasang spindel pada gantungan spindel.<br />

2. Turunkan spindel sedemikian rupa sehingga batas spindel tercelup ke dalam cairan yang<br />

akan diukur viskositasnya.<br />

3. pasang stop kontak.<br />

4. nyalakan motor sambil menekan tombol.<br />

5. biarkan spindel berputar dan lilatlah jarum merah pada skala.<br />

6. bacalah angka yang ditunjukkan oleh jarum tersebut. Untuk menghitung viskositas,<br />

maka angka pembacaan tersebut dikalikan dengan suatu faktor yang dapat dilihat pada<br />

tabel yang terdapat pada brosur alat.<br />

7. dengan mengubah-ubah RPM, maka didapat viskositas pada berbagai RPM. Untuk<br />

mengetahui sifat aliran, dibuat kurva antara RPM dan usaha yang dibutuhkan untuk memutar spindel.<br />

Usaha dapat dihitung dengan mengalikan angka yang terbaca pada skala dengan 7,187 dyne cm (untuk<br />

viskometer Brookfield tipe RV)<br />

G. Penentuan Berat Jenis Dilakukan sesuai dengan prosedur Penetapan Bobot<br />

Jenis , FI IV, hal 1030.<br />

Penetapan Bobot Jenis (FI IV hal 1030)<br />

Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, penetapan bobot jenis digunakan hanya untuk<br />

cairan dan kecuali dinyatakan lain, didasakran pada perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25 0<br />

terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bila pada suhu 25 0 zat berbentuk padat, tetapkan<br />

bobot jenis pada suhu yang telah tertera pada masing-masing monografi dan mengacu pada air pada suhu<br />

25 0 .<br />

Prosedur<br />

Gunakan piknometer bersih, kering dan telah dikalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer dan bobot<br />

air yang baru dididihkan, pada suhu 25 0 . Atur hingga suhu zat uji lebih kurang 20 0 , masukkan ke dalam<br />

piknometer. Atur suhu piknometer yang telah diisi hingga suhu 25 0 , buang kelebihan zat uji dan timbang.<br />

Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah diisi.<br />

Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat dengan bobot air, dalam<br />

piknometer. Kecuali dinyatakan lain alam monografi, keduanya ditetapkan pada suhu 25 0 .<br />

H. Penentuan Volume Terpindahkan Dilakukan sesuai dengan prosedur Volume<br />

Terpindahkan , FI IV, hal 1089.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />

LIKUIDA<br />

Volume terpindahkan penting untuk <strong>sediaan</strong> emulsi oral. Emulsi yang kental volumenya dilebihkan<br />

sebesar 3 % (Farmakope Indonesia edisi III). Penentuan volume terpindahkan bertujuan untuk menjamin<br />

bahwa <strong>sediaan</strong> yang dikemas dalam wadah jika dipindahkan dari wadah asli akan memberikan volume<br />

<strong>sediaan</strong> seperti yang tertera pada etiket.<br />

Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan selanjutnya ikuti prosedur<br />

berikut untuk bentuk <strong>sediaan</strong> tersebut.<br />

Larutan oral, suspensi oral, dan sirup dalam wadah dosis ganda, kocok isi 10 wadah satu persatu.<br />

Serbuk dalam wadah dosis ganda yang mencantumkan penandaan volume untuk lautan oral atau<br />

suspensi oral yang dihasilkan bila serbuk dikonstitusi dengan jumlah pembawa seperti tertera pada etiket,<br />

konstitusi 10 wadah dengan volume pembawa seperti tertera pada etiket diukur secara seksama dan<br />

campur.<br />

Prosedur<br />

Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah dengan kapasitas gelas ukur<br />

tidak lebih dari dua setengah kali volume yang diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk<br />

menghindarkan pembentukan gelembung udara pada waktu penuangan dan diamkan selama tidak lebih<br />

dari 30 menit. Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran: volume rata-rata<br />

larutan, suspensi atau sirup yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100% dan tidak satupun<br />

volume wadah yang kurang dari 95% dari volume yang dinyatakan pada etiket.<br />

Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100% dari yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu<br />

wadahpun volumenya kurang dari 95% dari volume yang tertera pada etiket, atau B tidak lebih dari satu<br />

wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari 90% volume dari volume yang tertera pada<br />

etiket, lakukan pengujian terhadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata larutan, suspensi, atau sirup<br />

yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100% dari volume yang tertera pada etiket dan tidak<br />

lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95% tetapi tidak kurang dari 90% seperti yang tertera<br />

pada etiket.<br />

I. Penentuan Tinggi Sendimentasi<br />

Pengamatan terhadap emulsi akibat pengaruh waktu dan temperatur merupakan hal yang rutin dilakukan<br />

untuk memprediksi shelf life produk emulsi.<br />

Caranya:<br />

Sediaan emulsi yang diuji disimpan dalam tabung sedimentasi selama beberapa waktu pada temperatur<br />

kamar dan temperatur di atas temperatur kamar. Selang waktu tertentu dilakukan pengamatan terhadap<br />

<strong>sediaan</strong> emulsi yang diuji dengan melihat terjadinya pembentukan lapisan seperti susu. Stabilitas fisik<br />

emulsi ditentukan dengan berdasarkan perbandingan harga Hu dan Ho selama penyimpanan.<br />

Hu = tinggi lapisan seperti susu<br />

Ho = tinggi seluruh <strong>sediaan</strong><br />

Ho<br />

Emulsi dikatakan stabil jika harga = 1 atau mendekati 1<br />

Hu<br />

Efek penyimpanan pada temperatur tinggi adalah percepatan laju koalesensi atau creaming, yang<br />

lazimnya juga diikuti dengan berkurangnya viskositas. Kebanyakan emulsi akan menjadi encer jika<br />

disimpan pada temperatur tinggi dan akan menjadi keras jika dikembalikan pada temperatur kamar.<br />

Pengerasan ini akan lebih intensif jika pendinginan tersebut tidak disertai dengan pengadukan.<br />

Umumnya pendinginan akan lebih cepat merusak emulsi dibandingkan dengan pemanasan, karena<br />

lazimnya kelarutan emulsi lebih sensitif terhadap pendinginan.<br />

Beberapa emulsi diketahui sangat stabil pada temperatur 40-45 o C, tetapi tidak dapat mentoleransi<br />

temperatur di atas 50 o C atau di atas 60 o C selama beberapa jam.<br />

Perubahan temperatur dapat menimbulkan efek terhadap: viskositas, partisi emulgator, inversi fasa dan<br />

kristalisasi jenis lipid tertentu. (Catatan kuliah Farfis bu Jessie)


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />

LIKUIDA<br />

J. Pengujian Stabilita Dipercepat<br />

Stabilitas <strong>sediaan</strong> emulsi dapat dilihat setelah penyimpanan <strong>sediaan</strong> selama waktu simpannya (shelflife);<br />

namun cara ini membutuhkan waktu yang lama. Sehingga digunakan pengujian stabilita dipercepat untuk<br />

memperoleh data stabilitas jangka panjang. Pengujian stabilita dipercepat dilakukan dengan cara<br />

memberikan tekanan tertentu pada <strong>sediaan</strong>; dengan agitasi, sentrifugasi, atau teknik manipulasi suhu.<br />

(The Pharmaceutical Codex, 12th ed, hal 83)<br />

Agitasi dapat meningkatkan kecepatan dimana globul bertemu sehingga menurunkan skala waktu<br />

stabilitasnya. Sentrifugasi dapat menginduksi creaming atau koalesensi pada sistem yang tidak stabil.<br />

Kondisinya harus dipertimbangkan baik-baik untuk mencegah distorsi globul atau kerusakan lapisan<br />

film. Manipulasi suhu, seperti merubah suhu tinggi ke suhu rendah dan sebaliknya terus menerus, adalah<br />

metode yang paling sering digunakan. Suhu yang ekstrim harus dihindari. Beberapa parameter fisika<br />

termasuk fase pemisahan, viskositas, electrophoretic, ukuran partikel, dan jumlah partikel biasanya<br />

digunakan untuk memantau stabilitas emulsi selama uji ini dilakukan. (The Pharmaceutical Codex, 12th<br />

ed, 83)<br />

Metode yang dianjurkan : dengan sentrifugasi (Modul Praktikum Teknologi Sediaan Liquid dan Semi<br />

Solid, revisi 2003, hal 38). Sentrifugasi pada 3750 RPM dalam tabung sentrifuga setinggi 10 cm selama<br />

5 jam dapat dikatakan ekivalen dengan pengaruh gravitasi selama + 1 tahun. Sedangkan sentrifugasi pada<br />

kecepatan yang sangat tinggi (25.000 RPM) dapat memprediksi penyebab ketidakstabilan emulsi, yang<br />

tidak terlihat pada penyimpanan normal.<br />

.<br />

V. CONTOH SEDIAAN EMULSI DI PUSTAKA<br />

1. Formula Standar Fornas 78<br />

a. Emulsi minyak ikan (Hal: 217)<br />

R/ Oleum lecoris Aselli<br />

Glycerolum<br />

Gummi Arabicum<br />

Oleum Cinnamomi<br />

Aqua destillata hingga<br />

100g<br />

10 g<br />

30 g<br />

gtt VI<br />

21 g<br />

b. Emulsi parafin (Hal: 227)<br />

R/ Tiap 100 ml mengandung :<br />

Paraffinum liquidum<br />

Gummi Aabicum<br />

Sirupus simplex<br />

Vanillinum<br />

Aethanolum 90 %<br />

Aqua destilata hingga<br />

c. Emulsi Parafin Fenolftalein<br />

(Emulsi pencahar) (Hal: 228)<br />

R/ Tiap 100 ml mengandung :<br />

Phenolphthaleinum<br />

Paraffinum liquidum<br />

Gummi Aabicum<br />

Saccharinum Natricum<br />

Acidi Benzoici solutio<br />

Vanillinum<br />

Aqua destilata hingga<br />

50 ml<br />

12,5 mg<br />

10 ml<br />

4 mg 6<br />

ml<br />

1 ml<br />

300 mg<br />

50 ml<br />

12,5 mg<br />

5 mg<br />

2,5 ml<br />

4 mg<br />

100 ml<br />

2. USP XXII th 90, Hal: 155<br />

R/ Benzyl Benzoat 200 ml<br />

TEA<br />

5 g<br />

Oleic acid<br />

20g<br />

Purified water<br />

750 ml<br />

To make about<br />

1000 ml


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />

LIKUIDA<br />

3. Lachman<br />

Emulsi Oral (Hal: 203)<br />

R/ Cottonseed oil winterrized<br />

Sulfadiazin<br />

Sorbitan monostearat<br />

Polyoxyetylene (20) sorbitan<br />

Monostearat<br />

Sweetener<br />

Water potebel<br />

Flavour oil<br />

460,0 g<br />

200,0 g<br />

84,0 g<br />

2,0 g<br />

qs<br />

1000g<br />

qs<br />

4. Art of Compounding, Hal: 233-237<br />

Ada di lampiran<br />

5. BP 2001 Liquid paraffin (2298) Liquid paraffin and<br />

Magnesium hidroksida (22999)<br />

Emulsi Peruvian II (balsam buah dada) (Hal: 234)<br />

R/ Tiap 100 g mengandung :<br />

Balsamun Peruvianum<br />

2 g<br />

Oleum Arachidis<br />

8 g<br />

Gummi Arabicum<br />

6 g<br />

Acidum boricum<br />

2 g<br />

Aq. Rosarum hingga<br />

100g<br />

Lotio Benzil Benzoat<br />

R/ Tiap 100 ml mengandung :<br />

Benzylis benzoas<br />

Triethanolaminum<br />

Acidum oleinicum<br />

Aquades hingga<br />

25 ml<br />

500 mg<br />

2 g<br />

100 ml<br />

Emulsi Parenteral<br />

R/ Cotton seed oil 15,0 g<br />

PEG 200 monopalmitat<br />

1,2 g<br />

Ester asam tartrat<br />

0,3 g<br />

Polyoxyetylene polyoxypropyllen<br />

blok polimer<br />

0,3 g<br />

Isotonis glukosa<br />

83,2 g<br />

TAMBAHAN dari MODUL PRAKTIKUM : Praktikum Teknologi Sediaan Liquida dan<br />

Semisolid<br />

Pada prinsipnya pembuatan <strong>sediaan</strong> emulsi terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:<br />

1. Tahap destruksi : Dalam tahap ini dilakukan pemecahan fasa minyak menjadi globul-globul<br />

kecil,sehingga fase terdispersi tersebut dapat lebih mudah terdispersi dalam fase<br />

pendispersi.<br />

2. Tahap stabilitas : Dalam tahap ini dilakukan stabilisasi globul2 yang terdispersi dalam medium<br />

pendispersi dengan menggunakan emulgator dan bahan pengental.<br />

Pembuatan korpus emulsi cara kering (hal:32)<br />

‣ Didihkan air yang akan digunakan sebagai pembawa,dinginkan sebelum dipakai.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />

LIKUIDA<br />

‣ Dibuat korpus emulsi dengan perbandingan Minyak:Emulgator:Air = 4:2:1<br />

‣ Aduk cepat dengan menggunakan stirer selama 2 menit hingga terbentuk masa ”opaque”<br />

yang menandakan bahwa korpus telah terbentuk.<br />

‣ Tambahkan sisa air sedikit demi sedikit diaduk cepat hingga volume yangdiminta.<br />

Pembuatan korpus emulsi cara basah<br />

‣ Didihkan air yang akan digunakan sebagai pembawa, dinginkan sebelum dipakai.<br />

‣ Emulgator seperti CMC, Tilosa, Veegum, Bentonit sebelum digunakan sebagai emulgator<br />

terlebih dahulu<br />

‣ Emulsi dapat dibuat dengan membuat korpus emulsi terlebih dahulu seperti cara kering<br />

hanya dengan menggunakan emulgator yang telah dikembangkan<br />

‣ Atau langsung dibuat emulsi dengan cara mencampurkan minyak, air dan emulgator yang telah<br />

dikembangkan dan dikocok dengan menggunakan stirer pada kecepatan tinggi selama 2<br />

menit<br />

Cara pembuatan emulsi dengan menggunakan emulgator surfaktan (hal:37)<br />

‣ Dihitung jumlah surfaktan dengan perhitungan aligasi sesuai dengan HLB butuh minyak<br />

yang dipakai<br />

‣ Bahan yang larut minyak dicampurkan dengan fase minyak dalam bahan yang larut air<br />

dicampurkan dengan fase air<br />

‣ Panaskan masing2 fase pada suhu 60°-70°C, kemudian dicampurkan kedua fasa sambil<br />

distirer dengan kecepatan tinggi selama waktu tertentu<br />

‣ Masukkan ke dalam tabung sedimentasi<br />

Prosedur pengembangan pengental (Skripsi bu Heni Rachmawati, 1993) :<br />

1. CMC Na<br />

Ditaburkan pada air mendidih (100°C) digoyangkan perlan-lahan & dibiarkan semalaman,<br />

aduk ad homogen.<br />

2. Metolosa<br />

Ditaburkan pada air bersuhu 70°C (sebanyak dari jumlah total yang digunakan) aduk ad<br />

homogen. Diamkan sampai dingin sampai larutan kelihatan bening. Tambahkan air biasa<br />

sebanyak kekurangannya.<br />

3. Alginat Na<br />

Taburkan pada air biasa dalam mortir, goyang perlan-lahan dan diamkan ad mengembang<br />

kemudian diaduk (triturasi) ad homogen dan diperoleh larutan bening.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />

LIKUIDA<br />

Metode<br />

Kering<br />

Basah<br />

Didihkan air<br />

Dinginkan<br />

M:E:A = 4:2:1<br />

Emulgator<br />

Kembangkan<br />

Lebih dulu<br />

Campur dan<br />

Minyak<br />

gerus<br />

Air<br />

Emulgator<br />

Korpus Emulsi<br />

Campur dan<br />

+ air sedikit- Kocok (alat gerus<br />

Sedikit, Kocok<br />

homodispers)<br />

(alat Homodispers)<br />

Emulsi<br />

Emulsi


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />

LIKUIDA<br />

Emulsi Sistem HLB<br />

Tipe<br />

Inversi fase<br />

M/A A/M M/A A/M<br />

BLA BLM Fase air Fase minyak<br />

Masing2 Dipanaskan<br />

Fase Minyak<br />

Fase air<br />

Fase Minyak Fase air A/M M/A<br />

Fase air Fase minyak + air>>> + minyak>>><br />

Emulsi<br />

Emulsi<br />

A/M/A<br />

M/A/M<br />

BLA = Bahan Larut Air<br />

BLM = Bahan Larut Minyak


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />

LIKUIDA<br />

EMULGATOR UNTUK EMULSI<br />

Codex h.84: Jenis – Jenis Surfaktan Untuk Emulsi<br />

1. Surfaktan anionik<br />

Surfaktan jenis ini sebaiknya tidak digunakan untuk emulsi untuk pemakaian internal karena<br />

rasanya yang tidak enak dan dapat mengiritasi mukosa.<br />

a. Asam lemak, co: asam stearat<br />

Digunakan setelah netralisasi sebagian dengan basa organik/inorganik<br />

b. Logam alkali dan sabun amonium, co: natrium stearat<br />

Bagus untuk emulsi M/A (khususnya dengan sabun alkali), tapi tidak stabil pada pH>10.<br />

Inkompatibel dengan asam dan inorganik polivalen dan kation organik rantai panj ang.<br />

c. Sabun divalen dan logam trivalen, co:kalsium stearat<br />

Surfaktan jenis ini yang mengandung Ca, Mg, Zn, dan Al tidak larut dalam air dan baik<br />

untuk membuat emulsi A/M<br />

d. Sabun amin<br />

Akan menghasilkan emulsi M/A (pH sekitar 8). Tahan terhadap perubahan pH dan<br />

adanya ion Ca.<br />

e. Alkil sulfat, co: sodium lauril sulfat, sodium cetostearyl sulfat, trietanol amin lauril<br />

sulfat<br />

Akan menghasilkan emulsi M/A (pH sekuer 7). Dipakai sebagai pembasah.Biasanya<br />

membutuhkan emulgator sekunder agar mencapai stabilitas yang cukup baik. Sedikit<br />

terpengaruh oleh pH dan cenderung terhidrolisis sehingga memerlukan kontrol pH.<br />

f. Alkil fosfat<br />

Idem alkil sulfat.<br />

g. Alkil sulfonat, co: docusate sodium<br />

Digunakan sebagai pembasah. Akan menghasilkan emulsi M/A jika dikombinasi dengan<br />

emulgator sekunder.<br />

h. Carbomer<br />

Baik untuk emulsi M/A untuk penggunaan internal maupun eksternal tetapi sebaiknya<br />

dikombinasi dengan emulgator sekunder.<br />

2. Surfaktan kationik, co: gol. Amonium kuartener : cetrimide, benzalkonium klorida, domiphen<br />

bromide<br />

− Agar efektif perlu diionisasi terlebih dahulu<br />

− Digunakan dalam pembuatan emulsi M/A (pH 3-7), untuk penggunaan eksternal<br />

− Kompatibel dengan anion inorganik divalen<br />

− Inkompatibel dengan anion inorganik dengan valensi >2 dan dengan anion organik rantai<br />

panj ang.<br />

3. Surfaktan non-ionik<br />

Bisa untuk emulsi A/M ataupun M/A tergantung harga HLB dan emulsi yang dihasilkan<br />

dapat digunakan baik internal maupun eksternal. Keuntungan penggunaan surfaktan<br />

non-ionik : resisten terhadap efek elektrolit, kompatibel dengan surfaktan lain, stabil<br />

pada pH 4-9, emulsi yang terbentuk tidak terlalu iritan jika dibandingkan dengan<br />

surfaktan ionik. Kekurangan surfaktan non ionik : jika jumlah yang digunakan berlebih,<br />

akan mengikat/menginaktivasi pengawet yang memiliki gugus fenol dan asam<br />

karboksilat. Surfaktan non-ionik yang memiliki gugus ester dapat menghidrolisis dengan<br />

cepat pada pH.9. Surfaktan polisorbat dan ester sorbitan cocok untuk emulsi oral.<br />

a. Ester alkohol polihidrik<br />

Meliputi :<br />

− Glikol ester, co: propylene glycol (PG) monostearat,PG alginate, PG diacetate<br />

− Gliserol ester, co: gliseril monostearat


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />

LIKUIDA<br />

Lebih dominan lipofilik dan tidak larut air. Merupakan emulgator yang lemah tetapi<br />

efektif sebagai stabilisator emulsi.<br />

b. Macrogol ester, co: polyoxyl 8 stearat, polyoxyl 40 stearat, polyoxyl 50 stearat<br />

Angka 8,40,50 menunjuk pada banyaknya subunit oxyethylene yang membentuk<br />

polimer. Biasa dikombinasi dengan cetostearyl alkohol sebagai stabilisator sistem emulsi<br />

yang menggunakan makrogol.<br />

c. Sorbitan ester, co: span<br />

Predominan lipofilik. Menghasilkan emulsi A/M. Sering dikombinasi dengan<br />

polysorbate untuk menstabilisasi sistem A/M atau M/A.<br />

d. Polysorbat, co: Polysorbate 20 = polioksietilen 20 sorbitan monolaurat = tween 20<br />

Menghasilkan emulsi M/A dengan stabilitas yang bail dan tidak banyak terpengaruh<br />

perubahan pH.<br />

e. Macrogol eter (polyoxyethylene alkyl ethers), co: cetomacrogol 1000 polyoxyl 20<br />

cetostearyl ether<br />

Menghasilkan emulsi stabil, tahan asam dan basa. Sering dikombinasi dengan alkohol<br />

rantai panjang.<br />

f. Alkohol rantai panjang, co: cetostearyl alkohol, etil alkohol, stearyl alkohol<br />

Merupakan emulgator A/M yang lemah. Fungsi utamanya adalah menstabilisasi sistem<br />

emulsi M/A.<br />

g. Poloxamer (macrogol-polyoxypropylene-macrogol copolymers)<br />

h. Polyvinyl alcohols<br />

Berfungsi menstabilisasi emulsi.<br />

4. Surfaktan amphoterik/ zwitter ion<br />

Tidak untuk emulgator. Berfungsi sebagai bakterisidal dalam detergen ataupun sampo<br />

yang tidak iritan terhadap mata.<br />

Bila < pH asam, bersifat kationik<br />

Bila > pH basa, bersifat anionic<br />

Codex h.87-88 : Emulgator Alam untuk Emulsi<br />

Emulgator alam lebih bekerja sebagai peningkat viskositas daripada sebagai surfaktan.<br />

Keterbatasan : kontaminasi mikroba (harus ditambah cukup pengawet)<br />

1. Polisakarida (Gom)<br />

a. Tragakan, akasia, agar, starch, pektin<br />

Baik untuk emulsi internal. Akasia stabil pada viskositas tidak terlalu tinggi dan<br />

biasanya dikombinasi dengan gom lain seperti tragakan atau agar. Emulsi tragakan<br />

kurang stabil dan memiliki tekstur yang lebih kasar daripada emulsi akasia. Agar<br />

merupakan emulgator lemah tapi dapat menghasilkan mucilago ataupun gel yang kental<br />

jika dikombinasi dengan emulsi akasia 1%. Starch merupakan emulgator lemah tapi<br />

bekerja sebagai stabilisator emulsi dengan membentuk fase dengan kekentalan tinggi.<br />

Pektin memiliki sifat yang sama dengan starch.<br />

b. Karagenan<br />

Lebih efektif sebagai peningkat viskositas daripada sebagai emulgator primer.<br />

Karagenan dengan konsentrasi 1% digunakan sebagai pengental dan stabilisator emulsi<br />

tetapi akan terpresipitasi pada pH


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008<br />

LIKUIDA<br />

Campuran untuk emulgator (dengan melarutkan parafin cair). Menghasilkan emulsi A/M<br />

tetapi bisa digunakan juga sebagai stabilisator emulsi M/A.<br />

c. Kolesterol<br />

Bersama asam empedu dan cairan pankreatik akan mengemulsi substansi lemak<br />

2. Gliserid, co: monogliserid, digliserid<br />

Digunakan sebagai emulgator.<br />

3. Fosfolipid<br />

Bekerja aktif pada permukaan (memiliki sifat surfaktan), memiliki aktivitas antioksidan,<br />

mudah rusak jika pada emulsi tidak terdapat pengawet.<br />

Protein, co: gelatin, kasein<br />

Memiliki keterbatasan sebagai emulgator. Gelatin tipe A digunakan untuk emulsi<br />

dengan pH 3, gelatin tipe B digunakan untuk emulsi pH>8.<br />

5. Saponin<br />

Memiliki keterbatasan: iritan dan hemolitik.<br />

Kombinasi emulgator<br />

Codex h.89<br />

Untuk mendapatkan lapisan film yang lebih kompak dikombinasi antara :<br />

1. Surfaktan ionik dan surfaktan non ionik<br />

Surfaktan non ionik digunakan sebagai emulgator sekunder atau sebagai stabilisator. Surfaktan<br />

non ionik yang biasa digunakan :<br />

− Alkohol rantai panjang<br />

− Material steroid<br />

− Surfaktan non ionik HLB rendah<br />

Jenis surfaktan tersebut merupakan emulgator A/M. Contoh surfaktan yang termasuk jenis ini<br />

yaitu cetostearyl alkohol, beeswax, dan gliseril monostearat.<br />

2. Surfaktan non ionik HLB tinggi dengan surfaktan non ionik HLB rendah<br />

Hasil terbaik dapat dicapai jika keduanya memiliki panjang rantai karbon yang sama.<br />

Contoh kombinasi :<br />

a. Emulsifying wax BP (anionic emulsifying wax)<br />

Cetostearyl alkohol 90 g<br />

Natrium lauryl sulfat<br />

10 g<br />

Purified water<br />

4 mL<br />

b. Cetomacrogol emulsifying wax BP (non ionic emulsifying wax)<br />

Cetostearyl alkohol 800 g<br />

Cetomacrogol 1000 200 g<br />

Martin, Farfis ed.3 vol.2, UI-Press hal. 1149-1151<br />

Kombinasi setil sufat dan kolesterol: membentuk lapisan kompleks sehinga emulsi baik. Kombinasi setil<br />

sulfat dan oleik alkohol : membentuk lapisan tidak kompak sehingga emulsi jelek. Kombinasi setil<br />

alkohol dan natrium oleat : membentuk lapisan yang tertutup rapat tapi tidak kompleks sehingga emulsi<br />

jelek.<br />

Emulsi yang baik dapat dicapai dengan mengkombinasikan emulgator hidrofilik dengan emulgator<br />

lipofilik agar lapisan antar muka diperkuat dan kestabilan emulsi M/A dapat ditingkatkan melawan<br />

pengelompokkan partikel terdispersi. Contoh kombinasi :<br />

− span 80 dan tween 40<br />

− natrium stearat dan kolesterol<br />

− natrium lauril sulfat dan gliseril monostearat<br />

− tragakan dan span<br />

65


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />

solida<br />

TABLET<br />

‐ Secara Umum ‐<br />

(Re‐New by: Vici & Nila)<br />

I . PENDAHULUAN<br />

A. Definisi<br />

Tablet adalah <strong>sediaan</strong> bentuk padat yang mengandung substansi obat dengan atau tanpa bahan<br />

pengisi. Berdasarkan metode pembuatannya, dapat diklasifikasikan sebagai tablet atau tablet kompresi.<br />

(USP 26, Hal 2406)<br />

Tablet adalah <strong>sediaan</strong> padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan<br />

metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. (FI IV, Hal 4)<br />

Tablet adalah <strong>sediaan</strong> padat yang mengandung satu dosis dari beberapa bahan aktif dan biasanya<br />

dibuat dengan mengempa sejumlah partikel yang seragam. (BP 2002)<br />

B. Kriteria Tablet<br />

Suatu tablet harus memenuhi kriteria sebagai berikut :<br />

1. Harus mengandung zat aktif dan non aktif yang memenuhi persyaratan;<br />

2. Harus mengandung zat aktif yang homogen dan stabil;<br />

3. Keadaan fisik harus cukup kuat terhadap gangguan fisik/mekanik;<br />

4. Keseragaman bobot dan penampilan harus memenuhi persyaratan;<br />

5. Waktu hancur dan laju disolusi harus memenuhi persyaratan;<br />

6. Harus stabil terhadap udara dan suhu lingkungan;<br />

7. Bebas dari kerusakan fisik;<br />

8. Stabilitas kimiawi dan fisik cukup lama selama penyimpanan;<br />

9. Zat aktif harus dapat dilepaskan secara homogen dalam waktu tertentu;<br />

10. Tablet memenuhi persayaratan Farmakope yang berlaku.<br />

(Proceeding Seminar Validasi, Hal 26)<br />

11. Bobot minimal tablet 50 mg, bobot maksimal tablet 800 mg<br />

(tutorial bu Heni, 24 maret 2008)<br />

C. Keuntungan Sediaan Tablet<br />

Dibandingkan dengan bentuk <strong>sediaan</strong> lain, <strong>sediaan</strong> tablet mempunyai keuntungan, antara lain:<br />

1. Volume <strong>sediaan</strong> cukup kecil dan wujudnya padat (merupakan bentuk <strong>sediaan</strong> oral yang paling<br />

ringan dan paling kompak), memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutan;<br />

2. Tablet merupakan bentuk <strong>sediaan</strong> yang utuh (mengandung dosis zat aktif yang tepat/teliti) dan<br />

menawarkan kemampuan terbaik dari semua bentuk <strong>sediaan</strong> oral untuk ketepatan ukuran serta<br />

variabilitas kandungan yang paling rendah;<br />

3. Dapat mengandung zat aktif dalam jumlah besar dengan volume yang kecil;<br />

4. Tablet merupakan <strong>sediaan</strong> yang kering sehingga zat aktif lebih stabil;<br />

5. Tablet sangat cocok untuk zat aktif yang sulit larut dalam air;<br />

6. Zat aktif yang rasanya tidak enak akan berkurang (tertutupi) rasanya dalam tablet;<br />

7. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah; tidak memerlukan<br />

langkah pekerjaan tambahan bila menggunakan permukaan pencetak yang bermonogram atau<br />

berhiasan timbul;<br />

8. Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di tenggorokan, terutama<br />

bila bersalut yang memungkinkan pecah/hancurnya tablet tidak segera terjadi;<br />

9. Tablet bisa dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus seperti tablet lepas tunda, lepas<br />

lambat, lepas terkendali;<br />

10. Tablet dapat disalut untuk melindungi zat aktif, menutupi rasa dan bau yang tidak enak, dan untuk<br />

terapi lokal (salut enterik);<br />

11. Tablet merupakan bentuk <strong>sediaan</strong> yang paling mudah diproduksi secara besar‐besaran dengan<br />

proses pengemasan yang mudah dan murah sehingga biaya produksi lebih rendah;<br />

1


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />

solida<br />

12. Pemakaian oleh penderita lebih mudah;<br />

13. Tablet merupakan bentuk <strong>sediaan</strong> oral yang memiliki sifat pencampuran kimia, mekanik, dan<br />

stabilitas mikrobiologi yang paling baik.<br />

(Teori dan Praktek Farmasi Industri, Lachman Hal 645 dan Proceeding Seminar Validasi, Hal 26)<br />

D. Kerugian Sediaan Tablet<br />

Di samping keuntungan di atas, <strong>sediaan</strong> tablet juga mempunyai beberapa kerugian, antara lain :<br />

1. Ada orang tertentu yang tidak dapat menelan tablet (dalam keadaan tidak sadar/pingsan);<br />

2. Formulasi tablet cukup rumit, antara lain :<br />

• Beberapa zat aktif sulit dikempa menjadi kompak dan padat, tergantung pada sifat amorf,<br />

flokulasi, atau rendahnya berat jenis;<br />

• Zat aktif yang sulit terbasahi, lambat melarut, dosisnya cukup besar atau tinggi, absorbsi<br />

optimumnya tinggi melalui saluran cerna, atau kombinasi dari sifat tersebut, akan sulit atau<br />

tidak mungkin diformulasi dalam bentuk tablet yang masih menghasilkan bioavaibilitas obat<br />

cukup;<br />

• Zat aktif yang rasanya pahit, zat akrif dengan bau yang tidak dapat dihilangkan, atau zat aktif<br />

yang peka terhadap oksigen atau kelembaban udara, memerlukan pengapsulan atau<br />

penyelubungan atau penyalutan dahulu sebelum dikempa. Dalam keadaan ini <strong>sediaan</strong> kapsul<br />

menjadi lebih baik serta lebih murah daripada tablet.<br />

(Teori dan Praktek Farmasi Industri, Lachman Hal 645‐646)<br />

Kesimpulan dari keuntungan dan kerugian tablet dibandingkan dengan <strong>sediaan</strong> oral lainnya: ternyata<br />

tablet benar‐benar memberi keuntungan dalam bentuk tempat/ruangan yang paling kecil yang<br />

diperlukan untuk penyimpanan. Tablet juga mudah diberikan dan dikontrol, mudah dibawa, dan<br />

ongkosnya rendah. Bagi dokter dosisnya fleksibel (tablet dapat dibelah dua), serta menjamin ketepatan<br />

dosis.<br />

E. Jenis Sediaan Tablet<br />

Berdasarkan metode pembuatannya, tablet terdiri atas :<br />

a. Tablet Kempa<br />

Dibuat dengan cara pengempaan dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk/granul<br />

menggunakan pons/cetakan baja.<br />

b. Tablet Cetak<br />

Dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang<br />

cetakan. Kepadatan tablet tergantung pada pembentukan kristal yang terbentuk selama<br />

pengeringan, tidak tergantung pada kekuatan yang diberikan.<br />

Berdasarkan tujuan penggunaan, tablet terdiri atas :<br />

1. Tablet Kempa Tujuan Saluran Pencernaan<br />

a. Tablet Konvensional Biasa/Tablet Kempa Standar<br />

Tablet yang dibuat atau dikempa dengan siklus kompresi tunggal yang biasanya terdiri dari zat<br />

aktif sendiri atau kombinasi dengan bahan eksipien seperti:<br />

• Pengisi (memberi bentuk), contoh: laktosa<br />

• Pengikat (memberi adhesivitas/kelekatan saat bertemu saluran pencernaan), contoh:<br />

musilago amili, amilum.<br />

• Desintegrator (mempermudah hancurnya tablet)<br />

Tablet ini biasanya dikehendaki untuk memberikan disintegrasi dan pelepasan obat yang cepat.<br />

b. Tablet Kempa Multi/Kempa Ganda<br />

Adalah tablet konvensional yang dikompresi lebih dari satu siklus kompresi tunggal sehingga<br />

tablet akhir tersebut terdiri atas 2 atau lebih lapisan. Disebut juga sebagai tablet berlapis.<br />

Keuntungannya dapat memisahkan zat aktif yang inkompatibel (tidak tersatukan).<br />

c. Tablet Lepas Terkendali atau Tablet Lepas Lambat<br />

Tablet yang pelepasan zat aktifnya dikendalikan atau dimodifikasi sehingga tablet tersebut<br />

melepaskan dosis awal yang cukup untuk efek terapi yang kemudian disusul dengan dosis<br />

pemeliharaan sehingga jumlah zat aktif atau konsentrasi zat aktif dalam darah cukup untuk<br />

2


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />

solida<br />

beberapa waktu tertentu. (Misal tablet lepas lambat 6 jam, 12 jam, dsb).<br />

3


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />

solida<br />

d. Tablet Lepas Tunda (Tablet Salut Enterik)<br />

Tablet yang pelepasan zat aktifnya ditunda pada daerah tertentu. Contoh yang paling umum<br />

adalah tablet salut enterik yaitu tablet yang dikempa yang disalut dengan suatu zat yang tahan<br />

terhadap cairan lambung, reaksi asam, tetapi terlarut dalam usus halus. Contoh lain adalah<br />

tablet veteriner yang ditunda pelepasan zat aktifnya sampai di kolon.<br />

e. Tablet Salut Gula<br />

Adalah tablet kempa yang disalut dengan beberapa lapis lapisan gula baik berwarna maupun<br />

tidak. Tujuan: melindungi zat aktif terhadap lingkungan udara (O2, lembab), menutup rasa dan<br />

bau tidak enak, menaikkan penampilan tablet.<br />

f. Tablet Salut Film<br />

Tablet kempa yang disalut dengan salut tipis, bewarna atau tidak dari bahan polimer yang larut<br />

dalam air yang hancur cepat di dalam saluran cerna.<br />

g. Tablet Effervescent<br />

Tablet kempa yang jika berkontak dengan air menjadi berbuih karena mengeluarkan CO2. Tablet<br />

ini harus dilarutkan dalam air baru diminum. Keuntungan tablet efervesen adalah kemungkinan<br />

penyiapan larutan dalam waktu seketika, yang mengandung dosis obat yang tepat. Kerugiannya<br />

adalah kesukaran untuk menghasilkan produk yang stabil secara kimia.<br />

h. Tablet Kunyah<br />

Tablet kempa yang mengandung zat aktif dan eksipien yang harus dikunyah di mulut sebelum<br />

ditelan. Tujuan dari tablet kunyah adalah untuk memberikan suatu bentuk pengobatan yang<br />

dapat diberikan dengan mudah kepada anak‐anak atau orang tua, yang mungkin sukar menelan<br />

obat utuh.<br />

2. Tablet Kempa Digunakan dalam Rongga Mulut<br />

a. Tablet Bukal<br />

Tablet kempa biasa berbentuk oval yang ditempatkan di antara gusi dan pipi. Biasanya keras<br />

dan digunakan untuk zat aktif hormon. Bekerja sistemik, tererosi atau terdisolusi di tempat<br />

tersebut dalam waktu yang lama (secara perlahan biasanya dalam jangka waktu 15‐30 menit).<br />

b. Tablet Sublingual<br />

Tablet kempa berbentuk pipih yang diletakkan di bawah lidah, contoh: nitrogliserin, untuk obat<br />

penyempitan pembuluh darah ke jantung (angina pectoris) sehingga harus cepat terlarut agar<br />

dapat segera memberi efek terapi. Diabsorbsi oleh selaput lendir di bawah lidah.<br />

c. Troches atau Lozenges (Tablet Hisap)<br />

Adalah bentuk lain dari tablet yang digunakan dalam rongga mulut. Digunakan untuk<br />

memberikan efek lokal pada mulut dan tenggorokan. Bentuk tablet ini umumnya digunakan<br />

untuk mengobati sakit tenggorokan atau megurangi batuk pada influenza. Kedua bentuk ini<br />

dapat mengandung anestetik lokal, berbagai antiseptik dan antibakteri, demulsen, astringen<br />

dan antitusif. Kedua jenis tablet ini dirancang agar tidak hancur di dalam mulut tetapi larut<br />

perlahan dalam jangka waktu 30 menit atau kurang.<br />

d. Dental Cones (Kerucut Gigi)<br />

Yaitu suatu bentuk tablet yang cukup kecil, dirancang untuk ditempatkan di dalam akar gigi<br />

yang kosong setelah pencabutan gigi. Tujuannya biasanya untuk mencegah berkembangbiaknya<br />

bakteri di tempat yang kosong tadi dengan menggunakan suatu senyawa antibakteri yang<br />

dilepaskan secara perlahan‐lahan, atau untuk mengurangi perdarahan dengan melepaskan<br />

suatu astringen atau koagulan. Pembawa yang umum digunakan adalah Na bikarbonat, NaCl<br />

atau suatu asam amino. Tablet dirancang dapat larut atau terkikis secara perlahan dalam j<br />

angka waktu 20 – 40 menit.<br />

3. Tablet Kempa Digunakan Melalui Lubang Tubuh<br />

a. Tablet Rektal<br />

Tablet kempa yang mengandung zat aktif yang digunakan secara rektal (dubur) yang tujuannya<br />

untuk kerja lokal atau sistemik.<br />

b. Tablet Vaginal<br />

Tablet kempa yang berbentuk telur (ovula) untuk dimasukkan dalam vagina yang di dalamnya<br />

terjadi disolusi dan melepaskan zat aktifnya. Biasanya mengandung antiseptik, astringen.<br />

Digunakan untuk infeksi lokal dalam vagina dan mungkin juga untuk pemberian steroid dalam<br />

4


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />

solida<br />

pengobatan sistemik.<br />

4. Tablet Kempa untuk Implantasi<br />

• Tablet Implantasi/Pelet<br />

Tablet implantasi atau tablet depo dibuat berdasarkan teknik aseptik, mesin tablet harus steril.<br />

Dimaksudkan untuk implantasi subkutan manusia atau hewan. Tujuannya untuk mendapatkan<br />

efek obat dalam jangka waktu yang lama, berkisar dari satu bulan sampai satu tahun (Untuk KB,<br />

3‐6 bulan, mencegah kehamilan). Tablet ini biasanya kecil berbentuk silindris/roset dan<br />

panjangnya tidak lebih dari 8 mm.<br />

5. Tablet Cetak untuk Penggunaan Lain (Di Lachman disebutkan Jenis Tablet untuk Membuat<br />

Larutan)<br />

a. Tablet Triturat untuk Dispensing<br />

Adalah tablet yang dihaluskan dulu atau disiapkan untuk penggunaan tertentu.<br />

Tablet kempa atau cetak berbentuk kecil, umumnya silindris, digunakan untuk memberikan<br />

jumlah zat aktif terukur yang tepat untuk peracikan obat (FI IV).<br />

Digunakan sebagai tablet sublingual atau dilepaskan di atas lidah dan ditelan dengan air<br />

minum.<br />

b. Tablet Hipodermik<br />

Tablet cetak/kempa yang dibuat dari bahan mudah larut/melarut sempurna dalam air.<br />

Umumnya digunakan untuk membuat <strong>sediaan</strong> injeksi steril dalam ampul dengan menambahkan<br />

pelarut steril (FI IV)<br />

c. Tablet Dispensing<br />

Tablet yang digunakan oleh apoteker dalam meracik bentuk <strong>sediaan</strong> padat/cair. Dimaksudkan<br />

untuk ditambahkan ke dalam air dengan volume tertentu, oleh ahli farmasi atau konsumen,<br />

untuk mendapatkan suatu larutan obat dengan konsentrasi tertentu. Bahan yang lazim<br />

dimasukkan ke dalam tablet dispensing yaitu perak proteinat, merkuri diklorida, merbromin,<br />

dan berbagai senyawa amonium kuartener.<br />

Berdasarkan Rute Pemberian :<br />

1. Tablet oral (dalam mulut)<br />

2. Tablet rektal<br />

3. Tablet vaginal<br />

4. Tablet implantasi<br />

Berdasarkan Penyalutan :<br />

1. Tablet polos<br />

2. Tablet salut gula<br />

3. Tablet salut film<br />

Berdasarkan Pelepasan Zat Aktif :<br />

1. Tablet pelepasan biasa<br />

2. Tablet lepas lambat atau terkendali<br />

3. Tablet lepas tunda<br />

(Catatan Kuliah P’Charles; Teori dan Praktek Farmasi Industri, Lachman Hal 706‐717; FI IV hal 4‐6)<br />

II. METODE PEMBUATAN TABLET<br />

Sediaan tablet ini dapat dibuat melalui tiga macam metode, yaitu granulasi basah, granulasi kering, dan<br />

kempa langsung. Pemilihan metode pembuatan <strong>sediaan</strong> tablet ini biasanya disesuaikan dengan<br />

karakteristik zat aktif yang akan dibuat tablet, apakah zat tersebut tahan terhadap panas atau lembab,<br />

kestabilannya, besar kecilnya dosis, dan lain sebagainya.<br />

Berikut merupakan penjelasan singkat dari ketiga macam metode tersebut :<br />

a. Granulasi Basah, yaitu memproses campuran partikel zat aktif dan eksipien menjadi partikel yang<br />

lebih besar dengan menambahkan cairan pengikat dalam jumlah yang tepat sehingga terjadi massa<br />

lembab yang dapat digranulasi. Metode ini biasanya digunakan apabila zat aktif tahan terhadap<br />

lembab dan panas. Umumnya untuk zat aktif yang sulit dicetak langsung karena sifat aliran dan<br />

kompresibilitasnya tidak baik. Prinsip dari metode granulasi basah adalah membasahi<br />

5


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />

solida<br />

massa tablet dengan larutan pengikat teretentu sampai mendapat tingkat kebasahan tertentu pula,<br />

kemudian massa basah tersebut digranulasi.<br />

Metode ini membentuk granul dengan cara mengikat serbuk dengan suatu perekat/pengikat<br />

sebagai pengganti pengompakan, teknik ini membutuhkan larutan, suspensi atau bubur yang<br />

mengandung pengikat yang biasanya ditambahkan ke campuran serbuk atau dapat juga bahan<br />

tersebut dimasukan kering ke dalam campuran serbuk dan cairan dimasukan terpisah. Cairan yang<br />

ditambahkan memiliki peranan yang cukup penting dimana jembatan cair yang terbentuk di antara<br />

partikel dan kekuatan ikatannya akan meningkat sampai titik optimal bila jumlah cairan yang<br />

ditambahkan meningkat dalam jumlah yang optimal. Gaya tegangan permukaan dan tekanan<br />

kapiler paling penting pada awal pembentukan granul, bila cairan sudah ditambahkan pencampuran<br />

dilanjutkan sampai tercapai dispersi yang merata dan semua bahan pengikat sudah bekerja. Jika<br />

sudah diperoleh massa basah atau lembab maka massa dilewatkan pada ayakan dan diberi tekanan<br />

dengan alat penggiling atau oscillating granulator tujuannya agar terbentuk granul sehingga luas<br />

permukaan meningkat dan proses pengeringan menjadi lebih cepat. Setelah pengeringan, granul<br />

diayak kembali ukuran ayakan tergantung pada alat penghancur yang dugunakan dan ukuran tablet<br />

yang akan dibuat.<br />

Keuntungan metode granulasi basah :<br />

• Memperoleh aliran yang baik<br />

• Meningkatkan kompresibilitas<br />

• Untuk mendapatkan berat jenis yang sesuai<br />

• Mengontrol pelepasan<br />

• Mencegah pemisahan komponen campuran selama proses<br />

• Distribusi keseragaman kandungan<br />

• Meningkatkan kecepatan disolusi<br />

Kekurangan metode granulasi basah:<br />

• Banyak tahap dalam proses produksi yang harus divalidasi<br />

• Biaya cukup tinggi<br />

• Zat aktif yang sensitif terhadap lembab dan panas tidak dapat dikerjakan dengan cara ini.<br />

Untuk zat termolabil dilakukan dengan pelarut non air<br />

b. Granulasi Kering disebut juga slugging, yaitu memproses partikel zat aktif dan eksipien dengan<br />

mengempa campuran bahan kering menjadi massa padat yang selanjutnya dipecah lagi untuk<br />

menghasilkan partikel yang berukuran lebih besar (granul) dari serbuk semula. Prinsip dari metode<br />

ini adalah membuat granul secara mekanis, tanpa bantuan bahan pengikat dan pelarut, ikatannya<br />

didapat melalui gaya. Teknik ini cukup baik digunakan untuk zat aktif yang memiliki dosis efektif<br />

yang terlalu tinggi untuk dikempa langsung atau zat aktif yang sensitif terhadap pemanasan dan<br />

kelembaban.<br />

Pada proses ini komponen‐komponen tablet dikompakkan dengan mesin cetak tablet lalu ditekan<br />

ke dalam die dan dikompakkan dengan punch sehingga diperoleh massa yang disebut slug,<br />

prosesnya disebut slugging, pada proses selanjutnya slug kemudian diayak dan diaduk untuk<br />

mendapatkan granul yang daya mengalirnya lebih baik dari campuran awal. Bila slug yang didapat<br />

belum memuaskan maka proses diatas dapat diulang. Dalam jumlah besar granulasi kering dapat<br />

juga dilakukan pada mesin khusus yang disebut roller compactor yang memiliki kemampuan<br />

memuat bahan sekitar 500 kg, roller compactor memakai dua penggiling yang putarannya saling<br />

berlawanan satu dengan yang lainnya, dan dengan bantuan teknik hidrolik pada salah satu<br />

penggiling mesin ini mampu menghasilkan tekanan tertentu pada bahan serbuk yang mengalir<br />

dintara penggiling.<br />

Metode ini digunakan dalam kondisi‐kondisi sebagai berikut :<br />

• Kandungan zat aktif dalam tablet tinggi<br />

• Zat aktif susah mengalir<br />

• Zat aktif sensitif terhadap panas dan lembab<br />

6


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />

solida<br />

Keuntungan cara granulasi kering adalah:<br />

• Peralatan lebih sedikit karena tidak menggunakan larutan pengikat, mesin pengaduk berat dan<br />

pengeringan yang memakan waktu<br />

• Baik untuk zat aktif yang sensitif terhadap panas dan lembab<br />

• Mempercepat waktu hancur karena tidak terikat oleh pengikat<br />

Kekurangan cara granulasi kering adalah:<br />

• Memerlukan mesin tablet khusus untuk membuat slug<br />

• Tidak dapat mendistribusikan zat warna seragam<br />

• Proses banyak menghasilkan debu sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi silang<br />

c. Metode Kempa Langsung, yaitu pembuatan tablet dengan mengempa langsung campuran zat aktif<br />

dan eksipien kering.tanpa melalui perlakuan awal terlebih dahulu. Metode ini merupakan metode<br />

yang paling mudah, praktis, dan cepat pengerjaannya, namun hanya dapat digunakan pada kondisi<br />

dimana zat aktif maupun untuk eksipiennya memiliki aliran yang bagus, zat aktif yang kecil<br />

dosisnya, serta zat aktif tersebut tidak tahan terhadap panas dan lembab. Ada beberapa zat<br />

berbentuk kristal seperti NaCl, NaBr dan KCl yang mungkin langsung dikempa, tetapi sebagian<br />

besar zat aktif tidak mudah untuk langsung dikempa, selain itu zat aktif tunggal yang langsung<br />

dikempa untuk dijadikan tablet kebanyakan sulit untuk pecah jika terkena air (cairan tubuh). Secara<br />

umum sifat zat aktif yang cocok untuk metode kempa langsung adalah: alirannya baik,<br />

kompresibilitasnya baik, bentuknya kristal, dan mampu menciptakan adhesifitas dan kohesifitas<br />

dalam massa tablet.<br />

Keuntungan metode kempa langsung yaitu :<br />

• Lebih ekonomis karena validasi proses lebih sedikit<br />

• Lebih singkat prosesnya. Karena proses yang dilakukan lebih sedikit, maka waktu yang<br />

diperlukan untuk menggunakan metode ini lebih singkat, tenaga dan mesin yang dipergunakan<br />

juga lebih sedikit.<br />

• Dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan tidak tahan lembab<br />

• Waktu hancur dan disolusinya lebih baik karena tidak melewati proses granul, tetapi langsung<br />

menjadi partikel. tablet kempa langsung berisi partikel halus, sehingga tidak melalui proses<br />

dari granul ke partikel halus terlebih dahulu.<br />

Kekurangan metode kempa langsung :<br />

• Perbedaan ukuran partikel dan kerapatan bulk antara zat aktif dengan pengisi dapat<br />

menimbulkan stratifikasi di antara granul yang selanjutnya dapat menyebabkan kurang<br />

seragamnya kandungan zat aktif di dalam tablet.<br />

• Zat aktif dengan dosis yang besar tidak mudah untuk dikempa langsung karena itu biasanya<br />

digunakan 30% dari formula agar memudahkan proses pengempaan sehingga pengisi yang<br />

dibutuhkanpun makin banyak dan mahal. Dalam beberapa kondisi pengisi dapat berinteraksi<br />

dengan obat seperti senyawa amin dan laktosa spray dried dan menghasilkan warna kuning.<br />

Pada kempa langsung mungkin terjadi aliran statik yang terjadi selama pencampuran dan<br />

pemeriksaan rutin sehingga keseragaman zat aktif dalam granul terganggu.<br />

• Sulit dalam pemilihan eksipien karena eksipien yang digunakan harus bersifat; mudah<br />

mengalir; kompresibilitas yang baik; kohesifitas dan adhesifitas yang baik.<br />

d. Metode semi granulasi dasar dan Granulasi terpisah<br />

Metode ini dilakukan jika terdapat dua atau lebih zat aktif yang akan dibuat dalam satu <strong>sediaan</strong><br />

tablet dan kedua atau lebih zat aktif tersebut memiliki sifat yang berbeda.<br />

Kesimpulan<br />

Granulasi Basah Granulasi kering Kempa langsung Semi Granulasi basah<br />

dan granulasi terpish<br />

- zat aktif tahan<br />

terhadap lembab<br />

dan panas<br />

- sifat aliran dan<br />

kompresibilitasnya<br />

- zat aktif yang<br />

memiliki dosis efektif<br />

yang terlalu tinggi<br />

untuk dikempa<br />

langsung<br />

7<br />

- zat aktif maupun<br />

untuk eksipiennya<br />

memiliki aliran yang<br />

bagus<br />

- zat aktif yang kecil<br />

‐ kedua atau lebih zat<br />

aktif tersebut memiliki<br />

sifat yang berbeda


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />

solida<br />

tidak baik<br />

- zat aktif yang sensitif<br />

terhadap pemanasan<br />

dan kelembaban<br />

dosisnya<br />

- zat aktif tersebut<br />

tidak tahan terhadap<br />

panas dan lembab<br />

III. BAHAN PEMBANTU (Eksipien) PEMBUATAN TABLET<br />

A. PENGISI<br />

Adalah zat inert yang ditambahkan dalam formula tablet yang ditujukan untuk membuat bobot tablet<br />

sesuai dengan yang diharapkan. Pengisi diperlukan bila dosis obat tidak cukup untuk membuat bulk.<br />

Pada obat yang berdosis dukup tinggi bahan pengisi tidak diperlukan (misal aspirin, antibiotik tertentu).<br />

Tablet oral biasanya berukuran 3/16 sampai ½ inci. Tablet yang lebih kecil dari 3/16 inci sukar dipegang<br />

oleh orang lanjut usia, sedangkan yang lebih besar dari ½ inci sukar ditelan. Berat tablet berkisar antara<br />

120‐700 mg untuk kerapatan standar zat organik. Tablet bentuk oval, lebih mudah ditelan, berat tablet<br />

dapat lebih besar atau sama dengan 800 mg. Pengisi dapat juga ditambah karena alasan kedua yaitu<br />

memperbaiki daya kohesi sehingga dapat dikempa langsung atau untuk memacu aliran. (Lachman; 697)<br />

Bahan pengisi harus memenuhi beberapa kriteria yaitu: (Lachman; 698)<br />

Harus non toksik dan dapat memenuhi peraturan‐peraturan dari negara‐negara dimana produk<br />

akan dipasarkan.<br />

Harus tersedia dalam jumlah yang cukup di sesuai negara tempat produk itu dibuat.<br />

Harganya harus cukup murah.<br />

Tidak boleh saling berkontraindikasi (misalnya sukrosa), atau karena komponen (misalnya,<br />

natrium) dalam tiap segmen/bagian dari populasi.<br />

Secara fisiologis harus inert/netral.<br />

Harus stabil secara fisik dan kimia, baik dalam kombinasi dengan berbagai obat atau komponen<br />

tablet lain.<br />

Harus bebas dari segala jenis mikroba (patogen atau yang ditentukan).<br />

Harus color compatible (tidak boleh mengganggu warna).<br />

Bila obat itu termasuk sebagai makanan (produk‐produk vitamin tertentu), pengisi dan bahan<br />

pembantu lainnya harus mendapat persetujuan sebagai bahan aditif pada makanan.<br />

Tidak boleh mengganggu bioavailabilitas obat.<br />

Pada pengolahan jumlah obat yang sangat sedikit (misalnya alkaloida, hormon, vitamin dan<br />

sebagainya) diperlukan bahan pengisi, untuk akhirnya memungkinkan suatu pencetakan. Bahan pengisi<br />

mengurus untuk itu, bahwa tablet mengandug ukuran atau massa yang dibutuhkan (0,1‐0,8 g).<br />

Disamping netral secara kimia dan fisiologis sebaiknya konstituensia seperti ini dapat dicerna baik.<br />

Digunakan jenis pati (pati kentang, pati gandum, dan pati jagung) dan laktosa (penggunaannya<br />

misalnya pada tablet homeopati, keburukan kehancurannya rendah). Sifat tablet yang lebih baik<br />

diberikan laktosa dikeringsemburkan, setelah penambahan dari bahan pelincir dan pelicin jika perlu<br />

memungkinkan tabletasi langsung. Beberapa farmakope mengarahkan suatu campuran granul dari pati<br />

kentang dan laktosa sebagai granulatum simpleks. (R. Voight, tekfar)<br />

Biasanya tablet yang mengandung zat aktif dengan dosis kecil memerlukan zat pengisi yang banyak.<br />

Jika dosis besar maka pengisi sedikit atau tidak sama sekali.<br />

Jenis ‐jenis pengisi yang lazim digunakan:<br />

1. Avicel (mikrokristalin selulosa) (HOPE, 132‐135)<br />

− Bentuk 103 memiliki keunggulan dibandingkan dengan 101, 102 karena volume spesifiknya<br />

kecil, aliran lebih baik dan waktu hancur lebih singkat.<br />

− Insoluble, non‐reaktif, aliran kurang baik, kapasitas pegang 50%.<br />

− Menghasilkan tablet yang keras dengan tekanan kecil (kompresibilitas baik) dan friabilitas<br />

tablet rendah, waktu stabilitas panjang.<br />

− Menghasilkan pembasahan yang cepat dan rata sehingga mendistribusikan cairan penggranul<br />

ke seluruh massa serbuk; menghasilkan distribusi warna dan obat yang merata.<br />

− Bertindak sebagai pembantu mengikat, menghasilkan granul yang keras dengan sedikit fines.<br />

− Bisa bersifat pengikat kering, disintegran, lubrikan dan glidan.<br />

8


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />

solida<br />

− Berfungsi sebagai self lubrikan sehingga lubrikan yang diperlukan lebih sedikit.<br />

− Penggunaannya membutuhkan lubrikan; penggunaannya dapat dikombinasi dengan laktosa,<br />

manitol, starch, kalsium sulfat.<br />

− Membantu mengatasi zat‐zat yang jika overwetting (terlalu basah) menjadi seperti “clay” yang<br />

sukar digranulasi dan ketika kering granulnya menjadi keras dan resisten terhadap disintegrasi.<br />

Contoh: kaolin, kalsium karbonat.<br />

− Avicel dalam GB memperbaiki ikatan pada pengempaan, mengurangi capping dan friabilitas<br />

tablet.<br />

− Avicel membantu obat larut dengan air agar homogen, mencegah migrasi pewarna larut air<br />

dan membantu agar evaporasi cepat dan seragam.<br />

− Untuk obat dengan dosis kecil, Avicel digunakan sebagai pengisi dan pengikat tambahan.<br />

− 60% avicel PH 101 dan 40% amilum sebagai pasta 10% membuat massa lembab mudah<br />

digranulasi, membentuk granul yang kuat pada pengeringan dengan sedikit fine daripada pasta<br />

yang hanya terbuat dari amilum.<br />

− Bentuk PH 101: serbuk, PH 102: granul, PH 103: serbuk<br />

2. Kalsium sulfat dihidrat (Lachman Tablests, 152)<br />

• Digunakan sebagai pengisi untuk granulasi dengan jumlah zat aktif 20‐30%.<br />

− Sinonim: terra alba, snow white filler.<br />

− Insoluble, non‐higroskopis, serbuk yang sedikit abrasive.<br />

− Semakin tinggi grade‐nya semakin putih, pengisi paling murah, bisa dipakai untuk zat aktif<br />

asam, netral, basa; punya kapasitas absorbsi yang tinggi untuk minyak.<br />

− Pengikat yang disarankan: PVP, MC, starch paste<br />

3. Kalsium fosfat dibasic<br />

− Digunakan sebagai pengisi dan pengikat untuk kempa langsung dengan memiliki ukuran<br />

paling kecil, tidak mahal, tidak dapat digunakan bersama senyawa asam atau garam asam<br />

− Jika digunakan cairan pengikat yang terlalu banyak maka jadi lengket dan keras, tidak dapat<br />

digranul sehingga solusinya dikombinasi dengan starch/Avicel<br />

− Paling baik ditambah avicel<br />

− Tablet dengan pengisi ini biasanya rapuh<br />

− Sifat fragmentasi tinggi sehingga tidak sensitif terhadap lubrikan<br />

− Sifat partikel kurang baik karena partikel sangat halus<br />

(Lachman Tablets ,153):<br />

− bisa digunakan dengan garam dari basa organik seperti anti histamin dan vitamin larut minyak.<br />

− Tidak larut di air, sedikit larut di asam encer<br />

− Non higroskopis, netral, serbuk putih, sedikit abrasive.<br />

− Menghasilkan tablet yang baik dengan penambahan penghancur yang baik dan lubrikan yang<br />

efektif.<br />

− Pengikat yang disarankan seperti pasta pati, PVP, metilselulosa, mikrokristalin selulosa<br />

− Karakteristik mirip Ca sulfat, tapi lebih mahal dan digunakan terbatas dalam granulasi basah<br />

− Jika garam asetat inorganik ada dalam formulasi, tablet cenderung menghasilkan bau asam<br />

pada penyimpanan.<br />

4. Laktosa<br />

(Lachman Tablets, 157)<br />

− Dikenal sebagai milk sugar<br />

− Paling lama digunakan sejak dulu, paling banyak digunakan<br />

− Terdapat dua bentuk isomer, α dan β<br />

− Inkompatibel dengan: senyawa yang sangat basa (berubah warna menjadi coklat), asam<br />

askorbat, salisilamid, pyrilamine maleat, phenilephrine HCl<br />

− Dalam granulasi basah, laktosa larut sebagian sehingga melapisi obat dan memberi sejumlah<br />

proteksi dan pelepasan lambat dimana disolusi cepat tdak diperlukan.<br />

− Granul laktosa hidrat mengandung kadar lembab 4‐5%<br />

− Laktosa adalah gula peredukasi bereaksi dengan amin primer (‐NH2) menghasilkan reaksi<br />

9


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />

solida<br />

Maillard<br />

− Dalam larutan, laktosa cenderung berada dalam kesetimbangan kedua bentuk isomer<br />

− Bentuk spray‐dried digunakan dalam kempa langsung<br />

(Lachman Industri, 699)<br />

− Pengisi yang paling umum, ada 2 bentuk: hidrat dan anhidrat<br />

− Jarang bereaksi dengan obat baik dalam bentuk hidrat dan anhidrat<br />

− Untuk GB pakai laktosa HIDRAT; laktosa anhidrat tidak mengalami reaksi Maillard (dengan<br />

zat aktif mengandung amina dengan adanya logam stearat), tetapi menyerap lembab.<br />

− Secara umum, formulasi tablet menggunakan laktosa menunjukkan release rate yang baik,<br />

granulnya cepat kering, disintegrasi tablet tidak banyak dipengaruhi oleh kekerasan tablet.<br />

(HOPE, 385)<br />

• Keburukan: laktosa dpt berubah warna dengan adanya basa amin dan Mg‐stearat<br />

• Dikenal 4 macam bentuk: granul kasar (60‐80 mesh), granul halus (80‐100 mesh), granul spray<br />

dried (100‐200 mesh), dan laktosa anhidrat<br />

• Dikenal sebagai gula susu.<br />

• Nilai kontaminasi bakteri rendah<br />

• Stabilitas warna baik, kompatibilitas tinggi, derajat kemurnian tinggi<br />

• Laktosa monohidrat tidak sesuai untuk kempa langsung karena fluiditas dan kompresibilitas<br />

kurang<br />

• Untuk kempa langsung pake laktosa spray dried<br />

• Punya sifat fragmentasi rendah (ikatan antar partikel akan putus selama proses rearrangement<br />

pada tekanan punch rendah)<br />

• Inkompatibel dengan asam askorbat, salisil‐amida, pyrilamin maleat, dan fenileprin<br />

hidroklorida.<br />

5. Spray‐dried Laktosa (Lachman Industri, 699)<br />

− Untuk pengisi kempa langsung.<br />

− Sifat aliran baik<br />

− Sifat direct compression‐nya berkurang jika kadar air < 3%; dapat dicampur dengan 20‐25%<br />

zat aktif tanpa kehilangan sifat direct compression‐nya<br />

− Kelemahan: mudah menjadi gelap dengan adanya lembab yang berlebihan, amin, atau<br />

senyawa lain yang mengandung furaldehid<br />

− Gunakan lubrikan netral atau asam<br />

• Kapasitas pegang 20‐25% terhadap zat aktif; punya aliran baik dan karakteristik pengikatan<br />

yang lebih baik dibandingkan laktosa biasa<br />

• Tablet menunjukkan disintegrasi yang cepat, friabilitas baik, dan variasi berat rendah dengan<br />

hilangnya masalah sticking dan capping.<br />

• Umumnya digabung dengan Avicel. Jika tunggal digunakan dalam konsentrasi 40‐50% sebagai<br />

pembawa<br />

6. Sukrosa (HOPE, 744)<br />

• Bisa berfungsi sebagai pengisi/pengikat<br />

• Jika digunakan sebagai pengikat tunggal, sukrosa membentuk granul yang keras dan tablet<br />

lebih cenderung terdisolusi daripada terdisintegrasi. Oleh karena itu banyak dikombinasi<br />

dengan pengisi insoluble lain<br />

• Jika digunakan sebagai pengisi kering, biasanya digranulasi dengan pengikat larut air atau<br />

hidroalkohol. Kekerasan granul tergantung jumlah pengikat yang digunakan. Campuran air dan<br />

alkohol akan menghasilkan granul yang lebih lunak.<br />

• Memiliki banyak bentuk, paling sering digunakan bentuk “confectioner” untuk GB yang<br />

mengandung 3% pati jagung untuk mencegah caking<br />

• Sukrosa digunakan sebagai pemanis dalam tablet kunyah dan digunakan sebagai pengikat<br />

untuk memperbaiki kekerasan tablet<br />

• Kelemahan: tablet yang dibuat dengan komposisi sebagian besar sukrosa akan mengeras pada<br />

penyimpanan. Sukrosa bukan gula pereduksi tetapi dengan bahan bersifat basa menjadi coklat<br />

pada penyimpanan.<br />

10


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />

solida<br />

• Bersifat higroskopis<br />

• Turunan sukrosa yang dapat digunakan untuk kempa langsung:<br />

a. Sugartab : 90‐93% sukrosa, 7‐10% invert sugar<br />

b. Di Pac : 97% sukrosa, 3% modified dekstrin<br />

c. Nu Tab : 95% sukrosa, 4% gula invert, 1% corn starch, Mg stearat<br />

7. Dekstrosa (Lachman Tablets, 159)<br />

− Penggunannya terbatas pada GB sebagai pengisi dan pengikat<br />

− Digunakan dengan cara yang sama dengan sukrosa, cenderung menghasilkan tablet yang keras<br />

terutama jika menggunakan dekstrosa anhidrat<br />

− Menjadi coklat dengan keberadaan bahan bersifat basa dan bereaksi dengan amin menjadi<br />

tidak berwarna.<br />

8. Manitol (Lachman Tablets, 159)<br />

− Pengisi yang baik untuk tablet kunyah karena rasanya enak, sedikit manis, halus, meleleh di<br />

mulut, dingin, negatif heat solution<br />

− Berupa serbuk kristal berbau enak, putih, tidak berbau, inert, non‐higroskopis, membutuhkan<br />

lebih banyak cairan pengikat daripada sukrosa dan laktosa; butuh cairan pengikat yang kurang<br />

lebih sama dengan dekstrosa; tetapi menghasilkan granul yang lebih lembut daripada sukrosa<br />

dan dekstrosa.<br />

− Dapat digunakan untuk formulasi vitamin<br />

− Kadar lembab granul yang dibuat dari sukrosa, dekstrosa, dan manitol setelah pengeringan<br />

semalam pada 140‐150 °F adalah < 0,2% kecuali untuk granulasi dekstrosa dengan 10 % gelatin<br />

dan 50 % glukosa, kadar lembabnya berturut‐turut 1,15% dan 0,2%. Pada granulasi laktosa,<br />

kadar lembabnya 4‐5%<br />

• Hanya sedikit yang terabsorbsi di saluran cerna, jika digunakan banyak dapat bersifat laksatif<br />

9. Emdex dan Celutab (Lachman Industri, 700)<br />

− Dapat bereaksi dengan amin pada suhu dan kelembaban tinggi<br />

− Bebas mengalir dan dapat dikempa langsung, mengandung 8‐10% lembab, kekerasan tablet<br />

dapat meningkat setelah pengempaan<br />

− Starch terhidrolisa mengandung 90‐92% dekstrosa dan 3‐5% maltosaDapat digunakan sebagai<br />

pengganti manitol pada talbet kunyah karena manis dan berasa halus di mulut.<br />

10. Starch 1500 (penjelasan ada di bagian Pengikat)<br />

Ringkasan pengisi: Lachman tablet h.152<br />

Pengisi tidak larut air<br />

Pengisi larut air<br />

Kalsium sulfat, dihidrat<br />

Laktosa<br />

Kalsium fosfat, dibasic<br />

Sukrosa<br />

Kalsium fosfat tribasic<br />

Dextrosa<br />

Kalsium karbonat<br />

Manitol<br />

Starch yang dimodifikasi<br />

Sorbitol<br />

(karboksimetil starch)<br />

Avicel<br />

B. ADSORBEN<br />

• Adsorben harus memiliki titik leleh yang tinggi. Dengan titik leleh tinggi setelah terjadi<br />

lelehan pertama akan terbentuk massa yang bertitik leleh lebih tinggi.<br />

• Manfaat adsorben: mencegah tablet basah oleh lelehan zat aktif, jika tablet basah maka<br />

tablet akan lengket dalam cetakan. Bekerja menyerap lelehan zat aktif.<br />

• Contoh: Avicel, Bolus alba, Kaolin, bentonit, Mg silikat, MgO, trikalsium fosfat, Aerosil.<br />

C. PENGIKAT<br />

− Fungsi : untuk membentuk granul atau menaikkan kekompakan kohesi bagi tablet yang<br />

dicetak langsung (Lachman Industri, 701)<br />

11


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />

solida<br />

− Pengikat bisa berupa gula dan polimer.<br />

− Dikelompokkan menjadi polimer alam dan sintetik.<br />

− Pengikat yang berupa polimer alam: starch, gum (acacia, tragacanth, gelatin)<br />

− Pengikat yang berupa polimer sintetik: PVP, metilselulosa, etilselulosa, hidroksipropilselulosa<br />

− Bisa dengan cara kering/basah. Cara basah membutuhkan lebih sedikit bahan pengikat untuk<br />

menghasilkan kekerasan tablet yang sama dibandingkan dengan cara kering.<br />

− Penambahan plasticizer ( propilenglikol, PEG 400, gliserin, heksilonglikol) ke dalam larutan<br />

pengikat dapat meningkatkan kekerasan, mengurangi efek capping, menurunkan friabilitas<br />

tablet.<br />

− Jumlah larutan pengikat yang dibutuhkan untuk 3 kg pengisi tercantum pada tabel<br />

Pengikat Volume larutan granulasi yang dibutuhkan (ml) untuk beberapa Pengisi<br />

Sukrosa Laktosa Dextrosa Manitol<br />

10% Gelatin 200 290 500 560<br />

50% Glukosa 300 325 500 585<br />

2% Metilselulosa (400 cps) 290 400 835 570<br />

Air 300 400 660 750<br />

10% Akasia 220 400 685 675<br />

10% Musilago Amili 285 460 660 810<br />

50% Alkohol 460 700 1000 1000<br />

10% PVP (dlm air) 260 340 470 525<br />

10% PVP (dlm alkohol) 780 650 825 900<br />

10% sorbitol (dlm air) 280 440 750 655<br />

(Lachman Tablet, 160‐161)<br />

1. Starch (amylum) (Lachman Tablet)<br />

− Dapat digunakan sebagai pengisi, pengikat, dan penghancur<br />

− Dalam bentuk musilago amili 5‐25% (HOPE, 723)<br />

(Lachman Tablet 161):<br />

− Cara: suspensikan starch 1:1/2‐1 dalam air dingin, tambahkan 2‐4 kali air mendidih<br />

dengan pengadukan konstan sampai starch mengembang menjadi transparan yang<br />

dapat diencerkan dengan air dingin sampai konsentrasi yang diinginkan.<br />

− Cara lain: mensuspensikan starch pada air dingin dan panaskan sampai mendidih di atas<br />

penangas dengan pengadukan konstan.<br />

− Mengandung kadar air 11‐14% (Lachman Industri,699)<br />

− Starch akan menyebabkan tablet terdisintegrasi dengan cepat (Lachman Tablet, 161)<br />

• Dosis zat aktif besar, starch diganti dengan penghancur yang lebih baik, yaitu avicel.<br />

• Tablet yang mengandung amilum dengan konsentrasi tinggi menunjukkan tablet yang rapuh<br />

dan sukar dikeringkan.<br />

• Amilum yang tidak dimodifikasi tidak mempunyai sifat kompresibilitas yang baik dan<br />

mempunyai friabilitas yang besar, dan akan terjadinya capping pada tablet jika digunakan<br />

dalam jumlah besar (HOPE, 723).<br />

2. Starch 1500<br />

− Dapat digunakan sebagai pengikat basah, kering, dan disintegran<br />

− Starch 1500 maksimal mengandung 20% fraksi larut air yang berfungsi sebagai pengikat<br />

sedangkan sisanya bersifat sebagai disintegran<br />

− Starch 1500 dibutuhkan ± 3‐4 kali lebih banyak daripada musilago amili untuk menghasilkan<br />

tablet dengan kekerasan yang sama (Lachman Tablet, 161‐63)<br />

• Sebaiknya tidak digunakan sebagai pengisi pada GB karena akan menghasilkan gel yang<br />

berfungsi sebagai pengikat yang sangat kuat<br />

• Sebagai disintegran dapat ditambahkan kering, pada fasa luar.<br />

(Lachman Industri, 700, HOPE, 731):<br />

• Aliran bagus, merupakan directly compressible starch<br />

• Dapat dikempa sendiri, tetapi jika dicampur dengan 5‐10% obat membutuhkan lubrikan<br />

tambahan, meskipun Mg Stearat 0,25 % biasanya digunakan untuk tujuan ini, konsentrasi<br />

12


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />

solida<br />

yang lebih besar daripada ini berefek negatif pada kekuatan tablet dan disolusi tablet. Oleh<br />

karena itu biasanya dipilih asam stearat sebagai lubrikan.<br />

• Mengandung 10% lembab dan menyebabkan tablet menjadi lunak jika dikombinasi dengan<br />

Mg stearat > 0,5%, sebagai pengganti digunakan asam stearat<br />

3. Gelatin (Lachman Tablet, 163)<br />

• Digunakan pada konsentrasi 2‐10% sebanyak 1‐5% dari formula.<br />

− Sudah jarang digunakan, digantikan PVP, MC. Cenderung menghasilkan tablet yang keras dan<br />

memerlukan disintegran yang aktif.<br />

− Dapat digunakan untuk senyawa yang sulit diikat.<br />

− Kelemahan: rentan bakteri dan jamur, butuh pengawet.<br />

− Jika masih diperlukan pengikat yang lebih kuat, dapat digunakan larutan gelatin dalam air<br />

2‐10%, yang dibuat dengan menghidrasi gelatin dalam air dingin selama beberapa jam atau<br />

semalam kemudian dipanaskan sampai mendidih, larutan gelatin harus dipertahankan hangat<br />

sampai saat digunakan karena akan menjadi gel pada pendinginan.<br />

4. Larutan sukrosa (Lachman Tablet, 163‐164)<br />

− Membentuk granul keras, kekerasan diatur dari konsentrasi sukrosa 20‐85%.<br />

− Sangat baik sebagai pembawa soluble dyes karena menghasilkan warna yang seragam.<br />

− Digunakan untuk menggranulasi tribasic fosfat yang umumnya memerlukan pengikat yang<br />

lebih kohesif dari musilago amili; pada tablet ferro sulfat, bertindak sebagai pengikat dan<br />

pelindung ferrosulfat dr oksidasi.<br />

− Senyawa lain yang pengikatnya bisa berupa gula: aminofilin, asetopheretidin, asetaminofen,<br />

meprobamate.<br />

5. Larutan akasia (Lachman Tablet, 164)<br />

− Digunakan pada konsentrasi 10‐25%.<br />

− Cocok sebagai pengikat pada obat dgn dosis besar dan sukar digranulasi (c/ mefenesin).<br />

− Menghasilkan granul yang keras tetapi tidak mengeras pada penyimpanan, hal ini yang<br />

membedakannya dengan gelatin.<br />

− Kelemahan: dapat terkontaminasi mikroba.<br />

− Kadang ditambah lubrikan cair PEG 6000 untuk membantu pencetakan tablet dan disintegrasi<br />

tablet.<br />

6. PVP (Lachman Tablet, 164‐65)<br />

− Nama dagang: Kollidon atau Plasdon<br />

− Inert, larut air dan alkohol, digunakan dalam konsentrasi 3‐15%, sedikit higroskopis, tidak<br />

mengeras selama penyimpanan (baik untuk tablet kunyah)<br />

− Tablet efervesen bisa dibuat menggunakan PVP dalam etanol anhidrat. Jangan menggunakan<br />

isopropanol anhidrat karena meninggalkan bau pada granul.<br />

− Konsentrasi 5% PVP dalam etanol hidrat menghasilkan kompresibilitas yang baik dari serbuk<br />

Natrium bikarbonat dan asam sitrat sehingga tablet bereaksi cepat dan disolusi cepat.<br />

− PVP baik untuk tablet kunyah terutama untuk alumunium hidroksida, Mg(OH)2.<br />

− Kompatibel untuk tablet effervercent yang mengandung campuran Na bikarbonat‐asam sitrat<br />

dalam granulasi basah, menggunakan PVP dalam etanol anhidrat karena reaksi asam basa tidak<br />

muncul dalam medium anhidrat ini.<br />

7. Selulosa<br />

a. Metil selulosa (Lachman Tablet, 165)<br />

− 1‐5% larutan air tergantung grade viskositas; larutan 5% menghasilkan kekerasan yang<br />

mirip dengan 10% musilago amili.<br />

− Dapat digunakan untuk menggranulasi serbuk yang larut atau tidak larut; pengikat yang<br />

baik untuk eksipien laktosa, manitol, dan gula.<br />

− Keuntungan: dapat dikompres segera, tidak mengeras pada penyimpanan.<br />

b. CMC Na (Lachman Tablet, 166)<br />

− Konsentrasi 5‐15% dapat digunakan menggranulasi serbuk yang larut atau tidak larut.<br />

− Inkompatibel dengan Mg, Ca, dan garam Al.<br />

− Menghasilkan granul yang lebih lunak daripada PVP tapi dapat dikompres dengan baik;<br />

13


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008<br />

solida<br />

umumnya tablet mempunyai waktu disintegrasi yang lebih lama.<br />

c. Etil selulosa (Lachman Tablet, 166)<br />

− Tidak larut dalam air; dalam bentuk larutan alkohol. Low‐viscosity grades digunakan<br />

sebagai pengikat pada konsentrasi 2‐10% dalam etanol.<br />

− Dapat digunakan untuk menggranulasi serbuk yang sukar digranulasi(c/ asetaminofen,<br />

kafein, meprobamat, ferofumarat), dan dapat digunakan sebagai pengikat non air untuk<br />

serbuk yang tidak tahan air seperti asam askorbat.<br />

− Dapat memperlambat disintegrasi disolusi bila digunakan granulasi basah (Lachman<br />

Industri, 702).<br />

8. Polivinil alkohol (Lachman Tablet, 166‐67)<br />

− Larut air, mirip akasia tapi tidak terlalu rentan dengan bakteri<br />

− Membentuk granul yang lebih lunak dari acacia, menghasilkan tablet yang disintegrasi lebih<br />

cepat dan tidak mengeras pada penyimpanan<br />

9. PEG 6000 (Lachman Tablet, 167)<br />

− Sebagai pengikat anhidrat, dimana air dan alkohol tidak dapat digunakan<br />

− PEG 6000 merupakan padatan putih hingga kuning terang yang meleleh pada 70‐75 0 C dan<br />

mengeras pada 56‐63 0 C<br />

10. N‐HPC (Nisso‐HPC)<br />

• Merupakan pengikat dengan toughness tinggi (kemampuan menyerap energi tanpa terjadi<br />

fraktur) dan derajat aliran plastik tinggi (friabilitas yang baik < 1%, memudahkan proses<br />

pencetakan dengan kecepatan yang lebih tinggi tanpa masalah capping) dibanding metil<br />

selulosa, PVP, starch (cat bu.Henny)<br />

• Larut dalam air dan pelarut organik alkohol, propilen glikol, metilen klorida, aseton dan<br />

kloroform. Jika digunakan sebagai pelarut pada granulasi basah N‐HPC dilarutkan dalam air<br />

atau alkohol.<br />

• Cara:<br />

a. Melarutkan dalam air<br />

− N‐HPC ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam air sambil diaduk kuat<br />

− 20‐30% air dipanaskan sampai 60 0 C dan N‐HPC ditambahkan perlahan‐lahan sambil<br />

diaduk. Setelah itu ditambahkan sisa air. Dengan cara ini pelarutan lebih cepat.<br />

b. Melarutkan dalam pelarut organik<br />

Pengikat yang biasa digunakan dalam granulasi basah<br />

Pengikat<br />

Konsentrasi<br />

Cornstarch<br />

5‐10% musilago<br />

Pregelatinized cornstarch<br />

5‐10%<br />

Starch 1500<br />

5‐10% musilago<br />

Gelatin<br />

2‐10%<br />

14


Sukrosa<br />

Akasia<br />

PVP<br />

Metilselulosa (berbagai grade viskositas)<br />

CMC-Na (low-viscosity grade)<br />

Etilselulosa (berbagai grade viskositas)<br />

Polivinil alkohol (berbagai grade viskositas)<br />

PEG 6000<br />

10-85%<br />

5-20%<br />

5-20% dalam air, alkohol, atau hidroalkohol<br />

2-10%<br />

2-10%<br />

2-15% dalam alkohol<br />

2-10% dalam air atau hidroalkohol<br />

10-30% dalam air, alkohol, atau hidroalkohol<br />

(Lachman Tablet, 162)<br />

D. FLAVOUR (Lachman Industri, 704)<br />

− Digunakan untuk tablet kunyah atau tablet lainnya yang ditujukan untuk larut di dalam mulut<br />

− Flavour yang larut dalam air j arang dipakai karena stabilitasnya kurang baik<br />

− Flavour larut minyak yang ditambahkan ke dalam pelarut penggranul, didispersikan dalam<br />

kaolin atau adsorben lainnya, atau diemulsikan dalam larutan penggranul<br />

− Jumlah yang digunakan maksimal 0,5‐0,75% (dalam bentuk minyak).<br />

− Penambahan pewangi dapat dilakukan dalam keadaan kering, biasanya sebagai fasa luar,<br />

sedangkan yang cair ditambahkan dengan menyemprotkan ke dalam massa cetak.<br />

E. DISINTEGRAN<br />

Fungsi: untuk memudahkan hancurnya tablet ketika berkontak dengan cairan saluran cerna (Lachman<br />

Industri, 702). Enam klasifikasi disintegran : starches, clays, gums, cellulose, algins, dll<br />

Cara pakai/penambahan disintegran:<br />

− internal addition (saat granulasi) : disintegran dicampur dengan bahan lainnya sebelum ditambah<br />

dengan larutan penggranul<br />

− external addition : disintegran ditambahkan setelah granul terbentuk<br />

Yang paling baik adalah menambahkan disintegran secara kombinasi (internal & external)<br />

1. Starch (amylum) (Lachman Tablet, 175)<br />

− Pemakaian: 3‐15 %, merupakan disintegran yang paling umum digunakan<br />

− Mekanisme kerja disintegrasi oleh starch :<br />

− dengan membentuk pathways dalam matriks tablet sehingga air dapat masuk melalui pori<br />

(kapiler) sehingga menghancurkan tablet<br />

− starch mengembang ketika terekspos oleh air<br />

− saat pengempaan, terjadi distorsi pada bentuk starch; ketika terekspos oleh air, terjadi<br />

rekoveri bentuk starch<br />

− Pemakaiannya disesuaikan dengan jenis starch, tekanan pengempaan, dan kandungan air<br />

massa cetak<br />

− Perhatian: sebelum digunakan, starch harus dikeringkan pada suhu 80‐90°C untuk<br />

menghilangkan air yang terabsorpsi<br />

2. Starch 1500<br />

− Merupakan disintegran yang baik dan ditambahkan dalam campuran kering (dalam fasa dalam<br />

dan atau fasa luar pada metoda granulasi kering atau kempa langsung, atau dalam fasa luar<br />

pada metoda granulasi basah)<br />

− Perhatian: tidak boleh diberikan pada massa basah<br />

3. Sodium starch glycolate (primogel, explotab)<br />

− Pemakaian: 1‐8% dengan konsentrasi optimum 4%. (Lachman Tablet, 175)<br />

− Keuntungan menggunakan pati termodifikasi adalah waktu disintegrasi bisa tergantung pada<br />

gaya kempa. Suhu tinggi dan kondisi lembab bisa meningkatkan waktu dan menurunkan<br />

disolusi tablet yang mengandung pati.<br />

− Digunakan sebagai penghancur pada pembuatan tablet dengan metode kempa langsung atau<br />

granulasi basah.<br />

− Meskipun keefektifan penghancur kebanyakan dipengaruhi oleh eksipien hidrofobik seperti<br />

lubrikan, tetapi efek primogel tidak dipengaruhi.<br />

− Meningkatkan tekanan kompresi tablet juga tidak mempengaruhi waktu hancur.


− Merupakan serbuk yang alirannya baik. (HOE h.581)<br />

4. Selulosa (selulosa, metilselulosa, CMC, CMC‐Na, Avicel, Ac‐Di‐Sol, HPC)<br />

− Avicel jika dikombinasi dengan starch lebih efektif dan cepat daya disintegrasinya.<br />

− Avicel inkompatibel terhadap zat sensitif lembab (c/ aspirin, penisilin, vitamin), kecuali avicel<br />

dikeringkan sampai kandungan lembabnya kurang dari 1 % dan harus diperlakukan di ruangan<br />

dengan kelembaban rendah.<br />

− Kekurangan avicel adalah kecenderungannya untuk membentuk muatan listrik statik dengan<br />

peningkatan kandungan lembab, terkadang menyebabkan pemisahan pada saat granulasi. Hal<br />

ini dapat diatasi sebagian dengan mengeringkan avicel untuk menghilangkan lembab.<br />

− Pada saat digranulasi basah, dikeringkan, kemudian dikompres, tablet yang terbentuk tidak<br />

hancur secepat saat tidak terbasahi. (Lachman Tablet, 175)<br />

− Ac‐Di‐Sol merupakan ikatan silang dari CMC‐Na dan sangat baik untuk digunakan sebagai<br />

disintegran dalam konsentrasi rendah (Lachman Industri, 703) karena larut air dan memiliki<br />

afinitas yang besar pada air.<br />

− Acdisol ini digolongkan pada super disintegran. Penggunaan 2‐5%.<br />

5. Gums (agar, pectin, tragacant, guar gum)<br />

− Nama dagang guar gum : Jaguar.<br />

− Guar Gum berupa polimer netral, aliran baik, sangat larut, digunakan dalam makanan, tidak<br />

sensitif terhadap pH, kelembaban, dan kelarutan dalam matriks tablet. Warnanya tidak benarbenar<br />

putih; hilang warnanya pada tablet yang bersifat basa saat penyimpanan. (Lachman<br />

Tablet, 176)<br />

− Pemakaian: 1‐10%.<br />

− Bukan merupakan disintegran yang baik, karena kapasitas pengembangannya yang relatif<br />

rendah.<br />

6. Solka floc (selulosa kayu murni) (Lachman Tablet, 175)<br />

− Putih, berserat, inert, netral, dapat digunakan tunggal atau kombinasi dengan starch untuk<br />

aspirin, penisilin, dan obat yang sensitif terhadap pH dan lembab.<br />

− Lebih efektif jika dikombinasi dengan clays (c/ kaolin, bentonit dan veegum). Kombinasi itu<br />

efektif untuk formulasi tablet dengan kandungan lembab tinggi, seperti amonium klorida,<br />

natrium salisilat, dan vitamin.<br />

7. Clays (Veegum, bentonit, kaolin) (Lachman Industri, 702)<br />

− Pemakaian: 2‐10%, sifat hilang jika digranulasi<br />

− Penggunaan terbatas hanya pada tablet berwarna, karena warnanya tidak benar‐benar putih<br />

− Daya hancur kaolin lebih lemah daripada polimer‐polimer berwarna dan tepung jenis baru.<br />

8. Alginat (asam alginat dan Na‐alginat) (Lachman Tablet, 175)<br />

− Pemakaian: 1‐5% (asam alginat) atau 2,5‐10% (Na‐alginat)<br />

− Memiliki afinitas terhadap air dan kapasitas sorpsi yang tinggi sehingga sangat baik sebagai<br />

penghancur.<br />

− Tidak larut dalam air, sedikit asam dalam reaksi, dan sebaiknya hanya digunakan pada granulasi<br />

netral atau asam.<br />

− Jika digunakan bersama garam alkali atau garam asam organik dapat membentuk gel alginat<br />

yang larut atau tidak larut dan menunda disintegrasi tablet.<br />

− Kompatibel untuk aspirin, analgesik, asam askorbat, formulasi multivitamin, dan garam asam<br />

dari basa organik.<br />

9. Polyclar AT (polyplasdone XL, polyplasdone XL10) (Lachman Tablet, 176‐77)<br />

− Crosslinked, homopolimer dari vinilpirolidon yang tidak larut.<br />

− Polyplasdone XL meningkatkan disintegrasi dan disolusi, tidak menurunkan kekerasan.<br />

10. Amberlite IPR 88 (ion exchange resin) (Lachman Tablet, 177)<br />

− Dapat mengembang dalam air.<br />

− Harus hati‐hati memilih karena dapat mengabsorbsi obat.<br />

− Resin kationik dan anionic digunakan untuk mengabsorbsi senyawa dan melepaskan senyawa<br />

tersebut jika tegangan berubah.


Disintegran yang biasa digunakan<br />

Disintegran<br />

Konsentrasi (% w/w)<br />

Starch 5‐20<br />

Starch 1500 5‐15<br />

Avicel PH 101, PH 102<br />

5‐15<br />

Solka floc<br />

Asam alginat 5‐10<br />

Explotab 2‐8<br />

Guar gum 2‐8<br />

Polyclar AT (PVP, crosslinked PVP) 0.5‐5<br />

Amberlite IPR 88 0.5‐5<br />

Metilselulosa, CMC‐Na, HPC 5‐10<br />

(Lachman Tablet, 174)<br />

F. LUBRIKAN<br />

Fungsi utama dari lubrikan adalah untuk mengurangi gesekan atau friksi yang terjadi antara<br />

permukaan tablet dengan dinding die selama proses pengempaan dan penarikan tablet. (Lachman<br />

Tablets, 110)<br />

Setiap lubrikan memiliki konsentrasi optimum (tidak lebih dari 1%) untuk menghasilkan kecepatan<br />

aliran yang optimum. (Lachman Tablets, 112)<br />

Klasifikasi: (Lachman Tablets, 112‐113)<br />

a. Water soluble<br />

Banyak digunakan untuk tablet yang harus larut sempurna di dalam air, seperti tablet/ serbuk<br />

effervescent atau jika diinginkan disintegrasi yang unik atau karakteristik disolusi yang umum.<br />

b. Water insoluble<br />

Lubrikan ini umumnya lebih efektif dan digunakan pada konsentrasi rendah.<br />

Mekanisme Kerja: (Lachman Tablets, 111)<br />

a. Fluid type lubricant<br />

Membentuk lapisan cair kontinu antara massa cetak dengan logam cetakan. Dapat<br />

menyebabkan tablet mengandung bercak‐bercak minyak.<br />

Contoh: minyak hidrokarbon.<br />

b. Boundary type lubricant<br />

Ada interaksi atau gaya adheren antara bagian polar dari lubrikan dengan permukaan logam<br />

pada dinding die.<br />

Tipe ini memiliki gaya adheren terhadap cetakan yang lebih baik.<br />

Penggunaan lubrikan cenderung meratakan distribusi tekanan pada saat pengempaan tablet dan<br />

juga meningkatkan kepadatan partikel sebelum dikempa. (Lachman Tablets, 111).<br />

Semakin kecil ukuran partikel granul, maka tablet membutuhkan jumlah lubrikan yang lebih banyak<br />

(%). (Lachman Tablets, 111)<br />

Oleh karena kebanyakan lubrikan bersifat hidrofobik, maka dengan adanya lubrikan akan<br />

meningkatkan waktu disintegrasi dan menurunkan kecepatan disolusi obat. (Lachman Tablets,<br />

111)<br />

Lubrikan akan membentuk lapisan di sekitar granulat pada saat granulasi yang akan mengurangi<br />

resiko kerusakan tablet pada saat dikempa. Oleh karena kekuatan tablet tergantung pada area<br />

kontak di antara partikel, maka adanya lubrikan juga dapat mengganggu ikatan antar partikel dan<br />

menyebabkan berkurangnya daya kohesif sehingga tablet menjadi rapuh. (Lachman Tablets, 111)<br />

Pada penggunaan lubrikan, pembuatan tablet dengan teknik mixing memberikan hasil yang lebih<br />

baik daripada metode inkorporasi pada kekerasan tablet. (Lachman Tablets, 111)<br />

Caping dan laminating serta lemahnya ikatan antar partikel granul dapat terjadi pada tablet yang<br />

kelebihan lubrikan seperti stearat. (Lachman Tablets, 112)<br />

Lubrikan seringkali ditambahkan dalam keadaan kering ketika semuanya telah tercampur<br />

homogen. Biasanya lubrikan dicampurkan pada 2‐5 menit akhir dari total waktu pencampuran 10‐<br />

30 menit.<br />

Pencampuran yang berlebihan (overmixing) dapat mengurangi karakteristik disintegrasi‐disolusi<br />

dan matriks tablet akan kehilangan ikatannya. (Lachman Tablets, 114)


Metode penambahan lubrikan di akhir (sebagai fasa luar‐setelah granul dibentuk) memberikan<br />

hasil yang lebih baik terhadap kekerasan tablet dan kemudahannya untuk dikeluarkan<br />

dibandingkan dengan metode penambahan lubrikan saat dilakukan granulasi. (Lachman Tablets,<br />

114)<br />

Mg‐lauril sulfat dapat menghasilkan tablet yang lebih keras dan campuran yang lebih mudah<br />

dikempa dibandingkan Mg stearat pada kekuatan penarikan yang sama, tapi butuh jumlah Mglauril<br />

sulfat yang lebih banyak untuk memberikan lubrikasi yang sama. (Lachman Tablets, 113)<br />

Lubrikan carbowax seringkali diberikan dalam bentuk larutan alkohol atau dalam bentuk suspensi<br />

dan emulsi dari bahan lubrikan. (Lachman Tablets, 114)<br />

Aspirin tidak stabil dengan adanya senyawa alkalin, misalnya lubrikan alkalin stearat. Penggantinya<br />

dapat digunakan lubrikan talk. (Lachman Tablets, 113)<br />

Water Soluble Lubricant<br />

Water Insoluble Lubricant<br />

Jenis Kadar (%) Jenis Kadar (%)<br />

Asam borat 1 Logam (Mg, Ca, Na) stearat ¼‐2<br />

Sodium klorida 5 Asam stearat ¼‐2<br />

DL‐leusin 1‐5 Sterotex ¼‐2<br />

Carbowax 4000/6000 1‐5 Talk 1‐5<br />

Sodium oleat 5 Waxes 1‐5<br />

Sodium benzoat 5 Stearowet 1‐5<br />

Sodium asetat 5 Gliseril behapate (Compritol<br />

888); dapat digunakan sebagai<br />

lubrikan dan pengikat<br />

Sodium lauril sulfat 1‐5<br />

Mg‐lauril sulfat 1‐2<br />

Sodium benzoat+sodium asetat 1‐5<br />

(Lachman Tablets, 113‐114)


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET UMUM<br />

G. GLIDAN<br />

− Fungsi utama dari glidan adalah menunjang karakteristik aliran dari granul atau<br />

meningkatkan aliran granul dari hopper ke dalam die. (Lachman Tablets, 110)<br />

− Glidan dapat meminimalisasi kecenderungan granul untuk memisah/ segregasi selama<br />

tahap vibrasi yang berlebihan (Lachman Tablets, 115)<br />

− Efektivitas starch sebagai glidan telah banyak digunakan dalam formulasi tablet dan<br />

kapsul. (Lachman Tablets, 115)<br />

− Secara umum, efektivitas fine silica > Mg stearat > talk murni.<br />

− Talk mengandung sejumlah kecil Al silikat dan Fe. Harus hati‐hati untuk zat aktif yang<br />

penguraiannya dikatalisis oleh Fe. (Lachman Tablets, 116)<br />

− Mekanisme Kerja: (Lachman Tablets, 116)<br />

1. Dispersi muatan elektrostatik pada permukaan granul.<br />

2. Distribusi glidan pada granul.<br />

3. Adsorpsi gas pada permukaan atas glidan atau granul.<br />

4. Minimalisasi gaya Van der Walls dengan pemisahan granul.<br />

5. Reduksi friksi antara partikel dengan permukaan yang kasar dengan penempelan<br />

glidan pada permukaan granul.<br />

− Starch sebagai glidan sering dikombinasikan dengan lubrikan dengan perbandingan 1:1<br />

hingga 1:4. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi sifat hidrofobik dari lubrikan yang<br />

akan mempengaruhi disintegrasi dan disolusi tablet. (Lachman Tablet, 116)<br />

− Golongan silika adalah glidan yang paling efisien, kemungkinan karena ukuran<br />

partikelnya yang kecil. Golongan silika dapat menunjang aliran granul dengan<br />

meningkatkan bobot tablet dan menurunkan variasi bobot tablet.<br />

Contoh glidan silika adalah silika dioksida. (Lachman Tablets, 115)<br />

Jenis Kadar (%)<br />

Talk 5<br />

Cornstarch 5‐10<br />

Cab‐O‐sil 0,1‐0,5<br />

Siliod 0,1‐0,5<br />

Aerosil 1‐3<br />

H. ANTI ADHEREN<br />

− Fungsi utama dari anti adheren adalah mencegah penempelan tablet pada punch atau<br />

pada dinding die. (Lachman Tablets, 110)<br />

− Bahan yang paling baik adalah yang larut air dan yang paling efisien adalah DL‐leusin.<br />

(Lachman Tablets, 114)<br />

− Biasa digunakan pada produk yang mengandung vitamin E dosis tinggi karena<br />

cenderung terjadi picking. Hal ini diminimalkan dengan koloidal silika seperti Syloid.<br />

Cab‐o‐sil mempunyai struktur kimia yang sama tetaoi hasil tidak sebaik Syloid karena<br />

luas permukaannya yang kecil. (Lachman Tablets, 114)<br />

− Talk, Mg stearat dan pati jagung memberikan punch face dan sifat anti adheren yang<br />

paling bagus.<br />

Jenis Kadar (%) Keterangan<br />

Talk 1‐5 Sifat anti adheren yang baik


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET UMUM<br />

Cornstarch 3‐10 Sifat anti adheren yang baik<br />

Cab‐O‐Sil 0,1‐0,5 Tidak mempunyai sifat anti adheren yang baik<br />

DL‐leusin 3‐10 Larut air, sifat anti adheren yang baik<br />

Sodium lauril sulfat


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET UMUM<br />

Etanol<br />

Amilum kering<br />

Laktosa<br />

PVP)<br />

q.s<br />

10% dari bobot total<br />

(bobot fasa dalam‐bobot ZA‐bobot amilum kering‐bobot<br />

Fase Luar (8%)<br />

Mg Stearat 1%<br />

Talk 2%<br />

Amilum kering 5%<br />

PVP sifatnya higroskopis, sehingga dapat mengakibatkan tablet menjadi basah, tapi<br />

sebenarnya dengan 2% tidak terlalu bermasalah. Penggunaannya dapat dalam<br />

konsentrasi 0,5‐5%. Jika sedikit bermasalah dapat ditambahkan adsorben seperti<br />

aerosil sebanyak 1% sehingga formula fase luar menjadi: Mg Stearat 1%, Talk 1%,<br />

Aerosil 1%, Amilum kering 5%.<br />

3. Amilum kering dapat menjadi penghancur FD yang kurang baik jika saat penggranulan<br />

terlalu banyak air yang masuk. Oleh karena itu, dapat digunakan penghancur lain<br />

seperti ac‐di‐sol (± 3%) untuk memperbaiki waktu hancur. Tetapi karena ac‐di‐sol<br />

mahal harganya maka sebagai alternatif dapat digunakan starch 1500 atau<br />

primogel/eksplotab sebagai penghancur. Dengan PVP digunakan sebagai pengikat,<br />

formula akan menjadi :<br />

Fase Dalam (92%)<br />

Zat aktif A<br />

sesuai dosis<br />

PVP 2%<br />

Etanol<br />

q.s<br />

Amilum kering 10% dari bobot total atau<br />

Ac‐di‐sol 3%<br />

Laktosa<br />

q.s<br />

Fase Luar (8%)<br />

Mg Stearat 1%<br />

Talk 2%<br />

Amilum kering 5% atau<br />

Ac‐di‐sol<br />

3% atau<br />

Eksplotab<br />

5% atau<br />

Starch 1500 5%<br />

Umumnya starch 1500 dan eksplotab digunakan sebagai penghancur luar, jarang<br />

digunakan sebagai penghancur fasa dalam.<br />

4. Laktosa dapat mengalami deformasi plastis (irreversivel) dalam pencetakan sehingga<br />

penggunaannya sebagai pengisi tablet sangat menguntungkan. Alirannya dan<br />

kompresibilitasnya kurang baik sehingga sering digunakan untuk formulasi dengan<br />

granulasi basah (aliran dan kompresibilitasnya turut diperbaiki dengan penggranulan).<br />

Untuk memperoleh tablet yang lebih baik, maka laktosa dapat diganti dengan avicel.<br />

Terdapat tiga jenis avicel yang sering digunakan yaitu : Avicel pH 101 (berbentuk<br />

serbuk, umumnya digunakan dalam formulasi GB), Avicel pH 102 (berbentuk granul,<br />

umumnya digunakan dalam formulasi GK dan KL), Avicel pH 103 (berbentuk granul


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET UMUM<br />

dengan ukuran lebih kecil dan dapat menghasilkan waktu hancur yang lebih cepat).<br />

Dengan PVP digunakan sebagai pengikat dan ac‐di‐sol sebagai penghancur, formula<br />

tablet akan menjadi :<br />

Fase Dalam (92%)<br />

Zat aktif A<br />

sesuai dosis<br />

PVP 2%<br />

Etanol<br />

q.s<br />

Amilum kering 10% dari bobot total atau<br />

Ac‐di‐sol 3%<br />

Avicel<br />

q.s<br />

Fase Luar (8%)<br />

Mg Stearat 1%<br />

Talk 2%<br />

Amilum kering 5% atau<br />

Acdisol<br />

3% atau<br />

Eksplotab<br />

5% atau<br />

Starch 1500 5%<br />

B. Granulasi Kering<br />

1. Digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan lembab, misalnya antibiotik.<br />

Fase Dalam (92%)<br />

Zat aktif A<br />

sesuai dosis<br />

Amilum kering 10%<br />

PVP 5 %<br />

Laktosa<br />

q.s<br />

Fase Luar (8%)<br />

Mg stearat 1%<br />

Talk 2%<br />

Amilum kering 5%<br />

Pembuatan slug : FD + ½ FL ( hanya talk dan mg stearat) = 92% + 1,5% = 93,5%, lalu<br />

dicetak dan dihancurkan (slug) hingga kecepatan aliran 4 gr/dt. Setelah jadi slug<br />

kemudian ditambahkan sisa ½ FL (1,5%) dan amilum kering 5% (harus dilakukan<br />

penimbangan terlebih dahulu terhadap granul yang diperoleh).<br />

2. Karena kompresibilitas laktosa kurang baik dan memiliki sifat aliran yang kurang baik,<br />

maka dapat diganti dengan avicel yang memiliki kompresibilitas lebih baik. Avicel<br />

dapat berfungsi sebagai pengisi sekaligus pengikat. Akan tetapi, jika pengikatan avicel<br />

masih kurang, PVP dapat tetap ditambahkan sebagai pengikat.<br />

Fase Dalam (97%)<br />

Zat aktif A<br />

sesuai dosis<br />

Amilum kering 10%<br />

PVP 5%<br />

Avicel<br />

q.s


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET UMUM<br />

Modifikasi fase luar hampir sama dengan modifikasi fase luar pada formulasi GB.<br />

C. Kempa Langsung<br />

Digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan lembab dan dosisnya kecil. Formulasi<br />

KL dibatasi oleh jumlah fine (serbuk yang tidak mempunyai sifat aliran (seperti talk, mg<br />

stearat, dan zat aktif). Jumlah maksimal dari fine adalah 12‐15% (menurut Martin dan<br />

Hoover), 15% (menurut Tutorial Pharmacy) atau 10‐20% (menurut RPS dan JPS). Umumnya<br />

dosis zat aktif yang digunakan adalah dibawah 50% agar keseragaman kandungan produk<br />

akhir bagus. Jika terlalu besar sebaiknya disluging. Syarat‐syarat bahan‐bahan untuk cetak<br />

langsung adalah : mempunyai sifat aliran yang bagus, kohesif, kompresibilitas baik.<br />

1. Zat aktif A sesuai dosis<br />

Laktosa spray dried q.s<br />

Mg stearat 1%<br />

Talk 2%<br />

Amilum kering 5%<br />

2. Digunakan kombinasi avicel dan eksplotab. Avicel memiliki kompresibilitas yang baik,<br />

tetapi alirannya kurang baik. Untuk memperbaik alirannya maka digunakan eksplotab.<br />

Selain itu eksplotab berfungsi pula sebagai penghancur.<br />

Zat aktif A<br />

sesuai dosis<br />

Avicel : Eksplotab (3:7) q.s<br />

Mg stearat 1%<br />

Talk 2%<br />

3. Digunakan kombinasi starch 1500 dan avicel (3:1) yang dikenal pula sebagai ”running<br />

powder”. Running powder ini memiliki sifat aliran dan kompresibilitas yang baik. Tapi daya<br />

hancur running powder tidak bagus, sehingga dapat ditambahkan penghancur luar<br />

seperti amilum kering, eksplotab, atau ac‐di‐sol.<br />

Zat aktif A<br />

sesuai dosis<br />

Avicel : Starch 1500 (3:1) q.s<br />

Mg stearat 1%<br />

Talk 2%<br />

Amilum kering<br />

5% atau<br />

Eksplotab<br />

5% atau<br />

Ac‐di‐sol 3%<br />

Contoh Perhitungan Tablet<br />

A. Granulasi Basah<br />

Contoh : Zat aktif paracetamol 500 mg<br />

Direncanakan bobot tablet 700 mg, dibuat 1000<br />

tablet Formula : Fase Dalam (92%)<br />

Paracetamol<br />

= 500 g<br />

Amilum 10% dari bobot tablet = 70 g<br />

Musilago amili 10% (1/3 FD) = 21,5 g<br />

Laktosa<br />

= 52,5 g<br />

Total FD 92% x 700 = 644 g


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET UMUM<br />

Fase Luar (8%)<br />

Mg stearat 1%<br />

Talk 2%<br />

Amilum kering 5%<br />

Cara menghitung :<br />

− Musilago amili = 1/3 x 644 g = 215 g<br />

setelah dikeringkan = 10% x 215 g = 21,5 g<br />

− Laktosa = 644 – (500 + 70 + 21,5) = 52,5 g<br />

Permisalan (1):<br />

Granul FD yang diperoleh 600 g dengan kadar air 2%,<br />

Maka untuk kadar air 0%, bobot granulnya = 0,98 x 600 = 588 gram<br />

Jumlah tablet yang diperoleh = 588/644 x 1000 tablet = 913,04 tablet<br />

Fase luar yang ditambahkan:<br />

− Mg stearat 1% = 1/92 x 600 g = 6,52 g<br />

− Talk 2% = 2/92 x 600 g = 13,04 g<br />

− Amilum kering 5% = 5/92 x 600 g = 32,60 g<br />

600g+ 6,52g+ 13,04g+<br />

32,6g<br />

Bobot tablet yang diperoleh =<br />

913,04<br />

= 714,27 mg<br />

Permisalan (2):<br />

Granul FD yg diperoleh 600 g dengan tidak memperhitungkan kadar air (biasanya<br />

perhitungan tidak memperhitungkan kadar air)<br />

Jumlah tablet yang diperoleh = 600/644 x 1000 tablet = 931,68 tablet<br />

Fase luar yang ditambahkan:<br />

− Mg stearat 1% = 1/92 x 600 g = 6,52 g<br />

− Talk 2% = 2/92 x 600 g = 13,04 g<br />

− Amilum kering 5% = 5/92 x 600 g = 32,60 g<br />

600g+ 6,52g+ 13,04g+<br />

32,6g<br />

Bobot tablet yang diperoleh =<br />

931,68<br />

= 699,98 mg<br />

B. Granulasi Kering<br />

Contoh : Zat Aktif A 400 mg<br />

Direncanakan bobot tablet 600 mg; dibuat 1000 tablet<br />

Formula : Fase dalam (92%)<br />

Zat A<br />

PVP 5%<br />

Amilum<br />

10% bobot tablet<br />

Laktosa<br />

Total fasa dalam 92% x 600g<br />

Fase Luar (8%)<br />

Mg stearat 1% = 6 g


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET UMUM<br />

Talk 2% = 12 g<br />

Amilum kering 5% = 30 g<br />

Slug (93,5%) fase dalam + ½ (Mg stearat dan talk)<br />

Zat A<br />

= 400 g<br />

PVP = 30 g<br />

Amilum = 60 g<br />

Laktosa = 32 g<br />

Mg stearat = 3 g<br />

Talk = 6 g __+<br />

531 g<br />

Misalnya:<br />

Slug yang diperoleh = 500 mg,<br />

Jumlah tablet yang diperoleh<br />

= 500/531 x 1000 tablet = 941,62 tablet<br />

Maka sisa FL yang ditambahkan:<br />

− Mg stearat = 0,5/93,5 x 500 g = 2,67 g<br />

− Talk = 1/93,5 x 500 g = 5,35 g<br />

− Amilum kering = 5/93,5 x 500 g = 26,74 g<br />

500g+ 2,67g+ 5,35g+<br />

26,74g<br />

Bobot tablet yang diperoleh =<br />

941,62<br />

= 567,91 mg<br />

C. Kempa Langsung<br />

Contoh : Zat Aktif A 25 mg<br />

Direncanakan bobot tablet 250 mg; dibuat 1000 tablet<br />

Formula : Zat A = 25 g<br />

Pengisi, pengikat, penghancur q.s = 217,5 g<br />

Mg stearat 1% = 2,5 g<br />

Talk 2% = 5 g _+<br />

250 g<br />

Misal pengisi adalah avicel primojel (3:1) yang berfungsi sebagai pengisi, pengikat sekaligus<br />

penghancur, maka penimbangan:<br />

Zat A<br />

= 25 g<br />

Avicel = ¾ x 217,5 = 163,25 g<br />

Primojel = ¼ x 217,5 = 54,375 g<br />

Mg stearat<br />

= 2,5 g<br />

Talk<br />

= 5 g<br />

V. EVALUASI MUTU<br />

Evaluasi massa cetak (In Process Control)<br />

Granulasi Basah:<br />

Penimbangan<br />

<br />

Granulasi kering:<br />

Penimbangan<br />

<br />

Kempa langsung:<br />

Penimbangan


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET UMUM<br />

Pencampuran<br />

<br />

IPC:<br />

Pencampuran<br />

<br />

IPC:<br />

Pencampuran<br />

<br />

IPC:<br />

uji homogenitas<br />

<br />

Granulasi basah<br />

<br />

Pengayakan<br />

<br />

Pengeringan<br />

<br />

IPC:<br />

kandungan lembab<br />

o<br />

o<br />

o<br />

o<br />

<br />

Pengayakan<br />

<br />

IPC:<br />

Kecepatan<br />

aliran<br />

BJ nyata, BJ<br />

mampat dan %<br />

kompresibilitas<br />

Distribusi<br />

ukuran granul<br />

Kadar zat aktif<br />

dalam granul<br />

<br />

Lubrikasi<br />

<br />

Pencetakan<br />

<br />

Pengemasan<br />

<br />

Evaluasi<br />

o<br />

o<br />

o<br />

o<br />

uji homogenitas<br />

<br />

Slugging<br />

<br />

Pengayakan<br />

<br />

IPC:<br />

Kecepatan aliran<br />

BJ nyata, BJ<br />

mampat dan %<br />

kompresibilitas<br />

Distribusi ukuran<br />

granul<br />

Kadar zat aktif<br />

dalam granul<br />

<br />

Lubrikasi<br />

<br />

Pencetakan<br />

<br />

Pengemasan<br />

<br />

Evaluasi<br />

o<br />

o<br />

o<br />

o<br />

Uji homogenitas<br />

Kecepatan aliran<br />

BJ nyata, BJ mampat<br />

dan % kompresibilitas<br />

Distribusi ukuran<br />

granul<br />

<br />

Pencetakan<br />

<br />

Pengemasan<br />

<br />

Evaluasi<br />

A. Evaluasi Granul<br />

Evaluasi granul :<br />

1. Evaluasi destruktif<br />

Bahan uji mengalami kerusakan, baik fisika maupun kimia.<br />

− Penetapan kandungan zat aktif dalam granul<br />

− Uji kandungan lembab


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET UMUM<br />

2. Evaluasi non destruktif<br />

Bahan uji tidak mengalami kerusakan, baik fisika maupun kimia sehingga masih dapat<br />

digunakan untuk uji lain atau proses selanjutnya.<br />

− Uji aliran<br />

− Uji bobot jenis dan persen kompresibilitas<br />

(Sumber : Power point B Heni)<br />

Evaluasi granul terutama dilakukan untuk formula baru atau pada modifikasi formula. Untuk<br />

formula yang sama evaluasi granul tidak perlu dilakukan. Evaluasi granul meliputi: (Sumber :<br />

TS)<br />

1. Uji Homogenitas campuran :<br />

Tujuan : Memastikan bahwa zat aktif terdistribusi merata di dalam campuran<br />

(pilih salah satu dari di bawah ini, sesuaikan dengan <strong>sediaan</strong> kita)<br />

a) Visual, jika serbuk berwarna<br />

Campuran dinyatakan homogen jika warna terdistribusi merata dalam campuran<br />

b) Menetapkan kadar zat aktif dengan cara sampling pada beberapa titik (atas, tengah,<br />

bawah) wadah pencampur<br />

Campuran dinyatakan homogen jika kadar zat aktif pada beberapa titik sama<br />

2. Granulometri<br />

Granulometri adalah analisis ukuran dan repartisi granul (penyebaran ukuran‐ukuran<br />

granul). Dalam melakukan analisis granulometri digunakan susunan pengayak dengan<br />

berbagai ukuran. Mesh terbesar diletakkan paling atas dan dibawahnya disusun pengayak<br />

dengan mesh yang makin kecil.<br />

−<br />

−<br />

−<br />

−<br />

−<br />

Timbang 100 gr granul<br />

Letakkan granul pada pengayak paling atas<br />

Getarkan mesin 5‐30 menit, tergantung dari ketahanan<br />

granul pada getaran<br />

Timbang granul yang tertahan pada tiap‐tiap pengayak<br />

Hitung persentase granul pada tiap‐tiap pengayak<br />

Tujuan granulometri adalah untuk melihat keseragaman dari ukuran granul. Diharapkan<br />

ukuran granul tidak terlalu berbeda. Granulometri berhubungan dengan sifat aliran granul.<br />

Jika ukuran granul berdekatan, aliran akan lebih baik. Diharapkan ukuran granul mengikuti<br />

kurva distribusi normal.<br />

3. Bobot Jenis<br />

Kerapatan granul dapat mempengaruhi kompresibilitas, porositas tablet, kelarutan, dan<br />

sifat‐sifat lainnya.<br />

a. BJ Sejati (Sumber : Terj. Lachmann Industri ed.2 hal. 682)<br />

Ada 2 metode untuk menentukan kerapatan granul, keduanya menggunakan<br />

piknometer. Yang pertama menggunakan air raksa sebagai cairan pengisis sela. Yang<br />

kedua memakai pelarut yang bertekanan permukaan rendah (misal, benzen) dan tidak<br />

melarutkan granul. Ketepatan metode ini tergantung pada kemampuan cairan pengisi


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET UMUM<br />

sela memasuki pori‐pori granul. Kerapatan diukur dari volume cairan pengisi sela yang<br />

dipindahkan oleh sejumlah tertentu granul dalam piknometer.<br />

D = M/(Vp‐Vi)<br />

Ket : D = bobot jenis<br />

Vp = volume cairan pengisi sela yang mengandung granul dalam jumlah<br />

tertentu (M), yang diperlukan untuk mengisi piknometer<br />

b. BJ ruahan granul (BJ nyata) (Sumber : Power point B Heni & TS)<br />

Prosedur :<br />

− Timbang 100 gram serbuk/granul<br />

− Masukkan ke dalam gelas ukur<br />

− Amati volume<br />

− Hitung BJ ruahan:<br />

BJ = bobot/volume<br />

Tujuan penetapan BJ ruahan<br />

− Kecepatan aliran<br />

− Kesesuaian ukuran tablet(diameter/ketebalan)<br />

c. BJ nyata setelah pemampatan (Sumber : TS)<br />

− Perbandingan bobot dengan volume setelah proses pemampatan (ketukan<br />

sebanyak 500 x)<br />

− Ke dalam gelas takar masukkan 100 g granul. Mampatlkan 500 x dengan alat<br />

volumeter.<br />

− Lihat volume setelah pemampatan.<br />

BJ nyata setelah pemampatan = bobot/volume setelah pemampatan<br />

d. Bilangan Hausner<br />

Perbandingan antara BJ mampat dengan BJ nyata (Sumber : Power point B Heni)<br />

Makin meningkat kemampuan untuk dikempa (BJ rendah), makin kurang daya<br />

mengalirnya . Makin berkurang kmampuan untuk dikempa (BJ tinggi), makin besar<br />

daya mengalirnya (Sumber : Terj. Lachmann Industri ed.2 hal. 683)<br />

4. Kadar Pemampatan<br />

%T = (Vo – V500)/Vo x 100%<br />

%T = Kadar pemampatan<br />

Vo = Volume sebelum pemampatan<br />

V500 = Volume setelah pemampatan 500 x<br />

%T < 20 atau ^V< 20 ml granul memiliki aliran yang baik


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET UMUM<br />

Kadar pemampatan dan berat jenis dapat untuk menilai aliran.<br />

5. Kompresibilitas<br />

% K = (BJ mampat – BJ nyata)/BJ mampat x 100%<br />

Jika % K :<br />

5 – 10 % ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ aliran sangat baik<br />

11 – 20 % ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ aliran cukup baik<br />

21 ‐ 25 % ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ aliran cukup<br />

>26 % ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ aliran buruk<br />

6. Aliran<br />

Prinsip : Menetapkan jumlah granul yang mengalir melalui alat selama waktu tertentu<br />

Ada beberapa uji yang dapat digunakan sebagai pengukur aliran. Dua metode yang<br />

paling umum dipakai yaitu:<br />

a. Metode sudut baring/sudut istirahat (Sumber : Terj. Lachmann Industri ed.2 hal. 684‐<br />

685)<br />

≤ 30° bebas mengalir<br />

≥ 40° aliran kurang baik<br />

tan α = H/R atau α = arc tan H/R<br />

b. Metode kecepatan aliran Hopper<br />

Kecepatan aliran dipakai sebagai metode untuk menetapkan kemampuan mengalir.<br />

(Sumber : Terj. Lachmann Industri ed.2 hal. 684‐685)<br />

Dihitung jumlah granul yang mengalir dalam suatu waktu (gram/detik).<br />

− Timbang beker glass kosong (Wo)<br />

− Set skala ke nol<br />

− Masukkan serbuk/granul ke corong<br />

− Hidupkan alat dan amati serbuk/granul<br />

− Catat waktu aliran (T)<br />

− Timbang beker glass berisi serbuk/granul (Wt)<br />

− Hitung aliran serbuk/granul<br />

Aliran = (Wt‐Wo)/T<br />

Tujuan penetapan:<br />

Menjamin keseragaman pengisian ke dalam cetakan (bobot/tablet)<br />

kriteria penerimaan : > 4g/detik memiliki aliran yang bagus<br />

(Sumber : Power point B Heni)<br />

7. Kandungan Lembab (Sumber : Power point B Heni)<br />

Adalah jumlah massa yang hilang (air, komponen yang mudah menguap) selama proses<br />

pemanasan (70°C)<br />

Kandungan lembab diukur dengan pemanasan (gravimetric) menggunakan alat seperti<br />

Moisture Balance.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET UMUM<br />

Prosedur:<br />

− Timbang granul sebanyak 5 g di atas nampan logam (aluminium)<br />

− Nyalakan alat, cek suhu pada 70C<br />

− Penetapan kandungan lembab dapat di atur skalanya pada alat (% hilang atau g hilang)<br />

− Penetapan dihentikan setelah dicapai angka konstant<br />

Tujuan<br />

− Mengontrol kandungan lembab granul sehingga dapat mengantisipasi masalah yang<br />

terjadi selama proses pengempaan tablet, terutama kandungan lembab menjadi faktor<br />

penyebabnya<br />

− Mengontrol K.L granul berkaitan dgn pertumbuhan mikroba, jika granul tidak langsung<br />

dikempa menjadi tablet<br />

−<br />

% KB<br />

% KL<br />

= W 1/W x 100 %<br />

= Wa/W1 x 100 %<br />

% KB<br />

% KL<br />

= Kandungan bobot<br />

= Kandungan lembab<br />

Wa = W – W1 W = bobot mula‐mula<br />

W 1 = bobot setelah<br />

Kadar air yang baik 2‐4 % (kata bu Henny 1‐3%)<br />

B. Evaluasi Sediaan Tablet<br />

Persyaratan dari industri<br />

1. Organoleptik (Teori dan Praktek Farmasi Industri hlm. 650)<br />

Tujuan : Penerimaan oleh konsumen<br />

Pemeriksaan organoleptik meliputi warna, bau dan rasa<br />

Penafsiran hasil : Warna homogen, tidak ada binitk‐bintik/noda, bau sesuai spesifikasi (bau<br />

khas bahan, tidak ada bau yang tidak sesuai), rasa sesuai spesifikasi<br />

2. Bentuk dan ukuran (FI III)<br />

Tujuan : Menjamin penampilan tablet yang baik<br />

− Ketebalan adalah satu‐satunya variabel berkaitan<br />

dengan proses pencetakan<br />

− Ketebalan dipengaruhi oleh: BJ ruah, BJmampat dan sifat aliran<br />

massa cetak<br />

Alat : jangka sorong<br />

Diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1⅓ kali tebal tablet.<br />

3. Kekerasan tablet<br />

Tujuan: menjamin ketahanan tablet terhadap gaya mekanik pada proses: pengemasan,<br />

penghantaran (shipping).<br />

Prosedur:<br />

− 20 tablet diambil secara acak<br />

− Ukur kekerasan masing‐masing tablet<br />

− Catat skala yang terukur<br />

− Kekerasan tablet adalah harga rata2 ke‐20 tablet<br />

− Variasi kekerasan dilihat dari harga SD


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET UMUM<br />

Nilai kekerasan tablet bergantung pada bobot tablet. Makin besar tablet, kekerasan yang<br />

diperlukan juga semakin besar.<br />

− Bobot tablet sampai 300 mg, 4 – 7 kg/cm2.<br />

− Bobot tablet 400 – 700 mg: 7 – 12 kg/cm2<br />

4. Friabilitas<br />

Adalah parameter untuk menguji ketahanan tablet bila dijatuhkan pada suatu ketinggian<br />

tertentu<br />

Tujuan penetapan = untuk mengukur ketahanan permukaan tablet terhadap gesekan yang<br />

dialaminya sewaktu pengemasan dan pengiriman tujuan<br />

Prosedur:<br />

− 20 tablet diambil secara acak<br />

− Tablet dibersihkan dari debu kemudian ditimbang (Wo)<br />

− Masukkan & uji (100 x) putaran<br />

− Bersihkan tablet dan timbang (Wt)<br />

− Hitung % friabilitas tablet<br />

% F = (Wo – Wt)/Wo x 100%<br />

Pada umumnya persen friabilitas yang dapat diterima adalah < 1%<br />

Pada proses pengukuran friabilitas, alat diputar dengan kecepatan 25 putaran per menit<br />

dan waktu yang digunakan adalah 4 menit. Jadi ada 100 putaran.<br />

Hal yang harus diperhatikan dalam pengujian friabilitas adalah jika dalam proses<br />

pengukuran friabilitas ada tablet yang pecah atau terbelah, maka tablet tersebut tidak<br />

diikutsertakan dalam perhitungan. Jika hasil pengukuran meragukan (bobot yang hilang<br />

terlalu besar), maka pengujian harus diulang sebanyak dua kali. Selanjutnya tentukan nilai<br />

rata‐rata dari ketiga uji yang telah dilakukan. (USP & NF 1994)<br />

5. Friksibilitas<br />

Adalah parameter untuk menguji ketahanan tablet jika tablet mengalami gesekan antar<br />

sesame<br />

Tujuan penetapan = untuk mengukur ketahanan permukaan tablet terhadap gesekan yang<br />

dialaminya sewaktu pengemasan dan pengiriman tujuan<br />

Prosedur:<br />

− 20 tablet diambil secara acak<br />

− Tablet dibersihkan dari debu kemudian ditimbang (Wo)<br />

− Masukkan uji (100 x) putaran<br />

− Bersihkan tablet dan timbang (Wt)<br />

− Hitung % friksibilitas tablet<br />

% F = (Wo – Wt)/Wo x 100%<br />

Pada umumnya persen friabilitas yang dapat diterima adalah < 1%<br />

Persyaratan resmi <strong>sediaan</strong> tablet<br />

1. Uji keseragaman <strong>sediaan</strong> (FI IV, halaman 999‐1000)<br />

Meliputi keragaman bobot dan keseragaman kandungan


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET UMUM<br />

Persyaratan keragaman bobot diterapkan untuk tablet yang mengandung zat aktif 50 mg<br />

atau lebih, atau merupakan 50% atau lebih dari bobot total<br />

Prosedur penetapan keragaman <strong>sediaan</strong>:<br />

− Pilih tidak kurang dari 30 tablet.<br />

− Dari 30 tablet tersebut, timbang 10 tablet satu per satu dan hitung bobot rata‐rata<br />

Prosedur penetapan keseragaman <strong>sediaan</strong>:<br />

− Pilih tidak kurang dari 30 tablet.<br />

− Dari 30 tablet tersebut, tetapkan kadar 10 tablet satu per satu sesuai dengan cara yang<br />

tertera pada penetapan kadar dalam monografi, kecuali dinyatakan lain.<br />

Kriteria:<br />

− Kecuali dinyatakan lain dalam masing‐masing monografi, persyaratan keseragaman<br />

dosis dipenuhi jika jumlah zat aktif dalam masing‐masing 10 tablet terletak antara<br />

85.0% hingga 115.0% dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif (SDR)<br />

lebih kecil atau sama dengan 6,0%.<br />

SDR = (SD/rata‐rata) x 100%<br />

Dilakukan uji 20 tablet tambahan jika:<br />

a. 1 tablet terletak di luar rentang 85.0% ‐ 115.0% dan tidak ada tablet yang terletak<br />

antara 75.0% ‐ 125.0%,<br />

b. SDR > 6.0%<br />

c. a dan b tidak dipenuhi<br />

Persyaratan dipenuhi jika:<br />

− tidak lebih dari 1 tablet dari 30 tablet ada di luar 85.0% atau 1125.0%<br />

− tidak ada 1 tabletpun yang di luar rentang 75.0% atau 125.0%<br />

− SDR tidak lebih besar dari 7.8%<br />

−<br />

2. Uji waktu hancur (FI IV, halaman 1086)<br />

Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang tertera dalam<br />

masingmasing monografi, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet atau kapsul<br />

digunakan sebagai tablet isap atau dikunyah atau dirancang untuk pelepasan kandungan<br />

obat secara bertahap dalam jangka waktu tertentu atau melepaskan obat dalam dua<br />

periode berbeda atau lebih dengan jarak waktu yang jelas di antara periode pelepasan<br />

tersebut. Tetapkan jenis <strong>sediaan</strong> yang akan diuji dari etiket serta dari pengamatan dan<br />

gunakan prosedur yang tepat untuk 6 unit <strong>sediaan</strong> atau lebih.<br />

Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa <strong>sediaan</strong> atau bahan aktifnya terlarut sempurna.<br />

Sediaan dinyatakan hancur sempurna bila sisa <strong>sediaan</strong> yang tertinggal pada kasa alat uji<br />

merupakan masa lunak yang tidak mempunyai inti yang jelas, kecuali bagian dari penyalut<br />

atau cangkang kapsul yang tidak larut.<br />

Alat<br />

Alat terdiri atas suatu rangkaian keranjang, gelas piala berukuran 1000 ml, termostat untuk<br />

memanaskan cairan media antara 35 º hingga 39 º dan alat untuk menaikturunkan keranjang<br />

dalam cairan media pada frekuensi yang tetap antara 29 kali hingga 32 kali per menit<br />

melalui jarak tidak kurang dari 5,3 cm dan tidak lebih dari 5,7 cm. Volume cairan dalam


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET UMUM<br />

wadah sedemikian sehingga pada titik tertinggi gerakan ke atas, kawat kasa berada paling<br />

sedikit 2,5 cm di bawah permukaan cairan dan pada gerakan ke bawah ber ‐jarak tidak<br />

kurang dari 2,5 cm dari dasar wadah. Waktu yang diperlukan bergerak ke atas adalah sama<br />

dengan waktu yang diperlukan untuk bergerak ke bawah dan perubahan pada arah<br />

gerakan merupakan perubahan yang halus, bukan gerakan yang tiba‐tiba dan kasar.<br />

Rangkaian keranjang bergerak vertikal sepanjang sumbunya, tanpa gerakan horizontal<br />

yang berarti atau gerakan sumbu dari posisi vertikalnya.<br />

Rangkaian keranjang Rangkaian keranjang terdiri atas 6 tabung transparan yang kedua<br />

ujungnya terbuka, masing‐masing dengan panjang 7,75 cm ± 0,25 cm, diameter dalam<br />

lebih kurang 21,5 mm dan tebal dinding lebih kurang 2 mm, tabung‐tabung ditahan pada<br />

posisi vertikal oleh dua lempengan plastik, masing‐masing dengan diameter 9 cm, tebal 6<br />

mm, dengan enam buah lubang, masing‐masing berdiameter lebih kurang 24 mm dan<br />

berjarak sama dari pusat lempengan maupun antara lubang satu dengan lainnya. Pada<br />

permukaan bawah lempengan dipasang suatu kasa baja tahan karat berukuran 10 mesh<br />

nomor 23 (0,025 inci). Bagian‐bagian alat dirangkai dan dikencangkan oleh tiga buah baut<br />

melalui kedua lempengan plastik. Suatu alat pengait dipasang pada alat yang<br />

menaikturunkan rangkaian keranjang melalui satu titik pada sumbunya, digunakan vntuk<br />

menggantungkan rangkaian keranjang. Rancangan rangkaian keranjang dapat sedikit<br />

berbeda asalkan spesifikasi tabung kaca dan ukuran kasa dipertahankan.<br />

Cakram Tiap tabung mempunyai cakram berbentuk silinder dengan perforasi, tebal 9,5<br />

mm ± 0,15 mm dan diameter 20,7 mm ± 0,15 mm. Cakram dibuat dari bahan plastik<br />

transparan yang sesuai, mempunyai bobot jenis antara 1,18 hingga 1,20. Terdapat lima<br />

lubang berukuran 2 mm yang tembus dari atas ke bawah, salah satu lubang melalui sumbu<br />

silinder, sedangkan lubang lain paralel terhadapnya dengan radius jarak 6 mm. Pada sisi<br />

silinder terdapat 4 lekukan dengan jarak sama berbentuk V yang tegak lurus terhadap<br />

ujung silinder. Ukuran tiap lekukan sedemikian hingga bagian yang terbuka pada dasar<br />

silinder luasnya 1,60 mm persegi dan pada bagian atas silinder lebar 9,5 mm dan dalam<br />

2,55 mm. Seluruh permukaan cakram licin.<br />

Prosedur<br />

Tablet tidak bersalut Masukkan 1 tablet pada masing‐masing tabung dari keranjang,<br />

masukkan satu cakram pada tiap tabung dan jalankan alat, gunakan air bersuhu 37 º ± 2 º<br />

sebagai media kecuali dinyatakan menggunakan cairan lain dalam masing‐masing<br />

monografi. Pada akhir batas waktu seperti yang tertera dalam monografi, angkat<br />

keranjang dan amati semua tablet: semua tablet harus hancur sempurna. Bila 1 tablet atau<br />

2 tablet tidak hancur sempurna, ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16<br />

dari 18 tablet yang diuji harus hancur sempurna.<br />

Tablet bersalut bukan enterik Masukkan 1 tablet pada masing‐masing tabung dari<br />

keranjang, bila tablet mempunyai penyalut luar yang dapat larut, celupkan keranjang<br />

dalam air pada suhu kamar selama 5 menit. Kemudian masukkan cakram pada tiap tabung<br />

dan jalankan alat, gunakan cairan lambung buatan LP bersuhu 37 º ± 2 º sebagai media.<br />

Setelah alat dijalankan telama 30 menit, angkat keranjang dan amati semua tablet. Bila<br />

tablet tidak hancur sempurna, ganti dengan cairan usus buatan LP bersuhu 37 º ± 2 º dan<br />

teruskan pengujian hingga jangka waktu keseluruhan, termasuk pencelupan dalam air dan<br />

cairan lambung buatan LP adalah sama dengan batas waktu yang dinyatakan dalam<br />

masing‐masing monografi ditambah 30 menit, angkat keranjang dan amati semua tablet:<br />

semua tablet harus hancur sempurna. Bila 1 tablet atau 2 tablet tidak hancur sempurna,


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET UMUM<br />

ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16 dari 18 tablet yang diuji harus<br />

hancur sempurna.<br />

Tablet salut enterik Masukkan 1 tablet pada masing‐masing tabung dari keranj ang, bila<br />

tablet mempunyai penyalut luar yang dapat larut, celupkan keranjang dalam air pada suhu<br />

kamar selama 5 menit. Tanpa menggunakan cakram jalankan alat, gunakan cairan<br />

lambung buatan LP bersuhu 37 º ± 2 º sebagai media. Setelah alat dijalankan selama satu<br />

jam, angkat keranjang dan amati semua tablet: tablet tidak hancur, refak atau menjadi<br />

lunak. Kemudian masukkan satu cakram pada tiap tabung dan jalankan alat, gunakan<br />

cairan usus buatan LP bersuhu 37 º ± 2 º sebagai media selama jangka waktu 2 jam ditambah<br />

dengan batas waktu yang dinyatakan dalam masing‐masing monografi atau bila dalam<br />

monografi dinyatakan hanya tablet salut enterik, maka hanya selama batas waktu yang<br />

dinyatakan.dalam monografi. Ajigkat keranjang dan amati semua tablet: semua tablet<br />

harus hancur sempurna. Bila 1 tablet atau 2 tablet tidak hancur sempurna, ulangi<br />

pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16 dari 18 tablet yang diuji harus hancur<br />

sempurna.<br />

Tablet bukal Lakukan pengujian dengan prosedur seperti yang tertera pada Tablet tidak<br />

bersalut, tanpa menggunakan cakram. Setelah 4 jam, angkat keranjang dan amati semua<br />

tablet: semua tablet harus hancur. Bila 1 tablet atau 2 tablet tidak hancur sempurna,<br />

ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16 dari 18 tablet yang diuji harus<br />

hancur sempurna.<br />

Tablet sublingual Lakukan pengujian dengan prosedur seperti yang tertera pada Tablet<br />

iidak bersalut, tanpa menggunakan cakram. Amati tablet dalam batas waktu yang<br />

dinyatakan dalam masing‐masing monografi: semua tablet harus hancur. Bila 1 tablet atau<br />

2 tablet tidak hancur sempurna, ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16<br />

dari 18 tablet yang diuji harus hancur sempurna.<br />

Kapsul gelatin keras Lakukan pengujian dengan prosedur seperti yang tertera pada Tablet<br />

tidak bersalut, tanpa menggunakan cakram. Sebagai pengganti cakram digunakan suatu<br />

kasa berukuran 10 mesh seperti yang diuraikan pada rangkaian keranjang, kasa ini<br />

ditempatkan pada permukaan lempengan atas dari rangkaian keranjang. Amati kapsul<br />

dalam batas waktu yang dinyatakan dalam masing‐masing monografi, semua kapsul harus<br />

hancur, kecuali bagian dari cangkang kapsul. Bila 1 tablet atau 2 kapsul tidak hancur<br />

sempurna, ulangi pengujian dengan 12 kapsul lainnya: tidak kurang 16 dari 18 kapsul yang<br />

diuji harus hancur sempurna.<br />

Kapsul gelatin lunak Lakukan pengujian dengan prosedur seperti yang tertera pada Kapsul<br />

gelatin keras.<br />

3. Uji disolusi <br />

Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera<br />

dalam masing‐masing monografi untuk <strong>sediaan</strong> tablet dan kapsul, kecuali pada etiket<br />

dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul<br />

gelatin lunak kecuali bila dinyatakan dalam masing‐masing monografi. Bila pada etiket<br />

dinyatakan bahwa <strong>sediaan</strong> bersalut enterik, sedangkan dalam masing‐masing monografi, uji<br />

disolusi atau uji waktu hancur tidak secara khusus dinyatakan untuk <strong>sediaan</strong> bersalut<br />

enterik, maka digunakan cara pengujian untuk <strong>sediaan</strong> lepas lambat seperti yang tertera<br />

pada uji Pelepasan Obat , kecuali dinyatakan lain dalam masingmasing monografi. Dari


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET UMUM<br />

jenis alat yang diuraikan disini, pergunakan salah satu sesuai dengan yang tertera dalam<br />

masing‐masing monografi.<br />

Alat 1. Alat terdiri dari sebuah wadah bertutup yang terbuat dari kaca atau bahan<br />

transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor<br />

dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang<br />

sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 37 º<br />

± 0,5 º C selama pengujian berlangsung dan.menjaga agar gerakan air dalam tangas air halus<br />

dan tetap. Bagian dari alat, termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak dapat<br />

memberikan gerakan, goncangan atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat<br />

perputaran alat pengaduk. Penggunaan alat yang memungkinkan pengamatan contoh dan<br />

pengadukan selama pengujian berlangsung. Lebih dianjurkan wadah disolusi berbentuk<br />

silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160 mm hingga 175 mm, diameter dalam 98<br />

mm hingga 106 mm dan kapasitas nominal 1000 ml. Pada bagian atas wadah ujungnya<br />

melebar, untuk mencegah penguapan dapat digunakan suatu penutup yang pas. Batang<br />

logam berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap<br />

titik dari sumbu vertikal wadah berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti.<br />

Suatu alat pengatur kecepatan digunakan sehingga memungkinkan untuk memilih<br />

kecepatan putaran yang dikehendaki dan mempertahankan kecepatan seperti yang tertera<br />

dalam masing‐masing monografi dalam batas lebih kurang 4%.<br />

Komponen batang logam dan keranjang yang me‐rupakan bagian dari pengaduk terbuat<br />

dari baja tahan karat tipe 316 atau yang sejenis sesuai dengan spesifi‐kasi pada Gambar 1.<br />

Kecuali dinyatakan lain dalam masing‐masing monografi, gunakan kasa 40 mesh. Dapat<br />

juga digunakan keranjang berlapis emas setebal 0,0001 inci (2,5 µm). Sediaan dimasukkan<br />

ke dalam keranjang yang kering pada tiap awal pengujian. Jarak antara dasar bagian dalam<br />

wadah dan keranjang adalah 25 mm ± 2 mm selama pengujian berlangsung.<br />

Alat 2. Sama seperti Alat 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari daun<br />

dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya<br />

tidak lebih dan 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan<br />

halus tanpa goyangan yang berarti. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun<br />

dan batang rata. Dayung memenuhi spesifikasi pada Gambar 2. Jarak 25 mm ± 2 mm<br />

antara daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung.<br />

Daun dan batang logam yang merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu<br />

penyalut inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung<br />

mulai berputar. Sepotong kecil bahan yang tidak bereaksi seperti gulungan kawat<br />

berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya <strong>sediaan</strong>.<br />

Uji kesesuaian alat Lakukan pengujian masing‐masing alat menggunakan 1 tablet<br />

Kalibrator Disolusi FI jenis disintegrasi dan 1 tablet Kalibrator Disolusi FI jenis bukan<br />

disintegrasi sesuai dengan kondisi percobaan yang tertera. Alat dianggap sesuai bila hasil<br />

yang diperoleh berada dalam rentang yang diperbolehkan seperti yang tertera dalam<br />

sertifikat dari kalibrator yang bersangkutan.<br />

Media disolusi Gunakan pelarut seperti yang tertera dalam masing‐masing monografi. Bila<br />

Media disolusi adalah suatu larutan dapar, atur pH larutan sedemikian hingga berada<br />

dalam batas 0,05 satuan pH yang tertera pada masing‐masing monografl. [Catatan Gas<br />

terlarut dapat membentuk gelcmbung yang dapat merubah hasil pengujian. Oleh karena<br />

itu, gas terlarut harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum pengujian dimulai.]


