teknik bedah umum
TEKNIK BEDAH UMUM
(Basic Surgical Operations)
TEKNIK BEDAH UMUM
(Basic Surgical Operations)
- Page 2 and 3: TEKNIK BEDAH UMUM M.E. Foster MChir
- Page 4 and 5: PREFACE A training in surgery is ve
- Page 6 and 7: 1 MULAI DAN AKHIR OPERASI 1
- Page 8 and 9: 1 INSISI MULAI DAN AKHIR Syarat ins
- Page 10 and 11: 1 LAPAROTOMI MULAI DAN AKHIR Laparo
- Page 12 and 13: 1 PENUTUPAN LUKA MULAI DAN AKHIR Pe
- Page 14 and 15: 1 LAPAROSKOPI MULAI DAN AKHIR Tekni
- Page 16 and 17: 1 DIATERMI MULAI DAN AKHIR Diatermi
- Page 18 and 19: 2 NODUS, NODULUS DAN LAIN-LAIN 15
- Page 20 and 21: EKSISI LIPOMA 2 Indikasi Kosmetik P
- Page 22 and 23: EKSISI KELENJAR GETAH BENING 2 Indi
- Page 24 and 25: 3 HERNIA 21
- Page 26 and 27: HERNIOTOMI INGUINAL 3 Perlu Sabar d
- Page 28 and 29: HERNIORAFI INGUINAL 3 Lakukan trans
- Page 30 and 31: HERNIORAFI FEMORAL 3 Tutup jaringan
- Page 32 and 33: REPAIR HERNIA UMBILIKAL 3 Penting u
- Page 34 and 35: REPAIR HERNIA EPIGASTRIK 3 Indikasi
- Page 36 and 37: REPAIR HERNIA INSISIONAL 3 Jaringan
- Page 38 and 39: 4 EKSISI BENJOLAN PAYUDARA PAYUDARA
- Page 40 and 41: 4 EKSISI LEBAR DAN PEMBERSIHAN AKSI
- Page 42 and 43: 4 MASTEKTOMI PATEY MODIFIKASI PAYUD
- Page 44 and 45: 4 MASTEKTOMI SUBKUTAN PAYUDARA Indi
- Page 46 and 47: 4 EKSISI DUKTUS MAYOR-OPERASI HADFI
- Page 48 and 49: 5 GASTROINTESTINAL ATAS 47
- Page 50 and 51: ESOFAGO-GASTRODUODENOSKOPI 5 Lambun
TEKNIK BEDAH UMUM<br />
M.E. Foster MChir FRCS<br />
Consultant Surgeon<br />
Royal Glamorgan Hospital,<br />
Ynysmaerdy, Llantrisant, Wales;<br />
External Professor, University of Glamorgan, Wales<br />
G. Morris-Stiff FRCS<br />
Research Fellow,<br />
Welsh Transplantation Research Group,<br />
Department of Surgery,<br />
University of Wales College of Medicine,<br />
Cardiff, Wales<br />
A publication of Churchill Livingstone, reproduced in Indonesian version by<br />
FARMEDIA
TEKNIK BEDAH UMUM<br />
(Basic Surgical Operations)<br />
CHURCHILL LIVINGSTONE<br />
An imprint of Harcourt Publishers Limited<br />
© Harcourt Publishers Limited 2000<br />
© Farmedia (Indonesian version) 2001<br />
All rights reserved. No part of this publication may be<br />
reproduced, stored in a retrieval system, or transmitted in<br />
any form or by any means, electronic, mechanical,<br />
photocopying, recording or otherwise, without either the<br />
prior permission of the publishers (Harcourt Publishers<br />
Limited, Harcourt Place, 32 Jamestown Road, London<br />
NWI 7BY), or alicence permitting restricted copying in<br />
the United Kingdom issued by the Copyright Licensing<br />
Agency Ltd, 90 Tottenham Court Road, London WIP<br />
OLP.<br />
First published 2000<br />
ISBN 0443 063591 (English version)<br />
British Library of Cataloguing in Publication Data<br />
A catalogue record for this book is available from the<br />
British Library.<br />
Hak Paten M, E, Foster dan G. Morris-Stiff<br />
sebagai pengarang buku ini telah dikukuhkan<br />
dengan Copyright, Designs and Patents Act 1988.<br />
© 2001 Farmedia<br />
Telp : 021-46825765 ; email: farmedia@centrin.net.id<br />
Perpustakaan Nasional R.I. : data Katalog Dalam Terbitan (KDT)<br />
Teknik Bedah Umum: Foster M.E.; Morris-Stiff G (authors)<br />
Cet 1,- Jakarta, FARMEDIA 2001<br />
138 hal; 20 x 28 cm<br />
ISBN: 979-95956-5-7
PREFACE<br />
A training in surgery is very much an apprenticeship<br />
and requires the trainee to spend long<br />
periods in the operating theatre, observing what<br />
is done and assisting other surgeons to do it.<br />
When it is judged your time to perform the operation<br />
you will be assisted by someone more<br />
senior for the first few occasions. After that you<br />
may well be on your own and although you will<br />
be familiar with the basic manoeuvres of the<br />
operation, there will be nobody to remind you<br />
of the order in which they are done and to point<br />
out the tricks which can make the operation<br />
easier to perform. Our book is an attempt to remedy<br />
this by serving as an aide memoire to which<br />
you can refer before commencing an operation.<br />
Very few of the procedures are original for they<br />
have been accrued over many years from colleagues,<br />
both senior and junior. Nor are these<br />
operations exclusive, for there are many variations<br />
that give just as good results. The techniques<br />
described here are those that we have<br />
come to prefer and continue to practise.<br />
Unlike other books on operative surgery, this one<br />
is designed to be portable to allow you to carry<br />
it on your person whilst going about your daily<br />
duties.<br />
To achieve this goal, the text has been kept to a<br />
minimum and only the more important aspects<br />
of each operation are discussed. As a consequence<br />
the diagnostic features of the condition<br />
and appropriate preoperative investigations, although<br />
important, have been omitted.<br />
The scope of the book is aimed to cover the period<br />
from the first basic surgical training post up<br />
to the third year of the specialist registrar training.<br />
As such it covers many operations .regarded<br />
by the trainee as being mundane but which are<br />
often poorly performed.<br />
We have chosen not to include proprietary<br />
names of sutures or eponymous instruments (unless<br />
one is invaluable) as there are many alternatives<br />
available.<br />
M. E. Foster<br />
G. Morris-Stiff 2000<br />
iii
DAFTAR ISI<br />
1. MULAI DAN AKHIR OPERASI 1<br />
Persiapan operasi 3<br />
Insisi 4<br />
Laparotomi 6<br />
Penutupan luka 7<br />
Laparoskopi 9<br />
Diatermi 12<br />
2. NODUS, NODULUS DAN LAIN-LAIN 15<br />
Eksisi lesi kulit 16<br />
Eksisi lipoma 17<br />
Eksisi kista sebasea 18<br />
Eksisi kelenjar getah bening 19<br />
Eksisi radikal kuku jari kaki –Operasi Zadik 20<br />
3. HERNIA 21<br />
Herniotomi inguinal 22<br />
Herniorafi inguinal 24<br />
Herniorafi femoral 26<br />
Repair hernia umbilikal 28<br />
Repair hernia paraumbilikal 31<br />
Repair hernia insisional 32<br />
4. PAYUDARA 35<br />
Eksisi benjolan payudara 36<br />
Biopsi untuk menentukan lokasi 37<br />
Eksisi lebar dan pembersihan aksila 38<br />
Mastektomi Patey modifikasi 40<br />
Mastektomi subkutan 42<br />
Mikrodokektomi 43<br />
Insisi duktus utama –Operasi Hadfield 44<br />
Insisi dan drainase abses payudara 45<br />
5. GASTROINTESTINAL ATAS 47<br />
Esofago gastro-duodenoskopi 48<br />
Percutaneous endoscopic gastrostomy 50<br />
Gastroenterostomi 52<br />
Operasi untuk perforasi tukak peptik 54<br />
Operasi untuk perdarahan tukak peptik 55<br />
Kolesistektomi laparoskopik 56<br />
Kolesistektomi terbuka 59<br />
Splenektomi 62<br />
5. GASTROINTESTINAL BAWAH 65<br />
Apendektomi 66<br />
Reseksi usus halus 68<br />
Divertikulektomi Meckel 70<br />
Hemikolektomi dekstra 71<br />
Hemikolektomi sinistra 73<br />
Operasi Hartmann 75<br />
Pembentukan end colostomy 77<br />
Pembentukan loop colostomy 78<br />
Penutupan loop colostomy 79<br />
Pembentukan end ileostomy 80<br />
Pembentukan loop ileostomy 82<br />
Penutupan loop ileostomy 84<br />
7. ANAL/ PERIANAL 87<br />
Proktoskopi dan sigmoidoskopi 88<br />
Banding hemoroid 89<br />
Injeksi hemoroid 90<br />
Hemoroidektomi 91<br />
Lateral internal sphincterektomy 92<br />
Eksisi fistula ani 93<br />
Evakuasi hematoma perianal 94<br />
Abses perianal 95<br />
Eksisi sinus pilonidal 96<br />
8. VASKULAR 97<br />
Vena varikosa (varises) 98<br />
Embolektomi femoral 100<br />
Amputasi ekstremitas bawah 102<br />
9. KEPALA DAN LEHER 105<br />
Tiroidektomi 106<br />
Eksisi kista tiroglosus 109<br />
10. UROLOGI 111<br />
Sirkumsisi 112<br />
Vasektomi 114<br />
Hidrokel 116<br />
Varikokel 118<br />
Eksisi kista epididimis 119<br />
Orkidopeksi 120<br />
Eksplorasi testis untuk torsi 122<br />
INDEKS 125<br />
iv
1<br />
MULAI<br />
DAN<br />
AKHIR<br />
OPERASI<br />
1
PERSIAPAN OPERASI<br />
Sudah disepakati bahwa setiap rambut di daerah<br />
operasi harus dicukur sebelum pem<strong>bedah</strong>an<br />
untuk tujuan estetika maupun mengusahakan<br />
permukaan yang bersih untuk melekatkan<br />
verban. Pencukuran sebaiknya dilakukan pada<br />
pagi hari oleh staf perawat yang terlatih dan<br />
dijaga jangan sampai menyebabkan luka atau<br />
abrasi karena keduanya merupakan predisposisi<br />
terhadap infeksi.<br />
Dua zat paling lazim digunakan untuk persiapan<br />
kulit adalah klorheksidin (0,5%) dan betadin<br />
(povidone iodine 1% dalam alkohol 70%). Kedua<br />
antiseptik ini dioleskan ke daerah operasi dan<br />
agak luas ke sekelilingnya jika perlu lebarkan<br />
atau modifikasi insisi selama operasi.<br />
Daerah yang akan dioperasi harus ditutup<br />
dengan duk. Ini bisa dikerjakan dengan duk<br />
kain steril atau dengan bahan sekali pakai.<br />
Duk sekali pakai (disposable) memiliki<br />
keuntungan tidak permeabel dan kedap air,<br />
sehingga mengurangi risiko kontaminasi oleh<br />
dokter <strong>bedah</strong>. Namun, harganya jauh lebih<br />
mahal. Duk poliuretan yang bisa disayat<br />
banyak digunakan di bagian ortopedi, <strong>bedah</strong><br />
vaskular dan <strong>bedah</strong> <strong>umum</strong>. Pemakaiannya<br />
juga terbatas karena alasan biaya<br />
3
1 INSISI<br />
MULAI DAN AKHIR<br />
Syarat insisi adalah memberikan akses yang baik<br />
dengan angka kegagalan rendah di samping<br />
tidak berpengaruh buruk terhadap kosmetik.<br />
Pilihan insisi yang benar adalah yang<br />
memberikan paparan terbaik untuk masingmasing<br />
operasi. Oleh karena itu banyak cara<br />
untuk memasuki rongga peritoneum, tergantung<br />
pada organ dan jenis operasinya.<br />
Beberapa insisi abdomen untuk pem<strong>bedah</strong>an<br />
elektif diperlihatkan di bawah.<br />
dan angka komplikasi lebih tinggi- hernia<br />
insisional melalui insisi Kocher sukar sembuh.<br />
Pada laparotomi emergensi di mana diagnosis<br />
belum jelas, insisi median lebih disukai, dengan<br />
pusat pada umbilikus (the ‘incision of indecision’<br />
atau registrar’s incision). Ini mudah dibuka ke<br />
atas dan ke bawah, tergantung pada temuan<br />
selama operasi, sehingga memberikan akses<br />
optimal.<br />
4<br />
Insisi median (midline) memungkinkan akses<br />
cepat, dengan kehilangan darah minimum dan<br />
mudah ditutup. Insisi paramediana perlu waktu<br />
lebih lama untuk mengerjakan dan menutup<br />
serta kehilangan darah sedikit lebih banyak<br />
namun angka komplikasi lebih rendah. Insisi<br />
transversal bisa dengan memotong otot (misal<br />
Kocher) atau memisah otot (misal Lanz) tetapi<br />
walaupun memberikan akses yang baik,<br />
memerlukan waktu operasi lebih lama. Di<br />
samping itu, kehilangan darah lebih banyak<br />
Setelah memilih insisi yang sesuai, pisahkan<br />
kulit dan jaringan subkutan, dengan menghindari<br />
banyak irisan ke dalam lemak yang<br />
bisa menyebabkan nekrosis. Sering ada<br />
manfaat untuk mengangkat pinggir kulit saat<br />
anda memotong ke aponeurosis.<br />
Dalam hal insisi mediana, linea alba bisa dikenali<br />
dengan adanya serabut-serabut yang terjalin dan<br />
tampak saat lemak dibersihkan. Pisahkan linea<br />
alba sesuai panjang insisi kulit.
INSISI 1<br />
Penting dipastikan tidak ada perlengketan visera.<br />
Di bagian bawah linea alba, hati-hati untuk tidak<br />
mengenai kandung kemih.<br />
Hemostasis diperlukan pada setiap tahap insisi.<br />
Untuk insisi paramedian, sayat kulit kira-kira 4<br />
cm dari garis tengah, dan setelah insisi fasia<br />
rectus anterior, minta asisten untuk menahan<br />
pinggir medial ke arah vertikal dengan tiga atau<br />
empat klip. Dengan bantuan scalpel, pisahkan<br />
fasia dari otot pada titik-titik persilangannya.<br />
Buka rektus ke arah lateral untuk bisa<br />
mengakses fasia rectus posterior. Sayat fasia<br />
posterior sepanjang inisi kulit, kemudian potong<br />
peritoneum.<br />
MULAI DAN AKHIR<br />
Gbr 1.2<br />
Dapatkan peritoneum dengan klip dan pastikan<br />
tidak ada usus yang melengket, kemudian buat<br />
sayatan kecil pada peritoneum di antara klip.<br />
Untuk insisi subcostal, sejajar kira-kira 2 cm dari<br />
arcus costa. Potong fasia rectus anterior dan<br />
masukkan forsep panjang di bawah otot sampai<br />
muncul pada garis tengah. Ini memungkinkan<br />
anda menarik swab di bawah otot untuk<br />
melindungi struktur di bawahnya dari cutting<br />
diatermi saat diseksi otot.<br />
Sisipkan sebuah jari di bawah sayatan untuk<br />
memastikan tidak ada perlengketan di<br />
bawahnya, kemudian peritoneum didiseksi<br />
dengan gunting, juga sepanjang insisi kulit.<br />
Gbr 1.3<br />
Gbr 1.4<br />
Kemudian insisi kecil dibuat pada peritoneum,<br />
yang memungkinkan akses satu atau dua jari,<br />
dan memungkinkan visera di bawahnya<br />
terlindung saat otot transversus abdominis<br />
didiseksi.<br />
5
1 LAPAROTOMI<br />
MULAI DAN AKHIR<br />
Laparotomi eksploratif sebaiknya dikerjakan<br />
sebelum setiap prosedur abdomen. Diperlukan<br />
kecermatan karena patologi yang tidak terduga<br />
sebelumnya sering terungkap. Mulai dari hiatus<br />
esofagus dan telusuri arah berlawanan jarum<br />
jam.<br />
Raba esofagus distal dan lambung. Lihat dan<br />
raba duodenum. Palpasi hati, kandung empedu<br />
dan ginjal kanan. Berjalan ke bawah sepanjang<br />
kolon kanan ke sekum kemudian taruh satu<br />
tangan di rongga panggul. Gerakkan ke atas<br />
kolon sigmoid sampai kolon desenden dan ketika<br />
mencapai fleksura lienalis, raba limpa dan ginjal<br />
kiri. Selesaikan sirkuit sebelah luar dengan<br />
palpasi sepanjang kolon transversum dan jangan<br />
lupa pankreas serta aorta. Kemudian, jalan terus<br />
ke usus halus dan sirkuit dalam. Mulai dari<br />
ligamen Treitz dan dengan seksama palpasi<br />
sepanjang jejunum dan ileum sampai anda<br />
mencapai sekum.<br />
Gbr 1.5<br />
Sirkuit laparotomi<br />
6
PENUTUPAN LUKA 1<br />
Median<br />
Teknik ‘mass-suture’ yang menggabung peritoneum<br />
dan linea alba sering dilakukan dan lebih<br />
cepat dan sama efektifnya dengan menutup<br />
masing-masing lapisan sepanjang kaidah-kaidah<br />
tertentu dipatuhi.<br />
Benang harus memiliki ukuran 0 atau 1 dan<br />
terbuat dari bahan yang tidak diserap, bisa loop<br />
atau single-stranded (utas tunggal). Jarak antar<br />
jahit adalah 1 cm. Dan mulai jahitan dari 1 cm<br />
ujung luka, dan berjalan vertikal sepanjang<br />
dinding abdomen. Dengan menggunakan <strong>teknik</strong><br />
ini panjang benang jahit yang digunakan harus<br />
paling sedikit empat kali panjang luka operasi<br />
(kaidah Jenkin).<br />
Jahitan kencang (Tension sutures)<br />
Jahitan klasik semua lapisan dengan<br />
menambahkan rubber atau plastic sleeves<br />
adalah tidak efisien, bahkan bisa merusak kulit<br />
dan efek kosmetiknya buruk. Oleh karena itu<br />
cara ini sebaiknya dihindari. Pasien-pasien yang<br />
lemah dan kurang gizi, mengalami distensi abdomen<br />
atau sedang mendapat steroid sering<br />
memerlukan penutupan luka yang lebih kuat<br />
dengan jahitan terputus rangkap dua (jauh dan<br />
dekat) sebagaimana dilukiskan oleh Profesor<br />
L.E. Hughes.<br />
MULAI DAN AKHIR<br />
Gbr 1.7<br />
Rangkap dua<br />
Jahitan ini dibentuk dengan benang ukuran 1/0<br />
atau 2/0 yang tidak diserap, dan ditempatkan di<br />
fasia rectus anterior atau linea alba setiap<br />
beberapa sentimeter di seluruh panjang luka.<br />
Semua jahitan rangkap dekat-dan-jauh harus<br />
dilakukan sebelum penutupan dengan jahitan<br />
kontinyu standar dengan benang yang tidak<br />
diserap. Saat jahitan kontinyu berjalan ke atas,<br />
jahitan dekat-dan-jauh diikat untuk memperkuat.<br />
Gbr 1.6<br />
Tidak perlu simpul<br />
Setelah jahitan selesai, sebaiknya simpul<br />
ditanam untuk mencegah iritasi.<br />
Paramedian<br />
Tutup peritoneum dengan menggunakan benang<br />
ukuran 1 yang bisa diserap. Yang dibutuhkan<br />
hanyalah <strong>teknik</strong> sederhana ‘over and over’. Fasia<br />
rectus anterior kemudian ditutup seperti halnya<br />
untuk insisi median, juga dengan menerapkan<br />
kaidah Jenkin.<br />
Gbr 1.8<br />
Tutup dengan<br />
lengkung<br />
nilon kontinyu dan jahit<br />
rangkap dua jauhdan-dekat<br />
7
1 PENUTUPAN LUKA<br />
MULAI DAN AKHIR<br />
Penutupan kulit<br />
Banyak cara menutup insisi kulit dan setiap<br />
dokter <strong>bedah</strong> memiliki <strong>teknik</strong> yang disukainya.<br />
Untuk kebanyakan luka operasi, penutupan<br />
subkutis mungkin dilakukan dan menghasilkan<br />
efek kosmetik yang baik. Benang ukuran 2/0<br />
yang tidak berwarna dan bisa diserap lebih<br />
disukai karena tidak perlu dilepas dan tidak<br />
mengubah warna kulit. Cara lain mencakup<br />
benang subkutis yang tidak diserap atau staple.<br />
jahit terputus<br />
sederhana<br />
Jahit<br />
matras<br />
vertikal<br />
Gbr 1.9<br />
Jahit<br />
subkutis<br />
8<br />
Untuk luka-luka operasi yang kecil, bisa<br />
digunakan jahitan terputus (interrupted). Ini<br />
meliputi jahitan terputus sederhana, vertikal<br />
matras dan horisontal matras.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Usahakan posisi pasien simetris pada meja<br />
operasi sebelum memulai insisi.<br />
2. Jika sebelumnya sudah ada bekas insisi, coba<br />
buat insisi di lokasi berbeda.<br />
3. Manfaatkan seluruh panjang insisi dan jangan<br />
takut menambah panjang insisi jika perlu.<br />
Komplikasi besar bisa terjadi melalui lubang<br />
kecil!<br />
4. Paparan yang baik adalah rahasia<br />
keberhasilan, sehingga jangan teruskan<br />
operasi sebelum anda mengusahakan hemostasis<br />
dan memiliki cukup retraktor untuk<br />
memaparkan medan operasi.<br />
5. Sebelum menutup kulit, ada manfaatnya untuk<br />
memberikan anestesi infiltrasi fasia rectus dan<br />
kulit dengan bupivicaine 0,25% untuk<br />
mengurangi nyeri pasca operasi.<br />
6. Jika luka operasi sukar ditutup, check dengan<br />
ahli anestesi apakah pasien relaksasi<br />
sempurna.<br />
Jahit<br />
matras<br />
horisontal<br />
Gbr 1.10
LAPAROSKOPI 1<br />
Komponen-kompenen esensial dari laparoskopi<br />
adalah:<br />
1. Membuat dan mempertahankan pneumoperitoneum<br />
2. Insersi trokar<br />
3. Inspeksi rongga peritoneum<br />
4. Melepas trokar dan menutup luka.<br />
Membuat dan mempertahankan<br />
pneumoperitoneum<br />
Gunakan saline drip test untuk menunjukkan<br />
insersi memuaskan, atau tes aspirasi untuk<br />
memastikan tidak ada cairan balik.<br />
Laparoskopi terbuka dengan kanula Hassan<br />
Melalui insisi yang serupa, raih dan insisi fasia<br />
rektus. Tempatkan benang pada kedua sisi linea<br />
alba.<br />
MULAI DAN AKHIR<br />
Pneumoperitoneum bisa dibuat dengan salah<br />
satu dari dua metode berikut.<br />
Laparoskopi tertutup dengan jarum Veress<br />
Sebelum memulai operasi, tempatkan pasien<br />
dalam posisi Trendelenburg untuk menjauhkan<br />
usus dari panggul. Dengan memakai scalpel<br />
lakukan insisi 1-2 cm di bawah umbilikus (bisa<br />
transversal atau vertikal) dan perdalam sampai<br />
fasia rektus.<br />
Sementara memegang dinding abdomen ke arah<br />
atas, masukkan dengan hati-hati jarum Veress<br />
secara tegak lurus sampai anda merasa tak ada<br />
tahanan. Ini berarti anda telah memasuki rongga<br />
peritoneum dan arah diubah sehingga menunjuk<br />
kira-kira 45 o ke arah panggul.<br />
Gbr 1.12<br />
Sayat peritoneum dan akses ke dalam rongga<br />
peritoneum di bawah inspeksi langsung.<br />
Masukkan sebuah jari dan pisahkan setiap<br />
perlengketan di bawah insisi. Masukkan port dan<br />
gunakan benang tadi untuk memegang port di<br />
tempatnya.<br />
Gbr 1.11<br />
45 o Gbr 1.13<br />
9
1 LAPAROSKOPI<br />
MULAI DAN AKHIR<br />
Teknik ini bisa digunakan rutin tetapi sangat<br />
berguna bila ada operasi abdomen sebelumnya.<br />
Dengan perlahan, lakukan insuflasi dengan CO 2<br />
( 1L/menit), perhatikan tekanan intra-abdomen<br />
tidak melebihi 0-5 mmHg. Perkusi abdomen<br />
untuk mengusahakan distensi abdomen simetris.<br />
Tambah aliran jika semua di atas memuaskan,<br />
sehingga mempertahankan tekanan sekitar 13-<br />
15 mmHg. Volume total gas bervariasi tetapi 4-5<br />
L biasanya sudah cukup.<br />
Periksa posisi yang tepat dengan melepas keran<br />
gas dan mendengar bocornya CO2 dari rongga<br />
peritoneum. Lekatkan laparoskop dan kamera.<br />
Jika tempat trokar terlihat berdarah, cukup<br />
lakukan penekanan lokal. Cara lain adalah<br />
memasukkan benang melalui jarum besar dan<br />
ikat pembuluh darah pada titik perdarahan.<br />
Jika terus berdarah, masukkan kateter Foley, tiup<br />
balon dan tahan dengan traksi.<br />
Insersi Trokar<br />
Insersi port pertama dalam pneumoperitoneum<br />
tertutup merupakan prosedur yang potensial<br />
berbahaya, sehingga risiko ini dihindari dengan<br />
metode terbuka.<br />
Kanula sekali pakai (disposable) ukuran 10 mm<br />
lebih disukai untuk penentuan lokasi awal di<br />
umbilikus. Masukkan kanula dengan<br />
mengunakan <strong>teknik</strong> prop (corkscrew) sedikit<br />
diarahkan ke pelvis. Tempatkan telunjuk anda<br />
sepanjang trokar sehingga mencegah insersi<br />
terlalu dalam yang bisa merusak visera.<br />
Gbr 1.15<br />
Gbr 1.14<br />
10
LAPAROSKOPI 1<br />
Inspeksi rongga peritoneum<br />
Setelah membuat pneumoperitoneum, kerjakan<br />
inspeksi rongga peritoneum. Masukkan port<br />
kedua di bawah penglihatan langsung dan dalam<br />
posisi sesuai menurut daerah yang akan diamati.<br />
Biasanya cukup ditempatkan kanula 5 mm di<br />
daerah epigastrik. Melalui kanula ini masukkan<br />
forsep untuk memungkinkan anda memanipulasi<br />
visera dengan lembut sehingga bisa melakukan<br />
laparoskopi lengkap. Jika dibutuhkan biopsi,<br />
forsep bisa dilepas dan sepasang gunting<br />
dengan diatermi dimasukkan untuk memperoleh<br />
sampel jaringan.<br />
Melepas trokar dan menutup luka<br />
Lepas trokar dibawah penglihatan langsung,<br />
sambil memperhatikan hemostasis di tempat<br />
masuk port. Tempat masuk port di daerah<br />
umbilikus dan epigastrik harus ditutup dengan<br />
menggunakan benang jahit yang bisa diserap,<br />
misal benang jahit berbentuk J. Selalu infiltrasi<br />
luka dengan bupivacaine karena ini membantu<br />
mengurangi nyeri pasca operasi.<br />
MULAI DAN AKHIR<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Selalu periksa instrumen dengan seksama sebelum memulai laparoskopi<br />
2. Selalu periksa bahwa pneumoperitoneum telah terjadi sebelum memasukkan trokar.<br />
3. Awasi setiap kebocoran melalui keran atau insisi umbilikus, khususnya jika digunakan <strong>teknik</strong> Hassan.<br />
Mungkin anda perlu menjahit umbilikus dengan purse-string untuk mendapat penutupan yang baik.<br />
4. Insuflasi fasia rektus bisa terjadi tanpa sengaja. Ini dikenali dengan meningkatnya tgekanan inflasi<br />
dan distensi abdomen yang tidak simetris. Jika terjadi, cukup hentikan insuflasi, ubah posisi jarum<br />
Veress dan ulangi kembali insuflasi.<br />
5. Selalu hangatkan teleskop sebelum memasukkan agar tidak berkabut<br />
6. Jika anda sedang membantu prosedur laparoskopi sebagai operator kamera, pastikan semua gerakan<br />
anda halus. Jika tidak bisa membuat ‘mabuk laut’<br />
7. Jika lensa kabur karena ada darah, coba menghapus lensa tersebut ke omentum. Jika pandangan<br />
masih kabur juga, lepaskan teleskop, bersihkan lensa dengan lap anti-kabut.<br />
11
1 DIATERMI<br />
MULAI DAN AKHIR<br />
Diatermi adalah cara menghentikan perdarahan<br />
(hemostasis) yang cepat dan berguna. Kerjanya<br />
berdasarkan prinsip bila arus berjalan melalui<br />
konduktor, sebagian energi listrik berubah<br />
menjadi energi thermal (panas). Jumlah panas<br />
yang dihasilkan berbanding terbalik dengan volume<br />
jaringan yang dilalui arus. Jadi, kepentingan<br />
diatermi adalah kontak dengan diatermi pad.<br />
Ada dua jenis diatermi, yakni monopolar dan bipolar.<br />
Diatermi monopolar bisa digunakan untuk<br />
memotong ataupun mengkoagulasikan jaringan.<br />
Pemotongan paling efektif bila elektroda<br />
ditempatkan dekat dari jaringan. Dalam skenario<br />
ini, suatu arus kontinyu akan menyebabkan<br />
