06.10.2016 Views

521820160516015209996923095283684627720959662865Laporan_Kegiatan_Sosialisasi_Perpajakan_2016

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Sambutan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan<br />

Masyarakat<br />

Acara <strong>Sosialisasi</strong> Pajak dan Penyiapan SPT Tahunan PPh Tahun<br />

Pajak 2015 untuk Bidang Usaha Jasa Konsultan<br />

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,<br />

Selamat Pagi, salam sejahtera bagi kita semua,<br />

Yang terhormat,<br />

Ketua Dewan Pengurus Inkindo Provinsi DKI Jakarta, Bapak Peter<br />

Frans;<br />

Yang Kami hormati,<br />

Wakil Ketua Bidang Kepranataan Inkindo Provinsi DKI Jakarta, Bapak<br />

Ronald Sihombing;<br />

Para Ketua Dewan Pengurus Provinsi Inkindo;<br />

Para Pejabat Eselon III di Lingkungan Kantor Pusat Direktorat<br />

Jenderal Pajak;<br />

Seluruh Anggota Ikatan Nasional Konsultan Indonesia;<br />

Serta Undangan Lainnya.<br />

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kepada Allah<br />

SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan<br />

karunia-Nya sehingga kita semua dapat berkumpul pada pagi ini dalam<br />

Acara <strong>Sosialisasi</strong> Pajak dan Penyiapan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak<br />

2015 untuk Bidang Usaha Jasa Konsultan. Pada kesempatan ini kami<br />

ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kehadiran Bapak dan<br />

Ibu sekalian.<br />

- 1 -


Bapak dan Ibu hadirin yang Kami hormati,<br />

Seperti kita ketahui, bahwa pada tahun <strong>2016</strong> ini Pemerintah<br />

menargetkan untuk DJP untuk menghimpun penerimaan perpajakan<br />

sebesar Rp 1.360, 1 triliun atau sekitar 75% dari keseluruhan penerimaan<br />

negara yang tercantum dalam Angggaran Pendapatan dan Belanja Negara<br />

(APBN) <strong>2016</strong>. Memang target tersebut merupakan suatu angka yang<br />

cukup besar untuk diraih. Namun kami meyakini bahwa Direktorat Jenderal<br />

Pajak tidak berjalan sendirian karena kami didukung masyarakat yang<br />

sadar dan peduli dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, antara lain para<br />

anggota Inkindo. Oleh karena itu, kami sampaikan apresiasi kami atas<br />

inisiatif Dewan Pengurus Inkindo Provinsi DKI Jakarta dalam mengajak<br />

rekan dalam lingkup bidang usaha Jasa Konsultan untuk bersedia<br />

memenuhi kewajiban perpajakannya, khususnya SPT Tahunan PPh Tahun<br />

Pajak 2015.<br />

Bapak dan Ibu hadirin yang Kami hormati,<br />

Terkait dengan upaya pencapaian target penerimaan pajak, DJP<br />

telah melakukan beberapa upaya dari mulai penyuluhan, pelayanan,<br />

pengawasan sampai dengan penegakan hukum di bidang perpajakan. DJP<br />

menyadari sepenuhnya bahwa upaya tersebut tidak akan berhasil tanpa<br />

adanya dukungan dan kerjasama dengan pihak lain.<br />

Salah satu bentuk dukungan yang diperlukan DJP adalah dukungan<br />

dari para pemangku kepentingan untuk melaksanakan kewajiban<br />

perpajakannya dengan tertib dan benar. Dan sebagai salah satu upaya<br />

mewujudkan pelaksanaan kewajiban pajak yang tertib dan benar tersebut,<br />

hari ini kita laksanakan acara sosialisasi Pajak dan Penyiapan SPT<br />

Tahunan PPh Tahun Pajak 2015 untuk Bidang Usaha Jasa Konsultan<br />

yang dilakukan bersama dengan Inkindo. Kerjasama ini bukanlah yang<br />

- 2 -


pertama kali dilakukan antara Direktorat Jenderal Pajak dengan Inkindo<br />

dan juga kami yakini, bukan kerjasama yang terakhir. Seperti kita ketahui,<br />

pada 11 Desember 2015 lalu kita juga telah mengadakan sosialisasi<br />

serupa.<br />

Sebagaimana kita ketahui bersama, jasa konsultan merupakan<br />

pemberian jasa untuk berbagai macam kegiatan, atau tidak terpaku pada<br />

pemberian konsultasi pada satu bidang tertentu saja. Usaha di bidang jasa<br />

biasanya akan terkait dengan pemotongan PPh Pasal 23. Namun untuk<br />

bidang konstruksi, pemerintah memberikan peraturan khusus untuk<br />

mempermudah wajib pajak. Pemerintah saat ini juga sedang menggiatkan<br />

pembangunan di bidang infrastruktur. Hal ini tentu mendorong peningkatan<br />

jumlah pekerjaan di bidang konstruksi yang tidak lepas dari Jasa<br />

Konsultan. Dalam bidang konstruksi, Jasa konsultan berperan sebagai<br />

perencana dan/atau pengawas. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51<br />

Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah<br />

Nomor 40 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari<br />

Usaha Jasa Konstruksi diatur bahwa penghasilan dari kegiatan usaha di<br />

Bidang Jasa Konstruksi, meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan<br />

pengawasan, sebagai penghasilan yang dikenakan PPh Final. Hal tersebut<br />

dilakukan untuk menyederhanakan pengenaan Pajak Penghasilan atas<br />

penghasilan dari usaha jasa konstruksi. Sehingga diharapkan dapat<br />

memberi kemudahan serta mengurangi beban administrasi bagi Wajib<br />

Pajak.<br />

Selain untuk jasa di bidang konstruksi, pemerintah juga<br />

mempermudah wajib pajak yang masih tergolong UMKM, yaitu wajib pajak<br />

yang peredaran bruto atau omzet per tahunnya di bawah 4,8 miliar dengan<br />

memberikan tarif pajak yang bersifat final 1%. Aturan ini dimaksudkan<br />

untuk membantu pengusaha yang masih tergolong UMKM untuk dapat<br />

berkembang dengan baik, termasuk di dalamnya usaha Jasa Konsultan<br />

- 3 -


Kecil. Penjelasan lebih lanjut terkait pemenuhan kewajiban perpajakan<br />

untuk bidang usaha jasa konsultan akan disajikan oleh para narasumber<br />

dari Direktorat terkait.<br />

Bapak dan Ibu yang Kami hormati,<br />

Pada kesempatan yang baik ini pula, perlu kami sampaikan bahwa<br />

saat ini Direktorat Jenderal Pajak telah meluncurkan sarana pembayaran<br />

pajak secara daring (online) melalui ATM, Internet Banking , atau mesin<br />

EDC(Electronic data capture) yang disebut Mini ATM dengan bekerja<br />

sama dengan Bank-bank pembayaran melalui Sistem Pembayaran Pajak<br />

secara Elektronik (Billing System) dalam Sistem Modul Penerimaan<br />

Negara (MPN G2). Melalui sistem ini, wajib pajak dapat membuat surat<br />

setoran elektronik elektronik sendiri dengan menerbitkan Kode Billing<br />

melalui saluran internet maupun menggunakan menu panggilan pada<br />

ponsel masing-masing.<br />

Selain fasilitas pembayaran, Direktorat Jenderal Pajak juga<br />

menyajikan layanan perpajakan yang terintegrasi dengan nama DJP<br />

Online. Dengan mengakses laman djp-online.pajak.go.id, wajib pajak<br />

dapat melakukan pembuatan kode billing untuk pembayaran pajak, hingga<br />

melakukan pelaporan pajak. Kini e-SPT yang telah wajib pajak buat di<br />

computer masing-masing dapat dilaporkan secara online melalui laman<br />

DJP Online tanpa perlu lagi dating ke loket TPT di KPP.<br />

Bapak dan Ibu yang Kami hormati,<br />

Besar harapan kami bahwa para pemangku kepentingan (para<br />

anggota Inkindo) dapat menggunakan fasilitas-fasilitas tersebut di atas<br />

dengan baik sehingga tidak hanya memberikan kemudahan juga dapat<br />

memberikan kenyamanan dalam menjalankan kewajiban kita sebagai<br />

Warga Negara yang taat dan peduli pajak.<br />

- 4 -


Bapak dan Ibu hadirin yang Kami hormati,<br />

Dengan diadakannya sosialisasi hari ini, kita akan menjadi semakin<br />

jelas mengenai perubahan-perubahan positif yang ada di dalam sistem<br />

perpajakan kita serta diharapkan keterbukaan baik dari DJP dan terlebih<br />

lagi dari Wajib Pajak juga akan semakin meningkat. Dengan demikian,<br />

upaya DJP dalam mengamankan dan mengoptimalkan penerimaan negara<br />

dari sektor pajak dapat tercapai. Dengan optimalnya penerimaan negara,<br />

tugas atau peran masing-masing pemangku kepentingan di sini ke<br />

depannya juga akan semakin dimudahkan dan memperoleh manfaat yang<br />

besar dalam hidup berbangsa dan bernegara.<br />

Bapak dan Ibu hadirin yang Kami hormati,<br />

Sebagai penutup, kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang<br />

setinggi-tingginya atas kerjasama dari Inkindo Provinsi DKI Jakarta.<br />

Semoga kerjasama ini meningkatkan kontribusi positif kita bagi Bangsa<br />

Indonesia dalam setiap peran dan tugas yang kita jalankan. Semoga<br />

Tuhan Yang Maha Esa selalu memberi keberkahan setiap usaha dan<br />

langkah kita semua. Amin.<br />

Wabillaahittaufiq wal hidayah<br />

Wassalaamu ‘alaikum Wr. Wb.<br />

Jakarta, Januari <strong>2016</strong><br />

Direktur Penyuluhan, Pelayanan,<br />

dan Hubungan Masyarakat<br />

Mekar Satria Utama<br />

NIP 19680623 199311 1 001<br />

- 5 -


Sambutan<br />

Dewan Pengurus Provinsi INKINDO DKI Jakarta<br />

Pada<br />

<strong>Sosialisasi</strong> <strong>Perpajakan</strong> Usaha Jasa Konsultansi<br />

Rabu, 27 Januari <strong>2016</strong><br />

Aula Ditjen Pajak, Jakarta<br />

Assalamualikum Warrahmatullah Wabarakatuh,<br />

Selamat Pagi, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,<br />

• Yang terhormat, Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat<br />

Direktorat Jenderal Pajak - Bapak Mekar Satria Utama., SE, M.P.Acc<br />

• Yang terhormat Para Nara Sumber dari Direktorat Peraturan <strong>Perpajakan</strong> I dan<br />

Direktorat Peraturan <strong>Perpajakan</strong> II.<br />

• Yang terhormat, Dewan Pengurus Nasional INKINDO<br />

• Yang terhormat Para Ketua DPP Inkindo Seluruh Indonesia yang hadir.<br />

• Yang terhormat peserta perusahan Anggota Inkindo DKI Jakarta.<br />

Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala<br />

Rahmat dan Karunianya, sehingga kita bisa hadir disini dalam keadaan sehat walafiat.<br />

Dalam suatu kuesioner yang disebarkan kepada Anggota Inkindo DKI Jakarta, tentang<br />

jenis kegiatan yang paling diinginkan oleh anggota, ternyata <strong>Sosialisasi</strong> <strong>Perpajakan</strong><br />

Usaha Jasa Konsultansi menduduki peringkat teratas. Hal tersebut mencerminkan<br />

kesadaran untuk lebih memahami regulasi perpajakan dan sekaligus menunjukkan<br />

ketaatan yang tinggi dari Anggota Inkindo DKI Jakarta terkait dengan perpajakan.<br />

Mengingat hal tersebut maka DPP Inkindo DKI Jakarta secara rutin menyelenggarakn<br />

kegiatan <strong>Sosialisasi</strong> <strong>Perpajakan</strong> Usaha Jasa Konsultansi, bekerjasam dengan Direktorat<br />

Jenderal Pajak, seperti yang dilakukan pada hari ini. <strong>Sosialisasi</strong> perpajakan merupakan<br />

kegiatan yang paling banyak dihadiri oleh Anggota Inkindo DKI Jakarta, disamping<br />

sosialisasi tentang Sertifikasi Badan Usaha (SBU). Bahkan jumlah pesertanya melebih<br />

jumlah peserta pada acara resmi organisasi, seperti Musyawarah Provinsi dan Rapat<br />

Kerja Provinsi Inkindo DKI Jakarta.


Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi<br />

kepada Ditjen Pajak yang telah memfasiltasi tempat <strong>Sosialisasi</strong> dan menyediakan para<br />

Nara Sumber yang relevan dengan perpajakan usaha jasa konsultansi. <strong>Kegiatan</strong><br />

<strong>Sosialisasi</strong> ini sebagai bentuk pelayanan kepada Anggota, sehingga peserta tidak<br />

dipungut biaya (gratis)<br />

Hadirin Sekalian yang berbahagia,<br />

Dalam suatu kesempatan beraudiensi dengan Bapak Mekar Satria Utama, ada wacana<br />

untuk membentuk Tax Center Inkindo, untuk mengoptimalkan pelayanan organisasi di<br />

bidang perpajakan jasa konsultansi . Kami menyambut baik gagasan ini, dan sesuai<br />

dengan arahan DPN Inkindo Tax Center akan dibentuk di tingkat DPP Inkindo DKI<br />

Jakarta, sebagai bentuk pelayanan kepada Anggota. Mengenai Tax Center ini masih<br />

dibahas dulu secara internal, bagaimana format yang pas sesuai kebutuhan Inkindo DKI<br />

Jakarta. Setelah itu akan ditindaklanjuti dengan MoU antara DPP Inkindo DKI Jakarta<br />

dan Ditjen Pajak sebagai payung kerjasama.<br />

DPP Inikindo DKI Jakarta dalam pelaksanaan Program Kerja akan terus meningkatkan<br />

pelayanan kepada Anggota, salah satunya dalam waktu dekat akan membangun sistem<br />

data base berbasis aplikasi Android, sehingga memudahkan anggota mengakses<br />

database keanggotaan Inkindo untuk kepentingan kerjasama dan lain-lain. Disamping<br />

itu Inkindo DKI juga akan terus mengoptimalkan fungsi milis, website dan facebook,<br />

untuk mendesiminasikan informasi-informasi penting bagi anggota.<br />

Akhir kata kami ucapkan terima dan penghargaan kepada Panitia Penyelenggara dan<br />

Setprov Inkindo DKI Jakarta yang telah bekerjakeras dalam persiapan dan pelaksanaan<br />

Acara <strong>Sosialisasi</strong> <strong>Perpajakan</strong> Usaha Jasa Konsultansi pada hari ini. Terima kasih.<br />

Wabilahi Taufik Walhidayah, Wassalamualaikum Warrahmatullah Wabarakatuh.<br />

Dewan Pengurus Provinsi INKINDO DKI Jakarta<br />

Ir. Peter Frans<br />

Ketua


SUSUNAN ACARA<br />

SOSIALISASI PERPAJAKAN USAHA JASA KONSULTASI<br />

RABU, 27 Januari <strong>2016</strong><br />

No W a k t u A c a r a KETERANGAN<br />

1 08.30 – 09.00 Registrasi<br />

2 09.00 – 09.05 Pembukaan dan Pembacaan Doa<br />

3 09.05 – 09.15 Sambutan Direktur P2Humas<br />

4 09.15 – 09.25 Sambutan Ketua Inkindo DKI Jakarta<br />

5 09.25 – 12.25<br />

6 12.25 – selesai Penutupan<br />

Penyampaian Materi <strong>Sosialisasi</strong> oleh<br />

Narasumber dan Tanya Jawab<br />

Panitia<br />

MC dan M. Ali Ridwan Junaedi<br />

Bapak Mekar Satria Utama, S.E,. MP.Acc<br />

Bapak Ir. Peter Frans<br />

Tim Direktorat Peraturan <strong>Perpajakan</strong> I dan<br />

Tim Direktorat Peraturan <strong>Perpajakan</strong> II<br />

MC


Kementerian Keuangan Republik Indonesia<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

Tahun 2013<br />

PAJAK PENGHASILAN<br />

Direktorat Peraturan <strong>Perpajakan</strong> II


Status Wajib Pajak Konsultan<br />

Wajib Pajak<br />

Wajib Pajak Badan<br />

Wajib Pajak Orang Pribadi<br />

Badan Usaha/Badan<br />

Hukum Konsultan<br />

Orang Pribadi Sebagai<br />

Konsultan (Pekerjaan<br />

Bebas)


Objek Pajak<br />

penghasilan dari pekerjaan dan pekerjaan bebas<br />

Objek Pajak<br />

Penghasilan<br />

tambahan kemampuan ekonomis<br />

diterima/ diperoleh<br />

dari Indonesia/ luar Indonesia<br />

untuk konsumsi/ menambah kekayaan<br />

penghasilan dari usaha dan kegiatan<br />

penghasilan dari modal<br />

penghasilan lain<br />

dikenakan<br />

dengan nama dan bentuk apapun<br />

PPh Umum<br />

PPh Final<br />

perlakukan<br />

tersendiri dalam<br />

pengenaan pajak


Bukan Objek Pajak<br />

Non Objek<br />

Pajak<br />

Pasal 4 ayat (3) UU PPh<br />

bantuan, sumbangan, termasuk zakat<br />

hibah kepada keluarga, badan keagamaan, pendidikan, badan sosial, usaha mikro/kecil<br />

waisan<br />

harta sebagai penggantian penyertaan modal<br />

natura sehubungan dengan pekerjaan/ jasa<br />

pembayaran dari perusahaan asuransi (kesehatan, kecelakaan, jiwa, beasiswa)<br />

dividen dengan persyaratan tertentu<br />

iuran yang diterima dana pensiun<br />

penghasilan dari penanaman modal dana pensiun<br />

bagian laba yang diterima anggota perseroan komanditer yang modalny tidak terbagi atas saham<br />

penghasilan perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha<br />

beasiswa<br />

sisa lebih badan nirlaba dalam bidang pendidikan dan litbang<br />

bantuan/ santunan yang dibayarkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial


PPh ORANG PRIBADI<br />

Penghitungan Biasa<br />

Peredaran Bruto<br />

(−) Biaya untuk 3M penghasilan<br />

Penghitungan dengan Norma<br />

Peredaran Bruto<br />

(x) Norma Penghitungan Penghasilan Neto<br />

Penghasilan Neto<br />

(−) Kompensasi Kerugian<br />

(−) PTKP<br />

Penghasilan Neto<br />

Penghasilan Neto setelah Kompensasi Kerugian<br />

(−) PTKP<br />

Penghasilan Kena Pajak<br />

Penghasilan Kena Pajak<br />

(x) Tarif Pajak<br />

(x) Tarif Pajak<br />

Pajak Penghasilan<br />

Pajak Penghasilan


PPh ORANG PRIBADI<br />

Rp36.00.000<br />

Rp 3.000.000<br />

Rp36.000.000<br />

Rp 3.000.000<br />

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)<br />

untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi<br />

tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin<br />

tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya<br />

digabung dengan penghasilan suami<br />

tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan<br />

keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak<br />

angkat, paling banyak tiga orang<br />

Lapisan Penghasilan<br />

Tarif Pajak<br />

sampai dengan Rp50.000.000,00 5 %<br />

di atas Rp50 Juta – Rp250 Juta 15%<br />

di atas Rp250 Juta – Rp500 Juta 25%<br />

di atas Rp500 Juta 30%


PPh BADAN<br />

Peredaran Bruto<br />

(−) Biaya untuk 3M penghasilan<br />

tahun pajak 2009<br />

sejak tahun pajak 2010<br />

28%<br />

25%<br />

Penghasilan Neto<br />

(−) Kompensasi Kerugian<br />

Penghasilan Kena Pajak<br />

(x) Tarif Pajak<br />

Pajak Penghasilan<br />

lebih rendah 5%<br />

PT dengan 40% saham disetor<br />

diperdagangkan di bursa efek di<br />

indonesia, dan memenuhi syarat lain<br />

pengurangan 50%<br />

dikenakan atas penghasilan kena<br />

pajak dari bagian peredaran bruto<br />

sampai dengan Rp4.800.000.000 bagi<br />

WP badan dalam negeri dengan<br />

peredaran bruto sampai dengan<br />

Rp50.000.000.000


Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2015 sebesar Rp4.500.000.000,00 (empat miliar lima ratus juta rupiah) dengan<br />

Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).<br />

Penghitungan pajak yang terutang:<br />

Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari<br />

tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar<br />

delapan ratus juta rupiah).<br />

Pajak Penghasilan yang terutang:<br />

(50% x 25%) x Rp500.000.000,00 = Rp62.500.000,00<br />

Contoh 2:<br />

Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2015 sebesar Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) dengan Penghasilan Kena<br />

Pajak sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).<br />

Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:<br />

1. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:<br />

Rp4.800.000.000,00 : Rp30.000.000.000,00) x Rp3.000.000.000,00 = Rp480.000.000,00<br />

2. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:<br />

Rp3.000.000.000,00-Rp480.000.000,00 = Rp2.520.000.000,00<br />

Pajak Penghasilan yang terutang:<br />

(50% x 25%) x Rp480.000.000,00 =Rp 60.000.000,00<br />

25% x Rp2.520.000.000,00 =Rp630.000.000,00 (+)<br />

------------------------<br />

Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang<br />

Rp690.000.000,00


Pemotongan/Pemungutan PPh<br />

PPh Pasal 4 ayat (2)<br />

•untuk penghasilan tertentu, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah<br />

PPh Pasal 15<br />

•untuk Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma penghitungan khusus, ditetapkan oleh<br />

Menteri Keuangan<br />

PPh Pasal 21<br />

•untuk penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan<br />

PPh Pasal 22<br />

•oleh entitas tertentu; untuk pembayaran barang oleh bendahara pemerintah, dari WP tertentu yang<br />

melakukan impor atau kegiatan usaha bidang lain, dari WP yang membeli barang yang sangat mewah<br />

PPh Pasal 23<br />

•atas dividen, bunga, royalti, hadiah, penghargaan , sewa, imbalan jasa, dibayarkan kepada WP<br />

dalam negeri/ BUT<br />

PPh Pasal 26<br />

•atas penghasilan yang dibayarkan kepada WP luar negeri


Pemotongan/Pemungutan PPh<br />

PPh yang<br />

dipotong/<br />

dipungut<br />

Non<br />

Final<br />

mengurangi PPh yang dibayar<br />

pada akhir tahun pajak<br />

penghasilan/ biaya diperhitungkan<br />

kembali dalam menentukan PPh<br />

pada akhir tahun pajak<br />

Final<br />

tidak mengurangi PPh yang<br />

dibayar pada akhir tahun pajak<br />

penghasilan/ biaya tidak<br />

diperhitungkan dalam menentukan<br />

PPh pada akhir tahun pajak


MEKANISME PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN<br />

PEMOTONG<br />

(Witholder)<br />

Pemberi Hasil<br />

MEMBAYAR<br />

YANG DIPOTONG<br />

(Subjek Pajak)<br />

Penerima Penghasilan<br />

OBJEK PEMOTONGAN<br />

Psl 4 (2), 15, 21, 22, 23, 26<br />

BUKAN OBJEK<br />

Psl 4 (3) UU PPh<br />

KEWAJIBAN PERPAJAKAN<br />

* POTONG/PUNGUT<br />

* SETOR<br />

* LAPOR<br />

Bukti<br />

Potong<br />

SSP<br />

SPT MASA


ADMINISTRASI PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN<br />

No<br />

Jenis Pajak<br />

Batas Waktu<br />

Penyetoran<br />

Batas Waktu<br />

Pelaporan SPT<br />

1. PPh Pasal 21/26 Tgl 10 bulan berikutnya 20 hari setelah Masa<br />

Pajak berakhir<br />

2. PPh Pasal 22<br />

-Bendahara<br />

Pemerintah<br />

-Bea Cukai<br />

-Industri Tertentu<br />

-Pada hari yang sama<br />

dengan pembayaran<br />

-1 hr setelah pemungutan<br />

-Tgl 10 bulan berikutnya<br />

-14 hari stlh masa pajak<br />

berakhir<br />

-idem<br />

-20 hari stlh masa pajak<br />

berakhir<br />

3. PPh Pasal 23/26 Tgl 10 bulan berikutnya 20 hari setelah Masa<br />

Pajak berakhir<br />

4. PPh Pasal 4(2)<br />

PPh Pasal 4 ayat<br />

(2) setor sendiri<br />

Tgl 10 bulan berikutnya<br />

Tgl 15 bulan berikutnya<br />

20 hari setelah Masa<br />

Pajak berakhir


PEMOTONG<br />

(Witholder)<br />

• WB Badan - DN<br />

• WP OP tertentu yg<br />

ditunjuk oleh Dirjen<br />

Pajak<br />

• BUT<br />

• Penyelenggara kegiatan<br />

• Perwakilan perusahaan<br />

LN<br />

BUKAN<br />

PEMOTONG<br />

•Perwakilan NA<br />

•Organisasi<br />

Internasional<br />

PPh Pasal 23<br />

Membayar<br />

OBJEK<br />

• Dividen, bunga, royalti,<br />

hadiah, penghargaan<br />

• Sewa penggunaan harta<br />

• Jasa teknik<br />

• Jasa manajemen<br />

• Jasa konsultan<br />

• Jasa lain<br />

YANG DIPOTONG<br />

(SUBJEK PAJAK)<br />

•WP Dalam Negeri:<br />

• Orang Pribadi<br />

• Badan<br />

•BUT<br />

BUKAN OBJEK<br />

• Penghasilan yang dibayar<br />

atau terutang kepada bank<br />

• sewa guna usaha dengan<br />

hak opsi<br />

• SHU Koperasi<br />

• Dividen OP<br />

• Dividen yg diterima PT,<br />

Koperasi, BUMN/D dengan<br />

syarat tertentu<br />

• Bagian laba yg diterima<br />

anggota dari CV,<br />

Persekutuan, Fa dan<br />

sejenisnya


TARIF DAN DASAR PEMOTONGAN<br />

PPh PASAL 23<br />

HADIAH DAN<br />

PENGHARGAAN,<br />

DEVIDEN, BUNGA<br />

DAN ROYALTI<br />

SEWA<br />

DAN<br />

JASA LAINNYA<br />

15 %<br />

2%<br />

DASAR PEMOTONGAN<br />

PENGHASILAN/JUMLAH<br />

BRUTO


PPh PASAL 4 ayat (2) - Konstruksi<br />

• Subjek Pajak<br />

: Badan dan Orang Pribadi<br />

• Objek Pajak<br />

: Penghasilan dari usaha jasa konstruksi<br />

• Sifat pengenaan : final<br />

• Dasar pengenaan :<br />

1. Jumlah pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai;<br />

atau<br />

2. Jumlah penerimaan pembayaran, tidak termasuk Pajak<br />

Pertambahan Nilai, dalam hal Pajak Penghasilan disetor sendiri oleh<br />

Penyedia Jasa,<br />

Mekanisme pemotongan :<br />

• Dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal Pengguna<br />

Jasa merupakan pemotong pajak; atau<br />

• Disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal pengguna jasa bukan<br />

merupakan pemotong pajak.


