12.10.2017 Views

Enewsletter Jejaring AMPL September 2017

Electronic newsletter dari Jejaring Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) bulan September tahun 2017. Jejaring Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) merupakan forum koordinasi berbagai institusi baik pemerintah maupun mitra pembangunan di sektor air minum dan sanitasi.

Electronic newsletter dari Jejaring Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) bulan September tahun 2017. Jejaring Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) merupakan forum koordinasi berbagai institusi baik pemerintah maupun mitra pembangunan di sektor air minum dan sanitasi.

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

NEWSLETTER SEPTEMBER <strong>2017</strong><br />

1<br />

BERSINERGI DAN BERBAGI CERITA<br />

DARI MDGS MENUJU SDGS<br />

SDGs adalah tujuan pembangunan yang<br />

dideklarasikan para kepala negara/ perwakilan<br />

lintas pemerintahan dalam Resolusi PBB pada 21<br />

Oktober 2015 sebagai cita-cita bersama hingga<br />

tahun 2030. Bagaimana mensinkronkan agenda<br />

RPJM dan SDGs?<br />

HIDUP AMAN DAN NYAMAN<br />

Banyak diantara kita yang tidak tahu betapa<br />

pentingnya memiliki tangki septik yang kedap.<br />

Kenapa itu penting? Karena bila tangki septik kita<br />

tidak kedap, maka tinja yang kita keluarkan akan<br />

mencemari lingkungan, masuk ke dalam tanah<br />

dan sangat besar kemungkinan untuk<br />

mencemari air minum kita.<br />

PENINGKATAN KAPASITAS PEMDA<br />

UNTUK STBM<br />

Program SEHATI menyadari pentingnya peran<br />

pemerintah sebagai leading sector. Mitra SEHATI<br />

bekerja untuk meningkatkan kapasitas<br />

pemerintah daerah agar mampu mempimpin<br />

dan mengimplementasikan STBM 5 Pilar secara<br />

berkualitas serta mereplikasinya ke seluruh desa<br />

lainnya.<br />

LEBARAN DENGAN TOILET BARU<br />

Hayati kini boleh berbangga bahkan bahagia,<br />

karena jelang lebaran tiba, toilet dan kamar<br />

mandi impiannya pun telah terbangun. Lebaran<br />

tahun lalu telah menjadi kejutan besar bagi anak,<br />

menantu dan cucu-cucunya dari Jakarta.<br />

KREDIT JAMBAN DENGAN BUMDES<br />

Rudi Purtomo adalah seorang PNS yang sehariharinya<br />

bekerja di kantor kecamatan Pajuk,<br />

Kabupaten Dompu, Provinsi NTB. Sejak<br />

mengikuti training tentang STBM dan wirausaha<br />

sanitasi, kini dia punya usaha sampingan yang<br />

penghasilannya jauh lebih besar dari gaji<br />

PNSnya.<br />

SAFELY-MANAGED SANITATION<br />

Jika saat ini yang berusaha diatasi adalah<br />

perilaku BABS di rantai pengguna rumah tangga,<br />

untuk mencapai layanan sanitasi layak dan aman<br />

kita perlu mengatasi tantangan di rantai<br />

pengolahan on-site, pengangkutan, pengolahan<br />

off-site, hingga pemanfaatan kembali lumpur<br />

tinja yang terolah.<br />

Disusun oleh Sekretariat <strong>Jejaring</strong> <strong>AMPL</strong> (www.jejaringampl.org). Tim: Wiwit Heris, Indriany.<br />