pelepasan muatan listrik melintasi celah udara,<br />
sehingga menghasilkan percikan bersuhu tinggi<br />
yang menyebabkan air sel meletus. Jika diatermi<br />
monopolar yang berada dalam mode memotong<br />
disentuhkan ke jaringan arus menjadi kurang<br />
deras dan ini justru menyebabkan dehidrasi dan<br />
denaturasi protein. Bila dipilih mode koagulasi,<br />
kerusakan jaringan terjadi akibat proses yang<br />
dikenal dengan nama ‘fulgurasi’ (to fulgurate =<br />
berkilat seperti petir). Arus koagulasi terdiri atas<br />
energi sine-wave yang disuplai dalam letusanletusan<br />
bervoltase tinggi. Karena arus dimatikan<br />
untuk beberapa waktu bila diatermi disetel untuk<br />
koagulasi, lebih sedikit energi listrik yang<br />
dikenakan ke jaringan. Kombinasi kedua efek<br />
menghasilkan arus campuran.<br />
Diatermi bipolar<br />
Dengan bentuk diatermi ini pemindahan arus<br />
terjadi antara ujung-ujung dua elektroda kecil<br />
sehingga tidak terdispersi melalui pasien.<br />
Diatermi monopolar<br />
Diatermi monopolar adalah bentuk yang paling<br />
dikenal oleh dokter <strong>bedah</strong>. Diatermi ini terdiri atas<br />
suatu elektroda yang bisa menghasilkan<br />
densitas arus yang tinggi; plate untuk pasien;<br />
dan kabel dispersif.<br />
Kabel aktif/dispersif<br />
Unit diatermi<br />
Dua elektroda<br />
kecil aktif<br />
Kabel aktif<br />
Unit diatermi<br />
Elektroda aktif<br />
Gbr 1.17<br />
Diatermi bipolar<br />
Kabel dispersi<br />
Gbr 1.16<br />
Diatermi monopolar<br />
Diatermi bipolar lebih aman, karena arus hanya<br />
mengalir antara ujung-ujung kedua elektroda<br />
yang aktif. Oleh karena diatermi bipolar lebih<br />
disukai pada operasi <strong>bedah</strong> anak. Akan tetapi,<br />
diatermi bipolar hanya bisa untuk koagulasi dan<br />
tidak bisa memotong jaringan dengan efektif.<br />
12
DIATERMI 1<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Selalu awasi dan usahakan penempatan pad (bantalan) yang benar. Ini adalah tanggung jawab legal<br />
dari dokter <strong>bedah</strong> dan bukan perawat.<br />
2. Pastikan bahwa mesin diservis sesuai rekomendasi pabrik. Walaupun dikatakan aman, kebakaran<br />
alat masih bisa terjadi.<br />
3. Jika pasien memakai alat pacu jantung, coba dan selalu hindari diatermi monopolar. Jika harus<br />
digunakan, letakkan plate sejauh mungkin dari alat pacu jantung dan heart rate dipantau.<br />
4. Ada potensial untuk sediaan-sediaan pembersih yang mengandung alkohol bisa menyala dan membakar<br />
duk-oleh karena itu jangan terlalu banyak larutan dibiarkan berkumpul pada duk.<br />
5. Jangan mencoba melakukan diatermi pada titik perdarahan di sesuatu organ dengan tangkai panjang,<br />
misal testis, karena arus akan menyebabkan pemanasan dan ini bisa mengakibatkan trombosis<br />
pembuluh darah.<br />
6. Jangan aktifkan diatermi sebelum ujung instrumen mencapai posisi yang diinginkan. Pada pem<strong>bedah</strong>an<br />
terbuka, diatermi disimpan dalam insulated quiver ; akan tetapi pada <strong>bedah</strong> laparoksopi, ujungnya<br />
mungkin masih berada di daerah operasi dan menyebabkan terbakar.<br />
7. Pada diatermi laparoskopi, selalu periksa insulasi adanya retakan, karena ini bisa memaparkan elektroda<br />
aktif dan menyebabkan terbakar tanpa terlihat di medan operasi<br />
8. Direct coupling (instrumen dengan instrumen) terjadi pada <strong>bedah</strong> laparoskopik jika diatermi berkontak<br />
dengan instrumen kedua ketika pedal diaktifkan. Ini bisa mengakibatkan kerusakan jaringan tanpa<br />
diketahui. Capacitance coupling adalah suatu fenomena yang terjadi sekitar tempat trokar bila bahan<br />
trokar diselang-seling antara plastic sleeve dan port logam. Insersi diatermi menghasilkan kapasitor<br />
yang menyimpan muatan listrik sebelum menembak ke kulit sekeliling.<br />
9. Risiko lebih lanjut dari <strong>bedah</strong> laparoksopik adalah panas yang tersimpan. Untuk tidak terbakar jangan<br />
biarkan ujung diatermi berkontak terus menerus dengan jaringan dan selalu lepas instrumen bila<br />
sedang tidak digunakan.<br />
MULAI DAN AKHIR<br />
13
2<br />
NODUS, NODULUS<br />
DAN LAIN-LAIN<br />
15
2 EKSISI LESI KULIT<br />
NODUS, NODULUS<br />
Indikasi<br />
1. Setiap lesi yang diduga ganas<br />
2. Diagnostik<br />
3. Kosmetik<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi lokal: lignokain 0,5-1% dengan atau<br />
tanpa adrenalin 1:100.000 tergantung pada<br />
lokasi lesi. Adrenalin harus dihindarkan pada<br />
kasus pem<strong>bedah</strong>an pada jari, telinga dan<br />
penis.<br />
Insisi penting dilakukan sesuai arah garis<br />
Langer, khususnya untuk lesi di daerah kepala<br />
sehingga baik efeknya terhadap kosmetik.<br />
Prosedur<br />
Suntikkan anestesi lokal secara intradermal<br />
maupun subkutan di sekitar lesi, sambil menjaga<br />
jarum sangat superfisial ketika memulai,<br />
kemudian secara bertahap lebih dalam. Gunakan<br />
mata pisau (ukuran 10 atau 15) dan sambil<br />
memegang pisau hampir vertikal, kerjakan insisi<br />
berbentuk elipse di sekeliling lesi, dan<br />
selanjutnya insisi di bawah lesi untuk<br />
mengangkatnya.<br />
Gbr 2.2<br />
Tutup kulit dengan menjahit subkutan<br />
menggunakan benang yang bisa diserap dan<br />
tidak berwarna.<br />
Gbr 2.1<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Bila ada kecurigaan karsinoma sel basal dan sel skuamosa, pastikan seluruh lesi dieksisi<br />
2. Dalam mengirim spesimen, selalu jahit satu ujung dan buat sketsa lesi untuk ahli patologi karena ini<br />
akan membantu dalam komentar tentang kelengkapan eksisi.<br />
3. Bila ada kecurigaan melanoma, pinggir kulit normal yang diangkat harus sebanding dengan tebal<br />
lesi yang ditaksir: 1 cm margin untuk lesi 1 mm, 2 cm margin untuk lesi 2 mm dan 3 cm margin untuk<br />
lesi 3 mm. Jadi penting untuk mendapatkan konfirmasi histologis dengan biopsis insisi sebelum<br />
mengerjakan eksisi lesi yang diduga melanoma. Di samping itu, melanoma yang lebih besar harus<br />
dieksisi di bawah anestesi <strong>umum</strong>.<br />
16
EKSISI LIPOMA 2<br />
Indikasi<br />
Kosmetik<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi lokal atau <strong>umum</strong> tergantung pada<br />
lokasi dan ukuran lipoma.<br />
2. Posisi tergantung pada posisi lesi.<br />
Gunakan sebuah jari untuk ‘mengorek’ lipoma.<br />
NODUS, NODULUS<br />
Prosedur<br />
Lakukan insisi di atas lesi sepanjang garis<br />
Langer.<br />
Perdalam insisi dengan menggunakan daun<br />
gunting untuk membuka ruang antara kapsul dan<br />
jaringan lemak sekitarnya.<br />
Gbr 2.4<br />
Hentikan setiap titik perdarahan dengan diatermi<br />
atau benang jahit halus yang bisa diserap.<br />
Hilangkan sisa ruang dengan beberapa jahitan<br />
terputus yang bisa diserap. Kulit ditutup juga<br />
dengan jahitan terputus dengan benang yang<br />
bisa diserap.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Untuk meminimalkan panjang insisi, kerjakan<br />
sayatan 2-3 cm, dan insisi ke dalam kapsul.<br />
Kemudian gunakan <strong>teknik</strong> “pencet’ untuk<br />
mengeluarkan lipoma dengan memijit lipoma<br />
antara telunjuk dan ibu jari.<br />
2. Jika terjadi perdarahan jangan ragu untuk<br />
memasukkan suction drain kecil.<br />
Gbr 2.3<br />
17
2 EKSISI KISTA SEBASEA<br />
NODUS, NODULUS<br />
Indikasi<br />
1. Kosmetik<br />
2. Komplikasi- infeksi rekuren , kornifikasi<br />
kelenjar sebasea.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi lokal: lignokain 1% dengan atau<br />
tanpa adrenalin 1:100.000 (lihat eksisi lesi<br />
kulit, halaman 16)<br />
Cengkeram kista dengan menarik potongan kulit<br />
dan dengan seksama diseksi pada kedua sisi<br />
untuk membebaskan kista dari lemak dan<br />
jaringan subkutan sekitarnya.<br />
Prosedur<br />
Suntikkan anestesi lokal di sekeliling lesi.<br />
Buat insisi berbentuk elips di atas kista termasuk<br />
punctum jika terlihat.<br />
Gbr 2.6<br />
Jahit kulit dengan benang non-serap berukuran<br />
2/0 atau 3/0.<br />
Gbr 2.5<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Jika kista pecah, hapus kotoran (debris) dengan hati-hati dan pastikan semua dinding kista diangkat.<br />
Jika dinding kista gagal diangkat seluruhnya, kemungkinan kista bisa kambuh lagi.<br />
2. Jika kista jelas terinfeksi, lakukan drainase, eksisi dan luka dibiarkan terbuka. Atau operasi bisa<br />
ditunda sampai infeksi telah mereda. Kista yang terinfeksi lebih sukar dieksisi dan cenderung lebih<br />
banyak vaskularisasi dibanding kista yang tak-terinfeksi.<br />
18
EKSISI KELENJAR GETAH BENING 2<br />
Indikasi<br />
Untuk memastikan penyebab limfadenopati bila<br />
pemeriksaan klinik dan tindakan (termasuk<br />
aspirasi jarum halus) gagal menetapkan diagnosis.<br />
Persiapan<br />
Perdalam insisi dengan membuka daun gunting<br />
diseksi. Identifikasi kelenjar getah bening<br />
(limfonodus) dan dengan hati-hati gunakan<br />
sepasang forsep jaringan. Selesaikan diseksi<br />
dan identifikasi tangkai, yang biasanya<br />
mengandung suatu arteri kecil.<br />
NODUS, NODULUS<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong> atau lokal.<br />
2. Posisi terlentang<br />
Prosedur<br />
Tempat insisi tergantung pada lokasi<br />
limfadenopati. Insisi biopsi harus demikian rupa<br />
sehingga bisa dicakup oleh insisi radikal<br />
seandainya ini terbukti perlu.<br />
Gbr 2.7<br />
Insisi servikal<br />
Gbr 2.8<br />
Gunakan diatermi atau ikatan halus untuk<br />
mengendalikan perdarahan. Kelenjar getah<br />
bening dieksisi dan dikirim untuk pemeriksaan<br />
histologis.<br />
Perhatikan hemostasis dan tutup luka dengan<br />
jahitan terputus dengan benang non-serap,<br />
disertai jahitan subkutan untuk kulit.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Sebelum biopsi dikerjakan, pemeriksaan THT<br />
lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan<br />
tumor primer pada kepala dan leher. Sumber<br />
metastasis seperti payudara dan saluran<br />
cerna juga harus diselidiki.<br />
2. Hati-hati jangan sampai mengenai saraf yang<br />
berdekatan dengan kelenjar getah bening—<br />
terutama nervus accessorius dan nervus<br />
intercostobrachialis.<br />
3. Sebagian kecil dari kelenjar harus dikirim untuk<br />
biakan kuman jika tbc dipikirkan sebagai diagnosis<br />
banding.<br />
4. Spesimen diperlakukan dengan hati-hati<br />
sehingga tidak merusak struktur kelenjar getah<br />
bening.<br />
5. Jangan lakukan biopsi kelenjar getah bening<br />
di leher dengan anestesi lokal. 19
2 EKSISI RADIKAL KUKU JARI KAKI- OPERASI ZADIK<br />
NODUS, NODULUS<br />
Indikasi<br />
1. Kuku jari kaki tumbuh ke dalam dan tidak<br />
memberi respon terhadap tindakan<br />
konservatif.<br />
2. Onychogryphosis.<br />
3. Infeksi kronik di bawah kuku<br />
Persiapan<br />
Ring block anestesi lokal<br />
Kenakan turniket karet pada ibu jari dan gunakan<br />
scalpel dengan mata kecil, insisi nail bed dan<br />
angkat flap.<br />
Sayat dan angkat flap kulit<br />
Prosedur<br />
Lakukan ring block dengan menggunakan 3 ml<br />
lignokain 1% pada kedua sisi. Masukkan jarum<br />
tegak lurus ke arah bawah, suntikkan pada sisi<br />
falang proksimal. Aspirasi semprit setiap<br />
sebelum menyuntikkan, dan jika terlihat darah,<br />
ubah posisi ujung jarum.<br />
Gbr 2.10<br />
Naikkan kuku dari nail bed dengan sepasang<br />
gunting besar dan tarik untuk melepasnya<br />
dengan gerakkan melintir.<br />
Sayat nail bed sampai tulang dan teruskan ke<br />
arah samping sejauh lipatan kuku. Angkat nail<br />
bed dan buat satu jahitan dengan benang serap<br />
pada skin flap di kedua sisi.<br />
Titik<br />
suntikan<br />
Gbr 2.9<br />
Anestesi<br />
ring block<br />
Gbr 2.11<br />
Bungkus ibu jari dengan penutup luka<br />
sederhana.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Jangan gunakan adrenalin pada daerah ekstremitas<br />
2. Jika ada infeksi makroskopik, obati dengan antibiotik dan eksisi kuku ditunda<br />
3. Coba dan angkat semua matriks germinativum jika tidak kuku bisa tumbuh lagi.<br />
4. Sebagai alternatif terhadap eksisi adalah ablasi nail bed dengan fenol. Namun, ini tidak dianjurkan<br />
untuk pasien yang mengidap diabetes atau penyakit pembuluh darah tepi atau mereka yang sedang<br />
mendapat steroid.<br />
5. Jika hanya bagian kuku yang menjadi gangguan, mungkin lebih disukai eksisi parsial.<br />
20
3<br />
HERNIA<br />
21
3 HERNIOTOMI INGUINAL<br />
HERNIA<br />
Indikasi<br />
1. Hernia inguinalis<br />
2. Patent processus vaginalis<br />
Lanjutkan diseksi ke bawah sampai cincin<br />
eksternal. Bebaskan spermatic cord ke arah<br />
posterior dan jalankan klip dibawahnya untuk<br />
memungkinkan traksi ke arah distal oleh asisten.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong><br />
2. Posisi terlentang<br />
Prosedur<br />
Di bawah anestesi <strong>umum</strong>, buat insisi garis kulit<br />
sepanjang 2 cm pada sisi hernia.<br />
Jepit pinggir kulit dengan klip arteri dan perdalam<br />
insisi untuk indentifikasi spermatic cord di bawah<br />
otot obliqus external. Diseksi otot sejajar<br />
panjang serabutnya.<br />
Gbr 3.2<br />
Ini akan memungkinkan diseksi kantung hernia<br />
lebih mudah, yang diposisikan pada aspek anterior<br />
dan superior dari spermatic cord. Diseksi<br />
bisa sukar. Penting untuk memisahkan kantung<br />
hernia ke arah posterior dari vas dan pembuluh<br />
darah tanpa merusak kantung jika kantung turun.<br />
Insisi kevil di<br />
obliqus externus<br />
22<br />
Gbr 3.1<br />
Gbr 3.3<br />
Mobilisasi kantung hernia
HERNIOTOMI INGUINAL 3<br />
Perlu Sabar dan hati-hati. Buka kantung untuk<br />
mengurangi isinya. Ini sangat penting pada<br />
wanita di mana bisa terdapat ovarium.<br />
Kantung difiksasi dengan jahitan yang bisa<br />
diserap dan jaringan lebih yang tak berguna<br />
dieksisi.<br />
HERNIA<br />
Memotong lintang kantung yang<br />
berdinding tipis<br />
Gbr 3.4<br />
Gbr 3.5<br />
Dekatkan otot dengan beberapa jahitan yang<br />
bisa diserap dan tutup kulit dengan jahitan<br />
subkutan yang bisa diserap.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Herniotomi memadai bagi anak-anak.<br />
2. Penting penanganan jaringan untuk mencegah kerusakan neurovaskular.<br />
3. Harus dipastikan testis berada dalam skrotum pada akhir prosedur.<br />
4. Eksplorasi inguinal kontralateral tidak perlu. Namun hernia bilateral pada wanita mungkin menimbulkan<br />
kecurigaan kelainan intersex.<br />
5. Biasanya aman untuk dikerjakan sebagai kasus rawat jalan.<br />
6. Makin kecil anak, makin besar kecenderungan hernia mengalami obstruksi atau tidak bisa direduksi;<br />
oleh karena itu bayi harus segera dioperasi.<br />
23
3 HERNIORAFI INGUINAL<br />
HERNIA<br />
Indikasi<br />
Hernia simtomatik<br />
Persiapan<br />
Indetifikasi dan retraksi spermatic cord - bisa<br />
digunakan retraktor cincin (ring retractor).<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong>, lokal atau regional<br />
2. Profilaksis antibiotik jika menggunakan jala<br />
(mesh) sintetik yang tidak diserap.<br />
3. Posisi terlentang<br />
Prosedur<br />
Setelah mengerjakan insisi kulit 1 cm di atas dan<br />
sejajar ligamentum inguinale, insisi otot obliqus<br />
external pada garis serabutnya. Kemudian,<br />
dengan mendorong suatu gunting diseksi<br />
sepanjang garis, buka inguinal canal. Jika<br />
mungkin lindungi nervus ileoinguinalis.<br />
Bebaskan<br />
spermatic cord<br />
Gbr 3.7<br />
Pegang dengan klip<br />
obliqus externus yang<br />
terjerat pada retraktor<br />
Tetapkan apakah ini hernia indirek atau hernia<br />
direk dengan memeriksa dinding posterior dan<br />
diseksi kantung dari cord dengan diseksi tajam<br />
dan tumpul.<br />
Tentukan cincin<br />
eksterna sebelum<br />
menyayat ke arahnya<br />
Gbr 3.6<br />
Gbr 3.8<br />
Diseksi kantung engan satu jari di dalamnya<br />
24
HERNIORAFI INGUINAL 3<br />
Lakukan transfiksi dan ligasi kantung setelah<br />
memeriksa isinya (lihat Gambar 3.5).<br />
Sekarang ada beberapa pilihan untuk prosedur<br />
reparasi. Penulis menyarankan reparasi dengan<br />
jala (mesh) polipropilen untuk menghasilkan repair<br />
tanpa tegangan (Liechtenstein)<br />
Tutup pinggir-pinggir lateral disekitar cord dan<br />
jahit pinggir lateral dan superior jala ke otot di<br />
bawahnya dengan menggunakan jahitan<br />
terputus dengan benang non-serap.<br />
HERNIA<br />
Ambil lembar jala 8 x 16 cm dan gunting ujungujungnya<br />
sehingga pas dengan ujung medial dari<br />
luka. Fiksasi jala di tempatnya ke ligamentum<br />
inguinale dengan menggunakan jahitan kontinyu<br />
yang non-serap.<br />
Medial<br />
Lateral<br />
Gbr 3.10<br />
Gbr 3.9<br />
Tutup obliqus externus dengan jahitan kontinyu<br />
serap dan kulit ditutup dengan jahitan subkutan<br />
serap.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Sebagian besar kasus bisa dikerjakan sebagai kasus rawat jalan dengan anestesi lokal.<br />
2. Teknik penting dalam mencegah komplikasi rekurensi hernia<br />
3. Pada kasus darurat dengan obstruksi, periksa dengan seksama kantung untuk melihat adanya usus.<br />
Jika ada usus harus diinspeksi. Jika usus terlihat gelap, bungkus dengan kasa yang telah dibasuh<br />
dengan NaCl hangat dan biarkan beberapa menit untuk melihat apakah rupanya membaik. Jika usus<br />
tidak membaik atau jika terlihat nekrosis, maka harus direseksi.<br />
4. Pria harus diingatkan khususnya dengan hernia rekuren akan kemungkinan perlunya pengangkatan<br />
testis (orchidectomy).<br />
25
3 HERNIORAFI FEMORAL<br />
HERNIA<br />
Indikasi<br />
Hernia femoralis – semua hernia femoralis harus<br />
direparasi.<br />
Persiapan<br />
1. Lebih disukai anestesi <strong>umum</strong>, khususnya<br />
pada kasus kedaruratan di mana dijumpai<br />
usus nekrotik, namun anestesi lokal juga<br />
bisa digunakan.<br />
2. Kateter urin<br />
3. Posisi terlentang dengan kepala<br />
direndahkan 15 o .<br />
Pisahkan pembungkus fasia dan buka kantung<br />
hernia. Ikat dan eksisi setiap kelebihan omentum<br />
dan kembalikan setiap jaringan yang<br />
tertinggal ke rongga abdomen. Jika anda<br />
menemukan usus nekrosis, kerjakan laparotomi.<br />
Transfiksi dan ligasi kantung pada lehernya dan<br />
eksisi setiap kelebihan jaringan kantung.<br />
Prosedur<br />
Ada tiga <strong>teknik</strong> untuk reparasi hernia femoralis:<br />
1. Pendekatan rendah atau krural<br />
2. Pendekatan tinggi atau inguinal<br />
3. Pendekatan ekstraperitoneal<br />
Pendekatan inguinal jarang diadopsi belakangan<br />
ini dan tidak akan dibahas lebih lanjut.<br />
Pendekatan rendah<br />
Buat insisi kecil di daerah lipat paha tepat di<br />
atas hernia, sejajar dengan ligamentum inguinale.<br />
Identifikasi dan diseksi fasia superfisial di dalam<br />
lipat paha, sampai ke pembungkus kantung hernia,<br />
dan paparkan leher hernia.<br />
Gbr 3.12<br />
Retraksi vena femoralis dengan hati-hati dan<br />
tutup defek dalam femoral canal. Gunakan<br />
jahitan non-serap pada jarum berbentuk J untuk<br />
mendekatkan pinggir bawah ligamentum inguinale<br />
dengan fasia di atas m. pectineus.<br />
Ligamentum<br />
inguinale<br />
Gbr 3.11<br />
Vena<br />
femoralis<br />
26<br />
Gbr 3.13<br />
Fasia di atas<br />
pektineus
HERNIORAFI FEMORAL 3<br />
Tutup jaringan subkutan dengan jahitan putus<br />
dengan benang serap dan kulit ditutup dengan<br />
jaringan subkutan.<br />
Tutup femoral canal dengan jahitan terputus<br />
non-serap di antara ligamentum pektineus dan<br />
ligamentum inguinale.<br />
HERNIA<br />
Pendekatan ekstraperitoneal<br />
Hernia bisa ditangani melalui insisi<br />
suprainguinal, Pfannenstiel, median atau<br />
pararektal (McEvedy).<br />
Sekali melalui kulit, lakukan diseksi tumpul pada<br />
jaringan superfisial untuk mendapat akses ke<br />
kantung hernia. Buka fasia rektus dan retraksi<br />
otot rektus dan buka roangga pre-peritoneal<br />
dengan diseksi tumpul. Lanjutkan proses ke<br />
bawah ke arah ligamentum inguinale dan<br />
identifikasi hernia tersebut.<br />
Ligamentum<br />
lakunaris<br />
Ligamentum<br />
pektineus<br />
Lemak<br />
menutupi<br />
vena<br />
femoralis<br />
Membebaskan<br />
pinggir lateral<br />
rektus<br />
Gbr 3.15<br />
Penutupan kanal femoral<br />
dari atas<br />
Tutup fasia rektus dengan jahitan non-serap dan<br />
kulit ditutup dengan jahitan subkutan benang<br />
serap.<br />
Gbr 3.14<br />
Menetapkan kantung hernia<br />
Jika kantung kosong, kembalikan posisinya ke<br />
dalam abdomen dengan mendorong dari bawah<br />
dan perlahan-lahan menarik dari atas. Jika ada<br />
usus, jangan tarik pada usus tetapi sisipkan hemostat<br />
dan dengan hati-hati regangkan cincin<br />
femoral. Transfiksi kantung dan eksisi setiap<br />
jaringan yang tidak perlu.<br />
Jika hernia tidak bisa direduksi, buka peritoneum<br />
dari atas dan inspeksi isinya. Jika usus terlihat<br />
tidak pasti apakah masih viabel, sebaiknya<br />
lakukan reseksi.<br />
Pokok-pokok penting:<br />
1. Jika anda tidak yakin apakah hernia inguinal<br />
atau femoral, gunakan pendekatan<br />
ekstraperitoneal.<br />
2. jika darah menyembur dari diseksi kantung,<br />
keringkan daerah tersebut dengan suction<br />
drain.<br />
3. Jika ada keraguan tentang viabilitas usus,<br />
setelah menggunakan pendekatan rendah,<br />
dianjurkan laparotomi formal untuk<br />
memastikan bahwa usus tidak iskemik.<br />
27
3 REPAIR HERNIA UMBILIKAL<br />
HERNIA<br />
Indikasi<br />
1. Hernia umbilikal simtomatik (jarang)<br />
2. Hernia menetap setelah usia 4 tahun<br />
Identifikasi kantung dengan menjalankan klip di<br />
pertengahan cincin.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong><br />
2. Posisi terlentang.<br />
Prosedur<br />
Buat insisi tusukan kecil melintang di bawah<br />
umbilikus dan regangkan ke arah lateral dengan<br />
memasukkan ujung forsep arteri. Dengan<br />
menggunakan <strong>teknik</strong> ini bisa dicapai insisi<br />
lengkung yang rapih.<br />
Buat bidang dengan menggunakan mosquito<br />
clamp.<br />
Gbr 3.17<br />
Pisahkan kantung dari kulit umbilikus dan buka<br />
kantung di bawah inspeksi langsung sehingga<br />
mencegah kerusakan struktur di bawahnya.<br />
Tutup defek secara transversal dengan<br />
menggunakan benang serap ukuran 0 dan<br />
jahitan terputus. Double breasting tidak<br />
dibutuhkan.<br />
Gbr 3.16<br />
Gbr 3.18<br />
28
REPAIR HERNIA UMBILIKAL 3<br />
Penting untuk mengikat kulit di atas pusar ke<br />
fasia untuk membalikkan umbilikus agar terlihat<br />
bagus dengan menggunakan benang serap (absorbable<br />
suture)<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Merupakan masalah lazim namun sedikit<br />
yang membutuhkan operasi<br />
2. Umbilikus tidak boleh dibuang.<br />
HERNIA<br />
Gbr 3.19<br />
29
3 REPAIR HERNIA PARAUMBILIKAL<br />
HERNIA<br />
Indikasi<br />
1. Simtomatik, termasuk kedaruratan<br />
2. Kosmetik<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong> atau lokal<br />
2. Antibiotik profilaktik<br />
3. Profilaksis Anti-DVT (deep vein thrombosis)<br />
– stockings, heparin<br />
4. Posisi terlentang<br />
Mungkin banyak perlengketan dari omentum dan<br />
usus ke kantung, dan semua ini perlu dibebaskan<br />
dengan hati-hati. Sekali kantung telah<br />
dikosongkan, kantung dieksisi dan tutup defek<br />
dengan menggunakan <strong>teknik</strong> Mayo (atau<br />
mengunakan jahitan non-serap terputus dan<br />
berbentuk matras)<br />
Prosedur<br />
Buat insisi transversal mengelilingi umbilikus dan<br />
eksisi kulit yang berbentuk elips.<br />
Diseksi lanjut mungkin banyak mengeluarkan<br />
darah. Penting untuk identifikasi dan<br />
membersihkan pinggir-pinggir aponeurosis dari<br />
defek sebelum membuka kantung dan<br />
mengembalikan isi ke dalam abdomen.<br />
Gbr 3.21<br />
Tempatkan semua jahitan tumpang-tindih<br />
sebelum mengikatnya<br />
Jika defek subkutan besar, perlu dilakukan<br />
drainase suction. Kulit ditutup dengan jahitan<br />
subkutis dengan benang serap.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Idealnya, semua hernia direparasi karena<br />
risiko inkarserasi dengan omentum atau usus,<br />
yang bisa terjepit (strangulasi).<br />
2. Orang gemuk harus dianjurkan untuk<br />
menurunkan berat badan sebelum operasi.<br />
