13.07.2015 Views

Modul Pelatihan Kader Dasar XXIV - pmii komisariat brawijaya

Modul Pelatihan Kader Dasar XXIV - pmii komisariat brawijaya

Modul Pelatihan Kader Dasar XXIV - pmii komisariat brawijaya

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

1. A. Khalid Mawardi (Jakarta)2. M. Said Budairy (Jakarta)3. M. Sobich Ubaid (Jakarta)4. Makmun Syukri (Bandung)5. Hilman (Bandung)6. Ismail Makki (Yogyakarta)7. Munsif Nakhrowi (Yogyakarta)8. Nuril Huda Suaidi (Surakarta)9. Laily Mansyur (Surakarta)10. Abd. Wahhab Jaelani (Semarang)11. Hizbulloh Huda (Surabaya)12. M. Kholid Narbuko (Malang)13. Ahmad Hussein (Makassar)Keputusan lainnya adalah tiga mahasiswa yaitu HizbullohHuda, M. Said Budairy, dan Makmun Syukri untuk sowan ke KetuaUmum PBNU kala itu, KH. Idham Kholid.Bertepatan dengan itu, Ketua Umum PBNU, KH. IdhamCholid, memberikan lampu hijau (green light). Bahkan KH. IdhamCholid membakar semangat pula agar mahasiswa NU menjadi kaderpartai, menjadi mahasiswa yang berprinsip ilmu untuk diamalkan,bukan ilmu untuk ilmu.Selanjutnya pada tanggal 14-16 April 1960 diakanmusyawarah Mahasiswa NU di sekolah Mualimat NU (1954-1960)yang sekarang bernama Yayasan Khadijah Surabaya. Adapun hasildari musyawarah tersebut ialah; 1. Disepakati berdirinya organisasiMahasiswa NU yang bernama Pergerakan Mahasiswa IslamIndonesia, 2. PMII merupakan lanjutan dari departemen PerguruanTinggi IPNU-IPPNU (Wildy Sulthon Baidlowi, PC PMII SurabayaOnline), 3. Menyatakan bahwa PMII lahir pada tanggal 17 April1960, 4. Membentuk tiga orang formatur yaitu H. Mahbub Djunaidisebagai Ketua Umum, A. Cholid Mawardi sebagai Ketua I, dan M.Said Budairy sebagai Sekretaris Umum PB PMII Pertama.Selanjutnya susunan pengurus pusat PMII periode pertama ini baruterbentuk pada bulan Mei 1960 lewat kandungan DepartemenPerguruan Tinggi IPNU. Dan bayi yang baru lahir itu diberi nama“Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia” (PMII).Dengan demikian, ide dasar bendirinya PMII adalah murnidari anak-anak muda NU sendiri. Selanjutnya, harus bernaung dibawah panji NU, itu bukan berarti sekedar pertimbangan praktis4


temporal, misalnya karena kondisi politik saat itu yang nyarismenciptakan iklim dependensi sebagai suatu kemutlakan. Lebih dariitu, keterikatan PMII pada NU memang sudah terbentuk danmemang sengaja dibangun atas dasar kesamaan nilai, kultur, akidah,cita-cita, bahkan pola berpikir, bertindak, dan berperilaku.B. PMII Dalam MaknaMengenai makna PMII sendiri mulai dari kata“PERGERAKAN”. Makna kata tersebut bagi PMII melambangkandinamika dari hamba (makhluk) yang senantiasa bergerak menujutujuan idealnya memberikan rahmat bagi alam sekitarnya. Adalah,bahwa mahasiswa merupakan insan yang sadar untuk membina danmengembangkan potensi ke-Tuhanan dan kemanusiaan, agar gerakdinamika menuju tujuannya selalu berada di dalam kualitas tinggiyang mempunyai identitas dan eksistensi diri sebagai Kholifah filArdh. Dalam konteks individual, komunitas, maupun organisasi,kiprah PMII harus senantiasa mencerminkan pergerakannya menujukondisi yang lebih baik sebagai perwujudan tanggung jawabmemberikan rahmat pada lingkungannya.“MAHASISWA” yang terkandung dalam PMII menunjukpada golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruantinggi yang mempunyai kebebasan dalam berpikir, bersikap, danbertindak kritis terhadap kemapanan struktur yang menindas. Disamping itu, mahasiswa ala PMII adalah sebagai insan religius,insan akademik, insan social, dan insan mandiri.“ISLAM” adalah Islam sebagai agama pembebas atasketimpangan sistem yang ada terhadap fenomena realitas sosialdengan paradigma Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yang melihat ajaranagama Islam dengan konsep pendekatan yang proporsional antaraIman, Islam, dan Ihsan. Hal ini tercermin dalam pola pikir danperilaku yang selektif, akomodatif, dan integratif.“INDONESIA” adalah masyarakat, bangsa, dan negaraIndonesia yang mempunyai falsafah, ideologi bangsa (Pancasila)dan UUD ‘45 dengan kesadaran akan keutuhan bangsa sertamempunyai kesadaran berwawasan nusantara.C. Formulasi dan Orientasi Gerakan PMIIPMII pada awal terbentuknya merupakan gerakanunderbow NU baik secara struktural atau secara fungsionalnya.5


"Kamu sekalian adalah sebaik-baik ummat yang dititahkan kepadamanusia untuk memerintahkan kebaikan dan mencegah perbuatanyang mungkar".Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia insaf dan yakinserta bertanggung jawab terhadap masa depan kehidupan bangsayang sejahtera selaku penerus perjuangan dalam rangka mengisikemerdekaan Indonesia dengan pembangunan material dan spritual,bertekad untuk mempersiapkan dan mengembangkan diri dengansebaik-baiknya.Bahwa pembangunan dan pembaharuan mutlak diperlukaninsan-insan Indonesia yang memiliki pribadi luhur, taqwa kepadaAllah, berilmu dan cakap serta tanggung jawab dalam mengamalkanilmu pengetahuan.Bahwa Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia selakugenerasi muda Indonesia, sadar akan peranannya untuk ikut sertabertanggung jawab bagi berhasilnya pembangunan yang dapatdinikmati secara merata oleh seluruh rakyat.Bahwa perjuangan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesiayang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan idealisme sesuaidengan jiwa Deklarasi Tawangu menurut perkembangannyamerupakan sifat-sifat kreatif, keterbukaan dalam sikap danpembinaan rasa bertanggung jawab.Berdasarkan petimbangan di atas, maka PergerakanMahasiswa Islam Indonesia memohon rahmat Allah Swt., dengan inimenyatakan diri sebagai Organisasi ”independen” yang tidak terikattindakannya kepada siapapun dan hanya komitmen denganperjuangan nasional yang berlandaskan Pancasila.Tim Perumus Deklarasi Murnajati1. Umar Basalim (Jakarta)2. Madjidi Syah (Bandung)3. Slamet Efendi Yusuf (Yogyakarta)4. Man Muhammad Iskandar (Bandung)5. Choirunnisa Yafzham (Medan)6. Tatik Farichah (Surabaya)7. Rahman Idrus8. Muis Kabri (Malang)Musyawarah Besar PMII Ke-2 di Murnajati Malang Jawa Timurtanggal 14 Juli 19727


E. Isi Penegasan CibogoBismillāhirrahmānirrahīmPenegasan CibogoBahwa INDEPENDENSI Pergerakan Mahasiswa IslamIndonesia merupakan sikap organisasi menjadi ketetapan Kongres VTahun 1973 sebagai pengukuan terhadap Deklarasi MURNAJATI diMubes III, 14 juli 1972 di Murnajati Malang Jawa Timur.Bahwa INDEPENDENSI Pergerakan Mahasiswa IslamIndonesia merupakan manifestasi dari kesadaran organisasi terhadaptuntutan kemandirian, kepeloporan, kebebasan berpikir, danberkreasi, serta bertanggung jawab sebagai kader, ummat danbangsa.Bahwa ”independensi” Pergerakan Mahasiswa IslamIndonesia merupakan upaya merespon pembangunan dan modernitasbangsa, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai etik dan moral sertaidealisme yang dijiwai oleh ajaran Islam ala Ahlussunnah walJama'ah.Berdasarkan pertimbangan di atas, maka PergerakanMahasiswa Islam Indonesia periode 1989-1990, setelah melakukankajian kritis dan dengan memohon rahmat Allah SWT. menegaskankembali bahwa Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia adalahorganisasi independen yang tidak terikat dalam sikap dantindakannya kepada siapapun dan hanya komitmen denganperjuangan organisasi dan cita-cita perjuangan nasional yangberlandaskan Pancasila, dan terus mengaktualisasikan dalam hidupberorganisasi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.Wallāhul-muwaffiq ilā Aqwāmith-thāriqMedan, Rapat Pleno IV PB PMII, Cibogo 8 Oktober 1989F. Manifest Independen Pergerakan Mahasiswa IslamIndonesiaBismillāhirrahmānirrahīm8


Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia insaf dan yakinserta bertanggung jawab terhadap masa depan kehidupan bangsayang sejahtera, selaku penerus perjuangan dalam rangka mengisikemerdekaan Indonesia dengan pembangunan material danspritual, bertekad untuk mempersiapkan dan mengembangkan diridengan sebaik-baiknya.Bahwa pembangunan dan pembaharuanmutlak diperlukan insan-insan Indonesia yang memiliki pribadiluhur, taqwa kepada Allah, berilmu dan cakap serta tanggungjawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuan.Bahwa Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia selakugenerasi muda Indonesia, sadar akan peranannya untuk ikut sertabertanggung jawab bagi berhasilnya pembangunan yang dapatdinikmati secara merata oleh seluruh rakyat.Bahwa pada dasarnya pengisian kemerdekaan adalahdidukung oleh kemampuan intelektual manusiawi dengansosialisasi ilmu ke sikap kultural guna mengangkat martabat danderajat bangsa.Bahwa pada hakekatnya ”independensi”sebagaimana telah dideklarasiakan di MURNAJATI adalahmerupakan manifestasi keadaan Pergerakan Mahasiswa IslamIndonesia yang meyakini sepenuhnya terhadap tuntutan-tuntutanketerbukaan sikap, kebebasan berpikir dan pembangunankreativitas yang dijiwai oleh nilai-nilai ajaran Islam.Bahwa ”independensi” Pergerakan Mahasiswa IslamIndonesia dimaksudkan dalam mendinamisasi danmengembangkan potensi kultural yang bersumber dari nilai-nilaiajaran Islam untuk terbentuknya pribadi luhur dan bertaqwa kepadaAllah, berilmu dan cakap serta bertanggung jawab dalamperjuangan nasional berdasarkan Pancasila.Bahwa dengan”independensi” Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, tersediaadanya kemungkinan-kemungkinan alternatif yang lebih lengkaplagi bagi cita-cita perjuangan organisasi yang berlandaskan Islamdan berhaluan Ahlussunnah Wal Jama'ah.Medan, Kongres V PMIICiloto Jawa Barat Tanggal 28 Desember 1973G. Pola-Pola Kepemimpinan PMIIPola-pola kepemimpinan organisasi Pergerakan MahasiswaIslam Indonesia harus tercermin/menjamin terlaksananya cita-cita9


perjuangan organisasi dengan dijiwai oleh isi: "DeklarasiMurnajati".Konsekuensi dari pendirian tersebut di atas menurutdikembangkannya pola-pola kepemimpinan yang bersifatkerakyatan dengan berorientasikan kepada masalah-masalahkemahasiswaan, kampus, dan pembangunan bangsa. Olehkarenanya diperlukan pemimpim-pemimpin organisasi yangmemiliki ciri-ciri kemahasiswaan seperti dinamis, kreatif,responsif, dan peka terhadap problem-problem kemasyarakatan.Dengan pemahaman sepenuhnya terhadap azas, sifat, dantujuan PMII serta kemampuan managerial, leadership, menjadituntunan mutlak bagi kepemimpinan Pergerakan Mahasiswa IslamIndonesia.Oleh karenanya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yangindependen harus menjauhkan seluruh kemungkinan yang akanmengurangi makna dari independensi tersebut, seperti perangkapanjabatan pengurus PMII dengan partai atau organisasi lain ataumenjadi wakil organisasi lain pada badan-badan legislatif.Medan, Kongres V PMII,Ciloto Jawa Barat Tanggal 28 Desember 1973H. Deklarasi Interdependensi PMII-NUBismillāhirrahmānirrahīm1. Sejarah telah membuktikan bahwa PMII adalah dilahirkandari pergumulan mahasiswa yang bernaung di bawahkebesaran NU, dan sejarah juga telah membuktikanbahwa PMII telah menyatakan idependensinya melaluiDeklarasi MURNAJATI tahun 1972.2. Kerangka berpikir, perwatakan, dan sikap sosial antaraPMII dengan NU mempunyai persamaan, karenadibungkus pemahaman Islam ala Ahlussunnah walJama'ah.3. PMII insaf dan sadar bahwa dalam melakukan perjuangandiperlukan untuk saling tolong menolong, "ta'āwanū ‘alal-birriwattaqwā", Ukhuwah Islamiyah (izzul Islam walmuslimin) serta harus mencerminkan "mabādi khoiruummah" (prinsip-prinsip umat yang baik), karena itulahPMII siap melakukan kerjasama.10


4. PMII insaf dan sadar bahwa arena dan lahanperjuangannya adalah sangat banyak dan bervariasi sesuaidengan nuansa usia, jaman, dan bidang garapannya.Karena antara PMII dan NU mempunyai persamaanpersamaandi dalam persepsi keagamaan dari perjuangan, visi sosialdan kemasyarakatan, ikatan historis, maka untuk menghilangkankeragu-raguan, ketidakmenentuan serta rasa saling curiga, dansebaliknya untuk menjalin kerja sama program secara kualitatif danfungsional, baik secara program nyata maupun penyiapan sumberdaya manusia, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia menyatakansiap untuk menigkatkan kualitas hubungan dengan NU atas dasarprinsip kedaulatan organisasi penuh, INTERDEPENDENSI, dantidak ada intervensi secara struktural-kelembagaan, serta prinsipmengembangkan masa depan Islam Ahlussunnah wal Jama'ah diIndonesia.Kongers X PB PMIIPondok Gede Jakarta, Tanggal 27 Oktober 199111


Mahasiswa: Hamzah Washal ber-Harakat Sukn(Wacana Penentuan Paradigma Gerakan Mahasiswa bersamaPMII)Oleh: TirmidiAbstrakDinamika kehidupan berbangsa dan bernegara telahmenyebabkan masyarakat memiliki peluang-peluang untukmelakukan penyaluran aspirasi dan kontrolnya terhadappenyelenggara negara melalui berbagai saluran yang ada. Kondisi inimenyebabkan hilangnya posisi dan peran mahasiswa Indonesiasebagai kelompok tengah yang selama berpuluh tahun telahdinikmatinya. Hilangnya peran sebagai middle man ini kemudianmahasiswa berada pada posisi “ada” tapi tidak dibaca. Kondisi inisebangun dengan posisi hamzah washal ber-harakah sukn dalamkaidah Bahasa Arab. Tidak boleh tidak, paradigma baru harus segeradirumuskan. Tawaran paradigma yang dapat dijadikan pemikiranawal ialah perubahan dari hamzah washal menjadi hamzah qatha’(hamzah yang tertulis dan terbaca keberadaannya pada setiap posisi)yang secara aplikatif dirumuskan sebagai peneguhan karakter:Mahasiswa adalah Calon Profesional, dan Calon Pemimpin. Untukitu, tawaran paradigma untuk PMII ialah Lembaga PengkaderanCalon Pemimpin Bertauhid, dan Calon Pemimpin Karismatik.HantaranBerdasarkan pengamatan terbatas yang dapat penulis alamidan penulis rasakan, gerakan mahasiswa, khususnya PMII, masihkental dengan romantisme gerakan mahasiswa tahun 90-an, yanglengkap dengan segala aroma bahadur atau heroismenya. Nuansaperjuangan, dan semangat yang diusung masih dilingkupi olehatmosfer posisi dan peran mahasiswa sebagai middle man, culturebroker, perantara, penyambung aspirasi, atau parlemen jalanan;suatu posisi dan peran mulia dari mahasiswa dalam masyarakatIndonesia yang memang cocok dan dibutuhkan oleh masyarakathingga akhir tahun 90-an. Penulis berani menyatakan bahwa posisidan peran mahasiswa yang seperti itu memang cocok dan memangdibutuhkan oleh masyarakat karena hingga akhir tahun 90-an negaraini memang diwarnai oleh kebijakan-kebijakan yang sengajamenyumbat saluran komunikasi dan saluran aspirasi masyarakat12


Keresahan masyarakat hanya boleh disalurkan melalui doa-doa saja;tidak boleh dalam bentuk pamflet, selebaran, apalagi demonstrasi.Sebagai sebuah konsekuensi logis, individu, atau kelompokkritis menjadi sangat terbatas jumlahnya karena setiap orang padadasarnya takut menanggung resiko yang sangat berat, yaknihilangnya hak-hak sipil. Selain itu, alat negara juga tidak seganuntuk menangkap individu-individu kritis dengan tujuanmemberikan efek jera (shock therapy) kepada individu yang lainyang berancang-ancang untuk mengambil posisi yang sama.Demikianlah, saat itu lokomotif perubahan kemudianmengkristal kepada tokoh-tokoh yang memiliki basis organisasimassa besar, seperti Gus Dur dengan NU-nya, Megawati denganPDI-nya, dan kantong-kantong gerakan mahasiswa secara umum.PMII bersama beberapa organisasi yang tergabung dalam kelompokCipayung saat itu menjadi enclave (daerah kantong) bagi mahasiswakritis, idealis, pejuang dan kekuatan moral (moral force), dan,meskipun penulis kurang sependapat, agents of change.Inilah sekedar paparan tentang romantisme gerakanmahasiswa hingga tahun 90-an. Tidak lebih dan tidak kurang, inihanya sebuah bahan untuk merefleksi dan perbandingan untukmenganalisa saat ini. Harapan penulis, kita dapat mendudukkan inidalam logika hermeneutik.Kondisi Saat iniBagi penulis yang mengalami dua masa, yakni masa OrdeBaru dan masa pasca Reformasi, kondisi saat ini telah banyakmengalami perubahan-perubahan penting terkait keterbukaaninformasi, penyaluran aspirasi masyarakat, dan kontrol masyarakatterhadap pengelolaan negara. Perubahan ini, satu dan lain hal,disebabkan oleh perubahan dari sistem sentralisasi menjadidesentralisasi, pendekatan militeristik ke pendekatan sipil, danpendekatan represif ke pendekatan kesejahteraan.Pertama ialah perubahan dari sistem sentralistik ke sistemotonomi daerah. Terlepas dari adanya dan banyaknya anomali dalampelaksanaannya, hari ini negara kita sudah menganut sistemdesentralisasi dalam pengelolaannya, yakni melalui kebijakanotonomi daerah. Konsekuensinya, terdapat distribusi kewenangandalam pengambilan keputusan teknis, yakni antara pusat dan daerah.Dengan demikian, pengelolaan sumberdaya alam sudah tidak lagitersentral.15


