13.07.2015 Views

PRAKATA - USUpress - Universitas Sumatera Utara

PRAKATA - USUpress - Universitas Sumatera Utara

PRAKATA - USUpress - Universitas Sumatera Utara

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>PRAKATA</strong>Jurnal logat pada tahun ketiga ini (Vol. III No. 2) cukup puas dengan identitasnya, majupenuh percaya diri, mencuat dalam kancah ilmiah khususnya dalam bidang linguistik.Logat edisi kali ini terdiri atas delapan artikel. Kajian linguistik ini ditulis oleh beberapapenulis dengan topik yang sangat beragam, mulai dari kajian mikro sampaimakrolinguistik. Kedelapan artikel ini dikupas dengan perspektif yang beragam. Artikelproses belajar–mengajar di sekolah dasar dengan judul “Kebutuhan Pembelajaran BahasaBali Siswa Sekolah Dasar di Daerah Tingkat I Provinsi Bali” ditulis oleh Ni Luh SutjiatiBeratha. Artikel ini membahas tentang kemampuan berbahasa Bali siswa SD di kota dandi desa yang berbeda. Kajian yang sama juga ditulis oleh Lely Refnita dengan judul “AlihKode dan Peran Psikologis Bahasa Ibu dalam Proses Belajar – Mengajar Bahasa Asing”.Artikel ini membahas masalah alihkode pada bahasa ibu. Pembelajar harus mempunyaimotivasi belajar di kelas. Untuk mencapai hasil belajar bahasa asing dengan baik seorangmahasiswa harus mempunyai distribusi dan korelasi motivasi belajar dengan kesiapanbelajar di dalam kelas.Artikel sosiolinguistik yang dihubungkan dengan “Hipotesis Sapir–Whorf, Pentopikalan,dan Kesantunan Berbahasa dalam Bahasa Minangkabau” ditulis oleh Jufrizal dkk. Hasilkajiannya mengemukakan bahwa data dan informasi budaya dalam hipotesis Sapir–Whorfbersesuaian dan dapat diterima.Artikel sintaksis ditulis oleh Mulyadi. Artikel ini mencoba membahas masalah sintaksisdengan mengaitkan kajian tipologi bahasa Indonesia. Kalimat koordinasi bahasa Indonesiamengizinkan pelepasan argumen yang koreferensial apabila berfungsi sebagai P dan S.Pada sisi lain bahasa Indonesia juga dianggap sebagai bahasa yang mempunyai propertikeakusatipan sintaksis.Artikel semiotika yang dikaitkan dengan sintaksis ditulis oleh Ikhwanuddin Nasutiondengan judul “Relasi Semiotika dengan Semantik dan Etnografi. Tulisan inimengungkapkan bahwa relasi semiotika dengan semantik dan etnografi terbentuk melaluiinterpretasi tanda yang dihubungkan dengan kebiasaan masyarakat untuk menafsirkansebuah tanda atau simbol bahasa. Artikel semantik dengan judul “Penggunaan Polisemipada Harian Medan Bisnis 2007” ditulis oleh Marini Nova Siska Naibaho dan Dardanila.Tulisan ini mengupas tentang jenis polisemi verba, nomina, dan adjectiva. Polisemi verbamendominasi pada harian ini.Artikel wacana ideologi Erdemubayu (perkawinan) Batak Karo ditulis oleh JekmenSinulingga. Kajian wacana ini dikupas dalam perspektif LFS, Semiotika, dan budayaBatak Karo. Hasil akhir kajian ini adalah dalam wacana ini ditemukan kekuatan (power)yang terletak pada kelompok partisipan, yaitu Kalimbubu.Jurnal ini ditutup dengan artikel penerjemahan yang ditulis oleh Eddy Setia dengan judul“Terjemahan, Permasalahan, dan Beberapa Pendekatan”. Tulisan ini mengungkapkanmasalah terjemahan (lisan dan tulisan) dan sangat dibutuhkan masyarakat.Demikianlah kedelapan artikel yang termuat dalam jurnal logat kali ini. Harapan kamijurnal ini dapat menambah pengetahuan dan memberi inspirasi yang besar terhadappembaca untuk mengespresikan tulisan-tulisan linguistik yang lain dengan perspektif dantitik pandang yang berbeda.Medan, Oktober 2007Penyunting


DAFTAR ISIlogatJurnal Ilmu-Ilmu Bahasa dan SastraVolume III, No. 2, Oktober 2007ISSN: 1858 – 0831Kebutuhan Pembelajaran Bahasa Bali Siswa Sekolah Dasar di Daerah Tingkat IProvinsi Bali--------------------------------------------------------------------------------------------------- 54-57Ni Luh Sutjiati BerathaFakultas Sastra <strong>Universitas</strong> UdayanaAlihkode dan Peran Psikologis Bahasa Ibu dalam Proses Belajar-MengajarBahasa Asing-------------------------------------------------------------------------------------------------- 68-78Lely RefnitaFakultas Keguruan Ilmu Pendidikan <strong>Universitas</strong> Bung HattaHipotesis Sapir-Whorf, Pentopikalan, dan Kesantunan Berbahasa dalam BahasaMinangkabau-------------------------------------------------------------------------------------------------- 79-89Jufrizal, Zul Amri, dan RefnaldiFakultas Bahasa Sastra dan Seni <strong>Universitas</strong> Negeri PadangKalimat Koordinasi Bahasa IndonesiaSebuah Ancangan Tipologi Sintaktis ---------------------------------------------------------------------- 90-98MulyadiFakultas Sastra <strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> <strong>Utara</strong>Relasi Semiotika dengan Semantik dan Etnografi-------------------------------------------------------- 99-104Ikhwanuddin NasutionFakultas Sastra <strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> <strong>Utara</strong>Analisis Penggunaan Polisemi pada Harian Medan Bisnis Edisi Agustus 2007---------------------- 105-112Marini Nova Siska Naibaho dan DardanilaFakultas Sastra <strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> <strong>Utara</strong>Ideologi Erdemubayu (Perkawinan) Batak Karo --------------------------------------------------------- 113-124Jekmen SinulinggaFakultas Sastra <strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> <strong>Utara</strong>Terjemahan, Permasalahan, dan Beberapa Pendekatan-------------------------------------------------- 125-135Eddy SetiaFakultas Sastra <strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> <strong>Utara</strong>


❏ Ni Luh Sutjiati BerathaHalaman 54Kebutuhan Pembelajaran Bahasa BaliSiswa Sekolah Dasardi Daerah Tingkat I Provinsi BaliKEBUTUHAN PEMBELAJARAN BAHASA BALISISWA SEKOLAH DASARDI DAERAH TINGKAT I PROVINSI BALI 1)Ni Luh Sutjiati BerathaFakultas Sastra <strong>Universitas</strong> UdayanaAbstractThis article discusses the needs of studying and learning processes of Balinese for primarystudent in Bali Province. From the research findings, it was discovered that the Balineseprimary students’ proficiency is very poor and the goal of teaching Balinese is very urgentsince its usage is getting rare. The scope of using Balinese involves the society, household,schools,, and psychosocial backgrounds like religions, brotherhood, relax, formal, politics,and ethics. Further, from the three domains of Balinese usage, it could be identified thecommunicants who speak Balinese and the social relations of those speakers, that is, high xlow, and parallel. The communication instrumentality of primary students in rural areas, 1 st– 4 th classes are very productive at spoken language and written language for primarystudents of 1 st and 3 rd classes are receptive. For primary students at urban areas, the spokenlanguage of 1 st and 2 nd classes is receptive and it is more productive for 3 rd -4 th classes. Forwritten language its result is the same with the primary students in the country, that is,receptive on 1 st – 3 rd classes and it is getting more productive after the 4 th classes. Thecommunication mode of Balinese consists of monolog and dialogue and its communicationchannel is divided into three categories, that is, very important, important, and unimportant.The Balinese style that needs to be taught to primary students is standard style. Thecommunication events consist of speech situation and speech acts that involve the society,household and school domains.Key words: studying and learning process, domain, spoken and written language,productive, reseptive1. PENDAHULUANMakalah ini akan menguraikan pokok-pokokbahasan yang terkait dengan kebutuhanpembelajaran bahasa Bali siswa SD kelas I sampaidengan kelas VI di daerah Tingkat I Provinsi Baliberdasarkan hasil penelitian yang dilakukan padatiga kabupaten dan satu pemerintahan kota di Bali.Pembahasan mengenai pemerolehan bahasa I danII mengawali makalah ini mengingat posisi bahasaBali saat ini bisa sebagai bahasa I dan II.Ketidakpahaman seseorang terhadap bahasa Balisangat erat kaitannya dengan apakah sebuahbahasa diperoleh sebagai bahasa I atau II (dengankata lain bagaimanakah suatu bahasa diperoleh),dan tampaknya posisi bahasa Bali di Bali saat inipada beberapa ranah pemakaian bahasa Balidiambil alih oleh bahasa Indonesia (Arnati 1996).Menurut Richard dkk. (1985:3), proses seseorangdalam mempelajari suatu bahasa disebut denganistilah pemerolehan bahasa, bukan pembelajaranbahasa. Istilah pemerolehan bahasa berkembangkarena adanya kepercayaan para ahli bahasa bahwaperkembangan sebuah bahasa pertama padaseorang anak merupakan suatu proses khusus.Pendapat Richard dkk tampaknya sejalan denganChomsky yang menyatakan bahwa:1. anak-anak lahir dengan kemampuankhusus dalam pembelajaran bahasa,2. mereka tidak harus dipaksa untuk belajarbahasa atau memperbaiki kesalahankesalahanmereka,3. mereka belajar bahasa dengan menjelaskansecara rinci (membedah) hal-hal yangterkait dengan bahasa tersebut, dan4. kaidah-kaidah bahasa berkembang secaratidak disadari.Seorang anak dikatakan memperolehkaidah bahasa ibu mereka apabila mereka mampumembedah bahasa tersebut dengan cara membericontoh-contoh, dan menggunakan bahasa itu untukberkomunikasi.


Halaman 55❏ Ni Luh Sutjiati BerathaBerdasarkan hasil wawancara denganpara guru SD di desa dan di kota, dengan parabudayawan dan pemerhati bahasa, secara umumanak-anak di perkotaan berbahasa Indonesia dalamberkomunikasi karena mereka belum mampuberbahasa Bali. Ini menunjukkan bahwa bahasapertama mereka adalah bahasa Indonesia. Padamasyarakat pedesaan adalah sebaliknya, bahasaBali merupakan bahasa pertama mereka. Dalamkonteks seperti ini bahasa Bali di Bali adalahsebagai bahasa pertama di satu sisi dan sebagaibahasa kedua di sisi lain. Dalam kenyataan,pemerolehan bahasa I sangat berbeda denganbahasa II, baik ditinjau dari karakteristik pribadimaupun kondisi dalam mempelajari suatu bahasa.Oleh sebab itu, hal seperti ini perlu mendapatkanperhatian, khususnya untuk menyamakan persepsidalam rangka pembelajaran bahasa Bali, baikuntuk pengembangan maupun untuk pelestarianbahasa Bali. Berikut disajikan ciri-ciri seoranganak yang belajar bahasa I dan kondisipembelajarannya.Ciri-ciri pembelajaran bahasa I:1. Seorang anak yang mempelajari suatubahasa sebagai bahasa I tidak memilikicognitive maturity (yaitu kemampuanuntuk ikut serta memecahkan suatumasalah deduksi dan yang terkait denganmemori kompleks). Di samping itu,mereka tidak memiliki kesadaranmetabahasa, yaitu suatu kemampuanuntuk memperlakukan bahasa sebagaibahasa sebuah objek, dan2. Pengetahuan tentang bahasa-bahasa laindapat mengantarkan pembelajaran untukmembuat terkaan yang tidak benartentang bagaimana kedua bahasa tersebutberinteraksi, dan ini dapat memungkinkanterjadinya penyimpangan (error) yangsemestinya tidak perlu dibuat olehpembelajar bahasa I.Kondisi pembelajaran bahasa I:1. Pembenaran penyimpangan cenderungterbatas pada perbaikan makna termasukdi dalamnya penyimpangan dalampemilihan kosakata. Akan tetapi, untukpemerolehan bahasa II kondisi seperti initidak terjadi sebab secara formalpenyimpangan tidak berpengaruhterhadap makna, namun ini seringdiperhatikan secara berlebihan.Penyimpangan terhadap tata bahasa,ucapan (pelafalan) jarang terjadi;Kebutuhan Pembelajaran Bahasa BaliSiswa Sekolah Dasardi Daerah Tingkat I Provinsi Bali2. Kondisi yang tampaknya umum terjadi didalam pemerolehan bahasa I dan II adalahakses terhadap masukan yangtermodifikasi;3. Anak-anak yang memperoleh kondisipembelajaran bahasa yang baik di rumahmenerima langsung umpan balik,sedangkan kondisi seperti ini sulitdilaksanakan dengan segera.Di samping itu, bahasa I umumnyadiperoleh secara normal di dalam lingkungankeluarga (rumah) tanpa intervensi pedagogik,sedangkan bahasa II diperoleh melalui lingkungansekolah di bawah penguasaan langsung seorangguru. Bahasa II mengizinkan pembangunan sebuahteori atas bahasa II dalam kaitannya dengan bahasaI tanpa melewati tahapan pemerolehan bahasa I.Berdasarkan uraian di atas, penelitian iniakan mengidentifikasi kebutuhan belajar bahasaBali untuk siswa SD yang meliputi (1) pengukuranterhadap kemampuan berbahasa Bali, (2) tujuanbelajar bahasa Bali, (3) latar penggunaan bahasaBali, (4) interaksi dalam komunikasi, (5) ragambahasa bali dan tingkat penguasaan berbahasa dan,(6) peristiwa komunikasi. Keenam materi tersebutakan diuraikan secara rinci berikut ini.2. KEBUTUHAN PEMBELAJARANBAHASA BALI SISWA SEKOLAHDASAR2.1 Kemampuan Berbahasa BaliMenurut Chomsky (1965), kemampuan adalahpengetahuan tentang penguasaan bahasa seseorangyang umum disebut dengan istilah linguisticcompetence, yaitu kemampuan dalammenggunakan bahasa secara memadai apabiladilihat dari sistem bahasa. Dalam studi inikemampuan berbahasa adalah kemampuan untukmenggunakan bahasa untuk tujuan berkomunikasi,baik secara lisan maupun tulisan dalam kontekssosial sehingga dapat dimengerti (diterima) karenasudah sesuai dengan fungsi-fungsi bahasa dalamkomunikasi, karena sudah sesuai dengan latarpenggunaan bahasa, karakteristik penutur,peristiwa tutur, pelibat dalam tuturan, salurankomunikasi, dan situasi sosial-emosional tuturan.Ada tiga jenis kemampuan berbahasa Bali yangdiukur dalam penelitian ini, yaitu (1) kemampuanberbahasa Bali lisan, (2) kemampuan berbahasaBali sesuai dengan aras-tutur, dan (3) kemampuanberbahasa Bali tulis, baik dengan huruf Latinmaupun huruf Bali.


❏ Ni Luh Sutjiati Beratha2.1.1 Kemampuan Menggunakan Bahasa BaliLisanSeorang anak akan memperoleh bahasalisan terlebih dahulu sebab pada hakikatnya bahasaadalah bahasa lisan, diikuti oleh kemampuanberbahasa tulis. Bahasa dianggap sebagai gejalasosial, yaitu sebagai produk kehidupan manusiadalam masyarakat. Kemampuan berbahasa lisansiswa SD kelas I—VI di Daerah Tingkat I ProvinsiBali sangat beraneka ragam, baik mereka yangtinggal di pedesaan maupun di perkotaan.Dari pengamatan secara mendalamterhadap anak-anak yang memiliki kemampuanberbahasa Bali lisan pada kelompok nihilkhususnya pada masyarakat pedesaan, merekatampaknya hanya memiliki pemahaman secarapasif. Ini artinya bahwa apabila ayah dan ibu atauguru mereka berbahasa Bali, mereka dapatmemahaminya, namun tidak dapatmenggunakannya secara verbal, serta semuarespon atas pertanyaan yang diberikan kepadamereka akan selalu dijawab dengan bahasaIndonesia.Ini sangat berbeda dengan siswa yangtergolong pada kelompok nihil di perkotaan:mereka sama sekali tidak mengerti bahasa Bali.Hasil penelitian ini mengisyaratkan bahwa bahasaI yang mereka peroleh adalah bahasa Indonesia,dan bahasa Bali baru dipelajari di sekolah, bukandari lingkungan keluarga yang semestinyamerupakan komunitas kecil untuk mengawalipelestarian bahasa daerah, khususnya denganmengajarkan bahasa Bali di rumah tangga.Pada masyarakat pedesaan, terdapatpeningkatan kemampuan berbahasa lisan yangsangat tajam. Akan tetapi, pada masyarakatperkotaan peningkatan kemampuan berbahasalisan adalah tidak seperti pada masyarakatpedesaan. Ini mungkin disebabkan olehpenggunaan bahasa Bali di rumah sangat kurangpada masyarakat perkotaan dibandingkan denganmasyarakat pedesaan. Di samping itu, kemampuanpemahaman berbahasa Bali lisan siswa SD padamasyarakat pedesaan dan perkotaan belum disertaioleh penggunaan aras-tutur (unda-usuk) yangcukup memadai. Aras-tutur adalah ragam yangmerupakan ciri khas bahasa Bali, dan kemampuanpenggunaan aras-tutur dibahas secara rinci berikutini.2.1.2 Kemampuan Menggunakan Bahasa BaliSesuai dengan Aras-TuturMenurut statistik (1997), penduduk Balisaat ini berjumlah 2.906.582 jiwa, yang terdiri ataslaki-laki 1.446.822 dan perempuan 1.459.760.Sekitar 10% dari seluruh penduduk saat ini adalahHalaman 56Kebutuhan Pembelajaran Bahasa BaliSiswa Sekolah Dasardi Daerah Tingkat I Provinsi Balidari kalangan Triwangsa dan selebihnya darikalangan kebanyakan (sudra). Masyarakat Baliterdiri atas dua kelompok masyarakat: (1)kelompok non-Triwangsa menduduki jumlahbanyak sehingga sering disebut pula sebagaikalangan kebanyakan; dan (2) kelompokTriwangsa terdiri atas Brahmana, Ksatria, danWesya. Tingkatan-tingkatan masyarakat Baliseperti ini memunculkan aras-tutur bahasa Bali,seperti bentuk hormat dan lepas hormat (Bagus,1976:109; Tinggen, 1995).Penelitian ini menunjukkan bahwa siswaSD di Bali, baik di desa maupun di kota belummemiliki kemampuan penggunaan aras-tutur yangcukup memadai. Salah satu faktor penyebabtingkat kemampuan penggunaan aras-tutur yangbelum memadai adalah karena rumit (‘sulit’)penggunaannya, dan siswa SD belum mampuuntuk memahaminya; dengan berbahasa Indonesiatampaknya lebih mudah dan netral tanpa harusmengetahui pelibat dalam suatu peristiwakomunikasi berasal dari kelompok yang mana. Disamping itu, tampaknya sejauh ini belum tersediamateri yang khusus terkait dengan pengajaran arastuturbahasa Bali.Secara umum, siswa SD di desa dari kelasIII sampai dengan kelas VI belum menguasaipenggunaan aras-tutur dengan cukup baik.Berdasarkan pengamatan pada saat pelaksanaan tes(pengisian instrumen) yang dilakukan terhadapanak SD kelas I—VI, khususnya pada sekolahpedesaan, para siswa tersebut sangat lambat didalam menjawab semua pertanyaan yangberbahasa Bali, apabila dibandingkan dengansiswa SD di kota. Apabila kemampuan siswa SDyang berasal dari kalangan Triwangsadibandingkan dengan mereka dari Sudra tampakjelas bahwa siswa SD dari Triwangsa jauh lebihmampu menggunakan aras-tutur daripada merekadari kalangan non-Triwangsa. Anak-anak dariTriwangsa (khususnya Brahmana) selaluberkomunikasi dengan nenek/kakek (apabilamereka adalah pendeta Hindu) menggunakanbahasa Bali bentuk hormat. Di Bali, jarangditemukan seorang pendeta mau berkomunikasidengan lawan tuturnya dengan bahasa lain, kecualibahasa Bali.Pada siswa SD di pedesaan dapatdipahami dengan jelas bahwa kemampuanmenggunakan aras-tutur semakin mantap setelahsiswa SD berada di kelas IV ke atas. Siswa kelasIV dan V yang menguasai aras-tutur dalamkategori lanjut adalah 75% untuk kelas IV dan87,5% pada kelas V. Setelah mereka di kelas VI,penguasaan aras-tutur pada kategori lanjut menjadi93,7%. Dari 75% siswa kelas IV yang memiliki


Halaman 57❏ Ni Luh Sutjiati Berathakemampuan dalam kategori lanjut 50% adalahwanita dan selebihnya 25% adalah laki-laki.Demikian juga halnya untuk siswa kelas V: 47%wanita dan 40% laki-laki, dan pada kelas VI: 50%wanita dan 43,7% laki-laki.Secara umum wanita dianggap selalulebih rendah (subordinate) daripada pria. MenurutSmith (1992:59), wanita memiliki sifat lemahlembut, tidak langsung, dan kurang memilikikekuasaan. Hal ini sudah mulai tampak jelas padasiswa SD, baik di desa maupun di kota, sehinggapenelitian ini mendukung pendapat Smith bahwawanita Bali memiliki status sosial lebih rendahdaripada pria. Hal ini berimplikasi terhadappenggunaan bahasa Bali siswa SD wanita; merekaberbahasa Bali bentuk hormat lebih sering danlebih terampil daripada laki-laki. Ini mungkindikarenakan wanita memiliki sifat halus, modest,pendiam (reticence), sopan. Sifat seperti ini jarangditemukan pada pria. Sifat yang dimiliki olehwanita tercermin melalui gaya atau tingkah lakuberbahasa yang selalu tampak sopan dan formalsehingga bahasa Bali wanita lebih baik daripadapria. Untuk siswa SD kelas IV, wanita memilikikemampuan penguasan aras-tutur 37,5%,sedangkan prianya 18,7%. Di samping itu, siswawanita cenderung menggunakan kalimat komplekspada ketiga ranah pemakaian bahasa. Temuan inimendukung sifat formal yang dimiliki wanita.Bahasa formal lebih lengkap, utuh, sesuai dengankaidah penggunaannya.Kenyataan ini sudah disadari para gurumereka, dan bahkan mereka mengalami kesulitandalam mengajar bahasa Bali. Kesulitan itudirasakan makin bertambah berat karena belumtersedianya materi pengajaran aras-tutur bahasaBali yang sesuai sebagai materi pelajaran untuksiswa SD di Bali. Walaupun Tinggen (1995) telahmenulis Sor Singgih Bahasa Bali, buku tersebutdiperuntukan bagi siswa SLTP dan SLTA. Disamping itu, guru bahasa Bali tidak memilikikualifikasi dalam bidang studi yang diajarkan.Semua guru bahasa Bali di SD adalah guru agama(kualifikasi/latar belakang pendidikannya adalahagama Hindu), namun mereka diminta untukmengajarkan bahasa Bali.2.1.3 Kemampuan Menggunakan Bahasa BaliTulisBahasa Bali tulis dalam penelitian initerdiri atas (a) bahasa Bali tulis yang berhurufLatin dan (b) bahasa Bali tulis yang berhuruf Bali(hanacaraka).(a) Kemampuan berbahasa Bali tulis denganhuruf LatinKebutuhan Pembelajaran Bahasa BaliSiswa Sekolah Dasardi Daerah Tingkat I Provinsi BaliPenelitian ini menunjukkan bahwakemampuan berbahasa Bali dengan huruf Latinsiswa SD kelas I—kelas VI di Daerah Tingkat IProvinsi Bali adalah seperti dijelaskan berikut ini.Menurut data penelitian ini, siswa SD kelas I barudiajarkan menulis dengan huruf Latin, dan padaSemester I baru diperkenalkan huruf balok. Olehsebab itu, kemampuan mereka berbahasa Bali tulisdengan huruf Latin boleh dikategorikan nihil.(b) Kemampuan berbahasa Bali tulis denganhuruf BaliHasil wawancara dengan informan kuncimenunjukkan bahwa pelajaran menulis Bali(dengan huruf Bali) baru diperkenalkan di kelastiga pada Semester III, yaitu dengan mengajarkanalfabet bahasa Bali yang disebut dengananacaraka. Pelajaran membaca dan menulis hurufBali diberikan sampai dengan kelas VI. Penelitianini menunjukkan bahwa kemampuan menulismereka dikategorikan sangat minim. Salah satupenyebabnya adalah materi yang digunakansebagai pegangan guru untuk mengajar penulisanhuruf Bali di SD belum ada sampai saat ini. Bukupegangan guru untuk mengajar menulis (uger-ugerpasang sastra aksara Bali) diambil dari Tinggen(1984). Buku ini tampaknya belum memadai sebabbuku tersebut memiliki level tinggi, dan terasasangat sulit bagi siswa SD. Buku Purwa Aksara,Pasang Aksara dan Pacraken digunakan untukbelajar menulis siswa SD kelas III—VI. Menurutpengakuan mereka menulis dengan aksara Balisangat sulit. Pada akhir Semester II, siswa kelas VIbelum mampu menggunakan dengan baik aturan(uger-uger) Pasang Aksara Bali. Hasil evaluasiakhir menunjukkan bahwa nilai rata-rata merekaadalah 75% cukup, dan hanya sebagian kecil yangmemperoleh nilai 7 atau 8.2.3 Tujuan Belajar Bahasa BaliBelajar suatu bahasa harus disertai dengan tujuanyang jelas. Apabila tidak jelas, sasaran yanghendak dicapai akan tidak terarah. Secara umumtujuan pengajaran bahasa Bali menjadi sangaturgen sebab kedudukan dan fungsi bahasa Balitampaknya makin terdesak. Dengan memahamikenyataan itu, tujuan pengajaran bahasa hendaknyasesuai dengan sasaran yang ingin dicapai padaakhir pengajaran suatu bahasa. Tujuan ini sangatterkait dengan jenis-jenis keterampilan yangdiajarkan, fungsi bahasa, aktivitas tutur, peristiwatutur yang semuanya harus disesuaikan denganjenjang/tingkatannya. Misalnya, apabila seseorangingin belajar bahasa untuk berbelanja,keterampilan yang perlu diajarkan adalahbercakap-cakap. Akan tetapi, jika seseorang ingin


❏ Ni Luh Sutjiati Berathabelajar bahasa untuk tujuan menulis surat,keterampilan yang diajarkan adalah menulis. Olehsebab itu, tujuan yang hendak dicapai di dalammempelajari suatu bahasa harus diketahui terlebihdahulu sebelum latar penggunaan bahasa sebabtujuan pembelajaran suatu bahasa sangat terkaitdengan keterampilan yang mendukung prosespembelajaran agar sasaran yang ingin dicapaiterpenuhi dengan baik.Penelitian yang telah dilakukan adalahdalam rangka pelestarian bahasa Bali sepertidigariskan dalam GBHN 1993 dan UUD 1945,dengan tujuan agar orang Bali tetap memilikiidentitas, dan tidak tercabut dari akar danbudayanya. Dalam instrumen penelitian ada limaketerampilan yang diusulkan sebab kelimaketerampilan ini sangat umum digunakan dalampengajaran bahasa, baik untuk pengajaran bahasa I,II, ataupun bahasa asing. Keterampilan tersebutadalah (1) keterampilan membangun kosakata, (2)keterampilan bercakap-cakap, (3) keterampilanmenyimak, (4) keterampilan membaca, dan (5)keterampilan menulis.Kemampuan berbahasa seseorang akantampak dalam kelima keterampilan di atas. Hasilpenelitian sudah sesuai dengan filosofis bahasabahwa seseorang belajar sebuah bahasa adalahmelalui kata (leksikon), selanjutnya denganmenggabungkan kata dengan kata lainnya,dibentuk frasa, klausa (kalimat tunggal), kemudiankalimat (kalimat kompleks). Dalam kenyataannya,bahasa lisan diperoleh terlebih dahulu kemudiandiikuti oleh bahasa tulis.Untuk SD kelas I, tampaknya merekabaru diperkenalkan huruf Balok sehingga jenisketerampilan berbahasa Bali yang perlu diajarkanadalah (1) membangun kosakata dan (2) bercakapcakap.Keterampilan yang diajarkan untuk siswaSD kelas II adalah (1) membangun kosakata, (2)bercakap-cakap, dan (3) menyimak. Data studi inimenunjukkan bahwa keterampilan menyimaktampaknya mulai penting diajarkan pada siswakelas II. Realisasi pelajaran menyimak untuk siswakelas II ini adalah guru bercerita di depan kelasdan siswa mendengarkan sambil memahami isicerita tersebut. Materi yang dipilih adalah yangsarat akan pesan dan berisikan pendidikan budipekerti.Siswa SD kelas III mulai diperkenalkanketerampilan menulis huruf Bali pada semester II.Pada kelas III, jenis-jenis keterampilan yang perludiajarkan adalah (1) membangun kosakata, (2)bercakap-cakap, (3) menyimak, dan (4) menulisdengan huruf latin dan Bali. Pada siswa SD kelasIV keterampilannya adalah (1) membangunkosakata, (2) bercakap-cakap, (3) menyimak, (4)Halaman 58Kebutuhan Pembelajaran Bahasa BaliSiswa Sekolah Dasardi Daerah Tingkat I Provinsi Balimenulis dengan huruf Latin dan Bali, dan (5)membaca. Keterampilan huruf Bali tampaknyapenting diajarkan mulai kelas IV Semester I sebabpengenalan huruf Bali sudah diajarkan pada kelasIII semester II. Pelajaran membaca tampaknyaperlu diajarkan seintensif mungkin pada saat itu,dan akan berlanjut sampai ke kelas V dan VI.Pada siswa kelas V dan VI, semuaketerampilan perlu diajarkan secara terintegrasisebab keterampilan yang satu akan mendukungyang lain, dan kemampuan siswa sudah semakinmeningkat. Penguatan atas semua keterampilanperlu diberikan di kelas IV mulai Semester IIdalam rangka mempersiapkan siswa menghadapiEBTADA (EvaIuasi Belajar Tahap Akhir Daerah),di mana bahasa Bali merupakan salah satu matapelajaran yang harus diujikan.Perlu dikemukakan di sini bahwa teks untukketerampilan membaca diambil dari buku ceritarakyat Bali yang kaya akan pesan untukmengajarkan budi pekerti kepada siswa. Untukpelajaran menyimak, siswa SD diajarkanmenyajikan lagu-lagu Bali, yaitu “Sekar Alit”terdiri atas: “Pupuh Ginanti”, “Mijil”, “MasKumambang”, “Pucung”, “Semaran Dana”,“Sinom”, “Ginada”, “Durma”, “Pangkur”, dan“Dangdang”. Untuk Kidung (khususnya “KidungDewa Nyadnya”) meliputi “Kidung Warga Sari”dan “Magatruh”. Keterampilan menyimak inisekaligus dikaitkan dengan pelajaran apresiasiseni. Siswa juga diajarkan beberapa hal yangterkait dengan bidang kesusastraan seperti pepatah(sesonggan), ibarat (sasenggakan), tamsil(wewangsalan), seloka (bidal), metafora(beladbadan), pantun (peparikan), perumpamaan(papindan), perumpamaan (sesawangan), teka-teki(cacimpedan), syair teka-teki (cecangkriman),olok-olokan (cecangkitan), lawakan (raosngempelin), sindiran (sasimbing), sindiran halus(sasemon), dan alamat (sipta).2.4 Latar Penggunaan Bahasa BaliRanah (domain) merupakan salah satu faktorpenting untuk menentukan kehadiran bahasa atauragam bahasa dalam komunikasi verbal. Schmidt-Rohr (1932) adalah orang pertama yangmenyarankan konfigurasi ranah (domain) danmembedakannya menjadi sembilan ranah:keluarga, tempat bermain, jalan, sekolah, gereja,kesusatraan, pers, militer, pengadilan, danadministrasi pemerintah (dalam Pride dan Holmes,1972:18). Menurut Fasold (1985) dan Romaine(1995:30), ranah merupakan konstelasi dari topik,situasi, latar, dan hubungan antarpelibat. Akantetapi, Fishman (1979:18) mengemukakan bahwaranah merupakan konteks dalam lingkungan sosial


Halaman 59❏ Ni Luh Sutjiati Berathadi mana terjadinya peristiwa tutur. Pemakaian satubahasa dapat terjadi pada ranah keluarga, adat,pendidikan, dan lain-lain.Ranah dalam konteks ini terkait denganlatar (setting) penggunaan bahasa Bali yang dalamstudi ini terdiri atas:1. lokasi penggunaan hahasa,2. waktu penggunaan bahasa, dan3. latar psiko-sosial penggunaan bahasa2.4.1 Lokasi Penggunaan Bahasa BaliObjek penelitian ini adalah siswa SDkelas I—kelas VI di Daerah Tingkat I ProvinsiBali. Dengan didasari atas asumsi bahwa merekasekurang-kurangnya berada pada tiga lokasi dalamkeseharian mereka di Bali, dalam studi inidiusulkan tiga lokasi penggunaan bahasa Bali,yaitu (a) pada masyarakat luas, (b) di rumah(tangga), dan (c) di sekolah.a. Pada masyarakat luasAda sejumlah lokasi yang dapatdikategorikan ke dalam masyarakat luas, di manabahasa Bali dianggap memiliki potensi untukdigunakan. Bahasa dalam ranah ini digunakan olehanggota masyarakat luas dalam interaksi verbaldengan kelompok sosial, lingkungan peribadatan,permainan, dan rekreasi.b. Di rumah tanggaSiswa SD hampir sebagian besarwaktunya dihabiskan di rumah sehingga keluargasebagai komunitas kecil sudah sewajarnyamenggunakan bahasa Bali, dan rumah tanggadigunakan sebagai tempat untuk memulaipengajaran bahasa Bali. Bahasa pada ranahkeluarga digunakan oleh semua anggota keluarga,yaitu antara orang tua dengan anak-anak, atausebaliknya. Pada SD pedesaan semua aktivitastampaknya mampu diwahanai oleh bahasa Bali. Iniartinya bahwa mereka menganggap penggunaanbahasa Bali potensial atau sangat potensial, kecualipada ruang belajar dan kamar mandi. Padamasyarakat perkotaan, potensi penggunaan bahasaBali sangat bervariasi. Khusus untuk lokasi yangberkaitan dengan kegiatan adat istiadat, bahasaBali dikatakan sangat potensial, serta untuk lokasidi dapur, ruang makan, ruang keluarga, ruang tidurpenggunaan bahasa Bali masih potensial, namununtuk halaman rumah, sumur, ruang belajar, dankamar mandi, penggunaan bahasa Bali tidakpotensial.c. Di sekolahSekolah juga merupakan salah satu lokasisiswa SD beraktivitas sehari-hari. Dalam ranahKebutuhan Pembelajaran Bahasa BaliSiswa Sekolah Dasardi Daerah Tingkat I Provinsi Balisekolah bahasa Bali juga digunakan apabila guruberkomunikasi dengan siswa, pagawai dengansiswa, antarsiswa, pedagang dengan siswa.Pada SD pedesaan, bahasa Bali mampumewahanai semua aktivitas di luar kelas, dan dapatdikategorikan masih potensial, tetapi kenyataan initidak berlaku untuk aktivitas tutur di dalam kelas,baik di perpustakaan, ruang kelas, atau ruang guru.Tampaknya untuk semua aktivitas di sekolahdiwahanai oleh bahasa Indonesia, dan bahasa Balidianggap tidak potensial apabila digunakan disekolah, terutama pada SD perkotaan.Menurut para budayawan, pemerhatibahasa, dan para guru SD, penggunaan bahasapada ranah sekolah masih terkait dengnakedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagaibahasa nasional dan resmi negara karena bahasaIndonesia selalu digunakan untuk mewahanai halhalyang bersifat resmi (Halim,1980). Jadi, padaranah ini bahasa Bali tidak digunakan sebab situasipada ranah tersebut tampaknya resmi. Akan tetapi,mereka mengimbau bahasa Bali digunakan sebagaibahasa pengantar di kelas apabila mengajarkanbahasa Bali. Di samping itu, bahasa Balidigunakan pula sebagai bahasa pengantar pada SDkelas I apabila siswa tersebut belum memilikikemampuan untuk memahami bahasa Indonesiadengan baik. Keadaan seperti ini ditemukankhususnya pada SD di pedesaan di mana gurukelas menggunakan bahasa Bali pada saatmenjelaskan semua mata pelajaran.Perlu juga untuk diungkapkan di sinibahwa penguasaan bahasa dan variasi bahasamempengaruhi keterampilan berbahasa sesuaidengan fungsi dan tingkat penguasaannya,termasuk di dalamnya kemampuan memahami(comprehension) secara lisan dan tulisan, dankemampuan berbicara dan menulis (expression).2.4.2 Waktu Penggunaan Bahasa BaliFungsi bahasa ditentukan oleh rentangwaktu pemakaian (durasi), kekerapan, danpenekanan. Bahasa Bali yang diajarkan di SD saatini adalah sebagai muatan lokal dalam KurikulumNasional, dan hanya diajarkan dua jam setiapminggu, termasuk teori dan praktik. Jumlah jam initampaknya masih sangat kurang sehingga perluditambah, sekurang-kurangnya 3-4 jam perminggu, baik untuk praktik maupun teori. Hasilpenelitian ini menunjukkan bahwa bahasa Balisering digunakan pada masyarakat pedesaan untuksemua ranah, sedangkan pada masyarakatperkotaan penggunaan bahasa Bali dianggap kuna(Sukendra 1996).


❏ Ni Luh Sutjiati Beratha2.4.3 Latar Psiko-Sosial Penggunaan BahasaBaliFungsi bahasa memiliki kaitan yangsangat erat dengan latar psiko-sosial penggunaanbahasa. Untuk ketiga lokasi/ranah di atas, latarpsiko-sosial penggunaan bahasa Bali terdiri atas(a) etis, (b) santai, (c) politis, (d) resmi, dan (e)religius.Suasana sosio-psikologi etis artinyasuasana terjadi dalam komunikasi verbal penuturdengan lawan tutur di masyarakat luas denganpenuh keseriusan di mana salah satu lawantuturnya tidak mengerti bahasa Bali. Suasanasosio-psikologi politis artinya suasana terjadidalam rumah/di luar rumah dalam keadaan santai.Suasana sosio-psikologi politis artinya suasanaterjadi di masyarakat luas dengan serius dan penuhperhatian untuk tujuan politik. Suasana sosiopsikologiformal artinya suasana terjadi dimasyarakat luas, sekolah dan rumah dengan penuhperhatian dan keseriusan. Suasana sosio-psikologisreligius artinya suasana terjadi di tempat-tempatperibadatan dengan serius dan memiliki kaitandengan kegiatan keagaman (band. Pride, 1971:4-8)Pada semua ranah, penggunaan bahasaBali dalam suasana sosio-psikologi politisdianggap tidak penting, baik pada masyarakat kotamaupun desa. Pada masyarakat luas, dan rumahtangga di desa, suasana santai dan kekeluargaanpenggunaan bahasa Bali masih tetap dianggappenting, dan bahkan pada ranah rumah tangga padasuasana formal, kekeluargaan dan religiuspenggunaan bahasa Bali sangat penting. Akantetapi, pada ranah sekolah, hanya pada suasanakekeluargaan dan religius tampaknya penggunaanbahasa Bali penting, sedangkan untuk suasanalainnya dianggap tidak penting.Untuk masyarakat perkotaan, ranahmasyarakat luas yang dianggap penting berbahasaBali adalah apabila suasananya santai, dankekeluargaan, serta menjadi penting sekali untuksuasana religius. Pada ranah rumah tangga suasanasantai, formal, dan kekeluargaan pentingmenggunakan bahasa Bali, sedangkan padasuasana religius penggunaan bahasa Bali menjadipenting sekali. Pada ranah sekolah hanya suasanareligius yang menganggap penggunaan bahasa Balipenting sekali, sedangkan pada suasana lainnyapenggunaan bahasa Bali tidak penting.2.5 Interaksi dan Instrumentalitas KomunikasiSuatu komunikasi verba yang baik memilikipelibat dalam peristiwa tutur pada ranah-ranahpemakaian bahasa sebab latar selalu dihubungkandengan tempat terjadinya peristiwa tutur. Posisikomunikan yang realistik diperankan oleh penutur.Halaman 60Kebutuhan Pembelajaran Bahasa BaliSiswa Sekolah Dasardi Daerah Tingkat I Provinsi BaliOleh sebab itu, pokok bahasan tentang interaksidan komunikasi serta hubungan sosial antarpelibatakan mengawali uraian ini, dan selanjutnya diikutidengan pembahasan tentang instrumentalitaskomunikasi.2.5.1 Interaksi dalam KomunikasiPosisi komunikan dalam komunikasiperlu dibicarakan untuk mengetahui dengan siapapara komunikan biasanya berbahasa Bali padaketiga ranah di atas. Pada masyarakat luas,penggunaan bahasa Bali menjadi penting biladigunakan oleh anggota banjar dengan klianbanjar, antaranggota banjar, dan bahkan sangatpenting bila komunikasi dengan bahasa Balidilakukan oleh klian banjar dengan prajuru desaadat. Akan tetapi, tidak penting bila komunikasi ituterjadi antarkelompok masyarakat.Di rumah tangga, penggunaan bahasa Balipenting bila komunikasi itu dilaksanakanantarsaudara, paman/bibi dengan kemenakan,orang tua dengan paman/bibi, dan sangat pentingapabila anak dengan orang tua, kakek/nenekdengan cucu, ayah dengan ibu, orang tua dengankakek/nenek, tetapi tidak penting apabila anakdengan pembantu. Di sekolah, posisi komunikandalam komunikasi menjadi penting antarsiswa, dansiswa dengan orang tuanya, tetapi tidak pentingjika guru dengan siswa, siswa dengan pegawai,dan siswa dengan pedagang di kantin.2.5.2 Hubungan Sosial AntarpelibatMenurut Haugen (1972:329), pemakaianbahasa dalam masyarakat dikaitkan dengankekuasaan dan solidaritas seseorang dalammasyarakat. Sehubungan dengan hal itu, Bown danGilman (1972:256) menyatakan bahwa kekuasaanmengacu kepada hubungan pelibat yang tidaksejajar karena jabatan, kedudukan, atau posisi lebihtinggi di masyarakat daripada penutur lain dalammasyarakat bahasa. Misalnya, hubungan gurudengan siswa, pengurus desa adat dengan anggotabanjar, dan lain-lain. Solidaritas mengacu kepadahubungan antara penutur yang akrab dan sejajar,seperti hubungan antarteman akrab danantaranggota banjar.Berdasarkan konsep yang dikemukakanoleh Brown dan Gilman (1972), parameter yangdigunakan untuk memahami hubungan sosialantarpelibat pada ranah masyarakat luas, rumahtangga, dan sekolah adalah (a) tinggi vs rendah,dan (b) sejajar. Kedua hubungan ini sangat pentingdalam komunikasi sebab masyarakat Baliberstratifikasi sosial yang dilatari oleh sistem


Halaman 61❏ Ni Luh Sutjiati Berathawarna atau klen, dan di Bali dikenal dengan istilahcaturwarga yang terdiri atas Brahmana, Ksatriya,Wesia, dan Sudra. Pemilihan dan penggunaanragam bahasa apakah bentuk hormat atau lepashormat sangat ditentukan oleh hubungan sosialantarpelibat.2.5.3 Instrumentalitas KomunikasiSifat keterampilan berbahasa dapatdikategorikan sebagai reseptif atau produktif.Produktif artinya kemampuan untuk menghasilkanungkapan (berupa frasa, klausa, atau kalimat) yangdapat dipahami dengan baik oleh penutur bahasayang sama. Reseptif adalah kemampuan seseoranguntuk memahami ungkapan yang disampaikanoleh penutur suatu bahasa, namun belum sanggupmenghasilkan suatu ungkapan.2.5.4 Modus KomunikasiModus komunikasi bisa bersifat monolog:komunikasi terjadi satu arah yang hanya dimilikipembicara, dan pendengar tidak terlibat langsung.Misalnya, pembaca berita pada TV, pencerita, dansebagainya. Dialog adalah komunikasi dua arah,terdiri atas pembicara dan pendengar yang keduaduanyaaktif dan terlibat langsung dalamkomunikasi verbal, seperti diskusi dalam seminar,rapat, dan lain-lain. Kedua modus ini bisadituliskan dan dilisankan. Hasil penelitian inimenunjukkan bahwa modus komunikasi yangdikategorikan penting sekali untuk siswa SD didesa dan di kota adalah (a) monolog yang ditulisuntuk didengarkan dan dituliskan, dan (b) dialogyang ditulis untuk didengar dan dituliskan. Yangdianggap penting adalah (a) monolog yangdilisankan untuk didengar dan dituliskan, dan (b)dialog yang dilisankan untuk didengar dandituliskan.Dalam materi pembelajaran bahasa Baliterdapat keterampilan yang bermodus monologdan dialog yang direalisasikan ke dalam jenisketerampilan yang akan diajarkan denganpendekatan pragmatik yang lebih mementingkankelancaran berkomunikasi (fluency) daripadaketepatan (accuracy). Misalnya, untuk siswa SDkelas III, guru harus mengajarkan siswaketerampilan menyimak. Pada keterampilantersebut, siswa diminta mendengar dengansungguh-sungguh cerita yang diucapkan oleh guru,selanjutnya siswa disuruh menyarikan cerita itudengan kata-kata sendiri dengan ragam tulis,kemudian diminta bercerita di dalam kelas, dengantujuan apakah telah terjadi pemahaman terhadapapa yang disampaikan guru.Kebutuhan Pembelajaran Bahasa BaliSiswa Sekolah Dasardi Daerah Tingkat I Provinsi Bali2.5.5 Saluran KomunikasiJenis-jenis komunikasi berbahasa Baliyang dianggap tepat digunakan di siswa SD dibagimenjadi tiga kategori yaitu:a. Saluran komunikasi yang termasuk kedalam kategori penting sekali adalah tatapmuka bilateral, barang cetakan, gambargambar.b. Saluran komunikasi yang termasuk kedalam kategori penting adalah tatap mukaunilateral, TV dan radioc. Saluran komunikasi yang termasuk kedalam kategori tidak penting adalahtelepon dan video.2.6 Ragam Bahasa Bali dan Tingkat PenguasaanBahasa BaliRagam bahasa Bali untuk siswa SD kelas I sampaidengan kelas VI meliputi ragam standar dannonstandar, serta penggunaan aras-tutur yang tepatdalam berkomunikasi. Di samping itu, tingkatpenguasaan kemampuan berbahasa Bali yangterdiri atas ukuran teks, kompleksitas ujaran,rentang bentuk untuk fungsi mikro dan makro,kecepatan, serta fleksibilitas bentuk ujaran jugadibahas dan dipadukan dengan mediumkomunikasi lisan dan tulisan, baik yang bersifatreseptif maupun produktif.2 6.1 Ragam Bahasa BaliBahasa Bali memiliki beraneka ragamvariasi dialektal (variasi geografis). Menurut Bawa(1983), yang dianggap sebagai dialek standaradalah dialek Klungkung. Pemilihan tersebutdidasari atas latar belakang sejarah dialek tersebut.Studi ini tidak mengacu pada salah satu dialekyang ada di Bali untuk menentukan standartidaknya ragam bahasa Bali sebab untuk tujuanpembelajaran suatu bahasa, pertama-tama harusdiketahui apa yang dimaksud dengan ragamstandar.Ragam bahasa Bali standar adalah ragambahasa Bali yang mengikuti atau sesuai dengankaidah bahasa Bali, meliputi fungsi bahasa danaras-tutur, baik untuk bahasa lisan maupun tulisan.Ragam nonstandar adalah kebalikan dari ragamstandar, yaitu tidak sesuai dengan kaidah-kaidahpenggunaan bahasa Bali, baik untuk tujuan tulisdan lisan. Pemilihan ragam ini penting diajarkansejak dini sebab kesalahan dalam pemilihan ragambahasa dalam berkomunikasi dapat menyesatkan.Misalnya, bisa membuat seseorang tersinggungatau marah, dan bahkan tidak dapat mengerti pesanatau amanat yang disampaikan dalam komunikasitersebut.


