12.07.2015 Views

hukum acara peradilan HAM.pdf - Elsam

hukum acara peradilan HAM.pdf - Elsam

hukum acara peradilan HAM.pdf - Elsam

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

HUKUM ACARA PERADILANHAK ASASI MANUSIA* ) 1Oleh :HM. Kabul Supriyadhie1. PENYELIDIKAN, PENYIDIKAN, PENANGKAPAN DAN PENAHANAN1.1 PenyelidikanDi dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000merumuskan tentang penyelidikan yaitu:"Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencaridan menemukan ada tidaknya suatu peristiwa yang diduga merupakanpelanggaran hak asasi manusia yang berat guna ditindaklanjutidengan penyidikan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalamundang-undang ini."Adapun pelaksanaan penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasimanusia diatur di dalam Pasal 18 yaitu:(1) Penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang beratdilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.(2) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dalam melakukan penyelidikansebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat membentuk tim ad hocyang terdiri atas Komisi Nasional Hak asasi Manusia dan unsurmasyarakat.Alasan penyelidikan harus dilakukan oleh Komisi Nasional Hak AsasiManusia dimaksudkan untuk menjaga obyektivitas hasil penyelidikan1 * ) Makalah disampaikan pada Pelatihan Calon Advokat kerjasama PBHI dengan PERADI, Senin,4-12-2006 di Graha Wisata Kuningan Jakarta.1


karena lembaga Komisi Nasional Hak Asasi Manusia adalah lembagayang bersifat independen.Sedangkan anggota tim ad hoc terdapat unsur masyarakat yaitumerupakan tokoh masyarakat dan anggota masyarakat yang profesional,berdedikasi, berintegritas tinggi, dan menghayati di bidang hak asasimanusia.Dalam melaksanakan penyelidikan sebagaimana dimaksud di ataspenyelidik berwenang:1. Melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yangtimbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patutdiduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia yang berat.2. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang atau kelompokorang tentang terjadinya pelanggaran hak asasi yang berat, sertamencari keterangan dan barang bukti.3. Memanggil pihak pengadu, korban, atau pihak yang diadukan untukdiminta dan didengar keterangannya.4. Memanggil saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya.5. Meninjau dan mengumpulkan keterangan di tempat kejadian dantempat lainnya yang dianggap perlu6. Memanggil pihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulisatau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya.7. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa :a. pemeriksaan suratb. penggeledahan dan penyitaanc. pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan,dan tempat-tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihaktertentu.d. Mendatangkn ahli dalam hubungan dengan penyelidikan.Dalam hal penyelidik mulai melakukan penyelidikan suatu peristiwayang diduga merupakan pelanggaran hak asasi yang berat penyelidikmemberitahukan hal itu kepada penyidik.Di dalam Pasal 10 Undang-undang No. 26 Tahun 2000 ditentukansebagai berikut:2


"Dalam hal tidak ditentukan lain dalam Undang-undang ini, <strong>hukum</strong><strong>acara</strong> atas perkara pelanggaran hak asasi manusia yang beratdilakukan berdasarkan ketentuan <strong>hukum</strong> <strong>acara</strong> pidana".Menyimak bunyi pasal tersebut di atas, apabila hal tersebut tidakdiatur dalam undang-undang No 26 tahun 2000, maka ketentuan HukumAcara Pidana dapat dipakai. Tidak dijelaskan yang dimaksudkan <strong>hukum</strong><strong>acara</strong> pidana itu <strong>hukum</strong> <strong>acara</strong> pidana yang mana, dalam hal ini apakahtermasuk juga <strong>hukum</strong> <strong>acara</strong> pidana militer.Akan tetapi kalau menyimak bunyi Pasal 49, maka hal itu akanmenjadi jelas <strong>hukum</strong> <strong>acara</strong> yang dimaksud adalah <strong>hukum</strong> <strong>acara</strong> pidanaumum. Selengkapnya bunyi Pasal 49 itu sebagai berikut:"Ketentuan mengenai kewenangan Atasan yang Berhak Meng<strong>hukum</strong>dan Perwira Penyerah Perkara sebagaimana dimaksud Pasal 74 danPasal 123 Undang-undang No. 31 tahun 1997 tentang PeradilanMiliter dinyatakan tidak berlaku dalam pemeriksaan pelanggaran hakasasi manusia yang berat menurut Undang-undang ini."a. Kapan Penyelidikan DimulaiMenurut KUHAP, penyelidikan diintrodusir dengan motivasiperlindungan hak asasi manusia dan pembatasan ketat terhadappenggunaan upaya paksa, di mana upaya paksa baru digunakan sebagaitindakan terpaksa dilakukan. Penyelidikan mendahului tindakan-tindakanlain yaitu untuk menentukan apakah suatu peristiwa yang diduga tindakpidana dapat dilakukan penyidikan atau tidak. Sedangkan di dalamUndang-undang nomor 26 Tahun 2000 penyidikan itu dapat dimulaisebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 yaitu:"Dalam hal nomisi Nasional Hak Asasi Manusia berpendapat bahwaterdapat bukti permulaan yang cukup telah terjadi peristiwapelanggaran hak asasi manusia yang berat, maka kesimpulan hasilpenyelidikan disampaikan kepada penyidik."Adapun untuk sampai kepada kesimpulan bahwa telah terjadipelanggaran hak asasi manusia harus didasarkan pada hasil penilaianterhadap informasi atau data-data yang diperoleh oleh Komisi Nasional3


