NEURO
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
1 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
PEMERIKSAAAN REFLEK PATOLOGIS<br />
Lantip rujito<br />
LEARNING OUTCOME<br />
Mahasiswa mampu melakukan refleks patologis<br />
TINJAUAN PUSTAKA<br />
Secara umum reflek adalah respon motorik spesifik akibat rangsang sensorik<br />
spesifik. Ada 3 unsur yang berperan yaitu jaras aferen, bussur sentral, dan jaras<br />
eferen.<br />
Perubahan ketiga komponen tersebut akan mengakibatkan perubahan<br />
dalam kualitas maupun kuantitas dari reflek. Intergritas dari arcus reflek akan<br />
terganggu jika trdapat malfungsi dari organ reseptor,nercus sensorik,<br />
ganglion radiks posteior, gray matter medula spinal, radik anterior, motor end<br />
plate, atau organ efektor.<br />
Pengetahuan tentang reflek dapat dugunakan untuk menentukan jenis<br />
kerusakan yang terjadi pada sistem persyarafan. Ada beberapa pembagian<br />
tentang reflek :<br />
1. Brainstem reflek<br />
2. Deep reflek / reflek tendon<br />
3. Superficial reflek /skin reflek<br />
4. Abnormal reflek / patologis<br />
ada juga yang menambahkan reflek-reflek primitif.<br />
Ada 5 gradasi dari kekuatan reflek :<br />
0 : absent<br />
1 : minimal tetapi ada<br />
2 : normal<br />
3 : hiperativity<br />
4 : hiperactivity with clonus<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
2 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
Ada beberapa prinsip umum mengenai reflek :<br />
1. Lesi UMN cenderung akan mengakibatkan peningkatan reflek,<br />
kecuali :<br />
a. stadium akut<br />
b. reflek abdominal / dinding perut dan reflek kremaster akan<br />
menurun baik lesi UMN atau LMN<br />
2. Reflek tidak akan dipengaruhi pada lesi CNS yang mengenai sistem<br />
sensorik, cerebelar, atau ganglia basalis<br />
3. Setelah stadium akut umumnya lesi cereblar lebih cepat<br />
menimbulkan reflek yang meningkat dari pada lesi sppinal.<br />
4. Sdanya asimetri reflek bila disertai tanda-tanda lain berupa defisit<br />
mototrik dan sensorik pada satu sisi, maka pada satu sisi yang<br />
mengalami defisit motorik atau sensorik tersebut adalah abnormal<br />
/patologi<br />
5. Reflek kornea tidak dipengaruhi oleh lesi UMN<br />
Pembagian reflek<br />
1. reflek braistem / reflek saraf otak<br />
- reflek pupil<br />
- refelk konsensual pupil<br />
- cornela reflek<br />
- jaw reflek<br />
- gag reflek, dll<br />
2. deep reflek / tendon<br />
- biceps<br />
- triceps<br />
- patela<br />
- ankle jerk<br />
- dll<br />
3. reflek superficial<br />
- dinding perut<br />
- cremaster<br />
- anal<br />
- dll<br />
4. reflek primitif<br />
- snouting<br />
- palmo mental<br />
- glabela<br />
- dll<br />
5. reflek abnormal/ patologi /<br />
- babinsky<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
3 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
- hoffmann<br />
- gordon<br />
- dll<br />
Berikut akan disampaikan reflek yang terkait dengan reflek patologik dan<br />
reflek primitif.<br />
1. Reflek hoffmann tromer<br />
Tangan pasien ditumpu oleh tangan pemeriksa, kemusian ujung jari<br />
tangan pemeriksa yang lain disentilkan ke ujung jari tengah tangan<br />
penderita. Kita lihat respon jari tangan penderita, yaitu fleksi jari-jari<br />
yang lain, aduksi dari ibu jari.<br />
Reflek positif bilateral bisa dijumpai pada 25 % orang normal,<br />
sedangkan unilateral hoffmann indikasi untuk suatu lesi UMN .<br />
2. Grasping reflek<br />
Gores palmar penderita dengan telunjuk jari pemeriksa diantara<br />
ibujari dan telunjuk penderita. Maka timbul genggaman dari jari<br />
pendeirta, menjepit jari pemeriksa. Jika reflek ini ada maka penderuta<br />
tidak dapat membebaskan jari pemeriksa.<br />
Normal masih terdapat pada anak kecil. jika positif ada pada<br />
dewasa, maka kemungkinan terdapat lesi di area premotorik cortex.<br />
3. Reflek palmomental<br />
Garukan pada telapak tangan pasien menyebabkan kontraksi muskulus<br />
mentali ipsilateral. Reflek patologis ini timbul akibat kerusakan lesi<br />
UMN di atas inti saraf VII kontralateral.<br />
4. Reflek snouting / menyusu<br />
o Ketukan hammer pada tendo insertio m. Orbicularos oris, maka akan<br />
o<br />
menimbulkan reflek menyusu.<br />
Menggaruk bi bir dengan tingue spatel maka akn timbul reflek<br />
menyusu.<br />
Normal pada bayi, jika positif pada dewasa menandakan lesi<br />
UMN bilateral.<br />
5. Mayer reflek<br />
Fleksikan jari manis di sendi metacarpophalangeal, cecara firmly normal<br />
akan timbul adduksi dan aposisi dai ibu jari. Absennya respon ini<br />
menandakan lesi di tractus pyramidalis.<br />
6. Reflek Babinski<br />
Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari<br />
melalui sisi lateral, orang noramla akan memberikan respon fleksi jarijari<br />
kaki dan penarikan tungkai. Pada lesi UMN maka akan timbul<br />
respon jempol kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan<br />
menyebar atau membuka.<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
4 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
Normal pada bayi masih ada.<br />
7. Reflek Oppenheim<br />
Lakukan goresan pada sepanjang tepi depan tuilang tibia dari atas ke<br />
bawah, dengan kedua jari telunjuk dan tengah., jika posistidf maka akan<br />
timbul reflek seperti babinski<br />
8. Reflek gordon<br />
Lakukan goresan / memencet otot gastrocnemius . jika posistif maka<br />
akan timbul reflek seperti babinski<br />
9. Reflek schaefer<br />
Lakukan pemencetan pada tendo achiles. Jika positif maka akan<br />
timbul reflek seperti babinski<br />
10. Reflek chaddock<br />
Lakukan goresan sepanjang tepi lateral punggung kaki di luar<br />
telapak kaki, dari tumit ke depan. Jika posistif maka akan timbul reflek<br />
seperti babinski<br />
11. Reflek Rossolimo<br />
Pukulkan hammer reflek pada dorsal kaki pada tulang cuboid.<br />
Reflek akan terjadi fleksi jari-jari kaki.<br />
12. Reflek Mendel-Bacctrerew<br />
Pukulan telapak kaki bagian depan akan memberikan respon fleksi jarijari<br />
kaki<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
5 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
PENILAIAN KETRAMPILAN PEMERIKSAAN REFLEK PATOLOGIS<br />
Nama :<br />
NIM:<br />
No Aspek yang dinilai Skor<br />
0 1 2<br />
1 Siapkan alat<br />
2 Jelaskan tujuan<br />
3 Melakukan pemeriksaan Reflek hoffmann<br />
tromer<br />
4 Melakukan pemeriksaan Grasping reflek<br />
5 Melakukan pemeriksaan Reflek palmomental<br />
6 Melakukan pemeriksaan Reflek snouting /<br />
menyusu<br />
7 Melakukan pemeriksaan Mayer reflek<br />
8 Melakukan pemeriksaan Reflek Babinski<br />
9 Melakukan pemeriksaan Reflek Oppenheim<br />
10 Melakukan pemeriksaan Reflek gordon<br />
11 Melakukan pemeriksaanReflek schaefer<br />
12 Melakukan pemeriksaan Reflek chaddock<br />
13 Melakukan pemeriksaan Reflek Rossolimo<br />
14 Melakukan pemeriksaan Reflek Mendel-<br />
Bacctrerew<br />
15 Rapikan alat<br />
16 Cuci tangan<br />
17 Dokumentasikan<br />
Total skor<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
6 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS<br />
Fajar Wahyu Pribadi<br />
LEARNING OUTCOME<br />
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan saraf kranialis.<br />
TINJAUAN PUSTAKA<br />
Saraf Kranialis dibagi menjadi 12 jenis, yaitu :<br />
1. Saraf I (N. Olfaktorius)<br />
Pemeriksaan dapat secara subyektif dan obyektif. Subyektif hanya<br />
ditanyakan apakah penderita masih dapat membaui bermacam-macam bau<br />
dengan betul.<br />
Obyektif dengan beberapa bahan yang biasanya sudah dikenal oleh<br />
penderita dan biasanya bersifat aromatik dan tidak merangsang seperti :<br />
golongan minyak wangi, sabun, tembakau, kopi, vanili, dan sebagainya (3<br />
atau 4 macam). Bahan yang merangsang mukosa hidung (alkohol, amonia)<br />
tidak dipakai karena akan merangsang saraf V. Yang penting adalah<br />
memeriksa kiri, kanan dan yang diperiksa dari yang normal. Ini untuk<br />
pegangan, sebab tiap orang tidak sama. Kemudian abnormal dibandingkan<br />
dengan yang normal. Tetapi dalam pembuatan status dilaporkan yang<br />
abnormal dahulu.<br />
Cara Pemeriksaan :<br />
•<br />
Kedua mata ditutup <br />
<br />
•<br />
Lubang hidung ditutup <br />
<br />
•<br />
Dilihat apakah tidak ada gangguan pengaliran udara <br />
<br />
•<br />
Kemudian bahan satu persatu didekatkan pada lubang hidung yang<br />
terbuka dan penderita diminta menarik nafas panjang, kemudian<br />
diminta mengidentifikasi bahan tersebut. <br />
ModulSkillLabA-Jilid1
7 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
Yang harus diperhatikan pada pemeriksaan adalah :<br />
•<br />
Penyakit pada mukosa hidung, baik yang obstruktif (rinitis) atau<br />
atropik (ozaena) akan menimbulkan positif palsu. <br />
•<br />
Pada orangtua fungsi pembauan bisa menurun (hiposmia) <br />
•<br />
Yang penting adalah gangguan pembauan yang sesisi (unilateral) tanpa<br />
kelainan intranasal dan kurang disadari penderita (kronik), perlu<br />
dipikirkan suatu glioma lobus frontalis, meningioma pada crista<br />
sphenoidalis dan tumor parasellar. Fungsi pembauan juga bisa hilang<br />
pada trauma kapitis (mengenai lamina cribosa yang tipis) dan<br />
meningitis basalis (sifilis, tuberkulosa). <br />
•<br />
Untuk membedakan hambatan pembauan karena penyebab psychic<br />
dengan organik, pemeriksaan tidak hanya memakai zat yang<br />
merangsang N II, tapi juga yang merangsang N V (seperti amoniak).<br />
Meskipun N I tidak dapat membau karena rusak, tetapi N V tetap dapat<br />
menerima rangsangan amoniak. Bila dengan amoniak tetap tidak<br />