❏ Ni Luh Sutjiati BerathaPenggunaan aras-tutur menunjukkanbahwa bahasa Bali Kepara tampaknya tidak perludiajarkan pada siswa SD di Bali. Bahasa BaliKepara dapat diperoleh dengan cepat darilingkungan tetangga ataupun sekolah (hasilwawancara dengan para informan kunci). BahasaBali Alus perlu diajarkan kepada siswa kelas I danII, bahkan guru bahasa Bali tampaknyamenggunakan bahasa Bali Alus sebagai bahasapengantar siswa SD kelas I dan II di desa. Untukitu, materi pelajaran untuk siswa SD I dan IIsebaiknya menggunakan bahasa Bali Alus. BahasaBali ragam Alus mulai diajarkan dari kelas IIIsampai dengan kelas VI baik untuk materipelajaran ataupun bahasa pengantar di kelas. Hasilini sudah sesuai dengan kenyataan bahwa padamasyarakat Bali, apabila ada orang ingin menyapaseseorang yang belum jelas stratifikasi sosialnya,dia akan disapa dengan bahasa Alus denganungkapan seperti ti/tiang nunasang antuk linggih(yang artinya ‘bolehkan saya mengetahui statussosial Anda’). Mengajarkan seseorang berbahasaBali ragam Alus jauh lebih baik daripadamengajarkan bahasa Kepara sebab seseorang yangbelum dikenal lebih senang jika disapa denganbahasa Alus daripada bahasa Kepara. Penggunaanbahasa Bali Kepara, terlebih-lebih dengan orangyang usianya lebih tua atau belum dikenal dapatmembuat orang tersinggung sebab tidak sesuaidengan tata krama adat Bali.2.6.2 Tingkat Penguasaan Kemampuan BerbahasaBaliParameter yang digunakan untukmengukur tingkat penguasaan kemampuanberbahasa Bali adalah (a) ukuran ujaran/bahasa,(b) kompleksitas ujaran, (c) rentang bentuk fungsimikro dan makro, (d) kecepatan, dan (e)fleksibilitas bentuk ujaran. Parameter di atas akandikombinasikan dengan medium komunikasi, baiklisan maupun tulisan, serta sifat keterampilanberbahasa, yaitu reseptif dan produktif.2.7 Peristiwa Komunikasi2.7.1 Peristiwa TuturPeristiwa tutur sangat penting dalamberkomunikasi, terutama dalam kaitannya denganaktivitas tutur yang akan memunculkan fungsibahasa. Peristiwa tutur dalam suatu komunikasiharus dipahami terlebih dahulu sebelum memilihjenis fungsi bahasa yang tepat dalam komunikasitersebut.Pada ranah komunikasi di masyarakatluas, peristiwa tutur dapat di kategorikan pentingsekali, dan bahasa Bali dapat mewahanai peristiwatutur seperti (a) menyucikan pratima ke lautHalaman 62Kebutuhan Pembelajaran Bahasa BaliSiswa Sekolah Dasardi Daerah Tingkat I Provinsi Bali(melasti), (b) membuat sesajen, (c) membuatmakanan tradisional Bali (mebat) di banjar, (d)gotong royong (ngaturang ayah) di pura, dan (e)melayat (majenukkan), atau kundangan. Semuaperistiwa tutur di atas dianggap sangat pentingsebab pemakaian bahasa Bali sangat erathubungannya dengan adat-istiadat (budaya) Bali,yang memiliki sifat gotong royong.Peristiwa tutur yang termasuk ke dalamkategori penting adalah (a) piknik dengan keluargadan (b) nonton kesenian Bali. Pada ranah rumahtangga, peristiwa komunikasi yang termasukkategori tidak penting adalah menjawab danmenerima telepon, tetapi yang termasuk ke dalamkategori penting adalah (a) memberi informasi diri,(b) memberi perintah, (c) menunjuk arah mataangin, (d) menghitung, (e) bersenda gurau, (f)menanyakan menu makanan, (g) menjelaskankesehatan, dan (h) meninggalkan pesan.Yang termasuk kategori penting sekali,artinya bahasa Bali harus digunakan adalah padaperistiwa komunikasi (a) peristiwa tutur yangberhubungan dengan upacara keagamaan, (b)membantu orang tua, dan (c) kegiatan sehari-haridi rumah. Pada ranah sekolah, bahasa Bali tidakperlu mewahanai peristiwa tutur sebagai berikut:(a) belajar dan (b) berolahraga. Yangdikategorikan penting adalah (a) bermain, (b)berkebun, (c) berbelanja, dan (d) bertengkar.2.7.2 Aktivitas TuturAktivitas tutur merupakan unsur dasaruntuk menginterpretasikan kata, frasa, klausa, dankalimat dalam sebuah bahasa sebab fungsi bahasamemuat makna dan berisikan faktor isyaratkecocokan (appropriacy condition) dari sebuahaktivitas tutur (Kempson 1980). Konsep syaratkecocokan kondisi dapat digeneralisasi padasemua tuturan dalam masyarakat bahasa danpikiran manusia.Fungsi bahasa adalah fungsi yang sesuaidengan penggunaan bahasa. Berikut disajikanfungsi-fungsi bahasa yang tepat diajarkan kepadasiswa SD kelas I sampai VI, yang sesuai denganranah (lokasi) penggunaan bahasa. Fungsi bahasadalam penggunaan sering tumpang tindih. Inisangat tergantung pada peristiwa tuturnya.a. Ranah masyarakat luasPada ranah masyarakat luas ada sejumlahfungsi bahasa apabila dikaitkan denganperistiwa tutur, yaitu (i) menanyakan harga,(ii) menjelaskan arah, (iii) membandingkandan mengontraskan, (iv) menyatakan setuju,(v) mengklasifikasikan, (vi) mendeskripsikan,(vii) memberi contoh, (viii) menyangkal, (ix)memberikan informasi, (x) memberi perintah,


Halaman 63❏ Ni Luh Sutjiati Berathab(xi) menyatakan sebab akibat, (xii)mendeskripsikan proses, (xiii) menyatakankualifikasi, (xiv) memberi saran dan nasihat,(xv) menginterpretasikan, (xvi) memberikanpendapat, (xvii) mengakui, (xviii)mengidentifikasi, dan (xix) memberipenilaian.Ranah rumah tanggaFungsi bahasa yang terkait dengan ranahrumah tangga adalah (i) menyangkal, (ii)memerintah, (iii) melarang, (iv) menyatakansebab akibat, (v) mengandaikan, (vi)menjelaskan, (vii) mengakui, (viii)mendeskripsikan, (ix) menjelaskan, (x)menerka, (xi) menyimpulkan, (xii) bertanya,(xiii) memberikan penilaian, (xiv) memberisaran atau nasihat, (xv) bercerita, (xvi)memberikan informasi, (xvii) membandingkandan mengontraskan, (xviii) menyatakan setujudan tidak setuju, (xix) menyatakan pendapat,dan (xx) menyatakan kualifikasi.c. Ranah sekolahFungsi bahasa yang bertalian dengan ranahsekolah meliputi (i) mengidentifikasiorang/benda dan tempat, (ii) mendeskripsikanorang, bangunan, proses, dan waktu, (iii)mengikuti perintah, (iv) bertanya, (v)memberikan informasi, (vi) memberikanpenilaian, (vii) membandingkan danmengontraskan, (viii) menyatakan sesuatu,(ix) memperingati, (x) memberi contoh, (xi)mendefinisikan, (xii) mengkalisifikasikan,(xiii) menggeneralisasi, dan (xiv) menyatakankualifikasi.Semua fungsi bahasa yang dikemukakandi atas memiliki kata kerja performatif (Austin1962; Searle 1969). Menurut Searle (1969), teoritindak tutur yang dikembangkannya adalah untukmembicarakan penggunaan bahasa, kondisipenggunaan, serta kaidah yang menyertai dansekaligus turut menjelaskan tindak tutur dalamujaran.3. SIMPULANBeberapa simpulan yang diperoleh dalampenelitian ini adalah sebagai berikut:1. Kemampuan berbahasa Bali siswa SD diProvinsi Bali yang terdiri atas kemampuanberbahasa lisan, unda-usuk, dan bahasa tulisadalah sebagai berikut:a. Kemampuan merekam dalam berbahasalisan sangat bervariasi, baik di pedesaanmaupun di perkotaan. Siswa SD diKebutuhan Pembelajaran Bahasa BaliSiswa Sekolah Dasardi Daerah Tingkat I Provinsi Balipedesaan memiliki kemampuan berbahasalisan lebih baik daripada mereka yangtinggal di perkotaan. Hal ini disebabkanoleh penggunaan bahasa Bali di desalebih intensif daripada di kota;b. Kemampuan menggunakan unda-usuksiswa SD belum memadai. Menurutmereka, penggunaan unda-usuk adalahrumit (’sulit’), serta belum tersedianyamateri yang baik untuk mengajarkanunda-usuk bahasa Bali di SD; danc. Kemampuan berbahasa Bali tulis denganhuruf Latin untuk siswa SD kelas I adalahnihil, kelas II dan III pemula, kelas IVmenengah, serta untuk kelas V dan VIlanjut. Kemampuan berbahasa Bali tulisdengan dengan huruf Bali sangat rendahsebab sampai dengan kelas VI merekabelum menguasai dengan baik PasangSastra Aksara Bali (tata cara penulisanhuruf Bali). Menurut pengakuan guru,mereka hanya menggunakan buku acuanyang sifatnya masih umum, dan belumberisikan aturan yang pasti tentang tatacara penulisan huruf Bali.2. Tujuan belajar bahasa Bali siswa SD dapatdikatagorikan sangat urgensi mengingatkemampuan berbahasa Bali mereka sangatrendah, dan penggunaan bahasa Bali semakindihindari. Dalam rangka pengembangan danpelestarian bahasa Bali perlu dicarikan jalanpemecahannya, yaitu mengajarkan merekaketerampilan yang disesuaikan dengan jenjangmereka. Penelitian ini menunjukan bahwaketerampilan yang perlu diajarkan sesuaidengan tujuan belajar tersebut adalah sebagaiberikut:Kelas I : membangun kosakata, danbercakap-cakap,Kelas II : membangun kosakata, bercakapcakap,dan menyimak,Kelas III : membangun kosakata, bercakapcakap,menyimak, danmenulis dengan huruf Latindan Bali,Kelas IV : membangun kosakata, bercakapcakap,menyimak, menulisdengan huruf Latin danBali, dan membaca hurufBali.Kelas V dan VI : semua keterampilan diajarkansecara terintegrasi.


❏ Ni Luh Sutjiati Beratha3. Latar penggunaan bahasa Bali terdiri atas:(a) Lokasi penggunaan bahasa Bali bagisiswa SD dalam kesehariannya beradapada tiga lokasi, yaitu (i) di masyarakatluas: pura, banjar, sawah, sungai, pasartradisional, supermarket, laut, tempathiburan, dan kolam renang, (ii) di rumahtangga: sanggah, Bali Gede, dapur, ruangmakan, ruang keluarga, ruang tidur,halaman rumah, kebun, sumur, ruangbelajar, dan kamar mandi, serta (iii) disekolah: kantin sekolah, halaman sekolah,lapangan olahraga, perpustakaan, kamarmandi, kelas, dan ruang guru.(b) Waktu penggunaan bahasa Bali untuk diSD perkotaan masih perlu ditingkatkansebab siswa berbahasa Bali pada saatdiajarkan bahasa Bali di kelas. BahasaBali perlu digunakan pada semua ranahpakai yang bersifat kedaerahan. Di desabahasa Bali secara umum digunakansetiap saat.(c) latar psiko-sosial penggunaan bahasameliputi (i) religius, (ii) kekeluargaan,(iii) santai, (iv) formal, (v) politis, dan(vi) etis.4. Bentuk interaksi dan instrumentalitas dalamkomunikasi meliputi:a. Interaksi dalam komunikasi: dengan siapapara komunikan menggunakan bahasaBali pada ketiga ranah di atas: (i) dimasyarakat luas: anggota banjar denganklian banjar, antaranggota banjar, klianbanjar dengan prajuru desa,antarkelompok masyarakat; (ii) di rumahtangga: anak dengan orang tua,antarsaudara, kakek/nenek dengan cucu,paman/bibi dengan kemanakan, ayah danibu, orang tua dengan kakek/nenek, anakdengan pembantu, dan orang tua denganpaman/bibi; (iii) di sekolah: antarsiswa,guru dan siswa, siswa dengan pegawai,siswa dengan pegawai di kantin, dansiswa dengan orang tuanya;b. Hubungan sosial antarpelibat pada ketigaranah di atas adalah tinggi x rendah, dansejajar;c. Instrumentalitas komunikasi merekaadalah pada SD di pedesaan kelas I—VIbahasa lisan mereka sangat produktif, danbahasa tulis untuk siswa SD kelas I danIII adalah reseptif, tetapi makin produktifsetelah di kelas IV sampai dengan kelasVI. Pada SD di kota, bahasa lisan kelas Idan II adalah reseptif, dan lebih produktifsetelah di kelas III dan berlanjut sampaiHalaman 64Kebutuhan Pembelajaran Bahasa BaliSiswa Sekolah Dasardi Daerah Tingkat I Provinsi Balidengan kelas VI. Untuk bahasa tulishasilnya sama dengan SD di pedesaan,yaitu reseptif pada kelas I sampai denganIII, dan makin produktif setelah di kelasIV;d. Modus komunikasi bahasa Bali terdiriatas (i) monolog yang dituliskan untukdidengar dan dituliskan, serta dialog yangdilisankan untuk didengar dan dituliskantermasuk kategori penting sekali; dan (ii)monolog yang dilisankan untuk didengardan dituliskan, serta dialog yangdituliskan untuk didengar dan dituliskantermasuk kategori penting;e. Saluran komunikasi siswa SD dibagimenjadi 3 kategori: (i) penting sekali:tatap muka bilateral, barang cetakan, dangambar-gambar; (ii) penting: tatap mukaunilateral, TV, dan radio; (iii) tidakpenting: telepon dan video.5. Ragam bahasa Bali yang perlu diajarkan untuksiswa SD adalah ragam standar, yaitu bahasaBali yang baik dan benar (karena sudah sesuaidengan kaedah penggunaan bahasa). Dan hasilpenelitian ini menunjukan ragam bahasa untuksiswa SD dimulai dengan mengajarkanmereka bahasa Bali Madya dan Halus, sebabbahasa Bali kasar akan di pahami secara cepatdari pergaulan baik dengan tetangga maupundengan teman sekelas.6. Peristiwa komunikasi terdiri atas peristiwatutur dan aktivitas tutur.(a) Peristiwa tutur yang berbahasa Balimeliputi (i) masyarakat luas: menyucikanpratima ke laut (melasti), membuatsesajen, membuat makanan tradisionalBali, gotong royong di pura,melayat/kundangan, piknik, dan nontonkesenian tradisioanal Bali, (ii) rumahtangga: semua peristiwa tutur yangberhubungan dengan kegiatan upacarakeagamaan, membantu orang tua,aktivitas sehari-hari, memberi informasidiri, memberi perintah, menunjukan arahmata angin, menghitung, bersenda gurau,menanyakan menu makanan, menjelaskankesehatan, dan meninggalkan pesan, (iii)ranah sekolah: bermain, berkebun,berbelanja, bertengkar.(b) Sejumlah aktivitas tutur yang digunakanpada ketiga ranah adalah (i) di masyarakatluas: menanyakan harga, menjelaskanarah, membandingkan dan mengontraskan,menyatakan setuju/kualifikasi, meng-


Halaman 65❏ Ni Luh Sutjiati Berathaklasifikasikan, mendeskripsikan orang/tempat/proses, memberi contoh/saran/nasihat, menyangkal, memberi informasi/perintah/pendapat/ penilaian, menyatakansebab akibat: menginterpretasikan danmengakui, (ii) di rumah tangga: menyangkal,memerintah, melarang, menyatakansetuju/sebab akibat/ pendapat/kualifikasi,menjelaskan, mengakui, mendeskripsikan,menerka, menyimpulkan, memberipenilian, memberi informasi diri/sarandan nasehat, bercerita, membandingkandan mengontraskan, (iii) di sekolah:mengindentifikasi orang, benda/tempat,mendeskripsikan orang, bangunan,proses, mengikuti perintah, bertanya,memberi informasi/penilaiaan, membandingkandan mengontraskan, menyatakansetuju/kualifikasi, memperingati,memberi contoh, mendefinisikan,mengklarifikasikan, dan menjederalisasi.---------------------------------1Makalah ini telah dipresentasikan padaLokakarya Bahasa Bali yang diselenggarakanoleh Badan Pembinaan Bahasa, Aksara, danSastra Bali Provinsi Bali pada tanggal 29 – 31Oktober 2007 di Denpasar dan disunting sesuaikeperluan LOGAT tanpa mengubah isi.DAFTAR PUSTAKADinas Pengajaran Propinsi Daerah Tingkat I Bali.1975. Kurikulum Sekolah Dasar 1975Garis-Garis Besar Program PengajaranBidang Studi Bahasa Bali Untuk Kelas III,IV, V, VI. Denpasar: Dinas PengajaranPropinsi Daerah Tingkat I Bali.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan PropinsiBali. 1994. Lampiran II Keputusan KepalaKantor Wilayah Departemen Pendidikandan Kebudayaan Propinsi Bali Nomor 22/I19 C/Kep/I.94 Tanggal 17 Januari 1994,Kurikulum Muatan Lokal PendidikanDasar, Garis-Garis Besar ProgramPengajaran (GBPP) Sekolah Dasar, MataPelajaran: Bahasa Daerah Bali. Denpasar:Departemen Pendidikan dan KebudayaanKantor Wilayah Propinsi Bali.Anom, I Gusti Ketut, dkk. 1983 Tatabahasa Bali.Denpasar: Dinas Pengajaran Daerah TingkatI Bali.Kebutuhan Pembelajaran Bahasa BaliSiswa Sekolah Dasardi Daerah Tingkat I Provinsi BaliAnom, I Gusti Ketut, dkk. 1995. Kusumasari 1, 4,5. Denpasar: Kantor Wilayah DepartemenPendidikan dan Kebudayaan Propinsi BaliAnom, I Gusti Ketut, dkk. 1997. Kusumasari 2, 3,6. Denpasar: Kantor Wilayah DepartemenPendidikan dan Kebudayaan Propinsi Bali.Arnati, Ni Wayan. 1996. Kedwibahasaan diKalangan Karyawan Etnis Bali di Bali.Tesis Program Studi Magister (S2)Linguistik, <strong>Universitas</strong> Udayana.Austin, J.L. 1962. “How to Do Thing withWords.” Dalam J.O. Urmson (ed). NewYork: Oxford University Press.Azies, F., A. C. Alwasilah. 1996. PengajaranBahasa Komunikatif: Teori dan Praktek.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.Bagus, I Gusti Ngurah. “Perubahan BentukHormat dalam Masyarakat Bali: SebuahPendekatan Etnografi Berbahasa.” Disertasiuntuk <strong>Universitas</strong> Indonesia.Barbar, C.C. 1977. “A Grammar of the Balinese.”Language, Vol. 1 dan 2. Arberdeen:Arberdeen University.Blum-Kulka, Shosana, dkk., 1989. Cross-CulturalPragmatics: Request and Apologies. NewJersey: Ablex.Brown dan A. Gilman. 1960. “The Pronouns ofPower and Solidarity’ dalam Language andSocial Context.” Dalam Pierpaolo (eds.)1972.Brumfit, C. J. 1986. The Practice ofCommunicative Teaching. Oxford:Pergamon Press.Coates, J. 1986. Women, Men, and Language: ASosiolinguistic Account of Sex Differencesin Language. London: Longmn.Dulay, Heide, Marina Burt, dan Stephen Krashen.1982. Language Two. New York: OxfordUniversity Press.Ellis, G. dan Barmara Sinclair. 1989. Learning toLearn English. Cambridge: CambridgeUniversity Press.


❏ Ni Luh Sutjiati BerathaFinocchiro, M. 1979. “The Funcional-nationalSyllabus: Problems, Practices, Problems.”Dalam English Teaching Forum 17 (1979),11-20.Fishman, 1972. “Language Maintenance andLanguage Shift.” Dalam J.A. Fishman,Language in the Sosiocultural Change.Stanford: Stanford University Press.Granoka, Ida Wayan, dkk. 1984/1985. TatabahasaBali. Denpasar: Proyek Penelitian Bahasadan Sastra Indonesia dan Daerah Bali,Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Gumperz, J.J. dan D.H. Hymes (eds.) 1972.Direction in Sosiolinguistics: TheEthnography of Communication. Oxford:basil Blackwell.Gumperz, J.J. 1982a. Discourse Strategies.Cambridge: Cambridge University Press.Gumperz, J.J. 1982b. Language and SocialIdentity. Cambridge: Cambridge UniversityPress.Halim, A. (ed). 1980/1981. Politik Bahasanasional 1 dan 2. Jakarta: Bali Pustaka.Halliday, M.A.K. 1997. Exploration in theFunction of Language. London: EdwardArnold.Hynes, D. H. 1962. “The Ethnography ofSpeaking.” Dalam Readings on Sosiology ofLanguage. The Hagua: Mounton.Hymes, D.H. 1972. “On CommunicativeCompetence.” Dalam Pride dan Holmes(eds.) 1972. London: Penguin Book.Harmer, J. 1991. The Practice of EnglishLanguage. London: Longman Group Ltd.Haugen, E. 1972. The Ecology of Language.California: Standard University Press.Jorden, R.R. 1990. Academiv Writing Course.London: Collins.Kaswanti Purwo, Bambang. 1990. Pragmatik danPengajaran Bahasa Menyibak Kurikulum1984. Yogyakarta: Kanisius.Halaman 66Kebutuhan Pembelajaran Bahasa BaliSiswa Sekolah Dasardi Daerah Tingkat I Provinsi BaliKersten SVD, J. 1984. Bahasa Bali, Tatabahasa,Kamus Bahasa Balu Lumrah. Ende: NusaIndah.Leech, G. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik.Jakarta: <strong>Universitas</strong> Indonesia Press.Littlewood, W.T. 1985. “Integrating the New andthe Old Communicative Approach.” Das(ed), 1985:1—13.Mackey, W.E. 1968. “The Description.” DalamJoshua H. Fishman (ed). Reading in theSociology.Madera, I Gede. 1967. Sari Basa Bali. Denpasar:Gema.Moleong, L.J. 1991. Metodologi PenelitianKualitatif. Bandung: PT remaja Indonesia.Muhadjir. N. 1992. Metodologi PenelitianKualitatif. Yogyakarta: Raka sarasin.Munby, J. 1978. Communicativ Syllabus Design.Cambridge: Cambridge University Press.Nunan, D. 1991. Language TeachingMethodology. Hertfordshire: Prentice HallInternational Ltd.Poedjosoedarmo, S. 1982. Javanese Influence onIndonesian, Canberra.: Pasific Linguistic,D-38. The Australian National University.Putra, I Ketut Adnyana. 1994. “Kesulitan Siswadalam Belajar Membaca Permulaan diSekolah Dasar” (Laporan Penelitian).Singaraja: Program Studi PendidikanBahasa dan Sastra Indonesia, JurusanPendidikan Bahasa dan Seni, SekolahTinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan.Raka, A.A. Gde, dkk. Titi Basa Bali I-VI.Denpasar: Upada Sastra.Rasmi, Ni Nengah, dkk. “Efek Psikologis danSikap Komunikan Atas Penggunaan RagamBahasa Komunikator dalam ProsesKomunikasi pada Masyarakat Etnik Bali,Sebuah Kajian Psiko-sosio-etnolinguistikdalam Eksistensi Bahasa Bali Halus antaraPeninggalan dan Pemertahanan.” (LaporanPenelitian). Singaraja: Program StudiPendidikan Bahasa dan sastra Indonesian,Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni,Sekolah Tinggi Keguruan dan IlmuPendidikan.


❏ Lely RefnitaHalaman 68Alihkode dan Peran Psikologis Bahasa Ibudalam Proses Belajar-Mengajar Bahasa AsingALIHKODE DAN PERAN PSIKOLOGIS BAHASA IBUDALAM PROSES BELAJAR-MENGAJAR BAHASA ASING 1Lely RefnitaFakultas Keguruan Ilmu Pendidikan <strong>Universitas</strong> Bung HattaAbstractThe role of mother tongue is not only social but also psychological, either in its daily use orin foreign language learning. This article is the development and further analysis of a partof the writer’s research results conducted in 2007 and in 1999. The main topic of this articlefocuses on sociolinguistic and psychological roles of mother tongue in the classroomteaching-learning process of foreign language, in this case English. Sociolinguistic roles inthis article are limited to the code-switching processes and psychological ones are limited tothe aspect of adult learning-motivation. Research results showed that the mother tongue wasone address of having code-switching and it had important role in foreign languagelearning. Although the English class should be formally full of the use of the learnedlanguage, switching process to mother tongue took place naturally and the use of mothertongue had psychological roles in order to improve learning motivation for adults.Key words: code-switching, psychological role, mother tongue, teaching-learning, foreignlanguage1. PENDAHULUANApabila manusia (dua orang atau lebih)berkomunikasi, mereka menggunakan alat atausistem komunikasi. Alat atau sistem komunikasiutama yang dimiliki manusia dan menjadikannyalebih daripada makhluk lain adalah bahasa. Alatatau sistem komunikasi tersebut, di kalanganlinguis, sering juga disebut dengan kode (code)yang dalam pengertian agak luas dapat merujuk kebahasa, dialek, ragam, atau gaya bahasa.Kemampuan berbahasa dan menggunakan kodeadalah salah satu keunggulan manusiadibandingkan dengan makhluk lain (lihat White &Dillingham dan 1973 Wardhaugh 1988).Kenyataan bahwa manusia dalam kehidupanmoderen ini mampu menguasai dan berkomunikasidalam dua bahasa atau lebih sudah menjadi halyang wajar. Sebagian besar penutur bahasa didunia ini adalah dwibahasawan dan bahkananekabahasawan. Dalam berbagai peristiwa bahasahampir pasti terjadi alihkode atau campur kodekarena manusia sering dihadapkan pada pilihankode setiap kali ia ingin berbicara.Apa yang menyebabkan seseorangberalihkode atau bercampurkode? Kapan dan dimana sajakah alihkode atau campurkode terjadi?Apakah dwibahasawan atau anekabahasawan‘kehilangan’ bahasa ibu dalam berkomunikasi? Iniadalah sebagian pertanyaan yang menarik danmenantang untuk dijawab sehubungan denganadanya peristiwa alihkode dan campurkode. Gejalaalihkode dan campurkode yang dikenal dalamsosiolinguistik cukup menarik perhatian parapeneliti dan ahli bahasa untuk ditelaah dariberbagai segi. Tulisan ini hanya membahas perihalalihkode yang terjadi dalam proses belajarmengajar (PBM), khususnya dalam PBM bahasaInggris di perguruan tinggi. Pokok bahasan inidikaitkan dengan peran psikologis bahasa ibu(dalam hal ini bahasa Indonesia) dalam PBMmatakuliah tatabahasa (Grammar) bahasa Inggris.Dengan demikian, pokok bahasan tulisan iniberkenaan dengan alihkode dan peran psikologisbahasa ibu dalam PBM bahasa asing denganmengambil latar pelaksanaan penelitian diperguruan tinggi.Tidak semua aspek alihkode dalam PBMdi kelas bahasa asing akan dibahas pada artikel ini.Pembahasan hanya dikhususkan pada fungsifungsikomunikatif alihkode dalam PBM kelasbahasa asing dan peran psikologis pemakaianbahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dansalah satu arah beralihkode di kelas bahasa Inggris.Pembahasan ini penting artinya untuk melihatkeberadaan dan kealamian alihkode dalamperistiwa bahasa serta untuk mencermati peranpsikologis bahasa Indonesia dalam PBM bahasaInggris. Selain itu, pembahasan ini mempunyai artipenting untuk mengungkapkan adanya peran sosialdan psikologis bahasa di dalam kelas yang dapat


Halaman 69❏ Lely Refnitadikatakan sebagai percontohan masyarakat kecildengan latar yang lebih resmi. Apabila dikaitkandengan dunia pendidikan, informasi dan temuankajian ini dapat dimanfaatkan untuk pencapaiankeberhasilan pembelajaran bahasa asing,khususnya pembelajaran bahasa Inggris diperguruan tinggi.2. METODE PENELITIANSebagaimana dikemukakan di atas, tulisan inimerupakan pengembangan dan telaah lanjut darisebagian hasil penelitian dari dua buah penelitianyang penulis lakukan tahun 2007 (PenelitianDosen Muda) dan dikaitkan dengan sebagian hasilpenelitian lain yang dilaksanakan tahun 1999.Subpokok bahasan mengenai fungsi komunikatifalihkode dalam PBM kelas bahasa Inggrisdidasarkan pada penelitian tahun 1999, sementarasubpokok bahasan tentang peran psikologis bahasaibu didasarkan pada hasil penelitian dosen mudayang dilakukan tahun 2007. Jenis penelitian yangdilakukan pada tahun 1999, sehubungan denganpemerolehan data dan temuan penelitian tentangfungsi komunikatif alihkode, adalah penelitiandeskriptif-kualitatif. Metode dan teknikpengumpulan data yang digunakan adalah metodeobservasi langsung dengan teknik rekam danteknik catat. Sementara itu penelitian tentang peranpsikologis bahasa ibu, yang dilakukan tahun 2007,merupakan penelitian eksperimental. Dengandemikian, pokok bahasan tulisan ini didasarkanatas dua bentuk penelitian yang berbeda, yaknipenelitian deskriptif-kualitatif dan penelitianeksperimental. Subjek penelitian yang pertamaadalah mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa danSastra Inggris FKIP <strong>Universitas</strong> Bung Hatta yangterdaftar pada tahun akademik 1998/1999. Adadelapan kelas PBM yang diamati dan direkamuntuk memperoleh data tentang fungsi komunikatifalihkode, yaitu kelas matakuliah Introduction toLiterature, English Phonology, Introduction toLinguistics, Seminar on English LanguageTeaching, Research on English LanguageTeaching, Curriculum and Material Development,English Correspondence II dan Translation II.Penelitian ini dilakukan selama enam bulan (satusemester). Analisis data dilakukan secaradeskriptif-kualitatif dan didukung oleh analisisdeskriptif-kuantitatif yang bersifat jumlah danpersentase.Penelitian eksperimental untukmendapatkan data tentang peran psikologis bahasaibu dilakukan selama satu semester juga denganpopulasi mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasadan Sastra Inggris FKIP <strong>Universitas</strong> Bung Hattayang mengambil matakuliah Grammar III padatahun akademik 2006/2007. Sampel penelitianAlihkode dan Peran Psikologis Bahasa Ibudalam Proses Belajar-Mengajar Bahasa Asinguntuk kelas eksperimental adalah kelas IIC (20orang mahasiswa). Kelas ini diajar denganmenggunakan bahasa pengantar bahasa Indonesia.Sementara itu, sampel untuk kelas kontrol adalahkelas IIA (24 orang mahasiswa). Kelas ini diajardengan menggunakan bahasa pengantar bahasaInggris. Analisis data dilakukan secra kuantitatif,yaitu dengan menggunakan analisis uji signifikansi(t-test dan ancova) dan diikuti dengan penjelasanverbal terkait hasil-hasil penelitian kuantitatif yangdilakukan.Pokok bahasan yang menjadi dasar uraiantulisan ini bersifat deskriptif-kualitatif meskipunsebagian dasar pengkajiannya berasal dari datakuantitatif (lihat Refnita 1999 & 2007). Hal inidisebabkan oleh bentuk pembahasan yang lebihpada perihal data kualitatif daripada datakuantitatif. Fungsi-fungsi komunikatif alihkodedan peran psikologis yang menjadi dasarpemaparan tulisan ini mengarah ke penelaahanyang bersifat nilai dan fenomena bahasa,khususnya yang terjadi dalam PBM kelas bahasaasing, yaitu kelas bahasa Inggris.3. TINJAUAN TEORI DAN PENELITIANTERKAIT3.1 Alihkode dalam Proses Belajar MengajarKajian alihkode yang secara umum dipayungi olehsosiolinguistik membuka peluang untuk penelitidan ahli bahasa untuk mempelajari gejala yangumum terjadi dalam masyarakat dwibahasa dananekabahasa ini. Alihkode dapat dikaji dariberbagai sudut pandang seperti bentuk, tempatterjadi, pola, dan fungsi alihkode itu sendiri.Alihkode yang terjadi dalam PBM di kelas,misalnya, begitu sering terjadi dengan pola yangbervariasi. Hal ini mungkin disebabkan oleh begituberagamnya masukan dan latar belakang pelibatdalam PBM tersebut, lebih-lebih dalam PBM diperguruan tinggi. Alihkode tidak hanya terjadi dikelas biasa, tetapi juga di kelas bahasa asingmeskipun secara formal amat diharapkan kelastersebut didominasi oleh pemakaian bahasa yangsedang dipelajari.Masyarakat dwibahasa dan anekabahasaumumnya cenderung beralihkode dalam berbahasasehari-hari. Alihkode yang terjadi pada masyarakatsering dianggap sebagai strategi percakapan.Kadang-kadang strategi tersebut dilihat dari segipengaruh stilistika, yaitu berkaitan denganpenggunaannya dalam mempertegas ataumelemahkan tindak tutur seperti permintaan,bantahan, peralihan topik, elaborasi atau komentar,validasi, atau klarifikasi (lihat Heller 1988: 77).Gejala alihkode mmepunyai nilai “kealamiahan”untuk peristiwa tutur tertentu bagi masyarakat ataupenutur yang menguasai dua bahasa atau lebih.


❏ Lely RefnitaMenurut Milroy (1995: v) alihkode ialahpenggunaan beberapa bahasa ecara bergantian olehpenutur dwibahasa/aekabahasa. Pada bagian lainMilroy (1995: 7) menyebutkan bahwa alihkodeadalah penggunaan alternatif dua bahasa atau lebiholeh penutur dwibahasa/anekabahasa dalam satupercakapan. Dalam hal ini Milroy melihat bahwaalihkode merupakan cara atau bentuk komunikasiyang lumrah terjadi pada masyarakat dwibahasadan anekabahasa. Sebaliknya, dalam prosespendidikan dwibahasa dan bahasa asing alihkodetidaklah selumrah dan sealami yang terjadi dalammasyarakat dwibahasa/anekabahasa tetapi lebihbersifat manajerial. Dalam PBM alihkode lebihberperan sebagai alat untuk mengelola danmemperlancar interaksi belajar mengajar (Martin-Jones 1995: 100).Heller (1988: 1) secara lugas mengatakanbahwa alihkode merupakan proses penggunaanlebih dari satu bahasa dalam satu episodekomunikasi. Dalam hal ini ia tidak mensyaratkanadanya kseimbangan penguasaan kedua bahasaatau lebih oleh penutur yang beralihkode. Bahkan,Auer (1995: 126) mengisyaratkan bahwapenggunaan satu kata asing di dalam sebuahpercakapan dapat digolongkan sebagai alihkode.Hal ini juga didukung oleh Dabene (1995: 31)yang menamai alihkode semacam itu denganunitary codeswitching, Menurutnya ada empatjenis alihkode lainnya, yaitu: alihkode antarujaranyang terjadi antara dua ujaran yang diucapkan olehseorang penutur (inter-utterance code-switching),alihkode antarkalimat (inter-sentential codeswitching),alihkode dalam kalimat (intrasententialcode-switching), dan alihkode segmentalyang terjadi dengan memodifikasi suatu segmenujaran yang melibatkan klausa atau frasa(segmental code-switching).Banyak ahli juga telah mempelajari danmenyimpulkan fungsi alihkode. Gumperz (1982)dalam Heller (1988: 34) memperkenalkan enamkategori fungsi alihkode dalam percakapan, yaituuntuk mengutip, mengkhususkan orang yangdituju, menyampaikan seruan, mengulangipernyataan, membatasi pesan, dan personalisasi.Heller (1988: 77-94) di sisi lain mencobamenyimpulkan penelitian beberapa ahli bahasatentang fungsi alihkode sebagai strategikomunikasi. Di antara fungsi alihkode tersebutialah sebagai berikut:1. untuk menyampaikan kemarahan ataumempertegas argumen;2. untuk menarik/memfokuskan perhatian sipendengar;3. untuk melibatkan pihak ketiga;4. untuk mengurangi cercaan;Halaman 70Alihkode dan Peran Psikologis Bahasa Ibudalam Proses Belajar-Mengajar Bahasa Asing5. untuk mengomentari hubungan antarapenutur dengan orang yang sedangdibicarakannya.Penelitian alihkode dalam kelasdwibahasa juga telah berkembang selama duadekade terakhir. Penelitian tersebut beranjak daripenelitian pendidikan tentang interaksi kelas dangaya bahasa guru. Kemudian pengkajian beralih keanalisis percakapan, pragmatik, dan etnografikomunikasi. Di antara fungsi alihkode di dalamPBM di kelas adalah untuk mengurangi efekteguran, untuk mengenyampingkan, untukmembuat komentar metalinguistik, untuk berbisik,untuk mengutip, untuk mengkhususkan orang yangdituju, untuk memindahkan kerangkabelajar/mengajar, untuk menerjemahkan, untukmemberi perintah/prosedur, untuk memberikanpenjelasan, untuk mengecek pemahaman, untukmengubah pijakan, untuk mengubah kerangkawacana, untuk mewakili tokoh yang berbedadalam narasi, dan untuk menandai perubahan topik(lihat Zentella 1981; Lin, 1988 & 1990; Guthrie1984; Auer 1990 dalam Martin-Jones 1995: 94—97).3.2 Pemakaian Bahasa Ibu dalam KelasBahasa AsingDalam dunia pengajaran bahasa, istilah-istilahseperti bahasa ibu, bahasa pertama, bahasa kedua,bahasa asing, pemerolehan bahasa, pembelajaranbahasa, dan lain-lain sering muncul dengan variasikonsep yang cukup beragam. Meskipun konsepdasarnya tetap sama, namun pengembangan danpenafsirannya sering memunculkan permasalahanyang bermacam pula. Stern (1994) mengemukakanbahwa, secara mendasar, bahasa pertama (bahasaibu) adalah bahasa yang dikuasai oleh seseorangsewaku kecil dan awal masa kanak-kanaknyasebelum adanya penguasaan (dan pemakaian)bahasa lain. Bahasa pertama juga dipahami sebagaibahasa yang pertama kali diperoleh dan bahasayang dominan digunakan. Bahasa kedua, di sisilain, adalah bahasa yang diperoleh atau akandiperoleh lebih kemudian daripada bahasapertama. Bahasa asing adalah bahasa yang berasaldari luar wilayah pemakaian bahasa pertama ataukedua yang sengaja dipelajari secara lebih resmiatau tertata secara akademis.Konsep dasar tentang bahasa pertama,bahasa kedua, dan bahasa asing sepertidikemukakan di atas mestinya diketahui oleh gurubahasa, baik guru bahasa Indonesia, bahasa kedua,atau bahasa asing. Guru bahasa perlumengembangkan PBM di kelas denganmemperhatikan status bahasa yang diajarkannya.Meskipun ada kemiripan mendasar dari pengajaran


Halaman 71❏ Lely Refnitadan pembelajaran tiga jenis bahasa tersebut,namun yang tidak dapat dihindari adalah bahwaketiganya jelas berbeda. Oleh karena itu,pengajaran bahasa Inggris di Indonesia, misalnya,tidak dapat disamakan secara mutlak denganpengajaran bahasa Indonesia. Di sinilah peran gurubahasa sungguh menentukan keberhasilan PBMkelas bahasa.Murphy dan Byrd (2001) dalam Mattioli(2004:21) mengatakan bahwa bahasa Inggris dapatdisebut sebagai bahasa kedua (English as a SecondLanguage/ESL) di negara di mana bahasa Inggrisadalah bahasa utama dalam perdagangan danpendidikan, di mana para siswa (mahasiswa)sering mendengar bahasa Inggris digunakan secarateratur di luar ruang kelas. Sebaliknya bahasaInggris akan menjadi bahasa asing (English as aForeign Language/EFL) di negara di mana kondisidi atas tidak ada. Para siswa (mahasiswa)kebanyakan hanya mendengar bahasa Inggrisdigunakan di dalam ruang kelas atau sekali-sekalidi luar kelas dan itu pun sangat terbatas. Jadi,pertemuan di kelas adalah satu-satunyakesempatan untuk mempelajari, menggunakan,atau mempraktikkan bahasa. Berdasarkan definisiini dapat disimpulkan bahwa bahasa Inggris adalahbahasa asing di Indonesia. Justru bahasaIndonesia-lah yang menjadi bahasa kedua.Sedangkan bahasa pertama (bahasa ibu) disebagian besar wilayah Indonesia adalah bahasadaerah karena bahasa daerah-lah yang pertamadiperoleh seorang anak semenjak dia lahir.Pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasaasing di Indonesia memiliki beberapapermasalahan. Yang paling sering diungkapkanoleh media massa, pemerintah, guru, dan orang tuaialah rendahnya kemampuan berbahasa Inggrissiswa dan mahasiswa Indonesia. Pemerintahkecewa karena kurikulum apapun yang diterapkanbelum dapat meningkatkan pemahaman dan nilaibahasa Inggris siswa/mahasiswa. Guru/dosen jugakecewa karena berbagai metode dan strategipengajaran telah digunakan, tetapi hasil belajarsiswa/mahasiswa belum juga memuaskan. Paraorang tua lebih bingung lagi karena setelah enamtahun belajar bahasa Inggris, bahkan ada yanglebih, anak mereka tidak juga bisa berbahasaInggris. Para pembelajar sendiri pun tidak kalahbingungnya karena setelah belajar sekian lamamereka belum juga dapat berbahasa Inggris denganbaik.Di lingkungan atau negara di manabahasa Inggris dipelajari sebagai bahasa asing,motivasi intrinsik siswa biasanya rendah. BahasaInggris dianggap tidak relevan bagi siswa karenabukan menjadi bagian dari kehidupan hariannya.Bahasa Inggris dipelajari hanya karena menjadiAlihkode dan Peran Psikologis Bahasa Ibudalam Proses Belajar-Mengajar Bahasa Asingmatapelajaran wajib di sekolah. Jumlah siswa didalam kelas biasanya sangat banyak, sedangkanjam tatap muka sangat terbatas. Hal ini tidakmemberikan kesempatan pemajanan (exposure)bahasa yang cukup kepada siswa. Hal ini tidakakan terjadi di lingkungan yang menggunakanbahasa Inggris sebagai bahasa kedua. Dilingkungan seperti ini motivasi intrinsik siswacukup tinggi karena bahasa Inggris relevan dengankehidupan hariannya. Mereka harus bisa berbahasaInggris untuk bisa ‘bertahan hidup’. Lagipula,karena hidup di lingkungan yang menggunakanbahasa Inggris, mereka punya banyak kesempatanuntuk menggunakan bahasa Inggris dan melihathasilnya segera.Motivasi adalah salah satu faktor yangpaling penting dalam pembelajaran bahasa, apalagibahasa asing. Karena itu, para guru/dosen bahasaInggris sebagai bahasa asing telah dan selalumencoba mencari pendekatan atau strategi baruuntuk meningkatkan motivasi pembelajar dalammengikuti pembelajaran bahasa Inggris. Sayangsekali, banyak siswa/mahasiswa tidak suka belajarbahasa Inggris; dan walaupun mereka hadir didalam kelas, mereka tidak tertarik untuk turutberbicara. Mereka hanya ingin lulus ujian(walaupun dengan nilai seadanya). Penelitian diSekolah Perawat di Holguin juga memperlihatkanbahwa para siswa tidak tertarik belajar bahasaInggris karena mereka merasa tidak ada hubunganantara bahasa Inggris dengan karir mereka nantisebagai perawat (Corria 1999:17). Toh, yang akanmereka layani adalah warga negaranya sendiriyang tidak berbahasa Inggris.Di negara yang mempunyai keadaan dansuasana belajar bahasa Inggris seperti di Indonesia,misalnya, diperlukan adanya dorongan psikologisdan emosional yang mengajak pembelajar secarasadar dan sukarela mau belajar dengan sungguhsungguh.Para peneliti dan ahli pengajaran bahasa(kedua dan asing) telah mengemukakan banyakkiat untuk memunculkan motivasi pembelajartersebut. McKay (2004) misalnya memilihpendekatan budaya untuk membangkitkansemangat pembelajar. Menurutnya, membentuksikap positif terhadap budaya penutur asli bahasaInggris akan mendorong siswa untuk sering belajarbahasa tersebut. Mattioli (2004), sebaliknya,mengemukakan bahwa pemakaian bahasa ibupembelajar dapat menimbulkan motivasi untukbelajar bahasa Inggris. Dengan menciptakansuasana kelas yang komunikatif pembelajar akanmerasa sangat senang belajar dan mempunyaikeinginan untuk mengoptimalkan kemampuannya.Banyak lagi kiat lain yang mungkin dipakai dalammengatasi kesulitan pembelajar bahasa Inggris dinegara seperti Indonesia.


