13.07.2015 Views

GUS DUR, PEJUANG PLURALISME SEJATI | Indonesia Media Online

GUS DUR, PEJUANG PLURALISME SEJATI | Indonesia Media Online

GUS DUR, PEJUANG PLURALISME SEJATI | Indonesia Media Online

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>GUS</strong> <strong>DUR</strong>, <strong>PEJUANG</strong> <strong>PLURALISME</strong> <strong>SEJATI</strong> | <strong>Indonesia</strong> <strong>Media</strong><strong>Online</strong>Sumbangsih terbesar Gus Dur terhadap bangsa adalah perjuangannya yang pantang mundur dalam mengusung pluralisme.Sebelum meninggal, Gus Dur berpesan, “Saya ingin di kuburan saya ada tulisan: disinilah dikubur seorangpluralis” (Kompas, 3/1). Gus Dur seorang pluralis. Gebrakannya yang terkenal ketika ia menjadikan Konghucu agama resminegara. Gus Dur juga mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1967 yangmelarang kegiatan warga Tionghoa, serta menetapkan Imlek hari libur nasional.Komitmen Gus Dur memperjuangkan pluralisme melewati ujian yang tidak mudah.Tahun 1995-1997 terjadi kerusuhan “etno-religius” di Jawa Timur dan Jawa Barat,daerah basis Nahdlatul Ulama (NU), menyebabkan ratusan gereja dan beberapatoko orang Tionghoa dibakar dan dihancurkan. Tujuannya mendiskreditkan GusDur bahwa visi Islam toleran yang diusungnya gagal. Meresponi kekerasantersebut, 1997-1998, Gus Dur menciptakan jejaring aktivis muda NU mencegahteror lebih lanjut dengan mengorganisir patroli keamanan di Gereja-gereja dantoko-toko Tionghoa.Keniscayaan PluralismeLogo PluralismeKetika para pakar seperti John Rawlsmelihat kemajemukan sebatas fakta (factof pluralism), Gus Dur memahaminyasebagai keharusan (normative pluralism).Bagi Gus Dur, keberagaman adalahrahmat yang telah digariskan Allah.Menolak kemajemukan sama halnyamengingkari pemberian ilahi. Perbedaanmerupakan kodrat manusia. Gus Durcenderung memandang perbedaan dalamperspektif, meminjam istilah WolfgangHuber, “ethic of dignity” daripada “ethic


of interest” (Die tägliche Gewalt, 44). Ethic of dignity melihat perbedaan sebagai pemberian (given), sementara ethic ofinterest memandangnya sebatas pilihan (choice).Dalam bidang keagamaan, pluralisme normatif mengharuskan Gus Dur menolak pluralisme indiferen, paham relativismeyang menganggap semua agama sama. Pola pikir yang mengarah pada sinkretisme agama ini, tidak menghargai keunikanberagama. Hans Kung menyebutnya pluralisme “murahan” tanpa diferensiasi dan tanpa identitas. Beda dari indiferen, GusDur menghargai pluralisme nonindiferen yang mengakui dan menghormati keberagaman agama. Pola pikir ini menentangpereduksian nilai-nilai luhur agama, apalagi meleburkan satu agama dengan agama lainnya.SBY dan Gus DurKarena perbedaan adalah rahmat, Gus Dur optimis bahwa keberagaman akanmembawa kemaslahatan bangsa dan bukannya persoalan yang memecah bangsa.Ketika menginterview Gus Dur untuk penyusunan disertasi penulis di BostonCollege, Gus Dur menandaskan perlunya tiga nilai universal—kebebasan, keadilan,dan musyawarah—untuk menghadirkan pluralisme sebagai agen pemaslahatanbangsa.KebebasanKebebasan menjadi prasyarat hadirnya pluralisme. Gus Dur mendambakanterciptanya ‘komunitas merdeka’ (community of freedom) dalam masyarakat etno-religius <strong>Indonesia</strong> yang heterogen. Dalamkomunitas merdeka, entitas kemajemukan bukan hanya dilindungi hak hidupnya dari intervensi kekuatan eksternal, tapi jugakesempatan mengekspresikan identitasnya di ruang publik. Dalam bidang keagamaan, Gus Dur meyakini Pancasilamenjamin kebebasan beragama bukan hanya sebatas memeluk agama tapi juga mencakup peran “etikakemasyarakatan” (social ethic) agama di ruang publik (Prisma Pemikiran Gus Dur, 213-4). Bagi penulis, disinilah letaksignifikansi sila pertama Pancasila. Kalau hanya sekedar kebebasan memeluk agama, sila kedua, ketiga, dan seterusnyasudah cukup menjamin. Keunikan sila pertama, yakni mendorong agama-agama menjalankan peran etika kemasyarakatan diruang publik.KeadilanPluralisme dalam agamaPerjuangan Gus Dur yang tak mengenal lelah dalam membela hak-hak minoritas


menunjukkan kepekaannya terhadap rasa keadilan. Keberpihakkan kepada yanglemah dan miskin (preferential option for the poor) adalah kewajiban moral menegakkan keadilan dalam dunia yang tidakadil. Demi mewujudkan keadilan, Gus Dur menentang dikotomi mayoritas-minoritas. Wacana mayoritas-minoritas yangbersifat hirarki dan oposisional bukan hanya mengancam keadilan tapi juga mengarah pada disintegrasi bangsa. Itu sebabnyabagi Gus Dur, sekalipun Islam agama mayoritas, Islam sebagai etika kemasyarakatan tidak boleh menjadi sistem nilaidominan di <strong>Indonesia</strong> apalagi menjadi ideologi alternatif bagi Pancasila. Fungsi Islam, seperti juga agama-agama lain,sebatas sistem nilai pelengkap bagi komunitas sosio- kultural dan politis <strong>Indonesia</strong>.Gus DurMusyawarahBagi Gus Dur, musyawarah menuntut kesadaran interdependensi dan sikappartisipasi. Itu berarti hidup bersama bukan lagi semata-mata secara sosial danpraktis, tapi harus secara “teologis.” Artinya, penerimaan satu sama lain harusdengan sepenuh hati. Perbedaan diterima sebagai sesuatu yang baik secara intrinsik.Toleransi bukan lagi sekedar menerima keberagaman, tapi bagaimana supayakeberagaman membawa manfaat.Sepeninggal Gus Dur, upaya melestarikan pluralisme merupakan penghargaan terbesar baginya, jauh lebih besar daripenganugerahan pahlawan nasional yang sedang diusulkan banyak pihak.(Penulis adalah Direktur Eksekutif Reformed Center for Religion and Society)This post was submitted by Benyamin F. Intan - kiriman Jos Budi.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!