13.07.2015 Views

Penegakan Hukum terhadap Pencemaran Udara yang ... - DPPM UII

Penegakan Hukum terhadap Pencemaran Udara yang ... - DPPM UII

Penegakan Hukum terhadap Pencemaran Udara yang ... - DPPM UII

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Daftar Isi1J u r n a l P e n e l i t i a n I l m u - i l m u S o s i a lDAFTAR ISIVolume 03 Nomor 01Editorial ................................................................<strong>Penegakan</strong> <strong>Hukum</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Pencemaran</strong> <strong>Udara</strong> <strong>yang</strong>Diakibatkan oleh Angkutan Umum Bus Kota di Kota YogyakartaZairin Harahap ............................................................Tenggelamnya Pulau Nipah <strong>terhadap</strong> Perjanjian PerbatasanIndonesia Singapura Tahun 1973Sefriani ................................................................Persepsi dan Harapan Masyarakat <strong>terhadap</strong> DampakPembangunan Kampus Terpadu Universitas Islam IndonesiaM. Syamsudin, Saru Arifin, Irwan Nuryana .................Hubungan Motivasi Studi dengan Prestasi Akademis MahasiswaProgram Diploma III FE <strong>UII</strong>Akhmad Muhadi, Deden Dinar Iskandar .....................Validitas Prediktif Ujian Penerimaan Calon Mahasiswa UniversitasIslam Indonesia <strong>terhadap</strong> Indeks Prestasi KumulatifMahasiswaIrwan Nuryana Kurniawan, Arief Fahmie....................Profil Penerapan Manajemen Masjid di Kecamatan NgemplakSlemanM. Hajar Dewantoro ....................................................Peta Keberagamaan Mahasiswa Universitas Islam IndonesiaYogyakartaAden Wijdan SZ ...........................................................13173144607082Fenomena: Vol. 3 No. 1 Maret 2005 ISSN : 1693-4296


2EditorialEditorialPuji dan syukur kami panjatkan ke Hadirat Ilahi Robbi, atas limpahannikmat, taufiq dan hidayah Nya <strong>yang</strong> selalu menyertai kami, sehinggatim berhasil menerbitkan Jurnal FENOMENA Vol. 3 No.1 Maret 2005.Sebuah hasil kerja keras Tim Redaktur di sela-sela kesibukan melakukanaktifitas di Lembaga Penelitian <strong>UII</strong> Yogyakarta.Pada penerbitan kali ini memuat isu-isu sosial <strong>yang</strong> aktual dan pentinguntuk ditelaah di bidang hukum lingkungan yaitu tentang penegakanhukum <strong>terhadap</strong> pencemaran udara akibat angkutan umum bus kotadan hukum internasional tentang pengaruh tenggelamnya pulau Nipa<strong>terhadap</strong> perjanjian perbatasan Indonesia - Singapura 1973. Di si lainjuga mengangkat masalah sosial seperti dampak pembangunan kampusterpadu <strong>UII</strong>, motivasi studi dan prestasi akademik mahasiswa DIII <strong>UII</strong>,masalah psikologi <strong>yang</strong> mengukur tentang validitas Ujian PenerimaanCalon mahasiswa <strong>UII</strong> (UPCM) terkait dengan prestasi akademikmahasiswa, serta masalah-masalah keagamaan seperti profil manajemenmasjid, dan peta keberagamaan mahasiswa <strong>UII</strong>. Semua artikel tersebutmerupakan hasil penelitian baik penelitian individu dosen maupunpenelitian institusi di lingkungan <strong>UII</strong> <strong>yang</strong> dikoordinir oleh Pusat PenelitianSosial Lembaga Penelitian <strong>UII</strong>.Masalah-masalah sosial tersebut telah tersaji dengan analisis danpembahasan <strong>yang</strong> mendalam dan luas oleh para peneliti <strong>yang</strong> ahli dibidangnya masing-masing. Kepada para pembaca kami ucapkan selamatmembaca dan menelaah, semoga bermanfaat, amin.Fenomena: Vol. 3 No. 1 Maret 2005 ISSN : 1693-4296


<strong>Penegakan</strong> <strong>Hukum</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Pencemaran</strong> <strong>Udara</strong>... oleh: Zairin Harahap3<strong>Penegakan</strong> <strong>Hukum</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Pencemaran</strong> <strong>Udara</strong><strong>yang</strong> Diakibatkan oleh Angkutan UmumBus Kota di Kota YogyakartaZairin HarahapFakultas <strong>Hukum</strong>Universitas Islam Indonesia YogyakartaAbstractMany common society complaints in term of air pollution caused by public city bus. Actually,to anticipate air pollution, the government of Jogjakarta city has published law andestablishing institution which has a function to control the implementation of law. Unfortunately,in fact, the implementation of law indicating some weaknesses. Started from thisproblem, the research about law enforcement into air pollution that caused by public citybus in the city of Jogjakarta is needed.The main objective of this research is to know and to analyze the implementation of law bythe government of Jogjakarta city to anticipate and overcome which is caused by public citybus.The data of this research are field data and literature data. Field data collecting is throughdistributing questionnaire and interview to some respondents in some selected institution inthe government of Jogjakarta city, those are: the department of transportation, the departmentof environmental affect restraint, department of law, and the cooperative of bus transportation(including management, owner, and driver). While, literature data collecting isthrough literatures available and regulation of law which relate with the research object.Based on the data collecting, can be concluded that the implementation of law to anticipateand to overcome air pollution that caused by public city bus is really weakness. The violationsof law by public city bus is not judged as the law as regulated, such as administrationpunishment ( the rejection of license to operate a vehicle on that route), and criminal punishment(fine, jail).Key words: the implementation of law, the government of Jogjakarta city, city busPemanasan global secara umum disebabkan oleh dua hal, yakni; pembakaran bahan fosildalam industri, mobil, pembangkit listrik dan emisi berbagai gas dari kegiatan industri termasukjuga penggunaan dan pembuatan CFC (Hira Jhimtani, 1993). Kendaraan bermotor merupakansumber pencemar nomor satu di dunia (Jed Greer & Kenny Bruno, 1996). Sebuah hasil penelitianmenunjukkan bahwa lebih dari 50% pencemaran di muka bumi ini disebabkan oleh gas buangankendaraan bermotor (Rusdian Lubis & Widodo Sambodo, 1994).Di Indonesia, menurut Achmad Setiyadi (PR, 31/05/00) selain pencemaran udara olehindustri, pencemaran udara banyak diakibatkan oleh transportasi dan salah satu penyakit <strong>yang</strong>dapat ditimbulkan oleh tingginya pencemaran udara adalah terjadinya penyakit asma massalsebagaimana <strong>yang</strong> pernah terjadi di Yokaichi, Jepang. Kartono Muhammad (mantan Ketua IDI)juga mengatakan bahwa asap knalpot <strong>yang</strong> mengganggu lingkungan akan berdampak padaFenomena: Vol. 3 No. 1 Maret 2005 ISSN : 1693-4296


