Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

abad.demokrasi.com
from abad.demokrasi.com More from this publisher
12.07.2015 Views

Democracy Projectyang penuh ketegangan dan konflik di antara kaum muslimin danKristen. Ketegangan itu terutama dipicu oleh terjadinya gelombangkonversi massal bekas anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dankalangan muslim abangan ke dalam Kristen. Dalam periode antara1965 sampai 1971 dilaporkan sekitar 2.000.000an muslim Jawatelah dibaptis menjadi Kristen (cf William, n.d: Hefner 1987a;1987b, 1985; Pranowo 1991; 1994). Kaum muslimin yang marahmelihat konversi seperti itu memandang bahwa misionaris Kristentelah melakukan cara-cara yang tidak fair dalam menyebarkanagama, seperti melalui pembagian makanan, uang, hewan ternak,pemberian pelayanan kesehatan dan pendidikan, dan sebagainya.Berbarengan atau berkaitan dengan perkembangan itu, polemikkeagamaan yang keras antara Islam dan Kristen meningkat pula.Berbagai ceramah, brosur, pamflet, baik yang diterbitkan lembaga/organisasi resmi atau tidak resmi juga beredar di mana-mana. Isinyasebagian besar merupakan kecaman atau celaan satu sama lain.Kalangan Islam umumnya membantah kebenaran keimanan Kristendan menganggapnya sebagai ajaran yang tidak masuk akal, tidaklogis, dan bahkan bersifat takhayul. Sebaliknya, kalangan KristenProtestan dan Katolik memandang keimanan Islam sebagaiterkebelakang dan fanatik (Boland 1982:43).Ketegangan yang terus meningkat ini mendorong terjadinyakonflik terbuka di beberapa tempat di Indonesia. Pada akhir 1967kelompok-kelompok pemuda muslim membakar beberapa gereja diUjungpandang (kini Makassar), Jawa Tengah, dan Aceh. Sebaliknya,di Sulawesi Utara dan Ambon terjadi pembakaran masjid oleh parapenganut Kristen (William n.d:14; Boland 1982:54). Semua rentetanperistiwa ini akhirnya membuat Dewan Gereja-gereja se-Dunia pada1974 memutuskan pembatalan Indonesia sebagai tempat pertemuanSidang Majelis umumnya; dan memindahkan tempat penyelenggara -an nya ke Afrika pada 1975 (Boland 1982:43).Karena perkembangan situasi yang tidak menguntungkantersebut, pemerintahan Presiden Suharto mulai mengambil inisiatifuntuk menyelenggarakan dialog antaragama. Pemerintah yangmenyadari bahwa ketegangan dan konflik yang terjadi dapatmenciptakan situasi yang eksplosif, mengambil inisiatif denganmengundang para pemimpin agama-agama untuk menyelesaikankonflik dan pertikaian di antara umat beragama. Pemerintah, melalui24 |MERAYAKAN KEBEBASAN BERAGAMA

