22.07.2015 Views

o_19qpse2nh1i4p7vqteh3b29f1a.pdf

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Originally published in the U.S.A. under the title:<br />

One Year® Experiencing God’s Presence Devotional, by Chris Tiegreen<br />

Copyright © 2011 by Chris Tiegreen<br />

Indonesian Edition © 2013 by PT. Visi Anugerah Indonesia<br />

with permission of Tyndale House Publisher, Inc. All rights reserved.<br />

Managing Editor<br />

Tim Redaksi<br />

Cover<br />

Layout<br />

Proof Reader<br />

: James Yanuar<br />

: Andina Rorimpandey, Denny Pranolo,<br />

Lenny Wati Kusnadi dan Jonathan Arifin<br />

: Denny Octavianus<br />

: Felly Meilinda<br />

: Christiady Cohen<br />

Hak terjemahan Bahasa Indonesia ada pada:<br />

PT. VISI ANUGERAH INDONESIA<br />

Jl. Karasak Lama No.2 - Bandung 40235<br />

Telpon : 022-522 5739<br />

Fax : 022-521 1854<br />

Email : visipress@visi-bookstore.com<br />

ISBN 978-602-8073-97-4<br />

Cetakan pertama, November 2013<br />

Indonesian Edition © visipress 2013<br />

Hak cipta dilindungi undang-undang.<br />

Dilarang memperbanyak sebagian<br />

atau seluruh isi buku ini tanpa seizin Penerbit.<br />

Member of CBA Indonesia<br />

No : 05/PBL-BS/1108/CBA-Ina<br />

Member of IKAPI<br />

No : 185/JBA/2010


Pendahuluan<br />

Kita semua merindukan Hadirat Allah. Dan, kita tidak selalu bisa merasakannya.<br />

Tetapi bagi kebanyakan orang, iman kita cenderung mudah terjebak<br />

ke dalam agama yang dijejali oleh beragam keyakinan teologis tentang Allah<br />

dan firman-Nya, perintah-perintah yang tertuang dalam Alkitab, prinsip yang<br />

diajarkan langkah demi langkah, serta “penerapan” yang lazim. Ada kalanya, apa<br />

yang kita sebut sebagai “relasi dengan Allah” terasa tak lebih dari relasi dengan<br />

semua keyakinan dan perilaku yang saya sebutkan tadi. Kita berelasi dengan perkataan<br />

yang dicetak di selembar kertas, dengan para jemaat gereja, perbuatan rohani,<br />

aktivitas pelayanan, serta perasaan wajib di dalam batin kita untuk melakukan<br />

hal yang benar—sesudah semua itu terpenuhi barulah kita merasa berelasi<br />

dengan Allah. Apa yang kurang? Pertemuan yang sesungguhnya dengan-Nya.<br />

Kepastian bahwa kita sungguh-sungguh telah mendengar suara-Nya. Merasakan<br />

Hadirat-Nya secara nyata.<br />

Sensasi nyata akan Hadirat Allah itulah yang sesungguhnya sangat kita perlukan.<br />

Ada kalanya kita bisa merasakannya sejenak, dan kita tahu kebutuhan ini<br />

tak pernah terpuaskan dan tak dapat memenuhi bagian yang kekal ini. Walaupun<br />

demikian, kita ingin lebih lagi. Kita perlu merasakan sentuhan-nya. Dan memang<br />

kita bisa. Ada banyak hal yang dapat kita lakukan untuk lebih menyadari kehadiran-Nya<br />

dan menempatkan diri untuk lebih sering mengalami-Nya, asalkan kita<br />

tahu di mana Dia dan bagaimana Dia menyatakan diri-Nya.<br />

Allah itu Mahahadir. Kita tak bisa melarikan diri dari-Nya semau kita. Tentu<br />

saja, kita pasti tak ingin melakukannya. Jadi kalau memang Dia selalu beserta<br />

kita, mengapa repot-repot membahas Hadirat-Nya seperti seakan-akan ada<br />

pasang-surutnya? Itu karena terdapat perbedaan antara Hadirat-Nya dengan<br />

pengalaman kita mengenainya. Seberapa pun besarnya keinginan kita untuk<br />

menyadari kehadiran-Nya, ternyata kita tidak cukup awas. Kita tidak hanya ingin<br />

Dia hadir, tetapi kita ingin sungguh-sungguh bertemu dengan-Nya.<br />

Kesadaran kita barulah separuh dari apa yang kita perlukan untuk mengalami<br />

Hadirat Allah, sedangkan separuhnya lagi ada di tangan-Nya. Dia yang datang<br />

pada kita. Walaupun Dia ada di segala tempat di segala masa, Dia tidak mewujudkan<br />

kehadiran-Nya di setiap tempat dan di setiap masa. Kitab Suci memaparkan<br />

perbedaan ini dengan jelas: terkadang Dia “hadir,” dan terkadang tidak (lihat contohnya<br />

di Keluaran 33:3, 14-15). Pastilah Kitab Suci tidak merujuk pada kemahahadiran-Nya,<br />

melainkan pada aspek Hadirat-Nya yang lebih intens, lebih nyata,<br />

lebih terasa, dan riil pada momen-momen tertentu dibandingkan momen lainnya.<br />

Ada kalanya Dia menampakkan diri-Nya dengan cara yang menakjubkan.


Buku renungan ini berbicara mengenai kedua sisi permasalahan ini: menjadi<br />

semakin menyadari Hadirat Allah serta mengalami Dia manakala Dia mendekat.<br />

Sisi pertama merupakan apa yang kerap disebut sebagai “melatih kepekaan<br />

untuk merasakan Hadirat Allah”—yaitu belajar mengenali kedekatan-Nya. Yang<br />

kedua adalah menempatkan diri untuk menghadapi Hadirat-Nya tatkala Dia<br />

menunjukkan diri, memiliki sikap dan ekspektasi yang dapat mempersiapkan<br />

kita untuk berjumpa dengan-Nya. Kita akan menjajaki arti manakala Dia berkata<br />

bahwa Hadirat-Nya akan menyertai kita, atau bahwa Dia dekat kepada mereka<br />

yang rendah hati dan remuk hatinya, tetapi jauh dari orang yang congkak, atau<br />

bahwa Dia mendekat pada kita saat kita mendekat pada-Nya. Tanpa meremehkan<br />

fakta bahwa Dia selalu hadir, kita akan membahas beraneka level dan derajat<br />

Hadirat-Nya, serta bagaimana “lebih” mengalami Dia. Apabila Kitab Suci bisa<br />

membahas semua ini, kita pun bisa.<br />

Dengan mengarahkan fokus pada kedua target di atas—kesadaran kita dan<br />

kedekatan-Nya—bacaan setiap hari dalam buku ini ditutup dengan doa agar<br />

kita didekatkan pada Hadirat Allah atau agar Hadirat-Nya terasa lebih nyata bagi<br />

kita. Doa-doa tersebut merupakan undangan untuk masuk ke dalam kebenaran<br />

yang terkandung dalam renungan ini serta melibatkan Allah terkait kebenaran itu.<br />