Istilah Penting dalam PPh Usaha Jasa Konstruksi:<br />

1. Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan<br />

dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil,<br />

mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk<br />

mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.<br />

2. Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang<br />

dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu<br />

mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.<br />

3. Pelaksunaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang<br />

dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu<br />

menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk<br />

bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu<br />

penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan<br />

pembangunan (engineering, procurement and construction) serta model penggabungan<br />

perencanaan dan pembangunan (design and build).<br />

4. Pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang<br />

dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu<br />

melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai<br />

selesai dan diserahterimakan.<br />

5. Nilai Kontrak Jasa Konstruksi adalah nilai yang tercantum dalam satu kontrak jasa konstruksi<br />

secara keseluruhan


Usaha Jasa Konstruksi<br />

Layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan<br />

konstruksi, layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi<br />

Tarif Bentuk jasa Kualifikasi<br />

Pengusaha<br />

PP Nomor 51 Tahun 2008 s.t.d.t.d PP Nomor 40 Tahun 2009<br />

Sertifikasi<br />

2 % Pelaksanaan Konstruksi Usaha Kecil bersertifikat<br />

3 % Pelaksanaan Konstruksi Usaha Menengah<br />

atau Usaha Besar<br />

bersertifikat<br />

4 % Pelaksanaan Konstruksi - Tidak bersertifikat<br />

4 % Perencanaan/Pengawasan<br />

Konstruksi<br />

6 % Perencanaan/Pengawasan<br />

Konstruksi<br />

- bersertifikat<br />

- Tidak bersertifikat<br />

Apabila penyedia jasa adalah BUT, maka laba setelah dikenakan PPh final<br />

dikenakan lagi PPh Pasal 26 (4) sesuai ketentuan yang berlaku<br />

17


Kementerian Keuangan Republik Indonesia<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

