Penghidupan Perempuan Miskin dan Akses Mereka terhadap Pelayanan Umum
297mj3Q
297mj3Q
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
oleh majikan atau agen TKI 8 . Pada akhirnya, persoalan yang dihadapi perempuan pekerja migran<br />
harus diselesaikan secara komprehensif agar hak mereka terlindungi, baik sebelum migrasi,<br />
selama migrasi, maupun setelah kembali ke daerah asal.<br />
2.4 Kesehatan Reproduksi Ibu<br />
Angka kematian ibu <strong>dan</strong> bayi di Indonesia relatif tinggi bila dibandingkan dengan negara‐negara<br />
lain di Asia Tenggara (Agus, Horiuchi, <strong>dan</strong> Porter, 2012). Kondisi tersebut disebabkan terutama<br />
oleh rendahnya pemahaman perempuan mengenai penggunaan fasilitas <strong>dan</strong> tenaga kesehatan<br />
dalam proses persalinan (RISKESDAS, 2013). Menurut data RISKESDAS 2013, ibu melahirkan<br />
dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung menggunakan fasilitas kesehatan yang<br />
lebih aman seperti bi<strong>dan</strong> <strong>dan</strong> dokter spesialis. Di sisi lain, ibu melahirkan dengan tingkat<br />
pendidikan rendah cenderung menggunakan jasa dukun <strong>dan</strong> keluarga atau kerabat lainnya untuk<br />
melakukan persalinan.<br />
Selain pemahaman yang masih kurang, ketersediaan tenaga <strong>dan</strong> fasilitas kesehatan yang<br />
seharusnya dapat mendorong perbaikan layanan penanganan kehamilan juga masih rendah. Di<br />
Nusa Tenggara Timur (NTT), misalnya, jumlah tenaga kesehatan relatif terbatas <strong>dan</strong> masyarakat<br />
mengalami kesulitan dalam mengakses layanan tenaga kesehatan karena buruknya infrastruktur<br />
(Belton et al., 2014: 1). Sementara itu, Agus, Horiuchi, <strong>dan</strong> Porter (2012) menemukan bahwa<br />
perempuan di Jawa Barat lebih memilih untuk melahirkan dengan bantuan dukun bayi daripada<br />
melahirkan dengan bantuan bi<strong>dan</strong> karena mereka mengikuti budaya setempat yang beranggapan<br />
bahwa dukun bayi lebih baik, lebih toleran, <strong>dan</strong> lebih berpengalaman.<br />
Data RISKESDAS 2013 menunjukkan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor penting<br />
dalam upaya peningkatan kesehatan ibu <strong>dan</strong> anak. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian<br />
Grown et al. (2005) yang menyebutkan pentingnya edukasi bagi perempuan guna meningkatkan<br />
kesehatan, mengurangi ketimpangan, <strong>dan</strong> memberdayakan perempuan. Pendidikan, terutama<br />
pendidikan formal, merupakan salah satu kunci untuk memastikan agar perempuan memiliki<br />
pemahaman <strong>dan</strong> kesadaran mendalam, tidak hanya dalam pemeliharaan kesehatan reproduksi,<br />
tetapi juga dalam memilih layanan kesehatan.<br />
Peningkatan akses perempuan <strong>terhadap</strong> pendidikan dasar akan berdampak positif pada kondisi<br />
kesehatan reproduksi perempuan karena hal tersebut dapat mencegah pernikahan usia dini,<br />
kehamilan pada usia dini, penggunaan kontrasepsi pada usia dini, serta dapat mengurangi angka<br />
kematian ibu <strong>dan</strong> bayi. Sementara itu, peningkatan akses perempuan <strong>terhadap</strong> pendidikan<br />
menengah–tinggi (SMP–perguruan tinggi) dapat meningkatkan pengetahuan perempuan<br />
mengenai layanan kesehatan <strong>dan</strong> kondisi kesehatan reproduksinya. Penelitian Grown et al. (2005)<br />
menunjukkan bahwa pendidikan lanjutan akan bermanfaat bagi perempuan untuk memegang<br />
kendali atas mobilitas mereka sendiri <strong>dan</strong> akses yang lebih baik <strong>terhadap</strong> pelayanan. <strong>Mereka</strong> juga<br />
menyebutkan perempuan bisa mendapatkan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengatasi<br />
hambatan‐hambatan dalam meningkatkan kesehatannya melalui pendidikan yang lebih tinggi.<br />
2.5 Kekerasan <strong>terhadap</strong> <strong>Perempuan</strong><br />
Kekerasan <strong>terhadap</strong> perempuan, baik secara fisik, psikis, ekonomi, ataupun seksual, merupakan<br />
salah satu dampak dari hubungan yang timpang antara laki‐laki <strong>dan</strong> perempuan. Seperti<br />
8<br />
Tenaga Kerja Indonesia.<br />
The SMERU Research Institute<br />
9