membau apa-apa maka kemungkinan kelainan psycis. <br />
2. Saraf II (N. Opticus)<br />
Pemeriksaan meliputi :<br />
2.1. Penglihatan sentral<br />
Untuk keperluan praktis, membedakan kelainan refraksi dengan retina<br />
digunakan PIN HOLE (apabila penglihatan menjadi lebih jelasmaka<br />
berarti gangguan visus akibat kelainan refraksi). Lebih tepat lagi dengan<br />
optotype Snellen. Yang lebih sederhana lagi memakai jari-jari tangan<br />
dimana secara normal dapat dilihat pada jarak 60 m dan gerakan tangan<br />
dimana secara normal dapat dilihat pada jarak 300 m.<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
8 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
2.2. Penglihatan Perifer diperiksa dengan :<br />
a. Tes Konfrontasi.<br />
•<br />
Pasien diminta untuk menutup satu mata, kemudian menatap mata<br />
pemeriksa sisi lain. <br />
•<br />
Mata pemeriksa juga ditutup pada sisi yang lain, agar sesuai<br />
denganlapang pandang pasien. <br />
•<br />
Letakkan jari tangan pemeriksa atau benda kecil pada lapang pandang<br />
pasien dari 8 arah. <br />
•<br />
Pasien diminta untuk menyatakan bila melihat benda tersebut.<br />
Bandingkan lapang pandang pasien dengan lapang pandang pemeriksa. <br />
•<br />
Syarat pemeriksaan tentunya lapang pandang pemeriksa harus normal. <br />
b. Perimetri/Kampimetri<br />
Biasanya terdapat di bagian mata dan hasilnya lebih teliti daripada tes<br />
konfrontasi.<br />
2.3.Melihat warna<br />
Persepsi warna dengan gambar stilling Ishihara. Untuk mengetahui<br />
adanya polineuropati pada N II.<br />
2.4.Pemeriksaan Fundus Occuli<br />
Pemeriksaan ini menggunakan alat oftalmoskop. Pemeriksaan ini<br />
dilakukan untuk melihat apakah pada papilla N II terdapat :<br />
1. Stuwing papil atau protusio N II<br />
Kalau ada stuwing papil yang dilihat adalah papilla tersebut<br />
mencembung atau menonjol oleh karena adanya tekanan intra cranial<br />
yang meninggi dan disekitarnya tampak pembuluh darah yang<br />
berkelok-kelok dan adanya bendungan.<br />
2. Neuritis N II<br />
Pada neuritis N II stadium pertama akan tampak adanya udema tetapi<br />
papilla tidak menyembung dan bial neuritis tidak acut lagi akan terlihat<br />
pucat.<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
9 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
Dengan oftalmoskop yang perlu diperhatikan adalah :<br />
• Papilla N II, apakah mencembung batas-batasnya. <br />
•<br />
Warnanya <br />
•<br />
Pembuluh darah <br />
•<br />
Keadaan Retina. <br />
Papilledema. Note swelling of the disc, hemorrhages, and exudates, with<br />
preservation of the physiologic cup.<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
10 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
Optic Atrophy. Note the chalky white disc with discrete margins. Optic<br />
atrophy is a late finding with increased intracranial pressure.<br />
Central Retinal Artery Occlusion. Note the diffusely pale retina and<br />
prominent central fovea which is usually blended in with the normal, pink<br />
retina.<br />
Central Retinal Vein Occlusion. The disc is massively swollen with diffuse<br />
hemorrhages and cotton-wool spots.<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
11 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
Proliferative Diabetic Retinopathy. Note the multiple hemorrhages, exudates<br />
and neovascularization throughout the retina. Chorioretinal striae extend<br />
towards the area of fibrovascular proliferation in the lower portion of the<br />
photograph.<br />
3. Saraf III (N. Oculo-Motorius)<br />
Pemeriksaan meliputi :<br />
1. Retraksi kelopak mata atas Bisa<br />
didapatkan pada keadaan :<br />
•<br />
Hidrosefalus (tanda matahari terbit) <br />
•<br />
Dilatasi ventrikel III/aquaductus Sylvii <br />
•<br />
Hipertiroidisme <br />
<br />
<br />
<br />
2. Ptosis<br />
Pada keadaan normal bila seseorang melihat kedepan, maka batas<br />
kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara<br />
bilateral. Bila salah satu kelopak mata atas memotong iris lebih rendah<br />
daripada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepala ke<br />
belakang/ ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis<br />
mata secara kronik dapat dicurigai sebagai ptosis.<br />
Penyebab Ptosis adalah:<br />
•<br />
False Ptosis : enophtalmos (pthisis bulbi), pembengkakan kelopak<br />
mata (chalazion). <br />
•<br />
Disfungsi simpatis (sindroma horner). <br />
•<br />
Kelumpuhan N. III <br />
•<br />
Pseudo-ptosis (Bell’s palsy, blepharospasm) <br />
•<br />
Miopati (miastenia gravis). <br />
ModulSkillLabA-Jilid1
12 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
3. Pupil<br />
Pemeriksaan pupil meliputi :<br />
Bentuk dan ukuran pupil.<br />
Bentuk yang normal adalah bulat, jika tidak maka ada kemungkinan<br />
bekas operasi mata. Pada sifilis bentuknya menjadi tidak teratur<br />
atau lonjong/segitiga. Ukuran pupil yang normal kira-kira 2-3 mm<br />
(garis tengah). Pupil yang mengecil disebut Meiosis, yang biasanya<br />
terdapat pada Sindroma Horner, pupil Argyl Robertson( sifilis, DM,<br />
multiple sclerosis). Sedangkan pupil yang melebar disebut<br />
mydriasis, yang biasanya terdapat pada parese/ paralisa m. sphincter<br />
dan kelainan psikis yaitu histeris<br />
<br />
Perbandingan pupil kanan dengan kiri <br />
Perbedaan diameter pupil sebesar 1 mm masih dianggal normal. Bila<br />
antara pupil kanan dengan kiri sama besarnya maka disebut isokor.<br />
Bila tidak sama besar disebut anisokor. Pada penderita tidak sadar<br />
maka harus dibedakanapakah anisokor akibat lesi non<br />
<br />
<br />
neurologis(kelainan iris, penurunan visus) ataukah neurologis<br />
(akibat lesi batang otak, saraf perifer N. III, herniasi tentorium.<br />
Refleks pupil <br />
Terdiri atas :<br />
- Reflek cahaya<br />
Diperiksa mata kanan dan kiri sendiri-sendiri. Satu mata ditutup dan<br />
penderita disuruh melihat jauh supaya tidak ada akomodasi dan<br />
supaya otot sphincter relaksasi. Kemudian diberi cahaya dari<br />
samping mata. Pemeriksa tidak boleh berada ditempat yang<br />
cahayanya langsung mengenai mata. Dalam keadaan normal maka<br />
pupil akan kontriksi. Kalau tidak maka ada kerusakan pada arcus<br />
reflex (mata---N. Opticus---pusat---N. Oculomotorius)<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
13 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
- Reflek akomodasi<br />
Penderita disuruh melihat benda yang dipegang pemeriksa dan<br />
disuruh mengikuti gerak benda tersebut dimana benda tersebut<br />
digerakkan pemeriksa menuju bagian tengah dari kedua mata<br />
penderita. Maka reflektoris pupil akan kontriksi.<br />
Reflek cahaya dan akomodasi penting untuk melihat pupil Argyl<br />
Robetson dimana reflek cahayanya negatif namun reflek akomodasi<br />
positif.<br />
- Reflek konsensual<br />
Adalah reflek cahaya disalah satu mata, dimana reaksi juga akan<br />
terjadi pada mata yang lain. Mata tidak boleh langsung terkena<br />
cahaya, diantara kedua mata diletakkan selembar kertas. Mata<br />
sebelah diberi cahaya, maka normal mata yang lain akan kontriksi<br />
juga.<br />
4. Gerakan bola mata (bersama-sama dengan N. IV dan VI)<br />
Gerakan bola mata yang diperiksa adalah yang diinervasi oleh nervus<br />
III, IV dan VI. Dimana N III menginervasi m. Obliq inferior (yang<br />
menarik bala mata keatas), m. rectus superior, m. rectus media, m.<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
14 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
rectus inferior. N IV menginervasi m. Obliq Superior dan N VI<br />
menginervasi m. rectus lateralis.<br />
N III selain menginervasi otot-otot mata luar diatas juga menginervasi<br />
otot sphincter pupil. Pemeriksaan dimulai dari otot-otot luar yaitu<br />
penderita disuruh mengikuti suatu benda kedelapan jurusan.<br />
Yang harus diperhatikan ialah melihat apakah ada salah satu<br />
otot yang lumpuh. Bila pada 1 atau 2 gerakan mata ke segala jurusan<br />
dari otot-otot yang disarafi N III berkurang atau tidak bisa sama sekali,<br />
maka disebut opthalmoplegic externa. Kalau yang parese otot bagian<br />
dalam (otot sphincter pupil) maka disebut opthalmoplegic interna. Jika<br />
hanya ada salah satu gangguan maka disebut opthalmoplegic partialis,<br />
sedangkan kalau ada gangguan kedua macam otot luar dan dalam<br />
disebut opthalmoplegic totalis<br />
5. Sikap Bola Mata<br />
Sikap bola mata yaitu kedudukan mata pada waktu istirahat. Kelainan<br />
–kelaian yang tampak diantaranya adalah :<br />
- Exopthalmus, dimana mata terdorong kemuka karena proses<br />
mekanis retroorbital<br />
- Strabismus yang dapat divergen atau convergen.Secara subyektif<br />
ditanyakan apakah ada diplopia. Pemeriksaan subyektif ini penting<br />
karena kadang-kadang strabismus yang ringan tak kelihatan pada<br />
pemeriksaan obyektif.<br />
- Nystagmus atau gerakan bola mata yang spontan. Dalam hal ini<br />
tidak hanya memeriksa otot-otot yang menggerakkan bola mata sja,<br />
tetapi sekaligus melihat adanya kelainan dalam keseimbangan atau<br />
N VIII.<br />
- Deviasi conjugae, adalah sikap bola mata yang dalam keadaan<br />
istirahat menuju kesatu jurusan tanpa dapat dipengaruhi oleh<br />
kesadaran, dengan sumbu kedua mata tetap sejajar secara terusmenerus.<br />
Lesi penyebab bisa di lobus frontalis atau di batang otak,<br />
bisa lesi destruktif (infark) atau irirtatif (jaringan sikatriks post<br />
trauma/ epilepsi fokal & perdarahan)<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
15 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
4. Saraf V (N. Trigeminus)<br />
Pemeriksaan meliputi :<br />