Hasil dari penyelidikan yang baik, akan dapat dipergunakan untukpersiapan menindaklanjuti, yaitu dengan pengertian bahwa apabilapenyelidikan telah selesai, maka penyelidik telah mempunyai gambaransebagaimana dimaksud oleh Pasal 20 Undang-undng No. 26 Tahun2000.Agar supaya tujuan penyelidikan dapat dicapai sesuai denganrencana, maka sebelum melakukan kegiatan penyelidikan, terlebihdahulu disusun suatu rencana penyelidikan. Semua kegiatan selanjutnyaharus mengacu kepada rencana yang telah disusun tersebut agarterarah dan terkendali dengan baik.Di dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tidak memperincitentang penyusunan rencana penyelidikan yang berbentuk pola darisuatu rencana penyelidikan. Untuk itu dalam rangka mengadakanpenyelidikan, rencana penyelidikan dapat menggunakan sistem yangdipergunakan dalam dunia intelijen dengan penyesuaian seperlunya.Rencana penyelidikan tersebul harus memuat tentang:1. Sumber informasi yang perlu dihubungi (orang, organisasi LSM,kelompok orang, instansi, tempat dan lain-lain).2. Informasi atau alat hukti apa yang dihutuhkan dari sumber tersebut(yang bermanfaat untuk pemhuktian telah terjadi pelanggaran hakasasi manusia).3. Cara memperoleh informasi atau alat bukti tersebut (terbuka,tertutup, wawancara, interogasi, pemotretan dan sebagainya.4. Petugas pelaksana.5. Batas waktu kegiatan.Penentuan sumber informasi dan penentuan tentang informasi apayang dibutuhkan dari sumber tersebut, didasarkan pada data-data/informasi dasar yang telah diperoleh sebelumnya. Sedangkan caramemperoleh informasi/alat bukti tergantung pada penilaian bagaimanakondisi sumber, apakah mudah atau sukar.c. Cara PenyelidikanUntuk meiakukan penyelidikan dapat dilakukan dengan cara sebagaiberikut:1. Dengan melakukan penyelidikan secara terbuka.5


2. Dengan melakukan penyelidikan secara tertutup.Penyelidikan dilakukan dengan cara terbuka apabila keteranganketerangan/data-dataatau bukti-bukti yang diperlukan mudah untukmendapatkannya dan dengan cara tersebut dianggap tidak akanmengganggu dan menghambat proses penyelidikan selanjutnya.Apabila penyelidikan dilaku!can secara terbuka, maka penyelidikharus memperlihatkan tanda pengenal diri yang dibuat oleh KomisiNasional Hak Asasi Manusia.Apabila penyelidikan itu dilakukan secara tertutup, penyelidik harusdapat menghindarkan diri dari tindakan-tindakan yang bertentangandengan ketentuan-ketentuan undang-undang yang berlaku. Untukmengadakan penyelidikan secara tertutup maka penyelidik terlebihdahulu menguasai teknik penyelidikan secara tertutup.Baik penyelidikan secara terbuka, maupun penyelidikan secaratertutup, sedapat mungkin menghindarkan diri dari kemungkinan adanyatuntutan ganti kerugian.d. Laporan Hasit PenyelidikanSetelah penyelidikan selesai dilakukan, penyelidik mengolah datadatayang telah terkumpul dan berdasarkan hasil pengolahan tersebut,disusun suatu laporan hasil penyelidikan di mana laporan tersebutmemuat :1. Sumber data/keterangan.2. Data/keterangan apa yang diperoleh dari setiap sumber tersebut.3. Barang bukti.4. Analisa.5. Kesimpulan tentang kebenaran telah terjadi pelanggaran hak asasimanusia.6. Saran tentang tindakan-tindakan apa yang perlu dilakukan dalamtahap penyidikan selsnjutnya.Apabila telah selesai dilakukan penyelidikan dan hasil penyelidikantelah disusun secara rinci sehingga penyelidik berkesimpulan telahterjadi pelanggaran hak asasi manusia, maka penyelidik melaporkanhasil penyelidikan itu kepada penyidik sebagaimana dimaksud dalamPasal 20 ayat (1) yaitu:6


"Dalam hal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berpendapat bahwaterdapat bukti permulaan yang cukup telah terjadi peristiwapelanggaran hak asasi manusia yang berat, maka kesimpulan hasilpenyelidikan disampaikan kepada Penyidik."Adapun yang dimaksud dengan "bukti permulaan yang cukup" adalahbukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana bahwa seseorangyang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan buktipermulaan patut diduga sebagai pelaku pelanggaran hak asasi manusiayang berat.Dalam melakukan penyelidikan tetap dihormati asas praduga takbersalah sehingga hasil penyelidikan bersifat tertutup (tidak disebarluaskan)sepanjang menyangkut nama-nama yang diduga melanggar hakasasi manusia yang berat sesuai dengan ketentuan Pasal 92 UndangundangNomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.Setelah penyelidik memberitahukan tentang akan dilakukan penyelidikan,berdasarkan kesimpulan yang telah disampaikan kepadapenyidik, maka dalam tempo paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelahkesimpulan hasil penyelidikan disampaikan, Komisi Nasional Hak AsasiManusia menyerahkan seluruh hasil penyelidikan kepada penyidik.Apabila penyidik berpendapat bahwa hasil penyelidikan sebagaimanayang telah dilakukan oleh penyelidik masih kurang lengkap,penyidik segera mrngembalikan hasil penyelidikan tersebut kepadapenyelidik disertai petunjuk untuk dilengkapi dalam waktu 30 (tiga puluh)hari sejak tanggal diterima hasil penyelidikan, penyelidik wajibmelengkapi kekurangan tersebut.Adapun yang dimaksud "kurang lengkap" hasil penyelidikan itu belumcukup memenuhi unsur-unsur pelanggaran hak asasi manusia yangberat untuk dilanjutkan ke tahap penyidikan.1.2 PenyidikanApabila telah selesai dilakukan penyelidikan oleh Komisi NasionalHak Asasi Manusia terhadap suatu pelanggaran hak asasi manusia danhasil penyelidikan itu telah dilaporkan dalam uraian secara rinci, makaapabila dari hasil penyelidikan itu dianggap cukup bukti-bukti permulaan7


