13.07.2015 Views

TRANSPARANSI KEBIJAKAN IMPOR - Direktorat Jenderal KPI

TRANSPARANSI KEBIJAKAN IMPOR - Direktorat Jenderal KPI

TRANSPARANSI KEBIJAKAN IMPOR - Direktorat Jenderal KPI

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

F A S I L I T A S I D A N A T U R A N P E R D A G A N G A NP R O S E D U R N O T I F I K A S I W T OU N T U KT R ANSPARANSIKEBIJA K AN <strong>IMPOR</strong>T E R K A I T B I D A N G P E R D A G A N G A NKEWAJIBAN POKOK INDONESIA SEBAGAI ANGGOTAORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA(WORLD TRADE ORGANIZATION)SULISTYO WIDAYANTO ©ANALIS <strong>KEBIJAKAN</strong> PERDAGANGANDIREKTORAT KERJASAMA MULTILATERALDIREKTORAT JENDERAL KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONALKEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA – 2011


Buku ini adalah tinjauan atas salah satu pelaksanaan kerjasama perdaganganmultilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasiterkait kebijakan impor. Tujuan umumnya adalah memberi gambaran bagi parapembaca mengenai aspekaspek notifikasi baik dari sisi tujuan, kemanfaatan, danmekanismenya. Tujuan khususnya adalah sebagai pengantar atas tata cara melakukannotifikasi sebagaimana ditetapkan oleh Persetujuan Import Licensing Procedure WTO.Pemahaman mengenai notifikasi ini perlu untuk mengamankan kebijakan impor yangterkati bidang perdagangan dengan memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh WTO.Diterbitkan oleh :<strong>Direktorat</strong> Kerjasama MultilateralDitjen Kerjasama Perdagangan InternasionalKementerian PerdaganganGedung II Lantai 7, Jalan M.I. Ridwan Rais 5, Jakarta 10110Telepon +6221-3840139 • Fax +6221-3847273Website: http://ditjenkpi.depdag.go.id/September 2011ii


Daftar IsiKata Pengantar ...…………………………………………………BAGIAN Iv<strong>KEBIJAKAN</strong> <strong>IMPOR</strong> DALAM SISTEM PERDAGANGAN 1MULTILATERAL.......................................................…………..A. Kebijakan Perdagangan tentang Persetujuan Ijin Impor…......... 1B. Penggolongan Jenis Tata Niaga Impor..............…………..…... 4C. Kebijakan Impor RI. …………………….................................... 8BAGIAN II KETENTUAN UMUM PROSEDUR NOTIFIKASI ………. 10A. Pemahaman Umum Prosedur Notifikasi …………………..... 10B. Pokok-pokok Substansi Ijin Impor................................................. 13BAGIAN IIIBAGIAN IVTATA CARA PERSYARATAN KEWAJIBAN NOTIFIKASI 15<strong>KEBIJAKAN</strong> <strong>IMPOR</strong>......................…………………………….A. Jenis Kebijakan yang Wajib di Notifikasi …………………… 15B. Kewajiban Notifikasi Kebijakan Impor ....…………………..... 17C. Matriks Kewajiban Notifikasi Agreement on Imoprt Licensing 18Procedures WTO…………………………………………......PASAL-PASAL AGREEMENT on <strong>IMPOR</strong>T LICENSING 19PROCEDURES YANG MEMUAT KETENTUANTENTANG NOTIFIKASI………………………………….....Notifikasi menurut Pasal 1.4(a)…………………………………... 19Prosedur-prosedur Tinjauan Kebijakan menurut Pasal 7.1............... 20Notifikasi menurut Pasal 7.3................................................................... 20Notifikasi menurut Pasal 8.2(b).............................................................. 20Kuesioner tentang Prosedur Perijinan Impor Annex …………... 21BAGIAN VPERSETUJUAN TENTANG PROSEDURPERSETUJUAN <strong>IMPOR</strong> …………………………………….25BAGIAN VICONTOH NOTIFIKASI <strong>KEBIJAKAN</strong> DAN33PERATURAN TERKAIT IJIN <strong>IMPOR</strong> ………………...…..A. Contoh Notifikasi Catatan Kaki No. 5 Pasal 2 Ayat 2 ……… 33B. Contoh Notifikasi Menurut Pasal 1.4(A) Dan 8.2(B) ……….... 33C. Contoh Notifikasi Jawaban Untuk Kuesioner Prosedur 35Perijinan Impor …………………………....................................D. Contoh Notifikasi Pasal 5.1-5.4 tentang Prosedur Pengajuan 35Perijinan …………………………………………………….E. Contoh Notifikasi Pasal 5.5 tentang Notifikasi Kebijakan Impor 35Negara Lain………………………………………........F. Contoh Notifikasi Questions and Replies on Import Licensing 36WTO…………………………………………..….BAGIAN VIBADAN-BADAN WTO TUJUAN NOTIFIKASI DANLEMBAGA NOTIFIKASI DI INDONESIA ……………….37iii


A. Badan Badan WTO Tujuan Notifikasi ……………………... 37B. Lembaga Notifikasi di Indonesia ………………………….... 38LAMPIRAN :Contoh Notifikasi Import Licensing Berdasarkan Pasal 1.4(A) dan Pasal 8.2(B) 41Agreement on Import Licensing…………………………………………………………Contoh Notifikasi Import Licensing Berdasarkan Pasal 7.3 Agreement on Import43Licensing…………………………………………………………………………......Contoh Notifikasi Import Licensing Berdasarkan Pasal 5.1-5.4 Agreement on Import 47Licensing…………………………………………….......................................................Contoh Notifikasi Questions and Replies on Import Licensing……………………............... 53iv


KATA PENGANTARIndonesia adalah salah satu pendiri /orginal member dari Organisasi Perdagangan Duniaatau World Trade Organization (WTO) yang secara resmi berdiri sejak 1 Januari 1995. WTO adalahsebutan nama bagi satu-satunya organisasi perdagangan multilateral dan sekaligus sebagai sebutanuntuk nama perangkat ketentuan perdagangan multilateral yang menjadi pedoman bagipembuatan kebijakan terkait bidang perdagangan. Persetujuan WTO mencakup seperangkatkesepakatan tentang hak-hak para anggotanya untuk mengatur dan membuat sendiri peraturanpelaksana dalam rangka memperluas, mempertahankan dan mengamankan hak-hak akses pasarekspornya di seluruh anggota WTO dan pengamanan akses pasar domestik. WTO menetapkanpedoman pembuatan kebijakan mengenai tata cara perlindungan dan pengamanan konsumen danindustri dalam negeri dari persaingan dengan produk impor.Anggota WTO menyepakati bahwa setiap kebijakan terkait bidang perdagangan yangdituangkan ke dalam undang-undang, peraturan, maupun regulasi wajib dilakukan melaluiprosedur yang transparan sehingga Anggota WTO lainnya dapat mengetahuinya. Prosedurtransparansi pembuatan kebijakan perdagangan ini ditempuh melalui kegiatan notifikasi yaknikewajiban untuk menyampaikan, menyebarluaskan, mengumumkan dan mempublikasikan setiaptindakan, kebijakan, perundang-undangan, dan peraturan menyangkut perdagangan baik yangakan, sedang, atau telah diterapkan dan atau diubah.Pemenuhan kewajiban notifikasi ini penting karena Ketentuan WTO adalah bagian dariperundang-undangan nasional Indonesia yakni dengan telah diratifikasinya Ketentuan WTO kedalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 Pengesahan Agreement Establishing the World TradeOrganization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Melalui notifikasiIndonesia mengamankan dan memanfaatkan ketentuan WTO dan sekaligus merupakanpernyataan kepada dunia bahwa iklim usaha di Indonesia terprediksi dan dapat dipercaya. Salahsatu instrument kebijakan perdagangan yang wajib diamankan adalah kebijakan terkait bidangimpor sebagai gerbang depan akses pasar domestik Indonesia. Oleh karena itu, pemenuhankewajiban notifikasi terkait kebijakan impor secara benar dan mengikuti prosedur yang berlaku diWTO menjadi syarat mutlak. Hal ini berlaku demi pengamanan ekonomi nasional.Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, untuk mempermudah pemenuhan kewajibannotifikasi kebijakan impor maka disusun buku pedoman teknis mengenai Tata Cara NotifikasiWTO tentang Kebijakan Impor terkait bidang perdagangan. Buku pedoman ini bertujuanmemberikan pemahaman di kalangan pejabat mengenai ketentuan di dalam Agreement on ImportLicensing WTO, beserta kewajiban notifikasi. Pemahaman mengenai notifikasi Tata Niaga Imporini juga bermanfaat untuk mengidentifikasi karakteristik pembuatan peraturan di bidang perijinanimpor baik untuk kepentingan verifikasi, pembuatan regulasi serta peraturan. Pengenalankarakteristik kebijakan impor akan memudahkan pembuat kebijakan menetapkan prosedurlangkah-langkah pembuatan peraturan impor dan koordinasi antar instansi pemerintah terkait.Jakarta, September 2011Sulistyo Widayanto 1 ©1 Isi buku ini semata adalah pengungkapan pikiran atas nama pribadi penuilis Sulistyo Widayanto(wsulistyo@gmail.com) dan tidak serta merta dapat dianggap mewakili pandangan Kementerian Perdagangan atauPemerintah Republik Indonesia. Mengutip atau meng-copy sebagian isi dari buku ini diperkenankan sepanjangmencantumkan nama penulis sebagai pemegang hak cipta yang dilindungi Undang – Undang. ©v


Bagian<strong>KEBIJAKAN</strong> <strong>IMPOR</strong> DALAM SISTEMPERDAGANGAN MULTILATERAL1Indonesia sebagai anggota World Trade Organization (WTO) harus memperoleh kemanfaatandari keanggotaannya di dalam organisasi tersebut. Persetujuan WTO mencakup seperangkatkesepakatan tentang hak-hak para anggotanya untuk mengatur dan membuat sendiri peraturanpelaksana dalam rangka memperluas, mempertahankan dan mengamankan hak-hak akses pasarekspornya di seluruh anggota WTO dan pengamanan akses pasar domestik. WTO menetapkanpedoman pembuatan kebijakan mengenai tata cara perlindungan dan pengamanan konsumen danindustri domestic dari persaingan dengan produk impor. Cara pemanfaatan terbaik diantaranya adalahmemahami prosedur, tatacara berikut pengimplementasian pengaturan perdagangan terkait denganaspek penerbitan ijin impor.A. Kebijakan Perdagangan tentang Persetujuan Ijin ImporSejak menjadi anggota WTO – Indonesia telah melaksanakan penyesuaianberbagai peraturan kebijakan perdagangannya menurut ketentuan World TradeOrganization/WTO. Kebijakan perdagangan yang menyangkut perijinan import (importlicensing) termasuk salah satu peraturan yang harus berpedoman pada Persetujuan tentangPerijinan Impor (Agreement on Import Licensing WTO atau disebut juga dengan istilah ImportLicensing Agreement/ILA. Persetujuan ini mengharuskan setiap Anggota membuatperaturan kebijakan impor sesederhana mungkin, transparan, proses cepat, danterprediksi. Meskipun demikian, upaya penyesuaian kebijakan impor tersebut menghadapibeberapa kendala.1. Transparansi sebagai Tuntutan Era Perdagangan GlobalIndonesia mempunyai kedudukan penting dalam pergaulan perdaganganinternasional. Salah satu buktinya adalah bahwa Indonesia termasuk ke dalam kelompoknegara G-20 2 . Sebagai forum ekonomi, G-20 saat ini lebih banyak menjadi ajangkonsultasi dan kerja sama hal-hal yang berkaitan dengan sistem moneter internasional.Meskipun demikian, dalam prakteknya aspek perdagangan menjadi issue yang jauh lebih2G-20 atau Kelompok 20 ekonomi utama adalah kelompok 19 negara dengan perekonomianbesar di dunia ditambah dengan Uni Eropa. Secara resmi G-20 dinamakan The Group of Twenty (G-20)Finance Ministers and Central Bank Governors atau Kelompok Duapuluh Menteri Keuangan dan GubernurBank Sentral. Kelompok ini dibentuk tahun 1999 sebagai forum yang secara sistematis menghimpunkekuatan-kekuatan ekonomi maju dan berkembang untuk membahas isu-isu penting perekonomian dunia.Tujuan pembentukan G-20 ini adalah untuk mewadahi Negara industri dan berkembang secara bersamasama mendiskusikan berbagai masalah kunci di bidang ekonomi dunia. Latar belakang pembentukan forumini berawal dari terjadinya Krisis Keuangan 1998 dan pendapat yang muncul pada forum G-7 mengenaikurang efektifnya pertemuan itu bila tidak melibatkan kekuatan-kekuatan ekonomi lain agar keputusankeputusanyang mereka buat memiliki pengaruh yang lebih besar dan mendengarkan kepentingankepentinganyang barangkali tidak tercakup dalam kelompok kecil itu. Kelompok ini menghimpun hampir90% GNP dunia, 80% total perdagangan dunia dan dua per tiga penduduk dunia. Sumber informasiwebsite Wikipedia dalam http://id.wikipedia.org/wiki/G-20_ekonomi_utama [9 Desember 2009]


menonjol dibanding aspek moneternya. Di antara anggota G- 20 terdapat pertemuanyang teratur untuk mengkaji, meninjau, dan mendorong diskusi di antara negara industrimaju dan sedang berkembang terkemuka mengenai kebijakan-kebijakan yang mengarahpada stabilitas keuangan internasional dan mencari upaya-upaya pemecahan masalah yangtidak dapat diatasi oleh satu negara tertentu saja terutama masalah kebijakan impor yangmenyangkut akses pasar.Kebijakan impor Indonesia akan selalu menjadi perhatian utama dunia. Haltersebut terkait dengan besar dan luasnya kondisi dan potensi pasar dalam negeri yangterus bertumbuh yang dimiliki Bangsa Indonesia. Kebijakan impor hampir selalu menjadiissue yang sangat sensitive terutama bila dikaitkan dengan upaya liberalisasi hubungankerjasama perdagangan internasional. Kebijakan impor Indonesia akan secara langsungakan berpengaruh terhadap kelancaran arus akses pasar ekspor negara lain yang terikatperjanjian perdagangan dengan Indonesia. Di Indonesia tujuan pembuatan kebijakanimpor disusun berdasarkan pada upaya perlindungan kepentingan nasional yang terkaitdengan aspek kesehatan keselamatan, keamanan, lingkungan hidup dan moral bangsa.Keterikatan pada kerjasama perdagangan internasional WTO telah menuntut agarIndonesia bersikap transparan dalam pembuatan kebijakan impor. Pada saat yang sama,tuntutan transparansi juga datang dari pemangku dalam negeri terutama importir. Didunia yang teknologi informasinya semakin maju hampir tidak ada lagi ruang untukmenyembunyikan informasi. Oleh karena itu pemenuhan kewajiban notifikasi 3 sangatrelevan untuk memenuhi tuntutan transparansi.2. Wilayah Kepabeanan Indonesia adalah Pasar DuniaDi dunia ini selalu ada dua pandangan berlawanan tentang kesepakatanperdagangan dunia WTO. Satu pihak menganggap bahwa kesepakatan perdagangandunia itu sebagai ancaman, namun satu pihak lainnya justru menganggap sebagai peluangbagi perkembangan industri domestik. Keduanya tidak ada yang salah.Mempertentangkan keduanya menjadi tidak relevan lagi, karena faktanya WTO telahmenjadi rejim perdagangan dunia sehingga pasar domestik setiap Anggota WTOterintegrasi ke dalam pasar dunia. Hal yang harus disadari saat ini adalah bahwa sejakmenjadi anggota WTO, dunia adalah pasar ekspor produk Indonesia dan sebaliknyaIndonesia adalah pasar tujuan ekspor seluruh Anggota WTO. Oleh karena itu setiapperubahan kebijakan impor di Indonesia otomatis akan serta merta mendapat tanggapanAnggota WTO karena berarti pula perubahan terhadap akses pasar produk mereka.Reaksi terhadap perubahan kebijakan impor adalah suatu hal yang wajar. Setiap anggotaWTO termasuk Indonesia mempunyai kepentingan untuk diyakinkan agar setiapkebijakan impor Anggota WTO harus fair, tidak digunakan sebagai proteksi terselubungyang dapat mendistorsi pasar dan konsisten dengan Agreement on Import Licensing Procedures.Kebijakan impor Indonesia tidak hanya menjadi perhatian negara mitra dagangtetapi juga pemangku kepentingan dalam negeri. Tidak transparannya pembuatankebijakan impor akan mudah menimbulkan dugaan bahwa kebijakan itu dibuat demi3 Notifikasi adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota WTO untuk mengumumkan danmempublikasikan setiap kebijakan, perundang-undangan, dan peraturan yang menyangkut perdagangan yang akanditerapkan. Notifikasi ini dilakukan oleh setiap anggota WTO ke Sekretariat WTO. Notifikasi ini dilakukan berdasarsubject dan diatur menurut masing-masing jenis kebijakan, namun demikian anggota WTO tidak dapat dituntut atasnotikasi yang dilakukan. Ketentuan notifikasi WTO secara umum di atur dalam Decision on Notifications Procedures. TheLegal Text. The Results of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, Cambride University Press,2003, p.388 - 389.2


mendukung keuntungan sekelompok kepentingan tertentu saja. Melalui media massa,masyarakat non-produsen hingga anggota DPR bahkan mudah mengeluarkan kecamanterhadap kebijakan impor. Masalah domestik pada akhirnya juga akan menjadi masalahinternasional. Terganggunya kinerja impor akan mengganggu pula kinerja suplai ekspornegara mitra dagang. Importir dalam negeri seringkali merupakan representasi dari posisinegara mitra dagang yang mengekspor ke Indonesia.3. Kebijakan Impor sebagai Instrument PengamananPemerintah RI memanfaatkan kebijakan impor sebagai instrument strategis untukmenjaga kepentingan ekonomi dan sosial yang lebih luas. Penerbitan kebijakan impordipakai sebagai instrumen menertibkan arus barang masuk memagari kepentingannasional dari pengaruh masuknya barang-barang negara lain. Pemerintah mendapatmandat dalam membuat kebijakan impor untuk memagari kepentingan nasional dengantujuan untuk menjaga dan mengamankan dari aspek K3LM (Kesehatan Keselamatan,Keamanan, Lingkungan Hidup dan Moral Bangsa), melindungi dan meningkatkanpendapatan petani, mendorong penggunaan dalam negeri, dan meningkatkan ekspor non– migas. 4Namun demikian, dalam pelaksanaannya banyak pejabat Pemerintah mengalamikesulitan menghadapi kritik dan kecaman baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.Sejumlah peraturan impor masih dianggap bermasalah baik oleh negara mitra dagangmaupun dari pemangku kepentingan dalam negeri. Negara mitra dagang menganggapbahwa kebijakan impor Indonesia sebagai proteksi terselubung dan mendistorsi pasar.Dalam sidang ILA – WTO, tanggal 30 April 2009, sejumlah negara mitra dagang utamayakni Amerika Serikat, Uni Eropa dan Canada mempermasalahkan PermendagNo.56/M-DAG/PER/12/2008 tentang ketentuan impor untuk produk-produk tertentu.Ketiganya meminta klarifikasi atas kebijakan No.56/2008 tersebut karena merekamengganggap bahwa kebijakan itu tidak bertujuan untuk import licensing procedures.Amerika Serikat juga masih mempermasalahkan peraturan impor tekstil sebagaimanatermuat di dalam SK No. 732/MPP/Kep/10/2002 dan bersama Kanada memintaklarifikasi tertulis dengan tumpang tindihnya peraturan tersebut dengan Permendag No.56/2008. Indonesia diminta untuk menyesuaikan dengan ketentuan WTO karenaperaturan tersebut karena mendistorsi pasar dan tidak konsisten dengan ILA WTO demimemproteksi industri tekstil domestik.Kebijakan impor beras juga dipertanyakan oleh Thailand yakni SuratKeputusan/SK Departemen Perdagangan No. 1718/M-DAG/XII/2005 mengenai tataniaga impor beras untuk melindungi petani pada saat musim panen. SK larangan imporberas pada musim panen demi melindungi petani ini tidak merujuk ketentuan WTO yangberlaku. Dalam sidang tersebut Thailand menyatakan belum menerima jawaban tertulisatas pertanyaan yang mereka sampaikan melalui WTO.Intensitas tuntutan transparansi kebijakan impor Indonesia sebagaimanatercermin dalam Sidang Committee on Import Licensing Procedures WTO tersebutmemperlihatkan bahwa Pemerintah RI menghadapi kesulitan dalam menanggapinyaterutama jika dikaitkan dengan komitmen persetujuan perdagangan dunia WTO.4 Pengertian kebijakan impor dan K3LM diambil dari definisi Barang Larangan dan Pembatasan Impor dari websiteBea dan Cukai dalamhttp://beacukaibatam.net/index.php?option=com_content&view=article&id=139&Itemid=107&showall=1 [13Desember 2009].3


