12.07.2015 Views

pengasuhan otoriter berpotensi menurunkan kecerdasan sosial, self ...

pengasuhan otoriter berpotensi menurunkan kecerdasan sosial, self ...

pengasuhan otoriter berpotensi menurunkan kecerdasan sosial, self ...

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

48 ALFIASARI, LATIFAH, & WULANDARI Jur. Ilm. Kel. & Kons.aspek perkembangannya (Boveja, 1998; Herz& Gullone, 1999; Gunnoe et al., 1999; Slicker etal., 2005; Dwairy et al., 2006; Martínez &García, 2007). Penelitian di delapan komunitasArab di Mesir menunjukkan bahwa orang tuayang menerapkan gaya <strong>pengasuhan</strong> yangotoritatif berhubungan nyata dengan tingginyaikatan remaja kepada keluarganya sertakesehatan mental yang lebih baik pada remaja(Dwairy et al., 2006). Boveja (1998) melaporkanbahwa persepsi remaja tentang gaya<strong>pengasuhan</strong> orang tuanya menunjukkanhubungan yang nyata dengan strategibelajarnya. Remaja yang mempersepsikanorang tuanya sebagai orang tua yang otoritatifmempunyai strategi belajar yang lebih baik danremaja yang mempersepsikan orang tuanyasebagai orang tua permisif mempunyai strategibelajar yang paling rendah. Hasil penelitian inimenarik untuk dikaji lebih lanjut yaitu apakahgaya <strong>pengasuhan</strong> yang berhubungan denganstrategi belajar selanjutnya dapat menjadipenentu terhadap prestasi akademik remaja.Herz dan Gullone (1999) lebih lanjutmenegaskan bahwa praktek <strong>pengasuhan</strong> yangditerapkan orang tua yang dipersepsikan olehremaja berhubungan dengan pembentukan<strong>self</strong>-esteem. Orang tua yang dalam praktek<strong>pengasuhan</strong>nya mengoptimalkan pemberiankasih sayang, yang menunjukkan gaya<strong>pengasuhan</strong> yang optimal ikatan emosinya(optimal-bonding style), memberikan hubunganyang positif dengan <strong>self</strong> esteem. Sementara itu,sebuah penelitian di Brazil menunjukkan hasilyang sedikit berbeda. Penelitian tersebutmenunjukkan bahwa gaya <strong>pengasuhan</strong> yangotoritatif ternyata tidak mempunyai hubungandengan <strong>self</strong> esteem yang tinggi pada remaja(Martínez & García, 2007). Kajian seperti inibelum banyak dilakukan di Indonesia dan kajianini mencoba untuk membuktikan apakahhubungan yang sama antara gaya <strong>pengasuhan</strong>dengan <strong>self</strong>-seteem remaja yang ditemukan diBrazil juga menunjukkan fenomena yang samadi kalangan remaja di Indonesia.Gunnoe et al. (1999) juga melaporkanbahwa gaya <strong>pengasuhan</strong> orang tua yangotoritatif berpengaruh langsung terhadappembentukan tanggung jawab <strong>sosial</strong> anakremajanya (seperti perhatian tentang benar dansalah, tanggung jawab terhadap permasalahanyang mereka hadapi, kebiasaan membolos,dll.). Sementara itu, Slicker et al. (2005)menyatakan para mahasiswa yang melaporkanbahwa orang tuanya memiliki praktek<strong>pengasuhan</strong> yang tinggi respon kasihsayangnya (responsiveness), secara nyatamempengaruhi perkembangan keterampilanhidup mereka (yang mencakup hubunganinterpersonal, pengambilan keputusan,pemeliharaan kesehatan, dan perkembanganidentitas). Kecerdasan <strong>sosial</strong> dipercaya menjadisalah satu faktor keterampilan hidup yangmenentukan penentu kesuksesan seseorang.Oleh karenanya, penting untuk mengkaji lebihlanjut bagaimana gaya <strong>pengasuhan</strong> yangditerapkan orang tua memberikan pengaruhterhadap <strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong> remaja sebagaibekal dalam memasuki masa dewasa.Melalui penelitian ini, diharapkan akanmampu menambah bukti-bukti empiris tentangkaitan antara gaya <strong>pengasuhan</strong> dengan<strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong>, <strong>self</strong>-esteem, dan prestasiakademik khususnya pada periode remaja akhir(late adolescent). Secara khusus penelitian inibertujuan untuk menganalisis persepsi gaya<strong>pengasuhan</strong> remaja dan hubungannya dengankarakteristik remaja dan orang tua danmenganalisis hubungan persepsi gaya<strong>pengasuhan</strong> remaja dengan <strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong>,<strong>self</strong>-esteem, dan prestasi akademik remaja.METODEPenelitian ini menggunakan desain CrosssectionalStudy dengan metode survey. Lokasipenelitian ini adalah asrama Tingkat PersiapanBersama Institut Pertanian Bogor (TPB IPB)Dramaga, Bogor yang merupakan asramauntuk mahasiswa IPB tingkat pertama.Penentuan lokasi penelitian dipilih secarasengaja (purposive) dengan alasan lokasidianggap memenuhi kriteria untuk menjawabtujuan penelitian. Penelitian ini secarakeseluruhan dilakukan selama enam bulan,yaitu mulai bulan Maret hingga September2009.Populasi dari penelitian ini adalahmahasiswa tingkat pertama di Institut PertanianBogor (IPB) atau yang lebih dikenal denganmahasiswa Tingkat Persiapan Bersama.Mahasiswa yang berada pada TingkatPersiapan Bersama ini merupakan mahasiswamahasiswatingkat pertama di IPB yang padaumumnya merupakan remaja-remaja pada faseremaja akhir (late adolescence). Penarikancontoh dilakukan dengan cara randomsampling. Jumlah contoh ditentukan denganrumus Slovin, dengan menyandarkanperhitungannya pada jumlah populasi danpersen kelonggaran ketidaktelitian (Umar,2003).Berdasarkan perhitungan jumlah minimalcontoh penelitian melibatkan 97 mahasiswaTPB sebagai responden. Pada awalnya, jumlah


