Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

abad.demokrasi.com
from abad.demokrasi.com More from this publisher
12.07.2015 Views

Democracy Projectsalah satu dari enam agama tersebut. Karena tidak ada kesepakatan,Musyawarah itu malah semakin memperuncing konflik yang sudahada.Ketika A. Mukti Ali diangkat menjadi Menteri Agama di awal1970-an, kondisi di atas masih belum pulih. Sebagai seorang yangpertama kali memperkenalkan Ilmu Perbandingan Agama di InstitutAgama Islam Negeri (IAIN) dan terlibat aktif dalam dialog-dialogantar agama, Mukti Ali kemudian berusaha agar ketegangan antaragama tersebut dapat diatasi melalui sebuah proyek yang bernama‘kerukunan antar umat beragama’ dan orang yang dipilihnya untukmemimpin proyek ini adalah Djohan Effendi. Di antara kegiatanproyek ini adalah dialog antar pemuka agama, wisata dan diskusioleh mahasiswa-mahasiswa perguruan tinggi agama (seperti IAINdan STT) dan penelitian mengenai kerukunan antar agama dimasyarakat. 14Yang menarik dari proyek ini barangkali adalah tujuan yangingin dicapai seperti yang dikatakan Djohan Effendi sendiri: “Yangdipentingkan bahwa mereka duduk bersama, bukan keputusannya,melainkan saling kenal mengenal satu sama lain (personal contacts).Mereka dua tiga malam makan bersama, bahkan saling mengejek”[karena sudah merasa akrab]. 15 Terlepas dari proyek yang dijalan -kannya di tahun 70-an tersebut, bagi Djohan, saling kenal mengenalmemang merupakan langkah awal yang sangat penting untukmembuka kebekuan hubungan antaragama.Inilah mengapa pentingnya tokoh-tokoh agama saling mengenal.Ini kan sangat murah.Misalnya bupati atau camat, mungkinmengundang mereka sebulan sekali untuk makan bersama.Tidak usah pakai agenda. Yang penting ketemu. Kalau sudahakrab, lalu saling mengunjungi. Beberapa kasus, misalnya diJawa Timur, saya temukan bahwa seorang pendeta atau pastur,dia tidak kenal sama sekali dengan lingkungannya. Mungkinjuga mereka merasa minder atau merasa minoritas. Waktukerusuhan di Situbondo, ada pastur yang sudah tua, dia tidakkenal Kiai As’ad. Ini kan konyol. 16Sebenarnya, setelah usaha membangun hubungan kenalmengenal antar pemuka-pemuka agama, Djohan ingin terusmelangkah lebih jauh, yakni mencoba menciptakan kerja sama di54 |MERAYAKAN KEBEBASAN BERAGAMA