4<strong>Penegakan</strong> <strong>Hukum</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Pencemaran</strong> <strong>Udara</strong>... oleh: Zairin Harahapkesehatan masyarakat (KR, 12/04/02). Sony Keraf (mantan Meneg LH) dalam sebuah seminarmengatakan bahwa pencemaran udara di Jakarta sudah sangat parah sehingga banyakwarga <strong>yang</strong> mengeluh cepat lelah, sesak nafas, pusing, terserang asma, dan infeksi saluranpernafasan atas (ISPA). Penyakit tersebut 70% disebabkan oleh kendaraan bermotor.Berdasarkan penelitian Jakarta Urban Development Project (JUDP), kutip Sony, konsentrasitimbal di Jakarta kini mencapai 1,7 - 3,5 mikrogram per meter kubik udara. Pada tahun 2005konsentrasi timbal diperkirakan meningkat menjadi 1,8 – 2,6 mikro gram tiap meter kubiknya.Timbal atau plumbum (Pb) adalah logam berat <strong>yang</strong> terdapat pada bahan bakar kendaraanbermotor seperti premium. Fungsinya untuk meningkatkan angka oktan agar pembakarannyabaik. Tapi, kemudian adanya timbal ini jadi masalah. Partikel timbal itu tersebar ke udara bersamaasap bahan bakar. Logam berat timbal ini jika berada dalam tubuh manusia menimbulkan pelbagaipenyakit, antara lain kerusakan saraf, jantung, dan penurunan kecerdasan (IQ). Sementara itu,Chotib (pakar demografi UI) mengutip laporan Bank Dunia 1992 bahwa akibat polusi udarasebanyak 300 – 700 ribu bayi meninggal prematur, celakanya dengan semakin tingginya mobilitaspenduduk perkotaan, kendaraan bermotor pun semakin banyak jumlahnya, bahkan di Jabotabekmisalnya; angka pertambahan jumlah kendaraan bermotor meningkat lebih cepat ketimbangpeningkatan jumlah penduduk (Republika, 07/02/00).<strong>Pencemaran</strong> udara di Daerah Istimewa Yogyakarta dari hari ke hari semakin mencemaskan.Penyebab utama timbulnya pencemaran udara itu berasal dari sumber tak bergerak (pabrik)dan sumber bergerak (kendaraan bermotor). Pengelola Program Studi Ilmu Lingkungan, ProgramPascasarjana, UGM, Sudibiyakto (KR, 23/04/02) mengatakan bahwa hujan asam mulaimengancam Kota Yogyakarta dan sekitarnya. Tingkat keasamaan air hujan di Kota Yogyakartasudah berada di atas ambang batas normal. Akibat kadar keasaman air hujan <strong>yang</strong> tinggi ituakan membuat tanaman padi, tembok, dan barang-barang dari logam menjadi cepat berkarat.Lebih lanjut dijelaskan bahwa faktor utama <strong>yang</strong> menyebabkan meningkatnya kadar asam dalamair hujan <strong>yang</strong> jatuh di Yogyakarta antara lain akibat meningkatnya gas buang dari knalpotkendaraan bermotor. Sementara itu, kemampuan lingkungan menyerap polutan, justru semakinberkurang karena langkanya hutan-hutan kota.Kendaraan bermotor <strong>yang</strong> menimbulkan polusi terutama angkutan umum telah seringdikeluhkan oleh masyarakat (KR, 21/08/00), bahkan sejak beberapa tahun terakhir ini semakinmudah dijumpai pengendara sepeda motor harus terpaksa memakai masker (penutup muka)untuk melindungi kesehatannya (terutama pernapasannya) dari asap kendaraan bermotor,khususnya asap (emisi gas buang) <strong>yang</strong> dikeluarkan dari knalpot bis kota.Untuk mengantisipasi terjadinya pencemaran udara itu, sebenarnya Undang-undang Nomor:14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) sudah cukup tegas. DalamPasal 50 disebutkan: (1) Untuk mencegah pencemaran udara dan kebisingan suara kendaraanbermotor <strong>yang</strong> dapat mengganggu kelestarian lingkungan hidup, setiap kendaraan bermotorwajib memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan; (2) Setiappemilik, pengusaha angkutan umum dan atau pengemudi kendaraan bermotor wajib mencegahterjadinya pencemaran udara dan atau kebisingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) <strong>yang</strong>diakibatkan oleh pengoperasian kendaraannya.Selanjutnya dalam Pasal 67 UULLAJ disebutkan bahwa barangsiapa mengemudikankendaraan bermotor <strong>yang</strong> tidak memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang atautingkat kebisingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) dipidana denganpidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 2.000.000,00 (duajuta rupiah).Gubernur Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam rangka mencegah danFenomena: Vol. 3 No. 1 Maret 2005 ISSN : 1693-4296


<strong>Penegakan</strong> <strong>Hukum</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Pencemaran</strong> <strong>Udara</strong>... oleh: Zairin Harahap5menanggulangi terjadinya pencemaran udara tersebut juga telah mengeluarkan SuratKeputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor: 214/KPTS/1991 tentangBaku Mutu Lingkungan Untuk Wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun,peraturan ini juga nampaknya kurang efektif. Dalam pengujian kendaraan bermotor,khususnya bus kota, ditemukan berbagai penyimpangan, antara lain dengan membayar uang<strong>yang</strong> melebihi dari tarif <strong>yang</strong> ditentukan banyak kendaraan bermotor <strong>yang</strong> dinyatakan lulusuji sebelum dilakukan pengujian dengan membayar petugas melebihi dari tarif <strong>yang</strong>ditentukan. Sementara itu, kendaraan bermotor <strong>yang</strong> dinyatakan lulus uji, karena lemahnyakontrol di lapangan, maka setelah keluar dari ruang uji, disinyalir suku cadangnya digantilagi, sehingga kendaraan bermotor <strong>yang</strong> berlalu lalang tetap saja mengeluarkan emisi gasbuang (asap) <strong>yang</strong> melampaui baku mutu <strong>yang</strong> ditentukan dalam Keputusan Gubernurtersebut (KR, 01/08/00).Demikian juga di kota Yogyakarta, dalam rangka mengendalikan pencemaran udara salahsatu kebijakan <strong>yang</strong> dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta adalah dengandikeluarkannya Peraturan Daerah Nomor: 5 Tahun 2001 tentang Perizinan Angkutan. DalamPasal 12 disebutkan sebagai berikut: 1) Untuk melakukan kegiatan angkutan dalam trayektetap dan teratur wajib memiliki Izin Trayek dan Kartu Pengawasan; 2) Untuk memiliki IzinTrayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, harus mengajukan permohonan kepadawalikota atau pejabat <strong>yang</strong> ditunjuk dan memenuhi: a. persyaratan administratif; b) persyaratanteknis. 3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a pasal ini,meliputi: a) memiliki Surat Izin Usaha Angkutan; b) memiliki atau menguasai kendaraan denganusia tidak lebih dari 15 (lima belas) tahun dan laik jalan <strong>yang</strong> dibuktikan dengan Surat TandaNomor Kendaraan dan Buku Uji; c) memiliki atau menguasai fasilitas penyimpanan/poolkendaraan bermotor <strong>yang</strong> dibuktikan dengan gambar lokasi dan bangunan serta suratketerangan mengenai pemilikan dan penguasaan; d) memiliki fasilitas pemeliharaan kendaraanatau kerjasama dengan pihak lain sehingga dapat merawat kendaraannya untuk tetap dalamkondisi laik jalan; 4) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b pasalini, meliputi: a) pada trayek <strong>yang</strong> dimohon masih memungkinkan untuk penambahan jumlahkendaraan berdasarkan kebutuhan nyata; b) diberikan bagi perusahaan angkutan <strong>yang</strong> mampumemberikan pelayanan angkutan sesuai standar.Namun dalam kenyataannya, ada sinyalemen <strong>yang</strong> mengatakan bahwa sekitar 54,10%angkutan umum <strong>yang</strong> beroperasi di DIY usianya telah cukup tua (KR, 25/09/00) dan jumlahangkutan umum <strong>yang</strong> beroperasi sudah melebihi kapasitas kebutuhan maupun jalur <strong>yang</strong> ada(KR, 19/09/00). Dengan demikian, implementasi dari peraturan daerah tersebut mengalamihambatan.Rumusan MasalahBerbagai peraturan perundang-undangan telah dikeluarkan dalam rangka untuk mencegahdan menanggulangi pencemaran udara. Meskipun peraturan perundang-undangan itu tidaksecara khusus ditujukan kepada pencemaran udara <strong>yang</strong> diakibatkan oleh angkutan umum BusKota. Namun, peraturan perundang-undangan tersebut secara normatif dapat digunakan kepadauntuk mencegah dan menanggulangi pencemaran udara <strong>yang</strong> diakibatkan setiap kendaraanbermotor, tak terkecuali <strong>yang</strong> diakibatkan oleh angkutan umum Bus Kota. Berangkat daripermasalahan tersebut, maka masalah <strong>yang</strong> dapat diajukan dalam penelitian ini adalah:Bagaimanakah penegakan hukum (law enforcement) <strong>yang</strong> dilakukan oleh Pemerintah KotaYogyakarta untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran udara <strong>yang</strong> diakibatkan olehangkutan umum Bus Kota di Kota Yogyakarta tersebut ?Fenomena: Vol. 3 No. 1 Maret 2005 ISSN : 1693-4296