Tahun 2015<br />

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK<br />

NOMOR PER- 32/PJ/2015<br />

PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN,<br />

PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN<br />

PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26<br />

SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN<br />

ORANG PRIBADI<br />

Subdit Peraturan Pemotongan dan Pemungutan PPh & PPh OP<br />

Direktorat Peraturan <strong>Perpajakan</strong> II<br />

1


Gaji, Upah, Honorarium, Tunjangan, dan<br />

Pembayaran lain dengan nama/bentuk apapun<br />

1. Pekerjaan;<br />

2. Jasa;<br />

3. <strong>Kegiatan</strong><br />

yang dilakukan orang pribadi<br />

SPDN<br />

SPLN<br />

PPh Pasal 21 PPh Pasal 26<br />

2


Pemotong PPh Pasal 21/26<br />

• pemberi kerja yang terdiri dari:<br />

a. orang pribadi dan badan;<br />

b. cabang, perwakilan atau unit, dalam hal yang<br />

melakukan sebagian atau seluruh administrasi yang<br />

terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium,<br />

tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang,<br />

perwakilan atau unit tersebut.<br />

• bendahara atau pemegang kas pemerintah<br />

• dana pensiun, badan penyelenggara Jaminan Sosial<br />

Tenaga Kerja dan badan-badan lain<br />

• orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau<br />

pekerjaan bebas serta badan yang melakukan<br />

pembayaran sehubungan dengan penyerahan jasa<br />

• Penyelenggara kegiatan<br />

3


Pemberi kerja bukan pemotong<br />

PPh Pasal 21/26<br />

• Kantor perwakilan negara asing<br />

• Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan<br />

Menteri Keuangan<br />

• Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan<br />

kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sematamata<br />

memperkerjakan orang pribadi untuk melakukan<br />

pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam<br />

rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan<br />

bebas<br />

4


Penerima penghasilan yang dikenakan<br />

PPh Pasal 21/26<br />

• pegawai;<br />

• penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat<br />

pensiun, THT, JHT, termasuk ahli warisnya;<br />

• bukan pegawai;<br />

• anggota dewan komisaris/pengawas yang tidak<br />

merangkap sebagai pegawai;<br />

• mantan pegawai;<br />

• peserta kegiatan:<br />

– Peserta perlombaan<br />

– Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan,<br />

kunjungan kerja<br />

– Peserta/anggota kepanitiaan<br />

– Peserta pendidikan, pelatihan<br />

– Peserta kegiatan lainnya<br />

5


Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21/26<br />

• penghasilan pegawai tetap baik teratur maupun tidak teratur<br />

• penghasilan penerima pensiun secara teratur<br />

• uang pesangon, pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan<br />

hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya<br />

melewati jangka waktu 2 tahun;<br />

• penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas<br />

• imbalan kepada bukan pegawai;<br />

• imbalan kepada peserta kegiatan;<br />

• imbalan kepada dewan komisaris/pengawas yang bukan<br />

merupakan pegawai tetap pada perusahaan yang sama;<br />

• imbalan kepada mantan pegawai;<br />

• penarikan dana pensiun oleh pegawai.<br />

Termasuk:<br />

Natura/Kenikmatan dari:<br />

• Wajib Pajak PPh Final<br />

• Wajib Pajak Norma Penghitungan Khusus<br />

6


Penghitungan besarnya<br />

penghasilan<br />

Uang rupiah Uang asing Natura/kenikmatan<br />

an<br />

sesuai dengan yang<br />

diterima/diperoleh<br />

Kurs Menteri<br />

Keuangan<br />

Harga Pasar<br />

7


Penghasilan yang tidak dikenakan<br />

PPh Pasal 21/26<br />

• Pembayaran manfaat atau santunan asuransi<br />

kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna dan bea siswa<br />

• Natura/kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah<br />

• Iuran pensiun kepada dana pensiun yang telah<br />

disahkan Menkeu, iuran THT/JHT yang dibayar pemberi<br />

kerja<br />

• Zakat/sumbangan wajib keagamaan dari<br />

badan/lembaga yang dibentuk/disahkan pemerintah<br />

• Bea siswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat<br />

(3) huruf l UU PPh<br />

8


PPh Pasal 21:<br />

Pegawai tetap dan Penerima Pensiun Berkala<br />

Setiap Masa Pajak,<br />

kecuali Masa Pajak terakhir<br />

Masa Pajak terakhir<br />

Perkiraan Penghasilan Neto<br />

yang akan diterima selama<br />

setahun,<br />

‣ Penghasilan teratur<br />

sebulan dikali 12<br />

Selisih antara PPh yang<br />

terutang atas seluruh<br />

penghasilan kena pajak<br />

selama setahun dengan PPh<br />

yang telah dipotong masamasa<br />

sebelumnya<br />

9


Masa Perolehan Penghasilan Kurang dari 12 Bulan<br />

Disetahunkan<br />

Tidak Disetahunkan<br />

1. WP OP DN meninggal<br />

dunia atau meninggalkan<br />

Indonesia selamanya;<br />

2. Orang asing mulai<br />

bekerja di Indonesia<br />

pada tahun berjalan<br />

untuk jangka waktu lebih<br />

dari 6 bulan;<br />

3. Karyawan pindah cabang<br />

1. WP OP DN mulai bekerja<br />

pada tahun berjalan;<br />

2. WP OP DN pindah kerja<br />

ke pemberi kerja yang<br />

lain<br />

10


Penghitungan PPh Pasal 21<br />

Pegawai tetap<br />

Gaji, Tunjangan, Premi Asuransi<br />

Dibayar Pemberi Kerja<br />

Dikurangi dengan<br />

1. Biaya jabatan, 5% dari pengh.<br />

Bruto maks. Rp6.000.000 per<br />

tahun atau Rp500.000 per bulan<br />

2. Iuran pensiun, THT/JHT yang<br />

dibayar sendiri<br />

Penerima pensiun<br />

Uang Pensiun Berkala<br />

Dikurangi dengan<br />

Biaya Pensiun, 5% dari pengh.<br />

Bruto maks. Rp2.400.000 per<br />

tahun atau Rp200.000 perbulan<br />

Penghasilan Neto (setahun/disetahunkan)<br />

Dikurangi PTKP<br />

Penghasilan Kena Pajak<br />

Dikenakan Tarif Pasal 17<br />

11


PTKP:<br />

(PMK 122/PMK.010/2015)<br />

Rp36.000.000,-<br />

Untuk diri Wajib Pajak<br />

Tambahan utk WP Kawin<br />

Rp3.000.000,-<br />

Rp3.000.000,-<br />

Tambahan untuk setiap<br />

anggota keluarga sedarah<br />

semenda dalam garis<br />

keturunan lurus serta anak<br />

angkat yg menjadi tanggungan<br />

sepenuhnya maksimal 3 orang<br />

penerapan PTKP ditentukan oleh keadaan pada awal tahun<br />

kalender atau awal bulan dari bagian tahun kalender<br />

12


PTKP Karyawati<br />

Kawin<br />

Kawin<br />

Suami tidak<br />

berpenghasilan<br />

Tidak<br />

Kawin<br />

Hanya untuk<br />

diri sendiri<br />

1. Diri sendiri;<br />

2. Status kawin;<br />

3. Tanggungan<br />

maks 3.<br />

1. Diri sendiri;<br />

2. Tanggungan<br />

maks 3.<br />

menunjukkan ket. tertulis dari pemerintah daerah setempat<br />

serendah-rendahnya kecamatan bahwa suami tidak menerima/<br />

memperoleh penghasilan<br />

13


Tarif<br />

Sampai dengan Rp 50 juta<br />

Diatas Rp 50 juta s.d. Rp 250 juta<br />

5%<br />

15%<br />

Sesuai<br />

Pasal 17 ayat<br />

(1) huruf a<br />

UU PPh<br />

Diatas Rp 250 juta s.d. Rp 500 juta<br />

25%<br />

Di atas Rp 500 juta<br />

30%<br />

14


PPh Pasal 21:<br />

Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas<br />

Upah/Uang Saku Harian, Mingguan,<br />

Satuan, Borongan<br />

Upah/Uang Saku Harian<br />

≤ 300.000 > 300.000<br />

Tidak Dipotong Dikurangi 300.000<br />

Dipotong 5%<br />

Upah kumulatif > Rp3jt s.d. Rp8,.2 jt sebulan<br />

Upah sehari dikurangi PTKP sehari<br />

Dibayarkan Bulanan Atau Jumlah<br />

Upah Kumulatif satu bulan<br />

melebihi Rp 8.200.000<br />

Dikali 12<br />

Dikurangi PTKP Setahun<br />

Penghasilan Kena Pajak<br />

Dikenakan Tarif Ps 17<br />

PPh Ps 21 Setahun<br />

Dibagi 12<br />

Tarif PPh 21 = 5%<br />

PPh Pasal 21 Sebulan<br />

15


PPh Pasal 21:<br />

Bukan Pegawai<br />

berkesinambungan<br />

Berkesinambungan<br />

Ex Pasal 13 ayat (1)<br />

Tidak<br />

berkesinambungan<br />

(50 % x Ph Bruto)<br />

Dikurangi<br />

PTKP sebulan,<br />

Dihitung secara<br />

kumulatif<br />

(50 % x Ph Bruto)<br />

Dihitung secara<br />

kumulatif<br />

(50 % x Ph Bruto)<br />

Dalam hal Dokter Yang Praktik di RS/Klinik Jumlah Penghasilan Bruto adalah<br />

Sebesar Jasa Dokter Yang Dibayarkan Pasien melalui RS/Klinik sebelum<br />

Dipotong Biaya-Biaya atau Bagi Hasil RS/Klinik<br />

16


PPh Pasal 21:<br />

Lainnya<br />

Dewan Komisaris/<br />

Pengawas non<br />

Pegawai tetap<br />

Mantan Pegawai<br />

Peserta program<br />

Pensiun yang masih<br />

Berstatus pegawai<br />

honorarium atau<br />

imbalan yang<br />

bersifat tidak teratur<br />

jasa produksi,<br />

tantiem, gratifikasi,<br />

bonus atau imbalan<br />

lain yang bersifat<br />

tidak teratur<br />

penarikan dana<br />

pensiun<br />

Tarif Pasal 17 atas Penghasilan Bruto<br />

17


PPh Pasal 21:<br />

Peserta <strong>Kegiatan</strong><br />

Tarif Pasal 17<br />

UU PPh<br />

Penghasilan Bruto<br />

Penghasilan Bruto merupakan pembayaran yang bersifat utuh<br />

dan tidak dipecah<br />

18


PEGAWAI<br />

TETAP<br />

TIDAK TETAP<br />

BULANAN<br />

HARIAN<br />

Ph NETO - PTKP<br />

Ph BRUTO - PTKP<br />

Ph BRUTO – 300 RIBU<br />

Ph BRUTO(>3jt s.d. 8,2 jt) –<br />

PTKP Harian<br />

Ph BRUTO(>8,2jt) – PTKP<br />

PENSIUNAN<br />

BERKALA<br />

Ph NETO - PTKP<br />

BERKESINAMBUNGAN<br />

((50% X Ph Bruto) - PTKP bulanan)<br />

Kumulatif<br />

BUKAN PEGAWAI<br />

BERKESINAMBUNGAN ex Psl 13 (1)<br />

(50% X Ph Bruto) Kumulatif<br />

TIDAK BERKESINAMBUNGAN<br />

50 % x Ph Bruto<br />

KOMISARIS, MANTAN PEGAWAI,<br />

PENARIKAN DAPEN O/ PEGAWAI<br />

Ph Bruto Kumulatif<br />

PESERTA KEGIATAN<br />

Ph Bruto<br />

19


Penerima penghasilan tidak ber-NPWP<br />

PPh Pasal 21 sebesar 120%<br />

lebih tinggi daripada PPh<br />

Pasal 21 yang seharusnya<br />

(20% lebih tinggi)<br />

Setelah pemotongan<br />

PPh Pasal 21 bulan<br />

Desember<br />

Ber-NPWP<br />

sebelum pemotongan<br />

PPh Pasal 21 bulan<br />

Desember<br />

merupakan kredit<br />

pajak dalam SPT<br />

Tahunan PPh<br />

Diperhitungkan oleh<br />

pemotong dengan<br />

PPh Pasal 21 bulanbulan<br />

selanjutnya<br />

Tidak berlaku untuk PPh Pasal 21 yang bersifat final<br />

20


Ketentuan Khusus<br />

1. Uang Pesangon<br />

2. Uang Manfaat Pensiun<br />

3. THT/JHT<br />

yang dibayarkan sekaligus<br />

Penghasilan bersumber dari<br />

APBN/D yang diterima oleh<br />

Pejabat Negara, PNS,<br />

Anggota, TNI/Polri, dan<br />

Pensiunannya<br />

PP 68 Tahun 2010 PP 80 Tahun 2010<br />

21


PPh Pasal 26<br />

Tarif Pasal 26:<br />

20 %<br />

Penghasilan Bruto<br />

Memperhatikan<br />

Ketentuan P3B<br />

22


Saat terutang<br />

PPh Pasal 21/26<br />

Penerima penghasilan<br />

Saat dilakukannya<br />

pembayaran<br />

atau<br />

saat terutangnya<br />

penghasilan<br />

Pemotong<br />

akhir bulan dilakukannya<br />

pembayaran<br />

atau<br />

akhir bulan<br />

terutangnya<br />

penghasilan<br />

23


Kewajiban Pemotong<br />

• Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP<br />

• Wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan<br />

PPh Pasal 21 dan Pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan<br />

kalender.<br />

• PPh Pasal 21/26 yang dipotong wajib disetor ke Kantor Pos<br />

atau Bank paling lama 10 hari setelah Masa Pajak berakhir.<br />

• Pemotong Pajak wajib lapor sekalipun nihil, paling lama 20<br />

hari setelah Masa Pajak berakhir.<br />

• Wajib Membuat Catatan atau Kertas Kerja Perhitungan PPh<br />

Ps. 21/26 Untuk Setiap Masa Pajak<br />

• Wajib Menyimpan Catatan atau Kertas Kerja Sesuai<br />

Ketentuan<br />

• Wajib Membuat Bukti Potong dan Memberikannya Kepada<br />

Penerima Penghasilan<br />

24


Bukti Pemotongan PPh Pasal 21<br />

• Untuk pegawai tetap/penerima pensiun berkala:<br />

– dibuat sekali setahun (Form 1721 A1/A2)<br />

– diberikan paling lama 1 bulan setelah akhir tahun atau<br />

pegawai berhenti<br />

• Untuk selain pegawai tetap/penerima pensiun berkala:<br />

– Dibuat setiap kali ada pemotongan<br />

– Jika dalam satu bulan > 1 kali pembayaran maka bukti<br />

potong dapat dibuat sekali dalam satu bulan<br />

• Bukti Potong PPh Pasal 21 Tidak wajib dilampirkan dalam<br />

SPT Masa PPh Pasal 21<br />

25


Kewajiban Penerima Penghasilan<br />

• Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP<br />

• Pegawai, Penerima Pensiun Berkala, dan Bukan Pegawai<br />

tertentu Wajib Membuat Surat Pernyataan Yang Berisi Jumlah<br />

Tanggungan Keluarga Pada Awal Tahun Kalender Atau Pada<br />

Saat Menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri<br />

• Wajib Menyerahkan Surat Pernyataan Tanggungan Keluarga<br />

kpd Pemotong Pajak Pada Saat Mulai Bekerja Atau Mulai<br />

Pensiun<br />

• Wajib Membuat Surat Pernyataan Baru Dalam Hal Terjadi<br />

Perubahan Tanggungan Keluarga Paling Lambat Sebelum<br />

Mulai Tahun Kalender Berikutnya<br />

26


Contoh Penghitungan PPh Pasal 21<br />

Budiyanta pada tahun 2013 bekerja di PT Aman Bahagia<br />

dengan gaji sebulan Rp 8.000.000,00 dan membayar iuran<br />

pensiun sebesar Rp. 200.000,00. Budiyanta menikah tetapi<br />

belum mempunyai anak. Pada bulan Juli 2013 menerima<br />

kenaikan gaji, menjadi Rp 10.000.000,00 sebulan dan berlaku<br />

surut sejak 1 Januari 2013. Dengan adanya kenaikan gaji yang<br />

berlaku surut tersebut, Budiyanta menerima rapel sejumlah<br />

Rp 12.000.000,00 (kekurangan gaji untuk masa Januari s.d.<br />

Mei 2013). Pada bulan Oktober 2013 menerima bonus<br />

tahunan sebesar Rp 20.000.000,00.<br />

27


A. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai Tetap - Gaji Bulanan<br />

Gaji sebulan Rp 8.000.000<br />

Pengurangan :<br />

Biaya Jabatan (5% xRp 8.000.000) Rp 400.000<br />

Iuran Pensiun Rp 200.000 Rp 600.000<br />

Penghasilan Neto sebulan Rp 7.400.000<br />

Penghasilan Neto setahun (12 x Rp 7.400.000,00 ) Rp 88.800.000<br />

PTKP setahun :<br />

- untuk diri sendiri Rp 36.000.000<br />

- tambahan WP kawin Rp 3.000.000 Rp 39.000.000<br />

Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 49.800.000<br />

PPh Pasal 21 terutang :<br />

5% x Rp 49.800.000,00 = Rp 2.490.000<br />

PPh Pasal 21 sebulan<br />

Rp 2.490.000,00 : 12 = Rp 207.500<br />

28


B. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Uang Rapel<br />

Gaji sebulan Rp 10.000.000<br />

Pengurangan :<br />

Biaya Jabatan (5% xRp 10.000.000) = Rp 500.000<br />

Iuran Pensiun = Rp 200.000 Rp 700.000<br />

Penghasilan Neto sebulan Rp 9.300.000<br />

Penghasilan Neto setahun ( 12 x Rp 9.300.000,00 ) Rp 111.600.000<br />

PTKP setahun :<br />

- untuk diri sendiri Rp 36.000.000<br />

- tambahan WP kawin Rp 3.000.000 Rp 39.000.000<br />

Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 72.600.000<br />

PPh Pasal 21 setahun :<br />

5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000<br />

15% x Rp 22.600.000,00 = Rp 3.390.000<br />

Rp 5.890.000<br />

PPh Pasal 21 sebulan<br />

Rp 5.890.000,00 : 12 Rp 490.833<br />

PPh Pasal 21 Januari s.d Juni 2013 seharusnya adalah :<br />

6 x Rp 490.833,00 Rp 2.944.998<br />

PPh Pasal 21 yang sudah dipotong Januari s.d Juni 2013<br />

6 x Rp 207.500,00 (dari perhitungan contoh A) Rp 1.245.000<br />

PPh Pasal 21 untuk uang rapel Rp 1.699.998<br />

29


C. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Bonus<br />

Gaji setahun (12 x Rp 10.000.000,00) Rp 120.000.000<br />

Bonus Rp 20.000.000<br />

Penghasilan bruto setahun Rp 140.000.000<br />

Pengurangan :<br />

Biaya Jabatan (5% xRp 140.000.000,00) = Rp 7.000.000,00<br />

*Biaya Jabatan dlm setahun maksimal Rp 6.000.000,00 Rp 6.000.000<br />

Iuran Pensiun (12 x Rp 200.000,00) Rp 2.400.000 Rp 8.400.000<br />

Penghasilan Neto setahun Gaji + Bonus Rp 131.600.000<br />

PTKP setahun :<br />

- untuk diri sendiri Rp 36.000.000<br />

- tambahan WP kawin Rp 3.000.000 Rp 39.000.000<br />

Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 92.600.000<br />

PPh Pasal 21 setahun atas Gaji + Bonus :<br />

5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000<br />

15% x Rp 42.600.000,00 = Rp 6.390.000<br />

8.890.000<br />

PPh Pasal 21 atas Gaji (dari contoh B) Rp 5.890.000<br />

PPh Pasal 21 atas Bonus Rp 3.000.000<br />

30


31


Kementerian Keuangan Republik Indonesia<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

Tahun <strong>2016</strong><br />

Pajak Penghasilan<br />

Pasal 23


OUTLINE<br />

Dasar Hukum<br />

Pemotong PPh Pasal 23<br />

PPh Pasal 23<br />

Objek PPh Pasal 23<br />

Tarif<br />

Pengecualian<br />

2


Dasar Hukum<br />

1. Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan<br />

2. PMK Nomor 251/PMK.03/2008 tentang Penghasilan atas Jasa Keuangan yang<br />

Dilakukan oleh Badan Usaha yang Berfungsi sebagai Penyalur Pinjaman dan/atau<br />

Pembiayaan yang tidak Dilakukan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23<br />

3. PMK Nomor 141/PMK.03/2015 tentang Jenis Jasa Lain sebagaimana dimaksud<br />

dalam Pasal 23 Ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983<br />

tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008<br />

5. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-35/PJ/2010 tentang Pengertian Sewa dan<br />

Penghasilan Lain Sehubungan dengan Penggunaan Harta, Jasa Teknik, Jasa<br />

Manajemen, dan Jasa Konsultan Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 ayat (1)<br />

Huruf C Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008<br />

6. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-11/PJ/2015 tentang Pengenaan Pajak<br />

Penghasilan atas Hadiah dan Penghargaan Pasal 2 ayat (2) huruf c Pasal 23 ayat<br />

(1) huruf a angka 4)<br />

3


Pemotong<br />

1. badan pemerintah;<br />

2. subjek pajak badan dalam negeri;<br />

3. penyelenggara kegiatan;<br />

4. bentuk usaha tetap;<br />

5. perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;<br />

6. Orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong<br />

4


Orang Pribadi yang Ditunjuk Sebagai<br />

Pemotong PPh Pasal 23<br />

a. Akuntan, arsitek, dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT)<br />

kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang<br />

melakukan pekerjaan bebas;<br />

b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan<br />

pembukuan;<br />

yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam negeri.<br />

Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Keputusan Penunjukan sebagai<br />

Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam<br />

negeri tertentu, yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak<br />

wajib memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas<br />

pembayaran berupa sewa


Tarif dan Objek<br />

1. Dividen (kecuali dividen yg diterima<br />

orang pribadi);<br />

2. Bunga;<br />

3. Royalti;<br />

4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan<br />

sejenisnya ( exc Pasal 21)<br />

1. Sewa dan penghasilan lain<br />

sehubungan dengan penggunaan<br />

harta ( exc sewa Pasal 4 ayat 2 )<br />

2. Jasa teknik, jasa manajemen, jasa<br />

konsultan, jasa lain ( exc Pasal 21)<br />

15 % 2 %<br />

Jumlah bruto tidak termasuk PPN (Dalam hal penerima penghasilan tidak<br />

ber-NPWP, dikenakan tarif 100 (seratus persen) lebih tinggi<br />

6


Jenis Jasa lain<br />

PMK Nomor 141/PMK.03/2015<br />

a. Jasa penilai (appraisal);<br />

b. Jasa aktuaris;<br />

c. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;<br />

d. Jasa hukum;<br />

e. Jasa arsitektur;<br />

f. Jasa perancang kota dan arsitektur landscape;<br />

g. Jasa perancang (design);<br />

h. Jasa pengeboran (drilling)di bidang penambangan migas, kecuali yang<br />

dilakukan oleh BUT;<br />

i. Jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan migas;<br />

j. Jasa penambangan dan jasa penunjang selain di bidang usaha panas bumi<br />

dan penambangan migas;<br />

k. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;<br />

l. Jasa penebangan hutan;<br />

m. Jasa pengolahan limbah;<br />

n. Jasa penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services)<br />

o. Jasa perantara dan/atau keagenan;<br />

7


Jenis Jasa lain<br />

PMK Nomor 141/PMK.03/2015<br />

p. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan<br />

oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI;<br />

q. Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;<br />

r. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;<br />

s. Jasa mixing film;<br />

t. Jasa pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, photo, slede, klise,<br />

banner, pamphlet, baliho, dan folder;<br />

u. Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer,<br />

termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;<br />

v. Jasa pembuatan dan/atau pengelolaan website;<br />

w. Jasa internet termasuk sambungannya;<br />

x. Jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran data informasi,<br />

dan/atau program;<br />

8


Jenis Jasa lain<br />

PMK Nomor 141/PMK.03/2015<br />

y. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC,<br />

dan/ atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang<br />

lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/ a tau sertifikasi<br />

sebagai pengusaha konstruksi;<br />

z. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon,<br />

air, gas, AC, TV kabel, dan/ atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib<br />

Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/<br />

atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;<br />

aa. Jasa perawatan kendaraan dan/ atau alat transportasi darat, laut dan udara;<br />

ab. Jasa maklon;<br />

ac. Jasa penyelidikan dan keamanan;<br />

ad. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;<br />

ae. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar<br />

ruang atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/ atau jasa<br />

periklanan;<br />

9


Jenis Jasa lain<br />

PMK Nomor 141/PMK.03/2015<br />

af.<br />

ag.<br />

Jasa pembasmian hama;<br />

Jasa kebersihan atau cleaning service;<br />

ah. Jasa sedot septic tank;<br />

ai.<br />

aj.<br />

ak.<br />

al.<br />

Jasa pemeliharaan kolam;<br />

Jasa katering atau tata boga;<br />

Jasa freight forwarding;<br />

Jasa logistik;<br />

am. Jasa pengurusan dokumen;<br />

an. Jasa pengepakan;<br />

ao. Jasa loading dan unloading;<br />

ap. Jasa laboratorium dan/ atau dilakukan oleh lembaga atau rangka penelitian<br />

akademis;<br />

aq. Jasa pengelolaan parkir;<br />

ar. Jasa penyondiran tanah;<br />

as. Jasa penyiapan dan/ atau pengolahan lahan;<br />

10


Jenis Jasa lain<br />

PMK Nomor 141/PMK.03/2015<br />

at.<br />

au.<br />

av.<br />

aw.<br />

ax.<br />

ay.<br />

az.<br />

Jasa pembibitan dan/ atau penanaman bibit;<br />

Jasa pemeliharaan tanaman;<br />

Jasa pemanenan;<br />

Jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan/<br />

atau perhutanan;<br />

Jasa dekorasi;<br />

Jasa pencetakan/penerbitan;<br />

Jasa penerjemahan;<br />

ba. Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15<br />

Undang-Undang Pajak Penghasilan;<br />

bb.<br />

bc.<br />

bd.<br />

be.<br />

bf.<br />

Jasa pelayanan kepelabuhanan;<br />

Jasa pengangkutan melalui jalur pipa;<br />

Jasa pengelolaan penitipan anak;<br />

Jasa pelatihan dan/ atau kursus;<br />

Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM;<br />

11


Jenis Jasa lain<br />

PMK Nomor 141/PMK.03/2015<br />

bg.<br />

bh.<br />

bi.<br />

bj.<br />

Jasa sertifikasi;<br />

Jasa survey;<br />

Jasa tester, dan<br />

Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada<br />

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan<br />

Belanja Daerah.<br />

12


Jumlah Bruto<br />

Jumlah Bruto:<br />

a. untuk jasa katering adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan<br />

dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau<br />

telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak<br />

badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau<br />

perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam<br />

negeri atau bentuk usaha tetap;<br />

b. untuk jasa selain jasa katering adalah seluruh jumlah penghasilan dengan<br />

nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk<br />

dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan<br />

pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan,<br />

bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya<br />

kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak<br />

termasuk:<br />

1. pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain<br />

sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh<br />

Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang<br />

melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;<br />

(dibuktikan dgn kontrak kerja dan daftar pembayaran);<br />

2. pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material<br />

(dibuktikan dgn faktur pembelian barang atau material);<br />

.<br />

13


Jumlah Bruto<br />

3. pembayaran kepada pihak ketiga untuk selanjutnya dibayarkan melalui<br />

penyedia jasa (dibuktikan dgn faktur tagihan dari pihak ketiga disertai<br />

dengan perjanjian tertulis);<br />

4. pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian<br />

pembayaran atas biaya yang telah dibayarkan penyedia jasa kepada<br />

pihak ketiga(dibuktikan dgn faktur tagihan atau bukti pembayaran yang<br />

telah dibayarkan oleh penyedia jasa kepada pihak ketiga).<br />

c. Dalam hal tidak terdapat bukti sebagaimana dimaksud huruf b, jumlah<br />

bruto sebagai dasar pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah<br />

sebesar keseluruhan pembayaran kepada penyedia jasa, tidak termasuk<br />

Pajak Pertambahan Nilai.<br />

.<br />

14


Pengecualian Pemotongan PPh Pasal 23 ayat (1)<br />

huruf c angka 2<br />

Dikecualikan dari pemotongan Pajak<br />

Penghasilan PPh Pasal 23 dalam hal<br />

imbalan sehubungan dengan jasa lain<br />

tersebut telah dikenai Pajak Penghasilan<br />

yang bersifat final berdasarkan peraturan<br />

perundang-undangan tersendiri<br />

15


Definisi<br />

1. Sewa dan Penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta:<br />

penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan kesepakatan<br />

untuk memberikan hak menggunakan harta selama jangka waktu tertentu<br />

baik dengan perjanjian tertulis maupun tidak tertulis sehingga harta tersebut<br />

hanya dapat digunakan oleh penerima hak selama jangka waktu yang telah<br />

disepakati.<br />

2. Jasa Teknik:<br />

pemberian jasa dalam bentuk pemberian informasi yang berkenaan dengan<br />

pengalaman dalam bidang industri, perdagangan dan ilmu pengetahuan yang<br />

dapat meliputi :<br />

a. pemberian informasi dalam pelaksanaan suatu proyek tertentu, seperti<br />

pemetaan dan/atau pencarian dengan bantuan gelombang seismik;<br />

b. pemberian informasi dalam pembuatan suatu jenis produk tertentu,<br />

seperti pemberian informasi dalam bentuk gambar-gambar, petunjuk<br />

produksi, perhitungan-perhitungan dan sebagainya; atau<br />

c. pemberian informasi yang berkaitan dengan pengalaman di bidang<br />

manajemen, seperti pemberian informasi melalui pelatihan atau seminar<br />

dengan peserta dan materi yang telah ditentukan oleh pengguna jasa.<br />

16


Definisi<br />

3. Jasa Manajemen:<br />

pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam pelaksanaan atau<br />

pengelolaan manajemen.<br />

4. Jasa Konsultan:<br />

pemberian advice (petunjuk, pertimbangan, atau nasihat) profesional dalam<br />

suatu bidang usaha, kegiatan, atau pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga ahli<br />

atau perkumpulan tenaga ahli, yang tidak disertai dengan keterlibatan<br />

langsung para tenaga ahli tersebut dalam pelaksanaannya.<br />

17


Pengecualian<br />

1. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;<br />

2. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan leasing dengan hak<br />

opsi;<br />

3. dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh dan<br />

dividen yang diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal<br />

17 ayat (2c) UU PPh;<br />

4. bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf I UU PPh;<br />

5. sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;<br />

6. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa<br />

keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan<br />

.<br />

18


Kementerian Keuangan Republik Indonesia<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

2015<br />

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013<br />

tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan<br />

dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh<br />

Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto<br />

Tertentu


Dasar Hukum<br />

Pasal 4 ayat (2) huruf e UU PPh :<br />

Dengan menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) dapat ditetapkan<br />

cara menghitung Pajak Penghasilan yang lebih sederhana<br />

dibandingkan dengan menggunakan UU PPh secara umum.<br />

Penyederhanaannya yakni WP hanya menghitung dan membayar<br />

pajak berdasarkan peredaran bruto (omzet ).<br />

Pasal 17 ayat (7) UU PPh :<br />

Pada intinya penerbitan PP 46 Tahun 2013 ditujukan terutama untuk<br />

kesederhanaan dan pemerataan dalam melaksanakan kewajiban<br />

perpajakan.


Objek, Subjek dan Tarif<br />

Objek<br />

Pajak<br />

Subjek<br />

Pajak<br />

Tarif<br />

Pajak<br />

Penghasilan dari usaha<br />

Tidak termasuk:<br />

a. Penghasilan dari jasa sehubungan dengan Pekerjaan Bebas;<br />

b. Penghasilan dari usaha yang dikenai PPh Final dengan ketentuan tersendiri;<br />

c. Penghasilan dari usaha di luar negeri.<br />

a. Orang pribadi;<br />

b. Badan, tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT),<br />

yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto (omzet) yang tidak<br />

melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) Tahun Pajak.<br />

Peredaran bruto (omzet) merupakan jumlah peredaran bruto (omzet) semua<br />

gerai/counter/outlet atau sejenisnya baik pusat maupun cabangnya.<br />

Tidak termasuk:<br />

a. WP OP yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam<br />

usahanya menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik<br />

yang menetap maupun tidak menetap dan menggunakan sebagian atau seluruh<br />

tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha<br />

atau berjualan, misalnya pedagang makanan keliling, pedagang asongan, warung<br />

tenda di trotoar, dan sejenisnya.<br />

b. WP badan yang belum beroperasi secara komersial atau yang dalam jangka waktu 1<br />

(satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto<br />

melebihi Rp4,8 miliar.<br />

Pajak yang terutang dan harus dibayar adalah 1% dari jumlah peredaran bruto (omzet)


Dasar Penentuan Dikenakan PPh Final<br />

1. Pengenaan PPh didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1<br />

(satu) Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan,<br />

yang tidak melebihi Rp4,8 Miliar.<br />

2. Untuk penentuan pengenaan PPh didasarkan pada peredaran bruto<br />

dari usaha:<br />

a. bagi Wajib Pajak badan yang baru harus memperhatikan saat<br />

beroperasi secara komersial.<br />

b. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang baru:<br />

1) peredaran bruto tahun terakhir (setahun atau disetahunkan,<br />

dalam hal tahun terakhir meliputi kurang dari 12 bulan).<br />

2) akumulasi peredaran bruto dari bulan berdiri s.d. bulan<br />

sebelum PP ini berlaku, yang disetahunkan (dalam hal WP<br />

baru terdaftar pada Januari s.d. Juni 2013).<br />

3) peredaran bruto bulan pertama disetahunkan (dalam hal WP<br />

baru terdaftar setelah 1 Juli 2013).


Penyetoran dan Pelaporan<br />

Penyetoran paling lama tanggal 15 bulan berikutnya.<br />

SSP berfungsi sekaligus sebagai SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2).<br />

Jika SSP sudah validasi NTPN tidak perlu lapor SPT Masa PPh<br />

Pasal 4 ayat (2).<br />

Wajib Pajak dapat melakukan Pembayaran Pajak melalui:<br />

a. Loket Bank/Pos Persepsi<br />

b. Anjungan Tunai Mandiri (ATM)


Surat Keterangan Bebas<br />

Penghasilan dari usaha yang dikenai PPh berdasarkan PP No.46<br />

Tahun 2013, dikecualikan dari pemotongan atau pemungutan<br />

pajak.<br />

Pengecualian pemotongan atau pemungutan pajak dimaksud<br />

dilaksanakan melalui Surat Keterangan Bebas yang dapat<br />

diajukan Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib<br />

Pajak terdaftar.


SISTEM PEMBAYARAN PAJAK<br />

ELEKTRONIK<br />

[BILLING SYSTEM]<br />

DALAM SISTEM MODUL PENERIMAAN NEGARA<br />

(MPN G2)<br />

Januari <strong>2016</strong><br />

Direktorat Teknologi Informasi <strong>Perpajakan</strong><br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

KEMENTERIAN KEUANGAN


DASAR HUKUM<br />

PMK-242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN<br />

DAN PENYETORAN PAJAK<br />

PMK – 32/PMK.05/2014 TENTANG SISTEM PENERIMAAN<br />

NEGARA SECARA ELEKTRONIK<br />

PER – 26/PJ/2014 TENTANG SISTEM PEMBAYARAN PAJAK<br />

SECARA ELEKTRONIK<br />

Direktorat Jenderal Pajak


DASAR HUKUM<br />

PMK-242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN<br />

PENYETORAN PAJAK<br />

Psl. 11<br />

Ayat (1) Pembayaran dan Penyetoran Pajak dilakukan dengan menggunakan<br />

SSP atau Sarana Administrasi lain yang disamakan dengan SSP<br />

Ayat (2) ...........<br />

Ayat (3) Sarana administrasi lain sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat<br />

berupa :<br />

a. BPN atas Pembayaran dan Penyetoran pajak melalui sistem pembayaran<br />

pajak secara elektronik atau dengan datang langsung ke bank/pos<br />

persepsi<br />

b. ........<br />

Direktorat Jenderal Pajak


DASAR HUKUM<br />

PER – 26/PJ/2014 TENTANG SISTEM PEMBAYARAN PAJAK SECARA<br />

ELEKTRONIK<br />

Psl. 2<br />

(1) Wajib Pajak dapat melakukan Pembayaran/Penyetoran Pajak dengan<br />

sistem pembayaran pajak secara elektronik<br />

(2) ...........<br />

(3) ...........<br />

(4) ...........<br />

(5) Transaksi pembayaran/penyetoran pajak sebagaimana dimaksud ayat<br />

(1) dilakukan melalui bank/pos persepsi dengan menggunakan Kode<br />

Billing<br />

Direktorat Jenderal Pajak


Infrastruktur:<br />

• Biller<br />

• Settlement<br />

PERBEDAAN SISTEM<br />

MPN-G1 & MPN-G2<br />

Deskripsi MPN-G1 MPN-G2<br />

• -<br />

• DJP<br />

• Masing-masing biller (DJP, DJBC & DJA)<br />

• DJPB<br />

NTPN 16 digit Numerik (0,1,2..9) Kombinasi Alphabet (A,B,C..Z) dan Numerik<br />

(0,1,2..9)<br />

Data Reversal & Tidak Diakui<br />

Pencatatan Pembayaran &<br />

Pelimpahan<br />

Diperbolehkan dengan<br />

syarat & kondisi tertentu<br />

• Tiap cabang bank<br />

• KPPN Mitra Kerja<br />

Data Rekonsiliasi • Rekon atas (Bank: H+1)<br />

• Rekon Bawah (DJPB)<br />

Tidak diperbolehkan<br />

• 1 cabang bank didaftarkan<br />

• KPPN Khusus Penerimaan<br />

• Notifikasi pembayaran on-line dari<br />

Settlement ke Biller<br />

• Rekon Transaksi dari DJPB<br />

Channel pembayaran Teller, e-Tax Bank Teller, e-Tax Bank, Internet Banking, ATM,<br />

EDC<br />

Direktorat Jenderal Pajak


ARSITEKTUR MPN G2<br />

Biller DJP Biller DJBC Biller DJA<br />

Proses Billing<br />

Data Tagihan<br />

Proses Billing<br />

Data Tagihan<br />

Proses Billing<br />

Data Tagihan<br />

Settlement DJPBN<br />

Monitor<br />

Data Pembayaran<br />

Switching<br />

Bank/Pos Bank/Pos Non Bank<br />

Sumber: dimodifikasi dari bahan presentasi PT. Finnet Indonesia<br />

Teller<br />

e-Banking<br />

Direktorat Jenderal Pajak


PROSES BISNIS MPN G2<br />

Direktorat Jenderal Pajak


BILLING SYSTEM<br />

Apa itu Sistem Billing Pajak?<br />

Sistem untuk merekan surat setoran pajak secara eletronik dan<br />

menghasilkan “Kode Billing” untuk proses pembayaran<br />

Kode<br />

Billing<br />

Direktorat Jenderal Pajak


PEMBUATAN KODE BILLING<br />

1<br />

Melalui Portal DJP<br />

SSE (sse.pajak.go.id)<br />

SSE2 (sse2.pajak.go.id)<br />

2<br />

Melalui Fasilitas Bank Persepsi atau Pihak Lain yang<br />

ditunjuk DJP<br />

BANK/POS PERSEPSI<br />

PIHAK LAIN<br />

Direktorat Jenderal Pajak


BILLING SYSTEM<br />

1 2 3<br />

DAFTAR<br />

BUAT<br />

BILLING<br />

BAYAR<br />

BILLING<br />

Direktorat Jenderal Pajak


PROSES PEMBUATAN BILLING<br />

Direktorat Jenderal Pajak


BUAT BILLING PADA PORTAL DJP<br />

SSE<br />

SSE2<br />

(DJP ONLINE)<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

Buat Billing<br />

Bayar Billing


BUAT BILLING PADA PORTAL DJP<br />

SSE<br />

SSE2<br />

• Laman berdiri sendiri • Terintegrasi dengan DJP Online<br />

• Mengakomodasi<br />

pemotongan/pemungutan atas NPWP<br />

lain terbatas hanya pada jenis peserta<br />

bendahara.<br />

• Pendaftaran baru tidak memerlukan<br />

E-FIN (Electronic Filing Identification<br />

Number)<br />

• Satu alamat email dapat didaftarkan<br />

untuk beberapa akun SSE (beberapa<br />

NPWP).<br />

• Mengakomodasi pemotongan/pemungutan atas<br />

NPWP lain atau Non-NPWP (00.000.000.0-<br />

xxx.000) tidak terbatas pada jenis peserta user<br />

tetapi berdasarkan jenis pajak dan jenis setoran<br />

tertentu<br />

• Pendaftaran baru penggunaan SSE di DJP Online<br />

memerlukan E-FIN<br />

• Satu alamat email hanya dapat didaftarkan untuk<br />

satu akun DJP Online (satu NPWP).<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

Buat Billing<br />

Bayar Billing


BUAT BILLING PADA PORTAL DJP<br />

Daftar Kode Jenis Pajak dan Kode Jenis Setoran untuk Pemotongan/Pemungutan<br />

atas NPWP lain atau NPWP nol (00.000.000.0-xxx.000)<br />

MAP KJS Uraian<br />

411122 900 Pembayaran PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Pemungut.<br />