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET UMUM<br />

Waktu Bila dalam spesifikasi hanya terdapat satu waktu, pengujian dapat diakhiri dalam<br />

waktu yang lebih singkat bila persyaratan jumlah minimum yang terlarut telah dipenuhi.<br />

Bila dinyatakan dua waktu atau lebih, cuplikan dapat diambil hanya pada waktu yang<br />

ditentukan dengan toleransi ± 2%.<br />

Prosedur untuk kapsul, tablet tidak bersalut dan tablet bersalut bukan enterik<br />

Masukkan sejumlah volume Media disolusi seperti yang tertera dalam masing‐masing<br />

monografi ke dalam wadah, pasang alat, biarkan Media disolusi hingga suhu 37 º ± 0,5 º , dan<br />

angkat termometer. Masukkan 1 tablet atau 1 kapsul ke dalam alat, hilangkan gelembung<br />

udara dari permukaan <strong>sediaan</strong> yang diuji dan segera jalankan alat pada laju kecepatan<br />

seperti yang tertera dalam masing‐masing monografi. Dalam interval waktu yang<br />

ditetapkan atau pada tiap waktu yang dinyatakan, ambil cuplikan pada daerah<br />

pertengahan antara permukaan Media disolusi dan bagian atas dari keranjang berputar<br />

atau daun dari alat dayung, tidak kurang 1 cm dari dinding wadah. Lakukan penetapan<br />

seperti yang tertera dalam masing‐masing monografi. Lanjutkan pengujian terhadap<br />

bentuk <strong>sediaan</strong> tambahan.<br />

Bila cangkang kapsul mengganggu. penetapan, keluarkan isi tidak kurang dari 6 kapsul<br />

sesempuma mungkin, larutkan cangkang kapsul dalam sejumlah volume Media disolusi<br />

seperti yang dinyatakan. Lakukan penetapan seperti yang tertera dalam masing‐masing<br />

monografi. Buat koreksi seperlunya. Faktor koreksi lebih besar 25% dari kadar pada etiket<br />

tidak dapat diterima.<br />

Interpretasi Kecuali dinyatakan lain dalam masing‐masing monografi, persyaratan<br />

dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari <strong>sediaan</strong> yang diuji sesuai dengan tabel<br />

penerimaan. Lanjutkan pengujian sampai tiga tahap kecuali bila hasil pengujian memenuhi<br />

tahap S atau S. Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut seperti yang tertera dalam<br />

masing‐masing monografi, dinyatakan dalam persentase kadar pada etiket, angka 5% dan<br />

15% dalam tabel adalah persentase kadar pada etiket, dengan demikian mempunyai arti<br />

yang sama dengan Q.<br />

Tabel Penerimaan<br />

Tahap Ó yang diuji Kriteria Penerimaan<br />

S1 6 Tiap unit <strong>sediaan</strong> tidak kurang dari Q + 5%<br />

S2<br />

S3<br />

6 Rata‐rata dari 12 unit (S1 +S2) adalah sama dengan atau lebih besar<br />

12 dari Q dan tidak satu unit <strong>sediaan</strong> yang lebih kecil dari Q ‐15%<br />

Rata‐rata dari 24 unit (S1 + S2+ S3) adalah sama dengan atau lebih<br />

besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit <strong>sediaan</strong> yang lebih kecil dari Q ‐<br />

15% dan tidak satu unit pun yang lebih kecil dari Q ‐ 25%.<br />

Evaluasi kimia<br />

1. Identifikasi<br />

Mengacu pada masing‐masing monografi<br />

2. Penetapan kadar<br />

Mengacu pada masing‐masing monografi<br />

Evaluasi biologi<br />

1. Penetapan Potensi Antibiotik (khusus jika zat aktif antibiotik) (FI IV, 891‐899)


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET UMUM<br />

Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses pembuatan<br />

larutan dan menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.<br />

Prinsip : Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh antibiotik dalam<br />

<strong>sediaan</strong> yang ditambahkan ke dalam media padat atau cair yang mengandung biakan<br />

mikroba berdasarkan metode lempeng atau metode turbidimetri.<br />

Penafsiran hasil :<br />

Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode garis lurus transformasi log<br />

dengan prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linieritas (FI IV,hal 898). Harga KHM<br />

yang makin rendah, makin kuat potensinya. Pada Umumnya antibiotik yang berpotensi<br />

tinggi mempunyai KHM yang rendah dan diameter hambat yang besar.<br />

2. Uji efektivitas pengawet antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan<br />

pengawet) (FI IV , hal 854‐855)<br />

Tujuan: Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada <strong>sediaan</strong><br />

dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk<br />

parenteral yang dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan.<br />

Prinsip: Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam <strong>sediaan</strong> yang<br />

mengandung pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai parameter<br />

efektifitas pengawet dalam <strong>sediaan</strong>. Inokulasi mikroba pada <strong>sediaan</strong> dengan cara<br />

menginkubasi tabung bakteri biologik (Candida Albicans, Aspergillus Niger, Pseudomonas<br />

aeruginosa dan Staphylococcus aureus) yang berisi sampel dari inokula pada suhu 20‐25°C<br />

dalam media Soybean‐Casein Digest Agar.<br />

Syarat/penafsiran hasil:<br />

Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:<br />

a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke‐14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari<br />

jumlah awal.<br />

b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang<br />

dari jumlah awal.<br />

c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau<br />

kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b.<br />

3. Kandungan zat antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet) (FI<br />

IV hal 939‐942)<br />

Khusus Pengawet : MetodeI Kromatografi gas (Benzil alkohol, Klorbutanol, Fenol,<br />

NipaginNipasol)<br />

Metode II Polarigrafi (Fenil Raksa (II) Nitrat, Timerosal)<br />

Tujuan: Menentukan kadar pengawet terendah yang masih efektif dan ditujukan untuk zatzat<br />

yang paling umum digunakan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang<br />

ada, tetapi tidak lebih dari 20% dari jumlah yang tertera di etiket.<br />

Prinsip: Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan kromatografi gas atau<br />

polarografi (sesuaikan dengan pengawet yang digunakan)<br />

Persyaratan : Produk harus mengandung sejumlah zat antimikroba seperti yang tertera<br />

pada etiket ± 20%.<br />

Penafsiran Hasil : kandungan zat antimikroba dinyatakan dalam satuan b/v atau v/v<br />

VI. PERMASALAHAN DALAM TEKNOLOGI SEDIAAN SOLIDA<br />

Permasalahan Dalam Pencetakan Tablet


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET UMUM<br />

Masalah‐masalah yang dapat muncul selama proses pencetakan tablet secara umum, seperti :<br />

• Capping : pemisahan sebagian atau keseluruhan bagian atas/bawah tablet dari badan<br />

tablet<br />

• Laminasi : pemisahan tablet menjadi dua bagian atau lebih lapisan horizontal yang berbeda<br />

• Chipping : pecahnya bagian tepi tablet<br />

• Binding : tablet melekat atau tertinggal sebagian di dalam die.<br />

• Cracking : retakan kecil dan halus pada bagian atas atau bagian bawah permukaan tengah<br />

tablet<br />

• Picking : sejumlah kecil massa tablet terlekat pada permukaan punch<br />

• Sticking : pelengketan massa tablet ke dinding die<br />

• Mottling : keadaan dimana distribusi zat warna pada permukaan tablet tidak merata<br />

• Double impression : hanya melibatkan punch yang mempunyai monogram/ grafiran pada<br />

permukaannya.<br />

Masalah Lain Pada Pencetakan Tablet Secara Khusus<br />

1. Lengket pada Cetakan<br />

Manifestasinya :<br />

• Melekat pada die dan sulit untuk dikeluarkan<br />

• Bunyi keras pada mesin<br />

• Tablet kopak, jelek, sisi tablet kasar, kadang‐kadang hitam<br />

Penyebab :<br />

• Antiadheren kurang<br />

• Lubrikan kurang atau tidak tepat<br />

Contoh : Tablet asetosal dengan Mg stearat lengket, seharusnya digunakan asam<br />

stearat (yang mikronize karena fungsi lubrikan adalah antar partikel sehingga kalau<br />

halus akan terselimuti oleh lubrikan)<br />

• Kandungan air (aspek kadar air) tinggi akan menyebabkan penempelan pada die,<br />

sedangkan kadar air rendah dapat menyebabkan laminating atau capping.<br />

• Kemungkinan karena interaksi kimia atau fisika, contoh interaksi fisika etoksi benzamin<br />

dengan kafein, gliseril guaiakolat dengan prometazin HCl, yaitu terjadinya pelelehan<br />

sehingga adhesivitas tinggi dan akhirnya menjadi lengket.<br />

• Bahan baku dengan titik leleh sangat rendah, sehingga kesulitan dalam masalah<br />

pencetakan, contoh :Ibuprofen, Gliseril guaiakolat, Siprofloksasin (Antibiotik turunan<br />

Imidazol).<br />

Penyelesaian Masalah :<br />

• Meningkatkan antiadheren dan lubrikan<br />

• Penggantian lubrikan yang cocok<br />

• Memperbaiki distribusi lubrikan dengan pengayakan melalui ayakan mesh 30 dan<br />

mencampurnya dengan granul<br />

• Mengurangi jumlah air tapi jangan sampai berada di bawah optimum, karena tablet<br />

menjadi kurang baik. Jika sudah diketahui jumlah pembasah yang paling baik maka<br />

agar pembasahnya pas, dilakukan dengan menambahkan pembasah ke dalam larutan<br />

pengikat, yaitu bahan pembantu yang tidak menguap tapi basah, contoh Propilen<br />

glikol atau gliserin.<br />

• Jika terjadi lengket mungkin karena punch dan die yang rusak, sebab kalau cacat pada<br />

punch, maka akan melekat sehingga ratakan punch dan die.<br />

• Kalau mungkin pencetakan pada suhu rendah dan humiditas rendah karena khusus


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET UMUM<br />

untuk bahan aktif dengan titik leleh rendah atau terjadi campuran eutektik maka zat<br />

campuran eutektik semakin mudah menyerap air. Contoh : Kombinasi ampisilin<br />

dengan asam klavulanat, dimana asam klavulanat mudah hancur dengan kelembaban<br />

dan temperatur yang tinggi. Oleh karena itu, pembuatannya dilakukan dalam suhu dan<br />

RH yang rendah.<br />

• Perubahan bahan pengisi, bahan pengisi dengan titik leleh tinggi dan dapat<br />

mengadsorbsi, seperti SiO2 dan aerosil (adsorben). Penambahan aercsil pada tablet<br />

akan menyebabkan penampilan tablet yang bagus, jernih dan mengkilat, namun waktu<br />

hancur semakin panjang.<br />

2. Lengket pada punch (sticking, picking & filming)<br />

Manifestasi :<br />

Sticking<br />

• Terjadi karena pengeringan/ lubrikan yang tidak sesuai<br />

• Akibatnya permukaan tablet melekat pada bagian muka punch sehingga muka tablet<br />

nampak goresan<br />

Picking<br />

• Adalah lekatan lekatan di mana sebagian kecil granul lengket pada muka punch dan<br />

terus bertambah pada setiap revolusi pengempaan, menimbulkan lekukan‐lekukan<br />

pada muka tablet Filming<br />

• Adalah pembentukan lambat dari picking dan pada sebagian besar dikarenakan<br />

kandungan lembab granul berlebihan, kelembaban dan suhu ruang yang tinggi atau<br />

muka punch aus (hilang pelumasan).<br />

Penanggulangannya :<br />

• Menurunkan ukuran granul<br />

• Mengganti/ mengurangi lubrikan<br />

• Tambah adsorben (silika, avicel, Al(OH)3)<br />

• Memoles muka punch sehingga adhesivitas tablet dan pons sangat kecil<br />

• Membersihkan dan menyalut muka punch dengan minyak mineral<br />

3. Capping/Laminating<br />

Capping : bagian atas tablet terpisah dari bagian utamanya<br />

Laminating : tablet memisah dan menjadi 2 bagian saat proses pengeluaran dari die<br />

Penyebab :<br />

• Terjebaknya udara dalam granul sehingga tertekan dalam die selama pengempaan dan<br />

kemudian mengembang pada saat gaya kempa dilepaskan (Jeratan udara disebabkan<br />

jumlah fine dalam granul)<br />

• Kadar air granul terlalu tinggi<br />

• Terlalu banyak/ terlalu sedikit lubrikan<br />

• Punch dan die masih baru sehingga menyatu sangat rapat pada saat pengempaan<br />

(gaya tekan terlalu besar)<br />

Penanggulangannya<br />

• Tambahkan pengikat kering seperti gom akasia, starch pre gelatinasi, serbuk sorbitol,<br />

PVP, silika hidrofilik atau serbuk gula lainnya<br />

• Meningkatkan jumlah pengikat<br />

• Mengganti prosedur granulasi<br />

• Mengganti atau meningkatkan/ menurunkan jumlah lubrikan


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET UMUM<br />

• Mengurangi diameter punch sampai 0,0005 – 0,002 inchi (bergantung ukurannya)<br />

4. Chipping/ Retakan (Cracking)<br />

Manifestasinya :<br />

Chipping : tablet rusak di bagian tepi<br />

Penyebab: Mesin/ pengaturan stasion tidak tepat<br />

• Masalah mirip dengan capping, laminating<br />

• Retak biasanya pada bagian tengah atas tablet karena pengembangan tablet saat gaya<br />

kompresi dilepaskan<br />

• Terjadi jika menggunakan deep concave punch<br />

Penyelesaian :<br />

• Memoles muka punch<br />

• Untuk ukuran granul yang besar, kurangi partikel granul.<br />

• Mengganti punch<br />

• Tambahkan pengikat kering<br />

• Kurangi jumlah fine<br />

5. Mesin berderit‐derit selama proses pencetakan karena kurang lubrikan/ tingginya gesekan<br />

antara masa cetak dengan dinding die.<br />

6. Totol‐totol pada permukaan tablet terjadi karena terjadi migrasi warna yang tidak<br />

homogen/ hasil reaksi antar komponen dalam formula/ ukuran granul tidak sesuai dengan<br />

bobot tablet.<br />

7. Keseragaman bobot (FI III) tidak memenuhi syarat<br />

Penyebab pertama :<br />

• Aliran kurang baik<br />

• Distribusi ukuran granul yang tidak tepat, sebab dengan demikian mungkin saja timbul<br />

porositas tinggi, yang tidak dapat menjamin keseragaman bobot karena adanya<br />

distribusi baru pada saat pencetakan.<br />

• Sistem pencampuran yang tidak benar, sehingga mesin harus <strong>terkunci</strong> baik terutama<br />

punch bawah karena dapat berubah‐ubah sehingga bobot berbeda‐beda.<br />

Penyelesaian masalah :<br />

• Perbaiki atau ulangi proses pembuatan granul, perbaikan distribusi ukuran granul,<br />

pengikat, granulasi, perbaikan pencampuran massa cetak.<br />

• Perbaikan mesin tablet yaitu validasi mesin tablet.<br />

• Aliran yang tidak baik dapat menyebabkan bobot tablet yang berbeda‐beda. Penyebab<br />

aliran kurang baik: kandungan air tinggi sehingga adesivitas tinggi dan aliran menjadi<br />

kurang ; porositas tinggi, udara terjebak banyak karena fines dan pengikat yang tidak<br />

cocok atau kurang. Jumlah fines meningkat, porositas meningkat, aliran tidak baik.<br />

Penyebab kedua : distribusi granul tidak baik.<br />

Penyelesaian Masalah :<br />

• Kurangi kadar air<br />

• Pembuatan granul baru sehingga menyebabkan porositas kecil, distribusi granul


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET UMUM<br />

optimal sehingga aliran bagus.<br />

8. Keseragaman Kandungan (FI IV hlm.999)<br />

Penyebab jeleknya keseragaman kandungan :<br />

• Karena aliran jelek<br />

• Pencampuran pregranulasi tidak benar maka tentukan dulu homogenitas zat aktif<br />

dalam granul (di pabrik)<br />

• Karena kadar fines tinggi maka porositas tinggi (bobot berbeda‐beda)<br />

• Kandungan air yang tinggi sehingga aliran kurang baik<br />

• Kondisi mesin tidak benar.<br />

Penyelesaian masalah<br />

• Perbaikan ukuran granul meliputi pencampuran, perubahan pengikat, granulasi.<br />

• Kalibrasi mesin.<br />

(yang berwarna jingga ini sumbernya entah dari mana sehingga tidak bisa diklarifikasi<br />

kebenarannya)


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

solida<br />

TABLET SALUT<br />

(New by: Vici & Nila)<br />

A. Prinsip‐prinsip penyalutan tablet<br />

Tujuan untuk menyalut tablet biasanya di dasarkan atas salah satu atau beberapa tujuan berikut :<br />

1. Untuk menutupi rasa, bau, atau warna obat.<br />

2. Untuk memberikan perlindungan fisik atau kimia pada obat.<br />

3. Untuk mengendalikan pelepasan obat dari tablet.<br />

4. Untuk melindungi obat dari suasana dalam asam lambung, dengan menyalutnya dengan<br />

salut enterik tahan asam.<br />

5. Untuk menggabungkan obat lain atau membantu formula dalam penyalutan untuk<br />

menghindari tidak tercampurnya obat secara kimia, atau untuk menjamin terselenggaranya<br />

pelepasan obat secara berurutan.<br />

6. Untuk memperbaiki penampilan obat dengan menggunakan warna khusus dan pencetakan<br />

yang kontras.<br />

B. Komponen utama penyalutan tablet<br />

1. Sifat‐sifat tablet<br />

• Tablet harus tahan terhadap abrasi atau gumpil, agar mampu menahan benturan sesama<br />

tablet atau benturan tablet dengan dinding panci karena dalam proses penyalutan tablettablet<br />

bergulir di dalam panci atau berhamburan di dalam aliran udara dari suatu penyalut<br />

suspensi udara ketika proses penyalutan berlangsung.<br />

• Tablet harus memiliki permukaan yang halus.<br />

• Bentuk fisik tablet idealnya bulat yang memungkinkan tablet tersebut bergulir bebas di<br />

dalam panci penyalut, dengan kontak sekecil mungkin antara sesama tablet.<br />

• Permukaan tablet yang hidrofobik sukar disalut dengan penyalut yang bahan dasarnya air,<br />

karena penyalut tersebut tidak membasahi permukaan tablet. Walaupun demikian, susunan<br />

formulasi penyalut dapat disesuaikan dengan penambahan surfaktan yang tepat untuk<br />

mengurangi tegangan permukaan dari campuran penyalut, dan untuk memperbaiki adhesi<br />

bahan penyalut.<br />

2. Proses penyalutan<br />

Prinsip penyalutan tablet adalah pemakaian suatu campuran penyalut pada sejumlah tablet yang<br />

bergerak dengan menggunakan udara panas untuk mempermudah penguapan pelarut.<br />

• Peralatan<br />

Sebagian besar proses penyalutan menggunakan salah satu dari tiga jenis peralatan berikut ini:<br />

(1) Panci penyalut standar<br />

(2) Panci penyalut berlubang dipakai secara luas di industri karena merupakan sistem<br />

pengering yang efisien dengan kapasitas penyalutan yang besar, dan dapat dibuat otomatis<br />

seluruhnya, baik untuk penyalutan gula maupun untuk penyalutan dengan lapisan tipis.<br />

(3) Penyalut bahan cair (Suspensi udara)<br />

• Tolok ukur proses penyalutan<br />

(1) Kapasitas udara<br />

Menggambarkan jumlah air atau pelarut yang dapat dihilangkan selama proses penyalutan,<br />

yang tergantung pada jumlah aliran udara melalui tumpukan tablet, temperatur udara, dan<br />

jumlah air yang terkandung dalam udara masuk.<br />

(2) Komposisi penyalut<br />

Penyalut mengandung bahan yang akan dilekatkan ke permukaan tablet, dan juga<br />

mengandung pelarut yang bertindak sebagai pembawa bahan‐bahan tersebut. Pelarut ini<br />

harus dihilangkan selama proses penyalutan.<br />

(3) Luas permukaan tablet


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

solida<br />

(4) Efisiensi peralatan<br />

C. Proses‐proses penyalutan tablet<br />

Jenis proses yang dipilih tergantung pada jenis penyalut yang akan dipakai, kekerasn inti tablet,<br />

dan kehematan proses.<br />

(1) Penyalutan Gula (Salut Gula)<br />

Proses dasar penyalutan gula :<br />

(a) Seal Coating (Penyalutan lapisan penutup)<br />

Untuk mencegah penyusupan air ke dalam inti tablet, perlu diberikan suatu lapisan<br />

penutup. Contoh Formula larutan lapisan penutup (Sealant) : Selulosa asetat ftalat,<br />

Zein, asam oleat, propilen glikol, propilen glikol 4000, metilen klorida, alkohol.<br />

(b) Sub Coating (Pelapisan dasar)<br />

Digunakan untuk membulatkan tepi tablet dan meningkatkan ukuran tablet. Tahap<br />

pelapisan dasar ini terdiri dari pemakaian larutan pengikat yang lekat, diikuti dengan<br />

penaburan bubuk pelapis dasar secara bergantian, disusul oleh pengeringan. Contoh<br />

formula larutan pelapis dasar : gelatin, akasia, gula, sirup jagung, sirup, air.<br />

(c) Syrup Coating (Smoothing/Color)<br />

Tujuan untuk menutupi dan mengisi cacat pada permukaan tablet yang disebabkan<br />

oleh tahap pelapisan dasar, dan untuk memberikan warna yang diinginkan bagi<br />

tablet. Pelapisan dengan sirup biasanya terdiri dari tiga fase dasar: sirup kasar, sirup<br />

kental, sirup biasa.<br />

(d) Polishing (Pengkilapan)<br />

Tablet dapat dikilapkan di dalam panci penyalut standar yang bersih, atau di dalam<br />

panci pengkilap berlapis kanvas dengan memakai bubuk lilin (lilin lebah atau<br />

karnauba) secara hati‐hati ataupun dengan memakai larutan yang hangat dari lilinlilin<br />

ini di dalam pelarut yang mudah menguap dan sesuai. Contoh formula larutan<br />

pengkilap : wax carnauba yellow, beeswax white, wax parrafin, naphtha.<br />

(2) Penyalutan dengan Lapisan Tipis (Salut Film)<br />

(a) Metode Panci Tuang<br />

(b) Metode Panci Semprot<br />

(c) Proses Fluidized Bed<br />

Bahan‐bahan yang digunakan dalam penyalutan lapis tipis harus mempunyai sifat‐sifat<br />

sebagai berikut :<br />

(1) Larut dalam pelarut yang digunakan untuk persiapan penyalutan.<br />

(2) Larut dalam keadaan tertentu yang dimaksud misalnya kelarutan yang mudah dalam<br />

air, lambat larut dalam air, atau kelarutan yang tergantung pada pH (lapisan enterik).<br />

(3) Kemampuan untuk menghasilkan produk yang tampak anggun.<br />

(4) Stabilitas dalam keadaan panas, cahaya, kelembapan, udara dan substrat yang akan<br />

di salut. Sifat‐sifat lapisan tipis harus tidak berubah dengan berlalunya waktu.<br />

(5) Tidak memiliki warna, rasa, ataupun bau.<br />

(6) Serasi dengan aditif larutan penyalut pada umumnya.<br />

(7) Tidak toksis, tidak mempunyai kegiatan farmakologis, dan mudah dipakai ke partikel<br />

atau tablet.<br />

(8) Tahan retakan dan dilengkapi dengan pelindung obat terhadap kelembapan, cahaya,<br />

dan bau bila perlu.<br />

(9) Tidak ada jembatan ataupun pengisian permukaan tablet yang tidak ditatah oleh<br />

bahan pembentuk lapisan.<br />

(10) Prosedur pencetakan huruf/tanda/merk mudah dilakukan pada peralatan<br />

berkecepatan tinggi.<br />

Komponen Penyalutan dengan Lapisan Tipis


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

solida<br />

(1) Pembentuk lapisan tipis<br />

Klasifikasi Pembentuk Lapisan Tipis:<br />

(a) Bahan non enterik<br />

HPMC, MHC, Etil selulosa, HPC, Povidon, Na‐CMC, PEG, Polimer‐polimer akrilat<br />

(Eudragit®).<br />

(b) Bahan enterik<br />

Selulosa asetat ftalat, polimer‐polimer akrilat (Eudragit L dan Eudragit S), HPMC<br />

ftalat, PVA ftalat.<br />

(2) Pelarut<br />

Fungsi : melarutkan atau mendispersikan polimer‐polimer dan zat tambahan lain, serta<br />

membawanya ke permukaan substrat. Contoh : air, etanol, metanol, isopropanol,<br />

kloroform, aseton, metiletilketon, dan metilen klorida.<br />

(3) Plastisizer<br />

Suatu bahan pembentuk plastik eksternal dapat berupa cairan yang tidak mudah<br />

menguap, atau polimer lain, yang apabila dicampur dengan pembentuk lapisan tipis<br />

polimer utama, mengubah fleksibilitas, kekuatan tegangannya, atau sifat adhesi dari<br />

lapisan yang dihasilkan. Contoh minyak jarak, , Propilen Glikol, gliserin, PEG 200‐400<br />

dengan berat molekul yang kecil, dan surfaktan‐surfaktan seperti tween, span, esterester<br />

asam organik.<br />

(4) Colorants (Bahan pewarna)<br />

Untuk memberikan warna yang jelas/nyata dan bagus pada suatu bentuk obat. Contoh :<br />

zat warna sintetis atau cairan warna yang dapat sertifikat FD&C atau D&C.<br />

(5) Opaquant‐extenders (zat yang memperluas keburaman)<br />

Untuk mendapatkan warna‐warna yang lebih buram dan meningkatkan penutupan<br />

lapisan tipis. Contoh titanium dioksida, silikat (talk, aluminium silikat), karbonat<br />

(magnesium karbonat), sulfat (kalsium sulfat), oksida (magnesium oksida), dan<br />

hidroksida (aluminium hidroksida).<br />

(6) Bahan‐bahan khusus dalam larutan penyalut<br />

Pemberi aroma dan pemberi rasa manis (untuk menutupi bau yang tidak disukai atau<br />

untuk mendapatkan rasa yang diinginkan), surfaktan (untuk melarutkan bahan yang<br />

tidak dapat bercampur atau yang tidak dapat larut, atau untuk memudahkan pelarutan<br />

penyalut dengan lebih cepat), antioksidan (untuk kestabilan sistem zat warna terhadap<br />

oksidasi dan perubahan warna), antimikroba (untuk mencegah tumbuhnya bakteri<br />

dalam komposisi penyalut selama pembuatan dan penyimpanan, dan pada tablet‐tablet<br />

yang di salut).<br />

D. Kerusakan yang terjadi pada salut film<br />

(1) Perlekatan dan penggumpalan<br />

Keadaan lapisan tipis terlalu basah atau terlalu lengket menyebabkan tablet melekat<br />

satu dengan yang lainnya, atau melekat pada panci penyalut.<br />

Solusi : jumlah cairan yang digunakan dikurangi, sehingga dapat mempercepat atau<br />

meningkatkan temperatur udara pengering dan volume udara.<br />

(2) Kekasaran<br />

Terjadi apabila larutan penyalut digunakan dengan penyemprotan. Solusinya dengan<br />

pergerakan pipa‐pipa penutup pada tempat tablet atau pengurangan derajat atomisasi.<br />

(3) Efek kulit jeruk<br />

Penyebaran larutan penyalut yang tidak seimbang sebelum pengeringan menyebabkan<br />

suatu lekukan‐lekukan seperti ”kulit jeruk” pada penyalut. Hal ini menunjukkan bahwa<br />

penyebaran dihalangi oleh pengeringan yang terlalu cepat atau oleh viskositas larutan<br />

yang tinggi.<br />

Solusi : Mengencerkan larutan dengan larutan tambahan.<br />

(4) Bridging dan pengisian


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

solida<br />

(5) Melepuh<br />

(6) Pengabutan<br />

(7) Variasi warna<br />

(8) Pemecahan<br />

Pustaka : Teori dan praktek Farmasi industri, Edisi ketiga jilid 2, Leon Lachman, hal 738‐791.


TABLET EFFERVESCENT<br />

(Re-New by Dita)<br />

I. PENDAHULUAN<br />

A. Tablet Effervescent<br />

Effervescent adalah timbulnya gelembung-gelembung gas dari suatu larutan sebagai hasil<br />

reaksi kimia. Gas yang keluar tersebut adalah gas karbondioksida yang dihasilkan dari reaksi<br />

antara asam organik dengan garam turunan karbonat. Gas korbondioksida ini membantu<br />

mempercepat hancurnya tablet dan meningkatkan kelarutan zat aktif. Selain itu gas<br />

korbondiokasida ini juga memberi rasa segar seperti halnya pada minuman kaleng<br />

berkarbonasi. Di samping menghasilkan larutan yang jernih, tablet juga menghasilkan rasa<br />

yang enak karena adanya karbonat yang membantu memperbaiki rasa beberapa obat tertentu.<br />

Kandungan tablet effervescent merupakan campuran asam (asam sitrat, asam tartrat) dan<br />

Natrium bikarbonat, yang jika dilarutkan dalam lingkungan berair akan bereaksi<br />

menghasilkan karbondioksida yang berasal dari penguraian basa bikarbonat akibat penetralan<br />

oleh asam. Reaksinya cukup cepat dan biasanya selesai dalam waktu 1 menit atau kurang.<br />

Tablet effervescent harus disimpan dalam wadah tertutup rapat atau kemasan tahan lembab,<br />

sedangkan pada etiket tertera tidak langsung ditelan.<br />

Contoh jenis <strong>sediaan</strong> selain tablet oral yang menggunakan sistem effervescent:<br />

1. Sediaan untuk keperluan perawatan gigi, termasuk enzim-enzim tertentu<br />

2. Larutan pembersih kontak lens<br />

3. Serbuk-serbuk pencuci<br />

4. Tablet untuk pemanis minuman<br />

5. Larutan pembersih gigi<br />

6. Pensteril alat bedah<br />

7. Sediaan farmasi seperti analgesik, antibiotik, ergotamin, digoksin, metadon, L-dopa<br />

8. Sediaan-<strong>sediaan</strong> untuk veteriner<br />

B. Keuntungan dan Kerugian Tablet Effervescent<br />

Keuntungan yang dimiliki tablet effervescent, antara lain:<br />

1. Bekerja lebih cepat<br />

Absorpsi yang lebih cepat berarti onset yang lebih cepat, penting dalam mengobati<br />

sindrom akut seperti nyeri. Tablet effervescent sampai ke lambung pada pH yang cocok<br />

untuk absorpsi.<br />

2. Lebih mudah untuk dikonsumsi karena tablet dilarutkan terlebih dulu dalam air baru<br />

diminum.<br />

3. Lebih aman pada saluran pencernaan<br />

Zat aktif dalam effervescent terlarut sempurna pada larutan buffer. Pengurangan kontak<br />

di saluran GI bagian atas dapat berarti iritasi yang sedikit dan toleransi yang makin<br />

besar. Larutan buffer juga mencegah asam lambung berinteraksi dengan zat aktif.<br />

4. Rasa menyenangkan karena karbonisasi membantu menutup rasa zat aktif yang tidak enak<br />

5. Tablet biasanya cukup besar dan dapat dikemas secara individual sehingga bisa<br />

menghindari masalah ketidakstabilan zat aktif dalam penyimpanan.<br />

6. Stabilitas dan portabilitas diperoleh dalam formulasi effervescent bila dibandingkan<br />

dalam bentuk cair.<br />

7. Bentuk <strong>sediaan</strong> dengan dosis terukur tepat.<br />

8. Sediaan diberikan dalam bentuk larutan → diharapkan bioavaibilitas obat baik (Dr. Heni<br />

Rachmawati, Bahan Kuliah Tablet, 16 November 2006).<br />

Kerugian yang terdapat pada tablet effervescent, antara lain:


1. zat aktif yang rasanya tidakmenyenangkan dan sulit ditutupi akan bermasalah<br />

2. biaya produksi relatif lebih mahal karena adanya tuntutan kondisi lingkungan<br />

(kelembaban dan suhu) yang terkontrol<br />

3. perlu pengemasan khusus karena tablet berukuran lebih besar dan sensitif terhadap<br />

lembab<br />

4. larutan harus benar-benar jernih dan tentunya menu=imbulkan masalah untuk zat aktif<br />

yang tidak larut air<br />

(Dr. Heni Rachmawati, Bahan Kuliah Tablet, 2007)<br />

II. FORMULASI<br />

Komponen:<br />

1. Bahan aktif (obat yang larut baik dalam air)<br />

2. Eksipien<br />

A. Bahan Aktif (Dr. Heni Rachmawati, bahan kuliahTablet, 2007)<br />

Ada beberapa kategori zat aktif yang diformulasi ke tablet effervescent:<br />

1. Zat aktif yang sulit dicerna atau rusak dalam lambung<br />

Sebagai contoh adalah Ca 2 CO 3 . Dalam bentuk tablet biasa atau serbuk, kalsium karbonat<br />

larut dalam asam lambung dan dapat diabsorpsi ke sistem sirkulasi. Akan tetapi dalam GI,<br />

senyawa ini melepaskan gas CO 2 yang mengganggu. Pada pasien usia lanjut di mana<br />

tingkat keasaman dalam GI berkurang, kalsium karbonat kemungkinan melewati GI tanpa<br />

terdisolusi dan dapat menyebabkan konstipasi. Keuntungan formulasi kalsium karbonat<br />

dalam <strong>sediaan</strong> effervescent yaitu tablet dalam bentuk terlarut sempurna sebelum<br />

digunakan sehingga siap untuk diabsorpsi dan tidak menimbulkan gas CO 2 dalam<br />

lambung yang berisiko terjadinya konstipasi.<br />

2. Zat aktif yang sensitif terhadap pH<br />

Misalnya asam-asam amino dan antibiotik. Dalam pH lambung senyawa tersebut dapat<br />

terdenaturasi, kehilangan aktivitas biologi, atau menyebabkan bentuk tidak aktif.<br />

Komponen tablet effervescent dapat bertindak sebagai buffer sehingga pH GI meningkat.<br />

Efek pendaparan GI melalui karbonasi ini akan menginduksi pengosongan lambung lebih<br />

cepat (normalnya 20 min), sehingga absorpsi zat aktif menjadi maksimum.<br />

3. Zat aktif yang memerlukan dosis besar<br />

Umumnya ukuran tablet effervescent lebih besar dibandingkan tablet konvensional, yaitu<br />

Ø=1 inchi dengan bobot tablet ~ 5 gram<br />

4. Zat aktif yang sensitif terhadap cahaya, oksigen dan lembab<br />

Misalnya vitamin-vitamin. Tablet effervescent mensyaratkan lembab < 0.5%. Untuk<br />

menghindari kontak dengan atmosfer, tablet effervescent dikemas dalam aluminium.<br />

B. Bahan Pembantu (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal.<br />

286-287)<br />

Karakteristik komponen tablet Effervescent:<br />

1. Dalam banyak hal prinsip yang digunakan dalam memproduksi tablet effervescent sama<br />

dengan yang digunakan untuk tablet konvensional. Banyak dari proses dan alat proses<br />

yang sama. Demikian juga sifat umum granul yang diperlukan untuk mendapatkan tablet<br />

yang sesuai persyaratan seperti:<br />

a. Ukuran partikel<br />

b. Bentuk partikel<br />

c. Keseragaman distribusi<br />

d. Aliran bebas granul<br />

2. Parameter penting pemilihan bahan pembantu adalah KANDUNGAN AIR. Komponen<br />

asam dan basa mengalami reaksi secara spontan saat dicampur dengan air. Reaksi ini juga<br />

dapat berlangsung dengan adanya sejumlah kecil air. Saat sudah terjadi reaksi, reaksi akan<br />

berjalan semakin cepat karena produk sampingan reaksi ini adalah air. Untuk alasan ini,<br />

maka bahan pembantu yang dipilih sebaiknya berada dalam bentuk ANHIDRAT,


dengan sedikit atau tanpa lembab yang diadsorpsi, atau dengan molekul air yang terikat<br />

pada bentuk HIDRAT yang STABIL karena air dibutuhkan sedikit untuk kebutuhan<br />

mengikat granul karena granul yang terlampau kering tidak dapat dikempa.<br />

Contoh:<br />

CH 2 COOH<br />

CH 2 COONa<br />

CH 2 COOH + 3NaHCO 3 → CHCOONa + 3 CO 2 + 3 H 2 O<br />

CH 2 COOH<br />

CH 2 COONa<br />

3. KELARUTAN merupakan sifat bahan baku yang penting dalam tablet effervecsent. Jika<br />

komponen tablet tidak larut, reaksi effervescent tidak akan terjadi dan tablet tidak akan<br />

terdisintegrasi secara cepat. Kecepatan kelarutan lebih penting dari kelarutan karena zat<br />

yang terlarut lambat dapat merintangi desintegrasi tablet dan menghasilkan residu yang<br />

tidak disukai setelah tablet terdisintegrasi.<br />

Sumber Asam<br />

Sumber asam yang umumnya digunakan pada tablet effervescent dapat digolongkan menjadi:<br />

a. Asam Makanan<br />

1. Asam Sitrat: BM = 210,14 (C 6 H 8 O 7 .H 2 O)<br />

Merupakan asam yang paling sering digunakan karena harganya yang murah. Asam<br />

sitrat sangat larut, sangat higroskopis kekuatan asamnya tinggi (tripotik), dan tersedia<br />

dalam bentuk granul yang dapat mengalir dengan bebas (Lieberman, Pharmaceutical<br />

Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal. 287). Asam ini sangat mudah larut<br />

dalam air dan tersedia dalam bentuk hablur bening, tidak berwarna/serbuk granular<br />

berwarna putih, tidak berbau, mempunyai rasa sangat asam, bersifat sangat higroskopis<br />

(FI IV, 1995). Asam ini mempunyai rasa asam buah. (Dr.Heni Rachmawati, Bahan<br />

Kuliah Tablet, 2007)<br />

2. Asam Tartrat: BM = 150,09 (C 4 H 6 O 6 )<br />

Asam ini mempunyai kelarutan yang lebih besar dari asam sitrat. Asam tartrat juga<br />

banyak digunakan dalam formulasi tablet effervescent. Asam ini LEBIH LARUT<br />

dalam air dan LEBIH HIGROSKOPIS apabila dibandingkan dengan asam sitrat.<br />

Kekuatan asamnya sama dengan asam sitrat, tetapi jumlah asam yang digunakan lebih<br />

banyak karena asam tartrat bersifat diprotik sedangkan asam sitrat bersifat triprotik<br />

(Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal. 287).<br />

Asam tartrat tersedia dalam bentuk hablur tidak berwarna/ bening, atau serbuk hablur<br />

halus sampai granular berwarna putih, tidak berbau, mempunyai rasa asam, dan stabil<br />

di udara (FI IV, 1995, hal. 53).<br />

Biasanya digunakan kombinasi asam sitrat dan asam tartrat karena asam tartrat saja<br />

akan menyebabkan granul gampang remuk dan asam sitrat saja akan menyebabkan<br />

campuran lengket dan susah digranul (U.S. Patent 6,497,900).<br />

3. Asam Malat<br />

Asam ini bersifat higroskopis dan mudah larut. Asam malat mempunyai kekuatan<br />

yang lebih rendah bila dibandingkan dengan asam sitrat dan asam tartrat, tapi cukup<br />

tinggi untuk menyediakan efervesen ketika dikombinasikan dengan sumber karbonat<br />

(Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal. 287).<br />

4. Asam Fumarat<br />

Mempunyai kekuatan yang sebanding dengan asam sitrat, namun kelarutannya rendah<br />

dalam air dan bersifat non higroskopis (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form:<br />

Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal. 288).<br />

5. Asam Adipat & Asam Suksinat<br />

Kedua asam tersebut bersifat non higroskopis, mempunyai kelarutan yang jauh lebih<br />

rendah dari asam sitrat, kurang tersedia dan kurang ekonomis (Lieberman,<br />

Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal. 288).


. Asam anhidrat<br />

Jika asam anhidrat dilarutkan dalam air maka akan terjadi hidrolisis yang membebaskan<br />

bentuk asamnya dan dapat bereaksi dengan sumber karbondioksida. Tidak bisa digunakan<br />

air karena asam anhidrat dapat bereaksi sebelum digunakan. Contohnya adalah suksinat<br />

anhidrat (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal.<br />

288) dan asam sitrat anhidrat (Dr. Heni Rachmawati, Bahan Kuliah Tablet, 2007).<br />

c. Garam Asam<br />

Merupakan senyawa pereduksi kuat; tidak kompatibel dengan senyawa pengoksidasi.<br />

Contohnya:<br />

• Natrium dihidrogen fosfat (Monosodium fosfat)<br />

Tersedia dalam bentuk granular dan serbuk anhidrat; mudah larut dalam air;<br />

menghasilkan larutan asam dengan pH sekitar 4,5; mudah bereaksi dengan karbonat<br />

atau bikarbonat.<br />

• Dinatrium dihidrogen pirofosfat<br />

Mudah diperoleh dan larut dalam air<br />

• Garam asam sitrat (natrium dihidrogen sitrat dan dinatrium hidrogen sitrat)<br />

• Natrium asam sulfit (Sodium bisulfit) yang sering digunakan untuk effervescent<br />

pembersih toilet<br />

(Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal. 288-289)<br />

Sumber Karbondioksida<br />

Sumber basa yang biasa digunakan sebagai basis effervescent adalah natrium bikarbonat,<br />

natrium karbonat. Natrium bikarbonat lebih dipilih untuk digunakan dalam formula karena<br />

lebih stabil daripada natrium karbonat.<br />

a. Natrium bikarbonat: BM = 84,01<br />

Natrium bikarbonat adalah sumber CO 2 utama dalam sistem effervescent. Tidak bersifat<br />

higroskopis, larut dalam air, harganya murah, mempunyai pH 8,3 dalam larutan 0,85%,<br />

berbentuk serbuk hablur putih yang stabil di udara kering tetapi di udara lembab secara<br />

perlahan-lahan terurai. Natrium bikarbonat bisa menghasilkan kira-kira 52% CO 2 .<br />

Penggunaan secara luas untuk membuat antasid, baik sebagai komponen tunggal atau<br />

sebagai bagian dari komposisi antasid (FI IV, 1995, hal. 601; Lieberman,<br />

Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal. 289).<br />

b. Natrium karbonat: BM = 286,1 (Na 2 CO 3 .10H 2 O)<br />

Memiliki pH 11,5 dalam larutan air konsentrasi 1%. Natrium karbonat mempunyai efek<br />

stabilisasi karena kemampuannya untuk mengabsorbsi lembab, mencegah reaksi awal.<br />

Untuk alasan ini lebih dipilih natrium karbonat bentuk anhidrat (Lieberman,<br />

Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal. 289). Bentuk anhidrat<br />

lebih disukai karena dapat mengabsorpsi lembab dan kurang higroskopis sehingga<br />

mencegah inisiasi reaksi effervescent (Dr. Heni Rachmawati, Bahan Kuliah Tablet,<br />

2007).<br />

c. Kalium bikarbonat atau kalium karbonat<br />

Digunakan terutama apabila ion natrium tidak diinginkan atau perlu untuk dibatasi,<br />

contoh produk antasid dimana dosisnya bergantung pada jumlah natrium yang<br />

disarankan untuk pencernaan. Lebih larut dan lebih mahal daripada bentuk natriumnya<br />

(Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal. 289).<br />

Bahan Tambahan Lainnya<br />

Bahan tambahan lainnya pada tablet effervescent antara lain seperti bahan pengikat, bahan<br />

pengisi, dan lubrikan. Namun bahan-bahan ini penggunaannya dalam jumlah yang terbatas.<br />

Seperti halnya pengisi, hanya digunakan sedikit saja, karena dalam formula tablet<br />

effervescent sudah banyak mengandung karbonat dan asam.<br />

a. Pengikat dan zat penggranul


Untuk pembuatan tablet effervescent dengan metode granulasi, penggunaan pengikat<br />

seperti gelatin, amilum dan gom tidak dapat digunakan karena kelarutan rendah dan<br />

kandungan residu air tinggi yang dapat mempercepat ketidakstabilan tablet effervescent.<br />

Pengikat kering seperti laktosa, dekstrosa, dan manitol dapat digunakan tetapi tidak<br />

efektif pada konsentrasi rendah, juga karena dapat menghambat disintegrasi. Pengikat<br />

efektif untuk tablet effervescent adalah PVP. PVP ditambahkan pada serbuk yang<br />

digranulasi dalam keadaan kering kemudian masa dibasahi oleh cairan penggranulasi<br />

seperti air, isopropanol, etanol atau hidroalkohol, atau dilarutkan dalam cairan<br />

penggranulasi. Alkohol ditambahkan sebagai zat penggranulasi untuk pelarut PVP,<br />

sedangkan air dapat berfungsi sebagai pelarut untuk pengikat kering dan sebagai pengikat<br />

sendiri. Sejumlah kecil air ditambahkan secara hati-hati dan dikontrol untuk mencegah<br />

disolusi awal. Air sangat efektif sebagai pengikat karena adanya disolusi sebagian dari<br />

bahan-bahan pembantu diikuti dengan kristalisasi karena pengeringan. Pelarut organik<br />

seperti isopropanol tidak direkomendasikan sebagai cairan penggranulasi karena bahaya<br />

residu (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal.291).<br />

b. Pengisi<br />

Biasanya hanya dibutuhkan sedikit pengisi karena komposisi zat yang menghasilkan<br />

effervescent sudah cukup besar. Natrium bikarbonat merupakan pengisi yang baik,<br />

menyediakan ekstra effervescent dan efek pH larutan tidak begitu berarti. Pengisi lain<br />

adalah natrium klorida, natrium sulfat. Kedua zat ini relatif padat dan mungkin berguna<br />

untuk menghasilkan kompaksi tablet yang lebih padat (Lieberman, Pharmaceutical<br />

Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal. 291).<br />

Pengisi ditambahkan untuk menggenapkan bobot dan meningkatkan stabilitas <strong>sediaan</strong><br />

terhadap lembab. Kriteria pemilihan pengisi adalah larut baik dalam air, mempunyai<br />

ukran partikel berdekatan dengan komponen lain, dan kompresibel. Contoh pengisi<br />

antara lain adalah spray dried lactose (lebih sering digunakan karena keunggulan sifatnya<br />

untuk kempa langsung), sukrosa, dan manitol (Dr. Heni Rachmawati, Bahan Kuliah<br />

Tablet, 2007).<br />

c. Lubrikan<br />

Lubrikan dapat dibagi dua, yaitu:<br />

- Lubrikan Intrinsik (ditambahkan pada formula)<br />

Lubrikan yang umum digunakan:<br />

◘ Garam stearat (Mg, Ca, Zn), efektif bila digunakan dengan konsentrasi ≤ 1%<br />

karena tidak larut air, dapat mengganggu disintegrasi tablet, dan menghasilkan<br />

larutan yang keruh dengan pembentukan busa pada permukaan larutan.<br />

◘ Talk dan serbuk politetrafluoroetilen → tidak larut air, namun disintegrasi tablet<br />

lebih cepat.<br />

◘ Serbuk natrium benzoat dan PEG 8000 mikronisasi merupakan lubrikan larut air<br />

yang efektif.<br />

◘ Natrium stearat dan natrium oleat → larut dalam konsentrasi rendah;<br />

kombinasi keduanya akan lebih efektif tetapi menghasilkan busa/lapisan busa<br />

pada permukaan larutan.<br />

◘<br />

Lainnya:<br />

Surfaktan dapat juga digunakan untuk menghasilkan larutan bening juga<br />

berguna sebagai lubrikan. Natrium lauril sulfat akan menyediakan efek lubrikasi<br />

tetapi dapat menghambat disintegrasi jika konsentrasinya terlalu besar.<br />

Magnesium lauril sulfat hanya sedikit mempengaruhi waktu disintegrasi.<br />

- Lubrikan Ekstrinsik<br />

Bertujuan untuk lubrikasi permukaan alat/mesin tablet. Contohnya adalah spray<br />

malam/wax yang telah dilelehkan.( Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet,<br />

vol I, 2 nd ed, 1989, hal. 293). Lubrikan ini akan membentuk lapisan tipis lemak. Film<br />

dapat disemprotkan pada permukaan alat cetak sebelum pengisian granul/masa cetak<br />

atau digunakan kuas yang dipasangkan pada bagian bawah punch. Kuas akan mengoles


die pada setiap proses cetak (Dr. HeniRachmawati, Bahan Kuliah Tablet, 2007).<br />

d. Komponen Tambahan Lain (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I,<br />

2 nd ed, 1989, hal. 293-294)<br />

- Flavour<br />

- Pewarna<br />

- Pemanis<br />

III. PEMBUATAN TABLET EFFERVESCENT<br />

Pembuatan tablet effervescent memerlukan kondisi dan metode khusus dalam pembuatannya<br />

karena dalam tablet ini terdapat bahan asam dan bahan basa, di mana dengan adanya air kedua<br />

bahan ini akan bereaksi dan menghasilkan CO 2 . Oleh karena itu, sebelum tablet digunakan tidak<br />

boleh ada air sedikitpun yang kontak dengan tablet. Selain itu suhu yang tinggi juga<br />

mempercepat kerusakan tablet sehingga suhu ruangan juga harus rendah. Syarat kelembaban<br />

relatif ruangan untuk pembuatan tablet effervescent adalah ≤ 25% dan suhu ruangan harus<br />

kurang dari 25 ˚C (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal.<br />

294).<br />

Tablet effervescent dibuat dengan beberapa metode yaitu dengan cara granulasi basah, granulasi<br />

kering, dan dengan metode fluidisasi. Metode fluidisasi dengan metode wurster, menggunakan<br />

suatu alat semprot khusus yang dilengkapi dengan saluran penyemprot bahan pengikat dan<br />

saluran udara pemanas.<br />

A. Granulasi Basah<br />

Umumnya sama dengan tablet konvensional<br />

Dilakukan dengan cara:<br />

1. Cara Pemanasan<br />

Pada metode ini, komponen asam (misalnya asam sitrat monohidrat) dipanaskan. Molekul<br />

air kristal yang terdapat dalam asam sitrat dapat bertindak sebagai pengikat campuran<br />

serbuk setelah pemanasan pada suhu tertentu. Proses ini sangat tidak konstan dan sulit<br />

dikendalikan sehingga jarang digunakan (Penuntun Praktikum Teknologi Sediaan Solida,<br />

2006).<br />

2. Granulasi dengan Cairan Reaktif<br />

Bahan penggranulasi yang efektif adalah air. Proses berdasarkan penambahan sedikit air (0,1-<br />

0,5%) yang disemprotkan pada campuran yang akan digranulasi. Granul yang masih lembab<br />

ditransfer ke mesin tablet kemudian dikempa. Selanjutnya tablet dimasukan ke dalam oven,<br />

terjadi proses pengeringan untuk menghilangkan air atau mengikatnya secara internal sebagai<br />

air kristal sehingga tablet menjadi stabil. Kerugiannya tidak dapat digunakan untuk bahan<br />

yang rentan terhadap lembab/panas (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol<br />

I, 2 nd ed, 1989, hal. 296).<br />

3. Granulasi dengan Cairan Non Reaktif<br />

Cairan yang digunakan adalah etanol atau isopropanol. Cairan ditambahkan perlahanlahan<br />

ke dalam campuran pada mesin pencampur. Pengikat dapat ditambahkan dalam<br />

bentuk kering dan kemudian masa dibasahi. PVP dapat dilarutkan dalam cairan<br />

penggranulasi sebelum penambahan ke dalam masa. Cara ini lebih efektif dan efek<br />

negatifnya lebih sedikit daripada PVP ditambahkan sebagai pengikat kering. Setelah masa<br />

dibasahi semua, masa granul dimasukkan ke dalam oven lalu dikeringkan. Kemudian<br />

ukuran partikel dikurangi lagi baru dicetak (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form:<br />

Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal. 295-296).<br />

B. Granulasi Kering<br />

Dilakukan dengan dua cara:<br />

1. Cara Slugging<br />

Dibuat bongkah-bongkah tablet ukuran besar menggunakan mesin tablet kemudian<br />

tablet dihaluskan menjadi ukuran granul yang dikehendaki.


2. Cara Kompaktor<br />

Menggunakan mesin khusus rol kompaktor yang mengempa serbuk premix menjadi<br />

bentuk pita/lempeng diantara dua rol yang berputar berlawanan. Bahan dihaluskan<br />

menjadi granul dalam mesin granul.<br />

(Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2 nd ed, 1989, hal. 295-296)<br />

IV. CONTOH FORMULA<br />

A. Formula Umum<br />

Zat aktif x %<br />

Asam tartrat<br />

Asam sitrat 100-x-y %= z %<br />

NaHCO3<br />

Pengisi<br />

Pengikat y %<br />

Lubrikan larut air<br />

Contoh:<br />

Satu tablet effervescent dibuat dengan bobot 1,5 gram.<br />

Formula untuk 1 buah tablet effervescent:<br />

Vitamin C<br />

500 mg<br />

Pyridoxine<br />

20 mg<br />

Asam sitrat monohidrat 208 mg<br />

Asam tartrat<br />

222,9 mg<br />

Natrium bikarbonat<br />

249,5 mg<br />

Sukrosa 15%<br />

225 mg<br />

PVP 3%<br />

45 mg<br />

PEG 8000<br />

30 mg<br />

B. Perhitungan<br />

Bobot tablet effervescent<br />

1500 mg<br />

Fasa dalam bobot 98% = 98/100 x 1500 mg = 1470 mg<br />

Fasa luar (terdiri dari lubrikan) bobot 2% = 2/100 x 1500 mg = 30 mg<br />

Fasa dalam terdiri dari zat aktif, asam, basa, pengikat, dan pengisi.<br />

Bobot asam dan basa = 1500 mg – (zat aktif + pengikat + pengisi + lubrikan) mg<br />

= 1500 mg – (520 + 45 + 225 + 30) mg<br />

= 680 mg<br />

Asam sitrat monohidrat: BM = 210,14<br />

Bilangan ekivalen = 3<br />

Bobot ekivalen = 210,14/3 = 70,04<br />

Asam tartrat: BM = 150,09<br />

Bilangan ekivalen = 2<br />

Bobot ekivalen = 150,09/2 = 75,05<br />

Natrium bikarbonat: BM = 84,01<br />

Bilangan ekivalen = 1<br />

Bobot ekivalen = 84,01/1 = 84,01<br />

70,04 mol ekivalen + 75,05 mol ekivalen + 84,01 mol ekivalen = 680 mg<br />

229,1 mol ekivalen = 680 mg<br />

1 mol ekivalen = 2,97<br />

Asam sitrat monohidrat = 70,04 x 2,97 = 208 mg<br />

Asam tartrat = 75,05 x 2,97 = 222,9 mg<br />

Natrium bikarbonat = 84,01 x 2,97 = 249,5 mg


Pertimbangan pemilihan bahan-bahan dalam formula dan metode pembuatan<br />

♦ Bobot tablet yang dipilih 1500 mg karena bobot tersebut cukup untuk bobot tablet<br />

effervescent<br />

♦ Dosis asam askorbat yang dipilih 500 mg/hari karena dosis tersebut dapat digunakan<br />

untuk pengobatan sariawan akibat defisiensi vitamin C.<br />

♦ Jumlah pyridoxine yang dikonsumsi per hari sebanyak 2,2 mg harus terpenuhi untuk lakilaki<br />

dan 2 mg untuk perempuan. Pyridoxine yang digunakan untuk pengobatan anemia<br />

sideroblastik dan untuk merawat kelainan metabolisme akibat defisiensi pyridoxine<br />

memiliki dosis sebesar 100-400 mg per hari. Dosis pyridoxine yang dipilih dalam formula<br />

ini sebesar 20 mg/hari karena masih termasuk rentang dosis yang dapat digunakan untuk<br />

profilaksis dan defisiensi pyridoxine, juga untuk memenuhi bobot tablet effervescent sebesar<br />

1,5 g.<br />

♦ Pengikat yang digunakan dipilih PVP karena PVP merupakan pengikat yang larut air<br />

dan konsentrasi yang dipilih 3% karena PVP yang digunakan sebagai pengikat dalam<br />

formulasi dan teknologi Farmasi sebesar 0,5-5% (Handbook of Pharmaceutical<br />

Excipients, 5 th ed., 2006, hal. 611).<br />

♦ Pengisi yang digunakan adalah sukrosa karena pengisi yang digunakan dalam tablet<br />

effervescent adalah gula. Konsentrasi yang dipilih 15% karena sukrosa yang digunakan<br />

sebagai pengisi pada formulasi dan teknologi Farmasi 2-20%.<br />

♦ Asam yang digunakan adalah kombinasi antara asam sitrat monohidrat dan asam tartrat<br />

karena dengan kombinasi akan diperoleh tablet effervescent yang baik. Bila digunakan<br />

asam sitrat monohidrat tunggal maka granul yang dihasilkan lengket dan lunak sehingga<br />

tidak dapat dikempa, sedangkan bila digunakan asam tartrat tunggal maka akan dihasilkan<br />

granul gampang remuk.<br />

♦ Basa yang digunakan adalah natrium bikarbonat karena basa tersebut biasa digunakan<br />

dalam kombinasi dengan asam tartrat.<br />

♦ Lubrikan yang digunakan harus larut air sehingga dipilih PEG 8000.<br />

♦ Metode pembuatan yang dipilih adalah granulasi kering karena zat aktif merupakan<br />

vitamin yang tidak tahan panas sehingga dengan granulasi kering maka tidak diperlukan<br />

proses pengeringan yang memerlukan panas.<br />

Penimbangan dilakukan untuk membuat 500 buah tablet effervescent<br />

Asam askorbat 500 mg x 500 = 250 g<br />

Pyridoxine 20 mg x 500 = 10 gr<br />

PVP 3% 45 mg x 500 = 22,5 gr<br />

Sukrosa 15% 225 mg x 500 = 112,5 gr<br />

Asam sitrat monohidrat 208 mg x 500 = 104 gr<br />

Asam tartrat 222,9 mg x 500 = 111,45 gr<br />

Natrium bikarbonat 249,5 mg x 500 = 124,75 gr<br />

PEG 8000 30 mg x 500 = 15 gr<br />

Komposisi Slug :<br />

Vitamin C<br />

Piridoksin<br />

PVP<br />

Sukrosa<br />

Asam sitrat monohidrat<br />

Asam tartrat<br />

Natrium bikarbonat<br />

PEG 8000 (1/2 bagian)<br />

250 g<br />

10 g<br />

22,5 g<br />

112,5 g<br />

104 g<br />

111,45 g<br />

124,75 g<br />

7,5 g<br />

742,7 g<br />

Misal :<br />

Slug yang diperoleh adalah 700 g, maka sisa fasa luar (PEG 8000) yang ditambahkan


adalah :<br />

PEG 8000 = 1/99 x 700 g = 7,07 g<br />

Bobot massa cetak = 700 g + 7,07 g = 707,07 g<br />

Jumlah tablet = 700 g/742,7 g x 500 tablet = 471, 25 tablet<br />

Bobot massa per tablet = 707,07 g/471,25 tablet = 1,5 g<br />

C. Prosedur Pembuatan<br />

Metode Granulasi Kering<br />

1. Zat aktif dan eksipien masing-masing dihaluskan dalam tempat yang terpisah.<br />

2. Dicampur menjadi satu kemudian dicampur hingga homogen.<br />

3. Massa serbuk dislugging, kemudian dihancurkan hingga derajat kehalusan tertentu.<br />

4. Diayak dengan pengayak nomor 16 mesh.<br />

5. Dilakukan uji aliran granul yang diperoleh. Aliran yag diperoleh harus sebesar 10<br />

gr/detik (atau sesuai spesifikasi internal). Jika tidak diperoleh aliran sebesar itu, harus<br />

dilakukan slugging kembali hingga diperoleh aliran yang dikehendaki.<br />

6. Setelah granul memiliki aliran 10 gr/detik (atau sesuai spesifikasi internal), pada granul<br />

ditambahkan lubrikan. Granul siap dikempa menjadi tablet dengan bobot ... gr.<br />

D. Evaluasi Granul<br />

Tujuan<br />

Untuk memeriksa apakah granul yang terbentuk memenuhi syarat atau tidak untuk dikempa.<br />

Prosedur<br />

i) Kandungan Air (hanya untuk granul hasil granulasi basah)<br />

a. Penentuan dilakukan dengan menggunakan 5 gr granul yang diratakan pada<br />

piring logam, kemudian dimasukkan dalam alat penentuan kadar air (Moisture<br />

Ballance).<br />

b. Atur panas yang digunakan (70 °C) lalu diamkan beberapa waktu sampai<br />

diperoleh angka yang tetap (dalam bentuk %). Piring logam dipanaskan hingga<br />

bobot tetap sebelum digunakan.<br />

ii) Kecepatan Aliran (Menggunakan Flow Tester)<br />

a. Sejumlah tertentu granul dimasukkan kedalam alat penentuan (corong) penguji<br />

aliran.<br />

b. Alat dijalankan dan dicatat waktu yang dibutuhkan oleh massa granul untuk<br />

melewati corong.<br />

c. Hasil dinyatakan dalam satuan gr/det. Kecepatan aliran yang ideal adalah 10<br />

gr/det (atau sesuai spesifikasi internal).<br />

iii) Kadar Pemampatan<br />

a. Masukkan 100 gr granul dalam gelas ukur 250 mL , Volume mula-mula<br />

dicatat sebagai ketukan 0 (Vo).<br />

b. Lakukan pengetukan, dan volume pada ketukan ke 10, 50, 100, diukur.<br />

c. Timbang bobot granul yang digunakan untuk pengujian ini.<br />

d. Hitung kadar pemampatan dengan persamaan berikut ini:<br />

Kp = [(Vo-Vt)/Vo] x 100 %<br />

Kp = kadar pemampatan ; Vo = volume granul sebelum pemampatan ;<br />

Vt = volume granul pada t ketukan<br />

Penafsiran hasil : Granul memenuhi syarat jika Kp ≤ 20%.<br />

iv) Bobot jenis<br />

a. Bobot jenis nyata<br />

Sejumlah gram granul dimasukkan ke dalam gelas ukur.<br />

Catat volumenya dan timbang bobot granul yang digunakan untuk pengujian<br />

ini.<br />

Hitung bobot jenis nyata dengan persamaan berikut ini :


. Bobot jenis mampat<br />

<br />

P = W/V<br />

P = bobot jenis nyata<br />

W = bobot granul<br />

V = volume granul tanpa pemampatan<br />

Sejumlah gram granul dimasukkan ke dalam gelas ukur pada alat dengan<br />

menggunakan corong panjang. Catat volumenya (Vo).<br />

Gelas ukur diketuk-ketukkan sebanyak 10 dan 500 kali. Catat volumenya (V10<br />

<br />

dan V500).<br />

Timbang bobot granul yang digunakan untuk pengujian ini.<br />

Hitung bobot jenis mampat dengan persamaan berikut ini :<br />

Pn = W/Vn<br />

Pn = bobot jenis mampat<br />

W = bobot granul<br />

Vn = volume granul pada n ketukan<br />

v) Indeks kompresibilitas<br />

Hitung dengan persamaan : [(Pn-P)/Pn] x 100 %<br />

vi)<br />

Perbandingan Haussner<br />

Hitung dengan persamaan berikut ini :<br />

• Angka Haussner = BJ setelah pemampatan/BJ nyata.<br />

• Penafsiran hasil : Granul memenuhi syarat jika angka Haussner > 1.<br />

E. Evaluasi Tablet<br />

Tujuan<br />

Untuk memeriksa apakah tablet memenuhi persyaratan resmi (Farmakope) atau non resmi<br />

(Non Farmakope) atau tidak.<br />

Prosedur<br />

PARAMETER FISIK<br />

i) Pemeriksaan penampilan fisik: Kejernihan larutan.<br />

ii)<br />

iii)<br />

Keseragaman ukuran<br />

20 tablet diambil secara acak, Setiap tablet diukur diameter dan tebalnya dengan<br />

jangka sorong. Diameter tablet tidak boleh lebih dari tiga kali dan tidak kurang dari 1<br />

1/3 tebal tablet.<br />

Keseragaman bobot<br />

Prosedur penetapan keragaman bobot:<br />

• Pilih tidak kurang dari 30 tablet.<br />

• Dari 30 tablet tersebut, timbang 10 tablet satu per satu dan hitung bobot rata-rata.<br />

iv)<br />

Kekerasan tablet<br />

20 tablet diambil secara acak, kemudian diukur kekerasannya dengan alat Stokes<br />

Mensato. Tekanan yang diperlukan untuk memecahkan tablet terukur pada alat<br />

dengan satuan Kg/cm 2 . Kekerasan yang ideal 10 kg/cm 2 (atau sesuai spesifikasi<br />

internal).<br />

v) Friabilitas<br />

a. Bersihkan 20 tablet dari debu kemudian ditimbang (W 0 ). Masukkan tablet ke dalam<br />

alat, kemudian jalankan selama 4 menit dengan kecepatan 25 rpm (100 putaran).<br />

b. Setelah 4 menit, hentikan alat, tablet dikeluarkan, lalu dibersihkan dari debu dan<br />

timbang (W 1 ).<br />

c. Indeks friabilitas (f) = (W 0 –W 1 )/W 0 X 100%<br />

vi)<br />

Friksibilitas


vii)<br />

20 tablet diambil secara acak, bersihkan dari debu, kemudian ditimbang (W 0 ),<br />

kemudian dimasukkan ke dalam friksibilator. Alat diputar 25 rpm selama 4 menit (100<br />

putaran), kemudian tablet dibersihkan dari debu dan ditimbang (W 1 ).<br />

Friksibilitas = (W 0 – W 1 )/W 0 x 100 %.<br />

Uji waktu hancur<br />

Ini adalah parameter paling penting. Biasanya tablet dapat hancur dalam waktu 1-2<br />

menit. Volume dan suhu air yang digunakan untuk uji waktu hancur tablet effervescent:<br />

Tablet Volume Air (mL) Suhu (°C)<br />

Antasida/analgesik<br />

Pembersih gigi<br />

Minuman<br />

Pencuci mulut<br />

Pembersih toilet<br />

120 – 180<br />

120 150<br />

180 – 240<br />

20 – 30<br />

4000 - 6000<br />

15 – 20<br />

40 – 45<br />

10 – 15<br />

25<br />

20 – 25<br />

PARAMETER KIMIA<br />

i) pH larutan<br />

ii) Keseragaman kandungan zat aktif


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />

TABLET KUNYAH<br />

TABLET KUNYAH<br />

(Edited by Nila & Vici)<br />

1. PENDAHULUAN<br />

Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah di mulut sebelum ditelan dan bukan untuk<br />

ditelan utuh. Tujuan dari tablet kunyah adalah untuk memberikan suatu bentuk pengobatan<br />

yang dapat diberikan dengan mudah kepada anak-anak atau orang tua, yang mungkin sukar<br />

menelan obat utuh. Tablet kunyah yang paling umum ditemukan di pasaran adalah tablet<br />

kunyah aspirin (yang dimaksudkan untuk digunakan oleh anak-anak) dan antasid. (Teori dan<br />

Praktek Farmasi Industri,1994, h.712).<br />

Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah, memberikan residu dengan rasa enak dalam<br />

rongga mulut, mudah ditelan dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak. Jenis tablet<br />

ini digunakan dalam formulasi tablet untuk anak, terutama formulasi multivitamin, antasida,<br />

dan antibiotik tertentu. Tablet kunyah dibuat dengan cara dikempa, umumnya menggunakan<br />

sorbitol, manitol atau sukrosa sebagai bahan pengikat dan bahan pengisi, mengandung bahan<br />

pewarna dan bahan pengaroma untuk meningkatkan penampilan dan rasa (FI IV,1995, hal<br />

4). Manitol merupakan bahan pengisi yang biasa digunakan karena menghasilkan sensasi<br />

dingin di dalam mulut dan bekerja efektif sebagai penutup rasa tidak enak. Di dalam<br />

formulasinya bahan pengaroma biasa ditambahkan sedangkan bahan penghancur tidak perlu<br />

digunakan dan bahan-bahan yang digunakan tidak mesti larut air (TPC, 1994,12).<br />

Karakteristik :<br />

1. memiliki bentuk yang halus setelah hancur;<br />

2. mempunyai rasa enak dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak.<br />

Keuntungan :<br />

1. keter<strong>sediaan</strong> hayati lebih baik karena tidak mengalami tahap disintegrasi (dan<br />

kemungkinan dapat meningkatkan disolusinya);<br />

2. kenyamanan bagi penderita dengan meniadakan perlunya air untuk menelan;<br />

3. sebagai pengganti bentuk <strong>sediaan</strong> cair yang memerlukan kerja obat yang cepat;<br />

4. meningkatkan kepatuhan penderita terutama anak-anak dengan rasa yang enak, selain itu<br />

lebih disukai pasien;<br />

5. kestabilan lebih baik<br />

Kekurangan :<br />

Zat aktif yang rasanya tidak baik dan dosis yang tinggi sangat sulit dibuat tablet kunyah.<br />

(Pharmaceutical Dosage Forms, vol I, hal 367)<br />

2. FAKTOR FORMULASI<br />

Beberapa faktor yang terlibat dalam formulasi tablet kunyah diantaranya adalah jumlah zat<br />

aktif, aliran, lubrikan, disintegrasi, kompresibilitas, kompatibilitas-stabilitas, dan<br />

pertimbangan organoleptik. Empat faktor pertama di atas merupakan faktor yang umum<br />

untuk tablet biasa dan juga tablet kunyah, meskipun demikian sifat organoleptik zat aktif<br />

merupakan faktor yang paling utama. Formulator dapat menggunakan satu pendekatan atau<br />

lebih untuk sampai pada penentuan formula dan proses yang menghasilkan produk dengan<br />

sifat organoleptik yang baik. Produk harus mempunyai sifat aliran, kompresibilitas dan<br />

stabilitas yang dapat diterima.<br />

Pada umumnya, jika jumlah zat aktif dalam tablet sedikit dan rasa tidak enaknya sedikit<br />

maka formulasinya lebih mudah. Sebaliknya jika jumlah zat aktif besar dan rasanya tidak<br />

enak sangat sulit diformulasikan menjadi tablet kunyah.<br />

1


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />

TABLET KUNYAH<br />

Faktor aliran, lubrikan, kompresibilitas, dan kompatibilitas sama halnya untuk tablet biasa.<br />

Sedangkan pertimbangan organoleptik adalah sebagai berikut :<br />

• Rasa dan Penyedap<br />

Secara fisiologis, rasa adalah respon panca indera sebagai hasil rangsangan kimiawi pada<br />

ujung rasa di lidah. Ada empat dasar tipe rasa: asin, asam, manis dan pahit. Rasa<br />

asin/asam diperoleh dari zat yang mampu terionisasi dalam larutan. Banyak zat aktif<br />

organik merangsang respon pahit, walaupun tidak mampu terionisasi dalam air.<br />

Kebanyakan disakarida, sakarida, beberapa aldehid dan sedikit alkohol memberikan rasa<br />

manis.<br />

Istilah penyedap (flavor) berkaitan dengan sensasi gabungan rasa dan bau. Contohnya,<br />

gula mempunyai rasa yang manis tetapi tidak mempunyai flavor. Sedangkan madu<br />

mempunyai rasa manis dan bau yang khas. Kombinasi keduanya dinamakan flavor<br />

madu.<br />

• Aroma<br />

Misal tablet kunyah rasa jeruk harus mempunyai rasa manis dan asam dan aroma jeruk<br />

segar.<br />

• Rasa di mulut (mouth feel)<br />

Rasa di mulut adalah tipe sensasi atau sentuhan yang dihasilkan tablet dalam mulut<br />

ketika kita mengunyah. Rasa di mulut sangat penting dalam tablet kunyah. Umumnya<br />

tekstur pasir (contoh: kalsium karbonat) atau bergetah tidak dikehendaki dalam tablet.<br />

Sedangkan sensasi dingin dan sejuk dengan tekstur lembut seperti manitol disukai.<br />

• Efek Akhir (After effect)<br />

Efek akhir yang umum dari banyak senyawa adalah rasa akhir (after taste) yaitu rasa<br />

yang timbul dalam mulut setelah tablet hilang. Misalnya beberapa garam besi<br />

meninggalkan rasa karat, sakarin dalam jumlah besar memberikan rasa pahit dalam<br />

mulut.<br />

Efek akhir umum yang lain adalah sensasi mati rasa sebagian dari permukaan lidah,<br />

misalnya antihistamin yang pahit seperti piribenzamin-HCl dan prometazin-HCl.<br />

• Pengkajian masalah formulasi<br />

Bila memungkinkan dan praktis, langkah pertama dalam formulasi tablet kunyah adalah<br />

memperoleh profil lengkap dari zat aktif. Profil ini biasanya menuntun kepada formulasi<br />

yang paling efisien dari produk yang stabil dan bermutu sebab zat aktif biasanya<br />

menetapkan pemilihan senyawa pengisi, pembawa, pemanis, penyedap, dan lain-lain.<br />

Profil zat aktif secara ideal harus mengandung informasi berikut :<br />

a. Sifat fisik : warna, bau, rasa, rasa akhir, rasa di mulut, bentuk fisik (kristal, serbuk,<br />

padatan amorf, cairan berminyak), suhu mencair, melebur, adanya polimorfisme,<br />

kandungan lembab, kelarutan dalam air, stabilitas zat aktif, kompresibilitas.<br />

b. Sifat kimiawi : – strukutur kimia dan golongan kimia;<br />

− reaksi utama dari golongan kimia tersebut;<br />

− tidak tersatukannya zat aktif.<br />

c. Dosis zat aktif dan batas pada ukuran dosis akhir.<br />

d. Informasi lain yang terkait.<br />

3. TEKNIK FORMULASI<br />

Masalah formulasi mencakup rasa yang tidak dikehendaki, rasa yang tidak enak di mulut<br />

atau rasa akhir. Produk yang diinginkan harus dihindari atau diminimalisasi dari rasa yang<br />

tidak enak dengan menambahkan flavor, pemanis, serta untuk mendapatkan rasa di mulut<br />

2


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />

TABLET KUNYAH<br />

yang enak dan kompresibilitas yang dapat diterima. Beberapa teknik yang digunakan untuk<br />

mengatasi masalah formulasi adalah sebagai berikut :<br />

1. Menyalut dengan granulasi basah<br />

Walaupun proses granulasi basah terutama diperlukan untuk mudah mengalir dan<br />

dikempa pada zat halus di bawah kondisi tertentu, metode granulasi basah dapat berguna<br />

dalam penyalutan partikel zat aktif guna menutupi rasanya.<br />

Contoh formulasi tablet kunyah vitamin C :<br />

Zat<br />

mg/tablet<br />

Asam askorbat (dilebihkan 10%) 275<br />

Ethocel 7 cp, 10% dalam isopropanol q.s.<br />

NuTab 275<br />

Sta-Rx-1500 50<br />

Na-sakarin 1<br />

Lake (FD&C)<br />

q.s.<br />

Penyedap<br />

q.s.<br />

Mg-stearat 5<br />

Pembuatan:<br />

− Granulasikan asam askorbat + Ethocel dalam isopropanol, keringkan semalam pada<br />

suhu 50 °C di oven, diayak dengan ayakan 16 mesh;<br />

− Tambahkan NuTab + Sta-Rx-1500, aduk 15 menit;<br />

− Tambahkan campuran Na-sakarin, lake, penyedap, dan Mg-stearat yang sebelumnya<br />

telah diayak;<br />

− Campur 5 menit kemudian dicetak.<br />

Formula di atas menggunakan ethocel yang merupakan polimer yang tidak larut dalam<br />

air, di mana vitamin C disalut dengan cara granulasi basah. Tujuannya untuk<br />

meningkatkan stabilitas dan membantu dalam menutupi rasa.<br />

Pada umumnya cara ini merupakan pendekatan yang paling sederhana untuk menutupi<br />

rasa. Granulasi basah tertentu dapat dilakukan dengan atau tanpa penambahan eksipien<br />

seperti laktosa, sukrosa, manitol, sorbitol, gula lainnya, atau pati. Walaupun pendekatan<br />

ini serupa dengan granulasi basah pada tablet biasa, ada beberapa hal yang harus<br />

diperhatikan yaitu :<br />

1. Zat penggranulasi harus membentuk lapisan yang fleksibel;<br />

2. Tidak mempunyai rasa dan bau yang tidak enak;<br />

3. Tidak larut dalam saliva;<br />

4. Tidak mempengaruhi disolusi zat aktif setelah ditelan.<br />

Idealnya pengisi yang rasanya manis seperti gula perlu dimasukkan dalam granulasi,<br />

disintegran baik dimasukkan dalam granulasi basah untuk menjamin disolusi granul yang<br />

baik setelah tablet dikunyah. Prosedur tersebut merupakan prosedur konvensional. Saat<br />

ini banyak digunakan metode suspensi udara/ fluidized bed. Dalam teknik tersebut,<br />

partikel zat aktif akan disalut oleh cairan suspensi dalam kondisi terkendali,<br />

berkecepatan tinggi, dan aliran udara hangat disemprot melalui lempeng perforasi dalam<br />

bejana penyalut. Partikel zat aktif mengalami aliran siklik dan disemprotkan<br />

larutan/suspensi zat penyalut oleh penyemprot otomatis. Setelah partikel tersalut, partikel<br />

tersebut dipisahkkan dari daerah semprotan, dikeringkan dengan aliran udara panas dan<br />

disalut ulang. Silus ini berlanjut sampai ketebalan salut yang diinginkan tercapai.<br />

Pengaliran partikel zat aktif meningkatkan pemaparan luas permukaan guna penyalutan<br />

dan pengeringan yang lebih efisien dan merata. Factor-faktor yang perlu diperhatikan<br />

dalam proses penyalutan adalah sidat zat aktif, kekentalan larutan penyalut, desain dan<br />

letak dari penyemprot; juga kecepatan dan suhu dari udara yang mengalir. Walaupun<br />

3


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />

TABLET KUNYAH<br />

perbaikan rasa dengan penyalutan adalah menarik karena sederhana, tetapi metode ini<br />

hanya terbatas untuk zat aktif yang rasanya tidak enaknya ringan sampai sedang.<br />

2. Mikroenkapsulasi<br />

Mikroenkapsulasi adalah suatu metode penyalutan partikel zat aktif atau tetesan-tetesan<br />

cairan dengan polimer yang menyalut rasa (bertujuan diantaranya untuk menutup rasa<br />

obat yang tidak menyenangkan dan mengurangi interaksi bahan yang tidak tersatukan<br />

secara fisik maupun kimia), membentuk mikrokapsul dengan ukuran 5 – 5000 µm., dan<br />

bersifat bebas mengalir. Mikroenkapsulasi dapat dibuat dengan metode pemisahan fasa<br />

atau koaservasi dengan tahapan :<br />

− Pembentukan 3 fasa yang tidak saling bercampur yang terdiri dari fasa pembawa air,<br />

fasa inti obat dan fasa larutan pengikat.<br />

− Pembentukan lapisan polimer melalui penyerapan di sekitar materi inti di bawah<br />

kondisi campuran fisik dari ketiga fasa.<br />

− Pengerasan lapisan penyalut, biasanya dengan crosslink pemanasan atau desolvasi<br />

untuk membentuk mikrokapsul yang rigid.<br />

Zat aktif yang telah dienkapsulasi di kempa langsung bersamaan dengan pengisi lain,<br />

pemanis buatan, flavor dan lubrikan.<br />

Larutan penyalut yang biasanya digunakan untuk mikroenkapsulasi adalah carboxy metil<br />

cellulose, cellulose acetate phtalate, etil selulosa, gelatin, poly vynil alkohol, gelatinacacia,<br />

shellac, dan beberapa lilin malam.<br />

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses enkapsulasi seperti pemilihan zat<br />

penyalut, ukuran partikel (100-120 mesh tidak diharapkan) dan<br />

meminimalkan inkompatibilitas.<br />

Contoh formula : Tablet kunyah Asetaminofen<br />

(Mikroenkapsulasi) Zat __________ mg/tablet<br />

Mikrokapsul (100 mesh)<br />

Asetaminofen 327<br />

Penyalut (selulosa-malam) 35<br />

Eksipien 393<br />

Manitol<br />

Mikrokristalin selulosa (Avicel)<br />

Talk<br />

Sakarin<br />

Gom Guar<br />

Flavor mint<br />

Mg-stearat __________________________<br />

3. Dispersi solida<br />

Zat aktif dengan rasa yang tidak enak dapat dicegah dengan mengadsorpsikannya pada<br />

substrat yang mampu mempertahankan tetap teradsorpsi dalam mulut tetapi setelah di<br />

saluran cerna zat aktif dilepaskan. Contoh Dekstrometorfan hidrobromida dengan<br />

menggunakan substrat Mg-trisilikat. Adsorbat sudah tersedia di perdagangan dalam<br />

bentuk serbuk termikronisasi yang mengandung zat aktif 10% b/b (tinggal dicampur lalu<br />

dicetak). Contoh substrat lain adalah bentonit, veegum dan gel silica.<br />

4


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />

Contoh formula :<br />

Zat<br />

mg/tablet<br />

Adsorbat Dekstrometorfan-HBr 10% (dilebihkan76,5<br />

Benzokain 2,5<br />

Flavor 10<br />

Mg-stearat 10<br />

Sorbitol (kristalin) 1301<br />

TABLET KUNYAH<br />

Pembuatan :<br />

− Sorbitol diayak 10 mesh<br />

− Campur adsorbat, benzokain, flavor dengan ¼ dari jumlah sorbitol yang diperlukan,<br />

diaduk 10 menit<br />

− Tambahkan sisa sorbitol, aduk 10 menit, lalu tambahkan Mg-stearat. Aduk 3 menit<br />

dan cetak sehingga diperoleh tablet kunyah dengan kekerasan 6 kp.<br />

4. Teknik pembuatan adsorbat :<br />

Ada beberapa metode dalam pembuatan adsorbat :<br />

a. Metode pelarut : zat aktif dilarutkan dalam pelarut yang mudah menguap, tambahkan<br />

substrat (zat padat), campur kemudian pelarutnya diuapkan sehingga dihasilkan<br />

molekul obat yang teradsorbsi pada substrat.<br />

Faktor yang mempengaruhi proses ini : pemilihan pelarut, substrat, proporsi dari<br />

setiap komponen, kondisi pencampuran, kecepatan penguapan, dan suhu.<br />

b. Metode pencairan : zat aktif dan pembawa dilebur bersama-sama dengan pemanasan<br />

pada suhu yang cocok (tidak merusak zat aktif). Kemudian campuran didinginkan<br />

dan dipadatkan secara cepat dengan pengadukan yang kuat (dilakukan dalam wadah<br />

berisi es). Kemudian padatan tersebut dihaluskan menjadi partikel dengan ukuran<br />

yang sama.<br />

Metode ini tidak sesuai untuk zat aktif yang thermolabil, mudah menguap dan<br />

terdekomposisi pada pemanasan.<br />

5. Pertukaran ion<br />

Pertukaran ion adalah pertukaran reversibel dari ion-ion antara fasa solida dan cairan<br />

dimana tidak ada perubahan permanen dalam struktur solida. Dalam hal ini, solida<br />

adalah zat penukar ion sedangkan ionnya adalah zat aktif. Apabila digunakan sebagai<br />

pembawa zat aktif, zat penukar ion menjadi suatu sarana untuk mengikat zat aktif pada<br />

matriks polimer yang tidak larut dan dapat secara aktif menutup rasa dan bau dari zat<br />

aktif yang diformulasi menjadi tablet kunyah. Resin pertukaran ion dapat<br />

diklasifikasikan menjadi empat bagian: resin penukar kation asam kuat, kation asam<br />

lemah, anion basa kuat dan anion basa lemah.<br />

6. Pembentukan garam/turunannya<br />

Dilakukan upaya modifikasi komposisi kimia zat aktif sehingga senyawa itu kurang larut<br />

dalam saliva karena itu rangsangannya kurang pada ujung rasa atau memodifikasi zat<br />

aktif menjadi tidak berasa atau kurang pahit. Misalnya kloramfenikol menjadi<br />

kloramfenikol stearat.<br />

7. Penambahan asam amino dan hidrolisat protein<br />

Dengan menggabungkan asam-asam amino dan garam-garamnya atau campuran<br />

keduanya akan mengurangi rasa pahit dari penisilin. Asam amino yang umum digunakan<br />

adalah sarkosin, alanin, taurin, asam glutamat, dan glisin. Misalnya rasa ampisilin<br />

diperbaiki secara nyata dengan menggranulasikannya dengan glisin, kemudian<br />

ditambahkan amilum, lubrikan, glidan, penyedap, pemanis lalu dicetak.<br />

5


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />

TABLET KUNYAH<br />

8. Kompleks inklusi<br />

Pembentukan kompleks inklusi yaitu molekul zat aktif masuk ke dalam rongga-rongga<br />

molekul zat pengompleks membentuk kompleks stabil. Kompleks ini mampu menutup<br />

rasa pahit zat aktif dengan menurunkan jumlah partikel zat aktif yang terpapar sensor<br />

rasa dan/atau mengurangi kelarutan zat aktif pada waktu dikunyah.<br />

Gaya yang terlibat dalam kompleks inklusi adalah gaya Van der Waals dan β-<br />

siklodekstrin (digunakan sebagai zat pengompleks inklusi) merupakan molekul<br />

oligosakarida siklik dari amilum, rasanya manis, dan tidak toksik.<br />

Ada 3 metode utama dalam pembuatan kompleks inklusi dengan siklodekstrin, dua<br />

diantaranya adalah skala laboratorium sedangkan yang lainnya adalah skala industri.<br />

Untuk skala laboratorium adalah sebagai berikut :<br />

a. Siklodekstrin dalam air panas atau dingin dicampurkan dengan senyawa yang larut<br />

air dengan jumlah 10 kali lebih banyak dibandingkan siklodekstrin atau jumlah<br />

equimolar. Setelah pendinginan perlahan dan pengupan, akan terbentuk Kristal<br />

senyawa inklusi.<br />

b. Zat aktif tidak larut air dilarutkan dalam pelarut organik yang tidak bercampur<br />

dengan air, dikocok dengan siklodekstrin dalam air yang pekat, akan terbentuk kristal<br />

senyawa iklusi pada antar muka kedua lapisan atau endapan, kristal dicuci dengan<br />

pelarut untuk menghilangkan zat aktif yang tidak membentuk kompleks, lalu<br />

dikeringkan untuk menghilangkan sisa pelarut.<br />

9. Kompleks molekular<br />

Pembentukan kompleks molekular melibatkan zat aktif dan molekul organik<br />

pengompleks, dan kompleks ini dapat menutup rasa yang pahit atau bau yang tidak<br />

diinginkan. Metode ini menurunkan kelarutan zat aktif dalam air dan jumlah obat yang<br />

terpapar dengan sensor rasa.<br />

10. Semprot beku (Spray congealing) dan semprot salut (spray coating)<br />

Proses dari spray congealing meliputi pendinginan (atau pembekuan) substansi yang<br />

dilelehkan dalam bentuk partikel selama perjalanan dari spray nozzle sampai sekitar<br />

tempat penyemprotan pada temperatur di bawah titik lelehnya. Bobot zat aktif sekitar<br />

satu per tiga dari bahan penyalut.<br />

Contoh vitamin yang disalut dengan metode spray congealing:<br />

• vitamin B1, B2, B6 dengan larutan penyalut mono dan digliserida dari asam lemak<br />

• Niacinamide dengan larutan penyalut asam stearat<br />

Proses dari spray coating meliputi penyemprotan suspense partikel obat ke dalam larutan<br />

penyalut melalui penyemprot otomatis dalam kondisi aliran udara hangat berkecepatan<br />

tinggi. Tetesan-tetesan kasar yang disemprotkan oleh penyemprot otomatis mengandung<br />

partikel zat aktif yang kemudian disalut oleh larutan penyalut. Kemudian pelarut<br />

menguap sehingga bahan penyalut akan mengenkapsulasi partikel zat aktif.<br />

Contoh vitamin yang disalut dengan metode spray coating:<br />

• Antibiotik Na-dikloxacillin dan beberapa teterasiklin dengan larutan penyalut<br />

campuran dari etil selulosa dan spermaceti wax yang dilarutkan dalam metilen<br />

klorida (metilen klorida tidak boleh melebihi 1%)<br />

4. EKSIPIEN<br />

Proses granulasi basah, granulasi kering dan cetak langsung pada tablet konvensional dapat<br />

juga diterapkan pada tablet kunyah. Dalam hal ini, perlu diperhatikan kadar lembab,<br />

kompatibilitas, aliran, kompresibilitas, distribusi ukuran partikel. Selain itu, hal yang perlu<br />

diperhatikan adalah tingkat kemanisan, kemampuan untuk dikunyah, rasa di mulut, dan rasa.<br />

Banyak eksipien yang umum digunakan dalam tablet konvensional dapat juga digunakan<br />

6


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />

TABLET KUNYAH<br />

dalam tablet kunyah. Beberapa eksipien untuk tablet kunyah yang umum digunakan adalah<br />

sebagai berikut :<br />

A. Flavouring/Penyedap<br />

1. Pemanis. Pemanis alam dan pemanis buatan yang paling banyak digunakan adalah<br />

aspartam, siklamat, glizirisin dan sakarin. Dalam penggunaannya perlu diperhatikan<br />

status peraturan atau regulasi dalam negara.<br />

Pemanis<br />

Tingkat kemanisan dibandingkan terhadap sukrosa<br />

Aspartam 200<br />

Siklamat 30-50<br />

Glycyrrhizin 50<br />

Sakarin 450<br />

Dekstrosa (glukosa) 0,7<br />

Fruktosa (levulosa) 1,7<br />

Laktosa 0,2<br />

Maltose 0,3<br />

Manitol 0,5-0,7<br />

Sorbitol 0,5-0,6<br />

Sukrosa 1<br />

2. Flavor<br />

Golongan flavor umum untuk tipe rasa:<br />

− Manis : vanila, stone fruit, anggur, berries, maple, madu<br />

− Asam : citrus, cherry, raspberry, strawberry, rootbeer, anis, kayu manis<br />

− Asin : kacang, buttery, butterscotch, spice, maple, melon, raspberry,<br />

campuran citrus, campuran buah-buahan.<br />

− Pahit : kayu manis, anis, kopi, coklat, wine, mint, grapefruit, cherry, peach,<br />

rasberry, kacang, fennel, spice.<br />

− Basa : mint, coklat, krim, vanila<br />

− Logam : anggur, burgundy, lemon-jeruk nipis.<br />

Pemilihan flavor untuk formulasi perlu diperhatikan umur pengguna, misalnya anakanak<br />

mempunyai toleransi yang tinggi terhadap rasamanis sedangkan orang tua<br />

mempunyai toleransi yang tinggi terhadap rasa pahit.<br />

Beberapa aplikasi flavor yang biasanya direkomendasi<br />

Antasid Obat untuk batuk/ flu Vitamin<br />

Coklat<br />

Mint<br />

(peppermint, spearmint)<br />

Mint anis<br />

Jeruk<br />

Vanila<br />

Bavarian cream<br />

Butterscotch<br />

Cheery cream punch<br />

Anise birch<br />

Blackcurrant<br />

Rum peach<br />

Spice vanila<br />

Cherry liar<br />

Cengkeh<br />

Madu-lemon<br />

Menthol-eukaliptus<br />

Nenas<br />

Anggur<br />

Passion fruit<br />

Raspberry<br />

Strawberry<br />

Almond<br />

Blueberry<br />

Toasted nut<br />

B. Pewarna<br />

Pewarna yang digunakan dalam tablet kunyah bertujuan untuk :<br />

• meningkatkan daya tarik estetika<br />

• memberi identitas pada produk dan membuat perbedaan antar produk<br />

• menutup warna yang kurang menarik atau warna bahan baku yang tidak merata<br />

• mengimbangi dan menyesuaikan penyedap yang digunakan dalam formulasi<br />

7


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />

8<br />

TABLET KUNYAH<br />

3 kategori pewarna, al:<br />

− FD&C : biasanya digunakan pada makanan, obat dan kosmetik.<br />

− D&C : dyes dan pigmen yang cukup aman digunakan untuk obat dan kosmetik<br />

yang kontak dengan membran mukosa atau yang ditelan.<br />

− D&C eksternal : toksik terhadap oral tetapi cukup aman untuk obat luar<br />

Kategori pertama dan kedua bisanya digunakan pada tablet kunyah.<br />

Ada dua bentuk pewarna yang digunakan :<br />

1. Pewarna Celup (dyes)<br />

Adalah senyawa kimia yang menunjukkan pewarnaan apabila dicelupkan dalam<br />

suatu larutan, biasanya mengandung 80-93% pewarna murni.<br />

Pewarna celup untuk tablet kunyah biasanya digunakan 0,01-0,03% dengan ukuran<br />

partikel 12-200 mesh. Pewarna celup yang digunakan pada metode granulasi basah<br />

biasanya dilarutkan dalam cairan granulasi. Pelaksanaan granulasi dan pengeringan<br />

perlu dioptimasi untuk meminimalkan migrasi larutan pewarna celup harus dibuat<br />

dalam besi tahan karat atau wadah kaca untuk menghindari inkompatibilitas antara<br />

zat warna dan wadah. Harus dilakukan penyaringan untuk menghilangkan partikel<br />

yang tidak larut. Larutan pewarna celup dalam air dapat disimpan selama beberapa<br />

jam dan jika lebih dari 24 jam perlu ditambahkan zat pengawet untuk mencegah<br />

pertumbuhan mikroba, misalnya propilenglikol, kombinasi Na-benzoat dengan asam<br />

fosforik atau asam sitrat.<br />

Selama penyimpanan, penggunaan dan proses pewarnaan, pewarna celup harus<br />

dilindungi terhadap :<br />

− zat pengoksidasi terutama klorin dan hipoklorit;<br />

− zat pereduksi terutama gula invert, beberapa penyedap, ion logam (Al, Zn, Fe,<br />

dan Sn), asam askorbat;<br />

− pH yang ekstrim, misalnya FD&C red #3 tidak stabil pada larutan asam sehingga<br />

jangan dilarutkan pada larutan dengan pH < 5.<br />

− mikroba terutama j amur dan bakteri;<br />

− pemanasan dengan suhu yang tinggi dan waktu yang lama (jadi pewarnaan harus<br />

diproses pada suhu rendah dan waktu singkat jika pada suhu tinggi) keculi untuk<br />

FD&C red #3 yang akan meningkatkan kemampuan fading pada temperatur<br />

yang terlalu rendah maupun yang terlalu tinggi sedangkan aktivitas dari agen<br />

pengoksidasi atau pereduksi akan berkurang pada suhu yang tinggi.<br />

− pemaparan cahaya matahari langsung.<br />

FD&C red #40 dan FD&C yellow #5 cukup stabil sedangkan FD&C blue#2 dan<br />

FD&C red #3 stabilitasnya rendah terhadap cahaya.<br />

2. Pewarna Lake<br />

Pewarna lake tidak larut dan biasanya didispersikan. Oleh karena itu yang sangat<br />

penting diperhatikan adalah ukuran partikel harus halus. Umumnya makin kecil<br />

ukuran partikel, makin tinggi daya pewarnaan lake karena bertambahnya luas<br />

permukaan untuk memantulkan cahaya.<br />

Lake dibuat dengan presipitasi dan mengadsorpsikan pewarna celup pada substrat/<br />

basis yang tidak larut. Biasanya sebagai substrat FD&C digunakan Alumina hidrat.<br />

FD&C lake terdiri atas 6 warna: kuning, jingga, merah (merah muda-merah dan<br />

jingga-merah), biru (biru kehijauan dan biru terang). Lake yang digunakan untuk<br />

tablet kunyah cetak langsung : 0,1-0,3%. Stabilitas lake terhadap cahaya dan panas<br />

lebih tinggi dibandingkan warna celup dan kompatibel dengan banyak komponen<br />

yang digunakan dalam tablet kunyah. Lake biasanya digunakan dalam pembuatan<br />

tablet kunyah dengan metode cetak langsung.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />

FD&C<br />

(Nama Umum)<br />

Red no.3<br />

(erithrosine)<br />

Sifat fisika dan kimia dari beberapa jenis pewarna<br />

Kelas<br />

Kimia<br />

Cahaya<br />

Stabilitas<br />

Oksid<br />

asi<br />

9<br />

Peruba<br />

han pH<br />

Kekuata<br />

n<br />

Pewarna<br />

an<br />

TABLET KUNYAH<br />

Warna<br />

Xanthine Poor Fair Poor v. good Merah<br />

muda<br />

kebiruan<br />

Red no.40 Monoazo v. good Fair Good v. good Merah<br />

kekuning<br />

an<br />

Yellow no.6<br />

(Sunset yellow<br />

FCF)<br />

Yellow no.5<br />

(tartrazine)<br />

Green no.3<br />

(Fast green<br />

FCF)<br />

Blue no.1<br />

(Brilliant blue<br />

FCF)<br />

Blue no.2<br />

(indigotine)<br />

Monoazo<br />

Modera<br />

te<br />

Fair Good Good Kemerah<br />

an<br />

pyrazolo<br />

ne<br />

Good Fair Good Good Kuning<br />

lemon<br />

Tripheny Fair Poor Good Excelent Hijau<br />

l<br />

kebiruan<br />

methane<br />

Tripheny Fair Poor Good Excelent Biru<br />

l<br />

kehijaua<br />

methane<br />

n<br />

Indigoid V. poor Poor Poor Poor Biru<br />

gelap<br />

Kelarutan<br />

(g/100mL)<br />

pada 25°C<br />

25%<br />

Air etan<br />

ol<br />

9 8<br />

22 9,5<br />

19 10<br />

20 12<br />

20 20<br />

20 20<br />

1,3 0,5<br />

Aspek terakhir dari psikologis adalah flavor dan pewarna cocok atau berhubungan. Di<br />

bawah ini adalah guideline flavor dan pewarna yang berhubungan<br />

1. Merah muda-merah<br />

Flavor: cherry, cherry liar, tutti-frutti, raspberry, strawberry, apel.<br />

2. Coklat<br />

Flavor: coklat, maple, madu, molasses, butterscotch, walnut, burgundy, kacang,<br />

karamel.<br />

3. Kuning-jingga<br />

Flavor: lemon, jeruk nipis, jeruk, campuran citrus, custard, pisang, cherry,<br />

butterscotch.<br />

4. Hijau<br />

Flavor: jeruk nipis, mint, menthol, peppermint, spearmint, pistachio.<br />

5. Putih pucat-putih<br />

Flavor: vanila, custard, mint, spearmint, peppermint, kacang, pisang, karamel<br />

6. Ungu<br />

Flavor: anggur, plum, kayu manis.<br />

7. Biru<br />

Falvor: mint, blueberry, plum, kayu manis, campuran buah-buahan.<br />

5. PEMBUATAN<br />

Empat aspek yang penting dalam pembuatan tablet kunyah adalah :<br />

• sifat tersatukannya zat aktif dengan zat warna;<br />

• distribusi ukuran partikel;<br />

• kadar lembab yang memenuhi syarat;<br />

• sifat kekerasan tablet.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />

TABLET KUNYAH<br />

a. Antasida<br />

Kebanyakan <strong>sediaan</strong> padat antasida dibuat dalam bentuk tablet kunyah. Antasida yang<br />

umumnya digunakan dalam kombinasi dari 2 atau lebih untuk menghasilkan efek<br />

terapeutik yang baik adalah sebagai berikut : Alumunium hidroksida (80-600 mg), Cakarbonat<br />

(194-850 mg), Mghidroksida/Mg-oksida (65-400 mg), Mg-trisilikat (20-500<br />

mg), dan lain.<br />

Sebagai tambahan digunakan zat lain seperti :simetikon (dimetikon, dimetillpolisiloksan)<br />

dengan dosis 20-40 mg/tablet sebagai antiflatulen; peppermint oil 3 mg/tablet digunakan<br />

sebagai karminatif dan asam alginat 200-400 mg.<br />

Contoh formula : Tablet kunyah antasida dengan metode cetak langsung<br />

Zat<br />

mg/tablet<br />

Al(OH)3 dan Mg-karbonat co-dried gel 325<br />

Di-Pac DTE 675<br />

Avicel 75<br />

Starch 30<br />

Ca-stearat 22<br />

Flavor<br />

q.s.<br />

Pembuatan : campur semua zat, cetak. Tablet kunyah yang diharapkan mempunyai<br />

kekerasan 8-11 SCA unit.<br />

b. Obat batuk/obat flu<br />

Formulasi biasanya digunakan untuk anak-anak. Umumnya dosis kurang dari atau sama<br />

dengan ¼ dosis dewasa. Obat yang umum adalah aspirin, asetaminofen, klorfeniramin,<br />

fenilpropanolamin, pseudoefedrin, dan dekstrometorfan.<br />

Sifat umum yang diperoleh dari zat aktif tersebut adalah rasa tidak enak, misalnya<br />

aspirin berasa asam dan astringent sedangkan yang lain pahit.<br />

Semua zat aktif yang telah disebutkan mempunyai sifat kompresibilitas yang cukup baik,<br />

kecuali asetaminofen. Jadi untuk asetaminofen dipilih metode granulasi basah sedangkan<br />

zat aktif lain digunakan metode cetak langsung karena as[irin mempunyai sifat<br />

kompresibilitas yang cukup baik sedangkan yang lainnya digunakan pada dosis rendah.<br />

Aspirin tidak tercampurkan dengan fenilpropanolamin dan perlu penanganan khusus<br />

sehingga tidak dijadikan sebagai tablet kunyah.<br />

Contoh formula: Tablet kunyah Asetaminofen : metode granulasi basah<br />

Zat<br />

_____________ mg/tablet<br />

Asetaminofen 120<br />

Manitol 720<br />

Na-sakarin 6<br />

Larutan pengikat 21,6 *<br />

Peppermint oil 0,5<br />

Syloid 244 0,5<br />

Banana, Permaseal F-4932 2<br />

Anise, Permaseal F-2837 2<br />

NaCl (serbuk) 6<br />

Mg-stearat ________________ 27,5<br />

* Mengandung 5,4 mg gom arab dan 16,2 mg gelatin<br />

Pembuatan :<br />

• Siapkan larutan pengikat yang terdiri dari gom arab (serbuk) 15 g, gelatin (granul) 45<br />

10


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />

11<br />

TABLET KUNYAH<br />

g, dan air ad 400 ml (dibuat segar)<br />

• Ayak manitol dan Na sakarin dengan ayakan 40 mesh<br />

• Campur dengan Asetaminofen. Tambahkan 180 ml larutan pengikat untuk 1000<br />

tablet<br />

• Granulasi dan keringkan 1 malam pada 140-150 °F. Ayak dengan ayakan 12 mesh<br />

• Adsorpsikan peppermint oil pada syloid 244 dan campur dengan flavor dan NaCl<br />

• Campur granul kering dengan flavor lalu tambahkan Mg stearat<br />

• Cetak tablet dengan kekerasan 12-15 kp<br />

Catatan : pengikat gom arab-gelatin menghasilkan tablet dengan kekerasan yang tinggi.<br />

Larutan pengikat harus dibuat segar untuk menghindari pertumbuhan mikroba.<br />

Tablet kunyah Aspirin untuk anak-anak<br />

Zat<br />

mg/ tablet<br />

AlOH (dried gel) 13<br />

Aspirin kristal, 40mesh 81<br />

Talk 2<br />

Primogel 8<br />

NuTab 93,4<br />

Mafco Magna Sweet 0,6<br />

Flavor Jeruk (F&F no 11598) 2<br />

Pembuatan :<br />

• Campur NuTab dan AlOH, aduk selama 10 menit<br />

• Tambahkan aspirin dan aduk 5 menit (1)<br />

• Campur primogel, talk, flavor, dan Magna Sweet dan ayak 60 mesh (2)<br />

• Tambahkan (2) ke (1), aduk selama 5 menit dan cetak<br />

Kombinasi NuTab dan Magna Sweet sebagai pemanis untuk mengurangi rasa asam dari<br />

aspirin, begitu juga dengan flavor jeruk. Dalam keadaan kering, tidak ada reaksi<br />

inkompatibilitas antara aspirin dengan basa AlOH.<br />

c. Vitamin/Mineral/Food Supplement<br />

Pada bayi, suplement vitamin tersedia dalam bentuk drops sedangkan pada anak-anak<br />

berumur 2-3 tahun dapat diberikan tablet kunyah.<br />

Vitamin dan mineral mempunyai rasa yang tidak enak seperti asam, pahit, asin, rasa<br />

sabun, hambar atau rasa seperti logam. Beberapa cara untuk menutup rasa tersebut :<br />

• Rasa asam ditekan dengan cara menambahkan pemanis, co: manitol, sakarin<br />

• Ferro fumarat dan ferri pirofosfat terasa hambar dibanding besi. Untuk itu dilakukan<br />

proses penyalutan besi dengan monogliserida atau digliserida dari asam lemak<br />

tersaturasi dengan teknik beku semprot<br />

• Rasa pahit seperti vitamin B kompleks disalut (salut tunggal) dengan monogliserida<br />

atau digliserida. Hasil akhir mempunyai rasio vitamin:lemak = 1:3 (vitamin rocoat).<br />

Demikan pula dengan niacinamide.<br />

• Vitamin A dan D dalam bentuk bebas dilindungi dengan matriks gelatin, gula atau<br />

starch dan pengawet (crystalets/ beadlets)<br />

• Vitamin E dalam serbuk kering teradsorpsi (microbeadlets)<br />

Contoh formula vitamin C kunyah<br />

Zat<br />

___________________ mg/tablet<br />

As. Askorbat (dilebihkan 10%) 275<br />

Ethocel 7cps, 10% dalam isopropanol q.s.<br />

Nu tab 275<br />

Sta-Rx 1500 50<br />

Na sakarin 1


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />

FD&C lake<br />

q.s.<br />

Flavor<br />

q.s.<br />

Mg stearat 5<br />

TABLET KUNYAH<br />

Pembuatan :<br />

• Granulasi as askorbat dengan etil selulosa dalam isopropanol<br />

• Keringkan semalaman pada 50°C, ayak dengan ayakan 16 mesh<br />

• Tambahkan Nu tab, Sta-Rx 1500 dan aduk selama 15 menit<br />

• Tambahkan Na sakarin, lake, flevor dan Mg stearat dengan campuran sebelumnya<br />

• Aduk 5 menit<br />

6. EVALUASI<br />

Evaluasi tablet kunyah tidak diatur dalam FI IV. Beberapa parameter yang dievaluasi<br />

mengacu pada evaluasi tablet konvensional.<br />

Evaluasi tablet kunyah, antara lain: (Lachman)<br />

1. Evaluasi organoleptik (IPC)<br />

Berbagai tahap evaluasi organoleptik<br />

a. Evaluasi zat aktif<br />

Meliputi karakterisasi dan perbandingan zat aktif terhadap baku pembanding.<br />

b. Evaluasi zat aktif tersalut (mis, tergranulasi) atau diproses (mis, teradsorbsi)<br />

Meliputi perbandingan antara zat aktif murni terhadap penyalut yang berbeda atau<br />

proses yang berbeda.<br />

c. Evaluasi formulasi dasar yang tidak dicampurkan flavor<br />

Meliputi perbandingan diantara pembawa yang berbeda, komposisi pembawa, dan<br />

variable formulasi lainnya kecuali favor yang terdapat pada obat yang disalut atau<br />

diproses.<br />

d. Evaluasi formulasi dasar yang dicampurkan flavor<br />

Meliputi perbandingan antara berbagai formulasi yang mengandung flavor.<br />

e. Seleksi akhir dan uji penerimaan produk<br />

Meliputi perbandingan antara 2 formula yang merupakan kandidat utama dan/atau<br />

produk kompetitif.<br />

2. Evaluasi Kimia<br />

− Pengujian kemurnian<br />

− Keseragaman dosis<br />

− Evaluasi in vitro dan in vivo (antasid)<br />

2. Evaluasi Fisik<br />

− Penampilan fisik tablet<br />

− Kekerasan tablet<br />

− Friabilitas<br />

− Waktu hancur (data pendukung kalau-kalau tablet ditelan tanpa dikunyah terlebih<br />

dahulu)<br />

− Disolusi<br />

3. Uji Stabilitas<br />

− Stabilitas dipercepat dengan suhu tertentu<br />

− Stabilitas dalam kondisi nyata<br />

Pemeriksaan stabilitas meliputi :<br />

• Pada waktu tertentu, tentukan kadar zat aktif<br />

12


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />

TABLET KUNYAH<br />

• Periksa terhadap adanya perubahan fisik (totol-totol pada tablet, migrasi zat warna,<br />

kristalisasi zat aktif pada permukaan tablet, ada bau)<br />

• Periksa perubahan kekerasan, friabilitas, kecepatan disolusi, waktu hancur<br />

• Kadar lembab tablet<br />

• Stabilitas system lapisan salut<br />

• Stabilitas zat pewarna<br />

DAFTAR PUSTAKA:<br />

− Farmakope Indonesia IV, Depkes RI, 1995, hal 4<br />

− Lund, Walter, The Pharmaceutical Codex, edisi 12, The Pharmaceutical Press, London, hal 12<br />

− Lachman dan Lieberman, Pharmaceutical Dosage Forms, vol I, edisi kedua, Marcel Dekker, inc., New<br />

York, hal 367-415<br />

− Lachman dan Lieberman, Teori dan Praktek Farmasi Industri, vol II, edisi ketiga, 1994, UI Press, hal<br />

712<br />

13


Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />

solida<br />

I. DEFINISI<br />

TABLET SUBLINGUAL DAN BUKAL<br />

Tablet sublingual adalah tablet yang penggunaannya diletakkan dibawah lidah dan zat aktif yang<br />

terkandung di dalamnya dilepaskan untuk diabsorpsi secara langsung melalui mukosa mulut. Obat yang<br />

digunakan dengan cara ini ditujukan untuk menghasilkan efek obat secara sistemik dan menghindari efek<br />

metabolisme awal dari hati (first pass metabolism) yang dapat merusak beberapa jenis zat aktif seperti<br />

hormon (misalnya metil testosteron, estradiol, progesteron). Tablet ini harus terlarut dengan cepat, oleh<br />

karena itu biasanya tablet ini diformulasikan sebagai tablet cetak. [1]<br />

Tablet bukal biasanya berbentuk datar, elips, atau kapsul karena untuk memudahkan peletakan tablet di<br />

antara pipi dan gusi. Lokasi ini menyediakan media untuk melarutkan tablet dan untuk pelepasan zat<br />

aktif. [1] Tujuan tablet bukal adalah sama dengan tablet sublingual yaitu absorpsi obat melalui lapisan<br />

mukosa di mulut. [1] Metil testosteron dan testostesron propionat merupakan zat aktif yang paling sering<br />

diberikan dalam bentuk tablet bukal. [1]<br />

Tablet sublingual dan bukal memiliki persamaan antara lain yaitu :<br />

- Diletakkan di permukaan mukosa rongga mulut.<br />

- Diformulasikan untuk zat aktif yang dapat terurai oleh enzim saluran cerna atau yang terganggu<br />

dengan metabolisme lintasan pertama oleh hati.<br />

- Formulasi dirancang khusus agar tidak menstimulasi salivasi akibat faktor rasa, iritasi, dll.<br />