1. Sensibilitas<br />
Sensibilitas N V ini dapat dibagi 3 yaitu :<br />
- bagian dahi, cabang keluar dari foramen supraorbitalis<br />
- bagian pipi, keluar dari foramen infraorbitalis<br />
- bagian dagu, keluar dari foramen mentale.<br />
Pemeriksaan dilakukan pada tiap cabang dan dibandingkan kanan<br />
dengan kiri.<br />
2. Motorik<br />
Penderita disuruh menggigit yang keras dan kedua tangan pemeriksa<br />
ditruh kira-kira didaerah otot maseter. Jika kedua otot masseter<br />
berkontraksi maka akan terasa pada tangan pemeriksa. Kalau ada parese<br />
maka dirasakan salah satu otot lebih keras.<br />
3. Reflek<br />
Penderita diminta melirik kearah laterosuperior, kemudian dari arah lain<br />
tepi kornea disentuhkan dengan kapas agak basah. Bila reflek kornea<br />
mata positif, maka mata akan ditutupkan.<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
16 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
5. Saraf VII (N. Facialis)<br />
A. Dalam keadaan diam, perhatikan :<br />
- asimetri muka (lipatan nasolabial)<br />
- gerakan-gerakan abnormal (tic fasialis, grimacing, kejang<br />
tetanus/rhesus sardonicus, tremor, dsb)<br />
B. Atas perintah pemeriksa<br />
1. Mengangkat alis, bandingkan kanan dengan kiri.<br />
2. Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri), kemudian pemeriksa<br />
mencoba membuka kedua mata tersebut (bandingkan kekuatan<br />
kanan dan kiri).<br />
3. Memperlihatkan gigi (asimetri).<br />
4. Bersiul dan mencucu (asimetri/deviasi ujung bibir).<br />
5. Meniup sekuatnya (bandingkan kekuatan udara dari pipi masingmasing).<br />
6. Menarik sudut mulut ke bawah (bandingkan konsistensi otot<br />
platisma kanan dan kiri). Pada kelemahan ringan, kadang-kadang tes<br />
ini dapat untuk mendeteksi kelemahan saraf fasialis pada stadium<br />
dini.<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
17 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
C. Sensorik khusus (pengecapan 2/3 depan lidah)<br />
Melalui chorda tympani. Pemeriksaan ini membutuhkan zat-zat yang<br />
mempunyai rasa :<br />
- manis, dipakai gula<br />
- pahit, dipakai kinine<br />
- asin, dipakai garam<br />
- asam, dipakai cuka<br />
Paling sedikit menggunakan 3 macam. Penderita tidak boleh menutup<br />
mulut dan mengatakan perasaannya dengan menggunakan kode-kode<br />
yang telah disetujui bersama antara pemeriksa dan penderita. Penderita<br />
diminta membuka mulut dan lidah dikeluarkan. Zat-zat diletakkan di 2/3<br />
bagian depan lidah. Kanan dan kiri diperiksa sendiri-sendiri, mula-mula<br />
diperiksa yang normal.<br />
6. Saraf VIII (N. Acusticus)<br />
Pemeriksaan pendengaran<br />
1. Detik arloji<br />
Arloji ditempelkan ditelinga, kemudian dijauhkan sedikit demi sedikit,<br />
sampai tak mendengar lagi, dibandingkan kanan dan kiri.<br />
2. Gesekan jari<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
18 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
3. Tes Weber<br />
Garpu tala yang bergetar ditempelkan dipertengahan dahi.<br />
Dibandingkan mana yang lebih keras, kanan/ kiri.<br />
4. Tes Rinne<br />
Garpu tala yang bergetar ditempelkan pada Processus mastoideus.<br />
Sesudah tak mendengar lagi dipindahkan ke telinga maka terdengar<br />
lagi. Ini karena penghantaran udara lebih baik daripada tulang.<br />
Pemeriksaan dengan garpu tala penting dalam menentukan nervus<br />
deafness atau tranmission deafness. Pemeriksaan pendengaran lebih<br />
baik kalau penderita ditutup matanya untuk menghindari kebohongan.<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
19 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
7. Saraf IX-X (N. Glossopharyngeus-N. Vagus)<br />
Pemeriksaan saraf IX dan X terbatas pada sensasi bagian belakang rongga<br />
mulut atau 1/3 belakang lidah dan faring, otot-otot faring dan pita suara<br />
serta reflek muntah/menelan/batuk.<br />
a. Gerakan Palatum<br />
Penderita diminta mengucapkan huruf a atau ah dengan panjang,<br />
sementara itu pemeriksa melihat gerakan uvula dan arcus pharyngeus.<br />
Uvula akan berdeviasi kearah yang normal (berlawanan dengan<br />
gerakan menjulurkan lidah pada waktu pemeriksaan N XII).<br />
b. Reflek Muntah dan pemeriksaan sensorik<br />
Pemeriksa meraba dinding belakang pharynx dan bandingkan refleks<br />
muntah kanan dengan kiri. Refleks ini mungkin menhilang oada pasien<br />
lanjut usia.<br />
c. Kecepatan menelan dan kekuatan batuk<br />
8. Saraf XI (N. Accesssorius)<br />
Hanya mempunyai komponen motorik.<br />
Pemeriksaan :<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
20 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
a. Kekuatan otot sternocleidomastoideus diperiksa dengan<br />
menahan gerakan fleksi lateral dari kepala/leher penderita atau<br />
sebaliknya (pemeriksa yang melawan/ mendorong sedangkan<br />
penderita yang menahan pada posisi lateral fleksi).<br />
b. Kekuatan m. Trapezius bagian atas diperiksa dengan menekan kedua<br />
bahu penderita kebawah, sementara itu penderita berusaha<br />
mempertahankan posisi kedua bahu terangkat (sebaliknya posisi<br />
penderita duduk dan pemeriksa berada dibelakang penderita)<br />
9. Saraf XII (N. Hypoglossus)<br />
Pada lesi LMN, maka akan tamapk adanya atrofi lidah dan fasikulasi (tanda<br />
dini berupa perubahan pada pinggiran lidah dan hilangnya papil lidah)<br />
Pemeriksaan :<br />
a. Menjulurkan lidah<br />
Pada lesi unilateral, lidah akan berdeviasi kearah lesi. Pada Bell,s palsy<br />
(kelumpuhan saraf VII) bisa menimbulkan positif palsu.<br />
b. Menggerakkan lidah kelateral<br />
Pada kelumpuhan bilateral dan berat, lidah tidak bisa digerkkan kearah<br />
samping kanan dan kiri.<br />
c. Tremor lidah<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
21 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
Diperhatikan apakah ada tremor lidah dan atropi. Pada lesi perifer maka<br />
tremor dan atropi papil positip<br />
d. Articulasi<br />
Diperhatikan bicara dari penderita. Bila terdapat parese maka didapatkan<br />
dysarthria.<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
1. Juwono T.Pemeriksaan klinik neurologik dalam praktek, Jakarta, EGC,<br />
1996<br />
2. http://endeavor.med.nyu.edu/neurosurgery/cranials.html<br />
3. Wirawan, Pemeriksaan Neurologi, Semarang, Senat Mahasiswa<br />
Universitas Diponegoro<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
22 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
KETRAMPILAN PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL<br />
Nama :<br />
NIM :<br />
No Aspek Yang Dinilai Nilai<br />
1 2 3<br />
1. Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan<br />
2. Menyiapkan penderita dan meminta kerjasama penderita<br />
dalam pelaksanaan Pemeriksaan<br />
3. Melakukan pemeriksaan N. I<br />
4. Melakukan pemeriksaan penglihatan sentral<br />
5. Melakukan pemeriksaan penglihatan perifer<br />
6. Melakukan pemeriksaan penglihatan warna<br />
7. Melakukan pemeriksaan fundus oculi<br />
8. Melakukan pemeriksaan retraksi<br />
9. Melakukan pemeriksaan ptosis<br />
10. Melakukan pemeriksaan pupil<br />
11. Melakukan pemeriksaan gerakan bola mata<br />
12. Melakukan pemeriksaan sikap bola mata<br />
13. Melakukan pemeriksaan N. V sensibilitas<br />
14. Melakukan pemeriksaan N.V motorik<br />
15. Melakukan pemeriksaan N.V reflek<br />
16. Melakukan pemeriksaan N. VII atas perintah pemeriksa<br />
17. Melakukan pemeriksaan N. VII sensorik khusus<br />
18. Melakukan pemeriksaan N. VIII detik arloji dan gesekan<br />
jari<br />
19. Melakukan pemeriksaan N. VIII tes Weber<br />
20. Melakukan pemeriksaan N. VIII tes Rhine<br />
21. Melakukan pemeriksaan N. IX-X gerakan palatum<br />
22. Melakukan pemeriksaan N. IX-X reflek muntah dan<br />
sensorik<br />
23. Melakukan pemeriksaan N. XI m. Sternocleidomastoid<br />
24. Melakukan pemeriksaan N. XI M. Trapezius<br />
25. Melakukan pemeriksaan N. XII<br />
Keterangan: Purwokerto, 2005<br />
0 : tidak dilakukan sama sekali Penguji,<br />
1 : dilakukan tetapi tidak sempurna<br />
2 : dilakukan dengan sempurna<br />
Nilai batas lulus: 75 %<br />
………………………<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
23 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
Pemeriksaan Feflek Fisiologis<br />
Sylviningrum<br />
Thianti<br />
A. Tujuan Pembelajaran<br />
Pada akhir kepaniteraan klinik muda, mahasiswa mampu :<br />
1. Mengetahui definisi pemeriksaan reflek fisiologis.<br />
2. Indikasi pemeriksaan reflek fisiologis.<br />
3. melakukan prosedur pemerikdaan reflek fisiologis dengan baik dan<br />
benar.<br />
4. menjelaskan parameter normal hasil pemeriksaan reflek fisiologis<br />
5. melakukan interpretasi hasil pemeriksaan reflek fisiologis.<br />
B. Tinjauan Pustaka<br />
Reflek adalah jawaban terhadap suatu rangsang. Sedangkan reflek<br />
fisiologis adalah mucle stretch reflexes sebagai jawaban atas perangsangan<br />
tendo, periosteum, tulang, sendi, fasia, aponeurosis, kulit, semua impuls<br />
perseptif termasuk panca indera dimana respon tersebut muncul pada orang<br />
normal. Semua gerakan yang bersifat reflektorik merupakan suatu usaha<br />
tubuh untuk menyesuaikan diri bahkan membela diri. Gerakan reflektorik<br />
dapat dilakukan oleh semua otot seran lintang.<br />
Pemeriksaan reflek fisiologis merupakan satu kesatuan dengan<br />
pemeriksaan neurologi lainnya, dan terutama dilakukan pada kasus-kasus<br />
mudah lelah, sulit berjalan, kelemahan/kelumpuhan, kesemutan, nyeri otot<br />
anggota gerak, gangguan trofi otot anggota gerak, nyeri punggung/pinggang<br />
gangguan fungsi otonom.<br />
Interpretasi pemeriksaan reflek fisiologis tidak hanya menentukan<br />