Semestinya kesulitan itu tidak perlu ada ada mengingat adanya mandat dan tujuan yangjelas dalam pembuatan kebijakan impor.Munculnya berbagai masalah tersebut kemungkinan diduga berasal dari adanyakendala mentransformasikan garis-garis besar ketentuan Import Licensing WTO kedalam bentuk peraturan pelaksananya. Masalah tersebut juga diperberat olehkompleksitas ketentuan AIL - WTO, belum meratanya pengetahuan mengenai ILA -WTO, sering terjadinya pergantian struktur dan pejabat pemerintah; serta adanya kendalateknis untuk pembuatan dan penyebarluasan peraturan.B. Penggolongan Jenis Kebijakan Tata Niaga Impor.Kebijakan tata niaga impor dapat dikatakan sebagai kebijakan dengan bebanterberat di era WTO. Kebijakan ini disebut klasik karena ketentuan tata niaga imporberdasarkan ILA adalah pengaturan kebijakan perdagangan barang.1. Komitmen RI tentang Akses Pasar Barang di WTO.Dalam sejarahnya, sebelum WTO Indonesia hanya mengikat tarif (bound) hanya9,4 persen dari keseluruhan tariff. Namun sejak berlakunya WTO 1 Januari 1995,Indonesia mengikatkan dalam komitmen perdagangan barangnya dengan memperluasmenjadi 94,6 persen dari keseluruhan tarif produk barang. Dengan komitmen tersebutterdapat 8877 jenis produk diikat pada level tertinggi sebesar 40 persen dan tidak bolehlebih tinggi lagi. Tarif tertinggi terikat rata rata dalam komitmen Indonesia adalah dibawah 40 persen kecuali untuk komoditi pertanian. Tarif terikat rata-rata sebesar 40persen pada saat itu dianggap cukup memadai untuk melindungi industridomestik. 5 Daftar komitmen RI mengenai akses perdagangan barang terdapat di dalambuku yang disebut Schedudle of Market Access Commitmen on Goods – XXI atau dikenaldengan Schedule XXI. 6Indonesia tidak mengkonsesikan seluruh produk industrinya dalam komitmenkesepakatan WTO. Masih terdapat sebanyak 505 jenis tarif yang sebagian besar termasukdalajm kendaraan bermotor dan baja. Sektor lainnya yang dikecualikan dari ketentuanimport WTO adalah pesawat terbang, senjata dan amunisi, barang kesenian dan barangantik, serta rambut palsu dan bunga artifisial. Indonesia juga berkomitmen untukmenghapus 171 surcharges selama 10 (sepuluh) tahun yang berakhir hingga tahun 2004. 7Di bidang non-tariff import barriers (NTBs) Indonesia berkomitmen untukmenghapus 98 jenis non-tariff import barriers selama 10 tahun dan berakhir tahun 2004.Komitmen RI ke WTO untuk menghapus NTBs ini menyangkut produk besi dan baja.Meskipun demikian, RI mengecualikan dalam komitmennya untuk tidak menghapus 90item jenis NTBs yang sebagian besarnya adalah kendaraan bermotor dan sektor baja.Indonesia juga mengecualikan sejumlah regulasi impor seperti persyaratan untuk5 Lihat tulisan Stephen L. Magiera, Reading in Indonesia Trade Policy 1991 – 2002, dalam artikel mengenai TheUruguay Round: Indonesia’s Market Access Offer for Industrial Commodities, USAID – Trade Implementation Policy Projects, Jakarta2003, page 27 – 1 – 3.6 Daftar Schedule XXI dapat diakses dalam website <strong>Direktorat</strong> <strong>Jenderal</strong> <strong>KPI</strong> dalamhttp://ditjenkpi.depdag.go.id7 Stephen L. Magiera, op.cit.4


mendapatkan persetujuan pemerintah sebelum melakukan impor dan impor barangmodal tidak dalam keadaan baru. 82. Perijinan Impor Otomatis.Agreement on Import Licensing Procedures membedakan jenis perijinan imporberdasarkan peruntukan pihak yang berhak mendapatkan ijin dan jangka waktupemrosesan pengurusan perijinan. Kedua jenis kebijakan prosedur perijinan didalam ILA,yaitu peraturan yang bersifat Automatic; dan yang Non-automatic Licensing. Menurut Artikel2 ILA, Automatic Import Licensing menjabarkan bahwa setiap permohonan terhadapkebijakan impor harus diperlakukan sama karena apabila tidak akan menjadi sebuahbatasan/restrictive by-laws. Tujuan dari AIL otomatis ini secara umum dapat dikatakansebagai pendukung keperluan sistem statistik.Definisi perijinan import otomatis adalah perijinan yang dapat diberikan secarauntuk pengimporan secara umum dan perijinan otomatis ini keperluan statistik danpengumpulan informasi aktual. Pasal 2.1 Persetujuan Prosedur Perijinan Impor WTOmenyebutkan:“...automatic import licensing (licensing maintained to collect statistical and other factualinformation on import) is defined as import licensing where the approval of the application isgranted in all cases..” 9Terdapat prakondisi untuk menggolongkan suatu perijinan impor sebagaiotomatis yakni jika terpenuhi persyaratan bahwa prosedur perijinan otomatis tersebuttidak diatur sedemikian rupa sehingga menimbulkan dampak yang menghambat impor.Perijinan tersebut juga tidak boleh mendiskriminasi pemohon ijin. Setiap orang dalam halini berhak untuk mendapatkan ijin impor dan mengajukan permohonan untukmendapatkan ijin asal memenuhi ketentuan hukum yang berlaku.Pemberian Persetujuan Impor otomatis menurut Pasal 2.2.a harus memenuhiketentuan bahwa persetujuan tersebut dapat diberikan kapan saja pada hari kerja sebelumpelaksanaan pemeriksaan kepabeanan dan jangka waktu penerbitan proses pemberian ijinharus sudah diselesaikan dalam waktu sepuluh hari kerja. Adapun Pasal 2.2.bmenyebutkan bahwa perijinan impor otomatis diperlukan hanya jika prosedur lainnyatidak ada dan harus segera dihapuskan kalau ketentuan untuk pengaturan administratifbaru sudah tersedia 10 atau“..automatic import licensing may be necessary whenever other appropriate procedures are notavailable. It is to be removed as soon as the circumstances which have given rise to itsintroduction no longer prevail..”3. Pemberian ijin impor Non-automatic Import Licensing.Pasal 3.1 Persetujuan Prosedur Perijinan Impor menyebutkan pengertianperijinan impor non-otomatis sebagai pemberian perijinan impor yang tidak termasuk didalam definiisi perijinan impor otomatis. Sasaran penggunaan persetujuan non-otomatis8 Stephen L Magiera, ibid.9 Diambil dari presentasi Sam Laird, Import Licensing, The World Bank Office Jakarta and Ministry of TradeJakarta, 10-11 December 2009.10 Untuk memperjelas pemahaman tentang persyaratan perijinan import otomatis ini agar diperiksa lagiAgreement on Import Licensing Procedures WTO dalam versi bahasa Inggris. Tulisan ini melampirkan versi Bahasa Indonesiadari Persetujuan Prosedur Perijinan Impor WTO.5


ini adalah untuk mengatur dan mengadministrasikan tata niaga dalam bentuk pembatasankuantitatif yang sesuai ketentuan hukum WTO.Ketentuan yang harus dipenuhi dalam pemberian ijin impor non-otomatis adalahbahwa tidak boleh menimbulkan dampak yang menghambat dan mendistorsiperdagangan. Pasal 3.2 menyebutkan bahwa perizinan non-otomatis tidak bolehberakibat membatasi atau menggangu impor yang menambah pembatasan yang sudahada. Prosedur-prosedur perizinan non-otomatis harus, dari segi ruang lingkup dan masaberlakunya, sesuai dengan tindakan yang dilaksanakan dengan prosedur tersebut, danharus tidak lebih membebankan secara administratif daripada yang sungguh-sungguhperlu untuk mengatur tindakan yang bersangkutan.Ketentuan lainnya yang berlaku adalah bahwa tiap kebijakan impor non-otomatisharus dipublikasikan dan memuat informasi mengenai tujuan, pengecualian, jumlahkuota, tanggal pembukaan dan penutupan dan pengaturan tentang pengalokasianpemberian kuota kepada negara. Publikasi itu harus diumumkan setidaknya 21 harisebelum tanggal berlaku efektif. Pasal 3.5.e menyebutkan bahwa tidak boleh adadiskriminasi pemberian ijin. Setiap penolakan harus disertai dengan penjelasan daripejabat berwenang dan pemohon berhak mengajukan banding. Proses pengajuanpermohonan harus selesai dalam 30 hari. Namun demikian, untuk persetujuanpermohonan secara simultan dapat diberikan dalam jangka waktu tidak lebih dari 60 hari.Peraturan impor non-otomatis ini menjadi pilihan bagi negara untuk menjagamengawasi arus asal barang impor, dan juga dipilih untuk mengendalikan arus importbarang (misalnya: quota). Biasanya ijin impor non-otomatis ini diberlakukan antara lainterhadap impor tumbuhan dan hewan, barang berbahaya, bahan peledak, barang yangdiawasi seperti minuman beralkohol, bahan kimia serta limbah berbahaya.Non-automatic Import Licensing (NAL) dibuat untuk mengendalikan arusbarang masuk. Umumnya tindakan yang dilakukan sebagai pelaksanaan dari NAL iniberbentuk kuota atau Quantitive Restriction (QR). Tindakan pembatasan impor melaluialokasi kuantitative ini dilakukan Pemerintah antara lain untuk melindungi “balance ofpayment”, melindungi produsen dalam negeri yang menghasilkan produk sejenis denganbarang yang diimpor, dan atau untuk mengendalikan impor bahan penolong yang bersifatmultifungsi dan terdapat potensi untuk disalahgunakan bagi tindakan yangmembahayakan. Meskipun QR ini harus diterapkan secara bijaksana dan fair, serta harusmost favored nations atau tanpa ada pengecualian. Penerapan tindakan QR harusdigunakan secara hati-hati berdasarkan alasan-alasan tertentu yang logis terutama bilayang digunakan adalah alasan untuk menjaga kepentingan “Public Morals”. Alasan agamatidak dapat digunakan. Pembatasan kuantative sering digunakan sebagai filter untukproduk yang tarif bea masuknya sudah 0%.C. Kebijakan Impor RIDimuka telah sekilas disebutkan bahwa kebijakan Impor RI merupakan bagiandari kebijakan perdagangan untuk memagari kepentingan nasional dari pengaruhmasuknya barang-barang impor negara lain. Memagari kepentingan nasional yangdimaksud adalah memagari kepentingan nasional terhadap faktor-faktor kesehatan,keselamatan, keamanan, lingkungan hidup dan moral bangsa. Pemerintah mendapatmandat dalam membuat kebijakan impor untuk memagari kepentingan nasional dengantujuan untuk menjaga dan mengamankan dari aspek K3LM (Kesehatan Keselamatan,6


Keamanan, Lingkungan Hidup dan Moral Bangsa), melindungi dan meningkatkanpendapatan petani, mendorong penggunaan dalam negeri, dan meningkatkan ekspor non– migas.a. Dasar Rujukan HukumDasar hukum yang dipakai sebagai acuan pembuatan kebijakan impor adalahKeputusan Presiden No. 260 Tahun 1967 tentang Penegasan Tugas dan Tanggung JawabMenteri Perdagangan dalam Bidang Perdagangan Luar Negeri. Keputusan MenteriPerindustrian dan Perdagangan RI No. 229/MPP/Kep/7/1997 tentang KetentuanUmum di Bidang Impor. Keputusan lain yang menjadi dasar hukum kebijakan imporadalah Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 230/MPP/Kep/7/1997mengenai Barang yang diatur tata niaga impornya. Kesepakatan Persetujuan WTO dalamhal ini Agreement on Import Licensing Procedures dan GATT 1994 meskipun tidaksemuanya tersurat dalam kebijakan impor namun juga menjadi acuan karena telahdiratifikasinya Ketentuan WTO dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 mengenaiPengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (OrganisasiPerdagangan Dunia).Kebijakan Nasional Lainnya, antara lain Undang-Undang No.23/1997 tentangLingkungan Hidup, Undang-Undang No.22/1997 tentang Narkotika. Dan Undang-Undang No.8/1992 tentang Perlindungan Konsumen.Pembuatan peraturan dan Penetapan kebijakan impor Indonesia dilakukandengan rujukan berdasarkan WTO Rules: Artikel XX (General Exceptions), Artikel XXI(Security Exceptions), AIL, Konvensi-konvensi internasional; dan Kebijakan Nasionalterkait lainnya. Perumusan kebijakan impor dilakukan melalui persiapan bahanpertimbangan keputusan berupa masukan dari Stakeholders (swasta, LSM, anggota DPRdan masyarakat umum) kemudian melakukan analisa dampak dari sebuah keputusan.Berdasarkan jenisnya, kebijakan impor Indonesia yang dikategorikan sebagaiAutomatic Licensing adalah sebesar + 91,4 % (dari seluruh pos HS Indonesia). Sisanya adalahkebijakan jenis Non-automatic licensing adalah sebesar + 8,6% yang diberlakukan terhadapsejumlah komoditi barang seperti minuman beralkohol, Nitrocellulose (bahan peledak),beras, prekursor, cakram optik dan intankasar.b. Tantangan Pelaksanaan Mandat dalam Kebijakan Impor RI.Di dalam pelaksanaannya, kebijakan impor RI sering mengundang pertanyaan darinegara mitra dagang baik untuk sekedar permintaan klarifikasi, penjelasan, atau tuntutanagar kebijakan yang dibuat harus segera dicabut. Menghadapi masalah seperti ini, pejabatIndonesia dituntut untuk mampu memberikan tanggapan tanpa mengorbankan mandatuntuk melindungi kepentingan nasional. Meskipun demikian, sering kalikekurangpahaman Indonesia mengenai Agreement on Import Licensing WTO menyebabkanpejabat Indonesia mengalami kesulitan untuk menanggapinya. Akibatnya, negara yangmempertanyakan akan terus menerus mengejar jawaban dan dengan mencocokkanrujukan berdasar ILA.Ketidak jelasan pembedaan ijin impor otomatis dan non-otomatis ini jugamenyulitkan penjaga border yakni Pihak Bea Cukai untuk menentukan boleh tidaknyabarang masuk mengingat terdapat prosedur dan kelengkapan dokumen yang harusmenyertainya terutama yang menyangkut perijinan.7


Tidak ada yang bisa memungkiri bahwa kepentingan nasional harus diletakkan diatas segala-galanya termasuk dalam pembuatan kebijakan impor. Namun demikian,kebijakan RI dibuat dengan judul yang mudah mengundang reaksi negara mitra dagang.Beberapa kebijakan impor menggunakan formulasi nama kebijakan dengan terminologiterminologiyang termasuk sensitive di WTO dan ketidakcocokan alasan yang dipakaisebagai konsideran pembuatan kebijakan lisensi impor. Salah satu contohnya adalahKeputusan Menperindag No.64/MPP/Kep/9/2002 mengenai impor gula. Dalamkonsideran disebutkan bahwa tujuan dari pemerintah Indonesia mengeluarkan SKtersebut adalah untuk melindungi petani gula miskin, melindungi kesehatan masyarakatdan meningkatkan pendapatan petani gula di pedesaan. SK tersebut menggunakan dasarpertimbangan yang rancu dan tidak berkaitan langsung dengan AIL, karena konsideranyang dipakai adalah subsidi dan alasan untuk melindungi kesehatan adalah untuk SPS.Keadaan ini menimbulkan kecurigaan negara mitra dagang seolah Indonesia memilikirencana terselubung dibalik konsideran tersebut.Adapun contoh penggunaan terminologi yang sensitive dalam peristilahan WTOadalah Permendag No.56/M-DAG/PER/12/2008 tentang ketentuan impor untukproduk-produk tertentu. Judul tersebut sudah berbunyi dan mengindikasikan adanyadiskriminasi dan hambatan perdagangan tidak perlu. Padahal bila ditinjau lebih dalamPermendag No. 56 tersebut adalah pengaturan mengenai penunjukan pelabuhanpelabuhan tertentu sebagai akses pasar masuk barang impor. Penunjukan pelabuhan inilebih netral dan lebih dekat pengertian impor otomatis yang tujuannya adalah pengaturandan ketertiban administrasi. Tidak mengherankan bila semua negara mitra dagang yangmempunyai kepentingan perdagangan dengan Indonesia akan mudah bereaksi dan justruingin mengetahui lebih dalam dan rinci.Masalah lain yang sering menimbulkan kendala di bidang penerapan kebijakanimpor adalah seringkalinya terjadi perubahan peraturan impor. Hal yang sering tidakdisadari oleh pejabat adalah rujukan dari pejabat yang dianggap berwenang yang baru danadanya perbedaan waktu untuk melakukan penyesuaian daru aturan lama sertapendistribusian aturan baru tersebut ke seluruh wilayah Indonesia. Untuk mengatasimasalah-masalah tersebut di atas terdapat usulan untuk membentuk “export and importpolicy team” yang dipimpin oleh Menteri Keuangan dengan anggota dari KementerianPerdagangan, Keuangan, Pertanian, Ditjen Bea & Cukai, Badan Karantina. Tim iniberanggotakan pejabat pembuat kebijakan yang terkait dengan masalah impor. Meskipundemikian, hingga saat ini usulan tersebut belum mendapat tanggapan.c. Kebijakan Impor Mitra dagang sebagai Sumber Informasi PeluangKebijakan Import Licensing dalam kenyataannya tidak hanya dipakai sebagaiinstrument untuk melindungi industri dan pasar domestik, namun juga dapatdimanfaatkan untuk memperluas, mengamankan, dan meningkatkan akses pasar produkdomestik di luar negeri. Indonesia dapat menggunakan Import Licensing untuk membukaakses pasarnya. Cara terbaik untuk memanfaatkan Persetujuan Perijinan Impor WTOadalah secara agresif mempelajari peraturan Import Licensing yang dimiliki oleh negara lainmelalui notifikasi yang mereka lakukan.Terdapat ketentuan Persetujuan Perijinan Impor yang menyatakan adanyaperlakuan khusus (misalnya kemudahan dalam bentuk persyaratan atau waktu) yangdiberikan ke negara berkembang di dalam menerbitkan persetujuan Import Licensing. Hal8


ini bisa dijadikan “loop hole” karena, adanya kata-kata “special consideration” dimanapengertian “special consideration” tidak pernah diutarakan secara jelas.Apabila Indonesia menemukan ketidakkonsistenan import licensing dari negaramitra dagang, maka hal yang perlu dilakukan adalah mendiskusikan melalui pendekatanbilateral demi untuk mengamankan akses pasar terlebih dulu. Namun apabila pendekatanbilateral tidak membuahkan solusi maka bisa digunakan adalah pendekatan regional, danjika gagal maka yang terakhir perlu dilakukan adalah pendekatan multilateral.Pemanfaatan Persetujuan Perijinan Impor yang tidak kalah pentingnya adalahmempelajari dari cara negara lain merespon kebijakan impor yang dipermasalahkan olehnegara lain. Salah satu caranya adalah dengan memodifikasi peraturan yangdipermasalahkan atau dengan menyampaikan kembali notifikasi dengan format dantujuan yang berbeda. Hal semacam ini pernah dilakukan oleh Australia di dalam kondisiyang sangat noticeable oleh negara anggota lainnya.-- 000 ---9