6<strong>Penegakan</strong> <strong>Hukum</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Pencemaran</strong> <strong>Udara</strong>... oleh: Zairin HarahapTujuan dan Manfaat PenelitianPenelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis penegakan hukum (lawenforcement) <strong>yang</strong> dilakukan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta untuk mencegah danmenaggulangi pencemaran udara <strong>yang</strong> diakibatkan oleh angkutan umum Bus Kota. Sedangkanmanfaat penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembanganhukum administrasi dan hukum lingkungan.Tinjauan PustakaSecara garis besar masalah pencemaran lingkungan dapat diklasifikasikan menjadi 4(empat), yaitu; pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah, dan pencemarankebudayaan (Fuad Amsyari, 1977). Salah satu pengaruh pembangunan kota kepada lingkunganmenurut Emil Salim (1986) ialah karena kota mengubah keadaan fisik lingkungan alam menjadilingkungan buatan manusia. Dalam kota, keadaan lingkungan alam sulit dipertahankan kelestariandalam wujud aslinya, sehingga lahirlah lingkungan buatan manusia. Maka menjadi pertanyaan,sampai seberapa jauhkah fungsi lingkungan alam bisa diambil alih oleh lingkungan buatanmanusia ? Sampai seberapa jauhkah perubahan lingkungan alam mencapai titik kritis sehinggaberpengaruh negatif <strong>terhadap</strong> perikehidupan manusia ? Maka lahirlah sampah, pencemaranudara, sungai, tanah, kebisingan suara, dan lain-lain <strong>yang</strong> serupa, sebagai perwujudan pengaruhnegatif dari perubahan lingkungan alam ini. Di banyak kota, jalan-jalan <strong>yang</strong> padat dan mesinkendaraan bermotor <strong>yang</strong> tidak dirawat dengan baik telah menimbulkan polusi udara cukupbesar (WHO, 2001).Untuk lebih memahami apa <strong>yang</strong> dimaksud dengan pencemaran udara (air pollution), berikutini dikutipkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian <strong>Pencemaran</strong><strong>Udara</strong>, dalam Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa pencemaran udara adalah masuk ataudimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke udara ambien olehkegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu <strong>yang</strong>menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.Dari definisi tersebut di atas, dapat ditarik unsur-unsur dari pencemaran udara adalah sebagaiberikut: 1) masuknya atau dimasukkannya; 2) makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponenlain; 3) ke dalam udara ambien; 4) oleh kegiatan manusia; 5) sehingga mutu udara ambien turunsampai ke tingkat tertentu; 6) <strong>yang</strong> menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.Tidak jauh berbeda dengan definisi di atas Mustikahadi Soedomo (2001) mencobamemberikan penjelasan <strong>yang</strong> lebih komprehensif tentang pencemaran udara. Menurut beliauperubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan pencemaran udara, yaitu masuknyazat pencemar (berbentuk gas-gas dan partikel kecil/aerosol) ke dalam udara. Masuknya zatpencemar ke udara dapat secara alamiah, misalnya asap kebakaran hutan, akibat gunung berapi,debu meteroit dan pancaran garam dari laut; juga sebagian besar disebabkan oleh kegiatanmanusia, misalnya akibat aktivitas transportasi, industri, pembuangan sampah, baik akibat prosesdekomposisi ataupun pembakaran serta kegiatan rumah tangga. Pembangunan fisik kota danberdirinya pusat-pusat industri disertai dengan melonjaknya produksi kendaraan bermotor,mengakibatkan peningkatan kepadatan lalu lintas dan hasil produksi sampingan, <strong>yang</strong> merupakansalah satu sumber pencemaran udara.Berdasarkan asal dan kelanjutan perkembangannya di udara, maka sumber pencemar udaradapat dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu; pencemar primer dan pencemar sekunder(Slamet Ryadi, 1982). Pencemar udara primer adalah semua pencemar <strong>yang</strong> berada di udaradalam bentuk <strong>yang</strong> hampir tidak berubah. Sama seperti saat ia dibebaskan dari sumbernyasemula sebagai hasil dari suatu proses tertentu. Pencemar udara primer, <strong>yang</strong> mencakup 90%dari jumlah pencemar udara seluruhnya, umumnya berasal dari sumber-sumber <strong>yang</strong> diakibatkanFenomena: Vol. 3 No. 1 Maret 2005 ISSN : 1693-4296


<strong>Penegakan</strong> <strong>Hukum</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Pencemaran</strong> <strong>Udara</strong>... oleh: Zairin Harahap7oleh aktivitas manusia. Dari seluruh pencemar udara primer tersebut, sumber pencemar<strong>yang</strong> utama berasal dari sektor transportasi, <strong>yang</strong> memberi andil sebesar 60% dari pencemaranudara total. Pencemar udara primer dapat digolongkan menjadi 5 (lima) kelompok, yaitu;Karbonmonoksida (CO), Nitrogen Oksida (NOx), Hidrokarbon (HC), Sulfur Oksida (SOx), Partikel.(Philip Kristanto, 2002). Dalam penyelidikan di Amerika sumber primer dari hidrokarbon danoksida nitrogen penyebab utamanya adalah kendaraan bermotor, baik dengan bahan bakarbensin maupun solar (Slamet Ryadi, 1986).Sedangkan pencemar sekunder adalah semua pencemar di udara <strong>yang</strong> sudah berubahkarena hasil reaksi tertentu antara dua atau lebih kontaminan/polutan. Umumnya pencemarsekunder itu merupakan hasil antara pencemar primer dengan kontaminan/polutan lain <strong>yang</strong>ada di dalam udara. Reaksi-reaksi <strong>yang</strong> dimaksud dalam timbulnya pencemar sekunder antaralain adalah reaksi foto-kimia dan reaksi oksida katalistis (Slamet Ryadi, 1982). Pencemar sekunder<strong>yang</strong> terjadi melalui reaksi foto-kimia, misalnya oleh pembentukan ozon <strong>yang</strong> terjadi antaramolekul-molekul hidrokarbon <strong>yang</strong> ada di udara dengan NOx, melalui pengaruh sinar ultravioletdari sinar matahari. Sebaliknya pencemar sekunder <strong>yang</strong> terjadi melalui reaksi-reaksi oksidakatalis diwakili olh polutan-polutan berbentuk oksida gas <strong>yang</strong> terjadi di udara karena adanyapartkel-pertikel logam di udara <strong>yang</strong> berfungsi sebagai katalisator (Philip Kristanto, 2002).Menurut Andi Hamzah (1995) bahwa penegakan hukum disebut dalam bahasa Inggrissebagai law enforcement, dalam bahasa Belanda disebut rechtshandhaving, sedangkan dalambahasa Indonesia membawa kita kepada pemikiran bahwa penegakan hukum selalu denganforce, sehingga ada <strong>yang</strong> berpendapat bahwa penegakan hukum selalu hanya bersangkutandengan hukum pidana saja, pikiran ini diperkuat dengan kebiasaan kita menyebut penegakhukum itu polisi, jaksa, dan hakim. Tidak disebut pejabat administrasi <strong>yang</strong> sebenarnya jugamenegakkan hukum, Andaikata istilah asing tersebut kita salin menjadi penanganan hukumtentu lebih sesuai, karena mempunyai ruang lingkup <strong>yang</strong> lebih luas.Sedangkan handhaving menurut Notitie Handhaving Milieu Recht sebagaimana dikutip AndiHamzah (1995) berarti adalah pengawasan dan penerapan (atau dengan ancaman) penggunaaninstrumen administratif, kepidanaan, atau keperdataan dicapailah penataan ketentuan hukum danperaturan <strong>yang</strong> berlaku umum dan individual. Pengawasan (controle) berarti pengawasan pemerintahuntuk ditaatinya pemberian peraturan <strong>yang</strong> sejajar dengan penyidikan dalam hukum pidana.Di samping atau sebelum diadakannya penegakan hukum, maka sering pula diadakannegosiasi, persuasi, dan supervisi agar peraturan hukum atau syarat-syarat ijin ditaati, ini biasadisebut compliance (pemenuhan). Jadi orang Amerika dan Kanada membedakan law enforcement<strong>yang</strong> berarti penegakan hukum secara represif, sedangkan complience dalam arti preventifterjadinya pelanggaran hukum lingkungan. Sedangkan orang Belanda, kedua fase tersebuttermasuk handhaving, sebelum dilakukan tindakan represif, maka dilakukan tindakan preventif<strong>yang</strong> meliputi misalnya; penerangan dan nasihat. Dengan demikian istilah handhaving meliputibaik <strong>yang</strong> represif maupun <strong>yang</strong> preventif. Penyidikan dan penerapan sanksi administratif danpidana merupakan bagian penutup penegakan hukum (handhaving).Sejalan dengan pandangan Andi Hamzah tersebut di atas, Siti Sundari Rangkuti (1989)mengatakan bahwa penegakan hukum dapat dilakukan baik secara preventif maupun secararepresif. <strong>Penegakan</strong> hukum <strong>yang</strong> bersifat preventif berarti pengawasan aktif dilakukan <strong>terhadap</strong>keputusan atas peraturan tanpa kejadian langsung <strong>yang</strong> men<strong>yang</strong>kut peristiwa konkrit <strong>yang</strong>menimbulkan dugaan bahwa peraturan hukum telah dilanggar. Upaya ini dapat dilakukan denganpenyuluhan, pemantauan, dan penggunaan kewenangan <strong>yang</strong> bersifat pengawasan(pengambilan sample, penghentian mesin-mesin, dan sebagainya). <strong>Penegakan</strong> hukum represifdilaksanakan dalam hal perbuatan melanggar peraturan dan bertujuan untuk mengakhiri secaralangsung perbuatan terlarang itu.Fenomena: Vol. 3 No. 1 Maret 2005 ISSN : 1693-4296


