22.07.2015 Views

o_19qpsdr7f142r1scc18231lav9ma.pdf

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Originally published in the U.S.A. under the title:<br />

No Wonder They Call Him The Savior<br />

Copyright © 1986, 2004 by Max Lucado<br />

Published by permission of Thomas Nelson Inc, Nashville, Tennesse<br />

Hak terjemahan Bahasa Indonesia ada pada :<br />

PT. VISI ANUGERAH INDONESIA<br />

Jalan Karasak Lama No.2 - Bandung 40235<br />

Telp : 022-522 5739<br />

Fax : 022-521 1854<br />

Email : visipress@visi-bookstore.com<br />

ISBN : 978-602-8073-39-4<br />

Cetakan pertama, Januari 2011<br />

Indonesian Edition © Visipress 2010<br />

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang<br />

Dilarang memperbanyak sebagian atau<br />

seluruh isi buku ini tanpa seizin Penerbit.<br />

Member of CBA Indonesia<br />

No : 05/PBL-BS/1108/CBA-Ina<br />

Member of IKAPI<br />

No : 185/JBA/2010


Daftar Isi<br />

Ucapan Terima Kasih 9<br />

Pendahuluan 11<br />

Bagian yang Terpenting 13<br />

B a g i a n 1<br />

S a l i b : K a t a - k a t a - N y a<br />

1. Kata-kata Terakhir, Tindakan-tindakan Terakhir 21<br />

2. Kata-kata yang Melukai 25<br />

3. Vigilante Membalas Dendam 29<br />

4. Kisah Penjahat yang Disalib 35<br />

5. Meninggalkan Itu Mengasihi 43<br />

6. Jeritan Orang Kesepian 47<br />

7. Aku Haus 55<br />

8. Belas Kasihan Kreatif 59<br />

9. Sudah Selesai 65<br />

10. Bawa Aku Pulang 71<br />

B a g i a n 2<br />

S a l i b : S a k s i - s a k s i - N y a<br />

11. Siapa Bisa Percaya? 75<br />

12. Wajah-wajah Dalam Kerumunan 79


13. Ya. . . Hampir Saja 83<br />

14. Sepuluh Orang yang Lari 89<br />

15. Dia yang Tinggal 95<br />

16. Bukit Penyesalan 99<br />

17. Injil Kesempatan Kedua 103<br />

18. Sediakanlah Tempat Bagi Yang Ajaib 107<br />

19. Lilin Dalam Gua 111<br />

20. Pembawa Berita Miniatur 115<br />

B a g i a n 3<br />

S a l i b : H i k m a t - N y a<br />

21. Hidup! 121<br />

22. Tangan Terbuka 125<br />

23. Penjaja Jalanan Bernama Kepuasan Hati 129<br />

24. Dekat Salib - Tetapi Jauh Dari Kristus 133<br />

25. Kabut Hati yang Hancur 137<br />

26. Pao, Senhor? 143<br />

27. Anak Anjing, Kupu-kupu Dan Juru Selamat 145<br />

28. Kesaksian Allah 151<br />

29. Keputusan-keputusan Dinamit 157<br />

30. Apa Harapanmu? 163<br />

31. Pulanglah! 167<br />

32. Ketidakkonsistenan yang Konsisten 171<br />

33. Raungan 175<br />

Panduan Perenungan untuk Pembaca 181


Ucapan Terima Kasih<br />

Ucapan terima kasih dengan penuh kehangatan kepada:<br />

Dr. Tom Olbricht karena menunjukkan kepada saya apa yang<br />

penting.<br />

Dr. Carl Brecheen untuk benih yang ditanam dalam hati yang<br />

rindu mencari.<br />

Jim Hackney untuk pengertian yang mendalam mengenai penderitaan<br />

sang Guru.<br />

Janine, Sue, Doris, dan Paul untuk pengetikan serta doronganmu<br />

Bob dan Elsie Forcum karena kemitraan Anda dalam Injil.<br />

Randy Mayeux dan Jim Woodroof untuk komentarmu yang<br />

membangun dan dorongan dalam persaudaraan.<br />

Liz Heaney untuk keterampilan menyunting yang cermat serta<br />

kreativitas Anda.<br />

Multnomah Press, penerbit awal dari buku ini terima kasih untuk<br />

