19.10.2016 Views

DOC-20160920-WA0018

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

TEKNIK BEDAH UMUM<br />

M.E. Foster MChir FRCS<br />

Consultant Surgeon<br />

Royal Glamorgan Hospital,<br />

Ynysmaerdy, Llantrisant, Wales;<br />

External Professor, University of Glamorgan, Wales<br />

G. Morris-Stiff FRCS<br />

Research Fellow,<br />

Welsh Transplantation Research Group,<br />

Department of Surgery,<br />

University of Wales College of Medicine,<br />

Cardiff, Wales<br />

A publication of Churchill Livingstone, reproduced in Indonesian version by<br />

FARMEDIA


TEKNIK BEDAH UMUM<br />

(Basic Surgical Operations)<br />

CHURCHILL LIVINGSTONE<br />

An imprint of Harcourt Publishers Limited<br />

© Harcourt Publishers Limited 2000<br />

© Farmedia (Indonesian version) 2001<br />

All rights reserved. No part of this publication may be<br />

reproduced, stored in a retrieval system, or transmitted in<br />

any form or by any means, electronic, mechanical,<br />

photocopying, recording or otherwise, without either the<br />

prior permission of the publishers (Harcourt Publishers<br />

Limited, Harcourt Place, 32 Jamestown Road, London<br />

NWI 7BY), or alicence permitting restricted copying in<br />

the United Kingdom issued by the Copyright Licensing<br />

Agency Ltd, 90 Tottenham Court Road, London WIP<br />

OLP.<br />

First published 2000<br />

ISBN 0443 063591 (English version)<br />

British Library of Cataloguing in Publication Data<br />

A catalogue record for this book is available from the<br />

British Library.<br />

Hak Paten M, E, Foster dan G. Morris-Stiff<br />

sebagai pengarang buku ini telah dikukuhkan<br />

dengan Copyright, Designs and Patents Act 1988.<br />

© 2001 Farmedia<br />

Telp : 021-46825765 ; email: farmedia@centrin.net.id<br />

Perpustakaan Nasional R.I. : data Katalog Dalam Terbitan (KDT)<br />

Teknik Bedah Umum: Foster M.E.; Morris-Stiff G (authors)<br />

Cet 1,- Jakarta, FARMEDIA 2001<br />

138 hal; 20 x 28 cm<br />

ISBN: 979-95956-5-7


PREFACE<br />

A training in surgery is very much an apprenticeship<br />

and requires the trainee to spend long<br />

periods in the operating theatre, observing what<br />

is done and assisting other surgeons to do it.<br />

When it is judged your time to perform the operation<br />

you will be assisted by someone more<br />

senior for the first few occasions. After that you<br />

may well be on your own and although you will<br />

be familiar with the basic manoeuvres of the<br />

operation, there will be nobody to remind you<br />

of the order in which they are done and to point<br />

out the tricks which can make the operation<br />

easier to perform. Our book is an attempt to remedy<br />

this by serving as an aide memoire to which<br />

you can refer before commencing an operation.<br />

Very few of the procedures are original for they<br />

have been accrued over many years from colleagues,<br />

both senior and junior. Nor are these<br />

operations exclusive, for there are many variations<br />

that give just as good results. The techniques<br />

described here are those that we have<br />

come to prefer and continue to practise.<br />

Unlike other books on operative surgery, this one<br />

is designed to be portable to allow you to carry<br />

it on your person whilst going about your daily<br />

duties.<br />

To achieve this goal, the text has been kept to a<br />

minimum and only the more important aspects<br />

of each operation are discussed. As a consequence<br />

the diagnostic features of the condition<br />

and appropriate preoperative investigations, although<br />

important, have been omitted.<br />

The scope of the book is aimed to cover the period<br />

from the first basic surgical training post up<br />

to the third year of the specialist registrar training.<br />

As such it covers many operations .regarded<br />

by the trainee as being mundane but which are<br />

often poorly performed.<br />

We have chosen not to include proprietary<br />

names of sutures or eponymous instruments (unless<br />

one is invaluable) as there are many alternatives<br />

available.<br />

M. E. Foster<br />

G. Morris-Stiff 2000<br />

iii


DAFTAR ISI<br />

1. MULAI DAN AKHIR OPERASI 1<br />

Persiapan operasi 3<br />

Insisi 4<br />

Laparotomi 6<br />

Penutupan luka 7<br />

Laparoskopi 9<br />

Diatermi 12<br />

2. NODUS, NODULUS DAN LAIN-LAIN 15<br />

Eksisi lesi kulit 16<br />

Eksisi lipoma 17<br />

Eksisi kista sebasea 18<br />

Eksisi kelenjar getah bening 19<br />

Eksisi radikal kuku jari kaki –Operasi Zadik 20<br />

3. HERNIA 21<br />

Herniotomi inguinal 22<br />

Herniorafi inguinal 24<br />

Herniorafi femoral 26<br />

Repair hernia umbilikal 28<br />

Repair hernia paraumbilikal 31<br />

Repair hernia insisional 32<br />

4. PAYUDARA 35<br />

Eksisi benjolan payudara 36<br />

Biopsi untuk menentukan lokasi 37<br />

Eksisi lebar dan pembersihan aksila 38<br />

Mastektomi Patey modifikasi 40<br />

Mastektomi subkutan 42<br />

Mikrodokektomi 43<br />

Insisi duktus utama –Operasi Hadfield 44<br />

Insisi dan drainase abses payudara 45<br />

5. GASTROINTESTINAL ATAS 47<br />

Esofago gastro-duodenoskopi 48<br />

Percutaneous endoscopic gastrostomy 50<br />

Gastroenterostomi 52<br />

Operasi untuk perforasi tukak peptik 54<br />

Operasi untuk perdarahan tukak peptik 55<br />

Kolesistektomi laparoskopik 56<br />

Kolesistektomi terbuka 59<br />

Splenektomi 62<br />

5. GASTROINTESTINAL BAWAH 65<br />

Apendektomi 66<br />

Reseksi usus halus 68<br />

Divertikulektomi Meckel 70<br />

Hemikolektomi dekstra 71<br />

Hemikolektomi sinistra 73<br />

Operasi Hartmann 75<br />

Pembentukan end colostomy 77<br />

Pembentukan loop colostomy 78<br />

Penutupan loop colostomy 79<br />

Pembentukan end ileostomy 80<br />

Pembentukan loop ileostomy 82<br />

Penutupan loop ileostomy 84<br />

7. ANAL/ PERIANAL 87<br />

Proktoskopi dan sigmoidoskopi 88<br />

Banding hemoroid 89<br />

Injeksi hemoroid 90<br />

Hemoroidektomi 91<br />

Lateral internal sphincterektomy 92<br />

Eksisi fistula ani 93<br />

Evakuasi hematoma perianal 94<br />

Abses perianal 95<br />

Eksisi sinus pilonidal 96<br />

8. VASKULAR 97<br />

Vena varikosa (varises) 98<br />

Embolektomi femoral 100<br />

Amputasi ekstremitas bawah 102<br />

9. KEPALA DAN LEHER 105<br />

Tiroidektomi 106<br />

Eksisi kista tiroglosus 109<br />

10. UROLOGI 111<br />

Sirkumsisi 112<br />

Vasektomi 114<br />

Hidrokel 116<br />

Varikokel 118<br />

Eksisi kista epididimis 119<br />

Orkidopeksi 120<br />

Eksplorasi testis untuk torsi 122<br />

INDEKS 125<br />

iv


1<br />

MULAI<br />

DAN<br />

AKHIR<br />

OPERASI<br />

1


PERSIAPAN OPERASI<br />

Sudah disepakati bahwa setiap rambut di daerah<br />

operasi harus dicukur sebelum pembedahan<br />

untuk tujuan estetika maupun mengusahakan<br />

permukaan yang bersih untuk melekatkan<br />

verban. Pencukuran sebaiknya dilakukan pada<br />

pagi hari oleh staf perawat yang terlatih dan<br />

dijaga jangan sampai menyebabkan luka atau<br />

abrasi karena keduanya merupakan predisposisi<br />

terhadap infeksi.<br />

Dua zat paling lazim digunakan untuk persiapan<br />

kulit adalah klorheksidin (0,5%) dan betadin<br />

(povidone iodine 1% dalam alkohol 70%). Kedua<br />

antiseptik ini dioleskan ke daerah operasi dan<br />

agak luas ke sekelilingnya jika perlu lebarkan<br />

atau modifikasi insisi selama operasi.<br />

Daerah yang akan dioperasi harus ditutup<br />

dengan duk. Ini bisa dikerjakan dengan duk<br />

kain steril atau dengan bahan sekali pakai.<br />

Duk sekali pakai (disposable) memiliki<br />

keuntungan tidak permeabel dan kedap air,<br />

sehingga mengurangi risiko kontaminasi oleh<br />

dokter bedah. Namun, harganya jauh lebih<br />

mahal. Duk poliuretan yang bisa disayat<br />

banyak digunakan di bagian ortopedi, bedah<br />

vaskular dan bedah umum. Pemakaiannya<br />

juga terbatas karena alasan biaya<br />

3


1 INSISI<br />

MULAI DAN AKHIR<br />

Syarat insisi adalah memberikan akses yang baik<br />

dengan angka kegagalan rendah di samping<br />

tidak berpengaruh buruk terhadap kosmetik.<br />

Pilihan insisi yang benar adalah yang<br />

memberikan paparan terbaik untuk masingmasing<br />

operasi. Oleh karena itu banyak cara<br />

untuk memasuki rongga peritoneum, tergantung<br />

pada organ dan jenis operasinya.<br />

Beberapa insisi abdomen untuk pembedahan<br />

elektif diperlihatkan di bawah.<br />

dan angka komplikasi lebih tinggi- hernia<br />

insisional melalui insisi Kocher sukar sembuh.<br />

Pada laparotomi emergensi di mana diagnosis<br />

belum jelas, insisi median lebih disukai, dengan<br />

pusat pada umbilikus (the ‘incision of indecision’<br />

atau registrar’s incision). Ini mudah dibuka ke<br />

atas dan ke bawah, tergantung pada temuan<br />

selama operasi, sehingga memberikan akses<br />

optimal.<br />

4<br />

Insisi median (midline) memungkinkan akses<br />

cepat, dengan kehilangan darah minimum dan<br />

mudah ditutup. Insisi paramediana perlu waktu<br />

lebih lama untuk mengerjakan dan menutup<br />

serta kehilangan darah sedikit lebih banyak<br />

namun angka komplikasi lebih rendah. Insisi<br />

transversal bisa dengan memotong otot (misal<br />

Kocher) atau memisah otot (misal Lanz) tetapi<br />

walaupun memberikan akses yang baik,<br />

memerlukan waktu operasi lebih lama. Di<br />

samping itu, kehilangan darah lebih banyak<br />

Setelah memilih insisi yang sesuai, pisahkan<br />

kulit dan jaringan subkutan, dengan menghindari<br />

banyak irisan ke dalam lemak yang<br />

bisa menyebabkan nekrosis. Sering ada<br />

manfaat untuk mengangkat pinggir kulit saat<br />

anda memotong ke aponeurosis.<br />

Dalam hal insisi mediana, linea alba bisa dikenali<br />

dengan adanya serabut-serabut yang terjalin dan<br />

tampak saat lemak dibersihkan. Pisahkan linea<br />

alba sesuai panjang insisi kulit.


INSISI 1<br />

Penting dipastikan tidak ada perlengketan visera.<br />

Di bagian bawah linea alba, hati-hati untuk tidak<br />

mengenai kandung kemih.<br />

Hemostasis diperlukan pada setiap tahap insisi.<br />

Untuk insisi paramedian, sayat kulit kira-kira 4<br />

cm dari garis tengah, dan setelah insisi fasia<br />

rectus anterior, minta asisten untuk menahan<br />

pinggir medial ke arah vertikal dengan tiga atau<br />

empat klip. Dengan bantuan scalpel, pisahkan<br />

fasia dari otot pada titik-titik persilangannya.<br />

Buka rektus ke arah lateral untuk bisa<br />

mengakses fasia rectus posterior. Sayat fasia<br />

posterior sepanjang inisi kulit, kemudian potong<br />

peritoneum.<br />

MULAI DAN AKHIR<br />

Gbr 1.2<br />

Dapatkan peritoneum dengan klip dan pastikan<br />

tidak ada usus yang melengket, kemudian buat<br />

sayatan kecil pada peritoneum di antara klip.<br />

Untuk insisi subcostal, sejajar kira-kira 2 cm dari<br />

arcus costa. Potong fasia rectus anterior dan<br />

masukkan forsep panjang di bawah otot sampai<br />

muncul pada garis tengah. Ini memungkinkan<br />

anda menarik swab di bawah otot untuk<br />

melindungi struktur di bawahnya dari cutting<br />

diatermi saat diseksi otot.<br />

Sisipkan sebuah jari di bawah sayatan untuk<br />

memastikan tidak ada perlengketan di<br />

bawahnya, kemudian peritoneum didiseksi<br />

dengan gunting, juga sepanjang insisi kulit.<br />

Gbr 1.3<br />

Gbr 1.4<br />

Kemudian insisi kecil dibuat pada peritoneum,<br />

yang memungkinkan akses satu atau dua jari,<br />

dan memungkinkan visera di bawahnya<br />

terlindung saat otot transversus abdominis<br />

didiseksi.<br />

5


1 LAPAROTOMI<br />

MULAI DAN AKHIR<br />

Laparotomi eksploratif sebaiknya dikerjakan<br />

sebelum setiap prosedur abdomen. Diperlukan<br />

kecermatan karena patologi yang tidak terduga<br />

sebelumnya sering terungkap. Mulai dari hiatus<br />

esofagus dan telusuri arah berlawanan jarum<br />

jam.<br />

Raba esofagus distal dan lambung. Lihat dan<br />

raba duodenum. Palpasi hati, kandung empedu<br />

dan ginjal kanan. Berjalan ke bawah sepanjang<br />

kolon kanan ke sekum kemudian taruh satu<br />

tangan di rongga panggul. Gerakkan ke atas<br />

kolon sigmoid sampai kolon desenden dan ketika<br />

mencapai fleksura lienalis, raba limpa dan ginjal<br />

kiri. Selesaikan sirkuit sebelah luar dengan<br />

palpasi sepanjang kolon transversum dan jangan<br />

lupa pankreas serta aorta. Kemudian, jalan terus<br />

ke usus halus dan sirkuit dalam. Mulai dari<br />

ligamen Treitz dan dengan seksama palpasi<br />

sepanjang jejunum dan ileum sampai anda<br />

mencapai sekum.<br />

Gbr 1.5<br />

Sirkuit laparotomi<br />

6


PENUTUPAN LUKA 1<br />

Median<br />

Teknik ‘mass-suture’ yang menggabung peritoneum<br />

dan linea alba sering dilakukan dan lebih<br />

cepat dan sama efektifnya dengan menutup<br />

masing-masing lapisan sepanjang kaidah-kaidah<br />

tertentu dipatuhi.<br />

Benang harus memiliki ukuran 0 atau 1 dan<br />

terbuat dari bahan yang tidak diserap, bisa loop<br />

atau single-stranded (utas tunggal). Jarak antar<br />

jahit adalah 1 cm. Dan mulai jahitan dari 1 cm<br />

ujung luka, dan berjalan vertikal sepanjang<br />

dinding abdomen. Dengan menggunakan teknik<br />

ini panjang benang jahit yang digunakan harus<br />

paling sedikit empat kali panjang luka operasi<br />

(kaidah Jenkin).<br />

Jahitan kencang (Tension sutures)<br />

Jahitan klasik semua lapisan dengan<br />

menambahkan rubber atau plastic sleeves<br />

adalah tidak efisien, bahkan bisa merusak kulit<br />

dan efek kosmetiknya buruk. Oleh karena itu<br />

cara ini sebaiknya dihindari. Pasien-pasien yang<br />

lemah dan kurang gizi, mengalami distensi abdomen<br />

atau sedang mendapat steroid sering<br />

memerlukan penutupan luka yang lebih kuat<br />

dengan jahitan terputus rangkap dua (jauh dan<br />

dekat) sebagaimana dilukiskan oleh Profesor<br />

L.E. Hughes.<br />

MULAI DAN AKHIR<br />

Gbr 1.7<br />

Rangkap dua<br />

Jahitan ini dibentuk dengan benang ukuran 1/0<br />

atau 2/0 yang tidak diserap, dan ditempatkan di<br />

fasia rectus anterior atau linea alba setiap<br />

beberapa sentimeter di seluruh panjang luka.<br />

Semua jahitan rangkap dekat-dan-jauh harus<br />

dilakukan sebelum penutupan dengan jahitan<br />

kontinyu standar dengan benang yang tidak<br />

diserap. Saat jahitan kontinyu berjalan ke atas,<br />

jahitan dekat-dan-jauh diikat untuk memperkuat.<br />

Gbr 1.6<br />

Tidak perlu simpul<br />

Setelah jahitan selesai, sebaiknya simpul<br />

ditanam untuk mencegah iritasi.<br />

Paramedian<br />

Tutup peritoneum dengan menggunakan benang<br />

ukuran 1 yang bisa diserap. Yang dibutuhkan<br />

hanyalah teknik sederhana ‘over and over’. Fasia<br />

rectus anterior kemudian ditutup seperti halnya<br />

untuk insisi median, juga dengan menerapkan<br />

kaidah Jenkin.<br />

Gbr 1.8<br />

Tutup dengan<br />

lengkung<br />

nilon kontinyu dan jahit<br />

rangkap dua jauhdan-dekat<br />

7


1 PENUTUPAN LUKA<br />

MULAI DAN AKHIR<br />

Penutupan kulit<br />

Banyak cara menutup insisi kulit dan setiap<br />

dokter bedah memiliki teknik yang disukainya.<br />

Untuk kebanyakan luka operasi, penutupan<br />

subkutis mungkin dilakukan dan menghasilkan<br />

efek kosmetik yang baik. Benang ukuran 2/0<br />

yang tidak berwarna dan bisa diserap lebih<br />

disukai karena tidak perlu dilepas dan tidak<br />

mengubah warna kulit. Cara lain mencakup<br />

benang subkutis yang tidak diserap atau staple.<br />

jahit terputus<br />

sederhana<br />

Jahit<br />

matras<br />

vertikal<br />

Gbr 1.9<br />

Jahit<br />

subkutis<br />

8<br />

Untuk luka-luka operasi yang kecil, bisa<br />

digunakan jahitan terputus (interrupted). Ini<br />

meliputi jahitan terputus sederhana, vertikal<br />

matras dan horisontal matras.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Usahakan posisi pasien simetris pada meja<br />

operasi sebelum memulai insisi.<br />

2. Jika sebelumnya sudah ada bekas insisi, coba<br />

buat insisi di lokasi berbeda.<br />

3. Manfaatkan seluruh panjang insisi dan jangan<br />

takut menambah panjang insisi jika perlu.<br />

Komplikasi besar bisa terjadi melalui lubang<br />

kecil!<br />

4. Paparan yang baik adalah rahasia<br />

keberhasilan, sehingga jangan teruskan<br />

operasi sebelum anda mengusahakan hemostasis<br />

dan memiliki cukup retraktor untuk<br />

memaparkan medan operasi.<br />

5. Sebelum menutup kulit, ada manfaatnya untuk<br />

memberikan anestesi infiltrasi fasia rectus dan<br />

kulit dengan bupivicaine 0,25% untuk<br />

mengurangi nyeri pasca operasi.<br />

6. Jika luka operasi sukar ditutup, check dengan<br />

ahli anestesi apakah pasien relaksasi<br />

sempurna.<br />

Jahit<br />

matras<br />

horisontal<br />

Gbr 1.10


LAPAROSKOPI 1<br />

Komponen-kompenen esensial dari laparoskopi<br />

adalah:<br />

1. Membuat dan mempertahankan pneumoperitoneum<br />

2. Insersi trokar<br />

3. Inspeksi rongga peritoneum<br />

4. Melepas trokar dan menutup luka.<br />

Membuat dan mempertahankan<br />

pneumoperitoneum<br />

Gunakan saline drip test untuk menunjukkan<br />

insersi memuaskan, atau tes aspirasi untuk<br />

memastikan tidak ada cairan balik.<br />

Laparoskopi terbuka dengan kanula Hassan<br />

Melalui insisi yang serupa, raih dan insisi fasia<br />

rektus. Tempatkan benang pada kedua sisi linea<br />

alba.<br />

MULAI DAN AKHIR<br />

Pneumoperitoneum bisa dibuat dengan salah<br />

satu dari dua metode berikut.<br />

Laparoskopi tertutup dengan jarum Veress<br />

Sebelum memulai operasi, tempatkan pasien<br />

dalam posisi Trendelenburg untuk menjauhkan<br />

usus dari panggul. Dengan memakai scalpel<br />

lakukan insisi 1-2 cm di bawah umbilikus (bisa<br />

transversal atau vertikal) dan perdalam sampai<br />

fasia rektus.<br />

Sementara memegang dinding abdomen ke arah<br />

atas, masukkan dengan hati-hati jarum Veress<br />

secara tegak lurus sampai anda merasa tak ada<br />

tahanan. Ini berarti anda telah memasuki rongga<br />

peritoneum dan arah diubah sehingga menunjuk<br />

kira-kira 45 o ke arah panggul.<br />

Gbr 1.12<br />

Sayat peritoneum dan akses ke dalam rongga<br />

peritoneum di bawah inspeksi langsung.<br />

Masukkan sebuah jari dan pisahkan setiap<br />

perlengketan di bawah insisi. Masukkan port dan<br />

gunakan benang tadi untuk memegang port di<br />

tempatnya.<br />

Gbr 1.11<br />

45 o Gbr 1.13<br />

9


1 LAPAROSKOPI<br />

MULAI DAN AKHIR<br />

Teknik ini bisa digunakan rutin tetapi sangat<br />

berguna bila ada operasi abdomen sebelumnya.<br />

Dengan perlahan, lakukan insuflasi dengan CO 2<br />

( 1L/menit), perhatikan tekanan intra-abdomen<br />

tidak melebihi 0-5 mmHg. Perkusi abdomen<br />

untuk mengusahakan distensi abdomen simetris.<br />

Tambah aliran jika semua di atas memuaskan,<br />

sehingga mempertahankan tekanan sekitar 13-<br />

15 mmHg. Volume total gas bervariasi tetapi 4-5<br />

L biasanya sudah cukup.<br />

Periksa posisi yang tepat dengan melepas keran<br />

gas dan mendengar bocornya CO2 dari rongga<br />

peritoneum. Lekatkan laparoskop dan kamera.<br />

Jika tempat trokar terlihat berdarah, cukup<br />

lakukan penekanan lokal. Cara lain adalah<br />

memasukkan benang melalui jarum besar dan<br />

ikat pembuluh darah pada titik perdarahan.<br />

Jika terus berdarah, masukkan kateter Foley, tiup<br />

balon dan tahan dengan traksi.<br />

Insersi Trokar<br />

Insersi port pertama dalam pneumoperitoneum<br />

tertutup merupakan prosedur yang potensial<br />

berbahaya, sehingga risiko ini dihindari dengan<br />

metode terbuka.<br />

Kanula sekali pakai (disposable) ukuran 10 mm<br />

lebih disukai untuk penentuan lokasi awal di<br />

umbilikus. Masukkan kanula dengan<br />

mengunakan teknik prop (corkscrew) sedikit<br />

diarahkan ke pelvis. Tempatkan telunjuk anda<br />

sepanjang trokar sehingga mencegah insersi<br />

terlalu dalam yang bisa merusak visera.<br />

Gbr 1.15<br />

Gbr 1.14<br />

10


LAPAROSKOPI 1<br />

Inspeksi rongga peritoneum<br />

Setelah membuat pneumoperitoneum, kerjakan<br />

inspeksi rongga peritoneum. Masukkan port<br />

kedua di bawah penglihatan langsung dan dalam<br />

posisi sesuai menurut daerah yang akan diamati.<br />

Biasanya cukup ditempatkan kanula 5 mm di<br />

daerah epigastrik. Melalui kanula ini masukkan<br />

forsep untuk memungkinkan anda memanipulasi<br />

visera dengan lembut sehingga bisa melakukan<br />

laparoskopi lengkap. Jika dibutuhkan biopsi,<br />

forsep bisa dilepas dan sepasang gunting<br />

dengan diatermi dimasukkan untuk memperoleh<br />

sampel jaringan.<br />

Melepas trokar dan menutup luka<br />

Lepas trokar dibawah penglihatan langsung,<br />

sambil memperhatikan hemostasis di tempat<br />

masuk port. Tempat masuk port di daerah<br />

umbilikus dan epigastrik harus ditutup dengan<br />

menggunakan benang jahit yang bisa diserap,<br />

misal benang jahit berbentuk J. Selalu infiltrasi<br />

luka dengan bupivacaine karena ini membantu<br />

mengurangi nyeri pasca operasi.<br />

MULAI DAN AKHIR<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Selalu periksa instrumen dengan seksama sebelum memulai laparoskopi<br />

2. Selalu periksa bahwa pneumoperitoneum telah terjadi sebelum memasukkan trokar.<br />

3. Awasi setiap kebocoran melalui keran atau insisi umbilikus, khususnya jika digunakan teknik Hassan.<br />

Mungkin anda perlu menjahit umbilikus dengan purse-string untuk mendapat penutupan yang baik.<br />

4. Insuflasi fasia rektus bisa terjadi tanpa sengaja. Ini dikenali dengan meningkatnya tgekanan inflasi<br />

dan distensi abdomen yang tidak simetris. Jika terjadi, cukup hentikan insuflasi, ubah posisi jarum<br />

Veress dan ulangi kembali insuflasi.<br />

5. Selalu hangatkan teleskop sebelum memasukkan agar tidak berkabut<br />

6. Jika anda sedang membantu prosedur laparoskopi sebagai operator kamera, pastikan semua gerakan<br />

anda halus. Jika tidak bisa membuat ‘mabuk laut’<br />

7. Jika lensa kabur karena ada darah, coba menghapus lensa tersebut ke omentum. Jika pandangan<br />

masih kabur juga, lepaskan teleskop, bersihkan lensa dengan lap anti-kabut.<br />

11


1 DIATERMI<br />

MULAI DAN AKHIR<br />

Diatermi adalah cara menghentikan perdarahan<br />

(hemostasis) yang cepat dan berguna. Kerjanya<br />

berdasarkan prinsip bila arus berjalan melalui<br />

konduktor, sebagian energi listrik berubah<br />

menjadi energi thermal (panas). Jumlah panas<br />

yang dihasilkan berbanding terbalik dengan volume<br />

jaringan yang dilalui arus. Jadi, kepentingan<br />

diatermi adalah kontak dengan diatermi pad.<br />

Ada dua jenis diatermi, yakni monopolar dan bipolar.<br />

Diatermi monopolar bisa digunakan untuk<br />

memotong ataupun mengkoagulasikan jaringan.<br />

Pemotongan paling efektif bila elektroda<br />

ditempatkan dekat dari jaringan. Dalam skenario<br />

ini, suatu arus kontinyu akan menyebabkan<br />

pelepasan muatan listrik melintasi celah udara,<br />

sehingga menghasilkan percikan bersuhu tinggi<br />

yang menyebabkan air sel meletus. Jika diatermi<br />

monopolar yang berada dalam mode memotong<br />

disentuhkan ke jaringan arus menjadi kurang<br />

deras dan ini justru menyebabkan dehidrasi dan<br />

denaturasi protein. Bila dipilih mode koagulasi,<br />

kerusakan jaringan terjadi akibat proses yang<br />

dikenal dengan nama ‘fulgurasi’ (to fulgurate =<br />

berkilat seperti petir). Arus koagulasi terdiri atas<br />

energi sine-wave yang disuplai dalam letusanletusan<br />

bervoltase tinggi. Karena arus dimatikan<br />

untuk beberapa waktu bila diatermi disetel untuk<br />

koagulasi, lebih sedikit energi listrik yang<br />

dikenakan ke jaringan. Kombinasi kedua efek<br />

menghasilkan arus campuran.<br />

Diatermi bipolar<br />

Dengan bentuk diatermi ini pemindahan arus<br />

terjadi antara ujung-ujung dua elektroda kecil<br />

sehingga tidak terdispersi melalui pasien.<br />

Diatermi monopolar<br />

Diatermi monopolar adalah bentuk yang paling<br />

dikenal oleh dokter bedah. Diatermi ini terdiri atas<br />

suatu elektroda yang bisa menghasilkan<br />

densitas arus yang tinggi; plate untuk pasien;<br />

dan kabel dispersif.<br />

Kabel aktif/dispersif<br />

Unit diatermi<br />

Dua elektroda<br />

kecil aktif<br />

Kabel aktif<br />

Unit diatermi<br />

Elektroda aktif<br />

Gbr 1.17<br />

Diatermi bipolar<br />

Kabel dispersi<br />

Gbr 1.16<br />

Diatermi monopolar<br />

Diatermi bipolar lebih aman, karena arus hanya<br />

mengalir antara ujung-ujung kedua elektroda<br />

yang aktif. Oleh karena diatermi bipolar lebih<br />

disukai pada operasi bedah anak. Akan tetapi,<br />

diatermi bipolar hanya bisa untuk koagulasi dan<br />

tidak bisa memotong jaringan dengan efektif.<br />

12


DIATERMI 1<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Selalu awasi dan usahakan penempatan pad (bantalan) yang benar. Ini adalah tanggung jawab legal<br />

dari dokter bedah dan bukan perawat.<br />

2. Pastikan bahwa mesin diservis sesuai rekomendasi pabrik. Walaupun dikatakan aman, kebakaran<br />

alat masih bisa terjadi.<br />

3. Jika pasien memakai alat pacu jantung, coba dan selalu hindari diatermi monopolar. Jika harus<br />

digunakan, letakkan plate sejauh mungkin dari alat pacu jantung dan heart rate dipantau.<br />