BagianKETENTUAN UMUM PROSEDUR NOTIFIKASIA. Pemahaman Prosedur Notifikasi2Mengingat berbagai masalah kebijakan impor tersebut di atas, tulisan ini berupayauntuk mengulas masalah tantangan kebijakan impor Indonesia di forum WTO. Tulisanini bertujuan untuk mencari solusi masalah kesesuaian Pembuatan Kebijakan Importmenurut Agreement on Import Licensing. Tujuan lainnya adalah untuk memberikanpemahaman di kalangan pejabat mengenai ketentuan di dalam Agreement on Import LicensingWTO, beserta kewajiban notifikasi. Pemahaman mengenai agreement ILA WTO pentinguntuk dapat mengidentifikasi karakteristik pembuatan peraturan di bidang perijinanimpor baik untuk kepentingan verifikasi pra pengapalan maupun pembuatan regulasi.Pengenalan karakteristik kebijakan impor akan memudahkan pembuat kebijakanmenetapkan prosedur langkah-langkah pembuatan peraturan impor dan koordinasi antarinstansi pemerintah terkait.Kementerian Perdagangan bukan satu-satunya pembuat kebijakan impor. Namundemikian, Kementerian Perdagangan adalah pihak paling berkompeten denganpembuatan kebijakan impor dan harus mampu mengenali dan melaksanakan tugas-tugasyang bersifat koordinasi dalam pembuatan kebijakan menyangkut impor. Tulisan inidisusun untuk dapat memberi kontribusi untuk memperkecil dan meniadakan kendalakendaladidalam mentransformasikan garis-garis besar ketentuan AIL – WTO ke dalambentuk peraturan pelaksananya di Indonesia serta contoh-contoh dokumen notifikasiyang telah disampaikan RI ke WTO.1. Ketentuan Prosedur Notifikasi Tata Niaga Impor ke WTOPersetujuan tentang prosedur perijinan tata niaga impor (Agreement on ImportLicensing WTO ) sebagai bagian dari Kesepakatan WTO secara umum harus difahamisebagai pengaturan atas hak-hak yang setiap anggota dan sebagai pedoman dan acuandalam pembuatan peraturan pelaksana dari kebijakan impor yang akan diberlakukan.Indonesia dalam hal ini harus memandang Persetujuan Perijinan Impor WTO sebagaihak Indonesia untuk pelaksanaan tujuan kebijakan nasional yang terkait dengan baikuntuk menjaga K3LM maupun untuk tujuan terkait lainnya. Namun demikian,penggunaan hak pengaturan tata niaga impor itu memunculkan kewajiban yakni harussejalan dengan ketentuan Import Licensing WTO dan transparan melalui notifikasi.a. Definisi dan TujuanImport Licensing merupakan prosedur administratif yang digunakan sebagaipersyaratan didalam pengajuan permohonan atau dokumentasi tertentu kepada badanadministrasi yang berwenang dan harus dipenuhi sebelum proses impor barang.Persetujuan Import Licensing (ILA) adalah bagian dari Single Undertaking Putaran Uruguaydan terdapat di Annex A GATT – 1994. Definisi Import Licensing WTO menyebutkansebagai berikut:10


“...Import licensing can be defined as administrative procedures requiring submission of anapplication or other documentation (other than those required for customs purposes) to therelevant administrative body as prior condition for importation of goods..” 11Tujuan dari Import Licensing Agreement/ILA antara lain adalah untuk: a.mempermudah dan menjamin transparansi terhadap prosedur kebijakan impor, b. sistemadministrasi yang adil dan transparan dan, c. mencegah terjadinya efek restrictive dandistortive di dalam peraturan impor.“..The main objective of the Agreement are to simplify and bring transparency to importlicensing procedures, to ensure their fair and equitable application and administration, and toprevent procedures applied for granting import licenses for having in themselves, restrictive ordistortive effects on imports..”2. Dasar HukumSetiap anggota WTO wajib untuk menyampaikan notifikasi kebijakan imporsetiap satu tahun 1 (satu) kali setiap akhir bulan September. Notifikasi ini akan direviewoleh Committee on Import Licensing setiap 2 (dua) tahun satu kali. Keberadaan PersetujuanILA ini sering dirasakan sebagai beban yang merupakan tekanan negara maju terhadapnegara berkembang. Meskipun demikian, setiap anggota WTO yang merasa dirugikanakses pasarnya oleh kebijakan impor negara mitra dagangnya, maka anggota yangdirugikan tersebut dapat menggunakan notifikasi ini sebagai “sarana” untuk menekananggota WTO yang dituju dan terlebih lagi bagi anggota yang belum melakukankewajiban notifikasi mereka.Tidak melakukan notifikasi tidak serta merta bisa dapat dianggap sebagaipelanggaran terhadap ILA. Meskipun demikian, anggota yang tidak memenuhi kewajibannotifikasi tersebut suatu saat akan „dipaksa‟ untuk memenuhinya. Salah satu caramemaksa adalah dengan mengirimkan daftar pertanyaan mengenai kebijakan impor yangtidak dinotifikasikan. Tanpa melalui WTO setiap negara dapat memperoleh informasitentang kebijakan impor yang berlaku di negara mitra dagangnya melalui perwakilanmasing-masing. Keadaan ini dialami Indonesia.Melakukan notifikasi segera ke Sekretariat WTO akan jauh lebih menguntungkandaripada menunda atau tidak melakukan notifikasi sama sekali. Suatu anggota WTO yangmengajukan pertanyaan terhadap notifikasi anggota WTO lainnya dapat dianggap sebagaiindikasi bahwa anggota yang harus menjawab pertanyaan tersebut memiliki nilaiekonomis yang tinggi terhadap anggota penanya. Anggota yang melakukan notifikasitidak dapat dipersengketakan karena notifikasi yang disampaikan ke WTO. Sengketamengenai Kebijakan Impor Licensing dapat terjadi apabila aplikasi atau penerapan importlicensing mengakibatkan terjadinya “nullification” dan “impairment” bagi anggota WTOlainnya. Pelanggaran di dalam Import Licensing tidak terdapat sanksi yang harus dipenuhioleh pelanggar, kecuali mengganti kebijakan import licensing sesuai dengan rambu-rambuyang telah ditetapkan dalam ILA, sehingga import licensing dimaksud sesuai dengan WTO.Terdapat 3 (tiga) ketentuan yang menjadi dasar hukum dari notifikasi ketentuantata niaga impor yakni:11 Diambil dari sumber presentasi Sam Laird, Import Licensing, The World Bank Office Jakarta and Ministry of TradeJakarta, 10-11 December 2009.11


i. GATT Article VIII mengenai bea dan formalitas terkait dengan importasi daneksportasi. Segala prosedur pemberian ijin impor yang tidak bersifat spesifik terkaitdalam Article VIII GATT ini. Paragraf 1(c) menetapkan aturan umum yangmewajibkan setiap Anggota untuk membuat prosedur dan penetapan formalitasperijinan impor atau export harus sesederhana dan seminimal mungkin dalampengurusan persyaratan dokumentasi yang harus dipenuhi. Menurut paragraf 2, tiapnegara wajib meninjau kembali segala peraturan dan regulasinya atas permintaanAnggota WTO lainnya. Sementara itu paragraf 3 menyebutkan larangan bagi anggotaWTO untuk mengenakan sanksi penolakan hanya karena kekurangan kecil dalampemenuhan persyaratan.ii. GATT Article X tentang Publikasi dan Tertib Administrasi RegulasiPerdagangan 12 . Dalam hal ini Undang-undang, regulasi, keputusan yangberketetapan hukum, dan segala ketentuan umum yang wajib dipatuhi yangdikeluarkan Pemerintah, mempunyai kaitan dengan klasifikasi atau perhitungan nilaiproduk untuk kepentingan kepabeanan, atau untuk tingkat pabean, pajak ataupungutan lainnya, atau sebagai prasyarat, restriksi atau larangan impor atau eksporatau atas transfer untuk pembayaran sesuatu, atau yang dapat membawa pengaruhterhadap penjualan, distribusi, transportasi, asuransi, inspeksi pergudangan, pameran,pemrosesan, atau campuran atau penggunaan lain, harus dipublikasikan sesegeramungkin sedemikian rupa sehingga pemerintah dan para pedagang dapatsegera memahami hal-hal tersebut di atas. Suatu persetujuan yang mempunyaidampak terhadap kebijakan perdagangan internasional yang berlaku antarPemerintah atau dengan suatu badan Pemerintah Negara Anggota WTO lainnya atauantar Pemerintah atau dengan badan Pemerintah Negara bukan anggota WTO jugaharus dinotifikasikan. Ketentuan dalam paragraf ini tidak mengharuskanPemerintah untuk mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia…. Tidak adasatupun Anggota WTO diperbolehkan untuk memberlakukan terlebih dahulu suatuketentuan mengenai tingkat bea masuk atau pungutan lain atas impor yangdilaksanakan secara serempak atau memberlakukan keharusan yang menimbulkanbeban, resktriksi atau larangan impor, atau transfer yang terkait dengan pembayaransebelum diumumkan secara resmi. Setiap Anggota harus mengatur sedemikian rupasecara seragam, adil, dan masuk akal atas setiap undang-undang, regulasi, keputusandan pengaturan atas hal-hal yang dicantumkan di dalam paragraf 1 Pasal ini. SetiapAnggota harus segera membentuk atau melembagakan badan penyelesaian sengketaatau pertimbangan hukum atau suatu prosedur praktis dengan tujuan antara lain,untuk dapat segera mengadakan pertimbangan dan koreksi tindakan keadministrasianterkait dengan hal-hal yang menyangkut kepabeanan….iii. Pasal- Pasal Notifikasi Import Licensing Procedures WTO. Pasal-pasal yangmewajibkan notifikasi kebijakan tata niaga impor sangat kompleks dan akan dibahassecara tersendiri di dalam bagian II. Pasal-pasal notifikasi terse but adalah Article1.4(a) 13 , Article 7.3, 1 Article 8.2(b) 14 , Article 5.1-5.4, Article 5.5, dan Footnote 5 to Article 2.2.12 Untuk keperluan keabsahan rujukan hukum agar melihat teks aselinya dalam Article X –Publication and Administration of Trade Regulation, dalam The Legal Text. The Results of the UruguayRound of Multilateral Trade Negotiations, Cambride University Press, 2003, p. 436.13 Hal-hal yang berkaitan dengan penyampaian notifikasi sebagaimana diamanatkan menurut Pasal 1.4(a) dan 8.2 (b) untuk keperluan sirkulasi dokumen, Komite menyepakati bahwa para delegasi akanmenyampaikan – bilamana dimungkinkan - salinan notifikasi mereka dalam bentuk disket, dalam format12


B. Pokok – Pokok Substansi Ijin ImporSebagai penutup, para pembuat kebijakan impor Indonesia perlu lebihmemperhatikan ketentuan yang terdapat pada Agreement on Import Licensing WTO.Indonesia perlu mengganti atau mengubah serta menotifikasikan kembali beberapaperaturan impor sesuai ketentuan WTO. Dalam hal issue penyelundupan, Indonesiaperlu menunjukkan bahwa apabila terdapat faktor penyelundupan dengan jumlah yangsangat besar dan dengan keadaan dimana bea dan cukai tidak dapat mengontrol haltersebut maka artikel XX.d dapat dijadikan alasan. Indonesia perlu pula mengkoreksisistem AL dan NAL dalam sistem perijinan impor yang berlaku secara tepat dan jelasagar dikemudian hari Indonesia tidak akan diajukan ke DSB – WTO karena adanyamisplacing antara AL dengan NAL.Terakhir, Indonesia perlu segera menyampaikan pandangan mengenai definisinational security yang di dalam GATT 1994 mungkin dipandang dari sudut pandang yangberbeda dengan negara maju. Bagi negara berkembang seperti Indonesia rakyat adalah halpertama yang harus dilindungi. Komoditi sensitif yang terkait dengan keamanan pangannasional seperti beras dan gula perlu dilindungi agar masyarakat tetap dapatmenikmatinya (baik konsumen maupun petani).Cara terbaik untuk mengamankan kebijakan impor Indonesia adalah denganmemenuhi kewajiban notifikasi semua prosedur impor yang berlaku di Indonesia keCommittee on Import Licensing WTO. Adapun tata cara melakukan notifikasi perlumemperhatikan pemenuhan informasi mengenai kebijakan prosedur impor sebagaimanatercantum dalam panduan notifikasi prosedur perijinan impor yang dikeluarkan olehSekretariat WTO yang telah kami terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Namundemikian, untuk melakukan notifikasi maka yang perlu menjadi pegangan adalahdokumen WTO aselinya yang berbahasa Inggris yang salah satunya adalah TechnicalCooperation Handbook on Notification Requirements; Agreement on Import LicensingProcedures, WT/CT/NOTIF/LIC/1, 15 October 1996 dan dokumen WTO lainnyayang terkait.Wordperfect 5.2. Berkenaan dengan jawaban atas Kuesioner Prosedur Perijinan Impor, tiap delegasi akanmemberitahu Sekretariat, perubahan-perubahan yang telah mereka lakukan terhadap kebijakan yang telahmereka notifiikasikan sebelumnya.14 Hal-hal yang berkaitan dengan penyampaian notifikasi sebagaimana diamanatkan menurut Pasal1.4 (a) dan 8.2 (b) untuk keperluan sirkulasi dokumen, Komite menyepakati bahwa para delegasi akanmenyampaikan – bilamana dimungkinkan - salinan notifikasi mereka dalam bentuk disket, dalam formatWordperfect 5.2. Berkenaan dengan jawaban atas Kuesioner Prosedur Perijinan Impor, tiap delegasimenyajpaikan indikasi kepada Sekretariat, mengenai perubahan-perubahan yang telah mereka lakukanterhadap kebijakan yang telah mereka notifikasikan sebelumnya.13


BagianTATA CARA PERSYARATAN KEWAJIBANNOTIFIKASI <strong>KEBIJAKAN</strong> <strong>IMPOR</strong>3Bagian ini berisi pedoman teknis mengenai tata cara pemenuhan persyaratankewajiban notifikasi kebijakan pemberian ijin impor sebagaimana diamanatkan oleh theAgreement on Import Licensing Procedures (LIC).A. Jenis Kebijakan yang Wajib DinotifikasiPersetujuan Prosedur Perijinan WTO mengatur tata cara notifikasi kebijakanimpor berdasarkan aspek-aspek terkait dengan pemenuhan persyaratan impor dantransparansi. Berikut ini adalah pasal-pasal dalam Persetujuan yang menjadi rujukannotifikasi:1. Publikasi Tata cara Permohonan Ijin Article 1.4(a) 15Setiap anggota harus melakukan notifikasi ke Komite Import Licensing semuasumber informasi terkait dengan publikasi mengenai prosedur perijinan impor, danmenyampaikan salinan publikasi tersebut ke Sekretariat (WTO). Dalam hal tidaktersedianya publikasi yang berbahasa WTO (yakni Inggris, Perancis dan Spanyol), makasetiap Anggota WTO harus menyediakan, ringkasan dan terjemahan tersebut ke dalambahasa resmi WTO. Anggota WTO lainnya dapat meminta terjemahan penuh apabilamenghendakinya, atau berupaya memperoleh informasi tambahan melalui basis pendekatanbilateral. Bilamana terjadi issue yang tidak dapat diselesaikan secara bilateral, maka issuedimaksud boleh disampaikan ke Komite Lisensi Impor agar menjadi perhatian bersamaseluruh anggota.Anggota (WTO) yang menjadi penanda tangan Tokyo Round Code harusmenentukan sendiri sampai kapan notifikasi yang mereka lakukan berdasar Tokyo RoundCode tetap berlaku, batas waktu terjadinya perubahan yang harus mereka notifikasikan, atauapabila mereka harus membuat notifikasi yang sama sekali baru. Komite ProsedurPerijinan Impor WTO, pada pertemuan hari ini tanggal 12 Oktober 1995, menetapkanbatas akhir pada tanggal 12 Januari 1996 bagi seluruh anggota WTO yang ada untukpertama kalinya membuat notifikasi atas Persetujuan ini2. Kuesioner Kebijakan Impor yang Berlaku 1 (Article 7.3)Tiap anggota (WTO) harus menyerahkan berkas lengkap notifikasi pada tanggal 30September tiap tahunnya, kuesioner mengenai prosedur perijinan import sebagaimanatermuat dalam dokumen G/LIC/3, Annex .15 Hal-hal yang berkaitan dengan penyampaian notifikasi sebagaimana diamanatkan menurut Pasal 1.4 (a)dan 8.2 (b) untuk keperluan sirkulasi dokumen, Komite menyepakati bahwa para delegasi akan menyampaikan– bilamana dimungkinkan - salinan notifikasi mereka dalam bentuk disket, dalam format Wordperfect 5.2.Berkenaan dengan jawaban atas Kuesioner Prosedur Perijinan Impor, tiap delegasi akan memberitahuSekretariat, perubahan-perubahan yang telah mereka lakukan terhadap kebijakan yang telah merekanotifiikasikan sebelumnya.14


Isi kuesioner mencakup perijinan impor dan prosedur administrative terkait(semacam visa teknis, sistem pengawasan, rancangan patokan harga minimum, dan tinjauanadministrative lainnya). Setiap Anggota WTO harus menyediakan informasi yang terkaitdengan tujuan dan cakupan perijinan, undang-undang, regulasi dan kewajibanadministrative lainnya yang terkait dengan tata niaga, prosedur untuk aplikasi danmemperoleh penerbitan ijin dari sistem yang bersifat restriktif maupun yang non-restriktif,alokasi kuota, periode proses aplikasi, masa berlaku perijinan, institusi yang mempunyakewenangan, persayaratan dokumentasi untuk mengajukan aplikasi, importer tertentu yangdianggap pantas mendapat hak untuk mengajukan permohonan perijinan, kondisi perijinandan formalitas nilai pertukaran asing.Tiap anggota WTO harus menentukan sendiri jawaban atas masih berlaku tidaknyaprosedur perijinan yang berlaku sebelumnya di bawah GATT 1947 dengan setelahberlakunya Persetujuan WTO, yakni apakah perubahannya saja yang perlu dinotifikasi atauharus menotifikasi secara keseluruhan.3. Anggota Bukan Penanda tangan Tokyo Round. (Article 8.2(b) 16 )Tiap angota WTO harus menginformasikan kepada Komite mengenai segalaperubahan undang-undang dan regulasi yang relevan terkait dengan Persetujuan ini danpegnadiministrasian undang-undang dan regulasi dimaksud. Notifikasi pertama yang harusdilakukan oleh Anggota bukan Penanda tangan Tokyo Round Code menurut Pasal 8.2(b)harus memuat teks lengkap undang-undang dan regulasi terkait yang mempunyai relevansidengan kepentingan Anggota lainnya sejak Persetujuan WTO mulai berlaku.Dalam hal tidak tersedianya publikasi yang berbahasa WTO (yakni Inggris, Perancisdan Spanyol), maka setiap Anggota WTO harus menyediakan, ringkasan dan terjemahantersebut ke dalam bahasa resmi WTO. Anggota WTO lainnya dapat meminta terjemahanpenuh apabila menghendakinya, atau berupaya memperoleh informasi tambahan melaluibasis pendekatan bilateral. Bilamana terjadi issue yang tidak dapat diselesaikan secarabilateral, maka issue dimaksud boleh disampaikan ke Komite Lisensi Impor agar menjadiperhatian bersama seluruh anggota.Anggota WTO yang menjadi penanda tangan Tokyo Round Code harus menentukansendiri sampai kapan notifikasi yang mereka lakukan berdasar Tokyo Round Code tetapberlaku, batas waktu terjadinya perubahan yang harus mereka notifikasikan, atau apabilamereka harus membuat notifikasi yang sama sekali baru.Komite Prosedur Perijinan Impor WTO, pada pertemuan hari ini tanggal 12Oktober 1995, menetapkan batas akhir pada tanggal 12 Januari 1996 bagi seluruh anggotaWTO yang ada untuk pertama kalinya membuat notifikasi atas Persetujuan ini4. Prosedur Pengajuan Perijinan - Article 5.1-5.4Para Anggota yang melembagakan prosedur perijinan atau perubahan-perubahanatas prosedur tersebut harus melakukan notifikasi ke Komite dalam waktu 60 hari sejak16 Hal-hal yang berkaitan dengan penyampaian notifikasi sebagaimana diamanatkan menurut Pasal 1.4 (a)dan 8.2 (b) untuk keperluan sirkulasi dokumen, Komite menyepakati bahwa para delegasi akan menyampaikan– bilamana dimungkinkan - salinan notifikasi mereka dalam bentuk disket, dalam format Wordperfect 5.2.Berkenaan dengan jawaban atas Kuesioner Prosedur Perijinan Impor, tiap delegasi menyajpaikan indikasikepada Sekretariat, mengenai perubahan-perubahan yang telah mereka lakukan terhadap kebijakan yang telahmereka notifikasikan sebelumnya.15


dipublikasikan. Notifikasi dimaksud harus memuat informasi yang termasuk dalam daftarsebagaimana diatur dalam Pasal 5.2 (yakni, daftar produk yang ditataniagakan, kontak pointuntuk informasi yang absah, instnasi yang memberikan rekomendasi; tanggal dan namapublikasi diterbitkannya prosedur perijinan tersebut; indikasi otomatis tidaknya prosedurperijinan tersebut sesuai definisi Pasal 2 dan 3; bilamana perijinan itu bersifat otomatis,maka harus ada penjelasan mengenai tujuan dari tataniaga; namun apabila bersifat nonotomatis,maka harus ada penjelasan ketentuan yang diterapkan melalui perijinan tersebut;harus juga diindikasikan jangka waktu pengaturan prosedur perijinan dimaksud yang dapatdiperkirakan batas waktunya, namun jika tidak bias maka harus ada penjelasan mengenaialas an tidak adanya informasi yang dapat diberikan). Setiap anggota WTO harusmenotifikasi ke Committee on Import Licensing Procedures segala publikasi yang terkait.5. Notifikasi Kebijakan Impor Negara Lain - Article 5.5Setiap Anggota WTO yang beranggapan bahwa Anggota WTO lainnya belummenotifikasikan prosedur tata-niaga atau perubahan terhadap kebijakan tata niaga tersebutmenurut Pasal 5.1 – 5.3, dapat mengangkat masalah ini untuk meminta perhatian AnggotaWTO lainnya, dan apabila notifikasi semacam itu belum dilakukan, maka Negara yangbersangkutan harus segera melakukan notifikasi atau perubahan terhadap kebijakan yangtelah dinotifikasikan.6. Penundaan Kebijakan Impor WTO. - Footnote 5 to Article 2.2Catatan kaki No. 5 atas Pasal 2.2 memungkinkan Negara berkembang yang bukanpenandatangan Tokyo Round Code untuk menunda selama tahun, penerapan ketentuantermaktub pada Pasal 2.2(a)(ii) dan (a)(iii) yang terkait dengan ijin otomatis.7. Notifikasi Questions and Replies on Import Licensing WTOTiap Anggota WTO dapat meminta klarifikasi tentang Peraturan Impor AnggotaWTO lainnya dengan menotifikasi pertanyaan mereka ke Committee on Import LicensingWTO. Anggota yang menerima pertanyaan juga wajib menotifikasi jawaban atautanggapannya ke Committee on Import Licensing agar semua Anggota WTOmengetahuinya. Berikut ini adalah contoh pertanyaan dan tanggapan atas kebijakan imporIndonesia yang telah dinotifikasi ke WTO.B. Kewajiban Notifikasi Kebijakan ImporMatriks berikut ini adalah keterangan ringkas untuk memeriksa dengan cepat jenisperaturan atau kebijakan yang perlu dinotifikasi sesuai agreement on import licensing procedures(AILP) WTO. Kolom pertama adalah pasal – pasal dalam agreement yang menjadi dasarhukum dari notifikasi; kolom kedua adalah jenis ketentuan yang perlu dinotifikasi. Kolomketiga adalah periodisasi kapan harus melakukan notifikasi. Kolom keempat adalah formatnotifikasi, kolom kelima adalah pihak yang melakukan notifikasi, serta kolom keenamadalah alamat tujuan notifikasi.Meskipun demikian, pedoman dasar yang harus dipenuhi bagi penyampaiannotifikasi adalah pengutamaan transparansi tanpa harus mengorbankan kepentingan untukmengamankan kebijakan impor itu sendiri. Hal yang perlu diingat adalah bahwa isi bahannotifikasi harus diperiksa dan disetujui oleh instansi atau otoritas yang menerbitkanperijinan, sehingga maksud dari transparansi itu tercapai tanpa membahayakan kebijakan.16