Selain itu, dengan dihapuskannya ambivalensi posisi danperan alat keamanan negara, trias politika sudah mulai berfungsisehingga pilar penyelenggara negara tidak lagi berpusat kepadaeksekutif saja melainkan lembaga yang lain, yakni legislatif danyudikatif pun relatif sudah mulai memperoleh tempatnya. Implikasidari kebijakan ini ialah hilangnya perwakilan perwakilan alatkeamanan negara dari gedung dewan. Implikasi yang lebih jauhialah jabatan-jabatan strategis pada tingkat menteri, kepala BUMN,gubernur, bupati, camat, dan lurah tidak lagi semata-mata harus darikalangan dengan mind-set berpola top-down melainkan darikalangan yang memiliki akar yang kuat pada masyarakat basis atauorang-orang yang betul-betul profesional. Pada jabatan-jabatantersebut telah disusun prosedur dan seleksi fit and proper test.Kedua ialah perubahan dari pendekatan militeristik kependekatan sipil dalam menangani masyarakat. Dapat kita lihatbahwa hari ini terdapat keterbukaan saluran komunikasi antarapenyelenggara negara dengan masyarakat. Melalui berbagai salurankomunikasi yang ada, masyarakat dapat memperoleh aksesinformasi yang cepat dan akurat atas berbagai kondisi dan fenomenadi lapangan. Pemerintah tidak dapat lagi mengontrol media, karena,sejak dibukanya kebebasan untuk memperoleh informasi makamasyarakat tidak lagi mengandalkan media cetak tapi juga dapatmemperolehnya melalui media-media visual (televisi swasta), danmedia virtual (internet, dan situs-situs pertemanan).Selain itu, hari ini juga telah dibuka kebebasanberpendapat, dan berekspresi bagi masyarakat. Masyarakat tidakperlu khawatir akan diawasi dan ditangani oleh “sekretariatsekretariat”alat keamanan negara karena semua “sekretariat” itutelah dikembalikan lagi fungsinya hanya sebagai tangsi atau baraksaja. Semua kondisi ini kemudian menghapus semua restriksi untukberkumpul yang pernah dilakukan pada masa lalu. Satu hal yangpatut disyukuri ialah hari ini hampir-hampir tidak lagi terdengar adapertemuan yang dibubarkan karena dianggap makar.Terakhir, yakni yang ketiga ialah adanya perubahan daripendekatan represif ke pendekatan kesejahteraan dalam menyikapiprotes dan perbedaan pendapat. Pada masa lalu, protes, atau bahkanberbeda pendapat dengan opini resmi pemerintah, oleh alatkeamanan negara, disikapi sebagai makar. Kalangan yangmelakukan protes akan ditangkap dan baru dilepaskan bila terbukti16


tidak ada indikasi ke sana. Ini semua dilakukan karena segala bentukprotes dan perbedaan pendapat dianggap sebagai ancaman terhadapkedaulatan negara dan pemerintah. Saat ini, pendekatan ini sudahdiganti dengan pendekatan prosperity approach, yakni protesdisikapi sebagai ekspresi adanya ketimpangan dalampenyelenggaraan negara, atau ada ketidakpuasan dari masyarakat.Konsekuensi atas perubahan ini ialah tindakan untuk melakukanpenahanan, penjemputan, dan interogasi telah dikembalikan kepadakepolisian; bukan lagi tentara. Oleh karena itu, seseorang,kelompok, atau media yang berani mengambil posisi kritis kepadapemerintah akan diproses secara hukum di pengadilan; tidak sertamerta langsung ditangkap atau dibreidel seperti pada masa lalu.Secara singkat dapat dinyatakan di sini bahwa komunikasiantara pemerintah dengan rakyat pada umumnya telah berubah darikondisi yang penuh kebuntuan menjadi keterbukaan. Di satu sisimasyarakat tidak lagi takut untuk menyampaikan aspirasinya, dan disisi yang lain pemerintah juga tidak lagi enggan untuk mengundangmasyarakat untuk menyalurkan aspirasinya melalui berbagai saluranyang ada.Semua kondisi ini membawa dampak positif yang besarsekali bagi masyarakat. Akan tetapi, tanpa disadari, peran-peranperantara (middle man) dari kelompok kritis dan idealis sepertimahasiswa sebagaimana pada era 90-an menjadi tidak ada lagi. Hariini yang dibutuhkan oleh masyarakat adalah kelompok yang dapatmendampingi mereka dalam kerja-kerja serius dan berdurasipanjang, seperti LSM, misalnya, dan kelompok-kelompok yangmampu melakukan transformasi di berbagai bidang yang ultimategoal-nya ialah terciptanya keadilan sosial, terutama yang berbasiskeadilan ekonomi.Tidak dibutuhkannya sosok yang berperan sebagai middleman ini merupakan konsekuensi logis dari terbukanya aksesinformasi dan komunikasi 2 . Terasa sangat wajar bila kemudian kita2 Akses informasi dari media visual dan media virtual jugamemberikan pengaruh yang signifikan terhadap cepatnya isu yangberkembang di masyarakat yang kemudian juga berimbas kepadacepat kedaluarsanya umur suatu isu. Hal ini juga menyulitkanmahasiswa untuk merespon suatu isu melalui format parlemenjalanan seperti pada masa lalu.17


mendapati suatu fenomena bahwa individu-individu yang dulumerupakan pendekar-pendekar demokrasi, sebagian memang sudahmeninggal, tapi sebagian yang masih hidup, seperti Adnan BuyungNasution, Marsilam Simanjuntak, Hariman Siregar, BudimanSujatmiko, dan lain-lain telah melakukan transformasi diri dariperan-peran middle man menjadi profesional-profesional dibidangnya.Sayang, mahasiswa dan gerakan mahasiswa menjadikebingungan untuk mendefiniskan diri mereka dalam arusperubahan makro ini. setelah peran middle man-nya berangsurmenghilang, sebagian mahasiswa menjadi sangat akademis (kuliah,menyelenggarakan penelitian kreatif mahasiswa, dan bercita-citamelanjutkan ke S2 dan S3 karena berminat melakukan kerja-kerjaakademis), sebagian lagi menjadi sangat pragmatis (kuliah, cepatlulus supaya bisa segera masuk bursa tenaga kerja, dan kerja-kerjapart-timer yang dapat menyokong kemandirian finansial, sepertibergabung dengan lembaga-lembaga bimbingan belajar,menyelenggarakan kursus-kursus privat, kerja-kerja pengambilandata lapangan atas penelitian yang dilakukan dosen, dan lain-lain),serta sebagian lagi sangat hedonis (sebagian besar waktunya habisuntuk chatting, dan kongkow-kongkow di cafe atau warung kopi).Ada satu varian lagi yang dibelakang hari semakin memperolehtempat di hati mahasiswa, yakni mahasiswa yang sangatfundamentalis (kelompok mahasiswa yang terinspirasi oleh gerakanWahabi atau Salafi).Lebih disayangkan lagi, ternyata hari ini pengelompokanmahasiswa bukan lagi berdasarkan kategori: yang aktif di organisasiintra kampus (OMIK) dan organisasi ekstra kampus (OMEK);melainkan pragmatis, hedonis, akademis, dan fundamentalis.Artinya, PMII hari ini hanya menjadi kovarian saja, yakni kumpulanmahasiswa (mungkin mereka adalah mahasiswa yang terkategorisebagai pragmatis, hedonis, akademis, dan, meskipun agak sulit,fundamentalis), yang mungkin kebetulan memiliki kesamaanbackground history, kesamaan simbol dalam beragama, atau sekedarkarena berteman dengan kader PMII. Tidak lebih dan tidak kurang!Kelihatannya, kondisi ini tidak jauh berbeda dengan apayang terjadi di OMEK lain dalam kelompok Cipayung. Mohondikoreksi kalau penulis keliru!Refleksi18


Posisi dan peran kemasyarakatan mahasiswa hingga tahun90-an, yakni sebagai middle man memiliki kemiripan dengan apayang digambarkan oleh Sik, Anping, dan Loong (2004) pada polakomunikasi antara generasi pertama dengan generasi ketiga padaimigran Cina di New Zealand. yang melakukan mediasi komunikasiantara generasi pertama dengan generasi ketiga imigran Cina diNew Zealand. Sik et al. (2004) memperoleh temuan bahwa prosesbrokerage oleh generasi kedua kepada generasi pertama dangenerasi ketiga dalam komunikasi keluarga imigran Cina di NewZealand terbagi menjadi dua, yakni Simple Communication Systemof Brokering dan Complex Communication System of Brokering.Simple Communication System of Brokering ialah prosesbrokerage yang terjadi secara linear dari Broker sebagai inisiator keBrokeree 1. Selanjutnya Brokeree 1 akan berkomunikasi secaralangsung ke Brokeree 2 tanpa melalui Broker lagi. Penggambarankomunikasi ini adalah sebagai berikut.Brokeree 1BrokerBrokeree2Gambar 1 Simple Communication System ofKondisi brokering system Brokering seperti dalam Gambar 1 ini dapatkita temukan dalam gerakan-gerakan mahasiswa dalam menyikapikeresahan di masyarakat dimana masyarakat sebenarnya tidakpernah memberikan mandat secara khusus, namun mahasiswamengambil inisiatif untuk melakukan brokering, sebagai aktualisasidari kesadaran bahwa mahasiswa adalah kelompok pejuang moraldan elit pemuda. Representasi dari format ini ialah gerakan-gerakanpemuda dan mahasiswa pada tahun 1928, pada masa perjuangankemerdekaan, Tritura, peristiwa Malari, dan juga gerakan yangmenuntut pembubaran SDSB, serta Gerakan Reformasi tahun 1998.Dalam peristiwa-peristiwa ini mahasiswa menyampaikan suara hatimasyarakat kepada penguasa, kemudian penguasa mengambil19


tindakan yang memberikan dampak langsung kepada masyarakat(tanpa harus dimandatkan kepada mahasiswa).Sementara, Complex Communication System of Brokeringialah proses brokerage yang terjadi secara bolak balik dari broker kebrokeree I dan kembali lagi ke broker. Setelah itu, broker akanmelanjutkan pesan ke brokeree 2, dan dari brokeree 2 pesan kembalike broker.Brokeree 1Broker Brokeree 2Gambar 2 Complex Communication System ofFormat ini sedikit khas merupakanBrokeringgerakan penyampaian aspirasimasyarakat untuk hal-hal yang menyangkut isu khusus, lokal, danberskala kecil. Contoh dari format ini ialah pendampingan yangdilakukan mahasiswa terkait penggusuran-penggusuran, ruislag atasbeberapa bangunan penting dan bersejarah, pembebasan tanah yangdilakukan secara semena-mena atau menyalahi peruntukanperuntukanlahan terbuka hijau, dan isu-isu lokal lainnya. Dalamkasus-kasus ini masyarakat meminta bantuan kepada mahasiswa,kemudian mahasiswa menyuarakannya kepada penguasa, danselanjutnya penguasa juga menyampaikan sikapnya kepadamasyarakat melalui mahasiswa.Pada kedua format brokering system ini mahasiswamelakukan peran-peran sebagai penerjemah simbol-simbol budaya,peneliti, otoritatif, penggalang koalisi, dan aktifis. Peran-peranselaras dengan identifikasi peran-peran yang harus dilakukan olehseorang mediator agar proses mediasi dapat dilaksanakan dengansukses (Haenn, dan Casagrande, 2007). Peran-peran itulah yangdibutuhkan untuk mampu menorehkan prestasi yang bukan sajatercapainya tujuan-tujuan jangka pendek, melainkan pembentukanbudaya, politik, dan perubahan mendasar lainnya dalam suatunegara (Christensen, 2010).Peran-peran tersebut merupakan refleksi dari posisi, menurutRobert Redfield sebagaimana dikutip oleh Clifford Geertz (1960),culture broker, yakni orang yang berdiri tegak di tengah-tengahpersimpangan dua budaya, dan menerjemahkan satu budaya kebudaya lain secara timbal balik. Konsep berdiri di tengah-tengah20


persimpangan budaya menjadi titik tekan sebagaimana dinyatakanoleh Hallowel yang dikutip Michie (2003). Bila seseorang telahberpindah dari satu budaya kepada budaya yang lain, maka diasudah bergeser dari perannya sebagai culture broker, karena diasudah menjadi bagian dari budaya tempat dia berpindah. Konsep inimemiliki kemiripan dengan konsep change agent-nya Rogers(1983), yakni seorang profesional yang bertugas untuk melakukanpenyebaran inovasi sebagaimana diinginkan oleh change agency.Merefleksi atas apa yang terjadi terhadap posisi dan peranmahasiswa saat ini dimana mahasiswa sudah tidak dibutuhkan lagiperannya sebagai middle man, dalam kaidah Bahasa Arab, posisidan peran ini sama dengan hamzah washal ber-harakat sukn. Padaawal kalimat, hamzah washal akan ber-harakat kasrah 3 . Ia tertulis(tuktab) dan terbaca (tunthoq). Akan tetapi, ketika ia berposisi ditengah kalimat maka ia ber-harakah sukn 4 , artinya ia tertulis(tuktab) namun tidak terbaca (la tunthoq).Oleh karena itu, mahasiswa yang di dalamnya ada PMII,harus mengubah paradigma. Ia tidak boleh lagi melihat dirinyasebagai middle man, atau hamzah washal, kecuali ia siap untuk terusmenerus dalam posisi disfungsi (sukn) dan perlahan akan memfosil.Proses fosilisasi diri middle man yang sudah mengalami disfungsi(sukn) ini telah menjadi perhatian Clifford Geertz pada tahun 1960.Melalui artikel berjudul The Javanese Kijaji: The ChangingRole of a Cultural Broker, Geertz (1960) menghentak alam bawahsadar para kyai di Indonesia dan kalangan intelektual di dunia untukmelihat bukti dari proposi yang dihasilkannya. Melalui tulisan inipenulis mengingatkan bahwa posisi mahasiswa sebagai middle mansaat ini memiliki kemiripan dengan kondisi peran para kyai yangdipotret oleh Geertz pada tahun 1960. Bila tidak hati-hati, proposisiGeertz bahwa peran kyai akan tererosi dan perlahan akan habis daribumi Indonesia, yang dikemudian hari ternyata tidak terbukti, malahjustru menemukan pembuktiannya pada mahasiswa. Berikut ini3 Secara semantik, kasrah berarti kalah. Contoh dimana hamzahwashal berada pada awal kalimat ialah dalam Surat Yasiin: 21, yangberbunyi: ittabi’uu ...4 Secara semantik, sukn berarti tenang, atau mati, contohnya dalamSurat Yasin: 74, yang berbunyi wattakhadzu... (dalam kalimat initidak dibaca waittakhadzuu...)21


paparan diskursus tentang keberlanjutan peran kyai sebagai culturebroker di Indonesia.Secara umum, kajian atas peran perantara budaya (middleman atau culture broker) masih berkutat pada respon terhadapproposisi Geertz (1960) yang menyatakan bahwa dalamperkembangan negara modern, ulama diprediksi tidak akan mampumempertahankan perannya di masyarakat bila tidak ada perubahanpandangan pada diri ulama dan perubahan kurikulum pesantrennya.Melalui artikel berjudul The Javanese Kijaji: The Changing Role ofa Cultural Broker, Geertz (1960) menyatakan bahwa keberlanjutanperan kyai dan keterlibatannya dalam negara Indonesia Baru, beradapada dua pilihan, yakni tetap memegang teguh pada tradisi yang adadengan meninggalkan hal-hal yang berbau pemerintah, ataumenangkap peluang sebagai guru-politisi yang mengharuskannyauntuk memiliki kemampuan-kemampuan untuk menghubungkanantara tradisi kota dan desa.Dalam pandangan Geertz, kedua pilihan ini sama-samamengandung resiko. Pilihan pertama beresiko terhadap erosi perankyai dalam penyelenggaraan negara; sementara pilihan keduamengandung resiko untuk diambilnya langkah-langkah perubahanatas sikap kyai terhadap politik dan perubahan kurikulum dipesantren untuk menangkap peluang-peluang dalampenyelenggaraan negara. Ini semua perlu diambil untukmempertahankan peran ulama sebagai culture broker yang mampumelakukan mediasi antara budaya besar (great tradition) dan budayakecil (little tradition) di Indonesia. Akan tetapi, secara tersirat,Geertz memprediksi bahwa peran ulama dalam pembangunanIndonesia Baru akan tererosi dan perlahan akan menghilangmengingat pilihan kedua dalam proposisinya akan sulit dilakukanoleh ulama.Satu dekade berikutnya, proposisi Geertz ini terbantahkanoleh temuan dalam penelitian yang dilakukan Dhofier (1983) danHorikoshi (1987) yang melakukan penelitian pada tahun 70-an.Pembuktian yang sama juga dilakukan oleh Mansurnoor (1990), danDirdjosanjoto (1999) yang sama-sama melakukan penelitian padakajian tentang peran tokoh agama pada dekade 90-an.Dalam penelitiannya, Dhofier (1983) maupun Horikoshi(1987) sama-sama mengemukakan temuan penting, yaknikeberadaan kyai dan pesantren terbukti masih eksis, dan posisi serta22


peran mereka tetap penting dalam perkembangan Indonesia Baru.Salah satu faktor penting yang menyebabkan terpeliharanyaeksistensi dan peran kyai ialah karena posisi ulama di Indonesiaberbeda dengan kolega mereka di Timur Tengah. Ulama di TimurTengah, sebagaimana dinyatakan Horikoshi (1987), dan Mansurnoor(1990) merupakan bagian dari birokrasi; sementara ulama diIndonesia bukan merupakan bagian dari birokrasi. Dengan kata lain,peran ulama di masyarakat ditentukan oleh kemampuannya untukmelayani kebutuhan-kebutuhan masyarakat; bukan olehkemampuannya untuk melayani negara. Oleh karena itu, selamaulama masih melayani dan dibutuhkan oleh masyarakat maka peranperannyatetap dibutuhkan.Dialektika antara hasil penelitian Horikoshi (1987) tentangkeberlanjutan peran tokoh agama dan hasil penelitian Dhofier(1983) yang menulis tentang aspek-aspek penting dari tradisipesantren yang dapat menjaga popularitas kyai, dan pandanganhidup kyai tentang masyarakat dan masa depan memberikangambaran yang saling melengkapi. Aspek-aspek penting yangberpengaruh dalam menjaga popularitas di masyarakat ialah ulamamembangun suatu mekanisme khusus yang terdiri dari kesatuanideologi, jaringan kekeluargaan, dan politik aliran (agama); dankemampuannya untuk melakukan transformasi diri sesuai tuntutanmasyarakat. Kemampuan tokoh agama untuk mempertahankanperan di masyarakat ini kemudian disempurnakan oleh Mansurnoor(1990) yang melakukan penelitian di Madura.Dalam kajian Mansurnoor (1990) diperoleh temuan bahwakeberhasilan ulama untuk mempertahankan peran di sosialdisebabkan oleh kesigapannya untuk merespon perubahanperubahanyang terjadi: semakin lengkap informasi yang diperoleh(well-informed) seorang ulama maka semakin cermat dan, olehkarenanya, reaksi yang diambilnya semakin menguntungkannya.Oleh karena itu, terkait respon terhadap informasi yangdiperolehnya, Mansurnoor mengajukan proposisi berupakategorisasi ulama, yakni konservatif, adaptif, dan progresif.Selanjutnya, dalam penelitian yang dilakukan penulis padatahun 2010 tentang Dinamika Peran Tokoh Agama dalam DifusiPengembangan Hutan Rakyat: Studi Fenomenologi di KomunitasMadura di Kabupaten Probolinggo, ditemukan benang merah atasperdebatan tentang kemampuan tokoh agama (kyai) di Indonesia23


