Sriwijaya Maret 2018

Majalah resmi maskapai Sriwijaya Air dan NAM Air edisi bulan Maret 2018 Majalah resmi maskapai Sriwijaya Air dan NAM Air edisi bulan Maret 2018

28.02.2018 Views

82 ART & CULTURE E F EDISI 85 | MARET 2018 |

ART & CULTURE 83 G Saat tiba waktu rarak kembang waru (waktunya gugur daun pohon waru di sore hari), topat yang sudah melewati prosesi kemudian dibagikan kepada masyarakat yang sudah tidak sabar menunggu. Ketika topat sudah di tangan, sekejap perang pun dimulai, penuh kegembiraan tanpa ada rasa kebencian dari kedua pihak. “Tradisi perang topat ini sudah sejak lama dilaksanakan secara turun temurun. Biasanya dilaksanakan waktu sehabis panen raya sebagai ungkapan rasa syukur kita kepada yang Maha Kuasa, dan juga berharap agar musim tanam ini mendapat kesuburan. Selain itu tradisi Ini juga mempererat hubungan serta rasa kebersamaan kita dengan teman-teman Hindu.” kata Suparman (42), warga setempat yang juga pengurus di bangunan Kemaliq. Seusai perang, topat-topat yang sudah dilempar kemudian dipungut dan dibawa pulang oleh Masyarakat. Mereka percaya bahwa dengan menebar ketupat tersebut ke sawah atau ladang maka akan memberi kesuburan dan berkah. H BUKTI BAHWA PERMATA PULAU LOMBOK TAK HANYA ALAMNYA SAJA, TAPI JUGA JALINAN BUDAYA ANTAR PENDUDUKNYA. E F G H Salah seorang perempuan hindu sedang menaruh banten (sesaji) di dalam pura. Warga yang beragama Hindu berada di dalam komplek pura untuk melakukan sembahyang Pujawali. Para perempuan sasak yang membawa sesaji yang diistilahkan kebun kodeq (kebun kecil) ke dalam Kamaliq untuk diadakan prosesi sebelum perang topat dimulai. Para perempuan sasak yang membawa ketupat. Ketupat inilah yang kemudian menjadi amunisi masyarakat dalam perang topat setelah melewati prosesi di dalam Kamaliq. | EDISI 85 | MARET 2018

ART & CULTURE<br />

83<br />

G<br />

Saat tiba waktu rarak kembang waru<br />

(waktunya gugur daun pohon waru di sore<br />

hari), topat yang sudah melewati prosesi<br />

kemudian dibagikan kepada masyarakat<br />

yang sudah tidak sabar menunggu. Ketika<br />

topat sudah di tangan, sekejap perang pun<br />

dimulai, penuh kegembiraan tanpa ada rasa<br />

kebencian dari kedua pihak.<br />

“Tradisi perang topat ini sudah sejak<br />

lama dilaksanakan secara turun temurun.<br />

Biasanya dilaksanakan waktu sehabis panen<br />

raya sebagai ungkapan rasa syukur kita<br />

kepada yang Maha Kuasa, dan juga berharap<br />

agar musim tanam ini mendapat kesuburan.<br />

Selain itu tradisi Ini juga mempererat<br />

hubungan serta rasa kebersamaan kita<br />

dengan teman-teman Hindu.” kata Suparman<br />

(42), warga setempat yang juga pengurus di<br />

bangunan Kemaliq.<br />

Seusai perang, topat-topat yang sudah<br />

dilempar kemudian dipungut dan dibawa<br />

pulang oleh Masyarakat. Mereka percaya<br />

bahwa dengan menebar ketupat tersebut<br />

ke sawah atau ladang maka akan memberi<br />

kesuburan dan berkah.<br />

H<br />

BUKTI BAHWA PERMATA<br />

PULAU LOMBOK TAK<br />

HANYA ALAMNYA SAJA,<br />

TAPI JUGA JALINAN<br />

BUDAYA ANTAR<br />

PENDUDUKNYA.<br />

E<br />

F<br />

G<br />

H<br />

Salah seorang perempuan<br />

hindu sedang menaruh<br />

banten (sesaji) di dalam pura.<br />

Warga yang beragama Hindu<br />

berada di dalam komplek<br />

pura untuk melakukan<br />

sembahyang Pujawali.<br />

Para perempuan sasak<br />

yang membawa sesaji yang<br />

diistilahkan kebun kodeq<br />

(kebun kecil) ke dalam Kamaliq<br />

untuk diadakan prosesi<br />

sebelum perang topat dimulai.<br />

Para perempuan sasak<br />

yang membawa ketupat.<br />

Ketupat inilah yang<br />

kemudian menjadi amunisi<br />

masyarakat dalam perang<br />

topat setelah melewati<br />

prosesi di dalam Kamaliq.<br />

| EDISI 85 | MARET <strong>2018</strong>

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!