8<strong>Penegakan</strong> <strong>Hukum</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Pencemaran</strong> <strong>Udara</strong>... oleh: Zairin HarahapSecara konsepsional, inti dan arti penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto (1983)adalah terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai <strong>yang</strong> terjabarkan di dalamkaidah-kaidah <strong>yang</strong> mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabarannilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian dalam hidup.<strong>Penegakan</strong> hukum sebagai suatu proses, pada hakekatnya merupakan penerapan diskresi <strong>yang</strong>men<strong>yang</strong>kut membuat keputusan <strong>yang</strong> tidak secara ketat diatur oleh kaidah-kaidah hukum,akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi. Selanjutnya Soerjono Soekanto mengatakanbahwa masalah pokok daripada penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor <strong>yang</strong>mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti <strong>yang</strong> netral, sehingga dampakpositif dan negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah sebagaiberikut:Pertama, Faktor hukumnya sendiri; yakni peraturan perundang-undangan atau kebijakan<strong>yang</strong> dikeluarkan itu telah lengkap peraturan pelaksanaannya, tidak bertentangan denganperaturan perundang-undangan <strong>yang</strong> lainnya, apakah muatan materi hukum <strong>yang</strong> tedapat didalamnya mengandung ketidakjelasan, apakah memiliki sanksi (hukuman) <strong>yang</strong> berat <strong>terhadap</strong>ketidaktaatan, dan lain-lain;Kedua, Faktor penegak hukumnya; yakni pihak-pihak <strong>yang</strong> membentuk maupunmelaksanakannya haruslah memahami perturan atau kebijakan itu secara baik, adanya koordinasidalam melaksanakan tugas, tidak bersifat diskriminatif dalam melaksanakan dan menegakkanhukum, melaksanakannya secara konsisten, sumber daya <strong>yang</strong> baik, dan lain-lain;Ketiga, Faktor sarana atau fasilitas; yakni seberapa besar atau seberapa banyak saranaatau fasilitas <strong>yang</strong> disediakan dapat digunakan untuk mendukung pelaksanaan dan penegakanhukum;Keempat, Faktor masyarakat; yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atauditerapkan dapat mencakup: partisipasi masyarakat untuk mengawal sebuah peraturan ataukebijakan agar berjalan sebagaimana mestinya, kesadaran untuk patuh, memahami akan hakhaknyaterganggu atau dirugikan, dan sebagainya;Kelima, Faktor kebudayaan; yakni pada dasarnya mencakup nilai-nilai <strong>yang</strong> mendasarihukum <strong>yang</strong> berlaku, nilai-nilai mana merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa <strong>yang</strong>dianggap baik (sehingga dianuti) dan apa <strong>yang</strong> dianggap buruk (sehingga dihindari). Nilai-nilaitersebut lazimnya merupakan pasangan nilai <strong>yang</strong> mencerminkan dua keadaan ekstrim <strong>yang</strong>harus diserasikan seperti: nilai ketertiban dan nilai ketentraman, nilai jasmaniah (kebendaan)dan nilai rohaniah (moral), nilai kelanggengan (konservatisme) dan nilai kebaruan (inovatisme).Dalam kaitannya dengan penegakan hukum <strong>terhadap</strong> pencemaran udara <strong>yang</strong> diakibatkanoleh angkutan umum bus kota, maka faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:Faktor hukumnya sendiri maksudnya adalah bahwa peraturan perundang-undangan ataukebijakan <strong>yang</strong> dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta paling tidak bersifat responsif dantidak memiliki kekurangan yuridis. Faktor penegak hukum maksudnya adalah bahwa parapenegak hukum <strong>yang</strong> bertugas untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran udara,khususnya <strong>yang</strong> disebabkan oleh emisi gas buang (asap) dari angkutan umum bus kota dapatbekerja secara konsisten, disiplin, jujur, tidak pandang bulu, sumber daya <strong>yang</strong> cukup dan memilikikemampuan <strong>yang</strong> baik, dan struktur birokrasi . Faktor sarana dan fasilitas adalah tersedianyasarana dan fasilitas <strong>yang</strong> dibutuhkan oleh aparat Pemerintah Kota Yogyakarta untukmelaksanakan peraturan perundang-undangan atau kebijakan <strong>yang</strong> ditujukan untuk mencegahdan menanggulangi pencemaran udara dan menegakkan hukumnya apabila terjadi pelanggaranhukum. Faktor masyarakat adalah kesediaan dan kepatuhan pengusaha (pemilik) dan sopirbus kota untuk mentaati peraturan atau kebijakan. Di samping itu, kesediaan dari masyarakatdan LSM untuk melakukan kontrol dan juga memperjuangkan hak-haknya dan hak lingkunganFenomena: Vol. 3 No. 1 Maret 2005 ISSN : 1693-4296