411128 402 Pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Pengalihan Hak atas<br />

Tanah dan/atau Bangunan.<br />

411128 403 Pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Persewaan Tanah<br />

dan/atau Bangunan.<br />

411211 101 Pembayaran PPN terutang atas pemanfaatan BKP tidak berwujud<br />

dari luar Daerah Pabean.<br />

411211 102 Pntuk pembayaran PPN terutang atas Pemanfaatan JKP dari luar<br />

Daerah Pabean.<br />

411211 103 Pembayaran PPN terutang atas <strong>Kegiatan</strong> Membangun Sendiri.<br />

411211 900 Penyetoran PPN dalam negeri yang dipungut oleh Pemungut.<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

Buat Billing<br />

Bayar Billing


BUAT BILLING PADA PORTAL DJP<br />

.<br />

1 2<br />

Pengguna<br />

3<br />

Pengguna<br />

Login ke SSE2 dengan<br />

NPWP dan PIN SSE<br />

Lama<br />

SSE lama<br />

DJP Online<br />

Dapat menggunakan SSE2<br />

dengan memilih tambah<br />

fitur e-Billing pada profil<br />

DJP Online<br />

Pengguna SSE lama<br />

dan DJP Online<br />

Login ke SSE2<br />

dengan NPWP dan<br />

password DJP Online<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

Buat Billing<br />

Bayar Billing


BUAT BILLING PADA PORTAL DJP<br />

Login ke Situs SSE (https://sse.pajak.go.id)<br />

Masukkan NPWP dan PIN yang dikirim ke e-mail<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

Buat Billing<br />

Bayar Billing


BUAT BILLING PADA PORTAL DJP<br />

. Form Input data SSP Billing<br />

Elemen data<br />

SSP yang<br />

dipilih/input<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

Buat Billing<br />

Bayar Billing


BUAT BILLING PADA PORTAL DJP<br />

. Konfirmasi Input Data SSP<br />

KLIK OK<br />

KLIK SIMPAN<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

Buat Billing<br />

Bayar Billing


BUAT BILLING PADA PORTAL DJP<br />

. Konfirmasi Menerbitkan Kode Billing<br />

KLIK TERBITKAN<br />

KODE BILLING<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

Buat Billing<br />

Bayar Billing


BUAT BILLING PADA PORTAL DJP<br />

. Cetak Kode Billing<br />

KODE BILLING<br />

(15 DIGIT)<br />

AKTIF 7 x 24 JAM<br />

KLIK CETAK<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

KLIK SAVE<br />

Buat Billing<br />

Bayar Billing


BUAT BILLING PADA PORTAL DJP<br />

. Login ke Situs DJP Online(https://djponline.pajak.go.id)<br />

Masukkan<br />

NPWP dan<br />

Password<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

Buat Billing<br />

Bayar Billing


BUAT BILLING PADA PORTAL DJP<br />

. Form Input data SSP Billing<br />

Pilihan Input<br />

dan Isi NWP<br />

Lain<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

Buat Billing<br />

Bayar Billing


BUAT BILLING PADA PORTAL DJP<br />

. Kode Billing diterbitkan<br />

Kode Billing<br />

berlaku 7x24<br />

jam<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

Buat Billing<br />

Bayar Billing


BUAT BILLING PADA PORTAL DJP<br />

. Cetakan Kode Billing<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

Buat Billing<br />

Bayar Billing


BUAT BILLING MELALUI<br />

BANK/POS PERSEPSI<br />

.<br />

Pembuatan Billing melalui<br />

Biller CA (Collecting Agent)<br />

Teller<br />

Internet Banking<br />

Back Office<br />

No BillerCA Ket<br />

1 BNI Internet banking (corporate)<br />

2 BRI Internet banking<br />

3 Mandiri Internet banking (corporate)<br />

4 CIMB Niaga Internet banking<br />

5 Danamon Internet Banking (corporate)<br />

6 Citibank Back office<br />

Internet Banking (corporate)<br />

7 Mizuho Back office<br />

8 Standard Chartered Internet Banking (corporate)<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

Buat Billing<br />

Bayar Billing


BUAT BILLING MELALUI<br />

BANK/POS PERSEPSI<br />

. 1. Pilih Menu Pembayaran -> MPN -> Buat Billing Pajak<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

Buat Billing<br />

Bayar Billing


BUAT BILLING MELALUI<br />

BANK/POS PERSEPSI<br />

. 2. Input elemen data SSP Elektronik<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

Buat Billing<br />

Bayar Billing


BUAT BILLING MELALUI<br />

BANK/POS PERSEPSI<br />

. 3. Hasil input dan penerbitan Kode Billing<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

Buat Billing<br />

Bayar Billing


. 4. Kode Billing diterbitkan<br />

BUAT BILLING MELALUI<br />

BANK/POS PERSEPSI<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

Buat Billing<br />

Bayar Billing


BUAT BILLING MELALUI<br />

PIHAK LAIN<br />

Penjajakan kerjasama dengan operator Telkomsel untuk<br />

pembuatan ID Billing menggunakan teknologi telepon seluler.<br />

WP sekaligus pelanggan Telkomsel dapat membuat billing pajak<br />

dengan memanfaatkan USSD Menu Browser (UMB) Telkomsel<br />

dengan kode akses *141*500#<br />

Pelanggan dikenakan biaya tarif sms reguler untuk pembuatan<br />

billing.<br />

Operator seluler lain (Indosat dan XL) masih dalam proses<br />

pengembangan.<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

Buat Billing<br />

Bayar Billing


BUAT BILLING MELALUI<br />

PIHAK LAIN<br />

.<br />

Menu Utama Perekaman<br />

Billing Dial *141*500#<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

Pilihan Menu NPWP sudah<br />

register atau belum<br />

Buat Billing<br />

Input Kode Akun Pajak<br />

Bayar Billing


BUAT BILLING MELALUI<br />

PIHAK LAIN<br />

.<br />

Input kode jenis setoran Input masa pajak Input tahun pajak<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

Buat Billing<br />

Bayar Billing


BUAT BILLING MELALUI<br />

PIHAK LAIN<br />

.<br />

Input nominal pajak Konfirmasi hasil perekaman SMS hasil konfirmasi<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

Buat Billing<br />

Bayar Billing


PROSES PEMBAYARAN BILLING<br />

Direktorat Jenderal Pajak


PEMBAYARAN BILLING<br />

. PMK - 242/PMK.03/2014<br />

Psl. 10<br />

Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan ke Kas Negara melalui :<br />