- Tablet dirancang agar tidak mudah hancur, oleh karena itu tidak menggunakan penghancur.<br />

- Obat-obat yang digunakan secara bukal dan sublingual harus memiliki dosis kecil sebagaimana<br />

permukaan absorpsi yang sangat terbatas serta waktu retensi di dalam rongga mulut dapat menjadi<br />

masalah. [4]<br />

Perbedaannya yaitu :<br />

Tablet bukal dirancang agar terkikis atau terlarut perlahan untuk memberikan efek pelepasan lambat;<br />

sedangkan tablet sublingual dirancang untuk melarut atau terdisolusi dengan sangat cepat untuk<br />

menghasilkan efek obat yang cepat (mis: nitrogliserin menghilangkan rasa sakit angina dalam waktu 60-<br />

120 detik setelah menggunakan tablet sublingual). [4]<br />

Perbedaan penghantaran obat melalui sublingual dan bukal<br />

Parameter Sublingual Bukal<br />

Permeabilitas membran Baik Kurang<br />

Absorpsi obat Cepat Lebih lambat<br />

Keter<strong>sediaan</strong> hayati Lebih baik Kurang<br />

Kemampuan penghantaran transmukosa Tidak memungkinkan memungkinkan<br />

gangguan oleh saliva<br />

Kemampuan untuk sustained-release Kecil Sangat memungkinkan<br />

II. TABLET SUBLINGUAL<br />

Penggolongan (macam/jenis)<br />

Berikut ini adalah nama-nama obat yang biasanya diberikan dalam bentuk sublingual :<br />

• Ergoloid mesylat (dosis 0.5 – 1 mg)<br />

• Ergotamin tartrat (2 mg) (BP’02 675, GG 284)<br />

• Eritritil tetranitrat ( 5 – 10 mg) (GG 846t)<br />

• Isoproterenol HCl (10 – 15 mg) (GG 228)<br />

• Isosorbid dinitrat (2.5 – 5 mg) , monografi pada FI IV hlm 475<br />

• Nitrogliserin ( 0.15 – 0.6 mg), monografi nitrogliserin tablet FI IV hlm 619<br />

Keuntungan dan Kerugian<br />

Keuntungan tablet sublingual adalah:<br />

• Aksi yang cepat, obat langsung masuk ke peredaran darah karena membran mukosa yang disuplai<br />

pembuluh darah dan pembuluh limfatik. [1][2]<br />

• Menghindari first -pass metabolism sehingga bioavailabilitas meningkat . [1][2]<br />

• Menghindari variasi bioavailabilitas dikarenakan pelintasan lambung, terutama untuk beberapa


Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />

solida<br />

steroid dan hormon (sensitivitas terhadap kondisi asam dan pengosongan lambung). [1][2]<br />

• Terhindar dari pengaruh makanan sebagaimana tablet konvensional. [1][2]<br />

Kerugian tablet sublingual :<br />

Obat-obat yang digunakan sublingual harus memiliki dosis kecil sebagaimana permukaan absorpsi yang<br />

sangat terbatas serta waktu retensi di dalam rongga mulut dapat menjadi masalah. [4]<br />

Kriteria Sediaan yang Baik<br />

Supaya memiliki absorpsi yang baik, tablet sublingual dan bukal sebaiknya:<br />

• Memiliki dosis kecil, biasanya tidak lebih dari 10-15 mg. [1]<br />

• Tidak terionisasi tinggi. [1]<br />

• Dalam beberapa hal khusus tablet sublingual harus dapat hancur secara tiba-tiba jika mengandung<br />

obat (nitrogliserin, eritroltetranitrat) yang bereaksi dalam pengobatan angina pektoris atau asma. [3]<br />

• Tablet sublingual sebaiknya kecil, tidak memiliki sisi-sisi tajam dan menunjukkan permukaan yang<br />

datar, sehingga iritasi selaput lendir dan rangsangan saliva (sehingga transportasi bahan yang tidak<br />

diinginkan ke dalam lambung) dapat dihindari. [3]<br />

• Tablet berbentuk lensa dengan luas permukaan yang lebih besar, memungkinkan kontak yang baik<br />

dengan selaput lendir mulut, akan berpengaruh positif pada resorpsi. [3]<br />

• Tablet bukal dan sublingual harus diformulasi dengan eksipien yang tidak menghasilkan rasa agar<br />

tidak menstimulasi salivasi. [2]<br />

• Tablet ini juga harus didesain sedemikian rupa sehingga tidak terdisintegrasi tetapi melarut perlahan,<br />

dengan durasi sekitar 15-30 menit supaya terjadi absorpsi yang efektif. [2]<br />

Formula Umum<br />

R/ Zat aktif<br />

Pengisi<br />

Pengikat<br />

Glidan<br />

Formula untuk menyusun tablet sublingual dibedakan menjadi 2, yaitu formula untuk tablet cetak dan<br />

tablet kempa.<br />

Formula untuk tablet cetak sublingual hampir sama dengan tablet konvensional bahkan lebih sederhana<br />

karena tidak menggunakan bahan-bahan yang bersifat tidak larut air. Tablet cetak sublingual biasanya<br />

disusun dari bahan-bahan yang larut air sehingga obat melarut secara utuh dan cepat. Untuk<br />

meningkatkan kekerasan tablet dan mengurangi erosi permukaan pinggir tablet selama penanganan,<br />

bahan-bahan seperti glukosa, sukrosa, akasia, atau povidon ditambahkan pada campuran<br />

pelarut. [1]<br />

Tablet kempa sublingual juga dirancang agar terdisintegrasi dengan cepat dan zat aktif melarut dengan<br />

cepat pada saliva-serta mampu diabsorpsi tanpa membutuhkan larutan lengkap dari seluruh komponen<br />

formula. Zat aktif yang biasa dibuat tablet kempa sublingual adalah erythrityl tetranitrat, isosorbid<br />

dinitrat, dan isopreterenol HCL. Tablet kempa sublingual niitrogliserin memiliki formula yang<br />

mengandung jumlah yang besar bahan yang terbuat dari selulosa dan juga mengandung lubrikan, glidan,<br />

perasa, pewarna, dan penstabil. [1]<br />

Dibandingkan dengan tablet cetak, tablet kempa biasanya memiliki lebih sedikit variasi bobot dan<br />

keseragaman kandungan yang lebih baik. [1]<br />

Formula Pustaka<br />

# Tablet cetak<br />

1. Nitrogliserin (0,4mg) [1]<br />

Nitrogliserin triturasi (10% dalam laktosa)<br />

Laktosa (bolted)<br />

PEG 4000<br />

Alkohol-air (60:40)<br />

4,4 mg<br />

32,25 mg<br />

0,35 mg<br />

q.s.<br />

- ayak dan campur semua serbuk, basahkan dengan sejumlah alkohol-air (60:40) yang sudah


Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />

solida<br />

ditambahkan PEG 4000, cetak tablet.<br />

2. Kodein Fosfat (30 mg) [1] (monografi: FI IV hlm 253 as codeini fosfas)<br />

Serbuk kodein fosfat<br />

30 mg<br />

Laktosa (bolted)<br />

17,5 mg<br />

Serbuk sukrosa<br />

1,5 mg<br />

Alkohol-air (60:40)<br />

q.s.<br />

- ayak dan campur semua serbuk, basahkan dengan sejumlah alkohol-air (60:40), cetak tablet.<br />

3. Skopolamin Hidrobromida (0,4 mg) [1] (monografi skopolamin hidrobromida tablet FI IV hlm 445)<br />

Skopolamin hidrobromida<br />

0,4 mg<br />

Laktosa (bolted)<br />

35 mg<br />

Sukrosa (sebagai sirup 85%)<br />

0,3 mg<br />

Alkohol-air (60:40)<br />

q.s.<br />

- ayak dan campur semua serbuk, basahkan dengan sejumlah alkohol-air (60:40) yang sudah<br />

ditambahkan sirup sukrosa, cetak tablet.<br />

# Tablet Kempa<br />

1. Tablet nitrogliserin 0,3 mg, kempa-langsung<br />

Nitrogliserin (10% dari mikrokristalin selulosa) 3 mg<br />

Manitol<br />

2 mg<br />

Mikrokristalin selulosa<br />

29 mg<br />

Perasa<br />

q.s.<br />

Pemanis<br />

q.s.<br />

Pewarna<br />

q.s.<br />

- ayak dan campur semua serbuk dan langsung kempa<br />

2. Tablet nitrogliserin 0,3 mg, granulasi<br />

Mikrokristalin selulosa<br />

21 mg<br />

Laktosa anhidrat<br />

5,25 mg<br />

Starch, USP<br />

3 mg<br />

Pewarna<br />

q.s.<br />

Povidon<br />

0,3 mg<br />

Nitrogliserin (sebagai ‘spirit’)<br />

0,3 mg<br />

Kalsium stearat<br />

0,15 mg<br />

- campur eksipien dan pewarna, granulasi menggunakan larutan etanol dari povidon dan<br />

nitrogliserin. Setelah granul dikeringkan dan diayak, dicampur dengan kalsium stearat kemudian<br />

di kempa<br />

Eksipien yang digunakan<br />

Biasanya sebagai pengisi digunakan bahan-bahan yang larut seperti laktosa, dekstrosa, sukrosa,<br />

manitol. [1]<br />

Laktosa yang tersedia di pasaran adalah bentuk atau monohidrat, merupakan eksipien yang paling umum<br />

digunakan. β-laktosa adalah bentuk anhidrat yang dihasilkan dari kristalisasi dengan suhu diatas 93,5 °C,<br />

yang juga digunakan sebagai eksipien yang lebih larut daripada α-laktosa. [1]<br />

Metode yang Digunakan<br />

Metode yang digunakan untuk tablet sublingual terdiri dari dua cara yaitu membuat tablet cetak atau<br />

tablet kempa.<br />

1. Tablet cetak<br />

Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang<br />

cetakan (FI IV, 4) . Pencampuran serbuk harus hati-hati untuk memastikan terbentuk campuran yang<br />

homogen. Tablet cetak dapat dibuat dengan dua cara yaitu :<br />

- Pada skala yang sangat kecil, pencampuran biasanya dilakukan di mortar. Campuran pelarut (airalkohol)<br />

yang ditambahkan ditujukan untuk membuat massa yang bersatu namun tidak terlalu<br />

membasahi serbuk. Cetakan tablet diletakkan diatas alas yang mulus atau di atas kaca, kemudian<br />

massa cetak ditekan ke dalam cetakan dengan tekanan secukupnya, dan berikan secara seragam untuk<br />

memastikan semua tablet memiliki bobot yang sama. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan<br />

spatula. Cetakan dapat terdiri dari 50 hingga ratusan lubang cetak yang terbuat dari logam, karet<br />

keras, atau plastik. Kemudian tablet dikeluarkan dari cetakan dengan menggunakan pasak.<br />

- Pada skala besar menggunakan mesin. Pencampuran serbuk kering dapat dilakukan dengan jenis


Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />

solida<br />

pencampur apapun yang mampu menghasilkan campuran homogen serbuk kering. Berdasarkan<br />

ukuran lot, keseluruhan lot atau sebagian dari campuran serbuk kering dapat dilembabkan sekaligus<br />

untuk pencetakan. Mesin cetak yang biasa digunakan diproduksi oleh Colton. Massa cetak yang<br />

lembab diletakkan di dalam hopper yang dilengkapi dengan bilah yang berputar, dan massa cetak di<br />

jatuhkan ke salah satu dari empat bagian bundar yang berada pada alas pengisi bundar yang berputar.<br />

Alas pengisi diletakkan diatas cetakan atau alas pencetak, tetapi mereka berada di pusat yang<br />

berbeda sehingga hanya 30% dari alas pencetak ditutupi oleh alas pengisi. Alas cetak terdiri dari 4<br />

set lubang cetak. Pada tahap pertama pencetakan, massa cetak yang dijatuhkan pada alas pengisi<br />

dipindahkan ke salah satu set cetakan dimana bagian bawah dari pemintal pengepak secara<br />

bersamaan mendorong massa tablet. Pemintal pengepak memiliki pegas yang dapat disesuaikan<br />

untuk menentukan tekanan yang diberikan ke massa tablet (dan juga jumlah massa tablet yang<br />

diisikan ke dalam cetakan), dan hal ini dapat dilakukan untuk mengontrol massa tablet. Alas cetak<br />

kemudian bergerak ke posisi set kedua, dimana permukaan atas tablet di licinkan oleh bagian bawah<br />

pemintal pelicin. Sisa-sisa serbuk dibersihkan dari alas cetak oleh suatu bagian di posisi ketiga. Pada<br />

posisi keempat atau posisi terakhir, tablet dikeluarkan ke ban berjalan oleh sebuah penampung<br />

punch yang disesuaikan dengan hati-hati yang telah dicocokkan dengan lubang cetakan. Tablet jadi<br />

kemudian dikeringkan di udara pada suhu kamar sambil dipindahkan sepanjang sabuk berjalan hingga<br />

ditampung pada baki penampung. Berdasarkan ukuran tablet dan jumlah lubang cetakan yang telah<br />

diatur, hasil produksi bervariasi dari 100.000-150.000 tablet per jam. Sabuk pengering dapat<br />

dipercepat dengan alat pemanas elektrik, arus udara hangat, atau lampu pemanas infra merah yang<br />

diarahkan langsung ke sabuk berjalan.<br />

Pada bagian akhir sabuk berjalan, tablet ditampung pada baki pengering dimana akan dilanjutkan<br />

proses pengeringan. Pada saat ini diambil cuplikan untuk mengecek bobot tablet. Penimbangan<br />

tablet yang masih lembab pada saat tsb memberikan perkiraan berat kering yang akan dihasilkan<br />

setelah pengeringan dan dapat digunakan untuk menentukan penyesuaian pemintal pengepak untuk<br />

mendapatkan bobot tablet yang tepat.<br />

Sisa pelarut pada tablet dapat dihilangkan dengan pengeringan udara, diletakkan di atas baki dan<br />

dimasukkan ke dalam rak pengering atau oven dengan aliran udara pada suhu 100-120 °F selama<br />

kurang lebih 1 jam. Pengeringan dalam microwave selama 1-3 menit dapat digunakan untuk<br />

mengurangi waktu pemaparan selama proses pengeringan. Tablet harus dihilangkan dari debu<br />

dengan menempatkan pada ayakan atau dengan melewatkan pada kasa penahan tablet terhadap alat<br />

pembuangan sebelum dilakukan evaluasi akhir dan pengepakan.<br />

2. Tablet kempa<br />

Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul dengan menggunakan<br />

cetakan baja (FI IV, 4) .<br />

Evaluasi dan Penyimpanan<br />

1. Evaluasi tablet cetak<br />

a. Uji keseragaman kandungan<br />

USP sekarang memperkenalkan keseragaman terpisah dari spesifikasi unit dosis untuk tablet<br />

cetak dan tablet kempa. Standar keseragaman kandungan untuk tablet cetak adalah jika tidak<br />

kurang dari 9 dari 10 tablet yang diambil dari 30 cuplikan yang ditentukan oleh metode<br />

keseragaman kandungan berada di rentang 85-115% dari yang ditentukan, tidak ada satupun<br />

yang berada diluar rentang 75-125% dari yang ditentukan, dan standar deviasi relatif dari 10<br />

tablet kurang dari atau sama dengan 6%. [1]<br />

Jika terdapat 2 atau 3 unit dosis yang berada di luar rentang 85-115% tetapi tidak berada di luar<br />

rentang 75-125%, atau jika standar deviasi relatif tidak lebih besar dari 6%, atau jika kedua<br />

persyaratan tidak dipenuhi, maka ditambahkan 20 unit tablet untuk diuji. Persyaratan<br />

keseragaman didapat jika tidak lebih 3 tablet dari 30 tablet berada diluar rentang 85-115% dari<br />

yang ditentukan, dan tidak satupun yang berada di rentang 75-125%, dan standar deviasi relatif<br />

dari 30 tablet tidak lebih dari 7.8%. [1]<br />

b. Uji waktu hancur<br />

Uji waktu hancur tablet sublingual menggunakan peralatan disintegrasi USP tanpa disk,<br />

menggunakan air 37±2 °C. Semua 6 tablet harus hancur sempurna selama batas waktu yang<br />

ditentukan pada monografi (2 menit untuk tablet nitrogliserin). Jika ada 1 atau 2 tablet yang gagal<br />

hancur sempurna, uji diulangi dengan tambahan 12 tablet, dan tidak kurang dari 16 dari total 18


Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />

solida<br />

tablet harus hancur pada waktu yang ditentukan.<br />

Jika tablet cetak ditujukan untuk melarut sempurna, uji disolusi harus dilakukan yang termasuk<br />

kecepatan dan kelengkapan larutan dengan sejumlah air. Uji disolusi telah dilakukan pada banyak<br />

tablet, tetapi biasanya dilakukan dengan volume air yang besar. Untuk tablet sublingual<br />

nitrogliserin, hanya terdapat sedikit volume saliva yang terjadi pd penggunaan sebenarnya,<br />

metode telah ditetapkan dengan menggunakan jumlah media yang sangat sedikit.<br />

[1]<br />

Metode satu tablet menempatkan sebuah tablet pada saringan milipori (0,45 mm) pada bagian<br />

atas chamber yang terbuat dari plastik penahan saringan Millipore Swinnex 25. 1 mL air<br />

disemprotkan ke chamber dengan rentang waktu 30 detik hingga 2 menit, kemudian cuplikan<br />

dari tiap rentang waktu dikumpulkan lalu diuji. [1]<br />

Pada metode detik yang dirancsang khusus untuk nitrogliserin, tablet diletakkan di dalam 5 mL<br />

air yang dimurnikan dengan nitrogen untuk menghilangkan oksigen, yang diletakkan di dalam sel<br />

yang mengandung elektroda platina berputar. Sistem beroperasi hingga tidak ada lagi<br />

peningkatan potensial reduksi yang teramati. Dari data diperoleh jumlah nitrogliserin dalam<br />

larutan pada setiap interval. [1]<br />

c. Uji stabilitas<br />

Uji stabilitas untuk setiap formula diperlukan untuk menentukan waktu simpan produk, baik itu<br />

evaluasi fisika maupun kimia. Prosedur dan metode khusus sudah tercantum di pustaka.<br />

Perubahan potensi akibat waktu harus diamati, dan perhatian khusus harus diberikan untuk<br />

perubahan fisik seperti perubahan warna, penurunan kelarutan tablet, serta perubahan waktu<br />

hancur dan kecepatan disolusi. [1]<br />

2. Evaluasi tablet kempa<br />

a. Uji keseragaman kandungan<br />

Persyaratan USP untuk keseragaman unit dosis dipenuhi jika setiap tablet dari 10 tablet yang<br />

diuji memiliki rentang konsentrasi 85-115% dari yang ditentukan dan standar deviasi relatif<br />

kurang dari atau sama dengan 6%. Jika ada satu unit yang berada di luar rentang 85-115% dan<br />

tidak ada satupun unit yang berada pada rentang75-125% dari yang ditentukan, tambahkan 20<br />

tablet uji, dan persyaratan dipenuhi jika tidak lebih dari satu dari 30 tablet uji berada di luar<br />

rentang 85-115% tapi tidak boleh satupun berada di luar rentang 75-125% dari yang ditentukan<br />

dan standar deviasi relatif dari 30 unit dosis tidak melebihi 7,8%. Tablet kempa juga biasanya<br />

lebih keras dan kurang rapuh, dengan demikian dapat dicegah kehilangan bobot atau kadar oleh<br />

pengikisan pada pinggiran tablet. [1]<br />

b. Uji waktu hancur<br />

Tablet kempa sublingual nitrogliserin dilaporkan memiliki waktu hancur yang singkat yaitu 3-7<br />

detik dengan menggunakan metode yang ditetapkan USP, juga secepat respon yang muncul yang<br />

diukur dengan peningkatan kecepatan denyut jantung 10-13 denyut/menit selama 3 menit pada<br />

sukrelawan. [1]<br />

Masalah dan Pemecahannya<br />

Beberapa permasalahan tablet cetak terletak pada penggunaan pelarut. Penggunaan pelarut yang terlalu<br />

sedikit dapat menghasilkan tablet yang lembek. Sebaliknya, jika terlalu banyak pelarut akan<br />

menyebabkan penyusutan ketika pengeringan, dan juga bagian luar tablet akan mengeras dan menjadi<br />

kurang larut. Permasalahan yang sama juga terjadi jika penggunaan larutan alkohol dengan komposisi<br />

yang tidak tepat. Rentang alkohol yang aman untuk tablet yang menggunakan laktosa sebagai pengisi<br />

adalah 50-60%. Jika kadar air rendah, maka akan menghasilkan tablet yang rapuh (tidak terikat dengan<br />

baik) dan cenderung menjadi serbuk kembali. Kandungan air yang tinggi dapat menyebabkan tablet<br />

menjadi terlalu keras dan kurang larut. [1]<br />

Tablet yang telah dipindahkan dari pasak dan dikeringkan pada aliran udara bebas atau pengeringan dapat<br />

dipercepat dengan menempatkan tablet pada oven tekanan udara. Ketika tablet sudah kering, pelarut<br />

berpindah ke permukaan dan membawa zat aktif dan komponen terlarut lainnya ke permukaan tablet. Hal<br />

ini dapat menyebabkan ketidakhomogenan distribusi zat aktif di dalam tablet. Perpindahan zat aktif yang<br />

diakibatkan oleh pelarut dapat memberikan efek terhadap stabilitas, khususnya jika zat aktif tersebut


Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />

solida<br />

bersifat fotosensitif atau mudah teroksidasi. Namun hal in sering luput dari perhatian. Penggantian pelarut<br />

atau campuran pelarut yang berbeda dapat meminimalisasi perpindahan dan dengan cara demikian<br />

menghasilkan tablet yang lebih baik. [1]<br />

III. TABLET BUKAL<br />

Penggolongan (macam/jenis)<br />

Obat yang digunakan dalam bentuk bukal antara lain :<br />

• metil testosteron (dosis 5-20 mg)<br />

• nitrogliserin (1-3 mg)<br />

Keuntungan dan Kerugian<br />

Keuntungan tablet sublingual adalah respon cepat, sedangkan tablet bukal biasanya digunakan untuk<br />

tujuan terapi penggantian hormon. Walaupun diinginkan absorpsi secara keseluruhan, kecepatan absorpsi<br />

yang tinggi tidak diinginkan. [1]<br />

Keuntungan tablet bukal ini didukung oleh kondisi membran mukosa yang memiliki kelebihan sebagai<br />

berikut:<br />

• Disuplai pembuluh darah dan pembuluh limfatik<br />

• Mempunyai aktivitas enzimatik yang lebih rendah dibandingkan dengan aktivitas enzimatik pada<br />

saluran cerna.<br />

• Lebih toleran terhadap sensitizer dibandingkan dengan mukosa nasal dan kulit,<br />

• Membran mukosa memungkinkan teknologi pelepasan obat yang diperlama,<br />

• Absorpsi lebih baik dibandingkan tablet konvensional karena struktur fisiologi,<br />

• Merupakan peluang besar untuk pemberian obat dengan tujuan sistemik, dimana tidak<br />

memungkinkan diberikan secara oral seperti peptida dan protein.<br />

Kerugian tablet bukal antara lain :<br />

• Obat-obat yang digunakan secara bukal (dan sublingual) harus memiliki dosis kecil sebagaimana<br />

permukaan absorpsi yang sangat terbatas serta waktu retensi di dalam rongga mulut dapat menjadi<br />

masalah. [4]<br />

• Penggunaan mikrokristalin selulosa atau dikalsium fosfat sebagai pengikat sering mengakibatkan<br />

rasa berpasir. [4]<br />

• Kesulitan dalam menjaga atau mempertahankan bentuk <strong>sediaan</strong> di dalam rongga pipi. [4]<br />

Kriteria Sediaan yang Baik<br />

• Tablet tidak mudah hancur ketika digunakan, oleh karena itu formula tidak menggunakan<br />

penghancur tetapi zat aktif dapat terabsorpsi dengan baik. [1]<br />

• Dapat diabsorpsi sempurna pada waktu yang cukup lama (sekitar 8 jam), namun tidak terlalu<br />

diinginkan kecepatan absorpsi yang terlalu tinggi. [4]<br />

• Menggunakan eksipien yang nyaman (tidak berpasir), tidak mengiritasi mukosa, serta tidak<br />

menggunakan bahan peningkat cita rasa supaya tidak merangsang pengeluaran saliva. [1]<br />

• Eksipien yang digunakan sebaiknya bersifat mukoadesif seperti Na-poliakrilat dan carbopol 934. [1]<br />

• Memiliki dosis kecil, biasanya tidak lebih dari 10-15 mg. [1]<br />

• Tidak terionisasi tinggi. [1]<br />

Formula Umum<br />

R/ Zat aktif<br />

Pengisi<br />

Pengikat<br />

Glidan / anti adheren<br />

Beberapa formulasi dirancang untuk menghasilkan tablet bukal kerja panjang telah diterbitkan di<br />

beberapa pustaka paten. Dasar formulasi ini adalah penggunaan gum kental yang alami maupun sintetik<br />

atau campuran beberapa gum yang jika digunakan dalam formula dapat dikempa menjadi tablet yang<br />

menyerap lembab perlahan untuk membentuk lapisan permukaan terhidrasi dimana zat aktif akan<br />

berdifusi secara perlahan dan akan diabsorpsi melalui mukosa bukal. Jika tablet tetap terjaga di tempatnya<br />

maka absorpsi dapat memakan waktu sekitar 8 jam. [1]<br />

Beberapa formula paten menyertakan penggunaan hidroksi propil metil selulosa (HPMC) secara tunggal


Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />

solida<br />

atau dalam bentuk campuran dengan hidroksi propil selulosa (HPC), etil selulosa (EC), atau karboksi<br />

metil selulosa-natrium (CMC-Na) sebagai pembawa yang sinkron. [1]<br />

Formula Pustaka<br />

Contoh formula: [1]<br />

# Tablet bukal metiltestosteron 10 mg (monografi metiltestosteron tablet FI IV hlm 552).<br />

Metiltestosteron<br />

10 mg<br />

Laktosa, USP<br />

86 mg<br />

Sukrosa, USP<br />

87 mg<br />

Akasia, USP<br />

10 mg<br />

Talk, USP<br />

6 mg<br />

Magnesium stearat, USP 1 mg<br />

Air<br />

q.s.<br />

- ayak zat aktif dan eksipien pada ayakan mesh 60 kemudian campurkan. Basahkan dengan air untuk<br />

membentuk massa yang lengket. Lewatkan pada ayakan mesh 8 dan keringkan pada suhu 40 °C.<br />

Perkecil ukuran partikel dengan melewatkan granul yang kering pada ayakan mesh 10. campur<br />

dengan lubrikan dan kemudian dikempa.<br />

# Tablet bukal nitrogliserin 2 mg [1]<br />

Nitrogliserin dalam laktosa (1:9) 20 mg<br />

HPMC E50<br />

16 mg<br />

HPMC E4M<br />

10 mg<br />

HPC<br />

2 mg<br />

Asam stearat<br />

0,4 mg<br />

Laktosa anhidrat spray-dried q.s. 70 mg<br />

- Eter selulosa di campur dengan laktosa dan kemudian cairan nitrogliserin dan lubrikan<br />

ditambahkan dan dicampur. Campuran serbuk ini kemudian dikempa menjadi tablet.<br />

# Tablet bukal proklorperazin maleat 5 mg (BP’02 1436, GG 500) [1]<br />

Proklorperazin maleat<br />

5mg<br />

Locust bean gum<br />

1,5 mg<br />

Xanthan gum<br />

1,5 mg<br />

Povidon<br />

3 mg<br />

Serbuk sukrosa<br />

47,5 mg<br />

Mg-stearat<br />

0,5 mg<br />

Talk<br />

1 mg<br />

- campuran proklorperazin maleat, gum, dan sukrosa digranulasi dengan larutan povidon dalam<br />

cairan alkohol. setelah granulasi dibentuk dan dicampurkan dengan lubrikan, kemudian dikempa<br />

menj adi tablet.<br />

Eksipien yang digunakan<br />

Beberapa formula paten menyertakan penggunaan hidroksi propil metil selulosa (HPMC) secara tunggal<br />

atau dalam bentuk campuran dengan hidroksi propil selulosa (HPC), etil selulosa (EC), atau karboksi<br />

metil selulosa-natrium (CMC-Na) sebagai pembawa yang sinkron. [1]<br />

Perasa (peppermint atau spearmint) dan pewarna kadang ditambahkan untuk membuat tablet lebih bercita<br />

rasa namun penggunaan zat ini telah banyak dikritisi akibat menyebabkan peningkatan sekresi saliva.<br />

Merupakan hal penting untuk meminimalisasi pengunyahan oleh saliva pada saat tablet bukal diletakkan,<br />

karena zat aktif bersifat tidak diabsorpsi oleh saluran cerna dan atau cepat termetabolisme oleh lintasan<br />

pertama di hati. [1]<br />

Karena tablet bukal diletakkan di rongga mulut untuk waktu yang relatif lama (30-60 menit), perhatian<br />

khusus harus diberikan terhadap bahan-bahan penyusun tablet yang digunakan benar-benar khusus<br />

sehingga tablet tidak terasa seperti berpasir atau mengiritasi. [1]<br />

Siklodekstran larut-air telah digunakan sebagai bahan tambahan untuk meningkatkan absorpsi hormon<br />

steroid dari permukaan mukosa mulut. Untuk menyiapkan bahan-bahan ini, 40% larutan encer 2-<br />

hidroxypropil atau poly- -siklodekstran dijenuhkan dengan steroid, di freeze-dried, kemudian dikempa<br />

menjadi tablet. [1]<br />

Beberapa pembatasan telah ditentukan pada tipe USP, viskositas, atau kadar kelembaban dari HPMC.<br />

HPMC dapat ditangani dengan oksigen atau lembab untuk mengoksidasi atau menghidrolisis sebelum


Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009<br />

solida<br />

dimasukkan dalam formulasi atau dapat juga digunakan bentuk yang belum mengalami penanganan awal.<br />

Profil pelepasan obat dari tablet bentuk ini mengikuti kecepatan reaksi orde nol. [1]<br />

Tablet jenis ini dapat juga menggunakan kopolimer poliakrilik (spt Carbapol 934, B.F. Goodrich<br />

Chemical Co.) yang dicampur dengan HPC atau natrium kaseinat untuk absorpsi bukal dengan waktu<br />

kerja jangka panjang. Basis tablet lainnya antara lain Na-poliakrilat (PANA) yang dikombinasikan<br />

dengan pembawa seperti laktosa, mikrokristalin selulosa, dan manitol. Gum alami seperti locust bean<br />

gum, xanthan, dan guar gum juga dapat digunakan. [1]<br />

Beberapa polimer mempunyai sifat mukoadhesif yang dapat membantu tablet bertahan dalam posisi<br />

pada tempat absorpsi diantara gusi dengan pipi atau bibir. PANA dan karbapol 934 telah terbukti<br />

memiliki sifat seperti ini. Tablet dua lapis telah tersedia dalam permukaan adhesif dan non adhesif.<br />

Metoda in vitro untuk mengukur keadhesifan dari beberapa bahan terhadap mukus telah dikembangkan<br />

berdasarkan kebutuhan tekanan untuk melepaskan plat kaca yang disalut dengan bahan uji dari gel<br />

mukus yang diisolasi. Waktu harus diperhatikan untuk menghidrasi bahan supaya mendapatkan evaluasi<br />

yang baik. Carbapol 934, CMC-Na, tragakan, dan Na-Alginat memiliki adhesivitas yang baik terhadap<br />

mukosa, namun povidon dan akasia mempunyai profil yang lemah jika diukur dengan metode ini. [1]<br />

Metode yang Digunakan<br />

Tablet kempa bukal dapat dibuat baik itu dengan prosedur yang digunakan untuk granulasi atau dengan<br />

kempa langsung. Formula yang tidak menggunakan penghancur akan melarut perlahan. [1]<br />

Evaluasi dan Penyimpanan<br />

Keragaman bobot, keseragaman kandungan, kekerasan, dan friabilitas ditentukan dengan prosedur yang<br />

sama untuk tablet kempa. Evaluasi disintegrasi tablet berbeda dengan uji untuk tablet bukal yang<br />

dilakukan dalam air pada suhu 37 °C, berdasarkan metode dari USP untuk tablet tidak bersalut<br />

menggunakan disk. Persyaratannya adalah sebanyak 16 dari 18 tablet harus hancur dalam waktu 4 jam.<br />

Waktu disolusi yang panjang diakibatkan karena tablet bukal secara normal didesain untuk melepaskan<br />

zat aktif secara perlahan. Waktu hancur untuk tablet kempa biasanya antara 30-60menit. [1]<br />

Daftar eksipien yang digunakan untuk tablet sublingual dan bukal:<br />

Laktosa, laktosa anhidrat, laktosa anhidrat spray-dried (HOPE 4, h. 323), (HOPE 5, h 293, 385, 387)<br />

PEG 4000 (HOPE 4, h. 454), [HOPE 5, h. 545]<br />

Sukrosa (HOPE 4, h.622), [HOPE 5, h. 233, 636]<br />

Manitol (HOPE 4, h.373), [HOPE 5, h. 267, 449, 720]<br />

Mikrokristalin selulosa (HOPE 4, h.108), [HOPE 5, h. 132]<br />

Starch = amilum (HOPE 4, h.603), [HOPE 5, h. 731]<br />

Povidon (HOPE 4, h.508), [HOPE 5, h. 452, 611]<br />

Kalsium stearat (HOPE 4, h.80), [HOPE 5, h. 102, 431, 452, 734]<br />

Hidroksi propil metil selulosa = HPMC = hipromellose (HOPE 4, h.297), [HOPE 5, h. 346]<br />

Hidroksi propil selulosa (HOPE 4, h.289), [HOPE 5, h. 336]<br />

Etil selulosa (HOPE 4, h.237), [HOPE 5, h. 145]<br />

Akasia (HOPE 4, h.1), [HOPE 5, h. 1]<br />

Talk (HOPE 4, h.641), [HOPE 5, h. 60, 178, 319, 421, 429, 435]<br />

Mg-stearat (HOPE 4, h.354), [HOPE 5, h. 103, 430, 442, 452]<br />

Asam-stearat (HOPE 4, h.615), [HOPE 5, h. 103, 336, 407, 431]<br />

Locust-bean gum = ceratonia (HOPE 4, h.123), [HOPE 5, h. 148]<br />

Xantan gum (HOPE 4, h.691), [HOPE 5, h. 316, 418]<br />

PUSTAKA<br />

[1]<br />

Lachman, L., Lieberman, H.A., Schwartz, J.B., 1989, Pharmaceutical Dosage Forms, 2 nd ed., Vol. 1,<br />

Marcel Dekker, INC., New York and Basel, 329-359.<br />

[2]<br />

Lachman, L., Lieberman, H., 1986, The Theory and Practise of Industrial Pharmacy, 3 rd ed., Lea &<br />

Febiger, Philadelphia, 333.<br />

[3]<br />

Voigt, R.,1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Terj. Dr. Sundani N.S., Ed. Ke-5, Gadjah Mada<br />

University Press, Jogjakarta, 216-217.<br />

[4]<br />

Banker, G.S., Rhodes, C.T., 1990, Modern Pharmaceutics, Marcel Dekker, INC., New York and<br />

Basel, 427-432.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET LEPAS LAMBAT<br />

TABLET LEPAS LAMBAT<br />

(Edited by:Nila dan Vici)<br />

I. DEFINISI<br />

Sistem obat lepas lambat adalah modifikasi obat atau bentuk <strong>sediaan</strong> obat yang memperpanjang<br />

aktivitas terapetik dari obat. (Sumber: Lachman-Tablets, vol. 3, 201)<br />

Tablet lepas lambat adalah <strong>sediaan</strong> tablet yang dirancang untuk memberikan aktivitas terapetik<br />

diperlama dengan cara pelepasan obat secara terus-menerus selama periode tertentu dalam sekali<br />

pemberian. (Sumber: Powerpoint kuliah DR. Heny R., Phd.)<br />

Tablet lepas lambat adalah tablet yang dibuat sedemikian rupa sehingga zat aktif akan tersedia dalam<br />

jangka waktu tertentu setelah obat diberikan. Istilah lepas lambat digunakan untuk tujuan farmakope<br />

dan persyaratan pelepasan obat dijelaskan dalam masing-masing monografi. (Sumber: FI. IV, 6)<br />

II. KEUNTUNGAN dan KERUGIAN<br />

Keuntungan yang dimiliki tablet lepas lambat, antara lain:<br />

1. Frekuensi pemberian obat untuk mendapatkan efek tertentu berkurang<br />

2. Efek terapetik yang diperoleh lebih lama<br />

3. Lebih disukai dibanding <strong>sediaan</strong> konvensional karena lebih efisien<br />

4. Efek merugikan dari obat dapat ditekan karena berkurangnya frekuensi pemberian obat (tidak<br />

ada fluktuasi kadar obat dalam darah)<br />

Kerugian yang dimiliki tablet lepas lambat, antara lain:<br />

1. Biaya produksi lebih tinggi sehingga harga obat lebih mahal<br />

2. Kemungkinan terjadinya keracunan obat lebih besar dibandingkan <strong>sediaan</strong> konvensional. Hal ini<br />

disebabkan karena absorpsi obat yang diperlama kadang-kadang diikuti dengan eliminasi obat<br />

diperlambat.<br />

3. Kemungkinan zat aktif gagal dilepaskan pada kondisi yang diinginkan sehingga mengakibatkan<br />

konsentrasi toksik dari obat dapat terlampaui.<br />

4. Ukuran tablet kemungkinan lebih besar. Hal ini menyulitkan terutama untuk pasien yang tidak<br />

dapat menelan obat<br />

(Sumber: Powerpoint kuliah DR. Heny R., Phd.)<br />

III. ASPEK-ASPEK PEMBUATAN<br />

Beberapa aspek yang harus dikaji dalam pembuatan tablet lepas lambat antara lain:<br />

a. Aspek farmakodinamik<br />

Tujuan utama pengembangan <strong>sediaan</strong> lepas lambat adalah untuk mempertahankan konsentrasi<br />

zat aktif dalam darah pada konsentrasi efektif.<br />

b. Aspek biofarmasi<br />

Informasi sifat biofarmasi zat aktif merupakan hal penting dalam pengembangan <strong>sediaan</strong> lepas<br />

lambat. Aspek biofarmasi meliputi:<br />

• Lokasi utama di mana obat diabsorpsi,<br />

• Kecepatan absorpsi,<br />

• Waktu paruh eliminasi obat,<br />

• Apakah absorpsi non-linier dikarenakan penjenuhan absorpsi obat, first pass effects, atau<br />

yang lain<br />

• Apakah eliminasi yang tidak linier disebabkan penjenuhan metabolisme,<br />

• Inaktivasi atau metabolisme obat dalam tubuh<br />

(Sumber: Powerpoint kuliah DR. Heny R., Phd.)<br />

IV. MEKANISME LEPAS LAMBAT<br />

(Sumber: Lachman-Tablets, vol. 3, 208-214)<br />

Pelepasan obat yang diperlukan harus mengikuti pelepasan orde 0, yaitu kecepatan pelepasan obat<br />

tidak dipengaruhi oleh konsentrasi obat.<br />

Rumus pelepasan obat orde 0:


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET LEPAS LAMBAT<br />

dC = k<br />

0<br />

r atau dalam jumlah dinyatakan dengan<br />

dt<br />

dM = k<br />

0<br />

r<br />

dt<br />

Kadang-kadang sulit mencapai pelepasan obat konstan, dan seringnya yang terjadi adalah pelepasan<br />

lambat orde 1.<br />

Untuk memperoleh orde 0, dilakukan modifikasi <strong>sediaan</strong> dan beberapa mekanisme pelepasan:<br />

1. Difusi<br />

Beberapa produk tablet lepas lambat bekerja dengan mekanisme difusi yang merupakan proses<br />

perpindahan molekul dari larutan dengan konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Hukum<br />

pertama Fick tentang difusi menyatakan bahwa difusi obat melintas membran sebanding dengan<br />

penurunan konsentrasi di luar membran difusi.<br />

Keterangan:<br />

J = fluks obat (jumlah/ luas-waktu)<br />

D = koefisien difusi (luas/waktu)<br />

C = konsentrasi<br />

X = jarak<br />

dC<br />

J =−D dX<br />

Jika polimer tidak larut air, maka kelarutan obat dalam membran merupakan faktor penting yang<br />

mendorong terjadinya difusi melintas membran.Sedangkan jika membran merupakan polimer<br />

kelarutannya terbatas dalam air atau merupakan kombinasi polimer larut air dan tidak larut air,<br />

maka sebagian polimer yang larut air akan terlarut membentuk saluran-saluran yang merupakan<br />

panjang lintasan difusi yang bersifat konstan.<br />

2. Disolusi<br />

Obat disalut dalam bahan polimerik dan kecepatan disolusi polimer menentukan kecepatan<br />

pelepasan obat. Kontrol disolusi dari pelepasan obat ialah melalui ketebalan barier membran<br />

salut dan kecepatan disolusi.<br />

3. Osmosis<br />

Penempatan membran semipermeabel di sekeliling tablet, partikel atau larutan obat, yang<br />

menyebabkan terbentuknya perbedaan tekanan osmotik antara bagian dalam dan bagian luar<br />

tablet sehingga memompa larutan obat keluar dari tablet melalui celah kecil pada lapisan salut<br />

dan memberikan sifat pelepasan obat yang diperlama.<br />

Faktor penentu mekanisme ini adalah kemampuan larutan obat menarik air melalui membran<br />

semipermeabel dengan cara osmosis. Karena larutan obat terkandung dalam sistem yang cukup<br />

rigid, larutan obat tersebut dapat dipompa keluar dari tablet atau partikel pada tetapan kecepatan<br />

yang terkendali. Jika lubang yang diciptakan pada permukaan salut ukurannya kecil maka<br />

aktivitas obat dapat dipertahankan selama waktu tertentu.<br />

V. JENIS SEDIAAN LEPAS LAMBAT<br />

(Sumber: Lachman-Tablets, vol. 1, 181-190, Powerpoint kuliah DR. Heny R., Phd., others<br />

information about prolonged release or sustained release dosage form are available at: www.<br />

rohmhaas. com)<br />

1. Tablet matriks<br />

Sistem matriks telah lama dipergunakan untuk membuat <strong>sediaan</strong> lepas lambat karena sistem<br />

matriks dipertimbangkan sebagai metode yang sederhana dan relatif tidak mahal. (Sumber:<br />

Wicaksono, Y., E. Hendrardi, Radjaram, A., Seminar Nasional MIPA 2005, 24-26 November<br />

2005)<br />

Dalam sistem matriks, obat dicampur dengan polimer dalam keadaan kering. Kecepatan<br />

pelepasan obat ditentukan oleh jenis dan konsentrasi polimer yang digunakan. Konsep sistem<br />

matriks terutama sesuai untuk obat-obat dosis rendah. Eksipien bersifat hidrofilik maupun<br />

hidrofobik dapat ditambahkan untuk mempengaruhi profil pelepasan obat melalui cara difusi<br />

atau erosi. Contoh polimer yang digunakan dalam sistem matriks misalnya Eudragit ® .<br />

Konsentrasi yang biasa digunakan adalah antara 10-50%.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET LEPAS LAMBAT<br />

Zat aktif yang mudah larut lebih sulit dibuat dalam bentuk tablet sustained release matrics<br />

dibandingkan zat aktif yang sedikit larut karena prinsip sistem lepas lambat secara luas adalah<br />

efek tahan air.<br />

Tablet sistem matriks dapat dibuat dengan:<br />

• Kempa langsung, dengan Eudragit ® S 100 dan Eudragit ® RS PO.<br />

• Granulasi basah melalui dispesi polimer dalam air. Polimer yang dapat digunakan misalnya<br />

Eudragit ® L 30 D-55 dan Eudragit ® NE 30 D.<br />

Mekanisme pelepasan obat dari sistem matriks, a.l.:<br />

a. Difusi<br />

Gerakan ini bergantung pada luas permukaan yang terekspos pada cairan cerna, jalur difusi,<br />

gradien konsentrasi obat dan koefisien difusi sistem.<br />

Dalam prakteknya, pelepasam secara difusi diperoleh:<br />

- Jika obat diformulasikan dalam matrik tidak larut, cairan lambung akan berpenetrasi ke<br />

dalam tablet dan melarutkan obat dan kemudian terjadi pelepasan obat dari tablet.<br />

- Partikel obat disalut dengan polimer dengan ketebalan tertentu sehingga obat akan<br />

berdifusi secara perlahan-lahan melalui polimer mempertahankan konsentrasi dalam<br />

darah secara konstan.<br />

Metode granulasi basah digunakan untuk zat aktif dosis tinggi dan yang larut cepat dalam<br />

air. Pelepasan zat aktif dari tablet matriks dalam cairan lambung mula-mula terjadi melalui<br />

difusi melalui pori, dimana secara bertahap tablet ter-erosi (terkikis) dan selanjutnya hancur<br />

secara perlahan-lahan. Faktor yang mempengaruhi kecepatan pelepasan obat adalah ukuran<br />

partikel, dosis, kelarutan obat, jenis dan konsentrasi matriks, porositas dan perilaku<br />

penghancuran tablet<br />

Beberapa matriks yang digunakan untuk tablet matriks<br />

Karakteristik Bahan<br />

Matriks<br />

Inert dan tidak larut Polietilen, PVC, Kopolimer metil akrilat-metakrilat, Etilselulosa<br />

Erosif dan tidak larut Lemak karnauba<br />

- Stearilalkohol, as.stearat, PEG lemak kastor<br />

- PEG monostearat trigliserida<br />

Hidrofilik<br />

Metilselulosa, HEC, HPMC, Na-CMC, Karboksipolimetilen,<br />

Galaktomanosa, Na-alginat<br />

b. Disolusi<br />

Obat dengan kelarutan rendah (BSC kelas 2 dan 4) menunjukkan pelepasan perlahan-lahan.<br />

Sedangkan untuk obat larut air dapat dibuat <strong>sediaan</strong> sustained release dengan menggunakan<br />

matrik tidak larut untuk mengurangi proses disolusi obat atau dengan menyalutnya dengan<br />

bahan seperti PEG, atau menghindarkan penggunaan penghancur untuk memperlambat<br />

pelepasan obat.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET LEPAS LAMBAT<br />

c. Tekanan osmosis<br />

Obat disalurt dengan membran semipermeabel dengan hole (lubang) pada salah satu ujung<br />

tablet dengan bantuan sinar laser.<br />

Cairan lambung berpenetrasi melalui membran, melarutkan obat dan menyebabkan<br />

peningkatan tekanan internal yang memompa larutan obat ke luar melalui lubang dan<br />

melepaskan obat ke mukosa lambung.<br />

Kecepatan penghantaran obat terjadi secara konstan dimana konsentrasi obat dalam tablet ><br />

dan kecepatan menurun sampai ke nol jika terjadi penjenuhan.<br />

d. Pelepasan yang dikontrol oleh pertukaran ion<br />

Pada saat manufakturing, larutan obat dicampur dengan resin dan dikeringkan untuk<br />

menghasilkan granul yang siap kempa.<br />

Pelepasan obat bergantung pada konsentrasi ion bermuatan dalam GIT, dimana molekul<br />

obat akan bertukar dan berdifusi keluar resin menuju ke cairan cerna.<br />

Pelepasan obat tidak dipengaruhi oleh pH atau enzim di saluran cerna<br />

2. Sediaan partikel ganda (multiparticulate dosage form)<br />

Yaitu <strong>sediaan</strong> lepas lambat yang bahan aktifnya terbagi ke dalam banyak satuan individu, yang<br />

disebut sub-unit. Sepanjang obat yang tidak terlarut masih ada dalam inti, maka pelepasan obat<br />

akan berlangsung pada kecepatan tetap, mengikuti reaksi orde 0. Setelah seluruh obat terlarut,<br />

maka kecepatan pelepasan berubah ke orde 1.<br />

Keuntungan <strong>sediaan</strong> multipartikel adalah dapat mempertahankan keter<strong>sediaan</strong> hayati dan<br />

pelepasan obat sesuai yang diinginkan mikroenkapsulasi, yaitu proses di mana partikel--<br />

partikel kecil atau tetesan-tetesan diselimuti oleh salut homogen (mikrokapsul) atau dengan<br />

matrik polimer (mikrosfer).<br />

Bahan penyalut yang digunakan misalnya polimer golongan metakrilat: Eudragit ® NE 30 D,<br />

Eudragit ® RL 30 D, Eudragit ® RS 30 D.<br />

Mekanisme pelepasan obat dari sistem matriks, a.l.:<br />

a. Reservoir DDS


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET LEPAS LAMBAT<br />

Reservoie device mempunyai lapisan penyalut yang mengontrol kecepatan pelepasan.<br />

Membran yang mengontrol kecepatan pelepasan tersebut mempunyai ketebalan (x), difusi<br />

(D) dan koefisien kelarutan obat yang konstan<br />

b. Biodegradable microparticles<br />

Polimer mengalami erosi atau terdegradasi untuk melepaskan molekul obat.<br />

Persyaratan khusus tablet lepas lambat sistem multipartikel<br />

• Memerlukan pengaturan yang teliti tentang parameter fisikokimia dari bahan inti, formulasi<br />

salut dan eksipien untuk tablet<br />

• Salut film harus cukup elastis terhadap gaya kompresi<br />

• Eksipien yang ditambahkan untuk pencetakan tablet harus punya kompresibilitas tinggi dan<br />

harus mampu mengisi antar-ruang antara partikel-partikel dalam masa tablet dan<br />

mempertahankan bagian-bagian yang menyebabkan penggabungan salut<br />

VII. FAKTOR-FAKTOR PENGEMBANGAN SEDIAAN<br />

(Sumber: Lachman-Tablets, vol. 3, 206-207)<br />

Pertimbangan sifat merugikan dari obat yang mempengaruhi <strong>sediaan</strong> lepas lambat.<br />

a. Sifat fisikokimia<br />

- Ukuran dosis<br />

Jika dosis oral > 0,5 g, maka obat tersebut bukan merupakan kandidat yang baik untuk<br />

dibuat <strong>sediaan</strong> lepas lambat karena ukuran produk akan sangat besar.<br />

- Kelarutan dalam air<br />

Obat yang sangat mudah larut dalam air sangat tidak sesuai untuk <strong>sediaan</strong> lepas lambat<br />

sedangkan obat yang sangat sukar larut air akan sulit dimasukkan ke dalam sistem lepas<br />

lambat. Batas bawah kelarutan obat adalah 0,1 mg/ mL. kelarutan yang tergantung pH<br />

terutama di rentang pH fisiologis juga merupakan masalah karena variasi pH di saluran<br />

cerna menyebabkan variasi kecepatan disolusi.<br />

- Koefisien partisi<br />

Obat yang sangat lipofilik atau hidrofilik (koefisien partisinya sangat ekstrim) akan<br />

memberikan fluks ke dalam jaringan sangat lambat atau sangat cepat (selanjutnya terjadi<br />

penumpukan obat dalam jaringan) merupakan golongan obat yang tidak sesuai untuk lepas<br />

lambat.<br />

- Stabilitas obat<br />

Obat yang tidak stabil dalam GI akan menyulitkan jika dibuat lepas lambat karena obat<br />

tersebut harus berada dalam GI pada waktu cukup lama.<br />

b. Sifat biologi<br />

- Absorpsi<br />

Obat yang absorpsinya lambat atau diabsorpsi dengan kecepatan absorpsi yang bervariasi<br />

merupakan kandidat yang kurang baik untuk <strong>sediaan</strong> lepas lambat. Untuk <strong>sediaan</strong> lepas<br />

lambat oral, batas bawah tetapan kecepatan reaksi adalah 0,25/ jam dengan anggapan waktu<br />

transit dalam GI 10-12 jam).<br />

- Distribusi<br />

Obat dengan volume distribusi nyata tinggi, yang selanjutnya mempengaruhi kecepatan<br />

eliminasi obat, merupakan kandidat yang kurang baik untuk <strong>sediaan</strong> lepas lambat.<br />

- Metabolisme<br />

Obat yang termetabolisme dalam jumlah besar masih dapat dibuat bentuk <strong>sediaan</strong> lepas<br />

lambat jika kecepatan metabolismenya tidak terlalu besar atau tidak ada variasi metabolisme<br />

dengan transit GI.<br />

- Lama aksi<br />

Waktu paruh biologi (lama aksi obat) merupakan faktor utama yang harus dipertimbangkan<br />

jika akan merancang <strong>sediaan</strong> lepas lambat. Obat dengan waktu paruh panjang (>12 jam) dan<br />

dosis efektif besar atau waktu paruh pendek (


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET LEPAS LAMBAT<br />

Beberapa obat yang tidak sesuai diberikan untuk <strong>sediaan</strong> lepas lambat (Sumber: Powerpoint kuliah<br />

DR. Heny R., Phd.)<br />

Obat<br />

- Riboflavin, garam-garam fero<br />

- Penisilin G, furosemid<br />

- Diazepam, fenitoin<br />

- Sulfonamid<br />

- Fenobarbital, digitoksin<br />

- Griseofulvin<br />

Karakteristik<br />

- Tidak efektif diabsorpsi di usus bagian bawah<br />

- Diabsorpsi dan diekskresi cepat, t1/2 pendek (12 jam)<br />

- Dosis besar<br />

- Aksi kumulatif & ES yg tak diinginkan, indeks terapetik rendah<br />

- Tidak jelas keuntungan dengan sistem lepas lambat<br />

VIII. PERHITUNGAN DOSIS<br />

Secara umum dosis dalam <strong>sediaan</strong> lepas lambat terdiri dari:<br />

1. Dosis awal (initial dose), Di Dirumuskan:<br />

D i = D B<br />

B – DM (k 1 r<br />

. Tp)<br />

2. Dosis pemeliharaan (maintenance dose), DM Dirumuskan:<br />

D<br />

M =<br />

( kel. B )<br />

k<br />

D<br />

1<br />

r<br />

Sehingga dosis total = Di + DM<br />

Keterangan:<br />

kel = tetapan kecepatan eliminasi obat<br />

Tp = waktu yang diperlukan untuk mencapai koncentrasi maksimum dalam<br />

darah<br />

BD = konsentrasi terapetik<br />

DB = dosis tunggal yang harus tersedia dalam darah<br />

1<br />

k<br />

r<br />

= konstanta pembebasan dari fase depot<br />

(Sumber: Powerpoint kuliah DR. Heny R., Phd.)<br />

IX. CONTOH FORMULA<br />

Formulasi per tablet<br />

Ferrous sulfat anhidrat<br />

Laktosa<br />

Methocel E 15 LV<br />

Etilselulosa, 50 cps, 15% dalam etanol 95%<br />

Mg-stearat<br />

Cab-O-Sil<br />

325 mg<br />

70 mg<br />

100 mg<br />

35 mg<br />

15 mg<br />

2 mg<br />

Pembuatan<br />

Campurkan besi (II) sulfat dan laktosa kemudian granulasi dengan larutan etilselulosa dan<br />

keringkan pada suhu 120-130 o F; lakukan granulasi beberapa kali untuk memperoleh dosis 25 mg<br />

etilselulosa per tablet. Batch tersebut harus ditimbang setelah setiap penambahan sampai mencapai<br />

berat yang diinginkan. Tambahkan Cab-O-Sil dan aduk selama 5 menit kemudian tambahkan pula<br />

Mg-stearat dan aduk selama 2 menit. Kempa dengan punch 13/32 inci kemudian salut dengan<br />

larutan ftalat selulosa asetat dalam alkohol dan etil asetat.<br />

(Sumber: Lachman-Tablets, vol. 1, 183)<br />

X. EVALUASI<br />

Evaluasi tablet lepas lambat tidak diatur dalam Farmakope Indonesia. Parameter yang dievaluasi<br />

mengacu pada evaluasi tablet konvensional. (lihat Teori Sediaan TABLET: Tablet Umum)


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

TABLET LEPAS LAMBAT<br />

Daftar Pustaka<br />

1. Lieberman, H.A., L. Lachman and J. B. Schwartz, Pharmaceutical Dosage Forms: Tablet, Vol.<br />

1, 2 nd edition, Marcel Dekker, Inc., New York, 1989, 181-190.<br />

2. Lieberman, H.A., L. Lachman and J. B. Schwartz (Editor), Pharmaceutical Dosage Forms:<br />

Tablet, Vol. 3, 2 nd edition, Marcel Dekker, Inc., New York, 1990, 199-287.<br />

3. Powerpoint Tablet Lepas Lambat Dr. Heni Rachmawati, Phd.<br />

4. DepKes RI-DirJen POM, Farmakope Indonesia, Edisi IV, DepKes, Jakarta, 1995, 6.<br />

5. www.rohmhaas.com<br />

6. www.roehm.com


Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

I. DEFINISI<br />

TABLET SUBLINGUAL DAN BUKAL<br />

(Re-New By: NooR)<br />

Tablet sublingual adalah tablet yang penggunaannya diletakkan dibawah lidah dan zat aktif yang<br />

terkandung di dalamnya dilepaskan untuk diabsorpsi secara langsung melalui mukosa mulut. Obat yang<br />

digunakan dengan cara ini ditujukan untuk menghasilkan efek obat secara sistemik dan menghindari efek<br />

metabolisme awal dari hati (first pass metabolism) yang dapat merusak beberapa jenis zat aktif seperti<br />

hormon (misalnya metil testosteron, estradiol, progesteron). Tablet ini harus terlarut dengan cepat, oleh<br />

karena itu biasanya tablet ini diformulasikan sebagai tablet cetak. [1]<br />

Tablet bukal biasanya berbentuk datar, elips, atau kapsul karena untuk memudahkan peletakan tablet di<br />

antara pipi dan gusi. Lokasi ini menyediakan media untuk melarutkan tablet dan untuk pelepasan zat<br />

aktif. [1] Tujuan tablet bukal adalah sama dengan tablet sublingual yaitu absorpsi obat melalui lapisan<br />

mukosa di mulut. [1] Metil testosteron dan testostesron propionat merupakan zat aktif yang paling sering<br />

diberikan dalam bentuk tablet bukal. [1]<br />

Tablet sublingual dan bukal memiliki persamaan antara lain yaitu :<br />

- Diletakkan di permukaan mukosa rongga mulut.<br />

- Diformulasikan untuk zat aktif yang dapat terurai oleh enzim saluran cerna atau yang terganggu<br />

dengan metabolisme lintasan pertama oleh hati.<br />

- Formulasi dirancang khusus agar tidak menstimulasi salivasi akibat faktor rasa, iritasi, dll.<br />

- Tablet dirancang agar tidak mudah hancur, oleh karena itu tidak menggunakan penghancur.<br />

- Obat-obat yang digunakan secara bukal dan sublingual harus memiliki dosis kecil sebagaimana<br />

permukaan absorpsi yang sangat terbatas serta waktu retensi di dalam rongga mulut dapat menjadi<br />

masalah. [4]<br />

Perbedaannya yaitu :<br />

Tablet bukal dirancang agar terkikis atau terlarut perlahan untuk memberikan efek pelepasan lambat;<br />

sedangkan tablet sublingual dirancang untuk melarut atau terdisolusi dengan sangat cepat untuk<br />

menghasilkan efek obat yang cepat (mis: nitrogliserin menghilangkan rasa sakit angina dalam waktu 60-<br />

120 detik setelah menggunakan tablet sublingual). [4]<br />

Perbedaan penghantaran obat melalui sublingual dan bukal<br />

Parameter Sublingual Bukal<br />

Permeabilitas membran Baik Kurang<br />

Absorpsi obat Cepat Lebih lambat<br />

Keter<strong>sediaan</strong> hayati Lebih baik Kurang<br />

Kemampuan penghantaran transmukosa Tidak memungkinkan memungkinkan<br />

gangguan oleh saliva<br />

Kemampuan untuk sustained-release Kecil Sangat memungkinkan<br />

II. TABLET SUBLINGUAL<br />

Penggolongan (macam/jenis)<br />

Berikut ini adalah nama-nama obat yang biasanya diberikan dalam bentuk sublingual :<br />

• Ergoloid mesylat (dosis 0.5 – 1 mg)<br />

• Ergotamin tartrat (2 mg) (BP’02 675, GG 284)<br />

• Eritritil tetranitrat ( 5 – 10 mg) (GG 846t)<br />

• Isoproterenol HCl (10 – 15 mg) (GG 228)<br />

• Isosorbid dinitrat (2.5 – 5 mg) , monografi pada FI IV hlm 475<br />

• Nitrogliserin ( 0.15 – 0.6 mg), monografi nitrogliserin tablet FI IV hlm 619<br />

Keuntungan dan Kerugian<br />

Keuntungan tablet sublingual adalah:<br />

• Aksi yang cepat, obat langsung masuk ke peredaran darah karena membran mukosa yang disuplai<br />

pembuluh darah dan pembuluh limfatik. [1][2]<br />

• Menghindari first -pass metabolism sehingga bioavailabilitas meningkat . [1][2]<br />

62


Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

• Menghindari variasi bioavailabilitas dikarenakan pelintasan lambung, terutama untuk beberapa<br />

steroid dan hormon (sensitivitas terhadap kondisi asam dan pengosongan lambung). [1][2]<br />

• Terhindar dari pengaruh makanan sebagaimana tablet konvensional. [1][2]<br />

Kerugian tablet sublingual :<br />

Obat-obat yang digunakan sublingual harus memiliki dosis kecil sebagaimana permukaan absorpsi yang<br />

sangat terbatas serta waktu retensi di dalam rongga mulut dapat menjadi masalah. [4]<br />

Kriteria Sediaan yang Baik<br />

Supaya memiliki absorpsi yang baik, tablet sublingual dan bukal sebaiknya:<br />

• Memiliki dosis kecil, biasanya tidak lebih dari 10-15 mg. [1]<br />

• Tidak terionisasi tinggi. [1]<br />

• Dalam beberapa hal khusus tablet sublingual harus dapat hancur secara tiba-tiba jika mengandung<br />

obat (nitrogliserin, eritroltetranitrat) yang bereaksi dalam pengobatan angina pektoris atau asma. [3]<br />

• Tablet sublingual sebaiknya kecil, tidak memiliki sisi-sisi tajam dan menunjukkan permukaan yang<br />

datar, sehingga iritasi selaput lendir dan rangsangan saliva (sehingga transportasi bahan yang tidak<br />

diinginkan ke dalam lambung) dapat dihindari. [3]<br />

• Tablet berbentuk lensa dengan luas permukaan yang lebih besar, memungkinkan kontak yang baik<br />

dengan selaput lendir mulut, akan berpengaruh positif pada resorpsi. [3]<br />

• Tablet bukal dan sublingual harus diformulasi dengan eksipien yang tidak menghasilkan rasa agar<br />

tidak menstimulasi salivasi. [2]<br />

• Tablet ini juga harus didesain sedemikian rupa sehingga tidak terdisintegrasi tetapi melarut perlahan,<br />

dengan durasi sekitar 15-30 menit supaya terjadi absorpsi yang efektif. [2]<br />

Formula Umum<br />

R/ Zat aktif<br />

Pengisi<br />

Pengikat<br />

Glidan<br />

Formula untuk menyusun tablet sublingual dibedakan menjadi 2, yaitu formula untuk tablet cetak dan<br />

tablet kempa.<br />

Formula untuk tablet cetak sublingual hampir sama dengan tablet konvensional bahkan lebih sederhana<br />

karena tidak menggunakan bahan-bahan yang bersifat tidak larut air. Tablet cetak sublingual biasanya<br />

disusun dari bahan-bahan yang larut air sehingga obat melarut secara utuh dan cepat. Untuk<br />

meningkatkan kekerasan tablet dan mengurangi erosi permukaan pinggir tablet selama penanganan,<br />

bahan-bahan seperti glukosa, sukrosa, akasia, atau povidon ditambahkan pada campuran<br />

pelarut. [1]<br />

Tablet kempa sublingual juga dirancang agar terdisintegrasi dengan cepat dan zat aktif melarut dengan<br />

cepat pada saliva-serta mampu diabsorpsi tanpa membutuhkan larutan lengkap dari seluruh komponen<br />

formula. Zat aktif yang biasa dibuat tablet kempa sublingual adalah erythrityl tetranitrat, isosorbid<br />

dinitrat, dan isopreterenol HCL. Tablet kempa sublingual niitrogliserin memiliki formula yang<br />

mengandung jumlah yang besar bahan yang terbuat dari selulosa dan juga mengandung lubrikan, glidan,<br />

perasa, pewarna, dan penstabil. [1]<br />

Dibandingkan dengan tablet cetak, tablet kempa biasanya memiliki lebih sedikit variasi bobot dan<br />

keseragaman kandungan yang lebih baik. [1]<br />

Formula Pustaka<br />

# Tablet cetak<br />

1. Nitrogliserin (0,4mg) [1]<br />

Nitrogliserin triturasi (10% dalam laktosa)<br />

Laktosa (bolted)<br />

PEG 4000<br />

Alkohol-air (60:40)<br />

4,4 mg<br />

32,25 mg<br />

0,35 mg<br />

q.s.<br />

63


Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

- ayak dan campur semua serbuk, basahkan dengan sejumlah alkohol-air (60:40) yang sudah<br />

ditambahkan PEG 4000, cetak tablet.<br />

2. Kodein Fosfat (30 mg) [1] (monografi: FI IV hlm 253 as codeini fosfas)<br />

Serbuk kodein fosfat<br />

30 mg<br />

Laktosa (bolted)<br />

17,5 mg<br />

Serbuk sukrosa<br />

1,5 mg<br />

Alkohol-air (60:40)<br />

q.s.<br />

- ayak dan campur semua serbuk, basahkan dengan sejumlah alkohol-air (60:40), cetak tablet.<br />

3. Skopolamin Hidrobromida (0,4 mg) [1] (monografi skopolamin hidrobromida tablet FI IV hlm 445)<br />

Skopolamin hidrobromida<br />

0,4 mg<br />

Laktosa (bolted)<br />

35 mg<br />

Sukrosa (sebagai sirup 85%)<br />

0,3 mg<br />

Alkohol-air (60:40)<br />

q.s.<br />

- ayak dan campur semua serbuk, basahkan dengan sejumlah alkohol-air (60:40) yang sudah<br />

ditambahkan sirup sukrosa, cetak tablet.<br />

# Tablet Kempa<br />

1. Tablet nitrogliserin 0,3 mg, kempa-langsung<br />

Nitrogliserin (10% dari mikrokristalin selulosa) 3 mg<br />

Manitol<br />

2 mg<br />

Mikrokristalin selulosa<br />

29 mg<br />

Perasa<br />

q.s.<br />

Pemanis<br />

q.s.<br />

Pewarna<br />

q.s.<br />

- ayak dan campur semua serbuk dan langsung kempa<br />

2. Tablet nitrogliserin 0,3 mg, granulasi<br />

Mikrokristalin selulosa<br />

21 mg<br />

Laktosa anhidrat<br />

5,25 mg<br />

Starch, USP<br />

3 mg<br />

Pewarna<br />

q.s.<br />

Povidon<br />

0,3 mg<br />

Nitrogliserin (sebagai ‘spirit’)<br />

0,3 mg<br />

Kalsium stearat<br />

0,15 mg<br />

- campur eksipien dan pewarna, granulasi menggunakan larutan etanol dari povidon dan<br />

nitrogliserin. Setelah granul dikeringkan dan diayak, dicampur dengan kalsium stearat kemudian<br />

di kempa<br />

Eksipien yang digunakan<br />

Biasanya sebagai pengisi digunakan bahan-bahan yang larut seperti laktosa, dekstrosa, sukrosa,<br />

manitol. [1]<br />

Laktosa yang tersedia di pasaran adalah bentuk atau monohidrat, merupakan eksipien yang paling umum<br />

digunakan. β-laktosa adalah bentuk anhidrat yang dihasilkan dari kristalisasi dengan suhu diatas 93,5 °C,<br />

yang juga digunakan sebagai eksipien yang lebih larut daripada α-laktosa. [1]<br />

Metode yang Digunakan<br />

Metode yang digunakan untuk tablet sublingual terdiri dari dua cara yaitu membuat tablet cetak atau<br />

tablet kempa.<br />

1. Tablet cetak<br />

Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang<br />

cetakan (FI IV, 4) . Pencampuran serbuk harus hati-hati untuk memastikan terbentuk campuran yang<br />

homogen. Tablet cetak dapat dibuat dengan dua cara yaitu :<br />

- Pada skala yang sangat kecil, pencampuran biasanya dilakukan di mortar. Campuran pelarut (airalkohol)<br />

yang ditambahkan ditujukan untuk membuat massa yang bersatu namun tidak terlalu<br />

membasahi serbuk. Cetakan tablet diletakkan diatas alas yang mulus atau di atas kaca, kemudian<br />

massa cetak ditekan ke dalam cetakan dengan tekanan secukupnya, dan berikan secara seragam untuk<br />

memastikan semua tablet memiliki bobot yang sama. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan<br />

spatula. Cetakan dapat terdiri dari 50 hingga ratusan lubang cetak yang terbuat dari logam, karet<br />

keras, atau plastik. Kemudian tablet dikeluarkan dari cetakan dengan menggunakan pasak.<br />

64


Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

- Pada skala besar menggunakan mesin. Pencampuran serbuk kering dapat dilakukan dengan jenis<br />

pencampur apapun yang mampu menghasilkan campuran homogen serbuk kering. Berdasarkan<br />

ukuran lot, keseluruhan lot atau sebagian dari campuran serbuk kering dapat dilembabkan sekaligus<br />

untuk pencetakan. Mesin cetak yang biasa digunakan diproduksi oleh Colton. Massa cetak yang<br />

lembab diletakkan di dalam hopper yang dilengkapi dengan bilah yang berputar, dan massa cetak di<br />

jatuhkan ke salah satu dari empat bagian bundar yang berada pada alas pengisi bundar yang berputar.<br />

Alas pengisi diletakkan diatas cetakan atau alas pencetak, tetapi mereka berada di pusat yang<br />

berbeda sehingga hanya 30% dari alas pencetak ditutupi oleh alas pengisi. Alas cetak terdiri dari 4<br />

set lubang cetak. Pada tahap pertama pencetakan, massa cetak yang dijatuhkan pada alas pengisi<br />

dipindahkan ke salah satu set cetakan dimana bagian bawah dari pemintal pengepak secara<br />

bersamaan mendorong massa tablet. Pemintal pengepak memiliki pegas yang dapat disesuaikan<br />

untuk menentukan tekanan yang diberikan ke massa tablet (dan juga jumlah massa tablet yang<br />

diisikan ke dalam cetakan), dan hal ini dapat dilakukan untuk mengontrol massa tablet. Alas cetak<br />

kemudian bergerak ke posisi set kedua, dimana permukaan atas tablet di licinkan oleh bagian bawah<br />

pemintal pelicin. Sisa-sisa serbuk dibersihkan dari alas cetak oleh suatu bagian di posisi ketiga. Pada<br />

posisi keempat atau posisi terakhir, tablet dikeluarkan ke ban berjalan oleh sebuah penampung<br />

punch yang disesuaikan dengan hati-hati yang telah dicocokkan dengan lubang cetakan. Tablet jadi<br />

kemudian dikeringkan di udara pada suhu kamar sambil dipindahkan sepanjang sabuk berjalan hingga<br />

ditampung pada baki penampung. Berdasarkan ukuran tablet dan jumlah lubang cetakan yang telah<br />

diatur, hasil produksi bervariasi dari 100.000-150.000 tablet per jam. Sabuk pengering dapat<br />

dipercepat dengan alat pemanas elektrik, arus udara hangat, atau lampu pemanas infra merah yang<br />

diarahkan langsung ke sabuk berjalan.<br />

Pada bagian akhir sabuk berjalan, tablet ditampung pada baki pengering dimana akan dilanjutkan<br />

proses pengeringan. Pada saat ini diambil cuplikan untuk mengecek bobot tablet. Penimbangan<br />

tablet yang masih lembab pada saat tsb memberikan perkiraan berat kering yang akan dihasilkan<br />

setelah pengeringan dan dapat digunakan untuk menentukan penyesuaian pemintal pengepak untuk<br />

mendapatkan bobot tablet yang tepat.<br />

Sisa pelarut pada tablet dapat dihilangkan dengan pengeringan udara, diletakkan di atas baki dan<br />

dimasukkan ke dalam rak pengering atau oven dengan aliran udara pada suhu 100-120 °F selama<br />

kurang lebih 1 jam. Pengeringan dalam microwave selama 1-3 menit dapat digunakan untuk<br />

mengurangi waktu pemaparan selama proses pengeringan. Tablet harus dihilangkan dari debu<br />

dengan menempatkan pada ayakan atau dengan melewatkan pada kasa penahan tablet terhadap alat<br />

pembuangan sebelum dilakukan evaluasi akhir dan pengepakan.<br />

2. Tablet kempa<br />

Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul dengan menggunakan<br />

cetakan baja (FI IV, 4) .<br />

Evaluasi dan Penyimpanan<br />

1. Evaluasi tablet cetak<br />

a. Uji keseragaman kandungan<br />

USP sekarang memperkenalkan keseragaman terpisah dari spesifikasi unit dosis untuk tablet<br />

cetak dan tablet kempa. Standar keseragaman kandungan untuk tablet cetak adalah jika tidak<br />

kurang dari 9 dari 10 tablet yang diambil dari 30 cuplikan yang ditentukan oleh metode<br />

keseragaman kandungan berada di rentang 85-115% dari yang ditentukan, tidak ada satupun<br />

yang berada diluar rentang 75-125% dari yang ditentukan, dan standar deviasi relatif dari 10<br />

tablet kurang dari atau sama dengan 6%. [1]<br />

Jika terdapat 2 atau 3 unit dosis yang berada di luar rentang 85-115% tetapi tidak berada di luar<br />

rentang 75-125%, atau jika standar deviasi relatif tidak lebih besar dari 6%, atau jika kedua<br />

persyaratan tidak dipenuhi, maka ditambahkan 20 unit tablet untuk diuji. Persyaratan<br />

keseragaman didapat jika tidak lebih 3 tablet dari 30 tablet berada diluar rentang 85-115% dari<br />

yang ditentukan, dan tidak satupun yang berada di rentang 75-125%, dan standar deviasi relatif<br />

dari 30 tablet tidak lebih dari 7.8%. [1]<br />

b. Uji waktu hancur<br />

Uji waktu hancur tablet sublingual menggunakan peralatan disintegrasi USP tanpa disk,<br />

menggunakan air 37±2 °C. Semua 6 tablet harus hancur sempurna selama batas waktu yang<br />

ditentukan pada monografi (2 menit untuk tablet nitrogliserin). Jika ada 1 atau 2 tablet yang gagal<br />

65


Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

hancur sempurna, uji diulangi dengan tambahan 12 tablet, dan tidak kurang dari 16 dari total 18<br />

tablet harus hancur pada waktu yang ditentukan.<br />

Jika tablet cetak ditujukan untuk melarut sempurna, uji disolusi harus dilakukan yang termasuk<br />

kecepatan dan kelengkapan larutan dengan sejumlah air. Uji disolusi telah dilakukan pada banyak<br />

tablet, tetapi biasanya dilakukan dengan volume air yang besar. Untuk tablet sublingual<br />

nitrogliserin, hanya terdapat sedikit volume saliva yang terjadi pd penggunaan sebenarnya,<br />

metode telah ditetapkan dengan menggunakan jumlah media yang sangat sedikit.<br />

[1]<br />

Metode satu tablet menempatkan sebuah tablet pada saringan milipori (0,45 mm) pada bagian<br />

atas chamber yang terbuat dari plastik penahan saringan Millipore Swinnex 25. 1 mL air<br />

disemprotkan ke chamber dengan rentang waktu 30 detik hingga 2 menit, kemudian cuplikan<br />

dari tiap rentang waktu dikumpulkan lalu diuji. [1]<br />

Pada metode detik yang dirancsang khusus untuk nitrogliserin, tablet diletakkan di dalam 5 mL<br />

air yang dimurnikan dengan nitrogen untuk menghilangkan oksigen, yang diletakkan di dalam sel<br />

yang mengandung elektroda platina berputar. Sistem beroperasi hingga tidak ada lagi<br />

peningkatan potensial reduksi yang teramati. Dari data diperoleh jumlah nitrogliserin dalam<br />

larutan pada setiap interval. [1]<br />

c. Uji stabilitas<br />

Uji stabilitas untuk setiap formula diperlukan untuk menentukan waktu simpan produk, baik itu<br />

evaluasi fisika maupun kimia. Prosedur dan metode khusus sudah tercantum di pustaka.<br />

Perubahan potensi akibat waktu harus diamati, dan perhatian khusus harus diberikan untuk<br />

perubahan fisik seperti perubahan warna, penurunan kelarutan tablet, serta perubahan waktu<br />

hancur dan kecepatan disolusi. [1]<br />

2. Evaluasi tablet kempa<br />

a. Uji keseragaman kandungan<br />

Persyaratan USP untuk keseragaman unit dosis dipenuhi jika setiap tablet dari 10 tablet yang<br />

diuji memiliki rentang konsentrasi 85-115% dari yang ditentukan dan standar deviasi relatif<br />

kurang dari atau sama dengan 6%. Jika ada satu unit yang berada di luar rentang 85-115% dan<br />

tidak ada satupun unit yang berada pada rentang75-125% dari yang ditentukan, tambahkan 20<br />

tablet uji, dan persyaratan dipenuhi jika tidak lebih dari satu dari 30 tablet uji berada di luar<br />

rentang 85-115% tapi tidak boleh satupun berada di luar rentang 75-125% dari yang ditentukan<br />

dan standar deviasi relatif dari 30 unit dosis tidak melebihi 7,8%. Tablet kempa juga biasanya<br />

lebih keras dan kurang rapuh, dengan demikian dapat dicegah kehilangan bobot atau kadar oleh<br />

pengikisan pada pinggiran tablet. [1]<br />

b. Uji waktu hancur<br />

Tablet kempa sublingual nitrogliserin dilaporkan memiliki waktu hancur yang singkat yaitu 3-7<br />

detik dengan menggunakan metode yang ditetapkan USP, juga secepat respon yang muncul yang<br />

diukur dengan peningkatan kecepatan denyut jantung 10-13 denyut/menit selama 3 menit pada<br />

sukrelawan. [1]<br />

Masalah dan Pemecahannya<br />

Beberapa permasalahan tablet cetak terletak pada penggunaan pelarut. Penggunaan pelarut yang terlalu<br />

sedikit dapat menghasilkan tablet yang lembek. Sebaliknya, jika terlalu banyak pelarut akan<br />

menyebabkan penyusutan ketika pengeringan, dan juga bagian luar tablet akan mengeras dan menjadi<br />

kurang larut. Permasalahan yang sama juga terjadi jika penggunaan larutan alkohol dengan komposisi<br />

yang tidak tepat. Rentang alkohol yang aman untuk tablet yang menggunakan laktosa sebagai pengisi<br />

adalah 50-60%. Jika kadar air rendah, maka akan menghasilkan tablet yang rapuh (tidak terikat dengan<br />

baik) dan cenderung menjadi serbuk kembali. Kandungan air yang tinggi dapat menyebabkan tablet<br />

menjadi terlalu keras dan kurang larut. [1]<br />

Tablet yang telah dipindahkan dari pasak dan dikeringkan pada aliran udara bebas atau pengeringan dapat<br />

dipercepat dengan menempatkan tablet pada oven tekanan udara. Ketika tablet sudah kering, pelarut<br />

berpindah ke permukaan dan membawa zat aktif dan komponen terlarut lainnya ke permukaan tablet. Hal<br />

ini dapat menyebabkan ketidakhomogenan distribusi zat aktif di dalam tablet. Perpindahan zat aktif yang<br />

diakibatkan oleh pelarut dapat memberikan efek terhadap stabilitas, khususnya jika zat aktif tersebut<br />

66


Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

bersifat fotosensitif atau mudah teroksidasi. Namun hal in sering luput dari perhatian. Penggantian pelarut<br />

atau campuran pelarut yang berbeda dapat meminimalisasi perpindahan dan dengan cara demikian<br />

menghasilkan tablet yang lebih baik. [1]<br />

III. TABLET BUKAL<br />

Penggolongan (macam/jenis)<br />

Obat yang digunakan dalam bentuk bukal antara lain :<br />

• metil testosteron (dosis 5-20 mg)<br />

• nitrogliserin (1-3 mg)<br />

Keuntungan dan Kerugian<br />

Keuntungan tablet sublingual adalah respon cepat, sedangkan tablet bukal biasanya digunakan untuk<br />

tujuan terapi penggantian hormon. Walaupun diinginkan absorpsi secara keseluruhan, kecepatan absorpsi<br />

yang tinggi tidak diinginkan. [1]<br />

Keuntungan tablet bukal ini didukung oleh kondisi membran mukosa yang memiliki kelebihan sebagai<br />

berikut:<br />

• Disuplai pembuluh darah dan pembuluh limfatik<br />

• Mempunyai aktivitas enzimatik yang lebih rendah dibandingkan dengan aktivitas enzimatik pada<br />

saluran cerna.<br />

• Lebih toleran terhadap sensitizer dibandingkan dengan mukosa nasal dan kulit,<br />

• Membran mukosa memungkinkan teknologi pelepasan obat yang diperlama,<br />

• Absorpsi lebih baik dibandingkan tablet konvensional karena struktur fisiologi,<br />

• Merupakan peluang besar untuk pemberian obat dengan tujuan sistemik, dimana tidak<br />

memungkinkan diberikan secara oral seperti peptida dan protein.<br />

Kerugian tablet bukal antara lain :<br />

• Obat-obat yang digunakan secara bukal (dan sublingual) harus memiliki dosis kecil sebagaimana<br />

permukaan absorpsi yang sangat terbatas serta waktu retensi di dalam rongga mulut dapat menjadi<br />

masalah. [4]<br />

• Penggunaan mikrokristalin selulosa atau dikalsium fosfat sebagai pengikat sering mengakibatkan<br />

rasa berpasir. [4]<br />

• Kesulitan dalam menjaga atau mempertahankan bentuk <strong>sediaan</strong> di dalam rongga pipi. [4]<br />

Kriteria Sediaan yang Baik<br />

• Tablet tidak mudah hancur ketika digunakan, oleh karena itu formula tidak menggunakan<br />

penghancur tetapi zat aktif dapat terabsorpsi dengan baik. [1]<br />

• Dapat diabsorpsi sempurna pada waktu yang cukup lama (sekitar 8 jam), namun tidak terlalu<br />

diinginkan kecepatan absorpsi yang terlalu tinggi. [4]<br />

• Menggunakan eksipien yang nyaman (tidak berpasir), tidak mengiritasi mukosa, serta tidak<br />

menggunakan bahan peningkat cita rasa supaya tidak merangsang pengeluaran saliva. [1]<br />

• Eksipien yang digunakan sebaiknya bersifat mukoadesif seperti Na-poliakrilat dan carbopol 934. [1]<br />

• Memiliki dosis kecil, biasanya tidak lebih dari 10-15 mg. [1]<br />

• Tidak terionisasi tinggi. [1]<br />

Formula Umum<br />

R/ Zat aktif<br />

Pengisi<br />

Pengikat<br />

Glidan / anti adheren<br />

Beberapa formulasi dirancang untuk menghasilkan tablet bukal kerja panjang telah diterbitkan di<br />

beberapa pustaka paten. Dasar formulasi ini adalah penggunaan gum kental yang alami maupun sintetik<br />

atau campuran beberapa gum yang jika digunakan dalam formula dapat dikempa menjadi tablet yang<br />

menyerap lembab perlahan untuk membentuk lapisan permukaan terhidrasi dimana zat aktif akan<br />

berdifusi secara perlahan dan akan diabsorpsi melalui mukosa bukal. Jika tablet tetap terjaga di tempatnya<br />

maka absorpsi dapat memakan waktu sekitar 8 jam. [1]<br />

67


Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

Beberapa formula paten menyertakan penggunaan hidroksi propil metil selulosa (HPMC) secara tunggal<br />

atau dalam bentuk campuran dengan hidroksi propil selulosa (HPC), etil selulosa (EC), atau karboksi<br />

metil selulosa-natrium (CMC-Na) sebagai pembawa yang sinkron. [1]<br />

Formula Pustaka<br />

Contoh formula: [1]<br />

# Tablet bukal metiltestosteron 10 mg (monografi metiltestosteron tablet FI IV hlm 552).<br />

Metiltestosteron<br />

10 mg<br />

Laktosa, USP<br />

86 mg<br />

Sukrosa, USP<br />

87 mg<br />

Akasia, USP<br />

10 mg<br />

Talk, USP<br />

6 mg<br />

Magnesium stearat, USP 1 mg<br />

Air<br />

q.s.<br />

- ayak zat aktif dan eksipien pada ayakan mesh 60 kemudian campurkan. Basahkan dengan air untuk<br />

membentuk massa yang lengket. Lewatkan pada ayakan mesh 8 dan keringkan pada suhu 40 °C.<br />

Perkecil ukuran partikel dengan melewatkan granul yang kering pada ayakan mesh 10. campur<br />

dengan lubrikan dan kemudian dikempa.<br />

# Tablet bukal nitrogliserin 2 mg [1]<br />

Nitrogliserin dalam laktosa (1:9) 20 mg<br />

HPMC E50<br />

16 mg<br />

HPMC E4M<br />

10 mg<br />

HPC<br />

2 mg<br />

Asam stearat<br />

0,4 mg<br />

Laktosa anhidrat spray-dried q.s. 70 mg<br />

- Eter selulosa di campur dengan laktosa dan kemudian cairan nitrogliserin dan lubrikan<br />

ditambahkan dan dicampur. Campuran serbuk ini kemudian dikempa menjadi tablet.<br />

# Tablet bukal proklorperazin maleat 5 mg (BP’02 1436, GG 500) [1]<br />

Proklorperazin maleat<br />

5mg<br />

Locust bean gum<br />

1,5 mg<br />

Xanthan gum<br />

1,5 mg<br />

Povidon<br />

3 mg<br />

Serbuk sukrosa<br />

47,5 mg<br />

Mg-stearat<br />

0,5 mg<br />

Talk<br />

1 mg<br />

- campuran proklorperazin maleat, gum, dan sukrosa digranulasi dengan larutan povidon dalam<br />

cairan alkohol. setelah granulasi dibentuk dan dicampurkan dengan lubrikan, kemudian dikempa<br />

menj adi tablet.<br />

Eksipien yang digunakan<br />

Beberapa formula paten menyertakan penggunaan hidroksi propil metil selulosa (HPMC) secara tunggal<br />

atau dalam bentuk campuran dengan hidroksi propil selulosa (HPC), etil selulosa (EC), atau karboksi<br />

metil selulosa-natrium (CMC-Na) sebagai pembawa yang sinkron. [1]<br />

Perasa (peppermint atau spearmint) dan pewarna kadang ditambahkan untuk membuat tablet lebih bercita<br />

rasa namun penggunaan zat ini telah banyak dikritisi akibat menyebabkan peningkatan sekresi saliva.<br />

Merupakan hal penting untuk meminimalisasi pengunyahan oleh saliva pada saat tablet bukal diletakkan,<br />

karena zat aktif bersifat tidak diabsorpsi oleh saluran cerna dan atau cepat termetabolisme oleh lintasan<br />

pertama di hati. [1]<br />

Karena tablet bukal diletakkan di rongga mulut untuk waktu yang relatif lama (30-60 menit), perhatian<br />

khusus harus diberikan terhadap bahan-bahan penyusun tablet yang digunakan benar-benar khusus<br />

sehingga tablet tidak terasa seperti berpasir atau mengiritasi. [1]<br />

Siklodekstran larut-air telah digunakan sebagai bahan tambahan untuk meningkatkan absorpsi hormon<br />

steroid dari permukaan mukosa mulut. Untuk menyiapkan bahan-bahan ini, 40% larutan encer 2-<br />

hidroxypropil atau poly- -siklodekstran dijenuhkan dengan steroid, di freeze-dried, kemudian dikempa<br />

menjadi tablet. [1]<br />

Beberapa pembatasan telah ditentukan pada tipe USP, viskositas, atau kadar kelembaban dari HPMC.<br />

68


Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

HPMC dapat ditangani dengan oksigen atau lembab untuk mengoksidasi atau menghidrolisis sebelum<br />

dimasukkan dalam formulasi atau dapat juga digunakan bentuk yang belum mengalami penanganan awal.<br />

Profil pelepasan obat dari tablet bentuk ini mengikuti kecepatan reaksi orde nol. [1]<br />

Tablet jenis ini dapat juga menggunakan kopolimer poliakrilik (spt Carbapol 934, B.F. Goodrich<br />

Chemical Co.) yang dicampur dengan HPC atau natrium kaseinat untuk absorpsi bukal dengan waktu<br />

kerja jangka panjang. Basis tablet lainnya antara lain Na-poliakrilat (PANA) yang dikombinasikan<br />

dengan pembawa seperti laktosa, mikrokristalin selulosa, dan manitol. Gum alami seperti locust bean<br />

gum, xanthan, dan guar gum juga dapat digunakan. [1]<br />

Beberapa polimer mempunyai sifat mukoadhesif yang dapat membantu tablet bertahan dalam posisi<br />

pada tempat absorpsi diantara gusi dengan pipi atau bibir. PANA dan karbapol 934 telah terbukti<br />

memiliki sifat seperti ini. Tablet dua lapis telah tersedia dalam permukaan adhesif dan non adhesif.<br />

Metoda in vitro untuk mengukur keadhesifan dari beberapa bahan terhadap mukus telah dikembangkan<br />

berdasarkan kebutuhan tekanan untuk melepaskan plat kaca yang disalut dengan bahan uji dari gel<br />

mukus yang diisolasi. Waktu harus diperhatikan untuk menghidrasi bahan supaya mendapatkan evaluasi<br />

yang baik. Carbapol 934, CMC-Na, tragakan, dan Na-Alginat memiliki adhesivitas yang baik terhadap<br />

mukosa, namun povidon dan akasia mempunyai profil yang lemah jika diukur dengan metode ini. [1]<br />

Metode yang Digunakan<br />

Tablet kempa bukal dapat dibuat baik itu dengan prosedur yang digunakan untuk granulasi atau dengan<br />

kempa langsung. Formula yang tidak menggunakan penghancur akan melarut perlahan. [1]<br />

Evaluasi dan Penyimpanan<br />

Keragaman bobot, keseragaman kandungan, kekerasan, dan friabilitas ditentukan dengan prosedur yang<br />

sama untuk tablet kempa. Evaluasi disintegrasi tablet berbeda dengan uji untuk tablet bukal yang<br />

dilakukan dalam air pada suhu 37 °C, berdasarkan metode dari USP untuk tablet tidak bersalut<br />

menggunakan disk. Persyaratannya adalah sebanyak 16 dari 18 tablet harus hancur dalam waktu 4 jam.<br />

Waktu disolusi yang panjang diakibatkan karena tablet bukal secara normal didesain untuk melepaskan<br />

zat aktif secara perlahan. Waktu hancur untuk tablet kempa biasanya antara 30-60menit. [1]<br />

Daftar eksipien yang digunakan untuk tablet sublingual dan bukal:<br />

Laktosa, laktosa anhidrat, laktosa anhidrat spray-dried (HOPE 4, h. 323), (HOPE 5, h 293, 385, 387)<br />

PEG 4000 (HOPE 4, h. 454), [HOPE 5, h. 545]<br />

Sukrosa (HOPE 4, h.622), [HOPE 5, h. 233, 636]<br />

Manitol (HOPE 4, h.373), [HOPE 5, h. 267, 449, 720]<br />

Mikrokristalin selulosa (HOPE 4, h.108), [HOPE 5, h. 132]<br />

Starch = amilum (HOPE 4, h.603), [HOPE 5, h. 731]<br />

Povidon (HOPE 4, h.508), [HOPE 5, h. 452, 611]<br />

Kalsium stearat (HOPE 4, h.80), [HOPE 5, h. 102, 431, 452, 734]<br />

Hidroksi propil metil selulosa = HPMC = hipromellose (HOPE 4, h.297), [HOPE 5, h. 346]<br />

Hidroksi propil selulosa (HOPE 4, h.289), [HOPE 5, h. 336]<br />

Etil selulosa (HOPE 4, h.237), [HOPE 5, h. 145]<br />

Akasia (HOPE 4, h.1), [HOPE 5, h. 1]<br />

Talk (HOPE 4, h.641), [HOPE 5, h. 60, 178, 319, 421, 429, 435]<br />

Mg-stearat (HOPE 4, h.354), [HOPE 5, h. 103, 430, 442, 452]<br />

Asam-stearat (HOPE 4, h.615), [HOPE 5, h. 103, 336, 407, 431]<br />

Locust-bean gum = ceratonia (HOPE 4, h.123), [HOPE 5, h. 148]<br />

Xantan gum (HOPE 4, h.691), [HOPE 5, h. 316, 418]<br />

PUSTAKA<br />

[1]<br />

Lachman, L., Lieberman, H.A., Schwartz, J.B., 1989, Pharmaceutical Dosage Forms, 2 nd ed., Vol. 1,<br />

Marcel Dekker, INC., New York and Basel, 329-359.<br />

[2]<br />

Lachman, L., Lieberman, H., 1986, The Theory and Practise of Industrial Pharmacy, 3 rd ed., Lea &<br />

Febiger, Philadelphia, 333.<br />

[3]<br />

Voigt, R.,1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Terj. Dr. Sundani N.S., Ed. Ke-5, Gadjah Mada<br />

University Press, Jogjakarta, 216-217.<br />

[4]<br />

Banker, G.S., Rhodes, C.T., 1990, Modern Pharmaceutics, Marcel Dekker, INC., New York and<br />

Basel, 427-432.<br />

69


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

SUPPOSITORIA<br />

(Re-New by: Hegard)<br />

I. DEFINISI<br />

Menurut Farmakope Indonesia ed. IV suppositoria adalah <strong>sediaan</strong> padat dalam berbagai bobot dan<br />

bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut<br />

pada suhu tubuh. (FI ed.IV hal 1 6)<br />

II. TEORI SEDIAAN<br />

Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa zat terapetik<br />

yang bersifat lokal atau sistemik. Bahan dasar suppositoria yang umum digunakan adalah lemak<br />

coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran polietilen glikol berbagai bobot<br />

molekul, dan ester asam lemak polietilen glikol.<br />

Bahan dasar suppositoria yang digunakan sangat berpengaruh pada pelepasan zat terapetik. Lemak<br />

coklat cepat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan dengan cairan tubuh, oleh karena itu<br />

menghambat difusi obat yang larut dalam lemak pada tempat diobati. Polietilen glikol adalah bahan<br />

dasar yang sesuai untuk beberapa antiseptik. Jika diharapkan bekerja secara sistemik, lebih baik<br />

menggunakan bentuk ionik dari pada nonionik, agar diperoleh keter<strong>sediaan</strong> hayati yang maksimum.<br />

Meskipun obat bentuk nonionik dapat dilepas dari bahan dasar yang dapat bercampur dengan air,<br />

seperti gelatin tergliserinasi dan polietilen glikol, bahan dasar ini cenderung sangat lambat larut<br />

sehingga menghambat pelepasan. Bahan pembawa berminyak seperti lemak coklat jarang digunakan<br />

dalam <strong>sediaan</strong> vagina, karena membentuk residu yang tidak dapat diserap, Sedangkan gelatin<br />

tergliserinasi jarang digunakan melalui rektal karena disolusinya lambat. Lemak coklat dan<br />

penggantinya (lemak keras) lebih baik untuk menghilangkan iritasi, seperti pada <strong>sediaan</strong> untuk<br />

hemoroid internal.<br />

Ovula adalah <strong>sediaan</strong> padat yang dimasukkan ke dalam vagina untuk pengobatan lokal dan harus<br />

hancur dalam sedikit cairan. Dalam pembuatan ovula, banyak digunakan basis kombinasi PEG dengan<br />

berbagai berat molekul. Pada basis ini sering juga ditambahkan surfaktan dan bahan pengawet seperti<br />

turunan paraben. Umumnya pH ovula diatur sampai pH asam (sekitar 4,5) agar sesuai dengan pH<br />

vagina normal. Keasaman ini akan mengurangi pertumbuhan mikroorganisme paotgen. Ovula<br />

umumnya berbentuk bulat telur dan pada kemasannya disertai alat bantu untuk memasukkan ovula ke<br />

dalam vagina. Berat ovula kira-kira 3-5 gram. (Modul Praktikum Teknologi Solida)<br />

Panjang ovula berkisar 1,25 – 1,5 inchi dan diameter 5/8 inchi<br />

1. Tujuan penggunaan (ovula)<br />

Biasanya digunakan untuk lokal dengan efek sebagai antiseptik, kontrasepsi, anastetik lokal,<br />

dan pengobatan penyakit infeksi seperti trichomonal, bakteri dan monilial.<br />

2. Absorpsi Vagina<br />

Absorpsi <strong>sediaan</strong> vaginal terjadi secara pasif melalui mukosa. Proses absorpsi dipengaruhi<br />

oleh fisiologi, pH, dan kelarutan dan kontanta partisi obat. Permukaan vagina dilapisi oleh<br />

lapisan film air (aqueous film) yang volume, pH dan komposisinya dipengaruhi oleh umur,<br />

siklus menstruasi, dan lokasi. pH vagina meningkat secara gradien yaitu pH 4 untuk anterior<br />

formix dan pH 5 di dekat cervix. Pada umumnya ovula digunakan untuk efek lokal. Tapi<br />

beberapa penelitian menunjukkan ada beberapa obat yang dapat berdifusi melalui mukosa dan<br />

masuk dalam peredaran darah. Sebagai contoh, kadar propanolol dalam plasma untuk <strong>sediaan</strong><br />

ovula lebih besar dibandingkan dengan rute oral pada dosis yang sama.(Husa’s,<br />

Pharmaceutical Dispensing, hal. 117)<br />

a. Suppositoria Lemak Coklat<br />

Suppositoria dengan bahan dasar lemak coklat dapat dibuat dengan mencampur bahan obat yang<br />

dihaluskan ke dalam minyak padat pada suhu kamar dan massa yang dihasilkan dibuat dalam<br />

bentuk sesuai, atau dibuat dengan minyak dalam keadaan lebur dan membiarkan suspensi yang<br />

dihasilkan menjadi dingin di dalam cetakan. Sejumlah zat pengeras yang sesuai dapat<br />

ditambahkan untuk mencegah kecenderungan beberapa obat, (seperti kloralhidrat dan fenol)


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

melunakkan bahan dasar. Yang penting, suppositoria meleleh pada suhu tubuh.<br />

Suppositoria dengan bahan lemak coklat harus disimpan dalam wadah tertutup baik, sebaiknya<br />

pada suhu dibawah 30 derajat (suhu kamar terkendali).<br />

Perkiraan bobot suppositoria yang dibuat dengan lemak coklat, dijelaskan dibawah ini.<br />

Suppositoria yang dibuat dari bahan dasar lain, bobotnya lebih berat dari pada bobot yang<br />

disebutkan dibawah ini.<br />

Suppositoria rektal. Suppositoria rektal untuk dewasa berbentuk lonjong pada satu atau kedua<br />

ujungnya dan biasanya berbobot lebih kurang 2 g.<br />

Suppositoria vaginal. Umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan berbobot lebih kurang 5 g,<br />

dibuat dari zat pembawa yang larut dalam air atau yang dapat bercampur dalam air, seperti<br />

polietilen glikol atau gelatin tergliserinasi.<br />

b. Pengganti Lemak Coklat<br />

Suppositoria dengan bahan dasar jenis lemak, dapat dibuat dari berbagai minyak nabati, seperti<br />

minyak kelapa atau minyak kelapa sawit yang dimodifikasi dengan esterifikasi, hidrogenasi, dan<br />

fraksionasi hingga diperoleh berbagai komposisi dan suhu lebur (misalnya minyak nabati<br />

terhidrogenasi dan lemak padat). Produk ini dapat dirancang sedemikian hingga dapat mengurangi<br />

terjadinya ketengikan. Selain itu sifat yang diinginkan seperti interval yang sempit antara suhu<br />

melebur dan suhu memadat dan jarak lebur juga dapat dirancang umtuk penyesuaian berbagai<br />

formulasi dan keadaan iklim.<br />

c. Suppositoria Gelatin Tergliserinasi<br />

Bahan obat dapat dicampur ke dalam bahan dasar gelatin tergliserinasi, dengan menambahkan<br />

sejumlah tertentu kepada bahan pembawa yang terdiri dari lebih kurang 70 bagian gliserin, 20<br />

bagian gelatin dan 10 bagian air. Suppositoria ini harus disimpan dalam wadah tertutup rapat,<br />

sebaiknya pada suhu dibawah 35 derajat.<br />

d. Suppositoria dengan Bahan Dasar Polietilen Glikol<br />

Beberapa kombinasi polietilen glikol mempunyai suhu lebur lebih tinggi dari suhu badan telah<br />

digunakan sebagi bahan dasar suppositoria. Karena pelepasan dari bahan dasar lebih ditentukan<br />

oleh disolusi dari pada pelelehan, maka massalah dalam pembuatan dan penyimpanan jauh lebih<br />

sedikit dibanding massalah yang disebabkan oleh jenis pembawa yang melebur. Tetapi polietilen<br />

glikol dengan kadar tinggi dapat memperpanjang waktu disolusi sehingga menghambat pelepasan.<br />

Pada etiket suppositoria polietilen glikol harus tertera petunjuk “basahi dengan air sebelum<br />

digunakan”, meskipun dapat disimpan tanpa pendinginan, suppositoria ini harus dikemas dalam<br />

wadah tertutup rapat.<br />

e. Suppositoria dengan Bahan Dasar Surfaktan<br />

Beberapa surfaktan nonionik dengan sifat kimia mendekati polietilen glikol dapat digunakan<br />

sebagai bahan pembawa suppositoria. Contoh surfaktan ini adalah ester asam lemak polioksietilen<br />

sorbitan dan polioksietilen stearat. Surfaktan ini dapat digunakan dalam bentuk tunggal atau<br />

kombinasi dengan pembawa suppositoria lain untuk memperoleh rentang suhu lebur yang lebar<br />

dan konsistensi. Salah satu keuntungan utama pembawa ini adalah dapat terdispersi dalam air.<br />

Tetapi harus hati-hati dalam penggunaan surfaktan, karena dapat meningkatkan kecepatan<br />

absorpsi obat atau dapat berinteraksi dengan molekul obat yang menyebabkan penurunan aktivitas<br />

terapetik.<br />

f. Suppositoria Kempa atau Suppositoria Sisipan Suppositoria vaginal dapat dibuat dengan cara<br />

mengempa massa serbuk menjadi bentuk yang sesuai. Dapat juga dengan cara pengkapsulan<br />

dalam gelatin lunak.<br />

(FI ed. IV hal 16-17)<br />

A. TUJUAN PENGGUNAAN<br />

1. Efek Lokal<br />

Pada umumnya digunakan untuk pengobatan wasir, konsipasi, infeksi dubur. Zat aktif yang<br />

biasa digunakan:


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

Anastetik lokal<br />

Adstringen<br />

Vasokonstriktor<br />

Analgesik<br />

Emollient<br />

Konstipasi<br />

Antibiotika untuk infeksi<br />

2. Efek Sistemik<br />

Meringankan penyakit asma<br />

Analgetik dan antiinflamasi<br />

Anti arthritis, radang persendian<br />

Hipnotik & sedatif<br />

Trankuilizer dan anti emetik<br />

Khemoterapetik<br />

(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, hal 565)<br />

B. KEKURANGAN DAN KELEBIHAN SUPPOSITORIA<br />

Kelebihan Suppositoria<br />

• Dapat digunakan untuk obat yang tidak bisa diberikan melalui rute oral karena gangguan<br />

saluran cerna seperti mual, pasien dalam keadaan tidak sadar, atau pada saat pembedahan.<br />

• Dapat diberikan pada bayi, anak-anak, lansia yang susah menelan, dan pasien gangguan<br />

mental<br />

• Zat aktif tidak sesuai melalui rute oral, missal karena efek samping pada saluran cerna, atau<br />

mengalami First Pass Effect (FPE)<br />

Kekurangan Suppositoria<br />

• Daerah absorpsinya lebih kecil<br />

• Absorpsi hanya melalui difusi pasif<br />

• Pemakaian kurang praktis<br />

• Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang rusak oleh pH di<br />

rektum (materi kuliah)<br />

C. KARAKTERISASI DOSIS<br />

Umumnya dosis pada pemberian rektal besarnya 1 , 5-2 kali /lebih terhadap dosis oral, kecuali<br />

untuk obat-obat keras. Dosis tergantung pada kecepatan pelepasan obat dari suppo, yakni<br />

ditentukan oleh basis yang digunakan. Bobot suppo rektal untuk orang dewasa sekitar 2 gram<br />

sedangkan untuk anak-anak sekitar 1 gram.Sementara ovula memiliki berat 3-5 g.<br />

(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 564).<br />

D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ABSORPSI REKTAL<br />

PEMBERIAN PER REKTAL (Farmasetika 2 Biofarmasi)<br />

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINETIKA PRE DISPOSISI ZA<br />

• Penghancuran Sediaan<br />

− Suhu rektum kurang lebih 37 o C, suppo melebur 32,6-37,6 o C (36,5 o C).<br />

− Jarak lebur maksimal 10 menit.<br />

− Setelah peleburan, suppo akan menjadi massa kental yang melapisi permukaan mukosa, hal<br />

yang berpengaruh pada massa tsb antara lain : konsistensi (massa yg lebih lunak--<br />

pelepasan lebih cepat), kekentalan setelah peleburan (kekentalan meningkat--laju<br />

pelepasan ZA menurun), kemampuan pecah (zat pembawa kental--memperlambat<br />

pelepasan, untuk meningkatkan pelepasan suppo lemak dapat ditambah surfaktan HLB 4-9.<br />

• Transfer ZA dalam cairan rektum<br />

− Sifat ZA dalam suppo (ZA teremulsi tidak memberikan efek ke pelepasan karena ZA<br />

terlarut dalam air yg teremulsi dalam fase lemak, ZA yg lipofil menggunakan basis<br />

hidrofil)


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

−<br />

−<br />

−<br />

kelarutan ZA<br />

koefisien partisi dalam fase lemak dan cairan rektum<br />

ukuran partikel ZA ( partikel kecil--kekentalan meningkat---transfer ZA menurun)<br />

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINETIKA PENYERAPAN ZA YG AKAN<br />

DIBERIKAN PER REKTUM<br />

• kedudukan suppo setelah pemakaian<br />

• waktu tinggal suppo dalam rektum<br />

• pH cairan rektum (penyerapan terjadi dalam mekanisme transpor pasif yang tergantung pada<br />

koefisien partisi, pKa ZA, dan pH cairan rektum)<br />

• konsentrasi ZA dalam cairan rektum(semakin tinggi konsentrasi ZA-laju penyerapan ZA m-).<br />

FAKTOR PATOLOGIS YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN MELALUI REKTUM<br />

• pasien demam---penyerapan lebih baik bila ZA dalam basis lemak<br />

• pasien gangguan transisi saluran cerna dan diare--tidak boleh pengobatan sistemik rektum<br />

• harus diberikan setelah rektum dibersihkan<br />

• lebih disukai pada subjek berpuasa.<br />

Dosis obat yang digunakan melalui rektum mungkin lebih besar atau lebih kecil daripada obat<br />

yang dipakai secara oral, tergantung kepada faktor-faktor seperti keadaan tubuh pasien, sifat fisika<br />

kimia obat dan kemampuan obat melewati penghalang fisiologi untuk absorpsi dan sifat basis<br />

suppositoria serta kemampuannya melepaskan obat supaya siap untuk diabsorpsi. Faktor-faktor<br />

yang mempengaruhi absorpsi obat dalam rektum pada pemberian obat dalam bentuk suppositoria<br />

yaitu :<br />

i) Faktor fisiologis<br />

Antara lain ada tidaknya feses dalam rektum, sirkulasi darah di rektum, beberapa kondisi<br />

patologik seperti diare sehingga terjadi dehidrasi pada tubuh, pH cairan rektal, juga selaput<br />

lendir pada dinding rektum. Untuk memberikan efek yang optimal rektum harus dikosongkan<br />

dulu. Cairan rektal memiliki kapasitas dapar yang rendah, sehingga pH cairan rektal sangat<br />

dipengaruhi pH zat aktif yang ada melarut. Bila diatur pH kritis untuk memperoleh efisiensi<br />

absorpsi yang optimal maka dibutuhkan penambahan dapar ke dalam formula. Selaput lendir<br />

bisa menghambat absorpsi terutama bila selaput lendir tersebut kental dan tebal. Penempatan<br />

suppositoria di dalam rektum, bila terlalu dalam akan menuju vena hemoroidal atas.<br />

ii) Faktor fisikokimia<br />

Antara lain koefisien partisi lemak-air dari zat aktif, kecepatan hancurnya basis, kecepatan<br />

disolusi zat aktif dalam cairan rektal, keadaan zat aktif dalam suppositoria (jika terlarut, maka<br />

dalam basis biasanya proses pelepasan dan disolusi zat aktif menjadi lebih lambat), kelarutan<br />

zat aktif dalam cairan rektal, ukuran partikel zat aktif.<br />

iii) Adanya zat tambahan khusus ke dalam basis<br />

Misalnya surfaktan, dapat merubah tegangan permukaan selaput mukosa pada rektal sehingga<br />

absorpsi zat berkhasiat menjadi lebih baik. Surfaktan dapat memperbesar kelarutan suatu zat<br />

berkhasiat sehingga diabsorpsi lebih cepat, tapi juga dapat membentuk suatu kompleks<br />

senyawa baru yang lambat diabsorpsi.<br />

iv) Faktor aliran darah<br />

Makin banyak pembuluh darah di sekitar suppositoria maka absorpsi obat akan semakin cepat.<br />

Tetapi luas permukaan absorpsi terbatas di daerah kolon dan tidak ada perbedaan luas<br />

permukaan yang mencolok di daerah kolon, baik di pinggir, di tengah maupun di dalam<br />

daerah kolon. Setelah obat diabsorpsi dari usus halus obat dialirkan melalui vena porta<br />

hepatika ke hati. Hati memetabolisme obat tersebut, dapat berupa modifikasi atau mengurangi<br />

efek obat tersebut. di lain pihak jumlah yang lebih banyak dari obat yang sama dengan di atas<br />

akan diabsorpsi melalui anorektal. Vena haemoroid halus yang mengelilingi kolon dan rektum<br />

masuk vena kava inferior sehingga tidak masuk ke hati. Vena haemoroid menuju ke vena<br />

porta dan bermuara di hati. Tetapi lebih dari setengah pemberian melalui rektal diabsorpsi<br />

langsung ke sirkulasi tubuh. Sirkulasi limfa juga membantu absorpsi obat melalui rektal dan<br />

mengalihkannya dari hati. Rektal tidak mempunyai daya kapasitas buffer. Menurut Schumber,


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

asam dan basa lemah lebih cepat diabsorpsi daripada asam / basa kuat dan yang terionisasi<br />

kuat lainnya.<br />

(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 565-568)<br />

III. FORMULASI SUPPOSITORIA<br />

A. METODE PEMBUATAN (Lachman, 580)<br />

Suppo dapat dibuat dengan beberapa metode yaitu pencetakan dengan tangan, pencetakan kompresi,<br />

dan pencetakan dengan penuangan.<br />

1. Pencetakan dengan tangan (manual)<br />

Pencetakan dengan tangan (manual) merupakan metode paling sederhana, praktis dan ekonomis<br />

untuk memproduksi sejumlah kecil suppositoria. Caranya dengan menggerus bahan pembawa /<br />

basis sedikit demi sedikit dengan zat aktif, di dalam mortir hingga homogen. Kemudian massa<br />

suppositoria yang mengandung zat aktif digulung menjadi bentuk silinder lalu dipotong-potong<br />

sesuai diameter dan panjangnya. Zat aktif dicampurkan dalam bentuk serbuk halus atau dilarutkan<br />

dalam air. Untuk mencegah melekatnya bahan pembawa pada tangan, dapat digunakan talk.<br />

2. Pencetakan dengan kompresi / cetak kempa / cold compression<br />

Pada pencetakan dengan kompresi, suppositoria dibuat dengan mencetak massa yang dingin ke<br />

dalam cetakan dengan bentuk yang diinginkan. Alat kompresi ini terdapat dalam berbagai<br />

kapasitas yaitu 1,2 dan 5 g. Dengan metode kompresi, dihasilkan suppositoria yang lebih baik<br />

dibandingkan cara pertama, karena metode ini dapat mencegah sedimentasi padatan yang larut<br />

dalam bahan pembawa suppositoria. Umumnya metode ini digunakan dalam skala besar produksi<br />

dan digunakan untuk membuat suppositoria dengan pembawa lemak coklat / oleum cacao.<br />

Beberapa basis yang dapat digunakan adalah campuran PEG 1450 – heksametriol-1,2,6 6% dan<br />

12% polietilen oksida 4000.<br />

3. Pencetakan dengan penuangan / cetak tuang / fusion<br />

Metode pencetakan dengan penuangan sering juga digunakan untuk pembuatan skala industri.<br />

Teknik ini juga sering disebut sebagai teknik pelelehan. Cara ini dapat dipakai untuk membuat<br />

suppositoria dengan hampir semua pembawa. Cetakannya dapat digunakan untuk membuat 6 -<br />

600 suppositoria. Pada dasarnya langkah-langkah dalam metode ini ialah melelehkan bahan<br />

pembawa dalam penangas air hingga homogen, membasahi cetakan dengan lubrikan untuk<br />

mencegah melekatnya suppositoria pada dinding cetakan, menuang hasil leburan menjadi suppo,<br />

selanjutnya pendinginan bertahap (pada awalnya di suhu kamar, lalu pada lemari pendingin<br />

bersuhu 7-10 0 C, lalu melepaskan suppo dari cetakan. Cetakan yang umum digunakan sekarang<br />

terbuat dari baj a tahan karat, aluminium, tembaga atau plastik.<br />

Cetakan yang dipisah dalam sekat-sekat, umumnya dapat dibuka secara membujur. Pada waktu<br />

leburan dituangkan cetakan ditutup dan kemudian dibuka lagi saat akan mengeluarkan<br />

suppositoria yang sudah dingin. Tergantung pada formulasinya, cetakan suppo mungkin<br />

memerlukan lubrikan sebelum leburan dimasukkan ke dalamnya, supaya memudahkan terlepasnya<br />

suppo dari cetakan. Bahan-bahan yang mungkin menimbulkan iritasi terhadap membran mukosa<br />

seharusnya tidak digunakan sebagai lubrikan (Sylvia Nurendah, skripsi)<br />

Metode yang sering digunakan pada pembuatan suppositoria baik skala kecil maupun skala industri<br />

adalah pencetakan dengan penuangan (Ansel, 378)<br />

B. PENDEKATAN FORMULASI<br />

1. Apakah untuk tujuan sistemik atau lokal?<br />

2. Di mana lokasi pemberian suppositoria? Rektal, vaginal, atau uretral?<br />

3. Bagaimana efek yang diinginkan? Cepat atau lambat?<br />

1. Suppositoria untuk tujuan sistemik<br />

• Basis yang digunakan tersedia dan ekonomis.<br />

• Zat aktif harus terdispersi baik dalam basis dan dapat lepas dengan baik (pada kecepatan yang<br />

diinginkan) dalam cairan tubuh di sekitar suppositoria.<br />

• Jika zat aktif larut air, gunakan basis lemak dengan kadar air rendah.