atau telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana pelanggaran hak asasimanusia, tahap selanjutnya adalah dilakukan penindakan/penyidikanoleh penyidik.Penyidikan perkara pelanggaran hak asasi manusia diatur di dalamPasal 21 Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 yaitu:(1) Penyidikan perkara pelanggaran hak asasi manusi yang beratdilakukan oleh Jaksa Agung.(2) Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam (1) tidak termasukkewenangan menerima laporan atau pengaduan.(3) Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)Jaksa Agung dapat mengangkat penyidik ad hoc yang terdiri atasunsur pemerintah dan atau masyarakat.(4) Sebelum melaksanakan tugasnya, penyidik ad hoc mengucapkansumpah dan janji menurut agamanya masing-masing.(5) Untuk dapat diangkat menjadi penyidik ad hoc harus memenuhisyarat:a. Warga negara Republik Indonesia.b. Berumur sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun.c. Berpendidikan sarjana <strong>hukum</strong> atau sarjana lain yang mempunyaikeahlian di bidang <strong>hukum</strong>.d. Sehat jasmani dan rohani,e. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.f. Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.g. Memiliki pengetahuan dan kepedulian di bidang hak asasimanusia.Tahap penindakan adalah tahap penyidikan di mana dimulaidilakukan tindakan-tindakan <strong>hukum</strong> yang langsung bersinggungandengan hak-hak asasi manusia yaitu berupa pembatasan bahkanmungkin berupa "pelanggaran" hak asasi manusia, yaitu berupapenahanan.Tahap ini dilaksanakan setelah penyidik merasa yakin bahwa telahterjadi suatu pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan untukmemperjelas segala sesuatu tentang pelanggaran hak asasi itudiperlukan tindakan-tindakan tertentu yang berupa pembatasan dan8


"pelanggaran" hak-hak asasi seseorang/kelompok yang bertanggungjawab terhadap terjadinya pelanggaran flak asasi yang berat tersebut.Dalam melakukan penyidikan atas laporan Komisi Nasional HakAsasi Manusia, maka penyidik mencek kebenaran laporan tersebutdengan memeriksa di tempat kejadian.Jika laporan telah terjadi peristiwa pelanggaran hak asasi manusiaitu benar, maka apabila si pelaku masih berada di tempat tersebut,penyidik dapat melarang si pelaku atau tersangka meninggalkan tempatkejadian. Selanjutnya penyidik mengadakan pemeriksaan-pemeriksaanseperlunya termasuk memeriksa identitas tersangka atau menyuruhberhenti orang-orang yang dicurigai melakukan pelanggaran hak asasimanusia dan melarang orang-orang keluar masuk tempat kejadian.Kemudian penyidik berusaha mencari bukti-bukti yang digunakan untukmelakukan kejahatan pelanggaran hak asasi manusia yang berat itu.Apabila pemeriksaan di tempat kejadian selesai dilakukan danbarang-barang bukti telah pula dikumpulkan, maka selanjutnya harusdisusun suatu kesimpulan sementara bahwa telah terjadi pelanggaranhak asasi manusia yang berat dalam suatu berita <strong>acara</strong>.Penyidikan sebagaimana dimaksud di atas harus diselesaikan palinglambat dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejaktanggal hasil penyelidikan diterima dan dinyatakan lengkap olehpenyidik.Apabila jangka dalam jangka waktu tersebut di atas pelaksanaanpenyidikan belum selesai dilakukan, maka jangka waktu tersebut dapatdiperpanjang untuk waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari olehKetua Pengadilan Hak Asasi Manusia sesuai dengan daerah <strong>hukum</strong>rtya.Kalau ternyata setelah perpanjangan waktu selama 90 (sembilanpulu) hari itu ternyata penyidikan masih belum juga dapat diselesaikan,maka waktu penyidikan masih dapat diperpanjang untuk waktu palinglama 60 (enam puluh) hari oleh Ketua Pengadilan Hak Asasi Manusiasesuai dengan daerah <strong>hukum</strong>nya.Setelah perpanjangan waktu penyidikan sebagaimana tersebut diatas ternyata penyidik tidak mendapatkan bukti-bukti yang cukup, makaJaksa Agung harus mengeluarkan surat perintah penghentian9