4. Ada potensial untuk sediaan-sediaan pembersih yang mengandung alkohol bisa menyala dan membakar<br />

duk-oleh karena itu jangan terlalu banyak larutan dibiarkan berkumpul pada duk.<br />

5. Jangan mencoba melakukan diatermi pada titik perdarahan di sesuatu organ dengan tangkai panjang,<br />

misal testis, karena arus akan menyebabkan pemanasan dan ini bisa mengakibatkan trombosis<br />

pembuluh darah.<br />

6. Jangan aktifkan diatermi sebelum ujung instrumen mencapai posisi yang diinginkan. Pada pembedahan<br />

terbuka, diatermi disimpan dalam insulated quiver ; akan tetapi pada bedah laparoksopi, ujungnya<br />

mungkin masih berada di daerah operasi dan menyebabkan terbakar.<br />

7. Pada diatermi laparoskopi, selalu periksa insulasi adanya retakan, karena ini bisa memaparkan elektroda<br />

aktif dan menyebabkan terbakar tanpa terlihat di medan operasi<br />

8. Direct coupling (instrumen dengan instrumen) terjadi pada bedah laparoskopik jika diatermi berkontak<br />

dengan instrumen kedua ketika pedal diaktifkan. Ini bisa mengakibatkan kerusakan jaringan tanpa<br />

diketahui. Capacitance coupling adalah suatu fenomena yang terjadi sekitar tempat trokar bila bahan<br />

trokar diselang-seling antara plastic sleeve dan port logam. Insersi diatermi menghasilkan kapasitor<br />

yang menyimpan muatan listrik sebelum menembak ke kulit sekeliling.<br />

9. Risiko lebih lanjut dari bedah laparoksopik adalah panas yang tersimpan. Untuk tidak terbakar jangan<br />

biarkan ujung diatermi berkontak terus menerus dengan jaringan dan selalu lepas instrumen bila<br />

sedang tidak digunakan.<br />

MULAI DAN AKHIR<br />

13


2<br />

NODUS, NODULUS<br />

DAN LAIN-LAIN<br />

15


2 EKSISI LESI KULIT<br />

NODUS, NODULUS<br />

Indikasi<br />

1. Setiap lesi yang diduga ganas<br />

2. Diagnostik<br />

3. Kosmetik<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi lokal: lignokain 0,5-1% dengan atau<br />

tanpa adrenalin 1:100.000 tergantung pada<br />

lokasi lesi. Adrenalin harus dihindarkan pada<br />

kasus pembedahan pada jari, telinga dan<br />

penis.<br />

Insisi penting dilakukan sesuai arah garis<br />

Langer, khususnya untuk lesi di daerah kepala<br />

sehingga baik efeknya terhadap kosmetik.<br />

Prosedur<br />

Suntikkan anestesi lokal secara intradermal<br />

maupun subkutan di sekitar lesi, sambil menjaga<br />

jarum sangat superfisial ketika memulai,<br />

kemudian secara bertahap lebih dalam. Gunakan<br />

mata pisau (ukuran 10 atau 15) dan sambil<br />

memegang pisau hampir vertikal, kerjakan insisi<br />

berbentuk elipse di sekeliling lesi, dan<br />

selanjutnya insisi di bawah lesi untuk<br />

mengangkatnya.<br />

Gbr 2.2<br />

Tutup kulit dengan menjahit subkutan<br />

menggunakan benang yang bisa diserap dan<br />

tidak berwarna.<br />

Gbr 2.1<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Bila ada kecurigaan karsinoma sel basal dan sel skuamosa, pastikan seluruh lesi dieksisi<br />

2. Dalam mengirim spesimen, selalu jahit satu ujung dan buat sketsa lesi untuk ahli patologi karena ini<br />

akan membantu dalam komentar tentang kelengkapan eksisi.<br />

3. Bila ada kecurigaan melanoma, pinggir kulit normal yang diangkat harus sebanding dengan tebal<br />

lesi yang ditaksir: 1 cm margin untuk lesi 1 mm, 2 cm margin untuk lesi 2 mm dan 3 cm margin untuk<br />

lesi 3 mm. Jadi penting untuk mendapatkan konfirmasi histologis dengan biopsis insisi sebelum<br />

mengerjakan eksisi lesi yang diduga melanoma. Di samping itu, melanoma yang lebih besar harus<br />

dieksisi di bawah anestesi umum.<br />

16


EKSISI LIPOMA 2<br />

Indikasi<br />

Kosmetik<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi lokal atau umum tergantung pada<br />

lokasi dan ukuran lipoma.<br />

2. Posisi tergantung pada posisi lesi.<br />

Gunakan sebuah jari untuk ‘mengorek’ lipoma.<br />

NODUS, NODULUS<br />

Prosedur<br />

Lakukan insisi di atas lesi sepanjang garis<br />

Langer.<br />

Perdalam insisi dengan menggunakan daun<br />

gunting untuk membuka ruang antara kapsul dan<br />

jaringan lemak sekitarnya.<br />

Gbr 2.4<br />

Hentikan setiap titik perdarahan dengan diatermi<br />

atau benang jahit halus yang bisa diserap.<br />

Hilangkan sisa ruang dengan beberapa jahitan<br />

terputus yang bisa diserap. Kulit ditutup juga<br />

dengan jahitan terputus dengan benang yang<br />

bisa diserap.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Untuk meminimalkan panjang insisi, kerjakan<br />

sayatan 2-3 cm, dan insisi ke dalam kapsul.<br />

Kemudian gunakan teknik “pencet’ untuk<br />

mengeluarkan lipoma dengan memijit lipoma<br />

antara telunjuk dan ibu jari.<br />

2. Jika terjadi perdarahan jangan ragu untuk<br />

memasukkan suction drain kecil.<br />

Gbr 2.3<br />

17


2 EKSISI KISTA SEBASEA<br />

NODUS, NODULUS<br />

Indikasi<br />

1. Kosmetik<br />

2. Komplikasi- infeksi rekuren , kornifikasi<br />

kelenjar sebasea.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi lokal: lignokain 1% dengan atau<br />

tanpa adrenalin 1:100.000 (lihat eksisi lesi<br />

kulit, halaman 16)<br />

Cengkeram kista dengan menarik potongan kulit<br />

dan dengan seksama diseksi pada kedua sisi<br />

untuk membebaskan kista dari lemak dan<br />

jaringan subkutan sekitarnya.<br />

Prosedur<br />

Suntikkan anestesi lokal di sekeliling lesi.<br />

Buat insisi berbentuk elips di atas kista termasuk<br />

punctum jika terlihat.<br />

Gbr 2.6<br />

Jahit kulit dengan benang non-serap berukuran<br />

2/0 atau 3/0.<br />

Gbr 2.5<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Jika kista pecah, hapus kotoran (debris) dengan hati-hati dan pastikan semua dinding kista diangkat.<br />

Jika dinding kista gagal diangkat seluruhnya, kemungkinan kista bisa kambuh lagi.<br />

2. Jika kista jelas terinfeksi, lakukan drainase, eksisi dan luka dibiarkan terbuka. Atau operasi bisa<br />

ditunda sampai infeksi telah mereda. Kista yang terinfeksi lebih sukar dieksisi dan cenderung lebih<br />

banyak vaskularisasi dibanding kista yang tak-terinfeksi.<br />

18


EKSISI KELENJAR GETAH BENING 2<br />

Indikasi<br />

Untuk memastikan penyebab limfadenopati bila<br />

pemeriksaan klinik dan tindakan (termasuk<br />

aspirasi jarum halus) gagal menetapkan diagnosis.<br />

Persiapan<br />

Perdalam insisi dengan membuka daun gunting<br />

diseksi. Identifikasi kelenjar getah bening<br />

(limfonodus) dan dengan hati-hati gunakan<br />

sepasang forsep jaringan. Selesaikan diseksi<br />

dan identifikasi tangkai, yang biasanya<br />

mengandung suatu arteri kecil.<br />

NODUS, NODULUS<br />

1. Anestesi umum atau lokal.<br />

2. Posisi terlentang<br />

Prosedur<br />

Tempat insisi tergantung pada lokasi<br />

limfadenopati. Insisi biopsi harus demikian rupa<br />

sehingga bisa dicakup oleh insisi radikal<br />

seandainya ini terbukti perlu.<br />

Gbr 2.7<br />

Insisi servikal<br />

Gbr 2.8<br />

Gunakan diatermi atau ikatan halus untuk<br />

mengendalikan perdarahan. Kelenjar getah<br />

bening dieksisi dan dikirim untuk pemeriksaan<br />

histologis.<br />

Perhatikan hemostasis dan tutup luka dengan<br />

jahitan terputus dengan benang non-serap,<br />

disertai jahitan subkutan untuk kulit.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Sebelum biopsi dikerjakan, pemeriksaan THT<br />

lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan<br />

tumor primer pada kepala dan leher. Sumber<br />

metastasis seperti payudara dan saluran<br />

cerna juga harus diselidiki.<br />

2. Hati-hati jangan sampai mengenai saraf yang<br />

berdekatan dengan kelenjar getah bening—<br />

terutama nervus accessorius dan nervus<br />

intercostobrachialis.<br />

3. Sebagian kecil dari kelenjar harus dikirim untuk<br />

biakan kuman jika tbc dipikirkan sebagai diagnosis<br />

banding.<br />

4. Spesimen diperlakukan dengan hati-hati<br />

sehingga tidak merusak struktur kelenjar getah<br />

bening.<br />

5. Jangan lakukan biopsi kelenjar getah bening<br />

di leher dengan anestesi lokal. 19


2 EKSISI RADIKAL KUKU JARI KAKI- OPERASI ZADIK<br />

NODUS, NODULUS<br />

Indikasi<br />

1. Kuku jari kaki tumbuh ke dalam dan tidak<br />

memberi respon terhadap tindakan<br />

konservatif.<br />

2. Onychogryphosis.<br />

3. Infeksi kronik di bawah kuku<br />

Persiapan<br />

Ring block anestesi lokal<br />

Kenakan turniket karet pada ibu jari dan gunakan<br />

scalpel dengan mata kecil, insisi nail bed dan<br />

angkat flap.<br />

Sayat dan angkat flap kulit<br />

Prosedur<br />

Lakukan ring block dengan menggunakan 3 ml<br />

lignokain 1% pada kedua sisi. Masukkan jarum<br />

tegak lurus ke arah bawah, suntikkan pada sisi<br />

falang proksimal. Aspirasi semprit setiap<br />

sebelum menyuntikkan, dan jika terlihat darah,<br />

ubah posisi ujung jarum.<br />

Gbr 2.10<br />

Naikkan kuku dari nail bed dengan sepasang<br />

gunting besar dan tarik untuk melepasnya<br />

dengan gerakkan melintir.<br />

Sayat nail bed sampai tulang dan teruskan ke<br />

arah samping sejauh lipatan kuku. Angkat nail<br />

bed dan buat satu jahitan dengan benang serap<br />

pada skin flap di kedua sisi.<br />

Titik<br />

suntikan<br />

Gbr 2.9<br />

Anestesi<br />

ring block<br />

Gbr 2.11<br />

Bungkus ibu jari dengan penutup luka<br />

sederhana.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Jangan gunakan adrenalin pada daerah ekstremitas<br />

2. Jika ada infeksi makroskopik, obati dengan antibiotik dan eksisi kuku ditunda<br />

3. Coba dan angkat semua matriks germinativum jika tidak kuku bisa tumbuh lagi.<br />

4. Sebagai alternatif terhadap eksisi adalah ablasi nail bed dengan fenol. Namun, ini tidak dianjurkan<br />

untuk pasien yang mengidap diabetes atau penyakit pembuluh darah tepi atau mereka yang sedang<br />

mendapat steroid.<br />

5. Jika hanya bagian kuku yang menjadi gangguan, mungkin lebih disukai eksisi parsial.<br />

20


3<br />

HERNIA<br />

21


3 HERNIOTOMI INGUINAL<br />

HERNIA<br />

Indikasi<br />

1. Hernia inguinalis<br />

2. Patent processus vaginalis<br />

Lanjutkan diseksi ke bawah sampai cincin<br />

eksternal. Bebaskan spermatic cord ke arah<br />

posterior dan jalankan klip dibawahnya untuk<br />

memungkinkan traksi ke arah distal oleh asisten.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum<br />

2. Posisi terlentang<br />

Prosedur<br />

Di bawah anestesi umum, buat insisi garis kulit<br />

sepanjang 2 cm pada sisi hernia.<br />

Jepit pinggir kulit dengan klip arteri dan perdalam<br />

insisi untuk indentifikasi spermatic cord di bawah<br />

otot obliqus external. Diseksi otot sejajar<br />

panjang serabutnya.<br />

Gbr 3.2<br />

Ini akan memungkinkan diseksi kantung hernia<br />

lebih mudah, yang diposisikan pada aspek anterior<br />

dan superior dari spermatic cord. Diseksi<br />

bisa sukar. Penting untuk memisahkan kantung<br />

hernia ke arah posterior dari vas dan pembuluh<br />

darah tanpa merusak kantung jika kantung turun.<br />

Insisi kevil di<br />

obliqus externus<br />

22<br />

Gbr 3.1<br />

Gbr 3.3<br />

Mobilisasi kantung hernia


HERNIOTOMI INGUINAL 3<br />

Perlu Sabar dan hati-hati. Buka kantung untuk<br />

mengurangi isinya. Ini sangat penting pada<br />

wanita di mana bisa terdapat ovarium.<br />

Kantung difiksasi dengan jahitan yang bisa<br />

diserap dan jaringan lebih yang tak berguna<br />

dieksisi.<br />

HERNIA<br />

Memotong lintang kantung yang<br />

berdinding tipis<br />

Gbr 3.4<br />

Gbr 3.5<br />

Dekatkan otot dengan beberapa jahitan yang<br />

bisa diserap dan tutup kulit dengan jahitan<br />

subkutan yang bisa diserap.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Herniotomi memadai bagi anak-anak.<br />

2. Penting penanganan jaringan untuk mencegah kerusakan neurovaskular.<br />

3. Harus dipastikan testis berada dalam skrotum pada akhir prosedur.<br />

4. Eksplorasi inguinal kontralateral tidak perlu. Namun hernia bilateral pada wanita mungkin menimbulkan<br />

kecurigaan kelainan intersex.<br />

5. Biasanya aman untuk dikerjakan sebagai kasus rawat jalan.<br />

6. Makin kecil anak, makin besar kecenderungan hernia mengalami obstruksi atau tidak bisa direduksi;<br />

oleh karena itu bayi harus segera dioperasi.<br />

23


3 HERNIORAFI INGUINAL<br />

HERNIA<br />

Indikasi<br />

Hernia simtomatik<br />

Persiapan<br />

Indetifikasi dan retraksi spermatic cord - bisa<br />

digunakan retraktor cincin (ring retractor).<br />

1. Anestesi umum, lokal atau regional<br />

2. Profilaksis antibiotik jika menggunakan jala<br />

(mesh) sintetik yang tidak diserap.<br />

3. Posisi terlentang<br />

Prosedur<br />

Setelah mengerjakan insisi kulit 1 cm di atas dan<br />

sejajar ligamentum inguinale, insisi otot obliqus<br />

external pada garis serabutnya. Kemudian,<br />

dengan mendorong suatu gunting diseksi<br />

sepanjang garis, buka inguinal canal. Jika<br />

mungkin lindungi nervus ileoinguinalis.<br />

Bebaskan<br />

spermatic cord<br />

Gbr 3.7<br />

Pegang dengan klip<br />

obliqus externus yang<br />

terjerat pada retraktor<br />

Tetapkan apakah ini hernia indirek atau hernia<br />

direk dengan memeriksa dinding posterior dan<br />

diseksi kantung dari cord dengan diseksi tajam<br />

dan tumpul.<br />

Tentukan cincin<br />

eksterna sebelum<br />

menyayat ke arahnya<br />

Gbr 3.6<br />

Gbr 3.8<br />

Diseksi kantung engan satu jari di dalamnya<br />

24


HERNIORAFI INGUINAL 3<br />

Lakukan transfiksi dan ligasi kantung setelah<br />

memeriksa isinya (lihat Gambar 3.5).<br />

Sekarang ada beberapa pilihan untuk prosedur<br />

reparasi. Penulis menyarankan reparasi dengan<br />

jala (mesh) polipropilen untuk menghasilkan repair<br />

tanpa tegangan (Liechtenstein)<br />

Tutup pinggir-pinggir lateral disekitar cord dan<br />

jahit pinggir lateral dan superior jala ke otot di<br />

bawahnya dengan menggunakan jahitan<br />

terputus dengan benang non-serap.<br />

HERNIA<br />

Ambil lembar jala 8 x 16 cm dan gunting ujungujungnya<br />

sehingga pas dengan ujung medial dari<br />

luka. Fiksasi jala di tempatnya ke ligamentum<br />

inguinale dengan menggunakan jahitan kontinyu<br />

yang non-serap.<br />

Medial<br />

Lateral<br />

Gbr 3.10<br />

Gbr 3.9<br />

Tutup obliqus externus dengan jahitan kontinyu<br />

serap dan kulit ditutup dengan jahitan subkutan<br />

serap.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Sebagian besar kasus bisa dikerjakan sebagai kasus rawat jalan dengan anestesi lokal.<br />

2. Teknik penting dalam mencegah komplikasi rekurensi hernia<br />

3. Pada kasus darurat dengan obstruksi, periksa dengan seksama kantung untuk melihat adanya usus.<br />

Jika ada usus harus diinspeksi. Jika usus terlihat gelap, bungkus dengan kasa yang telah dibasuh<br />

dengan NaCl hangat dan biarkan beberapa menit untuk melihat apakah rupanya membaik. Jika usus<br />

tidak membaik atau jika terlihat nekrosis, maka harus direseksi.<br />

4. Pria harus diingatkan khususnya dengan hernia rekuren akan kemungkinan perlunya pengangkatan<br />

testis (orchidectomy).<br />

25


3 HERNIORAFI FEMORAL<br />

HERNIA<br />

Indikasi<br />

Hernia femoralis – semua hernia femoralis harus<br />

direparasi.<br />

Persiapan<br />

1. Lebih disukai anestesi umum, khususnya<br />

pada kasus kedaruratan di mana dijumpai<br />

usus nekrotik, namun anestesi lokal juga<br />

bisa digunakan.<br />

2. Kateter urin<br />

3. Posisi terlentang dengan kepala<br />

direndahkan 15 o .<br />

Pisahkan pembungkus fasia dan buka kantung<br />

hernia. Ikat dan eksisi setiap kelebihan omentum<br />

dan kembalikan setiap jaringan yang<br />

tertinggal ke rongga abdomen. Jika anda<br />

menemukan usus nekrosis, kerjakan laparotomi.<br />

Transfiksi dan ligasi kantung pada lehernya dan<br />

eksisi setiap kelebihan jaringan kantung.<br />

Prosedur<br />

Ada tiga teknik untuk reparasi hernia femoralis:<br />

1. Pendekatan rendah atau krural<br />

2. Pendekatan tinggi atau inguinal<br />

3. Pendekatan ekstraperitoneal<br />

Pendekatan inguinal jarang diadopsi belakangan<br />

ini dan tidak akan dibahas lebih lanjut.<br />

Pendekatan rendah<br />

Buat insisi kecil di daerah lipat paha tepat di<br />

atas hernia, sejajar dengan ligamentum inguinale.<br />

Identifikasi dan diseksi fasia superfisial di dalam<br />

lipat paha, sampai ke pembungkus kantung hernia,<br />

dan paparkan leher hernia.<br />

Gbr 3.12<br />

Retraksi vena femoralis dengan hati-hati dan<br />

tutup defek dalam femoral canal. Gunakan<br />

jahitan non-serap pada jarum berbentuk J untuk<br />

mendekatkan pinggir bawah ligamentum inguinale<br />

dengan fasia di atas m. pectineus.<br />

Ligamentum<br />

inguinale<br />

Gbr 3.11<br />

Vena<br />

femoralis<br />

26<br />

Gbr 3.13<br />

Fasia di atas<br />

pektineus


HERNIORAFI FEMORAL 3<br />

Tutup jaringan subkutan dengan jahitan putus<br />

dengan benang serap dan kulit ditutup dengan<br />

jaringan subkutan.<br />

Tutup femoral canal dengan jahitan terputus<br />

non-serap di antara ligamentum pektineus dan<br />

ligamentum inguinale.<br />

HERNIA<br />

Pendekatan ekstraperitoneal<br />

Hernia bisa ditangani melalui insisi<br />

suprainguinal, Pfannenstiel, median atau<br />

pararektal (McEvedy).<br />

Sekali melalui kulit, lakukan diseksi tumpul pada<br />

jaringan superfisial untuk mendapat akses ke<br />

kantung hernia. Buka fasia rektus dan retraksi<br />

otot rektus dan buka roangga pre-peritoneal<br />

dengan diseksi tumpul. Lanjutkan proses ke<br />

bawah ke arah ligamentum inguinale dan<br />

identifikasi hernia tersebut.<br />

Ligamentum<br />

lakunaris<br />

Ligamentum<br />

pektineus<br />

Lemak<br />

menutupi<br />

vena<br />

femoralis<br />

Membebaskan<br />

pinggir lateral<br />

rektus<br />

Gbr 3.15<br />

Penutupan kanal femoral<br />

dari atas<br />

Tutup fasia rektus dengan jahitan non-serap dan<br />

kulit ditutup dengan jahitan subkutan benang<br />

serap.<br />

Gbr 3.14<br />

Menetapkan kantung hernia<br />

Jika kantung kosong, kembalikan posisinya ke<br />

dalam abdomen dengan mendorong dari bawah<br />

dan perlahan-lahan menarik dari atas. Jika ada<br />

usus, jangan tarik pada usus tetapi sisipkan hemostat<br />

dan dengan hati-hati regangkan cincin<br />

femoral. Transfiksi kantung dan eksisi setiap<br />

jaringan yang tidak perlu.<br />

Jika hernia tidak bisa direduksi, buka peritoneum<br />

dari atas dan inspeksi isinya. Jika usus terlihat<br />

tidak pasti apakah masih viabel, sebaiknya<br />

lakukan reseksi.<br />

Pokok-pokok penting:<br />

1. Jika anda tidak yakin apakah hernia inguinal<br />

atau femoral, gunakan pendekatan<br />

ekstraperitoneal.<br />

2. jika darah menyembur dari diseksi kantung,<br />

keringkan daerah tersebut dengan suction<br />

drain.<br />

3. Jika ada keraguan tentang viabilitas usus,<br />

setelah menggunakan pendekatan rendah,<br />

dianjurkan laparotomi formal untuk<br />

memastikan bahwa usus tidak iskemik.<br />

27


3 REPAIR HERNIA UMBILIKAL<br />

HERNIA<br />

Indikasi<br />

1. Hernia umbilikal simtomatik (jarang)<br />

2. Hernia menetap setelah usia 4 tahun<br />

Identifikasi kantung dengan menjalankan klip di<br />

pertengahan cincin.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum<br />

2. Posisi terlentang.<br />

Prosedur<br />

Buat insisi tusukan kecil melintang di bawah<br />

umbilikus dan regangkan ke arah lateral dengan<br />

memasukkan ujung forsep arteri. Dengan<br />

menggunakan teknik ini bisa dicapai insisi<br />

lengkung yang rapih.<br />

Buat bidang dengan menggunakan mosquito<br />

clamp.<br />

Gbr 3.17<br />

Pisahkan kantung dari kulit umbilikus dan buka<br />

kantung di bawah inspeksi langsung sehingga<br />

mencegah kerusakan struktur di bawahnya.<br />

Tutup defek secara transversal dengan<br />

menggunakan benang serap ukuran 0 dan<br />

jahitan terputus. Double breasting tidak<br />

dibutuhkan.<br />

Gbr 3.16<br />

Gbr 3.18<br />

28


REPAIR HERNIA UMBILIKAL 3<br />

Penting untuk mengikat kulit di atas pusar ke<br />

fasia untuk membalikkan umbilikus agar terlihat<br />

bagus dengan menggunakan benang serap (absorbable<br />

suture)<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Merupakan masalah lazim namun sedikit<br />

yang membutuhkan operasi<br />

2. Umbilikus tidak boleh dibuang.<br />

HERNIA<br />

Gbr 3.19<br />

29


3 REPAIR HERNIA PARAUMBILIKAL<br />

HERNIA<br />

Indikasi<br />

1. Simtomatik, termasuk kedaruratan<br />

2. Kosmetik<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum atau lokal<br />

2. Antibiotik profilaktik<br />

3. Profilaksis Anti-DVT (deep vein thrombosis)<br />

– stockings, heparin<br />

4. Posisi terlentang<br />

Mungkin banyak perlengketan dari omentum dan<br />

usus ke kantung, dan semua ini perlu dibebaskan<br />

dengan hati-hati. Sekali kantung telah<br />

dikosongkan, kantung dieksisi dan tutup defek<br />

dengan menggunakan teknik Mayo (atau<br />

mengunakan jahitan non-serap terputus dan<br />

berbentuk matras)<br />

Prosedur<br />

Buat insisi transversal mengelilingi umbilikus dan<br />

eksisi kulit yang berbentuk elips.<br />

Diseksi lanjut mungkin banyak mengeluarkan<br />

darah. Penting untuk identifikasi dan<br />

membersihkan pinggir-pinggir aponeurosis dari<br />

defek sebelum membuka kantung dan<br />

mengembalikan isi ke dalam abdomen.<br />

Gbr 3.21<br />

Tempatkan semua jahitan tumpang-tindih<br />

sebelum mengikatnya<br />

Jika defek subkutan besar, perlu dilakukan<br />

drainase suction. Kulit ditutup dengan jahitan<br />

subkutis dengan benang serap.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Idealnya, semua hernia direparasi karena<br />

risiko inkarserasi dengan omentum atau usus,<br />

yang bisa terjepit (strangulasi).<br />

2. Orang gemuk harus dianjurkan untuk<br />

menurunkan berat badan sebelum operasi.<br />

3. Insiden infeksi relatif tinggi. Berikan antibiotik<br />

profilaktik dan dengan hemostasis seksama.<br />

4. Pasien kadang-kadang mengalami ileus<br />

pasca bedah jika manipulasi usus berlebihan.<br />

Gbr 3.20<br />

Buka kantung sepanjang garis ini<br />

30


REPAIR HERNIA EPIGASTRIK 3<br />

Indikasi<br />

Semua hernia epigastrik harus direparasi.<br />

Insisi leher hernia, inspeksi isinya dan<br />

kembalikan ke dalam rongga peritoneum. Isi<br />

hernia biasanya lemak ekstraperitoneal.<br />

HERNIA<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum atau lokal.<br />

2. Posisi terlentang.<br />

Prosedur<br />

Jika diagnosis pasti dan suatu defek tunggal ada,<br />

buat insisi kecil transversal di atas hernia. Akan<br />

tetapi, jika ada keraguan terhadap diagnosis atau<br />

jika ada hernia multipel, pilih insisi vertikal.<br />

Hernia didiseksi dari dinding abdomen<br />

sekitarnya. Defek didentifikasi di linea alba dan<br />

defek diperlebar secara transversal.<br />

Jika ada kantung, lakukan transfiksi lehernya<br />

dengan benang serap dan eksisi kantung yang<br />

tidak berguna. Perbaiki defek di linea alba<br />

dengan jahitan terputus non-serap. Lakukan<br />

semua jahitan sebelum eksisi.<br />

Tutup kulit dengan jahitan subkutis dengan<br />

benang serap.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Pasien dengan hernia epigastrik sering<br />

melaporkan nyeri abdomen hebat karena<br />

strangulasi kantung ekstraperitoneal. Ada<br />

juga yang melaporkan nyeri ringan di daerah<br />

epigastrik; dalam kasus ini tukak peptik dan<br />

batu empedu harus disingkirkan.<br />

2. Pastikan lokasi diberi tanda sebelum<br />

operasi karena hernia epigastrik sukar<br />

dijumpai ketika pasien sedang dibius.<br />

Gbr 3.22 Gbr 3.23 Gbr 3.24<br />

31


3 REPAIR HERNIA INSISIONAL<br />

HERNIA<br />

Indikasi<br />

1. Simtomatik<br />

2. Kosmetik<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum<br />

2. Antibiotik profilaksis<br />

3. Profilaksis anti-DVT- stockings, heparin.<br />

4. Posisi terlentang.<br />

Prosedur<br />

Buat insisi elips yang mencakup parut terdahulu.<br />

Eksisi jaringan parut, jangan mengambil terlalu<br />

banyak kulit karena bisa mengakibatkan<br />

tegangan pada saat penutupan kulit.<br />

Diseksi hernia dari jaringan subkutan<br />

disekitarnya. Lanjut ke lateral sehingga<br />

memaparkan jaringan sehat di sekitar hernia.<br />

Identifikasi kantung dan diseksi ke bawah leher<br />

hernia. Tentukan defek aponeurosis. Buka<br />

kantung hernia dan periksa isinya.<br />

Jika isi masih viabel, pisahkan perlengketan<br />

yang mungkin terjadi dengan kantung hernia<br />

dan kembalikan usus ke dalam rongga peritoneum.<br />

Jika hernia mengalami strangulasi,<br />

lakukan reseksi sesuai pada titik ini. Eksisi<br />

kantung yang tidak berguna dan tutup lubang<br />

peritoneum dengan jahitan kontinyu benang<br />

serap.<br />

Gbr 3.26<br />

Gbr 3.25<br />

32


REPAIR HERNIA INSISIONAL 3<br />

Jaringan aponeurosis yang sehat penting<br />

didiseksi pada setiap sisi defek. Masukkan suction<br />

drain dan tutup lapisan aponeurosis dengan<br />

jahit rangkap dekat-dan-jauh. Masukkan semua<br />

benang sebelum mengikatnya.<br />

Reparasi ini bisa diperkuat dengan dilapis jala<br />

dan fiksasi jala di tempatnya dengan jahitan<br />

terputus non-serap.<br />

HERNIA<br />

Gbr 3.27<br />

Gbr 3.28<br />

Tutup kulit dengan jahitan serap subkutis.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Hernia insisional biasa terjadi sebagai akibat teknik bedah yang buruk pada penutupan luka terdahulu.<br />

