13.07.2015 Views

LAPORAN AKHIR TIM PEMANTAUAN DAN INVENTARISASI ...

LAPORAN AKHIR TIM PEMANTAUAN DAN INVENTARISASI ...

LAPORAN AKHIR TIM PEMANTAUAN DAN INVENTARISASI ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>LAPORAN</strong> <strong>AKHIR</strong><strong>TIM</strong> <strong>PEMANTAUAN</strong> <strong>DAN</strong> <strong>INVENTARISASI</strong>PERKEMBANGAN HUKUM ADATBA<strong>DAN</strong> PEMBINAAN HUKUM NASIONALKata PengantarDengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah S.W.T. yangdengan izinnya tim telah dapat menyelesaikan laporan akhir TimPemantauan Dan Inventarisasi Perkembangan Hukum Adat SukuTengger Di Malang, Jawa Timur. Tim ini dibentuk berdasarkan SuratKeputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik IndonesiaNo: PHN-71-HN.01.05 Tahun 2011 tanggal 1 Maret 2011 tentangDisusun Oleh Tim KerjaDi bawah PimpinanNoor M. Aziz, S.H., M.H., M.M.“Pemantauan Dan Inventarisasi Perkembangan Hukum Adat SukuTengger Di Malang, Jawa Timur”Sesuai tugas yang diberikan kepada tim, anggota tim telahmelakukan tugasnya dengan baik dengan melakukan pemantauan danevaluasi tentang perkembangan hukum adat suku tengger Jawa Timur,baik dengan pengambilan data di Balai Besar Taman Nasional BromoTengger Semeru maupun di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.Namun untuk lebih dalam lagi dalam melakukan pemantauan daninventarisasi perkembangan hukum adat suku Tengger tim juga telahmengadakan pemantauan langsung di desa Ngadisari kecamatanKEMENTERIAN HUKUM <strong>DAN</strong> HAK ASASI MANUSIA RIBA<strong>DAN</strong> PEMBINAAN HUKUM NASIONALJAKARTA2011Sukapura Kabupaten Probolinggo.Pada kesempatan penyampaian laporan akhir ini, atas namaseluruh anggota tim, kami mengucapkan terima kasih kepada Kepala


Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak AsasiManusia yang telah memberi kepercayaan kepada kami, untuk melakukantugas pemantauan dan evaluasi hukum Adat Tengger ini.Laporan akhir dari pemantauan dan evaluasi hukum adat Tenggerini dapat diselesaikan adalah atas kerjasama yang baik dari semuaanggota tim. Untuk itu kami mengucapkan terimakasih dengan harapan,nilai-nilai budaya masyarakat hukum adat dapat menjadi inspirasi danmasuk dalam pembinaan dan pembangunan hukum nasional, sehinggaKata PengantarDaftar IsiDAFTAR ISIBAB I : PENDAHULUANA. Latar BelakangB. PermasalahanC. Maksud dan TujuanD. Ruang LingkupE. MetodologiF. Susunan KeanggotaanG. Jadwal KegiatanHalamanhukum yang terbentuk benar-benar dapat diterima oleh masyarakat.Jakarta, 27 Agustus 2011.Pemantauan Dan Inventarisasi Perkembangan Hukum AdatSuku Tengger Di Malang, Jawa Timur Ketua,BAB II : EKSISTENSI, PERKEMBANGAN, <strong>DAN</strong>PERAN HUKUM ADAT DALAMPEMBANGUNAN HUKUM NASIONALA. Eksistensi dan Perkembangan HukumAdat Dewasa IniB. Peran Hukum Adat DalamPembangunan Hukum NasionalBAB III : GAMBARAN UMUM MASYARAKAT ADATSUKU TENGGER DI MALANG JAWA<strong>TIM</strong>URA. Bidang PerkawinanNOOR M. AZIZ, S.H.,M.H.,M.M.B. Bidang Hukum WarisC. Bidang PertanahanBAB IV : PERKEMBANGAN MASYARAKAT <strong>DAN</strong>HUKUM ADAT SUKU TENGGER DIMALANG JAWA <strong>TIM</strong>URA. Keberadaan Masyarakat dan HukumAdat Suku TenggerB. Perlindungan Hukum MasyarakatHukum Adat TenggerC. Pelaksanaan Hukum Adat Tengger


Dewasa IniD. Hukum Adat Masyarakat TenggerDalam Tata Hukum di IndonesiaE. Faktor-faktor Yang MempengaruhiPerubahan dan Perkembangan HukumMasyarakat Suku Tengger1. Faktor Yuridis2. Faktor Sosiologis3. Faktor Politis4. Faktor EkonomisBAB V : PENUTUPA. KesimpulanB. SaranDaftar PustakaA. Latar BelakangBAB IPENDAHULUANDi dalam Ilmu Hukum dikenal adanya adagium “ubi societasibi ius” yang artinya bahwa di dalam masyarakat, walaupun sekecilapapun, pasti ada hukum yang hidup dan tumbuh di dalamnya.Keberadaan hukum sama usianya dengan keberadaan manusiayang ada di bumi ini. Dalam masyarakat adat, aturan-aturan yangmengarahkan perbuatan anggota kelompok untuk menjaminkeharmonisan dan keteraturan hidup kelompok disebut denganHukum Adat. Hukum Adat merupakan hukum yang tidak tertulisyang bersumber dari adat istiadat dan kebiasaan. Dalamperkembangan-nya, hukum yang tumbuh dan berkembang dari nilainilaidan kaedah-kaedah yang ada di dalam masyarakat tersebutdapat diibaratkan sebagai dua sisi mata uang yang tidak dapatdipisahkan. Pada satu sisi Hukum Adat berfungsi untuk melanjutkantradisi leluhur dengan cara mempertahankan nilai-nilai dan pola-polayang terbentuk dalam budaya dan masyarakatnya, di sisi lain hukumadat harus mampu mengikuti perkembangan masyarakat itu sendiri.Dalam sejarah perkembangannya, keberadaan hukum adatdi Indonesia diakui dalam system hukum nasional. Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 18B ayat (2)menyebutkan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuanmasyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnyasepanjang masih hidup, dan sesuai dengan perkembanganmasyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.Keberadaan budaya masyarakat adat di Indonesia merupakan salahsatu kekayaan bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan. Darisekian banyak budaya yang ada serta penerapan hukum adat yangdiperlukan bagi masyarakat adat itu sendiri, hingga saat ini masihdipatuhi dan dilaksanakan oleh para penguasa adat maupunlembaga-lembaga adat setempat.Masyarakat hukum adat beserta norma-norma hukum adatyang ada di dalamnya, berkembang dinamis sejalan denganperkembangan zaman, Jumlah masyarakat hukum adat yang benarbenarasli dan belum tersentuh peradaban dari luar, dalam


kenyataannya telah berkurang. Faktor yang mempengaruhi haltersebut tidak lain adalah akibat dari adanya kemajuan di bidangteknologi komunikasi dan informasi.Keberadaan suku-suku bangsa terkait erat dengankeberadaan adat istiadat, tradisi dan seni budaya. Namun demikiantidak semua tradisi seni dan budaya serta nilai-nilai dalammasyarakat tersebut dapat dikatakan mengandung hukum yaituhukum adat. Hukum adat, sebagai adat yang normatif, yaitu adatyang mengandung sifat hukum, yang dihormati, dihargai dandipatuhi oleh masyarakat adat yang bersangkutan. Pelanggaranterhadap norma-norma hukum adat itu akan mendapatkan sanksisesuai dengan norma hukum adat yang ada. 1Karakteristik Masyarakat Suku TenggerMasyarakat Suku Tengger yang mendiami desa-desa didalam enclave taman nasional masih memegang tradisi nenekmoyangnya sehingga masih banyak kegiatan upacara adat dankeagamaan Suku Tengger yang dilakukan oleh masyarakat hinggasekarang. Masyarakat Suku Tengger umumnya memeluk agamaHindu Tengger, namun berkembang pula agama Islam, Kristen danBudha. Toleransi dan kerukunan yang tinggi antar pemeluk agamaterlihat dari warga yang saling menghormati antar pemeluk agamayang berbeda dan partisipasi semua warga dalam setiappelaksanaan kegiatan adat.1 Forum Dialog: Perencanaan Hukum tentang Peran Hukum TidakTertulis Pasca Perubahan UUD 1945. BPHN: Yogyakarta, Agustus 2010.Kegiatan adat Suku Tengger dipimpin oleh dukun adat yangmemiliki peranan dan pengaruh yang sangat besar dalammasyarakat. Masyarakat sangat percaya dan mau mengikutiperkataan dukun adat. Dukun adat dipilih secara turun temurun dandiangkat melalui upacara adat yang dilaksanakan di Gunung Bromo.Selain upacara pengangkatan dukun adat, berbagai upacara adatlainnya seringkali dilaksanakan di sekitar Gunung Bromo dan LautPasir yang berada dalam kawasan TNBTS.Bahasa yang digunakan oleh masyarakat adalah bahasaJawa dengan dialek Tengger. Ciri yang paling mencolok dari bahasaini yaitu masih mempergunakan kata-kata di dalam bahasa Jawakuno seperti ingsun (aku), rika (kamu), paran (apa). Dalammasyarakat berlaku dua salam, yaitu salam yang mendapatpengaruh Hindu yakni “Om Swastyastu” dan salam yang bersifatadat yakni “Hong Ulun Basuki Langgeng”.Ciri masyarakat Tengger lainnya adalah penggunaansarung oleh hampir semua masyarakat mulai usia muda sampai tua,laki-laki dan perempuan. Sarung dipercaya memiliki fungsi untukmengendalikan perilaku dan ucapan masyarakat, selain fungsinyauntuk menahan udara dingin di pegunungan. Kesenian campur saridan jaranan masih hidup dan digemari masyarakat Suku Tengger. 22 Tri Sayektiningsih, Resti Meilani dan E.K.S. Harini Muntasih,“Strategi Pengembangan Pendidikan Konservasi pada Masyarakat SukuTengger di Desa Enclave Taman Nasional, Bromo Tengger, DepartemenKonservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB,Kampus Darmaga, Bogor 16680, Indonesia, hlm. 32, Februari 2008.


Untuk melihat perkembangan masyarakat adat SukuTengger dapat dilihat dari 6 hal, yaitu:1. Sistem Ilmu PengetahuanUntuk melihat perkembangan ilmu pengetahuan dalammasyarakat, dapat dilihat misalnya mereka telah mempunyaizona-zona batas wilayah, dan juga dalam menentukan batasdan kepemilikan mereka telah menggunakan teknologi dansertifikat hak milik atas tanah milik mereka. Masyarakat adatyang dahulunya dalam pelaksanaan upacara-upacarakeagamaan yang tadinya menggunakan simbol-simbol tertentuuntuk mengumpulkan masyarakatnya, saat ini masyarakat adattelah menggunakan teknologi modern untuk mengumpulkanwarganya.2. Sistem EkonomiMasyarakat Adat Tengger sebagai matapencahariannya bertani, hasil pertanian tidak hanya sekedaruntuk dimakan atau dikomsumsi keluarga tapi hasil pertanianmereka juga sudah diperjual belikan dipasar-pasar tradisionaldan modern.3. Sistem Organisasi SosialDalam perkembangannya masyarakat adat saat ini telahmenginterasikan keberadaan organisasi sosial mereka dengandunia luar di luar masyarakat adatnya ataupun penyesuaiandengan organisasi sosial modern saat ini.Hal unik yang terdapat dalam pranata kehidupankemasyarakatan masyarakat Suku Tengger selain pembagiantugas dan fungsi antara lembaga pemuka agama dan lembagadukun adat yaitu adanya konsepsi ruang yang membagi wilayahmenjadi wilayah administrasi dan wilayah adat. Seperti desa lainpada umumnya, wilayah administrasi Desa Ngadisari dikepalaioleh seorang kepala desa, namun yang membedakan dengandesa kebanyakan adalah dukun/tertua adat yang berperanpenting dalam memimpin wilayah adat sebagai seorang kepalaadat.Masyarakat Suku Tengger yang terbagi dalam duawilayah adat, yakni sabrang kulon (diwakili oleh Desa Tosari,kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan) dan sabrang wetan(diwakili oleh Desa Ngadisari, Wanatara, Jetak, KecamatanSukapura, Kabupaten Probolinggo) terdiri atas kelompokkelompokdesa yang masing-masing dipimpin oleh kepala adat.Dengan demikian yang menjadi batas wilayah kerja dukun adatadalah wilayah adat dan umat masyarakat yang terdapat didesa tempat ia menjabat sebagai dukun adat. Di masing-masingkabupaten terdapat dukun koordinator wilayah yang bertugasmengkoordinir dukun adat di wilayahnya.Dukun adat yang berada di masing-masing wilayahdesa komunitas Suku Tengger umumnya dihormati dan sangatdipercaya karena peranannya yang sangat berpengaruh dalamkehidupan masyarakat Suku Tengger. Secara struktural dukunadat dalam kehidupan Masyarakat Suku Tengger tergolongsebagai orang-orang terpandang yang menjadi tokoh panutan


masyarakat dan lebih dihormati dibanding lembaga aparaturdesa.Sebagai seorang kepala adat, dukun adat memilikifungsi spiritual dan fungsi sosial. Fungsi spiritual dukun adatyaitu memimpin upacara adat. Sedangkan fungsi sosialnyaadalah sebagai mediator antara masyarakat dan urusan yangberhubungan dengan pemerintahan. Selain itu, dukun adat jugamemiliki kewenangan tertentu dalam pengambilan keputusan,aturan, sanksi, atau denda sosial bagi pelanggar peraturan danhukum adat. Sebagai contoh kewenangan dukun adat dalampengambilan keputusan adalah pada waktu terjadi bencana,dukun adat berhak menentukan kapan masyarakatnya harusmengungsi atau tetap mendiami desa.4. Sistem RelegiusLembaga pemuka agama merupakan lembaga agamayang mewadahi ketua dan pengurus kegiatan keagamaan diDesa Ngadisari. Menurut Kepala Desa Ngadisari Bapak Supoyotata kelola (kelembagaan) pada suatu masyarakat merupakansalah satu bentuk kearifan lokal, berperan sebagai sistemkemasyarakatan yang mengatur struktur hirarki sosial dankelompok masyarakat. Tata kelola (kelembagaan) pada suatumasyarakat tertentu dapat berupa organisasi adat yang terdiridari beberapa kelompok adat. Demikian halnya yang terdapatpada Suku Tengger Desa Ngadisari, dimana terdapat organisasiadat yang bertugas mengelola kehidupan masyarakat yaitulembaga pemuka agama dan lembaga dukun adat.Dalam konsep Hindu Tengger terdapat adanyapengelompokan antara sistem religi yang bersumber dari ajaranKetuhanan berdasarkan agama Hindu dengan sistem adat yangbersumber dari kepercayaan dan tradisi yang turun temurun darinenek moyang Suku Tengger. Namun demikian dalam tahappelaksanaannya dilakukan asimilasi ajaran agama Hindudengan ajaran adat-istiadat/kepercayaan Suku Tengger. Hal initercermin dari selain melakukan aktivitas-aktivitas keagamaanberdasarkan ajaran agama Hindu, masyarakat Suku TenggerDesa Ngadisari juga secara patuh melaksanakan berbagaiupacara adat.Adanya pengelompokan kegiatan religi dan adatberpengaruh terhadap pembagian tugas dan fungsi dari masingmasinglembaga pemuka agama dan lembaga dukun adat.5. Sistem BahasaBahasa yang digunakan yang dahulu masihmenggunakan bahasa mereka, kini karena terpengaruh denganperkembangan wilayah dan masyarakat, disamping merekamenggunakan bahasa mereka sendiri juga merekamenggunakan bahasa lain untuk berkomunikasi denganmasyarakat luar.6. Sistem Kesenian


Disamping mereka mempunyai kesenian sendiri yangmenunjukan identitas mereka, tidak luput juga kesenian luarberpengaruh juga terhadap perkembangan kesenian mereka. 3Ketinggian Gunung Bromo adalah 2392 m, di sebelahselatannya berdiri Gunung Vulkanik Semeru yang masih aktif,dengan ketinggian 3676 m. Secara legendaris kedua gunungtersebut mempunyai kaitan, seperti telah dilukiskan dalamlegenda pada uraian terdahulu. Di sekitar Gunung Bromo dansebagian wilayah Gunung Semeru inilah masyarakat Tenggerbermukim.Ditinjau secara sosial-budaya, masyarakat Tenggermemiliki sifat khas tradisi 4dan budaya, yang secara historismerupakan peninggalan nenek moyang dan zaman Majapahit,dan sampai saat ini mampu bertahan. Sejak ditetapkan padatahun 1982 sebagai daerah penyangga Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru, Tengger selalu dikunjungi oleh banyakwisatawan dari dalam dan luar negeri. Di samping itu sejaktahun 1973 dengan ditetapkannya masyarakat Tengger sebagaipemeluk agama Hindu, maka mulai diadakan pembinaanintensif tentang keagamaan, namun masyarakat Tenggertampaknya belum banyak terpengaruh oleh nilai-nilai budayayang lain.3 Wawancara Tim pada tanggal 13 Juli 2011 di Desa Ngadisari olehBapak Supoyo.4 Laporan Hasil Penelitian Program Research Grent I-Mhere, olehUniversitas Brawijaya, Agustus 2008.Beberapa gejala yang tampak antara lain adalah,dengan adanya sentuhan langsung pembangunan yangterprogram dan datangnya para wisatawan yang berkunjung kedaerah Tengger ini mereka mulai memanfaatkan kesempatanitu, antara lain dengan menyewakan rumah mereka untukpenginapan, menyewakan kuda yang semua sebagai alatangkut hasil pertanian untuk alat transportasi para wisatawanyang memerlukan. Meskipun telah banyak bergaul dengan parapendatang, namun sikap keaslian mereka masih tampak jelasdalam memperlakukan para wisatawan, yaitu sikap ramah, jujurdan gotong royong.Pengembangan suatu masyarakat berarti akanmengubah menjadi sesuatu yang lain, atau tetapmempertahankan keberadaannya dengan mengembangkankemampuan dan kondisi masyarakat untuk mampu mandiriserta menjadi lebih bermanfaat dan lebih sempurna. PenetapanBromo-Tengger-Semeru menjadi taman nasional bermaknabahwa kondisi yang telah ada akan dilindungi dandikembangkan agar lebih semarak dan menarik. Tenggersebagai daerah penyangga juga bermakna bahwa budayamasyarakat Tengger perlu dilestarikan dan dikembangkanmenjadi lebih sempurna, terutama adat istiadat dan nilai-nilaibudayanya yang relevan dengan kemajuan zaman, dan tidakbertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai filsafatbangsa dan negara. Dengan masuknya para wisatawan kedaerah Tengger, tidak mustahil akan terjadi pergeseran nilai-


nilai instrumental, namun apabila terus diadakan pembinaansikap mental dengan tetap berpegang kepada nilai tradisionalyang relevan, maka pergeseran nilai-nilai instrumental itu akantetap dapat dicegah dan sekaligus dapat dipertahankan sifatkeasliannya.Hubungan antara masyarakat Tengger dengan tamannasional sangat erat karena daerah Bromo-Tengger-Semerusebagian besar dihuni oleh masyarakat Tengger. Apabilakondisi alamnya akan dikembangkan menjadi taman nasionalmaka masyarakat sekitarnya pun dituntut untuk mampumenyelamatkan, memelihara dan ikut mengembangkannya.Apabila masyarakat Tengger tidak diberi kesempatan untukmengambil keuntungan dan taman nasional itu, tidak mustahilakan terjadi sikap masa bodoh terhadapnya, tidak ikut menjagaataupun menyelamatkannya. Masyarakat Tengger sebagaipenyangga, sudah tentu berperan besar untuk menjagakelestarian taman nasional. Demi kelestarian taman nasional itu,masyarakat Tengger diharapkan merasa ikut memiliki(handarbeni), membina (hamengkoni) dan sekaligus dapatmemanfaatkannya.Di sekeliling taman nasional itu akan dikembangkanberbagai macam tumbuhan penyangga sebagai daerah bufferzone untuk melestarikan alam dan keindahannya, yangkondisinya perlu dijaga oleh masyarakat lingkungannya. Hal ituakan berhasil apabila lingkungan alamnya:a. Mampu menyediakan berbagai kebutuhan dasarmasyarakat sekitarnya, baik untuk memenuhi kebutuhansehari-hari maupun memberikan kepuasan dan kesenanganyang lain;b. Dapat menyelamatkan dari berbagai gangguan yangberasal dari manusia, binatang ataupun gangguan lainnya;c. Mampu mengembangkan sikap masyarakat untuk mencintaialam dan taman nasional;d. Mampu melindungi manusia dan daerah pertaniansekitarnya dari gangguan binatang yang datang dari daerahpenyangga itu sendiri;e. Mampu meningkatkan kondisi sosial-ekonomi masyarakatsekitarnya, termasuk masyarakat Tengger, dan kesadaranakan pentingnya taman nasional itu;f. Mampu menumbuhkan dan mengembangkan organisasiswadaya masyarakat dalam kaitannya dengan usaha-usahapelestarian sumber daya alam dan lingkungannya;g. Mampu membina eksistensi adat dan budaya masyarakatTengger yang dapat memberikan konsumsi penyemarakanwisatawan yang datang untuk menikmati keindahan tamannasional itu.Pembangunan hukum nasional merupakan konsekuensiadanya perubahan paradigma dalam kehidupan politikketatanegaraan yang mengedepankan prinsip transparansi,akuntabilitas, dan hak asasi manusia. Tegaknya hukum sertasystem hukum merupakan landasan utama dalam proses


demokrasi. Hukum tidak semata-mata dibentuk dan dilaksanakanserta penegakkannya hanya didasarkan atas interpretasi sepihak,yaitu oleh penguasa tetapi harus memperhatikan kepentingan danpartisipasi masyarakat.Hukum sebagai salah satu bidang yang fungsinya mengaturkehidupan berbangsa dan bernegara harus terus dibentuk dandikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan adanyapenegakan hukum yang mampu memberi rasa kedamaian dankeadilan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang timbul.Salah satu hal yang sangat penting yang perlu dilakukan saat iniadalah dengan menggali pemikiran-pemikiran yang timbul darimasyarakat yang sifatnya tidak tertulis, baik itu dari pelaksanaanhukum adat dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan olehmasyarakat.Mengacu pada kesimpulan pertama Seminar mengenaiHukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional yangdiselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 15 - 17 Januari 1975,maka hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting untukmemperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional,yang menuju kepada unifikasi hukum yang terutama akan dilakukanmelalui pembuatan peraturan perundang-undangan, dengan tidakmengabaikan timbul/tumbuhnya dan perkembangannya hukumkebiasaan dan pengadilan dalam pembinaan hukum. Sedangkandalam kesimpulan keempat ditegaskan pula bahwa denganterbentuknya hukum nasional yang mengandung unsur-unsurhukum adat, maka kedudukan dan peranan hukum adat itu telahterserap di dalam hukum nasional. Dari kesimpulan tersebutmenunjukkan ada tiga hal yang berkenaan dengan hukum adat yangperlu mendapat perhatian secara khusus, yaitu;a. Hukum nasional Indonesia akan dirumuskan dalam bentukhukum tertulis yang dilakukan dengan menyerap danmengandung di dalamnya unsur hukum adat.b. Dengan terserapnya hukum adat ke dalam hukum nasional,maka kedudukan dan peranan hukum adat sudah menjadibagian yang tidak terpisahkan dari hukum nasional.c. Sekalipun demikian, tidak diabaikan tumbuh danberkembangnya hukum kebiasaan dalam masyarakat sebagaibentuk perkembangan baru hukum yang hidup dalammasyarakat. Dengan demikian “Hukum Adat yang Baru” akanselalu ditemukan dalam masyarakat Indonesia yang selalumengalami proses perkembangan. 5Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perlu dilakukanpemantauan dan inventarisasi hukum adat, khususnya terhadaphukum adat yang berlaku pada masyarakat Tengger di Malang JawaTimur. Hal tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa masyarakatTengger sampai sekarang keberadaannya masih sangat eksis,walaupun banyak mengalami kontak dengan masyarakat luar,termasuk wisatawan dari manca negara.5Hukum Adat Dalam Perundang-undangan. Jakarta: BPHNDepartemen Hukum dan HAM RI, Majalah Hukum Nasional Nomor 1Tahun 2006.


B. Permasalahan1. Apakah asas-asas dan nilai-nilai yang terkandung dalam hukumadat masyarakat Suku Tengger masih hidup atau sudahmengalami perubahan akibat perkembanganzaman/globalisasi?2. Apakah ada asas-asas atau nilai-nilai hukum adat padamasyarakat suku Tengger yang diangkat atau ditransformasikanke dalam peraturan perundang-undangan, baik nasionalmaupun daerah?C. Maksud dan TujuanMaksud dilakukan kegiatan ini adalah untuk melakukanpemantauan dan inventarisasi perkembangan hukum adat SukuTengger yang hidup di daerah Malang Provinsi Jawa Timur.Sedangkan tujuannya adalah agar data yang telah dikumpulkandapat dipergunakan sebagai bahan masukan dalam rangkapembaharuan dan pengembangan hukum nasional.D. Ruang LingkupRuang lingkup kegiatan ini mencakup pemantauan daninventarisasi hukum adat yang ada pada Suku Tengger di Malangdan lebih khusus lagi di desa Ngadisari, kecamatan SukapuraKabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur, khususnya bidangperkawinan, waris, keluarga, dan pertanahan.E. MetodologiMetode kerja yang digunakan dalam kegiatan ini adalahsebagai berikut:1. Melalui studi kepustakaan dengan melakukan penelusuranterhadap bahan-bahan pustaka, seperti buku/literatur, disertasi,makalah, internet, dan peraturan perundang-undangan.2. Melalui studi lapangan dengan cara menyampaikankuesioner/daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebihdahulu kepada beberapa pejabat di Pemda Kota/KabupatenMalang.F. Susunan KeanggotaanKetua : Noor M. Aziz, S.H., M.H., MM.Sekretaris : Artiningsih, S.H., M.HAnggota : 1. Ahyar Ary Gayo, S.H., M.H.2. Hesty Hastuti, S.H., M.H.3. Purwanto, S.H., M.H.4. Hajerati, S.H., M.H.5. Arfan Faiz Muchlizi, S.H., M.H.6. Heru Wahyono, S.H., M.H.7. Adharinalti, S.H., M.H.


G. Jadwal Kegiatan1. Maret 2011 : Pembuatan proposal2. April s.d Juli 2011 : Pembahasan proposal, pengumpulandan pengolahan bahan pustaka,penelitian lapangan, pengolahan datahasil penelitian3. Agustus 20111 : Penyusunan laporan akhir.BAB IIEKSISTENSI, PERKEMBANGAN, <strong>DAN</strong> PERAN HUKUM ADATDALAM PEMBANGUNAN HUKUM NASIONALA. Eksistensi dan Perkembangan Hukum Adat Dewasa IniBerbicara tentang hukum adat dalam kaitannya denganeksistensi dan perkembangan dewasa ini, hal pertama yang haruskita lakukan adalah tentang posisi dan kedudukan MasyarakatHukum Adat (MHA) 6itu sendiri sebagai subyek hukum yang6 Istilah Masyarakat Hukum Adat (MHA) ini di dalam pelbagailiteratur dan tulisan-tulisan serta peraturan perundang-undangan lainnyasering disebut pula dengan istilah yang lain. Misalnya; Masyarakat Adat,Masyarakat Tradisional, Masyarakat Terasing, Masyarakat lokal, dan lainsebagainya. Dalam tulisan ini kami lebih cenderung menggunakan istilahMasyarakat Hukum Adat, yang menurut hemat kami istilah itu lebihmenunjukan pada dimilikinya sejumlah hak-hak yang bersifat yuridismemiliki hak-hak adat tersebut di dalam kerangka Negara KesatuanRepublik Indonesia (NKRI). Apakah negara mengakui danmenghormati atau tidak keberadaan dari MHA tersebut dengansegala hak-hak tradisional dan hukum adat yang melekat padanya.Hal berikutnya yang akan dikaji selanjutnya adalah tentanghak-hak adat atas apa saja yang melekat dan yang dipunyai olehMHA tersebut. Apakah hak-hak adat semacam itu sekarang inimasih eksist dan diakui serta dihormati pula oleh negara. Segalamacam pengakuan dan penghormatan tersebut akan dapat kitasimpulkan dengan melakukan analisis terhadap seperangkatperaturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh negara yangmengatur mengenai MHA dan penguasaan serta pemanfaatantanah dan sumber daya alam lainnya, disamping juga melakukanstudi lapangan dengan mengamati dan mewawancarai tokoh-tokohmasyarakat dari kalangan akademisi, praktisi (LSM), dan juga tokohtokohAdat yang berpengaruh.Adanya pengakuan dan penghormatan negara terhadap hakulayat atas tanah yang dimiliki oleh MHA merupakan titik tolak yangmembawa implikasi hukum yang lebih jauh terhadap diakui ataudihormatinya pula hak-hak MHA atas penguasaan terhadap sumbersumberagraria lainnya.Dengan demikian dilihat dari sudut Hak Asasi Manusia(HAM) maka pengakuan dan penghormatan negara terhadapkeberadaan MHA dan hak-hak adat yang melekat padanya ituterhadap sumber daya agraria dan hak-hak sosial budaya lainnya olehMHA.


mengandung arti bahwa, negara melakukan penjaminan danpemenuhan terhadap hak-hak sipil-politik, social, ekonomi dan hakhakbudaya dari warga negaranya, yang oleh undang-undang dasardinyatakan, bahwa itu adalah memang menjadi tugas dan kewajibannegara untuk melindungi dan menjamin hak-hak tersebut.Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama atas dasarhasil penelitian para pakar baik dari kalangan akademisi maupunparaktisi dari kalangan Ornop/NGO dan lain sebagainya kondisiMHA lebih dari tiga dasawarsa berada dalam kondisi yang sangatmemprihatinkan. Eksistensi MHA dengan segala hak-hak tradisionilyang dimilikinya itu selalu berada dalam posisi marginal.Pelanggaran terhadap hak-hak MHA ini terjadi pada hampir semuabidang kehidupan, baik di bidang ekonomi, politik, dan hukum,maupun di bidang sosial dan budaya. Perampasan terhadap tanahtanahulayat dan sumber agraria lainnya oleh penguasa (negara)dan juga pengusaha atas dasar izin dari negara kerap dan selaluterjadi. Tindakan perampasan dan pemerkosaaan terhadap hak-hakadat itu atas nama pembangunan - kemudian seringkali memicuterjadinya konflik baik yang bersifat vertikal antara MHA denganpenguasa (negara) dan pengusaha, maupun konflik yang bersifathorizontal dengan sesama MHA, terutama yang terkait denganpersoalan penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam sebagaiimplikasi terhadap pemberlakuan seperangkat peraturan perundangundangandi bidang keagrariaan yang tumpang tindih, inkonsisten,dan yang sama sekali tidak memperhatikan hak-hak rakyat tersebut.Perkembangan akhir-akhir ini memperlihatkan bahwa,fungsi dan peran hukum adat di dalam masyarakat adat, menjadiagak kendor, sehingga dapat dikatakan menjadi kurang berdayamenghadapi berbagai kebijakan pemerintah yang lebih berorientasipada pembangunan dan pengembangan ekonomi sehinggamengabaikan prinsip-prinsip dasar dari sebuah persekutuan hukumyang sudah lama mapan, sering terabaikan.Hukum adat adalah hukum yang sebagian besar tidaktertulis dan merupakan asas-asas atau prinsip-prinsip yang tumbuhdan berkembang dalam masyarakat adat, untuk mengaturhubungan-hubungan antar anggota masyarakat dalam suatupergaulan hidup. Hukum adat adalah bagian dari hukum yangberasal dari adat istiadat yakni kaidah-kaidah sosial yang dibuat dandipertahankan oleh para fungsionaris hukum (penguasa yangberwibawa) dan berlaku serta dimaksudkan untuk mengaturhubungan-hubungan hukum dalam masyarakat Indonesia.Menurut van Vollenhoven, untuk terbentuknya hukumadat janganlah menggunakan suatu teori, tetapi haruslahmelihat kenyataan. Ter Haar Bzn mengatakan bahwa hukumadat yang berlaku hanya dapat dilihat dari petugas hukumseperti kepala adat, hakim adat, rapat adat dan perabot desamelalui suatu penetapan hukum. Logeman, mengatakanperaturan itu dikatakan sebagai hukum dilihat dari aspeksanksinya. Soepomo mengatakan bahwa hukum adat adalahperaturan mengenai tingkah laku manusia di dalam masyarakathukum adat yang merupakan suatu bentuk kehidupan bersama


yang warga-warganya hidup bersama untuk jangka waktu yangcukup lama, sehingga menghasilkan kebudayaan. Ternyatakebudayaan itu ada dan terlihat pada struktur-struktur yang secaratradisional diakui untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat.Menurut Hazairin, masyarakat hukum adat seperti desa diJawa, marga di Sumatera, manua di Sulawesi Selatan, Nagari diMinangkabau, Kuria di Tapanuli adalah kesatuan kemasyarakatanyang mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk sanggup berdirisendiri yaitu mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa, dankesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanahdan air bagi semua anggotanya. Bentuk kekeluargaannya(patrilineal, matrilineal atau bilateral) mempengaruhi sistempemerintahannya terutama berlandaskan atas pertanian,peternakan, perikanan, dan pemungutan hasil hutan dan hasil airditambah sedikit dengan perburuan binatang liar, pertambangan dankerajinan tangan, semua anggotanya sama dalam hak dankewajibannya. Penghidupan mereka berciri komunal, dimanagotong-royong, tolong-menolong, sangat terasa dan semakinmempunyai peran yang besar.Tanda-tanda yang dapat dipergunakan untuk melihatapakah masyarakat masih menggunakan hukum adat atau tidakadalah sebagai berikut : 7a. Di dalam masyarakat tersebut ada aturan-aturannormatif, rumusan-rumusan dalam bentuk peribahasaatau asas-asas hukum yang tidak tertulis.b. Ada keteraturan di dalam melaksanakan rumusanrumusandalam bentuk peribahasa atau asas-asashukum yang tidak tertulis tersebut melalui keputusankeputusankepala adat, musyawarah adat masyarakatadat setempat (keputusan dewan adat).c. Ada proses atau tata cara yang diakui masyarakattentang penyelesaian suatu masalah khususnya suatusengketa.d. Ada pengenaan sanksi maupun paksaan terhadappelanggaran aturan-aturan normatif tersebut pada butir1 diatas.e. Ada lembaga-lembaga khusus dibidang sosial, ekonomimaupun politik.1. Pengakuan terhadap Masyarakat Hukum Adat (MHA)Jauh sebelum dikenalnya konsep kesatuan politik yangdisebut negara (state), entah itu dalam wujud kerajaan-kerajaankecil dan besar, pemerintahan kolonial Belanda maupunJepang, terlebih lagi pada era Negara Kesatuan RepublikIndonesia sekalipun, individu-individu yang menjadi wargapersekutuan-persekutuan politik dimaksud telah hidup danmenjadi warga- dalam berbagai wujud persekutuan sosial yang7 Lihat http://pengertian-definisi.blogspot.com/2011/03/hukum-adatdan-masyarakat-hukum-adat.html


amat beragam coraknya 8 . Salah satu wujud persekutuan sosialyang penting jika tidak dapat dikatakan terpenting - adalah apayang kemudian disebut sebagai komuniti (community), yangdidefinisikan sebagai kesatuan hidup manusia, yang menempatisuatu wilayah yang nyata, dan yang berinteraksi menurut suatusistem adat-istiadat, serta yang terikat oleh suatu rasa identitaskomuniti. 9Soepomo dengan mengutip pandangan Ter Haar dalambukunya yang berjudul “ Beginselen en stelsel van HetAdatrecht (1939) menyatakan:“bahwa di seluruh kepulauan Indonesia pada tingkatanrakyat jelata, terdapat pergaulan hidup di dalamgolongan-golongan yang bertingkah laku sebagaikesatuan terhadap dunia luar, lahir dan batin.Golongan-golongan itu mempunyai susunan yang tetapdan kekal, dan orang-orang segolongan itu masingmasingmengalami kehidupannya sebagai hal yangsewajarnya, hal menurut kodrat alam. Tidak adaseorang pun dari mereka yang mempunyai pikiran akankemungkinan pembubaran golongan itu. Golonganmanusia tersebut mempunyai pula pengurus sendiri danmempunyai harta benda, milik keduniaan dan milikghaib. Golongan-golongan demikianlah yang bersifatpersekutuan hukum”. 10Berbeda dengan Soepomo yang menyebut persekutuanhukum adat, Hazairin memakai istilah “masyarakat hukum adat”menyatakan bahwa:8 R.Yando Zakaria, “abih tandeh” masyarakat Desa di bawah RejimOrde Baru, (Jakarta: Elsam, 2000), hlm. 33.9 Ibid.10 Soepomo, “Bab Bab Tentang Hukum Adat”, (Jakarta: PradnyaParamita, 1983), cet.ke-8, hlm. 49-50.“Masyarakat-masyarakat Hukum Adat seperti desa dijawa, Marga di Sumatra Selatan, Nagari diMinangkabau, Kuria di Tapanuli, Wanua di SulawesiSelatan adalah kesatuan-kesatuan kemasyarakatanyang mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa,dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hakbersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya.Bentuk hukum kekeluargaannya (patrilinial, matrilinealatau bilateral) mempengaruhi sistim pemerintahannyadan sistim umum kemasyarakatannya. Sistimperekonomiannya terutama berlandaskan ataspertanian, peternakan, perikanan dan pemungutan hasilhutan dan air, ditambah sedikit dengan perburuanbinatang liar, pertambangan dan kerajinan tangan.Semua anggotanya sama dalam hak dan kewajiban” 11 .Atas dasar uraian tersebut di atas, dan juga didasarkanatas pelbagai macam literatur yang membahas tentangpengertian masyarakat hukum adat atau persekutuan hukumadat atau yang disebut dengan nama lain itu, keberadaanyajauh mendahului terbentuknya Negara Kesatuan RepublikIndonesia (NKRI).Bahkan jika kita lihat dari unsur yangmembentuknya, maka pada hakekatnya MHA telah mendahuluibentuk sebuah negara modern (nation-state). Dilihat dari studiilmu Negara, - salah satu cabang ilmu dalam ilmu hukum yangmempelajari segala sesuatunya tentang Negara - maka11 Hazairin, Demokrasi Pancasila, (Jakarta: Bina Aksara, 1985), Cet.ke-5, hlm. 69.