memberi kesempatan kepada saya saat masih menjadi penulis<br />

muda.<br />

Dan terlebih dari semuanya, kepada Yesus Kristus terimalah ungkapan<br />

syukur ini.<br />

9


Pendahuluan<br />

Orang Brasil mengajarkan kepadaku tentang indahnya suatu<br />

berkat. Berikut satu kejadian di Brasil yang ribuan kali terjadi setiap<br />

harinya...<br />

Di suatu pagi hari. Saatnya untuk Marcos pergi ke sekolah. Saat<br />

ia sedang mengumpulkan seluruh buku-buku sekolahnya dan bersiap<br />

menuju pintu keluar rumahnya, ia berhenti sejenak di samping kursi<br />

tempat ayahnya duduk. Dia memandang wajah ayahnya dan bertanya<br />

“Ben o, Pai?” (Berkati aku, Ayah?)<br />

Ayahnya mengangkat tangannya. “Deus te aben oe, meu filho”, ia<br />

mengucapkannya dengan yakin. (Tuhan memberkati engkau, Nak)<br />

Marcos tersenyum dan segera keluar rumah.<br />

Kejadian ini datang ke dalam pikiranku saat saya sedang memikirkan<br />

tentang diterbitkannya kembali buku No Wonder They<br />

Call Him The Savior. Saya menulis buku ini di Brasil. Tahun-tahun<br />

selama di Rio de Jainero melahirkan banyak pemikiran-pemikiran<br />

dari buku ini. Gereja muda yang saya layani (kami muda saat itu)<br />

dan kerinduan mereka akan salibNya (kamu juga rindu). Banyak dari<br />

pesan-pesan kami berpusat pada The Savior—Sang Juru Selamat.<br />

Biarlah Tuhan memberkati Anda saat Anda membaca buku ini.<br />

Seperti anak-anak Brasil mencari berkat dari ayahnya, biarlah Anda<br />

juga mencari berkatNya. Anda tau, Dia tentu akan memberikan. Dia<br />

selalu memberikannya. Itulah sebabnya kita memanggilnya Sang Juru<br />

Selamat.<br />

Max Lucado<br />

11


Bagian yang Terpenting<br />

Saya cuma mau tahu apa yang penting.” Dengan aksen Irlandia<br />

kental dan mata yang dalam dan pekat. Kata-kata yang tulus<br />

ikhlas. “Jangan bicara kepada saya tentang agama, fase itu sudah saya<br />

lalui. Dan jangan singgung-singgung soal teologia. Saya punya gelar<br />

dalam bidang itu. Langsung ke hal yang pokok saja, oke? Saya mau<br />

tahu apa yang penting.”<br />

Namanya Ian. Mahasiswa universitas Kanada yang sedang saya<br />

kunjungi saat itu. Melalui serentetan peristiwa, ia mengetahui bahwa<br />

saya Kristen dan saya mendapatkan bahwa ia mau menjadi Kristen<br />

tetapi merasa kecewa.<br />

“Saya dibesarkan dalam lingkungan gereja,” jelasnya. “Saya<br />

bermaksud terlibat dalam pelayanan. Saya sudah mengambil semua<br />

mata kuliah: teologia, bahasa-bahasa, penafsiran Alkitab. Tetapi saya<br />

berhenti. Ada sesuatu yang tidak masuk di akal.”<br />

“Jawabannya memang ada di sana. Tetapi entah di mana,” katanya<br />

serius. “Yah, menurut saya sih, ada.”<br />

Saya menengadah dari kopiku sementara dia mulai mengaduk<br />

kopinya. Lalu dia menyimpulkan frustrasinya dengan mengajukan<br />

satu pertanyaan.<br />

“Apa sebenarnya yang penting? Apa yang harus diperhitungkan?<br />

Coba katakan. Lupakan saja basa-basinya. Langsung pada intinya saja.<br />

Coba beritahukan bagian mana yang penting.”<br />

Bagian yang penting.<br />

13


P a n t a s I a d i s e b u t S a n g J u r u S e l a m a t<br />

Lama sekali saya memandang Ian, pertanyaannya seperti masih<br />