Apabila Anda merasa terdorong untuk merespons atau berdoa dengan cara lain,<br />

lakukanlah. Ada kalanya doa-doa seperti ini tampak seperti dipaksakan karena,<br />

walaupun merupakan permohonan yang keluar dari hati penulis, tetapi belum<br />

tentu keluar dari hati pembacanya. Masalahnya ada orang yang memerlukan ide<br />

ataupun dorongan semangat untuk mengambil langkah berikutnya sesudah mereka<br />

membaca atau menerima kebenaran rohani. Doa-doa ini diusulkan sebagai<br />

langkah berikut tersebut. Apabila Anda memakai doa-doa itu, bahkan jika terasa<br />

canggung pada awalnya, lalu mengimani dan menghayatinya, niscaya doa-doa<br />

tersebut mengubah hidup Anda secara radikal. Seiring waktu, Anda akan semakin<br />

rutin menyadari kedekatannya, lebih jelas mendengar suara-Nya, dan lebih mudah<br />

mengalami sentuhan-Nya.<br />

Barangkali ada yang menganggap konsep mengalami Hadirat Allah sebagai<br />

sesuatu yang mistis, dan itu tidak salah. Itu karena secara alamiah iman Kristiani<br />

memang bersifat mistis. Yesus pernah berbicara kepada para murid-Nya mengenai<br />

kesatuan-Nya dengan mereka, serta mengenai roh Kudus yang datang untuk<br />

berbicara kepada mereka (lihat Yohanes 14:16-20; 17:22-23). Sedangkan Paulus<br />

menulis mengenai pertemuannya dengan Yesus dalam perjalanan ke Damaskus<br />

dan wahyu Ilahi mengenai tingkat sorga ketiga (baca 2 Korintus 12:1-4). Pada<br />

umumnya Kitab Suci pun dipenuhi oleh kesaksian banyak orang yang bertemu<br />

dengan Allah dan mendengar suara-Nya. Jadi jelas bahwa Alkitab menggambarkan<br />

hubungan mistis antara Yesus dan mereka yang percaya kepada-Nya. Bacaan<br />

renungan ini merupakan langkah harian agar kita dapat mengalami relasi itu dengan<br />

cara yang lebih mendalam dan penuh kuasa.


Januari<br />

01<br />

Di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.<br />

Yohanes 15:5<br />

Hadirat Allah adalah segala-galanya dalam kehidupan Kristiani. Mungkin<br />

kedengarannya berlebihan. Tentunya ketaatan itu penting, demikian juga<br />

dengan menghasilkan buah, mengasihi dan berbelas kasihan, berdoa, bertumbuh<br />

dalam iman, mengatasi masalah, membina hubungan sosial, dan masih<br />

banyak lagi. Itu sebabnya ada begitu banyak buku diterbitkan dan begitu banyak<br />

khotbah disampaikan untuk membahas hal-hal itu. Kehidupan Kristiani adalah<br />

kumpulan dari beragam disiplin, sikap, dan perbuatan—oleh karena itu, kita harus<br />

tahu cara mengaturnya. Betul, bukan?<br />

Tapi, coba pikirkan. Bagaimana sikap Anda saat merasakan Hadirat Allah yang<br />

nyata di sekeliling Anda? Seberapa berbuahnya kehidupan doa Anda? Seberapa<br />

kuatnya pertumbuhan iman Anda? Masalah mana yang tampak besar saat Anda<br />

sadar bahwa Allah hadir? Apa sulitnya untuk taat saat Dia datang untuk memperlengkapi<br />

Anda dengan kuasa? Apa sukarnya untuk menghasilkan buah jika Dia<br />

melimpah dalam hati Anda? Masalah antar pribadi mana yang tidak terselesaikan<br />

saat kuasa-Nya melimpah? Sesungguhnya, Hadirat Allah yang bekerja dalam<br />

hidup kita adalah kunci segala-galanya, dan tanpa Dia kita tidak bisa melakukan<br />

apa-apa.<br />

Itu sebabnya, memupuk kesadaran dan pengalaman terus-menerus akan<br />

Hadirat Allah itu vital. Saat Allah hadir, mukjizat terjadi. Dari kematian timbullah<br />

kehidupan, dari abu muncullah keindahan, dari perkabungan terbitlah tari-tarian,<br />

dari kesia-siaan datanglah kelimpahan, kekacauan digantikan oleh keteraturan,<br />

dan segala rintangan tunduk pada kehendak-Nya. Bahkan sisi keras dari Hadirat-<br />

Nya—kebenaran yang menegur dan meluruskan, yang tidak ingin kita terima—<br />

itulah yang akhirnya memberi kehidupan. Saat Allah bekerja di dalam dan di<br />

sekeliling kita, segala sesuatu berubah.<br />

Dengan segala kesungguhan, tanpa kenal lelah, dan penuh kerinduan, kejarlah<br />

Hadirat Allah. Segala upaya dalam kehidupan Kristiani akan sia-sia tanpanya.<br />

Namun, dengan Hadirat Allah, segala sesuatu menjadi mungkin.<br />

• • •<br />

Yesus, aku membutuhkan Engkau—Roh-Mu, kehidupan-Mu—di dalam dan di<br />

sekelilingku. Aku takkan puas dengan sekadar mengetahui tentang Engkau atau<br />

meyakini hal yang benar. Aku ingin mengalami Hadirat-Mu. Kutahu, Engkau<br />

juga menginginkan hal itu. Biarkanku merasakan Hadirat-Mu setiap waktu.


Januari<br />

02<br />

Dimanakah tempat peristirahatan-Ku?<br />

Yesaya 66:1 (Terj. NIV)<br />

Apakah Allah butuh rumah buatan manusia?” mungkin pertanyaan itu terdengar<br />

seperti pertanyaan retoris dan menghina, tapi kita tahu bahwa<br />

di balik kisah penciptaan, Allah memang rindu untuk memilih beberapa<br />

tempat di bumi sebagai tempat peristirahatan-Nya. Hadirat-Nya dulu memenuhi<br />

Kemah Suci, lalu Bait Allah, dan kemudian diri umat-Nya. Kitab Suci secara konsisten<br />

menyingkapkan suatu kenyataan yang tidak masuk akal: Allah tidak hanya<br />

berinkarnasi dalam Yesus, tapi Dia juga terus berinkarnasi dalam diri kita.<br />

Hal ini akan terasa seperti sebuah kontradiksi bila kita mengingat betapa<br />

banyaknya dari kita yang mengeluhkan betapa “jauhnya” Allah dari dari kita.Ya,<br />

kadang Dia terasa dekat. Tapi seringkali kita, yang ditetapkan untuk menjadi tempat<br />

tinggal Hadirat-Nya yang kudus, bertanya-tanya di mana Dia sebenarnya.<br />

Bagi kita fakta bahwa Dia dekat lebih menjadi sebuah prinsip teologi daripada<br />

sebuah pengalaman. Kenapa?<br />

Salah satu alasannya adalah mungkin karena kita takut dekat-dekat dengan<br />

Allah–apa yang akan Allah minta dari kita ketika kita berjumpa dengan Dia? Atau<br />

siapa tahu ada yang Allah tidak suka dalam diri kita ketika kita datang kepada-<br />