untuk tetap berperan dalam tatanan negara bangsa bernamaIndonesia. Benang merah itu ialah pada konsep konsistensi posisisebagai culture broker dan konsep transformational leadership.Ternyata, perdebatan yang terjadi pada penelitian-penelitianterdahulu telah memberikan proposisinya pada salah satu konsep iniatau pada keduanya. Masing-masing memberikan kontribusi atasdiperolehnya gambaran lengkap dari dinamika peran tokoh agamahingga hari ini. Oleh karena itu, tidak ada hasil penelitian terdahuluyang dibantah oleh hasil penelitian yang dilakukan penulis, karenasetelah dilakukan analisa pada penelitian-penelitian terdahulu justruditemukan benang merah dengan hasil penelitian ini, baik terhadapdua konsep secara bersama-sama atau pada salah satunya saja.Gambaran benang merah itu ialah sebagai berikut.Pertama, teori yang dihasilkan oleh penulis mendukungproposisi Geertz (1960). Sebagaimana dipaparkan di atas, melaluitulisannya yang berjudul The Javanese Kijaji: The Changing Rolesof Cultural Brokers, Geertz (1960) memberikan prediksi bahwakyai-kyai di Indonesia tidak akan mampu berperan secara signifikandalam tatanan negara “Indonesia Baru” karena kyai-kyai dipandangtidak siap untuk berperan di sana. Indikasinya ialah bahwa sangatsulit menyatukan kyai dalam sebuah partai yang terpusat danterstruktur karena masing-masing kyai terbiasa bekerja secaraindependen dan saling tidak mau berada di bawah yang lain.Akibatnya, kyai-kyai hanya mampu berkiprah sebagai pemimpinsimbolik yang dibutuhkan hanya semata-mata sebagai vote getter.Akibat selanjutnya, partai yang didukung oleh kyai kemudian diisidengan politisi-politisi profesional dan sekuler, sehingga para kyaitidak mampu mengawal misinya. Oleh karena itu, melihat kondisiyang seperti ini, Geertz (1960) menyatakan bahwa dalam posisidimana terjadi kontestasi antara Islam Modern dan IslamTradisional, maka Islam Tradisional akan terpinggirkan karenakelompok ini tidak akan mampu memenangkan kontestasi itu. Akantetapi, Kelompok Islam Tradisional, dalam proposisi Geertz (1960),akan mampu mempertahankan peran dalam tatanan Indonesia barubila: (1) kelompok ini bersedia mengubah kurikulum di pesantrensedemikian rupa sehingga tetap mampu memuaskan masyarakatdesa, namun secara instrumental dapat bermanfaat bagipertumbuhan Indonesia baru; (2) kelompok ini bersedia mengubahsikapnya terhadap perpolitikan nasional di tingkat lokal sedemikian24


upa sehingga kyai dapat berperan dalam membuat kebijakan partai;bukan sekedar menjadi vote getter. Dari proposisi ini terlihat bahwaGeertz (1960) membantu kalangan pemimpin Islam tradisionaltentang bagaimana cara melakukan transformasi diri dan pesantrenagar dapat bekiprah dalam perpolitikan dan penataan IndonesiaBaru. Benang merah dengan hasil penelitian yang dilakukan penulisialah “kemampuan tokoh agama untuk melakukan transformasi diriakan sangat menentukan dinamika perannya di masyarakat di masamendatang”.Kedua, teori yang dihasilkan dalam penelitian yangdilakukan penulis mendukung proposisi Dhofier (1983) yangmenyatakan bahwa pesantren dengan para kyainya masih tetapmemiliki peran penting dalam perkembangan Indonesia karenapesantren dan kyai memiliki pandangan hidup untuk tetap berdiritegak di atas landasan tradisi masa lampau sembari melakukanperubahan-perubahan dan penyesuaian-penyesuaian terhadap tradisibaru yang dibutuhkan 5 . Dengan demikian maka ada elemen-elemenyang dibuang dan ada elemen-elemen baru yang dimasukkan.Elemen-elemen lama yang masih dipertahankan misalnya semangat,nilai-nilai, dan hakikat pesantren. Sementara nilai baru yangdimasukkan seperti pengorganisasian pengajaran, pengembanganwawasan, penguasaan keterampilan yang dibutuhkan zaman danmampu diselenggarakan oleh pesantren tanpa mengubah visipesantren. Inilah yang membuat pesantren dan para kyai mampuexist dan tetap berperan di masyarakat. yang dilakukan satu dekadeberikutnya. Ini berarti langkah-langkah transformatif berpengaruhterhadap kelangsungan peran kyai dan juga pesantren.Dhofier (1983) mencoba melihat keberlangsungan perantokoh agama di Indonesia dalam perspektif yang berbeda denganGeertz (1960). Bila Geertz (1960) menggunakan perspektif IslamTradisional dan Islam Modern dimana ia memperkirakan bahwakarier peran para kyai, sebagai pemimpin Islam Tradisional, dalampenataan Indonesia Baru akan berakhir karena kalah dalamkontestasi melawan kalangan Islam Modern, Dhofier (1983),sebaliknya, melihat fenomena Islam di Indonesia tidak dalamdikotomi Tradisional dan Modern, melainkan menggunakan5 Konsep ini dikenal dengan continuity and change (al muhafadzatualal qadimi shalih wal akhdu bil jadidil ashlah)25


pendekatan continuity and change, atau keberlangsungan di tengahperubahan.Terlihat di sini bahwa meskipun Dhofier (1983)menggunakan pendekatan yang berbeda dengan Geertz (1960),namun proposisi yang dihasilkan memiliki kesamaan, yaknidibutuhkannya transformasi. Hanya saja, Geertz (1960) masihsebatas prediksi, dan saran tentang apa dan bagaimana transformasiharus dilakukan, sementara Dhofier (1983) memberikan eksplanasitransformasi apa yang telah dilakukan, dan mengapa transformasiitu bisa terjadi di pesantren dan kyai. Ini sekaligus menjawabmengapa hingga akhir tahun 1970-an pesantren dan kyai tetap adadan mampu berperan di masyarakat. Benang merah denganpenelitian yang dilakukan penulis ialah kemampuan melakukantransformasi diri berpengaruh terhadap keberlangsungan perantokoh agama di masyarakat.Ketiga, teori yang dibangun dari penelitian penulismendukung proposisi yang ditawarkan oleh Horikoshi (1987), yakniterkait dengan kemampuan kyai dalam mempertahankan perannyadi masyarakat. Horikoshi (1987) memberikan tiga proposisi, yakni(1) pemimpin tradisional dan masyarakat masih memiliki hubunganfungsional, (2) perubahan yang telah atau sedang terjadimembutuhkan fungsi ke-perantara-an, (3) strategi pemimpintradisional tetap fungsional dengan fungsi keperantaraan itu sendiri.Terlihat di sini bahwa dua hal yang ditawarkan Horikoshi (1987),yakni poin (1) dan poin (3) merupakan perwujudan dari langkahlangkahsebagai transformational leadership, sedangkan poin (2)merupakan posisi tokoh agama sebagai culture broker. Dengandemikian, proposisi Horikoshi (1987) didukung penuh oleh teoriyang dihasilkan dalam penelitian penulis.Keempat, teori yang dihasilkan melalui penelitian penulismendukung Mansurnoor (1990) yang memberikan tiga proposisiterkait kemampuan kyai mempertahankan perannya di masyarakat.Ketiga proposisi itu ialah (1) kemampuan kyai menjaga kecocokanarti dan simbol-simbol agama bagi masyarakat, (2) kepemilikanakses terhadap informasi strategis dalam jaringan komunikasi, dan(3) keterikatan struktural dengan penduduk desa dalam menghadapiperubahan-perubahan di tingkat lokal.Poin (1) dan (2) dari proposisi Mansurnoor (1990)merupakan aktualisasi dari langkah-langkah dan attributes dari26


transformational leadership. Sebagaimana dipahami bahwa aksestransformational leadership mempersyaratkan expert power dariseorang pemimpin. Salah satu piranti untuk membangun expertpower ialah dengan memiliki informasi yang lebih cepat daripadapengikutnya. Sementara, poin (3) merupakan pengejawantahan dariposisi tokoh agama sebagai culture broker, karena keterikatandengan struktur masyarakat lokal merupakan langkah untukmenjaga kepercayaan dari masyarakat dan secara bersamaan untukmenghindari bergesernya posisi sebagai agen dari posisi sebelumnyasebagai culture broker.Kelima, teori yang dihasilkan melalui penelitian penulis jugamendukung proposisi yang diajukan Dirdjosanjoto (1999). Dalampenelitiannya di daerah Muria, Dirdjosanjoto (1999) menghasilkanproposisi yang berkaitan dengan kemampuan tokoh agama untukmempertahankan perannya di masyarakat. Proposisi itu menyatakanbahwa peran kyai di masyarakat akan tetap mampu bertahan bilakyai mampu menjaga sumber-sumber kewibawaannya yang berasaldari (1) dukungan dan penerimaan masyarakat, (2) dukungankelembagaan, (3) jaringan hubungan antar kyai, (4) hubungandengan pusat-pusat kekuasaan, dan (5) kualitas pribadi dalambidang moral dan ilmu. Identifikasi poin-poin ini terpilah dalam duahal, yakni sumber-sumber kewibawaan yang merupakan hasil darikonsistensi tokoh agama untuk terus berada pada posisi culturebroker (poin 1, dan 2), dan sumber-sumber kewibawaan yangmerupakan attributes dari transformational leadership (poin 3, 4,dan 5).Keenam, teori yang dihasilkan oleh penelitian ini mendukungproposisi yang diajukan oleh Turmudi (2003). Dalam penelitiannyatentang peran kyai dalam bidang politik yang dilakukan di Jombang,Jawa Timur, Turmudi (2003) mengajukan proposisi bahwa, dalambidang politik, kyai akan tetap menjalankan peran penting dimasyarakat bila ia mampu mempertahankan posisi moralnya dimasyarakat, dan masyarakat masih mempercayainya sebagaipembimbing moralitas bagi mereka. Ini sejalan dengan salah satupoin dari teori yang dihasilkan oleh penelitian ini, yakni dinamikaperan tokoh agama dipengaruhi oleh konsistensinya pada posisisebagai culture broker yang dibuktikan dengan loyalitaskeberpihakannya kepada kepentingan umat.27


Dengan kata lain, Secara singkat dapat disimpulkan bahwabila para kyai hingga hari ini masih memiliki peran di masyarakat,dan itu kemudian membantah prediksi dari Geertz, maka itudisebabkan oleh kemampuan kyai dan pesantren untuk melakukanperubahan-perubahan penting menyangkut konsep diri danpembekalan atas piranti-piranti yang dibutuhkan zaman. Hasilnya,hari ini kita masih bisa menikmati produk-produk pesantren,terutama aksi-aksi akrobatik para kyai dalam merespon dinamikamasyarakat, dalam konstelasi politik nasional maupun lokal yangsemakin hari menjadi semakin menarik untuk dikaji. Adalahmenarik untuk melihat apakah mahasiswa, khususnya PMII akanmampu bertahan dalam kurun waktu 20 tahun yang akan datang.Semua tergantung pemikiran, dan keberanian untuk berubah darimahasiswa sendiri.Tawaran Paradigma: ProposisiSudah dipaparkan di depan bahwa kelompok individu kritispada zaman Orde Baru, seperti Gus Dur, Megawati Soekarnoputri,Adnan Buyung Nasution, Marsilam Simanjuntak, Hariman Siregar,Budiman Sujatmiko, dan lain-lain telah melakukan transformasi diridari peran-peran middle man menjadi para profesional (pengacara,eksekutif, dokter, dan politisi). Sebagian dari mereka di kemudianhari secara kebetulan menjadi pemimpin partai sehingga kita dapatmenikmati jurus-jurus, serta atraksi akrobatik dari posisi middle manmenjadi elemen yang masuk dalam penyelenggaraan negara (partaipolitik yang kemudian memiliki fraksi di DPR dan DPRD), sebagianlagi bertransformasi menjadi elemen penyeimbang yang berada diluar trias politika (LSM, media massa, dll), atau betul-betul menjadikelompok profesional (kelompok profesi). Terlihat bahwa untukmelakukan transformasi ini, ada kata kunci yang sama yang harusdimiliki, yakni ’menjadi profesional’. Oleh karena itu, penulismencoba memberikan proposisi yang bisa difungsikan sebagaitawaran paradigma baru bagi PMII.Proposisi:PMII akan segera menjadi fosil gerakan mahasiswa, karenatidak mampu lagi mempertahankan elan vitalnya di masyarakat,bila:1. PMII masih terjebak dalam pandangan bahwa PMII tetapmerupakan kelompok middle man yang semata-matamengandalkan moral force sebagai basis gerakannya;28


2. PMII tidak melakukan perubahan mendasar dalamkurikulumnya sedemikian rupa sehingga tetap memperkuatkualitas ketauhidan kadernya, dan kurikulum yang mampumengantarkan kader-kadernya untuk berkiprah secaraprofesional, baik di dalam lingkaran penyelenggaraannegara, maupun di luar lingkaran.Artinya, melalui proposisi ini ada satu implikasi praktisyang harus segera dilakukan oleh PMII, yakni segera mengubahpandangan tentang diri, dan kadernya dari kungkungan perasaansebagai middle man menjadi lembaga persemaian/pengkaderan bagicalon-calon profesional tanpa harus meninggalkan identitas. Denganperubahan ini maka PMII akan mampu tertulis (tuktab) dan terbaca(tunthoq) dimanapun ia berposisi: sebuah posisi yang sebangundengan hamzah qatha’ dalam kaidah bahasa Arab. Di satu sisi, inisemua tidak menyalahi tujuan PMII, yakni menjadi pribadi muslimyang bertaqwa, cakap dan bertanggung jawab (profesional) dalammengamalkan ilmu-ilmunya. di sisi lain, perubahan paradigma inimenuntut PMII untuk segera mendesain kurikulum yang mampumengarahkan tercapainya visi ini.Sebagai kesimpulan, rumusan paradigma yang dapatpenulis tawarkan tentang siapa dan bagaimana mahasiswa danbagaimana seharusnya PMII memperlakukan mahasiswa ialah:“Mahasiswa ialah Calon Profesional, dan Calon Pemimpin”Terkait hal ini, PMII harus membangun paradigma baru:“PMII ialah Lembaga Perkaderan Calon Profesional Bertauhid,dan Calon Pemimpin Karismatik”Tema gerakan yang diusung ialah:”Konstruktif-Transformatif”Tentang bagaimana implementasi paradigma ini dalambentuk strategi dan pola perkaderannya, biarlah untuk sementarawaktu penulis menunggu masukan dari Sahabat-Sahabat sekalian.Paling tidak, kita telah memiliki subject matter atau sesuatu untukdibahas dalam kurun waktu sementara ini. Mudah-mudahan dapatkita tuntaskan agenda-agenda dalam roadmap terkait penentuanidentitas, pilihan paradigma, strategi dan pola pengkaderan,kurikulum dan silabus, serta plotting materi. Masih panjangmemang!Wallahu a’lam bi al-shawab.29


AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH(Sebagai Manhaj Fikr)A. Ahlussunnah Wal-Jama’ah sebagai Paham keagamaanSecara terminologis Ahlussunnah Wal Jama’ah Menurut SyekhAbu al-Fadl ibn Syekh ‘Abdus Syakur al-Senori adalah kelompokatau golongan yang senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabisaw. dan thariqah (jalan) para sahabatnya dalam hal akidah (tauhid),amaliyah fisik (fiqh), dan akhlaq batin (tasawwuf). Syekh ‘AbdulQodir al-Jailani mendefinisikan Ahlussunnah wal jama’ah sebagaiberikut: “Yang dimaksud dengan as-Sunnah adalah apa yang telahdiajarkan oleh Rasulullah saw. (meliputi ucapan, prilaku, sertaketetapan beliau). Sedangkan yang dimaksud dengan pengertianjama’ah adalah segala sesuatu yang yang telah disepakati oleh parasahabat Nabi saw. pada masa Khulafa’ ar-Rasyidin yang empat yangtelah diberi hidayah Allah.”Secara historis, para imam Aswaja di bidang akidah telah adasejak zaman para sahabat Nabi saw. sebelum munculnya pahamMu’tazilah. Imam Aswaja pada saat itu di antaranya adalah ‘Ali binAbi Thalib ra., karena jasanya menentang pendapat Khawarijtentang al-Wa‘d wa al-Wa‘îd dan pendapat Qadariyah tentangkehendak Allah dan daya manusia. Di masa tabi’in ada beberapaimam, mereka bahkan menulis beberapa kitab untuk mejelaskantentang paham Aswaja, seperti ‘Umar bin ‘Abd al-Aziz dengankaryanya “Risâlah Bâlighah fî Raddi ‘alâ al-Qadariyah”. Paramujtahid fiqh juga turut menyumbang beberapa karya teologi untukmenentang paham-paham di luar Aswaja, seperti Abu Hanifahdengan kitabnya “Al-Fiqh al-Akbar”, Imam Syafii dengan kitabnya“Fi Tashîh al-Nubuwwah wa al-Radd ‘alâ al-Barâhimah”. GenerasiImam dalam teologi Aswaja sesudah itu kemudian diwakili olehAbu Hasan al-Asy’ari (260 H – 324 H), lantaran keberhasilannyamenjatuhkan paham Mu’tazilah.Dengan demikian dapat dipahami bahwa akidah Aswaja secarasubstantif telah ada sejak masa para sahabat Nabi saw. Artinyapaham Aswaja tidak mutlak seperti yang dirumuskan oleh Imam al-Asy’ari, tetapi beliau adalah salah satu di antara imam yang telahberhasil menyusun dan merumuskan ulang doktrin paham akidahAswaja secara sistematis sehingga menjadi pedoman akidah Aswaja.30


