27.05.2016 Views

Agama_Islam_ebook

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

MENTORING AGAMA ISLAM I<br />

PENDIDIKAN<br />

AGAMA ISLAM<br />

SYUBLI ABBAS<br />

NAWAWI A. SHAMAD<br />

i | P a g e


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM<br />

©2012 SYUBLI ABBAS & NAWAWI A. SHAMAD<br />

Penyunting: Tim LP3I<br />

Disain Sampul: AanKhan.com<br />

Cetakan I, 2012<br />

Penerbit: LENTERA ILMU CENDEKIA<br />

Gedung Sentra Kramat Blok A-15<br />

Jl. Kramat Raya Senen No. 7-9<br />

Jakarta, Indonesia<br />

Telp.: 021-3156126<br />

Email: ilmulentera@gmail.com<br />

Dicetak Oleh:<br />

LENTERA PRINTING<br />

Jakarta<br />

ii | P a g e


“Sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’ala<br />

Telah Meletakkan Kebahagiaan dan Kesuksesan Manusia<br />

di Dunia dan Akhirat Hanya Dalam Amal <strong>Agama</strong> Yang<br />

Sempurna, Yaitu <strong>Agama</strong> Yang Dibawa dan Diajarkan<br />

Oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam.”<br />

iii | P a g e


KATA PENGANTAR PENULIS<br />

Alhamdulillah, bersyukur kepada Allah yang telah<br />

memberi kesempatan kepada hamba-Nya yang dhaif<br />

iman dan ilmu untuk menulis buku yang sederhana ini<br />

sebagai materi perkuliahan mata kuliah Pendidikan<br />

<strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong> bagi mahasiswa kampus Lembaga<br />

Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia (LP3I)<br />

di seluruh Indonesia.<br />

Pendidikan <strong>Agama</strong> di dalam struktur kurikulum<br />

Pendidikan Tinggi termasuk mata kuliah Dasar Umum,<br />

artinya menjadi dasar bagi pembentukan manusia<br />

intelektual yang diharapkan beriman dan bertaqwa<br />

kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, serta memiliki<br />

wawasan, bersikap dan bertindak sesuai dengan ajaran<br />

agamanya di dalam kehidupan pribadi dan<br />

bermasyarakat, serta berperan dalam melaksanakan tugas<br />

pembangunan nasional.<br />

Mata Kuliah Pendidikan <strong>Agama</strong> di Kampus LP3I di<br />

berikan sebanyak dua semester, yaitu di semester pertama<br />

iv | P a g e


dan kedua, dan buku yang ada di hadapan anda ini<br />

merupakan jilid pertama untuk semester pertama,<br />

selanjutnya insya Allah akan diterbitkan buku jilid kedua<br />

untuk semester kedua. Buku ini disusun berdasarkan<br />

pertemuan per-pertemuan dengan materi yang telah<br />

ditentukan sesuai Satuan Acara Pengajaran (SAP) yang<br />

telah di buat oleh Direktorat Program LP3I Pusat.<br />

Buku edisi pertama yang diterbitkan di bulan Ramadhan<br />

yang berkah ini, mudahah-mudahan bermanfaat,<br />

khususnya bagi mahasiswa LP3I di seluruh kampus<br />

cabang se Indonesia, bagi para Dosen <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

(Mentor), dan pembaca yang dirahmati Allah. Buku ini<br />

pasti masih banyak kekurangan, baik dari sisi tekhnis<br />

penulisan, maupun materi yang disajikan, oleh<br />

karenanya, selain penulis menghaturkan maaf atas segala<br />

kekhilafan dan kekurangan, juga mengharapkan saran<br />

dan kritik positif dari para pembaca untuk perbaikan ke<br />

depan.<br />

Akhir kalimat, ijinkan penulis mengucapkan terima kasih<br />

dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua<br />

pihak yang telah membantu diterbitkannya buku ini, baik<br />

motivasi, dorongan moril maupun material. Semoga Allah<br />

SWT menjadikan buku ini sebagai lahan amal dan<br />

v | P a g e


kebaikan di dunia dan akhirat, juga sebagai asbab hidayah<br />

bagi seluruh umat manusia, sehingga dapat diamalkan<br />

dalam kehidupan sehari-hari, amin yaa Robbal ‘alamin.<br />

Jakarta, Agustus 2012 H / Ramadhan 1433 H<br />

Penulis<br />

vi | P a g e


D A F T A R I S I<br />

Halaman<br />

KATA PENGANTAR<br />

DAFTAR ISI<br />

iii-v<br />

vii-ix<br />

PERTEMUAN I : ILMU DAN AMAL 1<br />

A. Pengerian Ilmu dan Amal 1<br />

B. Maksud dan Tujuan Ilmu 4<br />

C. Kewajiban dan Keutamaan Menuntut Ilmu 4<br />

D. Cara Mendapatkan Ilmu 9<br />

E. Adab-Adab Menuntut Ilmu 9<br />

PERTEMUAN II : Al - ISLAM 13<br />

A. Pengertian <strong>Agama</strong> dan Al <strong>Islam</strong> 13<br />

B. Ciri-Ciri Dienul <strong>Islam</strong> 21<br />

C. Fungsi dan Peranan Dienul <strong>Islam</strong> 32<br />

D. Yang Membatalkan Ke <strong>Islam</strong>an Seseorang 42<br />

PERTEMUAN III : AL QUR’AN 51<br />

A. Pengertian Wahyu dan Ilham 51<br />

B. Macam-macam Kitabullah 54<br />

C. Pengertian Al Qur’an 61<br />

vii | P a g e


D. Fungsi dan Kedudukan Al Qur’an 65<br />

E. Adab dan Keutamaan Al Qur’an 71<br />

F. Tajwid ( Hukum Nun Mati dan Tanwin ) 79<br />

PERTEMUAN IV: AS-SUNNAH 81<br />

A. Pengertian As-Sunah 81<br />

B. Fungsi dan Kedudukan As-Sunah 83<br />

C. Pembagian As-Sunah 91<br />

D. Mengamalkan dan Mendakwahkan As-Sunah 94<br />

PERTEMUAN V: IBADAH PRAKTIS I<br />

(THAHARAH ) 101<br />

A. Pengertian Thaharah 101<br />

B. Hadas dan Najis 107<br />

C. Mandi, Wudhu, dan Tayammum 122<br />

PERTEMUAN VI: IBADAH PRAKTIS II (SHALAT) 141<br />

A. Pengertian Shalat 141<br />

B. Pentingnya Mendirikan Shalat 142<br />

C. Hikmah dan Keutamaan Shalat 175<br />

D. Cara Memelihara Shalat 179<br />

PERTEMUAN VII: IBADAH PRAKTIS III (SHAUM) 181<br />

A. Pengertian Shaum 181<br />

viii | P a g e


B. Maksud dan Tujuan Puasa 182<br />

C. Puasa Wajib, Sunnah, Haram dan Makruh 183<br />

D. Kesempurnaan Puasa 188<br />

E. Hikmah Puasa 191<br />

PERTEMUAN VIII : AKHLAK I 193<br />

A. Pengertian Akhlak 193<br />

B. Akhlak Rasulullah 196<br />

PERTEMUAN IX dan X:<br />

ORIENTASI MASJID dan LINGKUNGAN ( PUTRA ) 200<br />

Teknis Pelaksanaan Lihat SOP / Buku Panduan 200<br />

PERTEMUAN IX dan X:<br />

TA’LIM MASTUROT (PUTRI) 201<br />

Teknis Pelaksanaan Lihat SOP / Buku Panduan 201<br />

DAFTAR PUSTAKA 203<br />

ix | P a g e


x | P a g e


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

PERTEMUAN PERTAMA<br />

ILMU DAN AMAL<br />

Rasulullah Saw bersabda :<br />

“Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan<br />

mengajarkannya.” (HR. Bukhari). Sebelum menyampaikan<br />

materi perkuliahan, wajib bagi setiap Dosen untuk<br />

memulainya dengan Tahsin Al-Qur’an, 15–30 menit,<br />

membetulkan bacaan dengan tajwid dan makhraj yang<br />

benar bagi mahasiswa, dan mereka mengulanginya.<br />

A. Pengertian Ilmu dan Amal<br />

<strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong> diturunkan kepada Nabi Muhammad<br />

Saw dengan sempurna (kaffah) yang meliputi semua<br />

aspek, yaitu Imaniah, Syariah dan Akhlak, yang tidak<br />

dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya, di mana<br />

dalam praktek kehidupan sehari-hari ketiganya menyatu<br />

secara utuh dalam pribadi seorang muslim. Aspek<br />

Imaniah atau biasa disebut juga aqidah digambarkan<br />

sebagai akar yang menunjang kokoh dan tegaknya batang<br />

di atas permukaan bumi. Sedangkan syariah dimisalkan<br />

sebagai batang yang berdiri kokoh di atas akar yang<br />

menunjangnya, dan akhlak adalah buah yang dihasilkan<br />

dari proses yang berlangsung pada akar dan batang.<br />

Aqidah merupakan landasan hidup seorang mukmin<br />

yang utuh dan integral. Integralitas aqidah, syariah dan<br />

akhlak mengisyaratkan bahwa seorang muslim harus<br />

meletakkan hidupnya secara utuh dalam <strong>Islam</strong>, tidak<br />

berpandangan dichotomis atau berpandangan ganda,<br />

maksudnya adalah bahwa seluruh kehidupan seorang<br />

1


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

muslim merupakan bagian yang tak terpisahkan dari<br />

<strong>Islam</strong>, dengan kata lain semua dimensi kehidupan<br />

diletakkan dalam kerangka agama, baik yang berkaitan<br />

dengan idiologi, politik, ekonomi, sosial dan aspek<br />

lainnya. Inilah yang dimaksud dengan <strong>Islam</strong> yang kaffah<br />

sebagaiman difirmankan Allah:<br />

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke<br />

dalam <strong>Islam</strong> (secara) keseluruhan, dan janganlah kamu<br />

turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan<br />

itu musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah : 208)<br />

Kesempurnaan <strong>Islam</strong> juga meliputi ilmu dan amal, di<br />

mana seseorang yang telah memeluk <strong>Islam</strong>, maka wajib<br />

baginya untuk beramal sesuai dengan yang diperintahkan<br />

Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan amal akan diterima<br />

apabila dilandasi dengan iman dan ilmu, maka jika<br />

hendak mengerjakan suatu amalan, mestilah mengetahui<br />

ilmunya, jangan sampai hanya meraba-raba atau mengirangira,<br />

sebab jika beramal tanpa mengetahui ilmunya<br />

dengan yakin dan pasti, tentu amal tersebut ditolak, tidak<br />

akan mendapat ganjaran pahala dari Allah Ta`ala. Dalam<br />

kitab Zubad Ibnu Ruslan menyatakan, “Setiap orang yang<br />

beramal tanpa ilmu, maka amalnya akan ditolak, tidak<br />

diterima.” (Kitab Sifat Dua Puluh). Prasangka atau<br />

mengira-ngira dalam suatu amal menurut Al-Qur’an tidak<br />

bermanfaat bagi kebenaran, sebagaimana firman Allah<br />

Swt:<br />

2


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun<br />

tentang itu. mereka tidak lain hanyalah mengikuti<br />

persangkaan, sedang sesungguhnya persangkaan itu<br />

tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran. (QS. An-<br />

Najm ; 28).<br />

Rasulullah Saw., juga bersabda:<br />

“Waspadailah prasangka (mengira-ngira), karena<br />

prasangka adalah perkataan yang paling dusta.” (HR.<br />

Bukhari dan Muslim).<br />

Betapa pentingnya ilmu dalam pandangan Al-Qur’an,<br />

sehingga Allah tunjukkan dengan lima ayat yang pertama<br />

kali diturunkan, yaitu surat Al ‘Alaq 1–5, sebagai berikut:<br />

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang<br />

Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari<br />

segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha<br />

pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan<br />

kalam Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak<br />

diketahuinya.<br />

Di antara maksud ayat-ayat tersebut adalah bahwa Allah<br />

Swt mengajarkan manusia dengan perantaraan baca dan<br />

tulis. Inilah yang disebut dengan ilmu.<br />

Menuntut ilmu penting dengan segala hikmah dan<br />

fadhilahnya, namun tidak kalah pentingnya bagaimana<br />

ilmu yang kita pelajari dapat kita amalkan. Pepatah Arab<br />

3


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

mengatakan (artinya): “Ilmu tanpa amal bagaikan pohon<br />

tanpa buah.”. Ilmu apabila tidak diamalkan, baik untuk<br />

diri sendiri maupun bagi orang lain (umat), maka selain<br />

tidak bermanfaat, juga akan dipertanggungjawabkan di<br />

hadapan Allah Swt kelak di akhirat. Sedangkan ilmu<br />

apabila diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, maka<br />

Allah telah berjanji dalam firman-Nya:<br />

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki<br />

maupun perempuan dalam Keadaan beriman, maka akan<br />

Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan<br />

sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka<br />

dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah<br />

mereka kerjakan. (QS. An-Nahl ; 97).<br />

Pengertian Ilmu dalam istilah bahasa Arab berasal<br />

dari kata kerja (fi’il) ‘alima, yang memiliki arti<br />

mengetahui, dan kata ilmu itu adalah bentuk kata benda<br />

abstrak (masdar). Sedangkan ‘alim, yaitu orang (subyek)<br />

yang mengetahui, dan yang menjadi obyeknya disebut<br />

ma’lum yang diketahui. Dalam perspektif makna,<br />

pengertian ilmu sekurang-kurangnya mencakup tiga hal,<br />

yaitu pengetahuan, aktifitas, dan metode. Menurut<br />

Zainuddin Sadar (2000), berpendapat bahwa ilmu (sains)<br />

adalah cara mempelajari alam secara obyektif dan<br />

sistematik, serta ilmu merupakan aktifitas manusia.<br />

Tiga bagian makna ilmu tersebut satu sama lain saling<br />

terkait yang merupakan satu kesatuan logis yang mesti<br />

ada secara berurutan. Ilmu tidak mungkin muncul tanpa<br />

aktifitas manusia, sedangkan aktifitas itu harus<br />

dilaksanakan dengan metode tertentu yang relevan dan<br />

4


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

akhirnya aktifitas dan metode itu mendatangkan<br />

pengetahuan yang sistematis. Ilmu bila digambarkan<br />

dalam suatu bagan segi tiga, akan terlihat seperti berikut:<br />

Sedangkan menurut The Ling Gie (2000), menyatakan<br />

bahwa ilmu dapat dipelajari dari arah aktifitas para<br />

ilmuan atau dibahas mulai dari segi metode atau dapat<br />

dipahami sebagai pengetahuan yang merupakan hasil<br />

yang sistematik. Bagan di atas dapat dipahami secara<br />

lengkap bila ketiga segi itu diberi perhatian secara<br />

seimbang.<br />

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa<br />

ilmu ialah serangkaian aktifitas manusia yang rasional<br />

dan kognitif (berpikir) dengan metode ilmiah, dan<br />

menghasilkan pengetahuan (teori dan praktek) yang<br />

sistematis tentang segala sesuatu yang ada, dengan tujuan<br />

untuk mencapai kebenaran.<br />

Ilmu <strong>Agama</strong> yaitu segala pengetahuan tentang<br />

agama. Sedangakan pengertian Amal artinya perbuatan<br />

atau pekerjaan. Menurut istilah (syariah), Ilmu agama<br />

artinya segala petunjuk-petunjuk yang berasal dari Allah<br />

Swt (Al-Qur’an) melalui Rasulullah Saw (Al-<br />

Hadits/Sunnah). Sedangkan Amal adalah segala<br />

perbuatan yang diperintahkan oleh Allah Swt dan di<br />

contohkan oleh Rasulullah Saw. Amal yang dikerjakan<br />

dengan disertai ilmu akan mendatangkan pahala,<br />

5


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

sedangkan amal yang tidak disertai ilmu akan sia-sia atau<br />

tidak diterima Allah Swt.<br />

B. Maksud dan Tujuan Ilmu<br />

Yaitu untuk melaksanakan perintah-perintah Allah<br />

dalam setiap saat dan keadaan sesuai cara Rasulullah Saw<br />

dalam kehidupan sehari-hari. Menaati perintah Allah dan<br />

Rasul-Nya merupakan suatu kewajiban bagi setiap<br />

muslim, sebagaimana Allah tegaskan di dalam Al-<br />

Qur’an surat Ali Imran ; 32:<br />

Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu<br />

berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai<br />

orang-orang kafir.<br />

Ayat tersebut mengandung maksud, bahwa yang<br />

dimaksud ilmu dalam kontek agama, yaitu manakala<br />

orang berilmu itu semakin taat kepada Allah dan Rasul-<br />

Nya. Sebaliknya apabila orang berilmu itu semakin jauh<br />

dan maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya dalam<br />

pandangan agama tidak dikatakan ilmu.<br />

Sesungguhnya intisari ilmu pengetahuan adalah<br />

untuk mengetahui hakikat ibadah dan taat, di mana<br />

keduanya mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya, serta<br />

meninggalkan larangan-larangan-Nya, baik dengan<br />

ucapan maupun perbuatan. Jadi hendaklah apa yang kita<br />

ucapkan dan perbuat sesuai dengan aturan syariat <strong>Islam</strong>,<br />

karena ilmu dan amal tanpa mengikui syariat hanya akan<br />

tersesat. Jadi ilmu dan amal bukan untuk<br />

6


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

menyombongkan diri (riya), bangga dengan gelar-gelar<br />

kesarjanaan, perdebatan yang hanya mencari<br />

kemenangan, bukan kebenaran, bukan itu tujuan ilmu.<br />

C. Kewajiban dan Keutamaan Menuntut Ilmu<br />

Menuntut Ilmu di dalam ajaran <strong>Islam</strong> hukumnya<br />

Fardu A`in, artinya kewajiban yang dibebankan kepada<br />

setiap individu muslim dan jika tidak dilakukan<br />

disamping berdosa juga akan merugikan diri sendiri,<br />

karena selain akan menjadi bodoh, juga tidak dapat<br />

membedakan mana yang hak dan bathil, mana yang benar<br />

atau salah, mana yang halal atau haram, sehingga akan<br />

tersesatlah kehidupannya, baik di dunia maupun di<br />

akhirat. Rasulullah Saw sendiri selalu menuntut ilmu<br />

melalui wahyu Allah yang diajarkan oleh Malaikat Jibril<br />

as, dan beliau diperintahkan untuk belajar dengan adabadab<br />

yang baik, serta senantiasa berdoa, sebagaimana<br />

difirmankan Allah:<br />

Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya,<br />

dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al-Qur'an<br />

sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu,<br />

dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku<br />

ilmu pengetahuan." (QS. Thaha ; 114).<br />

Maksud ayat tersebut: Nabi Muhammad Saw dilarang<br />

oleh Allah menirukan bacaan Jibril as kalimat demi<br />

kalimat, sebelum Jibril as selesai membacakannya, agar<br />

Nabi Muhammad Saw dapat menghafal dan memahami<br />

betul-betul ayat yang diturunkan itu.<br />

7


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Kewajiban menuntut ilmu bagi kita sebagaimana telah<br />

disabdakan oleh Rasulullah Saw dalam haditsnya:<br />

Thalabul -’ilmi fariidhatun ‘alaa kulli muslimiin -<br />

“Menuntut Ilmu hukumnya wajib bagi setiap muslim.”<br />

(HR. Ibnu Majah)<br />

Adapun keutamaan menuntut ilmu dan<br />

mengajarkannya menurut Al-Qur’an maupun As-Sunnah<br />

sangat banyak sekali, berikut ini uraian beberapa<br />

diantaranya, dengan harapan agar dapat memotivasi kita<br />

untuk menuntut ilmu, sebab dengan mengetahui<br />

keutamaan suatu amal, maka akan menambah semangat<br />

seseorang untuk meraihnya dengan penuh kesungguhan.<br />

a. Memiliki derajat yang tinggi<br />

Sesungguhnya manusia makhluk yang lemah dan<br />

bodoh di sisi Allah, ia tidak mengetahui apapun selain<br />

yang diajarkan oleh Allah Swt, oleh karenanya akan<br />

berbeda bagi orang yang telah diberi ilmu oleh Allah<br />

dengan orang yang tidak berilmu. Orang yang berilmu<br />

lebih tinggi derajatnya di sisi Allah dibandingkan dengan<br />

orang tidak berilmu, sebagaimana firman Allah berikut:<br />

Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (bendabenda)<br />

seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada<br />

para Malaikat lalu berfirman: Sebutkanlah kepada-Ku<br />

nama benda-benda itu jika kamu memang benar orangorang<br />

yang benar! Mereka menjawab: Maha suci<br />

8


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa<br />

yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya<br />

Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.<br />

(QS. Al-Baqarah (2) ; 31 – 32)<br />

Katakanlah : Adakah sama orang-orang yang<br />

mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui.<br />

(QS. Az-Zumar : 9)<br />

Allah akan meninggikan (derajat) orang-orang yang<br />

beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu<br />

pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha<br />

mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-<br />

Mujadalah ; 11)<br />

b. Memudahkan masuk syurga<br />

Orang berilmu adalah orang yang paling takut kepada<br />

Allah, karenanya ia akan diselamatkan dari perbuatanperbuatan<br />

yang dilarang oleh Allah (maksiat), dan ia<br />

senantiasa akan menuju kepada ketaatan kepada-Nya, hal<br />

ini telah dijelaskan oleh Allah dalam surat Faathir ; 28:<br />

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara<br />

hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya<br />

Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.<br />

9


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Yang dimaksud dengan ulama dalam ayat ini ialah orangorang<br />

berilmu yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan<br />

Allah. Oleh karena itu Nabi Saw bersabda:<br />

“Barang siapa yang melewati jalan untuk keperluan<br />

menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya<br />

berjalan menuju syurga.” (HR. Muslim).<br />

“Seorang mukmin tidak akan pernah merasa kenyang<br />

dari kebaikan (ilmu) yang ia dengar. Ia terus menerus<br />

mendengar pembicaraan ilmu tersebut hingga ia masuk<br />

ke dalam syurga.” (HR. Thirmidzi).<br />

“Kebaikan di dunia dan akhirat beserta ilmu, kemuliaan<br />

di dunia dan akhirat juga dengan ilmu, dan seorang<br />

yang alim lebih besar keutamaannya bagi Allah Ta`ala<br />

dari pada seribu pejuang yang mati syahid.” (Al-<br />

Hadits).<br />

Masih banyak lagi fadhilah atau keutamaan ilmu, yang<br />

tidak mungkin ditulis semua dalam buku ini. Maka sangat<br />

dianjurkan untuk mempelajari ilmu ini kepada ulamaulama<br />

(guru-guru) yang beriman dan bertakwa kepada<br />

Allah Swt, sebab apabila kita belajar kepada mereka,<br />

bukan hanya mendapatkan ilmu semata, tetapi doa untuk<br />

muridnya, serta keberkahan ilmu yang mereka ajarkan<br />

akan menjadi keberkahan bagi kehidupan kita, sehingga<br />

bermanfaat bagi diri dan umat di dunia dan akhirat.<br />

D. Cara Mendapatkan Ilmu<br />

Agar kita memiliki kekuatan untuk belajar/menuntut<br />

ilmu dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari,<br />

maka harus di tempuh dengan cara sebagai berikut:<br />

10


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

a. Menda’wahkan (menyampaikan) dan<br />

Memudzakarahkan (diskusikan) tentang pentingnya<br />

ilmu, karena hidupnya ilmu manakala sering<br />

dimudzakarahkan, baik ilmu masa’il (syariah/hukum<br />

<strong>Islam</strong>), maupun ilmu fadha’il (keutamaan beramal),<br />

kepada orang yang kita jumpai.<br />

b. Berlatih diri dan mengajak orang lain untuk<br />

melakukan hal yang sama, dengan jalan membuat<br />

majlis ta’lim dan memenuhi adab-adabnya,<br />

mendengar ta’lim dari ulama dengan tawajjuh<br />

(konsentrasi), atau kita yang membacakan yang lain<br />

mendengarnya.<br />

c. Banyak bertanya kepada ‘alim ‘ulama, baik masalah<br />

dunia maupun agama (akhirat), misalnya hukum jual<br />

beli, waris, juga mengenai ilmu fiqh tentang shalat,<br />

puasa, zakat, dll.<br />

d. Menghadirkan fadhilah (keutamaan) dalam setiap<br />

beramal, dengan maksud untuk memotivasi diri agar<br />

bertambah semangat dalam mengamalkan perintah<br />

Allah dan Rasul-Nya, misalnya bagaimana<br />

keuntungan orang yang menjaga shalat diawal waktu,<br />

membaca al-Qur’an, puasa Senin Kamis, bagaimana<br />

pahalanya, dst.<br />

e. Senantiasa berdoa’a kepada Allah agar diberikan<br />

kemudahan (hajat) dalam menuntut dan mengamalkan<br />

ilmu. Memohon keberkahan ilmu yang didapatkan,<br />

sehingga dapat bermanfaat bagi diri dan orang lain.<br />

E. Adab-adab Menuntut Ilmu<br />

Di antara adab-adab dalam menuntut ilmu adalah<br />

sebagai berikut :<br />

11


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

a. Adab Seorang Guru (ustadz)<br />

1. Selalu sabar, teliti, dan hati-hati dalam setiap<br />

perkara yang disampaikan<br />

2. Duduk dengan tenang sambil menundukan<br />

pandangan<br />

3. Jangan sombong kepada siapapun kecuali kepada<br />

orang yang dzholim<br />

4. Kasih sayang kepada penuntut ilmu<br />

5. Berbuat baik kepada penuntut ilmu yang memiliki<br />

daya tangkap yang lemah dengan memberikan<br />

nasihat dan pengarahan dalam mempelajari<br />

pelajaran<br />

6. Jangan merasa malu untuk mengatakan,” Saya<br />

tidak tahu atau belum tahu,” apabila benar-benar<br />

tidak tahu atau belum tahu dalam suatu masalah<br />

7. Memusatkan perhatian apabila ada pertanyaan dari<br />

penutut ilmu<br />

8. Menerima dan mengikuti suatu kebenaran<br />

walaupun dari orang yang lebih rendah ketika<br />

mengalami suatu kesalahan<br />

9. Melarang penuntut ilmu untuk menggunakan<br />

ilmunya kepada tujuan selain mencari ridho Allah<br />

dan kebahagian akhirat<br />

10. Memperbaiki dhohir dan bathinnya dengan taqwa<br />

agar menjadi tauladan bagi penuntut ilmu.<br />

b. Adab Seorang Murid (Santri)<br />

1. Memulai mengucapkan salam apabila bertemu<br />

dengan gurunya<br />

2. Jangan banyak bicara yang mubah atau sia-sia di<br />

depan gurunya<br />

3. Jangan mulai bicara sebelum ditanya atau<br />

dipersilahkan gurunya<br />

12


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

4. Jangan bertanya sebelum minta ijin atau<br />

dipersilahkan oleh gurunya<br />

5. Jangan sekali-kali berkata “Itu si fulan punya<br />

pendapat yang berbeda dengan pendapat anda”<br />

(yakni untuk menentang pendapat gurunya)<br />

6. Jangan menunjukan sikap yang memberi kesan<br />

seolah-olah lebih tahu dari gurunya<br />

7. Jangan berbicara, bertanya atau bermusyawarah<br />

dengan teman ketika gurunya sedang memberikan<br />

materi<br />

8. Jangan mudah berburuk sangka ketika melihat<br />

perbuatan gurunya yang dhohirnya bertentangan<br />

dengan syari`at agama<br />

9. Jangan bertanya ketika gurunya sedang di jalan,<br />

tetapi menunggu sampai duduk di majlisnya<br />

10. Jangan banyak bertanya ketika gurunya sedang<br />

susah atau sangat lelah<br />

13


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

14


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

PERTEMUAN KEDUA<br />

AL-ISLAM<br />

Rasulullah Saw bersabda :<br />

“Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan<br />

mengajarkannya.” (HR. Bukhari). Sebelum menyampaikan<br />

materi perkuliahan, wajib bagi setiap Dosen untuk<br />

memulainya dengan Tahsin Al-Qur’an, 15–30 menit,<br />

membetulkan bacaan dengan tajwid dan makhraj yang<br />

benar bagi mahasiswa, dan mereka mengulanginya.<br />

A. Pengertian <strong>Agama</strong> dan Al <strong>Islam</strong><br />

I. Pengertian <strong>Agama</strong><br />

Pengertian “agama” menurut bahasa, berasal dari<br />

bahasa Sanksekerta ‘gam’ yang berarti pergi. Kemudian<br />

mendapat awalan a dan akhiran a (a-gam-a) artinya<br />

menjadi jalan, dalam bahasa Inggris gam sama dengan to<br />

go artinya pergi. Menurut pendapat lain agama adalah<br />

kata Sanksekerta a artinya tidak dan gam artinya pergi,<br />

berubah atau bergerak. Jadi menurut bahasa agama<br />

artinya sesuatu (ajaran) yang tidak berubah sesuatu yang<br />

abadi atau tetap dan diwariskan secara turun temurun.<br />

Ada pula yang memberikan pengertian agama ini a<br />

artinya tidak dan gama artinya kacau, jadi agama berarti<br />

tidak kacau.<br />

Dari beberapa teori yang telah dikemukakan di atas<br />

dapatlah disimpulkan bahwa arti agama dari segi bahasa<br />

adalah :<br />

15


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

A. Suatu jalan yang harus diikuti, supaya manusia dapat<br />

sampai ke suatu tujuan yang mulia dan suci.<br />

B. Sesuatu yang tidak berubah (kekal).<br />

C. Suatu jalan yang tidak kacau, tenang, tentram dan<br />

teratur.<br />

D. Suatu cara untuk mencapai keridhaan Tuhan.<br />

Kata lain dari agama adalah religion (Inggris) artinya<br />

mengumpulkan dan membaca atau mengikat. Dengan<br />

demikian agama berarti kumpulan cara-cara mengabdi<br />

manusia yang terikat dengan Tuhan-nya, yang tertulis<br />

dalam suatu kitab suci dan hanya dapat diketahui dengan<br />

cara membaca. Sedangkan dalam bahasa Arab kata agama<br />

adalah “Dien” atau “Millah”, tetapi baik dien maupun<br />

millah memiliki pengertian yang sama dalam materinya.<br />

Perbedaannya hanya dalam kesan, yaitu dien dinisbatkan<br />

kepada Allah, misalnya “Dienullah” (dien atau agama<br />

yang diturunkan Allah). Millah dinisbatkan kepada Nabi<br />

tertentu, misalnya “Millata Ibrahim” (dien atau agama<br />

yang dibawa oleh Nabi Ibrahim).<br />

Kata “Dien” dalam bahasa Arab memiliki beberapa<br />

pengertian, diantaranya :<br />

1. Balasan<br />

Artinya : yang menguasai hari pembalasan. (QS. Al-<br />

Fatihah (1) ; 4)<br />

2. <strong>Agama</strong> (hak)<br />

Artinya : dan tidak beragama (kecuali) kepada agama<br />

yang benar (hak). (QS. At-Taubah ; 29)<br />

16


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

3. Undang-undang atau hukum<br />

Tiadalah patut (Yusuf) menghukum saudaranya<br />

menurut undang-undang raja, kecuali Allah<br />

menghendakinya. (QS. Yusuf ; 76).<br />

3. Kekuasaan<br />

“Orang yang pintar adalah orang yang menguasai hawa<br />

nafsunya dan bekerja untuk hari setelah mati (dien).”<br />

(Al-Hadits).<br />

Sedangkan pengertian agama menurut istilah<br />

(syariah/terminologi) sangat beragam sesuai ungkapan<br />

para ahli, tetapi maksud dan tujuannya hampir tidak ada<br />

perbedaan. Berikut ini uraiakan tentang pengertian agama<br />

menurut istilah dari beberapa ahli, antara lain :<br />

a. Dr. Harun Nasution dalam bukunya “<strong>Islam</strong> Ditinjau<br />

Dari Berbagai Aspek”, agama adalah ajaran-ajaran yang<br />

diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang<br />

Rasul.<br />

b. As-Syahratsani dalam bukunya “Al-Milal wan Nihal”,<br />

agama adalah undang-undang ke-Tuhanan yang<br />

mendorong orang yang berakal agar dengan usahanya<br />

sendiri untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia<br />

dan akhirat.<br />

c. Prof. Hunt dalam bukunya “The American People<br />

Encyclopedia”, agama adalah suatu hubungan antara<br />

manusia dengan kekuatan gaib yang ia percayai”.<br />

Kesimpulan penulis melihat dari berbagai pengertian<br />

di atas, bahwa agama adalah peraturan-peraturan Tuhan<br />

17


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

untuk manusia melalui para Rasul-Nya untuk menggapai<br />

kebahagiaan di dunia dan akhirat.<br />

II. Klasifikasi <strong>Agama</strong><br />

Ditinjau dari sumbernya, agama di bagi ke dalam dua<br />

golongan, yaitu <strong>Agama</strong> Wahyu dan <strong>Agama</strong> Budaya. <strong>Agama</strong><br />

Wahyu disebut juga <strong>Agama</strong> Samawi (agama langit),<br />

sedangkan <strong>Agama</strong> Budaya disebut <strong>Agama</strong> Ardli (agama<br />

bumi). Kedua macam agama tersebut memiliki ciri-ciri<br />

yang sangat berbeda.<br />

1. <strong>Agama</strong> Wahyu (samawi)<br />

a. Berasal dari wahyu Allah, jadi bukan ciptaan manusia<br />

atau siapapun selain Allah Swt.<br />

b. Ajaran Ke-Tuhanannya monotheisme (Tauhid) mutlak.<br />

c. Disampaikan oleh para Rasul atau Nabi.<br />

d. Mempunyai kitab suci yang otentik (asli), bersih dari<br />

campur tangan manusia.<br />

e. Ajaran-ajarannya bersifat tetap, tidak berubah-ubah.<br />

2. <strong>Agama</strong> Budaya (Ardhi)<br />

a. Hasil pemikiran atau perasaan manusia.<br />

b. Ajaran Ke-Tuhanannya dinamisme (dua Tuhan) atau<br />

politheisme (banyak Tuhan).<br />

c. Tidak disampaikan oleh Nabi atau Rasul Allah.<br />

d. Pada umumnya tidak memiliki kitab suci, kalaupun ada<br />

adalah hasil pemikiran manusia yang suka mrngalami<br />

perubahan-perubahan.<br />

Yang termasuk <strong>Agama</strong> Wahyu adalah <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

(masih asli), Nasrani dan Yahudi (yang asli), sekarang<br />

kedua agama ini sudah tidak asli lagi.<br />

18


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

III. Pengertian Al-<strong>Islam</strong><br />

Mempelajari dan memahami <strong>Islam</strong> secara utuh dan<br />

menyeluruh adalah penting walaupun tidak secara detail.<br />

Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan kesalah<br />

pahaman yang akan menimbulkan pandangan dan sikap<br />

negatif terhadap <strong>Islam</strong>. Di samping itu untuk<br />

menumbuhkan sikap hormat bagi pemeluk agama lain.<br />

Menurut Nasruddin Razak dalam bukunya “Dienul<br />

<strong>Islam</strong>”, menyatakan bahwa untuk memahami <strong>Islam</strong> secara<br />

benar ialah dengan cara-cara sebagai berikut :<br />

Pertama, <strong>Islam</strong> harus dipelajari dari sumbernya yang asli<br />

yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah.<br />

Kekeliruan memahami <strong>Islam</strong> karena orang<br />

hanya mengenalnya dari sebagian ulama dan<br />

pemeluk-pemeluknya yang telah jauh dari<br />

pimpinan Al-Qur’an dan Sunnah.<br />

Kedua, <strong>Islam</strong> harus dipelajari secara integral, tidak<br />

dengan cara partial, artinya <strong>Islam</strong> harus<br />

dipelajari secara menyeluruh sebagai suatu<br />

kesatuan yang utuh, tidak sebagian saja. Apabila<br />

<strong>Islam</strong> dipelajari secara partial saja dari ajarannya,<br />

apalagi yang bukan ajaran pokok, dan hanya<br />

dalam bidang-bidang khilafiyah, maka tentulah<br />

pengetahunnya tentang <strong>Islam</strong> sebatas apa yang<br />

dipelajarinya, yaitu bagian kecil dari masalah<br />

dalam <strong>Islam</strong> dan bukan pokok, sehingga apabila<br />

hal ini terjadi maka seseorang akan merasa<br />

skeptis (ragu, bimbang) terhadap <strong>Islam</strong>, dengan<br />

adanya hal-hal yang nampaknya mengandung<br />

antagonisme.<br />

19


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Nama <strong>Islam</strong> mempunyai perbedaan yang luar biasa<br />

dengan nama agama lainnya. Kata <strong>Islam</strong> tidak<br />

mempunyai hubungan dengan orang atau golongan<br />

manusia bahkan dari suatu negara tertentu. Tetapi <strong>Islam</strong><br />

adalah agama wahyu dari Allah swt, maka untuk<br />

mempelajarinya terlebih dahulu diperlukan pemahaman<br />

terhadap makna atau pengertian <strong>Islam</strong>, sehingga tidak<br />

keliru dalam menafsirkan atau memberi definisi tentang<br />

<strong>Islam</strong> itu, karena akan ditemukan akar kata dari kata<br />

<strong>Islam</strong> itu sendiri.<br />

a. Menurut Bahasa (etimologi)<br />

Secara umum pengertian <strong>Islam</strong> berasal dari kata<br />

“Aslama”, yang berarti tunduk, patuh dan berserah diri.<br />

<strong>Islam</strong> adalah nama dari agama wahyu yang diturunkan<br />

oleh Allah kepada Rasul-Nya untuk disampaikan kepada<br />

umat manusia. <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong> berisi ajaran-ajaran Allah<br />

yang mengatur hubungan manusia dengan Allah,<br />

manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam.<br />

Pengertian <strong>Islam</strong> yang lainnya menurut bahasa berasal<br />

dari bahasa Arab “Salima-yuslimu-salman”, yang berarti<br />

selamat, maksudnya selamat dunia dan akhirat.<br />

Dengan kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang<br />

mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan<br />

(dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang<br />

itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang<br />

benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke<br />

jalan yang lurus. (QS. 5 ; 16).<br />

20


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Dari asal kata itu dibentuk kata “aslama-yuslimu-tasliiman”,<br />

yang artinya menyerah atau tunduk, menaati atau<br />

mematuhi, maksudnya adalah menyerah, menaati atau<br />

mematuhi segala perintah Allah Swt.<br />

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak<br />

beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap<br />

perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak<br />

merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap<br />

putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan<br />

sepenuhnya. (QS. An-Nisa ; 65)<br />

Kemudian bentuk lain adalah “silmun” artinya damai,<br />

maksudnya damai dengan Allah dan damai dengan<br />

makhluk Allah.<br />

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam<br />

<strong>Islam</strong> (kedamaian) secara keseluruhan, dan janganlah kamu<br />

turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu<br />

musuh yang nyata bagimu. (QS. 2 ; 208).<br />

b. Menurut Istilah (terminolog)<br />

Menurut Istilah, pengertian <strong>Islam</strong> adalah tunduk dan<br />

menyerah kepada Allah Swt, baik lahir maupun bathin.<br />

Maka jalan yang ditempuh adalah melaksanakan segala<br />

perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, sesuai<br />

dengan cara Rasulullah Saw., dalam kehidupan umat<br />

<strong>Islam</strong> sehari-hari.<br />

21


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

A. Ciri-ciri Dienul <strong>Islam</strong><br />

Terdapat beberapa ciri khas Dien (<strong>Agama</strong>) <strong>Islam</strong> yang<br />

harus difahami oleh semua manusia, sehingga tidak<br />

terjadi kesalah fahaman, antara lain :<br />

a. Robbaniyah<br />

Maksudnya adalah bahwa <strong>Islam</strong> bersumber dari Robb<br />

Semesta Alam (Allah Swt), bukan dari manusia atau<br />

makhluk lainnya.<br />

Dia (Allah) bagi kamu tentang agama apa yang telah<br />

diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami<br />

wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan<br />

kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama<br />

dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat<br />

berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru<br />

mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang<br />

yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada<br />

(agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (QS. 42 ;<br />

13).<br />

Yang dimaksud agama di sini ialah meng-Esakan Allah<br />

Swt., beriman kepada-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-<br />