ada/tidaknya tapi juga tingkatannya. Adapun kriteria penilaian hasil<br />
pemeriksaan reflek fisiologis adalah sebagai berikut :<br />
Tendon Reflex Grading Scale<br />
Suatu<br />
Grade Description reflek dikatakan<br />
0 Absent meningkat bila<br />
1 + or + Hypoactive daerah<br />
2 + or ++ *Normal* perangsangan<br />
3 + or +++ Hyperactive without clonus meluas, dan<br />
4 + or ++++ Hyperactive with clonus respon gerak<br />
reflektorik<br />
meningkat dari keadaan normal.<br />
Rangsangan yang diberikan harus cepat dan langsung, kerasnya<br />
rangsangan tidak boleh melebihi batas sehinggajustru melukai pasien. Sifat<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
24 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
reaksi setelah perangsangan tergantung tonus otot sehingga otot yang<br />
diperiksa sebaiknya dalam keadaan sedikit kontraksi, dan bila hendak<br />
dibandingkan dengan sisi kontralateralnya maka posisi keduanya harus<br />
simetris.<br />
C. Alat dan Bahan<br />
Palu reflek terbuat dari karet<br />
D. Prosedur Tindakan Pelaksanaan:<br />
-<br />
Penentuan lokasi pengetukan yaitu tendon, periosteum, dan<br />
kulit<br />
- Anggota gerak yang akan diketuk harus dalam keadaan santai<br />
- Dibandingkan dengan sisi lainnyha dalam posisi yang simetris<br />
REFLEK FISIOLOGIS DI EKSTREMITAS ATAS :<br />
1. Reflek bisep :<br />
a. Pasien duduk santai<br />
b. Lengan rileks, posisi antara fleksi dan ekstensi dan sedikit pronasi,<br />
lengan diletakkan di atas lengan pemeriksa<br />
c. Ibu jari pemeriksa diletakkan diatas tendo bisep, lalu pukullah ibu jari<br />
tadi dengan palu reflek<br />
d. Respon : fleksi ringan di siku.<br />
2. Reflek trisep<br />
a. Pasien duduk rileks<br />
b. lengan pasien diletakkan di atas lengan pemeriksa<br />
c. Pukullah tendo trisep melalui fosa olekrani<br />
d. Respon : ekstensi lengan bawah di siku.<br />
3. Reflek brakhioradialis :<br />
a. Posisi pasien sama dengan pemeriksaan reflek bisep<br />
b. Pukullah tendo brakhioradialis pada radius distal dengan palu reflek<br />
c. Respon : muncul terakan menyentak pada lengan<br />
4. Reflek periosteum radialis :<br />
a. Lengan bawah sedikit di fleksikan pada sendi siku dan tangan sedikit di<br />
pronasikan<br />
b. Ketuk periosteum ujung distal os. Radialis<br />
c. Respon : fleksi lengan bawah dan supinasi lengan<br />
5. Reflek periosteum ulnaris :<br />
a. Lengan bawah sedikit di fleksikan pada siku, sikap tangan antara<br />
supinasi dan pronasi<br />
b. Ketukan pada periosteum os. Ulnaris.<br />
c. Respon : pronasi tangan.<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
25 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
REFLEK FISIOLOGIS EKSTRMITAS BAWAH :<br />
1. Reflek patela :<br />
a. Pasien duduk santai dengan tungkai menjuntai<br />
b. Raba daerah kanan-kiri tendo untuk menentukan daerah yang tepat<br />
c. Tangan pemeriksa memegang paha pasien<br />
d. Ketuk tendo patela dengan palu reflek menggunakan tangan yang<br />
lain.<br />
e. Respon : pemeriksa akan merasakan kontraksi otot kuadrisep,<br />
ekstensi tungkai bawah.<br />
2. Reflek Kremaster :<br />
a. Ujung tumpul palu reflek digoreskan pada paha bagian medial<br />
b. Respon : elevasi testis ipsilateral<br />
3. Reflek Plantar :<br />
a. Telapak kaki pasien digores dengan ujung tumpul palu reflek.<br />
b. Respon : plantar fleksi kaki dan fleksi semua jari kaki.<br />
4. Reflek Gluteal :<br />
a. Bokong pasien digores dengan ujung tumpul palu reflek<br />
b. Respon : kontraksi otot gluteus ipsilateral.<br />
5. Reflek anal eksterna :<br />
a. Kulit perianal digores dengan ujung tumpul palu reflek<br />
b. Respon : kontraksi otot sfingter ani eksterna.<br />
E. Daftar Pustaka<br />
1. Si dharta P.TataPemeriksaan Klinis dalan Neurologi. 4th ed. Jakarta :<br />
Dian Rakyat. 1999; 429-40.<br />
2. Laboratorium Ketrampilan Keperawatan Program Studi Ilmu<br />
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Skills Lab<br />
pendidikan ketrampilan keperawatan program B semester I. Yogyakarta<br />
: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas<br />
Gadjah Mada. 2002; 28-38.<br />
3. Neurologie examination Available at :<br />
http://medinfo.ufl.edu/year1/bes/clist/neuro.html.Accessed 19th May,<br />
2005.<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
26 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
Penilaian Ketrampilan Pemeriksaan Reflek Fisiologis<br />
Nama :<br />
N I M :<br />
No. Aspek Yang Dinilai<br />
Nilai<br />
1. Beri salam pada pasien * 0 1 2<br />
2. Memperkenalkan diri pada pasien<br />
3 Menjelaskan pada pasien pemeriksaan<br />
yang akan dilakukan dan tujuannya.*<br />
4. Pemeriksaan bisep:<br />
a. Pasien duduk santai<br />
b. Lengan rileks, posisi antara<br />
fleksi dan ekstensi dan sedikit<br />
pronasi, lengan diletakkan diatas<br />
lengan pemeriksa<br />
c. Ibu jari pemeriksa diletakkan di<br />
atas tendo bisep, lalu pukullah<br />
ibu jari tadi dengan palu reflek.*<br />
d. Respon : fleksi ringan disiku*<br />
5 Pemeriksaan Reflek Trisep :<br />
a. Pasien duduk rileks<br />
b. Lengan pasien diletakkan<br />
diatas lengan pemeriksa<br />
c. Pukullah tendo trisep melalui<br />
fosa olekrani *<br />
d. Respon : ekstensi lengan bawah di<br />
siku *<br />
6 Pemeriksaan Reflek brachioradialis:<br />
a. Posisi pasien sama<br />
dengan pemeriksaan<br />
reflek bisep<br />
b. Pukullah tendo brakhioradialis<br />
pada radius distal dengan palu<br />
reflek *<br />
c. Respon : muncul gerakan menyentak<br />
pada tangan *<br />
7 Pemeriksaan Reflek ulnaris :<br />
a. Lengan bawah sedikit di<br />
fleksikan pada sikap tangan<br />
antara supinasi dan pronasi<br />
b. Ketukan pada periosteum os.<br />
Ulnaris *<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
27 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
c. Respon : pronasi tangan *<br />
8 Pemeriksaan Reflek radialis :<br />
a. Lengan bawah sedikit di<br />
fleksikan pada sendi siku dan<br />
tangan sedikit di pronasikan<br />
b. Ketuk periosteum ujung<br />
distal os. Radialis *<br />
c. Respon : fleksi lengan bawah dan<br />
supinasi lengan *<br />
9 Pemeriksaan Reflek patella:<br />
a. Pasien duduk santai dengan tungkai<br />
menjuntai<br />
b. Raba daerah kanan-kiri tendo untuk<br />
menentukan daerah yang tepat<br />
c. Tangan pemeriksa memegang paha<br />
pasien.<br />
d. Ketuk tendo patela dengan palu reflek<br />
menggunakan tangan yang lain *<br />
e. Respon : pemeriksa akan merasakan<br />
kontraksi otot kuadrisep, ekstensi<br />
tungkai bawah.*<br />
10 Pemeriksaan Reflek Achilles :<br />
a. Penderita berbaring terlentang<br />
b. Kaki yang akan diperiksa ditumpangkan<br />
pada os. Tibia kaki lainnya<br />
c. 1 tangan pemeriksa memegang jari-jari<br />
kaki yang akan diperiksa, sedangkan<br />
tangan yang lain mengetuk tendo<br />
achilles<br />
d. Respon : plantarfleksi kaki *<br />
11 Pemeriksaan Reflek dinding perut:<br />
a. Kulit dinding perut<br />
digores dengan bagian<br />
tumpul palu reflek<br />
dengan arah dari<br />
samping ke garis tengah<br />
b. Respon : kontraksi dinding perut *<br />
12 Pemeriksaan Reflek Plantar :<br />
a. Telapak kaki pasien digores<br />
dengan ujung tumpul palu reflek<br />
b. Respon : plantar fleksi kaki dan fleksi<br />
semua jari kaki. *<br />
Total Nilai<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
28 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
Keterangan :<br />
0 : tidak dilakukan sama sekali<br />
1 : dilakukan tapi tidak sempurna<br />
2 : dilakukan dengan sempurna * : Critical point<br />
Nilai batas lulus : 70%<br />
Oritical point tidak dilakukan nilai : 0<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
28 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
PEMERIKSAAN SENSORIK, POSISI, KESEIMBANGAN DAN<br />
KOORDINASI<br />
LEARNING OBJECTIVE<br />
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan sensorik, posisi, keseimbangan<br />
dan koordinasi.<br />
TINJAUAN PUSTAKA<br />
Adanya gangguan pada otak medulla spinalis, dan saraf tepi dapat<br />
menimbulkan gangguan sensorik. Gangguan ini tidak tampak seperti halnya<br />
pada gangguan motorik maupun trofi otot. Gangguan sensorik dapat<br />
menimbulkan perasaan kesemutan atau baal (parestesi), kebas atau mati rasa,<br />
kurang sensitif (hipestesi) dan ada pula yang sangat sensitif (hiperestesi).<br />
Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit di antara<br />
pemeriksaan neurologik yang lain karena sangat subjektif. Sehubungan<br />
dengan pemeriksan fungsi sensorik maka beberapa hal berikut ini harus<br />
dipahami dulu:<br />
1. Kesadaran penderita harus penuh dan tajam. Penderita tidak boleh<br />
dalam keadaan lelah, kelelahan akan mengakibatkan gangguan<br />
perhatian serta memperlambat waktu reaksi.<br />
2. Prosedur pemeriksan harus benar-benar dimengerti oleh penderita,<br />
karena pemeriksaan fungsi sensorik benar-benar memerlukan kerja<br />
sama yang sebaik-baiknya antara pemeriksa dan penderita. Dengan<br />
demikian cara dan tujuan pemeriksaan harus dijelaskan kepada<br />
penderita dengan istilah yang mudah dimengerti olehnya.<br />
3. Kadang-kadang terlihat adanya manifestasi obyektif ketika dilakukan<br />
pemeriksaan anggota gerak atau bagian tubuh yang dirangsang,<br />
misalnya penderita menyeringai, mata berkedip-kedip serta perubahan<br />
sikap tubuh.<br />
4. Yang dinilai bukan hanya ada atau tidak adanya sensasi tetapi juga<br />
meliputi perbedaan-perbedaan sensasi yang ringan, dengan demikian<br />
harus dicatat gradasi atau tingkat perbedaannya.<br />