C. Matriks Kewajiban Notifikasi Agreement on Import Licensing Procedures WTOItemPersyaratannotifikasiJenis ketentuan Periodisasi FormatYang menotifikasikanTujuan ke1. Persetujuan ProsedurPerijinan Impor, Psl. 1.4 (a)2.3.4.Persetujuan ProsedurPerijinan Impor, Psl. 5.1-5.4Persetujuan ProsedurPerijinan Impor, Psl. 5.5(reverse notification)Persetujuan ProsedurPerijinan Impor, Psl. 7.35. Persetujuan ProsedurPerijinan Impor, Psl. 8.2(b)6. Persetujuan ProsedurPerijinan Impor, Psl. 2.2(footnote 5)Nama publikasi yang memuatperaturan dan informasi yangrelevan dengan penerbitanProsedur Perijinan Impor/ILP; salinan dari publikasidimaksud.Prosedur baru mengenaiperijinan impor atauperubahan tentang haltersebut; publikasi memuatinformasi yang relevanProsedur perijinan impor yangtidak dinotifikasikan atauperubahan tentang hal tersebutJawaban atas kuesionertentang prosedur perijinanimporUndang-undang/regulasi danprosedur administrative danperubahannyaPenundaan penerapanmenurut ketentuan Psl.2.2(a)(ii) dan (iii)Notifikasi pertama harusdilakukan begitu Negaratersebut menjadi anggotaWTO; (sedangkan)perubahan-perubahannyadinoti-fikasikan secara ad hocDalam waktu 60 hari sejakditerbitkanTidak Ada Anggota WTO Sekretariat WTOPasal 5.2Anggota WTO- ad hocAd hoc Tidak Ada Anggota WTO- ad hocSetiapo Tahun, per tgl.30 SeptemberTeks lengkap perun-dangansejak menjadi anggotaWTO; pe-rubahannya ad hocSejak berlakunyaPersetujuan WTO bagianggotaG/LIC/3,AnnexAnggota WTOKomite ImportLicensingKomite ImportLicensingKomite ImportLicensingTidak Ada WTO Members Komite ImportLicensingTidak AdaNegara Berkembangbukan penandatangan the TokyoRound Code; ad hocKomite ImportLicensing17


BagianPASAL – PASAL AGREEMENT on <strong>IMPOR</strong>TLICENSING PROCEDURES YANG MEMUATKETENTUAN TENTANG NOTIFIKASI4Keputusan tentang tata cara dan prosedur menyampaikan notifikasi peraturanperijinan impor ditetapkan dalam Sidang Committee on Import Licensing Procedures pada tanggal12 Oktober 1995. Sidang tersebut dihadiri oleh Anggota WTO dan Komite ProsedurPerijinan Impor (Committee of Import Licensing) menyetujui bahwa para Anggota WTOakan menerapkan prosedur notifikasi dan tinjauan kebijakan dari Persetujuan ProsedurPerijinan Impor. Berikut ini keputusan Committee on Import Licensing Procedures atas pasal –pasal dalam agreement on licensing procedures WTO yang menjadi dasar hukum dari kewajibannotifikasi kebijakan impor.A. Notifikasi menurut Pasal 1.4(a) 171. Para Anggota harus melakukan notifikasi ke Komite sumber-sumber informasiterkait dengan prosedur perijinan import yang dipublikasikan, dan harus menyampaikandan menyerahkan salinan publikasi tersebut ke Sekretariat.2. Anggota (WTO) yang menjadi penanda tangan Tokyo Round Code harusmenentukan sendiri sampai kapan notifikasi yang mereka lakukan berdasar Tokyo RoundCode tetap berlaku, batas waktu terjadinya perubahan yang harus mereka notifikasikan, atauapabila mereka harus membuat notifikasi yang sama sekali baru.3. Anggota (WTO) yang bukan penandatangan Tokyo Round Code harus melakukannotifikasi lengkap.4. Bagi yang sudah menjadi Anggota WTO, maka notifikasi harus dibuat pada tanggal12 Januari 1996. 185. Dalam hal tidak tersedianya publikasi yang berbahasa WTO (yakni Inggris, Perancisdan Spanyol), maka setiap Anggota WTO harus menyediakan, ringkasan dan terjemahantersebut ke dalam bahasa resmi WTO. Anggota WTO lainnya dapat meminta terjemahanpenuh apabila menghendakinya, atau berupaya memperoleh informasi tambahan melaluibasis pendekatan bilateral. Bilamana terjadi issue yang tidak dapat diselesaikan secarabilateral, maka issue dimaksud boleh disampaikan ke Komite Lisensi Impor agar menjadiperhatian bersama seluruh anggota.17 Hal-hal yang berkaitan dengan penyampaian notifikasi untuk keperluan sirkulasi dokumen, Komitemenyepakati bahwa para delegasi akan menyampaikan – bilamana dimungkinkan - salinan notifikasi merekadalam bentuk disket, dalam format Wordperfect 5.2. Berkenaan dengan jawaban atas Kuesioner ProsedurPerijinan Impor, tiap delegasi menyampaikan indikasi kepada Sekretariat, mengenai perubahan-perubahanyang telah mereka lakukan terhadap kebijakan yang telah mereka notifikasikan sebelumnya.18 Konsultasi informal akan diselenggarakan oleh Pimpinan Sidang untuk menentukan batas waktu jatuhtempo pemenuhan notifikasi yang harus dilakukan para Anggota di masa mendatang.18


Salinan publikasi yang disampaikan Anggota akan disimpan di Sekretariat untukkeperluan konsultasi bagi delegasi yang mempunyai kepentingan. Para Anggota akandiberitahu oleh Sekretariat secara periodic setiap notifikasi yang disampaikan ke Sekretariat.B. Prosedur-prosedur Tinjauan Kebijakan menurut Pasal 7.11. Komite harus menyelenggarakan sidang untuk melakukan tinjauan (review) terhadappenerapan dan berlakunya Persetujuan Perijinan Impor setiap dua tahun sekali denganmengacu pada laporan faktual yang dipersiapkan oleh Sekretariat.C. Notifikasi menurut Pasal 7.3 191. Anggota harus menjawab lengkap Kuesioner Prosedur Perijinan Impor padatanggal 30 September setiap tahunnya (lihat Annex). 202. Tiap anggota WTO harus menentukan sendiri jawaban atas masih berlaku tidaknyaprosedur perijinan yang berlaku sebelumnya di bawah GATT 1947 dengan setelahberlakunya Persetujuan WTO, yakni apakah perubahannya saja yang perlu dinotifikasi atauharus menotifikasi secara keseluruhan.D. Notifikasi menurut Article 8.2(b) 31. Notifikasi pertama yang harus dilakukan oleh Anggota bukan Penanda tanganTokyo Round Code menurut Pasal 8.2(b) harus memuat teks lengkap undang-undang danregulasi terkait yang mempunyai relevansi dengan kepentingan Anggota lainnya sejakPersetujuan WTO mulai berlaku.2. Anggota WTO yang menjadi penanda tangan Tokyo Round Code harus menentukansendiri sampai kapan notifikasi yang mereka lakukan berdasar Tokyo Round Code tetapberlaku, batas waktu terjadinya perubahan yang harus mereka notifikasikan, atau apabilamereka harus membuat notifikasi yang sama sekali baru.3. Bagi yang sudah menjadi Anggota WTO, maka notifikasi harus dibuat pada tanggal12 Januari 1996. 214. Jika tidak tersedia perundangan yang berbahasa WTO (yakni Inggris, Perancis danSpanyol), maka setiap Anggota WTO harus menyediakan ringkasan notifikasi ke dalambahasa resmi WTO. Anggota WTO lainnya dapat meminta terjemahan penuh apabilamenghendakinya, atau berupaya memperoleh informasi tambahan melalui basis pendekatanbilateral. Bilamana terjadi issue yang tidak dapat diselesaikan secara bilateral, maka issuedimaksud boleh disampaikan ke Komite Lisensi Impor agar menjadi perhatian bersamaseluruh anggota.19 Hal-hal yang berkaitan dengan penyampaian notifikasi untuk keperluan sirkulasi dokumen, Komitemenyepakati bahwa para delegasi akan menyampaikan – bilamana dimungkinkan - salinan notifikasi merekadalam bentuk disket, dalam format Wordperfect 5.2. Berkenaan dengan jawaban atas Kuesioner ProsedurPerijinan Impor, tiap delegasi menyampaikan indikasi kepada Sekretariat, mengenai perubahan-perubahanyang telah mereka lakukan terhadap kebijakan yang telah mereka notifikasikan sebelumnya20 Aselinya termuat dalam dokumen GATT 1947 di dalam L/3515, dan untuk selanjutnya telah direvisi olehKomite Import Licensing pada sidang hari ini tanggal 12 October 1995 dan dimuat didalam dokumenG/LIC/2.21 Konsultasi informal akan diselenggarakan oleh Pimpinan Sidang untuk menentukan batas waktu jatuhtempo pemenuhan notifikasi yang akan harus dilakukan para Anggota.


Salinan publikasi yang disampaikan Anggota akan disimpan di Sekretariat untukkeperluan konsultasi bagi delegasi yang mempunyai kepentingan. Para Anggota akandiberitahu oleh Sekretariat secara periodic setiap notifikasi yang disampaikan ke Sekretariat.E. Kuesioner tentang Prosedur Perijinan Impor Annex 22Selain notifikasi, setiap Anggota WTO secara reguler wajib menyampaikantanggapan atas kuesioner terkait dengan berbagai prosedur dan peraturan impor yangmasih berlaku di negara masing – masing. Kuesioner berikut ini di susun untukmemperoleh kejelasan informasi mengenai perijinan impor dan prosedur 23 administrasisejenis yang masih berlaku dan diterapkan di wilayah kepabeanan menurut ketentuanGATT 1994. Bilamana terdapat perbedaan prosedur atau metode perijinan impor ataukesamaan prosedur administrative yang berlaku dengan membedakan kategori produk,Negara pemasok, atau importasi, maka hal tersebut harus dijelaskan secara terpisah sesuaidengan masing-masing pertanyaan yang paling relevan.Berikut ini adalah pertanyaan – pertanyaan yang harus dijawab oleh Indonesiadalam mengisi kuesioner untuk dinotifikasi ke Committee on Import Licensing Proceduresberdasar Pasal. 7.3. Meskipun demikian, isian atau jawaban kuesioner yang akan dinotifikasiharus menggunakan bahasa WTO yakni antara lain bahasa Inggris. Adapun format sertapenomoran jawaban harus sesuai dengan dokumen WTO yakni G/LIC/2.1. Garis Besar SistemBerikan gambaran singkat tiap sistem perijinan secara umum, dan secara khusus,jawablah pertanyaan berikut ini dengan keterkaitannya, letakkan urut-urutan setiap materiyang terkait dengan sistem dimaksud, dan gunakan referensi silang apabila ada unsureunsuryang telah dijelaskan tersebut juga berlaku di sistem lainnya.2. Tujuan dan Cakupan Perijinan Tata NiagaIdentifikasi tiap sistem perijinan yang masih berlaku dan jelaskan denganmengelompokkan produk apa saja yang tercakup di dalamnya.i. Terhadap produk yang berasal dan datang dari Negara mana saja sistem perijinantersebut diberlakukan?ii. Apakah ijin impor tersebut bertujuan untuk membatasi kuantitas atau nilai impor, danjika tidak, tujuan dari perijinan tersebut? Apakah ada cara lain yang bisa dilakukanuntuk memenuhi tujuan dari ketentuan impor tersebut dan jika ada ketentuan apa yangberlaku? Mengapa ketentuan alternative tersebut belum diterapkan?iii. Kutip undang-undang, regulasi dan atau ketentuan administrative yang mendasariberlakunya perijinan impor dimaksud. Apakah perijinan ini wajib menurut undangundang?Apakah undang-undang mengamanatkan adanya ketentuan pelaksanaanmengenai jenis produk yang ditataniagakan perijinan impornya? Apakah dimungkinkanbagi pemerintah (atau lembaga yang berwenang) untuk menghapuskan sistem tersebuttanpa persetujuan legislatif?22 Teks yang termuat di sini sama dengan yang termuat di dalam dokumen G/LIC/2.23 Prosedur serupa termasuk visa teknis, sistem pengawasan, patokan harga minimum, dan pemeriksaanadministrative lainnya yang mempunyai pengaruh terhadap kondisi mengimpor.20


3. ProsedurUntuk produk-produk yang ditataniagakan dengan pembatasan kuantitas maupunnilai impornya (baik itu berlaku global atau terbatas pada asal Negara tertentu atau apakahketentuan tersebut ditetapkan secara bilateral atau unilateral):i. Apakah informasi mengenai alokasi kuota dan formalitas permohonan perijinantersebut di atas dipublikasikan, dan dimana? Jika tidak, bagaimana para importirlain dapat mengetahui kemungkinan ada peluang bagi mereka untukmendapatkan publikasi dimaksud? Apakah publikasi dimaksud bisa diberikankepada pemerintah atau kantor perwakilan dan promosi dagang Negarapengekspor? Apakah jumlah keseluruhan yang dikuotakan itu dipublikasikan?Jumlah alokasi barang bagi tiap Negara? Jumlah maksimum kuota yangdialokasikan bagi tiap-tiap importir? Bagaimana cara mengajukan permohonanuntuk pengecualian atau bebas dari keharusan perijinan tersebut?ii.Bagaimana penentuan besarnya kuota: atas dasar perhitungan tahunan,semesteran, atau kuartalan? How is the size of the quotas determined: on a yearly, sixmonthlyor quarterly basis? Apakah ada ketentuan mengenai pemberian kuotadiberikan tahunan, namun penerbitan ijin impor harus diperbarui setiap enambulan atau kuartalan? Bila ketentuan dimaksud ada, apakah importir harusmemperbarui perijinannya setiap semesteran atau kuartalan?iii. Apakah perijinan itu untuk memilah sebagian barang tertentu atau hanya untukprodusen domestic dari barang sejenis? Langkah-langkah apa yang harusdilakukan untuk menjamin bahwa surat ijin pengalokasian tersebut benar-benaruntuk impor? Apakah alokasi yang tidak terpakai itu menjadi kuota tambahanuntuk periode impor berikutnya? Apakah nama-nama importir yang memegangperijinan tersebut dimaklumatkan kepada wakil pemerintah dan badan promosiekspor dari Negara pengekspor berdasarkan permintaan? Jika tidak, apaalasannya? (Sebutkan produk yang terkait dengan jawaban atas pertanyaantersebut di atas).iv. Dari waktu sejak diumumkannya pembukaan kuota, sebagaimana disebutkanpada paragraf I di atas, bagaimana pengaturan tenggang waktu pengajuanpermohonan perijinan?v. Bagaimana ketentuan mengenai jangka waktu minimum dan maksimum dalamproses pengajuan permohonan?vi. Berapa waktu yang paling cepat, antara penerbitan ijin dengan pembukaanperiode waktu impor yang diijinkan?vii. Apakah ditentukan bahwa permohoan ijin impor itu harus melalui lembagatunggal? Atau apakah harus melalui beberapa instansi untuk mendapatkan visa,keterangan atau persetujuan? Jika demikian, bagaimana tatacaranya? Apakahimporter harus menghubungi lebih dari satu instansi yang turut mengatur?viii. Jika persyaratan perijinan tidak terpenuhi, atas dasar apa penentuan alokasinya?Yang diberi yang mengajukan terlebih dahulu? Berdasar pencapaian sebelumnya?Apakah ada batas maksimum alokasi bagi tiap pemohon dan, jika ada, bagaimana


dasar penentuannya? Bagaimana bunyi ketentuan yang berlaku bagi importirbaru? Apakah pemohon diperiksa secara simultan atau berdasarkan pengajuansurat permohonan yang telah masuk?ix. Apabila suatu negara pengekspor memberlakukan kuota bilateral atau tata niagaekspor, apakah perijinan impor juga berlaku untuk kasus semacam itu? Jika ada,apakah perijinan tersebut bersifat otomatis?x. Dalam hal impor dibolehkan asal berdasar ijin ekspor saja, bagaimana cara negarapengimpor mengetahui dampak yang diakibatkan oleh negara pengekspor agardapat dipahami kedua negara?xi. Apakah ada perijinan yang diterbitkan asal produk-produk dimaksud harusdiekspor dan tidak dijual di pasar domestik?Apabila tidak ada pembatasan tingkat jumlah impor produk atau impor dari negaratertentu:i. Apa saja yang harus dipersiapkan agar perijinan terpenuhi? Dapatkah ijin impordiperoleh dalam jangka waktu singkat atau ketika barang akan masuk ke pelabuhantanpa adanya ijin sebelumnya (contohnya untuk hal-hal diluar kesengajaan).ii. Apakah mengajukan permohonan untuk mempercepat pemberian perijinan?iii. Apakah ada pembatasan yang berkaitan dengan periode waktu antara permohonanperijinan dan atau pengimporan? Jika ada, jelaskan.iv. Apakah dasar pertimbangan permohonan ijin ditentukan oleh suatu lembagatunggal? Atau apakah permohonan itu harus disampaikan atau melalui lembagainstansi lain seperti visa, rekomendasi atau persetujuan? Jika ya, bagaimana caranya?Apakah importir harus menghubungi lebih dari satu instansi?Keadaan bagaimanakah yang dapat mengakibatkan bahwa permohonan untukmemperoleh perijinan ditolak dimana penolakan itu terjadi bukan karena tidak dapatmemenuhi criteria umum? Apakah alasan penolakan itu diberitahukan kepada pemohon?Apakah pemohon berhak untuk mengajukan banding atas penolakan tersebut, dan jika ya,apa nama lembaga dan bagaimana prosedurnya?4. Kelaikan Importir untuk mengajukan Permohonan IjinApakah setiap orang, perusahaan atau lembaga layak untuk mengajukanpermohonan ijin impor:i. untuk sistem tataniaga yang terbatas?ii. untuk sistem tataniaga yang umum?Jika tidak, apakah ada sistem pendaftaran bagi perorangan atau perusahaan yangmemungkinkan bagi mereka melakukan kegiatan impor? Perorangan atau perusahaan apayang laik melakukan kegiatan impor? Apakah ada biaya pendaftaran? Apakah ada publikasidaftar importir yang mempunyai hak impor?22


5. Dokumen dan Persyaratan lain yang diperlukan untuk mengajukanPermohonan IjinInformasi macam apakah yang dibutuhkan untuk pengajuan permohonan?Tunjukkan contoh formulirnya. Dokumen apa sajakah yang diperlukan bagi importir untukdiajukan dalam permohonan?Dokumen apa sajakah yang harus diserahkan pada saat melakukan kegiatan impor?Apakah ada biaya yang dikenakan terhadap permohonan atau pengurusanadministrasi? Jika ada, berapa besar biayanya atau pungutannya?Apakah keharusan untuk menyerahkan desposit atau pembayaran dimuka terkaitdengan penerbitan perijinan tersebut? Jika ada, berapa jumlah atau tingkatannya, apakahuang tersebut dapat dibayarkan kembali, periode retensinya dan tujuan dari keharusantersebut.6. Kondisi PerijinanBerapa lama masa berlakunya perijinan? Apakah masa berlaku perijinan dapatdiperpanjang? Bagaimana caranya?Apakah ada denda penalti bagi yang tidak memanfaatkan perijinan atau jatah yangditentukan oleh perijinan tersebut?Apakah hak perijinan tersebut dapat dipindahtangankan ke sesama importir? Jikadapat, apakah ada pembatasan atau kondisi yang harus dipenuhi dalam pemindahtanganan?Apakah ada kondisi kondisi lain yang harus dilampirkan untuk penerbitan suatuperijinan:i. untuk produk-produk yang terkena pembatasan kuantitas?ii. untuk produk-produk yang tidak terkena pembatasan kuantitas?7. Other Procedural RequirementsApakah ada prosedur lain yang harus diikuti, selain perijinan impor atau proseduradministratif sejenis, sebelum melakukan kegiatan impor?Apakah nilai tukar asing otomatis disediakan oleh otoritas perbankan untuk barangbarangyang akan diimpor? Apakah suatu perijinan merupakan kondisi untuk memperolehnilai tukar asing? Apakah nilai tukar asing selalu tersedia untuk membiayai perijinan yangditerbitkan? Formalitas apa saja yang harus dipenuhi untuk memperoleh nilai tukar asing?