melayang di udara. Seharusnya bagaimana jawabanku? Apa yang<br />

seharusnya dapat kukatakan? Saya dapat menceritakan tentang gereja<br />

kepadanya, atau jawaban doktrinal, atau membacakan sesuatu yang<br />

klasik seperti Mazmur 23, “Tuhan adalah gembalaku . . .” Tetapi,<br />

semuanya terasa begitu sempit. Barangkali pemikiran tentang seks<br />

atau berdoa, atau Hukum Kasih. Tidak, Ian menginginkan suatu<br />

harta terpendam—bagian yang terbaik.<br />

Berhenti dulu sejenak dan cobalah memahami perasaan Ian.<br />

Anda dengar pertanyaannya? Anda merasakan frustrasinya? “Jangan<br />

ngoceh tentang agama,” katanya. “Berilah apa yang penting.”<br />

Lalu, apa yang penting?<br />

Dalam Alkitabmu yang berisi lebih dari ribuan halaman, apa<br />

yang penting? Di antara sekian banyak petunjuk dan larangan, apa<br />

sebenarnya menjadi yang pokok? Apa yang tidak dapat dibuang?<br />

Perjanjian Lama? Atau Perjanjian Baru? Kasih karunia? Baptisan?<br />

Apa yang akan Anda jawab kepada Ian? Apakah Anda akan<br />

berbicara tentang kejahatan dunia atau keunggulan sorga? Apakah<br />

Anda akan mengutip Yohanes 3:16, atau Kisah Para Rasul 2:38, atau<br />

barangkali 1 Korintus 13?<br />

Apa sebenarnya yang penting?<br />

Mungkin Anda sudah menggumuli pertanyaan ini. Mungkin<br />

Anda sudah ikut aktif beragama dan beriman, namun toh Anda<br />

merasakan seolah-olah hanya menemukan sumur yang kering.<br />

Doa terasa hampa. Tujuan hidup terasa tak mungkin terpikirkan.<br />

Kekristenan menjadi seperti catatan sederetan puncak-puncak yang<br />

tinggi dan lembah-lembah yang dalam, serta nada-nada palsu belaka.<br />

Apakah cuma ini saja? Ke gereja pada hari Minggu. Lagu-lagu<br />

yang merdu. Menyumbang perpuluhan dengan setia. Salib-salib dari<br />

emas. Pakaian rapi. Paduan suara yang besar. Alkitab bersampul kulit.<br />

Memang manis sekali, tetapi... dimana hati kita?<br />

14


B a g i a n Y a n g T e r p e n t i n g<br />

Saya aduk kopi saya. Ian juga mengaduk kopinya. Saya tidak<br />

punya jawaban. Semua ayat yang sudah kuhafal dengan setia rupanya<br />

kurang cocok. Semua jawaban yang disediakan siap pakai sepertinya<br />

terlalu lemah.<br />

Tetapi sekarang, bertahun-tahun kemudian, kutahu apa yang<br />

harus kubagi bersama dia.<br />

Coba simak kata-kata Paulus dalam 1 Korintus 15.<br />

Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu<br />

apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati<br />

karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci.<br />

“Yang sangat penting” katanya.<br />

Bacalah terus:<br />

Bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan,<br />

pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci; bahwa Ia telah<br />

menampakkan diri kepada Kefas dan kemudian kepada kedua<br />

belas murid-Nya. 1<br />

Itulah jawabannya. Hampir-hampir terlalu sederhana. Yesus<br />

dibunuh, dikuburkan, dan bangkit. Anda heran? Bagian yang<br />

terpenting adalah salib. Tidak lebih, tidak kurang.<br />

Salib.<br />

Salib itu terpampang di atas garis sejarah seperti intan yang<br />

menarik perhatian kita. Kesedihannya memanggil orang-orang yang<br />

menderita. Kemustahilannya menarik perhatian orang-orang sinis.<br />