❏ Lely RefnitaKeterlibatan pembelajar secara psikologisdan emosional dalam belajar mempunyai perananpenting untuk keberhasilan dan ketercapaiantujuan proses belajar mengajar. Rasa senang danaman dalam belajar merupkan unsur-unsurpsikologis dan emosional yang perlu dimunculkanagar pembelajar benar-benar “belajar”. Katu(2006) berpendapat bahwa murid mau belajar jikatopik yang disajikan itu menarik perhatian danminat mereka sehingga timbul rasa ingin tahu darimereka. Jika guru bisa memfasilitasi ini, suasanabelajar akan menyenangkan dan murid akanantusias untuk melakukan kegiatan pembelajarantersebut. Lebih jauh, Dryden dan Voss sepertidikutip oleh Katu (2006: 5) menyatakan bahwabelajar akan efektif jika suasana pembelajarannyamenyenangkan. Suasana yang menyenangkan dantidak tegang sangat baik untuk membangkitkanmotivasi untuk belajar. Motivasi belajar tidakhanya penting bagi pembelajar usia dini tetapi jugaperlu bagi pembelajar dewasa.Perlu disadari bahwa guru (dosen) bahasaharus mengetahui dan mengajarkan aspekkebahasaan sesuai dengan kebutuhan agarpembelajar yang dididiknya mempunyaiketerampilan berbahasa yang baik; menyimak,berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasayang dipelajarinya. Menurut Stern (1994: 122),guru bahasa yang mengajarkan bahasa tertentu,misalnya bahasa Inggris, bahasa Cina, bahasaPerancis, dan lain-lain juga mesti mengajarkanaspek bahasa yang bersangkutan seperti tatabahasadan kosakata. Pengetahuan aspek tatabahasa,terutama tatabahasa bahasa asing, menjadi bagianpenting dari bahasa yang bersangkutan untukdipelajari dan diajarkan. Brown (1994: 347)mengatakan bahwa pengajaran tatabahasa dankosakata merupakan aspek penting dalampengajaran bahasa asing. Karena itu, pengajarantatabahasa bahasa asing, katakanlah tatabahasabahasa Inggris, di Indonesia tidak dapat dihindarisama sekali. Hal ini terkait dengan adanyaperbedaan yang cukup besar antara tatabahasabahasa Indonesia (atau bahasa ibu pembelajar)dengan tatabahasa bahasa Inggris. Penyajianmateri tatabahasa tersebut mempunyai dua sasaranutama, yaitu sasaran keilmuan dan sasaranketerampilan penerapannya. Oleh karena itu,pembelajar harus diarahkan sedemikian rupa agarmereka mempunyai pengetahuan dan keterampilanuntuk menerapkannya.Berkaitan dengan itu, pemakaian bahasaInggris untuk menjelaskan dan menekankankonsep tatabahasa tersebut bagi pembelajar yangbukan penutur bahasa Inggris kadang-kadang tidakmencapai sasaran yang diharapkan. Pemakaianbahasa ibu pembelajar atau bahasa nasional untukHalaman 72Alihkode dan Peran Psikologis Bahasa Ibudalam Proses Belajar-Mengajar Bahasa Asingmenjelaskan aspek tatabahasa yang dipelajarikembali menjadi perhatian para ahli, di sampingpenggunaan bahasa Inggris itu sendiri atau bahasacampuran. Krieger (2005) mengungkapkan bahwapemakaian bahasa pertama dalam kelas bahasaasing kadang-kadang sangat diperlukan, terutamauntuk penjelasan dan penegasan konsep-konsepkebahasaan dan tatabahasa. Motivasi pembelajardapat dibangkitkan dengan pemakaian bahasapertama mereka untuk menjelaskan bagian-bagianbahasa yang memang sulit dipahami jikadijelaskan dalam bahasa Inggris. Budaya bahasadan perbedaan yang cukup tajam antara aspektatabahasa bahasa Inggris dengan bahasa pertamapembelajar dapat diimbangi dengan penjelasansistematis dengan memakai bahasa yang dikuasaioleh pembelajar.Para professional dalam pemerolehanbahasa kedua semakin menyadari akan pentingnyaperan bahasa pertama (bahasa ibu) dalampembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa keduaatau sebagai bahasa asing. Nunan dan Lamb(1996), misalnya, dalam Tang (2002:37)mengatakan bahwa guru-guru bahasa Inggrissebagai bahasa asing yang mengajar siswa-siswayang tidak fasih berbahasa Inggris menemukanbahwa pelarangan penggunaan bahasa pertamasangatlah tidak mungkin. Di sisi lain, Dornyei danKormos (1998) dalam Tang (2002:37) menemukanbahwa bahasa pertama digunakan oleh parapembelajar bahasa kedua sebagai strategikomunikasi untuk mengimbangi kekuranganmereka dalam bahasa kedua tersebut. PengalamanTang sendiri sebagai pelajar dan kemudian sebagaipengajar bahasa asing telah memperlihatkanbahwa penggunaan bahasa pertama dapatmembantu dan mempermudah pembelajaran danpengajaran bahasa asing.Hasil penelitian dan pengalaman belajardan mengajar bahasa asing para ahli dan penelitiyang digambarkan oleh Tang (2002) memberikaninformasi bahwa pemakaian bahasa pertama dalamkelas bahasa asing bukan masalah, malah cukupmembantu. Jika dikaitkan dengan pengajarantatabahasa bahasa Inggris (Grammar I, II, III, IV diProgram Studi Pendidikan Bahasa dan SastraInggris Fakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanUnaiversitas Bung Hatta), pemakaian bahasaIndonesia (atau bahkan bahasa daerah, sepertibahasa Minangkabau) untuk menjelaskan materipelajaran diperkirakan dapat bermanfaat.Pencermatan keefektifan pemakaian bahasaIndonesia atau bahasa Inggris inilah yang menjadipokok masalah penelitian ini.Lyn (1990) menemukan daripenelitiannya bahwa bahasa Kanton digunakansejajar dengan bahasa Inggris di dalam mengajar


Halaman 73❏ Lely Refnitabahasa Inggris di China. Wells (1999) dan Anton& DiCamilla (1998) menyatakan bahwapemecahan masalah dapat dilakukan lebih mudahdan alamiah bila bahasa pertama yang digunakan,dan penggunaan bahasa pertama juga bisamemberikan landasan bagi siswa untukmembangun struktur bahasa kedua. Atkinson(1993) juga menyarankan perlunya perimbanganpenggunaan bahasa pertama dalam prosespembelajaran bahasa kedua (lihat Mattioli2004:21—22).Selanjutnya, Auerbach (1993)mengatakan bahwa memulai pelajaran bahasaInggris dengan bahasa pertama akan memberikanrasa aman kepada para siswa sehinggamemungkinkan mereka mengekspresikan dirimereka sendiri dan pada gilirannya mereka akanmau bereksperimen dengan bahasa Inggris.Schweers (2003) dalam penelitiannya mengajarbahasa Inggris di Puerto Rico menemukan bahwa88,7% siswanya merasa bahwa bahasa Spanyolharus digunakan dalam belajar bahasa Inggris.Terence Doyle (1997) melaporkan bahwa dalamkajian yang ia lakukan para siswa menggunakanbahasa pertama sekitar 90% dari waktu yangmereka habiskan di dalam kelas (lihat Schweers, Jr2003:34—36).Selain itu, Tang (2002:37) telahmelakukan penelitian senada di sebuah universitasdi Beijing dengan sampelnya 100 orangmahasiswa tahun pertama dan 20 orang dosenyang telah berpengalaman mengajar bahasa Inggrisselama 1—30 tahun. Ia menemukan bahwapenggunaan bahasa pertama di dalam pengajaranbahasa Inggris tidak mengurangi pemajananbahasa Inggris kepada mahasiswa, tetapi malahmembantu proses belajar mengajar.Di Indonesia sendiri, Budiyana dkk.(2005) melaporkan hasil penelitian mereka tentangpemakaian bahasa Indonesia di kelas bahasaInggris. Hasil penelitian mereka menunjukkanbahwa pemakaian bahasa Indonesia di kelasbahasa Inggris cukup membantu pembelajarterutama untuk memberi penjelasan danmendudukkan konsep kebahasaan. Selain itu,pemakaian bahasa Indonesia diperlukan juga untukmenjelaskan kosakata baru, memperkenalkanpelajaran baru, memberi perintah, membuatgurauan apabila suasana kelas mulai lesu dankurang kondusif. Keefektifan pemakaian bahasaIndonesia dalam penelitian tersebut mirip dengantemuan Schweers (di Spanyol) dan Tang (diChina). Pemakaian bahasa Indonesia untuk hal-halyang mendesak dan tidak terlalu sering cukupmembantu untuk membangkitkan keinginanbelajar siswa.Alihkode dan Peran Psikologis Bahasa Ibudalam Proses Belajar-Mengajar Bahasa Asing4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN4.1 Fungsi Komunikatif Alihkode dalam PBMBahasa Asing4.1.1 Fungsi Komunikatif Alihkode oleh DosenPada bagian ini dipaparkan hasilpenelitian yang berkenaan dengan fungsikomunikatif alihkode dari bahasa Inggris kebahasa Indonesia yang dilakukan oleh dosen dalamPBM di kelas-kelas matakuliah yang menjadisampel penelitian. Adapun fungsi komunikatifalihkode yang utama dan paling sering muncul danditemukan pada penelitian ini dapat dikemukakansebagai berikut ini.(a) Untuk memperjelasFungsi komunikatif ini muncul apabiladosen menganggap bahwa bahasa Inggris yangdigunakannya sebagai bahasa interaksi kurangdipahami oleh mahasiswa, sehingga dia merasaperlu beralihkode ke bahasa Indonesia. Sering jugaterjadi fungsi ini muncul karena dosen yangmembacakan materi berbahasa Inggris perlumemberikan uraian tambahan dalam bahasaIndonesia agar mahasiswa benar-benar mamahamimateri ajar. Berikut ini adalah cuplikan peristiwabahasa yang menunjukkan hal ini.(1) Mhs 1 : Which one is short story and oonovel?Dosen : once againMhs 1 : Which one is short story and anovel?Dosen : Do you understand the question?Mhs-Mhs : NO!Dosen : Can you make your friendsunderstand?Mhs 1 : Which one is short story and anovel?Dosen : What do you want to say?Mhs 1 : Mana yang lebih, mana yanglebih baik short story darinovel?Dosen : In what case? In what case? Inwhat case is it better? Which one: is better: a short story or anovel? In what case?Mhs 1 : YesDosen : What do you mean by ‘yes’?Dalam hal mana yang Andatanya-: kan lebih baik?Mhs 1 : Dalam alur ceritanya, pak!Dosen : Oh, you haven’t studied the plotyet…


❏ Lely Refnita(b) Untuk menerjemahFungsi ini disebabkan oleh adanya katakataatau frasa yang dianggap oleh dosen masihbaru bagi mahasiswa. Selain itu, fungsi ini jugamuncul karena kebiasaan dosen menggunakanbahasa Indonesia sebagai bahasa interaksisehingga pada saat ia mengutip materi berbahasaInggris ia sering langsung menerjemahkannya kedalam bahasa Indonesia. Kutipan data berikut inimemperlihatkan fungsi menerjemah ini.(2) Dosen : In producing anterior, it is saidhere, the main obstruction of the: air stream is at a point nofurther back tidak lebih jauh nofurther: back in the mouth than thealveolar ridge.(3) Dosen : Juga state your most relevantwork experience. Itu diulang lagi: kan? If your experience isgreater than your qualification,jika: pengalaman anda lebih besardari keahlian anda, the step 4 …: maka langkah empat ini…(c) Untuk mempertegasKadang kala dosen merasa perlumengulangi kalimat bahasa Inggrisnya denganbahasa Indonesia. Hal ini tidak hanya bertujuanuntuk sekedar menerjemahkan tetapi lebih bersifatpenegasan, karena tanpa diulang dengan bahasaIndonesia pun mahasiswa sudah mengerti denganbahasa Inggris yang dipakainya. Perhatikan databerikut ini!(4) Dosen : What about the rest? … Whohasn’t got the turn yet? Yang: belum mendapat giliran? …(d) Untuk memberikan komentar metalinguistikKadang-kadang, kondisi kelas dan sikapmahasiswa dalam mengikuti PBM menghendakidosen untuk memberikan komentar yang tidak adakaitannya dengan bahasa yang mereka pelajari.Komentar seperti itu muncul karena dosenmenyadari bahwa PBM bukan hanya sekedarproses transfer ilmu pengetahuan. Mari perhatikankutipan data berikut ini!(5) Dosen : … it seems you haven’tunderstood. Rupanya masih adayang: tidak mengerti belajar itu ndak?Tidak mengkopi itu yangHalaman 74Alihkode dan Peran Psikologis Bahasa Ibudalam Proses Belajar-Mengajar Bahasa AsingMhsDosen: penting. Perlu betul mengkopiitu?: No.: No. Anda ikuti semua kegiatan.You follow all activities …(e) Untuk menandai simpulan, pengulangan,atau peralihan topikDalam PBM yang didominasi oleh dosen,kemunculan alihkode dari bahasa Inggris kebahasa Indonesia dengan frekuensi tinggi sangatmungkin adanya. Alihkode paling sederhana yangdilakukan dosen ialah meyelipkan kata nah dan yayang sering mengawali kemunculan simpulan;pengulangan kata, frasa, atau istilah; dan pada saatperalihan topik. Kutipan data berikut inimemperlihatkan fungsi-fungsi ini.(6) Dosen : Right. The mother speaks all thetime … Give the child chance: to speak. Nah, this is the idea ofinteraction …(7) Dosen : Do you still remember what SPEsystem stands for? …: The sound pattern of English ya?…(8) Dosen : Nah, we start to discuss nowwhat we mean by consonants …4.1.2 Fungsi Komunikatif Alihkode olehMahasiswaSebagaimana alihkode yang dilakukanoleh dosen, alihkode yang dilakukan olehmahasiswa juga membawa fungsi komunikatiftertentu sesuai dengan peristiwa bahasa yangterjadi. Pada tulisan (dan bagian) ini, hanyadipaparkan fungsi alihkode oleh mahasiswa dalamPBM di kelas dari bahasa Inggris ke bahasaIndonesia. Ada empat fungsi komunikatif utamaalihkode dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesiayang ditemukan dalam penelitian ini. Berikut iniadalah uraian ringkasnya.(a) Untuk melancarkan komunikasiFungsi pertama ini merupakan hal yangwajar ditemukan dalam kelas bahasa asing,terutama di kelas-kelas tingkat awal. Hal inidisebabkan oleh kemampuan mahasiswa yangmasih terbatas untuk menggunakan bahasa yangsedang mereka pelajari tersebut. Cermati kutipandata berikut ini!(9) Mhs 1 : I want to question ooo what youropinion about short story …


Halaman 75❏ Lely RefnitaDosen : Do you understand the question?Mhs-mhs : No, …Mhs 1 : What opinion short story ooowhat opinion ooo, about short…Mhs 2 : Apa perbedaannya?Mhs 1 : Maksudnya apa pandapat kamutentang short story …(b) Untuk mengajukan permintaan‘Kedekatan’ mahasiswa dengan bahasanasional (bahasa Indonesia; bahasa ibu)dibandingkan dengan bahasa Inggris diperkirakanmenyebabkan mereka merasa lebih sukamengajukan permintaan dalam bahasa Indonesiawalaupun bahasa interaksi yang dipakai di dalamPBM adalah bahasa Inggris. Kemungkinan lainyang menyebabkan hal itu adalah ketidakbiasaanmereka memanggil ‘You’ kepada orang yang lebihtua atau dihormati. Keadaan ini terlihat darikutipan data berikut ini.(10) Dosen : Everybody, clap your hand …click fingers … Now follow upme: and repeat after me …Mhs : Ulangi pak! …(c) Untuk menerjemahDalam PBM yang berkaitan dengankonsep atau teori, dosen sering menanyakan artiatau definisi istilah kepada mahasiswa, denganpertanyaan What do you mean by? Walaupunpertanyaan itu tidak selalu meminta mahasiswauntuk menerjemahkan istilah, mahasiswacenderung menyebutkan istilah tersebut dalambahasa mereka. Perhatikan kutipan data berikutini!(11) Dosen : The idea of rule is central totransformational generative: grammar. What is rule?Mhs : Aturan !Dosen : Rule, aturan … what do youmean by operational definition?Mhs : PernyataanDosen : … is modified, dirubah …(d) Untuk mengingatkanFungsi komunikatif ini berkenaan denganmengingatkan dosen bahwa sesuatu telah terjadi,akan terjadi, atau sedang terjadi. Lihat kutipan databerikut ini!(12) Dosen : So, we do not start with the T butwe start with S …Mhs 1 : the materialDosen : the material (dosen menuliskannya)Mhs-mhs : Sudah pak!Alihkode dan Peran Psikologis Bahasa Ibudalam Proses Belajar-Mengajar Bahasa AsingFungsi komunikatif alihkode yangdikemukakan pada tulisan ini hanya yangberkenaan dengan alihkode dari bahasa Inggris kebahasa Indonesia dan fungsi-fungsi yang dapatdikatakan paling sering muncul dan utama saja.Hal ini dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwadalam PBM bahasa Inggris, di mana pemakaianbahasa asing tersebut amat dianjurkan, alihkode kebahasa Indonesia tidak dapat dihindarkan samasekali. Ini membuktikan bahwa fenomenasosiolinguistik, seperti alihkode, merupakankebutuhan dan hal yang alami adanya. Di sampingitu, kenyataan ini menyiratkan bahwa peranpsikologis bahasa ibu tetap ada dan menjadibentuk lain dalam pencapaian hasil belajar. Bagianberikut akan menguraikan secara ringkas peranpsikologis bahasa ibu dalam PBM bahasa asing.4.2 Peran Psikologis Bahasa Ibu dalam PBMBahasa AsingKeadaan dan Susana kebahasaan di Indonesiacukup unik, menarik, sekaligus menantang untukdipelajari. Di negeri ini ada bahasa daerah yangbegitu banyak dan beragam. Bahasa daerahtersebut, bagi sebagian besar rakyat Indonesia,merupakan bahasa pertama (atau bahasa ibu).Dengan demikian, bagi kebanyakan orangIndonesia, bahasa Indonesia dapat disebut sebagaibahasa kedua. Akan tetapi, pengajaran danpembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasanasional dan bahasa pengantar di dunia pendidikantelah dimulai sejak tingkat pendidikan palingrendah. Dalam jenjang pendidikan, pemakaianbahasa Indonesia cukup dominan. Meskipun tidakcukup merata, bahasa Indonesia dapat dianggapsebagai bahasa ibu terutama jika dikaitkan denganlingkungan pendidikan. Oleh kerena itu, bahasaibu yang dimaksud dalam tulisan ini adalah bahasaIndonesia, bahasa pengantar resmi yang dipakai ditiap tingkat pendidikan di Indonesia.Sebagaimana dikemukakan di atas,terjadinya alihkode dari bahasa Inggris ke bahasaIndonesia cukup lazim dijumpai dalam PBM kelasbahasa Inggris, dalam hal ini dalam PBM kelasbahasa Inggris di FKIP <strong>Universitas</strong> Bung Hatta,Padang. Ada banyak pola dan fungsi komunikatifmengapa pelibat dalam PBM di kelas bahasaInggris tersebut beralihkode dari bahasa Inggris kebahasa Indonesia (atau malah ke bahasa daerahlain). Kenyataan ini menunjukkan bahwa peranbahasa ibu tidak hanya bersifat sosiolinguististetapi juga psikologis. Terjadinya alihkode sepertidikemukakan di atas adalah sebagian bentuk peransosiolinguistis, sementara faktor dan motivasipelibat beralihkode tersebut dapat dikatakansebagai peran psikologis. Secara teoretis dan


❏ Lely Refnitaberdasarkan bukti empiris, peristiwa alihkodemelibatkan fungsi sosial dan psikologis bahasa.Masyarakat sekolah atau kelas formal,sebenarnya dapat dianggap sebagai kelompokmasyarakat kecil yang terbentuk karena adanyaikatan formal-akademis. Di antara yang pentingperannya dalam masyarakat sekolah (kelas) adalahbahasa. Kelas bahasa asing (bahasa Inggris) diJurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Inggris,FKIP Univesitas Bung Hatta, Padang secarateoretis harus menjadikan bahasa Inggris sebagaibahasa pengantar dalam PBM di kelas. Akan tetapikenyataan menunjukkan bahwa pelibat dalamPBM (dosen dan mahasiswa) tidak cukup setiauntuk tetap menggunakan bahasa asing tersebut didalam berkomunikasi di kelas. Agaknya hal itucukup beralasan karena mereka semua adalahdwibahasawan dan anekabahasawan. Kelazimanalihkode sebagaimana yang dijumpai padamasyarakat nyata, ternyata terjadi juga dalaminteraksi di kelas. Hal ini juga membuktikanbahwa peran bahasa ibu tidak hanya bersifat sosialtetapi juga psikologis, peran yang terkait dengankondisi-kondisi kejiwaan dan emosionalpenuturnya.Hasil penelitian tentang keefektifanpemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasapengantar di kelas bahasa Inggris (dalam hal inimatakuliah Grammar III) memperlihatkan bahwapemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasapengantar dalam PBM cukup efektif, terutamadalam menjelaskan hal-hal penting. Meskipunsecara statistic perbedaan skor uji-t kelaseksperimen (kelas yang menggunakan bahasaIndonesia sebagai bahasa pengantar) dengan kelaskontrol (kelas yang menggunakan bahasa Inggrissebagai bahasa pengantar) tidak berbeda secarasignifikan (menggunakan uji-t), namunberdasarkan pengamatan langsung peneliti, hasilwawancara, dan tanggapan mahasiswa melaluikuisioner, pemakaian bahasa Indonesia begituefektif dalam membangkitkan semangat belajarmahasiswa. Alihkode ke bahasa Indonesia cukupberperan, tidak hanya secara sosiolinguistik tetapijuga secara psikologis.Hasil uji-f (dalam hal ini uji ANCOVA),khususnya pada tahap uji penyesuaian skor ratarata(adjustment of means) memperlihatkan bahwakelas yang diajar dengan bahasa Indonesia sebagaibahasa pengantar di kelas Grammar III memilikiskor rata-rata yang lebih tinggi daripada kelas yangdiajar dengan bahasa Inggris apabila mahasiswa dikelas eksperimental dan kelas kontrol memilikiskor tes awal, motivasi, minat, serta kesiapanbelajar yang seimbang.Tanpa mengabaikan faktor-faktorpsikologis lain dalam PBM bahasa asing,pemakaian bahasa ibu ternyata tetap mempunyaiHalaman 76Alihkode dan Peran Psikologis Bahasa Ibudalam Proses Belajar-Mengajar Bahasa Asingperan penting dalam pencapaian hasil belajar.Berdasarkan wawancara dan tanggapan yangdiberikan melalui kuesioner, sebagian besarmahasiswa di kelas eksperimental menyatakanbahwa pemakaian bahasa Indonesia sangatmembantu mereka memahami konsep-konseptatabahasa bahasa Inggris yang sebagiannya sangatberbeda dengan tatabahasa bahasa Indonesia. Disamping merasa terbantu dengan pemakaianbahasa Indonesia dalam PBM Grammar III,mereka mengaku termotivasi untuk belajar danmemahami aspek-aspek tatabahasa bahasa Inggristersebut. Keterangan yang disampaikan oleh dosendengan memakai bahasa yang telah mereka kuasaidapat membantu mereka memahami danmerekonstruksi sendiri simpulan-simpulan yangamat penting artinya bagi pembelajar dewasa. Iniberkaitan dengan faktor psikologis mahasiswa,khususnya motivasi, keinginan belajar, dankemauan untuk menyimpulkan sendiri butir-butirpelajaran yang dipelajari.Jika dikaitkan dengan fungsi komunikatifalihkode, sebagaimana dijelaskan di atas,beralihkode ke bahasa Indonesia bukan sajapenting artinya secara sosiolinguistik danakademis, akan tetapi juga mempunyai peranpsikologis. Keterlibatan pembelajar secarapsikologis dalam belajar bahasa asing (bahasaInggris) dapat didorong dengan melakukanalihkode ke bahasa ibu pembelajar sehinggamemunculkan peristiwa komunikatif. Di sisi lain,pemakaian bahasa ibu sebagai bahasa pengantarPBM matakuliah Grammar III berperan untukmembantu mahasiswa memahami secara akademisdan mendorong mereka untuk terlibat secaraemosional dalam memahami pelajaran.Keterlibatan secara akademis dan psikologis jelasamat membantu terjadinya pembelajaran yangefektif dan pencapaian hasil belajar yang baik.Ternyata bahasa ibu mepunyai peran psikologisyang penting dalam PBM kelas bahasa asing diperguruan tinggi, khususnya dalammembangkitkan motivasi belajar.5. SIMPULAN DAN SARANAlihkode mempunyai fungsi komunikatif yangpenting dalam PBM di kelas, dalam hal ini kelasbahasa asing. Alihkode tidak hanya terjadi ditengah masyarakat umum tetapi juga dalammasyarakat sekolah atau kelas yang terbentuksecara lebih formal-akademis. Alihkode adalahperistiwa bahasa yang lazim adanya. Beralihkodeke bahasa ibu pembelajar ternyata mempunyaiperan psikologis dalam mendorong motivasibelajar mahasiswa di kelas bahasa asing. Parapeneliti terdahulu telah mengemukakan bahwapemakaian bahasa ibu dalam PBM bahasa asing


Halaman 77❏ Lely Refnitabukanlah hal yang taboo, melainkan dapatmemberikan makna penting untuk ketercapaianhasil belajar. Dalam penelitian ini ternyata bahwapemakaian bahasa ibu untuk menjelaskan kaidakaidahtatabahasa, apalagi yang cukup rumit, tetapdiperlukan. Penulis berpendapat bahwapenggunaan bahasa ibu begitu penting untukmenekankan kaidah-kaidah tatabahasa yangbanyak berbeda dari bahasa pembelajar sendiri.Alam bahasa begitu luas. Kajian,penelitian, atau tulisan mengenai bahasamemberikan peluang besar kepada ahli danpemerhati bahasa untuk terus bergelut denganbahasa. Sosiolinguistik adalah juga bidang ilmuyang cukup luas dan memang untuk terusditindaklanjuti. Berbagai topik dan subbidangkajian dalam sosiolinguistik belum banyakdiselami oleh para peneliti bahasa di Nusantara ini.Sudah seharusnya para ahli dan pemerhatipengajaran bahasa mengarahkan kajian danmencurahkan perhatian mereka ke sosiolinguistik.Hal ini terkait dengan fungsi bahasa sebagai alatkomunikasi dan ‘perekat’ alami masyarakat.bahasa adalah ‘diri’ dan sekaligus juga ‘sosial’Kepada para ahli, pemerhati, dan penelitipengajaran bahasa juga disarankan untukmengungkapkan lebih jauh distribusi dan korelasimotivasi belajar, kesiapan belajar, ataukemampuan dasar pembelajar terhadap pencapaianhasil belajar. Penelitian dan pengkajian yangbersifat psikologis dan humanis juga perludilakukan sehubungan dengan peran bahasapertama sebagai bahasa pegantar dalam PBMmatakuliah ketatabahasaan dan kebahasaan bahasaasing. Para praktisi pengajaran dan pembelajaran,terutama dosen matakuliah tatabahasa bahasaInggris, diharapkan dapat memanfaatkan hasilpenelitian ini dengan berbagai pertimbangan danpenyesuaian sehingga hal-hal yang bersifat sistemdan aturan tatabahasa dapat dipahami olehpembelajar dengan baik melalui penjelasan denganbahasa pertama.-----------------------------1)Artikel ini adalah pengembangan dan telaahlanjut dari sebagian hasil penelitian dosen mudayang penulis lakukan tahun 2007 dan dikaitkandengan sebagian hasil penelitian lain yangdilakukan tahun 1999.DAFTAR PUSTAKAAuer, Peter. 1995. “The Pragmatics of Codeswitching:a Sequential Approach.” DalamMilroy, Lesley & Peter Muysken (Editor.).One Speaker, Two Languages. Cambridge:Cambridge University Press.Alihkode dan Peran Psikologis Bahasa Ibudalam Proses Belajar-Mengajar Bahasa AsingBrown, H. Douglas. 1994. Teaching by Principles:An Interactive Approach to LanguagePedagogy. Englewood Cliffs, NJ: PrenticeHall, Inc.Budiyana, Y.E., Ritonga, Y., dan Suratno A. 2005.“The Use of Bahasa Indonesia in EFLClass.” CELT: A Journal of Culture,English Language Teaching & Literature.Vol 5 No. 1 hal. 61—75. Semarang:Soegijapranata Catholic University Press.Corria, Ignacio Lopez. 1999. “Motivating EFLLearners.” English Teaching Forum. Vol.37 No. 2 April—June 1999 p. 17.Dabene, Louise & Danielle Moore. 1995.“Bilingual Speech of Migrant People.”Dalam Milroy, Lesley & Peter Muysken(Editor.). One Speaker, Two Languages.Cambridge: Cambridge University Press.Heller, Monica (Editor). 1988. Codeswitching.Berlin: Mouton de Gruyter.Katu, Nggandi. 2006. “Belajar Paling Efektif JikaMenyenangkan” dalam Polyglot: JurnalIlmiah. Vol. 1 no. 1 hal 3 – 8. Tangerang:Fakultas Ilmu Pendidikan <strong>Universitas</strong> PelitaHarapan.Krieger, Daniel. 2005. “Teaching ESL versus EFL:Principles and Practices.” English TeachingForum. Vol. 43 No. 2, April 2005. pp. 8—16.Martin-Jones, Marylin.1995. “Code-switching inthe Classroom.” Dalam Milroy, Lesley &Peter Muysken (Editor.). One Speaker, TwoLanguages. Cambridge: CambridgeUniversity Press.Mattioli, Gyl. 2004. “On Native LanguageIntrusions and Making Do with Words:Linguistically Homogenous Classrooms andNative Language Use.” English TeachingForum. Vol. 42 No. 4, October 2004. p. 21.McKay, Sandra Lee. 2004. “Western Culture andthe Teaching of English as an InternationalLanguage” dalam English Teaching Forum.Vol. 42 No. 2, April 2004 Hal.: 10 – 15.Milroy, Lesley & Peter Muysken (Editor.). OneSpeaker, Two Languages. Cambridge:Cambridge University Press.


❏ Lely RefnitaRefnita, Lely. 1999. “Alihkode dalam ProsesBelajar Mengajar (Sebuah KajianSosiolinguistik)”. (Tesis belum diterbitkan).Padang: Program Pascasarjana UNPPadang.Refnita, Lely. 2007. “Keefektifan PenggunaanBahasa Indonesia sebagai Bahasa PengantarPerkuliahan Gramatika Bahasa Inggris”.(Laporan penelitian belum diterbitkan).Padang: FKIP <strong>Universitas</strong> Bung Hatta.Schweers Jr, C. William. 2003. “Using L1 in theL2 Classroom.” English Teaching Forum.Vol. 41 No. 4 October 2003. p. 34.Halaman 78Alihkode dan Peran Psikologis Bahasa Ibudalam Proses Belajar-Mengajar Bahasa AsingStern, H. H. 1994. Fundamental Concepts ofLanguage Teaching. Oxford: OxfordUniversity Press.Tang, Jinlan. 200. “Using L1 in the EnglishClassroom.” English Teaching Forum. Vol.40 No. 1 January 2002. pp. 36—37.Wardhaugh, Ronald. 1988. An Introduction toSociolinguistics. New York: BasilBlackwell.White, Leslie & Beth Dillingham. 1973. TheConcept of Culture. Burgess PublishingCompany.


Halaman 79❏ Jufrizal❏ Zul Amri❏ RefnaldiHipotesis Sapir-Whorf, Pentopikalan, danKesantunan Berbahasa dalamBahasa MinangkabauHIPOTESIS SAPIR-WHORF, PENTOPIKALAN, DANKESANTUNAN BERBAHASA DALAM BAHASA MINANGKABAUJufrizal, Zul Amri, dan RefnaldiFakultas Bahasa Sastra dan Seni <strong>Universitas</strong> Negeri PadangAbstractLinguistic relativity theory and Sapir-Whorf hypothesis may be debatable among linguists.In accordance with this, they should be consulted to and faced toward various linguisticdata. This article, which is based on a part of fundamental research conducted in 2006,discusses to what extent the theory and hypothesis are acceptable by having linguistic andcultural data of Minangkabaunese, especially, topicalization construction and languagepoliteness in Minangkabau society. The data analysis and discussion were primarily doneby means of linguistic typology, especially grammatical typology, and supported byanthropological linguistic and sociolinguistic theories. The data were the spoken andwritten forms of words, clauses, sentences, or utterances of Minangkabaunese, includingideas, opinions, or judgments given by native speakers. The data were collected throughfield research and library study. It was found that the Sapir-Whorf hypothesis is highlyaccepted then, and the topicalization construction in Minangkabaunese conveys the value ofpolite language.Key words: linguistic relativity, Sapir-Whorf hypothesis, language politeness, linguistictypology, topicalization1. PENDAHULUANBahasa merupakan sarana intelektual yang palingberdaya dan paling lentur (fleksibel) yangdikembangkan oleh umat manusia. Di sampingdapat menggambarkan dunia, bahasa juga dapatmenggambarkan dirinya sendiri. Setiap bahasaalami manusia merupakan sistem tanda yangkompleks dan dirancang untuk mengemasuangkapan makna yang tidak terbatas. Setiap tandapada tataran dasar mengaitkan antara makna danbentuk bahasa (fonetis atau grafis); tanda-tanda itubergabung bersama menurut kaidah tertentu untukmembentuk sistem tanda yang kompleks gunamengungkapkan makna yang kompleks pula.Bahasa adalah kecakapan manusia untukberkomunikasi dengan menggunakan jenis-jenistanda tententu (misalnya suara, isyarat, dsb.) dandisusun dalam jenis-jenis unit tertentu (misalnyatataurut) (lihat Duranti 1997:7, 69; Cruse 2000:6).Sehubungan dengan bahasa sebagai“dirinya sendiri” dan fungsinya sebagai alatkomunikasi dan interaksi, bahasa mempunyaikaitan erat dengan masyarakat dan kebudayaan,bahkan dengan dunia secara umum. Bahasa (lihatDuranti 1997:43,332) dapat dikatakan sebagai“panduan” bagi kehidupan sosial karena bahasadapat mengarahkan, mengganti bentuk tindakan,atau merujuk kepada seseorang atau benda lain.Memiliki budaya berarti memiliki komunikasi danmemiliki komunikasi berarti memiliki hubungandengan bahasa. Keberhubungan antara bahasa dankebudayaan dapat dilihat dari kenyataan bahwadeskripsi bentuk dan nilai budaya dilakukandengan memanfaatkan bahasa. Bahasa, padadasarnya, dapat pula dikatakan sebagai bentukbudaya manusia (penuturnya). Silverstein (dalamDuranti 1997:7) mengungkapkan bahwakemungkinan gambaran-gambaran kebudayaan(masyarakat tertentu) bergantung kepada sejauhmana bahasa masyarakat tersebut memungkinkanpenuturnya mengujarkan apa yang dilakukan olehkata dalam kehidupan sehari-hari.Artikel, yang didasarkan dari sebagianhasil penelitian dasar (fundamental research)tahun 2006, ini membahas sejauh manakeberterimaan hipotesis Sapir-Whorf yangmerupakan pengembangan dari teori relativitaslinguistik berdasarkan data kebahasaan bahasaMinangkabau (BM), khususnya konstruksipentopikalan. Artikel ini juga membahas informasikebahasaan yang terkemas dalam konstruksipentopikalan dengan menghubungkannya dengankesantunan berbahasa menurut budaya berbahasaorang Minangkabau. Sehubungan dengan itu,


❏ Jufrizal❏ Zul Amri❏ Refnaldiartikel ini membahas pokok kajian: “Sejauhmanakah keberterimaan hipotesis Sapir-Whorfdilihat berdasarkan konstruksi pentopikalan BMdan apakah ada muatan kesantunan berbahasayang dibawa oleh konstruksi pentopikalan tersebutsesuai dengan budaya berbahasa masyarakatpenutur BM?”Tujuan pengkajian ini adalah untukmengetahui dan menjelaskan keberterimaanhipotesis Sapir-Whorf dan struktur informasi yangada dalam konstruksi pentopikalan BM. Dalam halini, pencermatan diarahkan pada aspek budayasantun berbahasa sebagai bagian darikeberhubungan antara bahasa, budaya, dan pikiranmanusia. Dengan terungkapnya nilai santunberbahasa yang dibawa oleh konstruksipentopikalan akan dapat dijelaskan bagaimanastuktur gramatikal suatu bahasa dapat mengemasstruktur informasi yang berhubungan denganbudaya berbahasa.2. Tinjauan Teori Terkait2.1 Tipologi Linguistik: Gramatikal danFungsionalSecara etimologis, tipologi berartipengelompokkan ranah (classification of domain).Pengertian tipologi, pada dasarnya, bersinonimdengan istilah taksonomi. Istilah teknis tipologiyang masuk ke dalam linguistik mempunyaipengertian pengelompokkan bahasa-bahasaberdasarkan ciri khas tatakata dan tatakalimatnya.Bahasa-bahasa dapat dikelompokkan berdasarkanbatasan-batasan ciri khas strukturalnya. Kajiantipologi linguistik yang umum dikenal adalahkajian yang berusaha menetapkanpengelompokkan luas berdasarkan sejumlah fituryang saling berhubungan. Di antara bentuk kajiantipologi pada periode awal dalam linguistik adalahtipologi tataurut kata (word order typology),seperti yang dilakukan oleh Greenberg (Mallinsondan Blake 1981:3). Kajian tipologi tataurut kataGreenberg telah dapat memperlihatkan bahwabahasa-bahasa dapat dikelompokkan menuruturutan kata pada klausa dasar menjadi kelompokbahasa (S)ubjek – (V)erba – (O)bjek, ataukombinasi dari unsur-unsur tersebut. Kajian yangberusaha mencermati fitur-fitur dan ciri khasgramatikal bahasa-bahasa di dunia, kemudianmembuat pengelompokan yang bersesuaiandengan parameter tertentu dikenal dalam dunialinguistik sebagai kajian tipologi linguistik(linguistic typology). Hasil kajian seperti itumelahirkan tipologi bahasa, yaitu pengelompokanbahasa dengan sebutan kelompok tertentu.Halaman 80Hipotesis Sapir-Whorf, Pentopikalan, danKesantunan Berbahasa dalamBahasa MinangkabauMenurut Comrie (1988), tujuan tipologilinguistik adalah untuk mengelompokkan bahasabahasaberdasarkan sifat-perilaku struktural bahasayang bersangkutan. Tujuan pokoknya adalah untukmenjawab pertanyaan: seperti apa bahasa x itu?.Ada dua asumsi pokok tipologi linguistik, yakni(a) semua bahasa dapat dibandingkan berdasarkanstrukturnya; dan (b) ada perbedaan di antarabahasa-bahasa yang ada. Berdasarkan pengkajiansecara tipologis linguistik tersebut, para ahliberusaha melakukan pengelompokan (disebut pulapentipologian) bahasa-bahasa yang melahirkantipologi bahasa. Dengan upaya itu dikenal adanyabahasa bertipologi nominatif-akusatif (bahasaakusatif), bahasa bertipologi ergatif-absolutif(bahasa ergatif), bahasa aktif dan sebagainya.Dengan demikian, istilah sebutan bahasa akusatif,bahasa ergatif, atau bahasa aktif merujuk kesebutan tipologi bahasa-bahasa yang kurang lebih(secara gramatikal) mempunyai persamaan (lihatlebih jauh Comrie 1983, 1989; Dixon 1994;Artawa 2004).Pentipologian bahasa-bahasa berdasarkansifat-perilaku gramatikal tersebut, untuk lebihjelasnya, sering juga disebut sebagai tipologigramatikal. Penyebutan ini dilakukan untukmembedakannya dari kajian tipologi fungsional,yaitu kajian tipologi yang mendasarkantelaahannya pada fitur-fitur dan fungsi pragmatisatau fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Jadi,dalam perkembangannya, tipologi linguistik yangpada awalnya dikembangkan dari tipologigramatikal berkembang ke bentuk kajian tipologifungsional. Meskipun demikian, dasar kajiantipologi linguistik masih bertumpu pada tipologigramatikal (Givon 1984, 1990; Artawa 2004;Jufrizal 2004). Croft (1993:1 – 3) menambahkanbahwa kajian tipologi linguistik bersifat deskriptifalamiahdan lintas bahasa.Givon (1984) berpendapat bahwapendekatan kajian bahasa dan analisis perilakubahasa tidak mungkin “sunyi” (lepas begitu saja)dari perilaku bahasa dalam konteksnya. Tipologifungsional dikembangkan dari pendekatan tipologitataurut kata Greenberg. Dengan memperhatikanfungsi utama bahasa sebagai alat komunikasi,tipologi fungsional mendasarkan analisisnya padatataran gramatikal bahasa dengan memperhatikanpemakaian bahasa tersebut dalam konteks tertentu(fungsi pragmatis-wacana). Fenomena bahasa yangsulit (atau belum) terpecahkan secara gramatikalmemerlukan pencermatan fungsional sehinggamemungkinkan adanya pendapat ilmiah untukmengungkapkan hakikat bahasa.


Halaman 81❏ Jufrizal❏ Zul Amri❏ Refnaldi2.2 Topik dan PentopikalanKelenturan dan keberdayaan bahasa sebagai alatkomunikasi telah dan terus memungkinkanmanusia untuk berkembang secara sosial-budayadan mencapai kesejahteraan hidup secara bersama.Bahasa adalah sistem tanda yang begitu rumit,terikat kaidah, dan digunakan oleh masyarakatpenuturnya untuk berkomunikasi. Foley (1997:27)menambahkan bahwa bahasa secara umumdidefinisikan sebagai sistem tanda dan kaidahkaidahpenggabungannya. Semua tanda-tandalinguistik, pelambang-pelambang tersebut, indeksatau symbol-simbolnya mempunyai strukturganda, yaitu kutub bentuk yang berhubungandengan kutub makna.Secara umum istilah pentopikalan(topicalization) digunakan untuk merujuk kepadakonstruksi sintaktis (turunan) karena frasa nomina(FN) pada konstruksi dasar (kanonis) yang beradapada posisi setelah verba (predikat) muncul padaposisi awal sebelum subjek (atau langsungsebelum verba dalam bahasa dengan urutan 2-verba, yang dalam hal ini subjek muncul padaposisi objek). Fungsi pragmatis konstruksipentopikalan diduga berbeda dari konstruksikanonisnya; FN objek sekarang (yakni padakonstruksi pentopikalan) menjadi topik (dari padamenjadi bagian ranah fokus). Apa yang seringtidak terketahui adalah bahwa jenis sintaktisseperti ini mempunyai dua fungsi wacana(pragmatis) yang amat berbeda. Dalam bahasaPerancis dan Inggris, secara berturut-turut, frasapentopikalan dapat muncul dalam relasi topik ataurelasi fokus terhadap proposisi yang diungkapkanoleh kalimat; relasi topik mempunyai struktur“fokus – predikat”, dan relasi fokus mempunyaistruktur “argumen – fokus”. Perbedaan yang jelasini dalam dalam fungsi pragmatis berhubungandengan perbedaan prosodi yang jelas secara setara.Pada tataran sintaksis, perbedaan itu tidakdimarkahi (lihat Lambrecht 1996:31).Lambrecht (1996:118) juga menjelaskanbahwa topik kalimat adalah sesuatu tentangproposisi yang diungkapkan oleh kalimat. Definisitopik dalam pengertian relasi “ketentangan” antarasatu wujud dan satu proposisi, sebenarnya,diturunkan dari definisi tradisional “subjek”. Duaistilah “topik” dan “subjek” ini tidak dapatdisamakan. Topik tidak harus subjek gramatikaldan subjek gramatikal tidak harus topik, sekurangkurangnyadalam bahasa Inggris. Misalnya, unsurkalimat bukan subjek dapat berperilaku sebagaitopik dalam konstruksi pentopikalan, dan subjekdapat berperan sebagai unsur bukan topik dalamkalimat berpenekanan-awal: My CAR broke down.Topik kadang-kadang juga didefinisikan sebagaiHipotesis Sapir-Whorf, Pentopikalan, danKesantunan Berbahasa dalamBahasa Minangkabauuangkapan latar-pandangan, atau sebagai unsuryang mengatur kerangka jarak, waktu, atau pribadiyang dikendalikan predikasi utama (Chafe dalamLambrecht 1996:118). Topik adalah relasi kalimatyang dikonstruksi secara pragmatis; menggunakanrelasi pragmatis yang harus dipahami sebagaimakna yang dikerangkai oleh konteks wacanatertentu (Lambrecht 1996:127). Berdasarkankonteks dan relasi pragmatis tersebut, topik bolehdibedakan menjadi topik rujukan dan topikungkapan. Sebuah rujukan ditafsirkan sebagaitopik proposisi jika pada situasi tertentu prosposisiitu ditafsirkan sebagai sesuatu tentang rujukantersebut. Misalnya pengungkapan informasi yangbersesuaian dengan dan meningkatkanpengetahuan si pendengar rujukan tersebut. Sebuahkonstituen merupakan topik ungkapan jikaproposisi yang diungkapkan oleh klausa ituditafsirkan secara pragmatis sesuatu tentangrujukan konstituen itu (Lambrecht 1996:131).Kroeger (2004:28) mengatakan bahwapentopikalan adalah konstruksi sintaksis yangmenempatkan suatu konstituen, yang normalnyamengikuti verba, dipindahkan ke depan (bagianawal) kalimat, dan mendahului FN subjek.Perhatikan konstruksi berikut ini (diambil dariKroeger, 2004):a. [Your elder sister]NP I can’t stand.b. [That you sincerely wanted to help]Cl I do notdoubt.c. [Out of this pocket]PP John pulled acrumpled $ 100 bill.Pengertian dan konsep dasar tentangtopik, boleh jadi bersentuhan dengan apa yangdisebut subjek. Secara tipologis dan kajian lintasbahasa, topik dan subjek itu bukan dua hal yangsama. Topik amat berkaitan dengan ihwalpragmatis, sementara subjek (pada dasarnya)adalah unsur kalimat yang bersifat gramatikal.Gundel (1988:14) mengatakan bahwa subjekadalah apa yang Anda bicarakan, dan predikatadalah apa yang dikatakan tentang subjek.Lebih jauh, Gundel (1988:40)menjelaskan bahwa ungkapan (unsur kalimat)yang bernama topik tidak harus semua unsurkalimat paling kiri atau FN paling kiri padastruktur luar, walaupun ini merupakankemungkinan posisinya yang paling umum dan iniselalu dikaitkan dengan informasi latar (non-fokal)dalam kalimat. Oleh karena itu, topik tidak pernahmendapat tekanan utama, ungkapan rujukannyaterbatas, dan mungkin hanya sebagai topik, sertamempunyai praanggapan eksistensial. Bentukbentukfrasa nomina yang tidak pernah mempunyaipraanggapan eksistensial, yakni spesifik (bukan


❏ Jufrizal❏ Zul Amri❏ Refnaldigenerik), ketidakterbatasan, juga tidak pernah bisasebagai topik.Apabila dikaitkan dengan sifat-perilakugramatikal konstruksi topik – komen, dapatdikemukakan bahwa serangkaian piranti umumpenandaan relasi topik – komen meliputipemarkahan morfologis, struktur kalimat, danintonasi. Secara tradisional, subjek kalimatdigambarkan sebagai unsur yang mengkhususkantentang apa kalimat itu. Jika ini diterima, dapatdikatakan bahwa kalimat pasif harusnya dipahamisecara umum sebagai ihwal tentang ‘pasien’ daripada sebagai ‘agen’ karena pemasifan merupakanproses sintaktis yang memindahkan pasien menjadisubjek dan subjek menjadi adjunta (berelasi oblikdalam tatabahasa relasional). Akan tetapi,bukanlah berarti bahwa seluruh argumen awaladalah subjek. Ada konstruksi sintaktis yangargumen awalnya bukan subjek kalimat tersebut.Konstruksi tersebut dikenal sebagai pelepasan kekiri (left-dislocation) dan pentopikalan(topicalization). Perhatikan contoh (dalam bahasaInggris) berikut ini.(a) Mary, she came yesterday.(b) Mary I know.Pada (a), pronomina she adalah anaforis;she merujuk ke Mary. Pada konstruksi ini, adapronomina dalam klausa utama yang merujuk kefrasa nomina klausa awal. Konstruksi inilah yangdinamakan konstruksi pelepasan ke kiri.Konstruksi (b) merupakan contoh konstruksipentopikalan, yaitu proses sintaktis-pragmatis yangmenjadikan konstituen bukan-topik menjadi topik.Konstituen yang ditopikkan tersebut merupakanargumen inti, bukan argumen berelasi oblik,seperti frasa lokatif atau frasa instrument. Jikayang ditopikkan itu adalah frasa berelasi oblik, itubukan pentopikalan melainkan sejenispengedepanan biasa (lihat Gundel 1988; Artawa2004).2.3 Teori Relativitas Linguistik dan HipotesisSapir-WhorfApabila dilihat lebih rinci dan memperhatikanalam bahasa sebagai sistem dan keberhubungannyadengan budaya, pendapat Foley (1997:27 – 29)tentang bahasa dapat dijadikan rujukan.Menurutnya, bahasa adalah sistem tanda dengankaidah-kaidah penggabungannya. Semua tandalinguistik dalam bentuk ikon, indeks, atau symbolmempunyai struktur ganda, kutub bentuk (form)dan kutub makna (meaning). Prinsip-prinsip ataukaidah-kaidah penggabungan tanda-tanda untukmembentuk kalimat itulah yang disebut tatabahasabahasa yang bersangkutan. Tatabahasa terbentukHalaman 82Hipotesis Sapir-Whorf, Pentopikalan, danKesantunan Berbahasa dalamBahasa Minangkabausecara alami sejalan dengan budaya dan pola hidupmasyarakat penuturnya. Ini berarti bahwa bahasatidak terlepas dari kebudayaan masyarakatpenuturnya, baik dalam arti luas maupun dalamarti khusus. Kramcsch (2001:3, 6) berpendapatbahwa bahasa adalah wahana mendasar bagimanusia untuk melakukan kehidupan sosial.Sewaktu digunakan dalam konteks komunikasi,bahasa terikat dengan budaya secara berlapis danrumit. Bahasa mengungkapkan kenyataan budaya;bahasa mewujudkan kenyataan budaya; bahasamelambangkan kenyataan budaya. Kunci bahwabahasa dan budaya terjadi secara alamiah terlihatpada bentuk sosialisasi atau penyesuaian dirimanusia yang beragam.Kramsch (2001:11) lebih lanjutmengemukakan bahwa orang berbicara dengancara yang berbeda karena mereka berpikir dengancara yang berbeda. Mereka berpikir dengan carayang berbeda karena bahasa mereka menawarkancara mengungkapkan (makna) dunia di sekitarmereka dengan cara yang berbeda pula. Pendapatseperti ini adalah dasar pemikiran teori relativitaslinguistik. Pandangan relativitas linguistik inidipegang oleh Boas, Sapir, dan Whorf dalamkajian mereka tentang bahasa-bahasa IndianAmerika. Pandangan Whorf tentang salingketergantungan antara bahasa dan pikiran dikenaldengan hiptosis Sapir-Whorf. Hipotesis ini lebihtegas menyatakan bahwa struktur bahasa, suatuyang digunakan secara terus menerus,mempengaruhi cara seseorang berpikir danberperilaku. Bahasa dapat pula dikatakan sebagaibagian integral dari manusia – bahasa menyerapsetiap pikiran dan cara memandang duniapenuturnya (Kramsch 2001:77).Teori relativitas linguistik tidakmenyatakan bahwa struktur linguistik mengatursecara ketat apa yang dipikirkan atau dirasakanorang, tetapi struktur bahasa tersebut cenderungmempengruhi apa yang sesungguhnya merekapikirkan terus-menerus. Menurut padangan ini, apayang dilakukan Sapir dan Whorf mengarah ke duagagasan penting, yaitu(i) Ada satu pendapat akhir-akhir ini bahwabahasa, sebagai kode, mencerminkankebiasaan dan ikatan budaya sebagai caraorang berpikir;(ii) Lebih dari pendapat Whorf, kita mengenalalangkah pentingnya konteks dalammelengkapi makna yang terkemas dalambahasa.Gagasan pertama berhubungan denganbudaya sebagai kemasan makna dalam bahasa itusendiri. Gagasan kedua berkenaan dengan budaya