Silakan kirim cerita Anda ke: jejaring.ampl@gmail.com


NEWSLETTER SEPTEMBER <strong>2017</strong><br />

2<br />

Dari MDGs Menuju SDGs, Jalan Panjang Mewujudkan Akses Universal<br />

Air Minum dan Sanitasi<br />

MDGs/ Tujuan Pembangunan Milenium mulai<br />

dicanangkan pada <strong>September</strong> 2000 dan telah<br />

berakhir di tahun 2015. Pemerintah Indonesia<br />

menandatangani deklarasi MDGs sebagai bagian<br />

dari komitmen para pemimpin dunia untuk<br />

mengurangi lebih dari separuh orang-orang yang<br />

menderita akibat kelaparan, menjamin semua<br />

anak untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya,<br />

mengentaskan kesenjangan jender pada semua<br />

tingkat pendidikan, mengurangi kematian anak<br />

balita hingga 2/3, dan mengurangi hingga<br />

separuh jumlah orang yang tidak memiliki akses<br />

air bersih pada tahun 2015.<br />

Pada sektor air minum pencapaian akses air<br />

minum Indonesia pada tahun 2015 adalah<br />

70,97% dari seluruh penduduk, sementara<br />

untuk akses sanitasi adalah sebesar 62,14%<br />

dari total populasi. Melanjutkan capaian MDGs,<br />

Pemerintah dalam Rencana Pembangunan<br />

Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019 bercita-cita<br />

mewujudkan akses universal air minum dan<br />

sanitasi, kondisi dimana seluruh masyarakat<br />

setidaknya mendapatkan layanan dasar air<br />

minum dan sanitasi.<br />

Dalam perjalanannya komitmen MDGs yang<br />

telah berakhir di tahun 2015 dilanjutkan dengan<br />

komitmen SDGs/ Tujuan Pembangunan<br />

Berkelanjutan dengan 17 tujuan dan 169<br />

capaian. SDGs adalah tujuan pembangunan yang<br />

dideklarasikan para kepala negara/ perwakilan<br />

lintas pemerintahan dalam Resolusi PBB pada 21<br />

Oktober 2015 sebagai cita-cita bersama hingga<br />

tahun 2030.<br />

Bagaimana mensinkronkan agenda RPJM<br />

dan SDGs?<br />

RPJM adalah jembatan dari MDGs menuju SDGs.<br />

RPJM bercita-cita mewujudkan akses universal<br />

air minum dan sanitasi bagi seluruh masyarakat,<br />

sementara SDGs mengamanatkan no one left<br />

behind dalam pembangunan. RPJM 2015-2019<br />

dapat disinergikan dan diarahkan untuk<br />

mendukung pencapaian MDGs.<br />

Apakah dalam periode RPJM dapat diwujudkan<br />

akses universal air minum dan sanitasi? Dapat,<br />

jika pertumbuhan akses air minum dan sanitasi<br />

bisa diakselarasi minimal 6% pertahun untuk air<br />

minum dan 7,5% per tahun untuk sanitasi. Data<br />

2016-2015 menunjukkan rerata pertumbuhan<br />

pertahun adalah 2,5% untuk air minum dan 3%<br />

untuk sanitasi.<br />

Bagaimana mendorong pertumbuhan akses?<br />

Butuh upaya 3-4 kali lipat dari periode<br />

sebelumnya. Jika target RPJM adalah 100%<br />

akses, maka target SDGs adalah 100% akses<br />

aman. Jalan panjang dan terjal dalam<br />

mewujudkan akses universal terhampar di<br />

depan. Perlu adanya kolaborAksi dari seluruh<br />

pemangku kepentingan terkait dengan kapasitas<br />

kelembagaan, teknis, regulasi, dan pendanaan<br />

yang ada. Keluarga besar <strong>Jejaring</strong> <strong>AMPL</strong> dapat<br />

berperan menjadi katalisator kolaborAksi dalam<br />

menempuh perjalanan yang panjang dan terjal<br />

ini.<br />

*Ditulis oleh Eko W Purwanto, Perencana Madya di Bappenas, pemerhati <strong>AMPL</strong>, untuk publikasi elektronik<br />

<strong>Jejaring</strong> <strong>AMPL</strong>. Tulisan ini adalah pendapat pribadi.<br />

Disusun oleh Sekretariat <strong>Jejaring</strong> <strong>AMPL</strong> (www.jejaringampl.org). Tim: Wiwit Heris, Indriany.<br />

Silakan kirim cerita Anda ke: jejaring.ampl@gmail.com


NEWSLETTER SEPTEMBER <strong>2017</strong><br />

3<br />

Hidup Aman…. Hidup Nyaman….<br />

Apa yang Anda bayangkan jika mendengar<br />

kalimat di atas? Mungkin Anda akan langsung<br />

membayangkan hidup dengan memiliki<br />

pekerjaan yang mapan, tempat tinggal nyaman,<br />

dan penghasilan yang bisa memenuhi kebutuhan<br />

kita sehari hari. Tetapi apakah benar, hal yang<br />

saya sampaikan di atas sudah cukup bisa<br />

membuat hidup kita aman dan nyaman?<br />

Bagaimana dengan<br />

kesehatan? Segala yang kita<br />

miliki tidak akan bisa kita<br />

nikmati jika kita tidak bisa<br />

memiliki tubuh yang sehat.<br />

Jika saya tanyakan kembali,<br />

apa yang bisa membuat<br />

badan kita sehat?<br />

Jawabannya tak lain, pasti<br />

tidak akan jauh dari:<br />

memakan makanan yang sehat, rajin berolah<br />

raga, tidur yang cukup dan yang pasti<br />

menghindari rokok.<br />

Tapi, sekarang saya ingin mengajak Anda untuk<br />

melihat masalah dengan lebih dalam lagi.<br />

Pernahkan kita memikirkan bahwa tangki septik<br />

rumah kita bisa juga berpengaruh ke kesehatan.<br />

Mungkin masih banyak yang bingung, dimana sih<br />

Potensi pencemaran ke<br />

sumber air kita mungkin saja<br />

tidak terjadi, apabila jarak<br />

tangki septik dan sumur kita<br />

minimal 10 meter. Tetapi<br />

bagaimana dengan tetangga<br />

sebelah rumah kita?<br />

letak hubungannya… Yuuk mari kita lihat<br />

bersama.<br />

Banyak diantara kita yang tidak tahu betapa<br />

pentingnya memiliki tangki septik yang<br />

kedap. Kenapa itu penting? Karena bila tangki<br />

septik kita tidak kedap, maka tinja yang kita<br />

keluarkan akan mencemari lingkungan, masuk<br />

ke dalam tanah dan sangat<br />

besar kemungkinan untuk<br />

mencemari air minum kita.<br />

Potensi terbesar memang<br />

akan menimpa orang yang<br />

masih menggunakan sumur<br />

untuk sumber air minumnya.<br />

Bayangkan saja bagaimana<br />

kotoran yang kita buang bisa<br />

masuk lagi ke dalam mulut<br />

kita. Mengerikan bukan??<br />

Nah, sekarang bagaimana kita tahu, tangki septik<br />

kita kedap atau tidak. Yang pertama ingatlah<br />

kembali, beberapa hal ini: Apakah kita pernah<br />

melakukan penyedotan tangki septik paling<br />

tidak tiga tahun terakhir ini? Lalu apakah diatas<br />

tangki septik tertutup cor semen?<br />

Disusun oleh Sekretariat <strong>Jejaring</strong> <strong>AMPL</strong> (www.jejaringampl.org). Tim: Wiwit Heris, Indriany.<br />