Nya? Pikiran-pikiran seperti ini bisa membuat kita merasa tidak aman dengan<br />

Dia. Tapi alasan utama kenapa kita tidak mengejar Hadirat-Nya seperti mengejar<br />

hal-hal lain dalam hidup adalah kita teralihkan oleh tujuan-tujuan yang kurang<br />

penting dan melupakan apa yang tersedia bagi kita. Dengan kata lain, kita kurang<br />

merasakan Hadirat-Nya karena kita tidak memintanya.<br />

Ambillah waktu hari ini untuk meminta Hadirat-Nya. Persembahkan diri Anda<br />

sebagai tempat peristirahatan-Nya. Allah tidak menciptakan Anda lalu menebus<br />

Anda hanya untuk menjaga jarak dari Anda. Dia merancang Anda untuk sebuah<br />

keintiman yang lebih dalam daripada yang bisa Anda bayangkan.<br />

Apapun keadaan hubungan Anda dengan Dia saat ini, Dia mengundang Anda<br />

untuk masuk dalam keintiman yang lebih dalam lagi. Jawablah panggilan-Nya.<br />

Minta Dia datang sedekat yang Dia mau.<br />

• • •<br />

Tuhan, kiranya aku menjadi tempat peristirahatan-Mu. Aku persembahkan diriku<br />

pada-Mu dan mengundang-Mu untuk menyingkirkan apapun yang menghalangi.<br />

Mendekatlah padaku ya Tuhan–sedekat yang Engkau ingini.


Januari<br />

03<br />

Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan;<br />

di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah.<br />

Mazmur 16:11<br />

Dalam Kitab Suci, Hadirat Allah menimbulkan tanggapan yang beragam. Beberapa<br />

orang menjadi sangat takut ketika berada dalam Hadirat-Nya, yang<br />

lain terdiam dalam kekaguman, dan beberapa menjadi heran karena mereka<br />

baru mengenali-Nya setelah Dia pergi. Dia kadang muncul dengan awan<br />

dan guntur, di waktu lain Dia menunjukkan diri-Nya secara selektif dan hampir tak<br />

kentara. Apapun itu, ada satu respons dalam Alkitab yang jarang kita temui dalam<br />

perjumpaan dengan Allah: sukacita.<br />

Mengapa demikian? Mungkin karena Dia hadir secara mendadak, dan respons<br />

pertama atas trauma karena melihat-Nya dapat berkisar dari panik sampai<br />

rasa bersalah, dari takjub sampai menjadi semangat. Tetapi bagi mereka yang<br />

menghabiskan waktu lebih lama dengan-Nya—Musa di Kemah Suci, Daud dalam<br />

krisisnya, atau para murid dengan Yesus—trauma tersebut lenyap dan hubungan<br />

mereka terjalin lebih dalam. Daud memberitahu kita hasilnya dalam Mazmur 16,<br />

yakni sukacita.<br />

Bahkan saat ini, banyak orang percaya sangat takut untuk benar-benar dekat<br />

dengan Allah. Itu karena mereka belum mengenal siapa diri-Nya. Mereka belum<br />

memahami rahmat ataupun kebaikan-Nya. Mereka tidak tahu bahwa Dia ingin<br />

supaya kita mengalami kesenangan di dalam-Nya untuk selamanya, atau bahwa<br />

salah satu tujuan utama-Nya bagi kita adalah mengalami sukacita-Nya (Yohanes<br />

17:13). Hanya sedikit dari kita yang menyadari bahwa Dia ingin menyenangkan<br />

kita. Hati yang meluap ketika kita bersama Dia adalah tujuan-Nya.<br />

• • •<br />

Bapa, bantulah aku untuk mengabaikan para pengajar yang lebih menekankan<br />

kewajiban untuk melayani-Mu daripada kesenangan dalam mengenal-Mu.<br />

Bantulah aku merengkuh kebenaran bahwa Engkau sangat peduli terhadap sukacitaku,<br />

dan tunjukkan padaku bagaimana untuk mengalami sukacita dalam<br />

Hadirat-Mu.


Januari<br />

04<br />

Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang berharga dan yang<br />

sangat besar, supaya olehnya kamu boleh mengambil bagian dalam kodrat Ilahi.<br />

2 Petrus 1:4<br />

Apa yang kira-kira terjadi jika kita memohon kepada Allah–tidak hanya<br />

kadang-kadang, tetapi setiap hari, tiap saat, terus-menerus–untuk mengizinkan<br />

kita menjadi tempat kediaman Hadirat-Nya? Bagaimana seandainya<br />

kita memohon untuk menjadi saksi hidup, yang bernafas, dan dapat disentuh,<br />

dari pribadi-Nya? Apakah ini harapan yang realistis?<br />

Kedengarannya seperti permohonan yang lancang bahkan congkak, namun<br />

memohonkan sesuatu yang kurang dari ini berarti merendahkan citra kita dan<br />

tujuan yang telah ditentukan-Nya. Tuhan telah berjanji bahwa kita akan memiliki<br />

sifat Ilahi yang sama dengan-Nya dan Dia menganugerahkan Roh-Nya pada kita<br />

untuk mewujudkan tujuan ini. Tuhan lebih rindu tinggal di dalam dan di antara<br />

kita, dibandingkan keinginan kita untuk mengalami Hadirat-Nya. Dia mencari kita<br />

lebih dari kita mencari-Nya.<br />

Mengapa begitu? Sebuah kehormatan dan keistimewaan yang jauh lebih<br />

besar saat menemui Allah yang hidup bagi kita, dibandingkan bagi Dia untuk<br />

berdekatan dengan manusia biasa penuh cacat cela. Kitalah yang seharusnya bersikap<br />

lebih antusias dalam relasi dengan Allah. Namun, Allah menciptakan kita<br />

untuk tujuan ini: untuk berdiam di dalam kita, mempunyai hubungan yang intim<br />

dengan kita, dan tinggal bersama kita. Untuk itulah Dia menciptakan manusia.<br />

Kasih selalu ingin berbagi. Allah ingin berbagi pribadi-Nya.<br />

Izinkanlah Dia. Jangan sekadar melontarkan kepada-Nya ajakan sambil lalu<br />

untuk hadir di dalam hidup kita. Biasanya Dia tidak mau menerima ajakan sambil<br />

lalu. Kasih-Nya terlalu dalam bagi orang yang hanya berniat setengah hati. Sebaliknya,<br />

carilah Dia tanpa kenal lelah. Lalu, beri Dia waktu. Maka Dia akan mulai<br />

menggenapkan kerinduan-Nya dan kerinduan Anda.<br />

• • •<br />

Roh Kudus, penuhilah aku terus-menerus. Hadirlah dalamku. Aku ingin merasakan-Mu<br />

lebih dalam lagi. Biarlah Hadirat-Mu dalamku makin hari makin<br />

nyata. Tinggallah di dalamku supaya aku bisa menjadi wujud nyata pribadi-Mu.