5. Ketajaman persepsi dan interpretasi rangsangan berbeda pada setiap<br />
individu, pada tiap bagian tubuh, pada individu yang sama tetapi dalam<br />
situasi yang berlainan. Dengan demikian dianjurkan untuk melakukan<br />
pemeriksaan ulangan pada hari berikutnya.<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
29 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
6. Azas simetris: pemeriksaan bagian kiri harus selalu dibandingkan<br />
dengan bagian kanan. Hal ini untuk menjamin kecermatan pemeriksaan.<br />
7. Pemeriksaan ini harus dikerjakan dengan sabar (jangan tergesa-gesa),<br />
menggunakan alat yang sesuai dengan kebutuhan/ tujuan, tanpa<br />
menyakiti penderita, dan penderita tidak boleh dalam keadaan tegang.<br />
PEMERIKSAAN FUNGSI SENSORIK DAN POSISI<br />
PRINSIP – PRINSIP UMUM<br />
1. Mencari defisit sensibilitas (daerah-daerah dengan sensibilitas<br />
yang abnormal, bisa hipestesi, hiperestesi, hipalgesia atau<br />
hiperalgesia)<br />
2. Mencari gejala-gejala lain di tempat gangguan sensibilitas tersebut,<br />
misalnya atrofi, kelemahan otot, refleks menurun/negative,<br />
menurut distribusi dermatom.<br />
3. Keluhan-keluhan sensorik memiliki kualitas yang sama, baik<br />
mengenai thalamus, spinal, radix spinalis atau saraf perifer. Jadi<br />
untuk membedakannya harus dengan distribusi gejala/keluhan dan<br />
penemuan lain.<br />
4. Lesi saraf perifer sering disertai berkurang atau hilangnya keringat,<br />
kulit kering, perubahan pada kuku dan hilangnya sebagian jaringan<br />
di bawah kulit.<br />
ALAT DAN BAHAN<br />
Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi :<br />
1. Jarum berujung tajam dan tumpul (dapat digunakan jarum pentul atau<br />
jarum pada palu refleks) untuk rasa nyeri superficial.<br />
2. Kuas halus, kapas, bulu, tissue, atau bila terpaksa dengan ujung jari<br />
tangan yang disentuhkan ke kulit secara halus sekali untuk rasa<br />
raba/taktil.<br />
3. Tabung yang diisi air dingin atau air panas untuk sensasi suhu. Lebih<br />
baik menggunakan tabung dari metal daripada tabung gelas karena<br />
gelas merupakan konduktor yang buruk. Untuk sensai dingin<br />
menggunakan air bersuhu 5-10ºC dan sensasi panas diperlukan suhu<br />
40-45ºC. suhu kurang dari 5ºC dan lebih dari 45ºC dapat menimbulkan<br />
rasa nyeri.<br />
4. Garpu tala berfrekuensi 128 atau 256 Hz untuk sensasi getar.<br />
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif), seperti:<br />
Jangka untuk two point tactile discrimination<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
30 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan lain-lain)<br />
untuk pemeriksaan stereognosis.<br />
Pensil untuk pemeriksaan graphestesi.<br />
6. Untuk pemeriksaan sensasi gerak dan posisi tidak diperlukan alat khusus.<br />
CARA PEMERIKSAAN SENSORIK DAN POSISI:<br />
A. Anamnesis<br />
a. Apa yang dikeluhkan.<br />
Keluhan dapat berupa:<br />
kesemutan atau baal (parestesi)<br />
rangsang yang tidak nyeri dirasakan sebagai nyeri<br />
(disestesi/painful parestesi)<br />
kurang peka (hipestesi)<br />
terlalu peka (hiperestesi)<br />
gangguan keseimbangan dan gait (gaya berjalan)<br />
modalitas sensorik normal tetapi tidak bias mengenal<br />
benda pada perabaan tangan (astereognosis)<br />
lain-lain keluhan<br />
b. Kapan timbulnya keluhan.<br />
c. Lokasi keluhan.<br />
Keluhan positif semacam parestesi, disestesi dan nyeri biasanya<br />
dapat dilokalisir, tetapi gejala-gejala negative seperti hipestesi dan<br />
anogsia sulit dilokalisir.<br />
d. Sifat keluhan.<br />
Penderita diminta menggambarkan sifat keluhan. Pada keluhan<br />
nyeri perlu juga diketahui derajat rasa nyeri yang timbul.<br />
e. Kejadian-kejadian tertentu yang berkaitan.<br />
Apakah ada kejadian-kejadian yang memicu terjadinya keluhan.<br />
Misalnya pada HNP, penderita merasakan ischialgia pada waktu<br />
mengangkat benda berat, dan nyeri meningkat pada keadaankeadaan<br />
yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial,<br />
misalnya batuk, mengejan, bersin), dan lain-lain.<br />
f. Kelainan neurologis yang menyertai.<br />
Dapat berupa kelemahan/gangguan motorik, gangguan bahasa,<br />
kejang, gangguan defekasi dan miksi, dan gangguan saraf otonom.<br />
B. Pemeriksaan fisik<br />
1. Pemeriksaan modalitas<br />
modalitas primer dari sensasi somatik (seperti rasa nyeri, raba,<br />
posisi, getar dan suhu) diperiksa lebih dulu sebelum memeriksa<br />
fungsi sensorik diskriminatif/kortikal.<br />
Pemeriksaan sensasi nyeri superfisial<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
31 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
Nyeri merupakan sensasi yang paling baik untuk menentukan<br />
batas gangguan sensorik. Alat yang digunakan adalah jarum<br />
berujung tajam dan tumpul.<br />
Cara pemeriksan:<br />
a. Mata penderita ditutup<br />
b. Pemeriksa terlebih dahulu mencoba jarum pada dirinya<br />
sendiri.<br />
c. Tekanan terhadap kulit penderita seminimal mungkin,<br />
jangan sampai menimbulkan perlukaan.<br />
d. Rangsangan terhadap terhadap kulit dilakukan dengan<br />
ujung runcing dan ujung tumpul secara bergantian.<br />
Penderita diminta menyatakan sensasinya sesuai yang<br />
dirasakan. Penderita jangan ditanya: apakah anda<br />
merasakan ini atau apakah ini runcing?<br />
e. Bandingkan daerah yang abnormal dengan daerah normal<br />
yang kontralateral tetapi sama (misalnya: lengan bawah<br />
volar kanan dengan kiri)<br />
f. Penderita juga diminta menyatakan apakah terdapat<br />
perbedaan intensitas ketajaman rangsang di derah yang<br />
berlainan.<br />
g. Apabila dicurigai daerah yang sensasinya<br />
menurun/meninggi maka rangsangan dimulai dari daerah<br />
tadi ke arah yang normal.<br />
Pemeriksaan sensasi nyeri tekan dalam<br />
Pemeriksaan dilakukan dengan cara menekan tendo Achilles,<br />
fascia antara jari tangan IV dan V atau testis.<br />
Pemeriksaan sensasi taktil/raba<br />
Alat yang dipakai adalah kapas, tissue, bulu, kuas halus, dan<br />
lain-lain. Cara pemeriksaan :<br />
a. Mata penderita ditutup<br />
b. Pemeriksa terlebih dahulu mencoba alat pada dirinya<br />
sendiri.<br />
c. Stimulasi harus seringan mungkin, jangan sampai<br />
memberikan tekanan terhadap jaringan subkutan. Tekanan<br />
dapat ditambah sedikit bila memeriksa telapak tangan atau<br />
telapak kaki yang kulitnya lebih tebal.<br />
d. Mulailah dari daerah yang dicurigai abnormal menuju<br />
daerah yang normal. Bandingkan daerah yang abnormal<br />
dengan daerah normal yang kontralateral tetapi sama<br />
(misalnya: lengan bawah volar kanan dengan kiri)<br />
e. Penderita diminta untuk mengatakan “ya” atau “tidak”<br />
apabila merasakan adanya rangsang, dan sekaligus juga<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
32 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
diminta untuk menyatakan tempat atau bagian tubuh mana<br />
yang dirangsang.<br />
Pemeriksaan sensasi getar/vibrasi<br />
Alat yang digunakan adalah garpu tala berfrekuensi 128 atau<br />
256 Hz.<br />
Cara pemeriksaan:<br />
a. Garpu tala digetarkan dengan memukulkan pada benda<br />
padat/keras.<br />
b. Kemudian pangkal garpu tala diletakkan pada daerah<br />
dengan tulang yang menonjol seperti ibu jari kaki,<br />
pergelangan tangan, maleolus lateralis/medialis, procc.<br />
spinosus vertebrae, siku, bagian lateral clavicula, lutut,<br />
tibia, sendi-sendi jari dan lainnya. (Gambar 1)<br />
c. Bandingkan antara kanan dan kiri.<br />
d. Catat intensitas dan lamanya vibrasi.<br />
e. Untuk penentuan lebih cermat, garpu tala kemudian<br />
dipindahkan pada bagian tubuh yang sama pada pemeriksa.<br />
Apabila pemeriksa masih merasakan getaran, berarti rasa<br />
getar penderita sudah menurun.<br />
Gambar 1<br />
Pemeriksaan sensasi gerak dan posisi<br />
Tujuannya adalah memperoleh kesan penderita terhadap<br />
gerakan dan pengenalan terhadap arah gerakan, kekuatan, lebar<br />
atau luas gerakan (range of movement) sudut minimal yang<br />
penderita sudah mengenali adanya gerakan pasif, dan<br />
kemampuan penderita untuk menentukan posisi jari dalam<br />
ruangan. Tidak diperlukan alat khusus.<br />
Cara pemeriksaan:<br />
a. Mata penderita ditutup.<br />
b. Penderita diminta mengangkat kedua lengan di depan<br />
penderita menghadap ke atas.<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
33 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
c. Penderita diminta mempertahankan posisi tersebut. Pada<br />
kelemahan otot satu sisi atau gangguan proprioseptik maka<br />
lengan akan turun dan menuju ke arah dalam.<br />
Modifikasi dari tes ini adalah dengan menaik turunkan kedua<br />
tangan dan penderita diminta menanyakan tangan mana yang<br />
posisinya lebih tinggi.<br />
Kedua tes di atas dapat dikombinasi dengan modifikasi tes<br />
Romberg. Caranya: penderita diminta berdiri dengan tumit<br />
kanan dan jari-jari kaki kiri berada pada satu garis lurus dan<br />
kedua lengan ekstensi ke depan. Kemudian penderita diminta<br />
menutup matanya. Bila ada gangguan proprioseptik pada kaki<br />
maka penderita akan jatuh pada satu sisi.<br />
Untuk tes posisi dapat dilakukan dengan cara berikut:<br />
a. Penderita dapat duduk atau berbaring, mata penderita<br />
ditutup.<br />
b. Jari-jari penderita harus benar-benar dalam keadaan<br />
relaksasi dan terpisah satu sama lain sehingga tidak<br />
bersentuhan.<br />
c. Jari penderita digerakkan secara pasif oleh pemeriksa,<br />
dengan sentuhan seringan mungkin sehingga tekanan<br />
terhadap jari-jari tersebut dapat dihindari, sementara itu jari<br />
yang diperiksa tidak boleh melakukan gerakan aktif<br />
seringan apapun.<br />