Silakan kirim cerita Anda ke: jejaring.ampl@gmail.com


NEWSLETTER SEPTEMBER <strong>2017</strong><br />

4<br />

Apabila tidak pernah disedot dan tertutup cor<br />

semen, bisa dipastikan bahwa tangki septik di<br />

rumah Anda masih belum kedap dan hanya<br />

berupa cubluk.<br />

Potensi pencemaran ke sumber air kita mungkin<br />

saja tidak terjadi, apabila jarak tangki septik dan<br />

sumur kita minimal 10 meter. Tetapi bagaimana<br />

dengan tetangga sebelah rumah kita?<br />

Bagaimana bila tangki septik tetangga yang<br />

justru jaraknya dekat dengan sumur kita atau<br />

sebaliknya? Hal tersebut sangat mungkin terjadi,<br />

terlebih dengan perumahan jaman sekarang<br />

yang banyak menggunakan sistem cluster<br />

dengan tanah yang tidak terlalu luas. Besar<br />

kemungkinan pencemaran bisa terjadi. Sangat<br />

mengerikan, dan bisa saja tanpa kita sadari kita<br />

meminum air yang mengandung tinja.<br />

Kemudian muncul lagi pernyataan, “Tapi<br />

sebelum saya meminum air, saya selalu<br />

memasak terlebih dahulu, pasti semua kuman<br />

dan bakteri akan mati, saya juga lebih banyak<br />

menggunakan air dari dispenser”.<br />

Memang betul, tapi bagaimana dengan gelas<br />

yang kita gunakan, bukankah kita mencucinya<br />

dengan sumber air yang sama? Apakah lantas<br />

bakteri yang ada di sumber air tersebut, tidak<br />

kemudian menempel di gelas yang kemudian<br />

kita gunakan untuk minum?<br />

Ingat!! Peluang kontaminasi dan rekontaminasi<br />

bisa terjadi dengan berbagai cara. Apabila kita<br />

tidak peduli, kesehatan kita lah yang menjadi<br />

taruhannya. Lalu apakah Anda berani?<br />

Oleh karena itu harus kita sadari bersama,<br />

mulailah berubah. Yuk sama sama kita check dan<br />

recheck. Sudah aman dan kedapkah tangki septik<br />

kita? Bila belum, marilah kita berubah, gunakan<br />

tangka septik yang kedap. Jangan sampai kita<br />

turut mencemari lingkungan. Satu lagi,<br />

gunakanlah akses air perpipaan, karena itu akan<br />

jauh lebih aman dan terjamin dibandingkan<br />

dengan menggunakan air sumur. Olahlah air<br />

sebelum diminum dan simpan di wadah yang<br />

bersih, tertutup dan bermulut kecil. Sehingga<br />

kemungkinan terjadinya rekontaminasi bisa<br />

diminimalkan. Hasil akhirnya kita bisa<br />

mendapatkan hidup aman dan hidup nyaman<br />

yang sesungguhnya..<br />

Jadi..<br />

Yuuk kita berubah…..<br />

*Ditulis oleh Deasy Sekar, IUWASH Plus - USAID<br />

***<br />

Disusun oleh Sekretariat <strong>Jejaring</strong> <strong>AMPL</strong> (www.jejaringampl.org). Tim: Wiwit Heris, Indriany.<br />

Silakan kirim cerita Anda ke: jejaring.ampl@gmail.com


NEWSLETTER SEPTEMBER <strong>2017</strong><br />

5<br />

Program Kredit Jamban melalui Kemitraan dengan BUMDes<br />

Pembelajaran dari Kabupaten Dompu, NTB<br />

Rudi Purtomo adalah seorang PNS (Pegawai<br />

Negeri Sipil), yang sehari-harinya bekerja di<br />

kantor kecamatan Pajuk, Kabupaten Dompu,<br />

Provinsi NTB sebagai Kasie PMD. Sejak mengikuti<br />

training tentang STBM dan wirausaha sanitasi<br />

yang difasilitasi oleh Plan International<br />

Indonesia, kini dia punya usaha sampingan yang<br />

penghasilannya jauh lebih besar dari gaji<br />

PNSnya.<br />

“Saya sekarang berbisnis kotoran<br />

manusia. Tai,” katanya. “Jika orang<br />

mengatakan tai adalah kotoran yang tidak<br />

berguna, bagi saya justru sebaliknya, “tai is<br />

money,” tambahnya sambil tertawa.<br />

Kini dalam kesehariannya, Rudi sibuk dengan<br />

melayani pesanan jamban dari masyarakat di<br />

Kecamatan Paju, Dompu. Dia senang saat ini dia<br />

telah berhasil menjual ratusan paket jamban.<br />

Ketertarikannya menggeluti bisnis sanitasi<br />

adalah karena dia menilai bisnis ini sangat<br />

prospektif. Berdasarkan data yang dia peroleh<br />

dari Dinas Kesehatan Kabupaten Dompu, saat ini<br />

masih ada 26.255 KK yang belum memiliki<br />

jamban, dan hingga saat ini belum ada pihak<br />

yang serius menggarap bidang ini.<br />

Rudi Purtomo bermimpi jika suatu hari dia ingin<br />

meng-ODF-kan Kabupaten Dompu melalui bisnis<br />

sanitasi yang dia garap. Tentu saja untuk<br />

mencapai mimpi ini Rudi saat ini sedang<br />

membuat strategi pemasaran dan distribusi yang<br />

efektif agar pelayanan pemesanan paket jamban<br />

bisa dilaksanakan dengan cara efektif dan<br />

efisien.<br />

Disusun oleh Sekretariat <strong>Jejaring</strong> <strong>AMPL</strong> (www.jejaringampl.org). Tim: Wiwit Heris, Indriany.<br />