Harapan yang terpancar daripadanya menarik semua yang mencari.<br />

Dan menurut Paulus, salib itulah yang penting.<br />

Bukan main, sebatang kayu yang istimewa! Sejarah telah<br />

1 1 Korintus 15:3-5<br />

15


P a n t a s I a d i s e b u t S a n g J u r u S e l a m a t<br />

memujanya, memandangnya rendah, dengan memberinya lapisan<br />

emas, membakarnya, orang telah memakainya dan menjadikannya<br />

sampah. Sejarah telah membuat apa saja terhadapnya, tapi<br />

mengabaikannya.<br />

Itulah satu-satunya pilihan yang tidak ditawarkan oleh salib<br />

Tidak ada yang dapat menganggapnya tidak ada! Orang tidak<br />

dapat mengabaikan sebatang kayu yang menawarkan klaim 2 paling<br />

hebat dalam sejarah. Tukang kayu yang mengklaim bahwa Ia adalah<br />

Tuhan yang datang ke dunia? Ilahi? Kekal? Penakluk maut?<br />

Tidak mengherankan bahwa Paulus menyebutnya “inti dari<br />

Injil.” Kesimpulannya membuat kita berpikir serius: kalau cerita itu<br />

benar, maka seluruh sejarah bergantung padanya. Titik. Kalau tidak<br />

benar, maka ia merupakan cerita sejarah paling konyol.<br />

Itu sebabnya salib merupakan yang terpenting. Itu sebabnya, jika<br />

saya harus minum kopi lagi dengan Ian, saya akan beritahukan dia<br />

tentang salib itu. Saya akan ceritakan tentang hari di bulan April yang<br />

banyak angin. Hari ketika kerajaan maut dikalahkan dan harapan<br />

mendapat tempat lagi. Saya akan ceritakan tentang Petrus yang jatuh<br />

terjerembab, tentang Pilatus yang ragu-ragu, dan kesetiaan Yohanes.<br />

Kita akan membaca tentang taman keputusan yang penuh kabut<br />

dan semarak ruangan kebangkitan. Kita akan membicarakan katakata<br />

terakhir yang diucapkan dengan sengaja oleh Mesias yang penuh<br />

pengorbanan.<br />

Dan akhirnya, kita akan berbicara tentang Mesias sendiri. Orang<br />

Yahudi dari golongan buruh yang klaimnya mengubah dunia dan<br />

yang janjinya tidak pernah ada tandingannya.<br />

Tidak heran mereka menyebutnya Sang Juru Selamat.<br />

Saya bertanya-tanya, mungkin ada beberapa di antara pembaca<br />

buku saya yang mempunyai pertanyaan-pertanyaan yang sama seperti<br />

Ian. Oh ya, salib itu bukan cerita baru bagi Anda. Anda sudah<br />

2 Pernyataan tentang sesuatu fakta atau kebenaran.<br />

16


B a g i a n Y a n g T e r p e n t i n g<br />

melihatnya, memakainya. Anda sudah merenungkannya, sudah<br />

membaca tentangnya. Bahkan, barangkali Anda juga sudah berdoa<br />

kepadanya. Tetapi, apakah Anda mengenalnya?<br />

Setiap penelaahan dari klaim Kristen pada dasarnya menjadi<br />

penelaahan dari salib. Tindakan menerima atau menolak Kristus tanpa<br />

penyelidikan saksama dari Kalvari sama saja seperti memutuskan<br />

membeli suatu mobil tanpa memeriksa keadaan mesinnya. Beriman<br />

tanpa mengenal salib sama saja seperti memiliki Mercedes tanpa<br />

mesin. Bagian luarnya indah, tetapi di mana tenagamu?<br />

Tolonglah! Ambilkan secangkir kopi bagimu. Duduklah dengan<br />

nyaman dan berikan saya satu jam dari waktumu. Mari tataplah salib<br />

itu baik-baik bersama saya. Mari kita teliti satu jam ini dalam sejarah,<br />

Kita akan melihat para saksi. Kita akan dengarkan suara-suara. Kita<br />

