13.07.2015 Views

SNTI 2008 Polarisasi dari hamburan cahaya di Langit.pdf

SNTI 2008 Polarisasi dari hamburan cahaya di Langit.pdf

SNTI 2008 Polarisasi dari hamburan cahaya di Langit.pdf

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

PERKEMBANGAN RISET APLIKASI POLARISASI CITRA DARI HAMBURAN CAHAYA DILANGIT BIRU SEBAGAI KOMPAS PENUNJUK ARAH ALTERNATIFMohammad Iqbal 1 , Olivier Morel 2 , Fabrice Mariedeau 21 Universitas Gunadarma, Fakultas Ilmu Komputer, Jl. Margonda Raya 100, Depok, Indonesia, e-mail:mohiqbal@staff.gunadarma.ac.id2Université de Bourgogne, IUT Le Creusot, Laboratoire Le2i - UMR CNRS 5158, Perancis, {Maître deconferences, proffesor} email : {o.morel, fabrice.meriaudeau}@u-bourgogne.frAbstract<strong>Polarisasi</strong> <strong>cahaya</strong> <strong>di</strong> alam merupakan salah satu fenomena optik yang selalu terja<strong>di</strong> setiap hari. pada dasarnya<strong>cahaya</strong> matahari tidak terpolarisasi (unpolarized) dan akan terpolarisasi saat mengalami pantulan (reflecting)akibat bersinggungan dengan permukaan <strong>di</strong>electrik (seperti pada permukaan air atau permukaan yangmengkilap lainnya) atau mengalami proses <strong>hamburan</strong> (scattering) yang <strong>di</strong>akibatkan oleh partikel <strong>di</strong> udaramaupun ketika <strong>di</strong>serap oleh air. Fenomena polarisasi yang <strong>di</strong>akibatkan oleh <strong>hamburan</strong> dapat <strong>di</strong>observasi padalangit biru. Ketika <strong>cahaya</strong> matahari bersinggungan dengan molekul atmosfir, <strong>cahaya</strong> ini menja<strong>di</strong> <strong>cahaya</strong> yangterpolarisasi parsial linier (partially Linearly polarized) yang mengandung berbagai macam pola kompleksyang sering <strong>di</strong>sebut dengan e-vector. Pola ini simetris dengan garis zenit dan posisi matahari, sehingga dapat<strong>di</strong>gunakan sebagai referensi arah untuk navigasi. Paper ini merupakan stu<strong>di</strong> pustaka riset yang terkait denganmekanisme pengambilan informasi polarisasi pada langit biru untuk <strong>di</strong>pergunakan sebagai referensi arah(kompas <strong>cahaya</strong>). Pembahasannya meliputi deskripsi alat pemindai pola polarisasi <strong>di</strong> langit, skenariopemindaian dan metode analisis pola polarisasi menggunakan model rayleight. Kemu<strong>di</strong>an, klasifikasi prosesdemi proses pemanfaatan <strong>cahaya</strong> terpolarisasi <strong>di</strong>susun berdasarkan pola yang terbentuk pada beberapa risetagar dapat <strong>di</strong>ja<strong>di</strong>kan pedoman riset selanjutnya.Daftar Pustaka (1988- 2006)Kata kunci : <strong>Polarisasi</strong>, <strong>hamburan</strong> <strong>cahaya</strong>, kompas matahari, teori rayleight1. PENDAHULUAN<strong>Polarisasi</strong> <strong>cahaya</strong> yang <strong>di</strong>sebabkan olehpeng<strong>hamburan</strong> <strong>cahaya</strong> (Scattering) merupakan salahsatu fenomena optik yang banyak terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> alam.Keja<strong>di</strong>an ini akan menyebabkan <strong>cahaya</strong> mataharimenja<strong>di</strong> terpolarisasi parsial linier (partially linearlypolarized light) setelah bertabrakan dan terhamburoleh molekul atmosfir bumi (Coulson, 1988).Fenomena ini dapat <strong>di</strong>manfaatkan sebagai aplikasiuntuk memahami suatu citra oleh komputer yangmerupakan suatu perluasan <strong>dari</strong> kemampuanmengindera <strong>cahaya</strong>.Pada umumnya, secara konvensional prosesmengindera <strong>cahaya</strong> <strong>di</strong>lakukan dengan menangkapintensitas dan warna <strong>cahaya</strong>. Namun pada keja<strong>di</strong>anpolarisasi <strong>di</strong> alam ini, terdapat informasi tambahanyang dapat <strong>di</strong>tangkap yang dapat <strong>di</strong>manfaatkanuntuk memahami lebih lanjut suatu obyek yang<strong>di</strong>observasi. Infomasi tersebut misalnya derajatpolarisasi, sudut polarisasi dan variasi intensitas<strong>cahaya</strong> yang <strong>di</strong>hasilkan <strong>dari</strong> polarisasi.Pada langit biru, Informasi-informasi tambahanpolarisasi <strong>cahaya</strong> ini dapat <strong>di</strong>ambil dengan cara-carakhusus yang berbeda dengan metode analisis <strong>cahaya</strong>pada umumnya. Kemu<strong>di</strong>an <strong>dari</strong> hasilpenangkapannya, akan <strong>di</strong>dapati pola polarisasi yangsimetris dengan garis zenit dan posisi matahari yangdapat <strong>di</strong>manfaatkan sebagai referensi arah.Bagian pertama <strong>dari</strong> paper ini membahas tentangteori dasar polarisasi akibat <strong>hamburan</strong> <strong>cahaya</strong>.Bagian kedua membahas metode pengambilaninformasi polarisasi agar dapat <strong>di</strong>manfaatkan untukpemrosesan selanjutnya. Di bagian ketiga membahasmetode analisis polarisasi dan bagian terakhir adalahkesimpulan yang <strong>di</strong>dapat <strong>dari</strong> pembahasan padabagian sebelumnya.2. TEORI POLARISASI AKIBAT HAMBURANCAHAYA DI UDARACahaya terpolarisasi dan warna <strong>di</strong> langit <strong>di</strong>ciptakanoleh <strong>cahaya</strong> yang terhambur (scattering), yaituistilah teknis untuk <strong>cahaya</strong> yang yang "<strong>di</strong>pantulpantulkan"ke segala arah dengan acak oleh sesuatu.(Tyndall, 1869). Prosesnya dapat <strong>di</strong>lihat padagambar 1 <strong>di</strong> bawah ini.1


Posisi matahari akan sangat menentukanorientasi polarisasi <strong>cahaya</strong>. Pada posisi mataharidekat dengan zenit, maka langit akan terpolarisasihorisontal sepanjang keseluruhan kaki langit(horison).Gambar 1. Proses terja<strong>di</strong>nya polarisasi oleh <strong>hamburan</strong><strong>cahaya</strong> oleh atmosfir <strong>di</strong> langit (Wehner, 2001)Cahaya matahari yang tiba tidakterpolarisasi (panel kiri atas) tetap tidak terpolarisasijika langsung mencapai observer (dengan suduthambur 0°, lihat panel kanan atas). Namun <strong>cahaya</strong>ini akan menja<strong>di</strong> polarisasi linier jika terhambur olehmolekul atmosfir (0 2 dan N 2 ). Berdasarkan teoriRayleigh, derajat polarisasi akan mencapai 100 %jika sudut hamburnya 90° (lihat panel bawah kiri),dan sebagian sudut hambur yang lainnya akanmenyebabkan <strong>cahaya</strong> terpolarisasi dengan derajatpolarisasi yang lebih rendah (lihat panel kananbawah).Gambar 3. Matahari berada <strong>di</strong> dekat zenit,langit akan terpolarisasi horisontal.Dan pada posisi lainnya, misalnya ketika matahariberada <strong>di</strong> barat (terbenam), langit akan terpolarisasimaksimal sepanjang garis bujur (meri<strong>di</strong>an) dantegak lurus (vertikal) pada horison <strong>di</strong> utara danselatan.Proses <strong>hamburan</strong> ini akan terja<strong>di</strong> terusmenerus pada atmosfir (multiple scattering) danmembentuk sebuah pola horisontal yang <strong>di</strong>kenaldengan nama e-vector (István Pomozi1, 2001) dandapat <strong>di</strong>representasikan seperti pada gambar 2 <strong>di</strong>bawah ini.Gambar 4. Ketika terbenam, polarisasi langitsepanjang horison akan terpolarisasi secaravertikalGambar 2. Representasi 3D <strong>dari</strong> pola polarisasiyang <strong>di</strong>hasilkan <strong>hamburan</strong> <strong>cahaya</strong> matahari <strong>di</strong>langit. Z adalah zenit, S adalah matahari (sun), Oadalah posisi observasi, SM adalah solarmeri<strong>di</strong>an dan ASM adalah anti solar meri<strong>di</strong>an.