penyidikan. Apabila tersangka berada dalam tahanan, maka perlu jugamengeluarkan surat perintah pelepasan dari tahanan.Apabila surat perintah penghentian penyidikan telah dikeluarkan,akan tetapi dikemudian hari ternyata terdapat bukti-bukti atau alasanyang cukup, maka penyidikan dapat dibuka kembali dalam rangkamelengkapi hasil penyidikan yang telah dilakukan dan selanjutnyadilakukan penuntutan.Dalam hal penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud di atastidak dapat diterima oleh korban atau keluarganya, maka korban,keluarganya sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau kebawah sampai dengan derajat ketiga, berhak mengajukan pra<strong>peradilan</strong>kepada Ketua Pengadilan Hak Asasi Manusia sesuai dengan daerah<strong>hukum</strong>nya dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undanganyang berlaku.1.3 PenangkapanSetelah penyidik menerima laporan dari penyelidik yaitu KomisiNasional Hak Asasi Manusia tentang telah terjadinya suatu peristiwapelanggaran hak asasi manusia, maka sehagai kelanjutan daripadaadanya pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang atau beberapaorang, apabila penyidik mempunyai dugaan keras disertai bukti-buktipermulaan yang cukup maka penyidik dapat melakukan penangkapanterhadap tersangka sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 11 ayat (1)Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 yaitu:"Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang melakukanpenangkapan untuk kepentingan penyidikan terhadap seorangyang diduga keras melakukan pelanggaran hak asasi yang beratberdasarkan bukti permulaan yang cukup."Berkenaan dengan hal tersebut maka penyidik dalam menggunakanalat berupa penangkapan dan penahanan, maka harus dilandasikeyakinan adanya "presumption of guil". Hal ini berarti bahwa sebelumpenyidik mengambil keputusan untuk menangkap/menahan, makapenyidik harus mempunyai bukti permulaan yang cukup serta dugaankeras telah dilakukan pelanggaran hak asasi yang berat oleh tersangka.10


Apabila penyidik masih merasa ragu mengenai kesalahan tersangka,maka harus dipilih tindakan yang meringankan, dengan jalan tidakmelakukan penangkapan/penahanan atas diri tersangka. Tindakanpenyidik mengambil putusan yang demikian dalam ilmu <strong>hukum</strong> dikenaldengan asas "in de bio proreo".Kalau penyidik telah merasa yakin akan kesalahan tersangka, makapenyidik barulah melakukan penangkapan sesuai dengan kewenangansebagaimana dimaksud dalam pasal 11 tersebut di atas.Penangkapan tidak dapat dilakukan secara sewenang-wenang,karena hal itu melanggar hak asasi manusia. Untuk menangkapseseorang, maka penyidik harus mengeluarkan surat perintahpenangkapan disertai alasan-alasan penangkapan dan uraian singkatsifat perkara kejahatan yang dipersangkakan. Tanpa surat perintahpenangkapan tersangka dapat menolak petugas yang bersangkutan.Perintah penangkapan baru dikeluarkan kalau sudah ada dugaan kerastelah terjadi pelanggaran hak asasi yang berat disertai pula buktipermulaan yang cukup.Adapun yang dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup ialahbukti permulaan untuk menduga adanya pelanggaran hak asasi manusiayang berat. Pasal ini menunjukkan hahwa perintah penangkapan tidakdapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepadamereka yang betul-betul melakukan tindak kejahatan. Setelah tersangkaditangkap dengan surat perintah maupun tersangka yang tertangkaptangan, maka dalam waktu 1 x 24 jam tersangka telah selesai diperiksa.Apabila tidak cukup bukti untuk alasan penahanan, maka tersangkaharus dibebaskan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1)KUHAP.Permasalahan yang dihadapi dalam soal penangkapan ini antara lainadalah sebagai berikut:Undang-undang tidak memberikan definisi/pengertian apa itu "buktipermulaan". Keseragaman penafsiran ini perlu guna menghindariterjadinya hal yang tidak kita inginkan. Sebab bisa terjadi sesuatu haloleh penyidik dianggap sebagai bukti permulaan, tetapi oleh HakimPra-<strong>peradilan</strong> yang memeriksa sah tidaknya penangkapan suatu hal itu11


ukan/belum dikategorikan sebagai bukti permulaan yang cukup untukmenduga seseorang bahwa ia pelakunya.Apabila kekuatan <strong>hukum</strong> pembuktian dari alat bukti pada tahappenyidikan gradasinya akan dipersamakan dengan alat bukti pada tahappenuntutan dan pengadilan, besar kemungkinan penyidikan akanmengalami hambatan.Dalam hal ini KUHAP menyerahkan kepada praktik, dengan memberikelonggaran kepada penyidik.Adapun tata cara melakukan penangkapan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 yaitu:(1) Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang melakukan penangkapanuntuk kepentingan penyidikan terhadap seseorang yang diduga kerasmelakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat berdasarkanbukti permulaan yang cukup.(2) Pelaksanaan tugas penangkapan sebagaimana dimaksud ayat (1)dilakukan oleh penyidik dengan memperlihatkan surat tugas danmemberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yangmencantumkan identitas tersangka dengan menyebutkan alasanpenangkapan, tempat dilakukan pemeriksaan serta uraian singkatperkara pelanggaran hak asasi yang berat yang dipersangkakan.(3) Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksuddalam ayat (2) harus diberikan kepada keluarganya segera setelahpenangkapan dilakukan.(4) Dalam hal tertangkap tangan penangkapan tanpa surat perintahdengan ketentuan bahwa penangkapan harus segera menyerahkantertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik.(5) Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan untukpaling lama 1 (satu) hari.(6) Masa penangkapan dikurangkan dari pidana yang dijatuhkan.Menyimak bunyi Pasal 11 tersebut di atas, maka petugas yang akanmelakukan penangkapan harus membawa surat tugas untuk dirinyasendiri dengan disertai bukti dirinya dan surat perintah penangkapanyang dikeluarkan oleh Jaksa Agung di mana di dalam surat perintahpenangkapan tersebut dicantumkan identitas tersangka yaitu nama,12