terbentuknya MHA adalah memenuhi unsur-unsur untukterbentuknya suatu negara modern (Nation-state). 12a. Masa Pemerintahan Kolonial BelandaPada masa pemerintahan Kolonial Belanda padaawalnya pengaturan tentang keberadaan MHA sebagaipersekutuan hukum, secara tersirat terdapat dalampengaturan tentang Inlansche Gemeente. Pengaturannyadituangkan ke dalam pasal 71 Regering Reglement (RR)dan pasal 128/129 Indische Staatsregeling (IS). Dalamaturan tersebut disebutkan bahwa, kepala desa berhakuntuk mengatur dan mengurus rumah tangganya denganmemperhatikan peraturan yang dikeluarkan oleh GubernurJenderal, residen atau pemerintah otonom yang ditunjukoleh ordonansi 13 .Pengaturan tentang MHA sebagai inlanschegemeente ini kemudian disempurnakan sejalan denganterjadinya perubahan kebijakan pemerintah kolonialterhadap pemerintahan daerah yang lebih bersifatdesentralisasi. Hal mana tertuang di dalam De InlanscheGemeente Ordonantie (IGO) yang diundangkan pada tahun1906 (stbl:1906 No.83) yang berlaku untuk Jawa dan12 Para pakar hukum dan ketatanegaraan bahkan menyatakan MHAadalah republik-republik kecil yang memberikan andil yang besar dalamterbentuknya NKRI.13 Rikardo Simarmata, Pengakuan Hukum terhadap MasyarakatAdat di Indonesia, UNDP Regional Initiative on Indigenous Peoples Rightand Development (RIPP), 2006, hlm. 37.Madura. Sedangkan untuk hal yang sama bagi daerahdaerahluar Jawa dan Madura diberlakukan berbagaimacam ordonansi yang berpedoman pada IGO. Kemudianpada tahun 1938 semua ordonansi yang mengatur tentangpemerintahan terendah untuk daerah luar jawa dan maduratersebut disatukan ke dalam satu ordonansi yang kemudiandiberi nama dengan Inlansche Gemeente OrdonantieBuitengewesten (IGOB) yang diundangkan dalam stbl: 1938No. 490, yang efektif berlaku sejak tanggal 1 Januari 1939.Hal yang terpenting yang diatur dalam IGOB iniadalah bahwa, ordonansi itu tidak melakukanpenyeragaman terhadap struktur dan bentuk-bentukpemerintahan lokal yang ada di luar Jawa dan Maduratersebut, tetapi membiarkan pemerintahan lokal itumenggunakan bentuk-bentuk aslinya seperti nagari, marga,dan huta dengan segala kewenangan (adat) yangdimilikinya. Pemberlakuan IGO dan IGOB oleh pemerintahKolonial merupakan suatu bentuk pengakuan danpenghormatan terhadap struktur dan bentuk pemerintahanadat yang selama ini telah dipraktekan oleh MHA.Dengan demikian dilihat dari sudut legalitasnya olehpemerintah Kolonial Belanda MHA yang semula hanyamerupakan kesatuan-kesatuan kemasyarakatan yangbersifat sosiologis semata dengan IGO dan IGOB diubahmenjadi kesatuan-kesatuan kemasyarakatan yangberbentuk persekutuan hukum yang bersifat yuridis yang


dapat dibebani dengan hak dan kewajiban di dalam lalulintas hukum, dan yang memiliki harta kekayaan tersendiri,khususnya pemilikan terhadap harta komunal (hak ulayat).Dengan begitu dapat dikatakan bahwa, pada zamanpemerintahan kolonial Belanda, struktur pemerintahan desa,pemerintahan adat di Indonesia menjadi sangat heterogen.Kedua peraturan tersebut - IGO dan IGOB – tidak berusahamenciptakan suatu struktur pemerintahan desa baru bagimasyarakat desa, tetapi memberikan pengakuan hukumterhadap struktur pemerintahan adat di pedesaan dengantujuan agar mereka legal mewakili kepentingan HindaBelanda. 14b. Masa Indonesia MerdekaPada masa Indonesia merdeka, UUD 1945dijadikan sebagai landasan konstitusional dalam bernegaradan bermasyarakat. Pasal 18 dan pejelasan pasal 18 UUD1945 itu mengakui eksistensi dari MHA (zelfbesturendelandschappen dan volks/ rechtsgemeenschappen) sebagaidaerah istimewa yang mempunyai susunan asli, dan negarawajib melindunginya, sehingga semua peraturan yang dbuatoleh pemerintah yang berkenaan dengan daerah istimewatersebut harus mengingati hak asal-usulnya itu.Dalam rangka menafsirkan dan mengatur lebihlanjut isi pasal 18 UUD 1945 itu maka perlu dibuat undangundangorganik yang mengatur tentang pemerintahan14 R. Yando Zakaria, Op. Cit, hlm. 48.daerah atau pemerintahan desa (MHA) yang baru untukmenggantikan IGO dan IGOB tersebut. Untuk memenuhi haltersebut kemudian dibentuklah UU No. 1 tahun 1945tentang Komite Nasional Daerah yang didalamnya jugamemuat aturan mengenai kedudukan desa. Namun karenadipandang belum sesuai dengan isi pasal 18 UUD 1945, UUitu diganti dengan UU No 22 Tahun 1948 tentangPemerintahan Daerah. Dalam UU tersebut dinyatakanbahwa, desa merupakan suatu daerah otonom yang berhakmengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri.Kemudian UU No. 22 Tahun 1948 diubah oleh UU.No.1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok PemerintahanDaerah. UU ini tetap mengakui keberlakuan pemerintahandesa (adat) tanpa perubahan sebagaimana pada kondisimasih berlakunya IGO dan IGOB.Kemudian melalui Dekrit 5 Juli 1959 UUD 1945kembali diberlakukan, dan kita memasuki era Demokrasiterpimpin. Sejalan dengan kondisi tersebut presidenmengeluarkan Penpres Nomor 6 Tahun 1959 tentangPemerintahan Daerah yang menghendaki adanyapemusatan kekuasaan ke dalam satu garis birokrasi yangbersifat sentralistis. Atas dasar Penpres 1959 disusunlahRUU tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Desa untukmenggantikan UU yang lama (kolonial dan nasional) yangdianggap belum sempurna mengatur kedudukan desadalam kerangka Ketatanegaraan yang berlaku pada masa


itu dengan kemungkinan-kemungkinan pembangunanbadan-badan kesatuan pemerintahan desa yang sekarangini menjadi satu pemerintahan yang otonom.Pada tahun 1965 Pemerintahan Desa diatur olehUU No.19 Tahun 1965 tentang Desapraja. Desaprajaadalah kesatuan masyarakat hukum yang tertentu batasbatasdaerahnya, berhak mengurus rumah-tangganyasendiri, memilih penguasanya, dan mempunyai harta bendasendiri. Dalam UU ini kemudian dinyatakan bahwa,kesatuan-kesatuan kemasyarakatan yang ada (volks/rechtsgemeenschappen) seperti desa (jawa), nagari(minangkabau), dusun dan marga (palembang) dansebagainya adalah desapraja. Pada tahap ini terjadipenyatuan penyebutan secara seragam atas MHA yangada, dan tidak lagi disebut dengan nama asli daerahnyamasing-masing. Dengan berlakunya kedua UU tersebut,dan khususnya UU No. 19 Tahun 1965 tentang Desaprajaitu, maka keberlakuan IGO dan IGOB menjadi hapus dantidak berlaku lagi.Dipandang dari sudut kepentingan MHA ketentuanketentuanyang dituangkan di dalam UU No. 19 Tahun 1965tentang Desapraja tersebut cukup memuaskan, karena UUitu hanya menyeragamkam formalitas penyebutan darikesatuan-kesatuan kemasyarakatan itu. Desa, Nagari,dusun dan Marga, Huta, Wanua dan lain sebagainya itu kinidisebut dengan desapraja.Desapraja itu dinyatakan sebagai kesatuan hukumyang punya batas-batas tertentu, berhak mengurus rumahtangganya sendiri dan memiliki harta benda sendiri. Dengandemikian struktur dan isi serta bentuknya corakpemerintahan desa (desa, nagari, dusun dan marga, hutadan lain sebagainya) itu relatif tidak banyak berubah dengankeadaan ketika IGO dan IGOB berlaku.Karena dipandang tidak sesuai dengan cita-citanasional untuk mewujudkan suatu desa denganpemerintahannya yang lebih kuat, lebih mantap, lebihteratur, lebih tertib serta lebih berdaya guna dan lebihberhasil guna, yang dapat memberikan kehidupan yanglebih baik kepada desa dan masyarakat, UU No. 19 Tahun1965 tentang Desapraja itu dibekukan berlakunya.Dalam rangka untuk mewujudkan gagasansebagaimana tersebut di atas, pemerintah kemudianmemberlakukan UU.No. 5 Tahun 1979 tentangPemerintahan Desa. Pemerintah memandang bahwapemerintahan desa (adat) yang selama ini besifatheterogen--harus diseragamkan. Penyeragaman mana tidakhanya pada tataran penyebutan semata, tetapi lebih jauhdaripada itu adalah penyeragaman terhadap bentuk,struktur dan isi dari pemerintahan desa itu sendiri.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 mengartikanDesa sebagai suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlahpenduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di


dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyaiorganisasi terendah langsung di bawah Camat dan berhakmenyelenggarakan rumah-tangganya sendiri dalam ikatanNegara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undangtersebut menempatkan desa tidak lebih hanya sebagaitingkatan terendah dari unit pemerintahan NKRI yangberada dalam koordinasi pemerintahan Kecamatan,sehingga di dalam setiap tindakan pemerintahan kepaladesa harus sepengetahuan dan mendapat izin Camat.Pemerintah atas dasar pertimbangan tertentu, dapatmelakukan pemekaran desa, atau penggabungan beberapadesa, atau bahkan menghapuskannya. Pemekaran danpenggabungan (regrouping) dimaksud seringkali tidakmemperhatikan batas-batas wilayah secara adat sesuaidengan hak dan asal-usul dari desa tersebut.Kepala desa adalah orang yang dipilih langsungoleh penduduk desa setelah ia memenuhi syarat-syaratyang telah ditentukan (pasal 4 dan 5). Kepala desa terpilihkemudian diangkat dan juga diberhentikan olehBupati/walikotamadya/ KDH Tingkat II atas namaGubernur/KDH tingkat I untuk masa jabatan 8 tahun dandapat dipilih kembali untuk 1 masa jabatan berikutnya (pasal6 dan 9).Dilihat dari kepentingan pemerintah pusat,pemberlakuan UU tersebut sangat menguntungkan, karenapemerintah pusat dapat dengan mudah dan leluasamenjalankan segala macam kebijakannya. Hal yang lebihpenting lagi bahwa pemerintah pusat bersamaan denganpemberlakuan UU tersebut dapat dengan mudahmenguasai dan menggerogoti sumber-sumber kekayaanwarga desa melalui penerapan peraturan perundangundangansektoral. Misalnya melakukan “perampasan” hakhakatas tanah yang dikuasai warga desa melaluipenerapan Undang-undang pokok Agraria (UU. No. 5 tahun1960), Perampasan atas kekayaan hutan dan hasil-hasilhutan melalui penerapan UU. No. 5 tahun 1967 tentangPokok-Pokok Kehutanan, kekayaan pertambangan melaluiUU No. 11 tahun 1967 dan lain sebagainya.Namun bagi warga masyarakat hukum adat (MHA),khususnya yang berada di luar Jawa, pemberlakuan UU No.5 tahun 1979 tersebut jelas-jelas sangat merugikan.Konsekuensi logis dari pemberlakukan UU tersebut adalah,bahwa negara menghapuskan keberadaan mereka sebagaikesatuan-kesatuan kemasyarakatan yang memiliki hak danasal–usul yang istimewa yang harus dilindungi oleh negarasesuai dengan maksud pasal 18 dan penjelasan pasal 18UUD 1945 . Dengan kata lain, bahwa kesatuan-kesatuanMHA seperti Nagari, Dusun dan Marga, Huta, Kuria,Gampong, Wanua dan lain sebagainya itu sebagai subyekhukum atas hak ulayat atas tanah , dan atas sumber dayaagraria lainnya dihapuskan oleh negara.


Karenanya perampasan terhadap hak-hak adatatas tanah dan sumber-sumber daya agraria itupun menjadisah dan legal adanya, bukankah dengan dihapusnyasubyek hukum pemegang haknya itu, maka secara otomatishak-hak kekayaan itu sebagai obyeknya pun menjadi hapuspula.MHA yang ada di seluruh Indonesia tidak berdayauntuk melakukan perlawanan terhadap pemberlakuan UUNo. 5 tahun 1979 tersebut, dan mau tidak mau, terpaksaataupun secara suka rela mereka harus menyesuaikan diridengan isi dan maksud dari ketentuan UU tersebut, meskidengan resiko kehilangan atas kuasa dan kontrol terhadaphak-hak atas tanah dan sumber-sumber daya agrarialainnya itu, dan mereka tidak mempunyai pilihan lain.Namun dalam kenyataannya, meskipun secarayuridis formal MHA itu telah hapus dalam tataran sistemketatanegaraan kita, tetapi secara sosiologiskeberadaannya dalam masyarakat tidak pernah hilang.Pada masyarakat Minangkabau misalnya, Nagari tidakpernah dihapuskan. Pemerintahan Desa dan PemerintahanNagari dengan dibentuknya lembaga Kerapatan Adat Nagari(KAN) oleh Peraturan Daerah Sumatra Barat No. 13 tahun1983 berjalan berdampingan dengan tugas kewenanganyang berbeda. Desa untuk urusan adminisratifpemerintahan sedangkan KAN berwenang menyelesaikansegala masalah adat-istiadat yang timbul dalam nagari.c. Masa ReformasiOleh karena pemberlakuan UU No. 5 tahun 1979tersebut mengandung banyak cacat yuridis, dan yang jugasecara sosiologis tidak mengindahkan nilai-nilai budayamasyarakat (MHA), terutama MHA yang ada di luar Jawa,maka keberlakuan UU itu tidaklah efektif. Daerah-daerahluar Jawa seringkali mengajukan tuntutan agar UU itudicabut dan direvisi karena dampaknya yang sangat luasterhadap hancurnya nilai-nilai adat-istiadat, dan budayalokal yang selama ini terbukti dapat menjadi unsur perekatterhadap utuhnya Negara Kesatuan republik Indonesia.Maraknya tuntutan beberapa daerah yang inginmemisahkan diri dengan NKRI, dan juga maraknyasengketa atau konflik yang berbau SARA seperti terjadinyaperistiwa perang antar suku Dayak dan Madura beberapatahun lalu di Kalimantan, serta konflik berdarah yang terjadidi Maluku dapat dijadikan indikator untuk mengukur dampaknegatif yang ditimbulkan oleh pemberlakuan UU No.5 tahun1979 itu terhadap keutuhan bangsa dan negara.Seiring dengan terjadinya reformasi yang ditandaidengan lengsernya Soeharto dari tampuk kekuasaanya,terjadilah perubahan yang cukup mendasar pada tatananbermasyarakat dan bernergara. Sistim pemerintahan yangsentralistis berubah kearah prinsip desentralisasikekuasaan. Sifat Negara yang diwakili oleh Orde Baru yang


otoriter berubah menjadi Negara demokratis yang multipartai.Dalam kerangka suasana kebathinan semacamitulah kemudian diberlakukan UU No. 22 tahun 1999 tentangPemerintahan Daerah yang secara tegas mencabutberlakunya UU. No. 5 tahun 1974 tentang PemerintahDaerah dan UU No. 5 tahun 1979 tentang PemerintahanDesa. UU No. 22 tahun 1999 yang kemudian diperbaharuioleh UU No. 32 tahun 2004 menghapuskan adanyapenyeragaman nama, bentuk, susunan, dan kedudukanpemerintahan desa karena dipandang tidak sesuai denganjiwa dan semangat UUD 1945. Negara wajib untukmengakui serta menghormati keberadaan MHA yangmemiliki hak dan asal-usul daerah yang bersifat istimewa.Sejak saat itu desa, nagari, dusun dan marga, huta,kuria,wanua dan lain sebagainya itu yang memiliki susunanasli, hak dan asal usul yang istimewa dinyatakan hidupkembali. UU tersebut juga menyatakan bahwa, kewenanganDesa (nagari, dusun dan marga dan lain-lain) itu mencakupsemua kewenangan yang sudah ada berdasarkan susunanasli dan hak asal-usulnya masing-masing, disampingkewenangan lainnya yang ditentukan oleh peraturanperundang-undangan (pasal 99).Namun demikian dampak negatif dari pemberlakuanUU No. 5 tahun 1979 tersebut, yaitu rusaknya susunan danstruktur asli dari MHA yang mempunyai bentuk yangberagam itu, menimbulkan pelbagai kesulitan tersendiri bagiPemerintah Daerah di mana MHA itu berada untuk benarbenardapat menghidupkan kembali kesatuan-kesatuanMHA itu seperti sediakala.Senafas dengan jiwa UU No 22 tahun 1999 tersebutdi atas, dalam bidang hukum pertanahan, Menteri NegaraAgraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional menerbitkanperaturan menteri nomor 5 tahun 1999 tentang PedomanPenyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.Pasal 1 ayat (3) peraturan menteri agraria itu mengakuidengan tegas adanya MHA sebagai sekelompok orang yangterikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersamasuatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggalataupun atas dasar keturunan.Kemudian dalam suratnya nomor 400-2626tertanggal 24 Juni 1999 tentang Penyampaian danPenjelasan Peraturan Menteri Negara Agraria/KepalaBadan Pertanahan Nasional No. 5 tahun 1999 itu yangditujukan kepada Gubernur KDH TK I,Bupati/Walikotamadya KDH TK II, Kepala Kantor wilayahBPN Propinsi, dan Kepala Kantor PertanahanKabupaten/Kotamadya, tegas dinyatakan bahwa, “Subyekhak ulayat ini adalah masyarakat hukum adat, baik yangmerupakan persekutuan hukum yang didasarkan padakesamaan tempat tinggal (territorial), maupun yangdidasarkan pada keturunan (genealogis), yang dikenal


dengan berbagai nama yang khas di daerah yangbersangkutan, misalnya suku, marga, dati, dusun, nagaridan sebagainya”.Dengan demikian menjadi jelas bahwa MasyarakatHukum Adat (MHA) dengan segala hak ulayat (atas tanah)yang melekat padanya itu oleh UU No.22 Tahun 1999 danPeraturan Menteri Negara Agraria itu diakui dan ditegaskankembali eksistensinya. Namun sayang sejarah kembaliterulang, pengingkaran terhadap pengakuan eksistensiMHA kembali terjadi, bahkan pada periode ini pengingkaranterhadapnya lebih mendasar secara konstitusional.2. Konstitusionalisasi Pengakuan Bersyarat terhadapMasyarakat Hukum AdatPada tahun 2000 MPR melakukan amandemen IIterhadap UUD 1945 dan pengaturan tentang keberadaan MHAkemudian diatur di dalam Pasal 18B ayat (2) dalam Bab tentangPemerintahan Daerah dan Pasal 28 I ayat (3) berada dalam Babtentang Hak Asasi Manusia. Bunyi lengkap kedua pasaltersebut:Pasal 18B ayat (2): Begara mengakui dan menghormatikesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-haktradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai denganperkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuanrepublik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.Pasal 28I ayat (3): Identitas budaya dan hak masyarakattradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman danperadaban.Berbeda dengan perumusan Pasal 18 UUD 1945 lama,dalam perumusan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 hasilamandemen tersebut dicantumkan sejumlah persyaratanterhadap pengakuan dan penghormatan atas keberadaankesatuan-kesatuan MHA tersebut. Asal-usul dan kedudukanistimewa yang dimiliki oleh daerah-daerah tersebutsebagaimana diakui oleh Pasal 18 UUD 1945 lama tidak lagidiakui sehingga harus dihapuskan dengan tidak dicantumkankembali hal tersebut di dalam UUD 1945 amandemen II.Terdapatnya sejumlah persyaratan dimaksud dapatditafsirkan bahwa UUD pasca amandemen menaruh rasacuriga dan prasangka buruk , bahwa keberadaan MHA akanmenjadi faktor penghambat untuk tercapainya cita-cita dantujuan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ataumungkin saja karena ada semacam kekhawatiran bisamenganggu jalannya demokrasi modern atau tatanan negaraberbentuk republik 15 Oleh karenanya adanya persyaratanpersyaratanyang membatasi keberadaannya itu yang padadasarnya memang sulit atau bahkan mustahil dapat dipenuhiMHA dapat kian dibatasi, jika tidak dapat kita katakandihapuskan sama sekali eksistensinya.15 Rikardo Simarmata, Op. C it., hlm. 301.


Persyaratan UUD 1945 hasil amandemen yangmembatasi itu adalah bahwa, adanya MHA itu diakui bilamana(1).sepanjang masih ada; (2).sesuai dengan perkembanganzaman; (3) sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan RepublikIndonesia; dan (4) diatur dalam undang-undang. 16Dikatakan “menghapuskan” keberadaan MHA, karenajika dikaitkan dengan MHA yang memiliki susunan asli dan hakasal-usul istimewa yang memiliki tradisi hukum yang tidaktertulis (unwritten law) yang kita kenal dengan hukum adat itu,maka sangat sulit jika tidak dapat dikatakan mustahil keempatsyarat yuridis-konstitusional untuk mengakui keberadaan MHAitu dapat dipenuhi 17 .John Bamba, Direktur Eksekutif dari InstituteDayakologi, tegas menyatakan, bahwa:“Adanya empat (4) syarat pengakuan itu sangat rancudan membingungkan dan tidak mungkin dapat dipenuhi.Pengakuan tersebut bersifat conditional sehingga tidakapplicable, akibatnya harus ditinjau ulang dan dirubah.16 Empat (4) Persyaratan yuridis yang harus dipenuhi oleh MHAuntuk dapat diakui keberadaanya secara konstitusional menurut KOMNASHAM di dalam pelbagai pertemuan ilmiah yang difasilitasinya. Salahsatunya dalam Loka Karya Nasional tentang “Inventarisasi danPerlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat”, Jakarta pada bulan Juni2005.17 Hal senada pernah pula disampakan oleh Prof. SoetandyoWignjosoebroto dalam diskusi dengan penulis dalam Lokakarya NasionalNasional tentang Inventarisasi dan perlindungan Hak Masyarakat HukumAdat, yang diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi RI (MK-RI) bekerjasama dengan Departemen Dalam Negeri, dan Komisi Nasional Hak AsasiManusia (KOMNAS-HAM) yang diadakan d Jakarta tanggal 14 dan 15Juni 2005.18Terhadap Pasal 18B itu harus dilakukan amandemenkembali. Seharusnya pasal dalam konstitusi negara itumerujuk pada kesepakatan Internasional yang tidakmemberikan syarat pada pengakuan terhadap adatidaknya MHA, melainkan hanya memberikan kriteriakriterianyasaja. Oleh karena dalam pandangan badandunia (PBB) kesatuan-kesatuan MHA (Indigenouspeople) yang ada di dunia itu sangat beragam sekali,sehingga tidak mungkin diberikan syarat-syarat yangbersifat membatasi terhadap pengakuannya itu.” 18Syarat pertama misalnya, “sepanjang masih hidup ataumasih ada (garis miring dari penulis), menimbulkan beberapapertanyaan yang mendasar. Pertama, siapa yang harusmenyatakan dan sekaligus membuktikan, bahwa MHA itu masihhidup atau masih ada, Negara atau MHA itu sendiri, kemudianapa yang menjadi alat bukti dari keberadaannya itu. Kedua, Apakriterianya untuk menyatakan MHA itu masih atau sudah tidakada lagi.Negara dengan menggunakan logika hukum terbalikmemang ingin menyatakan bahwa MHA itu memang tidak adaatau sudah tidak ada lagi. Dengan perumusan yangmenggunakan gaya bahasa eufisme 19… ” sepanjang masihWawancara penulis dengan John Bamba, Direktur InstituteDayakologi, di Pontianak, 9 November 2007.19Gaya bahasa eufisme atau pelembutan sering dan selaludigunakan oleh Negara (pemerintah) di dalam men-sosialisasi-kan dansekaligus men-justifikasi-kan segala kebijakannya yang membebankanatau yang menghilangkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban masyarakatatau warga negaranya. Misalnya digunakannya kata-kata “DISESUAIKAN” untuk menggantikan kata “ DINAIKKAN” atau sebaliknyaNegara menggunakan gaya bahasa hiperbolisme bilamana kebijakan


hidup …”atau masih ada (garis miring dari penulis) itu negarasebenarnya ingin menyatakan hal yang sebaliknya, bahwa MHAitu memang sudah tidak ada (lagi).Persyaratan kedua, …’”sesuai dengan perkembanganzaman dan peradaban …”, perumusan inipun tidak jelasarahnya dan sangat membingungkan , karena dapat berartibahwa terhadap MHA yang masih hidup terasing atau bahkanyang secara sadar dan sengaja mengasingkan dirinya (SukuBadui, Kajang, Suku Anak Dalam, Suku Dayak dan lainsebagainya) yang masih menjalani hidup dan kehidupannyasecara tradisionil itu tidak diakui sebagai MHA, karena dianggaptidak sesuai dengan perkembangan zaman dan peradabanmodern sekarang ini. Sementara itu dilain pihak, terhadap MHAyang sudah maju dan sudah berbaur bahkan sudah menyatudengan perkembangan zaman dan peradaban modern, jugatidak diakui keberadaannya sebagai MHA dengan alasan,bahwa MHA itu tidak lagi hidup dengan menempati kesatuanwilayah tertentu sebagai ”lebensraum” nya, dan juga dianggapsudah tercerabut dan/atau sudah tidak lagi terikat pada tatanandan nilai-nilai adat-istiadat dan hukum adatnya sendiri.Persyaratan ketiga, “… sesuai dengan prinsip negarakesatuan republik Indonesia…”, juga merupakan hal yang agakgamang untuk dapat dipenuhi oleh MHA, mengingat bahwa sifatyang akan diambilnya itu bersifat menguntungkan masyarakat. Misalnyagaji PNS “DINAIKKAN” dan tidak menggunakan kata “DISESUAIKAN.Penggunaan gaya bahasa tersebut tentunya terkait dengan adanya legalculturetertentu yang dimiliki oleh bangsa kita.MHA dan Hukum Adat yang lokal-regional berhadapan denganNegara (nation-state) yang bersifat kebangsaan dan nasionalitu, karena “nasionalisasi” terhadap MHA dan Hukum Adatdengan sendirinya akan menghapuskan keberadaan MHA danHukum adat itu.Demikian pula halnya dengan syarat yang terakhir“…diatur dengan undang-undang…”, juga merupakan syaratpengakuan yang sulit dan bersifat dilemmatis untuk dapatdipenuhi oleh MHA tersebut. Hukum Adat adalah hukumnyamasyarakat yang lahir dari akar budaya lisan (bertutur)berbentuk tidak tertulis.Pengaturan-pengaturan apapuntermasuk terhadap pembentukkan dan eksistensi dan hak-hakserta kewajiban-kewajiban yang dimiliki MHA pun dijiwai dan diatur oleh ketentuan-ketentuan hukum adat yang tidak tertulis itu.Pengaturan dan pengakuan MHA ke dalam bentukperaturan perundang-undangan (Perda) dengan sifatnya yangtertulis itu pastinya akan menghilangkan jati diri asli dari MHAyang pada akhirnya akan berakibat pada hapus dan hilangnyanilai-nilai adat-istiadat dan juga Hukum Adat mereka. Tambahanpula bahwa UUD 1945 hasil amandemen II itu tidak lagimenyatakan MHA sebagai kesatuan-kesatuan kemasyarakatanyang mempunyai hak dan asal-usul yang istimewa, dimanasetiap peraturan dan kebijakan pemerintah harus mengingatihak dan asal-usul istimewa tersebut.Sebenarnya keempat persyaratan pengakuan terhadapMHA itu pada awalnya hanya ada pada berbagai undang-


undang sektoral yang mengatur tentang pemanfaatanSDA/agraria dan pemerintahan desa. Misalnya tercantum didalam UUPA, UU Pertambangan, UU Pokok Kehutanan, UUPengairan, dan lain sebagainya. Dengan demikian UUD 1945pasca amandemen melakukan konstitusionalisasi pengakuanbersyarat terhadap keberadaan MHA. Bila sebelumnyapengakuan bersyarat itu tidak memiliki landasan konstitusional,maka dengan amandemen tersebut ia telah memiliki landasantersebut.Dengan demikian sejak saat itu, penghapusan terhadapkeberadaan MHA dengan segala hak-hak adat ataspenguasaan sumber-sumber daya agraria yang melekatpadanya itu, kini telah mendapatkan landasan konstitusionalnyadi dalam UUD 1945. Maka bukan saja proses marjinalisasi ataupeminggiran terhadapnya pun menjadi kian sah, bahkan prosesdan mekanisme terhadap penghapusannnya pun sah dan legalpula adanya. Negara melihat sosok MHA hanya pada lembagaadat, adat istiadat dan hukum adat semata oleh karena MHAsebagai persekutuan tidak hidup dalam sebuah wilayahtersendiri melainkan menumpang dalam wilayah Negara, makaNegara berwenang untuk membatasi (menghapuskan) MHAdalam rangka pelaksanaan terhadap hak-hak adat tradisionilnyatersebut.3. Agenda Formulasi Hukum Perlindungan Hak MasyarakatAdatPersoalan hukum bagi masyarakat adat seringkalimuncul ketika hak-hak yang melekat padanya tidak mampudilindungi oleh hukum negara. Hak-hak masyarakat adat yangselama ini samar tercantum dalam berbagai peraturanperaturanyang tersebar, secara realita tergambar dari tidakdiindahkannya hak-hak mereka dalam pelaksanaanpembangunan yang ada selama ini. 20Mengangkat dan mengimplementasikan kembali hakhakmasyarakat ini dari berbagai pandangan yangmenginginkan hak-hak masyarakat adat merupakan keharusan.Namun sikap dari kelompok yang mengedepankannasionalisme juga mempertanyakan siapa masyarakat adat itu?Bukankah masyarakat adat sekarang ini sudah terlebur kedalamsuatu bangsa, yaitu bangsa Indonesia, yang terdiri dari seluruhsuku-suku yang ada. 21 Kelompok ini menghawatirkan akan adabenturan-benturan antara masyarakat (atas nama msyarakatadat) dan negara dalam skala nasional.20 Kasus yang mencuat adalah adanya penunjukkan kawasan hutanBukit Duabelas menjadi taman nasional melalui Surat Keputusan MenteriKehutanan dan Perkebunan Nomor 258/Kpts-II/2000, menjadikanKomunitas Adat Orang Rimbo terancam terusir dari hutan Bukit Duabelasyang telah mereka tempati secara turun temurun. Belum lagi kasus-kasuslain sebagai akibat dibukanya pertambangan dsb.21Perhatikan pandangan Sunaryati Hartono, Diskusi RapatPerlindungan Hak-hak Sipil dan Politik, BPHN, 10 Oktober 2007 di BPHN.


Konstitusi kita telah mengamanatkan bahwa masyarakatdilindungi oleh negara. Bunyi Pasal tersebut tertera nyata dalampasal 27, yaitu: (1) segala warga negara bersamaankedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajibmenjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak adakecualinya, dan (2) tiap-tiap warga negara berhak ataspekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.Selainnya itu dalam konstitusi kita (setelah amandemen)dimasukan juga hal berkaitan dengan hak asasi manusia, yaitudalam BAB XA pasal 28 A yang mengatakan: Setiap orangberhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.Konsekuensi dari hal tersebut, tentu perlu adapengaturan yang lebih rinci yang mengatur tentang manusia danmasyarakat atas mempertahankan hidup dan kehidupannya.Implementasi yang nyata adalah dalam programpembangunan diarahkan pada kebijakan yang mendukungbentuk perlindungan terhadap masyarakat. Hal ini nyata dapatdilihat dalam Rencana Pembangunan Nasional JangkaMenengah 2005-2009 yang diatur dalam Peraturan PresidenNo. 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan NasionalJangka Menengah Nasional, yaitu dalam Bab 3 tentangPengembangan Kebudayaan yang berlandaskan Nilai-nilaiLuhur dan Bab 11 tentang Penghormatan, Pengakuan, danPenegakan Atas Hukum dan Hak Asasi Manusia, yangkemudian juga dijadikan landasan Rencana PembangunanNasional Jangka Panjang 2010-2014.Pengembangan Kebudayaan yang berlandaskan NilainilaiLuhur, secara nyata ditegaskan dalam arahannya yaitudengan : reaktualisasi nilai-nilai kearifan lokal. Denganmengaktualkan nilai-nilai kearifan lokal ini diharapkan dapatmenjadikan dasar dalam pengembangan etika pergaulan sosialdalam kerangka memperkuat identitas nasional. 22 Demikian pulahalnya dengan arahan mengenai Penghormatan, Pengakuan,dan Penegakan Atas Hukum dan Hak Asasi Manusia, yangmenyatakan bahwa untuk meningkatkan pemahaman danmenciptakan penegakan dan kepastian hukum yang konsistenterhadap hak asasi manusia, perlakuan yang adil dan tidakdiskriminatifdilakukan dengan langkah antaranya adalahmengenai “penggunakan nilai-nilai budaya daerah sebagaisalah satu sarana untuk mewujudkan terciptanya kesadaranhukum nasyarakat; dan peningkatan kerjasama yang harmonisantara kelompok atau golongan dalam masyarakat, agarmampu saling memahami dan menghormati keyakinan danpendapat masing-masing. 23Tantangan yang dihadapi adalah bahwa negara sampaisaat ini belum maksimal memberikan jaminan dari seluruhaspek kehidupan masyarakat, seperti masalah kesehatan,pendidikan, perumahan dan pekerjaan yang layak serta22 Lihat Peraturan Presiden No. 7 tahun 2005 tentang RencanaPembangunan Nasional Jangka Menengah Nasional, (Bab 3) tentangPengembangan Kebudayaan yang berlandaskan Nilai-nilai Luhur.23 Ibid., (Bab 11) tentang Penghormatan, Pengakuan, danPenegakan Atas Hukum dan Hak Asasi Manusia.


perekonomian, yang kesemuanya nyata-nyata menjaditanggung jawab negara. Keseluruhan tersebut tentu harus bisadinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia. Tidak terkecualipula oleh masyarakat pribumi atau masyarakat adat (IndigenousPeoples).Bentuk pengakuan terhadap masyarakat pribumisenyatanya telah ada. Dan, dasar hukum pengakuan tersebuttelah tertuang dalam Konstitusi maupun berbagai peraturan.Pengaturan tersebut sesungguhnya merupakan pemberianperlindungan terhadap pada masyarakat asli pribumi ataumasyarakat adat. Adapun bentuk dasar hukum PerlindunganHak-hak Masyarakat Adat tersebut dapat diketahui dalamUndang-undang dasar 1945, Undang-undang Pokok Agraria,Undang-undang Kehutanan, Undang-undang tentang Hak AsasiManusia, Undang-undang Tentang Otonomi Khusus BagiProvinsi Papua, dan sebagainya.Dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 18 B ayat (2)UUD 1945 24 dikatakan bahwa Negara mengakui danmenghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adatbeserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dansesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negarakesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undangundang.2524 Lihat Perubahan kedua UUD 1945.25 Perlu diperhatikan bahwa pengakuan ini diberikan oleh negarakepada suatu masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional yangSedangkan Undang-undang Pokok Agraria No. 5 tahun1960, dalam pasal 3-nya merumuskan bahwa “denganmengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2,pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu darimasyarakat-masyarakat hukum adat sepanjang kenyataanmasih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengankepentingan nasional dan negara yang berdasarkan ataspersatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan denganundang-undang dan peraturan-peraturan yang lebih tinggi”.Demikian pula dengan Undang-undang No. 41 tahun1999 tentang Kehutanan yang kemudian diubah denganUndang-undang No. 19 tahun 2004 tentang Perubahan AtasUndang-undang No. 41 tahun 1999, dalam pasal 5 ayat (3)dikatakan bahwa pemerintah menetapkan status hutansebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan hutanadat ditetapkan sepanjang kenyataannya masih ada dan diakuikeberadaannya.Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak AsasiManusia, dalam Pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa dalamdimiliknya. Eksistensi yang diakui adalah eksistensi kesatuan-kesatuanmasyarakat hukum adat, artinya pengakuan ini diberikan kepada satu persatu dari kesatuan-kesatuan tersebut, dan karenanya masyarakat hukumadat itu haruslah bersifat tertentu. Masyarakat hukum adat itu memanghidup (masih hidup) dalam lingkungannya yang tertentu pula. Pengakuandan penghormatan itu diberikan tanpa mengabaikan ukuran-ukurankelayakan bagi kemanusiaan sesuai dengan tingkat perkembanganperadaban bangsa. Pengakuan dan penghormatan ini tidak bolehmengurangi makna Indonesia sebagai negara yang berbentuk NegaraKesatuan Republik Indonesia.


angka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dankebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikandan dilindungi oleh hukum masyarakat dan pemerintah. 26Selanjutnya dalam pasal 6 ayat (2) dikatakan bahwa identitasbudaya masyarakat hukum adat termasuk hak atas tanah ulayatdilindungi selaras dengan perkembangan zaman. 27Dalam Undang-undang No. 21 tahun 2001 tentangOtonomi Khusus bagi Provinsi Papua, misalnya mengaturperlindungan khusus untuk masyarakat asli Papua. Hal iniseperti terlihat dalam alam Pasal 43 dikatakan bahwa: (1)Pemerintah Provinsi Papua wajib mengakui, menghormati,melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hakmasyarakat adat dengan berpedoman pada ketentuanperaturan hukum yang berlaku, (2) Hak-hak masyarakat adattersebut pada ayat (1) meliputi hak ulayat masyarakat hukumadat dan hak perorangan para warga masyarakat hukum adatyang bersangkutan, (3)Pelaksanaan hak ulayat, sepanjangmenurut kenyataannya masih ada, dilakukan oleh penguasaadat masyarakat hukum adat yang bersangkutan menurut26 Artinya adalah bahwa hak adat yang secara nyata masih berlakudan dijunjung tinggi di dalam lingkungan masyarakat hukum adat harusdihormati dan dilindungi dalam rangka perlindungan dan penegakan hakasasi manusia dalam masyarakat yang bersangkutan denganmemperhatikan hukum dan peraturan perundang-undangan.27Dalam rangka penegakan HAM, identitas budaya nasionalmasyarakat hukum adat yang masih secara nyata dipegang teguh olehmasyarakat hukum adat setempat tetap dihormati dan dilindungisepanjang tidak bertentangan dengan asas-asas negara hukum yangberintikan keadilan dan kesejahteraan.ketentuan hukum adat setempat, dengan menghormatipenguasaan tanah bekas hak ulayat yang diperoleh pihak lainsecara sah menurut tata cara dan berdasarkan peraturanperundang-undangan, (4) Penyediaan tanah ulayat dan tanahperorangan warga masyarakat hukum adat untuk keperluanapapun, dilakukan melalui musyawarah dengan masyarakathukum adat dan warga yang bersangkutan untuk memperolehkesepakatan mengenai penyerahan tanah yang diperlukanmaupun imbalannya, dan (5) Pemerintah Provinsi,Kabupaten/Kota memberikan mediasi aktif dalam usahapenyelesaian sengketa tanah ulayat dan bekas hak perorangansecara adil dan bijaksana, sehingga dapat dicapai kesepakatanyang memuaskan para pihak yang bersangkutan.Beberapa pengaturan yang lain mengenai hal ini juga dapatdilihat dari:a. Deklarasi PBB tentang Hak Orang-orang yang Termasukdalam Bangsa atau Sukubangsa, Agama, dan BahasaMinoritasPasal 1 tentang Perlindungan oleh Negara ataseksistensi dan identitas kebangsaan, sukubangsa, budaya,agama dan bahasa mereka.Pasal 2 ayat (1) tentang Hak untuk menikmatikebudayaan mereka, hak untuk menganut dan menjalankanagama mereka dan menggunakan bahasa mereka sendiribaik dalam kelompok mereka maupun dalam masyarakat.