(Lambrinos et al, 2000)Dari beberapa ilustrasi <strong>di</strong> atas, kita mengetahuibahwa pola polarisasi akan berotasi berdasarkanposisi matahari terhadap zenit. Pada keadaan rotasiini, pola polarisasi <strong>di</strong> langit biru memiliki 2 propertipenting, yaitu :1. Memiliki garis simetris dengan titik tengahzenit membentuk sudut 180°. Titik <strong>di</strong>manaposisi matahari berada <strong>di</strong>sebut solar meri<strong>di</strong>an(SM), dan cerminannya terhadapa zenit <strong>di</strong> sisilainnya <strong>di</strong>sebut anti solar meri<strong>di</strong>an (ASM).2. E-Vector selalu tegak lurus terhadap solarmeri<strong>di</strong>an. (Lambrinos et al, 2000)2


3. METODE PENGAMBILAN INFORMASIPOLARISASISistem ini amat penting dalam rangkaiankegiatan penentuan arah menggunakan polarisasi.Kesalahan dalam pemilihan jenis filter polarisasi,kamera dan instalasi, tentu akan mempengaruhiakurasi deteksi terhadap obyek e-vector pada langit.3.1. Menggunakan Kamera CCDPengambilan informasi polarisasimenggunakan kamera CCD biasa ini adalah dengancara menganalisa komponen biru <strong>dari</strong> output RGB.<strong>Polarisasi</strong> pada langit biasanya terja<strong>di</strong> dalam kisaranpanjang gelombang <strong>cahaya</strong> ultraviolet atau biru.(350-450nm). Untuk mengekstrak citra polarisasi,<strong>di</strong>perlukan filter polarisasi linier yang <strong>di</strong>tambahkanpada lensa kamera CCD tersebut. (Usher et all ,2001).Langkah pertama <strong>di</strong>lakukan untuk inisialisasi,yaitu mengambil referensi maksimal dan minimalterhadap pola polarisasi (e-vector) <strong>di</strong> langit. Citralangit <strong>di</strong>ambil sebanyak dua kali, <strong>di</strong>mana citra yangkedua sudut filter polarisasinya ortogonal (tegaklurus) terhadap sudut filter polarisasi yang pertama.Ini berarti mengambil polarisasi horisontal (0°) danmengambil sudut polarisasi 90° (polarisasi vertikal),yaitu referensi <strong>di</strong>mana kita bisa melihat e-vector <strong>di</strong>langit dengan jelas, dan <strong>di</strong>mana kita tidak bisamelihatnya sama sekali.Langkah selanjutnya adalah melakukanpengamatan citra langit. Kamera akan <strong>di</strong>arahkan kelangit dalam sudut 0° - 180°. Citra akan <strong>di</strong>ambilsetiap 10° sebanyak 2 kali dengan situasi sepertipada langkah inisialisasi (filter polarisasi pada 0°dan 90°).Gambar 5 menunjukkan rata-rata intensitas <strong>dari</strong>dua set citra dengan orientasi yang sama. Padaorientasi 0°, rata-rata intensitas citra pertama padapuncak tertinggi, ini berarti sudut filter polarisasiberada pada posisi yang sama dengan e-vector (atautegak lurus terhadap solar meri<strong>di</strong>an). Namun,intensitas citra kedua mencapai posisi minimumyang berarti filter polarisasi tegak lurus terhadap e-vector.3.2. Menggunakan Lensa FisheyePengambilan citra langit menggunakan lensafisheye ini lebih mudah <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan denganmenggunakan kamera CCD biasa, karena lensa iniakan memungkinkan kita mendapatkan sudutpenglihatan 180° terhadap langit. Pada kamera juga<strong>di</strong>pasang filter polarisasi linier dalam bentuk cakramyang memiliki 3 sudut polarisasi yang berbeda (0°,45°,90°) yang skalanya dapat <strong>di</strong>ukur dengan mudah.(István Pomozi1, 2001)Gambar 6. Lensa Fisheye (kiri) dan cakramrotator linier polarizer (kanan)Citra langit <strong>di</strong>ambil dengan mengambil 3 citradengan sudut transmisi filter polarisasi yangberbeda-beda yang <strong>di</strong>atur <strong>dari</strong> rotator cakram ta<strong>di</strong>.Kamera <strong>di</strong>letakkan menggunakan tripod tegak lurusmenghadap langit sehingga sudut optik fisheyevertikal dan view-finder kamera menghadap utara.Gambar 5. Variasi Instensitas dengan orientasiyang sama, set citra 1 memiliki posisi sama dengane-vector, set citra 2 tegak lurus terhadap e-vector(Usher et all , 2001)Gambar 7. Posisi kamera padaPengambilan citra menggunakan lensafisheye (Jessie, 2005)3