Jadi, untuk mencegah hernia insisional pelajaran yang terpenting adalah menutup luka dengan<br />

memuaskan sejak awal.<br />

2. Jika hernia besar dengan defek kompleks, computed tomography bisa membantu menentukan batas<br />

lesi.<br />

3. Hernia insisional bisa sulit. Dokter bedah yang berpengalaman merupakan faktor terpenting dalam<br />

mencegah rekurensi!<br />

33


4<br />

PAYUDARA<br />

35


4 EKSISI BENJOLAN PAYUDARA<br />

PAYUDARA<br />

Indikasi<br />

1. Jinak, misal fibroadenoma<br />

2. Mungkin benjolan ganas, misal ragu dalam<br />

penilaian (klinik/mamografi/sitologi)<br />

Persiapan<br />

Cengkeram benjolan dengan sepasang forsep<br />

jaringan dan tarik benjolan melalui luka saat<br />

jaringan sekitar dipisahkan dengan pisau.<br />

1. Anestesi umum atau lokal<br />

Prosedur<br />

Fiksasi posisi benjolan di antara telunjuk dan ibu<br />

jari sebelum memulai, karena banyak benjolan<br />

‘menghilang’ saat kulit diinsisi. Jika anda masih<br />

mengalami kesulitan, celup jari-jari anda dalam<br />

cairan antiseptik kulit (misal Savlon) dan ulang<br />

lagi. Insisi bisa dibuat melingkar jika dekat ke<br />

puting usus, atau secara radial jika letaknya jauh.<br />

Gbr 4.2<br />

Gunakan retraktror Langenbeck untuk<br />

memaparkan bagian dalam rongga dan lakukan<br />

diatermi pada semua titik perdarahan. Rongga<br />

ditutup dengan jahitan serap dan terputus.<br />

Perhatikan jangan terlalu banyak distorsi<br />

terhadap simetri payudara. Luka yang besar<br />

harus didrainase dengan suction drain. Kulit<br />

sebaiknya ditutup dengan jahitan serap subkutis.<br />

Gbr 4.1<br />

Fiksasi benjolan ketika anda insisi<br />

Pokok penting<br />

1. Hematoma bisa menjadi masalah penting<br />

jika hemostasis tidak efektif, karena bisa<br />

menghalangi pencitraan berikutnya daripada<br />

payudara atau mengalami infeksi sekunder.<br />

36


BIOPSI UNTUK MENENTUKAN LOKASI 4<br />

Indikasi<br />

1. Mikrokalsifikasi yang diidentifikasi secara<br />

radiografis, dan ada kecurigaan karsinoma<br />

duktus<br />

2. Lesi yang tidak teraba dengan kecurigaan<br />

karsinoma<br />

Proses lokalisasi bisa dikerjakan dengan<br />

ultrasonografi atau sinar X dan biasanya<br />

dilakukan oleh seorang ahli radiologi. Kawat<br />

penuntun dibuat berduri, sehingga posisi dalam<br />

payudara lebih mantap. Mamogram yang<br />

memastikan penempatan yang benar dari kawat<br />

dibawa ke kamar operasi bersama dengan<br />

pasien.<br />

Prosedur<br />

Dengan menggunakan mamogram untuk<br />

meramal perjalanan kawat, tentukan titik yang<br />

paling sesuai untuk insisi dan kulit disayat secara<br />

transversal.<br />

Tentukan lokasi kawat dan tarik ujung distal<br />

melalui kulit ke dalam luka.<br />

PAYUDARA<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum<br />

2. Kawasan seluruh panjang kawat yang<br />

terpapar harus diberikan larutan antiseptik.<br />

Gbr 4.4<br />

Gbr 4.3<br />

Ikuti kawat ke dalam substansi payudara, dan<br />

hati-hati jangan sampai menggeser kawat.<br />

Lakukan eksisi sekitar kawat dengan pinggir<br />

yang rapih. Spesimen diberi tanda dengan<br />

jahitan untuk memungkinkan penentuan orientasi<br />

oleh ahli patologi. Sementara pasien dibius, kirim<br />

spesimen untuk penilaian radiologis. Jika lesi<br />

tidak ada atau tidak dieksisi secara lengkap, bisa<br />

dikerjakan eksisi rongga lebih lanjut.<br />

Jika eksisi telah dipastikan memadai, hemostasis<br />

diusahakan seksama. Tutup rongga dengan<br />

jahitan terputus serap dan kulit ditutup dengan<br />

jahitan serap subkutis.<br />

Pokok penting<br />

1. Jaga posisi kawat untuk tidak terganggu<br />

selama transpor pasien.<br />

37


4 EKSISI LEBAR DAN PEMBERSIHAN AKSILA<br />

PAYUDARA<br />

Indikasi<br />

Tumor ukuran 4 cm atau kurang dengan tiga<br />

penilaian positif dan mamogram menyingkirkan<br />

penyakit multifokal.<br />

Persiapan<br />

Setiap titik perdarahan dikoagulasikan dengan<br />

diatermi. Satu atau dua suction drain mungkin<br />

dibutuhkan, tergantung pada jumlah perdarahan<br />

yang terjadi. Cuci luka dengan larutan antiseptik.<br />

Kemudian untuk mempertahankan alignment<br />

jaringan, jahit subkutan dengan benang serap.<br />

Penutupan kulit bisa dengan benang atau staple.<br />

1. Anestesi umum<br />

2. Profilaksis anti-DVT –stockings, heparin<br />

3. Posisi terlentang dengan lengan pada<br />

papan. Verban stockinette oklusif dikenakan<br />

untuk memungkinkan perasat terhadap<br />

lengan selama operasi.<br />

Prosedur<br />

Beri tanda insisi garis lengkung sebelum operasi,<br />

untguk menjamin penutupan luka tidak terlalu<br />

memperburuk kosmetik. Dalam memutuskan<br />

ukuran insisi, pastikan bahwa anda telah<br />

mencakup lokasi biopsi terdahulu.<br />

Diseksi lengkap perlu dilakukan terhadap<br />

kelenjar getah bening aksila agar bisa<br />

menentukan stadium tumor dengan tepat,<br />

sehingga prognosis bisa diperkirakan. Tindakan<br />

ini mencakup eksisi semua kelenjar getah bening<br />

sampai ke pinggir medial pectoralis minor (Level<br />

II).<br />

Aksila harus diakses melalui insisi yang lateral<br />

terpisah.<br />

Tempat<br />

biopsi<br />

38<br />

Gbr 4.5<br />

Lakukan insisi sekitar segmen yang<br />

bersangkutan dan perdalam insisi, sambil<br />

menjaga jarak dengan tumor (paling sedikit 1<br />

cm). Terbaik ini dilakukan dengan diatermi.<br />

Ketika fasia pectoralis ditemukan, pisahkan<br />

jaringan payudara dari fasia dan angkat tumor.<br />

Perhatikan orientasi tumor. Masukkan benang<br />

silk dengan menggunakan sistem kode yang<br />

dikenal untuk mengidentifikasi pinggir superior,<br />

inferior, medial, lateral, superfisial dan profunda<br />

daripada spesimen.<br />

Gbr 4.6<br />

Naikkan flap kulit ke arah superior dan inferior.<br />

Dengan menggunakan kombinasi diseksi tajam<br />

dan tumpul, tentukan batas anterior dari latissimus<br />

dorsi yang membentuk batas anterior dan<br />

posterior untuk diseksi.<br />

Identifikasi dan potong pectoralis minor, untuk<br />

mengakses nodus level II. Identifikasi dan<br />

pertahankan nervus thoracodorsalis dan<br />

thoracicus longus.


Nervus intercostobrachialis sering dijumpai dan<br />

ini harus dipertahankan bilamana mungkin.<br />

Nervus intercostobrachialis<br />

EKSISI LEBAR DAN PEMBERSIHAN AKSILA 4<br />

Vena aksilaris<br />

Nervus<br />

thoracobrachialis<br />

Dengan perlahan-lahan diseksi isi aksila dari<br />

saraf dan arteri penyertanya dengan<br />

menggunakan swab kasa. Isi aksila sekarang<br />

bisa diangkat en bloc. Lakukan drainase aksila<br />

dengan suction drain. Bilas luka dengan betadin<br />

dan kemudian tutup jaringan subkutan dengan<br />

jahitan serap terputus, disusul dengan jahitan<br />

subkutis untuk kulit.<br />

Tutup luka dengan kasa tipis dan sedikit plaster<br />

elastis (Elastoplast) untuk memberi tekanan<br />

pada luka. ‘Pressure dressing’ dilepas setelah<br />

24 jam.<br />

PAYUDARA<br />

Nervus thoracalis longus<br />

Gbr 4.7<br />

Batas atas untuk diseksi adalah vena aksilaris.<br />

Diseksi jaringan aksila dari vena dengan<br />

menggunakan swab Lahey, dengan tidak lupa<br />

mengikat muara vena bila ditemukan.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Hematoma bisa dihindari seandainya anda<br />

mengikuti langkah-langkah di atas, yakni<br />

diatermi, drain, jahitan dalam dan pressure<br />

dressing.<br />

2. Informed consent harus menyebutkan rasa<br />

kebas di aksila setelah operasi. Ini<br />

disebabkan trauma /mengorbankan nervus<br />

intercostobrachialis.<br />

3. Usahakan diseksi aksila dilakukan dengan<br />

benar dan bukan sekedar prosedur ‘sampling’<br />

karena kombinasi operasi aksila dan<br />

radioterapi memiliki risiko tinggi untuk<br />

terjadinya edema kelenjar getah bening.<br />

4. Untuk menghasilkan efek kosmetik yang<br />

bagus, payudara harus memiliki ukuran dan<br />

bentuk yang adekuat.<br />

Gbr 4.8<br />

39


4 MASTEKTOMI PATEY MODIFIKASI<br />

PAYUDARA<br />

40<br />

Indikasi<br />

Bukti sitologis adanya karsinoma payudara<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum<br />

2. Profilaksis anti-DVT-stockings, heparin.<br />

3. Posisi terlentang dengan lengan pada<br />

papan. Occlusive stockinette dressing<br />

dipakai untuk memungkinkan perasat lengan<br />

selama operasi.<br />

Prosedur<br />

Beri tanda batas-batas untuk insisi kulit sebelum<br />

memulai operasi. Batas harus paling sedikit 3<br />

cm dari tumor. Petunjuk anatomis untuk operasi<br />

dibatasi di medial oleh sternum, lateral oleh latissimus<br />

dorsi, superior oleh klavikula dan inferior<br />

oleh suatu titik 1-2 cm di bawah lipatan bawah<br />

payudara (inframammary fold).<br />

Gbr 4.9<br />

Setelah insisi pisahkan skin flap dari jaringan<br />

payudara di bawahnya. Mulai dengan flap atas.<br />

Tempatkan tiga pasang forsep jaringan pada<br />

jaringan subkutis dari batas kulit dan minta<br />

asisten untuk melakukan traksi. Ke arah kaudal<br />

kenakan traksi jaringan payudara dengan arah<br />

berlawanan.<br />

Diseksi harus dilakukan dengan sasaran<br />

ketebalan 3-4 mm ke arah medial dan tambah<br />

kira-kira 6-8 cm ke arah lateral.<br />

Gbr 4.10<br />

Periksa<br />

ketebalan<br />

Saat pinggir bawah klavidula ditemukan, mulai<br />

diseksi lebih dalam sampai terlihat fasia di atas<br />

pectoralis mayor. Diseksi ini bisa dilakukan<br />

dengan pisau ataupun diatermi.<br />

Perdarahan dari pembuluh darah yang tembus<br />

biasa dijumpai saat diseksi mendekati sternum<br />

dan ini harus dikendalikan cepat dengan diatermi<br />

koagulasi atau diikat. Flap inferior diangkat<br />

dengan cara serupa.<br />

Setelah perdarahan di dasar payudara berhenti,<br />

alihkan perhatian anda ke aksila. Kupas<br />

payudara ke arah lateral sampai pinggir anterior<br />

latissimus dorsi dicapai. Pectoralis mayor di<br />

retraksi ke arah medial untuk memaparkan pectoralis<br />

minor. Selanjutnya pectoralis minor<br />

diretraksi ke arah medial dan anterior. Kemudian<br />

sebuah jari dijalankan di bawah otot dan otot<br />

dipotong dekat dengan titik insersi nya ke processus<br />

coracoid dari skapula.<br />

Gbr 4.11


MASTEKTOMI PATEY MODIFIKASI 4<br />

Mulai dari bagian kaudal vena aksilaris, diseksi<br />

dikerjakan hanya setelah nervus thoracicus longus<br />

dan thoracodorsalis diidentifikasi. Dengan<br />

swab Lahey perlahan-lahan usap isi aksila dari<br />

vena aksila dan ikat semua muara vena.<br />

N. thoracalis longus<br />

PAYUDARA<br />

M. pectoralis major<br />

M. pectoralis minor<br />

M. pectoralis lateralis<br />

A. subscapularis<br />

M. Subscapularis<br />

Gbr 4.12<br />

M. Serratus anterior M. Latissimus dorsi<br />

N. Thoracodorsalis<br />

Isi aksila diangkat sekaligus dengan payudara,<br />

setelah menandai kelenjar getah bening paling<br />

proksimal dengan jahitan untuk menentukan<br />

orientasi patologis dari spesimen.<br />

Tempatkan suction drain pada dasar payudara<br />

dan satu pada aksila. Bilas luka dengan larutan<br />

betadin sebelum menutup. Jaringan subkutan<br />

didekatkan dengan jahit terputus dengan<br />

benang serap, dan kulit ditutup dengan benang<br />

subkutis atau staple. Verban tipis harus dipakai<br />

untuk menutup luka dengan plaster untuk<br />

memberi tekanan pada luka.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Hemostasis sangat penting. Lebih baik menunggu beberapa menit selama operasi daripada harus<br />

membawa pasien kembali ke kamar operasi untuk mengatasi hematoma yang terinfeksi.<br />

2. Jaga jangan sampai diseksi flap kulit terlalu tipis agar tidak berlubang<br />

3. Identifikasi nervus thoracicus longus sangat penting untuk mencegah terangkatnya skapula; juga<br />

nervus thoracodorsalis harus diidentifikasi dan dipertahankan agar tidak menyebabkan kelumpuhan<br />

latissimus dorsi.<br />

4. Jika anda mendapatkan tekanan berlebihan ketika menutup kulit, anda harus lebih mengerok flap<br />

kulit, karena tekanan berlebihan bisa menyebabkan nekrosis. Jika kulit penutup kurang, pertimbangkan<br />

split skin graft.<br />

5. Opsi untuk rekonstruksi dini harus dibicarakan dengan pasien sebelum operasi.<br />

41


4 MASTEKTOMI SUBKUTAN<br />

PAYUDARA<br />

Indikasi<br />

Ginekomastia<br />

Persiapan<br />

Angkat flap superior dengan diseksi anatara kulit<br />

dan jaringan payudara. Saat puting susu<br />

didekati, buat suatu titik pemotongan dengan<br />

sudut 45 o untuk mencakup sebagian besar<br />

jaringan duktus.<br />

1. Anestesi umum<br />

Prosedur<br />

Lakukan insisi lengkung pada kulit di bagian inferior<br />

payudara (submammary)<br />

Gbr 4.14<br />

Gbr 4.13<br />

Setelah eksisi duktus selesai, kembali ke diseksi<br />

jaringan subkutan di atas puting susu. Ketika<br />

semua kulit telah dipisah dari massa payudara,<br />

lakukan diseksi ke arah bawah sampai fasia<br />

yang menutupi pectoralis mayor dijumpai.<br />

Sekarang jaringan payudara bisa diangkat.<br />

Masukkan retraktor Langenbeck untuk<br />

menginspeksi rongga dan memungkinkan<br />

penghentian perdarahan dengan diatermi.<br />

Masukkan suction drain dan tutup kulit. Kenakan<br />

penutup luka dengan tekanan (pressure dressing).<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Jaringan payudara tidak selalu mudah untuk<br />

dibedakan dari lemak subkutan, sehingga<br />

jangan mengangkat terlalu banyak.<br />

2. Biasanya sedikit jaringan duktus di bawah<br />

puting susu dipertahankan untuk<br />

menghindari distorsi bentuk.<br />

3. Jangan khawatir dengan rupa awal setelah<br />

operasi karena remodelling akan banyak<br />

terjadi pada bulan-bulan berikutnya.<br />

4. Untuk ginekomastia yang besar, kombinasi<br />

eksisi dan liposuction mungkin lebih sesuai.<br />

42


MIKRODOKEKTOMI 4<br />

Indikasi<br />

Discharge bercampur darah yang keluar terus<br />

menerus dari satu muara duktus pada puting<br />

susu<br />

susu sepanjang garis probe, yang mengitari<br />

muara duktus.<br />

PAYUDARA<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum atau lokal<br />

Prosedur<br />

Pencet payudara dan daerah puting susu sampai<br />

keluar setetes discharge.<br />

Discharge<br />

Gbr 4.16<br />

Insisi di atas probe<br />

Lepaskan kulit areola dari jaringan payudara di<br />

bawahnya kira-kira 1 cm pada masing-masing<br />

sisi probe dan eksisi segmen payudara yang<br />

berisi probe dengan bantuan gunting, mulai dari<br />

belakang muara duktus dan lanjutkan ke dalam<br />

payudara.<br />

Insisi di atas probe<br />

Gbr 4.15<br />

Muara duktus dikanulasi dengan menggunakan<br />

probe lakrimal dan biarkan probe di tempatnya<br />

dengan menggunakan jahitan ukuran 3/0 yang<br />

telah dijalankan melalui kulit sepanjang muara<br />

duktus.Buat insisi radial ke dalam kulit puting<br />

susu.<br />

Diseksi di<br />

belakang<br />

duktus<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Tutup puting susu dengan plaster transparan<br />

selam 24 jam sebelum operasi akan<br />

membantu melokalisir discharge.<br />

2. Jangan masukkan probe terlalu kuat karena<br />

bisa salah jalan<br />

3. Pressure dressing akan membantu<br />

mencegah pembentukan hematoma<br />

Gbr 4.17<br />

Hentikan perdarahan dengan diatermi dan<br />

dekatkan jaringan payudara dengan jahit<br />

terputus dengan benang serap. Tutup insisi kulit<br />

dengan jahit subkutis dengan benang serap.<br />

43


4 EKSISI DUKTUS MAYOR-OPERASI HADFIELD<br />

PAYUDARA<br />

Indikasi<br />

1. Discharge berdarah atau bening dari satu<br />

atau lebih duktus pada wanita usia di atas<br />

40 tahun<br />

2. Ektasia duktus dengan discharge yang<br />

cukup untuk menimbulkan rasa malu atau<br />

tidak nyaman bagi pasien.<br />

Cengkeram jaringan duktus dan potong di dekat<br />

permukaan bawah puting susu.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum<br />

Prosedur<br />

Duktus diakses melalui insisi periareolar karena<br />

mudah dan efeknya baik terhadap kosmetik.<br />

Gbr 4.19<br />

Hentikan perdarahan sebelum pembuluh darah<br />

tertarik. Periksa apakah eksisi lengkap dengan<br />

membalikkan puting susu dan menyisir setiap<br />

duktus yang tersisa dengan gunting.<br />

Gbr 4.18<br />

Perdalam insisi melalui jaringan subkutan. Ikat<br />

semua pembuluh darah dengan benang serap.<br />

Bidang yang tepat untuk diseksi terletak antara<br />

lobulus lemak daripada payudara dan areola,<br />

sehingga anyaman pembuluh darah di bawah<br />

kulit terjaga. Naikkan areola dengan kait untuk<br />

memaparkan sistem duktus utama, kemudian<br />

jalankan suatu forsep arteri lengkung di belakang<br />

puting susu. Ini membuat terowongan.<br />

Pokok penting<br />

1. Jangan perluas insisi lebih dari 180 o<br />

karena risiko nekrosis nipple tinggi<br />

Gbr 4.20<br />

Tutup kulit dengan jahit terputus benang serap<br />

ukuran 4/0. Suction drain mungkin diperlukan.<br />

44


INSISI DAN DRAINASE ABSES PAYUDARA 4<br />

Indikasi<br />

Abses payudara<br />

Persiapan<br />

Jika rongga sangat besar, insisi kedua bisa<br />

dibuat untuk drainase pus secara terpisah. Pada<br />

kasus ini drain bisa dimasukkan melalui satu<br />

insisi dan keluar melalui insisi lainnya.<br />

PAYUDARA<br />

1. Anestesi umum<br />

2. Antibiotik intravena pada induksi<br />

3. Posisi terlentang<br />

Prosedur<br />

Tentukan bagian abses yang paling berfluktuasi.<br />

Tentukan pusat insisi radial di atas abses dan<br />

insisi ke dalam rongga abses. Siapkan swab<br />

untuk pus dan ambil dan kirim sampel untuk<br />

pemeriksaan biakan dan sensitivitas.<br />

Gbr 4.22<br />

Tutup luka dengan verban serap (absorbent<br />

dressing) dan beri penyangga dengan kutang<br />

yang pas.<br />

Gbr 4.21<br />

Masukkan sebuah jari ke dalam rongga dan<br />

pastikan semua lokulasi telah dipecah.<br />

Rongga abses bisa diisi dengan alginate dressing<br />

atau drain bisa dibiarkan in situ.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Jika abses terbukti disertai kerusakan jaringan,<br />

misal iskemia kulit. Lakukan drainase dini<br />

karena jika tidak bisa terjadi cacat menetap.<br />

2. Sebaiknya dilakukan biopsi pada semua kasus<br />

sehingga suatu karsinoma inflamatorik tidak<br />

akan luput terdeteksi<br />

3. Jika pasien memperlihatkan tanda-tanda<br />

iskemik dari sepsis atau ada selulitis, antibiotik<br />

harus diteruskan pada masa pasca operasi.<br />

4. Aspirasi atau drainase perkutan berulang kali<br />

di bawah tuntunan ultrasonografi sekarang<br />

telah berhasil menyembuhkan banyak abses<br />

payudara.<br />

45


5<br />

GASTROINTESTINAL<br />

ATAS<br />

47


5 ESOFAGO-GASTRODUODENOSKOPI<br />

GASTROINTESTINAL ATAS<br />

Indikasi<br />

Diagnostik<br />

Evaluasi gejala-gejala gastrointestinal atas<br />

Terapeutik<br />

1. Injeksi varises/ulkus yang berdarah<br />

2. Memasukkan pipa makanan, misal PEG<br />

(percutaneous endoscopic gastrostomy)<br />

3. Memasukkan luminal stent<br />

4. Dilatasi struktura esofagus<br />

Prosedur<br />

Sebelum mulai, penting untuk membiasakan diri<br />

dengan penanganan alat, termasuk<br />

pengendalian ujung endoskop maupun fasilitas<br />

pencuci dan aspirasi.<br />

Tempatkan mouthguard untuk melindungi<br />

endoskop. Masukan skop dengan pengamatan<br />

langsung untuk tertap berada di tengah. Minta<br />

pasien menelan ketika mereka merasakan<br />

tekanan dari skop.<br />

Esofagus<br />

Persiapan<br />

1. Prosedur biasanya dilakukan dengan sedasi<br />

intravena atau anestesi topikal ke orofaring<br />

2. Pemantauan konstan terhadap saturasi<br />

oksigen<br />

3. Posisi lateral dekubitus kiri, menghadap<br />

dokter bedah<br />

Majukan endoskop perlahan, sambil<br />

mempertahankan alat di tengah. Insuflasi<br />

dengan udara bila dibutuhkan untuk<br />

mengembangkan esofagus agar jelas terlihat.<br />

Penting untuk memeriksa seluruh keliling<br />

esofagus dengan seksama untuk menyingkirkan<br />

lesi mukosa.<br />

Patokan pertama adalah kompresi ekstraluminal<br />

yang disebabkan bronkus sinistra dan arcus<br />

aorta. Gastro-esophageal junction terletak kirakira<br />

38-40 cm dan ditandai oleh perubahan<br />

warna dan gambaran kasar karena peralihan<br />

mukosa. Batas hiatus esofagus bisa ditentukan<br />

dengan meminta pasien menarik napas dalam,<br />

karena ini menyebabkan hiatus menekan dinding<br />

esofagus.<br />

48<br />

Gbr 5.1


ESOFAGO-GASTRODUODENOSKOPI 5<br />

Lambung<br />

Putar ujung endoskop sekeliling aksis saat ujung<br />

masuk ke dalam lambung sehingga<br />

memungkinkan visualisasi dinding anterior dan<br />

posterior serta sebagian besar kurvatura minor<br />

dan mayor.<br />

Pada akhir inspeksi luruskan skop sebelum<br />

menarik ke esofagus. Volume air yang ditiup<br />

untuk visualisasi menyebabkan rasa mual dan<br />

tidak nyaman bagi pasien, sehingga penting<br />

untuk membuang udara sebelum menarik skop<br />

pada akhir prosedur.<br />

GASTROINTESTINAL ATAS<br />

Gbr 5.3<br />

Mengambil spesimen jaringan<br />

Gbr 5.2<br />

Jalankan terus endoskop ke arah prepilorus.<br />

Identifikasi pilorus dan posisikan skop tepat di<br />

atas pilorus. Ketika pilorus relaksasi majukan<br />

skop ke dalam duodenum dan lakukan inspeksi<br />

mukosa dengan seksama.<br />

Setelah selesai memeriksa duodenum, tarik skop<br />

melalui pilorus. Lakukan perasat ‘J’ untuk<br />

memvisualisasi kardia, fundus dan bagian atas<br />

dari kurvatura minor dan mayor. Untuk<br />

melakukan ini, putar skop ke arah kurvatura<br />

mayor dan tekuk (angulasi) ujung endoskop 180 o<br />

ke atas.<br />

Perlahan-lahan tarik skop sambil melakukan<br />

rotasi ujungnya sehi ngga memungkinkan<br />

visualisasi struktur proksimal. Anda bisa yakin<br />

bahwa perasat ini selesai ketika anda<br />

memvisualisasi endoskop sedang memasuki<br />

lambung<br />

Lesi mukosa yang diidentifikasi selama<br />

endoskopi bisa dibiopsi dengan menggunakan<br />

forsep cangkir yang dimasukkan melalui port<br />

samping dari skop. Biopsi bisa dikerjakan untuk<br />

pemeriksaan histologis atau ditempatkan pada<br />

media biakan untuk H. pylori.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Pemantauan pasien sangat penting,<br />