Dalam perkembangan sejarah selanjutnya, istilah Aswaja secararesmi menjadi bagian dari disiplin ilmu keislaman. Dalam halakidah pengertiannya adalah Asy’ariyah atau Maturidiyah. IstilahAhlussunnah Wal Jama’ah sebagai suatu paham sebenarnya belumdikenal pada masa al-Asy’ary (260-324 H/873-935 M), tokoh yangdianggap sebagai salah seorang pendiri paham ini. Bahkan parapengikut al-Asy’ary sendiri, seperti al-Baqillani (w. 403 H), al-Baghdadi (w. 429 H), al-Juwaini (w. 478 H), al-Ghazali (w. 505 H)juga belum pernahb menyebutkan term tersebut. Pengakuan sewcaraeksplisit mengenai adanya paham Aswaja baru dikemukakan olehaz-Zabidi (w. 1205 H) bahwa apabila disebut Ahussunnah WalJama’ah maka yang dimaksud adalah pengikut Al-Asy’ari dan Al-Maturidi (w. 333 H/944 M).Lebih lengkap lagi Imam Ibnu Hajar al-Haytami berkata: JikaAhlussunnah wal jama’ah disebutkan, maka yang dimaksud adalahpengikut rumusan yang digagas oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy’aridan Imam Abu Manshur al-Maturidi. Dalam fiqh adalah mazhabempat, Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Dalam tasawuf adalahImam al-Ghazali, Abu Yazid al-Busthomi, Imam Abul Qasim al-Junaydi, dan ulama-ulama lain yang sepaham. Semuanya menjadidiskursus Islam paham Ahlussunnah wal jama’ah.Secara teks, ada beberapa dalil Hadits yang dapat dijadikandalil tentang paham Aswaja, sebagai paham yang menyelamatkanumat dari kesesatan, dan juga dapat dijadikan pedoman secarasubstantif. Di antara teks-teks Hadits Aswaja adalah:افْتَرَقَتْ‏ الْيَهُودُ‏ عَلَى إحْ‏ دَى وَسَبْعِينَ‏ فِرْقَةً‏ وَافْتَرَقَتْ‏ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْ‏ ‏ِنوَسَبْعِينَ‏ فِرْقَةً‏ وَ‏ سَتَفْتَرِقُ‏ أُمَّتِي عَلَى ثََلَ‏ ثٍ‏ وَسَبْعِينَ‏ فِرْ‏ قَةً،‏ كُلُّهُمْ‏ فِي النَّارِ‏ إ ‏ََّّلوَاحِدَةً.‏ قَالُوا:‏ مَنْ‏ هم يَا رَسُولَ‏ ‏ّللاَّ‏ ‏ِ؟ قَالَ:‏ مَا أَاَا عَلَيْ‏ ِ وَأَحْ‏ اَايِي.‏Dari Abi Hurairah r.a. Sesungguhnya Rasulullah SAWbersabda, “Terpecah umat Yahudi menjadi 71 golongan. Danterpecah umat Nasrani menjadi 72 golongan. Dan akan terpecahumatku menjadi 73 golongan. Semuanya masuk neraka kecualisatu.” Berkata para sahabat, “Siapakah mereka wahaiRasulullah?” Rasulullah saw. Menjawab, “Mereka adalah yangmengikuti aku dan para sahabatku.”31


tersebut bersepakat menyebut sebagai kelompok Aswaja, meskipunistilah ini bahkan dengan pahamnya telah ada dan berkembang padamasa-masa sebelumnya, tetapi belum terinstitusikan dalam bentukmazhab. Karena itu, secara historis term aswaja baru dianggapsecara resmi muncul dari periode ini. Setidaknya dari segi pahamtelah berkembang sejak masa ‘Ali bin Abi Thalib r.a., tetapi darisegi fisik dalam bentuk mazhab baru terbentuk pada masa al-Asy’ari, al-Maturidi, dan al-Thahawi.2. Syari’atRuang lingkup yang kedua adalah syari’ah atau fiqh, artinyapaham keagamaan yang berhubungan dengan ibadah danmu’amalah. Sama pentingnya dengan ruang lingkup yang pertama,yang menjadi dasar keyakinan dalam Islam, ruang lingkup kedua inimenjadi simbol penting dasar keyakinan. Karena Islam agama yangtidak hanya mengajarkan tentang keyakinan tetapi juga mengajarkantentang tata cara hidup sebagai seorang yang beriman yangmemerlukan komunikasi dengan Allah S.W.T., dan sebagaimakhluk sosial juga perlu pedoman untuk mengatur hubungansesama manusia secara harmonis, baik dalam kehidupan pribadimaupun sosial. Yang dimaksud dengan ibadah adalah tuntutanformal yang berhubungan dengan tata cara seorang hambaberhadapan dengan Tuhan, seperti shalat, zakat, haji, dansebagainya. Adapun yang dimaksud dengan muâmalah adalahbentuk ibadah yang bersifat sosial, menyangkut hubungan manusiadengan sesama manusia secara horisontal, misalnya dalam hal jualbeli, pidana-perdata, social-politik, sains dan sebagainya. Yangpertama disebut habl min Allâh (hubungan manusia dengan Allah),dan yang kedua disebut habl min al-nâs (hubungan manusia denganmanusia).Dalam konteks historis, ruang lingkup yang kedua ini disepakatioleh jumhur ulama bersumber dari empat mazhab, yakni Hanafi,Maliki, Syafii dan Hanbali. Secara substantif, ruang lingkup yangkedua ini sebenarnya tidak terbatas pada produk hukum yangdihasilkan dari empat madzhab di atas, produk hukum yangdihasilkan oleh imam-imam mujtahid lainnya, yang mendasarkanpenggalian hukumnya melalui al-Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas,seperti, Hasan Bashri, Awzai, dan lain-lain tercakup dalam lingkuppemikiran Aswaja, karena mereka memegang prinsip utama Taqdîmal-Nash ‘alâ al-‘Aql (mengedepankan daripada akal).33


3. AkhlaqRuang lingkup ketiga dari Aswaja adalah akhlak atau tasawuf.Wacana ruang lingkup yang ketiga ini difokuskan pada wacanaakhlaq yang dirumuskan oleh Imam al-Ghazali, Abu Yazid al-Busthami, dan al-Junayd al-Baghdadi, serta ulama-ulama sufi yangsepaham.Ruang lingkup ke-tiga ini dalam diskursus Islam dinilai pentingkarena mencerminkan faktor ihsan dalam diri seseorang. Imanmenggambarkan keyakinan, sedang Islam menggambarkan syari’ah,dan ihsan menggambarkan kesempurnaan iman dan Islam. Imanibarat akar, Islam ibarat pohon. Artinya manusia sempurna, ialahmanusia yang disamping bermanfaat untuk dirinya, karena ia sendirikuat, juga memberi manfaat kepada orang lain (transformasikesholehan individuan menuju kesholehan sosial). Ini yang seringdisebut dengan insan kamil. Atau dalam istilah lain disebut denganthree principles of human life Kalau manusia memiliki kepercayaantetapi tidak menjalankan syari’at, ibarat akar tanpa pohon, artinyatidak ada gunanya. Tetapi pohon yang berakar dan rindang namuntidak menghasilkan buah, juga kurang bermanfaat bagi kehidupan.Jadi ruang lingkup ini bersambung dengan ruang lingkup yangkedua, sehingga keberadaannya sama pentingnya dengankeberadaan ruang lingkup yang pertama dan yang kedua, dalammembentuk insan kamil.C. Substansi ajaran Nabi dalam Ahlussunnah Wal Jama’ahSecara esensial ajaran Aswaja adalah ajaran Islam, sebabberdasarkan Hadits di atas bahwa Ahlussunnah wal Jama’ah adalahkelompok yang mengikuti sunnah rasul dan para sahabatnya yakniajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi dan yang dilanjutkan oleh parasahabatnya. Maka untuk memahami Aswaja, sangatlah perlu untukmelihat bagaimana sebenarnya latar belakang Islam itu muncul danapa saja ajaran yang diberikan oleh Nabi. Hal ini bukanlah sematasebagai sebagai upaya untuk mengindikasikan adanya truth claim,akan tetapi secara arif untuk memberikan pemahaman yang lebihkomprehensif mengenai pemaknaan ajaran Islam itu sendiri danmenjelajahi kembali tentang bagaimana relevensinya terhadapkelompok-kelompok yang sering mengaku dirinya sebagai kaumAhlussunnah Wal Jama’ah.34


Terlepas dari pemaknaan secara formal, Islam tidak lahir darisebuah ruang hampa. Ada beberapa latar belakang yang menjadipenyebab mengapa agama samawi tersebut turun. Factor yangpaling dominan adalah sosio-kultural tempat di mana ia turun yaknidi semenanjung Arabia. Di tempat gersang dengan perilakumasyarakatnya yang jahil inilah diutus seorang agung keturunanQuraisy Muhammad SAW.Fakta bahwa Islam lebih dari sekedar sebuah agama formal,tetapi juga risalah yang agung bagi transformasi social dantantangan bagi kepentingan-kepentingan pribadi, dibuktikan olehpenekanannya pada sholat dan zakat. Di mana masing-masing rukuntersebut melambangkan adanya kesetaraan social dan keadilan.Nabi Muhammad, dengan inspirasi wahyu ilahiyah menurutformulasi teologis, mengajukan sebuah alternatif tatanan social yangadil dan tidak eksploitatif serta menentang penumpukan kekayaan ditangan segelintir orang. Hal inilah yang menjadi factor utamamengapa Islam pada saat itu tidak dapat diterima oleh beberapapetinggi di Makkah. Harus dicatat, kaum hartawan Makkah bukantidak mau menerima ajaran-ajaran keagamaan Nabi sebatas ajaranajarantentang penyembahan kepada satu Tuhan (Tauhid). Hal itubukanlah sesuatu yang merisaukan mereka. Akan tetapi, yangmerisaukan mereka justru pada implikasi-implikasi social-ekonomidari risalah nabi itu. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnyaajaran Islam mengedepankan kesetaraan social dan keadilan dalamekonomi.Di Madinah, terlepas dari perdebatan apakah Nabi membentuksebuah Negara Islam ataupun tidak, semuanya sepakat bahwa Beliautelah memperhatikan konsep masyarakat politik secara serius untukmenciptakan suatu organ yang dapat diterima semua pihak gunamenangani semua urusan yang ada di kota tersebut. Pada saat ituMadinah adalah kota yang terdiri dari beberapa suku, ras dan agama.Dapat dikatakan bahwa masyarakat Madinah adalah masyarakatPlural yang tidak jauh beda dengan masyarakat Negara-negaramodern saat ini.Nabi membuat masyarakat politik di Madinah berdasarkanconsensus dari kelompok dan dan suku yang dikenal dengan“Piagam Madinah”. Dokumen ini meletakkan dasar bagi komunitaspolitik di Madinah dengan segala perbedaan yang ada denganmenghormati kebebasan untuk mengamalkan agama dan keyakinan35


mereka masing-masing. Dapat kita simpulkan bahwa dakwah Nabilebih ditekankan pada consensus dari beberapa kelompok dan tidakpada paksaan ataupun kekerasan. Hal ini juga merupakan prinsipdasar ajaran Islam, yakni kebebasan.Kemudian kasus yang sering terjadi, .sebagian Muslim, yangkarena memiliki iman tebal tetapi kurang dibarengi denganpemahaman mendalam atas prinsip dasar Islam acapkalimenyimpulkan bahwa, dakwah yang dilakukan bias dengan jalankekerasan. Kemudian logikanya diteruskan dengan memerangiorang kafir yang sudah dikelirukan sebagai orang di luar Islam.Pemaknaan semacam ini sudah jelas adalah pemahaman yangmenyimpang dari fitrah Islam dan ajaran Nabi MuhammadSAW.Intinya bahwa Islam bukanlah agama anarkis, Islam adalahagama fitrah. Kang Said mengatakan bahwa ada beberapa prinsipuniversal yang perlu diperhatikan dalam ajaran Islam yakni; (1) alnafs(jiwa/nyawa manusia), (2) al-maal (harta kekayaan), (3) al-aql(akal/ kebebasan berpikir), (4) al-nasl (keturunan/jaminan keluarga),(5) al-‘ardl (kehormatan/ jaminan profesi).Dengan prinsip Islam diatas kita akan lebih bisa memahami bagaimana seharusnya citra diriseorang Muslim dan bagaimana Islam itu didakwahkan. Sehinggakita akan lebih arif dalam memilih dan memilah ajaran Islam yangseperti apakah yang sesuai dengan ajaran Nabi dan lebih singkatnya“yang mana sich yang Ahlussunnah Wal Jama’ah ???”Tetapi Perlu diingat bahwa Diskursus mengenai AhlussunnahWal Jama’ah (ASWAJA) sebagai bagian dari kajian ke-Islamanmerupakan upaya untuk mendudukkan aswaja secara proporsional,bukannya semata-mata untuk mempertahankan sebuah aliran ataugolongan tertentu yang mungkin secara subyektif kita anggap baikkarena rumusan dan konsep pemikiran teologis yangdiformulasikannya. Kesemuanya sangat dipengaruhi oleh suatuproblem teologis pada masanya dan mempunyai sifat danaktualisasinya tertentu.D. Ahlussunnah Wal Jama’ah Sebagai Metodologi BerpikirSebenarnya Aswaja sebagai Manhajul Fikr secara eksplisitmeskipunsedikit berbeda terminologi- sudah dikenal dalam tubuhNahdlotoel Oelama. Aswaja yang seperti ini digunakan sebagaimetode alternatif untuk menyelesaikan suatu masalah keagamaanketika dua metode sebelumnya yakni metode Qauly dan Ilhaqy tidak36


dapat menyelesaikan problem keagamaan tersebut. Di NU sendirimetode seperti ini terkategorikan sebagai salah satu metode bermadzhabdan disebut dengan metode Manhajy yang menurutMasyhuri adalah suatu cara menyelesaikan masalah keagamaanyang ditempuh Lajnah Bahtsul Masa’il dengan mengikuti jalanpikiran dan kaidah penetapan hukum yang telah disusun imammadzhab.Pada kenyataannya Aswaja tidak hanya dapat dimaknai sebagaiajaran teologis saja, karena problem yang dihadapi oleh umat saatini tidaklah sesederhana dan se-simple periode Islam terdahulu.Lebih luasnya Aswaja dapat ditransformasikan ke dalam aspekekonomi, politik, dan social. Pemaknaan seperti ini berangkat darikesadaran akan kompleksitas masalah di masa kini yang tidak hanyamembutuhkan solusi bersifat konkret akan tetapi lebih pada solusiyang sifatnya metodologis, sehingga muncul term Aswaja sebagaiManhajul Fikr (metode berpikir).Sebagai upaya ‘kontektualisasi’ dan aktualisasi aswaja tersebut,rupanya perlu bagi PMII untuk melakukan pemahaman metodologisdalam menyentuh dan mencoba mengambil atau menempatkanAswaja sebagai ‘sudut pandang/perspektif’ dalam rangka membacarealitas Ketuhanan, realitas manusia dan kemanusiaan serta realitasalam semesta.Namun tidak hanya berhenti sampai disitu , Aswaja sebagaiManhajul Fikri harus bisa menjadi ’busur’ yang bisa menjawabberbagai macam realitas tersebut sebagai upayamengkontekstualisasikan ajaran Islam sehingga benar-benar bisamembawa Islam sebagai rohmatan Lil Alamin, dengan tetapmemegang empat prinsip dasar Aswaja , yaitu :1. Tawasuth .Moderat, penengah . Selalu tampil dalam upaya untukmenjawab tantangan umat dan sebagai bentuk semangatukhuwah sebagai prinsip utama dalam memanivestasikanpaham Aswaja. Mengutip Maqolah Imam Ali Ibn Abi ThalibR.A.;“kanan dan kiri itu menyesatkan, sedang jalan tengahadalah jalan yang benar”2. TawazunPenyeimbang. Sebuah prinsip istiqomah dalam membawa nilainilaiaswaja tanpa intervensi dari kekuatan manapun, dan37


sebuah pola pikir yang selalu berusaha untuk menuju ke titikpusat ideal (keseimbangan)3. TasamuhToleransi, sebuah prinsip yang fleksibelitas dalam menerimaperbedaan, dengan membangun sikap keterbukaan dantoleransi. Hal ini lebih diilhami dengan makna“lakum dinukum waliyadin” dan “walana a’malunawalakum a’maluku”,sehingga metode berfikir ala aswaja adalah membebaskan, danmelepaskan dari sifat egoistik dan sentimentil pribadi ataupunbersama.4. Al-I’tidalKesetaraan/Keadilan, adalah konsep tentang adanyaproporsionalitas yang telah lama menjadi metode berfikir alaaswaja. Dengan demikian segala bentuk sikap amaliah,maqoliah dan haliah harus diilhami dengan visi keadilanEmpat prinsip dasar tersebut adalah solusi metodis yangdiberikan Aswaja. Dengan metode ini problem-problem dari realitasmasa kini sangat mungkin untuk menemukan solusi. Dan yangterpenting adalah empat prinsip tersebut sama sekali tidakbertentangan dengan ajaran-ajaran Nabi Muhammad SAW, danjustru merupakan prinsip-prinsip dasar Universalitas ajaran Islamsebagai rohmatan Lil Alamin.38


ANALISA SOSIALA. PendahuluanAuguste Comte, seorang pemikir fenomenal dari Prancisyang hidup pada abad 18 M, merupakan sosok yang dikenal sebagai“Bapak” Sosiologi. Karyanya yag berjudul “Course of PositivePhilosophy”, disebut-sebut sebagai pengantar awal yangmenjelaskan pengertian tentang masyarakat secara sistematis danilmiah. Menurut Johnson bahwa buku ini mencerminkan suatukomitmen yang kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam menjelaskanfenomena-fenomena sosial dalam masyarakat (society). (Lawang,1986)Lebih jauh Comte menegaskan bahwa masyarakat harusdipelajari secara ilmiah dan mendalam sebagai suatu keseluruhandan kesatuan sistem. Pandangan yang bersifat “systemic” daricomte ini pada perkembangannya dipertegas oleh Herbert Spencerdengan pendekatan “organic analogy”nya. Pada dasarnya ia melihatmasyarakat sebagi suatu organisme dimana elemen-elemennyasaling berhubungan satu sama lain sedemikian rupa sehinggamembentuk suatu struktur yang bekerja untuk memenuhi fungsifungsitertentu dalam rangka kelangsungan hidupnya.Di lain fihak, sekelompok tokoh-tokoh lainnya yang seringdisebut sebagai kaum “individualist” percaya bahwa, tidak mungkinuntuk mengerti hakekat keteraturan sosial tanpa mempelajari secaramendalam interaksi perorangan antara individu-individu yangterlibat didalamnya (partisipating individual). John Stuart Millsmisalnya mengatakan bahwa sebagai suatu kumpulan dari individu,suatu masyarakat atau kolektiva sosial tidak mungkin munculsebagai suatu fenomena baru yang bebas dari fenomena individu. Didalam suatu kumpulan massa seorang individu tidak akan berubahmenjadi unsur yang lain sebagaimana hidrogen dan oxigen akanberubah menjadi air. Di samping itu Max Weber mengatakan bahwauntuk mengerti keteraturan sosial kita harus mencobamenginterpretasikan tindakan sosial dari individu, karena padahakekatnya keteraturan sosial adalah hasil dari tindakanindividu.(Berry, 1982)Perbedaan faham dari para “founding father” sosiologitersebut terus diwarisi hingga kini. Saat ini kita mengenal berbagaialiran pemikiran (School of Thought) di dalam ilmu sosiologi Yakni:39


Structural functionalism, Conflict approac, Social exchange theory,Symbolict interactionism, dsb. Kelompok aliran pemikiran diatasberkisar dari yang sangat bersifat “collectivistic” seperti kaumstruktural fungsional sampai kepada kelompok yang sangat“individualistic” yakni kelompok interaksionalisme simbolik.Secara historis, sebenarnya sosiologi adalah sebuah disiplinilmu-pengetahuan yang lahir atas adanya keingin-tahuan masyarakatEropa Barat pada masa itu terhadap dirinya sendiri, terhadapeksistensi dan hakekat masyarakat Eropa. Karena sejak abad 15/16M sampai abad 18 M, masyarakat Eropa Barat mengalami sebuahproses perubahan sosial yang sungguh luar biasa dan belum pernahterjadi pada abad-abad sebelumnya. Kondisi ini tidak lain dipicuadanya “Revolusi Intelektual” yang didendangkan oleh gerakan“Renaisance dan Humanism”. Gerakan tersebut secara drastismerubah tatanan masyarakat Eropa. Eropa, sebelum Renaisance danHumanism (age of enligment) mengalami masa-masa kegelapan(abad kegelapan) yang dicirikan dengan: struktur masyarakat yangstagnan, takhayul berkembang, intelektualitas mengalami kebuntuandan jauh dari peradaban, (Saunders, 1994)Dengan munculnya gerakan Renaisance dan Humanismetersebut, maka berubahlah masyarakat Eropa Barat menjadi sebuahtatanan struktur modern yang mapan dan progressif dengan ritmeperubahan yang setiap detiknya semakin cepat dan tidak terduga.Norma, nilai dan pola-pola hubungan mengalami banyakpergeseran. Dari sini muncul kesadaran kolektif dari masyarakatEropa untuk lebih memahami tentang dirinya, tentang apa danbagaimana menjelaskan situasi yang terjadi pada masyarakat Eropatersebut. Sosiologi - yang dikembangkan Comte - dianggap sebagaisebuah disiplin keilmuan yang mampu menjelaskan berbagaifenomena dari situasi kondisi masyarakat Eropa tersebut. Sehinggawajar bila kehadiran sosiologi mendapat sambutan yang luar biasadari masyarakat Eropa Barat pada sekitar abad 18 dan 19 M.40


