12.07.2015 Views

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>* * *Kembali kepada debat klasik mengenai sifat-sifat Tuhan itu, sayasudah memperlihatkan bahwa tak ada perbedaan mendasar antaradua kubu: kubu positivis dan negativis. Perseteruan antara dua kubuini sebetulnya lebih disebabkan oleh alasan-alasan yang kompleksketimbang sekedar masalah sifat Tuhan itu sendiri. Dua pandanganini, pada akhirnya, mewakili dua pedekatan yang berbeda terhadapmodus beragama. Baik pandangan kaum positivis dan negativisdalam debat teologi klasik ini menarik bagi saya. Pandangan kaumpositivis menarik karena melihat Tuhan bukan semata-mata sebagaikonsep filosofis yang kering dan tidak memiliki “daging dan darah”sama sekali. Seorang yang beriman tidak cukup hanya bertuhansecara filosofis–Tuhan transendental yang hanya mengawang-awangdi alam ide tanpa bisa “disentuh” atau “menyentuh” hati orangorangyang beriman. Dengan kata lain, seorang yang berimanmembutuhkan Tuhan yang “akrab”—Tuhan dengan siapa manusiabisa saling “bertukar tangkap”, meminjam frasa yang sangat indahdari puisi Amir Hamzah itu.Tetapi, Tuhan yang “akrab” dan dibungkus dalam idiom-idiomyang dekat dengan pengalaman manusia di bumi itu–Tuhan yangmemiliki wajah, mata, dan tangan sebagaimana dikisahkan dalamQuran—bisa mengandung jebakannya sendiri. Tuhan yangdipositifkan dalam suatu penggambaran yang “visual” itu bisadianggap sebagai gambaran satu-satunya yang sah tentang Tuhan.Perspektif positivistik tentang Tuhan bisa berujung pada“pembekuan” konsep dan penggambaran Tuhan dalam formulatertentu, dan menutup kemungkinan yang lain. Hal ini makin parahlagi jika disertai dengan perspektif epistemologis yang “sunnahcentric”sebagaimana diperlihatkan oleh kalangan ortodoks Sunni,terutama sekali kubu sarjana hadis. Kubu ini, misalnya,berpandangan bahwa hanya nama-nama dan sifat-sifat Tuhansebagaimana disebutkan dalam Kitab Suci saja yang boleh dipakaioleh manusia untuk “menunjuk” Tuhan. Kita melihat di sinisemangat “enclosure”, menutup dan membatasi. Watak semacam iniperlu diimbangi oleh perspektif kaum negativis yang lebih memakaipendekatan metaforis dan rasional dalam memahami Tuhan.Semangat pada kubu negativis ini lebih cenderung menciptakanBunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi| 743

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!