alamat, dengan maksud agar petugas tidak salah tangkap. Di sampingidentitas tersangka disebutkan pula alasan-alasannya sehinggatersangka harus ditangkap disertai uraian singkat perkara pelanggaranhak asasi yang berat yang dipersangkakan dan tempat tersangka akandiperiksa.Surat perintah penangkapan tersebut selain diberikan kepadatersangka, maka tembusannya diberikan kepada keluarganya segerasetelah penangkapan itu dilakukan.Dalam hal tertangkap tangan, maka penangkapan dilakukan tanpasurat perintah.Pengertian daripada tertangkap tangan adalah:a. Seseorang ditangkap ketika ia sedang melakukan kejahatan.b. Seseorang ditangkap tidak lama setelah kejahatan itu dilakukan.c. Teriakan masyarakat yang menunjukkan tersangka sebagai pelakukejahatan tidak seberapa lama setelah kejahatan itu dilakukan.1.4 PenahananKebebasan bergerak adalah hak asasi manusia yang dijamin olrhnegara kita dalam Undang-Undang Dasar dan berbagai undanyundanglainnya.Adapun tujuan pembatasan wewenang penguasa itu adalah untukmelindungi hak asasi manusia, sehingga penahanan tidak dilakukandengan sewenang-wenang.Berbeda dengan penangkapan, dasar penahanan tidaklah cukup atasbukti permulaan yang cukup saja, akan tetapi penyidik harus mempunyaisetidak-tidaknya pembuktian minimum yang disyaratkan KUHAP, yaitusekurang-kurangnya telah terdapat 2 alat bukti yang tersebut dalam Pasal184 ayat (1) KUHAP.Selain itu KUHAP menentukan pula syarat untuk dapat melakukanpenahanan yang terdiri dari syarat-syarat subyektif dan syarat obyektif.Syarat subyektif bila penyidik menganggap keadaan menimbulkankekhawatiran tersangka akan:1. melarikan diri.2. merusak atau menghilangkan barang bukti.13


3. mengulangi melakukan tindak pidana.Syarat-syarat subyektif ini didasarkan pertimbangan serta penilaiansemata-mata dari penyidik yang bersangkutan.Sedangkan syarat obyektif sudah merupakan keharusan bagi penyidikuntuk rnelakukan penahanan, setelah syarat-syarat subjektif dipenuhi,mengingat ancaman pidana pelanggaran hak asasi manusia diancamdengan <strong>hukum</strong>an mati.Sebagai kelanjutan dari penangkapan terhadap tersangka yangdiduga kuat telah melakukan pelanggaran hak asasi yang berat makaterhadap tersangka dapat dilakukan penahanan sebagaimana dimaksudPasal 12 ayat (1) UU No. 26 Tahun 2000 yaitu:"Jaksa Agung sebagai penyidik dan penuntut umum berwenangmelakukan penahanan atau penahanan lanjutan untuk kepentinganpenyidikan dan penuntutan."Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadaptersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan pelanggaran hakasasi manusia yang berat berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal initerdapat keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atauterdakwa akan melarikan diri, merusak, atau menghilangkan barang bukti,dan atau mengulangi pelanggaran hak asasi manusia yang berat.Selain dari Jaksa Agung, Hakim Pengadilan Hak Asasi Manusiadengan penetapannya berwenang melakukan penahanan untuk kepentinganpemeriksaan di sidang pengadilan.Adapun lamanya penahanan dapat dilakukan diatur di dalam pasal -pasal berikut ini:Pasal 13.(1) Penahanan untuk kepentingan penyidikan dapat dilakukan selama 90(sembilan puluh) hari.(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapatdiperpanjang untuk waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari olehKetua Pengadilan <strong>HAM</strong> sesuai dengan daerah <strong>hukum</strong>nya.(3) Dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) habis danpenyidikan belum dapat diselesaikan, maka penahanan dapat14


diperpanjang paling lama 60 (enam puluh) hari oleh Ketua Pengadilan<strong>HAM</strong> sesuai dengan daerah <strong>hukum</strong>nya.Pasal 14.(1) Penahanan untuk kepentingan penuntutan dapat dilakukan palinglama 30 (tiga puluh) hari.(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapatdiperpanjang untuk waktu paling lama 20 (dua pulu) hari oleh KetuaPengadilan <strong>HAM</strong> sesuai dengan daerah <strong>hukum</strong>nya.(3) Dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) habis danpenuntutan belum dapat diselesaikan, maka penahanan dapatdiperpanjang paling lama 20 (dua puluh) hari oleh Ketua Pengadilan<strong>HAM</strong> sesuai dengan daerah <strong>hukum</strong>nya.Pasal 15.(1) Penahanan untuk kepentingan pemeriksaan di sidang Pengadilan<strong>HAM</strong> dapat dilakukan paling lama 90 (sembilan puluh) hari.(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapatdiperpanjang untuk waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari oleh KetuaPengadilan Tinggi sesuai dengan daerah hukunrnya.Pasal 16.(1) Penahanan untuk kepentingan pemetiksaan banding di PengadilanTinggi dapat dilakukan paling lama 60 (enam puluh) hari.(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapatdiperpanjang untuk waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari oleh KetuaPengadilan Tinggi sesuai dengan daerah <strong>hukum</strong>nya.Pasal 17.(1) Penahanan untuk kepentingan pemeriksaan kasasi di MahkamahAgung dapat dilakukan paling lama 60 (enam puluh) hari.(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapatdiperpanjang untuk waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari oleh KetuaMahkamah Agung.2. PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN2.1. Acara Pemeriksaan15