Nya dan hari akhirat serta menaati segala perintah dan<br />

menjauhi larangan-Nya. Tujuan pertama dan terakhir<br />

Dien <strong>Islam</strong> adalah agar manusia menyembah Allah SWT.<br />

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan<br />

supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. 51 ; 56).<br />

22


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

b. Insaniyyah ‘alamiyyah (kemanusiaan dan universal)<br />

Maksud kemanusiaan yang universal adalah bahwa<br />

dienul <strong>Islam</strong> diturunkan sebagai petunjuk untuk seluruh<br />

manusia bukan khusus suatu kaum atau golongan.<br />

Dan Tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad),<br />

melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS.<br />

21 ; 107).<br />

Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat<br />

manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan<br />

sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia<br />

tiada mengetahui. (QS. 34 ; 28).<br />

Katakanlah: "Hai manusia Sesungguhnya aku adalah<br />

utusan Allah kepadamu semua, Yaitu Allah yang<br />

mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan<br />

(yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan<br />

dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah dan<br />

Rasul-Nya, Nabi yang Ummi yang beriman kepada Allah<br />

dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan<br />

ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk. (QS. 7 ;<br />

158).<br />

23


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

c. Syamil (lengkap dan mencakup)<br />

Maksudnya adalah bahwa hukum dan ajaran <strong>Islam</strong><br />

mencakup seluruh aspek kehidupan. Tidak ada suatu<br />

aktifitas, baik yang kecil maupun besar, kecuali <strong>Islam</strong><br />

telah menerangkan hukumnya. Allah berfirman dalam<br />

surat Al An’am ayat 38:<br />

Dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan<br />

burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya,<br />

melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami<br />

alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada<br />

Tuhanlah mereka dihimpunkan.<br />

Sebahagian mufassirin (ahli tafsir) menafsirkan Al-<br />

Kitab itu dengan Lauhul mahfudz dengan arti bahwa nasib<br />

semua makhluk itu sudah dituliskan (ditetapkan) dalam<br />

Lauhul mahfud (catatan Allah di Arsy) . dan ada pula<br />

yang menafsirkan Al-Qur’an dengan arti: dalam Al-<br />

Qur’an itu telah ada pokok-pokok agama, norma-norma,<br />

hukum-hukum, hikmah-hikmah dan pimpinan untuk<br />

kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, dan<br />

kebahagiaan makhluk pada umumnya.<br />

(dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiaptiap<br />

umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan<br />

Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas<br />

seluruh umat manusia. dan Kami turunkan kepadamu Al-<br />

24


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan<br />

petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang<br />

yang berserah diri. (QS. 16 ; 89).<br />

d. Al Basathoh (mudah)<br />

Maksudnya adalah bahwa ajaran <strong>Islam</strong> mudah untuk<br />

dikerjakan, tidak ada kesulitan sedikitpun, sebab <strong>Islam</strong><br />

tidak membebankan manusia kecuali sebatas<br />

kemampuannya.<br />

Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang<br />

sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekalikali<br />

tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu<br />

kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia<br />

(Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim<br />

dari dahulu dan (begitu pula) dalam (Al Qur’an) ini,<br />

supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya<br />

kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka<br />

dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan<br />

berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah<br />

Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung dan<br />

sebaik- baik penolong. (QS. 22 ; 78).<br />

Maksudnya, dalam Kitab-Kitab yang telah diturunkan<br />

kepada Nabi-Nabi terdahulu, sebelum Nabi Muhammad<br />

Saw.<br />

25


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak<br />

mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan<br />

tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan<br />

(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika<br />

kamu junub, maka mandilah, dan jika kamu sakit atau<br />

dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air<br />

(kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak<br />

memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah<br />

yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan<br />

tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi<br />

Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan<br />

nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (QS. 5 ; 6).<br />

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan<br />

kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang<br />

diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang<br />

dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami,<br />

janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami<br />

tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan<br />

kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau<br />

bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan<br />

Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang<br />

tak sanggup Kami memikulnya, beri ma'aflah kami;<br />

26


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah<br />

penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang<br />

kafir. (QS. 2 ; 286).<br />

e. Al ‘Adalah (keadilan mutlak)<br />

Maksudnya bahwa tujuan agama <strong>Islam</strong> adalah untuk<br />

menegakkan keadilan mutlah dan mewujudkan<br />

persaudaraan dan persamaan di tengah kehidupan<br />

manusia, serta memelihara darah, kehormatan, harta,<br />

akal dan agama mereka, sebagaimana telah dijelaskan<br />

dalam Al-Qur’an berikut:<br />

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi<br />

orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena<br />

Allah, menjadi saksi dengan adil, dan janganlah sekalikali<br />

kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong<br />

kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena<br />

adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah<br />

kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui<br />

apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Maidah ; 8<br />

Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali<br />

dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia<br />

dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan<br />

dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada<br />

27


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan<br />

apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku<br />

adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah<br />

janji Allah. yang demikian itu diperintahkan Allah<br />

kepadamu agar kamu ingat.” (QS. Al-An’am ; 152).<br />

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang<br />

yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena<br />

Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak<br />

dan kaum kerabatmu. jika ia kaya ataupun miskin, maka<br />

Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah<br />

kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang<br />

dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (katakata)<br />

atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya<br />

Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu<br />

kerjakan.” (QS. An nisaa ((4) ; 135).<br />

f. Tawazun (keseimbangan)<br />

Yaitu seluruh ajaran dien <strong>Islam</strong> menjaga<br />

keseimbangan antara kepentingan pribadi dan umum,<br />

antara jasad dan ruh, antara dunia dan akhirat. Tidak<br />

dibolehkan dalam agama hanya melihat dari satu sisi saja,<br />

misalnya seseorang yang ingin masuk syurga hanya<br />

shalat, puasa dan zakat saja, sedangkan shalat perlu<br />

pakaian untuk menutup aurat, puasa perlu<br />

makanan/minuman untuk berbuka, zakat perlu harta,<br />

yang kesemuanya harus diusahakan, dan seterusnya.<br />

Hanya saja kepentingan akhirat harus lebih diutamakan,<br />

jangan sampai terlena dengan urusan duniawi yang<br />

28


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

sifatnya sementara, melupakan kehidupan akhirat yang<br />

selama-lamanya.<br />

Sabda Nabi Saw:<br />

“Sesungguhnya badanmu memiliki hak atasmu, jiwamu<br />

memiliki hak atasmu dan keluargamu juga memiliki hak<br />

atasmu, maka berikanlah setiap yang mempunyai hakhaknya.”<br />

(HR. Bukhari dan Muslim).<br />

Sebagaimana firman Allah:<br />

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah<br />

kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu<br />

melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan<br />

berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah<br />

berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat<br />

kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak<br />

menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. 28 ;<br />

77).<br />

Ayat tersebut menerangkan bahwa bekal akhirat lebih<br />

utama daripada bekal dunia, karena dunia hanya sekedar<br />

jangan melupakan saja.<br />

g. Perpaduan antara Tsabat (tidak berubah) dan Marunah<br />

(menerima perubahan)<br />

Tsabat pada pokok-pokok dan tujuannya, sedangkan<br />

Marunah pada cabang, sarana dan cara-caranya, sehingga<br />

dengan sifat Marunahnya dien <strong>Islam</strong> dapat menyesuaikan<br />

diri dan dapat menghadapi perkembangan zaman, serta<br />

sesuai dengan segala keadaan yang baru timbul.<br />

29


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

IV. Fungsi dan Peranan Dienul <strong>Islam</strong><br />

Dienul <strong>Islam</strong> adalah agama yang memiliki sifat<br />

“Rahmatan Lil’alamin (kasih sayang bagi seluruh alam),“<br />

oleh karenanya juga memilki fungsi dan peranan penting<br />

bagi manusia maupun Jin, bahkan alam semesta. <strong>Islam</strong><br />

memiliki fungsi dimensial, tidak hanya sekedar<br />

menghambakan diri kepada Allah (hablun-minallah), atau<br />

berhubungan dengan manusia (hablun-minannaas) saja,<br />

namun juga berfungsi terhadap hubungan dengan alam<br />

semesta. Simak penjelasan berikut:<br />

a. Ajaran <strong>Islam</strong> Mengatur Hubungan Manusia dengan<br />

Tuhannya<br />

Ajaran <strong>Islam</strong> meliputi tentang kepercayaan dan<br />

penyembahan. Sebab itu <strong>Islam</strong> mengajarkan tentang<br />

sistem iman dan sistem ibadah, dimana sistem pertama<br />

disebut rukun-rukun iman, sedangkan yang kedua<br />

disebut rukun-rukun <strong>Islam</strong>. Secara garis besar, pokokpokok<br />

Ajaran <strong>Islam</strong> meliputi tiga bidang, yaitu Aqidah,<br />

Syari’ah dan Akhlak. Masing-masing ajaran pokok<br />

tersebut memiliki unsur-unsurnya, sebagaimana<br />

digambarkan dalam skema di bawah ini. Peraturan Allah<br />

yang mengatur manusia dengan Tuhan disebut Ibadah,<br />

dan yang mengatur hubungan manusia dengan sesama<br />

dan alam semesta disebut Mu’amalah.<br />

Arkanul <strong>Islam</strong> (Rukun <strong>Islam</strong>) yang lima perkara<br />

termasuk ke dalam golongan Ibadah. Arkanul <strong>Islam</strong><br />

berasal dari kata : “Arkan dan <strong>Islam</strong>” Arkan berasal dari<br />

rukun yang berarti bagian yang inheren (tidak<br />

terpisahkan), berbeda dengan syarat yang berarti kondisi<br />

yang harus ada pada rukun sehingga suatu peribadatan<br />

30


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

menjadi sah. Rukun atau Arkanul <strong>Islam</strong> bagian-bagian<br />

dari pada suatu kebulatan <strong>Islam</strong>.<br />

Pelaksanaan rukun-rukun <strong>Islam</strong> yang merupakan<br />

pelaksanaan ibadah yang menghubungkan hamba dengan<br />

Allah (ibadah dalam arti khusus). Juga kewajiban<br />

terhadap manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, yang<br />

disebut muamalah. Seorang muslim yang melaksanakan<br />

ibadah dan muamalah tersebut dipandang sudah<br />

melaksanakan Syari’ah <strong>Islam</strong>. Rukun <strong>Islam</strong> ada lima<br />

perkara, yaitu mengucapkan dua kalimah syahadat,<br />

mendirikan shalat, membayar zakat, mengerjakan puasa<br />

di bulan Romadhan, dan mengerjakan haji bagi yang<br />

mampu.<br />

Kelima rukun <strong>Islam</strong> di atas telah diatur materi dan<br />

tata caranya secara permanen dan rinci dalam Al-Qur’an<br />

dan Sunnah Rasulullah Saw. Secara rinci kelima rukun<br />

tersebut Insya Allah akan dibahas pada pertemuan<br />

selanjutnya. Sedangkan masalah Mu’amalah akan dibahas<br />

pada semester berikutnya secara khusus. Berikut skema<br />

pokok-pokok ajaran <strong>Islam</strong> secara lengkap untuk diketahui<br />

dan diamalkan.<br />

31


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

- Materi Aqidah, akan dibahas pada pertemuan<br />

selanjutnya<br />

- Materi Akhlak, akan dibahas pada pertemuan<br />

selanjutnya<br />

Pengertian syari’ah menurut bahasa yaitu “jalan”,<br />

sedangkan arti istilah adalah Peraturan Allah yang<br />

mengatur hubungan manusia dengan tiga pihak, yaitu<br />

Tuhan, sesama manusia, dan alam semesta/lingkungan.<br />

b. Ajaran <strong>Islam</strong> mengatur hubungan dengan sesamanya<br />

dan alam semesta.<br />

32


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Karenanya <strong>Islam</strong> mempunyai ajaran-ajaran tentang<br />

sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, perkawinan, hartapusaka,<br />

jihad, perang, dan damai, kesehatan dan<br />

sebagainya. Alam adalah segala sesuatu selain Allah,<br />

alam ialah yang diciptakan (makhluk), sedangan Allah<br />

adalah yang menciptakan (Khalik). Maka di dalam al<br />

Qur’an Allah bergelar “Rabbul ‘Alamin”, artinya Tuhan<br />

alam semesta. Selain kata ‘alamin, Al-Qur’an juga<br />

menggunakan kalimat “assamawati wal ardh” artinya<br />

semua langit dan bumi, atau semua apa yang ada di langit<br />

dan bumi. Alam semesta merupakan satu kosmos (laws of<br />

nature), atau dalam <strong>Islam</strong> disebut sunnatullah.<br />

c. Perbedaan Dienul <strong>Islam</strong> dengan Jahiliyah<br />

1. Dienul <strong>Islam</strong><br />

a). Berasal dari Allah SWT<br />

Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa<br />

yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang<br />

telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah<br />

Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu:<br />

Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah<br />

tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik<br />

agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah<br />

menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya<br />

dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang<br />

kembali (kepada-Nya). (QS. 42 ; 13).<br />

33


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Yang dimaksud agama di sini ialah meng-Esakan Allah<br />

Swt., beriman kepada-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-<br />

Nya dan hari akhirat serta menaati segala perintah dan<br />

larangan-Nya.<br />

b). <strong>Agama</strong> yang hak (dienul hak)<br />

Inilah yang menghantarkan manusia ke jalan hidayah,<br />

sebagaimana firman Allah berikut:<br />

Katakanlah: "Apakah di antara sekutu-sekuturmu ada<br />

yang menunjuki kepada kebenaran (hak)?" Katakanlah<br />

"Allah-lah yang menunjuki kepada kebenaran". Maka<br />

Apakah orang-orang yang menunjuki kepada kebenaran<br />

itu lebih berhak diikuti ataukah orang yang tidak dapat<br />

memberi petunjuk kecuali (bila) diberi petunjuk?<br />

mengapa kamu (berbuat demikian)? Bagaimanakah<br />

kamu mengambil keputusan? (QS. 10 ; 35).<br />

Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan<br />

sekali-kali kamu Termasuk orang-orang yang ragu. (QS.<br />

2 ; 147).<br />

Alif laam miim raa. ini adalah ayat-ayat Al kitab (Al-<br />

Qur’an). dan kitab yang diturunkan kepadamu daripada<br />

34


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Tuhanmu itu adalah benar, akan tetapi kebanyakan<br />

manusia tidak beriman (kepadanya). (QS. 13 ; 1).<br />

Ialah huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan<br />

sebagian dari surat-surat Al-Qur’an seperti: Alif laam<br />

miim, Alif laam raa, Alif laam miim shaad dan<br />

sebagainya. diantara Ahli-ahli tafsir ada yang<br />

menyerahkan pengertiannya kepada Allah karena<br />

dipandang Termasuk ayat-ayat mutasyaabihaat, dan<br />

ada pula yang menafsirkannya. golongan yang<br />

menafsirkannya ada yang memandangnya sebagai<br />

nama surat, dan ada pula yang berpendapat bahwa<br />

huruf-huruf abjad itu gunanya untuk menarik perhatian<br />

Para Pendengar supaya memperhatikan Al-Qur’an itu,<br />

dan untuk mengisyaratkan bahwa Al-Qur’an itu<br />

diturunkan dari Allah dalam bahasa Arab yang<br />

tersusun dari huruf-huruf abjad. kalau mereka tidak<br />

percaya bahwa Al-Qur’an diturunkan dari Allah dan<br />

hanya buatan Muhammad Saw semata-mata, maka<br />

cobalah mereka membuat semacam Al-Qur’an itu,<br />

niscaya mereka tidak akan mampu membuatnya, walau<br />

meminta bantuan seluruh manusia, jin dan makhlukmakhluk<br />

lainnya di seluruh dunia.<br />

2. Dien Jahiliyah<br />

a. Produk buatan manusia (selain Allah)<br />

<strong>Agama</strong> Jahiliyah jelas bukan produk yang berasal dari<br />

Allah, tetapi buatan manusia, mereka tidak<br />

menyembah Allah, tetapi menyembah Tuhan yang<br />

mereka buat sendiri, contoh patung, dan berhalaberhala<br />

yang mereka sembah, ada yang terbuat dari<br />

batu, kayu, bahkan tepung, dan sebagainya.<br />

35


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

b. Berdasarkan sangkaan / dugaan<br />

Sebagaimana dijelaskan oleh Allah swt di dalam Al-<br />

Qur’an.<br />

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang<br />

di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu<br />

dari jalan Allah. mereka tidak lain hanyalah mengikuti<br />

persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah<br />

berdusta (terhadap Allah). (QS. 6 ; 116).<br />

Seperti menghalalkan memakan apa-apa yang telah<br />

diharamkan Allah dan mengharamkan apa-apa yang telah<br />

dihalalkan Allah, menyatakan bahwa Allah mempunyai<br />

anak.<br />

Orang-orang yang mempersekutukan Tuhan, akan<br />

mengatakan: "Jika Allah menghendaki, niscaya Kami<br />

dan bapak-bapak Kami tidak mempersekutukan-Nya dan<br />

tidak (pula) Kami mengharamkan barang sesuatu<br />

apapun." demikian pulalah orang-orang sebelum mereka<br />

telah mendustakan (para Rasul) sampai mereka<br />

merasakan siksaan kami. Katakanlah: "Adakah kamu<br />

mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kamu<br />

mengemukakannya kepada kami?" kamu tidak<br />

mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak<br />

lain hanyalah berdusta. (QS. 6 ; 148).<br />

36


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah semua yang ada<br />

di langit dan semua yang ada di bumi. dan orang-orang<br />

yang menyeru sekutu-sekutu selain Allah, tidaklah<br />

mengikuti (suatu keyakinan). mereka tidak mengikuti<br />

kecuali prasangka belaka, dan mereka hanyalah mendugaduga.<br />

QS. 10 ; 66).<br />

Dan mereka berkata: "Jikalau Allah yang Maha Pemurah<br />

menghendaki tentulah Kami tidak menyembah mereka<br />

(malaikat)". Mereka tidak mempunyai pengetahuan<br />

sedikitpun tentang itu, mereka tidak lain hanyalah<br />

menduga-duga belaka. (QS. 43 ; 20).<br />

c. Undang-undang/peraturan bathil<br />

Maka (Zat yang demikian) Itulah Allah Tuhan kamu<br />

yang sebenarnya, maka tidak ada sesudah kebenaran itu,<br />

melainkan kesesatan. Maka Bagaimanakah kamu<br />

dipalingkan (dari kebenaran)? (QS. 10 ; 32).<br />

Katakanlah: "Apakah di antara sekutu-sekutumu ada<br />

yang menunjuki kepada kebenaran?" Katakanlah<br />

"Allah-lah yang menunjuki kepada kebenaran". Maka<br />

37


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Apakah orang-orang yang menunjuki kepada kebenaran<br />

itu lebih berhak diikuti ataukah orang yang tidak dapat<br />

memberi petunjuk kecuali (bila) diberi petunjuk?<br />

mengapa kamu (berbuat demikian)? Bagaimanakah<br />

kamu mengambil keputusan? (QS. 10 ; 35).<br />

V. Yang Membatalkan Ke <strong>Islam</strong>an Seseorang<br />

Setiap orang <strong>Islam</strong> yang beriman, pasti tidak<br />

menginginkan ke-<strong>Islam</strong>annya menjadi batal, hal itu bisa<br />

saja terjadi, baik dengan faktor kesengajaan maupun tidak<br />

dengan kesengajaan, disadari maupun tidak disadari.<br />

Berikut ini merupakan faktor-faktor yang membatalkan<br />

<strong>Islam</strong>nya seseorang dan harus dihindari oleh setiap umat<br />

<strong>Islam</strong>, karena berakibat akan menyebabkan tidak<br />

diterimanya iman dan amal seseorang, walau sebesar<br />

gunung uhud sekalipun. Adapun faktor-faktor yang<br />

menyebabkan batalnya ke-<strong>Islam</strong>an seseorang, antara lain :<br />

a. Seluruh bentuk syirik<br />

Syirik adalah suatu perbuatan yang yang<br />

menyekutukan Allah dengan yang lain, baik secara dhahir<br />

maupun bathin, misalnya percaya kepada Allah sebagai<br />

Tuhan yang berhak disembah, tetapi percaya juga kepada<br />

Dukun, keris, jabatan, uang, dan sebagainya sebagai<br />

sesembahannya.<br />

Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa<br />

mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia<br />

mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang<br />

38


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan<br />

(sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia telah<br />

tersesat sejauh-jauhnya. (QS. 4 ; 116)<br />

b. Mengingkari hukum-hukum Allah<br />

Berikut ini ayat-ayat Allah yang menjelaskan<br />

hukuman bagi hamba-Nya yang mengingkari hukum<br />

(keputusan) Allah. (QS. Al-Maaidah (5) ; 44 - 45, 47, 50):<br />

(44) Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab<br />

Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang<br />

menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara<br />

orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerahkan<br />

diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan<br />

pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka<br />

diperintahkan memelihara Kitab-Kitab Allah dan mereka<br />

menjadi saksi terhadapnya. karena itu janganlah kamu<br />

takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan<br />

janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga<br />

yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan<br />

menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu<br />

adalah orang-orang yang kafir.<br />

39


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

(45) Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di<br />

dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan<br />

jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga<br />

dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun)<br />

ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qisas)<br />

nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa<br />

baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara<br />

menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu<br />

adalah orang-orang yang zalim.<br />

(47) Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil,<br />

memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan<br />

Allah didalamnya. Barangsiapa tidak memutuskan<br />

perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka<br />

mereka itu adalah orang-orang yang fasik.<br />

Penjelasan :<br />

Pengikut-pengikut Injil itu diharuskan memutuskan<br />

perkara menurut apa yang diturunkan Allah di dalam<br />

Injil itu, sampai pada masa diturunkan Al-Qur’an.<br />

Orang yang tidak memutuskan perkara menurut hukum<br />

Allah, ada tiga macam:<br />

a) Karena benci dan ingkarnya kepada hukum Allah,<br />

orang yang semacam ini dianggap Kafir (QS. Al-<br />

Maa-idah ; 44).<br />

b) Karena menuruti hawa nafsu dan merugikan orang<br />

lain dinamakan dzalim (QS. Al-Maa-idah ; 45).<br />

c) Karena Fasik (QS. Al-Maa-idah ; 47).<br />

40


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

c. Membenci ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Saw<br />

Nabi telah mengingatkan kepada umatnya agar<br />

berpegang teguh kepada dua perkara, yaitu Al-Qur’an<br />

dan As-Sunnah, niscaya selamatlah mereka, sebaliknya<br />

apabila mengingkarinya, maka sesatlah mereka.<br />

Mengingkari bisa berarti tidak mau mentaatinya atau<br />

membenci dengan sunnahnya. Sebagaiamana firman<br />

Allah:<br />

Yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya mereka<br />

benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al-Qur’an)<br />

lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal<br />

mereka. (QS. 47 ; 9)<br />

d. Mencemoohkan Dienullah, mengejek pahala dan siksa<br />

Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa<br />

yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan<br />

manjawab, "Sesungguhnya Kami hanyalah bersenda<br />

gurau dan bermain-main saja." Katakanlah: "Apakah<br />

dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu<br />

selalu berolok-olok? (QS. 9 ; 65)<br />

e. Percaya kepada Sihir<br />

41


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitansyaitan<br />

pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka<br />

mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir),<br />

Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir),<br />

hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan<br />

sihir). mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan<br />

apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di<br />

negeri Babil Yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya<br />

tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum<br />

mengatakan: "Sesungguhnya Kami hanya cobaan<br />

(bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka<br />

mempelajari dari kedua Malaikat itu apa yang dengan<br />

sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang<br />

(suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir)<br />

tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada<br />

seorangpun, kecuali dengan izin Allah. dan mereka<br />

mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat<br />

kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi,<br />

sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa<br />

Barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan<br />

sihir itu, Tiadalah baginya Keuntungan di akhirat, dan<br />

Amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya<br />

dengan sihir, kalau mereka mengetahui. (QS. 2 ;102).<br />

Keterangan ayat :<br />

- Yang dibaca syaitan-syaitan maksudnya sihir.<br />

- Syaitan-syaitan itu menyebarkan berita-berita bohong,<br />

bahwa Nabi Sulaiman menyimpan lembaran-lembaran<br />

sihir (Ibnu Katsir).<br />

- Bermacam-macam sihir yang dikerjakan orang Yahudi,<br />

sampai kepada sihir untuk mencerai-beraikan<br />

masyarakat seperti mencerai-beraikan suami isteri.<br />

42


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

f. Memberi pertolongan kepada kaum musyrikin untuk<br />

memerangi orang <strong>Islam</strong><br />

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil<br />

orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpinpemimpin(mu);<br />

sebahagian mereka adalah pemimpin bagi<br />

sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu<br />

mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya<br />

orang itu Termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah<br />

tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. “<br />

(QS. 5 ; 51)<br />

g. Berpaling dari Dienullah (<strong>Islam</strong>) tidak mau belajar dan<br />

tidak mau mengamalkannya.<br />

Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah<br />

diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia<br />

berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan<br />

memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.<br />

(QS. 32 ; 22)<br />

h. Mengingkari Nabi Muhammad Saw, sebagai Khotamul<br />

Anbiyaa wal Mursaliin serta meyakini ada Nabi setelah<br />

wafatnya Rasulullah Saw.<br />

Di bawah ini adalah dalil-dalil Nabi Muhammad<br />

sebagai Nabi dan Rasul terakhir dan tidak ada Nabi<br />

sesudahnya, baik menurut Al-Qur’an maupun As-<br />

Sunnah.<br />

43


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

1. Al-Qur’an<br />

Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang<br />

laki-laki di antara kamu, tetapi Dia adalah Rasulullah<br />

dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha<br />

mengetahui segala sesuatu. (QS. Al Ahzab ; 40)<br />

2. Hadits Nabi<br />

Rasulullah Saw menegaskan:<br />

“Rantai Kerasulan dan Kenabian telah sampai pada<br />

akhirnya. Tidak akan ada lagi rasul dan nabi<br />

sesudahku.” (HR. Tirmidzi)<br />

Imam Muslim dan yang lainnya meriwayatkan dari Abu<br />

Hurairah r.a. bahwa Nabi Muhammad Saw, bersabda:<br />

“Perumpamaan saya dan para Nabi sebelum saya seperti<br />

orang yang membangun satu bangunan lalu dia<br />

membaguskan dan membuat indah bangunan itu kecuali<br />

tempat batu yang ada di salah satu sudut. Kemudian<br />

orang-orang mengelilinginya dan mereka ta’jub lalu<br />

berkata: ‘kenapa kamu tidak taruh batu ini.?’ Nabi<br />

menjawab : Sayalah batu itu dan saya penutup Nabinabi.”<br />

Imam Muslim juga meriwayatkan dari Jubair bin Mut’im<br />

ra bahwa Nabi Saw bersabda:<br />

“Sesungguhnya saya mempunyai nama-nama, saya<br />

Muhammad, saya Ahmad, saya Al-Mahi, yang mana<br />

44


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Allah menghapuskan kekafiran karena saya, saya Al-<br />

Hasyir yang mana manusia berkumpul di kaki saya,<br />

saya Al-Aqib yang tidak ada Nabi setelahnya.”<br />

Abu Daud dan yang lain dalam hadist Thauban Al-<br />

Thawil, bersabda Nabi Muhammad Saw:<br />

“Akan ada pada umatku 30 pendusta semuanya<br />

mengaku nabi, dan saya penutup para Nabi dan tidak<br />

ada nabi setelahku.”<br />

Khutbah terakhir Rasulullah …<br />

“Wahai manusia, tidak ada nabi atau rasul yang akan<br />

datang sesudahku dan tidak ada agama baru yang akan<br />

lahir. Karena itu, wahai manusia, berpikirlah dengan<br />

baik dan pahamilah kata-kata yang kusampaikan<br />

kepadamu. Aku tinggalkan dua hal: Al-Qur’an dan<br />

Sunnah, contoh-contoh dariku; dan jika kamu ikuti<br />

keduanya kamu tidak akan pernah tersesat …”<br />

Rasulullah Saw, menjelaskan:<br />

“Suku Israel dipimpim oleh Nabi-nabi. Jika seorang Nabi<br />

meninggal dunia, seorang nabi lain meneruskannya.<br />

Tetapi tidak ada nabi yang akan datang sesudahku;<br />

hanya para khalifah yang akan menjadi penerusku.”<br />

(Bukhari, Kitab-ul-Manaqib).<br />

Rasulullah Saw, menyatakan:<br />

“Allah telah memberkati aku dengan enam macam<br />

kebaikan yang tidak dinikmati Nabi-nabi terdahulu: –<br />

Aku dikaruniai keahlian berbicara yang efektif dan<br />

sempurna. – Aku diberi kemenangan karena musuh<br />

gentar menghadapiku – Harta rampasan perang<br />

45


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

dihalalkan bagiku. - Seluruh bumi telah dijadikan<br />

tempatku beribadah dan juga telah menjadi alat pensuci<br />

bagiku. Dengan kata lain, dalam agamaku, melakukan<br />

shalat tidak harus di suatu tempat ibadah tertentu.<br />

Shalat dapat dilakukan di manapun di atas bumi. Dan<br />

jika air tidak tersedia, ummatku diizinkan untuk<br />

berwudhu dengan tanah (Tayammum) dan<br />

membersihkan dirinya dengan tanah jika air untuk<br />

mandi langka. – Aku diutus Allah untuk menyampaikan<br />

pesan suci-NYA bagi seluruh dunia. – Dan jajaran<br />

Kenabian telah mencapai akhirnya padaku.” (Riwayat<br />

Muslim, Tirmidhi, Ibnu Majah)<br />

Rasulullah SAW, menjelaskan:<br />

“Allah yang Maha Kuasa tidak mengirim seorang Nabi<br />

pun ke dunia ini yang tidak memperingatkan ummatnya<br />

tentang kemunculan Dajjal (Anti-Kristus, tetapi Dajjal<br />

tidak muncul dalam masa mereka). Aku yang terakhir<br />

dalam jajaran Nabi-Nabi dan kalian ummat terakhir<br />

yang beriman. Tidak diragukan, suatu saat, Dajjal akan<br />

datang dari antara kamu.” (Ibnu Majah, Kitabul Fitan,<br />

Bab Dajjal).<br />

Abdur Rahman bin Jubair mengatakan:<br />

”Saya mendengar Abdullah bin ‘Amr ibn-’As<br />

menceritakan bahwa suatu hari Rasulullah Saw keluar<br />

dari rumahnya dan bergabung dengan mereka. Tindaktanduknya<br />

memberi kesan seolah-olah beliau akan<br />

meninggalkan kita. Beliau berkata: “Aku Muhammad,<br />

Nabi Allah yang buta huruf”, dan mengulangi<br />

pernyataan itu tiga kali. Lalu beliau menegaskan: “Tidak<br />

ada lagi Nabi sesudahku.” (Musnad Ahmad, Marwiyat<br />

‘Abdullah bin ‘Amr ibn-’As).<br />

46


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Rasulullah Saw, bersabda:<br />