Silakan kirim cerita Anda ke: jejaring.ampl@gmail.com


NEWSLETTER SEPTEMBER <strong>2017</strong><br />

6<br />

“Kita bisa membangun serentak 1 hari 10<br />

jamban karena pemesanan meningkat. Saya bisa<br />

kerjakan usai pulang kerja atau tinggal menelpon<br />

jaringan saya yang ada di tiap desa. Ini bisa<br />

dikerjakan secara santai. Apalagi saya sudah<br />

punya jaringan orang-orang di tiap desa yang<br />

bisa langsung mengerjakan pemesanan tersebut<br />

tanpa saya harus yang<br />

mengerjakannya. Bisnis ini<br />

dikerjakan secara tim dan<br />

strategi networking. Tidak<br />

bisa dikerjakan sendiri,”<br />

jelasnya.<br />

Dia menjadikan “tim”<br />

desanya menjadi marketing,<br />

dan menjadi tukang. Ketika<br />

ada pemesanan maka semua yang bekerja akan<br />

mendapatkan komisi yang adil darinya. Dia<br />

memang mempunyai Tim Tukang di setiap desa<br />

yang ada di Dompu. Sehingga memudahkannya<br />

untuk memenuhi dan melayani<br />

pembeli/pemesannya mendapatkan pengerjaan<br />

yang lebih cepat.<br />

Sebagai orang yang pernah bekerja di bidang<br />

analisis kredit di salah satu bank, membuatnya<br />

terfikir untuk melibatkan lembaga keuangan<br />

untuk memperluas jangkauan penjualannya.<br />

Lalu dia terfikir untuk melibatkan BUMDES<br />

Melalui kerja samanya<br />

dengan BUMDes saat ini dia<br />

telah berhasil menjual lebih<br />

dari 500 paket jamban<br />

melalui skema kredit jamban.<br />

*Ditulis oleh Herie Ferdian, Yayasan Plan International Indonesia<br />

***<br />

sebagai partner bisnisnya. Dia lalu memberikan<br />

pelatihan kredit untuk petugas BUMDes untuk<br />

mendukung bisnis sanitasi yang dia jalankan.<br />

Usahanya melatih petugas BUMDes ini rupanya<br />

berbuah sukses. Beberapa BUMDes tertarik<br />

untuk mendukung bisnis kredit sanitasi yang<br />

digeluti. Melalui kerja samanya dengan BUMDes<br />

saat ini dia telah berhasil<br />

menjual lebih dari 500 paket<br />

jamban melalui skema kredit<br />

jamban.<br />

“Saya menyebut usaha ini<br />

sebagai bisnis KPR Jamban.”<br />

katanya sambil tertawa<br />

Kesuksesannya dalam<br />

menjalani wirausaha sanitasi tidak disimpannya<br />

sendiri. Rudi kemudian juga melatih sejumlah<br />

kelompok dan komunitas di daerah lainnya jika<br />

ingin mengembangkan usaha yang sama.<br />

Atas komitmentnya di bidang sanitasi, dia<br />

mendapatkan penghargaan dari Gubernur NTB<br />

sebagai Inovator Desa. Penghargaan ini dia raih<br />

karena dia telah menciptakan inovasi<br />

pembiayaan kredit jamban melalui BUMDES.<br />

Inovasi ini akan terus dia kembangkan dan<br />

diharapkan bisa diaplikasikan di seluruh wilayah<br />

Dompu bahkan di NTB.<br />

Disusun oleh Sekretariat <strong>Jejaring</strong> <strong>AMPL</strong> (www.jejaringampl.org). Tim: Wiwit Heris, Indriany.<br />

Silakan kirim cerita Anda ke: jejaring.ampl@gmail.com


NEWSLETTER SEPTEMBER <strong>2017</strong><br />

7<br />

Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah Dalam Implementasi 5<br />

Pilar STBM Berkontribusi Meningkatkan Askes Sanitasi<br />

Program SEHATI (Sustainable Sanitation and<br />

Hygiene for Eastern Indonesia) adalah sebuah<br />

program kerjasama antara Simavi dan 5<br />

organisasi mitra, yaitu Yayasan Masyarakat<br />

Peduli NTB, Yayasan Dian<br />

Desa, Plan Internasional<br />

Indonesia, Yayasan Rumsram<br />

dan CD Bethesda YAKKUM<br />

dengan dukungan dari<br />

Kedutaan Besar Kerajaan<br />

Belanda. Program ini adalah<br />

kelanjutan dari program<br />

SHAW (Sanitation, Hygiene<br />

and Water) pada 2010 –<br />

2015 berlangsung di wilayah yang relatif sama.<br />

Di samping telah berhasil mendeklarasikan 802<br />

desa sebagai desa STBM 5 pilar dari 1074<br />

desa intervensi di 9 kabupaten wilayah program,<br />

Program SHAW telah memberikan pembelajaran<br />

yang sangat berharga. Pembelajaran inilah yang<br />

menjadi dasar pengembangan program SEHATI.<br />

Saat SHAW berjalan para mitra bekerja di tingkat<br />

masyarakat untuk mengimplementasikan 5 pilar<br />

Pendekatan tersebut<br />

membuahkan pencapaian,<br />

kabupaten telah menyiapkan<br />

perencanaan dan anggaran<br />

replikasi STBM 5 pilar pada<br />

tahun 2018.<br />

STBM. Pada program SEHATI para mitra bekerja<br />

di tingkat kabupaten untuk meningkatkan<br />

kapasitas pemerintah di setiap tingkatan agar<br />

pemerintah daerah mampu memimpin dan<br />

mengimplementasikan STBM<br />

5 Pilar secara berkualitas<br />

serta mereplikasinya ke<br />

seluruh desa lainnya.<br />

Singkatnya, program SEHATI<br />

menyadari pentingnya peran<br />

pemerintah sebagai leading<br />

sector dan oleh karenanya<br />

menempatkan pemerintah<br />

daerah sebagai aktor utama<br />

dalam pelaksanaan program. Dengan demikian<br />

program ini diyakini akan berkontribusi kepada<br />

pencapaian akses sanitasi yang aman (safely<br />

managed sanitation) yang dimandatkan dalam<br />

SDGs pada tahun 2030.<br />

Program SEHATI sendiri telah berjalan sejak<br />

tahun 2016 di 7 kabupaten di Indonesia Timur<br />

dan diharapkan selesai pada tahun 2019 dengan<br />

menargetkan adanya deklarasi desa STBM pada<br />

5 pilar sekaligus, bukan hanya pada pilar 1.<br />

Disusun oleh Sekretariat <strong>Jejaring</strong> <strong>AMPL</strong> (www.jejaringampl.org). Tim: Wiwit Heris, Indriany.<br />