khususnya bila pasien diberi sedasi<br />

2. Pemasukan endoskop dengan perlahan dan<br />

teliti dengan inspeksi seksama terhadap<br />

permukaan mukosa esofagus dan lambung<br />

sangat kritis. Penanganan yang kasar bisa<br />

mengakibatkan trauma mukosa dan<br />

perdarahan sehingga menghambat<br />

visualisasi lengkap.<br />

3. Biopsi dari beberapa tempat perlu dilakukan<br />

pada semua lesi yang mencurigai.<br />

49


5 PERCUTANEOUS ENDOSCOPIC GASTROSTOMY<br />

GASTROINTESTINAL ATAS<br />

Indikasi<br />

Dukungan nutrisi enteral jangka panjang bila<br />

asupan makanan oral tidak mungkin, misal<br />

setelah Cerebrovascular Accident.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi lokal ke kulit dan anestesi topikal<br />

ke orofaring.<br />

Prosedur<br />

Titik optimal untuk gastrostomi biasanya<br />

ditunjukkan oleh suatu titik sepertiga jarak dari<br />

pinggir iga (pada garis mid-klavikula) ke<br />

umbilikus.<br />

Suatu metode alternatif untuk memastikan posisi<br />

yang sesuai adalah mematikan semua lampu<br />

kamar operasi dan melihat hanya dengan lampu<br />

endoskop.<br />

Hati<br />

Skop<br />

Iga<br />

Lambung<br />

Kolon<br />

Gbr 5.5<br />

Buat sebuah insisi kecil pada kulit dinding abdomen<br />

dan masukkan jarum trokar dengan<br />

inspeksi langsung ke dalam lambung. Jalankan<br />

lipatan benang nilon melalui trokar dan ambil<br />

benang dengan snare atau forsep biopsi melalui<br />

gastroskop.<br />

Gbr 5.4<br />

Titik gastrostomi<br />

(2 cm dari arcus costa)<br />

Masukkan gastroskop dan lakukan insuflasi<br />

untuk mengembangkan lambung. Kerjakan<br />

pemeriksan endoskopik lengkap daripada<br />

lambung. Tekan dinding abdomen dengan<br />

sebuah jari di titik untuk gastrostomi. Jika tidak<br />

ada organ di antara lambung dan dinding abdomen,<br />

maka akan terjadi indentasi yang dilihat<br />

melalui endoskop. Jika pandangan ini tidak jelas,<br />

kolon transversum mungkin menghambat<br />

rencana prosedur gastrostomi.<br />

Gbr 5.6<br />

Snare<br />

Tarik gastroskop dan snare, sambil menarik<br />

benang nilon melalui mulut.<br />

50


PERCUTANEOUS ENDOSCOPIC GASTROSTOMY 5<br />

GASTROINTESTINAL ATAS<br />

Gbr 5.7<br />

Ikat pipa gastrostomi ke benang nilon, dan tarik<br />

kembali ke dalam lambung, sampai keluar<br />

melalui dinding abdomen. Fiksasi pipa<br />

gastrostomi dengan cakram.<br />

Gbr 5.8<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Jika anda tidak yakin apakah ada organ lain di antara lambung dan dinding abdomen, maka pilih<br />

posisi alternatif untuk gastrostomi.<br />

2. Cakram difiksasi ketat selama 48 jam untuk mencegah bergesernya gastrostomi<br />

3. Tinggalkan gastrostomi untuk drainase selama 24 jam. Setelah itu baru pemberian makan dimulai.<br />

4. Endoskopi ulangan setelah prosedur tidak diperlukan.<br />

51


5 GASTROENTEROSTOMI<br />

GASTROINTESTINAL ATAS<br />

Indikasi<br />

1. Stenosis pilorus karena jaringan parut atau<br />

tumor<br />

2. Sebagai alternatif daripada piloroplasti<br />

setelah vagotomi<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum<br />

2. Pipa nasogastrik<br />

3. Profilaksis antibiotik<br />

4. Profilaksis anti-DVT -stockings, heparin.<br />

5. Kateter urin<br />

6. Posisi terlentang<br />

Dengan menggunakan diatermi potong, buat<br />

insisi 5 cm pada jejunum, kemudian lakukan insisi<br />

dengan panjang sama pada lambung.<br />

Prosedur<br />

Gbr 5.10<br />

Seluruh tebal lambung dan jejunum<br />

dijahit<br />

Gastroenterostomi anterior<br />

Melalui insisi median bagian atas, angkat<br />

mesokolon transversum dan identifikasi jejunum<br />

proksimal saat jejunum mulai kelihatan dari<br />

ligamen Treitz. Bawa loop jejunum proksimal di<br />

sekeliling kolon transversum dan omentum<br />

mayus sehingga jejunum terletak sepanjang<br />

dinding anterior lambung. Buat anastomosis sisi<br />

ke sisi, yang dimulai dengan jahitan kontinyu<br />

seromuskular antara lambung dan jejunum<br />

dengan menggunakan benang yang dapat<br />

diserap (benang serap).<br />

Dengan menggunakan benang serap berujung<br />

rangkap, tempatkan jahitan (stitch) pertama<br />

melalui seluruh tebal dinding posterior lambung<br />

dan jejunum pada titik tengah anstomosis. Ikat<br />

benang sehingga kedua ujung setara. Kemudian<br />

lanjutkan anastomosis dinding posterior dengan<br />

teknik full-thickness over-and-over sampai anda<br />

mencapai sudut.<br />

Gbr 5.11<br />

52<br />

Gbr 5.9<br />

Jahitan seromuskular posterior<br />

Kerjakan prosedur sama dengan arah<br />

berlawanan sampai dicapai sudut. Untuk sudutsudut,<br />

lanjutkan cara yang sama, yaitu dari dalam<br />

keluar dan dari luar ke dalam.<br />

Lanjutkan anastomosis aspek anterior dengan<br />

menggunakan jahitan kontinyu full thickness,<br />

sampai dua pertiga panjang benang bertemu di<br />

gasris tengah. Setelah mengikat benang, anastomosis<br />

anterior diselesaikan dengan jahitan<br />

seromuskular. Benang yang sama yang<br />

digunakan untuk jahitan seromuskular posterior<br />

bisa digunakan untuk ini, dan ketika selesai<br />

benang diikat diujungnya.


GASTROENTEROSTOMI 5<br />

Biasanya tidak dibutuhkan drain. Tutup luka<br />

seperti menutup laparotomi median.<br />

Gastroenterostomi posterior<br />

Bebaskan omentum mayus dari curvatura mayor<br />

lambung sepanjang 10 cm untuk memungkinkan<br />

akses ke bursa omentalis. Angkat kolon<br />

transversum dan buat jendela 7 cm pada dasar<br />

mesokolon ke bagian kiri dari vasa colica media,<br />

dan pada tempat di mana tidak ada<br />

persilangan pembuluh darah. Identifikasi<br />

lengkung jejunum seperti halnya untuk<br />

gastroenterostomi anterior dan lewatkan<br />

lengkung usus melalui jendela sehingga terletak<br />

di dalam bursa omentalis. Pakai forsep lunak ke<br />

bagian proksimal jejunum sebagai marker dan<br />

awas jangan sampai jejunum terpuntir selama<br />

manipulasi.<br />

Lakukan anastomosis antara lambung dan jejunum<br />

dengan menggunakan teknik yang sama<br />

seperti pada pendekatan anterior.<br />

Setelah anastomosis selesai, kembalikan kolon<br />

transversum ke posisi semula serta tarik sedikit<br />

secara perlahan-lahan lengkung jejunum melalui<br />

jendela mesokolon tadi sehingga anastomosis<br />

terlihat. Tempatkan beberapa jahitan terputus<br />

dengan benang serap antara pinggir mesokolon<br />

dan lambung.<br />

Ikat pinggir mesokolon ke lambung<br />

GASTROINTESTINAL ATAS<br />

Gbr 5.13<br />

Biasanya tidak dibutuhkan drain. Tutup luka<br />

seperti pada laparotomi median.<br />

Gbr 5.12<br />

Pokok-pokok penting<br />

Gastrojejunostomi posterior<br />

1. Pendekatan anterior merupakan opsi lebih mudah; akan tetapi tidak begitu fisiologis dibanding<br />

gastroenterostomi posterior dan lebih cenderung terjadi obstruksi.<br />

2. Periksa dengan seksama segmen usus yang digunakan dan pastikan segmen ini tidak terpuntir.<br />

3. Gastroenterostomi harus isoperistaltik, artinya peristalsis di puncak lengkung(loop) harus dari<br />

kanan ke kiri.<br />

4. Usahakan hemostasis yang baik, khususnya pada sisi lambung dari anastomosis.<br />

53


5 OPERASI UNTUK PERFORASI TUKAK PEPTIK<br />

GASTROINTESTINAL ATAS<br />

Indikasi<br />

Perforasi akut dari duodenum<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum<br />

2. Pipa nasogastrik<br />

3. Profilaksis antibiotik<br />

4. Profilaksis anti-DVT- stockings, heparin<br />

5. Kateter urin<br />

6. Posisi terlentang<br />

Prosedur<br />

Dapatkan sehelai omentum yang bisa<br />

digerakkan ke titik perforasi; letakkan omentum<br />

tersebut menutupi perforasi dan ikat longgar<br />

benang jahit ke puncak omentum.<br />

Jahitan jangan terlalu kencang<br />

Melalui laparotomi median atas, identifikasi<br />

lambung dan telusuri ke distal sampai duodenum.<br />

Perforasi biasanya dijumpai pada permukaan<br />

anterior dari bagian pertama duodenum.<br />

Identifikasi perforasi dan masukkan tiga benang<br />

jahit serap melalui duodenum pada kedua sisi<br />

perforasi.<br />

Gbr 5.15<br />

Bilas rongga peritoneum dengan seksama untuk<br />

membuang sisa makanan dan tutup seperti pada<br />

laparotomi.<br />

Gbr 5.14<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Jangan ikat omentum terlalu kuat, karena bisa<br />

nekrosis.<br />

2. Jika tidak terbukti ada perforasi di permukaan<br />

anterior, mobilisir permukaan posterior<br />

lambung. Jika didapatkan tukak lambung yang<br />

perforasi, lakukan biopsi karena mungkin saja<br />

ini tukak ganas. Jika perforasi kecil tutup<br />

dengan cara sama seperti pada tukak duodenum.<br />

Jika tukak berukuran besar dan rapuh,<br />

dibutuhkan gastrektomi parsial.<br />

54


Indikasi<br />

OPERASI UNTUK PERDARAHAN TUKAK PEPTIK 5<br />

Perdarahan dari tukak yang gagal memberi<br />

respon terhadap pengobatan konservatif atau<br />

endoskopik.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum<br />

2. Pipa nasogastrik.<br />

3. Profilaksis antibiotik.<br />

4. Kateter urin.<br />

5. Posisi terlentang.<br />

Masukkan pipa penyedot ke dalam lumen duodenum<br />

untuk mengidentifikasi titik perdarahan,<br />

yang biasanya terlihat di dinding posterior.<br />

Mungkin ada baiknya menyumpal pilorus dengan<br />

swab untuk mencegah darah menyembur dari<br />

lambung sehingga menggangu pandangan.<br />

Masukkan benang ukuran 1 di bawah arteri<br />

gastroduodenalis yang berjalan di belakang<br />

duodenum.<br />

GASTROINTESTINAL ATAS<br />

Prosedur<br />

Setelah abdomen dibuka melalui insisi median,<br />

anda akan menjumpai lambung mengalami<br />

distensi karena darah dan usus halus terlihat<br />

abu-abu karena adanya darah di dalam lumen.<br />

Masukkan dua benang ‘tinggal’ dalam dinding<br />

duodenum dan buka duodenum secara longitudinal.<br />

Gbr 5.17<br />

Ambil agak dalam<br />

Kait agak dalam agar bisa menjangkau arteri,<br />

tetapi jangan terlalu dalam karena saluran<br />

empedu terletak berdekatan. Ikat benang kuatkuat<br />

dan pastikan perdarahan telah berhenti.<br />

Lepas swab kasa dan evakuasi benkuan darah<br />

dari lambung. Bergantung pada derajat parut<br />

duodenum yang ditimbulkan oleh tukak, anda<br />

bisa berlanjut ke piloroplasti atau<br />

gastroenterostomi.<br />

Biasanya tidak diperlukan drain. Tutup luka<br />

seperti pada laparotomi median.<br />

Gbr 5.16<br />

Pokok-pokok penting<br />

Jika anda tidak bisa mengidentifikasi sumber<br />

perdarahan di duodenum, curigai sumber di<br />

lambung. Perlebar insisi ke arah proksimal<br />

untuk mencari patologi yang tak terdiagnosis<br />

sebelumnya, misal tukak lambung, erosi atau<br />

varises.<br />

55


5 KOLESISTEKTOMI LAPAROSKOPIK<br />

GASTROINTESTINAL ATAS<br />

Indikasi<br />

1. Batu empedu simtomatik yang menyebabkan<br />

kolesistitis, kolik bilier atau pankreatitis.<br />

2. Mukokel atau empiema kandung empedu.<br />

3. Kolesistitis tanpa batu<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum<br />

2. Pipa nasogastrik<br />

3. Profilaksis antibiotik<br />

4. Profilaksis anti-DVT –stockings, heparin<br />

5. Kateter urin atau mikturasi terakhir dicatat<br />

6. Posisi terlentang pada meja sinar-X yang<br />

dilengkapi dengan penguat citra (image intensifier).<br />

Jika fasilitas skrining tidak<br />

tersedia, penting bahwa pasien berada<br />

dalam posisi tepat dengan ujung iga ke 9<br />

berada di atas pertengahan kaset dan krista<br />

iliaka pada pinggir film (Gambar 5.18).<br />

7. Periksa instrumen –pastikan instrumen<br />

dalam keadaan baik termasuk, jarum Veress<br />

tajam dengan mesin suction/irigasi yang<br />

berfungsi.<br />

Prosedur<br />

Tempatkan pasien dalam posisi Trendelenberg<br />

terbalik untuk memindahkan usus halus menjauhi<br />

panggul. Persiapkan seperti untuk laparoskopi<br />

dan masukkan trokar umbilikus.<br />

Tempatkan trokar-trokar yang lain sebagaimana<br />

diperlihatkan<br />

10 mm<br />

5 mm<br />

5 mm<br />

56<br />

Trendelenburg dengan berputar ke lateral kiri<br />

untuk menggerakan omentum dari kuadran<br />

leteral kanan.<br />

Arcus costa di<br />

pertengahan film<br />

Gbr 5.18<br />

Crista iliaca di<br />

pinggir film<br />

10 mm<br />

Gbr 5.19<br />

Masukkan trokar epigastrik berdiameter 10 mm<br />

di bawah inspeksi langsung, tepat di sebelah<br />

kanan garis tengah berseberangan dengan<br />

pertengahan pinggir iga (costal margin). Sering<br />

ada manfaat daripada menempatkan trokar di<br />

kanan ligamen falsiformis untuk memudahkan<br />

akses instrumen. Tempatkan dua kanula 5 mm<br />

di kanan linea aksilaris anterior kanan dan linea<br />

mid-klavikula. Posisi-posisi ini bisa bervariasi<br />

menurut anatomi pasien. Port ke 5 mungkin<br />

diperlukan pada pasien gemuk atau pada pasien<br />

dengan lobus Riedel. Sekarang ubah posisi<br />

pasien ke posisi<br />

Genggam kandung empedu dengan instrumen<br />

lateral 5 mm dan tarik ke arah kranial. Gunakan<br />

pemegang kedua berukuran 5 mm untuk<br />

menahan korpus kandung empedu selama<br />

diseksi.


KOLESISTEKTOMI LAPAROSKOPIK 5<br />

Dengan menggunakan forseps diseksi 5 mm,<br />

misal Petelin atau Maryland, kupas peritoneum<br />

yang menutupi fundus kandung empedu dan<br />

perlebar diseksi melalui duktus sistikus ke trigonum<br />

Calot. Lakukan diseksi duktus sistikus<br />

dengan menggunakan pemegang mid-klavikula<br />

untuk mengungkit kandung empedu ke arah<br />

kranial sehingga membuat jendela untuk diseksi.<br />

Arteri sistikus<br />

Setelah menjepit fundus kandung empedu dan<br />

arteri sistikus, masukkan trokar jarum panjang<br />

dengan kanula di bawah inspeksi langsung.<br />

Buat sebuah insisi kecil di duktus sistikus dan<br />

masukkan kanula. Stabilkan kanula dengan<br />

penekanan ringan menggunakan klip. Naikkan<br />

sisi kiri meja 10-15 derajat sehingga saluran<br />

empedu tidak tumpang tindih dengan vertebra<br />

GASTROINTESTINAL ATAS<br />

Duktus sistikus<br />

Gbr 5.21<br />

Gbr 5.20<br />

Jangan memotong, menjepit atau diatermi setiap<br />

struktur sebelum anatomi jelas terlihat. Jangan<br />

melakukan diseksi pertemuan duktus sistikus<br />

dan duktus koledukus. Diseksi tumpul hampir<br />

selalu memadai dan diatermi harus dihindarkan<br />

jika mungkin pada tahap ini (lihat bagian tentang<br />

diatermi pada Bab 1).<br />

Kolangiografi operatif<br />

lumbal. Intensifikasi citra lebih disukai karena<br />

port sering tidak jelas dan bisa bergeser oleh<br />

operator.<br />

Jika ada batu, pikirkan alternatif : teruskan<br />

dengan laparoskopi, kolesistektomi, ERCP,<br />

eksplorasi laparsokopik daripada saluran<br />

empedu, atau tukar dengan kolesistektomi<br />

terbuka.<br />

Ada silang pendapat tentang pengerjaan rutin<br />

dari kolangiografi. Namun, pada situasi di mana<br />

anatomi tidak jelas, harus tersedia fasilitas,<br />

sehingga dibutuhkan teknik yang aman dan<br />

konsisten.<br />

57


5 KOLESISTEKTOMI LAPAROSKOPIK<br />

GASTROINTESTINAL ATAS<br />

Setelah kolangiografi selesai, jepit dan potong<br />

duktus sistikus.<br />

Gbr 5.22<br />

Gunakan mesin suction/irigasi untuk<br />

mempertahankan viabilitas.<br />

Jika anda menusuk kandung empedu dan batu<br />

tumpah, kumpulkan. Mungkin perlu untuk<br />

memasukkan kantung disposable untuk<br />

menampung batu sehingga meminimalkan<br />

tumpahan.<br />

Gunakan irigasi dengan salin yang telah diberi<br />

heparin untuk memudahkan pengangkatan<br />

bekuan. Kandung empedu bisa diangkat melalui<br />

port umbilikal ataupun epigastrik. Pengangkatan<br />

melalui port epigastrik tidak menyebabkan<br />

terhalangnya visualisasi. Drain bisa dimasukkan<br />

melalui port 5 mm dan bisa ditaruh langsung ke<br />

dalam liver bed.<br />

Golden rule adalah diseksi harus sedekat<br />

mungkin dengan kandung empedu untuk<br />

menghindari setiap efek yang disebabkan<br />

kelainan anatomi.<br />

Kandung empedu sekarang bebas untuk<br />

dipisahkan dari hati (liver bed). Ini bisa dikerjakan<br />

dengan diseksi tumpul atau tajam, dengan<br />

diatermi atau diseksi air ultrasonik. Usahakan<br />

selalu dekat dengan kandung empedu untuk<br />

menghindari perdarahan berlebihan dari hati.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Pasien dengan risiko tinggi batu duktus<br />

koledukus harus diidentifikasi sebelum<br />

kolesistektomi laparoskopik dan menjalani<br />

ERCP terelebih dulu.<br />

2. Kolesistektomi laparoskopik sebaiknya<br />

dihindarkan pada pasien yang sedang<br />

mendapat antikoagulan.<br />

3. Kolesistektomi laparoskopik sebaiknya<br />

dihindarkan jika pada ultrasonografi dicurigai<br />

adanya keganasan kandung empedu.<br />

4. Jika kandung empedu tegang dan distensi,<br />

dekompresi perlu dikerjakan untuk membantu<br />

cengkeraman.<br />

5. Ada sejumlah variasi anatomis penting<br />

daripada suplai arteri maupun drainase<br />

empedu. Jadi hati-hati dalam mengidentifikasi<br />

semua struktur sebelum memotongnya. Jika<br />

ada keraguan tentang anatomi atau komplikasi<br />

perdarahan, rujuk ke ahli bedah digestif atau<br />

alihkan segera ke prosedur terbuka.<br />

58<br />

Gbr 5.23


KOLESISTEKTOMI TERBUKA 5<br />

Indikasi<br />

1. Sama seperti kolesistektomi laparoskopik.<br />

2. Adanya kontraindikasi untuk kolesistektomi<br />

laparoskopik<br />

3. Prosedur laparoskopik gagal.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum.<br />

2. Pipa nasogastrik.<br />

3. Profilaksis antibotik<br />

4. Profilaksis anti-DVT – stockings, heparin<br />

5. Kateter urin jika ikterus<br />

6. Posisi terlentang pada meja sinar-X yang<br />

dilengkapi dengan penguat citra (image intensifier)<br />

Potong dan ikat ligamen falsiformis dan lakukan<br />

laparotomi. Jalankan sebuah tangan di lobus<br />

kanan hati untuk memasukkan udara karena ini<br />

membantu pemaparan. Gunakan handuk abdomen<br />

yang hangat dan lembab untuk<br />

membungkus kolon dan lambung dari medan<br />

penglihatan. Hati ditarik perlahan-lahan untuk<br />

mengoptimalkan pemaparan. Tempatkan forsep<br />

spons pada fundus dan forsep kedua pada<br />

Hartmann’s pouch. Pegang instrumen pada<br />

tangan anda yang tidak-dominan dan dengan<br />

hati-hati potong peritoneum di atas duktus<br />

sistikus.<br />

GASTROINTESTINAL ATAS<br />

Prosedur<br />

Opsi-opsi untuk insisi mencakup Kocher klasik,<br />

mini-Kocher, paramedian, median atau transversal<br />

kanan atas. Penulis menganjurkan yang<br />

terakhir.<br />

Untuk insisi melintang, kerjakan insisi kulit dan<br />

jaringan subkutan. Kemudian potong fasia rectus<br />

anterior pada garis insisi kulit. Masukkan<br />

forsep besar di belakang rektus untuk menarik<br />

swab. Swab ini akan melindungi lapisan-lapisan<br />

dalam. Gunakan diatermi untuk memotong otot.<br />

Jaga untuk mengidentifikasi semua pembuluh<br />

darah sebelum pembuluh ini tertarik ke dalam<br />

ujung-ujung otot yang terpotong.<br />

Gbr 5.25<br />

Dengan hati-hati sayat peritoneum di atas duktus<br />

Jauhkan jaringan adventisia dari duktus sistikus<br />

dengan menggunakan pledget dan dengan<br />

lembut jalankan ujung forsep di bawahnya.<br />

Gbr 5.26<br />

Benang jahit<br />

Gbr 5.24<br />

Memotong rektus<br />

59


5 KOLESISTEKTOMI TERBUKA<br />

GASTROINTESTINAL ATAS<br />

Potong lembar posterior dari peritoneum dan<br />

dengan hati-hati jalankan benang serap di<br />

belakang duktus.<br />

Jika duktus sistikus tidak mungkin dikanulasi, ikat<br />

benang distal dan dengan hati-hati masukkan<br />

jarum 25-G ke dalam duktus koledukus.<br />

Ungkit sisi kiri meja ke atas kira-kira 10 – 15<br />

derajat, sehingga tidak menonjolkan saluran<br />

empedu di atas vertebra. Periksa pasien sambil<br />

menyuntikkan 10 ml zat warna radiopak.<br />

Identifikasi, ikat dan potong arteri sistikus saat<br />

melintasi trigonum Calot.<br />

Posisi normal dari<br />

arteri sistikus<br />

Gbr 5.27<br />

Sayatan daun<br />

posterior dari<br />

peritoneum<br />

Pertemuan antara duktus sistikus dan duktus<br />

koledukus sekarang terlihat jelas. Setelah anda<br />

bisa melakukan inspeksi dengan jelas, duktus<br />

sistikus boleh diikat. Tempatkan ikatan proksimal<br />

sedekat mungkin ke kandung empedu dan<br />

benang kedua beberapa milimeter sebelah distal<br />

dari ini. Jika akan dilakukan kolangiografi,<br />

benang distal harus ditempatkan tetapi tidak<br />

diikat.<br />

Kolangiografi operatif<br />

Masukkan kateter kolangiogram melalui sebuah<br />

insisi kecil di duktus sistikus dan sekali telah<br />

berada dalam posisinya lakukan pengikatan.<br />

Gbr 5.29<br />

Lakukan diseksi kandung empedu menjauhi hati<br />

dengan menggunakan gunting atau diatermi.<br />

Jangan tergoda untuk menggunakan jari untuk<br />

diseksi tumpul karena ini meninggalkan<br />

permukaan yang mudah berdarah. Lebih baik<br />

meninggalkan serosa daripada memotong ke<br />

dalam parenkima hati.<br />

Selalu dekat ke<br />

kandung<br />

empedu<br />

60<br />

Gbr 5.28<br />

Gbr 5.30


KOLESISTEKTOMI TERBUKA 5<br />

Eksplorasi duktus koledukus<br />

Jika diidentifikasi batu, maka ini harus diangkat.<br />

Tempatkan benang-benang tinggal dalam<br />

dinding duktus koledukus dan buat insisi longitudinal<br />

antara benang-benang tersebut tepat di<br />

atas duodenum.<br />

Tes patensi pipa T dengan menyuntikkan sedikit<br />

salin. Setelah selesai, tutup duktus dengan<br />

jahitan terputus dan benang serap.<br />

Gbr 5.33<br />

Test untuk kebocoran<br />

GASTROINTESTINAL ATAS<br />

Gbr 5.31<br />

Batu kecil bisa disembur keluar dengan bantuan<br />

salin yang dimasukkan melalui kateter kecil.<br />

Gbr 5.32<br />

Membilas batu<br />

Batu yang lebih besar membutuhkan kateter<br />

Fogarty atau forsep Desjardin. Periksa dengan<br />

koledoskop bahwa semua batu telah diekstraksi.<br />

Bila saluran bersih dan ada aliran zat kontras<br />

ke duodenum, masukkan pipa T ke dalam<br />

saluran empedu dan keluarkan melalui dinding<br />

abdomen.<br />

Perdarahan bisa dihentikan dengan penggunaan<br />

diatermi. Jika sedikit darah masih menyembur<br />

maka sekeping Kaltrostat bisa ditempatkan pada<br />

liver bed. Bila perdarahan berhenti, tempatkan<br />

suction drain dalam fossa kandung empedu dan<br />

tutup luka.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Rahasia untuk memaparkan pertemuan<br />

duktus sistikus dan duktus koledukus adalah<br />

memberi tegangan pada duktus sistikus.<br />

Saat operasi berlangsung, pandangan bisa<br />

diperbaiki dengan mengubah posisi forsep.<br />

2. Jangan memotong atau mengikat sampai<br />

anda yakin dengan kejelasan struktur<br />

anatomi.<br />

3. Pemasukan ujung forsep arteri ke dalam<br />

duktus sistikus akan membuat lebih mudah<br />

untuk kanulasi.<br />

4. Jika sedang dilakukan kolangiogram, hatihati<br />

hangan memasukkan udara, karena<br />

gelembung udara sukar dibedakan dari batubatu<br />

kecil.<br />

5. Jika anda tidak bisa mengangkat/<br />

mencongkel batu yang terbenam dalam<br />

duktus koledukus, kerjakan duodenotomi<br />

dan sfingterektomi atau koledokoduodenostomi.<br />

Sebagai alternatif, ini bisa<br />

dilakukan pasca operasi dengan ERCP.<br />

6. Suatu teknik alternatif yang berguna pada<br />

kasus dengan struktur anatomi yang sulit,<br />

adalah diseksi retrograd dari kandung<br />

empedu. Ini membebaskan kandung<br />

empedu sehingga memungkinkan evaluasi<br />

seksama terhadap anatomi dan<br />

meninggalkan ligasi pembuluh darah<br />

sebagai langkah akhir.<br />

61


5 SPLENEKTOMI<br />

GASTROINTESTINAL ATAS<br />

Indikasi<br />

1. Elektif : - Kelainan hematologis<br />

- Bagian dari bedah radikal dari<br />

abdomen atas<br />

- Kista/tumor limpa<br />

- Penentuan stadium limfoma<br />

(jarang dikerjakan)<br />

2. Darurat: - Trauma<br />

Pendekatan terhadap limpa yang ruptur berbeda<br />

dari suatu splenektomi elektif. Pasien yang<br />

mengalami trauma limpa harus ditangani<br />

pertama kali dengan protokol ATLS (advanced<br />

trauma life support) dengan kontrol jalan napas,<br />

pernapasan dan sirkulasi. Bilas peritoneum atau<br />

pemeriksaan radiologis harus digunakan untuk<br />

menilai cedera abdomen sebelum operasi.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum.<br />