3. Insiden infeksi relatif tinggi. Berikan antibiotik<br />
profilaktik dan dengan hemostasis seksama.<br />
4. Pasien kadang-kadang mengalami ileus<br />
pasca <strong>bedah</strong> jika manipulasi usus berlebihan.<br />
Gbr 3.20<br />
Buka kantung sepanjang garis ini<br />
30
REPAIR HERNIA EPIGASTRIK 3<br />
Indikasi<br />
Semua hernia epigastrik harus direparasi.<br />
Insisi leher hernia, inspeksi isinya dan<br />
kembalikan ke dalam rongga peritoneum. Isi<br />
hernia biasanya lemak ekstraperitoneal.<br />
HERNIA<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong> atau lokal.<br />
2. Posisi terlentang.<br />
Prosedur<br />
Jika diagnosis pasti dan suatu defek tunggal ada,<br />
buat insisi kecil transversal di atas hernia. Akan<br />
tetapi, jika ada keraguan terhadap diagnosis atau<br />
jika ada hernia multipel, pilih insisi vertikal.<br />
Hernia didiseksi dari dinding abdomen<br />
sekitarnya. Defek didentifikasi di linea alba dan<br />
defek diperlebar secara transversal.<br />
Jika ada kantung, lakukan transfiksi lehernya<br />
dengan benang serap dan eksisi kantung yang<br />
tidak berguna. Perbaiki defek di linea alba<br />
dengan jahitan terputus non-serap. Lakukan<br />
semua jahitan sebelum eksisi.<br />
Tutup kulit dengan jahitan subkutis dengan<br />
benang serap.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Pasien dengan hernia epigastrik sering<br />
melaporkan nyeri abdomen hebat karena<br />
strangulasi kantung ekstraperitoneal. Ada<br />
juga yang melaporkan nyeri ringan di daerah<br />
epigastrik; dalam kasus ini tukak peptik dan<br />
batu empedu harus disingkirkan.<br />
2. Pastikan lokasi diberi tanda sebelum<br />
operasi karena hernia epigastrik sukar<br />
dijumpai ketika pasien sedang dibius.<br />
Gbr 3.22 Gbr 3.23 Gbr 3.24<br />
31
3 REPAIR HERNIA INSISIONAL<br />
HERNIA<br />
Indikasi<br />
1. Simtomatik<br />
2. Kosmetik<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong><br />
2. Antibiotik profilaksis<br />
3. Profilaksis anti-DVT- stockings, heparin.<br />
4. Posisi terlentang.<br />
Prosedur<br />
Buat insisi elips yang mencakup parut terdahulu.<br />
Eksisi jaringan parut, jangan mengambil terlalu<br />
banyak kulit karena bisa mengakibatkan<br />
tegangan pada saat penutupan kulit.<br />
Diseksi hernia dari jaringan subkutan<br />
disekitarnya. Lanjut ke lateral sehingga<br />
memaparkan jaringan sehat di sekitar hernia.<br />
Identifikasi kantung dan diseksi ke bawah leher<br />
hernia. Tentukan defek aponeurosis. Buka<br />
kantung hernia dan periksa isinya.<br />
Jika isi masih viabel, pisahkan perlengketan<br />
yang mungkin terjadi dengan kantung hernia<br />
dan kembalikan usus ke dalam rongga peritoneum.<br />
Jika hernia mengalami strangulasi,<br />
lakukan reseksi sesuai pada titik ini. Eksisi<br />
kantung yang tidak berguna dan tutup lubang<br />
peritoneum dengan jahitan kontinyu benang<br />
serap.<br />
Gbr 3.26<br />
Gbr 3.25<br />
32
REPAIR HERNIA INSISIONAL 3<br />
Jaringan aponeurosis yang sehat penting<br />
didiseksi pada setiap sisi defek. Masukkan suction<br />
drain dan tutup lapisan aponeurosis dengan<br />
jahit rangkap dekat-dan-jauh. Masukkan semua<br />
benang sebelum mengikatnya.<br />
Reparasi ini bisa diperkuat dengan dilapis jala<br />
dan fiksasi jala di tempatnya dengan jahitan<br />
terputus non-serap.<br />
HERNIA<br />
Gbr 3.27<br />
Gbr 3.28<br />
Tutup kulit dengan jahitan serap subkutis.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Hernia insisional biasa terjadi sebagai akibat <strong>teknik</strong> <strong>bedah</strong> yang buruk pada penutupan luka terdahulu.<br />
Jadi, untuk mencegah hernia insisional pelajaran yang terpenting adalah menutup luka dengan<br />
memuaskan sejak awal.<br />
2. Jika hernia besar dengan defek kompleks, computed tomography bisa membantu menentukan batas<br />
lesi.<br />
3. Hernia insisional bisa sulit. Dokter <strong>bedah</strong> yang berpengalaman merupakan faktor terpenting dalam<br />
mencegah rekurensi!<br />
33
4<br />
PAYUDARA<br />
35
4 EKSISI BENJOLAN PAYUDARA<br />
PAYUDARA<br />
Indikasi<br />
1. Jinak, misal fibroadenoma<br />
2. Mungkin benjolan ganas, misal ragu dalam<br />
penilaian (klinik/mamografi/sitologi)<br />
Persiapan<br />
Cengkeram benjolan dengan sepasang forsep<br />
jaringan dan tarik benjolan melalui luka saat<br />
jaringan sekitar dipisahkan dengan pisau.<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong> atau lokal<br />
Prosedur<br />
Fiksasi posisi benjolan di antara telunjuk dan ibu<br />
jari sebelum memulai, karena banyak benjolan<br />
‘menghilang’ saat kulit diinsisi. Jika anda masih<br />
mengalami kesulitan, celup jari-jari anda dalam<br />
cairan antiseptik kulit (misal Savlon) dan ulang<br />
lagi. Insisi bisa dibuat melingkar jika dekat ke<br />
puting usus, atau secara radial jika letaknya jauh.<br />
Gbr 4.2<br />
Gunakan retraktror Langenbeck untuk<br />
memaparkan bagian dalam rongga dan lakukan<br />
diatermi pada semua titik perdarahan. Rongga<br />
ditutup dengan jahitan serap dan terputus.<br />
Perhatikan jangan terlalu banyak distorsi<br />
terhadap simetri payudara. Luka yang besar<br />
harus didrainase dengan suction drain. Kulit<br />
sebaiknya ditutup dengan jahitan serap subkutis.<br />
Gbr 4.1<br />
Fiksasi benjolan ketika anda insisi<br />
Pokok penting<br />
1. Hematoma bisa menjadi masalah penting<br />
jika hemostasis tidak efektif, karena bisa<br />
menghalangi pencitraan berikutnya daripada<br />
payudara atau mengalami infeksi sekunder.<br />
36
BIOPSI UNTUK MENENTUKAN LOKASI 4<br />
Indikasi<br />
1. Mikrokalsifikasi yang diidentifikasi secara<br />
radiografis, dan ada kecurigaan karsinoma<br />
duktus<br />
2. Lesi yang tidak teraba dengan kecurigaan<br />
karsinoma<br />
Proses lokalisasi bisa dikerjakan dengan<br />
ultrasonografi atau sinar X dan biasanya<br />
dilakukan oleh seorang ahli radiologi. Kawat<br />
penuntun dibuat berduri, sehingga posisi dalam<br />
payudara lebih mantap. Mamogram yang<br />
memastikan penempatan yang benar dari kawat<br />
dibawa ke kamar operasi bersama dengan<br />
pasien.<br />
Prosedur<br />
Dengan menggunakan mamogram untuk<br />
meramal perjalanan kawat, tentukan titik yang<br />
paling sesuai untuk insisi dan kulit disayat secara<br />
transversal.<br />
Tentukan lokasi kawat dan tarik ujung distal<br />
melalui kulit ke dalam luka.<br />
PAYUDARA<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong><br />
2. Kawasan seluruh panjang kawat yang<br />
terpapar harus diberikan larutan antiseptik.<br />
Gbr 4.4<br />
Gbr 4.3<br />
Ikuti kawat ke dalam substansi payudara, dan<br />
hati-hati jangan sampai menggeser kawat.<br />
Lakukan eksisi sekitar kawat dengan pinggir<br />
yang rapih. Spesimen diberi tanda dengan<br />
jahitan untuk memungkinkan penentuan orientasi<br />
oleh ahli patologi. Sementara pasien dibius, kirim<br />
spesimen untuk penilaian radiologis. Jika lesi<br />
tidak ada atau tidak dieksisi secara lengkap, bisa<br />
dikerjakan eksisi rongga lebih lanjut.<br />
Jika eksisi telah dipastikan memadai, hemostasis<br />
diusahakan seksama. Tutup rongga dengan<br />
jahitan terputus serap dan kulit ditutup dengan<br />
jahitan serap subkutis.<br />
Pokok penting<br />
1. Jaga posisi kawat untuk tidak terganggu<br />
selama transpor pasien.<br />
37
4 EKSISI LEBAR DAN PEMBERSIHAN AKSILA<br />
PAYUDARA<br />
Indikasi<br />
Tumor ukuran 4 cm atau kurang dengan tiga<br />
penilaian positif dan mamogram menyingkirkan<br />
penyakit multifokal.<br />
Persiapan<br />
Setiap titik perdarahan dikoagulasikan dengan<br />
diatermi. Satu atau dua suction drain mungkin<br />
dibutuhkan, tergantung pada jumlah perdarahan<br />
yang terjadi. Cuci luka dengan larutan antiseptik.<br />
Kemudian untuk mempertahankan alignment<br />
jaringan, jahit subkutan dengan benang serap.<br />
Penutupan kulit bisa dengan benang atau staple.<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong><br />
2. Profilaksis anti-DVT –stockings, heparin<br />
3. Posisi terlentang dengan lengan pada<br />
papan. Verban stockinette oklusif dikenakan<br />
untuk memungkinkan perasat terhadap<br />
lengan selama operasi.<br />
Prosedur<br />
Beri tanda insisi garis lengkung sebelum operasi,<br />
untguk menjamin penutupan luka tidak terlalu<br />
memperburuk kosmetik. Dalam memutuskan<br />
ukuran insisi, pastikan bahwa anda telah<br />
mencakup lokasi biopsi terdahulu.<br />
Diseksi lengkap perlu dilakukan terhadap<br />
kelenjar getah bening aksila agar bisa<br />
menentukan stadium tumor dengan tepat,<br />
sehingga prognosis bisa diperkirakan. Tindakan<br />
ini mencakup eksisi semua kelenjar getah bening<br />
sampai ke pinggir medial pectoralis minor (Level<br />
II).<br />
Aksila harus diakses melalui insisi yang lateral<br />
terpisah.<br />
Tempat<br />
biopsi<br />
38<br />
Gbr 4.5<br />
Lakukan insisi sekitar segmen yang<br />
bersangkutan dan perdalam insisi, sambil<br />
menjaga jarak dengan tumor (paling sedikit 1<br />
cm). Terbaik ini dilakukan dengan diatermi.<br />
Ketika fasia pectoralis ditemukan, pisahkan<br />
jaringan payudara dari fasia dan angkat tumor.<br />
Perhatikan orientasi tumor. Masukkan benang<br />
silk dengan menggunakan sistem kode yang<br />
dikenal untuk mengidentifikasi pinggir superior,<br />
inferior, medial, lateral, superfisial dan profunda<br />
daripada spesimen.<br />
Gbr 4.6<br />
Naikkan flap kulit ke arah superior dan inferior.<br />
Dengan menggunakan kombinasi diseksi tajam<br />
dan tumpul, tentukan batas anterior dari latissimus<br />
dorsi yang membentuk batas anterior dan<br />
posterior untuk diseksi.<br />
Identifikasi dan potong pectoralis minor, untuk<br />
mengakses nodus level II. Identifikasi dan<br />
pertahankan nervus thoracodorsalis dan<br />
thoracicus longus.
Nervus intercostobrachialis sering dijumpai dan<br />
ini harus dipertahankan bilamana mungkin.<br />
Nervus intercostobrachialis<br />
EKSISI LEBAR DAN PEMBERSIHAN AKSILA 4<br />
Vena aksilaris<br />
Nervus<br />
thoracobrachialis<br />
Dengan perlahan-lahan diseksi isi aksila dari<br />
saraf dan arteri penyertanya dengan<br />
menggunakan swab kasa. Isi aksila sekarang<br />
bisa diangkat en bloc. Lakukan drainase aksila<br />
dengan suction drain. Bilas luka dengan betadin<br />
dan kemudian tutup jaringan subkutan dengan<br />
jahitan serap terputus, disusul dengan jahitan<br />
subkutis untuk kulit.<br />
Tutup luka dengan kasa tipis dan sedikit plaster<br />
elastis (Elastoplast) untuk memberi tekanan<br />
pada luka. ‘Pressure dressing’ dilepas setelah<br />
24 jam.<br />
PAYUDARA<br />
Nervus thoracalis longus<br />
Gbr 4.7<br />
Batas atas untuk diseksi adalah vena aksilaris.<br />
Diseksi jaringan aksila dari vena dengan<br />
menggunakan swab Lahey, dengan tidak lupa<br />
mengikat muara vena bila ditemukan.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Hematoma bisa dihindari seandainya anda<br />
mengikuti langkah-langkah di atas, yakni<br />
diatermi, drain, jahitan dalam dan pressure<br />
dressing.<br />
2. Informed consent harus menyebutkan rasa<br />
kebas di aksila setelah operasi. Ini<br />
disebabkan trauma /mengorbankan nervus<br />
intercostobrachialis.<br />
3. Usahakan diseksi aksila dilakukan dengan<br />
benar dan bukan sekedar prosedur ‘sampling’<br />
karena kombinasi operasi aksila dan<br />
radioterapi memiliki risiko tinggi untuk<br />
terjadinya edema kelenjar getah bening.<br />
4. Untuk menghasilkan efek kosmetik yang<br />
bagus, payudara harus memiliki ukuran dan<br />
bentuk yang adekuat.<br />
Gbr 4.8<br />
39
4 MASTEKTOMI PATEY MODIFIKASI<br />
PAYUDARA<br />
40<br />
Indikasi<br />
Bukti sitologis adanya karsinoma payudara<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong><br />
2. Profilaksis anti-DVT-stockings, heparin.<br />
3. Posisi terlentang dengan lengan pada<br />
papan. Occlusive stockinette dressing<br />
dipakai untuk memungkinkan perasat lengan<br />
selama operasi.<br />
Prosedur<br />
Beri tanda batas-batas untuk insisi kulit sebelum<br />
memulai operasi. Batas harus paling sedikit 3<br />
cm dari tumor. Petunjuk anatomis untuk operasi<br />
dibatasi di medial oleh sternum, lateral oleh latissimus<br />
dorsi, superior oleh klavikula dan inferior<br />
oleh suatu titik 1-2 cm di bawah lipatan bawah<br />
payudara (inframammary fold).<br />
Gbr 4.9<br />
Setelah insisi pisahkan skin flap dari jaringan<br />
payudara di bawahnya. Mulai dengan flap atas.<br />
Tempatkan tiga pasang forsep jaringan pada<br />
jaringan subkutis dari batas kulit dan minta<br />
asisten untuk melakukan traksi. Ke arah kaudal<br />
kenakan traksi jaringan payudara dengan arah<br />
berlawanan.<br />
Diseksi harus dilakukan dengan sasaran<br />
ketebalan 3-4 mm ke arah medial dan tambah<br />
kira-kira 6-8 cm ke arah lateral.<br />
Gbr 4.10<br />
Periksa<br />
ketebalan<br />
Saat pinggir bawah klavidula ditemukan, mulai<br />
diseksi lebih dalam sampai terlihat fasia di atas<br />
pectoralis mayor. Diseksi ini bisa dilakukan<br />
dengan pisau ataupun diatermi.<br />
Perdarahan dari pembuluh darah yang tembus<br />
biasa dijumpai saat diseksi mendekati sternum<br />
dan ini harus dikendalikan cepat dengan diatermi<br />
koagulasi atau diikat. Flap inferior diangkat<br />
dengan cara serupa.<br />
Setelah perdarahan di dasar payudara berhenti,<br />
alihkan perhatian anda ke aksila. Kupas<br />
payudara ke arah lateral sampai pinggir anterior<br />
latissimus dorsi dicapai. Pectoralis mayor di<br />
retraksi ke arah medial untuk memaparkan pectoralis<br />
minor. Selanjutnya pectoralis minor<br />
diretraksi ke arah medial dan anterior. Kemudian<br />
sebuah jari dijalankan di bawah otot dan otot<br />
dipotong dekat dengan titik insersi nya ke processus<br />
coracoid dari skapula.<br />
Gbr 4.11
MASTEKTOMI PATEY MODIFIKASI 4<br />
Mulai dari bagian kaudal vena aksilaris, diseksi<br />
dikerjakan hanya setelah nervus thoracicus longus<br />
dan thoracodorsalis diidentifikasi. Dengan<br />
swab Lahey perlahan-lahan usap isi aksila dari<br />
vena aksila dan ikat semua muara vena.<br />
N. thoracalis longus<br />
PAYUDARA<br />
M. pectoralis major<br />
M. pectoralis minor<br />
M. pectoralis lateralis<br />
A. subscapularis<br />
M. Subscapularis<br />
Gbr 4.12<br />
M. Serratus anterior M. Latissimus dorsi<br />
N. Thoracodorsalis<br />
Isi aksila diangkat sekaligus dengan payudara,<br />
setelah menandai kelenjar getah bening paling<br />
proksimal dengan jahitan untuk menentukan<br />
orientasi patologis dari spesimen.<br />
Tempatkan suction drain pada dasar payudara<br />
dan satu pada aksila. Bilas luka dengan larutan<br />
betadin sebelum menutup. Jaringan subkutan<br />
didekatkan dengan jahit terputus dengan<br />
benang serap, dan kulit ditutup dengan benang<br />
subkutis atau staple. Verban tipis harus dipakai<br />
untuk menutup luka dengan plaster untuk<br />
memberi tekanan pada luka.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Hemostasis sangat penting. Lebih baik menunggu beberapa menit selama operasi daripada harus<br />
membawa pasien kembali ke kamar operasi untuk mengatasi hematoma yang terinfeksi.<br />
2. Jaga jangan sampai diseksi flap kulit terlalu tipis agar tidak berlubang<br />
3. Identifikasi nervus thoracicus longus sangat penting untuk mencegah terangkatnya skapula; juga<br />
nervus thoracodorsalis harus diidentifikasi dan dipertahankan agar tidak menyebabkan kelumpuhan<br />
latissimus dorsi.<br />
4. Jika anda mendapatkan tekanan berlebihan ketika menutup kulit, anda harus lebih mengerok flap<br />
kulit, karena tekanan berlebihan bisa menyebabkan nekrosis. Jika kulit penutup kurang, pertimbangkan<br />
split skin graft.<br />
5. Opsi untuk rekonstruksi dini harus dibicarakan dengan pasien sebelum operasi.<br />
41
4 MASTEKTOMI SUBKUTAN<br />
PAYUDARA<br />
Indikasi<br />
Ginekomastia<br />
Persiapan<br />
Angkat flap superior dengan diseksi anatara kulit<br />
dan jaringan payudara. Saat puting susu<br />
didekati, buat suatu titik pemotongan dengan<br />
sudut 45 o untuk mencakup sebagian besar<br />
jaringan duktus.<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong><br />
Prosedur<br />
Lakukan insisi lengkung pada kulit di bagian inferior<br />
payudara (submammary)<br />
Gbr 4.14<br />
Gbr 4.13<br />
Setelah eksisi duktus selesai, kembali ke diseksi<br />
jaringan subkutan di atas puting susu. Ketika<br />
semua kulit telah dipisah dari massa payudara,<br />
lakukan diseksi ke arah bawah sampai fasia<br />
yang menutupi pectoralis mayor dijumpai.<br />
Sekarang jaringan payudara bisa diangkat.<br />
Masukkan retraktor Langenbeck untuk<br />
menginspeksi rongga dan memungkinkan<br />
penghentian perdarahan dengan diatermi.<br />
Masukkan suction drain dan tutup kulit. Kenakan<br />
penutup luka dengan tekanan (pressure dressing).<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Jaringan payudara tidak selalu mudah untuk<br />
dibedakan dari lemak subkutan, sehingga<br />
jangan mengangkat terlalu banyak.<br />
2. Biasanya sedikit jaringan duktus di bawah<br />
puting susu dipertahankan untuk<br />
menghindari distorsi bentuk.<br />
3. Jangan khawatir dengan rupa awal setelah<br />
operasi karena remodelling akan banyak<br />
terjadi pada bulan-bulan berikutnya.<br />
4. Untuk ginekomastia yang besar, kombinasi<br />
eksisi dan liposuction mungkin lebih sesuai.<br />
42
MIKRODOKEKTOMI 4<br />
Indikasi<br />
Discharge bercampur darah yang keluar terus<br />
menerus dari satu muara duktus pada puting<br />
susu<br />
susu sepanjang garis probe, yang mengitari<br />
muara duktus.<br />
PAYUDARA<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong> atau lokal<br />
Prosedur<br />
Pencet payudara dan daerah puting susu sampai<br />
keluar setetes discharge.<br />
Discharge<br />
Gbr 4.16<br />
Insisi di atas probe<br />
Lepaskan kulit areola dari jaringan payudara di<br />
bawahnya kira-kira 1 cm pada masing-masing<br />
sisi probe dan eksisi segmen payudara yang<br />
berisi probe dengan bantuan gunting, mulai dari<br />
belakang muara duktus dan lanjutkan ke dalam<br />
payudara.<br />
Insisi di atas probe<br />
Gbr 4.15<br />
Muara duktus dikanulasi dengan menggunakan<br />
probe lakrimal dan biarkan probe di tempatnya<br />
dengan menggunakan jahitan ukuran 3/0 yang<br />
telah dijalankan melalui kulit sepanjang muara<br />
duktus.Buat insisi radial ke dalam kulit puting<br />
susu.<br />
Diseksi di<br />
belakang<br />
duktus<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Tutup puting susu dengan plaster transparan<br />
selam 24 jam sebelum operasi akan<br />
membantu melokalisir discharge.<br />
2. Jangan masukkan probe terlalu kuat karena<br />
bisa salah jalan<br />
3. Pressure dressing akan membantu<br />
mencegah pembentukan hematoma<br />
Gbr 4.17<br />
Hentikan perdarahan dengan diatermi dan<br />
dekatkan jaringan payudara dengan jahit<br />
terputus dengan benang serap. Tutup insisi kulit<br />
dengan jahit subkutis dengan benang serap.<br />
43
4 EKSISI DUKTUS MAYOR-OPERASI HADFIELD<br />
PAYUDARA<br />
Indikasi<br />
1. Discharge berdarah atau bening dari satu<br />
atau lebih duktus pada wanita usia di atas<br />
40 tahun<br />
2. Ektasia duktus dengan discharge yang<br />
cukup untuk menimbulkan rasa malu atau<br />
tidak nyaman bagi pasien.<br />
Cengkeram jaringan duktus dan potong di dekat<br />
permukaan bawah puting susu.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong><br />
Prosedur<br />
Duktus diakses melalui insisi periareolar karena<br />
mudah dan efeknya baik terhadap kosmetik.<br />
Gbr 4.19<br />
Hentikan perdarahan sebelum pembuluh darah<br />
tertarik. Periksa apakah eksisi lengkap dengan<br />
membalikkan puting susu dan menyisir setiap<br />
duktus yang tersisa dengan gunting.<br />
Gbr 4.18<br />
Perdalam insisi melalui jaringan subkutan. Ikat<br />
semua pembuluh darah dengan benang serap.<br />
Bidang yang tepat untuk diseksi terletak antara<br />
lobulus lemak daripada payudara dan areola,<br />
sehingga anyaman pembuluh darah di bawah<br />
kulit terjaga. Naikkan areola dengan kait untuk<br />
memaparkan sistem duktus utama, kemudian<br />
jalankan suatu forsep arteri lengkung di belakang<br />
puting susu. Ini membuat terowongan.<br />
Pokok penting<br />
1. Jangan perluas insisi lebih dari 180 o<br />
karena risiko nekrosis nipple tinggi<br />
Gbr 4.20<br />
Tutup kulit dengan jahit terputus benang serap<br />
ukuran 4/0. Suction drain mungkin diperlukan.<br />
44
INSISI DAN DRAINASE ABSES PAYUDARA 4<br />
Indikasi<br />
Abses payudara<br />
Persiapan<br />
Jika rongga sangat besar, insisi kedua bisa<br />
dibuat untuk drainase pus secara terpisah. Pada<br />
kasus ini drain bisa dimasukkan melalui satu<br />
insisi dan keluar melalui insisi lainnya.<br />
PAYUDARA<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong><br />
2. Antibiotik intravena pada induksi<br />
3. Posisi terlentang<br />
Prosedur<br />
Tentukan bagian abses yang paling berfluktuasi.<br />
Tentukan pusat insisi radial di atas abses dan<br />
insisi ke dalam rongga abses. Siapkan swab<br />
untuk pus dan ambil dan kirim sampel untuk<br />
pemeriksaan biakan dan sensitivitas.<br />
Gbr 4.22<br />
Tutup luka dengan verban serap (absorbent<br />
dressing) dan beri penyangga dengan kutang<br />
yang pas.<br />
Gbr 4.21<br />
Masukkan sebuah jari ke dalam rongga dan<br />
pastikan semua lokulasi telah dipecah.<br />
Rongga abses bisa diisi dengan alginate dressing<br />
atau drain bisa dibiarkan in situ.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Jika abses terbukti disertai kerusakan jaringan,<br />
misal iskemia kulit. Lakukan drainase dini<br />
karena jika tidak bisa terjadi cacat menetap.<br />
2. Sebaiknya dilakukan biopsi pada semua kasus<br />
sehingga suatu karsinoma inflamatorik tidak<br />
akan luput terdeteksi<br />
3. Jika pasien memperlihatkan tanda-tanda<br />
iskemik dari sepsis atau ada selulitis, antibiotik<br />
harus diteruskan pada masa pasca operasi.<br />
4. Aspirasi atau drainase perkutan berulang kali<br />
di bawah tuntunan ultrasonografi sekarang<br />
telah berhasil menyembuhkan banyak abses<br />
payudara.<br />
45
5<br />
GASTROINTESTINAL<br />
ATAS<br />
47
5 ESOFAGO-GASTRODUODENOSKOPI<br />
GASTROINTESTINAL ATAS<br />
Indikasi<br />
Diagnostik<br />
Evaluasi gejala-gejala gastrointestinal atas<br />
Terapeutik<br />
1. Injeksi varises/ulkus yang berdarah<br />
2. Memasukkan pipa makanan, misal PEG<br />
(percutaneous endoscopic gastrostomy)<br />
3. Memasukkan luminal stent<br />
4. Dilatasi struktura esofagus<br />
Prosedur<br />
Sebelum mulai, penting untuk membiasakan diri<br />
dengan penanganan alat, termasuk<br />
pengendalian ujung endoskop maupun fasilitas<br />
pencuci dan aspirasi.<br />
Tempatkan mouthguard untuk melindungi<br />
endoskop. Masukan skop dengan pengamatan<br />
langsung untuk tertap berada di tengah. Minta<br />
pasien menelan ketika mereka merasakan<br />
tekanan dari skop.<br />
Esofagus<br />
Persiapan<br />
1. Prosedur biasanya dilakukan dengan sedasi<br />
intravena atau anestesi topikal ke orofaring<br />
2. Pemantauan konstan terhadap saturasi<br />
oksigen<br />
3. Posisi lateral dekubitus kiri, menghadap<br />
dokter <strong>bedah</strong><br />
Majukan endoskop perlahan, sambil<br />
mempertahankan alat di tengah. Insuflasi<br />
dengan udara bila dibutuhkan untuk<br />
mengembangkan esofagus agar jelas terlihat.<br />
Penting untuk memeriksa seluruh keliling<br />
esofagus dengan seksama untuk menyingkirkan<br />
lesi mukosa.<br />
Patokan pertama adalah kompresi ekstraluminal<br />
yang disebabkan bronkus sinistra dan arcus<br />
aorta. Gastro-esophageal junction terletak kirakira<br />
38-40 cm dan ditandai oleh perubahan<br />
warna dan gambaran kasar karena peralihan<br />
mukosa. Batas hiatus esofagus bisa ditentukan<br />
dengan meminta pasien menarik napas dalam,<br />
karena ini menyebabkan hiatus menekan dinding<br />
esofagus.<br />
48<br />
Gbr 5.1
ESOFAGO-GASTRODUODENOSKOPI 5<br />
Lambung<br />
Putar ujung endoskop sekeliling aksis saat ujung<br />
masuk ke dalam lambung sehingga<br />
memungkinkan visualisasi dinding anterior dan<br />
