12.07.2015 Views

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>Pandangan universalisme ini bila kita pelajari dalam sejarahbangsa Indonesia, ternyata telah dianut oleh nenek moyang kita.“Bila ditelusuri lebih jauh, kalimat Bhinneka Tunggal Ika itumerupakan kutipan dari sebuah kakawin Jawa Kuna yaitu KakawinSutasoma, karangan Empu Prapañca semasa Kerajaan Majapahitsekitar abad ke-14. Kakawin ini istimewa karena mengajarkantoleransi antara umat Hindhu Siwa dengan umat Buddha pada masaitu. 46 Kutipan tersebut berasal dari pupuh 139, bait 5. Bait ini secaralengkap adalah seperti di bawah ini:Rwâneka dhâtu winuwus Buddha Wiswa,Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal,Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.Dapat diterjemahkan sebagai berikut:Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda,Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali,Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal,Terpecah belahlah itu, tetapi satu jualah itu. Tidak ada kerancuandalam kebenaran 47Penulis ingin menekankan pada kalimat terakhir yang mengata -kan: ”Terpecah belahlah itu, tetapi satu jualah itu. Tidak adakerancuan dalam kebenaran.” Kalimat ini menarik untuk dibahasdalam kaitannya dengan paham universalisme ini. Menurut penuliskalimat itu sesungguhnya berbicara pada tataran Ultimate Truth.Pada tataran Ultimate Truth, manusia sesungguhnya akan mem -punyai pengertian yang sama (non dualisme) tentang truth. Dualismeitu hanya terjadi pada tataran apparent truth atau conventional truth.Perbedaan yang seringkali kita ributkan itu sesungguhnya disebabkanantara lain karena adanya perbedaan pada aspek ritual, bukan esensiajaran agama itu sendiri. Ritual itu sesungguhnya terkait denganmasalah budaya atau tata cara dan pandangan setempat dan padasaat itu (space and time) sehingga bersifat profane (atau ornamenmenurut istilah Nurcholish Madjid) dan bukan yang hakiki (sacred).Sekadar perbandingan, Biku Bodhi (The President of BuddhistPublication Society) menyebutnya dengan dimensi akomodatif untuk632 |MERAYAKAN KEBEBASAN BERAGAMA

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!