GUILDELINE STROKE PERDOSSI TAHUN 2011

GUILDELINE STROKE PERDOSSI TAHUN 2011 GUILDELINE STROKE PERDOSSI TAHUN 2011

20.09.2016 Views

jika pasien tidak memiliki risiko perdarahan yang tinggi (riwayat perdarahan, vasrises, atau diketahui ada anomali vaskuler berisiko perdarahan yang besar, koagulopati) (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B). 1 c. Untuk pasien yang menderita stroke iskemik atau TIA yang juga mempunyai katup jantung bioprostetik tanpa terdapat sumber-sumber lain yang mempunyai risiko tromboembolik, pengobatan antikoagulan dengan warfarin INR 2,5 (rentang 2,5-3,5) dapat dipertimbangkan (AHA/ASA, Class II B, Level of evidence C). 1 E. Riwayat TIA atau Stroke a. Penderita dengan stroke iskemik akut aterotrombotik/TIA atau dengan riwayat stroke iskemik aterotrombotik/TIA sebelumnya pemberian antiplatelet lebih dianjurkan dibandingkan antikoagulan untuk mengurangi risiko berulangnya stroke dan kejadian kardiovaskular lain (AHA/ASA, Class I, Level of evidence A). 1 b. Pasien stroke dalam terapI antiplatelet sebaiknya dievaluasi kembali untuk patofisiologi dan faktor risiko (ESO, Class IV, GCP) c. Pasien dengan stroke iskemik atau TIA yang tidak mendapat terapi antikoagulan harus diberikan antiplatelet seperti aspirin (80-325mg) atau clopidogrel 75 mg, atau terapi kombinasi aspirin dosis rendah 25 mg dengan extended release dypiridamole 200 mg (AHA/ASA, Class I, Level of evidence A). 1 d. Triofusal memberikan manfaat yang sama dengan aspirin alam pencegahan stroke berulang, tetapi triofusal mempunyai efek samping lebih sedikit. 4 e. Pasien yang tidak memerlukan antikoagulan harus diberikan antiplatelet, bila mungkin kombinasi aspirin dan dipiridamol, atau clopidogrel saja. Sebagai alternatif bisa diberikan aspirin saja atau ttriofusal saja (ESO Class Ia). 2 f. Dibandingkan dengan terapi aspirin saja, kombinasi aspirin 25 mg dengan extended release dypiridamole 200 mg ditegaskan lebih baik dibandingkan aspirin saja (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence A). 1 g. Penggunaan klopidogrel lebih baik dibandingkan dengan aspirin saja (AHA/ASA, Class II B, Level of evidence B). 1 h. Kombinasi aspirin dan klopidogrel tidak direkomendasikan pada pasien dengan stroke iskemik akut, kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik (misalnya: angina tidak stabil atau non Q wave MI, atau recent stenting), pengobatan diberikan sampai 9 bulan setelah kejadian (AHA/ASA, Class I, Level of evidence A). 1 101

i. Penambahan aspirin pada terapi klopidogrel yang diberikan pada populasi risiko tinggi akan meningkatkan risiko perdarahan bila dibandingkan pemakaian terapi klopidogrel saja, sehingga pemakaian rutin seperti ini tidak direkomendasikan untuk stroke iskemik atau TIA (AHA/ASA, Class I, Level of evidence A). 1 j. Pemberian aspirin dibandingkan klopidogrel menunjukkan hasil sedikit lebih baik untuk pencegahan sekunder stroke, tetapi tidak bermakna secara statistik. Sementara itu, pada kasus stroke iskemik, infark jantung dan kematian akibat vaskuler, klopidogrel 75 mg lebih baik dibandingkan dengan aspirin 325mg (CAPRIE STUDY) (AHA/ASA 2011). 1 k. Pada penderita tidak toleran dengan aspirin, klopidogrel 75 mg atau extended release dypiridamole 2 x 200 mg dapat digunakan (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B). 1 l. Cilostazol (100 mg) 2 kali sehari menunjukkan efek yang signifikan terhadap kejadian stroke berulang dibandingkan plasebo (41,7% p= 0,0150; event rate/year cilostazol 3,37% vs plasebo 5,78%) dan efektif untuk mencegah lakunar infark pada differential analysis. (Japanese Guidelines, Class I, Level of evidence A). 5 m. Rasio terjadinya stroke serta rasio terjadinya perdarahan pada cilostazol secara signifikan lebih rendah bila dibandingkan aspirin. Penurunan relatif risiko terjadinya stroke, cilostazol vs aspirin adalah 25,7% p= 0,0357 (yearly late of cerebral infarction cilostazol 2,76% vs aspirin 3,37%). Penurunan risiko relative terjadinya perdarahan pada cilostazol terhadap aspirin sebesar 54,2% (p= 0,0004). Insiden perdarahan pertahun untuk cilostazol 0,77%, sedangkan aspirin 1,78% (Japanese Guidelines, Class I, Level of evidence A). 5 n. Pada stroke iskemik aterotrombotik dan arterial stenosis simtomatik dianjurkan memakai cilostazol 100mg 2 kali sehari (AHA/ASA, Class I, Level of evidence A). o. Pada penelitian review (Jepang dan Cina) sebanyak 3477 pasien yang mebandingkan cilostazol dengan aspirin pada kejadian vascular event setelah stroke (stroke infak miokard atau kematian akibat gangguan vaskular), didapatkan cilostazol menurunkan risiko vascular event dengan risiko relatif 0,72 95%; CI 0,57 – 0,91, berdasarkan tipe stroke (iskemik atau perdarahan) adalah 33%; 95% CI 14-48%, sedangkan kejadian stroke perdarahan lebih rendah dengan penurunan risiko sebesar 74%; 95% CI 45- 87%. 6 p. Penderita dengan serebrovaskular iskemik yang sedang mendapat aspirin, tidak memiliki bukti bahwa peningkatan dosis aspirin memberikan keuntungan lebih. 102