akan memandang beberapa muka. Dan terlebih dari itu semua, kita<br />

akan amati Dia yang disebut Sang Juru Selamat. Maka kita akan<br />

melihat bagian mana yang benar-benar paling penting.<br />

17


B a g i a n - 1<br />

S a l i b: K a t a-k a t a-Ny a


1<br />

Kata-kata Terakhir<br />

Tindakan-Tindakan Terakhir<br />

Baru-baru ini dalam perjalanan pulang ke kota asalku, saya meluangkan<br />

waktu untuk melihat sebuah pohon. Ayahku menyebutnya<br />

“Pohon oak yang hidup” (dengan tekanan pada kata “hidup”).<br />

Sebenarnya pohon itu masih muda, demikian rampingnya sehingga<br />

saya bisa memeluk batangnya dan menyentuh jari tengah dengan ibu<br />

jariku. Angin Texas Barat di musim gugur menghamburkan daundaun<br />

yang jatuh dan saya terpaksa menutup ritsleting mantelku sampai<br />

ke atas. Tidak ada tandingannya dari angin dingin dari padang<br />

rumput, apalagi di kuburan.<br />

“Pohon khusus,” saya berkata pada diriku, “dengan tugas yang<br />

khusus.” Saya melihat-lihat sekelilingku. Banyak sekali pohon elm di<br />

sana, tetapi tidak ada pohon oak. Tanah itu dipenuhi batu-batu nisan,<br />

tetapi tidak ada pohon. Hanya satu pohon oak ini. Pohon khusus<br />

untuk orang yang khusus.<br />

Kira-kira tiga tahun lalu, ayahku menyadari bahwa otot-ototnya<br />

mulai melemas. Dimulai pada tangannya. Kemudian pada betisnya.<br />

Lalu lengannya menjadi agak kurus.<br />

Ia menceritakan kondisinya kepada iparku yang adalah seorang<br />

dokter. Iparku kaget dan menyuruh ayah ke dokter spesialis. Dokter<br />

spesialis itu melakukan pemeriksaan yang lama—darah, syaraf, otototot—lalu<br />

menarik kesimpulan. Penyakit Lou Gehrig. Penyakit me-<br />

21


P a n t a s I a d i s e b u t S a n g J u r u S e l a m a t<br />

lumpuhkan yang hebat. Tidak ada yang tahu penyebab atau obatnya.<br />

Hanya satu hal yang pasti, keganasan dan kecermatannya.<br />

Saya melihat pada sebidang tanah itu yang kelak akan menutupi<br />

tubuh ayahku. Ia selalu menginginkan dikubur di bawah pohon oak,<br />

sehingga ia membeli pohon itu. “Pesanan khusus dari lembah,” ayah<br />

menyombong. “Saya terpaksa minta izin khusus dari dewan kota untuk<br />

menanamnya di situ.” (Hal ini tidak sulit dilakukan di kota minyak<br />

penuh debu ini, di mana semua orang mengenal semua orang.)<br />

Kerongkonganku terasa makin tersumbat. Orang yang kurang<br />

berjiwa besar akan merasa marah. Orang lain mungkin menyerah.<br />

Tapi tidak demikian ayahku. Ia tahu hari-harinya di dunia ini tak<br />

lama lagi, jadi ia mulai menyelesaikan segala urusannya.<br />

Pohon itu hanya satu di antara persiapan-persiapan yang ia buat.<br />

Ia memperbaiki rumah untuk ibu dengan memasang sistem pemancaran<br />

air, pembuka pintu garasi dan mengecat kusen rumah. Surat<br />

wasiatnya ditinjau lagi. Ia memeriksa polis asuransi dan polis hari<br />

tua. Ia membeli saham untuk pembiayaan pendidikan cucu-cucunya.<br />

Ia merencanakan upacara penguburannya. Ia membeli tanah kuburan<br />

untuk ia dan ibu. Ia menyiapkan anak-anaknya dengan kata-kata yang<br />

menguatkan hati serta surat penuh kasih. Dan yang terakhir, ia membeli<br />

pohon itu. Pohon oak yang hidup. (Diucapkan dengan tekanan<br />