BagianPERSETUJUAN TENTANG PROSEDURPERIZINAN <strong>IMPOR</strong>5Berikut ini adalah alih bahasa dari Agreement on Import Licensing Procedures, the LegalTexts. The Results of the Uruguay Round of Multilateral Trade Agreement. (Final Act). WTO. Alihbahasa atau terjemahan ini sekedar membantu pembaca memahami isi Persetujuan.Meskipun demikian, untuk penginterpretasian pasal per pasal, para pembaca harusmerujuk pada sumber otentik yaitu pada Persetujuan yang berbahasa Inggris.Para Anggota,Sehubungan dengan Perundingan Perdagangan Multilateral;Menginginkan melanjutkan tujuan-tujuan Persetujuan Umum Tarif danPerdagangan/PUTP (General Agreement on Tariff and Trade/GATT) 1994;Mempertimbangkan kebutuhan tertentu dibidang perdagangan, pembangunan, dankeuangan Negara-negara Anggota berkembang;Menimbang kemanfaatan perizinan impor yang otomatis untuk tujuan-tujuantertentu dan bahwa perizinan tersebut hendaknya tidak dipergunakan untuk membatasiperdagangan;Menimbang bahwa perizinan impor dapat dipergunakan untuk menyelenggarakantindakan seperti yang diberlakukan menurut ketentuan-ketentuan PUTP 1994;Menimbang ketentuan-ketentuan PUTP 1994 sebagaimana diberlakukan terhadapprosedur perizinan impor;Menginginkan untuk memastikan bahwa prosedur-prosedur perizinan impor tidakdipergunakan dalam cara yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dan kewajiban PUTP1994;Menimbang bahwa arus perdagangan internasional mungkin dapat dihambat olehpenggunaan prosedur-prosedur perizinan impor secara tidak wajar;Diyakinkan bahwa perizinan impor, khususnya perizinan impor non-otomatis,hendaknya dilaksanakan dengan cara yang bersifat transparen dan pasti;Menimbang bahwa prosedur-prosedur perizinan impor non-otomatis hendaknyatidak lebih membebankan secara administratif daripada prosedur yang sungguh-sungguhperlu untuk mengatur tindakan yang bersangkutan;Menginginkan untuk menyederhanakan, dan menjadikan transparen, prosedur danpraktek administratif yang digunakan di dalam perdagangan internasional, dan untukmemastikan pelaksanaan dan pengadministrasian prosedur dan praktek tersebut secarawajar dan adil;Menginginkan untuk menyediakan mekanisme konsultasi serta penyelesaian yangcepat, efektif, dan adil terhadap sengketa yang ditimbulkan dari Persetujuan ini.24


Dengan ini sepakat sebagai berikut:Pasal 1Ketentuan-ketentuan Umum1. Untuk maksud Persetujuan ini, perizinan impor berarti prosedur-proseduradministratif 24 yang digunakan untuk menjalankan rezim perizinan impor yangmewajibkan pengajuan permohonan atau dokumentasi lain (kecuali yang diwajibkanuntuk keperluan bea dan cukai) kepada instansi administratif yang berwenang sebagaipra-syarat untuk pengimporan ke dalam kawasan bea dan cukai Negara pengimpor.2. Para Anggota harus memastikan bahwa prosedur-prosedur administratif yangdigunakan untuk melaksanakan rezim perizinan impor telah sesuai dengan ketentuanketentuanPUTP 1994 yang relevan, termasuk segala lampiran dan protokolnya,sebagaimana ditafsirkan di dalam Persetujuan ini, dengan tujuan mencegah distorsiperdagangan yang mungkin timbul dari pelaksanaan prosedur-prosedur tersebut yangtidak wajar, dengan mempertimbangkan tujuan pembangunan ekonomi dankebutuhan keuangan dan perdagangan dari Negara-Para Anggota berkembang. 253. Peraturan-peraturan untuk prosedur perizinan impor harus netral dalampelaksanaannya dan diatur secara adil dan merata.4. (a) Peraturan-peraturan dan segala informasi berkaitan dengan prosedur untukpengajuan permohonan, termasuk persyaratan yang perlu dipenuhi oleh perorangan,perusahaan, dan lembaga untuk membuat permohonan tersebut, instansi (-instansi)administratif yang harus dihubungi, dan daftar-daftar produk yang dikenakanpersyaratan perizinan harus ditertibkan, di tempat-tempat yang diberitahukan kepadaKomite Perizinan Impor sebagaimana tercantum di dalam Pasal 4 (selanjutnyadisebut "Komite" di dalam Persetujuan ini), sedemikian rupa agar para pemerintah 26dan pedagang dapat mengetahuinya. Penerbitan itu harus dilakukan, bila dapatdijalankan, 21 hari sebelum tanggal mulai berlakunya persyaratan yang dimaksud,tetapi dalam hal mana pun tidak melewati tanggal berlakunya. Setiap pengecualian,penyimpangan atau perubahan dalam atau dari peraturan-peraturan berkaitan denganprosedur perizinan atau daftar produk-produk yang dikenakan persyaratan perizinanharus juga diterbitkan dengan cara yang sama dan dalam jangka waktu yang samasebagaimana ditentukan di atas. Salinan terbitan-terbitan ini juga harus disampaikankepada Sekretariat.(b) Negara-Para Anggota yang hendak menyampaikan komentar secara tertulis harusdiberi kesempatan apabila dimohon untuk membahas komentar-komentar tersebut.Para Anggota yang bersangkutan harus mempertimbangkan sepantasnya komentaritu dan hasil pembahasan.5. Formulir permohonan dan, apabila ada, formulir perpanjangan harus sesederhanamungkin. Dokumentasi dan informasi yang dianggap benar-benar diperlukan guna24 Tiada hal di dalam Persetujuan ini yang dapat ditafsirkan bermaksud bahwa dasar, ruang lingkup atau masa berlakunya suatutindakan yang sedang dilaksanakan melalui prosedur perizinan menjadi dipertanyakan menurut Perjanjian ini.25 Tidak ada satupun dalam Persetujuan ini dapat dianggap dapat mempengaruhi dasar, cakupan tindakan yang akan diterapkan olehsuatu prosedur perijinan sebagai pokok yang dipertanyakan menurut Persetujuan ini.26 Untuk tujuan Persetujuan ini, maka istilah “pemerintah” termasuk otoritas yang berwenang MasyarakatEropa.


menjalankan secara wajar sistem perizinan yang bersangkutan mungkindipersyaratkan dalam permohonan.6. Prosedur-prosedur permohonan dan, apabila ada, prosedur perpanjangan harussesederhana mungkin. Para pemohon harus diberikan jangka waktu yang wajar bagipengajuan permohonan izin. Apabila ada tanggal penutupan jangka waktu tersebuthendaknya tidak kurang dari 21 hari disertai ketentuan bagi perpanjangan dalamkeadaan jumlah permohonan yang diterima dalam jangka waktu itu belum cukup.Apabila benar-benar diperlukan untuk menghubungi lebih dari satu instansiadministratif, para pemohon hendaknya tidak perlu menghubungi lebih dari tigainstansi administratif.7. Tidak ada permohonan yang boleh ditolak karena adanya kesalahan dokumentasiyang kecil yang tidak mengubah data-data pokok yang tercantum di dalampermohonan tersebut. Denda tidak boleh dikenakan lebih besar daripada yangdiperlukan sebagai peringatan dalam hal adanya kelalaian atau kesalahan di dalamdokumentasi atau prosedur yang jelas dilakukan tanpa maksud pemalsuan ataukesengajaan.8. Impor-impor yang diizinkan tidak boleh ditolak karena adanya perbedaan kecil dalamnilai, jumlah atau beratnya dibandingkan dengan yang tercantum pada izinnya yangdisebabkan oleh perbedaan yang terjadi dalam pengiriman, perbedaan yang mungkinterjadi dalam pemuatan barang secara besar-besaran, dan perbedaan kecil lainnyayang sesuai dengan praktek-praktek niaga yang normal.9. Devisa yang diperlukan untuk membayar impor yang diizinkan harus tersedia bagipemegang izin atas dasar yang sama dengan importir-importir dari barang-barangyang tidak memerlukan izin impor.10. Berhubungan dengan pengecualian demi keamanan, ketentuan-ketentuan Pasal XXIPUTP 1994 berlaku.11. Ketentuan-ketentuan dari Persetujuan ini hendaknya tidak mensyaratkan Negaramanapun untuk memberikan informasi rahasia yang dapat menghambat pelaksanaanhukum atau sebaliknya bertentangan dengan kepentingan umum atau akan merugikankepentingan perusahaan, umum atau swasta.Pasal 2Perizinan Impor Otomatis 271. Perizinan impor otomatis berarti perizinan impor dimana persetujuan ataspermohonan diberikan dalam semua kasus, dan yang sesuai dengan persyaratan Ayat 2(a).2. Ketentuan-ketentuan yang berikut 28 sebagai tambahan atas Ayat 1 sampai dengan11 Pasal 1 dan Ayat 1 Pasal ini, akan berlaku terhadap prosedut-prosedur perizinan imporotomatis:27 Prosedur-prosedur perizinan impor yang memerlukan keamanan, tetapi yang tidak berakibat membatasi impor, dianggap tercakup didalam ruang lingkup Ayat 1 dan 2.28 Negara sedang Berkembang selain anggota negara berkembang yang sudah menjadi anggota PersetujuanProsedur Perijinan Impor 12 April 1979, yang mempunyai kesulitan untuk memenuhi ketentuan subparagraf(a)(ii) dan (a)(iii) diperbolehkan, melalui notifikasi ke Komite, menunda penerapan sub-paragraf ini26


(a) prosedur-prosedur perizinan otomatis tidak boleh di administrasikan dengan carayang berakibat membatasi impor yang dikenakan perizinan otomatis. Prosedurprosedurperizinan otomatis akan dianggap berakibat membatasi perdagangankecuali, antara lain:(b)(i) setiap perorangan, perusahaan atau lembaga yang memenuhi persyaratanhukum Para Anggota pengimpor untuk melakukan kegiatan impor produkprodukyang dikenakan perizinan otomatis berhak sama untuk memohon danmendapat izin impor;(ii) permohonan-permohonan izin dapat diajukan pada setiap hari kerja sebelumpengeluaran barang melalui bea dan cukai;(iii) permohonan izin bilamana diajukan dalam bentuk yang tepat dan lengkapdisetujui segera sesudah diterimanya, sejauh hal itu layak secara administratif,tetapi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 10 hari kerja;Negara-negara mengakui bahwa perizinan impor otomatis mungkin diperlukanbilamana prosedur-prosedur lain yang tepat tidak tersedia. Perizinan impor otomatisdapat dipertahankan selama keadaan yang menyebabkan pelaksanaannya masihberlaku dan selama maksud administratif yang mendasarinya tidak dapat dicapaidengan cara yang lebih tepat.Pasal 3Perizinan Impor Non-Otomatis1. Ketentuan-ketentuan berikut, sebagai tambahan terhadap yang ada dalam Ayat 1sampai dengan 11 Pasal 1, akan berlaku terhadap prosedur-prosedur perizinan impornon-otomatis. Prosedur perizinan impor non-otomatis berarti perizinan impor yangtidak tercakup di dalam definisi yang tercantum dalam Ayat 1, Pasal 2.2. Perizinan non-otomatis tidak boleh berakibat membatasi atau menggangu impor yangmenambah pembatasan yang sudah ada. Prosedur-prosedur perizinan non-otomatisharus, dari segi ruang lingkup dan masa berlakunya, sesuai dengan tindakan yangdilaksanakan dengan prosedur tersebut, dan harus tidak lebih membebankan secaraadministratif daripada yang sungguh-sungguh perlu untuk mengatur tindakan yangbersangkutan.3. Dalam hal persyaratan perizinan untuk maksud selain pelaksanaan pembatasankuantitatif, Para Anggota harus menerbitkan informasi yang cukup agar Para Anggotalain dan para pedagang dapat mengetahui dasar pemberitahuan dan/atau penjatahanizin yang bersangkutan.4. Apabila suatu Para Anggota memberikan kemungkinan bagi per-seorangan,perusahaan atau lembaga untuk memohon pengecualian atau penyimpangan darisuatu syarat izin, Para Anggota itu harus mencantumkan fakta tersebut di dalaminformasi yang diterbitkan menurut Pasal 1 ayat 4 ditambah dengan informasimengenai cara melakukan permohonan yang dimaksud dan, jika mungkin, penjelasantentang keadaan yang memungkinkan permohonan itu dapat dipertimbangkan.tetapi tidak boleh lebih dari dua tahun dari tanggal mulai berlakunya Persetujuan WTO bagi negaratersebut.


5. (a) Para Anggota harus memberikan, atas permintaan setiap Para Anggota yangberkepentingan di dalam perdagangan produk yang bersangkutan, segala informasiyang ada hubungannya mengenai :(i) administrasi pembatasan-pembatasan yang bersangkutan;(ii) izin-izin impor yang telah diberikan selama periode yang belum lamaberlalu;(iii) penyebaran izin tersebut di antara negara-negara pemasok;(iv) jika dapat dilaksanakan, statistik-statistik impor (yaitu nilai dan/atauvolume) produk-produk yang dikenakan perizinan impor. Para Anggotaberkembang tidak akan diharapkan menanggung beban administratif ataufinansial tambahan untuk penyediaan statistik.(b) Para Anggota yang melaksanakan kuota melalui cara perizinan harusmenerbitkan jumlah keseluruhan kuota yang akan ditetapkan menurutkuantitas dan/atau nilai, tanggal pembukaan dan tanggal penutupan kuota, danperubahan tanggal tersebut, dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan didalam Pasal 1 ayat 4 dan sedemikian rupa agar para pemerintah dan pedagangdapat mengetahuinya;(c) dalam halnya kuota dijatahkan di antara negara-negara pemasok, Para Anggotayang menerapkan pembatasan harus dengan segera memberitahukan semuaPara Anggota lain yang berkepentingan di dalam pemasokan produk yangbersangkutan mengenai bagian kuota yang telah dijatah, menurut kuantitasatau nilai, kepada berbagai negara pemasok; dan informasi tersebut harusditerbitkan dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan di dalam Pasal 1 ayat4, dan sedemikian rupa agar para pemerintah dan pedagang dapatmengetahuinya;(d) bilamana terjadi keadaan yang menyebabkan diperlakukan-nya tanggalpembukaan kuota yang lebih dini, informasi yang disebut di dalam Pasal 1 ayat4 hendaknya diterbitkan dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan di dalamPasal 1 ayat 4, dan sedemikian rupa agar para pemerintah dan pedagang dapatmengetahuinya;(e) setiap perseorangan, perusahaan atau lembaga yang memenuhi persyaratanhukum dan administratif dari Para Anggota pengimpor harus sama berhakuntuk memohon dan dipertimbangkan untuk suatu izin. Apabila permohonanizin tidak disetujui, pemohon harus atas permintaannya, diberi tahu alasanpenolakan tersebut, dan berhak naik banding atau mendapat peninjauanterhadap keputusan itu sesuai dengan perundang-undangan atau prosedurdalam negarei Anggota pengimpor;(f) jangka waktu untuk memproses permohonan harus, kecuali apabila tidakmungkin karena alasan di luar kekuasaan Para Anggota yang bersangkutan,tidak melebihi 30 hari bilamana setiap permohonan dipertimbangkan menuruturutan bila permohonan diterima, yaitu yang diterima dulu ditangani dulu, dantidak melebihi 60 hari bilamana semua permohonan dipertimbangkan secarabersama-sama. Dalam hal yang kedua ini, jangka waktu pemrosesanpermohonan akan dianggap mulai pada hari setelah tanggal penutupan jangkawaktu permohonan yang diumumkan;28


(g) masa berlakunya izin harus jangka waktu yang wajar dan tidak boleh begitupendek sehingga menghalangi impor. Masa berlakunya izin tidak bolehmenghalangi impor dari tempat yang jauh, kecuali dalam keadaan khusus bilaimpor diperlukan untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek yang tidakdiduga terlebih dahulu.(h) dalam mengatur kuota, Para Anggota tidak boleh menghambat pelaksanaannyapengimporsan sesuai dengan izin yang telah dikeluarkan, dan tidak bolehmenghalangi penggunaan kuota sepenuhnya;(k)(l)(i) dalam mengeluarkan izin-izin, Para Anggota harus mempertimbangkankepatuhan mengeluarkan izin untuk produk dalam jumlah ekonomis;(j) dalam menjatahkan izin, Para Anggota hendaknya mem-pertimbangkankinerja impor si pemohon. Dalam hal ini, harus dipertimbangkan apakahizin-izin yang diberikan kepada pemohon pada masa lampau telahdimanfaatkan sepenuhnya selama jangka waktu terakhir yang diambilsebagai contoh. Dalam halnya izin tersebut tidak dimanfaatkansepenuhnya, Para Anggota harus menyelidiki penyebabnya dan penyebabtersebut harus dipertimbangkan dalam penjatahan izin baru. Pembagianizin yang wajar di antara para pengimpor baru harus juga dipertimbangkan,dengan memperhatikan kepatuhan mengeluarkan izin untuk produk dalamjumlah ekonomis. Dehubungan dengan itu, pertimbangan khusushendaknya diberikan kepada para pengimpor yang mengimpor produkprodukyang berasal dari Para Anggota negara berkembang dan, padakhususnya Para Anggota terbelakang;dalam hal kuota diatur melalui izin yang tidak dijatahkan di antara negaranegarapemasok, pemegang izin 29 harus bebas untuk memilih sumber impor.Dalam halnya kuota dijatahkan di antara negara-negara pemasok, izin yangbersangkutan harus secara jelas menyatakan negara atau negara-negara yangdimaksud;dalam hal menerapkan Ayat 8, Pasal 1, penyesuaian-penyesuaian imbalandapat dilaksanakan dalam penjatahan yang akan datang bilamana jumlahimpor melebihi tingkat untuk suatu izin sebelumnya.Pasal 4Kelembagaan-kelembagaanDengan ini didirikan Komite Perizinan Impor yang terdiri atas wakil dari tiap-tiapPara Anggota. Komite ini harus memilih sendiri Ketua dan Wakil Ketuanya dan harusmengadakan rapat apabila diperlukan untuk tujuan memberikan Para Anggotakesempatan berkonsultasi mengenai hal apapun yang berhubungan dengan pelaksanaanPersetujuan ini atau pencapaian tujuan-tujuannya.Pasal 5Pemberitahuan1. Bagi Para Anggota yang menyelenggarakan prosedur perizinan atau perubahan dalamprosedur-prosedur itu, harus menyampaikan pemberitahuan kepada Komite tentang29 Kadangkala disebut sebagai “pemegang kuota”.


