Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

abad.demokrasi.com
from abad.demokrasi.com More from this publisher
12.07.2015 Views

Democracy Projectbelakangan. Sudah tentu, dalam skema gagasan Jahm, tindakanbukan berarti tidak penting dalam agama. Hanya saja, tindakanhanyalah pantulan saja dari gnosis, dan karena itu bukanlah sesuatuyang bersifat primer. Fondasi iman, bagi Jahm, tetaplah pengetahuandalam pengertian yang mendekati gnosis itu, sementara tindakanadalah aspek yang dengan sendirinya ikut. Sebagai seorang pengikutgerakan oposisi yang menganjurkan penguasa untuk kembali kepadaQuran dan sunnah, serta menegakkan keadilan, jelas sama sekali takmasuk akal jika Jahm dianggap sebagai meremehkan aspek tindakannyata dalam beragama.“Kebencian” para polemikus Sunni terhadap Jahm, saya kira,lebih masuk akal jika diterangkan melalui penjelasan politik,ketimbang teologi, meskipun bukan berarti aspek teologi sama sekalitak memiliki peran di dalamnya. Salah satu doktrin ortodoks Sunnisebagaimana dengan baik dirumuskan oleh Ahmad ibn Hanbaladalah “pasifisme politis”, yaitu sikap menahan diri untuk tidakmengangkat senjata untuk melawan penguasa yang secara de factomemegang kekuasaan, walaupun penguasa itu bertindak otoriter dansewenang-wenang. 11 Sikap pasifis ini jelas menguntungkan penguasaDinasti Umayyah saat itu. Posisi kaum ortodoks Sunni yangminimalis dan pasivis semacam ini jelas bertentangan dengan posisiJahm ibn Shafwân yang cenderung maksimalis, menentang penguasayang sewenang-wenang dengan jalan pemberontakan bersenjata,serta menganjurkan sistem politik yang lebih demokratis. DoktrinSunni ortodoks sama sekali tak menyinggung soal prinsip “shûrâ”yang ditafsirkan sebagai pemilihan penguasa secara demokratis,bukan turun-temurun. Doktrin Sunni hanya berhenti pada prinsiptentang kewajiban mengangkat seorang penguasa yang idealnya, ataumenurut beberapa kaum ortodoks Sunni lain bahkan wajib, berasaldari suku Quraish. Jahm mengatakan bahwa penguasa bukan sajaharus dipilih secara demokratis, tetapi juga bisa berasal dari sukumanapun, bukan hanya terbatas pada suku Quraish. Etika Islam yangegaliter di mata kaum non-Arab seperti Jahm sama sekali takmengizinkan favoritisme politik yang dianut oleh sebagian besarteolog Sunni itu.Tetapi ada aspek lain yang saya kira bisa menerangkan denganbaik kenapa kalangan ortodoks Sunni tampak “traumatis”berhadapan dengan sekte Jahmiyyah serta ide-ide Jahm ibn Shafwân738 |MERAYAKAN KEBEBASAN BERAGAMA

Democracy Projectitu. Sejumlah laporan (yang cenderung tendensius) yang termuatdalam karya-karya polemis kaum ortodoks Sunni, terutama parasarjana hadis, mengisahkan beberapa tindakan Jahm yang dianggapmeremehkan Quran dan sunnah, bahkan dengan cara yang amatvulgar. Al-Bukhârî (dalam Khalq Af ’âl al-‘Ibâd) dan Ibn Batthah(dalam Al-Radd ‘Alâ al-Jahmiyyah) menyebutkan laporan bahwaJahm pernah melemparkan Quran dari pangkuannya sambil berkata,“Apa ini?” (Ayyu shai’in hâdhâ?). Sekali lagi, laporan ini sulit diterimadengan mempertimbangkan alasan-alasan yang sudah sayakemukakan di atas. Bagaimana mungkin Jahm yang mendukunggerakan puritan untuk menerapkan secara konsisten Quran dansunnah bisa bersikap “meremehkan” Quran semacam itu? Jikalaporan ini kita andaikan benar sekalipun, kita tidak tahu kontekstindakan Jahm itu. Mengutip anekdot ini tanpa menjelaskankonteksnya yang lebih spesifik jelas tidak adil dan tak bisadibenarkan dalam konteks penelitian ilmiah. Jahm memang dikenaldengan doktrinnya tentang watak kalam atau ujaran Tuhan. Menurutdia, Tuhan tidak berbicara, sebab tindakan berbicara adalah sifat yangkhas pada manusia, dan karena itu tidak bisa dikenakan pada Tuhan,sesuai dengan prinsip negativisme yang ia anut. Quran, dengandemikian, adalah ciptaan Tuhan, bukan kalam atau ucapan Tuhan itusendiri. Anekdot melempar Quran di atas boleh jadi sengaja“diciptakan” oleh lawan-lawannya untuk mendramatisir doktrinJahm tentang Quran sebagai makhluk, bukan sebagai kalam Tuhanitu.Tuduhan lain yang dialamatkan kepada Jahm adalah sikapnyayang dianggap kurang mempedulikan hadis. Sejumlah laporanmenyebutkan bahwa dia sama sekali tak pernah meriwayatkan ataubergaul dengan para perawi hadis. Sejumlah penulis Sunni menuduhJahm lebih mendahulukan akalnya sendiri ketimbang bersandar padahadis. Ahmad ibn Hanbal bahkan lebih jauh lagi menuduh Jahmsebagai “mendustakan hadis-hadis utusan Tuhan” (sebagaimana iakatakan dalam Al-Radd ‘Alâ al-Zanâdiqah wa al-Jahmiyyah [Qadi2005:137]). Bagaimana kita menilai tuduhan semacam ini?Tuduhan kaum ortodoks Sunni bahwa Jahm tidak mengabaikansunnah atau hadis, saya kira, untuk sebagian besar benar. Tetapi sikapdan posisi Jahm yang kurang mempedulikan hadis itu harusdiletakkan dalam konteks sosial dan iklim intelektual yang lebih luasBunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi| 739