Halaman 83❏ Jufrizal❏ Zul Amri❏ Refnaldisebagaimana diungkapkan melalui pemahamannyata bahasa (Kramsch 2001:35).Keberhubungan antara bahasa danbudaya, sejauh ini, tercermin dalam teori relativitaslinguistik dan hipotesis Sapir-Whorf. Oleh karenaitu, kajian fenomena hubungan bahasa dan budaya,pada umumnya, dikaitkan dengan teori danhipotesis itu. Menurut Wardhaugh (1988:22),pendapat yang ada tentang keberhubungan antarabahasa dan kebudayaan yang cukup lama bertahanadalah:(i) Struktur bahasa menentukan cara-carapenutur bahasa tersebut memandangdunianya;(ii) Budaya masyarakat tercermin dalam bahasayang mereka pakai, karena mereka menilaisegala sesuatu dan melakukannya dengancara tertentu yang mencerminkan apa yangmereka nilai dan apa yang mereka lakukan.Dalam pandangan ini, perangkat-perangkatbudaya tidak menentukan struktur bahasatetapi perangkat-perangkat tersebut jelasmempengaruhi bagaimana bahasa digunakandan mungkin menentukan mengapa butiranbutiranbudaya tersebut merupakan caraberbahasa;(iii) Ada sedikit atau tidak ada hubungan antarabahasa dan budaya.Pernyataan bahwa struktur bahasamempengaruhi bagaimana penuturnya memandangdunia, sebenarnya telah diperkenalkan olehHumbolt pada abad ke-19. Namun sekarang,pernyataan itu dirujuk sebagai hipotesis Sapir-Whorf atau hipotesis Whorfian (Wardhaugh1988:212).2.4 Budaya dan Kesantunan BerbahasaKeberhubungan antara bahasa dan kebudayaanyang cukup dekat terjadi pada tataran lahiriah danbatiniah dalam kehidupan manusia, termasukdalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa.Aspek kesantunan berbahasa termasuk bagianpenting dalam peristiwa komunikasi (bahasa)verbal yang erat pula persentuhannya dengankebudayaan masyarakat penuturnya. Rasa budayadan rasa bahasa masyarakat tertentu terjadi secaraalamiah melalui proses pemerolehan danpembelajaran. Sehubungan dengan itu, Duranti(1997) mengatakan bahwa kebudayaan jugadipandang sebagai sesuatu yang dipelajari,dipindahkan, dilewatkan, dan diwariskan darigenerasi ke generasi berikutnya melalui tindakanmanusia, keseringannya dalam bentuk interaksilangsung, dan tentu saja, melalui komunikasilinguistik. Dalam pemerolehan bahasa, alam danHipotesis Sapir-Whorf, Pentopikalan, danKesantunan Berbahasa dalamBahasa Minangkabaubudaya berinteraksi sedemikian rupa untukmenghasilkan kekhasan bahasa-bahasa manusia.Mengetahui budaya sama denganmengetahui bahasa. Baik bahasa maupun budayamerupakan wujud hal yang bersifat kejiwaan.Kesantunan berbahasa adalah sebagian wujudkejiwaan (baik pribadi maupun kelompok) yangdilahirkan bersamaan dengan pemakaian bahasasebagai alat komunikasi. Ini juga berarti bahwakebudayaan adalah komunikasi. Mengatakankebudayaan adalah komunikasi berarti melihat danmemahami kebudayaan itu sebagai sistem tanda.Ini terkait pula dengan teori semiotik budaya.Mempercayai bahwa bahasa adalah komunikasijuga berarti bahwa teori seseorang (atau kelompokorang) tentang dunia harus dikomunikasikan agardapat hidup (lihat Duranti 1997:27, 33).Kesantunan berbahasa merupakansebagian kiat berbahasa yang mendukungkeberhasilan penyampaian pesan (berkomunikasi).Meskipun kosep kesantunan cukup abstrak danberbeda sesuai dengan pandangan masing-masing,secara sederhana dapat dikemukakan bahwakesantunan berbahasa berkaitan dengan‘penghormatan” (honorific) atau penempatanseseorang pada tempat ‘terhormat’ (honor), atausekurang-kurangnya menempatkan seseorang padatempat yang diingininya. Berbicara tentangkesantunan, Yule (1998:60), misalnya,berpendapat bahwa kesantunan dalam interaksi(berbahasa) dapat didefinisikan sebagai kiat yangdipakai untuk memperlihatkan kepedulian terhadapcitra-diri seseorang di tengah masyarakatnya.Kesantunan berbahasa berbeda secara lintas bahasakarena budaya berbahasa antarkelompokmasyarakat penutur juga berbeda. Wierzbicka(1994:69) menyatakan bahwa dalam masyarakatyang berbeda dan dalam komunitas yang berbeda,orang berbicara dengan cara yang berbeda.Perbedaan cara bicara tersebut cukup dapat diamatidan sistematis. Perbedaan-perbedaan itu, diantaranya, menggambarkan perbedaan nilaibudaya yang ada di tengah masyarakat tertentu.Cara berbicara yang berbeda, gaya komunikatifyang berbeda, atau pilihan struktur kalimat(ujaran) yang berbeda mempunyai perbedaankandungan nilai sosial-budaya, di samping nilaikebahasaan yang lain.3. METODE PENELITIANSebagaimana dikemukan di atas, artikel inimerupakan pengembangan dan telaah lanjut darisebagian hasil penelitian dasar (fundamentalresearch) yang dilaksanakan tahun 2006.Penelitian dilaksanakan dalam bentuk penelitian


❏ Jufrizal❏ Zul Amri❏ Refnaldilapangan dan studi kepustakaan. Penelitiantersebut merupakan penelitian deskriptif-kualitatifyang juga bersifat eksplanatoris dan siknronis.Data penelitian dalam bentuk kata, frasa, atauklausa bahasa lisan diperoleh melalui keterlibatanlangsung tim penelitian di lapangan dan hasilwawancara mendalam dengan informan. Databahasa tulis diperoleh melalui angket yangdiberikan kepada responden dan melalui studikepustakaan. Informan penelitian (34 orang) danresponden penelitian (154 orang) berasal dari 14kota dan ibu negeri kabupaten yang berbeda di<strong>Sumatera</strong> Barat (kecuali kepulauan Mentawai).Analisis data dilakukan dengan metode agih(elisitasi dan distribusi) disertai metode reflektifintrospektif(lihat Sudaryanto 1993).4. TEMUAN PENELITIAN DANPEMBAHASAN4.1 Pentopikalan dalam Bahasa Minangkabaudan Hipotesis Sapir-WhorfSecara tipologi gramatikal, BM adalah bahasabertipologi nominatif-akusatif (bahasa akusatif)secara sintaksis. Artinya, BM adalah bahasa yang,secara gramatikal, memperlakukan S(ubjek) klausaintransitif sama dengan A(gen) klausa transitif, danperlakuan yang berbeda diberikan kepada P(asien)klausa intransitif (S = A, ≠ P). Di antara cirimendasar dari bahasa akusatif lainnya adalahklausa dasarnya berdiatesis aktif dengan konstruksiturunan pasangannya adalah konstruksi pasif.Dengan demikian, BM mengenal konstruksi aktif(sebagai diatesis klausa dasar) dan konstruksiklausa berdiatesis pasif (sebagai diatesis klausaturunannya). Dikotomi konstruksi aktif – pasifcukup jelas adanya dalam BM dengan pemarkahmorfologis dan proses gramatikal yang bersesuaiandengan konstruksi aktif – pasif secara tipologislintas bahasa (lihat Jufrizal 2004).Mirip dengan pemasifan, pentopikalan,pada dasarnya, juga merupakan ihwal“keobjekan”; memberikan fungsi sebagai “topik”kepada unsur klausa yang bukan topik. Berbedadari pemasifan yang murni bersifat gramatikal,pentopikalan merupakan proses gramatikal yangdipengaruhi oleh fungsi-fungsi pragmatis.Sebagian ahli malah menempatkan dan berpedapatbahwa konstruksi pentopikalan sebagai salah satujenis pasif dan ada yang menyebutkannya sebagaijenis konstruksi ergatif dalam bahasa rumpunMelayu. Penetapan konstruksi pentopikalansebagai bagian konstruksi pasif dalam bahasabahasarumpun Melayu kurang beralasan secaralinguistik (konstruksi pentopikalan ini dalam BMdisebut oleh Jufrizal (2004, 2005) sebagai sebagaiHalaman 84Hipotesis Sapir-Whorf, Pentopikalan, danKesantunan Berbahasa dalamBahasa Minangkabaukonstruksi zero). Sebaliknya, untuk mengatakannyasebagai konstruksi ergatif masih memerlukanpenelaahan lebih lanjut dan lebih tajam secaratipologis dan lintas bahasa (lihat Jufrizal 2004;Jufrizal 2005).Untuk memperoleh gambaran tentangihwal pentopikalan itu secara tipologi gramatikaldalam BM, dimulai dengan mencermati konstruksiklausa dasar berikut ini.(1) Mak Itam mam-baka sarok di balakangrumah.nama AKT-bakar sampah di belakang rumah‘Mak Itam membakar sampah di belakangrumah’(2) Patugas kacamatan man-data kaluarga miskindi tiok kampuang.petugas kecamatan AKT-data keluarga miskindi tiap kampung‘Petugas kecamatan mendata keluarga miskindi tiap kampung’(3) Pak Malinin alah ma- narimo danakompensasi BBM siang tadi.nama telah AKT-terima dana kompensasiBBM siang tadi‘Pak Malinin telah menerima danakompensasi BBM siang tadi’(4) Dauih ma- nyuruah urang se dari tadi.nama AKT-suruh orang saja dari tadi‘Firdaus menyuruh orang saja dari tadi’(5) Pak Lurah mam-bao barito dari kantuacamat jo kantua pos.Pak Lurah AKT-bawa barito dari kantor camatKON kantor pos.‘Pak Lurah membawa barito dari kantor camatdan kantor pos’Lima klausa dasar BM di atas adalahklausa berdiatesis aktif yang dimarkahi secaramorfologis pada verbanya oleh prefiks verbalpasif, {maN-}. Tataurutan katanya adalah S –V –O, yang merupakan tataurutan baku klausa dasarBM. Sebagai gambaran sekilas dan perbandingan,ada baiknya pada bagian ini juga diperlihatkankonstruksi turunan tiap-tiap klausa dasar yangberdiatesis pasif (pada bagian ini hanyadiperlihatkan konstruksi pasif umum saja), sepertipada contoh yang ditandai dengan huruf a berikutini.(1a) Sarok di- baka (dek) Mak Itam di balakangrumah.Sampah PAS-bakar (oleh) Mak Itam dibelakang rumah‘Sampah dibakar oleh Mak Itam di belakangrumah’


Halaman 85❏ Jufrizal❏ Zul Amri❏ Refnaldi(2a). Kaluarga miskin di- data (dek) patugaskacamatan di tiok kampuang.Keluarga miskin PAS-data (oleh) petugaskecamatan di tiap kampung‘Keluarga miskin didata oleh petugaskecamatan di tiap kampung’(3a) Dana kompensasi BBM alah di- tarimo (dek)Pak Malinin siang tadi.Dana kompensasi BBM telah PAS-terimaoleh nama siang tadi‘Dana kompensasi BBM telah diterima olehPak Malinin siang tadi’(4a) Urang di- suruah se dek Dauih dari tadi.Orang PAS-suruh saja oleh nama dari tadi‘Orang disuruh saja oleh Firdaus dari tadi’(5a) Barito di- bao (dek) Pak Lurah dari kantuacamat jo kantua pos.berita PAS-bawa (oleh) pak lurah dari kantorcamat KON kantor pos‘Berita dibawa oleh Pak Lurah dari kantorcamat dan kantor pos’Sebagaimana terlihat dari serangkaiancontoh di atas, pasif adalah konstruksi turunanyang berasal dari konstruksi dasar berdiatesispasif. Konstruksi pasif merupakan klausaintransitif turunan; relasi objek klausa dasar naikke posisi subjek gramatikal klausa turunan (pasif);subjek gramatikal klausa dasarnya menjadi relasioblik dan verbanya dimarkahi oleh prefiks verbalpasif (di-). Berdasarkan tipologi tataurutan kata(secara gramatikal), tidak terjadi perubahantataurutan kata argumen inti pada konstruksi pasif,yaitu S – V (struktur argumen inti klausaintransitif). Sebagaimana disebut di atas,pemasifan adalah perihal kebahasaan “keobjekan”secara gramatikal dan secara semantis memberikanpenekanan dan penonjolan pada objek (unsursintaksis yang pada konstruksi dasar tidak menjadipokok atu topik pembicaraan (dalam hal ini pokokkalimat).Selain konstruksi pasif (seperti pada1a,2a,3a, 4a,5a) di atas, BM juga mengenalkonstruksi gramatikal yang menaikkan status unsurklausa yang bukan topik menjadi topik. Cermaticontoh-contoh yang ditandai dengan (b) berikutini, yang merupakan konstruksi turunan juga dariklausa dasar (1, 2, 3, 4, dan 5).(1b) Sarok Mak Itam baka di balakang rumah.Sampah-TOP Mak Itam baka di balakangrumah‘Sampah (yang) Mak Itam bakar di belakangrumah’(2b) Kaluarga miskin patugas kacamatan datadi tiok kampuang.Hipotesis Sapir-Whorf, Pentopikalan, danKesantunan Berbahasa dalamBahasa MinangkabauKeluarga miskin-TOP petugas kecamatandata di tiap kampung‘Keluarga miskin (yang) petugas kecamatandata di tiap kampung’(3b) Dana kompensasi BBMalah PakMalinin tarimo siang tadi.Dana kompensasi BBM-TOP telah namaterima siang tadi‘Dana kompensasi BBM (yang) telah PakMalinin terima siang tadi’(4b) Urang se Dauih suruah dari tadi.Orang-TOP saja nama suruh dari tadi‘Orang saja (yang) Firdaus suruh dari tadi’(5b) Barito Pak Lurah bao dari kantuacamat jo kantua pos.berita-TOP pak lurah bawa dari kantor camatKON kantor pos‘Berita (yang) Pak Lurah bawa dari kantorcamat dan kantor pos’Rangkaian konstruksi turunan dari klausadasar sebelumnya seperti ditandai dengan b di atasadalah konstruksi sintaktis yang lazim adanyadalam BM. Proses gramatikal yang terjadi padaklausa dasar adalah:(i)unsur (konstituen) FN yang terletak padaposisi setelah verba ditempatkan pada posisiawal klausa, mendahului FN subjekgramatikal;(ii) pemarkah diatesis aktif dan pasif (morfologis)pada verbanya lesap sehingga verba itumuncul dalam konstruksi zero (bentuk dasar).Jika pemarkah morfologis verbanyadipertahankan maka klausa tersebut tidakberterima secara gramatikal (lihat contohcontohyang ditandai dengan c di bawah ini);(iii) tataurutan kata klausa tersebut berubahmenjadi O – S – V;(iv) unsur FN yang ditempatkan pada posisi awal(dikedepankan) itu adalah unsur argumen intiklausa, bukan unsur feriferal atau berelasioblik;(v) ada pergeseran struktur informasi yangdibawa oleh konstruksi tersebut secarasemantis dan pragmatis, yakni ada penonjolantopik pembicaraan, namun FN yangditonjolkan itu tidak sampai pada kedudukansebagai subjek gramatikal.Sesuai dengan kerangka teori yangdipaparkan di atas dan yang digunakan dalampenelitian ini, konstruksi gramatikal turunanseperti ditandai (b) di atas merupakan konstruksi


❏ Jufrizal❏ Zul Amri❏ Refnaldipentopikalan (FN yang ditopikkan diberi tanda –TOP) secara gramatikal dalam BM (lihat Gundel1988; Lambrecht 1996; Artawa 2004). Konstruksiini dianggap turunan karena merupakan perubahandari konstruksi dasar klausa BM. Namun, berbedadari konstruksi pasif yang murni bersifatgramatikal, konstruksi pentopikalan dipengaruhioleh fungsi-fungsi pragmatis (dan fungsional) padatataran sintaksis. Struktur klausa pentopikalancukup khas karena adanya perpindahan konstituen,perubahan tataurutan kata, dan pelesapanpemarkah morfologis. Jika pemarkahmorfologisnya dipertahankan pada konstruksiseperti itu, klausa itu tidak berterima secaragramatikal. Dengn demikian, konstruksipentopikalan berikut ini (ditandai dengan c) tidakberterima dalam BM karena pemarkah morfologispada verbanya dipertahankan.(1c) *Sarok Mak Itam mam-baka di balakangrumah.(2c) *Kaluarga miskin patugas kacamatan mandatadi tiok kampuang.(3c) *Dana kompensasi BBM Pak Malinin manarimosiang tadi.(4c) *Urang se Dauih ma-nyuruah dari tadi.(5c) *Barito Pak Lurah Mam-bao dari kantuacamat jo kantua pos.Dilihat secara gramatikal hanya ada satujenis pentopikalan dalam BM, yaitu pentopikalanFN yang bukan topik menjadi topik klausa melaluiproses gramatikal. Jika dibandingkan denganpemasifan, pentopikalan tidak sampai pada prosespenciptaan subjek gramatikal baru (sebagai hasildari proses gramatikal). Pada pemasifan FN objekpada klausa dasar dinaikkan ke posisi subjekklausa turunan (pasif)nya dan subjek klausa dasarturun ke relasi oblik. Pada pentopikalan, FN yangditopikkan hanya berfsungsi sebagai topik (secarapragmatis) dan tidak sampai pada tataran sebagaisubjek gramatikal klausa turunan tersebut.Meskipun konstruksi pentopikalan merupakanturunan, secara semantis ada perbedaan strukturinformasi (kemasan makna) yang dibawanya jikadibandingkan dengan konstruksi dasarnya.Konstruksi ini juga menyiratkan bahwa tatabahasaBM mempunyai sesuatu yang dapat dikaitkandengan budaya berbahasa masyarkat penuturnya.Hal ini akan dibahas pada bagian selanjutnya.Pada pentopikalan, peran subjekgramatikal yang dimiliki oleh FN pada klausadasarnya tidak tergantikan. Hanya saja perannyasebagai topik digantikan oleh FN yang padakonstruksi dasarnya bukan topik. Dengan kata lain,kadar orientasi “keobjekan-kepasienan” konstruksipentopikalan tidak sekuat yang terjadi padaHalaman 86Hipotesis Sapir-Whorf, Pentopikalan, danKesantunan Berbahasa dalamBahasa Minangkabaupemasifan. Perhatikan konstruksi pentopikalanyang diturunkan dari klausa dasar yang sama.(6) Pagede anak-anak mudo jua di atehoto.pegedel-TOP anak-anak muda jual di atasmobil‘Pegedel anak-anak muda jual di atas mobil’(7) Aia alah kami minum sagaleh duogaleh.air-TOP telah PRO1JM minum segelas duagelas‘Air telah kami minum segelas dua gelas’(8) Rapek katua pamuda pimpin malam tu.rapat-TOP ketua pemuda pimpin malam ART‘Rapat ketua pemuda pimpin malam itu’FN anak-anak mudo, kami, dan katuapamuda pada (6), (7), dan (8) tetap mempunyaisifat-perilaku subjek gramatikal. Akan tetapi,perannya sebagai topik yang dimiliki padakonstruksi dasar telah digantikan oleh FN yangmendahuluinya. FN tersebut pada konstruksiklausa dasar adalah bukan topik. Dengandemikian, struktur informasi kebahasaan yangdibawa oleh konstruksi pentopikalan memberikanisyarat semantis dan pragmatis bahwa peran subjekgramatikal sebagai agen tetap ada meskipunfungsinya secara pragmatis sebagai topik telahhilang. Dengan demikian, konstruksi pentopikalanberada di antara konstruksi klausa dasar (yangmenonjolkan peran agen dan subjek sekaligus) dankonstruksi pasifnya (yang menggantikankedudukan subjek dan topik dengan FN baru yangsebelumnya bukan subjek atau topik).Informasi dari para informan melaluiwawancara mendalam dan hasil pencermatan timpeneliti terhadap sifat-perilaku gramatikal BMdalam peristiwa bahasa yang terjadi mengantarkantim peneliti kepada kenyataan bahwa makna danfungsi bahasa yang dibawa oleh klausa konstruksipentopikalan lebih santun dan lebih menyentuhjika dibandingkan dengan penggunaan konstruksiklausa dasar (aktif) atau konstruksi pasif. Jikadibandingkan aspek makna dan emosional yangdibawa oleh konstruksi dasar (aktif) dan konstruksiturunan (pasif dan pentopikalan) dapatdikemukakan bahwa penggunaan konstruksiklausa dasar bersifat netral dan tidak mempunyaiaspek emosional santun secara budaya. Strukturinformasi yang dibawa oleh klausa dasar BMmerupakan kemasan makna ”datar” dan apaadanya. Secara budaya dan emosional, konstruksiklausa dasar digunakan untuk membuat ungkapan(pernyataan) yang tidak mempunyai nilai santun,hormat, atau merendah diri. Klausa dasar, yangsecara tipologi gramatikal adalah konstruksi


Halaman 87❏ Jufrizal❏ Zul Amri❏ Refnaldinominatif-akusatif dan berdiatesis aktif, mengemasstruktur informasi kebahasaan apa adanya danmenonjolkan pelaku perbuatan.Hubungan timbal balik yang cukup kuatantara bahasa, budaya, dan pikiran manusiamenjadi temuan baru penelitian ini yang dapatdigunakan untuk memperkuat sekaligusmemberikan ide tambahan terhadap teorirelativitas linguistik dan hipotesis Sapir-Whorfyang sudah ada. Sejauh ini, teori relativitaslinguistik dan hipotesis Sapir-Whorf telahmenyatakan dengan tegas adanya keberhubunganantara bahasa, budaya, dan pikiran. Penelitian inimemperkuat pernyataan itu bahwa adakeberhubungan yang cukup kuat dan timbal balikantara bahasa, budaya, dan pikiran manusia.Adanya keberhubungan timbal balik dan cukupkuat itu mempunyai tiga konsekuensi logis, yaitu(1) keberhubungan antara bahasa, budaya, danpikiran tidak bersifat acak atau sewaktuwaktu,melainkan terjadi secara sistematis,logis, dan sepanjang waktu;(2) keberhubungan antara bahasa, budaya, danpikiran tidak bersifat satu arah, melainkananeka arah;(3) perkembangan bahasa, budaya, dan pikiranmanusia berjalan beriringan dan terjadi secaraalami.4.2 Pentopikalan dan Kesantunan Berbahasadalam Budaya MinangkabauSecara gramatikal, pentopikalan merupakan prosesmorfosintaksis yang mendapat pengaruhpragmatis. Dengan kata lain, pentopikalanmerupakan proses gramatikal-fungsional yangterjadi pada tataran sintaksis. Seperti telahdisinggung pada bagian terdahulu, padapentopikalan terjadi pergeseran fungsi pragmatistopik klausa yang terjadi melalui prosesgramatikal; perubahan tata urutan kata danpelesapan pemarkah morfologis pada verbanya.Jika pada pemasifan terjadi pergeseran relasigramatikal, peran semantis, dan fungsi pragmatis,pada pentopikalan tidak semua peran dan fungsitersebut yang bergeser. Relasi gramatikal subjekklausa dasar tidak berubah pada konstruksipentopikalan. Artinya, proses pentopikalan tidakmenurunkan/menggeser relasi gramatikal subjekmenjadi relasi gramatikal atau peran semantis lain.Yang terjadi pada pentopikalan adalah pergeserantopik. Unsur-unsur klausa yang bukan topik padaklausa dasar diangkat menjadi topik danditempatkan pada awal klausa (turunan)pentopikalan tersebut. Pentopikalan FN yangbukan topik (pada klausa dasar) menyebabkanterjadinya perubahan tataurutan kata, pelesapanHipotesis Sapir-Whorf, Pentopikalan, danKesantunan Berbahasa dalamBahasa Minangkabaupemarkah morfologis pada verbanya, danperubahan topik klausa. Meskipun terjadipergeseran topik, FN yang pada klausa dasaradalah subjek gramatikal tetap menjadi subjekpada klausa turunan pentopikalan.Berdasarkan penjelasan ini, pentopikalanitu membawa struktur informasi yang berbeda daripemasifan. Secara semantis, pentopikalan tidakmenghilangkan peran agen klausa yangbersangkutan. Peran agen dan subjek gramatikalFN tertentu pada klausa dasar tidak hilang, hanyaperannya sebagai topik yang tergeser. Konstruksiini secara tipologis dan semantis berada di antaraklausa dasar (akusatif-aktif) dan klausa pasifnya.Pentopikalan membawa makna penonjolan topikpembicaraan, bukan penonjolan agen (pelaku) ataupenonjolan objek (pasien). Dapat pula dikatakanbahwa konstruksi pentopikalan merupakankonstruksi pertengahan, baik secara gramatikalmaupun secara semantis-pragmatis. Pilihan klausapentopikalan dalam peristiwa bahasa, secara sertamerta, menunjukkan penempatan posisi penutur(atau sesuatu yang disampaikan) sebagai topikyang dibicarakan. Secara psikologis dan budayabahasa, penutur yang menggunakan konstruksipentopikalan berada pada posisi tidak menonjolkandiri.Selain mampu membedakan dua kutubyang bertolak belakang, budaya Minangkabau jugamemperlihatkan kebiasaan ”menyamarkan” atau“menyelimuti” keadaan yang memang perlu“disamarkan” atau “diselimuti”. OrangMinangkabau sering bertindak dan berprilaku”pertengahan”, di antara menonjolkan diri dantidak menonjolkan diri. Malah kadang-kadangbudaya seperti ini memiliki nilai arif-bijaksana dansantun. Kearifan dan kesantunan berprilakumenurut budaya alam Minangkabau ditunjukkanoleh kemampuan diri untuk berada di antara duakutub ekstrim. Budaya seperti ini tercermin denganadanya konstruksi pentopikalan yang sifat-prilakugramatikal dan fungsionalnya telah dipaparkanpada uraian terdahulu.Budaya dan pola pikir orangMinangkabau yang pada satu kesempatan dapatberpindah menonjolkan diri (ego), padakesempatan lain menyembunyikan diri(menyembunyikan pelaku), dan pada kejadian lainlagi menempatkan diri hanya sebagai topik (bukanagen dan bukan pasien) tercermin melalui tigakonstruksi klausa dasar dan konstruksi turunannya,yakni konstruksi pasif dan konstruksipentopikalan. Berdasarkan ini, ada keberhubunganyang erat antara budaya, masyarakat, pikiran orangMinangkabau dengan konstruksi (strukturgramatikal) bahasa yang dimilikinya. Lebih jauh


❏ Jufrizal❏ Zul Amri❏ Refnaldilagi, budaya orang Minangkabau yang lebihmenonjolkan topik pembicaraan daripada pelakuperbuatan untuk menciptakan nilai santun dan arifsecara sosial-budaya tercermin pula dari strukturklausa (ujaran) orang Minangkabau yang dapatmenempatkan hampir semua relasi gramatikal diawal klausa (ujaran).Secara sosial-budaya, masyarakatMinangkabau termasuk kelompok masyarakatyang sering mengurangi penonjolan diri (ataupelaku perbuatan) sebagai salah satu kiatberbahasa santun. Orang Minangkabau yangdikerangkai pola hidupnya oleh kerangka budayamemilih mengurangi peran agen (pelakuperbuatan) di balik topik pembicaraan untuk tujuansantun berbahasa dan merendah diri. Dengandemikian, adanya konstruksi (struktur)pentopikalan dalam tatabahasa BM memungkinkanpenuturnya untuk berpikir “mengurangi”penonjolan pelaku dan “bersembunyi” dibalik apayang menjadi topik pembicaraan untuk bersikapsantun berbahasa dan budaya merendah diri,meskipun sesungguhnya dia adalah pelakuperbuatan tersebut. Secara sosial-budaya, prilaku”tidak menonjolkan diri” dan “lebihmengutamakan topik pembicaraan” bernilai santundan lebih menyentuh dalam peristiwa bahasa. Iniberarti bahwa sikap-prilaku pribadi (berpikir) danbertindak-laku dalam kehidupan (dalam hal initindak laku berbahasa) tercermin dan berhubunganerat dengan adanya konstruksi (strukturgramatikal) pentopikalan.5. SIMPULAN DAN SARANBerdasarkan pengkajian data kebahasaan daninformasi sosial-budaya (berbahasa) yangdilakukan ternyata teori relativitas linguistik danhipotesis Sapir-Whorf dapat diterima.Keberterimaan teori dan hipotesis yang sudahbegitu dikenal dalam sosiolinguistik dan linguistikkebudayaan itu cukup berarti dan kuat. Artinya,teori relativitas linguistik dan hipotesis Sapir-Whorf bersesuaian dan didukung oleh datakebahasaan (pentopikalan) BM.Hasil pengkajian data kebahasaan daninformasi budaya berbahasa yang terkumpulmenunjukkan bahwa urutan kesantunan berbahasaberdasarkan konstruksi gramatikal BM dapatdigambarkan sebagai berikut:Konstruksi (dasar) < Konstruksi (turunan) < Konstruksi (turunan)Aktif Pasif PentopikalanUrutan kesantunan di atas dapatdijelaskan bahwa pemakaian klausa berkonstruksidasar-aktif lebih rendah nilai kesantunannya daripada konstruksi pasif, dan konstruksi pentopikalanlebih santun dari pada konstruksi pasif.Halaman 88Hipotesis Sapir-Whorf, Pentopikalan, danKesantunan Berbahasa dalamBahasa MinangkabauBerterimanya teori relativitas lingusitikdan hipotesis Sapir-Whorf berdasarkan datakonstruksi pentopikalan dalam BM dan termuatnyamakna budaya santun berbahasa dalam kemasanstruktur informasi pentopikalan tersebutmerupakan temuan penting penelitian ini.Meskipun demikian, temuan dan simpulan iniperlu dicermati lebih jauh dan ditindaklanjuti agardiperoleh simpulan yang kuat dan logis. Untuk itu,kepada para pemerhati, ahli, dan peneliti bahasadisarankan untuk menindaklanjuti penelitian ini.DAFTAR PUSTAKAArtawa, I Ketut. 2004. Baliness Language: ATypological Description. Denpasar: CV.Bali Media Adhikarsa.Comrie. Bernard. 1988. ‘Linguistic Typology’dalam F. J. Newmeyer (editor). Linguistics:The Cambridge Survey. Vol. 1: 447 – 467.Cambridge: Cambridge University Press.Comrie, Bernard. 1983. 1989. LanguageUniversals and Linguistic Typology.Oxford: Basil Blackwell PublishersLimited.Croft, William. 1993. Typology and Universals.Cambridge: Cambridge University Press.Cruse, D. Allan. 2000. Meaning in Language: AnIntroduction to Semantics and Pragmatics.Oxford: Oxford University Press.Dixon, R. W. M. 1994. Ergativity. Cambridge:Cambridge University Press.Duranti, Allessandro. 1997. LinguisticAnthrophology. Cambridge: CambridgeUniversity Press.Foley, William A. 1997. AnthrophologicalLinguistics. Oxford: Blackwell, Ltd.Givon,. T. 1984. Syntax: A Functional TypologicalIntroduction. Vol. 1. Amsterdam: JohnBenjamins Publishing Company.Givon, T. 1990. Syntax: A Functional TypologicalIntroduction. Vol. 2. Amsterdam: JohnBenjamins Publishing Company.Gundel, Jeanette K. 1988. The Role of Topic andComment in Linguistic Theory. New York:Garland Publishing, Inc.


Halaman 89❏ Jufrizal❏ Zul Amri❏ RefnaldiJufrizal. 2004. “Struktur Argumen dan AliansiGramatikal Bahasa Minangkabau” (disertasidoktor belum terbit). Denpasar: ProgramPascasarjana <strong>Universitas</strong> Udayana.Jufrizal. 2005. ‘Konstruksi Zero BahasaMinangkabau: Pasif, Pentopikalan, atauErgatif?’ (makalah disajikan pada SeminarNasional PLU-4; 13 – 14 September 2005).Medan: Fakultas Sastra <strong>Universitas</strong><strong>Sumatera</strong> <strong>Utara</strong>.Kramsch, Claire. 2001. Language and Culture.Oxford: Oxford University Press.Kroeger, Paul R. 2004. Analyzing Syntax: ALexical Functional Approach. Cambridge:Cambrdige University Press.Lambrecht, Kund. 1996. Information Structureand Sentence Form: Topic, Focus, and theMental Representations of DiscourseReferents. Cambridge: CambridgeUniversity Press.Hipotesis Sapir-Whorf, Pentopikalan, danKesantunan Berbahasa dalamBahasa MinangkabauMallinson, Graham dan Barry J. Blake. 1981.Language Typology: Cross-CulturalCommunication. (2 nd ed.). Amsterdam:North-Holland Publishing Company.Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka TeknikAnalisis Bahasa. Yogyakarta: Duta WacanaPress.Wardaugh, Ronald. 1988. An Introduction toSociolinguistics. Oxford: Basil Blackwell.Wierzbicka, Anna. 1994. ‘Cultural Scripts: A NewApproach to the Study of Cross-CulturalCommunication’ dalam Putz, Martin. 1994.Language Contact and Language Conflicts.Amsterdam: John Benjamin PublishingCompany.Yule, George. 1998. Pragmatics. Oxford: OxfordUniversity Press.


❏ MulyadiHalaman 90Kalimat Koordinasi Bahasa IndonesiaSebuah Ancangan Tipologi SintaktisKALIMAT KOORDINASI BAHASA INDONESIASebuah Ancangan Tipologi SintaktisMulyadiFakultas Sastra <strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> <strong>Utara</strong>AbstractThis article discusses behaviour of syntactic argument in the sentence structure ofcoordination in bahasa Indonesia. By using syntactic typological approach, the researchpurpose is to describe the sentence types in bahasa Indonesia. The results of the researchshow that bahasa Indonesia has syntactic ergativity properties because they allow thedeletion of coreferencial argument if their functions are as patient and subject. But bahasaIndonesia also has the syntactic accusative properties because argument of deletedintransitive clauses coreference with agent.Key words: coordination sentences, syntactic typologies, syntactic argument, coreferencialrelations1. PENGANTARKonstruksi sintaktis sebuah bahasa pada dasarnyadibentuk oleh tiga primitif gramatikal-semantis(Song, 2001:40-41) atau tiga relasi inti dasar(Dixon, 1989). Ketiga primitif itu terdiri atassubjek (S) klausa intransitif, agen (A) atau subjeklogis klausa transitif, dan pasien (P) atau objeklogis klausa transitif. Dalam kajian tipologibahasa, menurut Song (2001:40-41), ketigaprimitif itu berguna dalam pembahasan pemarkahkasus, terutama untuk penentuan profil sebuahbahasa, 1 misalnya apakah sebuah bahasa tergolongbertipe akusatif atau bertipe ergatif.Di kalangan ahli bahasa (antara lain,misalnya, Fokker, 1980; Keraf, 1984, 1989;Parera, 1991; Alwi, dkk, 2000), terdapat kesamaanpandangan dalam penggolongan tipe bahasaIndonesia, yaitu sebagai bahasa akusatif. Beberapaahli lain, seperti Verhaar (1989) dan Artawa(1997), justru memiliki pendapat yang berbeda.Verhaar, misalnya, mengatakan bahwa bahasaIndonesia secara tipologis ‘terpisah’ atas dua tipe,yaitu tipe akusatif untuk bahasa Indonesia ragamresmi dan tipe ergatif untuk bahasa Indonesiaragam tak resmi. Artawa, dalam telaahkomparatifnya atas bahasa Sasak, Bali, danIndonesia, juga mengklaim bahwa bahasaIndonesia memiliki properti ergatif secarasintaktis.Dalam artikel ini akan dianalisis perilakuargumen S, A, dan P pada kalimat koordinasibahasa Indonesia. Tujuan pokok penelitian iniadalah untuk mendeskripsikan tipe bahasaIndonesia pada tataran klausa. Pemilihan kalimatkoordinasi didasarkan atas pertimbangan bahwatipe kalimat ini sangat cocok dengan tipologiverba-objek (VO) sebagai tipe bahasa Indonesia(lihat Purwo, 1989:351; Verhaar, 1996:288).Korpus penelitian ini sebagian besarmenggunakan data tulis. 2 Perilaku S, A, dan Ppada kalimat koordinasi dikumpulkan dariberbagai sumber seperti novel, cerita pendek, suratkabar. Metode reflektif-instrospektif jugaditerapkan untuk membangkitkan data intuitif.Semua data selanjutnya dikelompokkan sesuaidengan kesamaan perilaku argumennya. Untukmenguji perilaku argumen sintaktis itu diterapkanteknik pengujian kepivotan, 3 yang dianggap sangattepat untuk dipraktikkan pada bahasa-bahasa yangmemiliki pemarkahan sintaktis pada argumennya,seperti halnya bahasa Indonesia.2. KONSEP DAN LANDASAN TEORI2.1 KonsepUntuk kepentingan analisis, ada dua konsep perludibatasi, yakni kalimat koordinasi dan susunanberuntun. Kalimat koordinasi merujuk pada aliansidua klausa atau lebih dalam hubungan yang setara(lihat Verhaar, 1996:282; Alwi, dkk, 2000:386).Aliansi itu dapat terjadi melalui penggunaankonjungsi, seperti pada (1) atau penggunaan tandakoma, seperti pada (2). Dalam bahasa Indonesiadua klausa itu biasanya dihubungkan olehkonjungsi yang bermakna aditif (mis., dan, lalu,kemudian), kontrastif (mis., [te]tapi, sedang[kan],namun), dan alternatif (mis., atau). Jika aliansinya


Halaman 91❏ Mulyadimenggunakan tanda koma, hubungan antarklausaditafsirkan secara semantis.(1) Ia bisa datang dan pergi kapan saja denganbebas. [Nayla, 2005](2) Ia telentang di ranjangnya, enggan bergerak.[RSK, 1996:23]Dalam ‘pohon biologis’, dua konstituenkalimat (K) atau lebih pada kalimat koordinasidisebut sebagai ‘anak’ dan ko-inti dari K yanglebih tinggi (Kroeger, 2004:40). Klausa ‘anak’ itumasing-masing mempunyai struktur internal yangmandiri pada sebuah kalimat kompleks. Dalamkalimat koordinasi yang terdiri atas aliansi duaklausa, FN subjek dapat dilesapkan dari klausakedua apabila berkoreferensi dengan subjek dariklausa pertama. Misalnya, kedua klausa padakalimat koordinasi pada (1) dan (2) di atasmempunyai subjek yang sama sehingga subjekdari klausa kedua dapat dilesapkan, yang ditandaidengan [ ]. Struktur kalimat koordinasi pada (1)dan (2) digambarkan pada (3).(3)KK Konj Kia bisa datang dan [ ] pergi kapan saja dengan bebasia telentang di ranjangnya [ ] enggan bergerakSusunan beruntun mengacu padapenggolongan bahasa-bahasa yang didasarkanpada tiga konstituen utama, yaitu S, V, dan O.Dalam hal ini, S mengacu pada entitas yangmengawali tindakan, O merujuk pada entitas yangmenjadi sasaran tindakan, dan V adalah tindakanitu sendiri. Menurut Song (2001:49), ada enampermutasi yang logis—yang disebut susunanberuntun dasar, yang direalisasikan pada bahasabahasadi dunia, yakni SOV, SVO, VSO, VOS,OVS, dan OSV. Song (2001:138) menambahkanbahwa fungsi utama dari susunan beruntun dasarpada tingkat klausa ialah untuk menunjukkan‘siapa melakukan sesuatu (X) pada siapa’.Bahasa Indonesia dalam beberapaliteratur digolongkan bersusunan SVO (periksaSudaryanto, 1983; Purwo, 1989:351). Polasusunan ini dengan mudah dapat diterangkandengan membandingkan contoh (4) dan (5) dibawah. Peran semantis FN perampok itu dan polisipada (4) berbeda dengan peran semantis FN yangsama pada (5) kendatipun kedua kalimat inimemuat kata dan konstituen yang sama. Denganperan yang dimaksud, hubungannya berlaku antaraFN dan verba, dan juga antara FN itu sendiri.Lebih jelasnya, pada (4) perampok itu adalah agenKalimat Koordinasi Bahasa IndonesiaSebuah Ancangan Tipologi Sintaktisdan polisi adalah pasien, sementara pada (5), polisiadalah agen dan perampok itu adalah pasien.(4) Perampok itu menembak polisi.(5) Polisi menembak perampok itu.Perbedaan dalam peran FN dalam kalimat(4) dan (5) ditandai secara langsung olehperbedaan dalam penempatan FN. FN praverbalditafsirkan sebagai ‘orang yang membawatindakan penembakan’, sedangkan FN posverbaldipahami sebagai ‘orang yang menjadi korbantindakan penembakan’. Peran FN ditafsirkanbegitu karena bahasa Indonesia memilikimekanisme gramatika yang melibatkan bentukbentukmorfologis untuk mengekspresikan peransemantis atau relasi gramatikal FN pada sebuahklausa. Bentuk-bentuk morfologis itu biasanyadirealisasikan dalam bentuk afiks dan sebagaipemarkah pada verba yang merupakan unsursentral pada sebuah klausa.2.2 Landasan TeoriPenelitian ini menggunakan ancangan tipologisintaksis. Dalam kajian tipologi sintaktis,penentuan tipe sebuah bahasa didasarkan pada tigaargumen sintaktis berikut:(6) S = argumen subjek kalimat intransitifA = argumen agen kalimat transitifP = argumen pasien kalimat transitifRelasi S, A, dan P di atas secara eksplisitmenerangkan jumlah argumen yang hadir padasebuah klausa. Pada klausa intransitif hanya hadirsatu argumen (S), tetapi pada klausa transitifterdapat dua argumen, A dan P. Penetapan tipesebuah bahasa, akusatif atau ergatif, mengacu padaperilaku sintaktis A dan P. Artinya, dari argumenA dan P dipilih satu argumen yang berperilakusintaktis sama dengan argumen S pada klausaintransitif. Apabila argumen A berperilaku samadengan argumen S dan berbeda dengan argumen P,bahasa itu digolongkan bertipe akusatif.Sebaliknya, sebuah bahasa bertipe ergatif apabilaargumen P berperilaku sama dengan argumen Sdan berbeda dengan argumen A. Perbedaan keduatipe bahasa ini dapat digambarkan sebagai berikut.(7)akusatifSergatifA P A PS


❏ MulyadiContoh bahasa yang memiliki propertiergatif secara sintaktis adalah bahasa Dyirbal,sebuah bahasa Aborigin di Australia. Dalambahasa Dyirbal, dua jenis klausa dapatdikoordinasikan jika kedua FN-nya berfungsisebagai P dan S. Argumen yang berkoreferensipada klausa kedua biasanya dilesapkan.(8) Marri Jani-nggu bura-n nyina-nyu.Mary (P) John-ERG see-NONFUT sit down-NONFUTPada contoh (8), S pada klausa intransitiftidak dinyatakan secara eksplisit. Pada kalimat ini,S ditafsirkan secara sintaktis berkoreferensidengan P (Mary) pada klausa transitif yangmendahuluinya. Jadi, bahasa Dyirbal mengizinkanpenghilangan argumen yang berkoreferensi dalamstruktur kalimat koordinasi jika masing-masingberfungsi sebagai P dan S.Fakta gramatikal yang diterangkan di atasberbeda dengan bahasa yang bertipe akusatif,seperti bahasa Inggris. Pada kalimat (9) konstituenyang dilesapkan pada klausa kedua, yangdisimbolkan dengan [ ], adalah S yang ditafsirkanberkoreferensi dengan A pada klausa pertama, danbukan dengan P. Dengan kata lain, dalam bahasaInggris A berperilaku sama dengan S sehinggadigolongkan sebagai bahasa akusatif.(9) John (A) saw Mary (P) and [ ] sat down.3. INTERPRETASI TIPOLOGISBAHASA INDONESIAInterpretasi terhadap relasi S, A, dan P berbasispada tipe-tipe aliansi klausa yang membentukkalimat koordinasi bahasa Indonesia. Denganmengamati hubungan koreferensi yang terjadi padaketiga argumen tersebut, seperti yang diringkaspada Tabel 1, berikut ini diterangkan interpretasitipologis pada kalimat koordinasi bahasaIndonesia.Tabel 1. Tipe aliansi klausa pada kalimat koordinasiBahasa IndonesiaTipe Klausa I Klausa II HubunganKoreferensiI Intransitif Intransitif S1 = S2II Intransitif Transitif S1 = P2S1 = A2III Transitif Intransitif P1 = S2A1 = S2IV Transitif Transitif P1 = P2A1 = A2P1 = A2A1 = P2P1 = P2 dan A1 = A2P1 = A2 dan A1 = P2Halaman 92Kalimat Koordinasi Bahasa IndonesiaSebuah Ancangan Tipologi Sintaktis3.1 Intransitif-IntransitifS1 = S2(10) Dan laki-laki itu melangkah dengan tenang kemuka, tapi kepalanya tepekur sebagai orangkalah. [RSK, 1996:64](11) Sungguhpun anak cucu kami itu melarat, tapimereka semua pintar mengaji. [RSK,1996:15]Kalimat koordinasi pada (10) dan (11)dibentuk oleh dua klausa intransitif yang keduaargumen S-nya berkoreferensi. Pada (10), FNsubjek kepalanya pada klausa kedua mengacu padaFN subjek laki-laki itu pada klausa pertama.Begitu pula, pada (11) FN subjek mereka padaklausa kedua merujuk pada FN subjek anak cucukami itu pada klausa pertama. Namun, layakdicatat di sini bahwa kekoreferensialan dalambahasa Indonesia tidak selalu direalisasikan olehrelasi antarkonstituen, tetapi bisa juga oleh relasikonstituen dengan klausa, seperti diilustrasikanpada (12).(12) a. Belakangan ini, korban tewas bunuh diridi Karangasem terus bertambah dan itucukup memprihatinkan. [BP]b. Belakangan ini, korban tewas bunuh diridi Karangasem terus bertambah dan[korban tewas bunuh diri di Karangasem]cukup memprihatinkan.c. Belakangan ini, korban tewas bunuh diridi Karangasem terus bertambah dan[penambahan terus korban tewas bunuhdiri di Karangasem] cukup memprihatinkan.Pada contoh (12b), pronomina itu sebagaiargumen S pada klausa kedua secara semantiskurang tepat ditafsirkan berkoreferensi denganargumen S pada klausa pertama. Munculnyakeprihatinan (masyarakat) tidak semata-matadikarenakan adanya korban tewas bunuh diri,tetapi lebih disebabkan terjadinya penambahanjumlah korban, seperti pada (12c). Dalam bahasaIndonesia, hubungan anaforis ini dimungkinkansebab pronomina demonstratif seperti itu, dan jugapronomina yang lain seperti ini dan demikian,dapat mengacu pada tataran di atas konstituen,seperti klausa, kalimat, atau paragraf.Apabila dua argumen S yang referensialdigabungkan ke dalam sebuah kalimat koordinasi,argumen S pada klausa kedua dapat dilesapkan.Sebagai contoh, S2 pada (13) dan (14) dapatdilesapkan karena berkoreferensi dengan S1, yakniFN Om Indra pada (13) dan FN terdakwa pada(14). Ditafsirkan seperti itu sebab tidak adaargumen S lain yang hadir pada kalimat itu. Jadi,satu-satunya argumen yang dapat mengisi slot


Halaman 93❏ Mulyadiyang ditinggalkan S2 adalah argumen S yangmendahuluinya, yaitu S1.(13) Om Indra tinggal di rumah dan [ ] tidur dikamar ibu. [Nayla, 2005:96](14) Terdakwa mengaku tidak bersalah dan [ ]tidak menyesal terhadap perbuatan yang telahdilakukannya. [BP]Mengingat hubungan koreferensi dapatterjalin antara konstituen dan klausa pada kalimatkoordinasi, seperti pada (12), implikasinya adalahbahwa argumen S2 yang lesap juga dapatdiinterpretasikan berkoreferensi dengan klausa,bukan dengan sebuah konstituen. Dengan tessintaktis berikut, contoh (15) menunjukkan bahwaS2 lebih tepat berkoreferensi dengan sebuahklausa, seperti pada (15c), daripada berkoreferensidengan sebuah konstituen, seperti pada (15b).(15) a. Ompi bertanya dengan suara yangmendesis, tapi [ ] terburu-buruberdesakan keluar. [RSK, 1996:26]b. *Ompi bertanya dengan suara yangmendesis, tapi [Ompi] terburu-buruberdesakan keluar.c. Ompi bertanya dengan suara yangmendesis, tapi [pertanyaan Ompi]terburu-buru berdesakan keluar.Dapat disimpulkan bahwa pelesapan S2pada tipe kalimat koordinasi ini dapat diizinkanjika dua argumen S-nya referensial dan S2 yangdilesapkan tidak mutlak berkoreferensi dengankonstituen, tetapi dapat juga dengan klausa.3.2 Intransitif-Transitifa) S1 = P2(16) a. Dia masuk ke dalam dan sayamengintipnya dari lobang kunci.b. *Dia masuk ke dalam dan sayamengintip [ ] dari lobang kunci(17) a. Temanku baik-baik, tapi aku sukamenjahili mereka.b. *Temanku baik-baik, tapi aku sukamenjahili [ ].Kekoreferensialan argumen S dan Ptampak pada contoh (16a) dan (17a). Argumen Ppada klausa kedua tidak boleh dilesapkan langsungsebab akan terbentuk kalimat yang tidakgramatikal, seperti pada (16b) dan (17b). Untukmelesapkan argumen P, klausa kedua harusdipasifkan. Dengan mekanisme ini, P akanberpindah ke slot subjek pada struktur derivasi danpada gilirannya dapat ‘diakses’ oleh argumen Sklausa intransitif. Dalam kalimat (16c) dan (17c) diKalimat Koordinasi Bahasa IndonesiaSebuah Ancangan Tipologi Sintaktisbawah ini, pemasifan klausa transitif ditandaiverbanya yang tidak bermarkah.(16) c. Dia masuk ke dalam dan [ ] saya intipdari lobang kunci.(17) c. Temanku baik-baik, tapi [ ] suka akujahili.Begitu juga:(18) Alam di luar menghijau dan [ ] disungkupoleh awan yang memutih di langit. [RSK,1996:55](19) Ia kini jadi lemah dan [ ] sempoyongan olehpukulan itu. [RSK, 1996:59]Struktur pasif pada kedua contoh di atasberbeda. Pada (18), verba pasifnya dimarkahi olehafiks –di. Pada (19), verba pasifnya tidakbermarkah, seperti pada (16c) dan (17c). Olehsebab itu, untuk contoh (19) perlu sedikit catatandalam menandainya sebagai struktur pasif.Identifikasi (19) sebagai kalimat pasif didasarkanpada ciri semantis predikatnya dan ciri semantis inidiperjelas pula dengan hadirnya FN pukulan ituyang ditafsirkan berperan sebagai agen. Tessintaktis berikut memperkuat argumentasi ini.(18) a. Alam di luar menghijau dan awan yangmemutih di langit menyungkup alam.(19) a. Ia kini jadi lemah dan pukulan itumenyempoyongkannya.b. Ia kini jadi lemah dan pukulan itumembuatnya sempoyong.Perubahan struktur pasif menjadi strukturaktif, seperti pada (18a) dan (19a-b),memperlihatkan bahwa argumen yang dilesapkanpada klausa kedua adalah P, dan argumen iniberkoreferensi dengan argumen S pada klausapertama. Dengan demikian, pada tipe kalimatkoordinasi ini, perilaku S dan P sama danmerupakan ciri-ciri keergatifan sintaktis dalambahasa Indonesia.b) S1 = A2(20) Lena tertegun dan matanya melihat anakdalam gendongan itu. [RSK, 1996:86](21) Kemudian aku duduk di sampingnya danaku jamah pisau itu. (RSK, 1996:8)Argumen S pada klausa pertama danargumen A pada klausa kedua dapatberkoreferensi. Pada (20), A2 yang berupa FNmatanya berkoreferensi dengan S1 Lena; pada(21), A2 yang berupa FN aku berkoreferensidengan S1 dengan jenis FN yang sama. Namun,