Di dalam Pasal 10 ditentukan tentang <strong>acara</strong> pemeriksaanPengadilan pelanggaran Hak Asasi Manusia sebagai berikut:"Dalam tidak ditentukan lain dalam Undang-undang ini, <strong>hukum</strong> <strong>acara</strong>atas perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukanberdasarkan ketentuan <strong>hukum</strong> <strong>acara</strong> pidana."Sebagaimana telah diuraikan pada bagian terdahulu bahwa <strong>peradilan</strong>hak asasi manusia merupakan bagian dari <strong>peradilan</strong> umum atau<strong>peradilan</strong> negeri, jadi hanya merupakan spesialisasi saja yang bertugashanya menyelesaikan perkara pelanggaran hak asasi manusia yangberat sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 yaitu:"Perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat diperiksa dandiputus oleh Pengadilan Hak Asasi Manusia sebagaimana dimaksuddalam Pasal 4."Pengadilan <strong>HAM</strong> ini berwenang pula memeriksa dan memutusperkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan diluar batas teritorial wilayah negara Republik Indonesia oleh warganegara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.Apabila kejahatan pelanggaran hak asasi manusia ini dilakukansebelum Undang-undang ini terbentuk atau <strong>peradilan</strong> <strong>HAM</strong> ini terbentuk,maka terhadap pelaku pelanggaran <strong>HAM</strong> yang berat itu diadili olehPeradilan <strong>HAM</strong> ad hoc sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 yaitu:(1) Pelanggaran hak asasi yang berat yang terjadi sebelumdiundangkannya Undang-undang ini, diperiksa dan diputus olehpengadilan <strong>HAM</strong> ad hoc.(2) Pengadilan <strong>HAM</strong> ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesiaberdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden.(3) Pengadilan <strong>HAM</strong> ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)berada di lingkungan Peradilan Umum.Menyimak bunyi pasal-pasal yang telah diutarakan di atas, maka<strong>peradilan</strong> hak asasi manusia tidak membedakan siapa pelaku kejahatanitu apakah kejahatan itu dilakukan oleh orang sipil atau anggota militer,maka baik pada tingkat penyelidikan, penyidikan maupun <strong>peradilan</strong>nyadilakukan dalam lingkup <strong>peradilan</strong> hak asasi manusia yaitu:16


1. Penyelidikan perkara pelanggaran hak asasi manusia dilakukan olehKomisi Nasional Hak Asasi Manusia.2. Penyidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia dilakukan olehJaksa Agung.3. Peradilannya dilakukan oleh Peradilan Hak Asasi Manusia yangberada dalam lingkungan <strong>peradilan</strong> umum.Kalau menyimak bunyi Pasal 10 yang menyatakan bahwa hal-halyang tidak diatur dalam undang-undang ini, maka tata caranyadiberlakukan ketentuan <strong>hukum</strong> <strong>acara</strong> pidana. Pasal ini tidak menjelaskanpengertian <strong>hukum</strong> <strong>acara</strong> pidana itu, apakah <strong>hukum</strong> <strong>acara</strong> pidana umumsaja, atau termasuk juga <strong>hukum</strong> <strong>acara</strong> pidana militer.Akan tetapi hal ini baru menjadi jelas, bahwa yang dimaksudkan ituadalah ketentuan-ketentuan <strong>hukum</strong> <strong>acara</strong> pidana umum, karenadinyatakan dalam Pasal 49 yaitu:"Ketentuan mengenai kewenangan Atasan Yang Berhak Meng<strong>hukum</strong>dan Perwira Penyerah Perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal74 dan Pasal 173 Undang-Undang No. 31 tahun 1997 tentangPeradilan Militer dinyatakan tidak berlaku dalam pemeriksaanpelanggaran hak asasi manusia yang berat menurut Undang-undangini."(4) Untuk dapat diangkat menjadi penuntut umum ad hoc han,smemenuhi syarat:Berdasarkan ketentuan pasal ini, maka tidak terjadi keraguanmenggunakan <strong>hukum</strong> <strong>acara</strong> dalam menangani pelanggaran hak asasimanusia yang berat.Pemeriksaan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang beratsebagaimana diutarakan di atas dilakukan oleh majelis hakim PengadilanHak Asasi Manusia yang berjumlah 5 (lima) orang, terdiri atas 2 (dua)orang hakim pada Pengadilan Hak Asasi Manusia yang bersangkutandan 3 (tiga) orang hakim ad hoc.Majelis hakim tersebut harus diketuai oleh hakim dari PengadilanHak Asasi Manusia yang bersangkutan.2. 2. Penuntutan17


Setelah tahap penyidikan selesai, maka perkara pelanggaran hakasasi manusia diserahkan kepada Pengadilan Hak Asasi Manusia olehJaksa Agung untuk diperiksa dan diputus.Penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang beratdilakukan oleh Jaksa Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23yaitu:(1) Penuntutan perkara pelanggaran hak asasi yang berat dilakukan olehJaksa Agung.(2) Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)Jaksa Agung dapat mengangkat penuntut umum ad hoc yang terdiriatas unsur pemerintah dag atau masyarakat.Adapun yang dimaksud "unsur masyarakat" adalah terdiri organisasipolitik, organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat,atau lembaga kemasyarakatan yang lain seperti perguruan tinggi.Sedangkan kata "dapat" mengandung arti bahwa Jaksa Agung dalammengangkat penuntut ad hoc dilakukan sesuai denaan kebutuhansaja.Penuntut umum ad hoc dari unsur masyarakat diutamakan diambildari mantan penuntut umum di Peradilan umum atau Oditur Militerpada Peradilan Militer.(3) Sebelum melaksanakau tugasnya penuntut umum ad hoc mengucapkansumpah atau janji menurut agamanya masing-masing.(4) Untuk dapat diangkat menjadi penuntut umum ad hoc harusmemenuhi syarat :a. warga negara Republik Indonesia;b. berumur sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan palingtinggi 65 (enam puluh lima) tahun;c. berpendidikan sarnaja <strong>hukum</strong> dan berpengalaman sebagai penututumum;d. Sehat jasmani dan rohani;e. Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela;f. Setiap kepada Pancasila dan Undang-undang 1945;g. Memiliki pengetahuan dan kepedulian di bidang hak asasimanusia.18