Gambar 1. Proses kelahiran sosiologi.Age of darkness(abad kegelapan)Pra abad 15/16 MRenaissance&Humanisme(abad 15/16 M)RevolusiIndustriINGGRISRevolusisosialbudayaSOSIOLOGIPRANCISB. Paradigma Analisis SosialSebagai alat anlisis terhadap berbagai fenomenakemasyarakatan, analisa sosial merupakan suatu metode alternatifdalam memahami realitas sosial berikut berbagai persoalan yangmuncul didalamnya. Menurut Roem terdapat dua matra dalammelakukan analisa sosial, yaitu : metode pendekatan dan arahtujuan. Dalam konteks ini penulis mencoba untuk memahamianalisis sosial sebagai instrumen sosial dengan menggunakanpendekatan paradigma sosiologi. Hal ini bertujuan untuk lebihmemudahkan para pembaca dalam memetakan teori-teori yang adadalam ilmu-ilmu sosial.Secara konseptual paradigma merupakan pandanganfundamental tentang apa yang menjadi pokok persoalan (subjectmatter)disiplin ilmu. Paradigma dengan demikian merupakantentang apa yang seharusnya menjadi obyek studi disiplin tertentu.Paradigma adalah kesatuan konsensus yang terluas dalam satudisiplin yang membedakan antara komunitas ilmuwan (subkomunitas)yang satu dengan yang lain. Paradigma menggolonggolongkan,mendefinisikan dan menghubungkan antara exemplarexemplar,teori-teori dan metode-metode serta instrumen yangterdapat didalamnya. Ada tiga yang menyebabkan terjadinyaperbedaan paradigmatik dalam sosiologi. Pertama, adanya perbedaan pandangan filsafat ygmendasari pemikiran masing-masing komunitas sosiolog41


tentang pokok persoalan semestinya dipelajari sosiologi.Asumsi dasar atau aksioma antara komunitas sosiologyang satu dengan yang lain berbeda.Kedua, sebagai akibat logis yang pertama, maka teori-teoriyang dibangun dan yang dikembangkan masing-masingkomunitas itu berbeda.Ketiga, metode yang dipakai untuk memahami danmenerangkan substansi disiplin inipun berbeda. Bahkanunsur politik juga bisa menjadi sebab terjadinyapertentangan.Paradigma bukan saja mengkaji tentang apa yang harusdipandang, namun juga memberikan inspirasi, imajinasi terhadapapa yang harus dilakukan, sehingga membuat perbedaan antarailmuwan satu dengan lainnya. Menurut Thomas Kuhn (dalam Ritzer,2002), paradigma merupakan alat analisis untuk memberikan dasarukuran sesuai dengan keharusan logika yang telah disetujui olehkomunitas penganutnya. Lebih lanjut paradigma merupakankonstelasi teori, pertanyaan, pendekatan, dan prosedur yangdikembangkan dalam rangka memahami kondisi sejarah dankeadaan sosial, untuk memberikan konsepsi dalam menafsirkanrealitas sosial. Paradigma merupakan konstelasi dari unsur-unsuryang bersifat metafisik, sistem kepercayaan, filsafat, teori, maupun,sosiologi, dalam kesatuan kesepakatan tertentu untuk meyakinikeberadaan sesuatu yang baru. Paradigma adalah model ataupegangan untuk memandu mencapai tujuan.(Ritzer, 2002).Dalam studi analisa sosial, paradigma menempati posisiurgen dan mendasar sebagai pijakan yang dipakai dalam berdialogdengan realitas sosial. Karena paradigma masing-masing memilikicara pandang tersendiri dalam memahami realitas, mengingatdengan luasnya obyek sosial yang ada, dengan beragamnya ruangdan waktu sekaligus latar belakang para ilmuwan yang berbeda,akan melahirkan perbedaan dalam melakukan suatu analisis.1. Paradigma Analisis SosialMenurut George Ritzer (1982) analisis sosial secaraparadigmatik dikembangkan dalam tiga model, yaitu : Paradigma Fakta Sosial Paradigma Definisi Sosial Paradigma Prilaku Sosial42


Ketiganya dianalisa dengan masing-masing komponenparadigma yang telah digariskan sesuai dengan pengertian diatas.Hal mendasar dalam perbedaannya adalah asumsi-asumsidasarnya mengenai hakekat dasar kenyataan sosial.a. Paradigma Fakta SosialDalam paradigma fakta sosial, setiap masalah harus ditelitididalam dunia nyata sebagaimana orang mencari barang sesuatuyang lainnya dan tidak dapat dipelajari hanya sekedar melaluiintrospeksi. Menurut Durkheim Fakta sosial terdiri atas dua macam :1. Dalam bentuk material, yaitu sesuatu yang dapat disimak,ditangkap dan diobservasi yag menjadi bagian dari dunianyata (external World). Contoh arsitektur dan normahukum.2. Dalam bentuk non material, yaitu sesuatu yang dianggapnyata (external), yang berupa fenomena yang bersifat intersubjective yang hanya dapat muncul dari kesadaranmanusia. Contoh egoisme, altruisme dan opini.Adapun obyek dari fakta sosial adalah: peranan sosial, polainstitusional, proses sosial, organisasi kelompok, pengendaliansosial dan sebagainya. Teori fakta sosial berkecenderungan untukmemusatkan perhatiannya pada fungsi dari satu fakta sosial terhadapfakta sosial yang lain. Fungsi adalah akibat-akibat yang dapatdiamati yang menuju adaptasi atau penyesuaian suatu sistem. Olehkarena itu fungsi bersifat netral secara ideologis. Maka, Merton jugamengajukan teori dis-fungsi. Sebagaimana struktur sosial ataupranata sosial dapat menyumbang terhadap pemeliharaan fakta-faktasosial lainnya, sebaliknya ia bisa menimbulkan akibat-akibatnegatif. Contoh, perbudakan yang terdapat pada sistem sosialAmerika lama, khususnya bagian selatan.Dalam paradigma fakta sosial pokok persoalan yang harusdiangkat adalah Fakta-fakta sosial. Secara garis besarnya faktasosial ini terdiri atas dua tipe yaitu, struktur sosial dan pranatasosial. Secara terperinci fakta sosial terdiri atas: kelompok, kesatuanmasyarakat tertentu (Societies)., sistem sosial, posisi, peranan, nilainilai,keluarga, pemerintah, dan sebagainya. Menurut Peter Blan tipedasar dari fakta sosial ini:1. Nilai-nilai umum (Common Values)2. Norma yang terwujud dalam kebudayaa/sub kultur43


Norma-norma dan pola nilai ini biasa disebut institusion atau disinidiartikan dengan pranata. Sedangkan jaringan hubungan sosialdimana intraksi sosial berproses dan menjadi terorganisir sertamelalui mana posisi-posisi sosial dari individu dan sub- kelompokdapat dibedakan, sering diartikan sebagai struktur sosial. Dengandemikian, struktur sosial dan pranata sosial inilah yang menjadipokok persoalan penyelidikan analisa sosial menurut fakta sosial.b. Paradigma Definisi SosialExemplar paradigma ini adalah salah satu aspek yangsangat khusus dari karya Max Weber, yakni dalam analisanyatentang tindakan sosial (social action). Menurutnya sosiologisebagai studi tentang tindakan sosial antar hubungan sosial. Intitesisnya adalah “tindakan yang penuh arti” dari individu. Tindakansosial adalah tindakan individu sepanjang tindakannya itumempunyai makna atau arti subyektif bagi dirinya dan diarahkankepada tindakan orang lain. Sebaliknya tindakan yang ditujukanpada benda mati/fisik tanpa ada hubungan dengan orang laintermasuk tindakan sosial.Bertolak dari konsep dasar tentang tindakan sosial danantar hubungan sosial itu terdapat lima ciri pokok menurut Weberyang menjadi sasaran analisis sosial, yaitu:1. Tindakan manusia, yang menurut si aktor mengandungmakna yang subyektif. Ini meliputi berbagai tindakannyata.2. Tindakan nyata yang brsifat membatin sepenuhnya danbersifat subyektif.3. Tindakan yang meliputi pengaruh positifdari suatu situas,tindakan yang sengaja diulangserta tindakan dalam bentukpersetujuan secara diam-diam.4. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepadabeberapa individu.5. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain danterarah kepada orang lain itu.Untuk mempelajari dan memahami tindakan sosial tersebutdiperlukan sebuah metode. Weber menganjurkan melalui penafsirandan pemahaman (interpretative understanding) atau dalamterminologi Weber sendiri disebut dengan: verstehen. Dalammelakukan analisis sosial, seorang analis harus mencoba44


menginterpretasikan tindakan si aktor, dalam artian memahamimotif dari tindakan si aktor.c. Paradigma Prilaku SosialParadigma yang dimotori skinner ini memusatkanperhatiannya kepada proses interaksi. Tetap secara konseptualberbeda dengan paradigma tindakan definisi sosial. Menurut prilakusosial individu kurang sekali memiliki kebebasan. Tanggapan yangdiberikannya ditentukan oleh sifat dasar stimulus yang datang dariluar dirinya. Jadi tingkah laku manusia lebih bersifat mekanikdibandingkan dengan menurut pandangan paradigma definisi sosial.Sebagai perbandingan selanjutnya paradigma fakta sosial melihattindakan individu sebagai ditentukan oleh norma-norma, nilai-nilai,serta struktur sosial.Paradigma prilaku sosial memusatkan perhatiannya kepadaantar hubungan antara individu dan lingkungannya. Lingkungan ituterdiri atas:1. Bermacam-macam obyek sosial2. Bermacam-macam obyek non sosialSingkatnya hubungan antar individu dengan obyek sosialdan hubungan antara individu dengan non sosial dikuasai olehprinsip yang sama. Secara garis besar pokok persoalan analisissosial menurut paradigma ini adalah tingkah laku individu yangberlangsung dalam hubungannya dengan faktor lingkunganmenimbulkan perubahan terhadap tingkah laku. Jadi terdapathubungan fungsional antara tingkah laku dengan perubahan yangterjadi dalam lingkungan aktor. Dan pada paradigma ini parasosiolog atau analis sosial lebih memusatkan pada prosesinteraksi.(Ritzer,2002)45


Gambar 2. Paradigma utama sosiologi dalam analisis sosialParadigma IlmuPengetahuan(Thomas Kuhn)SOSIOLOGIParadigma FaktaSosial (Individual)E. DurkheimParadigma DefinisiSosial (Individual-Group)Max WeberParadigmaPrilaku Sosial (Group)ParadigmaTerpaDu(George Ritzer)RekayasaSosialB.F. SkinnerKenyataansosialC. Fokus Analisis: Struktur Sosial dan ProsesKemasyarakatanDalam Antropologi sosial, konsep struktur sosial seringidentik dengan organisasi sosial, terutama bila dikaitkan denganmasalah kekerabatan, kelembagaan dan hukum masyarakat yangtergolong bersahaja. Menurut Firth dalam (Syani, 1994), bahwaorganisasi sosial berkaitan dengan pilihan dan keputusan dalamhubungan-hubungan sosial aktual. Struktur sosial mengacu padahubungan-hubungan sosial yang lebih fundamental yangmemberikan bentuk dasar pada masyarakat, yang memberikanbatas-batas pada aksi-aksi yang mungkin dilakukan secaraorganisatoris. Sedangkan E.R. Leach menetapkan konsep tersebutpada cita-cita tentang distribusi kekuasaan di antara orang-orang dankelompok-kelompok.Dari pendapat di atas dapat diartikan bahwa struktur sosialmencakup berbagai hubungan sosial antara individu-individu secarateratur pada waktu tertentu yang merupakan keadaan statis darisuatu sistem sosial. Jadi struktur sosial tidak hanya mengandungunsur kebudayaan belaka, melainkan sekaligus mencakup seluruhANALISISSOSIAL46


prinsip-prinsip hubungan-hubungan sosial yang bersifat tetap danstabil.Dengan tidak mengurangi dari pengertian struktur sosialtersebut, maka secara singkat struktur sosial juga dapat didefinisikansebagai tatanan sosial dalam kehidupan masyarakat yang didalamnya terkandung hubungan timbal balik antara status danperanan dengan batas-batas perangkat unsur-unsur sosial yangmenunjuk pada suatu keteraturan prilaku, sehingga dapatmemberikan bentuk sebagai suatu masyarakat. Sebagaimanadisebutkan Soerjono Soekanto, bahwa unsur-unsur sosial tersebutmeliputi: (1) Kelompok sosial, (2) Kebudayaan, (3) Lembaga sosial,(4) Stratifikasi sosial, (5) Kekuasaan dan wewenang.Lembaga-lembaga dalam struktur sosial tersebut, antaralain: Kelompok dan asosiasi baik yang bersifat paguyuban ataupatembayan, keluarga, lembaga sosial agama dan kemasyarakatan,lembaga pendidikan, lembaga politik-ekonomi.Dalam perkembangannya lembaga-lembaga sosial tersebutakan mengalami suatu proses pelembagaan. Seperangkat hubungansosial melembaga apabila: (1) sudah dikembangkan suatu sistemyang teratur tentang status dan peran, dan (2) sistem harapan statusdan peran sudah umum diterima di masyarakat. Sebagai contoh diAmerika, bahwa kencan (dating) telah memenuhi kedua kualifikasitersebut. Dimana seperangkat peran mengatur secara sistematis hakdan kewajiban antara pria sebagai peminang dan wanita penerimadan sebagainya dengan dilindungi sejumlah pembatasan ataupengendalian untuk mencegah komplikasi, dengan demikian kencanmenjadi bagian dari lembaga perkawinana dan keluarga. Namunpada perkemabangannya proses sosial tersebut berubah seiringdengan pola hubungan muda-mudi sudah semakin tidak formal dantanpa batasan dan pengendalian tertentu, sehingga menunjukkanlembaga telah berubah.Proses sosial, merupakan aspek dinamis dari kehidupanmasyarakat dengan didalamnya terdapat suatu proses hubunganantara manusia dengan sesamanya. Proses tersebut berupa antar aksisosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari secara terusmenerus.Antar aksi (interaksi) sosial, dimaksudkan sebagaipengaruh timbal balik antara dua belah pihak baik antar individuatau kelompok dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Proses sosialpada dasarnya merupakan siklus perkembangan dari struktur sosial47


yang merupakan aspek dinamis dalam kehidupan masyarakat.Bentuk-bentuk proses sosial kemasyarakatan tersebut antara lain: (1)kerjasama (co-operation), (2) persaingan (competition), (3)pertikaian atau pertentangan (conflict) dan (4) akomodasi(acomodation).D. Pendekatan Analisis SosialAdapun pendekatan masalah yang digunakan dalam suatuanalisis sosial dengan mencermati pada struktur sosial dan proseskemasyarakatannya dapat dirumuskan dalam dua model, yaitu: (1)fungsional dan (2) konflik.1. FungsionalOleh kebanyakan pengeritik, pendekatan fungsional-strukturalini dianggap sebagai dunia statis, dunia tanpa perubahan radikal,meskipun dalam kenyataannya sering digunakan dalam menatastruktur dan sistem sosial di masyarakat. Padahal sebenarnya,fungsional-struktural juga menerangkan tentang perubahansosial. Setidaknya terdapat 7 ciri umum prespektif fungsionalstruktural,yaitu, (Lauer: 1989) :a. Masyarakat harus dianalisis sebagai keseluruhan, selaku“sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang salingberhubungan” .b. Hubungan sebab dan akibat bersifat “jamak dan timbalbalik”.c. Sistem sosial senantiasa berada dalam keadaan“kesetimbangan dinamis” (homeostatic equilibrium),penyesuaian terhadap kekuatan yang menimpa sistemmenimbulkan perubahan minimal di dalam sistem itu.d. Integrasi sempurna tak pernah terwujud, setiap sistemmengalami ketegangan dan penyimpangan namuncenderung dinetralisir melalui institusionalisasi.e. Perubahan pada dasarnya berlangsung secara lambat, lebihmerupakan proses penyesuaian ketimbang perubahanrevolusioner.f. Perubahan adalah hasil penyesuaian (adaptation) atasperubahan yang terjadi di luar sistem, pertumbuhan melaluidifferensiasi dan melalui penemuan-penemuan internal.g. Masyarakat terintegrasi melalui nilai-nilai bersama.48


Tujuh hal di atas merupakan prinsip-prinsip dasar dariprespektif fungsional struktural yang mula-mula dikembangkan olehTalcott Parsons.Masih menurut Parsons, setiap sistem sosial (masyarakat)mempunyai empat struktur penting, yaitu (Jhonson : 1986) :a. Struktur Kekerabatan, struktur-struktur ini berhubungandengan pengaturan ungkapan perasaan seksual,pemeliharaan dan pendidikan anak mudab. Struktur Prestasi Instrumental dan Stratifikasi, strukturstrukturini menyalurkan semangat dorong individu dalammemenuhi tugas yang perlu untuk mempertahankankesejahteraan masyarakat keseluruhan sesuai dengan nilainilaiyang dianut bersama. Suatu strategi pokok untukmenjamin motivasi ini adalah memberikan penghargaankepada seseorang sesuai dengan sumbangan yangdiberikan.c. Teritorialitas, kekuatan, dan integrasi dalam sistemkekuasaan, Semua masyarakat harus mempunyai suatubentuk organisasi teritorial. Hal ini perlu untuk mengontrolkonflik internal dan untuk berhubungan dengan masyarakatlainnya, atau, semua masyarakat mempunyai suatu bentukorganisasi politik.d. Agama dan Integrasi nilai, pentingnya nilai-nilai yangdianut bersama sudah sering kali ditekankan. Masalahmembatasi nilai dan komitmen yang kuat terhadap nilainilaiitu sangat erat hubungannya dengan institusi agama.Keempat struktur penting dalam sebuah sistem sosial tersebut,untuk dapat berjalan secara benar harus memperhatikanprasyarat-prasyarat fungsional. Lebih lanjut, dengan dibantu olehRobert F Bales, Parson (Jhonson, 1986) mengajukan prasyaratprasyaratfungsional tersebut dalam menganalisa sistem sosialyang dikenal dengan konsep AGIL, yaitu :a. A - Adaptation, menunjuk pada keharusan bagi sistemsistemsosial untuk menghadapi lingkungannya. Ada duadimensi permasalahan yang dapat kita bedakan. Pertama,harus ada “suatu penyesuaian dari sistem itu terhadap‘tuntutan kenyataan’ yang keras yang tak dapat diubah”(inflexible) yang datang dari lingkungan. Kedua, adaproses “transformasi aktif “ dari situasi itu.49