<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>itu. Sejumlah laporan (yang cenderung tendensius) yang termuatdalam karya-karya polemis kaum ortodoks Sunni, terutama parasarjana hadis, mengisahkan beberapa tindakan Jahm yang dianggapmeremehkan Quran dan sunnah, bahkan dengan cara yang amatvulgar. Al-Bukhârî (dalam Khalq Af ’âl al-‘Ibâd) dan Ibn Batthah(dalam Al-Radd ‘Alâ al-Jahmiyyah) menyebutkan laporan bahwaJahm pernah melemparkan Quran dari pangkuannya sambil berkata,“Apa ini?” (Ayyu shai’in hâdhâ?). Sekali lagi, laporan ini sulit diterimadengan mempertimbangkan alasan-alasan yang sudah sayakemukakan di atas. Bagaimana mungkin Jahm yang mendukunggerakan puritan untuk menerapkan secara konsisten Quran dansunnah bisa bersikap “meremehkan” Quran semacam itu? Jikalaporan ini kita andaikan benar sekalipun, kita tidak tahu kontekstindakan Jahm itu. Mengutip anekdot ini tanpa menjelaskankonteksnya yang lebih spesifik jelas tidak adil dan tak bisadibenarkan dalam konteks penelitian ilmiah. Jahm memang dikenaldengan doktrinnya tentang watak kalam atau ujaran Tuhan. Menurutdia, Tuhan tidak berbicara, sebab tindakan berbicara adalah sifat yangkhas pada manusia, dan karena itu tidak bisa dikenakan pada Tuhan,sesuai dengan prinsip negativisme yang ia anut. Quran, dengandemikian, adalah ciptaan Tuhan, bukan kalam atau ucapan Tuhan itusendiri. Anekdot melempar Quran di atas boleh jadi sengaja“diciptakan” oleh lawan-lawannya untuk mendramatisir doktrinJahm tentang Quran sebagai makhluk, bukan sebagai kalam Tuhanitu.Tuduhan lain yang dialamatkan kepada Jahm adalah sikapnyayang dianggap kurang mempedulikan hadis. Sejumlah laporanmenyebutkan bahwa dia sama sekali tak pernah meriwayatkan ataubergaul dengan para perawi hadis. Sejumlah penulis Sunni menuduhJahm lebih mendahulukan akalnya sendiri ketimbang bersandar padahadis. Ahmad ibn Hanbal bahkan lebih jauh lagi menuduh Jahmsebagai “mendustakan hadis-hadis utusan Tuhan” (sebagaimana iakatakan dalam Al-Radd ‘Alâ al-Zanâdiqah wa al-Jahmiyyah [Qadi2005:137]). Bagaimana kita menilai tuduhan semacam ini?Tuduhan kaum ortodoks Sunni bahwa Jahm tidak mengabaikansunnah atau hadis, saya kira, untuk sebagian besar benar. Tetapi sikapdan posisi Jahm yang kurang mempedulikan hadis itu harusdiletakkan dalam konteks sosial dan iklim intelektual yang lebih luasBunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi| 739

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!