Januari<br />

05<br />

Mendekatlah kepada Allah . . .<br />

Yakobus 4:8<br />

Apakah Anda pernah melihat sebatang rumput, jaring laba-laba, atau air<br />

terjun sebagai ekspresi kreativitas Allah? Apakah Anda melihat musim dan<br />

tren bukan sebagai sesuatu yang wajar tapi sebagai pernyataan isi hati Dia<br />

yang menciptakannya? Apakah Anda pernah berhenti sejenak dan memperhatikan<br />

bahwa di sekeliling Anda Allah sedang menceritakan mimpi-Nya? Semua<br />

ini–memperhatikan ciptaan, mendengarkan bisikan suara Allah atau mencoba<br />

mendengarkan detak jantung-Nya, terkagum-kagum dengan keajaiban dunia<br />

ciptaan-Nya–adalah cara untuk lebih menyadari Hadirat-Nya. Ketika kita memperhatikan<br />

hal-hal ini, apalagi ketika mereka memancarkan percakapan dengan-<br />

Nya, kita sedang ditarik mendekat kepada Allah.<br />

Ada dua aspek utama dalam mengalami Hadirat Allah: meningkatkan kesadaran<br />

kita tentang Dia dan cara Dia berbicara kepada kita. Yang pertama adalah<br />

bagian kita, tapi yang kedua adalah bagian-Nya. Kedua aspek itu disebutkan di<br />

Yakobus 4:8, di mana kita diperintahkan untuk mendekat kepada Allah dan diberi<br />

jaminan bahwa Dia akan mendekat kepada kita. Tapi lebih mudah mengatakan<br />

daripada melakukan.<br />

Kita membiarkan kesibukan mengalihkan kita dari mengalami Allah. Rutinitas<br />

sehari-hari kita dan jadwal kita adalah saingan-Nya dalam memperebutkan<br />

perhatian kita, dan kita lebih sering membiarkan mereka menang. Dia bisa saja<br />

melakukan sesuatu yang akan membuat kita mencari Dia, tapi Dia lebih suka kita<br />

datang kepada-Nya karena kita mau dan bukan karena Dia menyuruh kita atau<br />

memberi kita pilihan. Mendekat adalah sebuah tindakan kasih. Dan kasih, jika<br />

benar-benar nyata, selalu bersifat sukarela.<br />

Bagian Anda dalam “rumus persamaan Hadirat Allah” ini adalah mendekat<br />

kepada-Nya. Mendekatlah kepada-Nya dengan segala cara yang Anda bisa pikirkan.<br />

Lalu lihat bagaimana Dia meresponi Anda.<br />

• • •<br />

Bapa, aku ingin memperhatikan Engkau–semua tentang-Mu. Aku ingin berhenti<br />

dan memperhatikan hasil karya-Mu, suara-Mu, dan Hadirat-Mu di sekelilingku.<br />

Saat aku memperhatikan Engkau, nyatakan diri-Mu. Dan bawa aku mendekat.


Januari<br />

06<br />

... dan Ia akan mendekat kepadamu.<br />

Yakobus 4:8<br />

Ini adalah kalimat yang akrab di telinga kita: “Jika Allah terasa sangat jauh, siapakah<br />

yang pergi menjauh?” Implikasinya adalah Dia selalu hadir, dan kitalah yang<br />

sesungguhnya menciptakan jarak tersebut. Dan kebenaran berkenaan dengan<br />

kemaha Hadirat-Nya–Dia ada di mana-mana setiap waktu–belum tentu benar<br />

dalam kaitannya dengan ketersediaan dan manifestasi Hadirat-Nya. Berdasarkan<br />

pengalaman, Dia lebih dekat dengan kita di saat tertentu daripada di saat lainnya.<br />

Dan hal ini tidak selalu karena kita menyimpang ke arah yang berlawanan.<br />

Kita bisa membuat diri kita lebih tanggap akan cara-cara Tuhan bergerak<br />

dan bekerja di sekitar kita, dan kita juga dapat menarik-Nya untuk bergerak ke<br />

arah kita. Seperti calon pasangan pernikahan yang secara naluriah mengetahui<br />

bagaimana cara menarik hati lawannya, kita bisa mengetahui apa yang menarik<br />

bagi-Nya dan mengundang-Nya menjalin hubungan keintiman yang lebih dalam.<br />

Kita tidak mengusahakan kemurahan-Nya atau Hadirat-Nya–itu bahkan bukan<br />

pilihan–tapi kedekatan relasional bukanlah soal “mengusahakan” pula. Melainkan<br />

keinginan, komitmen, dan tingkat interaksi. Ketika kita tahu sikap-sikap yang<br />

menghangatkan hati Allah, kita bisa mengamalkannya. Dan ketika kita mendekat<br />

kepada-Nya, Dia akan mendekat pada kita.<br />

Perhatikan apa yang menarik bagi Allah: iman, kerendahan hati, kerinduan<br />

akan Dia, kejujuran dan keontentikan, ketaatan dari hati, dan masih banyak lagi<br />

sikap-sikap yang Anda bisa temukan dalam Alkitab. Memang, manusia yang jatuh<br />

dalam dosa tidak dapat menghasilkan sifat-sifat rohani tanpa bantuan-Nya. Tapi<br />

kita diberitahu dengan jelas untuk bersikap benar, jadi kita memikul tanggung<br />

jawab dan inisiatif untuk melakukannya. Carilah Dia sedemikian rupa sehingga<br />

Anda akan mendapati-Nya sedang mencari Anda juga.<br />

• • •<br />

Tuhan, aku tahu kami tidak bisa datang kepada-Mu jika Engkau tidak mendekat<br />

kepada kami. Tetapi Engkau juga tidak akan datang kepada kami jika kami tidak<br />

mendekat kepada-Mu. Bagaimanapun sikap ini saling memengaruhi, aku ingin<br />

lebih lagi. Mendekatlah Tuhan.


Januari<br />

07<br />

Kita tahu, bahwa Anak Allah telah datang dan telah mengaruniakan<br />

pengertian kepada kita, supaya kita mengenal Yang Benar.<br />

1 Yohanes 5:20<br />

yang terlintas dalam benak kita pada saat kita memikirkan tentang Tuhan<br />

adalah hal yang terpenting tentang diri kita,” tulis A.W. Tozer, dan ia<br />

“Apa<br />

betul. Cara kita memandang Allah sangat membentuk jati diri kita. Jika<br />

kita memandang-Nya sebagai diktator, kita akan menjadi rendah diri. Jika kita<br />

memandang-Nya sebagai orang tua yang memanjakan, kita juga akan menjadi<br />

manja. Jika kita beranggapan bahwa Dia adalah sosok yang tegas berbicara, kita<br />

akan mendengarkan; tapi jika kita berpikir bahwa Dia hening dan samar, kita akan<br />

menutup telinga terhadap peluang untuk mendengarkan-Nya. Jika kita percaya<br />

Yesus akan datang segera, kita akan bersiap-siap. Tapi, apakah Dia datang untuk<br />

mengangkat kita ke sorga, atau kitalah yang menyambut Dia di awan-awan pada<br />

saat Dia datang ke bumi untuk menegakkan Kerajaan-Nya? Jawaban kita memengaruhi<br />

sifat misi kita. Keyakinan kita kepada-Nya, cara kita berbicara pada-Nya,<br />

hal-hal yang kita harapkan dari-Nya–segalanya dibentuk oleh visi kita.<br />

Hal ini juga berlaku tentang cara kita memandang diri sendiri. Manakala kita<br />

melihat diri kita sebagai pendosa yang tidak akan pernah bisa hidup dengan<br />

benar, kita akan hidup menurut visi itu. Namun jika kita memandang diri sebagai<br />

ciptaan baru yang penuh kesetiaan dan otoritas, kita akan hidup sesuai visi ini.<br />