Pasal 2 ayat (2) tentang Hak untuk berpartisipasidalam kehidupan budaya, agama, sosial, ekonomi, danpublik.Pasal 2 ayat (3) tentang Hak untuk turut serta dalamkeputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka ditingkat nasional dan regional.Pasal 2 ayat (5) tentang Hak untuk mengadakandan mempertahankan hubungan damai dengan anggotaanggotalain dalam kelompok mereka dan dengan orangorangyang termasuk dalam kelompok minoritas lain, baikdalam wilayah Negara mereka sendiri maupun melampauibatas-batas Negara.Pasal (3) tentang Kebebasan untuk melaksanakanhak mereka tanpa diskriminasi, baik secara individu maupundalam masyarakat dengan anggota-anggota lain dalamkelompok mereka.b. Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial danBudaya (Undang-Undang No. 11 tahun 2005)Pasal 1 ayat (1): Semua bangsa mempunyai hakmenentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak tersebutmereka bebas menentukan status politik mereka dan bebasberupaya mencapai pembangunan ekonomi, sosial danbudayanya. (2) Semua bangsa, demi tujuan mereka sendiri,dapat secara bebas mengelola kekayaan dan sumber dayaalam mereka tanpa mengurangi kewajiban apapun yangmuncul dari kerjasama ekonomi internasional berdasarkanprinsip saling menguntungkan dan hukum internasional.Dalam hal apapun tidak dibenarkan untuk merampas hakhaksuatu bangsa atas sumber-sumber penghidupannyasendiri.c. Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (Undang-Undang No. 12 tahun 2005)Pasal 1 ayat (1) Semua bangsa mempunyai hakmenentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak tersebutmereka bebas menentukan status politik mereka dan bebasberupaya mencapai pembangunan ekonomi, sosial danbudayanya. (2) Semua bangsa, demi tujuan mereka sendiri,dapat secara bebas mengelola kekayaan dan sumber dayaalam mereka tanpa mengurangi kewajiban apapun yangmuncul dari kerjasama ekonomi internasional berdasarkanprinsip saling menguntungkan dan hukum internasional.Dalam hal apapun tidak dibenarkan untuk merampas hakhaksuatu bangsa atas sumber-sumber penghidupannyasendiri.Pasal 26: “Semua orang berkedudukan sama didepan hukum dan berhak, tanpa diskriminasi apapun, atasperlindungan hukum yang sama. Dalam hal ini hukum harusmelarang diskriminasi apapun, dan menjamin perlindunganyang sama dan efektif bagi semua orang terhadapdiskriminasi atas dasar apapun seperti ras, warna kulit, jeniskelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal-


usul kebangsaan atau sosial, harta benda, status kelahiranatau status lainnya.Pasal 27: “Di Negara-negara di mana terdapatgolongan minoritas berdasarkan etnis, agama atau bahasa,orang-orang yang tergabung dalam kelompok-kelompokminoritas tersebut tidak dapat diingkari haknya, dalamkomunitas bersama anggota lain dari kelompok mereka,untuk menikmati budaya mereka sendiri, untuk menjalankandan mengamalkan agama mereka sendiri, atau untukmenggunakan bahasa mereka sendiri”.d. Konvensi Bangsa Pribumi dan Masyarakat Adat(Indigenous and Tribal Peoples Convention)Pasal 5: “negara harus menghargai dan melindunginilai-nilai sosial, budaya, religi dan spiritual yang dimiliki olehbangsa pribumi dan masyarakat adat, dan menghargaiintegritas dari institusi, praktek dan nilai-nilai bangsa pribumidan masyarakat adat”.Pasal 13: “Mengharuskan pemerintah untukmenghormati pentingnya budaya dan nilai-nilai spiritualbangsa pribumi dan masyarakat adat dalam hubunganmereka dengan tanah atau wilayah tempat mereka tinggal”.e. Kovenan Internasional tentang Penduduk Asli danPenduduk Suku di Negara-negara MerdekaPasal 14 ayat (1): “Hak-hak atas hak milik danpemilikan para penduduk yang bersangkutan atas tanahtanahyang secara tradisional mereka tempati harusdiakui. Sebagai tambahan, langkah-langkah harus diambildalam kasus yang tepat untuk melindungi hak parapenduduk yang bersangkutan untuk menggunakan tanahtanahyang tidak secara ekslusif ditempati mereka, tetapisecara tradisonal mereka telah memiliki akses untuk matapencaharian dan aktifitas-aktifitas tradisional mereka.Perhatian khusus harus diberikan pada situasi pendudukyang berpindah-pindah dan petani yang berpindah-pindahdalam hal ini”.Senyatanya dalam masyarakat yang pluralis sepertiIndonesia, 28 terdapat masyarakat adat yang perlumendapatkan perlindungan. Karena masing-masingmasyarakat mempunyai cara berpikir atau mindset-nyasendiri-sendiri sehingga mungkin saja cara berfikirnyabertolak belakang antara satu kelompok masyarakat dengankelompok lainnya.4. Peta Perkembangan Hukum AdatHukum akan selalu menyesuaian denganperkembangan dan kebutuhan masyarakat yang senantiasa28 Sunaryati Hartono, Menentukan Politik Hukum Ekonomi BagiIndonesia Dalam Kurun Waktu Tahun 2004-2009, (makalah) Forum DialogHukum dan Non Hukum, Jakarta 7-9 September 2004. Menurut SunaryatiHartono, bangsa Indonesia hidup dalam 5 gelombang sekaligus, yaitu :mayoritas penduduk Indonesia masih berada dalam kelompok masyarakatagraris, sebagian penduduk sudah beralih ke masyarakat industri,sebagian yang lebih kecil hidup dalam suasana masyarakat pascaindustri, sebagian yang terkecil hidup di alam masyarakat informasi, danhanya puluhan peneliti ilmiah sudah menginjak masyarakat bioteknologi.


terus berubah. Perkembangan dalam Hukum Adat padadasarnya mencakup : 1. Pengertian Hukum Adat; 2. KedudukanHukum Adat; dan 3. Isi dan lingkungan kuasa atas orang danruang. Dengan bertitik tolak dari hal ini, maka dapat dibuattabulasi perkembangan hukum adat sebagai berikut:Table 11 Perkembangan Adat yang mempunyai sanksiawalperlu dirumuskan konsepnya secara jelas, denganmenyegarkan kembali pemahaman atas akar hakekat sumberhukum adat, dengan skema, sebagai berikut:Ranah Nilai PenyelesianGenus Nilai Primer HarmoniSpecies Nilai Sekunder Rukun, patut, laras2 Berkembang Segala keputusan-keputusan yang diambilpenguasa adat dalam lingkungan masyarakat dandalam hubungannya dengan ikatan structuralmasyarakatnya.3 Setelah itu Hukum Adat dilihat sebagai hukum yang lahirlangsung dari pikiran dan cita-cita serta kebutuhanrakyat Indonesia;Corak hukum adat diubah dari relegio-magis, komun,konkrit, kontan yang bersifat tradisional- agraris, maka gunamemenuhi kebutuhan dan tuntutan perkembanganmasyarakatnya, oleh Achid Masduki diharapkan mengarahkepada dan menjadi religius-rasional, keseimbangan individudan masyarakat, konsensual, abstrak. 294 Akhirnya Hukum yang lahir dari kepribadian bangsaIndonesia, singkatnya hukum nasional bangsa kitaatau hukum asli IndonesiaPERKEMBANGAN PENGERTIAN HUKUM ADATMencari pengertian baru mengenai hukum adat sebagaihukum nasional bangsa Indonesia, atau hukum asli Indonesia29 Achid Masduki, Peranan Hukum Adat Dalam Mengatasi MasalahPemilikan pada Masyarakat Industri, dalam , Hukum Adat DanModernisasi Hukum, UII, Jogyakarta, hlm. 226


1 Perkembangan awal2 PerkembanganDiisi dalam taraf ilmu pengetahuan sesuai dengan waktunya,dengan ketentuan yang letaknya pada taraf kebiasaan darigolongan suku-suku yang adaDitarik kepada pokok-pokok ketentuan yang abstrak,sehingga diversitas isinya menjadi tampak berkurangPERKEMBANGAN ATAS KEDUDUKAN HUKUM ADATTable 3PERKEMBANGAN HUKUM ADAT ATAS LINGKUNGAN KUASAATAS ORANG <strong>DAN</strong> RUANG3 Perkemban Ditarik lebih jauh lagi yakni kepada azas-azas hukum adat.ganselanjutnya4 Akhirnya Diarahkan kepada nilai-nilai hukum yang hidup di dalammasyarakat. Semakin abstrak pengisiannya, semakin lebihluas daya mencakup lingkungan kuasa atas orang danruangnya sehingga akhirnya berlaku secara NasionalTable 21 Perkembangan Hukum untuk golongan tertentu; golonganawalmasyarakat asli, timur asing tertentu2 Perkembangan Hukum yang membawa bentuk semangatkebangsaan3 Perkembangan Hukum Nasionalselanjutnya4 Akhirnya Hukum PancasilaB. Peran Hukum Adat Dalam Pembangunan HukumNasional1. Arah Pembangunan Hukum NasionalPembangunan pada hakekatnya adalah perubahanyang terencana dan terus menerus untuk menuju pada suatuperbaikan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaanpembangunan tersebut adalah merupakan upaya untukmencapai tujuan negara sebagaimana yang tercakup dalamalinea keempat UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsadan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraanumum, mencedasakan kehidupan bangsa dan ikutmelaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,perdamaian abadi dan keadilan sosial.Dalam kaitannya dengan pelaksanaan pembangunan,hukum mempunyai fungsi sebagai pemelihara dalam ketertibandan keamanan, sebagai sarana pembangunan, sebagai saranapenegak keadilan, dan sebagai sarana pendidikan


masyarakat 30 . Oleh karena itu apabila dalam pelaksanaanpembangunan, hukum diartikan sebagai sarana untuk mencapaitujuan negara, maka politik hukum nasional harus berpijak padakerangka dasar, yaitu: 31a. Politik hukum nasional harus selelu mengarah pada cita-citabangsa yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkanPancasila.b. Politik hukum harus ditujukan untuk mencapai tujuannegara.c. Politik hukum harus dipandu oleh nilai-nilai Pancasilasebagai dasar negara, yaitu: berbasis moral agama,menghargai dan melindungi hak asasi manusia tanpadiskriminasi, mempersatukan seluruh unsur bangsa,meletakkan kekuasaan di bawah kekuasaan rakyat, danmembangun keadilan sosial.d. Apabila dikaitkan dengan cita hukum negara Indonesia,maka politik hukum harus melindungi semua unsur bangsademi integrasi atau keutuhan bangsa, mewujudkan keadilansosial dalam ekonomi dan kemasyarakatan, mewujudkandemokrasi (kedaulatan rakyat) dan nomokrasi (kedaulatanhukum) serta menciptakan toleransi hidup beragamaberdasar keadaban dan kemanusiaan.30 Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia,Binacipta, Bandung.31 Mahfud MD, ibid. Dalam konteksi ini politik hukum diartikansebagai arah yang harus ditempuh dalam pembuatan dan penegakanhukum guna mencapai cita-cita dan tujuan negara.Sedangkan kaitannya sebagai obyek pembangunan,hukum harus dipandang sebagai suatu sistem. Dalam hal inihukum nasional harus dianggap sebagai suatu sistem, karena:a. Terdiri dari sejumlah unsur atau komponen ataufungsi/variable yang selalu pengaruh mempengaruhi danterkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas.b. Asas utama yang mengkaitkan semua unsur ataukomponen Hukum Nasioal adalah Pancasila dan UUD 1945,disamping sejumlah asas hukum yang lain, yang berlakuuniversal maupun berlaku lokal, atau berlaku di dalam danbagi disiplin hukum yang tertentu.Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 32Tahun 2004-2009 sebagai dokumen perencanaanpembangunan nasional untuk lima tahun, menyatakan bahwaunsur–unsur hukum yang menjadi sasaran pembangunanadalah substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum.Ketiga unsur tersebut sejalan dengan pendapat Friedmen yangmenyebutkan adanya tiga unsur hukum yaitu substance(materi/substansi), structure (struktur) dan culture (budaya).Sebelumnya, Indonesia pada masa orde baru, di GBHNmenyebutkan adanya empat unsur hukum yaitu isi, aparat,budaya dan sarana prasarana. Tidak ada yang salah denganperbedaan mengenai jumlah unsur hukum yang menjadi obyekpembangunan hukum. Perbedaan tersebut hanya dikarenakan32 Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005


ada yang menguraikan secara lebih detail, dan ada yang yanglebih ringkas sehingga detail-detail yang tidak diekplisitkan.Terkait dengan pelaksanaan pembangunan hukum,RPJM 2004-2009 telah mengidentifikasi permasalahanpermasalahandalam pelaksanaan pembangunan hukum :a. Dalam bidang substansi hukum. Peraturan perundangundangan,baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerahmasih banyak yang tumpang tindih, inkosisten danbertentangan baik peraturan yang sederajat, maupunperaturan yang rendah dengan peraturan diatasnya. Selainitu adanya implementasi peraturan perundang-udanganyang terhambat peraturan pelaksanaannya dan sedikitnyaperjanjian ekstradisi dan perjanjian bantuan hukum timbalbalik antara indonesia dengan negara yang berpotensisebagi tempat pelarian khususnya pelaku tindak pidanakorupsi adalah juga merupakan permasalahan di bidangsubstansi hukum.b. Dalam bidang struktur hukum. Kurangnya independensi danakuntabilitas kelembagaan hukum menjadi permasalahan dibidang struktur hukum. Selain itu kualitas sumber dayamanusia di bidang hukum juga perlu di tingkatkan.c. Dalam bidang budaya hukum. Timbulnya degradasi budayahukum yang ditandai dengan meningkatnya apatisme danmenurunnya apresiasi masyarakat terhadap substansihukum dan struktur hukum menjadi permasalahan seriusyang harus segera dibenahi.Dalam melaksanakan pembangunan hukum, satu halpenting yang harus diperhatikan adalah bahwa hukum harusdipahami dan dikembangkan sebagai satu kesatuan sistemdalam negara hukum. Oleh karena itu pembangunan hukum diIndonesia harus dilakukan melalui pendekatan kesistemantersebut. Grand Design Sistem dan Politik Hukum Nasional(GDSPHN) dapat menjadi sarana untuk dapat mewujudkanpelaksanaan pembangunan hukum secara efektif dan efisien.Dalam hal ini GDSPHN adalah merupakan sebuah desainkomprehensif yang menjadi pedoman bagi seluruh stakeholders dan mencakup seluruh unsur dari dari sistem hukum.Salah satu pilar Grand Design Sistem dan Politik HukumNasional adalah prinsip bahwa hukum mengabdi padakepentingan bangsa untuk memajukan negara dan menciptakankesejahteraan rakyat. Oleh karena itu produk hukum yangdihasilkan adalah hukum yang konsisten dengan falsafahNegara, mengalir dari landasan konstitusi UUD 1945 dan secarasosiologis menjadi sarana untuk tercapainya keadilan danketertiban masyarakat.Sebagai suatu proses yang dinamis yang terus menerusmengalami perubahan sesuai dengan dinamika masyarakat,penataan substansi hukum. Pembentukan peraturanperundang-undangan selain memperhatikan asas-asaspembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, prosestersebut juga harus memperhatikan 3 (tiga) hal, yaitu:a. Masa lalu yang terkait dengan sejarah perjuangan bangsa.


33Pertimbangan mengenai masa lalu tidak boleh dihilangkanagar pembentukan peraturan perundang-undangan tetapselalu sejalan dengan tujuan dibentuknya negara Indonesia(memenuhi unsur filosofis);b. Masa kini yang berkaitan dengan kondisi obyektif yangterjadi saat ini.Perhatian terhadap masa kini diperlukan agar peraturanperundang-undangan yang dibentuk sesuai denganperaturan perundang-undangan yang lebih tinggi atausederajat hirarkinya dan dapat sesuai dengan kebutuhan riilmasyarakat, sehingga dapat diterapkan secara efektif danefisien.c. Masa yang akan datang sesuai dengan yang dicita-citakan.Perspektif terhadap masa datang diperlukan agarpembentuk peraturan perundang-undangan dapat berpikirsecara futuristik untuk mengantisipasi perkembanganmasyarakat yang berjalan seiring dengan perkembanganteknologi dan globalisasi.Dalam era global seperti sekarang ini misalnya,pembangunan hukum nasional tidak lagi dapat melepaskan diridari pengaruh sekelilingnya 33 . Pengaruh itu dapat berasal dariAnthony Giddens bahkan menyebut era global ini dengan“pemerintahan global”, karena ia melihat mulai sangat besarnya pengaruhdari lembaga-lembaga dunia seperti PBB, IMF dan World Bank. Disamping itu pembentukan Uni Eropa mengindikasikan makin menguatnyakemungkinan untuk terciptanya pemerintahan global. Lebih jauh tentangini lihat Anthony Giddens, The Third Way, Jalan Ketiga: Pembaruansistem hukum yang ada di seluruh dunia, hukum internasional,maupun fenomena sosiologis yang terjadi. Persoalannya adalahbagaimana membangun hukum yang berstruktur sosialIndonesia tanpa meninggalkan trends globalisasi yangmelingkupinya. 34Pemikiran tentang pembaharuan hukum ini terutamabergantung pada konservatif atau tidaknya golongan yangberkuasa. 35 Negara-negara otokratis yang dikuasai olehgolongan yang ekslusif cenderung untuk menolak perubahandan hanya melihat hukum sebagai sarana untuk menjagakeamanan dan ketertiban, sementara negara-negara maju yangtelah mencapai suatu keseimbangan dalam kehidupan politik,ekonomi dan kemasyarakatan juga akan cenderung untukkonservatif dalam pemikirannya tentang hukum. 36Hal ini jugaakan berpengaruh pada politik hukum yang akan dijalankan 37 .Demokrasi Sosial, diterjemahkan oleh Ketut Arya Mahardika, (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2002) hlm.168.34 Zudan Arif Fakrullah, Membangun Hukum Yang Berstruktur SosialIndonesia Dalam Kancah Trends Globalisasi, Dalam Wajah Hukum Di EraReformasi: Kumpulan Karya Ilmiah Menyambut 70 Tahun Prof. Dr. SatjiptoRahardjo, S.H., (Bandung: P.T. Citra Aditya Bakti, 2000) hlm. 51.35 C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu SistemHukum Nasional, (Bandung: Alumni, 1991) hlm. 82.36 Ibid.37 Menurut Satjipto Raharjo, politik hukum yaitu adanya keharusanuntuk menentukan suatu pilihan mengenai tujuan maupun cara-cara yanghendak dipakai untuk mencapai tujuan tersebut. Lihat Satjipto Raharjo,Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 1986) hlm. 34. Padmo Wahyonomengartikan politik hukum sebagai suatu kebijaksanaan dasar yangmenentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk.


Secara sederhana pertentangan antara dua konsepsi pemikiranhukum merupakan pertentangan antara legisme (termasukaliran positivisme) dan aliran mazhab sejarah. 38Aliran legisme menyamakan hukum dengan undangundangdan menyangka bahwa segala pembuatan hukum(termasuk pebaharuannya) dapat begitu saja dilakukan denganundang-undang. Sebaliknya, mahzab sejarah menentangperundang-undangan (legislation) sebagai suatu cara untukmembuat (dan memperbaharui) hukum karena hukum itu tidakmungkin dibuat, melainkan (harus) tumbuh sendiri darikesadaran hukum masyarakat. 39Namun sebenarnya pertentangan ini bisa didamaikandengan mengakomodasi keduanya. Artinya, Indonesia yangsudah terlanjur menganut sistem hukum civil law, yang berartilebih menekankan hukum sebagai undang-undang, selayaknyamelakukan pembaharuan hukum lewat pembaharuan peraturanperundang-undangan (termasuk undang-undang). Hanya sajaLihat Padmo Wahjono, Indonesia Negara Berdasar Atas Hukum, (Jakarta:Ghalia Indonesia, 1986) hlm. 60. Sedangkan menurut Teuku MohamadRadie, politik hukum adalah pernyataan kehendak penguasa negaramengenai hukum yang berlaku di wilayahnya, dan mengenai kemanahukum hendak dikembangkan. Lihat Tunggul Anshari Setia Negara, PolitikHukum Nasional Terhadap Hukum Administrasi Negara, dalam S.F.Marbun (ed), Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara,(Yogyakarta: UII Press, 2001) hlm.162.38Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum DalamPembangunan, (Bandung: Alumni, 2002) hlm. 77.39 Ibid.pembaharuan peraturan perundang-undangan ini harusmemperhatikan kesadaran hukum masyarakat.Di dalam dunia pemikiran (atau filsafat) hukum, sikap inidianjurkan oleh Eugen Erlich, pemuka dari aliran SociologicalJurisprudence. 40 Yang menjadi konsepsi dasar daripemikirannya di bidang hukum adalah apa yang ia namakansebagai living law. Hukum positif yang baik (dan karenanyaefektif) adalah hukum yang sesuai dengan living law yangmerupakan inner order dari masyarakat yang mencerminkannilai-nilai yang hidup di dalamnya.Masyarakat adat sebagai bagian dari strukturpemerintahan negara pada umumnya, harus diposisikansebagai bagian integral dalam proses pembangunan. Artinyapartisipasi aktif masyarakat harus direspons secara positif olehpemerintah sebagai pengambil kebijakan dan keputusankeputusanpolitik maupun hukum. Masyarakat adat jangandibangun berdasarkan kemauan pemerintah semata-mata,tetapi harus diberikan kebebasan untuk berkreasi sesuai potensiyang dimiliki, sehingga ada keseimbangan. Kebijakanpembangunan harus integrated (terpadu) dengan tetap berbasispada masyarakat adat yang mempunyai hukum adat, sebagaibagian dari sistem hukum nasional yang patut diakuieksistensinya.40 Ibid, hlm. 78.


2. Peran Hukum Adat Dalam Pembangunan Hukum NasionalSumbangsih Hukum adat bagi pembentukan hukumnasional, adalah dalam hal pemakaian azas-azas, pranatapranatadan pendekatan dalam pembentukan hukum 41 .Sumbangsih hukum adat misalnya dalam kontrak bagi hasil(bidang perminyakan), bidang hukum tanah dan hukumperumahan (khususnya rumah susun) dan azas pemisahanhorizontal dapat digunakan dalam pembentukan hukumnasional.Hukum adat dengan ciri dan sifatnya serta unsur-unsuryang melekat dalam hukum tersebut, maka hukum adat mampuberkembang sesuai dengan serta mengikuti kebutuhan danperkembangan jaman. Perkembangan hukum adat dalam dilihatdari substansinya dan melalui sumber-sumber hukum yangtersedia. Misalnya dalam Dokrin, Perundang-undangan, atauYurisprudensi.Salam satu contributor terbesar dalam perkembanganhukum adat adalah Satjipto Raharjo. Beliau misalnyamengatakan bahwa: 4241 Achid Masduki, Peranan Hukum Adat Dalam Mengatasi MasalahPemilikan pada Masyarakat Industri, dalam , Hukum Adat DanModernisasi Hukum, UII, Jogyakarta, hlm. 175.42 Lebih jauh lihat: Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi Lain dari Hukum DiIndoensia, Kompas, 2003, hal 23,24; Satjipto Rahardjo: Penafsiran HukumYang Progresif, dalam: Anthon Freddy Susanto, Semiotika Hukum,Dekontruksi Teks Menuju Progresifitras Makna, Efika Aditama, Bandung,hlm. 3; Satjipto Rahardjo: Modernisasi Dan Perembangan Kesadaran“Hukum adat dalam hubungannya denganindustrialisasi, maka bisa menggunakan pendekatanfungsional. Artinya, kehadiran hukum dalam masyarakatmenjalankan fungsinya sebagai sarana penyalurproses-proses dalam masyarakat sehingga terciptasuasana ketertiban tertentu. Hukum lalu menjadikerangka bagi berlangsungnya berbagai prosestersebut sehingga tercipta suatu suasanakemasyarakatan yang produktif”.Dalam Perundang-undangan pun demikian. Perundangundangmerupakan produk formil hukum yang dibuat olehbadan yang berwenang, muatan materi yang diatur dalamperundang-undangan adalah termasuk mengatur hukum yangbersumber pada hukum adat. Hal ini tercermin dalam banyakproduk perundang-undangan.Hukum adat juga banyak memberikan kontribusi dalambentuk yurisprudensi. Dalam hukum adat, yurisprudensi hukum,selain merupakan keputusan pengadilan yang telah menjaditetap dalam bidang hukum adat, juga merupakan saranapembinaan hukum adat, sesuai cita-cita hukum, sekaligus dariyurisprudensi dari masa ke masa dapat dilacak perkembanganperkembanganhukum adat, baik yang masih bersifat localmaupun yang telah berlaku secara nasional. Perkembanganperkembanganhukum adat melalui yurisprudensi akanmemberikan pengetahuan tentang pergeseran dan tumbuhnyahukum adat, melemahnya hukum adat lokal dan menguatnyahukum adat yang kemudian menjadi bersifat dan mengikatHukum Masyarakat, Jurnal Masalah-masalah Hukum, FH Undip, No.1-6Tahun X/ 1980, hlm. 18.


secara nasional. Perkembangan hukum adat melaluiyurisprudensi dapat dilacak dalam beberapa hal antara lain:a. Prinsip Hukum AdatHukum adat antara lain bersandarkan pada azas: rukun,patut, laras, hal ini ditegaskan dalam yurisprudensiMahkamah Agung-RI Nomor: 3328/Pdt/1984 tanggal 29April 1986.Dalam Putusan MA-RI Nomor 2898 K/Pdt/1989 tanggal 19Nomember 1989, berdasarkan sengketa adat yang dimbuldi Pengadilan Kefamenanu, Nusa Tenggara Timur,Mahkamah Agung menegaskan:“Dalam menghadapi kasus gugatan perdata yangfondamentum petendi dan petitumnya berdasarkan padapelanggaran hukum adat dan penegasan sanksi adat; Biladalam persidangan penggugat dapat membuktikan dalilgugatannya, maka hakim harus menerapkan hukum adatmengenai pasal tersebut yang masih berlaku di daerahbersangkutan, setelah mendengar Tetua adat setempat“.Kaedah hukum selanjutnya: “Penyelesaian pelanggaranhukum adat, disamping melalui gugatan perdata tersebut diatas, dapat pula ditempuh melalui tuntutan pidana ig pasal 5(3)b UU No. 1 Drt/1951“.b. Menguatnya Kedudukan Keluarga Inti (Gezin)Golongan masyarakat adat di Indonesia terdiri dari golonganmasyarakat patrilineal, golongan masyarakat matrilineal dangolongan masyarakat parental (bilateral). DalamPerkembangannya ternyata semakin kuat dan diakuinyapergeseran system kekeluargaan dalam masyarakat adatmatrilineal dan masyarakat adat matrilineal ke arah systemparental atau bilateral. Yurisprudensi tanggal 17 Januari1959b Nomor 320K/ Sip/ 1958 sebagai berikut:1) Si istri dapat mewarisi harta pencaharian sang suamiyang meninggal dunia;2) Anak yang belum dewasa dipelihara dan berada dalampengampuan ibu;3) Karena anak berada dalam pengampuan ibu, makaharta kekayaan anak dikuasai dan diurus oleh ibu.c. Kedudukan sama laki dan perempuand. Menguatnya Perlindungan kepada Perempuan DalamHukum Waris:1) Kedudukan anak Perempuan Dalam Hukum WarisSemula menurut hukum adat dalam masyarakatpatrilineal, anak perempuan bukan ahli waris. Namundalam perkembangannya diakui oleh yurisprudensibahwa anak perempuan sebagai ahli waris almarhumorang tuanya.2) Kedudukan Janda dalam Hukum WarisPerkembangan awal seorang janda bukan ahli waris,dalam kenyataannya kemudian janda menjadimenderita sepeninggal suaminya, kemudian timbul


praktek pemberian hibah oleh suami kepada istrinyauntuk melindungi dan mempertahankan kehidupansosial ekonomi sepeninggal suaminya, praktek demikiansemakin lama semakin melembaga. Perkembanganhukum adat berikutnya adalah, janda sebagai ahli warisbersama-sama dengan anak-anak almarhum suaminya.Selanjutnya janda sebagai ahli waris yangkedudukannya sama dengan ahli waris anak.Perkembangan selanjutnya janda sebagai ahli wariskelompok keutamaan, yang menutup ahli waris lainnya.Yurisprudensi Putusan MA No. 387K/Sip/1956 tanggal29 Okt0ber 1958, Janda dapat tetap menguasai hartagono gini sampai ia meninggal dunia atau kawin lagi.Puncaknya adalah Yurisprudensi Putusan MahkamahAgung No. 3190K/ Pdt/`985, tanggal 26 Oktober 1987,janda memiliki hak waris dari harta peninggalansuaminya, dan haknya sederajad dengan anakkandungnya, jika tidak memiliki anak, ia jadi penghalangahli waris saudara suaminya, terhadap harta gawan danharta gono gini.Dalam hukum pidana, hukum adat juga memberikanpengaruh melalui yurisprudensi. Beberapa Yurisprudensi pentingmengenai Hukum pidana adat adalah:1. Perbuatan melawan Hukum.Misalnya PN Luwuk No. 27/Pid/ 1983, mengadili perkarahubungan kelamin di luar perkawinan, hakim memutus terdakwamelanggar hukum yang dihupo di wilayah banggai, SulawesiTengah, berdasarkan unsur pidana dalam pasal 5 ayat 3 sub bUU Drt 1/ drt/1951, yang unsurnya adalah:Unsur pertama, suatu perbuatan melanggar hukum yang hidup;Unsur kedua, perbuatan pelanggaran tersebut tidak adabandingannya dalam KUHP;Unsur ketiga, perbuatan pelanggaran tersebut masih tetapberlaku untuk kaula-kaula dan oarng-orang yang bersangkutan.Putusan PT Palu No. 6/Pid/1984 tanggal 9 April 1984menguatkan putusan PN Luwuk, dengan menambahkan bahwa,untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat, yang menganggapperbuatan tersebut adalah perbuatan pidana, hakimmemutuskan terdakwa telah melakukan kejahatan bersetubuhdengan seorang wanita di luar nikah. Mahkamah Agung,dengan putusan No. 666K/ Pid/ 1984 tanggal 23 februari 1985,perbuatan yang dilakukan terdakwa dikatagorikan sebagaiperbuatan zinah menurut hukum adat.Mahkamah Agung dalam putusan Nomor 3898K/Pdt/1989,tanggal 19 Nopember 1992, mengenai pelanggaran adat serupadi daerah Kafemenanu, mamun diajukan secara perdata dengangugatan, intinya: Jika dua orang dewasa melakukan hubungankelamin atas dasar suka sama suka yang mengakibatkan diperempuan hamil, dan si laki-laki tidak bertanggung jawab ataskehamilan tersebut, harus ditetapkan suatu sanksi adat berupapembayaran belis (biaya atau mas kawin) dari pihak laki-laki


kepada pihak perempuan (di kenal dengan nama PualeuManleu).2. Perbuatan melanggar hukum adat Logika Sanggraha di Bali.Dalam perkara Nomor 854K/Pid/1983 tanggal 30 Oktober 1984,Menurut Mahkamah Agung, seorang laki-laki yang tidurbersama dengan seorang perempuan dalam satu kamar danpada satu tempat tidur, merupakan bukti petunjuk bahwa lakilakitersebut telah bersetubuh dengan wanita itu. Berdasarkanketerangan saksi korban dan adanya bukti petunjuk dari parasaksi-saksi lainnya, terdakwa telah bersetubuh dengan saksikorban sebagaimana dimaksud dalam dakwaan subsider.Mengenai dakwaan primer, Mahkamah Agung berpendirianbahwa dakwaan ini tidak terbukti dengan sah , karena unsurbarang dalam pasal 378 KUHP tidak terbukti dengan sah danmeyakinkan, dengan demikian maka terdakwa harusdibebaskan datri dakwaaan primer ex pasal 378 KUHP.Berdasarkan pertimbangan di atas Mahkamah Agung dalamdiktum putusannya berbunyi:a. Membebaskan terdakwa dari dakwaan primer;b. Menyatakan terdakwa bersaklah terhadap dakwaansubsider melakukan tindak pidana adat Logika Sanggraha;c. Menghukum terdakwa dengan hukuman penjara dua bulan.Hukum adat pidana Logika Sanggraha di Bali Peswara Bali,merupakan suatu perbuatan seorang pria yang memiliki unsurunsur:a. bersetubuh dengan seorang gadis;b. Gadis tersebut menjadi hamil karenanyaPria tersebut tidak bersedia mengawini gadis tersebutsebagai istrinya yang sah.3. Putusan Pengadilan negeri Mataram NO. 051/Pid.Rin/1988tanggal 23 Maret 1988 43 . Pengadilan mempertimbangkannnyatelah menyebut pelanggaran terhadap hukum adat delikNambarayang atau Nagmpesake.4. MA-RI Nomor 481 K/Pid/1986 tanggal 31 Agustus 1989 dari PNEnde Problematika organ tubuh wanita 44 , beberapa kaliditerapkan ketentuan pasal 378 KUHP, menempatkan organtubuh peremuan sebagai barang. Solusinya diterapkan pasal 5(3) b Undang-undang Drt Nomor 1 Tahun 1951 LN. Nomor 9Tahun 1950 tanggal 13 Januari 1951. Dalam kasus serupa dipengadilan Negeri Medan Nomor 571/KS/1980 tanggal 5 Maret1980 pernah diterapkan ketentuan pasal 378 KUHP dandikuatkan oleh PT Nomor 144/Pid/ 1983 tanggal 8 Agustus1983. Barang ditafsirkan secara luas , sehingga barangtermasuk juga jasa. Barang sesuatu yang melekat bersatu padadiri seseorang ( kemaluan) juga termasuk pengertian barang,yang dalam bahasa Tapanuli dikenal dengan ” Bonda” yangartinya ” barang” yang tidak lain adalah ”kemaluan”. Sehinggabilamana seorang gadis menyerahkan kehormatannya kepadapria, maka samalah artinya gadis tersebut menyerahkan barangkepada pria tersebut. Dengan penafsiran secara luas tersebut,43 Varia Peradilan Nomor 39 Desember 1988.44 Varia Peradilan Nomor 55 April 1990.


maka telah terpenuhi unsur barang dalam pasal 378 KUHP.Dalam praktek kemudian banyak diikuti penegak hukum (jaksa)Untuk menjerat seorang pria yang berhasil menyetubuhi gadisyang akan dikawini, tetapi akhirnya pria ingkar janji, dan gadismenjadi korban yang merana seumur hidup. Dalam putusanMA-RI Nomor 61 K/ Pid/ 1988 tanggal 15 Maret 1990 45 ,berdasarkan perkara yang diputus pengadilan NegeriPamekasan, penyelesaian tidak dapat menggunakan ketentuanpasal 378 KUHP, melainkan dengan melalui jalur delik adat zinaex pasal 5 (3) sub bUndang-undang Drt Nomor 1 Ytahun 1951yang ada bandingannya dalam KUHP, yaitu pasal 381 KUHP,sehingga pria si pelaku dapat dipidana. Sikap MA-RI terhadappersoalan tersebut sejak putusannya Nomor 93K/Ke/1976,menjadi yurisprudensi tetap.5. Penerapan delik pasal 293 KUHP Pria yang ingkar janji kawin,MA menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkanbersalah melakukan kejahatan:”Penyesatan dengan sengaja , membujuk seorang yang belumdewasa untuk melakukan perbuatan cabul, padahal tentangbelum cukup umurnya itu dihitung selayaknya harus diduganya;Dalam Kasus ini ada beberapa hal yang patut dicatat:a. Bahwa batasan umur ” belum dewasa ” Mahkamah Agungtetap berpendirian seperti putusan sebelumnya, gadis yangbelum mencapai umur 21 tahun; dalam kasus ini gadistersebut berumur 20 tahun.;b. Unsur membujuk dalam kasus ini berupa : ” Janji terdakwauntuk mengawini gadis setelah keinginanya bersetubuhtercapai, tidak ditepainya;c. Kwalifikasi dirumuskan oleh judex factie (pertama maupunbanding) dengan kata-kata: ” perempuan yang belumdewasa” sedangkan MARI merumuskan : ”seorang yangbelum dewasa”;d. Diktum Putusan PT dijumpai perumusan hukuman : Pidanapenjara selama 2, 5 tahun ( dua setengah tahun). Menururtpsal 27 KUHP dengan menyebut banyaknya hari, bulan dantahun..”, maka seharusnya: ” dua tahun enam bulan”.45 Varia Peradilan Nomor 65 Fanruari 1991.