2. Pipa nasogastrik.<br />

3. Profilaksis antibiotik.<br />

4. Profilaksis anti-DVT- stockings, heparin.<br />

5. Posisi terlentang<br />

Prosedur<br />

Bisa digunakan insisi paramedian kiri atas, median,<br />

transversal atau subkostal kiri. Pada kasus<br />

trauma, insisi mediana memungkinkan akses<br />

yang lebih baik ke alat dalam lainnya.<br />

Gbr 5.34<br />

Sekarang geser limpa ke atas dengan tangan<br />

kiri dan perlahan-lahan dorong peritoneum<br />

dengan swab pada stick.. Jaringan terus disapu<br />

dari belakang limpa, saat limpa dibawa ke arah<br />

luar. Kemudian omentum bisa dilepas dari kutup<br />

bawah dengan memotong vasa gastroepiploica<br />

sinsitra antara forsep arteri dan ligasi dengan<br />

benang serap. Pada tahap ini, vasa brevia yang<br />

berjalan dari kutup atas limpa ke lambung melalui<br />

ligamen gastro-lienalis harus diikat dan dipotong<br />

sendiri-sendiri. Jaga untuk tidak merusak<br />

lambung.<br />

Kemudian perhatian dialihkan ke pembuluh<br />

limpa. Jalankan beberapa jari kiri ke sekeliling<br />

hilus dan palpasi cabang-cabang arteri lienalis<br />

saat arteri tersebut memasuki limpa. Dengan ibu<br />

jari pada kauda pankreas untuk melindunginya,<br />

klip dan pisahkan cabang-cabang ini beserta<br />

vena-venanya.<br />

Splenektomi elektif<br />

62<br />

Langkah pertama dan terpenting adalah<br />

memotong ligamen lieno-renalis. Dengan berdiri<br />

di sebelah kanan pasien, dan dengan asisten<br />

menarik perlahan pinggir kiri dari luka operasi,<br />

jalankan satu tangan pada limpa ke bawah<br />

sampai ligamen lieno-renalis. Dengan lembut,<br />

tarik limpa dan potong ligamen lieno-renalis,<br />

mulai dari bagian bawah dan bergerak ke atas<br />

kutup atas dengan menggunakan gunting<br />

dengan gagang panjang.<br />

Gbr 5.35


SPLENEKTOMI 5<br />

Selanjutnya sisa ligamen gastro-lienalis bisa<br />

dipotong. Limpa bisa diangkat dan pembuluhpembuluh<br />

utama diikat rangkap dua, arteri<br />

sebelum vena. Suction drain ditempatkan pada<br />

rongga subfrenik dan dinding abdomen ditutup<br />

lapis demi lapis.<br />

Splenektomi darurat<br />

Pada kasus ruptur limpa, perdarahan massif bisa<br />

mengaburkan inspeksi. Prosedur pertama<br />

adalah mengevakuasi bekuan secara manual<br />

dan dengan bantuan suction. Jalankan tangan<br />

anda ke hilus untuk mengendalikan perdarahan<br />

dengan menekan arteri dan vena lienalis di<br />

antara telunjuk dan ibu jari. Jika perdarahan tidak<br />

berhenti, gunakan klem non-crushing untuk<br />

menjepit hilus. Ini memungkinkan penilaian<br />

terhadap tingkat kerusakan limpa. Jika<br />

tatalaksana konservatif tidak berhasil, maka<br />

harus dilakukan splenektomi formal.<br />

Jika pada laparoskopi perdarahan terlihat<br />

berasal dari laserasi tunggal ini bisa dijahit<br />

(splenorafi). Sebagai alternatif, jika ada avulsi<br />

lengkap atau parsial dari fragmen limpa,<br />

splenektomi parsial bisa dikerjakan dengan<br />

memotong arteri dan vena lienalis yang<br />

memasok kutup bersangkutan. Kemudian<br />

fragmen direseksi dan pinggir dijahit dengan<br />

jahitan matras benang serap. Kecelakaan yang<br />

melepas kapsul, seperti ruptur dari hematoma<br />

subkapsular bisa ditangani dengan aplikasi zat<br />

hemostatik topikal dan membungkus limpa<br />

dengan jala serap (absorbable mesh).<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Limpa harus selalu ditangani dengan<br />

perhatian seksama.<br />

2. Hemostasis adalah vital apapun indikasinya<br />

dari splenektomi<br />

3. Hati-hati untuk tidak merusak pankreas<br />

selama diseksi hilus lienalis<br />

4. Splenunculi tidak jarang dan harus selalu<br />

diangkat kecuali pada kasus trauma.<br />

5. Vaksinasi terhadap Streptococus pneumoniae<br />

dan Hemophilus influenzae B harus<br />

dilaksanakan 6 minggu sebelum operasi untuk<br />

kasus elektif dan sesegera mungkin pada<br />

periode pasca bedah pada splenektomi<br />

darurat.<br />

6. Pasien-pasien splenektomi harus selalu<br />

diberikan profilaksis jangka panjang terhadap<br />

sepsis pneumococcus dengan<br />

fenoksimetilpenilisin (250 mg bd)<br />

7. Karena risiko sepsis pasca seplenektomi,<br />

jaringan limpa harus di sebaiknya<br />

dipertahankan bilamana mungkin pada kasus<br />

trauma.<br />

8. Bila limpa besar, operasi dipermudah dengan<br />

ligasi pendahuluan dari arteri lienalis saat<br />

arteri ini berjalan sepanjang pinggir atas<br />

pankreas. Ini cepat mengempeskan limpa.<br />

GASTROINTESTINAL ATAS<br />

Gbr 5.36<br />

63


6<br />

GASTROINTESTINAL<br />

BAWAH<br />

65


6 APENDEKTOMI<br />

GASTROINTESTINAL BAWAH<br />

Indikasi<br />

1. Darurat –apendisitis akut<br />

2. Elektif – apendektomi ‘interval’ setelah terapi<br />

konservatif suatu massa apendiks.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum<br />

2. Antibiotik profilaksis<br />

3. Posisi terlentang<br />

Prosedur<br />

Insisi lazim untuk apendektomi diperlihatkan<br />

pada Gambar 1.1. Insisi klasik dibuat pada titik<br />

McBurney –titik yang diproyeksikan pada dua<br />

pertiga garis antara spina iliaca anterior superior<br />

dengan umbilikus. Insisi dibuat tegak lurus<br />

(90 o ) terhadap garis imajiner ini.<br />

Insisi Lanz ‘4’ memiliki efek lebih baik terhadap<br />

kosmetik, dan dengan menarik kulit ke atas ke<br />

arah pinggir iga sebelum insisi, akan<br />

menghasilkan parut agak ke bawah. Pada pasien<br />

usia setengah baya atau pasien usia lanjut, insisi<br />

transversal rendah atau insisi median harus<br />

dipertimbangkan jika ada keraguan diagnosis.<br />

dengan gunting dan selesaikan pembelahan<br />

dengan menggunakan jari atau sepasang<br />

retraktor untuk memperbesar defek.<br />

Obliqus<br />

externus<br />

Gbr 6.1<br />

Transversus<br />

Abdominis<br />

Tarik peritoneum ke atas dengan dua klip kecil<br />

dan lakukan sayatan dengan scalpel. Semburan<br />

cairan keruh menunjukkan apendisitis.<br />

Peritoneum<br />

Sayat aponeurosis obliqus externus sejajar<br />

dengan serabutnya; ini memaparkan obliqus<br />

internus. Jika anda melakukan insisi terlalu ke<br />

tengah, anda akan melihat fasia rektus. Potong<br />

serabut obliqus internus dengan arah melintang<br />

66<br />

Gbr 6.2<br />

Omentum juga bisa segera terlihat pada<br />

apendisitis akut. Ambil sampel nanah untuk<br />

kultur dan tes kepekaan kuman.<br />

Identifikasi sekum dari taenia dan bawa keluar<br />

luka insisi bersama-sama apendik. Jika<br />

apendik terletak retrosekal atau di dalam<br />

panggul,


APENDEKTOMI 6<br />

congkel keluar dengan telunjuk kanan. Jika<br />

masih tidak mungkin membawa apendik ke arah<br />

luar, perbesar insisi. Ini terbaik dilakukan dengan<br />

memisahkan serat-serat obliqus internus ke arah<br />

lateral dan medial. Pada pasien gemuk fasia<br />

rektus juga bisa diinsisi untuk memungkinkan<br />

paparan yang cukup.<br />

Setelah apendik di bawa ke permukaan, pegang<br />

dengan dua forsep jaringan. Potong mesoapendik<br />

di antara klip arteri, sambil mengikat<br />

pedikel dengan benang serap.<br />

Gunakan jahitan purse string atau ‘Z’ pada dasar<br />

apendik dengan benang serap ukuran 2/0.<br />

Gencet dasar apendik dengan forsep berat dan<br />

ikat ke arah proksimal dengan benang serap<br />

ukuran 0.<br />

Angkat apendik dan tanam puntungnya dengan<br />

mengencangkan jahitan purse string. Dianjurkan<br />

memegang dasar yang telah diikat di bawah<br />

purse string dan dorong ke bawah saat purse<br />

string dikencangkan.<br />

Dorong<br />

GASTROINTESTINAL BAWAH<br />

Mesoapendik<br />

Gbr 6.4<br />

Gbr 6.3<br />

Sedot setiap cairan bebas yang tersisa dan bilas<br />

rongga peritoneum. Tutup dinding abdomen lapis<br />

demi lapis dengan jahitan serap. Gunakan<br />

jahitan kontinyu untuk peritoneum dan dekatkan<br />

obliqus internus dengan jahitan terputus. Tutup<br />

defek di obliqus internus dengan jahitan kontinyu<br />

dan kulit dengan jahitan subkutis.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Jika ada abses dan apendik tak bisa ditemukan, tempatkan suatu drain ke abses dan tutup abdomen.<br />

2. Jika anda dapatkan karsinoma sekum, lakukan hemikolektomi dekstra (lihat halaman 71).<br />

3. Jika apendik normal cari divertikulum Meckel, patologi ginekologi (pada wanita) atau divertikulitis<br />

sigmoid. Jika anda dapatkan masalah ginekologi, konsul ahli kebidanan.<br />

4. Pada anak, perhatikan dengan seksama mesenterium ileal untuk limfadenopati—adenitis mesenterium.<br />

5. Jika benar apendik terletak retrosekal, sekum bisa dimobilisir dengan memisahkannya dari perlekatan<br />

peritoneum lateral seperti untuk hemikolektomi dekstra.<br />

67


6 RESEKSI USUS HALUS<br />

GASTROINTESTINAL BAWAH<br />

Indikasi<br />

1. Iskemia, infark mesenterium, nekrosis<br />

setelah strangulasi suatu pita usus atau hernia.<br />

2. Divertikulitis Meckel<br />

3. Trauma usus halus.<br />

4. Obstruksi usus halus, misal tumor sekunder<br />

atau intususepsi.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum<br />

2. Pipa nasogastrik<br />

3. Antibiotik profilaktik<br />

4. Posisi terlentang.<br />

Prosedur<br />

Melalui insisi median, bawa segmen usus yang<br />

sakit ke arah luka. Lindungi pinggir luka dengan<br />

swab untuk meminimalkan sepsis. Gunakan dua<br />

klem non-crushing untuk menyumbat usus pada<br />

kedua sisi segmen yang sakit.<br />

Garis insisi<br />

Gbr 6.5<br />

68<br />

Dengan hati-hati insisi peritoneum mesenterium<br />

sepanjang garis yang dipilih untuk memotong<br />

pembuluh darah. Cari vasa mesenteri yang<br />

terbungkus dengan transiluminasi mesenterium<br />

dan potong di antara dua forsep arteri, ikat<br />

dengan benang serap.<br />

Tempatkan klem crushing pada sudut 30 o ke usus<br />

dan potong di dekat klem. Ini memungkinkan<br />

perfusi lebih baik dari pinggir anti-mesenterik.<br />

Potong usus dengan pisau dan setelah<br />

mengangkat bagian usus yang sakit, tutup kedua<br />

usus ujung yang telah terpotong dengan swab<br />

yang telah dicelup dengan antiseptik.


Mulai bagian posterior dari anastomosis dengan<br />

memasukkan jahitan kontinyu seromuskular<br />

dengan benang serap.<br />

jahit seromuskular<br />

posterior<br />

RESEKSI USUS HALUS 6<br />

Setelah ini, mulai dari garis tengah jahit seluruh<br />

tebal dinding usus dengan benang serap<br />

berunjung rangkap, jahit ke arah pinggir<br />

mesenterium, kemudian ‘sekeliling sudut’<br />

dengan jahitan satu ujung. Kemudian beralih ke<br />

lapisan kedua dan sempurnakan anastomosis<br />

dengan mengikat kedua ujung jahitan di bagian<br />

tengah depan.<br />

Jahit Connel<br />

GASTROINTESTINAL BAWAH<br />

Gbr 6.7<br />

Gbr 6.6<br />

Selesaikan anastomosis dengan jahitan<br />

seromuskular anterior.<br />

Tutup defek di mesenteri dengan jahitan terputus<br />

benang serap, hati-hati jangan sampai mengenai<br />

arteri mesenterika.<br />

Tutup dinding abdomen seperti pada laparotomi.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Jika kedua ujung usus tidak mudah berdarah, reseksi terus sampai dicapai usus yang sehat.<br />

2. Jika anastomosis yang telah selesai dikerjakan terlihat buram dan tidak membaik setelah beberapa<br />

menit, eksisi lagi dan ulang anastomosis.<br />

3. Jangan tempatkan klem oklusif pada mesenterium.<br />

69


6 DIVERTIKULEKTOMI MECKEL<br />

GASTROINTESTINAL BAWAH<br />

Indikasi<br />

1. Peradangan akut<br />

2. Perdarahan<br />

3. Obstruksi internal karena band<br />

4. Intususepsi<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum<br />

2. Posisi terlentang<br />

3. Pipa nasogastrik<br />

4. Antibiotik profilaktik<br />

Prosedur<br />

Melalui insisi mediana bawa segmen usus yang<br />

berisi divertikulum ke luka insisi dan isolasikan<br />

dari sisa usus lainnya dengan handuk kasa.<br />

Divertikulum sering memiliki pasokan darah yang<br />

menonjol dan harus iidentifikasi dengan<br />

seksama, diikat dan dipotong.<br />

Gunakan dua klem crushing menjepit<br />

divertikulum dan dua klem non crushing menjepit<br />

usus.<br />

Gbr 6.8<br />

Eksisi divertikulun dan tutup defek yang terjadi<br />

dengan menggunakan jahitan serap ukuran 2/0<br />

dengan arah transversal.<br />

Pokok penting<br />

1. Divertikulum yang besar mungkin<br />

memerlukan reseksi usus halus, terutama<br />

jika dasarnya tebal atau abnormal.<br />

70


HEMIKOLEKTOMI DEKSTRA 6<br />

Indikasi<br />

1. Karsinoma sekum atau kolon asenden atau<br />

kolon transversum<br />

2. Penyakit Crohn, divertikulum soliter,<br />

intususepsi<br />

3. Angiodisplasia kolon<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum.<br />

2. Pipa nasogastrik.<br />

3. Profilaksis antibiotik.<br />

4. Profilaksis anti-DVT –stockings, heparin<br />

5. Kateter urin.<br />

6. Posisi terlentang.<br />

Prosedur<br />

Biasanya dibuat insisi median tetapi insisi transversal<br />

dengan memotong otot pada fossa iliaca<br />

dextra lebih sedikit menimbulkan rasa nyeri dan<br />

sesuai untuk pasien kurus yang menjalani<br />

reseksi lokal.<br />

Sekum dan ileum terminal dimobilisasi dengan<br />

memotong peritoneum lateral dan lanjutkan<br />

mobilisasi searah jarum jam ke atas dan meliputi<br />

omentum gastrokolika dan fleksura hepatika.<br />

Naikkan kolon kanan ke arah luka insisi dan<br />

hapus setiap perlengketan di bagian<br />

posteriornya dengan diseksi tumpul<br />

menggunakan swab bertangkai . Awas pembuluh<br />

gonad, ureter kanan dan duodenum selama<br />

perasat ini.<br />

GASTROINTESTINAL BAWAH<br />

Hati<br />

Duodenum<br />

Ureter<br />

Vasa gonadal<br />

Gbr 6.9<br />

Lakukan transiluminasi dan ikat vasa<br />

mesenterika di dekat pangkalnya di vasa<br />

mesenterika superior, jika operasi ditujukan untuk<br />

tumor. Bawa pembuluh darah yang telah<br />

dipotong ke dinding usus.<br />

71


6 HEMIKOLEKTOMI DEKSTRA<br />

GASTROINTESTINAL BAWAH<br />

Tempatkan klem non-crushing pada kolon<br />

transversum dan ileum dan potong usus di antara<br />

kedua klem ini.<br />

Buka kolon sepanjang taenia dan masukkan<br />

jarum serap seluruh tebal dinding untuk menjahit<br />

dinding posterior daripada anastomosis dengan<br />

jahitan berujung dua. Mulai ke satu arah dan<br />

diteruskan dengan arah lain.<br />

Gbr 6.12<br />

Gbr 6.10<br />

Tutup kolon distal dengan tangan atau<br />

menggunakan mesin staple mekanik dan jahit<br />

melewati garis staple. Dekatkan ileum dan kolon<br />

dan mulai dari dinding posterior dengan<br />

memasukkan jahitan seromuskular.<br />

Teruskan ke bagian depan garis tengah dan ikat<br />

jahitan di depan dan selesaikan dinding anterior<br />

dengan jahitan seromuskular.<br />

Tutup defek mesenterium dan bilas rongga peritoneum.<br />

Tutup luka dengan cara biasa.<br />

Pokok-pokok penting<br />

72<br />

Gbr 6.11<br />

Jahit dibiarkan longgar<br />

1. Jangan lakukan anastomosis usus jika<br />

viabilitasnya diragukan<br />

2. Anastomosis tidak boleh tegang<br />

3. Pastikan adanya ureter dengan memencet<br />

lembut di antara forsep dan amati ureter<br />

menggeliat<br />

4. Prosedur mudah diperluar ke kolon distal jika<br />

perlu seandainya ditemukan patologi pada<br />

saat laparotomi.<br />

5. Metode alternatif untuk anastomosis<br />

mencakup ujung-dengan-ujung (berguna jika<br />

diameter usus sebanding) dan sampingdengan-samping<br />

(paling aman jika viabilitas<br />

usus diragukan). Di samping itu prosedur bisa<br />

diselesaikan sama sekali dengan<br />

menggunakan stapler.<br />

6. Awas jangan sampai mengikat vasa<br />

mesenterika superior.


HEMIKOLEKTOMI SINISTRA 6<br />

Indikasi<br />

1. Karsinoma<br />

2. Penyakit divertikulum<br />

3. Kolitis<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum.<br />

2. Pipa nasogastrik.<br />

3. Profilaksis antibiotik.<br />

4. Profilaksi anti-DVT – stockings, heparin.<br />

5. Kateter urin.<br />

6. Posisi terlentang.<br />

7. Irigasi di meja jika persiapan mekanik pra<br />

bedah tidak mungkin dilakukan.<br />

Prosedur<br />

Dorong mesenterium sigmoid ke arah medial dan<br />

identifikasi vasa gonadal dan ureter kiri saat<br />

menyeberangi pelvic brim. Gunakan swab<br />

bertangkai untuk membebaskan setiap<br />

perlekatan posterior yang mungkin ada.<br />

Lanjutkan dengan arah berlawanan jarum jam<br />

ke kolon transversum.<br />

Kolon sigmoid<br />

Ureter<br />

A. iliaca<br />

externa<br />

GASTROINTESTINAL BAWAH<br />

Masuki rongga peritoneum melalui insisi<br />

mediana. Kepala pasien direndahkan dan isolasi<br />

usus halus dengan menggunakan retraktor.<br />

Mobilisasi kolon dengan memotong sepanjang<br />

‘garis putih Toldt’ dengan diatermi.<br />

Vasa mesenterica inferior<br />

dipotong dekat pangkal<br />

Gbr 6.14<br />

Lakukan transiluminasi mesenterium dan<br />

identifikasi serta ligasi pembuluh darah di dekat<br />

pangkalnya. Ke arah distal ikat pembuluh darah<br />

pada dinding usus<br />

Tempatkan klem non-crushing menjepit rektum<br />

dan usus proksimal dan klem crushing pada titiktitik<br />

reseksi. Lindungi pinggir luka dari<br />

kontaminasi dengan menggunakan swab abdomen<br />

dan taruh swab yang telah dicelup antiseptik<br />

di belakang titik-titik transeksi yang dikehendaki.<br />

Dengan pisau, eksisi segmen kolon yang sakit<br />

dan tutup kedua ujungnya dengan swab<br />

antiseptik.<br />

Distal<br />

Rektum atas<br />

Gbr 6.15<br />

Gbr 6.13<br />

Kolon<br />

Proksimal<br />

73


6 HEMIKOLEKTOMI SINISTRA<br />

GASTROINTESTINAL BAWAH<br />

Anastomosis paling baik diselesaikan dengan<br />

teknik lapis-tunggal. Masukkan beberapa jarum<br />

putus dengan benang serap di dinding posterior<br />

dan ketika sudah lengkap ikat berurutan<br />

dengan simpul pada bagian dalam.<br />

Rektum<br />

atas<br />

Distal<br />

Tutup defek mesenterium dan bilas rongga peritoneum.<br />

Pasang suction drain dalam panggul jika<br />

ada sepsis atau jika perdarahan banyak. Tutup<br />

luka seperti untuk laparotomi.<br />

Kolon<br />

Gbr 6.16<br />

Proksimal<br />

Selesaikan dinding anterior dengan cara sama,<br />

kali ini simpul di sebelah luar.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Anastomosis harus bebas tegangan.<br />

Mobilisasi bagian proksimal kolon jika ada<br />

masalah.<br />

2. Jika tumor sigmoid melekat ke dinding<br />

panggul, tumor harus dieksisi radikal dengan<br />

mengangkat jaringan sekitar.<br />

3. Anastomosis primer tidak boleh dikerjakan<br />

jika ada obstruksi usus atau sepsis berat<br />

kecuali telah dilakukan irigasi di meja<br />

operasi. Jika belum ada pengalaman<br />

dengan ini, kerjakan prosedur Hartmann.<br />

4. Jangan tarik ke bawah ketika memobilisasi<br />

kolon transversum, karena bisa merobek<br />

limpa.<br />

5. Sebaiknya bicarakan kemungkinan<br />

pemasangan stoma dengan pasien sebelum<br />

melakukan operasi, terutama jika ada<br />

keraguan tentang patologi kolon yang tepat.<br />

6. Teknik terputus (interupsi) yang tidak<br />

melibatkan mukosa (serosubmukosa) juga<br />

bisa digunakan. Teknik alternatif untuk anastomosis<br />

adalah pendekatan dua lapis yang<br />

mencakup seluruh tebal usus dan lapisanlapisan<br />

seromuskular.<br />

74<br />

Gbr 6.17


OPERASI HARTMANN 6<br />

Indikasi<br />

1. Lesi kolon sigmoid yang mengakibatkan<br />

obstruksi.<br />

2. Lesi kolong sigmoid dengan perforasi.<br />

3. Volvulus kolon sigmoid.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum.<br />

2. Pipa nasogastrik.<br />

3. Profilaksis antibiotik.<br />

4. Profilaksis anti-DVT –stockings, heparin.<br />

5. Kateter urin<br />

6. Posisi terlentang.<br />

7. Irigasi di meja operasi jika persiapan pra<br />

bedah tidak mungkin dikerjakan.<br />

Gunakan lampu teater untuk transiluminasi<br />

mesenterium. Identifikasi, klip dan ligasi vasa<br />

mesenterika.<br />

Jepit usus distal dan proksimal dengan klem noncrushing<br />

pada batas-batas reseksi. Lindungi<br />

pinggir luka dari kontaminasi dengan swab abdomen<br />

dan taruh swab antiseptik di belakang<br />

titik-titik transeksi yang dikehendaki. Dengan<br />

pisau eksisi segmen kolon yang sakit dan tutup<br />

kedua ujung dengan swab antiseptik.<br />

GASTROINTESTINAL BAWAH<br />

Prosedur<br />

Melalui insisi mediana mobilisasi kolon sigmoid<br />

seperti untuk hemikolektomi sinistra. Mulai<br />

dengan memotong peritoneum lateral sepanjang<br />

‘garis putih’ nya, yang harus merupakan bidang<br />

avaskular. Apus mesenterium sigmoid ke arah<br />

medial menggunakan swab bertangkai dan<br />

identifikasi vasa gonadal dan ureter sinistra.<br />

Gbr 6.19<br />

Tutup kolon distal dengan dua lapis jahitan<br />

kontinyu. Sebagai alternatif, mesin potong lurus/<br />

staple bisa digunakan untuk transeksi maupun<br />

menutup usus distal.<br />

Kaitkan jahitan ke<br />

fasia presakral<br />

Vasa gonad<br />

Gbr 6.18<br />

Ureter<br />

Gbr 6.20<br />

75


6 OPERASI HARTMANN<br />

GASTROINTESTINAL BAWAH<br />

Bawa keluar kolon yang terletak proksimal dari<br />

lesi sebagai suatu ujung stoma. Buat insisi<br />

melingkar pada kulit, kira-kira berdiameter 2 cm,<br />

dan perdalam sampai fasia rektus. Palpasi vasa<br />

epigastrika inferior untuk menghindari kerusakan<br />

pada tahap ini.<br />

Bilas rongga peritoneum, pasang suction drain<br />

ke dalam panggul dan tutup dinding abdomen<br />

sebelum menyelesaikan stoma. Taruh handuk<br />

bersih di sekeliling lokasi luka.<br />

Dekatkan kulit dan pingir dinding usus dengan<br />

jahitan putus benang serap. Tempatkan jahitan<br />

pada pinggir lingkaran dengan interval teratur.<br />

Gbr 6.21<br />

Gbr 6.23<br />

Ketika selesai, bilas luka dengan seksama dan<br />

pasang kantong kolostomi.<br />

Buat insisi berbentuk salip di fasia rektus dan<br />

lakukan diseksi tumpul melalui otot ke dalam<br />

rongga peritoneum.<br />

Gbr 6.22<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Jika puntung rektum panjang dan diantisipasi<br />

perlunya re-anastomosis, fiksasi puntung itu<br />

ke dinding abdomen untuk memudahkan<br />

pada operasi kedua.<br />

2. Posisi stoma harus selalu dioptimalkan<br />

sebelum operasi dengan bantuan<br />

stomatherapist.<br />

3. Usus jangan sampai terpuntir atau tegang<br />

ketika mengkonstruksi stoma, karena ini bisa<br />

mengganggu vaskularisasi.<br />

4. Volvulus sigmoid sering berlanjut sebagai<br />

megarektum, sehingga menyulitkan<br />

penutupan puntung rektum.<br />

5. Operasi ini diikuti dengan angka infeksi tinggi.<br />

Bilasan berulang dengan tetrasiklin (1 gr/L)<br />

sepanjang prosedur di samping antibiotik<br />

intravena meminimalkan komplikasi.<br />

76<br />

Tempatkan klem melalui titik stoma dan tangkap<br />

kolon proksimal. Dengan lembut manipulasi usus<br />

melalui dinding abdomen.