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

• Jika zat aktif larut lemak, gunakan basis larut air. Dapat ditambahkan surfaktan untuk<br />

mempertinggi kelarutannya.<br />

• Untuk meningkatkan homogenitas zat aktif dalam basis sebaiknya digunakan pelarut yang<br />

melarutkan zat aktif atau zat aktif dihaluskan sebelum dicampur dengan basis yang meleleh.<br />

• Zat aktif yang larut sedikit dalam air atau pelarut lain yang tercampur dalam basis, dilarutkan<br />

dulu sebelum dicampur dengan basis.<br />

• Zat aktif yang langsung dapat dicampur dengan basis, terlebih dahulu digerus halus sehingga<br />

100 % dapat melewati ayakan 100 mesh.<br />

2. Suppositoria untuk efek lokal<br />

• Untuk hemoroid, anestetika lokal dan antiseptik (tidak untuk diabsorbsi).<br />

• Basis tidak diabsorpsi, melebur dan melepaskan obat secara perlahan-lahan.<br />

• Basis harus dapat melepas sejumlah obat yang memadai dalam 1/2 jam, dan meleleh<br />

seluruhnya dengan melepas semua obat antara 4-6 jam agar terjadi efek lokal dalam kisaran<br />

waktu tersebut.<br />

• Pilih basis untuk efek lokal<br />

• Obat harus didistribusikan secara homogen dalam basis suppositoria.<br />

(Lachman, “Theory and Practice of Industrial Pharmacy” 3rd ed, 582-583)<br />

C. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM FORMULASI<br />

1. Pemilihan Obat / Zat Aktif<br />

Suatu zat aktif dapat dberikan dalam bentuk suppositoria jika:<br />

a. Dapat diabsorpsi dengan cukup melalui mukosa rektal untuk mencapai kadar terapeutik dalam<br />

darah (absorpsi dapat ditingkatkan dengan bahan pembantu).<br />

b. Absorpsi zat aktif melalui rute oral buruk atau menyebabkan iritasi mukosa saluran<br />

pencernaan, atau zat aktif berupa antibiotik yang dapat mengganggu keseimbangan flora<br />

normal usus.<br />

c. Zat aktif berupa polipeptida kecil yang dapat mengalami proses enzimatis pada saluran<br />

pencernaan bagian atas (sehingga tidak berguna jika diberikan melalui rute oral).<br />

d. Zat aktif tidak tahan terhadap pH saluran pencernaan bagian atas.<br />

e. Zat aktif digunakan untuk terapi lokal gangguan di rektum atau vagina.<br />

Sifat dari zat aktif yang mempengaruhi pengembangan produk suppositoria:<br />

a. Sifat fisik<br />

• Zat aktif dapat berupa cairan, pasta atau solida.<br />

• Penurunan ukuran partikel dapat meningkatkan bioavailabilitas obat (melalui peningkatan<br />

luas permukaan) dan meningkatkan kinetika disolusi pada ampula rektal.<br />

• Penurunan ukuran partikel dapat menyebabkan pengentalan campuran zat aktif/eksipien,<br />

yang menyebabkan aliran menjadi jelek saat pengisian suppositoria ke cetakan, dan juga<br />

memperlambat resorpsi zat aktif.<br />

• Adanya zat aktif berupa kristal kasar (baik karena kondisi zat aktif saat ditambahkan ke<br />

dalam basis atau karena pembentukan kristal) dapat menyebabkan iritasi permukaan<br />

mukosa rektal yang sensitif.<br />

b. Densitas bulk<br />

Jika terdapat perbedaan yang signifikan antara densitas zat aktif dengan eksipien,diperlukan<br />

perlakuan khusus untuk mencapai homogenitas produk. Usaha yang dapat dilakukan untuk<br />

mengatasi hal ini yaitu dengan menurunkan ukuran partikel atau meningkatkan viskositas<br />

produk. Peningkatan viskositas produk dapat dicapai dengan penambahan bahan pengental,<br />

atau dengan menurunkan suhu campuran agar mendekati titik solidifikasi sehingga<br />

fluiditasnya turun.<br />

c. Kelarutan (solubilitas)<br />

• Peningkatan kelarutan zat aktif dalam basis meningkatkan homogenitas produk, tetapi<br />

menyulitkan/mengurangi pelepasan zat aktif jika terjadi kecenderungan yang besar dari<br />

zat aktif untuk tetap berada dalam basis.<br />

• Afinitas zat aktif terhadap basis/eksipien dapat diatur dengan derajat misibilitas dari kedua


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

komponen suppositoria.<br />

3. Pemilihan Basis<br />

Basis suppositoria mempunyai peranan penting dalam pelepasan obat yang dikandungnya. Salah<br />

satu syarat utama basis suppositoria adalah selalu padat dalam suhu ruangan tetapi segera<br />

melunak, melebur atau melarut pada suhu tubuh sehingga obat yang dikandungnya dapat tersedia<br />

sepenuhnya, segera setelah pemakaian (H.C. Ansel, 1990, hal 375).<br />

Peran utama basis suppositoria:<br />

a. Menjadikan zat aktif tertentu dapat dibuat dalam bentuk suppositoria yang tepat dengan<br />

karakteristik fisikokimia zat aktif dan keinginan formulator<br />

b. Basis digunakan untuk mengatur penghantaran pengobatan pada tempat absorpsinya.<br />

Karakteristik basis yang menentukan selama produksi:<br />

a. Kontraksi<br />

Sedikit kontraksi pada saat pendinginan volume suppositoria diinginkan untuk memudahkan<br />

pengeluaran dari cetakan.<br />

b. Ke-inert-an (inertness)<br />

Tidak boleh ada interaksi kimia antara basis dengan bahan aktif.<br />

c. Pemadatan<br />

Interval antara titik leleh dengan titik solidifikasi harus optimal: jika terlalu pendek maka<br />

penuangan lelehan ke dalam cetakan akan sulit; jika terlalu panjang, waktu pemadatan menjadi<br />

lama sehingga laju produksi suppositoria menurun.<br />

d. Viskositas<br />

Jika viskositas tidak cukup, komponen terdispersi dari campuran akan membentuk sedimen,<br />

mengganggu integritas dari produk akhir.<br />

Karakteristik basis yang menentukan selama penyimpanan:<br />

a. Ketidakmurnian (Impurity)<br />

Kontaminasi bakteri / fungi harus diminimalisir dengan basis yang non-nutritif dengan<br />

kandungan air minimal.<br />

b. Pelunakan (softening)<br />

Suppositoria harus diformulasi agar tidak melunak atau meleleh selama transportasi atau<br />

penyimpanan.<br />

c. Stabilitas<br />

Bahan yang dipilih tidak teroksidasi saat terpapar udara, kelembapan atau cahaya.<br />

Karakteristik basis yang menentukan selama penggunaan:<br />

a. Pelepasan<br />

Pemilihan basis yang tepat memberikan penghantaran bahan aktif yang optimal ke tempat<br />

target.<br />

b. Toleransi<br />

Suppositoria akhir toksisitasnya harus minimal, dan tidak menyebabkan iritasi jaringan mukosa<br />

rektal yang sensitif.<br />

Kriteria pemilihan basis berdasarkan karakteristik fisikokimianya:<br />

a. Jarak lebur<br />

Spesifikasi suhu lebur basis suppositoria (terutama basis lemak) dinyatakan dalam jarak lebur<br />

daripada suatu titik lebur. Hal ini karena terdapat suatu rentang suhu antara bentuk stabil dan<br />

tidak stabil, suatu hasil dari polimorfisme bahan tersebut. Penambahan cairan ke dalam basis<br />

umumnya cenderung menurunkan suhu leleh suppositoria, sehingga disarankan penggunaan<br />

basis dengan suhu leleh lebih tinggi. Sedangkan, penambahan sejumlah besar serbuk fine akan<br />

meningkatkan viskositas produk, sehingga diperlukan basis dengan suhu leleh yang lebih<br />

rendah.<br />

b. Bilangan iodin<br />

Rancidifikasi (oksidasi) basis suppositoria dapat menjadi massalah. Karena sensitivitas dari<br />

jaringan mukosa rektal, dan potensinya terpapar lelehan basis suppositoria, maka antioksidan<br />

berpotensi mengiritasi tidak dianjurkan digunakan dalam suppositoria. Untuk mencegah<br />

penggunaan antioksidan, sebaiknya digunakan basis dengan bilangan iodin < 3 (dan lebih


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

diutamakan < 1).<br />

c. Indeks hidroksil<br />

Bahan yang memiliki indeks hidroksil rendah juga memberikan stabilitas yang lebih baik<br />

dalam kasus dimana zat aktif sensitif terhadap adanya radikal hidroksil.<br />

Menurut Farmakope Indonesia IV, basis suppositoria yang umum digunakan adalah lemak coklat,<br />

gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran polietilenglikol (PEG) dengan<br />

berbagai bobot molekul dan ester asam lemak polietilen glikol. Basis suppositoria yang<br />

digunakan sangat berpengaruh pada pelepasan zat terapeutik (FI IV,hlm.16).<br />

Yang perlu diperhatikan untuk basis suppositoria adalah :<br />

a. Asal dan komposisi kimia<br />

b. Jarak lebur/leleh<br />

c. Solid-Fat Index (SFI)<br />

d. Bilangan hidroksil<br />

e. Titik pemadatan<br />

f. Bilangan penyabunan (saponifikasi)<br />

g. Bilangan iodida<br />

h. Bilangan air (jumlah air yang dapat diserap dalam 100 g lemak)<br />

i. Bilangan asam<br />

(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 568-569)<br />

Syarat basis yang ideal antara lain :<br />

a. melebur pada temperatur rektal<br />

b. tidak toksik, tidak menimbulkan iritasi dan sensitisasi<br />

c. dapat bercampur (kompatibel) dengan berbagai obat<br />

d. tidak berbentuk metastabil<br />

e. mudah dilepas dari cetakan<br />

f. memiliki sifat pembasahan dan emulsifikasi<br />

g. bilangan airnya tinggi<br />

h. stabil secara fisika dan kimia selama penyimpanan<br />

i. dapat dibentuk dengan tangan, mesin, kompresi atau ekstrusi<br />

Jika basis adalah lemak, ada persyaratan tambahan sebagai berikut :<br />

Bilangan asam < 0,2<br />

Bilangan penyabunan 200 - 245<br />

Bilangan iodine < 7<br />

Interval antara titik lebur dan titik pemadatan kecil (kurva SFI tajam)<br />

(Lachman, teory and Practice of Industrial Pharmacy, 575)<br />

Tipe basis suppositoria berdasarkan karakteristik fisik yaitu (H. C. Ansel, 1990 hal 376) :<br />

a. Basis suppositoria yang meleleh (Basis berlemak)<br />

Basis berlemak merupakan basis yang paling banyak dipakai, terdiri dari oleum cacao, dan<br />

macam-macam asam lemak yang dihidrogenasi dari minyak nabati seperti minyak palem dan<br />

minyak biji kapas.<br />

Menurut USP, oleum cacao merupakan :<br />

• Lemak yang diperoleh dari biji Theobroma cacao yang dipanggang.<br />

• Secara kimia adalah trigliserida yang terdiri dari oleapalmitostearin dan oleo distearin<br />

• Pada suhu kamar, berwarna kekuning-kuningan sampai putih padat sedikit redup, beraroma<br />

coklat<br />

• Melebur pada 30-36 o C<br />

(H. C. Ansel, 1990 hal 376)<br />

• Titik leleh :31-34 o C<br />

• Kelarutan : mudah larut dalam kloroform, eter, petroleum spirit, larut dalam etanol panas,<br />

sedikit larut dalam etanol 95%<br />

• Stabilitas dan penyimpanan : pemanasan diatas 36 o C menyebabkan pembentukan kristal


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

metastabil. Oleum cacao disimpan di suhu < 25 o C<br />

(HOPE , ed. IV hal. 639)<br />

• Bilangan iod 34 - 38<br />

• Bilangan asam 4<br />

• Mudah tengik dan meleleh harus disimpan di tempat sejuk dan kering terhindar dari cahaya.<br />

(Lachman,575)<br />

• Bentuk polimorfisa<br />

1. Bentuk α melebur pada 24 ° C diperoleh dengan pendinginan secara tiba-tiba sampai<br />

0 o C.<br />

2. Bentuk β diperoleh dari cairan oleum cacao yang diaduk pada suhu 18-23 0 C titik<br />

leburnya 28-31 o C<br />

3. Bentuk stabil β diperoleh dari bentuk β’, melebur pada 34-35 0 C diikuti dengan<br />

kontraksi volume<br />

4. Bentuk γ melebur pada suhu 18 o C, diperoleh dengan menuangkan oleum cacao suhu<br />

20 o C sebelum dipadatkan ke dalam wadah yang didinginkan pada suhu yang sangat<br />

dingin. Pembentukan polimorfisa ini tergantung dari derajat pemanasan, proses<br />

pendinginan dan keadaan selama proses. Pembentukan kristal non stabil dapat<br />

dihindari dengan cara :<br />

o Jika massa tidak melebur sempurna, sisa-sisa krsital mencegah pembentukan<br />

krsital non stabil.<br />

o Sejumlah kristal stabil ditambahkan ke dalam leburan untuk mempercepat<br />

perubahan dari bentuk non stabil ke bentuk stabil. (istilahnya “seeding”).<br />

o Leburan dijaga pada temperatur 28-32 0 C selama 1 jam atau 1 hari.<br />

• Hal-hal yang harus diperhatikan :<br />

o Gunakan panas minimal pada proses peleburan, < 40 o C<br />

o Jangan memperlama proses pemanasan<br />

o Jika melekat pada cetakan gunakan lubrikan<br />

o Titik pemadatan oleum cacao terletak 12-13 o C dibawah titik leburnya sehingga dapat<br />

dimanfaatkan dalam pembuatan suppo (menjaga suppo tetap cair tanpa berubah menjadi<br />

bentuk tidak stabil)<br />

o Penambahan emulgator seperti tween 61 sebanyak 5-10 % akan meningkatkan absorpsi<br />

air sehingga menjaga zat-zat yang tidak larut tetap terdispersi/tersuspensi dalam oleum<br />

cacao<br />

o Kestabilan suspensi dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan-bahan seperti Almonostearat<br />

atau silika yang memberikan leburan oleum cacao bersifat tiksotropik.<br />

o Untuk obat-obat yang dapat menurunkan titik lebur oleum cacao seperti minyak atsiri,<br />

creosote, fenol,. Kloralhidrat, digunakan campuran malam atau spermaceti (lemak ikan<br />

paus).(Lachman,576)<br />

b. Basis suppositoria larut air dan basis yang bercampur dengan air<br />

Basis yang penting dari kelompok ini adalah basis gelatin tergliserinasi dan basis polietilen glikol.<br />

Basis gelatin tergliserinasi terlalu lunak untuk dimasukkan dalam rektal sehingga hanya digunakan<br />

melalui vagina (umum) dan uretra. Basis ini melarut dan bercampur dengan cairan tubuh lebih<br />

lambat dibandingkan dengan oleum cacao sehingga cocok untuk <strong>sediaan</strong> lepas lambat. Basis ini<br />

menyerap air karena gliserin yang higroskopis. Oleh karena itu, saat akan dipakai, suppo harus<br />

dibasahi terlebih dahulu dengan air.<br />

Polietilen glikol (PEG) merupakan polimer dari etilen oksida dan air, dibuat menjadi bermacammacam<br />

panjang rantai, berat molekul dan sifat fisik. Polietilen glikol tersedia dalam berbagai<br />

macam berat molekul mulai dari 200 sampai 8000. PEG yang umum digunakan adalah PEG 200,<br />

400, 600, 1000, 1500, 1540, 3350, 4000, 6000 dan 8000. Pemberian nomor menunjukkan berat<br />

molekul rata-rata dari masing-masing polimernya. Polietilen glikol yang memiliki berat molekul<br />

rata-rata 200, 400, 600 berupa cairan bening tidak berwarna dan yang mempunyai berat molekul<br />

rata-rata lebih dari 1000 berupa lilin putih, padat dan kekerasannya bertambah dengan


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

bertambahnya berat molekul. Basis polietilen glikol dapat dicampur dalam berbagai perbandingan<br />

dengan cara melebur, dengan memakai dua jenis PEG atau lebih untuk memperoleh basis suppo<br />

dengan konsistensi dan karakteristik yang diinginkan. PEG menyebabkan pelepasan lebih lambat<br />

dan memiliki titik leleh lebih tinggi daripada suhu tubuh. Penyimpanan PEG tidak perlu di kulkas<br />

dan dapat dalam penggunaan dapat dimasukkan secara perlahan tanpa kuatir suppo akan meleleh di<br />

tangan (hal yang umum terjadi pada basis lemak). (Ansel, hal 377)<br />

Contoh formula basis (Lachman, 578)<br />

a. PEG 1000 96%, PEG 4000 4%<br />

b. PEG 1000 75%, PEG 4000 25%<br />

Basis a) memiliki titik leleh rendah, sehingga membutuhkan tempat dingin untuk<br />

penyimpanan, terutama pada musim panas. Basis ini berguna jika kita ingin disintegrasi yang<br />

cepat. Sedangkan basis b) lebih tahan panas daripada basis a) sehingga dapat disimpan pada<br />

suhu yang lebih tinggi. Basis ini berguna jika kita ingin pelepasan zat yang lambat. (Lachman,<br />

578)<br />

Suppositoria dengan polietilen glikol tidak melebur ketika terkena suhu tubuh, tetapi perlahanlahan<br />

melarut dalam cairan tubuh. Oleh karena itu basis ini tidak perlu diformulasi supaya melebur<br />

pada suhu tubuh. Jadi boleh saja dalam pengerjaannya, menyiapkan suppositoria dengan campuran<br />

PEG yang mempunyai titik lebur lebih tinggi daripada suhu tubuh.<br />

Keuntungannya, bahan ini bukan saja tidak memungkinkan perlambatan pelepasan obat dari basis<br />

begitu suppo dimasukkan, tetapi juga menyebabkan penyimpanan dapat dilakukan di luar lemari es<br />

dan tidak rusak bila terkena udara panas. Suppo dengan basis PEG harus dicelupkan ke dalam air<br />

untuk mencegah rangsangan pada membran mukosa dan rasa “menyengat”, terutama pada kadar air<br />

dalam basis yang kurang dari 20%. (Ansel hal 377)<br />

PEG Titik Leleh (°C)<br />

1000 37 – 40<br />

1500 44 – 48<br />

1540 40 – 48<br />

4000 50 – 58<br />

6000 55 – 63<br />

(HOPE, ed.IV p. 455)<br />

Keuntungan basis PEG :<br />

a. stabil dan inert<br />

b. polimer PEG tidak mudah terurai.<br />

c. Mempunyai rentang titik leleh dan kelarutan yang luas shg memungkinkan formula supo<br />

dgn berbagai derajat kestabilan panas dan laju disolusi yg berbeda<br />

d. Tidak mendukung pertumbuhan jamur<br />

(Teori dan Praktek Industri Farmasi, hal 1174)<br />

Kerugian basis PEG:<br />

1. secara kimia lebih reaktif daripada basis lemak.<br />

2. dibutuhkan perhatian lebih untuk mencegah kontraksi volume yang membuat bentuk<br />

suppo rusak<br />

3. kecepatan pelepasan obat larut air menurun dengan meningkatnya jumlah PEG dgn BM<br />

tinggi.<br />

4. cenderung lebih mengiritasi mukosa drpd basis lemak.<br />

(HOPE, hal 455)<br />

Kombinasi jenis PEG dapat digunakan sbg basis supo dan memberikan keuntungan sbb.:<br />

1. titik lebur supo dapat meningkat shg lebih tahan thd suhu ruangan yg hangat.<br />

2. pelepasan obat tdk tergantung dari titik lelehnya.<br />

3. stabilitas fisik dalam penyimpanan lebih baik.<br />

4. <strong>sediaan</strong> supo akan segera bercampur dengan cairan rektal.<br />

(HOPE, hal 455)


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

c. Basis surfaktan<br />

Surfaktan tertentu disarankan sebagai basis hidrofilik sehingga dapat digunakan tanpa<br />

penambahan zat tambahan lain. Surfaktan juga dapat dikombinasikan dengan basis lain. Basis ini<br />

dapat digunakan untuk memformulasi obat yang larut air dan larut lemak.<br />

Keuntungan :<br />

− Dapat disimpan pada suhu tinggi<br />

− Mudah penanganannya<br />

− Dapat bercampur dengan obat<br />

− Tidak mendukung pertumbuhan mikroba<br />

− Nontoksik dan tidak mensensitisasi<br />

(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 575, 578)<br />

3. Pemilihan bahan pembantu yang dapat meningkatkan homogenitas produk, kelarutan, dll<br />

Bahan pembantu digunakan untuk:<br />

a. Meningkatkan penggabungan (inkorporasi) dari serbuk zat aktif<br />

Peningkatan jumlah serbuk zat aktif dapat mengganggu integritas suppositoria dengan<br />

menyebabkan peningkatan viskositas lelehan, sehingga menghambat alirannya ke dalam<br />

cetakan. Ajuvan yang digunakan untuk mengatasi hal ini yaitu: Mg karbonat, minyak netral<br />

(gliserida asam lemak jenuh C-8 hingga C-12 dengan viskositas rendah) 10 % dari bobot<br />

suppositoria, dan air (1 – 2 %).<br />

b. Meningkatkan hidrofilisitas<br />

Penambahan bahan peningkat hidrofilisitas digunakan untuk mempercepat disolusi suppositoria<br />

di rektum, sehingga meningkatkan absorpsi, jika digunakan dengan konsentrasi rendah. Tetapi,<br />

jika digunakan dalam konsentrasi besar, bahan ini malah menurunkan absorpsi. Bahan peningkat<br />

hidrofilisitas juga dapat menyebabkan iritasi lokal.<br />

Contoh bahan ini yaitu:<br />

1. surfaktan anionik, misalnya: garam empedu, Ca oleat, setil stearil alkohol plus 10 % Na<br />

alkil sulfat, Na dioktilsulfosuksinat, Na lauril sulfat (1 %), Na stearat (1 %), dan trietanol<br />

amin stearat (3 – 5 %);<br />

2. surfaktan nonionik dan amfoterik, misalnya: ester asam lemak dari sorbitan (Span &<br />

Arlacel), ester asam lemak dari sorbitan teretoksilasi (Tween), ester dan eter teretoksilasi<br />

(polietilenglikol 400 miristat, Myrj, eter polietilenglikol dari alkohol lemak), minyak<br />

natural termodifikasi (Labrafil M2273, Cremophor EL, lesitin, kolesterol);<br />

3. gliserida parsial, misalnya: mono- dan digliserida mengandung asam lemak tergliserolisasi<br />

(Atmul 84), mono- dan digliserida (gliserin monostearat dan gliserin monooleat),<br />

monogliserida asam stearat dan palmitat, mono- dan digliserida dari asam palmitat dan<br />

stearat.<br />

c. Meningkatkan viskositas<br />

Pengaturan viskositas dari lelehan suppositoria selama pendinginan merupakan titik kritis<br />

untuk mencegah sedimentasi. Bahan yang digunakan yaitu: asam lemak dan derivatnya (Al<br />

monostearat, gliseril monostearat, & asam stearat), alkohol lemak (setil, miristat dan stearil<br />

alkohol), serbuk inert (bentonit & silika koloidal).<br />

d. Mengubah suhu leleh<br />

Contoh bahan yang digunakan: asam lemak dan derivatnya (gliserol stearat dan asam stearat),<br />

alkohol lemak (setil alkohol dan setil stearat alkohol), hidrokarbon (parafin), dan malam<br />

(malam lebah, setil alkohol, dan malam carnauba).<br />

e. Meningkatkan kekuatan mekanis<br />

Pecahnya suppositoria merupakan masalah yang ditemui saat digunakan basis sintetik. Untuk<br />

mengatasinya dapat ditambahkan ajuvan seperti: polisorbat, minyak jarak (castor oil),<br />

monogliserida asam lemak, gliserin, dan propilenglikol.<br />

f. Mengubah penampilan


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

Pewarna dapat digunakan untuk berbagai alasan seperti psikologis, menjamin keseragaman<br />

(uniformitas) warna produk dari lot ke lot, untuk membedakan produk, dan menyembunyikan<br />

kerusakan saat pembuatan seperti eksudasi atau kristalisasi permukaan. Bahan hidrosolubel,<br />

liposolubel dan insolubel serat tidak bersifat mengiritasi mukosa dapat digunakan untuk<br />

mewarnai suppositoria.<br />

g. Melindungi dari degradasi<br />

Agen antifungi dan antimikroba digunakan jka suppositoria mengandung bahan asal tanaman<br />

atau air. Digunakan asam sorbat atau garamnya jika pH larutan zat aktif kurang dari 6.<br />

p-hidroksibenzoat atau garam natriumnya juga dapat digunakan. Tetapi, potensi bahan-bahan<br />

ini menyebabkan iritasi rektal perlu dipertimbangkan.<br />

Antioksidan seperti BHT, BHA, tokoferol dan asam askorbat digunakan untuk mencegah<br />

ketengikan (rancidity) pada formulasi suppositoria yang menggunakan lemak coklat (cocoa<br />

butter).<br />

Sequestering agents seperti asam sitrat dan kombinasi antioksidan digunakan untuk<br />

mengkompleks logam yang mengkatalisis reaksi redoks. Contohnya: campuran tiga bagian<br />

BHT, BHA, dan propilgalat dengan satu bagian asam sitrat memberikan hasil memuaskan pada<br />

penggunaan 0,01 %.<br />

h. Mengubah absorpsi<br />

Pada kasus di mana absorpsi obat di rektal amat terbatas, perlu ditambahkan bahan untuk<br />

meningkatkan uptake obat tersebut. Sejumlah bahan telah digunakan untuk meningkatkan<br />

bioavailabilitas dari zat aktif dalam suppositoria. Sebagai contoh, penambahan enzim<br />

depolimerisasi (mukopolisakarase) telah dipelajari untuk meningkatkan penetrasi beberapa zat<br />

aktif.<br />

(Lieberman, “Disperse System”, thn 1989, vol 2, 537-<br />

54)<br />

IV.PERHITUNGAN SUPPOSITORIA<br />

Dosis Replacement<br />

Jika dosis zat aktif yang digunakan < 100 mg (untuk bobot supo 2 g), maka volume yang ditempati<br />

oleh serbuk tidak berubah secara bermakna sehingga tidak perlu dipertimbangkan.<br />

Jika bobot supo yang akan dibuat < 2 g maka volume serbuk harus diperhitungkan.<br />

Faktor kerapatan (densitas) dari basis dan serbuk harus diketahui.(Slide kuliah bu Heni)<br />

Berikut adalah cara perhitungan jumlah basis yang dapat digunakan oleh sejumlah bahan obat ataupun<br />

bahan pembantu :<br />

1. Density Factor (Dispensing of Medication, 9th, Robert E. King, hal. 96)<br />

Merupakan jumlah gram zat aktif yang setara dengan 1 g basis.<br />

Contoh :<br />

a. Akan dibuat 12 buah suppo yang mengandung aspirin @ 300 mg dan dibuat dalam cetakan<br />

suppo 2 g dengan basis oleum cacao<br />

Maka perhitungan basis oleum cacao yang dibutuhkan untuk suppo tersebut sbb:<br />

− Aspirin yang dibutuhkan (dibuat dengan ditambah 1 buah suppo untuk<br />

cadangan) = 13 x 0,3 g = 3,9 g<br />

− Faktor densitas untuk aspirin<br />

= 1,1 → 3,9 / 1,1 = 3,55 → 3,9 g aspirin setara dengan 3,55 g oleum cacao.<br />

− Oleum cacao <strong>teori</strong>tis yang dibutuhkan untuk membuat suppo (basis saja tanpa<br />

ZA) = 13 x 2 g = 26 g<br />

− Oleum cacao sebenarnya yang dibutuhkan untuk membuat suppo<br />

= 26 g – 3,55 g = 22,45 g<br />

b. R/ Aminofilin 10 % Density factor aminofilin 1,1


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

Fenobarbital 1 % Density factor fenobarbital 0,81<br />

mf Suppositoria no VI @ 2 g<br />

Jawab :<br />

Jika diminta membuat 6 buah Suppositoria maka umumnya dibuat berlebih, misalnya 8 buah.<br />

Langkah pengerjaan :<br />

1. Buat dan timbang 8 Suppositoria yang terbuat dari oleum cacao saja, misal diperoleh bobot total 8<br />

Suppositoria adalah 16, 8 g. Maka bobot rata-rata 1 Suppositoria adalah 16,8 / 8 = 2,1<br />

2. Zat aktif ditimbang :<br />

Aminofilin : 10% x 8 x 2,1 g = 1,68<br />

g<br />

Fenobarbital : 1% x 8 x 2,1 g = 0,168 g<br />

3. Dihitung kesetaraan zat aktif dengan oleum cacao :<br />

− Aminofilin menggantikan : 1,68 / 1,1 = 1,53 g oleum cacao<br />

− Fenobarbital menggantikan : 1,68 / 0,81 = 0,14 g oleum cacao<br />

4. Jumlah total oleum cacao yang ditimbang : 16,8 g – (1,53+0,14) = 15,13 g<br />

5. Buat 8 Suppositoria yang terdiri dari oleum cacao dan bahan obat kemudian lakukan evaluasi<br />

terhadapnya dan serahkan 6 Suppositoria yang baik.<br />

2. Replacement Factor (Lachman,585) / Nilai Tukar (IMO, hal 161)<br />

Replacement factor [faktor penggantian dosis (f)] adalah jumlah basis yang dapat digantikan oleh<br />

bahan obat. Nilai tukar dimaksudkan untuk mengetahui berat lemak (oleum cacao) yang<br />

mempunyai besar volume yang sama dengan 1 gram bahan aktif obat.<br />

Jika f = 0,81 berarti bahwa 0,81 g basis dapat digantikan oleh 1 g bahan obat. f dapat diturunkan<br />

dari persamaan berikut :<br />

( E - G )<br />

f = 100 x ------------ + 1<br />

( G x X )<br />

E : Berat Suppositoria yang hanya terdiri dari basis<br />

G : Berat Suppositoria dengan zat aktif x<br />

% X : % bahan obat<br />

G.X : Jumlah bahan obat dalam Suppositoria<br />

Contoh :<br />

Supositoria mengandung 100 mg fenobarbital, menggunakan oleum cacao sebagai basis.<br />

Bobot supo mengandung 100% ol.cacao = 2 g<br />

Berapa bobot supo yang mengandung 100 mg fenobarbital ?<br />

Jawab :<br />

Karena mengandung 100 mg fenobarbital dalam sekitar 2 g, maka % fenobarbital dalam <strong>sediaan</strong><br />

supo adalah (100 / 2000) mg x 100% = 5%<br />

Bilangan pengganti fenobarbital, f = 0,81<br />

( E - G )<br />

f = 100 x ------------ + 1<br />

( G x X )<br />

( 2 - G )<br />

0,81 = 100 x ------------ + 1<br />

( G x 5)<br />

-0,19 = 200 – 100G<br />

5G<br />

-0,19 = 40 – 20G → G = 2,0095 g<br />

Jadi bobot supo dengan 100 mg fenobarbital = 2,0095 g<br />

Dalam perhitungan apabila diketahui maka f dapat langsung dikalikan dengan jumlah bahan obat.


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

Obat-obat yang umum dibuat dalam <strong>sediaan</strong> Suppositoria, bila dibandingkan dengan oleum cacao<br />

yang memiliki f = 1, memiliki faktor pengganti seperti dalam tabel berikut ini :<br />

Bahan aktif<br />

Faktor pengganti<br />

Asam borat 0,67<br />

Fenobarbital 0,81<br />

Hg protein ringan 0,61<br />

Balsam Peru 0,83<br />

Bismuth subgallat 0,37<br />

Bismuth subnitrat 0,33<br />

Camphora 1,49<br />

Malam putih atau malam kuning 1,0<br />

Spermaseti 1,0<br />

Kloral hidrat 0,67<br />

Kinin hidroklorida 0,83<br />

Serbuk daun digitalis 0,61<br />

Ichthammol 0,91<br />

Minyak jarak 1,0<br />

Fenol 0,9<br />

Prokain hidroklorida 0,8<br />

Resorsin 0,71<br />

Salol 0,71<br />

Sulfanilamida 0,6<br />

Sulfatiazol 0,62<br />

Teofilin Na asetat 0,6<br />

Zink oksida 0,15 - 0,25<br />

(Lachman,585)<br />

Untuk bahan aktif larutan nilai tukarnya adalah 1. (IMO, hal 164)<br />

3. Displacement Value<br />

Adalah jumlah zat aktif yang dapat menggantikan oleum cacao.<br />

Contoh perhitungan :<br />

− Buat dan timbang 6 Suppo oleum cacao tanpa bahan obat, misalnya diperoleh bobot 6,0g.<br />

− Buat Suppositoria dengan 40 % zat aktif diperoleh bobot 8,8 g<br />

Jumlah Oleum Cacao : 60% x 8,8 = 5,28<br />

Jumlah Zat Aktif : 40% x 8,8 = 3,52<br />

Jadi jumlah oleum cacao yang dapat digantikan oleh 3,52 g zat aktif adalah :<br />

(6,0-5,28) g = 0,72 g<br />

3,52<br />

Displacement value zat aktif adalah : ------- = 4,89 = 5 (dibulatkan)<br />

0,72<br />

5 g Zat aktif dapat menggantikan 1 g oleum cacao<br />

Data kesetaraan zat aktif dengan basis tidak diketahui<br />

R/ Vioform 250 mg<br />

mf Suppositoria no VI @ 2 g<br />

Langkah pengerjaan :<br />

1. Buat dan timbang 8 Suppositoria yang terbuat dari oleum cacao saja, misal diperoleh<br />

bobot total adalah 16 g, berarti bobot rata-rata satu Suppositoria adalah 2 g.<br />

2. Kemudian dibuat Suppositoria orientasi dengan 250 mg Vioform dan oleum cacao 1500<br />

mg. Kedua bahan tersebut dicampurkan dan dituangkan ke dalam cetakan (lubang cetakan<br />

98


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

seharusnya belum terisi penuh), sisa volume diisi dengan lelehan oleum cacao lainnya<br />

sampai meluap. Suppositoria yang dihasilkan ditimbang, misal diperoleh bobot 2,2 g.<br />

Maka jumlah oleum cacao adalah : 2,2 - 0,25 g = 1,95 g<br />

Jadi jumlah oleum cacao yang dapat digantikan oleh 250 mg Vioform adalah (2,0 -<br />

1,95)g= 0,05 g<br />

3. Jumlah vioform yang ditimbang adalah : 0,25 g x 8 = 1,5 g<br />

Jumlah oleum cacao yang ditimbang : (2 – 0,05) g x 8 = 16,4 g<br />

4. Campurkan kedua bahan tadi dan tuang ke dalam 8 lubang cetakan. Lakukan evaluasi<br />

terhadapnya dan serahkan Suppositoria yang baik.<br />

4. Metoda Paddock (Penetapan Bilangan Pengganti)<br />

Bilangan pengganti adalah bilangan yang menyatakan jumlah basis yang digantikan oleh zat<br />

aktif, dikarenakan perbedaan BJ antara zat aktif dan basis.<br />

Misal, akan dibuat suppo dengan 10% zat aktif, cara penetapan bilangan pengganti :<br />

a Suppo basis :<br />

− buat basis suppo dan tuang dalam cetakan<br />

− biarkan suppo basis di suhu kamar sampai memadat sempurna<br />

− sempurnakan pemadatan pada suhu dingin (4 o C) selama 30 menit<br />

− keluarkan suppo basis dari cetakan dan tibang, misalnya didapat 2 gram<br />

b Suppo dengan 10% zat aktif :<br />

− buat lelehan basis suppo (90%)<br />

− timbang 10% zat aktif dan masukkan ke dalam lelehan basis suppo yang sudah turun<br />

suhunya sampai nilai tertentu bergantung stabilitas zat aktif<br />

− aduk sampai zat aktif terdispersi rata dalam basis<br />

− tuang ke dalam campuran dan biarkan memadat seperti pada prosedur a.<br />

− keluarkan suppo dan timbang, misalnya didapat 2,2 gram<br />

c Perhitungan :<br />

− bobot suppo 100% basis = 2 g<br />

− bobot suppo 10% zat aktif = 2,2 g<br />

Jadi bobot zat aktif dalam suppo = 0,1 x 2,2 = 0,22 g<br />

bobot basis dalam suppo 10% zat aktif = 2,2 – 0,22 = 1,98 g<br />

Bobot basis yang digantikan oleh 0,22 g zat aktif = 2 – 1,98 = 0,02 g basis<br />

Bobot basis yang digantikan oleh 1 g zat aktif = 0,02 / 0,22 = 0,09 g basis<br />

Jadi bilangan pengganti zat aktif = 0,09<br />

V. PEMBUATAN<br />

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan Suppositoria, sbb:<br />

1. Penyiapan cetakan<br />

• Cetakan dikalibrasi, caranya : Siapkan cetakan supo dengan kondisi kering dan bersih.<br />

Buat lelehan basis supo 6-12 supo. Tuang lelehan, dinginkan dan rapikan. Keluarkan supo<br />

dari cetakan dan timbang. Hitung bobot rata-rata supo. Bobot rata-rata ini sebagai nilai<br />

kalibrasi untuk cetakan tertentu.<br />

• Cetakan sebaiknya dilubrikasi. Cetakan yang baru masih memiliki permukaan yang<br />

mengkilat dan dapat melepaskan suppositoria secara cepat, tetapi setelah beberapa kali<br />

pemakaian dapat timbul goresan yang dapat menghambat pelepasan suppositoria dari<br />

cetakan. Penggunaan lubrikan sesedikit mungkin untuk melapisi semua bagian cetakan<br />

tertutup, jika berlebihan dapat menyebabkan deformasi supo, jika kurang dapat<br />

menyebabkan kesulitan pengeluaran supo dari cetakan.<br />

• Lubrikan yang digunakan tidak bercampur (immisibel) dengan basis. Untuk basis larut<br />

air, digunakan minyak mineral (contoh : parafin cair). Untuk basis larut lemak, digunakan<br />

gliserin, air, air-gliserin, atau PEG 400.<br />

• Teknik lain untuk memudahkan pengeluaran suppositoria akhir dari cetakan adalah dengan


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

mendinginkan cetakan sebentar di freezer setelah suppositoria membeku pada suhu<br />

kamar. Kontraksi tambahan dapat melepaskan suppositoria lebih mudah dari permukaan<br />

logam.<br />

2. Pembuatan basis supo<br />

• Pemanasan berlebihan harus dihindari dan basis yang telah dilelehkan dituang ke dalam<br />

cetakan pada suhu sedikit di atas titik pembekuan untuk:<br />

1.mencegah kristalisasi basis yang dapat menyebabkan suppositoria retak.<br />

2.mencegah presipitasi obat yang tidak larut dalam basis ke ujung suppositoria dan<br />

mencegah patahnya suppositoria.<br />

• Suhu pelehan basis oleum cacao 34-35 o C, jika dipanaskan melebihi suhu ini menyebabkan<br />

pembentukan bentuk α (tidak stabil), jika dipanaskan kurang dari suhu ini menyebabkan<br />

ol.cacao sulit ditangani dan lengket di cetakan.<br />

• PEG merupakan basis yang sangat stabil pada suhu tinggi, pelelehan biasanya pada suhu<br />

60 o C.<br />

3. Penyiapan zat aktif<br />

• Zat aktif sebaiknya digerus menjadi ukuran yang homogen, halus, dan dapat menjamin<br />

distribusi yang merata dalam basis.<br />

• Maksimum zat aktif / zat tambahan lain yang boleh dimasukkan ke dalam basis adalah<br />

30%. Lebih dari 30% menyebabkan kerapuhan supo.<br />

4. pencampuran dan penuangan<br />

• Zat aktif dapat langsung dicampurkan ke dalam lelehan basis, atau dibasahkan dulu<br />

sebelum dimasukkan.<br />

• Waktu pencampuran harus diperhatikan sampai diperoleh distribusi zat aktif yang<br />

homogen. Pencampuran yang terlalu lama dapat menyebabkan penguraian zat aktif atau<br />

basis.<br />

• Campuran dalam lelehan kemudian dituang pada suhu kamar sampai cetakan terpenuhi<br />

sempurna agar tidak terjadi lapisan-lapisan dalam supo. Cetakan dingin tidak digunakan<br />

karena menyebabkan fraktur. Hindarkan gelembung udara terjerat dalam lelehan.<br />

5. pendinginan dan penyempurnaan<br />

• Lelehan dibiarkan dalam suhu kamar 15-30 menit diikuti dengan pendinginan tambahan di<br />

lemari es selama 30 menit.<br />

Pembuatan dan penuangan Suppositoria dengan cara leburan :<br />

1. Cetakan supositoria disiapkan, cetakan harus bersih dan kering.<br />

2. Lubrikan dioleskan ke dalam cetakan, kemudian cetakan ditelungkupkan agar tidak terjadi<br />

penumpukan lubrikan dalam cetakan.<br />

3. Lelehkan basis di dalam mangkok porselin berbibir di atas penangas air pada suhu yang sesuai<br />

(suhu serendah mungkin). Untuk basis oleum cacao , pelelehan dilakukan terhadap sebagian<br />

oleum cacao terlebih dahulu. Setelah oleum cacao sedikit melelh, sisa oleum cacao<br />

ditambahkan ke dalam mangkok porselen tersebut secara geometris dengan memperhatikan<br />

konsistensi lelehan.<br />

4. Tambahkan zat aktif secara geometris hingga homogen (untuk basis oleum cacao<br />

pencampuran basis dengan zat aktif sebaiknya dilakukan dengan cepat agar tidak terjadi<br />

pendinginan selama proses pencampuran zat aktif dengan basis)<br />

5. Lelehan kemudian diisikan ke dalam cetakan (suhu cetakan sebaiknya sama dengan lelehan)<br />

dengan bantuan batang pengaduk.<br />

6. Penuangan dilakukan secara kontinu agar supositoria tidak pecah akibat terjadinya lapisanlapisan.


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

7. Penuangan dilakukan secara berlebih pada permukaan cetakan untuk menghindari terjadinya<br />

penurunan volume akibat pemadatan supositoria.<br />

8. Campuran dibiarkan memadat pada suhu kamar, kurang lebih 15 menit.<br />

9. Campuran dimasukkan ke dalam lemari pendingin (suhu 8-10 o C) selama 10 menit, kemudian<br />

dimasukkan ke dalam frezer selama 5 menit.<br />

10. Setelah memadat kelebihan massa dipotong, kemudian supositoria dikeluarkan dari cetakan.<br />

VI. PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN<br />

A. Pengemasan<br />

• Suppositoria gliserin dan gelatin umumnya dikemas dalam wadah gelas ditutup rapat supaya<br />

mencegah perubahan kelembapan suppositoria.<br />

• Suppo yang diolah dengan basis oleum cacao biasanya dibungkus terpisah-pisah atau<br />

dipisahkan satu sama lainnya pada ceah-celah dalam kotak untuk mencegah terjadinya kontak<br />

antar suppo tersebut dan mencegah perekatan.<br />

• Suppo dengan kandungan obat yang peka terhadap cahaya dibungkus satu persatu dalam<br />

bahan tidak tembus cahaya seperti lembaran logam (alufoil). Sebenarnya kebanyakan<br />

suppositoria yang terdapat di pasaran dibungkus dengan alufoil atau bahan plastik satu per<br />

satu. Beberapa di antaranya dikemas dalam strip kontinu berisi suppositoria yang dipisahkan<br />

dengan merobek lubang-lubang yang terdapat di antara suppositoria tersebut. Suppo ini biasa<br />

juga dikemas dalam kotak dorong (slide box) atau dalam kotak plastik. (Howard. C. Ansel,<br />

1990,hal. 385.)<br />

Suppo yang berbasis gliserin dan gelatin tergliserinasi sebaiknya dikemas dalam wadah botol<br />

bermulut lebar dan tertutup rapat. Suppo berbasis oleum cacao dan polimer PEG biasanya masingmasing<br />

suppo dikemas dalam kotak kardus yang dilapisi bahan kedap air. Suppo dapat dikemas<br />

rapat dengan kertas logam atau wadah berlapis kertas lilin. Suppo yang mengandung bahan mudah<br />

menguap seperti fenol dan mentol harus dikemas dalam wadah kaca yang tertutup rapat. (HUSA’S<br />

Pharmaceutical dispensing, ed. 5, hal. 126)<br />

Labelling<br />

Label <strong>sediaan</strong> harus mengandung:<br />

1. Nama dan jumlah senyawa aktif yang terkandung.<br />

2. Sediaan tidak boleh ditelan.<br />

3. Tanggal <strong>sediaan</strong> tidak boleh digunakan lagi.<br />

4. Kondisi penyimpanan <strong>sediaan</strong>.<br />

(BP 2002, hal.1895)<br />

Petunjuk penyimpanan dalam ruangan dingin disampaikan kepada pasien.<br />

(HUSA’S Pharmaceutical dispensing, ed. 5, hal. 126)<br />

B. Penyimpanan<br />

Karena suppo umumnya dipengaruhi panas, maka perlu menjaga dalam tempat dingin.<br />

• Suppo yang basisnya oleum cacao harus disimpan di bawah 30 0 F (-1,1°C) dan akan lebih baik<br />

apabila disimpan di dalam lemari es.<br />

• Suppo yang basisnya gelatin gliserin baik sekali bila disimpan di bawah 35 0 F (1,6°C).<br />

• Suppo dengan basis polietilen glikol mungkin dapat disimpan pada suhu ruang biasa tanpa<br />

pendinginan.<br />

Suppo yang disimpan dalam lingkungan yang kelembapan nisbinya tinggi mungkin akan menarik<br />

uap air dan cenderung menjadi seperti spon, sebaliknya bila disimpan dalam tempat yang kering<br />

sekali mungkin akan kehilangan kelembapannya sehingga akan menjadi rapuh. (Howard. C. Ansel,<br />

1990, hal. 385.)<br />

VII. EVALUASI SUPPOSITORIA<br />

1. Appearance


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

Tes ini lebih ditekankan pada distribusi zat berkhasiat di dalam basis suppo. Suppo dibelah secara<br />

longitudinal kemudian dibuat secara visual pada bagian internal dan bagian eksternal dan harus<br />

nampak seragam. Penampakan permukaan serta warna dapat digunakan untuk mengevaluasi<br />

ketidakadaan:<br />

− celah<br />

− lubang<br />

− eksudasi<br />

− pengembangan lemak<br />

− migrasi senyawa aktif<br />

(Pharmaceutical Dosage Form Disperse System Volume 2, Herbert A. Lieberman, 1989,hal. 552)<br />

2. Keragaman Bobot<br />

Timbang masing-masing suppo sebanyak 10, diambil secara acak. Lalu tentukan bobot rata-rata.<br />

Tidak lebih dari 2 suppo yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari % deviasi,<br />

yaitu 5 %. Keragaman bobot juga merupakan bagian dari uji keseragaman <strong>sediaan</strong>, dilakukan bila<br />

<strong>sediaan</strong> mengandung zat aktif 50 mg atau lebih yang merupakan 50% atau lebih dari bobot <strong>sediaan</strong>.<br />

Jika tidak, keseragaman <strong>sediaan</strong> ditentukan dengan metode keseragaman kandungan (lihat poin 6).<br />

(BP 2002, Appendix XII H, A.253, FI IV 1995 hal. 999)<br />

3. Waktu Hancur / Disintegrasi<br />

Uji ini perlu dilakukan terhadap suppo kecuali suppo yang ditujukan untuk pelepasan<br />

termodifikasi atau kerja lokal diperlama. Suppo yang digunakan untuk uji ini sebanyak 3 buah.<br />

Suppo diletakkan di bagian bawah ‘perforated disc’ pada alat, kemudian dimasukkan ke silinder<br />

yang ada pada alat. Lalu diisi air sebanyak 4 liter dengan suhu 36-37 o C dan dilengkapi dengan<br />

stirer. Setiap 10 menit balikkan tiap alat tanpa mengeluarkannya dari air. Disintegrasi tercapai<br />

ketika suppo :<br />

a. Terlarut sempurna<br />

b. Terpisah dari komponen-komponennya, yang mungkin terkumpul di permukaan air (bahan<br />

lemak meleleh) atau tenggelam di dasar (serbuk tidak larut) atau terlarut (komponen mudah<br />

larut) atau dapat terdistribusi di satu atau lebih cara ini.<br />

c. Menjadi lunak, dibarengi perubahan bentuk, tanpa terpisah sempurna menjadi komponennya,<br />

massa tidak lagi memiliki inti padatan yang membuatnya tahan terhadap tekanan dari<br />

pengaduk kaca.<br />

Suppo hancur dalam waktu tidak lebih dari 30 menit untuk suppo basis lemak dan tidak lebih dari<br />

60 menit untuk suppo basis larut air, kecuali dinyatakan lain. (BP2002, A237, FI IV hal 1087-<br />

1088)<br />

4. Ketegaran / Kehancuran Suppositoria<br />

Tes ini menentukan ketegaran suppo di bawah kondisi tertentu terhadap pemecahan suppositoria<br />

dan ovula yang diukur dengan menggunakan sejumlah tertentu massa atau beban untuk<br />

menghancurkannya. Tes ini didasarkan untuk suppo dan ovula berbasis lemak. Uji ini tidak sesuai<br />

untuk <strong>sediaan</strong> yang memiliki bahan pembantu hidrofilik, seperti campuran gelatin-gliserol.<br />

Metode<br />

Cek apakah alat yang digunakan sudah dalam keadaan vertikal atau belum. Alat dipanaskan<br />

sampai suhunya 25 o C. Sediaan yang akan diuji telah diletakkan dalam suhu yang sesuai dengan<br />

suhu yang akan digunakan minimal 24 jam. Tempatkan <strong>sediaan</strong> di antara kedua penjepit dengan<br />

bagian ujung menghadap ke atas.<br />

Tunggu selama 1 menit dan tambahkan lempeng 200 g pertama. Tunggu lagi selama 1 menit dan<br />

tambahkan lempeng berikutnya. Hal tersebut diulang dengan cara yang sama sampai <strong>sediaan</strong><br />

hancur. Massa yang dibutuhkan menghancurkan <strong>sediaan</strong> dihitung berdasarkan massa yang<br />

dibutuhkan untuk menghancurkan <strong>sediaan</strong> (termasuk massa awal yang terdapat pada alat). Hal-hal<br />

yang perlu diperhatikan:<br />

− Apabila <strong>sediaan</strong> hancur dalam 20 detik setelah pemberian lempeng terakhir maka massa yang<br />

terakhir ini tidak masuk dalam perhitungan.<br />

− Apabila <strong>sediaan</strong> hancur dalam waktu antara 20 dan 40 detik setelah pemberian lempeng


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

−<br />

terakhir maka massa yang dimasukkan ke dalam perhitungan hanya setengah dari massa yang<br />

digunakan, misal 100 g.<br />

Apabila <strong>sediaan</strong> belum hancur dalam waktu lebih dari 40 detik setelah pemberian lempeng<br />

terakhir maka seluruh massa lempeng terakhir dimasukkan ke dalam perhitungan.<br />

Setiap pengukuran menggunakan 10 <strong>sediaan</strong> dan pastikan tidak terdapat residu <strong>sediaan</strong> sebelum<br />

setiap pengukuran.<br />

(BP2002, A334, Leon Lachman, 1990, hal. 586-587)<br />

5. Berhubungan dengan Pelelehan Suppositoria<br />

a. Kisaran Leleh<br />

Uji ini disebut juga uji kisaran meleleh makro, dan uji ini merupakan suatu ukuran waktu yang<br />

diperlukan suppositoria untuk meleleh sempurna bila dicelupkan ke dalam penangas air dengan<br />

temperatur tetap (37 o C). Sebaliknya uji kisaran meleleh mikro adalah kisaran leleh yang<br />

diukur dalam pipa kapiler hanya untuk basis lemak. Alat yang biasa digunakan untuk<br />

mengukur kisaran leleh sempurna dari suppositoria adalah suatu alat disintegrasi tablet USP.<br />

Suppositoria dicelupkan seluruhnya dalam penangas air yang konstan, dan waktu yang<br />

diperlukan unutk meleleh sempurna atau menyebar dalam air sekitarnya diukur. (Leon<br />

Lachman, 1990, hal. 586)<br />

b. Uji Pencairan atau Uji Melunak dari Suppositoria Rektal<br />

Uji ini mengukur waktu yang diperlukan suppositoria rektal untuk mencair dalam alat yang<br />

disesuaikan dengan kondisi in vivo. Suatu penyaringan melalui selaput semi permeabel diikat<br />

pada kedua ujung kondensor dengan masing-masing ujung pipa terbuka. Air pada 37 o C<br />

disirkulasi melalui kondensor sehingga separuh bagian bawah pipa kempis dan separuh bagian<br />

atas membuka. Tekanan hidrostatis air dalam alat tersebut kira-kira nol ketika pipa tersebut<br />

mulai kempis. Suppositoria akan sampai pada level tertentu (lihat gambar pada buku) dan<br />

waktu tersebut diukur untuk suppositoria meleleh dengan sempurna dalam pipa tersebut. (Leon<br />

Lachman, 1990, hal. 586)<br />

c. Pelelehan dan Pemadatan<br />

Pembebasan senyawa aktif dari basisnya adalah fungsi langsung dari suhu melelehnya. Untuk<br />

mendapatkan efek terapetik yang ideal dari <strong>sediaan</strong> ini maka pemahaman yang baik terhadap<br />

faktor-faktor dalam pembuatan <strong>sediaan</strong>, pada saat pelelehan (atau fusion) dan pemadatan, akan<br />

menentukan bioavailabilitas optimum dari <strong>sediaan</strong> akhir. Metode yang umum digunakan:<br />

− tabung kapiler terbuka<br />

− tabung U<br />

− titik jatuh<br />

(Pharmaceutical Dosage Form Disperse System Vol. 2, Herbert A. Lieberman, 1989, h. 555)<br />

6. Keseragaman Kandungan<br />

Diambil tidak kurang 30 suppo lalu ditetapkan kadar 10 satuan satu per satu. Kecuali dinyatakan<br />

lain, persyaratannya adalah kadar dalam rentang 85,0%-115,0% dari yang tertera pada etiket dam<br />

simpangan baku relatif kurang dari atau sama dengan 6,0%.<br />

Jika satu satuan berada di luar rentang tersebut, tapi dalam rentang 75,0%-125,0% dari yang tertera<br />

dalam etiket, atau simpangan baku relatif lebih besar dari 6,0%, atau jika kedua kondisi tidak<br />

dipenuhi, dilakukan uji 20 satuan tambahan. Persyaratan dipenuhi jika tidak lebih dari satu satuan<br />

dari 30 terletak di luar rentang 85,0%-115,0% dari yang tertera pada etiket dan tidak ada satuan<br />

terletak di luar rentang 75,0%-125,0% dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif dari<br />

30 satuan <strong>sediaan</strong> tidak lebih dari 7,8%. (FI ed.IV hal 999-1000)<br />

7. Penentuan Waktu Pelembekan dari Suppositoria Lipofilik<br />

(Softening time determination of lipophilic suppositories)<br />

Uji ini dilakukan untuk menentukan waktu yang dibutuhkan <strong>sediaan</strong> di dalam air sampai <strong>sediaan</strong><br />

melembek hingga <strong>sediaan</strong> tidak mempunyai ketegaran / ketahanan saat berat tertentu diberikan.<br />

Metode ini dapat menggunakan beberapa alat. (BP 2002, A332)<br />

8. Metode Uji Disolusi Sediaan Suppositoria


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

Belum ada metode atau desain alat yang dijadikan standar untuk digunakan dalam laboratorium<br />

farmasi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi disolusi farmasi dari <strong>sediaan</strong> suppositoria:<br />

pengaruh surfaktan dan kelarutan, pengaruh viskositas, zat tambahan dan ukuran partikel zat aktif.<br />

(Abdou, Dissolution, Bioavalability and Bioequivalence; TA A 673 Leon Lachman, 1990,hal.<br />

567)<br />

VIII. CONTOH-CONTOH SUPPO DI PUSTAKA<br />

1. Suppositoria aminofilin ( Fornas, HC Ansel,593 )<br />

2. Suppositoria aspirin (HC Ansel, 593)<br />

3. Suppositoria bibaza / anusol ( Fornas )<br />

4. Suppositoria bisakodil ( BP 2002 hal. 1895; Fornas )<br />

5. Suppositoria klorpromazin ( BP 2002 hal. 1895)<br />

6. Suppositoria etamifilin ( BP 2001)<br />

7. Suppositoria flurbiprofen ( BP 2002 hal. 1895)<br />

8. Suppositoria gliserol ( BP 2002 hal. 1895)<br />

9. Suppositoria indometasin ( BP 2002 hal. 1895)<br />

10. Suppositoria metronidazol ( BP 2002 hal. 1895)<br />

11. Suppositoria morfin ( BP 2002 hal. 1895)<br />

12. Suppositoria naproxen ( BP 2002 hal. 1895)<br />

13. Suppositoria parasetamol ( BP 2002 hal. 1895)<br />

14. Suppositoria pentazosin ( BP 2002 hal. 1895)<br />

IX. FORMULA DI PUSTAKA<br />

1. Suppositoria Aminofilin (Fornas hal 21)<br />

R/ Aminofilin 250 mg<br />

Suppo dasar yang cocok<br />

q.s.<br />

2. Suppositoria Bibaza / Anusol (Fornas hal 50)<br />

R/ Bismuth Subgallas 75 mg<br />

Balsamum Peruvianum<br />

Acidum Boricum<br />

Zincoxydum<br />

Ultramarinum<br />

Cera flava<br />

Oleum cacao hingga<br />

3. Suppositoria Bisakodil (Fornas hal 51)<br />

R/ Bisakodil 10 mg<br />

Suppo dasar yang cocok q.s<br />

125 mg<br />

360 mg<br />

360 mg<br />

3,4 mg<br />

100 mg<br />

2,6 g<br />

NOTE: Jika tidak dinyatakan lain, sebagai suppo dasar digunakan lemak coklat dan untuk memperoleh<br />

massa suppo yang baik, sebagian lemak coklat dapat diganti dengan malam putih dalam jumlah yang<br />

sesuai. Suppo yang dibuat dengan menggunakan suppo dasar lemak coklat berbobot antara 1-2 g<br />

(Fornas hal 333)<br />

(FORMULA NO. 4 S/D 10 DARI PUSTAKA BPC 1973 HAL. 796-798)<br />

4. Suppositoria Bismuth Subgalat<br />

R/ Bismuth Subgalat 200 mg<br />

Resorsinol<br />

60 mg<br />

ZnO<br />

120 mg<br />

Castor oil<br />

60 mg<br />

Theobroma oil/basis lemak lain hingga 1 g<br />

Bilangan Pengganti (BP): 1 g theobroma oil setara dengan 3 g bismuth subgalat<br />

“ 5 g ZnO<br />

“ 1 g Castor oil


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

5. Suppositoria Chlorpromazine<br />

R/ Chlorpromazine 100 mg<br />

Minyak nabati terhidrogenasi/basis yang cocok<br />

“ 1,5 g resorsinol<br />

6. Suppositoria Cinchocaine<br />

R/ Cinchocaine Hidroklorida 11 mg<br />

Theobroma oil/basis lemak<br />

BP: 1 g Theobroma oil setara dengan 1,5 g Cinchocaine Hidroklorida<br />

7. Suppositoria Hamamelis<br />

R/ Ekstrak kering Hamamelis 200 mg<br />

Theobroma oil/basis lemak yang cocok<br />

BP: 1 g theobroma oil setara dengan 1,5 g ekstrak kering Hamamelis<br />

8. Suppositoria Hamamelis dan ZnO<br />

R/ Ekstrak kering Hamamelis 200 mg<br />

ZnO<br />

600 mg<br />

Theobroma oil / basis lemak yang cocok hingga 2 g<br />

9. Suppositoria Hidrokortison<br />

R/ Hidrokortison/Hidrokortisaon asetat 25 mg<br />

Theobroma oil/basis lemak yang cocok<br />

BP : 1 g Theobroma oil setara dengan 1,5 g hidrokortison / hidrokortison asetat<br />

10. Suppositoria Morphine<br />

R/ Morfin hidroklorida/morfin sulfat 15 atau 30 atau 60 mg<br />

Theobroma oil / basis lemak yang cocok<br />

NOTE: Theobroma oil dapat diganti dengan basis lain yang cocok seperti palm kemel oil<br />

terfraksionasi atau minyak nabati terhidrogenasi lain yang cocok, dimana titik leleh suppo tidak lebih<br />

dari 37 0 C. Jika suppo digunakan pada negara tropis dan subtropis, titik leleh basis dapat ditingkatkan<br />

dengan penambahan white beeswax atau basis yang memiliki titik leleh lebih tinggi. Penggunaan<br />

suppo gliserol sebagai basis terbatas karena gelatin inkompatibel dengan tanin. (BPC 1973 hal. 795)<br />

(FORMULA NO. 11 S/D 20 DARI PUSTAKA LACHMAN PHARMACEUTICAL DOSAGE FORMS<br />

DISPERSE SYTEM HAL 563)<br />

A. Analgesik, antipiretik<br />

11. R/ Aspirin 500 mg<br />

Novata B<br />

1500 mg<br />

12. R/ Parasetamol 200 mg<br />

Kodein Fosfat<br />

20 mg<br />

Aspirin<br />

150 mg<br />

Witepsol H35 hingga<br />

2000 mg<br />

B. Bronkopulmonari, Antitusif<br />

13. R/ Prophythenazone 1250 mg<br />

Theofilin<br />

310 mg<br />

Kafein<br />

625 mg<br />

Efedrin HCl<br />

310 mg<br />

Atropin metilbromida<br />

1 mg<br />

Witepsol H15<br />

hingga 2000 mg<br />

14. R/ Theofilin 400 mg<br />

Fenobarbital<br />

20 mg<br />

Suppocire AML<br />

1580 mg


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

solida<br />

C. Antibiotik<br />

15. R/ Terramycin 200 mg<br />

Suppocire M<br />

1800 mg<br />

D. Kardiovaskular<br />

16. R/ Serbuk daun Digitalis 50 mg<br />

Theobromin Sodium Salisilat 250 mg<br />

Witepsol S55<br />

hingga 2000 mg<br />

17. R/ Phenylethylbarbituric acid 50 mg<br />

Ekstrak Beladon<br />

40 mg<br />

Laktosa<br />

40 mg<br />

Gliserol 78%<br />

80 mg<br />

Witepsol<br />

hingga 2000 mg<br />

E. Antihemorrhoidal<br />

18. R/ Benzokain 50 mg<br />

Metanol<br />

20 mg<br />

Resorcin<br />

10 mg<br />

ZnO<br />

300 mg<br />

Hamamelis (ekstrak cair) 50 mg<br />

Witepsol<br />

hingga 2000 mg<br />

19. R/ Anhydrous Bismuth Oxide 23 mg<br />

Resorsinol<br />

23 mg<br />

Bismuth subgalat<br />

53 mg<br />

Bismuth oxyiodide<br />

1 mg<br />

ZnO<br />

278 mg<br />

Asam borat<br />

477 mg<br />

Peruvian balsam<br />

46 mg<br />

Suppocire<br />

1899 mg<br />

FORMULA DI HUSA’S PHARMACEUTICAL DISPENSING, ED.5. HAL. 126 :<br />

20. R/ Asam asetilsalisilat 1,0 mg<br />

Na fenobarbital<br />

0,1 mg<br />

PEG<br />

hingga 3,0 mg<br />

21. R/ Asam asetilsalisilat 0,4 mg (untuk anak-anak)<br />

Ekstrak Beladona<br />

0,03 mg<br />

22. R/ Aminofilin 0,5 mg<br />

Amobarbital<br />

30 mg


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

KRIM<br />

I. DEFINISI<br />

Krim merupakan istilah yang digunakan dalam dunia farmasi, kedokteran dan kosmetik, sebagai <strong>sediaan</strong><br />

berbentuk emulsi, dan bersifat semi solid. Krim biasanya digunakan untuk pemakaian pada kulit atau<br />

membran mukosa.<br />

Beberapa definisi krim, sebagai berikut :<br />

Krim adalah bentuk <strong>sediaan</strong> setengah padat, mengandung satu atau lebih bahan terlarut atau terdispersi<br />

dalam bahan dasar yang sesuai (FI IV, hal 6).<br />

Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk <strong>sediaan</strong> setengah padat yang mempunyai konsistensi<br />

relatif cair, diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang batasan<br />

tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse<br />

mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air<br />

dan lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian<br />

obat melalui vaginal (FI IV, hal 6)<br />

Krim adalah <strong>sediaan</strong> semi solid kental, umumnya berupa emulsi M/A (krim berair) atau emulsi A/M<br />

(krim berminyak) (The Pharmaceutical Codex 1994, hal 134)<br />

Krim adalah <strong>sediaan</strong> multi fase yang terdiri dari fase lipofil dan fase aqueous yang diformulasi misibel<br />

dengan sekret kulit, dimaksudkan untuk digunakan di kulit atau membran mukosa tertentu dengan<br />

tujuan protektif, terapeutik, atau profilaktik, terutama yang tidak memerlukan efek oklussif (membentuk<br />

lapisan /film diatas permukaan kulit). (BP 2002, hal 1904,1905)<br />

Krim adalah <strong>sediaan</strong> homogen, viscos atau semi solid yang biasanya mengandung larutan atau suspensi<br />

satu atau lebih zat aktif dalam basis yang cukup. Krim diformulasikan menggunakan hidrofilik atau<br />

hidrofobik basis untuk mendapatkan krim yang tersatukan dengan sekret kulit. Krim biasanya<br />

digunakan pada kulit atau membran mukosa untuk perlindungan, pengobatan atau pencegahan. Krim<br />

harus menggunakan pengawet serta mengandung zat tambahan yang cocok seperti anti oksidan,<br />

stabilizer, pengemulsi dan pengental (BP 1988, hal 649)<br />

TEORI<br />

A. Penggolongan Krim<br />

(RPS 18 th ed hal. 1603; Soehaimi Moebin, “Dasar-Dasar Krim”)<br />

Berdasarkan tipe<br />

− Tipe M/A atau O/W (Diktat Kuliah Teknologi Farmasi Likuida dan Semi Solida, Hal 122).<br />

Krim M/A (Vanishing krim) yang digunakan melalui kulit akan hilang tanpa bekas. Pembuatan<br />

krim M/A sering menggunakan zat pengemulsi campuran dari surfaktan (jenis lemak yang<br />

ampifil) yang umumnya merupakan rantai panjang alkohol walaupun untuk beberapa <strong>sediaan</strong><br />

kosmetik pemakaian asam lemak lebih popular.<br />

Contoh : shaving cream, hand cream, foundation cream (RPPS 21 th ed, p. 887)<br />

− Tipe A/M atau W/O (Diktat Kuliah Teknologi Farmasi Likuida dan Semi Solida, Hal 122).<br />

Krim berminyak mengandung zat pengemulsi A/M yang spesifik seperti adeps lanae, wool<br />

alkohol atau ester asam lemak dengan atau garam dari asam lemak dengan logam bervalensi 2,<br />

misal Ca. Krim A/M dan M/A membutuhkan emulgator yang berbeda-beda. Jika emulgator<br />

tidak tepat, dapat terjadi pembalikan fasa. Penggunaan krim jenis ini umumnya pada<br />

penggunaan dengan waktu kontak yang lebih lama, contoh krim malam dan pelembab kaki.<br />

Contoh : cold cream, emollient cream (RPPS 21 th ed, p. 887)<br />

Berdasarkan pemakaian<br />

− Untuk kosmetik, Contoh : Cold cream<br />

− Untuk pengobatan, Contoh : Krim neomisin


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

B. Keuntungan Sediaan Krim<br />

Keuntungan <strong>sediaan</strong> krim adalah :<br />

− Mudah dicuci dan dihilangkan dari kulit dan pakaian<br />

− Tidak lengket (emulsi m/a)<br />

Basis krim mengandung air dalam jumlah banyak sedangkan sel hidup biasanya lembab. Hal ini<br />

akan mempercepat pelepasan obat. Selain itu, tegangan permukaan kulit akan diturunkan oleh<br />

emulgator dan bahan pembantu lain yang terdapat dalam basis krim sehingga absorbsi lebih cepat<br />

(penetrating enhancer). Basis krim yang berair juga dapat memelihara kelembaban sel kulit yang<br />

rusak.<br />

Krim mudah dipakai, memberikan dispersi obat yang baik pada permukaan kulit dan mudah dicuci<br />

dengan air.<br />

Absorbsi obat yang optimal adalah pada obat yang larut air dan larut minyak, maka bentuk<br />

pembawa yang cocok untuk memperoleh absorbsi yang optimal adalah krim atau basis salep emulsi<br />

(RPS, Hal 413).<br />

C. Hal-hal Penting dalam Merancang Suatu Sediaan Krim<br />

Untuk membuat <strong>sediaan</strong> krim yang berkhasiat dan aman, diperlukan data-data sebagai berikut:<br />

− Monografi zat aktif untuk keperluan pemeriksaan bahan baku yang digunakan. Bahan baku<br />

harus memenuhi persyaratan farmakope agar dapat digunakan untuk <strong>sediaan</strong> farmasi.<br />

− Monografi <strong>sediaan</strong> krim zat X untuk mengetahui persyaratan yang harus dipenuhi oleh <strong>sediaan</strong><br />

krim yang meliputi: Identifikasi dan penetapan kadar zat aktif dalam <strong>sediaan</strong> zat dan cara<br />

penetapannya.<br />

Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh <strong>sediaan</strong> krim zat X:<br />

− Data farmakologi untuk menentukan dosis zat aktif dalam <strong>sediaan</strong>, indikasi, kontra indikasi, efek<br />

samping, interaksi dan peringatan pasien.<br />

− Data preformulasi dan bahan baku pembantu untuk menyusun formula <strong>sediaan</strong> krim.<br />

− Undang-undang yang berhubungan, yaitu peraturan-peraturan mengenai penggolongan obat,<br />

penandaan, dan pengemasannya.<br />

Data monografi zat aktif, monografi <strong>sediaan</strong>, data farmakologi dan data preformulasi disesuaikan<br />

dengan zat aktif yang didapat dari soal.<br />

Pembuatan <strong>sediaan</strong> krim membutuhkan beberapa bahan pembantu. Pemilihan bahan pembantu<br />

didasarkan pada kesesuaian dan bentuk fisik jenis campuran serbuk yang dibutuhkan. Bahan<br />

pembantu yang digunakan sebaiknya seminimal mungkin. Semakin banyak bahan yang digunakan,<br />

semakin banyak pula masalah yang timbul, seperti masalah inkompatibilitas. Oleh karena itu,<br />

sedapat mungkin eksipien yang digunakan benar-benar dibutuhkan dalam formulasi. Akan lebih baik<br />

jika menggunakan eksipien yang dapat berfungsi lebih dari satu macam.<br />

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang <strong>sediaan</strong> krim adalah :<br />

1. Pemilihan zat aktif untuk <strong>sediaan</strong> krim harus dalam bentuk aktifnya.<br />

2. Pemilihan basis krim harus disesuaikan dengan sifat atau kestabilan zat aktif yang digunakan.<br />

Bila zat aktif larut lemak, maka sebaiknya tipe emulsi A/M dan demikian pula sebaiknya. Nilai<br />

pH stabilitas zat aktif harus diperhatikan.<br />

OTT zat aktif dengan bahan tambahan maupun basis dalam <strong>sediaan</strong> harus diperhatikan. Sifat<br />

termolabil zat aktif mempengaruhi proses pencampuran zat aktif ke dalam basis. Konsistensi<br />

<strong>sediaan</strong> krim yang diinginkan adalah konsistensi yang cukup kental, untuk menjamin stabilitas<br />

dispersi, tetapi cukup lunak sehingga mudah dioleskan.<br />

3. Pada pembuatan krim perlu ditambahkan pengawet, karena :<br />

- Krim mengandung fase air yang merupakan media yang baik untuk pertumbuhan<br />

mikroorganisme.<br />

- Kontaminasi mikroorganisme yang berasal dari bahan baku, alat maupun selama<br />

penggunaan <strong>sediaan</strong>. (TPC,151), tidak untuk <strong>sediaan</strong> krim steril.<br />

4. Krim mengandung minyak. Jika krim menggunakan minyak nabati, maka perlu ditambahkan<br />

antioksidan untuk mencegah terjadinya ketengikan, akibat terjadi reaksi oksidasi. (TPC,151)


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

Jika minyak mineral (contoh: parafin liquidum) yang digunakan dalam krim tidak perlu<br />

penambahan antioksidan<br />

5. Penggunaan emulgator harus disesuaikan dengan jenis krim yang dikehendaki dan tersatukan<br />

dengan zat aktif.<br />

6. Penambahan fasa air dalam krim dilakukan secara hati-hati dan secara sebagian-sebagian untuk<br />

mencegah kontaminasi mikroba. Penambahan dilakukan secara tepat dan terhindar dari efek<br />

panas selama pencampuran. Penambahan air secara berlebihan dapat mempengaruhi stabilitas<br />

dari beberapa krim.<br />

7. Pembuatan krim steril sebaiknya dilakukan secara aseptik, semua alat yang dibutuhkan harus<br />

direbus dalam air dan kemudian didinginkan dan dikeringkan (Fornas, Hal 313).<br />

8. Bila <strong>sediaan</strong> yang terutama ditujukan untuk penggunaan pada luka terbuka yang besar atau kulit<br />

yang parah, maka krim harus steril.<br />

9. Jika krim diwadahkan dalam tube aluminium, maka tidak boleh digunakan pengawet senyawa<br />

raksa organik (Fornas, Hal 313) karena akan terbentuk kompleks pengawet aluminium dan<br />

untuk mengatasinya tube harus dilapisi dengan bahan yang inert. Untuk itu, saat memasukkan<br />

krim ke dalam tube, krim dimasukkan beserta kertas perkamennya, untuk melindungi dari<br />

dinding tube, dan juga bisa ditambahkan zat pengkhelat.<br />

7. Untuk tube yang mudah berkarat, maka bagian tube sebelah dalam harus dilapisi dengan larutan<br />

dammar dalam pelarut mudah menguap (Fornas, Hal 313).<br />

8. Pemberian Etiket:<br />

Pada etiket harus tertera “Obat Luar”, dan untuk antibiotika harus tercantum daluarsanya (FI<br />

II)<br />

Pada etiket tercantum : (BP 2002 hal 1904; BP ’88, Hal 650)<br />

− Bila perlu, dapat ditambahkan pada etiket bahwa krim tersebut steril.<br />

− Tanggal kadaluarsa, dimana krim tidak boleh digunakan lagi.<br />

−<br />

−<br />

Kondisi penyimpanan.<br />

Pada label dicantumkan nama dan konsentrasi antimikroba sebagai pengawet yang<br />

ditambahkan.<br />

Penyimpanan :<br />

Krim sebaiknya disimpan pada suhu tidak leih dari 25 o C, kecuali dinyatakan lain oleh produsen.<br />

Krim tidak boleh didinginkan karena airnya dapat mengkristal. (BP 2002, Hal 1905).<br />

Wadah :<br />

Wadah tertutup rapat, sehingga mencegah penguapan dan kontaminasi dari isinya. Bahan dan<br />

konstruksinya harus tahan terhadap absorpsi atau difusi isinya.<br />

D. Sediaan Krim yang Ideal<br />

Dapat menjamin stabilitas sistem dispersi, tetapi juga cukup lunak sehingga mudah dioleskan.<br />

Bebas dari partikel kasar atau partikel yang tidak larut.<br />

Bioavalabilitas optimal.<br />

II. FORMULASI<br />

A. Basis Krim<br />

Pemilihan basis krim tergantung sifat obat, OTT, absorpsi: sifat kulit, aliran darah dan jenis luka.<br />

Pertimbangan utamanya adalah sifat zat berkhasiat yang digunakan dan konsistensi <strong>sediaan</strong> yang<br />

diharapkan.<br />

Persyaratan basis (RPS 18 th ed. hal 1603) antara lain:<br />

− noniritasi<br />

− mudah dibersihkan<br />

− tidak tertinggal di kulit<br />

− stabil<br />

− tidak tergantung pada pH<br />

− tersatukan dengan berbagai obat


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan basis adalah:<br />

− kualitas dan kuantitas bahan<br />

− cara pencampuran, kecepatan dan tipe pencampurannya<br />

− suhu pembuatan<br />

− jenis emulgator<br />

− dengan konsentrasi yang kecil sudah dapat membentuk emulsi yang stabil dengan tipe emulsi<br />

yang dikehendaki (M/A atau M/A)<br />

Basis krim terdiri atas basis emulsi tipe A/M dan tipe M/A (RPS 18 th ed hal. 1603)<br />

1. Basis emulsi tipe A/M. Contoh: lanolin, cold cream<br />

Sifat : • emolien<br />

• oklusif<br />

• mengandung air<br />

• beberapa mengabsorpsi air yang ditambahkan<br />

• berminyak<br />

2. Basis emulsi tipe M/A. Contoh: hydrophilic ointment (c/ : Cetomacrogol 1000 + Cetostearyl alcohol)<br />

Sifat: • mudah dicuci dengan air<br />

• tidak berminyak<br />

• dapat diencerkan dengan air<br />

• tidak oklusif<br />

Formulasi yang lebih baik adalah krim yang dapat mendeposit lemak dan senyawa pelembab lain<br />

sehingga membantu hidrasi kulit.<br />

Basis emulsi terdiri dari 3 komponen, yaitu fasa minyak, pengemulsi dan fasa air. Fasa minyak biasanya<br />

terbentuk dari petrolatum atau liquid petrolatum dengan satu atau lebih alkohol berbobot molekul tinggi<br />

seperti setil atau stearil alkohol. Stearil alkohol dan petrolatum membentuk fasa minyak yang<br />

mempunyai kegunaan menghaluskan dan membuat nyaman kulit. Stearil alkohol juga berperan sebagai<br />

adjuvan pengemulsi. Fasa air mengandung pengawet, pengemulsi atau bagian dari pengemulsi dan<br />

humektan. Humektan biasanya berupa gliserin, propilen glikol atau polietilenglikol. Fasa air juga bisa<br />

mengandung komponen larut air dari sistem emulsi, bersama dengan zat tambahan lain seperti penstabil,<br />

antioksidan, dapar, dll.<br />

Setelah pemilihan komponen yang tepat, basis emulsi dibuat melalui proses pemanasan dan pengadukan.<br />

Fasa minyak dilelehkan dan dipanaskan dalam kontainer yang dilengkapi dengan agitator (pengaduk)<br />

dengan berbagai kecepatan pengadukan. Fasa air yang mengandung pengemulsi dimasukkan ke dalam<br />

kontainer kedua, kemudian dilarutkan dan dipanaskan sampai suhu 75°C. Fasa air kemudian<br />

ditambahkan perlahan-lahan sambil terus diaduk ke fasa minyak. Penambahan pertama harus dilakukan<br />

perlahan-lahan tapi terus-menerus dan diaduk dengan hatihati, artinya pengemulsi tidak boleh diaduk<br />

dengan laju pengadukan yang menyebabkan terlalu banyak gelembung udara yang terperangkap. Aduk<br />

terus perlahan-lahan selama penambahan fasa air dan sampai suhu mencapai 30°C. Zat aktif (yang tidak<br />

tahan panas) biasanva ditambahkan setelah emulsi terbentuk dan telah banyak fasa air yang<br />

ditambahkan. Senyawa obat ditambahkan secara berkala sebagai konsentrat terdispersi dalam air.<br />

Demikian juga pewarna dan dye. (RPS 18 th ed hal 1603-1605)<br />

Contoh basis krim:<br />

Formula standar untuk krim basis M/A (Van Duin hal.119)<br />

R/ Emulgid 15 %<br />

ol. Sesami 15%<br />

Aquades ad 100%<br />

R/ Emulgid 15%<br />

ol. Arach 15%<br />

Aquades ad 100%


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

Karena oleum Sesami mudah tengik biasanya diganti dengan paraffin liquidum:<br />

R/ Emulgid<br />

Parafin liq<br />

15%<br />

15%<br />

Aquades ad 100%<br />

R/ Emulgid 15%<br />

ol. Sesami 15%<br />

Aquades ad 100%<br />

Formula standar di atas digunakan untuk zat-zat yang tahan terhadap basa. Bila zat aktif tidak tahan basa,<br />

maka basis emulgid dinetralkan dengan NaH2P04 sebanyak 2% dari jumlah emulgid dan ditambah<br />

emulgator surfaktan<br />

1. Van Duin hal. 121<br />

R/ Asam stearat 25 %<br />

Adeps lanae 5 %<br />

TEA 1,5 %<br />

Gliserin 7 %<br />

Aquades ad 100 %<br />

2. Art of Compounding hal. 362<br />

R/ Parafin liq. 20 %<br />

Asam stearat 10 %<br />

Setil alkohol 10 %<br />

TEA 10 %<br />

aquades ad<br />

60 g<br />

3. Martindale ed 28 hal. 45 (Krim TEA)<br />

R/ TEA 1,2 g<br />

Asam stearat 24 g<br />

Gliserol<br />

13,5 g<br />

Aquades<br />

61,3 g<br />

4. AJHP vol 26 Feb 1969 hal. 94<br />

R/ Setil alkohol 20 %<br />

Mineral oil 20 %<br />

Span 80 0,5 %<br />

Tween 80 4,5 %<br />

Metil paraben 0,4 % (Nipagin)<br />

Propil paraben 0,08 % (Nipasol)<br />

Aquades ad 100 %<br />

5. USP26 NF 21 2003 (Hydrophilic ointment) hal. 1349<br />

R/ Metil paraben 0,25 g<br />

Propil paraben 0,15 g<br />

Na-lauril sulfat 10 g<br />

Propilen glikol 120 g<br />

Stearil alkohol 250 g<br />

White petroleum 250 g<br />

Aquades<br />

370 g<br />

Dibuat<br />

1000 g<br />

Cara: lelehkan stearil alkohol dan white petrolatum dalam tangas air sampai suhu 70°C.<br />

Tambahkan bahan-bahan lain yang sebelumnya dilarutkan dalam air dan dihangatkan sampai<br />

suhu 75°C dan aduk campuran krim.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2007/2008<br />

TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

SEMISOLIDA<br />

semisolida<br />

6. Fornas 1978 hal. 135 R/<br />

Gentamisin sulfat setara dengan gentamisin 10.000 UI<br />

Setomakrogol 1000<br />

300 mg<br />

Setostearil alkohol<br />

1,2 g<br />

Parafin liq.<br />

1 g<br />

Vaselin album<br />

2,5 g<br />

aquades ad<br />

10 g<br />

7. Skripsi Devi Nurverial 1995<br />

R/ Parafin liq. 3,75 g<br />

Vaselin album 3,75 g<br />

Polisorbat 80 0,775 g<br />

Span 85<br />

0,225 g<br />

Carbopol 934 0,250 g<br />

TEA<br />

0,337 g<br />

Aquades<br />

8,163 g<br />

Cara: • karbopol dikembangkan dengan air suling<br />

• tambahkan TEA, aduk sampai homogen<br />

• tambahkan polisorbat 80<br />

• panaskan pada tangas air hingga 60°C<br />

• vaselin album, parafin liquidum, Span 85 dilelehkan di tangas air sampai suhu 55°C<br />

• tuang fasa minyak ke mortir, tambahkan fasa air sedikit-sedikit, aduk homogen<br />

8. Martin, Dispensing of Medication hal. 827<br />

R/ Asam stearat 7 %<br />

Setil alkohol 2 %<br />

Gliserin 10 %<br />

Light mineral oil 20 %<br />

TEA 2 %<br />

Aquades ad 100 %<br />

9. Keither, The Formulation of Cosmetics and Cosmetics Specialist, hal. 68 (Vanishing cream)<br />

R/ Asam stearat 20 %<br />

Lanolin 2 %<br />

Gliserin 2 %<br />

TEA 0,9 %<br />

Borax 0,5 %<br />

Aquades 74,6 %<br />

10. Pharmaceutical Handbook 19 th ed. Hal. 19<br />

R/ Parafin liq. 35 %<br />

Lemak domba 1 %<br />

Setil alkohol 1 %<br />

Emulgator 7 %<br />

Aquades ad . 100 % (jumlah air 56% lebih lunak)<br />

11. Basis krim<br />

lain R/ GMS<br />

Na-lauril sulfat 15<br />

Parafin liq 15<br />

Aquades ad 100<br />

Basis ini merupakan basis standar yang merupakan kombinasi emulgator HLB kecil (GMS)<br />

dengan emulgator HLB besar (Na-lauril sulfat)


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

B. Zat Tambahan dalam Krim<br />

1. Pengawet (Cooper & Guns, p. 137)<br />

Kriteria pengawet yang ideal adalah sebagai berikut :<br />

− Tidak toksik dan tidak mensensitisasi pada konsentrasi yang digunakan<br />

− Lebih mempunyai daya bakterisid daripada bakteriostatik<br />

− Efektif pada konsentrasi yang relatif rendah untuk spektrum luas<br />

− Stabil pada kondisi penyimpanan.<br />

− Tidak berbau dan tidak berasa<br />

− Tidak mempengaruhi (inert)/ dapat bercampur dengan bahan lain dalam formula dan bahan<br />

pengemas.<br />

− Larut dalam konsentrasi yang digunakan.<br />

− Tidak mahal<br />

− Tahan terhadap serangan mikroorganisme<br />

− Aktivitas tetap bertahan walaupun terdapat banyak bakteri<br />

− Aktivitas tidak terpengaruh dengan bahan-bahan pengemulsi<br />

Contoh pengawet dan keterbatasan pemakaiannya : (Cooper & Guns, p. 137-138)<br />

− Senyawa ammonium kuarterner. Senyawa ini dapat diinaktivasi oleh senyawa ionik,<br />

nonionik dan protein. Efektif pada bakteri gram (-) Pseudomonas aeruginosa. Konsentrasi<br />

0,002-0,01 untuk penggunaan eksternal.<br />

− Senyawa organik merkuri. Senyawa ini cenderung toksik dan mensensitisasi kulit.<br />

Pemakaian dibatasi dalam formulasi untuk digunakan dekat atau dalam mata. Phenyl mercuric<br />

nitrat & acetate 0,004-0,01% mengandung emulgator nonionik.<br />

− Formaldehid. Bersifat mudah menguap dan berbau, mengiritasi kulit dan reaktivitas tinggi.<br />

− Fenol terhalogenasi. Senyawa ini berbau, dapat diinaktivasi oleh nonionik, anionik dan protein.<br />

Aktivitas terbatas untuk bakteri Gram negatif. Contoh: Hexachlorophene-o-chloro-m-cresol<br />

(HPCMC), p-chloro-m-xylenol (PCMX), dichloro-m-xylenol (DCMX).<br />

− Asam sorbat. Contoh: Kalium sorbat, untuk formula dengan pH 6,5 -7, pada konsentrasi tinggi<br />

dapat teroksidasi oleh cahaya matahari dan menyebabkan penghilangan warna <strong>sediaan</strong>,<br />

terbatas hanya untuk antibakteri. Konsentrasi 0,1-0,2% untuk mengawetkan musilago akasid<br />

dan tragakan serta emulsi yang terdiri dari surfaktan nonionik.<br />

− Asam benzoat. Contoh: Natrium benzoat, untuk formula dengan pH 5.5 atau kurang, tidak<br />

banyak digunakan lagi karena hanya terbatas untuk antibakteri. Konsentrasi 0,1% b/v (yang<br />

terdiri dari 2% v/v larutan asam benzoat) digunakan bersama 0,25% kloroform untuk emulsi<br />

parafin cair.<br />

− Metilparaben atau propilparaben. Digunakan dengan perbandingan 2 metil (0,1-0,2%) : 1<br />

propil (0,06-0,03%). Senyawa ini umum digunakan. Menurut Fornas edisi II., hlm. 313 untuk<br />

metilparaben sejumlah 0,12%-0,18%, sedangkan untuk propil paraben sejumlah 0,02%-0,05%.<br />

Tetapi penggunaan Tween 80 dan Tween 20 dapat mengikat metil paraben dan propil paraben<br />

sehingga pengawet menjadi tidak aktif. Metil paraben & propil paraben dapat terikat pada<br />

Tween 80 sebanyak 57% dan 90% sehingga agar keduanya tetap efektif sebagai antimikroba,<br />

maka konsentrasinya harus ditingkatkan. (Lachman, Teori & Praktek Ind. Far., 1066). Pada<br />

pembuatan krim, metil paraben dan propil paraben dilarutkan terlebih dahulu dalam alkohol,<br />

lalu ditambahkan ke dalam basis krim yang sudah dingin.<br />

− Pengawet yang lain adalah klorokresol yang mempunyai aktivitas sebagai antifungi dan<br />

antibakteri. Konsentrasi klorkresol yang dipakai 0,1% untuk pemakaian luar.<br />

− Na Benzoat sebagai pengawet antimikroba, potensinya akan turun dengan adanya<br />

makromolekul, tetapi masih lebih baik dibandingkan turunan paraben. Oleh karena itu,<br />

penggunaan Na benzoate biasanya dalam konsentrasi tinggi, bisa mencapai 0,5%. Larut dalam 2<br />

bagian air.<br />

2. Penandaan pengawet ("Pharmaceutical Codex" 12nd ed., hlm. 155)<br />

Bila pada krim ditambahkan pengawet maka nama dan konsentrasi pengawet tersebut harus<br />

ditulis/tertera pada label.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

3. Pendapar<br />

Pertimbangan penggunaan pendapar adalah untuk menstabilkan zat aktif, untuk meningkatkan<br />

bioavailabilitas yang maksimum. Dalam memilih pendapar harus diperhatikan pengaruh pendapar<br />

tersebut terhadap stabilitas krim dan zat aktif. Pertimbangan untuk didapar dilakukan pada <strong>sediaan</strong><br />

dengan rentang stabilitas pH yang kecil, dengan maksud untuk menjaga stabilitas zat aktif dalam<br />

<strong>sediaan</strong>.<br />

4. Humektan atau pembasah<br />

Humektan digunakan untuk meminimalkan hilangnya air dari <strong>sediaan</strong> mencegah kekeringan<br />

(kehilangan air) dan meningkatkan penerimaan terhadap produk dengan meningkatkan kualitas<br />

usapan dan konsistensi secara umum.<br />

Pemilihan humektan didasarkan pada sifatnya untuk menahan air dan efeknya terhadap viskositas<br />

dan konsistensi produk akhir. Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai humektan pada krim dan<br />

gel adalah: gliserol, propilenglikol, sorbitol, dan makrogol dengan BM rendah. ("Pharmaceutical<br />

Codex" 12nd ed., hlm. 150)<br />

Poliol, Gliserin, propilenglikol, sorbitol 70 dan PEG dengan BM yang lebih rendah digunakan<br />

sebagai pelembab (humektan) dalam krim. Bahan-bahan ini mencegah krim menjadi kering,<br />

mencegah pembentukan kerak bila krim dikemas dalam botol, memperbaiki konsistensi dan mutu<br />

terhapusnya suatu krim jika dipergunakan pada kulit sehingga memungkinkan krim dapat menyebar<br />

tanpa digosok. Penambahan kandungan pelembab menyebabkan <strong>sediaan</strong> lebih pekat. Sorbitol 70%<br />

lebih higroskopis daripada gliserin dan digunakan pada konsentrasi yang lebih rendah, umumnya 3%<br />

sorbitol 70% sebanding dengan 10% gliserin. Propilenglikol dan PEG kadang-kadang dikombinasi<br />

dengan gliserin karena kemampuan menyerap lembab keduanya lebih rendah daripada gliserin.<br />

Selain itu, penambahan propilen glikol dalam pembuatan krim sebagai humektan diberikan dengan<br />

konsentrasi 15% (Lachman, Teori dan Praktek Farmasi Industri II, hlm. 1110).<br />

Pembasah diperlukan karena mayoritas obat yang terdispersi adalah hidrofob. Surfaktan berguna<br />

untuk menurunkan tegangan permukaan dan meningkatkan kontak antara zat padat dengan cairan.<br />

Pembasah ditambahkan ke serbuk sebelum masuk ke cairan lainnya.<br />

Surfaktan yang berfungsi sebagai wetting agent memiliki HLB 7-10 dengan konsentrasi 0,05-0,5%.<br />

Surfaktan kurang dari 0,05% akan memberikan pembasahan yang belum sempuma dan apabila<br />

surfaktan lebih dari 0,5% maka akan terjadi penggabungan partikel yang sangat halus, distribusi<br />

ukuran partikel berubah, dan pertumbuhan kristal. HLB tinggi menyebabkan adanya busa. (Dispersi<br />

system Vol I p. 181)<br />

Surfaktan ionik lebih efektif tapi lebih sensitif terhadap pH dan eksipien lain. Umumnya surfaktan<br />

berasa pahit kecuali poloxamers.<br />

Polisorbat 80 (Tween 80) paling banyak digunakan karena toksisitas lebih rendah daripada yang<br />

lain dan kompatibel dengan banyak bahan lain. Tween 80 merupakan surfaktan nonionik yang<br />

kompatibel dengan eksipien kation dan anion, konsentrasi yang digunakan 0,1%.<br />

Nonoxynols dan poloxamers efektif di bawah nilai KMKnya. Penambahan elektrolit netral dalam<br />

jumlah kecil, Kalium klorida menurunkan KMK, menurunkan tegangan permukaan dan<br />

meningkatkan pembasahan suspensi yang dihasilkan lebih cenderung membentuk formasi flokulasi/<br />

agregat. Alkohol 0,008%, 0,1%, 0,26% digunakan sebagai pembasah, dipilih tergantung<br />

kemampuan membasahi permukaan obat hidrofob. (Disperse system, vol.I, hlm. 181).<br />

Suspensi neocolamin, zinc oxide, magnesia magma dengan metil selulosa ditambah 0,1 mL<br />

polysorbate 80 (Tween 80) untuk 60 mL <strong>sediaan</strong> suspensi, penampilannya baik walaupun<br />

viskositasnya turun. Untuk mengkoreksi busa yang muncul, ditambah sorbitan monooleat (Span 60)<br />

dalam jumlah yang sama (AOC, hal.306). Na-lauril sulfat: bersifat anionik dan OTT dengan obat<br />

kationik (Disperse System). Biasa digunakan untuk eksternal (AOC, hal.323).


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

Tipe surfaktan HLB<br />

Anionik Nonionik Keterangan<br />

Clocusate sodium<br />

Pahit, busa<br />

Na-lauril sulfat<br />

Pahit, busa<br />

Polysorbate 65 10,5 Pahit<br />

Octoxynol 9 12,2 Pahit<br />

Nonoxynol 60 13,2 Pahit<br />

Polysorbate 60 14,9 Pahit<br />

Polysorbate 80 15 Biasa digunakan, pahit<br />

Polysorbate 40 15,6 Toksisitas rendah, pahit<br />

Polysorbate 20 16,7 Pahit<br />

Poloxamer 235 10 Toksisitas rendah, rasa baik<br />

Poloxamer 180 19 Busa, pahit<br />

4. Antioksidan<br />

Faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan antioksidan: potensi, sifat iritan, toksisitas,<br />

stabilitas, kompatibilitas, warna, bau. (Pharmaceutical Codex 12nd ed., hlm. 151)<br />

Antioksidan yang dapat ditambahkan ("Teknologi Likuida dan Semisolida", Goeswin A., hlm. 124):<br />

o Antioksidan sejati : tokoferol, alkil galat, BHA, BHT. Mencegah oksidasi dengan cara bereaksi<br />

dengan radikal bebas & mencegah reaksi cincin.<br />

o Antioksidan sebagai agen pereduksi : garam Na dan K dari asam sulfit. Zat-zat ini mempunyai<br />

potensial reduksi lebih tinggi sehingga lebih mudah teroksidasi dibandingkan zat yang lain,<br />

kadang-kadang bekerja dengan cara bereaksi dengan radikal bebas.<br />

o Antioksidan sinergis : asam edetat dan asam-asam organik seperti sitrat, maleat, tartrat atau<br />

fosfat untuk khelat terhadap sesepora logam. Senyawa yang bersifat membentuk kompleks<br />

dengan logam, karena adanya sedikit logam dapat merupakan katalisator reaksi oksidasi.<br />

5. Pengompleks ("Teknologi Likuida dan Semisolida", Goeswin A., hlm. 124)<br />

Pengompleks diperlukan untuk mengomplekskan logam yang ada dalam <strong>sediaan</strong> yang dapat<br />

mengoksidasi. Logam dapat timbul dari proses pembuatan atau pada penyimpanan karena wadah<br />

yang kurang baik. Contoh sitrat, EDTA. Pada penggunaan sitrat, harus diperhatikan untuk <strong>sediaan</strong><br />

suspensi gel atau <strong>sediaan</strong> yang mengandung selulosa akan mengubah viskositas karena memutuskan<br />

ikatan polimer tersebut atau mempengaruhi pelepasan (pelepasan akan menurun jika viskositas<br />

naik).<br />

6. Zat Pengemulsi / Emulgator<br />

Beberapa jenis zat pengemulsi:<br />

a. Asam Lemak dan Alkohol (Lachman Teori dan Praktek Farmasi Industri II,hlm.1104) Asam<br />

stearat digunakan dalam krim yang basisnya dapat dicuci dengan air, sebagai zat pengemulsi<br />

untuk memperoleh konsistensi krim tertentu serta untuk memperoleh efek yang tidak<br />

menyilaukan pada kulit. Jika sabun stearat digunakan sebagai pengemulsi, maka umumnya<br />

kalium hidroksida atau trietanolamin ditambahkan secukupnya agar bereaksi dengan 8-20%<br />

asam stearat. Asam lemak yang tidak bereaksi meningkatkan konsistensi krim. Krim ini bersifat<br />

lunak dan menjadi mengkilap karena adanya pembentukan kristal-kristal asam stearat. Krim<br />

yang dibuat dengan natrium stearat mempunyai konsistensi yang jauh lebih keras. Dalam jumlah<br />

yang cukup, stearil alkohol menghasilkan krim keras yang dapat diperlunak dengan setil alkohol.<br />

b. Zat Pengemulsi<br />

Penambahan zat-zat polar yang bersifat lemak, seperti setil alkohol cenderung menstabilkan<br />

emulsi M/A <strong>sediaan</strong> semipadat. Ion-ion polivalen, seperti Mg, Ca, dan Al cenderung<br />

menstabilkan emulsi A/M dengan membentuk ikatan silang dengan gugus-gugus polar bahan<br />

lemak. Tanah liat, magnesium aluminium silikat. juga membantu menstabilkan emulsi A/M jika<br />

digunakan dengan pengemulsi yang cocok, mungkin dengan efek pengentalnya pada fase<br />

internal sehingga bahan tersebut mencegah penggabungan.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

Magnesium aluminium silikat dapat berpindah ke daerah antarmuka, membentuk suatu lapisan tipis<br />

yang lebih kuat. Jenis emulsi sabun dapat menjadi tidak stabil dengan adanya zat-zat yang bereaksi<br />

asam. Pengemulsi kationik atau nonionik dipilih untuk obat-obat yang memerlukan pH asam.<br />

Senyawa amonium kuarterner setil trimetil amonium klorida dapat membantu menstabilkan emulsi<br />

ini bila dikombinasikan dengan alkohol berlemak seperti setil alkohol. Zat pengemulsi nonionik<br />

digunakan untuk emulsi M/A ataupun A/M, karena zat ini dapat bercampur dengan sebagian besar<br />

bahan-bahan obat. Pengemulsi nonionik dapat digunakan dengan garam-garam asam kuat atau<br />

dengan elektrolit kuat.<br />

Krim yang dibuat dari emulgator anionik seperti sabun dan emulsifying wax BP dapat mengalami<br />

pemisahan bila dicampur dengan krim yang menggunakan emulgator kationik seperti cetrimide<br />

emulsifying wah, penghambatan pelepasan bahan aktif kationik ke jaringan, dan penurunan aktivitas<br />

antimikroba dari pengawet yang bersifat kation Aulton, Pharmaceutical Practice,hlm. 42). Alkil<br />

sulfat dan fosfat seperti Na-lauril sulfat dan Na-setostearil sulfat bila digunakan sendiri<br />

menghasilkan tipe M/A dengan stabilitas yang rendah tetapi ketika dikombinasi dengan lemak<br />

alkohol maka memberikan stabilitas yang baik. (Aulton, Pharmaceutical Practice,hlm. 110).<br />

c. Emulgator<br />

Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa surfaktan anion, kation atau<br />

nonionik. Jenis emulgator yang digunakan ada 3: surfaktan, emulgator alam dan serbuk padat<br />

terbagi halus. Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang<br />

dikehendaki. Untuk krim tipe M/A digunakan zat pengemulsi seperti trietanolaminil stearat<br />

(TEA-stearat) dan golongan sorbitan, polisorbat poliglikol, sabun. Untuk membuat krim tipe A/M<br />

digunakan zat pengemulsi seperti lemak bulu domba, setil, alkohol, stearil alkohol, setaseum dan<br />

emulgida.<br />

Emulgator yang ideal untuk farmaseutika (Pharmaceutical Codex, 12ed, hlm. 84):<br />

− Stabil.<br />

− Inert.<br />

− Bebas dari bahan yang toksik dan iritan.<br />

− Sebaiknya tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna.<br />

− Menghasilkan emulsi yang stabil pada tipe yang diinginkan.<br />

Emulgator mencegah terjadinya koalesen globul berdispersi dalam sistem emulsi dengan<br />

membentuk hambatan permukaan. Gunakan konsentrasi minimum, jika terlalu tinggi dapat<br />

menyebabkan pembentukan busa.<br />

Zat pengemulsi terdiri dari pengemulsi anionik (misalnya ion lauril sulfat, TEA stearat), kationik<br />

(garam amonium kuarterner) dan pengemulsi nonionik (polioksietilenlauril alkohol dsb).<br />

Campuran pengemulsi yang banyak digunakan, adalah :<br />

− Emulsifying wax BP surfaktan anionik (Aulton, Pharmaceutical Practise, Hal 110).<br />

Campuran dari Na-lauril sulfat 10% dengan Cetostearyl Alkohol 90%<br />

− Lannex wax<br />

Campuran etil dan stearil alkohol yang disulfonasi<br />

− Cetrimide emulsifying wax surfaktan kationik (Aulton, Pharmaceutical Practise, Hal 110).<br />

Campuran dari Cetrimide 10% dengan Cetostearyl alkohol 90%<br />

− Emulsifying wah non ionik (Aulton, Pharmaceutical Practise, Hal 110).<br />

80% setostearil alkohol dan 20% macrogol 1000<br />

− Cetomacrogol emulsifying wax.<br />

Sistem campuran pengemulsi ini selain sebagai pengemulsi juga berfungsi sebagai pengatur<br />

konsistensi. Golongan ampifil biasanya adalah lemak alkohol tinggi (C14-C18) dan asam lemak<br />

seperti palmitat dan stearat, dimana keduanya merupakan zat pengemulsi M/A degan lemak.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

−<br />

−<br />

Faktor pemilihan emulgator<br />

− Berdasarkan harga HLB butuh, umumnya kombinasi<br />

− Sifat ionik emulgator:<br />

• Emulgator kationik. Efektif pada pH 3-7 (Dispensing for Pharmaceutical Students,<br />

Cooper & Guns, hlm 128):, digunakan dalam emulsi yang mengandung bahan obat kationik,<br />

konsentrasi elektrolit yang tinggi, keasaman yang tinggi. pH kulit ±5,5 emulgator<br />

kationik cocok untuk tujuan topikal. Memiliki aktivitas antimikroba sehingga tidak perlu<br />

penambahan pengawet. Kompatibel dengan bahan obat katinik dan dengan ion kalsium dan<br />

magnesium, tetapi sensitif pada surfaktan anionik dalam konsentrasi kecil sekalipun <br />

efek pengawet berkurang dan pada surfaktan nonionik konsentrasi tinggi. Sifat-sifat<br />

emulgator kationik: daya pengemulsi lemah dan merupakan eksipien yang dapat<br />

mempertinggi konsistensi. Contohnya senyawa amonium kuarterner seperti cetrimide,<br />

benzalkonium klorida, dan domiphen bromida.<br />

• Emulgator anionik. Efektif pada pH 7-8 digunakan dalam emulsi yang mengandung bahan<br />

obat anionik. Contohnya TEA, Na lauril sulfat<br />

• Emulgator nonionik. Efektif pada pH 3-10, tidak dipengaruhi oleh elektrolit. Emulsi yang<br />

menggunakan emulgator ini biasanya memberikan efek iritasi yang lebih sedikit<br />

dibandingkan dengan emulsi yang menggunakan emulgator ionik. Salah satu kelemahan<br />

dari emulgator nonionik adalah kecenderungan untuk mengikat atau menginaktivasi<br />

pengawet golongan asam karboksilat dan fenolat. Contohnya: gliserin, monostearat,<br />

sorbitan monolaurat, sorbitan menooleat, sorbitan monopalmitat, polioksi 8 stearat, dlll.<br />

Tipe kimia emulgator. Perbedaan tingkat kejenuhan komponen lipofilik dari emulgator<br />

mempengaruhi stabilitas emulsi<br />

Tujuan pemakaian topikal<br />

Yang harus diperhatikan dari emulgator:<br />

Perbandingan gugus hidrofil dan lipofil. HLB adalah ukuran keseimbangan keadaan lipofil dan hidrofil<br />

yang merupakan karakteristik emulgator golongan surfaktan.<br />

a. Cara substitusi<br />

Contoh: polisorbat 80 (HLB= 15) dan sorbitan monooleat (HLB=4,3) digunakan sebagai emulgator<br />

dalam sistem M/A berikut:<br />

Parafin cair (HLB butuh =12) 30 g<br />

Wool fat (HLB butuh = 10) 5 g<br />

Emulgator<br />

5 g<br />

Air ad 100 g<br />

30 5<br />

1) HLB butuh pada fasa minyak = x 12 + x10<br />

= 11, 7<br />

35 35<br />

2) emulgator yang diperlukan, mis: polisorbat x%, sorbitan 100-x%<br />

x 100 − x<br />

11,7 = x15<br />

+ x4,3<br />

100 100<br />

x = 69,16%<br />

Polisorbat yang diperlukan = 69% x 5 g = 3,458g<br />

Sorbitan yang diperlukan = 5- 3,458 = 1,542 g<br />

b. Cara aligasi


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

Emulgator yang sering digunakan:<br />

− Golongan alam: gom arab, tragakan, PGS<br />

− Semi Sintetik: TEA-stearat, TEA-lauril sulfat, Na-stearat, Span/Tween 20,40,60,80,85,<br />

rnacrogol-300, 4000, 1540, setil alkohol, GMS, emulgid.<br />

− Zat terbagi halus: veegum, bentonit.<br />

Contoh emulgator (RPP 12nd ed.):<br />

1. M/A:<br />

− Emulgator campuran dan surfaktan<br />

− Emulsifying wax<br />

− Lanetewax.<br />

− Cetrimide emulsifying wax<br />

− Cetomacrogol<br />

− Alkali metal & ammonium soaps<br />

− Glikol & gliserol ester mengandung soap<br />

− Macrogol ester<br />

− Macrogol eter misal cetomacrogol 1000<br />

2. A/M<br />

− Adeps lanae<br />

− Wool alkohol<br />

− Ester asam lemak dengan sorbitan<br />

− Garam dari asam lemak dengan logam bervalensi 2 misal Ca<br />

− Higher fatty alkohol misal setil alkohol. stearil alkohol<br />

− Setaseum<br />

− Emulgid<br />

− Soap of di & trivalent metal<br />

− Glikol & gliserol ester misal GMS<br />

Beberapa Contoh Emulgator:<br />

− Stearil alkohol<br />

− Asam Stearat<br />

− Trietanolamin<br />

− Setil alkohol<br />

− Polysorbates (Tween)<br />

− Sorbitan esters (Span)<br />

− Na-lauril sulfat<br />

− Cetomacrogol 1000<br />

− Emulgid<br />

PERHATIAN<br />

Dalam <strong>sediaan</strong> topikal untuk penggunaan lokal, zat berkhasiat harus dalam bentuk aktifnya misalnya<br />

Hidrokortison bentuk aktifnya adalah Hidrokortison asetat. Pada label dicantumkan tanggal kadaluarsa<br />

dan kondisi penyimpanan krim tersebut.<br />

TAMBAHAN :<br />

Untuk fase minyak, dapat digunakan minyak nabati. Tetapi, karena minyak nabati mudah tengik, maka<br />

digunakan oksidasi, sehingga tidak diperlukan anti oksidan. Minyak mineral yang dapat digunakan<br />

antara lain minyak mineral yang stabil terhadap parafin liquidum (parafin cair), yang dapat memberikan<br />

sifat emolient. Konsentrasi parafin cair untuk <strong>sediaan</strong> topikal adalah 0,1-95%.<br />

Cetomacrogol 1000 dengan Cetostearyl alkohol merupakan “self emulsifying wax” dengan<br />

perbandingan Cetomacrogol 1000: Cetostearyl alkohol = 1:4.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

IV. PROSEDUR PEMBUATAN<br />

1. Metode in situ (Emulsions and Emulsion Technology, Part I Vol. 6,Lissant, KJ. Hlm. 758)<br />

Yaitu sabun yang digunakan sebagai emulsifier dalam emulsi M/A terbentuk selama proses<br />

emulsifikasi. Contoh: asam stearat dan trietanolamin (TEA) membentuk sabun trietanolamin<br />

stearat.<br />

Cara: - Panaskan air dan TEA hingga suhu 70 o C.<br />

− Lelehkan asam stearat pada suhu 65°C.<br />

− Campurkan keduanya dalam cawan penguap (yang masih panas tersebut).<br />

− Gerus sampai terbentuk basis yang halus dan homogen.<br />

2. RPS 18 hlm. 1606-1607<br />

− Bahan-bahan larut minyak dan lemak dilelehkan dalam suatu wadah hingga suhu 75°C.<br />

− Air dipanaskan bersama komponen-komponen larut air (biasanya termasuk emulgator) dalam<br />

wadah lain dengan suhu diatas 75 o C.<br />

− Keduanya dicampurkan pada suhu yang sama (75 o C) dan dicampur sampai suhu mendekati<br />

35°C.<br />

− Pengadukan dilakukan hingga krim halus terbentuk.<br />

3. Dispensing of Medication (Martin) hlm. 831-832<br />

− Fasa minyak dilelehkan sebagian dimulai dengan bahan yang mempunyai titik leleh paling<br />

tinggi. Fasa minyak yang lain kemudian ditambahkan untuk menurunkan titik leleh.<br />

− Fasa air dipanaskan beberapa derajat diatas suhu titik leleh fasa minyak.<br />

− Kemudian kedua fasa digabungkan. Bila yang akan dibuat adalah sistem A/M maka tambahkan<br />

fasa air ke dalam fasa minyak dan lakukan pengadukan.<br />

− Bahan-bahan yang mudah menguap seperti parfum, mentol, kamfer tambahkan setelah basis<br />

didinginkan ± 40°C.<br />

− Bila bahan obat adalah padatan dan tidak larut dalam basis maka dihaluskan terlebih dulu dan<br />

dicampurkan pada basis melalui cara triturasi.<br />

4. Teknologi Farmasi Likuida dan Semisolida, metode sedian semisolid hlm. 123<br />

Metode pelelehan<br />

− Zat pembawa + zat aktif, dilelehkan dan diaduk hingga membentuk fasa homogen. Perhatikan<br />

stabilitas zat yang berkhasiat terhadap suhu pada saat pelelehan.<br />

Triturasi<br />

−<br />

Zat yang tidak larut didistribusikan dengan sedikit basis atau dengan salah satu zat pembantu,<br />

tambahkan sisa basis. Dapat juga digunakan pelarut organik untuk melarutkan teriebih dulu zat<br />

aktif kemudian dicampurkan dengan basis yang akan digunakan.<br />

5. Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida dan Semisolida hlm. 43<br />

Metode pelelehan (fusion)<br />

− Timbang bahan berkhasiat yang akan digunakan, gerus halus sesuai dengan ukuran partikel<br />

yang dikehendaki.<br />

− Timbang basis semisolida yang tahan pemanasan, panaskan di atas penangas air hingga di atas<br />

suhu leleh (sampai lumer). Pemanasan fasa air dan minyak dilakukan terpisah masing-masing<br />

dilakukan pada suhu 70 o C.<br />

− Setelah dipanaskan masukkan ke dalam mortir hangat (dengan cara membakar alkohol di dalam<br />

mortir), aduk homogen sampai dingin dan terbentuk masa semisolida.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

V. PERMASALAHAN DALAM SEDIAAN<br />

Permasalahan yang terjadi berupa kerusakan krim sebagai akibat dari ketidakstabilan emulsi. Berikut<br />

ini faktor-faktor yang menyebabkan rusaknya <strong>sediaan</strong> krim: (Copper & Gun, Dispensing for<br />

Pharmaceutical Students ed 12, hal 122)<br />

− Cracking, yaitu koalesen dari globul yang terdispersi dan pemisahan fase terdispersi<br />

membentuk lapisan yang terpisah. Penyebab cracking adalah :<br />

• Penambahan emulgator dengan tipe berlawanan, Contoh :<br />

‣ Sabun-sabun dari logam monovalen (soaps of monovalen metals) yang menghasilkan<br />

emulsi M/A ditambahkan ke dalam soaps of divalenmetals yang menghasilkan emulsi<br />

A/M dan begitu pula sebaliknya.<br />

‣ Penggunaan emulgator anionik dan kationik yang tidak kompatibel<br />

• Dekomposisi atau pengendapan emulgator, Contoh :<br />

‣ Sabun alkali dapat terdekomposisi dengan adanya asam kemudian terjadi pembebasan<br />

asam lemak dan garam alkali, yang tidak mempunyai kekuatan sebagai emulgator<br />

sehingga akibat penambahan asam ini terjadi cracking<br />

‣ Terjadinya salting out dari natrium atau kalium soaps oleh adanya NaCl dan elektrolit<br />

tertentu lain sehingga emulgator mengendap<br />

‣ Emulgator anionik yang tidak kompatibel dengan bahan yang mempunyai konsentrasi<br />

kation tinggi, begitu pula sebaliknya, emulgator non ionik tidak kompatibel dengan<br />

fenol<br />

‣ Penambahan gum, protein gelatin, dan kasein yang tidak larut dalam alkohol apabila<br />

alkohol digunakan pada emulsi yang dibuat dengan emulgator maka emulgator akan<br />

mengendap.<br />

− Penambahan larutan dimana fase terdispersi dan pendispersinya dalam bentuk terlarut pada<br />

sistem satu fasa yang merusak emulsi. Contoh: penggunaan castor oil, soft soaps dan air yang<br />

larut atau bercampur alam alkohol sehingga penggunaan alkohol dalam emulsi ini<br />

menyebabkan larutan j jernih<br />

− Aksi mikroba (jamur dan bakteri) oleh karena itu emulsi sebaiknya menggunakan pengawet<br />

yang dapat merusak agen pngemulsi dan menyebabkan cracking<br />

− Inkorporasi dari fase terdispersi yang berlebihan<br />

Jika partikel dari fase terdispersi berbentuk sferis dan seragam maka volumen fase terdispersi<br />

tidak akn melebihi 74% dari volume total emulsi, tetapi kebanyakan bentuk partikel tidak sferis<br />

dan tidak seragam maka volume yang terjadi lebih dari 74% dari volume total sehingga terjadi<br />

cracking.<br />

(Cooper & Gun, Dispensing for Pharmaceutical Students, 12 nd ed p 122)<br />

−<br />

−<br />

Creaming, terjadi emulsi yang terkonsentrasi sehingga membentuk krim pada permukaan emulsi.<br />

Creaming merupakan pergerakan keatas droplet yang terdispersi dalam fase pendispersi. Sedangkan<br />

sedimentasi adalah pergerakan partikel-partikel ke bawah. Kedua hal ini masih dapat diterima<br />

asalkan dapat direkonstitusi saat dikocok. Creaming dapat diukur secara visual, mikroskopik,<br />

dielektrik, analitik, dan teknik radioisotop.( Lieberman, Herbert A, Martin M. Rieger , and Gilbert S.<br />

Banker, Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse Sistem vol 1, 1998, New York, Hlm 237)<br />

Creaming dapat diminimalkan dengan :<br />

• Mengurangi ukuran partikel terdispersi dan distribusi ukuran globul<br />

• Meningkatkan viskositas fase pendispersi untuk mempertahankan pergerakan globul<br />

• Disimpan ditempat sejuk<br />

(Cooper & Gun, Dispensing for Pharmaceutical Students, 12 nd ed, p. 123)<br />

Flokulasi ( agregasi)<br />

• Flokulasi terjadi sebelum, saat, atau setelah creaming. Flokulasi merupakan agregasi yang<br />

reversibel dari droplet fase dalam berbentuk cluster 3 dimensi.<br />

• Penyebab flokulasi : kurang emulgator<br />

• Flokulasi hanya dapat terjadi saat barier mekanik/elektrik tidak cukup mencegah terjadinya<br />

koalesen, droplet<br />

• Flokulasi : partikel-partikel membentuk suatu kumpulan


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

• Coalesence : bersatunya agglomerates menjadi drops yang lebih besar.<br />

• Teknik yang digunakan untuk memeriksa koalesen dan pemisahan fase yaitu secara visual,<br />

photomicrography, dan coutler counter (untuk ukuran partikel).<br />

• Emulsi yang stabil tidak akan menunjukkan koalesen, creaming pada saat self time atau saat<br />

dibekukan dan dicairkan berulang-ulang atau pada suhu tinggi (40-50 o C)<br />

(Lieberman, Herbert A, Martin M. Rieger , and Gilbert S. Banker, Pharmaceutical Dosage Forms :<br />

Disperse Sistem vol 1, 1998, New York, Hlm 237-238)<br />

VI. EVALUASI SEDIAAN<br />

◊ Evaluasi fisik<br />

• Penampilan (nondestruktif) (Diktat Teknologi Farmasi Liquida & Semisolida, hal 127)<br />

Tujuan: Memeriksa kesesuaian bau dan warna di mana sedapat mungkin mendekati dengan<br />

spesifikasi <strong>sediaan</strong> yang telah ditentukan selama formulasi.<br />

Prinsip: pemeriksaan bau dan rasa menggunakan panca indera.<br />

Penafsiran hasil: warna, bau dan warna memenuhi spesifikasi formulasi yaitu …….<br />

(SESUAIKAN DENGAN Spec. Sediaan yang dibuat<br />

• Homogenitas (FI ed III, hal 33; Diktat Teknologi Farmasi Likuida dan Semisolida,hal 127)<br />

Tujuan : Menjamin distribusi bahan aktif yang homogen<br />

Prinsip : Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus<br />

menunjukkan susunan yang homogen<br />

Penafsiran hasil : Distribusi bahan aktif pada lapisan <strong>sediaan</strong> di permukaan kaca terlihat<br />

merata<br />

• Penetapan pH (destruktif) (FI IV hal 1039)<br />

Alat : pH meter<br />

Tujuan : mengetahui pH <strong>sediaan</strong> sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan<br />

Prinsip : pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi<br />

Penafsiran hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi <strong>sediaan</strong> yaitu ...... (Sesuaikan!!)<br />

• Viskositas (destruktif) (Modul Praktikum Farmasi Fisika, 2002, hal 17-18 )<br />

Tujuan : Menjamin kemudahan penggunaan/pengolesan <strong>sediaan</strong><br />

Prinsip : Sediaan semisolid termasuk sistem non-newton, jadi viskositasnya diukur dengan<br />

viskometer Brookfield Helipath stand. Pengukuran konsistensi gel dilakukan pada suhu kamar<br />

dengan menggunakan viskometer Brookfield Helipath stand yang memakai spindel dan pada<br />

kecepatan (RPM) tertentu.<br />

Penafsiran Hasil : Viskositas yang diperoleh adalah ………<br />

• Ukuran partikel (destruktif) (Lacman, Theory & Practice of Industrial Pharmacy, hal 116)<br />

(khusus untuk zat aktif tidak larut dalam basis)<br />

Tujuan : Menentukan distribusi ukuran partikel<br />

Prinsip : Perubahan reflektan pada panjang gelombang dimana fase dalam berwarna<br />

mengabsorpsi sebagian cahaya yang masuk, ternyata berbanding terbalik dengan suatu<br />

kekuatan dari diameter partikel.<br />

Prosedur: Sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop. Lihat<br />

dibawah mikroskop.<br />

Penafsiran hasil : mengikuti kurva distribusi normal<br />

Prosedur :


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

• Sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop<br />

• Lihat di bawah mikroskop<br />

• Suatu partikel tidak dapat ditetapkan bila ukurannya mendekati sumber cahaya<br />

• Untuk cahaya putih, suatu mikroskop bisa dapat mengukur partikel 0,4 – 0,5 µm. Dengan<br />

lensa khusus dan sinar UV, batas yang lebih rendah dapat diperluas sampai 0,1<br />

• Stabilitas krim (destruktif)<br />

Dilakukan uji percepatan dengan :<br />

Agitasi atau sentrifugasi (mekanik) (Lachman, Teori dan Praktek Far. Ind., Hal 1081).<br />

Prosedur : <strong>sediaan</strong> disentrifuga dengan kecepatan tinggi (+ 30000 RPMO). Amati adanya<br />

pemisahan atau tidak.<br />

Menurut Becher : sentrifugasi 3750 rpm, radius 10 cm, 5 jam sebanding dengan efek gravitasi<br />

1 tahun. Ultrasentrifugassi 25000 rpm atau lebih sebanding dengan efek yang tidak diamati<br />

selama umur normal emulsi/krim.<br />

Manipulasi suhu (termik) (Lachman, hal 1081).<br />

Prosedur : krim dioleskan pada kaca objek dan dipanaskan pada suhu 30, 40, 50, 60 dan 70 o C.<br />

Amati dengan bantuan indikator (ex. Sudan merah), mulai suhu berapa terjadi pemisahan.<br />

Makin tinggi suhu, krim makin stabil.<br />

• Isi minimum (nondestruktif) (FI IV , hal 997)<br />

Ambil contoh 10 wadah berisi zat uji, hilangkan etiket yang dapat mempengaruhi bobot saat isi<br />

wadah dikeluarkan. Bersihkan dan keringkan dengan sempurna bagian luar wadah dengan cara<br />

yang sesuai dan timbang satu per satu. Keluarkan isi secara kuantitatif dari masing-masing<br />

wadah, potong ujung wadah, jika perlu cuci dengan pelarut yang sesuai. Hati-hati agar tutup dan<br />

bagian lain wadah tidak terpisah. Keringkan dan timbang kembali masing-masing wadah<br />

kosong dan bagian-bagiannya. Perbedaan antara kedua penimbangan adalah bobot bersih isi<br />

wadah. Bobot bersih rata-rata isi dari 10 wadah tidak kurang dari bobot yang tertera pada etiket<br />

dan tidak satupun yang bobot bersihnya kurang dari 90% bobot yang tertera pada etiket untuk<br />

bobot 60 g atau kurang. Jika persyaratan tidak dipenuhi, tetapkan bobot bersih isi 20 wadah<br />

tambahan. Bobot rata-rata 30 wadah tidak kurang dari bobot yang tertera di etiket dan hanya<br />

satu wadah yang kurang dari 90% untuk bobot 60g atau kurang dan tidak kurang dari 95% harga<br />

yang tertera di etiket untuk bobot lebih dari 60 g dan kurang dari 150 g.<br />

• Penentuan tipe emulsi (destruktif)<br />

Uji kelarutan zat warna (Martin, Farfis, Hal 1144-1145)<br />

Sedikit zat warna larut air, misal metilen biru atau biru brillian CFC diteteskan pada<br />

permukaan emulsi. Jika zat warna terlarut dan berdifusi homogen pada fase eksternal yang<br />

berupa air, maka tipe emulsi adalah M/A. Jika zat warna tampak sebagai tetesan di fase<br />

internal, maka tipe emulsi adalah A/M. Hal yang terjadi adalah sebaliknya jika digunakan<br />

zat warna larut minyak (Sudan III).<br />

Uji pengenceran (Martin, Farfis, Hal 1145)<br />

Uji ini dilakukan dengan mengencerkan emulsi dengan air. Jika emulsi tercampur baik<br />

dengan air, tanpa memperlihatkan ketidakcampuran, maka tipe emulsi adalah M/A. Hal ini<br />

dapat dilakukan dengan mikroskop untuk memberikan visualisasi yang baik tentang tidak<br />

adanya ketidakcampuran.<br />

• Uji pelepasan bahan aktif dari <strong>sediaan</strong> (destruktif) (Tugas Akhir Ivantia, “Uji Pelepasan<br />

Diklofenak dari Sediaan Salep” ;TA Sriningsih “Kecepatan difusi kloramfenikol dari <strong>sediaan</strong><br />

salep)<br />

Prinsip : mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari <strong>sediaan</strong> krim dengan cara mengukur<br />

konsentrasi zat aktif dalam cairan penerima pada waktu tertentu.<br />

Prosedur :<br />

o Sejumlah krim dioleskan pada cawan Petri, permukaan dibuat serata mungkin.<br />

o Cairan penerima disiapkan (dapar, Lar. NaCl 0,9%, dll) dalam gelas kimia 600 ml dengan


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

volume tertentu (ex. 250 mL). Kemudian gelas kimia direndam dalam water bath bersuhu<br />

37 0 C. Pengaduk dipasang tepat ditengah-tengah antara permukaan cairan penerima dengan<br />

krim, dengan kecepatan 60 rpm.<br />

o Cawan Petri yang telah diolesi krim dimasukkan.<br />

o Cairan penerima dipipet pada waktu-waktu tertentu, missal pada menit ke 5, 10, 15, 25, 30,<br />

60, 90, 120, 180 dan 240.<br />

o Cairan yang dipipet diganti dengan cairan penerima yang sama, bersuhu 37 o C.<br />

o<br />

o<br />

Kadar zat aktif dalam sample ditentukan dengan metode yang sesuai, jika perlu diencerkan.<br />

Jika komponen krim mengandung bahan yang dapat bercampur dengan cairan penerima,<br />

maka<br />

pada permukaan krim dipasang membran selofen sehingga krim tidak kontak langsung dengan<br />

cairan penerima.<br />

Penafsiran hasil<br />

Bahan aktif dinyatakan mudah lepas dari <strong>sediaan</strong> apabila pada waktu tunggu (waktu pertama<br />

kali zat aktif ditemukan dalam cairan penerima) semakin kecil. Dalam hal ini tergantung dari<br />

pembawa, penambahan komponen lain dan jenis cairan penerima.<br />

• Uji kebocoran tube (nondestruktif) (Lampiran FI IV Hal. 1096)<br />

Tujuan: memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume serta<br />

kestabilan <strong>sediaan</strong>.<br />

Prinsip: 10 tube <strong>sediaan</strong> dibersihkan dan dikeringkan baik-baik bagian luarnya dengan kain<br />

penyerap. lalu tube diletakkan secara horizontal di atas kain penyerap di dalam oven dengan<br />

suhu diatur pada 60 o ± 3 o selama 8 jam.<br />

Hasil : tidak boleh terjadi kebocoran yang berarti selama atau setelah pengujian selesai.<br />

Abaikan bekas krim yang diperkirakan berasal dari bagian luar dimana terdapat lipatan dari tube<br />

atau dari bagian ulir tutup tube. Jika terdapat kebocoran pada 1 tube tetapi tidak lebih dari 1 tube,<br />

ulangi pengujian dengan 20 tube tambahan. Uji memenuhi syarat jika: tidak ada satu pun<br />

kebocoran diamati dari 10 tube uji pertama, atau kebocoran yang diamati tidak lebih dari 1 dari<br />

30 tube yang diuji.<br />

◊<br />

• Uji difusi bahan aktif dari <strong>sediaan</strong> (Pustaka TA Sriningsih “Kecepatan difusi<br />

kloramfenikol dari <strong>sediaan</strong> salep”)<br />

Tujuan : Mengetahui laju difusi bahan aktif<br />

Prinsip : Menguji difusi bahan aktif dari <strong>sediaan</strong> gel menggunakan suatu sel difusi dengan cara<br />

mengukur konsentrasi bahan aktif dalam cairan penerima pada selang waktu tertentu.<br />

Penafsiran hasil : ?<br />

Evaluasi Kimia<br />

• Identifikasi (destruktif)<br />

• Uji penetapan kadar (destruktif)<br />

Identifikasi zat aktif (sesuai dengan monografi FI IV/kompendia lain) Penetapan kadar zat aktif<br />

(sesuai dengan monografi FI IV/kompendia lain)<br />

◊ Evaluasi Biologi<br />

• Uji penetapan potensi antibiotik (Lampiran FI IV hal 891-899) (khusus jika zat aktif<br />

antibiotik)<br />

Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses pembuatan laruta<br />

dan menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.<br />

Prinsip : Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh antibiotik dalam <strong>sediaan</strong><br />

yang ditambahkan ke dalam media padat atau cair yang mengandung biakan mikroba<br />

berdasarkan metode lempeng atau metode turbidimetri.<br />

Penafsiran hasil : Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode garis lurus<br />

transformasi log dengan prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linieritas (FI IV,hal 898).<br />

Harga KHM yang makin rendah, makin kuat potensinya. Pada Umumnya antibiotik yang


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

berpotensi tinggi mempunyai KHM yang rendah dan diameter hambat yang besar<br />

• Uji efektivitas pengawet antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet)<br />

(FI IV , hal 854-855)<br />

Tujuan: Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada <strong>sediaan</strong> dosis<br />

ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk parenteral yang<br />

dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan.<br />

Prinsip: Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam <strong>sediaan</strong> yang mengandung<br />

pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai parameter efektifitas pengawet<br />

dalam <strong>sediaan</strong>. Inokulasi mikroba pada <strong>sediaan</strong> dengan cara menginkubasi tabung bakteri<br />

biologik (Candida Albicans, Aspergillus Niger, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus<br />

aureus) yang berisi sampel dari inokula pada suhu 20-25°C dalam media Soybean-Casein<br />

Digest Agar.<br />

Syarat/penafsiran hasil:<br />

Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:<br />

a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari jumlah<br />

awal.<br />

b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang dari<br />

jumlah awal.<br />

c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau kurang<br />

dari bilangan yang disebut pada a dan b.<br />

• Kandungan zat antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet) (FI<br />

IV hal 939-942)<br />

Tujuan: Menentukan kadar pengawet terendah yang masih efektif dan ditujukan untuk zat-zat<br />

yang paling umum digunakan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang ada, tetapi<br />

tidak lebih dari 20% dari jumlah yang tertera di etiket.<br />

Prinsip: Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan kromatografi gas atau<br />

polarografi (sesuaikan dengan pengawet yang digunakan)<br />

Penafsiran Hasil : kandungan zat antimikroba dinyatakan dalam satuan b/v atau v/v


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

Lampiran 1<br />

Nilai HLB Butuh Minyak dan Lemak<br />

Nilai HLB Butuh<br />

No Nama Bahan M/A A/M<br />

1Minyak jarak/ricinus oil 12 -<br />

2M.biji kapas/cottonseed 12 5<br />

3Metil salisilat 14 -<br />

4Vaselin 12 5<br />

5parafin cair 12 5<br />

6parafin padat 9 4<br />

7adeps lanae/lanolin 10 3<br />

8asam stearat 15 6<br />

9M. kacang/arachis oil 9 -<br />

10stearil alkohol 14 -<br />

11setil alkohol 15 -


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

Tabel Nilai HLB beberapa surfaktan (Copper & Gun, 135)<br />

Nama Generik Nama dagang HLB<br />

Parsial ester asam lemak dari sorbitan<br />

sorbitan mono laurat Span 20 8.6<br />

sorbitan mono palmitat Span 40 6.7<br />

sorbitan mono stearat Span 60 4.7<br />

sorbitan tri stearat Span 65 2.1<br />

sorbitan mono oleat Span 80 4.3<br />

sorbitan tri oleat Span 85 1.8<br />

Parsial ester asam lemak dari polioksi<br />

etilensorbitan<br />

Polioksietilen sorbitan (20) mono laurat Tween 20 16.7<br />

Polioksietilen sorbitan (4) mono laurat Tween 21 13.3<br />

Polioksietilen sorbitan (20) mono palmitat Tween 40 15.6<br />

Polioksietilen sorbitan (20) mono stearat Tween 60 14.9<br />

Polioksietilen sorbitan (4) mono oleat Tween 61 9.6<br />

Polioksietilen sorbitan tri stearat Tween 65 10.5<br />

Polioksietilen sorbitan (20) mono oleat Tween 80 15.0<br />

Polioksietilen sorbitan (5) mono oleat Tween 81 10.0<br />

Polioksietilen sorbitan (20) tri oleat Tween 85 11.0<br />

Natrium lauril sulfat 40.0<br />

Natrium oleat 18.0<br />

Asam oleat 1.0<br />

Setostearil alkohol 1.2<br />

Contoh Formula Pustaka<br />

1. Formularium Nasional I, 1978<br />

a. Krim Betametason, 47<br />

b. Krim Betametason Valerat, 49<br />

c. Krim Deksametason Fosfat,94<br />

d. Krim Deksametason Neomisin, 95<br />

e. Krim Dibukaina, 104<br />

f. Krim Dienestrol,106<br />

g. Krim Gameksan, 134<br />

h. Krim Gentamisin, 135<br />

i. Krim Hidrokortison, 151<br />

j. Krim Iodoklorosikinolina, 77<br />

k. Krim Kliokinolina, 77<br />

l. Krim Kliokinolina Hidrokortisn, 79<br />

m. Krim Sinkokaina, 104<br />

n. Krim Triamsinolon Asetonida, 293<br />

o. Krim Tripelenamina, 297<br />

p. Krim Vioform, 77<br />

2. Drug Formulation Manual (D.P.S. Kohli, D.H. Shah)<br />

a. Bethamethasone, 576<br />

b. Clotrimazole, 586<br />

c. Crocamitone, 588<br />

d. Fluocinolon, 595<br />

e. Gentamycin, 602<br />

f. Hydrocortisone, 604<br />

g. Miconazole, 613<br />

h. Nitrofurazone, 619<br />

i. Sisomicin, 625<br />

j. Tolnaftate, 627


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />

SEMISOLIDA<br />

GEL<br />

(Re-newed by Yolanda)<br />

I. DEFINISI<br />

• Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang<br />

kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. gel kadang – kadang<br />

disebut jeli. (FI IV, hal 7)<br />

• Gel adalah <strong>sediaan</strong> bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawaan<br />

organik atau makromolekul senyawa organik, masing-masing terbungkus dan saling terserap<br />

oleh cairan (Formularium Nasional, hal 315)<br />

II. TEORI<br />

A. Pengolongan (Disperse Sistem, Lachman, hal 496)<br />

1. Berdasarkan sifat fasa koloid :<br />

• Gel anorganik, contoh : bentonit magma<br />

• Gel organik, pembentuk gel berupa polimer<br />

2. Berdasarkan sifat pelarut :<br />

• Hidrogel (pelarut air).<br />

Hidrogel pada umumnya terbentuk oleh molekul polimer hidrofilik yang saling sambung<br />

silang melalui ikatan kimia atau gaya kohesi seperti interaksi ionik, ikatan hidrogen atau<br />

interaksi hidrofobik. Hidrogel mempunyai biokompatibilitas yang tinggi sebab hidrogel<br />

mempunyai tegangan permukaan yang rendah dengan cairan biologi dan jaringan sehingga<br />

meminimalkan kekuatan adsorbsi protein dan adhesi sel; hidrogel menstimulasi sifat<br />

hidrodinamik dari gel biological, sel dan jaringan dengan berbagai cara; hidrogel bersifat<br />

lembut/lunak, elastis sehingga meminimalkan iritasi karena friksi atau mekanik pada<br />

jaringan sekitarnya. Kekurangan hidrogel yaitu memiliki kekuatan mekanik dan kekerasan<br />

yang rendah setelah mengembang. Contoh : bentonit magma, gelatin<br />

• Organogel (pelarut bukan air/pelarut organik). Contoh : plastibase (suatu polietilen dengan<br />

BM rendah yang terlarut dalam minyak mineral dan didinginkan secara shock cooled), dan<br />

dispersi logam stearat dalam minyak.<br />

• Xerogel.<br />

Gel yang telah padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah diketahui sebagai xerogel.<br />

Xerogel sering dihasilkan oleh evaporasi pelarut, sehingga sisa – sisa kerangka gel yang<br />

tertinggal. Kondisi ini dapat dikembalikan pada keadaan semula dengan penambahan agen<br />

yang mengimbibisi, dan mengembangkan matriks gel. Contoh : gelatin kering, tragakan<br />

ribbons dan acacia tears, dan sellulosa kering dan polystyrene.<br />

• Emulgel<br />

Emulgel adalah emulsi baik O/W maupun W/O yang dibuat gel dengan mencampurkannya<br />

dengan gelling agent. Keunggulan emulgel memiliki kelebihan daya hantar obat yang baik<br />

seperti gel maupun emulsi (The APPS jurnal, Optimization of Chlorphenesin Emulgel<br />