Apabila persyaratan tersebut di atas telah dipenuhi, maka sebelummelaksanakan tugasnya maka penuntut umum ad hoc harusmengucapkan sumpah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 yaitu:"Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa sayauntuk metaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, denganmenggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak memberikan ataumenjadikan sesuatu apa pun kepada siapa pun juga"."Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidakmelakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerimalangsung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu janji ataupemberian.""Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akanmempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasarnegara, Undang-Undang Dasar 1945 dan peraturan perundangundanganyang berlaku bagi negara Republik Indonesia.""Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankantugas ini dengan jujur, seksama, dan obyektif dengan tidakmembeda-bedakan orang, dan akan menjunjung tinggi etika profesidalam melaksanakan kewajiban saya ini dengan sebaik-baik danseadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang petugas yang berbudibaik dan jujur dalam menegakkan <strong>hukum</strong> dan keadilan."Setelah mengucapkan sumpah, maka seorang penuntut umum pada<strong>peradilan</strong> hak asasi manusia baru dapat melaksanakan tugasnyasebagai penuntut.Dalam melakukan penuntutan sebagaimana dimaksud di atas, makapenuntut wajib melaksanakan tugasnya paling lambat dalam jangkawaktu 70 (tujuh puluh) hari terhitung sejak tanggal hasil penyidikanditerima.Dalam melaksanakan tugas baik dalam tingkat penyidikan maupunpada tingkat penuntutan, pelaksanaan tugas tersebut dipantau olehKomisi Nasional Hak Asasi Manusia sebagaimana dimaksud dalamPasal 25 yaitu:"Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sewaktu-waktu dapat memintaketerangan secara tertulis kepada Jaksa Agung mengenai19


perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran hakasasi manusia yang berat."Menyimak bunyi pasal tersebut di atas, maka penuntut umum pada<strong>peradilan</strong> hak asasi manusia, harus bekerja dengan sungguhsungguh,karena suatu perkara yang ditanganinya harus selesai dalam jangkawaktu 70 (tujuh puluh) hari. Ketentuan jangka waktu penyelesaianperkara ini tidak saja diwajibkan kepada penuntut umum, tapi diwajibkanpula kepada Pengadilan Hak Asasi Manusia sebagaimana ditentukandalam pasal-pasal berikut ini:Pasal 31.Perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat, diperiksa dandiputus oleh Pengadilan Hak Asasi Manusia dalam waktu paling lama180 (seratus delapan puluh) hari terhitung sejak perkara dilimpahkan kePengadilan Hak Asasi Manusia.Pasal 32.(1) Dalam hal perkara pelanggaran hak asasi manusia yang beratdimohonkan banding ke Pengadilan Tinggi, maka perkara tersebutdiperiksa dan diputus dalam waktu paling lama 90 (sembilan puluh)hari terhitung sejak perkara dilirnpahkan ke Pengadilan Tinggi.(2) Pemeriksaan perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)dilakukan oleh majelis hakim berjumlah 5 (lima) orang yang terdiriatas 2 (dua) orang hakim Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dan3 (tiga) orang hakim ad hoc.(3) Jumlah hakim ad hoc di Pengdilan Tinggi sebagaimana dimaksuddalam ayat (2) sekurang-kurangnya 12 (dua belas) orang.(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dan ayat(3), Pasal 29, dan Pasal 30 juga berlaku bagi pengangkutan hakimad hoc pada Pengadilan Tinggi.Pasal 33.(1) Dalam hal perkara pelanggaran hak aaasi manusia yang beratdimohonkan kasasi ke Mahkamat: Agung, perkara tersebut diperiksadan diputus dalam waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hariterhitung sejak perkara dilimpahkan ke Mahkamah Agung.20


(2) Pemeriksaan perkara sebagaimann dimaksud di dalam ayat (1)dilakukan oleh majelis hakim yang berjumlah 5 (lima) orang terdiridari atas 2 (dua) orang Hakim Agung dan 3 (tiga) orang hakimad hoc.(3) Jumlah hakim ad hoc di Mahkamah Agung sebagaimana dimaksuddalam ayat (2) sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang.(4) Hakim ad hoc di Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden selakuKepala Negara atas usul Dewan Perwakilan Rakyar RepublikIndonesia.(5) Hakim ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diangkat untuksatu kali masa jabatan selama 5 (lima) tahun.(6) Untuk dapat diangkat menjadi hakim ad hoc pada Mahkamah Agungharus memenuhi syarat:a. warga negara Republik Indonesia;b. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;c. berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun.d. berpendidikan sarjana <strong>hukum</strong> atau sarjana lain yang mempunyaikeahlian di bidang <strong>hukum</strong>.e. sehat jasmanidan rohani.f. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.g. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.h. memiliki pengetahuan dan kepedulian di bidang hak asasimanusia.Menyimak bunyi pasal tersebut di atas, maka terdapat perbedaanpengangkatan hakim ad hoc pada pengadilan <strong>HAM</strong> denganpengangkatan hakim ad hoc pada Mahkamah Agung.Adapun perbedaan tersebut antara lain, pengangkatan hakimad hoc pada Mahkamah Agung persyaratan umur sekurang-kurangnya50 (lima puluh) tahun dan masa kerja selama lima tahun, hanya untuksatu ka(i masa jabatan. Perbedaan lainnya adalah pengangkatan hakimad hoc pada pengadilan <strong>HAM</strong> diusulkan oleh Mahkarnah Agung dandikukuhkan oleh Presiden, sedangkan pengangkatan hakim ad hoc padaMahkamah Agung diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kemudiandikukuhkan oleh Presiden.21