PEMBENTUKAN END-COLOSTOMY 6<br />

Indikasi<br />

Kolostomi permanen setelah reseksi abdominoperineal<br />

daripada rektum.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum.<br />

2. Pipa nasogastrik.<br />

3. Profilaksis antibiotik.<br />

4. Profilaksis anti-DVT –stockings, heparin.<br />

5. Kateter urin.<br />

6. Posisi terlentang.<br />

lateral dari lokasi stoma, karena ini menghasilkan<br />

terowongan yang mengurangi insiden herniasi<br />

stoma.<br />

Diseksi dari titik kolostomi sampai kolon<br />

GASTROINTESTINAL BAWAH<br />

Prosedur<br />

End colostomy selalu dibentuk sebagai bagian<br />

prosedur abdomen mayor. Konstruksi stoma<br />

tidak dimulai sebelum prosedur primer telah<br />

lengkap. End colostomy biasanya dibentuk pada<br />

kuadran kiri bawah. Sebelum membuat insisi<br />

kulit, letakkan beberapa forsep pada pinggir luka<br />

abdomen dan tarik ke arah garis tengah – ini<br />

membantu penempatan yang benar dari luka<br />

kulit.<br />

Cabut kulit dan eksisi suatu diskus diameter 2<br />

cm, lakukan eksisi jaringan berbentuk silinder<br />

sampai ke fasia rektus (Gambar 6.21). Belah<br />

fasia dengan sayatan salip dan dengan diseksi<br />

tumpul melalui otot sejauh peritoneum (Gambar<br />

6.22).<br />

Perbesar defek seperlunya dengan traksi manual<br />

dengan jari. Palpasi vasa epigastrica inferior<br />

untuk menghindari kerusakan atau hematoma.<br />

Praktek yang baik dalam membuat kolostomi<br />

permanen adalah dengan menjalankan kolon<br />

melalui peritoneum pada sebuah titik di bagian<br />

Gbr 6.24<br />

Raih kolon melalui insisi, hati-hati jangan sampai<br />

terpuntir. Pasang enam sampai delapan jahitan<br />

di antara aponeurosis obliqus externus dan kolon<br />

untuk mencegah retraksi atau prolapsus stoma.<br />

Dekatkan kulit dan pinggir dinding usus dengan<br />

jahitan putus benang serap yang ditempatkan<br />

pada posisi jam 3, 6, 9 dan 12. Masukkan jahitanjahitan<br />

lebih lanjut dengan interval teratur.<br />

Gbr 6.25<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Nekrosis dan retraksi bisa dihindarkan dengan meniadakan tegangan, dan suplai darah yang baik<br />

ke ujung kolon.<br />

2. Penentuan lokasi stoma yang baik perlu pada kasus-kasus elektif. Jangan cuci tanda ini sebelum<br />

insisi.<br />

3. Tutup abdomen dan tutup luka sebelum<br />

77


6 PEMBENTUKAN LOOP COLOSTOMY<br />

GASTROINTESTINAL BAWAH<br />

Indikasi<br />

1. Mengistirahatkan (defunctioning) kolon yang<br />

obstruksi.<br />

2. Sebagai pintasan sementara setelah anastomosis<br />

usus distal.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum.<br />

2. Pipa nasogastrik.<br />

3. Profilaksis antibiotik.<br />

4. Profilaksis anti-DVT-stockings, heparin<br />

5. Katater urin.<br />

6. Posisi terlentang.<br />

Prosedur<br />

Blind loop colostomy tidak lazim dilaksanakan<br />

tanpa laparotomi sekaligus. Namun, keduanya<br />

bisa dikerjakan melalui insisi kecil pada masingmasing<br />

tempat.<br />

Ada dua lokasi utama untuk loop colostomy.<br />

Pertama pada kolon transversum kanan melalui<br />

daerah abdomen kanan atas. Kedua pada kolon<br />

sigmoid di fossa iliaca sinistra.<br />

kateter Foley melalui jendela tersebut. Dengan<br />

traksi lembut pada selang karet, bawa kolon<br />

keluar dari dinding abdomen.<br />

Gbr 6.26<br />

Ketika kolon sudah berada pada posisinya, tukar<br />

karet dengan colostomy bridge.<br />

78<br />

Cubit kulit yang telah ditandai sebelum operasi<br />

dan eksisi lingkaran berdiameter 2 cm ke bawah<br />

sampai fasia rektus (Gambar 6.21).<br />

Buat insisi berbentuk salip pada fasia dan diseksi<br />

otot secara tumpul sampai peritoneum (Gambar<br />

6.22). Gunakan traksi dua-jari untuk<br />

memperbesar defek jika perlu.<br />

Untuk kolostomi transversum, diseksi sebagian<br />

dari omentum mayus menjauhi kolon<br />

transversum dan buka sebuah jendela pada<br />

mesenterium. Jalankan pipa karet lunak, misal<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Sangat penting untuk memberi tanda untuk<br />

lokasi stoma sebelum operasi.<br />

2. Jangan pilih lokasi stoma pada kuadran kiri<br />

atas karena kolon transversum kiri /fleksura<br />

lienalis adalah tempat yang banyak<br />

mengandung suplai arteri.<br />

3. Lepaskan colostomy bridge setelah 7-10 hari.<br />

Gbr 6.27<br />

Buka usus secara longitudinal sepanjang taenia<br />

dengan pisau untuk mengeluarkan gas,<br />

kemudian buka insisi dengan diatermi. Jahit<br />

pinggir stoma ke pinggir kulit dengan<br />

menggunakan jahitan putus benang serap.<br />

Gbr 6.28<br />

Bersihkan kulit dan pasang perlengkapan<br />

kolostomi yang sesuai.


PENUTUPAN LOOP COLOSTOMY 6<br />

Indikasi<br />

1. Memulihkan kontinuitas usus setelah<br />

pengalihan sementara dari jalan keluar<br />

feses.<br />

2. Sebelum operasi penting untuk memeriksa<br />

secara radiologis integritas anastomosis distal<br />

untuk menjamin tidak ada kebocoran atau<br />

stenosis.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum.<br />

2. Pipa nasigastrik.<br />

3. Profilaksis antibiotik.<br />

4. Profilaksis anti-DVT-stockings, heparin.<br />

5. Kateter urin.<br />

6. Posisi terlentang.<br />

Perdalam insisi dan miring kedalam kearah<br />

kolon, sambil memperhatikan untuk tidak<br />

melanggar dinding usus.<br />

Lanjutkan proses ini sampai kolon bebas.<br />

Eksisi stoma lama dan tutup kolon dengan jahitan<br />

putus seluruh tebal dinding dengan benang<br />

serap 2/0.<br />

GASTROINTESTINAL BAWAH<br />

Prosedur<br />

Buat insisi sekeliling stoma kira-kira 0,5 cm dari<br />

pinggir mukokutan. Tempatkan forsep pada<br />

pinggir ini dan tarik ke atas.<br />

Gbr 6.30<br />

Tutup lapisan otot dinding abdomen dengan<br />

jahitan terputus non-serap dan jahitan terputus<br />

untuk kulit.<br />

Gbr 6.28<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Mobilisasi adekuat sangat penting; jika perlu<br />

perlebar insisi kulit untuk membebaskan lebih<br />

banyak kolon.<br />

2. Penutupan end colostomy tidak lazim kecuali<br />

dibentuk sebagai bagian dari prosedur<br />

Hartmann; dalam hal ini pembalikan dari<br />

prosedur Hartmann perlu dilakukan oleh<br />

konsultan bedah digestif.<br />

3. Mutlak perlu bahwa jaringan dinding kolon yang<br />

digunakan untuk penutupan adalah lunak dan<br />

elastis untuk menghindari kebocoran. Eksisi<br />

semua jaringan yang berbenjol dan edema.<br />

79


6 PEMBENTUKAN END ILEOSTOMY<br />

GASTROINTESTINAL BAWAH<br />

Indikasi<br />

Sebagai stoma permanen setelah kolektomi total.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum.<br />

2. Pipa nasogastrik.<br />

3. Profilaksis antibiotik.<br />

4. Profilaksis anti-DVT-stockings, heparin.<br />

5. Kateter urin<br />

6. Posisi terlentang.<br />

Prosedur<br />

End ileostomy selalu dikonstukruksi berbarengan<br />

dengan panproktokolektomi dan biasanya<br />

dibentuk pada fossa iliaca dekstra.<br />

Setelah mengeksisi kolon, pastikan ileum<br />

dibersihkan dari mesenteriumnya untuk<br />

beberapa sentimeter dan ileum sendiri viabel.<br />

Buat insisi kulit berbentuk lingkaran berdiameter<br />

2 cm pada lokasi yang sesuai, di atas<br />

pertengahan luar otot rektus, dan teruskan insisi<br />

ke bawah sampai fasia rektus (Gambar 6.21)<br />

Hindari vasa epigastrica inferior.<br />

Buat insisi berbentuk salip pada fasia dan<br />

gunakan diseksi tumpul untuk memotong serabut<br />

otot sampai ke peritoneum (Gambar 6.22).<br />

Tempatkan forsep jaringan melalui lubang stoma<br />

dan cengkeram ileum. Sambil berhati-hati agar<br />

tidak memuntir usus, perlahan-lahan manipulasi<br />

keluar melalui dinding abdomen.<br />

Gbr 6.31<br />

80


PEMBENTUKAN END ILEOSTOMY 6<br />

Jahit serosa dan mesenterium ileum ke dinding<br />

abdomen anterior untuk menutup defek<br />

mesenterium dan mencegah herniasi internal.<br />

Bilas rongga peritoneum, pasang suction drain<br />

dan tutup dinding abdomen. Letakkan handuk<br />

bersih di sekitar luka.<br />

Penting untuk memastikan bahwa anda telah<br />

mendapat 6-8 cm ileum menonjol dari permukaan<br />

kulit sehingga memungkinkan pembuatan spout.<br />

Masukkan delapan benang (anchoring sutures)<br />

antara ileum dan aponeurosis obliqus externus<br />

untuk mencegah prolapsus stoma ; kemudian<br />

dekatkan kulit dan pinggir dinding usus dengan<br />

jahitan terputus benang serap.<br />

Gbr 6.32<br />

GASTROINTESTINAL BAWAH<br />

Everting suture (Jahitan terbalik)<br />

Gbr 6.33<br />

Anchoring suture<br />

Setelah selesai, kenakan peralatan ileostomi<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Panjang ideal dari spout adalah 2-3 cm. Jika ileum yang telah dibalik (everted) jelas lebih panjang<br />

dari ini, gunting sedikit ileum dan bentuk ulang spout ini.<br />

2. Komplikasi pembuatan stoma meliputi herniasi, prolapsus dan retraksi yang umumnya disebabkan<br />

oleh teknik bedah yang buruk, sehingga hal ini bisa diminimalkan (namun tidak bisa dihindarkan)<br />

dengan memperhatikan detil.<br />

3. Ileum terminal memiliki fungsi penyerapan yang penting, jadi jika perlu reseksi usahakan sedikit<br />

mungkin.<br />

81


6 PEMBENTUKAN LOOP ILEOSTOMY<br />

GASTROINTESTINAL BAWAH<br />

Indikasi<br />

Loop ileostomy lebih disukai daripada loop colostomy<br />

dalam mengistirahatkan (defunction)<br />

anastomosis kolorektal.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum.<br />

2. Pipa nasogastrik.<br />

3. Profilaksis antibiotik.<br />

4. Profilaksis anti-DVT-stockings, heparin<br />

5. Kateter urin<br />

6. Posisi terlentang.<br />

Prosedur<br />

masukkan selang karet melalui lubang tersebut.<br />

Gbr 6.34<br />

Loop ileostomy dibentuk setelah reseksi kolon<br />

dan anastomosis kolorektal distal atau kolo-anal,<br />

sehingga hampir selalu dilaksanakan laparotomi.<br />

Buat insisi melintang pada tempat yang telah<br />

ditentukan sebelum operasi, biasanya pada<br />

kuadran kanan bawah.<br />

Insisi kulit berbentuk lingkaran berdiameter 2 cm<br />

pada lokasi yang sesuai, di atas pertengahan<br />

luar otot rektus, dan teruskan insisi ke bawah<br />

sampai fasia rektus (Gambar 6.21)<br />

Buat insisi berbentuk salip pada fasia dan<br />

gunakan diseksi tumpul untuk memotong serabut<br />

otot sampai ke peritoneum (Gambar 6.22).<br />

Pilih suatu lengkung (loop) ileum yang akan<br />

mencapai lokasi stoma tanpa tegangan dan beri<br />

tanda bagian proksimal dari loop dengan<br />

benang. Buat lubang pada mesenteriumnya dan<br />

Masukkan forsep jaringan melalui lubang stoma<br />

dan pegang ileum. Perlahan-lahan bawa ileum<br />

keluar dinding abdomen dengan hati-hati agar<br />

usus tidak terpuntir. Sementara ini dikerjakan,<br />

ganti selang karet dengan ileostomy bridge.<br />

Gbr 6.35<br />

82<br />

Selesaikan prosedur primer dengan membilas<br />

rongga peritoneum, pasang suction drain dan<br />

tutup dinding abdomen. Taruh handuk bersih di<br />

sekitar luka.


PEMBENTUKAN LOOP ILEOSTOMY 6<br />

Buka ileum dengan menyayat separuh lingkaran<br />

usus, dengan menggunakan diatermi pada suatu<br />

titik 2 cm dari permukaan kulit di bagian distal<br />

loop.<br />

Pasang tiga atau empat jahitan putus benang<br />

serap untuk fiksasi sisi stoma yang tidak<br />

berfungsi ke kulit, dan enam sampai delapan<br />

jahitan pada sisi yang berfungsi.<br />

GASTROINTESTINAL BAWAH<br />

Ujung aktif<br />

Gbr 6.36<br />

Bentuk spout ileum pada bagian proksimal dari<br />

loop dengan memasukkan sepasang forsep<br />

jaringan ke dalam lumen dan dengan lembut<br />

cengkeram mukosa. Dengan forsep diseksi,<br />

seacara hati-hati kupas usus kebelakang sampai<br />

spout ileum terbentuk.<br />

Gbr 6.38<br />

Kenakan peralatan ileostomi.<br />

Pokok-pokok penting.<br />

Gbr 6.37<br />

1. Perhatikan untuk membalik (eversi) loop<br />

proksimal yang berfungsi, bukan loop distal<br />

yang tidak berfungsi. (Catatan: eversi adalah<br />

mengubah/membalik permukaan dalam<br />

keluar)<br />

2. Jangan lakukan rotasi lebih dari 90 o ketika<br />

menarik melalui dinding abdomen.<br />

3. Coba eversi ileum 2-3 cm untuk membantu ahli<br />

terapi stoma.<br />

83


6 PENUTUPAN LOOP ILEOSTOMY<br />

GASTROINTESTINAL BAWAH<br />

Indikasi<br />

Memulihkan kontinuitas usus setelah pengalihan<br />

sementara dari jalan keluar feses.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum.<br />

2. Pipa nasogastrik.<br />

3. Profilaksis antibiotik.<br />

4. Profilaksis anti-DVT-stockings, heparin<br />

5. Kateter urin<br />

6. Posisi terlentang.<br />

Prosedur<br />

Perdalam insisi untuk membebaskan ke dua<br />

bagian ileum terminal dari mucocutaneous junction.<br />

Mobilisasi stoma mulai dengan cara sama seperti<br />

penutupan kolostomi. Buat insisi sekeliling stoma<br />

kira-kira 0,5 cm dari pinggir mukokutan.<br />

Gbr 6.40<br />

Gbr 6.39<br />

84


PEMBENTUKAN LOOP ILEOSTOMY 6<br />

Dalam menyambung kedua bagian (limb),<br />

usahakan tidak mempersempit ileum yang sudah<br />

kecil kalibernya. Oleh karena itu, teknik stapling<br />

lebih disukai untuk menghasilkan anastomosis<br />

samping-dengan samping.<br />

Dengan menggunakan stapler linier kaitkan<br />

kedua limb dengan hati-hati tanpa melibatkan<br />

mesenterium.<br />

GASTROINTESTINAL BAWAH<br />

Gbr 6.41a<br />

Gbr 6.41 b<br />

Tutup dan eksisi mucocutaneous junction yang<br />

lama dengan menembakkan mesin potong/stapling<br />

pada kedua ujung ileum yang terbuka.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Selalu check integritas anastomosis sebelum<br />

mempertimbangkan penutupan ileostomi.<br />

2. Jangan mempersempit lumen atau merusak<br />

vasa mesenterica ketika menembakkan mesin<br />

stapling.<br />

Gbr 6.42<br />

Tutup Dinding abdomen dengan jahitan putus<br />

benang non-serap, dan kulit dengan jahitan<br />

subkutis terputus atau kontinyu dengan benang<br />

serap.<br />

85


7<br />

ANAL/ PERIANAL<br />

87


7 PROKTOSKOPI DAN SIGMOIDOSKOPI<br />

ANAL/ PERIANAL<br />

Indikasi<br />

Proktoskopi dan sigmoidoskopi adekuat<br />

diperlukan sebelum melaksanakan prosedur<br />

perianal. Ini bisa dikerjakan dalam setting rawatjalan<br />

atau di kamar operasi jika pasien<br />

dijadwalkan untuk operasi selanjutnya.<br />

Persiapan<br />

Sigmoidoskop lebih panjang dan digunakan<br />

untuk memeriksa rektum yang lebih proksimal,<br />

tetapi jarang sekali ini bisa dilakukan pada setting<br />

rawat jalan. Sigmoidoskop dilengkapi<br />

dengan pompa udara dari karet yang<br />

memungkinkan inflasi dinding rektum. Biopsi bisa<br />

dicapai dengan melepas jendela pada ujung<br />

sigmoidoskop dan memasukkan forsep panjang<br />

di bawah penglihatan langsung.<br />

1. Posisi lateral kiri.<br />

Prosedur<br />

Proktoskop dan sigmoidoskop bisa terbuat dari<br />

bahan logam (bisa dipakai ulang) atau plastik<br />

(disposable) dan dimasukkan bersamaan<br />

dengan obturatornya.<br />

Proktoskop dilengkapi oleh lampu yang berguna<br />

untuk menginspeksi saluran anus dan<br />

mendiagnosis hemoroid. Banding dan<br />

penyuntikan hemoroid bisa dikerjakan melalui<br />

proktoskop.<br />

Gbr. 7.1<br />

Gbr 7.2<br />

Lakukan pemeriksaan rektum dengan lembut<br />

dengan tujuan diagnosis dan menilai apakah<br />

anus nyeri tekan.<br />

Kemudian tempatkan alat pada sfingter dan<br />

tunggu sampai sfingter relaksasi sebelum<br />

memasukkan alat. Jangan paksa bila ada<br />

tahanan karena ini bisa menyebabkan rasa nyeri<br />

hebat.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Selalu check sambungan dan sumber lampu sebelum melakukan prosedur.<br />

2. Jangan coba pemeriksaan di bagian rawat-jalan jika anda mencurigai suatu fisura ani. Pada keadaan<br />

demikian, lakukan pemeriksaan di bawah pembiusan.<br />

3. Jangan over-inflasi rektum, karena bisa menimbulkan nyeri. Juga ketika skop dilepas, pakaian anda<br />

bisa kena semburan!<br />

4. Pemeriksaan dengan sigmoidoskop lentur lebih disukai jika ada, karena memungkinkan visualisasi<br />

ke bagian kolon yang lebih proksimal.<br />

5. Pasien idealnya diberikan microlax /enema fosfat ketika mereka datang pertama kali di klinik, agar<br />

ketika pemeriksaan mukosa bisa diinspeksi lebih jelas.<br />

88


Indikasi<br />

Banding hemoroid dikerjakan pada hemorid<br />

derajat satu dan dua.<br />

Persiapan<br />

Posisi lateral kiri<br />

BANDING HEMOROID 7<br />

Cengkeram massa hemoroid melalui bagian<br />

tengah alat banding dan ikat pada dasar<br />

hemoroid.<br />

ANAL/ PERIANAL<br />

Prosedur<br />

Setelah melakukan pemeriksaan sigmoidoskopi<br />

lengkap, tempatkan proktoskop pada saluran<br />

anus. Tarik proktoskop perlahan-lahan sampai<br />

terlihat massa hemoroid<br />

Gbr 7.4<br />

Prosedur serupa bisa dilakukan dengan suction<br />

bander.<br />

Dua atau tiga massa hemoroid bisa diikat pada<br />

satu kunjungan rawat jalan.<br />

Gbr 7.3<br />

Banding bisa dicapai dengan suction bander atau<br />

dengan Baron’s bander. Baron’s bander tidak<br />

membutuhkan asisten untuk memegang<br />

proktoskop.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Konseling pasien penting dan jelaskan bahwa<br />

prosedur ini bisa menimbulkan nyeri<br />

sesudahnya,<br />

2. Jangan tempatkan band terlalu dekat ke linea<br />

dentata karena anda bisa tanpa sengaja<br />

menyertakan mukosa yang sensitif dan<br />

menimbulkan nyeri hebat.<br />

3. Retensi urin bisa terjadi, dan jika band<br />

ditempatkan terlalu superfisial, nyeri hebat<br />

bisa menyusul sehingga membutuhkan<br />

pelepasan band.<br />

4. Biasanya band keluar spontan kira-kira<br />

seminggu kemudian<br />

5. Laksatif harus diberikan untuk mencegah<br />

konstipasi.<br />

89


7 INJEKSI HEMOROID<br />

ANAL/ PERIANAL<br />

Indikasi<br />

1. Hemoroid derajat satu atau derajat dua kecil.<br />

2. Prolapsus kecil dari mukosa.<br />

Persiapan<br />

Posisi lateral kiri<br />

Massa hemoroid divisualisasi dan disuntikkan<br />

fenol 5% atau polidocanol (Aethoxysklerol) ke<br />

dasar benjolan sampai jaringan superfisial<br />

memutih, karena ini merupakan petunjuk bahwa<br />

penyuntikan pada dataran yang tepat.<br />

Prosedur<br />

Tempatkan proktoskop pada saluran anus.<br />

Gbr 7.5<br />

Kira-kira 3 ml bisa disuntikkan ke dalam setiap tempat<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Peringatkan pasien sebelumnya bahwa prosedur bisa nyeri dan mereka mungkin mengamati banyak<br />

darah keluar setelah prosedur.<br />

2. Jangan menyuntik terlalu dekat dengan linea dentata karena bisa menyebabkan nyeri hebat.<br />

3. Mulai dengan benjolan paling kecil sehingga setiap perdarahan tidak akan menghalangi penglihatan.<br />

4. Periksa kembali setelah 6 minggu dan ulangi penyuntikan pada hemoroid yang tersisa.<br />

90


Indikasi<br />

Hemoroid eksterna (derajat tiga).<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum.<br />

2. Posisi litotomi.<br />

HEMOROIDEKTOMI 7<br />

Dengan menggunakan diseksi tumpul dan tajam,<br />

dorong jaringan subkutan ke arah saluran anus<br />

sampai serabut sfinter interna terlihat.<br />

Transfiksi dan ikat benjolan dengan benang<br />

serap, yang meninggalkan ujung-ujung benang<br />

untuk membantu identifikasi pada kasus<br />

perdarahan.<br />

ANAL/ PERIANAL<br />

Prosedur<br />

Sebelum mengerjakan hemoroidektomi, periksa<br />

pasien dengan seksama dan visualisasi saluran<br />

anus dan rektum dengan proktoskop. Pastikan<br />

posisi massa hemoroid dengan memasukkan<br />

swab kasa kering ke dalam saluran anus dan<br />

tarik perlahan-lahan.<br />

Gunakan forsep lengkung ke kulit perianal tepat<br />

di sisi luar mucocutaneous junction pada posisi<br />

jam 3, 7, dan 11, berhadapan dengan massa<br />

hemoroid pertama. Tarik forsep-forsep ini agar<br />

massa hemoroid jelas terlihat dan jepit masingmasing<br />

dengan forsep. Mulai dari benjolan di<br />

posisi jam 7, masukkan telunjuk ke rektum sambil<br />

menahan klip di telapak tangan. Mulai diseksi<br />

dengan insisi kulit di dekat hemoroid berbentuk<br />

‘U’<br />

Gbr 7.7<br />

Titik-titik perdarahan kecil bisa diatasi dengan<br />

diatermi. Ulangi prosedur yang sama untuk<br />

benjolan-benjolan lainnya, sehingga<br />

meninggalkan jembatan kulit yang tegas.<br />

Gbr 7.8<br />

Gbr 7.6<br />

Insisi keliling hemoroid<br />

Pokok-pokok penting<br />

Pada akhir prosedur tinggalkan kasa yang telah<br />

diberi jel petrolatum lunak atau ‘seaweed dressing’<br />

pada saluran anus.<br />

Pasien akan mengluarkan swab tersebut setelah<br />

24 jam.<br />

1. Selalu lakukan sigmoidoskopi sebelum prosedur sekalipun orang lain telah melakukannya.<br />

2. Usahakan anda tidak terlalu radikal dengan eksisi; tinggalkan jembatan mukokutan untuk mencegah<br />

stenosis. Jika bentuknya seperti ‘clover’ berarti ‘the trouble is over’; jika terlihat seperti dahlia maka<br />

ini berarti gagal.<br />

3. Berikan pelunak feses setelah operasi.<br />

4. Perdarahan harus selalu dihentikan sebelum meninggalkan kamar operasi, karena darah yang keluar<br />

dari titik-titik perdarahan yang luput terdeteksi bisa banyak.<br />

91


7 SFINGTEREKTOMI INTERNAL LATERAL<br />

ANAL/ PERIANAL<br />

Indikasi<br />

Fisura ani kronik<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum<br />

2. Posisi litotomi.<br />

Dengan scalpel bermata kecil, insisi kulit sambil<br />

menjaga mata pisau antara kulit dan sfinter<br />

interna. Putar scalpel untuk membawa pinggir<br />

potongan ke arah sfinter dan insisi ke linea<br />

dentata. Setiap serabut yang tersisa bisa dirusak<br />

dengan tekanan jari.<br />

Prosedur<br />

Pertama, lakukan pemeriksaan standar termasuk<br />

proktoskopi dan sigmoidoskopi untuk<br />

memastikan diagnosis karena ini mungkin belum<br />

dikerjakan pada setting rawat-jalan (nyeri).<br />

Masukkan retraktor anus yang memiliki dua<br />

katup dan palpasi pinggi bawah dari sfingter internal<br />

pada posisi jam 3.<br />

Gbr 7.10<br />

Sfingterektomi dengan pisau<br />

Suntik tempat insisi dengan bupivicaine 0,25%.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Sebagian fisura ani membaik dengan<br />

penatalaksanaan konservatif dengan krem<br />

gliseril trinitrat dan pelunak feses.<br />

2. Setelah operasi pasien memerlukan pelunak<br />

feses.<br />

3. Ingatkan pasien akan kemungkinan<br />

inkontinensia flatus yang berlangsung<br />

sementara.<br />

4. Peregangan anus tidak direkomendasikan lagi<br />

dewasa ini.<br />

Gbr 7.9<br />

92


EKSISI FISTULA ANI 7<br />

Indikasi<br />

1. Fistula dengan discharge persisten.<br />

2. Pembentukan abses rekuren yang bertalian<br />

dengan fistula.<br />

Persiapan<br />

Seandainya probe berjalan superfisial , fistula<br />

bisa dieksisi. Jika saluran terletak dalam, fistula<br />

bersifat kompleks .<br />

Untuk mengeksisi fistula, lakukan sayatan pada<br />

probe dan jika perlu potong serabut luar dari<br />

sfingter interna.<br />

ANAL/ PERIANAL<br />

1. Anestesi umum.<br />

2. Posisi litotomi atau posisi ‘prone jack-knife’<br />

Prosedur<br />

Lakukan pemeriksaan lengkap dan<br />

sigmoidoskopi untuk melihat muara interna<br />

daripada fistula. Jalankan probe perlahan-lahan<br />

ke dalam muara external daripada fistula dan<br />

catat arah dan kedalaman yang dilalui probe.<br />

Ingat hukum Goodsall dalam menilai arah suatu<br />

saluran.<br />

Pectinate line<br />

Gbr 7.12<br />

Pangkas setiap kulit yang tergantung di kedua<br />

sisi fistula untuk merangsang penyembuhan<br />

dengan granulasi.<br />

Transversal<br />

Garis anus<br />

Kenakan kasa alginat untuk membantu hemostasis.<br />

Anal orifice<br />

Cincin anorektal<br />

Gbr 7.11<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Jika pasien mengidap fistula rekuren, pikirkan<br />

penyakit Crohn dan jangan eksisi jaringan<br />

terlalu banyak.<br />

2. Kirim setiap jaringan yang dieksisi untuk<br />

pemeriksaan histologi.<br />

3. Pada fistula letak tinggi, masukkan selang<br />

nilon untuk membantu drainase.<br />

93


7 EVAKUASI HEMATOMA PERIANAL<br />

ANAL/ PERIANAL<br />

Indikasi<br />

Hematoma simtomatik.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi lokal lebih disukai tetapi pada<br />

pasien yang cemas mungkin dibutuhkan<br />

anestesi umum.<br />

2. Posisi leteral kiri<br />

Buat insisi 1 cm pada permukaan hemoroid dan<br />

keluarkan bekuan.<br />

Prosedur<br />

Suntikan 5 ml lignokain 1% dengan adrenalin<br />

ke dalam kulit sekitar hematoma.<br />

Gbr 7.14<br />

Eksisi setiap kelebihan kulit untuk mengurangi<br />

risiko pembentukan skin tag.; kemudian biarkan<br />

luka sembuh.<br />

Gbr 7.13<br />

Pokok penting<br />

Resepkan bulking agent untuk mencegah<br />

konstipasi selama proses penyembuhan.<br />

94


ABSES PERIANAL 7<br />

Indikasi<br />

Abses perianal yang menonjol keluar. Abses<br />

ischiorektal mengarah jauh dari pinggir anus dan<br />

diatasi dengan cara serupa.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum.<br />

