GUILDELINE STROKE PERDOSSI TAHUN 2011

GUILDELINE STROKE PERDOSSI TAHUN 2011 GUILDELINE STROKE PERDOSSI TAHUN 2011

20.09.2016 Views

PEG lebih sedikit dari pada pipa nasogastric karena bersifat invasive, dapat terjadi infeksi local dan peritonitis. Pasien yang mendapat terapi enteral lebih dari 4 minggu dianjurkan memakai PEG dan harus dilakukan follow up berkala (SIGN, Grade B). b. Penatalaksanaan Disfagia Semua pasien stroke harus dilakukan skrining disfagia sebelum diberikan diit melalui mulut (SIGN, Grade C). 1 Identifikasi faktor risiko dan komorbiditas terhadap pneumonia aspirasi berupa kebiasaan merokok dan penyakit pernafasan (SIGN, Grade C). 1 Pasien dengan disfagiaharus dimonitor tiap hari dalam 1 minggu pertama(SIGN, Grade D). 1 Skrining awal gangguan menelanberupa: penilaian derajat kesadaran pasien dan kontrol postural (SIGN, Grade B). 1 Pasien dengan disfagia persisten harus dievaluasi teratur (SIGN, Grade D). 1 Kebersihan mulut harus diperhaikan pada pasien dengan disfagia, terutama pada pasien dengan PEG atau pipa nasogastric (SIGN, Grade D). 1 KEPUSTAKAAN 1. Scottish Intercollgiate Guidelines Network, Management of patients with stroke: identification and management of dysphagia, A national clinical guideline, Juni 2010. 10. Disfungsi Kandung Kemih dan Pencernaan a. Inkontinesia urin Pengobatan tergantung dari penyebab permasaahan dan gejala yang muncul. Beberapa pasien ada keinginan untuk miksi namun sudah keluar sebelum sampai ke kamar mandi. Ada yang miksi sedikit-sedikit tapi sering tanpa bisa ditahan. Manajemen yan dilakukan, antara lain: i. Intervensi perilaku. (mengatur waktu miksi dan pelvic floor training) ii. Asupan cairan kira-kira 1500-18000 ml dalam 24 jam iii. Bladder Training iv. Pasien disuruh miksi tiap 2-4 jam atau kurang dari 2 jam bila pasien merasa ingin kencing. Hal ini dilakukan karena pasien pascastroke cortical awareness terhadap bladder yang penuh menjadi berkurang. 73

Terapi farmakologi hanya diberikan apabila intervensi perilaku dan Bladder training gagal dilakukan. 1,2 i. Obat antikolinergik ii. Flavoxate iii. Oxybutinin iv. Propantheline v. Tolterodine (detrusitol) vi. Antikolinergik yang tidak menyebabkan hipersalivasi dan mempunyai efek samping lebih sedikit dibandingkan oxybutynin. vii. Bethanechol, untuk pasien yang mengalami kelemahan kontraktilitas detrusor. viii. Obat Anti depresan risiklik (amitriptilin, imiprain). 2 Pemberian amitriptilin telah terbukti efektif secara klinis mengurangi bladder instability. Efektifitas itu terkait dengan aktifitas antimuskarinik, antagonis reseptor alfa adrenergic, dan mempengaruhi sistem saraf otonom di susunan saraf pusat. Efek samping penggunaan amitriptilin yang mungkin membahayakan adalah hipotensi ortostatik. 2 b. Retensi Urin Penggunaan kateter jika dibutuhkakn Terapi farmakologi berupa Hyosiamin sebagai antispasmodik. 1 c. Konstipasi dan Inkontinensia Alvi Mengkonsumsi makanan berserat tinggi dan asupan cairan yang cukup. 1,3 Terapi farmakologi i. Senna 2-3 tablet pda malam hari ditambah Laktulosa 15 ml/hari ii. Polyethilenglichol 1 sachet dalam 5 hari iii. Sebagian besar dalam bentuk laksativ seperti Bisacodyl suppositoria, agen osmotik. 1 d. Terapi Inkontinen Jika penyebabnya adalah kelemahan otot spinkter maka dilakukan pelvic strehtening exercise. KEPUSTAKAAN 1. Teasel R, Foley N, Salter K, Bhogal S. Medical Complication Post stroke; evidence Based Review of Stroke Rehabilitation. 2009: 5-16 74

Terapi farmakologi hanya diberikan apabila intervensi perilaku dan Bladder<br />

training gagal dilakukan. 1,2<br />

i. Obat antikolinergik<br />

ii. Flavoxate<br />

iii. Oxybutinin<br />

iv. Propantheline<br />

v. Tolterodine (detrusitol)<br />

vi. Antikolinergik yang tidak menyebabkan hipersalivasi dan mempunyai efek<br />

samping lebih sedikit dibandingkan oxybutynin.<br />

vii. Bethanechol, untuk pasien yang mengalami kelemahan kontraktilitas<br />

detrusor.<br />

viii. Obat Anti depresan risiklik (amitriptilin, imiprain). 2 Pemberian amitriptilin<br />

telah terbukti efektif secara klinis mengurangi bladder instability. Efektifitas<br />

itu terkait dengan aktifitas antimuskarinik, antagonis reseptor alfa<br />

adrenergic, dan mempengaruhi sistem saraf otonom di susunan saraf pusat.<br />

Efek samping penggunaan amitriptilin yang mungkin membahayakan adalah<br />

hipotensi ortostatik. 2<br />

b. Retensi Urin<br />

Penggunaan kateter jika dibutuhkakn<br />

Terapi farmakologi berupa Hyosiamin sebagai antispasmodik. 1<br />

c. Konstipasi dan Inkontinensia Alvi<br />

Mengkonsumsi makanan berserat tinggi dan asupan cairan yang cukup. 1,3<br />

Terapi farmakologi<br />

i. Senna 2-3 tablet pda malam hari ditambah Laktulosa 15 ml/hari<br />

ii. Polyethilenglichol 1 sachet dalam 5 hari<br />

iii. Sebagian besar dalam bentuk laksativ seperti Bisacodyl suppositoria, agen<br />

osmotik. 1<br />

d. Terapi Inkontinen<br />

Jika penyebabnya adalah kelemahan otot spinkter maka dilakukan pelvic<br />

strehtening exercise.<br />

KEPUSTAKAAN<br />

1. Teasel R, Foley N, Salter K, Bhogal S. Medical Complication Post stroke; evidence<br />

Based Review of Stroke Rehabilitation. 2009: 5-16<br />

74

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!