d. Penderita diminta untuk menyatakan apakah ada perubahan<br />
posisi jari atau adakah gerakan pada jarinya.<br />
Cara lain adalah dengan menempatkan jari-jari salah satu<br />
penderita pada posisi tertentu dan meminta penderita diminta<br />
menirukan posisi tersebut pada jari yang lain.<br />
Pemeriksaan sensasi suhu<br />
Alat yang dipakai adalah tabung berisi air bersuhu 5-10ºC untuk<br />
sensasi dingin dan air 40-45ºC untuk sensasi panas.<br />
Cara pemeriksaan:<br />
a. Penderita lebih baik pada posisi berbaring. Mata penderita<br />
ditutup.<br />
b. Tabung panas/dingin lebih dahulu dicoba terhadap diri<br />
pemeriksa.<br />
c. Tabung ditempelkan pada kulit penderita dan penderita<br />
diminta menyatakan apakah terasa dingin atau panas.<br />
2. Pemeriksan sensorik diskriminatif/kortikal<br />
Syarat pemeriksaan ini adalah fungsi sensorik primer (raba, posisi)<br />
harus baik dan tidak ada gangguan tingkat kesadaran, kadang-kadang<br />
ditambah dengan syarat harus mampu memanipulasi objek atau tidak ada<br />
kelemahan otot-otot tangan (pada tes barognosis)<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
34 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
Macam-macam gangguan fungsi sensorik kortikal:<br />
a. gangguan two point tactile discrimination<br />
Gangguan ini diperiksa dengan dua rangsangan tumpul<br />
pada dua titik di anggota gerak secara serempak, bisa<br />
memakai jangka atau calibrated two point esthesiometer.<br />
Pada anggota gerak atas biasanya diperiksa pada ujung jari.<br />
Orang normal bisa membedakan dua rangsangan pada<br />
ujung jari bila jarak kedua rangsangan tersebut lebih besar<br />
dari 3 mm. Ketajaman menentukan dua rangsangan tersebut<br />
sangat bergantung pada bagian tubuh yang diperiksa, yang<br />
penting adalah membandingkan kedua sisi tubuh. (Gambar<br />
2)<br />
Gambar 2<br />
b. gangguan graphesthesia<br />
Pemeriksaan graphesthesia dilakukan dengan cara menulis<br />
beberapa angka pada bagian tubuh yang berbeda-beda dari<br />
kulit penderita. Pasien diminta mengenal angka yang<br />
digoreskan pada bagian tubuh tersebut sementara mata<br />
penderita ditutup. Besar tulisan tergantung luas daerah yang<br />
diperiksa. Alat yang digunakan adalah pensil atau jarum<br />
tumpul. Bandingkan kanan dengan kiri. (Gambar 3)<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
35 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
Gambar 4<br />
c. gangguan stereognosis = astereognosis<br />
Diperiksa pada tangan. Pasien menutup mata kemudian diminta<br />
mengenal sebuah benda berbentuk yang ditempatkan pada<br />
masing-masing tangan dan merasakan dengan jari-jarinya.<br />
Ketidakmampuan mengenal benda dengan rabaan disebut<br />
sebagai tactile anogsia atau astereognosis. Syarat pemeriksaan,<br />
sensasi proprioseptik harus baik. (Gambar 4)<br />
d. gangguan topografi/topesthesia = topognosia<br />
Kemampuan pasien untuk melokalisasi rangsangan raba pada<br />
bagian tubuh tertentu. Syarat pemeriksaan, rasa raba harus baik.<br />
e. gangguan barognosis = abarognosis<br />
Membedakan berat antara dua benda, sebaiknya diusahakan<br />
bentuk dan besar bendanya kurang lebih sama tetapi beratnta<br />
berbeda. Syarat pemeriksaan, rasa gerak dan posisi sendi harus<br />
baik.<br />
f. sindroma Anton-Babinsky = anosognosia<br />
Anosognosia adalah penolakan atau tidak adanya keasadaran<br />
terhadap bagian tubuh yang lumpuh atau hemiplegia. Bila berat,<br />
pasien akan menolak adanya kelumpuhan tersebut dan percaya<br />
bahwa dia dapat menggerakkan bagian-bagian tubuh yang lupuh<br />
tersebut.<br />
g. sensory inattention = extinction phenomenon<br />
Alat yang digunakan adalah kapas, kepala jarum atau ujung jari.<br />
Cara pemeriksaan adalah dengan merangsang secara serentak<br />
pada kedua titik di anggota gerak kanan dan kiri yang letaknya<br />
setangkup, sementara itu mata ditutup. Mula-mula diraba<br />
punggung tangan pasien dan pasien diminta menggenal tempat<br />
yang diraba. Kemudian rabalah pada tititk yang satangkup pada<br />
sisi tubuh yang berlawanan dan ulangi perintah yang sama.<br />
Setelah itu dilakukan perabaan pada kedua tempat tersebut<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
36 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
dengan tekanan yang sama secara serentak. Bila ada extinction<br />
phenomen maka pasien hanya akan merasakan rangsangan pada<br />
sisi tubuh yang sehat saja.<br />
3. Pemeriksaan sensorik khusus<br />
Tinel’s sign<br />
Umumnya digunakan untuk tes saraf medianus pada sindroma<br />
Carpal-Tunnel. Tepukan ujung jari pada saraf medianus di<br />
tengah-tengah terowongan carpal akan menimbulkan disesthesi<br />
(rasa paresthesi dan nyeri yang menjalar mulai dari tempat<br />
rangsang ke jari-jari telunjuk, tengah dan manis yang mirip<br />
aliran listrik).<br />
Perspiration test<br />
Prinsip: adanya keringat akan bereaksi dengan amilum/tepung<br />
yang diberi yosium, sehingga memberikan warna biru.<br />
Cara pemeriksaan :<br />
a. Bagian depan tubuh (leher ke bawah) disapu dengan tepung<br />
yang mengandung yodium.<br />
b. Kemudian tubuh penderita ditutup dengan semacam<br />
sungkup supaya cepat berkeringat (bila perlu diberi obat<br />
antipiretik).<br />
c. Setelah 1-2 jam sungkup dibuka dan dicatat bagian tubuh<br />
yang tetap putih (tidak ada produksi keringat).<br />
PEMERIKSAAN KOORDINASI DAN KESEIMBANGAN<br />
Tes ini adalah tes yang objektiv dan digunakan pada kasus-kasus paraplegia<br />
untuk menentukan batas lesinya.<br />
Koordinasi adalah penggunaan normal dari faktor-faktor motorik, sensorik<br />
dan sinergik dalam melakukan gerakan. Pusat koordinasi adalah cerebellum.<br />
Gangguan koordinasi dibagi menjadi:<br />
1. Gangguan equlibratory coordination (mempertahankan keseimbangan,<br />
khususnya pada posisi berdiri), diperiksa dengan:<br />
a. Tes Romberg<br />
Penderita diminta berdiri dengan kedua tumit saling merapat.<br />
Pertama kali dengan mata terbuka kemudian penderita diminta<br />
menutup matanya. Pemeriksa menjaga jangan sampai penderita<br />
jatuh tanpa menyentuh penderita. Hasil positif didapatkan<br />
apabila penderita jatuh pada satu sisi.<br />
b. Tes tandem walking<br />
Penderita diminta berjaln pada satu garis lurus di atas lantai,<br />
dengan cara menempatkan satu tumit langsung di depan ujung<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
37 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
jari kaki yang berlawanan, baik dengan mata terbuka atau<br />
tertutup. (Gambar 5)<br />
Gambar 5<br />
Gambar 6<br />
2. Gangguan non equilibratory coordination (pergerakan yang disengaja<br />
dari anggota gerak, terutama gerakan halus), diperiksa dengan:<br />
a. Finger-to-nose test.<br />
Bisa dilakukan dengan posisi pasien berbaring, duduk atau berdiri.<br />
Dengan posisi abduksi dan ektensi secara komplit, mintalah pada<br />
pasien untuk menyentuh ujung hidungnya sendiri dengan ujung<br />
jari telunjuknya. Mula-mula dengan gerakan perlahan kemudian<br />
dengan gerakan cepat, baik dengan mata terbuka dan tertutup.<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
38 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
b. Nose-finger-nose-test<br />
Serupa dengan finger to nose test, tetapi setelah menyentuh<br />
hidungnya, pasien diminta menyentuh ujung jari pemeriksa dan<br />
kembali menyentuh ujung hidungnya. Jari pemeriksa dapat<br />
diubah-ubah baik dalam jarak maupun bidang gerakan. (Gambar<br />
6)<br />
c. Finger-to-finger test<br />
Penderita diminta mengabduksikan lengan pada bidang horizontal<br />
dan diminta untuk menggerakkan kedua ujung jari telunjuknya<br />
saling bertemu tepat ditengah-tengah bidang horizontal tersebut.<br />
Pertama dengan gerakan perlahan kemudian dengan gerakan<br />
cepat, dengan mata ditutup dan dibuka.<br />
d. Diadokokinesis<br />
Penderita diminta untuk menggerakan kedua tangannya<br />
bergantian pronasi dan supinasi dengan posisi siku diam, mintalah<br />
gerakan tersebut secepat mungkin dengan mata terbuka atau mata<br />
tertutup. Diadokokinesis pada lidh dapat dikerjakan dengan<br />
meminta penderita menjulurkan dan menarik lidah atau<br />
menggerakkan ke sisi kanan dan kiri secepat mungkin. (Gambar<br />
7)<br />
Tapping test merupakan variasi test diadokokinesis, dilakukan<br />
dengan menepuk pinggiran meja/paha dengan telapak tangan<br />
secara berselingan bagian volar dan dorsal tangan dengan cepat<br />
atau dengan tepukan cepat jari-jari tangan ke jempol. (Gambar 8)<br />
Gambar 7<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
39 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
Gambar 8<br />
e. Heel-to-knee-to-toe test<br />
Penderita diminta untuk menggerakkan tumit kakinya ke lutut<br />
kontralateral, kemudian diteruskan dengan mendorong tumit<br />
tersebut lurus ke jari-jari kakinya. (Gambar 9) Variasi dari test ini<br />
adalah toe-finger test, yaitu penderita diminta untuk menunjuk jari<br />
penderita dengan jari-jari kakinya atau dengan cara membuat<br />
lingkaran di udara dengan kakinya. (Gambar 10)<br />
Gambar 9<br />
Gambar 10<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
40 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
f. Rebound test<br />
Penderita diminta adduksi pada bahu, fleksi pada siku dan<br />
supinasi lengan bawah, siku difiksasi/diletakkan pada meja<br />
periksa/alas lain, kemudian pemeriksa menarik lengan bawah<br />
tersebut dan penderita diminta menahannya, kemudian dengan<br />
mendadak pemeriksa melepaskan tarikan tersebut tetapi<br />
sebelumnya lengan lain harus menjaga muka dan badan<br />