Democracy Projectantara mereka. Tetapi keinginannya tersebut gagal karena MenteriAgama yang menggantikan Mukti Ali, yakni Alamsyah RatuPrawiranegara ternyata lebih cenderung kepada pandangan bahwakerukunan akan tercipta melalui peraturan-peraturan yang dibuatpemerintah. Tentu saja pandangan Alamsyah ini sejalan dengankeinginan sebagian tokoh-tokoh muslim. Kalau dilihat dari kontekspolitik usai sidang MPR 1977, Alamsyah memang ditugaskanpresiden untuk membangun rekonsiliasi dengan tokoh-tokoh Islamyang sebelumnya sempat marah di sidang MPR itu karena kebijakanpemerintah mengenai indoktrinasi Pancasila (P4) dan alirankepercayaan yang pada mulanya mau dimasukkan sebagai ‘agama’.Seperti telah disinggung, Djohan sangat tidak setuju denganpikiran bahwa kerukunan umat beragama akan tercipta melaluiaturan. Ia mengatakan:Saya tidak setuju karena saya percaya kerukunan itu tidak bisadiatur. Ia harus ditumbuhkan dari proses interaksi masyarakatitu sendiri. Sama saja seperti dalam rumah tangga, misalnya kitatidak bisa buat aturan yang rigid bahwa suami harus begini, isteriharus begitu. Itu kan hanya pengangan-pegangan saja. Misalnya,kalau melanggar, orangnya harus dihukum. Kan tidak begitu.Jadi kerukunan harus muncul dari bawah sebagai suatukesadaran. 17Karena itulah Djohan sangat risih ketika suatu hari ia mendengarbahwa Depag mengadakan program ‘latihan instruktur kerukunanhidup antarumat beragama’. “Apa apaan ini, kerukunan kok pakaiinstruktur? Mereka itu mengerjakan sesuatu yang mereka sendiritidak mengerti,” kata Djohan. 18 Demikian pula ketika orang-orangmulai ramai membicarakan Rancangan Undang-Undang KerukunanUmat Beragama (RUU KUB), Djohan juga menolaknya dengan alasanyang serupa.Selain itu, Djohan juga menyampaikan kritik-kritik terhadap SK-SK Menteri Agama (sebagian berupa SKB Menteri Agama danMenteri Dalam Negeri) yang mengatur hubungan antar agamatersebut. Misalnya SK yang mengatur tidak boleh menyiarkan agamakepada orang yang sudah beragama. Dalam bahasa teologi Islam, inibisa dikatakan tidak boleh memurtadkan orang Islam. TetapiBunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi| 55

<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>salah satu dari enam agama tersebut. Karena tidak ada kesepakatan,Musyawarah itu malah semakin memperuncing konflik yang sudahada.Ketika A. Mukti Ali diangkat menjadi Menteri Agama di awal1970-an, kondisi di atas masih belum pulih. Sebagai seorang yangpertama kali memperkenalkan Ilmu Perbandingan Agama di InstitutAgama Islam Negeri (IAIN) dan terlibat aktif dalam dialog-dialogantar agama, Mukti Ali kemudian berusaha agar ketegangan antaragama tersebut dapat diatasi melalui sebuah proyek yang bernama‘kerukunan antar umat beragama’ dan orang yang dipilihnya untukmemimpin proyek ini adalah Djohan Effendi. Di antara kegiatanproyek ini adalah dialog antar pemuka agama, wisata dan diskusioleh mahasiswa-mahasiswa perguruan tinggi agama (seperti IAINdan STT) dan penelitian mengenai kerukunan antar agama dimasyarakat. 14Yang menarik dari proyek ini barangkali adalah tujuan yangingin dicapai seperti yang dikatakan Djohan Effendi sendiri: “Yangdipentingkan bahwa mereka duduk bersama, bukan keputusannya,melainkan saling kenal mengenal satu sama lain (personal contacts).Mereka dua tiga malam makan bersama, bahkan saling mengejek”[karena sudah merasa akrab]. 15 Terlepas dari proyek yang dijalan -kannya di tahun 70-an tersebut, bagi Djohan, saling kenal mengenalmemang merupakan langkah awal yang sangat penting untukmembuka kebekuan hubungan antaragama.Inilah mengapa pentingnya tokoh-tokoh agama saling mengenal.Ini kan sangat murah.Misalnya bupati atau camat, mungkinmengundang mereka sebulan sekali untuk makan bersama.Tidak usah pakai agenda. Yang penting ketemu. Kalau sudahakrab, lalu saling mengunjungi. Beberapa kasus, misalnya diJawa Timur, saya temukan bahwa seorang pendeta atau pastur,dia tidak kenal sama sekali dengan lingkungannya. Mungkinjuga mereka merasa minder atau merasa minoritas. Waktukerusuhan di Situbondo, ada pastur yang sudah tua, dia tidakkenal Kiai As’ad. Ini kan konyol. 16Sebenarnya, setelah usaha membangun hubungan kenalmengenal antar pemuka-pemuka agama, Djohan ingin terusmelangkah lebih jauh, yakni mencoba menciptakan kerja sama di54 |MERAYAKAN KEBEBASAN BERAGAMA

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!