Silakan kirim cerita Anda ke: jejaring.ampl@gmail.com


NEWSLETTER SEPTEMBER <strong>2017</strong><br />

8<br />

Hingga tahun <strong>2017</strong>, SEHATI berkonsentrasi di 51<br />

kecamatan dan 210 desa yang tersebar di<br />

Lombok Utara, Lombok Timur, Dompu, Sumba<br />

Tengah, Sumba Barat Daya, Manggarai Barat dan<br />

Biak Numfor. Sejauh ini, dukungan pemerintah<br />

daerah dan sambutan masyarakat telah mulai<br />

menunjukkan hasil yang signifikan. Dalam waktu<br />

satu tahun, 5 dari 7 kabupaten telah memiliki<br />

peraturan di tingkat kabupaten mengenai<br />

implementasi 5 pilar STBM yang berimplikasi<br />

pada tersedianya anggaran dan perencanaan<br />

untuk pelaksanaan STBM hingga ke tingkat desa.<br />

Capaian ini sejalan dengan terbentuknya tim<br />

STBM atau POKJA <strong>AMPL</strong> baik di tingkat<br />

kabupaten maupun tingkat kecamatan, serta tim<br />

STBM desa yang berperan aktif dalam<br />

melaksanakan STBM mulai dari melatih anggota<br />

tim di tingkat bawah, pemicuan, promosi,<br />

pendampingan hingga monitoring dan verifikasi.<br />

Program SEHATI menggunakan beberapa<br />

pendekatan strategis. Pedekatan pertama<br />

adalah kemitraan dengan para pihak, seperti<br />

pemerintah kabupaten, kecamatan, desa,<br />

lembaga agama, lembaga adat, wirausaha<br />

sanitasi, dan lembaga swadaya masyarakat<br />

lainnya. Kedua, Program SEHATI bukan saja ingin<br />

memastikan 3 elemen STBM (demand, supply<br />

dan enable environment) tersedia di daerah<br />

intervensi, melainkan juga memastikan<br />

terwujudnya komitmen dan kepempinan<br />

pemerintah daerah, adanya dukungan keuangan<br />

sektoral, legislasi pendukung dan<br />

pelaksanaannya, serta strategi, perencanaan<br />

dan monitoring sektoral. Ketiga, isu sanitasi<br />

diharapkan menjadi perhatian utama di tingkat<br />

kabupaten sehingga pelaksanaan program–<br />

program sanitasi dan perubahan perilaku tidak<br />

hanya menjadi urusan salah satu SKPD.<br />

Pendekatan tersebut membuahkan pencapaian<br />

di pertengahan tahun <strong>2017</strong> ini, dimana seluruh<br />

kabupaten telah menyiapkan perencanaan<br />

dan anggaran untuk melakukan<br />

replikasi STBM 5 pilar di desa–desa dan<br />

kecamatan–kecamatan non intervensi SEHATI<br />

yang akan dimulai pada tahun 2018. Komitmen<br />

ini tidak hanya berfokus pada pembangunan<br />

infrastruktur, melainkan juga pada aspek<br />

promosi dan pendampingan untuk perubahan<br />

perilaku di tingkat masyarakat. Selain itu,<br />

inovasi–inovasi setempat di tingkat desa juga<br />

memberikan rasa optimis akan bertahannya<br />

perubahan perilaku masyarakat, misalnya<br />

melalui lomba–lomba antar desa, kunjungan ke<br />

desa yang sukses serta monitoring dengan<br />

mekanisme Gerebek Desa.<br />

Cita-cita SEHATI adalah bahwa di akhir<br />

pelaksanaan program akses sanitasi tidak hanya<br />

dapat dirasakan oleh desa–desa intervensi<br />

SEHATI tetapi juga seluruh wilayah di kabupaten<br />

melalui replikasi yang dilakukan oleh Pemerintah<br />

kabupaten yang telah dikuatkan komitmen dan<br />

kapasitasnya.<br />

*Ditulis oleh Angelina Yusridar, Simavi<br />

***<br />

Disusun oleh Sekretariat <strong>Jejaring</strong> <strong>AMPL</strong> (www.jejaringampl.org). Tim: Wiwit Heris, Indriany.<br />