posterior serta sebagian besar kurvatura minor<br />
dan mayor.<br />
Pada akhir inspeksi luruskan skop sebelum<br />
menarik ke esofagus. Volume air yang ditiup<br />
untuk visualisasi menyebabkan rasa mual dan<br />
tidak nyaman bagi pasien, sehingga penting<br />
untuk membuang udara sebelum menarik skop<br />
pada akhir prosedur.<br />
GASTROINTESTINAL ATAS<br />
Gbr 5.3<br />
Mengambil spesimen jaringan<br />
Gbr 5.2<br />
Jalankan terus endoskop ke arah prepilorus.<br />
Identifikasi pilorus dan posisikan skop tepat di<br />
atas pilorus. Ketika pilorus relaksasi majukan<br />
skop ke dalam duodenum dan lakukan inspeksi<br />
mukosa dengan seksama.<br />
Setelah selesai memeriksa duodenum, tarik skop<br />
melalui pilorus. Lakukan perasat ‘J’ untuk<br />
memvisualisasi kardia, fundus dan bagian atas<br />
dari kurvatura minor dan mayor. Untuk<br />
melakukan ini, putar skop ke arah kurvatura<br />
mayor dan tekuk (angulasi) ujung endoskop 180 o<br />
ke atas.<br />
Perlahan-lahan tarik skop sambil melakukan<br />
rotasi ujungnya sehi ngga memungkinkan<br />
visualisasi struktur proksimal. Anda bisa yakin<br />
bahwa perasat ini selesai ketika anda<br />
memvisualisasi endoskop sedang memasuki<br />
lambung<br />
Lesi mukosa yang diidentifikasi selama<br />
endoskopi bisa dibiopsi dengan menggunakan<br />
forsep cangkir yang dimasukkan melalui port<br />
samping dari skop. Biopsi bisa dikerjakan untuk<br />
pemeriksaan histologis atau ditempatkan pada<br />
media biakan untuk H. pylori.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Pemantauan pasien sangat penting,<br />
khususnya bila pasien diberi sedasi<br />
2. Pemasukan endoskop dengan perlahan dan<br />
teliti dengan inspeksi seksama terhadap<br />
permukaan mukosa esofagus dan lambung<br />
sangat kritis. Penanganan yang kasar bisa<br />
mengakibatkan trauma mukosa dan<br />
perdarahan sehingga menghambat<br />
visualisasi lengkap.<br />
3. Biopsi dari beberapa tempat perlu dilakukan<br />
pada semua lesi yang mencurigai.<br />
49
5 PERCUTANEOUS ENDOSCOPIC GASTROSTOMY<br />
GASTROINTESTINAL ATAS<br />
Indikasi<br />
Dukungan nutrisi enteral jangka panjang bila<br />
asupan makanan oral tidak mungkin, misal<br />
setelah Cerebrovascular Accident.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi lokal ke kulit dan anestesi topikal<br />
ke orofaring.<br />
Prosedur<br />
Titik optimal untuk gastrostomi biasanya<br />
ditunjukkan oleh suatu titik sepertiga jarak dari<br />
pinggir iga (pada garis mid-klavikula) ke<br />
umbilikus.<br />
Suatu metode alternatif untuk memastikan posisi<br />
yang sesuai adalah mematikan semua lampu<br />
kamar operasi dan melihat hanya dengan lampu<br />
endoskop.<br />
Hati<br />
Skop<br />
Iga<br />
Lambung<br />
Kolon<br />
Gbr 5.5<br />
Buat sebuah insisi kecil pada kulit dinding abdomen<br />
dan masukkan jarum trokar dengan<br />
inspeksi langsung ke dalam lambung. Jalankan<br />
lipatan benang nilon melalui trokar dan ambil<br />
benang dengan snare atau forsep biopsi melalui<br />
gastroskop.<br />
Gbr 5.4<br />
Titik gastrostomi<br />
(2 cm dari arcus costa)<br />
Masukkan gastroskop dan lakukan insuflasi<br />
untuk mengembangkan lambung. Kerjakan<br />
pemeriksan endoskopik lengkap daripada<br />
lambung. Tekan dinding abdomen dengan<br />
sebuah jari di titik untuk gastrostomi. Jika tidak<br />
ada organ di antara lambung dan dinding abdomen,<br />
maka akan terjadi indentasi yang dilihat<br />
melalui endoskop. Jika pandangan ini tidak jelas,<br />
kolon transversum mungkin menghambat<br />
rencana prosedur gastrostomi.<br />
Gbr 5.6<br />
Snare<br />
Tarik gastroskop dan snare, sambil menarik<br />
benang nilon melalui mulut.<br />
50
PERCUTANEOUS ENDOSCOPIC GASTROSTOMY 5<br />
GASTROINTESTINAL ATAS<br />
Gbr 5.7<br />
Ikat pipa gastrostomi ke benang nilon, dan tarik<br />
kembali ke dalam lambung, sampai keluar<br />
melalui dinding abdomen. Fiksasi pipa<br />
gastrostomi dengan cakram.<br />
Gbr 5.8<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Jika anda tidak yakin apakah ada organ lain di antara lambung dan dinding abdomen, maka pilih<br />
posisi alternatif untuk gastrostomi.<br />
2. Cakram difiksasi ketat selama 48 jam untuk mencegah bergesernya gastrostomi<br />
3. Tinggalkan gastrostomi untuk drainase selama 24 jam. Setelah itu baru pemberian makan dimulai.<br />
4. Endoskopi ulangan setelah prosedur tidak diperlukan.<br />
51
5 GASTROENTEROSTOMI<br />
GASTROINTESTINAL ATAS<br />
Indikasi<br />
1. Stenosis pilorus karena jaringan parut atau<br />
tumor<br />
2. Sebagai alternatif daripada piloroplasti<br />
setelah vagotomi<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong><br />
2. Pipa nasogastrik<br />
3. Profilaksis antibiotik<br />
4. Profilaksis anti-DVT -stockings, heparin.<br />
5. Kateter urin<br />
6. Posisi terlentang<br />
Dengan menggunakan diatermi potong, buat<br />
insisi 5 cm pada jejunum, kemudian lakukan insisi<br />
dengan panjang sama pada lambung.<br />
Prosedur<br />
Gbr 5.10<br />
Seluruh tebal lambung dan jejunum<br />
dijahit<br />
Gastroenterostomi anterior<br />
Melalui insisi median bagian atas, angkat<br />
mesokolon transversum dan identifikasi jejunum<br />
proksimal saat jejunum mulai kelihatan dari<br />
ligamen Treitz. Bawa loop jejunum proksimal di<br />
sekeliling kolon transversum dan omentum<br />
mayus sehingga jejunum terletak sepanjang<br />
dinding anterior lambung. Buat anastomosis sisi<br />
ke sisi, yang dimulai dengan jahitan kontinyu<br />
seromuskular antara lambung dan jejunum<br />
dengan menggunakan benang yang dapat<br />
diserap (benang serap).<br />
Dengan menggunakan benang serap berujung<br />
rangkap, tempatkan jahitan (stitch) pertama<br />
melalui seluruh tebal dinding posterior lambung<br />
dan jejunum pada titik tengah anstomosis. Ikat<br />
benang sehingga kedua ujung setara. Kemudian<br />
lanjutkan anastomosis dinding posterior dengan<br />
<strong>teknik</strong> full-thickness over-and-over sampai anda<br />
mencapai sudut.<br />
Gbr 5.11<br />
52<br />
Gbr 5.9<br />
Jahitan seromuskular posterior<br />
Kerjakan prosedur sama dengan arah<br />
berlawanan sampai dicapai sudut. Untuk sudutsudut,<br />
lanjutkan cara yang sama, yaitu dari dalam<br />
keluar dan dari luar ke dalam.<br />
Lanjutkan anastomosis aspek anterior dengan<br />
menggunakan jahitan kontinyu full thickness,<br />
sampai dua pertiga panjang benang bertemu di<br />
gasris tengah. Setelah mengikat benang, anastomosis<br />
anterior diselesaikan dengan jahitan<br />
seromuskular. Benang yang sama yang<br />
digunakan untuk jahitan seromuskular posterior<br />
bisa digunakan untuk ini, dan ketika selesai<br />
benang diikat diujungnya.
GASTROENTEROSTOMI 5<br />
Biasanya tidak dibutuhkan drain. Tutup luka<br />
seperti menutup laparotomi median.<br />
Gastroenterostomi posterior<br />
Bebaskan omentum mayus dari curvatura mayor<br />
lambung sepanjang 10 cm untuk memungkinkan<br />
akses ke bursa omentalis. Angkat kolon<br />
transversum dan buat jendela 7 cm pada dasar<br />
mesokolon ke bagian kiri dari vasa colica media,<br />
dan pada tempat di mana tidak ada<br />
persilangan pembuluh darah. Identifikasi<br />
lengkung jejunum seperti halnya untuk<br />
gastroenterostomi anterior dan lewatkan<br />
lengkung usus melalui jendela sehingga terletak<br />
di dalam bursa omentalis. Pakai forsep lunak ke<br />
bagian proksimal jejunum sebagai marker dan<br />
awas jangan sampai jejunum terpuntir selama<br />
manipulasi.<br />
Lakukan anastomosis antara lambung dan jejunum<br />
dengan menggunakan <strong>teknik</strong> yang sama<br />
seperti pada pendekatan anterior.<br />
Setelah anastomosis selesai, kembalikan kolon<br />
transversum ke posisi semula serta tarik sedikit<br />
secara perlahan-lahan lengkung jejunum melalui<br />
jendela mesokolon tadi sehingga anastomosis<br />
terlihat. Tempatkan beberapa jahitan terputus<br />
dengan benang serap antara pinggir mesokolon<br />
dan lambung.<br />
Ikat pinggir mesokolon ke lambung<br />
GASTROINTESTINAL ATAS<br />
Gbr 5.13<br />
Biasanya tidak dibutuhkan drain. Tutup luka<br />
seperti pada laparotomi median.<br />
Gbr 5.12<br />
Pokok-pokok penting<br />
Gastrojejunostomi posterior<br />
1. Pendekatan anterior merupakan opsi lebih mudah; akan tetapi tidak begitu fisiologis dibanding<br />
gastroenterostomi posterior dan lebih cenderung terjadi obstruksi.<br />
2. Periksa dengan seksama segmen usus yang digunakan dan pastikan segmen ini tidak terpuntir.<br />
3. Gastroenterostomi harus isoperistaltik, artinya peristalsis di puncak lengkung(loop) harus dari<br />
kanan ke kiri.<br />
4. Usahakan hemostasis yang baik, khususnya pada sisi lambung dari anastomosis.<br />
53
5 OPERASI UNTUK PERFORASI TUKAK PEPTIK<br />
GASTROINTESTINAL ATAS<br />
Indikasi<br />
Perforasi akut dari duodenum<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong><br />
2. Pipa nasogastrik<br />
3. Profilaksis antibiotik<br />
4. Profilaksis anti-DVT- stockings, heparin<br />
5. Kateter urin<br />
6. Posisi terlentang<br />
Prosedur<br />
Dapatkan sehelai omentum yang bisa<br />
digerakkan ke titik perforasi; letakkan omentum<br />
tersebut menutupi perforasi dan ikat longgar<br />
benang jahit ke puncak omentum.<br />
Jahitan jangan terlalu kencang<br />
Melalui laparotomi median atas, identifikasi<br />
lambung dan telusuri ke distal sampai duodenum.<br />
Perforasi biasanya dijumpai pada permukaan<br />
anterior dari bagian pertama duodenum.<br />
Identifikasi perforasi dan masukkan tiga benang<br />
jahit serap melalui duodenum pada kedua sisi<br />
perforasi.<br />
Gbr 5.15<br />
Bilas rongga peritoneum dengan seksama untuk<br />
membuang sisa makanan dan tutup seperti pada<br />
laparotomi.<br />
Gbr 5.14<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Jangan ikat omentum terlalu kuat, karena bisa<br />
nekrosis.<br />
2. Jika tidak terbukti ada perforasi di permukaan<br />
anterior, mobilisir permukaan posterior<br />
lambung. Jika didapatkan tukak lambung yang<br />
perforasi, lakukan biopsi karena mungkin saja<br />
ini tukak ganas. Jika perforasi kecil tutup<br />
dengan cara sama seperti pada tukak duodenum.<br />
Jika tukak berukuran besar dan rapuh,<br />
dibutuhkan gastrektomi parsial.<br />
54
Indikasi<br />
OPERASI UNTUK PERDARAHAN TUKAK PEPTIK 5<br />
Perdarahan dari tukak yang gagal memberi<br />
respon terhadap pengobatan konservatif atau<br />
endoskopik.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong><br />
2. Pipa nasogastrik.<br />
3. Profilaksis antibiotik.<br />
4. Kateter urin.<br />
5. Posisi terlentang.<br />
Masukkan pipa penyedot ke dalam lumen duodenum<br />
untuk mengidentifikasi titik perdarahan,<br />
yang biasanya terlihat di dinding posterior.<br />
Mungkin ada baiknya menyumpal pilorus dengan<br />
swab untuk mencegah darah menyembur dari<br />
lambung sehingga menggangu pandangan.<br />
Masukkan benang ukuran 1 di bawah arteri<br />
gastroduodenalis yang berjalan di belakang<br />
duodenum.<br />
GASTROINTESTINAL ATAS<br />
Prosedur<br />
Setelah abdomen dibuka melalui insisi median,<br />
anda akan menjumpai lambung mengalami<br />
distensi karena darah dan usus halus terlihat<br />
abu-abu karena adanya darah di dalam lumen.<br />
Masukkan dua benang ‘tinggal’ dalam dinding<br />
duodenum dan buka duodenum secara longitudinal.<br />
Gbr 5.17<br />
Ambil agak dalam<br />
Kait agak dalam agar bisa menjangkau arteri,<br />
tetapi jangan terlalu dalam karena saluran<br />
empedu terletak berdekatan. Ikat benang kuatkuat<br />
dan pastikan perdarahan telah berhenti.<br />
Lepas swab kasa dan evakuasi benkuan darah<br />
dari lambung. Bergantung pada derajat parut<br />
duodenum yang ditimbulkan oleh tukak, anda<br />
bisa berlanjut ke piloroplasti atau<br />
gastroenterostomi.<br />
Biasanya tidak diperlukan drain. Tutup luka<br />
seperti pada laparotomi median.<br />
Gbr 5.16<br />
Pokok-pokok penting<br />
Jika anda tidak bisa mengidentifikasi sumber<br />
perdarahan di duodenum, curigai sumber di<br />
lambung. Perlebar insisi ke arah proksimal<br />
untuk mencari patologi yang tak terdiagnosis<br />
sebelumnya, misal tukak lambung, erosi atau<br />
varises.<br />
55
5 KOLESISTEKTOMI LAPAROSKOPIK<br />
GASTROINTESTINAL ATAS<br />
Indikasi<br />
1. Batu empedu simtomatik yang menyebabkan<br />
kolesistitis, kolik bilier atau pankreatitis.<br />
2. Mukokel atau empiema kandung empedu.<br />
3. Kolesistitis tanpa batu<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong><br />
2. Pipa nasogastrik<br />
3. Profilaksis antibiotik<br />
4. Profilaksis anti-DVT –stockings, heparin<br />
5. Kateter urin atau mikturasi terakhir dicatat<br />
6. Posisi terlentang pada meja sinar-X yang<br />
dilengkapi dengan penguat citra (image intensifier).<br />
Jika fasilitas skrining tidak<br />
tersedia, penting bahwa pasien berada<br />
dalam posisi tepat dengan ujung iga ke 9<br />
berada di atas pertengahan kaset dan krista<br />
iliaka pada pinggir film (Gambar 5.18).<br />
7. Periksa instrumen –pastikan instrumen<br />
dalam keadaan baik termasuk, jarum Veress<br />
tajam dengan mesin suction/irigasi yang<br />
berfungsi.<br />
Prosedur<br />
Tempatkan pasien dalam posisi Trendelenberg<br />
terbalik untuk memindahkan usus halus menjauhi<br />
panggul. Persiapkan seperti untuk laparoskopi<br />
dan masukkan trokar umbilikus.<br />
Tempatkan trokar-trokar yang lain sebagaimana<br />
diperlihatkan<br />
10 mm<br />
5 mm<br />
5 mm<br />
56<br />
Trendelenburg dengan berputar ke lateral kiri<br />
untuk menggerakan omentum dari kuadran<br />
leteral kanan.<br />
Arcus costa di<br />
pertengahan film<br />
Gbr 5.18<br />
Crista iliaca di<br />
pinggir film<br />
10 mm<br />
Gbr 5.19<br />
Masukkan trokar epigastrik berdiameter 10 mm<br />
di bawah inspeksi langsung, tepat di sebelah<br />
kanan garis tengah berseberangan dengan<br />
pertengahan pinggir iga (costal margin). Sering<br />
ada manfaat daripada menempatkan trokar di<br />
kanan ligamen falsiformis untuk memudahkan<br />
akses instrumen. Tempatkan dua kanula 5 mm<br />
di kanan linea aksilaris anterior kanan dan linea<br />
mid-klavikula. Posisi-posisi ini bisa bervariasi<br />
menurut anatomi pasien. Port ke 5 mungkin<br />
diperlukan pada pasien gemuk atau pada pasien<br />
dengan lobus Riedel. Sekarang ubah posisi<br />
pasien ke posisi<br />
Genggam kandung empedu dengan instrumen<br />
lateral 5 mm dan tarik ke arah kranial. Gunakan<br />
pemegang kedua berukuran 5 mm untuk<br />
menahan korpus kandung empedu selama<br />
diseksi.
KOLESISTEKTOMI LAPAROSKOPIK 5<br />
Dengan menggunakan forseps diseksi 5 mm,<br />
misal Petelin atau Maryland, kupas peritoneum<br />
yang menutupi fundus kandung empedu dan<br />
perlebar diseksi melalui duktus sistikus ke trigonum<br />
Calot. Lakukan diseksi duktus sistikus<br />
dengan menggunakan pemegang mid-klavikula<br />
untuk mengungkit kandung empedu ke arah<br />
kranial sehingga membuat jendela untuk diseksi.<br />
Arteri sistikus<br />
Setelah menjepit fundus kandung empedu dan<br />
arteri sistikus, masukkan trokar jarum panjang<br />
dengan kanula di bawah inspeksi langsung.<br />
Buat sebuah insisi kecil di duktus sistikus dan<br />
masukkan kanula. Stabilkan kanula dengan<br />
penekanan ringan menggunakan klip. Naikkan<br />
sisi kiri meja 10-15 derajat sehingga saluran<br />
empedu tidak tumpang tindih dengan vertebra<br />
GASTROINTESTINAL ATAS<br />
Duktus sistikus<br />
Gbr 5.21<br />
Gbr 5.20<br />
Jangan memotong, menjepit atau diatermi setiap<br />
struktur sebelum anatomi jelas terlihat. Jangan<br />
melakukan diseksi pertemuan duktus sistikus<br />
dan duktus koledukus. Diseksi tumpul hampir<br />
selalu memadai dan diatermi harus dihindarkan<br />
jika mungkin pada tahap ini (lihat bagian tentang<br />
diatermi pada Bab 1).<br />
Kolangiografi operatif<br />
lumbal. Intensifikasi citra lebih disukai karena<br />
port sering tidak jelas dan bisa bergeser oleh<br />
operator.<br />
Jika ada batu, pikirkan alternatif : teruskan<br />
dengan laparoskopi, kolesistektomi, ERCP,<br />
eksplorasi laparsokopik daripada saluran<br />
empedu, atau tukar dengan kolesistektomi<br />
terbuka.<br />
Ada silang pendapat tentang pengerjaan rutin<br />
dari kolangiografi. Namun, pada situasi di mana<br />
anatomi tidak jelas, harus tersedia fasilitas,<br />
sehingga dibutuhkan <strong>teknik</strong> yang aman dan<br />
konsisten.<br />
57
5 KOLESISTEKTOMI LAPAROSKOPIK<br />
GASTROINTESTINAL ATAS<br />
Setelah kolangiografi selesai, jepit dan potong<br />
duktus sistikus.<br />
Gbr 5.22<br />
Gunakan mesin suction/irigasi untuk<br />
mempertahankan viabilitas.<br />
Jika anda menusuk kandung empedu dan batu<br />
tumpah, kumpulkan. Mungkin perlu untuk<br />
memasukkan kantung disposable untuk<br />
menampung batu sehingga meminimalkan<br />
tumpahan.<br />
Gunakan irigasi dengan salin yang telah diberi<br />
heparin untuk memudahkan pengangkatan<br />
bekuan. Kandung empedu bisa diangkat melalui<br />
port umbilikal ataupun epigastrik. Pengangkatan<br />
melalui port epigastrik tidak menyebabkan<br />
terhalangnya visualisasi. Drain bisa dimasukkan<br />
melalui port 5 mm dan bisa ditaruh langsung ke<br />
dalam liver bed.<br />
Golden rule adalah diseksi harus sedekat<br />
mungkin dengan kandung empedu untuk<br />
menghindari setiap efek yang disebabkan<br />
kelainan anatomi.<br />
Kandung empedu sekarang bebas untuk<br />
dipisahkan dari hati (liver bed). Ini bisa dikerjakan<br />
dengan diseksi tumpul atau tajam, dengan<br />
diatermi atau diseksi air ultrasonik. Usahakan<br />
selalu dekat dengan kandung empedu untuk<br />
menghindari perdarahan berlebihan dari hati.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Pasien dengan risiko tinggi batu duktus<br />
koledukus harus diidentifikasi sebelum<br />
kolesistektomi laparoskopik dan menjalani<br />
ERCP terelebih dulu.<br />
2. Kolesistektomi laparoskopik sebaiknya<br />
dihindarkan pada pasien yang sedang<br />
mendapat antikoagulan.<br />
3. Kolesistektomi laparoskopik sebaiknya<br />
dihindarkan jika pada ultrasonografi dicurigai<br />
adanya keganasan kandung empedu.<br />
4. Jika kandung empedu tegang dan distensi,<br />
dekompresi perlu dikerjakan untuk membantu<br />
cengkeraman.<br />
5. Ada sejumlah variasi anatomis penting<br />
daripada suplai arteri maupun drainase<br />
empedu. Jadi hati-hati dalam mengidentifikasi<br />
semua struktur sebelum memotongnya. Jika<br />
ada keraguan tentang anatomi atau komplikasi<br />
perdarahan, rujuk ke ahli <strong>bedah</strong> digestif atau<br />
alihkan segera ke prosedur terbuka.<br />
58<br />
Gbr 5.23
KOLESISTEKTOMI TERBUKA 5<br />
Indikasi<br />
1. Sama seperti kolesistektomi laparoskopik.<br />
2. Adanya kontraindikasi untuk kolesistektomi<br />
laparoskopik<br />
3. Prosedur laparoskopik gagal.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong>.<br />
2. Pipa nasogastrik.<br />
3. Profilaksis antibotik<br />
4. Profilaksis anti-DVT – stockings, heparin<br />
5. Kateter urin jika ikterus<br />
6. Posisi terlentang pada meja sinar-X yang<br />
dilengkapi dengan penguat citra (image intensifier)<br />
Potong dan ikat ligamen falsiformis dan lakukan<br />
laparotomi. Jalankan sebuah tangan di lobus<br />
kanan hati untuk memasukkan udara karena ini<br />
membantu pemaparan. Gunakan handuk abdomen<br />
yang hangat dan lembab untuk<br />
membungkus kolon dan lambung dari medan<br />
penglihatan. Hati ditarik perlahan-lahan untuk<br />
mengoptimalkan pemaparan. Tempatkan forsep<br />
spons pada fundus dan forsep kedua pada<br />
Hartmann’s pouch. Pegang instrumen pada<br />
tangan anda yang tidak-dominan dan dengan<br />
hati-hati potong peritoneum di atas duktus<br />
sistikus.<br />
GASTROINTESTINAL ATAS<br />
Prosedur<br />
Opsi-opsi untuk insisi mencakup Kocher klasik,<br />
mini-Kocher, paramedian, median atau transversal<br />
kanan atas. Penulis menganjurkan yang<br />
terakhir.<br />
Untuk insisi melintang, kerjakan insisi kulit dan<br />
jaringan subkutan. Kemudian potong fasia rectus<br />
anterior pada garis insisi kulit. Masukkan<br />
forsep besar di belakang rektus untuk menarik<br />
swab. Swab ini akan melindungi lapisan-lapisan<br />
dalam. Gunakan diatermi untuk memotong otot.<br />
Jaga untuk mengidentifikasi semua pembuluh<br />
darah sebelum pembuluh ini tertarik ke dalam<br />
ujung-ujung otot yang terpotong.<br />
Gbr 5.25<br />
Dengan hati-hati sayat peritoneum di atas duktus<br />
Jauhkan jaringan adventisia dari duktus sistikus<br />
dengan menggunakan pledget dan dengan<br />
lembut jalankan ujung forsep di bawahnya.<br />
Gbr 5.26<br />
Benang jahit<br />
Gbr 5.24<br />
Memotong rektus<br />
59
5 KOLESISTEKTOMI TERBUKA<br />
GASTROINTESTINAL ATAS<br />
Potong lembar posterior dari peritoneum dan<br />
dengan hati-hati jalankan benang serap di<br />
belakang duktus.<br />
Jika duktus sistikus tidak mungkin dikanulasi, ikat<br />
benang distal dan dengan hati-hati masukkan<br />
jarum 25-G ke dalam duktus koledukus.<br />
Ungkit sisi kiri meja ke atas kira-kira 10 – 15<br />
derajat, sehingga tidak menonjolkan saluran<br />
empedu di atas vertebra. Periksa pasien sambil<br />
menyuntikkan 10 ml zat warna radiopak.<br />
Identifikasi, ikat dan potong arteri sistikus saat<br />
melintasi trigonum Calot.<br />
Posisi normal dari<br />
arteri sistikus<br />
Gbr 5.27<br />
Sayatan daun<br />
posterior dari<br />
peritoneum<br />
Pertemuan antara duktus sistikus dan duktus<br />
koledukus sekarang terlihat jelas. Setelah anda<br />
bisa melakukan inspeksi dengan jelas, duktus<br />
sistikus boleh diikat. Tempatkan ikatan proksimal<br />
sedekat mungkin ke kandung empedu dan<br />
benang kedua beberapa milimeter sebelah distal<br />
dari ini. Jika akan dilakukan kolangiografi,<br />
benang distal harus ditempatkan tetapi tidak<br />
diikat.<br />
Kolangiografi operatif<br />
Masukkan kateter kolangiogram melalui sebuah<br />
insisi kecil di duktus sistikus dan sekali telah<br />
berada dalam posisinya lakukan pengikatan.<br />
Gbr 5.29<br />
Lakukan diseksi kandung empedu menjauhi hati<br />
dengan menggunakan gunting atau diatermi.<br />
Jangan tergoda untuk menggunakan jari untuk<br />
diseksi tumpul karena ini meninggalkan<br />
permukaan yang mudah berdarah. Lebih baik<br />
meninggalkan serosa daripada memotong ke<br />
dalam parenkima hati.<br />
Selalu dekat ke<br />
kandung<br />
empedu<br />
60<br />
Gbr 5.28<br />
Gbr 5.30
KOLESISTEKTOMI TERBUKA 5<br />
Eksplorasi duktus koledukus<br />
Jika diidentifikasi batu, maka ini harus diangkat.<br />
Tempatkan benang-benang tinggal dalam<br />
dinding duktus koledukus dan buat insisi longitudinal<br />
antara benang-benang tersebut tepat di<br />
atas duodenum.<br />
Tes patensi pipa T dengan menyuntikkan sedikit<br />
salin. Setelah selesai, tutup duktus dengan<br />
jahitan terputus dan benang serap.<br />
Gbr 5.33<br />
Test untuk kebocoran<br />
GASTROINTESTINAL ATAS<br />
Gbr 5.31<br />
Batu kecil bisa disembur keluar dengan bantuan<br />
salin yang dimasukkan melalui kateter kecil.<br />
Gbr 5.32<br />
Membilas batu<br />
Batu yang lebih besar membutuhkan kateter<br />
Fogarty atau forsep Desjardin. Periksa dengan<br />
koledoskop bahwa semua batu telah diekstraksi.<br />
Bila saluran bersih dan ada aliran zat kontras<br />
ke duodenum, masukkan pipa T ke dalam<br />
saluran empedu dan keluarkan melalui dinding<br />
abdomen.<br />
Perdarahan bisa dihentikan dengan penggunaan<br />
diatermi. Jika sedikit darah masih menyembur<br />
maka sekeping Kaltrostat bisa ditempatkan pada<br />
liver bed. Bila perdarahan berhenti, tempatkan<br />
suction drain dalam fossa kandung empedu dan<br />
tutup luka.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Rahasia untuk memaparkan pertemuan<br />
duktus sistikus dan duktus koledukus adalah<br />
memberi tegangan pada duktus sistikus.<br />
Saat operasi berlangsung, pandangan bisa<br />
diperbaiki dengan mengubah posisi forsep.<br />
2. Jangan memotong atau mengikat sampai<br />
anda yakin dengan kejelasan struktur<br />
anatomi.<br />
3. Pemasukan ujung forsep arteri ke dalam<br />
duktus sistikus akan membuat lebih mudah<br />