3.3. Menggunakan Lensa Cata<strong>di</strong>optricLensa cata<strong>di</strong>optric memberikan sudut penglihatanyang lebih luas <strong>dari</strong> lensa biasa bahkan <strong>dari</strong> lensafisheye. Menggunakan lensa ini untuk deteksi arealangit akan memberikan area citra langit lebih <strong>dari</strong>180°. (Dimitrios Lambrinos, 2000)4.1. Model Rayleigh <strong>Langit</strong>Representasi 3D citra langit akan<strong>di</strong>representasikan secara dua <strong>di</strong>mensi dengan sistemkoor<strong>di</strong>nat polar, <strong>di</strong>mana sudut zenit θ dan sudutazimut ϕ <strong>dari</strong> barat <strong>di</strong>ukur secara ra<strong>di</strong>al dantangensial. Pada koor<strong>di</strong>nat sistem 2D, zenitposisinya sebagai sumber dan horison adalah lingkarterluar.Gambar 8. Lensa Cata<strong>di</strong>optric tunggal (kiri)dan stereo (kanan)(Gijeong Jang, 2005)Pengambilan citra langit <strong>di</strong>lakukan denganmemasang filter polarisasi yang sama dengan yang<strong>di</strong>lakukan pada kamera lensa fisheye pada sub babsebelumnya. Begitu juga pengambilannya, yaitumenangkap tiga citra dengan sudut transmisi filterpolarisasi yang berbeda-beda yang <strong>di</strong>atur <strong>dari</strong> rotatorcakram filter polarisasi. Namun, kamera <strong>di</strong>letakkandengan posisi lensa tegak lurus menghadap sistemcata<strong>di</strong>optric seperti gambar <strong>di</strong> bawah ini.Gambar 9. Posisi kamera pada Pengambilancitra menggunakan lensa Cata<strong>di</strong>optric(JeffreyR. Charles, 1997)4. METODE ANALISIS POLARISASIMetode ini adalah metode selanjutnyasetelah pengambilan citra langit. Informasi polarisasi<strong>cahaya</strong> pada langit akan <strong>di</strong>ekstraksi dan <strong>di</strong>kuantisasiagar dapat menja<strong>di</strong> persepsi arah dengan pemrosesancitra lebih lanjut untuk mendapatkan kecerahanintesitas yang memadai, derajat dan sudut polarisasilangit yang <strong>di</strong>amati.Gambar 10. Representasi 2D Pola E-vector langit(Wehner, 2001)Teori dasar pola derajat dan sudutpolarisasi langit <strong>di</strong>hitung menggunakan modelrayleigh single-scattering. Pada model ini, derajatpolarisasi linier langit δ <strong>di</strong>tulis pada persamaan (1)dan (2) :δ = δ max sin 2 γ (1+cos 2 γ) (1)cos γ = sinθ s sinθ cosψ + cosθ s cosθ (2)<strong>di</strong>mana γ adalah jarak sudut antara observer <strong>di</strong>permukaan bumi antara titik celestial dan matahari,θ s adalah sudut solar zenit dan θ adalah jarak sudutobserver <strong>di</strong>permukaan bumi antara zenit dan solarmeri<strong>di</strong>an. Untuk setiap θ s , δ max yang <strong>di</strong>berikan,<strong>di</strong>tetapkan <strong>dari</strong> pola derajat polarisasi langit yang<strong>di</strong>ukur dengan metode full-sky imaging polarimetryyang <strong>di</strong>lakukan oleh (István et all, 2001).Pada model rayleigh, orientasi (atau sudut)polarisasi tegak lurus terhadap ruang (plane)<strong>hamburan</strong> <strong>cahaya</strong> <strong>di</strong>lihat <strong>dari</strong> sisi pengamat, titikcelestial yang <strong>di</strong>amati dan posisi matahari. <strong>Polarisasi</strong>yang terja<strong>di</strong> tidak tergantung pada panjanggelombang. Teori <strong>hamburan</strong> Rayleigh ini akan<strong>di</strong>ja<strong>di</strong>kan sebagai pemban<strong>di</strong>ng untuk citra hasilpengamatan langsung polarisasi langit berikut ini.4.2. Ekstaksi Pola <strong>Polarisasi</strong> <strong>di</strong> <strong>Langit</strong> (e-vector)Proses pengolahan setiap citra langit yang<strong>di</strong>tangkap dengan tiga orientasi filter polarisasi yangberbeda, <strong>di</strong>mulai dengan menggunakan persamaan :F(φ) = K (1 + d cos (2φ) (3)Dimana K adalah skala faktor yang tergantung padapengaturan kamera dan kon<strong>di</strong>si sekitar, d adalah4


derajat polarisasi, φ adalah orientasi yang mengacupada solar meri<strong>di</strong>an dan F(φ) adalah intensitas citrayang ingin <strong>di</strong>dapatkan. Dengan orientasi filterpolarisasi yang <strong>di</strong>set pada 0°, 45° dan 90°, kita dapatmenyusun persamaan (3) menja<strong>di</strong> :F(φ) = K (1 + d cos (2φ - 2.(0)) (4)F(φ) = K (1 + d cos (2φ - 2.(π/4)) (5)F(φ) = K (1 + d cos (2φ - 2.(π/2)) (6)Persaman-persamaan ini <strong>di</strong>susun untuk mendapatkanrata-rata intensitas citra, sehingga dapat menja<strong>di</strong>solusi untuk setiap piksel dalam 3 citra tersebut.Dengan mengambil model situasi yang adapada penelitian Dimitrios Lambrinos (Lambrinos,2000), yaitu dengan K=0.5 dan d=0.3, lalu memberiorientasi filter polarisasi 0°, 45° dan 90°,penangkapan citra <strong>di</strong>lakukan pada saat matahariterbenam, maka rata-rata intensitas yang <strong>di</strong>dapatkanseperti pada gambar 10 <strong>di</strong> bawah ini.dan sudut polarisasi. Kegiatan ini adalah dengancara full-sky imaging polarimetry yang <strong>di</strong>lakukanoleh (István et all, 2001), yaitu :1. Mengukur matrik Mueller <strong>dari</strong> lensa danfilter polarisasi yang <strong>di</strong>gunakan2. Mengukur gangguan-gangguan yangmungkin terja<strong>di</strong> pada lensa, termasukmengurangi intensitas <strong>cahaya</strong> citra agarmendapatkan tampilan citra yang dapatmenunjukkan secara tegas batas-batas antarpola yang terbentuk <strong>di</strong> dalamnya.Pada paper ini penulis hanya membahas penggunaanmatrik Mueller yang merupakan bagian utama <strong>dari</strong>mendapatkan dua informasi polarisasi tersebut.Sedangkan gangguan pada lensa tentu akan sangattergantung <strong>dari</strong> lensa yang <strong>di</strong>gunakan seperti yangsudah <strong>di</strong>bahas pada bab ketiga, dan pada paper ini<strong>di</strong>abaikan.4.2.1. Matrik Mueller dan Parameter StokesGambar 11. Kontur Pola E-vector untuksetiap citra pada φ yang berbeda (Usheret all , 2001)Kita menyaksikan bahwa telah terja<strong>di</strong> pemusatankontur pada kanan bawah <strong>di</strong>mana matahari berada.Di sisi lainnya (sebelah kiri) juga terbentuk kontur<strong>hamburan</strong> <strong>cahaya</strong> namun tidak sebanyak kontur <strong>di</strong>sekitar matahari. Kontur ini merupakan representasiintensitas <strong>dari</strong> <strong>cahaya</strong> terpolarisasi akibat keja<strong>di</strong>an<strong>hamburan</strong> <strong>di</strong> langit yang berasal <strong>dari</strong> citra sumberpada gambar 11.Matrik mueller merupakan elemen <strong>dari</strong>kalkulus Mueller yang <strong>di</strong>gunakan untuk menghitungmodel akibat keja<strong>di</strong>an polarisasi. Cahaya datang<strong>di</strong>representasikan dalam vektor 4 <strong>di</strong>mensi, yang<strong>di</strong>sebut dengan Stokes vector. Obyek yangmengubah status polarisasi <strong>dari</strong> <strong>cahaya</strong> datang<strong>di</strong>representasikan dalam 4x4 matrik yang <strong>di</strong>sebutmatrik Mueller. Pada penangkapan citra langit,filter