Formulation, Magdy I. Mohamed)<br />

3. Berdasarkan bentuk struktur gel: (Diktat Kuliah)<br />

• Kumparan acak: struktur dibentuk oleh gelling agent golongan polimer sintetik dan derivat<br />

selulosa. penambahan selanjutnya akan meningkatkan sifat viskoelastis dan ketegaran masa<br />

gel.<br />

• Heliks: struktur dibentuk oleh gelling agent golongan gom xanthan dan polisakarida<br />

• Batang (egg box):terjadi ikatan silang antara polimer kation dengan polimer divalent.<br />

Contoh: Kalsium alginat<br />

• Bangunan kartu: terbentuk dari partikel anorganik terhidratasi.<br />

4. Berdasarkan jenis fase terdispersi (FI IV; Ansel, hal. 390-391):<br />

• Gel fase tunggal, terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama dalam suatu<br />

1


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />

SEMISOLIDA<br />

cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi<br />

dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik (misal karbomer) atau<br />

dari gom alam (misal tragakan). Molekul organik larut dalam fasa kontinu.<br />

• Gel sistem dua fasa, terbentuk jika masa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah.<br />

Dalam sistem ini, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar, masa gel kadangkadang<br />

dinyatakan sebagai magma. Partikel anorganik tidak larut, hampir secara keseluruhan<br />

terdispersi pada fasa kontinu.<br />

B. Kegunaan (Lachman, Dysperse System, Vol.II, p. 495 – 496)<br />

• Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral, dalam bentuk <strong>sediaan</strong><br />

yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat dari gelatin dan untuk bentuk <strong>sediaan</strong> obat long<br />

– acting yang diinjeksikan secara intramuskular.<br />

• Gel biasa digunakan untuk orang yang memiliki kulit berminyak (pada <strong>sediaan</strong> topikal)<br />

• Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi tablet, bahan pelindung<br />

koloid pada suspensi, bahan pengental pada <strong>sediaan</strong> cairan oral, dan basis suppositoria.<br />

• Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik, termasuk pada<br />

shampo, parfum, pasta gigi, dan kulit – dan <strong>sediaan</strong> perawatan rambut.<br />

• Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non streril) atau dimasukkan ke<br />

dalam lubang tubuh atau mata (gel steril) (FI IV, hal 8)<br />

C. Keuntungan dan Kekurangan Sediaan Gel.<br />

Keuntungan <strong>sediaan</strong> gel :<br />

• Untuk hidrogel : efek pendinginan pada kulit saat digunakan; penampilan <strong>sediaan</strong> yang jernih dan<br />

elegan; pada pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film tembus pandang, elastis, daya<br />

lekat tinggi yang tidak menyumbat pori sehingga pernapasan pori tidak terganggu; mudah dicuci<br />

dengan air; pelepasan obatnya baik; kemampuan penyebarannya pada kulit baik.<br />

Kekurangan <strong>sediaan</strong> gel :<br />

• Untuk hidrogel : harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga diperlukan<br />

penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan<br />

temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan<br />

surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.<br />

• Penggunaan emolien golongan ester harus diminimalkan atau dihilangkan untuk mencapai kej<br />

ernihan yang tinggi.<br />

• Untuk hidroalkoholik : gel dengan kandungan alkohol yang tinggi dapat menyebabkan pedih pada<br />

wajah dan mata, penampilan yang buruk pada kulit bila terkena pemaparan cahaya matahari,<br />

alkohol akan menguap dengan cepat dan meninggalkan film yang berpori atau pecah-pecah<br />

sehingga tidak semua area tertutupi atau kontak dengan zat aktif.<br />

Alasan pemilihan <strong>sediaan</strong> gel:<br />

• Tujuan pengobatan: biasanya <strong>sediaan</strong> gel diberikan untuk <strong>sediaan</strong> dengan cara pemberian topikal<br />

D. Sifat / Karakteristik Gel (Diktat Kuliah; Lachman, Dysperse System, Vol.II, p.496 – 499)<br />

• Zat pembentuk gel yang ideal untuk <strong>sediaan</strong> farmasi dan kosmetik ialah inert, aman dan tidak<br />

bereaksi dengan komponen lain<br />

• Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan yang baik selama<br />

penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika <strong>sediaan</strong> diberikan kekuatan atau daya yang<br />

disebabkan oleh pengocokan dalam botol, pemerasan tube, atau selama penggunaan topikal.<br />

• Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan <strong>sediaan</strong> yang diharapkan.<br />

• Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau BM besar dapat<br />

menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau digunakan).<br />

• Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga pembentukan gel terjadi<br />

satelah pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh polimer seperti MC, HPMC dapat terlarut hanya<br />

pada air yang dingin yang akan membentuk larutan yang kental dan pada peningkatan suhu<br />

larutan tersebut akan membentuk gel.<br />

• Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut<br />

thermogelation<br />

2


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />

SEMISOLIDA<br />

Sifat dan karakteristik gel adalah sebagai berikut:<br />

1. Swelling (Lachman, Dysperse System, Vol.II, p. 497-499; Goeswin, Teknologi Farmasi Likuida<br />

& Semisolida, hal 119)<br />

Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorbsi larutan sehingga<br />

terjadi pertambahan volume. Pelarut akan berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi interaksi<br />

antara pelarut dengan gel. Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi ikatan silang antar<br />

polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan komponen gel berkurang.<br />

2. Sineresis (Lachman, Dysperse System, Vol.II, p. 497-499; Goeswin, Teknologi Farmasi Likuida<br />

& Semisolida, hal 119)<br />

Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel. Cairan yang terjerat akan<br />

keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu pembentukan gel terjadi tekananyang<br />

elastis, sehingga terbentuk massa gel yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan<br />

dengan fase relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya<br />

perubahan pada ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga<br />

memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada hidrogel maupun<br />

organogel.<br />

3. Efek suhu (Goeswin, Teknologi Farmasi Likuida & Semisolida, hal 227)<br />

Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur tapi<br />

dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer separti MC,<br />

HPMC, terlarut hanya pada air yang dingin membentuk larutan yang kental. Pada peningkatan<br />

suhu larutan tersebut membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang<br />

disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation.<br />

4. Efek elektrolit (Goeswin, Teknologi Farmasi Likuida & Semisolida, hal 227)<br />

Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik dimana koloid<br />

digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan konsentrasi elektrolit kecil akan<br />

meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah pemberian<br />

tekanan geser. Gel Na-alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion<br />

kalsium yang disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat sebagai kalsium<br />

alginat yang tidak larut.<br />

5. Elastisitas dan rigiditas (Goeswin, Teknologi Farmasi Likuida & Semisolida, hal 226; Martin,<br />

Farmasi Fisik hal.1089)<br />

Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa, selama transformasi dari<br />

bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas dengan peningkatan konsentrasi pembentuk<br />

gel. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran<br />

viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel.<br />

(Gel lebih kental daripada sol, karena gel tersusun oleh kerangka tiga dimensi gel yang memiliki<br />

titik hubung yang banyak antar partikelnya, sedangkan sol memiliki titik hubung /ikatan yang<br />

sedikit sehingga sol akan membentuk sistem yang lebih encer.<br />

6. Rheologi (Lachman, Dysperse System, Vol.II, p. 497-499)<br />

Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi memberikan sifat<br />

aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan jalan aliran non – Newton (menggunakan alat<br />

Brookfield) yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran.<br />

E. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam formulasi (Diktat Kuliah)<br />

1. Penampilan gel : transparan atau berbentuk suspensi partikel koloid yang terdispersi, dimana<br />

dengan jumlah pelarut yang cukup banyak membentuk gel koloid yang mempunyai struktur tiga<br />

dimensi.<br />

3


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />

SEMISOLIDA<br />

2. Inkompatibilitas dapat terjadi dengan mencampur obat yang bersifat kationik pada kombinasi zat<br />

aktif, pengawet atau surfaktan dengan pembentuk gel yang bersifat anionik (terjadi inaktivasi<br />

atau pengendapan zat kationik tersebut).<br />

3. Gelling agents yang dipilih harus bersifat inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain<br />

dalam formulasi.<br />

4. Penggunaan polisakarida memerlukan penambahan pengawet sebab polisakarida bersifat rentan<br />

terhadap mikroba.<br />

5. Viskositas <strong>sediaan</strong> gel yang tepat, sehingga saat disimpan bersifat solid tapi sifat soliditas<br />

tersebut mudah diubah dengan pengocokan sehingga mudah dioleskan saat penggunaan topikal.<br />

6. Pemilihan komponen dalam formula yang tidak banyak menimbulkan perubahan viskositas saat<br />

disimpan di bawah temperatur yang tidak terkontrol.<br />

7. Konsentrasi polimer sebagai gelling agents harus tepat sebab saat penyimpanan dapat terjadi<br />

penurunan konsentrasi polimer yang dapat menimbulkan syneresis (air mengambang diatas<br />

permukaan gel)<br />

8. Pelarut yang digunakan tidak bersifat melarutkan gel, sebab bila daya adhesi antar pelarut dan<br />

gel lebih besar dari daya kohesi antar gel maka sistem gel akan rusak.<br />

F. Komponen Gel<br />

1. Gelling Agents (Lachman, Dysperse System, Vol. II, p. 499-504)<br />

Termasuk dalam kelompok ini adalah gum alam, turunan selulosa, dan karbomer. Kebanyakan<br />

dari sistem tersebut berfungsi dalam media air, selain itu ada yang membentuk gel dalam cairan<br />

nonpolar. Beberapa partikel padat koloidal dapat berperilaku sebagai pembentuk gel karena<br />

terjadinya flokulasi partikel.<br />

Catatan: Pada pemilihan gelling agent perhatikan dengan pH stabilita dan inkompatibilitasnya<br />

Berikut ini adalah beberapa contoh gelling agent :<br />

A. Polimer (gel organik)<br />

a. Gum alam (natural gums)<br />

Umumnya bersifat anionik (bermuatan negatif dalam larutan atau dispersi dalam air),<br />

meskipun dalam jumlah kecil ada yang bermuatan netral, seperti guar gum. Karena<br />

komponen yang membangun struktur kimianya, maka natural gum mudah terurai secara<br />

mikrobiologi dan menunjang pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu, sistem cair yang<br />

mengandung gum harus mengandung pengawet dengan konsentrasi yang cukup.<br />

Pengawet yang bersifat kationik inkompatibel dengan gum yang bersifat anionik<br />

sehingga penggunaannya harus dihindari.<br />

Beberapa contoh gum alam :<br />

i. Natrium alginat (+ HOPE, 5 th ed., p. 656)<br />

• Natrium alginat 5-10% digunakan dalam <strong>sediaan</strong> semisolid.<br />

• Tersedia dalam bebrapa grade sesuai dengan viskositas yang terstandardisasi yang<br />

merupakan kelebihan natrium alginat dibandingkan dengan tragakan.<br />

• Inkompatibel dengan derivat akridin, kristal violet, fenil merkuri asetat dan nitrat,<br />

garam kalsium, logam berat dan etanol dengan konsentrasi lebih dari 5%.<br />

Elektrolit dalam konsentrasi rendah menyebabkan peningkatan viskositas tapi<br />

elektrolit dalam konsentrasi tinggi menyebabkan salting out Na-Alginate. Salting<br />

out muncul jika ada > 4% NaCl.<br />

• Natrium alginat pada pH 4-10, sedangkan pada pH 10 viskositas menurun<br />

ii. Karagenan (+ HOPE, 5 th ed., p. 656-658)<br />

• Fraksi kappa dan iota membentuk gel yang reversibel terhadap pengaruh panas.<br />

4


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />

SEMISOLIDA<br />

• Semua karagenan adalah anionik. Gel kappa yang cenderung getas, merupakan gel<br />

yang terkuat dengan keberadaan ion K. Gel iota bersifat elastis dan tetap j ernih<br />

dengan keberadaan ion K.<br />

• Konsentrasi karagenan yang digunakan 0,3-1%.<br />

• Inkompatibel dengan material kationik<br />

iii. Tragakan (+ HOPE, 5 th ed., p. 785)<br />

• Menurut NF, didefinisikan sebagai ekstrak gum kering dari Astragalus gummifer<br />

Labillardie, atau spesies Asia dari Astragalus.<br />

• Digunakan sebanyak 5% sebagai gelling agent.<br />

• Tragakan kurang begitu populer karena mempunyai viskositas yang bervariasi.<br />

• Inkompatibilitas : Viskositas akan menurun dengan cepat di luar range pH 4,5-7<br />

rentan terhadap degradasi oleh mikroba. Pada pH


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />

SEMISOLIDA<br />

umum, CMC Na menunjukkan viskositas maksimum pada pH 7-9.<br />

Inkompatibel dengan larutan asam, larutan garam, besi, dan beberapa metal<br />

lain (Al, merkuri, zinc)<br />

ii. HPC stabil pada pH 6-8, inkompatibel dengan derivat fenol, seperti metil<br />

paraben dan propil paraben, kehadiran polimer anionik akan meningkatkan<br />

viskositas HPC. Kompatibel dengan garam inorganik<br />

iii. HEC memiliki pH stabilitas 2-12, inkompatibel dengan zinc, inkompatibel<br />

parsial dengan kasein, gelatin, MC,PVA, dan pati<br />

iv. HPMC stabil pada pH 3-11, inkompatibel dengan agen oksidator<br />

c. Polimer sintetis (Karbomer = karbopol) (+ HOPE, 5 th ed., p. 111-115)<br />

• Karbomer merupakan gelling agent yang kuat, membentuk gel pada konsentrasi<br />

sekitar 0,5%. Dalam media air, yang diperdagangkan dalam bentuk asam bebasnya,<br />

pertama-tama dibersihkan dulu, setelah udara yang terperangkap keluar semua, gel<br />

akan terbentuk dengan cara netralisasi dengan basa yang sesuai.<br />

• Dalam sistem cair, basa anorganik seperti NaOH, KOH, dan NH4OH sebaiknya<br />

ditambahkan.<br />

• pH harus dinetralkan karena karakter gel yang dihasilkan dipengaruhi oleh proses<br />

netralisasi atau pH yang tinggi.<br />

• Viskositas dispersi karbomer dapat menurun dengan adanya ion-ion.<br />

• Merupakan gelling agent yang kuat, maka hanya diperlukan dalam konsentrasi<br />

kecil, biasanya 0,5-2 %<br />

• Inkompatibel dengan fenol, polimer kationik, asam kuat, elektrolit kuat<br />

B. Polietilen (gelling oil)<br />

Polietilen merupakan gelling agent yang sesuai dengan cairan hidrokarbon alifatik tapi<br />

kurang kompatibel dengan beberapa macam minyak.<br />

Digunakan dalam gel hidrofobik likuid, akan dihasilkan gel yang lembut, mudah tersebar,<br />

dan membentuk lapisan/film yang tahan air pada permukaan kulit. Untuk membentuk gel,<br />

polimer harus didispersikan dalam minyak pada suhu tinggi (di atas 80 0 C) kemudian<br />

langsung didinginkan dengan cepat untuk mengendapkan kristal yang merupakan<br />

pembentukan matriks.<br />

C. Koloid padat terdispersi<br />

• Mikrokristalin selulosa dapat berfungsi sebagai gellant dengan cara pembentukan<br />

jaringan karena gaya tarik-menarik antar partikel seperti ikatan hidrogen.<br />

• Konsentrasi rendah dibutuhkan untuk cairan nonpolar. Untuk cairan polar diperlukan<br />

konsentrasi yang lebih besar untuk membentuk gel, karena adanya kompetisi dengan<br />

medium yang melemahkan interaksi antar partikel tersebut.<br />

D. Surfaktan<br />

Gel yang jernih dapat dihasilkan oleh kombinasi antara minyak mineral, air, dan konsentrasi<br />

yang tinggi (20-40%) dari surfaktan anionik. Kombinasi tersebut membentuk mikroemulsi.<br />

Karakteristik gel yang terbentuk dapat bervariasi dengan cara meng-adjust proporsi dan<br />

konsentrasi dari komposisinya. Bentuk komersial yang paling banyak untuk jenis gel ini<br />

adalah produk pembersih rambut.<br />

E. Gellants lain<br />

Banyak wax yang digunakan sebagai gellants untuk media nonpolar seperti beeswax,<br />

carnauba wax, setil ester wax.<br />

F. Polivinil alkohol<br />

Konsentrasi yang dianjurkan antara 10 – 20%, bergantung pada grade PVA dan viskositas<br />

yang diinginkan (Aulton, Pharmaceutical Parctice, p. 128). PVA digunakan dalam emulsi<br />

6


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />

SEMISOLIDA<br />

pada konsentrasi 0,5 %. Inkompatibel pada konsentrasi tinggi dengan garam inorganik<br />

terutama sulfat dan fosfat (HOPE hal 491-492). Untuk membuat gel yang dapat mengering<br />

secara cepat. Film yang terbentuk sangat kuat dan plastis sehingga memberikan kontak yang<br />

baik antara obat dan kulit. Tersedia dalam beberapa grade yang berbeda dalam viskositas<br />

dan angka penyabunan.<br />

G. Clays (gel anorganik) (Aulton, Pharmaceutical Parctice, p. 128; Cooper & Gunns,<br />

Dispensing for Pharmaceutical Students, p.216)<br />

Digunakan sebanyak 7-20% sebagai basis. Mempunyai pH 9 sehingga tidak cocok<br />

digunakan pada kulit. Viskositas dapat menurun dengan adanya basa. Magnesium oksida<br />

sering ditambahkan untuk meningkatkan viskositas. Bentonit harus disterilkan terlebih<br />

dahulu untuk penggunaan pada luka terbuka. Bentonit dapat digunakan pada konsentrasi 5-<br />

20%. Contohnya : Bentonit, veegum, laponite<br />

2. Bahan tambahan (Cooper & Gunns, Dispensing for Pharmaceutical Students, p.217)<br />

a. Pengawet<br />

Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba, tetapi semua gel<br />

mengandung banyak air sehingga membutuhkan pengawet sebagai antimikroba. Dalam<br />

pemilihan pengawet harus memperhatikan inkompatibilitasnya dengan gelling agent.<br />

Beberapa contoh pengawet yang biasa digunakan dengan gelling agent :<br />

• Tragakan : metil hidroksi benzoat 0,2 % b/v dgn propil hidroksi benzoat 0,05 % b/v<br />

• Na alginate : metil hidroksi benzoat 0,1- 0,2 % b/v, atau klorokresol 0,1 % b/v atau asam<br />

benzoat 0,2 % b/v<br />

• Pektin : asam benzoat 0,2 % b/v atau metil hidroksi benzoat 0,12 % b/v atau klorokresol<br />

0,1-0,2 % b/v<br />

• Starch glyserin : metil hidroksi benzoat 0,1-0,2 % b/v atau asam benzoat 0,2 % b/v<br />

• MC : fenil merkuri nitrat 0,001 % b/v atau benzalkonium klorida 0,02% b/v<br />

• Na CMC : metil hidroksi benzoat 0,2 % b/v dgn propil hidroksi benzoat 0,02 % b/v<br />

• Polivinil alkohol : klorheksidin asetat 0,02 % b/v<br />

• Carbomer : metil metil hidroksi benzoat 0,15 % b/v dgn propil hidroksi benzoat 0,05 %<br />

b/v<br />

Pada umumnya pengawet dibutuhkan oleh <strong>sediaan</strong> yang mengandung air. Biasanya digunkan<br />

pelarut air yang mengandung metilparaben 0,075% dan propilparaben 0,025% sebagai<br />

pengawet.<br />

b. Penambahan Bahan Higroskopis<br />

Bertujuan untuk mencegah kehilangan air. Contohnya gliserol, propilenglikol dan sorbitol<br />

dengan konsentrasi 10-20 %.<br />

c. Chelating agent<br />

Bertujuan untuk mencegah basis dan zat yang sensitive terhadap logam berat. Contohnya<br />

EDTA<br />

III. FORMULA<br />

A. Formula Umum/Standar<br />

R/ Zat aktif<br />

Basis gel<br />

Zat tambahan<br />

B. Formula Basis Gel<br />

CONTOH BASIS FORMULA GEL<br />

1. R/ Ichtimol 2 g<br />

Tragakan<br />

5 g<br />

7


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />

Alkohol<br />

10 mL<br />

Gliserol<br />

2 g<br />

Air hingga 100 g<br />

SEMISOLIDA<br />

Buat 50 g<br />

Metoda pembuatan:<br />

• Disiapkan untuk 60 g sebagai antisipasi kehilangan dalam proses<br />

• Botol ditara dan siapkan mucilago tragakan dengan 33 mL air<br />

• Ichtimol, gliserol dan 10 mL air dicampurkan, kemudian tambahkan mucilage tragakan, lalu<br />

diaduk/dikocok<br />

• Berat diadjust dengan air, kemudian dikocok kembali, lalu dimasukkan ke dalam wadah<br />

Pembuatan mucilage tragakan :<br />

• Pembawa disiapkan<br />

• Botol bermulut lebar dikalibrasi, dikeringkan di dalam oven kemudian dinginkan<br />

• Alkohol dimasukkan kemudian tambahkan tragakan (jangan terbalik karena akan<br />

mengakibatakan terjadinya pengentalan) kemudian dilakukan pengocokkan untuk<br />

mencampurkan<br />

• Ditungkan kedalam wadah yang berisi pembawa, lalu ditutup dan dikocok segera<br />

• Volume digenapkan, lalu dicampurkan dan dimasukkan kedalam wadah untuk<br />

penyimpanan<br />

2. R/ Na-alginat<br />

Gliserol<br />

Metal hidroksi benzoate<br />

Ca-glukonat<br />

Air hingga<br />

7 g<br />

7 g<br />

0,2 g<br />

0,05 g<br />

100 g<br />

Catatan : basis ini harus disimpan semalam sebelum digunakan<br />

Metoda pembuatan :<br />

• Na-alginat dibasahkan dengan gliserol dalam mortir<br />

• Pengawet dan Ca-glukonat dilarutkan ke dalam 80 mL air dengan bantuan pemanasan,<br />

lalu dinginkan hingga 60°C dan diaduk atau distirer cepat<br />

• Campuran Na-lginat-gliserol ditambahkan ke dalam vorteks dengan jumlah sedikit, lalu<br />

diaduk lebih lanjut hingga homogen, kemudian dimasukkan ke dalam wadah<br />

C. Formula gel<br />

(Pustaka : Liweberman, Herbert A., martin M. R., Gilbert S. B., 1989. Phamaceutical Dosage<br />

Forms Disperse System, Vol II, Macel Dekker Inc., New york. Hal 504-506)<br />

1. Gel minyak mineral<br />

R/ Polietilen 10 %<br />

Minyak mineral 90 %<br />

Cara pembuatan ;<br />

Dicampurkan dan aduk atau kocok. Campuran dipanaskan hingga 90°C campur hingga<br />

homogen, lalu dinginkan dengan cepat melalui pengadukan.<br />

2. Gel efedrin sulfat<br />

R/ Efedrin sulfat 10 g<br />

Tragakan<br />

10 g<br />

Metil salisilat 0,1 g<br />

Eucalyptol<br />

1 mL<br />

Minyak pine needle 0,1 mL<br />

Gliserin<br />

150 g<br />

Air<br />

830 g<br />

Cara pembuatan :<br />

Efedrin sulfat dilarutkan ke dalam air dan ditambahkan gliserin, tragakan, kemudian<br />

komponen lainnya. Campurkan dengan baik dan simpan dalam wadah tertutup baik selama 1<br />

minggu dengan pengadukan.<br />

8


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />

SEMISOLIDA<br />

3. Clear gel<br />

R/ Minyak mineral 10 %<br />

Polioksietilen 10 oleil eter 20,7 %<br />

Polioksietilen fatty gliserida 10,3 %<br />

Propilen glikol 8,6 %<br />

Sorbitol 6,9 %<br />

Air 43,5 %<br />

Cara pembuatan :<br />

Semua komponen dipanaskan kecuali air hingga 90°C, kemudian air dipanaskan secara terpisah<br />

hingga 85°C. Air dicampurkan ke dalam komponen lain tersebut dengan pengadukan, lalu<br />

dinginkan hingga 60°C<br />

4. Gel zinc oksida<br />

R/ Karbomer 934 P (karbopol 934 P) 0,8 %<br />

NaOH (larutan 10 %) 3,2 %<br />

ZnO 20 %<br />

Air 76 %<br />

Cara pembuatan :<br />

Karbomer didispersikan ke dalam air, kemudian ditambahakan NaOH dengan pengadukan yang<br />

lambat untuk menghindari penyerapan /penjerapan udara. Kemudian tambahkan ZnO dan<br />

campurkan hingga homogen.<br />

5. Gel sun screening<br />

R/ Etanol 53 %<br />

Karbomer 940 1 %<br />

Gliseril-p-amino benzoat 3 %<br />

Monoisopropanolamin 0,09 %<br />

Air 52,91 %<br />

Cara pembuatan :<br />

Karbomer 940 didispersikan ke dalam alcohol dan giseril-p-amino benzoat dilarutkan ke dalm<br />

larutan. Secara perlahan Monoisopropanolamin ditambahkan. Kemudian secara perlahanlahan<br />

ditambahkan air dan dikocok dengan seksama untuk menghindari penyerapan udara, larutan<br />

akan jernih dan terbentuk gel.<br />

6. Gel hidroksi peroksida<br />

R/ Poloksamer F-127 25 %<br />

Hidrogen peroksida (larutan 30 %) 10 %<br />

Air murni 65 %<br />

Cara pembuatan :<br />

Air dipanakan hingga 40-50° F dan disimpan pada wadah pencampuran. Poloksamer F-127<br />

ditambahkan secara perlahan dengan pengadukan yang baik kemudian pengadukan dilakukan<br />

kembali hingga larutan terbentuk. Temperatur dijaga pada suhu 50° F. Tambahkan larutan<br />

hydrogen peroksida dingin secara perlahan dengan pengadukan yang baik. Lalu pindahkan ke<br />

dalam wadah dan disimpan dalam temperatur ruangan hingga cairan menjadi gel yang jernih.<br />

7. Basis clear Jelly<br />

R/ Na-alginat 3 g<br />

Metil paraben<br />

0,2 g<br />

Natrium heksametafosfat<br />

5 g<br />

Gliserin<br />

10 g<br />

Air murni<br />

100 g<br />

Cara pembuatan :<br />

Metil paraben dilarutkan ke dalam gliserin dengan penambahan panas. Kemudian ditambahkan<br />

air ke dalm gliserin yang hangat dengan pengadukanm yang cepat, kemudian Natrium<br />

heksametafosfat dilarutkan ke dalam larutan. Lalu ditambahkan Na-alginat dengan pengadukan<br />

cepat yang kontinu hingga terlarut sempurna.<br />

9


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />

SEMISOLIDA<br />

IV. PERHITUNGAN FORMULA<br />

A. Cara I<br />

1. Formula yang diusulkan akan dibuat :<br />

R/<br />

2. Jumlah yang akan dibuat tube ditambah dengan kebutuhan evaluasi sebanyak (Total<br />

perkiraan yang dibutuhkan 20 tube) tube. Jadi total yang akan dibuat tube<br />

3. Jumlah gel yang akan dibuat :<br />

– = tube x Y gram = g + 50 gram untuk evaluasi (IPC?)<br />

* Kapasitas alat pengisi semisolida minimal 250 gram, maka dibuat <strong>sediaan</strong> 250 gram gel.<br />

4. Perhitungan<br />

Jumlah zat aktif selalu ditimbang dalam jumlah 5% berlebih untuk mencegah<br />

kemungkinan berkurangnya kadar dalam <strong>sediaan</strong> akibat proses pembuatan ataupun dalam<br />

penyimpanannya. Basis gel ditimbang 20-25% berlebih.<br />

5. Penimbangan<br />

– Zat aktif = g<br />

– Basis gel = g<br />

Jika merupakan campuran 2 macam basis :<br />

Terdiri atas : a = g ; b = g<br />

– Zat tambahan = g<br />

B. Cara II<br />

Sediaan yang ditugaskan untuk dibuat sebanyak Z tube @ ____ gram. Untuk keperluan uji mutu<br />

<strong>sediaan</strong> akhir sebagai berikut:<br />

Jenis Evaluasi<br />

Jumlah (tube)<br />

Penampilan<br />

Homogenitas<br />

3<br />

Distribusi ukuran partikel<br />

Isi minimum (tidak destruktif) 30<br />

Penetapan pH 3<br />

Uji kecepatan pelepasan zat aktif dari <strong>sediaan</strong> 1<br />

Uji difusi bahan aktif <strong>sediaan</strong> (Jika dipersyaratkan dalam 1<br />

monografi/pustaka <strong>sediaan</strong>)<br />

Uji konsistensi (250 g, kapasitas minimal visko Brookfiled) ....<br />

Identifikasi 3<br />

Uji kebocoran tube 10<br />

Penetapan kadar zat aktif 3<br />

Uji efektifitas pengawet (jika memakai pengawet) 5<br />

Uji potensi antibiotik (bila zat aktifnya antibiotik) ....<br />

Penentuan Kandungan pengawet 1<br />

Total jumlah evaluasi <strong>sediaan</strong><br />

= U<br />

Karena dari seluruh uji diatas ada uji yang tidak destruktif, sehingga dapat digunakan untuk uji<br />

evaluasi yang lain. Maka jumlah <strong>sediaan</strong> yang dibutuhkan untuk evaluasi = U – 30 = T tube.<br />

(Catatan : ini untuk T >30; bila T


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />

SEMISOLIDA<br />

8. Jumlah yang akan dibuat tube ditambah dengan kebutuhan evaluasi sebanyak tube.<br />

Jadi total yang akan dibuat tube.<br />

9. Jumlah gel yang akan dibuat adalah _____ g (kapasitas minimal alat pengisi <strong>sediaan</strong> semisolid<br />

250 g).<br />

Proses pembuatan :<br />

1. Timbang (sejumlah) _____ gram gelling agent (sesuai dengan yang dibutuhkan)<br />

2. Gelling agent dikembangkan dengan cara _____ (sesuai dengan caranya masing-masing)<br />

Nama gelling agent<br />

Konsentrasi<br />

Cara pengembangan<br />

(sering digunakan)<br />

Hidroksi metil selulosa<br />

(HPMC)<br />

HPC<br />

HEC<br />

Karbomer:TEA (1::1)<br />

CMC Na<br />

1-3%<br />

4-6%<br />

0,5-2%<br />

3-6%<br />

HPMC dikembangkan menggunakan air panas (60-<br />

70 o C), serbuk didispersikan secara merata diatas air<br />

panas yang terdapat dalam wadah, kemudian<br />

didiamkan selama satu malam hingga terbasahi<br />

sempurna. HPMC yang telah dikembangkan diaduk<br />

hingga didapatkan basis gel yang homogen<br />

HPC dikembangkan menggunakan air dingin. serbuk<br />

didispersikan merata diatas air dingin yang terdapat<br />

dalam wadah kemudian dibiarkan selama satu malam<br />

hingga serbuk terbasahi sempurna, HPC yang telah<br />

dikembangkan diaduk hingga didapatkan basis gel<br />

yang homogen<br />

Serbuk HEC didispersikan dengan cepat kedalam air<br />

yang sedang diaduk dengan cepat pada suhu kamar,<br />

ketika HEC terbasahi sempurna, temperatur larutan<br />

dinaikkan menjadi 60-70 o C untuk meningkatkan<br />

kecepatan dispersi.<br />

Serbuk karbomer terlebih dahulu didispersikan<br />

kedalam air yang sedang diaduk. kuat, hati-hati jangan<br />

sampai terbentuk gumpalan yang tidak terdispersi,<br />

kemudian netralkan dengan penambahan basa (bisa<br />

KOH, NaOH, TEA, borax, Na bikarbonat)<br />

Serbuk CMC Na didispersikan diatas air dalam mortar<br />

hingga terbasahi semua. aduk larutan CMC Na yang<br />

telah terbasahi hingga terbentuk gel yang homogen<br />

3. Timbang _____ gram zat aktif dan _____ gram zat tambahan lainnya<br />

4. Tambahkan gelling agent yang sudah dikembangkan ke dalam campuran tersebut ke dalam matkan<br />

(atau sebaliknya) sambil diaduk di torax (ultra torax) terus-menerus hingga homogen (tapi jangan<br />

terlalu kuat karena akan menyerap udara sehingga menyebabkan timbulnya gelembung udara dalam<br />

<strong>sediaan</strong> yang nantinya dapat mempengaruhi pH <strong>sediaan</strong>)<br />

5. Gel yang sudah jadi, dimasukkan ke dalam alat pengisi gel dan diisikan ke dalam tube sebanyak yang<br />

dibutuhkan.<br />

Ujung tube ditutup lalu diberi etiket dan dikemas dalam wadah yang dilengkapi brosur dan etiket<br />

Wadah Gel<br />

• Gel lubrikan harus dikemas dalam tube dan harus disterilkan<br />

• Gel untuk penggunaan mata dikemas dalam tube steril.<br />

• Gel untuk penggunaan pada kulit dapat dikemas dalam tube atau pot salep.<br />

• Wadah harus diisi cukup penuh dan kedap udara untuk mencegah penguapan.<br />

VI.<br />

EVALUASI GEL<br />

Evaluasi in process control (IPC)<br />

1. Penampilan (Diktat Teknologi Farmasi Liquida & Semisolida, hal 127)<br />

11


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />

SEMISOLIDA<br />

Tujuan: Memeriksa kesesuaian bau dan warna di mana sedapat mungkin mendekati dengan<br />

spesifikasi <strong>sediaan</strong> yang telah ditentukan selama formulasi.<br />

Prinsip: pemeriksaan bau dan rasa menggunakan panca indera.<br />

Penafsiran hasil: warna, bau dan warna memenuhi spesifikasi formulasi yaitu …….<br />

(SESUAIKAN DENGAN Spec. Sediaan yang dibuat<br />

2. Homogenitas (FI ed III, hal 33; Diktat Teknologi Farmasi Likuida dan Semisolida,hal 127)<br />

Tujuan : Menjamin distribusi bahan aktif yang homogen<br />

Prinsip : Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus<br />

menunjukkan susunan yang homogen<br />

Penafsiran hasil : Distribusi bahan aktif pada lapisan <strong>sediaan</strong> di permukaan kaca terlihat<br />

merata<br />

3. Distribusi ukuran partikel (Lacman, Theory & Practice of Industrial Pharmacy, hal 116)<br />

(khusus untuk zat aktif tidak larut dalam basis)<br />

Tujuan : Menentukan distribusi ukuran partikel<br />

Prinsip : Perubahan reflektan pada panjang gelombang dimana fase dalam berwarna<br />

mengabsorpsi sebagian cahaya yang masuk, ternyata berbanding terbalik dengan suatu<br />

kekuatan dari diameter partikel.<br />

Prosedur: Sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop. Lihat<br />

dibawah mikroskop.<br />

Penafsiran hasil : mengikuti kurva distribusi normal<br />

4. Viskositas (Modul Praktikum Farmasi Fisika, 2002, hal 17-18 )<br />

Tujuan : Menjamin kemudahan penggunaan/pengolesan <strong>sediaan</strong><br />

Prinsip : Sediaan semisolid termasuk sistem non-newton, jadi viskositasnya diukur dengan<br />

viskometer Brookfield Helipath stand. Pengukuran konsistensi gel dilakukan pada suhu kamar<br />

dengan menggunakan viskometer Brookfield Helipath stand yang memakai spindel dan pada<br />

kecepatan (RPM) tertentu.<br />

Penafsiran Hasil : Viskositas yang diperoleh adalah ………<br />

5. Penetapan pH (FI IV hal 1039-1040)<br />

Alat : pH meter<br />

Tujuan : mengetahui pH <strong>sediaan</strong> sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan<br />

Prinsip : pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi<br />

Penafsiran hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi <strong>sediaan</strong> yaitu ...... (Sesuaikan!!)<br />

Evaluasi Mutu Sediaan Akhir<br />

Sediaan akhir yang dihasilkan diuji berdasarkan persyaratan sesuai yang tertera pada farmakope<br />

dan atau buku resmi lainnya.<br />

(Total perkiraan yang dibutuhkan 20 tube)<br />

A. Evaluasi fisik<br />

1. Penampilan (Diktat teknologi likuida dan semisolid hal.127)<br />

Tujuan: Memeriksa kesesuaian bau dan warna di mana sedapat mungkin mendekati<br />

dengan spesifikasi <strong>sediaan</strong> yang telah ditentukan selama formulasi.<br />

Prinsip: pemeriksaan bau dan rasa menggunakan panca indera.<br />

Penafsiran hasil: warna, bau dan warna memenuhi spesifikasi formulasi yaitu …….<br />

(SESUAIKAN DENGAN Spec. Sediaan yang dibuat<br />

2. Homogenitas ( Diktat teknologi likuida dan semisolid hal.127)<br />

12


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />

SEMISOLIDA<br />

Tujuan : Menjamin distribusi bahan aktif yang homogen<br />

Prinsip : Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus<br />

menunjukkan susunan yang homogen<br />

Penafsiran hasil : Distribusi bahan aktif pada lapisan <strong>sediaan</strong> di permukaan kaca terlihat<br />

merata<br />

3. Viskositas/rheologi (Modul Praktikum Farmasi Fisika, 2002, hal 17-18; Lampiran<br />

Martin, Farfis hal 501)<br />

Tujuan : Menjamin kemudahan penggunaan/pengolesan <strong>sediaan</strong><br />

Prinsip : Sediaan semisolid termasuk sistem non-newton, jadi viskositasnya diukur<br />

dengan viskometer Brookfield Helipath stand. Pengukuran konsistensi gel dilakukan pada<br />

suhu kamar dengan menggunakan viskometer Brookfield Helipath stand yang memakai<br />

spindel dan pada kecepatan (RPM) tertentu.<br />

Penafsiran Hasil : Viskositas yang diperoleh adalah ………<br />

4. Distribusi ukuran partikel (Lacman, Theory & Practice of Industrial Pharmacy, hal<br />

116) (khusus untuk zat aktif tidak larut dalam basis)<br />

Tujuan : Menentukan distribusi ukuran partikel<br />

Prinsip : Perubahan reflektan pada panjang gelombang dimana fase dalam berwarna<br />

mengabsorpsi sebagian cahaya yang masuk, ternyata berbanding terbalik dengan suatu<br />

kekuatan dari diameter partikel.<br />

Prosedur: Sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop.<br />

Lihat dibawah mikroskop.<br />

Penafsiran hasil : mengikuti kurva distribusi normal<br />

Prosedur :<br />

• Sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop<br />

• Lihat di bawah mikroskop<br />

• Suatu partikel tidak dapat ditetapkan bila ukurannya mendekati sumber cahaya<br />

• Untuk cahaya putih, suatu mikroskop bisa dapat mengukur partikel 0,4 – 0,5 µm.<br />

Dengan lensa khusus dan sinar UV, batas yang lebih rendah dapat diperluas sampai 0,1<br />

5. Uji Kebocoran (Lampiran FI IV Hal. 1096)<br />

Tujuan : memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume serta<br />

kestabilan <strong>sediaan</strong>.<br />

Prinsip : 10 tube <strong>sediaan</strong> dibersihkan dan dikeringkan baik-baik bagian luarnya dengan<br />

kain penyerap. lalu tube diletakkan secara horizontal di atas kain penyerap di dalam oven<br />

dengan suhu diatur pada 60 o ± 3 o selama 8 jam.<br />

Hasil : tidak boleh terjadi kebocoran yang berarti selama atau setelah pengujian selesai.<br />

Abaikan bekas krim yang diperkirakan berasal dari bagian luar dimana terdapat lipatan<br />

dari tube atau dari bagian ulir tutup tube. Jika terdapat kebocoran pada 1 tube tetapi tidak<br />

lebih dari 1 tube, ulangi pengujian dengan 20 tube tambahan. Uji memenuhi syarat jika:<br />

tidak ada satu pun kebocoran diamati dari 10 tube uji pertama, atau kebocoran yang<br />

diamati tidak lebih dari 1 dari 30 tube yang diuji.<br />

6. Isi minimum (Lihat Lampiran FI IV hal. 997)<br />

Tujuan : Untuk mengetahui kesesuaian bobot dari isi terhadap bobot yang tertera pada<br />

etiket<br />

Prinsip : Selisih antara penimbangan bobot wadah berisi <strong>sediaan</strong> dengan bobot wadah<br />

kosong merupakan bobot bersih isi wadah.<br />

Penafsiran hasil: perbedaan penimbangan adalah bobot bersih wadah<br />

13


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />

SEMISOLIDA<br />

Bobot bersih rata-rata isi dari 10 wadah tidak kurang dari bobot yang tertera di etiket dan<br />

tidak satu wadah pun yang bobot bersih isinya kurang dari: (pilih salah satu, sesuaikan<br />

dengan <strong>sediaan</strong>)<br />

# 90% dari bobot tertera di etiket (jika bobot di etiket 60 g atau kurang)<br />

# 95% dari bobot tertera di etiket (jika bobot di etiket lebih dari 60 gram dan kurang dari<br />

150 gram)<br />

Jika syarat tidak dipenuhi maka ditambahkan 20 wadah lagi.<br />

Bobot bersih rata-rata isi dari 30 wadah tidak kurang dari yang tertera pada etiket dan<br />

hanya 1 wadah yang bobot bersih isinya tidak memenuhhi syarat di atas.<br />

7. Penetapan pH (Lampiran FI IV hal 1039-1040)<br />

Alat : pH meter<br />

Tujuan : mengetahui pH <strong>sediaan</strong> sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan<br />

Prinsip : pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi<br />

Penafsiran hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi <strong>sediaan</strong> yaitu ...... (Sesuaikan!!)<br />

8. Uji pelepasan Bhan aktif dari <strong>sediaan</strong> gel (Pustaka TA Ivantina “Pelepasan<br />

Diklofenak Dari Sediaan Salep ”)<br />

Tujuan : Mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari <strong>sediaan</strong><br />

Prinsip : Mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari <strong>sediaan</strong> gel dengan cara<br />

mengukur konsentrasi zat aktif dalam cairan penerima pada waktu – waktu tertentu.<br />

Penafsiran hasil :bahan aktif dinyatakan mudah terlepas dari <strong>sediaan</strong> apabila waktu<br />

tunggu (waktu pertama kali zat aktif ditemukan dalam cairan penerima) semakin kecil.<br />

Dan ini tergantung dari pembawa, penambahan komponen lain dan jenis cairan penerima.<br />

9. Uji difusi bahan aktif dari <strong>sediaan</strong> gel (Pustaka TA Sriningsih “Kecepatan difusi<br />

kloramfenikol dari <strong>sediaan</strong> salep”)<br />

Tujuan : Mengetahui laju difusi bahan aktif<br />

Prinsip : Menguji difusi bahan aktif dari <strong>sediaan</strong> gel menggunakan suatu sel difusi dengan<br />

cara mengukur konsentrasi bahan aktif dalam cairan penerima pada selang waktu tertentu.<br />

Penafsiran hasil : ?<br />

10. Stabilitas gel (Dosage Form, disperse system vol.2 hal 507) 1 tube<br />

a. Yield value suatu <strong>sediaan</strong> viskoelastis dapat ditentukan dengan menggunakan<br />

penetrometer. Alat ini berupa logam kerucut atau j arum. Dalamnya penetrasi yang<br />

dihasilkan dilihat dari sudut kontak dengan <strong>sediaan</strong> diwawah suatu tekanan. Yield<br />

value ini dapat dihitung dengan rumus :<br />

K1 m.<br />

g<br />

So =<br />

.<br />

p.<br />

n<br />

So = yield value<br />

m = massa kerucut dan fasa gerak (g)<br />

g = percepatan gravitasi<br />

p = dalamnya penetrasi (cm)<br />

n = konstanta material mendekati 2<br />

2<br />

Cos . Cosα<br />

K<br />

1<br />

=<br />

2<br />

π<br />

Yield value antara 100-1000 dines/cm 2 menunjukkan kemampuan untuk mudah<br />

tersebar. Nilai dibawah ini menunjukkan <strong>sediaan</strong> terlalu lunak dan mudah mengalir.,<br />

diatas nilai ini menunjukkan terlalu keras dan tidak dapat tersebar.<br />

14


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />

b. Dilakukan uji dipercepat dengan :<br />

SEMISOLIDA<br />

• Agitasi atau sentrifugasi (Mekanik)<br />

Sediaan disentrifugasi dengan kecepatan tinggi (sekitar 30000 RPM). Amati<br />

apakah terjadi pemisahan atau tidak (Lachman, Theory & Practice of Industrial<br />

Pharmacy, p. 116)<br />

• Manipulasi suhu<br />

Gel dioleskan pada kaca objek dan dipanaskan pada suhu 30, 40, 50, 60, 70°C.<br />

Amati dengan bantuan indicator (seperti sudan merah) mulai suhu berapa<br />

terjadi pemisahan, makin tinggi suhu bearti makin stabil)<br />

B. Evaluasi kimia<br />

Identifikasi zat aktif (sesuai dengan monografi FI IV/kompendia lain) Penetapan kadar zat aktif<br />

(sesuai dengan monografi FI IV/kompendia lain)<br />

C. Evaluasi biologi<br />

• Uji penetapan potensi antibiuotik (Lampiran FI IV hal 891-899) (khusus jika zat aktif<br />

antibiotik)<br />

Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses pembuatan<br />

laruta dan menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.<br />

Prinsip : Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh antibiotik dalam<br />

<strong>sediaan</strong> yang ditambahkan ke dalam media padat atau cair yang mengandung biakan<br />

mikroba berdasarkan metode lempeng atau metode turbidimetri.<br />

Penafsiran hasil : Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode garis lurus<br />

transformasi log dengan prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linieritas (FI IV,hal<br />

898). Harga KHM yang makin rendah, makin kuat potensinya. Pada Umumnya antibiotik<br />

yang berpotensi tinggi mempunyai KHM yang rendah dan diameter hambat yang besar<br />

• Uji efektivitas pengawet antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet)<br />

(FI IV , hal 854-855)<br />

Tujuan: Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada <strong>sediaan</strong><br />

dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk parenteral<br />

yang dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan.<br />

Prinsip: Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam <strong>sediaan</strong> yang<br />

mengandung pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai parameter<br />

efektifitas pengawet dalam <strong>sediaan</strong>. Inokulasi mikroba pada <strong>sediaan</strong> dengan cara<br />

menginkubasi tabung bakteri biologik (Candida Albicans, Aspergillus Niger, Pseudomonas<br />

aeruginosa dan Staphylococcus aureus) yang berisi sampel dari inokula pada suhu 20-25°C<br />

dalam media Soybean-Casein Digest Agar.<br />

Syarat/penafsiran hasil:<br />

Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:<br />

a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari<br />

jumlah awal.<br />

b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang<br />

dari jumlah awal.<br />

c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau<br />

kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b.<br />

• Kandungan zat antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet) (FI<br />

IV hal 939-942)<br />

Tujuan: Menentukan kadar pengawet terendah yang masih efektif dan ditujukan untuk<br />

zat-zat yang paling umum digunakan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang<br />

ada, tetapi tidak lebih dari 20% dari jumlah yang tertera di etiket.<br />

15


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009<br />

SEMISOLIDA<br />

Prinsip: Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan kromatografi gas atau<br />

polarografi (sesuaikan dengan pengawet yang digunakan)<br />

Penafsiran Hasil : kandungan zat antimikroba dinyatakan dalam satuan b/v atau v/v<br />

16


SALEP<br />

(Re‐New by: Ichi)<br />

DEFINISI<br />

Salep adalah <strong>sediaan</strong> setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput<br />

lendir. Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam empat kelompok yaitu dasar salep<br />

senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan dasar salep<br />

larut dalam air. Salep obat menggunakan salah satu dari dasar salep tersebut (FI IV, hal. 18).<br />

I. TEORI<br />

A. Penggolongan Salep<br />

1. Berdasarkan Kerja Farmakologi (Art of Compounding, hal 339), ada 3 golongan:<br />

a. Salep Epidermik<br />

• Salep ini dimaksudkan hanya bekerja dipermukaan kulit untuk menghasilkan efek<br />

lokal.<br />

• Diharapkan tidak diserap dan hanya digunakan sebagai pelindung, antiseptik,<br />

astringen, mengatasi iritasi (yaitu sebagai anti radang), enodynes, dan parasitida.<br />

• Dasar salep yang sering dipakai adalah vaselin.<br />

b. Salep Endodermik<br />

• Dimaksudkan untuk melepaskan obat ke kulit tetapi tidak menembus kulit, diserap<br />

sebagian saja.<br />

• Salep ini dapat digunakan sebagai emolien, stimulan dan lokal iritan<br />

• Dasar salep terbaik yang digunakan adalah minyak tumbuhan dan minyak alami.<br />

c. Salep Diadermik<br />

• Salep ini dimaksudkan untuk melepaskan obat menembus kulit dan menimbulkan<br />

efek konstitusi (efek terapi yang diinginkan). Namun hal ini tidak lazim digunakan<br />

dan termasuk pemakaian khusus obat‐obat seperti senyawa raksa, iodida dan<br />

belladona.<br />

• Dasar salep yang terbaik digunakan adalah lanolin/adeps lanae dan oleum cacao.<br />

2. Berdasarkan Penetrasi (RPS 16, 1518‐1519), salep dikelompokkan menjadi :<br />

a. Mempunyai efek permukaan<br />

Mempunyai efek permukaan, memiliki aktivitas membentuk lapisan film yang bertujuan<br />

untuk mencegah hilangnya kelembaban (sebagai protektif), efek membersihkan ataupun<br />

sebagai antibakteri. Pembawa (basis) harus dapat memudahkan kontak dengan<br />

permukaan dan melepaskan zat aktif ke sasaran.<br />

b. Mempunyai efek pada stratum korneum<br />

Contoh salep dengan efek ini adalah <strong>sediaan</strong> sunscreen yang mengandung asam p‐amino<br />

benzoat yang berpenetrasi ke stratum korneum.<br />

c. Mempunyai efek epidermal<br />

Pada salep ini obat/zat aktif dapat penetrasi kelapisan kulit yang paling dalam.<br />

B. Persyaratan Salep (Repetitorium Teknologi Sediaan Steril, Benny Logawa,46)<br />

• Bersifat plastis mudah berubah bentuk dengan adanya energi mekanis, seperti<br />

penggosokan pada saat penggunaannya, sehingga mudah menyesuaikan dengan profil<br />

permukaan tubuh tempat salep digunakan.<br />

• Memiliki struktur gel yang memungkinkan bentuknya stabil saat penyimpanan dan setelah<br />

digosokkan pada kulit<br />

• Ikatan pembentukan struktur gel berupa ikatan van der walls yang bersifat reversibel<br />

secara teknis, sehingga viskositas salep akan menurun dengan meningginya suhu. Hal ini<br />

diharapkan terjadi pada saat salep digosokkan pada kulit.<br />

• Harus memiliki aliran tiksotropik agar setelah digosokkan pada kulit dapat membentuk<br />

kembali viskositas semula, hal ini mencegah mengalirnya salep setelah digosokkan pada


kulit.<br />

C. Aturan Umum Salep<br />

Van Duin hal 115‐122, Ilmu Meracik Obat, hal. 55<br />

• Zat yang dilarutkan dalam dasar salep dilarutkan bila perlu dengan pemanasan rendah.<br />

Pada umumnya kelarutan obat yang ditambahkan dalam salep lebih besar dalam minyak<br />

lemak daripada dalam vaselin misalnya kamfora, mentol, fenolum, timolum dan guayakolum<br />

dilarutkan dengan cara digerus dalam mortir dengan minyak lemak. Bila dasar salep<br />

mengandung vaselin, zat‐zat digerus halus, dan ditambahkan sebagian (kira‐kira sama<br />

banyak) vaselin sampai homogen, baru ditambahkan sisa vaselin dan dasar salep yang lain.<br />

Kamfora dilarutkan dalam spritus fortior secukupnya sampai larut baru ditambah dasar salep<br />

sedikit demi sedikit.<br />

• Zat yang mudah larut dalam air dan stabil, serta dasar salep mampu mendukung/menyerap<br />

air tersebut, dilarutkan dulu dalam air yang tersedia, setelah itu ditambahkan bagian dasar<br />

salep yang lain.<br />

Contoh zat yang melarut dalam air adalah kalium iodide, tanin, natrium penisilin. Dasar salep<br />

yang menyerap air adalah adeps lanae, unguentum simplex, dan dasar salep hidrofilik. Dasar<br />

salep yang sudah mengandung air adalah lanolin (25% air), unguentum liniens (25%),<br />

unguentum cetylicum hydrosum (40%).<br />

• Zat yang tidak cukup larut dalam dasar salep, lebih dulu diserbuk dan diayak dengan derajat<br />

ayakan 100.<br />

Contohnya: ZnO dan Acidum boricum. Zat yang telah diserbuk dicampur dengan dasar salep<br />

(sama banyak), bila perlu dasar salep dilelehkan dahulu (dalam mortir dan stamper panas),<br />

setelah itu ditambahkan bahan‐bahan lain sedikit demi sedikit sambil digerus, untuk<br />

mencegah pengkristalan pada waktu pendinginan seperti Cera flava, Cera alba,<br />

Cetylalcoholum dan Parafinum solidum tidak tersisa dari dasar salep yang cair dan lunak.<br />

Asam borat tidak boleh dengan pemanasan.<br />

• Bila dasar salep dibuat dengan peleburan, maka campuran tersebut harus diaduk sampai<br />

dingin.<br />

Bila bahan‐bahan dari salep mengandung kotoran, maka masa salep yang meleleh perlu<br />

dikolir (disaring dengan kain kasa). Masa kolatur ditampung dalam mortar panas dan diaduk<br />

sampai dingin. Pada pengkoliran ini terjadi masa yang hilang, maka bahan‐bahannya harus<br />

dilebihkan 10‐20%.<br />

D. Tujuan Pembuatan Salep<br />

• Pengobatan lokal pada kulit<br />

• Melindungi kulit (pada luka agar tidak terinfeksi)<br />

• Melembabkan kulit<br />

II. FORMULA<br />

A. Formula umum/standar:<br />

R/ Zat aktif<br />

Basis<br />

Zat tambahan<br />

B. Formula Menurut Buku‐Buku Standar<br />

1. Ilmu Meracik Obat, 2000 (hlm. 52‐53)<br />

a. Dasar salep hidrokarbon<br />

contoh :<br />

• Vaselin putih<br />

• Vaselin kuning<br />

• Campuran vaselin dengan malam putih, malam kuning


• Parafin encer<br />

• Parafin padat<br />

• Jelene<br />

• Minyak tumbuh‐tumbuhan<br />

b. Dasar salep serap (dapat menyerap air)<br />

Contoh:<br />

• Adeps Lanae, Lanolin<br />

• Unguentum simplex: campuran 30 bagian malam kuning dan 70 bagian minyak wijen.<br />

• Hydrophilic petrolatum:<br />

R/ Vaselin album 86<br />

Cera alba 8<br />

Stearyl alcoholi 3<br />

Cholesteroli 3<br />

c. Dasar salep dapat dicuci dengan air :<br />

i. Dasar salep emulsi tipe M/A (Vanishing Cream) :<br />

R/ Lanolini 2<br />

Cetylalcoholi 1<br />

Paraffini Liquidi 5<br />

Acidi Stearinici 9<br />

Kalii Hydroxidi 0,5<br />

Propylene gylcoli 5<br />

Aquadest 77,5<br />

ii. Emulsifying ointment B.P<br />

R/ Emulsifying wax 300<br />

Vaselini albi 500<br />

Paraffini Liquidi 200<br />

Emulsifying wax :<br />

R/ Cetostearylalcoholi 90<br />

Natriilaurysulfat 10<br />

Aquadest<br />

4 ml<br />

iii. Hydrophilic ointment, dibuat dari minyak mineral, Stearylalkohol, Myrj 52 (emulgator tipe<br />

m/a), Aquadest.<br />

d. Dasar salep yang dapat larut dalam air, terdiri dari antara lain PEG atau campuran PEG.<br />

i. PEG ointment USP<br />

R/ PEG 4000 40%<br />

PEG 400 60%<br />

Dibuat dengan peleburan<br />

ii. Tragakan<br />

iii. PGA<br />

2. Fornas 1978, hlm. 334<br />

a. Salep Dasar I<br />

Campuran : Malam putih 50 bg<br />

Vaselin putih 950 bg<br />

Campuran : Malam kuning 50 bg<br />

Vaselin kuning 950 bg<br />

Dapat juga digunakan salep dasar lemak lain seperti lemak nabati, lemak hewan atau<br />

campuran keduanya, atau digunakan campuran parafin cair dan padat.<br />

Salep dasar I sangat lengket, sukar dicuci, agar mudah dicuci ditambahkan surfaktan dalam<br />

jumlah yang sesuai.


. Salep Dasar II<br />

Zat utama : lemak bulu domba terutama kolesterol.<br />

Campuran : Kolesterol 30 bg<br />

Stearilalkohol 30 bg<br />

Malam putih 80 bg<br />

Vaselin putih 860 bg<br />

Dapat juga diganti salep dasar lain yang cocok. Salep dasar II menyerap air.<br />

c. Salep Dasar III<br />

Campuran : Metil paraben 0,25bg<br />

Propil paraben 0,15<br />

Na Laurilsulfat 10 bg<br />

Propilenglikol 120 bg<br />

Stearilalkohol 250 bg<br />

Vaselin putih 250 bg<br />

Air ad 1000<br />

Air dapat diganti salep dasar emulsi lain. Salep dasar III mudah dicuci.<br />

d. Salep Dasar IV<br />

Campuran : Poliglikol 1500<br />

Poliglikol 4000<br />

25 bg<br />

40 bg<br />

Propilen glikol/gliserol ad 100<br />

Propilenglikol dapat diganti salep dasar larut lain.<br />

Hlm.65<br />

Oculentum simplex :<br />

R/ Setilalkohol 2,5<br />

Lemak bulu domba 6<br />

Parafin cair dan vaselin kuning ad 100<br />

Dibuat dengan cara teknik aseptik, disterilkan dengan sterilisasi D.<br />

Keterangan :<br />

• bg = bagian<br />

• Cara Sterilisasi D (FII, Hal 18), pemanasan kering<br />

Sediaan yang akan disterilkan dimasukkan ke dalam wadah kemudian ditutup kedap atau<br />

penutupan ini dapat bersifat sementara untuk mencegah cemaran. Jika volume tiap wadah<br />

tidak lebih dari 30 ml, panaskan pada suhu 150 0 C selama 1 jam. Jika volume tiap wadah<br />

mencapai suhu 150 0 , wadah yang tertutup sementara, kemudian ditutup kedap menurut<br />

teknik aseptik.<br />

3. BP, 2001 (hlm. 1819‐1820)<br />

a. Emulsifying Ointment<br />

R/ Emulsifying wax 300<br />

White soft parafin 500<br />

Liquid parafin 200<br />

Lelehkan bahan, campur dan aduk hingga dingin.<br />

b. Hydrous Ointment/Oily Cream<br />

R/ Wool alcohols ointment 500<br />

Phenoxyethanol 10<br />

Dried magnesium sulfat 5<br />

Purified water ad 1000<br />

Untuk membuat salep putih, gunakan wool alcohol O. yang dibuat dengan white soft parafin,<br />

dan untuk membuat salep kuning, gunakan wool alcohol O. yang dibuat dengan yellow soft<br />

parafin.


Cara pembuatan : larutkan phenoxyethanol dan Mg sulfat kering dalam air hangat hingga<br />

membentuk masa 500g. Lelehkan wool alcohol ointment dan panaskan 60°C, sambil diaduk<br />

hingga diperoleh krim yang halus. Aduk terus hingga dingin, campurkan dengan campuran<br />

phenoxehanol dan Mg sulfat, tambahkan air hingga diperoleh massa 1000 g.<br />

c. Simple Ointment<br />

R/ Wool fat 50<br />

Hard paraffin 50<br />

Cetostearilalcohol 50<br />

White/yellow soft parafin 850<br />

Campurkan bahan, panaskan sambil diaduk hingga homogen, kemudian angkat dan aduk<br />

hingga dingin.<br />

C. Penjelasan dari Formula Umum<br />

1. Zat Aktif<br />

Contoh‐contoh zat aktif yang sering digunakan dalam <strong>sediaan</strong> salep (yang beredar di pasaran ) dapat<br />

dilihat pada tabel berikut :<br />

Ansel, Howard. C., Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, hal 516‐518 (tapi tidak ditulis semua)<br />

Preparat<br />

Steroid adrenokortikoid<br />

Salep Betametason Valerat<br />

Salep Fluosinolon Asetonid<br />

Salep Flurandrenolid<br />

Salep Hidrokortison Asetat<br />

Salep Hidrokortison<br />

Salep Triamsinolon Asetonid<br />

Antibakteri /antiinfeksi<br />

Salep Basitrasin<br />

Salep Eritromisin<br />

Salep Gentamisin Sulfat<br />

Salep Neomisin Sulfat<br />

Salep Neomisin dan<br />

Polimiksin B Sulfat dan Zink<br />

Basitrasin<br />

Produk komersial<br />

Vasoline Ointment<br />

(Schering)<br />

Synalar Ointment<br />

(Syntex)<br />

Cordan ointment<br />

(Dista)<br />

Cortef Acetate<br />

ointment (Upjohn)<br />

Cortril ointment<br />

(Pfizer); eldecort<br />

cream (Elder)<br />

Aristocort ointment<br />

(lederler)<br />

Baciguent ointment<br />

(Upj ohn)<br />

Ilotycin Ointment<br />

(Dista)<br />

Garamycin<br />

ointment Schering<br />

Myciguent<br />

ointment (Upjohn)<br />

Neo‐polycin<br />

ointment (Merrel<br />

dow)<br />

Persentase<br />

lazim zat<br />

aktif<br />

0,1%<br />

0,025%<br />

0,025% dan<br />

0,05%<br />

1% dan 2,5%<br />

1%<br />

0,1% dan<br />

0,5%<br />

500 unit /g<br />

1%<br />

0,17%<br />

0,5%<br />

Polimiksin B<br />

Sulfat 8000<br />

uniy/ g;<br />

Neomisin<br />

Sulfat<br />

0,43%; Zink<br />

Basitrasin<br />

400 unit / g<br />

Keterangan<br />

Preparat ini diindikasikan<br />

untuk mengurangi inflamasi<br />

sebagai manifestasi dari<br />

respon kulit terhadap<br />

kortikosteroid. Biasanya<br />

dipakai pada permukaan kulit .<br />

1 sampai 3 kali sehari<br />

Preparat antibiotic ini<br />

digunakan pada pengobatan<br />

infeksi yang disebabkan oleh<br />

mikroorganisme yang rentan


Salep<br />

Iodoklorhidroksikuinolon<br />

Salep Metilbenzetonium<br />

Klorida<br />

Salep Nitrofurazon<br />

Antienzimatik/antipsoriatik<br />

Salep Antralin<br />

Vioform ointment<br />

(ciba)<br />

Diaperene ointment<br />

(Glenbrook)<br />

Furasin ( Norwich<br />

eaton)<br />

Anthra‐derm<br />

(dermik)<br />

3% Digunakan untuk eksim,<br />

dermatosin, impetigo,<br />

seboreik dermatitis dan<br />

kondisi lain<br />

0,1% Untuk merah‐merah karena<br />

popok, panas yang menyengat<br />

0,2% Untuk antibakteri<br />

diindikasikan untuk terapi<br />

pembantu pada pasien yang<br />

terbakar atau pasien dengan<br />

kulit yang dipindahkan<br />

0,25;0,5 dan<br />

1,0%<br />

Antralin menghambat<br />

metabolisme enzim.<br />

Digunakan pada pengobatan<br />

penyakit kulit kronis<br />

(psoriasis)<br />

Antifungal<br />

Salep Nistatin<br />

Salep campuran Asam<br />

Undeselinat<br />

Anestetik<br />

Salep Siklometikain Sulfat<br />

Salep Dibukain<br />

Salep Mikostatin<br />

(squibb)<br />

Desenex ointment<br />

(pharmacraft)<br />

Surfacaine ointment<br />

(lily)<br />

Nupercainal<br />

ointment (ciba)<br />

100.000 unit<br />

/ g<br />

5% Asam<br />

Undeselinat<br />

dan 20%<br />

Zink<br />

Undeselinat<br />

1%<br />

1%<br />

Antibiotik antifungi untuk<br />

infeksi jamur pada kulit dan<br />

mukosa kulit<br />

Digunakan terutama<br />

Untuk kutu air, kurap<br />

Dipakai pada kulit untuk<br />

mengurangi sakit dan gatal<br />

karena sengatan, gigitan<br />

serangga dan lain lain<br />

Astringent/protektan<br />

Salep Seng Oksida Banyak 20% 20% senk oksida dilevigasi<br />

dengan minyak mineral dan<br />

campuran dan dicampurkan ke<br />

dalam salep putih. Salep<br />

digunakan secara topical<br />

sebagai astringen dan<br />

pelindung pada macammacam<br />

kondisi kulit<br />

Zat penghilang pigmen<br />

Salep Monobenzon<br />

Benequin ointment<br />

(elder)<br />

20% Digunakan dalam pemutih<br />

sementara dari<br />

hiperpigmentasi kulit cacat<br />

yang disebabkan oleh bintikbintik<br />

noda pada usia tua dan<br />

kolasma


2. Basis<br />

Pemilihan dasar salep tergantung pada faktor‐faktor seperti khasiat yang diinginkan, sifat bahan<br />

obat yang dicampurkan, keter<strong>sediaan</strong> hayati, stabilitas dan ketahanan <strong>sediaan</strong> jadi.<br />

Dalam hal‐hal tertentu perlu menggunakan dasar salep yang kurang ideal untuk mendapatkan<br />

stabilitas yang diinginkan. Misalnya : obat‐obat yang mudah terhidrolisis lebih stabil dalam dasar<br />

hidrokarbon daripada yang mengandung air meskipun obat tersebut lebih efektif dalam dasar yang<br />

mengandung air.<br />

Basis Salep digolongkan dalam 4 kelompok besar (Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Howard c.<br />

Ansel, hal 502‐506)<br />

a. Dasar salep hidrokarbon<br />

Dasar salep hidrokarbon ini dikenal sebagai dasar salep berlemak, bebas air, dimana preparat<br />

berair mungkin dapat dicampurkan hanya dalam jumlah sedikit saja. Bila lebih, akan susah<br />

bercampur. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang kontak obat dengan kulit dan<br />

bertindak sebagai pembalut/penutup. Dasar salep ini digunakan sebagai emolien dan sifatnya<br />

sukar dicuci, tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama. Contoh : vaselin<br />

kuning dan putih, salep kuning dan putih, paraffin dan minyak mineral. Vaselin kuning boleh<br />

digunakan untuk mata, sedangkan yang putih tidak boleh karena masih mengandung H2SO4.<br />

• Vaselin Kuning/Flavum (FI IV, 823)<br />

Vaselin kuning adalah campuran yang dimurnikan dari hidrokarbon setengah padat yang<br />

diperoleh dari minyak bumi. Dapat mengandung zat penstabil yang sesuai.<br />

Pemerian: massa seperti lemak, kekuningan hingga amber lemah; berfluoresensi sangat<br />

lemah walaupun setelah melebur, dalam lapisan tipis transparan, tidak atau hampir tidak<br />

berbau dan berasa.<br />

Kelarutan: tidak larut dalam air, mudah larut dalam benzena, dalam karbon disulfida, dalam<br />

kloroform dan dalam minyak terpentin; larut dalam eter, dalam heksana, dan umumnya<br />

dalam minyak lemak dan minyak atsiri; praktis tidak larut dalam etanol dingin dan etanol<br />

panas dan dalam etanol mutlak dingin.<br />

Bobot jenis: antara 0,815 dan 0,880<br />

Jarak lebur: antara 38 o dan 60 o C<br />

Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik<br />

Inkompatibilitas: ‐ (HOPE hal 421‐422)<br />

• Vaselin Putih/Album ( FI IV, 822)<br />

Vaselin putih adalah campuran yang dimurnikan dari hidrokarbon setengah padat yang<br />

diperoleh dari minyak bumi dan keseluruhan atau hampir keseluruhan dihilangkan warnanya.<br />

Dapat mengandung zat penstabil yang sesuai.<br />

Pemerian: putih atau kekuningan pucat, massa berminyak transparan dalam lapisan tipis<br />

setelah didinginkan pada suhu 0 o C.<br />

Kelarutan: tidak larut dalam air; mudah larut dalam benzena, dalam karbon disulfida, dalam<br />

kloroform, larut dalam heksana, dan dalam sebagian besar minyak lemak dan minyak atsiri,<br />

sukar larut dalam etanol dingin dan etanol panas dan dalam etanol mutlak dingin.<br />

Bobot jenis: antara 0,815 dan 0,880<br />

Jarak lebur: antara 38 o dan 60 o C. Wadah dan<br />

penyimpanan: dalam wadah tertutup baik<br />

Inkompatibilitas: ‐ (HOPE hal 421‐422)<br />

• Parafin ( FI IV, 652)<br />

Parafin adalah campuran hidrokarbon padat yang dimurnikan, yang diperoleh dari minyak<br />

tanah.<br />

Pemerian: hablur tembus cahaya atau agak buram, tidak berwarna atau putih, tidak berbau,<br />

tidak berasa, agak berminyak.<br />

Kelarutan: tidak larut dalam air dan dalam etanol, mudah larut dalam kloroform, dalam eter,


dalam minyak menguap, dalam hampir semua jenis minyak lemak hangat, sukar larut dalam<br />

etanol mutlak.<br />

Identifikasi:<br />

A. Jika dipanaskan dengan kuat akan menyala dan terjadi pengarangan.<br />

B. Panaskan lebih kurang 500 mg dalam tabung reaksi kering bersama belerang bobot sama.<br />

Campuran akan mengeluarkan hidrogen sulfida dan menjadi hitam sebagai hasil terbebasnya<br />

karbon.<br />

Jarak beku: antara 47 o dan 65 o<br />

Wadah dan penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat dan cegah pemaparan terhadap panas<br />

berlebih<br />

Inkompatibilitas: ‐ (HOPE hal 417‐418)<br />

• Salep Kuning ( USP 27, 1357)<br />

Tiap 1000 g mengandung 50 g lilin (petrolatum) dan 950 g vaselin kuning (yellow wax). Lilin<br />

kuning adalah lilin yang dimurnikan yang dihasilkan dari sarang tawon (Apis mellifera).<br />

Lelehkan lilin kuning dalam steam bath, tambahkan vaselin kuning, hangatkan hingga menjadi<br />

cair. Hentikan pemanasan dan aduk campuran sampai mengental.<br />

Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup baik<br />

• Salep putih (USP 27, 1357)<br />

Tiap 1000 g mengandung 50 g lilin putih dan 950 g vaselin putih. Lilin putih adalah lilin lebah<br />

murni yang diputihkan. Lelehkan lilin putih dalam steam bath, tambahkan vaselin putih,<br />

hangatkan hingga menjadi cair. Hentikan pemanasan dan aduk campuran sampai mengental.<br />

Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup baik.<br />

• Minyak mineral (FI IV, 630)<br />

Minyak mineral adalah campuran hidrokarbon cair yang diperoleh dari minyak tanah. Berguna<br />

untuk menggerus bahan yang tidak larut pada preparat salep dengan dasar berlemak. Dapat<br />

mengandung bahan penstabil yang sesuai<br />

Pemerian: cairan berminyak , jernih, tidak berwarna, bebas atau praktis bebas dari<br />

fluoresensi, dalam keadaan dingin tidak berbau, tidak berasa dan jika dipanaskan berbau<br />

petrolatum lemah.<br />

Kelarutan: tidak larut dalam air dan etanol, larut dalam minyak atsiri, dapat bercampur<br />

dengan minyak lemak, tidak bercampur dengan minyak jarak (castor oil)<br />

Bobot jenis: antara 0,845‐0,905<br />

Kekentalan: kekentalan kinematik tidak kurang dari 34,5 sentistokes pada suhu 40 o C.<br />

Keasaman‐kebasaan: didihkan 10 ml dengan 10 ml etanol, etanol bereaksi netral terhadap<br />

kertas lakmus basah.<br />

Wadah dan penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat.<br />

Inkompatibilitas: oksidator kuat (HOPE ke‐4, h.395‐306)<br />

b. Dasar salep absorpsi<br />

Dibagi dalam 2 kelompok, antara lain :<br />

Yang memungkinkan bercampur dengan air dan membentuk emulsi air dalam minyak. Contoh<br />

: paraffin hidrofilik dan lanolin anhidrat<br />

1. Paraffin hidrofilik (USP 27, 1455)<br />

Formula : Kolesterol<br />

30 g<br />

Stearil alkohol 30 g<br />

White wax<br />

80 g<br />

White petrolatum 860 g<br />

Untuk membuat 1000g dasar salep


Lelehkan alkohol stearat dan lilin putih dalam steam bath, tambahkan kolesterol. Aduk<br />

sampai terlarut sempurna, tambahkan vaselin putih dan aduk. Pindahkan dari bath dan<br />

aduk sampai campuran kental.<br />

Dasar salep untuk pencampuran larutan berair ke dalam larutan berlemak, larutan berair<br />

diabsorpsi ke dalam salep absorpsi, lalu dicampurkan ke dalam dasar salep berlemak.<br />

Dalam melakukan hal ini sejumlah ekuivalen dari dasar salep berlemak dalam formula<br />

digantikan dengan dasar salep absorpsi.<br />

2. Lanolin anhidrida (BP 2002, 1801)<br />

Lanolin anhidrida adalah zat berlemak dimurnikan, anhidrat, diperoleh dari bulu domba.<br />

Terdiri dari tidak lebih dari 200 ppm butilhidroksitoluen. Tidak larut dalam air tetapi<br />

bercampur tanpa berpisah dengan air dua kali beratnya, sukar larut dalam etanol panas.<br />

Pemerian<br />

: kuning pucat, massa salep yang berbau khas, jika dilelehkan<br />

jernih atau nyaris jernih, larutan kuning, praktis tidak larut dalam<br />

air, larut dalam eter dan sedikit larut dalam etanol mendidih.<br />

Drop point<br />

: 38 o C sampai 44 o C<br />

Nilai asam : tidak lebih dari 1<br />

Nilai peroksida : tidak lebih dari 20<br />

Nilai saponifikasi : antara 90‐105<br />

Identifikasi :<br />

A. Larutkan 0,5 g dalam 5 ml kloroform, tambah 1 ml asam anhidrida dan 0,1 ml asam<br />

sulfat. Terbentuk warna hijau.<br />

B. Larutkan 50 mg dalam 5 ml kloroform, tambah 5 ml asam sulfat dan kocok. Terbentuk<br />

warna merah dan terlihat fluoresensi hijau pada lapisan bawah.<br />

Yang sudah menjadi emulsi air‐minyak (dasar emulsi), memungkinkan bercampurnya<br />

sedikit penambahan jumlah larutan berair.<br />

Contoh : lanolin dan cold cream<br />

1. Lanolin/Adeps Lanae (FI IV, 57‐60)<br />

Lanolin adalah zat serupa lemak yang dimurnikan diperoleh dari bulu domba yang<br />

dibersihkan dan dihilangkan warna dan baunya. Mengandung air tidak lebih dari<br />

0,25%.Boleh mengandung antioksidan yang sesuai tidak lebih dari 0,02%. Penambahan air<br />

dapat dicampurkan ke dalam lanolin dengan pengadukan.<br />

Pemerian: massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau khas.<br />

Kelarutan: tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air lebih kurang 2 kali beratnya,<br />

agak sukar larut dalam etanol dingin, lebih larut dalam etanol panas, mudah larut dalam<br />

eter dalam kloroform.<br />

Jarak lebur: antara 38 o dan 44 o .<br />

Wadah dan penyimpanan: dalam wadah tertutup baik, sebaiknya pada suhu kamar<br />

terkendali.<br />

Inkompatibilitas: Lanolin mungkin mengandung prooxidant yg bisa mempengaruhi zat<br />

aktif tertentu (HOPE hal 333‐334)<br />

2. Cold cream<br />

Cold cream merupakan emulsi air dalam minyak, setengah padat, putih, dibuat dengan<br />

lilin setil ester, lilin putih, minyak mineral, natrium borat, dan air murni. Natrium borat<br />

dicampur dengan asam lemak bebas yang ada dalam lilin‐lilin membentuk sabun natrium<br />

yang bekerja sebagai zat pengemulsi. Cold cream digunakan sebagai emolien.<br />

c. Dasar salep yang dapat dicuci air<br />

Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air (sering disebut krim) dan dinyatakan “dapat dicuci<br />

dengan air” karena mudah dicuci dengan air dari kulit dan pakaian sehingga lebih dapat diterima<br />

sebagai dasar kosmetik. Beberapa bahan obat lebih efektif menggunakan dasar salep ini<br />

dibandingkan dasar salep yang lain. Keuntungan: dapat diencerkan dengan air dan mudah<br />

menyerap cairan jika terjadi pada kelainan dermatologis. Contoh: salep hidrofilik.


Salep hidrofilik (USP 27, 1357)<br />

Formula : metil paraben<br />

0,25 g<br />

Propil paraben<br />

0,15 g<br />

Natrium lauril sulfat 10 g<br />

Propilen glikol<br />

120 g<br />

Alkohol stearat<br />

250 g<br />

Vaselin putih<br />

250 g<br />

Air murni<br />

370 g<br />

Untuk membuat 1000 g dasar salep<br />

Lelehkan alkohol stearat dan vaselin putih dalam steam bath,sampai 75 o C tambah bahan yang<br />

lain, terlebih dahulu larutkan dalam air dan hangatkan sampai 75 o C. Aduk campuran sampai<br />

mengental.<br />

Wadah dan penyimpanan : simpan dalam wadah tertutup rapat.<br />

d. Dasar salep yang larut dalam air<br />

Kelompok ini disebut `Dasar Salep Tidak Berlemak` dan terdiri dari konstituen yang larut dalam<br />

air. Karena dasar salep ini mudah melunak dengan penambahan air, maka larutan air tidak efektif<br />

dicampurkan ke dalam bahan dasar ini. Dasar salep ini baik dicampurkan dengan bahan tidak<br />

berair (paraffin, lanolin anhidrat, atau malam) atau bahan padat. Dasar salep ini lebih tepat<br />

disebut gel. Contoh: salep polietilenglikol.<br />

Salep polietilenglikol (USP 27, 2911)<br />

Formula: Pelietilen glikol 3350 (padat) 400 g<br />

Polietilen glikol 400 (cair) 600 g<br />

Untuk membuat 1000g dasar salep<br />

Panaskan bahan‐bahan dalam water bath sampai 65<br />

o C, aduk sampai mengental. Jika<br />

menginginkan <strong>sediaan</strong> yang lebih padat maka ganti 100g PEG 400 dengan jumlah yang sama<br />

dengan PEG 3350. Jika 6‐25% larutan berair dicampurkan ke dalam dasar salep maka ganti 50 g<br />

PEG 3350 dengan jumlah yang sama dengan alkohol stearat agar produk akhir lebih padat.<br />

Wadah dan penyimpanan: simpan dalam wadah tertutup baik.<br />

Inkompatibilitas PEG: ‐ (HOPE hal 454‐459)<br />

3. Bahan Tambahan<br />

Bahan Pengawet<br />

Pengawetan salep (Ansel, 510)<br />

Preparat setengah padat seperti salep sering memerlukan penambahan pengawet kimia sebagai<br />

antimikroba. Pengawet ini termasuk hidroksibenzoat, fenol‐fenol, asam benzoat, asam sorbat, garam<br />

amonium kuartener dan campuran lainnya.<br />

Preparat setengah padat harus dilindungi melalui kemasan dan penyimpanan yang sesuai dari<br />

pengaruh pengrusakan oleh udara, cahaya, uap air (lembab) dan panas, serta kemungkinan<br />

terjadinya reaksi kimia antara preparat dengan wadah (The art of compounding, hal 357)<br />

III. PERHITUNGAN FORMULA<br />

a. Formula yang diusulkan akan dibuat :<br />

R/ ........<br />

b. Jumlah salep yang akan dibuat :<br />

= .........tube x Y gram = ......g + untuk evaluasi 50 gram.<br />

kapasitas alat pengisi salep minimal 250 gram, maka dibuat <strong>sediaan</strong> 250 gram salep.<br />

c. Perhitungan<br />

Jumlah zat aktif selalu ditimbang sesuai jumlah yang dibutuhkan, tidak perlu ditambahkan. Basis<br />

salep ditimbang 20‐30% berlebih (jika metode fusion), lalu ditimbang lagi sesuai dengan jumlah<br />

yang dibutuhkan. Biasanya <strong>sediaan</strong> jadi yang dimasukkan ke dalam tube dilebihkan sekitar 10%


dari bobot netto isi tiap tube, missal bobot netto 10 mg, yang dimasukkan ke dalam tube 11 mg,<br />

bobot tambahan ini jangan lupa diperhitungkan dalam perhitungan dan penimbangan<br />

(berdasarkan tutorial dari bu Ninet 16/4/2009).<br />

d. Penimbangan<br />

Zat aktif = .............. g<br />

Basis salep = ............. g<br />

Terdiri atas a = ........ g<br />

b = ........ g<br />

Zat tambahan = ......... g<br />

IV. PROSEDUR PEMBUATAN<br />

(Ansel, “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi “, hal 506‐510)<br />

Baik dalam ukuran besar maupun kecil, salep dibuat dengan dua metode umum :<br />

a. Pencampuran<br />

Dalam metode pencampuran, komponen dari salep dicampur bersama‐sama dengan segala cara<br />

sampai <strong>sediaan</strong> yang rata tercapai.<br />

• Pencampuran bahan Padat.<br />

• Pencampuran <strong>sediaan</strong>.<br />

b. Peleburan<br />

Dengan metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari salep dicampurkan dengan<br />

melebur bersama dan didinginkan dengan pengadukan yang konstan sampai mengental.<br />

Metode yang dipilih tergantung pada sifat‐sifat bahan (Aulton” Pharmaceutical Practice” 1990,<br />

hal 128‐129)<br />

Prosedur pembuatan salep:<br />

1. Cara pelelehan/fusi<br />

Komponen basis dilelehkan bersama kemudian diaduk hingga homogen dan dingin. Zat aktif<br />

yang tidak larut atau larut sebagian dalam basis sebisa mungkin dicampurkan pada suhu yang<br />

paling rendah yang masih memungkinkan. Dalam hal ini perlu diperhatikan stabilitas zat<br />

berkhasiat terhadap suhu yang tinggi pada saat pelelehan. Zat aktif cair seperti metil salisilat<br />

dan semisolid seperti ichthammol ditambahkan pada saat basis telah mengental (sekitar<br />

suhu 40 o C). Untuk zat aktif padat (misal kalamin, ZnO 2 ) sebaiknya diayak 180µm dan<br />

ditambahkan saat basis masih panas (perhatikan stabilitas zat).<br />

2. Cara triturasi<br />

Zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau dengan salah satu<br />

zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan sisa basis. Ukuran zat aktif<br />

diperhatikan (biasanya 250µm cukup kecuali khusus untuk fine powder (180 µm), dan very<br />

fine powder(125 µm). Dapat juga digunakan pelarut organik untuk melarutkan terlebih dulu<br />

zat aktifnya, kemudian baru dicampur dengan basis yang akan digunakan.<br />

Prosedur pembuatan salep sebagai berikut ;<br />

1. Timbang sejumlah basis yang diperlukan.<br />

2. Timbang zat aktif<br />

3. Masukkan zat aktif ke dalam mortir, digerus halus sambil ditambahkan sedikit basis salep, gerus<br />

lagi agar bercampur homogen. Untuk zat aktif yang larut air dan membentuk larutan stabil,<br />

larutkan dalam volume minimum air. Campuran dicampur secara kontinyu sampai basis<br />

mengental. Untuk zat aktif yang tahan panas dapat segera dicampurkan sedikit demi sedikit<br />

dengan basis salep yang masih cair dalam lumpang. Untuk zat aktif yang tidak tahan panas, basis<br />

salep dituang kedalam lumpang untuk didinginkan terlebih dahulu sambil diaduk sebelum<br />

dicampur.<br />

4. Salep yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat pengisi salep dan diisikan ke dalam tube<br />

sebanyak yang dibutuhkan.


5. Ujung tube ditutup dengan alat penekuk lalu diberi etiket dan dikemas didalam kotak disertai<br />

brosur.<br />

Catatan : Bila zat aktif berada dalam keadaan terdispersi dalam basis, maka setelah digerus<br />

kemudian diayak dengan pengayak mesh 200, ukuran patikel sekitar 74 µm (Lachman, Theory &<br />

Practice Industrial Pharm.,544), baru kemudian ditimbang. Prednisolon dan fluorokotison asetat ada<br />

dalam bentuk polimorfisme sehingga harus berhati‐hati dalam memilih bentuk kristalnya.<br />

V. PERMASALAHAN‐ PERMASALAHAN DALAM SEDIAAN<br />

A. Permasalahan dalam Pembuatan<br />

1. Cara pembuatan salep dengan bahan tertentu:<br />

• Oleum Cacao<br />

Karena adanya sifat polimorfisme, maka bila Oleum cacao dilelehkan sampai mencair<br />

semua pada waktu mendinginkan akan memakan waktu yang lama. Maka bila salep<br />

menganudng lebih dari 10% Oleum Cacao perlu hati‐hati pada waktu melelehkan. Oleum<br />

cacao dilelehkan sampai meleleh, tetapi belum mencair seperti minyak (di atas tangas air),<br />

setelah itu diturunkan dari penangas air lalu ditambahkan minyak dingin atau massa salep<br />

dan digerus. Bila kurang dari 10%, maka dapat dibuat seperti pada pembuatan salep<br />

dengan peleburan. (Ilmu Meracik Obat, hal 64)<br />

• Balsamum Peruvianum<br />

Jangan ikut dipanaskan, ditambahkan pada massa salep yang telah dingin dan dicampur<br />

terakhir. (Ilmu Meracik Obat, p.65)<br />

2. Inkompatibilitas Salep (TPC, p.318‐319)<br />

Secara umum, salep anhydrous dan pasta menunjukkan permasalahan inkompatibilitas yang<br />

lebih kecil dibandingkan <strong>sediaan</strong> topikal lainnya, penanganan khusus harus dilakukan dalam<br />

pencampuran <strong>sediaan</strong> yang mengandung air.<br />

3. Pembuatan Salep (TPC, p.153)<br />

Spatula yang terbuat dari baja cocok digunakan pada hampir seluruh senyawa obat, tetapi<br />

tidak dapat digunakan untuk pembuatan salep yang mengandung garam merkuri, asam<br />

tanat, asam salisilat atau Iodin.<br />

Pelelehan (Fusi) merupakan metode yang biasanya digunakan untuk produksi salep skala<br />

besar dimana malam (wax) atau padatan dengan titik leleh yang tinggi dicampurkan dengan<br />

semi‐solid atau minyak; cara ini juga digunakan apabila akan dilakukan pencampuran air<br />

dalam volume yang cukup besar. Komponen campuran akan meleleh dengan baik pada<br />

penurunan titik leleh dan campuran fluid tersebut diaduk hingga dingin, untuk menghindari<br />

aerasi. Jika tidak diaduk dengan efektif, maka lemak alkohol dan asam mungkin akan<br />

mengkristal pada sistem yang mengandung paraffin. Serbuk yang tidak larut biasanya akan<br />

terpisah saat salep mulai mengental/membeku. Padatan yang bisa terlarut dan tahan panas<br />

dapat dilarutkan pada basis yang dilelehkan sebelum campuran tersebut membeku.<br />

Untuk kuantitas kurang dari 500 g, penanganan lebih jauh terhadap <strong>sediaan</strong> salep untuk<br />

meningkatkan homogenitas mungkin tidak begitu diperlukan, tetapi untuk jumlah yang lebih<br />

besar, roller mills atau colloid mills dapat menambahkan keseragaman distribusi dari padatan<br />

yang tidak larut dan eliminasi partikel dengan ukuran lebih besar dari 50 µm.<br />

B. Permasalahan Khusus<br />

1. Beberapa senyawa aktif tertentu<br />

Basitrasin Salep (TPC, p.752‐753)<br />

Salep basitrasin dan Salep Basitrasin‐Zinc harus disimpan dalam wadah tertutup baik dengan<br />

ukuran tidak lebih dari 60 g, kecuali pada label tertulis untuk penggunaan Rumah Sakit. Lebih<br />

baik disimpan dalam ruangan dengan suhu yang terkontrol. Basitrasin diketahui dapat<br />

memperahankan potensinya sampai 6 bulan jika dicampur dengan basis salep berikut:


Jelene, paraffin putih, lemak, likuid paraffin, white beeswax, Hidrokuinon, askorbil palmitat,<br />

setil alkohol, kalamin, Zinc Oksida dan etil aminobenzoat.<br />

Basitrasin perlahan diinaktivasi pada salep dengan basis Carbowax (Carbowax 4000 dengan<br />

Propilene Glikol), Na‐Lauril Sulfat, beberapa Span, Kolesterol, Stearil Alkohol, dan beberapa<br />

Tween, dan diinaktivasi dengan cepat pada salep yang mengandung air, Macrogol 400,<br />

Ichtannol, Gliserol, asam tanat, fenol dan propylene glikol.<br />

Dithranol Salep (TPC, p.843‐845)<br />

Salep yang mengandung dithranol dengan konsentrasi 0.05%, 0.1%, atau 0.2% dengan asam<br />

salisilat 0.5% dan salep emulsi hingga 100% diketahui tidak stabil secara relatif jika<br />

dibandingkan terhadap salep yang mengandung dithranol 0.5‐1% pada pengamatan selama<br />

112 hari.<br />

Eritromisin salep (TPC, h.855‐860)<br />

Formula yang disarankan berdasarkan studi tentang stabilitas salep eritromisin dalam<br />

berbagai basis yaitu menggunakan basis oleaginous (95% soft paraffin dan 5% hard paraffin)<br />

dengan penambahan span 5%. Dalam basis ini dan penyimpanan pada suhu 20‐25 Ο C zat aktif<br />

akan stabil selama 15 bulan. Basis emulsi dapat menurunkan stabillitas zat aktif.<br />

Penambahan surfaktan pada basis akan meningkatkan pemisahan zat aktif dari basis.<br />

Penambahan gliserol atau etanol ke dalam basis oleaginous dapat meningkatkan pemisahan<br />

zat aktif dar basis ini. Kolesterol, etanol, gliserol, air, bees wax (malam lebah) dapat<br />

menurunkan stabilitas zat aktif pada basis oleaginous dan basis larut air.<br />

2. Beberapa senyawa pembawa tertentu<br />

Vaselin putih adalah bentuk yang dimurnikan/dipucatkan warnanya. Dalam pemucatan<br />

digunakan asam sulfat, maka vaselin putih ini tidak dapat digunakan untuk mata.<br />

Vaseline hanya dapat menyerap air sebanyak 5 %. Dengan penambahan surfaktan seperti<br />

Natrium Lauryl Sulfat, tween, maka akan mampu menyerap air lebih banyak, juga<br />

penambahan kolesterol span kemampuan mendukung air dapat dinaikkan. (Ilmu Meracik<br />

Obat, p.54)<br />

VI. EVALUASI SEDIAAN<br />

(Diktat Teknologi Likuida dan Semisolida: Goeswin Agus dan sasanti Tarini Darijanto, 127)<br />

Evaluasi umum <strong>sediaan</strong> salep:<br />

A. Evaluasi Fisik<br />

1. Homogenitas (FII, hal 33)<br />

Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus menunjukkan<br />

susunan yang homogen.<br />

2. Konsistensi, dengan penetrometer<br />

Tujuan: mudah dikeluarkan dari tube dan mudah dioleskan. Konsistensi/rheologi dipengaruhi<br />

suhu. Sediaan non Newtonian dipengaruhi oleh waktu istirahat, oleh karena itu harus<br />

dilakukan pada keadaan identik.<br />

3. Bau dan warna: untuk melihat terjadinya perubahan fasa.<br />

4. pH: berhubungan dengan stabilitas zat aktif, efektifitas pengawet, keadaan kulit. (Diktat<br />

kuliah likuida dan semisolida, Goeswin A. dan Sasanti T.D., h.127)<br />

5. Isi Minimum (FI IV, hal 997) <br />

Netto 10 <strong>sediaan</strong> lebih atau sama dengan 100% netto yang tertera pada etiket. Berkaitan<br />

tidak langsung dengan dosis atau jumlah zat aktif dalam basis.<br />

6. Pengujian difusi bahan aktif dari <strong>sediaan</strong> salep (Tugas Akhir Sriningsih, Kecepatan Difusi<br />

Kloramfenikol Dari Sediaan Salep)<br />

(Jika dipersyaratkan dalam monografi/pustaka <strong>sediaan</strong>)


Prinsip : Menguji difusi bahan aktif dari <strong>sediaan</strong> salep menggunakan suatu sel difusi dengan<br />

cara mengukur konsentrasi bahan aktif dalam cairan penerima pada selang waktu tertentu.<br />

Prosedur :<br />

• Sejumlah salep dioleskan pada pelat difusi sampai rata, ditutup dengan membran,<br />

diusahakan tidak terjadi rongga udara, antara permukaan salep dan membran.<br />

• Pelat dipasang pada penyangga bawah dan ditutup dengan cincin, kemudian<br />

dihubungkan dengan penyangga atas.<br />

• Sel difusi dimasukkan ke dalam penangas air bersuhu 37 o C, dihubungkan dengan pompa<br />

peristaltic, wadah penerima dan tabung pencegah masuknya udara dengan memakai<br />

selang<br />

• Cairan penerima disirkulasikan dengan kecepatan 10 mL per menit memakai pompa<br />

peristaktik<br />

• Cairan penerima dipipet pada waktu‐waktu tertentu dan diganti dengan cairan yang<br />

sama bersuhu 37 o C<br />

• Kadar zat aktif ditentukan dengan metode yang sesuai.<br />

B. Evaluasi Kimia<br />

• Identifikasi zat aktif<br />

• Penetapan kadar zat aktif<br />

C. Evaluasi Biologi<br />

• Uji penetapan potensi antibiotik (FI IV, hal 891‐899) <br />

Salep mata, salep luka bakar, luka terbuka, penyakit kulit yang parah harus steril. (Diktat<br />

kuliah Likuida&semsol, Goeswin A&Sasanti TD, h.127)<br />

• Pengukuran potensi beberapa zat antibiotik yang dipakai secara topikal


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

INJEKSI<br />

(Re-New by: Anien and Hendra)<br />

I. PENDAHULUAN<br />

A. Definisi dan Penggolongan<br />

1. Injeksi ( FI III, hal 13 ) adalah <strong>sediaan</strong> steril berupa larutan, emulsi, atau suspensi atau serbuk<br />

yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan<br />

dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.<br />

2. Injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah bertanda 100 ml atau kurang<br />

(FI IV, hal 10)<br />

Sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi 5 jenis yang berbeda yaitu (FI IV,<br />

hal 9-10) :<br />

1. Obat atau larutan atau emulsi yang digunakan untuk injeksi, ditandai dengan nama Injeksi …..<br />

2. Sediaan padat, kering, atau cairan pekat tidak mengandung dapar, pengencer, atau bahan<br />

tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang sesuai memenuhi<br />

persyaratan injeksi, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya disebut …. steril.<br />

3. Sediaan seperti tertera pada 2, tetapi mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau bahan<br />

tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama bentuknya, disebut …. untuk injeksi.<br />

4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara iv<br />

atau ke dalam saluran spinal, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya, disebut Suspensi ….<br />

Steril.<br />

5. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi<br />

semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai,<br />

dibedakan dengan nama … steril untuk suspensi.<br />

B. Keuntungan dan Kerugian Sediaan Injeksi<br />

(Diktat Kuliah Teknologi Farmasi Sediaan Steril 10-11)<br />

Keuntungan<br />

• Dapat dicapai efek fisiologis segera, untuk kondisi penyakit tertentu (Jantung berhenti)<br />

• Dapat diberikan untuk <strong>sediaan</strong> yang tidak efektif diberikan secara oral (tidak tahan asam<br />

lambung)<br />

• Baik untuk penderita yang tidak memungkinkan mengkonsumsi oral (Sakit jiwa atau tidak<br />

sadar)<br />

• Pemberian parenteral memberikan kemungkinan bagi dokter untuk mengontrol obat, karena<br />

pasien harus kembali melakukan pengobatan<br />

• Sediaan parenteral dapat menimbulkan efek lokal seperti pada kedokteran gigi/anastesiologi<br />

• Pengobatan parenteral merupakan salah satu cara untuk mengoreksi gangguan serius cairan dan<br />

keseimbangan elektrolit<br />

Kerugian<br />

• Pemberian <strong>sediaan</strong> parenteral harus dilakukan oleh personel yang terlatih dan membutuhkan<br />

waktu pemberian yang lebih lama<br />

• Pemberian obat secara parenteral sangat berkaitan dengan ketentuan prosedur aseptik dengan<br />

rasa nyeri pada lokasi penyuntikan yang tidak selalu dapat dihindari<br />

• Bila obat telah diberikan secara parenteral, sukar sekali untuk menghilangkan/merubah efek<br />

fisiologisnya karena obat telah berada dalam sirkulasi sistemik<br />

• Harganya relatif lebih mahal, karena persyaratan manufaktur dan pengemasan<br />

• Masalah lain dapat timbul pada pemberian obat secara parenteral seperti septisema, infeksi<br />

jamur, inkompatibilias karena pencampuran <strong>sediaan</strong> parenteral dan interaksi obat<br />

• Persyaratan <strong>sediaan</strong> parenteral tentang sterilitas, bebas dari partikulat, bebas dari pirogen, dan<br />

stabilitas <strong>sediaan</strong> parenteral harus disadari oleh semua personel yang terlibat.<br />

Indikasi pemakaian rute parenteral: (Lachman Parenteral Medication vol. 1, 2 nd ed., 1992, 18)<br />

• Untuk memastikan obat sampai ke bagian tubuh atau jaringan yang membutuhkan dengan<br />

6


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

konsentrasi yang mencukupi. Meyakinkan penyampaian konsentrasi obat yang mencukupi ke<br />

bagian tubuh/ jaringan sakit.<br />

• Untuk mencapai parameter farmakologi tertentu yang terkontrol, seperti waktu onset, serum<br />

peak, kecepatan eliminasi obat dari dalam tubuh.<br />

• Untuk pasien yang tidak bisa melakukan self medicate<br />

• Untuk mendapatkan efek biologik yang tidak didapatkan melalui pemakaian oral<br />

• Untuk alternatif bila rute yang diharapkan (oral) tidak tersedia<br />

• Untuk mendapatkan efek lokal, untuk meminimalkan efek toksik sistemik<br />

• Untuk pasien yang tidak sadar, tidak kooperatif, tidak terkontrol<br />

• Untuk pengobatan ketidakseimbangan elektrolit dan cairan untuk supply nutrisi jangka<br />

panjang/pendek<br />

• Untuk mendapatkan efek lokal yang diharapkan<br />

Faktor farmasetikal yang berpengaruh pada pemakaian parenteral: (Lachman Parenteral Medication<br />

vol. 1, 2 nd ed., 1992, 19)<br />

• Kelarutan obat dan volume injeksi<br />

• Karakteristik pembawa<br />

• pH dan osmolalitas larutan injeksi<br />

• bentuk <strong>sediaan</strong> (cth: larutan, suspensi, atau rekonstitusi)<br />

• formulation ingredient (eksipien)<br />

C. Bentuk-Bentuk Sediaan Parenteral (Codex 12 th ed., 1994, 94-97)<br />

1. Larutan Air<br />

Merupakan bentuk yang paling sederhana dan banyak digunakan. Bentuk larutan air dapat<br />

digunakan untuk semua rute pemberian.<br />

2. Suspensi air<br />

Suspensi biasanya diberikan dalam rute intramuscular(IM) dan subkutan (SK). Suspensi tidak<br />

pernah diberikan secara intravena (IV), intraarteri, inraspinal, inrakardiak, atau injeksi<br />

optalmik. Ukuran partikel suspensi biasanya kecil dan distribusi ukuran partikel harus dikontrol<br />

untuk meyakinkan partikel dapat melewati jarum suntik saat pemberian. Ukuran partikel tidak<br />

boleh membesar dan tidak boleh terjadi caking saat penyimpanan.<br />

3. Larutan kering<br />

Untuk <strong>sediaan</strong> yang larut dalam air, tetapi tidak stabil di air.<br />

4. Larutan minyak<br />

Dibuat bila zat aktif tidak larut air tetapi larut dalam minyak dan diberikan melalui IM. Larutan<br />

minyak menimbulkan efek depo, untuk masalah iritasi dan sensitisasi, suspensi air lebih dipilih<br />

dibanding larutan minyak (Lachman Parenteral Medication vol. 1, 2 nd ed., 1992, 192)<br />

5. Suspensi Minyak<br />

Injeksi suspensi bisa juga dibuat dalam pembawa minyak, meskipun pembuatannya lebih<br />

jarang dibanding suspensi air. Suspensi minyak dapat menimbulkan efek depot/lepas lambat<br />

pada rute pemberian IM.<br />

6. Injeksi Minyak<br />

Senyawa yang bersifat lipofilik banyak yang dibuat dalam bentuk injeksi minyak. Sediaan ini<br />

secara umum digunakan dengan rute IM, dan pada keadaan normal tidak digunakan untuk rute<br />

lain.<br />

7. Emulsi<br />

Zat yang bersifat lipofilik juga dapat dibuat dalam bentuk emulsi o/w. Zat dapat dilarutkan<br />

dalam larutan minyak atau zatnya sendiri sudah benbentuk minyak. Droplet minyak harus<br />

dikontrol dengan hati-hati dan pada saat penyimpanan emulsi tidak akan pecah. Ukuran droplet<br />

ideal 3 μm. Biasanya dalam bentuk nutrisi parenteral.<br />

8. Larutan Koloidal<br />

Biasanya diberikan melalui rute IM.<br />

9. Sistem pelarut campur<br />

7


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

Banyak kondisi klinik sangat diperlukan suatu zat dibuat dalam bentuk larutan sejati, agar siap<br />

bercampur dengan larutan IV ketika diberikan. Untuk zat yang sukar larut dalam air, maka<br />

selain digunakan dalam bentuk garam atau diformulasi dalam pH tinggi atau rendah, beberapa<br />

zat dapat pula diformulasi dalam pelarut campur. Kosolvent digunakan untuk menurunkan<br />

polaritas pembawa sehingga zat lebih larut. Pemberian biasanya mengiritasi, toksik dan<br />

menimbulkan rasa nyeri. Pemberian intravena perlu dilakukan perlahan untuk mencegah<br />

presipitasi zat aktif. Pemilihan kosolvent terbatas oleh toksitas.<br />

10. Larutan terkonsentrasi<br />

Berupa konsentrat dan diberikan dengan dilarutkan dahulu di dalam larutan IV.<br />

11. Serbuk untuk injeksi<br />

Beberapa zat yang tidak stabil dalam air, sehingga dibuat dalam bentuk serbuk untuk injeksi.<br />

Sediaan ini bisa berupa serbuk ‘dry filled’ atau serbuk liofilisasi (‘freeze dried’).<br />

12. Implant<br />

Biasanya berupa hormon dan diberikan dengan maksud pemberian lambat, ditunda atau<br />

dikontrol, dimana pemberian tidak dapat dilakukan via oral.<br />

D. Formula Umum Sediaan Injeksi<br />

R/ Zat aktif Pembawa<br />

Zat tambahan<br />

Zat tambahan ini dapat berupa :<br />

♦ Pengatur tonisitas<br />

♦ Pengatur pH ( dapar )<br />

♦ Pengawet<br />

♦ Antioksidan<br />

♦ Anestetik lokal<br />

♦ Zat pengompleks<br />

♦ Suspending agent<br />

ZAT AKTIF<br />

Data zat aktif yang diperlukan (Preformulasi)<br />

a. Kelarutan (Buku Penuntun Praktikum Tek. FA Sed. Steril Benny Logawa 1985, 9) Terutama<br />

data kelarutan dalam air dari zat aktif sangat diperlukan, karena bentuk larutan air paling dipilih<br />

pada pembuatan <strong>sediaan</strong> steril. Data kelarutan ini diperlukan untuk menentukan bentuk <strong>sediaan</strong>.<br />

Zat aktif yang larut air membentuk <strong>sediaan</strong> larutan dalam air, zat aktif yang larut minyak dibuat<br />

larutan dalam pembawa minyak. Sedangkan zat yang tidak larut dalam kedua pembawa<br />

tersebut dibuat <strong>sediaan</strong> suspensi. Jika zat aktif tidak larut dalam air ada beberapa alternatif yang<br />

dapat diambil sebelum memutuskan untuk membuat <strong>sediaan</strong> suspensi atau larutan minyak yaitu<br />

dengan mencari bentuk garam dari zat aktif, melakukan reaksi penggaraman, atau dicari bentuk<br />

kompleksnya.<br />

b. pH stabilita (Buku Penuntun Praktikum Tek. FA Sed. Steril Benny Logawa 1985, 10) pH<br />

stabilita adalah pH dimana penguraian zat aktif paling minimal, sehingga diharapkan kerja<br />

farmakologinya optimal. pH stabilita dicapai dengan menambahkan asam encer (spt: HCl<br />

encer, asam bikarbonat), basa lemah atau dapar isotonis (spt: fosfat, sitrat, dll).<br />

c. Stabilitas zat aktif (Buku Penuntun Praktikum Tek. FA Sed. Steril Benny Logawa 1985, 11)<br />

Data ini membantu menentukan jenis <strong>sediaan</strong>, jenis bahan pembawa, metoda sterilisasi atau<br />

cara pembuatan. Beberapa faktor yang mempengaruhi penguraian zat aktif adalah:<br />

1. Oksigen (Oksidasi)<br />

Pada kasus ini, setelah air dididihkan maka perlu dialiri gas nitrogen dan ditambahkan<br />

antioksidan.<br />

2. Air (Hidrolisis)<br />

Jika zat aktif terurai oleh air dapat dipilih alternatif : (a) Dilakukan penambahan asam/basa<br />

atau buffer untuk mencapai pH stabilitas Z.A; (b) Memilih jenis pelarut dengan polaritas<br />

lebih rendah daripada air, seperti campuran pelarut air-gliserin-propilenglikol atau pelarut<br />

campur lainnya yang cocok; (c) Dibuat dalam bentuk kering dan steril yang dilarutkan saat<br />

8


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

disuntikkan.<br />

3. Suhu<br />

Jika zat aktif tidak tahan panas dipilih metode sterilisasi tahan panas, seperti filtrasi atau<br />

cara aseptis.<br />

4. Cahaya<br />

Pengaruh cahaya matahari dihindari dengan penggunaan wadah berwarna cokelat, dan<br />

disimpan di tempat gelap atau terlindung cahaya.<br />

d. Tak tersatukannya zat aktif , Baik ditinjau dari segi kimia, fisika, atau farmakologi.<br />

e. Dosis, Data ini menentukan tonisitas larutan dan cara pemberian.<br />

f. Rute pemberian (Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2 nd ed., 1992, 174) Rute pemberian<br />

yang akan digunakan akan berpengaruh pada formulasi, dalam hal:<br />

Volume maksimal <strong>sediaan</strong> yang dapat diberikan pada rute tersebut (intraspinal: 10 ml,<br />

intramuskular maks 3 ml, subkutan 2 ml, intradermal 0,2 ml).<br />

Pemilihan pelarut disesuaikan dengan rute pemberian.<br />

Isotonisitas dari <strong>sediaan</strong> juga dipengaruhi oleh rute pemberian. Pada larutan intravena<br />

isotonisitas menjadi kurang penting jika selama pemberian dilakukan dengan perlahan untuk<br />

memberikan waktu pengenceran dan ’adjust’ oleh darah. Injeksi intraspinal mutlak harus<br />

isotonis.<br />

BAHAN PEMBAWA OBAT SUNTIK<br />

Bahan pembawa injeksi dapat berupa air maupun non air<br />

1. Pembawa Air<br />

Sebagian besar produk parenteral menggunakan pembawa air. Hal tersebut dikarenakan oleh<br />

kompatibilitas air dengan jaringan tubuh. Pembawa air dapat digunakan untuk berbagai rute<br />

pemberian. Air mempunyai konstanta dielektrik tinggi sehingga lebih mudah untuk melarutkan<br />

elektrolit yang terionisasi dan ikatan hidrogen yang terjadi akan memfasilitasi pelarutan dari<br />

alkohol, aldehid, keton, dan amin (Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2 nd ed., 1992, 175).<br />

Syarat air untuk injeksi menurut USP (Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2 nd ed., 1992, 192) :<br />

• Harus dibuat segar dan bebas pirogen<br />

• Jumlah zat padat terlarut total tidak boleh lebih dari 10 ppm.<br />

• pH antara 5-7<br />

• Tidak mengandung ion-ion klorida, sulfat, kalsium dan amonium, dan karbondioksida.<br />

• Kandungan logam berat terbatas<br />

• Kandungan material organik (spt: tanin, lignin) terbatas<br />

• Jumlah partikel berada pada batas yang diperbolehkan.<br />

Catatan:<br />

1. Air untuk injeksi harus dibuat segar, artinya: air yang telah selesai diproses, hanya boleh<br />

disimpan pada temperature kamar selama 24 jam (bila tidak langsung digunakan).<br />

Penyimpanan yang lebih lama dapat dilakukan pada temperature kira-kira 5ºC atau pada<br />

suhu tinggi yaitu antara 65-85º untuk mencegah pertubuhan jasad renik dan pembentukan<br />

pirogen.<br />

2. Persyaratan kadar total zat padat terlarut pada air steril untuk injeksi yang terdapat pada<br />

farmakope (FI IV, hal 113) biasanya lebih tinggi kemungkinan terjadinya pelepasan<br />

konstituen wadah gelas selama sterilisasi.<br />

3. Air untuk injeksi yang sudah mengandung zat bakteriostatik tidak boleh dijual dalam<br />

wadah yang lebih besar dari 30 ml untuk mencegah kemungkinan masuknya zat<br />

bakteriostatik yang mungkin toksik dalam jumlah yang besar ke dalam tubuh.<br />

a. Air Pro Injeksi<br />

Aqua steril Pro Injeksi adalah air untuk injeksi yang disterilisasi dan dikemas dengan cara yang<br />

sesuai, tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan lainnya (Monografi aqua p.i<br />

:FI IV hal. 112-113 ).<br />

Cara : Aqua p.i + karbon aktif 0,1% dari volume, dipanaskan 60-100ºC selama 15 menit,<br />

9


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

diaduk, kemudian saring panas-panas dengan kertas saring lapis ganda. Tidak boleh<br />

menggunakan Aqua DM karena ada zat-zat organik yang tidak bermuatan dapat lolos,<br />

ditanggulangi dengan filtrasi karbon adsorben dan filtrasi bakteri.<br />

b. Air Pro Injeksi Bebas CO 2<br />

CO 2 mampu menguraikan garam natrium dari senyawa organic seperti barbiturate dan<br />

sulfonamide kembali membentuk asam lemahnya yang mengendap. Cara pembuatan :<br />

Mendidihkan air p.i selama 20-30 menit lalu dialiri gas nitrogen sambil didinginkan. (Buku<br />

Penuntun Praktikum Tek. FA Sed. Steril Benny Logawa 1985, 3)<br />

c. Air Pro Injeksi bebas O2<br />

Dibuat dengan mendidihkan air p.i selama 30 menit dan pada saat pendinginannya dialiri gas<br />

nitrogen. Dipakai untuk melarutkan zat aktif yang mudah teroksidasi, seperti apomorfin,<br />

klorfeniramin, klorpromazin, ergometrin, ergotamine, metilergotamin, proklorperazin,<br />

promazin, promesatin HCl, sulfamidin, turbokurarin. (Buku Penuntun Praktikum Tek. FA Sed.<br />

Steril Benny Logawa 1985, 3)<br />

2. Pembawa Non Air<br />

Pembawa non air digunakan jika (Rep. Tek Fa. Steril hal 5):<br />

• Zat aktif tidak larut dalam air<br />

• Zat aktif terurai dalam air<br />

• Diinginkan kerja depo dalam <strong>sediaan</strong><br />

Syarat umum pembawa non air (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril Hal 153):<br />

• Tidak toksik, tidak mengiritasi dan tidak menyebabkan sensitisasi<br />

• Dapat tersatukan dengan zat aktif<br />

• Inert secara farmakologi<br />

• Stabil dalam kondisi di mana <strong>sediaan</strong> tersebut biasa digunakan<br />

• Viskositasnya harus sedemikian rupa sehingga dapat disuntikan dengan mudah<br />

• Harus tetap cair pada rentang suhu yang cukup lebar<br />

• Mempunyai titik didih yang tinggi sehingga dapat dilakukan sterilisasi dengan panas<br />

• Dapat bercampur dengan air atau cairan tubuh<br />

a. Pelarut non air yang dapat bercampur dengan air<br />

Pelarut organik yang bercampur dengan air dapat dijadikan kosolven dalam <strong>sediaan</strong> injeksi,<br />

bertujuan untuk meningkatkan kelarutan suatu zat aktif yang kurang larut dalam air serta<br />

meningkatkan stabilitas zat tertentu yang mudah terhidrolisis. Pelarut yang dapat digunakan<br />

adalah : etanol, propilenglikol, polietilenglikol dan gliserin.<br />

Campuran pelarut dapat menyebabkan iritasi atau peningkatan toksisitas, terutama jika<br />

digunakan dalam konsentrasi tinggi. Larutan yang mengandung etanol dengan konsentrasi<br />

tinggi dapat menimbulkan rasa sakit ketika disuntikkan. Yang harus diperhatikan juga,<br />

beberapa produk yang diberikan secara intravena dengan kecepatan injeksi yang terlalu cepat<br />

dapat menyebabkan pengendapan obat di dalam pembuluh darah. (Lachman hal 19)<br />

KONSTANTA DIELEKTRIK PELARUT PADA 25 o C (Lachman Parenteral Medication, vol. 1,<br />

2 nd ed., 1992, 178)<br />

Pelarut<br />

Konstanta dielektrik<br />

Air 78,5<br />

Gliserin a 40,1<br />

N,N-Dimetilasetamid a 37,8<br />

Propilenglikol a 32,01 (30º )<br />

Metanol 31,5<br />

Etanol a 24,3<br />

N-Propanol 20,1<br />

Aseton 19,1<br />

10


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

Benzilalkohol a 13,1<br />

Polietilenglikol 400ª 12,5<br />

Minyak biji kapas a 3,0<br />

Benzen 2,3<br />

Dioxane 2,2<br />

a = larutan yang dipakai dalam <strong>sediaan</strong> injeksi<br />

b. Pelarut non air yang tidak dapat bercampur dengan air<br />

Penggunaan pelarut minyak bertujuan untuk meningkatkan kelarutan zat aktif dan untuk<br />

membuat <strong>sediaan</strong> lepas lambat. Injeksi pembawa minyak hanya dapat diberikan secara IM<br />

(Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril,156). Jenis pembawa non air yang tidak dapat<br />

bercampur dengan air yang dapat digunakan sebagai pembawa <strong>sediaan</strong> injeksi adalah:<br />

a. Minyak lemak (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril, 156):<br />

• Campuran ester asam lemak tidak jenuh dan gliserol<br />

• Pada label <strong>sediaan</strong> harus dicantumkan jenis pembawa minyak yang digunakan karena pada<br />

beberapa orang dapat menimbulkan reaksi alergi.<br />

• Tidak boleh mengandung minyak mineral atau parafin cair (karena tidak dapat<br />

dimetabolisme dalam tubuh dan dapat menimbulkan reaksi terhadap jaringan atau tumor).<br />

• Minyak yang digunakan harus berbentuk cair pada suhu kamar dan tidak boleh menjadi<br />

tengik. Untuk mencegah ketengikan akibat oksidasi maka dalam formula dapat<br />

ditambahkan antioksidan seperti BHA, BHT, tokoferol, propilgalat, dll.<br />

• Minyak wijen (sesame oil) lebih banyak digunakan untuk sebagian besar injeksi pembawa<br />

minyak, karena merupakan minyak yang paling stabil dibandingkan minyak tumbuhan lain<br />

(kecuali terhadap cahaya) dan didalamnya sudah mengandung antioksidan alami.<br />

(Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2 nd ed., 1992, 192)<br />

• Minyak tumbuhan sering menimbulkan rasa nyeri sehingga perlu penambahan benzil<br />

alkohol 0,5 % sebagai anastetik lokal (Rep. Tek Fa. Steril hal 5)<br />

• Minyak nabati yang banyak digunakan : Ol. Arachidis (minyak kacang), Ol. Gossypii, Ol.<br />

Sesami (Minyak Wijen), Ol. Terebinthinae, Ol. Maydis (minyak jagung), Ol. Olivarum<br />

Netral (Minyak Zaitun), Ol. Amigdalarum. (Rep. Tek Fa. Steril hal 5)<br />

[Minyak Lemak] Pembawa non air (FI IV Hal 10)<br />

Minyak lemak berasal dari tanaman, tidak berbau atau hampir tidak berbau, tidak tengik.<br />

Harus memenuhi persyaratan uji Parafin Padat seperti yang tertera pada Minyak Mineral,<br />

tangas pendingin, dipertahankan suhu 10°C, Bilangan Penyabunan antara 185-200, Bilangan<br />

Iodium 79-128 seperti tertera pada Lemak Dan Minyak Lemak dan memenuhi syarat<br />

sebagai berikut :<br />

a. Bahan tak tersabunkan : Memenuhi syarat Bahan Tak Tersabunkan seperti tertera pada<br />

Lemak Dan Minyak Lemak FI IV<br />

b. Asam Lemak Bebas : Tidak lebih dari 2,0 ml NaOH 0,002 N LV diperlukan untuk<br />

menetralkan asam lemak bebas dalam 10 g minyak lemak, seperti yang tertera pada<br />

FI IV<br />

c. Monogliserida dan gliserida sintetik dari asam lemak : Dapat digunakan jika berupa<br />

cairan dan tetap jernih kalau didinginkan pada suhu 10°C dan Bilangan Iodium tidak<br />

lebih dari 140, seperti FI IV<br />

• Isopropil miristat (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril, 157)<br />

- Ester asam lemak yang mempunyai viskositas rendah<br />

- Sebagai pembawa tunggal atau kombinasi dengan minyak lemak<br />

- Digunakan jenis yang bebas peroksida karena mencegah teroksidasinya bahan<br />

berkhasiat dan minyak yang digunakan.<br />

• Benzil benzoat (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril, 157)<br />

Merupakan cairan berminyak yang tidak berwarna dan bau yang khas. Biasanya digunakan<br />

11


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

bersama dengan pembawa lain (sebagai kosolven) misal pada injeksi dimerkapol dan<br />

hidroksiprogesteron.<br />

• Etil oleat (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril Hal 157)<br />

- Viskositas lebih rendah dan lebih mudah diabsorpsi oleh jaringan dibandingkan dengan<br />

minyak lemak.<br />

- Sebagai pembawa tunggal atau kosolven dalam injeksi hormon seperti injeksi<br />

deoksikortison asetat, estradiol monobenzoat, progesteron dan testosteron propionat.<br />

INJEKSI DALAM MINYAK<br />

(Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2 nd ed., 1992, 193)<br />

USP XXII<br />

Ampicillin (suspensi)<br />

Desoxycortison asetat<br />

Dietilstilbestrol<br />

Dimerkapol (suspensi)<br />

Epinefrin (suspensi)<br />

Estradiol benzoate<br />

Estradiol sipionat<br />

Estradiol valerat<br />

Estron<br />

Ethiodized iodine<br />

Flufenazin enanthate<br />

Hidroksiprogesteron kaproat<br />

Menadion<br />

Nandrolone decanota<br />

Penisilin G prokain (suspensi)<br />

Propiliodon (suspensi)<br />

Testosteron sipionat<br />

Testosteron enanthat<br />

Testosteron propionate<br />

MINYAK YANG BIASA DIPAKAI<br />

Sayur<br />

Sesame<br />

Sesame<br />

Kacang<br />

Sesame<br />

Sesame<br />

Biji kapas<br />

Sesame<br />

Sesame<br />

Poppyseed<br />

Sesame<br />

Sesame<br />

Sesame<br />

Sesame<br />

Sayur<br />

Kacang<br />

Biji kapas<br />

Sesame<br />

Sesame<br />

BAHAN PEMBANTU / ZAT TAMBAHAN<br />

Zat tambahan pada <strong>sediaan</strong> steril digunakan untuk :<br />

• Meningkatkan kelarutan zat aktif<br />

• Menjaga stabilitas zat aktif<br />

• Menjaga sterilitas untuk <strong>sediaan</strong> multiple dose<br />

• Mempermudah dan menjaga keamanan pemberian<br />

Syarat bahan tambahan :<br />

• Inert secara farmakologi, fisika, maupun kimia<br />

• Tidak toksik dalam jumlah yang diberikan<br />

• Tidak mempengaruhi pemeriksaan obat<br />

a. Pengatur Tonisitas<br />

Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel darah merah sehingga<br />

tidakterjadi pertukaran cairan di antara keduanya, maka larutan tersebut dikatakan isotonis<br />

(ekivalendengan 0,9% NaCl) (B. Logawa dan S. Noerono, Rep. TekFar Sedian steril )Sel darah<br />

merah dalam larutan:<br />

12


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

hipotonis : mengembang kemudian pecah, karena air berdifusi kedalam sel (hemolisis). Keadaan<br />

hipotonis kurang dapat ditoleransi, karena pecahnya sel bersifat irreversibel.<br />

hipertonis : kehilangan air dan mengkerut (krenasi), keadaan ini cukup dapat ditoleransi.<br />

Larutan perlu isotonis agar:<br />

• Mengurangi kerusakan jaringan dan iritasi<br />

• Mengurangi hemolisis sel darah<br />

• Mencegah ketidakseimbangan elektrolit<br />

• Mengurangi sakit pada daerah injeksi (Lachman, Teori & Praktek, 3 rd ed., 1994, 1302)<br />

Larutan isotonis tidak selalu mungkin karena:<br />

• konsentrasi obat tinggi, tetapi batas volume injeksi kecil<br />

• variasi dosis pemberian<br />

• metode pemberian<br />

• pertimbangan stabilitas produk<br />

Contoh pengatur tonisitas (pada keadaan hipotonis)<br />

NaCl 0,9 %, Glukosa, Natrium Sitrat, Natrium Sulfat 1,6 % , Dekstrosa 5,5 %<br />

Sifat NaCl Sukrosa Glukosa<br />

pH 6,7 -7,3 konstanta disosiasi ; 4-6<br />

pKa = 12,62<br />

Kelarutan 1 dalam 2,8 bagian 1 dalam 0,5 bagian air Bercampur dengan air<br />

air 1 dalam 2,6 1 dalam 0,2 air 100° C<br />

bagian air 100° C<br />

Cara<br />

Sterilisasi<br />

Inkompatibili<br />

tas<br />

Keamanan<br />

Osmolaritas<br />

Oven (padatan),<br />

otoklaf, filtrasi<br />

(larutan)<br />

besi, perak, timbal,<br />

garam merkuri,<br />

oksidator kuat, metil<br />

paraben, HPC<br />

non toksik, non iritan<br />

0,9 % b/v = isoosmosis<br />

Otoklaf dan filtrasi<br />

(larutan)<br />

Asam askorbat akibat<br />

adanya kontaminan<br />

logam berat, penutup<br />

alumunium, asam<br />

lemah atau kuat<br />

tidak untuk penderita<br />

DM atau intoleransi<br />

metabolic sukrosa.<br />

9,25 % b/v = isoosmosis<br />

Otoklaf (larutan)<br />

sianokobalamin;<br />

kanamisin sulfat;<br />

novobiosin natrium;<br />

warfarin natrium;<br />

eritromisin gluseptat pada<br />

pH ,5,05; vitamin B<br />

kompleks terdekomposisi<br />

basa kuat; dalam bentuk<br />

aldehid inkompatibel<br />

dengan amin, amida,<br />

asam amino, peptida dan<br />

protein<br />

5,51 % b/v iso-osmosis,<br />

namun tidak isotonik,<br />

dapat menyebabkan<br />

hemolisis.<br />

(HOPE, ed.5, 2006, 299 – 300,<br />

671-674, 744-747)<br />

b. Pengatur pH ( dapar)<br />

Pengaturan pH <strong>sediaan</strong> dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu adjust pH dan pemakaian dapar.<br />

13


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

(Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2 nd ed., 193-195). Perubahan pH pada penyimpanan dapat<br />

disebabkan:<br />

• Reaksi degradasi produk<br />

• Interaksi dengan komponen wadah (kaca atau tutup karet)<br />

• Absorpsi atau evolusi gas dan uap<br />

Tujuan Dapar (Rep. Tek. Far. Sed. Steril hal 19-20)<br />

• Meningkatkan stabilitas obat<br />

Pada pH tertentu penguraian obat menjadi minimal, misalnya pada zat aktif berikut : antibiotik<br />

(penisilin, tetrasiklin), basa sintetis (adrenalin), polipeptida (insulin,oksitocin,vasopresin),<br />

alkaloida (senyawa ergot), vitamin (B12, vit C).<br />

• Mengurangi rasa nyeri, iritasi, nekrosis saat penggunaanya<br />

Penambahan larutan dapar dalam larutan ini hanya dilakukan untuk larutan obat suntik dengan<br />

pH 5,5 – 7,5. Untuk pH < 3 atau > 10 sebaiknya tidak didapar karena sulit dinetralisasikan.<br />

Peringatan ini ditujukan terutama untuk injeksi IM dan SK.<br />

Untuk <strong>sediaan</strong> parenteral volume kecil ( 9 menyebabkan kematian jaringan<br />

pH < 3 sangat menyakitkan dan menyebabkan flebitis<br />

(Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2nd ed., 1992, 195)<br />

Cara penentuan pH :<br />

• Memakai indikator kertas atau indikator larutan universal baik secara langsung maupun<br />

kolorimetri<br />

• Potensiometri, digunakan untuk larutan berwarna<br />

• Dengan perhitungan<br />

Contoh dapar (konsentrasi yang umum dipakai): Dapar fosfat (0,2-2%), dapar sitrat (1-5%), asam<br />

asetat / garam pH 3,5-5,7 (1-2%); asam sitrat / garam pH 2,5-6 (1-5%); asam glutamate pH 8,2-10,2<br />