”Allah tidak akan mengutus Nabi sesudahku, tetapi<br />

hanya Mubashirat”. Dikatakan, apa yang dimaksud<br />

dengan al-Mubashirat. Beliau berkata: Visi yang baik<br />

atau visi yang suci”. (Musnad Ahmad, marwiyat Abu<br />

Tufail, Nasa’i, Abu Dawud). (Dengan kata lain tidak<br />

ada kemungkinan turunnya wahyu Allah di masa yang<br />

akan datang. Paling tinggi, jika seseorang mendapat<br />

inspirasi dari Allah, dia akan menerimanya dalam<br />

bentuk mimpi yang suci).<br />

Rasulullah Saw, bersabda:<br />

”Jika benar seorang Nabi akan datang sesudahku, orang<br />

itu tentunya Umar bin Khattab.” (Tirmidzi, Kitab-ul-<br />

Manaqib).<br />

Rasulullah Saw berkata kepada ‘Ali,: ”Hubunganmu<br />

denganku ialah seperti hubungan Harun dengan Musa.<br />

Tetapi tidak ada Nabi yang akan datang sesudahku.”<br />

(Bukhari dan Muslim, Kitab Fada’il as-Sahaba).<br />

Rasulullah Saw menjelaskan:<br />

”Di antara suku Israel sebelum kamu, benar-benar ada<br />

orang-orang yang berkomunikasi dengan Tuhan,<br />

meskipun mereka bukanlah Nabi-Nya. Jika ada satu<br />

orang di antara ummatku yang akan berkomunikasi<br />

dengan Allah, orangnya tidak lain daripada Umar.”<br />

(Bukhari, Kitab-ul-Manaqib).<br />

Jelaslah, bahwa Allah tidak akan turunkan lagi Nabi<br />

sampai hari kiamat datang, seandainya ada pun mungkin<br />

Umar Al Khatthab lah orangnya, tetapi beliau pun sudah<br />

tidak ada atau wafat. Jadi seandainya ada yang mengaku<br />

47


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Nabi, kita harus yakini, bahwa itu dusta dan palsu,<br />

demikian menurut sabda Rasulullah Saw di atas, bahwa<br />

tidak ada lagi Nabi setelahku, karenanya wajib kita yakini.<br />

Mari kita pegang erat-erat <strong>Islam</strong> sebagai agama kita<br />

yang harus kita yakini dan amalkan sampai akhir hayat<br />

nanti, dan janganlah kita mati kecuali tetap dalam agama<br />

yang hak yaitu <strong>Islam</strong>. Hilangkan dari diri kita segala<br />

sesuatu yang akan merusak <strong>Islam</strong> dari diri kita,<br />

sebagaaimana telah ditrangkan di atas. Semoga Allah<br />

lindungi dan istiqamahkan kita dalam memeluk agama-<br />

Nya.<br />

48


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

PERTEMUAN KETIGA<br />

AL-QUR’AN<br />

Rasulullah Saw bersabda :<br />

“Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan<br />

mengajarkannya.” (HR. Bukhari). Sebelum menyampaikan<br />

materi perkuliahan, wajib bagi setiap Dosen untuk<br />

memulainya dengan Tahsin Al-Qur’an, 15–30 menit,<br />

membetulkan bacaan dengan tajwid dan makhraj yang<br />

benar bagi mahasiswa, dan mereka mengulanginya.<br />

Sebelum membahas tentang Al-Qur’an ada baiknya<br />

penulis sajikan pengetahuan tentang wahyu Allah. Di<br />

mana Allah Swt menurunkan wahyu kepada para Rasul<br />

melalui perantaraan Malaikat atau tidak melalui Malaikat.<br />

Materi wahyu merupakan sistem nilai dan norma Ilahi<br />

(Wad`un Ilaahiyun) yang melandasi sistem berfikir dan<br />

berprilaku yang mengatur tata cara hubungan manusia<br />

kepada Khaliq (pencipta), manusia dengan dirinya,<br />

manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan<br />

manusia dengan mahluk lainnya yang melahirkan karya<br />

budaya dan peradaban untuk mencapai ridha Allah swt.<br />

A. Pengertian Wahyu dan Ilham<br />

Wahyu dalam arti bahasa mempunyai pengertian<br />

isyarat yang cepat, menurut terminologi <strong>Islam</strong> wahyu<br />

berarti petunjuk yang disampaikan dan atau diresapkan<br />

kepada Rasul. Sedangkan llham adalah daya gerak yang<br />

diberikan Allah untuk memahami atau melakukan<br />

sesuatu. Dan menurut sifatnya llham dapat diterima oleh<br />

setiap orang yang dikehendaki oleh Allah. Perbedaan<br />

49


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

antara wahyu dengan llham bahwa wahyu hanya<br />

diberikan kepada Rasul saja.<br />

Meskipun demikian di dalam Al-Qur’an terdapat<br />

penggunaan kata wahyu dalam pengertian yang lain,<br />

seperti terdapat di dalam surat dan ayat Al-Qur’an<br />

berikut:<br />

Dan Tuhanmu telah mewahyukan ( memberi petunjuk<br />

dengan insting ) kepada lebah : “Buatlah sarang-sarang<br />

di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempattempat<br />

yang dibikin manusia. (QS. An Nahl ; 68)<br />

(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para<br />

malaikat: “Sesungguhnya aku bersama kamu, maka<br />

teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah<br />

beriman. “Kelak Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam<br />

hati orang-orang kafir, maka penggalah kepala mereka<br />

dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (QS. Al<br />

Anfaal ;12)<br />

Dan Kami ilhamkan kepada Ibu Musa ; “Susukanlah<br />

dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka<br />

jatuhkanlah dia ke dalam sungai (Nil). Janganlah kamu<br />

khawatir dan janganlah pula bersedih hati, karena<br />

sesungguhnya Kami akan mengembalikanya kepadamu,<br />

50


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

dan menjadikannya (salah seorang) dari para Rasul.<br />

(QS. Al-Qashash ; 7)<br />

B. Macam-macam Kitabullah<br />

Pengertian Kitab menurut bahasa berati sesuatu yang<br />

ditulis. Sedang menurut terminologi <strong>Islam</strong> Kitab berarti<br />

himpunan perintah atau ketentuan-ketentuan. Sehingga<br />

Kitabullah merupakan himpunan perintah atau<br />

ketentuan-ketentuan Allah. Di samping itu ada juga yang<br />

disebut shuhuf yang berarti wahyu-wahyu Allah yang<br />

diturunkan kepada para Rasul yang dikumpulkan dalam<br />

lembaran-lembaran seperti shuhuf yang diberikan kepada<br />

Nabi Adam As., Ibrahim As., Syits As., Musa As., sebelum<br />

turunnya Taurat, dan sebagainya. Jadi wahyu-wahyu<br />

Allah swt., di samping berbentuk kitab ada juga yang<br />

berbentuk lembaran-lembaran atau shuhuf-shuhuf seperti<br />

tersebut di atas, sedang 4 kitab-kitab besar yang wajib<br />

ketahui dan diimani ada 4 yaitu : Taurat, Zabur, Injil, dan<br />

Al-Qur’anul Karim.<br />

Abu Dzar ra., bercerita, “Saya bertanya kepada<br />

Rasulullah Saw, ; “Berapa banyakkah kitab yang telah<br />

diturunkan Allah swt.? Jawab Beliau Saw. , “Seratus<br />

shuhuf atau mushhaf dan 4 kitab suci. Lima pulh shuhuf<br />

diturunkan kepada Nabi Syits As., Tiga puluh shuhuf<br />

kepada Nabi Idris As., Sepuluh shuhuf kepada Nabi<br />

Ibrahim As., dan sepuluh shuhuf diturunkan kepada<br />

Nabi Musa As., sebelum diturunkan kepadanya Kitab<br />

Taurat. Dan selain shuhuf-shuhuf tersebut, ada empat<br />

kitab suci yang diturunkan, Taurat, Zabur, Injil, dan<br />

Al-Qur’an. “<br />

Lalu Abu Dzar ra., bertanya lagi, “Apa isi kandungan<br />

shuhuf-shuhuf yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim<br />

51


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

AS? Jawab Beliau Saw., “Isinya mengandung pribahasapribahasa,<br />

misalnya, “Wahai raja yang kuat dan<br />

angkuh. Aku tidak melantikmu untuk mengumpulkan<br />

harta, tetapi Aku melantikmu untuk mencegah<br />

sampainya doa seseorang yang didzholimi sebelum kamu<br />

memperbaikinya, karena Aku tidak menolak doa orang<br />

yang didzholomi walaupun doa seorang musyrik.’’<br />

Abu Dzar ra., bertanya lagi, “Ya Rasulullah, apa<br />

kandungan shuhuf yang diturunkan kepada Nabi Musa<br />

As.? “Jawab Beliau Saw., “Semua mengandung<br />

pelajaran-pelajaran, misalnya, “Aku sangat heran<br />

kepada seseorang yang mencari kesenangan dari sesuatu<br />

yang lain, padahal ia meyakini adanya maut. Aku heran<br />

kepada seseorang yang meyakini kematiannya, tetapi ia<br />

masih tertawa. Aku heran kepada seseorang yang selalu<br />

memperhatikan kejadian-kejadian, perubahanperubahan,<br />

dan gejolak-gejolak dunia, tetapi ia masih<br />

mencari ketenangan darinya. Aku heran terhadap<br />

seseorang yang meyakini takdir, tetapi ia masih berduka<br />

cita dan bersedih hati. Aku heran kepada seseorang yang<br />

meyakini hisab itu dekat, tetapi ia tidak beramal sholeh.’’<br />

Bagi setiap muslim wajib hukumnya untuk<br />

mengimani semua kitab-kitab yang diturunkan Allah Swt,<br />

karena kitab-kitab tersebut termaktub di dalam Al-Qur’an<br />

sperti :<br />

1. Taurat, Kitab yang diturunkan kepada Nabi Musa As.<br />

Allah firmankan :<br />

Dan (Ingatlah), ketika Kami berikan kepada Musa Al<br />

Kitab (Taurat) dan keterangan (yang membedakan<br />

52


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

antara yang hak dan yang bathil), agar kamu mendapat<br />

petunjuk. (QS. Al-Baqarah : 53)<br />

Dia menurunkan Al Kitab (Al-Qur’an) kepadamu<br />

dengan sebenarnya, membenarkan kitab yang telah<br />

diturnkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan<br />

Injil.’ (QS. Ali Imran : 3)<br />

2. Zabur, Kitab yang diturunkan kepada Nabi Daud As.<br />

Firman Allah :<br />

Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu<br />

kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu<br />

kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya dan Kami<br />

telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, lsmail,<br />

lshaq, Ya`qub dan anak cucunya, Isa, Ayub, Yunus,<br />

Harun, dan Sulaiman dan Kami berikan Zabur kepada<br />

Daud. (QS. An-Nisaa : 163)<br />

Dan Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang (ada) di<br />

langit dan di bumi. Dan sesungguhnya telah Kami<br />

lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang<br />

lain), dan Kami berikan Zabur kepada Daud. (QS. Allsraa<br />

: 55)<br />

53


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

3. lnjil, Kitab yang diturunkan kepada Nabi lsa As.<br />

Sebagaimana yang telah Allah firmankan dalam surat<br />

Ali Imran ayat 3 (lihat di atas).<br />

3. Al-Qur’an, Kitab yang diturunkan kepada Nabi Besar<br />

Muhammad Saw.<br />

Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya ;<br />

petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (QS. Al-Baqarah :<br />

2)<br />

Demikianlah Kami menurunkan Al-Qur’an dalam<br />

bahasa Arab, dan Kami telah menerangkan dengan<br />

berulang kali di dalamnya sebahagian dari ancaman agar<br />

mereka bertaqwa atau agar Al-Qur’an itu menimbulkan<br />

pengajaran bagi mereka. (QS. Thaha : 113)<br />

Sekalipun setiap muslim wajib beriman kepada semua<br />

kitab-kitab yang termaktub tadi, seorang muslim<br />

hendaknya hati-hati karena hanya Kitabullah Al-Qur’an<br />

saja yang berlaku syariatnya pada zaman ini sampai hari<br />

kiamat, sebagaimana risalah Nabi Muhammad saw., yang<br />

telah menutup risalah-risalah sebelumnya. Maka Al-<br />

Qur’an pun telah menghapus seluruh syariat kitab-kitab<br />

sebelumnya. Disamping itu Al-Qur’an adalah satusatunya<br />

Kitab Suci yang terjamin keaslian dan<br />

kemurniaannya, karena yang menjaga dan yang<br />

memeliharanya adalah Allah swt. , sedang kitab-kitab lain<br />

selain dari Al-Qur’an sudah dicampur oleh hasil<br />

tangan/pemikiran manusia, baik Taurat, Zabur maupun<br />

54


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

lnjil. Perhatikan firman Allah<br />

kemurnian Al-Qur’an) :<br />

berikut (Bukti jaminan<br />

Alif laam miin. Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan<br />

padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (QS. Al-<br />

Baqarah ; 1-2)<br />

Sedangkan ketidak aslian atau dicampurnya oleh<br />

hasil tangan atau pemikiran manusia, kitab lain selain Al-<br />

Qur’an baik Taurat maupun lnjil diberitahukan dalam Al-<br />

Qur’an, firman Allah :<br />

Yaitu orang-orang Yahudi, mereka merubah perkataan<br />

dari tempat-tempatnya. Mereka berkata : Kami<br />

mendengar, tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan<br />

(mereka mengatakan pula) : “Dengarlah ‘’semoga kamu<br />

tidak dapat mendengar apa-apa. Dan (mereka<br />

mengatakan) “Ra`ina, dengan memutar-mutar<br />

lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka<br />

mengatakan : “Kami mendengar dan menurut, dan<br />

dengarlah, dan perhatikanlah kami, “ tentulah itu lebih<br />

baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah<br />

mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka<br />

tidak beriman kecuali dengan keimanan yang sangat<br />

tipis.’ ( QS. An Nisaa : 46 )<br />

55


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki<br />

mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu.<br />

mereka suka merobah Perkataan (Allah) dari tempattempatnya,<br />

dan mereka (sengaja) melupakan sebagian<br />

dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya,<br />

dan kamu (Muhammad) Senantiasa akan melihat<br />

kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka<br />

(yang tidak berkhianat), Maka maafkanlah mereka dan<br />

biarkan mereka, Sesungguhnya Allah menyukai orangorang<br />

yang berbuat baik. (QS. Al-Maaidah ; 13)<br />

Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada<br />

kalian Rasul Kami, menjelaskan kepada kalian banyak<br />

dari isi Al Kitab yang kalian sembunyikan, dan banyak<br />

(pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang<br />

kepada kalian cahaya dari Allah, dan kitab yang<br />

menerangkan. ( QS. Al Maaidah : 15 )<br />

Sesuai dengan kedudukannya seabagi wahyu Allah yang<br />

terakhir, maka Al-Qur’an merupakan Kitabullah yang<br />

paling terlengkap dan paling sempurna yang berfungsi<br />

menyempurnakan dan mengoreksi kita-kitab sebelumnya.<br />

56


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

C. Pengertian Al-Qur’an<br />

Menurut lughat atau bahasa, Al-Qur’an berarti bacaan.<br />

Arti ini dapat diketahui atau dilihat dalam surat Al-<br />

Qiyamah, ayat 17 – 18 sebagai berikut :<br />

Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah<br />

mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu<br />

pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai<br />

membacakannya, maka ikutilah bacaan itu.’’<br />

Adapun definisi/arti Al-Qur’an menurut Istilah, adalah<br />

Kalam Allah Swt., yang diwahyukan kepada Nabi dan<br />

Rasul terakhir Muhammad Saw., sebagai mu`zijat dan<br />

membacanya adalah ibadah.’’<br />

Berdasarkan definisi di atas, maka wahyu atau kalamkalam<br />

Allah yang lain yang diturunkan kepada Nabi-nabi<br />

dan Rasul-rasul sebelum Nabi Muhammad Saw., tidak<br />

dinamakan Al-Qur’an dan membacanya tidak dianggap<br />

sebagai ibadah.<br />

Al-Qur’an diturunkan dalam dua periode :<br />

1. Periode Makkah<br />

2. Periode Madinah.<br />

Periode pertama ialah ayat-ayat yang turun ketika<br />

Nabi Muhammad Saw., masih bermukim di Makkatul<br />

Mukarromah sejak sa`at pengangkatannya menjadi Rasul<br />

sampai hijrahnya ke Madinah, selama 12 tahun dan 13<br />

hari. Ayat-ayat yang turun dalam periode Mekkah<br />

tersebut dinamakan aya-ayat “Makiyah.’’ yang meliputi<br />

57


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

19/30 dari isi Al-Qur’an terdiri atas 86 surat, dengan<br />

jumlah ayat sebanyak 4.780 ayat.<br />

Sedang periode kedua adalah ayat-ayat yang turun<br />

ketika Nabi saw. telah memindahkan tempat pusat<br />

perjuangan dan da`wahnya di Madinatul Munawwarah,<br />

walaupun ada ayat yang diturunkan tidak di Kota<br />

Madinah sendiri, tetapi tetap ayat-ayat tersebut<br />

dinamakan ayat-ayat “Madaniyah‘’ meliputi 11/30 dari isi<br />

Al-Qur’an, terdiri dari 28 surat, dengan jumlah ayat<br />

sebanyak 1.456 ayat. Namun demikian antara ayat-ayat<br />

Makiyah dan ayat-ayat Madaniyah memiliki ciri yang<br />

berbeda, dengan perbedaan-perbedaan sebagai berikut :<br />

Pertama, ayat-ayat Makiyah umumnya pendekpendek,<br />

sedang ayat-ayat Madaniyah panjang-panjang.<br />

Kedua, dalam surat-surat Makiyah terdapat perkataan<br />

“ Yaa Ayyuhannaas ‘’(wahai manusia), sedang dalam suratsurat<br />

Madaniyah terdapat perkataan “Yaa<br />

Ayyuhalladziina aamanuu‘’ (wahai orang-orang yang<br />

beriman) dengan ada beberapa buah saja perkataan “ Yaa<br />

ayyuhannaas ‘’.<br />

Ketiga, ayat-ayat Makiyah mengandung hal-hal yang<br />

berhubungan dengan tauhid, iman, taqwa, ancaman dan<br />

pahala, serta sejarah bangsa-bangsa terdahulu. Sedang<br />

ayat-ayat Madaniyah mengandung tentang hukumhukum,<br />

kemasyarakatan, kenegaraan, perang, hukum<br />

internasional, hukum antar agama, muamalah dan lainlain.<br />

Urutan turunnya Al-Qur’an tidak sebagaimana<br />

susunan yang ada sekarang, tetapi Al-Qur’an turun<br />

terpencar. Ayat-ayat yang turun itu ada kalanya karena<br />

suatu sebab dan ada kalanya tanpa sebab apapun. Setiap<br />

turun ayat baru, Rasulullah Saw., selalu memernintahkan<br />

mencatatnya dan menggandengkannya dengan ayat-ayat<br />

yang ditunjukkan oleh beliau sendiri. Rasulullah saw.,<br />

mempunyai beberapa orang shahabat yang menjadi<br />

58


59<br />

Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

sekretaris untuk mencatatkan wahyu-wahyu yang turun.<br />

Rasulullah selalu mengadakan persesuaian bacaan bacaan<br />

surat dengan Jibril as., dan begitu pula beliau selalu<br />

melakukan kontrol bacaan terhadap para shahabatnya.<br />

Jadi mengenai susunan Al-Qur’an dan tertib surat adalah<br />

berdasarkan bimbingan langsung dari Allah Swt., melalui<br />

Jibril as yang selalu mengontrol dan membacakannya<br />

kepada Rasulullah Saw.<br />

Mengenai susunan Al-Qur’an dan tertib surat yang<br />

ada sampai sekarang ini, adalah menyusul, dilakukan<br />

oleh sebuah panitia penyusun mushaf yang diketahui oleh<br />

Zaid bin Tsabit selaku sekretaris pencatat wahyu di<br />

zaman Rasulullah saw., dibentuk oleh Khalifah ke III,<br />

Utsman bin Affan ra., yang sebenarnya usaha lanjutan<br />

yang telah dirintis oleh Khalifah I, Abu Bakar Shidiq ra.<br />

Dahulu yang hasil penyusunan pertama itu dinamakan<br />

Shahiifah, dimana kodifikasi pertama juga dipimpin oleh<br />

Zaid bin Tsabit.<br />

Karenanya Al-Qur’an yang sekarang ini, dalam<br />

susunan dan urutan surat hasil usaha kodifikasi Khalifah<br />

Utsman ra., yang sangat besar jasanya sehingga di<br />

manapun kita pergi di seluruh permukaan bumi ini, pasti<br />

kita temukan satu macam dan satu macam sistem Al-<br />

Qur’an yaitu : satu ejaan, satu susunan surat-surat dan satu<br />

bacaan yang disebut dengan Mushhaf Utsmany.<br />

Dan suatu keluar biasaan Kitab Suci Al-Qur’an ini, bahwa<br />

sejak masa hidup Rasulullah Saw., menyusul zaman<br />

Khalifah yang empat, terdapat ratusan bahkan ribuan<br />

shahabat yang menghafal Al-Qur’an di luar kepala, hatta<br />

pada kurun kita sekarang ini terdapat ribuan bahkan<br />

ratusan ribu ummat <strong>Islam</strong> yang menghafal Al-Qur’an<br />

dengan baik. Tidak pernah terdapat di dunia ini suatu<br />

buku yang terhafal dengan teliti sebagaimana halnya Al-<br />

Qur’an.


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

D. Fungsi dan Kedudukan Al Qur’an<br />

1. Fungsi Al-Qur’an :<br />

Allah Swt., menurunkan Al-Qur’an sebagai Kitabullah<br />

yang terakhir dan merupakan satu-satunya kitab yang<br />

paling lengkap dan sempurna, dan telah disempurnkan<br />

oleh Allah Swt., yang diturunkan kepada nabi besar<br />

Muhammad Saw., Nabi dan Rasul yang terakhir yang<br />

lebih mulia dibandingkan dengan Nabi dan Rasul<br />

terdahulu. Al-Qur’an memiliki fungsi sebagai berikut :<br />

1). Rahmat dan petunjuk bagi manusia dalam hidup<br />

dan kehidupan<br />

2). Menyempurnakan dan mengoreksi kitab-kitab<br />

sebelumnya.<br />

2. Kedudukan Al-Qur’an<br />

Al-Qur’an juga memiliki kedudukan yang tinggi<br />

dalam agama yakni sebagai sumber hukum yang utama<br />

dan pertama yang absolut, sebagaimana dijelaskan dalam<br />

Al-Qur’an.<br />

Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang<br />

diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang<br />

yang kafir. (QS. Al-Maaidah ; 44).<br />

Ayat ini menegaskan kepada kita untuk selalu berpegang<br />

teguh pada Al-Qur’an dan hadis sebagai dasar dan<br />

sumber hukum-hukum <strong>Islam</strong> dan melarang kita untuk<br />

menetapkan suatu perkara yang tidak sesuai dengan Al-<br />

60


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Qur’an dan hadis serta dilarang untuk mendurhakai Allah<br />

dan Rasul-Nya.<br />

Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an)<br />

untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta<br />

rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang<br />

berserah diri. (QS. An-Nahl: 89).<br />

Maha suci Allah yang telah menurunkan al-Furqan (Al<br />

Qur’an) kepada hamba-Nya, agar Dia menjadi pemberi<br />

peringatan kepada seluruh alam. (QS. Al- Furqan:1).<br />

Selanjutnya Al-Qur’an juga menerangkan tentang<br />

kedudukan dan fungsinya, sebagaimana ayat-ayat<br />

berikut:<br />

1. Sebagai Keterangan/Penjelasan yang nyata<br />

Dan apabila kamu tidak membawa suatu ayat Al-Qur’an<br />

kepada mereka, mereka berkata: "Mengapa tidak kamu<br />

buat sendiri ayat itu?" Katakanlah: "Sesungguhnya aku<br />

hanya mengikut apa yang diwahyukan dari Tuhanku<br />

kepadaku. Al-Qur’an ini adalah bukti-bukti yang nyata<br />

61


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang<br />

yang beriman. (QS. Al-A’raaf ; 203).<br />

2. Untuk diikuti<br />

“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu<br />

dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin<br />

selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran<br />

(daripadanya).” (QS. Al-A’raaf ;3)<br />

3. Sebagai Penguat Hati<br />

Katakanlah: "Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al-<br />

Qur’an itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk<br />

meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan<br />

menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang<br />

yang berserah diri (kepada Allah). (QS. An-Nahl ; 102)<br />

4. Petunjuk bagi orang yang bertakwa<br />

Inilah Al Kitab (Al Qur’an) yang tidak ada keraguan di<br />

dalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang<br />

bertakwa.’ ( QS. Al-Baqarah : 2)<br />

5. Sebagai Alat Penerangan (Da`wah)<br />

62


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Agar kamu menerangkan kepada ummat manusia apa<br />

yang telah diturunkan kepada mereka ( Al-Qur’an ), dan<br />

supaya mereka memikirkan.’ ( QS. An-Nahl : 44 )<br />

6. Pelajaran dan Penyembuh Penyakit Hati<br />

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu<br />

pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakitpenyakit<br />

yang berada dalam dada, petunjuk dan rahmat<br />

bagi orang yang beriman. ( QS. Yunus : 57 )<br />

7. Sebagai Peringatan<br />

Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk<br />

oleh Allah, Maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah:<br />

"Aku tidak meminta upah kepadamu dalam<br />

menyampaikan (Al-Qur’an)." Al-Qur’an itu tidak lain<br />

hanyalah peringatan untuk seluruh ummat.” (QS. Al-<br />

An’am ; 90).<br />

8. Petunjuk dan Pembeda Antara Haq dan Bathil<br />

Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan<br />

(permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia<br />

dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan<br />

63


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (QS. Al-<br />

Baqarah ; 185).<br />

9. Penyelamat Dari Kegelapan Kepada Nur<br />

Alif, laam raa. (ini adalah) kitab yang Kami turunkan<br />

kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari<br />

gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan<br />

izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang<br />

Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. (QS. Ibrahim ; 1)<br />

10. Pembela bagi yang mengamalkannya<br />

Pada hari kiamat, akan didatangkan Al-Qur’an dan<br />

orang-orang yang mengamalkannya di dunia. Didahului<br />

oleh surat Al-Baqarah dan Ali lmran akan membela dan<br />

mempertahankan orang yang menta`atinya. ( HR.<br />

Muslim )<br />

E. Sistematika Hukum Dalam Al-Qur’an<br />

Sebagai sumber hukum yang utama, maka Al-Qur’an<br />

memuat sisi-sisi hukum yang mencakup berbagai bidang.<br />

Secara garis besar Al-Qur’an memuat tiga sisi pokok<br />

hukum yaitu:<br />

1) Hukum-hukum I’tiqodi, yaitu hukum-hukum yang<br />

berhubungan dengan akidah dan kepercayaan<br />

2) Hukum-hukum Akhlak, yaitu hukum-hukum yang<br />

berhubungan dengan tingkah laku, budi pekerti.<br />

64


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

3) Hukum-hukum Amaliyah, yaitu hukum-hukum yang<br />

berhubungan dengan perbuatan-perbuatan para mukalaf,<br />

baik mengenai ibadat atau adat, mu’amalah badaniyah<br />

(jasad) dan maliyah (harta)nya, ahwalusy-syakhshiyah<br />

(hukum keluarga dan peradilan <strong>Islam</strong>), jinayat (hukum<br />

pidana) dan uqubat (hukum kriminal), dusturiyah (undangundang/konstitusi)<br />

serta dauliyah (daulat/kekuasaan),<br />

jihad (berperang) dan lain sebagainya.<br />

F. Adab dan Keutamaan Al-Qur’an<br />

1. Adab-adab Membaca dan Belajar Al-Qur’an<br />

Diantara adab dan keutamaan dalam memuliakan Al-<br />

Qur’an, menunaikan hak-hak Al-Qur’an, dan<br />

mengamalkan isinya, maka Al-Qur’an akan membelanya<br />

dihadapan Allah Swt., memberinya syafa`at serta<br />

menaikan derajat orang-orang yang memuliakan dan<br />

mengamalkannya. Al-Qur’an akan memohon kepada<br />

Allah Swt., agar memberikan keutamaan kepada siapa<br />

saja yang menunaikan hak-haknya, maka Allah<br />

memberinya mahkota karomah. Tetapi Al-Qur’an<br />

meminta tambahan lagi kepada Allah swt., lalu Allahpun<br />

mengaruniakan kepadanya segala kemuliaan dan<br />

keutamaan. Al-Qur’an pun berkata; “Ya Allah, Engkau<br />

ridhoilah ia.’’ Maka Allah pun menyatakan keridhoan-Nya<br />

kepadanya.” ( HR. Tirmidzi )<br />

Di dalam kitab Ihya tertulis bahwa jika seseorang<br />

mulai membaca suatu surat dari Al-Qur’an, dengan<br />

dipenuhi adab kepada Al-Qur’an, maka Malaikat mulai<br />

memohonkan rahmat untuknya dan mereka terus berdoa<br />

untuknya sampai ia selesai membaca Al-Qur’an. Tetapi<br />

ada pula seseorang yang mulai membaca suatu surat dari<br />

Al-Qur’an dan malaikat pun mulai melaknatnya,<br />

65


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

demikian seterusnya, sehingga ia selesai membaca, ini<br />

disebabkan karena ketiadaan adab kepada Al-Qur’an.<br />

Adapun adab-adab dalam membaca Al-Qur’an secara<br />

umum, yaitu setelah bersiwak dan berwudhu, hendaknya<br />

duduk di tempat yang suci dengan penuh hormat dan<br />

kerendahan hati dengan menghadap kiblat dan letakanlah<br />

Al-Qur’an pada tempat yang lebih tinggi di lekar atau di<br />

atas bantal, jangan diletakkan di bawah. Hadirkan hati<br />

dengan khsyu’, membacanya dengan perasaan seakanakan<br />

sedang mendengarkan bacaan Al-Qur’an langsung<br />

dari Allah Swt. Jika kita mengerti maknanya, sebaiknya<br />

kita membacanya dengan tadabbur (merenungkan) dan<br />

tafakkur (memikirkan).<br />

Menurut alim ulama membagi adab dalam membaca<br />

Al-Qur’an dengan dua adab yaitu :<br />

a. Adab Lahiriyah, di antaranya :<br />

1. Membacanya dengan penuh rasa hormat, dalam<br />

keadaan berwudhu`, dan menghadap kiblat<br />

2. Memulai dengan membaca ta’awwud dan<br />

bismillah<br />

3. Membacanya dengan tartil dan tajwid<br />

4. Berusaha menangis, walaupun terpaksa berpurapura<br />

menangis<br />

5. Memenuhi hak ayat-ayat adzab dengan memohon<br />

perlindungan Allah, sedang dengan ayat-ayat<br />

rahamat dengan doa dan harapan<br />

mendapatkannya<br />

6. Membacanya dengan suara pelan jika<br />

dikhawatirkan riya`. Jika tidak, maka sebaiknya<br />

membacanya dengan suara yang keras<br />

8. Dengan suara yang merdu, karena banyak hadits<br />

yang menjelaskan tentang itu<br />

66


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

b. Adab Bathiniyah, diantaranya :<br />

1. Mengagungkan Al-Qur’an di dalam hati sebagai<br />

Kalam yang tertinggi<br />

2. Memasukkan keagungan dan kebesaran Allah<br />

Swt., karena Al-Qur’an adalah Kalam-Nya<br />

3. Menjauhkan rasa bimbang dan ragu dari hati kita<br />

4. Membacanya dengan merenungkan makna setiap<br />

ayat dengan penuh kenikmatan, Rasulullah Saw.,<br />

pernah berdiri sepanjang malam sambil berulangulang<br />

membaca ayat :<br />

Jika Engkau mengadzab mereka, mereka itu adalah<br />

hamba-Mu dan jika Engkau mengampuni mereka, maka<br />

sesungguhnya Engkau Maha Perkasa dan Maha<br />

Bijaksana. (QS. Al Maaidah : 118 )<br />

Pada suatu malam, Said bin Jubair rah.a., membaca<br />

satu ayat dari surat Yaasiin hingga tiba waktu<br />

shubuh :<br />

Dan (dikatakan kepada orang-orang kafir); “ Berpisahlah<br />

kamu dari (orang-orang Mu`min ) pada hari ini, wahai<br />

orang-orang yang berbuat jahat. (QS. Yaasiin : 59)<br />

5. Hati hendaknya mengikuti ayat-ayat yang kita<br />

baca, misalnya jika yang kita baca ayat-ayat<br />

rahmat, hendaknya hati merasa gembira.<br />

Sebaliknya ketika membaca ayat-ayat adzab<br />

hendaknya merasa takut.<br />

67


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

6. Telinga benar-benar ditawajuhkan seolah-olah<br />

Allah sendiri sedang berbicara dengan kita melalui<br />

Kalamnya dan kita mendengarkannya.<br />

2. Keutamaan Mempelajari dan Membaca Al-Qur’an<br />

Keutamaan-keutamaan dalam membacanya,<br />

diantaranya adalah Al-Qur’an akan mensyafa`atinya pada<br />

hari kiamat.<br />

Sabda Rasulullah Saw. :<br />

“Sebaik-baik orang adalah orang yang datang dan pergi.<br />

Yaitu orang yang mulai membaca Al-Qur’an,<br />

mengkhatamkannya lalu memulainya lagi sampai<br />

khatam, lalu memulai lagi, begitu seterusnya.” (HR.<br />

Tirmidzi)<br />

“Barang siapa membaca Al-Qur’an, maka dia adalah<br />

orang kaya.” (HR. Ibnu Ady)<br />

“Membaca (Al-Qur’an) itu suatu kekayaan dan tiada<br />

lagi kemiskinan sesudahnya.“ (HR. Thabrani)<br />

“Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar Al-Qur’an<br />

dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari, Abu Dawud,<br />

Thirmidzi, Nasa’I dan Ibnu Majah).<br />

Sahl Tastari rah., berkata; “Tanda-tanda kecintaan Allah<br />

kepada hambanya adalah, Allah masukkan rasa cinta<br />

kepada Al-Qur’an dalam hati hambanya.’’<br />

68


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

F. Hak-Hak Al-Qur`an<br />

Di samping adab-adab dalam membacanya, Al Qur’an<br />

juga mempunya hak-haknya yang harus kita perhatikan<br />

dan tunaikan, adapun hak-hak tersebut adalah:<br />

1. Memuliakannya<br />

2. Membacanya, minimal 2 kali khatam dalam setahun<br />

3. Memahami maknanya<br />

4. Mengamalkan isinya<br />

5. Menyebarkan dan mengajarkanya kepada orang lain.<br />

Dalam hak-hak tersebut adalagi hak yang<br />

terpentingnya adalah kewajiban dalam menghafalkanya.<br />

Dalam hal menghafalkan seluruh ayat dan surat Al-<br />

Qur’an alim ulama memberi batasan hukumnya adalah<br />

fardhu kifayah. Yang berarti mestilah ada pada tiap-tiap<br />

kampung seorang atau beberapa orang yang hafal Al-<br />

Qur’an, jika tidak ada seorangpun yang menjadi hafidz<br />

Al-Qur’an, maka berdosalah semua penduduknya. Dan<br />

hukum menghafalkan ayat-ayat Al-Qur’an untuk<br />

kepentingan shalat ulama menghukumi dengan fardhu<br />

`ain, kewjiban bagi setiap individu muslim dan jika tidak<br />

maka berdosalah individu tersebut.<br />

Allah Swt., sendiri menyatakan bahwa seorang hafidz<br />

Al-Qur’an adalah ahli atau keluarga Allah. Sebagaimana<br />

Sabda Nabi Saw:<br />

“Barang siapa yang mengajarkan anaknya membaca Al-<br />

Qur’an, maka dosa-dosa yang akan datang dan yang<br />

terdahulu akan diampuni. Dan barang siapa yang<br />

mengajarkan anaknya sehingga menjadi hafidz Al-<br />

Qur’an, maka pada hari Kiamat ia akan dibangkitkan<br />

dengan wajah yang bercahaya seperti cahaya bulan<br />

purnama, dan ia akan berkata kepada anakanya,<br />

69


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

“Mulailah membaca Al-Qur’an.’ Ketika anak mulai<br />

membaca satu ayat Al-Qur’an, maka orang tuanya<br />

dinaikan satu derajat oleh Allah swt., sehingga terus<br />

bertambah tinggi sehingga tamat bacaannya.” (HR.<br />

Thabrani)<br />

“Pada malam saya diisra`kan saya mendengar Al Haq<br />

berseru,; “Hai Muhammad, serulah ummatmu agar<br />

memuliakan tiga kelompok manusia, yaitu : (1) Orang<br />

Tuanya, (2) Orang ‘Alim, (3) Orang yang Hafal Al-<br />

Qur’an. Hai Muhammad takutilah mereka itu dari<br />

menjadikan mereka marah dan dari menghina mereka,<br />

karena Aku sangat marah kepada orang yang<br />

menjadikan mereka marah dan menghina mereka. Hai<br />

Muhammad, ahli Al-Qur’an adalah ahli-Ku dan telah<br />

Aku ciptakan mereka bersamamu di dunia sebagai<br />

penghormatan bagi penghuni dunia dan kalau sekiranya<br />

tidak karena wujudnya Al-Qur’an itu terjaga di dadadada<br />

mereka niscaya rusaklah dunia dan binasalah<br />

penduduknya. Hai Muhammad orang yang hafal Al-<br />

Qur’an itu tidak disiksa dan tidak dihisab pada hari<br />

kiamat. Hai Muhammad, apabila orang yang hafal Al-<br />

Qur’an meninggal dunia, maka menangislah langit-Ku,<br />

bumi-Ku dan para Malaikat-Ku. Hai Muhammad,<br />

sungguh surga itu merindukan tiga orang yaitu : Kamu<br />

sendiri, dua orang shahabatmu yakni Abu Bakar dan<br />

Umar serta orang yang hafal Al-Qur’an.” (Mau`idzhoh<br />

Hasanah).<br />

Maka atas hal inilah Rasulullah Saw., mengancam,<br />

dengan sabdanya :<br />

“Barang siapa tidak menghormati ketiga orang ini,<br />

yaitu: Orang tua muslim, ulama, dan hafidz Al-Qur’an,<br />

maka mereka bukanlah golonganku.” (HR. Thabrani)<br />

70


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Anjuran untuk mengamalkan Al-Qur’an bagi setiap<br />

muslim, Allah dan Rasul-Nya menghendaki agar 100%<br />

Al-Qur’an dapat wujud dalam kehidupan kaum<br />

muslimin. Sebagaimana firman-Nya:<br />

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke<br />

dalam lslam secara sempurna, dan jangan ikuti langkah<br />

syaithan, sesungguhnya ia musuh yang nyata. (QS. Al-<br />

Baqarah : 208)<br />

Ketika Aisyah r.ha., ditanya tentang akhlak Rasulullah<br />

Saw., jawabnya, ‘’Akhlak beliau adalah Al-Qur’an.’’<br />

Sabda Rasulullah Saw. :<br />

“Belajarlah Al-Qur’an dan bacalah, sesungguhnya<br />

perumpamaan Al-Qur’an bagi orang yang<br />

mempelajarinya adalah seperti sebuah mangkuk terbuka<br />

yang penuh dengan kasturi, baunya semerbak menyebar<br />

ke seluruh tempat. Dan orang yang belajar Al-Qur’an,<br />

tetapi tidur sedangkan Al-Qur’an berada dalam hatinya,<br />

adalah seperti mangkuk yang penuh dengan kasturi,<br />

tetapi mulutnya tertutup.” (HR. Tirmidzi, Nasa`i, Ibnu<br />

Majah).<br />

“Sebaik-baik kamu adalah yang belajar Al-Qur’an dan<br />

mengajarkannya.” (HR. Bukhari)<br />

Hasan Basri rah.a. berkata: “Orang-orang dahulu<br />

menganggap Al-Qur’an benar-benar perintah Allah<br />

Swt., mereka menghabiskan malamnya dengan tafakkur<br />

dan tadabbur atas Al-Qur’an, dan siangnya mereka<br />

sibuk mengamalkannya. Sedang kita pada hari ini<br />

71


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

hanya memperhatikan huruf, fathah, dan dhomahnya<br />

saja, namun tidak bersungguh-sungguh memahaminya,<br />

bahwa ayat-ayat itu adalah perintah Allah swt., untuk<br />

kita, sehingga kurang tafakkur dan tadabbur atasnya.‘’<br />

Cara Mengamalkan Al-Qur’an<br />

Berat atau mudahnya mengamalkan Al-Qur’an secara<br />

sempurna itu tergantung dengan keimanan dan suasana<br />

lingkungan kita. Kadang-kadang sesuatu yang sangat<br />

sulit, namun karena sering dibicarakan, sering<br />

diperdengarkan, sering diusahakan dan diwujudkan<br />

suasananya, maka akan menjadi mudah dan terbiasa.<br />

Sebagaiman yang pernah wujud di zaman para shahabat<br />

Rasulullah saw., mereka mudah mengamalkan Al-Qur’an<br />

secara sempurna karena ada usaha peningkatan iman dan<br />

mewujudkan suasana amal Al-Qur’an. Jadikan Al-Qur’an<br />

sebagai bacaan wajib setiap hari, walaupun hanya 10 ayat<br />

(batas minimal), semakin banyak kita membaca Al-<br />

Qur’an, semakin banyak pula pahala yang akan kita<br />

peroleh. Bukankah Nabi Saw bersabda “Barang siapa yang<br />

membaca Al-Qur’an satu huruf, maka pahalanya sepuluh<br />

hasanah (kebaikan).” Jika kita belum bisa membacanya,<br />

maka segeralah belajar kepada yang sudah bisa/mahir,<br />

jangan malu belajar di dunia, sebelum dipermalukan nanti<br />

di akhirat.<br />

G. Ilmu Tajwid<br />

72<br />

جوّد-يجوّد-‏<br />

Tajwid menurut bahasa berasal dari kata<br />

(jawwada-yujawwidu-tajwiidan) yang berarti bagus تجويدا<br />

atau membaguskan. Dalam ilmu Qiraah, tajwid berarti<br />

mengeluarkan huruf dari tempatnya dengan memberikan<br />

sifat-sifat yang dimilikinya. Jadi ilmu tajwid adalah suatu


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

ilmu yang mempelajari bagaimana cara membunyikan<br />

atau mengucapkan huruf-huruf yang terdapat dalam<br />

kitab suci Al-Qur’an maupun di luar Al-Qur’an. Adapun<br />

masalah-masalah yang dikemukakan dalam ilmu ini<br />

adalah makharijul-huruf (tempat keluar-masuk huruf),<br />

shifatul-huruf (cara pengucapan huruf), ahkamul-huruf<br />

(hubungan antar huruf), ahkamul-maddi wal qasr (panjang<br />

dan pendek ucapan), ahkamul waqaf wal ibtida’ (memulai<br />

dan menghentikan bacaan) dan al-Khat al-Utsmani. Inilah<br />

yang dimaksud dengan membaca Al-Qur’an dengan tartil<br />

sebagaimana firman-Nya:<br />

Bacalah Al-Qur’an itu dengan tartil. (QS. Al-<br />

Muzammil ; 4)<br />

Sedangkan arti tartil menurut Ibn Katsir adalah membaca<br />

dengan perlahan-lahan dan hati-hati karena hal itu akan<br />

membantu pemahaman serta perenungan terhadap Al-<br />

Qur’an.<br />

Ilmu Tajwid bertujuan untuk memberikan tuntunan<br />

bagaimana cara pengucapan ayat yang tepat, sehingga<br />

lafal dan maknanya terpelihara. Pengetahuan tentang<br />

makhraj huruf memberikan tuntunan bagaimana cara<br />

mengeluarkan huruf dari mulut dengan benar,<br />

pengetahuan tentang sifat huruf berguna dalam<br />

pengucapan huruf. Dalam ahkamul maddi wal qashr<br />

berguna untuk mengetahui huruf yang harus dibaca<br />

panjang dan berapa harakat panjang bacaannya. Ahkamul<br />

waqaf wal ibtida’ ialah cara untuk mengetahui dimana<br />

harus berhenti dan dari mana dimulai apabila bacaan<br />

akan dilanjutkan. Berikut ini penulis kutip sedikit ilmu<br />

tajwid yang harus kita ketahui, selengkapnya silahkan<br />

anda mencari guru untuk mempelajarinya dengan baik<br />

dan benar. Sebab belajar tajwid jika bukan dengan ahlinya<br />

73


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

atau melalui guru yang paham, akan mengalami kesulitan<br />

mempelajarinya, karena belajar tajwid berbeda dengan<br />

belajar sekedar membaca Al-Qur’an, tapi harus<br />

memahami makhraj, panjang pendek, dengung, dan<br />

sebagainya, sebagaimana telah di uraikan di atas.<br />

a. Hukum Nun Mati dan Tanwin<br />

Dalam ilmu tajwid terdapat beberapa ketentuan hukum<br />

untuk mengetahui bacaan kata perkata atau kalimat<br />

dalam Al-Qur’an dengan benar, diantaranya hukum nun<br />

mati dan tanwin. Nun mati atau tanwin ( / ‏(ًٌٍ‏ jika<br />

bertemu dengan huruf-huruf hijaiyyah, hukum bacaannya<br />

ada 4 macam, yaitu:<br />

‏(إظهار)‏ 1. Izhar<br />

Izhar artinya jelas atau terang. Apabila ada nun mati atau<br />

ا ح ( halqi bertemu dengan salah satu huruf ‏(ًٌٍ‏ / ( tanwin<br />

ن<br />

ن<br />

ه خ ع غ<br />

dst.<br />

‏,من ءَا ‏َمنَ‏ : Contoh ), maka dibacanya jelas/terang.<br />

‏(إدغام)‏ 2. Idgham<br />

Idgham artinya memasukkan/meleburkan huruf yang satu<br />

kepada huruf berikutnya. Idgham di bagi dua, yaitu:<br />

a. Idgham Bighunnah (dilebur dengan disertai dengung)<br />

Yaitu memasukkan/meleburkan huruf nun mati atau<br />

tanwin ( / ‏(ًٌٍ‏ kedalam huruf sesudahnya dengan disertai<br />

(ber) dengung, jika bertemu dengan salah satu huruf yang<br />

ن<br />

هُدىً‏ ‏ِمن ‏,من وَّ‏ رَا ء : contohnya ‏,ن م و ي yaitu: empat,<br />

74


. Idgham Bilaghunnah (dilebur tanpa dengung)<br />

Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Yaitu memasukkan/meleburkan huruf nun mati atau<br />