. G – Goal Attainment, merupakan persyaratan fungsionalyang muncul dari pandangan Parsons bahwa tindakan itudiarahkan pada tujuan-tujuannya. Namun, perhatian yangdiutamakan di sini bukanlah tujuan pribadi individu,melainkan tujuan bersama para anggota dalam suatu sistemsosial.c. I – Integration, merupakan persyaratan yang berhubungandengan interalasi antar para anggota dalam sistem sosialitu.d. L – Latency Pattern Maintenance, konsep latensi (latency)menunjukkan pada berhentinya interaksi. Para anggotadalam sisitem sosial apa saja bisa letih dan jenuh sertatunduk pada sistem sosial lainnya di mana mungkin merekaterlibat. Karena itu, semua sistem sosial harus berjaga-jagabilamana sistem itu sewaktu-waktu kocar-kacir dan paraanggotanya tidak lagi bertindak atau berinteraksi sebagaianggota sistem.Keempat prasyarat fungsional tersebut terbagi dalam duadikotomi, yaitu :a. Dikotomi eksternal-internal, fungsi integrasi danpemeliharaan pola laten dipusatkan pada masalah internal,dan adaptasi dan pencapaian tujuan dipusatkan padahubungan dengan lingkungan eksternalb. Dikotomi instrumental-consummatory, fungsi adaptasi danpemeliharaan pola merujuk instrumental, dan pencapaiantujuan dan integrasi merujuk pada consummatory.Keempat prasyarat fungsi dan dua dikotomi itulah yang akanmengendalikan perubahan sosial dalam sebuah sistem sosial,sehingga perubahan yang terjadi bersifat lambat dan stabil, tidakrevolusioner; lebih dari itu, sistem sosial tidak mengalamiguncangan yang berlebihan. Selanjutnya, Parsons membagi 4jenis proses perubahan, yaitu, (Lauer: 1993) :a. Proses keseimbangan, meliputi proses di dalam sistemsosialb. Perubahan struktural, mencakup perubahan fundamentaldari sistem sosialc. Diferensiasi struktural, meliputi perubahan satu subsistematau lebih tetapi tidak menyebabkan perubahan secarakeseluruhan.50


d. Evolusi, yakni proses yang melukiskan pola perkembanganmasyarakat sepanjang waktu.Pada dasarnya, teori fungsional menekankan proses-prosessosial yang didasarkan pada konsensus nilai dan menyumbang padasolidaritas, integrasi dan keseimbangan.Demikianlah beberapa konsep penting untuk mencematimasalah dalam analisis kemasyarakat dengan melihat perkembangandan perubahan masyarakat dalam struktur dan proses sosialnyamenurut prespektif fungsional-struktural yang dikembangkan olehParsons, dan kemudian disempurnakan oleh Merton denganmenambahkan konsep fungsional dan dis-fungsional. Di mana,menurut Merton, pertentangan antara fungsional (fungsi yangdiharapkan) dan dis-fungsional (fungsi yang tidak diharapkan),dapat menimbulkan perubahan sosial dalam sebuah struktur/sistemsosial, yang diawali dengan dis-fungsional latent.2. KonflikDalam banyak hal (meskipun tidak seluruhnya) teori konflikmasa kini mencerminkan pengaruh Marx. Khususnya aliran teorikritis banyak mengambil asumsi filosofis Marx dan menngunakangaya analisanya dalam memperlihatkan bahwa bentuk-bentukdominan dalam kesadaran menyatakan dan memperkuat pola-poladominasi sosial politik. Kebebasan dari dominasi serupa itu danpemenuhan kebutuhan manusia secara maksimal merupakan tujaunyang sangat ditekankan oleh para ahli teori kritis.Teori Marx memberikan semacam batas yang penting dalambidang intelektual sehingga para ahli teori sejak Marx dapat denganmudah dikelompokkan menurut apakah mereka mengambilpendekatan Marxis atau non-Marxis (tidak semua teori konflik harusMarxis). Apakah seseorang ahli setuju atau tidak dengan posisiMarx, ada beberapa segi kenyataan sosial yang dia tekankan yangtidak dapat diabaikan oleh teori apapun, antara lain adalahpengakuan akan adanya struktur kelas dalam masyarakat,kepentingan ekonomi yang saling bertentangan di antara orangorangdalam kelas berbeda, pengaruh yang besar dari posisi kelasekonomi terhadap gaya hidup seseorang serta bentuk kesadaran, danpelbagai pengaruh dari konflik kelas dalam menimbulkan perubahanstruktur sosial, yang kiranya sangat penting.Sebagaimana pendekatan Mills dengan memberikan prioritasyang jauh lebih besar pada kebutuhan individu. Dalam salah satu51


tema utamanya The Sociological Imagination adalah bahwa analisasosiologis harus ditekankan pada usaha memperlihatkan hubunganantara masalah pribadi individu dan isu-isu sosial yang lebih luasyang berakar dalam struktur dasar masyarakat itu. Masalah pribadiindividu, seperti masalah yang bersifat material (penganguran,kemiskinan) atau masalah psikologis seperti kerja tanpa makna ataualienasi, dapat ditunjukkan secara umum akarnya dalam strukturmasyarakat. Menurut Manheim, bahwa pertumbuhan dalamrasionalitas formal dalam struktur sosial, seperti yang terungkapdalam organisasi birokratis yang besar dan kompleks, berdampakpada penyempitan kebebasan manusia dan hilangnya pemahamanmereka yang subtantif mengenai dinamika struktur organisasikeseluruhan dimana mereka terlibat. Dengan kata lain individumengambil bagian dalam sistem yang sangat rasional, tetapi tanpasepenuhnya sadar akan bagaimana peran-perannya yang khusus itucocok satu sama lain dalam struktur keseluruhan.Seorang sosiolog dan salah satu penganut teori konflik dariJerman Ralf Dahrendorf (dalam Johnson, 1986) menolak tekanankaum fungsionalis pada integrasi, nilai dan konsensus normatif,serta stabilitas yang dipandang berat sebelah. Dia berusahamendasarkan teorinya pada suatu perspektif Marxis yang modernyang menerima meluasnya konflik sosial yang didasarkan padaoposisi kepentingan kelas dan konsekuensi konflik itu dalammelahirkan perubahan sosial. Tetapi berbeda dengan aliranFrankfurt, Dahrendorf tidak menggunakan perspektif Marxissebagai suatu dasar untuk kritik budaya yang radikal. Diamenekankan tingkat analisa struktur sosial. Khususnya diamengkritik Marx mengenai teori pembentukan kelas dan teorikonflik kelasnya yang hanya relevan untuk tahap awal kapitalisme,bukan untuk masyarakat industri post-capitalist. Teori Dahrendorfini lebih umum daripada teori Marx, karena karena dapat berlakutidak saja bagi masyarakat kapitalistik, tetapi juga sosialitik. Sepertidifahami bahwa, Marx mendasarkan teorinya pada pembentukankelas pada pemilikan alat produksi, sementara Dahrendorfberpendapat bahwa kontrol atas alat produksi merupakan faktoryang lebih penting dan bukan kepemilikan alat produksi.Menurut Dahrendorf (dalam Johnson, 1986) fungsi ataukonsekuensi konflik adalah menimbulkan perubahan struktur sosial,52


khususnya yang berhubungan dengan struktur otoritas. Ditambahkanada tiga tipe perubahan struktural:a. perubahan keseluruhan personel di dalam posisi dominasi.b. peruabahan sebagaian personel dalam posisi dominasi.c. digabungkannya kepentingan-kepentingan kelas subordinatdalam kebijaksanaan kelas yang berkuasa.Perubahan personel, baik seluruh atau sebagaian, hanyalahberarti bahwa orang-orang dalam kelas subordinat masuk ke dalamkelas yang berkuasa. Salah satu dari kedua perubahan ini biasanyaakan memperbesar kemungkinan terjadinya perubahan yang ketiga,tetapi perubahan yang ketiga dapat pula terjadi tanpa perubahanpersonel yang berarti. Sesungguhnya jika semakin berhasil kelasyang berkuasa itu dapat mengikuti strategi perubahan yang ketiga,semakin kurang kemungkinan kedua tipe yang pertama dariperubahan struktural itu akan terjadi.Dahrendorf meringkaskan asumsi teori fungsionalis(konsensus atau integrasi) yang bertentangan dengan teori konflik,sebagai berikut:Teori Fungsional:a. Setiap masyarakat merupakan suatu struktur elemenelemenyang secara relatif mantap dan stabil.b. Setiap masyarakat merupakan suatu struktur elemenelemenyang terintegrasi dengan baik.c. Setiap elemen dalam suatu masyarakat mempunyai fungsi,yakni memberikan sumbangan pada bertahannyamasyarakat itu sebagai suatu sistem.d. Setiap struktur sosial yang berfungsi didasarkan pada suatukonsensus nilai diantara para anggotanya.Teori Konflik:a. Setiap masyarakat kapan saja tunduk pada prosesperubahan;perubahan sosial ada di mana-mana.b. Setiap masyarakat kapan saja memperlihatkan perpecahandan konflik; konflik sosial ada di mana-mana.c. Setiap elemen dalam suatu masyarakat menyumbangdisintegrasi dan perubahan.d. Setiap masyarakat didasarkan pada paksaan dari beberapaanggotanya atas orang lain.Secara umum dapat disimpulkan bahwa, teori konflikmengarahkan perhatiannya pada kepentingan-kepentingan53


kelompok dan orang yang saling bertentangan dalam struktursosial dan pada cara di mana konflik kepentingan inimenghasilkan perubahan sosial yang terus-menerus.3. Sintesis PendekatanOleh karena banyaknya analisa kaum fungsionalis yang melihatbahwa konflik adalah dis-fungsional bagi suatu kelompok, LewisA. Coser (dalam Poloma, 2000) mencoba mengemukakankondisi-kondisi di mana secara positif, konflik membantumempertahankan struktur sosial. Konflik sebagai proses sosialdapat merupakan mekanisme lewat mana kelompok-kelompokdan batas-batasnya terbentuk dan dipertahankan. Selanjutnyakonflik dapat menyatukan para anggota kelompok lewatpengukuhan kembali identitas kelompok. Apakah konfliksumber kohesi atau perpecahan kelompok tergantung atas asalmula ketegangan, isu tentang konflik, cara bagaimana konflikditangani, dan yang terpenting tipe struktur di mana konflik ituberkembang.Konflik dibedakan dengan in-group dan out group, antaranilai-inti dengan masalah yang lebih bersifat pinggiran, antarakonflik yang menghasiolkan perubahan struktural lawan konflikyang disalurkan lewat lembaga-lembaga katup penyelamat (safetyvalve),dan antara konflik pada struktur berjaringan longgar danstruktur berjaringan ketat. Konflik juga bisa dibedakan dengankonflik realistis yang berasal dari kekecewaan terhadap tuntutantuntutankhusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraankemungkinan keuntungan para partisipan, dan yang ditujukan padaobyek yang dianggap mengecewakan, dan non-realistis, yaitukonflik yang hukan berasal dari tujuan-tujuan saingan yangantagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan,paling tidak dari salah satu pihak, (Coser dalam Poloma, 2000).Keseluruhan butir-butir tersebut merupakan faktor-faktor yangmenentukan fungsi konflik sebagai suatu proses sosial. Artinya,pendekatan fungsional juga bisa digunakan dalam melihat konfliksebagai suatu proses sosial yang sehat dalam masyarakat.54


STRATEGI PENGEMBANGAN PMIIA. Anggitan AwalMencermati dan mengamati sebuah gerakan PMII(Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia),berarti mengadakansebuah diskusi panjang yang didalamnya terdapat sekiankelonggaran ruang untuk secara serius mendialektikan tema-temapembicaraan itu kedalam agenda yang lebih spesifik dan runtut.Halini diperlukan karena pada pokok pembicaraan itu seringkalimembuang habis energi tanpa adanya perumusan yang dapatdidiskusikan secara terus menerus dan mendasar.Bahwa kondisikultur seperti ini diperlukan perubahan sehingga budaya dialogmasih menjadi media yang penting bagi tumbuh danberkembangnya PMII.Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia atau lebih populardisebut PMII adalah organisasi kemahasiswaan ekstra Universitasyang lahir pada tanggal 17 April 1960 di kota Surabaya,JawaTimur.Ia adalah sosok gerakan mahasiswa yang terbit dari kehendaksejarah dan sekaligus kehadirannya untuk (membuat) sejarahditengah kehidupan langgam bangsa yang sedangberlangsung.Proses kelahiran PMII juga tidak dapat dipisahkan darikelompok muda yang mewakili komunitas masyarakat NU yanglebih bercorak agraris,pedesaan dan secara ekonomi,sosial politiktermarginal.Anak-anak muda ini nampaknya sadar bahwa posisidemikian bila dibiarkan selain membawa dampak yang kurangbagus bagi pengembangan dan kemajuannya,juga mainstream yangsedang berjalan tidak menempatkannya dalam posisi keseimbangandengan kekuatan-kekuatan lain yang terkesan di 'anak emaskan' olehtatanan system yang tengah berjalan (Tahun 1960 an).Dengan tidak menegasikan dari proses kelahirannya bahwaPMII adalah lahir dari kultur NU tadi,PMII senantiasa terusbergeliat bersama dinamika bangsa yang terus bergulir dari satujaman kejaman berikutnya.Artinya PMII yang merupakan sintesadari variabel keislaman,kemahasiswaan,dan keindonesiaan mencobamenjawab persoalan bangsa sebagai titik focus garapan utamanyasebab sublimasi nilai-nilai dasar yang menjadi acuan perjuanganPMII (Ideologi Gerakan PMII) tersebut,senantiasa diorientasikankepada kepentingan kehidupan bangsa sebagai wujud pengabdiantertingginya.Disinilah kita kemudian dapat melihat sebuah kerangka55


dasar gerakan PMII yang akan diterjemahkan secara konsisten danterus menerus.Namun demikian,proses perjalanan PMII tetap denganwarna zaman yang menjadi pembalutnya.Kita dapat melihatperbedaan itu sangat jelas dalam periodisasi gerakan PMII dari masakemasa.Perbedaan itu tidak saja dipengaruhi oleh gaya atau stylegerakan oleh person-person yang menjadi motorpenggeraknya,tetapi lebih ditentukan oleh konstelasi perpolitikannasional yang tengah berlangsung.Dengan mencermati hal tersebutmaka akan tercipta pada sebuah gambaran dan asumsi bahwa tingkatketerlibatan PMII dengan persoalan kebangsaan sungguh sangatkental.Kekentalan gerakan PMII dengan persoalan bangsa yangdimaksud dapat diamati lewat gerakan PMII dalam tataranaplikasinya,semisal konsennya PMII dengan nasib rakyatkecil,penegakan kebenaran,keadilan dan kejujuran,perawatanmoralitas bangsa,penguatan demokrasi,HAM dan lain sebagainya.Diluar itu semisal urusan-urusan yang bersifat paktis politis adalahkomplementer,itupun dalam batas-batas tertentu dan sangatkondisional.Dengan kata lain,wujud konkrit dari strategi politikPMII adalah upaya merebut wilayah-wilayah garapan yang secarariil bersinggungan secara langsung dengan persoalanmasyarakat,karena disinilah kemudian PMII sekaligus dapat dapatmelakukan pendidikan politik yang efektif bagi rakyat.Yaitu modelgerakan yang melibatkan seluruh kekuatan infrastruktur bersamarakyat melakukan proses pemberdayaan dan penyadaran terhadapposisi sebagai warga Negara dari sebuah komunitas bangsa.Hal yang paling mendasar dalam PMII adalah pembekalandirinya dalam kapasitas intelektual yang memadai. Sebab, tanpadasar konsepsional yang jelas, gerakan PMII juga tidak akanmenemukan kejelasan pada wilayah strategi dan taktik gerakan.Apalagi, asumsi gerakan adalah berawal dari konteks yang bernamapendidikan. Muh. Hanif dan Zaini Rahman (2000) mengutip BenAgger (1992), mengatakan bahwa titik berangkat yang palingstrategis bagi PMII adalah mentransformasikan pendidikankehidupan intelektual sebagai investasi sosial, politik, dankebudayaan. Dalam hal ini adanya semacam sumbangsih terhadaprealita dari intektualitas organisasi.56


Dalam konteks inilah, semangat liberasi (pembebasan)yang pernah lahir dalam sejarah pemikiran PMII menjadi sebuahrujukan yang signifikan. Wilayah pembebasan dari kontekspenindasan, baik dari represifitas otoritas politik (Negara-Media-Partai), maupun otoritas sosial (agama/pendidikan) dan ekonomi(pasar). Dengan filosofi liberasi akan terjadi proses perjuanganmelampaui segala beban berat kehidupan demi melanjutkan amanatkemanusiaan sesuai dengan mandat yang diperoleh dari Nilai-nilai<strong>Dasar</strong> Pergerakan (NDP).Sejalan dengan semangat liberasi dan Indenpendensi di atasitulah, maka PMII juga harus berperan menciptakan ruang bagipublik (public sphere) yang kondusif untuk mengembangkankehidupan. Di titik inilah, Free Market of Ideas (FMI) menjadisignifikan untuk diciptakan pada ruang-ruang kemasyarakatan,kenegaraan dan keilmuan. Karena perlawanan terhadap hegemoniNegara, ideologi, pasar, dan Agama harus dihadapi denganmembuka sekian pintu kesadaran yang sengaja dikunci demikepentingan kekuasaan.Pada diskusi ini, kita sebenarnya sedang bergulat dengandasar dan semangat pergerakan untuk perlawanan. Kalau kita jelimelakukan pembacaan situasi global, nasional dan lokal, maka dasarpergerakan ini jelas akan lebih tajam. Maka perbincangan kemudianakan kita dekatkan dengan “struktur penindasan” dan “situasikemasyarakatan” yang ada di dalamnya yang akhirnya dapat kitajadikan landasan untuk membuat “situasi perlawanan”.B. Pengertian Strategi dan TaktikStrategi berasal dari kata yunani "Strateges" yangberarti "Pemimpin Tentara".Jadi kata strategi asli berartikemahiran memimpin tentara,demikian halnya dapat diartikansebagai the art of the general.Antoni Henri Jomini (1779-1869)dan Karl Van Clausewitz (1780-1831) yang merintis danmemulai mempelajari strategi secara ilmiah.beberapapengertian strategi :1. Jomini mengatakan strategi adalah seni menyelenggarakanperang diatas peta dan meliputi seluruh kawasan operasi.2. Clausewitz mengatakan strategi adalah pengetahuantentang penggunaan pertempuran untuk kepentinganperang.57


3. Lidle hart,seorang inggris yang hidup di Abad 20 setelahmempelajari sejarah secara global mengatakan strategiadalah seni untuk mendistribusikan dan menggunakansarana militer untuk mencapai tujuan politik.Strategimerupakan seni,olehkarena itu penglihatan danpengertiannya memerlukan intuisi.4. Strategi juga merupakan seni sekaligus pengetahuan.5. Dalam arti sederhana strategi pada dasarnya merupakansuatu kerangka rencana dan tindakan yang disusun dandisisipkan dalam suatu rangkaian pentahapan masingmasingmerupakan jawaban yang optimal terhadaptantangan-tantangan baru yang mungkin terjadi sebagaiakibat dari langkah sebelumnya dan keseluruhan proses.Adapun Taktik dalam arti yang paling sederhanaadalah serangkaian cara untuk melaksanakan siasat. Iamerupakan bagian integral dari strategi.Setrategi adalah sebuah perencanaan untukmenetepkan dimulainya sebuah gersakan sampai terwujudnyacita-cita gerakan. Sementara taktik adalah suatu rancangangerakan yang bersifat spesifik sebagai bagian dari keseluruhansetrategi gerakan yang dijalankan. Secara mudah bisa dikatakansetrategi adalah seluruh rencana gerakan sedangkan taktikadalah langkah kongkrit yang bisa berubah sewaktu-waktusesuai perkembangan kondisi sosial yang ada.C. Pembacaan Terhadap Situasi Penindasan dan SituasiPerlawananArus utama dalam pembacaan atas situasi penindasan tidaklepas dari era “globalisasi”. Karena di era inilah, sekarang kita hidupdan menghadapinya dengan segala ketidakpastian. Deepak Nyaar,ilmuwan yang mengaitkan globalisasi dengan situasi penindasanmenyatakan bahwa fase globalisasi dibagi menjadi dua adalah(Deepak Nyaar: 1998). Pertama, Fase Imperialisme Inggris yangterjadi pada range 1870-1813 yang memakai payung ideologiKapitalisme Klasik dengan doktrin yang terkenal dari Adam Smith,“leizzis faire” (persaingan bebas tanpa batas). Kedua, fase ini terjadipada dekade 1870-1970-an ketika roda perekonomian bergerak keAmerika Serikat dengan semangat yang hampir sama dan bernaungdi bawah bendera Neo-liberialisme.58


