12.07.2015 Views

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>kita terima apa adanya. Hakikat Tuhan tak bisa diketahui secaramenyeluruh oleh manusia. Jika Tuhan berkata dalam Quran bahwaDia memiliki tangan dan mata, maka kita harus mempercayainyabegitu saja, tanpa terlalu jauh menelisik apa makna mata dan tangandi sana. Sebab, investigasi yang terlalu mendalam seperti itu tidakpernah dicontohkan oleh Nabi, sahabat dan generasi setelah sahabat(tâbi’în). Mereka semua adalah generasi “saleh” yang layak menjaditeladan bagi generasi berikutnya. Jika mereka memberikan teladandengan cara “diam” (sering disebut tawaqquf atau tafwîd) dan tidakmendiskusikan hakikat sifat Tuhan itu, maka generasi belakangansudah seharusnya mengikuti teladan itu. Mendiskusikan hakikatTuhan dan sifat-sifat-Nya bukanlah wilayah di mana rasio manusiamemiliki kekuasaan dan kemampuan. Diskusi semacam itu hanyaakan sia-sia belaka, bahkan akan rentan membawa yang ber -sangkutan pada labirin spekulasi yang menyesatkan. Jika adakemiripan antara sifat Tuhan dan ciptaan-Nya, seperti mendengardan melihat, maka itu hanyalah kesamaan dari segi nama saja,semacam analogi. Kesamaan nama tidak berarti mengakibatkankesamaan dari segi esensi dan isi. Argumen ini, beberapa abadkemudian, juga diulang kembali oleh Thomas Aquinas (w. 1274),salah satu teolog Kristen paling penting dari zaman skolastik.Sikap kaum positivis ini diwakili dengan sangat baik oleh sebuahpernyataan terkenal dari pendiri mazhab Maliki (mazhab hukumIslam yang luas diikuti di wilayah Afrika Utara), Mâlik ibn Anas (w.795), melalui statemennya yang sangat masyhur, “al-istiwâ’ ma’lûmwa al-kaifu majhûl” – bahwa Tuhan bertahta di singgasana (‘arsh)itu sudah diketahui oleh semua orang beriman melalui penegasandalam Kitab Suci; tetapi bagaimana persisnya Tuhan bertahta disinggasana, manusia sama sekali tidak mengetahuinya (majhûl).Percaya bahwa Tuhan bersinggasana di tahta-Nya merupakankeharusan bagi seorang beriman, tetapi kepercayaannya itu harusdisertai dengan sikap pasrah (tafwîd), tanpa terjatuh kepada sikap“negativistik” (ta’tîl) atau sikap takyîf dan tamthîl, sebagaimanadikemukakan oleh Ibn Taymiyah (w. 1328) dalam risalahnya yangterkenal, al-‘Aqîdah al-Wâsitiyyah. 3 Takyîf dan tamthîl adalahmempercayai adanya sifat-sifat Tuhan seraya membayangkan bahwasifat-sifat itu serupa dengan sifat-sifat yang ada pada makhluk Tuhan.Jika sifat-sifat Tuhan itu harus ditafsirkan secara metaforis728 |MERAYAKAN KEBEBASAN BERAGAMA

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!