tanwin ( / ‏(ًٌٍ‏ ke dalam huruf sesudahnya tanpa disertai<br />

‏,(ر،‏ ل)‏ dengung, jika bertemu dengan huruf lam atau ra<br />

غَفُ‏ و رٌ‏ رَّ‏ حِي ‏ٌم , من رَّ‏ ‏ِبّهِم : contohnya<br />

ن<br />

‏(إقالب)‏ 3. Iqlab<br />

Iqlab artinya menukar atau mengganti. Apabila ada nun<br />

‏,(ب)‏ bertemu dengan huruf ba ‏(ًٌٍ‏ / ( tanwin mati atau<br />

maka cara membacanya dengan menyuarakan/merubah<br />

bunyi menjadiن suara mim ( ‏,(م dengan merapatkan dua<br />

سَمِي عٌ‏ ين بُتُ‏ من بع دِ‏ , , : Contohnya bibir serta mendengung.<br />

ن<br />

بَصِ‏ ي رٌ‏<br />

‏(إخفاء)‏ 4. Ikhfa<br />

Ikhfa artinya menyamarkan atau tidak jelas. Apabila ada<br />

nun mati atau tanwin ( ‏/ن ‏(ًٌٍ‏ bertemu dengan salah satu<br />

ت ث ( 15 huruf ikhfa yang<br />

maka dibacanya samar-samar, antara jelas dan tidak<br />

(antara izhar dan idgham) dengan mendengung.<br />

Contohnya : ,<br />

,( ج د ذ س ش ص ض ط ظ ف ق ك<br />

إِن جآءَ‏ كم<br />

يَن ظُرُو نَ‏<br />

75


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

76


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

PERTEMUAN KE EMPAT<br />

AS-SUNNAH<br />

Rasulullah Saw bersabda :<br />

“Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan<br />

mengajarkannya.” (HR. Bukhari). Sebelum menyampaikan<br />

materi perkuliahan, wajib bagi setiap Dosen untuk<br />

memulainya dengan Tahsin Al-Qur’an, 15–30 menit,<br />

membetulkan bacaan dengan tajwid dan makhraj yang<br />

benar bagi mahasiswa, dan mereka mengulanginya.<br />

A. Pengertian As-Sunnah<br />

Pengertian As-sunnah menurut bahasa berarti tradisi,<br />

kebiasaan, adat istiadat, termasuk adat istiadat<br />

masyarakat Arab dalam masa pra <strong>Islam</strong>, baik tentang<br />

agama, sosial maupun hukum. Karena itu adat istiadat<br />

zaman jahiliyah disebut sunnah jahiliyah. Sedangkan<br />

secara terminologi <strong>Islam</strong>, sunnah berarti perkataan<br />

(qauliyah), perbuatan (fi’liyah) dan perizinan atau<br />

ketetapan (taqririyah) Nabi Muhammad Saw. Pengertian<br />

sunnah tersebut di atas sama dengan Al-Hadist. Yang<br />

dalam bahasa Al-Hadist itu artinya bahasa atau kabar.<br />

Ada yang menganggap beda pengertian As-Sunnah<br />

dengan Al-Hadist. As-Sunnah diartikan sebagai perbuatan,<br />

perkataan dan keizinan nabi Muhammad saw yang asli,<br />

dan Al-Hadist adalah catatan tentang perbuatan,<br />

perkataan, dan keizinan nabi yang sampai kepada kita<br />

sekarang secara tersurat. Namun semua itu adalah<br />

sumber hukum dan sumber pedoman hidup setiap<br />

muslim. Tetapi tidak semua hadist menjadi sumber<br />

hukum dan sumber pedoman hidup, sebab ternyata ada<br />

hadist yang makbul (dapat diterima) dan ada hadist yang<br />

77


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

mardud (tidak dapat diterima). Namun demikian<br />

hendaknya juga diakui terminilogi ilmu <strong>Islam</strong> antara Al-<br />

Hadist dan As-Sunnah sudah di anggap identik.<br />

Berbicara tentang sunnah, sering ditemukan<br />

perkataan Sunnatullah, padahal maksud Sunnah<br />

Rasulullah berbeda dengan Sunnahtullah, diantara<br />

perbedaannya seperti berikut:<br />

1. Sunnatullah adalah ketentuan Allah; yaitu hukumhukum<br />

yang berlaku bagi alam sebagai hukum objektif<br />

yang pasti. Seperti hukum bahwa setiap benda yang<br />

dilempar keatas dalam ketinggian tertentu akan<br />

mendapatkan daya tarik bumi. Ini termasuk<br />

sunnatullah.<br />

2. Sunnah adalah perkataan Nabi (sabda-sabda),<br />

pekerjaannya dan ketetapan-ketetapanya. Sedang Al-<br />

Qur’an juga melalui ucapan Nabi. Al-Qur’an adalah<br />

wahyu Allah yang isi dan redaksinya bukan dari Nabi,<br />

beliau hanya bertugas menghafal dan yang<br />

menyampaikannya. Setiap turunya wahyu Nabi<br />

memerintahkan untuk menuliskannya. Sedangkan<br />

hadist isi dan redaksinya ditetapkan dan disusun oleh<br />

Nabi, dengan bimbingan Allah Swt, juga terdapat<br />

hadist Qudsi, yaitu firman Allah yang isinya dari Allah<br />

sedang redaksinya disusun oleh Nabi dan beliau tidak<br />

memerintahkan untuk menulisnya pada waktu itu.<br />

Selain hal tersebut di atas, terdapat beberapa<br />

terminologi yang ada sangkut paut dengan As-Sunnah<br />

atau Al-Hadist, seperti :<br />

1. Atsar, yaitu perbuatan dan perkataan sahabat-sahabat<br />

Nabi, yang kadang disebut hadist Mauquf.<br />

78


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

2. Khabar, yaitu menyangkut semua berita, dari<br />

manapun datangnya. Maka sering hadist Nabipun<br />

disebut Khabar.<br />

B. Fungsi dan Kedudukan As-Sunnah<br />

a. Fungsi As-Sunnah<br />

1. As Sunnah/Hadits adalah sumber hukum <strong>Islam</strong><br />

yang kedua setelah Al-Qur’an.<br />

2. Berfungsi sebagai tafsiran Al-Qur’an<br />

b. Kedudukan As-Sunnah<br />

Perintah untuk menjadikan As-Sunnah/Hadits sebagai<br />

salah satu sumber hukum <strong>Islam</strong>, berasal dari Al-Qur’an,<br />

diantaranya sebagai berikut :<br />

1. Setiap mu`min wajib ta`at kepada Allah dan kepada<br />

Rasul-Nya serta kepada apa yang diturunkan<br />

kepadanya. Sebagaimana Firman Allah :<br />

Hai orang-orang yang beriman, ta`atlah kepada Allah<br />

dan Rasl-Nya, dan janganlah kalian berpaling dari pada-<br />

Nya sedang kalian mendengar (perintah-perintah-Nya).<br />

(QS. Al-Anfaal : 20)<br />

Hai orang-orang yang beriman, ta`atlah kepada Allah<br />

dan ta`atlah kepada Rasul dan janganlah kalian<br />

merusakkan (pahala) amal-amal kalian. “ (QS.<br />

Muhammad ; 33)<br />

79


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Hai orang-orang yang beriman, ta`atlah kepada Allah<br />

dan ta`atlah kepada Rasul (Nya), dan ulil amri<br />

(pemimpin) di antara kalian, kemudian jika kalian<br />

berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah<br />

ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul-Nya (As-<br />

Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah<br />

dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi<br />

kalian) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa ; 59)<br />

Katakanlah : “Ta`atlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika<br />

kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak<br />

menyukai orang-orang kafir.“ (QS. Ali-Imran: 32)<br />

2. Keta`atan dan kepatuhan kepada Rasulullah berarti<br />

patuh dan cinta kepada Allah.<br />

Firman Allah :<br />

Barang siapa yang menta`ati Rasul, sesungguhnya ia<br />

telah menta`ati Allah. Dan barang siapa yang berpaling<br />

(dari keta`atan itu), maka Kami tidak mengutusmu<br />

untuk menjadi pemelihara bagi mereka. (QS. An-Nisaa :<br />

80)<br />

80


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Katakanlah (Muhammad) : “Jika kalian (benar-benar)<br />

mencintai Allah, ikutilah aku niscaya Allah mengasihi<br />

kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.“ Dan Allah<br />

Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali-<br />

Imran : 31)<br />

3. Orang yang menyalahi sunnah akan mendapat siksa<br />

Firman Allah :<br />

(Ketentuan) yang demikian itu adalah karena<br />

sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya;<br />

dan barang siapa menentang Allah dan Rasul-Nya,<br />

maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya. “<br />

(QS. Al-Anfaal : 13)<br />

Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan<br />

Rasul-Nya pasti mendapat kehinaan sebagaimana orangorang<br />

yang sebelum mereka telah mendapat kehinaan.<br />

Sesungguhnya Kami telah menurunkan bukti-bukti<br />

yang nyata. Dan bagi orang-orang yang kafir ada siksa<br />

yang menghinakan. (QS. Al-Mujaadilah : 5)<br />

4. Menjadikan As-Sunnah sebagai sumber hukum adalah<br />

tanda orang yang beriman.<br />

81


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Firman Allah:<br />

Maka demi Tuhanmu, mereka pada (hakikatnya) tidak<br />

beriman sehingga mereka menjadikan kamu hakim<br />

terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian<br />

mereka tidak merasa dalam hati mereka suatu keta`atan<br />

terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka<br />

menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisaa : 65)<br />

As-Sunnah berfungsi sebagai tafsiran, syarahan dan<br />

penjelasan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an. Menerangkan<br />

ayat-ayat yang sangat umum dan global, misalnya hadits :<br />

“Hai Bilal, berdirilah, lalu kumandangkanlah azan<br />

untuk shalat.” (HR. Muslim).<br />

Adalah penjelasan dari ayat Al-Qur’an “Aqiimush sholaah“.<br />

Di samping itu ada juga hadits yang hanya memperkokoh<br />

pernyataan Al-Qur’an seperti , hadits :<br />

“Berpuasalah kalian karena melihat bulan dan beridul<br />

fitrilah dengan melihat bulan. “ (Al-Hadist)<br />

adalah pengokohan pernyataan Al-Qur’an yang berbunyi:<br />

Karena itu, barang siapa di antara kalian hadir ( di<br />

negeri tempat tinggalnya ) di bulan itu, maka hendaklah<br />

ia berpuasa pada bulan itu ...... (QS. Al-Baqarah : 185)<br />

c. Perbedaan Kedudukan As-Sunnah / Al-Hadits dengan<br />

Al-Qur’an<br />

82


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Perbedaan kedudukan hadits dengan Al-Qur’an<br />

dalam menetapkan sesuatu, walaupun Al-Qur’an dan As<br />

Sunnah sama-sama sebagai sumber hukum <strong>Islam</strong>, tetapi<br />

mempunyai perbedaan-perbedaan tertentu, yaitu :<br />

a) Segala yang ditetapkan oleh Al-Qur’an absolut<br />

nilainya, sedang apa yang ditetapkan hadits tidak<br />

semuanya bersifat absolut, ada yang bersifat absolut,<br />

ada yang nisbi, ada yang tidak perlu dan bahkan ada<br />

yang tidak boleh digunakan.<br />

b) Penerimaan seorang muslim terhadap Al-Qur’an<br />

adalah dengan keyakinan, sedang terhadap As-<br />

Sunnah, sebagian besar hanyalah dengan dugaandugaan<br />

yang kuat.<br />

c) Kedudukan As-Sunnah sebagai dasar tasyri` (sumber<br />

hukum) sering menjadi bahan pembicaraam di<br />

kalangan ulama pemikir <strong>Islam</strong> . Hal ini disebabkan<br />

karena adanya kebijaksanaan di zaman Rasulullah<br />

Saw. yang tidak memerintahkan para sahabatnya<br />

untuk menulis dan membukukan hadits.<br />

Penerimaan seorang muslim terhadap hadits dengan<br />

dugaan-dugaan yang kuat, bukan berarti ragu terhadap<br />

Rasulullah Saw., akan tetapi ragu-ragu apakah hadits itu<br />

berasal dari Rasulullah Saw atau bukan. Artinya keraguan<br />

itu timbul karena akibat proses sejarah kodifikasi hadits<br />

yang tidak cukup memberikan jaminan keyakinan,<br />

sebagaimana jaminan keyakinan terhadap Al-Qur’an.<br />

Karena pengalaman sejarah yang berbeda dengan<br />

pengalaman sejarah kodifikasi Al-Qur’an, maka timbul<br />

usaha di bidang seleksi hadits yang kemudian melahirkan<br />

ilmu hadits.<br />

83


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Pembukuan hadits baru dilakukan setelah lama Nabi<br />

Muhammad Saw wafat, tepatnya usaha penulisan hadits<br />

secara resmi baru dimulai sekitar tahun 100 Hijriyah,<br />

yaitu pada pemerintahan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz,<br />