pemeriksa supaya tidak terpukul oleh lengan penderita sendiri<br />
bila ada lesi cerebellum.<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
41 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
1. Duss P,. Diagnosis Topik Neurologi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku<br />
Kepokteran EGC; 1996.<br />
2. Juwono T, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek. Jakarta:<br />
Penerbit Buku kedokteran EGC; 1987.<br />
3. Laboratorium Ketrampilan Medik FK UGM. Skills Lab Semester 2<br />
Tahun kademik 1998-1999. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran UGM.<br />
1999<br />
4. Sidharta P. Pemeriksaan Neurologis Dasar. PT. Dian Rakyat . 1999<br />
5. Weiner H dan Levitt L. Buku Saku Neurologi. Edisi 5. Jakarta: Penerbit<br />
Buku Kedokteran EGC; 2001<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
42 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
Penilaian Keterampilan Fungsi Sensorik, Posisi, Keseimbangan dan<br />
Koordinasi<br />
Nama :<br />
NIM :<br />
A. Pemeriksaan Sensasi Taktil<br />
No Aspek yang dinilai Nilai<br />
0 1 2<br />
1 Memberi salam dan memperkenalkan diri<br />
2 Melakukan anamnesis seperlunya<br />
3 Menjelaskan prosedur dan tujuan<br />
pemeriksaan<br />
4 Memilih dengan benar alat yang akan<br />
dipergunakan<br />
5 Meminta penderita untuk relaks dan<br />
memejamkan mata<br />
6 Mencoba alat pada dirinya sendiri<br />
7 Meminta penderita mengatakan “ya” atau<br />
“tidak” apabila merasakan adanya rangsang<br />
8 Meminta penderita menyebutkan tempat<br />
yang dirangsang<br />
9 Memberikan rangsang pada penderita pada<br />
daerah yang dicurigai abnormal menuju ke<br />
daerah normal<br />
10 Membandingkan daerah yang diperiksa pada<br />
tempat setangkup kontralateral.<br />
11 Melaporkan hasil pemeriksaan<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
43 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
B. Pemeriksaan Sensasi Nyeri Superfisial<br />
No<br />
Aspek yang dinilai<br />
Nilai<br />
0 1 2<br />
1 Memberi salam dan memperkenalkan diri<br />
2 Melakukan anamnesis seperlunya<br />
3 Menjelaskan prosedur dan tujuan pemeriksaan<br />
4 Memilih dengan benar alat yang akan dipergunakan<br />
5 Meminta penderita untuk relaks dan memejamkan mata<br />
6 Mencoba alat pada dirinya sendiri<br />
7 Meminta penderita untuk menyebutkan apakan<br />
rangsangnya tajam atau tumpul.<br />
8 Menanyakan apakah ada perbedaan intensitas<br />
ketajaman rangsangan.<br />
9 Memberikan rangsang seminimal mungkin tanpa<br />
menimbulkan luka/perdarahan pada penderita pada<br />
daerah yang dicurigai abnormal menuju ke daerah<br />
normal.<br />
10 Melakukan rangsangan dengan ujung tajam dan tumpul<br />
secara bergantian<br />
11 Membandingkan daerah yang diperiksa pada tempat<br />
setangkup kontralateral.<br />
12 Melaporkan hasil pemeriksaan<br />
C. Pemeriksaan Posisi<br />
No<br />
Aspek yang dinilai<br />
Nilai<br />
0 1 2<br />
1 Memberi salam dan memperkenalkan diri<br />
2 MElakukan anamnesis seperlunya<br />
3 Menjelaskan prosedur dan tujuan pemeriksaan<br />
4 Meminta penderita untuk duduk atau berdiri<br />
5 Meminta penderita memejamkan mata<br />
6 Meminta penderita untuk mengistirahatkan jari-jari<br />
tangannya dan memisahkan stu sama lain.<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
44 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
7 Menggerakkan jari penderita secara pasif dengan<br />
sentuhan seringan mungkin.<br />
8 Meminta penderita menyatakan adakah perubahan<br />
posisi atau adakah gerakan pada jarinya.<br />
9 Melaporkan hasil pemeriksaan<br />
D. Pemeriksaan Keseimbangan dan Koordinasi<br />
No<br />
Aspek yang dinilai<br />
Nilai<br />
0 1 2<br />
1 Memberi salam dan memperkenalkan diri<br />
2 Melakukan anamnesis seperlunya<br />
3 Menjelaskan prosedur dan tujuan pemeriksaan<br />
Tes Romberg<br />
4 Meminta penderita untuk berdiri dengan kedua tumit<br />
saling merapat<br />
5 Meminta penderita melakukan hal tersebut pada mata<br />
terbuka kemudian mata tertutup.<br />
6 Melaporkan hasil pemeriksaan.<br />
Tes Tandem Walking<br />
7 Meminta penderita berjalan pada satu garis lurus di<br />
lantai, dengan menempatkan satu tumit langsung di<br />
depan ujung jari kaki yang berlawanan.<br />
8 Meminta penderita melakukan hal tersebut pada mata<br />
terbuka dan mata tertutup.<br />
9 Melaporkan hasil pemeriksaan<br />
Finger-to-nose test<br />
10 Meminta penderita menyentuh ujung hidungnya dengan<br />
ujung jari telunjuknya dengan gerakan abduksi dan<br />
ekstensi lengan secara komplit.<br />
11 Meminta penderita melakukan mula-mula dengan<br />
perlahan kemudian cepat.<br />
12 Meminta penderita melakukan hal tersebut dengan<br />
mata terbuka dan mata tertutup.<br />
13 Melaporkan hasil pemeriksaan<br />
Nose-finger-nose test<br />
14 Meminta penderita menyentuh ujung hidungnya dengan<br />
ujung jari telunjuknya<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
45 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
dengan gerakan abduksi dan ekstensi lengan<br />
secara komplit kemudian menyentuh ujung<br />
jari pemeriksa dan kembali menyentuh ujung<br />
hidungnya<br />
15 Meminta penderita melakukan mula-mula<br />
dengan perlahan kemudian cepat.<br />
16 Meminta penderita melakukan hal tersebut<br />
dengan mata terbuka dan mata tertutup.<br />
17 Mengubah-ubah jari pemeriksa baik dalam<br />
jarak maupun bidang gerakan<br />
18 Melaporkan hasil pemeriksaan<br />
Finger-to-finger test<br />
19 Meminta penderita mengabduksikan lengan<br />
pada bidang horizontal dan diminta untuk<br />
menggerakkan kedua ujung jari telunjuknya<br />
saling bertemu tepat ditengah-tengah bidang<br />
horizontal tersebut.<br />
20 Meminta penderita melakukan mula-mula<br />
dengan perlahan kemudian cepat.<br />
21 Meminta penderita melakukan hal tersebut<br />
dengan mata terbuka dan mata tertutup.<br />
22 Melaporkan hasil pemeriksaan<br />
Diadokokinesis<br />
23 Penderita diminta untuk menggerakan kedua<br />
tangannya bergantian pronasi dan supinasi<br />
dengan posisi siku diam.<br />
24 Meminta penderita melakukan gerakan<br />
tersebut secepat mungkin.<br />
25 Meminta penderita melakukan hal tersebut<br />
dengan mata terbuka dan mata tertutup.<br />
26 Melaporkan hasil pemeriksaan<br />
Heel-to-knee-to-toe test<br />
27 Meminta penderita untuk menggerakkan<br />
tumit kakinya ke lutut kontralateral,<br />
kemudian diteruskan dengan mendorong<br />
tumit tersebut lurus ke jari-jari kakinya.<br />
28 Melaporkan hasil pemeriksaan<br />
Rebound test<br />
29 Penderita diminta adduksi pada bahu, fleksi<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
46 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
pada siku dan supinasi lengan bawah, siku<br />
difiksasi/diletakkan pada meja periksa/alas<br />
lain.<br />
30 Menarik lengan bawah penderita dan<br />
penderita diminta menahannya<br />
31 Dengan mendadak melepaskan tarikan<br />
tersebut<br />
32 Sebelumnya lengan lain harus menjaga muka<br />
dan badan pemeriksa supaya tidak terpukul<br />
oleh lengan penderita sendiri<br />
33 Melaporkan hasil pemeriksaan<br />
Keterangan:<br />
0 : tidak dilakukan sama sekali<br />
1 : dilakukan tetapi tidak sempurna<br />
2 : dilakukan dengan sempurna<br />
Nilai batas lulus: 75 %<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
47 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
PEMERIKSAAN SISTEM MOTORIK<br />
Mustofa<br />
LEARNING OUTCOME:<br />
pemeriksaan sistem motorik:<br />
- posisi tubuh<br />
- trofi otot<br />
- tonus otot<br />
- kekuatan otot<br />
TINJAUAN PUSTAKA<br />
menjadi :<br />
- posisi tubuh<br />
- gerakan involunter<br />
- tonus otot<br />
- kekuatan otot<br />
Mahasiswa<br />
mampu<br />
melakukan<br />
Evaluasi<br />
sistem<br />
motorik dibagi<br />
Lesi UMN (upper motor neuron) ditandai oleh: kelemahan,<br />
kekakuan (spasticity), hiper refleks, refleks primitif (meliputi grasp,<br />
suck,snout reflex). Lesi LMN (lower motor neuron ditandai oleh kelemahan,<br />
hipotonus, hiporefleksi, atrofi dan fasikulasi.<br />
Fasikulasi adalah gerakan halus otot dibawah kulit dan menandakan<br />
adanya LMN. Fasikulasi disebabkan oleh denerfvasi pada seluruh motor unit<br />
yang diikuti oleh hiper sensitif terhadaf asetilcolin pada otot yang mengalami<br />
denervasi. Atrofi otot yang timbul biasanya bersamaan dengan fasikulasi.<br />
Fibrilasi adalah kontraksi spontan pada serabut otot secara individu sehingga<br />
tidak teramati oleh mata telanjang.<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
48 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
menyebabkan kelemahan/ kelumpuhan yang lebih besar pada otot ekstensor<br />
daripada otot fleksor di ekstremitas superior, sebaliknya pada ektremitas<br />
inferior kelemahan/ kelumpuhan lebih besar pada otot fleksor.<br />
Berikut ini pemerikaan tic, tremor dan fasikulasi. Catat lokasi dan<br />
kualitasnya, catat pula jika ada hubungan dengan posisi tubuh tertentu<br />
(spesifik) atau keadaan emosi. Periksalah secara sistematik semua kelompok<br />
besar otot tubuh.<br />
Catatlah untuk tiap kelompok otot:<br />
1. Penampakan otot (wasted, highly developed, normal)<br />
2. Rasakan adanya tonus otot (flaccid, clonic, normal)<br />
3. Periksa kekuatan kelompok otot:<br />
0 Tidak ada kontraksi otot<br />
1 Kontraksi halus yang teraba saat paien berusa kontraksi<br />
2 Pasien mampu gerak aktif ketika tidak melawan<br />
gravitasi<br />
3 Pasien mampu melawan gravitasi, tapi tidak mampu<br />
terhadap tahanan ringan dari pemeriksa<br />