a. Layanan pada loket/teller<br />

b. Layanan dengan menggunakan Sistem Elektronik lainnya<br />

Pada Bank/Pos Persepsi<br />

PER - 26/PJ/2014<br />

Psl. 3<br />

Transaksi Pembayaran/penyetoran pajak sebagaimana dimaksud dalam<br />

pasal 2 ayat (5) dapat dilakukan melalui Teller Bank/Pos persepsi, ATM,<br />

Internet Banking dan EDC<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

Buat Billing<br />

Bayar Billing


PEMBAYARAN BILLING<br />

. DAPAT DILAKUKAN MELALUI<br />

INTERNET BANKING<br />

MOBILE BANKING<br />

COUNTER / TELLER<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

ATM<br />

Buat Billing<br />

EDC<br />

Bayar Billing


PROGRESS IMPLEMENTASI<br />

SISTEM MPN G2 PADA BANK/POS PERSEPSI<br />

BERDASARKAN CHANNEL LAYANAN<br />

(Data Update 6 Januari <strong>2016</strong>)<br />

No Bank/Pos Persepsi Mata Uang Teller ATM IB MB EDC<br />

1 Bank Rakyat Indonesia IDR, USD √ √ √ - √<br />

2 Bank Negara Indonesia IDR, USD √ √ √ - √<br />

3 Bank Mandiri IDR, USD √ √ √ - √<br />

4 Bank CIMB Niaga IDR √ - √ - -<br />

5 Pos Indonesia IDR √ - - - -<br />

6<br />

BPD Sumatera Selatan dan<br />

Bangka Belitung<br />

IDR √ √ - - -<br />

7 Citibank, N.A IDR √ - - - -<br />

8 BPD Jawa Barat Banten IDR √ √ - - -<br />

9 Bank Central Asia IDR √ √ √ - -<br />

10 Bank Internasional Indonesia IDR √ - √ - -<br />

11<br />

Bank Of Tokyo-Mitsubishi UFJ.<br />

LTD Jakarta<br />

IDR √ - - - -<br />

12 Bank BNI Syariah IDR √ - - - -<br />

13 BPD Kalimantan Selatan IDR √ - - - -<br />

14 BPD Riau Kepri IDR √ - - - -<br />

15 Bank Nusantara Parahyangan IDR √ - - - -


PROGRESS IMPLEMENTASI<br />

SISTEM MPN G2 PADA BANK/POS PERSEPSI<br />

BERDASARKAN CHANNEL LAYANAN<br />

(Data Update 6 Januari <strong>2016</strong>)<br />

No Bank/Pos Persepsi Mata Uang Teller ATM IB MB EDC<br />

16 BPD Nusa Tenggara Timur IDR √ - - - -<br />

17 BPD Lampung IDR √ - - - -<br />

18 BPD Sumatera Barat IDR √ √ - - -<br />

19 BPD Sulawesi Utara IDR √ √ - - -<br />

20 Bank Pan Indonesia IDR √ - - - -<br />

21 BPD Sumatera Utara IDR √ - - - -<br />

22 HSBC IDR √ - √ - -<br />

23 BPD Jawa Timur IDR √ √ - - -<br />

24 Deutsche Bank AG Jakarta IDR √ - - - -<br />

25 Bank DBS Indonesia IDR √ - √ - -<br />

26 Bank Permata IDR √ - √ - -<br />

27 Bank Tabungan Negara IDR √ - - - -<br />

28 Bank Mizuho Indonesia IDR √ - - - -<br />

29 BPD Bali IDR √ - √ √ -<br />

30 Bank UOB Indonesia IDR √ - - - -<br />

31 Bank Aceh IDR √ - - - -


No Bank/Pos Persepsi Mata Uang Teller ATM IB MB EDC<br />

32 Bank Ekonomi Raharja IDR √ - - - -<br />

33 BPD Kalimantan Timur IDR √ √ - - -<br />

34 BPD Bengkulu IDR √ - - - -<br />

35 Bank Danamon Indonesia IDR √ - √ - -<br />

36 Bank Syariah Mandiri IDR √ - - - -<br />

37 BPD Nusa Tenggara Barat IDR √ - - - -<br />

38<br />

Bank Sumitomo Mitsui<br />

Indonesia<br />

IDR √ - - - -<br />

39 Bank Artha Graha Internasional IDR √ - - - -<br />

40 Bank DKI IDR √ - - - -<br />

41 Bank ANZ Indonesia IDR √ - - - -<br />

41<br />

BPD Sulawesi Selatan dan<br />

Sulawesi Barat<br />

PROGRESS IMPLEMENTASI<br />

SISTEM MPN G2 PADA BANK/POS PERSEPSI<br />

BERDASARKAN CHANNEL LAYANAN<br />

(Data Update 6 Januari <strong>2016</strong>)<br />

IDR √ - - - -<br />

43 BPD DI Yogyakarta IDR √ √ - - -<br />

44 Standard Chartered Bank IDR √ - √ - -<br />

45 Bank of America IDR √ - - - -<br />

46 KEB Hana Bank IDR √ - - - -


PROGRESS IMPLEMENTASI<br />

SISTEM MPN G2 PADA BANK/POS PERSEPSI<br />

BERDASARKAN CHANNEL LAYANAN<br />

(Data Update 6 Januari <strong>2016</strong>)<br />

No Bank/Pos Persepsi Mata Uang Teller ATM IB MB EDC<br />

47 BPD Sulawesi Tengah IDR √ √ - - -<br />

48 Bank Sinarmas IDR √ √ √ - -<br />

49 BPD Kalimantan Tengah IDR √ √ - - -<br />

50 BPD Jawa Tengah IDR √ √ - - -<br />

51 Bank OCBC NISP IDR √ √ √ - -<br />

52 BPD Papua IDR √ - - - -<br />

53 BPD Maluku IDR √ √ - - -<br />

54 BPD Kalimantan Barat IDR √ √ - - -<br />

55 Bank Metro Express IDR √ - - - -<br />

56 Bank Maspion Indonesia IDR √ - - - -<br />

57 Bank ICBC Indonesia IDR √ - - - -<br />

58 Bank Commonwealth IDR √ - - - -<br />

59 Bank MNC International IDR √ - - - -<br />

60 JP Morgan Chase Bank IDR √ - - - -


BPN (BUKTI PENERIMAAN NEGARA)<br />

. PER – 26/PJ/2014<br />

Pasal 3 ayat (2)<br />

Atas pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), WP menerima<br />

BPN sebagai bukti setoran.<br />

Pasal 3 ayat (3)<br />

BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dalam bentuk:<br />

• Teller (over the counter), diterbitkan dalam bentuk Dokumen Bukti<br />

Pembayaran;<br />

• ATM,dan EDC diterbitkan dalam bentuk struk bukti transaksi;<br />

• Internet banking, diterbitkan dalam dokumen elektronik yang dapat<br />

dicetak oleh Wajib Pajak.<br />

Direktorat Jenderal Pajak


BPN (BUKTI PENERIMAAN NEGARA)<br />

Keabsahan BPN (PMK-242/PMK.03/2014)<br />

• Bukti Penerimaan Negara (BPN) termasuk salinan<br />

dan fotokopinya merupakan ‘sarana administrasi<br />

lain’ yang kedudukannya disamakan dengan Surat<br />

Setoran Pajak.<br />

• Apabila terdapat perbedaan antara data<br />

pembayaran yang tertera dalam Bukti Penerimaan<br />

Negara (BPN) dengan data pembayaran menurut<br />

MPN, maka yang dianggap sah adalah data<br />

pembayaran menurut MPN.<br />

Direktorat Jenderal Pajak


BPN (BUKTI PENERIMAAN NEGARA)<br />

. BPN dari ATM dan Internet Banking<br />

Direktorat Jenderal Pajak


Penerapan MPN-G2 dan<br />

Perpanjangan MPN-G1 di <strong>2016</strong><br />

.<br />

Mulai 1 Januari Pembayaran<br />

Penerimaan Negara<br />

dilakukan dengan MPN-G2<br />

melalui billing sistem<br />

MPN-G1 berakhir tanggal<br />

31 Desember 2015 kecuali<br />

Bank BUMN, BPD, dan Pos<br />

Indonesia yang masih dapat<br />

melayani hingga 30 Juni<br />

<strong>2016</strong><br />

Direktorat Jenderal Pajak


TERIMA KASIH<br />

KEMENTERIAN KEUANGAN<br />

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK<br />

Jl. Jenderal Gatot Subroto No.Kav 40-42<br />

TELP. (021) 5250208<br />

www.pajak.go.id


Kementerian Keuangan Republik Indonesia<br />

Direktorat Jenderal Pajak<br />

Tahun <strong>2016</strong><br />

ASPEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI<br />

ATAS USAHA JASA KONSULTASI<br />

Direktorat Peraturan <strong>Perpajakan</strong> I


Pokok Bahasan:<br />

1. Pemungutan dan Penyetoran PPN<br />

a. Pemungutan PPN atas proyek didanai APBN/<br />

APBD/Proyek Swasta<br />

b. Kapan dikenakan sebagai Wajib Bayar (WaBa) dan Wajib<br />

Pungut (WaPu)<br />

c. Pembahasan Contoh Siklus Transaksi Usaha Jasa<br />

Kontruksi<br />

2. Pemungutan dan Penyetoran PPN atas Proyek yang didanai<br />

Loan/Grant


Pemungutan dan Penyetoran PPN


Overview Kewajiban PKP<br />

Siklus Kewajiban PKP<br />

di bidang PPN setiap bulan<br />

3 M<br />

PKP<br />

SPT Masa PPN<br />

3. Melapor<br />

Dengan lampiran SSP ke KPP<br />

4


Skema Umum Pemungutan dan Penyetoran PPN<br />

NEGARA<br />

PPN<br />

PENJUAL<br />

PKP<br />

Harga + PPN<br />

Faktur Pajak<br />

Barang/ Jasa<br />

PEMBELI<br />

Faktur Pajak dibuat saat Penyerahan BKP/JKP<br />

Penyetoran PPN akhir bulan setelah penyerahan sebelum pelaporan<br />

5


Skema Pasal 16A UU PPN (Pemungut PPN)<br />

NEGARA<br />

PPN<br />

PENJUAL<br />

PKP<br />

Harga tanpa PPN<br />

Faktur Pajak<br />

Barang/ Jasa<br />

PEMBELI<br />

PEMUNGUT PPN<br />

6


Pemungutan PPN oleh Pemungut PPN<br />

Pemungut PPN : Bendahara Pemerintah, BUMN, Badan Usaha<br />

Tertentu<br />

PPN atas penyerahan BKP/JKP kepada Bendahara Pemerintah,<br />

BUMN, dan Badan Usaha Tertentu dipunggut dan disetor oleh<br />

Pemungut PPN<br />

7


Pemungutan PPN<br />

<br />

Pemungut PPN : Bendahara<br />

Rekanan wajib membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan tagihan kepada<br />

Bendahara Pemerintah.<br />

SSP diisi dengan membubuhkan NPWP dan identitas PKP Rekanan Pemerintah tetapi<br />

penandatanganan SSP oleh Bendahara Pemerintah atas nama PKP Rekanan.<br />

<br />

Pemungut PPN : BUMN dan Badan Usaha Tertentu<br />

Rekanan wajib membuat Faktur Pajak dan SSP untuk setiap penyerahan BKP dan/atau JKP<br />

kepada BUMN.<br />

Pembuatan Faktur Pajak oleh Rekanan dan Pemungutan PPN oleh BUMN harus dilakukan<br />

pada saat:<br />

1. penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP;<br />

2. penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum<br />

penyerahan BKP dan/atau JKP; atau<br />

3. penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.<br />

SSP diisi dengan membubuhkan NPWP dan identitas PKP Rekanan tetapi penandatanganan<br />

SSP oleh BUMN atau Badan Usaha tertentu atas nama PKP Rekanan.<br />

8


Pemungutan dan Penyetoran PPN atas<br />

Proyek yang didanai Loan/Grant


DASAR HUKUM<br />

• PERATURAN PEMERINTAH No. 42 THN 1995 stdtd<br />

PERATURAN PEMERINTAH No. 25 THN 2001<br />

tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, PPN dan PPnBM dan PPh dalam<br />

rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah dan dana<br />

pinjaman luar negeri<br />

• KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR<br />

239/KMK.01/1996 stdd 486/KMK.04/2000<br />

tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 tentang<br />

Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak<br />

Penjualan Atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka<br />

Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai Dengan Hibah atau Dana<br />

Pinjaman Luar Negeri


SKEMA PPN ATAS PROYEK YANG DIDANAI DARI LOAN/GRANT<br />

Luar Negeri<br />

Dalam Negeri<br />

Perjanjian dan aliran<br />

dana hibah<br />

Pemerintah RI<br />

Proyek<br />

Pemerintah/Satker<br />

dana<br />

dana<br />

DIPA<br />

- Impor BKP<br />

- Pemanfaatan<br />

JKP<br />

- Pemanfaatan<br />

BKP tidak<br />

berwujud<br />

Penunjukkan<br />

PPN<br />

Tidak<br />

dipungut<br />

Kontraktor<br />

utama<br />

PPN Tidak dipungut atas<br />

Penyerahan hasil proyek<br />

Terutang<br />

PPN<br />

Perolehan<br />

dalam negeri<br />

PP 42 tahun 1995


TERIMA KASIH


CONTOH SIKLUS TRANSAKSI PERPAJAKAN DARI BIDANG USAHA KONSULTAN NON KECIL;<br />

Berikut adalah ringkasan transaksi/sisklus perpajakan dari PT. XYZ dengan Grad besar/non kecil usaha<br />

konsultansi ...omzet tahunan lebih dari Rp 4.800.000.000, berikut adala kutipan salah satu transaksi<br />

proyek yang terjadi selama tahun buku 2015 sbb:<br />

5 Juni 2015;<br />

Diitanda tangani kontrak pekerjaan Bantuan teknik pengelolaan SANIMAS di lingkungan kementrian<br />

PUPR Rp 3.678.465.000 pekerjaan akan berakhir tgl 14 Desember 2015<br />

12 Juni 2015;<br />

Diajukan tagihan Uang muka pekerjaan Bantuan teknik pengelolaan SANIMAS 20% Rp 735.693.000<br />

SSP PPN Rp 66.881.182 SSP PPh dipotong 2% Rp 13.376.236 bersih diterima via bank Rp 655.435.582<br />

5 Juli 2015;<br />

Dibayarkan pph 21 tenaga ahli Rp 8,499,484<br />

(Rekapitulasi dihitung : 2.5% x total gaji Bulanan; tenaga ahli 5 orang; TUAN A;B;C;D;F...NO. NPWP:<br />

000.000........)<br />

14 Juli 2015;<br />

Diajukan tagihan Terminj 1 pekerjaan Bantuan teknik pengelolaan SANIMAS 30% Rp 802.574.182.000<br />

SSP PPN Rp 80.257.418 SSP PPh dipotong 2% Rp 16.051.484 bersih diterima via bank Rp 786.522.698<br />

5 Agustus 2015;<br />

Dibayarkan pph 21 tenaga ahli Rp 8,499,484<br />

4 September 2015;<br />

Dibayarkan pph 21 tenaga ahli Rp 8,499,484<br />

11 September 2015;


Diajukan tagihan Terminj 2 pekerjaan Bantuan teknik pengelolaan SANIMAS 40% Rp 802.574.182.000<br />

SSP PPN Rp 107.009.891 SSP PPh dipotong 2% Rp 21.401.978 bersih diterima via bank Rp 1.048.696.931<br />

5 Oktober 2015;<br />

Dibayarkan pph 21 tenaga ahli Rp 8,499,484<br />

5 Nopember 2015;<br />

Dibayarkan pph 21 tenaga ahli Rp 8,499,484<br />

14 Desember 2015;<br />

Diajukan tagihan Terminj 3 pekerjaan Bantuan teknik pengelolaan SANIMAS 30% Rp 802.574.182.000<br />

SSP PPN Rp 80.257.418 SSP PPh dipotong 2% Rp 16.051.484 bersih diterima via bank Rp 786.522.698<br />

Dibayarkan pph 21 tenaga ahli Rp 8,499,484<br />

Dari transaksi diatas, maka kita akan menyajikan Siklus perpajakan bidang usaha konsultan


Sosialisi Pajak dan Penyiapan SPT 2015<br />

Bidang Usaha Jasa Konsultansi<br />

(Januari <strong>2016</strong>)<br />

Materi yang perlu disiapkan untuk sosialisasi sbb:<br />

1. Pemotongan / pemungutan PPh Pasal 23 pada Usaha Jasa Konsultansi ada 2, yaitu untuk:<br />

• Jasa Non-Konstruksi : mengacu kepada UU No. 36/2008.<br />

• Jasa Konstruksi : mengacu kepada PP 51/2008 & perubahannya PP 40/2009.<br />

2. Besarnya tarif pemotongan / pemungutan PPh Pasal 23 untuk:<br />

• Jasa Non-Konstruksi = 2% x Nilai Bruto, tidak bersifat final.<br />

• Jasa Konstruksi = 4% x Nilai Bruto diluar PPN, bersifat final (jika memiliki SBU).<br />

• Jasa Konstruksi = 6% x Nilai Bruto diluar PPN, bersifat final (tidak memiliki SBU).<br />

Catatan: Jasa Konstruksi yang dimaksud adalah pekerjaaan “Perencanaan & Pengawasan konstruksi” yang ada<br />

bangunan "fisik" nya, seperti: jalan, jembatan, gedung, tower, rel kereta api, dam, waduk, irigasi, dll.<br />

3. Kalau Konsultan mempunyai pekerjaan Jasa Konstruksi saja atau Jasa Non-Konstruksi saja pada tahun 2015:<br />

• Bagaimana cara mengisi formulir dan menyiapkan laporan SPT 2015 ?<br />

• Bagaimana cara menghitung besaran tarif PPh Pasal 23 ?<br />

4. Kalau Konsultan mempunyai pekerjaan Jasa Konstruksi dan Jasa Non-Konstruksi secara bersamaan pada tahun<br />

2015:<br />

• Bagaimana cara mengisi formulir dan menyiapkan laporan SPT 2015 ?<br />

• Bagaimana cara menghitung porsi beban beban biaya dan besaran tarif PPh Pasal 23 ?<br />

5. Bagaimana cara menghitung pemotongan / pemungutan, dan penyetoran serta pelaporan PPh Pasal 23 atas sewa<br />

tanah dan/atau bangunan ?<br />

6. Bagaimana cara menghitung pemotongan / pemungutan, dan penyetoran serta pelaporan PPh Pasal 23 atas sewa<br />

selain tanah dan/atau bangunan ? misalnya sewa mobil, peralatan survey, dll ?<br />

7. Bagaimana cara menghitung PPh Pasal 29 (Pelunasan PPh Tahunan) berdasarkan Pasal 31E UU No. 36/2008<br />

yang mendapat pengurangan tarif sebesar 50%:<br />

• kalau Konsultan mempunyai peredaran bruto dibawah Rp. 50 milyar ?<br />

• kalau Konsultan mempunyai peredaran bruto dibawah Rp. 4,8 milyar ?<br />

8. Ada kebijakan perpajakan yang baru untuk Usaha Golongan Kecil (termasuk Konsultan Golongan Kecil) dengan<br />

Omzet tahunan dibawah Rp. 4,8 Milyar dikenakan Pajak 1% final, padahal Bendahara Proyek pada setiap tagihan<br />

telah memungut / memotong PPh Pasal 23 sebesar 4% “final” untuk Pekerjaan Jasa konstruksi dan 2% “tidak final”<br />

untuk pekerjaan jasa Non-Konstruksi, maka akan terjadi kelebihan bayar pajak ?<br />

9. Kalau terjadi kelebihan bayar pada SPT 2015, bagaimana mekanisme restitusinya ?<br />

Perlu diingat bahwa Konsultan Golongan Kecil banyak yang kurang mengerti dalam memahami dan menyiapkan<br />

laporan SPT yang benar.<br />

10. Bagaimana mekanisme penerapan pemotongan / pemungutan, dan penyetoran serta pelaporan PPh Pasal 23<br />

yang:<br />

• Ditanggung pemerintah untuk proyek yang didanai melalui Loan / Grant ?<br />

• Didanai melalui APBN / APBD / Proyek Swasta ?<br />

11. Bagaimana mekanisme penerapan pemotongan / pemungutan, dan penyetoran serta pelaporan PPN yang:<br />

• Nihil / tidak dipungut untuk proyek yang didanai melalui Loan / Grant ?<br />

• Dipungut untuk proyek yang didanai melalui APBN / APBD / Proyek Swasta ?<br />

<strong>Sosialisasi</strong> Pajak 2015 1


12. Kapan Konsultan bisa terkena Wajib Bayar (WaBa) atau Wajib Pungut (WaPu) terhadap PPN dan PPh Pasal 23 ?<br />

13. Bagaimana cara menghitung, menyetorkan, dan melaporkan PPh Pasal 25 (Masa Bulanan) ?<br />

14. Bagaimana cara menghitung tarif dan menyiapkan PPh Pasal 21 untuk:<br />

• Tenaga Ahli / Karyawan Tetap ?<br />

• Tenaga Ahli / Karyawan Tidak Tetap ?<br />

• Direksi dan Komisaris Perusahaan ?<br />

15. Bagaimana cara menyetorkan Dividen yang diterima oleh Direksi dan Komisaris Perusahaan serta pelaporannya<br />

dalam SPT perusahaan ?<br />

16. Ada aturan baru yang harus diterapkan dalam menyiapkan laporan SPT 2015, antara lain:<br />

• Batasan PTKP ?<br />

• Tarif Pajak Progressif ?<br />

• Aturan lainnya ... ?<br />

17. Bagaimana perhitungan PPh Pasal 21 untuk tenaga pendukung, seperti :<br />

- Surveyor<br />

- Juru Gambar<br />

- Operator CAD<br />

- Operator Komputer, dan<br />

- Sekretaris/Administrasi Proyek<br />

18. Bagaimana cara pelaporan pajak apabila bendahara di setiap daerah-daerah, seperti : Depok, Bekasi, Bogor, atau<br />

daerah/provinsi lainnya mengharuskan kepada perusahaan untk membuat NPWP didaerah tersebut, jika setiap<br />

daerah atau provinsi diharuskan membuat NPWP baru, bisa-bisa satu perusahaan mempunyai banyak NPWP,<br />

apa solusinya untuk mengatasi hal tersebut?<br />

<strong>Sosialisasi</strong> Pajak 2015 2


Risalah <strong>Sosialisasi</strong> <strong>Perpajakan</strong> Usaha Jasa Konsultansi<br />