<strong>Penegakan</strong> <strong>Hukum</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Pencemaran</strong> <strong>Udara</strong>... oleh: Zairin Harahap9itu sendiri. Sedangkan faktor kebudayaan sangat terkait dengan mental dari berbagai pihak<strong>yang</strong> terkait dengan implementasi dan penegakan hukum dari peraturan atau kebijakan <strong>yang</strong>dikeluarkan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran udara, khususnya <strong>yang</strong>disebabkan oleh emisi gas buang (asap) kendaraan bermotor angkutan umum bus kota.Kelima faktor tersebut di atas saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakanesensi penegakan hukum, serta juga merupakan tolok ukur daripada efektifitas penegakan hukum.Menurut Baharuddin Lopa (1987) penegakan hukum pada dasarnya ditujukan kepada penegakankeadilan. Selanjutnya dikatakan bahwa dalam penegakan keadilan diperlukan tiga komponen;pertama, diperlukan adanya peraturan hukum <strong>yang</strong> sesuai dengan aspirasi masyarakat; kedua,adanya aparat penegak hukum <strong>yang</strong> professional dan bermental tangguh atau memiliki integritasmoral <strong>yang</strong> terpuji; ketiga, adanya kesadaran hukum masyarakat <strong>yang</strong> memungkinkandilaksanakannya penegakan hukum.Sementara itu JBJM ten Berg sebagaimana dikutip oleh Philipus M Hadjon (1996)menjelaskan bahwa instrumen penegakan hukum administrasi meliputi pengawasan danpenerapan sanksi. Pengawasan merupakan langkah preventif untuk memaksakan kepatuhan,sedangkan penerapan sanksi merupakan langkah represif untuk memaksakan kepatuhan.Selanjutnya dijelaskan bahwa wewenang menerapkan sanksi administratif pada dasarnyamerupakan suatu discretionary power. Oleh karena itu pemerintah diberi wewenang untukmempertimbangkan/menilai apakah menggunakan ataukah tidak menggunakan wewenangtersebut. Pemerintah dapat saja tidak menggunakan wewenang menerapkan sanksi (non enforcement)dengan berbagai pertimbangan, misalnya; alasan ekonomis, instrumen paksaan <strong>yang</strong>tidak memadai, tidak mampu untuk memaksa, keraguan pemerintah tentang suatu pelanggaran,dan lain-lain. Sikap untuk non enforcement ataupun sikap untuk menerapkan sanksi bukanlahsuatu sikap sesukanya, artinya boleh menerapkan sanksi dan boleh juga tidak menerapkansanksi. Sikap seperti itu adalah sikap <strong>yang</strong> keliru dalam menerapkan discretion of power <strong>yang</strong>dalam praktek sering diartikan sebagai kebijaksanaan pemerintah. Sikap pemerintah tersebut diatas hendaklah didasarkan atas norma pemerintahan, baik tertulis maupun tidak tertulis. Dalampraktek peradilan (tata usaha negara) dewasa ini norma pemerintahan <strong>yang</strong> tidak tertulis dikenaldengan sebutan asas-asas umum pemerintahan <strong>yang</strong> baik.Metode PenelitianPenelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif (Soerjono Soekanto, 1986). Penelitianini bersifat deskriptif <strong>yang</strong> merupakan penelitian non hipotesa, sehingga penelitiannya tidakperlu merumuskan hipotesa. Sehubungan dengan penelitian deskriptif ini sering dibedakan atasdua jenis penelitian menurut proses, sifat, dan analisis datanya. Dan <strong>yang</strong> relevan untuk penelitianini menurut peneliti adalah riset deskriptif <strong>yang</strong> bersifat eksploratif. Riset ini bertujuan untukmenggambarkan keadaan atau status fenomena dalam hal ini adalah problematika pencemaranudara <strong>yang</strong> ditimbulkan oleh Bus Kota serta penegakan hukum <strong>yang</strong> diambil oleh PemerintahKota Yogyakarta untuk mencegah dan menanggulanginya. Apabila datanya telah terkumpul,maka data <strong>yang</strong> bersifat kualitatif itu akan digambarkan dengan kata-kata atau kalimat dipisahpisahkanmenurut kategori untuk memperoleh kesimpulan. Penelitian ini disebut juga penelitiandeskriptif kualitatif (Suharsimi Arikunto, 1983).Oleh karena itu, obyek penelitian dari penelitian ini adalah <strong>Penegakan</strong> <strong>Hukum</strong> danPencegahan dan Penanggulangan <strong>Pencemaran</strong> <strong>Udara</strong> <strong>yang</strong> Disebabkan Oleh Angkutan UmumBus Kota di Kota Yogyakarta. Sedangkan subyek penelitiannya (responden) adalah Kepala atauStaf Bagian <strong>Hukum</strong> Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta; Kepala atau Staf Dinas PerhubunganKota Yogyakarta; Kepala atau Staf Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan Kota Yogyakarta;Pengusaha, Supir, dan Koperasi Bus Kota.Fenomena: Vol. 3 No. 1 Maret 2005 ISSN : 1693-4296


10<strong>Penegakan</strong> <strong>Hukum</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Pencemaran</strong> <strong>Udara</strong>... oleh: Zairin HarahapPenelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh daripenelitian lapangan (field research). Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai peraturanperundang-undangan, literatur-literatur, hasil penelitian, dan karya ilmiah lainnya <strong>yang</strong> terkaitdengan obyek penelitian. Untuk memperoleh data primer, teknik pengumpulan data <strong>yang</strong>dipergunakan adalah dengan melakukan wawancara dengan subyek penelitian (responden).Sedangkan untuk memperoleh data sekunder, teknik pengumpulan data <strong>yang</strong> dipergunakanadalan dengan melakukan studi kepustakaan (library research).Data <strong>yang</strong> terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan menggunakan 3 (tiga)jalur kegiatan, yaitu; reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Mattew B. Milesdan A. Michael Huberman, 1992). Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan,penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar <strong>yang</strong> muncul dari data lapanganmaupun data perpustakaan. Penyajian data, merupakan kegiatan analisis data berupapenyusunan sekumpulan informasi <strong>yang</strong> memberikan kemungkinan adanya penarikankesimpulan. Penarikan kesimpulan merupakan tahapan dalam analisis data untuk mengujikebenaran atau validitas. Penyimpulan data disajikan dalam bentuk deskriptif dengan pemaknaaninterpretasi logis, sehingga dapat dipahami penegakan hukum <strong>yang</strong> dilakukan oleh pemerintahkota Yogyakarta mengenai pencegahan dan penanggulangan pencemaran udara <strong>yang</strong>disebabkan oleh bus kota.Hasil Penelitian dan PembahasanJumlah Bus Kota di Kota Yogyakarta sebanyak 619 buah dan <strong>yang</strong> operasional setiapharinya adalah sekitar 516 buah. Jumlah tersebut belum termasuk kendaraan bermotor <strong>yang</strong>lainnya seperti mobil pribadi, angkutan barang, sepeda motor, dan kendaraan-kendaraan bermotorlainnya <strong>yang</strong> masuk ke dalam Kota Yogyakarta setiap harinya serta pendatang <strong>yang</strong> menetap diKota Yogyakarta <strong>yang</strong> membawa kendaraan bermotor sendiri dari Kota asalnya. Hal inimenunjukkan jumlah penggunaan bahan bakar <strong>yang</strong> relatif besar, terutama pada siang hari,sehingga memberikan kontribusi <strong>yang</strong> besar pula <strong>terhadap</strong> polusi udara di Kota Yogyakarta.Berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara di Kota Yogyakarta <strong>yang</strong> dilakukan oleh KantorPengendalian Dampak Lingkungan Kota Yogyakarta bahwa penyebab utama polusi udara diKota Yogyakarta berasal dari sumber bergerak, yaitu alat transportasi kendaraan bermotor <strong>yang</strong>menggunakan bahan bakar bensin, solar, dan campur (bensin + oli). Bahan bakar <strong>yang</strong> beredardi Kota Yogyakarta masih mengandung timah hitam (Pb/timbal) dan karena kendaraan bermotor<strong>yang</strong> menggunakan bensin sebagai bahan bakar sistem pembakaran <strong>yang</strong> kurang sempurnamenyebabkan asap <strong>yang</strong> keluar sebagai hasil pembakaran mengandung CO (Carbonmonoxide)dan HC (Hidrocarbon), sedangkan kendaraan bermotor <strong>yang</strong> menggunakan bahan bakar solarmengeluarkan asap <strong>yang</strong> mengandung SO2 (Sulfurdioxide) dan kebisingan <strong>yang</strong> disebabkanoleh semua jenis kendaraan bermotor. Pengotoran udara Kota Yogyakarta disebabkan terutamaemisi gas buang kendaraan bermotor. Penelitian terkini menunjukkan 42% kendaraan berbahanbakar bensin dan 87,3% kendaraan berbahan bakar solar tidak memenuhi persyaratan kebersihanudara <strong>yang</strong> telah ditetapkan.Hal <strong>yang</strong> sama dikemukakan oleh Widorismono (1993) bahwa kawasan-kawasan daerahrawan pencemaran udara di Wilayah Kota Yogyakarta <strong>yang</strong> paling dominan terdapat padakawasan perdagangan, apalagi polusi udara tersebut terjadi pada kondisi lalu lintas pada jamjampuncak (peak) seperti Kawasan Malioboro, Jalan Solo, Jalan Sudirman, serta terutamapada fasilitas terminal penumpang umum. Polusi udara dapat ditimbulkan oleh sejumlah sumbersumber,tetapi sebagian besar dari polusi udara adalah salah satunya disebabkan oleh gasbuang kendaraan bermotor di jalan raya.Fenomena: Vol. 3 No. 1 Maret 2005 ISSN : 1693-4296