4 Pasien mampu melawan tahanan ringan dari pemeriksa<br />
5 Pasien mampu melawan tahanan yang lebih berat dari<br />
pemeriksa<br />
Normal: 5<br />
Beberapa klinisi membagi lagi dalam sub dengan: menambah +/- menjadi 3+,<br />
atau 5-<br />
Dimulai dari deltoid, minta pasien<br />
untuk mengangkat ledua lengan atas<br />
ke anterior simultan dengan tahanan<br />
yang diberikan pemeriksa.<br />
Bandingkan kanan dan kiri. m. Deltoid<br />
disarafi oleh C5 melalui N. Axillaris<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
49 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
Minta pasien untuk untuk ekstensi<br />
antebrachiumdan anterofleksi seperti<br />
membawa nampan (supinasi). minta<br />
pasien untuk memejamkan mata dan<br />
bertrahan dalam posisi tersibut selama<br />
10 hitungan. Normal mampu bertahan.<br />
Bila ada kelemahan ekstremitas<br />
superior, mata akan pronasi (pronator<br />
drift) dan jatuh.<br />
Pronator drift merupakan indikator kelumpuhan/ kelemahan UMN. Pada<br />
UMN otot supinator ekstemitas superior lebih lemah dari pronator, sehingga<br />
cenderung pronasi. Tes ini juga baik untuk menguji konsistensi interna, sebab<br />
pasien yang pura-pura akan selalu menjatuhkan tangan tanpa disertai pronasi.<br />
Periksa kekuatan fleksi lengan<br />
bawah dengan memegang<br />
pergelangan tangan dan memberi<br />
tahanan pada penderita dari sisi<br />
atas, minta pasien untuk fleksi<br />
lengan bawah. Ulangi dan<br />
bandingkan dengan lengan yang<br />
lain. Tes ini untuk memeriksa m.<br />
biseps brachii yang disarafi oleh<br />
C5&6 melalui N<br />
musculocutaneus.<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
50 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
Mintalah pasien untuk ekstensi<br />
lengan bawah melawan tahan<br />
yang diberikan pemeriksa.<br />
Mulailah dari posisi fleksi<br />
maksimal, posisi ini sangat<br />
sensitif untuk mengetahui<br />
penurunan kekuatan.<br />
Bandingkan dengan sisi kontra<br />
lateral. Tes ini untuk memeriksa<br />
m. triseps brachii yang disarafi<br />
oleh C6&7 melalui nervus<br />
radialis.<br />
Periksa kekuatan ekstensi tangan<br />
dengan meminta pasien ekstensi<br />
perdelangan tangan melawan<br />
tahanan dari pemeriksa.<br />
Bandingkan dengan sisi<br />
kontralateral. Tes ini untuk<br />
memeriksa otot ekstensor lengan<br />
bawah yang disarafi oleh C6&7<br />
melalui N radialis. N radialis<br />
nerupakan saraf otot extensor<br />
lengan, mensarai semua otot<br />
ekstensor pada lengan atas dan<br />
lengan bawah.<br />
Periksalah tangan pasien, cari<br />
atrofi otot intrinsik, thenar,<br />
hipothenar. Periksalah<br />
genggaman pasien dengan<br />
meminta penderita menggenggam<br />
jari pemeriksa sekuatnya dan<br />
tidak melepas genggaman saak<br />
memeriksa mencoba menarik<br />
jarinya. Normal<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
51 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
Pemeriksan tidak dapat menarik jari dari genggaman pasien. Bandingkan<br />
dengan sisi kontra lateral. Tes ini untuk memeriksa kekuatan otot fleksor<br />
lengan bawah dan otot intrinsik tangan.<br />
Otot fleksor jari disarafi oleh C8 melalui N medianus.<br />
Periksalah otot intrinsik tangan<br />
sekali lagi, dengan meminta pasien<br />
abduksi pada semua jari dan<br />
melawan tekanan/ tahanan<br />
pemeriksa. Normal pasien dapat<br />
menahan tekanan pemeriksa. Otot<br />
abduksi jari disarafi oleh T1<br />
melalui N ulnaris.<br />
Periksalah kekuatan oposisi ibujari<br />
dengan meminta pasien<br />
menyentuhkan ujung ibujari<br />
dengan jari jelunjuknya sendiri<br />
dan melawan tahanan<br />
pemeriksa.bandingkan dengan sisi<br />
kontra lateral. Oposisi ibujari<br />
disarafi oleh C8&T1 melalui N.<br />
medianus.<br />
Lanjutkan pemeriksaan pada tungkai<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
52 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
Periksalah fleksi sendi panggul.<br />
Pasien dal posisi berbaring.<br />
Mintalah pasien mengangkat<br />
tungkai denga fleksi sendi panggul<br />
melawan tahanan pemeriksa.<br />
Bandingkan dengan sisi kontra<br />
lateral. Tes ini memeriksa m.<br />
iliopsoas<br />
Fleksi panggul disarafi olef L2&3<br />
melalui N femoralis.<br />
Periksalah adduksi tungkai dengan<br />
meletakkan tangan pemeriksa pada<br />
sisi dalam paha dan mintalah<br />
penderita untuk adduksi kedua<br />
tungkai. Adduksi tungkai disarafi<br />
oleh L2,3 dan 4<br />
Periksalah abduksi tungkai dengan<br />
meletakkan tangan pemeriksa pada<br />
sisi luar paha dan mintalah penderita<br />
untuk abduksi kedua tungkai.<br />
Abduksi tungkai disarafi oleh<br />
L4,5dan S1<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
53 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
Periksalah ekstensi panggul dengan<br />
meminta pasienmenekan tungkai<br />
kebawah melawan tahanan tangan<br />
pemeriksa yang ada di bawah<br />
tungkai. Bandingkan dengan sisi<br />
kontra lateral. Tes ini memeriksa m.<br />
gluteus maksimus.<br />
Ekstensi panggul disarafi oleh L4&5<br />
melalui N. gluteus<br />
Periksalah ekstensi lutut dengan<br />
meletakkan tangan pemeriksa di<br />
bawah lutut dan pergelangan kaki,<br />
mintalah pasien ektensi lutut<br />
melawan tahan pemeriksa,<br />
bandingkan dengan sisi kontra lateral.<br />
Tes ini memeriksa m. quadriseps<br />
femoris.<br />
Ekstensi lutut oleh m. quadriseps dan<br />
disarafi oleh L3&4 melalui N<br />
femoralis<br />
Periksalah fleksi lutut dengan<br />
memegang lutut dan memberikan<br />
tahanan pada pergelangan kaki.<br />
Mintalah pasien menarik tumit kearah<br />
pantat sekuat mungkin (fleksi) melawan<br />
tahanan pemeriksa. Bandingkan dengan<br />
sisi kontra lateal. Tes ini memeriksa otot<br />
hamstring, yang disarafi oleh L5 &S1<br />
melalui Nsciatica<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
54 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
Periksalah dorsofleksi dengan<br />
meminta pasien dorsofleksi<br />
kaki sekuat mungkin melawan<br />
tahanan pemeriksa.<br />
Bandingkan sisi kontra<br />
lateral. Tes ini memeriksa<br />
kompartemen anterior cruris.<br />
Dorsofleksi kaki disarafi oleh<br />
L4&5 melalui N peroneus.<br />
Periksalah plantar fleksi dengan<br />
meminta pasien plantar fleksi<br />
sekuat mungkin melawan<br />
tahanan pemeriksa. Bandingkan<br />
dengan sisi kontra lateral. Tes<br />
ini memeriksa m.<br />
gastroknemius dan soleus di<br />
kompartemen posterior cruris.<br />
Planta fleksi disarafi oleh S1&2<br />
melalui N. tibialis<br />
Mintalah pasien ekstensi ibu<br />
jari kaki melawan tahanan<br />
pemeriksa. Tes ini memeriksa<br />
m. ekstensor halucis longus<br />
yang disarafi oleh L5.<br />
Pasien dengan kelainan otot primer (seperti: polymiositis), kelainan pada<br />
neuromuscula junction (miastenia gravis), biasanya kelemahan/ kelumpuhan<br />
berkembang pada kelompok otot proksimal. Kelemahan terberat pada otot<br />
gelang panggul dan gelang bahu. Kelemahan ini tampak/ manifes pada<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
55 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
kesulitan saat berdiri dari kursi tanpa bantuan otot lengan. Pasien biasanya<br />
mengeluh kesulitan keluar dari mobil, atau sulit menyisir rambut.<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
56 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN:<br />
Ekstremitas Dekstra sinistra<br />
Superior:<br />
Inspeksi: (wasted, highly (wasted, highly<br />
developed, normal) developed, normal)<br />
Palpasi tonus: (flaccid, clonic, (flaccid, clonic,<br />
spastik normal) spastik normal)<br />
Kekuatan : ………/………./…… ………/………/……<br />
Cantumkan otot spesifik yang mengalami kelainan:<br />
Ekstremitas Dekstra Sinistra<br />
Inferior:<br />
Inspeksi: (wasted, highly (wasted, highly<br />
developed, normal) developed, normal)<br />
Palpasi tonus: (flaccid, clonic, (flaccid, clonic,<br />
spastik normal) spastik normal)<br />
Kekuatan : ………/………./…… ………/………/……<br />
Cantumkan otot spesifik yang mengalami kelainan:<br />
REFERENSI:<br />
http://endeavor.med.nyu.edu/neurosurgery/<br />
ModulSkillLabA-Jilid1
57 Lab Ketrampilan Medik RSAU dr. Esnawan Antariksa<br />
PENILAIAN KETRAMPILAN PEMERIKSAAN SISTEM MOTORIK<br />
Nama :<br />
NIM :<br />
NO KETERANGAN SCORE<br />
0 1 2<br />
1 Memberi salam dan menyapa dengan sopan<br />
2 Inform konsen pemeriksaan<br />
3 Meminta pasien duduk di meja pemeriksaan<br />
4 Inspeksi adakah kelainan posisi, kelainan<br />
perkembangan otot, trofi kedua ekstremitas<br />
5 Palpasi tonus otot ke empat ekstermitas<br />
6 Periksalah fleksi ke dua sendi bahu<br />
7 Periksalah fleksi ke dua lengan bawah<br />
8 Periksalah ekstensi ke dua lengan bawah<br />
9 Periksalah ekstensi ke dua tangan<br />
10 Periksalah fleksi jari-jari ke dua tangan<br />
11 Periksalah abduksi jari-jari tangan<br />
12 Periksalah oposisi ibu jari ke dua tangan<br />
13 Meminta pasien berbaring di meja<br />
pemeriksaan<br />
14 Periksalah fleksi ke dua panggul<br />
15 Periksalah adduksi ke dua panggul<br />
16 Periksalah abduksi ke dua panggul<br />
17 Periksalah ekstensi ke dua panggul<br />
18 Periksalah ekstensi ke dua tungkai bawah<br />
18 Periksalah fleksi ke dua tungkai bawah<br />
20 Periksalah dorsofleksi ke dua kaki<br />
21 Periksalah plantarfleksi ke dua kaki<br />
22 Periksalah ekstensi ibu jari ke dua kaki<br />
total<br />
KET: 0 : bila tidak dikerjakan<br />
1 : bila dikerjakan, tetapi tidak sempurna<br />
2 : bila dikerjakan dengan sempurna<br />
Jakarta, 2017<br />
Penguji,<br />
(…………………….)<br />
ModulSkillLabA-Jilid1