polarisasi yang <strong>di</strong>gunakan adalah linierpolarizer yang <strong>di</strong>rotasikan dalam sudut θ, makamatrik Mueller yang <strong>di</strong>gunakan adalah (Goldstein,2003) :⎛ 1⎜1⎜cos2θ2⎜sin2θ⎜⎝ 0cos2θ2cos 2θsin2θcos2θ0sin2θsin2θcos2θ2sin 2θ0⎞⎟0⎟0⎟⎟0⎠Maka, untuk tiga sudut (0°, 45°, 90°) polarizer yang<strong>di</strong>ambil, berlaku sebagai berikut :0(7)θ = 0°, maka⎛ 1⎜1 ⎜ 12 ⎜ 0⎜⎝ 0110000000 ⎞⎟0 ⎟0 ⎟⎟0⎠Gambar 12. Citra Sumber ketika matahari tenggelam(István et all, 2001)Langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahancitra sumber untuk mendapatkan derajat polarisasiPada sudut 0° Matrik Mueller rotator polarizermenunjukkan polarisasi linier secara horisontal.5


θ = 45°, maka⎛10 1 0⎞⎜ ⎟1 ⎜00 0 0⎟2 ⎜10 1 0⎟⎜ ⎟⎝00 0 0⎠Pada sudut 45° Matrik Mueller rotator polarizermenunjukkan polarisasi linier secara <strong>di</strong>agonal garis<strong>di</strong>antara kuadran.4.2.2. Matrik Mueller untuk Cahaya terhamburoleh atmosfirPenjabaran <strong>di</strong> atas adalah untuk <strong>cahaya</strong> datangdalam keadaan ideal. Sedangkan pada keja<strong>di</strong>ansesungguhnya, <strong>cahaya</strong> terkena proses <strong>hamburan</strong><strong>cahaya</strong> oleh electron-elektron pada molekul yangada <strong>di</strong> atmosfir.θ = 90°, maka ⎛ 1 −10 0⎞⎜⎟1 ⎜−11 0 0⎟2 ⎜ 1 0 1 0⎟⎜⎟⎝ 0 0 0 0⎠Pada sudut 90° Matrik Mueller rotator polarizermenunjukkan polarisasi linier secara vertikal.Pengukuran ini berlaku pada situasi <strong>cahaya</strong> datang(incident beam) <strong>di</strong>ubah sudut θ dengan polarizerrotator seperti ilustrasi <strong>di</strong> bawah ini.Gambar 14. Proses Hamburan oleh elektron bebas padaatmosfir (Goldstein, 2003)Cahaya datang akan terhambur dalam sudut θ dan φkarena <strong>di</strong>pengaruhi oleh massa elektron mengikutipersamaan (Goldstein, 2003) :Eθ2− eiδxiωt= [ E0] cosθ2 xee(9)4πεmc R0Gambar 13. Pengukuran pada rotator polarizerlinier (Goldstein, 2003)Sedangkan untuk <strong>cahaya</strong> datang (incident beam),<strong>di</strong>wakili oleh stokes parameter. Berikut ini beberapaketentuan untuk Stokes Vector (Goldstein, 2003) :⎛ s0⎞⎜ ⎟ S 0 : Total intensitas⎜ s1⎟ S 1 : 0° linear polarized light⎜s⎟ S 2 : 45° linear polarized light2⎜ ⎟S 3 : Right circular polarized light⎝ s3⎠Untuk menghitung status polarisasi <strong>cahaya</strong> yangmemantul <strong>dari</strong> suatu benda, maka berlaku ketentuanumum (Goldstein, 2003) :[output light] = [Muller matrix] [input light]⎛S⎜⎜S⎜S⎜⎝S0123' ⎞ ⎛m⎟ ⎜' ⎟ ⎜m⎟ =' ⎜m⎟ ⎜'⎠ ⎝m11213141mmmm12223242mmmm13233343mmmm14243444⎞⎛S⎟⎜⎟⎜S⎟⎜S⎟⎜⎠⎝S0123⎞⎟⎟⎟⎟⎠(8)Eφ2− eiδyiωt= [ E0]2 yee(10)4πεmc R0Maka, stokes vektor untuk <strong>cahaya</strong> datang (incidentlight) yang terhambur <strong>di</strong> atas menja<strong>di</strong> (Goldstein,2003) :22⎛ S⎞0(1+ cos θ ) + S1sin θ2⎜⎟2221 ⎛ − e ⎞ ⎜ S0sin θ + S1(1+ cos θ ) ⎟S ' =⎜⎟22⎜⎟⎝ 4πε0mcR ⎠ ⎜2S2cosθ(11)⎟⎝ 2S3cosθ⎠Dan setelah mengalami penjabaran cukup panjang,matrik Mueller rotator polarizer menja<strong>di</strong> (Goldstein,2003):22⎛1+cos θ sin θ2⎜2221⎛−e⎞ ⎜ sin θ 1+cos θM =⎜⎟22⎜⎝ 4πε0mcR⎠⎜0 0⎝ 0 00 0 ⎞⎟0 0 ⎟2cosθ0⎟⎟0 2cosθ⎠(12)Dimana –e 2 2/ ( 4πε0mc) adalah sifat elektron padara<strong>di</strong>us R. Maka, intensitas yang terbentukproporsional pada area elektron-elektron tersebut .Secara umum, intensitas <strong>dari</strong> <strong>cahaya</strong> yang terkena6