<strong>Penegakan</strong> <strong>Hukum</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Pencemaran</strong> <strong>Udara</strong>... oleh: Zairin Harahap11Otoritas Pencegahan dan Penanggulangan <strong>Pencemaran</strong> <strong>Udara</strong>Di Kota Yogyakarta otoritas untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran udara,khususnya <strong>yang</strong> diakibatkan oleh angkutan umum Bus Kota ada pada 2 (dua) instansi, yakni;Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan Kota Yogyakarta dan Dinas Perhubungan KotaYogyakarta. Kedua instansi ini memiliki dasar hukum sendiri-sendiri untuk melaksanakan tugasdan fungsinya itu.Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan atau <strong>yang</strong> lebih populer disebut dengan singkatanKantor Pedal mempunyai otoritas untuk melakukan pencegahan dan penanggulanganpencemaran udara berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 36 Tahun 2000 tentangPembentukan, Susunan, Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pengendalian Dampak Lingkungandan Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor 45 Tahun 2001 tentang Rincian Tugas pada KantorPengendalian Dampak Lingkungan Kota Yogyakarta.Sedangkan Dinas Perhubungan atau <strong>yang</strong> lebih popular disebut dengan singkatan Dishubmempunyai otoritas untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan pencemaran udaraberdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor: 28 Tahun 2000 tentang Pembentukan,Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perhubungan dan Keputusan Walikota YogyakartaNomor: 76 Tahun 2001 tentang Rincian Tugas pada Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta.<strong>Penegakan</strong> <strong>Hukum</strong>: Pencegahan <strong>Pencemaran</strong> <strong>Udara</strong>Berdasarkan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Kota Yogyakarta Nomor: 5 Tahun 2001 tentangPerizinan Angkutan disebutkan bahwa salah persyaratan bagi kendaraan bermotor tersebut(termasuk angkutan umum Bus Kota) untuk memperoleh izin trayek adalah usia kendaraanbermotor tersebut tidak lebih dari 15 (lima) belas tahun. Ketentuan ini, nampaknya tidak berjalansebagaimana mestinya, paling tidak dapat ditunjukkan berdasarkan data dari sebagian usiaangkutan umum Bus Kota <strong>yang</strong> diperoleh dari Buku Uji Kendaraan Bermotor Dinas PerhubunganKota Yogyakarta di bawah ini:Tabel 1Usia Bus KotaNama Bus KotaKopataKobutriAspadaPuskopkarDamri79 s/d8281-1--83 s/d865161-1787 s/d8927427102490 s/d9112420251692 s/d93-31141Sumber: UPTD PKB Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta, 200394 s/d95-5112596 s/d972865327Dari data tersebut dapat diketahui sebagian besar angkutan umum Bus Kota <strong>yang</strong> beroperasidi Kota Yogyakarta telah berusia lebih dari 15 (lima belas) tahun. Apabila ketentuan <strong>yang</strong> terdapatdalam Peraturan Daerah Nomor: 5 Tahun 2001 tersebut benar-benar diterapkan, maka dengansendirinya angkutan umum Bus Kota <strong>yang</strong> telah berusia lebih dari 15 (lima belas) tahun tidakmendapatkan Izin Trayek. Namun, kenyataannya angkutan Umum Bus Kota tersebut, meskipunusianya telah melebihi 15 (lima belas) tahun tetap saja mendapatkan Izin Trayek. Penyimpanganitu terpaksa dilakukan, karena para pengusaha angkutan umum Bus Kota tidak memiliki danauntuk melakukan peremajaan <strong>terhadap</strong> Bus Kotanya. Hal tersebut juga dibenarkan oleh beberapaFenomena: Vol. 3 No. 1 Maret 2005 ISSN : 1693-4296


12<strong>Penegakan</strong> <strong>Hukum</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Pencemaran</strong> <strong>Udara</strong>... oleh: Zairin Harahappengurus koperasi angkutan umum Bus Kota di Yogyakarta termasuk pengurus Organda.Selanjutnya, ketidaktersediaan dana untuk melakukan peremajaan tersebut antara laindisebabkan karena pemerintah daerah mencampuri urusan tarif angkutan umum Bus Kota.Sementara itu, pemerintah daerah tidak memberikan subsidi sebagai konsekuensi dari campurtangannya itu. Besarnya tarif angkutan umum Bus Kota <strong>yang</strong> ditetapkan oleh pemerintah daerahsampai saat ini belum menghitung adanya investasi <strong>yang</strong> diperuntukkan bagi peremajaan.Perhitungan <strong>yang</strong> dilakukan baru sebatas hal-hal <strong>yang</strong> terkait dengan biaya operasional,pendapatan sopir dan kernet, serta biaya perawatan Bus Kota.Adanya aturan tentang batas usia angkutan umum tidak boleh melebihi 15 (lima belas)tahun untuk mendapatkan izin trayek pada umumnya diketahui oleh pengusaha bus kota. Namun,sampai sejauh ini mereka tidak mendapatkan hambatan untuk mendapatkan izin trayek, meskipunkebanyakan usia bus kotanya tidak melebihi 15 (lima belas) tahun.Peraturan-peraturan itu tidak diterapkan secara konsisten, khususnya dalam kaitannyadengan pencegahan dan penanggulangan pencemaran udara <strong>yang</strong> diakibatkan oleh angkutanumum Bus Kota, dari data <strong>yang</strong> diperoleh menunjukkan bahwa usia kendaraan umum hanyalahsalah satu faktor bukan satu-satunya faktor. Faktor perawatan kendaraan bermotor justrumerupakan faktor <strong>yang</strong> paling utama. Oleh karena itu, meskipun usia kendaraan bermotor tersebutbelum mencapai 15 (lima belas) tahun, namun karena perawatannya tidak baik, maka kendaraantersebut dapat menimbulkan polusi daripada kendaraan <strong>yang</strong> telah berusia 15 (lima belas) tahun.Sebaliknya, kendaraan bermotor, termasuk angkutan umum Bus Kota <strong>yang</strong> telah berusia lebihdari 15 (lima belas) tahun, namun karena perawatannya baik, maka bisa jadi tidak menimbulkanpolusi dalam operasionalnya. Tidak diterapkannya secara konsisten aturan tentang batas usiaBus Kota untuk mendapatkan izin trayek tersebut, pada umumnya pemilik, supir atau kernet buskota tidak mengetahuinya. Karena, selama ini <strong>yang</strong> mengurus izin trayek adalah koperasi, jadisemuanya diserahkan kepada koperasi.Dari data tersebut jelas sekali bahwa baik pelaksana peraturan maupun pihak <strong>yang</strong> terkenaperaturan sama-sama mengetahui bahwa ada aturan tentang batas usia angkutan umum BusKota untuk memperoleh izin trayek. Namun, aturan itu tidak dapat dilaksanakan secara konsisten.<strong>Penegakan</strong> <strong>Hukum</strong>: Penanggulangan <strong>Pencemaran</strong> <strong>Udara</strong>Dalam kaitannya dengan penanggulangan pencemaran lingkungan <strong>yang</strong> diakibatkan olehangkutan umum Bus Kota, Kantor Pedal secara berkala melakukan pemeriksaan <strong>terhadap</strong> emisigas buang kendaraan bermotor di jalan, termasuk <strong>terhadap</strong> Bus Kota. Dari hasil pemeriksaan dilapangan banyak kendaraan bermotor <strong>yang</strong> asap atau emisi gas buangnya telah melampauibaku mutu lingkungan. Namun, Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan tidak memilikiwewenang untuk menjatuhkan sanksi atau hukuman <strong>terhadap</strong> pelanggaran tersebut. Dengandemikian, pemeriksaan <strong>yang</strong> dilakukan oleh Kantor ini hanya sekedar melaksanakan program<strong>yang</strong> telah ditetapkan.Namun, memberikan kewenangan kepada Kantor ini untuk menjatuhkan sanksi kepadaBus Kota <strong>yang</strong> beroperasi <strong>yang</strong> asapnya melampaui ambang batas <strong>yang</strong> ditetapkan adalahtidak tepat. Karena instansi <strong>yang</strong> selama ini diberikan wewenang untuk melakukan pemeriksaanemisi gas buang (asap) kendaraan bermotor di jalan ada pada Dinas Perhubungan.Oleh karena itu, <strong>yang</strong> masuk akal adalah kedua instansi ini harus melakukan koordinasidengan baik, sehingga hasil pemeriksaan <strong>yang</strong> dilakukan oleh Kantor Pengendalian DampakLingkungan itu dapat dijadikan pertimbangan Dinas Perhubungan untuk menindaklanjutinya.Untuk itu diperlukan suatu peraturan atau suatu Keputusan Walikota <strong>yang</strong> mengatur hubungankerja kedua lembaga ini, sehingga kedua lembaga ini terjalin kerjasama, korrdinasi dansebagainya tidak berjalan sendiri-sendiri. Dengan adanya peraturan tersebut juga akan dapatFenomena: Vol. 3 No. 1 Maret 2005 ISSN : 1693-4296