Cara kita melihat Allah, diri kita, dunia, dan masa depan menentukan pandangan,<br />

suasana hati, moralitas, hubungan, dan pengalaman kita. Sangat penting bagi<br />

kita untuk memperhatikan cara kita memandang.<br />

Percayalah kepada Allah dengan seyakin-yakinnya. Pandanglah rencana-Nya<br />

bagi dunia lewat kacamata pengharapan. Pahamilah panggilan dan otoritas yang<br />

dikaruniakan-Nya pada Anda. Berjuanglah untuk mampu memandang kebenaran,<br />

izinkan Roh-Nya mengaruniakan pandangan-Nya pada Anda. Carilah Hadirat-Nya<br />

dengan harapan untuk sanggup merasakannya, sebab Anda tahu bahwa<br />

Dia adalah Allah yang mendatangi umat-Nya. Kembangkan visi Anda dalam<br />

setiap segi kehidupan. Anda akan terkejut sendiri oleh apa yang Anda lihat.<br />

• • •<br />

Tuhan, izinkan aku memandang-Mu, diriku, orang lain, dunia, masa depan–segala<br />

sesuatu–dengan sebenar-benarnya. Bentuklah aku dari dalam batinku seturut<br />

dengan kebenaran.


Januari<br />

08<br />

“… mereka akan menamakan Dia Imanuel” — yang berarti: Allah menyertai kita.<br />

Matius 1:23<br />

Imajinasi kita bisa menipu pada saat ia membuat kita memikirkan hal-hal yang<br />

tidak nyata atau berfantasi. Tapi Allah memberi kita kemampuan berimajinasi<br />

untuk suatu alasan. Pikiran kita tidak selalu memikirkan hal-hal tidak nyata.<br />

Imajinasi adalah berkat Allah untuk membantu kita menggambarkan hal-hal yang<br />

benar. Jadi bayangkan hal ini: Yesus ada bersama-sama Anda di ruangan di mana<br />

Anda berada sekarang.<br />

Apakah Anda sadar? Kaki yang sama yang pernah melangkah di jalanan Galilea<br />

yang berdebu saat ini berjalan bersama Anda di abad 21. Roh yang sama yang<br />

melayang-layang di atas permukaan air pada awal penciptaan sekarang berhembus<br />

di dalam Anda. Bapa sedang memperhatikan setiap sudut hati Anda saat ini<br />

dan Dia tidak kecewa dengan Anda. Yesus duduk di sebelah Anda dengan kasih<br />

di hati-Nya dan senyum penuh penerimaan di wajah-Nya. Roh-Nya melayanglayang<br />

di atas Anda dan memenuhi Anda. Saat Anda membaca renungan ini Tritunggal<br />

sedang menemani Anda, dan Mereka akan bersama Anda, apapun yang<br />

Anda alami hari ini.<br />

Mari kita renungkan hal ini. Bayangkan Yesus yang ada di Injil berjalan bersama<br />

Anda kemanapun Anda pergi. Tarik napas dan bayangkan Roh Kudus datang<br />

dengan suara tiupan angin dan tercurah bagi Anda. Ketahuilah Anda dikelilingi<br />

oleh kasih Bapa. Allah menyebut Anak-Nya “Imanuel” karena Dia ingin bersama<br />

Anda. Dia tidak menentang Anda atau mengamati Anda dari jauh. Dia tidak hanya<br />

menyertai seluruh manusia, tapi Dia menyertai Anda secara pribadi. Bukan hanya<br />

dalam kehidupan Anda secara keseluruhan tapi dalam setiap detail kehidupan<br />

Anda.<br />

• • •<br />

Yesus, bantu aku melihat kebenaran ini–bahwa Engkau ada di sini bersamaku<br />

saat ini, bahwa Engkau selalu bersamaku dalam seluruh hidupku. Ingatkan aku<br />

untuk terus mengingatkan diriku sendiri bahwa Kau ada bersamaku.


Januari<br />

09<br />

Ia [Allah], yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri,<br />

tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin<br />

Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?<br />

Roma 8:32<br />

Allah memberikan janji-janji luar biasa mengenai doa-doa kita. Dia meyakinkan<br />

kita bahwa jika kita meminta apa saja menurut kehendak-Nya, Dia<br />

akan mengabulkannya. Dia berkata bahwa jika kita percaya, kita akan menerimanya.<br />

Dia mendorong kita untuk terus meminta, terus mencari, dan terus<br />

mengetuk. Dan Dia selalu mendorong iman kita.<br />

Namun, kita enggan untuk benar-benar percaya bahwa Dia akan merespons<br />

secara nyata permintaan kita akan Hadirat-Nya. Tentu saja, kita tahu Dia hadir<br />

dan akan selalu hadir; Dia menjanjikannya, dan kita memercayainya. Tetapi hadir<br />

secara nyata? Hadir secara jelas? Benar-benar di sisi kita? Tidak, kita merasa jauh<br />

lebih nyaman dengan teologi daripada pengalaman. Kita cenderung untuk menerima<br />

kebenaran tanpa mengharapkan sentuhan-Nya. Kita tidak ingin meminta<br />

terlalu banyak.<br />

Kita lupa bahwa tidak ada hal yang “terlalu banyak” diberikan oleh Allah. Dia<br />

telah memberi kita hadiah terbesar yang Dia bisa berikan; permintaan kita sungguh<br />

tak ada artinya jika dibandingkan dengan hal ini. Allah telah mengorbankan<br />

Anak-Nya sendiri untuk mengejar keintiman dengan kita. Mengapa Dia melakukan<br />

sebuah pengorbanan besar lalu menolak hubungan yang Dia maksudkan lewat<br />

pengorbanan tersebut? Ketika kita berdoa untuk hubungan yang lebih dekat,<br />

kita tidak perlu melekatkan perkataan “jika itu kehendak-Mu” pada akhir doa. Itu<br />

adalah kehendak-Nya. Itu adalah tujuan-Nya dalam menciptakan kita. Itu adalah<br />

doa yang dapat kita pastikan akan Dia jawab.<br />

Ya, Anda dilahirkan untuk meminta hal-hal seperti itu. Anda dirancang tidak<br />

hanya untuk tahu tentang Allah tetapi untuk mengenal Dia melalui pengalaman.<br />

Anda diciptakan untuk terhubung dengan-Nya, hati ke hati, roh ke Roh, muka<br />

bertemu muka. Ketika Anda berdoa untuk kedekatan, Anda berdoa sesuai dengan<br />

keinginan-Nya juga keinginan Anda. Bagaimana Dia tidak akan memberikan<br />

apa yang Anda minta?<br />

• • •<br />

Tuhan, aku tahu ini permintaan yang berani, tapi aku tidak bisa menerima yang<br />

kurang dari ini. Aku ingin merasakan-Mu, merasakan Hadirat-Mu, mengetahui<br />

tanpa ragu bahwa aku berada dalam pelukan-Mu. Sentuhlah aku dengan cara<br />

yang memungkinkanku merasa terhubung dengan-Mu.


