12.07.2015 Views

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>prinsip dari ajaran yang lain karena memandang bahwa hanyaajarannya saja yang mempunyai kebenaran mutlak dan sebaliknyaajaran lain adalah salah. Misalnya, di masa lalu agama Katolikmenganut paham eksklusivisme, namun sejak tahun 1965 telahmenjadi inklusif di mana dalam Konsili Vatikan II diakui bahwa diluar Katolik ada keselamatan. Konsili itu menyatakan tiga hal.Pertama, juga orang yang tidak dibaptis, bahkan yang, tanpakesalahannya sendiri, tidak percaya pada Allah, dapat diselamatkanasal mereka hidup menurut suara hati mereka. Kedua, setiap orangberhak untuk mengikuti agama yang diyakininya. Ketiga, umatKatolik dianjurkan untuk menghormati apa yang baik dalam agamaagamalain. Dalam Gereja-gereja Protestan terdapat pandangan yangberbeda-beda tentang hal itu. Sementara dalam agama IslamNurcholish Madjid (dan beberapa teolog di luar Indonesia, sepertimisalnya Abdulaziz Sachedina) memperlihatkan bahwa orang di luaragama Islam, misalnya orang Yahudi atau orang Buddha, juga dapatmerupakan orang “Islam” apabila ia menyerah kepada Yang Ilahimenurut keyakinan agamanya sendiri, dan karena itu ia dapat masuksurga juga.” 30Perlu ditambahkan bahwa dalam Rekonsili Vatikan II inilah KarlRahner memperkenalkan istilah yang terkenal dan sekaliguskontroversial, yaitu Anonymous Christians; yang intinya mengatakanbahwa doktrin extra ecclesia nulla salus tidak berlaku lagi. Artinyaada keselamatan di luar gereja Katolik sekalipun mereka tidakmengenal Kristus. Oleh sebab itu orang tidak perlu pindah agamauntuk mendapatkan keselamatan. Namun demikian, istilah ini jugakemudian mengundang kritik dari internal umat Katolik karenamenyiratkan masih kuatnya sense of superiority. Kritik tersebutantara lain dilakukan oleh Hans Kung yang menegaskan bahwa umatdari agama lain akan kurang senang dengan penggunaaan istilah tadi.Terlepas dari apakah penggunaan istilah itu tepat atau tidak,momentum itu merupakan babak penting di mana di gereja Katolikmulai dianut paham inklusivisme secara resmi. Menarik untukdirenungkan bahwa dari sudut paham inklusivisme dapat dilihat(dari luar) bahwa Hans Kung lebih maju daripada Karl Rahner.Namun demikian bisa saja Karl Rahner menggunakan istilah ituadalah dengan “keterpaksaan” mengingat masih kuatnya tradisi extraecclesia nulla salus pada saat itu.Bunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi| 621

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!