Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaPEMBUKAANI. SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA[Mengucapkan salam]Dalam program legislasi nasional, pembahasan KUHP ini diprioritaskan, kita inginmempunyai KUHP yang sifatnya nasional. Sejak tahun 1960-an kita ingin merombak KUHPwarisan Belanda ini. Sekitar tahun 1972 sudah ada rancangannya, namun tersebar dibeberapa kelompok. Baru tahun ’81-’82 kita punya rancangan yang agak resmi, diprakarsaioleh Profesor dari Undip, Soedarto <strong>dan</strong> kawan-kawan. Lalu lama tersimpan <strong>dan</strong> keinginanuntuk merubah KUHP ini baru muncul kembali pada tahun ’99 ketika reformasi. MenteriKehakiman saat itu adalah Profesor Muladi, beliau serius menggarap rancangan ini.Rancangan terakhir adalah tahun 2005 bulan Maret.Tidaklah mudah membuat hukum pi<strong>dan</strong>a, karena meliputi 3 aspek kehidupan manusia,manusia sebagai individu (kita harus menghormati hak-hak asasi manusia), manusiasebagai mahluk sosial (bagaimana manusia berinteraksi dengan sesamanya) <strong>dan</strong> manusiasebagai mahluk budaya (yang menghasilkan karya-karya kebudayaan yang harusdilindungi oleh hukum). Profesor Muladi pernah mengutarakan bahwa dalam mempi<strong>dan</strong>aatau mengkriminalisasi harus sangat memperhatikan syarat-syarat yang banyak <strong>dan</strong>sifatnya limitatif. Ini karena hukum pi<strong>dan</strong>a sifatnya adalah Ultimum Remedium. Syarat-syaratlimitatif itu adalah :1. Jangan menggunakan hukum pi<strong>dan</strong>a untuk membalas dendam semata-mata,2. Jangan menggunakan hukum pi<strong>dan</strong>a jika korbannya tidak jelas,3. Jangan menggunakan hukum pi<strong>dan</strong>a jika ada cara-cara lain yang lebih efektif,4. Jangan menggunakan hukum pi<strong>dan</strong>a jika kerugian pembiayaan akibat daripemi<strong>dan</strong>aan lebih besar daripada kerugian pembiayaan akibat tindak pi<strong>dan</strong>a itusendiri.5. Jangan menggunakan hukum pi<strong>dan</strong>a jika efek sampingnya lebih besar dariperbuatan yang dikriminalisasikan,6. Jangan menggunakan hukum pi<strong>dan</strong>a jika tidak mendapat dukungan masyarakatluas,7. Jangan menggunakan hukum pi<strong>dan</strong>a apabila hukum tersebut diperkirakan tidakbisa berlaku secara efektif,8. Hukum pi<strong>dan</strong>a harus bisa menjaga kepentingan negara, individu <strong>dan</strong> masyarakat,9. Dan harus selaras dengan pencegahan yang sifatnya non-penal.RKUHP saat ini masih banyak dikritik karena melanggar berbagai konsep di atas, masihover-criminalization. Masih banyak mengatur ketentuan-ketentuan yang mestinya bisa diaturdi luar hukum pi<strong>dan</strong>a. Ini yang mestinya yang harus kita bahas. Pada kesempatan inidiskusi kita akan berfokus pada masalah-masalah yang menyangkut kepentingan publik<strong>dan</strong> kejahatan <strong>terhadap</strong> kepentingan martabat. Dua hal ini merupakan hal yang sangatdekat dengan hak-hak asasi manusia.Apakah kita masih perlu mengatur pencemaran nama baik ? Konsep KUHP masihmenggunakan konsep Hatzaai Artikelen, apakah itu masih perlu ? Demikianlah sambutankami.Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 1
Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaII. SAMBUTAN KETUA KOMNAS HAM (ABDUL HAKIM GARUDA NUSANTARA)[Mengucapkan salam]Pembaruan Kitab Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Hukum Pi<strong>dan</strong>a (KUHP) telah rampung dikerjakan yangtertuang dalam bentuk RUU KUHP. Tim Penyusun RUU KUHP nampak menggunakanpendekatan sintetik dalam merumuskannya dengan mencari sintesa antara hak-hakindividu (human rights), hak-hak masyarakat (communal rights) serta menjaga kepentinganpolitik negara (state’s policy). Apabila sintesa pelbagai kepentingan itu tidak berhasildirumuskan, akan terjadi reduksi atas perlindungan salah satu kepentingan tersebut.Menjaga keseimbangan ketiga kepentingan tersebut menjadi taruhan RUU KUHP di masadepan. Oleh karena itu, kita perlu membahas berbagai aspek dari R-KUHPi<strong>dan</strong>a tersebut.Salah satu aspek yang penting adalah masalah kriminalisasi <strong>terhadap</strong> kehormatan pribadi<strong>dan</strong> kepentingan umum.Topik pertama kejahatan <strong>terhadap</strong> kepentingan pribadi berkaitan dengan kejahatan<strong>terhadap</strong> martabat (Crimes against Honor). Dalam RUU KUHPi<strong>dan</strong>a, martabat seseorangmendapat perlindungan melalui pengaturan delik-delik berupa penghinaan, fitnah, <strong>dan</strong>pencemaran nama baik. Secara umum, hal ini dapat dilihat dalam R-KUHPi<strong>dan</strong>a versi Mei2005 Bab XVII tentang Tindak Pi<strong>dan</strong>a Penghinaan, Pasal 531 tentang pencemaran, <strong>dan</strong> Pasal532-533 tentang Fitnah. Tetapi pengaturan mengenai penghinaan <strong>terhadap</strong> Presiden atauWakil Presiden diatur secara khusus dalam Pasal 265-266 RUU KUHPi<strong>dan</strong>a. Begitu puladengan penghinaan <strong>terhadap</strong> Kepala Negara sahabat <strong>dan</strong> Wakil Kepala Negara sahabat(Pasal 271-273). Lebih jauh lagi, RUU KUHPi<strong>dan</strong>a melarang penghinaan <strong>terhadap</strong>pemerintah yang sah (Pasal 284-285) serta penghinaan <strong>terhadap</strong> kekuasaan umum <strong>dan</strong>lembaga Negara (Pasal 407-408) yang mengakibatkan keonaran.Pengaturan secara khusus mengenai penghinaan <strong>terhadap</strong> penguasa atau pejabat negara inisecara umum tidaklah berbeda dengan KUHPi<strong>dan</strong>a yang berlaku sekarang sebagaimanadiatur dalam Pasal 207. Tentu saja pasal dalam KUHPi<strong>dan</strong>a ini sering dipakai sebagaisenjata ampuh untuk menyerang balik <strong>terhadap</strong> laporan penyelewengan yang dilakukanpejabat tersebut atau pemberitaan oleh media massa. Sebagai contoh misalnya, seorangpejabat Negara dilaporkan ke KPK karena diindikasikan telah melakukan tindak pi<strong>dan</strong>akorupsi, tetapi ujung-ujungnya pelapor ini diadukan ke Polri karena dianggapmencemarkan nama baik. Di sini, ada pertanyaan penting yaitu apakah melaporkan a<strong>dan</strong>yatindak pi<strong>dan</strong>a yang dilakukan oleh pejabat dianggap sebagai pencemaran nama baik ? Ataumengancam martabat seseorang secara pribadi ?Selain itu, ada pertanyaan lain yang perlu diajukan untuk dielaborasi lebih jauh.Sebagaimana kita ketahui setiap orang mempunyai kedudukan yang sama di muka hukum.Prinsip ini juga telah diakui dalam konstitusi yang menyebutkan bahwa “Setiap orang berhakatas pengakuan, jaminan, perlindungan, <strong>dan</strong> kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang samadi hadapan hukum” (Pasal 28D). Berdasarkan prinsip <strong>dan</strong> hak konstitusi ini, Apakah perluada pembedaan pengaturan mengenai pencemaran nama baik (penghinaan <strong>dan</strong> fitnah)kepada pejabat Negara dengan pencemaran nama baik <strong>terhadap</strong> warga negara biasa. Darihal-hal ini, terlihat ada sebuah kebutuhan untuk membedah, memperdebatkan, <strong>dan</strong>mendiskusikan secara lebih luas <strong>dan</strong> mendalam permasalahan yang mengitari pengaturantentang kejahatan <strong>terhadap</strong> kehormatan dari berbagai perspektif.Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 2