Silakan kirim cerita Anda ke: jejaring.ampl@gmail.com


NEWSLETTER SEPTEMBER <strong>2017</strong><br />

9<br />

Berkat Kredit Toilet, Rumah Hayati Kini Jadi Tempat Favorit Liburan<br />

Cucu-cucu dan Menantu<br />

Hayati, 55, dan suaminya, Nurhadi, 55, sejak<br />

menikah tidak pernah memiliki toilet di<br />

rumahnya yang terletak di Kampung Cayur, Desa<br />

Sindang Sono, Kecamatan Sindang jaya,<br />

Kelurahan Pasar Kemis, Kota Tangerang, Provinsi<br />

Banten. Sejak rumahnya masih gubuk berlantai<br />

semen, hingga berdinding bata dan berlantai<br />

keramik. Jika ingin mandi dia cukup masuk ke<br />

bagian dapur, dimana ada bilik kecil sederhana<br />

tanpa atap, dan pintunya cukup ditutup dengan<br />

kain. Airnya juga cukup dia ambil dengan pompa<br />

tangan sederhana. Di sanalah dulu, dia, suami<br />

dan ketiga anaknya mandi.<br />

Jika ingin buang air besar, dia dan keluarganya<br />

cukup jalan sekitar 200 meter dari dapur<br />

rumahnya menuju empang kecil yang ada di<br />

kebunnya. Di sanalah dia bersama keluarganya<br />

buang air. Ada bilik kubikel ukuran 1X1 meter<br />

sangat sederhana dibangun di atas empang kecil<br />

dalam kebunnya itu. Dia cukup membawa air<br />

dalam ember kecil untuk membersihkan. Jika<br />

hujan, dia akan membawa payung, atau jika<br />

malam hari tiba dia juga tidak perlu khawatir,<br />

suaminya telah memberikan penerangan<br />

dengan bohlam kecil. Apakah itu merepotkan<br />

dan menyusahkannya.<br />

“Tidak menyusahkan dan merepotkan sama<br />

sekali. Saya sudah biasa begitu sejak saya kecil<br />

dulu, Tidak pernah ada toilet di rumah kami.<br />

Cukup di kebun, sudah beres. Kami juga sehatsehat<br />

saja. Kalau hujan memang becek, tapi bisa<br />

cuci kaki di dapur. Jadi kami dulu merasa tidak<br />

perlu membangun kamar mandi dan jamban di<br />

dalam rumah. Bau, kan,” jelasnya sambil tertawa<br />

ketika mengenang kebiasaannya dulu.<br />

Namun kebiasannya “dipaksa” berubah, seiring<br />

ketiga anaknya dewasa, menikah, punya anak<br />

serta terpisah hidupnya. Dua anaknya tinggal di<br />

Jakarta. Sementara seorang anak lainnya<br />

mendirikan rumah disamping rumahnya, dan<br />

“cara” hidupnya kurang lebih sama dengan<br />

dirinya dan suaminya. Sementara kedua anaknya<br />

di Jakarta kehidupannya sama sekali berbeda.<br />

Mereka seperti warga Jakarta pada umumnya<br />

mempunyai toilet dan kamar mandi sendiri.<br />

Disusun oleh Sekretariat <strong>Jejaring</strong> <strong>AMPL</strong> (www.jejaringampl.org). Tim: Wiwit Heris, Indriany.<br />

Silakan kirim cerita Anda ke: jejaring.ampl@gmail.com


NEWSLETTER SEPTEMBER <strong>2017</strong><br />

10<br />

“Setiap liburan dan ada acara keluarga mereka<br />

datang, tapi tidak mau menginap. Mereka juga<br />

hanya makan dan minum sedikit saja, meski saya<br />

sendiri yang memasak dan menyediakannya.<br />

Alasannya jika mereka makan dan minum<br />

banyak khawatir akan buang air besar atau kecil,<br />

itu artinya mereka harus ke empang. Cucu-cucu<br />

saya bilang, tidak mau buang air di kebun.<br />

Katanya, becek dan jijik. Bukan itu saja, yang<br />

bikin saya sangat sedih itu setiap lebaran<br />

datang, anak-anak saya yang di Jakarta dan<br />

keluarganya tidak mau<br />

menginap. Bahkan menantu<br />

saya katanya malu jika mandi<br />

dengan pintu hanya ditutup<br />

terpal, juga repot jika harus<br />

buang air. Sejak itu lebaran<br />

cepat sekali sepinya, sebab<br />

mereka langsung kembali ke<br />

rumah, tidak menginap. Saya<br />

sendiri jadi malu setiap kali<br />

menantu dan cucu datang<br />

mereka selalu tidak nyaman<br />

di rumah saya,” jelas Hayati.<br />

Hingga puasa di tahun 2016. Hayati mulai<br />

gelisah. Dia ingin sekali memperbaiki kamar<br />

mandi dan dapurnya. Apalagi rumahnya kini<br />

telah tidak bilik lagi, lantainya juga sudah<br />

berlantai keramik. Dia merasa bagian dapur<br />

sesuatu yang kontras dengan kondisi rumah<br />

barunya sekarang. Bukan itu saja, jelang hari<br />

Raya Idul Fitri dia akan merasa malu jika<br />

menantu dan cucunya tidak mau berlama di<br />

rumahnya hanya karena tidak ada toilet dan<br />

kamar mandi. Tapi mau membangun dapur dan<br />

toilet juga memerlukan biaya tidak sedikit.<br />

Sementara suaminya hanya buruh pengumpul<br />

barang-barang limbah keras sisa pabrik-pabrik<br />

yang ada di sekitar kampung mereka.<br />

“Penghasilan bapak (suami) tidak menentu.<br />

Memang ada, tapi tidak banyak. Kalau lagi<br />

beruntung kami bisa dapat banyak. Bahkan<br />

pernah dapat 20 juta per satu truk. Tapi tidak<br />

Program ini sesungguhnya<br />

merupakan program yang<br />

didanai oleh Water.org<br />

melalui Kopsyah BMI agar<br />

bisa memastikan masyarakat<br />

berpenghasilan rendah<br />

mendapatkan akses air bersih<br />

dan sanitasi.<br />

tiap hari, tiap minggu dapat. Bahkan kadang<br />

tidak dapat. Makanya kami berpikir mau cari<br />

uang dimana. Kami takut meminjam uang<br />

kepada rentenir. Apalagi ke bank,” jelasnya.<br />

Pucuk cinta ulam tiba, seorang petugas Kopsyah<br />

BMI (Koperasi Syariah Benteng Mikro Indonesia),<br />

sebuah koperasi berbasis syariah turun ke desa<br />

dan mempromosikan paket program mereka<br />

yaitu Paket Tata Kelola Air dan Sanitasi.<br />

Tapi kepada warga, mereka mendapatkan<br />

fasilitasi pinjaman tambahan yaitu pendidikan<br />

dan perbaikan rumah. Semua<br />

datang di saat yang tepat dan<br />

saat dia membutuhkan.<br />

Tanpa pikir panjang Hayati<br />

menyatakan ingin mengambil<br />

paket tersebut.<br />

“Saya ingin anak, menantau<br />

dan cucu saya bisa<br />

berkunjung ke rumah saya<br />

lebih lama, bahkan bisa<br />

menginap di saat lebaran<br />

nanti,” jelasnya.<br />

Setelah mengikuti proses administrasi yang<br />

sederhana, Kopsyah BMI pun menyetujui<br />

pengajuan pinjamannya. Pada paket ini Hayati<br />

diusulkan untuk membangun fasilitas toilet dan<br />

kamar mandi terlebih dahulu sebelum<br />

memperbagus dapurnya, dengan harga lima juta<br />

yang dia cicil selama tiga tahun. Dia<br />

membayar cicilan kepada Kopsyah BMI sebesar<br />

Rp 66.000/minggu. Seorang petugas lapangan<br />

langsung menagih dari rumah ke rumah tiap<br />

pekannya.<br />

“Sejauh ini warga yang mengikuti paket tata<br />

kelola sanitasi dan air ini sangat patuh<br />

membayar. Jadi jangan pernah remehkan<br />

kekuatan orang berpenghasilan rendah dalam<br />

membayar cicilan. Ibu Hayati bisa meminjam lagi<br />

setelah cicilan membayar kamar mandinya<br />

selesai. Sehingga dia bisa mengambil pinjaman<br />

lainnya untuk memperbaiki dapurnya,” jelas<br />

Disusun oleh Sekretariat <strong>Jejaring</strong> <strong>AMPL</strong> (www.jejaringampl.org). Tim: Wiwit Heris, Indriany.<br />