hal-hal tersebut dalam jangka waktu 60 hari setelah penerbitannya.2. Pemberitahuan tentang penyelenggaraan prosedur perizinan impor harus mencakupinformasi-informasi berikut:(a) daftar produk yang dikenakan prosedur perizinan;(b) tempat yang dapat dihubungi untuk memperoleh informasi mengenai pemenuhansyarat;(c) instansi (-instansi) administratif untuk pengajuan permohonan;(d) tanggal dan nama terbitan dimana prosedur perizinan diterbitkan;(e) indikasi sifat prosedur perizinan apakah otomatis atau tidak, sesuai dengandefinisi-definisi di dalam Pasal 2 dan 3 di atas;(f) dalam halnya prosedur perizinan impor otomatis, penjelasan mengenai tujuantujuanadministratifnya;(g) dalam halnya prosedur perizinan impor non-otomatis, penjelasan mengenaitindakan yang dilaksanakan melalui prosedur perizinan; dan(h) perkiraan lamanya prosedur perizinan apabila dapat diperkirakan secara agaktepat, dan apabila tidak, sebabnya informasi itu tidak dapat disediakan.3. Pemberitahuan tentang perubahan di dalam prosedur perizinan impor harusmenunjukkan unsur-unsur yang disebut di atas bilamana terjadi perubahan di dalamunsur tersebut.4. Para Anggota harus memberitahukan Komite mengenai terbitan-terbitan yang akanmemuat informasi sebagaimana ditetapkan di dalam Pasal 1 ayat 4.5. Setiap Anggota yang berkepentingan menganggap bahwa Anggota lain belummenyampaikan pemberitahuan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan ayat 1 sampaidengan 3, tentang prosedur perizinan atau perubahannya dapat meminta perhatianPara Anggota lain itu kepada masalah tersebut. Bilamana sesudah itu pemberitahuantidak segera disampaikan, Para Anggota yang pertama dapat menyampaikanpemberitahuan tentang prosedur perizinan atau perubahannya, termasuk segalainformasi yang relevan dan tersedia.Pasal 6Konsultasi dan Penyelesaian Sengketa.Konsultasi dan penyelesaian sengketa yang berhubungan dengan setiap masalahyang mempengaruhi operasi Persetujuan ini harus tunduk kepada ketentuan-ketentuanPasal XXII dan XXIII PUTP 1994, sebagaimana dijelaskan dan diterapkan denganKesepakatan tentang Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Understanding).Pasal 7Peninjauan1. Komite harus meninjau apabila diperlukan, tetapi sekurang-kurangnya dua tahunsekali, pelaksanaan dan operasi Persetujuan ini, dengan mempertimbangkan tujuantujuannyaserta hak dan kewajiban yang tercantum di dalamnya.2. Sebagai dasar peninjauan Komite, Sekretariat akan menyiapkan sebuah laporanfaktual berdasarkan informasi yang diberikan menurut Pasal 5, jawaban terhadap30


kuesioner tahunan tentang prosedur perizinan impor 30 , dan informasi lain yangrelevan yang tersedia baginya. Laporan tersebut akan menyajikan ringkasan informasitersebut di atas, khususnya yang menunjukkan perubahan atau perkembangan selamaperiode yang ditinjau, dan mencakup informasi lain mana pun yang disetujui Komite.3. Negara-negara Anggota wajib mengisi secara cepat dan lengkap kuesioner tahunantentang prosedur perizinan impor.4. Komite akan memberitahukan Dewan Perdagangan Barang-barang tentangperkembangan selama jangka waktu yang dalam peninjauan.PenangguhanPasal 8Ketentuan-ketentuan Penutup1. Penangguhan tidak dapat diajukan berkaitan dengan ketentuan mana pun di dalamPersetujuan ini tanpa persetujuan dari Para Anggota yang lain.Perundang-undangan Dalam Negeri2. (a) Setiap Para Anggota harus memastikan, selambat-lambatnya pada tanggalmulai berlakunya Persetujuan WTO bagi Anggota itu, penyesuaian peraturan,perundang-undangan, dan prosedur administratifnya dengan ketentuanketentuanPersetujuan ini.(b)Setiap Para Anggota harus memberitahukan Komite tentang perubahanmana pun di dalam peraturan dan perundang-undangan yang terkait denganPersetujuan ini dan perubahan di dalam pelaksanaan peraturan danperundang-undangan tersebut.30 Aselinya tercantum dalam dokumen GATT 1947 dalam dokumen L/3515 tanggal 23 Maret 1971


BagianCONTOH NOTIFIKASI <strong>KEBIJAKAN</strong> DANPERATURAN TERKAIT IJIN <strong>IMPOR</strong>6Berikut ini adalah contoh atau sample dari notifikasi Agreement on Import LicensingProcedures WTO yang pernah dilakukan Indonesia ke Sekretariat WTO. Contoh – contohberikut ini adalah salinan dari notifikasi Indonesia yang telah diterbitkan oleh SekretariatWTO berikut penjelasan dalam bahasa Indonesia tentang maksud dari masing – masing pasalmengenai notifikasi sebagaimana termuat dalam Persetujuan Perijinan Impor WTO.A. Contoh Notifikasi Catatan Kaki No. 5 Pasal 2 Ayat 2Indonesia hingga saat ini belum atau tidak pernah melakukan notifikasi berdasarCatatan Kaki No. 5 Pasal 2 ayat 2. Untuk membuat notifikasi tersebut, dapat menggunakancontoh kalimat sebagai berikut:“In accordance with footnote 5 to Article 2.2 of the Agreement on Import Licensing Procedures,[Indonesia] wishes to delay the application of the provisions of Article 2.2 (a)(ii) and (a)(iii) by not morethan two years..”B. Contoh Notifikasi Menurut Pasal 1.4(A) Dan 8.2(B)Untuk membuat notifikasi berdasarkan pasal 1.4(A) dan 8.2(B), dapatmenggunakan contoh kalimat sebagai berikut:“I have the honour to notify that rules and all information relating to import licensing procedures applicablein [name of country] are published in the Import Licensing Bulletin and the Government Gazette of [nameof country]…”1. Article 1.4(a) 31 tentang Publikasi Tata cara Permohonan IjinSetiap anggota harus melakukan notifikasi ke Komite Import Licensing semua sumberinformasi terkait dengan publikasi mengenai prosedur perijinan impor, dan menyampaikansalinan publikasi tersebut ke Sekretariat (WTO). Dalam hal tidak tersedianya publikasi yangberbahasa WTO (yakni Inggris, Perancis dan Spanyol), maka setiap Anggota WTO harusmenyediakan, ringkasan dan terjemahan tersebut ke dalam bahasa resmi WTO. AnggotaWTO lainnya dapat meminta terjemahan penuh apabila menghendakinya, atau berupayamemperoleh informasi tambahan melalui basis pendekatan bilateral. Bilamana terjadi issueyang tidak dapat diselesaikan secara bilateral, maka issue dimaksud boleh disampaikan keKomite Lisensi Impor agar menjadi perhatian bersama seluruh anggota.31 Hal-hal yang berkaitan dengan penyampaian notifikasi sebagaimana diamanatkan menurut Pasal 1.4 (a) dan 8.2 (b)untuk keperluan sirkulasi dokumen, Komite menyepakati bahwa para delegasi akan menyampaikan – bilamanadimungkinkan - salinan notifikasi mereka dalam bentuk disket, dalam format Wordperfect 5.2. Berkenaan dengan jawabanatas Kuesioner Prosedur Perijinan Impor, tiap delegasi akan memberitahu Sekretariat, perubahan-perubahan yang telahmereka lakukan terhadap kebijakan yang telah mereka notifiikasikan sebelumnya.32


Anggota (WTO) yang menjadi penanda tangan Tokyo Round Code harusmenentukan sendiri sampai kapan notifikasi yang mereka lakukan berdasar Tokyo RoundCode tetap berlaku, batas waktu terjadinya perubahan yang harus mereka notifikasikan, atauapabila mereka harus membuat notifikasi yang sama sekali baru. Komite Prosedur PerijinanImpor WTO, pada pertemuan hari ini tanggal 12 Oktober 1995, menetapkan batas akhirpada tanggal 12 Januari 1996 bagi seluruh anggota WTO yang ada untuk pertama kalinyamembuat notifikasi atas Persetujuan ini. Contoh notifikasi RI untuk memenuhi kewajibanPasal 1.4(a) dapat dilihat dan diakses dari website WTO dalam dokumenG/LIC/N/1/IDN/1 tanggal 2 November 1998 (Lampiran 1).2. Article 8.2(b) 32 tentang Anggota Bukan Penanda tangan Tokyo Round.Tiap anggota WTO harus menginformasikan kepada Komite mengenai segalaperubahan undang-undang dan regulasi yang relevan terkait dengan Persetujuan ini danpegnadiministrasian undang-undang dan regulasi dimaksud. Notifikasi pertama yang harusdilakukan oleh Anggota bukan Penanda tangan Tokyo Round Code menurut Pasal 8.2(b)harus memuat teks lengkap undang-undang dan regulasi terkait yang mempunyai relevansidengan kepentingan Anggota lainnya sejak Persetujuan WTO mulai berlaku.Dalam hal tidak tersedianya publikasi yang berbahasa WTO (yakni Inggris, Perancisdan Spanyol), maka setiap Anggota WTO harus menyediakan, ringkasan dan terjemahantersebut ke dalam bahasa resmi WTO. Anggota WTO lainnya dapat meminta terjemahanpenuh apabila menghendakinya, atau berupaya memperoleh informasi tambahan melaluibasis pendekatan bilateral. Bilamana terjadi issue yang tidak dapat diselesaikan secarabilateral, maka issue dimaksud boleh disampaikan ke Komite Lisensi Impor agar menjadiperhatian bersama seluruh anggota.Anggota WTO yang menjadi penanda tangan Tokyo Round Code harus menentukansendiri sampai kapan notifikasi yang mereka lakukan berdasar Tokyo Round Code tetapberlaku, batas waktu terjadinya perubahan yang harus mereka notifikasikan, atau apabilamereka harus membuat notifikasi yang sama sekali baru. Komite Prosedur Perijinan ImporWTO, pada pertemuan hari ini tanggal 12 Oktober 1995, menetapkan batas akhir padatanggal 12 Januari 1996 bagi seluruh anggota WTO yang ada untuk pertama kalinyamembuat notifikasi atas Persetujuan ini. Contoh notifikasi RI untuk memenuhi kewajibanPasal 8.2(b) dapat dilihat dan diakses dari website WTO dalam dokumenG/LIC/N/1/IDN/1 tanggal 2 November 1998 (Lampiran 1).32 Hal-hal yang berkaitan dengan penyampaian notifikasi sebagaimana diamanatkan menurut Pasal 1.4 (a)dan 8.2 (b) untuk keperluan sirkulasi dokumen, Komite menyepakati bahwa para delegasi akan menyampaikan– bilamana dimungkinkan - salinan notifikasi mereka dalam bentuk disket, dalam format Wordperfect 5.2.Berkenaan dengan jawaban atas Kuesioner Prosedur Perijinan Impor, tiap delegasi menyajpaikan indikasikepada Sekretariat, mengenai perubahan-perubahan yang telah mereka lakukan terhadap kebijakan yang telahmereka notifikasikan sebelumnya.


C. Contoh Notifikasi Jawaban Untuk Kuesioner Prosedur Perijinan ImporNotifikasi Berlaku Menurut Pasal 7.3 Persetujuan Tentang Prosedur PerijinanImporTiap anggota (WTO) harus menyerahkan berkas lengkap notifikasi pada tanggal 30September tiap tahunnya, kuesioner mengenai prosedur perijinan import sebagaimanatermuat dalam dokumen G/LIC/3, Annex . Isi kuesioner mencakup perijinan impor danprosedur administratif terkait (semacam visa teknis, sistem pengawasan, rancangan patokanharga minimum, dan tinjauan administrative lainnya). Setiap Anggota WTO harusmenyediakan informasi yang terkait dengan tujuan dan cakupan perijinan, undang-undang,regulasi dan kewajiban administratif lainnya yang terkait dengan tata niaga, prosedur untukaplikasi dan memperoleh penerbitan ijin dari sistem yang bersifat restriktif maupun yangnon-restriktif, alokasi kuota, periode proses aplikasi, masa berlaku perijinan, institusi yangmempunya kewenangan, persayaratan dokumentasi untuk mengajukan aplikasi, importertertentu yang dianggap pantas mendapat hak untuk mengajukan permohonan perijinan,kondisi perijinan dan formalitas nilai pertukaran asing.Tiap anggota WTO harus menentukan sendiri jawaban atas masih berlaku tidaknyaprosedur perijinan yang berlaku sebelumnya di bawah GATT 1947 dengan setelahberlakunya Persetujuan WTO, yakni apakah perubahannya saja yang perlu dinotifikasi atauharus menotifikasi secara keseluruhan. Contoh notifikasi RI untuk memenuhi kewajibanPasal 7.3 dapat dilihat dan diakses dari website WTO dalam dokumenG/LIC/N/3/IDN/3, 27 November 2006 (Lampiran 2).D. Contoh Notifikasi Article 5.1-5.4 tentang Prosedur Pengajuan Perijinan.Para Anggota yang melembagakan prosedur perijinan atau perubahan-perubahanatas prosedur tersebut harus melakukan notifikasi ke Komite dalam waktu 60 hari sejakdipublikasikan. Notifikasi dimaksud harus memuat informasi yang termasuk dalam daftarsebagaimana diatur dalam Pasal 5.2 (yakni, daftar produk yang ditataniagakan, kontak pointuntuk informasi yang absah, instnasi yang memberikan rekomendasi; tanggal dan namapublikasi diterbitkannya prosedur perijinan tersebut; indikasi otomatis tidaknya prosedurperijinan tersebut sesuai definisi Pasal 2 dan 3; bilamana perijinan itu bersifat otomatis,maka harus ada penjelasan mengenai tujuan dari tataniaga; namun apabila bersifat nonotomatis,maka harus ada penjelasan ketentuan yang diterapkan melalui perijinan tersebut;harus juga diindikasikan jangka waktu pengaturan prosedur perijinan dimaksud yang dapatdiperkirakan batas waktunya, namun jika tidak bias maka harus ada penjelasan mengenaialas an tidak adanya informasi yang dapat diberikan). Setiap anggota WTO harusmenotifikasi ke Komite Import Licensing Procedures segala publikasi yang terkait. Contohnotifikasi RI untuk memenuhi kewajiban Pasal 5.1- 5.4 dapat dilihat dan diakses dariwebsite WTO dalam dokumen G/LIC/N/2/IDN/2/Add.1 6 July 2009,G/LIC/N/2/IDN/2 15 May 2009, dan G/LIC/N/2/IDN/1 23 April 2003(Lampiran 3).E. Contoh Notifikasi Article 5.5 tentang Notifikasi Kebijakan Impor Negara LainSetiap Anggota WTO yang beranggapan bahwa Anggota WTO lainnya belummenotifikasikan prosedur tata-niaga atau perubahan terhadap kebijakan tata niaga tersebutmenurut Pasal 5.1 – 5.3, dapat mengangkat masalah ini untuk meminta perhatian Anggota34


WTO lainnya, dan apabila notifikasi semacam itu belum dilakukan, maka Negara yangbersangkutan harus segera melakukan notifikasi atau perubahan terhadap kebijakan yangtelah dinotifikasikan.F. Contoh Notifikasi Questions and Replies on Import Licensing WTOTiap Anggota WTO dapat meminta klarifikasi tentang Peraturan Impor AnggotaWTO lainnya dengan menotifikasi pertanyaan mereka ke Committee on Import LicensingWTO. Anggota yang menerima pertanyaan juga wajib menotifikasi jawaban atautanggapannya ke Committee on Import Licensing agar semua Anggota WTOmengetahuinya. Contoh pertanyaan dan tanggapan atas kebijakan impor Indonesia yangtelah dinotifikasi dan diakses dalam website WTO terdapat dalam G/LIC/Q/IDN/11tanggal 5 Februari 2009 dan G/LIC/Q/IDN/14 tanggal 6 April 2009 (Lampiran 4).


BagianBADAN-BADAN WTO TUJUAN NOTIFIKASIDAN LEMBAGA NOTIFIKASI DI INDONESIA7A. Badan-Badan WTO Tujuan Notifikasi1. Berikut ini adalah badan-badan atau unit penanggung jawab di Sekretariat WTOsebagai tempat dimana notifikasi ditujukan. Pengadministrasian notifikasi dilakukan olehCentral Registry Notification atau CRN, namun badan, unit atau komite yang menerimanotifikasi dari anggota WTO adalah:General CouncilWTO Director GeneralCouncil for Trade in GoodsCouncil for Trade in ServicesConcil for TRIPSWTO SecretariatTrade Policy Review BodyBerbagai Komite dalam WTO seperti: pertanian, market access, anti-dumping,subsidies, safeguards, trade and development, import licensing, TRIMs, TRIPS, TBT, customvaluation, rules of origin, RTA, dan SPS.Beberapa lembaga penerima notifikasi yang bekerjasama dengan WTO adalahISO/IEC Information Center dan WIPO.2. Central Registry of Notification/CRNCRN (Central Registry of Notification) adalah unit di dalam Sekretariat WTOdidirikan sebagai pelaksanaan dari Keputusan Menteri-menteri WTO mengenai prosedurnotifikasi atau the Decision on Notification Procedures. Tugas utamanya adalahmengadministrasikan notifikasi yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:CRN melakukan pencatatan hal-hal yang berkenaan dengan notifikasi sepertihalnya tujuan, cakupan perdagangan, serta persyaratan yang harus dipenuhi Anggotadalam melakukan notifikasi.CRN melakukan pencatatan rujukan silang dan pengecekan (cross-reference) atasnotifikasi yang telah dilakukan Anggota dan kewajibannya.Mengingatkan para Anggota untuk melakukan notifikasi secara reguler atasnotifikasi yang belum mereka lakukan.36


3. Area Notifikasi dan Alamat Tujuan Notifikasi WTOAreaAlamat Tujuan1 GATS General Council, Council for Trade in Services2 Balance of Payment WTO Secretariat, General Council3 Agriculture Committee on Agriculture4 Antidumping Committee on Antidumping5 Subsidies Committee on SCM6 Safeguards Committee on Safeguards, Council for Trade in Goods7 Import Licensing Committee on Import Licensing, WTO Secretariat8 Market Access/Tariff & Non- WTO Secretariat, Council for Trade in Goods, CommitteeTariff Measureson Market Access9 Pre-Shipment Inspection Council for Trade in Goods10 Regional Trade Arrangements Committee on Trade and Development, Council for Tradein Goods11 Rules of Origin Committee on Rules of Origin12 Custom Valuation Committee on Custom Valuation, WTO Director General13 Sanitary and Phytosanitary WTO Secretariat14 State Trading Enterprises Council for Trade in Goods15 Technical Barriers to Trade Committee on TBT, ISO/IEC Information Center,WTO Secretariat16 Trade Policy Review Trade Policy Review Body17 TRIMs Committee on TRIMs, WTO Secretariat18 TRIPS Committee on TRIPS, WIPOB. Lembaga Notifikasi Di IndonesiaBerdasar ketentuan WTO, setiap negara anggota harus menunjuk salah satubadan, lembaga, atau unit yang diberi kewenangan untuk menyampaikan notifikasi sesuaiArticle X GATT ayat 3 dan berbagai pasal notifikasi di beberapa agreement. Lembaga yangditunjuk pemerintah ini dapat langsung melakukan notifikasi ke WTO Secretariat atau keunit di WTO tempat tujuan notifikasi.Berikut ini adalah sejumlah otoritas yang telah ditunjuk oleh pemerintahIndonesia untuk melakukan dan bertanggung jawab atas masalah notifikasi yakni:1. <strong>Direktorat</strong> <strong>Jenderal</strong> Kerjasama Perdagangan Internasional (Ditjen <strong>KPI</strong>).