Januari<br />

10<br />

Apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia,<br />

sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya.<br />

1 Yohanes 3:2<br />

Sebelum kebaktian penyembahan, saya merasa kecil hati, berbeban berat, dan<br />

pesimis. Namun, selama penyembahan berlangsung, saya mulai merasakan<br />

Hadirat Yesus dan merasa berpengharapan dan hati saya pun ringan. Selama<br />

kurun waktu yang singkat tersebut, saya merasa memiliki iman untuk mampu<br />

melakukan apa saja dan mengerjakan segala yang Dia percayakan pada saya,<br />

semustahil apa pun itu. Tapi, beberapa jam kemudian, saya kembali merasa kecil<br />

hati, berbeban berat, dan pesimis. Di mana letak perbedaannya? Sebelum, sepanjang,<br />

dan setelah kebaktian penyembahan, saya terpengaruh secara rohani oleh<br />

suasana di sekeliling saya.<br />

Yohanes menyampaikan bahwa saat Yesus datang kembali, kita akan diubahkan<br />

saat memandang-Nya. Itu memang masih merupakan nubuat yang digenapkan<br />

kelak, namun janji ini memiliki implikasi langsung yang lebih kecil lingkupnya.<br />

Tampaknya, semakin jelas kita memandang Dia, kita pun berubah menjadi semakin<br />

serupa dengan-Nya. Diliputi oleh sukacita, pengharapan, dan Hadirat Tuhan,<br />

kita mampu memandang pribadi-Nya yang sejati sekaligus pribadi kita sesungguhnya.<br />

Tapi jika kita terlepas dari lingkup itu, kita dapat sepenuhnya kehilangan<br />

segala alasan untuk berpengharapan. Bila Dia dekat, kita diubahkan menjadi<br />

serupa dengan-Nya. Dan bila Dia jauh—atau setidaknya saat kita tidak sedang<br />

merasakan kedekatan-Nya—kita terpengaruh oleh dunia di sekeliling kita atau<br />

ketakutan di dalam diri kita.<br />

Yang manakah sejatinya diri Anda? Kebanyakan orang beranggapan bahwa<br />

pengalaman rohani adalah kenikmatan sesaat yang tidak tercakup dalam kehidupan<br />

sehari-hari. Tetapi sesungguhnya, jati diri baru kita muncul pada saat kita<br />

sedang bersama-Nya, dan di luar itu hanyalah hal-hal yang melayang lewat sampai<br />

akhirnya lenyap selamanya. Jika Hadirat Allahlah yang akan menentukan siapa<br />

kita sebenarnya pada hari terakhir, sebagaimana dikatakan oleh Yohanes, berarti<br />

Hadirat Allah juga memiliki kuasa untuk menentukan siapa diri kita sekarang.<br />

Peganglah teguh momentum iman dan kuasa tersebut. Itulah Hadirat Allah yang<br />

membentuk jati diri Anda yang sejati.<br />

• • •<br />

Yesus, kutahu aku akan menjadi serupa dengan-Mu saat memandang pribadi-<br />

Mu yang sejati. Tetapi, saat aku memasuki Hadirat-Mu kini, izinkanku memandang-Mu<br />

lebih jelas lagi dan diubahkan. Engkau mewujudkan yang terbaik di<br />

dalamku, dan aku menemukan pribadiku yang sejati, yang terwujud ketika aku<br />

berada bersama-Mu.


Januari<br />

Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.<br />

Matius 28:20<br />

Tutup mata Anda (setelah Anda selesai membaca renungan ini, tentunya).<br />

Bayangkan Yesus duduk di depan Anda–mata-Nya memandang Anda dengan<br />

lembut. Senyum-Nya menguatkan dan memberi keteduhan yang Anda<br />

butuhkan. Sikap tubuh-Nya memberi kesan bisa dipercaya. Bayangkan gambaran<br />

ini selama yang Anda mau. Lalu buka mata Anda dan jawab pertanyaan ini, apakah<br />

Anda sedang lari dari kenyataan atau Anda sedang lari kepada kenyataan?<br />

Itu ‘kan imajinasi saya, mungkin itu pikiran Anda. Itu tidak nyata. Tapi renungkan<br />

pertanyaan ini: manakah yang lebih dekat dengan kenyataan–ketika Anda<br />

membayangkan Hadirat Yesus dalam pikiran Anda atau ketika Anda menjalani<br />

hari Anda dan lupa Dia bersama Anda? Jangan khawatir apakah Anda membayangkan<br />

muka-Nya dengan benar atau tidak. Itu tidak masalah. Yang penting<br />

adalah saat Anda membayangkan Dia bersama Anda, Anda sedang berpegang<br />

pada kebenaran Alkitabiah. Dan ketika Anda sibuk dan terbawa oleh kesibukan<br />

sehari-hari Anda dan tidak dengan sengaja memikirkan Dia, Anda sudah melupakan<br />

kebenaran. Imajinasi Anda yang sudah disucikan lebih dekat dengan kenyataan<br />

daripada pikiran Anda yang sibuk.<br />

Jika Anda melakukannya cukup sering–membayangkan Yesus–Anda mungkin<br />

akan mendengar Yesus berbicara pada Anda. Kata-kata-Nya, jika sesuai dengan<br />

Kitab Suci, bisa jadi juga nyata, bukan hanya bayangan Anda. Ya, memang Anda<br />

harus memeriksa apa yang Anda dengar dengan firman yang tertulis dan jangan<br />

membuat keputusan hanya berdasarkan apa yang Anda dengar saja. Tapi Anda<br />

bisa mendengar kata-kata kasih dan dorongan-Nya setiap kali Anda membutuhkannya.<br />

