Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

abad.demokrasi.com
from abad.demokrasi.com More from this publisher
12.07.2015 Views

Democracy Projectbangsa kita ini sangat plural karena latar belakang apapun. Bahkanbangsa seperti Jepang, Korea, Arab sekalipun sesungguhnya adalahjuga sebuah masyarakat yang plural karena setiap orang memangunik walau suku bangsanya sama.Antara inklusivisme dan pluralisme itu juga seringkali masihdipahami secara rancu. Menurut penulis antara inklusivisme danpluralisme dapat diibaratkan sebagai berikut:a. Inklusivisme itu ibarat kita berada di dalam “rumah” kita sendiri(baca: agama kita sendiri atau home, own religion) dan kemudianmencari dan memasukkan “perabot baru” (baca: ajaran tertentudari suatu agama lain atau other, alien religions) yang hanya sesuaidengan “selera” kita (baca: kita terima kebenarannya) dan serasidengan “rumah” kita (baca: tidak bertentangan dengan ajaranhome, own religion). Dengan demikian pemilik rumah adalahyang menentukan (screening) dapat atau tidaknya suatu perabotdibeli dan dimasukkan (ada sense of superiority). Namundemikian sikap inklusif itu lebih proaktif daripada sekadar sikaptoleran karena dalam hal toleransi kita itu lebih bersikap pasif(yakni bersikap diam walau kita tidak setuju terhadap sesuatuajaran tertentu karena kita menghormatnya). Dengan sikap yanglebih proaktif untuk mempelajari dan menghayati pengertian dariother religions, maka sense of discrimination tidak hanya ditekan(dalam sikap diam, toleran) yang pada akhirnya masih bisameletus menjadi konflik. Inklusivisme seperti itu hanya bersifatsepihak dan artifisial (semu). Untuk itu dialog antaragama adalahsebuah keniscayaan. Dalam konteks inilah relevan kita renungkanteori Global Reflexivity dari William Schweiker yang merupakanantitesis dari teori Clash of Civilizations dari Samuel P.Huntington. Schweiker pada intinya mengatakan bahwa dalampergaulan antara berbagai peradaban dunia (termasuk berdasar -kan agama) memang bisa menimbulkan kekerasan. Namun diamengingatkan bahwa hal itu tidak boleh kemudian dijadikandasar untuk mengambil kesimpulan bahwa jalan keluarnyahanyalah melalui konflik. Dia mengatakan, kalau masih ada caralain untuk terjadinya interaksi peradaban dunia dengan cara yanglebih damai dan bentuk-bentuk reflektif yang lebih menarik,asalkan kita mau bersikap rendah hati terhadap kebenaran yangkita yakini dan sekaligus sikap terbuka untuk belajar dari628 |MERAYAKAN KEBEBASAN BERAGAMA

Democracy Project(kebenaran) peradaban lainnya (inklusif). 42b. Sedangkan pluralisme itu ibarat kita (justru) “keluar” dari“rumah” kita dan kemudian mencari serta mempelajari “rumahrumah”lain (other, alien religions). Walaupun antara satu rumahdengan rumah yang lain ada (bahkan banyak) perbedaannya(dimensi pluralitas), namun dilihat dari fungsi dasar suatu rumah(dalam hal ini sebagai tempat tinggal), rumah-rumah lain ituadalah sama fungsinya dengan “rumah” kita (home, own religion).Dengan ilustrasi ini berarti pemilik rumah tidak mempunyai senseof superiority terhadap rumah-rumah yang lain. Demikian halnyadengan agama. Agama yang satu maupun dengan agama yang lainmempunyai esensi yang sama dalam fungsi dasarnya, yaitumembantu para pemeluknya mencapai keselamatan (salvation)atau pencerahan (enlightenment), atau apapun sebutannya dimasing-masing agama atau kepercayaan.Dengan metafora tersebut di atas dapat disimpulkan bahwasecara spiritual, pluralisme itu lebih tinggi derajatnya daripadainklusivisme.4. UniversalismeBerikut penulis ajukan dua kutipan untuk mendapatkan gambar -an pengertian universalisme yang dianut secara umum:- “Universalism often capitalized: a theological doctrine that allhuman beings will eventually be saved; b. the principles andpractices of a liberal Christian denomination founded in the 18thcentury originally to uphold belief in universal salvation and nowunited with Unitarianism.” 43- “Universalism can be classified as a religion, theology andphilosophy that generally hold all persons and creatures are relatedto God or the Divine and will be reconciled to God. A church orcommunity that calls itself Universalist may emphasize theuniversal principles of most religions and accept other religions inan inclusive manner, believing in a universal reconciliationbetween humanity and the divine. For example monotheisticreligions like Judaism, Christianity, and Islam still claim auniversal value of their doctrine and moral principles because theyfeel they are inclusive. A belief in one common truth is alsoanother important tenet. The living truth is seen as more farreachingthan national, cultural, or religious boundaries.” 44Bunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi | 629

<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>(kebenaran) peradaban lainnya (inklusif). 42b. Sedangkan pluralisme itu ibarat kita (justru) “keluar” dari“rumah” kita dan kemudian mencari serta mempelajari “rumahrumah”lain (other, alien religions). Walaupun antara satu rumahdengan rumah yang lain ada (bahkan banyak) perbedaannya(dimensi pluralitas), namun dilihat dari fungsi dasar suatu rumah(dalam hal ini sebagai tempat tinggal), rumah-rumah lain ituadalah sama fungsinya dengan “rumah” kita (home, own religion).Dengan ilustrasi ini berarti pemilik rumah tidak mempunyai senseof superiority terhadap rumah-rumah yang lain. Demikian halnyadengan agama. Agama yang satu maupun dengan agama yang lainmempunyai esensi yang sama dalam fungsi dasarnya, yaitumembantu para pemeluknya mencapai keselamatan (salvation)atau pencerahan (enlightenment), atau apapun sebutannya dimasing-masing agama atau kepercayaan.Dengan metafora tersebut di atas dapat disimpulkan bahwasecara spiritual, pluralisme itu lebih tinggi derajatnya daripadainklusivisme.4. UniversalismeBerikut penulis ajukan dua kutipan untuk mendapatkan gambar -an pengertian universalisme yang dianut secara umum:- “Universalism often capitalized: a theological doctrine that allhuman beings will eventually be saved; b. the principles andpractices of a liberal Christian denomination founded in the 18thcentury originally to uphold belief in universal salvation and nowunited with Unitarianism.” 43- “Universalism can be classified as a religion, theology andphilosophy that generally hold all persons and creatures are relatedto God or the Divine and will be reconciled to God. A church orcommunity that calls itself Universalist may emphasize theuniversal principles of most religions and accept other religions inan inclusive manner, believing in a universal reconciliationbetween humanity and the divine. For example monotheisticreligions like Judaism, Christianity, and Islam still claim auniversal value of their doctrine and moral principles because theyfeel they are inclusive. A belief in one common truth is alsoanother important tenet. The living truth is seen as more farreachingthan national, cultural, or religious boundaries.” 44Bunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi | 629

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!