❏ Mulyadistruktur kedua kalimat itu berbeda. Pada (20),klausa keduanya dalam bentuk aktif, sedangkanpada (21) klausa keduanya dalam bentuk pasif.Fakta gramatikal ini seolah-olah memberi indikasibahwa pelesapan A2 dapat terjadi, baik klausakeduanya aktif maupun pasif. Sekarangpertimbangkan contoh ini.(22) Mereka mandi dan [ ] mencuci pakaianbergantian di sana. (Nayla, 2005:15)(23) Lama baru orang tahu dan [ ] memapahnyake ranjangnya di kamar. (RSK, 1996:24)Pelesapan A2 pada (22) dan (23) terjadipada klausa aktif. Pertanyaannya adalah apakahA2 dapat dilesapkan jika struktur klausa keduanyaadalah pasif? Untuk mengetahuinya, strukturklausa kedua pada (22) dan (23) dipasifkan,menjadi (22a) dan (23a). Hasilnya adalah kalimatyang tidak gramatikal.(22) a. *Mereka mandi dan [ ] dicuci pakaianbergantian di sana.(23) a. *Lama baru orang tahu dan [ ]dipapahnya ke ranjangnya di kamar.Fakta ini menunjukkan bahwa pada tipekoordinasi ini pelesapan A hanya dibolehkanapabila klausa kedua berstruktur aktif. Sebaliknya,A mesti dimunculkan jika klausa keduanya dalambentuk pasif. Karena A klausa transitif berperilakusama dengan S klausa intransitif, bahasa Indonesiamemperlihatkan properti akusatif secara sintaktis.3.3 Transitif-Intransitifa) P1 = S2(24) Kau takut masuk neraka, karena itu kau taatbersembahyang. (RSK, 1996:16)(25) Aku beri kau negeri yang kaya-raya, tapikau malas. (RSK, 1996:15)Petunjuk gramatikal yang ditawarkan olehkedua contoh di atas adalah bahwa argumen Pklausa transitif dan argumen S klausa intransitifberkoreferensi apabila klausa transitifnyaberstruktur pasif. Namun, ada fakta sintaktis lainbahwa dalam hubungan koreferensi antaraargumen P dan S, pelesapan S klausa intransitifdapat dibenarkan, baik klausa pertamanyaberstruktur aktif maupun berstruktur pasif.Misalnya,(26) a. Saya melihat dia minggu lalu dan kini [ ]menghilang.b. Dia saya lihat minggu lalu dan kini [ ]menghilang.Halaman 94Kalimat Koordinasi Bahasa IndonesiaSebuah Ancangan Tipologi Sintaktis(27) a. Ibu baru saja memasak nasi dan [ ] masihhangat.b. Nasi baru saja dimasak ibu dan [ ] masihhangat.Pada (26), FN dia sebagai P pada klausapertama berkoreferensi dengan argumen S yangdilesapkan pada klausa kedua. Begitu juga, FNnasi pada (27) yang merupakan P pada klausapertama berkoreferensi dengan argumen S padaklausa kedua. Tes sintaktis berikut membuktikanhal ini.(26) c. Saya melihat dia minggu lalu dan kini[dia] menghilang.d. *Saya melihat dia minggu lalu dan kini[saya] menghilang.e. Dia saya lihat minggu lalu dan kini [dia]menghilang.f. *Dia saya lihat minggu lalu dan kini[saya] menghilang.(27) c. Ibu baru saja memasak nasi dan [nasi]masih hangat.d. *Ibu baru saja memasak nasi dan [ibu]masih hangate. Nasi baru saja dimasak ibu dan [nasi]masih hangat.f. *Nasi baru saja dimasak ibu dan [ibu]masih hangat.Ketidakgramatikalan (26d) dan (26f) serta(27d) dan (27f) menegaskan bahwa bukanargumen A pada klausa pertama yangberkoreferensi dengan argumen S pada klausakedua, melainkan argumen P. Bertolak dari faktagramatikal ini dapat diikhtisarkan bahwa bahasaIndonesia pada tipe koordinasi ini memperlihatkanperilaku keergatifan secara sintaktis.b) A1 = S2(28) a. Djenar mematikan rokoknya dan [ ]kembali beringsut ke dalam selimut.[Nayla, 2005](29) a. Matanya tidak memandang suaminya,melainkan [ ] tetap menatap bulat kedaun palam. [RSK, 1996:82]Pada dua contoh di atas, konstituen yangdilesapkan pada klausa intransitif adalah S yangberkoreferensi dengan A, dan bukan P. Dikatakandemikian sebab tidak logis pada (28a) bahwa‘rokok yang beringsut ke dalam selimut’ atau pada(29a) bahwa ‘suaminya yang menatap bulat kedaun palam’. Ini berarti bahwa hubungankoreferensi antara A1 dan S2 terjadi karenastruktur klausa transitifnya dalam bentuk aktif.Jika klausa transitif dipasifkan, kalimatnya


Halaman 95❏ Mulyadimenjadi tidak gramatikal, seperti pada (28b) dan(29b). Pada dua contoh terakhir ini, tidak dapatdiinterpretasikan bahwa konstituen yangdilesapkan pada klausa intransitif berkoreferensidengan argumen A klausa transitif.(28) b. *Rokoknya dimatikan Djenar dan [ ]kembali beringsut ke dalam selimut.(29) b. *Suaminya tidak dipandang matanya,melainkan [ ] tetap menatap bulat kedaun palam.Akan tetapi, jika argumen S klausaintransitif tidak dilesapkan, klausa transitif dapatberstruktur pasif. Pada contoh (30), argumen Aklausa transitif, yang dimarkahi oleh pronomina –nya, berkoreferensi dengan argumen S klausaintransitif, yang ditandai oleh FN ia. Dengandemikian, pada tipe konstruksi koordinatif ini,bahasa Indonesia memiliki properti keakusatifansecara sintaktis.(30) Diambilnya bungkusan kainnya, lalu iamelangkah ke pintu. (RSK, 1996:64)3.4 Transitif-Transitifa) P1 = P2(31) a. Ayah membaca koran, tapi ibumerebutnya.b. *Ayah membaca koran, tapi ibu merebut[ ].c. Ayah membaca koran, tapi [ ] direbutibu.d. Koran dibaca ayah, tapi [ ] direbut ibu.Hubungan koreferensi dua argumen Pdapat terjadi pada kalimat koordinasi yangdibentuk oleh aliansi dua klausa transitif.Misalnya, pada (31a), P2 berkoreferensi dengan P1dan kedua klausanya berstruktur aktif. Denganstruktur klausa seperti ini, pelesapan P2 tidakdiizinkan, seperti pada (31b). Untuk melesapkanP2, operasi sintaktis yang dapat dilakukan adalahmerevaluasi struktur klausa kedua, seperti pada(31c) atau merevaluasi struktur klausa pertama danklausa kedua, seperti pada (31d). Jadi, pelesapanP2 hanya dimungkinkan apabila P2 menempatifungsi subjek pada struktur derivasi.Ada data lain yang sedikit berbeda dalammemperlihatkan kekoreferensialan dua argumen P.Pada data ini, yang dilesapkan justru klausa keduadan kalimatnya tetap berterima, seperti pada (32a).Namun, seperti halnya contoh (31b), pada contohini pelesapan P2 juga tidak dibolehkan apabilaklausa keduanya berstruktur aktif.Kalimat Koordinasi Bahasa IndonesiaSebuah Ancangan Tipologi Sintaktis(32) a. Beberapa kelompok mencari kerabatnyaatau kenalannya dengan menggunakansuluh. (RSK, 1996:97)b. *Beberapa kelompok mencari kerabatnyaatau beberapa kelompok mencari [ ]dengan menggunakan suluh.b) A1 = A2(33) a. Ia mengecup kening ibu dan [ ] menjabattangan Nayla. [Nayla, 2005:96]b. *Kening ibu dikecupnya dan [ ] menjabattangan Nayla.(34) a. Dengan sigap Nayla memapah Julikeluar dari dalam toilet menuju konsulDJ lalu [ ] memesankan Coca Cola [....](Nayla, 2005:60)b. *Dengan sigap Juli dipapah Nayla keluardari dalam toilet menuju konsul DJ lalu[ ] memesankan Coca Cola.Apabila dua argumen A referensial dankedua klausanya berstruktur aktif, argumen A padaklausa kedua dapat dilesapkan. Perilaku A inidicontohkan pada (33a) (34a). Terungkap daricontoh di atas bahwa konstituen yang dilesapkanpada klausa kedua berkoreferensi dengan argumenA pada klausa pertama. Jika klausa pertamadirevaluasi, kalimatnya menjadi tidak gramatikal,seperti pada (33b) dan (34b). Apakah pelesapanA2 hanya terjadi pada klausa aktif? Untukmenjawabnya, bandingkan dengan contoh berikut.(35) a. Aku tak ingin cari kaya, [ ] bikin rumah.[RSK, 1996:10]Pada contoh (35a) argumen A2dilesapkan dan argumen itu berkoreferensi denganargumen A1. Struktur kalimatnya menyerupaipasif karena verbanya tidak bermarkah. Sepertiyang dikatakan oleh Artawa (1997:119), verbapada kalimat aktif secara morfologis lebihkompleks daripada verba pada kalimat pasif.Namun, pemarkah morfologis bukanlah satusatunyaparamater kepasifan. Peran semantis jugamenentukan. Dalam konteks ini, kalimat (35a)tampaknya lebih tepat disebut kalimat aktifdaripada kalimat pasif karena relasi agen-pasienpada kalimat tersebut begitu kuat. Dalam kalimatpasif, agen biasanya ditempatkan sebagai frasaajung atau dihilangkan. Tambahan pula, dalambahasa lisan yang dituliskan, ada kecenderunganuntuk menghilangkan pemarkah nasal pada verbabahasa Indonesia. Oleh sebab itu, struktur (35a)dapat “dinormalkan” menjadi (35b).(35) b. Aku tak ingin mencari kekayaan, [ ]membikin rumah.


❏ MulyadiBukti lain bahwa pelesapan A2 hanyaterjadi apabila kedua klausanya berstruktur aktifdiberikan pada contoh (36). Jika salah satu ataukedua klausanya pasif, kalimatnya tidakgramatikal, seperti (36a) dan (36b). Slot yangkosong pada klausa keduanya tidak dapat diisi olehargumen A, kecuali kedua struktur klausanyadiaktifkan, seperti pada (36c).(36) a. *Dibelainya rambutku lalu [ ]mengucapkan kata sayang.b. *Dibelainya rambutku lalu [ ] diucapkankata sayang.c. Dia membelai rambutku lalu [ ]mengucapkan kata sayang.c) P1 = A2(37) a. Orang-orang suka minta tolongkepadanya, sedang ia tak pernahmeminta imbalan apa-apa. [RSK,1996:7]b. *Orang-orang suka minta tolongkepadanya, sedang [ ] tak pernahmeminta imbalan apa-apa.c. ?Dia suka dimintai tolong orang-orang,sedang [ ] tak pernah meminta imbalanapa-apa.Kalimat koordinasi pada (37a) secaraeksplisit menandai kekoreferensialan argumen P,yang dimarkahi oleh -nya pada klausa pertama danargumen A, yang dimarkahi oleh ia, pada klausakedua. Kedua klausanya berstruktur aktif dan A2tidak bisa dilesapkan, seperti pada (37b). Jikaklausa pertama dipasifkan, pelesapan A2tampaknya memungkinkan dalam bahasaIndonesia. Namun, sebagai pembanding, cermaticontoh (38).(38) a. Tidak pernah aku melihat kakek begitudurja dan belum pernah salamku takdisahutinya seperti saat itu. [RSK,1996:8]b. *Tidak pernah aku melihat kakek begitudurja dan belum pernah salamku takdisahuti [ ] seperti saat itu.c. Tidak pernah kakek kulihat begitu durjadan belum pernah salamku tak disahuti[ ] seperti saat itu.Contoh (38a) dengan jelasmemperlihatkan P1 dan A2 berkoreferensi. Sepertihalnyacontoh (37b), pada struktur kalimat sepertiini, A2 juga tidak dapat dilesapkan. Pelesapan A2diizinkan apabila klausa pertama dipasifkan,seperti pada (38c). Jadi, untuk tipe koordinasi ini,Halaman 96Kalimat Koordinasi Bahasa IndonesiaSebuah Ancangan Tipologi Sintaktisbahasa Indonesia menunjukkan ciri-cirikeakusatifan secara sintaktis.d) A1 = P2(39) Anak itu mengacungkan tangannya lalu diadiminta guru untuk menjawab.(40) Dia membezuk kakak di rumah sakit, tapi ibumalah memarahinya.Kalimat koordinasi sebagai aliansi duaklausa transitif memberi alternatif untuk argumenA pada klausa pertama berkoreferensi denganargumen P pada klausa kedua. Pada (39), anak itusebagai A berkoreferensi dengan dia sebagai P,sementara pada (40) dia sebagai A berkoreferensidengan –nya sebagai P. Pada kedua contohtersebut, A2 dapat dilesapkan, seperti pada (39a)dan (40a). Apabila struktur klausa pertamadipasifkan, pelesapan A2 tidak diizinkan, sepertipada (39b) dan (40b). Karena kesamaan perilakuargumen A dan P, properti keakusatifan terlihatpada tipe koordinasi ini.(39) a. Anak itu mengacungkan tangannya lalu[ ] diminta guru untuk menjawab.b. *Tangannya diacungkan anak itu lalu [ ]diminta guru untuk menjawab.(40) a. Dia membezuk kakak di rumah sakit,tapi [ ] malah dimarahi ibu.b. Kakak dibezuknya di rumah sakit, tapi[ ] malah dimarahi ibu.e) P1= P2 dan A1 = A2(41) a. Seorang gadis perawat menghampirinyadan [ ] merebahkannya lagi. [RSK,1996:105]b. *Seorang gadis perawat menghampirinyadan dia merebahkan [ ] lagi.Kalimat koordinasi dapat dibentuk olehdua FN yang sama, yang menggambarkanhubungan koreferensi di antara argumennya. Pada(41a), argumen P pada kedua klausa transitif ituberkoreferensi, yang direalisasikan oleh pronomina–nya. Begitu juga, argumen A pada klausa pertamadan klausa kedua berkoreferensi, yangdirealisasikan pada klausa pertama oleh FNseorang gadis perawat, sedangkan pada klausakedua argumen tersebut dilesapkan. Jadi, A2 dapatdilesapkan pada klausa yang berstruktur aktif. Jikaargumen P2 yang dilesapkan, kalimatnya tidakgramatikal, seperti pada (41b).Patut dicatat bahwa argumen P2 jugadapat dilesapkan apabila kalimatnya berstrukturpasif. Perilaku argumen ini diilustrasikan pada(42a). Slot kosong pada klausa kedua adalah milikargumen P dan hal itu bisa dirujuk pada argumen P


Halaman 97❏ Mulyadipada klausa pertama, yang direalisasikan oleh FNair itu. Sementara itu, pelesapan argumen A padaklausa kedua mengalami kegagalan sebab argumenini tidak dapat diinterpretasikan berkoreferensidengan argumen A pada klausa pertama, sepertipada (42b).(42) a. Ditampungnya air itu dengan keduatelapak tangannya, lalu [ ] dibawanya kemulutnya. (RSK, 1996:99)b. *Ditampungnya air itu dengan keduatelapak tangannya, lalu air itu dibawa [ ]ke mulutnya.Dari gambaran ini dapat disimpulkanbahwa pelesapan argumen A atau P pada klausakedua bergantung pada diatesis kalimatnya.f) P1 = A2 dan A1 = P2(43) a. Dia menipu saya dan saya tidakmencurigainya.b. *Dia menipu saya dan saya tidakmencurigai [ ].c. *Dia menipu saya dan [ ] tidakmencurigainya.Konstruksi (43a) menggambarkan tipekoreferensi yang lain pada dua FN yang sama. FNyang sama itu adalah argumen A (= dia) padaklausa pertama dan argumen P (= -nya) padaklausa kedua dan kemudian argumen P (= saya)pada klausa pertama dan argumen A (= saya) padaklausa kedua. Dalam struktur aktif seperti ini, baikA2 maupun P2 tidak dapat dilesapkan, sepertiterlihat pada (43b) dan (43c). Untuk melesapkanA2 ataupun P2, mekanisme gramatika yangdisarankan adalah dengan merevaluasi strukturklausa pertama.Model kalimat yang klausa pertamanyasudah direvaluasi tampak pada contoh (44a).Karena struktur klausa pertama dalam bentukpasif, argumen A2 ataupun P2 dapat dilesapkantanpa menyalahi kaidah sintaksis bahasa Indonesia.Pada (44b), pelesapan terjadi pada argumen A2,sedangkan pada (44c) pada argumen P2.(44) a. Aku hukum kamu, tapi kamu malahmenantangku. [Nayla, 2005:7]b. Aku hukum kamu, tapi [ ] malahmenantangku.c. Aku hukum kamu, tapi kamu malahmenantang [ ].Dari perilaku argumen di atas dapat dapatdisimpulkan bahwa A dan P pada klausa keduadapat dilesapkan apabila struktur klausa pertamadirevaluasi. Perilaku argumen ini memperlihatkanbahwa bahasa Indonesia mempunyai ciri-cirikeakusatifan.Kalimat Koordinasi Bahasa IndonesiaSebuah Ancangan Tipologi Sintaktis4. SIMPULANBahasa Indonesia memiliki perilaku argumensintaktis yang “terbelah”. Di satu sisi, bahasaIndonesia dapat digolongkan sebagai bahasa yangergatif secara sintaktis karena memperlakukan Psama dengan S, tetapi perlakuan yang berbedadiberikan pada A. Dalam sejumlah kalimatkoordinasi, bahasa Indonesia mengizinkanpelesapan argumen yang koreferensial apabilaberfungsi sebagai P dan S. Di sisi lain, bahasaIndonesia juga dianggap sebagai bahasa yangmempunyai properti keakusatifan sintaktis.Terbukti dalam struktur koordinasi, argumenklausa intransitif yang dilesapkan ditafsirkanberkoreferensi dengan argumen A, dan bukandengan argumen P, pada klausa transitif.Hasil kajian ini memperkuat klaimVerhaar (1989) dan Artawa (1997) perihalkeergatifan sintaktis bahasa Indonesia. Kendatipunpandangan Verhaar, misalnya, sudah dikemukakanhampir dua dekade silam, hingga kini belumterlihat adanya upaya untuk mereevaluasi bukubukutata bahasa Indonesia. Oleh karena itu,kebutuhan mendesak yang perlu segera dilakukanadalah merevisi isi buku-buku tersebut. Namun,tentunya diperlukan “kebesaran jiwa” para ahliuntuk mengubah pandangan yang sudah begitukuat “mengakar” perihal keakusatifan sintaktisbahasa Indonesia.Catatan Akhir:1Song (2001) mengusulkan bahwa primitif S,A, dan P dapat menghasilkan limakemungkinan logis dalam pengelompokanbahasa-bahasa di dunia, yaitu nominatifakusatif,ergatif-absolutif, tripartit, AP/S, dannetral.2Lihat, antara lain, Fokker (1980), Keraf(1984, 1991), Parera (1991), Alwi, dkk(2005).3Verhaar (1996:7) mengatakan bahwa bahasatulis memuat banyak masalah yang perludiselidiki karena bukan representasi langsungdari bahasa tutur.4Uraian yang terperinci dan mendalam, lihatDixon (1994).Sumber Data1. Nayla, 2005, Jenar Maesa Ayu, GramediaPustaka Utama, Jakarta.2. Robohnya Surau Kami (RSK). 1996. A.A.Navis, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.3. Bali Post (BP), 30 Oktober 2007


❏ MulyadiDAFTAR PUSTAKAAlwi, H., dkk. 2005. Tata Bahasa Baku BahasaIndonesia. Jakarta: Balai Pustaka.Artawa, K. 1997. “Keergatifan Sintaktis dalamBahasa: Bahasa Bali, Sasak, dan Indonesia”.Dalam B.K. Purwo. 1997. Pellba 10.Jakarta: Kanisius.Comrie, B. 1983. Language Universal andLinguistic Typology. Oxford: Blackwell.Dixon, R. M. W. 1994. Ergativity. Cambridge:Cambridge University Press.Fokker, A. A. 1980. Pengantar Sintaksis BahasaIndonesia. Jakarta: Pradnya Paramita.Keraf, G. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Ende:Nusa Indah.Keraf, G. 1991. Tata Bahasa Rujukan BahasaIndonesia. Jakarta: Gramedia WidiasaranaIndonesia.Halaman 98Kalimat Koordinasi Bahasa IndonesiaSebuah Ancangan Tipologi SintaktisKroeger, P. R. 2004. Analyzing Syntax: A Lexical-Functional Approach. Cambridge:Cambridge University Press.Parera, J.D. 1991. Sintaksis. Jakarta: GramediaPustaka UtamaPurwo, B. K. 1989. “Diatesis di dalam BahasaIndonesia: Telaah Wacana”. Dalam B. K.Purwo. 1989. Serpih-Serpih Telaah PasifBahasa Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.Song, J. J. 2001. Linguistic Typology. England:Pearson Education Limited.Sudaryanto. 1983. Predikat-Objek dalam BahasaIndonesia. Jakarta: Djambatan.Verhaar, J. W. M. 1989. “Keergatifan Sintaktis didalam Bahasa Indonesia Modern”. DalamB.K. Purwo (ed.). 1989. Serpih-SerpihTelaah Pasif Bahasa Indonesia.Yogyakarta: Kanisius.Verhaar, J. W. M. 1996. Asas-Asas LinguistikUmum. Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press.


Halaman 99❏ Ikhwanuddin NasutionRelasi Semiotika dengan Semantikdan EtnografiRELASI SEMIOTIKA DENGAN SEMANTIK DAN ETNOGRAFIIkhwanuddin NasutionFakultas Sastra <strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> <strong>Utara</strong>AbstractSemiotics relation with semantics and ethnography will give the good understanding aboutsociocultural aspect. Cultural signs of certain society can be same as with other society. Butas they are related to the semantics and ethnography, the signs can differ from the aim andwhat being intended. Therefore, the signs are not more with denotation meaning except thatwith connotation meaning. As the connotation meaning of signs related to semantics andethnography, there emergeness of mythology or ideology.Key words: connotation meaning, mythology, and ideology1. PENDAHULUANSemiotika telah berkembang luas setelah Saussuremenempatkannya sebagai bidang pragmatik yangdihubungkan dengan sosial dan budaya.Permasalahan semiotika dapat dibaca di jurnaljurnalilmiah, kamus, dan ensiklopedia yangkhusus memuat hal itu. Sebaliknya, metodesemiotika telah mempengaruhi ilmu-ilmu sosialdan pada bidang sastra dan budaya berkaitandengan kritik dan representasi-simbolik.Kompleksitas semiotika sebenarnyaberpusat pada dualisme antara Saussure(lingguistik Eropa) dengan Pierce (filsafatAmerika). Perkembangan semiotika hinggasekarang merupakan hasil dari dua tradisi ilmuyang berbeda.1. Filsafat; pemikiran filosofis mengenaitanda sudah ada sejak Plato danAristoteles kemudian dilanjutkan olehAliaran Stoa, Agustin, aliran Skolastik,Locke, Leibnis, Wolf, Lambert, Hegel,Bolzano, hingga pada Frege, Pierce,Wittgenstein, Husserl, Carnap, danMorris. Berkembang di negara-negaraAnglo-Sachsen.2. Linguistik Eropa; meskipun berakardari filsafat, tetapi melepaskan diri darifilsafat. Berawal dari Ferdinand deSaussure kemudian Jacobson,Trubetzkoy,dan Hjelmslevs. Mereka ini membukajalan untuk berbagai penelitian ilmiahyang bersifat semiotis. Semiotikasemacam ini berkembang terutama dinegara-negara yang berbahasa Perancisatau beorientasi pada kebudayaanPerancis seperti Italia, Jerman, dan UniSoviet (Rusia).Tahun 1960-an kedua aliran ini justrumenjadi satu kesatuan, meskipun masihmembingungkan. Tahun 1963 Georg Klausmemperbandingkan kedua pandangan yangberbeda ini dan kemudian mengintegrasikannyamenjadi satu kesatuan (Trabaut 1996:6-7).Di samping itu, adanya relasi antarasemiotika dengan semantik yang berupa ilmutentang arti/maksud bahasa dan etnografi yangberusaha mempelajari peristiwa budaya danmendeskripsikannya. Kedua bidang ilmu iniseakan-akan dicakup oleh semiotika modern danposmodernisme.2. TOPI BASEBALL AMERIKAKetika semiotika diterapkan untuk meneliti tandadengan pendekatan sosial budaya, maka persepsitanda tersebut dapat membentuk berbagai makna,bahkan dapat menjadi mitologi atau ideologi,seperti yang pernah dilakukan Manning (2001)dalam menganalisis “topi baseball Amerika”, yangdigunakan di luar permainan baseball, sehinggamembentuk makna baru. Topi-topi itu bervariasi,baik warnanya maupun bahan bakunya. Topisebagai alat untuk menutup kepala ternyata dapatmembentuk karakteristik, keluarga, dan komunitasyang membedakannya dengan komunitas lain.Topi yang bermacam-macam warna, bahan baku,dan bentuknya memberikan ciri tersendiri bagiyang memakainya.Manning (2001) melakukan pengamatandi depan sebuah kampus di negaranya danmenunjukkan bahwa topi yang digunakan olehorang-orang yang lewat di depan kampus tersebutdapat dibeda-bedakan, sehingga membentuk ciridan peran orang yang menggunakannya di kampustersebut. Misalnya seorang profesor dapatdibedakan dengan mahasiswa, dilihat dari topi


❏ Ikhwanuddin Nasutionyang dipakainya. Seorang kru televisi, kontraktor,atau pegawai kampus juga dapat dibedakan denganmelihat topi yang dipakainya.Topi merupakan sebuah tanda dan sebuahtanda akan memiliki makna bila tanda tersebutmempunyai relasi antara penanda dan petanda.Relasi pertama itu akan menghasilkan tanda yangdijadikan penanda pada ekspresi semiotika tingkatkedua. Kemudian penanda tadi diberikan petandayang berupa sosial budaya. Hal ini jelasdigambarkan oleh Barthes (2004:161) untukmenggambarkan mitologi yang terdapat dalamtanda, dengan bagan:BahasaMitos1.Penanda3.Tanda2.PetandaI. Penanda II. PetandaIII. TandaBerdasarkan semiologi Barthes inilah,Manning (2001) menafsirkan pemakaian topi yangmembentuk suatu karakteristik, keluarga, dankomunitas baru, yang membedakannya denganlainnya. Akhirnya, menciptakan satu ideologi ataumitologi. Topi tidak ditafsirkan secara denotatiftetapi konotatif. Denotasi merupakan makna yangsebenarnya makna pada relasi kenyataan (sosial),yang pada tingkat inilah relasi antarasemiotikadengan semantik akan tergambar.Semantik dalam linguistik berkaitan denganmaksud atau arti dari sebuah kata (bahasa), yangoleh Ferdinand de Saussure dihubungkan denganrealitas, tidak hanya kenyataan dalam ide. Relasiinilah yang disebut oleh Saussure sebagaisemiologi. Dengan bagan berikut:Penanda Petanda RealitasDi samping itu, Saussure juga mempunyaikonsep tentang linguistik yang dibaginya menjadilangue dan parole. Langue merupakan bahasasebagai milik masyarakat yang memiliki sistemdan dalam semiologi langue menaruh perhatianpada kode-kode bahasa. Parole merupakan bahasayang sepenuhnya individual yang dilakukansebagai tindakan individual-individual (Budiman2004:38-40; Sobur 2003:50-52).Makna denotasi bersifat langsung,sedangkan makna konotasi bersifat tidak langsung.Denotasi sebuah kata merupakan definisi objektifkata tersebut, sedangkan konotasi sebuah katamerupakan makna subjektif atau mosionalnya,makna ini melibatkan simbol-simbol dan historis,serta ada nilai rasa (Berger 2000:55; Sobur2003:264).Halaman 100Relasi Semiotika dengan Semantikdan Etnografi3. RELASI SEMIOTIKA DENGANSEMANTIK DAN ETNOGRAFIPerkembangan semiotika cukup cepat, hampirsemua bidang ilmu memanfaatkan ilmu ini.Semiotika saat ini sudah merupakan semiotikagabungan antara semiotika Saussure (lingguistikEropa) dengan semiotika memiliki relasi dengansemantik dan etnografi.Semiotika Amerika membagi tiga cabangsemiotika, terutama yang diwakili oleh Pierce,Morris, dan Mead. Ketiga cabang ini masingmasingmenjadi suatu sistem yang berhubungandengan tanda, yakni:1. Sintaksis semiotis menganalisis hubunganantartanda. Dalam suatu sistem yangsama, sintaksis semiotis tidak dapatmembatasi diri dengan hanyamempelajari hubungan antartanda, tetapiharus melihat hubungan-hubungan lainyang pada prinsipnya bekerja sama.Dalam situasi pembicaraan biasa tandatandadari berbagai sistem tanda berfungsisecara bersama-sama, sistem tanda bahasaberdampingan dengan sistem tandaparalinguistik (getaran suara, intonasi)dan yang lain (gerak, sikap, pancaranmata, mimik, jarak,dll)2. Semantik semiotis menganalisishubungan antara tanda, denotatum, daninterpretasinya. Semantik ini akanberkaitan dengan makna. Makna yangbersifat relasional.3. Pragmatik semiotis menganalisishubungan tanda dan pemakaian tanda.Dalam pragmatik semiotis belum adaperangkat pengertian yang tersedia.Pertanyaan-pertanyaan seperti apa yangmendorong pengirim mempergunakantanda? Apa yang terjadi apabila seseorangmenerima tanda? Apa yang mendasaripenggunaan tanda dalam masyarakattertentu? Semuanya bersifat pragmatis.Sumbangan penting untuk pragmatikdiberikan oleh filsuf J.L Austin (Zoest 1993:37).Austin mempertanyakan apa sebetulnya yangdikerjakan seseorang, ketika ia mengatakansesuatu? Kalau orang itu mengatakan sesuatu,tentu saja ia selalu berbuat sesuatu, meski tidakselalu merupakan hal yang sama. Dengan kata-kata(tanda pada umumnya) orang itu dapat melakukansesuatu bahkan dapat menyebabkan terjadinyasesuatu. Austin menyebutnya sebagai dayailokusioner. Zoest (1993:50) memcontohkanperistiwa ketika dua orang sedang berjalan disebuah lapangan rumput dan di sana ada seekorsapi. Yang satu berseru “Sapi jantan!” Yang lain


Halaman 101❏ Ikhwanuddin Nasutionmenangkapnya sebagai pernyataan suatukenyataan dan mengakatakan, “Bukan tolol! Itusapi perah!” Lalu terjadilah pertikaian semantikantara; Ya!, Tidak!, Benar!, Salah! Mungkin jugayang lain berseru, “Sapi jantan!”dengan maksudmemperingatkan kawannya. Lalu keduanya segeraberlari. Efek tersebut dapat dicapai berkatkekuatan bahasa.Lebih lanjut Austin (Stephanus 2001:52)mengatakan bahwa semua ungkapan bahasa harusdipandang sebagai tindakan. Ia membedakantindakan lokusi, yakni menghasilkan suatu ujaran;tindakan ilokusi yaitu tindakan mengikat janjidengan mengeluarkan suatu ujaran, sepertiberjanji, mengancam; dan tindakan perlokusi yakniadanya akibat, misalnya suatu perintahdilaksanakan oleh yang diberi perintah. Sebagaicontoh dapat dikemukakan bila seorang gurumengucapkan kalimat, “panas sekali ya, di dalamruangan ini”. Tindakan lokusinya ialahpengungkapan kalimat itu; tindak ilokusinyamungkin merupakan suatu keluhan; sedangkantindakan perlokusinya adalah bahwa salah seorangmurid membuka jendela atau pintu sehingga adaangin, atau menyalakan kipas angin atau mesinpendingin udara (kalau ada).Ketiga cabang semiotika diwujudkan olehMorris dalam sebuah model yang kemudiandisesuaikan oleh Klaus dengan sistem semiosisberikut:tanda lain(Dikutip dari Teeuw 1984:55)semantik(makna designatum) sigmatik(acuan, denotatum)TANDAPenafsirPada dimensi sintaksis, tandaberhubungan dengan tanda-tanda lain. Dengan katalain, sebuah tanda akan berfungsi jika adahubungannya dengan tanda lain. Dimensi semantikmenunjukkan bahwa tanda memiliki konseptualyang dihubungkan dengan referensial yangmenjadi acuan dalam kenyataan atau realitakehidupan. Dimensi pragmatik merupakanhubungan dengan si penafsir. Penafsir bisa sajaberbeda-beda interpretasinya terhadap sebuahtanda. Dalam hal inilah tanda dihubungkan dengansuatu konteks lingkungan tertentu, apakah ituberupa karakteristik, ideologi, nitologi, ataubudaya.Relasi Semiotika dengan Semantikdan EtnografiKelemahan Saussure tidakmempertimbangkan sela antara penanda danpetanda yang berkaitan dengan perubahan yangditandai, dalam jangka panjang dan hubungannyadengan konteks budaya. Pierce, Morris, dan Mead(aliran pragmatik) mengarahkan perhatian padafungsi tanda yang memiliki petunjuk komunikatifdan menyelidiki peran sosial-budaya delaminterpretant. Di samping itu, Mead jugamenghubungkan fungsi tanda pada interaksisimbolik.Hal ini juga diikuti oleh RomanJacobson (lingkaran linguistik Moscow) danUmberto Eco (novelis, filosofis, dan kritikusItalia).Relasi semiotika dengan etnografiterbentuk melalui interpretant tanda yangdihubungkan dengan kebiasaaan masyarakat untukmenafsirkan sebuah tanda atau simbol. Hubunganitu tentunya tergantung pada penafsiranmasyarakat tertentu, dengan kata lain penafsiransatu masyarakat dapat berbeda dengan penafsiranmasyarakat lain meskipun tanda atau simbol yangsama. Kebanyakan hubungan ini berupa indeksikalyakni hubungan sebab akibat dari sebuah tanda.Misalnya lolongan anjing atau srigala pada malamhari oleh masyarakat Meksiko Tenggaradihubungkan dengan adanya wanita tukang sihiryang datang pada malam itu. Untuk menafsirkanini Manning (2001) menghubungkannya dengantiga tingkatan maksud, yakni denotasi (koneksisempit), konotasi (koneksi luas), dan ideologi(koneksi yang lebih luas) atau oleh Barthes (2004)disebut mitologi.Walaupun Barthes bertolak dari Saussuredengan proses penandaan, sistem penanda danpetanda, namun Barthes memberi tingkatan padasistem itu. Pada tingkatan itu terdapat pemaknaanbahasa tingkat pertama adalah bahasa sebagaiobjek dan pada tingkat kedua disebut metabahasa.Sistem tanda kedua terbangun dengan menjadikanpenanda dan petanda tingkat pertama petanda baruyang kemudian memiliki penanda baru sendiridalam suatu sistem tanda baru dalam taraf yanglebih tinggi. Sistem tanda pertama disebutdenotatif/terminologi dan sistem tanda keduadisebut konotatif/retoris/mitologi. Sistempemaknaan semiotika Barthes ada pada tingkatkedua.Barthes (Kurniawan 2001:67) sependapatdengan Hjemslev bahwa sistem bahasa dapatdipilah menjadi dua sudut artikulasi, sebagaiberikut:KonotasiDenotasiEE CCECE Cmetabahasaobjek bahasa


❏ Ikhwanuddin NasutionSistem bahasa biasanya mengenal tandadalam ekspresi (E) yang memiliki relasi (R)dengan content (C) atau isi. Pada artikulasipertama (sebelah kiri), sistem primer (ERC)mengkonstitusi tingkat ekspresi untuk sistemkedua (ERC) R C, di sini sistem pertamaberkorespodensi dengan tingkat denotasi dansistem kedua dengan tingkat konotasi. Padaartikulasi kedua (sebelah kanan), sitem primer(ERC) mengkonstitusi tingkat isi untuk sistemkedua E R (ERC). Di sini, sistem pertamaberkorespondensi dengan objek bahasa dan sistemkedua dengan metabahasa (metalinguistik). Dalamhal ini, Barthes telah menghubungkan semiotikadengan konteks budaya atau dengan etnografi.Relasi semiotika dengan etnografi sampaipada kode-kode yang terdapat dalam masyarakatpengguna tanda. Kode-kode itu sebenarnyamerupakan sistem luar dari tanda itu sendiri, yangoleh Barthes disebut ekstra-linguistik yangsubstansinya adalah objek atau imaji. Barthes(Kurniawan 2001: 69-70; Selden 1991:80-81)mengatakan bahwa setiap tanda terdapat lima jeniskode, yakni:1. Kode hermeneutik berhubungan denganteks-teks (enigma) yang timbul ketikateks mulai dibaca. Siapakah tokoh ini?Bagaimanakah peristiwa itu berlanjut?Jadi, didaftarkan beragam istilah, tekatekiyang dapat dibedakan, diduga,diformulasikan, dipertahankan, danakhirnya disingkap. Apa sebenarnyaistilah atau teka-teki tersebut. Kode inidisebut juga “Suara Kebenaran” (Thevoice of Truth).2. Kode proaretik (Suara Empirik) yangmerupakan tindakan naratif dasar.Tindakan-tindakan yang dapat terjadidalam beragam sekuen yang mungkindiindikasikan.3. Kode semik (petanda dari konotasi ataupembicaraan yang ketat) merupakan koderelasi penghubung (medium relatic code)yang merupakan sebuah konotator dariorang, tempat, objek, yang pertandanyaadalah sebuah karakter (sifat, atribut,predikat).4. Kode simbolik (tema) yang bersifat tidakstabil dan dapat dimasuki melaluiberagam sudut pendekatan. Kode iniberhubungan dengan polaritas(perlawanan) dan antitesis (pertentangan)yang mengizinkan berbagai relasi dan“pembalikan”. Kode simbolik inimenandai sebuah pola yang mungkindiikuti orang.Halaman 102Relasi Semiotika dengan Semantikdan Etnografi5. Kode budaya (suara ilmu) sebagaireferensi kepada sebuah ilmu ataulembaga pengetahuan (fisika, psikologi,sejarah, dll.) yang dihasilkan olehmasyarakat. Kode ini akan mengacu padabudaya yang ada dalam masyarakat dandiekspresikan dalam masyarakat tersebut.Relasi semantik dengan etnografikterbentuk karena ahli etnografi memanfaatkanbahasa/semantik linguistik sebagai alat untukmenimbulkan data yang tersembunyi dalam sebuahteks atau artifak, sedangkan data yang masih hidupdalam tingkah laku masyarakat dipergunakansosiolinguistik. Kalau diberi bagan relasi semiotikadengan semantik dan etnografi, maka akantergambar sebagai berikut:semiotikaetnografimaksud/artisemantik4. LOOSE SEMIOTICS, POSTSEMIOTIKA,ATAU HIPERSEMIOTIKAYang menarik dari tulisan Manning (2001) adanyaperkembangan semiotika yang mengarah kepadahilangnya makna dari tanda tersebut. Tanda hanyamereferentasikan tanda itu sendiri, atau tanda itutidak lagi menggambarkan suatu realita ataukenyataan sosial. Tanda lebih jauh berkembangmeninggalkan logika semiotika itu sendiri. Hal inidisebut Manning sebagai “loose semiotics”. Hal inidapat disebut dengan postsemiotika atauhipersemiotika.“loose semiotics” itu terjadi karenainteraksionisme-simbolik yang mempergunakantanda secara bebas tanpa memperhitungkanreferensi dan interpretasi. Geertz, Gusfield,Richard Merelman, Murray Edelman, dan LaurenEdelman ketika membuat laporan penelitianterkadang melabrak kosa kata semiotika, yangmenjauhkan pengertian tanda dari referensi yangdimaksud masyarakat tempat mereka meneliti.Mereka sering mempertimbangkan interpretasimereka sendiri tanpa mengaitkannya dengan sosialbudaya setempat.Pada perkembangan berikutnya, theartificial intelligence (AI) group, justrumelepaskan semiotika itu dari logika, yang


Halaman 103❏ Ikhwanuddin Nasutionmenyatakan bahwa logika dapat membuatkekeliruan. Misi AI sama dengan ilmu sosial danantropologi budaya yaitu berusaha melakukantiruan dari bagaimana orang-orang berpikir,bagaimana asumsi budaya, tindakan, danpraktiknya dilakukan oleh masyarakat secarabudaya penuh arti. Dalam hal ini, terlihatbagaimana persimpangan antara semiotika dengansemantik dan etnogrfi. Jadi, sebuah tanda ditirudan ditiru terus menerus, hal inilah yang disebutoleh Jean Baudrillard “simulacra” atau“simulacrum”.Kekuatan simulacrum adalah kemampuannyamemproduksi tanda-tanda yang menyimpang darirujukan (referent) atau dari yang asli, denganmenciptakan tanda-tanda sebagai topeng (mask),sebuah strategi penyamaran tanda (disgusing),yang dengan cara itulah kemampuan dunia kopi,ikon, dan reproduksi dapat diganggu, sertakestabilan dunia representasi dapat disubversi.Baudrillard tidak saja melihat simulakrum sebagaipenyimpangan, deformasi, atau penyelewenganikonik dari realitas rujukan, ia bahkan melihatnyatidak lagi mempunyai relasi dengan dunia realitasitu sendiri (Piliang 2004:62).Baudrillard (Irawanto 2003:20; Piliang2003:42-43) menegaskan adanya “empat fasesuksesi dari citra”. Hal ini terjadi karenakompleksitas relasi antara tanda, citra, dan realitas.Fase-fase itu bertautan dengan tanda atau suksesicitra yang berdistansi dengan objek representasi(referent) melalui tahapan signifikan dan nilai:1. It is the reflection of basic reality2. It mask and preverts a basic reality3. It masks the absence of a basic reality4. It bears no relation to any realitywhatever; it is its own pure simulacrumPertama, sebuah citra dikatakanmerupakan refleksi dari realitas, yang didalamnyasebuah tanda merepresentasikan realitas(representation). Kedua, citra menopengi danmemutar balik realitas, seperti yang terdapat padakejahatan. Ketiga, citra menopengi ketidaanrealitas, seperti yang terdapat pada ilmu sihir.Keempar, citra tidak berkaitan dengan realitas apapun, disebabkan citra merupakan simulakrumdirinya sendiri (pure simulacrum), yang prosesnyadisebut simulasi. Dalam hal ini, sebuah tanda tidakberkaitan dengan realitas apa pun di luar dirinya,oleh karena ia merupakan salinan (copy) daridirinya sendiri.Manning juga menjelaskan bagaimana AImenggambarkan komputer (mesin) yang dapatmenciptakan simulasi-simulasi, yang membuatsemiotika makin sulit untuk menghubungkansebuah tanda dengan perangkat lunak yangRelasi Semiotika dengan Semantikdan Etnografiterdapat dalam komputer dan dengan tanda lain.Seseorang dapat bermain-main dengan tanda tanpaketakutan untuk mengubah kenyataan, sebabkenyataan dapat diinterpretasikan ataudimanipulasi sesuai dengan kehendak orangtersebut, semuanya dikendalikan oleh mouse.Ikon yang ada dalam tampilan layarkomputer juga dapat bermacam-macam denganmakna yang berbeda-beda, tergsntung pada orangyang mempunyai komputer tersebut. Ikon-ikon itudapat ditampilkan bersama-sama, tanpa adakaitannya satu sama lain, seperti kata-kata, gambarbintang film, gambar keluarga, gambar kitasendiri, gambar karton, bentuk-bentuk abstrak, danpemandangan. Inilah simulasi yang merupakanperspektif perasaan dan kreasi.Tatangan semiotika adalah banyaknyapeniruan dan tindakan pengulangan, yang bukanberarti tidak dapat dipahami. Pemahamanmemerlukan teori fungsi tanda yang dihubungkanpada konsep sosial dasar seperti diri, peran,identitas, dan dasar-dasar individu lainnya. Dalamhal ini, hubungan individu dengan kelompoksebagai suatu kultur.Alan Woife sependapat dengan Meadyang menyatakan bahwa komputer bagaimanapunjuga hanyalah ciptaan manusia. Manusialah yangmemprogram, komputer hanya mengikuti aturandan prosedur. Hal ini menandakan suatu formatsimulasi hubungan sosial dengan kecerdasan atauintelegensi manusia. Adanya penciptaan perangkatlunak dan perangkat keras yang seolah-olahmengenal aturan dan prosedur. Interaksi yangdiperagakan komputer ini merupakan semiotikasebagai sosial metalinguistik.Layar yang ada pada komputer, televisi,dan internet merupakan perpanjangan komunikasi,tetapi hal ini dapat juga dimanipulasi dan dapatdibuat efek-efek tertentu sehingga tampilan seolaholahnyata. Layar menampilkan objek yangmenjadi interaksi sebagai bagian dari suatu dialogyang dilakukan dengan teknologi sesuai denganselera dan antropomorfemis. Layar sebagai duniadigital sekarang ini menjadi kapsitas untukmengubah bentuk pesan ke dalam banyak format.5. SIMPULANSemiotika yang dikaitkan dengan semantik akanmenunjukkan makna denotatif dan konotatif,sedangkan semiotika yang dihubungkan denganetnografi akan mengarah pada kode-kode, yaknikode hermeneutik, proaretik, semik, simbolik, danbudaya. Perkembangan semiotika saat ini sudahmencapai tingkat yang mengaburkan makna yangbiasa disebut loose semantic, hipersemiotika, danpostsemiotika.