Silakan kirim cerita Anda ke: jejaring.ampl@gmail.com


NEWSLETTER SEPTEMBER <strong>2017</strong><br />

11<br />

Manajer Lapangan BMI Cabang Pasar Kemis,<br />

Yanita Nurmala.<br />

Yanita dan sejumlah staf lapangan Kopsyah BMI<br />

turun ke lapangan tidak hanya menawarkan<br />

kredit, tetapi juga terkadang mereka melakukan<br />

promosi dan pemicuan kesadaran masyarakat<br />

kurang mampu yang menjadi target mereka<br />

selama ini unutk bisa meningkatkan kualitas<br />

hidupnya dengan memiliki fasilitas sanitasi.<br />

Program ini sesungguhnya merupakan program<br />

yang didanai oleh Water.org melalui Kopsyah<br />

BMI agar bisa memastikan masyarakat<br />

berpenghasilan rendah mendapatkan<br />

akses air bersih dan sanitasi.<br />

Program WaterCredit dari Water.org Indonesia<br />

pertama kali diterapkan di Indonesia di<br />

Tangerang melalui Koperasi Syariah Benteng<br />

Mikro Indonesia (Kopsyah BMI). Kerjasama ini<br />

dilakukan Januari 2014 hingga Desember 2016,<br />

dengan dana hibah US$ 199,533 atau lebih<br />

kurang Rp.2,6 miliar. Dana ini sebagai subsidi<br />

operasional seperti biaya pembuatan produk,<br />

training, marketing, monitoring dan evaluasi<br />

program pembiayaan air sanitasi Kopsyah BMI<br />

Tangerang bagi masyarakat berpenghasilan<br />

rendah di Tangerang. Dalam tiga tahun<br />

kerjasama dengan Water.org Kopsyah BMI<br />

ditargetkan bisa memberikan pembiayaan untuk<br />

akses air bersih dan sanitasi bagi 5.222 keluarga<br />

di Tangerang yang umumnya masyarakat<br />

berpenghasilan rendah (MBR) dengan cara yang<br />

mudah dan murah.<br />

Ketika kerjasama berakhir Kopsyah BMI telah<br />

berhasil melampaui target yang diberikan<br />

Water.org dengan memberikan akses air bersih<br />

dan sanitasi bagi masyarakat berpenghasilan<br />

rendah hingga 5.800 keluarga (data terakhir<br />

Januari <strong>2017</strong>).<br />

“Program ini telah memungkinkan orang seperti<br />

Ibu Hayati mendapatkan kesempatan<br />

meningkatkan kualitas hidupnya. Termasuk<br />

martabatnya sebagai orang tua. Sehingga kini dia<br />

telah memiliki toilet dan sanitasi yang<br />

bermartabat yang bisa dibanggakan kepada<br />

menantu dan cucunya,” jelas Yanita.<br />

Yah, Hayati kini boleh berbangga bahkan<br />

bahagia, karena jelang lebaran tiba, toilet dan<br />

kamar mandi impiannya pun telah terbangun.<br />

Lebaran tahun lalu telah menjadi kejutan besar<br />

bagi anak, menantu dan cucu-cucunya dari<br />

Jakarta.<br />

“Kini mereka bukan hanya berkunjung tapi juga<br />

mau menginap karena ada toilet di rumah kami<br />

pada lebaran tahun lalu. Bahkan bukan hanya<br />

lebaran saja cucu-cucu saya mau menginap tapi<br />

musim liburan sekolah. Kini saya juga tidak malu<br />

dengan menantu saya sendiri. Saya pun tidak lagi<br />

buang air besar di empang kebun,” tandas Hayati<br />

bangga.<br />

*Ditulis oleh Musfarayani, Water.org<br />

***<br />

Disusun oleh Sekretariat <strong>Jejaring</strong> <strong>AMPL</strong> (www.jejaringampl.org). Tim: Wiwit Heris, Indriany.<br />