Mengamini pendapat di atas, James Petras (2001)menyatakan bahwa di bawah proyek globalisasi yang diusung Baratsesungguhnya terdapat semangat dan kepentingan imperialismedengan agenda penguasaan dalam pengertian yang sangat luas, baikdalam arti material (SDA) maupun mental (SDM) atas “NegaranegaraDunia Ketiga”.Dengan berpijak pada tiga doktrin, yaitu Liberalisasi(kebebasan dalam arti ekonomi), Diregulasi (tidak adanya Negarayang mengatur lalu lintas barang/jasa dan tidak ada subsidi bagirakyat), serta Privatisasi (swastanisasi, BUMN harus dijual kepadapihak swasta, Pemodal, atau Investor), Neo-liberialisme berjalanmelewati setiap Negara yang sudah tidak berdaya karena lilitanHutang Luar Negeri (HLN). Dengan tekanan HLN inilah paraNegara Door-Kapitalis (Uni Eropa, USA, dan Jepang) membuatperaturan-peraturan yang dipaksakan bagi “Negara Dunia Ketiga”untuk meliberalisasi kehidupan ekonominya. Dalam konteksperekonomian, pasar semisal, kita mengenal pasar berkelasPositivistik (harga pas) yang bertujuan meruntuhkan pasartradisional (tawar-menawar).Lembaga-lembaga seperti International Monetary Found(IMF), Paris Club, CGI, dan WTO menjadi sangat efektiv dalammelakukan kerja-kerja Imperialisme dengan baju Globalisasi.Setelah (peraturan bea dan cukai dan lain-lain) perdagangan bebassudah bisa dikendalikan, perusahaan-perusahaan yang dimilikiNegara Kapitalis yang sering disebut dengan Trans NationalCoorporation (TNC) dan Multi National Coorporation (MNC) mulaimenancapkan kukunya di negeri ini yang bertujuan mendominasidan penghisaban. Pada saat inilah, budaya lokal dan aset kekayaanalam lainnya akan disedot habis oleh investor asing dan akhirnyakita menjadi terasing di Negeri sendiri. Dan yang lebih parah, kitamenjadi budak di Negeri sendiri dengan upah yang sangat murah.Dalam relasi penindasan demikian, masyarakat kitasebagian besar berada di posisi yang semakin memprihatinkan.Petani tidak bisa menjual gabah dan padinya dengan harga yangtinggi karena kalah bersaing dengan padi yang ada di luar. Hal yangsama kita jumpai pada hal komoditas gula, buah-buahan dan barangkeseharian lainnya. Dalam kondisi itu Negara sudah tidak berdayalagi karena tekanan dari lembaga donor untuk tidak memberikansubsidi pada rakyat. Kenaikan BBM, listrik, dan telepon adalah59


imbas dari pemotongan subsidi demi pembayaran hutang. Demikiandengan biaya pendidikan, juga bisa dilihat dari perspektif ini. UUno. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS adalah gambaran darigelagat Negara yang ingin melepas tanggung jawabnya atas subsidipendidikan, sehingga membuka peluang terjadinya ”KapitalisasiPendidikan”. Persoalan bertambah runyam ketika pondasiperekonomian kita semakin lemah dan berimbas pada sektor tenagakerja yang semakain kehilangan lapangan pekerjaan.Dalam konteks semakin cepatnya laju dan arus Globalisasi,kita malah secara politik semakin sibuk dengan kepentinganpertarungan kelompok-kelompok elit yang sebagian besar tidakmemihak rakyat. Pertarungan elit, baik pada level Eksekutif,Legislatif, Yudikatif, Pengusaha, sampai pada Partai Politik yangmulai melibatkan kekuatan Media, akhirnya berimbas padakehidupan sosial politik masyarakat yang semakin terpecah belah.Separatisme, konflik berbasis SARA adalah beberapa contoh yangbisa disebutkan sebagai imbas dari amburadulnya Budaya Politik dilevel Negara. Di sisi Budaya kita digiring untuk menjadi orang yangtercerabut dari akar sejarah dan budayanya. Kita semakin banggakalau kita semakin ke-Barat-baratan (westernisasi) dan bisa menirumereka pada sisi kehidupan yang sekecil-kecilnya (identifikasi).Kita tidak sadar sedang didorong untuk menjadi konsumen pasaryang dibuka oleh orang Barat. Watak ini dalam bangsa kita seringdisebut dengan watak Inlander (Hasyim Wahid: 2001).Dampak lain dari Globalisasi, adalah semakinmengentalnya paham-paham keagamaan yang akhirnya melahirkangerakan-gerakan Fundamental. Islam adalah Agama yang seringmenjadi sorotan dalam kaitannya dengan fenomena ini, terutamadengan kerja-kerja terorisme yang semakin hari semakin merebak.Peristiwa 11 September (Black Tuesday), Bom Bali, Bom J.WMarriot, dan tragedi pengeboman yang lain semakin meyakinkanasumsi bahwa fundamentalisme Agama sebagai sebuah ResistensiGlobalisasi yang sangat West-biased (Bias Barat); atau bisadikatakan Fundamentalisme Pasar sedang berhadapan denganFundamentalisme Agama (Islam).Walaupun Fundamentalisme Islam melawan KapitalismeBarat, akan tetapi dalam konteks nalar sosial keagamaannya,pemahaman tekstual (skriptualistik) terhadap ajaran dan doktrinAgama sangat kental. Ruang-ruang ekspresi kontekstual semakin60


sempit, dan ajaran akhirnya dipahami sebagai sesuatu yang sangatkaku dan baku, karena pluralitas tidak menjadi bagian dalamkesadaran tafsir mereka. Sehingga gerakan Fundamentalis Islamcendrung gampang mengkafirkan (takfir) dan menggunakankekerasan terhadap orang yang tidak satu pendapat dengannya danmenggolongkannya sebagai ”the others”.Dari sekian pembacaan-pembacaan atas situasi penindasandan situasi kemasyarakatan di atas, kita mencoba membuat sebuahpola umum untuk memudahkan membuat strategi perlawanan dansituasi-situasi apa saja yang harus diperbuat, jangan sampai kitaselaku yang sadar gerakan justru menjadi buta dalam melihat.Masyarakat terbagi dalam Tiga Lokus (Eman Hermawan:2001), yaitu: Civil Society (masyarakat sipil), Political Society(masyarakat politik), dan Economical Society (masyarakatekonomi). Dalam kerangka ini, Strategi dan Taktik Gerakan PMIIakan dijelaskan dengan tetap memakai kerangka ”liberasi danindependensi”, dan dengan menggunakan Paradigma KritisTransformatif.Rumusan Strategi Gerakan berdasarkan pembagian LokusMasyarakat kiranya dapat disederhanakan dalam tabel berikut:No.1LokusMasyarakatCivil Society(masyarakatsipil, Ormas,LSM, Germa,dan kelompokmasyarakat)Strategi GerakanMenciptakan budaya alternativo Mempertahankan kesadaran bahwa kitamemiliki budaya.o Membentuk kelompok-kelompok studikebudayaan.Menciptakan kesadaran lokalitas(nasionalisme)o Pendidikan politis-idealis untuk rakyat.o Advokasi, pendampingan, danpengorganisiran rakyato Advokasi kebijakan.Menciptakan kemandirian ekonomio Membangun ruang-ruang ekonomikerakyatan (koperasi dll.).o Pengorganisasian ruang-ruangekonomi rakyat anti positivistic61


23PoliticalSociety(masyarakatpolitik,Negara, danpartai politik)EconomicSociety(masyarakatekonomi:pengusahapribumi,investor,spekulan,MNC/TNC)kapitalistik.Mewujudkan pendidikan untuk rakyat(kurikulum berbasis kerakyatan, sekolahgeratis, KHP (Kritis Humanis danProfesional).o Menciptakan sekolah-sekolahalternatif.o Pressure kebijakan pendidikan.NegaraPenguatan posisi Negara terhadap pasar dannegara kapitaliso Advokasi kebijakan.Pergerakan supremasi hukumo Advokasi kebijakan.Partai politikMembangun ruang bargaining rakyatdengan partai politiiko Kotrak sosial/politik.Menciptakan keseimbangan pasaar Negaranegaracivil societyo Kontrak sosial/politik.Membangun kantong-kantong kontrolrakyat terhadap pasar dan kebijakanekonomio Menciptakan kelompok-klompok studiekonomi dan kebijakan pasar.o Menciptakan serikat-serikat buruh.Strategi yang masih merupakan pola umum dalam konteksperlawanan, harus diterjemahkan dan dikerucutkan dalam kerjakerjataktis. Antonio Gramsci (1956) membagi tiga wilayah gerakanatau perang (war), yaitu: War of Position (perang posisi), War ofOpinion (perang opini), dan War of Movement (perang gerakan).Ketiga wilayah gerakan ini menjadi landasan awal untukmembingkai Strategi Gerakan PMII saat ini.Dari uraian Gramsci di atas, konteks pergerakan harusmemenuhi Tiga Ruang yaitu: ruang Penegasan Jati Diri Organ atauposisi sikap sejarah terhadap situasi yang sedang berlangsung, ruangDialektika Pemikiran dan Gagasan sebagai dasar rasionalitas atau62


posisi yang dipilih, dan Ruang Praktis yang menjadi indikatorperubahan dengan dorongan konkrit baik di level kader maupunmasyarakat.Secara jelas, derivasi taktik dan masing-masing ruangdijelaskan dalam bagan sebagai berikut:War of Position War of Opinion War of Movement- NDPHubunganmanusia denganTuhan.Hubunganmanusia denganmanusia.Hubunganmanusia denganalam.-ASWAJA1. Tawasuth(moderat-polapikir): [Agama:teologi, fiqh,tasawuf, Filsafat:sunnah,rasionalitas].2. Tasammuh(toleran-pola sikap)(perbedaanpluralisme)[Agama: internalagama, antaragama. Budaya:Ras, adapt, suku,bahasa].3. Tawazun(keseimbangan –pola hubungan)[Sosial:egalitarianisme.1.KonteksGagasanTentangmasyarakatTentangNegaraTentangpasar2.Manajemen issuBasisintelektualkader(injeksi dandoktrinkesadaran)Basis media(penyediamediatransformasigagasan)Basis Massa(investasikesadaran)1.<strong>Kader</strong>isasiFormal(PKD,PKM,PKL)Informal(pelatihan2)Non formal(kantong2kader: Parpol,FAMJBIGBANG,SANGARJEPIT,Dll.)MMJ,2.Gerakanhorizontal(pengorganisiran)• Level kampus• Level organgerakan• Level Organmassa3. Gerakan vertical(desakan terhadapotoritas)Kuasa kebijakanpublikKuasa sosialekonomiKuasa AgamaLevel mas63


Politik:rakyat>


2. Menciptakan prioritas kerja dan memperjelas arah masadepan3. memecahkan beberapa masalah utama organisasi4. menangani keadaan yang berubah dengan cepat secaraefektif5. mengembangkan landasan yang kokoh dan luas dalammembuat sebuah keputusan6. dll‣ Langkah-langkah dalam membuat perencanaan strategis:1. Memrakarsai dan menyepakati suatu proses perencanaanstrategis2. Mengidentifikasi mandat organisasi3. memperjelas misi-misi dan visi organisasi ke depan4. analisa stake holder organisasi5. menilai lingkungan eksternal : peluang dan ancaman6. menilai lingkungan internal : kekuatan dan kelemahan7. mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi8. merumuskan strategi untuk mengelola isu-isu‣ Cara mengenali isu strategis:1. pendekatan langsung (direct approach)pendekatan yang dilakukan dengan melakukan ulasanterhadap mandat, visi misi dan SWOT, pendekatan inimerupakan pendekatan terbaik ketika tidak adakesepakatan akan sasaran (goal) yang hendak dicapai.2. pendekatan sasaran (goal approach)pendekatan yang menetapkan bahwa organisasi harusmenetapkan sasaran tertentu yang akan memandu prosesperencanaan strategis untuk mencapai tujuan tersebut.3. Pendekatan visi keberhasilan (vision of success)Pendekatan yang mengembangkan gambar yang idealsebagai visi organisasi dimana visi organisasi harusdinamis dalam mengikuti perkembangan dan menjawabtantangan yang ada sehingga dimungkinkan perubahandrastis terhadap strategi yang digunakan.65


E. Alur dasar perencanaan strategisRefleksi :(Perencanaan dan koortdinasi )1. memahami Visi, Misi, dan tujuandasar kelembagaan2. menentukan prinsip dasarkelembagaanAksi:Kerja GerakanEvaluasi(Fungsi Kontrol )3. menentukan langkahMengevaluasi Visi, Misi dan Tujuan1. Analisa Masalah Memahami masalah Identivikasi masaalah Klasifikasi makalah2. Analisa Kebutuhan Menentukan Visi, Misi, dan tujuan dasar3. Analisa Kebutuhan Menentukan sikap Menentukan pilihan4. Menentukan Strategi Dan kebutuhanAksi66


MANAJEMEN OPINI DAN AKSIA. Pengertian1. OpiniSeperti ilmu sosial lainnya, definisi opini (pendapat) sulituntuk dirumuskan secara lengkap dan utuh. Ada berbagai definisiyang muncul, tergantung dari sisi mana kita melihatnya, IlmuKomunikasi mendefinisikan opini sebagai pertukaran informasiyang membentuk sikap, menentukan isu dalam masyarakat dandinyatakan secara terbuka. Opini sebagai komunikasi mengenaisoal-soal tertentu yang jika dibawakan dalam bentuk atau caratertentu kepada orang tertentu akan membawa efek tertentu pula(Bernard Berelson).2. Opini PublikIlmu Psikologi mendefinisikan opini publik sebagai hasildari sikap sekumpulan orang yang memperlihatkan reaksi yangsama terhadap rangsangan yang sama dari luar (Leonard W. Doob)Sekalipun untuk keperluan teoritik dikenal adanya tiga pendekatandiatas, dalam prakteknya opini publik tidak bisa dipahami hanyadengan menggunakan satu pendekatan saja. Opini publik hanyaterbentuk bila ada informasi yang memadai dan warga masyarakatbereaksi terhadap isu tersebut.Opini publik memiliki karakteristik sebagai berikut :1. dibuat berdasarkan fakta, bukan kata-kata2. dapat merupakan reaksi terhadap masalah tertentu, dan reaksiitu diungkapkan3. masalah tersebut disepakati untuk dipecahkan4. dapat dikombinasikan dengan kepentingan pribadi5. yang menjadi opini publik hanya pendapat dari mayoritasanggota masyarakat6. opini publik membuka kemungkinan adanya tanggapan7. partisipasi anggota masyarakat sebatas kepentingan mereka,terutama yang terancam.8. memungkinkan adanya kontra-opini.3. Proses Pembentukan Opini PublikProses terbentuknya opini publik melalui beberapa tahapanyang menurut Cutlip dan Center ada empat tahap, yaitu :1. Ada masalah yang perlu dipecahkan sehingga orang mencarialternatif pemecahan.67


2. Munculnya beberapa alternatif memungkinkan terjadinyadiskusi untuk memilih alternatif3. Dalam diskusi diambil keputusan yang melahirkan kesadarankelompok.4. Untuk melaksanakan keputusan, disusunlah program yangmemerlukan dukungan yang lebih luas.Erikson, Lutberg dan Tedin mengemukakan adanya empat tahapterbentuknya opini publik1. Muncul isu yang dirasakan sangat relevan bagi kehidupanorang banyak2. Isu tersebut relatif baru hingga memunculkan kekaburanstandar penilaian atau standar ganda.3. Ada opinion leaders (tokoh pembentuk opini) yang jugatertarik dengan isu tersebut, seperti politisi atau akademisi4. Mendapat perhatian pers hingga informasi dan reaksi terhadapisu tersebut diketahui khalayak.Opini publik sudah terbentuk jika pendapat yang semuladipertentangkan sudah tidak lagi dipersoalkan. Dalam hal initidak berarti bahwa opini publik merupakan hasil kesepakatanmutlak atau suara mayoritas setuju, karena kepada para anggotadiskusi memang sama sekali tidak dimintakan pernyataan setuju.Opini publik terbentuk jika dalam diskusi tidak ada lagi yangmenentang pendapat akhir karena sudah berhasil diyakinkan ataumungkin karena argumentasi untuk menolak sudah habis.Berdasarkan terbentuknya opini publik, kita mengenal opinipublik yang murni. Opini publik murni adalah opini publik yanglahir dari reaksi masyarakat atas suatu masalah (isu). Sedangkanopini publik yang tidak murni dapat berupa :1. Manipulated Public Opinion, yaitu opini publik yangdimanipulasikan atau dipermainkan dengan cerdik2. Planned Public Opinion, yaitu opini yang direncanakan3. Intended Public Opinion, yaitu opini yang dikehendaki4. Programmed Public Opinion, yaitu opini yang diprogramkan5. Desired Public Opinion, yaitu opini yang diinginkan4.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Opini PublikOpini publik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :1. PendidikanPendidikan, baik formal maupun non formal, banyakmempengaruhi dan membentuk persepsi seseorang. Orang68


erpendidikan cukup, memiliki sikap yang lebih mandiriketimbang kelompok yang kurang berpendidikan. Yang terakhircenderung mengikut.2. Kondisi SosialMasyarakat yang terdiri dari kelompok tertutup akanmemiliki pendapat yang lebih sempit daripada kelompokmasyarakat terbuka. Dalam masyarakat tertutup, komunikasidengan luar sulit dilakukan.3. Kondisi EkonomiMasyarakat yang kebutuhan minimumnya terpenuhi danmasalah survive bukan lagi merupakan bahaya yangmengancam, adalah masyarakat yang tenang dan demokratis.4. IdeologiIdeologi adalah hasil kristalisasi nilai yang ada dalammasyarakat. Ia juga merupakan pemikiran khas suatukelompok. Karena titik tolaknya adalah kepentingan ego,maka ideologi cenderung mengarah pada egoisme ataukelompokisme.5. OrganisasiDalam organisasi orang berinteraksi dengan orang laindengan berbagai ragam kepentingan. Dalam organisasi orangdapat menyalurkan pendapat dan keinginannya. Karenadalam kelompok ini orang cenderung bersedia menyamakanpendapatnya, maka pendapat umum mudah terbentuk.6. Media MassaPersepsi masyarakat dapat dibentuk oleh media massa.Media massa dapat membentuk pendapat umum dengan carapemberitaan yang sensasional dan berkesinambungan.B. Mengelola Opini untuk Menggerakkan MassaMengelola Opini untuk Menggerakkan Massa”menurut sayaskill penting yang mesti dimiliki setiap orang sebagai sebuahketerampilan memimpin. Generasi muda sebagai mandatarisperubahan dimasa depan mesti cakap dalam mengorganisir ideperubahan sebelum dilempar kepada masyarakat. Untuk itumahasiswa berpotensi menjadi opinion maker dalam menyuarakanperubahan.Dalam kehidupan sehari-hari, kerap kali kita terlibat dalampenggalangan dukungan untuk mencapai tujuan. Mulai dari hal yang69