50 ALFIASARI, LATIFAH, & WULANDARI Jur. Ilm. Kel. & Kons.Pertanyaan mengenai <strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong>terdiri dari 20 pertanyaan untuk mengukurdimensi kesadaran <strong>sosial</strong> (seperti: “Sulit bagisaya menerima dan memahami pandanganteman yangberbeda dengan saya”, “Temantemanterlihat nyaman bersama saya”, dan“Saya seringkali merasa gengsi untuk memintamaaf jika melakukan kesalahan) dan 23pertanyaan untuk mengukur dimensi fasilitas<strong>sosial</strong> (seperti: “Saya seringkali tidak menyadariketika teman saya mengalami musibah”, “Bilateman saya murung, saya segera menanyakannya”,“Saya sering mendamaikan temanyang sedang bermusuhan”).Alat ukur <strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong> ini telah diujireliabilitasnya dengan koefisien Cronbach’salpha yang memadai (α=0,861). Setelah skordijumlahkan untuk keseluruhan pertanyaan,selanjutnya dikategorikan dengan menggunakaninterval kelas berdasarkan sebarannormatif (skor <strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong> maksimumyang diperoleh adalah 215 dan minimumnyaadalah 43). Skor <strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong> dikelompokkandalam lima kategori yaitu: sangatkurang (43-77), kurang (78-112), cukup(113-147), baik (148-182), sangat baik (183-215).Pengukuran <strong>self</strong>-esteem respondendilakukan dengan menggunakan 32 pertanyaanyang digunakan oleh Puspitawati (2006) yangtelah dikembangkan dari instrumen TheRosenberg Self-Esteem Scale dengan jawabanmasing-masing pertanyaan menggunakanskala Likert mulai dari 1 hingga 5 (1=sangatsetuju, 2=kemungkinan besar tidak setuju,3=ragu-ragu, 4=kemungkinan besar setuju,5=sangat setuju). Contoh pertanyaannya antaralain “Tidak ada cara yang dapat dilakukan untukmemecahkan masalah-masalah saya”, “Sayamerasa bahwa saya adalah orang yangberguna”, dan “Terkadang, saya merasa bahwasaya tidak bisa apa-apa”.Pertanyaan untuk mengukur <strong>self</strong>-esteempada penelitian ini telah diuji kembalireliabilitasnya dan diperoleh Cronbach’s alphayang memadai (α=0,807). Setelah skordijumlahkan untuk keseluruhan pertanyaan,selanjutnya dikategorikan denganmenggunakan interval kelas berdasarkansebaran normatif (skor <strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong>maksimum yang diperoleh adalah 160 danminimumnya adalah 32). Skor <strong>self</strong>-esteemdikelompokkan dalam lima kategori yaitu:sangat kurang (32-57), kurang (58-83), cukup(84-109). Baik (110-135), sangat baik(136-160).Data prestasi akademik diperolehberdasarkan Indeks Prestasi (IP) yang dicapairesponden pada semester I dengan jenis datarasio. Selanjutnya Indeks Prestasi akademikresponden dikelompokkan dalam empatkategori untuk kepentingan analisis deskriptif,yaitu: (1) IP ≤ 2,50; (2) 2,50 < IP < 2,75; (3)2,75 < IP < 3,50; dan (4) IP ≥ 3,50.Pengelompokkan prestasi akademik menurutIndeks Prestasi (IP) ini didasarkan padakategori yang biasa digunakan di InstiitutPertanian Bogor.Sebelum digunakan, kuesioner yangsudah disusun diuji pada 10 orang yang terdiridari 5 mahasiswa dan 5 mahasiswi yangberusia 19 tahun. Hasil uji coba tersebut akanmenentukan reliabilitas dari kuesioner yangdigunakan. Uji coba kuesioner sebelumpengumpulan data dilakukan, untukmengetahui pilihan bentuk kuesioner(pernyataan dan pertanyaan), kedalamanpertanyaan, ketepatan pemilihan kata, dapattidaknya suatu pertanyaan ditanyakan, pilihanjawaban yang dimungkinkan, serta lamamaksimal pengisian kuesioner.Selanjutnya, untuk pelaksanaanpengukuran dilakukan dengan cara pengisiankuesioner oleh responden sendiri atau yangdikenal dengan istilah <strong>self</strong>-report/<strong>self</strong>administeredquestionnaire yang diberikanpada sekelompok responden di lorong asramaterpilih dengan didampingi oleh intervieweruntuk memberikan pengarahan tentangpengisian kuesioner dan untuk menjawabapabila ada pertanyaan dari responden tentangmaksud dari pertanyaan/pernyataan yang adadalam kuesioner. Teknik <strong>self</strong>-report jugadilakukan pada penelitian-penelitian sebelumnya(Puspitawati 2006; Boveja 1998; Martínez& García 2007; Dwairy et al. 2006; Herz &Gullone 1999; Gunnoe et al. 1999; Slicker et al.2005; Martínez & García 2007).Data dianalisis secara statistik deskriptifdan inferensia (uji beda, uji korelasi, dan ujiregresi linear). Analisis korelasi digunakanuntuk melihat hubungan antara variabelkarakteristik responden, karakteristik keluarga,persepsi gaya <strong>pengasuhan</strong> orang tua,<strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong>, <strong>self</strong>-esteem, dan prestasiakademik.HASILKarakteristik Responden dan Keluarga.Umur responden dalam penelitian ini berkisarantara 17 tahun sampai 20 tahun yang terdiridari laki-laki (51,4%) dan perempuan (48,6%).