(1-2%). ( Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2 nd ed., 1992, 194)<br />

c. Pengawet<br />

Pengawet yang ideal ( Todd R.G Pharmaceutical Handbook ) :<br />

1 Mempunyai aktivitas antimikroba yang tinggi dan spektrumnya luas, bekerja pada temperatur<br />

dan pH yang luas.<br />

2 Mempunyai stabilitas yang tinggi pada range temperatur dan pH yang digunakan<br />

14


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

3 Tidak toksik pada konsentrasi yang digunakan<br />

4 Tersatukan dengan komponen lain dalam <strong>sediaan</strong><br />

5 Cepat larut pada konsentrasi yang digunakan<br />

6 Bebas dari bau, rasa, warna<br />

7 Tidak menyebabkan keracunan, karsinogenik, iritan, dan menyebabkan sensitisasi pada<br />

konsentrasi yang digunakan<br />

Penambahan pengawet dapat dilakukan pada :<br />

• Sediaan multidosis (kecuali yang dilarang oleh monografi). Pada <strong>sediaan</strong> multidosis ada<br />

kemungkinan kontaminasi <strong>sediaan</strong> pada saat pemakaian kembali, dan pengawet bekerja secara<br />

bakteriostatik.<br />

• Sediaan unit dosis jika tidak dilakukan sterilisasi akhir (pembuatan aseptik atau dengan filtrasi<br />

membrane), karena ada kemungkinan kontaminasi pada saat pengisian, dll) sering juga<br />

ditambahkan pengawet.<br />

(Lachman parenteral hal: 204)<br />

Penambahan pengawet tidak dibenarkan pada:<br />

• Sediaan volume besar (>100ml, misalnya infus)<br />

• Volume injeksi >15mL dosis tunggal, kecuali jika dikatakan lain<br />

• Sediaan untuk rute2 tertentu yang tidak boleh ditambahkan antimikroba seperti intra sisternal,<br />

epidural, intra thekal, atau rute lain yang melalui cairan serebrospinal/ retrookulalar (BP 2008,<br />

2367)<br />

Contoh Pengawet : ( Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2 nd ed., 1992, 194)<br />

Pengawet<br />

Konsentrasi yang lazim ( % )<br />

Benzalkonium klorida 0.01<br />

Benzethonium klorida 0.01<br />

Benzil alkohol 1-2<br />

Klorobutanol 0.25-0.5<br />

Klorokresol 0.1-0.3<br />

Metakresol 0.1-0.3<br />

Kresol<br />

0.3 – 0.5 •<br />

Fenol<br />

0.25 -0.5 •<br />

Fenilmerkuri nitrat dan asetat 0.002<br />

Metil -p-hidroksibenzoat 0.1 – 0.2 •<br />

Propil -p-hidroksibenzoat 0.02 – 0.2 •<br />

Butil -p-hidroksibenzoat 0.015<br />

Timerosal 0.01<br />

• : The art science, and technology of Pharmaceutical Compounding, 2002, hal 368<br />

d. Antioksidan<br />

Antioksidan digunakan untuk melindungi zat yang peka terhadap oksidasi. Beberapa antioksidan<br />

berdasarkan mekanisme kerjanya (Lachman, Teori & Praktek, 3 rd ed., 1994, 1301):<br />

1. Agen Pereduksi<br />

Antioksidan ini mempunyai potensial oksidasi rendah sehingga teroksidasi lebih dahulu<br />

dari pada zat aktif.<br />

Contoh : Vitamin C 0,02 – 0,1 %<br />

Natrium bisulfit 0,1 – 0,15 %<br />

Natrium metabisulfit 0,1 – 0,15 %<br />

Tiourea 0,005 %<br />

15


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

2. Agen Pemblokir<br />

Antioksidan ini mencegah oksidasi dengan memutuskan rantai oksidasi.<br />

Contoh : Ester asam askorbat 0,01 – 0,015 %, BHT 0,005 – 0,02 %, Vitamin E 0,05 –<br />

0,075 %<br />

3. Zat Sinergis<br />

Bekerja meningkatkan efek antioksidan lainnya terutama antioksidan agen pemblokir.<br />

Contoh : Vitamin C 0.01 -0.05 %<br />

Asam sitrat 0.005 – 0.01 %<br />

Asam tartrat 0.01 – 0.02 %<br />

Asam fosfat 0.005 – 0.01%<br />

4. Pengompleks<br />

Zat ini membentuk kompleks dengan ion-ion logam yang mengkatalisis reaksi oksidasi<br />

sehingga reaksi dapat diperlambat. Contoh : Garam EDTA 0.01 – 0.075 % Selain itu juga<br />

dapat meningkatkan efektivitas pengawet, seperti benzalkonium klorida dengan EDTA,<br />

serta untuk solubilisasi, misal : Kofein + Na. benzoate Teofilin + Etilendiamin Kinin +<br />

Antipirin<br />

Catatan :<br />

• Natrium meta bisulfit larutan bersifat asam, Natrium bisulfit biasa digunakan untuk<br />

injeksi epineprin, juga digunakan untuk larutan dengan pH sedang, Na sulfit biasa<br />

digunakan untuk <strong>sediaan</strong> pH basa (TPC, 1994, 100)<br />

• Zat antioksidan yang larut lemak ( BHA dan BHT 0,005 % -0,02 % ) digunakan<br />

untuk pelarut minyak ( blocking agent )<br />

e. Suspending Agent ( Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2 nd ed., 1992)<br />

Digunakan untuk <strong>sediaan</strong> injeksi suspensi. Contoh:<br />

1. CMC Na. [0,05 – 0,75 %] (HOPE 5 th ed., 2006, 120)<br />

2. PVP [>5%] (HOPE 5 th ed., 2006, 611)<br />

3. Sorbitol [10 -25%] (HOPE 5 th ed., 2006, 718 untuk IM<br />

4. IM Minyak : Alumunium monostearat (2%) Codex hal 95, gelatin (2%), manitol (50%)<br />

f. Anestetika lokal<br />

Digunakan untuk mengurangi rasa nyeri akibat larutan suntik yang kental dan larutan senyawa obat<br />

yang terlalu asam. Seperti larutan obat suntik streptomycin + 0,5 % prokain HCl. Contoh :<br />

Novokain, Benzil alkohol.<br />

g. Wetting Agent (untuk <strong>sediaan</strong> injeksi suspensi)<br />

Digunakan untuk pembasah dan mencegah pertumbuhan kristal. Bila diperlukan dan hanya untuk<br />

pelarut air. Contoh : Tween 80, Propilen glikol, Lecithin, Polioksietilen – Polioksipropilen,<br />

Polisorbat 80, Silikonantibusa, Silikon Trioleat. (Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2 nd ed.,<br />

214)<br />

h. Solubilizing Agent (untuk <strong>sediaan</strong> injeksi suspensi)<br />

Contoh : PEG 300, Propilenglikol (Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2 nd ed., 214)<br />

16


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

E. Cara Perhitungan ( Benny Logawa, hal. 8)<br />

1. Tonisitas<br />

Perhitungan tonisitas:<br />

Untuk ngitung tonisitas, bisa pake 2 metode: ekivalensi NaCl atau ΔTf . Tergantung data yang ada E atau Δ Tf (zat<br />

aktif dan zat pembawa). E dan Δ Tf yang dipilih adalah yang mendekati % zat yang digunakan pada <strong>sediaan</strong>.<br />

Misal konsentrasi zat X dalam <strong>sediaan</strong> 1.6% maka digunakan data E 2%. Cara perhitungannya bisa dilihat di contoh<br />

perhitungan. Kalau data E /Δ Tf-nya ga ada, baru pake metode Liso buat nyari nilai E /Δ Tf-nya. Kalau dah dapet<br />

harga E dan Δ Tf baru diitung lagi tonisitas pake cara biasa…….<br />

( Benny Logawa, hal. 8)<br />

a. Metode Turunnya Titik Beku<br />

Dengan menggunakan persamaan :<br />

W = Jumlah (g) bahan pembantu isotoni dalam 100 ml larutan<br />

A = Turunnya titik beku air akibat zat terlarut, dihitung dengan memperbanyak nilai untuk larutan<br />

1%<br />

B = Turunnya titik beku air yang dihasilkan oleh 1% b/v bahan pembantu isotoni Atau jika<br />

konsentrasi tidak dinyatakan, a = 0<br />

Keterangan :<br />

Tb = turunnya titik beku larutan terhadap pelarut murninya<br />

K = turunnya titik beku pelarut dalam MOLAR (konstanta Kryoskopik air = 1,86 yang<br />

menunjukkan turunnya titik beku 1 mol zat terlarut dalam 1000g cairan)<br />

m = Zat yang ditimbang (g)<br />

n = jumlah ion<br />

M = berat molekul zat terlarut<br />

L = massa pelarut (g)<br />

b. Ekivalensi NaCl<br />

Didefinisikan sebagai suatu faktor yang dikonversikan terhadap sejumlah tertentu zat terlarut<br />

terhadap jumlah NaCl yang memberikan efek osmotik yang sama. Misalnya ekivalensi NaCl asam<br />

borat 0,55 berarti 1 g asam borat di dalam larutan memberikan jumlah partikel yang sama dengan<br />

0,55 g NaCl.<br />

Oleh karena itu zat aktif dengan tipe ionik yang sama dapat menyebabkan turunnya titik beku molal<br />

yang sama besar, maka Wells mengatasinya dengan menggolongkan zat-zat tersebut menjadi<br />

beberapa<br />

kelompok sesuai dengan jumlah ion yang dihasilkan. Lihat tabel III di Repetitorium Teknologi<br />

Sediaan Steril, hal. 15.<br />

17


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

c. Metode Liso (Diktat Kuliah Steril hal 166, Lachman parenteral hal 209)<br />

Bila tidak ada data E dan ΔTf dipustaka maka bisa digunakan metode ini untuk mencarinya.<br />

Daftar Liso<br />

(Lachman Parenteral, vol. 1, 2 nd ed., 1992, 211; Physical Pharmacy, 1993, Ed. 4 th , 181)<br />

Tipe zat Liso Contoh<br />

Non elektrolit 1.9 Sucrose, glycerin, urea, camphor<br />

Weak elektrolit 2.0 Phenobarbital, cocaine, boric acid<br />

Divalent elektrolit 2.0 Zink sulfat, magnesium sulfate<br />

Univalent elektrolit 3.4 NaCl, cocaine hydrochloride, sodium Phenobarbital<br />

Uni-Divalen elektrolit 4.3 Na sulfat, atropine sulfate<br />

Di-Univalen elektrolit 4.8 Kalsium klorida, kalsium bromide, zinc klorida<br />

Uni-trivalen elektrolit 5.2 Na-fosfat, sodium citrate<br />

Tri-univalen elektrolit 6.0 Alumunium klorida, ferric iodide<br />

Tetraborate elektrolit 7,6 Sodium borate, potassium borate<br />

Daftar Liso untuk beberapa zat dapat dilihat pada Physical Pharmacy, 1993, Ed. 4 th ,. 183-<br />

184<br />

Contoh Perhitungan<br />

a. Cara ekivalensi<br />

R / Ranitidin HCl 27,9 mg<br />

18


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

Na 2 HPO 4 anhidrat 0,98 mg<br />

KH 2 PO 4 1,5 mg<br />

Aqua pro injection ad 1 ml<br />

Ranitidin HCl 27,9 mg/ml = 2,79 g/100 ml = 2,79 %<br />

E 3% = 0,16 (FI Ed. IV Hal. 1255 )<br />

Na 2 HPO 4 anhidrat 0,98 mg/ml ~ (BM Na 2 HPO 4 dihidrat / BM Na 2 HPO 4 anhidrat) x 0,98<br />

= ( 159,96 / 141,96 ) x 0,98<br />

= 1,1 mg/ml<br />

= 0,11 g/100 ml<br />

= 0,11%<br />

E 0,5% = 0,44 (FI Ed. IV)<br />

KH 2 PO 4 1,5 mg/ml = 0,15 g/100 ml<br />

= 0,15 %<br />

E 0,5% = 0,48 (FI Ed. IV)<br />

Zat E Jumlah zat dalam 100 ml (g) Kesetaraan NaCl<br />

Ranitidin HCl 0,16 2,79 0,4464<br />

Na 2 HPO 4<br />

0,44 0,11 0,0484<br />

dihidrat<br />

KH 2 PO 4 0,48 0,15 0,0720<br />

NaCl yang ditambahkan agar isotonis :<br />

= 0,9 – ( 0,4464 + 0,0484 + 0,0720 )<br />

= 0,3332 g/ 100 ml<br />

NaCl yang ditambahkan dalam 1 ml = 3,3 mg/ml<br />

b. Cara penurunan titik beku<br />

Zat Δ Tf 1% Konsentrasi zat Kons. Zat X Δ Tf 1%<br />

(%)<br />

Ranitidin HCl 0.1 2.79 0.279<br />

Na 2 HPO 4 dihidrat 0.24 0.11 0.0264<br />

KH 2 PO 4 0.25 0.15 0.0375<br />

Jumlah 0.3429 ~ 0.34<br />

Δ Tf isotonis = 0,52<br />

agar isotonis, Δ Tf yang ditambahkan = 0,52 – 0,34<br />

= 0,18<br />

Setara dengan NaCl : ( 0,18 / 0,52 x 0,9 g/100 ml )<br />

= 0,31 g/100 ml<br />

= 3,1 mg/ml<br />

Jadi NaCl yang ditambahkan agar larutan isotonis sebanyak 3,1 mg/ml<br />

2. Dapar (lachman, 155-157)<br />

Kapasitas dapar adalah kemampuan tidak berubahnya pH dengan penambahan sedikit asam atau<br />

sedikit basa.<br />

Rumus : β = αB = 2,303 C Ka.[H 3 O + ]<br />

αpH { Ka + [H 3 O + ] } 2<br />

β<br />

= kapasitas dapar<br />

19


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

αB = perubahan konsentrasi asam atau basa<br />

αpH = perubahan pH<br />

C = konsentrasi molar larutan dapar<br />

Ka = konstanta disosiasi larutan dapr<br />

Kapasitas dapar dapat dihitung dengan persamaan Henderson-Hasselbach :<br />

pH = pKa + log [ garam ]<br />

[ asam ]<br />

(Underwood, 674-675)<br />

Tetapan disosiasi (25°C) dapar <strong>sediaan</strong> steril<br />

1. Asam asetat CH 3 CHOOH Ka: 1,8 x 10 -5 pKa: 4,74<br />

2. Asam Sitrat H 3 C 6 H 5 O 7 Ka 1 : 8,4 x 10 -4 pKa 1 : 3,08<br />

Ion dihidrogen nitrat<br />

-<br />

H 2 C 6 H 5 O 7 Ka 2 : 1,8 x 10 -5 pKa 2 : 4,74<br />

Ion monohidrogen nitrat<br />

2-<br />

HC 6 H 5 O 7 Ka 3 : 4 x 10 -6 pKa 3 : 5,40<br />

3. Asam fosfat H 3 PO 4 Ka 1 : 7,5 x 10 -3 pKa 1 : 2,12<br />

Ion dihidrogen fosfat<br />

-<br />

H 2 PO 4 Ka 2 : 6,2 x 10 -8 pKa 2 : 7,21<br />

Ion monohidrogen fosfat<br />

2-<br />

HPO 4 Ka 3 : 4,8 x 10 -13 pKa 3 : 12,32<br />

Contoh Perhitungan<br />

Dalam 1 ml larutan mengandung Ranitidin HCl, pH stabilitas = 6,7-7,3 di dapar pada pH = 7<br />

([H 3 O + ] = 10 -7 )<br />

Dapar pospat pH = 6 – 8,2<br />

pKa 1 = 2,21 pKa 2 = 7,21 pKa 3 = 12,67<br />

Dapar yang baik jika pH = pKa kurang lebih 1, maka dipilih H 2 PO 4 dan HPO 4<br />

pKa 2 = 7,21 (Ka = 6,3 . 10 -8 )<br />

β = 2,303 C Ka.[H 3 O + ]<br />

{ Ka + [H 3 O + ] } 2<br />

0,01 = 2,303 C 6,3 .10 -8 . 10 -7<br />

(6,3 .10 -8 + 10 -7 ) 2<br />

C = 0,018 M<br />

pH = pKa + log [ garam ]<br />

[ asam ]<br />

7 = 7,21 + log [ garam ]<br />

[ asam ]<br />

[garam] = 0,62 [asam]<br />

[asam] + [garam] = 0,018<br />

1,62 [asam] = 0,018<br />

[asam] = 1,1 . 10 -2 mol/L<br />

= 1,1 . 10 -5 mol/ml ( BM asam KH 2 PO 4 = 141,96 )<br />

Massa asam = 1,1 . 10 -5 X 141,96 = 1,5 mg<br />

[garam] = 0,62 [asam] 6,89 . 10 -3 mol/L = 6,89 . 10 -6 mol/ml<br />

(BM Na 2 HPO 4 anhidrat = 136,09)<br />

[garam] = 6,89 . 10 -6 X 136,09 = 0,98 mg<br />

Jadi dapar yang digunakan adalah KH 2 PO 4 1,5 mg/ml dan Na 2 HPO 4 0,98 mg/ml<br />

3. Osmolaritas<br />

(FI Ed. IV hal 1020)<br />

20


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

Etiket pada larutan yang diberikan secara intra vena untuk melengkapi cairan, makanan<br />

bergizi, atau elektrolit dan injeksi manitol sebagai diuretika osmotik, disyaratkan untuk<br />

mencantumkan kadar osmolarnya.<br />

Keterangan kadar osmolar pada etiket suatu larutan parenteral membantu untuk memberikan<br />

informasi pada dokter apakah larutan tersebut hipo-osmotik, iso-osmotik, atau hiper-osmotik.<br />

Satuan kadar osmolar = miliosmol (disingkat mosmol) zat terlarut per liter larutan<br />

Kadar osmolar ideal dapat ditentukan dengan rumus :<br />

Kadar osmolar (mosmol/L) = mosM<br />

mosM = bobot zat (g/L) x jumlah ion (n) x 1000<br />

bobot molekul (g)<br />

Contoh Perhitungan<br />

Penandaan :<br />

Jika keterangan mengenai osmolaritas diperlukan dalam monografi masing-masing, pada etiket hendaknya<br />

disebutkan kadar osmolar total dalam miliosmol per liter. Jika kandungan kurang dari 100 ml atau jika pada<br />

etiket disebutkan bahwa <strong>sediaan</strong> tidak untuk suntikan langsung, tetapi larutan harus diencerkan sebelum<br />

digunakan, etiket dapat menyebutkan kadar osmolar total dalam miliosmol per milliliter.<br />

1. Osmolaritas ideal injeksi natrium klorida 0,9% = 308 miliosmol / L<br />

0,9 % NaCl = 0,9 g/100 ml = 9 g/L<br />

BM NaCl = 58,4 ; n = 2<br />

mosM/L = 9/58,2 x 2 x 1000<br />

= 308<br />

2. Osmolaritas glukosa anhidrat 5%<br />

5 % glukosa anhidrat = 5 g/100 ml = 50 g/L<br />

BM = 180,2 ; n = 1<br />

mosM/L = 50/180,2 x 1 x 1000<br />

= 277,46 ( isotonis )<br />

Hubungan Antara Osmolarita Dan Tonisitas<br />

Osmolarita<br />

Tonisitas<br />

(M osmole / liter)<br />

> 350 Hipertonis<br />

329-350 Sedikit hipertonis<br />

270-328 Isotonis<br />

250-269 Sedikit Hipotonis<br />

0-249 Hipotonis<br />

II. METODE DAN PROSEDUR PEMBUATAN<br />

A. Metode Pembuatan<br />

Ada dua metode pembuatan <strong>sediaan</strong> steril yaitu cara sterilisasi akhir dan cara aseptik.<br />

1. Sterilisasi Akhir<br />

Metode ini merupakan metode yang paling umum dan paling banyak digunakan dalam<br />

pembuatan <strong>sediaan</strong> steril. Persyaratannya adalah zat aktif harus stabil dengan adanya<br />

molekul air dan tingginya suhu sterilisasi. Sediaan disterilkan pada tahap terakhir<br />

pembuatan <strong>sediaan</strong>.<br />

Contoh yang paling banyak digunakan pada metode ini adalah sterilsasi dengan autoklaf<br />

(suhu 121 °C, selama 15 menit).<br />

2. Aseptik<br />

Metode ini biasanya digunakan untuk zat aktif yang sensitif terhadap suhu tinggi yang<br />

21


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

dapat mengakibatkan penguraian dan penurunan kerja farmakologinya. Antibiotika dan<br />

beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya dikerjakan secara aseptik.<br />

Metode aseptik bukanlah suatu cara sterilisasi melainkan suatu cara kerja untuk<br />

memperoleh <strong>sediaan</strong> steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik dan partikulat dalam<br />

<strong>sediaan</strong> jadi.<br />

Keterangan :<br />

• Penimbangan zat aktif<br />

Zat aktif biasanya ditimbang dilebihkan sesuai persyaratan yang ada di monografi untuk<br />

mencegah kemungkinan berkurangnya kadar dalam <strong>sediaan</strong> akibat proses pembuatan ataupun<br />

dalam penyimpanan. (Contoh : persyaratan kadar zat X = 98-102 %, maka penimbangan zat<br />

aktif dilebihkan 2 %)<br />

• Bebas pirogen<br />

Hal ini baru dilakukan jika volume larutan suntik sebanyak 10 ml atau lebih. Pembebasan<br />

pirogen dilakukan dengan penambahan 0,1 % karbon aktif dihitung terhadap volume total (b/v),<br />

kemudian dipanaskan pada suhu 60-70 °C selama 15 menit sambil sesekali diaduk kemudia<br />

disaring menggunakan kertas saring ganda.<br />

• Bebas oksigen atau karbondioksida<br />

Hal ini baru dilakukan jika diperlukan terutama jika zat aktif diketahui peka terhadap kedua gas<br />

tersebut. Pembebasan oksigen atau karbondioksida dilakukan dengan cara memanaskan air<br />

suling selama 30 menit dihitung sejak mendidih kemudian dialiri gas nitrogen sambil<br />

didinginkan.<br />

• Sterilisasi lemari dan ruang<br />

Lemari disterilkan dengan uap formaldehid hasil pemanasan serbuk para-formaldehid dalam<br />

cawan penguap panas yang diletakkan dalam lemari. Ruang disterilkan dengan sinar UV<br />

selama 24 jam sebelum digunakan.<br />

B. Prosedur Pembuatan<br />

Larutan (Sterilisasi akhir)<br />

Jika zat sensitif terhadap cahaya, maka pengerjaan dilakukan pada ruang terlindung cahaya, di<br />

bawah lampu natrium<br />

a. Zat aktif digerus dan ditimbang berlebih sesuai kebutuhan menggunakan kaca arloji,<br />

kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala. Kaca arloji dibilas 2 kali dengan aqua pro<br />

injection (p.i).<br />

b. Zat aktif dilarutkan dalam sejumlah tertentu aqua pro injeksi. Dilakukan hal yang sama bagi<br />

bahan-bahan pembantu.<br />

c. Setelah zat aktif dan semua zat tambahan terlarut, larutan tersebut kemudian dituang ke dalam<br />

gelas ukur sehingga volume tertentu di bawah volume akhir.<br />

d. Kertas saring rangkap 2 yang akan digunakan untuk menyaring dibasahi sejumlah tertentu<br />

aqua pro injeksi terlebih dahulu, kemudian corong dipindahkan ke erlenmeyer lain yang telah<br />

steril<br />

e. Larutan yang ada di gelas ukur disaring ke dalam labu erlenmeyer yang telah disiapkan. IPC<br />

dilakukan dengan mengukur pH <strong>sediaan</strong>. Kekurangan aqua pro injeksi dituangkan sedikit<br />

demi sedikit untuk membilas gelas piala lalu dituang ke gelas ukur. Air bilasan tersebut<br />

kemudian disaring lagi ke dalam erlenmeyer yang telah berisi filtrat larutan hingga volume<br />

total seluruh larutan genap ... mL<br />

f. Larutan yang telah disaring dituang ke dalam kolom reservoir melalui membran filter bakteri<br />

yang diletakkan di atas glass filter G5 (ukuran pori-pori 0,45 µm)<br />

g. Larutan dituang ke dalam buret steril kemudian ujungnya ditutup dengan alumunium foil<br />

h. Sebelum diisikan ke dalam wadah, jarum buret dibersihkan dengan kapas yang telah dibasahi<br />

alkohol 70 %. Setiap wadah diisi dengan larutan ..C.. ml sesuai persyaratan volume FI IV<br />

i. Ampul/vial yang telah berisi zat aktif, bila diperlukan dialiri dengan gas nitrogen<br />

j. (Bila wadah ampul) Ampul ditutup dengan api dan disterilkan menggunakan autoklaf secara<br />

terbalik dalam gelas piala yang telah dialasi kapas (121°C selama 15 menit) atau metode lain<br />

22


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

yang sesuai<br />

(Bila wadah vial) Vial ditutup dengan tutup karet lalu di-seal dengan alumunium cap,<br />

kemudian disterilkan menggunakan autoklaf dalam gelas piala yang telah dialasi kapas (121°C<br />

selama 15 menit) atau metode lain yang sesuai<br />

k. Setelah sterilisasi akhir, dilakukan evaluasi <strong>sediaan</strong><br />

l. Sediaan dikemas dalam dus yang sudah diberi etiket dan disertakan brosur informasi obat<br />

Pencampuran eksipien dilakukan di awal, dengan cara melarutkan dahulu eksipien masing2 baru<br />

ditambahkan ke dalam larutan stok<br />

Larutan (Metode Aseptik)<br />

Semua pengerjaan pembuatan <strong>sediaan</strong> dilakukan di bawah LAF, ruangan kelas 2. Jika zat sensitif<br />

terhadap cahaya, maka pengerjaan dilakukan pada ruang terlindung cahaya, di bawah lampu<br />

natrium<br />

a. Semua bahan baku (zat aktif + eksipien) yang telah ditimbang disterilisasi dengan metode<br />

yang sesuai<br />

b. Prosedur b-f sama dengan yang tercantum pada metode sterilisasi akhir<br />

c. Larutan yang telah disaring, dituang ke dalam kolom reservoir melalui membran filter bakteri<br />

yang diletakkan di atas filter glass G3 (ukuran pori-pori 0,22 µm)<br />

d. Larutan dituang ke dalam buret steril kemudian ujungnya ditutup dengan alumunium foil<br />

e. Sebelum diisikan ke dalam wadah, jarum buret dibersihkan dengan kapas yang telah dibasahi<br />

alkohol 70 %. Setiap wadah diisi dengan larutan C mL sesuai persyaratan volume FI IV<br />

f. Ampul/vial yang telah berisi zat aktif, bila diperlukan dialiri dengan gas nitrogen<br />

g. Dilakukan evaluasi <strong>sediaan</strong><br />

i. Sediaan dikemas dalam dus yang sudah diberi etiket dan disertakan brosur informasi obat<br />

Injeksi Suspensi Kering tanpa granulasi (Sterilisasi Akhir)<br />

Jika zat sensitif terhadap cahaya, maka pengerjaan dilakukan pada ruang terlindung cahaya, di<br />

bawah lampu natrium<br />

a. Zat aktif dan eksipien digerus, kemudian ditimbang sejumlah yang dibutuhkan<br />

b. Masing-masing zat digerus dan dicampurkan sampai homogen dalam mortir<br />

c. Campuran <strong>sediaan</strong> ditimbang dan dimasukkan ke dalam vial dengan bantuan corong dan<br />

zalfkaart<br />

d. Vial ditutup dengan tutup karet lalu di-seal dengan alumunium cap, kemudian disterilkan<br />

dalam autoklaf (121ºC selama 15 menit) atau metode lain yang sesuai<br />

e. Setelah sterilisasi akhir, dilakukan evaluasi <strong>sediaan</strong><br />

f. Sediaan dikemas dalam dus yang sudah diberi etiket dan disertakan brosur informasi obat<br />

Injeksi Suspensi Kering tanpa granulasi (Metode Aseptik)<br />

Semua pengerjaan pembuatan <strong>sediaan</strong> dilakukan di bawah LAF, ruangan kelas 2. Jika zat sensitif<br />

terhadap cahaya, maka pengerjaan dilakukan pada ruang terlindung cahaya, di bawah lampu<br />

natrium<br />

a. Zat aktif dan eksipien digerus kemudian ditimbang sejumlah yang dibutuhkan lalu disterilisasi<br />

dengan metode yang sesuai<br />

b. Campurkan zat aktif dan eksipien dalam mortar steril lalu gerus sampai homogen<br />

c. Campuran diayak melalui ayakan B40<br />

d. Campuran ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam vial dengan bantuan corong dan zalfkart<br />

e. Vial ditutup dengan karet dan alumunium cap<br />

f. Dilakukan evaluasi <strong>sediaan</strong><br />

g. Sediaan dikemas dalam dus yang sudah diberi etiket dan disertakan brosur informasi obat<br />

Injeksi Suspensi dengan Pembawa Air (Metode Aseptik)<br />

a. Suspending agent dikembangkan dengan cara yang sesuai lalu dicampur dengan eksipien<br />

lainnya. Sterilisasi bersama dalam autoklaf (121ºC selama 15 menit)<br />

b. Timbang zat aktif, sterilisasi, gerus dalam mortar yang steril kemudian dicampurkan dengan<br />

23


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

pembawa yang telah disterilkan tadi (dalam keadaan dingin) sedikit demi sedikit sambil digerus<br />

c. Suspensi tersebut dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk dan volume<br />

akhir dicapai dengan penambahan aqua pro injeksi<br />

d. Setelah diaduk homogen, suspensi dituang ke dalam vial steril yang telah dikalibrasi<br />

Injeksi Suspensi dengan Pembawa Minyak (Metode Aseptik)<br />

a. Suspending agent dicampur bersama minyak kemudian disterilkan di dalam oven (170 ºC, 30<br />

menit)<br />

b. Timbang zat aktif, sterilisasi, gerus dalam mortar yang steril kemudian dicampurkan dengan<br />

pembawa yang telah disterilkan tadi (dalam keadaan dingin) sedikit demi sedikit sambil<br />

digerus<br />

c. Suspensi tersebut dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk dan volume<br />

akhir dicapai dengan penambahan minyak steril (tanpa suspending agent)<br />

d. Setelah diaduk homogen, suspensi dituang ke dalam vial steril yang telah dikalibrasi<br />

Injeksi Larutan Minyak (Metode Aseptik)<br />

a. Timbang zat aktif, campurkan ke dalam minyak, kemudian sterilisasi dalam oven (170°C, 30<br />

menit)<br />

b. Campuran tersebut dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk, genapkan<br />

volume dengan penambahan minyak steril<br />

c. Setelah diaduk homogen, suspensi dituang ke dalam vial steril yang telah dikalibrasi<br />

Injeksi Emulsi M/A (Metode Aseptik)<br />

a. Zat-zat larut minyak dicampur dalam minyak dan emulgator minyak, sterilisasi dalam oven<br />

(170ºC, 30 menit)<br />

b. Zat-zat larut air dicampur dalam aqua pro injeksi dan emulgator air, sterilisasi dalam autoklaf<br />

(121ºC, 15 menit)<br />

c. Campur dan gerus kedua campuran tersebut pada suhu yang sama (60-70 ºC) dalam mortar<br />

steril<br />

d. Campuran tersebut dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk, genapkan<br />

volume dengan penambahan aqua pro injeksi<br />

e. Setelah diaduk homogen, suspensi dituang ke dalam vial steril yang telah dikalibrasi<br />

Catatan untuk penimbangan zat ( Benny Logawa )<br />

Volume tiap ampul/vial dilebihkan sesuai dengan kelebihan volume yang dianjurkan dalam FI IV,<br />

p. 1044<br />

Volume yang tertera dalam<br />

Kelebihan volume yang dianjurkan (mL)<br />

penandaan (mL) Untuk cairan encer Untuk cairan kental<br />

0,5<br />

1,0<br />

2,0<br />

5,0<br />

10,0<br />

20,0<br />

30,0<br />

50,0 atau lebih<br />

0,10<br />

0,10<br />

0,15<br />

0,30<br />

0,50<br />

0,60<br />

0,80<br />

2%<br />

0,12<br />

0,15<br />

0,25<br />

0,50<br />

0,70<br />

0,90<br />

1,20<br />

3%<br />

Volume <strong>sediaan</strong> yang harus diisikan ke dalam setiap ampul/vial:<br />

Jika: Volume tiap ampul/vial = a mL<br />

Kelebihan volume yang dianjurkan = b mL<br />

Maka: Volume tiap ampul/vial = a+ b = c mL<br />

Volume <strong>sediaan</strong> yang akan dibuat:<br />

24


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

Ampul : V=(n+2)c+6<br />

Vial : V=n.c+6<br />

Keterangan:<br />

V = volume <strong>sediaan</strong> yang harus dibuat<br />

n = jumlah <strong>sediaan</strong> yang akan dibuat<br />

C = ampul/vial<br />

c = volume <strong>sediaan</strong> yang harus diisikan ke dalam setiap ampul/vial<br />

6 = volume untuk membilas buret: 2 x 3 mL<br />

C. Cara-cara Sterilisasi<br />

(FI IV hal.1112-1116, FI III hal 18-19, TPC ed 12 hlm 538-554, diktat kuliah Tekn. FA<br />

Sediaan Steril 55-58,Principles of Sterile Product Preparation 73-74/PSPP)<br />

1. Sterilisasi uap<br />

Proses sterilisasi termal menggunakan uap jenuh di bawah tekanan berlangsung di<br />

suatu bejana di sebut otoklaf. Suatu siklus otoklaf yang ditetapkan dalam farmakope,<br />

untuk media atau pereaksi adalah selama 15 menit, 121°C, kecuali dinyatakan lain.<br />

Prinsip dasar kerja alat : udara di dalam bejana diganti dengan uap jenuh, dan hal ini<br />

dicapai dengan menggunakan alat pembuka atau penutup khusus. Faktor yang<br />

mempengaruhi desain atau pemilihan suatu siklus utk produk atau komponen tertentul:<br />

ketidakstabilan panas bahan, pengetahuan ttg penetrasi panas ke dalam bahan, faktor<br />

lain yang tercantum dalam program validasi (FI IV, 1112).<br />

Sediaan yang akan disterilkan diisikan ke dalam wadah yang cocok, kemudian ditutup<br />

kedap. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 100 ml, sterilisasi dilakukan<br />

dengan uap air jenuh pada suhu 115°C-116°C selama 30 menit. Jika volume dalam tiap<br />

wadah lebih dari 100 ml, waktu sterilisasi diperpanjang hingga seluruh isi tiap wadah<br />

berada pada 115°C-116°C selama 30 menit (FI III, 18).<br />

Digunakan utk zat yg stabil pd panas, tahan lembab dan dpt ditembus uap air panas.<br />

Reaksi kimia yg mematikan terjadi lebih mudah dengan adanya air & konsekuensinya<br />

akan butuh waktu pemaparan panas lebih sedikit utk membunuh mikroorganisme dlm<br />

keadaan terhidrasi dibandingkan keadaan kering. Inaktivasi panas dlm sel terhidrasi<br />

disebabkan oleh denaturasi dan koagulasi ireversibel enzim dan struktur protein,<br />

kemungkinan melalui proses hidrolisis. Hubungan suhu dan waktu tunggu utk<br />

sterilisasi panas lembab: (TPC, 538)<br />

Suhu °C Wkt tunggu minimum (menit) Fo (menit)<br />

115-118<br />

121-124<br />

126-129<br />

134-138<br />

30<br />

15<br />

10<br />

3<br />

7,5-15<br />

15-30<br />

32-63<br />

60-150<br />

Ikatan hidrogen mudah putus dgn adanya molekul air krn terjadinya ikatan hidrogen<br />

antara masing-masing gugus amino & karboksi dengan molekul air. Fungsi air pd<br />

panas lembab adh dlm proses denaturasi.<br />

Keuntungan: adanya uap jenuh mpnyai aktivitas pembunuhan yg tinggi & dpt<br />

membunuh semua jns mikroorganisme, tmsk spora yg resisten, dlm wkt 15 mnt 121°C,<br />

murah, sederhana, hny membutuhkan pemantauan waktu, suhu&tekanan, cepat (Diktat<br />

Steril, 56)<br />

25


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

2. Sterilisasi panas kering<br />

Proses sterilisasi termal untuk bahan yang tertera di farmakope dengan menggunakan<br />

panas kering biasanya dilakukan dengan suatu proses bets dalam suatu oven yang<br />

didesain khusus untuk tujuan tersebut. Distribusi panas dapat berupa sirkulasi atau<br />

radiasi menggunakan sistem semprotan dengan peralatan sendor, pemantau dan<br />

pengendali parameter kritis (FI IV, 1112).<br />

Sediaan yang akan disterilkan dimasukkan ke dalam wadah kemudian ditutup kedap<br />

atau penutupan ini bersifat sementara untuk mencegah cemaran. Jika volume dalam<br />

tiap wadah tidak lebih dari 30 ml, panaskan pada suhu 150 o C selama 1 jam. Jika<br />

volume dalam tiap wadah lebih dari 30 ml, waktu 1 jam dihitung setelah seluruh isi tiap<br />

wadah mencapai suhu 150 o C. Wadah yang tertutup sementara, kemudian ditutup kedap<br />

menurut teknik aseptik (FI III, 18).<br />

Teknik Aseptik. Cara pengurusan bahan steril menggunakan teknik yang dapat<br />

memperkecil kemungkinan terjadinya cemaran kuman hingga seminimum mungkin.<br />

Teknik aseptik dimaksudkan untuk digunakan dalam pembuatan injeksi yg tidak dapat<br />

dilakukan proses sterilisasi akhir, krn ketidakmantapan zatnya. Teknik ini tidak mudah<br />

diselenggarakan dan tidak ada kepastian bahwa hasil akhir sesungguhnya steril.<br />

Sterilitas hasil akhir hanya dapat disimpulkan, jika hasil itu telah memenuhi syarat Uji<br />

sterilitas yg tertera pd Uji keamanan Hayati. Teknik aseptik mjd hal yg penting sekali<br />

diperhatikan pd waktu melakukan sterilisasi menggunakan cara sterilisasi<br />

penyaringan&pemanasan kering sewaktu memindahkan atau memasukkan bhn steril ke<br />

dlm wadah akhir steril. Dlm hal tertentu, untuk meyakinkan terjadinya cemaran atau<br />

tidak sewaktu memindahkan atau memasukkan carian steril ke dlm wadah steril<br />

menggunakan cara ini, perlu diuji dgn cara sbb: Ke dlm salah satu wadah masukkan<br />

medium biakan bakteri sebagai ganti cairan steril. Tutup wadah&eramkan pd suhu 32 o C<br />

selama 7 hari. Jk tjd pertumbuhan kuman, menunjukkan adanya cemaran yg tjd pd waktu<br />

memasukkan atau memindahkan caran ke dlm wadah akhir. Dlm pembuatan cairan<br />

steril menggunakan proses ini, obat steril dilarutkan atau didispersikan dlm zat<br />

pembawa steril, diwadahkan dlm wadah steril, akhirnya ditutup kedap untuk<br />

melindungi thdp cemaran kuman. Semua alat yg digunakan harus steril. Ruangan yg<br />

digunakan utk melakukan pekerjaan ini harus disterilkan terpisah&tekanan udaranya<br />

diatur positif dgn memasukkan udara yg telah dialirkan melalui penyaring bakteri.<br />

Lagipula, pekerjaan ini hrs dilakukan dgn tabir pelindung atau dlm aliran udara steril.<br />

Pakaian pekerja hrs khusus&steril, dilengkapi dgn penutup muka&topi (FI III, 18-19).<br />

Digunakan utk zat yg stabil pd panas ttp sensitif lembab atau tidak dpt ditembus uap air<br />

panas. Digunakan utk sterilisasi serbuk obat kering, suspensi obat dgn pelarut non air,<br />

minyak, lemak, waxes, liquids, soft&hard parafin, lubrikan spt silikon, injeksi minyak,<br />

implants, basis salep mata, pakaian bedah, wadah gelas&logam, alat operasi. Pd suhu<br />

diatas 250ºC selama minimal 30 menit bisa sterilisasi dan depirogenisasi glassware dan<br />

logam yg resisten panas. Variasi suhu oven tidak boleh lbh dr ±5ºC pd suhu sterilisasi<br />

selama wkt tunggu. Barang-barang dibiarkan dingin dlm oven hgg sekitar 40 ºC sebelum<br />

kmd dipindahkan. Inakivasi oleh panas pd sel terdehidrasi, terutama sbg hasil proses<br />

oksidasi.Hubungan suhu dgn wkt tunggu pd sterilisasi panas kering:<br />

Suhu ºC<br />

160<br />

170<br />

180<br />

Waktu tunggu minimum (menit)<br />

120<br />

60<br />

30<br />

26


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

British Pharmacopoeia 1993 merekomendasikan protokol ini dan menerima hubungan suhu dan<br />

waktu tunggu lain misalnya pd bbrp minyak yg membutuhkan suhu lebih rendah (TPC, 544).<br />

Keuntungan: pd suhu tertentu dpt utk sterilisasi&depirogenisasi, metode aman&terpercaya.<br />

Tingkat pembunuhan & penetrasi tergantung pd enrgi yg digunakan, jika energi panas cukup<br />

dpt berpenetrasi baik&membunuh semua mikroorganisme (Diktat steril, 57)<br />

3. Sterilisasi gas<br />

Pilihan untuk menggunakan sterilisasi gas sebagai alternatif dari sterilisasi termal sering<br />

dilakukan jika bahan yang akan disterilkan tidak tahan terhadap suhu tinggi pada proses<br />

sterilisasi uap atau panas kering. Bahan aktif yang umumnya digunakan pada sterilisasi gas<br />

adalah etilen oksida. Keburukan dari bahan ini adalah sangat mudah terbakar, bersifat mutagen<br />

dan kemungkinan adanya residu toksik dalam bahan yang disterilkan terutama yang<br />

mengandung ion klorida. Proses sterilisasi umumnya berlangsung dalam bejana yang<br />

bertekanan yang didesain sama seperti otoklaf tetapi dengan tambahan bagian khusus yang<br />

hanya terdapat pada alat sterilisasi yang menggunakan gas. Kualifikasi proses sterilisasi gas<br />

etilen oksida lebih luas cakupannya drpd cara sterilisasi lainnya krn selain suhu, kelembaban,<br />

tekanan positif atau hampa udara jg diperlukan pengendalian ketat thdp kadar etilen oksida.<br />

Keterbatasan utama dari proses sterilisasi etilen oksida adalah terbatasnya kemampuan gas<br />

tersebut untuk berdifusi sampai ke daerah yang paling dalam dari bahan yang disterilkan. Jd<br />

desain kemasan&cara pengisisan bejana sterilisasi hrs ditetapkan sedemikian rupa hingga<br />

resistensi minimal thdp difusi gas (FI IV, 1113).<br />

Untuk materi yg kompatibel dgn gas yg digunakan, tidak tahan pd suhu sterilisasi uap, panas<br />

kering, atau dosis radiasi tinggi. Kondisi kritis yg hrs dikontrol: konsentrasi gas, suhu,<br />

kelembaban relatif, dan waktu pemaparan. Dgn melihat faktor kritis pd proses sterilisasi gas mk<br />

metode ini tidak disarankan selama masih ada metode lain yg sesuai.<br />

Gas etilen oksida biasa digunakan utk sterilisasi peralatan medis, jg bisa utk wadah<br />

plastik&serbuk termolabil. Etilen oksida merupakan pengalkilasi kuat dan aktivitas antimikroba<br />

melalui alkilasi gugus sulfhidril, hidroksil, karboksil, amino pd protein&asam nukleat. Tidak<br />

ada siklus standar utk sterilisasi dgn etilen oksida, siklus yg digunakan biasanya pd rentang<br />

kadar gas 250-1500 mg/L, kelembaban relatif 30-90%, suhu 30-65 o ,&wkt pemaparan 1-30 jam.<br />

Gas yang lain yang dapat dipakai yaitu formaldehid (seperti box sterilisasi), hidrogen<br />

peroksida, ozon, klorin dioksida.<br />

Gas formaldehid tdk berwarna, tdk eksplosif, tdk mdh tbakar. kekuatan penetrasinya rendah,<br />

afinitas thd air tinggi, mudah tpolimerisasi pd permukaan pd suhu dibawah 80 o , toksik bg<br />

manusia ttp dibandingkan etilen oksida, dia dpt dideteksi dgn baunya pd konsentrasi yg msh<br />

dibawah kdr toksiknya.<br />

Hidrodgen peroksida, proses sterilisasi pada suhu rendah (4-80 o )& dgn kadar gas rendah (0,5-5<br />

mg/L) yg diklaim tidak korosif, dgn siklus sterilisasi kurang dr 90 menit telah diterima.<br />

Hidrogen Peroksida tdk dapat digunakan utk sterilisasi liquid&inkompatibel dgn material<br />

selulosa berpori tinggi dan nilon.<br />

Ozon merupakan bahan pengoksidasi kuat, aktif melawan endotoksin. Proses sterilisasi pd<br />

kelembaban relatif 75-90%, suhu rendah (25o), kadar gas 2-5mg/L. Kelembaban tinggi pd<br />

prosesnya, sifat pengoksidasinya menyebabkan korosi logam, degradasi karet&bbrp plastik,<br />

sehingga menyebabkan sedikitnya penggunaan utk sterilisasi.<br />

Klorin oksida telah byk digunakan utk pegolahan air. Proses sterilisasi pd kelembaban relatif<br />

tinggi (>80%), suhu rendah (25-30ºC), kadar gas


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

Untuk yg tahan radiasi tinggi, tidak tahan panas & kekhawatiran ttg keamanan etilen oksida.<br />

Keunggulan sterilisasi radiasi meliputi reaktivitas kimia rendah, residu rendah yang dapat<br />

diukur dan kenyataan yang membuktikan bahwa variabel yang dikendalikan lebih sedikit.<br />

Radiasi hny menimbulkan sedikit kenaikan suhu, ttp dpt mpengaruhi kualitas&jenis plastik<br />

atau kaca tertentu. Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif dari<br />

radioisotop (radiasi γ) dan radiasi berkas elektron. Utk sterilisasi radiasi γ hrs dipilih dosis<br />

sterilisasi yg efektif & dpt ditoleransi tanpa menimbulkan kerusakan. Berdasarkan pengalaman<br />

dipilih dosis 2,5 Mrad radiasi yg diserap, ttp dlm bebrapa hal, diinginkan&dpt deterima<br />

penggunaan dosis lbh rendah/tinggi untuk peralatan, bhn obat, dan bentuk sedían akhir (FI IV,<br />

1113).<br />

Radiasi γ adh elektromagnetik energi tinggi dgn λ1-10 -4 nm & energi 10 -6 -10 -9 eV. Absorpsi ke<br />

dlm sel akan menyebabkan ionisasi komponen sel, pembentukan radikal bebas,&eksitasi<br />

molekul yg memicu disorganisasi enzim&DNA serta kematian sel. Resistensi oleh radiasi<br />

berhubungan dgn besarnya kerusakan yg dibutuhkan untuk menyebabkan kematian & kapasitas<br />

organisme utk memperbaiki kerusakan. Kemampuan penetrasi tinggi, kenaikan suhu yg dpt<br />

diabaikan pd objek yg diradiasi dgn dosis normal,& tdk menginduksi radioaktivitas. Umumnya<br />

sumber radiasi γ adh Co-60. Dosis utk sterilisasi berbeda-beda. Di UK& hampir seluruh negara<br />

di Eropa sterilisasi radiasi γ dgn dosis minimum yang terabsorbsi 25kGy. Agen protektif spt<br />

komponen yg mengandung sulfhidril, askorbat & gliserol meningkatkan resistensi. Diskolorasi<br />

mengkin tjd selam iradiasi pd bbrp gelas & plastik spt PVC, politetrafluoroetilen&polipropilen.<br />

Degradasi material oleh radiasi diperbesar dgn adanya air & hal ini membatasi penggunaan<br />

radiasi γ utk sterilisasi larutan obat dgn pelarut air. Penggunaan utama utk sterilisasi peralatan<br />

medis. Dpt utk sterilisasi enzim, vitamin, mineral, antibiotik, antibodi monoklonal,& peptida.<br />

Elektron energi tinggi adh partikel β yg dipercepat oleh energi tinggi dgn menggunakan<br />

potensial voltase tinggi. Penetrasi lbh kecil dibandingkan radiasi γ.<br />

Radiasi UV adlh pd λ 210-328nm. Aktivitas Bakterisidal maksimumnya ditunjukkan pd λ<br />

253,7nm. Radiasi UV adlh energi rendah, tidak mengionisasi, hny meningkatkan eksitasi<br />

molekul. Efek hny pd mikroorganisme yg terpapar langsung oleh radiasi. Sebagian besar<br />

mikroorganisme melalui proses enzimatik dpt memperbaiki kerusakan yg diinduksi oleh UV.<br />

oleh krn itu hny sesuai utk sterilisasi udara dan air dalam lapisan tipis & permukaan keras yg<br />

impermeabel.<br />

Radiasi UV Tidak direkomendasikan utk sterilisasi produk.(TPC, 546-548)<br />

Keuntungan:penetrasi tinggi (radiasi γ), aktivitas pembunuhan tinggi sehingga tingkat<br />

kepercayaan tinggi. (diktat steril, 56)<br />

5. Sterilisasi dengan penyaringan<br />

Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas sering dilakukan dengan penyaringan<br />

menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba, sehingga mikroba yang dikandung dapat<br />

dipisahkan secara fisika. Perangkat penyaring umumnya terdiri dari suatu matriks berpori<br />

bertutup kedap atau dirangkaikan pada wadah yang tidak permeabel. Efektivitas suatu<br />

penyaring media atau penyaring substrat tergantung pada ukuran pori bahan dan dapat<br />

tergantung pada daya absorbsi bakteri pada atau dalam matriks penyaring atau bergantung pada<br />

mekanisme pengayakan. Penyaringan untuk tujuan sterilisasi umumnya dilaksanakan<br />

menggunakan rakitan yang memiliki membran dengan porositas nominal 0,2 µm atau kurang.<br />

Media membran penyaring yg tsedia saat ini: celulosa asetat, celulosa nitrat, fluorokarbonat,<br />

polimer akrilik, polikarbonat, poliéster, polivinil klorida, vinil, nilon, politef, dan jg membran<br />

logam, dan ini dpt diperkuat atau ditunjang oleh bahan berserat internal. Rakitan penyaring<br />

membran harus diuji utk integritas awal sebelum dan sesudah digunakan (FI IV, 1115).<br />

Larutan disaring melalui penyaring bakteri steril, diisikan ke dlm wadah akhir yg steril, kmd<br />

ditutup kedap merurut Teknik aseptik (FI III, 18).<br />

Metode cepat, dan kususnya sesuai utk larutan yg mengandung bahan termolabil yg tdk bisa<br />

28


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

dengan sterilisasi panas walaupun menggunakan protokol dgn waktu singkat & suhu tinggi.<br />

Minyak, cairan kental, pelarut organik dapat disterilisasi dgn cara ini. Tidak dpt membedakan<br />

mikroorganisme/partikel hidup&mati, & akan memisahkn semua tipe partikel dgn ukuran lbh<br />

besar dr ukuran pori membran (TPC, 552).<br />

Filter & perangkatnya harus kompatibel secara fisik&kimia dgn larutan & bisa tahan dgn suhu<br />

& tekanan selama proses. Berbagai pertimbangan pemilihan filter:<br />

a. Ukuran pori maksimum pori 0,22 µm, tetapi utk kepastiannya perlu ditentukan SAL<br />

(sterility assurance level). Batasan Normal SAL utk filter 0,22 µm yg dpt diterima 1:1000<br />

atau dgn kata lain tidak lebih dr 0,1% mikroorganisme yg tertinggal.<br />

b. Kompatibilitas Hati-hati:Pelarut terutama alkohol, glikol, dimetilformamid dpt<br />

menyebabkan polimer mengembang & larut.<br />

c. Volume cairan Utk memperoleh kecepatan aliran yg sesuai perlu filter dgn luas area<br />

permukaan yg sesuai.<br />

d. Beban partikulat Saat sterilisasi dgn filtrasi, proses sterilisasi filtrasi tsb hrs<br />

komplete/sempurna tanpa mengganti filternya. Ketika partikulat dlm larutan tinggi maka<br />

diperlukan satu/lbh prefilter. Bila beban partikulat relatif rendah, bisa digunakan filter<br />

membran 5µm utk prefilternya. (PSPP)<br />

6. Pemanasan dengan bakterisida<br />

Sediaan dibuat dengan melarutkan atau mensuspensi bahan obat dalam larutan klorkresol P<br />

0,2% b/v dalam air untuk injeksi atau dalam larutan bakterisida yang cocok dalam air untuk<br />

injeksi. Isikan ke dalam wadah lalu ditutup kedap. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih<br />

dari 30 ml, panaskan pada suhu 98-100 o C selama 30 menit. Jika volume lebih dari 30 ml<br />

waktunya diperpanjang hingga seluruh isi tiap wadah berada pada suhu 98-100 o C selama 30<br />

menit. Jika dosis tunggal injeksi yang digunakan secara iv lebih dari 15 ml, pembuatan tidak<br />

dilakukan dengan cara ini. Injeksi yang digunakan secara intrateka, intrasisternal, atau peridura<br />

tidak boleh dibuat dengan cara ini (FI III, 18).<br />

***Untuk sedíaan yg tidak dapat disterilkan dgn salah satu cara diatas, pembuatan dilakukan dgn<br />

cara teknik aseptik yg umumnya sbb:<br />

a. Masing-masing bahan dan wadah disterilkan menurut salah satu cara di atas.<br />

b. Pencampuran dilakukan sesempurna mungkin hingga memenuhi syarat Uji bebas jasad renik.<br />

(FI III, 19).<br />

***Dlm prakteknya untuk mengurangi bioburden semua alat dan bahan yang memungkinkan di<br />

sterilisasi terlebih dahulu dan proses aseptik tetap digunakan, baik utk metode pembuatan secara<br />

aseptik maupun sterilisasi akhir.<br />

Metode<br />

Sterilisasi basah<br />

(autoklaf)<br />

Sterilisasi panas<br />

kering (oven)<br />

METODE STERILISASI<br />

Karakteristik zat aktif, eksipien,<br />

wadah<br />

Tahan panas (121ºC selama 15<br />

menit) dan tahan lembab, cairan<br />

bercampur dengan air, wadah dapat<br />

ditembus oleh air<br />

Tahan panas (170 ºC selama 1 jam)<br />

tidak tahan lembab, cairan tidak<br />

bercampur dengan air<br />

Kerugian<br />

Tidak depirogenasi<br />

Tdk bs bhn sensitif panas atau panas lembab,<br />

keterbatasan panas lembab utk berpenetrasi<br />

melalui wadah, perlu penghilangan udara<br />

krn udara dpt menghalangi difusi uap air.<br />

(diktat steril,56)<br />

Dapat depirogenasi Kerugian: waktu&suhu<br />

lbh lama&lbh tinggi dibandingkan panas<br />

lembab, terbatas pd bhn tahan panas. (diktat<br />

steril, 56)<br />

29


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

Filtrasi<br />

menggunakan<br />

membran<br />

Radiasi (gamma,<br />

elektron)<br />

Sterilisasi gas<br />

Tidak tahan panas berbentuk cairan<br />

Tidak dapat digunakan untuk wadah<br />

Memiliki ikatan molekul stabil<br />

terhadap radiasi. Harus dipastikan<br />

tahan radiasi γ(tahan radiasi UV,<br />

blm tentu tahan radiasi γ)<br />

Wadah polimer harus permeabel<br />

terhadap udara,uap air,gas<br />

Tidak depirogenasi, kemungkinan terjadi<br />

absorbsi zat pada membran dan leaching<br />

membran<br />

Tidak depirogenasi, mahal, dapat merusak<br />

ikatan molekul bbrp zat, ongkos kapital awal<br />

tinggi & keamanannya.<br />

Kemungkinan residu<br />

SIFAT ZAT<br />

AKTIF<br />

Zat padat tahan<br />

panas dan tidak<br />

mudah menguap<br />

Larutan tahan panas,<br />

dan lembab<br />

Zat padat sensitif<br />

panas<br />

Cairan sensitif panas<br />

Cairan minyak<br />

(tidak bercampur<br />

dengan air)<br />

METODA STERILISASI<br />

Sterilisasi panas kering<br />

Sterilisasi autoklaf (121 ºC<br />

selama 20 menit)<br />

Sterilisasi gas seperti<br />

formaldehid, atau 10-20% etilen<br />

dioksida dicampur dengan<br />

karbondioksida<br />

Filtrasi menggunakan membran,<br />

secara aseptis<br />

Sterilisasi oven (120-130 ºC<br />

selama 1-2 jam)<br />

KETERANGAN<br />

Zinc oxide, kalamin, talk, bismuth subnitrat,<br />

bismuth subkarbonat, calomel (tahan<br />

pemanasan 160-180 ºC selama 1-2 jam)<br />

Sulfanilamid, sulfadiazin, sulfathiazole,<br />

sulfamerazin (thn pemanasan 3 jam 140-150<br />

ºC)<br />

Minyak mineral, petrolatum cair, gliserin.<br />

Gliserin tidak dapat dipanaskan melebihi<br />

150ºC. Minyak&petrolatum cair tahan<br />

pemanasan sampai 200 ºC<br />

III. EVALUASI DAN PENYIMPANAN<br />

A. Evaluasi<br />

Dilakukan setelah <strong>sediaan</strong> disterilkan dan sebelum wadah dipasang etiket dan dikemas.<br />

EVALUASI FISIKA<br />

1 Penetapan pH (FI IV, 1039-1040)<br />

2 Bahan Partikulat dalam Injeksi ( FI> ed IV, 981-984)<br />

3 Penetapan Volume Injeksi Dalam Wadah (FI ed. IV, 1044)<br />

4 Keseragaman Sediaan (FI IV, 999-1001)<br />

5 Uji Kebocoran (Goeswin Agus, Larutan Parenteral, 191)<br />

6 Uji Kejernihan dan Warna ( Goeswin Agus, Larutan Parenteral, 201)<br />

7 Uji Kejernihan larutan (FI IV, 998)<br />

EVALUASI BIOLOGI<br />

1 Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba (untuk yang mengandung pengawet) (FI IV, 854-<br />

855)<br />

2 Uji Sterilitas (FI IV, 855-863)<br />

3 Uji Endotoksin Bakteri (FI IV, 905-907)<br />

4 Uji Pirogen (Untuk volume > 10 ml) (FI IV, 908-909)<br />

5 Uji Kandungan Antimikroba (untuk yang mengandung pengawet) (FI ed. IV, HAL.<br />

939-942)<br />

6 Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi (Untuk zat aktif antibiotik) (FI IV,<br />

891-899)<br />

30


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

EVALUASI KIMIA<br />

1 Uji Identifikasi (Sesuai dengan monografi <strong>sediaan</strong> masing-masing)<br />

2. Penetapan Kadar (Sesuai dengan monografi <strong>sediaan</strong> masing-masing).<br />

B. Wadah<br />

Wadah untuk injeksi termasuk penutup tidak boleh berinteraksi melalui berbagai cara baik secara<br />

fisik maupun kimiawi dengan <strong>sediaan</strong>, yang dapat mengubah kekuatan, mutu atau kemurnian di<br />

luar persyaratan resmi dalam kondisi biasa pada waktu penanganan, pengangkutan, penyimpanan,<br />

penjualan, dan penggunaan. Wadah terbuat dari bahan yang dapat mempermudah pengamatan<br />

terhadap isi. Tipe kaca yang dianjurkan untuk tiap <strong>sediaan</strong> umumnya tertera dalam masing-masing<br />

monografi. (FI IV, hal 10).<br />

Wadah dan sumbatnya tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan di dalamnya baik secara<br />

kimia maupun secara fisika, yang dapat mengakibatkan perubahan khasiat, mutu dan<br />

kemurniannya. (FI ed. III, hal XXXIV)<br />

Bagaimanapun bentuk dan komposisi wadah, wadah pengemas merupakan sumber dari masalah<br />

stabilitas <strong>sediaan</strong>, bahan partikulat, dan sumber pirogen. (Diktat Steril, 82)<br />

Keuntungan wadah gelas (Diktat steril, 82-99) :<br />

1 Mempunyai daya tahan kimia yang baik sehingga tidak bereaksi dengan kandungan wadah dan<br />

tidak mengabsorbsi atau mengeluarkan senyawa organik.<br />

2 Bersifat tidak permeable sehingga apabila ditutup dengan baik maka pemasukan atau hilangnya<br />

gas-gas dapat diabaikan.<br />

3 Wadah gelas mudah dicuci karena permukannya licin<br />

4 Bersifat transparan sehingga dapat diamati kandungnnya dalam wadah.<br />

5 Mempunyai sifat kaku, kuat dan bentuknya stabil. Tahan terhadap tusukan dapat divakumkan,<br />

dapat dipanaskan pada suhu 121 ºC pada sterilisasi uap dan 260 ºC pada sterilisasi kering tanpa<br />

mengalami perubahan bentuk. Kerugian : mudah pecah dan bobotnya relatif berat.<br />

Wadah yang biasa digunakan untuk sedian injeksi adalah berupa vial atau ampul. Untuk zat aktif<br />

yang mudah teroksidasi biasanya digunakan ampul berwarna gelap (biasanya coklat) untuk<br />

melindungi <strong>sediaan</strong> dari cahaya.<br />

Tipe Gelas: (Diktat Steril, 88-91)<br />

1. Gelas tipe I (borosilikat)<br />

Daya tahan kimia gelas tipe I sangat tinggi, tahan terhadap produk alkali, terutama<br />

disebabkan oleh kandungan Al 2 O 3 yang tinggi. Digunakan untuk membuat wadah tiup<br />

dalam bentuk tabung, misalnya vial, ampul, badan alat suntik (syringe) dan bagian infus<br />

set. Beberapa <strong>sediaan</strong> parenteral volume kecil dikemas dalam alat suntik gelas sekali pakai<br />

(disposable one-trip glass syringe) (Diktat Steril, 88)<br />

2. Gelas tipe II (gelas natrium kalsium modifikasi)<br />

Dibuat dari wadah gelas natrium kalsium yang permukaan dalamnya dibebaskan dari alkali<br />

untuk memperoleh daya tahan kimia yang baik.<br />

3. Gelas tipe III(gelas natrium kalsium)<br />

Pada natrium kalsium gelas harus memberikan hasil yang kecil dan uji serbuk gelas.<br />

Kebanyakan wadah gelas flint memberikan hasil uji yang kecil. Menurut USP, penggunaan<br />

wadah tipe III untuk wadah <strong>sediaan</strong> injeksi tidak akan mengalami kerusakan selama<br />

penyimpanan. Hal ini berlaku untuk <strong>sediaan</strong> volume kecil, dan wadah disterilkan terlebih<br />

dahulu sebelum diisi dengan produk steril secara aseptic.<br />

Wadah gelas disterilkan dengan sterilisasi panas kering. Bila dilakukan sterilisasi wadah<br />

kosong dalam otoklaf 121 °C 20 menit akan terjadi kerusakan permukaan dalam wadah<br />

gelas, dihasilkan alkali. Bila wadah diisi dengan larutan berpelarut air maka alkali yang<br />

dihasilkan akan larut dan kadang-kadang senyawa silicon yang tidak larut juga dapat<br />

masuk ke dalam larutan.<br />

31


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

4. Gelas tipe NP<br />

Wadah ini digunakan secara meluas untuk <strong>sediaan</strong> non-parenteral dengan batasan<br />

spesifikasi minimum. Gelas tipe I, II, III juga memenuhi spesifikasi gelas tipe NP.<br />

Seringkali hasil batasan uji tipe NP dan tipe III hanya sedikit sekali perbedaannya. Jika<br />

produk obat sangat dipengaruhi oleh zat dari wadah natrium kalsium gelas maka harus<br />

digunakan gelas tipe I atau tipe II.<br />

C. Penandaan (FI Ed. IV, hal 11)<br />

Pada etiket tertera nama <strong>sediaan</strong>, untuk <strong>sediaan</strong> cair tertera persentase atau jumlah zat aktif dalam<br />

volume tertentu, cara pemberian, kondisi penyimpanan dan tanggal kadaluarsa, nama pabrik<br />

pembuat dan atau pengimpor serta nomor lot atau bets yang menunjukkan identitas. Nomor lot dan<br />

nomor bets dapat memberikan informasi tentang riwayat pembuatan lengkap meliputi seluruh<br />

proses pengolahan, sterilisasi, pengisian, pengemasan, dan penandaan.<br />

Bila dalam monografi tertera berbagai kadar zat aktif dalam <strong>sediaan</strong> parenteral volume besar, maka<br />

kadar masing-masing komponen disebut dengan nama umum misalnya injeksi Dekstrosa 5% atau<br />

Injeksi Dekstrosa (5%).<br />

Bila formula lengkap tidak tertera dalam masing-masing monografi, Penandaan mencakup<br />

informasi berikut :<br />

1 Untuk <strong>sediaan</strong> cair, persentase isi atau jumlah tiap komponen dalam volume tertentu, kecuali<br />

bahan yang ditambahkan untuk penyesuaian pH atau untuk membuat larutan isotonik, dapat<br />

dinyatakan nama dan efek bahan tersebut<br />

2 Sediaan kering atau <strong>sediaan</strong> yang memerlukan pengenceran sebelum digunakan, jumlah tiap<br />

komponen, komposisi pengencer yang dianjurkan, jumlah yang diperlukan untuk mendapat<br />

konsentrasi tertentu zat aktif dan volume akhir larutan yang diperoleh , uraian singkat pemerian<br />

larutan terkonstitusi, cara penyimpanan dan tanggal kadualarsa.<br />

Pemberian etiket pada wadah sedemikian rupa sehingga sebagian wadah tidak tertutup oleh etiket,<br />

untuk mempermudah pemeriksaan isi secara visual.<br />

D. Pengemasan dan Penyimpanan<br />

Volume injeksi wadah dosis tunggal dapat memberikan jumlah tertentu untuk pemakaian parenteral<br />

sekali pakai dan tidak ada yang memungkinkan pengambilan isi dan pemberian 1 liter. (FI Ed. IV,<br />

Hal 11)<br />

Untuk penyimpanan obat harus disimpan sehingga tercegah cemaran dan penguraian, terhindar<br />

pengaruh udara, kelembaban, panas dan cahaya.<br />

Kondisi penyimpanan tergantung pada <strong>sediaan</strong>nya, misalnya kondisi harus disimpan terlindung<br />

cahaya, disimpan pada suhu kamar, disimpan di tempat sejuk, disimpan di tempat dingin (FI Ed.<br />

III, hal XXXIV)<br />

IV. SEDIAAN DI PUSTAKA<br />

Trissel, 11 th ed.<br />

Alteplase (22)<br />

Aldesleukin (14)<br />

Amikasin Sulfat (30)<br />

Amiodaron HCl (97)<br />

Amtrypin HCl (101)<br />

Asam Folat (594)<br />

Ketolorak Trometamin (773)<br />

Penisilin G Natrium (1024)<br />

Labetalol HCl (775)<br />

32


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

Pentamidin Isetionat (1029)<br />

Levopranol Tartrat (785)<br />

Pentazosin Laktat (1031)<br />

Methotreksat Natrium (851)<br />

Pentobarbital Natrium (1034)<br />

Benztropine Mesylate (167)<br />

Phenilefrin HCl (1049)<br />

Betamethasone Sodium Phosphat (168)<br />

Phenitoin Natrium (1051)<br />

Metronidazole (885)<br />

Piperasilin Natrium (1061)<br />

Calcitriol (191)<br />

Chlordiazepokside HCl (292)<br />

Nafcilin Natrium (940)<br />

Piridoksin HCl (1131)<br />

Chlorpromazine HCl (291)<br />

Nalbuphine HCl (947)<br />

Quinidine Glukonat (1132)<br />

Clindamisin Fosfat (345)<br />

Nalmefen HCl (952)<br />

Ranitidin HCl (1134)<br />

Dexamethasone Sodium Phosphat (387)<br />

Nalokson HCl (952)<br />

Scopolamin HBr (1160)<br />

Neostigmin Metilsulfat (953)<br />

Sodium Acetate (1164)<br />

Diazepam (402)<br />

Netilmisin Sulfat (955)<br />

Sodium Fosfat (1186)<br />

Nikardipin HCl (962)<br />

Streptomisin Sulfat (1190)<br />

Etoposide (516)<br />

Nitrogliserin (963)<br />

Thiethylperazine Malate (1218)<br />

Filgrastim (562)<br />

Norepinefrin bitartrat (974)<br />

Trimethobenzamide HCl (1261)<br />

Noradrenalin Asam Tartrat (974)<br />

Gentamisin Sulfat (624)<br />

Vecuronium Bromida (1246)<br />

Hialuronidase (1257)<br />

Vitamin A (1311)<br />

Hidralazin HCl (694)<br />

Oktreotida Asetat (979)<br />

Warfarin Natrium (1314)<br />

Hidrokortison Natrium Fosfat (697)<br />

Penisilin G Kalium (1024)<br />

V. MASALAH KHUSUS<br />

A. Suspensi Steril<br />

Suspensi <strong>sediaan</strong> steril (diambil dari definisi suspensi obat mata, FI ed. IV, hal 14) adalah <strong>sediaan</strong><br />

steril yang mengandung partikel-partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa. Obat dalam<br />

suspensi harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi.<br />

Sediaan suspensi parenteral adalah zat berkhasiat yang tak larut, terdispersi dalam bentuk multifase<br />

33


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

dengan system heterogen, ditujukan untuk injeksi intramuskular dan subkutan (Diktat Steril, 167).<br />

Suspensi parenteral merupakan salah satu jenis <strong>sediaan</strong> yang paling sulit untuk dibuat. Sediaan<br />

suspensi parenteral tidak boleh mengendap (caking) selama penyimpanan, mudah untuk<br />

diresuspensi pada pemakaian dan ukuran partikelnya harus dapat melewati jarum dengan ukuran<br />

18-21 gauge. Untuk mencapai hal tersebut ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:<br />

• Mengontrol kristalisasi dan reduksi ukuran partikel (mikronisasi)<br />

• Proses sterilisasi zat aktif<br />

• Proses pembasahan dengan surfaktan, disperse dan pencampuran aseptic, pengisian akhir<br />

ke wadah.<br />

• Keseragaman ukuran partikel untuk menjamin ketepatan dosis<br />

• Zat tambahan yang digunakan harus membuat dispersi stabil selama penyimpanan dan<br />

mudah mengalir (tiksotropik)<br />

(Diktat Steril, 167)<br />

Sedian parenteral dibuat dalam bentuk injeksi bila:<br />

• Zat aktif sukar larut dalam air ataupun minyak dan jika digunakan pelarut campur maka<br />

dibutuhkan pelarut campur atau zat penambah kelarutan dalam jumlah yang banyak<br />

(gliserin, etanol, propilen glikol, PEG) (Diktat Steril, 162)<br />

• Jika diinginkan <strong>sediaan</strong> parenteral dengan kecepatan pelepasan lambat (Codex, 12 th ed.,<br />

1994, 98)<br />

FORMULA PUSTAKA<br />

Pembawa air<br />

R/ Zat aktif<br />

Pembawa (air)<br />

Zat tambahan (untuk suspensi parenteral)<br />

Pengawet, antioksidan, zat pengkelat, zat pembasah, zat pensuspensi flokulasi, buffer,<br />

zat pengisotonis (Lachman Disperse system, vol II, 399)<br />

Pembawa minyak<br />

Suspensi parenteral dapat juga dibuat dalam pembawa minyak, untuk memberikan efek depot<br />

(pemberian IM)<br />

R/ Zat aktif<br />

Pembawa (minyak)<br />

Zat tambahan (suspending agent, antioksidan, pengawet)<br />

Suspending agent yang biasa dipakai dalam pembawa minyak : Alumunium monostearat.<br />

Contoh : Injeksi prokain Penisilin<br />

R/ Prokain Penisilin 300.000 UI/ml<br />

Alumunium monostearat 2,0 %<br />

Minyak zaitun<br />

ad 100 ml<br />

Cara Pembuatan : Dapat dilihat pada prosedur pembuatan di BAB II<br />

Zat Tambahan dalam Sediaan Injeksi Suspensi Steril (Lachman Parenteral, vol I, hal 214)<br />

1. PENSUSPENSI<br />

Alumunium monostearat<br />

Gelatin<br />

Manitol<br />

Povidon<br />

Natrium karboksimetilselulosa<br />

Sorbitol<br />

2. SURFAKTAN<br />

Lesitin<br />

Polioksietilen-polioksipropilen eter<br />

Polioksietilen sorbitan monolaurat<br />

Polisorbat 80<br />

34


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

Silikon antifoam<br />

Sorbitan trioleat<br />

3. PELARUT<br />

Polietilenglikol 300<br />

Propilenglikol<br />

4. pH ADJUSMENT<br />

Asam sitrat,<br />

Natrium sitrat<br />

Evaluasi dan Penyimpanan<br />

Evaluasi <strong>sediaan</strong> suspensi steril mengacu pada <strong>sediaan</strong> suspensi nonsteril, hanya perlu dilakukan uji<br />

sterilisasi. Wadah untuk suspensi steril biasanya digunakan vial.<br />

EMULSI STERIL<br />

PENDAHULUAN<br />

Sediaan emulsi parenteral adalah dispersi heterogen dalam satu cairan yang tidak larut denan cairan<br />

lainnya. Untuk membuat <strong>sediaan</strong> stabil dapat ditambahkan zat pengemulsi. [Diktat Kuliah<br />

Teknologi Farmasi Sediaan Steril, 1994, p. 169]<br />

Ketidaklarutan zat aktif tertentu menyebabkan kesulitan pembuatan formula untuk intravena.<br />

Alternatifnya adalah dibuat dalam system kosolven atau emulsi. [Lachman, Pharmaceutical Dosage<br />

Forms: Disperse Systems, vol. 1, 1988, 222]<br />

35


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

Pada emulsi untuk injeksi, zat aktif larut minyak dilarutkan dalam pembawa yang sesuai, kemudian<br />

diemulsikan. Namun, emulsi parenteral jarang dibuat karena keharusan dan kesulitan untuk<br />

mencapai droplet stabil dengan ukuran kurang dari 1 µm untuk mencegah emboli di pembuluh<br />

darah. [Lachman, Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse Systems, vol. 1, 1988, p. 221]<br />

Tujuan Penggunaan Sediaan Parenteral Emulsi<br />

1 Sediaan Emulsi air dalam minyak (A/M) untuk mencegah alergi ( Emulsion of allergenic<br />

extracts), diberikan secara sub kutan<br />

2 Sediaan emulsi lepas lambat minyak dalam air (M/A), diberikan secara intramuskular<br />

(Sustained release depot preparation)<br />

3 Sedian emulsi nutrisi minyak dalam air (M/A), diberikan secara intravena [Diktat Kuliah<br />

Teknologi Farmasi Sediaan Steril, 1994, p. 169]<br />

Keterbatasan pembuatan emulsi parenteral adalah:<br />

1 Pilihan stabilisator dan emulgator yang terbatas<br />

2 Kemungkinan terjadinya reaksi pirogen dan hemolisis lebih besar [Lachman, Pharmaceutical<br />

Dosage Forms: Disperse Systems, vol. 1, 1988, p. 221; Diktat Kuliah Teknologi Farmasi<br />

Sediaan Steril, 1994, p. 169]<br />

Emulsi parenteral dibatasi oleh dua hal penting, yaitu:<br />

1 Ukuran partikel<br />

Untuk intravena, ukuran partikel ≤5 µm, tanpa resiko emboli di kapiler. Ukuran partikel ratarata<br />

untuk emulsi lemak < 1 µm, diperoleh dengan homogenisasi pada temperatur dan tekanan<br />

tinggi.<br />

2 Sterilisasi Metode<br />

Sterilisasi yang digunakan adalah autoklaf pada 110°C selama 40 menit, perlakuan ini tidak<br />

memengaruhi stabilitas, melainkan memperkecil ukuran partikel. Metode sterilisasi alternatif<br />

adalah: filtrasi, selama ukuran partikel (droplet) cukup kecil untuk melewati filter sterilisasi<br />

awal, pembuatan aseptik<br />

Instabilitas emulsi lemak dapat disebabkan beberapa hal:<br />

1 Perubahan ukuran partikel droplet minyak, menyebabkan creaming dan koalesensi<br />

2 Perubahan pH Jika pH emulsi dijaga lebih alkali, stabilitas dapat terjaga dan produk dapat<br />

disimpan di bawah suhu 30°C.<br />

3 Hidrolisis emulgator<br />

4 Oksidasi minyak<br />

5 Penambahan zat aktif atau elektrolit, sehingga formula harus dibuat khusus<br />

Keuntungan emulsi lemak:<br />

a. Targeted Delivery System<br />

Emulsi lemak dapat digunakan sebagai pembawa obat karena kemiripannya dengan<br />

kilomikron<br />

b. Dapat diencerkan in vivo dalam darah atau saluran cerna tanpa menyebabkan presipitasi<br />

partikel obat. Lingkungan pembawa nonair dapat meningkatkan stabilitas [Lachman,<br />

Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse Systems, vol. 1, 1988, p. 246-247]<br />

FORMULASI<br />

Faktor yang harus diperhatikan dalam pengembangan formula <strong>sediaan</strong> emulsi steril:<br />

1 Ukuran globul yang terdispersi dengan rentang ukuran yang cukup kecil melalui proses<br />

destruksi yang spesifik pada saat pembuatan <strong>sediaan</strong> emulsi.<br />

2 Pembawa minyak yang dapat berasosiasi dengan cairan tubuh.<br />

3 Inkompatibilitas antar komponen dalam <strong>sediaan</strong> atau pada saat dicampurkan dengan <strong>sediaan</strong><br />

injeksi lainnya.<br />

4 Wadah primer sesuai dengan cara pemberian : disposable. [Modul Praktikum Teknologi<br />

36


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

Sediaan Likuid & Semisolid, p. 39]<br />

Persyaratan tambahan untuk injeksi emulsi:<br />

• Fisikokimia<br />

Stabilitas fisik<br />

Ukuran partikel kurang dari 2 µm<br />

Dapat disterilisasi<br />

Stabilitas kimia<br />

• Biologi<br />

Efek samping kecil<br />

Nonantigenik<br />

Semua komponen dapat dimetabolisme atau diekskresikan<br />

• Praktik<br />

Stabil pada temperatur yang ekstrem<br />

Harga [Lachman, Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse Systems, vol. 2, 1988, p. 379-<br />

397]<br />

Minyak yang umum dipakai:<br />

Natural oil: cottonseed oil, soybean oil, safflower oil, sesame oil, cod liver oil, linseed oil, coconut<br />

oil, corn oil, peanut oil, cocobutter oil, butter oil.<br />

Sintetik/semisintetik: triolein, etil oleat, dibutil, sebakat, isoamil salisilat.[Lachman, Pharmaceutical<br />

Dosage Forms: Disperse Systems, vol. 2, 1988, p. 380]<br />

Untuk rute intramuskular dapat digunakan munyak paraffin atau minyak tumbuhan, untuk rute<br />

intravena biasanya digunakan minyak tumbuhan murni, seperti soybean oil, safflower oil, dan<br />

cottonseed oil. Minyak-minyak tersebut paling umum digunakan karena reaksi toksik jarang terjadi<br />

dan tahan terhadap oksidasi. [Lachman, Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse Systems, vol. 1,<br />

1988, p. 246]<br />

Minyak teremulsi tidak mempunyai efek osmotik, perlu tambahan untuk membuat kondisi isotonik.<br />

Jika digunakan lesitin sebagai emulgator, NaCl dan gula pereduksi (glukosa) tidak dapat dipakai,<br />

karena berinteraksi menyebabkan warna cokelat dan pemisahan fasa, solusinya adalah penggunaan<br />

gliserin, sorbitol atau xylitol. [Lachman, Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse Systems, vol. 2,<br />

1988, p. 383]<br />

Formula emulsi parenteral:<br />

a. Zat aktif<br />

b. Pembawa (air dan minyak)<br />

c. Emulgator<br />

d. Pengawet<br />

e. Antioksidan<br />

METODE PEMBUATAN<br />

37


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

EVALUASI<br />

Evaluasi fisika, Analisis kimia, Penentuan pH, Penentuan ukuran partikel, Uji sterilitas, Uji<br />

pirogen [Lachman, Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse Systems, vol. 2, 1988, p. 379-397]<br />

Evaluasi <strong>sediaan</strong> sama dengan emulsi nonsteril, hanya perlu dilakukan uji sterilitas<br />

Lihat evaluasi emulsi di TS EMULSI!!! ☺<br />

INJEKSI KERING<br />

Bentuk suatu obat yang dibuat sebagai obat suntik tergantung pada sifat obat itu sendiri dengan<br />

memperhitungkan sifat fisika dan kimia dan juga pertimbangan terapeutik tertentu. Umumnya, bila<br />

obat tidak stabil dalam larutan, ia akan dibuat sebagai bubuk kering yang dimaksudkan untuk<br />

dibentuk dengan penambahan pelarut yang tepat pada waktu akan diberikan, atau dapat dibuat<br />

dalam bentuk suspensi partikel obat dalam pembawa dimana obat tidak larut. (ANSEL ED 4 ,1989,<br />

HAL. 405).<br />

Larutan Terkonstitusi (FI IV HAL 12) Pada <strong>sediaan</strong> steril yang akan dibuat larutan terkonstitusi<br />

diberi nama sesuai bentuknya ....... steril atau ..... untuk injeksi. Karena <strong>sediaan</strong> dikonstitusikan oleh<br />

tenaga medik segera pada saat digunakan, uji dan ketentuan tentang larutan yang dikonstitusi untuk<br />

pemberian tidak dimasukkan dalam masingmasing monografi padatan kering atau cairan pekat<br />

steril. Untuk menjamin mutu <strong>sediaan</strong> injeksi sebagaimana diberikan, uji yang tidak merusak<br />

<strong>sediaan</strong> injeksi seprti berikut ini dilakukan untuk memperlihatkan kesesuaian larutan terkonstituai<br />

pada saat sebelum digunakan.<br />

1. Kesempurnaan dan kejernihan melarut Konstitusikan larutan seperti tertera pada etiket dari<br />

pabrik untuk <strong>sediaan</strong> steril kering.<br />

• Padatan melarut sempurna, tidak terlihat meninggalkan sisa yang tidak melarut<br />

• Kejernihan larutan terkonstitusi tidak kurang jernih secara signifikan dari volume sama<br />

pengencer atau air murni dalam wadah serupa dan diperiksa dengan cara yang sama.<br />

2. Bahan partikulat Konstitusikan larutan dengan cara seperti yang tertera pada etiket <strong>sediaan</strong><br />

steril kering: larutan tidak mengandung partikel bahan asing yang dapat dilihat secara<br />

visual.<br />

38


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

LAMPIRAN EVALUASI SEDIAAN<br />

EVALUASI FISIK<br />

1. PENETAPAN pH (FI IV hal 1039-1040)<br />

Tujuan: Menetapkan pH suatu <strong>sediaan</strong> larutan agar sesuai dengan monografi<br />

Cara pengerjaan: Larutan dapar untuk pembakuan Buat menurut petunjuk sesuai Tabel.<br />

Simpan dalam wadah tahan bahan kimia, tertutup rapat, sebaiknya dari kaca tipe I. Larutan<br />

segar sebaiknya dibuat dengan interval tidak lebih dari 3 bulan. Tabel berikut menujukkan pH<br />

dari larutan dapar sebagai fungsi dari suhu. Petunjuk ini digunakan untuk pembuatan larutan<br />

dapar dengan kadar molal sebagaimana disebutkan. Untukmemudahkan, petunjuk diberikan<br />

dengan pengenceran hingga volume 1000 ml, bukan dengan menyebutkan penggunaan 1000 g<br />

pelarut yang merupakan dasar sistem molalitas dari kadar larutan. Jumlah yang disebutkan<br />

tidak dapat secara sederhana diperhitungkankan tanpa informasi tambahan.<br />

Kalium tetraoksalat 0,05 m Larutkan 12,61 g KH3(C2O4)2.2H2O dalam air hingga 1000 ml.<br />

Kalium biftalat 0,05 m Larutkan 10,12 g KHC8H4O4, yang telah dikeringkan pada suhu 110 o<br />

selama 1 jam, dalam air hingga 1000 ml.<br />

Ekuimolal fosfat 0,05 m Larutkan 3,53 g Na2HPO4 dan 3,39 g KH2PO4, masing-masing telah<br />

dikeringkan pada suhu 120 o selama 2 jam, dalam air hingga 1000 ml.<br />

Natrium tetraborat 0,01 m Lrutkan 3,80 g Na2B4O7.10H2O dalam air hingga 1000 ml. Lindungi<br />

dari penyerapan karbondioksida.<br />

Kalsium hidroksida jenuh pada suhu 25 o Kocok kalsium hidroksida P berlebih dengan air dan<br />

enaptuangkan pada suhu 25o sebelum digunakan. Lindungi dari penyerapan karbondioksida.<br />

Karena adanya variasi dalam sifat maupun cara kerja pH meter, tidak praktis untuk<br />

memberikan petunjuk yang dapat diterapkan secara umum untuk penetapan pH secara<br />

potensiometrik. Prinsip umum yang harus diikuti dalam melakukan petunjuk yang terdapat<br />

pada masing-masing alat oleh pabrik akan diuraikan pada paragraf berikut. Sebelum digunakan,<br />

periksa elektrode, dan jembatan garam jika ada. Jika perlu, isi lagi larutan jembatan garam dan<br />

perhatikan petunjuk lain yang diberikan oleh pabrik alat atau pabrik elektrode. Untuk<br />

pembakuan pH meter, pilih 2 larutan dapar untuk pembakuan yang mempunyai perbedaan pH<br />

tidak lebih dari 4 unit dan sedemikian rupa sehingga pH larutan uji diharapkan terletak<br />

diantaranya. Isi sel dengan salah satu Larutan dapar utnuk pembakuan pada suhu yang larutan<br />

ujinya akan diukur.Pasang kendali suhu pada suhu larutan, dan atur kontrol kalibrasi untuk<br />

membuat pH identik dengan yang tercantum dalam Tabel. Bilas elektrode dan sel beberapa kali<br />

dengan Larutan dapar untuk pembakuan yang kedua, kemudian isi sel dengan larutan tersebut<br />

pada suhu yang sama dengan larutan uji. pH dari larutan dapar kedua ± 0,07 unit pH dari harga<br />

yang tertera dalam Tabel. Jika penyimpangan terlihat lebih besar, periksa elektrode dan jika<br />

terdapat kesalahan, supaya diganti. Atur ”kemiringan” atau ”suhu” hingga pH sesuai dengan<br />

yang tertera pada Tabel. Ulangi pembakuan hingga kedua larutan dapar untuk pembakuan<br />

memberikan harga pH tidak lebih dari 0,02 unit pH dari harga yang tertera pada Tabel, tanpa<br />

pengaturan lebih lanjut dari pengendali. Jika sistem telah berfungsi dengan baik, bilas elektrode<br />

dan sel beberapa kali dengan larutan uji, isi sel dengan sedikit larutan uji dan baca harga pH.<br />

Gunakan air bebas karbon dioksida P untuk pelarutan atau pengenceran larutan uji. Jika hanya<br />

diperlukan harga pH perkiraan dapat digunakan indikator dan kertas indikator.<br />

Suhu<br />

(ºC)<br />

Kalium<br />

tetraoksalat<br />

(0,05 m)<br />

Kalium<br />

biftalat<br />

(0,05 m)<br />

Ekimolal<br />

fosfat<br />

(0,05 m)<br />

Natrium<br />

tetraborat<br />

(0,01 m)<br />

Kalsium<br />

hidroksida jenuh<br />

pada suhu 25 ºC<br />

39


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

10<br />

15<br />

20<br />

25<br />

30<br />

35<br />

40<br />

45<br />

50<br />

55<br />

60<br />

1,67<br />

1,67<br />

1,68<br />

1,68<br />

1,68<br />

1,69<br />

1,69<br />

1,70<br />

1,71<br />

1,72<br />

1,72<br />

4,00<br />

4,00<br />

4,00<br />

4,01<br />

4,02<br />

4,02<br />

4,04<br />

4,05<br />

4,06<br />

4,08<br />

4,09<br />

6,92<br />

6,90<br />

6,88<br />

6,86<br />

6,85<br />

6,84<br />

6,84<br />

6,83<br />

6,83<br />

6,83<br />

6,84<br />

9,33<br />

9,28<br />

9,23<br />

9,18<br />

9,14<br />

9,10<br />

9,07<br />

9,04<br />

9,01<br />

8,99<br />

8,96<br />

13,00<br />

12,81<br />

12,63<br />

12,45<br />

12,29<br />

12,13<br />

11,98<br />

11,84<br />

11,71<br />

11,57<br />

11,45<br />

2. PENETAPAN VOLUME INJEKSI dalam WADAH (FI IV hal 1044)<br />

Tujuan: Menetapkan volume injeksi yang dimasukkan dalam wadah agar volume<br />

injeksi yang digunakan tepat/ sesuai dengan yang tertera pada penandaan. (Volume<br />

injeksinya itu harus dilebihkan.<br />

Kelebihan volume yang dianjurkan dipersyaratkan dalam FI IV)<br />

Cara Pengerjaan: Pilih satu atau lebih wadah, bila volume 10 ml atau lebih, 3 wadah<br />

atau lebih bila volume lebih dari 3 ml dan kurang dari 10 ml, atau 5 wadah atau lebih<br />

bila volume 3 ml atau kurang. Ambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodermik<br />

kering berukuran tidak lebih dari 3 kali volume yang akan diukur dan dilengkapi<br />

dengan jarum suntik nomor 21, panjang tidak kurang dari 2,5 cm. Keluarkan<br />

gelembung udara dari dalam jarum dan alat suntik dan pindahkan isi dalam alat suntik,<br />

tanpa mengosongkan bagian jarum, kedalam gelas ukur kering volume tertentu yang<br />

telah dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40%<br />

volume dari kapasitas tertera (garis-garis penunjuk volume gelas ukur menunjuk<br />

volume yang ditampung, bukan yang dituang). Cara lain, isi alat suntik dapat<br />

dipindahkan kedalam gelas piala kering yang telah ditara, volume dalam ml diperoleh<br />

dari hasil perhitungan berat dalam g dibagi bobot jenis cairan. Isi dari dua atau tiga<br />

wadah 1 ml atau 2 ml dapat digabungkan untuk pengukuran dengan menggunakan<br />

jarum suntik kering terpisah untuk mengambil isi tiap wadah. Isi dari wadah 10 ml atau<br />

lebih dapat ditentukan dengan membuka wadah, memindahkan isi secara langsung ke<br />

dalam gelas ukur atau gelas piala yang telah ditara.<br />

Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji satu persatu, atau<br />

bila wadah volume 1 ml dan 2 ml, tidak kurang dari jumlah volume wadah yang tertera<br />

pada etiket bila isi digabung.<br />

Volume tertera dalam Kelebihan volume yang dianjurkan<br />

penandaan (ml)<br />

Untuk cairan encer (ml) Untuk cairan kental (ml)<br />

0,5 0,10 0,12<br />

1,0 0,10 0,15<br />

2,0 0,15 0,25<br />

5,0 0,30 0,50<br />

10,0 0,50 0,70<br />

20,0 0,60 0,90<br />

30,0 0,80 1,20<br />

50,0 atau lebih 2% 3%<br />

40


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

Bila dalam wadah dosis ganda berisi beberapa dosis volume tertera, lakukan penentuan<br />

seperti di atas dengan sejumlah alat suntik terpisah sejumlah dosis tertera. Volume tiap<br />

alat suntik yang diambil tidak kurang dari dosis yang tertera.<br />

Untuk injeksi mengandung minyak, bila perlu hangatkan wadah dan segera kocok baikbaik<br />

sebelum memindahkan isi. Dinginkan hingga suhu 25 o C sebelum pengukuran<br />

volume.<br />

3. BAHAN PARTIKULAT DALAM INJEKSI (FI IV hal 981-984)<br />

Tujuan: Larutan injeksi, termasuk larutan yang dikonstitusi dari zat padat steril untuk<br />

penggunaan parenteral, harus bebas dari partikel yang dapat diamati pada pemeriksaan<br />

secara visual. Cara Pengerjaan: Dua prosedur untuk penetapan bahan partikulat<br />

dicantumkan berikut ini, berbeda sesuai dengan volume yang tertera pada etiket wadah.<br />

Semua injeksi volume besar untuk infus dosis tunggal, dan injeksi volume kecil yang<br />

ditetapkan dalam persyaratan monografi, harus memenuhi batas bahan partikulat<br />

seperti yang tertera pada uji yang digunakan<br />

INJEKSI VOLUME BESAR UNTUK INFUS DOSIS TUNGGAL [Catatan Selama<br />

melakukan prosedur ini gunakan sarung tangan yang sesuai bebas serbuk pelincir,<br />

peralatan kaca dan perlengkapan yang telah dibersihkan secara cermat dengan<br />

pencucian berturut turut menggunakan larutan deterjen hangat, air panas, air, dan<br />

isopropanol. Semprotkan air berkali-kali dengan kuat pada permukaan alat yang<br />

diletakkan vertikal, lakukan perlahan-lahan dari atas ke bawah. Lakukan pembilasan<br />

dengan isopropanol dalam lemari alir laminer yang dilengkapi dengan penyaring<br />

partikulat udara berefisiensi tinggi, biarkan alat-alat mengering dalam lemari asam.<br />

Sebaiknya letakkan lemari di ruang terpisah yan dilengkapi dengan alat penyaring dan<br />

pendingin udara, dan pertahankan tekanan udara lebih tinggi dari daerah sekitarnya.<br />

Sebelum melakukan uji, bersihkan lemari alir laminer dengan pelarut yang sesuai<br />

kecuali permukaa media penyaring. Pertahankan kecepatan aliran udara pada 0,45 ±<br />

0,1 meter per detik.]<br />

Penyaring membran dan rangkaiannya Dengan menggunakan pinset, angkat penyaring<br />

membran berkisi warna kontras dari wadahnya. Cuci kedua sisi membran dengan aliran<br />

air yang telah dimurnikan dengan penyaringanmelalui membran yang sesuai untuk<br />

menghilangkan bahan partikulat berdimensi linier efektif lebih besar dari 5 µm, dengan<br />

meletakkan penyaring pada posisi vertikal, mulai pada bagian atas dari sisi tidak<br />

berkisi, lewatkan aliran air berkali-kali pada permukaan dengan perlahan-lahan dari<br />

atas ke bawah hingga partikel terbawa ke bawah lepas dari penyaring, dan ulangi<br />

proses pencucian pada sisi yang berkisi. Letakkan membran (sisi yan berkisi<br />

menghadap ke atas) diatas dasr penyangga penyaring dasar tanpa menyentuh penyaring<br />

membran. Balikkan unit rangkaian, cuci bagian dalam corong selama lebih kurang 10<br />

detik denga semprotan air yan telah disaring. Biarkan air mengalir dan letakkan unit<br />

pada labu penyaring.<br />

Larutan uji Campur larutan dengan membalikkan wadah 20 kali. Bersihkan permukaan<br />

luar wadah dengan semprotan air dan angkat tutup hati-hati agar tidak terjadi<br />

pengotoran isi wadah. Masukkan 25 ml larutan yang telah tercampur baik ke dalam<br />

corong, biarkan selama 1 menit, pasang penghisap udar adan saring. Lepaskan<br />

penghisap udara perlahan-lahan dan cuci dinding dalam corong dengan semprotan 25<br />

ml air yang telah disaring sedemikian rupa untuk mencuci dinding corong agar bebas<br />

dari tiap partikel yang mungkin menempel pada dinding, tetapi hindarkan agar<br />

41


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

semprota tidak mengarah ke atas permukaan penyaring. Setelah turbulensi dalam<br />

penyaring reda, bilasan disaring dengan hampa udara. Angkat dengan hati-hati bagian<br />

atas rangkaian penyaring, sambil menjaga tetap dalam keadaan hampa udara. Lepaskan<br />

penghisap dan angkat penyaring membran dengan pinset. Letakkan penyaring pada<br />

lempeng petri plastik, bila perlu gunakan gemuk pelumas kran yan sangat tipis sebagai<br />

pra-lapis, untuk menahan penyaring tetap datar dan tidak bergerak. Biarkan prnyarin<br />

mengering dengan tutup petri sedikit merenggang. Tutup obyek dengan hati-hati, amati<br />

di bawah mikroskop yan dilengkapi dengan mikrometer dan hitung partikel pada<br />

penyaring seperti dibawah ini.<br />

Penetapan Amati seluruh penyaring membran di bawah mikroskop yang sesuai dengan<br />

perbesaran 100 x dengan penyinaran pada sudut 10o hingga 20o terhadap garis<br />

horisontal. Hitung jumlah partikel dengan dimensi linier efektif 10 µm atau lebih dan<br />

sama atau lebih besar dari 25 µm. Lakukan penetapan blangko dengan menggunakan<br />

Penyaring membran dan rangkaiannya seperti yang tertera pada Larutan uji mulai<br />

dengan ”cuci dinding dalam corong dengan semprotan....”. Kurangi jumlah total<br />

partikel yan diperoleh pada Larutan uji dengan jumlah total blangko. [Catatan Untuk<br />

larutan yang mengandung dekstrosa, jangan menghitung partikel dengan morfologi<br />

tidak jelas, yang menunjukkan sedikit atau sama sekali tanpa relief permukaan dan<br />

berbentuk seperti gelatin atau seperti film. Oleh karena dalam larutan bahan tersebut<br />

terdiri dari unit-unit yang ukurannya sama tau kurang dari 1 µm dan hanya dapat<br />

dihitung setelah terjadi agregasi dan atau deformasi pada membran, interpretasi<br />

penghitungan dapat dilaukan dengan mengamati contoh larutan dengan bantuan alat<br />

penghitung partikel elektronik yang sesuai.]<br />

Interpretasi Lakukan penetapan duplo dari Larutan uji dan blangko. Jika penetapan<br />

blangko menghasilkan lebih dari 5 partikel dengan dimensi linier efektif 25 µm atau<br />

lebih, menunjukkan bahwa lingkungan pelaksanaan pekerjaan tidak memuaskan dan uji<br />

tidak absah.<br />

Injeksi volume besar untuk infus dosis tunggal memenuhi syarat uji jika mengandung<br />

tidak lebih dari 50 partikel per ml yang setara atau lebih besar dari 10 µm dan tidak<br />

lebih dari 5 partikel per ml yang setara atau lebih besar dari 25 µm dalam dimensi linier<br />

efektif.<br />

INJEKSI VOLUME KECIL<br />

[Catatan Siapkan contoh, alat kaca, pentutup dan perlengkapan lain yang diperlukan<br />

dalam lingkungan yang terlindung dengan menggunakan penyaring HEPA (udara<br />

partikulat efisiensi tinggi). Selama persiapan, gunakan pakaian bebas partikel dan<br />

sarung tangan bebas serbuk. Sebaiknya lemari pengujian diletakkan di ruang terpisah<br />

yang dialiri udara yang telah dilewatkan penyaring HEPA ( udara partikulat efissiensi<br />

tinggi), penyejuk ruangan serta trekondisi dan dijaga agar tekanan udara positif<br />

terhadap daerah sekitar.]<br />

Gunakan bejana yang tahan tekanan sampai 100 psi dengan pipa tahan tekanan yang<br />

tidak melepas partikel dan pipa semprot yang dipegang tangan serta dilengkapi dengan<br />

penyaring untuk menyaring air pembersih dan pembuatan contoh. Gunakan penyaring<br />

rata atau halus berpori ukuran 5,0 µm atau kurang. Untuk tujuan pembakuan dan<br />

penyiapan contoh, gunakan wadah kaca yang diperkeras dan tidak melepaskan partikel,<br />

dengan lubang-lubang sekecil mungkin untuk mengurangi pengotoran yang timbul<br />

karena tidak hati-hati. Jika menggunakan penutup, pilih yang tidak melepas partikel<br />

42


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

seperti politef.<br />

Pencucian alat kaca dan penutup Cuci alat-alat kaca, penutup dan perlengkapan lain<br />

yang diperlukan dengan meredam dan menyikatnya dalam larutan deterjik nonionik<br />

yang hangat, kemudian bilas dengan air ledeng hangat yang mengalir, lanjutkan<br />

pembilasan dengan mengalirkan air yang telah disaring. Pelarut organik dapat<br />

digunakan untuk memudahkan pencucian. Akhirnya bilas dengan air bertekanan yang<br />

telah disaring menggunakan pipa semprot yang dilengkapi dengan penyaring akhir atau<br />

dengan menggunakan alat lain yang sesuai.<br />

Uji kontrol partikulat Lakukan uji ini untuk menetapkan bahwa lingkungan sesuai<br />

untuk melakukan analisis dan bahwa alat kaca telah benar-benar bersih serta untuk<br />

meyakinkan bahwa air yang digunakan untuk analisis bebas partikel. Gunakan air yang<br />

telah disaring dan alat kaca yang telah dibersihkan untuk mengambil 5 contoh air<br />

secara berurutan, masing-masing 5 ml. Balikkan tiap contoh 20 kali.<br />

Awaudarakandengan ultrasonikasi selama 30 detik atau dengan membiarkan selama 2<br />

menit. Aduk setiap contoh air secara mekanik pada kecepatan yang cukup untuk<br />

menimbulkan pusaran lemah selama analisis. Jika 5 partikel berukuran 25 µm atau 25<br />

partikel berukuran 10 µm atau ukuranlebih besar teramati dalam seluruh 25 ml contoh<br />

air, maka ini menunjukkan bahwa lingkungan tidak sesuai untuk analisis, atau air yang<br />

sudah disaring dan alat kaca tidak dipersiapkan dengan baik. Ulangi langkah persiapan<br />

sampai lingkungan kerja, air dan alat kaca sesuai untuk melakukan uji ini.<br />

Kalibrasi Kalibrasi alat dengan 3 baku, masing-masing terdiri dari bola polistiren<br />

dengan satu ukuran sama lebih kurang 10µm, 20 µm dan 30 µm dalam pembawa<br />

berupa air. Bila menggunakan baku pembanding partikulat, perlu mengurangi<br />

penggumpalan partikel dan memastikan kemurnian partikel. Bila diinginkan, tersedia<br />

metode yang sesuai untuk memeriksa bola-bola komersial. Tetapkan akurasi<br />

penghitungan dan ukuran dari alat penghitung cemaran partikel dalam cairan dengan<br />

menggunakan bahan partikulat berbentuk bola dengan ukuran hampir sama yang<br />

terdispersi untuk mengkalibrasi alat penghitung partikel otomatik.<br />

Larutan uji Siapkan contoh dengan urutan sebagai berikut: Lepaskan penutup luar, pita<br />

segel dan semua etiket kertas lepas, cuci bagian luar wadah seperti cara yang tertera<br />

pada Pencucian alat kaca dan penutup dan keringkan dalam aliran udara bebas<br />

partikel. Keluarkan isi wadah seperti dilakukan pada penggunaan biasa atau sesuai<br />

aturan pada etiket kecuali pada wadah dengan pentutup yang dapat dibuka, contoh<br />

dapat diambil dengan membuka tutup dan menuangkan isi wadah ke dalam wadah lain<br />

yang bersih.<br />

Penetapan<br />

A. Sediaan Cair<br />

(1) Campur isi wadah dengan membolak-balikkan 25 kali dalamwaktu 10 detik.<br />

[Catatan Karena volume beberapa <strong>sediaan</strong> begitu kecil, diperlukan pengocokan<br />

yang lebih kuat untuk mensuspensikan partikel denga sempurna.]<br />

(2) Buka dan kumpulkan isi dari tidak kurang 10 wadah hingga memperoleh volume<br />

tidak kurang dari 20 ml dalam wadah bersih.<br />

(3) Awaudarakan dengan ultrasonikasi selama 30 detik atau diamkan selama 2 menit<br />

(4) Aduk perlahan-lahanmemutar dengan tangan atau secara mekanik, hati-hai jangan<br />

sampai masuk gelembung udara atau cemaran lain. Aduk terus menerus selama<br />

melakukan analisis.<br />

(5) Ambil 3 bagian berturut-turut, tiap bagian tidak kurang dari 5 ml. Buang contoh<br />

pengambilan pertama<br />

43


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

B. Sediaan Kering atau Terliofilisasi<br />

(1) Buka wadah, hati-hati jangan mencemari penutup.<br />

(2) Konstitusikan dengan sejumlah volume air yangtelah disaring atau pelarut yang<br />

tepat dan telah disaring, jika pelarut air tidak sesuai.<br />

(3) Tutup kembali dan kocok seperti pada A<br />

(4) Lakukan analisis seperti pada A.<br />

C. Untuk <strong>sediaan</strong> yang dikemas dalam wadah yang dibuat khusus untuk <strong>sediaan</strong> obat<br />

dan pelarut dalam wadah terpisah, campur tiap unit kemasan seperti tertera pada etiket.<br />

Lakukan analisis seperti yang tertera pada A.<br />

D. Untuk <strong>sediaan</strong> dengan etiket ”Kemasan besar untuk farmasi” Bukan untuk infus<br />

langsung, lakukan seperti tertera pada A atau B. Lakukan uji pada sejumlah unit yang<br />

setara dengan dosis maksimum yang tertera pada etiket. Untuk perhitungan di bawah,<br />

perhatikan kesetaraan bagian ini terhadap seluruh isi wadah.<br />

Perhitungan Rata-ratakan hasil hitungan dari 2 contoh yang dianalisis. Hitung jumlah<br />

partikel dalam tiap wadah, Pc, dengan rumus:<br />

C adalah hitungan partikel rata-rata yang diperoleh dari contoh yang dianalisis; VT adalah<br />

volume dalam ml seluruh contoh yang dianalisis; VP adalah volume dalam ml tiap bagian<br />

contoh dan N adalah jumlah wadah contoh yang digunakan pada analisis.<br />

Interpretasi Injeksi volume kecil memenuhi syarat uji jika jumlah rata-rata partikel yang<br />

dikandung tidak lebih dari 10.000 tiap wadah yang setara atau lebih besar dari 10 µm<br />

diameter sferik efektif dan tidak lebih dari 1000 tiap wadah sama atau lebih besar dari<br />

25 µm diameter sferik spesifik.<br />

4. UJI KEBOCORAN (Goeswin Agoes, Larutan Parenteral hal 191-192)<br />

Tujuan: memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume serta kestabilan<br />

<strong>sediaan</strong>.<br />

Cara Pengerjaan: Pada pembuatan secara kecil-kecilan hal ini dapat dilakukan dengan mata<br />

tetapi dalam jumlah besar hal ini tidak mungkin bisa dikerjakan.<br />

a. Wadah-wadah takaran tunggal yang masih panas, setelah selesai disterilkan<br />

dimasukkan kedalam larutan biru metilena 0,1%. Jika ada wadah-wadah yang bocor<br />

maka larutan biru metilena akan masuk kedalamnya karena perbedaan tekanan<br />

diluar dan di dalam wadah tersebut. Tentu saja cara ini tidak dapat dipakai untuk<br />

larutan-larutan yang sudah berwarna.<br />

b. Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik yaitu dengan ujungnya dibawah.<br />

Ini juga digunakan pada pembuatan dalam skala kecil. Jika ada kebocoran maka<br />

larutan ini dari dalam wadah akan keluar, dan wadah menjadi kosong.<br />

c. Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya harus diperiksa dengan<br />

memasukkan wadah-wadah tersebut dalam eksikator, yang kemudian divakumkan.<br />

Jika ada kebocoran larutan akan diserap keluar. Harus dijaga agar jangan sampai<br />

larutan yang telah keluar, diisap kembali jika vakum dihilangkan.<br />

5. UJI KEJERNIHAN DAN WARNA (Goeswin Agoes, Larutan Parenteral hal 201-<br />

202)<br />

Setiap larutan obat suntik harus jernih dan bebas dari kotoran sehingga diperlukan uji<br />

44


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

kejernihansecara visual.<br />

Prosedur : wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan menyinari<br />

wadah dari sampingdengan latar belakang sehelai papan yang separuhnya di cat<br />

bewarna hitam dan separuh lagi dicatberwarna putih. Latar belakang hitam dipakai<br />

untuk menyelidiki kotoran yang bewarna muda,sedangkan berlatar putih untuk kotorankotoran<br />

berwarna gelap.<br />

Penafsiran : memenuhi syarat jika tidak ditemukan kotoran dalam larutan.<br />

6. KEJERNIHAN LARUTAN (FI IV hal 998)<br />

Tujuan: Sediaan infus atau injeksi yang berupa larutan harus jernih dan bebas dari<br />

kotoran , maka perlu dlakukan uji kejernihan secara visual.<br />

Cara Pengerjaan: Penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar diameter 15 mm<br />

hingga 25 mm, tidak berwarna, transparan, dan terbuat dari kaca netral. Masukkan ke<br />

dalam dua tabung reaksi masing-masing larutan zat uji dan Suspensi padanan yang<br />

sesuai secukupnya, yang dibuat segar dengan cara seperti tertera dibawah sehingga<br />

volume larutan dalam tabung reaksi terisi setinggi tepat 40 mm. Bandingkan kedua isi<br />

tabung setelah 5 menit pembuatan Suspensi padanan, dengan latar belakang hitam.<br />

Pengamatan dilakukan dibawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus kearah bawah<br />

tabung. Difusi cahaya harus sedemikian sehingga Suspensi padanan I dapat langsung<br />

dibedakan dari air dan dari Suspensi padanan II.<br />

Baku opalesen Larutkan 1,0 g hidrazina sulfat P dalam air secukupnya hingga 100,0<br />

ml, biarkan selama 4 jam hingga 6 jam. Pada 25,0 ml larutan ini ditambahkan larutan<br />

2,5 g heksamina P dalam 25,0 ml air, campur dan biarkan selama 24 jam. Suspensi ini<br />

stabil selama 2 bulan jika disimpan dalam wadah kaca yang bebas dari cata permukaan.<br />

Suspensi tidak boleh menempel pada kaca dan harus dicampur dengan baik sebelum<br />

digunakan Untuk membuat Baku opalesen, encerkan 15,0 ml suspensi dengan air<br />

hingga 1000 ml. Suspensi harus digunakan dalam waktu 24 jam setelah digunakan.<br />

Suspensi padanan Buatlah Suspensi padanan I sampai dengan Suspensi padanan IV<br />

dengan cara seperti yang tertera pada Tabel. Masing-masing suspensi harus tercampur<br />

baik dan dikocok sebelum digunakan.<br />

Suspensi<br />

padanan<br />

I II III IV<br />

Baku opalesen (ml) 5,0 10,0 30,0 50,0<br />

Air (ml) 95,0 90,0 70,0 50,0<br />

Pernyataan kejernihan dan derajat opalesen Suatu cairan dinyatakan jernih jika<br />

kejernihannya sama dgn air atau pelarut yang digunakan bila diamati dibawah<br />

kondisi seperti tersebut diatas atau jika opalesensinya tdk lbh nyata dari Suspensi<br />

padanan I. Persyaratan untuk derajat opalesensi dinyatakan dalam Suspensi<br />

padanan I, Suspensi padanan II, dan Suspensi padananIII.<br />

7. UJI KESERAGAMAN SEDIAAN FI IV hal. 999<br />

Ada 2 metode, yaitu keseragaman bobot, dan keseragaman kandungan. Metode diterapkan<br />

tergantung pada jenis <strong>sediaan</strong>.<br />

Keseragaman Bobot<br />

45


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

SEDIAAN PADAT STERIL UNTUK PARENTERAL: Timbang seksama 10 vial, satu<br />

persatu, beri identitas tiap vial. Keluarkan isi dengan cara yang sesuai. Timbang seksama<br />

tiap vial kosong, dan hitung bobot netto dari tiap isi vial dengan cara mengurangkan bobot<br />

vial dari masing-masing bobot <strong>sediaan</strong> (bobot vial yang ada isinya). Dari hasil Penetapan<br />

Kadar, seperti tertera pada masing-masing monografi, hitung jumlah zat aktif dalam tiap<br />

vial, dengan anggapan bahwa zat aktif terdistribusi secara homogen.<br />

Keseragaman Kandungan<br />

SEDIAAN PADAT STERIL DALAM DOSIS TUNGGAL: Tetapkan kadar 10 vial satu<br />

per satu, seperti pada Penetapan Kadar dalam masing-masing monografi kecuali<br />

dinyatakan lain dalam Uji Keseragaman Kandungan. Jika jumlah zat aktif dalam satuan<br />

dosis tunggal kurang dari yang dibutuhkan dalam Penetapan Kadar, atur derajat<br />

pengenceran dari larutan dan atau volume alikuot sehingga kadar zat aktif dalam larutan<br />

akhir lebih kurang sama seperti yang tertera pada prosedur Penetapan Kadar; atau jika<br />

penetapan kadar dilakukan secara titrasi, gunakan titran yang memadaiseperti yang tertera<br />

pada Titrimetri , pada Prosedur dalam Uji dan Penetapan Kadar dalam Ketentuan<br />

dan Persyaratan Umum. Jika dilakukan modifikasi seperti ini dalam prosedur penetapan<br />

kadar dalam masing-masing monografi, buat perubahan yang sesuai dalam rumus<br />

perhitungan dan faktor titrasi. Bila prosedur khusus disebutkan untuk uji keseragaman<br />

kandungan dalam masing-masing monografi, lakukan koreksi.<br />

Kriteria<br />

(A)Jika harga rata-rata dari harga batas (limit) yang tertera pada definisi potensi dalam<br />

tiap monografi adalah 100,0% atau kurang<br />

BAHAN PADAT STERIL DOSIS TUNGGAL DAN UNTUK PARENTERAL: kecuali<br />

dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan kaseragaman dosis dipenuhi,<br />

jika jumlah zat aktif dalam masing-masing dari 10 satuan <strong>sediaan</strong> seperti yang ditetapkan<br />

dari cara Keseragaman Bobot atau dalam Keseragaman Kandungan terletak antara 85-<br />

115% dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif ≤6%. Jika 1 satuan terletak<br />

di luar rentang 85,0-115,0% dan tidak ada satuan terletak antara rentang 75,0-125,0%, atau<br />

jika simpangan baku relatif > 6,0% atau jika kedua kondisi tidak terpenuhi, lakukan uji 20<br />

satuan tambahan. Persyaratan dipenuhi jika tidak > 1 satuan dari 30 terletak di luar rentang<br />

85,0-115,0% dari yang tertera pada etiket dan tidak ada satuan yang terletak di luar rentang<br />

75,0-125,0%, dan simpangan baku relatif dari 30 satuan tidak > 7,8%.<br />

(B) Jika rata-rata dari harga batas potensi pada Ketentuan potensi masing-masing<br />

monografi > 100,0%<br />

1 Jika harga rata-rata satuan <strong>sediaan</strong> yang diuji 100,0% atau kurang, persyaratan seperti<br />

yang tertera pada (A)<br />

2 Jika rata-rata satuan ≥rata-rata batas, persyaratan seperti (A), hanya kata2 ”yang<br />

tertera di etiket” diganti jadi ”seperti tertera pada etiket dikalikan dengan rata-rata<br />

harga batas yang tertera pada ketentuan potensi dalam monografi dibagi dengan 100”<br />

3 Jika rata-rata satuan terletak di antara 100% dan rata-rata harga batas yang tertera pada<br />

ketentuan potensi seperti pada (A), kecuali bahwa kata-kata ”yang tertera di etiket”<br />

diganti jadi ”seperti tertera pada etiket dikalikan dengan harga rata-rata satuan <strong>sediaan</strong><br />

yang diuji (dinyatakan sbg % yang tertera pada etiket) dibagi dengan 100”<br />

EVALUASI BIOLOGI<br />

1. UJI EFEKTIVITAS PENGAWET ANTI MIKROBA (FI IV, hal. 854-855)<br />

Tujuan: Menunjukan efektivitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada <strong>sediaan</strong><br />

dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa air seperti produk-produk<br />

parenteral, telinga, hidung, dan mata yang dicantumkan pada etiket produk yang<br />

46


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

bersangkutan.<br />

Cara Pengerjaan: Jika wadah <strong>sediaan</strong> dapat ditembus secara aseptik<br />

menggunakan jarum suntik melalui sumbat karet, lakukan pengujian pada 5<br />

wadah asli <strong>sediaan</strong>. Jika wadah <strong>sediaan</strong> tidak dapat ditembus secara aseptik,<br />

pindahkan 20 ml sampel ke dalam masing-masing 5 tabung bakteriologik<br />

tertutup, berukuran sesuai dan steril. Inokulasi masing-masing wadah atau<br />

tabung dengan salah satu mikroba baku, menggunakan perbandingan 0,10 ml<br />

inokula setara dengan 20 ml <strong>sediaan</strong>, dan campur. Mikroba uji dengan jumlah<br />

yang sesuai harus ditambahkan sedemikian rupa hingga jumlah mikroba di<br />

dalam <strong>sediaan</strong> uji segera setelah inokulasi adalah antara 100.000 dan 1.000.000<br />

per ml. Tetapkan jumlah mikroba viabel di dalam tiap suspensi inokula, dan<br />

hitung angka awal mikroba tiap ml <strong>sediaan</strong> yang diuji dengan metode lempeng.<br />

Inkubasi wadah atau tabung yang telah diinokulasi pada suhu 20-25º. Amati<br />

wadah atau tabung pada hari ke-7, 14, 21, dan 28 setelah inokulasi. Cata tiap<br />

perubahan yang terlihat dan tetapkan jumlah mikroba viabel pada selang waktu<br />

tersebut dengan metode lempeng. Dengan menggunakan bilangan <strong>teori</strong>tis<br />

mikroba pada awal pengujian, hitung perubahan kadar dalam persen tiap<br />

mikroba selama pengujian. Penafsiran hasil suatu pengawet dinyatakan efektif<br />

dalam contoh yang diuji jika:<br />

a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak > 0,1 % dari jumlah<br />

awal.<br />

b. Jumlah kapang atau khamir viabel selama 14 hari adalah tetap atau kurang dari<br />

jumlah awal.<br />

c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau<br />

< bilangan yang disebut pada a dan b.<br />

2. UJI KANDUNGAN ZAT ANTIMIKROBA (FI IV HAL 939-942)<br />

Tujuan: untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang ada tetapi tidak lebih dari<br />

20% dari jumlah yang tertera pada etiket.Cara Pengerjaan:<br />

Benzil Alkohol<br />

Larutan Baku internal Larutkan lebih kurang 380 mg fenol P dalam 10 ml metanol P<br />

dalam labu tentukur 200-ml, tambahkan air sampai tanda.<br />

Larutan baku Timbang saksama lebih kurang 180 mg benzil alkohol P, larutkan<br />

dalam 20,0 ml metanol P dalam labu tentukur 100-ml. Tambahkan Larutan baku<br />

internal sampai tanda.<br />

Prosedur Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 5 µl) Larutan<br />

baku dan larutan uji, gunakan parameter operasional kromatograf gas seperti yang<br />

tertera pada Tabel Parameter Operasional Kromatografi Gas (lihat FI IV hal. 940).<br />

Ukur luas puncak benzil alkohol dan fenol Larutan baku, tandai masing-masing dengan<br />

P1 dan P2, dan luas puncak p1 dan p2 dari Larutan uji. Hitng jumlah dalam mg C7H8O, per ml zat<br />

uji yang digunakan dengan rumus<br />

C adalah kadar benzil alkohol dalam mg per ml Larutan baku,<br />

V adalah volume zat uji dalam ml tiap 100 ml Larutan uji.<br />

47


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

Klorobutanol<br />

Larutan baku internal Larutkan lebih kurang 140 mg benzaldehida P dalam 10 ml metanol P<br />

dalam labu tentukur 100-ml, goyang sampai larut, dan encerkan dengan air sampai tanda.<br />

Larutan baku Timbang saksama lebih kurang 125 mg klorobutanol P, masukkan ke dalam<br />

labu tentukur 25-ml. Tambahkan 2 ml metanol P, goyang sampai larut. Encerkan dengan air<br />

sampai tanda. Pipet 5 ml larutan ini dan 5,0 ml Larutan baku internal, masukkan ke dalam labu<br />

tentukur 25ml, campur hingga kadar klorobutanol lebih kurang 2,5 mg per ml.<br />

Larutan uji Ukur saksama sejumlah volume zat uji, jika perlu encerkan dengan metanol P<br />

hingga mengandung klorobutanol tidak lebih dari 5,0 mg per ml. Campur 3,0 ml larutan ini<br />

dengan 3,0 ml Larutan baku internal.<br />

Sistem kromatografi Lakukan seperti yang tertera pada Kromatografi [Catatan Lihat<br />

Tabel Parameter Operasional Kromatografi Gas]. Pertahankan suhu injektor dan detektor<br />

masing-masing pada suhu 180 o dan 220 o. Lakukan kromatografi terhadap Larutan baku,<br />

rekam respons puncak seperti yang tertera pada Prosedur: resolusi, R, antara puncak<br />

benzaldehida dan klorobutanol tidak kurang dari 2,0 dan simpangan baku relatif pada<br />

penyuntikan ulang tidak lebih dari 2,0 %.<br />

Prosedur Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 1 µl) Larutan<br />

baku dan Larutan uji ke dalam kromatograf, ukur respons puncak utama. Waktu retensi<br />

relatif benzaldehida dan klorobutanol masing-masing lebih kurang 0,8 dan 1,0. Hitung<br />

jumlah dalam mg C4H7Cl3O, per ml zat uji yang digunakan dengan rumus :<br />

C adalah kadar klorobutanol dihitung terhadap zat anhidrat dalam mg per ml Larutan baku ; L<br />

adalah jumlah klorobutanol yang tertera pada etiket dalam mg per ml zat uji; D adalah kadar<br />

klorobutanol dalam mg per ml Larutan uji dihitung terhadap volume zat uji yang telah<br />

diencerkan; Ru dan Rs berturut-turut adalah perbandingan puncak klorobutanol dan benzaldehida<br />

dalam Larutan uji dan Larutan baku.<br />

Fenol<br />

Larutan baku internal Pipet 1 ml benzil alkohol P, masukkan ke dalam labu tentukur 500-<br />

ml,tambahkan metanol P sampai tanda.<br />

Larutan baku Timbang saksama lebih kurang 75 mg fenol P, larutkan dalam 7,5 ml metanol<br />

P dalam labu tentukur 100-ml. Tambahkan 20,0 ml Larutan baku internal dan tambahkan air<br />

sampai tanda.<br />

Prosedur Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 3 µl)<br />

Larutan baku dan Larutan uji gunakan parameter operasional kromatograf gas seperti<br />

yang tertera pada Tabel Operasional Kromatografi Gas (lihat FI IV hal 940). Ukur<br />

luas puncak fenol dan benzil alkohol dari Larutan baku, tandai masing-masing<br />

dengan P1 dan P2, dan puncak P1 dan P2 dari Larutan uji. Hitung jumlah dalam mg<br />

C6H6O, dalam per ml zat uji yang digunakan dengan rumus<br />

C adalah kadar fenol dalam mg per ml Larutan baku; V adalah volume zat uji dalam ml per 100<br />

ml Larutan uji.<br />

Metilparaben dan Propilparaben<br />

Larutan baku internal Timbang lebih kurang 200 mg benzofenon P, masukkan ke dalam labu<br />

48


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

tentukur 250-ml, tambahkan eter P sampai tanda.<br />

Larutan baku Timbang saksama masing-masing 100 mg metilparaben P dan 10 mg<br />

propilparaben P, masukkan ke dalam labu tentukur 200-ml, tambahkan Larutan baku internal<br />

sampai tanda. Pipet 10 ml larutan ini, masukkan ke dalam labu Erlenmeyer 25 ml dan lanjutkan<br />

seperti yang tertera pada Larutan uji, mulai dari ”Tambahkan 3 ml piridina P......”<br />

Larutan uji Pipet 10 ml zat uji dan 10 ml Larutan baku internal, masukkan ke dalam corong<br />

pisah kecil. Kocok kuat-kuat, biarkan lapisan memisah, dan pindahkan lapisan eter ke dalam<br />

labu kecil melalui corong yang berisi natrium sulfat anhidrat P. Ekstraksi lapisan air 2 kali,<br />

tiap kali dengan 10 ml eter P, saring ekstrak melalui natrium sulfat anhidrat P. Uapkan<br />

kumpulan ekstrak dengan aliran udara kering hingga volume lebih kurang 10 ml, dan masukkan<br />

residu ke dalam labu Erlenmeyer 25 ml. Tambahkan 3 ml piridina P, uapkan eter hingga<br />

sempurna dan didihkan di atas lempeng panas hingga volume lebih kurang 1 ml. Dinginkan,<br />

dan tambahakn 1 ml zat sililasi yang sesuai, seperti heksametildisilzana P yang sebelumnya<br />

telah ditambahkan trimetilklorosilana P, bis(trimetilsilin)asetamida P, atau<br />

bis(trimetilsilin)trifluoroasetamida P. Campur, dan biarkan tidak kurang dari 15 menit.<br />

Prosedur Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 2 μl) larutan baku<br />

dan larutan uji masing-masing yang telah disilanisasi, gunakan parameter operasional<br />

kromatografi gas seperti yang tertera pada tabel (lihat hal 940). Ukur luas puncak metil<br />

paraben, propil paraben dan benzofenon larutan baku, tandai masing-masing dengan P1, P2,<br />

dan P3 dan luas puncak p1, p2, dan p3 dari larutan uji. Hitung jumlah dalam mikroba C3H8O3,<br />

per ml zat uji dengan rumus:<br />

Lihat rumus hal 941<br />

C M adalah kadar metil paraben dalam μg/ml larutan baku; V adalah volume zat uji dalam ml.<br />