Dia berjanji akan berbicara (Yohanes 16:13), dan Dia berjanji akan bersama<br />

Anda sampai akhir zaman. Membayangkan dan memegang teguh kebenaran<br />

kata-kata ini adalah hak istimewa dari setiap anak-Nya?<br />

• • •<br />

Terima kasih, Yesus, karena selalu bersamaku. Bantu aku agar bisa lebih jelas<br />

melihat-Mu, mendengar suara-Mu, dan lebih memercayai-Mu–dalam setiap<br />

momen kehidupanku.<br />

11


Januari<br />

12<br />

Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku<br />

dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.<br />

Yesaya 55:9<br />

tahu kau mencari pengertian, tapi cara berpikirmu yang normal tidak<br />

bisa diterapkan dalam Hadirat-Ku dan Kerajaan-Ku. Engkau telah mengetahui<br />

banyak paradoks–yang pertama akan menjadi yang terakhir, untuk<br />

“Aku<br />

menjadi besar kau harus melayani, yang rendah hati akan ditinggikan, kau harus<br />

memberi untuk menerima, kau harus mati untuk hidup. Umat-Ku sering melupakan<br />

hal-hal ini, meskipun semuanya secara khusus dinyatakan dalam firman-<br />

Ku. Tapi masih ada lebih banyak lagi yang terlupakan, kadang-kadang bahkan<br />

tidak disadari.<br />

Salah satunya adalah kau harus percaya untuk dapat melihat. Dunia mengatakan<br />

yang sebaliknya: kau harus melihat untuk dapat percaya. Tetapi itu bukanlah<br />

iman. Cara-Ku selalu menekankan untuk melihat Kerajaan dengan mata<br />

rohani sebelum kau melihatnya dengan mata fisik. Jagalah apa yang kau percaya,<br />

maka kau akan mendapatkan apa yang kau cari.<br />

Paradoks lainnya berkaitan. Kau mengira akan merasa gembira karena Aku<br />

saat keinginanmu terpenuhi–ketika Aku menjawab doa-doamu dan memuaskan<br />

hatimu. Tetapi semua justru bekerja sebaliknya. Keinginanmu akan terpenuhi bila<br />

kau merasa gembira dalam-Ku. Dalam Kerajaan-Ku, apa yang ada dalam dirimulah<br />

yang membentuk pengalaman luarmu. Dunia mengajarkanmu untuk bergerak<br />

ke arah yang berlawanan, berpikir bahwa pengalaman luarmu yang membentuk<br />

pemenuhan dirimu. Jangan tertipu oleh kebohongan tersebut. Terpenuhilah di<br />

dalam-Ku, dalam kesenanganmu, dalam keyakinanmu—dan perhatikanlah perubahan<br />

dalam kehidupan luarmu. Datanglah kepada-Ku dalam ketentuan ini–selalu<br />

dengan cara yang lebih tinggi dari caramu.”<br />

• • •<br />

Bapa, bantulah aku untuk mengubah cara berpikirku. Aku tahu ini adalah hati<br />

yang bertobat—perubahan pikiran supaya dapat melihat dengan mata-Mu.<br />

Bantulah aku untuk merasa gembira karena Engkau dan memercayai apa yang<br />

belum aku lihat.


Januari<br />

13<br />

Kristus ada di dalam kamu …. Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari<br />

antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan<br />

Kristus Yesus dari antara orang mati, … diam di dalam kamu.<br />

Roma 8:10-11<br />

Bayangkan Anda sedang berdiri berhadapan muka dengan Yesus, menikmati<br />

perbincangan seputar kehidupan dan segala tantangannya. Yesus menatap<br />

Anda, dan Anda merasakan pengetahuan-Nya yang sempurna tentang<br />

pikiran, perasaan, dan hasrat Anda yang terdalam. Anda menatap-Nya balik dan<br />

menemukan kasih dan penerimaan-Nya yang mendalam akan diri Anda. Lalu,<br />

dalam saat kedekatan ini, Anda mengamati Yesus melangkah mendekati Anda,<br />

begitu dekat sampai seakan-akan Dia hendak menabrak Anda. Namun, bukannya<br />

bertabrakan, Dia justru melangkah memasuki Anda. Dia berputar supaya<br />

dapat melihat melalui mata Anda, Dia merentangkan tangan-Nya ke dalam tangan<br />

Anda, dan Anda pun mulai merasakan detak jantung-Nya. Allah Anak ada<br />

di dalam. Dia telah mengenakan diri Anda sebagai pakaian-Nya.<br />

Ini adalah gambaran nyata. Yesus memang berdiam di dalam kita. Roh-Nya<br />

telah tinggal di dalam roh kita. Sesekali, Alkitab mengatakan bahwa kita berada<br />

“di dalam Dia”–bahwa kita mengenakan Kristus, memandang melalui mata-Nya<br />

dan dilingkupi oleh Roh-Nya. Namun ayat-ayat yang lain menulis bahwa Dia<br />

tinggal di dalam kita, bahwa Dia menyatakan kehidupan-Nya melalui tubuh dan<br />

jiwa umat ketebusan-Nya. Hadirat-Nya lebih dari sekadar “hadir dalam ruangan.”<br />

Kitalah ruangan tempat Dia berhadirat.<br />

Belajarlah hidup dengan selalu mengingat gambaran ini. Ini merupakan bagian<br />

dari cara kita melatih diri untuk memandang kebenaran. Visi kitalah yang<br />

membentuk diri kita, dan jika kita tidak memandang Kristus yang tinggal di<br />

dalam kita, berarti kita tidak mengizinkan-Nya hidup melalui kita. Malahan, kita<br />

seringkali menjalani hidup seakan-akan Dia sama sekali tidak dekat dengan kita.<br />

Kembangkanlah kesadaran bahwa Yesus sedang memandang melalui mata Anda,<br />

membimbing langkah kaki Anda, melayani lewat bibir dan tangan Anda, serta<br />

berbagi degup jantung-Nya dengan Anda. Maka, kuasa dan Hadirat-Nya akan<br />

semakin menjadi bagian dari pengalaman Anda.<br />

• • •<br />

Yesus, masuklah ke dalam diriku dan hiduplah melalui aku, sepenuh yang Engkau<br />

kehendaki. Biarlah aku sungguh-sungguh menjadi tangan, kaki, mata, dan<br />

mulut-Mu.


Januari<br />

14<br />

Karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan<br />

maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.<br />

Filipi 2:13<br />

Saya melewati masa-masa dalam hidup saya di mana saya berusaha menyalibkan<br />

setiap keinginan yang masuk dalam hati saya. Saya “memikul salib<br />

saya tiap hari” dan menyatakan hidup saya “sepenuhnya milik Dia dan bukan<br />

milik saya.” Masalahnya adalah jika Dia ada dalam saya, dan saya berusaha menyalibkan<br />

segala sesuatu dalam diri saya, maka seakan-akan ini adalah kehendak<br />

saya dan saya menyingkirkan kehendak Tuhan dalam diri saya. Sehingga kehendak<br />

saya yang terlaksana dan kehendak-Nya tidak terlaksana dalam diri saya.<br />

Jika kita semua dipenuhi oleh Hadirat Roh Kudus, maka Dia akan membangkitkan<br />

banyak mimpi yang ada dalam diri kita. Paulus meyakinkan kita bahwa<br />

Allah mengerjakan di dalam kita baik kemauan maupun pekerjaan menurut kesenangan-Nya<br />