Kementerian Perdagangan bertanggung jawab mengkoordinasikan, mengingatkankepada instansi terkait, dan menanggapi hal-hal yang menyangkut pemenuhan kewajibannotifikasi. Ditjen <strong>KPI</strong> atas nama Kementerian Perdagangan ini menjadi sumber informasinasional mengenai ketentuan tentang kewajiban notifikasi.2. Badan Standardisasi Nasional 33 /BSN.BSN telah ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia secara resmi ke Sekretariat WTOdan diberi kewenangan dan bertanggung jawab untuk melakukan dan menanggapinotifikasi dalam kerangka Technical Barrier to Trade WTO yang menyangkut penerapan danprosedur standard baik yang berlaku secara nasional maupun yang berlaku di negaraanggota WTO.3. Badan Karantina Pertanian 34 /BKN.BKN adalah lembaga di Kementerian Pertanian yang telah ditunjuk olehPemerintah RI ke Sekretariat WTO sebagai otoritas yang mempunyai kewenangan untukmenotifikasikan kebijakan, tindakan, atau peraturan yang menyangkut kesehatan manusia,hewan, tumbuhan, dan karantina atau sanitary and phythosanitary.4. Bank Indonesia/BI.BI telah ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia ke Sekretariat WTO sebagailembaga yang mempunyai otoritas dan kewenangan untuk melakukan notifikasi berkaitandengan kebijakan perbankan dan lembaga keuangan di Indonesia.5. Perwakilan Tetap RI untuk WTO/PTRI di Jenewa.PTRI Jenewa meskipun tidak ditunjuk secara resmi melalui surat Pemerintah RIke Sekretariat WTO, namun karena kedudukan dan fungsinya maka PTRI menjadilembaga yang mewakili Pemerintah RI untuk urusan notifikasi WTO. Meskipundemikian, PTRI Jenewa dalam hal ini berfungsi sebagai lembaga untuk menyampaikanseluruh notifikasi atas dasar pendelegasian dari Pusat dan berdasar masukan dari Pusat.6. Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI) 3533 Badan Standardisasi Nasional (BSN) adalah lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah Indonesiasebagai entry point untuk notifikasi yang berkaitan dengan kebijakan standardisasi dan penerapannya.Notifikasi yang dilakukan BSN ini adalah dalam rangka implementasi Agreement Technical Barrier to Trade WTO.34 Badan Karantina Nasional (BKN) adalah lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia sebagaientry point untuk notifikasi yang berkaitan dengan kebijakan perkarantinaan. Notifikasi yang dilakukan BKNini adalah dalam rangka implementasi Agreement Sanitary and Phythosanitary WTO atau kebijakan yangterkait pencegahan perkembangan penyakit yang terbawa oleh produk impor yang dapat mempengaruhikesehatan hewan, manusia dan tumbuhan.35 Komite AntiDumping Indonesia (KADI) secara regular telah menyampaikan notifikasi keCommittee on AntiDumping Practices berupa notifikasi laporan tengah tahunan (semi annual report) dan annualreport serta adhoc mengenai ada atau tidaknya tindakan antidumping dan countervailing measures yangdilakukan KADI. Selain notifikasi semi annual report, KADI juga harus menotifikasikan peraturan danotoritas AntiDumping berikut alamatnya.38


KADI mempunyai otoritas untuk menyampaikan notifikasi yang menyangkutsegala hal yang terkait dengan peraturan, prosedur, dan tindakan anti-dumping dansubsidi seperti otoritas anti dumping, peraturan anti-dumping, semi annual, annual sertapublikasi terkait.7. Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia/ KPPI 36KPPI mempunyai otoritas untuk menyampaikan notifikasi yang menyangkutsegala hal yang terkait dengan peraturan, prosedur, dan tindakan safeguard sepertiotoritas safeguard, peraturan safeguard, annual report, serta publikasi terkait.8. State Trading Enterprise.Badan Urusan Logistik (BULOG) 37 dan Badan Penyangga Perdagangan Cengkeh(BPPC) adalah dua lembaga yang telah ditunjuk secara resmi oleh Pemerintah RI keSekretariat WTO sebagai entitas state trading enterprise/ STE sesuai mandate dari Agreementon State Trading Enterpirse WTO. Bulog dan BPPC mempunyai otoritas untukmenyampaikan notifikasi yang menyangkut segala hal yang terkait dengan kedudukanBULOG atau BPPC sebagai State Trading Enterprise/ STEs seperti otoritas STE, peraturanprosedur STE serta publikasi terkait.36 Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia/KPPI secara regular juga wajib menotifikasikanlaporan mengenai ada tidaknya tindakan safeguard baik ad hoc, semesteran, maupun tahunan. KPPI jugaharus menotifikasikan peraturannya dan lembaga, pejabat dan alamat.37 Badan Urusan Logistik/BULOG dan BPPC hingga saat ini masih tercatat dan telah dinotifikasikanoleh Pemerintah Indonesia sebagai State Trading Enterprise. Kedua badan ini sejak setelah reformasi tidak lagiaktif melakukan notifikasi padahal keberadaan kedua STE ini memiliki posisi strategis dari segiperdagangan. Notifikasi yang mereka lakukan adalah dalam rangka pemenuhan Agreement on State TradingEnterprise WTO.


Daftar Pustaka.BukuThe Legal Text. The Results of the Uruguay Round of Multilateral TradeNegotiations, Cambride University Press, 2003.Magiera, Stephen L, Reading in Indonesia Trade Policy 1991 – 2002, USAID – TradeImplementation Policy Projects, Jakarta 2003.WebsiteBadan Standardisasi Nasional, di http://www.bsn.go.id/Badan Karantina Pertanian, di http://karantina.deptan.go.id/Badan Urusan Logistik, di http://www.bulog.co.id/Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia, di https://www.facebook.com/pages/Komite-Pengamanan-Perdagangan-Indonesia-KPPI/114256828634255G – 20. http://id.wikipedia.org/wiki/G-20_ekonomi_utamaUndang – undang/ Regulasi/ PeraturanPeraturan Menteri Perdagangan No.56/M-DAG/PER/12/2008 tentang Ketentuan ImporProduk Tertentu, 24 Desember 2008.Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 732/MPP/Kep/10/2002tentang Tata Niaga Impor Tekstil, 22 Oktober 2002.Surat Keputusan Departemen Perdagangan No. 1718/M-DAG/XII/2005 perihal pengaturanmasa tahun 2006, tanggal 28 Desember 2005.Dokumen WTOIndonesia - Schedudle of Market Access Commitmen on Goods – XXI (Schedule XXI);Technical Cooperation Handbook on Notification Requirements; Agreement on ImportLicensing Procedures, WT/CT/NOTIF/LIC/1, 15 October 1996;Agreement on Import Licensing Procedure, Notification under Articles 1.4(a) and 8.2(b)WTO G/LIC/N/1/IDN/1, 2 November 1998;Agreement on Import Licensing Procedure, Notification under Articles 5,G/LIC/N/2/IDN/1, 23 April 2003;Agreement on Import Licensing Procedure, Notification under Articles 7.3,G/LIC/N/3/IDN/3, 27 November 2006;Agreement on Import Licensing Procedure, Replies from INDONESIA to Questions fromthe UNITED STATES and the EUROPEAN COMMUNITIES;G/LIC/Q/2/IDN/14, 6 April 2009;40


LampiranLampiran 1Contoh Notifikasi Import Licensing Berdasarkan Pasal 1.4(A) dan Pasal 8.2(B)Agreement on Import LicensingWORLD TRADEORGANIZATIONG/LIC/N/1/IDN/12 November 1998(98-4258)Committee on Import Licensing O R I G I N A L :E N G L I S HAGREEMENT ON <strong>IMPOR</strong>T LICENSING PROCEDURESNotification under Articles 1.4(a) and 8.2(b)INDONESIAIn a communication dated 27 October 1998, the Permanent Mission of Indonesia hassubmitted a copy of each of the following Decrees of the Minister of Industry and Trade relevantto import licensing 38 :- Decree No. 230/MPP/Kep/7/1997 of 4 July 1997: Goods Subject to the Import TradeSystem;- Decree No. 406/MPP/Kep/11/1997 of 3 November 1997: Amendment of AttachmentNo. 1 of Decree No. 230/MPP/Kep/7/1997;- Decree No. 25/MPP/Kep/1/1998 of 21 January 1998: Amendment of DecreeNo. 230/MPP/Kep/7/1997;- Decree No. 111/MPP/Kep/1/1998 of 27 January 1998: Amendment of DecreeNo. 230/MPP/Kep/7/1997;- Decree No. 106/MPP/Kep/2/1998 of 27 February 1998: Import Procedures forDangerous Materials; and- Decree No. 439/MPP/Kep/9/1998 of 22 September 1998: Amendment of DecreeNo. 230/MPP/Kep/7/1997.__________38 Available for consultation in the Secretariat (Market Access Division) (English only).


WORLD TRADEORGANIZATIONG/LIC/N/2/IDN/123 April 2003(03-2153)Committee on Import Licensing O R I G I N A L :AGREEMENT ON <strong>IMPOR</strong>T LICENSING PROCEDURESNotification under Article 5INDONESIAThe following communication, dated 14 April 2003, has been received from thePermanent Mission of Indonesia._______________Pursuant to Article 5, paragraph 4 of the Agreement on Import Licensing Procedures,I herewith submit the Decree of the Minister of Industry and Trade of the Republic ofIndonesia No. 732/MPP/Kep/10/2002, dated 22 October 2002, regarding Procedures forImporting Textile, including several attachments 39 :- Attachment I: List of textile fabrics having their import procedures ruled- Attachment II: Statement: Plan of requirement of raw materials or auxiliarymaterials and marketing of products- Attachment III: Approval as textile producer importer- Attachment IV: Realization of import by company as holder of textile producerimporter (IP textile)39 Available for consultation in the Secretariat (Market Access Division) (in English only).42


Lampiran 2Contoh Notifikasi Import Licensing Berdasarkan Pasal 7.3 Agreement on ImportLicensingWORLD TRADEORGANIZATIONG/LIC/N/3/IDN/327 November 2006(06-5691)Committee on Import Licensing O R I G I N A L :E N G L I S HREPLIES TO QUESTIONNAIRE ON <strong>IMPOR</strong>T LICENSING PROCEDURES 40Notification under Article 7.3 of the Agreement on Import Licensing ProceduresINDONESIAThe following communication, dated 30 October 2006, has been received from theDelegation of Indonesia._______________Products Subject to Import Licensing Administered by the Ministry of TradeOutline of systems1. Indonesian import licensing system is implemented in order to preserve national interest inparticular to protect health, safety, security, ecological environment and public moral. Otherprimary objective of this regulation system is to meet certain socio-economic objectives, amongothers, enhancing domestic competitiveness and preventing smuggling activities. The issuance andapproval of licences fall within the authority of the Ministry of Trade.Purposes and coverage of licensing2. All import products can automatically be imported and considered as automatic import licensingexcept:(a)(b)(c)(d)(e)(f)(g)(h)Alcoholic beverages;Nitrocellulose;Precursors;Optical discs;Rice;White crystal sugar;Consumption salt;Unworked diamond40 See document G/LIC/3, Annex, for the Questionnaire.


Those products as mentioned above are considered as non-automatic importlicensing.3. The system applies to goods originating from all countries.4. In general the system is not intended to restrict the quantity or value of imports. However, inorder to meet the nation's legitimate needs certain measures are taken to regulate the importation ofsuch product, inter alia, rice, white crystal sugar and consumption salt.5. The import regulation system is fully based on the Trade Ordinance (BedrijfsreglementeringsOrdonnantie) of 1934 and its amendments.Other laws governing the importation of specific goods are:1. Law No. 23 of 1992 on Public Health;2. Law No. 6 of 1996 on Food;3. Law No. 5 of 1997 on Psychotropic Substances;4. Law No. 23 of 1997 on the Preservation of the Environment;5. Law No. 8 of 1999 on Consumer Protection;6. The Explosive Ordinance (Explosiven Ordonnantie) of 1931 and its amendments;7. Government Regulations No. 32 of 1998 on Small and Medium Enterprises and itsamendments:No, licensing is not a statutory requirementProceduresYes , it does.Yes, it is possible for the Government to abolish the system withoutlegislative approval.6. For products under restriction the quantity of imports is applicable globally.I. Yes, complete information concerning allocation of quotas and formalities of filingapplications for licences is published in the state gazette, national newspapers andother publications.II.III.IV.Quotas are determined on a yearly basis based on the production capacity of theproducer. Import licences will be issued based on the quotas allocated andextendable.Licences are allocated to any producer, regardless of domestic or foreign company,which has fulfilled all of the documentational and other requirements for application.Unused quota allocations cannot be carried over to the succeeding year.Applications for licences of rice, white crystal sugar, and consumption salt can befiled immediately after the publication of the allocation of quotas. Applications forother than those commodities are accepted at any time in the current year.V. Licences will be issued within 15 working days, at the maximum.44


VI.VII.VIII.IX.Importation could only be done immediately upon approval of the licences.Consideration of licence applications is not only effected by the Ministry of Trade.For certain commodities/goods, recommendations from relevant other Ministries oragencies are required prior to the issuance of licences.Quota allocation is distributed upon the production capacity of each company.Provision for new importers is not applicable. All applications are immediatelyexamined upon their receipt.No imports are made into Indonesia under bilateral quotas or export restraintarrangements.X. No imports are made into Indonesia on the basis of export permits.XI.No applicable.7. Where there is no quantitative limit on the importation of a product or on imports from aparticular country:Application for a licence can be made anytime before the arrival of the goods.Licences can be obtained within a short-time limit.Yes, a licence will be granted immediately upon completion of documentational andother requirements.No, there is no limitation of timeSee answer nos. VI., VII.8. In the case of the importation of rice, white crystal sugar and consumption salt, the licensingauthority may decline to grant an import licence should there be no more allocation of quotas ortime.Eligibility of importers to apply for licence9. (a) Under restrictive licensing systems only approved importers are eligible to apply forlicences.(b)Under non-restrictive systems, all persons, firms and institutions are eligible to applyfor licences.Documentational and other requirements for application for licence10. Documents required are:(a) Copy of Company Registry Number (Tanda Daftar Perusahaan – TDP).(b) Copy of Industrial Business Licence (Izin Usaha Industri – IUI).(c) Copy of Taxpayer Registry Number (Nomor Pokok Wajib Pajak – NPWP).


(d) Copy of Importer Identity Number (Angka Pengenal Impor – API).(e) Letter of recommendations from related Ministries/Agencies.11. Documents required are:(a) Bill of Lading/Airway Bill(b) Invoice(c) Packing List(d) Import DeclarationThe importer should attach a copy of the import licence for customs clearancepurposes for commodities that require licences.12. There is no licensing fee or administrative charge.13. There is no deposit or advance payment requirements.Conditions of licensing14. The validity period of an import licence is one year at the maximum and can be extended.15. There is no penalty.16. The licences are not transferable.17. No.Other procedural requirements18. No.19. Yes. No particular licence is required to obtain foreign exchange for imports. Normal bankingprocedures apply for obtaining foreign exchange.--------------46


Lampiran 3Contoh Notifikasi Import Licensing Berdasarkan Pasal 5.1-5.4 Agreement on ImportLicensingWORLD TRADEORGANIZATIONG/LIC/N/2/IDN/2/Add.16 July 2009(09-3293)Committee on Import Licensing O R I G I N A L :AGREEMENT ON <strong>IMPOR</strong>T LICENSING PROCEDURESNotification under Article 5INDONESIAAddendumThe following communication, dated 29 June 2009, is being circulated at the request ofthe delegation of Indonesia._______________Pursuant to Article 5.3 of the Agreement on Import Licensing Procedures regardingthe changes in import licensing procedures, the Government of Indonesia is notifying to theCommittee on Import Licensing Procedures, relating to:Regulation of the Minister of Trade No.21/M-DAG/PER/6/2009 dated June 2009 onthe Amendment of Regulation of the Minister of Trade No. 8/M-DAG/PER/2/2009 on theImport of Iron or Steel 41(a) List of products subject to licensing proceduresReduced from the original 203 post tariff to 169 post tariff, where HS. 7311, 7318,and 7321 are not included in the new regulation.(b) Date and name of publication where licensing procedures are publishedDate: 11 June 2009;Publication: Regulation of the Minister of Trade No.21/M-DAG/PER/6/2009dated June 2009 on The Revision of Regulation of the Minister of TradeNo.8/M-DAG/PER/2/2009 on the Import of Iron or Steel.(c) In the case of automatic import licensing procedures, their administrative purposeIn the new regulation, the clause that stated company applying for IP or IT of Iron orSteel must provide their import plan for one year covering quality, kinds of goods,tariff heading/HS 10 (ten) digits and destination port, is removed.41 Available for consultation (Market Access Division) In English only (unofficial translation).


WORLD TRADEORGANIZATIONG/LIC/N/2/IDN/215 May 2009(09-2391)Committee on Import Licensing O R I G I N A L :AGREEMENT ON <strong>IMPOR</strong>T LICENSING PROCEDURESNotification under Article 5INDONESIAThe following communication, dated 28 April 2009, is being circulated at the requestof the delegation of Indonesia._______________Pursuant to Article 5.2 of Agreement on Import Licensing Procedures regardinginstitution of import licensing procedures, the Government of Indonesia is notifying 42 to theCommittee on Import Licensing Procedures, relating to:1. Regulation of the Minister of Trade No. 08/M-DAG/Per/2/2009 dated 18 February2009 on Provisions on the Import of Iron or Steel, and2. Regulation of Minister of Trade No. 56/M-DAG/PER/12/2008 dated 24 December2008 on Provision of the Import of Certain Products._______________42 Available for consultation (Market Access Division) in English only. (unofficial translation).48


1. Regulation of the Minister of Trade No. 08/M-DAG/Per/2/2009 dated 18February 2009 on Provisions on the Import of Iron or Steel(a)List of products subject to licensing procedures:Iron or steel, HS No. 7208, 7209, 7210, 7211, 7213, 7214, 7215, 7216, 7217, 7219,7229, 7301, 7304, 7305, 7306, 7307, 7308, 7311, 7312, 7314, 7317, 7318, and 7321.(b)(c)(d)Contact point for information on eligibility:- Director of Import, Directorate General of Foreign Trade, Ministry of Trade.- Commercial AttachéAdministrative body(ies) for submission of applications:Director General of Foreign Trade, Ministry of TradeDate and name of publication where licensing procedures are published:18 February 2009, Regulation of Minister of Trade No. 08/M-DAG/PER/2/2009 onProvisions on the Import of Iron or Steel.(e) Indication of whether the licensing procedure is automatic or non-automatic according todefinitions contained in Articles 2 and 3:Automatic.(f)(g)In the case of automatic import licensing procedures, their administrative purpose:In order to secure recognition as IP of Iron or Steel or stipulation of IT of Iron or Steel,every company shall submit application to the Director General by enclosing thefollowing documents:a. Importer Identity Number (API):1. Producer Importer Identity Number/ Limited Importer Identity Number (API-P/API-T) in the case of the company being IP of Iron or Steel; or2. General Importer Identity Number (API-U) in the case of the company being ITor Iron or Steel;b. Corporate Registry Number (TDP);c. Taxpayer Code Number (NPWP);d. Customs Identity Number (NIK);e. Import plan for one year, covering quantity, kinds of goods, tariff heading/ HS 10(ten) digits and destination port;f. Technical consideration from the Director General of Metal, Machine, Textile andMultifarious Industry, Ministry of Industry.- The recognition as IP of Iron or Steel or stipulation of IT of Iron or Steel shallapply for one year and may be extended.- The extension shall be done by enclosing the following documents:1. Import plan for one year, covering quantity, kinds of goods, tariff heading/ HS10 (ten) digits and destination port;2. Industry, Ministry of Industry, in the case of the kind and/or quantity of thewould-be imported goods exceeding the previous year.In the case of non-automatic import licensing procedures, indication of the measurebeing implemented through the licensing procedure; and


------(h)Expected duration of the licensing procedure if this can be estimated with someprobability, and if not, reason why this information cannot be provided:This regulation shall come into force as from the date of stipulation and expire onDecember 20102. Regulation of Minister of Trade No. 56/M-DAG/PER/12/2008 dated December24, 2008 on Provision of the Import of Certain Products.(a)List of products subject to licensing procedures:- Electronic goods, HS No. 7321, 8413 and ex, 8414, 8415, 8418, 8419, 8450, 8471,8509, 8516 and ex, 8517, 8518, 8519, 8521, 8527, 8528, 8529, 8539.- Clothing, HS No. 6105, 6106, 6107, 6108, 6109, 6111,6112, 6114, 6203, 6204, 6205,6206,6207, 6208, 6209, 6210, 6212, 6213, 6214, 6217, 6301, 6302, 6303.- Children Toy, HS No. 9503,- Footwear, HS No. 6401, 6402, 6403, 6404, 6405.- Food and beverages, HS No. 1601, 1602,1603,1604,1605, 1704, 1806, 1901, 1902,1904, 1905, 2007, 2008, 2009, 2101, 2104, 2105, 2201, 2202, 2402.(b)Contact point for information on eligibility:- Director of Import, Directorate General of Foreign Trade, Ministry of Trade.- Commercial Attaché.(c)Administrative body(ies) for submission of applications:Director General of Foreign Trade, Ministry of Trade.(d)Date and name of publication where licensing procedures are published:24 December 2008, Regulation of Minister of Trade No. 56/M-DAG/PER/12/2008,on Provision of the Import of Certain Products.(e) Indication of whether the licensing procedure is automatic or non-automatic according todefinitions contained in Articles 2 and 3:Automatic.(f)In the case of automatic import licensing procedures, their administrative purpose:Application for securing the appointment as IT of Certain Products shall be submittedin writing to the Director by enclosing the following copy documents of:a. Importer Identity Number (API);b. Corporate Registry Number (TDP);c. Taxpayer Code Number (NPWP);d. Special Importer Identity Number (NPIK) for certain products whose import issubject to provision regarding NPIK;e. Customs Identity Number (NIK);50


f. Import plan for one year, covering quantity, kinds of goods, tariff heading/HS 10(ten) digits and destination port.(g)In the case of non-automatic import licensing procedures, indication of the measure beingimplemented through the licensing procedure:--------(h) Expected duration of the licensing procedure if this can be estimated with someprobability, and if not, reason why this information cannot be provided:The stipulation as IT of Certain Products shall apply until the expiration of thisregulation.