❏ Ikhwanuddin NasutionDATAR PUSTAKABerger, Arthur Asa. 2000. Tanda-Tanda dalamKebudayaan Kontemporer. Yogyakarta:Tiara Wacana Yogya.Barthes, Roland. 2004. Mitologi. Terj. Nurhadi danA. Sahabul Millah. Yogyakarta: KreasiWacana.Budiman, Kres. 2004. Semiotika Visual.Yogyakarta: Buku Baik.Irawanto, Budi. 2003. “Sastra dan Simulacra”.Dalam Sirojuddin Arif (Penyunting). SastraInterdisipliner. Yogyakarta: Qalam.Kurniawan. 2001. Semiologi Roland Barthes.Mangelang: Indonesia Tera.Manning. Peter K. 2001. “Semiotics, Semantics,and Ethnography”. Dalam Paul Atkinson,dkk. (ed). Handbook of Ethnography.London, Thousand Oaks, New Delhi:SAGE Pulications.Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika: TafsirCultural Studies Atas Matinya Makna.Yogyakarta: Jalasutra.Piliang, Yasraf Amir. 2004. Posrealitas: RealitasKebudayaan Dalam Era Posmetafisika.Yogyakarta: Jalasutra.Halaman 104Relasi Semiotika dengan Semantikdan EtnografiSelden, Raman. 1991. Pandauan Pembaca TeoriSastra Masa Kini. Yogyakarta: GadjahMada University Press.Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi.Bandung: Remaja Rosdakarya.Stephanus, Djanawai. 2001. “Bahasa danKekerasan”. Dalam Sunjati AS, dkk (ed).Manusia dan Dinamika Budaya.Yogyakarta: Fakultas Sastra UGMbekerjasama dengan Bigraf Publishing.Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta:Pustaka Jaya.Trabaut, Jurgen. 1996. Dasar-dasar Semiotika.Diterjemahkan oleh Sally Pattynasarany.Jakarta: Pusat Pembinaan danPengembangan Bahasa.Zoest, Aart van. 1990. Fiksi dan Nonfiksi dalamKajian Semiotik. Penerjemah ManoekmiSardjoe. Jakarta: Intermasa.Zoest, Aart van.1993. Semiotika: tentang Tanda,Cara Kerjanya dan yang Kita Lakukandengannya. Penerjemah Ani Soekawati.Jakarta: Sumber Agung


Halaman 105❏ Marini Nova Siska Naibaho❏ DardanilaAnalisis Penggunaan Polisemi padaHarian Medan Bisnis Edisi Agustus 2007ANALISIS PENGGUNAAN POLISEMIPADA HARIAN MEDAN BISNIS EDISI AGUSTUS 2007 1Marini Nova Siska Naibaho dan DardanilaFakultas Sastra <strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> <strong>Utara</strong>AbstractThis paper aimed to make an analysis of polysemic matter found on August 2007 edition ofdaily Medan Medan Bisnis. The purposes to be maintained mainly are: to know aboutpolysemic matter found and to describe the polysemic types found in the above mentionedNewspaper. The data collected by using observation method, while in data analysing it wasdistributional method. The theory was by following Abdul Chaerconcepts for semantics,polysemy, and types of words. The achievement lastly from this analysis is that there arethree kinds of polysemy found in the above mentioned newspaper. They arepolysemic verbs(46,7%), polysemic nouns (33,3%), and polysemic adjectives (20%). So it was a tendency indaily Medan Bisnis, August 2007 to use verbs in usage.Key words: semantics, polysemy, types of words1. PENDAHULUANBahasa merupakan alat komunikasi yang sangatpenting dalam kehidupan manusia. Bahasa terusberkembang sesuai dengan perkembanganpemikiran pemakai bahasa. Pemakaian bahasadiwujudkan di dalam bentuk kata – kata dankalimat. Manusialah yang menggunakan kata,kalimat dan manusia yang menambah kosakatasesuai dengan kebutuhan.“Bahasa dan masyarakat mempunyaihubungan yang sangat erat dan saling berkaitankarena bahasa adalah sistem lambang bunyiarbitrer yang digunakan oleh anggota kelompoksosial untuk bekerjasama, berkomunikasi, danmengidentifikasikan diri” (Kridalaksana 1982 : 2).Maksud sistem lambang bunyi yang arbitrer yaknitidak ada hubungan wajib antara lambang sebagaihal yang menandai, berwujud kata atau leksemdengan benda atau konsep yang ditandai yaitureferensi dari kata atau leksem tersebut.“Kearbitreran lambang bahasa dapatmenyebabkan orang dalam sejarah linguistikmenelantarkan penelitian mengenai makna” (Chaer1995 : 1). Namun, mengenai makna menjadikegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari studilinguistik lainnya. Hal itu terjadi karena orangmulai menyadari bahwa kegiatan berbahasasesungguhnya adalah kegiatan mengekspresikanlambang dua bahasa untuk menyampaikan makna– makna yang ada pada lambang tersebut, kepadalawan bicara (dalam berkomunikasi lisan) ataupembaca (dalam komunikasi tulis).Dalam kehidupan sehari–hari kita harusberkomunikasi dengan baik. Alat komunikasi yangkita gunakan adalah bahasa. Bahasa yang kitasampaikan akan lancar jika bahasa tersebut berupakata–kata yang memiliki makna yang jelas. Olehkarena itu, bahasa merupakan alat pemersatuantara seseorang dengan yang lainnya.“Salah satu bahasa yang ada hubungankemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kataatau satuan bahasa lainnya adalah polisemi ataukegandaan makna” (Chaer 1995: 101).Menurut Aminuddin (200: 123) polisemiadalah hubungan antara bentuk kebahasaan denganperangkat makna. Misalnya, kata berjalan dapatmengandung makna (1) terlaksana, (2)berlangsung, dan (3) dengan alat. Makna tersebutdapat dilihat dalam kalimat berikut:(1) Ali pergi ke sekolah berjalan kaki.Makna kata berjalan adalah dengan alat.(2) Acara itu telah berjalan dengan sukses.Makna kata berjalan adalah terlaksana.(3) Pesta adat itu berjalan hingga pukul 18.00 WIB.Makna kata berjalan adalah berlangsung..Pada kalimat (1) terkandung maknaaslinya, sedangkan pada kalimat (2) dan kalimat(3) kata berjalan berubah maknanya tetapi masihmempunyai pertalian dengan makna aslinyawalaupun sedikit dan dapat disebut sebagaipolisemi.Surat kabar merupakan salah satu sumberinformasi tertulis yang dapat memberikaninformasi berbagai hal dan peristiwa. Sebagai


❏ Marini Nova Siska Naibaho❏ Dardanilasumber informasi yang penting, surat kabarmemiliki tanggung jawab yang sangat besar dalamperkembangan bahasa Indonesia. Bahasa yangdigunakan haruslah bahasa lugas yang dapatdipahami dengan baik sehingga informasi yangdisampaikan kepada pembaca sesuai dengan apayang diharapkan penulis. Informasi yang jelas danakurat akan diperoleh dari pemilihan kata dankalimat yang tepat2. TEORI2.1 SemantikChaer (1995: 2) menyatakan bahwa kata semantikdalam bahasa Indonesia berasal dari bahasaYunani “ Sema “ (kata benda) yang berarti “ tanda“ atau “ lambang “. Kata kerjanya adalah semainoyang berarti “ menandai “ atau “ melambangkan “.Yang dimaksud dengan tanda atau lambangsebagai padanan kata “ sema ” adalah tandalinguistik. Kata semantik yakni sebagai istilahyang digunakan untuk bidang linguistik yangmempelajari hubungan antara tanda – tandalinguistik dengan hal – hal yang ditandainya ataubidang studi linguistik yang mempelajari maknaatau arti dalam bahasa. Semantik juga dapatdiartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentangarti. Oleh karena itu, makna merupakan objeksemantik.Pengertian makna berbeda dengan arti didalam semantik. Makna adalah pertautan yang adadiantara unsur – unsur bahasa itu sendiri (terutamakata–kata). Lyons (1977: 204) menyebutkanbahwa mengkaji atau memberikan makna suatukata ialah memahami kajian kata tersebut yangberkenaan dengan hubungan – hubungan maknayang dibuat kata tersebut berbeda dari kata – katalain. Arti dalam hal ini menyangkut maknaleksikal dari kata itu sendiri yang cenderungterdapat di dalam kamus sebagai leksem.Mempelajari makna pada hakikatnyaberarti mempelajari bagaimana setiap penggunabahasa dalam suatu masyarakat bahasa salingmengerti. Untuk menyusun kalimat yang dapatdimengerti, sebagian pengguna bahasa dituntutagar menaati kaidah gramatikal dan tunduk padakaidah pilihan kata menurut leksikal yang berlakudi dalam suatu bahasa.Makna sebuah kalimat sering tidakbergantung pada sistem gramatikal dan leksikalsaja tetapi bergantung pada kaidah wacana. Maknasebuah kalimat yang baik pilihan katanya dansusunan gramatikalnya sering tidak dapat dipahamitanpa memperhatikan hubungannya dengankalimat lain dalam sebuah wacana.Contoh: “ terima kasih “ bermakna “ tidak mau “dalam situasi jamuan makan atau minum,bila kita ditawari sesuatu pada jamuanitu.Halaman 106Analisis Penggunaan Polisemi padaHarian Medan Bisnis Edisi Agustus 2007Kata laki – laki secara leksikal memilikimakna sama dengan pria. Maknanya akan berbedabila dilihat hubungannya dengan unsur lain secaragramatikal.(4) Laki – laki itu suaminya.(5) Ih, dasar laki – laki !Pada ekspresi (4) bermakna kebapaan,sedangkan kata laki – laki pada ekspresi (5)memiliki makna tamak, rakus, tidak sesuai dengankodrat kebapaan (makna konotatif).Semantik juga bermanfaat bagi kita.Manfaat semantik itu tergantung dari bidang apayang kita geluti dalam tugas sehari – hari.1. Bagi seorang wartawan, seorang reporter, atauorang-orang yang berkecimpung dalam duniapersuratkabaran dan pemberitaan, merekaakan memperoleh manfaat praktis daripengetahuan mengenai semantik. Pengetahuansemantik akan memudahkannya dalammemilih dan menggunakan kata denganmakna yang tepat dalam menyampaikaninformasi kepada masyarakat umum.2. Bagi mereka yang berkecimpung dalampenelitian bahasa, pengetahuan semantik akanbanyak memberi bekal teoritis kepadanyauntuk dapat menganalisis bahasa atau bahasabahasayang sedang dipelajarinya.Pengetahuan teori harus dapat dipahami dandimiliki secara memadai. Tanpa pengetahuanteori, tidak akan dapat dengan tepatmenjelaskan perbedaan dan persamaansemantis antara dua bentuk kata sertabagaimana menggunakan kedua bentuk katayang mirip itu dengan benar.3. Bagi orang awam pada umumnya pengetahuanyang luas tentang teori semantik tidaklahdiperlukan. Tetapi penggunaan dasar-dasarsemantik tentunya masih diperlukan untukdapat memahami dunia di sekelilingnya yangpenuh dengan informasi dan lalu lintaskebahasaan.2.2 PolisemiDjajasudarma (1993 : 43) menyatakan bahwapolisemi merupakan suatu kata memiliki lebih darisatu makna. Misalnya, kata jalan yang berarti“tempat berjalan” dan “kegiatan berjalan“. Maknatersebut dapat dilihat dari kalimat berikut:(6) Jalan ke rumah si Tuti rusak(7) Jalan dulu, saya menyusulKata jalan pada kedua contoh tersebutdikatakan polisemi karena memiliki makna ganda.Pada kalimat (6) kata jalan bermakna “tempatberjalan” sedangkan kalimat (7) kata jalanbermakna “kegiatan berjalan”. Chaer (1995: 101)


Halaman 107❏ Marini Nova Siska Naibaho❏ Dardanilamenyatakan bahwa polisemi lazim diartikansebagai satuan bahasa (terutama kata, bisa jugafrase) yang memiliki makna lebih dari satu.Misalnya, kata mata dalam bahasa Indonesia yangmemiliki makna yang banyak.1. Mata manusia yang bermakna bagian organtubuh untuk melihat.2. Mata air yang bermakna sumber keluarnya air.3. Mata pencaharian yang bermakna pekerjaanyang menghasilkan.4. Mata angin yang bermakna arah letaknyaangin.Dengan demikian dapat dikatakan bahwadalam bahasa kata mata setidaknya mengacukepada 4 buah makna.Contoh lain pada kata tangan yangmemiliki komponen makna, antara lain:(8) Anggota tubuh manusia, seperti tangan Luluterkilir.(9) Kegiatan mencuci tangan setelah bekerja ataumakan, seperti cuci tanganmu setelah makansupaya tidak kotor.(10) Berfungsi untuk memberi dan menerimasesuatu, seperti pada frase tangan kanan.Komponen makna (8) adalah makna asalyang sesuai dengan referen, atau juga maknaleksikal dari kata itu. Komponen makna (9)berkembang menjadi makna tersendiri untukmenyatakan kegiatan mencuci tangan. Komponenmakna (10) juga berkembang menjadi maknasendiri untuk menyatakan bagian dari segalasesuatu yang berfungsi untuk memberi danmenerima.Jika kita perhatikan kata mata dan katatangan yang memiliki berbagai macam makna,dapat dinyatakan bahwa makna - makna yangbanyak dari sebuah kata yang berbentuk polisemimasih ada sangkut pautnya dengan makna asalkarena dijabarkan dari komponen makna yang adapada makna asal kata tersebut.Di dalam meneliti penggunaan polisemi,peneliti harus memiliki kosakata yang besarjumlahnya karena pengertian yang akan digunakanberbeda-beda satu dengan yang lain. Namun, halitu bukan persyaratan mutlak. Pada perkembanganpemikiran manusia, secara bergelombang maknadasar suatu kata berkembang, bertambah atauberubah akibat pola pikir pengguna bahasa yangberkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Halini dapat juga menggambarkan perkembanganbentuk polisemi dalam bahasa.Makna ganda dapat membuat pendengaratau pembaca ragu – ragu dalam menafsirkanmakna atau kalimat yang didengar atau dibaca.Misalnya, jika kita mendengarkan orangAnalisis Penggunaan Polisemi padaHarian Medan Bisnis Edisi Agustus 2007mengatakan pukul kita menjadi ragu – ragu.Apakah yang dimaksud adalah (1) jam (pukuldelapan mereka berangkat), dan (2) kegiatanmemukul (pukul saja kalau memang berani).Kesalahpahaman sering terjadi jika kita tidakmelihat konteks kalimat lebih dahulu.Selain pendapat Chaer dan Djajasudarmamengenai polisemi, ada beberapa pandanganmengenai polisemi sebagai berikut:1. Gorys (2006: 36) mendefinisikan bahwapolisemi ialah satu bentuk mempunyaibeberapa makna.2. Parera (2004: 81) mendefinisikan bahwapolisemi ialah satu ujaran dalam bentuk katayang mempunyai makna berbeda – beda tetapimasih ada hubungan dan kaitan antara maknamaknayang berlainan tersebut.3. Usman (dalam Bandana 2002: 42) mengatakanbahwa polisemi berarti suatu bentuk yangmemiliki makna lebih dari satu.Dari pendapat para ahli di atas,disimpulkan bahwa polisemi adalah makna gandayang saling berhubungan, berkaitan baik berupadenotasi maupun konotasi, seperti contoh di bawahini:(11) Tidak ada rezeki kita memancing hari ini.(12) Sudah 3 tahun berumah tangga mereka belummendapat rezeki.Kata rezeki pada (11) mempunyai artiyang sebenarnya yaitu mempunyai rezeki, tetapipada (12) maknanya adalah makna kiasan yaitumempunyai anak karena anak merupakan rezekidari Tuhan, seperti juga harta, jabatan, dan lainlain.Dari beberapa pendapat ahli di atas,penelitian ini menggunakan pendapat Chaer danDjajasudarma mengenai polisemi.Menurut Ullman (dalam Aminuddin),terdapat beberapa unsur penyebab polisemi.Unsur-unsur tersebut meliputi:1. Spesifikasi dalam ilmu pengetahuan.Misalnya: kata bentuk dalam bidangkebahasaan, arsitektur, maupun seni rupamemiliki maknanya sendiri-sendiri.2. Spesialisasi penggunaan dalam kehidupansosial – masyarakat yang beraneka ragam,sehingga kata jalan oleh para sopir diartikan“bekerja“, oleh para pedagang diartikan“berlangsung“.3. Penggunaan dalam gaya bahasa.Misalnya: puisi, sehingga kata darah dan bekudalam baris puisi Chairil, Nanti darahku jadibeku, telah mengalami penambahan maupunperpindahan makna; dan


❏ Marini Nova Siska Naibaho❏ Dardanila4. Dalam tuturan lisan maupun tulisan yangsalah, bentuk seperti kelapangan dapatmengandung makna“sesuatu yang lapang“ dan “pergi ke lapangan“.Polisemi, selain dapat berakibat negatifjuga merupakan unsur positif. Disebut berakibatnegatif karena dapat menimbulkan kesalahanpenerimaan informasi. Disebut positif karenamemperkaya kandungan makna suatu bentukkebahasaan sehingga lebih jelas digunakan dalamberbagai konteks yang berbeda. Oleh karena itu,pengguna bahasa harus menghapal, mengingat,dan menguasai banyak kata. Untuk memudahkanbeban ingatan pengguna bahasa, kata– kataseharusnya:1. Ditambah unsurnya, baik ditambah di sebelahkiri atau ditambah di sebelah kanan, misalnyakata kemeja. Jika. ditambah di sebelah kiriterdapat urutan kata tangan kemeja yangmaknanya berbeda dengan makna kemeja.Jika ditambah di sebelah kanan terdapaturutan kata kemeja biru yang maknanyaberbeda dengan makna kata kemeja.2. Leksem diberi imbuhan, misalnya leksemdatang menjadi berdatangan, didatangi,mendatangi yang tentu saja maknanya tidaksama lagi dengan makna datang.3. Penggunaannya diperluas, misalnya katamengudara dapat digunakan di lingkunganpenerbangan dan di lingkungan siaran radio.2.3 Jenis KataKata merupakan masalah yang sering dihadapioleh para linguis dalam linguistik. Para penggunabahasa yang awam dengan mudah membentukkalimat-kalimat dengan kata dan dapat memisahmisahkankalimat terhadap kata-kata. Begitu jugaterhadap orang pandai dapat menuliskan kalimatkalimatdan dengan mudah memisahkan kata-kataantar sesamanya dalam tulisan mereka.Adapun ciri-ciri kata yang dikemukakanoleh beberapa ahli, seperti:1. Bloomfield (dalam Pateda 2001 : 134)menggunakan kebebasan berdiri sendiri didalam ujaran sebagai ciri kata.2. Hockett (dalam Pateda 2001 : 134)menggunakan jeda dan dapat diisolasi.3. Reichling (dalam Pateda 2001 : 134)menggunakan ciri-ciri sebagai momen bahasa,dapat dipisahkan, dapat dipindahkan, dandapat ditukar.4. de Groot (dalam Pateda, 2001 : 134)berpendapat ciri kata adalah berdiri sendiridan bermakna.Berdasarkan ciri-ciri yang telahdisebutkan di atas, kata adalah satuan ujaran yangHalaman 108Analisis Penggunaan Polisemi padaHarian Medan Bisnis Edisi Agustus 2007berdiri sendiri dalam kalimat, dapat dipisahkan,dapat ditukar, dapat dipindahkan dan mempunyaimakna serta digunakan untuk berkomunikasi.Di dalam KBBI (Depdikbud 1993 : 451)kata bermakna sebagai berikut:1. Unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskanmerupakan perwujudan kesatuan perasaan danpikiran yang dapat digunakan dalamberbahasa.2. Ujar, bicara.3. Morfem atau kombinasi morfem yang olehbahasawan dianggap sebagai satuan terkecilyang dapat diujarkan sebagai bentuk yangbebas.4. Satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri,terjadi dari morfem tunggal atau gabunganmorfem.Adapun penggolongan kata yangdikemukakan oleh beberapa ahli, sebagai berikut:Alwi (dalam Bandana 2002: 78-79)membagi kelas kata ke dalam empat kelompokkata yaitu:1. Verba (kata kerja), yaitu kata yang berfungsisebagai predikat dalam tataran klausa ataukalimat. Misalnya: mandi, makan.2. Nomina (kata benda), yaitu kata yangmengacu pada manusia, binatang, benda,konsep, atau pengertian. Misalnya: pedagang,tikus, buku, dan komputer.3. Adjektiva (kata sifat), yaitu:a. Kata yang dapat bergabung denganpartikel sekali, tidak, sangat seperti tidakjahat.b. Kata yang dapat mendampingi nomina,seperti: guru baik, anak malas.c. Kata yang dapat didampingi partikelsekali, seperti: jelek sekali, hancur sekali.4. Adverbia (kata keterangan).Berdasarkan ciri bentuk dan kelompokkata, Keraf (dalam Ramlan 1985: 44-46)menggolongkan kata-kata menjadi empat golongan,yaitu:1. Kata benda.Berdasarkan bentuknya, semua kata yangmengandung morfem terikat atau imbuhan ke-an,pe-an, pe-, -an, ke- merupakan calon kata benda.Misalnya: perumahan, perbuatan, kecantikan,pelari, jembatan, kehendak, dan lain – lainnya.Berdasarkan kelompok kata, kata bendamempunyai ciri dapat diperluas dengan yang +kata sifat. Jadi, yang disebut kata benda adalahsemua kata yang dapat diterangkan atau diperluasdengan yang + kata sifat. Kata ganti merupakansub golongan kata benda.


Halaman 109❏ Marini Nova Siska Naibaho❏ Dardanila2. Kata Kerja.Berdasarkan bentuknya, semua kata yangmengandung imbuhan me-, ber-, -kan, -i, didicalonkansebagai kata kerja. Berdasarkankelompok kata, semua jenis kata dapat diperluasdengan kelompok kata dengan + kata sifattermasuk golongan kata kerja. Misalnya, kataberjalan, menyanyi, tidur, mendengar,memperbaiki, dan sebagainya.3. Kata Sifat.Berdasarkan bentuknya, semua kata dapatmenggunakan se + reduplikasi kata dasar + nyadicalonkan sebagai kata sifat, misalnya katasetinggi –tingginya. Berdasarkan kelompok katasemua kata sifat dapat diterangkan oleh katapaling, lebih, sekali. Kata bilangan merupakan subgolongan kata sifat.4. Kata TugasBerdasarkan bentuknya kata tugas sukarsekali mengalami perubahan bentuk. Misalnya:kata dengan, telah, dan, tetapi. Ada juga yangdapat mengalami perubahan bentuk, misalnya katatidak, sudah.Berdasarkan kelompok kata, kata tugashanya mempunyai tugas untuk memperluastransformasi kalimat. Kata tugas tidak dapatmenduduki fungsi – fungsi pokok dalam sebuahkalimat dan tidak dapat membentuk kalimatmeskipun ada juga kata tugas yang dapatmembentuk kalimat. Misalnya: sudah, belum,tidak, bukan.Berdasarkan empat kategori kata yangdikemukakan oleh Alwi (dalam Bandana, 2002)dan Gorys Keraf (dalam Ramlan 1985 : 44 – 46)peneliti menggunakan teori Alwi dan Gorys Kerafberdasarkan kelas kata verba (kata kerja), nomina(kata benda), dan adjektiva (kata sifat) dalampenelitian ini.3. POLISEMI DALAM HARIANMEDAN BISNIS EDISI AGUSTUS2007Berdasarkan kategori kata polisemi dalam harianMedan Bisnis edisi Agustus 2007 dibagi menjadibeberapa kategori, yaitu (1) Polisemi Verba, (2)Polisemi Nomina, (3) Polisemi Adjektiva. Kalimatyang mengandung polisemi yang terdapat dalamharian Medan Bisnis edisi Agustus 2007 adalahsebagai berikut:(13) Akhirnya Amandemen ke – 5 UUD 1945diusulkan akhirnya kandas ditengah jalan.(14) Aturan obligasi perbankan segera terbitdengan dikeluarkannya aturan dari BankIndonesia.Analisis Penggunaan Polisemi padaHarian Medan Bisnis Edisi Agustus 2007(15) Akhirnya Inter Milan berhasil tendang ACMilan dari posisi puncak.(16) Tahun 2008 cadangan devisa tembus US$ 66miliar.(17) Pemerintah ancam pangkas anggaran danaalokasi umum jika masih disimpan di SBI.PT Danareksa mendorong investor domestikuntuk terjun dalam transaksi saham dipasarmodal agar persentase investor dalam negerisemakin besar dalam pasar modal.(18) Dalam upaya menyukseskan programekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan,aparat fiskus akan aktif menyisir pusat bisnismengikuti pusat perbelanjaan dan pertokoan,termasuk di kota Medan.(19) Rudd mengatakan ia sudah menduga ratingpribadinya akan rontok sebagai akibatnya.(20) Stiker Jerman Miroslav Klosemenyelamatkan muka Bayern Munich Senindengan mencetak gol untuk menyamakanatas klub papan bawah Wacker Burghausanketika klubnya itu akhirnya menang 4 – 3dalam adu tendangan penalti pada putarankedua piala Jerman.(21) Hal tersebut disampaikan Ketua UmumGabungan Elektronika (Gabel) RahmatGobel dalam workshop fasilitaspengembangan iklim usaha elektronika.(22) Namun, aneh bila kini elit Golkar bereaksinegatif karena perbedaan kacamata yangsangat tajam padahal itu merupakan sebuahproses demokrasi.(23) Kegagalan meraih nilai penuh di lagapertama harus dijadikan cambuk olehManchester United.(24) Saya rasa, faktor nonteknis yang menjadikunci sukses tim kami menjadi juara.(25) Sridhar tampil gemilang dan berhasilmenyamakan kedudukan dan bahkan sempatmemaksa deuce.(26) Saat dikonfirmasi, Gading sempatmembantah, “Ah, tidak mungkin papa bilangsemacam itu. Aku masih yakin denganagamaku, “ tuturnya dengan mulus.(27) Pengalaman pahit masa lalu dijanjikan tidaklagi terulang.3.1 Jenis Kata yang Polisemi dalam HarianMedan Bisnis Edisi Agustus 20073.1.1 Polisemi Verba (Kata Kerja)Secara sintaksis, verba berfungsi sebagaipredikat atau sebagai inti predikat dalam tataranklausa atau kalimat yang berupa perbuatan dankeadaan yang tidak dapat diawali kata ter-(paling). Berdasarkan bentuknya, semua kata yangmengandung imbuhan me-, ber-, -kan,-I, didicalonkansebagai kata kerja. Contoh kata – kata


❏ Marini Nova Siska Naibaho❏ Dardanilapolisemi verba yang terdapat dalam harian MedanBisnis edisi Agustus 2007 adalah sebagai berikut:(28) a. Akhirnya Amandemen ke – 5 UUD 1945diusulkan akhirnya kandas di tengah jalan.b. Kapal itu kandas di tepi pelabuhan.Dari contoh di atas makna kandas pada (a) adalahgagal, tidak berhasil. Sedangkan makna leksikalpada (b) adalah terlanggar pada dasar laut.Sehingga kalimat (a) dan kalimat (b) disebutpolisemi.(29) a. Aturan obligasi perbankan segera terbitdengan dikeluarkannya aturan dari BankIndonesia.b. Matahari yang terbit di timur selalumenjadi pemandangan yang sangat indahdi pulau Dewata.Dari contoh di atas makna terbit pada (a) adalahdibuat, sedangkan makna leksikal pada (b) adalahtimbul, naik, keluar sehingga kalimat (a) dankalimat (b) disebut polisemi.(30) a. Akhirnya Inter Milan berhasil tendang ACMilan dari posisi puncak.b. Nenek tua yang sedang berjalan kenatendang bola.Dari contoh di atas makna tendang pada (a) adalahmenggeser. Sedangkan makna leksikal pada (b)adalah sepak, terjang. Sehingga kalimat (a) dankalimat (b) disebut polisemi.(31) a. Tahun 2008 cadangan devisa tembus US$66 miliar.b. Peluru yang ditembak ke dadanya tembussampai ke tulangnya.Dari contoh di atas makna tembus pada (a) adalahmencapai. Sedangkan makna leksikal pada (b)adalah masuk sampai (keluar). Sehingga kalimat(a) dan kalimat (b) disebut polisemi.(32) a. Pemerintah ancam pangkas anggaran danaalokasi umum jika masih disimpan di SBI.b. Akibat tidak pernah pangkas, sekarangrambutnya bertambah panjang.Dari contoh di atas makna pangkas pada (a) adalahmemperkecil. Sedangkan makna leksikal pada (b)adalah bergunting (rambut). Sehingga kalimat (a)dan kalimat (b) disebut polisemi.33) a. Dalam upaya menyukseskan programekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan,aparat fiskus akan aktif menyisir pusatbisnis mengikuti pusat perbelanjaan danpertokoan, termasuk di kota Medan.b. Wanita cantik itu menyisir rambut dariujung rambut.Halaman 110Analisis Penggunaan Polisemi padaHarian Medan Bisnis Edisi Agustus 2007Dari contoh di atas makna menyisir pada (a) adalahmenertibkan. Sedangkan makna leksikal pada (b)adalah merapikan dengan sisir. Sehingga kalimat(a) dan kalimat (b) disebut polisemi.(34) a. Rudd mengatakan ia sudah mendugarating pribadinya akan rontok sebagaiakibatnya.b. Musim kemarau telah membuat daunpepohonan rontok.Dari contoh di atas makna rontok pada (a) adalahmenurun. Sedangkan makna leksikal pada (b)adalah gugur.Sehingga kalimat (a) dan kalimat (b)disebut polisemi.3.1.2 Polisemi Nomina (Kata Benda)Kata benda yaitu kata yang mengacu padamanusia, binatang, benda, konsep, atau pengertian.Dalam kalimat yang predikatnya verba cenderungmenempati fungsi subjek, objek, atau pelengkap.Kata benda juga dapat diikuti oleh adjektiva.Semua kata mengandung morfem terikat atauimbuhan ke – an, pe – an, pe-, -an, ke- merupakancalon kata benda. Contoh kata – kata poliseminomina yang terdpat dalam harian Medan Bisnisedisi Agustus 2007 adalah sebagai berikut:(35) a. Stiker Jerman Miroslav Klose menyelamatkanmuka Bayern Munich Senin denganmencetak gol untuk menyamakan atasklub papan bawah Wacker Burghausanketika klubnya itu akhirnya menang 4 – 3dalam adu tendangan penalti pada putarankedua piala Jerman.b. Setiap pagi ia membasuh muka dengan airhangat.Makna muka pada (a) adalah harga diri, sedangkanmakna leksikal pada (b) adalah bagian depankepala, dari dahi atas sampai ke dagu dan daritelinga yang satu ke telinga yang lain sehinggakalimat (a) dan kalimat (b) disebut polisemi.(36) a. Hal tersebut disampaikan Ketua UmumGabungan Elektronika (Gabel) RahmatGobel dalam workshop fasilitaspengembangan iklim usaha elektronika.b. Indonesia merupakan negara yangmempunyai iklim tropis.Makna iklim pada (a) adalah suasana, keadaan,sedangkan makna leksikal pada (b) adalah keadaanhawa (suhu, kelembapan) sehingga kalimat (a) dankalimat (b) disebut polisemi.(37) a. Namun, aneh bila kini elit Golkar bereaksinegatif karena perbedaan kacamata yangsangat tajam padahal itu merupakansebuah proses demokrasi.b. Dia memakai kacamata yang sangat kecil.


Halaman 111❏ Marini Nova Siska Naibaho❏ DardanilaMakna kacamata pada (a) adalah pandanganseseorang terhadap suatu hal ditinjau dari suduttertentu, sedangkan makna leksikal pada (b) adalahlensa tipis untuk mata guna menormalkan danmempertajam penglihatan sehingga kalimat (a) dankalimat (b) disebut polisemi.(38) a. Kegagalan meraih nilai penuh di lagapertama harus dijadikan cambuk olehManchester United.b. Pennjahat yang tertangkap kemarindikenai cambuk oleh polisi.Makna cambuk pada (a) adalah sesuatu yang dapatmenimbulkan dorongan untuk maju (lebih baik),sedangkan makna leksikal pada (b) adalah cemetiyang besar sehingga kalimat (a) dan kalimat (b)disebut polisemi.(39) a. Saya rasa, faktor nonteknis yang menjadikunci sukses tim kami menjadi juara.b. Kunci pintu depan hilang di tengah jalan.Makna kunci pada (a) adalah sesuatu yang dipakaiuntuk menentukan kalah menang, sedangkanmakna leksikal pada (b) adalah alat yang terbuatdari logam untuk membuka atau mengancing pintudengan cara memasukkan ke dalam lubangsehingga kalimat (a) dan kalimat (b) disebutpolisemi.3.1.2 Polisemi Adjektiva (Kata Sifat)Kata sifat adalah kategori yang ditandaidengan1. bergabung dengan partikel tidak.2. mendampingi nomina.3. di dampingi partikel sekali.Semua kata yang dapat menggunakan se+ reduplikasi kata dasar + nya dicalonkan sebagaikata sifat.Contoh kata-kata polisemi adjektivadalam harian Medan Bisnis edisi Agustus 2007adalah sebagai berikut:(40) a. Sridhar tampil gemilang dan berhasilmenyamakan kedudukan dan bahkansempat memaksa deuce.b. Karirnya semakin gemilang sejak iamembuka usaha restoran di sekitarkampus.Makna gemilang pada (a) adalah bagus, baiksekali, sedangkan makna leksikal pada (b) adalahbersinar sehingga kalimat (a) dan kalimat (b)disebut polisemi.(41) a. Saat dikonfirmasi, Gading sempatmembantah, “Ah, tidak mungkin papabilang semacam itu. Aku masih yakindengan agamaku,“ tuturnya denganmulus.Analisis Penggunaan Polisemi padaHarian Medan Bisnis Edisi Agustus 2007b. Kulit tubuhnya kelihatan mulus tanpa adanoda.Dari contoh di atas makna mulus pada (a) adalahjujur, tulus. Sedangkan makna leksikal pada (b)adalah halus. Sehingga kalimat (a) dan kalimat (b)disebut polisemi.(42) a. Pengalaman pahit masa lalu dijanjikantidak lagi terulang.b. Setelah diminum ternyata kopi itu terasapahit.Makna pahit pada (a) adalah sedih, tidakmenyenangkan hati, sedangkan makna leksikalpada (b) adalah rasa tidak sedap sehingga kalimat(a) dan kalimat (b) disebut polisemi.4. SIMPULANSetelah melihat keterangan di atas, dapatdinyatakan bahwa harian Medan Bisnis edisiAgustus 2007 memiliki tiga kelas kata polisemiyakni polisemi verba (kata kerja) sebanyak 46,7%,polisemi nomina (kata benda) sebanyak 33,3%,polisemi adjektiva (kata sifat) sebanyak 20%. Olehkarena itu, polisemi pada harian Medan Bisnisedisi Agustus 2007 lebih cenderung menggunakankata kerja.--------------------------------Catatan:1Artikel ini merupakan ringkasan dari skripsiyang telah dipertahankan di hadapan dewanpenguji pada 28 Desember 2007 diDepartemen Sastra Indonesia Fakultas SastraUSU dengan pembimbing utama Drs. KabarBangun dan pembimbing pendamping Dra.Dardanila, M.Hum.DAFTAR PUSTAKAAminuddin. 2001. Semantik Pengantar StudiTentang Makna. Bandung: Sinar Baru.Bandana, dkk. 2002. Polisemi dalam Bahasa Bali.Jakarta: Pusat Bahasa.Chaer Abdul. 1995. Pengantar Semantik BahasaIndonesia. Jakarta: Rineka Cipta.Djajasudarma, T. Fatimah. 1993. Semantik 1.Pengantar Ke arah Ilmu Makna. Bandung:Refika.Keraf, Gorys. 2006. Diksi dan Gaya Bahasa.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik.Jakarta: Gramedia.


❏ Marini Nova Siska Naibaho❏ DardanilaLyons, John. 1077. Semantics 1. Cambridge:Cambridge University Press.Parera, Daniel Jos. 2004. Teori Semantik. Jakarta:Erlangga.Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta:Rineka Cipta.Halaman 112Analisis Penggunaan Polisemi padaHarian Medan Bisnis Edisi Agustus 2007Ramlan, M. 1985. Penggolongan Kata.Yogyakarta: Andi Offset.Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka TeknikAnalisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana.Sumber Data:Surat Kabar Medan Bisnis edisi Agustus 2007


Halaman 113❏ Jekmen SinulinggaIdeologi Erdemubayu (Perkawinan) Batak KaroIDEOLOGI ERDEMUBAYU (PERKAWINAN) BATAK KARO 1Jekmen SinulinggaFakultas Sastra <strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> <strong>Utara</strong>AbstractThis article discusses the interesting ideological phenomenon in the Erdemubayu Discourseof Batak Karo (WEBK). Erdemubayu is a marriage ceremony that still exists in KabupatenKaro. WEBK represents social marking which has the selected ideology. On the basic of thelogonomic system, WEBK represents the ideological behavior (1) ideology of ways ofsitting, (2) speech ideology, (3) ideology self positioning, (4) ideology of genderconstruction, and (5) pronominal ideology concerned with power and solidarity.Key words: erdemubayu discourse, ideology, logonomic system1. PENDAHULUANWacana erdemubayu Batak Karo (WEBK)merupakan semiotik sosial yang tidak hanyadidasarkan pada asumsi umum tentang masyarakatdan makna. Individu yang bertindak satu sama laindan dunia materi sebagai basis dan sumberkesadaran. Proses semiotik sosial mengacu padaobjek, agen dari material dan dunia sosial. Tatanansosial yang berbeda terletak pada kelompokpengatur dan diatur atau mengekploitasi dandieksploitasi. Untuk mempertahankan dominasitersebut kelompok yang dominan berusahamereprensitasikan dunia sesuai dengan kekuasaan(power) yang dimiliki. Namun, kelompok dominanjuga perlu menampakkan solidaritas untukmenjaga relasi.Keterkaitan antara dominasi dankebertahanan kelompok yang didominasimenimbulkan kegandaan ideologi (ada ideologidominasi dan ideologi didominasi) sehinggamuncul ideological complexes (Hodge dan Kress1991: 17).Idiological complexes adalah ideologiyang dipandang sebagai kesadaran yang keliruyang merepresentasikan dunia secara terbalik(upside down) dalam bentuk yang diinversi. Duniaatau suatu realitas dilihat dari sudut pandangkelompok dominan dan pada yang saat yang samajuga dilihat sudut pandang kelompok yangdidominasi.Idiological complexes muncul untukmenjaga hubungan antara kekuasaan (power) dansolidaritas (solidarity). Komponen ideologicalcomplexes terdiri atas dua model yakni (1) modelrelational yang mencakup klasifikasi jenis sosial,agen, aksi, objek lainnya dan (2) model aksimengacu pada spesifikasi aksi dan perilaku yangdiharuskan, diijinkan, dilarang (Hodge dan Kress1991 : 25). Jadi ideologi dan ideological (content)digunakan untuk menunjukkan tingkat maknasosial, orientasi dan fungsi yang berbeda bagisetiap kelas sosial.Idiological complexes dirancang dengantujuan membatasi perilaku melalui penstrukturanrealitas yang mendasari aksi sosial dengan caratertentu. Setiap pembuat suatu pesan bersandarsepenuhnya kepada sipenerima. Konsekuensinyasetiap penerima pesan harus memiliki pengetahuancara membaca pesan. Segala sesuatu secaraideologi memiliki nilai semiotik, ideologi dapatdikatakan seperangkat makna yang padu danmerupakan sebuah teks (Hodge dan Kress 1991 :19).Terkait dengan kekuasaan (power) dansolidaritas, Hersey (1982), Tofler (1990), Tannen(1990), Padmadewi (2005:4-5), menyatakan bahwakekuasaan didefenisikan sebagai kemampuanmenggunakan kekuatan, sebagai keberhasilan ataukesanggupan mempengaruhi orang lain. Hal inikekuasaan berimplikasi pada pengaturan hubunganasimetri yang ditunjukkan posisi subordinasiterhadap yang lain, kekuatan (power) mengacupada pengatur dan yang diatur.WEBK mempunyai unsur partisipan yangmenunjukkan idiological complexes yaitu adakekuasaan (power) dan solidaritas dalamaktivitasnya. Hal ini terjadi karena dalam WEBK,setiap partisipan sebagai pelibat baik langsungmaupun tidak langsung memiliki peran atau fungsisosial tersendiri.Berdasarkan fungsi, masyarakat BKmempunyai tatanan sosial yang beragam karenaada kelompok mengatur dan yang diatur.Terkait dengan pengatur (power) dan yangdiatur (solidaritas), ada beberapa hal yangberkaitan sistem logonomik yangmenghadirkan perilaku ideologis sepertidinyatakan Hodge & Kress (1991: 40-55) terdiri


❏ Jekmen Sinulinggaatas (1) ideologi cara-cara duduk, (2) ideologipertuturan, (3) ideologi penempatan diri, (4)ideologi konstruksi gender, dan (5) ideologipronomina yang menyangkut power dansolidaritas.Berdasarkan hal di atas penempatanseseorang (partisipan) dalam suatu ruangmemberikan ciri kekuata (power) dan solidaritas,termasuk posisi tempat duduk yangmengindikasikan adanya unsur power dansolidaritas sebagai sebuah ideologi. Suatukeharusan partisipan duduk di suatu tempattertentu, sementara yang lainnya dilarang, hal inimenunjukkan sebuah kekuatan (power) dansolidaritas yang muncul disebabkan oleh pembuattanda dan membentuk identitas sosial tertentu baikpada dirinya maupun untuk penerima tanda itusendiri. Dari segi relasi bertutur juga memberikanindikasi kehadiran kekuatan (power) dansolidaritas secara sosial, termasuk jenis kelamin(Hodge& Kress 1991: 40).Hal yang paling mendasar dalamperistiwa perkawinan (WEBK) adalah keinginandan persetujuan baik secara individual maupunsecara kelompok (Sitepu 1985 : 122 danVergouwen 2004 : 235). Keinginan danpersetujuan individual berasal dari niat pribadisierjabu (pengantin) dibuktikan ada kesamaanpandangan, pendapat sidilaki (calon pengantinpria) dengan sidiberu (calon pengantin wanita)berawal dari naki-naki (pacaran) sampai keinginankedua mempelai untuk erjabu (berumah tangga).Penyampaian keinginan dan persetujuandi atas ditingkatkan pada persetujuan keluargakhususnya orangtua kedua belah pihak sampaikepada ketingkat kelompok/masyarakat. Keinginantersebut tidak hanya secara individual/keluargadekat juga, namun dapat disetujui/disahkan secarasosial/adat-istiadat maupun secara agama. Hal inidibuktikan dalam data teks di bawah ini:(1) ABK: Bujur silih, ersentabi kami lebe manbandu kerina senina bage pe kalimbubu,sebab so pe lenga kami kujenda, enggoisungkuni permen kami mbages-mbagesjanah nina: O, Bengkila aku enggo litsurang-surangku emkap erjabu raspermendu emkap si … (anu…) janahcubaken sungkun bapa ras nande adisenang ukurna, janah bagenda silih:kalimbubu kami pe enggo isungkunijanah meriah nge ukurna, adi enggo bagenina permendu, cubaken sioratikalimbubunta bage nina kalimbubu kami,Jadi emaka kami reh ndahi kalimbubuntaemkap, nungkun kerna keriahen ukurkalimbubunta, entah enggo kin litHalaman 114Ideologi Erdemubayu (Perkawinan) Batak Karosinungkunisa permenta entah lit janjinaras sideban? Arih kam kerina!“Terima kasih ipar! Kami memohon maafke hadapan Saudara, kalimbubu, karenasebelum berangkat kemari, terlebihdahulu kami sudah berembuk danmenanyakan keinginan keponakan kami.Kata keponakan kami, bahwa dia inginmempersunting si... (anu...) anakkalimbubu di rumah ini, dan kami semuasudah menyutujuinya, sehinggakedatangan kami bermaksud menayakankesenangan hati semua keluarga, ataumugkin ada orang lain yang telahmeminangnya? Mohon tanyakan kepadakalimbubunya! “(DS.17/ABK)Berdasarkan data (1) calon pengantin pria(CPP) mempunyai sura-sura (keinginan)meminang seorang gadis yakni calon pengantinwanita (CPW) yang dibuktikan dengan leksem...surang-surangku emkap erjabu, (keinginankumenikah).Leksem sura-sura (keinginan) CPP tidakhanya perlu persetujuan keluarga sendiri namunjuga ingin memperoleh persetujuan dari keluargadekat CPW hal ini dibuktikan bentuk lingual....nungkun kerna keriahen ukur kalimbubunta..,(menanyakan kesenangan hati keluarga CPW)dikuatkan kehadiran keluarga CPP ke rumah CPWyang dibuktikan oleh leksem reh (datang).Keinginan CPP, CPW berumah tanggadapat diterima atau gagal karena persetujuanditentukan keluarga CPW dibuktikan dengankehadiran leksem keriahen (kesenangan) dari pihakkalimbubu. Jika keinginan CPP, CPW disetujui olehkeluarga kedua belah pihak, maka level berikutberubah menjadi keinginan keluarga.Kedua belah pihak keluarga mempunyaikeinginan, pengakuan, dan persetujuan yang lebihtinggi lagi yakni dapat diterima/disahkan secara adatistiadat maupun agama hal ini dibuktikan data dibawah ini:(2) ABK: Ibas keriahen ukur enda silih, janah ibasketutusen kerehen kami, maka ibaba kaminge enda pendindih pudun, cubakensungkun keriahen ukur kalimbubunta.“Mengenai kesenangan ini Ipar! Danberdasarkan ketulusan hati, kamimembawa ikatan janji, Mohon tanyakankesenangan hati kalimbubu untukmenerimanya!”.(DE. 45/ABK)


Halaman 115❏ Jekmen Sinulingga(3) ABS: Enda enggo aloken kami anakberu,penindih pudun ndai, gelah enggo sietehkerina. Bujur ras mejuah-juah kerina.Kai denga sura-surandu? Arih kamkerina!“Tanda ikatan janji sudah kami terima,agar dapat diketahui. Terima kasih danselamat berbahagia kita semua. Apalagikeinginannya? Silakan diskusikan dengankalimbubunya!”.(DE.54/ABS)Data (2) menunjukkan keluarga CPPmenyatakan keseriusan dengan membawa sebuahtanda kepada pihak wanita dibuktikan leksempinindih pudun (alat ikat) atau tanda ikatan janji.Penindih pundun (tanda ikatan janji) diterima pihakkeluarga wanita dibuktikan leksem... enggo aloken...(sudah diterima).Sesuai jawaban pihak wanita dalam data(3) yaitu penindih pudun (tanda ikatan janji) sudahditerima, berdasarkan konteks budaya maka upacarapeminangan (Maba Belo Selambar) sudah sah,dibuktikan kehadiran pelibat kalimbubu, senina,anakberu kedua belah pihak sebagi penentu.Penindih pudun (tanda ikatan janji)berfungsi untuk mengikat seluruh pelibat dalamupacara MBS. Seperti data WEBK di bawah ini:(4) ABS: Adi ialoken kami penindih pudun enda,ertina kita enggo i iket, jadi adi kampepagi ngelanggar janji, enda pepaginuntut anakberu sidilaki janah terpaksakita nangdangi, uga dage petetapukurndu?“Jika kami menerima ikatan janji ini,maka kita semuanya sudah terikat, jadiseandainya kamu melanggar jaji, makamereka akan menuntut dan kita wajibbertanggungjawab, bagaimana cobatetapkan pendiriannya!”.(MBS.50.ABS)Data (4) menunjukkan keluarga pihakwanita menerima penindih pudun (tanda ikatanjanji) menandakan ada keterikatan baik pihak lakilakimaupun pihak wanita, hal ini dibuktikan leksem...kita enggo iiket... (kita semuanya sudah diikat).Penindih pudun (tanda ikatan jaji) jugasebagai hukum untuk pelibat hal ini dibuktiankehadiran leksem nangdangi (membayar) yangbermakna semua pelibat (kalimbubu, anakberu,senina) harus bertanggungjawab.Data 1, 2, 3, dan 4 menandakan keinginandan persetujuan dari pihak laki-laki mapun pihakIdeologi Erdemubayu (Perkawinan) Batak Karowanita melahirkan ideological complexes yangmengacu ada kekuatan (power) dan solidaritas,dibuktikan orang yang menyutujui dan yangdisetujui. Kehadiran lekem kalimbubu dalam data 1adalah sebagai orang/kelompok yang memilikikekuatan (power) dibuktikan leksem...nungkunkerna keriahen ukur kalimbubunta... (menanyakankesenangan kalimbubu), baik kalimbubu SingaloBere-bere (paman kandung CPW, KalimbubuSingalo Perninin (kalimbubu paman CPW),Kalimbubu Singalo Perbibin (saudari ibu CPW),maupun anakberu (saudari ayah CPW).Berdasarkan konteks budaya, bahwatuturan data 1 ditemukan dalam upacara Maba beloSelambar (MBS) (membawa sirih selambar) yangberarti upacara peminangan telah terlaksana. Intiyang dibahas dalam MBS adalah persetujuankalimbubu, senina, anakberu pihak wanita,dibuktikan partisipan yang terlibat dalam upacaraMBS.Berdasarkan konteks sosial (budaya)dalam WEBK peran kalimbubu lebih mendominasidibandingkan dengan sukut (pembuat upacaraperkawinan), dan anak beru (penerima dara), karenapengakuan dan persetujuan secara sosial (budaya)ditentukan oleh pihak kalimbubu, seperti data dibawah ini:(5) ABK: Bujur Silih! Ope dengan ituriken kamisura-sura kalimbubu kami, erbicarabicarange enda kami, bicara ipedalankami lebe kampil kehamaten mankalimbubuta, ije maka ituriken kamisura-sura kami. Uga akapndu? Arih kamkerina ras Kalimbubundu!“Terima kasih Ipar! Sebelum kamimengutarakan keinginan kalimbubukami, seandainya kami suguhkanterlebih dahulu kampil kehamaten(tanda kehormatan) untuk kalimbubukita, setelah itu baru kami sampaikankeinginan kami. Bagaimana menurutIpar?. Mohon tanyakan kepadakalimbubunya!”(ABS.7 ABK)Data (5) menunjukkan pelibat ABK(pembicara dari pihak laki-laki) menyampaikansura-sura (keinginan) ke ABS (pembicara pihakwanita).Berdasarkan proses penyampaian pesandalam data (5) ada aturan yang harus dilaksanakansesuai dengan kehendak kalimbubu. Leksem surasura(keinginan) menandakan pihak laki-lakiterlebih dahulu penyampaian kampil kehamaten(tanda kehormatan) kepada pihak wanita. Sebelumdilaksanankan penyampaian sura-sura (keinginan)