khalifah kedelapan dari Bani Umayah. Dan kitab-kitab<br />

yang ditulis sa`at itu juga tidak sampai ke tangan kita<br />

sekarang. Kitab-kitab hadits yang sampai kepada kita<br />

sekarang adalah kita-kitab hadits yang lahir pada priodepriode<br />

berikutnya. Kenyataan-kenyataan sejarah seperti<br />

itu penting untuk diketahui dan disadari, agar kita dapat<br />

memberikan penilaian yang wajar terhadap hadits sebagai<br />

sumber hukum <strong>Islam</strong> yang kedua. Namun demikian<br />

sangat sulit bahkan haram hukumnya bagi seorang<br />

muslim untuk menolak seluruh hadits-hadits Rasulullah<br />

saw yang ada sekarang, dan menjadikan Al-Qur’an<br />

sebagai satu-satunya sumber hukum. Hal ini disebabkan,<br />

oleh :<br />

1. Perintah mematuhi Rasul dan mengikuti ajaranajarannya<br />

serta perintah untuk mengikuti pola<br />

hidupnya adalah jelas menunjukkan sangat perlunya<br />

orang <strong>Islam</strong> menggunakan As-Sunnah sebagai sumber<br />

hukum.<br />

2. Dari segi lain, apabila kita tidak menggunakan As<br />

Sunnah sebagai sumber hukum, maka kita akan<br />

mendapatkan kesulitan melakukan beberapa<br />

pelaksanaan ibadah, seperti sholat, haji dan lainnya<br />

yang peraturan-peraturan tekhnisnya diterangkan oleh<br />

hadits/sunnah.<br />

3. Di samping itu juga terdapat peraturan-peraturan yang<br />

diterangkan dalam Hadits yang tidak terdapat di dalam<br />

Al-Qur’an, seperti kebolehannya memakan bangkai<br />

ikan dan belalang yang di dalam Al-Qur’an hukum<br />

bangkai adalah haram.<br />

84


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

4. Larangan penulisan Hadits oleh Rasulullah saw di<br />

zaman beliau masih hidup disebabkan karena<br />

kekhawatiran beliau kalau-kalau Hadits bercampur<br />

dengan Al-Qur’an, yang waktu itu Al-Qur’an sendiri<br />

dalam proses penulisan. Hal ini dibuktikan dengan<br />

adanya izin dari Rasulullah untuk shahabat Abdullah<br />

yang menuliskan hadits-hadits pada catatan<br />

pribadinya.<br />

Para Ulama ahli hadits (Muhadditsiin) terdahulu telah<br />

melakukan seleksi hadits, sehingga menghasilkan<br />

rumusan-rumusan seleksi yang kita kenal sekarang<br />

dengan ilmu hadits dan Ilmu Musthalahul Hadits, dan<br />

lahirnya sejumlah kitab-kitab hadits yang dinilai selektif<br />

seperti yang dihimpun oleh Imam Bukhari dan Muslim.<br />

Berdasarkan penelitian para ulama ahli hadits, mereka<br />

mencapai konsensus untuk menetapkan Kitab Shohih<br />

Bukhari dan Shohih Muslim sebagai himpunan kitab<br />

hadits yang terbaik, dan dijadikan sebagai pegangan<br />

kedua setelah Al-Qur’an.<br />

C. Pembagian As-Sunnah<br />

Sunnah atau Al Hadits dapat dibagi kedalam<br />

beberapa macam, sesuai klasifikasinya masing-masing :<br />

a. Ditinjau dari segi bentuknya terbagi kepada :<br />

1) Sunnah Qauliyah yaitu perkataan Nabi, maksudnya<br />

apa-apa yang diucapkan oleh Nabi berdasarkan<br />

hadits-hadits beliau<br />

2) Sunnah Fi’liyah, yaitu perbuatan Nabi, maksudnya<br />

apa-apa yang dilakukan oleh Nabi dalam kehidupan<br />

sehari-hari beliau<br />

85


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

3) Sunnah Taqririyah, yaitu keizinan atau ketetapan<br />

Nabi, artinya perbuatan para sahabat yang<br />

disaksikan oleh Nabi dan oleh Nabi tidak<br />

ditegurnya.<br />

b. Ditinjau dari segi penyampaiannya hadits terbagi pada:<br />

1) Mutawatir, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh<br />

orang banyak yang menurut akal tidak mungkin<br />

mereka bersepakat dusta serta disampaikan<br />

melalui jalan indra.<br />

2) Masyhur, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh orang<br />

bayak kepada orang banyak tetapi tidak sampai<br />

kepada derajat mutawatir, baik karena jumlahnya<br />

maupun karena tidak dengan indra.<br />

3) Ahad, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh<br />

seseorang atau lebih yang tidak sampai kepada<br />

tingkat masyhur maupun mutawatir. Ada<br />

sementara ulama yang memasukkan masyhur pada<br />

bagian hadits khabar ahad.<br />

c. Ditinjau dari kualitas hadits terbagi kepada :<br />

1) Shahih, yaitu hadits yang sehat, yang diriwayatkan<br />

oleh orang-orang yang baik dan persambungan<br />

sanadnya dapat dipertanggung jawabkan, tidak<br />

punya cacat dan tidak bertentangan dengan dalil<br />

yang lebih.<br />

2) Hasan, yaitu hadits yang memenuhi persyaratan<br />

hadist shahih kecuali dari segi hafalan<br />

pembawaanya yang kurang baik.<br />

3) Dla’if, yaitu hadits lemah, baik karena terputus<br />

salah satu sanadnya atau karena salah seorang<br />

pembawanya kurang baik dan lain-lain.<br />

86


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

4) Maudlu, yaitu hadits palsu, hadist yang dibikin oleh<br />

seseorang dan dikatakan sebagai sabda atau<br />

perbuatan rasul.<br />

d. Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya, hadits terbagi<br />

kepada :<br />

1) Maqbul, yaitu hadits yang harus diterima.<br />

2) Mardud, yaitu hadits yang harus ditolak.<br />

e. Ditinjau dari orang yang berperan dalam berbuat atau<br />

berkata, terbagi menjadi :<br />

1) Marfu, Yaitu benar-benar Nabi berperan (bersabda<br />

dan lain-lain).<br />

2) Mauquf, Yaitu sahabat Nabi yang berperan dan<br />

Nabi tidak menyaksikan.<br />

3) Maqtu, yaitu tabi’in yang berperan. Artinya<br />

perkataan tabi’in yang berhubungan dengan soalsoal<br />

agama.<br />

f. Pembagian lain yang disesuaikan dengan jenis, sifat,<br />

redaksi tehnis penyampaian dan lain-lain, seperti :<br />

1) Hadits yang banyak menggunakan kata-kata “‘an”<br />

(dari) menjadi hadist mu’an’an.<br />

2) Hadits yang banyak menggunakan kata “anna”<br />

(sesungguhnya) menjadi hadist muanna.<br />

3) Hadits yang menyangkut perintah disebut hadits<br />

awamir.<br />

4) Hadits yang menyangkut larangan disebut hadits<br />

nawahi.<br />

5) Hadits yang sanad (sandaran) nya terputus disebut<br />

hadits munqathi.<br />

87


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

D. Pentingnya Mengamalkan Dan Menda`wahkan As -<br />

Sunnah.<br />

Tiada tokoh panutan dan metode hidup yang dapat<br />

menjamin kesuksesan hidup dunia dan akhirat, selain<br />

contoh dan teladan hidup Rasulullah Saw. Adalah dusta<br />

yang sangat besar jika seseorang mengaku mencintai<br />

Rasulullah Saw., tetapi tidak bersedia mengikuti dan<br />

mengamalkan sunnahnya. Karena kehidupan yang sesuai<br />

dengan cara Sunnah Rasulullah adalah kehidupan yang<br />

terbimbing langsung dari yang Maha Pencipta, kehidupan<br />

yang mendapat garansi sukses dari Allah Robb Pemilik<br />

dan Pencipta seluruh `alam. Sebagaimana firman Allah<br />

Swt. , sebagai berikut :<br />

Sungguh telah ada bagi kalian dalam diri Nabi saw<br />

contoh (teladan) yang baik, yaitu bagi orang-orang yang<br />

mengharap rahmat Allah.(QS. Al Ahzab : 21)<br />

Keutamaan dan keuntungan dari mengamalkan dan<br />

menda`wahkan As-Sunnah Rasulullah Saw., di<br />

antarannya:<br />

1. Dimasukkan ke Syurga<br />

Barang siapa menta`ati Allah dan Rasul-Nya, niscaya<br />

Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di<br />

dalamnya sungai-sungai . ( QS. An Nisaa : 13 )<br />

88


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

2. Dikaruniai Rahmat<br />

Dan ta`atilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi<br />

rahmat. (QS. Ali-lmran : 132)<br />

3. Mendapat Kemuliaan dan Karunia Ummat Akhir<br />

Zaman<br />

Sesunngguhnya Allah telah memuliakan orang-orang<br />

yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka<br />

seorang Rasul dari golongan mereka sendiri. (QS. Ali<br />

lmran : 164)<br />

Sabda Rasulullah Saw. :<br />

“Semua ummatku akan masuk syurga, kecuali yang<br />

menolak. Ditanya, “Siapakah yang menolak, ya<br />

Rasulullah?” Jawab Nabi ; “Siapa yang mena`atiku<br />

masuk syurga, dan barang siapa yang menentangku<br />

berarti ia menolak.“ (HR. Bukhari)<br />

“Barang siapa berpegang teguh dengan sunnahku pada<br />

zaman fasad (rusak)nya ummat ini, maka mendapatkan<br />

pahala satu orang syahid.” (HR. Thabrani)<br />

“Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat.”<br />

(HR. Bukhari, Ahmad, dan Tirmidzi)<br />

Di samping keutamaan mengamalkan dan<br />

menda`wahkan Sunnah Rasulullah di atas, sebenarnya<br />

89


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

sangat banyak lagi manfa`at dan keuntungan lainnya,<br />

karena hanya dengan Sunnah Rasulullah Saw, manusia<br />

akan jaya di dunia dan akhirat. Maka dengan<br />

menda`wahkan Sunnah agar wujud dalam semua asfek<br />

kehidupan ummat berarti mengajak ummat untuk sukses<br />

di dunia dan akhirat.<br />

Namun kerugian dan akibat yang buruk pasti akan di<br />

dapatkan tatkala umatnya tidak lagi mau menaati,<br />

mengamalkan dan mengambil cara hidup Nabi<br />

Muhammad Saw, mudah-mudahan kita tidak termasuk<br />

dalam golongan inin. Diantara akibat tersebut antara lain :<br />

1. Akan Ditimpa Adzab yang Pedih<br />

Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu<br />

seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian<br />

(yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui<br />

orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara<br />

kamu dengan berlindung (kepada kawannya), Maka<br />

hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya<br />

takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.<br />

(QS. An Nuur ; 63).<br />

2. Menjadi Sesat<br />

90


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak<br />

(pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan<br />

Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada<br />

bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.<br />

dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya<br />

Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.<br />

(QS. Al Ahzab ; 36)<br />

3. Dimasukkan ke Dalam Neraka<br />

Dan barang siapa menentang Rasul sesudah jelas<br />

kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan<br />

orang-orang mu`min. Kami biarkan ia berkuasa atas<br />

kesesatan yang dikuasainya itu dan Kami masukkan ia<br />

ke dalam neraka Jahannam.“ (QS. An-Nisaa : 115)<br />

Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya<br />

dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah<br />

memasukkannya ke dalam api neraka, sedang ia kekal di<br />

dalamnya. (QS. An-Nisaa : 14)<br />

4. Dilaknat Allah<br />

Sabda Rasulullah Saw., :<br />

“Akan datang suatu kaum, mereka mematikan sunnah<br />

dan berlebih-lebihan dalam agama, maka atas mereka<br />

91


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

laknat Allah dan laknatnya para pelaknat dan para<br />

Malaikat dan manusia seluruhnya.” (HR. Dailami)<br />

5. Ditolak Amalannya<br />

Sabda Rasulullah Saw., :<br />

“Barang siapa berbuat dalam urusan kami ini, yang<br />

bukan darinya (contoh Nabi), maka tertolak.” (HR.<br />

Bukhari dan Muslim)<br />

6. Bukan Golongan Nabi Muhammad Saw<br />

Sabda Rasulullah Saw. :<br />

“Bukanlah dari golonganku siapa yang beramal dengan<br />

sunnah selainku.” (HR. Dailami)<br />

Syekh Maulana Zakaria rah.a. menuliskan bahwa jika<br />

kita bandingkan kehidupan ummat (kaum muslimin)<br />

sekarang ini dengan kehidupan ummat muslim di zaman<br />

kekasih kita Muhammad Saw., kita terpaksa mengakui<br />

bahwa setiap sunnah, tanpa segan lagi telah dibuang dan<br />

disingkirkan secara halus. Yang sangat menyedihkan<br />

adalah bahwa setiap sunnah ditentang, dan mereka yang<br />

ingin mengembalikan perhatian terhadap sunnah dicap<br />

sebagai kuno, jahil, kolot, dan bid`ah. Inilah kedzoliman<br />

yang paling hebat dan yang sangat menakutkan dalam<br />

kehidupan ummat.<br />

92


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

PERTEMUAN KELIMA<br />

IBADAH PRAKTIS<br />

(THAHAROH)<br />

Rasulullah Saw bersabda :<br />

Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar Al Qur’an dan<br />

mengajarkannya.” (HR. Bukhari). Sebelum menyampaikan<br />

materi perkuliahan, wajib bagi setiap Dosen untuk<br />

memulainya dengan Tahsin Al-Qur’an, 15–30 menit,<br />

membetulkan bacaan dengan tajwid dan makhraj yang<br />

benar bagi mahasiswa, dan mereka mengulanginya.<br />

A. Pengertian Thaharah<br />

Pengertian Thaharah menurut lughat atau bahasa<br />

berarti “bersih dan suci dari segala kotoran”, baik yang<br />

nyata seperti najis maupun yang tidak nyata seperti aib.<br />

Sedangkan menurut istilah syari`at, arti Thaharah adalah<br />

melakukan sesuatu agar diizinkan/dibolehkan<br />

melaksanakan suatu amal ibadah shalat atau hal-hal lain<br />

yang sehukum dengannya, seperti wudhu, mandi janabah<br />

(mandi wajib), dan menghilangkan atau membersihkan<br />

najis dari badan, pakaian, dan tempat shalat.<br />

Thaharah adalah amalan yang penting diketahui oleh<br />

setiap muslim, karena berkaitan denga diterima atau<br />

tidaknya amal seseorang, terutama shalat, sebab jika<br />

thaharahnya rusak maka shalatnya pun menjadi rusak.<br />

Landasan adanya perintah thaharah adalah Al-Qur’an<br />

dan As-Sunnah, di antaranya:<br />

93


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

1. Landasan Al Qur’an :<br />

Banyak sekali ayat Al-Qur’an yang menerangkan<br />

tentang thaharah ini, diantaranya:<br />

Hai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak<br />

melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu, kedua<br />

tanganmu sampai siku, sapulah kepalamu dan basuh<br />

kedua kakimu sampai mata kaki. Dan jika kamu junub<br />

maka sucikanlah (mandilah) .... (QS. Al-Maaidah : 6)<br />

Dan pakaianmu bersihkanlah (sucikanlah). (QS. Al-<br />

Muddatstsir : 4)<br />

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang gemar<br />

bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan<br />

diri. (QS. Al-Baqarah : 222)<br />

2. Landasan As-Sunnah<br />

“Bersuci atau berthaharah adalah separuh daripada<br />

iman.” (HR. Muslim)<br />

94


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

B. Hikmah Thaharah<br />

a. Thaharah termasuk tuntutan fitrah.<br />

Fitrah manusia yang selalu cenderung kepada<br />

kebersihan dan membenci kotoran serta hal-hal<br />

yang menjijikkan.<br />

b. Memelihara kehormatan dan harga diri.<br />

<strong>Islam</strong> sangat menginginkan, agar seorang muslim<br />

menjadi manusia terhormat dan memiliki harga<br />

diri yang tinggi di tengah-tengah kawan<br />

kawannya.<br />

c. Memelihara kesehatan.<br />

Kebersihan merupakan jalan utama terhindar dari<br />

penyakit, karena penyakit lebih sering dan mudah<br />

tersebar disebabkan kotoran. Maka dengan<br />

thaharah membuat tubuh terpelihara dari berbagai<br />

penyakit.<br />

d. Beribadah kepada Allah harus dalam keadaan suci.<br />

Allah menyukai orang-orang yang gemar bertaubat<br />

dan orang-orang yang bersuci. (QS. Al Baqarah ;<br />

222).<br />

C. Macam-Macam Thaharah<br />

Perihal pembahasan dalam bersuci meliputi beberapa<br />

perkara antara lain:<br />

1. Alat bersuci, seperti air, tanah, batu, dan sebagainya.<br />

2. Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajibnya<br />

bersuci / thaharah<br />

3. Adab dan kaifiyat ( tata cara ) bersuci<br />

4. Macam dan jenis-jenis najis yang perlu disucikan<br />

5. Benda-benda yang wajib disucikan<br />

95


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

a. Thaharah (bersuci)<br />

Secara garis besar thaharah ada dua bagian:<br />

1. Bersuci dari hadats.<br />

Bagian ini khusus untuk badan, seperti berwudhu<br />

untuk menghilangkan hadats kecil, mandi janabah<br />

untuk menghilangkan hadats besar, dan tayammum<br />

sebagai solusi untuk pengganti berwudhu` dan<br />

mandi janabah jika ketiadaan air atau dalam<br />

keadaan yang dilarang menggunakan air karena<br />

faktor-faktor yang dibolehkan syara`.<br />

2. Bersuci dari najis.<br />

Bagian ini berkaitan pada badan, pakaian, dan<br />

tempat.<br />

b. Cara thaharah<br />

Thaharah adalah salah satu amaliah atau perbuatan yang<br />

berkaitan dengan 5 hal (keadaan) berikut ini :<br />

1. Menghilangkan hadats dengan cara berwudhu` dan<br />

mandi janabat<br />

2. Menghilangkan najis dengan menggunakan air, seperti<br />

istinja`dan membasuh pakaian yang terkena najis.<br />

3. Yang semakna dengan menghilangkan hadats, seperti<br />

tayammum (karena hadats tidak hilang dengan<br />

tayammum)<br />

4. Semakna dengan menghilangkan najis, seperti istinja`<br />

dengan batu (karena bekas najis pasti masih ada)<br />

5. Semakna seperti menghilangkan hadats seperti mandimandi<br />

sunnah<br />

96


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

c. Perihal Air<br />

Menurut hukum penggunaannya, air dibedakan menjadi<br />

dua, yaitu :<br />

1. Air suci menyucikan (air muthlak/air murni)<br />

Yaitu air yang dapat digunakan untuk bersuci, seperti<br />

wudhu, mandi, cebok, dll. Air tersebut adalah, air<br />

sumur, air laut, air hujan, air sungai, mata air, dsb. Air<br />

murni yang dapat digunakan untuk bersuci. Namun,<br />

air musyammas (air panas yang disebabakan terkena<br />

sinar matahari), atau air yang sangat panas, atau air<br />

yang sangat dingin makruh untuk digunakan bersuci.<br />

Air muthlak tidak bisa lagi digunakan untuk<br />

berwudhu`(tetapi masih suci) apabila : Air tersebut<br />

telah berubah (di mana perubahan itu karena terkena<br />

benda suci, adapun jika berubah karena benda najis,<br />

maka air tersebut menjadi najis), diantar<br />

perubahannya:<br />

1) Air tersebut berubah karena benda yang dapat<br />

larut, seperti bubuk kopi, tetapi jika tidak larut,<br />

seperti kayu, maka masih dapat digunakan untuk<br />

bersuci.<br />

2) Air tersebut benar-benar telah berubah, seperti<br />

menjadi juice, teh, dll.<br />

2. Air suci tetapi tidak menyucikan (musta’mal)<br />

Yaitu air suci, tetapi tidak dapat digunakan untuk<br />

bersuci (wudhu, mandi, dll), seperti air musta`mal,<br />

yaitu air yang telah digunakan untuk bersuci<br />

(misalkan air bekas wudhu`, mandi wajib, dsb) atau<br />

digunakan untuk membasuh basuhan wajib dalam<br />

wudhu` atau mandi wajib. Adapun basuhan sunnah<br />

(sperti basuhan ke-2 dan ke-3 dalam wudhu`) tidak<br />

97


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

menjadikan air menjadi musta`mal. Air dihukumi<br />

musta`mal, jika air tersebut memenuhi 3 kreteria, yaitu :<br />

1). Sedikit (yaitu kurang dari 2 kulah / 217 liter)<br />

2). Telah digunakan untuk bersuci<br />

3). Telah menetes dari anggota tubuh yang dibasuh<br />

dan tidak dengan niat mencibuk. Adapun jika<br />

seseorang, misalkan setelah membasuh wajah<br />

berniat mencibuk air lagi untuk membasuh kedua<br />

tangannya, kemudian air bekas basuhan wajah<br />

yang ada di tangannya menetes ketika mencibuk,<br />

maka hal itu tidak menjadikan air menjadi<br />

musta`mal, (selagi dia berniat untuk mencibuk)<br />

Hukum Air Yang Terkena Najis<br />

1. Jika air sedikit (yakni kurang dari 2 kolah/217 liter),<br />

maka hukum air yang terkena najis tersebut menjadi<br />

najis, walaupun air tersebut tidak berubah.<br />

2. Jika air tersebut banyak ( 2 kolah / 217 liter, atau<br />

lebih), maka air tersebut dihukumi suci, kecuali jika<br />

menjadi berubah warna, rasa, atau baunya, maka air<br />

tersebut menajdi najis.<br />

d. Hadats dan Najis<br />

a). Hadats<br />

Yang dimaksud dengan hadats adalah keadaan yang<br />

disebabkan oleh suatu perbuatan yang menjadi<br />

penyebab seseorang terhalang melakukan suatu<br />

ibadah sebelum keadaan ini diselesaikan atau<br />

dilakukan dengan suatu perbuatan yang menjadi<br />

syarat dibolehkannya, sehingga sahnya suatu ibadah<br />

98


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

yang dilakukan, seperti; shalat, thawaf, i`tikaf, dan lain<br />

sebagainya.<br />

* Hadats terbagi dua, yaitu :<br />

1. Hadats kecil disucikan dengan berwudhu`<br />

2. Hadats besar atau disebut juga dengan Janabah<br />

disucikan dengan mandi wajib (manda junub).<br />

* Pekerjaan Yang Dilarang Ketika Berhadats<br />

1. Hal-hal yang dilarang karena hadats kecil, di<br />

antaranya :<br />

a. Mengerjakan shalat, baik shalat fardhu, nafil<br />

maupun sunnat<br />

b. Sujud tilawah, sujud syukur, dan khutbah jum`at<br />

c. Thawaf, baik thawaf fardhu ataupun thawaf sunnat<br />

d. Menyentuh, membawa atau mengangkat Mushhaf<br />

kecuali dalam keadaan darurat.<br />

Sebagian ulama berpendapat bahwa tidak ada<br />

halangan bagi orang yang berhadats kecil untuk<br />

menyentuh Al-Qur’an, dikarenakan tidak ada dalil<br />

yang kuat menurut pendapat mereka.<br />

2. Hal-hal yang dilarang karena hadats besar karena<br />

junub, di antaranya :<br />

a. Shalat, baik fardhu, nafil maupun sunnat<br />

b. Thawaf, fardhu maupun sunnat<br />

c. Menyentuh, membawa, dan membaca Al-Qur’an<br />

d. I’tikaf (diam) di masjid<br />

99


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

3. Hal-hal yang dilarang karena hadats besar karena haid<br />

dan nifas<br />

a. Shalat, baik fardhu, nafil maupun sunnat<br />

b. Thawaf , fardhu maupun sunnat<br />

c. Menyentuh, membawa, dan membaca Al Qur’an<br />

d. Diam di masjid<br />

e. Puasa fardhu ataupun sunnat<br />

f. Suami haram menthalak istrinya yang sedang haid<br />

atau nifas<br />

g. Haram bersetubuh ketika dalam keadaan haid<br />

atau nifas sampai suci dan sudah mandi<br />

b). Najis<br />

Pengertian najis menurut lughat (bahasa) adalah segala<br />

sesuatu yang kotor, sedang menurut istilah (definisi)<br />

adalah kotoran yang mengakibatkan shalat tidak sah,<br />

selagi tidak keringanan (misal keringanan adalah najisnajis<br />

yang dima`fu (dimaafkan), seperti darah yang<br />

sangat sedikit, najis yang tidak terlihat. Kotoran yang<br />

mengakibatkan tertegahnya keabsahan shalat,<br />

diantaranya seperti : darah, nanah, dan air kencing.<br />

Terdapat tujuh macam benda yang termasuk macam<br />

najis yang terpenting untuk diketahui, yaitu :<br />

1. Khamar dan cairan apapun yang memabukkan<br />

100


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya<br />

(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,<br />

mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk<br />

perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan<br />

itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-<br />

Maaidah ; 90)<br />

Nabi Saw bersabda :<br />

“Setiap yang memabukkan itu khamar, dan setiap<br />

khamar itu haram.” (HR. Muslim)<br />

2. Anjing dan Babi<br />

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging<br />

babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain<br />

Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang<br />

ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang<br />

sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan<br />

bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan<br />

(diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah,<br />

(mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah<br />

kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa<br />

untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah<br />

kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada<br />

hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu,<br />

dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah<br />

Ku-ridhai <strong>Islam</strong> itu jadi agama bagimu. Maka barang<br />

101


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat<br />

dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha<br />

Penyayang. (QS. Al-Maaidah ; 3).<br />

* Yang dimaksud dengan darah ialah darah yang<br />

keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam<br />

surat Al-An’am ayat 145.<br />

Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang<br />

diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi<br />

orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan<br />

itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi<br />

- karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang<br />

yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa<br />

yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak<br />

menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas,<br />

maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi<br />

Maha Penyayang”.<br />

3. Bangkai dan yang termasuk yang dihukuminya<br />

Seperti binatang yang disembelih tidak secara<br />

syari`at (Al Maaidah : 3) selain bangkai ikan,<br />

belalang, darah hati dan limpa ( HR. Ibnu Majah ),<br />

dan manusia bukan termasuk najis (HR. Bukhari),<br />

sebagaimana firman Allah.<br />

102


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak<br />

Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan,<br />

Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami<br />

lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas<br />

kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (QS. Al-<br />

Isra ; 70)<br />

4. Darah yang mengalir termasuk nanah ( Al An`am :<br />

145 )<br />

5. Kencing dan tinja manusia maupun binatang (HR.<br />

Bukhari - Muslim)<br />

6. Setiap bagian tubuh yang terlepas dari binatang<br />

yang masih hidup (HR. Hakim) selain dari rambut<br />

dan bulu hewan yang halal dimakan dagingnya,<br />

tidak termasuk najis.<br />

7. Susu hewan yang haram dimakan dagingnya,<br />

seperti keledai, kucing dll.<br />

Hukum-Hukum Seputar Najis<br />

a. Setiap benda cair yang keluar dari kedua jalan (seperti<br />

air kencing, dan lain-lain, termasuk kotoran manusia<br />

dan binatang) adalah najis kecuali air mani (sperma),<br />

wajib membasuhnya jika terkena pada pakaian, badan<br />

maupun tempat yang kita gunakan untuk ibadah<br />

shalat.<br />

b. Kencing anak laki-laki yang belum berusia 2 tahun<br />

yang belum makan apa-apa selain air susu ibunya,<br />

maka menyucikan cukup dengan memercikan aiar<br />

sampai merata benda yang dikenainya.<br />

c. Benda-benda najis yang dimaafkan adalah darah dan<br />

nanahyang sangat sedikit, serta binatang kecil yang<br />

103


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

darahnya tidak mengalir, seperti nyamuk dan lalat<br />

(jika jatuh ke dalam wadah yang berisi air kemudian<br />

mati di dalamnya, maka tidak menyebabkan air<br />

tersebut menjadi najis)<br />

d. Semua binatang suci, kecuali anjing, babi dan binatang<br />

yang diperanakan dari salah satunya (misal peranakan<br />

anjing dan kambing, maka anaknya itu dihukumi<br />

najis)<br />

e. Semua bangkai najis, kecuali bangkai ikan, belalang<br />

dan mayat manusia.<br />

f. Bulu hewan yang bisa dimakan (seperti kambing)<br />

setelah lepas dari tubuhnya adalah suci.<br />

Sebaliknyabulu hewan yang tidak dimakan (seperti<br />

kucing) setelah lepas dari tubuhnya adalah najis,<br />

adapun sebelum lepas dari tubuhnya, maka hukum<br />

bulu tersebut mengikut hukum tubuhnya (jika tubuh<br />

hewan itu suci maka bulu yang masih menempel di<br />

tubuhnya suci. Demikian juga sebaliknya, jika tubuh<br />

hewan tersebut adalah najis maka, bulu yang masih<br />

menempel pada tubuhnyapun adalah najis)<br />

g. Seluruh macam darah adalah najis, kecuali 10 macam<br />

darah yang dihukumi suci, yaitu :<br />

1) Hati<br />

2) Minyak misik<br />

3) Limpa<br />

4) Darah yang ada dalam bangkai belalang<br />

5) Darah yang ada dalam bangkai yang mati karena<br />

tertekan atau terjepit<br />

6) Darah yanga ada dalam bangkai ikan<br />

7) Darah yang ada dalam bangkai yang tertusuk<br />

panah<br />

8) Air mani yang keluar dalam bentuk darah<br />

9) Susu yang keluar dalam bentuk darah<br />

10) Janin (bayi)<br />

104


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

<br />

<br />

Hukum air susu binatang yang bisa dimakan<br />

(seperti sapi, kambing) adalah suci. Sebaliknya,<br />

susu binatang yang tidak bisa dimakan adalah<br />

najis.<br />

Hukum “basah-basah” pada kelamin wanita, yaitu<br />

air bening yang mempunyai sifat antara air madzi<br />

dan keringat, keluar dari bagian luar dan bagian<br />

dalam kelamin wanita, hukumnya terbagi menjadi<br />

3 macam, yaitu :<br />

a. Suci secara pasti, jika keluar dari bagian<br />

kelamin wanita yang wajib dibasuh ketika<br />

istinja`<br />

b. Najis secara pasti, jika keluar dari bagian paling<br />

dalam kelamin wanita<br />

c. Suci menurut pendapat yang terkuat, jika keluar<br />

dari bagian yang tidak wajib dibasuh ketika<br />

istinja` (cebok), namun bukan berasal dari<br />

bagian yang paling dalam.<br />

Macam-macam najis yang dimaafkan ada 4, yaitu :<br />

1. Dimaafkan jika mengenai baju dan air, yaitu semua<br />

najis yang tidak dapat dilihat oleh mata<br />

2. Dimaafkan jika mengenai baju, tapi tidak<br />

dimaafkan jika mengenai air, seperti dari yang<br />

sedikit<br />

3. Dimaafkan jika mengenai air, tapi tidak<br />

diamaafkan ketika mengenai baju, yaitu bangkai<br />

binatang yang tidak mempunyai darah yang<br />

mengalir, seperti, nyamuk, lalat, semut, kutu, dsb.<br />

4. Tidak dimaafkan sama sekali (tetap najis), yaitu<br />

semua najis selain yang disebutkan di atas.<br />

105


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Dalam pembagian hukumnya najis digolongkan dalam 4<br />

macam, yaitu :<br />

1. Najis Mughalladzhah (berat) adalah anjing dan<br />

babi<br />

2. Najis Mukhaffafah (ringan) seperti kencing bayi<br />

laki-laki yang belum berumur dua tahun dan<br />

belum makan selain dari susu ibu (HR. Bukhari -<br />

Muslim)<br />

3. Najis Mutawas-sithah (pertengahan) selain anjing,<br />

babi dan kencing bayi laki-laki yang usianya<br />

kurang dari dua tahun (HR. Bukhari - Muslim)<br />

4. Najis Muaffafah (yang dima`afkan) seperti dari<br />

nyamuk, lalat, darah dan nanah dari luka, debu<br />

yang menerpa di jalan, dll ( HR. Bukhari )<br />

Alat dan Cara Menghilangkan Najis<br />

Cara menghilangkan atau bersuci dari najis pada pakaian,<br />

tubuh, dan tempat adalah sebagai berikut :<br />

1. Najis Mughalladzhah, hanya bisa disucikan dengan<br />

dibasuh dengan tujuh kali basuhan, salah satu di<br />

antaranya dicampur dengan tanah.<br />

2. Najis Mukhaffafah, disucikan dengan diperciki air<br />

sampai rata<br />

3. Najis Mutawassithah, hanya dapat disucikan dengan<br />

dialiri air sampai hilang bekas najisnya, seperti<br />

warnanya, baunya dan rasanya.<br />

4. Kulit bangkai selain babi dan anjing, disucikan<br />

dengan cara disamak<br />

106


Darah-darah yang keluar dari rahim Wanita<br />

107<br />

Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Karena terdapat beberapa hukum yang penting berkaitan<br />

dengan beberapa macam darah yang keluar dari rahim<br />

wanita, sangat perlu diketahui satu persatu perbedaanperbedaanya,<br />

karena dengan mengetahuinya dapatlah<br />

disesuaikan hukum yang berkenaan dengan keadaan<br />

darah masing-masing. Adapun darah-darah yang keluar<br />

dari rahim wanita itu ada empat yaitu :<br />

1. Darah Haid ( Mentruasi )<br />

Yaitu darah yang keluar dari rahim wanita yang telah<br />

sampai umur atau baligh dengan tidak ada penyebabnya,<br />

melainkan memang sudah menjadi kebiasaan yang sehat,<br />

yang juga merupakan ketentuan dari Allah Swt., atas tiaptiap<br />

wanita keturunan Adam. Wanita mulai mengalami<br />

haid ketika berumur sekurang-kurangnya 9 tahun dan<br />

biasanya akan berhenti sendiri ketika telah berumur 60<br />

tahun keatas. Lamanya haid akan dialami oleh wanita<br />

adalah sedikit-sedikit sehari semalam, umumnya satu<br />

minggu, dan paling lamanya adalah 15 hari 15 malam.<br />

Suci antara dua haid paling sedikit 15 hari 15 malam,<br />

sebanyak-banyaknya tidak terbatas karena ada sebagian<br />

wanita hanya satu kali haid dalam seumur hidupnya.<br />

Menurut penelitian ulama-ulama terdahulu, hal ini<br />

dinamakan “ Istiqa`.’’<br />

2. Darah Nifas<br />

Yaitu darah yang keluar dari rahim wanita setelah<br />

melahirkan anak. Masa nifas sedikitnya sekejap, golibnya<br />

atau umumnya selama 40 hari, dan selama-lamanya 60<br />

hari, jika melebihi masa tersebut berarti tidak termasuk<br />

darah nifas, bisa jadi penyakit, sebaiknya dikonsultasikan


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

dahulu dengan Bidan atau Dokter yang erkompeten, agar<br />

dapat dipastikan jenis darah tersebut.<br />

3. Darah Wiladah<br />

Yaitu darah yang keluar dari rahim wanita yang<br />

keluarnya beriringan saat melahirkan bayi.<br />

4. Darah Istihadhah ( Darah Penyakit )<br />

Yaitu darah yang keluar dari rahim wanita karena suatu<br />

penyakit, bukan diwaktu haid atau nifas. Wanita yang<br />

mengalami keadaan seperti ini wajib mengerjakan shalat,<br />

dan ibadah lainnya, sebagaimana yang diwajibkan bagi<br />

orang yang berpenyakit lainnya. Dalam keadaan seperti<br />

ini, maka hendaklah wanita yang bersangkutan<br />

mengejakan sebagai berikut, sabda Rasulullah Saw. :<br />

a). Jika ia dapat membedakan antara dua jenis darah<br />

dengan sifat-sifatnya, hendaklah ia mengerjakan<br />

kewajiban-kewajibannya menurut keadaan sifat-sifat<br />

itu. Kalau kelihatan darah haid, hendaklah ia berhenti<br />

shalat. Sebaliknya jika kelihatan sifat-sifat darah<br />

istihadhah, hendakalah ia mengerjakan shalat.<br />

Dari Aisyah r.ha. Sesungguhnya Fatimah binti Abi Hubaisy<br />

telah berdarah penyakit. Rasulullah saw., berkata kepadanya,<br />

“Sesungguhnya darah haid itu berwarna hitam, dikenal oleh<br />

wanita. Maka apabila ada darah semacam itu, hendaklah<br />

engkau tinggalkan shalat ; apabila keadaan darah tidak<br />

seperti itu, hendaklah engkau berwudhu` dan kerjakanlah<br />

shalat”. (HR. Abu Daud dan Nasaa`i)<br />

b). Jika darah haid keluar tetap pada waktunya sebelum<br />

darah isthiadhah, umpamanya selalu di awal bulan<br />

108


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

atau di akhir bulan, maka hendaklah ia<br />

mempergunakannya sebagai ketentuan itu.<br />

Maksudnya waktu haidnya yang dahulu ditetapkan<br />

menjadi waktu haid sekarang dan ia tidak boleh shalat<br />

selain pada waktu yang dipandang sebagai waktu<br />

sucinya. Sabda Rasulullah Saw. :<br />

Dari Aisyah r.ha, bahwa Ummu Habibah binti Jahsy r.ha.,<br />

telah bertanya kepada Rasulullah saw., tentang hukum<br />

darah. Beliau bersabda kepada Ummu Habibah, “Diamlah<br />

engkau selam masa haidmu yang biasa, kemudian hendaklah<br />

engkau mandi dan berwudhu` untuk tiap-tiap shalat’’. (HR.<br />

Bukhari dan Muslim)<br />

Keterangan :<br />

Jika tidak dapat membedakan darah haid dan istihadhah<br />

dan juga waktu haidnya yang biasa tidak menurut<br />

waktunya yang tetentu, atau ia lupa waktunya. Maka<br />

waktu golib atau kebiasaan kebanyakkan wanita dalam<br />

haid, yaitu enam atau tujuh hari. Hendaklah ia<br />

meninggalkan shalat dan ibadah lainnya selama enam<br />

atau tujuh hari tiap-tiap bulan dan wajib melaksanakan<br />

shalat dan melakukan ibadat lainnya selama 23 atau 24<br />

hari tiap-tiap bulan.<br />

Dari Hamnah binti Jahsy r.ha. Ia berkata, “Saya pernah<br />

haid yang sangat banyak (lama), maka saya datang kepada<br />

Nabi saw., untuk menanyakannya. Beliau bersabda,<br />

“Sesungguhnya itu tipu daya (godaan) syaithan. Oleh<br />

karenanya jadikanlah haidmu enam atau tujuh hari,<br />

sesudah itu hendaklah engkau mandi. Apabila telah cukup<br />

bilangan hari haidmu, hendaklah engkau shalat 24 atau 23<br />

hari, lalu puasa dan shalatlah. Sesungguhnya yang<br />

demikian sah untukmu, dan juga hendaklah engkau lakukan<br />

109


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

tiap-tiap bulan sebagaimana haid wanita yang lain.” ( HR.<br />

Bukhari dan Muslim )<br />

Hal-hal yang harus diperhatikan berhubungan dengan<br />

darah. Di antara beberapa kewajiban kaum wanita ialah<br />

mempelajari hukum-hukum yang berkaitan dengan darah<br />

haid, nifas, dan istihadhah, sebab hal yang demikian<br />

sangat banyak sangkut pautnya dengan amal-amal ibadat<br />

dan pergaulan antara suami istri. Jika suaminya pandai<br />

dalam hal ini wajiblah untuk mengajarkan istrinya dan<br />

putri-putrinya, jika tidak maka wajiblah baginya untuk<br />

belajar kepada orang lain yang dapat dipercaya, atau<br />

suami mencarikan guru wanita untuk istri dan putrinya.<br />

Jangan menghadirkan guru laki-laki yang bukan muhrim<br />

dengan istri dan putrinya, karena selain akan menjadi<br />

fitnah bagi diri dan keluarganya, juga haram hukumnya<br />

dalam agama, kecuali jika dilakukan dalam majlis yang<br />

besar dan dihadiri oleh banyak umat <strong>Islam</strong>, dengan<br />

catatan terhijab (tertutup) antara jamaah laki-laki dengan<br />

jamaah wanita.<br />

Hukum Wanita Yang Sedang Haid atau Nifas<br />

Diharamkan bagi wanita yang sedang haid atau nifas<br />

dalam 8 hal, yaitu :<br />

1. Shalat<br />

2. Puasa<br />

3. Membaca Al Qur’an<br />

4. Menyentuh dan membawa Al Qur’an<br />

5. Masuk dan Berdiam di masjid<br />

6. Thawaf<br />

7. Bersetubuh (melakukan Hubungan suami/istri)<br />

8. Bersenang-senang tubuh antara pusat dan lutut<br />

110


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Darah istihadhah adalah darah yang keluar pada selaian<br />

hari-hari haid dan nifas. Wanita yang mengeluarkan<br />

darah istihadhah hukumnya berbeda dengan wanita haid<br />

atau nifas. Wanita yang istihadhah tetap wajib shalat,<br />

puasa, dan suaminya boleh mempergaulinya walaupun<br />

disertai dengan keluarnya darah. Wanita yang istihadhah<br />

yang ingin melaksanakan shalat diharuskan melakukan<br />

hal-hal sebagai berikut :<br />

1. Membersihkan najis di tubuhnya, baik darah maupun<br />

najis-najis lainnya<br />

2. Menyumpal tempat keluarnya darah dengan kain atau<br />

lainnya, kecuali jika terasa sakit, atau sedang berpuasa,<br />

karena hal itu bisa membatalkan puasanya. Jika tidak<br />

cukup sumpalan itu, wajib untuk dibalut lagi di<br />

atasnya.<br />

3. Setelah itu, dia harus segera berwudhu` setelah masuk<br />

waktu shalat, dan dilakukan bersambung tanpa<br />

berhenti<br />

4. Setelah itu, dia wajib bersegera untuk shalat dan tidak<br />

boleh menunda-nundanya, kecuali penundaannya<br />

untuk kepentingan shalat, seperti menjawab adzan,<br />

atau melaksanakan shalat qabliyah, dsb.<br />

E. Mandi, Wudhu` dan Tayammum<br />

1. Mandi<br />

Yang dimaksud dengan “mandi’’ di sini adalah<br />

mengalirkan air ke seluruh tubuh secara merata dengan<br />

niat khusus. Dalam hal mandi ada dua macam, ada mandi<br />

wajib dan ada mandi yang sunnah.<br />

111


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

a. Hal-hal yang menjadikan sebab wajibnya mandi :<br />

1. Keluar mani dengan sebab apapun, baik karena<br />

mimpi, menghayal, bergurau, dsb.<br />

2. Bertemunya dua khitan laki-laki dan perempuan,<br />

walaupun tidak keluar air mani<br />

3. Setelah berhenti dari keluar darah haid dan nifas<br />

4. Sehabis melahirkan (wiladah)<br />

5. Wajib dimandikan bagi mayit selain mayit syuhada<br />

a). Perbedaan antara air mani, madzi, dan wadi, yaitu :<br />

1. Mani berwarna putih pekat (keruh), keluarnya<br />

ada kenikmatan, jika masih basah baunya<br />

seperti adonan roti dan jika telah kering baunya<br />

seperti putih telur.<br />

2. Madzi berwarna putih samar dan lengket,<br />

keluar disebabkan hasrat seksual sebelum<br />

hasrat betul-betul sempurna.<br />

3. Wadi berwarna putih tebal, keluar setelah<br />

kencing, atau ketika membawa beban barng<br />

yang berat.<br />

b). Hukumnya :<br />

1. Mani mewajibkan mandi, tidak membatalkan<br />

wudhu` dan hukumnya suci<br />

2. Madzi dan wadi hukumnya sama seperti air<br />

kencing (hukumnya membatalkan wudhu` dan<br />

najis)<br />

b. Mandi yang disunnahkan, antara lain :<br />

a) Mandi Hari Jum`at<br />

b) Mandi pada dua Hari Raya Idul Fitri dan Idul<br />

Adhha<br />

112


113<br />

Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

c) Mandi orang gila apabila sembuh dari penyakit<br />

gilanya<br />

d) Mandi tatkala hendak ihram haji atau ihram<br />

umrah<br />

e) Mandi sehabis memandikan mayat.<br />

f) Orang kafir setelah masuk <strong>Islam</strong><br />

g) Ketika wukuf di Arafah<br />

h) Ada gerhana matahari dan bulan<br />

i) Setelah kembali dai peperangan<br />

j) Ketika memasuki kota Makkah<br />

k) Mandi bagi orang pingsan setelah sadar<br />

l) Mandi hendak shalat Istisqa (shalat mohon hujan)<br />

m) Mandi hendak Ihrom (haji atau umroh<br />

n) Mandi untuk thawaf (qudum, ifadhah, dan wada`)<br />

o) Mandi hendak bermalam di Mudzdalifah<br />

p) Mandi melempar tiga Jumroh<br />

q) Mandi untuk sai<br />

r) Mandi untuk memasuki Madinah<br />

c. Fardhu atau Rukun Mandi Janabah :<br />

1. Niat mandi menghilangkan hadats besar<br />

2. Memgalirkan dan meratakan air ke seluruh tubuh,<br />

dimulai dari atas kepala (rambut) sampai air<br />

mengenai kulit kepala<br />

d. Sunnah-sunnah Mandi:<br />

1. Membaca “Bismillah‘’ pada permulaan mandi (Jika<br />

sudah di kamar mandi di baca dalam hati)<br />

2. Istinja` dan Berwudhu` sempurna sebelum mandi<br />

3. Mendahulukan anggota badan yang kanan<br />

daripada yang kiri dan menggosoknya dengan<br />

tangan sampai merata ke seluruh tubuh sebanyak 3<br />

kali<br />

4. Berturut-turut (tertib)


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

e. Adab dan Kaifiyat ( Tata Cara ) Mandi Wajib:<br />

1. Terlebih dahulu berniat mandi untuk<br />

menghilangkan hadats besar. Kemudian mencuci<br />

kedua telapak tangan terlebih dahulu, lalu<br />

membersihkan kemalauan dan telapak tangan<br />

digosokkan ke tanah atau ke dinding. Disunnahkan<br />

berwudhu` terlebih dahulu, dimulai dengan<br />

berkumur, beristinsyaq (memasukkan air ke<br />

hidung (kecuali sedang berpuasa) lalu<br />

mengeluarkannya), membasuh muka dan kedua<br />

hasta tangan, kemudian mengalirkan air di atas<br />

kepala sebanyak tiga kali. Selanjutnya mengalirkan<br />

ke seluruh tubuh dan terakhir mencuci kedua kaki.<br />

(HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa`i)<br />

2. Bagi wanita yang berambut panjang boleh hanya<br />

dengan menyiramkan air tiga kali ke atas<br />

rambutnya ketika mandi. ( HR. Muslim )<br />

3. Dalam mandi wajib air harus mengenai semua<br />

pori-pori badan kemudian meratakannya,<br />

sekaligus membersihkannya. (HR. Tirmidzi)<br />

4. Sunnah mendahulukan badan sebelah kanan ketika<br />

menyiram badan, kemudian sebelah kiri, lalu<br />

bagian depan dan belakang. (HR. Nasa`i)<br />

5. Boleh mandi junub dengan berendam di dalam air,<br />

asalkan semua anggota badan terkena air (As<br />

Syafi`i)<br />

6. Usahakan jangan sampai menyentuh kemaluan<br />

dengan telapak tangan jika sudah selesai mandi.<br />

Jika tersentuh, maka batallah wudhu`nya.<br />

(HR. Nasa`i)<br />

7. Menutup diri ketika mandi sehingga aurat<br />

tertutup. (HR.Tirmidzi, lbnu Majah, Nasaai).<br />

Sebaiknya memakai kain basahan khusus untuk<br />

mandi.<br />

114


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

8. Nabi saw., menolak memakai handuk setelah<br />

mandi. (HR. Nasaa`i)<br />

9. Cukup satu kali mandi setelah menggauli istri<br />

beberapa kali. Akan tetapi dianjurkan untuk<br />

berwudhu` dahulu sebelum melakukan yang<br />

berikutnya. (HR. Tirmidzi)<br />

f. Hal-hal Yang Dimakruhkan Ketika Mandi:<br />

a). Boros dalam menggunakan air. Nabi saw., mandi<br />

dengan 1 sha` atau lima mud. (1 sha` = 4 mud atau<br />

sekitar 40 CM 3), ( HR. Bukhari – Muslim )<br />

b). Mandi di air yang tergenang. ( HR. Muslim ). Jika<br />

dalam keadaan terpaksa, harus diambil dengan<br />

hati-hati agar tidak musta`mal.<br />

Demikian hal-hal yang harus diperhatikan ketika<br />

melaksanakan mandi, baik sunnah maupun wajib<br />

(janabat).<br />

2. Wudhu<br />

Awal perintah wajib wudhu` bersamaan dengan perintah<br />

wajibnya shalat lima waktu, yaitu satu setengah tahun<br />

sebelum Hijriyah. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam<br />

firman-Nya:<br />

115


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Penjelasan :<br />

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak<br />

mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan<br />

tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu<br />

dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan<br />

jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit<br />

atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang<br />

air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak<br />

memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah<br />

yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu<br />

dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan<br />

kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan<br />

menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu<br />

bersyukur. (QS. Al Maaidah ; 6).<br />

Yang dimaksud sakit yaitu sakit yang menurut<br />

dokter tidak boleh kena air.<br />

Menyentuh menurut jumhur ialah menyentuh<br />

sebahagian anggota tubuh (kulit, dll), sedang<br />

sebagian mufassirin lainnya ialah menyetubuhi.<br />

a. Adab dan Kaifiat ( Tata Cara ) Wudhu<br />

1. Niat bersuci dari hadats kecil jangan sampai<br />

tertinggal, hingga membasuh muka (Imam As<br />

Syafi`i)<br />

2. Sebaiknya berniat bukan hanya untuk mensucikan<br />

badan dari kotoran tetapi berniat juga untuk<br />

membersihkan kotora-kotoran hati (Imam Hanafi)<br />

3. Disunnahkan berwudhu` di rumah sebelum pergi<br />

ke masjid, karena setiap langkah yang<br />

dilangkahkan ke masjid dalam keadaan wudhu<br />

sempurna akan mendapatkan pahala,<br />

116


117<br />

Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

menghapuskan dosa dan megangkat derajat. ( HR.<br />

Bukhari )<br />

4. Memulai wudhu` dengan Basmallah (HR. Tirmidzi,<br />

lbnu Majah, Nasaa`i)<br />

5. Membaca doa sebelum wudhu` dengan doa :<br />

Artinya : “Ya Allah, ampunilah segala dosa-dosaku,<br />

lapangkanlah rumah tinggalku, dan berkatilah rezekiku<br />

untukku.’’ (HR. Dailami, lbnu Asakir)<br />

6. Dianjurkan menghadap kiblat ketika berwudhu`<br />

(lmam Nawawi)<br />

7. Ditekankan untuk selalu bersiwak setiap<br />

berwudhu`. Jika tidak ada dapat menggunakan jari<br />

telunjuk. (HR. Bukhar –Muslim)<br />

8. Bersiwak dapat menjadi wajib jika habis memakan<br />

bawang mentah pada hari Jum`at. (Imam<br />

Nawawi)<br />

9. Setiap bersiwak, disunnahkan terlebih dahulu<br />

membasuh kedua tangan sampai pergelangan<br />

sebanyak tiga kali. Kemudian berkumur,<br />

menghirup air ke hidung dan mengeluarkannya<br />

(istinsyaq), membasuh muka, menyela-nyela<br />

janggut dengan jari yang basah, membasuh kedua<br />

lengan tangan dimulai dari ujung tangan sampai ke<br />

atas siku, mengusap kepala sekali, menyapu telinga<br />

sekali dan terakhir membasuh kedua kaki sampai<br />

di atas mata kaki. (HR. Bukhari, Muslim, Nasaa`i)<br />

10. Cara mengusap kepala satu kali dalam berwudhu`<br />

adalah dengan cara meletakkan sebagian jari-jemari<br />

telapak tangan pada bagian depan ujung kepala<br />

tempat tumbuhnya rambut, lalu ditarik kebelakang<br />

sampai ke tengkuk, kemudian dikembalikan lagi ke<br />

depan ke bagian yang pertama tadi. (HR. Abu<br />

Daud)<br />

11. Membasuh khusus tengkuk bukanlah bagian<br />

wudhu` (Imam Nawawi)


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

12. Jangan membasuh muka dengan menyiram<br />

langsung, baiknya ditampung dulu di kedua<br />

telapak tangan, lalu baru diusapkan ke muka<br />

(Imam Nawawi)<br />

13. Cara menyapu telinga satu kali dalam wudhu`<br />

yaitu dua jari telunjuk diletakkan pada lubang<br />

telinga, lalu diputarkan dan lbu jari menyapu<br />

bagian luar telinga ( HR. Abu Daud ) * Menyapu<br />

telinga hendaknya dengan air yang baru, bukan<br />

dengan air bekas menyapu kepala. (Imam Nawawi)<br />

14. Cara membasuh kedua kaki dalam berwudhu`<br />

yaitu renggangkan jari-jari kaki dan disela-sela<br />

dengan jari kelingking tangan kiri dengan urutan<br />

mulai dari sela-sela jari kelingking kaki kanan<br />

sampai jari kelingking kaki kiri.( HR. Abu Daud)<br />

15. Lebih utama jika membasuhnya hingga betis.(Abu<br />

Hurairah)<br />

16. Berwudhu`dengan tertib, berurutan, dan secara<br />

sempurna. Jangan tertinggal walaupun setitik dari<br />

bagian wudhu`. Kebanyakan adzab kubur<br />

disebabkan wudhu` tidak sempurna. Termasuk<br />

berhati-hati dan memperhatikan bagian tumit,<br />

bawah kuku dan bagian dalam yang ada cincinnya<br />

agar tidak tertinggal dalam wudhu`. ( HR. Bukhari<br />

Muslim )<br />

17. Sunnah membasuh bagian wudhu` sebanyak tiga<br />

kali. Barang siapa menambahnya berati telah<br />

mendzolimi diri sendiri. (HR. Nasaa`i, lbnu majah,<br />

Abu Dawud). Dibolehkan membasuh kurang dari<br />

tiga kali, jika memang ada udzur, seperti waktu<br />

sempit, sedikitnya air, dsb.(Imam Nawawi)<br />

18. Jangan berbicara ketika berwudhu` (HR. Nasaa`i)<br />

19. Dianjurkan agar melamakan ‘’ghurah‘’ dan “tahjil‘’.<br />

(HR. Bukhari - Muslim). *Ghurah, adalah<br />

membasuh sebagian dari kepala bagian depan.<br />

118


119<br />

Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Sedang tahjil adalah membasuh sebelah atas siku,<br />

ketika membasuh kedua tangan dan sebelah atas<br />

mata kaki ketika membasuh kaki. “Sesungguhnya<br />

ummat ini akan dikenal pada hari kiamat pada keadaan<br />

kening, kedua tangan dan kedua kaki yang cemerlang<br />

dikarenakan bekas-bekas wudhu`.’’ (HR. Bukhari -<br />

Muslim)<br />

20. Sebaiknya wudhu` jangan dibantu oleh orang lain.<br />

(Ibnu Najjar, Al Bazzar)<br />

21. Jangan boros. Dianjurkan menggunakan air<br />

sehemat mungkin. (HR. Bukhari, Ibnu Majah, Abu<br />

Daud)<br />

22. Hemat menggunakan air walaupun di atas laut<br />

sekalipun. (HR. Ibnu Majah, Ahmad)<br />

23. Air bekas wudhu` dapat dipakai sebagai obat. (HR.<br />

Bukhari). Air bekas wudhu` dapat menyembuhkan<br />

tujuh puluh penyakit. (HR. Dailami). Caranya : Kita<br />

berwudhu` di atas ember, sehingga air bekas<br />

wudhu` itu akan jatuh ke ember, kemudian air itu<br />

diminumkan kepada si sakit.<br />

24. Usai wudhu disunahkan menengadahkan wajah ke<br />

langit, lalu membaca doa, sebagai berikut :<br />

(Diberikan tugas kepada murid (mahasiswa) agar<br />

dapat menghafal do’a selesai berwudhu (lafadz<br />

Arab dan artinya).<br />

Asy-Hadu al laa ilaaha illalloohu wa Asy-Hadu anna<br />

Muhammadan `abduhu wa rosuuluhu<br />

Alloohummaj`alnii minat-tawwabiina waj`alnii minal<br />

mutathohhiriina waj`alnii min `ibaadikash-shoolihiin<br />

Artinya : “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah<br />

Yang Esa tidak ada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi<br />

bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Allah, jadikanlah diriku dari golongan orang-orang yang<br />

bertaubat dan jadikanlah diriku dari golongan orangorang<br />

yang mensucikan diri.’’ (HR. Muslim).<br />

Nabi SAW, bersabda:<br />

“Barang siapa yang membaca doa ini setelah berwudhu`<br />

niscaya akan dibukakan baginya delapan pintu surga<br />

yang dari mana saja ia dapat memasukinya.”<br />

(HR.Tirmidzi, Nasaa`i)<br />

25. Sunnah shalat dua raka`at syukrul wudhu` setiap<br />

selesai wudhu`. Dan dilakukan tanpa diiringi oleh<br />

pembicaraan. (HR. Bukhari, Muslim, Nasaa`i)<br />

26. Antara shalat syukur wudhu` dan shalat fardhu<br />

sebaiknya memperbanyak istighfar. (HR. Ahmad)<br />

b. Fardhu (Rukun) Whudu<br />

Fardhu atau hal-hal yang wajib dilakukan dalam wudhu<br />

ada 6 perkara, yaitu :<br />

1. Niat dalam hati : “saya niat wudhu untuk<br />

menghilangkan hadats, fardhu karena Allah swt“,<br />

waktu niat adalah bersamaan ketika awal membasuh<br />

muka<br />

2. Membasuh wajah, batas wajah yang wajib dibasuh<br />

adalah antara tempat tumbuhnya rambut kepala,<br />

hingga akhir dagu (batas memanjang), dan antara dua<br />

telinga (batas melebar)<br />

3. Membasuh dua tangan sampai kedua siku<br />

4. Menyapu sebagian kepala<br />

5. Membasuh kedua kaki sekaligus kedua mata kaki<br />

6. Tertib/Berurutan<br />

120


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

c. Ha-hal yang membatalkan wudhu<br />

Adapun hal–hal yang membatalkan wudhu adalah<br />

sebagai berikut :<br />

1. Ada sesuatu yang keluar dari salah satu di antara dua<br />

jalan ( HR. Bukhari - Muslim )<br />

2. Tidur yang tidak mantap, maksudnya tidur sambil<br />

duduk yang pantatnya menempel rapat di tempat<br />

duduk. Nabi saw., bersabda, “Barang siapa tidur,<br />

maka hendaklah berwudhu`,‘’ (HR. Abu Daud).<br />

Adapun tidur dengan sikap mantap, tidak<br />

membatalkan wudhu`,‘’ (HR. Bukhari-Muslim)<br />

3. Hilang akal, baik dikarenakan oleh mabuk, pingsan,<br />

sakit, ataupun gila.<br />

4. Bersentuhan antara laki-laki dengan istrinya atau<br />

wanita bukan muhrim tanpa adanya penghalang. (An<br />

Nisaa : 43)<br />

5. Menyentuh farji sendiri ataupun orang lain, baik<br />

dubur ataupun qubul, dengan telapak tangan atau jarijari,<br />

tanpa adanya penghalang.<br />

d. Doa-doa yang dianjurkan ketika berwudhu (anjuran<br />

ulama)<br />

1. Pada permulaan berwudhu`<br />

Alloohumma innii a-`uudzu bika min Hamazaatisy<br />

syayaathiini wa a-`uudzu bika robbi ay yahdhuruun.<br />

Artinya : “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung<br />

kepada-Mu dari bisikan-bisikan syetan, dan aku<br />

berlindung kepada-Mu kalau-kalau mereka datang<br />

kepadaku.’’<br />

121


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Bismillaahil `adzhiimi wal hamdulillaahi `alaa diinil<br />