Dengan cara yang sama, hitung jumlah dalam μg propil paraben, C10H12O3, per ml zat uji<br />

dengan rumus<br />

Lihat rumus hal 941<br />

C p adalah kadar propil paraben dalam μg/ml larutan baku. Etil paraben dan butil paraben dapat<br />

ditetapkan dengan cara yang sama.<br />

3. UJI STERILITAS (FI IV hal.855-863)<br />

Tujuan: menetapkan apakah bahan Farmakope yang harus steril memenuhi persyaratan<br />

berkenaan dengan uji sterilitas yang tertera pada masing-masing monografi.<br />

Cara Pengerjaan:<br />

Uji Fertilitas<br />

Tetapkan sterilitas tiap lot media dengan menginkubasi sejumlah wadah yang mewakili, pada suhu<br />

dan selama waktu yang tertera pada uji.<br />

Lakukan uji fertilitas tiap lot media dari tiap otoklaf dengan menginokulasi duplo wadah tiap media<br />

secara terpisah dengan 10 hingga 100 mikroba viabel dari tiap galur yang tertera dalam tabel<br />

berikut, dan inkubasi pada kondisi yang sesuai.<br />

Media Mikroba Uji Inkubasi<br />

Suhu (°) kondisi<br />

Tioglikolat Cair (1)Bacilis subtilis (ATCC 6633)*<br />

(2)Candida albicans (ATCC 10232) 30-35 Aerobik<br />

(3)Bacteroides vulgatus (ATCC 5482)**<br />

Tioglikolat alternatif (1)Bacteroides vulgatus (ATCC 5482)** 30-35 Anaerobik<br />

Soybean-Casein Digest (1)Bacilis subtilis (ATCC 6633)*<br />

(2)Candida albicans (ATCC 10232)<br />

20-25 Aerobik<br />

Media uji memenuhi syarat jika terjadi pertumbuhan yang nyata dalam semua wadah<br />

media yang diinokulasi dalam kurun waktu 7 hari. Penetapan dapat dilakukan simultan<br />

49


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

dengan media uji untuk pengujian uji sterilitas. Uji sterilitas dinyatakan tidak absah jika<br />

media uji menunjukkan respon pertumbuhan yang tidak memadai.<br />

Bakteriostatik dan Fungistatik<br />

Sebelum melakukan uji sterilitas cara inokulasi langsung terhadap suatu bahan, tetapkan<br />

tingkat aktivitas bakteriostatik dan fungistatik dengan prosedur berikut. Buat pengenceran<br />

bakteri dan jamur tidak kurang dari galur mikroba seperti yang tertera pada Uji Fertilitas.<br />

Inokulasi media uji sterilitas dengan 10-100 mikroba viabel, gunakan volume seperti dalam<br />

Tabel Jumlah untuk Bahan Cair pada Pemilihan spesimen uji dan masa inkubasi.<br />

Tambahkan sejumlah tertentu bahan ke dalam setengah dari jumlah wadah yang<br />

mengandung inokulum dan media. Inkubasi wadah pada suhu dan kondisi seperti yang<br />

tertera dalam tabel selama tidak kurang dari 7 hari.<br />

Jika pertumbuhan media uji dalam campuran media bahan secara visual sebanding dengan<br />

pertumbuhan dalam tabung kontrol, gunakan jumlah bahan dan media seperti yang tertera<br />

pada Tabel jumlah untuk bahan cair dalam Pemilihan spesimen uji dan masa inkubasi.<br />

Jika bahan yang diuji dengan cara seperti di atas adalah bakteriostatik dan/atau fungistatik,<br />

gunakan sejumlah zat penetral steril yang sesuai, jika tersedia. Kesesuaian zat penetral<br />

ditetapkan seperti yang tertera pada uji di bawah ini. Jika zat penetral tidak tersedia,<br />

tetapkan jumlah dan media yang sesuai digunakan seperti yang tertera di bawah.<br />

Ulangi pengujian di atas, gunakan sejumlah tertentu bahan dan volume media yang lebih<br />

besar untuk menetapkan perbandingan media dan bahan yang tidak merugikan<br />

pertumbuhan mikroba uji.<br />

Jika sejumlah tertentu bahan dalam 250 ml media masih mempunyai daya bakteriostatik<br />

atau fungistatik, kurangi jumlah bahan hingga diperoleh jumlah maksimum yang tidak<br />

menghambat pertumbuhan mikroba uji dalam 250 ml media. Untuk cairan dan suspensi<br />

yang jumlahnya < 1ml, perbesar jumlah media hingga cukup untuk mengencerkan dan<br />

mencegah hambatan pertumbuhan. Untuk bahan padat yang tidak segera larut atau dapat<br />

terdispersi, jika jumlahnya < 50 mg, perbesar jumlah media hingga cukup untuk<br />

mengencerkan untuk mencegah hambatan pertumbuhan. Dalam tiap kasus, gunakan<br />

perbandingan jumlah bahan dan media yang telah diketahui untuk uji sterilitas.<br />

50


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

Jika digunakan penyaringan membran, buat perbandingan yang sama menggunakan<br />

sejumlah tertentu bahan uji dan cairan pengencer dan pembilas yang sesuai, bilas membran<br />

3 kali, tiap kali dengan 100 ml cairan pengencer dan pembilas. Inokulasikan sejumlah<br />

tertentu mikroba viabel pada cairan pengencer dan pembilas terakhir yang digunakan untuk<br />

menyaring bahan uji dan pada cairan pengencer dan pembilas saja. Pertumbuhan mikroba<br />

uji dari membran yang digunakan untuk menyaring bahan diikuti cairan pengencer dan<br />

pembilas yang telah diinokulasi secara visual sebanding dengan pertumbuhan dari<br />

membran yang hanya digunakan untuk menyaring cairan pengencer dan pembilas yang<br />

telah diinokulasi.<br />

Prosedur pengujian terdiri dari (1) inokulasi langsung ke dalam media uji dan (2) teknik<br />

penyaringan membran. Uji sterilitas untuk bahan Farmakope, jika mungkin mengunakan<br />

penyaringan membran, merupakan metode pilihan. Prosedur ini terutama berguna untuk<br />

cairan dan serbuk yang dapat larut yang bersifat bakteriostatik atau fungistatik, untuk<br />

memisahkan mikroba kontaminan dari penghambat pertumbuhan. Prosedur harus<br />

divalidasi untuk penggunaan tersebut. Dengan alasan yang sama cara ini berguna untuk<br />

bahan seperti minyak, salep atau krim yang dapat melarut ke dalam larutan pengencer<br />

bukan bakteriostatik atau bukan fungistatik. Penggunaannya juga sesuai untuk uji sterilitas<br />

cairan atau serbuk dapat larut bukan bakteriostatik atau bukan fungistatik. Teknik<br />

penyaringan membran dapat juga digunakan untuk uji sterilitas permukaan atau lumen<br />

kritis alat-alat kesehatan.<br />

Penafsiran Hasil Uji Sterilitas<br />

TAHAP PERTAMA Pada interval waktu tertentu dan pada akhir periode inkubasi, amati<br />

isi semua wadah akan adanya pertumbuhan mikroba seperti kekeruhan dan/atau<br />

pertumbuhan pada permukaan. Jika tidak terjadi pertumbuhan, maka bahan uji memenuhi<br />

syarat.<br />

Jika ditemukan pertumbuhan mikroba tetapi peninjauan dalam pemantauan fasilitas<br />

pengujian sterilitas, bahan yang digunakan, prosedur pengujian dan kontrol negatif<br />

menunjukan tidak memadai atau teknik aseptik yang salah digunakan dalam pengujian,<br />

tahap pertama dinyatakan tidak absah dan dapat diulang.<br />

Jika pertumbuhan mikroba teramati tetapi tidak terbukti uji tahap pertama tidak absah,<br />

lakukan tahap ke dua.<br />

TAHAP KEDUA Jumlah spesimen uji yang diseleksi minimum dua kali jumlah Tahap<br />

pertama. Volume minimum tiap spesimen yang diuji dan media dan periode inkubasi sama<br />

sepeti yang tertera pada Tahap pertama. Jika tidak ditemukan pertumbuhan mikroba,<br />

bahan yang diuji memenuhi syarat. Jika ditemukan pertumbuhan, hasil yang diperoleh<br />

membuktikan bahwa bahan uji tidak memenuhi syarat. Jika dapat dibuktikan bahwa uji<br />

pada Tahap kedua tidak absah karena kesalahan atau teknik aseptik yang tidak memadai,<br />

maka Tahap kedua dapat diulang.<br />

(Catatan: Jika pengujian sterilitas digunakan sebagai bagian penilaian terhadap<br />

produksi lot atau bets atau serentak sebagai satu kriteria pengawasan mutu untuk<br />

melepaskan lot atau bets, seperti yang tertera pada Sterilitas dan Jaminan Sterilitas<br />

Bahan Kompendia .)<br />

4. UJI PIROGEN (FI IV, hal. 908)<br />

Tujuan: untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat diterima oleh<br />

pasien pada pemberian <strong>sediaan</strong> injeksi<br />

51


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

Cara Pengerjaan:<br />

Lakukan pengujian dalam ruang terpisah yang khusus untuk uji pirogen dan dengan<br />

kondisi lingkungan ynag sama dengan ruang pemeliharaan, bebas dari keributan yang<br />

menyebabkan kegelisahan. Kelinci tidak diberi makan selama waktu pengujian. Apabila<br />

pengujian menggunakan termistor, masukkan kelinci ke dalam kotak penyekap sedemikian<br />

rupa sehingga kelinci tertahan dengan letak leher yang longgar sehingga dapat duduk<br />

dengan bebas. Tidak lebih dari 30 menit sebelum penyuntikan larutan uji, tentukan ”suhu<br />

awal” masing-masing kelinci yang merupakan dasar untuk menentukan kenaikan suhu.<br />

Beda suhu tiap kelinci tidak boleh lebih dari 1 o dan suhu awal setiap kelinci tidak boleh ><br />

39,8 o.<br />

Kecuali dinyatakan lain pada masing-masing monografi, suntikan 10 ml per kg bobot<br />

badan, melalui vena tepi telinga 3 ekor kelinci dan penyuntikan dilakukan dalam waktu 10<br />

menit. Larutan uji berupa <strong>sediaan</strong> yang bila perlu dikonstitusi seperti yang tertera pada<br />

etiket maupun bahan uji yang diperlakukan seperti yang tertera pada masing-masing<br />

monografi dan disuntikan dengan dosis seperti yang tertera. Untuk uji pirogen alat atau<br />

perangkat injeksi, gunakan sebagai larutan uji hasil cucian atau bilasan dari permukaan alat<br />

yang berhubungan langsung dengan <strong>sediaan</strong> parenteral, tempat penyuntikan atau jaringan<br />

tubuh pasien. Semua larutan harus bebas dari kontaminasi. Hangatkan larutan pada suhu<br />

37±2º sebelum penyuntikan. Rekam suhu berturut-turut antara jam ke-1 dan ke-3 setelah<br />

penyuntikan dengan selang waktu 30 menit.<br />

Penafsiran hasil Setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi syarat apabila<br />

tak seekor kelinci pun menunjukan kenaikan suhu 0,5º atau lebih lanjutkan pengujian<br />

dengan mengunakan 5 ekor kelinci. Jika tidak lebih dari 3 ekor dari 8 ekor kelinci masingmasing<br />

menunjukan kenaikan suhu 0,5º atau lebih dan jumlah kenaikan suhu maksimum 8<br />

ekor kelinci dan tidak > 3,3º <strong>sediaan</strong> dinyatakan memenuhi syarat bebas pirogen.<br />

5. PENETAPAN POTENSI ANTIBIOTIKA (untuk zat aktif antibiotik) (FI IV ,<br />

hlm. 891-899)<br />

Tujuan: untuk mengetahui aktivitas (potensi) antibiotik<br />

Metode : lempeng silinder atau atau "lempeng" dan "tabung" atau turbidimetri.<br />

Prinsip: Metode lempeng silinder berdasarkan difusi antibiotik dari silinder yang dipasang<br />

tegak lurus pada lapisan agar padat dalam cawan Petri atau lempeng, sehingga mikroba<br />

yang ditambahkan dihambat pertumbuhannya pada daerah berupa lingkaran atau "zona" di<br />

sekeliling silinder yang berisi larutan antibiotik. Metode turbidimetri berdasarkan atas<br />

hambatan pertumbuhan biakan mikroba dalam larutan serba sama antibiotik, dalam media<br />

cair yang dapat menumbuhkan mikroba dengan cepat bila tidak terdapat antibiotik.<br />

6. UJI ENDOTOKSIN BAKTERI (FI IV , hlm. 905-907)<br />

Tujuan : untuk memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang mungkin ada didalam atau<br />

pada bahan uji.<br />

Prinsip : pengujian dilakukan menggunakan "Limulus Amebocyte Lysate" (LAL), deteksi<br />

dilakukan dengan metode turbidimetri atau kolorimetri, penetapan titik akhir reaksi<br />

dilakukan dengan membandingkan langsung enceran dari zat uji dengan enceran<br />

endotoksin baku, dan jumlah endotoksin dinyatakan dalam unit Endotoksin (UE).<br />

Sebelumnya dilakukan persiapan :<br />

uji konfirmasi kepekaan pereaksi LAL<br />

uji penghambatan atau pemacuan<br />

pengenceran maksimum yang absah (PMA)<br />

52


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

STERIL<br />

(untuk bentuk <strong>sediaan</strong> yang direkonsitusi atau <strong>sediaan</strong> yang diencerkan) Penafsiran<br />

hasil : dari masing-masing zat aktif X<br />

53


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />

steril<br />

INFUS<br />

(Re-New by: Kalman)<br />

I. PENDAHULUAN<br />

Sediaan parenteral volume besar : <strong>sediaan</strong> cair steril mengandung obat yg dikemas dalam wadah<br />

minimal 100 ml atau lebih dan ditujukan untuk manusia (Diktat Steril,176). Atau larutan produk obat<br />

yang disterilisasi akhir dan dikemas dalam wadah dosis tunggal dengan kapasitas 100 ml atau lebih<br />

dan ditujukan untuk manusia. Parenteral volume besar meliputi infus intravena, larutan irigasi, larutan<br />

dialisis peritonal & blood collecting units with antikoagulant (Lachman Parenteral vol 1 hal 249)<br />

Berdasarkan cara pemberiannya, <strong>sediaan</strong> parenteral volume besar terbagi menjadi 2 macam, yaitu :<br />

1. Secara intravena (Turco hal 163 ) : = infus intravena = venoclysis<br />

2. Non intravena (Turco hal 177) :<br />

a. Larutan dialisis (misal: untuk cuci darah karena keracunan dan transplantasi ginjal), contoh :<br />

Peritoneal Dialysis Solution (Turco,180), Hemodialysis (Turco, 181)<br />

b. Larutan irigasi (misal untuk cuci luka), contoh : Surgical Irrigating Solution (Splash Solution)<br />

= Sodium Chloride for Irrigation (Turco, 178), Urologic Irrigation Solution (Turco, 179),<br />

Glycine Solution (Turco, 179), Sorbitol Solution (Turco, 180), Urologic Solution G / Suby’s<br />

Solution (Turco, 180).<br />

Rute pemakaian secara intravena diindikasikan untuk keadaan : (The Pharmaceutical Codex, ed.12 hal<br />

415)<br />

1. Obat tidak dapat diabsorpsi secara oral<br />

2. Terjadinya absorpsi yang tidak teratur setelah penyuntikan secara intramuskular<br />

3. Obat menjadi tidak aktif dalam saluran pencernaan<br />

4. Perlunya respon yang cepat<br />

5. Pasien tidak dapat mentoleransi obat atau cairan secara oral.<br />

6. Rute pemberian secara intramuskular atau subkutan tidak praktis<br />

7. Obat harus terencerkan secara baik atau diperlukannya cairan pembawa<br />

8. Obat mempunyai waktu paruh yang sangat pendek dan harus diinfus secara terus menerus<br />

9. Diperlukan perbaikan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit<br />

10. Obat hanya bersifat aktif oleh pemberian secara intravena<br />

Keuntungan pemberian secara intravena (Ansel, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, hal 401-402)<br />

1. Dapat digunakan untuk pemberian obat agar bekerja cepat, seperti pada keadaan gawat.<br />

2. Dapat digunakan untuk penderita yang tidak dapat diajak bekerja sama dengan baik, tidak sadar,<br />

tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui oral.<br />

3. Pelepasan obat ke dalam darah dapat diatur.<br />

Di samping keuntungan-keuntungan dari pemberian secara intravena, terdapat pula kemungkinan<br />

terjadinya komplikasi seperti : (The Pharmaceutical Codex, ed.12 hal 415)<br />

1. Emboli udara (gumpalan udara pada pembuluh darah)<br />

2. Inkompatibilitas obat (bisa sebelum dan setelah penyuntikan)<br />

3. Hipersensitivitas<br />

4. Infiltrasi atau ekstravasasi (rasa nyeri pada daerah sekitar)<br />

5. Sepsis (infeksi bakteri sistemik)<br />

6. Thrombosis atau phlebitis (terbentuknya trombus akibat rangsang tusukan jarum pada dinding<br />

vena, Ansel, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, hal 401)<br />

• Kerugian yg lain:<br />

• Pemakaian <strong>sediaan</strong> lebih sulit dan lebih tidak disukai oleh pasien .<br />

• Obat yang telah diberikan secara intravena tidak dapat ditarik lagi. (Ansel, Pengantar Bentuk<br />

Sediaan Farmasi, hal 401)<br />

• Lebih mahal daripada bentuk <strong>sediaan</strong> non sterilnya karena lebih ketatnya persyaratan yang<br />

harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis bebas partikel).<br />

A. DEFINISI<br />

• FI IV hal 10<br />

51


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />

steril<br />

Larutan intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas<br />

dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 ml.<br />

• BP 2002, hal 1889<br />

Infus merupakan <strong>sediaan</strong> steril, berupa larutan atau emulsi dengan air sebagai fase kontinu;<br />

biasanya dibuat isotonis dengan darah. Prinsipnya infus dimaksudkan untuk pemberian dalam<br />

volume yang besar. Infus tidak mengandung tambahan berupa pengawet antimikroba.<br />

Larutan untuk infus, diperiksa secara visible pada kondisi yang sesuai, adalah jernih dan<br />

praktis bebas partikel-partikel. Emulsi pada infus tidak menujukkan adanya pemisahan fase.<br />

• Turco hal 163<br />

Larutan intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas<br />

dalam wadah bertanda volume 100 ml atau lebih. Sediaan ini dapat dikemas dalam wadah<br />

yang dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dikosongkan secara cepat dan dapat<br />

mengandung volume lebih dari 1000 ml. Sediaan ini dikemas dalam unit dosis tunggal, dalam<br />

wadah gelas atau plastik yang sesuai, harus steril, bebas pirogen dan bebas bahan partikulat.<br />

Karena diberikan dalam volume besar, maka tidak ditambahkan bakteriostatik untuk<br />

mencegah keracunan yang dapat dihasilkan dari jumlah total bakteriostatik yang dikandung.<br />

• Repetitorium Teknologi Farmasi Sediaan Farmasi hal 23<br />

Infus adalah larutan dalam jumlah besar (terhitung mulai 50 ml) yang diberikan melalui<br />

intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok. Harus steril dan bebas<br />

pirogen, sebaiknya isotoni dan isohidri, tetapi larutan dengan pH 4,0-7,5 masih bisa diterima.<br />

• RPS ed 21 vol 1 hal 837<br />

Injeksi volume besar yang ditujukan untuk pemberian melalui infus intravena , biasa disebut<br />

cairan intravena dan termasuk golongan produk steril parenteral volume besar yang<br />

merupakan injeksi dosis tunggal dengan volume 100 ml atau lebih dan tidak mengandung zat<br />

tambahan cairan intravena, dikemas dalam wadah dengan kapasitas antara 100-1000 ml.<br />

B. FAKTOR-FAKTOR PENTING<br />

1. Persyaratan Infus Intravena<br />

a. Sediaan steril (FI 4 855)<br />

Injeksi harus memenuhi syarat Uji Sterilitas yang tertera pada Uji Keamanan Hayati.<br />

b. Bebas pirogen (FI 4, 908)<br />

Untuk <strong>sediaan</strong> lebih dari 10 ml, memenuhi syarat Uji Pirogenitas yang tertera pada Uji<br />

Keamanan Hayati.<br />

c. Isotonis<br />

d. Isohidris<br />

e. Larutan untuk infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel<br />

f. Infus intravena tidak mengandung bakterisida dan zat dapar<br />

g. Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal.<br />

h. Volume netto / volume terukur tidak kurang dari nilai nominal<br />

i. Penandaan : (FI Ed. IV hal 1020)<br />

Etiket pada larutan yang diberikan secara intra vena untuk melengkapi cairan, makanan<br />

bergizi, atau elektrolit dan injeksi manitol sebagai diuretika osmotik, disyaratkan untuk<br />

mencantumkan kadar osmolarnya.<br />

Jika keterangan mengenai osmolalitas diperlukan dlm monografi masing-masing, pada etiket<br />

hendaknya disebutkan kadar osmolar total dlm miliosmol per liter.<br />

j. Infus emulsi dibuat dengan air sebagai fase luar, diameter fase dalam tidak lebih dari 1 μm<br />

misal TPN (M/A)<br />

k. Emulsi untuk infus intravena setelah dikocok harus homogen dan tidak menunjukkan<br />

pemisahan fase, diameter globul fase terdispersi untuk infus intravena harus dinyatakan<br />

l. Memenuhi syarat penetapan volume injeksi dalam wadah. Kecuali dinyatakan lain, syarat<br />

injeksi meliputi (FI 4,1044):<br />

• Keseragaman volume.<br />

52


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />

steril<br />

Catatan<br />

Volume isi netto tiap wadah harus sedikit berlebih dari volume yang ditetapkan.<br />

Kelebihan volume yang dianjurkan tertera dalam daftar di bawah ini,<br />

Volume tambahan yang dianjurkan<br />

Volume pada etiket<br />

Untuk cairan<br />

Untuk cairan encer<br />

kental<br />

0,5 ml 0,1 ml 0,12 ml<br />

1 ml 0,1 ml 0,15 ml<br />

2 ml 0,15 ml 0,25 ml<br />

5 ml 0,3 ml 0,5 ml<br />

10 ml 0,5 ml 0,7 ml<br />

20 ml 0,6 ml 0,9 ml<br />

30 ml 0,8 ml 1,2 ml<br />

50 ml atau lebih 2% 3%<br />

Sediaan parenteral volume besar harus steril dan bebas pirogen karena (Diktat Kuliah, 186) :<br />

- Sediaan diinjeksikan langsung pada aliran darah (infus intravena)<br />

- Sediaan ditumpahkan pada tubuh dan daerah gigi (larutan irigasi)<br />

- Sediaan langsung berhubungan dengan darah (hemofiltrasi)<br />

- Sediaan langsung ke dalam tubuh (dialisa peritoneal)<br />

2. Karakteristik Cairan Infus (The Pharmaceutical Codex, ed.12 hal 427)<br />

Karakteristik fisikokimia larutan infus intravena yang paling umum digunakan dan relevan secara<br />

klinik adh parameter aktivitas osmotik yg dinyatakan dalam terminologi osmolalitas (jumlah<br />

osmol zat terlarut per kg pelarut), osmolaritas (jumlah osmol zat terlarut perliter larutan), dan<br />

isotonisitas. Konsentrasi zat terlarut biasa dinyatakan dalam osmol atau miliosmol. Osmolalitas<br />

larutan adalah jumlah osmol zat terlarut per kilogram pelarut (mosmol/kg), sedangkan osmolaritas<br />

larutan adalah jumlah osmol zat terlarut per liter larutan (mosmol/liter). Osmolalitas kurang lebih<br />

sama dgnosmolaritas pada larutan encer tapi tidak pada larutan pekat. Osmolalitas normal plasma<br />

280-295 mosmol/kg.<br />

3. Aspek Klinik (The Pharmaceutical Codex, ed.12 hal 429-430)<br />

Osmolalitas dan tonisitas sangat penting dalam terapi infus secara intravena. Infus isotonik<br />

termasuk diantaranya larutan NaCl 0,9%, glukosa 5,5 %, dan campuran NaCl 0,18% dan glukosa<br />

4%. Larutan-larutan ini ideal untuk pemberian perifer, walaupun pemberian berlebih infus<br />

isoosmotik NaCl 0,9% dapat menyebabkan peningkatan volume carian ekstraseluler yang dapat<br />

menyebabkan berlebihnya cairan dalam sistem sirkulasi terutama pada pasien manula dan anak<br />

kecil. Larutan hipotonis bervolume besar untuk penggunaan parenteral biasa disesuaikan atau<br />

diatur tonisitasnya dengan penambahan NaCl atau glukosa agar diperoleh larutan isotonis. Ada<br />

beberapa kekecualian, misalnya penggunaan larutan NaCl 0,45% (154 mosmol) yang digunakan<br />

untuk penanganan dehidarasi khususnya pada pasien diabetes.<br />

4. Perbedaan infus dan injeksi<br />

(Benny Logawa hlm 23, Di TS 2005 ditulis pustakanya:Wattimena, Dasar-Dasar Pembuatan dan<br />

Resep-Resep Obat suntik, Hal 103 tp buku ini sdh tdk ada di perpus Dep.FA)<br />

No Kriteria Injeksi Infus<br />

1 Pemberian Terapi melalui suntikan Pengganti cairan plasma,<br />

elektrolit, darah, dll,<br />

Memberi tambahan kalori<br />

2 Metode pemberian Suntikan Tetesan<br />

3 Alat Alat suntik Peralatan infus<br />

4 Volume<br />

Maks 20-30 ml (lazim 10 ml) Bisa sampai beberapa liter<br />

pemberian<br />

5 Lama pemberian Maks 15-20 menit (lazim 1<br />

menit)<br />

Bisa beberapa jam<br />

53


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />

steril<br />

6 Pembawa Air, gliserin, propilenglikol, Air<br />

minyak lemak, etil oleat, dll<br />

7 Isohidris Bila memungkinkan baru diperlukan<br />

dilakukan<br />

8 Isotonis Bila memungkinkan baru Mutlak perlu<br />

dilakukan<br />

9 Tekanan osmotik Tidak penting artinya Penting (terutama untuk<br />

larutan yang mengandung<br />

molekul koloid seperti<br />

dekstran, gelatin, PVP, dll<br />

10 Isoioni Tidak penting Pada beberapa infus harus<br />

diperhatikan<br />

11 Bebas pirogen Tidak ditekankan kecuali jika 1 Mutlak perlu<br />

kali suntik lebih dari 10 ml<br />

FI III: berlaku untuk injeksi<br />

dengan pembawa air<br />

12 Wadah Ampul, vial Botol infus/flakon<br />

13 Larutan Dapar BOLEH menggunakan dapar TIDAK BOLEH<br />

menggunakan dapar<br />

Catatan:<br />

Jika pH stabilitas <strong>sediaan</strong> menyimpang jauh dari pH darah (± 7,4) penggunaan dapar tidak dianjurkan<br />

karena cairan tubuh memiliki kapasitas dapar yang besar untuk suntikan IV volume besar (infus)<br />

C. BERBAGAI TUJUAN&PENGGUNAAN<br />

1. Kegunaan Cairan Intravena. Larutan <strong>sediaan</strong> parentral volum besar digunakan utk: (Ansel, 448)<br />

a. Terapi pemeliharaan<br />

Bila penderita tidak dapat menerima nutrisi atau cairan lewat mulut untuk masa yang agak<br />

lebih lama (3-6 hari) maka dapat digunakan larutan yang mengandung kalori tinggi.<br />

Bila penderita dirawat dengan diberi cairan parenteral hanya untuk beberapa hari, maka<br />

digunakan larutan sederhana yang mengandung air dan dextrosa secukupnya. Pada keadaan<br />

dimana pemberian makanan lewat mulut harus tertunda untuk beberapa minggu atau lebih<br />

lama, nutrisi lengkap parenteral harus diberikan. Yang termasuk dalam larutan ini adalah<br />

protein hidrolisat, karbohidrat, vitamin, mineral, elektrolit dan air yang cukup.<br />

b. Terapi pengganti<br />

Pd keadaan tjd kehilangan byk air&elektrolit spt diare berat/muntah, mula-mula dpt diberikan<br />

larutan parenteral dlm jumlah yg lebih besar dr yg lazim kmd diberikan terapi pengganti.<br />

c. Kebutuhan air<br />

Terapi pengganti air untuk orang dewasa, dibutuhkan 70 ml air per kg/hari disamping<br />

kebutuhan air untuk pemeliharaan. Karena pemberian air secara intravena dapat menyebabkan<br />

hemolisis osmotik sel darah merah, dan karena penderita yang menerima air umumnya<br />

memerlukan nutrisi atau elektrolit, maka pemberian air secara parenteral umumnya sebagai<br />

larutan yang mengandung dextrosa atau elektrolit sehingga larutan mempunyai tonisitas yang<br />

cukup untuk mencegah sel darah merah pecah.<br />

d. Kebutuhan elektrolit<br />

Kebutuhan kalium setiap harinya adalah kurang lebih 100 mEq dan kehilangan kalium setiap<br />

harinya kurang lebih 40 mEq, sehingga pada terapi pengganti, harus paling sedikit dikandung<br />

40 mEq ditambah sejumlah yang dibutuhkan untuk pengganti kehilangan tambahan. Natrium<br />

kation merupakan kation utama ekstrasel. Kebutuhan Na rata-rata 135-170 mEq (8-10 gr<br />

NaCl). Tubuh dapat menahan natrium bila ion ini hilang atau jumlahnya kurang dalam<br />

makanan. Bila terjadi kehilangan natrium, pemberian 3-5 gr NaCl (51-85 mEq) setiap harinya<br />

akan mencegah imbangan negatif natrium. Walaupun elektrolit dan mineral lain seperti<br />

kalsium, Mg, dan besi hilang dari tubuh, tetapi umumnya mineral-mineral tersebut tidak<br />

dibutuhkan selama terapi parenteral jangka pendek.<br />

e. Kebutuhan kalori<br />

54


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />

steril<br />

Umumnya penderita yg memerlukan cairan parenteral diberi dextrosa 5% utk memperkecil<br />

kekurangan kalori yg biasa terjadi pd penderita yg mengalami terapi penggantian atau<br />

pemeliharaan. Penggunaan dextrosa juga mengurangi ketosis & kerusakan protein.<br />

f. Hiperalimentasi parenteral<br />

Merupakan infus yang mengandung sejumlah besar nutrisi dasar yang cukup untuk sintesis<br />

jaringan aktif dan pertumbuhan. Digunakan pada pemberian larutan protein jangka panjang<br />

lewat intravena yang mengandung dextrosa kadar tinggi (kurang lebih 20%), elektrolit,<br />

vitamin, dan pada beberapa keadaan mengandung insulin.<br />

2. Parenteral volume besar telah digunakan untuk: (Lachman, Pharmaceutical Dosage<br />

Form:Parenteral, vol I, 1992, hal 250 ; Diktat Steril, 1994, hal 176)<br />

1) Mensuplai kebutuhan air, elektrolit, dan karbohidrat sederhana yang diperlukan oleh tubuh.<br />

2) Bertindak sebagai pembawa untuk obat-obat yang dapat bercampur dengan larutan infus.<br />

3) Mensuplai kebutuhan nutrisi pada saat bahan makanan tidak dapat diberikan secara oral<br />

(TPN=Total Parenteral Nutrition).<br />

4) Sebagai larutan untuk memperbaiki keseimbangan asam-basa tubuh.<br />

5) Bertindak sebagai cairan pengganti plasma.<br />

6) Meningkatkan diuresis pada saat tubuh banyak menahan cairan.<br />

7) Bertindak sebagai agen dialisis pada pasien penderita gagal ginjal.<br />

3. Cairan intravena biasa digunakan pd kondisi klinik tertentu, a.l: (RPS ed.21, hal 838)<br />

1) Memperbaiki keseimbangan elektrolit<br />

2) Memperbaiki gangguan pada cairan tubuh (pengganti cairan tubuh)<br />

3) Memerlukan nutrisi dasar tubuh<br />

4) Dasar untuk keperluan TPN (Total Parenteral Nutrition)<br />

5) Sebagai pembawa bagi obat-obat lain<br />

D. METODE PEMBERIAN INTRAVENA (Turco hal 193)<br />

1. Macam metode pemberian<br />

Perbedaan metode pemberian dilakukan dengan pertimbangan kecepatan pencapaian kadar obat<br />

dalam darah dan untuk meminimumkan tingkat iritasi yang dapat timbul karena pemberian obat.<br />

• Terapi kontinu<br />

a. Infus intravena, obat dilarutkan dalam cairan infus dan diteteskan perlahan-lahan ke dalam<br />

vena. Dengan metoda ini secara simultan dapat menyempurnakan terapi obat dan cairan,<br />

secara kontinu konsentrasi obat dalam darah konstan.<br />

b. Hook-ups, menggunakan sebuah tabung dengan klem yang menghubungkan dua wadah<br />

cairan infus<br />

• Terapi periodik<br />

a. Metode Piggyback, digunakan dalam pemberian dua macam cairan; jarum infus II<br />

diinjeksikan ke karet pada sistem jarum infus I.<br />

b. Pemberian intravena secara langsung (Direct iv Push/Bolus), larutan obat diinjeksikan<br />

secara langsung ke dalam vena dalam selang waktu yang pendek.<br />

2. Laju pemberian (Turco, hal 203-212) “harus dicantumkan di jurnal bagian farmol”<br />

Laju pemberian yang tepat akan menjamin keamanan dan efektivitas obat hingga menimbulkan<br />

respon yang diinginkan. Sebaliknya, laju pemberian yang tidak tepat akan dapat membahayakan<br />

pasien, antara lain (Turco hal 212) :<br />

a. Respon melambat atau mencapai konsentrasi toksik<br />

b. Meningkatkan kemungkinan flebitis dan tromboflebitis<br />

c. Infiltrasi yang rumit<br />

d. Menyebabkan edema pulmonar yang dapat menyebabkan rusaknya fungsi ginjal dan jantung<br />

e. Menyebabkan speed shock<br />

f. Menimbulkan masalah metabolisme<br />

55


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />

steril<br />

Laju pemberian infus intravena didasarkan pada luas area permukaan tubuh dan usia pasien serta<br />

komposisi cairan. Laju dan volume total pemberian seringkali dibatasi oleh kemampuan pasien<br />

untuk menerima cairan tersebut, misalnya pada kasus gagal ginjal dan hati.<br />

Laju pemberian normal/lazim untuk larutan isotonis dengan viskositas rendah (dextrosa 5%, NaCl<br />

fisiologis, ringer laktat) adalah 125 ml/jam = 1 liter tiap 8 jam atau 2 mL/menit. Larutan sangat<br />

hipertonik seperti larutan hiperalimentasi digunakan dengan kecepatan tidak lebih dari 1 L setiap 8<br />

jam atau 3 L setiap 24 jam. Kecuali pada kasus khusus (kehilangan darah, shock, tujuan anestesi)<br />

laju pemberian dapat 1 liter tiap 1,5 jam = 11 ml/menit.<br />

Laju pemberian infus intravena dapat dinyatakan dalam beberapa cara : 1000 ml tiap 8 jam, 1000<br />

ml pada 50 ml/jam, 30 tetes/menit.<br />

Metode yang paling sederhana adalah dengan bantuan gaya gravitasi, dimana agar cairan<br />

mengalir, wadah harus diletakkan di atas pasien, biasanya digantung ± 3 kaki di atas pasien.<br />

Cairan mulai mengalir apabila penjepit klem dibuka yang diikuti dengan masuknya udara ke<br />

dalam wadah (untuk wadah plastik, agar cairan mengalir, tidak dibutuhkan masuknya udara ke<br />

dalam wadah). Dalam hal ini laju dapat diatur dengan menghitung jumlah tetesan yang masuk ke<br />

dalam drip chamber.<br />

Untuk menentukan laju aliran yang diminta, harus diketahui jumlah tetesan/ml yang dihasilkan<br />

oleh infus administration set.<br />

Misal : diketahui set alat menghasilkan 10 tetes/ml, maka :<br />

• untuk cairan 1000 ml yang diberikan selama 480 menit<br />

Laju = 1000 ml = 2,08ml /mnt x 10 tetes/ml = 20,8 tetes/menit ≈ 21 tetes/mnt<br />

480 menit<br />

• untuk cairan R/ diberikan dengan laju 50 ml/jam<br />

Laju = 50 ml/60 mnt = 0,83 ml/menit x 10 tetes/ml = 8,3 tetes/menit ≈ 8 tetes/mnt<br />

II. FORMULASI<br />

A. FORMULA UMUM<br />

R/ Zat berkhasiat<br />

Zat tambahan (pengisotoni, adjust pH)<br />

Pembawa<br />

B. PREFORMULASI<br />

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan <strong>sediaan</strong> infus parenteral :<br />

(Diktat Kuliah Steril, hal 177-181)<br />

1. Parameter Fisiologi<br />

Beberapa komponen yang menunjang fisiologi tubuh dapat diberikan dalam bentuk <strong>sediaan</strong><br />

parenteral volume besar yaitu air, elektrolit, karbohidrat, asam amino, lipida, vitamin, dan mineral.<br />

Dgn cepatnya komponen penunjang fisiologi tubuh diganti maka kesehatan tubuh akan cepat<br />

tercapai. Berikut ini kebutuhan kation dan anion tubuh:<br />

Elektrolit Intravaskular<br />

(m eq / L)<br />

Interstitial<br />

(m eq / L)<br />

Intraseluler<br />

(m eq / L)<br />

Na + 142 145 10<br />

K + 4 4 160<br />

Ca +2 5 5 2<br />

Mg +2 2 2 26<br />

Cl - 102 115 2<br />

HCO3 - 27 30 8<br />

HPO4 -2 2 2 120<br />

SO4 -2 1 1 20<br />

56


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />

steril<br />

Asam organik 6 7 -<br />

Protein 16 1 48<br />

Tekanan Osmosa/Osmolaritas merupakan faktor fisiologi penting yg berpengaruh pd formulasi.<br />

Tekanan osmosa adl perpindahan pelarut dan zat terlarut melalui membran permeabel yang<br />

memisahkan 2 komponen, dinyatakan dalam osmole per kilogram = osmolarita<br />

Daftar osmolarita beberapa <strong>sediaan</strong> parenteral volume besar yang penting :<br />

Larutan BM Kons (g / l) Jumlah ion mosmole/L Tonisitas<br />

Plasma<br />

NaCl<br />

Dekstrosa<br />

-<br />

58,5<br />

198<br />

-<br />

9<br />

50<br />

200<br />

-<br />

2<br />

-<br />

-<br />

306<br />

308<br />

252<br />

1010<br />

Isotonis<br />

Isotonis<br />

Isotonis<br />

hipertonis<br />

2. Faktor Fisikokimia<br />

a. Kelarutan<br />

Pada umumnya obat-obatan yang digunakan untuk membuat <strong>sediaan</strong> parenteral volume besar<br />

mudah larut, jadi kelarutan tidak menjadi hambatan.<br />

Kelarutan menjadi hal yang harus diperhatikan apabila <strong>sediaan</strong> parenteral volume besar<br />

dipakai sebagai pembawa obat lain, atau terjadinya kristal pd beberapa zat (cth : manitol 13 g<br />

dlm 100 ml air pd suhu


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />

steril<br />

c. Pembawa<br />

Pada <strong>sediaan</strong> parenteral volume besar umumnya digunakan pembawa air tetapi dapat juga<br />

dipakai emulsi lemak intravena yang diberikan sendiri atau dikombinasi dengan asam amino<br />

dan atau dekstrosa asalkan partikel tidak boleh lebih besar dari 0,1 µm.<br />

d. Cahaya dan Suhu<br />

Cahaya dan suhu dapat mempengaruhi kestabilan obat misalnya vitamin harus disimpan<br />

dalam wadah terlindung dari cahaya atau larutan mengandung dekstrosa dengan kadar tinggi<br />

harus terlindung dari suhu yang tinggi.<br />

e. Faktor Kemasan<br />

Bahan pembuat wadah sangat berpengaruh terhadap kestabilan obat parenteral volume besar,<br />

seperti gelas, plastic, dan tutup karet.. Harus diusahakan kemasan tidak mempengaruhi<br />

kestabilan obat untuk <strong>sediaan</strong> parenteral volume besar.<br />

3. Stabilisator pada <strong>sediaan</strong> parenteral volume besar<br />

Bahan penambah seperti dapar antioksidan, komplekson jarang ditambahkan pada <strong>sediaan</strong><br />

parentaral volume besar.<br />

C. PERHITUNGAN DAN CONTOH<br />

(Voigt, Rudolf, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,<br />

1995 : 486-489, Repetorium Benny Logawa hlm 8)<br />

• TONISITAS<br />

Lihat di TS injeksi<br />

• OSMOLARITAS<br />

(FI Ed. IV hal 1020)<br />

Etiket pada larutan yang diberikan secara intra vena untuk melengkapi cairan, makanan bergizi,<br />

atau elektrolit dan injeksi manitol sebagai diuretika osmotik, disyaratkan untuk mencantumkan<br />

kadar osmolarnya.<br />

Keterangan kadar osmolar pada etiket suatu larutan parenteral membantu untuk memberikan<br />

informasi pada dokter apakah larutan tersebut hipo-osmotik, iso-osmotik, atau hiper-osmotik.<br />

Satuan kadar osmolar = miliosmol (disingkat mosmol) zat terlarut per liter larutan<br />

Kadar osmolar ideal dapat ditentukan dengan rumus :<br />

m osmole / liter =<br />

g/liter zat terlarut<br />

BM zat terlarut<br />

x 1000 x jumlah ion<br />

CONTOH PERHITUNGAN<br />

1. Diketahui : Larutan 0,9% NaCl, BM = 58,5<br />

NaCl Na+ + Cl- jumlah ion = 2<br />

M osmolarita NaCl = ?<br />

Jawab :<br />

Larutan 0,9% NaCl = 0,9 g/100 ml = 9 g/L<br />

m osmole/liter =<br />

2. Osmolaritas glukosa anhidrat 5%<br />

5 % glukosa anhidrat = 5 g/100 ml = 50 g/L<br />

BM = 180,2 ; n = 1<br />

mosM/L = 50/180,2 x 1 x 1000<br />

= 277,46 ( isotonis )<br />

9 x 1000 x 2 = 307,7 (isotonis)<br />

58,5<br />

Hubungan Antara Osmolarita Dan Tonisitas<br />

Tonisitas<br />

Osmolarita<br />

(m osmole / liter)<br />

58


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />

steril<br />

> 350 Hipertonis<br />

329-350 Sedikit hipertonis<br />

270-328 Isotonis<br />

250-269 Sedikit Hipotonis<br />

0-249 Hipotonis<br />

Isoosmotik: jika suatu larutan memiliki tekanan osmose sama dengan tekanan osmose serum darah,<br />

maka larutan tersebut dikatakan isoosmotik. (0,9% NaCl memiliki tekanan osmose 0 ,86 atm)<br />

III. METODE DAN PROSEDUR PEMBUATAN<br />

A. METODE STERILISASI<br />

Umumnya infus disterilisasi akhir dengan autoklaf, jika ada bahan tidak tahan suhu autoklaf maka<br />

sterilisasi akhir dengan radiasi gamma (jika tahan radiasi gamma) tetapi bila tidak tahan radiasi<br />

gamma maka sterilisasi akhir dengan filtrasi. Untuk mengurangi bioburden, alat & semua bahan<br />

disterilkan dgn cara sterilisasi yg sesuai dan proses aseptik, baik untuk sterilisasi filtrasi maupun<br />

sterilisasi akhir dengan autoklaf/radiasi gamma.<br />

Teori cara sterilisasi lihat pada cara sterilisasi TS injeksi<br />

*Sterilisasi alat lihat pd jurnal siap salin infus hal atau Benny logawa (buku praktikum) ed.2 hal 44<br />

B. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN<br />

Akan dibuat <strong>sediaan</strong> infus .X.., sejumlah..A..botol @..Z...ml dengan kekuatan <strong>sediaan</strong>…W..%<br />

Perhitungan<br />

Sediaan yang ditugaskan untuk dibuat sebanyak .A..botol @ Z..ml ditambah keperluan evaluasi :<br />

Penetapan volume injeksi dalam wadah<br />

1 botol atau lebih<br />

Pemeriksaan bahan partikulat dalam injeksi<br />

1 botol<br />

Penetapan pH<br />

0 botol (setelah penetapan vol)<br />

Uji kebocoran<br />

semua (tidak destruktif)<br />

Uji kejernihan larutan<br />

semua (tidak destruktif)<br />

Identifikasi<br />

3 botol<br />

Penetapan kadar<br />

3 botol<br />

Uji sterilitas<br />

10 botol<br />

Uji endotoksin bakteri<br />

2 botol<br />

Uji pirogen<br />

2 botol<br />

Penetapan potensi antibiotik secara mikroba (bila zat antibiotik) 1 botol +<br />

Total<br />

B botol<br />

Jumlah Sediaan Jumlah Botol Volume Jumlah<br />

Tugas A X ..... ml .....<br />

Evaluasi B X ..... ml .....<br />

Jumlah C X ..... ml P ml<br />

Jadi, total <strong>sediaan</strong> yang akan dibuat adalah…A…botol (yang ditugaskan) ditambah .....B....botol<br />

untuk evaluasi = …C…botol.<br />

Kelebihan volume tiap wadah untuk cairan encer untuk <strong>sediaan</strong> dengan volume lebih dari 50,0 ml<br />

yaitu 2% (FI IV hal 1044)<br />

→ 2% X 500 ml X C botol = ..Q.. ml<br />

Total volume = P ml + Q ml = ...R.. ml<br />

Kelebihan volume total untuk antisipasi kehilangan selama proses = 10%<br />

→ 10% X R ml = S ml<br />

Maka volume total yang dibuat adalah = R ml + S ml = T ml<br />

Kesimpulan : jumlah bulk yang akan dibuat T ml infus....<br />

Penimbangan<br />

Formula yang akan dibuat :<br />

R/ Zat aktif W %<br />

59


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />

steril<br />

Zat Tambahan N %<br />

Aqua pro injeksi ad Z mL<br />

• Zat aktif : ...W..% x T ml = .F..gram<br />

• Zat aktif dilebihkan 5% (Benny Logawa (buku petunjuk praktikum) hlm 28) atau sesuai<br />

monografi <strong>sediaan</strong> (selisih rentang kadar dibagi 2) untuk mengantisipasi kehilangan akibat<br />

absorbsi oleh karbon aktif<br />

Zat aktif : F gram + 5% = G gram<br />

Total jumlah.....(zat aktif) yang digunakan adalah : F gram + G gram = H gram<br />

• Karbon aktif 0,1% b/v (terhadap volume total) = 0,1% X T ml = K gram<br />

• Zat tambahan : N % x T ml<br />

• Aqua pro injeksi ad T ml<br />

Zat dalam formula Bobot dalam formula<br />

(..Z...ml)<br />

Bobot untuk .T...ml<br />

(yang akan dibuat)<br />

Zat aktif ..................... mg ..................... mg<br />

Eksipien 1 ..................... mg ..................... mg<br />

Eksipien 2 ..................... mg ..................... mg<br />

Dst ..................... mg ..................... mg<br />

Kesimpulan :<br />

Untuk membuat <strong>sediaan</strong> infus...% sebanyak C botol, @....ml diperlukan :<br />

• Zat aktif :..H..gram<br />

• Karbon aktif :...K..gram<br />

• dll.....................................<br />

• Aqua pro injectione hingga T ml<br />

C. PROSEDUR UMUM PEMBUATAN<br />

Lebih lanjut lihat di jurnal siap salin infus<br />

1. Penyiapan ruangan<br />

Ruangan disterilisasi dengan penyinaran lampu ultraviolet selama 24 jam.<br />

2. Alat yang dibutuhkan<br />

Pembuatan infus membutuhkan alat dengan volume besar dan bebas pirogen. Gelas piala yang<br />

digunakan dikalibrasi dulu sesuai dengan volume larutan yang dibuat.<br />

Kemasan : Flakon ….. mL (sesuai kebutuhan)<br />

*Sterilisasi alat lihat pd jurnal siap salin infus hal 6 atau Benny Logawa hal 44.<br />

3. PROSEDUR<br />

a. Zat aktif ditimbang dalam kaca arloji (penimbangan dilebihkan 5 %)<br />

b. Masukkan ke dalam gelas piala steril yang sudah dikalibrasi sejumlah volume infus yang akan<br />

dibuat<br />

c. Tuangkan aqua pro injeksi untuk melarutkan zat aktif dan untuk membilas kaca arloji,<br />

tuangkan sampai tanda batas<br />

d. Gerus karbon aktif, timbang sebanyak 0,1 % b/v, masukkan ke dalam larutan (3), gelas piala<br />

ditutupi kaca arloji dan disisipi batang pengaduk<br />

e. Panaskan larutan pada suhu 60-70 O C selama 15 menit (waktu dihitung setelah dicapai suhu<br />

60-70 O C) sambil sesekali diaduk.<br />

f. Siapkan Erlenmeyer, corong, dan kertas saring rangkap 2 yang telah terlipat dan telah<br />

dibasahi air bebas pirogen (air bebas pirogen telah dibuat sebelumnya). Airnya ditampung di<br />

Erlenmeyer lain (disiapkan 2 Erlenmeyer).<br />

g. Saring larutan hangat-hangat ke dalam Erlenmeyer<br />

h. Ukur volume larutan dalam gelas ukur tepat sesuai volume infus per botol. Kekurangan<br />

volume di ad dengan aqua bidestilata bebas pirogen (yang telah disiapkan) yang terlebih<br />

dahulu digunakan untuk membilas gelas piala dan kemudian disaring ke dalam Erlenmeyer.<br />

i. Tuang larutan ke dalam kolom G5 dengan bantuan pompa penghisap (pori-pori kertas<br />

Whattman 0,45 µm) kemudian dimasukkan ke dalam botol infus yang sudah ditara<br />

j. Botol ditutup dengan flakon steril, kemudian diikat dengan simpul champagne<br />

60


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />

steril<br />

k. Sterilisasi akhir dalam autoklaf pada suhu 121 O C selama 15 menit<br />

l. Sediaan diberi etiket dan dikemas dalam dus dan disertakan brosur informasi obat<br />

Catatan :<br />

• Pencampuran eksipien dilakukan di awal, dengan cara melarutkan dahulu eksipien masing2 baru<br />

ditambahkan ke dalam larutan stok<br />

• Aqua pro injeksi maksudnya air yang sudah disterilkan dalam autoklaf<br />

• Air bebas pirogen dibuat sebelumnya untuk menggenapkan <strong>sediaan</strong><br />

• Pembuatan aqua bidestilata yang telah dididihkan 30 menit dari air mendidih, kemudian<br />

didinginkan dan digunakan sebagai pembawa larutan infus yang mengandung air. Jika diperlukan<br />

bebas oksigen maka air tersebut didinginkan sambil dialiri gas nitrogen.<br />

IV. EVALUASI DAN PENYIMPANAN<br />

* Uraian mengenai masing-masing evaluasi dpt dilihat pd TS injeksi<br />

A. EVALUASI FISIKA, KIMIA, DAN BIOLOGI<br />

1. Evaluasi Fisika<br />

• Penetapan pH (FI IV hal 1039-1040)<br />

• Penetapan volume injeksi dalam wadah (FI IV hal 1044)<br />

• Bahan partikulat dalam injeksi (FI IV hal 981-982)<br />

• Uji Kebocoran (GA, Lar.Parenteral hal 191)<br />

• Uji kejernihan dan Warna (GA, Lar.Parenteral hal 201)<br />

2. Evaluasi Kimia<br />

• Penetapan kadar (sesuai monografi)<br />

• Identifikasi (sesuai monografi)<br />

3. Evaluasi Biologi<br />

• Uji sterilitas (FI IV hal 855-863)<br />

• Uji pirogen (FI IV hal 908-909)<br />

• Uji Endotoksin Bakteri (FI IV hal 905-907)<br />

• Penetapan potensi antibiotik (FI IV hal 891-899) khusus untuk <strong>sediaan</strong> infus<br />

antibiotik.<br />

B. Pengemasan dan Penyimpanan<br />

• Infus intravena disimpan dalam wadah dosis tunggal<br />

• Volume injeksi wadah dosis tunggal dapat memberikan jumlah tertentu untuk pemakaian<br />

parenteral sekali pakai dan tidak ada yang memungkinkan pengambilan isi dan pemberian<br />

sebesar 1 liter (FI edisi IV, hal 11).<br />

C. Penandaan (FI edisi IV, hal 11)<br />

Pada etiket tertera nama <strong>sediaan</strong>, untuk <strong>sediaan</strong> cair tertera persentase atau jumlah zat aktif dalam<br />

volume tertentu, cara pemberian, kondisi penyimpanan dan tanggal kadaluarsa, nama pabrik<br />

pembuat dan atau pengimpor serta nomor lot atau bets yang menunjukkan identitas. Nomor lot<br />

dan nomor bets dapat memberikan informasi tentang riwayat pembuatan lengkap meliputi seluruh<br />

proses pengolahan, sterilisasi, pengisian, pengemasan, dan penandaan.<br />

Bila dalam monografi tertera berbagai kadar zat aktif dalam <strong>sediaan</strong> parenteral volume besar,<br />

maka kadar masing-masing komponen disebut dengan nama umum misalnya Injeksi Dekstrosa<br />

5% atau Injeksi Dekstrosa (5%) dan Natrium Klorida (0,2%).<br />

Bila formula lengkap tidak tertera dalam masing-masing monografi, untuk <strong>sediaan</strong> cair penandaan<br />

mencakup informasi sbb; % isi atau jumlah tiap komponen dalam volume tertentu, kecuali bahan<br />

yang ditambahkan untuk penyesuaian pH atau untuk membuat larutan isotonik, dapat dinyatakan<br />

dengan nama dan efek bahan tersebut.<br />

61


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />

steril<br />

Pemberian etiket pada wadah sedemikian rupa sehingga sebagian wadah tidak tertutup oleh<br />

etiket, untuk mempermudah pemeriksaan isi secara visual.<br />

Menurut BP’2001 hal 1805 label pada <strong>sediaan</strong> infus harus mencantumkan jumlah isi atau volume<br />

<strong>sediaan</strong>.<br />

Menurut FI IV hal 1020 jika keterangan mengenai osmolalitas diperlukan dlm monografi masingmasing,<br />

pada etiket hendaknya disebutkan kadar osmolar total dlm miliosmol per liter. Jika<br />

kandungan kurang dari 100 ml, atau jika pada etiket disebutkan bahwa <strong>sediaan</strong> tidak untuk<br />

suntikan langsung, tetapi larutan harus diencerkan sebelum digunakan, etiket dapat menyebutkan<br />

kadar osmolar total dalam miliosmol per liter.<br />

D. Wadah yang Digunakan<br />

1. Wadah Plastik untuk Sediaan Parenteral Volume Besar (Diktat Steril, hal 107-109)<br />

a. Poliolefin<br />

Poliolefin banyak digunakan untuk wadah plastik untuk <strong>sediaan</strong> parenteral volume besar<br />

karena sifatnya yang menguntungkan.<br />

Ada 3 jenis poliolefin yang dipakai, yaitu :<br />

i) Polipropilen<br />

( -CH 2 – CH – CH 2 – CH - )n<br />

⏐ ⏐<br />

CH 3 CH 3<br />

dengan beberapa keuntungan, misalnya :<br />

• Mempunyai titik leleh yang relatif tinggi yaitu 165°C hingga dapat disterilkan<br />

pada 116°C di otoklaf tanpa rusak.<br />

• Tahan terhadap asam kuat atau basa kuat pada temperatur kamar.<br />

• Dapat dipakai untuk <strong>sediaan</strong> gas (aerosol) karena kristal polimernya membuat<br />

plastik tahan terhadap tekanan.<br />

Contoh formula polipropilen :<br />

R/ Polipropilen resin 99,45 – 99,99<br />

Anti oksidan 0,01 – 0,025<br />

Lubrikan 0,05 – 0,3<br />

Pemilihan anti oksidan pada polimer polipropilen sangat penting untuk<br />

mendapatkan kualitas yang baik.<br />

Anti oksidan polipropilen yang dipakai, misalnya :<br />

° Distearilpentaeritritol difosfat<br />

° Trisnonifenil fosfit (TNPP)<br />

° Fenol tersubstitusi<br />

ii) Polietilen<br />

iii) Kopolimer antara propilen dan etilen<br />

b. Polivinil Klorida (PVC)<br />

Polivinil khlorida merupakan gabungan dari vinil dan monokhloro etana, dengan adanya<br />

suatu inisiator (misalnya peroksida organik atau garam persulfat organik).<br />

Polimerisasi dari gas vinil khlorida seperti :<br />

R 1 – O – O – R 2 → R 1 O + R 2 O<br />

H Cl<br />

⏐ ⏐<br />

R – C – C + CH 2 = CHCl<br />

⏐ ⏐<br />

H H<br />

62


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />

steril<br />

H Cl H H<br />

⏐ ⏐ ⏐ ⏐<br />

R – C – C – C – C<br />

⏐ ⏐ ⏐ ⏐<br />

H H H Cl<br />

Plastik dari polivinil khlorida dibagi 2, yaitu :<br />

i) Elastis, sekitar 45% dari polimer polivinil khlorida, lebih jarang dipakai untuk<br />

wadah dalam <strong>sediaan</strong> parenteral terutama untuk <strong>sediaan</strong> parenteral volume besar.<br />

ii) Rigid, sekitar 55% dari polimer polivinil khlorida dan paling banyak dipakai,<br />

terutama karena residu monomer vinil khloridanya < 1 ppm.<br />

Contoh formula polivinil khlorida :<br />

R/ PVC resin 99 – 100<br />

Bahan penambah plastis 30 – 40<br />

Stabilisator 0,25 – 7<br />

Stabilisator yang dipakai misalnya Zn stearat, garam Pb atau bentuk esternya dan garam<br />

logam berat lainnya.<br />

2. Wadah Gelas (Diktat Kuliah Teknologi Farmasi Sediaan Steri, hal 88)<br />

Gelas Borosilikat (tipe I)<br />

Wadah gelas borosilikat mengandung Na 2 O pada jumlah kecil, sedang kandungan Al 2 O 3<br />

sangat tinggi. Oleh karena itu daya tahan kimia gelas tipe I sangat tinggi, yaitu tahan<br />

terhadap produk alkali, terutama disebabkan oleh kandungan Al 2 O 3 yang tinggi. Pemberian<br />

BB2O 3 akan membantu proses pelelehan karena hanya digunakan Na 2 O dalam jumlah kecil.<br />

Gelas tipe I untuk membuat wadah tiup dalam bentuk tabung, misalnya vial, ampul, badan<br />

alat suntik (syringe) dan bagian infus set. Beberapa <strong>sediaan</strong> parenteral volume kecil dikemas<br />

dalam alat suntik gelas sekali pakai (disposable one-trip glass syringe).<br />

V. CONTOH SEDIAAN INFUS YANG ADA DI PUSTAKA<br />

Infus Glukosa 5% / Dekstrosa 5%<br />

♦ Infus Intravena Glukosa (BP’88; Martindale edisi 29 hal 1265) :<br />

Merupakan larutan steril dari glukosa anhidrat atau monohidrat. Potensi dinyatakan<br />

sebagai bentuk glukosa anhidrat. Penyimpanan : pada suhu tidak lebih dari 25°C.<br />

♦ Injeksi Glukosa (USP XXII)<br />

Adalah larutan steril dari glukosa anhidrat atau monohidrat, tidak mengandung<br />

antimikroba. Potensi dinyatakan dalam glukosa monohidrat. pH larutan yang<br />

mengandung tidak lebih dari 5% glukosa adalah 3,5 – 6,5.<br />

♦ Injeksi Glukosa (Fornas 1978, hal 137)<br />

Tiap 500 ml mengandung glucosum 25 g, aqua pro injectione hingga 500 ml.<br />

Penyimpanan : dalam wadah dosis tunggal.<br />

Catatan :<br />

1. pH 3,5 – 6,5<br />

2. Tidak boleh mengandung bakterisida<br />

3. Disterilkan dengan cara sterilisasi A (pemanasan dalam otoklaf), segera setelah dibuat<br />

4. Bebas pirogen<br />

5. Sediaan berkekuatan lain : 50 g, 100 g, 125 g, 250 g<br />

Formula :<br />

Formula usulan :<br />

R/ Glukosa anhidrat 5%<br />

HCl 0,1 N secukupnya hingga pH 5,5<br />

Aqua pro Injectione ad 250 ml<br />

Formula alternatif :<br />

63


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />

steril<br />

R/ Glukosa monohidrat 5%<br />

HCl 0,1 N secukupnya hingga pH 5,5<br />

Aqua pro Injectione ad 250 ml<br />

Perhitungan Tonisitas :<br />

Formula usulan :<br />

E NaCl glukosa anhidrat = 0,18<br />

1 g glukosa anhidrat 0,18 NaCl<br />

5 g glukosa anhidrat 5 x 0,18 = 0,9 (isotonis)<br />

Formula alternatif :<br />

E NaCl glukosa monohidrat = 0,16<br />

1 g glukosa anhidrat 0,16 NaCl<br />

5 g glukosa anhidrat 5 x 0,16 = 0,8 (hipotonis)<br />

Pengisotoni : glukosa yang ditambahkan = (0,9 – 0,8) : 0,16 = 0,625 g<br />

Perhitungan mOsmolarita : (glukosa anhidrat) BM = 180,2<br />

Formula usulan :<br />

Glukosa anhidrat 5% = 5 g/100 ml = 50 g/L = (50/180,2) mol/L<br />

= 277,46 mmol/L = 277,46 mOsmol/L<br />

Goeswin Agoes “Larutan Parenteral”, tahun 1967<br />

Nomor Nama Sediaan<br />

Nomor<br />

Nama Sediaan<br />

Formula<br />

Formula<br />

109 Injeksi glukosa 156 Injeksi NaCl<br />

110 Injeksi glukosa dan NaCl 158 Injeksi NaI<br />

111 Injeksi glukcosi Locke Ringeri 159 Injeksi Na-laktat<br />

126 Injeksi KCL dan glukosa 163 Injeksi Na-p-aminosalisilat<br />

127 Injeksi K-Na-klorida 164 Injeksi Na3PO4 isotoni<br />

138 Injeksi K-Na-laktat 203 Injeksi Ringer dengan glukosa<br />

136 Injeksi Manitol 204 Injeksi ringer laktat<br />

148 Injeksi Na 2 CO 3 asam<br />

Turco hal 174-177<br />

• Injeksi I-Arginine HCl (Turco,p 174)<br />

• Urea (bentuk lyophilized) (Turco,p 174)<br />

• Manitol (Turco,p 175)<br />

• Dekstran 70, Dekstran 40 (Turco,p 176)<br />

• Injeksi Na-bikarbonat 5 % (Turco,p 176)<br />

• Injeksi Na-laktat 1/6 molar (Turco,p 176)<br />

• Injeksi Ammonium klorida 2,14% (Turco,p 177)<br />

BP Martindale 29, hal 1023<br />

1. Ringer Injection<br />

Adalah larutan steril yang mengandung Natrium Klorida 860mg, Kalium Klorida 30mg,<br />

Kalsium Klorida dihidrat 33mg, Aqua PI ad 100ml. tidak mengandung antimikroba, pH 5.0<br />

sampai 7.5.<br />

Tiap liter mengandung kira-kira 147.5 mmol dari Natrium, 156 mml Klorida, 4mmol Kalium<br />

dan 2.25 mmol kalsium.<br />

2. Ringer Irrigation<br />

Larutan steril yang mengandung Ntrium Klorida 860mg, kalium Klorida 30 mg, kalsium<br />

Klorida dihidrat 33 mg, Aqua PI ad 100ml. Tidak mengandung zat antimikroba, pH 5.0-7.5 . it<br />

should be not used for injection or irrigation tahat might result in absorption into the blood.<br />

64


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />

steril<br />

3. Plasma-lyte. 50/30 (travenol, UK).<br />

Infus Intravenus, hipertonik. Glukosa anhidrat 50 g, Kalium Klorida 2.24g,Natrium Asetat<br />

1.63g, NaCl 1.52g, Na Laktat 1.35g, mg Klorid 508mg, Ca Klorid 441mg. Per liter<br />

mengandung kira-kira Na 50mmol, Ca 3mmol, Mg 2.5mmol, Cl 67mmol, asetat 12mmol.<br />

Laktat 12mmol<br />

4. Plasma-Lyte 148 in Water (Travenol, UK)<br />

Infus IV, isotonic, Na Cl 5.26g, Na glukonat 5.02, Na Aset 3.68g, KCl 370mg, MgCl 300mg.<br />

per liter kira-kira mengandung Na 140mmol, K 5mmol, Mg 1.5mmol, Cl 98mmol, asetat<br />

27mmol, glukonat 23mmol.<br />

5. Plasma-lyte 148 with 5% dextrose (Travenol, UK)<br />

Inf. IV, hipertonik. Glukosa anhidrat 50g, NaCl 5.26g, Na glukonat 5.02g, Na asetat 3.68g,<br />

KCl 370mg, MgCl 300mg. per liter kira-kira mengandung Na 140 mmol, K 5mmol, Mg<br />

15mmol, Cl 98mmol, asetat 27mmol, glukonat 23mmol.<br />

6. Plasma-Lyte M in with dextrose ( Travenol, UK)<br />

Inf. IV. Hipertonik. Glukosa anh 50g, Na asetat 1.61g, Na Laktat 1.38 g, KCl 1.19g,<br />

NaCl940mg, CaCl 2, 370mg, MgCl 300mg. per liter kira-kira mengandung Na 40 mmol, K<br />

16mmol, Ca 2.5mmol, Mg 1.5mmol, Cl 40mmol, asetat 12mmol, laktat 12mmol<br />

BP Martindale 29, hal 1028<br />

7. Compound Sodium Lactate I.V Inf (BP)<br />

Larutan steril yng mengandung Na laktat 0.25% (disiapkan dari asam laktat) NaCl 0.6% KCl<br />

0.04%. CaCl2 0.027% dalam Aq. P.I. per liter menmgandung Na 131mmol, K 5 mmol, Ca<br />

2mmol, Bicarbonat (as laktat) 29 mmol, Cl 111 mmol. Sterilisasi dg autoclave pH5-7. simpan<br />

pada temperature tidak lebih dari 25 0 .<br />

8. Laktat Ringer Injection (USP)<br />

Larutan steril dari CaCl, KCl, NaCl dan Na Laktat dalam Aqua PI. Tiap liter mengandung<br />

kira-kira Na 130mmol, K 4mmol, Ca 2.7mmol, Cl 104 sampai 115 mmol dan laktat 26-29<br />

mmol. Tidak mengandung antimikroba. pH 6-7.5<br />

9. Sodium Laktat I.V Infus (BP)<br />

Larutan steril 1.85% larutan Na laktat dalam aq.pi yang dipersiapkan dari asam laktat. Tipa<br />

liter mengandung kira-kira Na 167 mmol, dam bikarbonat (sebagai laktat) 167 mmol, injeksi<br />

kira-kira one-sixth molar. Disterilisasi dengan auticlav pH 5-7. penyimkpanan di tempat<br />

dengan suhu tidak lebi dari 25 0 .<br />

BP Martindale 29, hal 1038<br />

10. Potassium Chlorida and Glocosa IV Infusion (BP)<br />

Larutan steril dari KCl dan Glukosa anhidrat atau glukosa dalam aq. pi. Disterilkan dengan<br />

autoklav pH 3.5-6.5 simpan pada suhu tidak lebih dari 25 0<br />

11. Potassium and Sodium Chlorid IV Infusion (BP)<br />

Larutan steril dari KCl dan Na Cl dalam aq.pi disterilasi denga outoklav pH3.5-6.5 simpan<br />

pada suhu tidak lebih dari 25 0<br />

12. Potassium Chloride, Sodium Chloride and Glucose IV infusion (BP)<br />

Larutan steril dari KCl, NaCl, 0.17-0.19% dan glukosa anhidrqat 3.8-4.2% (atau ekuivalen<br />

dengan glukosa) dalam aq.pi. sterilisaai dengan autoclave. pH3.5-6.5 simpan pada suhu tidak<br />

lebih dari 25 0 . jika menyebabkan pemisahan partikel solid dari wadah gelas; larutan yang<br />

mengandung banyakpartikel jangan dugunakan. ( if may cause the separation of solid particles<br />

from glass containers; solution containing such particles must not be used)<br />

FORNAS hal 137- 140<br />

13. Injeksi glukosa,<br />

tiap 500 ml mengandung :<br />

glukosum 25 g,<br />

aq.pi<br />

ad 500ml<br />

pH 3.5-6.5. tidak mengandung bakterisida,<br />

disterilsasi dengan sterilasi A. non pirogen<br />

14. Glukosa – NaCl injeksi 15. Injeksi Glukosa – NaCl III<br />

65


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />

steril<br />

Tiap 500 mengandung :<br />

Glukosum 25 g<br />

NaCl<br />

2.25 g<br />

Aq.pi<br />

ad 500ml<br />

pH 3.5-6.5 non bakterisida, mengandung ion<br />

Cl dan ion Na masing-masing 77 meq.<br />

Sterilsasi A/C. non pirogen. Pada etiket<br />

harus tertera banyaknya ion dalam meq/liter.<br />

16. Injeksi Glukosa – NaCl II<br />

Tiap 500ml mengandung :<br />

Glukosum 50 g<br />

NaCl 2.25 g<br />

Aq.pi ad 500ml<br />

pH 3.5-6.5 non bakterisida, mengandung ion<br />

Cl dan ion Na masing-masing 77 meq.<br />

Sterilsasi A/C. non pirogen. Pada etiket<br />

harus tertera banyaknya ion dalam meq/liter.<br />

Tiap 500ml mengandung :<br />

Glukosum 25 g<br />

NaCl 4.5 g<br />

Aq.pi ad 500ml<br />

pH 3.5-6.5 non bakterisida, mengandung ion Cl<br />

dan ion Na masing-masing 154 meq. Sterilsasi<br />

A/C. non pirogen. Pada etiket harus tertera<br />

banyaknya ion dalam meq/liter.<br />

17. Injeksi Glukosa – NaCl IV<br />

Tiap 500 mengandung :<br />

Glukosum 50 g<br />

NaCl 4.5 g<br />

Aq.pi ad 500ml<br />

pH 3.5-6.5 non bakterisida, mengandung ion<br />

Cl dan ion Na masing-masing 77 meq.<br />

Sterilsasi A/C. non pirogen. Pada etiket harus<br />

tertera banyaknya ion dalam meq/liter.<br />

Injeksi Ringer Laktat (Fornas 1978, hal 206)<br />

Komposisi<br />

: Tiap 500 mL mengandung<br />

Acidum Laktikum<br />

Natrii Hidrosikum<br />

Natrii Chloridum<br />

Kalii Chloridum<br />

Calcii Chloridum<br />

1,2 mL<br />

575 mg<br />

3 g<br />

200 mg<br />

135 mg<br />

Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal<br />

Catatan : 1. Ditambahkan Asam Klorida 0,1 N hingga pH 5,0 sampai 7,0<br />

2. Mengandung ion bikarbonat dihitung sebagai laktat 29 mEq, ion Kalium 5<br />

mEq, ion kalsium 8 mEq. Ion florida 111 mEq, dan ion Natrium 131 mEq<br />

per 1<br />

3. Tidak boleh mengandung bactericida<br />

4. Disterilkan dengan Cara Sterilisasi A, segera setelah dibuat<br />

5. Bebas pirogen<br />

6. Pada etiket harus juga tertera :<br />

a. Banyaknya ion bikarbonat dihitung sebagai laktat, ion kalium, ion<br />

kalsium, ion klorida, dan ion natrium dalam mEq per 1<br />

b. Daluarsa<br />

7. Diinjeksikan secara infusi.<br />

Formula Ringer Laktat (Diktat Kuliah Teknologi Farmasi Cedían Steril, hal 179)<br />

Komponen BM Konsentrasi (g/L) Jumlah Ion Mosmol/L<br />

NaCl 58,5 6 2 205<br />

KCl 74,6 0,3 2 8<br />

CaCl 2 111 0,2 3 5<br />

Na Laktat 112 3,1 2 55<br />

Total 273<br />

(isotonis)<br />

MIMS ed 98 th hal 377-378<br />

18. Dextrose in Sodium<br />

Chloride Euro- med<br />

° Per 100ml 5% dekstrose in<br />

19. Euro-ion D5 Water<br />

Per liter mengandung<br />

Dekstrose monohidrat 50 g<br />

66<br />

20. Eurosol – M in D5 water<br />

Per liter mengandung<br />

Dektrose monohidrat 50 g


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />

steril<br />

0.3% NaCl Soln<br />

Dektrose 5 g<br />

NaCl 450 mg<br />

° Per 100 ml 5% dekstrose in<br />

0.45% NaCl soln<br />

Dekstrose 5 gr<br />

NaCl 450 mg<br />

° Per 100 ml 5% dektrose in<br />

0.9% NaCl soln<br />

Dekstrose 5 g<br />

NaCl 900mg<br />

21. Eurosol – R in D5 water<br />

Per liter mengandung<br />

Dektrose monohidrat 50 g<br />

NaCl 5.73 g<br />

Na Asetat anhidrat 3.46<br />

K Asetat 490 g<br />

Mg Asetat 322 mg<br />

Na Metabisulfit 300 mg<br />

24. KA-EN 3A Otsuka<br />

Perliter mengandung<br />

Na 60 meq<br />

Cl 50 meq<br />

K 10 meq<br />

Laktat 20 meq<br />

Glukosa 27 g<br />

27. KA-EN MG 3 Otsuka<br />

Perliter mengandung<br />

Na 50 meq<br />

K 8 meq<br />

Cl 50 meq<br />

Laktat 20 meq<br />

Glukosa 100 g<br />

Na Asetet anhidrat 1.89 g<br />

KCl 1.41 g<br />

Na fosfat monobasic 214 g<br />

Mg klorid 305 mg<br />

K fosfat 150 mg<br />

Na metabisulfit 200mg<br />

22. Glukosa in Ringer’s<br />

Widatra Bakti<br />

Perliter mengandung<br />

Glikosa 50 g<br />

NaCl 8.6 g<br />

KCl 0.3 g<br />

CaCl2 0.33 g<br />

25. KA-EN 4A Otsuka<br />

Perliter mengandung<br />

Na 30 meq<br />

Cl 20 meq<br />

Laktat 10 meq<br />

Glukosa 40 g<br />

28. Dextose in acetated<br />

Ringer’s euro-med<br />

Perliter mengandung NaCl 6g<br />

Dekstrose monohidrat 50 g<br />

Na asetat anhidrat 2.28 g<br />

KCl 300 mg<br />

CaCl 2 dihidrat 200 mg<br />

NaCl 2.34 g<br />

K asetat 1.28 g<br />

Mg asetat 322 mg<br />

Na Metbisulfit 300 mg<br />

23. KA-EN IB Otsuka<br />

Perliter mengandung<br />

Na 38.5 meq<br />

Cl 38.5 meq<br />

Glukosa 37.5 g<br />

26. KA-EN 4B Otsuka<br />

Perliter mengandung<br />

Na 30 meq<br />

Cl 28. meq<br />

K 8 meq<br />

Laktat 10 meq<br />

Glukosa 37.5 g<br />

Cairan-cairan yang umum digunakan dalam pemberian IV (RPS ed 21th vol 1, 838)<br />

(foto)<br />

VI. MASALAH YG SERING TIMBUL DLM PEMBUATAN INFUS<br />

(Pharmaceutical Handbook ed.19, p 107)<br />

1. Kontaminasi mikroba dapat menyebabkan terjadinya resiko reaksi pirogen dan infeksi,<br />

2. Dosis obat dapat berubah atau menjadi tidak akurat apabila kecepatan infus ke dalam vena<br />

berubah.<br />

(Catatan Responsi)<br />

Permasalahan yang timbul dalam pembuatan <strong>sediaan</strong> larutan glukosa 5 % steril<br />

1. Sterilisasi uap menyebabkan larutan glukosa menjadi kuning sampai kuning coklat yang<br />

merupakan hasil urainya dalam bentuk hidroksi metal furfural yang tidak bermanfaat secara<br />

fisiologi. Warna tersebut akan semakin tua dengan semakin tingginya kadar glukosa yang ada.<br />

(Pada pemanasan yang lama glukosa terurai menjadi senyawa furfural (E-hidroksi metil<br />

furfural).<br />

67


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />

steril<br />

2. Sediaan yang akan dibuat adalah <strong>sediaan</strong> infus glukosa yang harus steril dan bebas pirogen<br />

dengan pembawa air, sedapat mungkin isotonis terhadap darah.<br />

3. Infus glukosa dapat merupakan larutan steril glukosa anhidrat atau glukosa monohidrat<br />

dimana masing-masing memiliki harga ekivalensi NaCl yang berbeda. Oleh karena itu apabila<br />

digunakan glukosa monohidrat harus dilakukan kesetaraan terhadap glukosa anhidrat. (E NaCl<br />

glukosa anhidrat = 0,18, E NaCl glukosa monohidrat = 0,16)<br />

4. Stabilitas glukosa baik jika disimpan dalam kondisi kering. Pada kelembaban relative 35-85 %<br />

suhu 25 o C glukosa menyerap lembab dan dalam jumlah yang berarti. Glukosa akan<br />

mengalami penguraian dan pewarnaan coklat dengan adanya alkali.<br />

5. Infus glukosa harus bebas pirogen oleh karena itu harus diperhatikan penanganan bahan baku,<br />

alat-alat, dan air yang akan digunakan (sterilisasi alat, penambahan carbo adsorben).<br />

*** menurut Repetitorium Benny Logawa hal 30 Intensitas warna larutan glukosa saat sterilisasi,<br />

dikurangi dgn mengurangi pengaruh panas kepadanya, dan karena perubahan warna juga<br />

disebabkan pengaruh pH maka pH larutan diatur sampai 3,5 dgn penambahan HCl 0,1 N atau<br />

pemberian gas CO 2 ke dlm larutan.<br />

VII. RANGKUMAN BEBERAPA JURNAL INFUS<br />

Infus Manitol 6 botol @ 250 ml, Apoteker Sept 2003, Dewi Mayasari<br />

Kesimpulan Analisis Farmakologi<br />

Dibuat infus manitol dengan kekuatan manitol 15% (hipertonis) untuk indikasi toksisitas non selektif<br />

(karena sifat diuretik osmotiknya), edema serebral, tekanan intrakranial tinggi atau glukoma.<br />

Preformulasi zat aktif dan solusi:<br />

Kelarutan: mudah larut dlm air tidak akan ada masalah dlm pembuatan infus.<br />

m.p; 165-169 o C dan melunak pada suhu yang lebih rendah tahan panas dan bisa sterlilisasi panas.<br />

pH 4,5-7, pKa 13,5,<br />

Osmolaritas; larutan 5,07% b/v isoosmotik dgn serum,<br />

Inkompatibilitas; penambahan NaCl atau KCl pada larutan 20%atau 25% dapat menyebabkan<br />

pengendapan tidak bisa pakai pengisotonis NaCl, tetapi tidak masalah karena<br />

penggunaan infus manitol dipilih pada konsentrasi untuk indikasi diuretik osmosis<br />

yang sudah hipertonis.<br />

Stabilitas: Stabil dalam larutan berair maupun dalam kondisi kering, dpt disterilisasi secara filtrasi<br />

atau autoklaf dan dapat di oautoklaf berulang ulang tanpa menimbulkan perubahan fisika<br />

maupun kimia. Manitol dlm bentuk larutan tidak diganggu oleh suasana dingin, asam,<br />

maupuun basa, pengaruh oksigen dari atmosfer, dan pengaruh katalis.<br />

Pada larutan manitol konsentrasi 15% atau lebih dapat mengkristal jika terkena suhu<br />

rendah → penyimpanan pada suhu ruang dan dihindarkan penyimpanan dalam lemari<br />

pendingin. Jika terjadi pengkristalan maka disarankan restabilisasi dgn memanaskan<br />

dalam air panas 60-70 o C dgn pengocokan secara periodik.<br />

Formulasi<br />

R/ Manitol 15 %<br />

Aqua pro injectio ad 250 ml<br />

*Larutan yang dibuat akan hipertonis sesuai dengan tujuan penggunaannya.<br />

** untuk persyaratan <strong>sediaan</strong> infus yg sebaiknya isohidris maka dapat dilakukan pengecekan pH<br />

kemudian di adjust pH sesuai monografi dan mendekati pH tubuh.<br />

Kesalahan:<br />

Dalam informasi obat tidak mencantumkan kecepatan infus, tidak ada dosis dalam satuan botol, tidak<br />

mencantumkan kalimat tambahan dalam aturan pakai yaitu ” Atau Sesuai Petunjuk Dokter “<br />

68


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009<br />

steril<br />

Infus Glukosa 6 botol @ 250 ml, Apoteker 2004, I Made Sutama<br />

Kesimpulan Analisis Farmakologi<br />

Dibuat infus gliukosa 5% (isotonis) untuk indikasi menyediakan kalori dan air pada keadaan dehidrasi.<br />

Diberikan secara iv pada individu sehat dgn kecepatan 0,5g/kg/jam tanpa menyebabkan glukosuria<br />

dan kecepatan maksimumnya harus tdk lebih dari 0,8g/kg/jam.<br />

Preformulasi zat aktif dan solusi:<br />

Kelarutan: mudah larut dlm air tidak akan ada masalah dlm pembuatan infus.<br />

m.p; 83 o C (bentuk monohidrat), 146 o C (anhidrat)<br />

pH <strong>sediaan</strong> 3,5-6,5<br />

Tonisitas; larutan 5,% b/v merupakan larutan isotonis.<br />

Stabilitas: Pada larutan konsentrasi rendah, dapat disterilisasi dengan autoklaf tanpa terjdi perubahan<br />

warna, tapi bila konsentrasi makin tinggi, kemungkinan tjd sedikit perubahan warna<br />

selama sterilisasi pada suhu tinggi. mungkin dengan menganggap konsentrasi<br />

glukosa yg dipilih hanya 5% termasuk rendah maka dianggap tidak ada masalah.<br />

Formulasi<br />

R/ Glukosa 5 %<br />

Aqua pro injectio ad 250 ml<br />

*Larutan yang dibuat akan isotonis sesuai dengan tujuan penggunaannya.<br />

** untuk persyaratan <strong>sediaan</strong> infus yg sebaiknya isohidris maka dapat dilakukan pengecekan pH<br />

kemudian di adjust pH sesuai monografi dan mendekati pH tubuh.<br />

*** Glukosa yg dipakai adalah bentuk anhidrat, tetapi beliau tidak mencantumkan alasannya.<br />

Kesalahan:<br />

Dalam informasi obat tidak mencantumkan kecepatan infus, tidak mencantumkan kalimat tambahan<br />

dalam aturan pakai yaitu ” Atau Sesuai Petunjuk Dokter “<br />

Pustaka tambahan:<br />

Logawa, Benny dan Soendani Noerono Soewandhi, 1985, Buku Penuntun Praktikum Teknologi<br />

Farmasi Sediaan Steril, ed.2. Institut Teknologi Bandung.<br />

69


Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />

steril<br />

OBAT TETES MATA<br />

(Re-New by: Desi)<br />

I. PENDAHULUAN<br />

1.1. DEFINISI<br />

♣ Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan <strong>sediaan</strong> yang<br />

dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata. (FI IV hal 13)<br />

♣ Sediaan mata merupakan produk steril, tidak mengandung partikel asing, dalam<br />

campuran dan wadah yang cocok untuk digunakan pada mata (RPS hal 1581)<br />

♣ Suspensi obat mata adalah <strong>sediaan</strong> cair steril yang mengandung partikel-partikel yg<br />

terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada obat mata seperti yg tertera<br />

pada Suspensiones.(FI IV hal 14)<br />

♣ Larutan optalmik adalah larutan steril basis lemak atau air dari alkaloid, garam alkaloid,<br />

antibiotik, atau zat lain yang dimasukkan ke dalam mata. (AOC thn1957 hal 221)<br />

♣ Sediaan mata adalah larutan atau suspensi dengan pembawa air atau minyak steril yang<br />

mengandung satu atau lebih zat aktif yang dibutuhkan untuk digunakan pada mata.<br />

(Codex, 161-165).<br />

1.2. KEUNTUNGAN DAN KEKURANGAN<br />

Keuntungan :<br />

♣ Larutan mata memiliki kelebihan dalam hal kehomogenan, bioavailabilitas dan<br />

kemudahan penangananan.<br />

♣ Suspensi mata memiliki kelebihan dimana adanya partikel zat aktif dapat<br />

memperpanjang waktu tinggal pada mata sehingga meningkatkan waktu<br />

terdisolusinya oleh air mata, sehingga terjadi peningkatan bioavailabilitas dan efek<br />

terapinya.<br />

Kekurangan :<br />

♣ Volume larutan yang dapat ditampung oleh mata sangat terbatas (± 7 μL) maka<br />

larutan yang berlebih dapat masuk ke nasal cavity lalu masuk ke jalur GI<br />

menghasilkan absorpsi sistemik yang tidak diinginkan. Mis. β-bloker untuk<br />

perawatan glaukoma dapat menjadi masalah bagi pasien gangguan jantung atau asma<br />

bronkhial.<br />

♣ Kornea dan rongga mata sangat kurang tervaskularisasi, selain itu kapiler pada retina<br />

dan iris relatif non permeabel sehingga umumnya <strong>sediaan</strong> untuk mata adalah efeknya<br />

lokal/topikal.<br />

1.3. PENGGUNAAN OBAT TETES MATA<br />

Obat-obat yang digunakan pada produk optalmik dapat dikategorikan menjadi : miotik,<br />

midriatik, siklopegik, anti-inflamatory agent, anti infeksi, anti galukoma, senyawa diagnostik<br />

dan anestetik lokal. (Codex hal 160).<br />

1.4. FAKTOR PENTING DALAM SEDIAAN TETES MATA<br />

1.4.1 Syarat <strong>sediaan</strong> tetes mata (Diktat kuliah teknologi steril, 285):<br />

1. Steril<br />

2. Isotonis dengan air mata, bila mungkin isohidris dengan pH air mata.<br />

Isotonis = 0,9% b/v NaCl, rentang yang diterima = 0,7 – 1,4 % b/v (Diktat hal 300)<br />

atau 0,7 – 1,5 % b/v (Codex hal 163). pH air mata = 7,4 (Diktat hal 301)<br />

3. Larutan jernih, bebas partikel asing dan serat halus.<br />

4. Tidak iritan terhadap mata (untuk basis salep mata)<br />

1.4.2 Faktor Penting<br />

Beberapa faktor penting dalam obat tetes mata (Benny Logawa,39-40 ; Modul<br />

praktikum teknologi <strong>sediaan</strong> likuida & semisolida, thn 2003 hal 24 – 25)) :<br />

80


Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />

steril<br />

♣ Sterilitas <strong>sediaan</strong> dan adanya bahan pengawet untuk mencegah kontaminasi<br />

mikroorganisme pada waktu wadah dibuka untuk digunakan.<br />

♣ Jika tidak mungkin dibuat isotonis dan isohiris maka larutan dibuat hipertonis dan<br />

pH dicapai melalui teknik euhidri.<br />

♣ Adanya air mata yang dapat mempersingkat waktu kontak antara zat aktif dengan<br />

mata (perlu penambahan bahan pengental).<br />

♣ pH optimum (pH zat aktif) lebih diutamakan untuk menjamin stabilitas <strong>sediaan</strong>.<br />

♣ Dapar yang ditambahkan mempunyai kapasitas dapar yang rendah (membantu<br />

pelepasan obat dari <strong>sediaan</strong>), tetapi masih efektif menunjang stabilitas zat aktif<br />

dalam <strong>sediaan</strong>. (modul praktikum tek. <strong>sediaan</strong> likuida dan semi solida, 2003, p 24-<br />

25)<br />

♣ Konsentrasi zat aktif berpengaruh pada penetrasi zat aktif yang mengikuti<br />

mekanisme absorpsi dengan cara difusi pasif. (modul praktikum tek. <strong>sediaan</strong><br />

likuida dan semi solida, 2003, p 24-25)<br />

♣ Peningkat viskositas dimaksudkan untuk meningkatkan waktu kontak <strong>sediaan</strong><br />

dengan kornea mata (modul praktikum tek. <strong>sediaan</strong> likuida dan semi solida, 2003,<br />

p 24-25)<br />

♣ Beberapa larutan obat mata perlu hipertonik untuk meningkatkan daya serap dan<br />

menyediakan kadar bahan aktif yang cukup tinggi untuk menghasilkan efek obat<br />

yang cepat dan efektif. Apabila larutan obat seperti ini digunakan dalam jumlah<br />

kecil, pengenceran dengan air mata cepat terjadi sehingga rasa perih akibat<br />

hipertonisitas hanya sementara. (FI IV hal 13)<br />

♣ Pembuatan obat mata dengan sistem dapar mendekati pH fisiologis dapat dilakukan<br />

dengan mencampurkan secara aseptik: larutan obat steril dengan larutan dapar<br />

steril. Walaupun demikian, perlu diperhatikan mengenai kemungkinan<br />

berkurangnya kestabilan obat pada pH yang lebih tinggi, pencapaian dan<br />

pemeliharaan sterilitas selama proses pembuatan. Berbagai obat, bila didapar pada<br />

pH yang dapat digunakan secara terapeutik, tidak akan stabil dalam larutan untuk<br />

jangka waktu yang lama. Sediaan ini dibeku-keringkan dan direkonstitusikan<br />

segera sebelum digunakan (misalnya asetilkolin klorida untuk larutan obat mata).<br />

(FI IV hal 13)<br />

1.4.3 Pemilihan Bentuk Zat Aktif<br />

Sebagian besar zat aktif yang digunakan untuk <strong>sediaan</strong> mata bersifat larut air atau<br />

dipilih bentuk garamnya yang larut air. Sifat-sifat fisikokimia yang harus diperhatikan<br />

dalam memilih garam untuk formulasi larutan optalmik yaitu :<br />

1. Kelarutan<br />

2. Stabilitas<br />

3. pH stabilitas dan kapasitas dapar<br />

4. Kompatibilitas dengan bahan lain dalam formula.<br />

Sebagian besar zat aktif untuk <strong>sediaan</strong> optalmik adalah basa lemah. Bentuk garam yang<br />

biasa digunakan adalah garam hidroklorida, sulfat, dan nitrat. Sedangkan untuk zat<br />

aktif yang berupa asam lemah, biasanya digunakan garam natrium (Codex hal 161).<br />

1.4.4 Suspensi Mata<br />

Suspensi dapat dipakai untuk meningkatkan waktu kontak zat aktif dengan kornea<br />

sehingga memberi kerja lepas lambat yang lebih lama (Ansel, 559). Menurut Codex,<br />

pemilihan bentuk suspensi ( mis. Sediaan kortikosteroid) disebabkan :<br />

• Bioavailabilitas zat aktif yang rendah (karena kelarutan rendah) dalam bentuk<br />

larutannya.<br />

• Ketidakstabilan zat aktif dalam bentuk larutan dapat menhasilkan hasil urai<br />

yang toksik<br />

Karena mata adalah organ yang sangat sensitif, maka partikel-partikel dalam suspensi<br />

dapat mengiritasi dan meningkatkan laju lakrimasi dan kedipan. Maka solusinya,<br />

81


Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />

steril<br />

digunakan partikel yang sangat kecil yaitu dengan memakai zat aktif yang<br />

dimikronisasi (micronized).<br />

Masalah utama suspensi optalmik adalah kemungkinan terjadinya perubahan ukuran<br />

partikel menjadi lebih besar selama penyimpanan (agregasi).<br />

Untuk <strong>sediaan</strong> suspensi, surfaktan diperlukan untuk membasahi zat aktif hidrofob dan<br />

untuk memperlambat pengkristalan.<br />

Pensuspensi yang biasa digunakan biasanya sama dengan bahan peningkat viskositas.<br />

II. FORMULASI<br />

2.1 FORMULA UMUM<br />

R/ Zat aktif<br />

Bahan pembantu : Pengawet Pendapar<br />

Pengisotonis Peningkat viskositas<br />

Anti oksidan<br />

Pensuspensi untuk suspensi<br />

Surfaktan<br />

2.2 TEORI BAHAN PEMBANTU<br />

a. PENGAWET<br />

Larutan obat mata dapat dikemas dalam wadah takaran ganda bila digunakan secara<br />

perorangan pada pasien dan bila tidak terdapat kerusakan pada permukaan mata. Wadah<br />

larutan obat mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada<br />

pemakaian pertama. Sedangkan untuk penggunaan pembedahan, disamping steril, larutan<br />

obat mata tidak boleh mengandung antibakteri karena dapat mengiritasi jaringan mata. (FI<br />

IV hal 13 & 14)<br />

Kontaminasi pada <strong>sediaan</strong> mata dapat menyebabkan kerusakan yang serius, misalnya<br />

menyebabkan radang kornea mata. Kontaminan yang terbesar adalah Pseudomonas<br />

aeruginosa. Pertumbuhan bakteri bacillus Gram negatif ini terjadi dengan cepat pada<br />

beberapa medium dan menghasilkan zat toksin dan anti bakteri. Sumber bakteri terbesar<br />

adalah air destilasi yang disimpan secara tidak tepat yang digunakan dalam pencampuran<br />

(AOC, 223).<br />

Organisme lain yang bisa menghasilkan infeksi kornea seperti golongan proteus yang<br />

telah diketahui sebagai kontaminan dalam larutan metil selulosa. Selain bakteri, fungi juga<br />

merupakan kontaminan misalnya Aspergillus fumigatus. Virus juga merupakan kontaminan<br />

seperti herpes simplex, vaksin, dan moluscum contagiosum. Umumnya pengawet tidak<br />

cocok dengan virus(AOC, 223 - 224).<br />

Mikroorganisme lain yang dapat mengkontaminasi <strong>sediaan</strong> optalmik adalah<br />

Hemophillus influenza, Hemophillus conjunctividis, Neisseria gonorrhoeae, Neisseria<br />

meningitidis,dll (Repetitorium BL, 38).<br />

Pengawet yang dipilih seharusnya mencegah dan membunuh pertumbuhan<br />

mikroorganisme selama penggunaan. Pengawet yang sesuai untuk larutan obat tetes mata<br />

hendaknya memiliki sifat sebagai berikut (AOC, 234) :<br />

1. Bersifat bakteriostatik dan fungistatik. Sifat ini harus dimiliki terutama terhadap<br />

Pseudomonas aeruginosa.<br />

2. Non iritan terhadap mata (jaringan okuler yaitu kornea dan konjungtiva).<br />

3. Kompatibel terhadap bahan aktif dan zat tambahan lain yang dipakai.<br />

4. Tidak memiliki sifat alergen dan mensensitisasi.<br />

5. Dapat mempertahankan aktivitasnya pada kondisi normal penggunaan <strong>sediaan</strong>.<br />

82


Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />

steril<br />

Golongan pengawet pada <strong>sediaan</strong> tetes mata (DOM hal 148; Diktat kuliah teknologi steril,<br />

291-293 ; Codex, 161-165 ; Benny Logawa, 43) :<br />

Jenis Konsentrasi Inkompatibilitas Keterangan<br />

Sabun, surfaktan anionik,<br />

salisilat, nitrat, fluorescein<br />

natrium.<br />

Senyawa amonium<br />

kuartener :<br />

Benzalkonium<br />

klorida<br />

Senyawa merkuri<br />

nitrat :<br />

• Fenil merkuri<br />

nitrat<br />

• Thiomersal<br />

Parahidroksi<br />

benzoat :<br />

Nipagin, Nipasol<br />

Fenol :<br />

Klorobutanol<br />

0,004 – 0,02 %<br />

(biasanya 0,01%)<br />

0,01 – 0,005%<br />

0,005%<br />

Nipagin 0,18% +<br />

Nipasol 0,02%<br />

0,5 – 0,7%<br />

Halida tertentu dengan<br />

fenilmerkuri asetat<br />

Diadsorpsi<br />

oleh<br />

makromolekul, interaksi<br />

dengan surfaktan nonionik<br />

Stabilitasnya pH dependent;<br />

aktivitasnya tercapai pada<br />

konsentrasi dekat kelarutan<br />

max<br />

• Paling banyak dipakai untuk<br />

<strong>sediaan</strong> optalmik.<br />

• Efektivitasnya ditingkatkan<br />

dengan penambahan EDTA<br />

0,02%.<br />

Biasanya digunakan sebagai<br />

pengawet dari zat aktif yang<br />

OTT dengan benzalkonium<br />

klorida<br />

Jarang digunakan; banyak<br />

digunakan untuk mencegah<br />

pertumbuhan jamur, dalam<br />

dosis tinggi mempunyai sifat<br />

antimikroba yang lemah.<br />

Akan berdifusi melalui<br />

kemasan polietilen lowdensity<br />

Alkohol aromatik :<br />

Feniletil alkohol<br />

0,5 - 0,9% or<br />

0,5%<br />

Kelarutan dalam air rendah Akan berdifusi melalui<br />

kemasan polietilen lowdensity,<br />

kadang2 digunakan<br />

dalam kombinasi dengan<br />

pengawet lain.<br />

Kombinasi pengawet yang biasanya digunakan adalah :<br />

• Benzalkonium klorida + EDTA<br />

• Benzalkonium klorida + Klorobutanol/feniletilalkohol/ fenilmerkuri nitrat<br />

• Klorobutanol + EDTA/ paraben<br />

• Tiomerasol + EDTA<br />

• Feniletilakohol + paraben<br />

b. PENGISOTONIS<br />

Pengisotonis yang dapat digunakan adalah NaCl, KCl, glukosa, gliserol dan dapar (Codex,<br />

161-165). Rentang tonisitas yang masih dapat diterima oleh mata :<br />

FI IV : 0,6 – 2,0% RPS dan RPP : 0,5 – 1,8%<br />

AOC : 0,9 – 1,4% Codex dan Husa : 0,7 – 1,5%<br />

Tapi usahakan berada pada rentang 0,6 – 1,5% (Diktat kuliah teknologi steril).<br />

Hati-hati kalau bentuk garam zat aktif adalah garam klorida (Cl) karena jka pengisotonis<br />

yang digunakan adalah NaCl dapat terjadi kompetisi dan salting out.<br />

c. PENDAPAR<br />

Secara ideal, larutan obat mata mempunyai pH dan isotonisitas yang sama dengan air mata.<br />

Hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena pada pH 7,4 banyak obat yang tidak cukup larut<br />

dalam air. sebagian besar garam alkaloid mengendap sebagai alkaloid bebas pada pH ini.<br />

Selain itu banyak obat tidak stabil secara kimia pada pH mendekati 7,4 (FI III, 13). Tetapi<br />

larutan tanpa dapar antara pH 3,5 – 10,5 masih dapat ditoleransi walaupun terasa kurang<br />

nyaman. Di luar rentang pH ini dapat terjadi iritasi sehingga mengakibatkan peningkatan<br />

83


Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />

steril<br />

pH<br />

2,2<br />

2,4<br />

2,6<br />

2,8<br />

3,0<br />

3,2<br />

3,4<br />

3,6<br />

3,8<br />

lakrimasi (Codex, 161-165). Rentang pH yang masih dapat ditoleransi oleh mata menurut<br />

beberapa pustaka : 4,5 – 9,0 menurut AOC; 3,5 – 8,5 menurut FI IV<br />

Syarat dapar (Codex, 161-165) :<br />

1. Dapat menstabilkan pH selama penyimpanan<br />

2. Konsentrasinya tidak cukup tinggi karena konsentrasi yang tinggi dapat mengubah pH<br />

air mata.<br />

Menurut Codex, dapar yang dapat dipakai adalah dapar borat, fosfat dan sitrat. Tapi<br />

berdasarkan Suarat Edaran Dirjen POM tgl 12 Oktober 1999, asam borat tidak boleh<br />

digunakan untuk pemakaian topikal/lokal karena resiko toksisitasnya lebih besar<br />

dibandingkan khasiatnya untuk penggunaan topikal. Jadi, dapar yang boleh digunakan<br />

untuk <strong>sediaan</strong> optalmik hanya dapar fosfat dan sitrat.<br />

Dapar yang digunakan sebaiknya adalah dapar yang telah dimodifikasi dengan penambahan<br />

NaCl yang berfungsi untuk menurunkan kapasitas daparnya.<br />

Dapar sitrat modifikasi Mc Ilvaine (Codex, 68)<br />

Na fosfat<br />

(Na 2 HPO 4 .12H 2 O)<br />

g/L<br />

1,4<br />

4,4<br />

7,8<br />

11,4<br />

14,7<br />

17,7<br />

20,4<br />

23,1<br />

25,4<br />

Asam sitrat<br />

(C 6 H 8 O 7 .H 2 0)<br />

g/L<br />

20,6<br />

19,7<br />

18,7<br />

17,7<br />

16,7<br />

15,8<br />

15,0<br />

14,2<br />

13,6<br />

pH<br />

5,2<br />

5,4<br />

5,6<br />

5,8<br />

6,0<br />

6,2<br />

6,4<br />

6,6<br />

6,8<br />

Na fosfat<br />

(Na 2 HPO 4 .12H 2 O)<br />

g/L<br />

38,4<br />

39,9<br />

41,5<br />

43,3<br />

45,2<br />

47,3<br />

49,6<br />

52,1<br />

55,3<br />

Asam sitrat<br />

(C 6 H 8 O 7 .H 2 0)<br />

g/L<br />

9,7<br />

9,3<br />

8,8<br />

8,3<br />

7,7<br />

7,1<br />

6,5<br />

5,7<br />

4,8<br />

4,0<br />

4,2<br />

4,4<br />

4,6<br />

4,8<br />

5,0<br />

27,6<br />

29,7<br />

31,6<br />

33,5<br />

35,3<br />

36,9<br />

12,9<br />

12,3<br />

11,7<br />

11,2<br />

10,7<br />

10,2<br />

7,0<br />

7,2<br />

7,4<br />

7,6<br />

7,8<br />

8,0<br />

59,0<br />

62,3<br />

65,1<br />

67,1<br />

68,6<br />

69,7<br />

3,7<br />

2,7<br />

1,9<br />

1,3<br />

0,9<br />

0,58<br />

d. PENINGKAT VISKOSITAS<br />

Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemilihan bahan peningkat viskositas<br />

untuk <strong>sediaan</strong> optalmik adalah ( Codex, 161-165)<br />

1. Sifat bahan peningkat viskositas itu sendiri. Misal Polimer mukoadhesif (asam<br />

hyaluronat dan turunannya; carbomer) secara signifikan lebih efektif daripada polimer<br />

non mukoadhesif pada konsentrasi equiviscous.<br />

2. Perubahan pH dapat mempengaruhi aktivitas bahan peningkat viskositas.<br />

3. Penggunaan produk dengan viskositas tinggi kadang tidak ditoleransi baik oleh mata<br />

dan menyebabkan terbentuknya deposit pada kelopak mata; sulit bercampur dengan air<br />

mata; atau mengganggu difusi obat.<br />

Penggunaan peningkat viskositas dimaksudkan untuk memperpanjang waktu kontak antara<br />

<strong>sediaan</strong> dengan kornea sehingga jumlah bahan aktif yang berpenetrasi dalam mata akan<br />

semakin tinggi sehingga menambah efektivitas terapinya (Diktat kuliah teknologi steril,<br />

303).<br />

84


Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />

steril<br />

Viskositas untuk larutan obat mata dipandang optimal jika berkisar antara 15-25 centipoise<br />

(cps). Peningkat viskositas yang biasa dipakai adalah metilselulosa 4000 cps sebanyak<br />

0,25% atau 25 cps sebanyak 1%, HPMC, atau polivinil alkohol (Ansel, 548-552). Menurut<br />

Codex, dapat digunakan turunan metil selulosa, polivinil alkohol, PVP, dekstran and<br />

makrogol.<br />

Na CMC jarang digunakan karena tidak tahan terhadap elektrolit sehingga kekentalan<br />

menurun; kadang tidak tercampurkan dengan zat aktif (Diktat kuliah teknologi steril, 303).<br />

Pada umumnya penggunaan senyawa selulosa dapat meningkatkan penetrasi obat dalam<br />

tetes mata, demikian juga dengan PVP dan dekstran. Jadi, pemilihan bahan pengental<br />

dalam obat tetes mata didasarkan pada (Diktat kuliah teknologi steril, 304):<br />

• Ketahanan pada saat sterilisasi,<br />

• Kemungkinan dapat disaring,<br />

• Stabilitas, dan<br />

• Ketidakbercampuran dengan bahan-bahan lain.<br />

Pangental yang sering dipakai adalah : Metilselulosa, HPMC dan PVP.<br />

e. ANTI OKSIDAN<br />

Zat aktif untuk <strong>sediaan</strong> mata ada yang dapat teroksidasi oleh udara. Untuk itu kadang<br />

dibutuhkan antioksidan. Antioksidan yang sering digunakan adalah Na metabisulfit atau Na<br />

sulfit dengan konsentrasi sampai 0,3%. Vitamin C (asam askorbat) dan asetilsistein pun<br />

dapat dipakai terutama untuk <strong>sediaan</strong> fenilefrin.<br />

Degradasi oksidatif seringkali dikatalisa oleh adanya logam berat, maka dapat ditambahkan<br />

pengkelat seperti EDTA. Penggunaan wadah plastik yang permeabel terhadap gas dapat<br />

meningkatkan proses oksidatif selama penyimpanan (Codex, 161-165; RPS, 1590).<br />

f. SURFAKTAN<br />

Pemakaian surfaktan dalam obat tetes mata harus memenuhui berbagai aspek (Diktat kuliah<br />

teknologi steril, 304) :<br />

1. Sebagai antimikroba (Surfaktan golongan kationik seperti benzalkonium klorida, setil<br />

piridinium klorida, dll).<br />

2. Menurunkan tegangan permukaan antara obat mata dan kornea sehingga meningkatkan<br />

aktivitas terapeutik zat aktif.<br />

3. Meningkatkan ketercampuran antara obat tetes mata dengan cairan lakrimal,<br />

meningkatkan kontak zat aktif dengan kornea dan konjungtiva sehingga meningkatkan<br />

penembusan dan penyerapan obat.<br />

4. Tidak boleh meningkatkan pengeluaran air mata, tidak boleh iritan dan merusak<br />

kormea. Surfaktan golongan non ionik lebih dapat diterima dibandingkan dengan<br />

surfaktan golongan lainnya.<br />

Penggunaan surfaktan dalam <strong>sediaan</strong> optalmik terbatas karena bisa melarutkan bagian<br />

lipofil dari mata. Surfaktan non ionik, yang paling tidak toksik dibandingkan golongan lain,<br />

digunakan dalam konsentrasi yang rendah dalam suspensi steroid dan sebagai pembantu<br />

untuk membentuk larutan yang jernih.<br />

Surfaktan dapat juga digunakan sebagai kosolven untuk meningkatkan solubilitas (jarang<br />

dilakukan). Surfaktan non ionik dapat mengadsorpsi senyawa pengawet antimikroba dan<br />

menginaktifkannya. (RPS, 1590)<br />

Menurut Codex, surfaktan non ionik yang sering dipakai adalah Polisorbat 80 (Tween 80).<br />

Sedangkan menurut Diktat kuliah teknologi steril dapat juga digunakan Tween 20,<br />

benzetonium klorida, miristil-gamma-picolinium klorida, polioxil 40-stearat, alkil-arilpolietil<br />

alkohol, dioktil sodium sulfosuksinat, dll.<br />

85


Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />

steril<br />

2.3 PERHITUNGAN<br />

a. Metode Turunnya Titik Beku<br />

Turunnya titik beku serum darah atau cairan lakrimal sebesar -0,52°C yang setara dengan<br />

0,9% NaCl. Makin besar konsentrasi zat terlarut makin besar turunnya titik beku.<br />

a<br />

METODE I (BPC) : W = 0, 52 −<br />

b<br />

W = Jumlah (g) bahan pembantu isotonik dalam 100 ml larutan<br />

a = Turunnya titik beku air akibat zat terlarut, dihitung dengan memperbanyak nilai untuk<br />

larutan 1% b/v<br />

b = Turunnya titik beku air yang dihasilkan oleh 1% b/v bahan pembantu isotoni<br />

jika konsentrasi tidak dinyatakan, a = 0 ( tidak ditambahkan pengisotonis)<br />

K.<br />

m.<br />

n.1000<br />

METODE II : Tb =<br />

M . L.<br />

Keterangan :<br />

Tb = turunnya titik beku larutan terhadap pelarut murninya<br />

K = turunnya titik beku pelarut dalam MOLAR (konstanta Kryoskopik air = 1,86 yang<br />

menunjukkan turunnya titik beku 1 mol zat terlarut dalam 1000 g cairan)<br />

m = Zat yang ditimbang (g)<br />

n = jumlah ion<br />

M = berat molekul zat terlarut<br />

L = massa pelarut (g)<br />

b. Ekivalensi NaCl<br />

Didefinisikan sebagai suatu faktor yang dikonversikan terhadap sejumlah tertentu zat<br />

terlarut terhadap jumlah NaCl yang memberikan efek osmotik yang sama. Misalnya<br />

ekivalensi NaCl asam borat 0,55 berarti 1 g asam borat di dalam larutan memberikan<br />

jumlah partikel yang sama dengan 0,55 g NaCl.<br />

I<br />

METODE WELLS :<br />

L =<br />

C<br />

Keterangan :<br />

L = turunnya titik beku MOLAL<br />

I = turunnya titik beku akibat zat terlarut ( o C)<br />

C = Konsentrasi molal zat terlarut<br />

Oleh karena itu zat aktif dengan tipe ionik yang sama dapat menyebabkan turunnya titik<br />

beku molal yang sama besar, maka Wells mengatasinya dengan menggolongkan zat-zat<br />

tersebut menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah ion yang dihasilkan. Lihat<br />

tabel III di Repetitorium Teknologi Sediaan Steril, hal. 15.<br />

METODE LAIN :<br />

E = 17<br />

Keterangan :<br />

E = ekivalensi NaCl<br />

L = turunnya titik beku molal<br />

M = berat molekul zat.<br />

c. Metode L iso (Diktat Kuliah Steril,166)<br />

L<br />

M<br />

Rumus :<br />

Berat × 1000<br />

Δ Tf = Liso<br />

×<br />

BM × V<br />

86


Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />

steril<br />

Keterangan :<br />

ΔTf = penurunan titik beku<br />

L iso = harga tetapan; non elektrolit =1,86 ; elektrolit lemah =2 ; uni- univalen<br />

=3,4<br />

BM = berat molekul<br />

V = volume larutan dlm ml<br />

Berat = dalam gram zat terlarut<br />

d Metode White – Vincent. (Diktat kuliah steril hal, 167)<br />

Tonisitas yang diinginkan ditentukan dengan penambahan air pada <strong>sediaan</strong> parenteral agar<br />

isotonis. Rumus yang dipakai :<br />

V = w x E x 111,1<br />

Dengan V= volume dalam ml<br />

w = berat dalam gram<br />

E = ekivalensi NaCl<br />

Contoh :<br />

R/ Phenacaine hidroklorida 0,06 gr<br />

Asam borat<br />

0,30 gr<br />

Aqua bidestilata steril ad 100 ml<br />

Maka : v = ( (0,06 x 0,20)+ (0,3 x 0,50)) x 111,1 ml<br />

= 18 ml<br />

Jadi obat dicampur dengan air sampai 18 ml. Lalu tambah pelarut isotonis sampai 100 ml<br />

jadi :<br />

e. Metode Sprowls (Diktat kuliah steril hal 167 )<br />

Merupakan modifikasi dari metode White dan Vincent, dimana w dibuat tetap 0,3 gram,<br />

V = E x 33,33 ml<br />

CONTOH PERHITUNGAN<br />

TONISITAS :<br />

a. Cara ekivalensi<br />

R / Ranitidin HCl 27,9 mg<br />

Na 2 HPO 4 anhidrat 0,98 mg<br />

KH 2 PO 4<br />

1,5 mg<br />

Aqua pro injection ad 1 ml<br />

Ranitidin HCl 27,9 mg/ml = 2,79 g/100 ml = 2,79 %<br />

E 3% = 0,16 (FI Ed. IV Hal. 1255 )<br />

Na 2 HPO 4 anhidrat 0,98 mg/ml ~ (BM Na 2 HPO 4 dihidrat / BM Na 2 HPO 4 anhidrat) x 0,98<br />

= ( 159,96 / 141,96 ) x 0,98<br />

= 1,1 mg/ml<br />

= 0,11 g/100 ml<br />

= 0,11%<br />

E 0,5% = 0,44 (FI Ed. IV)<br />

KH 2 PO 4 1,5 mg/ml = 0,15 g/100 ml<br />

= 0,15 %<br />

E 0,5% = 0,48 (FI Ed. IV)<br />

87


Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />

steril<br />

Zat E Jumlah zat dalam 100 ml (g) Kesetaraan NaCl<br />

Ranitidin HCl 0,16 2,79 0,4464<br />

Na 2 HPO 4<br />

0,44 0,11 0,0484<br />

dihidrat<br />

KH 2 PO 4 0,48 0,15 0,0720<br />

NaCl yang ditambahkan agar isotonis :<br />

= 0,9 – ( 0,4464 + 0,0484 + 0,0720 )<br />

= 0,3332 g/ 100 ml<br />

NaCl yang ditambahkan dalam 1 ml = 3,3 mg/ml<br />

b. Cara penurunan titik beku<br />

Zat Δ Tf 1% Konsentrasi zat Kons. Zat X Δ Tf 1%<br />

(%)<br />

Ranitidin HCl 0.1 2.79 0.279<br />

Na 2 HPO 4 dihidrat 0.24 0.11 0.0264<br />

KH 2 PO 4 0.25 0.15 0.0375<br />

Jumlah 0.3429 ~ 0.34<br />

Δ Tf isotonis = 0,52<br />

agar isotonis, Δ Tf yang ditambahkan = 0,52 – 0,34<br />

= 0,18<br />

Setara dengan NaCl : ( 0,18 / 0,52 x 0,9 g/100 ml )<br />

= 0,31 g/100 ml<br />

= 3,1 mg/ml<br />

Jadi NaCl yang ditambahkan agar larutan isotonis sebanyak 3,1 mg/ml<br />

2.2. KAPASITAS DAPAR (Diktat Kuliah Steril,162-163)<br />

Kapasitas dapar adalah kemampuan tidak berubahnya pH dengan penambahan sedikit asam<br />

atau sedikit basa.<br />

Rumus : β = αB = 2,303 C Ka.[H 3 O + ]<br />

αpH { Ka + [H 3 O + ] } 2<br />

β = kapasitas dapar<br />

αB = perubahan konsentrasi asam atau basa<br />

αpH = perubahan pH<br />

C = konsentrasi molar larutan dapar<br />

Ka = konstanta disosiasi larutan dapar<br />

Kapasitas dapar dapat dihitung dengan persamaan Henderson-Hasselbach :<br />

pH = pKa + log [ garam ]<br />

[ asam ]<br />

CONTOH PERHITUNGAN<br />

Dapar<br />

Dalam 1 ml larutan mengandung Ranitidin HCl, pH stabilitas = 6,7-7,3 di dapar pada pH = 7<br />

([H 3 O + ] = 10 -7 )<br />

Dapar pospat pH = 6 – 8,2<br />

pKa 1 = 2,21 pKa 2 = 7,21 pKa 3 = 12,67<br />

Dapar yang baik jika pH = pKa kurang lebih 1, maka dipilih H 2 PO 4 dan HPO 4<br />

pKa 2 = 7,21 (Ka = 6,3 . 10 -8 )<br />

Catatan : Kapasitas dapar yg umum digunakan 0,01<br />

88


Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />

steril<br />

β = 2,303 C Ka.[H 3 O + ]<br />

{ Ka + [H 3 O + ] } 2<br />

0,01 = 2,303 C 6,3 .10 -8 . 10 -7<br />

(6,3 .10 -8 + 10 -7 ) 2<br />

C = 0,018 M<br />

pH = pKa + log [ garam ]<br />

[ asam ]<br />

7 = 7,21 + log [ garam ]<br />

[ asam ]<br />

[garam] = 0,62 [asam]<br />

[asam] + [garam] = 0,018<br />

1,62 [asam] = 0,018<br />

[asam] = 1,1 . 10 -2 mol/L<br />

= 1,1 . 10 -5 mol/ml ( BM asam KH 2 PO 4 = 141,96 )<br />

Massa asam = 1,1 . 10 -5 X 141,96 = 1,5 mg<br />

[garam] = 0,62 [asam] 6,89 . 10 -3 mol/L = 6,89 . 10 -6 mol/ml<br />

(BM Na 2 HPO 4 anhidrat = 136,09)<br />

[garam] = 6,89 . 10 -6 X 136,09 = 0,98 mg<br />

Jadi dapar yang digunakan adalah KH 2 PO 4 1,5 mg/ml dan Na 2 HPO 4 0,98 mg/ml<br />

III. METODE DAN PROSEDUR PEMBUATAN<br />

METODE PEMBUATAN<br />

Ada dua metode pembuatan <strong>sediaan</strong> steril yaitu cara sterilisasi akhir dan cara aseptik.<br />

1. Cara Sterilisasi Akhir<br />

Cara ini merupakan cara sterilisasi umum dan paling banyak digunakan dalam pembuatan<br />

<strong>sediaan</strong> steril. Zat aktif harus stabil terhadap molekul air dan pada suhu sterilisasi. Sediaan<br />

disterilkan pada tahap terakhir pembuatan <strong>sediaan</strong>. Semua alat setelah lubang-lubangnya<br />

ditutup dengan kertas perkamen, disterilkan dengan cara sterilisasi yang sesuai.<br />

2. Cara Aseptik<br />

Cara ini terbatas penggunaanya pada <strong>sediaan</strong> yang mengandung zat aktif peka suhu tinggi dan<br />

dapat mengakibatkan penguraian atau penurunan kerja farmakologinya. Antibiotika dan<br />

beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya diracik secara aseptik. Cara<br />

aseptik bukanlah suatu metode sterilisasi (Repetitorium Benny Logawa, hal 82) melainkan<br />

suatu cara kerja untuk memperoleh <strong>sediaan</strong> steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik<br />

dalam <strong>sediaan</strong>.<br />

Metode sterilisasi terutama ditentukan oleh sifat <strong>sediaan</strong> tersebut. Jika memungkinkan,<br />

penyaringan dengan penyaring membran steril merupakan metode yang baik. Jika dapat<br />

ditunjukkan bahwa pemanasan tidak mempengaruhi stabilitas <strong>sediaan</strong>, sterilisasi obat dalam<br />

wadah akhir dengan otoklaf juga merupakan pilihan baik. Pendaparan obat tertentu disekitar pH<br />

fisiologis dapat menyebabkan obat tidak stabil pada suhu tinggi. Penyaringan dengan<br />

menggunakan penyaring bakteri adalah suatu cara yang baik untuk menghindari pemanasan,<br />

namun perlu perhatian khusus dalam pemilihan, perakitan dan penggunaan alat-alat. Sedapat<br />

mungkin gunakan penyaring steril 1x pakai. (FI IV hal 13).<br />

89


Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />

steril<br />

Cara-cara Sterilisasi (FI IV hal 1112)<br />

• Sterilisasi uap<br />

Proses sterilisasi termal menggunakan uap jenuh di bawah tekanan berlangsung di suatu<br />

bejana yang disebut otoklaf. Suatu siklus otoklaf yang ditetapkan dalam farmakope, untuk<br />

media atau pereaksi adalah selama 15 menit, 121 o C, kecuali dinyatakan lain. Prinsip dasar<br />

kerja alat: udara di dalam bejana diganti dengan uap jenuh, dan hal ini dicapai dengan<br />

menggunakan alat pembuka atau penutup khusus. (FI IV hal 1112)<br />

• Sterilisasi panas kering<br />

Proses sterilisasi termal untuk bahan yang tertera di farmakope dengan menggunakan panas<br />

kering biasanya dilakukan dengan suatu proses bets dalam suatu oven yang didesain khusus<br />

untuk tujuan tersebut. Distribusi panas dapat berupa sirkulasi atau disalurkan langsung dari<br />

suatu nyala terbuka. Suatu proses berkesinambungan sering digunakan untuk sterilisasi dan<br />

depirogenisasi alat kaca sebagai bagian dari sistem pengisian dan penutupan kedap secara<br />

aseptik yang berkesinambungan dan terpadu. (FI IV hal 1112)<br />

• Sterilisasi gas<br />

Pilihan untuk menggunakan sterilisasi gas sebagai alternatif dari sterilisasi termal sering<br />

dilakukan jika bahan yang akan disterilkan tidak tahan terhadap suhu tinggi pada proses<br />

sterilisasi uap atau panas kering. Bahan aktif yang umumnya digunakan pada sterilisasi gas<br />

adalah etilen oksida. Keburukan dari bahan ini adalah sangat mudah terbakar (walaupun<br />

sudah dicampur dengan gas inert yang sesuai), bersifat mutagenik dan kemungkinan adanya<br />

residu toksik dalam bahan yang disterilkan terutama yang mengandung ion klorida. Proses<br />

sterilisasi umumnya berlangsung dalam bejana yang bertekanan yang didesain sama seperti<br />

pada otoklaf tetapi dengan tambahan bagian khusus yang hanya terdapat pada alat sterilisasi<br />

yang menggunakan gas. Keterbatasan utama dari proses sterilisasi etilen oksida adalah<br />

terbatasnya kemampuan gas tersebut untuk berdifusi sampai ke daerah yang paling dalam<br />

dari bahan yang disterilkan. (FI IV hlm 1112 - 1113)<br />

Gas yang lain yang dapat dipakai yaitu formaldehid (untuk lemari).<br />

• Sterilisasi dengan radiasi ion<br />

Keunggulan sterilisasi iradiasi meliputi reaktivitas kimia rendah, residu rendah yang dapat<br />

diukur dan kenyataan yang membuktikan bahwa variabel yang dikendalikan lebih sedikit.<br />

Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif dari radioisotop (radiasi<br />

γ) dan radiasi berkas elektron.<br />

Iradiasi hanya menimbulkan sedikit kenaikan suhu tetapi dapat mempengaruhi kualitas dan<br />

jenis plastik/kaca tertentu. (FI IV hlm 1113)<br />

• Sterilisasi dengan penyaringan<br />

Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas sering dilakukan dengan penyaringan<br />

menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba, sehingga mikroba yang<br />

dikandung dapat dipisahkan secara fisika. Perangkat penyaring umumnya terdiri<br />

dari suatu matriks berpori bertutup kedap atau dirangkaikan pada wadah yang tidak<br />

permeabel. Efektivitas suatu penyaring media atau penyaring substrat tergantung<br />

pada ukuran pori bahan dan dapat tergantung pada daya absorbsi bakteri pada atau<br />

dalam matriks penyaring atau bergantung pada mekanisme pengayakan.<br />

Penyaringan untuk tujuan sterilisasi umumnya dilaksanakan menggunakan rakitan<br />

yang memiliki membran dengan porositas nominal 0,2 μm atau kurang. ( FI IV hlm<br />

1114 - 1115).<br />

90


Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />

steril<br />

Metode Sterilisasi<br />

Metode Karakteristik zat aktif, eksipien, wadah Kerugian<br />

Sterilisasi basah<br />

(autoklaf)<br />

Tahan panas (121 o C selama 15 menit) dan Tidak depirogenasi<br />

tahan lembab, cairan bercampur dengan air,<br />

wadah dapat ditembus oleh air<br />

Sterilisasi panas kering<br />

(oven)<br />

Filtrasi menggunakan<br />

membrane<br />

Irradiasi (gamma,<br />

elektron)<br />

Sterilisasi gas<br />

Tahan panas (170 o C selama 1 jam) tidak<br />

tahan lembab, cairan tidak bercampur<br />

dengan air<br />

Tidak tahan panas berbentuk cairan tidak<br />

dapat digunakan untuk wadah<br />

Memiliki ikatan molekul stabil terhadap<br />

radiasi<br />

Wasah polimer harus permeabel terhadap<br />

udara,uap air,gas<br />

Dapat depirogenasi<br />

Tidak depirogenasi,<br />

kemungkinan terjadi<br />

absorbsi zat pada membran<br />

dan leaching membran<br />

Tidak depirogenasi, mahal<br />

dan dapat merusak ikatan<br />

molekul beberapa zat<br />

PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN<br />

Akan dibuat <strong>sediaan</strong> tetes mata dengan kekuatan <strong>sediaan</strong> … % dengan volume … mL/botol<br />

Jumlah yang akan dibuat :<br />

1. Untuk keperluan tugas = ……<br />

2. Untuk keperluan evaluasi = ± 60 wadah<br />

Evaluasi fisika : uji kejernihan (3); penetapan bahan partikulat (2); penentuan bobot jenis<br />

dan pH (4); penentuan volume terpindahkan (30); penentuan viskositas dan<br />

aliran (10); volume sedimentasi (10); penampilan, kemampuan redispersi,<br />

penentuan homogenitas dan penentuan distribusi ukuran partikel (1).<br />

Evaluasi kimia : identifikasi dan penetapan kadar (5)<br />

Evaluasi biologi : uji sterilitas (20); uji efektivitas pengawet (5).<br />

Jadi jumlah <strong>sediaan</strong> yang dibuat = …. Botol.<br />

PROSEDUR PEMBUATAN DAN CARA STERILISASI<br />

3.3.1 Prosedur pembuatan bahan pengental dan pensuspensi :<br />

(1) HPMC<br />

HPMC didispersikan dan dihidrasi dalam air sebanyak 20-30% dari jumlah air yang<br />

dibutuhkan. Lalu HPMC yang telah dihidrasi ini ditambahkan ke dalam air sambil<br />

terus diaduk dan dipanaskan pada suhu 80-90 o C. Untuk mencapai volume yang<br />

diinginkan dapat ditambahkan air dingin.<br />

(2) Metilselulosa<br />

Dalam air dingin metilselulosa akan mengembang dan berdispersi perlahan<br />

membentuk dispersi koloid yang opalesence dan kental.<br />

3.3.2 Prosedur pembuatan<br />

Tahap pembuatan <strong>sediaan</strong> tetes mata : (Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida dan<br />