Silakan kirim cerita Anda ke: jejaring.ampl@gmail.com


NEWSLETTER SEPTEMBER <strong>2017</strong><br />

12<br />

Safely-Managed Sanitation, Tantangan Baru untuk Pembangunan<br />

Sanitasi<br />

Dalam beberapa tahun terakhir, pembangunan<br />

sektor sanitasi diarahkan untuk mencapai target<br />

Millenium Development Goals (MDGs) tahun<br />

2015, yakni mengurangi separuh proporsi<br />

penduduk yang tidak memiliki akses<br />

berkelanjutan terhadap air minum aman dan<br />

sanitasi layak. Hingga saat ini, khusus untuk<br />

akses terhadap sanitasi<br />

layak, capaian Indonesia<br />

berada di angka 67,2%<br />

(Bappenas, 2016).<br />

Tantangan sektor sanitasi<br />

semakin besar dengan<br />

adanya target Sustainable<br />

Development Goals (SDGs)<br />

tahun 2030, di mana salah satunya adalah akses<br />

sanitasi yang memadai dan layak untuk semua,<br />

terbebas dari buang air besar sembarangan, dan<br />

menaruh perhatian khusus bagi kebutuhan<br />

perempuan dan kelompok rentan. Indikator<br />

yang disepakati untuk memantau capaian dalam<br />

target ini adalah “proporsi penduduk yang<br />

terlayani sanitasi layak dan terkelola dengan<br />

Saat ini, baru 5% limbah<br />

domestik perkotaan yang<br />

terolah; artinya, 95% lainnya<br />

terbuang ke lingkungan tanpa<br />

terolah secara aman<br />

aman (safely managed sanitation services),<br />

termasuk fasilitas cuci tangan dengan air<br />

mengalir dan sabun”. Layanan sanitasi layak dan<br />

terkelola dengan aman sendiri diartikan sebagai<br />

fasilitas sanitasi layak yang tidak digunakan<br />

bersama dengan rumah tangga lain, limbah<br />

tinjanya terkelola dengan aman di fasilitas onsite<br />

atau diangkut dan<br />

dikelola di fasilitas off-site<br />

(WHO, 2016).<br />

Target di atas bukanlah<br />

pekerjaan rumah yang<br />

mudah. Saat ini, baru 5%<br />

limbah domestik perkotaan<br />

yang terolah; artinya, 95%<br />

lainnya terbuang ke lingkungan tanpa terolah<br />

secara aman (EAP Urban Sanitation Review<br />

Indonesia Country Study, 2013). Tantangan demi<br />

tantangan ada di setiap rantai nilai sanitasi. Jika<br />

saat ini yang berusaha diatasi adalah perilaku<br />

BABS di rantai pengguna rumah tangga, untuk<br />

mencapai layanan sanitasi layak dan aman kita<br />

perlu mengatasi tantangan di rantai pengolahan<br />

Disusun oleh Sekretariat <strong>Jejaring</strong> <strong>AMPL</strong> (www.jejaringampl.org). Tim: Wiwit Heris, Indriany.<br />

Silakan kirim cerita Anda ke: jejaring.ampl@gmail.com


NEWSLETTER SEPTEMBER <strong>2017</strong><br />

13<br />

on-site, pengangkutan, pengolahan off-site,<br />

hingga pemanfaatan kembali lumpur tinja yang<br />

terolah.<br />

Apa yang kami lakukan? Dengan besarnya<br />

jumlah penduduk yang tinggal di wilayah<br />

perkotaan dan fakta masih rendahnya limbah<br />

domestik yang terolah secara aman, sanitasi<br />

perkotaan menjadi prioritas kami. Melalui<br />

pendekatan city-wide (skala kota), kami<br />

bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk<br />

mengatasi seluruh tantangan dalam rantai nilai<br />

sanitasi, mulai dari akses hingga pembuangan<br />

dan pemanfaatan kembali.<br />

Komponen pendekatan yang kami lakukan,<br />

antara lain:<br />

a. Komunikasi dan peningkatan kesadaran<br />

perubahan perilaku: dengan tujuan<br />

memperkuat kapasitas stakeholders terkait<br />

dalam meningkatkan kesadaran akan<br />

pentingnya safely-managed sanitation,<br />

kegiatan yang dilakukan adalah riset formatif<br />

dan kampanye komunikasi dengan cakupan<br />

isu peningkatan kualitas fasilitas sanitasi,<br />

penyedotan lumpur tinja tepat waktu,<br />

kesediaan untuk menyambung ke sistem offsite,<br />

dll.<br />

b. Layanan sanitasi yang aman dan terjangkau:<br />

tujuan komponen ini adalah<br />

mengembangkan model bisnis untuk<br />

layanan sanitasi bagi berbagai segmen<br />

konsumen. Layanan sanitasi skala kota<br />

tentunya mencakup konstruksi toilet baru,<br />

penyambungan ke sistem off-site,<br />

penyedotan lumpur tinja, operasional dan<br />

pemeliharaan toilet umum, termasuk juga<br />

layanan perbaikan bagi fasilitasi sanitasi.<br />

c. Tata kelola, peraturan, dan pelaksanaan<br />

layanan sanitasi: dengan tujuan<br />

mengembangkan kerangka pelayanan<br />

sanitasi skala kota, kegiatan awal yang akan<br />

dilakukan di antaranya legal review, analisis<br />

institusional dan sanitasi perkotaan,<br />

termasuk pengelolaan dan pemantauan data,<br />

dan tentunya koordinasi dan pertemuan<br />

dengan pemerintah daerah.<br />

d. Smart Finance: tujuan utama komponen ini<br />

adalah membangun kapasitas dan sistem<br />

untuk mencapai full cost recovery yang<br />

berkelanjutan dari layanan sanitasi.<br />

e. Pengolahan yang aman dan pemanfaatan<br />

kembali: untuk memperbaiki sistem<br />

pengolahan, pembuangan, dan pemanfaatan<br />

kembali sehingga dapat mencapai kategori<br />

ramah lingkungan, diterima secara sosial, dan<br />

berkelanjutan secara finansial, kegiatan yang<br />

dapat dilakukan di antaranya pengkajian<br />

aturan pemanfaatan kembali, analisis lumpur<br />

tinja, pengkajian peluang kerja sama dengan<br />

pihak swasta, dll.<br />

f. Pengelolaan pengetahuan dan<br />

pembelajaran: untuk meningkatkan kualitas<br />

program, tentunya dibutuhkan pemantauan<br />

rutin dan juga kegiatan pembelajaran dan<br />

berbagi dengan sesama pelaku<br />

pembangunan sanitasi. Kegiatan mencakup<br />

pemantauan bersama, lokakarya<br />

pembelajaran di tingkat lokal, nasional, dan<br />

internasional, dll.<br />

Harapannya, dengan pendekatan menyeluruh ini<br />

tantangan sanitasi di semua rantai dan semua<br />

segmen masyarakat dapat teratasi, dan sanitasi<br />

layak dan aman untuk semua dapat tercapai.<br />

*Ditulis oleh Saniya Niska, SNV<br />

***<br />

Disusun oleh Sekretariat <strong>Jejaring</strong> <strong>AMPL</strong> (www.jejaringampl.org). Tim: Wiwit Heris, Indriany.<br />

Silakan kirim cerita Anda ke: jejaring.ampl@gmail.com

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!