12.07.2015 Views

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>Shafwân jika kita memahami sikap politiknya terhadap penguasapada zamannya.Sebagaimana sudah saya sebut di atas, Jahm meninggal karenadieksekusi oleh seorang gubernur Dinasti Umayyah di Khurasan,Nashr ibn Sayyâr. Hukuman ini menimpa Jahm karena ia bergabungdengan sebuah gerakan perlawanan yang dipimpin oleh al-Hârithibn Suraij. Sumber-sumber historis klasik Islam menyebutkan bahwaal-Hârith ini adalah seorang yang dengan gigih melawan penguasaDinasti Umayyah yang dianggap menyeleweng dari ajaran Quran dansunnah. Gerakan al-Hârith bisa disebut sebagai salah satu gerakanpuritan yang muncul pada akhir masa wangsa Umayyah. Tokoh inimenuntut agar penguasa pada zaman itu kembali kepada Quran dansunnah, menegakkan keadilan, dan menerapkan prinsip “demo -kratis” berdasarkan ajaran tentang “shûrâ” vis-à-vis sistem dinastiyang turun-temurun sebagaimana dipraktekkan oleh DinastiUmayyah saat itu. Al-Hârith juga dikenal sebagai seorang saleh danasketik yang sangat sederhana. Sebagai seorang pemikir yang cerdasdan orator yang ulung, Jahm ibn Shafwân diangkat oleh al-Hârithsebagai asisten sekaligus juru-bicara untuk gerakannya itu. Melihatsikap politiknya yang semacam itu, jelas tidak mungkin menganggapbahwa Jahm bersikap “minimalis” dalam beragama sebagaimanadituduhkan oleh lawan-lawannya. Jika Jahm adalah seorangminimalis yang bersikap “relativis” dan longgar dalam beragama,tentu amat sulit bagi kita untuk menjelaskan kenapa Jahm bergabungdengan gerakan “puritan” yang memiliki sikap dan pandangankeagamaan yang sangat “maksimal” itu.Salah satu cara yang masuk akal untuk menjelaskan definisi imanyang tampak seolah-olah “minimalis” dari Jahm itu adalah denganmelihatnya dalam konteks kecenderungan gnostik dan mistik yangada pada Jahm. Dalam konteks gnostisisme, pengetahuan atau gnosis(ma’rifah) adalah sumber segala kebajikan. Jika Jahm mendefinisikaniman sebagai “pengetahuan tentang Tuhan”, maka pengetahuan disini bukan pengetahuan sebagaimana dipahami oleh umumnya parateolog Islam pada zaman itu, yakni pengetahuan logis yang diperolehmelalui proses yang disebut dengan silogisme. Saya menduga apayang disebut pengetahuan oleh Jahm lebih mendekati “gnosis” atau“pengetahuan yang hadir secara intuitif ” (al-‘ilm al-hudûrî)sebagaimana dipahami oleh para mistikus Islam yang datangBunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi| 737

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!