❏ Jekmen Sinulinggajuga ada aturan yang harus dipenuhi pihak laki-lakiyakni penyampaian kampil kehamaten (tandakehormatan) (Sitepu 1996: 128).Berdasarkan konteks sosial/budaya BK,penyampaian sura-sura (keinginan) dilarangsecara langsung, namun harus melalui juru bicara(anakberu kedua belah pihak) yang disebut ABKdan ABS. Pelarangan ini dilakukan untukmenghindari adanya konflik antar pelibat,dibuktikan kehadiran ABK, ABS sebagaimoderator atau penengah dalam penyampaiansura-sura (keinginan) dari pihak laki-laki maupunpihak wanita.Kampil kehamaten, yakni tempat sirihyang berisi sirih, kapur, gambir, tembako, rokok,dan korek api. Kampil kehamatan yang sebanyakenam buah didistribusikan masing-masing kepadakalimbubu Singalo Bere-bere, Kalimbubu SingaloPerninin, Kalimbubu Singalo Perbibin, senina,anakberu pihak perempuan dan satu untukkalimbubu Singalo Ulu Emas dari pihak laki-laki.Hal ini dapat dilihat berdasarkan data di bawah ini:(6) ABS: Bujur Silih!. Biasana enem, emekapsada ibereken man Kalimbubu sukut...mergana, sada man Kalimbubu SingaloBere-bere, sada man Kalimbubu SingaloPerninin, sada man Kalimbubu SingaloPerbibin, sada man Sirembah Kulau,sada man Anakberu... mergana, janahbereken sada man kalimbubunduSingalo Ulu Emas, janah bereken sadaman kalimbubundu Singalo Ulu Emas.Adi nggo sikap banci i pedalanndu!“Terima kasih Ipar! Biasanya sejumlahenam kampil kehamaten yang masingmasingdisampaikan kepada KalimbubuSingalo Bere-bere, Kalimbubu SingaloPerninin, Kalimbubu Singalo Perbibin,Sirembah Kulau, Anakberu... merganya,dan kepada kalimbubu Singalo UluEmas.!”.(DE.12/ABS)Berdasarkan data (6), pihak perempuanmenyampaikan syarat pemberian kepadakalimbubu yang dibuktikan leksem enem (enam)yang berarti jumlah kampil kehamaten (tandakehormatan). Fungsi pemberian kampil kehamatankepada pihak keluarga pengantin perempuansebagai tanda penghormatan sekaligus tandapembicaraan dapat dimulai. Maksud kedatanganpihak laki-laki yakni mengenai persetujuan pihakwanita dalam peminangan, hal inimengindikasikan kekuatan (power) dan solidaritas.Berdasarkan data dalam WEBK ada beberapa dataHalaman 116Ideologi Erdemubayu (Perkawinan) Batak Karomenyatakan kekuatan (power) dimiliki kalimbububaik pihak laki-laki maupun pihak wanita.2. HASIL PENELITIAN2.1 Ideologi Tempat Duduk“Spatial codes are frequently the premarymedium for ideological statements, asmediated throught other codes in widerange of situations”. (Hodge dan Kress1991: 61)Berdasarkan konsep di atas bahwa kode(ruang) merupakan medium utama untukmenunjukkan ideologi. Hal ini juga dikuatkanorang/pelibat yang seharusnya diijinkan/dilarangduduk di tempat suatu tempat. Penempatanpartisipan/pelibat termasuk jarak yangmelingkupinya antar partisipan mengindikasikanada kekuatan (power) dan solidaritas. Terkaitdengan ideologi kekuatan (power) dan solidaritas,Hodge dan Kress (1991 : 61) menyatakan,The table’s riged from and the chairs act toimpose a structuring of space on everyoneconcerned, which carries clear ideologicalmessages about power and solidarity in thecompany.Implikasi pernyataan di atas bahwapenempatan meja dan kursi menggambarkanmakna yang ideologis (power) dan solidaritasdalam sebuah lokasi/ruang. Konsekwensi daripenyataan di atas semua atribut yang ada mulaidari partisipan, tempat, cara duduk, aruspembicaraan ditentukan berdasarkan kaidahlogonomik yang menunjukkan hubunganpartisipan yang menghadirkan perilaku ideologis.Hal ini melahirkan kegandaan ideologi(ideological complexes) yakni peran partisipanmengakibatkan ada seseorang atau kelompokdiijinkan atau dilarang duduk di suatu tempat danmenunjukkan seseorang/ kelompok memilikikekuatan (power) dan solidaritas.WEBK terikat pada partisipan/pelibat,tempat, cara duduk, dan arus pembicaraan yangmengindikasikan kehadiran sebuah kekuatan(power) dan solidaritas yang dimiliki olehkalimbubu. Hal ini dapat di temukan dalam WEBKyaitu:(7) ABK: Ibas enggo sehna Kalimbubu Singalo UluEmas, kalimbubu Singalo Ciken-Cikenmaka kerina kita Sukut... mergana bagepe kerina kita anakberu, sialo-alokalimbubuta janah sitaruhken kujabuna.“Karena Kalimbubu Singalo Ulu Emas,kalimbubu Singalo Ciken-Ciken telah


Halaman 117❏ Jekmen Sinulinggasampai di tempat ini, maka mohonkepada seluruh Sukut dan anakberumenyambut kedatangan, mengantarsampai ke tempat duduknya”.(DE.001/ABK)(8) ABS: Ibas enggo sehna Kalimbubu SingaloBere-bere, kalimbubu Singalo Perkempun,ras Kalimbubu Singalo Perbibin, makakerina kita Sukut... mergana bage pekerina kita anakberu, sialo-alo kalimbubutajanah sitaruhken ku jabuna.“Karena Kalimbubu Singalo Bere-bere,kalimbubu Singalo Ciken-Ciken telahsampai di tempat ini, makai mohonkepada seluruh Sukut dan anakberumenyambut kedatangannya, mengantarsampai ke tempat duduknya”.(DE.003/ABS)Data (7 dan 8) menunjukkan ABK, ABSmemohon seluruh hadirin baik sukut, maupunanakberu berdiri menyambut kedatangan kalimbubudengan menggunakan leksem sialo-alo (kitasambut), sitaruhken (kita antarkan). Perlakuanpenyambutan, pengormatan dilakukan pihaksenina/sukut dan anakberu baik pihak laki-lakimaupun pihak perempuan menyatakan adanyakekuatan (power). Kekuatan (power) yang dimilikioleh kalimbubu dalam data 7 dan 8 adalah,kelompok kalimbubu disambut sukut, dan anakberunamun bukan sebaliknya. Penyambutan inidilakukan dengan perlakuan berdiri, bersalaman danmengantarkan sampai ke tempat duduknya. Hal inisecara sosial budaya BK bahwa kalimbubu harusdihormati.Tempat duduk kalimbubu juga telahdipersiapkan dan memiliki ciri distingtif yaknidengan tikar tempat duduk anak beru atau sukutyakni beralaskan amak mbentar (tikar putih) denganmaksud lebih sopan dan betah duduk. Perlakuanyang demikian menunjukkan bahwa kekuatan(power) dimiliki kalimbubu Singalo Ulu Emas,Kalimbubu Singalo Ciken Ciken (dari pihak lakilaki),Kalimbubu Singalo Bere-bere, Perkempundan Perbibin (dari pihak wanita) dibuktikan leksemsitaruhken ku jabuna (diantar sampai tempatduduknya).Lokasi, cara, dan tempat duduk juga telahditentukan berdasarkan adat-istiadat BK yaknikemuhen (sebelah kanan) dari sukut dalam artimengikuti struktur jambur (tempat WEBK). Normaatau aturan adat-istiadat mengenai cara, posisi, danpenempatan kalimbubu menunjukkan bahwakalimbubu kedua belah pihak adalah sebelahkemuhen (kanan) dari sukut dan di samping kirisukut adalah anakberu. Kehadiran leksem.. kuIdeologi Erdemubayu (Perkawinan) Batak Karojabuna... (ketempat duduknya), mengindikasikanbahwa sebelum kehadiran kalimbubu di jamburABK, ABS telah menentukan tempat dudukkalimbubu masing-masing. Penempatan posisisebelah kemuhen (kanan) ini juga menunjukkansebuah kekuatan (power). Secara adat istiadat BK(ideologis) pemberian sesuatu melalui kemuhen(tangan kanan) kepada orang lain lebih sopan,hormat bila dioposisikan pemberian sesuatu melaluitangan kiri.Dibalik kekuatan (power) yang dimilikikalimbubu, juga menunjukkan solidaritas yangtinggi kepada sukut, dan anakberu kedua belahpihak. Solidaritas kalimbubu tampak padafungsi/peran dalam upacara perkawinan. Seluruhpermintaan, keinginan yang dilakukan sukut besertaanakberu dipenuhi oleh kalimbubu. Kehadiranseluruh kalimbubu ke tempat upacara perkawinanbaik pemberian nasihat kepada kedua mempelaimaupun keluarga sukut mengindikasikan sebuahkebanggaan, penghormatan yang sangat tinggi bagisukut.Sukut juga menyadari kehadiran kalimbububukan hanya sekedar meramaikan sebuah upacaraperkawinan namun kehadirannya menunjukkanpenghormatan kepada sukut. Berdasarkan hubungansosial, menunjukkan bahwa keseimbangan pelayaan(solidaritas) yang baik terhadap kalimbubu, maupunsukut/anakberu berkorelasi dengan hak dankewajiban kedua belah pihak yaitu menunjjukansikap saling menghargai, menghormati, dan biladihubungan dengan nilai maka mengacu pada nilaikekerabatan dan nilai sosial.Jadi ideological complexes (kegandaanideologi) yakni kekuatan (power) kalimbubu diakuisecara nyata sukut, anakberu yang direpresentasikanmelalui bakti pelayanan sukut dan anakberu padapenyambutan, penempatan, dan pemberi keputusan,pada sisi lain juga sukut merasa dihormatikalimbubu yang direpresentasikan melaluikehadiran dan persetujuan yang diberikan kepadasukut.Hal ini bila dioposisikan denganketidakhadiran kalimbubu pada upacara adat, makapandangan masyarakat BK sangat negatif, jelek, dandicela maksudnya adanya ketidakcocokon antarasukut dengan kalimbubu dan hal ini merupakan aibbagi seluruh keluarga, karena secara adat istiadatkalimbubu harus dihormati, dalam pengertianmasyarakat bukan melihat siapa yang benar atausiapa yang salah, tapi melihat ketidakmampuansukut bersatu dengan kalimbubunya, dan sangatpantang bila dalam hal upacara hal demian yangterjadi. Resiko yang dialami sukut (sipembuatupacara) adalah mempunyai kendala dalamkeputusan, pemberian pakaian, adat, dansebagainya.


❏ Jekmen SinulinggaLebih ekstrim Print (1985:116) dan Sitepu(1996:42) menyatakan bahwa “Kalimbubu Dibatani idah, simeteh pate geluh” dan anakberu kudapeteruh sinatang kini malun” yang berartikalimbubu adalah Tuhan yang tampak, yangmengetahui hidup matinya seseorang”, dananakberu disimbolkan sebagai kuda yang berfungsisebagai alat, kendaraan kalimbubu, dengandemikian membantah, melawan, membenci, tidakmengundang, dan memojokkan kalimbubu,merupakan perbuatan yang sangat dihindarkandalam masyarakat BK.Berdasarkan hal di atas yakni kehadirankalimbubu, persetujuan, dan pemberian petuah yangdiberikan kepada sukut, menunjukkan sebuahsolidaritas.2.2 Ideologi PakaianPakaian merupakan sebuah tanda, karena dalammenunjukkan sistem logonomik yang mengasilkanmakna-makna yang bersifat ideologis baik secaraindividual maupun kelompok. Style berpakaianmerefleksikan makna status, kelas dan kategorikategorisosial, hal ini tertentu saja dibarengimodel, warna, dan jenis bahan dan lainnya, yangmenghadirkan kekuatan (power) dan solidaritasHodge & Kress (1991: 107). Dalam WEBK yangberkutat mengenai pakaian sangat menonjol, haltersebut dibuktikan dalam data yakni:(9) KLW: Kerna perose enggo isikapken kamikalimbubundu, janah lampas pepagibebere kami, ras silih kami ersikapgelah pedas dung iosei, nindu!“Mengenai pakaian sudah kamipersiapkan, agar besok keponakan kamibeserta ipar untuk mempersiapkan diri,agar pakaian lekas dipakaikannya,sampaikan kepadanya!”.(DE.35/KLW)(10) KLS: Kerna perose enggo isikapken kamikalimbubundu, janah lampas pepagibebere kami, ras silih kami ersikapgelah pedas dung ia dung iose, nindu!“Mengenai pakaian sudah kamipersiapkan, agar besok keponakan kamibesertaipar mempersiapkan diri, agarpakaian lekas dipakaikannya, sampaikankepadanya!”.(DE.35/KLS)Berdasarkan data (9 dan 10) di ataskalimbubu (kelompok paman) menyiapkan seluruhose (pakaian) CPP, CPW beserta orang tua kandungCPP, CPW. Ose (pakaian) yang dimaksudkanHalaman 118Ideologi Erdemubayu (Perkawinan) Batak Karoadalah pakaian yang sesuai dengan adat istiadat BK.Hal ini sesuai dengan ujaran ABS mengenai pakaianyakni(11) Bujur Silih!, Ertima kam kentisik!, Manbandu kalimbubu ijenda kami ercakapkerna perose, emaka tertinggel-tinggelkam kerina!. Sue arih ras percakapentasanga Maba Belo Selambar maka,1. Si erjabu duana rose lengkaperemas-emas2. Nande, bapa pe kepar rose lenggapla ermas-emas3. Senina, sembuyak ertanda-tanda laerbeligan, kerna perose me enggoipesikap uga nindu kalimbubukami? Arih kam kerina!.“Terima kasih Ipar!, Besabarlah sebentaragar dirembukkan dengan kalimbubu!.Yang terhormat kalimbubu kami saat inikami berrembuk mengenai pakaian adat,oleh sebab itu kami mohonperhatiannya!. Sesuai denganpembicaraan ketika Maba BeloSelambar (peminangan) maka, Keduapengantian memakai pakaian lengkapbeserta emas-emas.Orangtua kedua belahpihak memakai pakaian lenggap tanpaemas-emasSenina kedua belah pihakmemakai tanda yang jumlahnya tidakterbatas. Mengenai pakaian ini apakahkalimbubu sudah menyiapkannya?Kami mohon kalimbubu berembuk!”.(DE.34/ABS)Berdasarkan data (11) yang berkaitandengan ose (pakaian adat) kedua belah pihakpengantin dipersiapkan kalimbubu masing-masing.Sesuai dengan konteks budaya BK, maka orangyang paling berhak nampitken (memasang) bulangbulang(penutup kepala) ke CPP adalah pamankandung (saudara laki-laki ibu), hal ini tidak dapatdiwakilkan kepada orang lain, begitu juga mengenaiose (pakaian) CPW, orang paling berhak nampit(memasang) tudung adalah istri paman kandungnya.Proses ose ini juga menunjukkan kekuatan (power)dimiliki kalimbubu kedua belah pihak.Aturan memakai ose (pakaian) menurutbudaya BK memiliki ciri distingtif biladibandingkan dengan pakaian biasa (pakaian seharihari).Pakaian adat BK biasa dipergunakan dalamsituasi resmi atau upacara adat.Syarat ose (pakaian) CPP dan CPWmemiliki bentuk, warna yang berbeda. Menurut adatistiadat BK pakaian lengkap CPP baik bahan kainmaupun bahan perhiasan dan kelengkapan lainnya,(dapat di lihat pada sarana dan prasaran upacara).Ose (pakaian) CPPdan CPW disebut dengan rose


Halaman 119❏ Jekmen Sinulinggalengkap eremas-emas (berpakaian lengkap disertaiemas-emas) karena pakaian adat dilengkapi olehpenik-pernik (emas- emas).Perbedaan ose (pakaian) orang tuakandung pengantin dengan pengantin adalah orangtua pengantin tidak menggunakan hiasan emasemas,dan saudara orang tua kandung pengantinhanya menggunakan tanda-tanda yakni beka buluhdi pakai bahu.Pemberian ose (pakaian) kepada CPP,CPPbeserta orang tua kandung kedua mempelai,menunjukkan kekuatan (power) yang dimiliki olehkalimbubu kedua belah pihak, karena berdasarkanadat hanya kalimbubu yang berhak nampitken(memasangkan) di kepala kedua mempelai danorang tuanya, karena yang berhak memegang kepalaseseorang adalah pemiliknya sendiri yaitu pamankandung CPP/CPW, dan sering disebut denganistilah Kalimbubu Singalo Ulu Emas yaitu pamankandung yang menerima ulu emas (kepala emas/inti emas) sehingga yang berhak memegang kepalaseseorang adalah kalimbubu (paman kandung).Secara literal ulu (kepala) dan emas (harta yangpaling berharga) menurut masyarakat BK.Tuturan ritual yang diucapkan kalimbubuketika memasangkan ose (pakaian) ke kepala orangtua, kedua pengantin adalah kalimbubu Singalo UluEmas. Tuturan ritual pemakanan ose (pakaian)adalah sebagai berikut:(12) KLS: Enda tudungndu man pakenndu gelahkam metunggung, ras mehaga anakku,mejuah-juahkal kam enjabuken bana rasanak kami.“Inilah tudung yang kamu pakai,semoga engkau layak, terhormat anakku,dan berbahagialah engkau menikahdengan anak kami”.(DE.001/KLS)(13) KLS: Enda bulangndu anakku gelah kammetunggung, mehaga, ras mejuahjuahkalkam pejabuken anak“Inilah bulang-bulang yang kamu pakai,semoga engkau layak, terhormat anakku,dan berbahagialah engkau menikah anakkami”.(DE.002/ KLS)(14) KLW: Enda osendu anakku gelah kammetunggung, mehaga, ras mejuahjuahkalkam pejabuken anak.“Inilah bulang-bulang yang kamu pakai,semoga engkau layak, terhormat anakku,dan berbahagialah engkau dalammenikahkan anak”.(DE.004/KLW)Ideologi Erdemubayu (Perkawinan) Batak KaroBerdasarkan data (12, 13, dan 14) keduakalimbubu baik pihak laki-laki maupun pihakwanita memberikan ose (pakaian) kepada keduamempelai dan orangtua kandung dibuktikankehadiran leksem tudung (penutup kepala wanita),dan leksem bulang (penutup kepala pria). Prosespemasangan tudung, bulang (penutup kepala)dilakukan langsung paman kandung keduamempelai dan disaksikan kelompoknya.Fungsi ose (pakaian) adat adalah sebagaitanda pelibat yang melaksanakan upacara, sebagaitanda siapa pengantin dan orangtua. Makna tuturantersebut semoga kedua mempelai dan orang tuakandung menjadi metunggung (layak), mehaga(terhormat) dihadapan masyarakat BK sesuaidengan kehadiran leksem. Pada data 12 yangmemberikan ose (pakaian) CPW adalah istripamannya (mami) sedangkan CPP adalah pamankandungnya, begitu juga orangtua kandung keduamempelai. Syarat pemakaian ose (pakaian) yangisampitken (dipakaikan) adalah bulang (penutupkepala CPP), dan tudung (kepala CPW), disertaidengan pemakaian emas-emas sertali. Berdasarkanose (pakaian) terkait dengan mode, warna pakaian.Ose (pakaian) sesuai adat perkawinan terbuat darikain tenun, dengan mode pewarnaan alami karenaberasal dari zat pewarna tumbuhan seperti kunyit,getah gambir, kapur dan sebagaianya. Sedangkanwarna pakaian dalam perkawinan secara umumadalah warna dasar tertentu yakni merah. Warnadasar ini sesuai dengan konsep kosmologi budayaBatak Karo. Benang benalu, adalah benang tigarupa yakni putih, merah dan hitam. Benang benalumerupakan mitos kepercayaan masyarakat BKterhadap pencipta, alam. Warna merah berkaitandengan penciptaan, bila direlasikan denganperistiwa perkawinan mengindikasikan padakeinginan untuk mendapat keturunan, sehinggaketika anak lahir, ibu dan anak diberikan benangbenalu dipakai sebagai gelang, yang bermaknatahan terhadap pengaruh mistik. Putih biasanyamenyimbolkan kesucian, sehingga pada upacarasuci seperti erpangir kulau (pembersihan diri),raleng tendi (pemanggilan roh) pakaian berwarnaputih. Hitam menandakan warna dasar tanah, danpada umumnya pada upacara kematiandipergunakan pakaian yang berwarna hitam,direlasikan bahwa manusia meninggal dan kembalike tanah.2.3 Ideologi Pronomina“Logonomic systems specify and assumerelations of power and solidarity betweencategories of participan, projecting anideological vision of realy”. (Hodge danKress 1991 : 46)


❏ Jekmen SinulinggaImplikasi pernyataan di atas bahwa sistemlogonomik yang mengatur hubungan power dansolidaritas yang mengacu relasi khusus, kekuatan(power) dan solidatitas antara kategori partisipanatau pelibat yang memproyeksikan sebuah visiideologis. Sistem logonomik yang mengacu padakategori partisipan adalah status sosial pelibat dalamsebuah kegiatan/ upacara WEBK.Yang dimaksud dengan struktur/statussosial adalah kedudukan seseorang dalam sebuahaktivitas sosial WEBK. Berdasarkan status, etnikBK mempunyai kebiasaan memberikan nama danmerga (clan) dalam lingkungan keluarga, artinyasetiap orang memiliki merga dan sub clan merga(Meliala 1978 : 15). Masyarakat BK, mempunyaimerga merupakan sebuah simbol yang terdiri ataslima merga: (1) Karo-karo, (2) Ginting, (3)Sembiring, (4) Tarigan, dan (5) Perangin-angin.Etnik Batak Karo mempunyai: (a) merga (Pria) danberu (perempuan) yang berasal dari clan ayah, (b)bebere berasal dari clan ibu, (c) kempu berasal dariclan bebere ibu, (d) soler berasal dari clan kempuibu, (e) binuang berasal dari clan bebere ayah, dan(f) kampah berasal dari clan bebere kakek daripihak ayah (Darwan 1985 : 42).Berdasarkan keenam ciri/identitastersebut dalam hal upacara adat, maka etnik BatakKaro (BK) membagi diri menjadi tiga kelompokbesar yang dikenal dengan Dalikan Sitelu (tungkunan tiga) atau Rakut Sitelu (ikatan tiga) yakni: (1)senina, (2) anakberu, (3) kalimbubu.1. Senina adalah salah satu kelompok/unsurdalam Dalikan Sitelu yakni orang yangmempunyai saudara karena: (a) pertaliandarah, (b) semerga/beru, (c) sipemeren (ibubersaudara), (d) siparibanen (istri/suamibersaudara), Sitepu, (1985: 45-46). Dalamkegiatan adat-istiadat, Senina merupakanpenjamin materi dan moral seseorang dalammasyarakat, berhak mendapat warisan, danberhak mendapat mas kawin.2. Anakberu adalah salah satu kelompok/unsursosial dalam Dalikan Sitelu, berdasarkanetimologinya: anak ‘anak’, beru ‘perempuan’jadi anakberu adalah anak perempuan. Dalampengertian lain orang/pihak yang menikahianak perempuan suatu keluarga. Misalnya: Amemperisti C, maka dari segi status sosialdalam masyarakat BK semua keluarga si Amenjadi anakberu pada keluarga si C,keluarga si C adalah kalimbubu si A.Tugas dan kewajiban anakberu adalah: (a)mengatur jalannya pembicaraan runggu‘musyawarah’ adat., (b) menanggung biayasementara dalam upacara, (c) mengawasisegala harta milik kalimbubunya, (d) mengaturpertemuan keluarga, (e) menyiapkan peralatandalam setiap upacara., (f) menanggung aibHalaman 120Ideologi Erdemubayu (Perkawinan) Batak Karodari kalimbubunya, (g) berhak mengawinkanputranya dengan putri kalimbubunya terlepassetuju atau tidak, dan (h) berhak menerimapembagian harta warisan dari kalimbubunya(Darwan, 1985: 68), Sitepu, (1985: 45-46).Pada prinsipnya anakberu pelaksanapekerjaan kalimbubu dan tetap menjagakeharmonisan dalam keluarga.3. Kalimbubu adalah keluarga/pihak pemberidara, kalimbubu sebagai pengayom dalamkeluarga, pemberi nasehat, dan pemberikeputusan dalam konflik keluarga. Dalam adatistiadat kedudukan/status kalimbubu sangattinggi, malah disebut sebagai “Dibata ni idah”artinya Tuhan yang yang dapat dilihat, Sitepu,(1985 : 42). Kalimbubu sangat dihormatikarena mereka yang melahirkan ibu kitasendiri, dan pelindung dalam keluarga. SapaanKalimbubu Singalo Ulu Emas adalah sebagaistatus sosial tertinggi dalam masyarakat BK.Kalimbubu sebagai pemilik Ulu‘kepala/inti’dan Emas (sejenis harta palingmahal) menurut adat istiadat BK. Sapaan yangdipergunakan pada situasi tidakformal/kehidupan sehari-hari adalah mamauntuk paman, mami untuk sapaan istri paman,dan ketika situasi upacara disapa dengankalimbubu.2.4 Ideologi PertuturanDalam suatu pertuturan, kekuatan (power) dansolidaritas sering ditunjukkan dengan pilihanleksikal, mengacu situasi keformalan dan ketidakformalan (Hodge dan Kress 1991: 49). Hal iniberkaitan dengan sapaan yang dipergunakanantarpartisipan dalam tindak berbahasa. Hal inidapat ditemukan dalam WEBK.(15) ABS: Adi enggo bage nina, meriahkal ukurkami sebab reh teremna kitajadi kuda dalin kalimbubunta.“Bila begitu, kamipun sangat gembiradan senang disebabkan makin banyakkita menjadi pesuruh kalimbubu”.(MBS.32/ABS)Berdasarkan data (15) pilihan leksikalyang dipergunakan ABS yakni menggunakansapaan kalimbubu dalam konteks sosial WEBKyang mengandung kekuatan (power) dan lebihformal, dan menjangkau ranah publik. Berdasarkanpilihan leksikal tersebut sapaan kalimbubu statussosialnya lebih tinggi bila dibandingkan denganABS yang memiliki status sosial lebih rendah,yakni anakberu/pesuruh kalimbubu. Hal inidibuktikan dengan leksem yang dipergunakan olehABS yakni kuda dalin (kuda tunggangan) yang


Halaman 121❏ Jekmen Sinulinggabermakna sebagai alat, pembawa kalimbubu,karena anakberu sebagai pekerja.Dalam situasi tidak formal maka sapaankalimbubu dipergunakan pilihan leksikal sapaanmama (paman), mami (istri paman), sedangkananakberu dipergunakan pilihan leksikal denganmenggunakan sapaan bengkila (pakcik), bibi (istripakcik), dan senina dipergunakan status sosialyang setara. Dengan demikian ideologi pertuturandalam WEBK sapaan kalimbubu, mama, mamimengandung kekuatan (power) sedangkan sapaananakberu, bengkila, bibi memiliki status sosialyang lebih rendah, dan pilihan leksikal denganmenggunakan sapaan senina menunjukkan statussosial yang setara.2.5 Ideologi Konstruksi GenderIdeologi konstruksi gender adalah pembatasan diri(self limitation) peran pelibat dalam sebuahaktivitas (Hodge dan Kress 1991 : 97). Implikasipernyataan di atas mengindikasikan bahwa, pesangender baru terlihat pada diri seseorang biladibarengi dengan kaidah etika. Peran bahasa verbalsangat penting dan sebagai penyokong, koderuangan yang bersifat fisik, gaya berpakaian,penampilan, dan tingkah laku, harus benar-benardiperhatikan sehingga muncul makna-makna yangbersifat ideologis (Hodge dan Kress 1991 : 102-104).Berdasarkan prosedur yang dimaksudkandi atas bahwa, setiap interaksi antarpelibatdilingkupi kaidah etika sebagai pemarkahkonstruksi gender. Gender merupakan suatukategori yang dianggap penting dalam mayarakat,karena sistem logonomik yang memunculkanmakna semiotik yang berkaitan dengan gender.Suatu aspek sistem gender adalahpengklasifikasian realitas yang memproyeksikanmakna-makna sosial mengenai laki-laki danperempuan.Terkait dengan sistem logonomik dalampenjelasan ideologi tempat, pakaian, pertuturandan pronomina dihubungkan dengan ideologikonstruksi gender, maka status sosial kalimbubu,senina, dan anakberu sebagai pelibat dalamWEBK tidak menunjukkan fitur gender yangsignifikan. Hal ini dibuktikan bahwa kalimbubu,senina, dan anakberu dapat berjenis kelamin lakilakiatau wanita, tidak seperti she, he, penandamaskulin, feminin dalam bahasa Indo Eropa.Pronomina kita, kami, aku, ia, kam(kamu) dalam WEBK tidak mengacu pada genderlaki-laki atau wanita. Tetapi perbedaan genderdalam WEBK dapat ditemui pada tataran sapaanyang digunakan dalam segala aktifitas, sepertipenggunaan sapaan nande (ibu), bapa, (ayah),mama (paman), mami (istri paman), bengkilaIdeologi Erdemubayu (Perkawinan) Batak Karo(pakcik), bibi (istri pakcik), bulang (kakek), nini(nenek) yang menunjukkan konstruksi gender.Disisi lain konstruksi gender dapat dilihatberdasarkan etika dalam beraktivitas, yakni pelibatyang diijinkan dan dilarang melakukan kegiatantentu, hal ini sangat terkait dengan sarana danprasarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaanupacara. Secara umum pemberian belo(sirih),tendang (lampu), amak (tikar), kudin (periuk),perakan (tempat beras), dan uis (kain) kepadapengantin mengindikasikan kekuatan (power)gender wanita, karena dilakukan kalimbubu yaknimami (istri paman), dan bibi. Sarana upacaraseperti manuk (ayam), sirih, lampu, tikar, periuk,beras dan kain menunjukkan alat rumah tangga,yang mengacu ideologi konstruksi gender,mengarahkan mempelai wanita bekerja secaradomestik yakni pekerjaan rumah tangga. Dari etikadalam beraktifikas dalam maka pemberian saranaWEBK di atas di lakukan oleh istri pamanCPP/CPW (kelompok kalimbubu). Ideologikonstruksi gender dapat ditemukan seperti data dibawah ini:(16) ABK: Bujur kalimbubu, enda dage kerinacakapndu, enggo kam banci kundul kujabundu!. Momo man banta kerina, ibasdungna acarata enda, maka kari berngiibahan mukul, inganta pulung i rumahkalimbubu kami emkap i..., janah surasurakalimbubu kami, piga-piga kamkalimbubu ikut naruh.Terima kasih kepada kalimbubusemuanya! Apakah masih ada yangmenambahkannya? Pengumuman kepadakita semuanya, acara telah dilaksanakansemuanya, oleh sebab itu nanti malamdilaksanakan upacara Mukul, di rumahkalimbubu kami yaitu di..., dan kamimemohon agar perwakilan kalimbubudapat menghadirinya!”.(DE.78/ABK)Berdasarkan data (16) di atas bahwaseusainya upacara erdemubayu masih ada upacaraberikutnya yaitu upacara Mukul. Berdasarkantempat maka upacara tersebut di laksanakan dirumah pihak laki-laki (CPP) hal ini dibuktikanoleh kehadiran bentuk lingual berngi ibahanmukul, inganta pulung i rumah kalimbubu...(nanti malam dilaksanakan upacara muku,tempatnya di rumah kalimbubu kita di...).Implikasinya, bahwa selesai upacara erdemubayumaka pihak wanita (CPW) mengikut suami(patrilineal). Hal ini juga dikuatkan oleh pemberianbatang unjuken (mahar), yang diberikan pihak lakilakikepada pihak wanita sebagi simbol ganti diri


❏ Jekmen SinulinggaCPW. Sifat patrilineal dalam WEBK juga tampakdalam pemberian marga (clan), hal ini dibuktikanoleh pemberian marga ayah (suami/bapak).Misalnya, jika seorang anak lahir baik laki-laki atauperempuan aka secara langsung marga (clan) bapakyang digunakan dalam tambahan nama.Di sisi lain solidaritas konstruksi gendernyata pada pemberian wewenang yang diberikanoleh paman (kalimbubu) kepada istrinya.Penunjukkan solidaritas dalam WEBK terdapatdalam tuturan di bawah ini:(17) ABS: Eak, man bandu kalimbubu kami terusku puangkalimbubu kami, silih kamiterlebih man banta anak beru: reh ninaanakberu sireh enda ndai, enggo litsura-surana erjabu ras dirikalimbubunta rumah enda gelarna si...(anu)... janah kerehenna enda emkapnungkun keriahen ukurta. a. Uga nindukam Puang kami? b. Uga nindu kamkalimbubu kami? c. Uga nindu kamsilih kami?“Ya, Yang terhormat kalimbubu, danpuang kalimbubu, ipar, khususnyaanakberu, saat ini telah disampaikananak beru pihak laki-laki kepada kitaseluruhnya, bahwa kedatangannyabermaksud ingin meminang si...anu, abagaimana menurut Puang Kalimbubu?Bagaimana menurut Kalimbubu?, c.Bagaimana menurut Ipar?(MBS.24/ABS)Secara pragmatis tuturan data (17) ABSmenanyakan tentang persetujuan kalimbubumengenai peminangan yang dilakukan pihakkeluarga ABK hal ini direpresentasikan oleh leksem...uga nindu ... (bagaimana menurut).... pertanyaantersebut adalah mengacu sebuah keputusan yangberasal dari pihak kalimbubu ABS.Secara pragmatis, maksud ABS adalahagar kalimbubu memberikan jawaban ataspertanyaan di atas yakni sebuah keputusan apakahkalimbubu senang atau tidak mengenai peminangan.Data (17) bahwa kekuatan (power) dimiliki olehkalimbubu, yaitu sebuah keputusan senang atautidak, tidak memperlihatkannya dan malah menolakkeputusan dengan menggunakan leksem Engkaimaka isungkunndu kami? (mengapa kami yangditanya) seperti data di bawah ini:(18) KLW: Engkai maka isungkundu kami? Meate kena adi barang - barang kena!Banlah arihndu sebab permendu e mekena nge empuna, emaka uga nindu?Arih kam kerina anakberu kami!Halaman 122Ideologi Erdemubayu (Perkawinan) Batak Karo“Mengapa bertanya tentang kesenanganhati kami? Ini terserah kalian anakberukami! Terserah kalian sebab permen adalahbarang-barang kalian. Kalian yang berhakmenentukannya! Bermusyawarahlah kalian!”(MBS.25/KLW)Implikasi leksem yang dipergunakankalimbubu sesuai data (18) adalah anak kandungnyasendiri diserahkan kepada anakberu, hal inidibuktikan leksem, Me ate kena adi barang -barang kena! Terserah kalian. Berarti, anakkandung kalimbubu merupakan hak milik anakberudan lebih sarkas dinyatakan dengan anakdisimbolkan seperti benda biasa dibuktikan leksembarang - barang kena (barang-barang kalian).Berdasarkan data (18) kalimbubumemberikan kekuatan (power) kepada anakberusehingga bibi kandung CPW menunjukkankekuatannya (power) dibuktikan data 11 yakni:(19) BIBI: Kami Bibina la senang ... enterem anakkami enggo galang, erdahin, litsierpangkat, emaka kami kerinaanakberu la senang? Kam mis kupejaburas anakku, siapai atendu ngena, milihikam!“Kami sebagai bibinya merasa tidaksenang, sebab anak kami juga adayang sudah dewasa, sudah bekerja, adayang berpangkat tinggi, oleh sebab itukami semuanya merasa keberatan!Kamu harus menikah dengan anakkuyang baik itu, yang mana kamu pilih!”.(MBS 27/BIBI)Berdasarkan data (19) bibi CPW menolakdan menyatakan tidak senang, dan memaksakankehendak yakni berusaha menikahkan anakkandungnya dengan CPW, bukan dengan orangyang dicintai CPW. Bibi CPW malah memberikanbeberapa pilihan kepada CPW yakni bebas memilihanaknya baik sudah bekerja maupun berpangkattinggi dan sebagainya dibuktikan leksem Kam miskupejabu ras anakku, siapai atendu? Milihi kam!(Kamu aku nikahkah dengan anakku, yang manakamu sukai, silakan pilih!).Berdasarkan konteks sosial budaya BKsesuai dengan data 19 sering ditemukan, konflik diatas yakni perseteruan kelompok anakberu denganCPW, yang melahirkan ideological complexes,yakni anakberu (bibi) dengan CPW. Kehadiranideological complexes konstruksi gender dibuktikandengan kontradiksi yakni keinginan bibi dankeinginan CPW yang berbeda. Solusinya sepertidata di bawah ini:


Halaman 123❏ Jekmen Sinulingga(20) CPW: O, Bibi, Bengkila, jelma sikubaba endaserikal ras anakndu sirumahndu, janahenggo ngaku nggit jadi anakndubibi,bengkila emaka ula kal kammerawa!“Ya, Bi.., Pakcik, orang yang kubawakehadapanmu ini sama persis dengananak kalian, dan dia juga sudahmengaku dan berjanji berkeinginnanmenjadi anakmu, jadi kami mohonkabulkanlah permintaan kami berdua!”(MBS/28.CPW)(21) BIBI: Payo bage nindu anakku?“Apakah benar yang kau ucapkan ituanakku?”.(MBS.29/BIBI)(22) CPP: Payo Pa…, payo Bi….“Benar Pak..., benar Bi”.(MBS.30/CPP)Berdasarkan data (20) CPW memberikansolusi agar konflik kepentingan tidak mengarah kenegatif, misalnya bentrok, marah dan sebagainya.CPW menggunakan leksem serikal (sama dengan)yang berarti mengisyarakatkan bahwa CPP samadengan anak kandung bibinya. Kebenaran tersebutdibuktikan oleh bibinya dengan mengarahkanpertanyaan kepada CPP sesuai dengan data (21).Berdasarkan data (22) CPP menguatkan kebenaranpernyataan CPW yakni dengan menggunakanleksem payo (benar).Secara pragmatis data (19-22) peristiwaketidaksetujuan, kemarahan, kelompok anakberupihak wanita sering diperlihatkan di depan umum.Perilaku sikap emosional di depan umumsebenarnya tidak wajar dilaksanakan di hadapanbanyak orang, khususnya dalam upacara, tetapisecara ideologis sosial budaya BK, perilakuanakberu (kelompok bibi CPW) pada sisi lainsangat membanggakan kalimbubunya (kelompokpaman CPW) karena kalimbubu merasadilindungi/dibela secara terang-terangan olehanakberu. Maksud tuturan di atas adalahmenunjukkan sikap saling menghormati, membelakeluarga secara langsung di hadapan umum.Berdasarkan proses logonomik tanda di atasmengindikasikan power dan solidaritas dimilikikalimbubu, senina dan anakberu dalam status sosialBK.3. SIMPULANBerdasarkan analisis data maka beberapasimpulan yang dihasilkan sesuai denganpermasalahan, adalah sebagai berikut: WEBKmemiliki makna bersifat ideologis yang mengacuIdeologi Erdemubayu (Perkawinan) Batak Karopada kekuatan (power) dan solidatas. DalamWEBK ditemukan kekuatan (power) terletak padakelompok partisipan yaitu kalimbubu. Pembuktiankekuatan (power) kalimbubu adalah berdasarkan:(1) ideologi tempat duduk, hal ini dibuktikanpemasangan ose (pakaian adat) hanya dapatdilakukan oleh kalimbubu CPP/CPW atau tidakdapat diwakilkan oleh orang lain, juga pada ngalongalo(penyambutan) hanya clan kalimbubu yangdisambut seluruh pelibat WEBK, dan jugapenenpatan posisi yaitu sebelah ulu (kepala) ataukemuhen (kanan) pelibat WEBK dengan tujuanpenghormatan. (2) ideologi pertuturan, hal inidibuktikan oleh sapaan kalimbubu sebagai statussosial yang paling tinggi dalam WEBK, termasukberdasarkan perilaku ideologis yaikni pelayanansemua kebutuhan WEBK dipenuhi oleh sukut(pembuat upacara) perilaku tidak sopankepadakalimbubu merupakan aib bagi sukut dananakberu, (3) ideologi penempatan diri, (4)ideologi pronomina, dan (5) ideologi konstruksigender dalam WEBK dibuktikan oleh perilakusosial masyarakat BK. BK menganut patrilinealyaitu mengikut garis keturunan pihak laki-laki.Pemberian alat rumah tangga dilakukan oleh istripihak paman CPP/CPW.------------------------------1Artikel ini dikembangkan dari Tesis MagisterLinguistikDAFTAR PUSTAKAArfinal. 2003. Teks Pasambahana KamatianMasyarakart Kota Padang: Sebuah AnalisisTeori Semiotik Sosial. Tesis. Denpasar:Program Studi Magister Linguistik UNUD.Brown, Gillian & George Yule. 1996. AnalisisWacana. Penerjemah. I. Soetikno. Jakarta:Gramedia.Budiman. Kris. 2004. SemiotikaVisual.Yogyakarta: Buku Baik.Bukit.M. 1994. Sejarah Kerajaan dan IstiadatBatak Karo. Kabanjahe: Bukit.Cobley, Paul. Ed. 2001. Semiotics and Linguistics.London: Routledge.Dillistone. F.F. 2002. The Power Of Symbols.London: SCM Press.Djajasudarma, Fatimah. 1993. Metode Linguistik.Bandung: Eresco.Djajasudarma, Fatimah. 1993. Semantik 2.Bandung: Refika.


❏ Jekmen SinulinggaDjajasudarma, Fatimah. 1994. Wacana. Bandung:Eresco.Eriyanto. 2003. Analisis Wacana. Yogyakarta:LKiS.Foley. William A. 1997. AnthropologicalLinguistics An Introduction. University ofSydney: Blackwell.Geert, Clifford. 1992. Tafsir Kebudayaan.Yogyakarta: Kanisius.Hadge, Robert & Gunter Kress. 1991. SocialSemiotics. Cambrigde: Polity Press.Hogde, Robert & Gunther Kress. 1979. Languageas Ideology. London: Routledg.Hymes, D. 1972b. “Toward Etnography ofCommunication: The Analysis ofCommunication Events”. Dalam Goglioli1972 : 22-24.Koentjaraningrat. 1982. Pengantar IlmuAntropologi. Jakarta: Renika Cipta.Laksana, I Ketut Darma. 2003. “Tabu BahasaBali”. Disertasi. Jakarta: ProgramPascasarjana <strong>Universitas</strong> Indoensia.Leech,Geoffrey. 2003. Semantik. Penerjemah.Paina Partana.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik.Terj. M.D.D. Oka. Jakarta: <strong>Universitas</strong>Indonesia Press.Liliweri, Alo. 2003. Makna Budaya dalamKomunikasi Antarbudaya. Yogyakarta:LKiS.Lucy, Niall.ed. 1995. Social Semiotics. Australia:Murdoch University.Malini, Ni Luh Nyoman. 2004. “DakwahMasyarakat Muslim di Kampung WabasariDenpasar: Sebuah Analisis Wacana Kritis”.(Tesis). Program Magister Linguistik<strong>Universitas</strong> Udayana.Miles, dan M. Huberman. 1992. Analisis DataKualitatif. Jakarta: <strong>Universitas</strong> IndonesiaPress.Munaf, Yarni.dkk. 2001. Kajian Semiotik danMitologis. Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas.Halaman 124Ideologi Erdemubayu (Perkawinan) Batak KaroNorth, Winfried. 1995.Hand Book of Semiotics.USA: American University Press.Padmadewi, Ni Nyoman, 2005. “Tuturan WacanaMasyarakat Buleleng dan KonstruksiGender”. (Disertasi). Program. Pascasarjana<strong>Universitas</strong> Udayana.Palmer, Richard E. 2003. Hermeneutika: TeoriBaru Mengenal Interpretasi. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.Pattinasarany, Sally.1996. Dasar-Dasar Semiotik.Jakarta: Pusat Pembinaan danPengembangan Bahasa Depdikbud.Rahadi, R. Kutjana. 2005. Pragmatik: KesantunanImperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:Erlangga.Rani, Abdul.dkk. 2004. Analisis Wacana. Malang:Bayumedia.Samsuri, 1985. Tata Kalimat Bahasa Indonesia.Jakarta: Sastra Hudaya.Santoso, Riyadi. 2003. Semiotika Sosial;Pandangan Terhadap Bahasa. Surabaya:Pustaka Eureka.Saragih, Amrin. 2002. Bahasa dalam KonteksSosial. Medan: <strong>Universitas</strong> Negeri Medan.Sartini, Ni Wayan. 1998. “Wacana RitualMasyarakat Tenganan Pegringsingan:Sebuah Analisis Linguistik Kebudayaan”.(Tesis). Program Studi Magister LinguistikUNUD.Sibarani, Robert. 2004. Antropolinguistik. Medan:Poda.Siregar, Asrul.1994. “Referensi dan InferensiDalam Ujara-Ujaran pada Upacara‘Mangupa’ Masyarakat Tapanuli Selatan”.(Tesis). Program Pendidikan Pascasarjana<strong>Universitas</strong> Indonesia.Sitepu, Sempa. 1996. Pilar Budaya Karo. Medan:Bali.Sobur, Alex. 2002. Analisis Teks Media. Bandung:Remaja Rosdakarya.Spadley, James P. 1997. Metode Etnografi.Penerjemah. Misbah. Yogyakarta: TiaraSudaryanto. 1992. Metode Linguistik: ke arahMemahami Metode Linguistik. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.