BAB IIIGAMBARAN UMUM MASYARAKAT ADAT SUKU TENGGERDI MALANG JAWA <strong>TIM</strong>URA. Perkawinan Masyarakat TenggerBerbicara masalah perkawinan masyarakat tengger tak bisadilepaskan dari Falsafah Tengger Ajaran tentang asal-usul manusiadan pandangan hidup masyarakat tengger seperti terdapat padamantra purwa bhumi.Pada hakikatnya manusia adalah ciptaan Tuhan, yangdilahirkan dari tidak ada menjadi ada atau dari alam gaib, untukmengemban tugas di dunia ini melaksanakan lima perintah-Nyadengan menyatukan diri pada tugasnya 46 , agar didunia ini tumbuhketerbukaan dan perkembangan menuju kesempurnaan. Masih adalagi tafsiran tentang aksara Jawa yang dikaitkan dengan ceritatentang Aji Saka, yaitu bahwa ada utusan, yang keduanya salingbertengkar (berebut kebenaran). Keduanya sama kuatnya (samasamaberjaya), yang akhirnya keduanya mengalami nasib yang46 Sedangkan tugas manusia di dunia ini dapat dipelajari melaluicara masyarakat Tengger member makna kepada aksara Jawa yangmereka kembangkan. Adapun makna yang dimaksudkan adalah sepertitersebut dibawah ini.h.n.c.r.k : hingsun nitahake cipta, rasa karsa, d,t,s,w,l: dumadi tetesing sarira wadilaksana, p, dh, j, y, ny : panca dhawuh jagadyekti nyawiji, m, g, b, th, ng :marmane gantia binuka thukulngakasa.Apabila diartikan secara harfiah kurang lebih sebagai berikut:³TuhanYang Maha Esa menciptakan cahaya, rasa dan kehendak padamanusia, (manusia)dijadikan melalui badan gaib untuk melaksanakan lima perintah didunia dengan kesungguhan hati, agar saling terbuka tumbuh (berkembang)penuh kebebasan(ngakasa menuju alam bebas angkasa).sama, yaitu menjadi mayat. Hal ini mengandung makna bahwa baikburuk,senang-susah, sehat-sakit, adalah ada pada manusia dan takdapat dihindari. Kesempurnaan hidup manusia apabila dapatmenyeimbangkan kedua hal itu. Hubungan Badan dan Roh MenurutFalsafah Tengger Masyarakat Tengger beranggapan bahwa badanmanusia itu hanya merupakan pembungkus sukma(roh). Sukmaadalah badan halus yang bersifat abadi. Jika orangmeninggal, badannya pulang ke pertiwi (bumi), sedangkansukmanya terbebas dari mengalami suatu proses penyucian didalam neraka, dan selama itu mereka mengembara tidakmempunyai tempat berhenti. Cahaya, api dan air dari arah timurakan melenyapkan semua kejahatan yang dialami sukma sewaktuberada didalam badan. Masyarakat Tengger percaya bahwa nerakaitu terdiri dari beberapa bagian. Bagian terakhir ialah bagian timuryang disebut juga kawah candra dimuka, yang akan menyucikansukma sehingga menjadi bersih dan suciserta masuk surga. Hal initerjadi pada hari ke-1000 sesudah kematian dan melalui upacaraEntas-entas. Hubungan Antar-manusia Menurut Falsafah TenggerSesuai dengan ajaranyang hidup di masyarakat Tengger sepertiterkandung dalam ajaran tentang sikap hidup dengan sesanti pancasetia, yaitu:1. setya budaya artinya, taat, tekun,mandiri;2. setya wacana artinya setia pada ucapan;3. setya semàya artinya setia pada janji;4. setya laksana artinya patuh, tuhu, taat;5. setya mitra artinya setia kawan.


Ajaran tentang kesetiaan berpengaruh besar terhadap perilakumasyarakat Tengger. Hal ini tampak pada sifat taat, tekun bekerja,toleransi tinggi, gotong-royong 47 , serta rasa tanggung jawab.umpamanya menunjukkan bahwa pada umumnya mereka bekerja diladangnya dari jam 6 pagi sampai jam 6 sore setiap hari secaratekun. Demikian pula tanggung jawab mereka terhadap lingkungansosial tercermin pada kesadaran rakyat untuk ikut serta menjagakeamanan, serta merelakan sebagian tanahnya apabila terkenapembangunan jalan. Sifat lain yang positif adalah kemampuanmenyesuaikan diri terhadap perkembangan, yaitu kesediaan merekauntuk menerima orang asing atau oranglain, meskipun mereka tetappada sikap yang sesuai dengan identitasnya sebagai orangTengger.Hubungan antara pria dan wanita tercermin pada sikapbahwa pria adalah sebagai pengayom bagi wanita, yaitu ngayomi,ngayani, ngayemi, artinya memberikan perlindungan, memberikannafkah, serta menciptakan suasana tenteram dan damai. Sikap danPandangan Hidup Pandangan tentang Perilaku Sikapdan pandangan hidup orang Tengger tercermin pada harapannya,yaitu waras (sehat), wareg (kenyang), wastra (memiliki pakaian,sandang), wisma (memiliki rumah, tempat tinggal), dan widya(menguasai ilmu dan teknologi, berpengetahuan danterampil).47Sikap gotong-royongnya terlihat pula pada waktumendirikan pendopo agung di Tosari, adalah sebagai hasil jerih payahrakyat membuat jalan sepanjang 15 km dari Tosari menuju Bromo (tahun 1971-1976).Mereka mengembangkan pandangan hidup yang disebutpengetahuan tentang watak yaitu:1. prasaja berarti jujur, tidak dibuat-buat apa adanya;2. prayoga berarti senantiasa bersikap bijaksana;3. pranata berarti senantiasa patuh pada raja, berartipimpinan atau pemerintah;4. prasetya berarti setya;5. prayitna berarti waspada.Atas dasar kelima pandangan hidup tersebut, masyarakatTengger mengembangkan sikap kepribadian tertentu sesuai dengankondisi dan perkembangan yang ada. Antara lain mengembangkansikap seperti kelima pandangan hidup tersebut, di sampingdikembangkan pula sikap lain sebagai perwujudannya. Merekamengembangkan sikap rasa malu dalam arti positif, yaitu rasa maluapabila tidak ikut serta dalam kegiatan sosial 48 . Sikap toleransimereka tercermin pada kenyataan bahwa mereka dapat bergauldengan orang beragama lain, ataupun kedatangan orang beragamalain.Dalam keagamaan mereka tetap setia kepada agama yangtelah dimiliki namuntoleransi tetap tinggi, sebab mereka lebihberorientasi pada tujuan, bukan padacara mencapai tujuan. Padadasarnya manusia itu bertujuan satu, yaitu mencapai Tuhan,meskipun jalannya beraneka warna. Sikap toleransi itu tampak puladalam hal perkawinan, yaitu sikap orang tua yang memberikan48 Begitu mendalamnya rasa malu itu, sehingga pernah ada kasus(di Tosari) seorang warga masyarakat yang bunuh diri hanya karena tidak ikutserta dalam kegiatan gotong-royong. (hasil wawancara dengan Camat……..tgl…..)


kebebasan bagi para putra-putrinya untuk memilih calon istri atausuaminya. Pada dasarnya perkawinan bersifat bebas. Mereka tetapdapat menerima apabila anak-anaknya ada yang berumah tanggadengan wanita atau pria yang berlainan agama sekalipun. Namundalam hal melaksanakan adat, pada umumnya para generasi mudamasih tetap melakukannya sesuai dengan adat kebiasaan orangtuanya.Sikap hidup masyarakat Tengger yang penting adalah tatatentrem (tidak banyak risiko), aja jowal-jawil (jangan sukamengganggu orang lain), kerja keras,dan tetap mempertahankantanah milik secara turun-temurun. Sikap terhadap kerja adalahpositif dengan titi luri-nya, yaitu meneruskan sikap nenekmoyangnya sebagai penghormatan kepada leluhur. Sikap terhadaphasil kerja bukanlah semata-mata hidup untuk mengumpulkan hartademi kepentingan pribadi, akan tetapi untuk menolong sesamanya.Dengan demikian, dalam masyarakat Tengger tidak pernah terjadikelaparan. Untuk mencapai keberhasilan dalam hidup semata-martadiutamakan pada hasil kerjasendiri, dan mereka menjauhkan diridari sikap nyadhong (menengadahkan telapak tangan ke atas).Masyarakat Tengger mengharapkan generasi mudanya mampumandiri seperti ksatria Tengger. Orang tua tidak ingin mempunyaianak yang memalukan,dengan harapan agar anak mampu untukmikul dhuwur mendhem jero, yaitu memuliakan orang tuanya. Sikapmereka terhadap perubahan cukup baik, terbukti mereka dapatmenerima pengaruh model pakaian, dan teknologi, serta perubahanlain yang berkaitan dengan cara mereka mengharapkan masadepan yang lebih baik dan berkeyakinan akan datangnya kejayaandan kesejahteraan masyarakatnya.Siklus Hidup Menurut Falsafah Tengger Ada 3 (tiga) tahappenting siklus kehidupan menurut pandanganmasyarakat Tengger,yakni:1. umur 0 sampal 21 (wanita) atau 27 (pria), dengan lambangbramacari yaitu masa yang tepat untuk pendidikan;2. usia 21 (wanita)atau 27 (pria) sampai 60 tahun lambing griasta,masa yang tepat untuk membangun rumah dan mandiri;3. 60 tahun ke atas, dengan lambang biksuka, membangun diri sebagaimanusia usia lanjut untuk lebih mementingkan masa akhirhidupnya.Pada masa griasta ada ungkapan yang berbunyi kalaumasih mentah sama adil, kalau sudah masak tidak ada harga, yangdimaksudkan adalah hendaklah manusia itu pada waktu mudanyabersikap adil dan masa dewasa menyiapkan dirinya untuk masatuanya dan hari akhirnya.Pertunangan dan Perkawinan Padaumumnya masyarakat Tengger mempunyai pendirian yang cukupbermoral atas perkawinan. Poligami dan perceraian boleh dikatakantidak pernah terjadi. Perkawinan di bawah umur juga jarang terjadi.Perkawinan dalam masyarakat ini akan dibicarakan tentang PraPerkawinan yaitu melalui proses Pertunangan/ Pacangan danProsesi/Upacara Perkawinan itu sendiri.1. Pertunangan/Pacangan.Dalam pertunangan (pacangan), lamaran dilakukan oleh orangtua pria. Sebelumnya didahului dengan pertemuan antara kedua


calon, atas dasar rasa senang kedua belah pihak. Apabilakedua belah pihak telah sepakat, maka orang tua pihak wanita(sebagai calon) berkunjung ke orangtua pihak pria untukmenanyakan persetujuannya atau notok. Selanjutnya apabilaorangtua pihak pria telah menyetujui, diteruskan dengankunjungan dari pihak orangtua pria untuk menyampaikan ikatan(peningset) dan menentukan hari perkawinan yang disetujuiolehkedua belah pihak. Sesudah itu barulah upacara perkawinandilakukan.2. Prosesi/Upacara Perkawinan.Sebelum acara perkawinan biasanya telah dimintakan nasihatkepada dukun mengenai kapan sebaiknya hari perkawinan itudilaksanakan. Dukun akan memberikan saran (menetapkan)hari yang baik dan tepat, tempat pelaksanaan perkawinan, dansebagainya 49 . Setelah hari untuk upacara perkawinanditentukan, maka diawali selamatan kecil (dengan sajian buburmerah dan bubur putih). Sebagai kelengkapan upacaraperkawinan, maka pasangan pengantin diarak (upacara ngarak)keliling, diikuti oleh empat gadis dan empat jejaka dengandiiringi gamelan. Pada upacara perkawinan pengantin wanitamemberikan hadiah bokor tembaga berisi sirih lengkap dengantembakau, rokok dan lain, sedangkan pengantin priamemberikan hadiah berupa sebuah keranjang berisi buahbuahan,beras dan mas kawin49 Hasil wawancara dengan Kepala Desa Ngadisari Tgl. 20 Juli2011.Pada upacara pasrah pengantin, masing-masing pihak diwakilioleh seorang utusan. Para wakil mengadakan pembicaraanmengenai kewajiban dalam perkawinan dengan disaksikan olehseorang dukun. Pada upacara pernikahan dibuatkan petra(petara: boneka sebagai tempat roh nenek moyang) supaya rohnenek moyangnya bisa hadir menyaksikan. Biasanya setelahmelakukan perkawinan kemanten pria harus tinggal dirumah(mengikuti) kemanten wanita. Maka dari itu biasanya rumah dariorang tengger besar-besar karena dihuni oleh beberapakluarga.Mengenai penyimpangan hubungan laki-laki danperempuan yang mengakibatkan hamil, maka pelaku akandikenakan sanksi bersih desa yaitu berupa selametan bersih desa,maka kedua keluarga dikumpulkan terlebih dahulu bila kedua pelakumasih dibawah umur kemudian dilakukan upacara selametan bersihdesa, apabila kedua pelaku tersebut sudah dewasa maka akan dinikahkan sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1974, untukmengantisipasi terjadinya hamil diluar nikah, kepala desamengadakan posyandu remaja dan posyandu lansia, dukun bayiyang memeriksa secara berkala para remaja putri untuk mengetahuikondisi remaja putri. Apabila ada remaja putri yang berhenti haidmaka bidan desa akan meneruskan ke Dokter kandungan. Dan bilaterbukti hamil akan dilanjutkan dengan investikasi siapa yangmenghamili dan akan mempertemukan kedua belah keluargapelakunya demikian cara pemerintah desa untuk antisipasi agartidak terjadi hamil diluar nikah karena menghindari pengotoran desa.


Mereka melakukan seperti itu dengan alasan dari pada berburuksangka, dan hal tersebut disetujui para orang tua yang ada di desatersebut 50 .Sebelum ada Undang-Undang perkawinan banyak anakanaksukuTengger yang kawin dalam usia belia, misalnya pada usia 10-14tahun. Namun, pada masa sekarang hal tersebut sudah banyakberkurang dan pola perkawinannya endogami. Adat perkawinanyang diterapkan oleh suku Tengger tidak berbeda jauh dengan adatperkawinan orang Jawa hanya saja yang bertindaksebagai penghulu dan wali keluarga adalah dukun Pandita. Adatmenetap setelah menikah adalah neolokal, yaitu pasangan suamiistribertempat tinggal di lingkungan yang baru. Untuk sementarapasangan pengantin berdiam terlebih dahulu dilingkungankerabatistri.PerceraianAnggotaTimPemantauan BPHNsedangmewawancarai KepalaDesaNgadisari,BapakSupoyoTanggal 20Juli 2011.Apapun karena keuntungan yang nyata dan daya tariknyayang ideal, perkawinan yang stabil tidak selalu dapat kita raih,terutma pada perkawinan pertama. Sebagaimana di bagian lainJawa 51 banyak pasangan muda yang bercerai sekali, dua kali, ataubahkan beberapa kali sampai mencapai hubungan yang mapan.Secara tradisional, penduduk daerah Lereng, atau kawin muda,pada usia 17 tahun atau 18 tahun untuk anak laki-laki dan 14 tahun50 Hasil wawancara denga kepala desa Ngadisari.51 Hildred Geertz (1961: 69) melaporkan bahwa hamper setengahdari seluruh perkawinan berakhir dengan perceraian. Dalam penelitiannyadi Jawa Tengah bagian Barat Daya, bagaimanapun, Jennifer Alexander19987:20) berkata bahwa tingkat perceraian di wilayah yang beragamaIslam dengan kuat lebih rendah secara signifikan. Pertumbuhan pengaruhdari Islam di dekat Malaysia juga dilaporkan memainkan peran dalampenurunan tingkat perceraian di sana (Peletz, 1988:251).


atau 15 tahun untuk anak perempuan. Untuk penduduk desa, hal inikenyataan yang bias diterima dan lumrah bahwa remaja sudahmempunyai hasrat seks, dan mempertimbangkan kemungkinanbahwa si gadis akan hamil di luar ikatan perkawinan menjadimotivasi perkawinan dini.Pada generasi terakhir, usia rata-rata perkawinan telah naik.Meskipun seringkali diabaikan, peraturan pemerintah sekarangmengharuskan pemuda berusia minimal 16 tahun pada saatperkawinan. Sebagai tambahan mereka yang berasal dari keluargayang terpandang telah mulai melanjutkan pendidikan mereka lebihdari sekedar sekolah dasar (SD), menunda perkawinan lebih lamalagi (lihat bawah). Di antara mereka tidak lagi aneh bagi laki-lakiuntuk menunda perkawinannya sampai pertengahan usia 20 danpada usia 18 tahun atau 19 tahun bagi perempuan. Setelahmenyelesaikan pendidikan mereka, anak-anak muda tertentu masihdiharapkan untuk berbalik mengerjakan tugas membangun sebuahkeluarga.Mayoritas perceraian terjadi pada tahun pertamaperkawinan, beberapa terjadi setelah tiga atau empat tahun.Perbedaan temperamen dan kepribadian, sebagaimanaketidaksepakatan atas kekayaan keluarga adalah penyebabperceraian paling utama. Disebabka oleh para tinggal yangcenderung uxorilocal berlebihan, perceraian seringkali terjadidengan cara meninggalkan rumah orang tua si istri tanpapemberitahuan dan berlangsung tiba-tiba. Biasanya ini kemudiandisahkan oleh pejabat pemerintah di Desa. Penduduk Muslim didaerah lereng tengah sudah akrab dengan aturan Agama Islamtentang Perceraian. Hal ini membuat laki-laki lebih mudah untukmemulai perceraian dengan mengucapkan kalimat talak yangsederhana “Aku menalak Engkau” (lihat Peletz, 1988:251). Padaprakteknya sebagian besar penduduk daerah lereng tengahberagama Islam mengikuti kebiasaan yang sama dengan pendudukdaerah lereng atas beragama Hindu, yaitu perceraian dilakukandengan tindakan sederhana, meninggalkan pasangannya.Karena tukar menukar mas kawin kebanyakan dilakuanhanya untuk formalitas (Hefner, 1985:149) dan harta benda yangtermask dalam ikatan perkawinan dikembalikan ketka perceraianterjadi, akibat ekonomis dari perceraian di masa muda bukanlahsesuatu yang patut ditangisi. Bercerai bukanlah sesuatu yang susahataupun dikecam masyarakat dengan keras, selama tidak da anakhsail perkawinan. Akhir-akhir ini Kantor Urusan Agama telahmengetatkan peraturan dengan meminta paling tidak kepala danpetugas agama untuk menandatangani permintaa cerai. Uangpendaftaran cerai telah naik dari (menggunakan rupiah tahun 1985)Rp 1.500,00,- menjadi Rp 6.000,00 (US$5,45). Sebagai tambahan,sekarang tidak aneh lagi bagi pemerintah untuk meminta sipemohon cerai untuk menunggu selama suatu kurun waktu tertentuatau menemui orang tuanya sebelum meluluskan permintaanpasangan itu. Inisiatif ini tampaknya akan mempunyai dampak padaperilaku umum, dan, meski saya kekurangan bukti statistic,penduduk desa membantah bahwa kasus perceraian telah turun.


B. Waris Dalam Masyarakat TenggerSebaiknya sebelum kita membicarakan masalah Warisdalam masyarakat Tengger, kita pahami dulu istilah-istilah yangberkaitan erat dengan masalah waris, beberapa istilah tersebutantara lain:1. Waris, istilah ini berarti orang yang berhak menerima pusaka(peninggalan orang yang meninggal dunia).2. Ahli Waris, yaitu sekalian orang yang menjadi waris atauorang-orang yang berhak atas harta warisan.3. Warisan, berarti harta peninggalan, pusaka dan surat wasiat.4. Pewaris, adalah orang yang member pusaka, yaitu orang yangtelah meninggal dunia dan meninggalkan sejumlah hartakekayaan, pusaka, maupun surat wasiat.5. Proses pewarisan, istilah ini mempunyai dua pengertian yaituberarti penerusan atau penunjukan para waris ketika pewarismasih hidup; dan berarti pembagian warisan setelah pewarismeninggal 52Menurut Djojodiguno dan Tirtawinata mengadakanpemisahan harta perkawinan atau harta peninggalan dalam 2 (dua)golongan, yaitu:52a. barang asal atau yang dibawa ke dalam perkawinan,atauBerkaitan dengan beberapa istilah tersebut diatas HilmanHadikusumah berpendapat bahwa “warisan menunjukkan harta kekayaandari orang yang telah meninggal (pewaris), baik harta itu telah dibagi-bagiataupun masih dalam keadaan tidak terbagi-bagi”. (lihat HilmanHadikusumah, Hukum Waris Adat, Bandung: Alumni, 1980, hlm. 23.b. barang milik bersama atau barang perkawinan.Sedangkan berdasarkan pendapat Surojo Wignjodipuro,harta perkawinan harus diadakan pemisahan. Ada 4 (empat)golongan:a. barang-barang yang diperoleh suami atau istri secarawaris atau penghibahan dari kerabat (family) masingmasingdibawa dalam perkawinan;b. barang-barang yang diperoleh suami atau istri untuk dirisendiri serta atas jasa diri sendiri sebelum perkawinanatau dalam masa perkawinan;c. barang-barang yang dalam masa perkawinan diperolehsuami dan istri sebagai milik bersama, dand. barang-barang yang dihadiahkan kepada suami atauistri bersama pada waktu perkawinan.Pengertian warisan secara umum adalah semua hartabenda yang ditinggal oleh seseorang yang meninggal dunia(pewaris) baik harta benda itu sudah dibagi-bagi atauu belumterbagi-bagi atau memang tidak terbagi-bagi. Jadi apabila berbicaratentang hukum waris khususnya bicara tentang harta warisan makaberarti kita mempersoalkan harta kekayaan seorang (pewaris)karena telah wafat dan, apakah harta kekayaan seorang itu akan(dapat) dibagi, atau belum dapat dibagi atau memang tidak dapatdibagi. Sebenarnya harta warisan tersebut dibagi oleh pemiliknyakepada warga (ahli waris), akan tetapi dalam hal pembagian hartawarisan itu menurut hukum adat dipengaruhi oleh sifat-sifat


kerukunan dan kebersamaan, juga msaih dipengaruhi oleh rasapersatuan keluarga dan rasa keutuhan persaudaraan.Menurut Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentangPerkawinan, khususnya Pasal 35 menyatakan bahwa harta bendayang diperoleh dalam perkawinan selama perkawinan menjadi hartabersama, sedangkan harta bawaan dari masing-masing suami istridan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiahatau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masingsepanjang para pihak tidak menentukan. Sedangkan di dalampenjelasan pasal tersebut dikatakan apabila perkawinan putus,maka harta bersama tersebut diatur menurut hukumnya masingmasingyaitu hukum agama, hukum adat dan hukum-hukum lainnya.Menurut hukum adat, harta perkawinan adalah semua hartayang dikuasai suami istri selama mereka terikat dalam ikatanperkawinan baik harta kerabat yang dikuasai maupun hartaperseorangan yang berasal dari harta warisann, harta hibah, hartapenghasilan sendiri, harta pencaharian harta dari suami istri danbarang-barang hadiah 53 .Hukum Waris Adat adalah meliputi norma-norma yangmengatur mengenai proses meneruskan serta mengoperkanbarang-barang harta benda dan barang-barang yang tida terwujud53 Hadikusumo, Hilman Hukum Waris Adat. Cetakan V, Citra AdityaBhakti, Bandung, 1993, hlm. 56.benda (immateriels goderen) dan suatu angkatan manusia(generatie) kepada keturunannya 54Banyak rumusan hukum waris yang telah didevinisikan olehpara pakar hukum yang sangat beragam, namun pada intinyabahwa “Hukum Waris itu merupakan perangkat kaidah yangmengatur tentang cara atau proses peralihan harta kekayaan daripewaris kepada ahli waris atau para ahli warisnya” 55 .Bentuk dan system hukum waris sangat erat kaitannyadengan bentuk masyarakat dan sifat kekeluargaan. Sedangkansystem kekeluargaan pada masyarakat Indonesia, berpokokpangkal pada system menarik garis keturunan, seperti diketahui diIndonesia secara umum setidak-tidaknya dikenal tiga macamsystem keturunan 56 , yaitu:1. Sistem Patrilinial /Sifat Kebapakan; system ini pada prinsipnyaadalah system yang menarik garis keturunan atau garisketurunan nenek moyangnya yang laki-laki. System ini banyakterdapat pada masyarakat di daerah Tanah Gayo, Alas, Batak,Ambon, Irian Jaya, Timor dan Bali.2. Sistem Matrilinial/Sifat Keibuan; system yang menarikgarisketurunan ibu dan seterusnya keatas mengambil garis54 Soepomo, Bab-bab tentang Hukum Adat. Cetakan XIV, PradnyaParamita, Jakarta 1996, hlm. 7955 Eman Suparman, Hukum Waris Indnesia dalam Perspektif Islam,Adat dan BW, Bandung: Refika Aditama, cet.III 2011, hlm. 5.56 M. Idris Ramulyo, Suatu Perbandingan antara Ajaran Syafi’I danWasiat Wajib di Mesir, tentang Pembagian Harta Warisan untuk CucuMenurut Islam, Majalah Hukum dan PPembangunan No. 2 Th.XII Maret1982, Jakarta: FH UI, 1982, hlm. 155.


keturunan dari nenek moyang perempuan. System ini terdapatpada masyarakat Minangkabau.3. Sistem Bilateral atau Parental/ sifat kebapak-Ibuan; merupakansystem yg menarik garis keturunan baik melalui garis bapakmaupun garis ibu, sehingga dalam kekeluargaan semacam inipada hakekatnya tidak ada perbedaan antara pihak ibu danpihak bapak, system ini di Indonesia terdapat pada masyarakatJawa, Madura, Sumatera Timur, RRiau, Aceh, SumateraSelatan, Seluruh Kalimantan, Sulawesi, Ternate dan Lombok.Masyarakat Tengger yang merupakan masyarakat yangberdiam di Pulau Jawa maka seperti orang Jawa lainnya, orangTengger menarik garis keturunan berdasarkan prinsip bilateral yaitugaris keturunan pihak ayah dan ibu. Kelompok kekerabatan yangterkecil adalah keluarga inti yang terdiri dari suami, istri, dan anakanak.Warisan TanahHarta perkawinan dalam masyarakat Tengger dikenal jugaharta asal dan harta bersama atau harta gono-gini. Harta bersamaatau gono-gini yang diperoleh selama perkawinan atas usahabersama, baik suami maupun istri, namun uniknya harta goni-giniatau harta bersama pada masyarakat Tengger janda tidak mewarisyang berhak mewris semua harta gono-gini adalah harta yangdidapat dari hibah atau dari warisan leluhurnya, nenek moyangnyaatau mungkin dari orang tuanya yang diwaris turun temurun. Padamasyarakat Tengger apabila mempunyai anak yang telah dianggapcukup umur, artinya telah dianggap dewasa oleh orang tuanya,maka anak-anak tersebut akan diberikan harta warisan berupatanah yang ada pada masyarakat Tengger.Berkaitan dengan masalah tanah yang ada di dalammasyarakat Tengger mempunyai keunikan tersendiri, tanah-tanahyang ada di daerah Tengger harus diwaris secara turun temurundan mereka tidak akan menjual tanahnya selain kepada masyarakatTengger itu sendiri dan itupun harus sebatas pada kerabatnya ataupenduduk Asli Tengger. Hal ini karena ada aturan-aturan yangmenyatakan melarang menjual tanah atau menyewakan tanahkepada masyarakat pendatang atau masyarakat di luar masyarakatTengger. Masyarakat Tengger sangat memegang teguh aturanaturantersebut, karena tanah-tanah yang ada di kawasan Tenggermerupakan warisan leluhur yang nantinya akan diwaris secara turuntemurun pada generasi berikutnya (mendatang) atau penduduk asliTengger. Masyarakat Tengger tidak ingin tanahnya dimiliki dandikuasai oleh masyarakat pendatang.Pewarisan kepada anak-turunannya ditentukan olehkerelaan pihak orang tua, bukan atas dasar aturan ketat yangdibakukan. Seperti tanah yang dimiliki oleh masyarakat SukuTengger Desa Wonokitri umumnya diperoleh dari hasil warisanorang tuanya. Sistem pembagian tanah warisan juga masihdipertahankan sejak saat ini dengan ketentuan pembagian yangsama rata antara anak laki-laki maupun perempuan. Aturan adatdalam hidup dengan pembagian tanah warisan setelah orang tuameninggal. Sistem pembagian tanah warisan saat orang tua masih


hidup, misalnya memiliki 3 orang anak, orang tua terlebih dahulumengambil 1/3 bagian dari luasan tanahnya. Lalu sisanya sebesar2/3 bagian dibagi sama rata ke dua orang anaknya. Apabila orangtua tidak mampu lagi bekerja menggarap ladang/tegalannya makaorang tua tersebut ikut ke salah satu anaknya, kemudian setelahmeninggal hak waris atas tanah jatah orang tua sebesar 1/3 bagiantersebut akan diberikan kepada anak yang serumah atau yangmengurusnya 57 .Pada prinsipnya masyarakat Tengger tergolong dalamsystem kekeluargaan bilateral atau parental, di mana pada dasarnyasystem tersebut tidak membedakan jenis kelamin laki-laki danperempuan. Kedudukan anak lelaki dan anak perempuan dalam halmembagi harta warisan dibagi secara seimbang atau sama baikanak lelaki atau anak perempuan. Akan tetapi menurut Sri Hajatidan Abd. Shomal, pembagian harta warisan yang dibagi sama rata(balance) sebenarnya terkadang akan merugikan salah satu pihak,apabila pihak yang lain terlalu pasif dalam aktifitas mengumpulkanharta benda.Pada umumnya masyarakat Tengger khususnya hak warisjanda sebenarnya janda bukan ahli waris dari harta peninggalansuaminya, walaupun jadinya bukan ahli waris dari suaminya, tetapijanda berhak menikmati atas harta peninggalan dari almarhumsuaminya dengan syarat janda harus tetap setia melaksanakandharma baktinya dan janda tidak berkelakuan tercela, tidak kawin57Lihat http://antariksaarticle.blogspot.com/2011/03/kearifan-lokalmasyarakat-suku-tengger.htmllagi dan tidak melakukan perzinahan dengan orang lain. Kedudukanjanda mempunyai keturunan dengan almarhum suaminya atau tidakmempunyai keturunan, sama saja dalam hal system pewarisanhukum adat Tengger.Khusus harta peninggalan berupa tanah, pada masyarakatTengger yang berhak mewaris adalah keturunannya apabila orangtua masih dikuasai oleh orang tuanya. Dan jika orang tuanyameninggal dunia salah satu saja, maka janda atau duda ikutmenumpang pada salah satu dari anak-anak mereka, sedangkananak yang diikuti, ditumpangi atau merawat ibunya (janda) atauayahnya (duda) tersebut mendapat hak atau seluruhnya sisa tanahyang milik orang tuanya apabila orang tuanya meninggal dunia.Semua itu dianggap sebagai hal yang wajar karena merupakanbentuk bhaktinya terhadap orang tua dan pengganti biayakehidupan selama merawat orang tuanya.Proses PewarisanProses pewarisan atau jalannya pewarisan menurut hukumadat adalah cara bagaimana perwaris berbuat untuk meneruskanatau mengalihkan harta kekayaan yang ditinggalkan kepada paraahli waris ketika masih hidup, dan bagaimana cara warisan ituditeruskan penguasaannya dan pemakaiannya atau cara bagaimanamelaksanakan pembagian warisan pada para waris setelah pewarismeninggal dunia (wafat).Pada masyarakat Tengger yang dikenal sebagaimasyarakat yang cinta damai, tenteram, sederhana dan hampir


tidak ada perselisihan, sehingga dalam pembagian harta warisanatau harta peninggalan mereka menggunakan dasar musyawarahdan kerukunan bersama ahli warisnya dan bersikap seadil-adilnyadalam membagi harta peninggalan atau harta warisan. AdapunProses pewarisannya sebagai berikut:1. Proses pewarisan sebelum pewaris meninggal duniaJika sebelum pewaris meninggal dunia adakalanyapewaris telah melakukan penerusan atau pengalihanharta, kedudukan, atau jabatan adat, hak dan kewajibandan kekayaan kepada ahli waris, dalam hal ini jugasering dilakukan pada masyarakat Tengger, apabilaanak-anak sudah dewasa dan kawin, maka orangtuanya memberikan modal kepada anak-anaknya.2. Proses pewarisan setelah pewaris meninggal duniaSedangkan proses pewarisan setelah pewarismeninggal dunia, maka persoalan yang timbul adalahharta kekayaan yang dibagi-bagi dan tidak terbagi.Maka siapa saja yang berhak menerima harta warisandan bagaimana pelaksanaannya membagi hartawarisan tersebut. Pada harta yang tidak terbagi, makayang terjadi adalah penguasaan harta dan pada hartayang dibagi dilaksanakan dengan pembagian harta.Anak Angkat Sebagai Ahli WarisDi lingkungan masyarakat Tengger, berkaitan siapa sebagaipenguasaan terhadap harta warisan adalah adanya keturunannya(anak kandung) dari orang yang meninggalkan warisan (orang tua),karena pada kenyataannya mereka satu-satunya ahli waris, dansanak keluarga tidak menjadi ahli waris. Apabila orang tua yangmneinggal warisan itu tidak mempunyai keturunan, hal inimneunjukkan selain anak keturunan pewaris sebagai ahli warismasih terdapat ahli waris yang lainnya, hanya saja jika terdapatanak keturunan pewaris, maka ahli waris lain tidak memperolehbagian harta peninggalan.Berdasarkan ketentuan di atas menunjukkan bahwa hukumadat yang dapat menjadi ahli waris adalah orang-orang yang hidupterlama dan mempunyai hubungan darah dengan pewaris. Padaperkembagannya yang bertindak sebagai ahli waris adalah jandaatau duda dari pewaris. Dengan demikian hak waris menurut hukumadat tidak hanya didasakan pada hubungan darah dengan pewaris,melainan disebabkan adanya suatu hubungan perkawinan dengansi pewaris.Menurut Hukum Adat bahwa anak angkat adalah bukan ahliwaris terdapat harta asal orang tuanya. Melainkan anak angkatmendapat keuntungan sebagai anggota rumah tangga, juga setelahorang tuanya meninggal dunia. Hal ini memang benar, karena anakangkat sepantasnya meskipun dianggap sebagai anak kandungorang tua angkatnya, namun mereka tida ada hubungan dengan sipewaris dan tidak ada hubungan perkawinan dengan si pewaris.Sehingga menurut pendapat Berling, mengemukakan bahwa: “anakangkat bukan ahli waris dan tidak mempunyai hak untuk mewarisharta peninggalan orang tua angkatnya. Meskipun bukan ahli waris


dari orang tua angkatnya, anak angkat mempunyai hak memperolehbagian dari harta gono gini orang tua angkatnya”.Menurut Hukum Adat yang berhak mewaris harta goni-giniadalah semua anak kandung, anak angkat (jika ada) dan janda.Sedangkan pada masyarakat Tengger juga ada kesamaan dalammembagi harta peninggalan khususnya harta goni-gini atau hartabersama hanya saja kedudukan janda dalam masyarakat Tenggertidak diperhitungkan dalam pembagian harta gono-gini, tetapi jandahanya berhak dirawat pada salah satu anaknya yang mauditumpangi selama hidupnya sampai janda tersebut meninggaldunia.Pada masyarakat hukum adat Tengger apabila dalamperkawinan suami dan istri mempunyai anak angkat, makakedudukan anak angkat dengan anak kandung sama kedudukannyadalam memperoleh kesejahteraan, perlindungan dan pendidikandari orang tuanya. Hanya saja dalam hal pewarisan, kedudukan danhak anak angkat dengan anak kandung tidak sama, anak angkathanya sebatas berhak mendapat harta gono-gini dari orang tuaangkatnya, sedangkan harta asal dari orang tuanya. Jadi padadasanya antara anak kandung dan anak angkat dalam halpembagian harta pewarisan (khususnya harta gono-gini)mempunyai hak yang sama, mereka saling bersekutu denganpembagian yang sama. Juga adakalanya anak angkat dalammasyarakat Tengger memperoleh harta peninggalan dari orang tuakandungnya apabila tergolong mampu. Hal ini juga dikemukakanoleh Djojodiguno, di jawa anak angkat itu memperoleh air dari duasumber, maksudnya anak angkat memperoleh hak waris dari orangtua angkatnya maupun dari orang tua kandungnya.Pada masyarakat Tengger kedudukan anak angkat dengananak kandung sama kedudukannya dalam memperolehkesejahteraan, perlindungan dan pendidikan dari orang tuanya.Hanya saja dalam hal pewarisan, kedudukan dan hak anak angkatdengan anak kandung tidak sama, anak angkat hanya sebatasberhak mendapat harta gono-gini dari orang tua angkatnya,sedangkan harta asal dari orang tuanya tidak. Jadi pada dasanyaantara anak kandung dan anak angkat dalam hal pembagian hartapewarisan (khususnya harta gono-gini) mempunyai hak yang sama,memperoleh air dari dua sumber, maksudnya anak angkatmemperoleh hak waris dari orang tua angkatnya maupun dari orangtua kandungnya.C. Bidang PertanahanBerdasarkan hasil penelitian Tim, sikap hidup Suku Tenggeryang penting adalah tata tentrem (tidak banyak resiko), ojo jowaljawil(jangan suka mengganggu orang lain), kerja keras dan tetapmempertahankan tanah milik secara turun-temurun. Sistempenguasaan dan kepemilikan tanah yang berlaku pada masyarakatSuku Tengger Desa Ngadisari mengikuti ketentua adat Tengger.Seperti pada masyarakat Suku Tengger lainnya, sistem penguasaandan kepemilikan tanah diatur oleh aturan adat yang menyatakanlarangan atau pantangan terhadap penjualan tanah di luarmasyarakat Suku Tengger. Apapun alasannya penjualan tanah atau


tanah warisan hanya boleh dilakukan antar sesama masyarakatSuku Tengger, biasanya penjualan tanah atau tanah warisandiutamakan ke keluarga dekat. 58Tanah yang dimiliki oleh masyarakat Suku Tengger DesaNgadisari umumnya diperoleh dari hasil warisan orang tuanya.Sistem pembagian tanah warisan juga masih dipertahankan sejaksaat ini dengan ketentuan pembagian yang sama rata antara anaklaki-laki maupun perempuan. Aturan adat dalam pembagian tanahwarisan ini mengatur dua kondisi, yaitu pembagian tanah warisansaat orang tua masih hidup dengan pembagian tanah warisansetelah orang tua meninggal. Sistem pembagian tanah warisan saatorang tua masih hidup, misalnya memiliki 3 orang anak, orang tuaterlebih dahulu mengambil 1/3 bagian dari luasan tanahnya. Lalusisanya sebesar 2/3 bagian dibagi sama rata ke dua orang anaknya.Apabila orang tua tidak mampu lagi bekerja menggarapladang/tegalannya maka orang tua tersebut ikut ke salah satuanaknya, kemudian setelah meninggal hak waris atas tanah jatahorang tua sebesar 1/3 bagian tersebut akan diberikan kepada anakyang serumah atau yang mengurusnya.Hubungan masyarakat adat dengan tanah dan sumberdayaalam yang kompleks dan menjadi bagian dari identitas mereka,dibatasi oleh sekurang-kurangnya tiga syarat: (1) unsurmasyarakatlah yang masih merasa terikat oleh tatanan hukumadatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu,yang mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuantersebut dalam kehidupannya sehari-hari; (2) unsur wilayah, yaituterdapatnya tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hiduppara warga persekutan hukum tersebut dan tempatnya mengambilkeperluan hidupnya sehari-hari, dan (3) unsur hubungan antaramasyarakat tersebut dengan wilayahnya, yaitu adanya tatananhukum adat mengenai pengurusan penguasaan, dan penggunaantanah yang masih berlaku dan ditaati oleh warga masyarakattersebut.1. Sistem Penguasaan dan Pemilikan TanahLuas kepemilikan lahan tegal atau tegalan rata-ratabersikar 59 antara 1 sampai 2 hektar, kepemilikan tanah kolektifseorang menyebut dengan istilah “tempat kerukunan”. Dalamperkembangannya, tanah-tanah ini dibagikan kepada individuindividuyang kemudian menjadi tanah dengan statuskepemilikan pribadi. Dalam kaitannya dengan pemilikan lahantanah khususnya tegal atau tegalan terdapat ketentuan bahwatanah milik pribadi tidak diperbolehkan untuk dijual kepadaorang lain. Bila terpaksa harus menjual tanah, hanyadiperkenankan untuk dijual kepada sesama warga desa dandusun yang sama.58 Wawancara Tim pada tanggal 20 Juli 2011 dengan SupoyoKepala Desa Ngadisari.59 Laporan Hasil Penelitian Program Research Grent I - Mhere,Universitas Brawijaya, Agustus, 2008.