proses <strong>hamburan</strong> oleh elektron menja<strong>di</strong> (Goldstein,2003):122I ( θ ) = [ S0(1 + cos θ ) + S1sin θ ] (13)2Kontur yang terbentuk <strong>dari</strong> intensitas denganmengatur kombinasi <strong>cahaya</strong> datang sebagai <strong>cahaya</strong>yang terpolarisasi secara linier (S 1 =-1 atau = S 1 =1)dan <strong>cahaya</strong> tidak terpolarisasi (S 1 =0) <strong>dari</strong>persamaan (13) <strong>di</strong> atas dapat <strong>di</strong>lihat pada gambar 15<strong>di</strong> bawah ini.warna yang terkait dengan panjang gelombang<strong>cahaya</strong> yang dapat tertangkap oleh kamera RGB.Semakin panjang gelombang, semakin tinggi derajatpolarisasi pada langit, artinya spektrum warna akansemakin gelap atau meredup. Hal ini tentu sejalandengan hukum Rayleigh yang menyatakan semakinpendek panjang gelombang, proses <strong>hamburan</strong> akanterja<strong>di</strong> berulangkali (<strong>hamburan</strong> <strong>cahaya</strong> berulang kaliakan membuat <strong>cahaya</strong> berpijar dan semakin terang).Gambar berikut ini adalah acuan spektrum warnauntuk sudut polarisasi yang <strong>di</strong>ukur <strong>dari</strong> meri<strong>di</strong>anlokal.Gambar 15. Spektrum warna untuk sudutpolarisasi (István et all, 2001)Gambar 14. Kontur intensitas untuk <strong>cahaya</strong> terhamburoleh elektron polarisasi linier (Goldstein, 2003)Hasil ekstraksi polarisasi pada bab sebelumnya padacitra sumber dapat <strong>di</strong>lihat pada gambar <strong>di</strong> bawah ini.Kemu<strong>di</strong>an derajat polarisasi kita dapatkan denganmenghitung parameter stokes <strong>cahaya</strong> terpolarisasi(emerging beam - hasil <strong>dari</strong> perkalian stokes vektor<strong>cahaya</strong> datang terhambur dengan matrik Mueller)dengan rumus (Goldstein, 2003) :ρ =s + s + s2 2 21 2 3s0(14)Gambar 16. Derajat polarisasi (kiri) dansudut polarisasi (kanan) <strong>Langit</strong> cerah(István et all, 2001)Sedangkan sudut polarisasi <strong>di</strong> dapat <strong>dari</strong> persamaan1S1ϕ = arccos22 2 2 (15)S1+ S2+ S3Sebagai perban<strong>di</strong>ngan, jika derajat dan sudutpolarisasi ini <strong>di</strong>terapkan pada citra hasil perhitunganteori <strong>hamburan</strong> Rayleigh, kita mendapatkantampilan citra seperti gambar <strong>di</strong> bawah ini.4.2.3. Interpretasi Citra dengan esktrakinformasi <strong>Polarisasi</strong>Langkah selanjutnya adalah interpretasicitra dengan menerapkan hasil ekstraksi informasipolarisasi, kepada citra sumber. Hal ini <strong>di</strong>lakukanuntuk mendapatkan segmentasi intensitas ke petawarna sehingga dapat <strong>di</strong>identifikasi dengan mudah.Warna yang timbul <strong>dari</strong> pendeteksianderajat dan sudut polarisasi mengacu pada daftarGambar 17. Derajat polarisasi (kiri) dansudut polarisasi (kanan) menggunakanperhitungan teori langit model rayleigh(István et all, 2001)7


Dalam kaitannya dengan kompas <strong>cahaya</strong>, faktabahwa matahari akan berjalan <strong>di</strong>panjang poros yangmembelah langit utara dan selatan dengan arahbergerak <strong>dari</strong> timur dan barat, bisa <strong>di</strong>ja<strong>di</strong>kan sebagaigaris acuan arah. Lebih jauh lagi, titik zenit yangberada tepat <strong>di</strong> tengah jalur poros tersebut, akanmenentukan posisi matahari. Dengan menganalisiscitra langit seperti yang kita lakukan pada babsebelumnya, sudut polarisasi menunjukkan denganjelas bahwa poros yang <strong>di</strong>lalui matahari akanmembentuk warna gelap (biru atau hijau).Fakta menarik yang <strong>di</strong>temukan selanjutnya adalahbahwa pada langit yang berawan pun, kita masihdapat menangkap informasi polarisasi dengan jelas.Artinya, bahwa <strong>cahaya</strong> matahari yang mengalami<strong>hamburan</strong> tetap sampai ke permukaan bumi, walaupun ada penurunan intensitas.Gambar 18. Citra sumber (kiri), derajat polarisasi(tengah) dan sudut polarisasi (kanan) <strong>Langit</strong> berawan(István et all, 