Semisolida, Revisi 2003,hal 25)<br />

1. Timbang semua bahan pada kaca arloji sesuai dengan formula dan segera dilarutkan<br />

dengan menggunakan aquabides secukupnya.<br />

2. Jika terdapat beberapa bahan maka segera larutkan satu bahan sebelum menimbang<br />

bahan berikutnya.<br />

91


Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />

steril<br />

3. Masukkan semua bahan ke dalam gelas piala yang dilengkapi batang pengaduk, dan<br />

tambahkan aquabides hingga larut, bilas kaca arloji dengan aquabides minimal dua<br />

kali.<br />

4. Setelah semua bahan larut, tuang larutan tersebut ke dalam gelas ukur hingga volume<br />

tertentu di bawah volume akhir yang diinginkan (misal akan dibuat larutan 100 mL,<br />

maka larutan dalam gelas ukur diatur tepat 75 mL).<br />

5. Basahi terlebih dahulu kertas saring lipat rangkap 2 dengan menggunakan aquabides.<br />

Air pembasah ditempatkan dalam satu Erlenmeyer.<br />

6. Saring larutan dalam gelas ukur ke dalam Erlenmeyer bersih dan steril melalui<br />

corong dan kertas saring yang telah dibasahi.<br />

7. Bilas gelas piala dengan aquabides, tuang hasil bilasan ke dalam gelas ukur hingga<br />

tepat 25 mL (contoh) dan saring ke dalam Erlenmeyer yang berisi filtrat larutan<br />

sebelumnya.<br />

8. Saring kembali larutan yang telah tersaring melalui saringan G3 ke dalam kolom<br />

reservoir.<br />

9. Pengemasan dilakukan sesuai dengan proses sterilisasi <strong>sediaan</strong><br />

a. Sterilisasi akhir terhadap bahan yang tahan suhu sterilisasi :<br />

• Jika sterilisasi adalah sterilisasi akhir maka larutan hasil penyaringan dengan<br />

saringan G3 diisikan ke dalam botol/vial yang sesuai dengan volumenya.<br />

Botol/vial ditutup dengan tutup karet, diikat dengan simpul champagne<br />

kemudian disterilkan (autoklaf).<br />

• Setelah disterilkan, larutan dituang ke dalam buret steril dan diisikan ke<br />

dalam botol tetes steril yang telah dikalibrasi. Pengisian dilakukan secara<br />

aseptik.<br />

• Pasang tutup botol yang telah disiapkan.<br />

b. Sterilisasi dengan cara filtrasi<br />

• Jika sterilisasi dilakukan dengan cara filtrasi maka setelah ad volume, larutan<br />

langsung difiltrasi dengan penyaring bakteri.<br />

• Setelah filtrasi, larutan diisikan ke dalam botol tetes yang telah dikalibrasi<br />

secara aseptik.<br />

• Pasang tutup botol yang telah disiapkan.<br />

10. Kemas botol/vial dalam dos dan beri etiket luar.<br />

11. Lakukan evaluasi mutu terhadap <strong>sediaan</strong>.<br />

PROSEDUR PEMBUATAN OBAT TETES MATA (SUSPENSI)<br />

Suspensi dengan pembawa air<br />

1. Suspending agent dikembangkan dalam air panas lalu dicampur dengan wetting agent,<br />

bahan pengawet dan bahan pembantu lainnya. Sterilkan bersama dalam otoklaf.<br />

2. zat berkhasiat yang telah ditimbang digerus berturut-turut dalam mortar steril dan<br />

dicampur dengan pembawa yang telah disterilkan tadi (dalam keadaan dingin) sedikit<br />

demi sedikit sambil digerus.<br />

3. suspensi ini dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk dan volume<br />

akhir dicapai dengan menambahkan air steril.<br />

4. Sambil diaduk suspensi yang sudah homogen dituang ke dalam wadah tetes mata yang<br />

telah dikalibrasi.<br />

Catatan :<br />

Pembuatan suspensi obat mata (mikronisasi) : Suspensi obat mata dibuat secara aseptik,<br />

diisikan langsung dari gelas ukur ke dalam botol steril yang telah dikalibrasi. Tutup<br />

dengan pipet tetesnya kemudian dipasang.<br />

Penandaan pada etiket harus tertera “ Tidak boleh digunakan lebih dari 1 bulan setelah<br />

tutup dibuka”<br />

92


Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />

steril<br />

3.3.3 Cara Sterilisasi Alat (Benny Logawa-Buku Penuntun Praktikum hal.44)<br />

Nama alat Cara sterilisasi Waktu<br />

Sendok porselen<br />

Oven 170 o C<br />

1 jam<br />

Spatel logam<br />

Pinset<br />

Batang pengaduk<br />

Krusentang<br />

Erlenmeyer<br />

Gelas ukur<br />

Autoklaf 121˚C<br />

15 menit<br />

Pipet ukur<br />

Pipet tetes<br />

Corong<br />

Kertas saring<br />

Kertas perkamen<br />

Kain kasa<br />

Kapas<br />

Saringan G3<br />

Slang karet buret<br />

Jarum buret<br />

Zalfkaart<br />

Pakaian kerja<br />

masker<br />

sarung tangan<br />

alas kaki<br />

Cawan penguap<br />

Oven 170˚C<br />

1 jam<br />

Kaca arloji<br />

Gelas piala<br />

Erlenmeyer<br />

Kolom<br />

Corong serbuk<br />

Ayakan B40<br />

Buret Larutan fenol 5% 24 jam<br />

Mortir & stemper<br />

Dibakar dengan spiritus<br />

96%<br />

Peralatan bebas pirogen Oven 170˚C 2 jam<br />

IV. EVALUASI DAN PENYIMPANAN<br />

4.1 EVALUASI SEDIAAN<br />

4.1.1. Evaluasi Fisik<br />

a. Uji kejernihan (FI IV hal 998)<br />

b. Penentuan bobot jenis (FI IV , hal 1030)<br />

c. Penentuan pH (FI IV , hal 1039)<br />

d. Penentuan bahan partikulat (FI IV , hal 981)<br />

e. Penentuan volume terpindahkan (FI IV , hal 1089)<br />

f. Penentuan viskositas dan aliran (Diktat praktikum farmasi fisika hal 9, 10, 14)<br />

g. Volume sedimentasi (Lihat <strong>sediaan</strong> suspensi)<br />

h. Kemampuan redispersi (Lihat <strong>sediaan</strong> suspensi)<br />

i. Penentuan homogenitas (Lihat <strong>sediaan</strong> suspensi)<br />

j. Penentuan distribusi ukuran partikel (Lihat <strong>sediaan</strong> suspensi)<br />

Catatan : evaluasi f-j untuk OTM Suspensi!<br />

4.1.2. Evaluasi Kimia<br />

93


Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />

steril<br />

a. Identifikasi<br />

b. Penetapan kadar<br />

c. Penentuan potensi (untuk antibiotik)<br />

4.1.3. Evaluasi Biologi<br />

a. Uji sterilitas (Lihat <strong>sediaan</strong> injeksi)<br />

b. Uji efektivitas pengawet (FI IV , hal 854-855).<br />

4.2 WADAH DAN PENYIMPANAN<br />

(Codex, 166-167)<br />

Saat ini wadah untuk larutan mata yang berupa gelas telah digantikan oleh wadah plastik<br />

feksibel terbuat dari polietilen atau polipropilen dengan built-in dropper.<br />

Keuntungan wadah plastik :<br />

• Murah, ringan, relatif tidak mudah pecah<br />

• Mudah digunakan dan lebih tahan kontaminasi karena menggunakan built-in dropper.<br />

• Wadah polietilen tidak tahan autoklaf sehingga disterilkan dengan iradiasi atau etilen<br />

oksida sebelum dimasukkan produk secara aseptik.<br />

Kekurangan wadah plastik :<br />

• Dapat menyerap pengawet dan mungkin permeabel terhadap senyawa volatil, uap air dan<br />

oksigen.<br />

• Jika disimpan dalam waktu lama, dapat terjadi hilangnya pengawet, produk menjadi<br />

kering (terutama wadah dosis tunggal) dan produk teroksidasi.<br />

Persyaratan kompendial :<br />

• Farmakope Eropa dan BP mensyaratkan wadah untuk tetes mata terbuat dari bahan yang<br />

tidak menguraikan/merusak <strong>sediaan</strong> akibat difusi obat ke dalam bahan wadah atau karena<br />

wadah melepaskan zat asing ke dalam <strong>sediaan</strong>.<br />

• Wadah terbuat dari bahan gelas atau bahan lain yang cocok.<br />

• Wadah <strong>sediaan</strong> dosis tunggal harus mampu menjaga sterilitas <strong>sediaan</strong> dan aplikator sampai<br />

waktu penggunaan.<br />

• Wadah untuk tetes mata dosis ganda harus dilengkapi dengan penetes langsung atau dengan<br />

penetes dengan penutup berulir yang steril yang dilengkapi pipet karet/plastic (BP 2002 vol2<br />

1869).<br />

Penyimpanan (BP 2002 vol2 1869)<br />

• Tetes mata disimpan dalam wadah “tamper-evident”. Kompatibilitas dari komponen<br />

plastik atau karet harus dicek sebelum digunakan.<br />

• Wadah untuk tetes mata dosis ganda dilengkapi dengan dropper yang bersatu dengan<br />

wadah. Atau dengan suatu tutup yang dibuat dan disterilisasi secara terpisah.<br />

4.3 PENANDAAN<br />

Farmakope Eropa dan BP mengkhususkan persyaratan berikut pada pelabelan <strong>sediaan</strong> tetes<br />

mata.<br />

• Label harus mencantumkan nama dan konsentrasi pengawet antimikroba atau senyawa lain<br />

yang ditambahkan dalam pembuatan. Untuk wadah dosis ganda harus mencantumkan batas<br />

waktu <strong>sediaan</strong> tersebut tidak boleh digunakan lagi terhitung mulai wadah pertama kali dibuka<br />

(waktu yang menyatakan <strong>sediaan</strong> masih dapat digunakan setelah wadah dibuka).<br />

• Kecuali dinyatakan lain lama waktunya tidak boleh lebih dari 4 minggu (BP 2002 vol2 1868)<br />

• Wadah dosis tunggal karena ukurannya kecil tidak dapat memuat indikasi dan konsentrasi<br />

bahan aktif.<br />

• Label harus mencantumkan nama dan konsentrasi zat aktif, kadaluarsa dan kondisi<br />

penyimpanan<br />

• Untuk wadah dosis tunggal, karena ukurannya kecil hanya memuat satu indikasi bahan aktif<br />

dan kekuatan/potensi <strong>sediaan</strong> dengan menggunakan kode yang dianjurkan, bersama dengan<br />

94


Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />

steril<br />

persentasenya. Jika digunakan kode pada wadah, maka pada kemasan juga harus diberi kode<br />

(BP 2002 vol2 1869).<br />

• Untuk wadah <strong>sediaan</strong> dosis ganda, label harus menyatakan perlakuan yang harus dilakukan<br />

untuk menghindari kontaminasi isi selama penggunaan (BP 2002 vol2 1869).<br />

Labelling (BP 2002 vol2 1869).<br />

Label harus mencantumkan :<br />

1. Nama dan persentase zat aktif.<br />

2. Tanggal dimana <strong>sediaan</strong> tetes mata tidak layak untuk digunakan lagi.<br />

3. Kondisi penyimpanan <strong>sediaan</strong> tetes mata.<br />

Untuk wadah dosis ganda, label harus menyatakan bahwa harus dilakukan perawatan<br />

tertentu untuk mencegah kontaminasi isi <strong>sediaan</strong> selama penggunaan.<br />

V. SEDIAAN DI PASARAN /PUSTAKA<br />

5.1 NAMA SEDIAAN DI PUSTAKA<br />

a. FI IV<br />

atropine sulfat (hal.116) pilokarpin nitrat(677)<br />

gentamisin sulfat (407) sulfasetamida natrium (764)<br />

homatropin hidrobromida (431) timolol maleat (792)<br />

kloramfenicol (191) tropikamida (808)<br />

pilokarpin HCl (676)<br />

b. FI III<br />

tropikamida (619)<br />

c. Fornas 1978<br />

adrenalina (121) hiosina (159)<br />

antazolina nafasolina (30) homatropina (148)<br />

atropine (32) kloramfenicol (65)<br />

basitrasina neomisina (37) kortison (87)<br />

betametason fosfat (48) sulfasetamida (276)<br />

deksametason neomisina (96) oksitetrasiklina (223)<br />

dwizolina (30) perak proteina (31)<br />

epinefrina (121)<br />

pilokarpina HCl(246)<br />

fenilefrina (241) pilokarpina nitrat (246)<br />

fisostigmina salisilat prednison fosfat (252)<br />

fisostigmina sulfat (243) skopolamina (159)<br />

hidrokortison (151) tropikamida (298)<br />

d. BP 2002<br />

Adrenalin/Epinefrin (1919)<br />

Alkalin (2231)<br />

Atropin (1947)<br />

Betametason (1967)<br />

Betaxolol (lar. 1971, susp 1972)<br />

Carteolol (1995)<br />

Kloramfenikol (2013)<br />

Cyclopentolate (2080)<br />

Dipivefrine (2108)<br />

Fluorescein (2166)<br />

Fluorometholone (2168)<br />

Flurbiprofen (2174)<br />

Fusidic Acid (2185)<br />

Gentamicin (2189)<br />

Homatropine (2213)<br />

Hypromellose (2231)<br />

Idoxuridine (2235)<br />

Levobunolol (2270)<br />

Light liquid paraffin (2370)<br />

Neomycin (2338, 2220)<br />

Norfloxacin (2349)<br />

Oxybuprocaine (2360)<br />

Phenilephrine (2385)<br />

Pilocarpine hydrochloride (2390)<br />

Pilocarpine nitrate (2390)<br />

Prednisolone sodium phosphate (2404)<br />

Proxymetacaine (2421)<br />

Sodium chloride (2447)<br />

Sodium citrate (2449)<br />

Sodium cromoglicate (2450)<br />

95


Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />

steril<br />

Hyoscine (2230) Zinc sulphate (2521)<br />

e. USP 27<br />

Echothiophate iodide (683)<br />

Emedastine (700)<br />

Epinephrine bitartrate (714)<br />

Epinephrine (712)<br />

Epinephryl borate (714)<br />

Eucatropine HCl (775)<br />

Fluorescein sodium & benoxinate HCl<br />

(814)<br />

Fluorometholone (819)<br />

Fluorometholone acetate & tobramycin<br />

(susp 1860)<br />

Flurbiprofen sodium (836)<br />

Gentamycin sulfate (861)<br />

Glycerin (876)<br />

Homatropine HBr (912)<br />

Hydrocortisone acetat (susp 927)<br />

Hydrxyamphetamine HBr (939)<br />

Hypromellose (952)<br />

Idoxuridine (960)<br />

Levobunolol HCl (1077)<br />

Metilselulosa (1208)<br />

Naphazoline HCl (1282)<br />

Natamycin (susp 1287)<br />

Ofloxacin (1356)<br />

Oxymetazoline HCl (1383)<br />

Phenylephrine HCl (1473)<br />

Physostigmine salicylate (1486)<br />

Pilocarpine HCl (1491)<br />

Pilocarpine nitrate (1492)<br />

Prednisolone sodium Phsphate (1543)<br />

5.2 CONTOH FORMULA PUSTAKA UMUM<br />

AULTON<br />

1. Hidrokortison asetat 0.5 Gm<br />

Methocel 15 cps<br />

0.1 Gm<br />

Sodium karboksimetil sellulosa 0.5 Gm<br />

Benzil alcohol<br />

0.5 ml<br />

Benzalkonium klorida 1 : 10,000<br />

Air suling steril ad<br />

100.0 ml<br />

2. Larutan mata terramycin 5 mg<br />

Per ml<br />

5 ml<br />

Terramycin (oxytetraciclyne) hydroclorida cocok pada formula kering dan mengandung 25<br />

mg pada 62.5 mg sodium klorida dan 25 mg sodium borat dan ditambahkan 5 ml air suling<br />

steril. Larutan ini stabil selama 2 hari pada temperatur refrigerator.<br />

3. Pontocaine hydroclorida 0.50 Gm<br />

Potassium asam phosphat 0.43 Gm<br />

Disodium phosphat anhidrat 0.57 Gm<br />

Sodium klorida<br />

0.34 Gm<br />

Larutan zepiran klorida 1 : 10,000 ad 100.00 ml<br />

2 drop pada masing-masing mata selama sakit.<br />

4. Diisopropil fluorophosphat 0.1 %<br />

Minyak kacang steril, ad 4.0 ml<br />

DFP ini sangat tidak stabil pada keadaan lembab dan berair. DFP digunakan sebagai miotik<br />

pada pengobatan glaucoma.<br />

5. Atropin sulfat 1.00 Gm<br />

Sodium asam phosphat anhidrat 0.56 Gm<br />

Disodium phosphat anhidrat 0.28 Gm<br />

96


Teori <strong>sediaan</strong> apoteker ITB ~ oktober 2008/2009<br />

steril<br />

Sodium klorida<br />

0.36 Gm<br />

Larutan benzalkonium klorida 1 : 10,000 ad 100.00 ml<br />

0.14 Gm sodium klorida setara dengan 1 Gm atropin sulfat.<br />

6. fluoresen sodium 2 Gm<br />

larutan metiolat 1: 1000<br />

20 ml<br />

buffer phasphat steril 7.4, ad 100 ml<br />

7. ammonium tartrat 5 Gm<br />

air suling steril<br />

100 ml<br />

8. larutan mata paredrin hidrobromida 1 % 4 ml.<br />

9. homatropin hidrobromida 1.00 Gm<br />

sodium asam phosphat anhidrat<br />

97


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

STERIL<br />

OBAT TETES HIDUNG (NASAL DROPS)<br />

(Re-New by: Anien dan Hendra)<br />

I. PENDAHULUAN<br />

DEFINISI<br />

• (BP 2008, 2362)<br />

Sediaan hidung adalah cairan, semisolid atau <strong>sediaan</strong> padat yang digunakan pada rongga<br />

hidung untuk memperoleh suatu efek sistemik atau lokal. Berisi satu atau lebih bahan aktif.<br />

Sediaan hidung sebisa mungkin tidak mengiritasi dan tidak memberi pengaruh yang negatif<br />

pada fungsi mukosa hidung dan silianya. Sediaan hidung yang mengandung air pada<br />

umumnya isotonik dan berisi eksipien, seperti bahan untuk adjust viskositas <strong>sediaan</strong>, untuk<br />

adjust atau stabilisasi pH, untuk meningkatkan kelarutan zat aktif atau kestabilan <strong>sediaan</strong>.<br />

Sediaan hidung tersedia dalam kemasan dosis tunggal atau dosis ganda, diberikan jika perlu<br />

dengan suatu alat yang dirancang untuk menghindari paparan kontaminan.<br />

Kecuali jika dibenarkan dan diijinkan, <strong>sediaan</strong> hidung mengandung air disediakan dalam<br />

kemasan dosis ganda mengandung bahan pengawet antimikroba dalam konsentrasi yang<br />

sesuai, kecuali zat aktif <strong>sediaan</strong> tersebut mempunyai aktivitas antimikroba yang cukup.<br />

Beberapa kategori dari <strong>sediaan</strong> hidung dapat dibedakan sbb:<br />

- Nasal drops dan liquid nasal spray<br />

- Nasal powders/bedak hidung<br />

- Semisolid nasal preparations/<strong>sediaan</strong> hidung semisolid<br />

- Nasal washes/pencuci hidung<br />

- Nasal sticks<br />

• (FI III, 10)<br />

Obat tetes hidung adalah obat tetes yang digunakan untuk hidung dengan cara meneteskan<br />

obat ke dalam rongga hidung; dapat mengandung zat pensuspensi, pendapar, dan pengawet.<br />

• Repetitorium, hal 44<br />

Obat tetes hidung adalah larutan dalam air atau dalam pembawa minyak yang digunakan<br />

dengan jalan meneteskannya atau menyemprotkannya ke dalam lubang hidung pada daerah<br />

nasopharyngeal.<br />

• (BP 2008, 2362)<br />

Tetes hidung dan larutan spray hidung adalah larutan, suspensi atau emulsi yang digunakan<br />

untuk disemprotkan atau diteteskan ke dalam rongga hidung.<br />

Penggunaan OTH :<br />

(Repetitorium)<br />

Pada umumnya mengandung zat aktif seperti antibiotik, sulfonamide, vasokonstriktor, germisid<br />

atau antiseptika dan lokal anestetika.<br />

Bentuk <strong>sediaan</strong><br />

Pada dasarnya <strong>sediaan</strong> obat tetes hidung sama dengan <strong>sediaan</strong> cair lainnya karena bentuknya<br />

larutan atau suspensi.<br />

II. FORMULA<br />

Formula umum:<br />

97


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

STERIL<br />

Bentuk larutan<br />

Zat aktif<br />

Antioksidan (bila perlu)<br />

Pendapar<br />

Pengisotonis<br />

Pelarut<br />

Pengental<br />

Pengawet<br />

Bentuk suspensi<br />

Zat aktif<br />

Pensuspensi<br />

Pengental<br />

Pendapar<br />

Pembawa<br />

Pengawet<br />

Bahan pembantu<br />

a. Cairan pembawa<br />

Umumnya digunakan air. Cairan pembawa sedapat mungkin mempunyai pH antara 5,5 –<br />

7,5; kapasitas dapar sedang, isotonis atau hampir isotonis.<br />

Minyak lemak atau minyak mineral tidak boleh digunakan sebagai cairan pembawa obat<br />

tetes hidung.<br />

(FI III, 10)<br />

Catatan (Repetitorium) :<br />

1. Dalam pembawa minyak yang dulu digunakan untuk aksi depo sekarang tidak lagi digunakan<br />

karena dapat menimbulkan pneumonia lipoid jika masuk mencapai paru-paru.<br />

2. Sediaan OTH tidak boleh mengganggu aksi pembersih cilia ephitelia pada mukosa hidung.<br />

Hidung yang berfungasi sebagai filter yang harus senantiasa bersih. Kebersihan ini dicapai<br />

dengan aktivitas cilia yang secara aktif menggerakkan lapisan tipis mukosa hidung pada bagian<br />

tenggorokan.<br />

3. Agar aktivitas cilia ephitelial tidak terganggu, maka :<br />

viskositas larutan harus seimbang dengan visoksitas mucus hidung (The art of<br />

compounding, hal 253) pH seksresi hidung dewasa sekitar 5,5-6,5 sedangkan anak-anak<br />

sekitar pH 5-6,7<br />

pH <strong>sediaan</strong> sedikit asam mendekati netral.<br />

Larutan isotonis atau larutan sedikit hipertonis.<br />

Cairan pembawa lain : propilen glikol dan paraffin liquid.<br />

4. pH larutan dan zat pendapar (FI, Fornas, Repetitorium)<br />

pH sekresi hidung orang dewasa antara 5,5 - 6,5 dan pH sekresi anak-anak antara 5,0 - 6,7.<br />

Jadi dibuat pH larutan OTH antara pH 5 - 6,7.<br />

Kapasitas dapar OTH sedang dan isotonis atau hampir isotonis.<br />

Disarankan menggunakan dapar fosfat pH 6,5 atau dapar lain yang cocok pH 6,5 dan dibuat<br />

isotonis dengan NaCl.<br />

b. Pensuspensi (FI III, 10)<br />

Dapat digunakan sorbitan (span), polisorbat (tween) atau surfaktan lain yang cocok, kadar tidak<br />

boleh melebihi 0,01 % b/v.<br />

c. Pengental (repetitorium, fornas)<br />

Untuk menghasilkan viskositas larutan yang seimbang dengan viskositas mucus hidung (agar<br />

aksi cilia tidak terganggu) sering digunakan :<br />

metil selulosa (tylosa) = 0,1 – 0,5 %<br />

CMC-Na = 0,5 – 2 %<br />

Larutan yang sangat encer/kental menyebabkan iritasi mukosa hidung<br />

98


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

STERIL<br />

d. Pengawet (FI III, 10)<br />

Pengawet antimikroba digunakan sama dengan yang digunakan dalam pengawet pada larutan<br />

obat tetes mata.<br />

Umumnya digunakan :<br />

benzolkonium klorida = 0,01 – 0,1 % b/v<br />

klorbutanol = 0,5 – 0,7 % b/v<br />

e. Tonisitas (Repetitorium)<br />

Kalau dapat larutan dibuat isotonis (0,9 % NaCl) atau sedikit hipertonis dengan memakai NaCl<br />

atau dekstrosa.<br />

f. Sterilitas<br />

Sediaan hidung steril disiapkan menggunkaan metode dan material yang dirancang untuk<br />

memastikan sterilitas dan untuk menghindari paparan dari kontaminan dan pertumbuhan dari<br />

mikroba; rekomendasi pada aspek ini disiapkan dalam bentuk teks pada Metode Produksi<br />

Sediaan Yang Steril, (BP 2008, 2362).<br />

III. STERILISASI<br />

Cara-cara Sterilisasi (FI IV hal.1112, FI III hal 18), lihat sterilisasi OTM<br />

SUSPENSI DENGAN PEMBAWA MINYAK<br />

a) Suspending agent dicampurkan bersama minyak kemudian disterilkan dalam oven.<br />

b) Zat berkhasiat yang telah ditimbang digerus berturut-turut dalam mortar steril dan dicampur<br />

dengan pembawa yang telah disterilkan tadi (dalam keadaan dingin) sedikit demi sedikit sambil<br />

digerus.<br />

c) Suspensi ini dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk dan volume akhir<br />

dicapai dengan menambahkan minyak steril (tanpa suspending agent).<br />

d) Sambil diaduk suspensi yang sudah homogen dituang ke dalam wadah tetes hidung steril yang<br />

telah dikalibrasi.<br />

IV. EVALUASI DAN PENYIMPANAN<br />

EVALUASI<br />

Evaluasi <strong>sediaan</strong> mengacu pada evaluasi OTM.<br />

Keseragaman bobot dilakukan unutk <strong>sediaan</strong> tetes hidung berupa larutan :<br />

Timbanglah masa <strong>sediaan</strong> tetes hidung secara individu sepuluh wadah dan tentukan rata-rata<br />

bobotnya. Tidak lebih dari dua bobot individu menyimpang dengan lebih dari 10 % dari ratarata<br />

bobot dan sama sekali tidak menyimpang lebih dari 20%.<br />

Keseragaman isi dilakukan untuk <strong>sediaan</strong> tetes hidung berupa emulsi atau suspensi.<br />

WADAH DAN PENYIMPANAN<br />

Penyimpanan dilakukan di dalam suatu wadah yang tertutup baik, jika <strong>sediaan</strong> steril simpanlah di<br />

dalam wadah steril yang kedap udara.<br />

Label <strong>sediaan</strong> tetes hidung harus mengandung hal-hal berikut (BP 2008, 2363) :<br />

nama dan jumlah bahan aktif<br />

instruksi penggunaan <strong>sediaan</strong> tetes hidung<br />

tanggal kadaluarsa<br />

kondisi penyimpanan <strong>sediaan</strong> tetes hidung.<br />

99


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

STERIL<br />

V. SEDIAAN DI PUSTAKA<br />

• Tetes hidung Efedrin (Fornas, hal 118)<br />

Efedrin HCl ............................. 100 mg<br />

NaCl........................................ 50 mg<br />

Klorbutanol.............................. 50 mg<br />

Propilenglikol........................... 500 µL<br />

Aqua destilata hingga.............. 10 mL<br />

• Tetes hidung Antazolin-Nafazolin (Fornas, hal 29)<br />

Antazolin HCl............................... 50 mg<br />

Nafazolin Nitrat............................ 2,5 mg<br />

Aqua destilata.............................. 3 mL<br />

Pelarut hingga 10 mL terdiri dari :<br />

Klorbutanol................................... 60 mg<br />

HPMC-200 cP............................... 140 mg<br />

NaCl............................................. 130 mg<br />

Aqua hingga................................. 10 mL<br />

• Tetes hidung Adrenalin (Fornas h.120)<br />

Adrenalin bitartrat........................... 182 mg<br />

Klorbutanol...................................... 50 mg<br />

Natrium pirosulfit............................. 10 mg<br />

Propilenglikol.................................. 500 mg<br />

Aquadest hingga............................. 10 mL<br />

• Tetes hidung nafazolin K (Fornas h.202)<br />

Nafazolin NO3................................ 5 mg<br />

Benzalkonium klorida...................... 1 mg<br />

NaHPO4......................................... 22 mg<br />

Na2HPO4....................................... 36 mg<br />

NaCl................................................ 70 mg<br />

Aquadest hingga............................. 10 mL<br />

• Tetes hidung antazolin – Fenilefrina (Fornas h.31)<br />

Antazolin HCl................................... 12,5 mg<br />

Phenylephrin HCl............................ 25 mg<br />

Natrium sulfite................................. 1,25 mg<br />

Na 2 HPO4....................................... 33,3 mg<br />

KH2PO4....................................... 16,7 mg<br />

NaCl................................................ 25,8 mg<br />

Metilselulosa-4000cP........................10 mg<br />

Pelarut yang cocok hingga<br />

10 ml<br />

• Tetes hidung Oksimetazolin Hidroklorida (FI IV h. 638, USP 30/NF 25, 2832).<br />

• Tetes hidung Fenilefrina hidroklorida (FI III, 490)<br />

• Tetes hidung Nafazolin Hidroklorida (FI III h.392-393, USP 30/NF 25, 2707)<br />

• Tetes hidung Flunisolide (USP 30/NF 25, 2148)<br />

• Tetes hidung Oxytocin (USP 30/NF 25, 2843)<br />

• Tetes hidung Tetrahydrozoline hydrochloride (USP 30/NF 25, 3316)<br />

100


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

STERIL<br />

• Tetes hidung xylometazoline hydrochloride (USP 30/NF 25, 3848)<br />

• Tetes hidung phenylephrine hydrochloride (USP 30/NF 25, 2933)<br />

• Tetes hidung ephedrine (BP 2008, 2663)<br />

• Tetes hidung xylometazoline (BP 2008, 3160)<br />

101


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

STERIL<br />

OBAT TETES TELINGA<br />

(Re-New by: Sari)<br />

I. PENDAHULUAN<br />

A. DEFINISI<br />

• (FI III , 10)<br />

Tetes telinga adalah obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan cara meneteskan obat ke<br />

dalam telinga. Kecuali dinyatakan lain, tetes telinga dibuat menggunakan cairan pembawa bukan<br />

air.<br />

• (FI IV, 15)<br />

Larutan otik (tetes telinga) adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain<br />

dan bahan pendispersi, untuk penggunaan telinga luar.<br />

Suspensi tetes telinga adalah <strong>sediaan</strong> cair mengandung partikel-partikel halus yang ditujukan<br />

untuk diteteskan pada telinga bagian luar. (FI IV, hal 18)<br />

• The Pharmaceutical Codex, hal 158<br />

Tetes telinga adalah larutan, suspensi, atau emulsi dari satu atau lebih zat aktif dalam air,<br />

dilarutkan dalam etanol, gliserin, propilenglikol, atau pembawa lain yang cocok.<br />

• (BP 2008, 2342)<br />

Tetes telinga adalah larutan, emulsi, atau suspensi dari satu atau lebih bahan aktif dalam cairan<br />

pembawa yang sesuai untuk digunakan pada ‘auditory meatus’ tanpa menghasilkan tekanan<br />

yang berbahaya pada gendang telinga (seperti air, glikol, dan asam lemak).<br />

B. BENTUK SEDIAAN<br />

Bentuk <strong>sediaan</strong> tetes telinga bisa berupa larutan, suspensi, dan emulsi.<br />

Bentuk <strong>sediaan</strong> yang paling banyak digunakan adalah bentuk larutan, tetapi suspense dan salep<br />

masih didapati dalam penggunaannya (Ansel, 567).<br />

C. PENGGUNAAN (Repetitorium hal.45, Husa’s hal. 272-276, Ansel hal. 568-569)<br />

1. Melepaskan/melunakkan kotoran telinga<br />

Kotoran telinga merupakan campuran sekresi kelenjar keringat dan kelenjar sebasea dari<br />

saluran telinga bagian luar. Pengeluaran kotoran ini kalau didiamkan akan menjadi kering,<br />

setengah padat yang lekat dan menahan sel-sel epitel, bulu yang terlepas serta debu atau<br />

benda-benda lain yang masuk telinga. Tumpukan kotoran ini bila berlebihan dapat<br />

menimbulkan gatal, rasa sakit, gangguan pendengaran, dan merupakan penghalang<br />

pemeriksaan otologik.<br />

Bahan yang biasanya digunakan adalah minyak mineral encer, minyak nabati, H2O2,<br />

kondensat TEA polipeptida oleat dalam propilenglikol, dan karbamida peroksida serta<br />

natrium bikarbonat dalam gliserin anhidrat. (Petunjuk Praktikum Steril, 15; Ansel, 567-568)<br />

2. Anti infeksi ringan<br />

Antara lain kloramfenikol, kolistin sulfat, neomisin, polimiksin B sulfat, dan nistatin (Ansel,<br />

hal 567). Umumnya diformulasikan dalam propilenglikol atau gliserin anhidrat dan<br />

dikombinasikan dengan bahan analgetik dan anestesi lokal. Untuk infeksi akut diobati<br />

dengan antibiotika sistemik (Repetitorium, hal 45).<br />

3. Antiseptik dan anestesi<br />

Antara lain fenol, AgNO3, lidokain HCl, dibukain, benzokain (Petunjuk Praktikum Steril,<br />

15; Ansel, 568)<br />

101


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

STERIL<br />

4. Anti radang<br />

Antara lain : hidrokortison dan deksametason natrium fosfat (Ansel, 569)<br />

5. Membersihkan telinga setelah pengobatan<br />

Antara lain spiritus (Petunjuk Praktikum Steril, 15)<br />

6. Mengeringkan permukaan dalam telinga yang berair .Contoh : Al-asetat sebagai adstringen<br />

(Petunjuk Praktikum Steril, 15)<br />

D. FAKTOR PENTING<br />

(Benny Logawa, Buku Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi Sediaan Steril, hal 9-14)<br />

1. Kelarutan<br />

Data kelarutan menentukan jenis <strong>sediaan</strong> yang dibuat, jenis zat aktif yang dipilih, dan<br />

tonisitas larutan (jika pembawanya air).<br />

2. pH stabilita<br />

Beberapa zat aktif akan terurai pada pH larutannya sehingga pH larutan diatur sampai<br />

mencapai pH stabilita zat aktif. pH stabilita adalah pH dimana penguraian zat aktif paling<br />

minimal sehingga diharapkan kerja farmakologi optimal dengan kerja sampingan minimal<br />

tercapai. pH stabilita dicapai dengan menambahkan asam encer seperti HCL encer atau asam<br />

bikarbonat, atau basa lemah.<br />

3. Stabilitas zat aktif<br />

Data ini membantu menentukan jenis <strong>sediaan</strong>, jenis bahan pembawa, metoda sterilisasi atau<br />

cara pembuatan. Zat aktif dapat terurai, diantaranya oleh berbagai faktor seperti oksigen<br />

(oksidasi), air (hidrolisa), suhu (oksidasi), karbondioksida (turunnya pH larutan), cahaya<br />

(oksidasi), pelepasan alkali wadah (naiknya pH larutan), sesepora ion logam berat sebagai<br />

katalisator reaksi oksidasi. Jika zat aktif teroksidasi oleh oksigen, setelah air suling<br />

dididihkan<br />

dialiri gas nitrogen dan ke dalam larutan ditambah antioksidan. Jika zat aktif terurai oleh air<br />

maka alternatifnya :<br />

• dibuat dengan penambahan asam atau basa untuk mencapai pH stabilita atau dengan<br />

penambahan dapar. Jangka waktu penyimpanan sebaikanya diperhatikan.<br />

• Memilih jenis pelarut dengan polaritas lebih rendah daripada air<br />

• Sediaan dibuat dalam bentuk kering<br />

Perlu diperhatikan apakah zat aktif dapat terpengaruh akibat cahaya matahari. Sesepora ion<br />

Logam berat diatasi dengan penambahan zat pengompleks. Jenis wadah pun harus<br />

diperhatikan.<br />

4. Tak tersatukannya zat aktif<br />

Ditinjau secara kimia biasanya disebabkan oleh perbedaan pH stabilitas, keasaman atau<br />

kebasaan. Jika perbedaan > dari 1 skala pH disarankan agar <strong>sediaan</strong> dibuat terpisah.<br />

Secara fisika umumnya berupa campuran eutektik, kristalisasi kembali zat aktif dari larutan<br />

jenuhnya, perbedaan kelarutan (diatasi dengan mensuspensikan salah satu zat aktif ke dalam<br />

zat aktif lainnya dengan asumsi bahwa kombinasi keduanya memang dibutuhkan).<br />

Secara farmol, dapat berupa kerja antagonis atau sinergis dengan kemungkinan tercapainya<br />

efek toksik. 2 zat aktif antagonis terkadang tak perlu dipisahkan pembuatannya jika dosis<br />

keduanya terpaut jauh. Kombinasi antagonis dipisahkan pembuatannya jika dosis yang<br />

diminta sama banyak.<br />

102


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

STERIL<br />

5. Dosis<br />

6. Bahan pembantu<br />

Perlu diperhatikan kelarutan eksipien dimana disesuaikan dengan kelarutan zat aktif. pH<br />

eksipien juga disesuaikan dengan pH stabilita zat aktif agar efek optimal.<br />

II. FORMULASI<br />

A. FORMULA UMUM<br />

R/ Zat aktif<br />

Bahan tambahan :<br />

Pelarut/ cairan pembawa<br />

- pengental<br />

- pensuspensi (untuk bentuk <strong>sediaan</strong> suspensi)<br />

- pengawet<br />

- antioksidan<br />

- dll<br />

B. TEORI BAHAN PEMBANTU<br />

a. Cairan pembawa/pelarut<br />

Digunakan cairan yang mempunyai kekentalan yang cocok agar mudah menempel pada dinding<br />

telinga. Umumnya digunakan propilenglikol atau gliserin. Keuntungan pelarut ini adalah karena<br />

viskositas yang cukup tinggi hingga kontak dengan permukaan mukosa telinga akan lebih lama<br />

(Art of Compounding him 257). Sifat higroskopis dari pelarut ini menyebabkan terjadinya proses<br />

penarikan lembab sehingga mengurangi pembengkakan jaringan dan pertumbuhan<br />

mikroorganisme dengan cara membuang lembab yang tersedia untuk proses kehidupan<br />

mikroorganisme yang ada. Selain itu dapat juga dipakai etanol 90%, heksilen glikol, dan minyak<br />

lemak nabati (Ansel him 569).<br />

(Repetitorium) Ex : kloramfenikol (kelarutan dalam air 1 : 400 dan dalam propilenglikol 1 : 7),<br />

maka dipakai pelarut propilenglikol untuk memperoleh larutan obat tetes telinga yang efektif<br />

dan cukup kental.<br />

b. Pensuspensi (FI III, hal 10)<br />

Dapat digunakan sorbitan (Span), polisorbat (Tween) atau surfaktan lain yang cocok<br />

c. Pengental<br />

Dapat ditambahkan pengental agar viskositas larutan cukup kental. Viskositas larutan yang<br />

meninggi membantu memperkuat kontak antara <strong>sediaan</strong> dengan permukaan yang terkena<br />

infeksi/mukosa telinga.<br />

d. Pengawet<br />

Pengawet umumnya ditambahkan ke dalam <strong>sediaan</strong> tetes telinga, kecuali <strong>sediaan</strong> itu sendiri<br />

memiliki aktivitas antimikroba (The Pharmaceutieal Codex hlm 158). Pengawet yang biasanya<br />

digunakan adalah klorobutanol (0,5%), timerosal (0,01%), dan kombinasi paraben-paraben<br />

(Ansel him 569). Bila aktivitas antinikroba didapat dari Zat Aktif, harus tetap digunakan<br />

pengawet,kecuali aktivitas antimikroba didapat dari eksipient yang lain.<br />

e. Antioksidan (Ansel hal. 569)<br />

Jika diperlukan antioksidan dapat ditambahkan ke dalam <strong>sediaan</strong> tetes telinga, misalnya<br />

Nadisulfida/Na-bisulfit.<br />

f. Keasaman-kebasaan<br />

Kecuali dinyatakan lain pH larutan antara 5,0-6,0. (FI III, hal 10)<br />

103


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

STERIL<br />

Sedangkan pada “The Art of Compound, hal. 257” disebutkan bahwa pH optimum larutan air<br />

untuk pengobatan telinga adalah 5-7,8. Umumnya tidak dikehendaki dalam suasana basa<br />

karena tak fisiologis dan malah memberikan medium optimum untuk pertumbuhan<br />

bakteri/terjadi infeksi.<br />

g. Tonisitas & Sterilisasi<br />

Tidak mutlak diperlukan, sebaiknya steril.<br />

III. METODE DAN PROSEDUR PEMBUATAN<br />

Disesuaikan dengan jenis <strong>sediaan</strong>nya (larutan, suspensi, atau emulsi).<br />

Prosedur pembuatan tetes telinga<br />

1. Semua zat ditimbang pada kaca arloji sesuai dengan formula dan segera dilarutkan dengan aqua<br />

bidestilata (hati-hati bila pembawa OTT yang akan digunakan bukan aquabidest, mungkin<br />

tampak lebih cocok bila dilarutkan dalam pembawa) secukupnya. Jika terdapat beberapa zat,<br />

maka segera dilarutkan sebelum menimbang zat berikutnya. (Sangat tidak memungkinkan pada<br />

ujian praktek coz ruang timbang ada di luar ruangan steril, so tampak harus timbang semua zat<br />

dulu, baru dicampur-campur di ruang steril disesuaikan dengan metide sterilisasi yang akan<br />

digunakan)<br />

2. Semua bahan dimasukkan ke dalam gelas piala yang dilengkapi dengan batang pengaduk, dan<br />

dilarutkan dalam aqua bidestilata. Kaca arloji dibilas dengan aqua bidestilata minimal sebanyak<br />

dua kali.<br />

3. Setelah zat larut, larutan tersebut dituang ke dalam gelas ukur hingga volume tertentu di bawah<br />

volume yang seharusnya dibuat (contoh : jika dibuat 100 mL larutan, larutan dalam gelas ukur<br />

diatur tepat hingga 75 mL _ ini maksudnya + 25mL digunakan untuk membilas-bilas wadah<br />

yang digunakan, sehingga bisa meminimalkan kehilangan zat aktif, misal melekat pada wadah;<br />

selengkapnya bisa dilihat di Buku Petunjuk Praktikum Steril hlm 25)<br />

Suspensi tetes telinga secara aseptis, diisikan langsung dari gelas ukur ke dalam botol steril yang<br />

telah dikalibrasi. Tutup dengan pipet tetesnya kemudian dipasang. (mengacu pada pembuatan<br />

suspensi tetes mata di Petunjuk Praktikum Steril hlm 36). Petunjuk Praktikum Likuida &<br />

Semisolida, hal 34 ; Pembuatan <strong>sediaan</strong> suspensi steril dilakukan secara aseptik, di mana semua<br />

bahan yang akan dibuat <strong>sediaan</strong> disterilisasi dulu dengan cara yang sesuai, kemudian dicampur di<br />

bawah Laminar Air Flow.<br />

Penandaan pada etiket harus juga tertera ’Tidak boleh digunakan lebih dari 1 bulan setelah<br />

tutup dibuka’<br />

IV. EVALUASI DAN PENYIMPANAN<br />

Evaluasi untuk <strong>sediaan</strong> obat tetes telinga disesuaikan dengan bentuk <strong>sediaan</strong>nya, apakah<br />

larutan,suspensi, atau emulsi. Untuk itu dapat dilihat pada evaluasi <strong>sediaan</strong> larutan, suspensi, atau<br />

emulsi. Jika dipersyaratkan steril,maka dilakukan juga uji sterilitas (FI IV hal. 855). Lihat evaluasi<br />

OTM!<br />

WADAH/PENGEMASAN<br />

Preparat telinga biasanya dikemas dalam wadah gelas atau plastik berukuran kecil (5-15mL)<br />

dengan memakai alat penetes. (Ansel, 569)<br />

104


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

STERIL<br />

V. SEDIAAN DI PUSTAKA<br />

A. CONTOH FORMULA<br />

1. Tetes telinga kloramfenikol (Fornas, hal. 64)<br />

Kloramfenikol<br />

1 g<br />

Propilenglikol hingga<br />

10 mL<br />

2. Tetes telinga Natrium subkarbonat (Fornas, hal. 207)<br />

Natrium subkarbonat<br />

500 mg<br />

Gliserin<br />

3 mL<br />

Aquadest hingga<br />

10 mL<br />

3. Tetes telinga fenol (Fornas, hal. 238)<br />

Fenol liq.<br />

800 mg<br />

Gliserin hingga<br />

10 g<br />

4. Tetes telinga Hidrogenperoksida (Fornas, hal 157)<br />

Hidrogen peroksida solutio dilutum 5 g<br />

Etanol 90% hingga<br />

10 mL<br />

5. Tetes telinga Hidrokortison Oksitetrasiklin Polimiksina (Fornas, hal 154)<br />

Oksitetrasiklin hidroklorida<br />

50 mg<br />

Polimiksin B sulfat<br />

100.000 UI<br />

Hidrokortison asetas<br />

150 mg<br />

Pembawa yang cocok secukupnya<br />

6. Tetes telinga Kanamisin (Fornas, hal 171)<br />

Kanamisina Sulfas<br />

200 mg<br />

Pembawa yang cocok hingga 10 mL<br />

7. Tetes telinga Fenol (Husa’s, hal 275)<br />

Fenol 5%<br />

Gliserin q.s<br />

30 cc<br />

8. Tetes telinga Antipirin (Husa’s, hal 275)<br />

Antipirin 6%<br />

Benzokain 1,7%<br />

Gliserol q.s<br />

30 cc<br />

Contoh-contoh dari beberapa preparat telinga dalam perdagangan (Ansel hal. 570)<br />

Nama produk Pabrik Bahan Aktif Pembawa Penggunaan/indikasi<br />

Pembuat<br />

Auralgan Otic<br />

Solution<br />

Ayerst Antipirin,<br />

Benzokain<br />

Gliserin dehidrat Otitis media akut<br />

Cerumenex<br />

Drops<br />

Chloromycetin<br />

Otic<br />

Cortisporin<br />

Otic Solution<br />

Purdue<br />

Frederick<br />

Parke-<br />

Davis<br />

Burroughs<br />

Wellcome<br />

Trietanolamin,<br />

polipeptida<br />

oleatkondensat<br />

Propilenglikol<br />

Unsur cerumenolitik<br />

untuk membersihkan<br />

kotoran telinga yang<br />

terjepit<br />

Kloramfenikol Propilenglikol Antiinfeksi<br />

Polimiksin B<br />

sulfat,<br />

neomisin sulfat,<br />

hidrokortison<br />

Gliserin, propilen<br />

glikol, air untuk<br />

injeksi<br />

Infeksi bakteri<br />

Superficial<br />

105


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008<br />

STERIL<br />

Debrox Drops Marion Karbamid Gliserin anhidrat Pembersih lilin telinga<br />

Peroksida<br />

Metreton Schering Na prednisolon air<br />

Antiinflamasi<br />

Ophthalmic/Otic<br />

Solution<br />

fosfat<br />

Otobiotic Otic<br />

Solution<br />

Schering Polimiksin B<br />

sulfat<br />

Propilenglikol,<br />

gliserin, air<br />

Infeksi bakteri<br />

Superficial<br />

VoSol Otic<br />

Solution<br />

Wallace Asam asetat Propilenglikol Antibakteri/antiifungi<br />

B. DAFTAR MONOGRAFI SEDIAAN TETES TELINGA<br />

1. FI IV<br />

Kloramfenikol, 191<br />

2. BP 2008<br />

Minyak almon, 2402<br />

Aluminium asetat, 2405<br />

Kloramfenikol, 2516<br />

Kolin salisilat, 2532<br />

Hidrokortison asetat + gentamisin, 2737<br />

Olive Oil, 2353<br />

Sodium bikarbonat, 2944<br />

3. USP 30/NF 25 2007<br />

a. Larutan.<br />

Asam asetat, 1295<br />

Asam asetat dan hidrokortison, 2295<br />

Antipirin dan benzokain, 1430<br />

Antipirin, benzokain, dan fenilefrin hidroklorida, 1431<br />

Kloramfenikol, 1707<br />

Hidrokortison, noemisin, dan polimiksin B sulfat, 2734<br />

Hidrokortison dan polimiksin B sulfat, 2970<br />

b. Suspensi.<br />

Kolistin, neomisin sulfat, dan hidrokortison asetat, 1831<br />

Hidrokortison, neomisin, dan polimiksin B sulfat, 2735<br />

106


KRIM STERIL<br />

Krim adalah bentuk <strong>sediaan</strong> setengah padat, mengandung satu atau lebih bahan terlarut atau<br />

terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (FI IV, hal 6).<br />

Krim adalah <strong>sediaan</strong> semi solid kental, umumnya berupa emulsi M/A (krim berair) atau<br />

emulsi A/M (krim berminyak) (The Pharmaceutical Codex 1994, hal 134)<br />

Apabila <strong>sediaan</strong> terutama ditujukan untuk penggunaan pada luka terbuka yang besar atau pada<br />

kulit yang terluka parah, maka krim harus steril. Sediaan harus memenuhi uji sterilitas (BP ’93<br />

hal. 756)<br />

Hal yang harus diperhatikan untuk <strong>sediaan</strong> krim steril antara lain adalah:<br />

• Metode/prosedur pembuatan. (Van Duin).<br />

Pembuatan basis krim steril :<br />

- Semua bahan yang larut air ditempatkan dalam cawan dan disterilkan pada 115-116°C selama<br />

30 menit.<br />

- Semua bahan larut minyak ditempatkan pada cawan dan disterilkan pada suhu 170°C selama 1<br />

jam dalam oven.<br />

- Campur fasa minyak dan air dafam mortir yang sudah disterilkan, gerus hingga terbentuk<br />

basis krim yang homogen.<br />

• Sterilitas : bila krim berlabel steril maka harus memenuhi uji sterilitas (BP ’93 hal.756, lihat<br />

lampiran XVI A)<br />

• Penandaan : bila perlu krim tersebut steril (BP ’88 hal. 650)<br />

• Memilih cara pemecahan masalah:<br />

- Pemilihan basis krim berdasarkan pertimbangan afinitas zat aktif dalam basis digunakan, hal<br />

ini akan mempengaruhi pelepasan zat aktif dari pembawanya.<br />

- Formula basis yang dipilih berdasarkan pertimbangan stabilitas dispers zat aktif dan<br />

kemudahan untuk dioleskan.<br />

- Pemilihan eksipien yang dibutuhkan berdasarkan pertimbangan kompatibilitas eksipien<br />

dengan zat aktif dan basis serta<br />

- Untuk <strong>sediaan</strong> krim steril, dibuat secara aseptik. Zat aktif, basis dan zat pembantu harus<br />

disterilkan.<br />

• Merencanakan pelaksanaan persoalan:<br />

- Formula<br />

- Jumlah krim yang akan dibuat dan ditambah 250 gram untuk uji konsistensi <strong>sediaan</strong><br />

- Penimbangan untuk zat aktif, basis dan zat tambahan<br />

- Cara kerja, perhatikan untuk krim steril dan krim non steril. Lihat cara pembuatan krim<br />

- Evaluasi krim<br />

- Uji mutu <strong>sediaan</strong> akhir krim steril, lihat uji mutu <strong>sediaan</strong> krim + uji sterilitas (tek.far likuid &<br />

semisolid, penuntun prakt. Farfis, lachman teory dan praktek far. Industri, martin farfis, FI<br />

IV)<br />

• Krim steril dibuat dengan cara aseptik (Fornas) dalam laminar air flow (LAF). Sterilisasi akhir<br />

dengan pemanasan tidak dilakukan untuk menghindari rusaknya <strong>sediaan</strong>.<br />

(Pharmaceutical Handbook, 18 th ed., London, The Pharmaceutical Press.): Beberapa hal yang harus<br />

diperhatikan pada proses aseptik, yaitu antara lain udara, operator, perabotan, perlengkapan, dan<br />

peralatan.<br />

1. Udara<br />

Idealnya digunakan udara steril yang dibuat dengan Filtration of Air. Hal ini dapat dicapai dengan<br />

mengatur kecepatan udara masuk sedikit lebih tinggi daripada udara keluar. Udara dalam ruangan<br />

akan berganti 10-20 kali setiap jam sehingga organisme akan terbawa keluar. Tekanan yang tinggi<br />

akan mencegah masuknya udara yang terkontaminasi dari luar. Laminar Air Flow (LAF) cabinet<br />

ideal digunakan untuk proses aseptik. Cabinet diisi udara steril dari filter absolut dari dinding<br />

belakang. Semua area operasi terus menerus dialiri oleh udara steril selama proses sehingga<br />

kontaminasi berlebihan dapat dihindari<br />

.


2. Operator merupakan sumber utama kontaminan.<br />

Sebaiknya jangan menggunakan semua pakaian normal sebelum masuk ke daerah aseptik dan<br />

menggantinya dengan pakaian steril, yaitu pakaian kerja, masker, sarung tangan. Sebaiknya<br />

tidak ada permukaan kulit yang tidak tertutup. Tangan dicuci dengan air panas bersabun dan<br />

menggunakan larutan baktersida yang tepat (misalnya: chlorhexidin, alkohol) sebelum<br />

menggunakan sarung tangan steril.<br />

3. Perabotan dan perlengkapan.<br />

Perabotan yang digunakan hanya bangku kerja yang memiliki permukaan tidak kasar dan<br />

sebaiknya tidak dapat ditembus oleh bakterisida.<br />

4. Peralatan<br />

Semua peralatan yang digunakan disterilisasi dengan menggunakan cara yang sesuai, misalnya<br />

dengan autoclave atau pemanasan kering. Lindungi peralatan dari kontaminan sebelum digunakan<br />

dengan membungkusnya secara dobel. Tidak disarankan untuk mengelap dengan larutan<br />

bakterisida kecuali tidak ada metode lain yang tersedia.<br />

Proses aseptik:<br />

Menyiapkan daerah kerja dan menyusun bahan serta alat yang dibutuhkan. Hal ini termasuk<br />

mensterilkan permukaan atau area dengan baktersida.<br />

Air treatment (ventilation, electrostatic precipitation, dll) untuk mengurangi jumlah kontaminan<br />

yang dapat disebabkan oleh pergerakan.<br />

Proses aseptik dilakukan dengan prinsip menghindari sentuhan yang tidak diperlukan sedapat<br />

mungkin serta mengurangi jumlah dan pergerakan operator untuk mengurangi resiko kontaminasi.<br />

Sampel dipilih dan diuji sterilitasnya.<br />

Sterilisasi mortar:<br />

Tidak diketahui Tanya dosen<br />

Pemanasan mortar dalam laboratorium steril, terkadang dengan membakar mortar (alcohol+ api).<br />

Pembakaran tidak dilakukan di bawah LAF.<br />

5. Wadah (hal. 136-137):<br />

a. Metal<br />

Sterilisasi dengan pemanasan pada suhu 170 o C minimal selama 1 jam. Selain itu juga dapat<br />

digunakan high vacuum autoclaving. Proses “flaming”/pembakaran untuk sterilisasi tidak<br />

dianjurkan kecuali saat darurat. Waktu yang cukup untuk mensterilisasi dapat menyebabkan<br />

terjadinya oksidasi logam dan beberapa bahan yang kecil (fine particles) dapat hancur.<br />

b. Plastik<br />

Polivinil klorida, politetrafloroetilen dan irradiated polyethylene dapat disterilisasi dengan<br />

autoclave dengan cara yang sama dengan karet. Alat yang baru dapat melepaskan sejumlah<br />

material larut air sehingga semua alat baru harus diperlakukan seperti karet sebelum digunakan.<br />

Polistiren bersifat termolabil dan paling baik disterilisasi menggunakan etilen oksida atau radiasi<br />

ion. Polietilen dengan berat jenis rendah dapat mengabsorbsi air jika dididihkan atau di-autoclave<br />

dan akan berubah bentuk. Sedangkan polimetilakrilat (perspex) bersifat termolabil dan sangat<br />

terdegradasi oleh radiasi ion. Keduanya paling baik disterilisasi dengan menggunakan etilen<br />

oksida. Plastik yang bersifat termolabil akan tenggelam dalam larutan bakterisida seperti<br />

chlorhexidina, quarternary ammonium compounds, phenolics, dan hypochlorite. Plastik dapat<br />

mengabsorbsi dan mengikat berbagai jenis larutan kimia sehingga cara sterilisasi dengan<br />

bakerisida tidak dianjurkan kecuali dalam kondisi darurat dan sudah diketahui tidak berefek<br />

terhadap plastik dan produknya.<br />

c. Karet<br />

Karet alam, sintetik dan silicon sebaiknya dicuci dengan detergen yang cocok, dibilas, kemudian<br />

dididihkan dalam air desilata beberapa kali sebelum digunakan sehingga diketahui bahwa bahan<br />

tersebut cukup kuat unuk diperlakukan seperti itu. Pendidihan pada karet yang baru dapat<br />

menghilangkan sebanyak mungkin bahan yang larut air sebelum digunakan. Bagian alat yang<br />

terbuat dari karet dapat disterilisasi dengan autoclave dan tidak dengan pemanasan kering. Selain<br />

itu juga dimasukkan air ke dalam bagian alat yang berbentuk tabung. Beberapa jenis karet silicon<br />

dapat dipanaskan secara kering apabila diperlukan


(Buku penuntun praktikum teknologi farmasi <strong>sediaan</strong> steril, benny logawa):<br />

Sterilisasi wadah<br />

Tube<br />

Tube dan tutupnya (jika terbuat dari logam) dicuci dengan air suling yang dilewatkan saringan G3<br />

(0,22 μm), kemudian diletakkan terbaring dalam kaleng bersih bermulut lebar dan tidak tertutup<br />

rapat, disterilkan dalam oven suhu 170 o C selama 2 jam (untuk apoteker). Tutup tube dari bahan<br />

plastik, disterilkan dengan cara merendamnya dalam alkohol 70% selama 2 jam (untuk apoteker),<br />

kemudian dikeringkan dalam oven (hati-hati jangan sampai meleleh)<br />

Teknik pengisian <strong>sediaan</strong> ke dalam wadahnya.<br />

Pasangkan tutup tube dengan baik. Masa krim ditimbang di atas kertas perkamen persegi panjang,<br />

kemudian digulung dan dimasukkan ke dalam tube dengan bantuan dua pinset steril (untuk<br />

praktikum) atau dihaluskan lebih dahulu dalam three roller mill, kemudian dipindahkan kedalam<br />

zalf filler steril sebelum diisikan ke dalam tube (untuk apoteker). Dasar tube ditekuk dengan alat<br />

penekuk tube.<br />

Pembuatan <strong>sediaan</strong> krim steril dilakukan secara aseptik dalam ruangan bersih lengkap dengan<br />

laminar air flow (LAF)<br />

Sterilisasi <strong>sediaan</strong><br />

zat aktif yang tahan suhu sterilisasi, disterilkan terlebih dahulu, sedangkan basis krim yang terdiri dari<br />

fase air dan fase minyak ditimbang 10% berlebih. Untuk zat hidrofob, disarankan menggunakan<br />

surfaktan.<br />

UJI MUTU SEDIAAN AKHIR KRIM STERIL<br />

Evaluasi Fisik<br />

1. Penampilan (GA, Tek. Far. Likuida & Semisolid, hal.127)<br />

2. Homogenitas (GA, Tek. Far. Likuida & Semisolida, hal.127)<br />

3. Viskositas dan rheologi (Penuntun Praktikum Farfis. Hal.14)<br />

4. Distribusi ukuran partikel (Lachman, Teori dan Praktek Far. Industri, hal.1086/ Theory &<br />

Practice of Industrial Pharmacy, 3th ed., page 531; Prosedur BP’93 mengacu pada evaluasi<br />

untuk salep mata, hal.738)<br />

5. Stabilitas krim (Petunjuk praktikum <strong>sediaan</strong> likuida dan semisolida, hal.38)<br />

6. Dilakukan uji percepatan dengan menggunakan agitasi atau sentrifugasi ( Lachman, Teori dan<br />

Praktek Farmasi Industri, hal.1081)<br />

7. Isi minimum (FI IV, hal.997)<br />

8. Penentuan tipe emulsi (Martin, Far. Fisika, hal.1144-1145)<br />

9. Penetapan pH (PI IV, hal.1039-1040)<br />

10. Uji pelepasan bahan aktif dari <strong>sediaan</strong>(Petunjuk praktikum <strong>sediaan</strong> likuida dan semisolida, hal.38)<br />

11. Uji kebocoran tube (FI IV,hal. 1086)<br />

Evaluasi Kimia<br />

1. Identifikasi (tergantung monografi)<br />

2. Uji penetapan kadar (tergantung monografi)<br />

Keterangan: semua uji-uji tersebut sama dengan pada pengujian krim tidak steril, jadi mengacu<br />

pada keterangan krim sebelumnya.<br />

Evaluasi Biologi<br />

1. Uji efektivitas pengawet antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet) (FI<br />

IV , hal 854-855)<br />

Tujuan: Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada <strong>sediaan</strong> dosis<br />

ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk parenteral yang<br />

dicantumkan pada<br />

Prinsip: Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam <strong>sediaan</strong> yang mengandung<br />

pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai parameter efektifitas pengawet


dalam <strong>sediaan</strong>. Inokulasi mikroba pada <strong>sediaan</strong> dengan cara menginkubasi tabung bakteri biologik<br />

(Candida Albicans, Aspergillus Niger, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus) yang<br />

berisi sampel dari inokula pada suhu 20-25°C dalam media Soybean-Casein Digest Agar.<br />

Syarat/penafsiran hasil:<br />

Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:<br />

a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari jumlah<br />

awal.<br />

b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang dari jumlah<br />

awal.<br />

c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau kurang<br />

dari bilangan yang disebut pada a dan b.<br />

2. Penetapan Potensi Antibiotik (khusus jika zat aktif antibiotik) (FI IV, 891-899)<br />

Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses pembuatan laruta dan<br />

menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.<br />

Prinsip : Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh antibiotik dalam <strong>sediaan</strong> yang<br />

ditambahkan ke dalam media padat atau cair yang mengandung biakan mikroba berdasarkan<br />

metode lempeng atau metode turbidimetri.<br />

Penafsiran hasil :<br />

Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode garis lurus transformasi log dengan<br />

prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linieritas (FI IV,hal 898). Harga KHM yang makin<br />

rendah, makin kuat potensinya. Pada Umumnya antibiotik yang berpotensi tinggi mempunyai<br />

KHM yang rendah dan diameter hambat yang besar<br />

3. Uji Sterilitas (FI IV,hal. 855-863)<br />

Tujuan : menetapkan apakah <strong>sediaan</strong> yang harus steril memenuhi syarat berkenaan dengan uji<br />

sterilitas seperti tertera pada masing-masing monografi.<br />

Prinsip : Menguji sterilitas suatu bahan dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan mikroba pada<br />

inkubasi bahan uji menggunakan cara inokulasi langsung atau filtrasi dalam medium Tioglikonat<br />

cair dan Soybean Casein Digest prosedur uji dapat menggunakan teknik inokulasi langsung ke<br />

dalam media pada 30-35 o C selama tidak kurang dari 7 hari.<br />

Hasil : Tahap Pertama: Memenuhi syarat uji jika pada interval waktu tertentu dan pada akhir<br />

periode inkubasi, diamati tidak terdapat kekeruhan atau pertumbuhan mikroba pada permukaan,<br />

kecuali teknik pengujian dinyatakan tidak absah. Jika ternyata uji tidak absah, maka dilakukan<br />

pengujian Tahap Kedua.<br />

Tahap Kedua: Memenuhi syarat uji jika tidak ditemukan pertumbuhan mikroba pada pengujian<br />

terhadap minimal 2 kali jumlah sampel uji tahap<br />

Pengujian sterilitas <strong>sediaan</strong> krim digolongkan menjadi dua bagian, yaitu:<br />

Salep dan minyak yang tidak larut dalam isopropyl miristat (FI IV hal 859-860)<br />

Salep dan minyak yang larut dalam isopropyl miristat (FI IV hal.862)


SALEP MATA<br />

(Re-new by: Putri Y.S)<br />

I. DEFINISI<br />

Definisi salep mata menurut beberapa literatur :<br />

1. FI IV hal 12 salep mata adalah salep yang digunakan pada mata.<br />

2. BP 1993 hal 73 salep mata adalah <strong>sediaan</strong> semisolida steril yang mempunyai penampilan<br />

homogen dan ditujukan untuk pengobatan konjungtiva. Salep mata dapat mengandung satu<br />

atau lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi dalam basis yang sesuai. Basis yang umum<br />

digunakan adalah lanolin, vaselin, dan parafin liquidum serta dapat mengandung bahan<br />

pembantu yang cocok seperti anti oksidan, zat penstabil, dan pengawet.<br />

3. Aulton, Pharmaceutical Practice,hal 267, Salep mata digunakan untuk tujuan terapeutik<br />

dan diagnostik, dan mengandung obat seperti antimikroba (antibakteri dan antivirus),<br />

kortikosteroid, antiinflamasi nonsteroid (NSAID’S) dan midriatik. Basis salep mata seperti<br />

Simple Eye Ointmen BP1988 dapat digunakan untuk memberikan efek lubrikasi. Salep<br />

mata harus steril dan praktis bebas dari kontaminasi partikel dan harus diperhatikan untuk<br />

memelihara stabilitas <strong>sediaan</strong> selama waktu paruhnya dan sterilitas selama pemakaian.<br />

4. Lachman, The Theory of Industrial Pharmacy hal. 230, <strong>sediaan</strong> salep mata yang ideal<br />

adalah :<br />

• Sediaan yang sedemikian sehingga dapat diperoleh efek terapi yang diinginkan dan <strong>sediaan</strong><br />

ini dapat digunakan dengan nyaman oleh penderita.<br />

• Salep mata yang menggunakan semakin sedikit bahan dalam pembuatannya akan<br />

memberikan keuntungan karena akan menurunkan kemungkinan interferensi dengan<br />

metode analitik dan menurunkan bahaya reaksi alergi pada pasien yang sensitif.<br />

II. TEORI<br />

2.1. Keuntungan Sediaan Salep Mata<br />

Sediaan mata umumnya dapat memberikan bioavailabilitas lebih besar daripada <strong>sediaan</strong><br />

larutan dalam air yang ekuivalen. Hal ini disebabkan karena waktu kontak yang lebih lama sehingga<br />

jumlah obat yang diabsorbsi lebih tinggi. Salep mata dapat mengganggu penglihatan, kecuali jika<br />

digunakan saat akan tidur (Remington Pharmaceutical Science, hal.1585).<br />

.<br />

2. 2. Penyiapan Salep Mata<br />

Meskipun salep mata dapat disterilkan dengan radiasi ionisasi, tetapi biasanya dibuat<br />

dengan menggunakan teknik aseptik, dengan mencampurkan zat-zat berkhasiat yang telah<br />

dihaluskan atau larutan pekat steril dari zat berkhasiat ke dalam basis. Alat yang digunakan dalam<br />

pembuatan harus dibersihkan dan disterilkan .<br />

Salep mata disiapkan dengan 2 metode :<br />

a. Zat aktif yang larut dalam air dan membentuk larutan yang stabil, maka zat aktif dilarutkan<br />

dengan air untuk injeksi dalam jumlah minimum. Larutan tersebut diinkorporasikan pada<br />

basis cair dan campuran diaduk hingga dingin.<br />

b. Zat aktif tidak larut dalam air, maka zat aktif dihaluskan bersama dengan sejumlah<br />

basis. Campuran ini diencerkan dengan basis yang tersisa.<br />

2.3 Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Menyediakan Sediaan Salep Mata<br />

(Farmakope Indonesia IV hal. 12)<br />

Perhatian khusus untuk setiap salep mata adalah:<br />

1. Sediaan dibuat dari bahan yang sudah disterilkan dengan perlakuan aseptik yang ketat serta<br />

memenuhi syarat uji sterilitas <br />

2. Bila bahan tertentu yang digunakan dalam formulasi tidak dapat disterilkan dengan cara<br />

biasa, maka dapat digunakan bahan yang memenuhi syarat uji sterilitas dengan pembuatan<br />

secara aseptik. Salep mata harus memenuhi persyaratan uji sterilitas. Sterilitas akhir salep<br />

73


mata dalam tube biasanya dilakukan dengan radiasi sinar gamma. (RPS hal. 1585).<br />

Kemungkinan kontaminasi mikroba dapat dikurangi dengan melakukan pembuatan uji<br />

dibawah aliran udara laminar.<br />

3. Salep mata harus mengandung bahan atau campuran bahan yang sesuai untuk mencegah<br />

pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang mungkin masuk secara tidak sengaja bila<br />

wadah dibuka pada waktu penggunaan. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi atau<br />

formulanya sendiri sudah bersifat bakteriostatik (lihat bahan tambahan seperti yang terdapat<br />

pada uji salep mata .<br />

Zat anti mikroba yang dapat digunakan (RPS hal.1585) :<br />

• klorbutanol<br />

• paraben<br />

• senyawa Hg organik OTT dengan halida<br />

4. Bahan obat yang ditambahkan ke dalam dasar salep berbentuk larutan atau serbuk halus.<br />

5. Salep mata harus bebas dari partikel kasar dan harus memenuhi syarat kebocoran dan<br />

partikel logam pada Uji Salep Mata.<br />

Salep mata tidak boleh mengandung partikel yang dapat mengiritasi mata. Dalam<br />

pembuatan diusahakan untuk meminimalkan kontaminasi dari partikel asing, seperti<br />

pecahan partikel logam dari peralatan yang dipakai untuk membuat <strong>sediaan</strong>. Dan juga perlu<br />

dilakukan pengurangan ukuran partikel sehingga tidak dapat dirasakan kekasaran pada uji<br />

homogenitas. (RPS hal.1585).<br />

6. Wadah salep mata harus dalam keadaan steril pada waktu pengisian dan penutupan. Wadah<br />

salep mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada pemakaian<br />

pertama.<br />

7. Dasar salep yang dipilih tidak boleh mengiritasi mata, memungkinkan difusi obat dalam<br />

cairan mata dan tetap mempertahankan aktivitas obat dalam jangka waktu tertentu dalam<br />

kondisi penyimpanan yang sesuai.<br />

III. FORMULA<br />

3. 1 Formula Umum<br />

Formula umum salep mata sama dengan formula umum salep, hanya berbeda dalam<br />

cara pembuatannya.<br />

3. 2 Formula menurut buku-buku resmi<br />

3.2.1 Formula dari Zat Aktif<br />

• Salep mata Tetrasiklin HCl (Fornas 1978 hal. 286)<br />

• Salep mata Kloramfenikol (Fornas1978 hal 66 dan BP 2002, hal 2013)<br />

• Salep mata Kloramfenikol, hidrokortison asetat (salep hidrokortison, Fornas1978 hal 153)<br />

• Salep mata Neomisina sulfat (Salep Neomisin, Fornas 1978 hal 209 dan BP 2002, hal 2339)<br />

• Salep mata Gentamisina (Fornas 1978 hal 136)<br />

• Salep mata Oksitetrasiklina (Fornas1978 hal 223)<br />

• Aciklovir Eye Ointment (BP 2002, hal 1916)<br />

• Atropine Eye Ointment (BP 2002, hal 1947)<br />

• Chlortetracycline Eye Ointment (BP 2002, hal 2025).<br />

• Hydrocortisone Acetate and Neomycin Eye Ointment (BP 2002, hal 2220).<br />

• Oxyphenbutazone Eye Ointment (BP 2002, hal 2362).<br />

• Polymyxin and Bacitracin Eye Ointment (BP 2002, hal 2397).<br />

• Simple Eye Ointment (BP 2002, hal 2443)<br />

3.2.2 Formula Basis Salep Mata<br />

• Basis salep mata<br />

R/ Wool fat 100 g<br />

Yellow Soft Parafin 800 g<br />

Liquid Parafin ad 1000 g<br />

Cara pembuatan:<br />

74


Lelehkan bersama wool fat dan Yellow Soft Parafin, tambahkan Liquid Parafin, saring<br />

campuran panas melalui kertas saring ”coarse”, ditempatkan dalam ”funnel” panas. Filtrat<br />

disterilisasi dengan panas kering pada minimum 150 0 C selama tidak kurang dari satu jam<br />

dan biarkan dingin.<br />

• Basis yang cocok untuk salep mata (BP) :<br />

R/ Lanolin 10 g<br />

Vaselin flavum 90 g<br />

Cara pembuatan :<br />

Lelehkan bersama lanolin dan vaselin flavum, saring panas-panas dan sterilisasi pada<br />

150°C selama 1 jam dan biarkan dingin. Jika memungkinkan 10% vaselin flavum diganti<br />

dengan sejumlah sama parafin likuidum untuk menghasilkan basis yang lebih halus.<br />

3. 3 Penjelasan dari Formula Umum (Aulton, Pharmaceutical Practice, hal. 267-269)<br />

a. Basis salep mata<br />

Basis salep mata biasanya terdiri atas parafin cair, lanolin, dan parafin kuning lunak<br />

(dengan perbandingan 1: 1 : 8). Lanolin digunakan untuk memfasilitasi pencampuran air.<br />

Perbandingan parafin yang digunakan dapat bervariasi, jika produk digunakan untuk iklim<br />

tropis dan subtropis maka parafin padat dicampurkan , dimana suhu tinggi membuat basis<br />

terlalu lunak untuk memberikan kenyamanan (untuk menjaga konsistensi salep). Alkohol<br />

alifatik (setil alkohol dan stearil alkohol) dan senyawa seperti kolesterol dan beeswax (fasa<br />

minyak) dapat ditambahkan ke dalam basis selain lanolin, untuk memfasilitasi<br />

pencampuran air untuk menghasilkan emulsi minyak dalam air.<br />

Batas ukuran partikel dalam salep mata yang mengandung partikel padat terdispersi<br />

diberikan dalam BP. Standar ini dapat dipenuhi dengan mereduksi semua padatan<br />

terdispersi menjadi serbuk yang sangat halus (< 25 μm) sebelum dicampurkan.<br />

b. Bahan pembantu yang digunakan untuk salep mata<br />

Meskipun formula obat dalam salep mata memiliki kecenderungan yang lebih kecil untuk<br />

mengalami penguraian secara kimia dan oleh mikroba daripada <strong>sediaan</strong> tetes mata, namun<br />

zat antimikroba, antioksidan dan zat penstabil dapat ditambahkan ke dalam formula salep<br />

mata.<br />

c. Antimikroba<br />

Salep mata memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk terkontaminasi daripada tetes<br />

mata karena alasan sebagai berikut :<br />

• Tetes mata mengandung air (pembawa) merupakan lingkungan yang disukai mikroba<br />

sebagai media pertumbuhan daripada parafin yang digunakan dalam basis salep mata.<br />

• Tube untuk salep mata umumnya memiliki lubang yang sangat kecil dan penggunaan salep<br />

mata sendiri langsung dari tube ke mata, sehingga kemungkinan terjadinya kontaminasi<br />

pada salep mata lebih kecil dibandingkan <strong>sediaan</strong> tetes mata, khususnya tetes mata yang<br />

menggunakan pipet.<br />

• Penggunaan collapsible tubes untuk salep mata menjamin bahwa pada tipe ini tidak<br />

terdapat ruang untuk udara, sehingga terhindar dari resiko yang berhubungan dengan<br />

masuknya kontaminasi melalui udara. Sedangkan keuntungan ini tidak ada pada tube<br />

plastik.<br />

Namun demikian, antimikroba tetap dapat ditambahkan ke dalam basis salep mata.<br />

Antimikroba diperlukan jika basis yang digunakan mengandung air dan hal ini<br />

diperbolehkan oleh hukum di USA Chlorbutil, metil-(dan propil-) hidroksibenzoat dan<br />

fenetil alkohol adalah pengawet yang ditambahkan ke dalam salep mata.<br />

75


d. Pengatur pH<br />

Jika pH fase air dari salep mata di luar batas toleransi mata maka akan timbul iritasi.<br />

Contohnya : pH dari fase air pada Sulphacetamide Eye Ointment di BP 1988 diadjust dulu<br />

sebelum dicampurkan ke fase minyak, karena larutan pekat Na-sulfasetamid sangat basa.<br />

e. Penyiapan, klarifikasi dan sterilisasi basis salep<br />

Lanolin, parafin kuning, dan parafin cair dipanaskan bersama dan disaring selagi panas<br />

melalui kain batis ke dalam wadah yang tetap akan bisa mempertahankan proses sterilisasi<br />

kering. Wadah ditutup untuk menghilangkan mikroorganisme dan basis disterilkan dengan<br />

mempertahankan keseluruhan isi wadah selama kombinasi waktu dan suhu efektif untuk<br />

meyakinkan jaminan sterilitas.<br />

f. Pengemasan zat berkhasiat<br />

Tutup ulir harus ditutup dan dilapisi dengan segel tanpa dapat disobek, atau seluruh tube<br />

ditutup dengan kemasan bersegel sehingga tube tidak dapat digerakkan atau dipindahkan<br />

tanpa menyobek segel. Kemasan luar yang cocok termasuk karton dengan klep bersegel dan<br />

kantung tertas bersegel, plastik atau film selulosa.<br />

g. Menurut buku Codex Medicantorum Nederlandicum (CMN)<br />

• Jika obat merupakan garam alkaloida, jumlah diperlukan untuk 100 bagian salep<br />

dimasukkan dalam mortir steril dan dilarutkan dalam sejumlah kecil air kemudian sedikitsedikit<br />

dimasukkan lelehan dasar salep yang masih panas sehingga jumlah 100 bagian<br />

salep. Aduk/geruslah sampai dingin.<br />

• Jika obat bukan garam alkaloida melainkan alkaloida bebas, jumlah daripadanya<br />

dimasukkan dalam mortir steril digerus dengan sebagian kecil lelehan salep dan digerus<br />

hingga rata, kemudian ditambahkan sisa dasar salep dan digerus hingga dingin.<br />

• Presentase obat harus dituliskan kecuali oculenta di bawah ini tanpa ditulis prosentase harus<br />

menurut resep di bawah :<br />

a. Oculentum atropin : 0,25% atropin sulfas dan 1,0% air.<br />

b. Oculentum atropin et hydrargiri oxydum : 0,125% atropin sulfas; 1,0% aqua dan 1,0<br />

hydrargiri oxydum flavum.<br />

c. Oculentum cocaini : 0,25% cocaini HCl dan 1,0% air.<br />

d. Oculentum iodofarm : 4,0% iodofarm.<br />

e. Oculentum hydrargiri oxydum : 1,0% hydrargiri oxydum flavum.<br />

f. Oculntum physostigmini : 0,125% physostigmini sulfas dan 1,0% air.<br />

g. Oculentum scopolamini : 0,125% scopolamini HBr dan 1,0% air.<br />

• Oculentum harus disimpan dalam pot tertutup baik dan kecil, di luar pengaruh cahaya dan<br />

di tempat sejuk.<br />

• Hydrargiri oxydum subsum dalam salep mata, diusulkan diganti dengan yang kuning.<br />

• Adeps suilus benzoatus merangsang mata, diusulkan memakai dasar salep lainnya.<br />

• Dasar salep untuk salep mata tidak boleh hidrofil (o/w) karena dasar salep dapat diencerkan<br />

oleh air mata.<br />

• Teknik pembuatan :<br />

Sediaan salep mata harus steril sesuai dengan persyaratan yang tertera pada<br />

monografi oculenta. Salep mata dibuat dengan teknik aseptis.<br />

3.4 Formula Salep Mata yang Beredar di Pasaran<br />

3.4.1 Buku Ansel, Howard.C., Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, hal 516-518<br />

Preparat Produk komersial Persentase lazim zat aktif Keterangan<br />

Salep mata Atropine Sulfat Salep mata atropine sulfat<br />

(allergen)<br />

0,5 dan 1 % Parasimpatolitik dipakai<br />

untuk memperoleh<br />

midriasis untuk refraksi<br />

Salep mata Kloramfenikol Salep mata kloromisetin 1% Antibakteri<br />

(parke davis)<br />

Salep mata Klortetrasiklin Salep mata aureomisin 1% Antibakteri<br />

HCl<br />

(lederle)<br />

Salep mata Deksametason Salep mata dekadron 0,05% Antiinflamasi<br />

76


Na fosfat<br />

Salep mata Gentamisin<br />

Sulfat<br />

Salep mata Hidrokortison<br />

asetat<br />

Salep mata Idoksuridin<br />

Salep mata Polimiksin B<br />

basitrasin (neomisin)<br />

Salep mata Natrium<br />

Sulfasetamid<br />

Salep mata Sulfisoksazol<br />

Salep mata Tetrasiklin HCl<br />

Salep mata Vidarabin<br />

fosfat (Merck sharp dan<br />

dohme)<br />

Salep mata garamisin<br />

(Schering)<br />

Salep mata hidrokorton<br />

asetat (Merck Sharp dan<br />

Dohme)<br />

Salep mata stoksil (Smith<br />

kline dan french)<br />

Salep mata Neosporin<br />

(Burroughs welcome)<br />

Salep mata natrium<br />

sulamid (Schering)<br />

Salep mata gantrisin<br />

(roche)<br />

Salep mata Akromisin<br />

(Lederle)<br />

Salep mata Vira-A (parke<br />

Davis)<br />

adrenokortikal steroid<br />

0,3% Antibakteri<br />

1,5% Antiinflamasi<br />

adrenokortikal steroid<br />

0,5% Antvirus<br />

Tiap g Polimiksin B Sulfat, Antimikroba<br />

5000 unit; Basitrasin, Zn,<br />

400 unit; Neomisin sulfat 5<br />

mg<br />

10 dan 30 % Antibakteri<br />

4% Antibakteri<br />

1% Antibakteri<br />

3% Antivirus<br />

3.4.2 ISO 2003, vol. 381, 434-444<br />

• Salep mata deksametason<br />

• Salep mata Zink sulfat, asam borat, efedrin HCl, kamfer, vit. A Palmitat, NaBiBorat 5%,<br />

NaSitrat, Oleum Menthae Piperateae.<br />

• Salep mata Tetrasiklin HCl.<br />

• Salep mata Na-Sulfasetamida.<br />

• Salep mata Kloramfenikol.<br />

• Salep mata Kloramfenikol, hidrokortison asetat.<br />

• Salep mata Neomisina sulfat.<br />

• Salep mata Amfoterisina.<br />

• Salep mata Gentamisina.<br />

• Salep mata Oksitetrasiklina.<br />

• Salep mata Tobramicina.<br />

IV. PERHITUNGAN FORMULA<br />

Mengacu pada perhitungan <strong>sediaan</strong> salep.<br />

V. PROSEDUR PEMBUATAN<br />

(Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi Sedian Steril, edisi II, Benny Logawa, Soendani Noerono<br />

Soewandhi, 1985, hal 38, 44).<br />

a. Sterilisasi ruangan dan lemari kerja<br />

Ruangan kerja disterilkan :<br />

• Dengan sinar ultra lembayung sesaat sebelum digunakan<br />

• Dengan sinar uv selama 24 jam<br />

Lemari kerja (box steril)<br />

Disterilkan selama 24 jam dengan formaldehida yang ditaburi ke dalam cawan penguap<br />

yang terlebih dahulu dipanaskan (kedua lubang box ditutup oleh lembar plastik)<br />

b. Pakaian kerja, masker, sarung tangan dan alas kaki disterilkan dalam autoklaf 115-<br />

116°C selama 30 menit.<br />

Revisi : Pakaian kerja dimasukkan plastik tahan panas kemudian diautoklaf. Masker,sarung<br />

tangan dan alas kaki dibeli yang sudah steril (ada di pasaran)<br />

77


c. Sterilisasi alat<br />

Karena pembuatan aseptis, semua alat baru disterilkan pada hari kedua saat pembuatan<br />

sedian.<br />

Spatel<br />

Alat<br />

Cara<br />

sterilisasi<br />

Dibakar dg api bunsen<br />

Keterangan<br />

Waktu<br />

awal<br />

Paraf<br />

Waktu<br />

akhir<br />

Par<br />

af<br />

Pinset<br />

Kaca arloji<br />

Batang pengaduk<br />

gelas<br />

Lumpang & alu<br />

Kartu salep<br />

Gunting<br />

Pipet & balon<br />

Pipet ukur<br />

Kertas perkamen<br />

Gelas ukur<br />

Cawanpenguap<br />

Tube<br />

Tutup tube plastik<br />

Zalf filler<br />

Idem<br />

Idem<br />

Idem<br />

Dibakar dg spiritus<br />

115-116°C slm 0,5 jam<br />

Idem<br />

Idem<br />

Idem<br />

Idem<br />

Idem<br />

170°C,1jam<br />

Idem<br />

Direndam dlm EtOH 70%<br />

slm 24 jam,keringkan dlm<br />

oven sebentar<br />

Diseka dg kapas yg telah<br />

dibasahi EtOH 70%<br />

Dibungkus dg<br />

kertas perkamen<br />

Idem<br />

Idem<br />

Idem<br />

Idem<br />

Mulut dibungkus<br />

Al foil/kertas<br />

perkamen<br />

d. Prosedur kerja :<br />

1. Timbang vaselin flavum di atas cawan penguap yang telah dialasi dengan kain<br />

batis/kasa steril yang telah ditara (berat cawan penguap saja, berat cawan penguap dan<br />

kasa).<br />

2. Timbang dengan cara meneteskan sedikit demi sedikit parafin liq. ke dalam cawan<br />

penguap tadi, sterilkan dalam oven 170°C selama 1 jam.<br />

Data tambahan menurut Remington hal 786 :<br />

Sterilisasi : 160 o C :120-180 menit; 170 o C :90-120 menit; 180 o C :45-60 menit<br />

Depirogenasi : 230 o C :60-90 menit; 250 o C :30-60 menit<br />

3. Setelah 1 jam basis salep diperas panas-panas dengan cara menjepitkan kain batis<br />

dengan pinset steril.<br />

4. Timbang sejumlah basis yang diperlukan.<br />

5. Timbang zat aktif, jika tahan panas perlu disterilkan, jika tak tahan panas tidak usah.<br />

6. Zat aktif ditimbang, masukkan dalam mortir steril, digerus halus sambil ditambahkan<br />

sedikit basis salep, gerus lagi agar bercampur dan homogen. (Zat yang tahan pemanasan<br />

dapat segera dicampurkan sedikit demi sedikit dengan dasar salep yang masih cair<br />

dalam lumpang steril, untuk zat yang tidak tahan pemanasan, dasar salep dituang ke<br />

dalam lumpang untuk didinginkan terlebih dahulu sambil diaduk, sebelum dicampur).<br />

7. Salep mata yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat pengisi salep dan diisikan dalam<br />

tube steril sebanyak 5 gram.<br />

8. Ujung tube ditutup dengan alat penekuk lalu diberi etiket dan dikemas dalam kotak<br />

disertai brosur.<br />

78


VI. WADAH DAN KEMASAN<br />

• Salep mata disimpan dalam tube steril.<br />

• Kemasan <strong>sediaan</strong> salep mata tidak boleh lebih dari 5 gram (TPC, p.167)<br />

• Untuk <strong>sediaan</strong> semisolid yang digunakan pada mata, tube plastik terbukti tidak sesuai<br />

karena tube plastik tidak dapat dilipat sehingga menyebabkan udara dapat masuk ke dalam<br />

tube setelah penggunaan <strong>sediaan</strong>. Karena hal tersebut, tube timah masih sering digunakan<br />

untuk mengemas salep mata, walaupun telah mulai digantikan oleh collapsible tube (tube<br />

yang dapat dilipat) yang terbuat dari plastik, foil logam dan kertas yang dilaminasi. (TPC,<br />

p.166)<br />

• Collapsible tubes harus terbuat dari logam atau plastik yang sesuai. Tube, dengan kapasitas<br />

tidak boleh melebihi 5 g, harus dicocokkan dengan pipa yang ukurannya sesuai untuk<br />

memfasilitasi pemakaian salep tanpa terjadinya kontaminasi. Tube salep mata harus sedapat<br />

mungkin terbebas dari kontaminan, dan kecuali produk akan disterilisasi dengan radiasi<br />

ionisasi, tube juga harus disterilisasi sebelum digunakan.<br />

• Spesifikasi tube logam tercantum dalam The British Standard 1967 : 4230. Standar<br />

ini menspesifikasikan bahwa tube harus terbuat dari aluminium, timah, atau<br />

campuran timah.<br />

VII. PERMASALAHAN-PERMASALAHAN DALAM SEDIAAN<br />

• Penggunaan lemak domba (adeps lanae) sebagai basis salep mata dapat menimbulkan<br />

peradangan atau alergi (Benny logawa, hal.18). Karena hal tersebut, lebih baik adeps lanae<br />

tidak dimasukkan dalam basis salep mata.<br />

• Vaselin putih, dalam pemucatannya menggunakan asam sulfat. Vaselin putih untuk mata,<br />

akan terjadi iritasi mata oleh kelebihan asam yang dikandung kalau tidak dinetralkan dulu<br />

dengan KOH atau basa lain (Ilmu Meracik Obat, hal. 54). Tetapi demi kemanan, lebih<br />

baik menggunakan vaselin kuning sebagai basis salep mata, dan tidak dianjurkan<br />

menggunakan vaselin putih.<br />

• Minyak mineral sering ditambahkan ke dalam petrolatum (bahan pembantu/campuran<br />

basis) untuk menurunkan titik leleh, tetapi sebagai tambahan akan menyebabkan pemisahan<br />

selama penyimpanan. (Lachman: Industry, p.548)<br />

VIII. EVALUASI<br />

Sama dengan salep, ditambah uji kebocoran tube dan uji partikel logam (FI IV )<br />

pada evaluasi fisik (FI IV, 1086). Di tambah dengan uji kontaminasi mikroba pada evaluasi<br />

biologi karena salep mata harus steril, untuk salep luka bakar, luka terbuka dan penyakit kulit yang<br />

parah juga harus steril.<br />

79


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

DEFINISI<br />

PASTA<br />

Ansel, C. Howard., `Pengantar Sediaan Farmasi`, ed IV, penerbit UI,1989, hal 515<br />

Pasta sama dengan salep dimaksudkan untuk pemakaian luar kulit. Namun perbedaannya dengan salep<br />

adalah kandungannya; secara umum persentase bahan padat pada pasta lebih besar dan kurang<br />

berlemak daripada salep yang dibuat dengan komponen yang sama. Di antara pasta yang sering<br />

digunakan saat ini adalah : pasta gigi, preparat anti inflamasi dipakai secara topical pada mukosa di<br />

selaput mulut, pasta zinc oksida. Pasta dibuat dengan cara yang sama dengan salep.<br />

FI IV hal 14<br />

Pasta merupakan <strong>sediaan</strong> semipadat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan<br />

untuk pemakaian topikal.<br />

Husa`s Pharm.Dispensing of Medication, p.110, Eric W. Martin, 5 th ed, 1959<br />

Pasta adalah produk seperti salep untuk penggunaan eksternal yang di karakterisasi dengan adanya<br />

bagian serbuk padat yang lebih banyak. Pasta lebih kental dan keras, serta kurang oklusif<br />

dibandingkan salep.<br />

Fornas 1978, edisi ke-2, Depkes RI, hal 326<br />

Pasta adalah <strong>sediaan</strong> berupa massa lembek yang dimaksudkan untuk pemakaian luar, digunakan<br />

sebagai antiseptikum atau pelindung kulit. Cara pemakaian dengan mengoleskan lebih dahulu pada<br />

kain kasa.<br />

Lachman, The Theory & Practice of Industrial Pharmacy,1986,Philadelphia:Lea&Febiger.p534<br />

Pasta adalah salep dengan ditambahkan bahan padat tidak larut dalam persentase yang tinggi.<br />

p.548: Pasta merupakan disperse serbuk tidak larut dengan konsentrasi tinggi (20-50%) dalam basis<br />

lemak atau basis air. Basis lemak lebih tidak lengket dan juga lebih kaku dibandingkan dengan salep<br />

karena kandungan serbuk yang tinggi.<br />

I. TEORI<br />

A. Penggolongan<br />

Menurut FI IV hal 14<br />

Ada 2 kelompok utama pasta<br />

1. Kelompok pasta yang dibuat dari gel fase tunggal mengandung air<br />

Contoh : pasta Natrium karboksimetilselulosa (CMC)<br />

2. Kelompok pasta berlemak<br />

Contoh : pasta Zinc Oksida (pasta padat, kaku, tidak meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi<br />

sebagai lapisan pelindung bagian yang diolesi.<br />

Menurut Ilmu Meracik Obat 2000, hal 67-70<br />

Ada 3 macam pasta :<br />

1. Pasta berlemak<br />

o Merupakan salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat<br />

o<br />

o<br />

Bahan dasar salep : vaselin, parafin cair<br />

Jumlah lemak yang lebih sedikit dibanding serbuk padatnya harus dilelehkan dulu supaya<br />

homogen<br />

2. Pasta kering<br />

Merupakan pasta bebas lemak mengandung ±60% zat padat (serbuk)<br />

3. Pasta pendingin<br />

Cooper n Gunn`s : Dispensing for Pharm. Student hlm 210,211<br />

1. Hidrokarbon 2. Basis air-misibel 3. Basis larut air<br />

Aulton, Pharmaceutical Pactice, p. 125-126<br />

1. Hidrokarbon 3. Basis air-misibel<br />

2. Basis absorpsi 4. Basis larut air


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

B. Keuntungan dan Kerugian<br />

Ansel, C. Howard.,`Pengantar Sediaan Farmasi`, edisi keempat, Penerbit UI, 1989, hal 107<br />

Pasta mengandunglebih banyak bahan padat dan oleh karena itu lebih kental dan kurang meresap<br />

daripada salep. Pasta biasanya digunakan karena kerjanya melindungi dan kemampuannya menyerap<br />

kotoran seru dari luka-luka di kulit. Jadi bila kerja melindungi lebih dibutuhkan dari terapeutiknya<br />

maka akan lebih dipilih panggunaan pasta, tapi bila yang dibutuhkan kerja terapeutikanya lebih dipilih<br />

bentuk <strong>sediaan</strong> salep dank rim<br />

FI IV hal 14<br />

Pasta berlemak ternyata kurang berminyak dan lebih menyerap dibanding salep kerena tingginya kadar<br />

obat yang mempunyai afinitas terhadap air. Pasta ini cenderung untuk menyerap sekresi seperti serum<br />

dan mempenyai daya penetrasi dan daya maserasi lebih rens=dah daripada salep. Oleh karena itu pasta<br />

digunakan untuk lesi akut yang cenderung membentuk kerak, menggelembung atau mengeluarkan<br />

cairan.<br />

Pasta gigi digunakan untuk pelekatan pada selaput lendir untuk memperoleh efek lokal (misal pasta<br />

gigi Triamsinolon asetonida).<br />

Ansel, C. Howard., `Pengantar Sediaan Farmasi`, ed IV, penerbit UI,1989, hal 515<br />

Pasta mengandung bahan padat yang tinggi. Bahan padatnya yang tinggi secara umum dengan<br />

absorpsi pasta lebih besar dan kurang berlemak daripada salep yang dibuat dengan komponen yang<br />

sama. Kualitas pasta yang keras dan absorptif membuat saat pemakaian pasta tetap tinggal<br />

ditempatnya dengan sedikit kecenderungan untuk melunak dan mengalir, sehingga efektif digunakan<br />

untuk absorpsi sekresi cairan serosal pada tempat pemakaian. Pada luka akut yang cenderung<br />

mengeras, menggelembung ataupun mengeluarkan darah, pasta cenderung lebih disukai daripada<br />

salep. Namun kerena sifatnya yang kaku dan tidak dapat ditembus, pasta umumnya tidak sesuai untuk<br />

pemakaian pada bagian tubuh yang berbulu.<br />

Lachman, The Theory & Practice of Industrial Pharmacy,1986,Philadelphia:Lea&Febiger.p534<br />

Pasta digunakan sebagai pelindung pada kulit, seperti untuk perawatan kemerahan kulit atau<br />

melindungi wajah dan bibir dari matahari.<br />

P 5548 : Pasta menempel baik pada kulit dan memiliki keuntungan dalam perawatan luka kronik atau<br />

lichenified. Pasta dapat membentuk lapisan pelindung jika menggunakan bahan yang tepat sehingga<br />

mencegah pelepasan kulit pada kulit Karen garukan.<br />

II.FORMULA<br />

A. Formula Umum/ Standar<br />

Formula umum pasta :<br />

R/ Zat aktif<br />

Basis<br />

Zat tambahan (pengawet, antioksidan, emolien, emulsifier, surfaktan, zat penstabil, peningkat<br />

penetrasi dll)<br />

B. Formula menurut buku-buku resmi<br />

Menurut Ilmu Meracik Obat (IMO) 2000 hal 67-70 :<br />

1. Pasta berlemak<br />

Pasta asam salisilat seng (juga ada di Fornas 1998 hal 14)<br />

Asam salisilat<br />

ZnO<br />

200 mg<br />

2,5 g<br />

Amylum tritici<br />

2,5 g<br />

Vaselin album ad 10 g<br />

Pasta Seng (juga ada di Fornas 1998 hal 304)<br />

ZnO<br />

2,5 g<br />

Amylum tritici<br />

2,5 g<br />

Vaselin Flavum ad 10 g


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

Pasta resorcinol belerang (juga ada di Fornas 1998 hal 267)<br />

Resorcinol<br />

500 mg<br />

Sulfur<br />

500 mg<br />

Cetomacrogolum 1000 300 mg<br />

Cetostearylalkoholum 1,2 g<br />

ZnO<br />

4 g<br />

Parafin liquid<br />

1 g<br />

Vaselin Flavum ad 10 g<br />

2. Pasta Kering<br />

IMO 2000 hal 67<br />

Bentonit 1<br />

Sulfur pp 2<br />

ZnO 10<br />

Talk 10<br />

Ichtamol 0,5<br />

Gliserin<br />

Aqua aa 5<br />

3. Pasta pendingin<br />

Salep Tiga Dara (IMO 2000 hal 67)<br />

ZnO<br />

Olei olivae<br />

Calcii Hidroxidi sol aa 10<br />

4. Formula pasta lainnya<br />

Pasta ter seng (Fornas 1998 hal 49)<br />

Tiap 10 g mengandung :<br />

Picis solutio<br />

750 mg<br />

Zinci pasta<br />

9,25 g<br />

Keterangan :<br />

Picis solutio = 20 g ter batubara dengan 50 g pasir tercuci dimaserasi dengan 5 g Polisorbat-80<br />

dan 70 ml Etanol 90% selama 7 hari, disaring dan diencerkan dengan etanol 90% hingga 100<br />

mL<br />

Pasta gigi umumnya mengandung : MonofluoroPhosphate, Glycerophosphate, Triclosan<br />

C. Penjelasan Formula<br />

1. Zat aktif<br />

Zat aktif yang sering digunakan misalnya Zinc Oksida, sulrur dan zat aktif lain yang tentunya<br />

dapat dibuat dalam bentuk <strong>sediaan</strong> semisolid. Penggunaan pasta pada umumnya untuk<br />

antiseptik, perlindungan, penyejuk kulit dan absorben sehingga zat aktif yang sering digunakan<br />

ialah zat aktif yang memiliki aktivitas farmakologi seperti yang telah disebut diatas. Sifat zat<br />

aktif yang perlu di[erhatikan ialah zat aktif harus mampu didispersikan secara homogen pada<br />

basis namun dapat lepas dengan baik dari basis dan dapat menembus kulit untuk mencapai<br />

tujuan farmakologisnya<br />

2. Basis<br />

Basis yang digunakan untuk pembuatan pasta ialah basis berlemak atau basis air<br />

Macam-macam basis yang dapat digunakan untuk pembuatan pasta :<br />

• Basis Hidrokarbon (Aulton, Pharmaceutical Prcatice, p 125-126)<br />

Karakteristik dari basis ini yaitu :<br />

- Tidak diabsorbsi oleh kulit - Tidak tercampurkan dengan air<br />

- Inert - Daya Absorpsi air rendah<br />

- Menghambat kehilangan air pada kulit dengan membentuk lapisan tahan air &<br />

meningkatkan hidrasi sehingga meningkatkan absorpsi obat melalui kulit.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

Info tambahan (tidak ada pustaka)<br />

− Diatas permukaan kulit akan sukar dibersihkan<br />

− Lengket<br />

− Akan memperpanjang waktu kontak dengan kulit dan obat, tetapi memberikan rasa<br />

tidak menyenangkan kepada pemakai<br />

Contoh basis : paraffin cair, paraffin lunak, hard paraffin<br />

• Basis absorpsi (Aulton, Pharmaceutical Prcatice, p 125-126)<br />

Karakterstiknya : bersifat hidrofil dan dapat menyerap sejumlah tertentu air dan larutan<br />

cair. Terbagi menjadi 2 kelas, yaitu :<br />

a. Basis non-emulsi<br />

Dapat menyerap air dan larutan cair membentuk emulsi A/M. Mengandung campuran<br />

dari emulgen tipe sterol dengan satu atau lebih parafin. Jika dibandingkan dengan basis<br />

hidrokarbon :<br />

• Kurang bersifat oklusif namun emolien yang baik<br />

• Membantu obat larut minyak untuk penetrasi kulit<br />

• Lebih mudah menyebar/ dioleskan (spread)<br />

Emulgen sterol yang penting adalah :<br />

- Wool fat - Wool alcohol<br />

- Bees wax - Kolesterol<br />

b. Emulsi A/M<br />

Dapat mengabsorpsi air lebih banyak dari basis non emulsi. Terdiri dari :<br />

• Hydrous wool fat (lanolin)<br />

• Oily cream BP<br />

Emulsifying wax merupakan basis pada pasta zinc dan coal tar.<br />

• Basis air-misibel (Aulton, Pharmaceutical Prcatice, p 125-126)<br />

Keuntungannya antara lain :<br />

− Mudah dibersihkan dari kulit<br />

− Misibel/ bercampur dengan eksudat dari luka<br />

− Mengurangi gangguan terhadap fungsi kulit<br />

− Kontak baik dengan kulit karena kandungan surfaktannya<br />

− Penerimaan terhadap kosmetik yang cukup baik<br />

− Mudah dibersihkan dari rambut. Salep dengan basis hidrocarbon/ absorpsi cocok untuk<br />

kondisi Scalp<br />

Contoh: salep beremulsi pasta resorsinol dan sulfur<br />

Tiga salep beremulsi dari basis ini<br />

1. salep beremulsi (anionik)<br />

2. salep beremulsi setomakrogol (non ionik)<br />

3. salep beremulsi setrimid (kationik)<br />

salep-salep ini mengandung parafi dan emulgen M/A dengan formula umum sbb:<br />

Emulgator anionik/kationik/non ionik 30%<br />

White soft paraffin 50%<br />

Parafin cair 20%<br />

• Basis larut air<br />

Beberapa pasta terbuat dari basis macrogol (polietilen glikol).<br />

Keuntungan basis larut air :<br />

- Non oklusif - Absorpsi yang baik oleh kulit<br />

- Bercampur dengan eksudat - Mudah melarutkan bahan lain<br />

- Mudah dibersihkan dengan cara dicuci - Bebas dari rasa lengket<br />

- Tidak berwarna - nyaman digunakan<br />

- Larut air - kompatibel dengan obat-obat dermatologi


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

Kerugian basis larut air :<br />

o Pengambilan (up-take) air yang terbatas<br />

o Kurang lunak jika dibandingkan dengan parafin<br />

o Mengurangi aktivitas beberapa zat antimikroba<br />

o Bereaksi dengan plastic penutup<br />

3. Bahan tambahan<br />

a. Pengawet (TPC, hal 151-152)<br />

Antimikroba tidak umum digunakan pada salep tak berair karena mikroba tidak dapat tumbuh,<br />

tetapi salep yang mengandung air perlu penambahan antimikroba.<br />

Pengawet dapat mempengaruhi respon fisik pada pemakaian topikal. Konsentrasi pengawet perlu<br />

diperhatikan agar tidak timbul efek samping yang tidak diinginkan.<br />

Pengawet sebaiknya tidak toksik, tidak bersifat alergen, memiliki sifat bakterisidal lebih baik<br />

daripada bakteriostatik, dan dapat digunakan untuk spektrum luas. Selain itu pengawet sebaiknya<br />

tidak mal, memiliki potensi, resisten terhadap serangan mikroorganisme, stabil dalam kondisi<br />

penyimpanan, bebas dari bau dan warna yang tidak menyenangkan, dan tidak berinteraksi dengan<br />

bahan yang lain dan wadah.<br />

Pengawet yang paling banyak digunakan pada salep mengandung air adalah kloroform, asam<br />

organik (asam bezoat dan asam sorbat), klorokresol, fenetil alcohol, fenoksietanol, senyawa<br />

amonium kuarterner (setrimid).<br />

b. Antioksidan (TPC, hal 151)<br />

Lemak dan minyak alami mudah teroksidasi oleh oksigen di udara maka diperlukan<br />

penambahan antioksidan untk mencegah dekomposisi. Antioksidan dipilih berdasarkan warna,<br />

bau, potensi, iritasi, toksisitas, stabilitas, dan kompatibilitas. Asam edetat dan asam organik dan<br />

inorganik lainnya (asam sitrat, maleat, tartarat, atau fosforat) dapat ditambahkan ke dalam<br />

formula untuk mengkelat sesepora logam yang dapat mengkatalisis proes oksidasi.<br />

c. Emulsifier (TPC, hal 148)<br />

Pada penggunaaan emulsifier yang harus diperhatikan ialah stabilitas. Penggunaan emulsifier lebih<br />

baik dikombinasikan sehingga diperoleh stabilitas yang lebih baik dan sifat iritan yang lebih<br />

rendah. Macam-macam emulsifier yang dapat digunakan ialah<br />

emulsifier anionik (natrium lauril sulfat, natrium setostearil sulfat, triaetanolamin stearat, kalsium<br />

oleat); pH sistem di adjust sesuai dengan pH kulit manusia (4,5-6,5)<br />

emulsifier kationik (ammonium kuartener, cetrimide); lebih stabil pada pH 3-7 sehingga cocok<br />

untuk produk topical, tetapi dapat menyebabkan iritasi ketika digunakan pada kulit dan mata<br />

emulsifier nonionik (ester glikol, ester gliserol); kompatibel dengan banyak substansi obat dan<br />

elektrolit, stabil dan tidak mengiritasi.<br />

d. Humektan (TPC, hal 150)<br />

Bahan ini digunakan untuk mengurangi <strong>sediaan</strong> semisolid dari kehilangan air. Humektan<br />

mencegah pengeringan dan membantu penerimaan produk dengan meningkatkan kualitas<br />

pengolesan dan konsistensi secara umum. Contohnya gliserol, propilen glikol, sorbitol, dan<br />

makrogol berbobot molekul rendah.<br />

IV. PERHITUNGAN<br />

Perhitungan formula pasta : Mengacu pada salep


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

V. PROSEDUR PEMBUATAN<br />

Modul Praktikum Teknologi Sediaan Liquida dan Semisolida; Dra. Sasanti T. Darijanto, MS; Dept<br />

Farmasi; FMIPA; 2002; hal 43<br />

Aulton, Pharmaceutical practice, p128-129<br />

Metode pembuatan pasta sama dengan salep. Untuk basis semisolid metode fusion (pelelehan) dan/<br />

atau triturasi dapat digunakan. Triturasi sendiri cocok digunakan untuk pembawa liquid.<br />

• Metode Fusion<br />

Disini zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan diaduk sampai membentuk fase<br />

yang homogen. dalam hal ini perlu diperhatikan stabilitas zat berkhaziat terhadap suhu yang tinggi<br />

pada saat<br />

• Metode Triturasi<br />

Digunakan jika bahan aktif tidak larut dalam basis atau larutan yang digunakan delam jumlah<br />

kecil. Zat padat harus berupa serbuk halus.<br />

Zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau dengan salah satu zat<br />

pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan sisa basis. Dapat juga digunakan pelarut<br />

organik untuk melarutkan terlebih dahulu zat aktifnya, kemudian baru dicampur dengan basis<br />

yang akan digunakan.<br />

Teknik dasar pembuatan pasta adalah penimbangan, pengukuran pelarut, pengurangan usuran,<br />

pemisahan usuran, dan pencampuran.<br />

Metode dan cara pembuatan pasta :<br />

1. Sediaan yang akan dibuat adalah pasta……dengan kekuatan <strong>sediaan</strong> ……..<br />

2. Bobot <strong>sediaan</strong> pasta dalam kemasan tube ….g<br />

3. Jumlah yang akan dibuat…..tube ditambah dengan keperluan evaluasi sebanyak….tube. Jadi total<br />

yang akan dibuat adalah….tube.<br />

4. Jumlah pasta yang akan dibuat adalah,,,,g (kapasitas minimal alat pengisi <strong>sediaan</strong> semisolid 250 g)<br />

Prosedur Pembuatan :<br />

1. Timbang sejumlah zat aktif dan eksipien sesuai dengan yang dibutuhkan<br />

2. Tambahkan zat pembawa dan zat berkhasiat kemudian dilelehkan bersama dan diaduk sampai<br />

membentuk fase yang homogen (Fusion)<br />

3. Zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau dengan salah satu zat<br />

pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan sisa basis. Dapat juga digunakan pelarut<br />

organik untuk melarutkan terlebih dahulu zat aktifnya, kemudian baru dicampur dengan basis<br />

yang akan digunakan (triturasi).<br />

4. Pasta yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat pengisi pasta dan diisikan ke dalam tube<br />

sebanyak yang dibutuhkan.<br />

5. Ujung tube ditutup lalu diberi etiket dan dikemas dalam wadah yang dilengkapi brosur dan etiket.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

VI. EVALUASI P ASTA<br />

Evaluasi <strong>sediaan</strong> pasta sama dengan evaluasi <strong>sediaan</strong> salep, meliputi :<br />

A. Evaluasi fisik<br />

1. Penampilan (warna & bau)<br />

Meliputi penampilan organoleptik<br />

Pustaka: Goeswin Agoes, Teknologi Farmasi Liquida & Semisolida, hal 127<br />

Dilihat dengan adanya pemisahan fasa atau pecahnya emulsi, bau tengik dan perubahan warna.<br />

2. Homogenitas (FI ed III, hal 33)<br />

Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus menunjukkan susunan<br />

yang homogen<br />

3. Distribusi ukuran partikel (untuk metode triturasi)<br />

Prinsip: Perubahan reflektan pada panjang krimombang dimana fase dalam berwarna mengabsorpsi<br />

sebagian cahaya yang masuk, ternyata berbanding terbalik dengan suatu kekuatan dari diameter<br />

partikel.<br />

Prosedur: Sebarkan sejumlah salep yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop. Lihat<br />

dibawah mikroskop. (Lacman, Theory & Practice of Industrial Pharmacy, hal 116)<br />

4. Konsistensi/viskositas<br />

Sediaan semisolid termasuk sistem non-newton, jadi viskositasnya diukur dengan viskometer<br />

Brookfield Helipath stand.<br />

Prinsip: melakukan pengukuran konsistensi salep pada suhu kamar dengan menggunakan viskometer<br />

Brookfield Helipath stand yang memakai spindel dan pada kecepatan (RPM) tertentu.<br />

Prosedur:<br />

Penyiapan sampel Sampel yang akan diukur ditempatkan pada gelas piala 150 mL dengan<br />

permukaan rata (sedapat mungkin penuh) dan tidak boleh ada gelembung udara didalamnya.<br />

(pemadatan dapat dilakukan dengan cara diketuk – ketuk).<br />

5. Isi minimum (FI IV hal 997)<br />

Tujuan: Untuk mengetahui kesesuaian bobot dari isi terhadap bobot yang tertera pada etiket<br />

Prosedur:<br />

- ambil 10 tube sampel yang sudah dibersihkan bagian luarnya (etiket dihilangkan) dan<br />

ditimbang<br />

- potong ujung bawah tube, isi dikeluarkan dan cuci tube dengan pelarut yang sesuai<br />

- keringkan tube dan timbang kembali wadah kosong serta bagian tube lainnya<br />

Penafsiran hasil: perbedaan penimbangan adalah bobot bersih wadah<br />

Bobot bersih rata-rata tidak kurang dari bobot yang tertera di etiket dan tidak satu wadah pun yang<br />

beratnya kurang dari:<br />

# 90% dari bobot tertera di etiket (jika bobot di etiket 60 g atau kurang)<br />

# 95% dari bobot tertera di etiket (jika bobot di etiket lebih dari 60 gram dan kurang dari 150<br />

gram)<br />

Jika syarat tidak dipenuhi maka ditambahkan 20 wadah lagi.<br />

Bobot rata-rata 30 wadah (10+20) harus memenuhi syarat diatas.<br />

6. Uji Kebocoran /uji salep mata FI IV hal 1086<br />

Prinsip: untuk mengetahui kebocoran pada wadah yang digunakan (tube)<br />

Prosedur:<br />

- bersihkan dan keringkan 10 tube dengan kain penyerap<br />

- letakkan tube pada kertas penyerap dalam oven dengan suhu 60 + 3°C selama 8 jam<br />

Penafsiran hasil:<br />

- dari 10 tube tidak boleh ada yang bocor<br />

- jika ada satu tube yang bocor lakukan uji tambahan dengan 20 tube dan tidak boleh ada lebih<br />

dari 1 tubE yang bocor (30 tube)


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

7. Uji stabilitas<br />

Dilakukan uji dipercepat dengan:<br />

1. Agitasi atau sentrifugasi (mekanik); Sediaan disentrifugasi dengan kecepatan tinggi (sekitar<br />

30.000 RPM), Diamati apakah terjadi sineresis, pemisahan atau tidak. (Lacman, Theory &<br />

Practice of Industrial Pharmacy, hal 116)<br />

2. Manipulasi suhu sampel dioleskan pada kaca objek dan dipanaskan pada suhu 30, 40, 50, 60,<br />

70 o C.Amati dengan bantuan indikator (seperti sudah merah mulai suhu berapa terjadi<br />

pemisahan. Makin tinggi suhu maka makin stabil<br />

8. Uji pelepasan bahan aktif dari <strong>sediaan</strong> salep<br />

Pustaka: Tugas akhir Ivantina tentang pelepasan Diklofenak dari <strong>sediaan</strong> salep<br />

Prinsip: Mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari <strong>sediaan</strong> salep dengan cara mengukur<br />

konsentrasi zat aktif dalam cairan penerima pada waktu – waktu tertentu.<br />

Prosedur:<br />

1. Sejumlah salep dioleskan pada cawan petri, dibuat permukaan serata mungkin.<br />

2. Cairan penerima disiapkan (dapar, larutan NaCl 0,9%, dll) dalam gelas kimia 600 mL dengan<br />

volume tertentu (250 mL). Kemudian gelas direndam dalam water bath bersuhu 37 o C.<br />

Pengaduk dipasang tepat ditengah – tengah antara permukaan cairan penerima dan salep<br />

dengan kecepatan 60 RPM.<br />

3. Cawan petri yang telah diolesi salep dimasukkan<br />

4. Cairan penerima dipipet pada waktu – waktu tertentu, misalnya pada menit 5, 10, 15, 20, 25,<br />

30, 60, 90, 120, 180, dan 240.<br />

Catatan: Pemipetan pada awal diusahakan range waktunya kecil dan semakin lama semakin<br />

besar.<br />

5. Cairan yang dipipet diganti dengan cairan penerima yang sama bersuhu 37 o C.<br />

6. Kadar zat aktif dalam sampel ditentukan dengan metode yang sesuai. Jika perlu dapat<br />

diencerkan.<br />

Catatan : apabila komponen salep mengandung bahan yang dapat bercampur dengan cairan<br />

penerima, maka pada permukaan salep harus dipasang membran selofan (diusahakan antara<br />

permukaan salep dengan membran tidak ada udara), sehingga salep tidak kontak langsung<br />

dengan cairan penerima.<br />

Penafsiran hasil:bahan aktif dinyatakan mudah terlepas dari <strong>sediaan</strong> apabila waktu tunggu (<br />

waktu pertama kali zat aktif ditemukan dalam cairan penerima) semakin kecil. Dan ini<br />

tergantung dari pembawa, penambahan komponen lain dan jenis cairan penerima.<br />

9. Uji difusi bahan aktif dari <strong>sediaan</strong> salep<br />

Pustaka: Tugas akhir Sriningsih, kecepatan difusi kloramfenikol dari <strong>sediaan</strong> salep<br />

Prinsip: Menguji difusi bahan aktif dari <strong>sediaan</strong> salep menggunakan suatu sel difusi dengan cara<br />

mengukur konsentrasi bahan aktif dalam cairan penerima pada selang waktu tertentu.<br />

Prosedur:<br />

1. Sejumlah salep dioleskan pada plat difusi sampai rata, ditutup dengan membran. Diusahakan<br />

tidak terjadi rongga udara antara permukaan salep dan membran<br />

2. Plat dipasang pada penyangga bawah dan ditutup dengan cincin kemudian dihubungkan<br />

dengan penyangga atas.<br />

3. Sel difusi dimasukkan ke dalam penangas air bersuhu 37 o C, dihubungkan dengan pompa<br />

peristaltik, wadah penerima dan tabung pencegah masuknya udara memakai selang.<br />

4. cairan penerima dipipet pada waktu – waktu tertentu dan diganti dengan cairan yang sama<br />

bersuhu 37 o C.<br />

5. Kadar zat aktif ditentukan dengan metoda yang sesuai.<br />

B. Evaluasi Kimia<br />

1. Penetapan Kadar zat Aktif (sesuai monografi)<br />

2. Identifikasi Zat Aktif (sesuai monografi)


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

C. Evaluasi biologi<br />

Uji efektivitas pengawet antimikroba (FI IV , hal 854-855)<br />

Tujuan : Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada <strong>sediaan</strong> dosis ganda<br />

yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk parenteral yang dicantumkan<br />

pada etiket produk yang bersangkutan.<br />

Prinsip : Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam <strong>sediaan</strong> yang mengandung<br />

pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai parameter efektifitas pengawet dalam<br />

<strong>sediaan</strong>. Inokulasi mikroba pada <strong>sediaan</strong> dengan cara menginkubasi tabung bakteri biologik (Candida<br />

Albicans, Aspergillus Niger, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus) yang berisi sampel<br />

dari inokula pada suhu 20-25°C dalam media Soybean-Casein Digest Agar.<br />

Syarat/penafsiran hasil:<br />

Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:<br />

a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari jumlah awal.<br />

b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang dari jumlah<br />

awal.<br />

c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau kurang dari<br />

bilangan yang disebut pada a dan b.<br />

Penetapan potensi antibiotik secara mikrobiologi (untuk zat aktifnya antibiotik) (FI IV , hal<br />

891-899)<br />

Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses pembuatan larutan dan<br />

menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.<br />

Prinsip : Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh antibiotik dalam <strong>sediaan</strong> yang<br />

ditambahkan ke dalam media padat atau cair yang mengandung biakan mikroba berdasarkan metode<br />

lempeng atau metode turbidimetri.<br />

Penafsiran hasil :<br />

Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode garis lurus transformasi log dengan<br />

prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linieritas (FI IV,hal 898). Harga KHM yang makin<br />

rendah, makin kuat potensinya. Pada Umumnya antibiotik yang berpotensi tinggi mempunyai KHM<br />

yang rendah dan diameter hambat yang besar<br />

Kandungan zat antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet) (FI<br />

IV hal 939-942)<br />

Tujuan: Menentukan kadar pengawet terendah yang masih efektif dan ditujukan untuk zatzat<br />

yang paling umum digunakan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang ada,<br />

tetapi tidak lebih dari 20% dari jumlah yang tertera di etiket.<br />

Prinsip: Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan kromatografi gas atau<br />

polarografi (sesuaikan dengan pengawet yang digunakan)<br />

Penafsiran Hasil : kandungan zat antimikroba dinyatakan dalam satuan b/v atau v/v<br />

Keterangan tambahan untuk evaluasi pasta<br />

(“Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Rudilf Voigt”, edisi ke-5, terjemahan, Gajah Mada University<br />

Press , hal 378-384)<br />

1. Daya mengambil air<br />

Daya mengambil air, diukur sebagai angka air, berlaku untuk karakterisasi salep dari basis<br />

absorpsi.<br />

Angka air dirumuskan sebagai jumlah air maksimal (g), yang mampu mempertahankan 100 air<br />

bebas dasar pada suatu suhu tertentu (umumnya 15-20ºC) terus menerus atau suatu waktu terbatas<br />

(umumnya 24 jam), dimana air digabungkan secara manual. Perolehan kuantitatif dari jumlah air<br />

yang diambil berlangsung melalui penimbangan yang berbeda (sistem mengandung air-sistem<br />

bebas air) atau dengan sebuah penentuan kandungan air (lihat no.2)<br />

Kemampuan air akan berubah, jika larutan digabungkan. Umumnya menyebabkan penurunan


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

angka air. Itu terjadi dalam skala khusus pada peracikan dari larutan dengan fenolik (Fenol,<br />

resorsinol, Pirogalol)<br />

Angka air (AA) dan kandungan air (KA), yang dinyatakan dalam persen tidaklah sama. Sebagai<br />

pedoman untuk angka air berlaku air bebas dari dasar (basis), sedangkan kandungan air<br />

berhubungan dengan salep emulsi mengandung air. Kedua angka ukur dapat dihitung satu sama<br />

lain menurut persamaan :<br />

AA = (100.KA) / (100-KA)<br />

KA = (100.AA) / (100+AA)<br />

2. Kadar air<br />

Ada 3 cara :<br />

a. Penentuan dari kehilangan pengeringan<br />

Dihitung sebagai kandungan massa yang hilang setelah dilakukan pengeringan pada suatu<br />

suhu tertentu (umumnya dengan cara oven pada suhu 100-110ºC). kehilangan massa (%)<br />

diperoleh dari selisih antar bobot awal dengan bobot tetap setelah dioven dan dibandingkan<br />

dengan bobot awal.<br />

Cara ini tidak dapat digunakan jika ada bahan obat atau bahan pembantu yang menguap<br />

(minyak atsiri, fenol,dsb)<br />

b. Cara penyulingan<br />

Dilakukan dengan cara penyulingan menggunakan bahan pelarut menguap yang tidak dapat<br />

bercampur dengan air, seperti trikloretan, Benzen, toluen atau silen, yang disuling sebagai<br />

campuran azeotrop dengan air dan pada pendinginan kembali dapat memisah, sehingga jumlah<br />

air tersuling dapat diketahui volumenya.<br />

Caranya : sampel yang mengadung air dicampur bersama dengan bahan pelarut jenuh ke<br />

dalam labu bundar (pada alat), kemudian disuling sampai diperoleh air, dipisahkan, tidak<br />

bertambah lagi (terlihat pada pipa ukur),<br />

c. Cara titrasi menurut Karl Fischer Penentuannya berdasarkan pada pemindahan belerang<br />

dioksida dan Iod dengan air dengan adanya Piridin dan Metanol menurut persamaan reaksi<br />

berikut :<br />

I 2 + SO 2 + CH 3 OH + H 2 O ↔ 2HI + CH 3 HSO 4<br />

Piridin akan menangkap asam yang terbentuk dan akan terjadi reaksi secara kuantitatif<br />

Penentuannya dilakukan dalam sebuah sistem titrasi tertutup terdiri dari labu titrasi dan buret.<br />

Dalam sistem ini tidak ada kontak dengan udara diluar sistem titrasi, begitu juga dengan<br />

pengaruh kelembaban udara. Sebelum dilakukan penentuan kadar air sampel, larutan reagen<br />

Karl-Fischer dibakukan dengan asam oksalat (2H2O). disamping titrasi sampel, dengan cara<br />

yang sama dilakukan juga terhadap blanko untuk mengetahui pengaruh dari medium larutan<br />

sampel.<br />

Penentuan titik ekivalen dapat dilakukan secara visual, tetapi lebih baik secara elektrometris<br />

(metode-Dead-Stop). Sebagai bahan pelarut untuk digunakan suatu campuran dari<br />

benzen/metanol (9 : 1).<br />

Untuk perhitungan kandungan air berlaku formula berikut :<br />

% Air = {f.100(a-b)}/ Ew<br />

f = nilai aktif/ kadar larutan pentiter (mg air/mL)<br />

a = larutan peniter yang dibutuhkan (mL)<br />

b = larutan peniter yang dibutuhkan untuk blanko (mL)<br />

Ew = penimbangan zat/sampel (mg)<br />

Metode ini sesuai dan cock untuk penentuan jumlah air dengan kadar rendah dalam <strong>sediaan</strong><br />

farmasetik dan lebih baik/tepat dilakukan secara berulang.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009<br />

semisolida<br />

3. Penghamburan<br />

Penghamburan suatu salep diartikan sebagai kemampuannya untuk dapat disebarkan pada kulit.<br />

Penentuannya dilakukan denagn Ekstensometer<br />

Sebuah sampel salep dengan volume tertentu diletakkan ke pusat antara 2 lempeng gelas, lempeng<br />

sebelah atas dalam interval waktu tertentu diberi beban dengan cara diletakkan anak timbangan<br />

diatasnya. Permukaan penyebaran yang dihasilkan dengan menaiknya pemberian beban<br />

menggambarkan suatu karakteristik daya hambur.<br />

Hasil yang lebih detail dapat diperoleh dengan cara menggambarkan pemberian beban (g) dan<br />

penghamburan (mm2) dalam suatu grafik sistem koordinat.<br />

4. Resistensi panas<br />

Resistensi panas dari salep dilakukan dengan tes berayun. Uji ini cocok/sesuai digunakan untuk<br />

mempertimbangkan daya simpannya pada daerah dengan iklim tropen nyata (terj adi perubahan<br />

suhu) secara terus menerus.<br />

Beberapa sampel salep yang dalam sebuah wadah tertutup ditempatkan dalam suatu kondisi<br />

dengansuhu yang berubah secara kontinu dan berbeda-beda (misalnya 20 jam pada 37ºC dan 4 jam<br />

pada 100ºC) dan ditentukan waktunya. Selama ditempatkan pada kondisi suhu yang berubah,<br />

dilakukan pengamatan adanya perubahan konsistensi dan homogenitas. salep yang baik tidak<br />

menunjukkan perubahan konsistensi dan homogenitas.<br />

5. Ukuran partikel<br />

Farmakope tidak menuntut pengujian partikel, tetapi ada batasan ukuran partikel pada 60μm atau<br />

200μm. Selama penyimpanan sebaiknya ukuran partikel secara teratur dikontrol karena pertumbuhan<br />

hablur tidak terelakan. Untuk penelitian orientasi maka dapat digunakan Grindometer yang juga<br />

terpakai delam industri warna

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!