Masyarakat Adat Tengger melihat bahwa tanah sebagaiinduk kehidupan bagi setiap makluk, jika tidak ada tanah, makaakan terputuslah rantai kehidupan masyarakat Tengger itusendiri. Oleh karena itu, tanah harus diperlukan dengan sangathati-hati untuk menjaga keberlanjutan fungsinya. Pembeliantanah juga melainkan peranan penting dalam akses pendudukdesa terhadap tanah. Kenyataannya peranannya lebih besardari pada sistem sewa atau bagi hasil, dua macam polapengaturan penggunaan tanah paling umum yang berlangsungdalam rumah tangga- rumah tangga di dataran rendah.Tanah biasanya dibeli oleh suami dan istri bersamasamapada peristiwa perceraian, tanah dibagi rata di antarakedua pasangan tersebut sebagai harta gono-gini. Pada daerahyang padat populasinya dimana hanya ada sedikit pekerjaanmenguntungkan di luar pertanian, tanah merupakan faktor yangpaling penting dalam produksi, dan akses terhadap tanahmemungkinkan seseorang untuk meningkatkan penghasilanyang diperlukan untuk membeli lebih banyak.2. Sistem Sewa dan Sistem Bagi HasilSebelum kemerdekaan, sistem sewa tanah tidaklahseumum itu, kecuali di beberapa komunitas di dataran tinggidengan populasi orang-orang Belanda yang menetap dansebuah komunitas pendatang yang mempekerjakan orangorangasli tersebut. Bagi hasil bukanlah suatu cara yang umum.Sebagai mana harus yang masih juga terjadi saat ini, orangorangsaling terhubungkan melalui ikatan-ikatan diantarapenduduk. Hingga sekarang pembagian yang umum yangterjadi dalam bagi hasil adalah sebuah aturan sederhana yangdisebut maro atau paron, yang berarti “membagi masing-masingseparoh”. Dalam aturan yang terdapat dalam peryanjiantersebut, pemilik tanah menyediakan tanah, dan kadang-kadangia akan turut dalam penanaman atau saat panen, walaupun halini lebih merupakan suatu kemurahan hati dari pada sebuahkewajiban yang tercantum dalam kontrak, sedangkan penyewabertanggung jawab dalam penyediaan bebet dan pekerja yangdibutuhkan.


BAB IVPERKEMBANGAN MASYARAKAT <strong>DAN</strong> HUKUM ADATSUKU TENGGER DI MALANG JAWA <strong>TIM</strong>URA. Keberadaan Masyarakat dan Hukum Adat Suku TenggerSuku Tengger adalah sebuah suku yang tinggal di sekitarGunung Bromo, Jawa Timur, yakni menempati sebagian wilayahKabupaten Pasuruan, Lumajang, Probolinggo, dan Malang. Datarantinggi Tengger merupakan suatu rangkaian pegunungan yang luas(kira-kira 600 km persegi) yang memisahkan Jawa tengah denganwilayah yang dikenal dengan “ujung timur”. 60 Luas daerah Tenggerkurang lebih 40km dari utara ke selatan; 20-30 km dari timur kebarat, di atas ketinggian antara 1000m - 3675 m. Tipe permukaantanahnya bergunung-gunung dengan tebing-tebing yangcuram. Kaldera Tengger adalah lautan pasir yang terluas, terletakpada ketinggian 2300 m, dengan panjang 5-10 km. Kawah GunungBromo, dengan ketinggian 2392 m, masih aktif mengeluarkan asapyang menggelembung ke angkasa. Di sebelah selatan menjulangpuncak Gunung Semeru dengan ketinggian 3676 m.Tidak banyak wilayah Jawa yang menyimpan jejak-jejakyang dapat dilihat dari sejarah Asia Tenggara yang kompleks sepertiPegunungan Tengger. Sebagai bagian dari negara Hindu-Budhayang berpusat di dataran rendah seribu tahun lalu, ia merupakan60Robert W. Hefner, geger Tengger; Perubahan Sosial danPerkelahian Politik, Cet. I, diterjemahkan dari The Political Economy ofMountain Java: An interpretive History, (Yogyakarta: LKiS, 1999), hlm. 9.satu-satunya wilayah Jawa di masa modern ini yang masih memilikitradisi keagamaan Hindu yang asli. Setelah kerajaan HinduMajapahit runtuh pada awal abad XVI M, pusat-pusat kekuasaan dipulau jawa bergeser ke Barat; ke keratin-keraton Islam di JawaTengah. Pengaaruh kekuasaan berpusat di dataran rendah diwilayah pegunungan timur, surut.Menurut mitologi, merekamelarikan diri dari dataran rendah dan identitas budaya yangberbeda dari Islam Jawa. 61Sekalipun terisolasi dari pengaruh keratin yang telahmengubah kebudayaan masyarakat jawa tengah pada abad XVII M,masyarakat Tengger terbangun pada abad XIX M ketika merekadipaksa bergabung dengan suatu kekuasaan baru yang lebih besar,pemerintah kolonial Belanda. Pemerintah kolonial inilah, lebih darilembaga lain manapun, yang membangun politik dan komunitas dipegunungan Tengger pada awal zaman modern. 62Pada abad ke X M, pusat-pusat kekuasaan bergeser ketimur; semula ke Kediri di bagian barat propinsi Propinsi Jawa Timursekarang. Kemudian pada awal abad XIII M ke Singasari, sebuahkota yamg terletak di ujung barat Pegunungan Tengger. Pada tahun61 Robert W. Hefner, op.cit., hlm. 49-50.62 Hal ini ditandai dengan penguasaan penuh atas hampir sekluruhpeisisr uatara Jawa serta seluruh ujung timur pulau Jawa menyusulditaklukkannya Trunojaya dan Surapati pada bulan November 1973. Daritahun 1743-1751, mereka membuka kebun sayuran di sana untukmemenuhi kebutuhan garnisun Pasuruan. Pada akhir tahun 1760-an parapetani setempat diberi benih sayuran dan disuruh menanamnya. Antartahun 1722 sampai 1790,seorang Jerman sebeagai penyuluh pertanianLihat Robert W. Hefner, op.cit., hlm. 59.


1222, Kediri ditaklukkan oleh Singasari, sebuah negara yangdidirikan oleh orang kebanyakan yang tidak memiliki darah biru.Tujuhpuluh tahun kemudian, tentara Kediri kembali untuk menebuskekealahan dengan merebut istana Singasari. Akan tetapi, Singasarikembali datang mengalahkan Singasari. Sesudai dengan tradisiJawa, para pemimipin Singasari tidak mau membangun kembaliibukotanya yang pernah direbut musuh mereka. Karena itu sebuahistana baru kemudian dibangun 90 km kea rah barat lau (garislurus), di tempat yang dikenal dengan Majapahit. Selama dua abadberikutnya, Singasari-Majapahit menjadi kerajaan yang paling kuatdi Jawa; kini dikenang sebagai kerajaan yang paling jaya di pulau inidi masa sebelum Islam. Namun kerajaan ini merosot padadasawarsa terakhir abad XV M, dan kekalahannya oleh kekuatankekuatanIslam pada tahun 1520-an merupakan tonggak pentingsejarah Jawa pra-modern.Kejatuhan Majapahit menandai dimulainya proses Islamisasidi wilayah timur Jawa yang panjang dan tak merata. Sebagaikomunitas non-Islam, penduduk pegunungan Tengger merupakancalon budak yang baik bagi orang Islam. Antara tahun 1617 dan1650, pasukan Mataram melakukan sejumlah serbuan ke wilayahsekitar gunung Bromo dan gunung Kawi untuk menangkap budak.Para tawanan itu menjadi bagian dari penduduk yang terkenaldengan sebutan ‘gajah mati’ dari Jawa Timur yang dibaawa ke JawaTengah untuk dijadikan pelayan di keratin atau dipekerjakan dihutan. 63 Menurut tradisi lokal, sebagian penduduk bergama Hindumelarikan diri ke Bali yang masih tetap Hindu sampai sekaranag.Sementar itu, sejumlah kecil orang mengasingkan diri kepegunungan Tengger. Menurut legenda, 64dari sekelompok orang63 Robert W. Hefner, ibid., hlm. 57-58.64 Ada berbagai macam versi legenda terbentukinya suku tenggerini. Menurut mitos masyarakat Tengger, tentang suami istri sebagai cikalbakal atau yang pertama menghuni daerah itu, yaitu Roro Anteng, danJoko Seger. Dalam legenda, Rara Anteng merupakan putri seorang rajaKerajaan Majapahit. Karena situasi kerajaan Majapahit yang kacau makaatas saran dan nasihat dari para pini sepuh kerajaan Rara Anteng disuruhmencari tempat yang lebih aman, tenteram dan damai. Kemudian ia danpara punggawa pergi ke daerah Tengger, tepatnya di daerah Pananjakan.Di sana ia diangkat sabagai anak oleh seorang resi yang bernama ResiDadap Putih yang juga berasal dari Majapahit, keduanya hidup bahagia.Sementara itu di Kediri juga dalam keadaan kacau, sebagai akibat darisituasi politik di Majapahit. Jaka Seger putra seorang Brahmanamengasingkan diri ke Desa Keduwung sambil mencari pamannya yangtinggal di dekat Gunung Bromo, yang ternyata di Pananjakan pula. Singkatcerita bertemulah Jaka Seger dan Rara Anteng yang kemudian terjadiperkawinan diantara mereka. Meskipun usia perkawinan mereka sudahsewindu tetapi belum dikaruniai anak. Setelah mereka bersemedi(bertapa) selama enam tahun datanglah sebuah tanda bahwapermohonan mereka akan dikabulkan dengan syarat bahwa anakbungsunya nanti harus dikorbankan ke kawah Gunung Bromo. Setelah itumereka hidup dalam keadaan damai, aman, tenteram, sejahtera dankemudian dikaruniai putra sebanyak 25 orang. Bertahun-tahun kemudianGunung Bromo berguncang dan mengeluarkan semburan api, yangmerupakan tanda bahwa sudah saatnya Rara Anteng dan Jaka Segermenepati janjinya. Namun mereka masih keberatan untuk mengorbankanputra bungsunya yang bernama R Kusuma tersebut. Maka R. Kusumadisembunyikan di daerah Ngadas. Walapun demikian semburan apiGunung Bromo itu sampai juga di tempat persembunyiannya R. Kusuma,


yang akhirnya R. Kusuma tertarik ke kawah Gunung Bromo. Dari kawahtersebut terdengar suara yang ditujukan kepada saudara-saudaranyasupaya hidup rukun. Ia rela sebagai wakil dari saudara-saudaranya danmasyarakat setempat untuk berkorban demi kesejahteraan dankedamaian orang tua dan saudara-saudaranya. Ia juga berpesan bahwasetiap tanggal 14 Kasada minta upeti hasil bumi.Namun menurut penduduk Ngadas yang menjadi ibu dari RadenKusumo bukan Rara Anteng tetapi Dewi Mutrim, adik dari Rara Anteng.Dahulu ada seorang yang bernama Tunggul Wulung yang berasal dariMalang. Dia mempunyai tiga orang anak yaitu Pandu, Rara Anteng danDewi Mutrim. Kemudian Dewi Mutrim dilamar oleh seorang laki-laki tuayang bernama Kyai Bimo. Sebetulnya terjadi penolakan atas lamarantersebut, tetapi untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan atassaran Kyai Hadi Mulyo, Dewi Mutrim menerima lamaran tersebut denganbeberapa syarat. Syarat itu adalah Dewi Mutrim minta dibuatkan laut pasirdari batok (tempurung kelapa) dalam satu malam, akhirnya Kyai Bimomenyanggupi. Pada saat pekerjaan itu hampir selesai Dewi Mutrimmenabuh lesung dan membunyikan suara ayam berkokok yang dibantuoleh murid seorang Kyai Hadi Mulyo. Kyai Bimo kecewa, dan diamenendang tempurung atau batok kelapa tersebut. Batok yang ditendangoleh Kyai bimo tersebut oleh masyarakat setempat diyakini sebagaiGunung Batok, yaitu gunung yang letaknya tidak jauh dari Gunung Bromo.Setelah terbebas dari dari Kyai Bimo, Dewi Mutrim mengabdikan dirikepada Kyai Hadi Mulyo yang menolongnya. Kepada Kyai Hadi Mulyo diamengajukan permintaan diberi anak tetapi tanpa memiliki suami. Setelahbertapa di lautan pasir permintaan itu dikabulkan dengan syarat DewiMutrim harus berjanji untuk mempersembahkan anak yang terakhirnya,yaitu Raden Kusumo ke kawah Gunung Bromo. Itulah awal dari upacarapersembahan yang setiap tanggal 14 Kasada selalu diperingati olehMasyarakat Tengger. Lihat Yayuk Yuliati, Disertasi tentang PerubahanEkologis Dan Strategi Adaptasi Masyarakat Di Wilayah PegununganTengger (Suatu Kajian Gender Dan Lingkungan), Malang , Tahun 2008,hlm. 137.inilah yang merupakan cikal bakal orang Tengger sekarang ataudengan kata lain orang Jawa Tengger, yakni penduduk bukan Islamdi lereng atas. 65Suku Tengger memiliki wilayah adat yang terbagi menjadidua wilayah yaitu Sabrang Kulon (Brang Kulon diwakili oleh DesaTosari Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan )dan Sabrang Wetan(Brang Wetan diwakili oleh Desa Ngadisari,Wanantara,JetakKecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo ). Perwakilan olehDesa T osari dan tiga Desa tersebut mengacu pada ProsesiPembukaan Upacara Karo yang sekaligus membuka JhodangWasiat/Jimat Klontong. yang dimasukkan ke dalam “desa Tengger”adalah desa-desa dalam wilayah 4 kabupaten yang mayoritaspenduduknya beragama Hindu dan masih memegang teguh adatistiadatTengger. Desa-desa yang dimaksud adalah Ngadas, Jetak,Wonotoro, Ngadirejo, dan Ngadisari (Kecamatan Sukapura,Kabupaten Probolinggo), Ledokombo, Pandansari, dan Wonokerso(Kecamatan Sumber, Kabupaten Probolinggo), Tosari, Wonokitri,Sedaeng, Ngadiwono, Podokoyo (Kecamatan Tosari, KabupatenPasuruan), Keduwung (Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan),Ngadas (Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang), danArgosari serta Ranu Pani (Kecamatan Senduro, KabupatenLumajang). 6665 Robert W. Hefner, op.cit., hlm. 14.66 Ayu Sutarto, “Sekilas tentang Masyarakat Tengger”,httpwww.bpsnt-jogja.infobpsntdownloadMASYARAKAT_TENGGER.pdf ,Didownload pada tanggal 20 Agustus 2011.


Wilayah Tengger dapat dikatakan sebagai wilayah yangmasyarakatnya masih tradisional. Sifat-sifat tradisional itu biasanyamengandung unsur-unsur: adanya alam pikiran yang magis-animitis;adanya ikatan individu yang masih kuat; dan adanya rupa-rupalarangan dan rupa-rupa kewajiban yang membawa konsekuensidalam kehidupan sehari-hari. 67Masyarakat Suku Tengger tidak mengenal dualismekepemimpinan, walaupun ada yang namanya Dukun adat. Tetapisecara formal pemerintahan dan adat. Suku Tengger dipimpin olehseorang Kepala Desa (Petinggi yang sekaligus adalah Kepala Adat.Sedangkan Dukun diposisikan sebagai pemimpin ritual/upacaraadat. Proses pemilihan seorang Petinggi ,dilakukan dengan carapemilihan langsung oleh masyarakat, melalui proses pemilihanpetinggi. Sedang untuk pemilihan Dukun ,dilakukan melaluibeberapa tahapan–tahapan (menyangkut diri pribadi calon Dukun)yang pada akhirnya akan diuji melalui ujian Mulunen (ujianpengucapan mantra yang tidak boleh terputus ataupun lupa ) yangwaktunya pada waktu Upacara Kasada bertempat di Poten GunungBromo.Alam pikiran yang magis-animitis itu tercermin dari adanyakepercayaan dan keyakinan masyarakat Tengger terhadap ceritaceritayang terkait dengan nenek moyang mereka. Cerita-cerita(baca: Dongeng) tersebut antara lain67 “Kepemimpinan Masyarkat Tengger”, www.damandiri.or.id/file/mochamahhariadiunairbab6.pdf, Didownload pada tanggal 20 Agustus2011.1. Dongeng Terjadinya Pegunungan di Kawasan TenggerKecantikan dan keluhuran budi Roro Anteng terkenalluas, dianggap sebagai titisan Dewi, sehingga banyakberdatangan orang yang ingin melamarnya. Salah seorangpelamar berwatak raksasa (buta) bernama Kyai Bima, Diaadalah seorang penjahat ulung dan sakti. Roro Anteng tidakdapat menolak begitu saja lamaran itu, maka ia menerimanyadengan syarat, Kyai Bima harus membuatkan lautan di atasgunung dan selesai dalam waktu satu malam. Kyai Bimamenyanggupi persyaratan tersebut dan bekerja keras menggalitanah untuk membuat lautan dengan menggunakan tempurung(bathok) yang bekasnya sekarang menjadi Gunung Batok, danlautan pasir (segara wedhi) terhampar luas di sekitar puncakGunung Bromo. Untuk mengairi lautan dibuatkan sumur raksasayang saat ini bekasnya menjadi kawah Gunung Bromo. Denganrasa cemas Roro Anteng melihat kesaktian Kyai Bima yanghampir dapat menyelesaikan pernyataannya. Roro Anteng mulaigelisah lalu ia berusaha menggagalkan pekerjaan Kyai Bimadengan menumbuk jagung seolah-olah fajar sudah akanmenyingsing, meskipun sebenarnya hari masih malam.Mendengar suara orang menumbuk jagung, ayam-ayambersahutan seakan-akan fajar sudah menyingsing.Mendengarkicauan burung-burung itu Kyai Bima terkejut. Disangkanya fajartelah menyingsing, padahal pekerjaannya belumselesai. Dengan sangat menyesal Kyai Bima meninggalkan


ukit Penanjakan karena merasa tidak mampu menyelesaikanpekerjaannya sebagai syarat pinangannya.Tanda bekas hasil karya Kyai Bima seperti diceritakandalam legenda itu adalah : (1) segara wedhi, berupa hamparanpasir di bawah Gunung Bromo; (2) Gunung Batok, sebuah bukityang terletak di sebelah selatan Gunung Bromo, yang berbentukseperti tempurung yang ditengkurapkan; (3) gundukan tanahyang tersebar di daerah Tengger; yaitu: Gunung Pundak-lembu,Gunung Ringgit, Gunung Lingga, Gunung Gendera, dan lainlain.2. Aji SakaPada zaman dahulu (abad pertama Masehi?), adaseorang pengembara sakti bernama Saka ke bumi Nusantara.Iaadalah seorang anak muda yang baru saja menyelesaikanpelajaran tentang kesusastraan di sebuah padepokan, yangdipimpin oleh seorang Resi. Ia mengembara bersama dua orangmuridnya, yaitu Dora dan Sembada.Perjalanan mereka sangat panjang dan melalui hutanbelantara. Dalam perjalanan mereka sudah singgah di tempattempatsuci dan keramat. Atas pengalamannya itu, merekamenjadi sakti. Akhirnya sampailah mereka di sebuah pulaubernama Majesti. Lingkungan alam pulau itu sangat indah danmembuat mereka terpesona. Karena perjalanan masih panjangdan bawaan mereka cukup berharga dan jumlahnya banyak,maka Saka mengadakan undian untuk menentukan siapa yangharus menjaga barang-barang tersebut. Yang mendapat tugasuntuk menjaga adalah Dora. Sebelum berangkat, Sakameninggalkan sebuah keris yang diberi nama Sarutama,dengan sebuah pesan agar jangan diberikan kepada siapa punkecuali kepada Saka.Saka bersama Sembada meneruskanperjalanan. Akhirnya sampailah mereka di Pulau Jawa. Di pulauini mereka bertemu suami istri yang sudab tua dan tidakmempunyai anak. Saka dan Sembada tinggal bersama merekadan diangkat menjadi anak. Di Medang, tempat mereka tinggal,ada seorang raja raksasa bernama Dewata Cengkar, yangmemiliki kebiasaan buruk, yaitu makan daging manusia setiaphari.Pada suatu hari tibalah giliran bagi orang tua angkatSaka untuk mengirimkan seorang korban. Oleh karena keluargaitu tidak mempunyai anak, maka sang Ibu yang menjadikorban. Saka mendengar berita buruk itu dan ia bersediamenjadi penggantinya. Berangkatlah ia ke Medang untukmenjadi korban, disertai doa oleh kedua orangtua angkatnyaagar dapat mengalahkan Dewata Cengkar.Sesampai di Medang Saka diterima oleh patih dandiantar kepada Dewata Cengkar. Melihat pemuda tampan dancukup sehat itu, Dewata Cengkar sangat senang dan segeraingin memakannya. Sebelum dijadikan korban Saka minta agarkedua orang tua angkatnya diberi tanah seluas ikat kepalanyadan pemberian itu disaksikan oleh rakyatnya. Permintaan itudikabulkan. Maka digelarlah ikat kepala itu di atas tanah,


disaksikan banyak orang. Ikat kepala Saka digelar dengandibuka lipatannya. Ternyata lipatan itu tidak habis-habisnya,sehingga akhirnya sampai di tepi laut selatan. Dewata Cengkarterus tergiring oleh penggelaran ikat kepala itu. Akhirnyasampailah ia pada sebuah tebing, dan terjatuhlah ia ke laut.Sepeninggal Dewata Cengkar, negara Medangdiperintah oleh Saka dengan gelar Aji Saka. Rakyat merasahidup tenteram, aman dan sejahtera. Pada suatu hari Sakaingat pada muridnya yang menjaga keris dan barang-barangberharga miliknya di Pulau Majesti. Ia mengutus Sembada untukmengambil keris dan barang-barangnya itu dan Dora.Sesampai di Pulau Majesti, Sembada bertemu denganDora. Mereka sangat senang dan berbahagia, saling berpelukanuntuk menyatakan rindunya. Kemudian Sembada mengatakanbahwa kedatangannya atas utusan Saka, yang sekarangmenjadi raja di Medang, untuk mengambil keris yang dititipkankepada Dora. Namun Dora menolak memberikannya,sebagaimana pesan Saka bahwa tidak boleh diambil oleh siapapun kecuali oleh Saka sendiri. Keduanya bertengkar dan tidakada yang mengalah untuk menyatakan kebenaran pesan yangditerima.Terjadilah perkelahian antara keduanya untukmemperebutkan pusaka Sarutama. Kedua saling memukulsaling menusuk tanpa mempedulikan rasa sakit. Kedua samakuat dan sama Jayanya, tidak ada yang menang dan tidak adayang kalah. Akhirnya keduanya mati bersama. Anehnya setelahmati Dora roboh ke barat, dan Sembada roboh ke timur. Setelahlama ditunggu dan kedua muridnya tidak datang, maka Aji Sakasendiri menuju ke tempat Dora di Pulau Majesti. Setiba diMajesti diketahuinya bahwa kedua orang utusannya telahmeninggal dengan bekas tusukan pusaka Sarutama. Melihatkenyataan tersebut Prabu Aji Saka tergerak hatinya untukmemperingati pengabdian kedua muridnya dengan menciptakanAksara Jawa, yang berbunyi: HA-NA CA-RA-KA ada utusan DA-TA SA-WA-LA: saling bertengkar PA-DHA JA-YA-NYA : samasamaberjaya (kuat dan sakti) MA-GA BA-THA-NGA : merekamenjadi bangkai.3. Klambi AntrakusumaAda dua orang, bernama mbah Tunggak dan mbahTampa, bertapa di gua Purwana, sebelah timur pedukuhanBaledono. Pada waktu tengah malam mereka melihat sebentukbenda terbang di angkasa. Benda itu diikutinya dan akhirnyaturun di Tunggul Wulung, kurang lebih sejauh 1 km dari Tosarike arah Ngadiwono. Benda itu berhasil dipegang, tetapikemudian lepas dan terbang kembali. Pertapa itu terusmengikutinya sampai akhirnya benda itu turun di CemaraGading, jurusan Kaliteja, dan dipegang kembali. Ternyata bendaitu berupa klambi antakusuma.Pada saat itu terdengar suarayang mengatakan : “aku gelem digawe, ning rumaten singapik” (saya boleh dipakai, tetapi peliharalah baik-baik). Namunsekarang benda itu sudah tidak ada lagi. Konon katanya telahdijual orang-orang dukun Tosari, yang bernama Pak Kamar,kepada orang Belanda. Dan sewaktu meninggal dunia, badan


Pak Kamar hancur membusuk dalam waktu singkat. Selaindisebut sebagai antrakusuma, benda ini kadang-kadang disebutjuga sebagai antakusuma. Istilah antakusuma dipergunakan diwilayah Kabupaten Probolinggo, seperti Ngadas, Ngadisari, danSukapura. Sedangkan istilah antrakusuma dipakai di wilayahKabupaten Pasuruan, seperti di Tosari, Wanakitri, Sedaeng danNgadiwono.Untuk menghormati leluhurnya, masyarakat Tenggermelakukan upacara-upacara adat. Orang Tengger kaya akanupacara adat. Upacara adat yang samapi saat ini masihdiselenggarakan antara lain adalah:1. Upacara KasadaPerayaan Kasada atau hari raya Kasada atauKasodoan yang sekarang disebut Yadnya Kasada, adalah hariraya kurban orang Tengger yang diselenggarakan padatanggal 14, 15, atau 16, bulan Kasada, yakni pada saat bulanpurnama sedang menampakkan wajahnya di lazuardi biru.Hari raya kurban ini merupakan pelaksanaan pesan leluhurorang Tengger yang bernama Raden Kusuma alias KyaiKusuma alias Dewa Kusuma, putra bungsu Rara Anteng danJaka Seger, yang telah merelakan dirinya menjadi kurbandemi kesejahteraan ayah, ibu, serta para saudaranya.Kasodoan merupakan sarana komunikasi antara orangTengger dengan Hyang Widi Wasa dan roh-roh halus yangmenjaga Tengger. Komunikasi itu dilakukan melalui dukunTengger, pewaris aktif tradisi Tengger. Kepergian dukunTengger ke Bromo bukan hanya untuk berdoa, melainkan jugauntuk minta berkah kepada yang menjaga Gunung Bromo.Permintaan itu ditujukan kepada Sang Dewa Kusuma yangdikurbankan (dilabuh) di Kawah Bromo. Selain memintasesuatu, dukun Tengger juga memberi sesuatu, yaitumelaksanakan amanat Raden Kusuma yang diucapkan padamasa lalu yang berbunyi sebagai berikut:2. Upacara Karo“Dulurku sing isih urip ana ngalam donya, ngalampadang, mbesuk aku saben wulan Kasada kirimanabarang samubarang sing ana rupa tuwuh, rupasandhang pangan, saanane sandhang pangan singrika pangan ana ngalam donya, weruh rasane, apasing rika suwun mesti keturutan kekarepane rika, yaketurutan panjaluke rika ya mesti kinabulna.”(“Saudara-saudaraku yang masih hidup di dunia, dialam terang, kelak setiap bulan Kasada, kirimkankepadaku hasil pertanianmu, dan makanan yangkalian makan di dunia, agar aku dapat merasakannya.Keinginanmu dan permintaanmu pasti kukabulkan”).Perayaan Karo atau hari raya Karo orang Tenggeryang jatuh pada bulan ke-2 kalender Tengger (bulan Karo)sangat mirip dengan perayaan Lebaran atau hari raya Fitriyang dirayakan umat Islam. Pada hari berbahagia tersebutorang Tengger saling berkunjung, baik ke rumah sanaksaudara maupun tetangga, untuk memberikan ucapanselamat Karo dan bermaaf-maafan. Perayaan ini berlangsungselama satu sampai dua minggu. Selama waktu itu berpuluhpuluhternak, kebanyakan ayam, kambing, sapi, dan babi


disembelih untuk dinikmati dagingnya. Bagi keluarga yangkurang mampu, pengadaan ternak yang akan disembelihdilakukan secara patungan. Bagi orang Tengger, hari rayaKaro adalah hari yang ditunggu-tunggu. Perayaan yangberlangsung hampir dua minggu tersebut merupakan saatyang penuh suka cita dan pesta pora, seolah-olah orangTengger ingin menebus seluruh kecapekan dan kejenuhankerja seharian penuh di ladang yang telah mereka jalaniselama satu tahun. Seluruh lapisan masyarakatTengger, tuamuda,besar-kecil, Hindu, Kristen, Budha maupun Islammenyatu dalam suka cita perayaan Karo. Hari Raya Karoakan makin meriah apabila hasil panen orang Tengger bagus.Sebagian pewaris aktif tradisi Tengger dengan tegasmengatakan bahwa perayaan dan selamatan Karo merupakanhasil kesepakatan Kanjeng Nabi dan Ajisaka untukmengenang gugurnya dua abdi yang bernama Setya atau Alifdan Satuhu atau Hana, pengikut setia kedua tokoh tersebut.Menurut mereka, makna Karo adalah nylameti wong loro“mengadakan selamatan untuk dua orang”, si Hana dan si Alifatau si Setya dan si Satuhu. Sebagian lagi mengatakanbahwa kisah kesepakatan Kanjeng Nabi dan Ajisaka tersebuthanya kisah yang dibuat-buat.3. Upacara Unan-UnanUpacara ini diselenggarakan sekali dalam sewindu.Sewindu menurut kalender Tengger bukan 8 tahun melainkan5 tahun. Upacara ini dimaksudkan untuk membersihkan desadari gangguan makhluk halus dan menyucikan para arwahyang belum sempurna agar dapat kembali ke alam asal yangsempurna, yaitu Nirwana. Kata unan-unan berasal dari katatuna ‘rugi’, maksudnya upacara ini dapat melengkapikekurangan-kekurangan yang diperbuat selama satu windu.Dalam upacara ini orang Tengger menyembelih kerbausebagai kurban.4. Upacara Entas-EntasUpacara ini dimaksudkan untuk menyucikan roh orangyang telah meninggal dunia pada hari ke-1000 agar supayadapat masuk surga. Biaya upacara ini sangat mahal karenapenyelenggara harus mengadakan selamatan besar-besarandengan menyembelih kerbau. Sebagian daging kerbautersebut dimakan dan sebagian dikurbankan.5. Upacara Pujan MubengUpacara ini diselenggarakan pada bulan kesembilanatau Panglong Kesanga, yakni pada hari kesembilan sesudahbulan purnama. Warga Tengger, tua-muda, besar-kecil,berkeliling desa bersama dukun mereka sambil memukulketipung. Mereka berjalan dari batas desa bagian timurmengelilingi empat penjuru desa. Upacara ini dimaksudkanuntuk membersihkan desa dari gangguan dan bencana.Perjalanan keliling tersebut diakhiri dengan makan bersama dirumah dukun. Makanan yang dihidangkan berasal darisumbangan warga desa.6. Upacara Kelahiran


