12.07.2015 Views

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>keagamaan segenap warga negara.” Inilah barangkali penafsiranDjohan bahwa Pancasila itu tidak sekuler karena negara tetapmelayani kepentingan keagamaan rakyat. Kata ‘melayani’ tentu sajamerupakan kata kunci dalam pandangan Djohan ini. ‘Melayani’berarti memberikan apa yang dibutuhkan umat beragama, bukanmencampuri urusan internal agama, apalagi menghakimi ke per caya -an suatu kelompok keagamaan. Nampaknya bagi Djohan, fungsipelayanan inilah seharusnya yang dimainkan oleh Depag.Tetapi prinsip ‘melindungi kebebasan beragama’ dan ‘melayanihajat keagamaan umat beragama’ tersebut harus berhadapan denganmasalah-masalah penting lainnya. Pertama, apakah prinsip kebebasanberagama juga mencakup kebebasan untuk tidak beragama? Apakahateisme bisa diterima di Indonesia? Bagi Djohan, kebebasanberagama mencakup kebebasan untuk tidak beragama, dankebebasan untuk menjadi ateis. Untuk memperkuat pendapat nya, iamerujuk kepada tulisan Haji Agus Salim yang pernah mengemukakanpendapat yang sama ketika ia menafsirkan sila ‘Ketuhanan YangMaha Esa’. 10 Selain itu, Djohan juga mengemuka kan argumenteologis dengan mengatakan bahwa Tuhan sendiri memberikan hakhidup kepada manusia yang tidak percaya, bahkan anti-Tuhansekalipun. Jadi kalau kita memaksa orang untuk beragama ataupercaya pada Tuhan, kita sudah bertindak melebihi Tuhan. Jika kitamengingat bahwa di zaman Orde Baru ‘komunisme’ biasanyadiidentikkan dengan ‘tidak bertuhan’ dan ‘tidak beragama’, makapendapat Djohan ini jelas berani.Masalah kedua, mengapa ada agama-agama yang diakomodasi dijajaran birokrasi Depag dan ada pula yang tidak? Secara faktual inisepertinya menunjukkan bahwa agama-agama yang diakomodasi ituadalah agama-agama yang diakui atau resmi. Implikasi masalah initentu tidak sekadar apakah suatu agama masuk birokrasi Depag atautidak, tetapi lebih jauh lagi nanti akan menyangkut masalah agamaagamaapa saja yang wajib diberikan sebagai mata pelajaran disekolah negeri, dan apakah legal perkawinan yang dilaksanakanberdasarkan suatu agama tertentu.Dalam menyikapi masalah tersebut, Djohan mengatakan bahwasebenarnya tidak ada landasan peraturan yang menentukan agamayang diakui dan tidak diakui, atau resmi dan tidak resmi. Argumenyang dikemukakan Djohan, selain merujuk kepada pasal 29 UUDBunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi| 51

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!