Rabu, 27 Januari <strong>2016</strong><br />

Aula Ditjen Pajak, Jakarta<br />

1. Sambutan Direktur P2Humas<br />

• Inkindo merupakan asosiasi pertama yang mendatangi kami untuk memberikan<br />

peran serta/<br />

• Tahun <strong>2016</strong> target Ditjen 1.360 Trilyun menjadi sumber utama pembiayan terbesar<br />

APBN. Merupakan amanah yang sangat besar.<br />

• Dalam 5 tahun terkahir DJP belum mencapai target.<br />

• Yang menjadi masalah adalah complience atau kepatuhan wajib pajak.<br />

• Inisiatif bak dari pimpinan Inkindo.<br />

• Jasa konsultansi meliputi banyak bidang, yang diatur dalam PPh Pasal 23.<br />

• Ada rencana membentuk Tax Center, untuk membantu masalah perpajakan bagi<br />

anggota.<br />

• Akan mengajak asosiasi yang lain untuk bersama-sama mengngatkan kembali<br />

keajiban perpajakan.<br />

• DJP memiliki 5 tahun program, Tahun 2015 Pembinaan Wajib Pajak (masih ada<br />

kesempatan perbaikan, hapus sanksi)<br />

• Tahun <strong>2016</strong> Tahun Penegakan Hukum(akan dkenakan sanksi jika ada pelanggaran,<br />

misal : penerbitan faktur pajak fiktif, para penunggak pajak yang tidak membayar,<br />

penambahan jumlah wajib pajak..eksentensifikasi). SPT Tahunan menggunakan e-<br />

filing. Bisa menggunakan aplikasi gadget.<br />

• Meningkatkan kemudahan pembayaran pajak, menggunakan e- billing, mengurangi<br />

antrian pembayaran pajak. Mengurangi kesalahan yang mungkin terjadi pada sat<br />

input oleh teller.<br />

• Segera mulai beralih ke e-billing, selambatnya bulan Juni <strong>2016</strong>.<br />

• Menggunakan DJP online, merupakan website yang akan menampung pelaporan<br />

dan pembayaran pajak.<br />

2. Sambutan Ketua DPP Inkindo DKI Jakarta<br />

• Inkindo DKI Jakarta menyebar kuesioner, kegiatan yang paling diminati tentang<br />

sosialisasi perpajakan.<br />

• Harga minyak turun sehingga pajak harus digenjot.<br />

• Inkindo DKI sedang memfasilitasi suatu Tac Center. Akan membentuk Pokja dulu<br />

sebagai embrio Tax Center, yang akan diketuai oleh Bp Muas.<br />

• Sudah menginventarisasi permasalahan pajak.<br />

• Inkindo DKI akan membuat sistem Android untuk akses database.


3. Paparan Nara Sumber<br />

a. Tim Direktorat Peraturan <strong>Perpajakan</strong> I: Pajak Penghasilan<br />

• Bisa Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi (OP)<br />

• Terkena PPh Umm dan PPh Finasl.<br />

• Perhitungan Biasa...Badan..ada pencatatan pembukuan<br />

• Perhitungan dengan Norma..tidak ada pencatatan/pembukuan.<br />

• PPKTP..Rp36 juta.Kawin tambah 3 juta,<br />

b. PPH Badan<br />

- 2009 28 %<br />

- 2010 25 %<br />

- PPh Final dan Non Final.<br />

- Non Final PPh yang dibayar diperhitungkan kembali dalam PPh akhir, kalau final<br />

tidak mengurangi PPh yang dibayar pada akhir tahun pajak.<br />

- Jasa Konstruksi : usaha kecil 2 % (bersertifikat), 4 % tidak bersertifikat usaha kecil,<br />

perencana dan pengawas bersertifikat 4 % final, tidak bersertifikat 6 %.<br />

c. Tim Direktorat Peraturan <strong>Perpajakan</strong> II<br />

- PPh Pasal 21/26<br />

- PPh Pasal 23, dipotong oleh pemberi tugas.<br />

- Klien peroranan yang berpofesi tertentu harus sebagai pemotong, tidak hanya<br />

badan usaha.<br />

- PMK 141/PMK.03/2015: meliputi jenis-jenis Jasa Lainnya, misal : jasa instalas, jasa<br />

perawatan, dll.<br />

Jenis Jasa Lain/Jasa Konsultan dll.<br />

- Ada persinggungan antara pekerjaan konstruksi dan jasa lainnya.<br />

- PP Nomor 46 Tahun 2015, omzet tidak melebih Rp 4,8 milyar pertahun, bersifat final<br />

dikenakan tarif 1 %, untuk yang tidak bersifat final. Sehingga untuk jasa konstruksi<br />

tidak bisa menggunakan ketentuan ini.<br />

Tanya Jawab<br />

1. Muas<br />

- Beberapa permasalahan anggota saat pelaporan PPh 23, bohir salah menetapkan<br />

tarif, seharusnya final 4 % tapi menggunakan pph tidak final 2 %.<br />

- Apa konsultan wajib melaporkan PPh 23 setiap bulan ?<br />

- Saat mlaporkan PPh 23 setiap bulan, ssp terimanya molor sekali.<br />

2. Dacrea, Margi<br />

- Bukti potong PPh tidak menerima, dimasukan atau tidak.<br />

- PPh 23 di daerah, pemiliki rumah tidak memiliki NPWP, PPH 23 100 % atau<br />

bagaimana.<br />

3. Jagat Rona<br />

- Masa peroleh penghasilan kurang dari 12 bulan.


Jawaban<br />

1. Pasal 4 ayat 2, terkait dengan jasa konstruksi. Ada bagian jasa konstruksi yang ditarik<br />

ke pasal PPh 23, jasa instalasi dan perawatan.<br />

2. Kalau motong harus lapor setiap bulan.<br />

3. Kalau tidak motong ya tidak bisa melporkan. Ada yang salah disissi pengguna jasa.<br />

4. Kalau molor tidak apa-apa bisa ditasi di SPT Tahunan.<br />

5. Begitu dipotong minta bukti potongnya.<br />

6. Butuh butki potong di SPT Tahunan.<br />

7. Pemilik rumah yang disewa tidak punya NPWP maka penyewa bisa sebagai<br />

pemotong. Yang dipotong termasuk service charge. Untuk amannya motong 10 %,<br />

tetapi kalau tidak memungkinkan maka minta surat keterangan miskin.<br />

8. Kesalatahan tarif final dikenai non final meminta pemindah bukuan, pihak pemotong<br />

harus diberi pengertian. Pembetulan SPT yang dipotong atau penyetor pajak.<br />

9. Ada kelebihan potong, bisa dikompensasikan ke yang lain.<br />

d. Tim Direktorat Teknologi Informasi <strong>Perpajakan</strong><br />

- PMK 242/2014, PMK 32/2014, tentang sistem pembayaran pajak secara elektronik.<br />

(MPN G2). Pembayaran melalui internet banking dan ATM.<br />

- MPN (Modul Penerimaan Negara) G 1 infrastruktur ada di Ditjen Pajak, MPN G2<br />

settlement ada di masing-masing biller.<br />

- Bisa menggunakan pembayaran kartu krdit dan atm. Kalau ada kesahalan bisa buat<br />

kode billing yang baru.<br />

- Selain melalui portal DJP juga bisa melalui Bank/Pos persepsi.<br />

- Ada migrasi dari SSE lama ke yang baru.<br />

- Bisa menggunakan HP Android.<br />

- Sedang mengembangkan Menu Browser Telkomsel untuk membuat Billing melalui<br />

*141*500#.<br />

e. Direktorat PP I Tentang PPn<br />

- PPn merupakan pajak konsumsi barang dan jasa.<br />

- Subyeknya harus PKP.<br />

- Batasan PKP menjadi 4,8 Milyar.<br />

- Ekspor jasa tarif 0 %.<br />

- Pemanfataatan dan impor subeyeknya tidka perlu PKP.<br />

- Pemungut PPn dilakukan oleh pihak penjual atau yang menyerahkan barang/jasa,<br />

menerbitkan faktur. Penjual menyetor ke negara.<br />

- Ada pasal khusus, pemungutan oleh pemungut PPN, pihak yang ditunuk oleh<br />

Kemnetrian Keuangn : benadahara pemerintah, BUMN, anak perusahan BUMN dan<br />

perusahaan tertentu, kontrak pertambangan. Menggunakan skema khusus. Yang<br />

menyetor ke pemerintah adalah pembeli/pemungut PPN bukan penjual.<br />

- Regulasi Pemungut PPN:<br />

- Proyek yang didanai oleh hibah atau grant, loan, PPn tidak dipungut sejak tahun<br />

1995.<br />

- PP 42 Tahun 1995.....dana hibah masuk ke dana DIPA Menteri terkait.


Tanya Jawab<br />

- Kontraktor utama melakukan impor pemanfaatan PPN tidak dipungut. Saat<br />

menyerahkan ke Kmenterian terkait PPn tidak dipungut. Yang tidsak didanai hibah<br />

tetap terhutang PPn.<br />

Tanya jawab<br />

1. PPA<br />

- SSE 1 dan SSE 2, kalau sudah terdaftar di SSE 1 apa perlu mendaftar di SSE 2. PIN<br />

yang lama tidak ada.<br />

2. Conusa<br />

- Bertransaksi dengan BUMN, membuat SSP atau BUMN yang membuat<br />

3. Arun Prakarsa<br />

- Untuk MPN bagaimana untuk mereset, karena pindah alamat.<br />

- Tidak ada bayar pajak 21, untuk tenaga ahli.<br />

4. Prosys<br />

- Menggunakan jasa outsourcing, ada kode 040, manajemen fee apa bisa sebagai<br />

pajak masukan.<br />

- Sering mengadakan traing manajemen proyek, apa itu obyek pajak atau bukan.<br />

Jawaban<br />

1. Sudah daftar di SSE 1 lama. Environment SSE1 dan SSE 2 berbeda. SSE 1 sudah<br />

diimpor, sehingga bisa log in di SSE2. User baru menggunakan login.<br />

2. Kalau lupa pin, bisa menggunakan alamat email dan NPWP, akan mengirimkan pin<br />

baru. Ada yang lupa alamat email, wajib pajak menghubungi KPP. Permintaan<br />

pergantian diajukan KPP, baru diganti.<br />

3. Alamat pindah tidak tergnatung dengan billing. Jika wajib pajak ke KPP manapun<br />

NPWP tidak berubah. Sejak juli 2015 sudah menggunakan NPWP tetap. NPP saat ini<br />

tidak mencerminkan kode alamat KPPnya.<br />

4. PPh Pasal 21, bisa dilakukan pembayaran di menu.<br />

5. Membuat kode billing baru bisa dibuat sendiri atau BUMN sebagai pemungut.<br />

6. Outsourcing ada PMK 83/2012, PPn atas jasa tenaga kerja. Jasa tenaga kerja tidak<br />

dikenakan PPN masuk dalam non JKP. Tapi outsourcing tidak dalam lingkup jasa<br />

tenaga kerja. Outsourcing bisa idknekan PPn jika mesplit ayng diterima tenaga kerja<br />

dan manajemen fee. Dikenakan 10 % atas manajemen fee. Kalau rincian tidak dibuat<br />

maka 10 % dari jumlah tagihan.<br />

7. Jasa pendidikan bukan merpkan obyek PPn, formal, informal, non formal, syaratnya :<br />

jasa pendidikan yang mendapatkan ijin dari dinas terkait. Kalau mendapat ijin tidak<br />

terbebas dari PPn.<br />

1. Susah melakukan akses. Login masuk tapi e-billing tidak ditemukan. Telpon juga susah.<br />

2. Dari sistem manual ke billing merupakan kemajuan, tapi harus melaporkan pajak.<br />

Konsultan jasa konstruksi pph final.<br />

- Bukan hanya merubah formal, tetapi merubah peraturan. Jasa konstruksi tidak perlu<br />

melapor lagi.


- Peraturan baru pajak tidak sampai ke bawah.<br />

- Perlu pelatihan melalui KPP.<br />

- Alamat berubah NPWP tetap.<br />

3. PT Pilar<br />

- PP 42/95...loan tidak dipungut jika ke pemerintah. Bagaimaa laporan tahunnya.<br />

- Bagaimana jika loan langsung ke main contractor.<br />

- Ada tagihan yang masuk sebelum e-faktur.<br />

Jawaban<br />

1. Email sudah masuk tapi data tidak ditemukan. Aktivasi lewat 3 hari expired. Sebenarnya bisa<br />

masuk.<br />

2. Sudah menambah server dengan kapasitas besar.<br />

3. Kondisi terakhir sudah cukup baik, di daerah lain ada yang bisa tapi ada yang tidak<br />

tergantung koneksi internet.<br />

4. Sebagai kontraktor utama mendapatkan loan langsung yang tidak masuk ke DIPA sehingga<br />

tidak memdapatkan fasilitas bebas PPN. Proyek tersebut tidak mengadakan proses<br />

pengadaan.<br />

DPN Inkindo<br />

Jawaban<br />

- Anggota Inkindo sudah masuk ke era patuh pajak.<br />

- Migrasi dari manual ke internet, mengusulkan simple seperti sistem manual.<br />

- Bukti potong seharusnya dilink ke DJP.<br />

- Bagaimana harmonisasi sistem pajak dan sistem pengadaan barang dan jasa.<br />

MPN 2 Bukti Penerimaan Negara BPN) termasuk salinan dan fotokopinya merupakan sarana<br />

administrasi lain yang kedudukanya disamakan dengan surat setoran pajak.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!