Upacara ini merupakan rangkaian dari enam macamupacara yang berkait. Pertama, ketika bayi yang beradadalam kandungan telah berumur tujuh bulan, yangbersangkutan mengadakan selamtan nyayut atau upacarasesayut. Maksud upacara adalah agar bayi lahir denganselamat dan lancar. Setelah bayi lahir dengan selamat yangbersangkutan mengadakan upacara sekul brokohan. Ari-aribayi yang mereka sebut batur ‘teman’ disimpan dalamtempurung, kemudian ditaruh di sanggar. Pada hari ketujuhatau kedelapan setelah kelahiran, yang bersangkutanmengadakan upacara cuplak puser, yakni pada saat pusartelah kering dan akan lepas. Upacara ini dimaksudkan untukmenghilangkan kotoran yang masih tersisa di tubuh bayi agarbayi selamat. Pada waktu diberi nama, keluarga bayimengadakan selamatan jenang abang dan jenang putih(bubur merah dan bubur putih yang terbuat dari beras).Maksud dari upacara ini juga untuk memohon keselamtan.Upacara kekerik diadakan setelah bayi berumur 40 hari.Dalam upacara ini lidah bayi “dikerik” dengan daun rumputilalang. Maksud dari upacara ini adalah agar kelak sang anakpandai berbicara. Rangakaian upacara kelahiran yangkeenam adalah upacara among-among, yang dilaksanakansetelah bayi berusia 44 hari. Maksud dari upacara ini adalahagar bayi terbebas dari gangguan roh jahat. Bayi tersebutharus “dilindungi”, yaitu diberi mantra pada waktu ia sudahmampu membalik dirinya (tengkurap).7. Upacara Tugel Kuncung atau Tugel Gombak.Upacara ini diselenggarakan oleh orang Tenggerketika anak mereka berusia 4 tahun. Rambut bagian depananak yang bersangkutan dipotong agar ia senantiasamendapat keselamatan dari Hyang Widhi Wasa.8. Upacara Perkawinan orang TenggerUpacara ini dilaksanakan berdasarkan perhitunganwaktu yang ditentukan oleh dukun yang harus sesuai dengansaptawara atau pancawara kedua calon pengantin. Selainmenggunakan perhitungan saptawara dan pancawara, dukunjuga menggunakan perhitungan nasih berdasarkan sandang(pakaian), pangan (makanan), lara (sakit), dan pati(kematian). Hari perkawinan harus menghindari lara dan pati.Jika terpaksa jatuh pada lara dan pati, harus daidakanupacara ngepras, yaitu membuat sajian yang telah diberimantra oleh dukun dan kemudian dikurbankan. Agar tetapselamat, mereka yang hari perkawinannya jatuh pada lara danpati harus melaksanakan upacara ngepras setiap tahun.Puncak dari upacara perkawinan adalah upacara walagara,yakni akad nikah yang dilaksanakan oleh dukun. Dalamupacara walagara dukun membawa secawan air yang dituangke dalam prasen, diaduk dengan pengaduk yang terbuat darijanur atau daun pisang dan kemudian diberi mantra.Selanjutnya mempelai wanita mencelupkan telunjuk jarinya kedalam air tersebut dan mengusapkannya pada tungku, pintu,


serta tangan para tamu, dengan maksud agar pada tamumemberi doa restu.9. Upacara KematianUpacara ini diselenggarakan secara gotong royong.Para tetangga memberi bantuan perlengkapan dan keperluanuntuk upacara penguburan. Bantuan spontanitas tersebutberupa tenaga, uang, beras, kain kafan, gula, dan lain-lainyang disebut nglawuh. Setelah dimandikan mayat diletakkandi atas balai-balai kemudian dukun memercikkan air suci dariprasen kepada jenazah sambil mengucapkan doa kematian.Sebelum kuburan digali, dukun lebih dulu menyiramkan airdalam bumbung yang telah diberi mantra. Tanah yangtersiram air itulah yang digali untuk liang kubur. Mayat orangTengger dibaringkan dengan kepala membujur ke selatan kearah Gunung Bromo. Petang harinya keluarga yangditinggalkan mengadakan selamatan. Orang yang telahmeninggal tersebut diganti dengan boneka yang disebutbespa, terbuat dari bunga dan dedaunan. Bespa diletakkan diatas balai-balai bersama berbagai macam sajian.10. Upacara BarikanDiadakan setelah terjadi gempa bumi, bencana alam,gerhana, atau peristiwa lain yang mempengaruhi kehidupanorang Tengger. Jika kejadian-kejadian alam tersebut memberipertanda buruk maka lima atau tujuh hari setelah peristiwatersebut orang Tengger mengadakan upacara barikan agardiberi keselamatan dan dapat menolak bahaya (tolaksengkala) yang bakal datang. Sebaliknya apabila kejadiankejadianalam tersebut menurut ramalan berakibat baik,upacara barikan juga diadakan sebagai tanda terima kasihkepada Hyang Maha Agung. Dalam upacara barikan seluruhwarga berkumpul dipimpin oleh kepala desa dan dukunmereka. Biaya upacara barikan ditanggung oleh seluruhwarga desa.11. Upacara LiliwetMerupakan upacara untuk kesejahtaraan keluarga.Upacara ini diadakan di setiap rumah penduduk. Dalamupacara ini dukun memberi mantra seluruh bagian rumahtermasuk pekarangan agar terhindar dari malapetaka. Tempattempat yang diberi mantra adalah dapur, pintu, tamping,sigiran dan empat penjuru pekarangan. Sebelum upacaraliliwet diadakan biasanya orang Tengger tidak memulaimenggarap ladangnya.Kehidupan pada masyarakat Tengger penuh dengankedamaian dan kondisi masyarakatnya sangat aman. Segalamasalah dapat diselesaikan dengan mudah atas perananorang yang berpengaruh pada masyarakat tersebut dengansistem musyawarah. Pelanggaran yang dilakukan cukupdiselesaikan oleh lurah dan biasanya mereka patuh. Apabilacara ini tidak juga menolong, maka si pelaku pelanggaran itucukup disatru (tidak diajak bicara) oleh seluruhpenduduk. Mereka juga sangat patuh dengan segala


peraturan pemerintah yang ada, seperti kewajiban membayakpajak, kerja bakti dan sebagainya.Masyarkat Tengger juga syarat dengan kata-katamutiara (sesanti) sebagai acuan pembentukan sikap, danbiasanya sangat berpengaruh terhadap ciri kepribadianmanusia. Antara lain adalah seperti tersebut di bawah ini: 68a. Dalam adat ada japa mantra dalam agama ada pujamantra;b. Tat twam asi artinya aku adalah engkau dan engkauadalah aku;c. Kalau masih mentah sama adil, kaiau sudah masaic tidakada harga;d. Titi luri artinya meneruskan adat istiadat nenek moyang;e. Mikul dhuwur mendhem jero artinya menghormati orangtua;f. Yen wis ana pasar ilang kumandharige, yen wis anakedhung ilang banyune, yen wis donya iki diaranisagodhong kelor iku wis katene ana rejane jaman, artinyaapabila pasar sudah kehilangan gemanya, apabilakedhung kehilangan airnya, apabila dunia tinggal selebardaun kelor, itu pertanda kesejahteraan sudah mendatang;68 Simanhadi Widyaprakosa, “Mengenal Masyarakat Tengger (3):Sambungan WHD No. 471)”, http://translate.google.com/translate?hl=en&sl=id&tl=en&u=http%3A%2F%2Fwww.parisadaorg%2Findex.php%3Foption%3Dcom_content%26task%3Dview%26id%3D590%26Itemid%3D121&anno=2, Didownloadpada tanggal 20 Agustus 2011.g. Genten kuwat artinya saling membantu.B. Perlindungan Hukum Masyarkat Hukum Adat TenggerDaya tarik Tengger bukan hanya terletak padapemandangan alamnya yang mempesona saja, melainkan jugakekhasan status keagamaan dan adat-istiadatnya. daya tarikTengger bukan hanya terletak pada pemandangan alamnya yangmempesona saja, melainkan juga kekhasan status keagamaan danadat-istiadatnya.Kehidupan masyarakat Tengger sangat dekat dengankeagamaan dan adat- istiadat yang telah diwariskan oleh nenekmoyangnya secara turun-temurun. Isi ajaran yang dianut sangatdekat dengan agama Hindu bercampur Budha dan adat istiadatsetempat. Prasasti batu yang pertama kali ditemukan, berangkatahun 851 Saka (929 M), menyebutkan bahwa sebuah desabernama Walandhit, yang terletak di kawasan pegunungan Tengger,adalah sebuah tempat suci yang dihuni oleh hulun hyang, yakniorang yang menghabiskan hidupnya sebagai abdi dewata. Prasastikedua yang ditemukan, masih dalam abad yang sama, menyatakanbahwa di kawasan ini penduduknya melakukan peribadatan yangberkiblat kepada Gunung Bromo, dan menyembah dewa yangbernama Sang Hyang Swayambuwa, atau yang dalam agama Hindudikenal sebagai Dewa Brahma.Pada tahun 1880 seorang perempuan Tengger menemukansebuah prasasti yang terbuat dari kuningan di daerah penanjakanyang termasuk Desa Wonokitri, Kabupaten Pasuruan. Prasasti ini


erangka tahun 1327 Saka atau 1407 M (1405 M?). Prasasti inimenyebutkan bahwa sebuah desa bernama Walandhit dihuni olehhulun hyang atau abdi dewata, dan tanah di sekitar Walandhitdisebut hila-hila atau suci. Warga desa Walandhit dibebaskan darikewajiban membayar titileman, yakni pajak upacara kenegaraankarena mereka berkewajiban melakukan pemujaan terhadapGunung Bromo, sebuah gunung yang dikeramatkan. Prasastitersebut dihadiahkan oleh Bathara Hyang Wekas in Sukha (HayamWuruk) pada bulan Asada.Nama Walandhit disebut juga oleh Prapanca, seorangpujangga kenamaan dari kerajaan Majapahit dalam KakawinNagarakertagama. Walandhit adalah nama sebuah tempat suciyang sangat dihormati oleh kerajaan Majapahit. Di tempat inibermukim kelompok masyarakat yang beragama Buddha danSaiwa. Kemungkinan besar Walandhit pada waktu itu merupakansalah satu mandala yang dipimpin oleh seorang dewa guru. Dewaguru adalah seorang siddhapandita (pendeta yang sempurnailmunya) yang memimpin sebuah mandala. Sebenarnya mandalaadalah tempat tinggal pendeta di hutan atau di tempat yang sangatjauh dari keramaian, yang biasanya disebut wanasrama. Tempatseperti ini mungkin juga dihuni oleh para resi atau kaum pertapayang hidup mengasingkan diri.Prasasti Walandhit menunjukkan bahwa kawasan Bromo-Tengger-Semeru sudah berpenghuni sejak Kerajaan Majapahitmasih berjaya. Oleh karena itu, adanya keyakinan bahwa nenekmoyang orang Tengger adalah pengungsi dari Majapahit perlu dikajiulang. Ada dua kemungkinan yang perlu dipertimbangkan, pertamameskipun orang Walandhit bukan keturunan Majapahit, kegiatanberagama mereka tidak berbeda jauh atau mungkin sama denganwarga kerajaan Majapahit pada umumnya, yaitu melakukankegiatan-kegiatan keagamaan yang bercorak Hindu-Budha.Kemungkinan kedua, orang Walandhit dengan suka cita menerimapara pengungsi dari Majapahit yang terdesak oleh ekspansiKerajaan Islam Demak, terutama setelah Karsyan Prawira dandaerah sekitarnya berhasil diislamkan oleh tentara Demak padaabad ke-16 M. Para pengungsi dari Majapahit tersebut kemudianmenyatu dan menurunkan orang Tengger yang kita kenal sampaisekarang. Pada waktu itu daerah pedalaman termasuk datarantinggi Tengger, belum sempat direbut oleh tentara Demak.Hubungan antara orang Walandhit dengan agama Hindubukan hanya terlihat dari prasasti kuno yang telah ditemukan, tetapijuga dari naskah-naskah kuno yang ditulis pada zaman Majaphit.Dalam naskah Tantri Kamandaka, misalnya, segara wedhi atau lautpasir digambarkan sebagai jalan lintasan arwah manusia yang harusdisucikan dulu sebelum naik ke kahyangan. Proses penyucianarwah tersebut juga digambarkan dalam mantera upacara entasentas,sebuah upacara adat Tengger. Dalam upacara adat ini apipenyucian dari Dewa Siwa dan Dewi Uma digunakan untukmenyucikan arwah manusia agar sang arwah dapat naik kekahyangan. Sebelum diberangkatkan, sang arwah ditempatkan didalam sebuah kuali maron yang merupakan simbolisasi dari kawahGunung Bromo.


Perhatian dan ketertarikan kepada kekhasan peribadatanorang Walandhit, yang kemudian disebut orang Tengger, bukanhanya terjadi pada zaman Majapahit saja, melainkan juga padazaman penjajahan, dan bahkan sampai pada zaman internetsekarang ini. Tentang sejak kapan komunitas yang tinggal dikawasan Bromo-Tegger-Semeru tersebut disebut orang Tengger,belum ada keterangan yang jelas. Orang Tengger sendiri sekarangbegitu yakin bahwa nama Tengger berasal dari paduan dua sukukata teakhir dari nama nenek moyang mereka, yaitu Rara Anteng(TENG) dan Jaka Seger (GER). Rara Anteng dipercaya sebagaiputri Raja Brawijaya V dari Kerajaan Majapahit dan Jaka Seger,putra seorang brahmana yang bertapa di dataran tinggi Tengger. Disamping itu, orang Tengger juga menegaskan bahwa kata Tenggermengacu kepada pengertian Tengering Budi Luhur (TandaKeluhuran Budi Pekerti).Kehidupan adat masyarakat Tengger tidak lepas dari agamayang mereka anut. Sebelum tahun 1973, masih belum jelas agamayang dianut masyarakat Tengger 69 , kecuali mereka secara patuhmelaksanakan berbagai upacara adat, antara lain: “Upacara69 Awal tahun 1965 adalah masa kebingungan orang Tengger“mencari” agama. Atheis adalah anggapan orang luar pada masa tersebutkepada orang Tengger. Hal ini disebabkan, agama “Buddha Tengger”tidak pernah diakui pemerintah. Sehingga memeluk agama adalah pilihanyang tidak bisa ditawar lagi agar sebutan ateis tidak lagi disandangkanorang Tengger. Lihat Wiwit Mujiastuti, Jk, “Teguh Tegar Hindu Tengger(Synopsis Buku Saya Orang Tengger, Saya Punya Agama, Penulis AyuSutarto), http://saradbali.com/edisi109/pustaka.htm, Didownload padatanggal 20 Agustus 2011.Kasada, Karo, Entas-entas, Unan-unan, dan beberapa upacaralainnya yang bersifat tradisional. Mereka masih belummelaksanakan ibadah agama sebagaimana ditentukan oleh agamaagamabesar.Padahal berdasar bukti-bukti prasasti yang ada di datarantinggi Tengger, menguatkan pernyataan bahwa secara historis danantropologis sejak dahulu sudah beragama, yakni agama Hindu.Sayang pengakuan pemerintah terhadap Hindu minoritas ini padawaktu itu tidak ada.Menurut kepercayaan dari Parisada Jawa Timur,masyarakat Tengger digolongkan pemeluk agama Budha Mahayanadengan surat keputusan No. 00/PHB Jatim/Kept/III/73, tanggal 6Maret 1973. Namun demikian, ditilik dari cara ibadah dan upacarakeagamaannya, agama tersebut kurang menunjukkan tanda sifatke-Budha-annya, kecuali pada setiap mantra yang dimulai dengankata Hong, yang biasanya dipakai oleh masyarakat Tengger sebagaiberikut:Abdi dalem sangep sumpah pandamelan ingkangkapasrahaken, lan andadosaken apisir, nindakakenpenimbangan ingkang kalayan leres, pendamelanpendamelaningkang katekakaken miturut dateng agamiBUDA sarana lisan, inggih punika damel jawab ingkangleres, tampia bra utami boten, kenging dhateng sepintenkemawon.Untuk tetap mempersatukan masyarakat Tengger, padatahun 1973 oleh para sesepuhnya diadakan musyawarah di balaidesa Ngadisari (Probolinggo). Pada kesempatan itu merekamenetapkan diri memeluk agama Hindu dan secara khusus


melestarikan ucapan Hong, seperti terdapat pada setiap permulaanmantra tradisionalnya, sebagai permulaan salam. Salam khususyang disetujui berbunyi Hong ulun basuki langgeng yang berarti:“Semoga Tuhan tetap memberikan keselamatan atau kemakmuranyang kekal abadi kepada kita”.Dengan demikian, secara resmi sejak tahun 1973 masuklahagama Hindu Dharma di wilayah Tengger, dan salam agama HinduOm swasti astu. Dewasa ini telah diajarkan keimanan terhadapTuhan Yang Maha Esa seperti tersebut berikut ini, yaitu : PancaSradha.1) Percaya kepada Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan penciptaalam.2) Percaya adanya Atma (n) yaitu roh leluhur atau rohnya sendiri.3) Percaya adanya karmapala, yaitu hukum sebab-akibat.Kepercayaan pada karma pala ini merupakan inti ajaran agamaHindu maupun agama Budha, bahwa semua perbuatanmanusia itu pasti terikat pada hukum sebab-akibat. Setiapperbuatan pasti ada akibatnya, yang akan dialami oleh manusiabaik sekarang maupun pada hidup yang akan datang.4) Percaya pada punarbawa (reinkarnasi).Kepercayaan ini adalah dan agama Hindu dan Budha, bahwamanusia itu terikat pada hukum hidup berkali-kali sesuaidengandharma hidup sebelumnya.5) Percaya pada moksa (sirna), yaitu bahwa apabila manusia telahmencapai moksa tidak akan terikat kembali padapunarbawa. Mereka akan berada pada tempat kedamaianabadi.Maraknya revitalisasi Hindu tidak sedikitpun mengubahtradisi, adat kebiasaan orang Tengger atau bahkanmendorong orang Tengger untuk mengubah tradisi mereka. AgamaHindu dan tradisi Tengger tetap berjalan berdampingan, bangkitbersama-sama dan saling mengisi. 70Salah satu bukti pendukung yang penting bahwa dahuluhingga saat ini orang Tengger beragama Hindu dapat dilacakdari japa mantra yang masih dipegang teguh hingga sekarang dandigunakan dalam setiap pelaksanaan upacara. Mantra Tenggeradalah doa-doa suci yang digunakan oleh para dukun Tenggerdalam pelaksanaan setiap upacara dan mantra ini diyakinimempunyai kekuatan melindungi masyarakat Tengger dariintervensi atau gangguan dari luar. Selain mantra, keteguhan hatiorang Tengger dalam mempertahankan agama juga tampak padasetiap pelaksanaan upacara adat dan agama yang masih hidup ditengah maraknya perebutan komunitas Hindu Tengger atas duaagama besar.Dari sekian banyak desa-desa di Tengger, hanya DesaNgadas (kidul), Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang yangmemiliki keragaman keagamaan. 71Warga desa ini setidaknya70 Wiwit Mujiastuti, Jk, “Teguh Tegar Hindu Tengger (Sinopsis BukuSaya Orang Tengger, Saya Punya Agama, Penulis Ayu Sutarto), loc.cit.71 Berdasarkan arsip desa, penduduk Desa Ngadas mencapai 1.724jiwa. Sebesar 30% diantaranya menganut ajaran Islam, 10% penganutAgama Hindu, 60% penganut Agama Budha. Namun dari jumlah 60%


memeluk Agama Islam, Hindu, Budha, Katolik, dan Budo Jawa(Tengger) sebagai pegangan hidupnya. 72Walau menganut banyak agama, namun segenap elemenmasyarakat desa memiliki komitmen untuk menjaga adat Tengger.Mereka berkeyakinan dengan taat dan tunduk pada adat Tenggersejatinya tidak bertentangan dengan ajaran agama formalnyamasing-masing.adat Tengger. 73Mereka semua berkomitmen untuk tunduk padaMasyarakat Tengger sampai sekarang mampu menjagaadat mereka yang diturunkan dari nenek moyang mereka darizaman Majapahit. Tokoh kunci langgengnya suku Tengger adalahDukun Tengger. Mereka menyebut dukun sebagai dukun pandita.Dukun dalam masyarakat Tengger tidak sama dengan dukun dalammasyarakat Jawa yang lebih lekat dengan hal-hal supranatural.Dukun di Tengger lebih dekat dengan masalah agama danyang menganut Agama Budha itu, sebagian besar dari mereka adalahpenganut Budo Jawa yang berbeda secara prinsipil dengan AgamaBudha. Lihat “Beragam Agama, Satu Adat”, http://www.simpuldemokrasi.com/dinamika-demokrasi/wacana-demokrasi/2362-beragam-agama-satuadat.html,Didownload pada tanggal 20 Agustus 2011.72 Pemerintah tidak mengakui eksistensi Budo Budo Jawa {Tengger}sebagai sebuah agama sehingga kebudhaan sebagian warga Ngadas(kidul) hanya sebatas administratif. Lihat “Beragam Agama, Satu Adat”,loc.cit.73 Staf pengajar Jurusan Antropologi FISIP Universitas AirlanggaSurabaya Pudjio Santoso yang pernah mengadakan penelitian mengenaimasyarakat Tengger mengatakan bahwa agama yang berlaku di Tenggerdiistilahkan dengan agama tradisional. Lihat ‘Tokoh Kunci LanggengnyaSuku Tengger”, http://www2.kompas.com/ kompascetak/0410/29/tanahair/1353264.htm, didownload pada tanggal 20Agustus 2011.kepercayaan, bukan hal-hal supranatural. Dukun berperan dalamsegala pelaksanaan adat, baik mengenai perkawinan, kematian ataukegiatan-kegiatan lainnya. Dukun sebagai tempat bertanya untukmengatasi kesulitan ataupun berbagai masalahkehidupan. Masyarakat Tengger menempatkan sosok pemimpinritual itu sebagai sosok yang sangat terhormat dan disegani. Bahkanmereka lebih memilih tidak memiliki kepala pemerintahan desadaripada tidak memiliki pemimpin ritual.Sebagai wilayah yang memiliki daya tarik alam tersendiriberikut dengan keunikan adat istiadatnya, maka pemerintahmenetapkan Bromo Tengger Semeru (selanjutnya disebut denganBTS) sebagai taman nasional dan kawasan pelestarian alam. Haltersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 13 dan 14 UU No. 5 Tahun1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati danEkosistemnya. 74BTS merupakan salah satu dari 9 (sembilan)wilayah di Pulau Jawa yang ditetapkan sebagai taman nasional. 75Sebagai Kawasan Taman Nasional, BTS dinilai sebagai kawasanpelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengansistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu74 Indonesia, Undang-undang tentang Konservasi Sumber DayaAlam Hayati dan Ekosistemnya, UU No. 5, LN No. 49 Tahun 1990, TLN.No. 3419.75Kesembilan Taman Nasional di Pulau Jawa tersebut meliputiUjung Kulon, Kepulauan Seribu, Gunng Halimun, Gunung GedePangrango, Karimunjawa, Bromo Tengger Semeru (BTS), Meru Batiri,Baluran, Alas Purwo, Gunung Merapi, Gunung Merbabu, dan GunungCiremai. Lihat “50 Taman Nasional Di Indonesia”,http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_index.htm, didownload pada tanggal 25 Agustus 2011.


pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, danrekreasi.Selain itu, BTS juga termasuk dalam KawasanPelestarian Alam (KPA). Hal ini dikarenakan kawasan ini memilikiciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyaifungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetankeanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatansecara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.Pada tahun 1997, Menteri Kehutanan mengeluarkan SuratKeputusan bernomor 278/Kpts-VI/1997 tertanggal 23 Mei 1997.Keputusan tersebut berisi tentang Penyempurnaan Data PotensiODTWA Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di area seluas50.267,20 Hektar. Menurut surat keputusan tersebut, TamanNasional BTS (TN BTS) selain memiliki potensi obyek wisata alam,juga memiliki potensi obyek wisata budaya. Lebih lanjut lagi menurutsurat keputusan tersebut bahwa ada 8 (delapan) potensi obyekwisata budaya di BTS, yaitu:1. Pure Agung PotenPura Agung Poten yang berada di tengah-tengah lautanpasir ini merupakan salah satu pusat peribadatan umat HinduTengger.2. Gua WidodarenGua Widodaren merupakan salah satu tempat pentingdalam ritual masyarakat Tengger. Pada bagian dalam guaterdapat tempat yang agak luas dan didalamnya terdapat batubesar (sebagai altar) untuk menempatkan sesajian ataumenaruh nadar yang sekaligus sebagai tempat bersemedikhususnya masyarakat Tengger untuk memohon kepada SangHyang Widi. Masih di sekitar gua, tepatnya di bagian sampinggua terdapat sumber air yang tak pernah kering. Menurutkepercayaan masyarakat Tengger air dari sumber tersebutmerupakan air suci yang mutlak diperlukan bagi peribadatanmereka, sebagai contoh adalah upacara pengambilan air sucidari Gua Widodaren (Medhak Tirta) yang dilakukan sebelumUpacara Kasada. Disamping itu air dari gua ini dipercayamasyarakat Tengger berkhasiat dapat membuat awet mudaserta mendekatkan jodoh bagi yang lajang.3. Sumur Pitu/Gua LavaSumur lava ini berada di tengah Kaldera Tenggertepatnya di laut pasir Blok Kutho, dari kejauhan tampak sepertitumpukan bata bekas kerajaan. Masyarakat setempatmenamakan sumur/gua lava ini sebagai Sumur Pitu. SumurPitu/Gua Lava ini terbentuk dari proses geo vulkanik yangmerupakan proses dari letusan Gunung Bromo.4. Pura/Padanyangan Rondo KuningPura kecil atau disebut Pedanyangan ini merupakantempat peribadatan umat Hindu Tengger yang ada di RanuPani. Jika dilihat dari arah utara, pemandangannya sangatbagus, karena lokasinya berada pada tanah yang menjorok kedanau (seperti tanjung). Pure ini dibangun pada tahun 1996 dandirehabilitasi tahun 2001 oleh Pengelola Pura Mandara Giri


Semeru Agung - Senduro bersama-sama dengan umat Hindu diRanu Pani. Pada waktu-waktu tertentu (hari besar umat Hindu)penganut Hindu setempat dan luar kota melakukan ibadah diPure Rondo Kuning. Menurut pengelola/pengurus Pure tersebut(Mandara Giri Semeru Agung), rangkaian upacara ritual Hindudi Ranu Pani berbeda dengan rangkaian upacara di GunungBromo, namun pada upacara besar (Kasada) salah satu lokasipengambilan air suci adalah Ranu Pani.5. Prasasti Ranu KumboloPrasasti ini terletak di tepi danau Ranu Kumbolo.Diduga prasasti ini masih terkait dengan peninggalan KerajaanMajapahit, yang menceritakan perjalanan Mpu Kameswarauntuk mencapai kesucian atau kesempurnaan diri.6. Prasasti ArcopodoArcopodo/recopodo terletak diantara Kalimati danGunung Semeru. Ditempat ini terdapat dua buah arca kembaryang dalam bahasa Jawa dinamakan arcopodo/recopodo.Disamping itu juga terdapat beberapa monumen korbanmeninggal atau hilang pada saat pendakian G. Semeru. Tempatini sering dimanfaatkan pendaki untuk beristirahat sejenaksebelum melanjutkan perjalannya ke puncak Mahameru.7. Pure NgadasDesa Ngadas merupakan enclave TN-BTS yang beradadi Seksi Konservasi Wilayah III tepatnya di Resort Ngadas.Penduduk asli Ngadas adalah suku Tengger yang mayoritasmemeluk agama Hindu. Salah satu tempat peribadatanmasyarakat Tengger di Ngadas adalah Pure Ngadas.8. Vihara NgadasSelain agama Hindu, masyarakat Ngadas juga banyakyang menganut agama lain. Salah satu agama yang dianutmasyarakat setempat adalah agama Budha dengan aliranBudha Kejawen. Vihara ini merupakan tempat beribadahpenganut Budha di Ngadas. Di malam hari dapat didengar lagupujian terhadap sang Budha.Sekitar tahun 2004-2007, Dukuh Seruni di DesaNgadisari, Kecamatan Sukapura, dijadikan rintisan desawisata. 76Di Dukuh Seruni, wisatawan bisa melihat dari dekatgedung rumah adat Tengger, makanan khas nasi aron, kuetradisional kucur dan pasung serta kesenian Jathilan Tengger.Adanya desa wisata ini menambah keragaman tujuankunjungan ke BTS ini.Dengan adanya TN BTS dan potensi obyek wisatabudaya ini, menandakan bahwa pemerintah baru sekedarmengakui bahwa BTS sebagai wilayah yang harus dilindungi76 Menurut Kepala Desa Ngadisari, Supoyo, pembentukan DesaWisata Ngadisari dimulai tahun 2004 silam. Gagasan tersebut dibuatberdasarkan permintaan dari Dinas Budaya dan Pariwisata PermerintahDaerah Kabupaten Probolinggo. Saat itu, infrastruktur seperti akses jalanmenuju ke kawasan Dukuh Seruni, terutama ke Seruni Point masih belumada. Baru pada tahun 2007, infrastruktur jalan dan gedung rumah adatTengger mulai dibangun. Lihat “Dari Seruni Melihat Rumah Adat Tengger”,http://www.kraksaan-online.com/2011/06/dari-seruni-melihat-rumah-adattengger.html,didownload pada tanggal 30 Agustus 2011.


karena keunikan ekosistem alamnya demi kepentinganpenelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,pariwisata, dan rekreasi. Perlindungan pemerintah pusatmaupun daerah terhadap budaya suku tengger baru sebataspada situs budaya nya saja. Secara substantif, belum adainventarisir hukum adat mereka yang diadopsi ke dalam hukumyang dikeluarkan oleh pemerintah daerah (selanjutnya disebutdengan pemda) setempat. 77Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala DesaNgadisari, ditemukan data empiris bahwa masyarakat Tenggerdi desa ini memiliki ketaatan tinggi terhadap pembayaran pajakbumi dan bangunan. 78Hal ini seharusnya menjadi catatantersendiri bagi pemda maupun pemerintah pusat untuk segeramengadopsi aturan adat mereka sehingga mereka taat dalammembayar pajak menyusul kampanye pemerintah pusat untukmenghidupkan kembali semangat membayar pajak untukpembangunan daerah dan nasional.Padahal ketaatan mereka dalam menjalankan peraturandan kebijakan nasional maupun pemerintah daerah, dinilai relatifmemuaskan. Hal ini terlihat dari data statistik tentang PajakBumi dan Bangunan (PBB) yang dikeluarkan oleh Pemerintah77 Hal tersebut sebagaiman terungkap dalam hasil wawancaradengan salah satu staf di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata KabupatenMalang pada tanggal 21 Juli 2011.78 Hal tersebut sebagaiman terungkap dalam hasil wawancaradengan Bapak Supoyo, Kepala Desa Ngadisari pada tanggal 20 Juli2011.Kabupaten Malang. Kecamatan Poncokusomo (sebagai satusatunyakecamatan di Kabupaten Malang yang memiliki desaTengger yaitu Desa Ngadas), berhasil merealisasikan PBB nyasebesar 973,012,940 dari nilai baku sebesar 970,030,856. Iniberarti indeks PBB di Kecamatan ini mencapai 100.31 persen.Secara konstitusional, hukum adat masyarakat Tenggermendapatkan pengakuan dan pengormatan melalui Pasal 18 Bayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945. 79Pengakuan dan penghormatan tersebut diakuidan dihormati sepanjang masih hidup dan sesuai denganNegara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalamundang-undang.C. Pelaksanaan Hukum Adat Tengger Dewasa IniSistem hukum adat di Hindia Belanda menurut Hurgronyedibagi dalam tiga kelompok 80 , yaitu: 1. Hukum Adat mengenai tataNegara; 2. Hukum Adat mengenai warga (hukum pertalian sanak,hukum tanah, hukum perhutangan); dan 3. Hukum Adat mengenai79 Pasal tersebut merupakan hasil perubahan kedua UUD 1945pada tanggal 18 Agustus 2000.80 Istilah Hukum Adat pertama kali diperkenalkan secara ilmiah olehProf. Dr. C Snouck Hurgronje, Kemudian pada tahun 1893, Prof. Dr. C.Snouck Hurgronje dalam bukunya yang berjudul "De Atjehers"menyebutkan istilah hukum adat sebagai "adat recht" (bahasa Belanda)yaitu untuk memberi nama pada satu sistem pengendalian sosial (socialcontrol) yang hidup dalam Masyarakat Indonesia. Istilah ini kemudiandikembangkan secara ilmiah oleh Cornelis van Vollenhoven yang dikenalsebagai pakar Hukum Adat di Hindia Belanda (sebelum menjadiIndonesia).


delik (hukum pidana). Dan, menurut hukum adat, wilayah yangdikenal sebagai Indonesia sekarang ini dapat dibagi menjadibeberapa lingkungan atau lingkaran adat (Adatrechtkringen) 81 .Dalam penelitian yang dilaksanakan sekarang 82 , focus yangdikedepankan adalah hukum adat berkenaan dengan hukumpertalian, hukum tanah, dan hukum perutangan. Karena itupembahasan untuk pelaksanaan hukum adat masyarakat tenggeradalah berkisar dengan perkawinan, waris dan Pertanahan.Untuk mengetahui pelaksanaan hukum adat masyarakattengger dewasa ini, terlebih dahulu akan dikemukakan mengenaiapa sebenarnya perkembangan hukum adat itu? Kemudianbagaimana kedudukan hukum adat pada masyarakat tengger, danbagaimana pelaksanaannya sekarang ini.1. Perkembangan Hukum AdatAda banyak istilah yang dipakai untuk menamai hukumlokal: hukum tradisional, hukum adat, hukum asli, hukum rakyat,81 Seorang pakar Belanda, Cornelis van Vollenhoven adalah yangpertama mencanangkan gagasan seperti ini. Menurutnya daerah diNusantara menurut hukum adat bisa dibagi menjadi 23 lingkungan adatberikut: 1. Aceh, 2. Gayo dan Batak, 3. Nias dan sekitarnya,4.Minangkabau, 4.Mentawai, 5.Sumatra Selatan, 6.Enggano, 7.Melayu,8.Bangka dan Belitung, 9.Kalimantan (Dayak), 10. Sangihe-Talaud,11.Gorontalo. 12.Toraja, 13.Sulawesi Selatan (Bugis/Makassar),14.Maluku Utara, 15.Maluku Ambon, 16.Maluku Tenggara, 17. Papua, 18,Nusa Tenggara dan Timor, 19.Bali dan Lombok, 20.Jawa dan Madura(Jawa Pesisiran), 21.Jawa Mataraman.82 Perkembangan Hukum Adat Jawa Timur, khususnya masyarakatTengger.dan khusus di Indonesia hukum “adat“ 83 . Bagaimana tempat danbagaimana perkembangannya hukum adat dalam masyarakattergantung kesadaran, paradigma hukum, politik hukum danpemahaman para pengembannya- politisi, hakim, pengacara,birokrat dan masyarakat itu sendiri. Hukum ada dan berlakunyatergantung kepada dan berada dalam masyarakat.Bagi penganut Paham Etatis, yang mengklaim negarasebagai satu-satunya secara sentral sebagai sumber produksihukum, maka di luar negara tidak diakui adanya hukum. PahamEtatisme berujud sentralisme hukum, dipengaruhi positivismehukum dan teori hukum murni, maka secara struktural dansistimatik ujud hukum adalah bersumber dan produksi darinegara secara terpusat termasuk organ negara di bawahnya.Paham sentralisme hukum ini menempatkan posisi hukum adattidak memperoleh tempat yang memadahi. Etatis hukum timbulyang didasarkan pada teori modernitas yang memisahkan danmenarik garis tegas antara zaman modern dan zaman pramodern. Zaman modern ditandai adanya sistem hukumnasional, sejak timbulnya senara nasional, sebagai kesatuanyang berlaku dalam seluruh teritorialnya. Paham ini timbul dariwarisan revolusi kaum borjuis dan hegemoni liberal- karenakuatnya liberalisme, sehingga tumbuh apa yang disebutsentralisme hukum (legal centralism), dimaknai hukum sebagai83 Keebet von Benda-Beckmann: Pluraisme Hukum, Sebuah SketsaGenealogis dan Perdebatan Teoritis, dalam: Pluralisme Hukum, SebuahPendekatan Interdisipliner, Ford Fondation, Huma, Jakarta, 2006 hlm. 21.


84hukum negara yang berlaku seragam untuk semua pribadi yangberada di wilayah jurisdiksi negara tersebut. Menurut MaxWeber dikutip David Trubrek dan Satipto Rahardjo,pertumbuhan sistem hukum modern tidak dapat dilepaskan darikemunculan industrialisasi yang kapitalis.yang memberikanrasionalitas dan prediktabilitas dalam kehidupan ekonomi.Hukum modern yang dipakai di mana-mana di dunia sekarangini pada intinya mengabdi dan melayani masyarakat industri-kapitalis 84 .Kaedah hukum negara berada di atas kaedah hukumlain, dan karenanya harus tunduk kepada negara besertalembaga hukum negara. Pemahaman ideologi sentralismehukum, memposisikan hukum adalah sebagai kaedah normatifyang bersifat memaksa, ekslusif, hirarkis, sistimatis, berlakuseragam, serta dapat berlaku; pertama, dari atas ke bawah (topdownwards) di mana keberlakuannya sangat tergantung kepadapenguasa (Bodin: 1576; Hobbes: 1651; Austin: 1832) atau,kedua dari bawah ke atas (bottom upwards) di mana hukumdipahami sebagai suatu lapisan kaedah-kaedah normatif yanghirarkis, dari lapisan yang paling bawah dan meningkat kelapisan-lapisan yang lebih tinggi hingga berhenti di puncaklapisan yang dianggap sebagai kaedah utama (Kelsen: 1949;Hart: 1961). Sistem hukum yang dipengaruhi idiologi ini, seluruhlapisan kaedah normatif ini baru dianggap sah keberlakuannyaSatjipto Rahardjo, Sisi-sisi Lain dari Hukum Di Indoensia,Kompas, 2003, 23, 24.sebagai suatu aturan hukum jika sesuai dengan lapisan (norma,kaedah ) yang di atasnya. Khusus kaedah utama yang berada dipuncak lapisan – disebut grundnorm, yaitu suatu kaedah dasar,nilai dasar yang sudah ada dalam masyarakat, digunakansebagai kaedah pembenar oleh negara dalam mengukurkaedah yang berada di bawahnya. Maka hukum dan penalaranhukum yang berlangsung adalah sebagaimana William Twiningmenyebutnya sebagai proses a finite closed scheme ofpermissible justification. Apa yang merupakan hukum ditentukanoleh legislatif dalam bentuk rumusan yang abstrak untukkemudian melalui proses stufenweise konkretisierung(kongkritisasi secara bertingkat dari atas- ke bawah, HansKelsen), akhirnya hukum yang semula abstrak menjadikongkrit. 85Sentralisme hukum yang juga disebut hukum modern,dicirikan oleh beberapa sarjana: misalnya oleh Marc Galantermenyebut tidak kurang dari 11 karakteristik hukum modern itu.Beberapa di antaranya adalah: (1) hukum itu lebih bersifatteritorial daripada personal, dalam arti penerapannya tidakterikat pada kasta, agama atau ras tertentu; (2) sistemnyadiorganisir secara hirarkhis dan birokratis; (3) sistem jugarasional yang artinya, tehnik-tehniknya dapat dipelajari denganmenggunakan logika dan bahan-bahan hukum yang tersedia85 Satjipto Rahardjo: Penafsiran Hukum Yang Progresif, dalam :Anthon Freddy Susanto,SH,MH: Semiotika Hukum, Dekontruksi TeksMenuju Progresifitras Makna, Efika Aditama, Bandung, hlm. 3.


dan (4) disamping itu hukum dinilai dari sudut kegunaannyasebagai sarana untuk menggarap masyarakat, tidak darikwalitas formalnya; (5) hukum itu bisa diubah-ubah dan bukanmerupakan sesuatu yang keramat – kaku; ekssistensi hukumdikaitkan pada (kedaulatam) negara 86 .Sedangkan Lawrence M. Friedman, yang membagiunsur sistem hukum dalam tiga macam: (1) Struktur, (2)substansi dan (3) kultur, maka hukum modern lebih tepatmenggunakan tolok ukur kultur hukum, maka hukum lebih dilihatdari sudut kegunaan (utilitarian), sehingga ia mencirikan hukummodern sebagai: (1) sekuler dan pragmatis; (2) berorientasipada kepentingan dan merupakan suatu usaha yang dikelolasecara sadar oleh manusia (enterprise); (3) bersifat terbuka danmengandung unsur perubahan yang dilakukan secara sengaja.Sehingga Lawrence M. Friedman lebih dekat denganpendapat David M. Trubek, yang memerinci konsepsi hukummodern sebagai: (1) sistem peraturan-peraturan; (2) berupakarya manusia dan (3) bersifat otonom, artinya merupakanbagian dari negara tetapi sekaligus juga terlepas daripadanya 87 .Pada posisi (sebagai hukum modern- pen) ini hukummemperoleh penyempitan makna, karena hukum semakinmenjadi sesuatu yang otonom, lepas dari realitas dan nilai yangseharusnya sebagai substansi dan pendukungnya. Hal ini86 Satjipto Rahardjo: Modernisasi Dan Perembangan KesadaranHukum Masyarakat, Jurnal Masalah-masalah Hukum, FH Undip, No.1-6Tahun X/ 1980, hlm. 18.87 Ibid, hlm. 19.berakibat pada suatu keadaan hukum telah cacat sejak lahirnya,ini sebagai tragedi hukum.Idiologi sentralisme hukum inilah sebagai ibu kandungpositivisme hukum yang sering disebut hukum modern, padapaham yang paling ekstrim adalah hukum harus dibebaskan –dimurnikan - dari nilai-nilai non hukum (etika, moral, agama),sehingga hukum sebagai bebas nilai (value free), yangdipositipkan dalam bentuk peraturan dan yang bersumberkandari negara dalam bentuk tertulis. Hukum jenis ini dewasa inisangat dominan dan sebagai penopang negara penganutmodern-liberal, bahkan negara ultra-modern-neoliberal, dengandidukung oleh para pengembannya (pendidikan hukum,profesional dengan standarnisasi yang ketat)Sebaliknya yang berlawanan dengan pahamsentralisme hukum adalah paham pluralisme hukum. Pahampluralisme hukum menempatkan sistem hukum yang satuberada sama dengan sistem hukum lain. Menurut SatjiptoRahardjo sejak saat timbulnya hukum modern yang sentral darinegara, maka mulai tergusurnya jenis hukum lain seperti hukumadfat dan kebiasaan lainnya. Kalaupun toh jenis-jenis hukum itumasih berlaku di sana sini, maka itus emua terjadi karena “kebaikan hati” hukum negara ( by the grace of state law) 88 . Adabeberapa tipe pluralisme hukum. Tipe pertama disebut:Pluralisme Relatif (Vanderlinden 1989), Pluralisme Lemah(J.Griffith 1986) atau Puralisme hukum hukum negara88 Satjipto Raharjo, 2003, hlm. 23.