2001)4. KESIMPULANPerkembangan riset polarization imaginguntuk mengembangkan teknik navigasi berdasarkan<strong>cahaya</strong> <strong>di</strong> langit masih terus berkembang sampai saatini. Pada umumnya, terdapat dua langkah terstrukturyang <strong>di</strong>ambil oleh para peneliti dalammemanfaatkan citra terpolarisasi, yaitu (i) strategipengambilan informasi polarisasi, dan (ii) pemilihanmetode analisis polarisasi dan interpretasi citrapolarisasi.Strategi pengambilan informasi polarisasi<strong>dari</strong> suatu obyek yang <strong>di</strong>observasi, selain suatukamera CCD biasa atau sensor khusus polarisasi,membutuhkan peralatan optik tambahan yang<strong>di</strong>pasang <strong>di</strong> depan lensa kamera. Khusus untukkompas <strong>cahaya</strong> ini dapat memanfaatkan lensakhusus, seperti lensa fisheye dan lensa cata<strong>di</strong>optricyang kemu<strong>di</strong>an <strong>di</strong>kombinasikan dengan sebuahfilter polarisasi linier yang bisa <strong>di</strong>rotasikan secaramekanis.Pemilihan metode analisis polarisasi padaumumnya terkait dengan efisiensi algoritma yang<strong>di</strong>pilih. Sampai saat ini, masih membutuhkanpenelitian yang lebih dalam algoritma mana yangpaling efektif dalam ekstraksi informasi polarisasitersebut. Parameter Stokes dan matrik Muellermerupakan salah satu cara yang paling populerkarena termasuk praktis dan memiliki cakupanaplikasi yang luas. Selain itu juga dapat membuatmodel yang cukup lengkap <strong>dari</strong> <strong>cahaya</strong> yang<strong>di</strong>analisa polarisasinya.DAFTAR PUSTAKA[1] B. Suhai and G. Horvarth (2004), How welldoes the Rayleigh model describe the E-vector<strong>di</strong>stribution of skylight in clear and cloudycon<strong>di</strong>tions? A full-sky polarimetric study, Vol.21, No. 9/September 2004 /J. Opt. Soc. Am. A[2] Coulson, K.L. (1988), Polarization and Intensityof Light in the Atmosphere, Hampton, VA:A.Deepak Publishing[3] Dimitrios Lambrinos (2000), A mobile robotemploying insect strategies for Navigation,Robotics and Autonomous System, 30:39-64,Elsevier[4] Gijeong Jang et all (2005), Single CameraCata<strong>di</strong>optric Stereo System, Workshopomni<strong>di</strong>rectional vision, Camera Network andnon classical camera 2005[5] Goldstein, Dennis (2003), Polarized Light,Second E<strong>di</strong>tion, CRC Press, ISBN-13:9780824740535[6] Hovarth, Gabor (1990). Reflection PolarizationPatterns at Flat Water Surfaces and theirRelevance for Insect Polarization Vision, J.theor. Biol. (1995) 175, 27-37[7] István Pomozi1 (2001) et all, How the clear-skyangle of polarization pattern continuesunderneath clouds: full-sky measurements an<strong>di</strong>mplications for animal orientation , The Journalof Experimental Biology 204, p2933–2942,JEB3412.[8] Jeffrey R. Charles (1988) , PORTABLE ALL-SKY REFLECTOR WITH "INVISIBLE"AXIAL CAMERA SUPPORT, RTMCProcee<strong>di</strong>ngs.[9] Jessi Stumpfel, Direct HDR Capture of the Sunand Sky, Procee<strong>di</strong>ng.[10] John Tyndall, On the blue color of the sky, thepolarization of sky light, and on the polarizationby cloudy matter in general, Proc. Roy. Soc.(London), 17, p. 223, 1869.[11] Lawrence B. Wolff, Andreas Andreou (1995),Polarization Camera Sensor, Image & VisionComputing, Vol 13, sevier Science, 497-510[12] Usher, Kane et all (2001), A Camera as aPolarized Light Compass : PreliminaryExperiment, Procee<strong>di</strong>ng Australian Conferenceon Robotics and Automation.[13] Wehner, Ru<strong>di</strong>ger. (2001), Polarization Vision –A Uniform Sensory Capasity ?, The Journal ofExperimental Biology 204, 2589–25968

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!