Vol. 4, 2011 PENGASUHAN OTORITER PADA REMAJA 51Persentase terbesar responden merupakananak tengah dan lebih dari sepertiga keluargaresponden merupakan keluarga sedang (4-7orang). Persentase terbesar ayah dan iburesponden memiliki pendidikan SMA danperguruan tinggi. Lebih dari separuh iburesponden tidak bekerja (52,3%). Sementaraitu, persentase terbesar keluarga respondenmemiliki pendapatan di atas Rp3.500.000,00.Sementara itu, apabila dilakukan ujihubungan antara karakteristik responden dankarakteristik keluarga ditemukan adanyabeberapa hubungan antar variabel. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa antar variabelkarakteristik keluarga responden terlihatadanya hubungan yang nyata pada beberapavariabel. Lama pendidikan ayah berhubungannyata dan positif dengan pendapatan keluargaper bulan (r=0,507, α=0,01). Lama pendidikanibu responden mempunyai hubungan yangnyata dan negatif dengan besar keluarga(r=-0,194, α=0,05) serta berhubungan nyatadan positif dengan pendapatan keluarga(r=0,539, α=0,01). Namun, uji hubungan antarvariabel pada karakteristik responden tidakditemukan adanya hubungan yang nyata.Sementara itu, uji hubungan antara karakteristikkeluarga dan karakteristik responden terlihatbahwa lama pendidikan ayah (r=-0,209,α=0,05) dan ibu (r=-0,109, α=0,05)berhubungan nyata dan negatif dengan urutankelahiran. Selain itu, besar keluarga jugaberhubungan nyata dan positif dengan urutankelahiran (r=0,463, α=0,01).Tabel 1 Koefisien korelasi antara karakteristikremaja dan keluarga dengan skorpersepsi gaya <strong>pengasuhan</strong> remajaKarakteristikSkor Persepsi Gaya PengasuhanOtoritatif Otoriter PermisifKarakteristik AnakUmur -0,111 0,039 -0,049Jenis0,217* -0,157 -0,013kelamin a)Urutan-0,064 -0,079 0,050kelahiranKarakteristik keluargaBesar-0,103 0,001 0,023keluargaLama0,070 0,067 0,044pendidikanayahLama0,128 -0,046 0,051pendidikanibuPendapatankeluarga perbulan-0,088 0,117 0,198*Keterangan: 1 = laki-laki; 2 = perempuan;*nyata pada α = 0,05Uji korelasi antara karakteristik remaja(umur, jenis kelamin, dan urutan kelahiran)dengan skor persepsi gaya <strong>pengasuhan</strong> remajaseperti yang tersaji pada Tabel 1, menunjukkanbahwa jenis kelamin mempunyai hubunganyang nyata dengan skor persepsi gaya<strong>pengasuhan</strong> otoritatif yang dirasakan (r=0,217;α=0,05). Sementara itu, uji korelasi antarakarakteristik keluarga (besar keluarga, lamapendidikan ayah, lama pendidikan ibu, danpendapatan keluarga per bulan) dengan skorpersepsi remaja tentang gaya <strong>pengasuhan</strong>orang tuanya (Tabel 1), menunjukkan bahwapendapatan keluarga mempunyai hubunganpositif dan nyata dengan skor persepsi gaya<strong>pengasuhan</strong> permisif yang dirasakan remaja(r=0,198; α=0,05).Hubungan Persepsi Gaya Pengasuhandengan Kecerdasan Sosial, Self Esteem,dan Prestasi Akademik. Berdasarkan hasilpenelitian, sebaran remaja menurut <strong>kecerdasan</strong><strong>sosial</strong> terdapat pada empat kategori dari limakategori yang digunakan dalam penelitian ini.Persentase terbesar remaja memiliki<strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong> dengan kategori baik(66,4%). Hanya 0,9% remaja yang memiliki<strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong> dengan kategori kurang dantidak ada remaja yang memiliki <strong>kecerdasan</strong><strong>sosial</strong> pada kategori sangat kurang.Apabila ditinjau dari jenis kelamin, sebagianbesar remaja perempuan mempunyai<strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong> baik (67,3%) dan sangat baik(21,2%). Sementara itu, pada remaja laki-lakisebagian besar <strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong> juga beradapada kategori baik dan sangat baik, hanya sajaproporsinya masih lebih rendah daripadaremaja perempuan yaitu masing-masing 65,5%dan 9,1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa<strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong> remaja berhubungan positifdan nyata dengan jumlah organisasi yangdiikuti (r=0,284, α=0,05). Rata-rata persentaseskor <strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong> remaja perempuanadalah 173,77 dan remaja laki-laki adalah164,98. Hasil uji beda independent sample t-test, rata-rata skor <strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong>berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwaterdapat perbedaan yang nyata (p=0,011)antara <strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong> yang dimiliki olehremaja laki-laki dan remaja perempuan.Self-esteem remaja pada penelitian inimenunjukkan bahwa lebih dari dua pertigaremaja dalam penelitian ini memiliki <strong>self</strong>-esteempada kategori baik (65,4%). Hanya 0,9%remaja yang memiliki <strong>self</strong>-esteem kategorikurang dan bahkan tidak ada remaja yangmempunyai <strong>self</strong>-esteem kategori sangatkurang. Sisanya adalah remaja yang memiliki