(Filipi 2:13, terj. NKJV). Itu artinya Dia membentuk mimpi kita. Ketika<br />

kita memenuhi diri kita dengan Dia, dan kehendak-Nya, mimpi-Nya pun akan<br />

diimpartasikan pada kita. Dia membentuk hati dan pikiran kita dan memberi kita<br />

gambar tentang masa depan. Ketika kita berusaha menyalibkan semua keinginan<br />

kita, bisa saja kita ikut menyalibkan benih inspirasi yang Dia taruhkan dalam diri<br />

kita. Kita bisa saja sedang menghalangi rencana-Nya.<br />

Ya, memang kita harus peka. Tidak semua keinginan yang muncul dalam diri<br />

kita berasal dari Allah. Tapi banyak dari visi dan mimpi kita yang berakar dalam<br />

dan bertahan lama dilahirkan dari Roh-Nya. Karena visi dan mimpi itu ada dalam<br />

diri kita, kita lalu berpikir asalnya dari diri sendiri. Tapi kalau kita perhatikan lebih<br />

teliti, kita akan melihat bahwa visi dan mimpi itu seringkali sesuai dengan rencana<br />

Allah bagi kita. Sama seperti Hana, yang menginginkan seorang anak, Allah bisa<br />

mengabulkan mimpi kita dan mengubah sejarah suatu bangsa. Dia memenuhi<br />

kebutuhan kita untuk menggenapi rencana-Nya.<br />

Serahkan mimpi Anda pada-Nya. Curahkan isi hati Anda pada-Nya. Minta Dia<br />

menggenapi mimpi yang sudah Dia tanam dalam diri Anda. Ketika Hadirat-Nya<br />

menanamkan mimpi itu di sana, Dia akan merawatnya sampai mimpi itu tergenapi”<br />

• • •<br />

Tuhan, aku hanya mau kehendak-Mu, tapi Engkau telah menaruh kehendak-Mu<br />

dalamku. Biarlah aku bermimpi bersamamu dan melihat mimpi itu digenapi.


Januari<br />

15<br />

Taruhlah aku seperti meterai pada hatimu, seperti meterai pada lenganmu,<br />

karena cinta kuat seperti maut, kegairahan gigih seperti dunia orang mati,<br />

nyalanya adalah nyala api. Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta,<br />

sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya.<br />

Kidung Agung 8:6-7<br />

Hadirat dan hasrat berjalan beriringan. Kita bisa melihat dari Kitab Suci bahwa<br />

Allah menciptakan manusia agar dapat membagi kasih-Nya. Dan kita<br />

juga dapat melihat bahwa kasih-Nya pastilah sangat besar, sehingga Dia<br />

berkorban untuk membuktikan kasih-Nya. Hal ini menjelaskan keinginan-Nya<br />

akan hadirat dimotivasi oleh hasrat-Nya.<br />

Kasih yang diungkapkan dalam kitab Kidung Agung merupakan sepenggal<br />

hasrat Allah. Ya, itu adalah ekspresi dari dua manusia, tapi Tuhan tidak menciptakan<br />

kasih–atau apapun–yang tidak keluar dari hati-Nya sendiri atau yang tidak<br />

dapat Dia rasakan. Jika Dia menciptakan kapasitas bagi mereka yang diciptakan<br />

dalam gambar-Nya untuk merasakan intensitas kasih ini, tentu saja kasih ini tidak<br />

mungkin asing bagi-Nya. Dan karena Kidung Agung dalam banyak hal merupakan<br />

sebuah gambaran tentang asmara ilahi antara Allah dan umat-Nya, kitab ini<br />

menjadi ekspresi luar biasa dari motif di balik pengejaran tanpa henti yang Allah<br />

lakukan terhadap kita. Tidak ada yang bisa memadamkan kasih-Nya.<br />

Ayat-ayat ini mengungkapkan detak jantung-Nya yang menginginkan kehadiran<br />

kita, dan detak jantung ini lebih kuat dari apapun yang dapat kita bayangkan.<br />

Kasih-Nya menyala seperti api, membakar dengan hebatnya, dan mengatasi<br />

kematian. Jika kita pernah berpikir Hadirat Tuhan adalah hal yang biasa,<br />

kita keliru. Allah memiliki keinginan yang gigih untuk menyertai kita dan untuk<br />

membuat Hadirat-Nya nyata bagi mereka yang mencari-Nya. Dan mereka yang<br />

mencerminkan kasih Allah yang tak terbatas ini, setidaknya dalam ukuran terbatas,<br />

akan terhubung dengan ruang hati sejati mereka.<br />

• • •<br />

Tuhan, hasrat-Mu adalah penggerak alam semesta ini. Aku ingin mengalaminya,<br />

terhubung dengan hati-Mu, dan mengenal kuatnya Hadirat-Mu.


Januari<br />

16<br />

Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu.<br />

Kolose 3:15<br />

Saya dapat merasakan diri berputar tenggelam dalam pusaran dan tetap tak<br />

mampu menghentikan momentum itu. Rasa takut, keputusasaan, dan pikiran<br />

pahit berkecamuk dalam benak saya. Saya berusaha keras mengingatkan<br />

diri tentang kebenaran, namun kemudian pikiran saya terseret kembali ke dalam<br />

asumsi negatif, karena itu tampaknya lebih nyata. Saya terjebak–sampai saya berseru<br />

kepada Yesus dengan suara keras, mengangkat suara dalam penyembahan,<br />

dan menuntut kebenaran dengan kata-kata nyaring. Tak lama kemudian, pusaran<br />

itu pun lenyap.<br />

Pemikiran keruh itu bukan tanda dari Hadirat Allah. Berkubang dalam keputusasaan,<br />

rasa takut, dan kepahitan merupakan bukti bahwa kita tidak dipenuhi<br />

dengan pikiran Allah. Roh Kudus tidak memberikan “karunia” semacam itu kepada<br />

kita. Sebaliknya, Dia mengenyahkannya. Tatkala damai sejahtera Kristus menguasai<br />

hati kita, sikap semacam kecemasan dan kecil hati tidak akan bertahan.<br />

Sikap-sikap itu bertentangan dengan budaya Kerajaan-Nya. Hadirat Allah menganugerahkan<br />

damai sejahtera, jaminan, dan kekuatan kepada kita.<br />

Bagaimana Anda dapat merasakan damai sejahtera, jaminan, dan kekuatan itu<br />

bila pemikiran negatif berkecamuk dalam benak Anda? Bagaimana Anda dapat<br />

mengalami tanda Hadirat Allah bila Anda terjebak dalam hal lain? Mengakui<br />

bahwa pemikiran Anda tidak mencerminkan budaya Kerajaan Allah itu memang<br />

suatu permulaan, namun menggunakan suara Anda juga dapat membantu. Serukan<br />

nama sang Raja atau naikkan pujian penyembahan kepada-Nya, bahkan ketika<br />

penyembahan merupakan hal terakhir dalam benak Anda. Undanglah Hadirat<br />

Yesus, maka kegelapan itu pun melayang lenyap. Itu sebabnya ayat mengenai<br />

“damai Kristus” ini menginspirasi banyak himne dan kidung serta nyanyian rohani.<br />

Menyuarakan kebenaran dan penyembahan itu mengundang Hadirat Allah, dan<br />

Hadirat-Nya mengubah suasana.<br />

• • •<br />

Yesus, kiranya damai sejahtera-Mu menguasai hatiku. Saat pikiranku berputar<br />

tenggelam, angkatlah aku. Dengarkanlah seruanku, jawablah permohonanku,<br />

terimalah penyembahanku. Dan biarlah Hadirat-Mu mengubah hatiku.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!