<strong>Penegakan</strong> <strong>Hukum</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Pencemaran</strong> <strong>Udara</strong>... oleh: Zairin Harahap13menjebol tembok-tembok egoisme lembaga. Pada gilirannya pencegahan danpenanggulangan pencemaran udara <strong>yang</strong> diakibatkan oleh pengopersian angkutan umum BusKota dapat dilakukan secara efesien dan efektif.Dari Dinas Perhubungan Kota diperoleh data bahwa pengawasan <strong>terhadap</strong> persyaratanteknis dan laik jalan melalui pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan sangat lemah sekali. Halini berakibat pada menurunnya jumlah kendaraan <strong>yang</strong> taat uji. Oleh karena itu, pemeriksaan inidimaksudkan agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran <strong>yang</strong> diakibatkan terutama olehangkutan umum kaitannya dengan usaha mengurangi pencemaran udara. Selanjutnyaditambahkan bahwa pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan <strong>yang</strong> berkaitan dengan masalahkelaikan jalan dan kelaikan emisi kendaraan bermotor bukan semata-mata menjadi tanggungjawab UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta.Sebagaimana <strong>yang</strong> telah dikemukakan di atas bahwa pemeriksaan kendaraan bermotor dijalan dalam kaitannya dengan pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan (dalamhal ini pencemaran udara) juga merupakan salah satu dari tugas Kantor Pengendalian DampakLingkungan Kota Yogyakarta. Namun, apabila berbicara tentang penegakan hukum (law enforcement),maka hal itu merupakan wewenang dari Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta.Dari hasil pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan terbukti banyak kendaraan bermotor,termasuk Bus Kota melakukan pelanggaran <strong>terhadap</strong> peraturan perundang-undangan <strong>yang</strong>berlaku. Pada umumnya jenis pelanggaran <strong>yang</strong> dilakukan oleh kendaraan bermotor itu,khususnya Bus Kota adalah melepas atau merusak segel bosh pump dan asap atau emisi gasbuang <strong>yang</strong> dihasilkan telah melampaui ambang batas baku mutu lingkungan.Sebagaimana <strong>yang</strong> telah dikemukakan di atas, instansi atau badan <strong>yang</strong> mempunyai tugasdan wewenang untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran udara di Kota Yogyakarta,termasuk <strong>yang</strong> diakibatkan oleh pengoperasian angkutan umum Bus Kota adalah DinasPerhubungan Kota Yogyakarta dan Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan Kota Yogyakarta.Kedua instansi tersebut di atas, meskipun memiliki tugas <strong>yang</strong> saling terkait, namun dalamrincian tugas masing-masing tidak ditemukan adanya kewajiban untuk melakukan koordinasi.Implikasi lebih lanjut dari keadaan ini adalah hasil pengawasan <strong>yang</strong> dilakukan oleh KantorPengendalian Dampak Lingkungan <strong>terhadap</strong> pengujian emisi gas buang kendaraan bermotor dijalan tidak mendapatkan follow-up dari Dinas Perhubungan, khususnya dalam kaitannya denganpenegakan hukum. Kedua instansi ini dapat dikatakan berjalan sendiri-sendiri. Sebagaimana<strong>yang</strong> dikemukakan oleh Pieter Lawoasal dari Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan seringmelakukan pemeriksaan dan pengujian emisi gas buang (asap) kendaraan bermotor di jalan.Namun, sejauh ini hasilnya belum mendapat perhatian <strong>yang</strong> serius dari instansi <strong>yang</strong> terkait.Sementara itu, Dinas Perhubungan Kota sendiri sangat jarang melakukan pemeriksaan dijalan dalam rangka melakukan pengawasan <strong>terhadap</strong> pengoperasian angkutan umum termasukBus Kota, karena minimnya peralatan dan tenaga. Oleh karena itu, apabila kedua instansi inimemiliki hubungan kerjasama dan melakukan koordinasi dalam melaksanakan tugasnya, makakelemahan dari masing-masing instansi ini dapat diatasi.Melepas atau merusak segel bosh pump adalah merupakan suatu bentuk pelanggaransebagaimana <strong>yang</strong> disebutkan dalam Pasal 17 Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor: 45Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pengujian Kendaraan Bermotor <strong>yang</strong> mengatakan bahwapemilik/pemegang kendaraan bermotor wajib menjaga agar tidak terjadi perubahan teknis <strong>yang</strong>tidak sesuai dengan keadaan pada waktu dilaksanakan uji. Pelanggaran <strong>terhadap</strong> ketentuantersebut menurut Pasal 19 ayat (1) diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulanatau denda paling banyak Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah). Namun, Bus Kota <strong>yang</strong> melakukanpelanggaran <strong>terhadap</strong> Pasal 17 tersebut di atas tidak dikenakan sanksi atau hukumansebagaimana <strong>yang</strong> disebutkan dalam Pasal 19. Dengan demikian, jelas bahwa ketentuanFenomena: Vol. 3 No. 1 Maret 2005 ISSN : 1693-4296


14<strong>Penegakan</strong> <strong>Hukum</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Pencemaran</strong> <strong>Udara</strong>... oleh: Zairin Harahaptersebut tidak dilaksanakan secara tegas dan konsisten. Bus Kota <strong>yang</strong> melepas ataumerusak segel bosh pump tersebut hanya diminta untuk memasangnya kembali. Namun,sebagaimana diakui oleh Sunardi bahwa setelah itu juga tidak ada jaminan pemilik/pemegangkendaraan bermotor tidak melepas atau merusaknya kembali.Sementara itu, pelanggaran <strong>yang</strong> dilakukan oleh kendaraan bermotor, termasuk angkutanumum Bus Kota <strong>terhadap</strong> ketentuan baku mutu lingkungan dalam hal ini baku mutu emisi gasdan partikel buang juga tidak dijatuhkan sanksi atau hukum sebagimana mestinya. Dalam Pasal50 Undang-undang Nomor: 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) secarategas disebutkan: 1) Untuk mencegah pencemaran udara dan kebisingan suara kendaraanbermotor <strong>yang</strong> dapat mengganggu kelestarian lingkungan hidup, setiap kendaraan bermotorwajib memenuhi persyaratan emisi gas buang dan tingkat kebisingan; 2) Setiap pemilik,pengusaha angkutan umum dan atau pengemudi kendaraan bermotor, wajib mencegah terjadinyapencemaran udara dan kebisingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) <strong>yang</strong> diakibatkanoleh pengoperasian kendaraannya.Selanjutnya dalam Pasal 67 UULLAJ disebutkan bahwa barangsiapa mengemudikankendaraan bermotor <strong>yang</strong> tidak memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang atautingkat kebisingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) dipidana denganpidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 2.000.000,- (duajuta rupiah). Sanksi <strong>terhadap</strong> setiap orang <strong>yang</strong> mengoperasikan kendaraan bermotor <strong>yang</strong>melanggar ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor juga disebutkan dalam Pasal33 PP 41/99 dengan ancaman hukuman sebagaimana <strong>yang</strong> disebutkan dalam Pasal 67 UULLAJtersebut.Tidak dijatuhkankan sanksi kepada pemilik Bus Kota <strong>yang</strong> melanggar peraturan-peraturantersebut telah membuat peraturan itu tidak saja kehilangan kepastian hukumnya, tetapi jugatelah membuat <strong>yang</strong> lain menjadi berani untuk melakukan pelanggaran <strong>yang</strong> sama.SimpulanKewenangan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran udara di Kota Yogyakartaada pada 2 (dua) instansi, yakni; Dinas Perhubungan dan Kantor Pengendalian DampakLingkungan. Namun, dalam kaitannya dengan penegakan hukum hanya Dinas Perhubungan<strong>yang</strong> mempunyai kewenangan. Sedangkan Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan tidakmemiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi bagi angkutan umum bus kota <strong>yang</strong> melakukanpencemaran udara. Di samping itu, meskipun kedua instansi ini mempunyai kewenangan <strong>yang</strong>sama, namun dalam kedudukan, tugas, dan fungsinya tidak memiliki koordinasi. Hal tersebutdapat diketahui dari Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 36 Tahun 2000 tentangPembentukan, Susunan, Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan,Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor 45 Tahun 2001 tentang Rincian Tugas pada KantorPengendalian Dampak Lingkungan Kota Yogyakarta, Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor:28 Tahun 2000 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perhubungan,dan Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor: 76 Tahun 2001 tentang Rincian Tugas pada DinasPerhubungan Kota Yogyakarta.<strong>Penegakan</strong> hukum <strong>terhadap</strong> pencemaran udara <strong>yang</strong> disebabkan oleh angkutan umumbus kota di Kota Yogyakarta belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, baik <strong>yang</strong>men<strong>yang</strong>kut penegakan hukum <strong>yang</strong> bersifat preventif (mencegah terjadinya pencemaran udara<strong>yang</strong> dapat diakibatkan beroperasinya angkutan umum bus kota) maupun <strong>yang</strong> men<strong>yang</strong>kutpenegakan hukum <strong>yang</strong> bersifat represif (menanggulangi terjadinya pencemaran udara <strong>yang</strong>diakibatkan oleh angkutan umum bus kota <strong>yang</strong> berupa penjatuhan sanksi sebagaimana <strong>yang</strong>diatur dalam peraturan perundang-undangan <strong>yang</strong> berlaku).Fenomena: Vol. 3 No. 1 Maret 2005 ISSN : 1693-4296