untuk kanulasi.<br />
4. Jika sedang dilakukan kolangiogram, hatihati<br />
hangan memasukkan udara, karena<br />
gelembung udara sukar dibedakan dari batubatu<br />
kecil.<br />
5. Jika anda tidak bisa mengangkat/<br />
mencongkel batu yang terbenam dalam<br />
duktus koledukus, kerjakan duodenotomi<br />
dan sfingterektomi atau koledokoduodenostomi.<br />
Sebagai alternatif, ini bisa<br />
dilakukan pasca operasi dengan ERCP.<br />
6. Suatu <strong>teknik</strong> alternatif yang berguna pada<br />
kasus dengan struktur anatomi yang sulit,<br />
adalah diseksi retrograd dari kandung<br />
empedu. Ini membebaskan kandung<br />
empedu sehingga memungkinkan evaluasi<br />
seksama terhadap anatomi dan<br />
meninggalkan ligasi pembuluh darah<br />
sebagai langkah akhir.<br />
61
5 SPLENEKTOMI<br />
GASTROINTESTINAL ATAS<br />
Indikasi<br />
1. Elektif : - Kelainan hematologis<br />
- Bagian dari <strong>bedah</strong> radikal dari<br />
abdomen atas<br />
- Kista/tumor limpa<br />
- Penentuan stadium limfoma<br />
(jarang dikerjakan)<br />
2. Darurat: - Trauma<br />
Pendekatan terhadap limpa yang ruptur berbeda<br />
dari suatu splenektomi elektif. Pasien yang<br />
mengalami trauma limpa harus ditangani<br />
pertama kali dengan protokol ATLS (advanced<br />
trauma life support) dengan kontrol jalan napas,<br />
pernapasan dan sirkulasi. Bilas peritoneum atau<br />
pemeriksaan radiologis harus digunakan untuk<br />
menilai cedera abdomen sebelum operasi.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong>.<br />
2. Pipa nasogastrik.<br />
3. Profilaksis antibiotik.<br />
4. Profilaksis anti-DVT- stockings, heparin.<br />
5. Posisi terlentang<br />
Prosedur<br />
Bisa digunakan insisi paramedian kiri atas, median,<br />
transversal atau subkostal kiri. Pada kasus<br />
trauma, insisi mediana memungkinkan akses<br />
yang lebih baik ke alat dalam lainnya.<br />
Gbr 5.34<br />
Sekarang geser limpa ke atas dengan tangan<br />
kiri dan perlahan-lahan dorong peritoneum<br />
dengan swab pada stick.. Jaringan terus disapu<br />
dari belakang limpa, saat limpa dibawa ke arah<br />
luar. Kemudian omentum bisa dilepas dari kutup<br />
bawah dengan memotong vasa gastroepiploica<br />
sinsitra antara forsep arteri dan ligasi dengan<br />
benang serap. Pada tahap ini, vasa brevia yang<br />
berjalan dari kutup atas limpa ke lambung melalui<br />
ligamen gastro-lienalis harus diikat dan dipotong<br />
sendiri-sendiri. Jaga untuk tidak merusak<br />
lambung.<br />
Kemudian perhatian dialihkan ke pembuluh<br />
limpa. Jalankan beberapa jari kiri ke sekeliling<br />
hilus dan palpasi cabang-cabang arteri lienalis<br />
saat arteri tersebut memasuki limpa. Dengan ibu<br />
jari pada kauda pankreas untuk melindunginya,<br />
klip dan pisahkan cabang-cabang ini beserta<br />
vena-venanya.<br />
Splenektomi elektif<br />
62<br />
Langkah pertama dan terpenting adalah<br />
memotong ligamen lieno-renalis. Dengan berdiri<br />
di sebelah kanan pasien, dan dengan asisten<br />
menarik perlahan pinggir kiri dari luka operasi,<br />
jalankan satu tangan pada limpa ke bawah<br />
sampai ligamen lieno-renalis. Dengan lembut,<br />
tarik limpa dan potong ligamen lieno-renalis,<br />
mulai dari bagian bawah dan bergerak ke atas<br />
kutup atas dengan menggunakan gunting<br />
dengan gagang panjang.<br />
Gbr 5.35
SPLENEKTOMI 5<br />
Selanjutnya sisa ligamen gastro-lienalis bisa<br />
dipotong. Limpa bisa diangkat dan pembuluhpembuluh<br />
utama diikat rangkap dua, arteri<br />
sebelum vena. Suction drain ditempatkan pada<br />
rongga subfrenik dan dinding abdomen ditutup<br />
lapis demi lapis.<br />
Splenektomi darurat<br />
Pada kasus ruptur limpa, perdarahan massif bisa<br />
mengaburkan inspeksi. Prosedur pertama<br />
adalah mengevakuasi bekuan secara manual<br />
dan dengan bantuan suction. Jalankan tangan<br />
anda ke hilus untuk mengendalikan perdarahan<br />
dengan menekan arteri dan vena lienalis di<br />
antara telunjuk dan ibu jari. Jika perdarahan tidak<br />
berhenti, gunakan klem non-crushing untuk<br />
menjepit hilus. Ini memungkinkan penilaian<br />
terhadap tingkat kerusakan limpa. Jika<br />
tatalaksana konservatif tidak berhasil, maka<br />
harus dilakukan splenektomi formal.<br />
Jika pada laparoskopi perdarahan terlihat<br />
berasal dari laserasi tunggal ini bisa dijahit<br />
(splenorafi). Sebagai alternatif, jika ada avulsi<br />
lengkap atau parsial dari fragmen limpa,<br />
splenektomi parsial bisa dikerjakan dengan<br />
memotong arteri dan vena lienalis yang<br />
memasok kutup bersangkutan. Kemudian<br />
fragmen direseksi dan pinggir dijahit dengan<br />
jahitan matras benang serap. Kecelakaan yang<br />
melepas kapsul, seperti ruptur dari hematoma<br />
subkapsular bisa ditangani dengan aplikasi zat<br />
hemostatik topikal dan membungkus limpa<br />
dengan jala serap (absorbable mesh).<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Limpa harus selalu ditangani dengan<br />
perhatian seksama.<br />
2. Hemostasis adalah vital apapun indikasinya<br />
dari splenektomi<br />
3. Hati-hati untuk tidak merusak pankreas<br />
selama diseksi hilus lienalis<br />
4. Splenunculi tidak jarang dan harus selalu<br />
diangkat kecuali pada kasus trauma.<br />
5. Vaksinasi terhadap Streptococus pneumoniae<br />
dan Hemophilus influenzae B harus<br />
dilaksanakan 6 minggu sebelum operasi untuk<br />
kasus elektif dan sesegera mungkin pada<br />
periode pasca <strong>bedah</strong> pada splenektomi<br />
darurat.<br />
6. Pasien-pasien splenektomi harus selalu<br />
diberikan profilaksis jangka panjang terhadap<br />
sepsis pneumococcus dengan<br />
fenoksimetilpenilisin (250 mg bd)<br />
7. Karena risiko sepsis pasca seplenektomi,<br />
jaringan limpa harus di sebaiknya<br />
dipertahankan bilamana mungkin pada kasus<br />
trauma.<br />
8. Bila limpa besar, operasi dipermudah dengan<br />
ligasi pendahuluan dari arteri lienalis saat<br />
arteri ini berjalan sepanjang pinggir atas<br />
pankreas. Ini cepat mengempeskan limpa.<br />
GASTROINTESTINAL ATAS<br />
Gbr 5.36<br />
63
6<br />
GASTROINTESTINAL<br />
BAWAH<br />
65
6 APENDEKTOMI<br />
GASTROINTESTINAL BAWAH<br />
Indikasi<br />
1. Darurat –apendisitis akut<br />
2. Elektif – apendektomi ‘interval’ setelah terapi<br />
konservatif suatu massa apendiks.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong><br />
2. Antibiotik profilaksis<br />
3. Posisi terlentang<br />
Prosedur<br />
Insisi lazim untuk apendektomi diperlihatkan<br />
pada Gambar 1.1. Insisi klasik dibuat pada titik<br />
McBurney –titik yang diproyeksikan pada dua<br />
pertiga garis antara spina iliaca anterior superior<br />
dengan umbilikus. Insisi dibuat tegak lurus<br />
(90 o ) terhadap garis imajiner ini.<br />
Insisi Lanz ‘4’ memiliki efek lebih baik terhadap<br />
kosmetik, dan dengan menarik kulit ke atas ke<br />
arah pinggir iga sebelum insisi, akan<br />
menghasilkan parut agak ke bawah. Pada pasien<br />
usia setengah baya atau pasien usia lanjut, insisi<br />
transversal rendah atau insisi median harus<br />
dipertimbangkan jika ada keraguan diagnosis.<br />
dengan gunting dan selesaikan pembelahan<br />
dengan menggunakan jari atau sepasang<br />
retraktor untuk memperbesar defek.<br />
Obliqus<br />
externus<br />
Gbr 6.1<br />
Transversus<br />
Abdominis<br />
Tarik peritoneum ke atas dengan dua klip kecil<br />
dan lakukan sayatan dengan scalpel. Semburan<br />
cairan keruh menunjukkan apendisitis.<br />
Peritoneum<br />
Sayat aponeurosis obliqus externus sejajar<br />
dengan serabutnya; ini memaparkan obliqus<br />
internus. Jika anda melakukan insisi terlalu ke<br />
tengah, anda akan melihat fasia rektus. Potong<br />
serabut obliqus internus dengan arah melintang<br />
66<br />
Gbr 6.2<br />
Omentum juga bisa segera terlihat pada<br />
apendisitis akut. Ambil sampel nanah untuk<br />
kultur dan tes kepekaan kuman.<br />
Identifikasi sekum dari taenia dan bawa keluar<br />
luka insisi bersama-sama apendik. Jika<br />
apendik terletak retrosekal atau di dalam<br />
panggul,
APENDEKTOMI 6<br />
congkel keluar dengan telunjuk kanan. Jika<br />
masih tidak mungkin membawa apendik ke arah<br />
luar, perbesar insisi. Ini terbaik dilakukan dengan<br />
memisahkan serat-serat obliqus internus ke arah<br />
lateral dan medial. Pada pasien gemuk fasia<br />
rektus juga bisa diinsisi untuk memungkinkan<br />
paparan yang cukup.<br />
Setelah apendik di bawa ke permukaan, pegang<br />
dengan dua forsep jaringan. Potong mesoapendik<br />
di antara klip arteri, sambil mengikat<br />
pedikel dengan benang serap.<br />
Gunakan jahitan purse string atau ‘Z’ pada dasar<br />
apendik dengan benang serap ukuran 2/0.<br />
Gencet dasar apendik dengan forsep berat dan<br />
ikat ke arah proksimal dengan benang serap<br />
ukuran 0.<br />
Angkat apendik dan tanam puntungnya dengan<br />
mengencangkan jahitan purse string. Dianjurkan<br />
memegang dasar yang telah diikat di bawah<br />
purse string dan dorong ke bawah saat purse<br />
string dikencangkan.<br />
Dorong<br />
GASTROINTESTINAL BAWAH<br />
Mesoapendik<br />
Gbr 6.4<br />
Gbr 6.3<br />
Sedot setiap cairan bebas yang tersisa dan bilas<br />
rongga peritoneum. Tutup dinding abdomen lapis<br />
demi lapis dengan jahitan serap. Gunakan<br />
jahitan kontinyu untuk peritoneum dan dekatkan<br />
obliqus internus dengan jahitan terputus. Tutup<br />
defek di obliqus internus dengan jahitan kontinyu<br />
dan kulit dengan jahitan subkutis.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Jika ada abses dan apendik tak bisa ditemukan, tempatkan suatu drain ke abses dan tutup abdomen.<br />
2. Jika anda dapatkan karsinoma sekum, lakukan hemikolektomi dekstra (lihat halaman 71).<br />
3. Jika apendik normal cari divertikulum Meckel, patologi ginekologi (pada wanita) atau divertikulitis<br />
sigmoid. Jika anda dapatkan masalah ginekologi, konsul ahli kebidanan.<br />
4. Pada anak, perhatikan dengan seksama mesenterium ileal untuk limfadenopati—adenitis mesenterium.<br />
5. Jika benar apendik terletak retrosekal, sekum bisa dimobilisir dengan memisahkannya dari perlekatan<br />
peritoneum lateral seperti untuk hemikolektomi dekstra.<br />
67
6 RESEKSI USUS HALUS<br />
GASTROINTESTINAL BAWAH<br />
Indikasi<br />
1. Iskemia, infark mesenterium, nekrosis<br />
setelah strangulasi suatu pita usus atau hernia.<br />
2. Divertikulitis Meckel<br />
3. Trauma usus halus.<br />
4. Obstruksi usus halus, misal tumor sekunder<br />
atau intususepsi.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong><br />
2. Pipa nasogastrik<br />
3. Antibiotik profilaktik<br />
4. Posisi terlentang.<br />
Prosedur<br />
Melalui insisi median, bawa segmen usus yang<br />
sakit ke arah luka. Lindungi pinggir luka dengan<br />
swab untuk meminimalkan sepsis. Gunakan dua<br />
klem non-crushing untuk menyumbat usus pada<br />
kedua sisi segmen yang sakit.<br />
Garis insisi<br />
Gbr 6.5<br />
68<br />
Dengan hati-hati insisi peritoneum mesenterium<br />
sepanjang garis yang dipilih untuk memotong<br />
pembuluh darah. Cari vasa mesenteri yang<br />
terbungkus dengan transiluminasi mesenterium<br />
dan potong di antara dua forsep arteri, ikat<br />
dengan benang serap.<br />
Tempatkan klem crushing pada sudut 30 o ke usus<br />
dan potong di dekat klem. Ini memungkinkan<br />
perfusi lebih baik dari pinggir anti-mesenterik.<br />
Potong usus dengan pisau dan setelah<br />
mengangkat bagian usus yang sakit, tutup kedua<br />
usus ujung yang telah terpotong dengan swab<br />
yang telah dicelup dengan antiseptik.
Mulai bagian posterior dari anastomosis dengan<br />
memasukkan jahitan kontinyu seromuskular<br />
dengan benang serap.<br />
jahit seromuskular<br />
posterior<br />
RESEKSI USUS HALUS 6<br />
Setelah ini, mulai dari garis tengah jahit seluruh<br />
tebal dinding usus dengan benang serap<br />
berunjung rangkap, jahit ke arah pinggir<br />
mesenterium, kemudian ‘sekeliling sudut’<br />
dengan jahitan satu ujung. Kemudian beralih ke<br />
lapisan kedua dan sempurnakan anastomosis<br />
dengan mengikat kedua ujung jahitan di bagian<br />
tengah depan.<br />
Jahit Connel<br />
GASTROINTESTINAL BAWAH<br />
Gbr 6.7<br />
Gbr 6.6<br />
Selesaikan anastomosis dengan jahitan<br />
seromuskular anterior.<br />
Tutup defek di mesenteri dengan jahitan terputus<br />
benang serap, hati-hati jangan sampai mengenai<br />
arteri mesenterika.<br />
Tutup dinding abdomen seperti pada laparotomi.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Jika kedua ujung usus tidak mudah berdarah, reseksi terus sampai dicapai usus yang sehat.<br />
2. Jika anastomosis yang telah selesai dikerjakan terlihat buram dan tidak membaik setelah beberapa<br />
menit, eksisi lagi dan ulang anastomosis.<br />
3. Jangan tempatkan klem oklusif pada mesenterium.<br />
69
6 DIVERTIKULEKTOMI MECKEL<br />
GASTROINTESTINAL BAWAH<br />
Indikasi<br />
1. Peradangan akut<br />
2. Perdarahan<br />
3. Obstruksi internal karena band<br />
4. Intususepsi<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong><br />
2. Posisi terlentang<br />
3. Pipa nasogastrik<br />
4. Antibiotik profilaktik<br />
Prosedur<br />
Melalui insisi mediana bawa segmen usus yang<br />
berisi divertikulum ke luka insisi dan isolasikan<br />
dari sisa usus lainnya dengan handuk kasa.<br />
Divertikulum sering memiliki pasokan darah yang<br />
menonjol dan harus iidentifikasi dengan<br />
seksama, diikat dan dipotong.<br />
Gunakan dua klem crushing menjepit<br />
divertikulum dan dua klem non crushing menjepit<br />
usus.<br />
Gbr 6.8<br />
Eksisi divertikulun dan tutup defek yang terjadi<br />
dengan menggunakan jahitan serap ukuran 2/0<br />
dengan arah transversal.<br />
Pokok penting<br />
1. Divertikulum yang besar mungkin<br />
memerlukan reseksi usus halus, terutama<br />
jika dasarnya tebal atau abnormal.<br />
70
HEMIKOLEKTOMI DEKSTRA 6<br />
Indikasi<br />
1. Karsinoma sekum atau kolon asenden atau<br />
kolon transversum<br />
2. Penyakit Crohn, divertikulum soliter,<br />
intususepsi<br />
3. Angiodisplasia kolon<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong>.<br />
2. Pipa nasogastrik.<br />
3. Profilaksis antibiotik.<br />
4. Profilaksis anti-DVT –stockings, heparin<br />
5. Kateter urin.<br />
6. Posisi terlentang.<br />
Prosedur<br />
Biasanya dibuat insisi median tetapi insisi transversal<br />
dengan memotong otot pada fossa iliaca<br />
dextra lebih sedikit menimbulkan rasa nyeri dan<br />
sesuai untuk pasien kurus yang menjalani<br />
reseksi lokal.<br />
Sekum dan ileum terminal dimobilisasi dengan<br />
memotong peritoneum lateral dan lanjutkan<br />
mobilisasi searah jarum jam ke atas dan meliputi<br />
omentum gastrokolika dan fleksura hepatika.<br />
Naikkan kolon kanan ke arah luka insisi dan<br />
hapus setiap perlengketan di bagian<br />
posteriornya dengan diseksi tumpul<br />
menggunakan swab bertangkai . Awas pembuluh<br />
gonad, ureter kanan dan duodenum selama<br />
perasat ini.<br />
GASTROINTESTINAL BAWAH<br />
Hati<br />
Duodenum<br />
Ureter<br />
Vasa gonadal<br />
Gbr 6.9<br />
Lakukan transiluminasi dan ikat vasa<br />
mesenterika di dekat pangkalnya di vasa<br />
mesenterika superior, jika operasi ditujukan untuk<br />
tumor. Bawa pembuluh darah yang telah<br />
dipotong ke dinding usus.<br />
71
6 HEMIKOLEKTOMI DEKSTRA<br />
GASTROINTESTINAL BAWAH<br />
Tempatkan klem non-crushing pada kolon<br />
transversum dan ileum dan potong usus di antara<br />
kedua klem ini.<br />
Buka kolon sepanjang taenia dan masukkan<br />
jarum serap seluruh tebal dinding untuk menjahit<br />
dinding posterior daripada anastomosis dengan<br />
jahitan berujung dua. Mulai ke satu arah dan<br />
diteruskan dengan arah lain.<br />
Gbr 6.12<br />
Gbr 6.10<br />
Tutup kolon distal dengan tangan atau<br />
menggunakan mesin staple mekanik dan jahit<br />
melewati garis staple. Dekatkan ileum dan kolon<br />
dan mulai dari dinding posterior dengan<br />
memasukkan jahitan seromuskular.<br />
Teruskan ke bagian depan garis tengah dan ikat<br />
jahitan di depan dan selesaikan dinding anterior<br />
dengan jahitan seromuskular.<br />
Tutup defek mesenterium dan bilas rongga peritoneum.<br />
Tutup luka dengan cara biasa.<br />
Pokok-pokok penting<br />
72<br />
Gbr 6.11<br />
Jahit dibiarkan longgar<br />
1. Jangan lakukan anastomosis usus jika<br />
viabilitasnya diragukan<br />
2. Anastomosis tidak boleh tegang<br />
3. Pastikan adanya ureter dengan memencet<br />
lembut di antara forsep dan amati ureter<br />
menggeliat<br />
4. Prosedur mudah diperluar ke kolon distal jika<br />
perlu seandainya ditemukan patologi pada<br />
saat laparotomi.<br />
5. Metode alternatif untuk anastomosis<br />
mencakup ujung-dengan-ujung (berguna jika<br />
diameter usus sebanding) dan sampingdengan-samping<br />
(paling aman jika viabilitas<br />
usus diragukan). Di samping itu prosedur bisa<br />
diselesaikan sama sekali dengan<br />
menggunakan stapler.<br />
6. Awas jangan sampai mengikat vasa<br />
mesenterika superior.
HEMIKOLEKTOMI SINISTRA 6<br />
Indikasi<br />
1. Karsinoma<br />
2. Penyakit divertikulum<br />
3. Kolitis<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong>.<br />
2. Pipa nasogastrik.<br />
3. Profilaksis antibiotik.<br />
4. Profilaksi anti-DVT – stockings, heparin.<br />
5. Kateter urin.<br />
6. Posisi terlentang.<br />
7. Irigasi di meja jika persiapan mekanik pra<br />
<strong>bedah</strong> tidak mungkin dilakukan.<br />
Prosedur<br />
Dorong mesenterium sigmoid ke arah medial dan<br />
identifikasi vasa gonadal dan ureter kiri saat<br />
menyeberangi pelvic brim. Gunakan swab<br />
bertangkai untuk membebaskan setiap<br />
perlekatan posterior yang mungkin ada.<br />
Lanjutkan dengan arah berlawanan jarum jam<br />
ke kolon transversum.<br />
Kolon sigmoid<br />
Ureter<br />
A. iliaca<br />
externa<br />
GASTROINTESTINAL BAWAH<br />
Masuki rongga peritoneum melalui insisi<br />
mediana. Kepala pasien direndahkan dan isolasi<br />
usus halus dengan menggunakan retraktor.<br />
Mobilisasi kolon dengan memotong sepanjang<br />
‘garis putih Toldt’ dengan diatermi.<br />
Vasa mesenterica inferior<br />
dipotong dekat pangkal<br />
Gbr 6.14<br />
Lakukan transiluminasi mesenterium dan<br />
identifikasi serta ligasi pembuluh darah di dekat<br />
pangkalnya. Ke arah distal ikat pembuluh darah<br />
pada dinding usus<br />
Tempatkan klem non-crushing menjepit rektum<br />
dan usus proksimal dan klem crushing pada titiktitik<br />
reseksi. Lindungi pinggir luka dari<br />
kontaminasi dengan menggunakan swab abdomen<br />
dan taruh swab yang telah dicelup antiseptik<br />
di belakang titik-titik transeksi yang dikehendaki.<br />
Dengan pisau, eksisi segmen kolon yang sakit<br />
dan tutup kedua ujungnya dengan swab<br />
antiseptik.<br />
Distal<br />
Rektum atas<br />
Gbr 6.15<br />
Gbr 6.13<br />
Kolon<br />
Proksimal<br />
73
6 HEMIKOLEKTOMI SINISTRA<br />
GASTROINTESTINAL BAWAH<br />
Anastomosis paling baik diselesaikan dengan<br />
<strong>teknik</strong> lapis-tunggal. Masukkan beberapa jarum<br />
putus dengan benang serap di dinding posterior<br />
dan ketika sudah lengkap ikat berurutan<br />
dengan simpul pada bagian dalam.<br />
Rektum<br />
atas<br />
Distal<br />
Tutup defek mesenterium dan bilas rongga peritoneum.<br />
Pasang suction drain dalam panggul jika<br />
ada sepsis atau jika perdarahan banyak. Tutup<br />
luka seperti untuk laparotomi.<br />
Kolon<br />
Gbr 6.16<br />
Proksimal<br />
Selesaikan dinding anterior dengan cara sama,<br />
kali ini simpul di sebelah luar.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Anastomosis harus bebas tegangan.<br />
Mobilisasi bagian proksimal kolon jika ada<br />
masalah.<br />
2. Jika tumor sigmoid melekat ke dinding<br />
panggul, tumor harus dieksisi radikal dengan<br />
mengangkat jaringan sekitar.<br />
3. Anastomosis primer tidak boleh dikerjakan<br />
jika ada obstruksi usus atau sepsis berat<br />
kecuali telah dilakukan irigasi di meja<br />
operasi. Jika belum ada pengalaman<br />
dengan ini, kerjakan prosedur Hartmann.<br />
4. Jangan tarik ke bawah ketika memobilisasi<br />
kolon transversum, karena bisa merobek<br />
limpa.<br />
5. Sebaiknya bicarakan kemungkinan<br />
pemasangan stoma dengan pasien sebelum<br />
melakukan operasi, terutama jika ada<br />
keraguan tentang patologi kolon yang tepat.<br />
6. Teknik terputus (interupsi) yang tidak<br />
melibatkan mukosa (serosubmukosa) juga<br />
bisa digunakan. Teknik alternatif untuk anastomosis<br />
adalah pendekatan dua lapis yang<br />
mencakup seluruh tebal usus dan lapisanlapisan<br />
seromuskular.<br />
74<br />
Gbr 6.17
OPERASI HARTMANN 6<br />
Indikasi<br />
1. Lesi kolon sigmoid yang mengakibatkan<br />
obstruksi.<br />
2. Lesi kolong sigmoid dengan perforasi.<br />
3. Volvulus kolon sigmoid.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong>.<br />
2. Pipa nasogastrik.<br />
3. Profilaksis antibiotik.<br />
4. Profilaksis anti-DVT –stockings, heparin.<br />
5. Kateter urin<br />
6. Posisi terlentang.<br />
7. Irigasi di meja operasi jika persiapan pra<br />
<strong>bedah</strong> tidak mungkin dikerjakan.<br />
Gunakan lampu teater untuk transiluminasi<br />
mesenterium. Identifikasi, klip dan ligasi vasa<br />
mesenterika.<br />
Jepit usus distal dan proksimal dengan klem noncrushing<br />
pada batas-batas reseksi. Lindungi<br />
pinggir luka dari kontaminasi dengan swab abdomen<br />
dan taruh swab antiseptik di belakang<br />
titik-titik transeksi yang dikehendaki. Dengan<br />
pisau eksisi segmen kolon yang sakit dan tutup<br />
kedua ujung dengan swab antiseptik.<br />
GASTROINTESTINAL BAWAH<br />
Prosedur<br />
Melalui insisi mediana mobilisasi kolon sigmoid<br />
seperti untuk hemikolektomi sinistra. Mulai<br />
dengan memotong peritoneum lateral sepanjang<br />
‘garis putih’ nya, yang harus merupakan bidang<br />
avaskular. Apus mesenterium sigmoid ke arah<br />
medial menggunakan swab bertangkai dan<br />
identifikasi vasa gonadal dan ureter sinistra.<br />
Gbr 6.19<br />
Tutup kolon distal dengan dua lapis jahitan<br />
kontinyu. Sebagai alternatif, mesin potong lurus/<br />
staple bisa digunakan untuk transeksi maupun<br />
menutup usus distal.<br />
Kaitkan jahitan ke<br />
fasia presakral<br />
Vasa gonad<br />
Gbr 6.18<br />
Ureter<br />
Gbr 6.20<br />
75
6 OPERASI HARTMANN<br />
GASTROINTESTINAL BAWAH<br />
Bawa keluar kolon yang terletak proksimal dari<br />
lesi sebagai suatu ujung stoma. Buat insisi<br />
melingkar pada kulit, kira-kira berdiameter 2 cm,<br />
dan perdalam sampai fasia rektus. Palpasi vasa<br />
epigastrika inferior untuk menghindari kerusakan<br />
pada tahap ini.<br />
Bilas rongga peritoneum, pasang suction drain<br />
ke dalam panggul dan tutup dinding abdomen<br />
sebelum menyelesaikan stoma. Taruh handuk<br />
bersih di sekeliling lokasi luka.<br />
Dekatkan kulit dan pingir dinding usus dengan<br />
jahitan putus benang serap. Tempatkan jahitan<br />
pada pinggir lingkaran dengan interval teratur.<br />
Gbr 6.21<br />
Gbr 6.23<br />
Ketika selesai, bilas luka dengan seksama dan<br />
pasang kantong kolostomi.<br />
Buat insisi berbentuk salip di fasia rektus dan<br />
lakukan diseksi tumpul melalui otot ke dalam<br />
rongga peritoneum.<br />
Gbr 6.22<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Jika puntung rektum panjang dan diantisipasi<br />
perlunya re-anastomosis, fiksasi puntung itu<br />
ke dinding abdomen untuk memudahkan<br />
pada operasi kedua.<br />
2. Posisi stoma harus selalu dioptimalkan<br />
sebelum operasi dengan bantuan<br />
stomatherapist.<br />
3. Usus jangan sampai terpuntir atau tegang<br />
ketika mengkonstruksi stoma, karena ini bisa<br />
mengganggu vaskularisasi.<br />
4. Volvulus sigmoid sering berlanjut sebagai<br />
megarektum, sehingga menyulitkan<br />
penutupan puntung rektum.<br />
5. Operasi ini diikuti dengan angka infeksi tinggi.<br />
Bilasan berulang dengan tetrasiklin (1 gr/L)<br />
sepanjang prosedur di samping antibiotik<br />
intravena meminimalkan komplikasi.<br />
76<br />
Tempatkan klem melalui titik stoma dan tangkap<br />
kolon proksimal. Dengan lembut manipulasi usus<br />
melalui dinding abdomen.