jika pasien tidak memiliki risiko perdarahan yang tinggi (riwayat perdarahan, vasrises,<br />

atau diketahui ada anomali vaskuler berisiko perdarahan yang besar, koagulopati)<br />

(AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B). 1<br />

c. Untuk pasien yang menderita stroke iskemik atau TIA yang juga mempunyai katup<br />

jantung bioprostetik tanpa terdapat sumber-sumber lain yang mempunyai risiko<br />

tromboembolik, pengobatan antikoagulan dengan warfarin INR 2,5 (rentang 2,5-3,5)<br />

dapat dipertimbangkan (AHA/ASA, Class II B, Level of evidence C). 1<br />

E. Riwayat TIA atau Stroke<br />

a. Penderita dengan stroke iskemik akut aterotrombotik/TIA atau dengan riwayat stroke<br />

iskemik aterotrombotik/TIA sebelumnya pemberian antiplatelet lebih dianjurkan<br />

dibandingkan antikoagulan untuk mengurangi risiko berulangnya stroke dan kejadian<br />

kardiovaskular lain (AHA/ASA, Class I, Level of evidence A). 1<br />

b. Pasien stroke dalam terapI antiplatelet sebaiknya dievaluasi kembali untuk<br />

patofisiologi dan faktor risiko (ESO, Class IV, GCP)<br />

c. Pasien dengan stroke iskemik atau TIA yang tidak mendapat terapi antikoagulan<br />

harus diberikan antiplatelet seperti aspirin (80-325mg) atau clopidogrel 75 mg, atau<br />

terapi kombinasi aspirin dosis rendah 25 mg dengan extended release dypiridamole<br />

200 mg (AHA/ASA, Class I, Level of evidence A). 1<br />

d. Triofusal memberikan manfaat yang sama dengan aspirin alam pencegahan stroke<br />

berulang, tetapi triofusal mempunyai efek samping lebih sedikit. 4<br />

e. Pasien yang tidak memerlukan antikoagulan harus diberikan antiplatelet, bila<br />

mungkin kombinasi aspirin dan dipiridamol, atau clopidogrel saja. Sebagai alternatif<br />

bisa diberikan aspirin saja atau ttriofusal saja (ESO Class Ia). 2<br />

f. Dibandingkan dengan terapi aspirin saja, kombinasi aspirin 25 mg dengan extended<br />

release dypiridamole 200 mg ditegaskan lebih baik dibandingkan aspirin saja<br />

(AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence A). 1<br />

g. Penggunaan klopidogrel lebih baik dibandingkan dengan aspirin saja (AHA/ASA,<br />

Class II B, Level of evidence B). 1<br />

h. Kombinasi aspirin dan klopidogrel tidak direkomendasikan pada pasien dengan stroke<br />

iskemik akut, kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik (misalnya: angina tidak<br />

stabil atau non Q wave MI, atau recent stenting), pengobatan diberikan sampai 9<br />

bulan setelah kejadian (AHA/ASA, Class I, Level of evidence A). 1<br />

101

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!