islaam<br />

Artinya : “Dengan nama Allah Yang Maha Agung, dan<br />

segala puji bagi-Nya ( karena telah memeliharaku tetap )<br />

di dalam agama <strong>Islam</strong>.’’<br />

Alloohummagh firlii dzanbii wa wassi`lii fii daarii wa<br />

baariklii fii rizqii<br />

Artinya : “Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku,<br />

anugrahkanlah kelapangan di dalam rumahku dan<br />

berkahilah rezekiku.’’<br />

2. Ketika membersihkan tangan sampai pergelangan<br />

tangan<br />

“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu kebaikan dan<br />

keberkahan (kedua tanganku) dan aku memohon<br />

perlindungan-Mu dari kesialan dan kehancuran.’’<br />

3. Ketika berkumur-kumur<br />

“Ya Allah, tolonglah aku di dalam membaca kitab-<br />

Mu dan di dalam banyak berdzikir serta bersyukur<br />

kepada-Mu.’’<br />

4. Ketika memsaukkan air ke hidung dan<br />

mengeluarkannya ( istinsyaq )<br />

“Ya Allah, hembuskanlah untukku harumharuman<br />

surga sedangkan Engkau ridha kepadaku<br />

dan aku berlindung kepada-Mu dari baunya<br />

122


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

neraka dan dari keburukkan tempat tinggal dan<br />

keburukkan tempat kembali.”<br />

5. Ketika membasuh wajah<br />

“Ya Allah, cemerlangkanlah wajahku dengan nur<br />

hidayah-Mu pada hari Engkau cemerlangkan<br />

wajah-wajah kekasih-Mu dan jangan hitamkan<br />

wajahku dengan kegelapan-Mu pada hari Engkau<br />

hitamkan wajah-wajah musuh-Mu.’’<br />

6. Ketika membasuh tangan kanan sampai siku<br />

“Ya Allah, berikanlah buku catatan amalku melalui<br />

tangan kananku dan hisablah aku dengan hisab<br />

yang ringan.’’<br />

7. Ketika membasuh tangan kiri sampai siku<br />

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari<br />

diberikannya buku catatan amalku melalui tangan<br />

kiriku atau dari belakang punggungku.’’<br />

8. Ketika menyapu kepala<br />

“Ya Allah, cucurilah aku dengan rahmat-Mu dan<br />

berikanlah aku naungan dari perlindungan di<br />

bawah Arsy-Mu pada hari tidak ada naungan<br />

selain naungan dari Arsy-Mu.’’<br />

9. Ketika menyapu kedua telinga<br />

“Ya Allah, jadikanlah aku termasuk golongan<br />

mereka yang mendengarkan ucapan baik dan<br />

mengikuti apa yang terbaik padanya. Ya Allah<br />

jadikanlah aku termasuk yang mendengar<br />

123


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

pernyataan dari surga bersama orang-orang yang<br />

shalih.’’<br />

10. Ketika mengusap tengkuk<br />

“Ya Allah, peliharalah tengkukku dari api neraka<br />

dan aku berlindung kepada-Mu dari rantai-rantai<br />

dan belenggu neraka.’’<br />

11. Ketika membasuh kaki kanan<br />

“Ya Allah, peliharalah kakiku agar tetap teguh di<br />

atas shirath-Mu ( jalan-Mu ) yang lurus.’’<br />

12. Ketika membasuh kaki kiri<br />

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari<br />

tergelincirnya kakiku di atas shirath pada hari<br />

ketika kaki-kaki munafiq tergelincir ke dalam<br />

neraka jahannam.’’<br />

Dianjurkan untuk mencari naskah dengan bahasa Arab,<br />

doa-doa tersebut, kemudian dihafalkan, jika anda<br />

berminat untuk mengamalkannya.<br />

3. Tayammum<br />

Seseorang boleh bertayammum untuk bersuci dari hadats<br />

besar dan hadats kecil jika tidak bisa mendapatkan air,<br />

atau airnya lebih dibutuhkan untuk minum, atau tubuh<br />

dan jiwanya akan mengalami bahaya jika terkena air, atau<br />

ada binatang buas dan musuh yang dapat membahayakan<br />

keselamatannya di tempat air itu berada.<br />

124


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Pengertian tayammum secara lughat/etimologi berarti<br />

menyengaja. Sedangkan menurut syara`, tayammum<br />

berarti menyapukan tanah ke wajah dan kedua tangan<br />

dengan syarat-syarat tertentu. Allah SWT, berfirman:<br />

“…. Dan jika kamu sakit atau datang dari gha`ith (buang<br />

hajat), atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian<br />

kamu tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah kamu<br />

dengan tanah yang baik (suci), sapulah wajahmu dan<br />

tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha<br />

Pengampun.” (QS. An Nisa` : 43)<br />

a. Syarat Sah Tayammum<br />

1. Apabila ada uzur dalam perjalanan atau dalam<br />

keadaan sakit<br />

2. Dilakukan setelah masuk waktu shalat. Karena,<br />

tayammum merupakan pengganti yang bersifat<br />

darurat dan hanya syah dikerjakan saat darurat<br />

pula, yaitu setelah masuk waktu shalat<br />

3. Tidak mendapatkan air sama sekali, atau sulit<br />

mendapatkannya, atau terlalu mahal untuk<br />

mendapatkannya, atau air lebih dibutuhkan untuk<br />

minum. Dan kondisi ini masih berlangsung setelah<br />

ikhtiar yang maksimal.<br />

4. Menggunakan tanah yang suci dan ada debunya.<br />

Tidak syah menggunakan bongkahan tanah, atau<br />

lumpur, atau tanah yang terkena najis. Tayammum<br />

dapat dilakukan dengan pasir atau dengan<br />

menpukkan dua telapak tangan ke bumi, lalu<br />

meniupnya sebelum mengusapkannya ke muka<br />

dan tangan. Alasannya berdasarkan hadits Nabi<br />

125


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

saw, yang diriwayatkan oleh Sayyidina Hudzaifah<br />

r.a, : “Untukku, bumi ini dijadikan Rabb sebagai yang<br />

bersih suci, serta sebagai tempat sujud.” (HR. Bukhori<br />

dan Muslim)<br />

5. Tubuh telah suci dari najis<br />

b. Fardhu (Rukun) Tayammum<br />

1. Niat<br />

2. Mengusap muka<br />

3. Mengusap kedua tangan sampai sikut<br />

c. Sunnah Tayammum<br />

1. Membaca basmalah<br />

2. Mendahulukan wajah bagian atas daripada bagian<br />

bawah dan mendahulukan tangan yang kanan<br />

daripada yang kiri<br />

3. Dilakukan langsung, yakni sambung menyambung<br />

b. Yang Membatalkan Tayammum<br />

1. Semua hal yang membatalkan dalam wudhu`<br />

2. Apabila telah melihat dan mendapatkan air. Orang<br />

yang telah melaksanakan shalat dengan<br />

tayammum, kemudian setelah shalatnya selesai ia<br />

mendapatkan air, ia tidak wajib mengulangi<br />

shalatnya. Namun apabila setelah tayammum ia<br />

mendapatkan air sebelum melaksanakan shalat,<br />

maka tayammumnya batal.<br />

126


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

PERTEMUAN KEENAM<br />

IBADAH PRAKTIS<br />

( SHALAT )<br />

Rasulullah Saw bersabda :<br />

“Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan<br />

mengajarkannya.” (HR. Bukhari). Sebelum menyampaikan<br />

materi perkuliahan, wajib bagi setiap Dosen untuk<br />

memulainya dengan Tahsin Al-Qur’an, 15–30 menit,<br />

membetulkan bacaan dengan tajwid dan makhraj yang<br />

benar bagi mahasiswa, dan mereka mengulanginya.<br />

1. Pengertian Shalat<br />

Pengertian Shalat menurut bahasa adalah do’a,<br />

diartikan demikian karena di dalamnya meliputi doa-doa,<br />

bahkan hampir semua isi dari aktifitas ucapan dalam<br />

shalat tidak terlepas dari doa, pujian dan permohonan.<br />

Sedangkan arti menurut istilah syariah yaitu suatu<br />

perbuatan yang diajarkan oleh syara’ yang dimulai dengan<br />

takbir, dan diakhiri dengan salam. Takbiratul ihram<br />

mengucapkan “Allahu Akbar”, berdiri dengan<br />

mengangkat kedua tangan keatas sejajar dengan telinga.<br />

Sedangkan salam mengucapkan “Assalamu’alaikum<br />

warahmatullahi wabarakatuh”.<br />

2. Pentingnya Mendirikan Shalat<br />

Shalat dalam ajaran <strong>Islam</strong> memiliki kedudukan yang<br />

sangat penting terlihat dari pernyataan-pernyataan<br />

terdapat pada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, antara lain :<br />

127


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

a. Firman Allah:<br />

Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan<br />

(yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan<br />

dirikanlah shalat untuk mengingat aku. (Thaaha ; 14).<br />

(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang<br />

mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki<br />

yang kami anugrahkan kepada mereka. (QS. Al-Baqarah<br />

; 3)<br />

b. Sabda Nabi Saw:<br />

1. Shalat adalah tiangnya agama<br />

2. Kewajiban pertama setelah iman adalah Shalat.<br />

3. Perintah yang langsung Nabi saw sendiri yang<br />

menerimanya dari Allah swt sedangkan perintah<br />

yang lainnya melalui malaikat Jibril (peristiwa Isra<br />

mi’raj)<br />

4. Shalat merupakan kewajiban universal yang telah<br />

diwajibkan kepada nabi nabi sebelum Nabi<br />

Muhammad saw.<br />

5. Shalat merupakan wasiat nabi yang terakhir.<br />

6. Shalat adalah ciri dari orang yang taqwa<br />

7. Shalat merupakan ciri dari orang yang berbahagia.<br />

8. Shalat mempunyai peranan menjauhkan diri dari<br />

perbuatan jahat & mungkar.<br />

9. Shalat adalah amalan yang pertama kali ditanya<br />

(dihisab) oleh Allah terhadap seorang hamba pada<br />

hari kiamat<br />

128


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Shalat merupakan rukun <strong>Islam</strong> yang kedua.<br />

Mengetahui ilmu tentang shalat adalah fardhu `ain (wajib<br />

bagi setiap individu). Karena, shalat wajib dikerjakan oleh<br />

setiap Muslim yang baligh dan berakal. Shalat dapat<br />

dinilai apabila memenuhi semua syarat dan rukunrukunnya.<br />

Kewajiban shalat sama halnya dengan<br />

kewajiban lainnya dalam <strong>Islam</strong>, dengan ini seseorang<br />

dipandang sebagai subyek hukum atau mukalaf<br />

(kewajiban melaksanakan peraturan Allah), yaitu apabila :<br />

1) Ajaran <strong>Islam</strong> sudah sampai kepadanya.<br />

2) Berakal (sehat, tidak gila dan sebagainya)<br />

3) Baligh (berumur 15 tahun, pernah mimpi bagi laki<br />

dan menstruasi bagi wanita).<br />

Adapun syarat sahnya shalat bagi yang melakukannya<br />

adalah sebagai berikut :<br />

1) Telah tiba waktunya<br />

2) Menghadap kiblat<br />

3) Menutup aurat (bagi pria menutup bagian badan<br />

antara pusat dan lutut, bagi wanita menutup seluruh<br />

anggota badan kecuali muka dan telapak tangan ).<br />

4) Dalam keadaan suci dan bersih diri, pakain, dan<br />

tempat dari najis<br />

3. Tata Cara Pelaksanaan Shalat<br />

Shalat adalah tiang agama, karenanya shalat harus<br />

didirikan dengan benar sesuai dengannyang dicontohkan<br />

oleh Nabi Saw, sebagaimana sabdanya:<br />

129


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku<br />

shalat.” [HR. Bukhari dan Muslim]<br />

Shalat yang sesuai dengan contoh Nabi harus memenuhi<br />

minimal 2 perkara penting, yaitu mengetahui tentang<br />

ilmu-ilmu yang berkaitan dengan shalat, dan<br />

melaksanakannya sesuai tertib sebagaimana dicontohkan<br />

oleh beliau, yaitu di awal waktu (bagi laki-laki dan<br />

perempuan), berjamaah dan di Masjid (bagi laki-laki).<br />

Sedangkan ilmu tentang shalat diantaranya, syarat sahnya<br />

shalat, rukun-rukun shalat, sunnah-sunnah shalat, dan<br />

sebagainya.<br />

1) Niat.<br />

Tempat niat adalah di dalam hati, adapun<br />

melafadzkannya dalam lisan adalah sunnah dan waktu<br />

memulainya ketika takbiratul Ihram (takbir pertama),<br />

dengan mengangkat kedua tangan sejajar dengan bahu,<br />

posisi ibu jari setinggi anak telinga menghadap ke arah<br />

kiblat.<br />

2) Takbiratul lhram. Yaitu Dengan Mengucapkan<br />

“Allaahu Akbar”<br />

“Diriwayatkan dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a, dari<br />

Nabi saw. Bahwa ketika melaksanakan shalat fardhu, beliau<br />

memulai dengan bertakbir dan mengangkat kedua tangan<br />

beliau hingga sejajar bahu. Beliau saw, melakukan hal yang<br />

sama ketika telah selesai membaca bacaan sebelum ruku` ,<br />

juga ketika bangkit dari ruku`, Beliau tidak melakukan hal<br />

tersebut saat duduk, akan tetapi jika bangkit setelah dua kali<br />

sujud beliau mengangkat kedua tangannya kembali seraya<br />

bertakbir.” (HR. Abu Daud, Ahmad dan Tirmidzi)<br />

130


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

3) Berdiri Bagi Orang Yang Mampu, Pada Shalat Fardhu<br />

Rasulullah Saw, melakukan shalat fardhu maupun<br />

sunnah dengan berdiri, demi memenuhi perintah Allah<br />

Swt, sebagaimana firmanNya:<br />

Peliharalah semua shalat dan shalat wustho* dan<br />

berdidrilah dengan tenang karena Allah, jika kamu<br />

dalam ketakutan, shalatlah dengan berjalan kaki atau<br />

berkendaraan. Jika kamu dalam keadaan aman, ingatlah<br />

kepada Allah dengan cara yang telah diajarkan kepada<br />

kamu yang mana sebelumnya kamu tidak mengetahui<br />

(cara tersebut). (QS. Al-Baqarah : 238-239)<br />

* Shalat wusthaa ialah shalat yang di tengah-tengah dan<br />

yang paling utama. ada yang berpendapat, bahwa yang<br />

dimaksud dengan shalat wusthaa ialah shalat Ashar.<br />

menurut kebanyakan ahli hadits, ayat ini menekankan<br />

agar semua shalat itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya.<br />

4) Meletakkan Tangan Kanan Di Atas Tangan Kiri<br />

Sebagaimana diriwayatkan dari Sayyidina Jabir r.a, dalam<br />

sebuah hadits :<br />

“Rasulullah saw. Pernah berjalan melewati seorang<br />

yang sedang shalat. Orang tersebut, meletakkan tangan<br />

kirinya di atas tangan kanannya, lalu beliau Saw,<br />

melepaskan tangan tersebut dan meletakkan tangan<br />

kanannya di atas tangan kirinya.” (HR. Ahmad dengan<br />

sanad yang sahih)<br />

131


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

5) Mengarahkan Pandangan Ke Tempat Sujud<br />

Hal ini berdasarkan keterangan Al Baghawiy dalam<br />

syarhus sunnah :<br />

“Melihat sesuatu tidak masalah di dalam shalat, akan<br />

tetapi yang lebih afdhal adalah mengarahkan pandangan<br />

ke tempat sujud.”<br />

6) Membaca Doa Iftitah<br />

Sabda Rasulullah Saw :<br />

“Setelah Rasulullah Saw, bertakbiratul lhrom dalam<br />

shalat, maka beliau Saw, berdiam sejenak sebelum<br />

membaca (Al Fatihah), aku bertanya : “wahai Rasulullah<br />

Saw, demi ayah dan ibu engkau, tidakkah engkau<br />

beritahukan diamnya engkau di antara Takbiratul lhram<br />

dan membaca surat, apakah yang engkau ucapkan?<br />

Beliau Saw, menjawab, aku mengucapkan : Ya Allah,<br />

jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku,<br />

sebagaimana Engkau telah menjauhkan ufuk timur dari<br />

ufuk barat, Ya Allah sucikanlah aku sebagaimana<br />

disucikannya kain putih dari kotoran, sucikanlah aku<br />

dengan air, air salju dan air dingin.”<br />

Beberapa Do`a lftitah Yang Dibaca Rasulullah & Shahabat<br />

r.a. hum di antaranya :<br />

1. Diriwayatkan dan diamalkan oleh Sayyidina Ali r.a,<br />

“Apabila Rasulullah Saw, berdiri untuk shalat, beliau<br />

mengucapkan :<br />

Innii wajjahtu wajhiya lilladzii fatharossamawati<br />

wal ardha… dst<br />

132


133<br />

Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

“Aku hadapkan wajahku kepada Tuhan Pencipta seluruh<br />

langit dan bumi dengan penuh kepasrahan dan aku<br />

bukanlah termasuk orang-orang yang syirik. Sesungguhnya<br />

shalatku, ibadatku, hidupku, dan matiku semata-mata untuk<br />

Allah, Tuhan semestea alam, tiada sesuatupun yang<br />

menyekutui-Nya. Demikianlah aku diperintah dan aku<br />

termasuk orang-orang menyerah diri (muslim). Ya Allah,<br />

Engkaulah Penguasa, tiada Tuhan selain Engkau semata.<br />

Engkaulah Tuhanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku telah<br />

menganiaya diriku dan aku mengakui dosa-dosaku. Oleh<br />

karena itu, ampunilah semua dosa-dosaku. Sesungguhnya<br />

hanya engkaulah yang berhak mengampuni semua dosa.<br />

Berilah aku petunjuk kepada akhlak yang terbaik, karena<br />

hanya Engkaulah yang dapat memberi petunjuk kepada<br />

akhlak yang terbaik dan jauhkanlah diriku dari akhlak yang<br />

buruk karena hanya Engkaulah yang dapat menjauhkannya<br />

dariku. Aku menjawab seruan-Mu dan aku memohon<br />

pertolongan-Mu. Segala kebaikan dalam gemgaman-Mu,<br />

sedang segala keburukan tidak datang dari-Mu. Aku berada<br />

dalam kekuasaan-Mu dan akan kembali kepada-Mu.<br />

Engkaulah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi, aku<br />

memohon ampun kepada-Mu dan bertobat kepada-Mu.”<br />

(HR. Ahmad, Muslim, dan Tirmidzi, danTarmidzi<br />

menshohihkannya)<br />

2. Dalam riwayat lmam Bukhari, Muslim, dan Ibnu Abi<br />

Syaibah bisebutkan bahwa Rasulullah saw, membaca<br />

doa sebagai berikut dalam shalat fardhu (shalat<br />

shubuh)<br />

Aku hadapkan wajahku kepada Tuhan Pencipta seluruh<br />

langit dan bumi dengan penuh kepasrahan dan aku<br />

bukanlah termasuk orang-orang yang syirik. Sesungguhnya<br />

shalatku, ibadatku, hidupku, dan matiku semata-mata untuk<br />

Allah, Tuhan semestea alam, tiada sesuatupun yang<br />

menyekutui-Nya. Demikianlah aku diperintah dan aku


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

termasuk orang-orang pertama berserah diri kepada Allah<br />

(muslim). Ya Allah, Engkaulah Penguasa, tiada Tuhan<br />

selain Engkau semata. (Engkau Maha Suci dan Maha<br />

Terpuji). Engkaulah Tuhanku dan aku adalah hamba-Mu.<br />

Aku telah menganiaya diriku dan aku mengakui dosadosaku.<br />

Oleh karena itu, ampunilah semua dosa-dosaku.<br />

Sesungguhnya hanya engkaulah yang berhak mengampuni<br />

semua dosa.dan segala kebaikan ada dalam gemgaman-Mu,<br />

sedang segala keburukan tidaklah bersumber dari-Mu.<br />

(orang yang terpimpin adalah orang yang Engkau beri<br />

petunjuk), aku berada dalam kekuasaan-Mu dan kembali<br />

kepada-Mu, (tiada tempat memohon keselamatan dan<br />

perlindungan dari siksa-Mu kecuali hanya Engkau semata) .<br />

Engkau Maha Mulia dan Maha Tinggi, aku mohon ampun<br />

kepada-Mu dan bertobat kepada-Mu. (Sifat Shalat Nabi :<br />

110)<br />

3. Hadits yang diriwayatkan dari beberapa jalur dengan<br />

sanad yang shahih.<br />

Maha Suci Engkau, Ya Allah, Maha Terpuji lagi Maha<br />

Mulia nama-Mu serta Maha Tinggi Kehormatan-Mu, tiada<br />

Tuhan selain Engkau semata. (HR. Abu Daud dan<br />

Hakim, disahkan oleh Hakim dan disetujui oleh Adz<br />

Dzahabi (Shifat Shalat Nabi : 112) Rasulullah Saw,<br />

bersabda , “Kalimat ini yang paling Allah cintai untuk<br />

diucapkan oleh hamba-Nya.” (HR. Nasa`i)<br />

4. Redaksinya seperti di atas, tetapi dengan tambahan<br />

kalimat, Laa ilaaha illallaahu 3x, Allaahu Akbar 3 x. (Sifat<br />

Shalat Nabi : 113)<br />

5. Doa lftitah berikut ini pernah dibaca seorang shahabat,<br />

kemudian Rasulullah saw, bersabda, (bahwa Allah<br />

Swt, menyambut dengan firman-Nya): “Aku<br />

134


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

menyenanginya, Aku bukakan semua pintu langit karena<br />

doa ini. “ (HR. Muslim dan Abu `Awanah, disahkan oleh<br />

Tirmidzi. Abu Nu`aim – dalam Al Akhbar – meriwayatkan<br />

dari Jabir bin Muth`im. Ia mendengar Rasulullah saw,<br />

mengucapkan doa tersebut dalam shalat sunn<br />

Keterangan :<br />

Sebelum membaca kalimat Wajjahtu……, atau Allaahumma<br />

ba`id bainii…., akan lebih afdhal membaca Allaahu Akbar<br />

Kabiiroo….., seperti yang dinyatakan dalam sebuah hadits<br />

dari Ibnu Umar r.a huma, “Suatu kali kami shalat bersama<br />

Rasulullah saw., tiba-tiba seoarang dari jam`ah membaca<br />

Allaahu Akbar kabiiro wal hamdulillaahi katsiiro………., Usai<br />

shalat Rasulullah saw, bertanya, “siapa yang mengucapkan<br />

kalimat itu? Lalu laki-laki itu menjawab, “Saya, Ya Rasulullah.<br />

Kemudian Rasulullah saw, bersabda, “Aku kagum pada kalimat<br />

itu, pintu-pintu langit terbuka karenanya. “Ibnu Umar Berkata,<br />

“Semenjak itu, aku tidak tinggalkan membaca kalimat tersebut.”<br />

(HR. Muslim [Fiqh Syafiiyah I : 186])<br />

7) Membaca Surat Al Fatihah<br />

Setelah membaca doa lftitah dilanjutkan dengan membaca<br />

suratul fatihah. Sayyidina `Ubadah bin Ash Shamit r.a,<br />

meriwayatkan bahwa Nabi Saw, telah bersabda:<br />

“Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Al Fatihah.”<br />

(HR. Jama`ah)<br />

Dalam redaksi lain disebutkan, “Tidak cukup shalat bagi<br />

orang yang tidak membaca Al Fatihah. “ (HR. Daruquthni)<br />

“Aisyah r.ha. berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah Saw,<br />

bersabda, ; Barang siapa shalat dengan tidak membaca Ummul-<br />

135


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Qur’an (Al Fatihah) maka shalatnya tidak sempurna.” (HR.<br />

Ahmad dan Ibnu Majah)<br />

“Abu Hurairah r.a, Nabi Saw. Sungguh menyuruhnya keluar<br />

untuk mengumumkan bahwa tidak ada shalat kecuali dengan<br />

membaca Al Fatihah.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).<br />

Beliau juga menyatakan, Orang yang shalat tanpa membaca Al<br />

Fatihah, shalatnya buntung, shalatnya buntung, shalatnya<br />

buntung, tidak sempurna. (HR. Muslim dan Abu `Awwanah)<br />

Membaca Al Fatihah wajib dalam semua shalat, baik<br />

shalat sir maupun shalat jahr dalam setiap raka`at, baik<br />

bagi imam maupun ma`mum, ataupun dalam shalat<br />

sendirian. Perhatikan mengenai hal-hal dalam surat Al<br />

Fatihah, berikut:<br />

a. Basmalah Merupakan Bagian dari Al Fatihah<br />

Basmalah wajib dibaca di awal suratul fatihah saat shalat,<br />

karena basmalah merupakan ayat pertama darinya. Ada<br />

beberapa hadits shahih dan kuat dari Rasulullah Saw,<br />

yang menjadi argumen atau dalil tentangnya.<br />

“Abu Hurairah r.a, meriwayatkan bahwa Rasulullah<br />

saw. Bersabda. “Jika kamu hendak membaca<br />

Alhamdulillaah (alfatihah), bacalah Bismillaahir<br />

rohmaanir rohiim, karena sesungguhnya Alhamdulillaah<br />

adalah induk Al-Qur’an, induk Al Kitab, Sab`ul<br />

Matsanii (tujuh ayat yang diulang-ulang), dan<br />

Bismillaahir rohmaanir rohiim merupakan salah satu<br />

ayatnya”. (HR. Ad Daruquthni, Imam Baihaqi dan yang<br />

lainnya dengan isnad shahih, [Fiqih Syafi`iyyah] ).<br />

136


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

“Ummu Salamah r.ha, berkata, Nabi Saw, membaca<br />

bismillaahir rohmaanir rohiim di awal al fatihah dalam<br />

shalat, dan beliau menghitungnya sebagai salah satu<br />

ayatnya.” (HR. Ibnu Huzaimah dan Baihaqi)<br />

Disunnahkan membaca basmalah dengan keras bagi<br />

imam atau ketika shalat fardhu sendirian apabila bacaan<br />

fatihahnya keras dan membacanya dengan pelan jika<br />

bacaan fatihahnyapun pelan.<br />

“Ibnu Abbas r.a huma, berkata: Nabi Saw, mengeraskan<br />

bacaan bismillaahi rohmaanir rohiim.” (HR. Ad<br />

Daruquthni dalam Sunan Abu Daud), dan yang lainnya<br />

dengan sanad shahih.<br />

b. Syarat-syarat Membaca Al Fatihah :<br />

Surat Fatihah harus dibaca benar, baik makhraj maupun<br />

tajwidnya, karena ia salah satu rukun shalat, maka<br />

membacanya harus sesuai dengan syarat-syarat sebagai<br />

berikut:<br />

1. Tertib urutannya<br />

2. Berkesinambungan<br />

3. Memelihara huruf-hurufnya<br />

4. Memelihara tasydid-tasydidnya, makhraj juga<br />

tajwidnya<br />

5. Tidak menyengaja diam dalam jeda antar ayat<br />

dengan maksud memutus bacaan<br />

6. Tidak lahn (salah pengucapan)<br />

7. Dilakukan saat berdiri dalam shalat fardhu<br />

8. Dengan suara minimal yang bisa didengar diri<br />

sendiri<br />

9. Tidak menyelingi pembacaan antar ayat dengan<br />

dzikir yang lain<br />

137


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

c. Membaca Isti`adzah Atau Ta`awwudz<br />

Allah Ta`ala berfirman :<br />

Maka apabila kamu hendak membaca Al Qur’an,<br />

hendaklah memohon perlindungan kepada Allah dari<br />

setan yang terkutuk. (QS. An Nahl [16] : 98)<br />

“Abu Sa`id Al Khudri r.a, meriwayatkan bahwa bila<br />

Nabi Saw, berdiri shalat, beliau membaca doa lftitah,<br />

lalu membaca a`uudzu billaahis samii`il `aliimi minasy<br />

syaithoonir rojiimi min hamadziihi wa nafhihii wa<br />

nafaatsihii (aku berlindung kepada Allah Yang Maha<br />

Mendengar dan Maha Mengetahui dari godaan setan<br />

yang terkutuk, dari godaannya, dari tipuannya, dan dari<br />

semburannya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)<br />

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah saw,<br />

membaca a`uudzu billaahis samii`il `aliimi minasy<br />

syaithonir rojiim, setelah iftitah sebelum membaca Al<br />

Fatihah. Dikarenakan adanya salah satu periwayatnya<br />

yang terkena wahm (diragukan), maka Al Hafidz Ibnu<br />

Hajar menyandarkan untuk pembacaan ta`aawudz<br />

sebelum fatihah adalah ayat Al Qur’an yang termaktub<br />

dalam surat An Nahl, ayat 98, yaitu “ a`uudzu billaahi<br />

minasy syaithoonir rojiim.”<br />

d. Membaca Aamiin<br />

Usai membaca fatihah, disunnahkan mengucapkan<br />

aamiin, sebagaimana diceritakan oleh Abu Hurairah r.a.,:<br />

138


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

“Abu Hurairah r.a, berkata, “Rasulullah Saw., apabila<br />

selesai membaca Ummul Qur’an, beliau Saw,<br />

mengeraskan suaranya dan membaca aamiin.” (HR. Ad<br />

Daruquthni, dan ia menghasankannya, sedangkan<br />

Hakim mengesahkannya. (Bulughul Maram, hadits<br />

no. 271).<br />

Keterangan tentang ucapan aamiin:<br />

Ucapan yang sering keliru, baik dalam shalat setelah<br />

membaca surat fatihah, maupun ketika berdoa. Ucapan<br />

amin ada 2 macam, yaitu pertama “amin”, alif dibaca<br />

pendek (artinya percaya, misalnya gelar Nabi oleh orangorang<br />

Quraisy sejak kecil disebut “Muhammad Al Amin –<br />

Muhammad orang yang dapat dipercaya), kedua<br />

“aamiin”, alif dan mimnya dibaca panjang (artinya<br />

kabulkanlah (yaa Allah) dibaca ketika berdoa atau selesai<br />

membaca surat fatihah.<br />

8) Membaca Surat-Surat Lain Setelah Al Fatihah Pada<br />

Rakaat Kesatu Dan Kedua<br />

Dalam shalat apapun, disunnahkan membaca surat<br />

setelah selesai membaca Al Fatihah pada rakaat pertama<br />

dan kedua. Utamanya membaca satu surat secara lengkap,<br />

misalnya :<br />

Atau surat-surat yang lainnya, dianjurkan, jika shalat<br />

sendirian (misalnya shalat sunnah), diusahakan membaca<br />

surat panjang, tetapi jika menjadi imam membaca surat<br />

yang pendek saja.<br />

139


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

9) Melakukan Ruku` Atau Membungkukkan Badan Dan<br />

Thuma`ninah :<br />

Allah Swt berfirman;<br />

Wahai orang-orang yang beriman, ruku` dan sujudlah<br />

kamu, dan sembahlah Tuhanmu, serta lakukanlah<br />

kebaikan supaya kamu sekalian beruntung. (QS. Al Hajj<br />

[22] : 77)<br />

Secara lughat, ruku` adalah al-Inbina`(condong atau<br />

miring). Rasulullah Saw., bersabda:<br />

Sesungguhnya shalat seseorang tidak sempurna sebelum<br />

menyempurnakan wudhu`nya seperti yang diperintahkan<br />

Allah swt., kemudian bertakbir, bertahmid,<br />

mengagungkan Allah, membaca ayat Al Qur’an yang<br />

dihafalnya, kemudian bertakbir, ruku` dengan<br />

thuma`ninah hingga ruas tulang belakangnya mapan dan<br />

lurus…, (HR. Abu Dawud dan Nasa`i)<br />

Thuma`ninah artinya berhenti sejenak setelah<br />

bergerak. Thuma`ninah dalam ruku` termasuka<br />

rukun shalat.<br />

a. Cara Ruku` Dan Batas Minimalnya<br />

Rifa`ah bin Rafi` meriwayatkan bahwa Nabi Saw.,<br />

bersabda:<br />

140


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

“Dan apabila kamu ruku`, letakkanlah kedua tapak<br />

tanganmu di kedua lututmu. (HR. Abu Dawud).<br />

Rasulullah saw., bersabda, “Jika kamu ruku`, letakkanlah<br />

tanganmu pada lutut dan luruskanlah punggungmu<br />

serta tekankan tanganmu untuk ruku`.” (HR. Ahmad<br />

dan Abu Dawud)<br />

Batas minmal ruku` adalah memiringkan badan ke depan<br />

sampai pada suatu kondisi sekira ia meletakkan kedua<br />

telapak tangan pada lutut, lengannya akan lurus dan<br />

betisnya tegak. Setiap orang yang shalat, mestilah<br />

menjaga ruku` dan tidak meninggalkannya, lebih dari itu,<br />

ia juga wajib thuma`ninah dalam ruku`nya. Sedangkan<br />

ruku` yang sempurna adalah yang dimulai dengan takbir<br />

intiqal bersamaan dengan mengangkat kedua belah<br />

tangan sampai sejajar dengan bahu dan ujung jari<br />

mendekati anak telinga. Setelah itu badan dimiringkan ke<br />

depan berbarengan dengan turunnya kedua belah tangan<br />

hingga meletak pada lutut dengan jemari terbuka<br />

renggan. Punggung, leher serta kepala dibuat merata<br />

seperti garis lurus. Siku direnggangkan (bagi laki-laki,<br />

dan dirapatkan bagi perempuan), mata memandang ke<br />

tempat sujud, tidak menengadah dan tidak menoleh ke<br />

kiri atau ke kanan. Kemudian diam sejenak tanpa gerakan<br />

badan dalam posisi ini, seraya membaca tasbih dan doa<br />

ruku` .<br />

b. Beberapa BacaanTasbih Dan Doa dalam Ruku`<br />

Sayyidina Hudzaifah lbnu Al Yamani r.a, berkata, “Aku<br />

pernah shalat berama Nabi saw., dan dalam ruku`nya<br />

beliau membaca subhaana robbiyal adzhiim (Maha Suci<br />

Tuhanku Yang Maha Agung), dan dalam sujudnya<br />

beliau membaca subhaana robbiyal a`laa (Maha Suci<br />

141


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Tuhanku Yang Maha Tinggi).” (HR. oleh lmam yang<br />

lima)<br />

Sayyidina `Uqbah bin `Amir r.a, berkata: “Ketika ayat<br />

fasabbih bismi robbikal `adzhiim turun, Rasulullah saw,<br />

bersabda kepada kami, jadikanlah ia sebagai bacaan<br />

dalam ruku`mu.` dan ketika ayat yang berbunyi<br />

subhaana robbiyal a`laa turun beliau bersabda,<br />

“Jadikanlah ia bacaan dalam ruku`mu.` (HR. Ahmad,<br />

Abu Daud, dan lbnu Majah)<br />

Aun bin `Abdullah bin `Uthbah meriwayatkan dari<br />

Sayyidina Ibnu Mas`ud r.a, bahwa Nabi saw., bersabda,<br />

“ Apabila salah seorang dari kalian ruku`, dan dalam<br />

ruku`nya membaca subhaana robbiyal adzhiim 3 X,<br />

berarti telah sempurna ruku`nya, dan itulah yang<br />

terpendek. Apabila sujud ia membaca subhaana robbiyal<br />

a`laa 3 X, berarti telah sempurna sujudnya, dan itulah<br />

yang terpendek. (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, dan lbnu<br />

Majah).` Tetapi hadits ini dianggap mursal, karena<br />

`Aun tidak pernah berjumpa dengan Sayyidina<br />

Abdullah ibnu Mas`ud r.a.<br />

Dalam hadits hasan yang diriwayatkan Abu Dawud,<br />

Daruquthni, Ahamad, dan Baihaqi, bacaan ruku` itu<br />

adala subhaana robbiyal `adzhiimi wa bihamdih (Maha<br />

Suci Tuhanku Yang Maha Agung dengan segala puji-<br />

Nya) sebanyak 3 x.<br />

Sayyidatina `Aisyah r.ha, meriwayatkan, “Sungguh<br />

Rasulullah saw, pernah dalam ruku` dan sujudnya<br />

membaca subbuhun qudduusun robbul malaa-ikati war<br />

ruuh.” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, dan Nasa`i).<br />

Sayyidatina `Aisyah r.ha, berkata, “Dalam ruku` dan<br />

sujudnya Rasulullah saw, seringkali membaca<br />

142


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

subhaanakallaahumma robbanaa wa bihamdika<br />

Allaahummaghfirlii.” (HR. Jama`ah, kecuali Tirmidzi).<br />

Sayyidina `Ali r.a, berkata, “Apabila Nabi saw, ruku`,<br />

beliau membaca “Ya Allah hanya kepada-Mu aku ruku`,<br />

hanya kepada-Mu aku beriman, hanya kepada-Mu aku<br />

berserah diri, pendengaranku, penglihatanku, otakku,<br />

tulang belulangku, dan pembuluh darahku khusu`<br />

kepada-Mu.“ (HR. Muslim).<br />

10) Kemudian berdiri tegak (i’tidal) serta Thuma`ninah<br />

sambil mengucapkan<br />

Sami’allahu liman hamidah – (Allah maha mendengar<br />

bagi siapa yang memujiNya.).<br />

Dan dilanjutkan membaca :<br />

Robbanaa walakal hamdu …. dst -<br />

(Ya Tuhan kami, hanya milik-Mu segala puji sepenuh<br />

langit dan sepenuh bumi, dan sepenuh apa saja yang<br />

Engkau kehendaki setelah itu, Engkaulah yang paling<br />

berhak mendapat sanjungan dan (pemilik) keagungan;<br />

(Itulah) yang paling benar (hak) yang dikatakan seorang<br />

hamba, dan masing-masing kami adalah hamba-Mu Ya<br />

Allah, tak ada yang dapat mencegah apa yang Engkau<br />

berikan dan tak ada yang dapat member apa yang<br />

Engkau cegah (untuk diberikan). Tak ada manfaat orang<br />

yang mempunyai keagungan (dan kekuasaan) di<br />

hadapan-Mu; dari Engkaulah keagungan itu).<br />

Makna kata al jadd adalah keagungan dan kebesaran,<br />

seperti yang termaktub dalam firman Allah ta`alaa dalam<br />

surat Al Jinn ayat 3, yang berbunyi :<br />

143


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Dan bahwasanya Maha Tinggi Kebesaran Tuhan kami ;<br />

Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak.<br />

Dalam redaksi yang diriwayatkan dari Sayyidina Abu<br />

Sa`id Al Khudri r.a, bacaan tersebut berawal dengan<br />

Allaahuma, tidak langsung pada kata rabbanaa lakal<br />

hamd….. (HR. Muslim). Bahkan dalam riwayat lain<br />

sebagaimana yang diceritakan oleh Rifa`ah bin Rafi` az-<br />

Zarqi r.a, “Suatu hari kami melaksanakan shalat<br />

dibelakang Nabi Saw., manakala beliau mengangkat<br />

kepalanya dari ruku`, beliau membaca sami`allaahu liman<br />

hamidah, lalu seorang lelaki dibelakang kami<br />

menyambutnya dengan ucapan rabbanaa wa lakal hamd,<br />

hamdan katsiiran thayyibban mubaarakan fiih. Usai shalat,<br />

Nabi bertanya tentang siapa yang mengucapkan dzikir<br />

tadi, dan setelah orang itu mengaku, beliau Saw,<br />

bersabda, “Kulihat lebih dari 30 malaikat berebut untuk<br />

menjadi yang paling awal mencatatnya.” (HR. Bukhari)<br />

I`tidal artinya bangun (bangkit-tegak) dari ruku`, dan<br />

berdiri tegak kembali seperti sebelum ruku`. Adapun<br />

thuma`ninah ketika I`tidal adalah sekedar diam sejenak<br />

untuk membaca doa yang disunnahkan padanya. Batas<br />

minimal I`tidal adalah kembalinya tulang punggung atau<br />

tulang belakang seperti sebelum ruku`. Abu Humaid as-<br />

Sa`idi r.a, menerangkan sifat-sifat shalat Nabi Saw., “……<br />

Maka ketika beliau Saw., bangkit (mengangkat<br />

kepalanya), beliau tegak sehingga setiap (sendi)<br />

punggung kembali ke tempat (semula).” (HR. Bukhari).<br />

I`tidal yang sempurna adalah bangkit dibarengi<br />

dengan mengangkat kedua tangan sampai setentang bahu<br />

seraya mengucapkan sami`allaahu liman hamidah (Allah<br />

Maha Mendengar orang yang memuji-Nya).<br />

144


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Abu Hurairah r.a., berkata, “Ketika Rasulullah Saw.,<br />

mengangkat punggungnya dari ruku`, beliau Saw, berucap<br />

sami`allaahu liman hamidah, dan setelah tegak berdiri (I`tidal)<br />

beliau berucap rabbanaa wa lakal hamd.” (HR. Bukhari dan<br />

Muslim)<br />

11) Melakukan Sujud serta Thuma`ninah<br />

Sujud disertai thuma`ninah dilakukan dua kali pada<br />

tiap-tiap raka`at.<br />

a. Dasar-Dasar Perintah Sujud<br />

Allah Ta`ala berfirman dalam Al Qur-an :<br />

Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu,<br />

sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah<br />

kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. (QS. Al<br />

Hajj ; 77)<br />

Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah<br />

kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat), dan<br />

sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang<br />

diyakini (ajal). (QS. Al Hijr ; 98-99).<br />

“Abu Hurairah r.a, meriwayatkan bahwa Rasulullah<br />

Saw., bersabda ; Saat seorang hamba paling dekat<br />

dengan Tuhannya adalah saat sujud, oleh karena itu<br />

banyak-banyaklah berdoa pada saat itu.” (HR. Muslim)<br />

145


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

“Ibnu Abbas r.a. huma, meriwayatkan bahwa Rasulullah<br />

saw., bersabda; Adapun (saat) ruku`, agungkanlah<br />

Tuhan, sedang (saat) sujud, maka bersungguhsungguhlah<br />

berdoa, maka pasti akan dikabulkan”. (HR.<br />

Muslim)<br />

b. Syarat-Syarat Sujud<br />

Di dalam kitab Syarah Kaasyifatus Sajaa `alaa Safiinatun<br />

Najah diterangkan oleh Syaikh Nawawi Al Jaawi bahwa<br />

syarat-syarat sujud ada tujuh, yaitu :<br />

1. Dengan tujuh anggota tubuh<br />

2. Dengan dahi terbuka<br />

3. Kepala ditekan sedikit<br />

4. Tidak turun untuk tujuan lainnya<br />

5. Tidak terhalang oleh sesuatu yang bergerak dengan<br />

gerak tubuhnya (pakaian shalatnya)<br />

6. Bagian bawah (pantat) lebih tinggi dari bagian atas<br />

(kepala)<br />

7. Diam sejenak tanpa gerak dalam posisi tersebut<br />

(Thuma`ninah)<br />

* Ketujuh anggota yang dimaksud dalam point 1 adalah :<br />

dahi, bagian dalam, telapak tangan, dua lutut, bagian<br />

dalam jemari kedua kaki.<br />

Abbas bin Abdul Mutholib r.a, pernah mendengar<br />

Rasulullah Saw., bersabda; Apabila seorang hamba<br />

sujud, bersamanya tujuh anggota tubuh: dahinya, dua<br />

telapak tangannya, dua lututnya, dan dua kakinya. (HR.<br />

Jama`ah, kecuali Bukhari)<br />

146


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Ibnu `Abbas r.a huma, berkata, Nabi Saw,<br />

memerintahkan supaya (seseorang) sujud dengan tujuh<br />

tulang dan tidak terhalang oleh rambut dan baju, yaitu:<br />

dahi, dua telapak tangan, dua lutut, dan dua kaki. (HR.<br />

Bukhari dan Muslim)<br />

c. Tata Cara Sujud<br />

Pertama, mengucapkan takbir ketika turun dari posisi<br />

I`tidal untuk sujud tanpa mengangkat tangan,<br />

diterangkan, Bila hendak sujud, Nabi Saw., mengucapkan<br />

takbir (dan merenggangkan tangan dari lambungnya),<br />

kemudian sujud.<br />

Hadits yang digunakan sebagai hujjah tidak mengangkat<br />

tangan ketika sujud adalah riwayat dari Sayyidina<br />

Abdullah ibnu Umar r.a. huma., “Saya melihat Rasulullah<br />

Saw., membuka shalat dengan takbir dan beliau mengangkat<br />

kedua tangannya…….., tetapi beliau tidak melakukan hal itu<br />

ketika akan bersujud, juga tidak melakukannya ketika<br />

mengangkat kepalanya dari sujud.” (HR. Bukhari).<br />

Kedua, meletakkan lutut ke tempat sujud lebih dahulu,<br />

disusul dengan dua tangan, dahi dan hidung secara<br />

berurut. Ada perbedaan pendapat dalam masalah ini,<br />

apakah tangan yang lebih dahulu turun, atau lutut.<br />

Perbedaan ini muncul karena ada dua hadits yang tampak<br />

seperti bertentangan.<br />

Hadits dari Wa`il bin Hujr, “Aku pernah melihat<br />

Rasulullah Saw (Shalat), apabila sujud beliau<br />

meletakkan kedua lututnya sebelum tangannya, dan bila<br />

bangkit (dari sujud), beliau mengangkat kedua<br />

147


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

tangannya sebelum kedua lututnya.” (HR. Abu Dawud<br />

dan Tirmidzi)<br />

Hadits dari Sayyidina Abu Hurairah r.a, “Rasulullah<br />

Saw., bersabda, Apabila salah seorang kalian sujud,<br />

jangan turun seperti unta menderum, tetapi hendaklah<br />

ia meletakkan kedua tangannya sebelum lututnya.” (HR.<br />

Ahmad, Abu Dawud dan Nasa`i)<br />

Imam Tirmidzi berkata, “Untuk mengamalakan hadits<br />

tersebut (menurut jumhur ulama) saat hendak sujud,<br />

adalah meletakkan kedua lutut sebelum kedua<br />

tangannya”, sebagaimana disebutkan dalam hadits Wa`il<br />

bin Hujr. Dalam mendirikan shalat, dilarang menyerupai<br />

binatang, seperti unta akan menderum, ia mendahulukan<br />

kedua tangannya (kaki depannya), lalu turun<br />

(merebahkan badannya) dengan kedua tangannya itu,<br />

sementara kedua kakinya (yang belakang) tetap tegak<br />

untuk diturunkan.<br />

Dalam Kitab Subulus Salam diterangkan bahwa Ibnu<br />

Qoyyim telah membahas hadits Wa`il bin Hujr dan hadits<br />

Abu Hurairah secara mendalam, karena sekalipun kedua<br />

hadits tersebut shahih dan kuat, isinya seakan<br />

berlawanan. Beliau berkata bahwa hadits Abu Hurairah<br />

yang terbalik letak sebagian matannya oleh yang<br />

merawikannya (Abu Dawud dan Tirmidzi). Akhir matan<br />

hadits itu berbunyi: …. “Hendaklah ia meletakkan kedua<br />

tangannya sebelum kedua lututnya.“ Meletakkan tangan<br />

sebelum lutut itu seperti unta menderum, dan itu dilarang<br />

oleh Nabi Saw., sebagaimana diterangkan dalam bagian<br />

awal hadits yang sama. Oleh karena itu, seharusnya<br />

susunan matan bagian akhir hadits tersebut adalah:…….<br />

Hendaklah ia meletakkan kedua lututnya sebelum kedua<br />

tangannya.”<br />

148


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

d. Posisi Tangan Ketika Sujud<br />

Dalam hadits riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi<br />

disebutkan bahwa Rasulullah Saw., meletakkan<br />

tangannya sejajar dengan bahunya saat sujud. Sedangkan<br />

dalam hadits riwayat Abu Dawud dan Nasa`i dengan<br />

sanad shahih, dikemukakan, “Terkadang beliau Saw.,<br />

meletakkan tangannya sejajar dengan daun telinga.”<br />

Rasulullah Saw., bersabda; “Apabila engkau sujud,<br />

letakkanlah telapak tanganmu dan angkatlah sikut<br />

lenganmu.” (HR. Muslim dan Abu `Awanah).<br />

“Sujudlah dengan lurus, jangan membentangkan<br />

lenganmu seperti anjing membentangkan kakinya.”<br />

(HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Ahmad)<br />

e. Telapak Tangan Terbuka Melekat Rata Ke Alas, Jemari<br />

Dirapatkan Serta Dihadapkan Ke Kiblat<br />

“Terkadang Nabi Saw., meletakkan telapak tangannya<br />

(dan membukannya) serta merapatkan jari-jarinya serta<br />

menghadapkannya ke arah kiblat.“ (HR. Abu Dawud<br />

dan Hakim)<br />

f. Posisi Lutut Dan Kaki<br />

“Rasulullah Saw., menekankan kedua lututnya dan<br />

bagian depan telapak kakinya ke tanah. (HR. Baihaqi).<br />

“… beliau Saw., menghadapkan (punggung kedua<br />

kakinya dan) ujung-ujung jari kakinya ke kiblat.” (HR.<br />

Bukhari dan Abu Dawud)<br />

149


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

g. Kedua Belah Kaki Direnggangkan<br />

“Abu Humaid As Sa`idi r.a, berkata, Apabila sujud<br />

Rasulullah Saw., merenggangkan kedua kakinya.” (HR.<br />

Abu Dawud dan Baihaqi), tetapi dalam hadits riwayat<br />

Thahawi, Ibnu Khuzaimah, dan Hakim disebutkan<br />

bahwa beliau merapatkan tumitnya. Dan dalam riwayat<br />

Baihaqi disebutkan, beliau menegakkan telapak kakinya.<br />

Dalam Kitab Al Majmu` disebutkan bahwa bagi<br />

wanita, saat sujud disunnahkan merapatkan sikut kearah<br />

dada. Al Imam As Syafi`i berkata, “Disunnahkan bagi<br />

laki-laki merenggangkan kedua sikutnya dari<br />

lambungnya dan mengangkat perutnya agar tidak<br />

merapat ke paha. Sedangkan bagi wanita disunnahkan<br />

merapatkan sebagian dari bagian-bagian tersebut.”<br />

Dianjurkan untuk lebih detail mempelajari selengkapnya<br />

tentang fiqh shalat wanita, karena banyak sekali<br />

perbedaan antara shalatnya laki-laki dengan wanita,<br />

terutama dalam gerakan-gerakan shalat.<br />

h. Posisi Dahi, Hidung, dan kedua Telapak Tangan<br />

Ditekan sedemikian rupa, serta tidak terhalangi,<br />

sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin<br />

Hambal hadits dari Wa`il, “Aku pernah melihat<br />

Rasulullah Saw., sujud di bumi sambil meletakkan dahi<br />

dan hidungnya dalam sujud itu.”<br />

“Apabila engkau sujud, tekanlah wajahmu dan kedua<br />

tanganmu ke tanah sehingga stiap ruas tulangmu<br />

kembali ke tempatnya”. (HR. Ibnu Huzaimah)<br />

150


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

“Tidak sah shalat seseorang bila hidung dan dahinya<br />

tidak menekan ke tanah.” (HR. Daruquthni, Thabrani,<br />

dan Abu Nu`aim)<br />

Shalih As Siba`i meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw.,<br />

“pernah melihat seseorang di samping beliau yang<br />

bersujud dengan dahi tertutup, lalu Rasulullah Saw.,<br />

menyingkapkan penutup itu dari dahinya.” (HR.<br />

Baihaqi)<br />

i. Posisi Punggung Dan Kepala<br />

Saat sujud, ujung punggung harus lebih tinggi dari<br />

kepala, sebagaimana yang termaktub dalam hadits `Amar<br />

bin Abdullah r.a., Al Barra` bin `Azib pernah<br />

menerangkan kepada kami tentang sifat shalat Rasulullah<br />

Saw., Ia meletakkan kedua tangannya dan bertumpu pada<br />

kedua lututnya sambil mengangkat tulang punggung<br />

paling bawah. Lalu ia berkata, “Demikianlah Rasulullah<br />

Saw., sujud.” (HR. Ahmad)<br />

j. Sujud Yang Sempurna<br />

Diawali dengan takbir intiqal tanpa perlu mengangkat<br />

kedua tangan. Lalu meletakkan tujuh anggota sujud<br />

secara berurutan sesuai tempat dan caranya masingmasing,<br />

sebagaimana yang telah diuraikan. Kemudian<br />

diam sejenak pada posisi tersebut serta diisi dengan dzikir<br />

tasbih dan doa sujud.<br />

k. Bacaan Dalam Sujud<br />

Beberapa untaian redaksi tasbih dan doa yang biasa<br />

dibaca dalam sujud di antaranya :<br />

151


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Pertama, Nabi Saw., bersabda, Apabila salah seorang<br />

kalian sujud, ucapkanlah Subhaana Rabbiyal A`laa (Maha Suci<br />

Tuhanku Yang Maha Tinggi) 3x. Sedangkan dalam redaksi<br />

hadits shahih yang diriwayatkan Abu Dawud,<br />

Daruquthni, Ahmad, dan Baihaqi, ada tambahan kata wa<br />

bihamdihi di akhirnya.<br />

Kedua, dalam hadits yang lain Subhaanaka Allahumma<br />

Robbanaa Wabihamdika Faghfirlii (Maha Suci Engkau, Ya<br />

Allah Tuhan Kami, dan dengan semua puji-Mu, Ya Allah,<br />

ampunilah aku).” (HR. Abu Dawud, Daruquthni, Ahmad,<br />

dan Baihaqi)<br />

Ketiga, atau dengan bacaan seperti ini Subhaana<br />

Robbiyal A’laa (Maha suci Tuhanku yang maha Tinggi).<br />

l. Kemudian duduk diantara dua sujud dengan membaca :<br />

Rabbighfirlii warhamnii wajburnii warfa’ni wa’aafinii<br />

wa’fu ‘annii<br />

(Ya Tuhanku ampunilah aku, kasihanilah aku dan<br />

cukupkanlah segala kekuranganku dan<br />

tinggikanlah derajatku dan berilah aku rezeki,<br />

petunjuk dan kesehatan serta maafkanlah aku).<br />

m. Kemudian sujud lagi dan membaca tasbih lagi seperti<br />

pada sujud pertama.<br />

Ini baru rakaat yang pertama untuk selanjutnya disusul<br />

dengan rakaat yang kedua, dengan bacaan yang sama,<br />

kemudian diakhiri dengan duduk tasyahud akhir, sesuai<br />

jumlah rakaat shalat yang dilakukan, apabila jumlah<br />

rakaat tiga sampai empat rakaat maka dilakukan duduk<br />

tasyahud awal pada rakaat yang kedua. Pada rakaat<br />

terakhir ditutup dengan mengucapkan salam<br />

152


153<br />

Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

(Assalamu’alikum Warahmatullahi Wabarakatuh) dengan<br />

memalingkan muka kearah kanan (wajib) dan kekiri<br />

(sunnah). Apabila menjadi makmum, ucapan salam<br />

hendaknya menunggu sampai imam mengucapkan salam<br />

yang kedua, baru makmum mengucapkan salam.<br />

Sesuai dengan ketentuan diatas, shalat akan menjadi batal<br />

apabila :<br />

a. Gugur salah satu syarat, seperti batal wudhu, terbuka<br />

aurat dan sebagainya.<br />

b. Meninggalkan dan menambah rukun dengan sengaja<br />

seperti meninggalkan rukun, sujud dan sebagainya.<br />

c. Dengan sengaja mengeluarkan suara di luar bacaan<br />

shalat, seperti ucapan Alhamdulillah, ketika bersin<br />

dalam shalat (tidak diperbolehkan), astaghfirullah,<br />

atau ucapan-ucapan lain, baik dengan bahasa arab<br />

maupun bahasa sendiri.<br />

d. Makan dan minum.<br />

e. Banyak bergerak.<br />

Dalam pelaksanaan shalat ada keringanan (rukhsah)<br />

diantaranya :<br />

1) Apabila shalat tidak dapat dilakukan berdiri, maka<br />

boleh duduk, dan apabila duduk tidak mampu boleh<br />

dilakukan sambil berbaring (bagi orang sakit) sesuai<br />

dengan kemampuan, apabila tidak mampu juga boleh<br />

dengan isyarat.<br />

2) Menyatukan shalat (jama’) yaitu menyatukan shalat<br />

Dzuhur dengan Ashar dan Magrib dengan Isya,<br />

apabila dilakukan waktu shalat yang pertama disebut<br />

jama’ taqdim (shalat dzuhur dahulu kemudian shalat<br />

ashar, atau maghrib kemudian isya) dan pada waktu<br />

yang kedua disebut jama’ ta’khir (shalat ashar


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

kemudian shalat dzuhur, atau isya kemudian<br />

maghrib). Hal ini boleh dilakukan dalam perjalanan<br />

jauh (musafir) dengan jarak minimal 83 km, dan sudah<br />

diniatkan terlebih dahulu sebelum masuk waktu shalat<br />

yang pertama.<br />

3) Meringkas shalat (qashar) yang empat rakaat menjadi<br />

dua rakaat (misalnya Dhuhur dan Ashar atau boleh<br />

juga Maghrib dan Isya, dengan catatan Mghrib tetap<br />

tiga rakaat), dan pelaksanaanya bisa disatukan dengan<br />

jama’ (jama qashar) dilakukan apabila dalam perjalanan<br />

jauh (musafir), dan sudah diniatkan terlebih dahulu<br />

sebelum masuk waktu shalat yang pertama.<br />

Kesempurnaan shalat hendaknya dilakukan dengan cara<br />

seperti berikut:<br />

Niat dengan Ikhlas hanya untuk mencari ridho Allah<br />

Swt.<br />

Khusyu yaitu melaksanakannya dengan sungguhsungguh,<br />

konsentrasi batin dengan menghadirkan<br />

keagungan Allah kedalam hati.<br />

Ketika berdiri pandangan diarahkan ke tempat sujud.<br />

Khusus shalat fardu bagi laki-laki, selain hal diatas<br />

dianjurkan juga untuk melaksanaknnya di Masjid,<br />

pada awal waktu dengan cara berjamaah. Sedangkan<br />

untuk wanita dianjurkan di rumah di awal waktu,<br />

sehingga pahalanya sama dengan shalat berjamaah<br />

laki-laki di Masjid.<br />

Shalat Jum’at<br />

Adalah shalat wajib bagi laki-laki dan tidak wajib bagi<br />

wanita, namun apabila melakukannya di perbolehkan<br />

selagi tidak menimbulkan fitnah bagi laki-laki, namun<br />

sebagian ulama berpendapat wanita yang melaksanakan<br />

154


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

shalat Jum’at sebaiknya juga melakukan shalat dzuhur di<br />

rumahnya. Shalat Jum’at dilakukan sebanyak dua rakaat<br />

dan berjamaah, serta dilalui oleh dua khutbah Jum’at<br />

yang dilakukan oleh seorang khatib laki-laki sebagai<br />

syarat sahnya shalat Jum’at.<br />

Beberapa ketentuan yang perlu dipedomani oleh seorang<br />

khotib adalah :<br />

1. Khutbah dimulai sesudah tergelincirnya matahari.<br />

2. Diwaktu berkhutbah hendaknya khotib berdiri jika<br />

kuasa.<br />

3. Khotib melakukan duduk di antara dua khutbah<br />

menyampaikan dengan bersuara keras dan lantang<br />

dapat didengar oleh jamaah.<br />

4. Isi khutbah hendaknya mengucapkan puji-pujian<br />

kepada Allah, mengucapkan shalawat kepada<br />

Rasulullah, mengucapkan syahadat, berwasiat<br />

mengajak taqwa kepada Allah, mengajarkan masalah<br />

kehidupan dunia dan akhirat dan membacakan ayatayat<br />

Qur’an, kemudian berdoa kepada umat <strong>Islam</strong><br />

pada khutbah yang kedua.<br />

5. Hendaknya khotib melaksanakan tata cara khutbah itu<br />

dengan berturut-turut.<br />

6. Khotib hendaknya suci dari hadast dan najis,<br />

berpakaian rapih dan tutup aurat.<br />

Shalat-Shalat Sunnat<br />

Adalah shalat yang dianjurkan untuk melaksanakan<br />

oleh setiap muslim untuk memperkaya dan<br />

memperdalam amal dan rasa keimanan seseorang dan<br />

juga menyempurnakan shalat yang fardu apabila terjadi<br />

kekurangan. Diantara macam-macam shalat sunnah:<br />

155


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

1). Rawatib<br />

Shalat yang dilakukan sebelum (qabliyah) atau sesudah<br />

(ba’diyah) shalat fardhu dan dilakukan sendiri<br />

(munfarid) dan hukumnya sunnah mu’akkad (sangat<br />

dianjurkan/mendekati wjib) yaitu antara lain :<br />

a. Dua rakaat sebelum shalat shubuh<br />

b. Dua atau empat rakaat sebelum dan sesudah<br />

dzuhur<br />

c. Dua atau empat rakaat sebelum Ashar<br />

d. Dua rakaat sesudah magrib<br />

e. Dua rakaat sesudah Isya<br />

2). Qiyamul-lail<br />

Shalat yang dilakukan pada waktu malam terdiri dari :<br />

a. Shalat tahajud pada waktu tengah malam atau<br />

diwaktu sepertiga akhir malam<br />

b. Shalat tarawih pada bulan Ramadhan<br />

c. Shalat witir, adalah shalat ganjil sebagai<br />

penutup/akhir shalat malam, dilakukan minimal<br />

satu rakaat atau tiga, atau lebih yang jumlahnya<br />

harus ganjil<br />

3). Istikharah<br />

Shalat untuk memohon petunjuk dari Allah atas<br />

adanya dua atau lebih pilihan untuk dipilih salah satu<br />

yang paling baik, dengan dua rakat atau lebih.<br />

4). Istisqo<br />

Shalat yang dilakukan dua rakaat untuk meminta<br />

hujan karena kekeringan akibat musim kemarau<br />

panjang dengan cara berjamaah di lapangan.<br />

156


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

5). ‘Idain (dua ied)<br />

Yaitu shalat dua ‘ied diantaranya shalat iedul fitri<br />

(setelah menyelesaikan puasa di bulan Ramadhan) dan<br />

shalat iedul adha (pada waktu ibadah haji setelah<br />

wukuf di arafah).<br />

6). Khusuf dan Kusuf (Gerhana)<br />

Terdiri dari dua macam, yaitu shalat gerhana bulan<br />

(Khusuf) dan shalat gerhana matahari (Kusuf)<br />

dilaksanakan masing-masing dua rakaat secara<br />

berjamaah. Masing-masing rakaat dengan dua fatihah<br />

dan dua ruku’ (setelah selesai ruku’ pertama tidak<br />

langsung sujud melainkan kembali membaca fatihah<br />

lalu ruku’ kemudian sujud untuk rakaat pertama<br />

begitu pula sama hanya dengan rakaat kedua (shalat<br />

sunnat ini diikuti oleh khutbah).<br />

7). Tahyatul Masjid<br />

Shalat setiap kali memasuki masjid dan dilakukan<br />

sebanyak dua rakaat.<br />

8). Syukrul Wudhu<br />

Shalat yang langsung dilakukan setiap selesai<br />

berwudhu sebanyak dua rakaat.<br />

9). Hajat<br />

Shalat sunnat sebanyak dua rakaat atau lebih untuk<br />

meminta/memohon keperluan kepada Allah, sesuai<br />

dengan hajat atau keinginannya.<br />

157


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

4. Hikmah dan Keutamaan Shalat<br />

Agar setiap amal termotivasi dalam melakukannya,<br />

maka perlu menghadirkan fadhilah atau keutamaannya,<br />

demikian juga apabila shalat di lakukan dengan tertib dan<br />

benar sesuai tuntunan Rasulullah Saw, sebagaimana<br />

dalam sabdanya:<br />

“Shalluu kamaa raaitumuunii ushallii (Shalatlah kalian<br />

sebagaimana kalian melihat aku shalat)”,<br />

Maka akan mendatangkan fadhilah atau keutamaan yang<br />

sangat besar dan banyak, baik untuk kepentingan dunia<br />

maupun akhirat, maka perlu membaca, mendengar, atau<br />

menyimak ayat-ayat Al Qur’an atau hadits-hadits Nabi<br />

Saw yang berkenaan dengan fadhilah shalat. Berikut ini<br />

diantara sekian banyak keutamaan shalat:<br />

a. Sebagai Pengampunan Dosa<br />

Dari Abu Hurairah ra berkata. “Aku mendengar Rasulullah<br />

saw, bersabda; “Apakah pendapat kalian jika ada sebuah<br />

sungai di depan pintu rumah seseorang dari kalian, lalu ia<br />

mandi di dalamnya lima kali sehari, apakah kotoran masih<br />

melekat di tubuhnya?, para Sahabat menjawab; “tidak akan<br />

melekat kotoran di tubuhnya. Beliau bersabda, ‘Itulah<br />

perumpamaan shalat lima waktu, dengan mengerjakannya,<br />

Allah akan menghapuskan dosa-dosanya.” (HR. Ibnu Majah<br />

– dalam kitab At-Targhib).<br />

Dari Jabir ra berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda;<br />

“Perumpamaan shalat lima waktu bagaikan sungai yang<br />

dalam mengalir di depan pintu rumah salah seorang diantara<br />

kalian, yang ia mandi di dalamnya lima kali sehari.” (HR.<br />

Muslim).<br />

158


. Mencegah Perbuatan Keji dan Munkar<br />

Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al<br />

kitab (Al Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya<br />

shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan<br />

mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat)<br />

adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang<br />

lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.<br />

Al Ankabut ; 45)<br />

c. Mendatangkan Keberkahan Rizki<br />

Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat<br />

dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak<br />

meminta rizki kepadamu, kamilah yang memberi rizki<br />

kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang<br />

yang bertakwa. (QS. Thaaha ; 132)<br />

d. Mendapatkan Pahala 27 derajat<br />

Rasulullah adalah seorang Nabi yang ma’shum<br />

(bersih dari dosa) dan sudah dijamin masuk syurga, tapi<br />

beliau tidak pernah meninggalkan shalat fardhu di awal<br />

waktu dengan berjamaah di Masjid. Karena memiliki<br />

keutaman yang sangat besar dibandingkan dengan shalat<br />

di akhir waktu dan sendirian, sebagaimana sabda beliau:<br />

159


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

“Dari Ibnu Umar r.a. huma, sesungguhnya Rasulullah<br />

saw bersabda, Shalat berjamaah 27 derajat lebih utama<br />

daripada shalat sendirian.” (HR. Bukhari, Muslim,<br />

Tirmidzi dan Nasa’i).<br />

Sebagian ulama berpendapat, tidak diterimanya shalat<br />

fardhu seorang laki-laki apabila dikerjakan di rumah, di<br />

toko, atau di kantor (tidak di Masjid/Mushalla)<br />

berdasarkan sabda Nabi Saw:<br />

“Dari Ibnu Abbas r.huma berkata, bahwa Rasulullah<br />

saw, bersabda; Barang siapa mendengar seruan adzan,<br />

tetapi tidak memenuhinya tanpa suatu uzur yang<br />

menghalanginya, maka shalat yang dikerjakannya tidak<br />

akan diterima. Para sahabat bertanya, “Apakah<br />

uzurnya?, Beliau menjawab, “Ketakutan atau sakit”<br />

(HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)<br />

Maksud tidak diterima shalatnya adalah ia tidak<br />

mendapatkan pahala dari shalatnya, meskipun<br />

kewajibannya telah tertunaikan.<br />

Sedamgkan bagi perempuan, menurut Imam Syafi’i ;<br />

“Bagi perempuan justru lebih utama mengerjakan shalat<br />

di rumah, bahkan lebih baik di mihrab (dikamar)-nya”.<br />

Dan apabila mengerjakannya di awal waktu serta tidak<br />

menunda-nundanya, maka akan mendapatkan pahala 27<br />

derajat juga sebagaimana kaum laki-laki yang shalat<br />

berjamaah di Masjid. Karena apabila shalat dikerjakan<br />

tidak tepat pada waktunya atau menunda-nunda, bahkan<br />

sampai melalaikannya, diancam oleh Allah dengan neraka<br />

wail.<br />

160


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,<br />

(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orangorang<br />

yang berbuat riya. (QS. Al-Ma’un ; 4 – 6)<br />

Terlalu banyak ayat Al Qur’an maupun Hadits-hadits<br />

Nabi Saw yang menerangkan tentang fadhilah shalat,<br />

namun seberapa banyaknya-pun diungkapkan, bagi<br />

orang yang tidak beriman atau belum mendapatkan<br />

hidayah, tetap tidak akan tertarik untuk<br />

mengamalkannya, padahal shalat bukan hanya sekedar<br />

tiang agama, tetapi juga sebagai barometer bagi amal<br />

yang lainnya apakah diterima atau tidak tergantung pada<br />

kualitas shalatnya. Nabi bersabda:<br />

“Yang pertama kali akan dihisab (ditanya) amal seorang hamba<br />

oleh Allah pada hari kiamat adalah shalat, apabila shalatnya<br />

baik, maka baiklah semua amalnya, dan apabila shalatnya rusak,<br />

maka rusaklah semua amalnya.” (HR. Thabrani – Muntakhab<br />

Ahadits).<br />

5. Cara Memelihara Shalat<br />

Karena shalat merupakan amalan yang paling utama<br />

setelah iman, maka wajib bagi setiap Muslim, terutama<br />

yang mukallaf untuk memelihara shalat agar tetap<br />

diamalkan sampai akhir hayatnya, dimana ia sudah tidak<br />

bisa lagi shalat, tetapi di shalatkan oleh orang lain,<br />

caranya:<br />

1). Da’wahkan tentang pentingnya mendirikan shalat<br />

Ajak siapapun yang kita jumpai untuk mengamalkan<br />

shalat, sehingga kekuatan atau hakikat shalat akan masuk<br />

ke dalam diri kita, ibarat melempar bola ke dinding,<br />

161


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

semakin kuat lemparannya, maka bola akan kemabali<br />

kepada kita. Demikian juga semakin kuat kita mengajak<br />

orang lain untuk mendirikan shalat, maka kita akan<br />

semakin kuat mengamalkannya. Karena da’wah itu<br />

hakikatnya untuk diri kita sendiri walaupun objeknya<br />

orang lain, tapi ingat, harus kita lakukan dengan hikmah,<br />

tidak dengan paksaan, juga dengan keutamaan, tidak<br />

dengan ancaman.<br />

2). Memelihara shalat harus dengan ilmu<br />

Sehebat apapun amal seseorang, tidak akan diterima<br />

apabila tidak disertai dengan ilmu. Banyak sekali ilmuilmu<br />

yang berkaitan dengan shalat, sebagaimana telah<br />

diterangkan di atas. Dimulai sejak berwudhu, syaratsyarat,<br />

rukun-rukunnya, bacaan-bacaan dalam shalat dan<br />

gerakan-gerakannya, sebagaimana yang dicontohkan<br />

Nabi saw. Untuk perkara ini, maka belajarlah kepada para<br />

ulama tentang ilmu yang berkaitan dengan shalat,<br />

tidaklah cukup hanya membaca buku-buku saja.<br />

3). Berdoa<br />

Doa adalah induknya ibadah, kekuatan doa akan<br />

membawa manusia kepada kesuksesan dunia dan akhirat.<br />

Kadang-kadang kita seperti orang sombong yang seolaholah<br />

bisa menyelesaikan suatu masalah dengan<br />

kemampuan sendiri, padahal apapun aktifitas dan<br />

kemampuan manusia pasti ada campur tangan Allah.<br />

Termasuk juga shalat, maka ketika sang muadzin<br />

mengumandangkan suara adzan, dari Allahu Akbar<br />

sampai Asyhadu anna Muhammadar-Rosulullah,<br />

diperintahkan untuk menjawab dengan kalimat yang<br />

sama, namun ketika kalimat Hayya ‘alas-shalah (marilah<br />

shalat) dan Hayya ‘alal falah (marilah meraih<br />

162


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

kemenangan/kejayaan), maka disunnahkan<br />

menjawabnya dengan kalimat Laa hawlawalaa quwwata illaa<br />

billah (tiada daya dan upaya kecuali dari Allah). Ini<br />

menandakan manusia adalah makhluk yang lemah, dan<br />

seseorang yang bisa melaksanakan shalat bukan karena<br />

kemampuannya, kesehatannya, kekuatannya, bahkan<br />

ilmunya, tetapi karena hidayah (petunjuk) dari Allah Swt.<br />

Maka berdoa untuk dikekalkan hidayah agar dapat<br />

melaksanakan shalat merupakan hal yang wajib kita<br />

panjatkan kepada Allah, karena Allah perintahkan kepada<br />

hamba-Nya untuk berdoa, dan pasti dikabulkan-Nya.<br />

163


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

164


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

PERTEMUAN KETUJUH<br />

IBADAH PRAKTIS III<br />

(SHAUM)<br />

Rasulullah Saw bersabda :<br />

“Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan<br />

mengajarkannya.” (HR. Bukhari). Sebelum menyampaikan<br />

materi perkuliahan, wajib bagi setiap Dosen untuk<br />

memulainya dengan Tahsin Al-Qur’an, 15–30 menit,<br />

membetulkan bacaan dengan tajwid dan makhraj yang<br />

benar bagi mahasiswa, dan mereka mengulanginya.<br />

A. Pengertian Shaum (Puasa)<br />

Menurut bahasa, shaum berasala dari kata : “shooma –<br />

yashuumu – shauman/shiyaaman”, artinya menahan dari<br />

sesuatu. Hal ini diungkapkan oleh Allah swt dalam<br />

firman-Nya:<br />

“…… diwajibkan atas kamu berpuasa<br />

(bershaum)…..”.(QS. Al-Baqarah ; 183)<br />

Sedangkan menurut istilah (terminologi), “Shaum<br />

berarti menahan yang tertentu dari sesuatu tertentu pada masa<br />

tertentu dari orang tertentu” (Imam Nawawi dalam Al<br />

Majmu’).<br />

Ada pula yang mengartikan ; “menahan sesuatu karena<br />

Allah dari segala yang membatalkan puasa dari sejak terbit fajar<br />

sampai terbenam matahari (maghrib).”.<br />

165


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Yang membatalkan puasa secara umum di bagi kedalam<br />