52 ALFIASARI, LATIFAH, & WULANDARI Jur. Ilm. Kel. & Kons.<strong>self</strong>-esteem cukup (21,5%) dan sangat baik(12,1%).Bila dibedakan berdasarkan jenis kelamin,rata-rata skor <strong>self</strong>-esteem remaja perempuanadalah 120,58 sedikit lebih tinggi daripada ratarataskor <strong>self</strong>-esteem remaja laki-laki yaitu119,04. Hasil uji beda independent sample t-test menunjukkan tidak adanya perbedaanyang nyata pada rata-rata skor <strong>self</strong>-esteemremaja perempuan maupun laki-laki.Sementara itu, prestasi akademik yangdiukur dalam penelitian ini adalah capaianIndeks Prestasi (IP) remaja pada semesterterakhir pada saat penelitian dilakukan. RatarataIP remaja adalah 2,73 dengan standardeviasi 0,54. Sebaran remaja menurut IP dibagimenjadi empat kelompok. Berdasarkan hasilpenelitian, persentase terbesar remaja memilikiIP antara 2,75-3,50 yaitu sebanyak 41,1%;disusul dengan IP kurang dari 2,50 (31,8%); IPantara 2,50 dan 2,75 (20,6%); dan persentaseterkecil pada kelompok IP ≥ 3,50 (6,5%).Hasil penelitian menunjukkan bahwaremaja perempuan mempunyai rata-rata IP2,75, sedangkan remaja laki-laki mempunyairata-rata IP yang sedikit lebih rendah yaitu 2,70.Hasil uji beda Independent Sample T Testmenunjukkan tidak adanya perbedaan yangnyata pada rata-rata IP remaja perempuanmaupun laki-laki.Penelitian ini juga ingin melihat hubunganantara persepsi gaya <strong>pengasuhan</strong> remajadengan <strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong>, <strong>self</strong>-esteem, danprestasi akademik yang dimiliki remaja. Tabel 2menyajikan koefisien korelasi hasil ujihubungan antara variabel-variabel tersebut.Hasil penelitian menunjukkan bahwa skorpersepsi gaya <strong>pengasuhan</strong> otoritatifberhubungan positif dan nyata dengan<strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong> dan <strong>self</strong>-esteem.Tabel 2 Koefisien korelasi antara persepsi gaya<strong>pengasuhan</strong> remaja dengan <strong>kecerdasan</strong><strong>sosial</strong>, <strong>self</strong>-esteem, dan prestasiakademikSkor Persepsi Gaya PengasuhanVariabelOtoritatif Otoriter PermisifKecerdasan 0,445** -0,230** -0,166<strong>sosial</strong>Self-esteem 0,447** -0,310** 0,007Prestasiakademik0,104 -0,257** 0,224*Keterangan:* nyata pada level α = 0,05** nyata pada level α = 0,01Berbeda dengan gaya <strong>pengasuhan</strong>otoritatif, skor persepsi gaya <strong>pengasuhan</strong><strong>otoriter</strong> berhubungan negatif dan nyata dengan<strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong>, <strong>self</strong>-esteem, dan prestasiakademik yang dimiliki remaja. Sementara itu,skor persepsi gaya <strong>pengasuhan</strong> permisifberhubungan positif dan nyata dengan prestasiakademik remaja. Hasil yang tersaji pada Tabel2 menunjukkan bahwa semakin tinggi skorgaya <strong>pengasuhan</strong> otoritatif yang dipersepsikanremaja maka semakin tinggi <strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong>dan <strong>self</strong>-esteem yang dimiliki remaja.Sebaliknya, semakin tinggi skor persepsi gaya<strong>pengasuhan</strong> <strong>otoriter</strong> yang dirasakan remajamaka <strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong>, prestasi akademik,dan <strong>self</strong>-esteem yang dimilikipun semakinrendah. Hanya saja hasil menarik terlihat darihubungan yang nyata dan positif antara skorpersepsi gaya <strong>pengasuhan</strong> persepsif denganprestasi akademik remaja.Sementara itu, uji hubungan lainmenunjukkan adanya hubungan yang nyatadan positif antara <strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong> dengan<strong>self</strong>-esteem remaja (r=0,559, α=0,01). Namun,tidak ditemukan adanya hubungan yang nyataantara <strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong> dan <strong>self</strong>-esteemdengan prestasi akademik remaja.PEMBAHASANGaya <strong>pengasuhan</strong> merupakan polaperilaku orang tua yang paling menonjol atauyang paling dominan dalam menanganianaknya sehari-hari. Pola tersebut jugamenunjuk pada pola orang tua dalam mendisiplinkananak, menanamkan nilai-nilai hidup,mengajarkan keterampilan hidup, danmengelola emosi (Sunarti, 2004). Daribeberapa cara penilaian gaya <strong>pengasuhan</strong>,yang paling sensitif adalah dengan mengukurkesan anak tentang pola perlakuan orang tuaterhadapnya. Kesan yang mendalam dariseorang anak terhadap orang tuanya itulahpersepsi gaya <strong>pengasuhan</strong> yang diukur dalampenelitian ini.Penelitian ini menemukan hasil bahwaanak perempuan remaja secara nyataberhubungan dengan tingginya skor persepsigaya <strong>pengasuhan</strong> otoritatif, atau dengan katalain remaja perempuan mempersepsikan orangtuanya lebih menerapkan kontrol dankehangatan yang berimbang. Hasil ini kurangsejalan dengan temuan Henry et al. (2006)yang melaporkan bahwa anak remajaperempuan mempunyai hubungan positif dannyata dengan persepsi mereka tentang dimensipenerapan hukuman dari orang tuanya(punitiveness), serta tidak mempunyai