(Woodman 1995:9) menunjuk pada kontruksi hukum yang didalamnya aturan hukum yang dominan memberi ruang, implisitatau eksplisit, bagi jenis hukum lain, misalnya hukum adat atauhukum agama. Hukum negara mengesahkan dan mengakuiadanya hukum lain dan memasukkannya dalam sistem hukumnegara. Tipe kedua, yang disebut : Pluralisme Kuat atauDeskriptif (Griffiths, atau Pluralisme Dalam (Woodman)pluralisme hukum menunjuk situasi yang di dalamnya dua ataulebih sistem hukum hidup berdampingan, dengan masingmasingdasar legitimasi dan keabsahannya 89 . Esmi Warasihdalam pidato pengukuhan beliau sebagai guru besarbahwa;“Penerapan suatu sistem hukum yang tidak berasal atauditumbuhkan dari kandungan masyarakat merupakan masalah,khususnya di negara-negara yang sedang berubah karenaterjadi ketidakcocokan antara nilai-nilai yang menjadipendukung sistem hukum dari negara lain dengan nilai-nilaiyang dihayati oleh anggota masyarakat itu sendiri 90Paradigma pemahaman hukum adat danperkembangannya harus diletakkan pada ruang yang besar,dengan mengkaji secara luas:89 Op cit, hlm. 28.90Eman Suparman, ASAL USUL SERTA LANDASANPENGEMBANGAN ILMU HUKUM INDONESIA (Kekuatan Moral HukumProgresif sebagai das Sollen), Esmi Warassih Pujirahayu,“Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mewujudkan Tujuan Hukum (ProsesPenegakan Hukum dan Persoalan Keadilan)”; Pidato Pengukuhan GuruBesar Fakultas Hukum Undip, Semarang, 14 April 2001.a. Kajian yang tidak lagi melihat sistem hukum suatu negaraberupa hukum negara, namun juga hukum adat hukumagama serta hukum kebiasaan;b. Pemahaman hukum (adat) tidak hanya memahami hukumadat yang dalam berada dalam komunitas tradisionalmasyarakatpedesaan, tetapi juga hukum yang berlakudalam lingkungan masyarakat lingkungan tertentu (hybridlaw atau unnamed law);c. Memahami gejala trans nasional law sebagaimana hukumyang dibuat oleh organisasi multilateral, maka adanyahubungan interdependensi antara hukum internasional,hukum nasional dan hukum lokal.Dengan pemahaman holistik dan intregratif makaperkembangan dan kedudukan hukum adat akan dapatdipahami dengan memadahi.Maka studi hukum adat dalam perkembangan mengkajihukum adat sepanjang perkembanganya di dalam masyarakat,dilakukan secara kritis obyektif analitis, artinya hukum adat akandikaji secara positif dan secara negative. Secara positif artinyahukum adat dilihat sebagai hukum yang bersumber dari alampikiran dan cita-cita masyarakatnya. Secara negatif hukum adatdilihat dari luar, dari hubungannya dengan hukum lain baik yangmenguatkan maupun yang melemahkan dan interaksiperkembangan politik kenegaraan. Perkembangan hukumsecara positif artinya hukum adat akan dilihat pengakuannyadalam masyarakat dalam dokrin, perundang-undangan, dalam


yurisprudensi maupun dalam kehidupan masyarakat sehari hari.Sebaliknya perkembangan secara negative bagaimana hukumadat dikesampingkan dan tergeser atau sama sekali tidakberlaku oleh adanya hukum positif yang direpresentasikan olehNegara baik dalam perundang-undangan maupun dalamputusan pengadilan. Sebagaimana dinyatakan: hukum adatsebenarnya berpautan dengan suatu masyarakat yang masihhidup dalam taraf subsistem, hingga kecocokannya untukkehidupan kota modern mulai dipertanyakan.Hukum adat dalam perkembangannya dewasa inidipengaruhi oleh: Politik hukum yang dianut oleh Negara danmetode pendekatan yang digunakan untuk menemukan hukumadat.Hukum adat dalam tulisan ini dilihat sebagai suatusystem. Sistem sesuai dikemukakan oleh Scholten, disetujuiSoepomo, berpendapat: bahwa tiap hukum merupakan suatusystem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatukebulatan berdasarkan atas kesatuan alam pikiran 91 . Dalamkaitan itu, Sunarjati Hartono, merekomendasikan beberapa haldalam rangka pembentukan dan pengembangan hukumnasional Indonesia dan harus betul-betul mendapatkanperhatian yaitu hal-hal sebagai berikut:a. Hukum Nasional harus merupakan lanjutan (inklusifmodernisasi) dari hukum adat, dengan pengertian bahwa91 Sorjono Soekanto, Masalah Kedudukan dan Peranan HukumAdat, Academica, Jakarta 1979, hlm. 14.hukum nasional itu harus berjiwa Pancasila. Maknanya, jiwadari kelima sila Pancasila harus dapat memenuhi kebutuhanmasyarakat Indonesia di masa sekarang dan sedapatdapatnyajuga di masa yang akan datang;b. Hukum nasional Indonesia bukan hanya akan berkisar padapersoalan pemilihan bagian-bagian antara hukum adat danhukum barat, melainkan harus terdiri atas kaidah-kaidahciptaan yang baru sesuai dengan kebutuhan dalammenyelesaikan persoalan yang baru pula;c. Pembentukan peraturan hukum nasional hendaknyaditentukan secara fungsional. Maksudnya, aturan hukumyang baru itu secara substansial harus benar-benarmemenuhi kebutuhan masyarakat. Selanjutnya, hak ataukewajiban yang hendak diciptakan itu juga sesuai dengantujuan kita untuk mencapai masyarakat yang adil dalamkemakmuran serta makmur dalam keadilan 92 .2. Masyarakat Adat TenggerUntuk mengetahui gambaran umum hukum adatmasyarakat tengger, tentu tidak terlepas dari karakteristikmasyarakat tengger, yaitu gambaran terbentuknya, gambaranagama, dan perubahan-perubahan masyarakat tengger itusendiri.a. Gambaran terbentuknya Masyarakat Tengger92 Dr. Eman Suparman, SH, MH, ASAL USUL SERTA LANDASANPENGEMBANGAN ILMU HUKUM INDONESIA(Kekuatan Moral HukumProgresif sebagai das Sollen


93Suku tengger adalah suku yang tinggal disekitargunung bromo, Jawa Timur yakni menempatati sebagianwilayah kabupaten pasuruan, kabupaten probolinggo, dankabupaten malang. Komunitas suku tengger berkisar antara500 ribu orang yang tersebar di tiga kabupaten tersebut.Etnis yang paling terdekat dengan suku tengger adalahsuku jawa namun terdapat perbedaan yang sangatmenonjol antara keduanya, terutama dari sistemkebudayaannya 93 .1) Asal usul terbentuknya Suku TenggerSuku tengger terbentuk sekitar abad ke sepuluhsaat kerajaan majapahit mengalami kemunduran dansaat Islam mulai menyebar. Pada saat itu kerajaanmajapahit diserang dari berbagai daerah, sehinggabingung mencari tempat pengungsian. Demikian jugadengan dewa-dewa mulai pergi bersemayam di sekitargunung bromo, yaitu dilereng gunung pananjakan, disekitar situ juga tinggal seorang pertapa yang suci.Suatu hari istrinya melahirkan seorang bayi laki-lakiyang tampan, wajahnya bercahaya, menampakankesehatan dan kekuatan yang luar biasa. Untuk itu anaktersebut diberi nama Joko Seger, yang artinya joko yangsehat dan kuat.Lihat : Suku Tengger Jawa Timur dalam :http://tlingus.wordpress.com.Disekitar gunung itu juga lahir bayi perempuantitisan dewa, wajahnya cantik dan elok, waktu dilahirkanbayi itu tidak menangis, diam dan begitu tenang.Sehingga anak tersebut diberi nama Roro Anteng, yangartinya Roro yang tenang dan pendiam. Semakin hariJoko Seger tumbuh menjadi seorang lelaki dewasabegitupun Roro Anteng juga tumbuh menjadi seorangperempuan yang cantik dan baik hati. Roro Anteng telahterpikat pada Joko Seger, namun pada suatu hari iadipinang oleh seorang Raja yang terkenal sakti, kuat,dan jahat. Sehingga ia tidak berani menolaklamarannya. Kemudian Roro Anteng mengajukanpersyaratan pada pelamar itu agar dibuatkan lautan ditengah gunung dalam waktu satu malam. Pelamar itumengerjakan dengan alat sebuah tempurung kelapa(batok kelapa). Dan pekerjaan itu hampir selesai,melihat kenyataan itu hati Roro Anteng gelisah danmemikirkan cara menggagalkannya, Kemudian RoroAnteng mulai menumbuk padi ditengah malam.Sehingga membangunkan ayam-ayam, ayam-ayam punmulai berkokok seolah-olah fajar sudah menyingsing.Raja itu marah karena tidak bisa memenuhi permintaanRoro Anteng tepat pada waktunya. Akhirnya batok yangia gunakan untuk mengeruk pasir tersebut dilemparnyahingga tertelungkup di dekat gunung bromo danberubah menjadi sebuah gunung yang dinamakan


gunung batok. Dengan kegagalan raja tadi akhirnyaRoro Anteng menikah dengan Joko Seger. Danmembangun sebuah pemukiman kemudian memerintahdikawasan tengger tersebut dengan nama PurbowasesaMangkurat Ing Tengger. Yang artinya PenguasaTengger yang budiman. Nama tengger di ambil darigabungan akhir suku kata Roro Anteng dan Joko Seger.Tengger juga berarti moral tinggi, simbol perdamaianabadi.Roro Anteng dan Joko Seger belum jugadikaruniai momongan setelah sekian tahun menikah,maka diputuskan untuk naik kepuncak gunung bromo.Tiba-tiba ada suara gaib menyatakan jika mereka inginmempunyai anak mereka harus bersemedi agar doanya terkabul dengan syarat apabila mendapatkanketurunan anak bungsu harus dikorbankan ke kawahgunung bromo. Akhirnya merekapun mendapatkanketurunan 25 orang putra dan putri. Namun RoroAnteng mengingkari janjinya maka terjadilah gunungbromo menyemburkan api, dan anak bungsunya“Kesuma” dijilat api dan masuk ke kawah gunungbromo, kemudian terdengarlah suara gaib, bahwakesuma telah dikorbankan, dan Hyang Widi telahmenyelamatkan seluruh penduduk, maka pendudukharus hidup tentram damai dengan menyembah HyangWidi, selain penduduk juga di peringatkan bahwa setiapbulan kasada pada hari ke empat belas mengadakansesaji ke kawah gunung bromo, dan kebiasaan tersebutdiikuti sampai sekarang oleh masyarakat tenggerdengan mengadakan upacara yang disebut Kesadasetiap tahunnya.2) Sistem Kebudayaan Suku TenggerMenurut C Kluckhon dalam bukunya categoriesof culture menemukakan sistem kebudayaan yangsecara Universal dimiliki oleh seluruh masyarat didunia,yang unsur-unsurnya meliputi sistem bahasa, sistemkesenian, sistem teknologi, sistem religi, sistemkemasyarakatan, sistem pengetahuan dan sistem matapencarian. Pada masyarakat suku Tengger Unsur-unsurkebudayaan universial itu sebagai berikut :a) Sistem BahasaBahasa yang digunakan oleh suku tengger adalahbahasa jawa tapi dialek yang digunakan berbedayaitu dialek tengger. Dialek tengger dituturkan didaerah gunung bromo termasuk di wilayahpasuruan, probolinggo, malang dan lumanjang.Dialek ini dianggap turunan bahasa kawi, danbanyak mempertahankan kalimat-kalimat kuno yangsudah tidak digunakan dalam bahasa jawa modern.b) Sistem KesenianSeni Tari


Tari yang biasa dipentaskan adalah tari RoroAnteng dan Joko Seger yang dimulai sebelumpembukaan upacara Kasada.Seni bangunanBangunan untuk peribadatan berupa pura disebutpunden, danyam, dan poten. Poten adalahsebidang tanah dilautan pasir sebagai tempatberlangsungnya upacara Kasada 94 .c) Sistem TeknologiSeiring dengan banyak pengaruh yang masukkedalam masyarakat tradisional seperti melaluipariwisata atau teknolgi komunikasi terilah culturualchange dan perubahan kebudayaan sehinggasistem teknologi juga berkembang seperti halnyamasyarakat jawa modern.d) Sistem ReligiAgama yang dianut sebagian besar suku tenggeradalah Hindu, Islam dan Kristen. Masyarakattengger dikenal taat dengan aturan agama Hindu.94 Poten dibagi menjadi tiga mandala atau zone yaitu :• Mandala utama disebut jeroan yaitu tempat pelaksanaanpemujaan yang terdiri dari padma, bedawang, nala, bangunan sekepat,dan kori agung candi bentar.• Mandala madya atau zone tengah, disebut juga jaba tengah yaitutempat persiapan pengiring upacara yang terdiri dari kori agung candibentar bale kentongan, dan Bale Bengong.• Mandala nista atau zone depan, disebut juga jaba sisi yaitu tempatperalhian dari luar kedalam pura yang terdiri dari bangunan candi bentardan bangunan penunjang lainnya.Mereka yakin merupakan keturunan langsung darimajapahit. Gungung brahma (Bromo) dipercayaisebagai gunung suci dengan mengadakan berbagaimacam upacra-upacara yang dipimpin oleh seorangdukun yang sangat dihormati dan disegani.Masyarakat tengger bahkan lebih memilih tidakmempunyai kepala pemerintahan desa dari padatidak memiliki pemimpin ritual. Para dukun panditatidak bisa di jabat oleh sembarang orang, banyakpersyaratan yang harus dipenuhi sebagai perantaradoa-doa mereka. Upacara-upacara yang dilakukanmasyarakat tengger diantaranya:(1) Yahya kasada, Upacara ini ilakukan pada 14bulan kasada, mereka membawa ongkekyang berisi sesaji dari hasil pertanian, ternakdan sebagainya. Lalu dilemparkan kekawahgunung bromo agar mendapatkan berkah dandiberikan keselamatan oleh yang maha kuasa(2) Upacara Karo, Hari raya terbesar masyarakattengger adalah upacara karo atau hari rayakaro. Masyarakat menyambutnya dengansuka cita dengan membeli pakaian baru,perabotan, makan, minuman, melimpah,dengan tujuan mengadakan pemujaanterhadap sang Hyang Widi Wasa.


(3) Upacara Kapat, jatuh pada bulan ke empat,bertujuan untuk memohon brekahkeselamatan serta selamat kiblat, yaitupemujaan terhadap arah mata angin.(4) Upacara kawalu, jatuh pada bulan kedelapan,masyarakat mengirimkan sesaji ke kepaladesa, dengan tujuan untuk kesehatan Bumi,air, api, angin, matahari, bulan dan bintang.(5) Upacara kasanga, jatuh pada bulankesembilan. Masyarakat berkelilling desadengan membunyikan kentongan danmembawa obor tujuannya adalah memohonkeselamatan.(6) Upacara kasada, Jatuh pada saat bulanPurnama (ke dua belas) tahun saka, Upacaraini isebut sebagai upacara kuban.(7) Upacara Unan, Unan, diadakan lima tahunsekali dengan tujuan mengaaanpenghormatan terhadap roh leluhur.e) System PerkawinanSebelum ada Undang-Undang perkawinan banyakanak-anak suku Tengger yang kawin dalam usiabelia, misalnya pada usia 10-14 tahun. Namun,pada masa sekarang hal tersebut sudah banyakberkurang dan pola perkawinannya endogami. Adatperkawinan yang diterapkan oleh suku Tenggertidak berbeda jauh dengan adat perkawinan orangJawa hanya saja yang bertindak sebagai penghuludan wali keluarga adalah dukun Pandita. Adatmenetap setelah menikah adalah neolokal, yaitupasangan suami-istri bertempat tinggal dilingkungan yang baru. Untuk sementara pasanganpengantin berdiam terlebih dahulu dilingkungankerabat istri.f) Sistem KemasyarakatanMasyarakat suku Tengger terdiri atas kelompokkelompokdesa yang masing-masing kelompoktersebut dipimpin oleh tetua. Dan seluruhperkampungan ini dipimpin oleh seorang kepalaadat. Masyarakat suku Tengger amat percaya danmenghormati dukun di wilayah merekadibandingkan pejabat administratif karena dukunsangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakatTengger. Masyarakat Tengger mengangkatmasyarakat lain dari luar masyarakat Tenggersebagai warga kehormatan dan tidak semuanyabisa menjadi warga kehormatan di masyarakatTengger. Masyarakat muslim Tengger biasanyatinggal di desa-desa yang agak bawah sedangkanHindu Tengger tinggal didesa-desa yang ada di


atasnya.Masyarakat tengger menjungjung tingginilai persamaan, demokrasi, dan kehidupanmasyarakat, sosok seorang pemimpin spritualseperti duun lebih disegani dari pada pemimpinadministratif. Masyarakat tengger memunyai hukumsendiri diluar hukum formal yang berlaku alamnegara. Dengan hukum itu mereka sudah bisamengatur an mengendalikan berbagi persoalandalam kehidupan masyarakatnya.g) Sistem PengetahuanSistem Pengetahuan masyarakat tengger padaumumnya masih tradisional, dan masih berorientasipada kebudayan lama, namun karena pengaruhdari luar melalui pariwisata maupun komunikasimaka sistem pengetahuannya sudah mulaimengacu ke sistem pengetahuan yangmodern.Pendidikan pada masyarakat Tenggersudah mulai terlihat dan maju dengan dibangunnyasekolah-sekolah, baik tingkat dasar maupunmenengah disekitar kawasan Tengger. Sumberpengetahuan lain adalah mengenai penggunaanmantra-mantra tertentu oleh masyarakat Tengger.h) Sistem Mata PencarianSistem mata pencarian masyarakat suku tenggerkebanyakan adalah petani dan penambang,tanaman yang diusahakan adalah sayur-sayuransedangakan dalam hal penambangan, yangditambang adalah pasir dan belerang. Pada masakini masyarakat Tengger umumnya hidup sebagaipetani di ladang. Prinsip mereka adalah tidak maumenjual tanah (ladang) mereka pada orang lain.Macam hasil pertaniannya adalah kentang, kubis,wortel, tembakau, dan jagung. Jagung adalahmakanan pokok suku Tengger. Selain bertani, adasebagian masyarakat Tengger yang berprofesimenjadi pemandu wisatawan di Bromo. Salah satucara yang digunakan adalah dengan menawarkankuda yang mereka miliki untuk disewakan kepadawisatawan.b. Agama dan Kepercayaan Masyarakat TenggerSemenjak dulu Masyarakat Adat Tenggermenganut kepercayaan yang bersifat tradisional denganmelakukan berbagai upacara, seperti Upacara Karo,Entas-Entas, Unan-Unan, Perkawinan, Kematian,Pendirian Rumah dan sebagainya. Berbagai upacara itupada hakekanya untuk meminta keselamatan kepadaTuhan Yang Maha Esa. Keselamatan di dunia berkaitandengan memohon keselamatan kelangsungan hidupdalam berumah tangga, bertetangga, menempatirumah, keberhasilan dalam bertani, pembersihan daridosa dan sebagainya. Sedangkan keselamatan akhiratberkaitan dengan terbebasnya dari kesengsaraan dunia


untuk masuk surga atau moksa.Masyarakat Adat Tengger percaya pada dewadewa,salah satu dewa yang mereka sembah adalahDewa Bumi Truka Syang Hyang Dewata Batur. Agamayang dianut oleh Masyarakat Adat Tengger masihbelum jelas. Artinya mereka belum melaksanakanibadah agama sebagaimana ditentukan oleh agamaagamabesar.Meskipun Masyarakat Adat Tengger belummelaksanakan ibadah sebagaimana yang ditentukanoleh agama-agama besar, mereka mempunyaikepercayaan yang tinggi terhadap adanya roh, arwahorang meninggal, makhluk halus yang mereka sebutAdma. Adma mereka personifikasikan sebagai danyang atau penunggu desa. Dalam sistem kepercayaanterhadap danyang, mereka memperlakukannya denganhormat supaya tidak marah. Tempat khusus yangmereka sediakan untuk melakukan penghormatankepada danyang adalah pundhen danyang. Pundhenadalah tempat yang dikeramatkan, macamnya ada duayaitu pundhen danyang, dan pundhen sanggar.Pundhen danyang merupakan tempat untukmenghormati adma, sedangkan pundhen sanggarmerupakan tempat untuk melakukan Upacara Unanunan.Kepercayaan tersebut tercermin pada legendayang berkaitan dengan Gunung Bromo dan GunungSemeru. Kedua tempat itu dianggap sebagai tempatyang suci dalam melaksanakan upacara keagamaan.Tempat suci yang utama adalah laut pasir (SegaraWedhi). Nah, berkaitan dengan sistem kepercayaannyatersebut, Masyarakat Adat Tengger melakukanupacara-upacara, baik upacara yang bersifatkemasyarakatan maupun kepentingan pribadi.Setelah tahun 1973, berdasarkan SuratKeputusan Parisada Hindu Dharma Prop. Jawa Timurtanggal 6 Maret 1973 No. 00/PHD.Jatim/Kept./III/73,ditetapkan bahwa agama yang dianut orang Tenggeradalah Budha Mahayana. Namun demikian, ditilik daricara beribadah dan upacara keagamaannya, agamatersebut kurang menunjukkan adanya tanda ke-Budhaan kecuali pada mantra yang dimulai dengankata Hong, biasa memang dipakai oleh Umat Budha.Walaupun demikian Masyarakat Adat Tengger tetapmenyebut dirinya sebagai pemeluk Agama HinduDharma. Sebagaimana yang dikemukakan oleh BapakMudjono, ketua Parisada Hindu Dharma Probolinggo diTengger 95 .“Upacara-upacara yang kami lakukan lebihmenunjukkan adanya salah satu upacara95 Lihat : Prof. Dr. Simanhadi Widyaprakosa, Mengenal MasyarakatTengger, dalam : http://www.parisada.org/


agama Hindu, seperti Upacara Galungan,Kuningan, Nyepi, Saraswati dan lain-lain.Disamping itu sejumlah mantra yang kamiucapkan pada setiap upacara adat banyakmengandung ajaran agama Hindu. Kamimenyebut Tuhan dengan sebutan Syang HyangWidhi Wasa. Dan kami juga percaya padaSyang Hyang Agung sebagai pencipta alamsemesta, penguasa alam raya, penentu segalakehendak dan perbuatan manusia, dan sebagaipenguasa atas segalanya”Sebagai pedoman kitab agama atau buku suciadalah Primbon. Isi Primbon ini dituliskan di atas daunlontar, sedangkan bahasa yang digunakan adalahBahasa Jawa Kuno dan Bahasa Sansekerta. Kitab initidak bisa dimiliki oleh siapa pun kecuali Dukun ataupemangku adat.Agama Masyarakat Adat Tengger sebenarnyadianggap cenderung kepada agama Budha Mahayana,meskipun bila ditinjau dari cara beribadah dankepercayaannya lebih cenderung pada perpaduanantara Budha, Hindu, dan kepercayaan tradisional.Untuk menghindari perpecahan karena polemik ini,diadakan pertemuan antar sesepuh Masyarakat AdatTengger di Balai Desa Ngadisari untuk mencapai katasepakat tentang agama mereka. Pada saat itudiputuskan bahwa mereka memeluk Agama Hindu dansecara khusus mereka melestarikan ucapan Hongsebagai permulaan salam. Salam khusus yang disetujuiadalah Hong Ulun Basuki Langgeng, artinya SemogaTuhan Tetap Memberkati Keselamatan atauKemakmuran Yang Kekal Abadi Pada Kita.Setelah secara resmi agama Hindu Darmamasuk di Tengger, mereka diajari keimanan padaTuhan Yang Maha Esa, yaitu ajaran Panca Sradha.Ajaran ini adalah percaya kepada :1) Syang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Pencita Alam.2) Adanya Adma(n), yaitu roh leluhur atau rohnyasendiri.3) Adanya karmapala, yaitu hukum sebab akibat 96 .4) Punarbawa (reinkarnasi) 97 .5) Moksa (Sirna), yaitu bila manusia telah mencapaimoksa maka tidak akan terikat pada Punarbawa.Mereka akan berada pada tempat kedamaianabadi.Ajaran keimanan pada Syang Hyang WidhiWasa ini tidak didasarkan pada konsep religius avatarayang berarti percaya akan adanya perwujudan Tuhan.Tetapi mereka tetap percaya bahwa Syang HyangWidhi tidak dapat dilihat secara konkret dan nyata.96 Percaya pada adanya karmapala merupakan inti ajaranAgama Hindu dan Budha yang bermakna bahwa semua perbuatanmanusia pasti terikat pada hukum sebab akibat yang di alami olehmanusia baik sekarang maupun hidup yang akan datang.97 Kepercayaan ini berasal dari agama Hindu dan Budha, bahwamanusia terikat pada hukum hidup berkali-kali sesuai dengan dharmahidup sebelumnya.


Adapun konsep-konsep religi yang mereka anut adalah1) konsep monoisme, yaitu segalanya adalah Tuhan, 2)konsep monoteisme immanent, yaitu Tuhan meliputisegala ciptaannya, 3) konsep Personal God, yaituTuhan dapat berwujud sebagai makhluk hidup sepertidewa.Untuk melaksanakan kegiatan upacarakeagamaan, Masyarakat Adat Tengger mempunyaikalender tersendiri. Satu tahun dibagi dalam dua belasbulan, yaitu Kasa, Karo, Katiga, Kapat, Kalima, Kanem,Kapitu, Kawolu, Kasanga, Kasepuluh, Kadesta, danKasuda. Mengenai hari dalam seminggu menurutMasyarakat Adat Tengger adalah Dite (Minggu), Soma(Senin), Anggara (Selasa), Budha (Rabu), Respati(Kamis), Sukro’ (Jum’at), dan Tumpuk (Sabtu).Sedangkan hari-hari pasarannya adalah Petakan (Legidalam Bahasa Jawa), Abritan (Pahing dalam BahasaJawa), Jene (Pon dalam Bahasa Jawa), Cemengan(Wage dalam Bahasa Jawa), dan Manca Warna (Kliwondalam Bahasa Jawa).c. Perubahan-perubahan Sosial Masyarakat TenggerBeberapa sisi perubahan sosial telah terjadi padamasyarakat Tengger dewasa ini, perubahan-perubahan98tersebut meliputi 98 :1) Dari segi keagamaan masih tidak jelas posisi agamayang dianut masyarakat Tengger, apakah mengikutiagama Hindu, atau Islam. Karena agama Tengger tidaktermaktub dalam kamus resmi agama-agama diIndonesia, maka masyarakat Tengger lalu menjadi obyekrebutan agama-agama resmi. Misalnya pemaksaannama agama dalam KTP, pencatatan data statistik danseterusnya. Agama animismenya sudah mulaiditinggalkan karena masyarakat sudah melihatperubahan sosial melalui televisi dan media massalainnya.2) Dari segi sosial, beberapa pranata, seperti upacaraupcaraadat sudah mulai ditinggalkan oleh generasiLihat : Legenda Ajisaka: Resistensi Gaya Tenggerhttp://www.averroes.or.id. HEFNER (1990) menyatakan segi-segimasyarakat Tengger yang damai, sejahtera tanpa adanya konflik. Namunpenelitian Hefner 20 tahun yang lalu saat ini sudah kurang relevanmengingat perubahan yang sangat drastis dialami oleh pendudukTengger. Proses hinduisasi oleh Parisada Hindu Dharma atau islamisasioleh kelompok-kelompok tertentu, serta pembantaian yang dilakukanrezim kepada warga Tengger yang dikomuniskan merupakan unsur-unsurdendam yang bisa meledak kapanpun. Kaum elit Tengger, dalam berbagaipenelitian, menyatakan bahwa mereka tidak beragama Hindu, begitu pulacukup repot menghadapi proses islamisasi kelompok tertentu. Begitu pulaproses budhaisasi yang memasukkan secara “paksa” orang-orangTengger menjadi penganut Budha Mahayana melalui SK No. 00/PHBJatim/Kept/III/73. Akibatnya tradisi lokal masyarakat Tengger semakinlama semakin tercerabut dan hanyan menjadi cerita sejarah saja.


penerusnya. Mereka yang masih memelihara adattersebut hanya sedikit, itupun dari kalangan tua. Merekayang muda dan berpendidikan umumnya sudah menilaiwarisan leluhur kurang penting. Kaum muda cenderungahistoris.3) Dari segi struktur sosial, masyarakat Tengger tampaknyasering terganggu dengan aturan-aturan formalpemerintah seperti dalam UU Pemerintah Desa yangharus ada “ini” dan “itu”. Karena itulah kendati struktursosial di mana masyarakat Tengger dipimpin oleh dukunturun temurun yang dibuktikan dengan keahliannyamelindungi masyarakat sudah kurang diperhatikan.4) Dari segi ekonomi, terdapat peningkatan yang cukupsignifikan bukan hanya karena di daerah Tenggerterdapat kawasan wisata Gunung Bromo, melainkannjuga karena produktivitas yang meningkat dalampertaniannya, serta adanya usaha-usaha lain. Dikalangan masyarakat kita terdapat asumsi kuat bahwamereka adalah masyarakat yang cukup berada.5) Dari segi budaya dan adat terdapat pergeseran menujuhal-hal yang lebih komersial (generasi muda) di tengahupaya sebagian kecil generasi tua untuk terusmelestarikan warisan leluhurnya.3. Pelaksanaan Hukum Adat Tengger Dewasa IniUntuk mengetahui bagaimana pelaksanaan hukum adatyang ada pada sekarang ini, tim melakukan pemantauan didesa Ngadisari Kecamatan Sukapura. Dalam penelitian ini,Sukapura menjadi kecamatan yang dikunjungi (Camat Sukapurasebagai informan). Dan, Ngadisari adalah desa yang dijadikansampel (Kades Ngadisari sebagai informan) penelitian ini.Sukapura adalah ibukota kecamatan Sukapura, KabupatenProbolinggo, Jawa Timur. Desa yang ada di Sukapura meliputiDesa Jetak, Kedasih, Ngadas, Ngadirejo , Ngadisari, Ngepung,Pakel, Sapikerep, Sariwani, Sukapura , Wonokerto, danWonotoro.Wilayah hukum yang menjadi obyek penelitian adalahberkiras pada masalah keperdataan, yaitu perkawinan dan warisserta pertanahan.a. PerkawinanPada umumnya masyarakat Tengger mempunyaipendirian yang cukup bermoral atas perkawinan. Poligamidan perceraian boleh dikatakan tidak pernah terjadi.Perkawinan di bawah umur juga jarang terjadi. Dalampertunangan (pacangan), lamaran dilakukan oleh orangtuapria. Sebelumnya didahului dengan pertemuan antarakedua calon, atas dasar rasa senang kedua belah pihak.Apabila kedua belah pihak telah sepakat, maka orangtuapihak wanita (sebagai calon) berkunjung ke orangtua pihakpria untuk menanyakan persetujuannya atau notok.Selanjutnya apabila orangtua pihak pria telah menyetujui,diteruskan dengan kunjungan dari pihak orangtua pria untukmenyampaikan ikatan (peningset) dan menentukan hari


perkawinan yang disetujui oleh kedua belah pihak. Sesudahitu barulah upacara perkawinan dilakukan.Sebelum acara perkawinan biasanya telahdimintakan nasihat kepada dukun mengenai kapansebaiknya hari perkawinan itu dilaksanakan. Dukun akanmemberikan saran (menetapkan) hari yang baik dan tepat,‘papan’ tempat pelaksanaan perkawinan, dan sebagainya.Setelah hari untuk upacara perkawinan ditentukan, makadiawali selamatan kecil (dengan sajian bubur merah danbubur putih).Sebagai kelengkapan upacara perkawinan, makapasangan pengantin diarak (upacara ngarak) keliling, diikutioleh empat gadis dan empat jejaka dengan diiringi gamelan.Pada upacara perkawinan pengantin wanita memberikanhadiah bokor tembaga berisi sirih lengkap dengantembakau, rokok dan lain, sedangkan pengantin priamemberikan hadiah berupa sebuah keranjang berisi buahbuahan,beras dan mas kawin.Pada upacara Pasrah pengantin, masing-masingpihak diwakili oleh seorang utusan. Para wakil mengadakanpembicaraan mengenai kewajiban dalam perkawinandengan disaksikan oleh seorang dukun. Pada upacarapernikahan dibuatkan petra (petara: boneka sebagai tempatroh nenek moyang) supaya roh nenek moyangnya bisahadir menyaksikan.Biasanya setelah melakukan perkawinan kemantenpria harus tinggal dirumah (mengikuti) kemanten wanita.b. Hak WarisPada dasarnya masyarakat Tenggermempertahankan hak waris tanah untuk anak keturunanmereka saja. Apabila ada keluarga yang terpaksa menjualhak tanah, diusahakan untuk dibeli oleh keluarga yangterdekat. Pewarisan kepada anak-turunannya ditentukanoleh kerelaan pihak orang tua, bukan atas dasar aturanketat yang dibakukan.c. PertanahanDalam masalah pertanahan Masyarakat tenggermasih mengakui hukum adat mereka dibidang pertanahan,namun demikian atas perintah dan kebijakan kepala desamasyarakat juga mengakui dan menerapkan UU Agraria.Misalnya melakukan pensertifikatan tanah.Keterangan Informan:Berdasarkan informasi yang dikumpulkan dariinforman, yaitu Camat Sukapura, Kepala Desa Ngadisari,dan beberapa warga, Perkawinan yang dilaksanakan olehsuku tengger telah mengikuti aturan seperti yang diaturdalam Undang-undang Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974tentang Perkawinan). Pada masyarakat didaerah sukapura,khususnya di desa Ngadisari, telah ada kebijakan kepaladesa, berupa perkawinan dapat dilaksanakan minimal tamat


sekolah menengah pertama (SMP). Bahkan kebijakanbaruyang dikeluarkan oleh kepala desa Ngadisari adalahminimal tamat SLTA. Konsekuensi dari hal ini adalah desaNgadisari harus menyiapkan sarana pendidikan berupasekolahan setingkat SLTA.Perkawinan yang dilangsungkan oleh masyarakatTengger umumnya bersifat Terbuka dalam arti setiap orangboleh menikah dengan orang lain walaupun mereka bukandari suku Tengger. Dan, bahkan dapat melakukanperkawinan dengan Agama manapun.Semangat toleransi masyarakat Tengger,khususnya yang tinggal di Desa Ngadisari, KecamatanSukapura, Kabupaten Probolinggo. Di desa itu, terdapatbelasan pasangan yang menikah, meski berbedakeyakinan. Misalnya, pria muslim dari luar suku Tenggermenikah dengan wanita Hindu dari suku Tengger. Merekamenetap di Ngadisari. Atas dasar itu pula maka terjadi suatuakulturasi pada masyarakat tengger.Masalah atas perkawinan berupa Perceraian ditengger relatif cukup rendah. Mereka terikat oleh nilai-nilaiadat bahwa perceraian adalah sesuatu yang buruk. Olehkarena itu tingkat perceraian relatif kecil karena masih adahukum adat yang mengikatnya.Hukum Adat Masyarakat Tengger sangat kuat,dengan demikian nilai-nilai hukum perkawinan dan warissampai saat ini tetap terjaga, meskipun demikianmasyarakat hukum adat Tengger bersifat terbuka yakni,mengikuti perkembangan jaman. Hukum adat dan hukumNegara berjalan beriringan, sehingga masyarakat hukumadat Tengger selalu mematuhi hukum-hukum Negara.Keputusan Kepala Desa/Adat 99pada masyarakatTengger di desa Ngadisari merupakan “Hukum” yang harusdipatuhi. Kepala Desa dipilih oleh Masyarakat berdasarkanPeraturan Daerah. Kepala Desa terpilih menjadi kepala adatyang selanjutnya dilantik dan juga melakukan upacarabersih diri. Bentuk hukum adat di Tengger (Desa Ngadisari)adalah Tidak Tertulis.Pelanggaran terhadap hukum adat akan dikenaisanksi sesuai dengan ketentuan adat yang berlaku.Misalnya ada perempuan Hamil diluar nikah, maka orangyang hamil itu dikenakan sanksi berupa “bersih desa”berupa selamatan bersih desa.Tata cara yang dilakukan adalah : Kedua keluargadikumpulkan untuk dilakukan sebuah kesepakatan, apabilasepakat maka dilakukan akad sesuai dengan UU no. 1Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pertanggungjawabanlainnya adalah bersih desa.Berkaitan dengan adanya pergaulan dalammasyarakat tengger yang seringkali menimbulkan konflik,99 Di Ngadisari Kepala Desa merangkap sebagai Kepala Adat. (hasilwawancara dengan Kepala Desa Ngadisari, tgl 20 Juli 2011.


maka dalam hal terjadi konflik, penyelesaian yang utamadilakukan secara musyawarah.Pada masyarakat tengger, tingkat kepatuhandiwujudkan melalui kepatuhan kepada Tuhan, KepatuhanKepada Negara, Kepatuhan kepada pimpinan adat, dankepatuhan kepada orang tua. Oleh karena itu setiapkebijakan yang dikeluarkan oleh Adat maupun Negaraselalu dipatuhi oleh mereka."Sistem kekerabatan yang ada pada suku Tenggeryang bisa menjaga perbedaan itu," kata Supoyo, kepaladesa Ngadisari. Menurut dia, suku Tengger punya prinsipmengayomi siapa saja. Dengan demikian, sebagai orangTengger, mereka dituntut melestarikan adat istiadat danbudaya tanpa melihat latar belakang agama.Berkenaan dengan Penataan Ruang danPertanahan, dengan kesadaraan yang tinggi masyarakatTengger sudah mengikuti peraturan di bidang penataanruang sepertu UU pemanfaatan dan pengelolaan SumberDaya Alam, UU Kehutanan, UU Agraria dan sebagainyayang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan.4. PenutupBerdasarkan literatur yang kami kumpulkan dan hasildiskusi dengan masyarakat di daerah Tengger (CamatSukapura, Kades Ngadisari, dan beberapa masyarakat), dapatditarik suatu kesimpulan berikut :a. Hukum sesungguhnya merupakan aturan yang tidak lepasdari sistem perundang-undangan yang membatasimasyarakat dalam menjalankan kewajiban berinteraksisehari-hari.b. Semua hukum bersumber dari komitmen bersama yangdibuat dengan tujuan yang sama yang dikumpulkan melaluinorma dan hukum. Dan, hukum dapat berubah sesuaidengan perkembangan zaman.c. Nilai-nilai hukum adat tidak pernah berubah, walau waktuterus berjalan. Untuk nilai-nilai yang dianggap baik danditerima secara universal, maka nilai-nilai tersebut dapatdiangkat dan diresepsi menjadi hukum nasional.d. Perubahan-perubahan masyarakat pada daerah tertentutermasuk masyarakat tengger akan mempengaruhipemikiran-pemikiran terhadap hukum adatnya. Perubahanyang ada pada masyarakat adat tengger secara umumdipengaruhi oleh factor pendidikan dan pergaulanmasyarakat tengger yang semakin meluas (pendatang, baikturis maupun warga lain yang berada disekitar KecamatanSukapura).e. Berdasarkan pergaulan masyarakat dan pendidikan yangada di masyarakat tengger, nilai-nilai yang dianggap baiksampai saat ini tetap dipelihara dan dapat dijadikan sebagaikearifan local .