dua kategori :<br />

1. Membatalkan puasa itu sendiri, yaitu makan, minum,<br />

bersetubuh di siang hari ketika puasa, hilang ingatan,<br />

haid, dll.<br />

2. Membatalkan pahala puasa, seperti melihat yang<br />

diharamkan Allah, menggibah, emosi yang berlebihan,<br />

dll. Sehingga puasanya tidak mendapatkan apa-apa.<br />

Sebagaimana sabda Nabi saw:<br />

Berapa banyak orang yang puasa, tetapi tidak mendapatkan<br />

apa-apa dari puasanya, kecuali lapar dan dahaga. (HR.<br />

Bukhari).<br />

B. Maksud dan Tujuan Puasa<br />

1. Menjalankan perintah Allah, terutama puasa wajib,<br />

sebagaimana firm-Nya:<br />

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu<br />

berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang<br />

sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah ;<br />

183).<br />

2. Meraih predikat takwa, sehingga akan mudah<br />

mengamalkan semua perintah Allah dan menjauhi<br />

larangannya di masa yang akan datang dengan<br />

asbab berlatih menahan diri dalam berpuasa. (QS.<br />

Al- Baqarah ; 183).<br />

166


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

3. Mendapatkan ampunan dari Allah swt, sebagaimana<br />

sabda Nabi Saw, berikut:<br />

“Barang siapa yang berpuasa disertai iman dan<br />

mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya di masa<br />

lalu diampuni.” (HR. Ahmad).<br />

4. Dapat mengekang hawa nafsu (syahwat), sabda<br />

Nabi Saw:<br />

“Hai para pemuda barang siapa diantara kamu mampu<br />

kawin (menikah), maka kawinlah. Karena sesungguhnya<br />

dia dapat menundukkan dan dapat menjaga kemaluan,<br />

dan barang siapa tidak mampu maka hendaklah ia<br />

berpuasa, karena berpuasa itu merupakan pengekang<br />

baginya.” (HR. Muslim).<br />

C. Puasa Wajib, Sunnah, Haram, dan Makruh<br />

Ditinjau dari kedudukan hukumnya, puasa di bagi<br />

tiga, yaitu puasa wajib, sunnah dan puasa haram.<br />

1. Puasa (Shaum) wajib<br />

Puasa wajib adalah puasa yang harus dikerjakan oleh<br />

setiap mukallaf (dewasa/baligh) dan ia akan mendapatkan<br />

pahala, sedangkan apabila ditinggalkannya, maka akan<br />

berdosa, kecuali mengkodonya atau membayar fidyah<br />

bagi yang tidak mampu berpuasa. Puasa wajib itu ada 4<br />

macam, seperti berikut:<br />

167


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

a. Shaum Fardhu (Romadhan)<br />

Hukumnya wajib bagi setiap muslim dan muslimah yang<br />

sudah baligh serta tidak mempunyai halangan tertentu<br />

untuk tidak shaum. Sebagaimana firman Allah:<br />

Maka barang siapa diantara kamu yang menyaksikan<br />

bulan (Romadhan), maka hendaklah berpuasa. (QS. Al<br />

Baqara ; 185)<br />

b. Shaum Qadha<br />

Puasa Qadha, yaitu puasa yang wajib dikerjakan, untuk<br />

mengganti puasa di bulan Ramadhan yang ditinggalkan<br />

karena alasan syar’i (disebabkan sakit atau musafir, dll).<br />

Sebagaimana firman Allah Swt, berikut:<br />

Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia<br />

berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak<br />

hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.<br />

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak<br />

menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu<br />

mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu<br />

mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan<br />

kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Baqarah ;<br />

185)<br />

168


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Adapun cara mengqadha shaum Romadhan boleh<br />

dilakukan berturut-turut, boleh juga dipisah-pisahkan<br />

sesuai dengan kemampuan masing-masing (HR.<br />

Daruquthni).<br />

c. Shaum Nadzar<br />

Yaitu puasa yang diwajibkan kepada seorang muslim<br />

disebabkan bernadzar, misalnya ; jika lulus ujian, saya<br />

akan berpuasa selama 7 hari berturut-turut, maka apabila<br />

berhasil wajiblah baginya berpuasa.<br />

Mereka menunaikan Nazar dan takut akan suatu hari<br />

yang azabnya merata di mana-mana. (QS. Al-Insaan ;<br />

7).<br />

Nabi bersabda :<br />

“Barang siapa yang bernadzar akan menaati Allah, maka<br />

hendaklah ia menaatinya, dan barang siapa bernadzar<br />

akan mengerjakan kemaksiatan kepada Allah, maka<br />

janganlah dilakukan.” (HR. Bukhari dan Muslim).<br />

d. Shaum Kifarat<br />

Yaitu puasa yang dikerjakan akibat pelanggaranpelanggaran<br />

tertentu, seperti sumpah palsu, dll.<br />

169


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahsumpahmu<br />

yang tidak dimaksud (untuk bersumpah),<br />

tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpahsumpah<br />

yang kamu sengaja, Maka kaffarat (melanggar)<br />

sumpah itu, ialah memberi Makan sepuluh orang<br />

miskin, Yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan<br />

kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada<br />

mereka atau memerdekakan seorang budak. barang siapa<br />

tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka<br />

kaffaratnya puasa selama tiga hari. yang demikian itu<br />

adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu<br />

bersumpah (dan kamu langgar). dan jagalah sumpahmu.<br />

Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukumhukum-Nya<br />

agar kamu bersyukur (kepada-Nya). (QS.<br />

Al-Maidah ; 89).<br />

2. Puasa Sunnah<br />

Yaitu puasa yang apabila dikerjakan akan mendapatkan<br />

pahala, jika tidak menjadi rugi (karena kehilangan<br />

pahala). Puasa sunnah disebut juga Tathawwu. Banyak<br />

sekali macam-macam puasa sunnah yang dilakukan oleh<br />

Rasulullah semasa hidup beliau, diantaranya:<br />

a. Puasa Senin Kamis<br />

b. Puasa 9 Dzulhijjah<br />

c. Puasa 6 hari Syawal<br />

d. Puasa 10 Muharram (Asyura)<br />

170


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

e. Puasa setiap pertengahan bulan tanggal 13, 14, 15<br />

Qamariah<br />

3. Puasa Haram<br />

a. Puasa yang dilakukan terus menerus<br />

b. Puasa hari tasyrik (2 hari raya, 1 Syawwal dan 10<br />

Dzulhijjah)<br />

c. Puasa wanita yang sedang haid atau nifas<br />

d. Puasa sunnah seorang istri tanpa ijin suaminya<br />

4. Puasa Makruh<br />

a. Puasa sunnah yang dikerjakan dengan susah payah<br />

(karena sakit, diperjalanan, dll)<br />

b. Puasa sunnah yang dikerjakan pada hari Jum’at<br />

saja atau hari Sabtu saja, kecuali pada hari itu yang<br />

disunnahkan puasa atau dimulai satu hari<br />

sebelumnya atau ditambah satu hari setelahnya.<br />

D. Kesempurnaan Dalam Puasa<br />

Kesempurnaan dalam puasa bukan hanya menahan<br />

diri dari makan, minum, dan bersetubuh atau menjaga<br />

dari segala sesuatu yang membatalkan puasa disiang hari<br />

saja, tetapi juga mengandung maksud menahan diri dari<br />

segala sesuatu dari yang membatalkan pahala puasa atau<br />

segala sesuatu yang tidak sesuai dengan hikmah dan<br />

tujuan puasa. Karena Nabi bersabda dalam haditsnya:<br />

“Berapa banyak orang berpuasa, tetapi tidak<br />

mendapatkan apa-apa dari puasanya, kecuali lapar dan<br />

haus saja.” (HR. Bukhari).<br />

171


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

“Barang siapa yang tidak meninggalkan ucapan dan<br />

perbuatan jelek, maka Allah tidak akan menerima<br />

puasanya.” (HR. Bukhari).<br />

Di samping itu kesempurnaan ibadah puasa adalah<br />

dengan memperhatikan syarat dan rukun puasa, antara<br />

lain:<br />

1. Syarat Sah Puasa<br />

a. Beragama <strong>Islam</strong><br />

b. Mumayyiz (mampu membedakan yang benar<br />

dengan yang salah)<br />

c. Suci dari haid dan nifas bagi wanita<br />

2. Syarat Wajib Puasa<br />

a. Berakal<br />

b. Baligh<br />

c. Kuat mengerjakan puasa<br />

3. Rukun Puasa<br />

a. Niat<br />

Niat puasa wajib dilakukan di malam hari atau<br />

sebelum datang terbit fajar, hal ini sebagaimana<br />

disabdakan oleh Nabi saw:<br />

“Barang siapa tidak berniat akan berpuasa pada sebelum<br />

fajar, tidak ada puasa baginya.” (HR. Jamaah).<br />

b. Menahan diri dari yang membatalkan puasa<br />

Sebagaimana firman Allah :<br />

172


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa<br />

bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah<br />

pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi<br />

mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat<br />

menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu<br />

dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang<br />

campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah<br />

ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah<br />

hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam,<br />

Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai<br />

(datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri<br />

mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah<br />

larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya.<br />

Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada<br />

manusia, supaya mereka bertakwa. (QS. Al Baqarah ;<br />

187).<br />

E. Hikmah Puasa<br />

1. Disiplin Rohaniah<br />

Ibadah puasa merupakan ibadah rahasia bagi diri<br />

sendiri, hubungannya hanya dengan Allah, ia puasa<br />

hanya karena Allah, merasa diawasi oleh Allah,<br />

harapannya hanya dari dan kepada Allah. Ia tetap<br />

bersabar atas hukum dan ketentuan Allah. Oleh<br />

karenanya orang yang puasa seperti itu tidak akan<br />

173


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

membatalkannya, walaupun dalam keadaan sendirian<br />

dan ia merasa mampu untuk berbuka, inilah puasa<br />

yang akan melatih kedisiplinan rohaninya, puasa yang<br />

akan mewujudkan ketakwaan kepada Allah Swt, puasa<br />

yang akan mendatangkan sifat sabar dan kekuatan<br />

iman bagi pelakunya. Sebagaimana sabda Nabi Saw:<br />

“Puasa adalah separuh dari kesabaran, dan sabar itu<br />

sebagian dari iman.” (HR. Baihaqi)<br />

2. Membentuk Akhlakul Karimah<br />

Orang yang berpuasa dididik untuk berbuat yang baik<br />

dan mulia, karena perbuatan buruk dan kemungkaran<br />

akan membatalkan puasa atau pahalanya, sehingga<br />

orang yang berpuasa dapat melengkapi akhlak dalam<br />

kehidupannya sehari-hari kepada tingkat moral yang<br />

lebih baik, kepada Allah maupun sesama.<br />

3. Memiliki Nilai-nilai Sosial<br />

Rasa haus dan lapar selama satu hari dengan<br />

menahannya karena Allah, mendidik orang yang<br />

berpuasa untuk merasakan penderitaan orang lain,<br />

sehingga nilai-nilai sosial akan muncul terhadap orang<br />

lain, fakir, miskin, dll.<br />

4. Jasmani Menjadi Sehat<br />

Puasa menjadikan anggota tubuh sehat, karena<br />

memberikan kesempatan untuk beristirahat dalam<br />

mengolah makanan yang berlebihan selama sebelas<br />

bulan. Ahli Hikmah mengatakan: “Berpuasalah, karena<br />

dengan berpuasa tubuh menjadi sehat.” (Ali ra).<br />

174


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

PERTEMUAN KEDELAPAN<br />

AKHLAK I<br />

Rasulullah Saw bersabda :<br />

“Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan<br />

mengajarkannya.” (HR. Bukhari). Sebelum menyampaikan<br />

materi perkuliahan, wajib bagi setiap Dosen untuk<br />

memulainya dengan Tahsin Al-Qur’an, 15–30 menit,<br />

membetulkan bacaan dengan tajwid dan makhraj yang<br />

benar bagi mahasiswa, dan mereka mengulanginya.<br />

A. Pengertian Akhlak<br />

Akhlak atau disebut juga tingkah laku, merupakan<br />

sikap seseorang yang dimanifestasikan ke dalam<br />

perbuatan. Sikap seseorang mungkin saja tidak<br />

digambarkan dalam perbuatan atau tidak tercermin<br />

dalam prilakunya sehari-hari, dengan perkataan lain<br />

adanya kontradiksi antara sikap dan tingkah laku. Oleh<br />

karena itu meskipun secara teoritis hal itu terjadi tetapi<br />

dipandang dari sudut ajaran <strong>Islam</strong> itu tidak boleh terjadi<br />

atau kalaupun itu terjadi menurut ajaran <strong>Islam</strong> itu<br />

termasuk iman yang rendah. Kehidupan muslim yang<br />

baik adalah yang dapat menyempurnakan akhlaknya<br />

sesuai dengan akhlak yang dicontohkan oleh Nabi<br />

Muhammad Saw (akhlakul karimah).<br />

Berikut ini adalah contoh dari akhlakul karimah :<br />

1. Akhlak yang berhubungan dengan Allah<br />

175


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Bersikap baik terhadap Allah Swt adalah suatu<br />

kewajiban, karena manusia sebagai hamba yang<br />

diciptakan, dipelihara dan diberi rizki oleh Allah,<br />

maka sudah sewajarnyalah berakhlak yang baik<br />

kepada-Nya, diantara akhlak terhadap Allah, yaitu:<br />

a. Mentauhidkan Allah (Al-Ikhlas ayat 1- 4)<br />

b. Taqwa (An-Nisaa ayat 1 )<br />

c. Berdo’a (Al-Mu’minun ayat 60)<br />

d. Dzikrullah/mengingat Allah (Al-Baqarah ayat 152<br />

dan Ar-Ra’du ayat 28)<br />

e. Tawakal (Ali-Imran ayat 159)<br />

2. Akhlak diri sendiri<br />

a. Sabar (Al-Baqarah ayat 153)<br />

b. Syukur (An-Nahl ayat 14)<br />

c. Tawadhu / rendah hati (Luqman ayat 18)<br />

d. Benar (At-Taubah ayat 119)<br />

e. Iffah / menahan diri dari melakukan yang<br />

terlarang<br />

f. Hilmun/ menahan diri dari marah<br />

g. Amanah/ Jujur.<br />

h. Syaja’ah<br />

i. Qana’ah/ merasa cukup dengan apa yang ada<br />

3. Akhlak terhadap keluarga<br />

a. Birrrul Walidain/ berbuat baik kepada kedua<br />

orang tua (An-Nisaa ayat 36)<br />

b. Adil terhadap saudara (An-Nahl ayat 90)<br />

c. Membina dan mendidik keluarga (At-Tahrim ayat<br />

6 dan Asy-syu’ara ayat 214)<br />

d. Memelihara Keturunan (An-Nahl ayat 58-59)<br />

176


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

4. Akhlak terhadap masyarakat<br />

a. Ukhuwah/ persaudaraan (Al-Hujuraat ayat 10)<br />

b. Ta’awun / menolong (Al-Maidah ayat 2)<br />

c. Adil (An-Nisaa ayat 58)<br />

d. Pemurah (Ali-Imran ayat 92)<br />

e. Penyantun (Ali-Imran ayat 133-134)<br />

f. Pemaaf (Ali-Imran ayat 159)<br />

g. Menepati janji (Al-Isra ayat 34)<br />

h. Musyawarah (Ali-Imran ayat 159 dan Asy-syura<br />

ayat 38)<br />

i. Wasiat didalam kebenaran (Al-ashr ayat 1-3)<br />

5. Akhlak terhadap alam<br />

a. Memperhatiakn dan merenungkan penciptaan<br />

alam (Ali-Imran ayat 190)<br />

b. Memanfatkan alam (Yunus ayat 101 dan Al-<br />

Baqarah ayat 60)<br />

B. Akhlak Rasulullah Saw.<br />

Nabi Muhammad Saw adalah seorang Rasul Allah<br />

yang terakhir, beliau diutus untuk menyempurnakan<br />

akhlak manusia yang sebelumnya sangat rusak dan bodoh<br />

(jahiliyah), sebagaimana sabdanya :<br />

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan<br />

akhlak.” (HR. Ahmad dan Baihaki).<br />

Allah sendiri menyatakan dalam Al Qur’an, bahwa beliau<br />

adalah orang yang memiliki akhlak yang mulia dan agung<br />

yang perlu dicontoh oleh manusia, dengan ungkapan<br />

“uswatun hasanah”, (teladan paling baik) bagi manusia.<br />

Sebagaimana dalam firman-Nya:<br />

177


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri<br />

teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang<br />

mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat<br />

dan Dia banyak menyebut Allah. (QS. Al Ahzaab ; 21).<br />

Sebagai umat Rasulullah Saw, maka wajib hukumnya<br />

mencintai dan mencontoh kehidupan beliau, agar kelak<br />

mendapat syafaat atau pertongan darinya di akhirat,<br />

karena bukti mencintai Allah adalah dengan mengikuti<br />

Rasulullah saw, dalam kehidupan sehari-hari.<br />

Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,<br />

ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni<br />

dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha<br />

Penyayang.” (QS. Ali Imran ; 31)<br />

Ketika Aisyah ditanya : “Bagaimanakah akhlak<br />

Rasulullah itu?, beliau menjawab : Seluruh Al Qur’an<br />

itulah akhlak Rasulullah Saw.”<br />

Akhlak Rasulullah telah sempurna yang dicerminkan<br />

dalam azaz-azaz <strong>Islam</strong>, yaitu Imaniah (keyakinan kepada<br />

Allah), ‘Ubudiyah (penghambaan), Mu’amalah<br />

(berbisnis), Mu’asyarah (bergaul) dan Akhlak<br />

(kepribadian) itu sendiri. Inilah yang harus kita tauladani<br />

dalam kehidupan kita sehari-hari.<br />

178


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Mengapa Rasulullah harus dicontoh dan diikuti?<br />

Karena di dalam diri beliau terdapat akhlak yang mulia,<br />

sehingga tidak ada satu akhlak-pun yang buruk, baik di<br />

masa kanak-kanak yang sering mendapatkan julukan “al<br />

amiin (yagng bisa dipercaya), as-shiddiq (yang benar),<br />

dsb,” dan tidak nampak akhlak yang buruk padanya.<br />

Berikut ini beberapa akhlak yang mulia dalam diri<br />

Rasulullah Saw:<br />

1. Akhlak Hasanah (akhlak yang baik)<br />

Yaitu akhlak di mana ketika seseorang berbuat baik<br />

kepada Nabi, maka di balas dengan kebaikan yang<br />

sama.<br />

2. Akhlak Karimah (akhlak yang mulia)<br />

Yaitu akhlak di mana seseorang berbuat baik kepada<br />

Nabi dibalas dengan kebaikan yang lebih baik.<br />

3. Akhlak ‘Adzimah (akhlak yang agung)<br />

Yaitu akhlak di mana seseorang berbuat baik atau jahat<br />

sekalipun kepada Nabi, tetap di balas dengan kebaikan.<br />

Nabi sangat memuliakan kebaikan orang lain, dan<br />

tidak membalas keburukan orang lain dengan<br />

keburukan yang sama, namun tetap dengan kebaikan,<br />

bahkan didoakan kebaikan.<br />

Contoh akhlak Rasulullah Saw:<br />

Dalam Firman Allah digambarkan bagaimana akhlak<br />

Rasulullah sebagai hamba Nya, sesama orang beriman,<br />

dan bagaimana sikapnya terhadap orang kafir.<br />

179


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang<br />

yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orangorang<br />

kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu<br />

Lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah<br />

dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada<br />

muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat<br />

mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil,<br />

Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya,<br />

maka tunas itu menjadikan tanaman tersebut kuat lalu<br />

menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya;<br />

tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya<br />

karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang<br />

kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah<br />

menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan<br />

mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan<br />

dan pahala yang besar. (Al-Fath ; 29).<br />

Hadist dari Abu Hurairah r.a dari Rasulullah Saw beliau<br />

bersabda :<br />

Seorang lelaki datang kepada Nabi saw serta berkata:<br />

“orang yang duduk di ujung barisan jamaah ini telah<br />

mensetubuhi istrinya di siang hari dalam bulan<br />

Ramadhan. Nabi bersabda: “Apakah engkau dapat<br />

memerdekakan seorang budak? Dia menjawab: “Tidak”<br />

Nabi bertanya: “Dapatkah engkau berpuasa dua bulan<br />

berturut-turut?” Dia menjwab: “Tidak” Nabi saw<br />

180


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

bertanya lagi: “Dapatkah engkau memberi makan 60<br />

orang miskin?” Dia menjawab: “tidak” Abu Hurairah<br />

berkata: “Kemudian datang seorang membawa<br />

sekeranjang buah kurma, maka nabi pun berkata kepada<br />

orang yang menjima’i istrinya itu: “Berikanlah kurma<br />

ini kepada orang-orang miskin untuk kafarahmu.”<br />

Orang itu berkata: “Apakah saya berikan kepada orang<br />

yang paling berhajat daripada kami, padahal tidak ada di<br />

antara dua tanah madinah yang berbatu hitam, hanya<br />

lebih membutuhkannya daripada kami? Mendengar itu<br />

Nabi pun berkata: “berikanlah keluargamu.” (HR.<br />

Muslim)<br />

Maka beruntung dan berbahagilah, karena kita<br />

menjadi umat Nabi Muhammad Saw yang memiliki<br />

akhlak yang mulia, kita bisa mencontoh dan<br />

mengamalkan prilaku sebagaimana akhlak beliau.<br />

Mencontoh kehidupan Rasulullah ke dalam kehidupan<br />

kita sehari-hari akan mendapatkan pahala, ampunan,<br />

rahmat, keberkahan hidup, bahkan kelak akan<br />

dimasukkan ke daalam Syurga bersama beliau. Mari kita<br />

berakhlak sebagaimana akhlak Rasulullah Saw, baik<br />

kepada Allah, Rasulullah, Orang tua, serta saudara<br />

sesama agama, bahkan kepada orang kafir sekalipun.<br />

181


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

182


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

PERTEMUAN KESEMBILAN DAN KESEPULUH<br />

ORIENTASI MASJID DAN<br />

LINGKUNGAN (OML)<br />

Program Khusus Mahasiswa (putra)<br />

Orientasi Masjid dan Lingkungan (OML), adalah<br />

sebuah program aplikasi mata kuliah Pendidikan <strong>Agama</strong><br />

<strong>Islam</strong> bagi mahasiswa LP3I, yang dilaksanakan di luar<br />

lokasi perkuliahan (outing class), atau di Masjid lain dan<br />

menginap (I’tikaf) selama 2-3 hari, yang diisi dengan<br />

program-program yang telah ditentukan/disusun.<br />

Program ini wajib diikuti oleh semua mahasiswa (putra)<br />

dan wajib didampingi oleh Mentor atau Dosen<br />

Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong> di Kampus Cabang masingmasing.<br />

Maksud dan Tujuan<br />

Program OML ini dilaksanakan dalam rangka<br />

memperbaiki diri, agar seluruh mahasiswa muslim dapat<br />

meningkatkan kualitas iman dan ilmu mereka, serta dapat<br />

mengamalkan agama dengan baik dan benar sesuai<br />

perintah Allah dan sunnah Rasulullah Saw., dalam<br />

kehidupan sehari-hari. Diharapkan juga agar mahasiswa<br />

ada keperdulian terhadap agamanya, serta memikirkan<br />

umat <strong>Islam</strong> yang belum taat menjadi taat kepada Allah<br />

dan Rasul-Nya dengan belajar berda’wah.<br />

183


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Tekhnis Pelaksanaan<br />

Agar pelaksanaan program OML ini dapat<br />

dilaksanakan dengan benar, sesuai harapan lembaga,<br />

maka perlu diperhatiakan hal-hal sebagai berikut:<br />

1. Mentor/Pembimbing hendaknya bermusyawarah<br />

dahulu dengan mahasiswa sesuai kelompok masingmasing<br />

untuk pelaksanaan OML, tentukan hari,<br />

tanggal, biaya yang diperlukan, dan lokasi Masjid yang<br />

akan dituju<br />

2. Mentor menyediakan lokasi Masjid (nama dan<br />

alamatnya) yang akan digunakan untuk program OML,<br />

dengan minta ijin kepada Pengurus Masjid, disertai<br />

surat permohonan ijin dari lembaga ((LP3I) dan<br />

dilampirkan jadwal kegiatannya<br />

3. Mentor bekerjasama dengan kordinator pendidikan<br />

agama kampus cabang, atau bagian akedimik,<br />

membuatkan surat permohonan ijin kepada orang tua<br />

bagi mahasiswa untuk mengikuti program OML<br />

selama waktu yang ditetapkan<br />

4. Pada hari H, Mahasiswa berkumpul di<br />

Masjid/Mushalla Kampus, kemudian diberikan<br />

pembekalan/tertib-tertib (bayan hidayah), setelah itu<br />

berangkat bersama-sama dengan Mentor dan atau<br />

pendampinya, dengan terlebih dahulu<br />

dimusyawarahkan biaya transportasinya<br />

5. Semua mahasiswa wajib mengikuti program ini dengan<br />

baik dan khusu’, sesuai dengan arahan Mentor atau<br />

pimpinan rombongan (jamaah)<br />

6. Agar dapat mengikuti program ini dengan baik dan<br />

khusu’, maka Mentor diwajibkan untuk mengambil<br />

semua alat komunikasi (elektronik lainnya), seperti HP,<br />

Kamera, dll, milik mahasiswa, kemudian disimpan<br />

dengan baik di Kampus atau tempat lain yang<br />

184


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

dianggap aman, setelah selesai program diserahkan<br />

kembali kepada masing-masing pemiliknya (di akhir<br />

program)<br />

7. Mentor wajib menemani mahasiswanya sampai hari<br />

terakhir/selesai, dan melaksanakan program OML<br />

sesuai petunjuk dari LP3I Pusat, serta mengisi daftar<br />

hadir mahasiswa (absensi) dan Lembar Kegiatan<br />

Mengajar (LKM) sebanyak dua pertemun dan<br />

memberikan penilaian terhadap peserta OML<br />

8. Di akhir program (sebelum pulang), peserta OML<br />

diberikan pembekalan pulang (bayan wabsyi) oleh<br />

Mentornya atau orang lain yang ditunjuk dan dianggap<br />

paham dengan program ini, dan ditutup dengan doa<br />

dan saling memaafkan.<br />

Jadwal Kegiatan<br />

Kegiatan OML selama 2 – 3 hari adalah sama, baik<br />

waktu maupun pelaksanaannya, yang membedakan<br />

hanya sebagian materinya, sedangkan waktu pelaksanaan<br />

disesuaikan. Adapaun kegiatan yang harus dilaksanakan<br />

dari hari pertama sampai ke tiga adalah sebagai berikut:<br />

Pagi Hari sampai Subuh<br />

1. OML diawali dengan musyawarah program dan lainlain,<br />

dipimpin oleh Amirnya<br />

2. Ta’lim (membaca) kitab Fadhilah Amal (Al-Qur’an,<br />

Shalat, Dzikir, Tabligh, Sedekah dan Kisah Sahabat),<br />

boleh juga ditambah dengan kitab Muntakhab Ahadits.<br />

3. Halaqah (Tahsin) Qur’an (terutama 10 surat pendek :<br />

diawali dengan Al-Fatihah, dilanjutkan dari Al Fiil, Al-<br />

Quraisy, Al-Ma’uun, Al-Kautsar, Al-Kaafiruun, Al-<br />

Nashr, Al-Lahab, Al-Ikhlash, Al-Falaq dan Al-Naas)<br />

185


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

4. Mudzakarah 6 sifat Sahabat, dibimbing oleh<br />

pendampingnya yang sudah berpengalaman<br />

5. Shalat dzuhur berjamaah dan Ta’lim ba’da dzuhur<br />

(fadhilah shalat) untuk semua jamaah Masjid,<br />

dilanjutkan dengan mudzakarah usul-usul da’wah dan<br />

atau Adab-adab sehari-hari (adab Masjid, Makan,<br />

Tidur, Istinja, dll), satu kali mudzakarah satu sampai<br />

dua adab<br />

6. Makan dan istirahat siang sampai menjelang Ashar,<br />

dan Shalat Ashar<br />

7. Ta’lim ba’da Ashar (fadhilah tabligh atau dan dzikir),<br />

untuk semua jamaah Masjid, dilanjutkan dengan<br />

targhib silaturrahim (jaulah)<br />

8. Silaturrahim (jaulah/da’wah) ke warga muslim sekitar<br />

lingkungan Masjid<br />

9. Taushiyah (bayan) ba’da maghrib untuk semua jamaah<br />

Masjid<br />

10. Shalat Isya dan Mudzakarah atau silaturrahim jumpa<br />

umat, dilanjutkan makan malam<br />

11. Istirahat malam, bangun untuk tahajjud dan do’a<br />

(infirodi/sendiri-sendiri atau berjamaah)<br />

12. Shalat Subuh berjamaah dan Tausiyah (bayan) untuk<br />

semua jamaah, silaturrahim dan istirahat (sarapan,<br />

mandi, shalat dhuha, dll), kembali pada kegiatan dari<br />

awal pada hari berikutnya, dimulai dengan<br />

musyawarah program harian, dst.<br />

Penutup<br />

Hasil (ending) positif yang diharapkan adalah,<br />

bagaimana seluruh Mahasiswa peserta OML<br />

mendapatkan hidayah dari Allah Swt, sehingga mereka<br />

memiliki kekuatan iman yang baik dan menghantarkan<br />

kepada kekuatan amal agama yang sempurna, dapat<br />

menjaga shalat 5 kali sehari semalam, di awal waktu,<br />

186


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

berjamah dan di Masjid/Mushalla dimanapun mereka<br />

berada, dalam suasana dan keadaan apapun. Berakhlak<br />

mulia, mencintai Al-Qur’an dan As-Sunnah. Oleh<br />

karenanya program ini harus dilaksanakan dengan penuh<br />

kesungguhan, baik oleh pendamping maupun peserta<br />

OML nya. Semoga Allah pandang pengorbanan kita<br />

semua dengan kasih sayang dan hidayah-Nya, aamiin.<br />

187


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

188


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

PERTEMUAN KESEMBILAN DAN KESEPULUH<br />

TA’LIM MASTUROT (TM)<br />

Program Khusus Mahasiswi (putri)<br />

Ta’lim Masturot (TM), adalah sebuah program<br />

aplikasi mata kuliah Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong> bagi<br />

mahasiswi LP3I, yang telah mengikuti perkuliahan<br />

pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong> sebanyak 8 pertemuan tatap<br />

muka. Program TM ini dapat dilaksanakan di Kampus,<br />

rumah Mentor, atau tempat lain yang dianggap layak,<br />

dengan syarat tertutup (terhijab) dari pandangan laki-laki,<br />

dilaksanakan selama 1 hari (pagi sampai Ashar). Program<br />

ini wajib diikuti oleh semua mahasiswi dan wajib<br />

didampingi oleh Mentor atau Dosen Pendidikan <strong>Agama</strong><br />

<strong>Islam</strong> masing-masing.<br />

Maksud dan Tujuan<br />

Program TM ini dilaksanakan dalam rangka<br />

memperbaiki diri, agar seluruh mahasiswi Muslimah<br />

dapat meningkatkan kualitas iman dan ilmu mereka, serta<br />

dapat mengamalkan agama dengan baik dan benar sesuai<br />

perintah Allah dan sunnah Rasulullah Saw dalam<br />

kehidupan sehari-hari.<br />

Tekhnis Pelaksanaan<br />

Agar pelaksanaan TM ini dapat dilaksanakan dengan<br />

benar, sesuai harapan lembaga, maka perlu diperhatiakan<br />

hal-hal sebagai berikut:<br />

189


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

1. Mentor/Pembimbing hendaknya bermusyawarah<br />

dahulu dengan mahasiswi dan kordinator, serta bagian<br />

pendidikan di Kampus cabangnya masing-masing<br />

untuk pelaksanaan TM, tentukan hari, tanggal, biaya<br />

yang diperlukan, dan lokasinya<br />

2. Pada hari H, Mahasiswi berkumpul di lokasi TM,<br />

kemudian diberikan pembekalan/tertib-tertib (bayan<br />

hidayah) oleh seorang ustadz (laki-laki yang ditunjuk<br />

oleh kordinator) Pendidikan <strong>Agama</strong> Kampus cabang,<br />

setelah itu berangkat bersama-sama dengan Mentor<br />

dan atau pendampinya, dengan terlebih dahulu<br />

dimusyawarahkan biaya transportasinya (jika lokasi di<br />

luar Kampus)<br />

3. Semua mahasiswi wajib mengikuti program ini dengan<br />

baik dan khusu’, dan mengikuti semua kegiatan TM<br />

dengan tertib (tidak ada yang mengobrol, telpon, atau<br />

SMS-an, dsb)<br />

4. Agar dapat mengikuti program ini dengan baik dan<br />

khusu’, maka Mentor diwajibkan untuk mengambil<br />

semua alat komunikasi (elektronik lainnya) milik<br />

mahasiswi, atau apapun yang akan mengganggu<br />

kekhusu’-an TM, di non aktifkan, kemudian disimpan<br />

dengan baik ditempat yang aman, setelah selesai<br />

program diserahkan kembali kepada masing-masing<br />

pemiliknya (di akhir program)<br />

5. Mentor wajib menemani mahasiswinya sampai selesai,<br />

dan melaksanakan program TM sesuai petunjuk dari<br />

LP3I Pusat, serta mengisi daftar hadir mahasiswi<br />

(absensi) dan Lembar Kegiatan Mengajar (LKM)<br />

sebanyak dua pertemun dan memberikan penilaian<br />

terhadap peserta TM<br />

6. Di akhir program (sebelum pulang), peserta TM<br />

diberikan Taushiyah (bayan) dan do’a oleh seorang<br />

ustadz (laki-laki) yang ditunjuk oleh kordinator<br />

Pendidikan <strong>Agama</strong>, dengan hijab (tidak dihadapan<br />

190


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

peserta TM secara langsung/transparan), dan para<br />

Mentor wajib menertibkan peserta TM sesuai<br />

kelompoknya masing-masing.<br />

Jadwal Kegiatan<br />

1. Diawali dengan bayan hidayah (tata tertib TM),<br />

dilanjutkan dengan adab-adab dan Ta’lim (membaca)<br />

kitab Fadhilah Amal (Fadhilah Al-Qur’an, Shalat,<br />

Dzikir, Tabligh, Sedekah dan Kisah Sahabat/Sahabiah),<br />

boleh juga ditambah dengan kitab Muntakhab Ahadits.<br />

Sebelum dimulai, para Mentor/Pembimbing mengatur<br />

duduk peserta TM agar duduk rapat-rapat<br />

(diterangkan fadhilahnya)<br />

2. Setelah selesai membaca fadhilah Al-Qur’an diselingi<br />

dengan praktek membaca Al-Qur’an dengan membuat<br />

Halaqah (Tahsin) Qur’an (terutama 10 surat pendek :<br />

diawali dengan Al-Fatihah, dilanjutkan dari Al-Fiil, Al-<br />

Quraisy, Al-Ma’uun, Al-Kautsar, Al-Kaafiruun, Al-<br />

Nashr, Al-Lahab, Al-Ikhlash, Al-Falaq dan Al-Naas),<br />

kemudian dilanjutkan dengan fadhilah berikutnya<br />

3. Setelah selesai membaca semua fadhilah, dilanjutkan<br />

dengan mudzakarah 6 sifat Sahabat, dibimbing oleh<br />

pendampingnya yang sudah berpengalaman<br />

4. Shalat dzuhur dan makan siang, dilanjutkan dengan<br />

mudzakarah adab sehari-hari (adab Makan, Tidur,<br />

Istinja, peranan wanita shalehah, pentingnya menutup<br />

aurat dengan sempurna, dll)<br />

5. Minimal 30 menit menjelang Ashar, dilanjutkan dengan<br />

Taushiyah (Bayan) oleh seorang Ustadz (laki-laki) yang<br />

ditunjuk, dan ditutup dengan do’a. Sebelumnya para<br />

Mentor merapihkan kembali peserta TM dengan duduk<br />

merapat, serta menjaga mereka supaya tertib dan tidak<br />

ada yang bicara.<br />

191


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Penutup<br />

Hasil (ending) positif yang diharapkan adalah,<br />

bagaimana seluruh Mahasiswi peserta TM mendapatkan<br />

hidayah dari Allah Swt, sehingga mereka memiliki<br />

kekuatan iman yang baik dan menghantarkan kepada<br />

kekuatan amal agama yang sempurna, dapat menjaga<br />

shalat fardu 5 kali dalam sehari semalam di awal waktu,<br />

menutup aurat dengan sempurna, berakhlak mulia, dan<br />

cinta kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta dapat<br />

memikirkan dan mengajak saudara, teman, keluarganya<br />

yang belum taat kepada Allah menjadi taat. Oleh<br />

karenanya program ini harus dilaksanakan dengan penuh<br />

kesungguhan, baik oleh pendamping maupun peserta TM<br />

nya. Semoga Allah pandang pengorbanan kita semua,<br />

dengan pandangan kasih sayang dan hidayah-Nya,<br />

aamiin.<br />

----- Wallahu a’lam bis-shawaab -----<br />

192


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Harapan Penulis :<br />

“Semoga Buku ini Bermanfaat dan Menjadi<br />

Asbab Hidayah Bagi Umat dan Para<br />

Pembaca, Aamiin.”<br />

193


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Al Kandhalawi, Zakariya, Maulana, Muhammad. 2011.<br />

Himpunan Kitab Fadhilah A’mal, Pustaka Ramadhan,<br />

Bandung.<br />

Al Kandhalawi, Yusuf, Maulana, Muhammad. 2007.<br />

Muntakhab Ahadits Tuntunan Sifat-Sifat Mulia Para<br />

Sahabat Nabi Saw., Pustaka Ramadhan, Bandung.<br />

Al Mahdaly, Hasan Habib. 1998. Anta Tas’al Wanahnu<br />

Nujib Ramadhan, Radio Dakta 92,15 FM Bekasi, Bekasi.<br />

A. Rahman, Andi. 2008. Adab Sunnah Sehari-hari, Pustaka<br />

Nabawi, Cirebon.<br />

________________. 2009. Lelaki Shaleh, Pustaka Nabawi,<br />

Cirebon.<br />

________________. 2009. Wanita Shalehah, Pustaka<br />

Nabawi, Cirebon.<br />

Darajat, Zakia, dkk. 1999. Dasar-dasar <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong>, Bulan<br />

Bintang.<br />

Departemen <strong>Agama</strong> Republik Indonesia. 2001. Al Qur’an<br />

dan Tafsirnya, Jakarta.<br />

Faiz Al Math, Muhammad. 2004. 1100 Hadits Terpilih,<br />

Gema Insani, Jakarta.<br />

Idris, Ahmad. 1985., Fiqih Syafii, Karya Indah, Jakarta.<br />

Imam Bukhari dan Imam Muslim, Penerjemah Al Bayan.<br />

2010. Shahih Bukhari Muslim. Jabal, Bandung.<br />

194


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

Nawawi, Imam. 1996. Riyadhus Shalihin, Jilid 1, Pustaka<br />

Amani, Jakarta.<br />

Nurhuda M. 1996. Dalil-dalil Nabi Muhammad adalah Nabi<br />

dan Rasul Terakhir, http://djakarta.or.id.<br />

Razak, Nasruddin. 1973.<br />

Bandung.<br />

Dienul <strong>Islam</strong>, PT. Al Ma’arif,<br />

Rasyid, Sulaiman, H. 2007.<br />

Gensindo, Bandung.<br />

Fiqh <strong>Islam</strong>, Sinar Baru Al<br />

Sabiq, Sayyid. 1997. Aqidah <strong>Islam</strong>, CV Diponogoro,<br />

Bandung.<br />

195


Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Islam</strong><br />

196

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!