Sedangkan pengertian "keahlian di bidang <strong>hukum</strong>" sebagaimanadimaksud Pasal 33 ayat (6) huruf d adalah antara lain sarjana syari'ahatau sarjana lulusan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian.Bagi hakim ad hoc pada Mahkamah Agung berlaku ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, yaitu sebelum memangkujabatannya sebagai hakim ad hoc, maka terlebih dahulu harusmengucapkan sumpah sebagai hakim ad hoc.Pada waktu pengambilan sumpah/janji diucapkan kata-kata tertentusesuai dengan agama masing-masing, misalnya untuk penganut agamaIslam "Demi Allah" sebelum lafal sumpah dan untuk agamaKristen/Katolik kata-kata "Kiranya Tuhan akan menolong saya" sesudahlafal sumpah.Setelah pengucapan sumpah itu, barulah hakim ad hoc yangbersangkutan dapat menunaikan tugasnya dengan resmi.2.3 Ketentuan PidanaKetentuan pidana diatur di dalam Bab VII Undang-undang 26 Tahun2000 yaitu:Pasal 36.Setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 8 huruf a, b, c, d, dan e dipidana dengan pidana matiatau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama25 (dua puluh lima) tahun paling singkat 10 (sepuluh) tahun.Selengkapnya Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 sebagai berikut:Pasal 7Pelanggaran hak asasi manusia yang berat meliputi:a. kejahatan genosida.b. kejahatan terhadap kemanusiaan.Pasal 8Kejahatan genosida sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf aadalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untukmenghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompokbangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama dengan cara:a. membunuh anggota kelompok.22


. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadapanggota kelompok.c. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang mengakibatkankemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya.d. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahirandi dalam kelompok ataue. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu kekelompok lain.Pasal 9Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7huruf b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dariserangan yang meluas atau sistimatik yang diketahui bahwa serangantersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:a. pembunuhan.b. pemusnahan.c. perbudakan.d. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa.e. perampasan kemerdekaan atau perarnpasan kebebasan fisik lainsecara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuanpokok <strong>hukum</strong> internasional.f. penyiksaan.g. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaankehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentukbentukkekerasan seksual lain yang setara.h. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkunrpulanyang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis,budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakuisecara universal sebagai hal yang dilarang menurut <strong>hukum</strong> internasional.i. penghilangan orang secara paksa, atau kejahatan apartheid.j. Kejahatan apartheidSelain itu bagi setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 9 hurup a, b, d, e, dan j dipidana denganpidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara selama 2523


(dua puluh lima) tahun dan paling singkat 10 (sepuluh) tahun.Scedangkan bagi orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 9 huruf c, dipidana dengan pidana penjara paling lama15 (lima belas) tahun paling singkat 5 (lima) tahun. Bagi orang yangmelakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf g, h,atau i dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahundan paling singkat 10 (sepuluh) tahun.Apabila seseorang berniat melakukan perbuatan sebagaimanatersebut, perbuatan itu tidak berhasil diselesaikan, maka perbuatan itudikualifisir dengan percobaan melakukan perbuatan pelanggaran hakasasi manusia, atau orang yang memberikan bantuan untuk melakukanpelanggaran hak asasi manusia yang dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal9 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000, maka bagi terdakwa dipidanayang sama dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana telah diutarakandi atas.Selain pelaku langsung terhadap pelanggaran hak asasi manusia,maka komandan militer atau seseorang yang secara efektif bertindaksebagai komandan militer dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindakpidana yang berada di dalam yurisdiksi Pengadilan <strong>HAM</strong> yang dilakukanpasukan yang berada di bawah komando dan pengendaliannya yangefektif, atau di bawah kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif dantindak pidana tersebut merupakan akibat dari tidak dilakukanpengendalian pasukan secara patut, yaitu:a. Komandan militer atau seseorang tersebut mengetahui atau atasdasar keadaan saat itu seharusnya mengetahui bahwa pasukantersebut sedang melakukan atau baru saja melakukan pelanggaranhak asasi manusia yang berat.b. Komandan militer atau seseorang tersebut tidak melakukan tindakanyang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannya untukmencegah atau menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkanpelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukanpenyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.c. Seorang atasan, baik polisi maupun sipil lainnya dimana:24


1) atasan tersebut mengetahui atau secara sadar mengabaikaninformasi yang secara jelas menunjukkan bahwa bawahan sedangmelakukan atau baru saja melakukan pelanggaran hak asasimanusia yang berat.2) atasan tersebut tidak mengambil tindakan yang layak dandiperlukan dalam ruang lingkup kewenangannya untuk mencegahatau menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkanpelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukanpenyelidikan, penyidikan dan penuntutan.Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksudkan itu, maka bagipelaku diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36,Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26Tahun 2000.Jakarta, 4 – 12 - 200625

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!