D. Hukum Adat Masyarakat Tengger Dalam Tata Hukum diIndonesiaMasyarakat Tengger adalah masyarakat tradisional yang inidapat diidentifikasikan melalui pandangan bahwa segalakegiatannya itu dianggap baik apabila sesuai norma-norma yangtelah diwariskan oleh nenek moyang secara turun menurun.Pada dasarnya tata hukum sama dengan sistem hukum suatucara atau sistem dan susunan yang membentuk keberlakukan suatuhukum disuatu wilayah tertentu dan pada waktu tertentu. (RidwanHalim)Tata hukum suatu negara (ius constitutum = hukum positif)adalah tata hukum yang diterapkan atau disahkan oleh negara itu.Dalam kaitannya di Indonesia, yang ditata itu adalah hukum positifyang berlaku di Indonesia.Hukum yang sedang berlaku artinya apabila ketentuanketentuanhukum itu dilanggar maka bagi si pelanggar akandikenakan sanksi yang datangnya dari badan atau lembagaberwenang.Dengan demikian dapat disimpulkan tata hukum Indonesiaadalah hukum (peraturan-peraturan hukum) yang sekarang berlakudi Indonesia (Prof. Soediman Kartihadiprojo, SH).Dengan kata lain Tata Hukum Indonesia itu menata,menyusun, mengatur tertib kehidupan masyarakat Indonesia. TataHukum Indonesia diterapkan oleh masyarakat hukum Indonesia(Negara Republik Indonesia).Berkaitan dengan ini pula maka Sikap hidup tradisionalMasyarakat ini juga membawa akibat dalam pola pikir, pola sikapdan pola tindak masyarakat Tengger. Pola demikan ini pula yangmenentukan nilai-nilai untuk mengukur siapa-siapa yang pantas jadipetinggi atau pimpinan. Petinggi di daerah masyarakat Tenggertidak lepas dari pimpinan informal, karena petinngi sebagai pejabattertinggi di tingkat desa haruslah diakui keabsahannya olehmasyarakat Tengger dengan melalui nilai-nilai tradisional yangmasih berlaku. Oleh sebab itu peranan petinggi di Desa masyarakatTengger memiliki peranan ganda. Di satu sisi sebagai petinggipimpinan formal harus tunduk dan patuh terhadap peraturanperaturanyang ditetapkan oleh pemerintah. Disisi yang lain, petinggiharus memenuhi aturan dan norma-norma yang berlaku padamasyarakat. Sedangkan bentuk kepemimpinan yang kedua dimasyarakat Tengger adalah kepemimpinan tradisional. Artinyasuatu bentuk kepemimpinan yang keabsahannya diakui olehmasyarakat karena sifat-sifat ketradisionalan yang disandang olehpimpinan tersebut. Di Tengger kepemimpinan semacam itu disebutDukun.Sehingga petinggi di Desa Ngadisari (Petinngi Tengger)adalah seseorang yang ditugasi untuk dapat menjembatanihubungan anatara masyarakat tengger dengan kepala desa yangmenjadi kepanjangan pemerintah pusat. Sehubungan dengan itu,maka UU No 22 Tahun 2009 juga berlaku di Tengger dalammenentukan atas hak dan kuasa untuk mengatur dan mengurusrumah tangganya sendiri.


Konsep kekuasan dan kewenangan yang diberikan olehNegara Kesatuan Republik Indonesia saat ini menyebabkan yangditunjuk sebagai pucuk pimpinan ditingkat desa dijabat oleh seorangkepala desa (petinggi), sehingga kekuasaan dan kewenangantradisional yang dijabat oleh dukun tergeser oleh jabatan baru yaitupetinggi. Namun demikan sebagai daerah yang memegang teguhadat istiadat dan ajaran agamanya, dukun sebagai pimpinantradisional, jabatannya dimasukkan dalam struktur organisasi desa,sehingga dukun sebagai pimpinan tidak lagi mencakup seluruhkehidupan dan tergeser pada bidang keagamaan. Hal semacam inimengakibatkan kepemimpinan tradisional masyarakat Tengger yangberpusat pada dukun tergeser oleh arus transisi.Petinggi sebagai pimpinan tertinggi di tingkat desa,sedangkan dukun hanya mencakup adat istiadat dan keagamaanmasyarakat tengger maupun para dukun tidak melakukan usulanatau keberatan tentang keberadaanya kepada Negara KesatuanRepublik Indonesia agar pucuk pimpinan desa-desa Tenggerdikembalikan pada para dukun sebagaimana keadaan sebelumnya.Keadaan ini sudah menjadi kesadaran warga Tengger terutamapara dukun, bahwa apa yang dijabatnya adalah suatu perjalanansejarah kepemimpinan Tengger. Nampak bahwa MasyarakatTengger masih menjunjung tinggi masalah norma, aturan atau nilaiyang berupa adat istiadat dan ajaran agama Hindu. Hal itudiperlihatkan dari pola pelapisan masyarakat Tengger, bahwaseorang pimpinan agama atau dukun menduduki peringkat palingatas, kemudian disusul wong sepuh dan legen, pemilik tanah yangluas atau secara ekonomi tergolong kaya, barulah wong Tenggersecara umum. Sementara itu, ikatan-ikatan sosial masyarakatTengger menunjukan bahwa mereka mempunyai hubungankekerabatan yang sangat erat dan kuat.Dalam kehidupan sehari-hari, perilaku dan tindakanmasyarakat Suku Tengger Desa Wonokitri diatur oleh ketentuanadat berupa aturan-aturan adat dan hukum adat yang berfungsisebagai sistem pengendalian sosial dalam masyarakat. Hal iniseperti yang diungkapkan Salvina (2003:91-92) bahwa ada sebuahsistem pengendalian sosial yang disepakati dan dijagakelestariannya oleh masyarakat Tengger, yaitu adanya hukum adatuntuk mencegah timbulnya ketegangan sosial yang terjadi dalammasyarakat.Aturan-aturan adat yang harus ditaati masyarakat SukuTengger Desa Wonokitri antara lain:1. Tidak boleh menyakiti atau membunuh binatang (kecuali untukkorban dan dimakan);2. Tidak boleh mencuri;3. Tidak boleh melakukan perbuatan jahat;4. Tidak boleh berdusta; dan5. Tidak boleh minum minuman yang memabukkan.Fungsi hukum adat sebagai sistem pengendalian sosial dalammasyarakat adalah:1. Memberikan keyakinan pada anggota masyarakat tentangkebaikan adat-istiadat Tengger yang berlaku;


2. Memberi ganjaran pada anggota masyarakat yang tidak pernahmelakukan kejahatan;3. Mengembangkan rasa malu; dan4. Mengembangkan rasa takut dalam jiwa anggota masyarakatyang hendak menyimpang dari ketentuan adat.Pada kehidupan masyarakat Suku Tengger Desa Wonokitriterdapat konsep yang menjadi landasan sikap hidup masyarakatyaitu konsep anteng-seger (Tengger) yang berarti damai danmakmur. Selain itu, juga terdapat konsep yang mendasari hubungantiga arah yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, hubunganmanusia dengan manusia, dan hubungan manusia denganlingkungan alam (tryadic relationship) berdasarkan hasil penelitianSukari et al. (2004:47-51) sebagai berikut: 1. Konsep Tri Sandya,konsep karma pahala, dan hukum tumimbal lahir mengaturhubungan manusia dengan Tuhan. Konsep Tri Sandya diaplikasikandengan melakukan sembahyang tiga kali sehari (pagi, sore, malam).Konsep karma pahala menyatakan bahwa hidup atau nasibmanusia tergantung dari pahalanya, sedangkan hukum tumimballahir adalah hukum hidup yang harus dipatuhi, berbunyi ”Sapanandur kebecikan bakal ngundhuh kabecikan. Sapa nandur barangora becik bakal ngundhuh kacilaka”; 2. Sikap hidup sesanti pancasetia, guyub rukun, sanjan-sinanjan (saling mengunjungi), sayan(gotong royong, saling bantu membantu) yang didasari semboyan“sepi ing pamrih, rame ing gawe”, dan genten kuat (saling tolongmenolong) merupakan dasar ketentuan yang mengatur hubunganmanusia dengan manusia; dan 3. Sikap hidup yang menganggaplingkungan alam (air,tanah,hutan,tegalan) sebagai sumberepanguripan mengatur hubungan manusia dengan lingkungan alam.Selain itu masih terdapat kepercayaan bahwa tanah ataupekarangan “angker” sehingga muncul sikap tidak bolehsembarangan menebang pohon, kecuali kalau pohon itumengganggu lingkungan. Hubungan manusia dengan alamdiwujudkan dalam suatu slogan yang berbunyi “tebang satu tanamdua”, artinya jika masyarakat menebang satu pohon, maka dia harusmenanam minimal dua pohon yang jenisnya sama.E. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perubahan danPerkembangan Hukum Masyarakat Suku TenggerMasyarakat Tengger merupakan salah satu bentuk ataujenis masyarakat Adat di Indonesia yang menurut Sensus Nasionaltahun 2000 saat ini di Indonesia terdapat 1072 jenis masyarakatAdat sehingga Indonesia dapat disebut sebagai Negara “MegaCulture Divercity” karena banyaknya suku, etnis atau masyarakatAdat.Disebut masyarakat Adat Tengger karena dari faktorsejarah telah menunjukkan terdapatnya kesatuan:- Manusia (rakyat) yang teratur- Menetap di suatu daerah tertentu dalam kesatuan wilayah- Mempunyai penguasa (pimpinan) dalam komunitasnya- Mempunyai haknya baik berujud maupun tidak berujud- Memiliki nilai dan religi yang diyakini.


Yaitu masyarakat Adat Tengger yang sampai saat ini jumlahnya +600 orang dan mendiami wilayah di sekitar lereng tengger yangterletak di Desa Sendiro (Lumajang), Desa Ngadisari (Probolinggo),Desa Tosari (Pasuruan), dan Desa Ngadas (Malang).Pluralisme masyarakat Indonesia telah membuktikan sedemikianbesarnya jumlah masyarakat Adat. Apabila pada masa Kolonialismetelah diketemukannya 19 wilayah Hukum Adat (Adatrechtbingen),oleh Prof. Mr. Van Vollen Hoven, dan dimana hal tersebut juga telahdikukuhkan dalam Penjelasan Pasal 18 angka 11 UUD 1945(sebelum Amandemen) oleh para pendiri Negara kita yangmenyatakan bahwa:“Dalam Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250Selfbesturende Lanschappen dan Volks gemeenschappenseperti desa di Jawa dan Bali, nagari di Minangkabau, dusundan marga di Pelambang dan sebagainya...”Dari penjelasan tersebut menunjukkan terdapatnya pluralismmasyarakat hukum adat dengan hak-hak tradisionalnya yangmemerlukan pengaturan lebih lanjut mengenai hal-hal tersebut,dalam rangka memberikan pengakuan serta perlindungan terhadapmereka.Keberadaan masyarakat Tengger seperti masyarakat hukum Adatlain di Indonesia masih saja termarjinalkan, bahkan pengakuanterhadap hukum Adat beserta hak-hak masyarakat hukum Adatnyasecara yuridis cenderung bersifat ambivalen yaitu di satu sisimemberikan pengakuannya namun di sisi lain eksistensi masyarakathukum Adat yang merupakan konteks sosio cultural lahirnya hukumadat tersebut dibebani berbagai kondisionalitas, yang cepat ataulambat membuka peluang untuk dinaifkan masyarakat hukum Adattersebut (Saafroeddin Bahar, 2008:7).1. Faktor yuridis / politisEksistensi masyarakat adat Indonesia secara umum telahmendapatkan pengakuannya secara konstitusi demikian pulahalnya dengan eksistensi masyarakat Adat Tengger.Pengakuan tersebut telah dituangkan dalam konstitusi yaituUUD Tahun 1945 baik setelah Amandemen maupun sesudahamandeman UUD 1945, di mana pada Amandemen ke IV(tahun 2000) menambahkan dua pasal tentang masyarakatHUKUM ADAT.Pasal 18 B ayat (2):“negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuanmasyarakat Hukum Adat baik hak-hak tradisionalnya sepanjangmasih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat danprinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia diatur oleh UU”.Pasal 28 I ayat (3):“identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormatiselama dengan perkembangan zaman dan peradaban”.Penjabaran mengenai pengakuan dan penghormatan terhadapkesatuan-kesatuan masyarakat Hukum Adat, dituangkan antaralain dalam pasal dan ayat (g) Undang Undang No. 32 Tahun2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang memberikan otonomikepada Pemerintah Daerah. Pada prinsipnya pelaksanaanotonomi daerah adalah memberikan desentralisasi dan


dekosentrasi. Untuk melakukan pengaturan dan pengkondisiansendiri aspirasi yang berkembang di daerahnya, supaya tidakbertentangan dengan peraturan perundang-undangan nasional(Husein Alting, 2002:39)Dengan demikian masyarakat Adat Tengger berhak pula untukmembuat peraturan sendiri di bidang perkawinan, waris, danpertanahan pada khususnya sesuai dengan kondisi masyarakatsetempat. Dimana pada kenyataannya perlakuan hukum yangbersifat nasional pada masyarakat Tengger. Seolah telahmelakukan pengingkaran (inkonsistensi) terhadap asas, nilai,atau system kearsifan lokal masyarakat Adat Tengger yangselama ini telah diyakini dan dilakukan sesuai dengan ajarannenek moyangnya sehingga melahirkan konflik hukum dalampengelaan tanah, sumber daya alam dan sumber dayapertanian.Hal-hal tersebut di atas apabila dikaitkan dengan pengaturanhak-hak asasi manusia juga sangat bertentangan.Penghormatan dan pengakuan eksistensi hukum adalah dalamharta ulayat sebagai hak asasi manusia, serta identitas budayadan hak masyarakat tradisional selaras dengan perkembanganzaman dan peradaban (Moh. Koesnoe, 1974:102).Seperti yang terdapat dalam pasal 6 UU No. 39 tahun 1999tentang HAM1. Dalam rangka penegakan HAM, perbedaan dankebutuhan dalam masyarakat Hukum Adat harusdiperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat danpemerintah.2. Identitas budaya masyarakat hukum adat termasuk HakAtas Tanah Ulayat dilindungi selaras denganperkembangan zaman.Penegasan hukum Adat beserta hak-hak atas tanah ulayat padamasyarakat adat sebagai hak dasar (asasi) tersebut merupakansuatu kemajuan yang tentunya, tidak saja dalam pengaturantapi juga dalam implementasi.2. Faktor Ekonomi Dan Budaya Masyarakat TenggerBagi masyarakat Adat Tengger yang sudah secaraturun-temurun mendiami wilayah disekitar gunung Bromo JawaTimur, sampai saat ini masih nampak eksistensi masyarakatadatnya. Dimana mereka secara turun temurun masih konsistenmelakukan kegiatan-kegiatannya untuk menunjang ekonomimasyarakat adat Tengger yaitu dengan menyampaikan tanahtanahmereka dengan mendasarkan kepada kearsipan lokalyang mereka peroleh sejak nenek moyang, sehingga untuk ituperlindungan yang memadai dari pemerintah sangat diperlukanterhadap hak-hak atas tanah atau sumber daya alam di wilayahmasyarakat adat Tengger, karena masyarakat Tenggermempunyai keterkaitan yang tinggi dengan alam lingkungannya.Pada masyarakat Adat Tengger terdapat norma-normaAdat yang mengatur bagaimana hutan, ladang, pertanian dan


sumber daya air dikelola, dengan melakukan ritual-ritual yangdilakukan terkait pembukaan dan pemanfaatan tanah-tanahpertanian sejak masih menanam padi (upacara keliwet) sampaipanen (upacara jopomantera) masih konsisten mereka jalankan.Masyarakat Adat Tengger menggarap lahan pertanian merekadengan model terasseringvertical (gegulut) sesuai denganajaran turun temurun nenek moyang. Namun demikian saaat initerjadi konflik yang terjadi antara norma-norma adat yang telahlama mereka kukuhi dalam pengelolaan sumber daya alamberhadapan dengan hukum Negara, baik yang berasal daripemerintah pusat maupun daerah dimana dianggap modelpertanian masyarakat Adat Tengger tersebut mengakibatkantanah mudah longsor dan merusak kesuburan tanah (RachmatSafaat: 525).3. Faktor SosialDemikian juga di bidang sosial, masyarakat Adat masihmenunjukkan eksistensinya dengan tetap mempunyaiorganisasi sediri yang dipimpin oleh Ketua Adat dan pembantupembantunyadi samping Kepala Desa (Pemerintah) danmempunyai norma sendiri dalam menjalankan hidupnya disamping dalam pergaulan sehari-hari mereka mempunyaibahasa jawa Kawi yang agak berbeda dengan bahasa JawaModern pada umumnya.Ajaran yang dianut sebagian besar masyarakat AdatTengger adalah agama Budha Mahayana, yang merupakanperpaduan antara (Hindu dan Budha) dan Hindu, sertakepercayaan. Mereka masih sangat taat dengan ajaran-ajaranagama Hindu karena mereka meyakini merupakan keturunanlangsung dari Majapahit. Dalam memohon keselamatan kepadayang Maha Kuasa masyarakat Adat Tengger melakukanberbagai upacara yang masih tetap dijalankan sampai saat iniseperti upacara Kasodo (Hari Raya Kurban), Karo (Hari Raya),dan lain-lain.Dari segi komersial pelaksanaan upacara dalamkehidupan alam sekitar gunung Bromo juga mempunyai nilaiekonomi yang secara tidak langsung juga sangat menunjangeksistensi masyarakat Adat Tengger, karena tidak hanyamengundang wisatawan lokal tetapi juga wisatawanmancanegara. Demikian pula sejak ditetapkannya daerahTengger pada tahun 1982 sebagai daerah penyangga TamanNasional Bromo – Tengger – Semeru, sebagian kawasantersebut akan dilestarikan dan dikembangkan berbagai macamtumbuhan penyangga sebagai bufferzone untuk melestarikanalam.Perkawinan Masyarakat Tengger, dilakukan dengandidasarkan pada falsafah-falsafah masyarakat tengger yangsesuai dengan ajaran-ajaran tentang sikap hidup masyarakatseperti yang terkandung dalam Sesanti Pancasetia (ajaranajarantentang kesetiaan), Sesanti tentang watak (sikap-sikapyang baik). Oleh karena itu dalam masyarakat tengger jarangterjadi perceraian. Sikap toleransi juga tercermin pada sikap


orang tua yang memberikan kebebasan bagi anak-anaknyauntuk memilih pasangan masing-masing.Sikap Toleransi masyarakat Tengger juga dilakukanterhadap sesama umat muslim, agama, kebudayaan, adatkebiasaan sehingga dilemma perkawinan bukanlah masalahwalaupun dasar agamanya berbeda. Hal tersebut merupakankeistimewaan masyarakat Tengger dibandingkan dengandaerah adat lainnya di Indonesia.Proses pernikahan diawali dengan lamaran dan masapertunangan. Pertunangan adalah janji, pengingkaran janjimerupakan perbuatan penghinaan, namun demikian ada jugapertunangan yang harus dibatalkan apabila terdapat hubungankeluarga yang berdasarkan garis lurus ke atas (DadungKapuntir) dan hubungan nasab (Ngarang wulu) batasan umuruntuk melakukan pertunangan disyaratkan pemuda 18 tahundan gadis 16 tahun.Pembagian Waris Masyarakat TenggerSangat erat kaitannya dengan bentuk masyarakat dansifat kekeluargaan yaitu sistem parental yang mendasarkangaris dari bapak dann ibu, dan kedudukan anak laki-laki dananak perempuan sama. Berkaitan dengan masalah tanah,tanah-tanah yang ada di daerah Tengger harus diwariskansecara turun temurun dan tidak boleh dijual ke masyarakat luarTengger karena ada larangan untuk menjual atau menyewakantanah di luar masyarakat Tengger.Janda dan anak angkat bukan merupakan ahli waris,namun dapat menikmati harta peninggalan almarhum.Secara nasional, kaitan dengan kearifan lokal yangberhubungan dengan sosial budaya, Pasal 18B UUD 45menentukan bahwa: “Negara mengakui dan menghormatikesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-haktradisionalnya …”, yang diatur dalam undang-undang.Sedangkan pada perubahan keempat UUD 45ditetapkan dalam Pasal 32 ayat (1) bahawa Negara memajukankebudayaan nsaional Indonesia di tengah peradaban duniadengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memeliharadan mengembangkan nilai-nilai budaya.Hal tersebut ditataran kebijakan telah ditindaklanjutidengan penandatanganan Konvensi internasional mengenaiHak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ECOSOC) olehpemerintah melalui Undang Undang Nomor 11 Tahun 2005.Hak ECOSOC merupakan hak yang paling esensialbagi masyarakat Adat dalam konteks hak ekonomi sosialbudaya yang meliputi (bagian 1 paragraf 1 ayat 1):1. Hak untuk menentukan nasib sendiri (rights to selfdetermination)2. Hak atas tanah dan sumber daya alam (rights to landand natural) (recourses).Pentingnya kedua hak itu karena kedua hak tersebut dapatdisebut sebagai hak kolektif (Ridha Saleh, 2007) yang menjadisemangat bagi masyarakat Adat untuk tetap eksis.


Dengan demikian pembangunan suatu masyarakatberarti akan mengubah menjadi sesuatu yang lain, atau tetapmempertahankan keberadaan dengan mengembangkankemampuan dan kondisi masyarakat untuk mandiri sertamenjadi lebih bermanfaat dan lebih sempurna.Eksistensi masyarakat Adat Tengger saat ini semakinberkembang dengan semakin menguatnya kemampuan faktorekonomi, sosial, budaya di samping itu eksistensi masyarakatAdat Tengger semakin menguat meningkat adanya ikatan danpengaruh kuat masyarakat dalam konsistensinya mendukungadat istiadat yang berpangkal dari perasaan kebersamaan,idealisme yang mampu membuahkan keadilan.Masyarakat Adat Tengger akan selalu hidup danberhubungan karena hukum Adat masyarakatnya dapatmemberikan rasa aman dan menciptakan ketertiban dalamhubungan sosial di antara mereka. Hal tersebut diperkuatseperti pandangan Husen Alting, Hukum Adat mengandung:- Unsur-unsur yang bentuknya seperti terdapat dalam adatistiadat- Sebagai nilai-nilai yang melembaga dalam masyarakatmelalui perbuatan-perbuatan masyarakat- Mengandung norma yang disepakati bersama secara tidaktertulis- Memiliki inisiatif atau organisasi yang menegakkan- Memiliki sanksi serta dipengaruhi oleh agama yang dianutmasyarakatnyaSehingga dengan demikian Hukum Adat mampumemberikan perlindungan, menciptakan kedamaian danketertiban yang adil serta menopang usaha masyarakat adattersebut dalam mencapai kesejahteraan.Untuk itu apabila pemerintah akan mengaturmasyarakat Tengger secara nasional asas-asasnya saja yangdiatur jangan normanya yang diatur sehingga norma-normayang mereka anut selama ini dapat tetap hidup 100 .100 Hasil wawancara dengan Prof. Nyoman Nurjaya, tanggal 27Juli 2011.


BAB VPENUTUPA. KesimpulanDari uraian dan studi dilapangan yang dilakukan oleh Timdengan melakukan pemantauan secara langsung maupunwawancara ke nara sumber, maka dapat di simpulkan sebagaiberikut:1. Bahwa asas-asas dan nilai yang terkandung dalam hukum adatmasyarakat tengger khususnya desa Ngadisari sampai saat inimasih hidup dan ditaati oleh masyarakat adat Tengger di satusisi. Disisi lain dikarenakan masyarakat tengger merupakangambaran masyarakat yang senantiasa patuh pada pimpinanatau pemerintah atau raja, dengan demikian sedikit banyakakan mempengaruhi adanya pergeseran hukum karena adanyahukum yang ada dari pemerintah. Factor lain yangmempengaruhi perubahan yang ada pada masyarakat adattengger adalah factor pendidikan dan pergaulan masyarakattengger yang semakin meluas. Berdasarkan pergaulanmasyarakat dan pendidikan yang ada di masyarakat tengger,nilai-nilai yang dianggap baik sampai saat ini tetap dipeliharadan dapat dijadikan sebagai kearifan local. Disamping itu jugamasyarakat Tengger (desa Ngadisari khususnya) juga dikenalsebagai masyarakat yang terbuka, khususnya masalahperkawinan awalnya masyarakat Tengger hanya diperbolehkanmenikah dengan sesama masyarakat Tengger, tetapi sekarangdiperbolehkan menikah dengan orang luar tengger, bahkanmenikah dengan berbeda agama sekalipun, yang demikian initentunya akan membawa dampak pada pergeseran hukum adatTengger.2. Pada dasarnya nilai-nilai hukum adat seperti tidak bolehmenyakiti atau membunuh binatang (kecuali untuk korban dandimakan); tidak boleh mencuri; tidak boleh melakukanperbuatan jahat; tidak boleh berdusta; dan tidak boleh minumminuman yang memabukkan pada hakekatnya memang sudahmasuk dalam peraturan perundang-undangan baik pusatmaupun daerah namun khusus untuk di adopsi dalam perdasetempat memang belum.B. Saran1. Perlu dirumuskan konsepnya secara jelas pengertian barumengenai hukum adat sebagai hukum nasional bangsaIndonesia, atau hukum asli Indonesia, dengan menyegarkankembali pemahaman atas akar hakekat sumber hukum adat itu.3. Perlunya penggalian nilai-nilai hukum adat yang tidak pernahberubah, walau terus berjalan. Untuk nilai-nilai yang dianggapbaik dan diterima secara universal, maka nilai-nilai tersebutdapat diangkat dan diresepsi menjadi hukum nasional.3. Untuk itu apabila pemerintah akan mengangkat nilai-nilai hokumadat masyarakat Tengger secara nasional, sebaiknya asasasasnyasaja yang diatur, dan bukan normanya, sehingganorma-norma yang mereka anut selama ini dapat tetap hidup.


BukuDAFTAR PUSTAKAAnshari Setia Negara, Tunggul, Politik Hukum Nasional Terhadap HukumAdministrasi Negara, dalam S.F. Marbun (ed), Dimensi-dimensiPemikiran Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: UII Press,2001) hal.162BPHN, Laporan Forum Dialog: Perencanaan Hukum tentang PeranHukum Tidak Tertulis Pasca Perubahan UUD 1945. BPHN:Yogyakarta, Agustus 2010Benda-Beckmann, Keebet von, Pluraisme Hukum, Sebuah SketsaGenealogis dan Perdebatan Teoritis, dalam: Pluralisme Hukum,Sebuah Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Ford Fondation,Huma, 2006 )Freddy, Susanto, Semiotika Hukum, Dekontruksi Teks MenujuProgresifitras Makna,( Bandung:Efika Aditama, 2002)Giddens, Anthony, The Third Way, Jalan Ketiga: Pembaruan DemokrasiSosial, diterjemahkan oleh Ketut Arya Mahardika, (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2002)Geertz, C. (1992) Kebudayaan dan Agama, (Yogyakarta: Kanisius Press,1992)Hefner, R.W., (1985) Hindu Javanese Tengger Tradition and Islam, NewYork.Hazairin, Demokrasi Pancasila, (Jakarta: Bina Aksara, 1985), Cet. ke-5.Hadikusumo, Hilman, Hukum Waris Adat. Cetakan V, (Bandung: CitraAditya Bhakti, 1993)---------------, Hukum Perkawinan Adat. (Bandung: Citra Aditya Bhakti,1995)Harahap, M. Yahya, Kedudukan Kewenangan dan Acara PeradilanAgama, UU No. 7 Tahun 1989, Pusaka Kartini, Jakarta 1993---------------, Kedudukan Janda, Duda, Anak Angkat Dalam Hukum Adat.Citra Aditya Bhakti, Bandung 1993Hartono, Sunaryati, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, (Bandung:Binacipta, 2002)---------------, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional,(Bandung: Alumni, 1991)Hadikusumo, Hilman, Hukum Waris Adat, (Bandung: Alumni, 1980)---------------, Hukum Waris Adat. Cetakan V, (Bandung: Citra Aditya Bhakti,1993)Koesnoe, Moh, Tiga Model Pendekatan Study Hukum Adat: SuatuLaporan Penataran. (Banda Aceh: Syiah Kuala University Press,1993).Kusumaatmadja, Mochtar, Konsep-konsep Hukum Dalam Pembangunan,(Bandung: Alumni, 2002)Laporan Hasil Penelitian Program Research Grent I-Mhere, olehUniversitas Brawijaya, Agustus 2008.Laporan Loka Karya Nasional tentang “Inventarisasi dan PerlindunganHak Masyarakat Hukum Adat”, Jakarta pada bulan Juni 2005.Masduki, Achid, Peranan Hukum Adat Dalam Mengatasi MasalahPemilikan pada Masyarakat Industri, dalam , Hukum Adat DanModernisasi Hukum, (Jogyakarta: UII, 2002)Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perkawinan di Indonesia., (Jakarta: Sumur,1974)


R.Yando Zakaria, “abih tandeh” masyarakat Desa di bawah Rejim OrdeBaru, (Jakarta: Elsam, 2000)Raharjo, Satjipto Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 1986)Robert W. Hefner, geger Tengger; Perubahan Sosial dan PerkelahianPolitik, Cet. I, diterjemahkan dari The Political Economy ofMountain Java: An interpretive History, (Yogyakarta: LKiS, 1999)Rikardo Simarmata, Pengakuan Hukum terhadap Masyarakat Adat diIndonesia, UNDP Regional Initiative on Indigenous Peoples Rightand Development (RIPP), 2006,Soeripto, K.R.M., Beberapa Bab Tentang Hukum Adat Waris Jawa danMadura.(Jember: FH. Universitas Jember. 1973).Soepomo, “Bab Bab Tentang Hukum Adat”, (Jakarta: Pradnya Paramita,1983), cet.ke-8,Soepomo, Bab-bab tentang Hukum Adat. Cetakan XIV, (Jakarta: PradnyaParamita, 1996)Soekanto, Sorjono, Masalah Kedudukan dan Peranan Hukum Adat,(Jakarta: Academica, 1979).Suparman, Eman, Hukum Waris Indnesia dalam Perspektif Islam, Adatdan BW, (Bandung: Refika Aditama, cet.III 2011)Tri Sayektiningsih, Resti meilani dan E.K.S. Harini Muntasih, “StrategiPengembangan Pendidikan Konservasi pada Masyarakat SukuTengger di Desa Enclave Taman Nasional, Bromo Tengger,Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata,Fakultas Kehutanan IPB, Kampus darmaga, Bogor 16680,Indonesia, Februari 2008.Tafal, B. Bastian, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat. Cet. I,(Bandung : Rajawali, 1983)Yayuk Yuliati, Disertasi tentang Perubahan Ekologis Dan Strategi AdaptasiMasyarakat Di Wilayah Pegunungan Tengger (Suatu KajianGender Dan Lingkungan), (Malang: Tahun 2008)Zudan Arif Fakrullah, Membangun Hukum Yang Berstruktur SosialIndonesia Dalam Kancah Trends Globalisasi, Dalam WajahHukum Di Era Reformasi: Kumpulan Karya Ilmiah Menyambut 70Tahun Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H., (Bandung: P.T. CitraAditya Bakti, 2000)Widyaprakoso, Simanhadi, Masyarakat Tengger: Latar Belakang DaerahTaman Nasional Bromo. (Yogyakarta: Kanisius, 1994).Wingnjodipuro, Surojo, Pengaturan Asas-Asas Hukum Adat.Gunung Agung, 1986)(Jakarta:Wahjono, Padmo, Indonesia Negara Berdasar Atas Hukum, (Jakarta:Ghalia Indonesia, 1986)Majalah, Jurnal dan KoranBPHN, Hukum Adat Dalam Perundang-undangan. Jakarta: BPHNDepartemen Hukum dan HAM RI, Majalah Hukum NasionalNomor 1 Tahun 2006.Hartono, Sunaryati, Diskusi Rapat Perlindungan Hak-hak Sipil dan Politik,BPHN, 10 Oktober 2007 di BPHNPoesposari, Ellyne Dwi, Hak dan Kedudukan Anak Angkat DalamSistemPewrisan Hukum Adat. Amerta, Vol.1 No. 2, September, MajalahHukum, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya 2003---------------, Kedudukan dan Hak Janda Terhadap Harta PerkawinanMenurut Hukum Adat. Yuridhika Vol. 18 No. 1, Januari, MajalahHukum Universitas Airlangga, Surabaya 2003.---------------, Kedudukan Janda Dalam Sistem Pewarisan MasyarakatAsing. Laporan Penelitian Dik Suplemen UNAIR, November,Pengembangan Hukum Universitas Airlangga, Surabaya 2004


Rahardjo, Satjipto, Modernisasi Dan Perembangan Kesadaran HukumMasyarakat, Jurnal Masalah-masalah Hukum, FH Undip, No.1-6Tahun X/ 1980---------------, Sisi-sisi Lain dari Hukum Di Indoensia, Kompas, 2003Ramulyo, M. Idris. Suatu Perbandingan antara Ajaran Syafi’I dan WasiatWajib di Mesir, tentang Pembagian Harta Warisan untuk CucuMenurut Islam, Majalah Hukum dan Pembangunan No. 2 Th.XIIMaret 1982, (Jakarta: FH UI, 1982).Varia Peradilan Nomor 39 Desember 1988Varia Peradilan Nomor 55 April 1990Varia Peradilan Nomor 65 Fanruari 1991.Makalah dan PidatoSunaryati Hartono, Menentukan Politik Hukum Ekonomi Bagi IndonesiaDalam Kurun Waktu Tahun 2004-2009, (makalah) Forum DialogHukum dan Non Hukum, Jakarta 7-9 September 2004.Warassih Pujirahayu, Esmi, “Pemberdayaan Masyarakat DalamMewujudkan Tujuan Hukum (Proses Penegakan Hukum danPersoalan Keadilan)”; Pidato Pengukuhan Guru Besar FakultasHukum Undip, Semarang, 14 April 2001.Ayu Sutarto, “Sekilas tentang Masyarakat Tengger”, httpwww.bpsntyogja.infobpsntdownloadMASYARAKAT_TENGGER.pdf,Didownload pada tanggal 20 Agustus 2011.“Beragam Agama, Satu Adat”, http://www.simpuldemokrasi.com/dinamika-demokrasi/wacana-demokrasi/2362-beragam-agamasatu-adat.html,Didownload pada tanggal 20 Agustus 2011.“Kepemimpinan Masyarkat Tengger”, www.damandiri.or.id/file/mochamahhariadiunairbab6.pdf, Didownload pada tanggal 20Agustus 2011.Simanhadi Widyaprakosa, “Mengenal Masyarakat Tengger (3):Sambungan WHD No. 471)”,http://translate.google.com/translate?hl=en&sl=id&tl=en&u=http%3A%2F%2Fwww.parisadaorg%2Findex.php%3Foption%3Dcom_content%26task%3Dview%26id%3D590%26Itemid%3D121&anno=2, Didownloadpada tanggal 20 Agustus 2011.Wiwit Mujiastuti, Jk, “Teguh Tegar Hindu Tengger (Synopsis Buku SayaOrang Tengger, Saya Punya Agama, Penulis Ayu Sutarto),http://saradbali.com/edisi109/pustaka.htm, Didownload padatanggal 20 Agustus 2011.Tokoh Kunci Langgengnya Suku Tengger, http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0410/29/tanahair/ 1353264.htm, didownloadpada tanggal 20 Agustus 2011.Simanhadi Widyaprakosa, Mengenal Masyarakat Tengger, dalam :http://www.parisada.org/“Legenda Ajisaka: Resistensi Gaya Tengger” http://www.averroes.or.idSuku Tengger Jawa Timur dalam : http://tlingus.wordpress.comInternet.“50 Taman Nasional Di Indonesia”, http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_index.htm, didownloadpada tanggal 25 Agustus 2011.


“Dari Seruni Melihat Rumah Adat Tengger”, http://www.kraksaanonline.com/2011/06/dari-seruni-melihat-rumah-adat-tengger.html,didownload pada tanggal 30 Agustus 2011.Kearifan Lokal http://antariksaarticle.blogspot.com /2011/03/kearifan-lokalmasyarakat-suku-tengger.htmlMasyarakat hokum adat http://pengertian-definisi. blogspot.com/2011/03/hukum-adat-dan-masyarakat-hukum-adat.htmlGobyah, I. Ketut (2003) ‘Berpijak Pada Kearifan lokal’, www.balipos.co.idPeraturan Perundang-undangan.Indonesia, Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia 1945perubahan ke empat.---------------, Undang-undang tentang Konservasi Sumber Daya AlamHayati dan Ekosistemnya, UU No.5, LN No.49 Tahun 1990, TLN.No.3419.---------------, Peraturan Presiden No. 7 tahun 2005 tentang RencanaPembangunan Nasional Jangka Menengah Nasional.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!