Vol. 4, 2011 PENGASUHAN OTORITER PADA REMAJA 53hubungan yang nyata dengan dimensidukungan (support), pengawasan (monitoring),dan juga penjelasan logis tentang aturan yangditerapkan (induction).Di sisi lain, adanya hubungan yang nyatadan positif antara pendapatan keluarga denganskor persepsi gaya <strong>pengasuhan</strong> permisifmenunjukkan bahwa remaja yang berasal darikeluarga dengan pendapatan lebih tinggi lebihmempersepsikan orang tuanya menerapkangaya <strong>pengasuhan</strong> permisif. Uji lanjut yangdilakukan Gunnoe et al. (1999) menunjukkanadanya hasil yang berbeda dengan penelitianini. Gunnoe et al. (1999) melaporkan bahwapendidikan ibu, pendapatan keluarga, dan tipekeluarga berpengaruh nyata terhadap gaya<strong>pengasuhan</strong> otoritatif yang diterapkan ibu,sedangkan yang mempengaruhi gaya<strong>pengasuhan</strong> otoritatif yang diterapkan ayahhanyalah tingkat pendidikan ayah. Di sisi lain,warna kulit dan tipe keluarga mempengaruhigaya <strong>pengasuhan</strong> <strong>otoriter</strong> yang diterapkan ibu.Penelitian tersebut juga melaporkan bahwasemakin baik tingkat beragama orang tua (ibudan ayah) juga memberikan pengaruh nyatadan positif terhadap penerapan gaya<strong>pengasuhan</strong> otoritatif ayah dan ibu (Gunnoe etal. 1999). Sementara itu, Spera (2006)melaporkan bahwa persepsi remaja tentanggaya <strong>pengasuhan</strong> orang tuanya, baik padadimensi kehangatan (responsiveness) maupunkontrol (demandingness), tidak mempunyaihubungan nyata dengan pendidikan ayah,pendidikan ibu, status <strong>sosial</strong> ekonomi ayah, danjuga status <strong>sosial</strong> ekonomi ibu. Penelitian inimenunjukkan hasil yang sedikit berbeda yangmana persepsi remaja tentang gaya<strong>pengasuhan</strong> orang tuanya berhubungandengan pendapatan keluarga.Hasil tersebut cukup menarik karenamengindikasikan bahwa semakin tinggipendapatan keluarga, yang juga menunjukkansemakin tingginya status ekonomi keluarga(dibuktikan dengan hasil uji korelasi yang nyatadan positif antara pendidikan ayah dan ibudengan pendapatan keluarga), justru semakinmembuat orang tua cenderung menerapkangaya <strong>pengasuhan</strong> permisif. Orang tua yangmenerapkan gaya <strong>pengasuhan</strong> permisif tidakmenuntut banyak dari anak (undemanding)namun mereka cukup responsif terhadap anak.Mereka tidak menuntut kematangan/kedewasaan perilaku yang kompeten dari anakdan juga hanya memberikan sedikit standaryang jelas, aturan, dan larangan yang dapatmendorong anak untuk bertanggung jawab danmenghormati orang lain (Baumrind 2008).Temuan pada penelitian ini menunjukkanbahwa orang tua perlu berhati-hati dalammenerapkan gaya <strong>pengasuhan</strong>. Semakinbaiknya kondisi ekonomi keluarga, bukanlahalasan bagi orang tua untuk semakin“mengendorkan” aturan-aturan dasarkehidupan yang mengarahkan anak untukdapat menghargai diri, orang lain, danlingkungannya serta menggantinya dengan“pembiaran” dengan memenuhi segalakeinginan anak tanpa adanya kontrol dari orangtua.Hasil penelitian selanjutnya tentanghubungan persepsi gaya <strong>pengasuhan</strong> dengan<strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong>, <strong>self</strong>-esteem, dan prestasiakademik pada remaja menunjukkan bahwasemakin tinggi skor persepsi remaja tentanggaya <strong>pengasuhan</strong> orang tua yang otoritatifmaka semakin baik tingkat <strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong>dan <strong>self</strong>-estem remaja. Menurut Goleman(2007), <strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong> adalah kemampuanuntuk mengerti orang lain dan bagaimanabereaksi terhadap situasi <strong>sosial</strong> yang berbeda.Selanjutnya, Goleman (2007) menyebutkanbahwa <strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong> meliputi dua unsur,yaitu kesadaran <strong>sosial</strong> dan fasilitas <strong>sosial</strong>.Kesadaran <strong>sosial</strong> merupakan apa yang kitarasakan tentang orang lain. Sementara itu,fasilitas <strong>sosial</strong> merupakan apa yang kemudiankita lakukan dengan kesadaran <strong>sosial</strong> yangyang telah dimiliki. Goleman (2006)menyebutkan bahwa setiap hubungan berasaldari kemampuan untuk berempati. Perbedaandalam kepekaan empati ada kaitannya denganbagaimana orang tua menerapkan disiplin padaanak-anak. Temuan pada penelitian inimenegaskan pendapat tersebut, yang manasemakin orang tua mampu menerapkan disiplindengan tetap menyeimbangkannya dengankasih sayang atau dengan kata lainmenerapkan gaya <strong>pengasuhan</strong> otoritatif makaremaja akan mempunyai <strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong>yang makin baik, bahkan lebih lanjut remajajuga akan