PEMBENTUKAN END-COLOSTOMY 6<br />
Indikasi<br />
Kolostomi permanen setelah reseksi abdominoperineal<br />
daripada rektum.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong>.<br />
2. Pipa nasogastrik.<br />
3. Profilaksis antibiotik.<br />
4. Profilaksis anti-DVT –stockings, heparin.<br />
5. Kateter urin.<br />
6. Posisi terlentang.<br />
lateral dari lokasi stoma, karena ini menghasilkan<br />
terowongan yang mengurangi insiden herniasi<br />
stoma.<br />
Diseksi dari titik kolostomi sampai kolon<br />
GASTROINTESTINAL BAWAH<br />
Prosedur<br />
End colostomy selalu dibentuk sebagai bagian<br />
prosedur abdomen mayor. Konstruksi stoma<br />
tidak dimulai sebelum prosedur primer telah<br />
lengkap. End colostomy biasanya dibentuk pada<br />
kuadran kiri bawah. Sebelum membuat insisi<br />
kulit, letakkan beberapa forsep pada pinggir luka<br />
abdomen dan tarik ke arah garis tengah – ini<br />
membantu penempatan yang benar dari luka<br />
kulit.<br />
Cabut kulit dan eksisi suatu diskus diameter 2<br />
cm, lakukan eksisi jaringan berbentuk silinder<br />
sampai ke fasia rektus (Gambar 6.21). Belah<br />
fasia dengan sayatan salip dan dengan diseksi<br />
tumpul melalui otot sejauh peritoneum (Gambar<br />
6.22).<br />
Perbesar defek seperlunya dengan traksi manual<br />
dengan jari. Palpasi vasa epigastrica inferior<br />
untuk menghindari kerusakan atau hematoma.<br />
Praktek yang baik dalam membuat kolostomi<br />
permanen adalah dengan menjalankan kolon<br />
melalui peritoneum pada sebuah titik di bagian<br />
Gbr 6.24<br />
Raih kolon melalui insisi, hati-hati jangan sampai<br />
terpuntir. Pasang enam sampai delapan jahitan<br />
di antara aponeurosis obliqus externus dan kolon<br />
untuk mencegah retraksi atau prolapsus stoma.<br />
Dekatkan kulit dan pinggir dinding usus dengan<br />
jahitan putus benang serap yang ditempatkan<br />
pada posisi jam 3, 6, 9 dan 12. Masukkan jahitanjahitan<br />
lebih lanjut dengan interval teratur.<br />
Gbr 6.25<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Nekrosis dan retraksi bisa dihindarkan dengan meniadakan tegangan, dan suplai darah yang baik<br />
ke ujung kolon.<br />
2. Penentuan lokasi stoma yang baik perlu pada kasus-kasus elektif. Jangan cuci tanda ini sebelum<br />
insisi.<br />
3. Tutup abdomen dan tutup luka sebelum<br />
77
6 PEMBENTUKAN LOOP COLOSTOMY<br />
GASTROINTESTINAL BAWAH<br />
Indikasi<br />
1. Mengistirahatkan (defunctioning) kolon yang<br />
obstruksi.<br />
2. Sebagai pintasan sementara setelah anastomosis<br />
usus distal.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong>.<br />
2. Pipa nasogastrik.<br />
3. Profilaksis antibiotik.<br />
4. Profilaksis anti-DVT-stockings, heparin<br />
5. Katater urin.<br />
6. Posisi terlentang.<br />
Prosedur<br />
Blind loop colostomy tidak lazim dilaksanakan<br />
tanpa laparotomi sekaligus. Namun, keduanya<br />
bisa dikerjakan melalui insisi kecil pada masingmasing<br />
tempat.<br />
Ada dua lokasi utama untuk loop colostomy.<br />
Pertama pada kolon transversum kanan melalui<br />
daerah abdomen kanan atas. Kedua pada kolon<br />
sigmoid di fossa iliaca sinistra.<br />
kateter Foley melalui jendela tersebut. Dengan<br />
traksi lembut pada selang karet, bawa kolon<br />
keluar dari dinding abdomen.<br />
Gbr 6.26<br />
Ketika kolon sudah berada pada posisinya, tukar<br />
karet dengan colostomy bridge.<br />
78<br />
Cubit kulit yang telah ditandai sebelum operasi<br />
dan eksisi lingkaran berdiameter 2 cm ke bawah<br />
sampai fasia rektus (Gambar 6.21).<br />
Buat insisi berbentuk salip pada fasia dan diseksi<br />
otot secara tumpul sampai peritoneum (Gambar<br />
6.22). Gunakan traksi dua-jari untuk<br />
memperbesar defek jika perlu.<br />
Untuk kolostomi transversum, diseksi sebagian<br />
dari omentum mayus menjauhi kolon<br />
transversum dan buka sebuah jendela pada<br />
mesenterium. Jalankan pipa karet lunak, misal<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Sangat penting untuk memberi tanda untuk<br />
lokasi stoma sebelum operasi.<br />
2. Jangan pilih lokasi stoma pada kuadran kiri<br />
atas karena kolon transversum kiri /fleksura<br />
lienalis adalah tempat yang banyak<br />
mengandung suplai arteri.<br />
3. Lepaskan colostomy bridge setelah 7-10 hari.<br />
Gbr 6.27<br />
Buka usus secara longitudinal sepanjang taenia<br />
dengan pisau untuk mengeluarkan gas,<br />
kemudian buka insisi dengan diatermi. Jahit<br />
pinggir stoma ke pinggir kulit dengan<br />
menggunakan jahitan putus benang serap.<br />
Gbr 6.28<br />
Bersihkan kulit dan pasang perlengkapan<br />
kolostomi yang sesuai.
PENUTUPAN LOOP COLOSTOMY 6<br />
Indikasi<br />
1. Memulihkan kontinuitas usus setelah<br />
pengalihan sementara dari jalan keluar<br />
feses.<br />
2. Sebelum operasi penting untuk memeriksa<br />
secara radiologis integritas anastomosis distal<br />
untuk menjamin tidak ada kebocoran atau<br />
stenosis.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong>.<br />
2. Pipa nasigastrik.<br />
3. Profilaksis antibiotik.<br />
4. Profilaksis anti-DVT-stockings, heparin.<br />
5. Kateter urin.<br />
6. Posisi terlentang.<br />
Perdalam insisi dan miring kedalam kearah<br />
kolon, sambil memperhatikan untuk tidak<br />
melanggar dinding usus.<br />
Lanjutkan proses ini sampai kolon bebas.<br />
Eksisi stoma lama dan tutup kolon dengan jahitan<br />
putus seluruh tebal dinding dengan benang<br />
serap 2/0.<br />
GASTROINTESTINAL BAWAH<br />
Prosedur<br />
Buat insisi sekeliling stoma kira-kira 0,5 cm dari<br />
pinggir mukokutan. Tempatkan forsep pada<br />
pinggir ini dan tarik ke atas.<br />
Gbr 6.30<br />
Tutup lapisan otot dinding abdomen dengan<br />
jahitan terputus non-serap dan jahitan terputus<br />
untuk kulit.<br />
Gbr 6.28<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Mobilisasi adekuat sangat penting; jika perlu<br />
perlebar insisi kulit untuk membebaskan lebih<br />
banyak kolon.<br />
2. Penutupan end colostomy tidak lazim kecuali<br />
dibentuk sebagai bagian dari prosedur<br />
Hartmann; dalam hal ini pembalikan dari<br />
prosedur Hartmann perlu dilakukan oleh<br />
konsultan <strong>bedah</strong> digestif.<br />
3. Mutlak perlu bahwa jaringan dinding kolon yang<br />
digunakan untuk penutupan adalah lunak dan<br />
elastis untuk menghindari kebocoran. Eksisi<br />
semua jaringan yang berbenjol dan edema.<br />
79
6 PEMBENTUKAN END ILEOSTOMY<br />
GASTROINTESTINAL BAWAH<br />
Indikasi<br />
Sebagai stoma permanen setelah kolektomi total.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong>.<br />
2. Pipa nasogastrik.<br />
3. Profilaksis antibiotik.<br />
4. Profilaksis anti-DVT-stockings, heparin.<br />
5. Kateter urin<br />
6. Posisi terlentang.<br />
Prosedur<br />
End ileostomy selalu dikonstukruksi berbarengan<br />
dengan panproktokolektomi dan biasanya<br />
dibentuk pada fossa iliaca dekstra.<br />
Setelah mengeksisi kolon, pastikan ileum<br />
dibersihkan dari mesenteriumnya untuk<br />
beberapa sentimeter dan ileum sendiri viabel.<br />
Buat insisi kulit berbentuk lingkaran berdiameter<br />
2 cm pada lokasi yang sesuai, di atas<br />
pertengahan luar otot rektus, dan teruskan insisi<br />
ke bawah sampai fasia rektus (Gambar 6.21)<br />
Hindari vasa epigastrica inferior.<br />
Buat insisi berbentuk salip pada fasia dan<br />
gunakan diseksi tumpul untuk memotong serabut<br />
otot sampai ke peritoneum (Gambar 6.22).<br />
Tempatkan forsep jaringan melalui lubang stoma<br />
dan cengkeram ileum. Sambil berhati-hati agar<br />
tidak memuntir usus, perlahan-lahan manipulasi<br />
keluar melalui dinding abdomen.<br />
Gbr 6.31<br />
80
PEMBENTUKAN END ILEOSTOMY 6<br />
Jahit serosa dan mesenterium ileum ke dinding<br />
abdomen anterior untuk menutup defek<br />
mesenterium dan mencegah herniasi internal.<br />
Bilas rongga peritoneum, pasang suction drain<br />
dan tutup dinding abdomen. Letakkan handuk<br />
bersih di sekitar luka.<br />
Penting untuk memastikan bahwa anda telah<br />
mendapat 6-8 cm ileum menonjol dari permukaan<br />
kulit sehingga memungkinkan pembuatan spout.<br />
Masukkan delapan benang (anchoring sutures)<br />
antara ileum dan aponeurosis obliqus externus<br />
untuk mencegah prolapsus stoma ; kemudian<br />
dekatkan kulit dan pinggir dinding usus dengan<br />
jahitan terputus benang serap.<br />
Gbr 6.32<br />
GASTROINTESTINAL BAWAH<br />
Everting suture (Jahitan terbalik)<br />
Gbr 6.33<br />
Anchoring suture<br />
Setelah selesai, kenakan peralatan ileostomi<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Panjang ideal dari spout adalah 2-3 cm. Jika ileum yang telah dibalik (everted) jelas lebih panjang<br />
dari ini, gunting sedikit ileum dan bentuk ulang spout ini.<br />
2. Komplikasi pembuatan stoma meliputi herniasi, prolapsus dan retraksi yang <strong>umum</strong>nya disebabkan<br />
oleh <strong>teknik</strong> <strong>bedah</strong> yang buruk, sehingga hal ini bisa diminimalkan (namun tidak bisa dihindarkan)<br />
dengan memperhatikan detil.<br />
3. Ileum terminal memiliki fungsi penyerapan yang penting, jadi jika perlu reseksi usahakan sedikit<br />
mungkin.<br />
81
6 PEMBENTUKAN LOOP ILEOSTOMY<br />
GASTROINTESTINAL BAWAH<br />
Indikasi<br />
Loop ileostomy lebih disukai daripada loop colostomy<br />
dalam mengistirahatkan (defunction)<br />
anastomosis kolorektal.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong>.<br />
2. Pipa nasogastrik.<br />
3. Profilaksis antibiotik.<br />
4. Profilaksis anti-DVT-stockings, heparin<br />
5. Kateter urin<br />
6. Posisi terlentang.<br />
Prosedur<br />
masukkan selang karet melalui lubang tersebut.<br />
Gbr 6.34<br />
Loop ileostomy dibentuk setelah reseksi kolon<br />
dan anastomosis kolorektal distal atau kolo-anal,<br />
sehingga hampir selalu dilaksanakan laparotomi.<br />
Buat insisi melintang pada tempat yang telah<br />
ditentukan sebelum operasi, biasanya pada<br />
kuadran kanan bawah.<br />
Insisi kulit berbentuk lingkaran berdiameter 2 cm<br />
pada lokasi yang sesuai, di atas pertengahan<br />
luar otot rektus, dan teruskan insisi ke bawah<br />
sampai fasia rektus (Gambar 6.21)<br />
Buat insisi berbentuk salip pada fasia dan<br />
gunakan diseksi tumpul untuk memotong serabut<br />
otot sampai ke peritoneum (Gambar 6.22).<br />
Pilih suatu lengkung (loop) ileum yang akan<br />
mencapai lokasi stoma tanpa tegangan dan beri<br />
tanda bagian proksimal dari loop dengan<br />
benang. Buat lubang pada mesenteriumnya dan<br />
Masukkan forsep jaringan melalui lubang stoma<br />
dan pegang ileum. Perlahan-lahan bawa ileum<br />
keluar dinding abdomen dengan hati-hati agar<br />
usus tidak terpuntir. Sementara ini dikerjakan,<br />
ganti selang karet dengan ileostomy bridge.<br />
Gbr 6.35<br />
82<br />
Selesaikan prosedur primer dengan membilas<br />
rongga peritoneum, pasang suction drain dan<br />
tutup dinding abdomen. Taruh handuk bersih di<br />
sekitar luka.
PEMBENTUKAN LOOP ILEOSTOMY 6<br />
Buka ileum dengan menyayat separuh lingkaran<br />
usus, dengan menggunakan diatermi pada suatu<br />
titik 2 cm dari permukaan kulit di bagian distal<br />
loop.<br />
Pasang tiga atau empat jahitan putus benang<br />
serap untuk fiksasi sisi stoma yang tidak<br />
berfungsi ke kulit, dan enam sampai delapan<br />
jahitan pada sisi yang berfungsi.<br />
GASTROINTESTINAL BAWAH<br />
Ujung aktif<br />
Gbr 6.36<br />
Bentuk spout ileum pada bagian proksimal dari<br />
loop dengan memasukkan sepasang forsep<br />
jaringan ke dalam lumen dan dengan lembut<br />
cengkeram mukosa. Dengan forsep diseksi,<br />
seacara hati-hati kupas usus kebelakang sampai<br />
spout ileum terbentuk.<br />
Gbr 6.38<br />
Kenakan peralatan ileostomi.<br />
Pokok-pokok penting.<br />
Gbr 6.37<br />
1. Perhatikan untuk membalik (eversi) loop<br />
proksimal yang berfungsi, bukan loop distal<br />
yang tidak berfungsi. (Catatan: eversi adalah<br />
mengubah/membalik permukaan dalam<br />
keluar)<br />
2. Jangan lakukan rotasi lebih dari 90 o ketika<br />
menarik melalui dinding abdomen.<br />
3. Coba eversi ileum 2-3 cm untuk membantu ahli<br />
terapi stoma.<br />
83
6 PENUTUPAN LOOP ILEOSTOMY<br />
GASTROINTESTINAL BAWAH<br />
Indikasi<br />
Memulihkan kontinuitas usus setelah pengalihan<br />
sementara dari jalan keluar feses.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong>.<br />
2. Pipa nasogastrik.<br />
3. Profilaksis antibiotik.<br />
4. Profilaksis anti-DVT-stockings, heparin<br />
5. Kateter urin<br />
6. Posisi terlentang.<br />
Prosedur<br />
Perdalam insisi untuk membebaskan ke dua<br />
bagian ileum terminal dari mucocutaneous junction.<br />
Mobilisasi stoma mulai dengan cara sama seperti<br />
penutupan kolostomi. Buat insisi sekeliling stoma<br />
kira-kira 0,5 cm dari pinggir mukokutan.<br />
Gbr 6.40<br />
Gbr 6.39<br />
84
PEMBENTUKAN LOOP ILEOSTOMY 6<br />
Dalam menyambung kedua bagian (limb),<br />
usahakan tidak mempersempit ileum yang sudah<br />
kecil kalibernya. Oleh karena itu, <strong>teknik</strong> stapling<br />
lebih disukai untuk menghasilkan anastomosis<br />
samping-dengan samping.<br />
Dengan menggunakan stapler linier kaitkan<br />
kedua limb dengan hati-hati tanpa melibatkan<br />
mesenterium.<br />
GASTROINTESTINAL BAWAH<br />
Gbr 6.41a<br />
Gbr 6.41 b<br />
Tutup dan eksisi mucocutaneous junction yang<br />
lama dengan menembakkan mesin potong/stapling<br />
pada kedua ujung ileum yang terbuka.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Selalu check integritas anastomosis sebelum<br />
mempertimbangkan penutupan ileostomi.<br />
2. Jangan mempersempit lumen atau merusak<br />
vasa mesenterica ketika menembakkan mesin<br />
stapling.<br />
Gbr 6.42<br />
Tutup Dinding abdomen dengan jahitan putus<br />
benang non-serap, dan kulit dengan jahitan<br />
subkutis terputus atau kontinyu dengan benang<br />
serap.<br />
85
7<br />
ANAL/ PERIANAL<br />
87
7 PROKTOSKOPI DAN SIGMOIDOSKOPI<br />
ANAL/ PERIANAL<br />
Indikasi<br />
Proktoskopi dan sigmoidoskopi adekuat<br />
diperlukan sebelum melaksanakan prosedur<br />
perianal. Ini bisa dikerjakan dalam setting rawatjalan<br />
atau di kamar operasi jika pasien<br />
dijadwalkan untuk operasi selanjutnya.<br />
Persiapan<br />
Sigmoidoskop lebih panjang dan digunakan<br />
untuk memeriksa rektum yang lebih proksimal,<br />
tetapi jarang sekali ini bisa dilakukan pada setting<br />
rawat jalan. Sigmoidoskop dilengkapi<br />
dengan pompa udara dari karet yang<br />
memungkinkan inflasi dinding rektum. Biopsi bisa<br />
dicapai dengan melepas jendela pada ujung<br />
sigmoidoskop dan memasukkan forsep panjang<br />
di bawah penglihatan langsung.<br />
1. Posisi lateral kiri.<br />
Prosedur<br />
Proktoskop dan sigmoidoskop bisa terbuat dari<br />
bahan logam (bisa dipakai ulang) atau plastik<br />
(disposable) dan dimasukkan bersamaan<br />
dengan obturatornya.<br />
Proktoskop dilengkapi oleh lampu yang berguna<br />
untuk menginspeksi saluran anus dan<br />
mendiagnosis hemoroid. Banding dan<br />
penyuntikan hemoroid bisa dikerjakan melalui<br />
proktoskop.<br />
Gbr. 7.1<br />
Gbr 7.2<br />
Lakukan pemeriksaan rektum dengan lembut<br />
dengan tujuan diagnosis dan menilai apakah<br />
anus nyeri tekan.<br />
Kemudian tempatkan alat pada sfingter dan<br />
tunggu sampai sfingter relaksasi sebelum<br />
memasukkan alat. Jangan paksa bila ada<br />
tahanan karena ini bisa menyebabkan rasa nyeri<br />
hebat.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Selalu check sambungan dan sumber lampu sebelum melakukan prosedur.<br />
2. Jangan coba pemeriksaan di bagian rawat-jalan jika anda mencurigai suatu fisura ani. Pada keadaan<br />
demikian, lakukan pemeriksaan di bawah pembiusan.<br />
3. Jangan over-inflasi rektum, karena bisa menimbulkan nyeri. Juga ketika skop dilepas, pakaian anda<br />
bisa kena semburan!<br />
4. Pemeriksaan dengan sigmoidoskop lentur lebih disukai jika ada, karena memungkinkan visualisasi<br />
ke bagian kolon yang lebih proksimal.<br />
5. Pasien idealnya diberikan microlax /enema fosfat ketika mereka datang pertama kali di klinik, agar<br />
ketika pemeriksaan mukosa bisa diinspeksi lebih jelas.<br />
88
Indikasi<br />
Banding hemoroid dikerjakan pada hemorid<br />
derajat satu dan dua.<br />
Persiapan<br />
Posisi lateral kiri<br />
BANDING HEMOROID 7<br />
Cengkeram massa hemoroid melalui bagian<br />
tengah alat banding dan ikat pada dasar<br />
hemoroid.<br />
ANAL/ PERIANAL<br />
Prosedur<br />
Setelah melakukan pemeriksaan sigmoidoskopi<br />
lengkap, tempatkan proktoskop pada saluran<br />
anus. Tarik proktoskop perlahan-lahan sampai<br />
terlihat massa hemoroid<br />
Gbr 7.4<br />
Prosedur serupa bisa dilakukan dengan suction<br />
bander.<br />
Dua atau tiga massa hemoroid bisa diikat pada<br />
satu kunjungan rawat jalan.<br />
Gbr 7.3<br />
Banding bisa dicapai dengan suction bander atau<br />
dengan Baron’s bander. Baron’s bander tidak<br />
membutuhkan asisten untuk memegang<br />
proktoskop.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Konseling pasien penting dan jelaskan bahwa<br />
prosedur ini bisa menimbulkan nyeri<br />
sesudahnya,<br />
2. Jangan tempatkan band terlalu dekat ke linea<br />
dentata karena anda bisa tanpa sengaja<br />
menyertakan mukosa yang sensitif dan<br />
menimbulkan nyeri hebat.<br />
3. Retensi urin bisa terjadi, dan jika band<br />
ditempatkan terlalu superfisial, nyeri hebat<br />
bisa menyusul sehingga membutuhkan<br />
pelepasan band.<br />
4. Biasanya band keluar spontan kira-kira<br />
seminggu kemudian<br />
5. Laksatif harus diberikan untuk mencegah<br />
konstipasi.<br />
89
7 INJEKSI HEMOROID<br />
ANAL/ PERIANAL<br />
Indikasi<br />
1. Hemoroid derajat satu atau derajat dua kecil.<br />
2. Prolapsus kecil dari mukosa.<br />
Persiapan<br />
Posisi lateral kiri<br />
Massa hemoroid divisualisasi dan disuntikkan<br />
fenol 5% atau polidocanol (Aethoxysklerol) ke<br />
dasar benjolan sampai jaringan superfisial<br />
memutih, karena ini merupakan petunjuk bahwa<br />
penyuntikan pada dataran yang tepat.<br />
Prosedur<br />
Tempatkan proktoskop pada saluran anus.<br />
Gbr 7.5<br />
Kira-kira 3 ml bisa disuntikkan ke dalam setiap tempat<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Peringatkan pasien sebelumnya bahwa prosedur bisa nyeri dan mereka mungkin mengamati banyak<br />
darah keluar setelah prosedur.<br />
2. Jangan menyuntik terlalu dekat dengan linea dentata karena bisa menyebabkan nyeri hebat.<br />
3. Mulai dengan benjolan paling kecil sehingga setiap perdarahan tidak akan menghalangi penglihatan.<br />
4. Periksa kembali setelah 6 minggu dan ulangi penyuntikan pada hemoroid yang tersisa.<br />
90
Indikasi<br />
Hemoroid eksterna (derajat tiga).<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong>.<br />
2. Posisi litotomi.<br />
HEMOROIDEKTOMI 7<br />
Dengan menggunakan diseksi tumpul dan tajam,<br />
dorong jaringan subkutan ke arah saluran anus<br />
sampai serabut sfinter interna terlihat.<br />
Transfiksi dan ikat benjolan dengan benang<br />
serap, yang meninggalkan ujung-ujung benang<br />
untuk membantu identifikasi pada kasus<br />
perdarahan.<br />
ANAL/ PERIANAL<br />
Prosedur<br />
Sebelum mengerjakan hemoroidektomi, periksa<br />
pasien dengan seksama dan visualisasi saluran<br />
anus dan rektum dengan proktoskop. Pastikan<br />
posisi massa hemoroid dengan memasukkan<br />
swab kasa kering ke dalam saluran anus dan<br />
tarik perlahan-lahan.<br />
Gunakan forsep lengkung ke kulit perianal tepat<br />
di sisi luar mucocutaneous junction pada posisi<br />
jam 3, 7, dan 11, berhadapan dengan massa<br />
hemoroid pertama. Tarik forsep-forsep ini agar<br />
massa hemoroid jelas terlihat dan jepit masingmasing<br />
dengan forsep. Mulai dari benjolan di<br />
posisi jam 7, masukkan telunjuk ke rektum sambil<br />
menahan klip di telapak tangan. Mulai diseksi<br />
dengan insisi kulit di dekat hemoroid berbentuk<br />
‘U’<br />
Gbr 7.7<br />
Titik-titik perdarahan kecil bisa diatasi dengan<br />
diatermi. Ulangi prosedur yang sama untuk<br />
benjolan-benjolan lainnya, sehingga<br />
meninggalkan jembatan kulit yang tegas.<br />
Gbr 7.8<br />
Gbr 7.6<br />
Insisi keliling hemoroid<br />
Pokok-pokok penting<br />
Pada akhir prosedur tinggalkan kasa yang telah<br />
diberi jel petrolatum lunak atau ‘seaweed dressing’<br />
pada saluran anus.<br />
Pasien akan mengluarkan swab tersebut setelah<br />
24 jam.<br />
1. Selalu lakukan sigmoidoskopi sebelum prosedur sekalipun orang lain telah melakukannya.<br />
2. Usahakan anda tidak terlalu radikal dengan eksisi; tinggalkan jembatan mukokutan untuk mencegah<br />
stenosis. Jika bentuknya seperti ‘clover’ berarti ‘the trouble is over’; jika terlihat seperti dahlia maka<br />
ini berarti gagal.<br />
3. Berikan pelunak feses setelah operasi.<br />
4. Perdarahan harus selalu dihentikan sebelum meninggalkan kamar operasi, karena darah yang keluar<br />
dari titik-titik perdarahan yang luput terdeteksi bisa banyak.<br />
91
7 SFINGTEREKTOMI INTERNAL LATERAL<br />
ANAL/ PERIANAL<br />
Indikasi<br />
Fisura ani kronik<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong><br />
2. Posisi litotomi.<br />
Dengan scalpel bermata kecil, insisi kulit sambil<br />
menjaga mata pisau antara kulit dan sfinter<br />
interna. Putar scalpel untuk membawa pinggir<br />
potongan ke arah sfinter dan insisi ke linea<br />
dentata. Setiap serabut yang tersisa bisa dirusak<br />
dengan tekanan jari.<br />
Prosedur<br />
Pertama, lakukan pemeriksaan standar termasuk<br />
proktoskopi dan sigmoidoskopi untuk<br />
memastikan diagnosis karena ini mungkin belum<br />
dikerjakan pada setting rawat-jalan (nyeri).<br />
Masukkan retraktor anus yang memiliki dua<br />
katup dan palpasi pinggi bawah dari sfingter internal<br />
pada posisi jam 3.<br />
Gbr 7.10<br />
Sfingterektomi dengan pisau<br />
Suntik tempat insisi dengan bupivicaine 0,25%.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Sebagian fisura ani membaik dengan<br />
penatalaksanaan konservatif dengan krem<br />
gliseril trinitrat dan pelunak feses.<br />
2. Setelah operasi pasien memerlukan pelunak<br />
feses.<br />
3. Ingatkan pasien akan kemungkinan<br />
inkontinensia flatus yang berlangsung<br />
sementara.<br />
4. Peregangan anus tidak direkomendasikan lagi<br />
dewasa ini.<br />
Gbr 7.9<br />
92
EKSISI FISTULA ANI 7<br />
Indikasi<br />
1. Fistula dengan discharge persisten.<br />
2. Pembentukan abses rekuren yang bertalian<br />
dengan fistula.<br />
Persiapan<br />
Seandainya probe berjalan superfisial , fistula<br />
bisa dieksisi. Jika saluran terletak dalam, fistula<br />
bersifat kompleks .<br />
Untuk mengeksisi fistula, lakukan sayatan pada<br />
probe dan jika perlu potong serabut luar dari<br />
sfingter interna.<br />
ANAL/ PERIANAL<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong>.<br />
2. Posisi litotomi atau posisi ‘prone jack-knife’<br />
Prosedur<br />
Lakukan pemeriksaan lengkap dan<br />
sigmoidoskopi untuk melihat muara interna<br />
daripada fistula. Jalankan probe perlahan-lahan<br />
ke dalam muara external daripada fistula dan<br />
catat arah dan kedalaman yang dilalui probe.<br />
Ingat hukum Goodsall dalam menilai arah suatu<br />
saluran.<br />
Pectinate line<br />
Gbr 7.12<br />
Pangkas setiap kulit yang tergantung di kedua<br />
sisi fistula untuk merangsang penyembuhan<br />
dengan granulasi.<br />
Transversal<br />
Garis anus<br />
Kenakan kasa alginat untuk membantu hemostasis.<br />
Anal orifice<br />
Cincin anorektal<br />
Gbr 7.11<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Jika pasien mengidap fistula rekuren, pikirkan<br />
penyakit Crohn dan jangan eksisi jaringan<br />
terlalu banyak.<br />
2. Kirim setiap jaringan yang dieksisi untuk<br />
pemeriksaan histologi.<br />
3. Pada fistula letak tinggi, masukkan selang<br />
nilon untuk membantu drainase.<br />
93
7 EVAKUASI HEMATOMA PERIANAL<br />
ANAL/ PERIANAL<br />
Indikasi<br />
Hematoma simtomatik.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi lokal lebih disukai tetapi pada<br />
pasien yang cemas mungkin dibutuhkan<br />
anestesi <strong>umum</strong>.<br />
2. Posisi leteral kiri<br />
Buat insisi 1 cm pada permukaan hemoroid dan<br />
keluarkan bekuan.<br />
Prosedur<br />
Suntikan 5 ml lignokain 1% dengan adrenalin<br />
ke dalam kulit sekitar hematoma.<br />
Gbr 7.14<br />
Eksisi setiap kelebihan kulit untuk mengurangi<br />
risiko pembentukan skin tag.; kemudian biarkan<br />
luka sembuh.<br />
Gbr 7.13<br />
Pokok penting<br />
Resepkan bulking agent untuk mencegah<br />
konstipasi selama proses penyembuhan.<br />
94
ABSES PERIANAL 7<br />
Indikasi<br />
Abses perianal yang menonjol keluar. Abses<br />
ischiorektal mengarah jauh dari pinggir anus dan<br />
diatasi dengan cara serupa.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong>.<br />
2. Posisi litotomi.<br />
Prosedur<br />
Lakukan pemeriksaan proktoskopi dan inspeksi<br />
muara fistulan interna. Insisi abses dan buat<br />
insisi berbentuk salip kira-kira 2 cm.<br />
Eksisi setiap kelebihan kulit dan dengan jari<br />
pecahkan setiap lokulus abses. Kirim pus dan<br />
kulit untuk biakan dan pemeriksaan histologi.<br />
Bungkus luka dengan kasa alginat.<br />
ANAL/ PERIANAL<br />
Gbr 7.15<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Jika anda mendapatkan fistula, jangan coba<br />
eksisi saat itu juga, karena anatomi sukar<br />
dinilai jika ada sepsis.<br />
2. Jika pus berasal dari tempat jauh di atas dari<br />
levator ani, ini perlu ditangani oleh ahli <strong>bedah</strong><br />
digestif.<br />
3. Fistula bisa didiagnosis dengan USG anorektal<br />
jika tidak terlihat secara visual.<br />
95
7 EKSISI SINUS PILONIDAL<br />
ANAL/ PERIANAL<br />
Indikasi<br />
Sinus pilonidal persisten atau rekuren.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong>.<br />
2. Posisi lateral kiri (atau prone jack-knife)<br />
dengan bokong dipisahkan dengan strap.<br />
Prosedur<br />
Masukkan probe ke dalam sinus dan nilai jumlah<br />
dan arah saluran, Buat insisi elips yang<br />
mencakup semua lubang.<br />
Gbr 7.16<br />
Perdalam insisi sampai fasia sakralis dan eksisi<br />
jaringan secara blok.<br />
Gunakan diatermi untuk hemostasis. Eksisi<br />
setiap saluran yang jauh melalui insisi bterpisah.<br />
Hanya sinus-sinus kecil yang tidak purulen harus<br />
ditutup lapis demi lapis. Yang lainnya harus<br />
dibungkus dengan seaweed dressing.<br />
Setelah 48 jam, dressing bisa diganti dengan<br />
silastic foam yang bisa ditangani sendiri oleh<br />
pasien.<br />
96<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Anjurkan pasien untuk membebaskan daerah<br />