2. Posisi litotomi.<br />

Prosedur<br />

Lakukan pemeriksaan proktoskopi dan inspeksi<br />

muara fistulan interna. Insisi abses dan buat<br />

insisi berbentuk salip kira-kira 2 cm.<br />

Eksisi setiap kelebihan kulit dan dengan jari<br />

pecahkan setiap lokulus abses. Kirim pus dan<br />

kulit untuk biakan dan pemeriksaan histologi.<br />

Bungkus luka dengan kasa alginat.<br />

ANAL/ PERIANAL<br />

Gbr 7.15<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Jika anda mendapatkan fistula, jangan coba<br />

eksisi saat itu juga, karena anatomi sukar<br />

dinilai jika ada sepsis.<br />

2. Jika pus berasal dari tempat jauh di atas dari<br />

levator ani, ini perlu ditangani oleh ahli bedah<br />

digestif.<br />

3. Fistula bisa didiagnosis dengan USG anorektal<br />

jika tidak terlihat secara visual.<br />

95


7 EKSISI SINUS PILONIDAL<br />

ANAL/ PERIANAL<br />

Indikasi<br />

Sinus pilonidal persisten atau rekuren.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum.<br />

2. Posisi lateral kiri (atau prone jack-knife)<br />

dengan bokong dipisahkan dengan strap.<br />

Prosedur<br />

Masukkan probe ke dalam sinus dan nilai jumlah<br />

dan arah saluran, Buat insisi elips yang<br />

mencakup semua lubang.<br />

Gbr 7.16<br />

Perdalam insisi sampai fasia sakralis dan eksisi<br />

jaringan secara blok.<br />

Gunakan diatermi untuk hemostasis. Eksisi<br />

setiap saluran yang jauh melalui insisi bterpisah.<br />

Hanya sinus-sinus kecil yang tidak purulen harus<br />

ditutup lapis demi lapis. Yang lainnya harus<br />

dibungkus dengan seaweed dressing.<br />

Setelah 48 jam, dressing bisa diganti dengan<br />

silastic foam yang bisa ditangani sendiri oleh<br />

pasien.<br />

96<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Anjurkan pasien untuk membebaskan daerah<br />

ini dari rambut dengan mencukur.<br />

2. Penyembuhan yang berlarut-larut bisa<br />

disebabkan oleh sepsis. Gunakan swab yang<br />

telah dicampur dengan antibiotik.<br />

3. Prosedur alternatif adalah mengeksisi sinus<br />

dan menurup defek<br />

4. Flap rotasi juga bisa digunakan.


8<br />

VASKULAR<br />

97


8 VENA VARIKOSA (VARISES)<br />

VASKULAR<br />

Indikasi<br />

1. Varises simtomatik, dengan inkompetensi<br />

sapheno-femoral atau sapheno-popliteal.<br />

2. Kosmetik.<br />

3. Membantu penyembuhan ulkus varikosa.<br />

Telusuri vena saphena magna dan<br />

percabangannya ke sapheno-femoral junction.<br />

Identifikasi, ligasi dan potong semua<br />

percabangan, Arteri pudenda external superficial<br />

selalu dijumpai; jika perlu ini bisa dipotong.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum.<br />

2. Posisi terlentang untuk saphena magna dan<br />

telungkup untuk saphena parva dengan<br />

posisi Trendelenburg untuk ikatan tinggi.<br />

3. Persiapkan tungkai dari abdomen sampai<br />

telapak kaki.<br />

Prosedur<br />

Saphena magna –prosedur Trendelenburg<br />

Buat insisi pada garis kulit 1,5 cm lateral dan di<br />

bawah tuberkulum pubis.<br />

Setelah mengikat semua percabangan, ikat<br />

sapheno-femoral junction, ikat rangkap ke arah<br />

proksimal.<br />

Vena saphena magna siap untuk diikat<br />

Gbr 8.1<br />

Gbr 8.2<br />

Masukkan stripper dalam vena saphena magna<br />

ke bawah sampai lutut dan buat insisi kulit lebih<br />

lanjut untuk mengisolasi stripper. Tandai ujung<br />

stripper dan dengan traksi lembut, lakukan stripping<br />

vena ke arah atas sampai lipat paha.<br />

Tutup insisi kecil dengan steristip. Gunakan<br />

jahitan serap untuk mendekatkan fasia dari insisi<br />

lipat paha dengan jahitan subkutis untuk kulit.<br />

Copot semua varises lokal di betis sebelah<br />

bawah melalui insisi tusukan dengan<br />

menggunakan klip arteri kecil atau kait vena<br />

untuk mencari vena. Biasanya tidak perlu ligasi.<br />

98


VENA VARIKOSA (VARISES) 8<br />

Saphena parva<br />

Vena pendek biasanya tidak perlu stripping.<br />

Gunakan scan doppler sebelum operasi untuk<br />

memberi tanda sapheno-popliteal junction.<br />

Melalui insisi transversal kulit, telusuri vena<br />

saphena parva ke sapheno-popliteal junction dan<br />

ikat vena pada pertemuan ini. Hati-hati, nervus<br />

suralis terletak di sebelah lateral saphenopopliteal<br />

junction.<br />

VASKULAR<br />

Gbr 8.3<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Identifikasi vena-vena ini sebelum operasi dengan spidol yang tidak bisa dihapus.<br />

2. Hati-hati dalam mendiseksi bagian proksimal dari vena saphena magna – jangan lakukan diseksi<br />

secara buta di sekitar sapheno-femoral junction.<br />

3. Anjurkan pasien untuk mobilisasi segera mungkin.<br />

4. Varises rekuren harus selalu dipetakan dengan USG Doppler.<br />

99


8 EMBOLEKTOMI FEMORAL<br />

VASKULAR<br />

Indikasi<br />

Iskemia akut dari tungkai bawah.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum.<br />

2. Posisi terlungkup.<br />

Prosedur<br />

Rasakan arteri femoralis pada titik pertengahan<br />

inguinal dam buat insisi longitudinal di atasnya,<br />

perlebar insisi ke atas melintasi garis kulit dari<br />

lipat paha.<br />

Perdalam insisi sampai ligamentum inguinale.<br />

kemudian masukkan retraktor. Identifikasi arteri<br />

femoralis tepat di bawah ligamentum inguinale,<br />

kemudian pisahkan dari fasia sekelilingnya dan<br />

masukkan pita nilon atau tali silikon melingkari<br />

arteri.<br />

Tarik tali dan jauhkan jaringan dari arteri dengan<br />

menggunakan pledget kecil yang dipegang<br />

dengan forsep arteri. Identifikasi arteri femoralis<br />

superfisial dan kemudian cari arteri femoralis<br />

profunda, yang berpangkal pada lateral dan kirakira<br />

5 cm dari ligamentum inguinale. Kelilingi<br />

setiap arteri tersebut dengan tali.<br />

Gbr 8.5<br />

Gbr 8.4<br />

Arteri-arteri yang lebih kecil bisa dikendalikan<br />

dengan memasang benang dua kali melingkari<br />

masing-masing pembuluh dan ditraksi. Jangan<br />

ikat benang tetapi jepit dengan klip. Sebagai<br />

alternatif bisa digunakan bulldog clip.<br />

100


EMBOLEKTOMI FEMORAL 8<br />

Letakkan klem vaskular (De Bakey) pada ketiga<br />

cabang pembuluh darah utama, kemudian<br />

lakukan arteriotomi longitudinal pada arteri<br />

femoralis communis. Setelah menguji balon<br />

kateter dengan menyuntikkan udara atau salin,<br />

kempiskan balon dan jalankan kateter ke atas<br />

arah proksimal sampai bifurcatio aorta<br />

sementara asisten anda mengendalikan<br />

perdarahan dengan mengencangkan tape paling<br />

atas. Kembangkan balon dengan satu tangan<br />

dan lepas kateter dengan tangan lainnya.<br />

Gunakan sekedar tekanan yang cukup untuk<br />

memberikan tahanan saat balon ditarik. Minta<br />

asisten untuk mengendurkan tape untuk<br />

membiarkan balon muncul bersama dengan<br />

bekuan.<br />

Bila inflow bagus, suntikkan salin yang telah<br />

dicampur heparin ke dalam pembuluh darah dan<br />

gunakan kembali klem. Ulang prosedur dengan<br />

menggunakan kateter Fogarty ukuran 4 pada<br />

arteri femoralis superfisialis dan profunda.<br />

Setelah membersihkan semua pembuluh darah,<br />

reparasi arteriotomi dengan menggunakan<br />

benang non-serap ukuran 5/0. Lepaskan klem<br />

dan tape, sambil memeriksa hemostasis. Pasang<br />

suction drain sepanjang kateter dan tutup luka<br />

dengan jahitan terputus benang non-serap.<br />

VASKULAR<br />

Gbr 8.6<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Prosedur bisa dilaksanakan dengan anestesi lokal pada pasien-pasien yang rapuh dengan<br />

menggunakan bupivicaine 0,25% bersama midazolam untuk sedasi. Walaupun demikian, petugas<br />

anestesi harus selalu hadir, saat anestesi umum lebih disukai.<br />

2. Jika ada ateroma yang mendasari, kateter Forgarty yang lebih kecil mungkin dibutuhkan untuk<br />

membersihkan pembuluh-pembuluh distal.<br />

3. Jika anda tidak mendapatkan perdarahan balik dari arteri-arteri femoralis superfisialis dan profunda,<br />

lakukan angiogram di meja operasi.<br />

4. Jangan kembangkan balon berlebihan karena ini bisa merusak intima dan menjurus ke trombosis<br />

lebih lanjut.<br />

5. Jika anda berhasil menemukan embolus bukan sekedar bekuan darah sederhana, kirimkan embolus<br />

tersebut untuk pemeriksaan histologis.<br />

6. Pada akhir prosedur, cari perbaikan klinis dalam perfusi anggota gerak distal dengan memeriksa dan<br />

mencatat nadi.<br />

101


8 AMPUTASI EKSTREMITAS BAWAH<br />

VASKULAR<br />

Indikasi<br />

1. Iskemia atau gangren.<br />

2. Trauma.<br />

3. Tumor tulang atau jaringan lunak.<br />

Titik amputasi harus dipilih dengan seksama dan<br />

bisa terletak antara kaki dan sendi pinggul. Ingat<br />

bahwa amputasi pertama adalah yang terakhir.<br />

Dua prosedur paling lazim adalah amputasi<br />

diatas lutut dan di bawah lutut.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum.<br />

2. Posisi terlungkup.<br />

Prosedur<br />

Amputasi atas-lutut<br />

Tempat terbaik untuk membagi femur adalah 8-<br />

10 cm ( selebar satu tangan). Gunakan spidol<br />

kulit untuk merencanakan insisi, yang harus<br />

membuat flap anterior maupun flap posterior<br />

memiliki panjang sama atau yang anterior sedikit<br />

lebih panjang.<br />

bisa terjadi perdarahan hebat pada anggota<br />

gerak yang septik. Ikat semua vena dengan<br />

menggunakan jarum serap 2/0. Perdalam insisi<br />

anterior sampai tulang, sambil memotong tendon<br />

quadriceps femoris. Vasa femoralis<br />

bersama-sama nervus poplitea media dan lateral<br />

dijumpai pada posisi posteromedial. Ikat<br />

rangkap pembuluh darah dengan benang serap.<br />

Sebelum memotong saraf, beri tegangan pada<br />

saraf sehingga saraf tertarik ke dalam puntung<br />

pada amputasi. Jika amputasi dilakukan pada<br />

tingkat yang lebih tinggi, nervus sciaticus bisa<br />

dijumpai. Nervus sciaticus diikuti oleh arteri yang<br />

harus didiseksi secara terpisah dan diikat<br />

sebelum saraf dipotong.<br />

Setelah memotong semua otot di sekeliling femur,<br />

ikat pembuluh yang tinggal dan hindari<br />

pemakaian diatermi. Periksa titik amputasi yang<br />

tepat dari femur dan kerok periosteum dari tulang<br />

di daerah ini. Otot-otot paha harus diretraksi ke<br />

arah proksimal untuk memberikan cukup ruang<br />

dalam menggunakan gergaji. Ini bisa dilakukan<br />

dengan bantuan beberapa pembalut abdomen<br />

atau retraktor khusus.<br />

Insisi kulit<br />

Titik pemotongan tulang<br />

102<br />

Gbr 8.7<br />

Bagi kulit dan jaringan subkutan sepanjang garis<br />

yang direncanakan. Hemostasis biasanya tidak<br />

sukar pada anggota gerak yang iskemik namun<br />

Gbr 8.8<br />

Setelah memotong femur dan melepas tungkai<br />

bawah, tempatkan handuk bersih di bawah<br />

puntung dan istirahatkan puntung pada mangkok<br />

yang dibalik.<br />

Gunakan kikir untuk menghaluskan pinggir<br />

femur, kemudian bawa otot-otot depan dan<br />

belakang bersamaan menutup tulang dengan<br />

jahitan terputus benang serap ukuran 1.<br />

Pasang suction drain


AMPUTASI EKSTREMITAS BAWAH 8<br />

di bawah lapisan otot. Tempatkan jahitan lapis<br />

kedua yang lebih superfisial dalam otot dan<br />

jaringan subkutan karena ini akan membantu<br />

mendekatkan flap kulit. Jahit pinggir kulit dengan<br />

beberapa jahitan putus dengan benang non<br />

serap 2/0. Hindari memetik pinggir kulit dengan<br />

forsep bergigi.<br />

Tutup puntung dengan kasa dan kapas dan balut<br />

dengan crepe bandage.<br />

Fibula dipotong miring dengan gergaji Gigli,<br />

kemudian belah tibia 2 cm distal dari ini.<br />

Bersihkan otot dari tulang dengan elevator periosteum.<br />

Potong bevel anterior pertama kali<br />

dengan gergaji diagonal kemudian potong tegak<br />

lurus tibia.<br />

VASKULAR<br />

Amputasi bawah-lutut<br />

Titik optimum untuk amputasi adalah 14 cm dari<br />

tibial plateau, fibula dipotong 2 cm proksimal dari<br />

ini. Beri tanda insisi, dengan flap anterior<br />

berakhir tepat distal dari garis pemotongan<br />

tulang pada tibia dan flap posterior meluas ke<br />

bawah sampai tendon Achilles.<br />

Insisi kulit<br />

Gbr 8.10<br />

Bevelling tibia<br />

Bentuk sudut pada ujung bawah tibia ke arah<br />

atas dan pisahkan massa otot dari aspek<br />

posteriornya. Ikat rangkap semua pembuluh<br />

darah dan potong setiap saraf yang tegang.<br />

Lepas tungkai bagian distal.<br />

Flap posterior ditarik ke atas membungkus<br />

puntung tulang dan dijahit ke flap anterior. Flap<br />

posterior mungkin perlu dikurangi dengan eksisi<br />

jaringan otot.<br />

Gbr 8.9<br />

Pemotongan tulang<br />

Buat insisi sepanjang garis yang telah diberi<br />

tanda. Di posterior potong tendon Achilles dan<br />

perdalam insisi untuk memotong sisa otot dan<br />

tendon sampai tulang. Potong otot ke dalam<br />

sampai melintasi bagian depan.<br />

Tempatkan benang serap di antara otot di bagian<br />

posterior dan jaringan subkutan di anterior dan<br />

meninggalkan suction drain di bawah otot.<br />

Satukan pinggir kulit dengan jahitan putus<br />

benang non-serap 2/0. Pangkas sudut-sudut flap<br />

posterior jika perlu agar bentuknya rapih. Tutup<br />

puntung dengan katun dan balut ketat dengan<br />

crepe bandage.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Amputasi bisa dikerjakan dengan anestesi regional atau umum.<br />

2. Periksa dengan teliti bahwa anda sedang bekerja pada tungkai yang tepat.<br />

3. Usahakan mengisolasi daerah gangren misal kaki dengan sarung tangan karet.<br />

4. Buat flap yang berlebihan karena flap selalu digunting lagi.<br />

5. Jika jaringan anggota gerak yang iskemik tidak berdarah cukup, bergerak lebih proksimal dengan<br />

amputasi.<br />

6. Jangan jahit drain karena ini bisa dilepas tanpa membuka dressing.<br />

7. Dressing bisa dibiarkan selama 2 minggu. Inspeksi luka jika pasien mengeluh nyeri berlebihan, demam<br />

atau puntung mulai berbau.<br />

8. Resepkan penisilin profilaktik jika pasien mengalami gangren.<br />

9. Usahakan mobilisasi dini sehingga tidak terjadi kontraktur fleksi.<br />

103


9<br />

KEPALA DAN LEHER<br />

105


9 TIROIDEKTOMI<br />

KEPALA DAN LEHER<br />

Indikasi<br />

1. Tirotoksikosis<br />

2. Gejala-gejala tekanan – dispnea, disfagia<br />

3. Kosmetik –struma multinodular besar.<br />

4. Keganasan.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum.<br />

2. Posisi terlentang dengan leher ekstensi.<br />

3. Kantung pasir di bawah bahu dan cincin<br />

kepala untuk menopang.<br />

diseksi. Dengan menggunakan diseksi tumpul<br />

dan tajam pisahkan flap dari otot leher di<br />

bawahnya.<br />

Prosedur<br />

Beri tanda insisi kulit 2 cm di atas sulkus sternum<br />

dengan menggunakan jahitan tebal. Coba<br />

tempatkan jahitan tersebut di dalam garis kulit<br />

yang sudah ada. Ada gunanya memberi tanda<br />

garis sejajar pada kulit dengan menggunakan<br />

pen untuk membantu alignment pada akhir<br />

operasi.<br />

Gbr 9.2<br />

Lanjutkan proses ini ke atas sampai pinggir atas<br />

dari kartilago tiroid, kemudian ulang ke arah<br />

bawah sampai sulkus sternum.<br />

106<br />

Gbr 9.1<br />

Perlebar insisi ke lateral sejauh pinggir medial<br />

dari sternomastoid dan perdalam melalui<br />

platysima.<br />

Tempatkan tiga pasang forsep jaringan pada<br />

jaringan subkutan dari flap atas dan naikkan<br />

f orsep sehingga memperlihatkan bidang untuk<br />

Gbr 9.3


Lap dengan dua handuk kecil kemudian<br />

tempatkan retraktor Joll dengan klip nya pada<br />

titik pertengahan insisi.<br />

Lakukan insisi dan potong fasia pretrakea di<br />

garis tengah sepanjang insisi. Geser pinggir<br />

medial dari sternomastoid.<br />

Awali diseksi bidang di antara otot leher dan<br />

tiroid. Identifikasi, ligasi dan potong vena<br />

thyroidea media.<br />

TIROIDEKTOMI 9<br />

Kocher’s director memiliki parit (groove).<br />

Jalankan benang tebal ke dalam parit tersebut<br />

dengan jarum aneurisma dan ikat pedikel. Ulangi<br />

proses, kemudian potong pedikel dengan pisau.<br />

Vasa thryoidea<br />

superior<br />

Director Kocher<br />

KEPALA DAN LEHER<br />

Gbr 9.5<br />

Vena thyroidea media<br />

Gbr 9.4<br />

Dengan menggunakan swab kasa, tarik tiroid ke<br />

arah medial dan identifikasi nervus laryngeus<br />

rekuren. Diseksi ke bawah aspek lateral dari lobus<br />

tiroid sampai vasa thyroidea inferior dijumpai.<br />

Ikat dan potong pembuluh darah tersebut jika<br />

lobektomi tiroid dikerjakan. Pada kasus<br />

tiroidektomi subtotal, vasa thryoidea inferior<br />

dipertahankan.<br />

N. laryngeus<br />

recurrens<br />

Lanjutkan ke arah kranial, diseksi perlahan-lahan<br />

dan seksama untuk menghindari nervus<br />

laryngeus recurrens. Identifikasi pedikel tiroid superior<br />

dan jalankan Kocher’s director di<br />

bawahnya<br />

Gbr 9.6<br />

Vasa thryoidea inferior<br />

107


9 TIROIDEKTOMI<br />

KEPALA DAN LEHER<br />

Pada kasus lobektomi trioid, gunakan forsep<br />

berat di garis tengah., potong tiroid dan jahit lobus<br />

yang tinggal dengan benang serap,<br />

sehingga mengangkat isthmus dengan spesimen<br />

tersebut.<br />

Kontrol perdarahan dan pasang suction drain ke<br />

dalam thryoid bed. Bawa drain keluar di antara<br />

otot leher. Jika otot leher dipotong, perbaiki<br />

dengan jahitan putus benang serap. Platysima<br />

bisa ditutup dengan jahitan kontinyu benang<br />

serap.<br />

Gbr 9.8<br />

Tutup kulit dengan klip logam<br />

108<br />

Gbr 9.7<br />

Bebaskan tiroid dari permukaan trakea. Kontrol<br />

setiap titik perdarahan dengan klip kecil dan ikat<br />

satu persatu.<br />

Untuk tiroidektomi subtotal lakukan mobilisasi<br />

serupa dengan lobus lainnya. Potong isthmus<br />

dan bekerja ke arah lateral, sambil<br />

membebaskan tiroid dari trakea. Gunakan<br />

beberapa forsep pada bagian lateral kelenjar<br />

dengan tujuan meninggalkan sekitar 5 cm 3 .<br />

Eksisi tiroid dengan scalpel dan jahit sisanya<br />

dengan benang serap secara kontinyu dan<br />

fiksasi ke trakea.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Cord check harus dilakukan sebelum operasi.<br />

2. Jika struma besar dan sukar diakses, otot<br />

leher boleh diikat dan dipotong.<br />

3. Pastikan anda mengidentifikasi bidang yang<br />

tepat untuk diseksi. Kegagalan melakukan ini<br />

akan mengaburkan lapangan operasi.<br />

4. Ketika mengikat pedikel, jaga ke arah tiroid<br />

sehingga tidak merusak nervus laryngeus<br />

externus.<br />

5. Selalu identifkasi dan hindari nervus laryngeus<br />

recurrens yang berjalan di pinggir lateral<br />

kelenjar.<br />

6. Usahakan tidak merusak paratiroid atau suplai<br />

darahnya dari arteri thryoidea inferior.<br />

7. Siapkan selalu pelepas klip di bangsal untuk<br />

berjaga-jaga jika timbul hematoma, yang bisa<br />

menyebabkan obstruksi pernapasan.