mempunyai <strong>self</strong>-esteem yang makinbaik.Berbeda dengan gaya <strong>pengasuhan</strong>otoritatif, hasil penelitian ini menunjukkanbahwa tingginya skor persepsi gaya<strong>pengasuhan</strong> <strong>otoriter</strong> berhubungan negatifdengan <strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong>, <strong>self</strong>-esteem, danjuga prestasi akademik remaja. Hasil menarikdari penelitian ini adalah tingginya skor gaya<strong>pengasuhan</strong> permisif yang dirasakan remajaberhubungan positif dan nyata dengan prestasiakademik remaja. Remaja yang mempunyaiskor persepsi gaya <strong>pengasuhan</strong> permisif yanglebih tinggi maka semakin mempunyai prestasiakademik yang lebih baik. Hasil penelitian iniagak tidak sejalan dengan penelitian Boveja


54 ALFIASARI, LATIFAH, & WULANDARI Jur. Ilm. Kel. & Kons.(1998) yang menemukan bahwa semakin orangtua menerapkan gaya <strong>pengasuhan</strong> otoritatifmaka anak akan semakin mempunyai strategibelajar yang lebih baik. Temuan inidimungkinkan terjadi karena remaja yangmempersepsikan orang tuanya menerapkangaya <strong>pengasuhan</strong> permisif adalah remaja yangberasal dari keluarga dengan pendapatan yanglebih tinggi. Orang tua yang secara ekonomilebih mapan dengan tingkat pendapatan yanglebih baik akan meningkatkan akses keluargaterhadap ketersediaan sarana belajar. Kondisiini akan memungkinkan remaja untukmemperoleh akses sarana belajar yang lebihtinggi yang dapat mendorong mereka untukmencapai prestasi akademik yang lebih baik.Uji hubungan yang dilakukan dalampenelitian ini juga menemukan adanyapengaruh <strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong> terhadap <strong>self</strong>esteem.Self-esteem merupakan dimensievaluatif yang menunjuk pada sejauh manaseseorang memiliki penghargaan diri danmempunyai pandangan yang positif mengenaidirinya (Santrock, 2003; Johnson & Swidley,1999). Self-esteem yang tinggi merupakanperasaan dan pandangan positif terhadapsemua hal baik yang terjadi dalam kehidupanseseorang, seperti kebahagiaan, kesehatan,kesejahteraan, dan hubungan baik yangterpenuhi. Hal tersebut merupakan perasaanpositif terhadap diri dan percaya bahwa dapatmewujudkan apa yang diharapkan sertaberhasil. Sebaliknya, <strong>self</strong>-esteem yang rendahmerupakan rasa tidak cukup terhadap diri danpercaya bahwa dirinya tidak cukup baik/sejahtera dalam memperoleh sesuatu (Johnson& Swidley, 1999).Self-esteem dapat diukur dari pendapatanak tentang dirinya yang mencakuppenilaiannya terhadap dirinya sendiri (<strong>self</strong>-worthatau <strong>self</strong>-image) dan evaluasi diri terhadapkeseluruhan dirinya (global evaluation of the<strong>self</strong>), yang pada akhirnya mempengaruhipembentukan diri anak (Vasta et al., 1992;Santrock, 2007). Pembentukkan <strong>self</strong>-esteemberlangsung sejak kecil, terutama melalui gaya<strong>pengasuhan</strong> orang tua (Papalia et al., 2008).Pencapaian <strong>self</strong>-esteem pada remaja berbedasesuai dengan dukungan <strong>sosial</strong> yangditerimanya. Carl Rogers (Calhoun & Acocella,1990) mengemukakan apabila kenyataan dirikita (apa yang benar tentang diri kita) dan diriideal kita (apa yang kita harapkan) sangatberbeda maka sangat mungkin akan merasatidak bahagia dengan diri sendiri. Semakinbesar perbedaan yang dirasakan makasemakin besar ketidakpuasan pada diri sendiri.Gerungan (2002) yang menyebutkanbahwa tanpa adanya timbal-balik dalaminteraksi <strong>sosial</strong>, manusia tidak dapatmerealisasikan kemungkinan-kemungkinan danpotensi-potensinya sebagai individu. Lebihlanjut, Parker (2006) mengungkapkan halsenada bahwa kepercayaan diri danpenghargaan diri penting artinya dalammenjalin hubungan dengan orang lain, antaralain membantu individu untuk terbuka danberjiwa <strong>sosial</strong>. Kepercayaan diri merupakanbagian dari harga diri (<strong>self</strong>-esteem).Keterampilan <strong>sosial</strong> dan <strong>self</strong>-esteem memilikiketerkaitan satu sama lain. Self-esteem yangbaik akan mendukung (memudahkan) individudalam menjalin suatu hubungan <strong>sosial</strong>. Hasilpenelitian ini menguatkan temuan-temuansebelumnya bahwa gaya <strong>pengasuhan</strong> yangbaik akan dapat membangun <strong>self</strong>-esteem anaksecara optimal. Selain itu, <strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong>yang baik yang dimiliki remaja jugamemberikan kontribusi positif terhadappembentukan <strong>self</strong>-esteem.Temuan lain pada penelitian ini bahwatidak terdapatnya hubungan yang nyata antara<strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong> dan prestasi akademikremaja, menunjukkan bahwa remaja yangmemiliki prestasi yang baik tidak selalu memiliki<strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong> yang juga baik. MenurutGoleman (2006), <strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong> merupakanbagian