pada kata “hidup.”)<br />

Tindakan-tindakan terakhir. Waktu-waktu terakhir. Kata-kata<br />

terakhir.<br />

Mereka mencerminkan hidup yang dihayati dengan baik. Sama<br />

juga dengan kata-kata terakhir Sang Guru. Di saat-saat sebelum kematian,<br />

Yesus juga membereskan rumahnya:<br />

Doa terakhir mohon pengampunan.<br />

Permohonan yang dikabulkan.<br />

Permintaan penuh kasih.<br />

22


1 I K a t a - k a t a T e r a k h i r T i n d a k a n - t i n d a k a n T e r a k h i r<br />

Soal penderitaan.<br />

Pengakuan akan kemanusiaan.<br />

Seruan pelepasan.<br />

Pekik penyelesaian.<br />

Kata-kata yang kebetulan diucapkan seorang martir? Tidak. Katakata<br />

bermaksud, yang dilukiskan pada kanvas pengorbanan oleh Penyelamat<br />

Ilahi.<br />

Kata-kata terakhir. Tindakan-tindakan terakhir. Masing-masing<br />

menjadi jendela dan melalui jendela itu kita akan lebih mengerti<br />

tentang salib. Masing-masing menuju kepada kekayaan janji-janji.<br />

“Jadi dari situ ayah mendapat pengetahuannya,” saya menyuarakan<br />

pikiranku seolah-olah sedang berbicara kepada ayah. Saya tersenyum<br />

sendiri sambil berpikir, “Memang lebih mudah meninggal seperti Yesus<br />

kalau orang menghayati seluruh hidupnya seperti Dia.”<br />

Jam-jam terakhir sudah mulai berlalu. Nyala lembut lilin ayah<br />

melemah dan menjadi semakin lemah. Ia berbaring dengan tenang.<br />

Tubuhnya dalam proses meninggal, tetapi semangatnya masih hidup.<br />

Ia tidak dapat turun lagi dari tempat tidur. Ia memilih untuk melewatkan<br />

hari-hari terakhirnya di rumah. Tidak akan lama lagi. Angin<br />

kematian akan menghembus kedipan nyala lilin dan akhirnya akan<br />

padam.<br />

Sekali lagi kupandang pohon oak yang ramping itu. Saya menyentuh<br />

pohon itu seolah-olah ia telah mendengar pikiranku. “Tumbuhlah,”<br />

saya berbisik. “Bertumbuhlah dengan tegar. Jadilah tinggi.<br />

Milikmu adalah harta yang berharga.”<br />

Ketika mengendarai mobil pulang melalui ladang-ladang minyak<br />

yang bertebaran di jalanan pulang, saya masih saja berpikir tentang<br />

pohon itu. Sekalipun masih lemah, puluhan tahun mendatang ia akan<br />

bertumbuh kekar. Sekalipun sekarang masih ramping, di tahun-tahun<br />

mendatang ia akan menjadi makin besar dan kuat. Tahun-tahunnya<br />

yang terakhir akan merupakan tahun-tahun terbaik. Seperti halnya<br />

23


P a n t a s I a d i s e b u t S a n g J u r u S e l a m a t<br />

dengan ayah. Seperti juga dengan Guruku. “Jauh lebih mudah mati<br />

seperti Yesus kalau kita sepanjang umur hidup seperti Yesus.”<br />

“Bertumbuhlah, pohon muda.” Mataku berkaca-kaca. “Berdirilah<br />

tegar. Milikmu adalah harta yang berharga.”<br />

Ayah bangun ketika saya pulang. Saya mencondongkan badan<br />

kepadanya di tempat tidur. “Saya pergi melihat pohon itu,” kukatakan<br />

kepadanya. “Ia masih tumbuh dengan baik.”<br />

Ayah tersenyum.<br />

24


2<br />

Kata-kata yang Melukai<br />

“Bapa, ampunilah mereka.” Lukas 23:34<br />

Dialog Jumat pagi itu pahit sekali.<br />

Dari pihak penonton, “Turunlah dari salib itu jikalau Engkau<br />

Anak Allah!”<br />

Dari pcmimpin-pemimpin agama, “Orang lain la selamatkan,<br />

tapi Ia tidak bisa menyelamatkan diri-Nya sendiri.”<br />

