12.07.2015 Views

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>penafsiran dia sendiri atas resep itu dan kemudian memperdebat -kannya dengan orang lain, bukan membeli obat dengan resep ter -sebut apalagi kemudian meminumnya. Padahal dia (umat) bukanlahseorang dokter atau apoteker sekalipun sehingga tidak (belum)mempunyai kompetensi untuk memperdebatkan isi resep. Pasienyang baik adalah yang membeli obat dan kemudian meminumnyasesuai dengan dosis yang sebagaimana mestinya sehingga sembuhdari “sakit”nya.Jadi dimensi praktik atau action dalam hidup keberagamaanadalah yang terpenting bukan berhenti pada tataran wawasan ataupengetahuan sehingga yang berkembang hanya aspek intelektual.Ibarat seorang “peziarah” yang jangan hanya berhenti di perbatasankota tujuan dan kemudian pulang kembali ke rumahnya. Dia tidakakan pernah mendapat pengalaman sejati tentang isi kota itu.Menurut pandangan penulis, seseorang baru akan benar-benarmemahami dan menjalani pandangan universalisme seperti di atasapabila dia mencapai pencerahan abadi sehingga terbebas dari kabutdualisme, dan dengan demikian bisa melihat kebenaran akhir sepertiapa adanya. Sekadar perbandingan dalam agama Kristiani hal iniseringkali disebut dengan keselamatan (salvation). Oleh John Hick“Keselamatan” diartikan sebagai berikut. “By salvation, as a genericconcept, I mean a process of human transformation in this life fromnatural self-centeredness to a new orientation centred in thetranscendent divine reality, God, and leading to its fulfilment beyondthis life.” 45 Dari pernyataan ini John Hick juga menekankanpentingnya dimensi self transformation sehingga bisa diselamatkan(dalam istilah penulis adalah: mencapai pencerahan).Berbicara tentang universalisme, kita juga perlu menyadari theother side of the same coin, yaitu bahwa selain “Commonalities”manusia itu juga mempunyai keunikannya masing-masing sehinggamanusia itu selain mempunyai kesamaan juga sekaligus mempunyaiperbedaan. Dengan demikian paham ini melihat segala fenomenakehidupan itu secara non dualistis. Di dalam persamaan kita lihatperbedaan, namun sekaligus dalam perbedaan kita melihat adapersamaan. Pandangan seperti inilah yang pada akhirnya akandicapai dalam perjalanan spiritual seseorang yang tentu saja akanberwujud dalam segala bentuk pikiran, kata, dan tindakannya seharihari.Bunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi| 631

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!