ini dari rambut dengan mencukur.<br />
2. Penyembuhan yang berlarut-larut bisa<br />
disebabkan oleh sepsis. Gunakan swab yang<br />
telah dicampur dengan antibiotik.<br />
3. Prosedur alternatif adalah mengeksisi sinus<br />
dan menurup defek<br />
4. Flap rotasi juga bisa digunakan.
8<br />
VASKULAR<br />
97
8 VENA VARIKOSA (VARISES)<br />
VASKULAR<br />
Indikasi<br />
1. Varises simtomatik, dengan inkompetensi<br />
sapheno-femoral atau sapheno-popliteal.<br />
2. Kosmetik.<br />
3. Membantu penyembuhan ulkus varikosa.<br />
Telusuri vena saphena magna dan<br />
percabangannya ke sapheno-femoral junction.<br />
Identifikasi, ligasi dan potong semua<br />
percabangan, Arteri pudenda external superficial<br />
selalu dijumpai; jika perlu ini bisa dipotong.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong>.<br />
2. Posisi terlentang untuk saphena magna dan<br />
telungkup untuk saphena parva dengan<br />
posisi Trendelenburg untuk ikatan tinggi.<br />
3. Persiapkan tungkai dari abdomen sampai<br />
telapak kaki.<br />
Prosedur<br />
Saphena magna –prosedur Trendelenburg<br />
Buat insisi pada garis kulit 1,5 cm lateral dan di<br />
bawah tuberkulum pubis.<br />
Setelah mengikat semua percabangan, ikat<br />
sapheno-femoral junction, ikat rangkap ke arah<br />
proksimal.<br />
Vena saphena magna siap untuk diikat<br />
Gbr 8.1<br />
Gbr 8.2<br />
Masukkan stripper dalam vena saphena magna<br />
ke bawah sampai lutut dan buat insisi kulit lebih<br />
lanjut untuk mengisolasi stripper. Tandai ujung<br />
stripper dan dengan traksi lembut, lakukan stripping<br />
vena ke arah atas sampai lipat paha.<br />
Tutup insisi kecil dengan steristip. Gunakan<br />
jahitan serap untuk mendekatkan fasia dari insisi<br />
lipat paha dengan jahitan subkutis untuk kulit.<br />
Copot semua varises lokal di betis sebelah<br />
bawah melalui insisi tusukan dengan<br />
menggunakan klip arteri kecil atau kait vena<br />
untuk mencari vena. Biasanya tidak perlu ligasi.<br />
98
VENA VARIKOSA (VARISES) 8<br />
Saphena parva<br />
Vena pendek biasanya tidak perlu stripping.<br />
Gunakan scan doppler sebelum operasi untuk<br />
memberi tanda sapheno-popliteal junction.<br />
Melalui insisi transversal kulit, telusuri vena<br />
saphena parva ke sapheno-popliteal junction dan<br />
ikat vena pada pertemuan ini. Hati-hati, nervus<br />
suralis terletak di sebelah lateral saphenopopliteal<br />
junction.<br />
VASKULAR<br />
Gbr 8.3<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Identifikasi vena-vena ini sebelum operasi dengan spidol yang tidak bisa dihapus.<br />
2. Hati-hati dalam mendiseksi bagian proksimal dari vena saphena magna – jangan lakukan diseksi<br />
secara buta di sekitar sapheno-femoral junction.<br />
3. Anjurkan pasien untuk mobilisasi segera mungkin.<br />
4. Varises rekuren harus selalu dipetakan dengan USG Doppler.<br />
99
8 EMBOLEKTOMI FEMORAL<br />
VASKULAR<br />
Indikasi<br />
Iskemia akut dari tungkai bawah.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong>.<br />
2. Posisi terlungkup.<br />
Prosedur<br />
Rasakan arteri femoralis pada titik pertengahan<br />
inguinal dam buat insisi longitudinal di atasnya,<br />
perlebar insisi ke atas melintasi garis kulit dari<br />
lipat paha.<br />
Perdalam insisi sampai ligamentum inguinale.<br />
kemudian masukkan retraktor. Identifikasi arteri<br />
femoralis tepat di bawah ligamentum inguinale,<br />
kemudian pisahkan dari fasia sekelilingnya dan<br />
masukkan pita nilon atau tali silikon melingkari<br />
arteri.<br />
Tarik tali dan jauhkan jaringan dari arteri dengan<br />
menggunakan pledget kecil yang dipegang<br />
dengan forsep arteri. Identifikasi arteri femoralis<br />
superfisial dan kemudian cari arteri femoralis<br />
profunda, yang berpangkal pada lateral dan kirakira<br />
5 cm dari ligamentum inguinale. Kelilingi<br />
setiap arteri tersebut dengan tali.<br />
Gbr 8.5<br />
Gbr 8.4<br />
Arteri-arteri yang lebih kecil bisa dikendalikan<br />
dengan memasang benang dua kali melingkari<br />
masing-masing pembuluh dan ditraksi. Jangan<br />
ikat benang tetapi jepit dengan klip. Sebagai<br />
alternatif bisa digunakan bulldog clip.<br />
100
EMBOLEKTOMI FEMORAL 8<br />
Letakkan klem vaskular (De Bakey) pada ketiga<br />
cabang pembuluh darah utama, kemudian<br />
lakukan arteriotomi longitudinal pada arteri<br />
femoralis communis. Setelah menguji balon<br />
kateter dengan menyuntikkan udara atau salin,<br />
kempiskan balon dan jalankan kateter ke atas<br />
arah proksimal sampai bifurcatio aorta<br />
sementara asisten anda mengendalikan<br />
perdarahan dengan mengencangkan tape paling<br />
atas. Kembangkan balon dengan satu tangan<br />
dan lepas kateter dengan tangan lainnya.<br />
Gunakan sekedar tekanan yang cukup untuk<br />
memberikan tahanan saat balon ditarik. Minta<br />
asisten untuk mengendurkan tape untuk<br />
membiarkan balon muncul bersama dengan<br />
bekuan.<br />
Bila inflow bagus, suntikkan salin yang telah<br />
dicampur heparin ke dalam pembuluh darah dan<br />
gunakan kembali klem. Ulang prosedur dengan<br />
menggunakan kateter Fogarty ukuran 4 pada<br />
arteri femoralis superfisialis dan profunda.<br />
Setelah membersihkan semua pembuluh darah,<br />
reparasi arteriotomi dengan menggunakan<br />
benang non-serap ukuran 5/0. Lepaskan klem<br />
dan tape, sambil memeriksa hemostasis. Pasang<br />
suction drain sepanjang kateter dan tutup luka<br />
dengan jahitan terputus benang non-serap.<br />
VASKULAR<br />
Gbr 8.6<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Prosedur bisa dilaksanakan dengan anestesi lokal pada pasien-pasien yang rapuh dengan<br />
menggunakan bupivicaine 0,25% bersama midazolam untuk sedasi. Walaupun demikian, petugas<br />
anestesi harus selalu hadir, saat anestesi <strong>umum</strong> lebih disukai.<br />
2. Jika ada ateroma yang mendasari, kateter Forgarty yang lebih kecil mungkin dibutuhkan untuk<br />
membersihkan pembuluh-pembuluh distal.<br />
3. Jika anda tidak mendapatkan perdarahan balik dari arteri-arteri femoralis superfisialis dan profunda,<br />
lakukan angiogram di meja operasi.<br />
4. Jangan kembangkan balon berlebihan karena ini bisa merusak intima dan menjurus ke trombosis<br />
lebih lanjut.<br />
5. Jika anda berhasil menemukan embolus bukan sekedar bekuan darah sederhana, kirimkan embolus<br />
tersebut untuk pemeriksaan histologis.<br />
6. Pada akhir prosedur, cari perbaikan klinis dalam perfusi anggota gerak distal dengan memeriksa dan<br />
mencatat nadi.<br />
101
8 AMPUTASI EKSTREMITAS BAWAH<br />
VASKULAR<br />
Indikasi<br />
1. Iskemia atau gangren.<br />
2. Trauma.<br />
3. Tumor tulang atau jaringan lunak.<br />
Titik amputasi harus dipilih dengan seksama dan<br />
bisa terletak antara kaki dan sendi pinggul. Ingat<br />
bahwa amputasi pertama adalah yang terakhir.<br />
Dua prosedur paling lazim adalah amputasi<br />
diatas lutut dan di bawah lutut.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong>.<br />
2. Posisi terlungkup.<br />
Prosedur<br />
Amputasi atas-lutut<br />
Tempat terbaik untuk membagi femur adalah 8-<br />
10 cm ( selebar satu tangan). Gunakan spidol<br />
kulit untuk merencanakan insisi, yang harus<br />
membuat flap anterior maupun flap posterior<br />
memiliki panjang sama atau yang anterior sedikit<br />
lebih panjang.<br />
bisa terjadi perdarahan hebat pada anggota<br />
gerak yang septik. Ikat semua vena dengan<br />
menggunakan jarum serap 2/0. Perdalam insisi<br />
anterior sampai tulang, sambil memotong tendon<br />
quadriceps femoris. Vasa femoralis<br />
bersama-sama nervus poplitea media dan lateral<br />
dijumpai pada posisi posteromedial. Ikat<br />
rangkap pembuluh darah dengan benang serap.<br />
Sebelum memotong saraf, beri tegangan pada<br />
saraf sehingga saraf tertarik ke dalam puntung<br />
pada amputasi. Jika amputasi dilakukan pada<br />
tingkat yang lebih tinggi, nervus sciaticus bisa<br />
dijumpai. Nervus sciaticus diikuti oleh arteri yang<br />
harus didiseksi secara terpisah dan diikat<br />
sebelum saraf dipotong.<br />
Setelah memotong semua otot di sekeliling femur,<br />
ikat pembuluh yang tinggal dan hindari<br />
pemakaian diatermi. Periksa titik amputasi yang<br />
tepat dari femur dan kerok periosteum dari tulang<br />
di daerah ini. Otot-otot paha harus diretraksi ke<br />
arah proksimal untuk memberikan cukup ruang<br />
dalam menggunakan gergaji. Ini bisa dilakukan<br />
dengan bantuan beberapa pembalut abdomen<br />
atau retraktor khusus.<br />
Insisi kulit<br />
Titik pemotongan tulang<br />
102<br />
Gbr 8.7<br />
Bagi kulit dan jaringan subkutan sepanjang garis<br />
yang direncanakan. Hemostasis biasanya tidak<br />
sukar pada anggota gerak yang iskemik namun<br />
Gbr 8.8<br />
Setelah memotong femur dan melepas tungkai<br />
bawah, tempatkan handuk bersih di bawah<br />
puntung dan istirahatkan puntung pada mangkok<br />
yang dibalik.<br />
Gunakan kikir untuk menghaluskan pinggir<br />
femur, kemudian bawa otot-otot depan dan<br />
belakang bersamaan menutup tulang dengan<br />
jahitan terputus benang serap ukuran 1.<br />
Pasang suction drain
AMPUTASI EKSTREMITAS BAWAH 8<br />
di bawah lapisan otot. Tempatkan jahitan lapis<br />
kedua yang lebih superfisial dalam otot dan<br />
jaringan subkutan karena ini akan membantu<br />
mendekatkan flap kulit. Jahit pinggir kulit dengan<br />
beberapa jahitan putus dengan benang non<br />
serap 2/0. Hindari memetik pinggir kulit dengan<br />
forsep bergigi.<br />
Tutup puntung dengan kasa dan kapas dan balut<br />
dengan crepe bandage.<br />
Fibula dipotong miring dengan gergaji Gigli,<br />
kemudian belah tibia 2 cm distal dari ini.<br />
Bersihkan otot dari tulang dengan elevator periosteum.<br />
Potong bevel anterior pertama kali<br />
dengan gergaji diagonal kemudian potong tegak<br />
lurus tibia.<br />
VASKULAR<br />
Amputasi bawah-lutut<br />
Titik optimum untuk amputasi adalah 14 cm dari<br />
tibial plateau, fibula dipotong 2 cm proksimal dari<br />
ini. Beri tanda insisi, dengan flap anterior<br />
berakhir tepat distal dari garis pemotongan<br />
tulang pada tibia dan flap posterior meluas ke<br />
bawah sampai tendon Achilles.<br />
Insisi kulit<br />
Gbr 8.10<br />
Bevelling tibia<br />
Bentuk sudut pada ujung bawah tibia ke arah<br />
atas dan pisahkan massa otot dari aspek<br />
posteriornya. Ikat rangkap semua pembuluh<br />
darah dan potong setiap saraf yang tegang.<br />
Lepas tungkai bagian distal.<br />
Flap posterior ditarik ke atas membungkus<br />
puntung tulang dan dijahit ke flap anterior. Flap<br />
posterior mungkin perlu dikurangi dengan eksisi<br />
jaringan otot.<br />
Gbr 8.9<br />
Pemotongan tulang<br />
Buat insisi sepanjang garis yang telah diberi<br />
tanda. Di posterior potong tendon Achilles dan<br />
perdalam insisi untuk memotong sisa otot dan<br />
tendon sampai tulang. Potong otot ke dalam<br />
sampai melintasi bagian depan.<br />
Tempatkan benang serap di antara otot di bagian<br />
posterior dan jaringan subkutan di anterior dan<br />
meninggalkan suction drain di bawah otot.<br />
Satukan pinggir kulit dengan jahitan putus<br />
benang non-serap 2/0. Pangkas sudut-sudut flap<br />
posterior jika perlu agar bentuknya rapih. Tutup<br />
puntung dengan katun dan balut ketat dengan<br />
crepe bandage.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Amputasi bisa dikerjakan dengan anestesi regional atau <strong>umum</strong>.<br />
2. Periksa dengan teliti bahwa anda sedang bekerja pada tungkai yang tepat.<br />
3. Usahakan mengisolasi daerah gangren misal kaki dengan sarung tangan karet.<br />
4. Buat flap yang berlebihan karena flap selalu digunting lagi.<br />
5. Jika jaringan anggota gerak yang iskemik tidak berdarah cukup, bergerak lebih proksimal dengan<br />
amputasi.<br />
6. Jangan jahit drain karena ini bisa dilepas tanpa membuka dressing.<br />
7. Dressing bisa dibiarkan selama 2 minggu. Inspeksi luka jika pasien mengeluh nyeri berlebihan, demam<br />
atau puntung mulai berbau.<br />
8. Resepkan penisilin profilaktik jika pasien mengalami gangren.<br />
9. Usahakan mobilisasi dini sehingga tidak terjadi kontraktur fleksi.<br />
103
9<br />
KEPALA DAN LEHER<br />
105
9 TIROIDEKTOMI<br />
KEPALA DAN LEHER<br />
Indikasi<br />
1. Tirotoksikosis<br />
2. Gejala-gejala tekanan – dispnea, disfagia<br />
3. Kosmetik –struma multinodular besar.<br />
4. Keganasan.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong>.<br />
2. Posisi terlentang dengan leher ekstensi.<br />
3. Kantung pasir di bawah bahu dan cincin<br />
kepala untuk menopang.<br />
diseksi. Dengan menggunakan diseksi tumpul<br />
dan tajam pisahkan flap dari otot leher di<br />
bawahnya.<br />
Prosedur<br />
Beri tanda insisi kulit 2 cm di atas sulkus sternum<br />
dengan menggunakan jahitan tebal. Coba<br />
tempatkan jahitan tersebut di dalam garis kulit<br />
yang sudah ada. Ada gunanya memberi tanda<br />
garis sejajar pada kulit dengan menggunakan<br />
pen untuk membantu alignment pada akhir<br />
operasi.<br />
Gbr 9.2<br />
Lanjutkan proses ini ke atas sampai pinggir atas<br />
dari kartilago tiroid, kemudian ulang ke arah<br />
bawah sampai sulkus sternum.<br />
106<br />
Gbr 9.1<br />
Perlebar insisi ke lateral sejauh pinggir medial<br />
dari sternomastoid dan perdalam melalui<br />
platysima.<br />
Tempatkan tiga pasang forsep jaringan pada<br />
jaringan subkutan dari flap atas dan naikkan<br />
f orsep sehingga memperlihatkan bidang untuk<br />
Gbr 9.3
Lap dengan dua handuk kecil kemudian<br />
tempatkan retraktor Joll dengan klip nya pada<br />
titik pertengahan insisi.<br />
Lakukan insisi dan potong fasia pretrakea di<br />
garis tengah sepanjang insisi. Geser pinggir<br />
medial dari sternomastoid.<br />
Awali diseksi bidang di antara otot leher dan<br />
tiroid. Identifikasi, ligasi dan potong vena<br />
thyroidea media.<br />
TIROIDEKTOMI 9<br />
Kocher’s director memiliki parit (groove).<br />
Jalankan benang tebal ke dalam parit tersebut<br />
dengan jarum aneurisma dan ikat pedikel. Ulangi<br />
proses, kemudian potong pedikel dengan pisau.<br />
Vasa thryoidea<br />
superior<br />
Director Kocher<br />
KEPALA DAN LEHER<br />
Gbr 9.5<br />
Vena thyroidea media<br />
Gbr 9.4<br />
Dengan menggunakan swab kasa, tarik tiroid ke<br />
arah medial dan identifikasi nervus laryngeus<br />
rekuren. Diseksi ke bawah aspek lateral dari lobus<br />
tiroid sampai vasa thyroidea inferior dijumpai.<br />
Ikat dan potong pembuluh darah tersebut jika<br />
lobektomi tiroid dikerjakan. Pada kasus<br />
tiroidektomi subtotal, vasa thryoidea inferior<br />
dipertahankan.<br />
N. laryngeus<br />
recurrens<br />
Lanjutkan ke arah kranial, diseksi perlahan-lahan<br />
dan seksama untuk menghindari nervus<br />
laryngeus recurrens. Identifikasi pedikel tiroid superior<br />
dan jalankan Kocher’s director di<br />
bawahnya<br />
Gbr 9.6<br />
Vasa thryoidea inferior<br />
107
9 TIROIDEKTOMI<br />
KEPALA DAN LEHER<br />
Pada kasus lobektomi trioid, gunakan forsep<br />
berat di garis tengah., potong tiroid dan jahit lobus<br />
yang tinggal dengan benang serap,<br />
sehingga mengangkat isthmus dengan spesimen<br />
tersebut.<br />
Kontrol perdarahan dan pasang suction drain ke<br />
dalam thryoid bed. Bawa drain keluar di antara<br />
otot leher. Jika otot leher dipotong, perbaiki<br />
dengan jahitan putus benang serap. Platysima<br />
bisa ditutup dengan jahitan kontinyu benang<br />
serap.<br />
Gbr 9.8<br />
Tutup kulit dengan klip logam<br />
108<br />
Gbr 9.7<br />
Bebaskan tiroid dari permukaan trakea. Kontrol<br />
setiap titik perdarahan dengan klip kecil dan ikat<br />
satu persatu.<br />
Untuk tiroidektomi subtotal lakukan mobilisasi<br />
serupa dengan lobus lainnya. Potong isthmus<br />
dan bekerja ke arah lateral, sambil<br />
membebaskan tiroid dari trakea. Gunakan<br />
beberapa forsep pada bagian lateral kelenjar<br />
dengan tujuan meninggalkan sekitar 5 cm 3 .<br />
Eksisi tiroid dengan scalpel dan jahit sisanya<br />
dengan benang serap secara kontinyu dan<br />
fiksasi ke trakea.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Cord check harus dilakukan sebelum operasi.<br />
2. Jika struma besar dan sukar diakses, otot<br />
leher boleh diikat dan dipotong.<br />
3. Pastikan anda mengidentifikasi bidang yang<br />
tepat untuk diseksi. Kegagalan melakukan ini<br />
akan mengaburkan lapangan operasi.<br />
4. Ketika mengikat pedikel, jaga ke arah tiroid<br />
sehingga tidak merusak nervus laryngeus<br />
externus.<br />
5. Selalu identifkasi dan hindari nervus laryngeus<br />
recurrens yang berjalan di pinggir lateral<br />
kelenjar.<br />
6. Usahakan tidak merusak paratiroid atau suplai<br />
darahnya dari arteri thryoidea inferior.<br />
7. Siapkan selalu pelepas klip di bangsal untuk<br />
berjaga-jaga jika timbul hematoma, yang bisa<br />
menyebabkan obstruksi pernapasan.