dari <strong>kecerdasan</strong> emosional. Temuan inisenada dengan hasil temuan pada penelitianSetiawati (2007) yang menyatakan bahwa<strong>kecerdasan</strong> emosional tidak memiliki hubungandengan prestasi belajar siswa. Selain itu, ujikorelasi juga menunjukkan bahwa tidakterdapat hubungan yang nyata antara <strong>self</strong>esteemdan prestasi akademik remaja. Hasilpenelitian ini juga berarti bahwa remaja yangmemiliki prestasi yang baik tidak selalu memiliki<strong>self</strong>-esteem yang juga baik, ataupunsebaliknya. Hal ini berarti bahwa banyak faktoryang dapat mempengaruhi terbentuknya <strong>self</strong>esteemterutama pada remaja, selain karenafaktor gaya <strong>pengasuhan</strong> orang tua dan<strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong> remaja. Menurut Calhoundan Acocella (1990), faktor-faktor yang jugamempengaruhi terbentuknya konsep diri dan<strong>self</strong>-esteem yaitu motivasi, teman sebaya, dankeinginan untuk sukses.Berdasarkan hasil penelitian ini terdapathal-hal yang dapat dilakukan melalui aplikasidalam perilaku sehari-hari sebagai upaya untukmemperoleh kompetensi yang optimal bagimahasiswa, khususnya mahasiswa tingkatpertama yang berada pada fase terakhir masaremaja mereka sebelum memasuki periodedewasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa


Vol. 4, 2011 PENGASUHAN OTORITER PADA REMAJA 55semakin aktif remaja dalam mengikutiorganisasi maka akan mendukung <strong>kecerdasan</strong><strong>sosial</strong> mahasiswa yang semakin baik.Keikutsertaan di dalam organisasi merupakanhal yang perlu dilakukan sebagai upaya untukmemperoleh <strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong> yang semakinbaik dan menjalin hubungan <strong>sosial</strong> yangsemakin luas. Selain itu, <strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong>yang semakin baik akan mempengaruhi <strong>self</strong>esteemyang juga akan semakin baik.Hasil penelitian ini juga menegaskanbahwa orang tua berperan penting dalammembentuk kompetensi anak. Sesuai denganpernyataan Calhoun dan Acocella (1990),bahwa gaya <strong>pengasuhan</strong> otoritatif tetapmenjadi yang terbaik dalam menghasilkanoutcomes anak, dengan demikian gaya<strong>pengasuhan</strong> menjadi hal yang perlu lebihdiperhatikan dan menerapkan gaya<strong>pengasuhan</strong> yang sesuai dengan kepribadiandan outcomes yang optimal.Anak merupakan bagian dari keluargayang secara <strong>sosial</strong> maupun psikologis tidakdapat dilepaskan dari pembinaan danpendidikan orang tua, sekolah dan masyarakat.Anak yang berada dalam fase remajamerupakan usia saat terjadinya perubahan danperkembangan yang pesat. Berdasarkankisaran umur remaja, mahasiswa yang beradapada tahap awal perguruan tinggi berada padafase remaja akhir menuju dewasa awal. Banyakkondisi dalam kehidupan remaja turutmembentuk pola kepribadian melalui pembentukankonsep diri anak yang mencakupperasaan harga diri (<strong>self</strong>-esteem) dankompetensi diri. Pada fase ini, menurut teoripsiko<strong>sosial</strong> Erikson remaja berada pada tahapidentity versus identity confusion dan intimacyversus isolation. Pengawasan dari lingkunganterdekatnya, terutama melalui <strong>pengasuhan</strong> dikeluarga memegang peranan penting dalammemenuhi tugas perkembangan danmembentuk pola kepribadian remaja.SIMPULAN DAN SARANHasil penelitian ini menemukan bahwaremaja perempuan cenderung mempunyai skorpersepsi gaya <strong>pengasuhan</strong> otoritatif yang lebihtinggi. Sementara itu, pendapatan keluargaremaja per bulan berhubungan nyata dan positifdengan tingginya skor persepsi gaya<strong>pengasuhan</strong> permisif. Skor persepsi gaya<strong>pengasuhan</strong> otoritatif mempunyai hubunganyang positif dan nyata dengan <strong>kecerdasan</strong><strong>sosial</strong> dan <strong>self</strong>-esteem, sedangkan skorpersepsi gaya <strong>pengasuhan</strong> <strong>otoriter</strong> mempunyaihubungan nyata dan negatif dengan<strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong>, <strong>self</strong>-esteem, dan prestasiakademik remaja. Sementara itu, skor persepsigaya <strong>pengasuhan</strong> permisif yang tinggiberhubungan positif dan nyata terhadapprestasi akademik. Kecerdasan <strong>sosial</strong> jugamempunyai hubungan positif dan nyata denganjumlah organisasi yang diikuti dan <strong>self</strong>-estemremaja.Sementara itu, menunjukkan bahwa gaya<strong>pengasuhan</strong> mempunyai hubungan yang eratdengan <strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong> dan <strong>self</strong>-esteemremaja, khususnya remaja akhir yang akanmemasuki periode dewasa. Meskipun begitu,penelitian ini mempunyai keterbatasan antaralain pengukuran penerapan gaya <strong>pengasuhan</strong>didekati dengan variabel persepsi sehinggatidak bisa menggambarkan secara lebih