WORLD TRADEORGANIZATIONG/LIC/N/2/IDN/123 April 2003(03-2153)Committee on Import Licensing O R I G I N A L :E N G L I S HAGREEMENT ON <strong>IMPOR</strong>T LICENSING PROCEDURESNotification under Article 5INDONESIAThe following communication, dated 14 April 2003, has been received from thePermanent Mission of Indonesia._______________Pursuant to Article 5, paragraph 4 of the Agreement on Import Licensing Procedures,I herewith submit the Decree of the Minister of Industry and Trade of the Republic ofIndonesia No. 732/MPP/Kep/10/2002, dated 22 October 2002, regarding Procedures forImporting Textile, including several attachments 43 :- Attachment I: List of textile fabrics having their import procedures ruled- Attachment II: Statement: Plan of requirement of raw materials or auxiliarymaterials and marketing of products- Attachment III: Approval as textile producer importer- Attachment IV: Realization of import by company as holder of textile producerimporter (IP textile)__________43 Available for consultation in the Secretariat (Market Access Division) (in English only).52


Lampiran 4Contoh Notifikasi Questions and Replies on Import LicensingWORLD TRADEORGANIZATIONG/LIC/Q/IDN/146 April 2009(09-1679)Committee on Import Licensing Original: EnglishNOTIFICATION UNDER ARTICLES OF THE AGREEMENT ON<strong>IMPOR</strong>T LICENSING PROCEDURES FROM INDONESIA 44Replies from INDONESIA to Questions from the UNITED STATESand the EUROPEAN COMMUNITIES 45The following communication, dated 23 March 2009, has been received from thedelegation of Indonesia._______________Indonesia wishes to refer to the questions raised by the EU and the US concerning theadministrative procedures covering certain imports as laid out in Decree No. 56/M-DAG/PER/12/2008 (Decree 56) which replaces Decree No. 44/M-DAG/PER/10/2008(Decree 44).Decree 56 entered into force on 1 February 2009. This decree is not intended tocreate new non-automatic licensing procedures as importers are simply required to registerwith the Ministry of Trade. The rejection of an application is not based on any form ofevaluation, but it reflects the failure to provide the basic information contained in Article 2(3)of Decree 56. Where this information is supplied as required, the importer is automaticallyregistered within 7 working days.With regard to the additional information sought, Indonesia wishes to respond asfollows in the order of the questions set:Have the import licensing procedures foreseen under Regulation of the Trade Minister of theRepublic of Indonesia, Number 44/M-DAG/PER/10/2008, dated 31 October 2008 (“Decree 44”),as modified by Regulation of the Trade Minister of the Republic of Indonesia, Number 56/M-DAG/PER/12/2008, dated 24 December 2008 (“Decree 56”), been notified to the WTO Committeeon Import Licensing Procedures? If not, when will Indonesia do so?Answer:Regulation 56 is not an import licensing scheme as the purpose is only to registerimporters. There is no import permit required with no restrictions on volume.44 See Understanding on procedures for the Review of Notifications (G/LIC/4).45 See document G/LIC/N/2/IDN/11.


For this reason the Regulation 56 is not notified to the WTO Committee on ImportLicensing.We believe that the requirements of Decree 44 and 56 establish non-automatic import licensingprocedures as defined in Article 1 and Article 3 of the WTO Agreement on Import LicensingProcedures. If Indonesia disagrees, please explain.Answer:Under Decree 44, the only element that may have been considered to contribute to animpression of a non-automatic import licensing procedure is the requirement for an importer todemonstrate past performance. However, this is no longer required under Decree 56. As long asthe basic information stipulated under Article 2(3) is provided, registration is granted within 7 days.Once registered, import licences are issued automatically to the importer concerned for the validityof the registration which is two years.What are the measures that are being implemented by the Decree? Is the decree intended to limitthe quantity or affect the customs value of imports of the applicable goods?Answer:The measure is in the form of registering importers of the applicable goods. TheRegulation is not intended to limit the quantity or affect the customs value of imports of the goodsconcerned.Please clarify the objective of the Decree. (Is it to combat “illegal trade”, “track imports”, and/orpromote “health and safety”?)Answer:The Decree is designed to address illegal trade and safeguard health and safety through thedevelopment of an effective tracking system. Where goods enter the country without beingdeclared, the requirements of pre inspection and import licences will help the Authority to identifythose products being marketed in Indonesia. The same system also allows for a more effectivetracking of products that may subsequently have to be withdrawn from circulation on health andsafety grounds.With regard to alleged smuggling into Indonesia, can Indonesia provide figures, data,studies, or other analysis demonstrating the extent of this problem, particularly with respectto the products covered by the Decree?Answer:The very nature of smuggling means that it is not easy to provide figures, data or studies thatwould reveal the extent of the problem being faced. However, those Members familiar withIndonesia should understand that the problem faced is not "alleged" but real. The governmentof Indonesia would welcome studies undertaken by the EU and the US as it is understood thatwe all share the common goal of protecting legitimate trade.How and according to what criteria have the products covered by the Decree been selected? CanIndonesia share information on the process – studies, analyses, and consultations – that haveunderpinned the selection of products?54


Answer:The selection of products is based on items that are the most sensitive to smuggling.Please explain the criteria used by Indonesia for granting and/or allocating licences orregistering/designating importers. Of the applications received so far, how many have beendeclined? Why?Answer:- The criteria is set out under Article 2.3 of Decree 56.- As of 2 February 2009 the status of applications received:a. Electronics: approved 701; 133 rejected; 78 under process,b. Toys: 256 approved; 60 rejected; 4 under process,c. Food and beverages: 235 approved; 39 rejected; 16 under process,d. Garment: 234 approved; 60 rejected; 9 under process,e. Footwear: 211 approved; 26 rejected; 5 under process.Under what circumstances would a license application be denied other than failure to submitthe necessary documents, as required in Article 2 of Decree 56?Answer:Applications would only be denied if the requirements of Article 2 of Regulation 56 arenot met.Will the relevant authorities be consulting with domestic industries or business associationsin deciding whether or not to grant import license applications? Article 2.4 of the originaldecree, Decree 44, appeared to reference such consultations.Answer:There is no consultation with the private sector on the granting of licences.What studies and analysis have been made to ascertain that the measures in the Decree (importlicensing, pre-shipment inspection, port entry limitations, etc.) are the most appropriate and leasttrade restrictive in terms of achieving the stated objective? Can Indonesia share this information?Answer:Extensive discussions upon relevant information available were undertaken at governmentministries. The focus of these discussions was how to establish a tracking system that wouldfulfil the twin objective of reducing and facilitating the identification of smuggled goods as wellas being able to identify products that may have to be withdrawn from the market on health andsafety grounds. The adoption of a registration scheme that would be functional and efficient innature, upon which import licences would automatically be registered, combined with preshipmentinspection was considered the least-trade restrictive means of achieving the objectivesset. Ports of entry were also chosen to ensure that the vast majority of imports are covered.


When will these import measures enter into force?Answer:Ministerial Regulations No. 56/M-DAG/PER/12/2008 (Decree 56) entered into force on1 February 2009, except for textiles and apparel under HS 61-63, which entered into force on1 January 2009.Article 11 of Decree 56/2008 provides that the provisions are not applicable to the “temporaryimport of certain products.” Are goods in transit therefore exempt from the provisions of thedecree? 46Regarding the requirements outlined in Article 2.3 of Decree 56, are importers required to submitdocuments for each individual shipment, or can they complete one submission that is valid fornumerous shipments?Answer:The validity of registration is for two years. During this period, it is not required to submitdocuments for each individual shipment.Article 5 of Decree 56 restricts importation of certain importable products to only five sea portsand all international airports. What is the justification for restricting imports to only five seaports? Why were these ports selected over others? Many importers choose another port if they arewilling to forego the facilities at the identified ports? If not, why not?Answer:The five ports were selected because of their infrastructure and combined together theyrepresent the ports of entry for the vast majority of imports into Indonesia. No other ports may bechosen because it would dilute the effectiveness of the Decree in terms of tracking the goods.Article 5, paragraph 2 of Decree 56 says that imports of Certain IT-Products for the needs of freetrade zones and free ports is governed by the rules and procedures concerning free trade zones andfree ports.Does this mean that free trade zones and free ports are not subject to any of the requirementsof Decree 56, including registration and verification?Answer:The Authorities of free trade zones are free to decide whether to adopt the proceduresunder Regulation 56, but they are not obliged to do so.Some of the tariff lines are textile sector products, including apparel and made-up textile goods, aswell as alcoholic beverages.How do the new import licensing requirements overlap or interact with other existing importlicensing requirements for the same products, particularly 19/M-DAG/PER/5/2005 fortextiles and apparel and 230/MPP/Kep/7/1997 for alcoholic beverages?46 No reference was made to this question as contained in document G/LIC/Q/IDN/11.56


What steps are being taken to minimize the burden on traders of duplicative non-automaticlicensing procedures? Upon implementation of Decree 56, will goods in HS chapters 61-63be subject to two sets of registration requirements?Answer:There is no overlap on the requirements laid out for alcoholic beverages under230/MPP/Kep/7/1997, because alcoholic beverages is not covered by Regulation 56.Textiles and apparel (HS 61-639 are also covered under Regulation 56. However, theGovernment will ensure there are no duplicates of procedures.Article 6 of Decree 56 requires that every import of these products be subject to a verification or“Import Technical Investigation.”What specific issues are being investigated and verified?Answer:The technical verification at the port of exportation only covers the quantity andspecification the goods to be exported to Indonesia. Verification of the quality of thegoods will be conducted if it is necessary, such in the case of food and beverages.Are there technical regulations that provide the basis for such investigations? If so, pleaseexplain. Are there other reasons that form the basis for the investigations, consistent withIndonesia’s WTO obligations?Answer:There are no technical regulations to provide the basis for the checking process at preshipmentlevel. The verification is applied as part of the tracking system referred to.What is the reason for requiring that every shipment be investigated? Why will it benecessary to investigate products that are identical to products that have already beeninvestigated in previous shipments?Answer:Each consignment is checked to ensure that import licences are not missed.What will the verification consist of, documentary and/or physical inspections?Answer:The verification will consist of documentary and physical checks.Answer:What information and documents must be submitted for verification?The documents to be submitted for verification are those related to the quantity andquality of the goods concerned.In what form will physical inspections take place?Answer:Physical inspections will take place at the country of export. It may consist of visualinspection of consignments and where applicable, samples taken to a laboratory.


How long is the whole verification process envisaged to take?Answer:On the basis that all documents required are submitted, the verification process will becompleted within one day provided that the application is made before 12 noon and thefollowing day if the application is made after 12 noon.From the information received from appointed Surveyors (Succofindo and PT SurveyorIndonesia) it seems that both the importer and the exporter must submit an application anddocumentation for verification. If so, why? Why must the same documentation (e.g.Taxpayer Number and Special Importer Identify Number) be submitted to both the Ministryof Trade (in applying for a license) as well as to the surveyor (as part of the verificationprocess)? Why do the appointed surveyors require additional documentation to besubmitted (e.g. Trading License (SIUP))?Answer:Only the exporter is required to submit the application. Importer who applies for thefirst time is required to simply submit information already required under Article 2(3) ofDecree 56 to confirm their status. This information is not subject to verification.Will Indonesian Customs Authorities, for the purpose of customs clearance, also require thedocuments submitted to the appointed surveyors for verification under the Decree, as well ascarrying out documentary and physical inspections?Answer:Customs officers will only require import licences and the surveyors report for clearinggoods. However, the Decree does limit the verification to essential documents tominimise the financial burden on the commercial operators.What costs will be associated with verification or investigation, as mentioned in Article6.3?Answers:The cost of inspection is determined by the surveyor company. However, according tothe information provided to the Government the cost normally approximately 0.6% ofthe FOB price.What is the role of the surveyors? What are they? How are they appointed? Does Indonesiaalready have approved surveyors in foreign ports?Answers:The surveyor is used to assist in the pre-inspection process. They are appointed by theGovernment. The precondition of participation being set out in Article 7 of the Decree.It is the obligation of the appointed surveyor to complete pre-inspection and they arelikely to fulfil thus function through counterparts abroad.Please clarify the meaning of Article 11 of Decree 56, including Articles 11(c) and 11(d), whichappear to exempt certain business activities from the new requirements. What business activitieswill be covered by the decree and which ones will be exempted? Why? How will Indonesiancustoms determine the ultimate use of the imports?Answer:Exempted from this Decree:58


a. Diplomatic goods or belongings of diplomats posted in Indonesia or for diplomaticpurposes in accordance with international agreement or protocol;b. Goods or belongings of international organization or officials of such organization;c. Goods or presents used for religious or public activities;d. Goods for museum, zoo, or other non-commercial activities, which is open for public;e. Goods for research and development activities;f. Goods for handicapped people;g. Weapons, ammunition, military equipment including its spare parts used for nationaldefence;h. Goods or auxiliary goods used for producing products for the purpose of nationalsecurity;i. Personal belongings/luggage of passengers, crew, cross-border where the value andvolume are limited;j. Sample for export and not for traded.k. Equipments which have been exported for the purpose of repairing, recondition andquality testing and then imported again into Indonesia;l. Equipments for human therapy, blood grouping and gen-net.;m. Equipments for building and developing industry in the framework of implementinginvestment policy or machines for developing industries for certain time-frame;n. Equipments for preserving environment;o. Sports goods imported by the highest body of sport organization;p. Damaged equipment, quality degradation, destroyed, the decrease of volume or weightnaturally when carried into the Indonesian Custom Territory and when import approvalwas given to use;q. Goods owned by central and local government used for public interest;r. Goods or equipments to be used for government project funded by foreign loan or foreigngrant.


WORLD TRADEORGANIZATIONG/LIC/Q/IDN/115 February 2009(09-0544)Committee on Import Licensing Original: English<strong>IMPOR</strong>T LICENSING SYSTEM OF INDONESIAQuestions from the UNITED STATES and the EUROPEAN COMMUNITIESto INDONESIAThe following communication, dated 30 January 2009, is being circulated at therequest of the delegations of the United States and the European Communities._______________Indonesia recently introduced new administrative procedures regulating imports of abroad range of products including electronics, household appliances, textiles, apparel,footwear, toys, and food and beverage products. The procedures are contained in theRegulation of the Trade Minister of the Republic of Indonesia, Number 44/M-DAG/PER/10/2008, dated 31 October 2008 (“Decree 44”), as modified by Regulation of theTrade Minister of the Republic of Indonesia, Number 56/M-DAG/PER/12/2008, dated24 December 2008 (“Decree 56”). The decree appears to create new non-automatic importlicensing requirements according to the definitions contained in the WTO Agreement onImport Licensing Procedures. As of mid-December, as many as two hundred or soapplications for import licenses for the covered products have been rejected so far, accordingto Indonesian news articles. We seek additional information from Indonesia about these newrequirements and submit the following questions:1. Have the import licensing procedures foreseen under Regulation of the Trade Minister of theRepublic of Indonesia, Number 44/M-DAG/PER/10/2008, dated 31 October 2008 (“Decree 44”),as modified by Regulation of the Trade Minister of the Republic of Indonesia, Number 56/M-DAG/PER/12/2008, dated 24 December 2008 (“Decree 56”), been notified to the WTO Committeeon Import Licensing Procedures? If not, when will Indonesia do so?2. We believe that the requirements of Decree 44 and 56 establish non-automatic import licensingprocedures as defined in Article 1 and Article 3 of the WTO Agreement on Import LicensingProcedures. If Indonesia disagrees, please explain.3. Please clarify the objective of the Decree. (We’ve heard various explanations. Is it to combat“illegal trade”, “track imports”, and/or promote “health and safety”?)(a) With regard to alleged smuggling into Indonesia, can Indonesia provide figures,data, studies, or other analysis demonstrating the extent of this problem,particularly with respect to the products covered by the Decree?60


4. How and according to what criteria have the products covered by the Decree been selected? CanIndonesia share information on the process – studies, analyses, and consultations – that haveunderpinned the selection of products?5. Please explain the criteria used by Indonesia for granting and/or allocating licenses orregistering/designating importers. Of the applications received so far, how many have beendeclined? Why?(a)(b)Under what circumstances would a license application be denied other thanfailure to submit the necessary documents, as required in Article 2 of Decree 56?Will the relevant authorities be consulting with domestic industries or businessassociations in deciding whether or not to grant import license applications?Article 2.4 of the original decree, Decree 44, appeared to reference suchconsultations.6. What studies and analysis have been made to ascertain that the measures in the Decree (importlicensing, pre-shipment inspection, port entry limitations, etc.) are the most appropriate and leasttrade restrictive in terms of achieving the stated objective? Can Indonesia share this information?7. When will these import measures enter into force?8. Article 11 of Decree 56/2008 provides that the provisions are not applicable to the “temporaryimport of certain products.” Are goods in transit therefore exempt from the provisions of thedecree?9. Regarding the requirements outlined in Article 2.3 of Decree 56, are importers required to submitdocuments for each individual shipment, or can they complete one submission that is valid fornumerous shipments?10. Article 5 of Decree 56 restricts importation of certain importable products to only five sea portsand all international airports. What is the justification for restricting imports to only five sea ports?Why were these ports selected over others? May importers choose another port if they are willingto forego the facilities at the identified ports? If not, why not?11. Article 5, paragraph 2 of Decree 56 says that imports of Certain IT-Products for the needs offree trade zones and free ports is governed by the rules and procedures concerning free trade zonesand free ports.(a)Does this mean that free trade zones and free ports are not subject to any of therequirements of Decree 56, including registration and verification?12. Some of the tariff lines are textile sector products, including apparel and made-up textile goods,as well as alcoholic beverages.(a)How do the new import licensing requirements overlap or interact with otherexisting import licensing requirements for the same products, particularly 19/M-Dag/PER/5/2005 for textiles and apparel and 230/MPP/Kep/7/1997 for alcoholicbeverages?


(b)What steps are being taken to minimize the burden on traders of duplicative nonautomaticlicensing procedures? Upon implementation of Decree 56, will goodsin HS chapters 61-63 be subject to two sets of registration requirements?13. Article 6 of Decree 56 requires that every import of these products be subject to a verification or“Import Technical Investigation.”(a)(b)(c)(d)(e)(f)(g)(h)(i)(j)(k)What specific issues are being investigated and verified?Are there technical regulations that provide the basis for such investigations? Ifso, please explain. Are there other reasons that form the basis for theinvestigations, consistent with Indonesia’s WTO obligations?What is the reason for requiring that every shipment be investigated? Why willit be necessary to investigate products that are identical to products that havealready been investigated in previous shipments?What will the verification consist of, documentary and/or physical inspections?What information and documents must be submitted for verification?In what form will physical inspections take place?How long is the whole verification process envisaged to take?From the information received from appointed Surveyors (Succofindo and PTSurveyor Indonesia) it seems that both the importer and the exporter mustsubmit an application and documentation for verification. If so, why? Why mustthe same documentation (e.g. Taxpayer Number and Special Importer IdentifyNumber) be submitted to both the Ministry of Trade (in applying for a license)as well as to the surveyor (as part of the verification process)? Why do theappointed surveyors require additional documentation to be submitted (e.g.Trading License (SIUP))?Will Indonesian customs authorities, for the purpose of customs clearance, alsorequire the documents submitted to the appointed surveyors for verificationunder the Decree, as well as carrying out documentary and physical inspections?What costs will be associated with verification or investigation, as mentioned inArticle 6.3?What is the role of the surveyors? What are they? How are they appointed?Does Indonesia already have approved surveyors in foreign ports?14. Please clarify the meaning of Article 11 of Decree 56, including Articles 11(c) and 11(d), whichappear to exempt certain business activities from the new requirements. What business activitieswill be covered by the decree and which ones will be exempted? Why? How will Indonesiancustoms determine the ultimate use of the imports?__________62

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!