sederhana sampai masalah yang lebih besar dan strategis. Misalnya,dengan alasan agar cepat sampai sekolah kita berusaha meyakinkanorang tua agar mau dibelikan sepeda. Mulai dari untung dan ruginyamemiliki sepeda – coba kita utarakan kepada orang tua kita. Nah,segala usaha dan upaya meyakinkan kedua orang tua itu bisadikatakan gerakan mengelola opini anggota keluarga agar tujuanuntuk memiliki sepeda terpenuhi. Jadi menurut saya, pengertianpengelolaan opini bukan sebatas membuat opini lalu dikirimkemedia massa. Tapi penggalangan massa demi tujuan tertentu.Sedangkan cara dan bentuknya bisa bermacam-macam.Pengelolaan opini sebagai sebuah gerakan setidaknya adatiga agenda yang mesti kita kerjakan terlebih dahulu. Ketiga agendaitu bisa dijadikan acuan tergantung tingkat kesulitan gerakan yangdibangun.Pertama tentukan tujuan gerakan. Sebelum melontarkan ideatau opini kepada publik secara luas terlebih dahulu tujuan gerakanharus ditetapkan secara tepat. Disini missi gerakan harus menjadi‘panglima’ yang akan menjadi menunjuk arah. Namun pengalamanselama ini kenapa gerakan massa ‘layu’ ditengah jalan –persoalannya penggerak opini terbuai dengan imbalan-imbalanpragmatis yang ditemui ditengah jalan. Akibatnya ia lupa akantujuan gerakan.Kedua, pegang data dan fakta. Bagi seorang organizer, dataadalah senjata yang paling ampuh. Dengan data dan fakta yanglengkap serta akurat kelompok target gerakan akan sulit membantahkebenaran yang kita sampaikan. Apa lagi itu bentuknyapenyelewengan atau manipulasi. Ini lah yang banyak dilakukan olehbanyak aktivis dalam menjalankan programnya.Ketiga, gali masalahnya. Berbekal data yang akurat dengansedikit analisa saja kita sudah mengetahui pangkal masalahnya,kemudian dampaknya seperti apa. Bisa menimpa siapa saja dan lainseterusnya. Kalau sudah akar masalah dan dampaknya tergali barutawarkan solusi penyelesaian dari problem sosial yang terjadi.Analisa yang cerdas, akan menghasilkan jawaban yang cerdas pula.Ketiga agenda diatas adalah langkah minimal, jika masalahlebih luas dan komplek dibutuhkan strategi- strategi lain yang bisaditemukan dilapangan. Karena sering kali fakta dilapangan berbicaralain dengan apa yang dipikir ketika dibelakang meja. Di sinilahkemudian beberapa aktivis gerakan memulai gerakan dengan70


terlebih dahulu memetakan lapangan lengkap dengan kekuatan yangdidaerah tersebut.Dalam mengelola opini menjadi sebuah gerakan, kita bisabelajar dari kesuksesan aktivis gerakan dalam mewacanakan AktivisBusuk (2004), pelanggaran HAM, gerakan anti korupsi dansebagainya. Kita bisa lihat, berbagai wacana yang disampaikan ituternyata selalu disuarakan ketika momentum datang. Selain bekerjadengan rencana, mereka juga tidak pernah melewatkan momentumdalam menyuarakan perubahan. Hasilnya mereka terlatih membacamomentum.Yang tidak kalah penting ketika mengelola opini menjadigerakan adalah berkongsi dengan media massa. Demi misi gerakan,‘konspirasi’ dengan media perlu dibangun.Bukankah mediamembutuhkan berita yang berasal dari masyarakat. Jika yangdisampaikan itu benar dan menyangkut kepentingan publik luasmaka tidak ada alasan bagi media untuk memberitakan apa yangingin kita suarakan. Pada dasarnya semua media membutuhkanorang yang peduli dengan masyarakat. Media juga bisamembedakan mana gerakan pura-pura alias bohong. Lalu untukmembangun ‘konspirasi’ dengan media, bisa dengan mengadakanjumpa pers, seminar, lokakarya, demonstrasi atau menulis opini danartikel dimedia massa. Cara –cara ini malah sangat efektifmengundang media agar mau memberitakan gerakan yang kitabangun.Selanjutnya tokoh masyarakat juga perlu dirangkul. Karenabagaimanapun realitas masyarakat di Indonesia masih sangatmempercayai dan bergantung kepada tokoh. Selain akan menjadipenggerak utama, mereka bisa dimanfaatkan sebagai ‘bemper’ jikagerakan mendapatkan pertentangan dari penguasa atau kelompoktertentu yang merasa terusik. Dengan pengaruh yang dia milikitentunya kelompok penentang akan berpikir sekian kali jika inginmengganggu. Terkait dengan apa yang kita bicarakan hari ini, BillDrayton, pendiri organisasi Ashoka AS dalam bukunya MengubahDunia, Kewirausahaan Sosial dan Kekuatan Gagasan Baru yangditulis oleh David Bornsten mengatakan orang cerdas adalah orangyang tidak puas memberi ikan atau puas mengajari cara memancing.Orang cerdas adalah orang yang terus berjuang tanpa mengenallelah melakukan perubahan sistemik mengubah sistem industriperikanan demi terciptanya keadilan dan kemakmuran.71


MANAJEMEN DAN PERILAKU ORGANISASIA. Individu, Kelompok, dan OrganisasiTeori atau ilmu perilaku organisasi (organization behaviorpada hakekatnya mendasarkan kajiannya pada ilmu perilaku itusendiri (akar ilmu psikologi), yang dikembangkan dengan pusatperhatiannya pada tingkah laku manusia dalam organisasi.Dengan demikian, kerangka dasar teori perilaku organisasi inididukung oleh dua komponen pokok, yakni individu-individu yangberperilaku dan organisasi formal sebagai wadah dari perilakutersebut.Jadi, perilaku organisasi adalah suatu studi yangmenyangkut aspekaspek tingkah laku manusia dalam organisasi atausuatu kelompok tertentu. Aspek pertama meliputi pengaruhorganisasi terhadap manusia, sedang aspek kedua pengaruhmanusia terhadap organisasi. Pengertian ini sesuai dengan rumusanKelly dalam bukunya Organizational Behavior yang menjelaskanbahwa perilaku organisasi di dalamnya terdapat interaksi danhubungan antara organisasi di satu pihak dan perilaku individu dilain pihak. Kesemuanya ini memiliki tujuan praktis yaitu untukmengarahkan perilaku manusia itu kepada upaya-upaya pencapaiantujuan.B. Ruang Lingkup Perilaku OrganisasiPerilaku Organisasi, sesungguhnya terbentuk dari perilakuperilakuindividu yang terdapat dalam organisasi tersebut. Olehkarena itu – sebagaimana telah disinggung diatas – pengkajianmasalah perilaku organisasi jelas akan meliputi atau menyangkutpembahasan mengenai perilaku individu. Dengan demikian dapatdilihat bahwa ruang lingkup kajian ilmu perilaku organisasi hanyaterbatas pada dimensi internal dari suatu organisasi.Dalam kaitan ini, aspek-aspek yang menjadi unsur-unsur,komponen atau sub sistem dari ilmu perilaku organisasi antara lainadalah : motivasi, kepemimpinan, stres dan atau konflik, pembinaankarir, masalah sistem imbalan, hubungan komunikasi, pemecahanmasalah dan pengambilan keputusan, produktivitas dan atau kinerja(performance), kepuasan, pembinaan dan pengembanganorganisasi (organizational development), dan sebagainya.72


Sementara itu aspek-aspek yang merupakan dimensieksternal organisasi seperti faktor ekonomi, politik, sosial,perkembangan teknologi, kependudukan dan sebagainya, menjadikajian dari ilmu manajemen strategik (strategic management). Jadi,meskipun faktor eksternal ini juga memiliki pengaruh yang sangatbesar terhadap keberhasilan organisasi dalam mewujudkan visi danmisinya, namun tidak akan dibahas dalam konteks ilmu perilakuorganisasi.Meskipun unsur-unsur, komponen atau sub sistem yangakan dibahas bisa jadi telah banyak dipelajari pada disiplin ilmuyang lain, namun materi Perilaku Organisasi akan mencobamenjawab, mengapa berbagai unsur atau komponen tadi dapatmembentuk karakter, sikap, atau perilaku individu dalamkapasitasnya sebagai anggota suatu organisasi. Oleh karena itu,bobot atau muatan materinya akan diusahakan agar memiliki sisiempiris yang cukup memadai. Untuk kepentingan ini, maka padasetiap session pembahasan akan diupayakan untuk dilengkapidengan kasus-kasus yang relevan sebagai instrumen untuk lebihmemudahkan dalam memahami masalah perilaku organisasi.Secara skematis, ruang lingkup kajian perilaku organisasidalam rangka mencapai tujuan organisasi, serta faktor-faktoreksternal yang mempengaruhinya, dapat dilihat pada Gambardibawah ini.73


Dengan adanya interaksi atau hubungan antar individudalam organisasi, maka penelaahan terhadap perilaku organisasiharuslahdilakukan melalui pendekatan-pendekatan sumber dayamanusia (supportif), pendekatan kontingensi, pendekatanproduktivitas dan pendekatan sistem. Pendekatan sumber dayamanusia dimaksudkan untuk membantu pegawai agar berprestasilebih baik, menjadi orang yang lebih bertanggung jawab, dankemudian berusaha menciptakan suasana dimana mereka dapatmenyumbang sampai pada batas kemampuan yang mereka miliki,sehingga mengarah kepada peningkatan keefektifan pelaksanaantugas. Pendekatan ini berarti juga bahwa orang yang lebih baik akanmencapai hasil yang lebih baik pula, sehingga pendekatan inidisebut pula dengan pendekatan suportif. Sementara itu,pendekatan kontingensi mengandung pengertian bahwa adanyalingkungan yang berbeda menghendaki praktek perilaku yangberbeda pula untuk mencapai keefektifan. Disini pandangan lamayang mengatakan bahwa prinsip-prinsip manajemen bersifatuniversal dan perilaku dapat berlaku dalam situasi apapun, tidakdapat diterima sepenuhnya.Disisi lain, pendekatan produktivitas dimaksudkan sebagaiukuran seberapa efisien suatu organisasi dapat menghasilkankeluaran yang diinginkan. Jadi, produktivitas yang lebih baikmerupakan ukuran yang bernilai tentang seberapa baik penggunaansumber daya dalam masyarakat. Dalam hal ini perlu diingat bahwakonsep produktivitas tidak hanya diukur dalam kaitannya denganmasukan dan keluaran ekonomis, tetapi masukan manusia dan sosialjuga merupakan hal yang penting. Dengan demikian, apabilaperilaku organisasi yang lebih baik dapat mempertinggi kepuasankerja, maka akan dihasilkan keluaran manusia yang baik pula, danpada akhirnya akan menghasilkan produktivitas pada derajat yangdiinginkan.Adapun pendekatan sistem terutama diterapkan dalamsistem sosial, dimana di dalamnya terdapat seperangkat hubunganmanusia yang rumit yang berinteraksi dalam banyak cara. Iniberarti, dalam mengambil keputusan para manaer harus mengkajihal-hal diluar situasi langsung untuk menentukan dampaknyaterhadap sistem yang lebih besar, sehingga memerlukan analisisbiaya dan manfaat (cost – benefit analysis).74


ANALISIS MEDIAA. Pengantar Analisa MediaKajian komunikasi/kajian media dapat ditelusuri:(Littlejohn, 2002:4). Pertama, sejak zaman Yunani yang berbasispada retorika (logika dan bahasa) yang berlanjut dengan kajiansejarah dan kultural, dan yang terakhir dengan perspektif kritis(termasuk ideologis) aliran pemikiran Birmingham di Inggris danFrankfurt di Jerman. Kedua, dari akar Amerika Serikat yangberbasis empirisisme dengan aliran pemikiran pragmatisme.Secara sederhana, pendekatan dalam kajian mediamemperkenalkan dua dimensi, yaitu pragmatis sosial dan kultural.Littlejohn menggunkan istilah “scientific” dan “humanistic” dimanamasing-masing merupakan sebutan populer dari dimensi pragmatissosial dan kultural. Pada dasarnya perbedaan pendekatan kajiankomunikasi disebabkan karena masing-masing pengkaji dari kajianakademik ini mendefinisikan subyek kajiannya secara berbeda.Pendekatan pragmatis sosial dan kultural melahirkan dua alirandalam kajian Ilmu Komunikasi yang bertolak dari perbedaandimensi yang menjadi perhatian dalam kajian.Aliran pertama melihat fenomena komunikasi sebagaipemyampaian pesan (transmission of message) dalam konteksinteraksi sosial, sedangkan aliran kedua menyebut komunikasisebagai produksi dan pertukaran makna (product and excange ofmeaning) dalam konteks kultural.Menurut Rogers, secara garis besar media dapatdigolongkan secara fisik ke dalam 3 kelompok besar, yaitu :(Siregar, 2008: 23)1. Media sosial,2. Media massa3. Media interaktifDengan cara lain, fenomena komunikasi dapat dilihatsebagai instrument dalam hubungan sosial yang diwujudkan dalamformat verbal dan nonverbal atau format visual dan nonvisual.Masing-masing format ini membawa tuntutan teknis yangberkonteks pada sifat bawaan media yang digunakan.Media sosial memiliki sifat bawaan yang bertumpu padafaktor fisik manusia, media massa dengan landasan faktor perangkatteknologi mekanis dan elektronis, dan media interaktif dengan75


tumpuan pada perangkat teknologi telekomunikasi dan komputermultimedia. Masing-masing media hadir dengan bawaannya danbermula dari sinilah kaidah dalam komunikasi disesuaikan denganfaktor fisik manusia dan teknologi sebagai perpanjangan fisikmanusia.Dorongan untuk menyelenggarakan studi media perludimiliki dalam pengembangan disiplin Ilmu Komunikasi. Untuk itu,perlu ditumbuhkan kesadaran tentang titik pijak dalam melakukankajian proses mediasi yang berada dalam berbagai konteks.B. Pokok Pertimbangan untuk Analisa MediaPada dasarnya, ranah keilmuan berupa konsep teoritis, baikteori pengetahuan sosial maupun aplikatif. Kajian Media padadasarnya merupakan pengembangan konsep teoritis ini sehinggadapat mengenali karakter media (teori pengetahuan sosial) atau punpola teknis dalam media (teori aplikatif).Kajian konvensional atau –sekarang boleh disebuttradisionalbertumpu pada formula Lasswel, yang diperkenalkanpada tahun 1948, yang merumuskan obyek kajian Ilmu Komunikasisebagai berikut:Who (Siapa)Says What (Bicara tentang apa)In Which Channel (Menggunakan saluran apa)To Whom (Kepada siapa)With What Effect? (Laswell, 1971).Selain itu, fenomena komunikasi sering dikutip dari bukuteks klasik, yaitu model komunikasi yang bersifat liniar: Source –Message – Channel – RecieverPada dasarnya kajian yang dimaksud untuk mengetahuitindakan dalam proses komunikasi bersifat linier dan dititikberatkanpada efektivitas pesan dengan melihat keempat komponen sebagaisatuan-satuan kajian.C. Analisis IsiAnalisis isi (content analysis) adalah penelitian yangbersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulisatau tercetak dalam media massa. Pelopor analisis isi adalah HaroldD. Lasswell, yang memelopori teknik symbol coding, yaitu76


mencatat lambang atau pesan secara sistematis, kemudian diberiinterpretasi.Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semuabentuk komunikasi. Baik surat kabar, berita radio, iklan televisimaupun semua bahan-bahan dokumentasi yang lain. Hampir semuadisiplin ilmu sosial dapat menggunakan analisis isi sebagaiteknik/metode penelitian. Holsti menunjukkan tiga bidang yangbanyak mempergunakan analisis isi, yang besarnya hampir 75% darikeseluruhan studi empirik, yaitu penelitian sosioantropologis (27,7persen), komunikasi umum (25,9%), dan ilmu politik (21,5%).Sejalan dengan kemajuan teknologi, selain secara manual kini telahtersedia komputer untuk mempermudah proses penelitian analisisisi, yang dapat terdiri atas 2 macam, yaitu perhitungan kata-kata,dan “kamus” yang dapat ditandai yang sering disebut GeneralInquirer Program.1. Analisis isi tidak dapat diberlakukan pada semua penelitiansosial. Analisis isi dapat dipergunakan jika memiliki syaratberikut. Data yang tersedia sebagian besar terdiri dari bahanbahanyang terdokumentasi (buku, surat kabar, pita rekaman,naskah/manuscript).2. Ada keterangan pelengkap atau kerangka teori tertentu yangmenerangkan tentang dan sebagai metode pendekatan terhadapdata tersebut.3. Peneliti memiliki kemampuan teknis untuk mengolah bahanbahan/data-datayang dikumpulkannya karena sebagiandokumentasi tersebut bersifat sangat khas/spesifik.D. Desain Analisis IsiSetidaknya dapat diidentifikasi tiga jenis penelitian komunikasiyang menggunakan analisis isi. Ketiganya dapat dijelaskan denganteori 5 unsur komunikasi yang dibuat oleh Harold D. Lasswell, yaituwho, says what, to whom, in what channel, with what effect. Ketigajenis penelitian tersebut dapat memuat satu atau lebih unsur“pertanyaan teoretik” Lasswell tersebut. Pertama, bersifat deskriptif,yaitu deskripsi isi-isi komunikasi. Dalam praktiknya, hal ini mudahdilakukan dengan cara melakukan perbandingan. Perbandingantersebut dapat meliputi hal-hal berikut ini.77


1. Perbandingan pesan (message) dokumen yang sama pada waktuyang berbeda. Dalam hal ini analisis dapat membuatkesimpulan mengenai kecenderungan isi komunikasi.2. Perbandingan pesan (message) dari sumber yang sama/tunggaldalam situasi-situasi yang berbeda. Dalam hal ini, studi tentangpengaruh situasi terhadap isi komunikasi.3. Perbandingan pesan (message) dari sumber yang sama terhadappenerima yang berbeda. Dalam hal ini, studi tentang pengaruhciri-ciri audience terhadap isi dan gaya komunikasi.4. Analisis antar-message, yaitu perbandingan isi komunikasi padawaktu, situasi atau audience yang berbeda. Dalam hal ini, studitentang hubungan dua variabel dalam satu atau sekumpulandokumen (sering disebut kontingensi (contingency).5. Pengujian hipotesis mengenai perbandingan message dari duasumber yang berbeda, yaitu perbedaan antarkomunikator.Kedua, penelitian mengenai penyebab message yang berupapengaruh dua message yang dihasilkan dua sumber (A dan B)terhadap variabel perilaku sehingga menimbulkan nilai, sikap,motif, dan masalah pada sumber B.Ketiga, penelitian mengenai efek message A terhadap penerimaB. Pertanyaan yang diajukan adalah apakah efek atau akibatdari proses komunikasi yang telah berlangsung terhadappenerima (with what effect)?78

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!