Indikasi<br />
1. Kosmetik.<br />
2. Infeksi rekuren- bila ada infeksi obati dengan<br />
antibiotik dan eksisi setelah 4-6 minggu.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong>.<br />
2. Posisi terlungkup dengan leher ekstensi.<br />
3. Kantung pasir di bawah bahu dan cincin<br />
kepala untuk menopang.<br />
EKSISI KISTA TIROGLOSUS 9<br />
Jepit kista dengan forsep jaringan dan tarik<br />
kearah kaudal. Diseksi traktus ke atas sampai<br />
tulang hyoid dan bebaskan perlekatan otot dan<br />
membran thyrohyoid. Isolasi bagian tengah dari<br />
hyoid dan eksisi bersamaan dengan traktus dan<br />
kista dengan menggunakan gunting besar atau<br />
pemotong tulang (prosedur Sistrunk).<br />
KEPALA DAN LEHER<br />
Prosedur<br />
Buat insisi transversal di atas kista dan perdalam<br />
insisi melalui jaringan subkutan dan platysima.<br />
Gbr 9.11<br />
Gbr 9.9<br />
Potong dan ikat kedua vena jugularis anterior<br />
saat melintasi garis tengah. Identifikasi kista dan<br />
diseksi tajam untuk memisahkan dari jaringan<br />
sekitarnya. Hati-hati agar tidak menusuk kista.<br />
Periksa setiap traktus yang berjalan dari pinggir<br />
atas hyoid menuju lidah dan eksisi jika ada.<br />
Tutup duktus di bagian proksimal dengan jahitan<br />
serap. Kontrol perdarahan dengan diatermi dan<br />
pasang suction drain. Tutup jaringan subkutan<br />
dengan jahitan serap dan kulit dengan jahitan<br />
subkutis benang serap.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Hati-hati jangan sampai menusuk membran<br />
thyrohyoid ketika memotong hyoid.<br />
2. Pastikan tulang hyoid dieksisi, karena jika tidak<br />
akan menjadi predisposisi untuk kambuh.<br />
Gbr 9.10<br />
109
10<br />
UROLOGI<br />
111
10 SIRKUMSISI<br />
UROLOGI<br />
Indikasi<br />
1. Bayi : Balanitis rekuren<br />
Fimosis<br />
Alasan religius atau kultural<br />
2. Dewasa: Balanitis rekuren<br />
Parafimosis<br />
Tumor glans penis<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong> dengan blok dorsal<br />
2. Posisi terlentang.<br />
Prosedur<br />
Genggam preputium dengan mosquito clips dan<br />
belah bagian dorsal (dorsal split) dengan<br />
gunting.<br />
Prosedur dorsal slit ini bisa digunakan untuk<br />
memudahkan kateterisasi uretra bila terdapat<br />
fimosis pada pria dewasa.<br />
Dengan seksama pisahkan setiap perlengketan<br />
ke glans penis dan bersihkan setiap sekresi yang<br />
melekat. Perluas dorsal slit ke arah corona. Buat<br />
ventral slit ke arah frenulum.<br />
Dorsal split<br />
Ventral split<br />
Gbr 10.1<br />
Gbr 10.2<br />
112
SIRKUMSISI 10<br />
Amankan arteri frenularis dengan benang serap,<br />
satu ujung dibiarkan panjang.<br />
Frenular stitch<br />
Lakukan ligasi setiap perdarahan dengan<br />
benang halus serap, kemudian jahit pinggir kulit<br />
ke mukosa secara terputus dengan benang<br />
serap mulai pada posisi jam 3, 6, 9 dan 12,<br />
kemudian rapatkan celah antara jahitan-jahitan<br />
ini.<br />
UROLOGI<br />
Jahitan terakhir pada posisi jam 6 bisa digunakan<br />
untuk memegang penis sementara dressing<br />
dikerjakan. Oles luka dengan gel lignokain. Yang<br />
termudah dirawat adalah ‘Sporran’ dressing.<br />
Gbr 10.3<br />
Preputium yang sekarang sudah terbagi dua bisa<br />
dieksisi dengan gunting, sambil mempertahankan<br />
tegangan pada jahitan frenulum.<br />
Gbr 10.5<br />
Tarik<br />
Gbr 10.4<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Jangan tinggalkan terlalu banyak kulit – kira-kira 0,5 cm di sekeliling glans penis sudah cukup.<br />
2. Hindari meatus ketika mengerjakan dorsal slit.<br />
3. Kasih tahu orang tua bahwa selama proses penyembuhan, luka bisa terlihat sedikit menakutkan,<br />
tetapi segera setelah krusta lepas penyembuhan akan berlangsung mulus.<br />
4. Hindari pemakaian diatermi. Jika perlu gunakan diatermi bipolar.<br />
5. Prosedur ini ideal untuk kasus di mana pasien tidak dirawat inap.<br />
113
10 VASEKTOMI<br />
UROLOGI<br />
Indikasi<br />
Sterilisasi pria.<br />
Persiapan<br />
Lakukan insisi sepanjang vas deferens dan<br />
dengan diseksi lembut identifikasi vas tersebut.<br />
Dengan kilp handuk genggam vas dan pisahkan<br />
dari pembungkusnya dengan scalpel.<br />
1. Anestesi lokal.<br />
2. Posisi terlentang.<br />
Prosedur<br />
Rahasia keberhasilan operasi ini adalah<br />
melokalisasi dan memfiksasi vas deferens<br />
dengan satu tangan sampai bisa digenggam oleh<br />
alat melalui insisi dengan tangan lainnya. Sambil<br />
berdiri di sisi kanan pasien, raba vas deferens<br />
di dalam skrotum atas dengan ibu jari tangan<br />
kiri dari belakang dan telunjuk serta jari tengah<br />
pada permukaan anterior.<br />
Infiltrasi kulit dengan lignokain 1% dan lebih<br />
lanjut masukkan anestesi lokal ke pembungkus<br />
vas deferens itu sendiri.<br />
Gbr 10.7<br />
Potongan ke arah vas<br />
Telunjuk<br />
Eksisi segmen vas kira-kira sepanjang satu<br />
sentimeter.<br />
Jempol<br />
Gbr 10.6<br />
Infiltrasi ke kulit dan vas<br />
Gbr 10.8<br />
114
VASEKTOMI 10<br />
Ikat dasar vas deferens.<br />
Kemudian ligasi ujung-ujung yang sudah<br />
dipotong dua kali.<br />
UROLOGI<br />
Gbr 10.9<br />
Gbr 10.10<br />
Tutup insisi dengan jahitan terputus benang<br />
serap sebelum mengulang prosedur pada vas<br />
deferens sisi yang lain.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Konseling kedua partner penting sebelum operasi, dengan menyebutkan bahwa prosedur bersifat<br />
permanen dan pemeriksaan dua kali setelah operasi perlu memastikan tidak ada sperma. Juga sebutkan<br />
alasan kegagalan yang bisa bersifat teknis pada awal operasi atau karena rekanalisasi vas di kemudian<br />
hari.<br />
115
10 HIDROKEL<br />
UROLOGI<br />
Indikasi<br />
Pembengkakan simtomatik pada pria dewasa.<br />
Persiapan<br />
Buat insisi kecil pada tunica vaginalis dan<br />
evakuasi cairan. Perbesar lubang dengan<br />
gunting sampai cukup besar untuk<br />
memungkinkan testis diangkat dari hemiskrotum.<br />
Periksa bahwa testis normal.<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong>.<br />
2. Posisi terlentang.<br />
Prosedur<br />
Regang skrotum pada aspek anterior hidrokel<br />
dengan tangan kiri, dan buat insisi di antara<br />
pembuluh-pembuluh yang terlihat dengan<br />
menggunakan pisau atau diatermi potong.<br />
Dua <strong>teknik</strong> utama digunakan untuk reparasi<br />
hidrokel.<br />
Jaboulay<br />
Dengan jahitan serap, ikat pinggir tunika di<br />
belakang duktus deferens dan kemudian<br />
kembalikan testis ke skrotum.<br />
Jahit tunika di<br />
belakang cord<br />
Gbr 10.12<br />
Gbr 10.11<br />
116
HIDROKEL 10<br />
Prosedur Lord<br />
Dengan beberapa jahitan cat gut, ikat sisa<br />
kantong sekeliling testis sebelum mengikat<br />
benang dan mengembalikan testis ke dalam<br />
skrotum. Ingat, untuk mengembalikan testis ke<br />
dalam skrotum, anada harus membuat rongga<br />
dengan diseksi tumpul menggunakan jari.<br />
UROLOGI<br />
Gbr 10.13<br />
Tempatkan semua jahitan sebelum mengikatnya<br />
Hemostasis sangat penting. Luangkan waktu<br />
untuk ini sebelum menjahit luka.<br />
Tutup kulit dengan jahitan terputus benang<br />
serap.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Ingat pada pria usia 35-40 tahun, pikirkan tumor testis – pemeriksaan ultrasonografi preoperatif<br />
bisa membantu.<br />
2. Pada usia lanjut dan sakit kronis mungkin lebih sesuai dikerjakan aspirasi jarum berulang.<br />
3. Darah dalam hidrokel dijumpai pada trauma, torsi dan beberapa tumor testis, jadi hati-hati dalam<br />
mengerjakan aspirasi hidrokel.<br />
4. Teknik pada anak sama seperti untuk herniotomi inguinale pada bayi. Hidrokel infantil tidak perlu<br />
dioperasi kecuali jika menetap sampai usia lebih dari 18 bulan sampai 2 tahun.<br />
117
10 VARIKOKEL<br />
UROLOGI<br />
Indikasi<br />
1. Infertilitas pria.<br />
2. Rasa sakit dan tidak nyaman dalam skrotum.<br />
Pisahkan vena dari vas deferens dan arteri<br />
testikular. Setelah dipotong ligasi dengan<br />
benang serap.<br />
Ada beberapa <strong>teknik</strong> untuk pengobatan<br />
varikokel:<br />
· Embolisasi radiologis.<br />
· Pemotongan varikokel secara laparoskopik<br />
dari dalam rongga peritoneum.<br />
· Pendekatan <strong>bedah</strong> jika setinggi cincin<br />
interna.<br />
Hanya yang terakhir akan diuraikan di sini.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong>.<br />
2. Posisi terlentang.<br />
Prosedur<br />
Varikokel biasanya terletak di sebalah kiri. Buat<br />
insisi di atas cincin interna, sejajar dengan ligamentum<br />
inguinale.<br />
Potong aponeurosis obliqus externus, visualisasi<br />
duktus deferens dan belah fasia spermatica<br />
secara longitudinal untuk memungkinkan vena<br />
testikular yang besar terlihat.<br />
Fasia<br />
kremaster<br />
Vena<br />
testicularis<br />
Gbr 10.15<br />
Reparasi aponeurosis obliqus externus dengan<br />
jahitan serap dan tutup insisi kulit dengan jahitan<br />
subkutis benang non-serap.<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Varikokel kiri yang timbul mendadak bisa<br />
terjadi sebagai gejala tumor sel ginjal pada<br />
sisi kiri, namun varikokel lebih sering dijumpai.<br />
2. Varikokel disertai dengan oligospermia.<br />
Gbr 10.14<br />
118
EKSISI KISTA EPIDIDIMIS 10<br />
Indikasi<br />
Kista besar dan menimbulkan keluhan.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong>.<br />
2. Posisi terlentang.<br />
Prosedur<br />
Gunakan klip arteri untuk membawa testis dan<br />
epididimis melalui insisi skrotum. Eksisi kista,<br />
yang sering lebih dari satu, dan kembalikan testis<br />
ke dalam skrotum.<br />
Transfiksi dinding kista yang tinggal dengan<br />
jahitan serap. Kontrol setiap titik perdarahan dan<br />
tutup insisi dengan jahitan terputus benang<br />
serap.<br />
UROLOGI<br />
Dengan tangan kiri anda regangkan kulit skrotum<br />
di permukaan anterior hidrokel. Identifikasi setiap<br />
pembuluh darah kecil dan lakukan insisi di antara<br />
pembuluh-pembuluh ini. (Gambar 10.11).<br />
Evakuasi cairan dengan membuat insisi kecil di<br />
tunica vaginalis dan perbesar sampai cukup<br />
untuk mengeluarkan testis.<br />
Pokok penting<br />
Cairan jernih menyiratkan kista epididimis<br />
sedangkan cairan putih berarti spermatokel<br />
Gbr 10.16<br />
119
10 ORKIDOPEKSI<br />
UROLOGI<br />
Indikasi<br />
Undescended testis pada anak.<br />
Persiapan<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong>.<br />
2. Posisi terlentang.<br />
Mobilisasi duktus deferens cukup untuk membuat<br />
testis turun ke dalam ke skrotum. Capai ini<br />
dengan memotong pita yang melekat ke duktus<br />
deferens di lateral dan medial. Hati-hati jangan<br />
sampai mengenai vas deferens dan pembuluh<br />
darah testis.<br />
Prosedur<br />
Buat insisi sepanjang 3 cm pada garis kulit inguinal.<br />
Testis biasanya dijumpai pada daerah cincin<br />
eksterna; jika tidak segera jelas, beri sedikit<br />
tekanan proksimal di atas ring agar testis muncul.<br />
Insisi aponeurosis obliqus externus dengan<br />
lembut raih testis dan potong gubernakulum testis.<br />
Membebaskan<br />
perlekatan di medial<br />
spermatic cord<br />
Gbr 10.18<br />
Testis<br />
Identifikasi kantung hernia yang sering<br />
menyertai. Dengan hati-hati pisahkan kantung<br />
ini dari duktus deferens, ikat dan potong pada<br />
cincin interna.<br />
Persiapkan skrotum dengan memasukkan jari ke<br />
dalamnya dan membuat insisi transversal pada<br />
kulit skrotum pada ujung jari.<br />
Obliqus<br />
externus<br />
Gbr 10.17<br />
120<br />
Gbr 10.19<br />
Sayat ke arah jari (hati-hati)
ORKIDOPEKSI 10<br />
Tinggalkan lapisan fasia yang menutup jari dan,<br />
dengan membuka daun gunting, siapkan<br />
subdartos pouch di antara fasia dan kulit di<br />
atasnya. Dorong ujung forsep ke arah jari anda<br />
sehingga menggapai lapisan fasia. Saat jari anda<br />
ditarik, jalankan forsep ke atas luka inguinal<br />
untuk menjemput testis.<br />
Fiksasi tetsis ke otot dartos dengan jahitan putus<br />
benang serap dan tutup kulit skrotum dengan<br />
benang yang sejenis. Tutup luka di lipat paha<br />
dengan jahitan kontinyu ke obliqus externus dan<br />
jahitan subkutis dengan benang serap.<br />
UROLOGI<br />
Dengan hati-hati tarik testis ke bawah skrotum<br />
melalui defek di fasia.<br />
Skrotum<br />
Pokok-pokok penting<br />
Gbr 10.20<br />
1. Kira-kira 30% bayi prematur memiliki testis<br />
yang tidak turun dalam skrotum. Insiden pada<br />
bayi cukup bulan 3%.<br />
2. Kantung skrotum yang kosong menandakan<br />
tidak ada testis, retraktil, ektopik atau tidak<br />
turun.<br />
3. Jika anda sukar memasukkan testis ke dalam<br />
skrotum walaupun sudah berusaha,<br />
tempatkan testis serendah mungkin dan anda<br />
rencanakan prosedur lanjutan ketika anak<br />
bertambah besar.<br />
4. Jika tidak ada testis, usahakan anda mencari<br />
ke inguinal canal; namun laparoskopi mungkin<br />
diperlukan kemudian.<br />
5. Kebanyakan orkidopeksi harus dikerjakan<br />
antara usia 2 dan 3 tahun.<br />
121
10 EKSPLORASI TESTIS<br />
UROLOGI<br />
Indikasi<br />
Kecurigaan adanya torsi<br />
Persiapan<br />
Buka tunica vaginalis, inspeksi dan balikkan<br />
torsi.<br />
1. Anestesi <strong>umum</strong><br />
2. Posisi terlentang.<br />
Prosedure<br />
Akses testis melalui insisi skrotum.<br />
Gbr 10.21<br />
Gbr 10.22<br />
Bungkus testis dengan swab hangat lembab. Jika<br />
testis tampak viabel, kembalikan ke dalam<br />
skrotum. Lebih baik teliti daripada mengeksisi<br />
testis dengan percuma, Namun jika testis<br />
nekrotik, gunakan klem crushing dan transfiksi<br />
dan ikat duktus deferens. Kemudian testis<br />
dieksisi.<br />
122
EKSPLORASI TESTIS 10<br />
Fiksasi testis ke tunica vaginalis dengan tiga<br />
jahitan, pada masing-masing kutup dan satu di<br />
tengah.<br />
Jika dijumpai testis terpuntir (torsi), testis pada<br />
sisi yang lain difiksasi dengan cara sama sebagai<br />
pencegahan.<br />
Tutup insisi dengan jahitan terputus benang<br />
serap.<br />
UROLOGI<br />
Gbr 10.23<br />
Pokok-pokok penting<br />
1. Bila ditegakkan diagnosis torsi testis,<br />
eksplorasi cito diindikasikan dalam 8 jam.<br />
Setelah 8 jam kecil kemungkinan infark testis<br />
akan pulih.<br />
2. Neonatus bisa mengalami torsi testis ketika<br />
lahir dengan massa skrotum merah dan tidak<br />
nyeri tekan.<br />
3. Jika dicurigai torsi, testis yang tidak turun ke<br />
dalam skrotum (undescended testis) lebih<br />
sering terpuntir daripadatestis normal. Jika<br />
undesecnded testis dirasakan nyeri, ini<br />
menyiratkan torsi.<br />
4. Sukar membedakan torsi testis dan torsi appendages<br />
testis. Jika appendages testis<br />
terpuntir, eksisi lesi. Dalam hal ini eksplorasi<br />
testis kontraleteral tidak diindikasikan.<br />
123
INDEKS<br />
125
126<br />
INDEKS<br />
Abses apendik 67<br />
ischiorektal 95<br />
payudara 45<br />
perianal 95<br />
Accessorius, nervus<br />
Adrenalin 16,18,20,94<br />
Aksila, pembersihan 38-39<br />
Alginate dressing 45, 93, 95, 96<br />
Amputasi<br />
atas lutut 102-103<br />
bawah lutut 103<br />
Anastomosis gastroenterostomi 52-53<br />
kolon 72, 74<br />
Antikoagulan 58<br />
Anus 88-96<br />
Apendektomi 66-67<br />
Apendik retrosekal 67<br />
Arteri femoralis 100, 102<br />
Arteri femoralis communis 101<br />
Arteri femoralis profunda 100<br />
Arteri femoralis superfisial 100<br />
Arteri frenularis 113<br />
Arteri gastroduodenalis 55<br />
Arteri sistikus 57, 60<br />
Aspirasi hidrokel 117<br />
Aspirasi jarum halus 19<br />
Balanitis 112<br />
Baron’s bander 89<br />
Batu duktus koledukus 61<br />
Batu empedu 56, 57,61<br />
Biopsi endoskopik 49<br />
Biopsi payudara 37<br />
Biopsi rektum 88<br />
Bupivicaine 8, 11, 92, 101<br />
Calot, trigonum 57, 60<br />
Capacitance coupling 13<br />
Colostomy bridge 78<br />
Connel, jahitan 69<br />
Crohn, penyakit 71, 93<br />
Dartos, otot 121<br />
DeBakey, klem 101<br />
Desjardin, forsep 61<br />
Diatermi 12-13<br />
bipolar 12<br />
monopolar 12<br />
Discharge payudara 44<br />
Divertikulitis sigmoid 67<br />
Divertikulum Meckel 67, 68, 70<br />
Divertikulum soliter 71,73<br />
Duk 3, 13<br />
Duktus koledukus 57, 60<br />
Duktus koledukus, anatomi 57, 60, 61<br />
Duktus koledukus, eksplorasi 61<br />
Duktus payudara, ektasia 44<br />
Duktus sistikus 57, 58, 59, 61<br />
Duodenektomi 61<br />
Duodenum, perforasi 54<br />
Ekplorasi saluran empedu 57<br />
Eksisi duktus payudara(operais Hadfield) 44<br />
Eksisi fisura ani 93<br />
Eksisi payudara dan pembersihan aksila 38-39<br />
Eksplorasi laparoskopik 57<br />
Ekstremitas bawah amputasi 10-2-103<br />
gangren 103<br />
iskemia 100,102<br />
Embolektomi femoral 100-101<br />
Empiema kandung empedu 56<br />
End colostomy 77<br />
End ileostomy 80-81<br />
Endoskopi 48-49<br />
Esofago-gastroduodenoskopi (endoskopi) 48-49<br />
Falsiformis, ligamentum 56, 59<br />
Fasia rektus abdominis 11<br />
Fenol 20, 90<br />
Fibroadenoma 36<br />
Fimosis 112<br />
Fisura ani 88<br />
Fogarty, kateter 61<br />
Fulgurasi 12<br />
Gangren 103<br />
Gastroenterostomi anterior 52-53<br />
Gastroenterostomi posterior 53<br />
Gastro-esophageal junction 48<br />
Gastro-lienalis, ligamentum 62, 63<br />
Gigli, gergaji 103<br />
Ginekomastia 42<br />
Gliseril trinitrat, krem 92<br />
Hadfield, operasi 44<br />
Hartmann, prosedur 74, 75-76<br />
Hartmann’s pouch 59<br />
Hassan, kanula 9-11<br />
Helicobacter pylori 49<br />
Hematoma 36, 39, 41<br />
payudara 36, 39, 41<br />
perianal 94<br />
Hemikolektomi dekstra 67, 71-72<br />
Hemikolektomi sinistra 73-74<br />
Hemophilus influenzae B 63<br />
Hemoproid. injeksi 90<br />
banding 89<br />
proktoskopi 88<br />
Hemoroidektomi 91<br />
Hemostasis, diatermi 12-13<br />
Hernia 22-33<br />
bilateral 23<br />
epigastrik 31<br />
femoralis 26-27<br />
insisional 22-25, 117<br />
paraumbilikal 30<br />
umbilikal 28-29<br />
occult 23<br />
Hernia, repair dengan jala propilen<br />
Herniorafi femoral 26-27<br />
inguinal 24-25
INDEKS<br />
Herniotomi inguinal 22-23<br />
infantil 117<br />
Hidrokel, 116-118<br />
Hyoid, tulang 109<br />
Ileostomi retraksi 81<br />
Ileostomi, herniasi 81<br />
prolapsus 81<br />
Infeksi abses payudara 45<br />
kista sebasea<br />
kista tiroglosus 109<br />
operasi Hartmann 76<br />
pasca splenektomi 63<br />
repair hernia paraumbilikal 30<br />
subungual 20<br />
Insisi abdomen 4-5<br />
Kocher 4, 59<br />
Lanz 4, 66<br />
laparotomi darurat 4<br />
median 4-5, 27<br />
paramedian 4,5<br />
pararektal (McEvedy) 27<br />
periareolar 44<br />
Pfannenstiel 27<br />
servikal 19<br />
subkosta 5<br />
suprainguinal 27<br />
transversal 4<br />
tusukan 28<br />
Inspeksi rongga peritoneum 11<br />
Iskemia ekstremitas bawah 100, 102<br />
kulit 45<br />
usus halus 68<br />
Jaboulay, prosedur 116<br />
Jahitan 7-8<br />
Connel 69<br />
jauh dan dekat 7<br />
kontinyu 7<br />
matras 8<br />
median 7<br />
paramedian 7<br />
purse string 11, 67<br />
putus (interrupted) 9<br />
rangkap dekat-dan-jauh 7<br />
serab rangkap dua 69<br />
Jahitan serap berbentuk J 11<br />
seromuskular 69<br />
tegang 7<br />
Jejunostomi 52-53<br />
Jenkin, kaidah 7<br />
Joll retraktor 107<br />
Kandung empedu, diseksi retrograd 61<br />
empiema 56<br />
keganasan 58<br />
lihat kolesistektomi<br />
perforasi 58<br />
Kanker payudara, mastektomi 40-41<br />
penentuan stadium 38<br />
Karsinoma basal 16<br />
Karsinoma duktus payudara 37<br />
kolon 71-73<br />
sekum 67, 71<br />
skuamosa 16<br />
Kelenjar getah bening aksila 38-39<br />
Kista epididimis 119<br />
infeksi 18<br />
limpa 61<br />
sebasea 18<br />
tiroglosus 109<br />
Koagulasi 12<br />
Kocher’s grooved director 107<br />
Kolangiografi operatif 57, 60, 61<br />
Koledoskop 61<br />
Kolektomi total 80<br />
Kolesistektomi laparoskopik 56-58<br />
terbuka 9-10,59-61<br />
Kolesistitis 56<br />
Kolik bilier 56<br />
Kolitis 73<br />
Kolon, anastomosis 72, 74<br />
Kolon, angiodisplasia 71<br />
Kolostomi transversum 78<br />
Kosmetik, apendektomi 66<br />
eksisi payudara 38,39<br />
lesi kulit 16<br />
operasi Hadfield<br />
Kulit, iskemia 45<br />
nekrosis flap 41<br />
penutupan 8,11<br />
persiapan 3<br />
Lahey, swab 39,41<br />
Lambung 49<br />
Langenback, retraktor 36, 42<br />
Langer, garis 16, 17<br />
Laparoskopi 9-11<br />
Laparoskopi diatermi 13<br />
Laparoskopi tertutup 9<br />
Laparotomi b6<br />
Liechtenstein, prosedur 25<br />
Ligamentum inguinale 26, 27, 100<br />
Ligamentum lieno-renalis 62<br />
Ligamentum pektineus 27<br />
Treitz 52<br />
Lignokain 16,18,20,94, 114<br />
Limfadenopati 19<br />
Limfedema 39<br />
Limfonodus,lihat kelenjar getah bening<br />
Limpa, kista 62<br />
ruptur 62,63<br />
Lipoma 17<br />
Lobektomi trioid 108<br />
Loop colostomy 78<br />
penutupan 79<br />
Loop ileosotmy, penutupan 84-85<br />
Loop ileostomy 82-83<br />
Lord, prosedur 117<br />
Luka, penutupan 7-8, 11 127
128<br />
INDEKS<br />
Luminal stent 48<br />
Mamogram 37<br />
Maryland, forsewp 57<br />
Mastektomi Patey 40-41<br />
subkutan 42<br />
Matras, jahitan 8<br />
Mayo, <strong>teknik</strong> 30<br />
McBurney, titik 66<br />
Meckel diverikulektomi 70<br />
Meckel divertikulum 67, 68, 70<br />
Melanoma 16<br />
Mesenterium transiluminasi 68,71,73,75<br />
Meso-apendik 67<br />
Midazolam 101<br />
Mikorkalsifikasi payudara 37<br />
Mikrodokektomi 43<br />
Nail bed, ablasi 20<br />
Nekrosis flap kulit 41<br />
Nekrosis puting susu 44<br />
Nekrosis testis 122<br />
Nekrosis usus halus 68<br />
Nervus ilioinguinalis 24<br />
Nervus intercostobrachialis 19,39<br />
Nervus laryngeus externus 108<br />
Nervus laryngeus recurrens 107, 108<br />
Nervus thoracalis longus 38, 41<br />
Nervus thoracodorsalis 38,41<br />
Obstruksi kolon 74<br />
Obstruksi usus besar 74<br />
Obstruksi usus halus 68<br />
Onychogryphosis 20<br />
Orkidektomi 25<br />
Orkidektomi 25<br />
Orkidopeksi 120-121<br />
Orkidopeksi 120-121<br />
Pacemaker 13<br />
Panproktokolektomi 80<br />
Parafimosis 112<br />
Payudara 36-45<br />
PEG (percutaneous endoscopic gastroenterostomy) 48, 50-<br />
51<br />
Pemotongan peritoneum 5, 59, 60<br />
Pencukuran rambut 3<br />
Penisilin 63, 103<br />
Persiapan preoperatif 3<br />
Piloprus 49<br />
Piloroplasti 55<br />
Pipa T 61<br />
Pneumoperitoneum 9-10<br />
Polidocanol 20, 90<br />
Posisi Trendelenberg terbalik 56<br />
Proktoskopi 88, 91<br />
Prosesus vaginalis paten 22<br />
Puntung rektum 76<br />
Rekonstruksi 41<br />
Rektum biopsi 88<br />
pemeriksaan 88<br />
sigmoidoskopi 88<br />
Repair hernia epigastrik 31<br />
hernia paraumbilikal 30<br />
hernia umbilikal 29<br />
Reseksi usus halus 68-69<br />
Riedel, lobus 56<br />
Ring block, anestesi lokal 20<br />
Saluran empedu lihat juga duktus koledukus; duktus sistikus<br />
Sapheno-femoral junction 98,99<br />
Sapheno-popliteal junction 99<br />
Sebasea, kista 18<br />
Sekum 66<br />
Sfingterektomi 92<br />
duktus koledukus 61<br />
fisura ani 92<br />
Sigmoid, divertikulitis 67<br />
lesi 75<br />
tumor 74<br />
volvulus 75,76<br />
Sigmoidoskopi 88<br />
Sinus pilonidal 96<br />
Sirkumsisi 112-113<br />
Sistrunk, prosedur 109<br />
Splenektomi darurat 63<br />
Splenektomi elektif 62-63<br />
Splenorafi 63<br />
Split skin graft 41<br />
Stenosis pilorus 52<br />
Sterilisasi pria 114<br />
Stoma permanen 80-81<br />
herniasi 77<br />
posisi 76,78<br />
Struma 106,108<br />
Subkutis, jahitan 8<br />
Testis 121<br />
ektopik 121<br />
maldescended 121<br />
nekrotik 122<br />
undescended, 120-121, 123<br />
Testis, tumor 117<br />
Tetrasiklin 76<br />
Tiroidektomi 106<br />
subtotal 107,108<br />
Torsi apendages testis 123<br />
Trisglosus, kista 109<br />
Trokar, insersi 10, 56<br />
pelepasan 11<br />
Tukak duodenum, perforasi 54<br />
Tukak lambung, perforasi 54<br />
Tukak peptik lambung 54<br />
Tukak peptik perdarahan 48, 55<br />
Tukak peptik perforasi 54<br />
Tunika vaginalis 116, 119, 122, 123<br />
Ultrasonografi anorektal 95
INDEKS<br />
Umbilikal , hernia 28-29<br />
Ureter 71, 72, 75<br />
Usus besar lihat kolon<br />
Varikokel 118<br />
Varises, perdarahan 48<br />
Vas deferens 114-115<br />
Vasektomi 114<br />
Vena femoralis 26,102<br />
Vena saphena magna 98, 99<br />
Vena saphena parva 99<br />
Vena varikosa (varises) 98<br />
Veress, jarum 9, 11, 56<br />
Vocal cord, periksa preoperatif 108<br />
Zadik, operasi 20<br />
129