Indikasi<br />

1. Kosmetik.<br />

2. Infeksi rekuren- bila ada infeksi obati dengan<br />

antibiotik dan eksisi setelah 4-6 minggu.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum.<br />

2. Posisi terlungkup dengan leher ekstensi.<br />

3. Kantung pasir di bawah bahu dan cincin<br />

kepala untuk menopang.<br />

EKSISI KISTA TIROGLOSUS 9<br />

Jepit kista dengan forsep jaringan dan tarik<br />

kearah kaudal. Diseksi traktus ke atas sampai<br />

tulang hyoid dan bebaskan perlekatan otot dan<br />

membran thyrohyoid. Isolasi bagian tengah dari<br />

hyoid dan eksisi bersamaan dengan traktus dan<br />

kista dengan menggunakan gunting besar atau<br />

pemotong tulang (prosedur Sistrunk).<br />

KEPALA DAN LEHER<br />

Prosedur<br />

Buat insisi transversal di atas kista dan perdalam<br />

insisi melalui jaringan subkutan dan platysima.<br />

Gbr 9.11<br />

Gbr 9.9<br />

Potong dan ikat kedua vena jugularis anterior<br />

saat melintasi garis tengah. Identifikasi kista dan<br />

diseksi tajam untuk memisahkan dari jaringan<br />

sekitarnya. Hati-hati agar tidak menusuk kista.<br />

Periksa setiap traktus yang berjalan dari pinggir<br />

atas hyoid menuju lidah dan eksisi jika ada.<br />

Tutup duktus di bagian proksimal dengan jahitan<br />

serap. Kontrol perdarahan dengan diatermi dan<br />

pasang suction drain. Tutup jaringan subkutan<br />

dengan jahitan serap dan kulit dengan jahitan<br />

subkutis benang serap.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Hati-hati jangan sampai menusuk membran<br />

thyrohyoid ketika memotong hyoid.<br />

2. Pastikan tulang hyoid dieksisi, karena jika tidak<br />

akan menjadi predisposisi untuk kambuh.<br />

Gbr 9.10<br />

109


10<br />

UROLOGI<br />

111


10 SIRKUMSISI<br />

UROLOGI<br />

Indikasi<br />

1. Bayi : Balanitis rekuren<br />

Fimosis<br />

Alasan religius atau kultural<br />

2. Dewasa: Balanitis rekuren<br />

Parafimosis<br />

Tumor glans penis<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum dengan blok dorsal<br />

2. Posisi terlentang.<br />

Prosedur<br />

Genggam preputium dengan mosquito clips dan<br />

belah bagian dorsal (dorsal split) dengan<br />

gunting.<br />

Prosedur dorsal slit ini bisa digunakan untuk<br />

memudahkan kateterisasi uretra bila terdapat<br />

fimosis pada pria dewasa.<br />

Dengan seksama pisahkan setiap perlengketan<br />

ke glans penis dan bersihkan setiap sekresi yang<br />

melekat. Perluas dorsal slit ke arah corona. Buat<br />

ventral slit ke arah frenulum.<br />

Dorsal split<br />

Ventral split<br />

Gbr 10.1<br />

Gbr 10.2<br />

112


SIRKUMSISI 10<br />

Amankan arteri frenularis dengan benang serap,<br />

satu ujung dibiarkan panjang.<br />

Frenular stitch<br />

Lakukan ligasi setiap perdarahan dengan<br />

benang halus serap, kemudian jahit pinggir kulit<br />

ke mukosa secara terputus dengan benang<br />

serap mulai pada posisi jam 3, 6, 9 dan 12,<br />

kemudian rapatkan celah antara jahitan-jahitan<br />

ini.<br />

UROLOGI<br />

Jahitan terakhir pada posisi jam 6 bisa digunakan<br />

untuk memegang penis sementara dressing<br />

dikerjakan. Oles luka dengan gel lignokain. Yang<br />

termudah dirawat adalah ‘Sporran’ dressing.<br />

Gbr 10.3<br />

Preputium yang sekarang sudah terbagi dua bisa<br />

dieksisi dengan gunting, sambil mempertahankan<br />

tegangan pada jahitan frenulum.<br />

Gbr 10.5<br />

Tarik<br />

Gbr 10.4<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Jangan tinggalkan terlalu banyak kulit – kira-kira 0,5 cm di sekeliling glans penis sudah cukup.<br />

2. Hindari meatus ketika mengerjakan dorsal slit.<br />

3. Kasih tahu orang tua bahwa selama proses penyembuhan, luka bisa terlihat sedikit menakutkan,<br />

tetapi segera setelah krusta lepas penyembuhan akan berlangsung mulus.<br />

4. Hindari pemakaian diatermi. Jika perlu gunakan diatermi bipolar.<br />

5. Prosedur ini ideal untuk kasus di mana pasien tidak dirawat inap.<br />

113


10 VASEKTOMI<br />

UROLOGI<br />

Indikasi<br />

Sterilisasi pria.<br />

Persiapan<br />

Lakukan insisi sepanjang vas deferens dan<br />

dengan diseksi lembut identifikasi vas tersebut.<br />

Dengan kilp handuk genggam vas dan pisahkan<br />

dari pembungkusnya dengan scalpel.<br />

1. Anestesi lokal.<br />

2. Posisi terlentang.<br />

Prosedur<br />

Rahasia keberhasilan operasi ini adalah<br />

melokalisasi dan memfiksasi vas deferens<br />

dengan satu tangan sampai bisa digenggam oleh<br />

alat melalui insisi dengan tangan lainnya. Sambil<br />

berdiri di sisi kanan pasien, raba vas deferens<br />

di dalam skrotum atas dengan ibu jari tangan<br />

kiri dari belakang dan telunjuk serta jari tengah<br />

pada permukaan anterior.<br />

Infiltrasi kulit dengan lignokain 1% dan lebih<br />

lanjut masukkan anestesi lokal ke pembungkus<br />

vas deferens itu sendiri.<br />

Gbr 10.7<br />

Potongan ke arah vas<br />

Telunjuk<br />

Eksisi segmen vas kira-kira sepanjang satu<br />

sentimeter.<br />

Jempol<br />

Gbr 10.6<br />

Infiltrasi ke kulit dan vas<br />

Gbr 10.8<br />

114


VASEKTOMI 10<br />

Ikat dasar vas deferens.<br />

Kemudian ligasi ujung-ujung yang sudah<br />

dipotong dua kali.<br />

UROLOGI<br />

Gbr 10.9<br />

Gbr 10.10<br />

Tutup insisi dengan jahitan terputus benang<br />

serap sebelum mengulang prosedur pada vas<br />

deferens sisi yang lain.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Konseling kedua partner penting sebelum operasi, dengan menyebutkan bahwa prosedur bersifat<br />

permanen dan pemeriksaan dua kali setelah operasi perlu memastikan tidak ada sperma. Juga sebutkan<br />

alasan kegagalan yang bisa bersifat teknis pada awal operasi atau karena rekanalisasi vas di kemudian<br />

hari.<br />

115


10 HIDROKEL<br />

UROLOGI<br />

Indikasi<br />

Pembengkakan simtomatik pada pria dewasa.<br />

Persiapan<br />

Buat insisi kecil pada tunica vaginalis dan<br />

evakuasi cairan. Perbesar lubang dengan<br />

gunting sampai cukup besar untuk<br />

memungkinkan testis diangkat dari hemiskrotum.<br />

Periksa bahwa testis normal.<br />

1. Anestesi umum.<br />

2. Posisi terlentang.<br />

Prosedur<br />

Regang skrotum pada aspek anterior hidrokel<br />

dengan tangan kiri, dan buat insisi di antara<br />

pembuluh-pembuluh yang terlihat dengan<br />

menggunakan pisau atau diatermi potong.<br />

Dua teknik utama digunakan untuk reparasi<br />

hidrokel.<br />

Jaboulay<br />

Dengan jahitan serap, ikat pinggir tunika di<br />

belakang duktus deferens dan kemudian<br />

kembalikan testis ke skrotum.<br />

Jahit tunika di<br />

belakang cord<br />

Gbr 10.12<br />

Gbr 10.11<br />

116


HIDROKEL 10<br />

Prosedur Lord<br />

Dengan beberapa jahitan cat gut, ikat sisa<br />

kantong sekeliling testis sebelum mengikat<br />

benang dan mengembalikan testis ke dalam<br />

skrotum. Ingat, untuk mengembalikan testis ke<br />

dalam skrotum, anada harus membuat rongga<br />

dengan diseksi tumpul menggunakan jari.<br />

UROLOGI<br />

Gbr 10.13<br />

Tempatkan semua jahitan sebelum mengikatnya<br />

Hemostasis sangat penting. Luangkan waktu<br />

untuk ini sebelum menjahit luka.<br />

Tutup kulit dengan jahitan terputus benang<br />

serap.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Ingat pada pria usia 35-40 tahun, pikirkan tumor testis – pemeriksaan ultrasonografi preoperatif<br />

bisa membantu.<br />

2. Pada usia lanjut dan sakit kronis mungkin lebih sesuai dikerjakan aspirasi jarum berulang.<br />

3. Darah dalam hidrokel dijumpai pada trauma, torsi dan beberapa tumor testis, jadi hati-hati dalam<br />

mengerjakan aspirasi hidrokel.<br />

4. Teknik pada anak sama seperti untuk herniotomi inguinale pada bayi. Hidrokel infantil tidak perlu<br />

dioperasi kecuali jika menetap sampai usia lebih dari 18 bulan sampai 2 tahun.<br />

117


10 VARIKOKEL<br />

UROLOGI<br />

Indikasi<br />

1. Infertilitas pria.<br />

2. Rasa sakit dan tidak nyaman dalam skrotum.<br />

Pisahkan vena dari vas deferens dan arteri<br />

testikular. Setelah dipotong ligasi dengan<br />

benang serap.<br />

Ada beberapa teknik untuk pengobatan<br />

varikokel:<br />

· Embolisasi radiologis.<br />

· Pemotongan varikokel secara laparoskopik<br />

dari dalam rongga peritoneum.<br />

· Pendekatan bedah jika setinggi cincin<br />

interna.<br />

Hanya yang terakhir akan diuraikan di sini.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum.<br />

2. Posisi terlentang.<br />

Prosedur<br />

Varikokel biasanya terletak di sebalah kiri. Buat<br />

insisi di atas cincin interna, sejajar dengan ligamentum<br />

inguinale.<br />

Potong aponeurosis obliqus externus, visualisasi<br />

duktus deferens dan belah fasia spermatica<br />

secara longitudinal untuk memungkinkan vena<br />

testikular yang besar terlihat.<br />

Fasia<br />

kremaster<br />

Vena<br />

testicularis<br />

Gbr 10.15<br />

Reparasi aponeurosis obliqus externus dengan<br />

jahitan serap dan tutup insisi kulit dengan jahitan<br />

subkutis benang non-serap.<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Varikokel kiri yang timbul mendadak bisa<br />

terjadi sebagai gejala tumor sel ginjal pada<br />

sisi kiri, namun varikokel lebih sering dijumpai.<br />

2. Varikokel disertai dengan oligospermia.<br />

Gbr 10.14<br />

118


EKSISI KISTA EPIDIDIMIS 10<br />

Indikasi<br />

Kista besar dan menimbulkan keluhan.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum.<br />

2. Posisi terlentang.<br />

Prosedur<br />

Gunakan klip arteri untuk membawa testis dan<br />

epididimis melalui insisi skrotum. Eksisi kista,<br />

yang sering lebih dari satu, dan kembalikan testis<br />

ke dalam skrotum.<br />

Transfiksi dinding kista yang tinggal dengan<br />

jahitan serap. Kontrol setiap titik perdarahan dan<br />

tutup insisi dengan jahitan terputus benang<br />

serap.<br />

UROLOGI<br />

Dengan tangan kiri anda regangkan kulit skrotum<br />

di permukaan anterior hidrokel. Identifikasi setiap<br />

pembuluh darah kecil dan lakukan insisi di antara<br />

pembuluh-pembuluh ini. (Gambar 10.11).<br />

Evakuasi cairan dengan membuat insisi kecil di<br />

tunica vaginalis dan perbesar sampai cukup<br />

untuk mengeluarkan testis.<br />

Pokok penting<br />

Cairan jernih menyiratkan kista epididimis<br />

sedangkan cairan putih berarti spermatokel<br />

Gbr 10.16<br />

119


10 ORKIDOPEKSI<br />

UROLOGI<br />

Indikasi<br />

Undescended testis pada anak.<br />

Persiapan<br />

1. Anestesi umum.<br />

2. Posisi terlentang.<br />

Mobilisasi duktus deferens cukup untuk membuat<br />

testis turun ke dalam ke skrotum. Capai ini<br />

dengan memotong pita yang melekat ke duktus<br />

deferens di lateral dan medial. Hati-hati jangan<br />

sampai mengenai vas deferens dan pembuluh<br />

darah testis.<br />

Prosedur<br />

Buat insisi sepanjang 3 cm pada garis kulit inguinal.<br />

Testis biasanya dijumpai pada daerah cincin<br />

eksterna; jika tidak segera jelas, beri sedikit<br />

tekanan proksimal di atas ring agar testis muncul.<br />

Insisi aponeurosis obliqus externus dengan<br />

lembut raih testis dan potong gubernakulum testis.<br />

Membebaskan<br />

perlekatan di medial<br />

spermatic cord<br />

Gbr 10.18<br />

Testis<br />

Identifikasi kantung hernia yang sering<br />

menyertai. Dengan hati-hati pisahkan kantung<br />

ini dari duktus deferens, ikat dan potong pada<br />

cincin interna.<br />

Persiapkan skrotum dengan memasukkan jari ke<br />

dalamnya dan membuat insisi transversal pada<br />

kulit skrotum pada ujung jari.<br />

Obliqus<br />

externus<br />

Gbr 10.17<br />

120<br />

Gbr 10.19<br />

Sayat ke arah jari (hati-hati)


ORKIDOPEKSI 10<br />

Tinggalkan lapisan fasia yang menutup jari dan,<br />

dengan membuka daun gunting, siapkan<br />

subdartos pouch di antara fasia dan kulit di<br />

atasnya. Dorong ujung forsep ke arah jari anda<br />

sehingga menggapai lapisan fasia. Saat jari anda<br />

ditarik, jalankan forsep ke atas luka inguinal<br />

untuk menjemput testis.<br />

Fiksasi tetsis ke otot dartos dengan jahitan putus<br />

benang serap dan tutup kulit skrotum dengan<br />

benang yang sejenis. Tutup luka di lipat paha<br />

dengan jahitan kontinyu ke obliqus externus dan<br />

jahitan subkutis dengan benang serap.<br />

UROLOGI<br />

Dengan hati-hati tarik testis ke bawah skrotum<br />

melalui defek di fasia.<br />

Skrotum<br />

Pokok-pokok penting<br />

Gbr 10.20<br />

1. Kira-kira 30% bayi prematur memiliki testis<br />

yang tidak turun dalam skrotum. Insiden pada<br />

bayi cukup bulan 3%.<br />

2. Kantung skrotum yang kosong menandakan<br />

tidak ada testis, retraktil, ektopik atau tidak<br />

turun.<br />

3. Jika anda sukar memasukkan testis ke dalam<br />

skrotum walaupun sudah berusaha,<br />

tempatkan testis serendah mungkin dan anda<br />

rencanakan prosedur lanjutan ketika anak<br />

bertambah besar.<br />

4. Jika tidak ada testis, usahakan anda mencari<br />

ke inguinal canal; namun laparoskopi mungkin<br />

diperlukan kemudian.<br />

5. Kebanyakan orkidopeksi harus dikerjakan<br />

antara usia 2 dan 3 tahun.<br />

121


10 EKSPLORASI TESTIS<br />

UROLOGI<br />

Indikasi<br />

Kecurigaan adanya torsi<br />

Persiapan<br />

Buka tunica vaginalis, inspeksi dan balikkan<br />

torsi.<br />

1. Anestesi umum<br />

2. Posisi terlentang.<br />

Prosedure<br />

Akses testis melalui insisi skrotum.<br />

Gbr 10.21<br />

Gbr 10.22<br />

Bungkus testis dengan swab hangat lembab. Jika<br />

testis tampak viabel, kembalikan ke dalam<br />

skrotum. Lebih baik teliti daripada mengeksisi<br />

testis dengan percuma, Namun jika testis<br />

nekrotik, gunakan klem crushing dan transfiksi<br />

dan ikat duktus deferens. Kemudian testis<br />

dieksisi.<br />

122


EKSPLORASI TESTIS 10<br />

Fiksasi testis ke tunica vaginalis dengan tiga<br />

jahitan, pada masing-masing kutup dan satu di<br />

tengah.<br />

Jika dijumpai testis terpuntir (torsi), testis pada<br />

sisi yang lain difiksasi dengan cara sama sebagai<br />

pencegahan.<br />

Tutup insisi dengan jahitan terputus benang<br />

serap.<br />

UROLOGI<br />

Gbr 10.23<br />

Pokok-pokok penting<br />

1. Bila ditegakkan diagnosis torsi testis,<br />

eksplorasi cito diindikasikan dalam 8 jam.<br />

Setelah 8 jam kecil kemungkinan infark testis<br />

akan pulih.<br />

2. Neonatus bisa mengalami torsi testis ketika<br />

lahir dengan massa skrotum merah dan tidak<br />

nyeri tekan.<br />

3. Jika dicurigai torsi, testis yang tidak turun ke<br />

dalam skrotum (undescended testis) lebih<br />

sering terpuntir daripadatestis normal. Jika<br />

undesecnded testis dirasakan nyeri, ini<br />

menyiratkan torsi.<br />

4. Sukar membedakan torsi testis dan torsi appendages<br />

testis. Jika appendages testis<br />

terpuntir, eksisi lesi. Dalam hal ini eksplorasi<br />

testis kontraleteral tidak diindikasikan.<br />

123


INDEKS<br />

125


126<br />

INDEKS<br />

Abses apendik 67<br />

ischiorektal 95<br />

payudara 45<br />

perianal 95<br />

Accessorius, nervus<br />

Adrenalin 16,18,20,94<br />

Aksila, pembersihan 38-39<br />

Alginate dressing 45, 93, 95, 96<br />

Amputasi<br />

atas lutut 102-103<br />

bawah lutut 103<br />

Anastomosis gastroenterostomi 52-53<br />

kolon 72, 74<br />

Antikoagulan 58<br />

Anus 88-96<br />

Apendektomi 66-67<br />

Apendik retrosekal 67<br />

Arteri femoralis 100, 102<br />

Arteri femoralis communis 101<br />

Arteri femoralis profunda 100<br />

Arteri femoralis superfisial 100<br />

Arteri frenularis 113<br />

Arteri gastroduodenalis 55<br />

Arteri sistikus 57, 60<br />

Aspirasi hidrokel 117<br />

Aspirasi jarum halus 19<br />

Balanitis 112<br />

Baron’s bander 89<br />

Batu duktus koledukus 61<br />

Batu empedu 56, 57,61<br />

Biopsi endoskopik 49<br />

Biopsi payudara 37<br />

Biopsi rektum 88<br />

Bupivicaine 8, 11, 92, 101<br />

Calot, trigonum 57, 60<br />

Capacitance coupling 13<br />

Colostomy bridge 78<br />

Connel, jahitan 69<br />

Crohn, penyakit 71, 93<br />

Dartos, otot 121<br />

DeBakey, klem 101<br />

Desjardin, forsep 61<br />

Diatermi 12-13<br />

bipolar 12<br />

monopolar 12<br />

Discharge payudara 44<br />

Divertikulitis sigmoid 67<br />

Divertikulum Meckel 67, 68, 70<br />

Divertikulum soliter 71,73<br />

Duk 3, 13<br />

Duktus koledukus 57, 60<br />

Duktus koledukus, anatomi 57, 60, 61<br />

Duktus koledukus, eksplorasi 61<br />

Duktus payudara, ektasia 44<br />

Duktus sistikus 57, 58, 59, 61<br />

Duodenektomi 61<br />

Duodenum, perforasi 54<br />

Ekplorasi saluran empedu 57<br />

Eksisi duktus payudara(operais Hadfield) 44<br />

Eksisi fisura ani 93<br />

Eksisi payudara dan pembersihan aksila 38-39<br />

Eksplorasi laparoskopik 57<br />

Ekstremitas bawah amputasi 10-2-103<br />

gangren 103<br />

iskemia 100,102<br />

Embolektomi femoral 100-101<br />

Empiema kandung empedu 56<br />

End colostomy 77<br />

End ileostomy 80-81<br />

Endoskopi 48-49<br />

Esofago-gastroduodenoskopi (endoskopi) 48-49<br />

Falsiformis, ligamentum 56, 59<br />

Fasia rektus abdominis 11<br />

Fenol 20, 90<br />

Fibroadenoma 36<br />

Fimosis 112<br />

Fisura ani 88<br />

Fogarty, kateter 61<br />

Fulgurasi 12<br />

Gangren 103<br />

Gastroenterostomi anterior 52-53<br />

Gastroenterostomi posterior 53<br />

Gastro-esophageal junction 48<br />

Gastro-lienalis, ligamentum 62, 63<br />

Gigli, gergaji 103<br />

Ginekomastia 42<br />

Gliseril trinitrat, krem 92<br />

Hadfield, operasi 44<br />

Hartmann, prosedur 74, 75-76<br />

Hartmann’s pouch 59<br />

Hassan, kanula 9-11<br />

Helicobacter pylori 49<br />

Hematoma 36, 39, 41<br />

payudara 36, 39, 41<br />

perianal 94<br />

Hemikolektomi dekstra 67, 71-72<br />

Hemikolektomi sinistra 73-74<br />

Hemophilus influenzae B 63<br />

Hemoproid. injeksi 90<br />

banding 89<br />

proktoskopi 88<br />

Hemoroidektomi 91<br />

Hemostasis, diatermi 12-13<br />

Hernia 22-33<br />

bilateral 23<br />

epigastrik 31<br />

femoralis 26-27<br />

insisional 22-25, 117<br />

paraumbilikal 30<br />

umbilikal 28-29<br />

occult 23<br />

Hernia, repair dengan jala propilen<br />

Herniorafi femoral 26-27<br />

inguinal 24-25


INDEKS<br />

Herniotomi inguinal 22-23<br />

infantil 117<br />

Hidrokel, 116-118<br />

Hyoid, tulang 109<br />

Ileostomi retraksi 81<br />

Ileostomi, herniasi 81<br />

prolapsus 81<br />

Infeksi abses payudara 45<br />

kista sebasea<br />

kista tiroglosus 109<br />

operasi Hartmann 76<br />

pasca splenektomi 63<br />

repair hernia paraumbilikal 30<br />

subungual 20<br />

Insisi abdomen 4-5<br />

Kocher 4, 59<br />

Lanz 4, 66<br />

laparotomi darurat 4<br />

median 4-5, 27<br />

paramedian 4,5<br />

pararektal (McEvedy) 27<br />

periareolar 44<br />

Pfannenstiel 27<br />

servikal 19<br />

subkosta 5<br />

suprainguinal 27<br />

transversal 4<br />

tusukan 28<br />

Inspeksi rongga peritoneum 11<br />

Iskemia ekstremitas bawah 100, 102<br />

kulit 45<br />

usus halus 68<br />

Jaboulay, prosedur 116<br />

Jahitan 7-8<br />

Connel 69<br />

jauh dan dekat 7<br />

kontinyu 7<br />

matras 8<br />

median 7<br />

paramedian 7<br />

purse string 11, 67<br />

putus (interrupted) 9<br />

rangkap dekat-dan-jauh 7<br />

serab rangkap dua 69<br />

Jahitan serap berbentuk J 11<br />

seromuskular 69<br />

tegang 7<br />

Jejunostomi 52-53<br />

Jenkin, kaidah 7<br />

Joll retraktor 107<br />

Kandung empedu, diseksi retrograd 61<br />

empiema 56<br />

keganasan 58<br />

lihat kolesistektomi<br />

perforasi 58<br />

Kanker payudara, mastektomi 40-41<br />

penentuan stadium 38<br />

Karsinoma basal 16<br />

Karsinoma duktus payudara 37<br />

kolon 71-73<br />

sekum 67, 71<br />

skuamosa 16<br />

Kelenjar getah bening aksila 38-39<br />

Kista epididimis 119<br />

infeksi 18<br />

limpa 61<br />

sebasea 18<br />

tiroglosus 109<br />

Koagulasi 12<br />

Kocher’s grooved director 107<br />

Kolangiografi operatif 57, 60, 61<br />

Koledoskop 61<br />

Kolektomi total 80<br />

Kolesistektomi laparoskopik 56-58<br />

terbuka 9-10,59-61<br />

Kolesistitis 56<br />

Kolik bilier 56<br />

Kolitis 73<br />

Kolon, anastomosis 72, 74<br />

Kolon, angiodisplasia 71<br />

Kolostomi transversum 78<br />

Kosmetik, apendektomi 66<br />

eksisi payudara 38,39<br />

lesi kulit 16<br />

operasi Hadfield<br />

Kulit, iskemia 45<br />

nekrosis flap 41<br />

penutupan 8,11<br />

persiapan 3<br />

Lahey, swab 39,41<br />

Lambung 49<br />

Langenback, retraktor 36, 42<br />

Langer, garis 16, 17<br />

Laparoskopi 9-11<br />

Laparoskopi diatermi 13<br />

Laparoskopi tertutup 9<br />

Laparotomi b6<br />

Liechtenstein, prosedur 25<br />

Ligamentum inguinale 26, 27, 100<br />

Ligamentum lieno-renalis 62<br />

Ligamentum pektineus 27<br />

Treitz 52<br />

Lignokain 16,18,20,94, 114<br />

Limfadenopati 19<br />

Limfedema 39<br />

Limfonodus,lihat kelenjar getah bening<br />

Limpa, kista 62<br />

ruptur 62,63<br />

Lipoma 17<br />

Lobektomi trioid 108<br />

Loop colostomy 78<br />

penutupan 79<br />

Loop ileosotmy, penutupan 84-85<br />

Loop ileostomy 82-83<br />

Lord, prosedur 117<br />

Luka, penutupan 7-8, 11 127


128<br />

INDEKS<br />

Luminal stent 48<br />

Mamogram 37<br />

Maryland, forsewp 57<br />

Mastektomi Patey 40-41<br />

subkutan 42<br />

Matras, jahitan 8<br />

Mayo, teknik 30<br />

McBurney, titik 66<br />

Meckel diverikulektomi 70<br />

Meckel divertikulum 67, 68, 70<br />

Melanoma 16<br />

Mesenterium transiluminasi 68,71,73,75<br />

Meso-apendik 67<br />

Midazolam 101<br />

Mikorkalsifikasi payudara 37<br />

Mikrodokektomi 43<br />

Nail bed, ablasi 20<br />

Nekrosis flap kulit 41<br />

Nekrosis puting susu 44<br />

Nekrosis testis 122<br />

Nekrosis usus halus 68<br />

Nervus ilioinguinalis 24<br />

Nervus intercostobrachialis 19,39<br />

Nervus laryngeus externus 108<br />

Nervus laryngeus recurrens 107, 108<br />

Nervus thoracalis longus 38, 41<br />

Nervus thoracodorsalis 38,41<br />

Obstruksi kolon 74<br />

Obstruksi usus besar 74<br />

Obstruksi usus halus 68<br />

Onychogryphosis 20<br />

Orkidektomi 25<br />

Orkidektomi 25<br />

Orkidopeksi 120-121<br />

Orkidopeksi 120-121<br />

Pacemaker 13<br />

Panproktokolektomi 80<br />

Parafimosis 112<br />

Payudara 36-45<br />

PEG (percutaneous endoscopic gastroenterostomy) 48, 50-<br />

51<br />

Pemotongan peritoneum 5, 59, 60<br />

Pencukuran rambut 3<br />

Penisilin 63, 103<br />

Persiapan preoperatif 3<br />

Piloprus 49<br />

Piloroplasti 55<br />

Pipa T 61<br />

Pneumoperitoneum 9-10<br />

Polidocanol 20, 90<br />

Posisi Trendelenberg terbalik 56<br />

Proktoskopi 88, 91<br />

Prosesus vaginalis paten 22<br />

Puntung rektum 76<br />

Rekonstruksi 41<br />

Rektum biopsi 88<br />

pemeriksaan 88<br />

sigmoidoskopi 88<br />

Repair hernia epigastrik 31<br />

hernia paraumbilikal 30<br />

hernia umbilikal 29<br />

Reseksi usus halus 68-69<br />

Riedel, lobus 56<br />

Ring block, anestesi lokal 20<br />

Saluran empedu lihat juga duktus koledukus; duktus sistikus<br />

Sapheno-femoral junction 98,99<br />

Sapheno-popliteal junction 99<br />

Sebasea, kista 18<br />

Sekum 66<br />

Sfingterektomi 92<br />

duktus koledukus 61<br />

fisura ani 92<br />

Sigmoid, divertikulitis 67<br />

lesi 75<br />

tumor 74<br />

volvulus 75,76<br />

Sigmoidoskopi 88<br />

Sinus pilonidal 96<br />

Sirkumsisi 112-113<br />

Sistrunk, prosedur 109<br />

Splenektomi darurat 63<br />

Splenektomi elektif 62-63<br />

Splenorafi 63<br />

Split skin graft 41<br />

Stenosis pilorus 52<br />

Sterilisasi pria 114<br />

Stoma permanen 80-81<br />

herniasi 77<br />

posisi 76,78<br />

Struma 106,108<br />

Subkutis, jahitan 8<br />

Testis 121<br />

ektopik 121<br />

maldescended 121<br />

nekrotik 122<br />

undescended, 120-121, 123<br />

Testis, tumor 117<br />

Tetrasiklin 76<br />

Tiroidektomi 106<br />

subtotal 107,108<br />

Torsi apendages testis 123<br />

Trisglosus, kista 109<br />

Trokar, insersi 10, 56<br />

pelepasan 11<br />

Tukak duodenum, perforasi 54<br />

Tukak lambung, perforasi 54<br />

Tukak peptik lambung 54<br />

Tukak peptik perdarahan 48, 55<br />

Tukak peptik perforasi 54<br />

Tunika vaginalis 116, 119, 122, 123<br />

Ultrasonografi anorektal 95


INDEKS<br />

Umbilikal , hernia 28-29<br />

Ureter 71, 72, 75<br />

Usus besar lihat kolon<br />

Varikokel 118<br />

Varises, perdarahan 48<br />

Vas deferens 114-115<br />

Vasektomi 114<br />

Vena femoralis 26,102<br />

Vena saphena magna 98, 99<br />

Vena saphena parva 99<br />

Vena varikosa (varises) 98<br />

Veress, jarum 9, 11, 56<br />

Vocal cord, periksa preoperatif 108<br />

Zadik, operasi 20<br />

129

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!