Dari prajurit-prajurit, “Jika Engkau adalah raja orang Yahudi,<br />

selamatkanlah diri-Mu.”<br />

Kata-kata yang pahit. Sindiran yang kecut. Penuh kebencian.<br />

Kurang ajar. Belum cukupkah bahwa Ia disalibkan? Belum cukupkah<br />

bahwa Ia dipermalukan sebagai seorang penjahat? Apakah paku-paku<br />

itu belum cukup juga? Mahkota berduri itu terlalu lunak? Atau cambukan<br />

yang menghajar diri-Nya kurang lama?<br />

Bagi sejumlah orang memang begitu rupanya.<br />

Petrus, seorang penulis yang tidak biasa menggunakan kata-kata<br />

kerja yang deskriptif 1 , mengatakan bahwa orang-orang yang lewat<br />

“melontarkan” penghinaan terhadap Kristus yang disalibkan. 2 Mereka<br />

tidak hanya berteriak atau berbicara. Mereka “melontarkan” batu-batu<br />

verbal 3 . Mereka memang bermaksud untuk menyakiti. “Kita sudah<br />

mematahkan tubuhNya. Sekarang, ayo kita patahkan semangatNya!”<br />

1 Deskriptif: bersifat menggambarkan apa adanya<br />

2 1 Petrus 2:23<br />

3 Verbal: secara lisan (bukan tertulis)<br />

25


P a n t a s I a d i s e b u t S a n g J u r u S e l a m a t<br />

Lalu mereka memasang busur rasa membenarkan diri sendiri dan<br />

membidik panah-panah kepedihan penuh racun.<br />

Dari beberapa kejadian yang terjadi di sekitar salib, inilah yang<br />

membuat saya sangat marah. Manusia-manusia apa itu, saya bertanya<br />

pada diriku, yang tega mengejek orang yang sekarat? Siapa yang begitu<br />

keji, sehingga mau membubuhi garam cemoohan pada luka-luka<br />

yang terbuka? Bukan main rendahnya dan sesat untuk mengolok-olok<br />

orang yang kesakitan. Siapa mau mempermainkan orang yang duduk<br />

di kursi listrik? Atau siapa yang mau menunjuk dan menertawakan<br />

penjahat yang sudah diberi tali gantung di lehernya?<br />

Anda akan yakin bahwa kemerosotan moral ini disebabkan oleh<br />

pekerjaan Iblis dan setan-setannya.<br />

Lalu penjahat di salib yang kedua menyerang.<br />

“Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkan diri-Mu dan<br />

kami!”<br />

Kata-kata yang dilontarkan hari itu dimaksudkan untuk menyakiti.<br />

Dan tidak ada yang lebih sakit dari kata-kata yang dimaksudkan<br />

untuk melukai hati. Itulah sebabnya Yakobus menyebut lidah itu<br />

seperti api. Luka-luka bakar yang disebabkan oleh lidah sama-sama<br />

merusak dan membahayakan seperti luka-luka obor las.<br />

Akan tetapi, semua ini bukan hal baru bagi Anda. Pasti Anda<br />

juga pernah mengalami hal serupa. Pernah merasakan ejekan yang<br />

dimaksudkan untuk melukai perasaanmu. Bahkan mungkin saat ini<br />

Anda masih merasakannya. Seorang yang Anda kasihi dan hormati<br />

membanting Anda dengan cercaan atau kata-kata yang tidak sengaja<br />

terucap. Dan Anda tergeletak di lantai, terluka. Mungkin kata-kata itu<br />

dimaksudkan untuk melukai Anda, mungkin juga tidak; tapi bukan<br />

itu masalahnya. Luka Anda begitu dalam. Anda terluka di dalam.<br />

Hati yang patah, harga diri yang terluka, perasaan tersinggung.<br />

Atau mungkin luka Anda sudah lama. Sekalipun panahnya sudah<br />

lama dicabut, tetapi ujungnya masih juga membekas... tersembu-<br />

26

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!