<strong>Penegakan</strong> <strong>Hukum</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Pencemaran</strong> <strong>Udara</strong>... oleh: Zairin Harahap15<strong>Penegakan</strong> hukum <strong>yang</strong> bersifat preventif berkaitan dengan persyaratan administratif danteknis <strong>yang</strong> harus dipenuhi oleh angkutan umum bus kota untuk memperoleh izin trayeksebagaimana <strong>yang</strong> diatur dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2001 tentangPerizinan Angkutan <strong>yang</strong> antara lain menyebutkan salah satu syarat untuk memperoleh izintrayek adalah usia bus kota tidak boleh lebih dari 15 (lima belas) tahun. Namun, dalam kenyataansebagian besar angkutan umum bus kota <strong>yang</strong> beroperasi usianya lebih dari 15 (lima belas)tahun dan tetap dapat memperoleh izin trayek.<strong>Penegakan</strong> hukum <strong>yang</strong> bersifat represif berkaitan dengan pemeriksaan angkutan umumbus kota di jalan. Dalam pemeriksaan di jalan terbukti beberapa dari bus kota telah melakukanperusakan <strong>terhadap</strong> segel-segel hasil tanda lulus uji kendaraan bermotor. Berdasarkan PeraturanDaerah Kota Yogyakarta Nomor 45 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pengujian KendaraanBermotor, maka <strong>terhadap</strong> pemilik/pemegang bus kota tersebut seharusnya dikenakan sanksipidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 2.000.000,- (dua jutarupiah). Namun, sanksi tersebut tidak pernah diterapkan. Begitu juga <strong>terhadap</strong> pelanggaraanambang batas emisi gas buang <strong>yang</strong> diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentangLalu Lintas dan Angutan Jalan (UULLAJ) <strong>yang</strong> mengatakan dapat dikenakan sanksi pidanakurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 2.000.000,- (dua jutarupiah) tidak pernah diterapkan.SaranTidak adanya koordinasi antara Dinas Perhubungan dan Kantor Pengendalian DampakLingkungan <strong>yang</strong> sama-sama memiliki kewenangan untuk mencegah dan menanggulangipencemaran udara <strong>yang</strong> diakibatkan oleh kendaraan bermotor telah mengakibatkan pencegahandan penanggulangan pencemaran udara <strong>yang</strong> diakibatkan oleh angkutan umum Bus Kota menjadikurang efektif. Oleh karena itu sudah saatnya kedua instansi ini memiliki garis koordinasi <strong>yang</strong>jelas dan tegas.Apabila syarat usia maksimum 15 (lima belas) tahun sebagai salah satu syarat untukmemperoleh izin trayek dianggap sudah tidak relevan lagi, maka ketentuan sebagaimana <strong>yang</strong>diatur dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2001 itu perlu diamandemensecepatnya.Pustaka AcuanAL. Slamet Ryadi, 1982, <strong>Pencemaran</strong> <strong>Udara</strong>, Penerbit Usaha Nasional, Surabaya.Andi Hamzah, 1995, <strong>Penegakan</strong> <strong>Hukum</strong> Lingkungan, Penerbit Arikha Media Cipta, Jakarta.Arief Sidharta, dkk (editor), 1996, Butir-butir Gagasan tentang Penyelenggaraan <strong>Hukum</strong> danPemerintahan <strong>yang</strong> Layak: Sebuah Tandamata 70 Tahun Prof.Dr. Ateng Syafruddin,SH, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.Baharuddin Lopa, 1987, Permasalahan Pembinaan dan <strong>Penegakan</strong> <strong>Hukum</strong> di Indonesia, PenerbitBulan Bintang, Jakarta.Emil Salim, 1990, Pembangunan Berwawasan Lingkungan, LP3ES, Jakarta.Fuad Amsyari, 1986, Prinsip-prinsip Masalah <strong>Pencemaran</strong> Lingkungan, Penerbit Ghalia Indonesia,Jakarta.Heru Sutomo, 2002, Menciptakan Layanan Bus Kota Ramah Lingkungan, artikel dalamKedaulatan Rakyat, tanggal 18 September.Fenomena: Vol. 3 No. 1 Maret 2005 ISSN : 1693-4296


16Kartini Kartono, 1986, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Penerbit Alumni, Bandung.Koesnadi Hardjasoemantri, 2001, <strong>Hukum</strong> Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.KPBB, 2003, Kebijakan Energi Bersih Melalui Pengahapusan Bensin Bertimbal (Pb), paper <strong>yang</strong>diambil dari internet.Moestikahadi Soedomo, 2001, Kumpulan Karya Ilmiah Mengenai <strong>Pencemaran</strong> <strong>Udara</strong>, PenerbitITB, Bandung.Otto Soemarwoto, 2001, Atur Diri Sendiri, Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup,Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.Philip Kristanto, 2002, Ekologi Industri, Penerbit ANDI, Yogyakarta.Siti Sundari Rangkuti, 2000, <strong>Hukum</strong> Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional,Airlangga University Press, Surabaya.Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-faktor <strong>yang</strong> Mempengaruhi <strong>Penegakan</strong> <strong>Hukum</strong>, Penerbit CV.Rajawali, Jakarta.______, 1986, Pengantar Penelitian <strong>Hukum</strong>, UI Press, Jakarta.<strong>Penegakan</strong> <strong>Hukum</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Pencemaran</strong> <strong>Udara</strong>... oleh: Zairin HarahapSudibyakto, 2002, Mengikis Tembok Rumah dan Logam Hujan Asam di Yogyakarta, KedaulatanRakyat, tanggal 23 April.Suhartini Arikunto, 1983, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Penerbit Bina Aksara,Jakarta.WHO, 2001, Planet Kita Kesehatan Kita, Laporan Komisi WHO Mengenai Kesehatan danLingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.Wisnu Arya Wardana, 2001, Dampak <strong>Pencemaran</strong> Lingkungan, Penerbit Andi, Yogyakarta.Fenomena: Vol. 3 No. 1 Maret 2005 ISSN : 1693-4296

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!