nyatapraktek dan gaya <strong>pengasuhan</strong> yang diterapkanorang tua. Oleh karenanya, untuk penelitianlebih lanjut dapat penelitian sejenis dapatditerapkan untuk orang tua dan remajasehingga dapat lebih menggambarkan interaksiyang terjadi antara orang tua dan remaja.Gaya <strong>pengasuhan</strong> otoritatif dapatmendukung terbentuknya <strong>self</strong>-esteem dan<strong>kecerdasan</strong> <strong>sosial</strong> yang baik. Berdasarkan hasilpenelitian tersebut, disarankan kepada paraorang tua untuk lebih mengenali gaya<strong>pengasuhan</strong> yang diterapkannya sertamenerapkan gaya <strong>pengasuhan</strong> yangmendukung terbentuknya kompetensi yang baikterutama pada remaja.Berdasarkan hasil penelitian, semakin aktifremaja (mahasiswa) dalam mengikutiorganisasi maka keterampilan <strong>sosial</strong>mahasiswa akan semakin baik. Mengingatpersentase terbesar remaja tidak mengikutiorganisasi baik di dalam ataupun di luarkampus, disarankan kepada mahasiswa agarlebih aktif mengikuti organisasi sebagai salahsatu upaya mengembangkan keterampilan<strong>sosial</strong>.DAFTAR PUSTAKAAhmadi, A., & Sholeh, M. (2005). PsikologiPerkembangan. Jakarta: PT Rineka CiptaAtkison, R. L., Atkinson, R. C., & Richard, E. R.(1983). Pengantar Psikologi I, EdisiKedelapan Jilid 1. Jakarta: Erlangga.Baumrind, D. (2008). Parental Authority and ItsEffect on Children. Parenting and MoralGrowth, Spring, 2008, 1(2), The Council forSpiritual and Ethical Education.Berns, R. M. (1997). Child, Family, School,Community Sosialization and Support,


56 ALFIASARI, LATIFAH, & WULANDARI Jur. Ilm. Kel. & Kons.Fourth Edition. United States of America:Rinehart & Winston, Inc.Boveja, M. E. (1998). Parenting Style andAdolescents’ Learning Strategies in theUrban Community. Journal of MulticulturalCounseling and Development. April 1998:26(2), 110-119. ProQuest PsychologycalJournal.Brooks, J. B. (2001). Parenting. Third Edition.California: Mayfield Publishing Company.Calhoun, J. F., & Acocella, J. S. (1990).Psikologi tentang Penyesuaian danHubungan Kemanusiaan. New York: McGraw Hill.Cobb, N. J. (2001). Adolescence. 4 th ed.California: Mayfield Publishing Company.Desmita. (2005). Psikologi Perkembangan.Bandung: PT Remaja RosdakaryaGerungan. (2002). Psikologi Sosial. Bandung:PT Refika Aditama.Goleman, D. (2006). Emotional Intelligence.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama._________. (2007). Sosial Intelligence. Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama.Gottman, J., & Declaire, J. (1997). The Heart ofParenting: How to Raise an EmotionallyIntelligent Child. Bloomsbury PublishingPlc. London.Gracia, E., & Gracia, F. (2009). Is AlwaysAuthoritavie Parenting The OptimumParenting Style Evidence from SpanishFamilies. Proquest Sociology, 173(44):101-131.Gunarsa, S. D., & Gunarsa, Y. S. (2008).Psikologi Anak dan Remaja. Jakarta:Gunung Mulia.Johnson, R., & Swindley, D. (1999). CreatingConfidence, The Secret of Self Esteem.UK: Element Books Limited.Kartono, K. (1990). Psikologi anak (PsikologiPerkembangan). Bandung: CV MandarMaju.Megawangi, R., Latifah, M., & Dina, W. F.(2004). Pendidikan Holistik. Cimanggis:Indonesia Heritage Foundation.Papalia, D. E., Old, S. W., & Feldman, R. D.Human Development (Psikologi Perkembangan).Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group.Puspitawati, H., Sumarwan, U., Megawangi, R.,& Asngari, P. S. (2007). PengaruhKeadaan Sosial-Ekonomi Keluarga,Pengasuhan Anak dan Kelompok TemanSebaya terhadap Kenakalan Pelajar SMK-TI dan SMU di Kota Bogor. Media Gizi &Keluarga, 31(2).Parker, D. K. (2006). Menumbuhkan Kemandiriandan Harga Diri Anak. Jakarta: AnakPrestasi Pustaka.Rohner, R. P. (1975). They Love Me, Love MeNot. United States of America: HumanRelations Area files, Inc.Rohner, R. P. (1986). The Warmth Dimension:Foundations of Parental Accepatance-Rejection Theory. United States ofAmerica: SAGE Publications.Rohner, R. P., Khaleque, A., & David, E., &Cournoyer. (2007). Introduction to ParentalAcceptance-Rejection Theory, Methods,Evidence, and Implications. Paper.University of Connecticut.Santrock, J. W. (2003). Adolescence, PerkembanganRemaja, Edisi Keenam.Jakarta: Erlangga.Santrock, J. W. (2007). Child Development.New York: McGraw-Hill Companies Inc.Slicker, E. K., Picklesimer, B. K., Guzak, A. K.,& Fuller, D. K. (2005). Relationship ofparenting style to older adolescent lifeskillsdevelopment in the United States.Sunarti, E. (2004). Mengasuh dengan Hati.Jakarta: PT Elex Media Komputindo.Turner, J. S., Helms, D. B. (1995). LifespanDevelopment. United States of America:Holt, Rinehart and Winston, Inc.Umar, H. (2003). Metode Riset PerilakuKonsumen Jasa. Jakarta: GhaliaIndonesia.Vasta, R., Haith, M. M., Miller, S. A. (1992).Child Psychology: The Modern Science.Canada: John Wiley & Sons, Inc.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!