Democracy ProjectMenteri Agama, KH Mohammad Dahlan menyelenggara kanmusyawarah antaragama pertama pada 30 November 1967.Tetapi, seperti dikemukakan Tarmizi Taher, musyawarah yangberhasil melahirkan Wadah Musyawarah Antar-Agama tersebut gagalmenyelesaikan konflik antaragama. Meski demikian, WadahMusyawarah berhasil mengadakan pertemuan-pertemuan berikut -nya, yang dapat menghasilkan beberapa kesepakatan dasar yangkemudian menjadi titik awal dialog antaragama pada masa-masaselanjutnya (Taher 1998:48).Dialog antaragama baru menemukan momentum terkuatnyapada masa Prof Mukti Ali menjadi Menteri Agama pada 1970an.Mukti Ali, seorang ahli ilmu perbandingan agama dari IAINYogyakarta, menyadari sepenuhnya tentang prinsip-prinsip yangdapat mendorong terjadinya keberhasilan dialog antaragama. Karenaitu, ia berusaha menumbuhkan dialog antaragama yang bertitiktolakpada sikap saling percaya dan iktikad baik masing-masing komunitasumat beragama. Prinsip yang dia kembangkan adalah ‘setuju dalamperbedaan-perbedaan’ (agree in disagreement) tanpa harus bertikaidan berkonflik. Karena itu, Mukti Ali menghidupkan kembali WadahMusyawarah Antar-Agama dengan melibatkan lebih banyak tokohdan pemimpin agama (cf Munhanif 1998:304-7).Demikianlah, sepanjang pemerintahan Orde Baru di bawahpimpinan Presiden Suharto, diselenggarakanlah dialog-dialogantaragama yang melibatkan lembaga-lembaga berupa majelis agama,yakni Majelis Ulama Indonesia (MUI/Islam), Persatuan Gereja-gerejadi Indonesia (PGI/Protestan), Konperensi Waligereja Indonesia(KWI/Katolik), Parisadha Hindu Dharma, dan Perwalian UmatBuddha Indonesia (Walubi). Dialog-dialog antaragama ini kemudiandisertai dengan kebijakan mencegah terjadinya konflik yangbersumber dari SARA (Suku, Agama, Ras, Antar-golongan). Denganbegitu konflik antaragama dapat ditekan ke tingkat minimal.Sejak jatuhnya pemerintahan Presiden Suharto pada 1998,konflik dan kekerasan yang berbau agama kembali muncul dibeberapa tempat di Indonesia, khususnya di Maluku atau Ambon,Poso (Sulawesi Tengah) dan lain-lain. Konflik dan kekerasan yangmelibatkan umat beragama ini—muslim dan Kristen—umumnyasemula bersumber dari masalah-masalah ekonomi politik, dankegagalan pemerintah dalam menegakkan hukum dan keadilan;Bunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi| 25

<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>yang penuh ketegangan dan konflik di antara kaum muslimin danKristen. Ketegangan itu terutama dipicu oleh terjadinya gelombangkonversi massal bekas anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dankalangan muslim abangan ke dalam Kristen. Dalam periode antara1965 sampai 1971 dilaporkan sekitar 2.000.000an muslim Jawatelah dibaptis menjadi Kristen (cf William, n.d: Hefner 1987a;1987b, 1985; Pranowo 1991; 1994). Kaum muslimin yang marahmelihat konversi seperti itu memandang bahwa misionaris Kristentelah melakukan cara-cara yang tidak fair dalam menyebarkanagama, seperti melalui pembagian makanan, uang, hewan ternak,pemberian pelayanan kesehatan dan pendidikan, dan sebagainya.Berbarengan atau berkaitan dengan perkembangan itu, polemikkeagamaan yang keras antara Islam dan Kristen meningkat pula.Berbagai ceramah, brosur, pamflet, baik yang diterbitkan lembaga/organisasi resmi atau tidak resmi juga beredar di mana-mana. Isinyasebagian besar merupakan kecaman atau celaan satu sama lain.Kalangan Islam umumnya membantah kebenaran keimanan Kristendan menganggapnya sebagai ajaran yang tidak masuk akal, tidaklogis, dan bahkan bersifat takhayul. Sebaliknya, kalangan KristenProtestan dan Katolik memandang keimanan Islam sebagaiterkebelakang dan fanatik (Boland 1982:43).Ketegangan yang terus meningkat ini mendorong terjadinyakonflik terbuka di beberapa tempat di Indonesia. Pada akhir 1967kelompok-kelompok pemuda muslim membakar beberapa gereja diUjungpandang (kini Makassar), Jawa Tengah, dan Aceh. Sebaliknya,di Sulawesi Utara dan Ambon terjadi pembakaran masjid oleh parapenganut Kristen (William n.d:14; Boland 1982:54). Semua rentetanperistiwa ini akhirnya membuat Dewan Gereja-gereja se-Dunia pada1974 memutuskan pembatalan Indonesia sebagai tempat pertemuanSidang Majelis umumnya; dan memindahkan tempat penyelenggara -an nya ke Afrika pada 1975 (Boland 1982:43).Karena perkembangan situasi yang tidak menguntungkantersebut, pemerintahan Presiden Suharto mulai mengambil inisiatifuntuk menyelenggarakan dialog antaragama. Pemerintah yangmenyadari bahwa ketegangan dan konflik yang terjadi dapatmenciptakan situasi yang eksplosif, mengambil inisiatif denganmengundang para pemimpin agama-agama untuk menyelesaikankonflik dan pertikaian di antara umat beragama. Pemerintah, melalui24 |MERAYAKAN KEBEBASAN BERAGAMA

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!