Halaman 125❏ Eddy SetiaTerjemahan, Permasalahan, dan BeberapaPendekatanTERJEMAHAN, PERMASALAHAN, DAN BEBERAPAPENDEKATANEddy SetiaFakultas Sastra <strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> <strong>Utara</strong>AbstractThis paper deals with translation, problems, and some approaches. The topic is interestingenough to be discussed to give ideas and information to those who are interested intranslation. It gives some important description related to the common problems faced bytranslators and some approaches to be refered. Translating is a hard work. It needsthorough understanding and mastering not only the understanding and mastering the targetlanguage but also the source one. The idea of the problems in translation here serves theknowledge of ways to cope with. The approaches given could be as the opening minds –selecting the one that match with the work of translation or combining one to another inoder to get the best way. Some other information and illustration about trend in translationcould be as the motivation to increase the skill in order to be professionalKey words: translation, problems, approaches, globalization, internalization, localization1. PENDAHULUANBanyak orang mengatakan bahwa tidak adapekerjaan yang lebih sulit dibandingkan denganpekerjaan menerjemahan. Penerjemah tidak hanyaharus menguasai bahasa sumber (BS) nya denganbaik; tetapi mereka juga harus memilikikemampuan pemahaman menyeluruh tentangbidang pengetahuan yang dicakupi teks BStersebut. Artinya, setiap konotasi sosial, kultural,dan emosional yang perlu dicantumkan dalambahasa target (BT) harus dipahami benar.Kesadaran tertentu yang sama perlu dihadirkanuntuk BT, sehingga hal-hal yang berkaitan denganpenyusunan kata-kata dan frasa tertentu,ungkapan-ungkapan tabu, ekspektasi lokal, dansebagainya dapat diperhitungkan dengan matangkarena menerjemahkan tidak hanya sekadarmentransfer atau merubah BS ke BT, akan tetapilebih dari itu.Beratnya tugas dan tanggungjawabpenerjemah (tentunya bagi penerjemah yang telahmemenuhi kriteria profesionalitas tinggi) sangatsesuai dengan nilai nominal yang diterimanya.Dapat dikatakan bahwa kemampuanmenerjemahkan merupakan kemampuan yangmempunyai nilai ekonomi sangat tinggi dibandingdengan kemampuan yang berkaitan dengankemampuan berbahasa dan ilmu bahasa lainnya.2. TERJEMAHAN DANPERMASALAHANNYATujuan terjemahan adalah untuk menyediakanpadanan semantik antara BS dan BT. Inilah yangmembedakan antara terjemahan dengan semuajenis kegiatan linguistik. Banyak persoalan yangtersembunyi di dalam pernyataan yang sederhanaini, semua dilakukan dengan standar padanan apayang harus diharapkan dan diterima. Padanan yangsebenarnya tentu saja tidak mungkin: tak seorangpenerjemah pun dapat memberikan sebuahterjemahan yang benar-benar sama/padan denganteks sumbernya. Meskipun ada kesamaan dalampenguraian kata-kata dalam satu bahasa, selalu adabeberapa informasi yang hilang.Di sisi lain, ada banyak jenis padanannyata, sebagian di antaranya dapat berhasil padasuatu tingkatan fungsi praktis tertentu.Keberhasilan suatu proses penerjemahan sangatbergantung pada tujuan terjemahan itu dilakukan,yang hasilnya merefleksikan kebutuhan orangyang memerlukannya. Sebuah terjemahan yangluwes, bersifat kasar dan berguna (rough-andreadytranslation) dari sebuah surat bisamencukupi untuk memberikan informasi yangakurat. Sebuah terjemahan teks ilmiahmembutuhkan perhatian yang super hati-hatiterhadap makna, tetapi tidak demikian terhadapbentuk-bentuk estetikanya. Karya-karya sastramembutuhkan pertimbangan-pertimbangan yangsensitif terhadap bentuk dan isi. Terjemahan yang


❏ Eddy Setiamenyangkut teks-teks keagamaan khususnya kitabsuci paling tidak harus memenuhi dua kriteria,yang justru selalu bertentangan karena kriteriayang satu melihat ke belakang (latar belakangsejarah) dan yang satu lagi melihat ke depan (masadepan pemeluknya). Pertama, terjemahannya harusmenurut sejarah akurat, tepat mewakili maknayang ada pada sumber aslinya, sepanjang hal inidapat diketahui, dan dipadukan dalam tradisikeagamaan yang terpisah. Yang kedua,terjemahannya harus dapat diterima oleh penggunaterjemahan tersebut – yang dalam praktiknya –dapat dimengerti, secara estetika menyenangkan,dan mampu menghubungkan dengankecenderungan masa kini khususnya dalampemikiran keagamaan, tekanan-tekanan sosial, danperubahan bahasa. Sebenarnya, tidak adaterjemahan yang memenuhi kebutuhan faktorfaktortersebut di atas, dan kebanyakan dalam satufaktor tertentu justru kontroversial.Proses terjemahan antara dua bahasa tulisyang berbeda melibatkan penerjemah mengubahteks tulis asli (Teks Sumber/TS) dalam bahasaverbal asal (Bahasa Sumber/BS) ke dalam tekstulis (Teks Target/TT) dalam bahasa verbal yangberbeda (Bahasa Target/BT). Proses ini dapatdigambarkan sebagai berikut:TS / BSTT / BT3. BEBERAPA PENDEKATAN DALAMPENERJEMAHAN3.1 Roman Jakobson: Sifat Makna Linguistikdan Padanan KataJakobson (1959/2000:114) – dengan pendekatansifat makna linguistik dan padanan kata -mengelompokkan terjemahan ke dalam tigakelompok:(1) terjemahan intralingual, atau penyusunan katakatakembali (rewording): suatu interpretasitanda-tanda verbal dengan menggunakantanda-tanda lain dalam bahasa yang sama.(2) terjemahan interlingual, atau terjemahan yangsebenarnya: suatu interpretasi tanda-tandaverbal dengan menggunakan bahasa lainnya.(3) terjemahan intersemiotik, atau transmutasi:suatu interpretasi tanda-tanda verbal denganmenggunakan sistem tanda nonverbal.Terjemahan interlingual dilakukanmisalnya ketika seseorang hendak mengatakansesuatu dengan cara lain baik berupa sebuahungkapan maupun teks dalam bahasa yang samaHalaman 126Terjemahan, Permasalahan, dan BeberapaPendekatanuntuk menjelaskan atau mengklarifikasi sesuatuyang sudah dijelaskan atau dituliskan. Terjemahanintersemiotik dilakukan kalau sebuah teks tulisditerjemahkan, misalnya ke dalam musik, film ataulukisan. Terjemahan interlingual merupakanterjemahan tradisional yang menjadi fokus kajiandalam kajian terjemahan (translation studies).Setidaknya ada dua tujuan utama kajianterjemahan ini, antara lain:(1) untuk mendeskripsikan fenomenapenerjemahan dan terjemahan sebagaimanakeduanya nyata di dunia pengalaman kita.(2) untuk menetapkan prinsip-prinsip umumdengan menggunakan fenomena-fenomenayang dapat dijelaskan dan yang dapatdiprediksi.Jakobson (1959:238) membuatpernyataan yang sangat penting bahwa ‘semuapengalaman kognitif dan klasifikasinya dapatdisampaikan dalam bahasa yang ada.’ Diamencontohkan konsep bahasa Inggris Britishseperti the National Health Service, public-privatepartnership dan congestion charging, atau diAmerika Serikat, Ivy League university, HomelandSecurity dan speed dating juga bisa diungkapkandengan berbagai cara dalam bahasa target (BT).Isu kunci yang digagas khususnyamenyangkut makna linguistik dan padanan kata.Pendekatan yang dilakukan masih kentalmengikuti konsep Saussure yaitu signifier (tandalisan dan tulisan) dan signified (konsep tanda).Signifier dan signified membentuk tandalinguistik, tetapi tanda itu manasuka atau tidakdimotivasi (Saussure 1916/1983:67-69).Dicontohkan kata cheese dalam bahasa Inggrismerupakan signifier akustik yang menunjukkankonsep makanan yang terbuat dari pati susu yangdipadatkan (signified).Terjemahan interlingual meliputipenggantian pesan dalam satu bahasa bukan untukmemisahkan satuan-satuan kode, tetapi untukkeseluruhan pesan dalam bahasa lainnya.Penerjemah mengkodefikasikan ulang danmemindahkan pesan yang diterima dari sumberlain. Oleh karenanya, terjemahan meliputi duapesan yang padan dalam dua buah kode yangberbeda (Jakobson 1959/2000:114).Untuk pesan yang padan dalam TS danTT, satuan-satuan kodenya akan berbeda selamakode-kode tersebut dalam dua sistem tanda yangberbeda (bahasa-bahasa yang berbeda). Dari sudutlinguistik dan semiotik, Jakobson membahaspermasalahan padanan dengan definisi yangsekarang ini menjadi terkenal: padanan dalamperbedaan merupakan permasalahan pokok bahasadan merupakan pertimbangan linguistik yang


Halaman 127❏ Eddy Setiasangat penting. Permasalahan makna dan padananberfokus pada perbedan dalam struktur danterminologi bahasa bukan pada ketidakmampuansuatu bahasa untuk membawa pesan yang telahdituliskan dalam bahasa verbal lainnya.Perbedaan antarlinguistik mengitaribentuk-bentuk tata bahasa dan leksikal: bahasaberbeda secara esensial dalam hal sesuatu yangharus disampaikan dan bukan pada sesuatu yangbisa disampaikan. Contoh-contoh perbedaannyamudah ditemukan dan perbedaan-perbedaan ituterjadi pada:(1) tingkat gender: misalnya house adalah feminindalam bahasa-bahasa Roma, netral dalambahasa Jerman dan bahasa Inggris; honeyadalah maskulin dalam bahasa Perancis,Jerman, dan Itali, feminin dalam bahasaSpanyol dan netral dalam bahasa Inggris.(2) tingkat aspek: dalam bahasa Rusia morfologiverba bervariasi menurut apakah tindakanyang dimaksud sudah dilakukan atau belum.(3) tingkat bidang semantik: children dalambahasa Inggris dalam pernyataan ‘I’ve got twochildren’ diterjemahkan hijas dalam bahasaSpanyol kalau kedua anak yang dimaksudperempuan.Permasalahan makna, padanan, dankemampuan menerjemah menjadi tema yangberkesinambungan dalam kajian terjemahan ditahun 1960an dan ditangani oleh sebuahpendekatan ilmiah yang baru oleh salah seorangfigur yang sangat penting dalam kajian terjemahanyaitu Eugene Nida.3.2 Eugene Nida dan “Ilmu Penerjemahan”Teori terjemahan yang digagas oleh Nidaberkembang dari pengalaman kerjanya dari tahun1940an dan seterusnya ketika dia menerjemahkandan mengorganisasikan terjemahan Injil. Teorinyadipergunakan dalam bentuk kongkret pada keduakarya besarnya (1) Toward a Science ofTranslating (1960), dan (2) Theory and Practice ofTranslation (Nida dan Taber 1969). Pendekatanterjemahan Nida kemudian lebih sistematis setelahmengadopsi ‘konsep teoretis dan terminologisemantik dan pragmatik, dan teorinya Chomsky,yaitu Tatabahasa Transformasi Generatif.Nida menggolongkan makna ke dalamdua bagian, (1) makna linguistik (meminjamunsur-unsur modelnya Chomsky); (2) maknareferensial (makna denotatif – makna yang adapada kamus dan makna emotif (konotatif)).Serangkaian teknik diadaptasikan dari berbagaikarya dalam kajian linguistik dan disajikan sebagaibantuan bagi penerjemah dalam menentukanTerjemahan, Permasalahan, dan BeberapaPendekatanmakna unsur-unsur linguistik yang berbeda.Teknik yang ditawarkan dalam menentukan maknareferensial dan makna emotif (konotatif) berfokuspada analisis struktur kata dan membedakan katakatayang sama dalam bidang leksikal terkait. Initermasuk juga penyusunan urutan tingkatan yangmembedakan rangkaian kata sesuai dengantingkatannya (misalnya, subordinat binatang danhiponimnya: sapi, kambing, kucing, anjing, danlain-lain), dan teknik analisis komponen (misalnyadalam mengidentifikasi dan membedakan ciri-cirikhusus tingkatan kata-kata yang berhubungan.Hasilnya dapat digambarkan secara visual untukmembantu dalam membuat suatu bandinganmenyeluruh. Nida (1964a: 84--5) mencontohkanpenggambaran istilah-istilah hubungan(grandmother, mother, cousin, dsn lain-lain)menurut jenis kelamin (pria, wanita), generasi(sama, satu, dua, atau lebih yang terpisah) danketurunan langsung (leluhur langsung/keturunanatau bukan). Hasilnya sangat berguna bagipenerjemah khususnya dalam menerjemahkansebuah bahasa yang memiliki sistem pertaliankeluarga yang berbeda.Teknik lain yang digagas oleh Nidaadalah analisis struktur semantik (1964a:107). Diamemisahkan secara visual perbedaan makna spirit(‘demons’, ‘angels’, ‘gods’, ‘ghost’, ‘ethos’,‘alcohol’, dan lain-lain) sesuai dengan ciri-cirinya(human vs. non-human; good vs. bad, dan lainlain).Ide utama dari analisis ini adalah bahwapengertian sebuah istilah semantik yang rumitseperti spirit (atau contoh lain bachelor) sangatbervariasi dan lebih utama lagi ‘terkondisi’ olehteksnya. Spirit tidak selalu berkaitan dengansignifikansi keagamaan. Istilah Holy Spirit, nilaiemotif dan konotatifnya beragam menurut budayatargetnya.Secara umum, teknik analisis komponendimaksudkan sebagai cara untuk mejelaskanambiguitas/ketaksaan, menghindarkan bagianbagianyang tak jelas dan mengidentifikasiperbedaan-perbedaan budaya. Semua ini bisamenyajikan suatu bandingan bahasa dan budayayang berbeda.Pengaruh Chomsky yang kuat dalam teoriyang dikembangkan Nida dapat diringkaskansebagai berikut:(1) kaidah struktur-frase menurunkan suatulapisan atau struktur dalam yang(2) ditransformasikan dengan menggunakankaidah transformasi menghubungkan lapisanstruktur ke lapisan struktur lainnya (misalnyaaktif ke pasif, untuk menghasilkan


❏ Eddy Setia(3) sebuah struktur luar akhir, yang merupakansubjek bagi kaidah fonologis dan morfemis.Struktur luar TS dianalisis ke dalamunsur-unsur dasar struktur dalam yang kemudianditransfer ke dalam proses terjemahan dankemudian direstrukturisasi secara semantik danstilistika ke dalam struktur luar TT. Sistem tigatingkatanterjemahan ini (analisis, transfer, danrestrukturisasi) dapat dagambarkan sebagaiberikut.A (Bahasa Sumber)(analisis)B(Bahasa penerima)(restrukturisasi)X Transfer YDeskripsi proses yang ditawarkan Nidadan Taber menekankan keuntungan-keuntungan‘ilmiah’ dan ‘praktis’ dibandingkan dengan upayamanapun untuk menyusun daftar padanan yangbenar-benar komprehensif antara pasangan khusussistem BS dan BT. ‘Inti’ merupakan istilah kuncidalam model ini. Seperti kalimat-kalimat inti yangmerupakan unsur-unsur struktur dasar dari modelawalnya Chomsky. Jadi, bagi Nida ’inti-intitersebut merupakan unsur-unsur struktur dasar danbahasa membangun struktur luarnya yang rinci’(Nida dan Taber 1969:39). Inti-inti tersebutdiperoleh dari struktur luar TS dengan suatu prosesreduksi transformasi kembali (Nida 1964a:63--69).Ini melibatkan analisis menggunakan empat tipekelas fungsional tatabahasa transformasi generatif:(1) peristiwa (sering tetapi tidak selalu dilakukanoleh verba).(2) objek (sering tetapi tidak selalu dilakukanoleh nomina).(3) abstrak (kuantitas dan kualitas, termasukadjektiva).(4) relasional (termasuk gender, preposisi dankonjungsi).Berkenaan dengan padanan, Nidamemberikan dua orientasi dasar atau tipe padanan,yaitu (1) padanan formal, dan (2) padanan dinamisHalaman 128Terjemahan, Permasalahan, dan BeberapaPendekatan(1964a:159). Padanan formal memfokuskanperhatiannya pada pesan itu sendiri, baik bentukmaupun isi …bahwa pesan dalam bahasa penerimaharus mencocokkan sedekat mungkin unsur-unsuryang berbeda dalam BS. Padanan formal secarateliti diorientasikan pada struktur TS, yangmenggunakan pengaruh kuat dalam menentukanakurasi dan kebenaran.Padanan dinamis berdasarkan padaprinsip pengaruh padanan yang hubungan antarapenerima dan pesan secara substansi sama sepertiyang ada antara penerima aslinya dengan pesan.Pesan harus diciptakan untuk kebutuhan linguistikpenerima dan ekspektasi kultural dan “mengarahpada kewajaran ekspresi yang lengkap”. Tujuanpadanan dinamis ini seperti mencari padanan alamiyang paling mendekati pesan BS.3.3 Peter Newmark: Terjemahan Semantik danKomunikatifDua karya akbar Peter Newmark, yaitu (1)Approaches to Translation (1981) dan (2) ATextbook of Translation (1988) digunakan secaraluas pada pelatihan-pelatihan penerjemah,kombinasi contoh-contoh praktis teori maknalinguistik, dan aplikasi terjemahan. PendekatanNewmark berangkat dari gagasan yang pernahdicetuskan oleh Nida. Untuk menghindarikesamaan istilah khususnya pada BS dan BT,Newmark menggunakan istilah ‘terjemahansemantik’ dan ‘terjemahan komunikatif’.Terjemahan komunikatif mencoba menghasilkansuatu pengaruh bagi pembacanya sedekat mungkinsehingga memperoleh keaslian bagi pembacanya.Terjemahan semantik mencoba untukmenerjemahkan sedekat mungkin struktur sintaksisdan semantik BT, makna kontekstual dari aslinya(Newmark 1981:34).Uraian mengenai terjemahan komunikatifini mirip dengan padanan dinamis yang disarankanNida, sedangkan terjemahan semantik samadengan padanan formalnya. Definisi-definisiNewmark tentang kedua jenis terjemahan inimenampakkan perbedaan-perbedaan yang jelas,seperti yang dapat dilihat di bawah ini. Beberapapenulis lainnya yang erat kaitannya dengangagasan Jakobson khususnya bertautan denganteori padanan antara lain: (1) Wenner Koller(1979/1989): Korrespondenz and Äquivalenz dan(2) S. Bassnett (1990/1991): Translation Studies:Problems of equivalence.


Halaman 129❏ Eddy SetiaTerjemahan, Permasalahan, dan BeberapaPendekatanParameter Terjemahan Semantik Terjemahan KomunikatifFokus pengirim/penerimaBudayaWaktu dankeaslianHubungannyadengan TSPenggunaanbentuk BSBentuk BTKelayakan/kepatutanKriteria evaluasiFokus pada proses pemikiran tentang pengirimsebagai individu; hanya membantu pembaca TTdengan pengertian-pengertian tambahan kalaupengertian-pengertian tambahan tersebut merupakanbagian terpenting dari pesan yang dimaksud.Cenderung dalam budaya BSTidak tetap pada waktu atau daerah setempat;terjemahan baru perlu dilakukan.Selalu rendah mutunya dengan TS dan kehilanganmaknaKalau bahasa TS memberi norma-normamenyimpang, kemudian harus diganti dalam TT;‘kesetiaan’ pada penulis.Lebih kompleks, kaku, rinci, terfokus, cenderungpada terjemahan yang berlebihan.Untuk karya sastra yang bersifat serius, sepertiotobiografi, perasaan perorangan yang tak terkendali,pernyataan-pernyataan politik.Ketepatan reproduksi keaslian TS.Subjektif, pembaca TT difokuskan,diarahkan pada satu bahasa danbudaya tertentu.Mentransfer unsur-unsur asing kedalam budaya BTBerlangsung sebentar saja dan berakarpada konteks jamannya sendiri.Bisa lebih baik debanding TS;mencapai kekuatan dan kejelasanmeski kehilangan isi semantik.Mematuhi bentuk BS, tetapi menolak‘kesetiaan’ pada norma-norma BT.Lebih halus, lebih sederhana, lebihjelas, lebih langsung, lebihkonvensional, cenderung padakesesuaian terjemahan.Untuk berbagai tulisan misalnyakarya-karya nonsastra, teks teknis daninformasi, pemberitaan, jenis-jenisyang standar, fiksi-fiksi populer.Ketepatan komunikasi pesan TSdalam TT.3.4 Teori Fungsional dalam TerjemahanAda suatu perpindahan dari tipologi linguistikyang statis dari pergeseran terjemahan (translationshift) dan kemunculan, serta tumbuh suburnyafaham fungsionalis dan pendekatan komunikatif diJerman sekitar tahun 1970an dan 1980an.Beberapa pakar yang berpengaruh pada masa iniantara lain:1. Kathrina Reiss (Text Type and LanguageFunction)2. Justa Holz-Mänttäri (Theory of TranslationAction)3. Hans J. Vermeer (Skopos Theory, yangberkonsentrasi pada tujuan TT).4. Christiane Nord (Text-analysis Model, yangkemudian dilanjutkan dengan TheFunctionalist Tradition [1990an]).Karya Reiss di tahun 1970anmengembangkan konsep padanan, tetapidifokuskan pada teks bukan pada kata ataukalimat, tingkat komunikasi dapat diperoleh danpadanan harus didapatkan (Reiss 1977/89:113--114). Pendekatan fungsionalnya bertujuan pertamasekali pada sistematika penilaian terjemahan.Pendekatan yang ia lakukan meminjam tiga carakategorisasi fungsi bahasa yang digagas oleh KarlBühler. Reiss menghubungkan ketiga fungsi inidalam hubungannya dengan dimensi bahasa dandengan tipe teks atau situasi komunikasi yangdigunakan. Ciri-ciri tipe teks yang dimaksudkanadalah sebagai berikut:(1) komunikasi sederhana tentang fakta:informasi, ilmu pengetahuan, opini, dan lainlain.Dimensi bahasa yang digunakan untukmeneruskan informasi adalah logis, referensial(bersifat keterangan), isi atau topik yaitu fokusutama komunikasi, dan tipe teksnya yaituinformatif.(2) komposisi kreatif: penulis menggunakandimensi estetika bahasa. Penulis atau pengirim


❏ Eddy Setiaberada di latar depan, demikian juga bentukpesannya, dan tipe teksnya adalah ekspresif.(3) rangsangan respon tingkah laku: Tujuanfungsi penunjukan adalah untuk memunculkanatau untuk meyakinkan pembaca ataupenerima mengenai teks untuk kemudianbertindak dalam cara tertentu. Bentukbahasanya adalah dialogis, fokusnyapenunjukan atau operatif.Halaman 130Terjemahan, Permasalahan, dan BeberapaPendekatan(4) teks Audiomedial, seperti filem dan iklaniklansuara atau visual yang menambahkantiga fungsi lainnya dengan gambar-gambarvisual, musik, dan lain-lain.Ciri-ciri fungsional tipe teks dankaitannya dengan metode terjemahan dapatdigambarkan sebagai berikut.TIPE TEKS INFORMATIF EKSPRESIF OPERATIFFungsi BahasaInformatif (merepresentasikanEkspresif (mengekspresikanSeruan (membuat seruanobjek dan fakta)sikap pengirim)pada teks penerima)Dimensi BahasaLogisEstetisDialogisFokus TeksFokus – isiFokus – bentukFokus – seruanTT harusmengirimkan isi referensial ataumengirimkan bentuk estetikamendatangkan responinformasiyang diinginkanMetode‘tulisan sederhana’, penjelasanMetode ‘pengidentifikasian’,‘adaptif’, pengaruhTerjemahanseperti yang dimintamengadopsi pandanganpadananpenulisInformatifPedomanLaporanBiografiKuliahInstruksi operasionalBrosur-brosur wisataDramaPidato resmiKhotbahPuisiSatirPidato pemilihanIklanEkspresifOperatif


Halaman 131❏ Eddy SetiaContoh varietas teks atau genre yangdikaitkan dengan ketiga tipe teks di atasdivisualisasikan seperti yang terdapat pada gambarsegitiga di atas (Chesterman 1989:105).Dari gambar dapat dilihat bahwapedoman/referensi merupakan varietas teks dengantipe teks yang paling informative. Puisi merupakantipe teks yang paling ekspresif dan fokus-bentuk.Iklan merupakan tipe teks yang paling jelas(mencoba mempengaruhi seseorang untukmembeli atau melakukan sesuatu). Antara ketigasudut (sudut informatif, ekspresif, dan operatifdiposisikan sejumlah tipe teks hibrida (teks yangtidak sepenuhnya satu tipe teks). Oleh karenanya,teks jenis biografi terletak di antara tipe teksinformatif dan ekspresif, sepanjang teks tersebutmemberikan informasi tentang subjeknya dan jugasebagian menyajikan fungsi ekspresif. Samahalnya dengan teks khotbah yang memberikaninformasi (tentang agama) juga memenuhi fungsioperatif dan berupaya mempengaruhi umat untukberperilaku tertentu. Walaupun ada tipe teks jenishibrida ini, penyampaian fungsi utama TSmerupakan faktor penentu untuk memastikan TT.Jadi, metode terjemahannya harus disesuaikanmenurut tipe teks.(1) TT jenis informatif harus menyampaikanreferensi/keterangan penuh atau isi konsep TS.Terjemahannya harus dengan bahasasederhana, tak berlebihan, dan denganmenggunakan penjelasan kalau diperlukan.(2) TT jenis ekspresif harus menyampaikanbentuk estetika dan seni dari TS.Terjemahannya harus menggunakan metodepengidentifikasian, dengan penerjemahmengadopsi sudut pandang penulis TS.(3) TT jenis operatif harus menghasilkan responyang diinginkan penerima TT. Terjemahannyaharus menggunakan metode penyesuaian,menciptakan suatu pengaruh yang padan dikalangan pembaca TT.(4) Teks audio-medial memerlukan metodetambahan, yaitu dengan menambahkan katakatatertulis dengan imajinasi gambar danmusik.Reiss (1971:54-88) juga mendaftarkanserangkaian kriteria instruksi intralinguistik danekstralinguistik yang bisa menilai kelengkapansebuah TT.(1) kriteria intralinguistik: semantik, leksikal,gramatikal, dan ciri-ciri stilistika.(2) kriteria ekstralinguistik: situasi, subjek,bidang, waktu, tempat, penerima, pengirim,dan implikasi afektif seperti humor, emosi,dan ejekan.Terjemahan, Permasalahan, dan BeberapaPendekatanMeskipun berkaitan, kepentingan kriteriatersebut di atas beragam menurut tipe teksnya.Misalnya, terjemahan teks fokus-isi apa saja.Pertama sekali terjemahan jenis ini harusmengarah pada pemertahanan padanan semantik.Namun, TT artikel berita menempatkan kriteriagramatikal menjadi yang kedua. Buku ilmiahpopuler akan lebih memperhatikan pada gayaperorangan dari TS. Seperti pernyataan, lebihpenting mempertahankan metafor dalamterjemahan teks ekspresif dari pada TT informatif,dan terjemahan nilai semantiknya akan mencukupi.3.5 Tindak TerjemahanModel tindak terjemahan digagas oleh Holz-Mänttäri (Translatorisches Handelen: Theorie undMethode), yang mengangkat konsep dari teorikomunikasi dan teori tindak dengan tujuan untukpenyediaan model atau garis-garis besar yang bisaditerapkan pada situasi terjemahan profesionaldengan skala luas. Tindak terjemahan memandangterjemahan sebagai tujuan yang diarahkan,interaksi manusia berorientasi pada hasil danberfokus pada proses terjemahan sebagai pengirimpesan yang majemuk dengan melibatkan transferantar budaya. Tindak terjemahan bukan mengenaiterjemahan kata-kata, kalimat, atau teks tetapilebih pada kasus-perkasus tentang tuntunankerjasama yang diharapkan di atas rintangankultural yang memungkinkan komunikasiberorientasikan fungsional. (Holz-Mänttäri 1984:7-8).Terjemahan interlingual dideskripsikansebagai tindak terjemahan dari sebuah TS dansebagai proses komunikasi yang melibatkanserangkaian peran dan pemeran.(1) inisiator: perusahaan atau perorangan yangmemerlukan terjemahan;(2) pemesan: orang yang menghubungipenerjemah;(3) produsen TS: orang di perusahaan yangmenulis TS, tidak perlu selalu melibatkanproduksi TT;(4) produsen TT: penerjemah;(5) pengguna TT: orang yang menggunakanTT; misalnya sebagai materi ajaran atauliteratur/brosur penjualan, dan lain-lain.Di sini para pemeran masing-masingmempunyai tujuan primer dan sekunder yangkhusus.Contoh yang diberikan oleh Holz-Mänttäri,yaitu seorang penerjemah profesional yangdihadapkan dengan teks tentang instruksi(manual). Di sini peran partisipan yang berbedadalam tindak terjemahan dianalisis. Tujuanprimernya adalah untuk mendapatkan uang dantujuan sekundernya adalah untuk memenuhikontrak dan memproses pesan yang ada pada teks


❏ Eddy Setiatersebut. Dari analisis yang diberikan, seorangpenerjemah bisa tidak ahli dalam bidang tipe teksdan bidang subjek khusus yang berkaitan denganteks tersebut. Masukan ekstra pengetahuan tentangbidang subjek itu justru datang dari penulis TSyang ada di perusahaan tersebut.Tindak terjemahan berfokus padaproduksi TT yang secara fungsional komunikatifbagi penerima. Artinya, bahwa bentuk dan genreTT harus diarahkan yang secara fungsional tepatdalam budaya TT dibandingkan dengan hanyamengopi profil TS. Apa yang secara fungsionaltepat harus ditentukan oleh penerjemah yang ahlidalam tindak terjemahan dan yang berperan untukmeyakinkan bahwa transfer antarbudayaditempatkan secara memuaskan. Dalampengoperasian teks terjemahan (penggunaanproduksi TT), TS dianalisis semata-mata untukkonstruksi dan profil fungsinya. Sifat-sifat yangrelevan dideskripsikan menurut pemisahan isi danbentuk.(1) Isi: dibentuk oleh apa yang disebut dengan‘tektonik’, dibedakan atas: (a) informasifaktual, dan (b) strategi komunikatif secaramenyeluruh.(2) Bentuk: dibentuk oleh tekstur, dibedakan atas:(a) terminologi, dan (b) unsur-unsur kepaduan.Kebutuhan penerima adalah faktor-faktoryang menentukan bagi TT. Oleh karenanya,selama terminologi diperhatikan, istilah teknisdalam manual TS bisa memerlukan penjelasanuntuk istilah nonteknis pengguna TT. Kemudianuntuk menjaga kepaduan bagi pembaca TT, setiapistilah perlu diterjemahkan secara konsisten.3.6 Teori SkoposSkopos dalam bahasa Yunani berarti ‘tujuan’ dantelah diperkenalkan ke dalam teori terjemahanpada tahun 1970an oleh Hans Vermeer sebagaiistilah teknis untuk tujuan suatu terjemahan dantindak penerjemahan. Karya utama teori skopos(Skopostheorie) adalah Grundlegung eineŗallgemeine Translationstheorie (‘Groundwork fora General Theory of Translation). Meskipun teoriskopos mendahului teori tindak terjemahan yangdigagas oleh Holz-Mänttäri, teori inidipertimbangkan menjadi bagian teori yang sama.Teori skopos berfokus pada tujuan terjemahanyang menentukan metode dan strategi terjemahanyang dilakukan untuk menghasilkan terjemahanyang secara fungsional tepat. Hasil ini olehVermeer disebut translatum. Dalam teori skopos,mengetahui mengapa sebuah TS diterjemahkandan apa fungsi TT akan menjadi penting bagipenerjemah.Halaman 132Terjemahan, Permasalahan, dan BeberapaPendekatanReiss dan Vermeer (1984:119)mengarahkan pada sebuah teori terjemahan umumuntuk semua teks. Ada enam kaidah dasar dariteori yang mereka gagas, antara lain:(1) sebuah translatum (TT) ditentukan olehskoposnya.(2) sebuah TT merupakan sebuah penawaraninformasi (Informationsangebot) dalambudaya target dan BT mengenai sebuahpenawaran informasi dalam budaya sumberdan BS.(3) sebuah TT tidak memprakarsai sebuahpenawaran informasi dalam suatu cara yangsecara jelas bisa dibalik.(4) sebuah TT secara internal haruskoheren/bertalian.(5) sebuah TT harus koheren dengan TS.Kelima kaidah di atas berdiri secarahirarkis berurutan, dengan kaidah skopos yangutama.3.7 Model Halliday tentang Bahasa danWacanaModel Halliday tentang analisis wacana,berdasarkan pada istilah yang diberikan yaituTatabahasa Fungsional Sistemik. Model inimampu mengkaji bahasa sebagai komunikasi,memandang makna dalam pilihan linguistikpembaca, dan secara sistematis menghubungkanpilihan-pilihan ini pada suatu kerangka sosialbudaya yang lebih luas. Ada hubungan yang kuatantara realisasi linguistik pada tingkat permukaandan kerangka sosial budaya. Bagan di bawah inimenggambarkan hubungan genre dan registerdengan bahasa. Tanda panah menunjukkan arahhubungan. Genre (tipe-tipe teks yang konvensionaldihubungkan dengan fungsi komunikasi khusus,misalnya surat-surat bisnis), dikondisikan olehlingkungan/situasi sosial budaya dan menentukanunsur-unsur lain dalam kerangka sistemik.Yang pertama, register yang terdiri atastiga unsur variabel:(1) bidang (field): tentang apa yang ditulis,misalnya pidato;(2) pelibat (tenor): siapa yang mengkomunikasikandan kepada siapa, misalnya bidangpemasaran kepada konsumen;(3) model (mode): bentuk komunikasi,misalnya bentuk tulisan.Tiap-tiap variabel register inidihubungkan dengan untaian makna. Untaianuntaianini bersama-sama membentuk semantikwacana sebuah teks yaitu tiga metafungsi:ideasional, interpersonal, dan tekstual. Metafungsi


Halaman 133❏ Eddy Setiaini dibentuk atau direalisasikan olehleksikogramatika, yaitu pilihan-pilihan strukturkata dan sintaksis.Lingkungan Sosial BudayaGenreRegister(bidang, tenor, modus)Semantik Wacana(ideasional, interpersonal, tekstual)Leksikogramatika(transitifitas, modalitas, tema, rema/kohesi)(1) bidang teks dikaitkan dengan maknaideasional yang direalisasikan melalui polapolatransitivitas (jenis verba, strukturaktif/pasif, partisipan di dalam proses, danlain-lain).(2) tenor sebuah teks dikaitkan dengan maknainterpersonal yang direalisasikan melalui polapolamodalitas (verba modal dan adverbia,seperti dalam bahasa Inggris hopefully,should, possibly, dan leksis evaluatif sepertibeautiful, dreadful, dan lain-lain).(3) modus sebuah teks dikaitkan dengan maknatekstual yang direalisasikan melalui strukturtematis dan informasi (terutama urutan danpenyusunan unsur-unsur dalam sebuah klausadan kohesi (cara teks bergantung bersamasamasecara leksikal, termasuk penggunaanpronomina, elipsis, kata sanding,pengulangan, dan lain-lain).Analisis metafungsi mempunyai tempatutama dalam model ini. Dekatnya hubungan antarapola-pola leksikogramatika dan metafungsibermakna bahwa analisis pola-pola transitivitas,modalitas, struktur tematis, dan kohesi dalam teksmengungkapkan bagaimana metafungsi bekerjadan bagaimana teks itu bermakna (Eggins2004:210—213).Beberapa ahli yang juga mengembangkanpendekatan ini antara lain: (1) J. House (1977):Model Translation Quality Assessment, (2) M.Baker (1992): Text and Pragmatic Level Analysis:a course book for translator, dan (3) B. Hatim danI. Mason (1990): The Semiotic Level of Contextand Discourse.Terjemahan, Permasalahan, dan BeberapaPendekatan4. TERJEMAHAAN DI ERATEKNOLOGI INFORMASI:TRANSLATION,GLOBALIZATION, ANDLOCALIZATIONFakta menyebutkan bahwa volume terjemahanyang dilakukan di seluruh dunia meningkat secaradramatis. Hal ini disebabkan majunya teknologikhususnya teknologi komunikasi. Komunikasidapat dilakukan di seluruh dunia tanpa mengenalbatas wilayah. Bahasa Inggris sebagai bahasa yangmendominasi komunikasi ini sepertinya bukanmenjadi halangan lagi. Ini juga disebabkan peranpara ahli teknologi komunikasi yang bersinergidengan ahli-ahli lain seperti ahli bahasa (linguis)yang dapat menciptakan perangkat penerjemahanuntuk membantu dan mempermudah prosespenerjemahan.Globalisasi yang dikenal selama inimerupakan istilah yang multilevel yang digunakanuntuk merujuk pada sifat global dalam duniaperekonomian dengan seluruh penyebarannya yangmenembus multinasional. Dalam terjemahankomersial kata globalisasi ini sering digunakandalam pengertian kreasi websites versi lokaltentang perusahaan-perusahaan penting secarainternasional atau terjemahan produk danpemasaran barang untuk pasar global (LihatEsselink 2000:4).Perkembangan organisasi-organisasiinternasional seperti PBB, Uni Eropah, danorganisasi lainnya selalu membutuhkan terjemahanapakah terjemahan lisan (dalam pertemuanpertemuan)atau pun tulisan (dokumen-dokumen).Demikian halnya dengan pertemuan dan jamuaninternasional lainnya. Sebagai contoh, dalam kasusUni Eropah, tanggung jawab terjemahan ke dalamsemua bahasa resmi bagi anggota senat berupasejumlah halaman dokumen asli yangditerjemahkan oleh Pusat Penerjemahannya diLuxembourg meningkat dari 20.000 di tahun 1995menjadi 280.000 pada tahun 2001. Jumlah orangyang dipekerjakan di Pusat Penerjemahan inimencapai 140 pegawai tetap dan menawarkantender sebagian tugas-tugas mereka kepada agenagenpenerjemah komersial dan omsetnya hampirmencapai 26 juta Euro (kurang lebih Rp400miliar). Ini hanya sebagian kecil biaya terjemahan(lisan, tulisan) yang diperkirakan pada tahun 2001sekitar 2 miliar Euro per tahun. Dari sini dapatdiambil kesimpulan bahwa terjemahan merupakanbisnis besar. Kenyataannya, bagi banyakperusahaan, terjemahan telah menjadi bagian yangdikenal dengan bisnis GILT: Globalization,Internationalization, Localization and Translation.Akronim ini selalu disingkat menjadi GIL saja,


❏ Eddy Setiasejak bagian terjemahan digolongkan di bawahlocalization, yang ditentukan oleh LISA(Localization Standards Industry Association).Localization meliputi pengambilan suatuproduk dan membuatnya tepat secara linguistikdan budaya bagi wilayah target/WT(negara/wilayah dan bahasa) yang akanmenggunakan dan menjual produk tersebut(Localization Standards Industry Association 2003(www,lisa.org)).Website LISA melanjutkan perbedaanantara localization dan translation dalam bidangutama perangkat lunaknya. Dijelaskan bahwalocalization meliputi terjemahan isi linguistik,termasuk mengadaptasi ukuran kotak layar dialog,warna dan perangkat karakter (untuk bahasabahasaseperti bahasa China, Korea dan Jepang)untuk memastikan peragaan yang benar. Dalamdunia bisnis, kata localize menggantikan katatranslate.Dalam model proses localization,terjemahan hanya satu unsur saja. Misalnya,localization process yaitu dari milengo, sebuahaliansi localization Eropah dan Asia (http://www.milengo.com/), yang mempertunjukkan unsurterjemahan linguistik dari perangkat lunak proyeklocalization.Websitenya menjelaskan bahwa adaempat masukan untuk proses ini: (1) perangkatlunak baru yang diterjemahkan; (2) filedokumentasi baru dan Help; (3) terjemahan dariartikel perangkat lunak terdahulu; (4) filedokumentasi dan Help terakhir yangditerjemahkan. Proses ini difasilitasi oleh CAT(Computer-Assisted Translation); khususnyaterjemahan perangkat lunak sebelumnyadigabungkan ke dalam translation memory tool.Proses ini membantu untuk memastikankonsistensi terminologi dan artinya bahwapenerjemah hanya perlu menerjemahkan teks yangdiubah.Dari sini jelas bahwa memory toolterjemahan memainkan peranan kunci dalammembantu penerjemah. Inilah contoh kerjapenerjemah sekarang ini. Translation memorytools, dimana Translator’s Workbench TRADOS(www.trados.com) dan Déjà Vu ATRIL(www.atril.com) merupakan contoh yang terkenal,yaitu berupa kumpulan data yang membantupenerjemah untuk tujuan konsistensi istilah.5. MESIN DAN PENERJEMAHKemampuan komputer dimanfaatkan oleh industriterjemahan, seperti penggunaan Computer-AssistedTranslation. Tujuan serba otomatis atau MesinTerjemahan (MT) tetap sukar dipahami walaupunperkembangan terakhir lebih menjanjikan.Halaman 134Terjemahan, Permasalahan, dan BeberapaPendekatanBerbagai pendapat pro dan kontra mengenaipenggunaan MT. Martin Kay (1980/2003)membicarakan beberapa hambatan keberhasilanMT termasuk di antaranya ‘kata dengan maknabanyak, kalimat dengan struktur gramatika banyak,ketidakpastian tentang pronomina yang merujuk kesiapa, dan permasalahan gramatika lainnya.Perkembangan MT dekade terakhir iniberfokus pada generasi kedua sistem ‘indirect’,yang menambahkan suatu fase lanjutan antara TSdan TT. Keduanya menggunakan pendekataninterlingual, yakni makna TS direpresentasikandalam bentuk abstrak sebelum disusun kembalidalam TT atau menggunakan pendekatan transfer.Pendekatan ini terdiri atas tiga tahapan: (1) analisisdan representasi struktur sintaksis TT; (2) transferke dalam stuktur BT; (3) perpaduan hasil daristruktur itu.Sistem MT yang digunakan paling luas,yang dibanyak penggabungan sistem generasipertama dan kedua, adalah SYSTRAN. Sistem inisecara nyata menggunakan leksikon dalam jumlahyang sangat banyak dan sedikit sintaksis.SYSTRAN dikembangkan secara swasta diAmerika Serikat dan telah diujicobakan di KomisiEropah di Luxembourg. SYSTRAN sekarangdigunakan secara ekstensif untuk terjemahaninstan halaman web.6. SIMPULANKebutuhan akan terjemahan (lisan dan tulisan)pada dekade ini terus menembus ke tingkat yangpaling signifikan. Hal ini terkait denganterbukanya era komunikasi global yang tanpabatas. Berbagai pendekatan baru bermunculandengan maksud untuk penyederhanaan prosespenerjemahan itu. Yang tidak kalah menarik dansangat penting adalah peran teknologi komunikasimodern dalam mendukung proses itu. Kolaborasiahli linguistik, ahli komunikasi, dan ahli teknologikomputer telah menciptakan perangkat lunak yanginovasinya semakin hari semakin menunjukkaneksistensinya dengan hasil kecepatan dan akurasiprima. Hal ini dibuktikan dengan temuan beberapaperangkat lunak seperti SYSTRAN yang sudahdigunakan secara meluas.DAFTAR PUSTAKABaker, Mona. 1992. In Other Words: A Course onTranslation. London and New York:Routledge.Baker, M. (ed.) 1997a. The RoutledgeEncyclopedia of Translation Studies.London: Routledge.


Halaman 135❏ Eddy SetiaBassnett, S. and A. Lafevere. 1990. Translation,History and Culture. London and NewYork: Pinter.Bassnett, S. 1991. Translation Studies. London:Routledge.Catford, J. 2000. A Linguistic Theory ofTranslation. London: OUP.Catford, J. 2000. Translation Shifts in TranslationStudies Reader. Lawrence Venuti (ed).Page(s). London and New York: Routledge.Dryden, J. 1992. “Metaphrase, Paraphrase andImitation”. Dalam R. Schulte dan J.Beguenet (eds.) (1992) hal. 17-31.Eggins, S. 2004. An Introduction to SystemicFunctional Linguistics. London:Continuum.Fawcett, P. 1997. Translation and Language:Linguistic Approaches Explained.Manchester: St. Jerome.Hatim, B. dan I. Mason. 1990. Discourse and theTranslator. London: Longman.Hatim, B. dan I. Mason. 1997. The Translator asCommunicator. London: Routledge.Hatim, B. dan Jeremy, M. 2004. Translation: Anadvanced resource book. London:Routledge.Kidwai, A.R. 2003. Translating theUntranslatable: A Survey of EnglishTranslations of the Quran.http://www.quranicstudies.com/article32(downloaded on Mar 17, 2005).Jakobson, R. 1959/2000. “On linguistic aspecs oftranslation”. Dalam L. Venuti (ed.).2000:113-118.Terjemahan, Permasalahan, dan BeberapaPendekatanNewmark, P. 1981. Approaches to Translation.Oxford: Pergamon.Newmark, P. 1988. A Textbook of Translation.London: Prentice-Hall.Nida, E. 1964a. Toward a Science of Translating.Leiden: E.J. Brill.Nida, E. dan C. Taber. 1969. The Theory andPractice of Translation. Leiden: E.J. Brill.Nida, E. 2000. “Principles of Correspondence”.Dalam L. Venuti (ed.): 126-140.Nord, C. 1997. Text Analysis in Translation:Theory, Methodology and DidacticApplication of a Modl for Translation-Oriented Text Analysis. Amsterdam:Rodopi.Shei, Chris C.-C. 2005. “Translation Commentary:A Happy Medium between TranslationCurriculum and EAP” [01-2005]. System.Vol. 33: 309-25.Venuti, L (ed.) 1992. Rethinking Translation:Discourse, Subjectivity, Ideology. London:Routledge.Venuti, L. 1995. The Translator’s Invisibilty: Ahistory of TranslationVenuti, Lawrence (ed.) 2000. Translation StiudiesReader. London and New York: Routledge.Vermeer, H. J. 2000. Skopos and Commission inTranslation Action in Translation StudiesReader, ed. by Lawrence Venuti, Page(s)221-32. London and New York: Routledge.


TENTANG PENULIS1. Ni Luh Sutjiati BrathaNi Luh Sutjiati Bratha adalah Guru Besar Fakultas Sastra <strong>Universitas</strong> Udayana. Pengajar ProgramMagister dan Doktor Linguistik untuk mata kuliah Morfologi dan Semantik. Kini beliau menjabatsebagai Asisten Direktur I Program Pascasarjana <strong>Universitas</strong> Udayana.2. Lely RefnitaLely Refnita adalah Dosen Kopertis Wilayah X, dpk pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan SastraInggris FKIP <strong>Universitas</strong> Bung Hatta Padang, sejak tahun 1992 sampai sekarang. MenyelesaikanProgram Sarjana (S-1) pada Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, FPBS IKIP Padang (1991) danProgram Magister (S-2) Pendidikan Bahasa, di PPs <strong>Universitas</strong> Negeri Padang (2000).3. Jufrizal, Zul Amri, dan RefnaldiJufrizal, lahir di Padang, 22 Juli 1967, adalah dosen tetap pada Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris,FBSS <strong>Universitas</strong> Negeri Padang. Dia menyelesaikan pendidikan Program Doktor (S-3) Linguistik,di PPs <strong>Universitas</strong> Udayana, Denpasar (2004). Pengutamaan minat kajiannya adalah TipologiLinguistik. Selain itu, dia juga menulis dan meneliti di bidang linguistik kebudayaan dan pengajaranbahasa. Makalah dan artikelnya di bidang linguistik dan pengajaran bahasa disajikan pada seminarnasional dan internasional, dan diterbitkan di beberapa jurnal ilmiah nasional.Zul Amri, lahir di Padang, 5 Mei 1960, adalah dosen tetap pada Jurusan Bahasa dan Sastra InggrisFBSS <strong>Universitas</strong> Negeri Padang. Dia menyelesaikan pendidikan Master (S-2) di University ofHouston, Texas, U.S.A. (1995) dan sekarang sedang mengikuti pendidikan doktor (S-3) di<strong>Universitas</strong> Negeri Jakarta. Minat kajiannya adalah di bidang pengajaran bahasa asing.Refnaldi, lahir di Kab. Solok, <strong>Sumatera</strong> Barat, 1 Maret 1968, adalah dosen tetap pada JurusanBahasa dan Sastra Inggris FBSS <strong>Universitas</strong> Negeri Padang. Dia menyelesaikan pendidikan Master(S-2) di University of Sydney, Australia (2000). Minat kajiannya adalah linguistik dan pengajaranbahasa asing.4. MulyadiMulyadi adalah dosen di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra USU. Lulusan magisterhumaniora <strong>Universitas</strong> Udayana (1998) dan kini sedang mengikuti pendidikan doktor linguistik diuniversitas yang sama dengan minat utama pada semantik. Puluhan artikelnya telah dimuat diberbagai jurnal linguistik.5. Ikhwanuddin NasutionIkhwanuddin Nasution lahir di P. Sidempuan, 25 September 1962. Beliau adalah staf pengajar diFakultas Sastra USU dalam bidang sastra. Beliau menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) padafakultas yang sama pada tahun 1986, pendidikan lanjutan (S-2) di Program Pascasarjana <strong>Universitas</strong>Udayana, Bali pada tahun 2000, dan Pendidikan Doktor (S-3) pada Program Studi Kajian Budaya,Pengutamaan Estetika Sastra Program Pascasarjana <strong>Universitas</strong> Udayana pada tahun 2007. Beliauaktif menulis di berbagai jurnal.6. Marini Nova Siska Naibaho dan DardanilaMarini Nova Siska Naibaho lahir di Medan 9 november 1984. Menyelesaikan pendidikan sarjana(S-1) di Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Departemen Sastra Indonesia Fakultas SastraUSU pada tahun 2007.Dardanila lahir di Takengon 31 Maret 1961. Beliau adalah staf pengajar di Fakultas Sastra USUdalam bidang linguistik. Beliau menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada fakultas yang samapada tahun 1985 dan pendidikan lanjutan (S-2) pada Program Pascasarjana <strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong><strong>Utara</strong> pada tahun 2004. Beliau aktif mengikuti seminar baik nasional maupun internasional.


Halaman 137❏ Eddy SetiaTerjemahan, Permasalahan, dan BeberapaPendekatan7. Jekmen SinulinggaJekmen Sinulingga lahir di Kutajulu 26 Juni 1962 adalah staf pengajar di Fakultas Sastra USUdalam bidang linguistik. Beliau menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) di fakultas yang sama padatahun 1986 dan menyelesaikan pendidikan lanjutan (S-2) di Pascasarjana <strong>Universitas</strong> Udayana padatahun 2007.8. Eddy SetiaEddy Setia lahir di Stabat 12 April 1957 adalah staf pengajar Departemen Sastra Inggris FakultasSastra USU. Menyelesaikan pendidikan Sarjana di Fakultas Sastra USU pada tahun 1982 danmenyelesaikan pendidikan magister dalam bidang Teaching English for Specific Purposes (TESP)(1991) di University of Exeter, Inggris pada tahun 1991.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!